Jenis Kelamin dan Konsumsi Suplemen Zat Besi Sebagai Faktor Dominan Kecukupan Asupan Zat Besi pada Mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia Tahun 2014 Latifah, Endang L. Achadi Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Konsumsi zat besi pada usia remaja di beberapa negara di Asia Tenggara masih belum mencukupi rekomendasi asupan yang dianjurkan. Asupan zat besi yang tidak cukup akan berdampak pada Anemia Defisiensi Besi (ADB), penurunan kemampuan kognisi dan konsentrasi, serta penurunan produktivitas kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan terhadap kecukupan asupan zat besi pada mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia Tahun 2014. Desain yang digunakan adalah cross sectional, melibatkan 290 (perempuan=214; laki-laki=76) mahasiswa yang berusia 17-20 tahun pada April-Mei 2014. Metode pengambilan sampel adalah proporsional cluster random sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara asupan makanan 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukan bahwa 83.8% responden tidak tercukupi kebutuhan zat besinya. Rata-rata asupan zat besi pada perempuan dan laki-laki adalah 12.3 mg/hari dan 16.0 mg/hari. Uji chi square menunjukan terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin (OR=7.56), perilaku konsumsi heme dan non heme (OR=2.86), konsumsi suplemen zat besi (OR=4.73), persepsi citra tubuh (OR=2.38), dan keterpaparan media massa (OR=3.01) terhadap kecukupan asupan zat besi. Analisis regresi logistik ganda menunjukan bahwa jenis kelamin (OR=19.17) dan konsumsi suplemen zat besi (OR=11.28) merupakan faktor dominan kecukupan asupan zat besi pada mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013 RIK UI Tahun 2014. Sex and Iron Supplement Consumption as Iron Sufficiency’s Dominant Factor Among College Students of Health Sciences Program Batch 2013, Universitas Indonesia in 2014 Abstract Iron consumption among adolescents in many countries in South East Asia still unsufficient than recommendation. Iron intake that unsufficient causes Iron Deficiency Anaemia, lower of cognition and concentration, also lower of work performance and productivity. The objective of this study is to identify iron sufficiency’s dominant factor among College Students of Health Sciences Program Batch 2013, Universitas Indonesia in 2014. This study used cross sectional design which conducted on 290 respondents (female=214; male=76) of college students of Health Sciences Program batch 2013, Universitas Indonesia, April-May 2014. Subjects aged in 17-20 years old and was performed by Proporsionate Cluster Random Sampling. Data were collected through the questionnaire and iron intake was obtained by 2x24 hours food recall. This study showed that 83.8% respondents who consumed iron
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
unsufficient. Iron intake among female respondent was 12.3 mg/day and male was 16.0 mg/day. Chi Square Analysis showed significant relation between sex (OR=7.56), heme and non heme consumption (OR=2.86), iron supplement consumption (OR=4.73), body image (OR=2.38), and mass media (OR=3.01) with iron sufficiency. Regression Binary Logistic Analysis also showed that sex (OR=19.17) and iron supplement consumption (OR=11.28) as iron sufficiency’s dominant factor among college students of Health Sciences Program Batch 2013, Universitas Indonesia in 2014. Key Word: Sex, Heme and Non Heme, Iron Supplement Consumption, Body Image, Mass Media, Iron Sufficiency.
Pendahuluan Zat besi merupakan salah satu mikronutrien essensial yang diperlukan oleh tubuh. Peranan vital zat besi dalam kehidupan sehari-hari yaitu mengaktivasi dan menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, serta berperan dalam transportasi elektron (McDowell, 1992). Asupan zat besi dari makanan dalam jumlah defisit dapat menyebabkan Anemia Defisiensi Besi (Yip R., 2002; Zimmermann et al., 2007; McLean et al., 2009). Global Database on Anaemia (WHO, 2008) melaporkan bahwa 50% kasus anemia yang terjadi di dunia disebabkan oleh defisiensi zat besi. Sebanyak kurang lebih sepertiga populasi di dunia atau sekitar 1,62 - 2 miliar orang mengalami anemia (WHO, 2011). Di Indonesia, Prevalensi kejadian anemia di Indonesia yang disebabkan karena defisiensi zat besi mencapai 21,7% (Riskesdas, 2013). Pada usia produktif, defisiensi zat besi pada laki-laki maupun perempuan akan berdampak pada penurunan kemampuan kognisi dan konsentrasi, serta produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena zat besi yang dibutuhkan untuk mengangkut oksigen tidak adekuat. Akibatnya, sel-sel tubuh kekurangan oksigen dan fungsi otak akan terganggu (Sihombing & Riyadina, 2009; Aidi, 2013). Defisiensi zat besi dapat dialami oleh siapa saja dalam siklus kehidupan, termasuk remaja. Populasi remaja perkotaan di Indonesia mencapai 27,2% (BPS, 2010). The World Bank (2011) menyebutkan bahwa masih banyak ditemukan masalah gizi, seperti ADB pada kelompok usia remaja. Padahal, kualitas hidup remaja harusnya dijadikan prioritas karena berpotensi besar dalam upaya pembangunan bangsa yang berkualitas. Oleh karena itu, intervensi dini diperlukan saat usia remaja, terutama pada mahasiswa yang berada pada usia produktif. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan pada 22 orang (12%) mahasiswa FKM UI Angkatan 2013, diketahui bahwa asupan zat besi harian yang dikonsumsi hanya 6.7 mg/hari dari AKG yang direkomendasikan (Latifah, 2014). Hal ini menunjukan bahwa asupan zat besi
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
pada mahasiswa masih rendah sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Terlebih lagi, mahasiswa sebagai agent of change dan calon tenaga kesehatan nantinya diharapkan mampu memberikan contoh hidup sehat dan terhindar dari defisiensi zat besi. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya gambaran, faktor-faktor yang berhubungan (jenis kelamin, tempat tinggal, pengetahuan gizi, uang saku, perilaku konsumsi heme dan non heme, pantangan makan heme, konsumsi suplemen zat besi, persepsi citra tubuh, dan keterpaparan media massa) dan faktor dominan yang mempengaruhi kecukupan asupan zat besi pada mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013 Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia Tahun 2014. Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecukupan Asupan Zat Besi Kecukupan asupan zat besi secara langsung dipengaruhi oleh perilaku makan makanan sumber heme, non heme, suplemen zat besi maupun konsumsi makanan fortifikasi zat besi (National Institutes of Health Office of Dietary Supplements, 2007; CDC, 2011). Sementara, perilaku konsumsi seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pendapatan (Lynch, 2011), keadaan demografi atau tempat tinggal yang berpegaruh pada ketersediaan makanan (Jenkins dan Horner, 2005), faktor sosial (karakteristik dan lingkungan keluarga, pola atau perilaku konsumsi orang tua) dan pendidikan yang dapat berpengaruh pada pengetahuan (Brown K. et al., 2000; Hulshoff et al., 2003; Bharati et al., 2004). Agama dan budaya dapat pula mempengaruhi pantangan makan seseorang terhadap sumber heme tertentu. Selain itu, media massa, persepsi citra tubuh, jenis kelamin dan food preferences juga mempengaruhi perilaku makan seseorang (O’Dea dan Caputi, 2001; Story et al., 2002; Pruneti et al., 2004; Brown, JE., 2005; Wills et al., 2006; Stevenson et al., 2007; Vandevijvere et al., 2013). Jenis Kelamin Penelitian yang dilakukan pada remaja di Belanda mengenai asupan zat besi heme dan non heme menunjukan bahwa konsumsi zat besi heme pada remaja perempuan lebih rendah dibandingkan pada remaja laki-laki dan hasil akhirnya berpengaruh pada kecukupan asupan zat besi (Vandevijvere et al., 2013). Kecenderungan lebih sering mengonsumsi sayuran dan buah dibandingkan dengan mengonsumsi sumber makanan protein hewani biasanya disebabkan untuk mengontrol berat badan dan menjaga kesehatan tubuh (Stevenson et al., 2007). Tempat Tinggal
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Penelitian Gillman et al. (2000) menunjukan bahwa remaja yang tinggal di rumah bersama dengan keluarganya dan terbiasa dengan pola makan keluarga yang sehat dan bergizi memiliki kualitas asupan yang baik. Hal tersebut dipengaruhi oleh pemilihan makanan maupun kuantitas makanan yang tersedia di rumah. Studi lainnya menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tempat tinggal dan pola makan keluarga berupa frekuensi dan jenis makanan dengan tingkat kecukupan sumber zat besi (Szteiner et al., 2003). Pengetahuan Gizi Individu dengan pengetahuan gizi yang baik, tidak hanya akan memilih sumber makanan yang baik, tetapi juga akan mengonsumsi makanan sesuai dengan jumlah yang direkomendasikan atau sesuai dengan kebutuhannya (Brown, K., 2000). Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Northeastern University, di Amerika, menemukan bahwa mahasiswa dengan tingkat pengetahuan yang kurang cenderung mengonsumsi jumlah protein kurang. Sebaliknya, mahasiswa dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik mengonsumsi dalam jumlah yang lebih baik (Kolodinsky, et al., 2007). Uang Saku Hulshofi et al. (2003) dalam penelitiannya mengenai hubungan asupan makanan dengan status sosial ekonomi menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan dengan asupan vitamin dan mineral, terutama zat besi. Penelitian serupa juga dilakukan di Indonesia dan didapatkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan (uang saku) terhadap kecukupan asupan zat besi pada remaja di Depok (Nurhayati, 2011). Perilaku Konsumsi Heme dan Non Heme Perilaku makan sumber zat besi (heme dan non heme) dapat dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi, jenis kelamin, jenis makanan kesukaan, ketersediaan sumber bahan makanan, pengetahuan gizi, peran media massa, dan perilaku diet serta persepsi citra tubuh (Brown, et al., 2000; FAO Corporate Document Repository, 2001; Story et al., 2002; Brown, JE, 2005; Wills et al., 2006; Stevenson, et al., 2007; Lynch, 2011; CDC, 2011; Vandevijvere et al., 2013). Pantangan Makan Heme Kecukupan zat besi juga dipengaruhi oleh pantangan makan sumber heme tertertu. Pantangan makan tersebut dilatarbelakngi oleh beberapa hal, seperti agama, kepercayaan atau budaya tertentu, adanya alergi, perilaku diet, dan pandangan atau pendapat lainnya mengenai makanan sumber heme (Story et al., 2002; Brown, JE, 2005; Stevenson et al., 2007). Alasan lainnya seseorang pantang mengonsumsi sumber heme dikarenakan pola makan yang sedang dijalani, misalnya menjadi vegetarian (International Vegetarian Union, 2013).
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Konsumsi Suplemen Zat Besi Perilaku makan yang mengandung sumber zat besi heme tinggi atau mengonsumsi makanan sumber non heme yang diimbangi dengan konsumsi asam askorbat (vitamin C) dapat dijadikan solusi dalam memenuhi kecukupan asupan zat besi. Selain itu, terdapat cara lain yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara mengonsumsi suplemen zat besi (National Institutes of Health Office of Dietary Supplements, 2007). Persepsi Citra Tubuh Persepsi citra tubuh yang tidak benar akan memunculkan rasa ketidakpuasaan terhadap bentuk tubuhnya. Bentuknya dapat berupa perilaku yang dengan sengaja melewatkan waktu makan dan mengurangi kuantitas makanan sumber zat besi yang dianggap mengandung tinggi lemak seperti daging, hati sapi, produk susu dan keju (Nowak, 2000; Rahayu dan Dieny, 2012). Tentu saja hal ini akan berdampak pada kecukupan asupan zat besi (iron dietary intake). Keterpaparan Media Massa Berdasarkan penelitian yang dilakukan di tahun 2005 pada remaja Costa Rica, banyak remaja yang mengaku mengadaptasi perilaku makan seperti apa yang mereka lihat di media massa (Monge-Rojas et al., 2005). Penelitian yang dilakukan pada remaja Portugal menunjukkan bahwa remaja yang sering terpapar media massa terutama televisi lebih dari 2 jam per hari dapat menyebabkan penurunan asupan zat besi (Ramos et al., 2013). Metode Penelitian Penelitian dilakukan di Ruang Student Center FKM UI Lt.4 Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus Baru Universitas Indonesia. Penelitian ini berlangsung pada Maret hingga Juni 2014. Sementara, pengambilan data dilakukan pada April hingga Mei 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah proporsional cluster random sampling dengan total seluruh sampel sebanyak 290 orang. Sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) Universitas Indonesia (mahasiswa Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keperawatan, dan Fakultas Farmasi) yang lolos kriteria inklusi, yaitu mahasiswa aktif, program S-1 Reguler, angkatan 2013, dan bersedia menjadi responden. Data primer didapatkan melalui pengisian kuesioner umum yang berisi pertanyaan terkait varibel independen yang diteliti, yaitu jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat pengetahuan gizi, uang saku, perilaku konsumsi heme dan non heme, pantangan makan heme, konsumsi suplemen zat besi, persepsi citra tubuh, dan keterpaparan media massa. Beberapa variabel
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
independen yang diteliti diukur dengan menggunakan kuesioner yang telah dimodifikasi, misalnya variabel pantangan makan sumber heme (Kuesioner dimodifikasi dari Elda dan Nurhayati, 2011), konsumsi suplemen zat besi (Kuesioner dimodifikasi dari Sariasih, 2006), persepsi citra tubuh (Kuesioner dimodifikasi dari Stunkard et al., 1983; Thompson dan Grey, 1994 dalam Restiani, 2012) serta keterpaparan media massa (Kuesioner dimodifikasi dari Nurhayati, 2011). Sementara, untuk mengukur variabel perilaku konsumsi heme dan non heme digunakan kuesioner FFQ (Food Frequency). Asupan zat besi yang merupakan variabel dependen dalam penelitian ini didapatkan melalui wawancara asupan makanan 2x24 jam (2x24-hours Food Recall) saat hari kuliah dan saat hari libur. Analisis yang digunakan adalah univariat untuk melihat gambaran masing-masing variabel independen dan dependen, analisis bivariat (uji chi square) untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dan analisis multivariat (uji regresi logistik ganda model prediksi) untuk melihat faktor dominan yang mempengaruhi variabel dependen. Hasil Penelitian Analisis Univariat Variabel Dependen (Kecukupan Asupan Zat Besi) Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Asupan Zat Besi Kecukupan Asupan Zat Besi Tidak Cukup (<100%AKG) Cukup (≥100%AKG) Total
Jumlah 243 47 290
Persentase (%) 83.8 16.2 100
Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa sebanyak 83.8% responden tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya. Sementara, hanya 16.2% responden yang memenuhi kebutuhan asupan zat besi hariannya. Berikut merupakan distribusi asupan zat besi responden berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tabel 2. Distribusi Asupan Zat Besi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Kecukupan Asupan Zat Besi Perempuan 16-20 tahun Laki-laki 17-18 tahun 19-20 tahun
Kebutuhan Zat Besi/hari 26 mg 15 mg 13 mg
Tidak Cukup n %
Cukup n %
197
92.1
17
33 13
73.3 41.9
12 18
Total n
%
7.9
214
100
27.7 59.1
45 31
100 100
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa responden laki-laki berusia 19-20 tahun merupakan kelompok yang paling baik asupan zat besinya. Sementara, kelompok responden perempuan yang berisiko besar mengalami asupan zat besi yang tidak cukup. Variabel Independen Berikut merupakan rekapitulasi hasil analisis univariat masing-masing variabel independen. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat (Variabel Independen) Variabel Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Tempat Tinggal Kosan/Asrama Rumah Pengetahuan Gizi Kurang (<70% jawaban benar) Cukup (≥70% jawaban benar) Uang Saku < Median (
Jumlah
Persentase (%)
214 76
73.8 26.2
111 179
38.3 61.7
274 16
94.5 5.5
127 163
43.8 56.2
161 129
55.5 44.5
83 207
28.6 71.4
256 34
88.3 11.7
217 73
74.8 25.2
222 68
76.6 23.4
Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa lebih dari setengah jumlah responden, yaitu 73.8% berjenis kelamin perempuan, 94.5% memiliki pengetahuan yang kurang, 55.5% jarang mengonsumsi makanan sumber heme dan non heme, 88.3% tidak mengonsumsi suplemen zat besi, 74.8% memiliki persepsi citra tubuh negatif, dan 76.6% tidak merubah pola makannya meskipun terpapar media massa. Sementara, kurang dari setengah jumlah responden, yaitu 38.3% bertempat tinggal di kosan, 43.8% memiliki uang saku kurang dari angka median, dan 28.6% memiliki pantangan makan sumber heme.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Analisis Bivariat Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat Asupan Zat Besi Variabel
Total Tidak Cukup
n Jenis Kelamin Perempuan 197 Laki-laki 46 Tempat Tinggal Kosan/Asrama 151 Rumah 92 Pengetahuan Gizi Kurang (<70% jawaban benar) 229 Cukup (≥70% jawaban benar) 14 Uang Saku < Median (
Cukup
Pvalue
OR (95% CI)
0.000*
7.56 (3.84-14.86)
%
n
%
N
%
92.1 60.5
17 30
7.9 39.5
214 76
100 100
84.4 82.9
28 19
15.6 17.1
179 111
100 100
0.867
1.11 (0.59-2.11)
83.6 87.5
45 2
16.4 12.5
274 16
100 100
0.948
0.73 (0.16- 3.31)
85.8 82.2
18 29
14.2 17.8
127 163
100 100
0.504
1.31 (0.69 – 2.49)
90.1 76.0
16 31
9.9 24.0
161 129
100 100
0.002*
2.86 (1.48-5.52)
77.1 86.5
19 28
22.9 13.5
83 207
100 100
0.075
0.53 (0.28-1.01)
87.1 58.8
33 14
12.9 41.2
256 34
100 100
0.000*
4.73 (2.18-10.26)
87.1 74.0
28 19
12.9 26.0
217 73
100 100
0.014*
2.38 (1.23-4.58)
87.8 70.6
27 20
12.2 29.4
222 68
100 100
0.001*
3.01 (1.56 – 5.82)
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa terdapat perbedaan proporsi antara perempuan dan laki-laki yang tidak cukup asupan zat besinya sebesar 31.6%. Perbedaan proporsi antar kedua kelompok tersebut bermakna secara statistik (Pv=0.000). Responden perempuan berpeluang 7.56 kali untuk mengalami kekurangan asupan zat besi jika dibandingkan dengan responden laki-laki. Hubungan Antara Tempat Tinggal dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa proporsi asupan zat besi yang kurang pada responden yang tingggal di kosan dan rumah hampir sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna (Pv=0.867), dimana kedua kelompok tersebut memiliki peluang yang sama besar untuk mengalami asupan zat besi yang tidak cukup.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Hubungan Antara Pengetahuan Gizi dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa proporsi asupan zat besi yang tidak cukup antara kelompok dengan pengetahuan kurang dan kelompok yang berpengetahuan cukup hampir sama. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan kecukupan asupan zat besi pada responden penelitian (Pv=0.948). Hubungan Antara Uang Saku dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa jumlah responden dengan uang saku kurang dari median (Rp 600.000,00) dan tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya mencapai 85.8%. Sementara, jumlah responden yang memiliki uang saku lebih atau sama dari median dan tidak tercukupi asupan zat besinya sebanyak 82.2%. Proporsi asupan zat besi pada kedua kelompok tersebut hampir sama. Analisis chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kecukupan asupan zat besi pada respnden penelitian (Pv=0.504). Hubungan Antara Perilaku Konsumsi Heme dan Non Heme dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan zat besi sebesar 14.1% antar kedua kelompok tersebut. Analisis lebih lanjut menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku konsumsi heme dan non heme dengan kecukupan asupan zat besi (Pv=0.002). Responden yang jarang mengonsumsi heme dan non heme berpeluang 2 kali lebih besar untuk tidak tercukupi kebutuhan zat besinya jika dibandingkan dengan responden yang sering mengonsumsi heme dan non heme. Hubungan Antara Pantangan Makan Heme dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa responden dengan pantangan makan sumber heme yang tidak tercukupi kebutuhan zat besinya sebanyak 64 responden (77.1%). Sementara, responden yang tidak memiliki pantangan makan sumber heme dan tidak tercukupi kebutuhan zat besinya sebanyak 179 responden (86.5%). Terdapat perbedaan proporsi asupan zat besi sebesar 9.4% antar kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pantangan makan sumber heme dengan kecukupan asupan zat besi pada responden penelitian (Pv=0.075).
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Hubungan Antara Konsumsi Suplemen Zat Besi dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan zat besi yang tidak tercukupi sebesar 28.3% antara kelompok yang mengonsumsi zat besi dengan kelompok yang tidak mengonsumsi zat besi. Hasil analisis lebih lanjut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi suplemen dengan kecukupan asupan zat besi (Pv=0.000). Responden yang tidak mengonsumsi suplemen zat besi berpeluang 4 kali lebih besar untuk tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya. Hubungan Antara Persepsi Citra Tubuh dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa terdapat perbedaan proporsi antara responden dengan citra tubuh negatif dan responden dengan citra tubuh positif terhadap asupan zat besi yang tidak cukup sebesar 13.1%. Analisis statistik menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara persepsi citra tubuh dengan kecukupan asupan zat besi (Pv=0.014). Responden dengan citra tubuh negatif berisiko 2 kali lebih besar untuk tidak tercukupi asupan zat besi hariannya jika dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi citra tubuh positif. Hubungan Antara Keterpaparan Media Massa dengan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa terdapat perbedaan proporsi asupan zat besi yang tidak cukup antara kelompok media massa tidak berperan dengan kelompok media massa yang berperan merubah perilaku makan responden sebesar 17.2%. Perbedaan proporsi tersebut menunjukan hubungan yang bermakna antara keterpaparan media massa dengan kecukupan asupan zat besi (Pv=0.001). Responden yang terpapar media massa tetapi tidak merubah perilaku makannya berpeluang 3 kali lebih besar untuk mengalami kekurangan asupan zat besi jika dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi zat besi setelah terpapar informasi dari media massa.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Analisis Multivariat Jenis Kelamin dan Konsumsi Suplemen Zat Besi Sebagai Faktor Dominan Kecukupan Asupan Zat Besi Tabel 5. Pemodelan Analisis Multivariat Variabel Jenis Kelamin (perempuan/laki-laki) Perilaku Konsumsi Heme&Non Heme (jarang/sering) Pantangan Makan Heme (pantang/tidak pantang) Konsumsi Suplemen Zat Besi (tidak/ya) Persepsi Citra Tubuh (negatif/positif) Keterpaparan Media Massa (tidak berperan/berperan)
Pvalue 0.000
OR (95% CI) 19.17 (7.5-49.0)
0.066 0.029 0.000 0.002
2.12 (0.95-4.7) 0.39 (0.17-0.90) 11.28 (3.93-32.5) 3.73 (1.59-8.75)
0.313
1.55 (0.66-3.61)
Berdasarkan Tabel 5 . diketahui bahwa terdapat dua variabel yang memiliki Pvalue sebesar 0.000, yaitu jenis kelamin dan konsumsi suplemen zat besi. Berdasarkan nilai OR nya, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin dan konsumsi suplemen zat besi merupakan faktor paling dominan terhadap angka kecukupan zat besi, dimana perempuan berisiko 19 kali lebih besar untuk tidak tercukupi asupan zat besinya jika dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, responden yang tidak mengonsumsi suplemen zat besi berisiko 11 kali lebih besar untuk tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya jika dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi suplemen zat besi. Pembahasan Kecukupan Asupan Zat Besi Berdasarkan cut off point rekomendasi asupan zat besi menurut AKG, sebagian besar responden tidak memenuhi kebutuhan zat besi hariannya. Hampir seluruh responden, yaitu 243 responden (83.8%) tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya. Responden perempuan yang tidak tercukupi kebutuhan zat besinya sebanyak 92.1%. Sebanyak 73.3% responden laki-laki kelompok usia 17-18 tahun dan 41.9% kelompok usia 19-20 tahun tidak tercukupi kebutuhan zat besinya. Asupan rata-rata zat besi yang dikonsumsi responden perempuan adalah 12.3 mg/hari dengan asupan minimal 1.95 mg/hari dan maksimal 88.8 mg/hari. Angka tersebut hanya memenuhi 47.3% kebutuhan zat besi harian berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya, bahwa rata-rata asupan zat besi pada remaja perempuan di Depok tidak mencapai 50% kebutuhan hariannya, yaitu sebesar 10.26 mg/hari (Nurhayati, 2011).
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Pada responden laki-laki, jumlah rata-rata asupan zat besi yang dikonsumsi per harinya adalah 16 mg/hari dengan angka minimal 3.6 mg/hari dan maksimal 68.1 mg/hari. Jika dilihat berdasarkan kebutuhan remaja laki-laki kelompok usia 16-18 tahun, asupan rata-rata zat besi tersebut mampu memenuhi >100% AKG yang dianjurkan, yaitu 15 mg/hari. Sama halnya dengan responden kelompok usia 19-20 tahun, asupan rata-rata zat besi tersebut telah memenuhi >100% AKG yang dianjurkan. Secara keseluruhan, asupan rata-rata zat besi pada responden pada mahasiswa RIK adalah 13.29 mg/hari. Asupan zat besi minimal hanya 1.95 mg/hari dan maksimal sebesar 88.8 mg/hari. Hasil penelitian ini sejalan dengan Country Factsheets Iron Deficiency Anaemia in Adolescents dalam Global Reports WHO (2011) yang menyebutkan bahwa rata-rata asupan zat besi penduduk Indonesia kurang dari dua per tiga AKG yang dianjurkan. Jenis Kelamin Dalam penelitian ini diketahui hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kecukupan asupan zat besi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lien et al. (2001) dan Monge-Rojas, Rafael et al. (2001) yang menunjukan bahwa remaja perempuan lebih memilih mengonsumsi sayur dan buah, sementara remaja laki-laki lebih memilih mengonsumsi protein hewani sehingga asupan zat besinya tercukupi. Selain itu, sebanyak 57.8% responden perempuan dalam penelitian ini menghindari makan makanan tinggi lemak dengan alasan diet dan menghindari mengonsumsi ikan karena baunya yang amis. Hal ini diasumsikan yang menyebabkan banyak responden perempuan yang tidak tercukupi kebutuhan zat besinya. Hal ini sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa perempuan cenderung membatasi asupan makanan sumber heme, seperti daging dengan alasan sedang berdiet dan menghindari lemak (Nowak, M., 2000; Stang, J., dan Story, M., 2005). Tempat Tinggal Hasil yang menunjukan bahwa tidak ada kemaknaan antara tempat tinggal responden dengan kecukupan asupan zat besi ini tergambar dari pola makan responden itu sendiri. Sebanyak 41.7% responden sering melewatkan makan pagi, 23.4% responden melewatkan makan siang, dan 37.9% responden melawatkan makan malam dengan alasan tidak sempat. Pola makan tersebutdapat menyebabkan kurangnya asupan makanan dan zat besi pada responden. Responden yang bertempat tinggal di kosan terkadang malas untuk memasak atau membeli makanan. Sementara, responden yang tinggal bersama orangtuanya tetapi mengalami kekurangan asupan zat besi dapat disebabkan jarang tersedianya makanan sumber zat besi di rumah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Story, Neumark-Sztainer dan French
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
(2005) pada kelompok remaja dengan ibu yang bekerja, menemukan bahwa ibu yang bekerja tidak sempat untuk menyiapkan makanan untuk anaknya. Pengetahuan Gizi Hasil analisis bivariat antara tingkat pengetahuan gizi dengan kecukupan asupan zat besi tidak menunjukan hubungan yang signifikan. Sebanyak 83.6% responden memiliki pengetahuan tentang zat besi yang kurang dan tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Vriendt, De et al. (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan berbanding lurus dengan perilaku makan. Akan tetapi, sebanyak 87.5% responden yang memiliki pengetahuan cukup mengenai zat besi juga mengalami kekurangan asupan zat besi. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian Alam, N et al. (2010) yang menunjukan bahwa pengetahuan yang cukup tidak secara langsung mempengaruhi perilaku makan seseorang. Uang Saku Besarnya uang saku yang digunakan untuk membeli makanan dan minuman tidak menunjukan hubungan kemaknaan. Maka, asupan zat besi yang kurang dalam penelitian ini disebabkan karena pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden itu sendiri. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di India yang menunjukan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan asupan zat besi. Uang yang dimiliki lebih banyak digunakan untuk membeli pangan sumber zat besi non heme, misalnya sayuran, serealia, dan protein nabati jika dibandingkan dengan makanan sumber heme (Bharati et al., 2004). Perilaku Konsumsi Heme dan Non Heme Perilaku konsumsi heme dan non heme secara langsung mempengaruhi kecukupan asupan zat besi responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang jarang mengonsumsi heme dan non heme memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk tidak tercukupi kebutuhan zat besinya jika dibandingkan dengan responden yang jarang mengonsumsi heme dan non heme. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi heme dan non heme pada saat remaja, misalnya jenis kelamin yang berkaitan dengan preferensi makanan kesukaan, pantangan makan sumber heme dan atau non heme, perilaku diet, persepsi citra tubuh, dan peranan media massa (Story et al., 2002; Wills et al., 2006; Stevenson, et al., 2007; Vandevijvere et al., 2013). Pantangan Makan Heme Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa responden yang memiliki pantangan maupun yang tidak memiliki pantangan makan sumber zat besi, keduanya memiliki peluang yang sama
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
untuk mengalami kekurangan asupan zat besi. Responden yang pantang mengonsumsi makanan sumber heme dilatarbelakangi oleh agama, budaya, gaya hidup vegetarian, dan diet ketat sehingga menghindari makanan tinggi lemak yang berasal dari golongan heme. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zijp, I.M. et al. (2000), Nowak, M. (2000), Stang, J. dan Story, M. (2005), dan Doeschka et al. (2010). Konsumsi Suplemen Zat Besi Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi suplemen zat besi dengan kecukupan asupan zat besi. Responden yang tidak mengonsumsi suplemen zat besi berisiko 4 kali lebih besar untuk tidak tercukupi zat besinya jika dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi suplemen zat besi. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan teori yang telah ada, dimana konsumsi suplemen menjadi hal mutlak untuk memenuhi kebutuhan zat besi seseorang yang jarang mengonsumsi makanan sumber heme dan non heme untuk memenuhi kebutuhan zat besinya (National Institutes of Health Office of Dietary Supplements, 2007). Dalam penelitian ini, sebagian besar responden jarang mengonsumsi makanan sumber heme dan non heme. Selain itu, banyak pula responden yang tidak mengonsumsi suplemen zat besi. Hal ini berakibat pada tidak tercukupinya asupan zat besi responden. Persepsi Citra Tubuh Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara persepsi citra tubuh dengan asupan zat besi. Responden dengan citra tubuh negatif berisiko 2 kali lebih besar untuk tidak tercukupi kebutuhan zat besinya jika dibandingkan dengan responden yang memiliki citra tubuh positif. Masa remaja merupakan saat dimana terjadinya perubahan fisik dan mulai diperhatikannya tampilan fisik, termasuk bentuk dan ukuran tubuh (Ebbeling et al., 2002; Dehghan et al, 2005). Pada masa remaja, citra tubuh merupakan hal yang menjadi perhatian karena berkaitan dengan rasa percaya diri (Millstein et al., 2008). Teori tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa 97.9% dari total responden berpendapat bahwa memperhatikan citra tubuh merupakan sesuatu yang penting. Sebanyak 35.5% responden melewatkan makan malam dengan alasan diet. Hal ini sejalan dengan penelitian Bibiloni et al.(2013) yang menunjukan bahwa untuk mendapatkan tubuh yang langsing, banyak remaja perempuan yang melewatkan jam makan, terutama makan malam.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Keterpaparan Media Massa Uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keterpaparan media massa dengan tingkat kecukupan asupan zat besi. Responden yang tidak mengonsumsi zat besi setelah terpapar informasi dari media massa berisiko 3 kali lebih besar untuk kekurangan asupan zat besi hariannya jika dibandingkan dengan responden yang merubah perilaku makannya setelah terpapar informasi dari media massa. Perubahan perilaku makan seseorang tidak dapat dengan mudah dilakukan. Responden yang tidak merubah perilaku makannya meskipun telah terpapar informasi mengenai zat besi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perilaku makan seseorang biasanya terbentuk sejak kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kelder et al. (1994) Hanson et al. (2004) dan Stevenson et al. (2007). Jenis Kelamin dan Konsumsi Suplemen Zat Besi Sebagai Faktor Dominan Kecukupan Asupan Zat Besi Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara jenis kelamin dengan beberapa varibel lainnya yang menyebabkan asupan zat besi responden tidak tercukupi. Pada dasarnya, responden perempuan lebih banyak yang memiliki persepsi negatif terhadap citra tubuhnya. Oleh sebab itu, meskipun responden terpapar informasi mengenai zat besi, responden tersebut tidak mengubah perilaku makannya. Hal ini ditandai dengan hasil penelitian yang juga menunjukan bahwa sebagian besar responden perempuan jarang mengonsumsi zat besi. Selain jarang mengonsumsi makanan sumber heme dan non heme, banyak responden perempuan yang tidak mengonsumsi suplemen. Akibatnya, asupan zat besi menjadi tidak tercukupi. Analisis berikutnya menunjukan banyak responden perempuan yang memiliki uang saku dibawah median. Hal ini dapat pula berkorelasi dengan kebiasaan makan heme dan non heme serta suplemen zat besi karena berkaitan dengan daya belinya. Diketahui pula bahwa reponden yang tidak mengonsumsi suplemen zat besi berisiko 11 kali lebih besar untuk tidak tercukupi kebutuhan zat besinya dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi suplemen zat besi. Konsumsi suplemen zat besi yang kurang ditemukan pada responden perempuan, bertempat tinggal di kosan, memiliki uang saku yang rendah, memiliki citra tubuh negatif, dan meskipun telah terpapar informasi dari media massa tetap tidak merubah perilaku konsumsi heme dan non heme. Responden yang tidak mengonsumsi suplemen zat besi juga teridentifikasi mengonsumsi makanan sumber heme dan non heme dalam intensitas jarang. Oleh sebab itu, asupan zat besi harian responden lebih rendah jika dibandingkan dengan responden yang mengonsumsi zat besi.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Kesimpulan
Sebanyak 83.8% responden tidak tercukupi kebutuhan zat besi hariannya berdasarkan rekomendasi AKG.
Rata-rata asupan zat besi pada responden perempuan adalah 12.3 mg/hari (47.3% AKG) dan pada responden laki-laki sebesar 16.0 mg/hari (100% AKG). Secara keseluruhan, rata-rata asupan zat besi mahasiswa RIK UI angkatan 2013 adalah 13.29 mg/hari.
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin (OR=7.56), perilaku makan sumber heme dan non heme (OR=2.86), konsumsi suplemen zat besi (OR=4.73), persepsi citra tubuh (body image) (OR=2.38), dan keterpaparan media massa (OR=3.01) terhadap kecukupan asupan zat besi pada mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013 Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia Tahun 2014.
Jenis kelamin (OR=19.17) dan Konsumsi suplemen zat besi (OR=11.28) merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kecukupan asupan zat besi pada mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013 Rumpun Ilmu Kesehatan, Universitas Indonesia Tahun 2014.
Saran
Unit Kemahasiswaan atau Mahalum masing-masing fakultas RIK UI agar dapat memberikan
sosialisasi
mengenai
Angka
Kecukupan
Gizi
(AKG)
yang
direkomendasikan untuk dikonsumsi perorang perharinya, khususnya zat besi. Unit Fasilitas RIK UI yang mengelola kantin agar dapat menyajikan kandungan zat gizi makanan yang dijual sehingga awareness mahasiswa mengenai kecukupan asupan mikronutrien khususnya zat besi menjadi lebih baik.
Peneliti lainnya diharapkan meneliti lebih jauh untuk melihat hubungan asupan zat besi, enhancer dan inhibitor zat besi terhadap kejadian Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada mahasiswa RIK atau melakukan penelitian lanjutan untuk melihat hubungan konsumsi zat besi dengan produktivitas maupun indeks prestasi pada mahasiswa RIK UI.
Mahasiswa RIK UI diharapkan dapat meningkatkan konsumsi makanan sumber heme dan non heme serta mengonsumsi suplemen besi, khususnya pada responden perempuan sebanyak 1 tablet/hari (30 mg zat besi) saat menstruasi. Diharapkan pula untuk menghindari perilaku yang sering melewatkan makan agar asupan zat besi dan zat gizi lainnya tercukupi. Menggiatkan kembali Forum Rumpun Ilmu Kesehatan
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
(FRIK) bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tiap fakultas dan organisasi mahasiswa terkait, seperti AKG (Asosiasi Keluarga Gizi) FKM UI untuk mengadakan rangkaian seminar atau talkshow mengenai asupan mikronutrien, salah satunya zat besi.
Daftar Pustaka Aidi. (2013). Analisis HubunganK onsumsi Energi dan Zat Besi Dengan Status Gizi Nakerwan Divisi Factory di PT. Great Giant Pineapple Tahun 2013. Tesis: FKMUI Depok. Alam N, Roy SK, Ahmed T, et al. (2010). Nutritional status, dietary intake, and relevant knowledge of adolescent girls in rural Bangladesh. Journal Health Population Nutrition. 28;1:86-93. Bharati P, Ghosh R and Gupta R. (2004). Socioeconomic Condition And Anaemia Among The Mahishya Population Of Southern West Bengal, India. Mal. Journal Nutrition; 10;1:23-30. Brown, JE et al.. (2005). Nutrition Through The Life Cycle 2nd Edition. USA: Thomson Wadsworth. Brown, K., McIlveen, H., & Strugnell, C. (2000). Nutritional Awareness And Food Preferences of Young Consumers. Nutrition and Food Science, 230–235. Centers for Desease Control and Prevention. (2011). Iron and Iron Deficiency. http://www.cdc.gov/nutrition/everyone/basics/vitamins/iron.html (Diakses pada Kamis, 27 Februari 2014, pukul 19.27 WIB). Dehghan M, Akhtar-Danesh N, Merchant AT. (2005). Childhood Obesity, Prevalence And Prevention. Nutrition Journal, 4:24 Ebbeling CB, Pawlak DB, Ludwig DS. (2002). Childhood Obesity: Public Health Crisis, Common Sense Cure. Lancet 360:473–482. Elda, Frima. (2011). Perilaku Makan Menyimpang pada Pramugari di Beberapa Maskapai Penerbangan Indonesia Tahun 2011. Tesis: FKM UI Depok. Gillman, MW., Rifas-Shiman SL., Frazier AL., Rocket HRH., Camargo CA., Field AE., Berkey CS., Colditz GA., Family Dinner And Diet Quality Among Older Children And Adolescents. Archieve of Family Medicine; 9: 235-240. Hulshofi KFAM, Brussardi JH, Kruizinga AG, Telman J and Lo Wik MRH. (2003). SocioEconomic Status, Dietary Intake And 10y Trends: The Dutch National Food Consumption Survey. European Journal of Clinical Nutrition; 57:128-37. International Vegetarian Union. (2013). Definition. http://www.worldvegfest.org/index.php/definitions (Diakses pada Senin, 3 Maret 2014, pukul 23.30 WIB).
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Jenkins, Sandra & Horner, Sharon D. Horner. (2005). Barriers That Influence Eating Behaviours in Adolescents. Journal of Pediatric Nursing Vol. 20, No. 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013. Kolodinsky, Jane et al. (2007). Knowledge of Current Dietary Guidelines And Food Choice by College Students: Better Eaters Have Higher Knowledge of Dietary Guidance. American Journal Diet Association; 107:1409-1413. Lien, N et al. (2001). Stability in Consumption of Fruit, Vegetables, And Sugary Foods in A Cohort From Age 14 to Age 21. Prevent Med; 33: 217-226. Lynch, Sean R. (2011). Why Nutritional Iron Deficiency Persists As A Worldwide Problem. The Journal of Nutrition; 141: 763S-768S. McDowell, Lee Russel. (1992). Minerals in Animal and Human Nutrition. Kanada: Academic Press. McLean E, Cogswell M, Egli I, Wojdyla D, de Benoist B. (2009). Worldwide Prevalence of Anaemia, WHO Vitamin And Mineral Nutrition Information System, 1993-2005. Public Health Nutr. 2009;12:444–54. Millstein RA, Carlson SA, Fulton JE, et al. (2008). Relationships Between Body Size Satisfaction And Weight Control Practices Among US Adults. Medscape J Med. 10:119. Monge-Rojas, Rafael et al. (2005). Barriers to And Motivators for Healthful Eating as Percieved by Rural And Urban Costa Rican Adolescents. Journal of Nutrition Education and Behaviour; 37:33-40. National Institutes of Health Office of Dietary Supplements. (2007). Iron. http://ods.od.nih.gov/factsheets/Iron-HealthProfessional/ (Diakses pada Kamis, 20 Februari 2014, pukul 13.59 WIB). Nowak M. (2000). The Weight-Conscious Adolescent: Body Image, Food Intake, And WeightRelated Behavior. Journal of Adolescent Health; 23 (No.6):389-98. Nurhayati. (2011). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Konsumsi Zat Besi Pada Remaja Putri SMA N 5 Depok, Jawa Barat, Tahun 2011. Skripsi: FKM-UI Depok. O’Dea AJ and Caputi P. (2001). Association Between Socioeconomic Status, Weight, Age And Gender, And The Body Image And Weight Control Pratices Of 6 To 19 Years Old Children And Adolescents. Health Education Journal; 16;5:521-32. Pruneti C, Fontana F and Biccheri L. (2004). Eating Behavior And Body Image Percception: An Epidemiological Study On Italian Adolescents. Acta BioMedica Ateneo Parmense; 75:179-84. Rahayu, Santi Dwi & Dieny, Fillah Fithra. (2012). Citra Tubuh, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan dan Asupan Zat Besi pada Siswi SMA. FK Undip Semarang dan IDI Jawa Tengah: Media Medika Indonesia.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Ramos, Elisabete et al. (2013). Effect of Television Viewing on Food And Nutrient Intake Among Adolescents. Nutrition Journal; 29: 1362-1367. Restiani, Novita. (2012). Hubungan Citra Tubuh, Asupan Energi Dan Zat Gizi Makro Serta Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Lebih Pada Siswa SMP Muhammadiyah 31 Jakarta Timur Tahun 2012. Skripsi: FKM UI Depok. Sariasih. (2006). Gambaran Perilaku Konsumsi Suplemen Makanan Pada Remaja di SMP Labschool Rawamangun, Jakarta Timur Tahun 2006. Skripsi: FKM UI Depok. Sihombing, Marice. (2010). Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi Pada Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia; Vol.60 No. 9. Sihombing, Marice dan Riyadina, Woro. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Anemia Pada Pekerja Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Puslitbang Biomedis dan Farmasi: Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan Vol. 19 No. 3. Stang J and Story M. (2005). Guidelines for Nutrition Services. Departement of Health and Human Services: US. Stevenson, Clifford et al. (2007). Adolescent’s Views of Food And Eating: Identifying Barriers to Healthy Eating. Journal of Adolescence; 417-434. Story, M., Neumark-Sztainer, D., & French, S. (2005). Individual And Environmental Influences On Adolescent Eating Behaviours. Journal of the American Dietetic Association; 102, 40–51. Szteiner, Dianne Neumark et al. (2003). Family Meal Patterns: Associations With Sociodemographic Characteristics And Improved Dietary Intake Among Adolescents. Journal of The American Dietetic Association; 103: 317-322. Vandevijvere et al. (2013). Intake And Dietary Sources of Haem And Non-Haem Iron Among European Adolescents And Their Association With Iron Status And Different Lifestyle And Socio-Economic Factors. European Journal of Clinical Nutrition; 67:765-772. Vriendt T. De, Matthys C, Verbek W, et al. (2009). Determinants of Nutrition Knowledge In Young And Middle-Aged Belgian Women And The Association With Their Dietary Behavior. Appetite Journal. 52:788-92. Wills, W., Backett-Milburn, K., Gregory, S., & Lawton, J. (2006). Young Teenagers’ Perceptions of Their Own And Others’ Bodies: A Qualitative Study of Obese, Overweight And ‘Normal’ Weight Young People In Scotland. Social Science & Medicine; 62, 396–406. World Bank, The Micronutrient Initiative, UNICEF. (2002). Vitamin & Mineral Deficiency; A Global Damage Assessment Report. World Health Organization (2008). Worlwide Prevalence of Anaemia 1993-2005: Global Database on Anaemia. Geneva: WHO Press. World Health Organization. (2011). Prevention of Iron Deficiency Anaemia in Adolescents, Role of Weekly Iron And Folic Acid Supplementation. Geneva: WHO Press.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014
Yip R. (2002). Prevention And Control Of Iron Deficiency: Policy And Strategy Issues. The Journal of Nutriton; 132:S802–5. Zimmermann MB, Hurrell RF. (2007). Nutritional Iron Deficiency. Lancet; 370:511–20. Zijp, I.M., Korver, O, Tijburg, L. B. M. (2000). Effect of Tea And Other Dietary Factors on Iron Absorption, Critical Reviews in Food Science and Nutrition, vol. 40, no. 5, pp. 371–398.
Jenis kelamin..., Latifah, FKM UI, 2014