Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi. Fak. Psikologi UMBY
Emosi
adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gabungan antara aspek fisiologis (detak jantung misalnya) dengan perilaku tampak (tersenyum, misalnya) merupakan respon terhadap stimulus yang ada di lingkungan
Yaitu
hubungan antara dua individu yang memiliki perasaan yang kuat antara satu sama lain. Dalam bahasa psikologi, attachment adalah adanya ikatan emosi yang kuat antara bayi dengan caregiver
Membentuk attachment terhadap mainan atau selimut favorit. Benda tersebut akan dibawa kemana saja mereka pergi Atau bahkan mereka akan “lari” ke benda tersebut setelah mengalami suatu krisis (jatuh atau marah) Jika orangtua mencoba untuk menggantinya dengan objek lain (mungkin karena benda tersebut sudah terlalu lusuh) maka anak akan menolaknya
Pada
dasarnya mereka tahu bahwa itu bukan ibu mereka namun jika mereka merasa tidak aman maka mereka akan “lari” ke benda tersebut Pada akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu (anak tumbuh semakin besar) mereka akan mulai meninggalkan objek lekatnya dan mereka menjadi lebih yakin pada diri sendiri
Hal
ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Erik Erikson (1986) yang percaya bahwa awal kehidupan manusia adalah ditandai engan terbentuknya “trust vs mistrust” Adanya “trust” atau rasa aman ditandai dengan adanya perasaan nyaman secara fisik, dengan rendahnya rasa takut dan sedikit rasa takut tentang hal-hal yang akan terjadi di masa datang
John
Bowlby (1969; 1989) juga mengatakan mengenai pentingnya attachment di tahun awal kehidupan manusia dan pentingnya kesiapan memberikan respon dari caregivers Menurut Bowlby, bayi dan ibunya secara instingtif membentuk kelekatan. Bayi yang baru lahir secara instingtif juga ingin selalu dekat dengan ibunya
Anak
menggunakan caregivers (biasanya adalah ibu) sebagai tempat yang memberikan rasa aman (sumber rasa aman) saat anak sudah mampu untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya Menurut Ainsworth, kelekatan aman di awal kehidupan anak merupakan dasar (yang penting) untuk perkembangan psikologis individu di masa yang akan datang Sensitivitas dari caregivers untuk mengenali tanda-tanda yang diberikan anak dan kemudian memberikan respon maka akan meningkatkan kelekatan aman
Anak
akan memberikan respon positif terhadap lingkungan, misalnya saat ia digendong oleh orang lain, atau merasa bebas untuk bergerak kesana kemari (untuk bermain) Anak dengan kelekatan tidak aman akan menghindari ibunya atau ambivalent (menolak dan memerlukan ibu di saat yang bersamaan), takut terhadap orang asing, marah Anak dengan kelekatan tidak aman diklasifikasikan sebagai anxious-avoidant atau anxious-resistant
a. b. c.
Secure (tipe B) Anxious-avoidant (tipe A) Anxious-resistant (tipe C)
Bayi
tipe ini menggunakan caregivers sebagai tempat rasa aman, saat mereka mulai melakukan eksplorasi terhadap lingkungan
Bayi
menunjukkan rasa tidak aman dengan menghindari ibu (misalnya mengabaikan ibu, tidak mau memandang ibu, menolak untuk mendekat)
Bayi
merasa tidak aman dengan resisting ibunya (membutuhkan ibunya namun di saat yang sama tidak mau dekat dengan ibu, misalnya dengan menendang atau memukul ibunya)
Menurut
Ainsworth, kelekatan aman atau tidak aman terbentuk tergantung dari seberapa sensitif dan responsifnya caregivers terhadap sinyal yang diberikan oleh bayi mereka Bayi yang memiliki kelekatan aman biasanya akan memiliki ibu yang sensitif, menerima dan mengekspresikan rasa sayangnya pada anak. Hal ini tidak terjadi pada bayi dengan kelekatan tidak aman
Ibu
dengan bayi tipe A adalah ibu yang tidak sensitif terhadap tanda yag diberikan bayi, jarang melakukan kontak fisik, tidak menunjukkan kasih sayang, interaksi yang terjalin adalah dengan penuh kemarahan dan biasanya ibu merasa terganggu (tipenya adalah ibu yang menolak bayinya) Ibu dengan bayi tipe C, menunjukkan sikap yang tidak sensitif, sulit untuk diajak berinteraksi, kurang mampu menunjukkan kasih sayang namun tidak menolak bayinya
Kelekatan
ini berfungsi untuk membantu perkembangan kemampuan sosial anak di tahap perkembangan selanjutnya Anak menjadi lebih mandiri dan adaptif (meskipun menurut beberapa ahli kemampuan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan karakter temperamen anak)
Pada
dasarnya ayah memiliki kemampuan untuk bersikap sensitif dan responsif terhadap bayi mereka, namun banyak yang memilih untuk tidak melakukannya Aktivitas antara ayah dengan bayi biasanya berhubungan dengan bermain yang sifatnya “kasar” misalnya melempar bayi ke udara kemudian ditangkap, menggelitik, bounce baby.
Aktivitas
antara bayi dan ibu biasanya berhubungan dengan aktivitas pengasuhan baru (makan,mandi, ganti popok, dll), permainan yang dilakukan sedikit yang melibatkan fisik
Meskipun
bayi dekat dan mau melakukan aktivitas bersama ayah, namun dalam kondisi penuh dengan tekanan, bayi akan cenderung kembali mencari ibunya
A.
Perkembangan Kognitif : Antusias Kooperatif Efektif dalam mencari pemecahan masalah Sedikit frustrasi, perasaan negatif , menangis, dan merengek Frekuensi lebih banyak dalam bermain jenis simbolik/pretend play
B. Perkembangan Sosial Memilikin emosi yang lebih positif Empati lebih besar Memiliki inisiatif Mampu memberikan respon dan mempertahankan hubungan sosial yang dijalin Memiliki lebih banyak teman Harga diri dan kepercayaan diri tinggi Lebih mandiri
C. Perkembangan Diri Memiliki konsep diri lebih baik, harga diri lebih tinggi rasa percaya diri yang lebih besar menghormati orang lain
Adalah
gaya perilaku individu dan karakteristik individu dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus
An easy child : secara umum menunjukkan mood yang positif, cepat membangun aktivitas rutin dan mampu beradaptasi dengan cukup cepat terhadap pengalaman yang baru A difficult child : cenderung memberikan reaksi negatif dan cering menangis, memiliki aktivitas sehari-hari yang tidak rutin, cenderung lambat menerima pengalaman baru A slow-to-warm-up child : memiliki tingkat aktivitas yang rendah dan terkadang negatif, susah untuk beradaptasi, intensitas mood yang rendah
Anak
dengan temperamen difficult : pada masa remaja akan memiliki masalah berupa tingkat depresi yang tinggi, menggunakan drugs, stressful life events, merasa tidak didukung oleh keluarga Anak yang diberi label “lack of control” (mudah merasa terganggu) di awal masa kanak-kanak (3-5 tahun) biasanya akan mengalami masalah perilaku berupa acting out, perilaku kenakalan pada masa remaja (13-15 tahun)
Anak
dengan label “approach” yang ditandai dengan adanya sikap ramah, dan memiliki rasa ingin tahu untuk melakukan eksplorasi terhadap situasi baru, akan memiliki kecemasan dan depresi dalam tingkat yang rendah
Emosi positif (positive affectivity) adalah yang sifatnya positif, memiliki energi yang tinggi, antusias, namun juga dapat bersikap tenang, diam dan menarik diri, merasa bahagia
Emosi negatif (negative affectivity) bersifat negatif dan berupa rasa marah, bersalah serta sedih
Emosi
adalah bahasa pertama yang dimiliki bayi untuk berinteraksi dengan orangtuanya Bentuk emosi pada bayi ada dua yaitu crying dan smiling
Ada
3 jenis menangis, yaitu basic crying, anger crying dan pain crying Apa yang harus dilakukan oleh orangtua saat bayi menangis ??? Terdapat dua pandangan, Watson mengatakan bahwa jika bayi menangis kemudian orangtua dengan segera memberikan perhatiannya maka pada akhirnya bayi akan cenderung terus menangis
Sebaliknya
menurut Ainsworth & Bowlby : jika bayi menangis, orangtua sebaiknya langsung memberikan repson karena hal tersebut adalah dasar untuk membentuk rasa aman (percaya) pada bayi
Ada
dua jenis senyum : refleksif dan social smile Reflexive smile tidak membutuhkan stimulus untuk memunculkannya. Ini muncul selama 1 bulan pertama setelah kelahiran, biasanya terjadi pada saat bayi sedang tidur
Social
smile muncul jika ada stimulusnya, terjadi pada usia 2-3 bulan dan muncul senyum sebagai respon dari kehadiran sebuah wajah
Amarah Muncul sebagai reaksi terhadap frustasi, sakit hati, dan merasa terancam. Sebab : frustasi atau keinginan yang tidak terpenuhi Dibanding rasa takut, rasa marah lebih sering muncul pada masa kanak-kanak. Tahun-tahun pertama, anak sering belajar dari pengalaman bahwa dengan marah keinginannya akan terpenuhi.
Sebab
lain: bila anak terhambat melakukan sesuatu. Hambatan bisa berasal dari dirinya sendiri, misalnya ketidakmampuan anak melakukan sesuatu. Hambatan itu dapat pula berasal dari orang lain misalnya larangan.
Sebab
lain : bila benda-benda atau mainan miliknya dipegang atau diambil anak lain. Bila ini terjadi biasanya mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk merebut kembali benda miliknya.
Marah yang impulsif (agresi) Ditujukan langsung pada orang lain binatang atau objek, Bentuk : reaksi fisik atau verbal, ringan atau berat atau intens. Dapat disebut pula dengan tantrum
Biasa
dijumpai pada anak-anak. Saat tantrum, anak-anak juga tidak ragu-ragu untuk menyakiti orang atau anak lain dengan cara, seperti memukul, menggigit, meludah, menendang, mendorong, dan lainlain. Di usia sekitar empat tahun kemarahan itu masih ditambah lagi dengan kata-kata yang kasar atau ejekan-ejekan.
Marah yang terhambat Marah yang tidak dicetuskan karena dikendalikan atau ditahan. Reaksi : menarik diri, melarikan diri dari anak atau orang lain (yang menyebabkan ia marah), bersikap lesu, masa bodoh atau tidak berani.
Marah bentuk ini terjadi pada anak yang sering merasa sia-sia atau tak berguna. Inilah cara mereka untuk menerima frustasi dan mereka menganggap menahan marah adalah lebih baik daripada mengekspresikannya karena mereka terbebas dari risiko penolakan sosial.
Takut Reaksi takut pada bayi dan anak-anak berupa rasa tak berdaya. Hal ini tampak pada ekspresi wajah yang khas, tangisan yang merupakan permintaan tolong, mereka menyembunyikan muka dan sejauh mungkin menghindari objek atau orang yang ditakuti, atau bersembunyi di belakang orang atau kursi.
Semakin
meningkatnya usia, reaksi rasa takut berubah karena adanya tekanan sosial. Reaksi menangis tidak ada lagi walau ekspresi wajah yang khas masih tetap ada, dan biasanya mereka menghindar dari objek yang ditakuti.
Mata
membelalak Menangis sembunyi Memegang orang Diam tidak bergerak
Rangsangan
berupa suara keras Pengalaman menghadapi tempat atau orang asing, tempat tinggi, kamar gelap, atau berada seorang diri Rasa sakit Interaksi sosial-terancam Marah dengan orang lain
Pada
periode awal anak, rasa takut timbul disaat dirinya merasa terancam oleh benda-benda yang ditemuinya (misalnya pisau, mobil, dan sebagainya) Reaksi yang ditampilkan adalah anak melakukan gerakan motorik, misalnya berlari, bersembunyi, memegang orang yang dikenalnya
Pada
periode akhir anak-anak, rasa takut timbul akibat fantasi yang dibentuk oleh anak itu sendiri yang menyebabkan harga dirinya terancam oleh lingkungannya (misal takut gagat, berbeda dengan orang lain, status, dan sebagainya). Keadaan ini disebabkan anak telah mengalami perkembangan kemampuan berpikir sehingga mampu membentuk fantasi dan menilai dirinya sendiri.
Reaksi
yang ditampilkan dapat secara langsung, misalnya berlari, sembunyi, menangis, ataupun marah. Atau secara tidak langsung misalnya sakit perut, badan panas, dan sebagainya.
Takut
berhubungan dengan a. Shyness atau rasa malu b. Embarassment atau merasa kesulitan, khawatir c. Anxiety atau cemas.
A. Shyness atau malu adalah reaksi takut yang ditandai dengan ”rasa segan” berjumpa dengan orang yang dianggap asing. Reaksi : memalingkan muka atau memegang keras pada orang yang dikenalnya atau bersembunyi dan mengintip
Sebab
: ada perasaan tidak mengenal perlakuan/respon orang lain kepadanya. Perasaan ini timbul tidak terbatas pada orang yang tidak dikenalnya, tetapi juga yang dikenalnya (misalnya, bertemu dengan tamu baru, guru baru atau orang tuanya yang menonton ia menyanyi/menari, dan lain sebagainya) takut diejek, ditertawakan dll
B. Embarassment (merasa sulit, tidak mampu atau malu melakukan sesuatu) merupakan reaksi takut akan penilaian orang lain pada dirinya. Timbulnya reaksi ini karena anak sudah mampu memahami harapan dan penilaian yang dapat diperoleh dari lingkungan sosial. Reaksi ini berhubungan dengan kesadaran akan dirinya yang terancam. Muncul pada usia 5-6 tahun
C. Khawatir Timbul disebabkan oleh rasa takut yang dibentuk oleh pikiran anak sendiri, biasanya mengenai hal-hal khusus, misalnya takut dihukum orang tua, takut sekolah, takut terlambat, takut teman sebaya, takut dimusuhi, takut tidak populer, dan lain sebagainya.
D. Anxiety atau cemas Perasaan takut sesuatu yang tidak jelas dan dirasakan oleh anak sendiri karena sifatnya subjektif. Reaksi : perubahan fisiologis, seperti berkeringat, muka pucat, dan tubuh tegang.
Cemburu
Cemburu
adalah reaksi normal terhadap hilangnya kasih sayang, baik kehilangan secara nyata terjadi maupun yang hanya sekadar dugaan. Sebab : anak takut kehilangan atau merasa tersaingi dalam memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orang yang dicintainya.
Rasa
cemburu biasanya bercampur dengan marah dan takut. Dengan kemarahan dan rasa takutnya ini, anak yang cemburu biasanya merasa tidak aman. Reaksi cemburu : langsung (perlawanan agresif, seperti menggigit, menendang, memukul, mendorong, meninju dan mencakar) dan tidak langsung bersifat lebih halus daripada reaksi langsung sehingga lebih sukar untuk dikenali.
Ciri
lain cemburu : terjadi regresi (seperti mengompol, mengisap jempol), makan-makanan yang aneh-aneh, kenakalan yang umum, perilaku merusak, menunjukkan kasih sayang atau sikap membantu yang tidak diminta, melampiaskan perasaan kepada binatang atau mainan.
Kondisi
rumah (Ibu yang sibuk mengurusi adik baru) Situasi sosial di sekolah (akan marah jika guru atau temannya tersebut memberi perhatian pada anak lain terbawa dari rumah) Anak merasa saudaranya atau anak lain memiliki barang atau mainan yang lebih bagus dari miliknya.
Ingin Tahu Rasa ingin tahu yang besar merupakan perilaku khas anak prasekolah. Bagi mereka kehidupan ini sangat ajaib dan menarik untuk dieksplorasi. Rasa ingin tahu ini sangat efektif dalam membantu proses pembelajaran.
Iri Hati Iri hati jika anak merasa ia tidak memperoleh perhatian yang diharapkan sebagaimana yang diperoleh teman atau kakaknya. Sebab: kurang memiliki rasa aman dan kepercayaan terhadap dirinya sendiri, perlakuan orang tua yang suka membandingkan dia dengan anak lain
Senang/Gembira Muncul jika anak mendapatkan apa yang diinginkan, kondisi yang sesuai dengan harapannya. Rasa gembira bisa berbentuk kepuasan dalam hati, bisa pula lebih ekspresif, yaitu tersenyum, tertawa, sampai tertawa terbahak-bahak (semakin bertambah usia, anak semakin tepat dalam mengekspresikan rasa gembiranya)
Sedih Muncul didorong oleh perasaan kehilangan atau ditinggalkan terutama oleh orang yang disayanginya. Perasaan sedih juga muncul karena anak merasa kecewa atas kegagalan atau ketidakberhasilan yang menimpanya.
Kasih Sayang Penting karena menjadi dasar berbagai macam perilaku emosi dan kepribadian yang sehat Kekurangan kasih sayang pada awal masa kanak-kanak dapat berdampak buruk terhadap pembentukan kepribadiannya di masa depan.
Adanya
perasaan kasih sayang serta kepercayaan bahwa dirinya disayangi dapat menumbuhkan rasa aman pada anak, meningkatkan kepercayaan diri, kemauan untuk membantu dan bersikap santun terhadap orang lain, tumbuhnya sikap rela berkorban dan kesediaan untuk mendahulukan orang lain ketimbang mendahulukan dirinya sendiri
a. b.
c. d. e.
Reaksi emosi sangat kuat Reaksi emosi muncul dalam setiap peristiwa sesuai dengan keinginannya Reaksi emosi mudah berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya Reaksi emosi bersifat individual Keadaan emosi anak dapat dikenali melalui tingkah laku yang ditunjukkannya
Perkembangan Emosi Pada Anak Bayi Hingga Usia 18 Bulan Bayi belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain.
Minggu
ke 3-4, bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke 8, ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya. Bulan ke 4-8, mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
Bulan
bulan ke12-15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orang- orang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
Anak
mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
Pada
usia 2 th, anak belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
Pada
usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
Pada
fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Pada
fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
Pada
usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasi- informasi
Anak
usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat memverbalisasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
Anak
usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol
Pada
masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Keadaan
Anak (misalnya ada cacat fisik) Faktor Belajar (coba-coba, meniru/mempersamakan diri, pengkondisian, pengawasan dan pembimbingan) Keluarga Lingkungan sosial Teman Gaya Pengasuhan
Dampingi Anak sejak awal, misalnya menoleh atau mendekat jika anak memanggil Jika anak sudah mengamuk, jauhkan dari benda yang berbahaya Peluk anak sebagai wujud kepedulian orangtua kepada anak anak akan belajar untuk peka dan peduli pula pada orang lain Jika ia mulai memukul, pegang tangannya dan katakan “STOP” kemudian beri penjelasan singkat
Ajak
anak berbicara, pahami perasaannya dan bantu dia untuk menyelesaikan masalahnya Konsistensi sikap orangtua dalam menghadapi ekspresi emosi anak