Hubungan Status Gizi (Indeks TB/U Dan IMT/U) dan Faktor Lainnya dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV dan V SDN Pancoranmas 02 Kecamatan Pancoranmas Kota Depok Tahun 2014
Santi Jaelani, Kusharisupeni Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16400, Indonesia
Email :
[email protected]
Abstrak
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V SDN Pancoranmas 02 Kecamatan Pancoranmas Kota Depok tahun 2014 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional . Sampel dalam penelitian ini sebanyak 112 siswa. Data penelitian didapatkan dari data primer dengan menggunakan kuesioner, angket, timbangan injak dan mikrotoa, serta data sekunder dari nilai ulangan harian dan arsip sekolah. Data dianalisis secara univariat untuk melihat gambaran masing-masing variabel dan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi IMT/U (p value 0,03) dan pendidikan ibu (p value 0,01) dengan prestasi belajar, sedangkan tidak terdapat hubungan antara status gizi TB/U, kebiasaan sarapan, asupan zat gizi, pendidikan ayah, pendapatan orang tua dan pekerjaan ibu dengan prestasi belajar. Kata kunci ; prestasi belajar, status gizi
Relationship of nutritional status (HAZ and BAZ) and other factors to Student Achievement in 4th and 5th Grade, Pancoranmas 02 Elementary School, Pancoranmas District, Depok 2014
Abstarct
The aim of this thesis is to determine factors that associated with student achievement in 4th and 5th grade, Pancoranmas 02 Elementary School, Pancoranmas District, Depok 2014 using cross-sectional research design. Sample in this study is 112 students. Research data obtained from primary data using questionnaires, scales and mikrotoa, as well as secondary data from report card and school archive. Data were analyzed using univariate to see an overview of each variable and bivariate analysis using chi square test. Thus, the result of bivariate analysis showed that there is relationship between the nutritional status (BAZ) (p value 0.03) and mother’s education (p value 0,01) with student achievement, whereas there is no relationship between the nutritional status (HAZ), breakfast habits, intake of nutrient , father's education, parent’s income and mother’s occupation with learning achievement. Keywords: student achievement, nutritional status
1
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Pendahuluan Saat ini kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan. Pada tahun 2012, berdasarkan data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2012: yang dikeluarkan oleh UNESCO, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 120 negara didunia. Indikator yang digunakan untuk menilai hal tersebut meliputi 4 goals, yaitu pendidikan dasar, kesamaan gender, angka melek huruf, dan kualitas pendidikan yang tercermin dari prestasi siswa. Data tersebut senada denga PISA (Programme for International Student Assessment) yang dikeluarkan oleh Organization for Economic Coorperation and Development tahun 2013 menunjukkan anak indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara di dunia dalam kemampuan matematika, sains dan membaca. Perkembangan dalam dunia pendidikan yang rendah berdampak terhadap nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNDP (2013) Indonesia berada pada urutan ke 121 dari 187 negara didunia. IPM merupakan hasil penilaian dari tiga aspek yaitu, pendidikan, kesehatan dan kesejahtraan ekonomi. Menurut Kemendikbud (2013) penyebab rendahnya IPM Indonesia disebabkan oleh kualitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah. Salah satu cara untuk menilai kualitas pendidikan adalah dari hasil prestasi belajar siswa. Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai oleh teman-teman sekelasnya (Syah, 2010). Prestasi belajar ditunjukkan dengan jumlah nilai rapot atau nilai tes harian. (Haryanto, 2010). Agar prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan baik, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Syah (2010), ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor pertama yaitu faktor internal yang meliputi aspek fisiologis seperti gizi dan kesehatan, aspek psikologis yaitu , intelegensi, sikap, minat, bakat dan motivasi. Kedua adalah faktor eksternal yang meliputi lingkungan dan fasilitas sekolah. Ivanovic, et al. (2004), menambahkan faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar yaitu pendidikan terakhir orang tua, pendapatan orang tua, berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Cebu, Filipina terhadap 3289 anak yang diikuti selama 12 tahun didapatkan hubungan yang positif antara status gizi dengan pencapaian prestasi akademik disekolah (Glewwe, 2000). Penelitian yang dilakukan di Jamaika terhadap 809 anak yang berusia 9-13 tahun menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara prestasi akademik 2
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
khusunya aritmatika dengan status gizi anak berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) (Hutchinson, et al, 1997). Penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan terhadap anakanak sekolah di pedalaman Afrika Selatan yang menunjukkan terdapat hubungan yang kuat anatara berat badan menurut umur (BB/U) dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dengan kemampuan matematika dan bahasa inggris anak, sedangkan tinggi badan menurut umur (TB/U) memiliki hubungan kuat dengan kemampuan matematika (Themane, et al ,2003) Faktor lain yang berperan terhadap prestasi belajar siswa adalah kebiasaan sarapan. Sarapan pagi dapat memenuhi kecukupan energi diawal hari sebelum memulai aktivitas, apabila seseorang melewatkan sarapan maka tubuh tidak mempunyai cukup energi terutama dalam proses belajar mengajar (Khomsan, 2003). Penelitian yang dilakukan di Iran melibatkan 100 siswa sekolah dasar menunjukkan terdapat perbedaan nilai matematika yang signifikan antara kelompok kasus yang terbiasa sarapan dan kelompok kontrol yang tidak biasa sarapan. Faktor lainnya yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa adalah pendidikan orang tua, pendapatan keluarga dan pekerjaan ibu (Enizarti, 2002; Syah, 2010; Minatun, 2011; Septiani, 2012). Orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan cenderung mempunyai pengetahuan yang baik mengenai pendidikan anak. Pengetahuan yang baik dan kondisi ekonomi yang baik menyebabkan orang tua akan dapat menyediakan fasilitas yang baik untuk belajar anak(Kusumastuti, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 20 orang siswa SDN Pancoranmas 02 didapatkan nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaran matematika dan bahasa inggris kurang dari nilai rata-rata. Selain itu, di sekolah tersebut belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya serta belum terlalu terpapar dengan pengetahuan mengenai gizi.. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan status gizi (indeks TB/U dan IMT/U), asupan zat gizi, kebiasaan sarapan dan karakteristik keluarga dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V SDN Pancoranmas 02 Kecamatan Pancoranmas Kota Depok Tahun 2014. Tinjauan Teoritis Prestasi belajar mempunyai banyak pengertian. Menurut Depdikbud (1990) Prestasi belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang didapatkan dari suatu mata ajaran yang telah 3
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
dipelajari oleh siswa yang biasanya ditujukan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan tingkat keterampilan seseorang dalam tugas-tugas akademik baik berupa pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap yang relatif menetap sebagai akibat dari pengalaman yang terjadi melalui proses selama jangka waktu tertentu berdasarkan suatu standar (Ningrum, 2000). Menurut Sari (1995) prestasi belajar adalah gambaran atau kesimpulan mengenai seberapa jauh siswa memiliki pengetahuan, pengertian dan pemahaman mengenai suatu materi pelajaran serta seberapa jauh siswa mampu menerapkan pengetahuan , pengertian, pemahaman tentang suatu materi pelajaran serta seberapa jauh siswa mampu menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, prestasi belajar dapat menggambarkan kepuasan siswa terhadap pelajaran yang telah diterimanya (Rini, 1996). Menurut Syah (2010), ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor pertama yaitu faktor internal yang meliputi aspek fisiologis seperti gizi dan kesehatan, aspek psikologis yaitu , intelegensi, sikap, minat, bakat dan motivasi. Kedua adalah faktor eksternal yang meliputi lingkungan dan fasilitas sekolah. Ivanovic, et al. (2004), menambahkan faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar yaitu pendidikan terakhir orang tua, pendapatan orang tua, berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. Menurut Supariasa (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi merupakan kondisi kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Adriani dan Wirjatmadi, 2011). Makanan yang diperoleh oleh tubuh kemudian melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, peyimpanan, metabolisme, dan pembuangan untuk proses pemeliharaan, perbaikan dan pertumbuhan organ tubuh dan memproduksi energi untuk aktivitas sehari-hari (Puspitasari, 1999) Status gizi merupakan hal yang sangat penting karena menjadi salah satu fakor risiko terjadinya kesakitan dan kematian ( Hartriyanti dan Triyanti, 2011). Keadaan gizi kurang seperti stunting yaitu Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) kurang dari -2 SD yang dialami oleh anak usia sekolah dapat mempengaruhi kemampuan daya tangkap anak ketika mengikuti pelajaran disekolah sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajarnya (Picauly dan Toy, 2013) Stunting atau pendek merupakan perwujudan dari retardasi pertumbuhan yang bilamana ini terjadi maka akan berdampak pula terhadap pertumbuhan organ yang sangat penting yaitu otak ( Picauly dan Toy, 2012) Anak yang mengalami masalah gizi seringkali 4
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan situasi sekolahnya seperti sering tidak masuk sekolah karena sakit, terlambat daftar kesekolah dan kurang mampu menangkap pelajaran , serta tidak naik kelas (Agustini, et al , 2013). Kebutuhan energi anak usia sekolah disesuaikan dengan aktivitasnya yang padat dan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Energi dimanfaatkan untuk berbagai fungsi didalam tubuh yaitu metabolisme basal, aktivitas jasmani, berfikir, pertumbuhan, perkembangan, serta pembuangan zat sisa. Otak membutuhkan energi yang berasal dari glukosa untuk berfikir. Penggunaan energi untuk berfikirnya otak dapat mencapai 20-30% dari total energi didalam tubuh, oleh sebab itu otak sering disebut sebagai organ yang boros energi (Devi, 2012 ). Faktor lain yang berperan terhadap prestasi belajar siswa adalah kebiasaan sarapan. Sarapan bagi merupakan kebiasaan yang sangat penting untuk menunjang aktivitas yang akan dilakukan pada pagi hari. Khususnya pada siswa yang akan mengikuti pelajaran disekolah , dengan sarapan pagi maka kecukupan energi pada pagi hari dapat terpenuhi (Ariyanti, 2005) Terdapat dua manfaat yang akan didapatkan apabila seseorang rutin melakukan sarapan pagi yang pertama adalah sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah sehingga dengan kadar gula darah yang normal, maka konsentrasi belajar anak akan lebih baik sehingga berdampak positive untuk meningkatkan kemampuan belajar dan prestasi. Kedua, sarapan pagi akan menyumbang sekitar 25% dari kebutuhan harian, sehingga sarapan pagi memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan, 2003). Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara status gizi yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) dan indeks massa tubuh menurut umur(IMT/U), asupan energi dan protein, kebiasaan sarapan, serta karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan terakhir orang tua, pendapatan keluarga, dan pekerjaan ibu dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V SDN Pancoranmas 02 tahun ajaran 2013/2014. Data yang terdiri dari variabel dependen dan independen dikumpulkan dalam satu waktu yang bersamaan. Data primer didapatkan dari hasil pengukuran antropometri yaitu tinggi badan dan berat badan, form recall 24 jam, kuesioner dan 5
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
angket. Data sekunder didapat dari rekapitulasi hasil ulangan harian siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 Hasil Penelitian Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Univariat (n=112) Variabel Prestasi Belajar Kurang Baik TB/U Sangat pendek Pendek Normal Tinggi IMT/U Kurus Normal Gemuk Kebiasaan Sarapan Tidak rutin Rutin (Memenuhi 15-30% dilakukan <09.00) Asupan Energi Kurang Cukup Asupan Protein Kurang Cukup Asupan Zat besi Kurang Cukup Asupan Seng Kurang Cukup Pendidikan Ibu Rendah Menengah Tinggi Pendidikan Ayah Rendah Menengah Tinggi
AKG
dan
Pendapatan Keluarga Rendah Tinggi Pekerjaan Ibu Bekerja Tidak bekerja
n
%
49 63
43,8 56,2
1 13 94 4
0,9 11,6 83,9 3,57
5 104 3
4,5 92,85 2,67
67 45
59,8 40,2
82,2 30
73,3 26,7
73 39
65,2 34,8
111 1
99,1 0,9
111 1
99,1 0,9
25 45 42
22.3 40,2 37,5
5 51 56
4.5 45,5 50
22 90
19,6 80,4
38 74
33.9 66.1
6
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Bivariat ( n=112)
Variabel TB/U Pendek Normal IMT/U Kurus Normal Kebiasaan Sarapan Tidak rutin Rutin Kecukupan Energi Kurang Cukup Kecukupan Protein Kurang Cukup Pendidikan Ayah Rendah Tinggi Pendidikan Ibu Rendah Tinggi Pendapatan Orangtua Rendah Tinggi Pekerjaan Ibu Bekerja Tidak bekerja
Prestasi Kurang
Prestasi Baik
P Value
OR (95% CI)
n
%
n
%
8 41
57.1 41.8
6 57
42.9 58.2
0.428
5 44
100 41.1
0 63
0 58.9
0.033
28 21
41.8 46.7
39 24
58.2 53.3
0.752
35 14
42.7 46.7
47 16
57.3 53.3
33 16
45.2 41
40 23
54.8 59
3 46
60 43
2 61
40 57
0.773
1,98 (0,31-12,3)
17 32
68 36.8
8 55
32 63.2
0.01
3,65 (1,41-9,41)
28 21
45.9 41.2
33 30
54.1 58.8
0.756
1,71 (0,67-4,39)
17 32
44.7 43.2
21 42
55.3 56.8
1.00
1,06 (0,48-2,31)
1,85 (0,59-5,7)
0.872 0.822
1,186 (0,54-2,6)
Pembahasan 1. Pembahasan Hasil Analisis Univariat a. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan pengetahuan atau keterampilan dari suatu mata ajaran yang telah dipelajari oleh siswa yang biasanya ditujukan dengan nilai test atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan tingkat keterampilan seseorang dalam tugas-tugas akademik yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar (Ningrum, 2000). Cara yang digunakan untuk memperoleh atau mengukur prestasi belajar diperlukan adanya indikator untuk mengetahui sejauh mana prestasi siswa. 7
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Dalam penelitian ini , indikator yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa adalah nilai ulangan harian selama 1 semester. Mata pelajaran yang dijadikan indikator adalah mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Bahasa Indonesia. Ketiga pelajaran ini dianggap mampu menggambarkan kemampuan kognitif siswa karena untuk mempelajarinya dibutuhkan analisis dan kemampuan menghafal yang baik. (Sanjaya, 2008) Penilaian terhadap prestasi belajar siswa menggunakan perbandingan berdasarkan ratarata nilai dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Siswa dikatakan memiliki prestasi kurang apabila nilainya kurang dari rata-rata dan dikatakan memiliki prestasi baik apabila nilai siswa lebih dari sama dengan rata-rata. Rata-rata nilai siswa adalah 71,84, dengan nilai terendah dan tertinggi adalah 42 dan 92. Dari 112 siswa sebanyak 43,8% siswa memiliki prestasi belajar kurang, sedangkan selebihnya sebanyak 56,2% siswa memiliki prestasi belajar yang baik. b. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Hasil analisis menunjukkan terdapat 12,5% dari 112 siswa yang tergolong pendek (stunting) yang dikelompokkan menjadi pendek (11,6%) dan sangat pendek (0,9%). Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan data yang didapatkan pada saat survei awal, dimana dari 5 orang siswa 3 orang diantaranya (60%) tergolong pendek. Data tersebut didapatkan dari data guru kelas yang rutin melakukan pengukuran setiap beberapa bulan sekali, sehingga hasilnya bisa menjadi kurang akurat atau terdapat prosedur pengukuran yang kurang tepat yang menyebabkan hasil pengukuran berbeda dengan data primer yang dikumpulkan saat proses penelitian ini. Apabila dibandingkan dengan data nasional berdasarkan Riskesdas 2010, prevalensi anak yang memiliki status gizi pendek pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional (35,4%) atapun prevalensi pendek yang terdapat di Jawa Barat (34,2%) yang dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu pendek (20,9%) dan sangat pendek (15,5%). Angka tersebut didapatkan dari pengukuran tinggi badan secara nasional anak sekolah yang berusia 6-12 tahun. c. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Hasil analisis menunjukkan terdapat 4,5% dari 112 orang siswa yang tergolong kurus (wasted). Angka ini tergolong kecil dan jauh apabila dibandingkan dengan jumlah anak yang 8
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
memiliki status gizi pendek yaitu 12,5%. Hal ini sebagai indikator yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki indeks IMT/U normal belum tentu memiliki pertumbuhan fisik yang baik, namun bisa jadi terdapat gangguan pertumbuhan yang sifatnya kronis seperti gangguan pertumbuhan tinggi badan sehingga ketika status gizi di ukur dengan indeks lain yaitu IMT/U, status gizi anak menjadi terlihat normal. Nilai mean untuk indikator IMT/U adalah 0,396 standar deviasi (SD) yang menunjukkan rata-rata siswa memiliki status gizi yang normal. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut adalah -2,93 SD dan 3,08 SD . Nilai maksimum siswa tergolong tinggi hal ini dsebabkan karena terdapat 3 orang siswa dari 112 orang yang memiliki statuss gizi gemuk (IMT/U ≥2SD). d. Kebiasaan Sarapan Hasil analisis menunjukkan sebanyak 59% siswa tidak rutin melakukan sarapan pagi sedangkan sisanya yaitu sebanyak 40,2% siswa rutin melakukan sarapan pagi. Siswa dikatakan rutin melakukan sarapan pagi apabila memenuhi kriteria yang telah ditetapkan berdasarakan Deklarasi Pekan Sarapan Nasional (PESAN) yaitu sarapan sehat adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 pagi yang memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian yaitu 13-15% dari AKG (Hardinsyah, 2013). Sebanyak 17,9% siswa menyatakan tidak rutin melakukan sarapan setiap hari, sedangkan sisanya yaitu 82,1% siswa menyatakan rutin melakukan sarapan setiap hari dan 17,9% diantaranya menyatakan biasa sarapan diatas jam 9 pagi yaitu dengan jajan makanan disekolah sedangkan sebagian besar yaitu 82,1% siswa biasa sarapan dengan waktu mulai bangun tidur sampai > jam 9 pagi. Rata-rata siswa melakukan sarapan dirumahnya sebelum berangkat sekolah dan dilakukan antara jam 05.30 pagi sampai jam 07.00. Dari seluruh siswa yang melakukan sarapan, 51,8% mengonsumsi energi saat sarapan kurang dari energi minimal yang dianjurkan untuk sarapan yaitu 15%. Rata-rata hal ini didapatkan dari siswa yang hanya mengonsumsi susu saja atau teh manis dan jajanan saat pagi hari sehingga energinya tidak mencukupi kebutuhan minimal, sedangkan sisanya yaitu 48,2% siswa mengonsumsi energi sarapan sesuai dengan kecukupan yang dianjurkan yaitu ≥15% dari AKG.
9
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
d. Asupan Zat Gizi Angka kecukupan energi dalam penelitian ini dilihat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 yang menunjukkan kecukupan energi siswa adalah antara 1850-2100 kkal sesuai dengan rentang usia dan jenis kelasmin. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 73,3% siswa memiliki asupan energi kurang dari 70% AKG yang merupakan angka kebutuhan minimal, sedangkan sisanya sebanyak 26,88% siswa memiliki asupan energi cukup yaitu ≥70% AKG. Rata-rata asupan energi siswa adalah 1254 kkal, dengan nilai minimum dan maksimum berturutturut adalam 637 kkal dan 3534 kkal. Angka kecukupan protein dalam penelitian ini dilihat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 yang menunjukkan kebutuhan protein siswa adalah 49-56 gram yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 65,2% siswa memiliki asupan protein kurang dari kebutuhan minimal yaitu kurang dari 80% AKG, sedangkan sisanya sebanyak 34,8% siswa memiliki asupan cukup yaitu 34,4%. Rata-rata asupan protein siswa adalah 43,6 gram angka ini mendekati angka kecukupan protein , sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut adalah 23 gram dan 119 gram. e. Pendidikan Orang Tua Dalam analisis univariat pendidikan orang tua dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu; pendidikan rendah (≤SMP), pendidikan menengah (SMA dan sederajat), dan pendidikan tinggi (>SMA). Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan distribusi antara pendidikan ayah dan ibu. Sebanyak 4,5% ayah memiliki pendidikan rendah, 45,5% memiliki pendidikan menengah dan sisanya 50% memiliki pendidikan tinggi. Dapat dikatakan, rata-rata ayah siswa memiliki pendidikan tinggi . Sedangkan untuk pendidikan ibu, sebanyak 23,3% ibu memiliki pendidikan rendah, 40,2% memiliki pendidikan menengah, dan sisanya 37,5% memiliki pendidikan tinggi. Terdapat perbedaan antara tingkat pendidikan ayah dan ibu, dimana rata-rata ayah siswa berpendidikan tinggi lebih banyak dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi. f. Pendapatan Orangtua Pendapatan orangtua dalam penelitian ini merupakan gabungan antara pendapatan ayah dan ibu apabila bekerja. Pendapatan dikategorikan menjadi dua yaitu rendah apabila kurang dari 10
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
UMR Kota Depok tahun 2014 yaitu Rp. 2.397.000,00 dan tinggi apabila lebih dari UMR. UMR merupakan upah minimum regional yang dianggap layak untuk memenuhi kebutuhan hidup yang disesuaikan dengan tingkatan ekonomi dikota yang bersangkutan. Hasil analisis menunjukkan sebanyak 19,6% keluarga siswa memiliki pendapatan yang rendah, sedangkan selebihnya sebanyak 80,4% keluarga siswa memiliki pendapatan yang tinggi. Rata-rata pendapatan keluarga siswa adalah Rp. 4.680.000,00. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut adalah Rp. 500.000,00 dan Rp. 20.000.000,00. g. Pekerjaan Ibu Pada penelitian ini pekerjaan ibu dipersempit menjadi dua kategori, yaitu bekerja dan tidak bekerja. Dari 112 responden, sebanyak 33,9% siswa memiliki ibu yang bekerja, sedangkan selebihnya yaitu sebanyak 66,1% ibu siswa tidak bekerja. Dari 33,9% ibu yang bekerja, paling banyak pekerjaan ibu adalah karyawan swasta, pedagang, PNS, guru dan freelance. Pekerjaan ibu dianggap berhubungan dengan ketersediaan waktu ibu untuk anak dirumah. Ibu merupakan orang yang paling berperan dalam pengasuhan anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengasuhan yang baik seperti menyediakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anak, memberikan stimulasi terhadap perkembangan kognitif dan psiksosial anak agar anak dapat tumbuh sehat dan dapat memiliki prestasi yang baik disekolah (Kusumastuti, 2010) 2. Pembahasan Hasil Analisis Bivariat h. Hubungan Status Gizi (Indeks TB/U) dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini status gizi diklasifikasikan kedalam tiga kategori yaitu sangat pendek (severely stunted), pendek (stunted) dan normal. Pengkategorian ini mengacu pada standar zscore berdasarkan WHO growth reference 2007. Pada analisis bivariat kategori status gizi siswa dipersempit menjadi dua kategori yaitu pendek dan normal. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi TB/U dengan prestasi belajar siswa dengan p value 0,428. Meskipun demikian terdapat kecenderungan siswa yang memiliki status gizi pendek lebih banyak yang memiliki prestasi belajar yang kurang (57,1%) dibandingkan dengan siswa yang memiliki status gizi normal (41,%) 11
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2012) dan Fauziah (2011) dimana tidak terdapat hubungan antara status gizi TB/U dengan prestasi belajar , namun terdapat kecenderungan siswa yang memiliki status gizi pendek lebih banyak yang mempunyai prestasi belajar yang kurang.Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kaligis (2010) menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi TB/U dengan prestasi belajar (P value 0,198) i.
Hubungan Status Gizi (Indeks IMT/U) dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini status gizi dikelompokkan kedalam tiga kategori yang mengacu pada
standar z-score WHO growth reference 2007 yaitu sangat kurus (severely wasted), kurus (wasted) dan normal. Namun, disebabkan karena dalam penelitian ini hanya terdapat siswa yang memiliki status gizi kurus dan normal sehingga pengkategorikan hanya dibagi menjadi dua. Dari 112 anak hanya 5 orang anak yang memiliki status gizi kurus sedangkan selebihnya memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik menyatakan terdapat hubungan antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar dengan P value 0,03 dengan Odds ratio 2,43 yang menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai status gizi kurus berpeluang 2,43 kali untuk memiliki prestasi belajar yang kurang dengan 95% CI(1,9-3). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak sekolah di Afrika Selatan menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar anak khususnya matematika dan kemampuan bahasa ( Themane. et al, 2005) Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Isdaryanti (2007) terhadap anak-anak sekolah dasar di Pacitan menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi IMT/U dengan prestasi belajar, dimana anak-anak yang memiliki status gizi kurus cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah. j. Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar dengan p value 0,752. Kebiasaan sarapan dibagi menjadi dua kategori yaitu yang rutin sarapan setiap hari yang dilakukan dari mulai bangun tidur sampai jam 09.00 pagi serta memenuhi 15-30% dan tidak rutin sarapan yang berarti tidak memenuhi kriteria sarapan setiap hari, dilakukan tidak pada waktunya yaitu antara bangun tidur sampai jam 09.00 dan kurang dari 15% energi harian. 12
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Pada penelitian ini proporsi siswa yang rutin sarapan lebih banyak yang memiliki prestasi belajar kurang (46,7%) dibandingkan siswa yang tidak rutin sarapan (41,8%). Padahal secara teori seharusnya anak yang tidak rutin sarapan lebih cenderung untuk memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan anak yang terbiasa sarapan. Hal ini dapat disebabkan karena faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tidak hanya terkait dengan sarapan, selain itu faktor minat, bakat, IQ juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran sehingga dalam penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2011), Syafnida (2007), dan Ningsih (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan antara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar siswa, namun dalam penelitian tersebut terdapat kecenderungan siswa yang terbiasa sarapan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang tidak biasa sarapan. Adanya perbedaan distribusi kebiasaan sarapan antara siswa yang memiliki prestasi kurang dengan kebiasaan sarapan yang rutin dan tidak rutin ini dapat disebabkan oleh criteria yang berbeda dalam menentukan kebiasaan sarapan. Penelitian terdahulu hanya melihat kebiasaan sarapan dari frekuensi sarapan anak dan tidak melihat waktu serta asupan energinya. j. Hubungan Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Kecukupan energi dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu kurang apabila <70% AKG dan cukup apabila ≥70-110% AKG ayng mengacu pada AKG 2013. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kecukupan energi dengan prestasi belajar dengan P value 0,87. Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang sebaliknya dari teori, yaitu siswa yang asupan energinya cukup lebih banyak yang memiliki prestasi belajjar kurang (46,7%) dibandingkan dengan siswa yang memiliki asupan energi kurang (42,7%). Hasil
penelitian
ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahabol (2010), Isdaryanti (2010), dan Fauziah (2011) yang menyatakan tidak ada hubungan antara asupan energi dengan prestasi belajar siswa. k. Hubungan Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Kecukupan protein dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu kurang apabila < 80% AKG dan cukup apabila ≥ 80-110% AKG yang mengacu pada angka AKG 2013. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kecukupan protein dengan prestasi belajar dengan P value 0,822. Namun terdapat kecenderungan siswa yang memiliki asupan protein cukup 13
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki supan protein kurang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahabol (2010) dan Cahyaningrum (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan antara kecukupan protein dengan prestasi belajar, namun terdapat kecenderungan dengan protein cukupi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan asupan proteinkurang. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2012) dan Fauziah (2011) menyatakan terdapat hubungan antara kecukupan protein dengan prestasi belajar. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh penggunaan cut of point yang berbeda. Perbedaan cut of point yang cukup jauh dapat menyebabkan hasil yang berbeda sehingga siswa yang memiliki kecukupan protein kurang akan lebih banyak dan memberikan hasil analisis yang berbeda. l. Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Pada analisis bivariat, kategori pendidikan orang tua dipersempit menjadi dua kategori yaitu pendidikan rendah dan pendidikan tinggi. Dikatakan memiliki pendidikan rendah apabila orang tua siswa memiliki pendidikan ≤ SMP atau tamat SMP dan kurang dari itu sedangkan dikatakan memiliki pendidikan tinggi apabila ≥ SMA yaitu tamat SMA atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 tahun 2008 tentang wajib belajar 9 tahun dimana warga negara Indonesia harus mengikuti program pendidikan minimal sampai SMP yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar siswa dengan P value 0,77 , sedangkan pendidikan ibu, terdapat hubungan dengan prestasi belajar siswa dengan P value 0,01. Odds ratio untuk pendidikan ibu adalah 3,65 yang artinya ibu yang memiliki pendidikan rendah, anaknya berisiko 3,65 kali memiliki prestasi belajar yang kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2012) dan Nuryati (2002) yang menyatakan terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan prestasi belajar anak . Meskipun tidak terdapat hubungan antara pendidikan ayah dengan prestasi belajar anak, akan tetapi, terdapat kecenderungan siswa dengan ayah berpendidikan rendah lebih banyak yang memiliki prestasi belajar kurang dibandingkan anak dengan ayah berpendidikan tinggi. 14
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
m. Hubungan Pendapatan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan prestasi belajar siswa dengan P value 0,36, namun terdapat kecenderungan siswa dengan orang tua berpendapatan rendah lebih banyak yang memiliki prestasi belajar kurang dibandingkan siswa dengan orang tua berpendidikan tinggi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Minatun (2011) dan Isdaryanti (2010) yang menyatakan tidak ada hubungan antara pendapatan orang tua dengan prestasi belajar , Namun terdapat kecenderungan siswa yang memiliki orang tua yang berpenghasilan rendah lebih banyak yang memiliki prestasi kurang dibandingkan dengan anak yang memiliki orang tua dengan penghasilan tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap derajat gizi seseorang, semakin tinggi pendapatan maka dana yang dikeluarkan untuk konsumsi makanan akan semakin besar sehingga asupan makanan dapat terpenuhi dan berdampak terhadap baiknya status gizi. Status gizi yang baik dapat berperan terhadap performa siswa disekolah dan kemampuan berfikirnya sehingga berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajarnya. n. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Prestasi Belajar Pada penelitian ini pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu bekerja dan tidak bekerja. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan prestasi belajar anak dengan P value 1,00, namun terdapat kecenderungan anak yang mempunyai ibu tidak bekerja memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan anak dengan ibu yang bekerja. Bekerja dan tidak bekerjanya ibu dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak karena hal ini berkaitan dengan ketersediaan waktu dan perhatian untuk anak dirumah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Septiani (2012) dan Nuryati (2002) yang menyatakan tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan prestasi belajar anak, namun terdapat kecenderungan anak yang ibunya tidak bekerja memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan anak dengan ibu yang bekerja.
15
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Kesimpulan 1. Sebanyak 43,8% siswa di SDN Pancoranmas 02 memiliki prestasi belajar yang kurang apabila dibandingkan dengan rata-rata seluruh sampel yaitu mean 71,84 2. Dari 112 anak terdapat 12,5% anak yang memiliki status gizi indeks TB/U pendek dan 4,5% anak yang memiliki status gizi indeks IMT/U kurus 3. Berdasarkan karakteristik siswa sebagian besar siswa tidak rutin sarapan setiap hari (59,8%), memiliki asupan energy yang kurang dari kecukupan (73,3%) dan memiliki asupan protein kurang dari kecukupan (65,2%). Selain itu, sebanyak 99,1% siswa memiliki asupan zat besi dan seng kurang dari kecukupan, 100% siswa memiliki asupan iodium kurang dari kecukupan serta 58% siswa memiliki asupan vitamin A kurang dari kecukupan. 4. Berdasarkan karakteristik keluarga, 4,5% ayah siswa berpendidikan yang rendah (≤SMP) dan 22,3% ibu siswa berpendidikan rendah. Sebanyak 19,6% orang tua siswa berpendapatan rendah yaitu kurang dari UMR Kota Depok tahun 2014 Rp. 2.397.000,00 dan sebanyak 33,9% ibu siswa bekerja. 5. Terdapat hubungan antara status gizi IMT/U (P value 0,03 dan OR 2,4) dan pendidikan ibu (P value 0,01 dan OR 3,65) dengan prestasi belajar siswa. 6. Tidak terdapat hubungan antara status gizi TB/U, kebiasaan sarapan, asupan energy dan protein, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, dan pekerjaan ibu dengan prestasi belajar siswa. Saran Bagi Sekolah 1. Diharapkan agar sekolah memberikan edukasi kepada siswa mengenai hal yang berkaitan dengan gizi seperti kampanye untuk rutin melakukan sarapan pagi dan jajanan sehat. 2. Sebaiknya pihak sekolah melaksanakan kegiatan dalam upaya peningkatan gizi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar anak disekolah , dengan mengadakan kantin sekolah yang menyediakan makanan yang sehat dan bersih sesuai dengan persyaratan gizi.
16
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Bagi Peneliti Lain 1. Sebaiknya menggunakan desain penelitian lain seperti desain kohort untuk melihat efek status gizi terhadap prestasi belajar dengan mengontrol berbagai kondisi Daftar Referensi Adriani, Merryana., Wirjatmadi, Bambang,. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Penerbit Kencana Agustini, C.C., et al. (2013). Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar Anak Kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. [Paper]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Manado Anggraini, Fira. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi siswa sekolah dasar di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2003. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Arifin, Zainal. (1988). Evaluasi Instruksional. Bandung : Penerbit CV Rosdakarya Clandinin, M.T. (1999). Brain development and assessing the supply of acid. Lipids. Vol 34 No 2 :131-137
polyunsaturated fatty
Eriyanti, R.W. (2007). Model penerapan teori skemata untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan bagi siswa sekolah dasar.[Penelitian]. Universitas Muhamadiyah Malang Faizah, N., Heryati, E. (2007). Studi Korelasional antara Status Gizi dengan Prestasi Akademik pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Cilampeni I Kabupaten Bandung [Penelitian].Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Glewwe, P., et al. (2001). Early Childhood Nutrition and Academic Achievement: a Longitudinal Analysis. Journal of Public Economics . Vol 81:345-368 Haryanto.(2010).“Pengertian prestasi prestasi-belajar/ (3 Feb.2013)
belajar”.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-
Hapsari, A., Antari, P.Y., Ani, L.S. (2011). Gambaran Status Gizi Siswa SDN 3 Peliatan Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Hollingsworth, M. A. (2009, March). Wellness and academic performance of elementary students. Paper based on a program presented at the American Counseling Association Annual Conference and Exposition, Charlotte, NC.
17
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Huwae, Frans Johannis. (2006). Hubungan Antara Kadar Seng (Zn) dengan Memori Jangka Pendek pada Anak Sekolah Dasar. [Tesis]. Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Isdaryanti, Christien. (2007). Asupan Energi Protein, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Arjowinangun 1 Pacitan. [Skripsi]. Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Ivanovic, M. (2004). Scholastic achievement: a multivariate analysis of nutritional, intellectual, socioeconomic, sociocultural, familial, and demographic variables in Chilean school-age children. Nutrition Vol.20 :878-889 Kementrian Kesehatan RI. (2010). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat Statistik (2011) .Profil anak Indonesia 2011. Jakarta Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). IPM Indonesia naik peringkat. http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/index-berita-bulanan/2013/home2-2/47-ipmindonesia-naik-peringkat ( 4 Feb., 2014) Kemenag, (2013). HARDIKNAS, Kualitas pendidikan Indonesia rangking 67 dari 127 negara. http://sulut.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=127067 ( 4 Feb., 2014) Khomsan, Ali. (2003). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada Lee, K. (2010). Do Early Academic Achievment and Behavior Problems Predict Long-Term Effects Among Head Start Children. Journal Children and Youth Service Review Vol 32 : 1690-1703 Listyorini, Dyah. (2011). Hubungan asupan energi dan status gizi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo. [Skripsi].Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Minatun, S. (2011). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur Tahun Ajaran 2010/2011. [Skripsi]. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Moehji, Sjahmien. (1986). Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara Murphy, J.M., et al. (1998). The Relationship of School Breakfast to Psychosocial and Academic Functioning. Journal of American Medical Association. Vol 152:899-907
18
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Nasab, M. N., et al. (2013). Association Between The Educational Achievement and Consumption of Breakfast and Snack in Students. International Research Journal of Applied and Basic Sciences. Vol.7(10):699-703 Nurjannah, Fatimah. (2003). Hubungan Konsumsi Zat Besi (Fe) dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Ai Washliyah Kelurahan Tegal Sari UI Kecamatan Medan Area Tahun 2003. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Nuryati, Ety. (2002). Hubungan status gizi dan faktor-faktor penentu lainnya dengan prestasi belajar siswa SDN Tanjung Pagar 2 Kel. Tanjung Pagar Kec. Banjar SelatanKota Banjarmasin tanun 2002.[Skripsi].Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ong, L.C., et al. (2010). Factors Associated with Poor Academic Achievment Among Urban Picauly, I., Toy, S.M. (2013). Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting Terhadap Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur NTT. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.1(8):55-62 Puspitasari, D,S. (1999). Hubungan antara status gizi dan faktor-faktor penentu lainnya dengan prestasi belajar anak SD/MI penerima PMT-AS di DKI Jakarta dan Jawa Tengah tahun 1997/1998. [Skripsi]. Fakiultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Indonesia. Ristiana, S. (2009). Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan Sarapan dengan Status Gizi dan Indeks Prestasi Anak Sekolah Dasar di SDN No 101835 Bingkawan Kecamatan Sibolangit Tahun 2009. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan Septiani, Saela. (2012). Hubungan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dan faktor lainnya dengan prestasi belajar siswa SDN Cinere , Cinere tahun 2012. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Soekirman,. (1999). Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Suhardjo. (1996). Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara Syafnida, Maharizul. (2007). Hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar kelas IV dan V di SDN Beji 7 Depok tahun 2007.[Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Penerbit Rosdakarya
19
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013
Tandirerung, U.E, Maluyu, L., Kawengian, S. (2013). Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Kejadian Anemia pada Murid SDN 3 Manado. Jurnal e- Biomedik (Ebm). Vol 1 No 1 :53-58 Tayebi, S., Pourabbasi, A., Shirvani, M.E. (2011). The Effect of Dietary Habits on Iranian Students-School Performance, a Pilot Cross-Sectional Study. Tehran University Medical Science, Iran Themane, et al. (2003). The relationship between health (malnutrition) and educational achievements (Maths and English) in the rural hildren of South Afrika. International Journal of Educational Development 23 :637-643 Zuman, N., et al. (2012). Relationship Between Eating Behaviours, Self Esteem and Academic Achievement among Lower Secondary School Students in Meru Klang Malaysia. Asian Journal of Clinical Nutrition. 4(4):132-141
20
Hubungan Status..., Santi Jaelani, FKM UI, 2013