MAKRON KENARI
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 1.
2.
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00- (satu juta rupiah) atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan dan barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
MAKRON KENARI
Oleh : Dr.Ahmad Talib, S.P, M.Si
2015
MAKRON KENARI: Sebagai Alternatif Sumber Kalsium & Fosfor Cegah Osteoporosis
© 2015 UB Press
Cetakan Pertama, Maret 2015 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved
Penulis Perancang Sampul Penata Letak Pracetak dan Produksi
: Dr.Ahmad Talib, S.P, M.Si : Tim UB Press : Tim UB Press : Tim UB Press
Penerbit:
Universitas Brawijaya Press (UB Press) Penerbitan Elektronik Pertama dan Terbesar di Indonesia Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia Telp: 0341-551611 Psw. 376 Fax: 0341-565420 e-mail:
[email protected]/
[email protected] http://www.ubpress.ub.ac.id
ISBN: 978-602-203-751-4 i-xvi+126 hlm, 15.5 cm x 23.5 cm
Dilarang keras memfotokopi atau memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit
Pengantar Penerbit
Bukuberjudul “Makron Kenari Sebagai Alternatif Sumber Kalsium & Fosfor Cegah Osteoporosis”, buku ini pada awalnya merupakan bagian dari tesis Saudara Ahmad Thalib ketika menyelesaikan studi S-2 di Unstitut Pertanian Bogor. Sebuah riset genuin yang sangat bermanfaat tentunya ditengah langkanya karya serupa. Setidaknya terkait dengan dua hal; pertama, akan menjadi terobosan baru dalam menemukan sumber kalsium dan fosfor yangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua, akan menjadi solusi bagi pengolahan limbah tulang ikan madidihang yang banyak dihasilkan oleh industri perikanan. Selama ini limbahtulang ikan madidihang yang dihasilkan oleh industri dan masyarakatbelumdigunakan secara tepat guna. Bahkan cenderung menjadi limbah yang tidak bermanfaat sama sekali. Oleh karena itu dengan terungkapnya potensi ini tentunya problem tersebut akan terjawab dengan sendirinya. Ketiga, akan menjadi Sumber ekonomi baru. Pengolahan limbah tulangdapat dijadikan sebagai bahan fortivikasi untuk pembuatan makron kenari dan juga untukproduksi tepung ikan (fish meal). Perkembangan industri pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan kelebihan produksi pada saat over fishing dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang dan lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan yang tidak dimanfaatkan Inilah yang menjadi dasar utama penerbitan karya magnum ospus ini. Selain ituuntuk kalangan akademisi seperti mahasiswa, dosen, dan peneliti, kajian masyarakat, buku ini sangat berguna untuk dijadikan rujukan untuk pemerhati di bidang pengolahan limbah.Oleh karena itu kehadiran buku ini patut disambut dengan baik sehingga akan menambah khazanah suber bahan ajar dibidang ini.Buku ini secara khusus membahas tentang pemanfaatan limbah tulang ikan, menjadi tepung tulang sebagai sumber kalsium dan fosfor yang murah dan mudah
v
namun memiliki banyak khasiat yang difortivikasi ke dalam produk makron kenari. Hasil produksi makron kenari tepung tulang ikan dapat digunakan untuk cemilan bergizi yang kaya akan kalsium dan fosfor dan dapat digunakan untuk mengatasi osteoporosis dan osteomalasia, yang kini melanda masyarakat pada usia senja.Semoga buku ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Indonesia.
Malang,
Februari 2015
vi
Pengantar Penulis
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan curahan rahmat dan taufik-Nya kepada kita semua dalam menjalankan aktivitas keseharian, sehingga penulisan buku berjudul“ Makron Kenari Sebagai Alternatif Sumber Kalsium & Fosfor Cegah Osteoporosis” edisi perdana ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan. Penulisan buku tentang kalsium dan fosfordari sumber lain, sebenarnya telah diterbitkan oleh penulis-penulis sebelumnya,namun penulis merasa perlu untuk menyajikan buku ini dengan memanfaatkan sumber mineral terutama kalsium dan fosfor yang selama ini terabaikan karena kurangnya informasi dan kajian tentang hal tersebut. Dalam buku ini penulis menyajikan banyak informasi tentang pengolahan limbah tulang ikan mulai dari pemilihan bahan baku, perebusan, autoclaving, pengeringan, pengayakan tepung, analisis, fisiko-kimia tepung tulang ikan, fortivikasi kedalam produk makron kenari sampai pada perhitungan kandungan gizi sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG). Diharapkan buku ini dapat memberikan kontribusi untuk mahasiswa, dosen peneliti, industri perikanan bahkan masyarakat, untuk pengelolaan limbah tulang ikan yang baik dan benar sehingga diharapkan dapat menjadi model pengelolaan limbah tulang ikan yang benar. Penulis berharap dengan hadirnya buku ini, dapat menjadi sumbangsih pemikiran tentang bentuk pengayaan (enrichment) sebagai salah satu upaya fortivikasi ke dalam produk bahan pangan terutama makron kenari. Dengan harapan produk makron kenari dapat menjadi alternatif pemenuhan sumber mineral kalsium dan fosfor.Konsumsi makron kenari tepung tulang ikan dapat menjadi cemilan bergizi untuk mengatasi osteoporosis dan osteomalasia yang selalu menghantui masyarat Indonesia ketika menjelang usia tua atau menopause, dimana tulang menjadi keropos akibat kurangnya mengkonsumsi makanan yang
vii
mengandung kalsium dan fosfor serta menurunnya kadar hormon estrogen dan progesteron. Semoga buku ini bermanfaat bagi kalangan akademisi mahasiswa, dosen, peneliti, industri perikanan serta masyarakat luas yang membutuhkan bacaan dan informasi tentang pentingnya manfaat tepung tulang ikan untuk kesehatan. Akhirnya, penulis berharap buku ini dapat menjadi sumber inspirasi tentang pemanfaatan sumber kalsium dan fosfor yang selama ini dibuang, ternyata masih bisa digunakan karena memiliki banyak khasiat untuk terapi osteoporosis. Penulis merasa dalam penulisan buku ini masih banyak yang kurang, oleh karena itu saran dan masukan yang konstruktif untuk perbaikan buku ini pada edisi berikutnya sangat penulis harapkan.Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si dan Dr. Busatami Arifin, M.Sc selaku dosen penulis selama studi S2, yang telah banyak memberikan pengetahuan dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih yang sama juga di ucapkan kepada Dr. Kasman Hi Ahmad, S.Ag, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Secara khusus buku ini ku persembahkan untuk istri tercinta Nurdewi Rizka, dan ketiga anakku tersayang Ummul Zahra Fadlilah, Hana Qurratul Ain dan Muhammad Hafidz.
Malang, Februari2015 Penulis
viii
Daftar Isi
Pengantar Penerbit ............................................................................................. v Pengantar Penulis ............................................................................................. vii Daftar Isi ............................................................................................................ ix Daftar Tabel ....................................................................................................... xi Daftar Gambar................................................................................................. xiii BAB I
MAKRON KENARI ...................................................................... 1 A. Pendahuluan...................................................................................... 1 B. Permasalah Limbah Tulang Ikan ................................................... 3
BAB II POTENSI IKAN TUNA DI INDONESIA .............................. 7 A. Sumberdaya Tuna di Indonesia ..................................................... 7 B. Produksi dan Perkembangan Ekspor Tuna ................................. 9 C. Produksi Tuna Ekonomis Penting .............................................. 11 D. Limbah Tulang Hasil Perikanan yang Dapat di Manfaatkan ...................................................................................... 13 E. Mengolah Limbah Tulang Menjadi Tepung Tulang Ikan........ 14 F. Sumber Minaral Pada Tulang ....................................................... 16 G. Sumber Kalsium ............................................................................. 18 H. Sumber Fosfor ................................................................................ 20 BAB III BUAH KENARI (Canarium ovatum) ........................................... 23 A. Morfologi Buah Kenari ................................................................. 23 B. Komposisi Asam Lemak Minyak Kenari ................................... 26 C. Manfaat Lain Dari Daging Buah Kenari .................................... 27 D. Kandungan Senyawa Phytosterol dan Argioin pada Daging Biji Kenari ......................................................................... 28 BAB IV BAHAN DAN ALAT ................................................................... 31
ix
A. Bahan Baku ..................................................................................... 31 B. Alat yang digunakan....................................................................... 31 C. Analisis Buah Kenari ..................................................................... 32 D. Prosedur Pembuatan Tepung Tulang Ikan Madidihang .......... 32 E. Prosedur Pembuatan Makron Kenari ......................................... 34 F. Prosedur Analisis............................................................................ 38 G. Analisis Fisik ................................................................................... 40 H. Analisis Kimia ................................................................................. 41 BAB V
HASIL ANALISIS DAGING BUAH KENARI..................... 47
A. Komposisi Kimia Daging Buah Kenari...................................... 47 BAB VI ANALISIS TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG .............................................................................................. 51 A. Karakteristik Fisik .......................................................................... 51 B. Karakteristik Kimia ........................................................................ 55 C. Solubilitas Kalsium ........................................................................ 57 D. Solubilitas Fosfor ........................................................................... 58 BAB VII HASIL ORGANOLEPTIK MAKRON KENARI ............... 61 A. Pembuatan Makron Kenari .......................................................... 61 B. Parameter Kenampakan ................................................................ 62 C. Parameter warna ............................................................................. 63 D. Parameter Aroma ........................................................................... 64 E. Parameter Rasa ............................................................................... 65 F. Parameter Tekstur .......................................................................... 67 G. Uji Perbandingan Pasangan .......................................................... 68 H. Karakteristik Fisik Makron Kenari Dua Formulasi Terbaik ................................................................................................... 70 I. Karakteristik Kimia Makron Kenari Komersial dan Formulasi ............................................................................................... 71 J. Solubilitas Kalsium ........................................................................ 75 K. Solubilitas Fosfor ........................................................................... 77 L. Informasi Nilai Gizi Makron Kenari Formulasi dan Komersial ............................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85
x
Daftar Tabel
Tabel 2.1
Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia......... 22
Tabel 5.1.
Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum)........................................................................ 48
Tabel 6.1.
Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) ....................................................................... 51
Tabel 6.2.
Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) ....................................................................... 55
Tabel 6.3.
Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang ............. 58
Tabel 6.4.
Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang ................ 59
Tabel 7.1.
Karakteristik organoleptik makron kenari ............................. 62
Tabel 7.2.
Karakteristik fisik makron kenari formulasi dan komersial ..................................................................................... 70
Tabel 7.4.
Solubilitas kalsium makron kenari formulasi dan komersial ..................................................................................... 75
Tabel 7.5.
Solubilitas fosfor makron kenari formulasi dan komersial. .................................................................................... 77
Tabel 7.6.
Informasi nilai gizi makron kenari formulasi dan komersial ..................................................................................... 79
xi
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 4.1.
Ikan Madidihang (Thunnus albacares) ................................. 12 Tulang ikan madidihang (Thunnus albacares ) ................... 13 Pohon Kenari dan buah kenari ......................................... 24 Prosedur pembuatan hancuran daging buah kenari..................................................................................... 32 Gambar 4.2. Prosedur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang ........................................................................... 33 Gambar 4.3. Prosedur proses pembuatan makron kenari ................... 38 Gambar 5.1. Bentuk Fisik Daging Buah Kenari.......................................... 49 Gambar 6.1. Histogram karakteristik rendemen tepung tulang ikan madidihang .................................................................. 52 Gambar 6.2. Histogram karakteristik derajat putih tepung tulang ikan madidihang ...................................................... 53 Gambar 6.3. Histogram daya serap air tepung tulang ikan madidihang. .......................................................................... 54 Gambar 6.4. Histogram densitas kamba tepung tulang ikan madidihang. .......................................................................... 54 Gambar 6.5. Solubilitas Ca tepung tulang ikan madidihang................ 58 Gambar 6.6. Grafik solubilitas P tepung tulang ikan madidihang ........................................................................... 59 Gambar 7.1. Makron Kenari Formulasi ................................................. 61 Gambar 7.2. Rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari...................................................................... 63 Gambar 7.3. Rata-rata penilaian panelis terhadap warna makron kenari...................................................................... 64 Gambar 7.4. Rata-rata penilaian panelis terhadap aroma makron kenari...................................................................... 65 Gambar 7.5. Rata-rata penilaian panelis terhadap rasa makron kenari..................................................................................... 66 Gambar 7.6. Rata-rata penilaian panelis terhadap tekstur makron kenari...................................................................... 67
xiii
Gambar 7.7. Gambar 7.8.
Gambar 7.9.
Histogram nilai perbandingan pasangan makron kenari..................................................................................... 69 Grafik solubilitas kalsium makron kenari komersial dan formulasi (A0, A2, A4) pada berbagai nilai pH ................................................................. 76 Grafik solubilitas fosfor makron kenari komersial dan formulasi (A0, A2, A4) pada berbagai nilai pH.......................................................................................... 77
xiv
BAB I MAKRON KENARI A. Pendahuluan Makron kenari merupakan salah satu kue khas Maluku Utara yang telah menjadi trademark di kota Ternate dan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia karena bentuk dan rasanya yang khas disamping harganya yang cukup terjangkau. Banyak turis lokal maupun Internasional yang berkunjung ke Kota Ternate pasti memburuh jenis kue yang dibalut kenari ini untuk dijadikan sebagai ole-ole atau buah tangan. Produk makron kenari sudah dikenal luas oleh masyarakat, namun hingga kini jenis kue yang enak ini belum melakukan ekspansi pemasaran hingga ke pulau jawa karena kurang menjadi perhatian dari Pemerintah. Jenis kue ini memiliki cita rasa yang enak namun sesuai dengan riset yang pernah dilakukan ternyata kandungan gizi dari kandungan makron kenari cukup rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan difersivikasi produk makron kenari dengan menggunakan tulang ikan madidihang ke dalam produk makron kenari dengan harapan dapat meningkatkan jumlah mineral terutama kalsium dan fosfor yang tinggi. Salah satu sumber mineral yang banyak tersedia di alam yang belum dimanfaatkan adalah tulang ikan. Tulang ikan cukup melimpah di Maluku Utara namun sampai sekarang sumber mineral yang baik ini masih menjadi masaalah oleh industri perikanan karena belum mempunyai pusat pengolahan limbah yang baik sehingga dibuang ke laut dan hal ini dapat menimbulkan pencemaran. Tulang ikan terutama jenis ikan madidihang yang menjadi komuditi ekspor pada usaha pemfiletan tuna dan sampai saat ini belum diolah dengan baik. Pada perusahaan ekspor yang memproduksi fillet ikan madidihang mengahasilkan limbah berupa kepala, tulang, sisik, dan kulit biasanya dibuang dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri perikanan, sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan pada industri perikanan berupa limbah padat dan cair yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan pencemaran. Limbah padat
yang berasal dari industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-50% dari berat total ikan, tergantung jenis ikan yang diolah. Limbah berupa tulang ikan madidihang jika di olah dengan baik akan menghasilkan tepung tulang yang berkualitas tinggi dan siap difortivikasi ke dalam produk pangan. Salah satu produk pangan yang telah dilakukan difersivikasi adalah produk kue makron kenari. Dengan dilakukan difersivikasi tersebut maka akan menghasilkan kue makron kenari yang enak dan gurih namun memiliki khasiat untuk kesehatan karena memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi. Tingginya kandungan kalsium dan fosfor dapat memberikan efek untuk kesehatan terutama pada wanita pasca menopause. Tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi terutama dalam bentuk unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang setiap hari. Kalsium dan fosfor bisa didapatkan dari berbagai sumber, namun tidak semua sumber memiliki karakteristik kelarutan kalsium dan fosfor yang sama. Hal ini akan berpengaruh terhadap bioavailabilitas mineral dalam tubuh. Syarat suatu zat gizi bersifat bioavailable adalah dalam bentuk terlarut (soluble). Penyebaran fosfor di dalam tubuh dilakukan dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intracellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dalam ikatan atau senyawa fosfat anorganik dan organik yang dibebaskan dari makanan setelah mengalami hidrolisis selama proses pencernaan yang berlangsung dalam tubuh. Solubilitas tepung tulang ikan madidihang digunakan sebagai indikator untuk menjelaskan proses fisiko kimia dan fisiologis yang terjadi di dalam tubuh dan dapat mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh, Mineral tulang ikan tersebut dapat digunakan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi metabolisme. Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan penyerapan mineral di dalam tubuh. Solubilitas dalam tepung tulang ikan akan menghasilkan penyerapan kalsium lebih besar, jika tepung tulang difortivikasi ke dalam bahan
2| Makron Kenari
pangan lain terutama yang kandungan asam amino lisin dan arginin, laktosa tinggi disertai asupan vitamin D yang seimbang. Komponen kalsium pada tulang ikan madidihang sangat tinggi, tetapi kandungan lemak dan protein juga cukup tinggi. Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral. Disamping itu terdapat lemak kompleks berupa fosfatida (fosfolipida) dan sterol. Lemak jenis ini dapat terhidrolisis jika dipanaskan dalam alkali. Salah satu upaya untuk menghilangkan lemak atau meminimumkan lemak pada tulang ikan agar produk tidak mudah tengik dan tidak berbau adalah dengan menggunakan asam. Asam dapat juga digunakan untuk mempermudah pengeluaran lemak. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang yang telah dikurangi kandungan lemak dan protein ditambahkan ke dalam produk makron kenari agar mudah diserap oleh tubuh dan tidak menghasilkan bau tengik. Produk makron kenari merupakan salah satu produk tradisional yang sudah lama dikenal luas oleh masyarakat namun kandungan gizinya selama ini belum diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui nilai gizi makron kenari adalah dengan menganalisis komponen gizinya. Sedangkan untuk meningkatkan nilai gizi makron kenari adalah dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor.
B. Permasalah Limbah Tulang Ikan Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian dari pemerintah dan industri perikanan. Padahal potensi limbah tulang ini memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor dalam tepung tulang ikan masing-masing sekitar 163,48 mg/g bk dan 6,25 mg/g bk dapat menjadi salah satu sumber mineral yang harganya relatif murah dan penanganan yang sederhana dibanding dengan produk susu dan turunannya yang harganya relatif mahal sehingga sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan sumberdaya alam terutama hasil laut.. Pada umumnya hasil laut tersebut dapat dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun di olah kembali. Jenis olahan hasil laut yang Makron Kenari
|3
dihasilkan oleh masyarakat mudah sekali dapat dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia, baik dalam bentuk olahan tradisional maupun olahan modern (Rahmania, 2007). Hasil olahan yang diperoleh dari berbagai industri dapat menghasilkan berbagai limbah yang jika tidak olah dengan baik dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dapat menimbulkan problem yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki oleh lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi limbah masih sulit tercapai. Penerapan program zero waste memberikan harapan cerah baik masyarakat disekitarnya, namun sampai pada saat ini masih perlu kerja keras untuk mewujudkan hal tersebut. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30% sedangkan produksi ikan tuna sudah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah (Gintings, 1992). Daya tampung alam untuk mengatasi limbah dari berbagai siklus hidrologi tidak mampu mengatasi limbah. Peningkatan limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada tidak mampu bekerja secara baik dan pada kondisi tertentu kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan dan bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah (Sugiharto, 1987). Teknologi pengolahan limbah adalah cara untuk mengurangi pencemaran limbah di lingkungan. Salah satu upaya yang dikakukan untuk mengurangi limbah yang dihasilkan adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut menjadi berbagai kebutuhan baik untuk tambahan pakan ternak dan bisa juga digunakan untuk fortivikasi ke dalam produk untuk meningkatkan nilai gizi tersebut. Salah satu produk pangan yang bisa dilakukan fortivikasi adalah produk makron kenari, dengan harapan produk yang dihasilkan dapat memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Untuk mengetahui kandungan kalsium dan fosfor pada produk makron kenari komersial yang selama ini beredar di pasaran, maka dilakukan analisis komponen gizi tersebut sebagai informasi awal. Peningkatan nilai gizi makron kenari dilakukan dengan cara menambahkan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor ke dalam produk tersebut. Makron kenari formulasi dapat dikonsumsi oleh masyarakat
4| Makron Kenari
pada semua usia, tetapi dalam jumlah tertentu sesuai dengan standar gizi yang telah ditetapkan agar dapat membantu mengurangi osteoporosis. Selain memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi tulang ikan madidihang,juga mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga dapat mengganggu proses formulasi produk karena menghasilkan penampakan, warna, bau dan rasa yang kurang diterima oleh panelis. Untuk mengurangi kandungan lemak dan protein tersebut maka dalam pembuatan tepung tulang dilakukan perebusan tulang ikan madidihang dengan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida sebelum ditambahkan ke dalam produk makron kenari.
Makron Kenari
|5
BAB II POTENSI IKAN TUNA DI INDONESIA A. Sumberdaya Tuna di Indonesia Potensi perikanan tuna dan cakalang di Perairan Indonesia cukup besar namun belum dimanfaatkan secara optimal di seluruh perairan di Wilayah Indonesia, hal ini disebabkan kerena pemanfaatan tuna dan cakalang lebih banyak dilakukan oleh perusahaan skala menengah keatas karena membutuhkan infestasi yang cukup besar (Dahuri, 2001). Upaya memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan lestari merupakan tuntutan yang sangat mendesak bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan ikan dan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, disamping memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha, dan ekspor untuk menghasilkan devisa Negara. Tuntutan yang sangat mendesak tersebut mengingat potensi sumberdaya perikanan Indonesia yang saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Bahkan, potensi di perairan ZEE Indonesia khususnya tuna dan cakalang serta ikan pelagis besar lainnya masih lebih banyak dimanfaatkan oleh kapal ikan asing dengan berbagai akibat yang merugikan kepentingan nasional (Saad, 2009). Tuna sebagai komoditas perikanan andalan Indonesia setelah udang mempunyai prospek cerah dalam pengusahaannya, mengingat permintaan produk tersebut di pasar domestik dan ekspor cenderung meningkat. Peningkatan tersebut dipacu dengan kesadaran masyarakat khususnya di Eropa dan Amerika serta negara-negara di kawasan Timur Tengah yang mulai sadar akan sumber makanan yang sehat, mereka beralih dari daging ke ikan khususnya tuna. Ekspor komoditi tuna Indonesia hingga tahun 2011 berdasarkan data DKP, 2010 sebesar 122,450 Kg dengan nilai ekspor sebesar 383,230 US$. Ekspor komoditi tuna Indonesia sebagian besar dalam bentuk
beku, segar dan tuna dalam kaleng. Negara tujuan utama ekspor produk tuna Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Eropa dan Thailand. Jepang merupakansentral pasar tuna dunia, negara tersebut mendominasi permintaan tuna dengan total volume konsumsi sebesar 660,000 ton yang terdiri dari 80.000 ton permintaan terhadap produk tuna kaleng dan 580,000 ton tuna segar untuk konsumsi sashimi. Sedangkan 1,3 juta ton berasal dari permintaan negara lain. Negara–negara pesaing Indonesia di pasar internasional antara lain Australia, Spanyol, Korea Selatan, Taiwan dan Guam (DKP, 2004). Peluang pasar tuna dan cakalang dibeberapa negara importir utama masih terbuka lebar, dari peluang tersebut Indonesia baru mencapai pangsa pasar dunia sebesar 7,52 %. Sehubungan dengan itu ekspor tuna dan cakalang masih perlu ditingkatkan, mengingat luasnya wilayah ZEE Indonesia dengan sumberdaya ikan tersebut cukup besar dengan sentra sentra pengusahanya yang perlu diintensifkan seperti di perairan Maluku, Maluku Utara, Papua, Sulawesi dan Pantai Barat Sumatera, tentunya diperlukan kerja keras dan keberpihakkan semua sektor dalam mendukung infrastruktur dan permodalan yang memadai guna menciptakan bisnis yang kondusif khususnya di sentra-sentra produksi tuna di kawasan Timur Indonesia (Dahuri, 2004). Banyak kendala dan masalah yang harus dihadapi untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan tuna secara optimal dan lestari, pertama, berkaitan dengan sistem perbankan yang kurang kondusif bagi investasi usaha perikanan, kedua tuna tergolong hewan yang hight miggration sehingga pengeloaannya terkadang melewati batas-batas negara sementara Indonesia belum menjadi anggota dalam pengelolaan tuna dunia, ketiga, masih maraknya illegal fishing yang mempengaruhi produksi tangkapan kapal tuna nasional, ke empat pelayanan di pelabuhan perikanan yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, ke lima kurang terpadunya rencana tata ruang di dalam wilayah laut dan pantai. Sehingga hal itu mengurangi kepastian hukum dalam berusaha dan menimbulkan kesenjangan sosial, ke enam, kurang tegasnya tindakan terhadap pelanggaran peraturan, dan pengawasan keamanan, disamping itu perlu adanya upaya peningkatan SDM dan relokasi nelayan dari wilayah pada tangkapan seperti di perairan pantai Utara Jawa ke sentra usaha tuna dikawasan Timur Indonesia. Melalui kerja keras dan kebersamaan dari berbagai sektor diharapkan ke depan Indonesia menjadi sentral industri tuna dunia. Pendataan revitalisasi perikanan tuna merupakan upaya untuk
8| Makron Kenari
memacu keberhasilan sub sektor perikanan tangkap, khususnya komoditas tuna (tuna, cakalang dan tongkol) melalui peningkatan mutu hasil penangkapan. Mengacu pada kebijakan dan strategi merevitalisasi perikanan tuna, terdapat program-program yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara sinergis bersama program reguler pada tahun 20062009. Untuk melihat keberhasilan program revitalisasi tuna dan permasalahan dalam pendataan revitalisasi perikanan tuna meliputi (a) perbaikan fasilitas penanganan ikan di atas kapal dan di darat, (b) penerapan metoda penangkapan ikan dan penanganan ikan yang baik dan (c) peningkatan kelembagaan usaha perikanan tangkap. Salah satu tujuan program ini adalah pendataan dan penyajian data dan informasi statistik revitalisasi perikanan tuna, rehabilitasi, peningkatan, peningkatan sistem penanganan, mutu, nilai tambah, dan daya saing dan kualitas ikan tuna yang didaratkan di pelabuhan perikanan dan Unit Pengolah Ikan (Anonimous, 2011).
B. Produksi dan Perkembangan Ekspor Tuna Dalam perdagangan tuna dunia, ikan tuna umumnya dipasarkan dalam bentuk segar, beku dan bentuk olahan (tuna kaleng, loin, steak dan tuna saku). Indonesia selain sebagai produsen tuna juga sebagai negara pengolah tuna, melalui industri pengalengan maupun olahan tuna lainnya. Pada tahun 2001 Indonesia menempati urutan ke 3 sebagai negara produsen utama tuna dunia, dengan total produksi 253,1 ribu ton. Perkembangan produksi dan ekspor komoditi tuna Indonesia hingga November, 2004. Selain dipasarkan (ekspor) dalam bentuk tuna segar, tuna beku dan produk olahan beku, produk tuna dunia juga dipasarkan dalam bentuk tuna kaleng. Tidak semua produksi tuna kaleng masuk ke pasar ekpor, hal ini dikarenakan sebagian dikonsumsi di dalam negeri negara produsen tersebut, sisanya sejumlah 857,8 ribu ton (55,3 %) yang masuk pasar ekspor dunia atau setara dengan 2.029,2 milyard US$, sementara untuk Indonesia, produksi tuna kalengnya 100 % untuk ekspor. Sejak tahun 1981-2000, Produksi dan ekspor tuna kaleng Indonesia tumbuh dari 0,5 juta karton menjadi 5 juta karton, artinya baru 20 % kapasitas produksi yang dapat dimanfaatkan (DKP, 2001). Problem yang muncul kepermukaan pada industri pengalengan nasional adalah tidak dapat bersaing dengan industri pengalengan dari negara tetaga seperti Thailand dan Philiphina, serta negara pengekspor Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|9
tuna kaleng utama lainnya dikarenakan kurangnya pasokan bahan baku dari industri penangkapan tuna nasional yang lebih cenderung mengekspornya dalam bentuk segar atau beku karena harganya jauh lebih tinggi dan menguntungkan. Disamping itu industri pengalengan tuna nasioanal umumnya tidak memiliki armada penangkapan sendiri sehingga kontinuitas bahan baku kurang terjamin karena hanya mengandalkan pasokan dari nelayan tradisional dengan hasil tangkapan yang kurang memadai dan kualitasnya rendah. Secara geografis Perairan Indonesia sebenarnya sangat menguntungkan bila ditinjau dari penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan khususnya industri pengalengan tuna. Sumber bahan baku dapat diperoleh dari perairan Pasifik Barat dengan produksi 1-1,5 juta ton/ tahun dan perairan Indonesia sebesar 0,2 juta ton/ tahun, ironis memang bila industri pengalengangan nasional mengalami kekurangan pasokan bahan baku, tapi kenyataanya demikian, untuk itulah Direktorat Kelembagaan Dunia Usaha, Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan mencoba menjembatani dengan mempertemukan pelaku usaha (stakeholder), melalui Workshop Revitalisasi Industri Pengolahan Hasil Perikanan, awal September 2004. Diharapkan melalui kegiatan tersebut dapat dicari jawabannya guna mengatasi permasalahan di atas. Bila dibandingkan dengan nilai ekspor tuna kaleng dari Negara lainnya, posisi ekspor tuna kaleng Indonesia berada pada urutan ke 7, setelah Thailand, Ecuador, Spanyol, Cote d´lvoire, Seychelles dan Philiphina. Sementara itu bila dilihat dari produksi tuna kaleng negara produsen tuna kaleng dunia, posisi Indonesia berada pada urutan ke 11 setelah Thailand, Spanyol, Amerika Serikat, Cote d´lvoire, Ecuador Italia, Mexico, Jepang, Philiphina dan Iran. Estimasi penerimaan devisa negara dari industri pengolahan nasional, bila permasalahan kelangkaan bahan baku dapat teratasi. Kapasitas industri pengolahan yang ada sebesar 800 MT/ hari, membutuhkan bahan baku sebanyak 208.000 MT dalam 260 hari kerja/tahunnya. Kemampuan produksi industri pengalengan nasional 24,5 juta karton (48x6,5 Oz), apabila harga perkartonnya 18 US$, devisa yang didapat sebesar 490 juta US$ setiap tahunnya. Sementara selama lima tahun berturut-turut dari hasil ekspor tuna kaleng indonesia cederung mengalami penurunan. Tahun 1998 dengan volume ekspor 39,9 ribu ton, nilai ekspor sebesar 104,2 juta US$, tahun 1999 sebesar 82,6 juta US$,tahun 2000 sebesar 87,8 juta US$, tahun 2001 sebesar 84,1
10| Makron Kenari
juta US$ dan pada tahun 2002 dengan total ekspor 38,3 ribu ton, nilai ekspornyasebesar 82,6 juta US$, (Fishdap, 2004).
C. Produksi Tuna Ekonomis Penting Produksi ikan madidihang dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan hal ini didasarkan pada data produksi tahun 2006 sebesar 159.404, 2007, 191.558, 2008, 194.173, 2009, 203.269 dan pada tahun 2010 adalah sebesar 213.796 ton/tahun (DKP, 2010). Ikan madidihang disebut juga ikan tuna yang termasuk dalam keluarga scombroidae, bentuk fisiknya berupa tubuh seperti cerutu dan mempunyai dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jarijari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap. Ikan madidihang telah dikenal masyarakat sebagai ikan yang harganya mahal. Jenis ikan ini dapat diklasifikasikan (Lagler et al. 1977 dalam Syafei et al. 1989) sebagai berikut: Kelas: Osteicthyhyes Subkelas : Actinopterygii Ordo : Percomerphi Subordo : Scombroidei Famili : Scombridae Genus : Thunus sp Spesies :Thunus albacares Ikan madidihang dari jenis Thunnnus albacares yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|11
Gambar 2.1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Penyebaran ikan tuna dimulai dari Laut Merah, Laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim sedang. Beberapa spesies ikan tuna yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah (thunnus albacares) yang merupakan jenis ikan ekonomis penting. Jenis ikan ini dikenal dengan sebutan madidihang atau yellowfin tuna. Jenis ikan ini termasuk buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya 50150 cm. Albacares memiliki sirip belakang dengan warna kuning gelap. Albacares merupakan ikan pemakan daging yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, cumi-cumi dan ikan kecil. Ikan tuna hidup bergerombol kecil. Ikan ini biasanya tertangkap bersama dengan ikan cakalang. Ikan madidihang banyak dipasarkan dalam bentuk segar, beku dan olahan lainnya. Komposisi nilai gizi ikan madidihang terdiri dari energi 105,0 Kal, protein 24,1 g; lemak 0,1 g; abu 1,2 g; kalsium 9,0 mg; fosfor 220,0 mg; besi 1,1 mg; sodium 78,0 mg; retinol 5,0 mg; thiamin 0,1 mg; riboflavin 0,1 mg dan niasin 12,0 mg. Tulang ikan memiliki proporsi 10% dari total susunan tubuh ikan yang merupakan salah satu limbah yang memiliki kandungan kalsium tinggi. Tulang ikan banyak mengandung kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang, sisanya merupakan unsur lain seperti magnesium, natrium dan flourida. Kalsium fosfat merupakan kompleks kalsium yang biasa digunakan sebagai suplemen untuk meningkatkan asupan kalsium tubuh.
12| Makron Kenari
D. Limbah Tulang Manfaatkan
Hasil
Perikanan
yang
Dapat
di
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Bentuk fisik limbah tulang ikan madidihang disajikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2.Tulang ikan madidihang (Thunnus albacares ) Sumber : Talib, 2014.
Keterangan: A=Kondisi basah limbah tulang ikan madidihang B=Kondisi kering limbah tulang ikan madidihang C=Tepung tulang ikan madidihang Limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan yang merupakan buangan suatu proses pengolahan, untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping, baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah hasil samping dapat dikelompokkan secara umum dikelompokkan menjadi 4 (Winarno 1985) yaitu: (1) Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumberdaya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna. Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|13
(2) Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah. (3) Surplus dari tangkapan. (4) Sisa distribusi. Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah yang cukup besar. Dari limbah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan untuk pakan hewan dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan (fish meal). Perkembangan industri pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan kelebihan produksi pada saat over fishing dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang dan lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan yang tidak dimanfaatkan. Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah yang cukup besar. Limbah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pakan hewan dan untuk produksi tepung ikan (fish meal). Perkembangan industri pengolahan tulang ikan menjadi tepung tulang ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan kelebihan produksi pada saat over fishing dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang dan lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan yang tidak dimanfaatkan (Maulida, 2005). Tulang ikan secara umum memiliki proporsi kurang lebih 10 % dari total susunan tubuh ikan dan merupakan salah satu limbah yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi dan mengandung banyak kalsium fosfat sebanyak 14 % dari total susunan tulang, sisanya merupakan unsur lain seperti magnesium, natrium dan flourida (Winarno, 1997).
E. Mengolah Limbah Tulang Menjadi Tepung Tulang Ikan Tepung tulang ikan yang dihasilkan berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan hingga kuning, tergantung pada waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan. Tepung tulang ikan sebagian besar tersusun atas mineral (kalsium dan fosfor) yang memiliki nilai porositas yang kecil, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai densitas kamba yang diperoleh. Nilai porositas dan densitas kamba mempengaruhi rendahnya daya serap air tepung tulang ikan yang dihasilkan. Densitas kamba merupakan salah satu parameter fisik yang menunjukkan porositas dari
14| Makron Kenari
biji-bijian dan tepung. Nilai densitas kamba yaitu jumlah rongga yang terdapat diantara partikel-partikel bahan. Nilai rata-rata densitas kamba tepung tulang ikan berkisar 0,75 g/ml sampai 0,94 g/ml. Densitas kamba tepung tulang ikan tuna sebesar 0,94 g/ml ini menunjukkan bahwa pada volume 1 ml, berat tepung adalah 0,94 g. Nilai derajat putih tepung tulang ikan tuna yang dihasilkan dari berbagai perlakuan waktu autoclaving 3 jam dan perebusan 3 kali berkisar antara 59,3 %-74,8%. Kecenderungan nilai derajat putih yang dihasilkan meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan. Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan memiliki derajat putih relatif kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-90 %. Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat. Tepung tulang ikan madidihang merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi 1985): a). Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan tepung tulang. b). Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diangkat dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung. c). Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah karena kandungan gelatinnya tinggi. Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14 % kalsium dan 14,53 % fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26 % protein, 5 % lemak, 22,96 % kalsium, dan 10,25 % fosfor . Pengolahan tepung tulang ikan tuna dapat dilakukan dengan cara tulang direbus dalam larutan asam pH 4, konsentrasi 1 % pada suhu 100 °C selama 2 jam, lalu dikeringkan dan ditepungkan. Hasil yang telah diujicobakan menunjukkan bahwa tepung tulang ikan tuna memiliki penampakan butiran halus merata, warna coklat muda kusam dan bau seperti ikan kering. Tepung tulang yang dibuat dari tulang tuna memiliki kandungan kalsium 13,19 %, fosfor 0,81 %, natrium 0,36 % dan zat besi Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|15
0,03 %. Daya awet tepung tulang ikan tuna cukup lama, selama tiga bulan penyimpanan pada suhu kamar yang dikemas dalam kantong plastik dan divakum, secara umum belum menunjukkan penurunan mutu. Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dilakukan dengan mengurangi kadar lemak yang ada dalam tulang tersebut. Lemak merupakan komponen yang cukup besar pada ikan-ikan berlemak tinggi terutama ikan tuna. Namun tidak semua jenis ikan memiliki kandungan lemak yang tinggi, jika kandungan lemak ikan kurang dari 0,5 % maka termasuk berlemak rendah dan jika kandungan lemak di atas 2 % termasuk ikan berlemak tinggi. Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral dan lemak mengandung unsurunsur organik karbon, hidrogen dan oksigen yang terikat dalam ikatan yang disebut ikatan gliserida. Berbagai asam lemak yang dikandung akan mempengaruhi sifat fisik serta kimiawi lemak tersebut. Salah satu upaya untuk mengurangi kandungan protein dan lemak adalah perebusan tulang ikan dengan menggunakan asam asetat, asam klorida dan air. Lemak dalam makanan dapat diubah menjadi lemak yang mempunyai struktur dan fungsi dalam tubuh. Lemak harus dikembalikan sedemikian rupa sehingga lebih larut dalam air sebelum berfungsi secara biologis dalam tubuh.
F. Sumber Minaral Pada Tulang Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsi fisiologis secara normal. Fungsi kalsium dalam tubuh antara lain membentuk tulang dan gigi, melakukan transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, menggumpalkan darah, sekresi hormon, mengatur permeabilitas membran sel, sebagai kofaktor enzim dan mengaktifkan protein. Pada pertumbuhan tulang dan gigi, kalsium dibutuhkan agar tulang dan gigi mencapai ukuran dan kekuatan yang maksimal sehingga dapat mencegah kekeroposan tulang dan gigi di usia dewasa. Kalsium merupakan mineral dalam tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium juga diperlukan dalam mekanisme pembekuan darah, proses kontraksi otot dan penghantar impuls syaraf serta menjaga
16| Makron Kenari
keseimbangan hormon. Selain itu kalsium juga hilang lewat kulit sebanyak 15 mg/hari, yang keluar lewat keringat selama kita melakukan aktivitas apalagi dalam iklim yang panas. Sumber kalsium yang biasa digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Kaup et al. 1991), yaitu : (1) Tepung tulang, mono-kalsium dan di-kalsium fosfat yang ketersediaannya paling tinggi diantara sumber kalsium yang lain. (2) Ground limestone (batuan kapur yang biasanya mengandung magnesium dan bersifat agak asam), deflourined fosfat (garam kalsium fosfat yang masih mengandung flour yang bersifat racun bila kadarnya berlebihan) dan kalsium karbonat. Kelompok ini merupakan sumber kalsium yang ketersediaannya sedang. (3) Hay, yaitu kalsium yang berikatan dengan mineral lain yang sukar larut. Sumber ini memiliki ketersediaan kalsium yang rendah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Susunan tulang terdiri dari selsel matriks organik dan mineral. Matriks organik ini terdiri dari kolagen dan bahan dasar mengandung mukopolisakarida (mucopolysaccharide). Pada komponen matriks inilah mengendap kristaloid yang terdiri dari kalsium fosfat. Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim, keseimbangan ion-ion mineral, keseimbangan asam basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan syaraf terhadap rangsangan. Walaupun kebutuhan tubuh manusia akan mineral dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi tubuh membutuhkan lebih dari 70 unsur mineral setiap harinya seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, klorida, kalium, sulfur, besi, seng, iodium, mangan dan selenium. Tubuh manusia tidak dapat memproduksi mineral, maka mineral tersebut harus dipenuhi melalui asupan makanan bergizi. Kalsium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan mineral lainnya. Kalsium dalam tubuh sekitar 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi; sedangkan 1% Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|17
kalsium berperan untuk mengatur fungsi sel, untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, menjaga permeabilitas membran sel, mengatur fungsi hormon sebagai faktor pertumbuhan. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/L (9-10,4 mg/100 ml). Kalsium pada ikan terutama pada tulang membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trip-kalsium fosfat. Bentuk kompleks ini terdapat pada abu tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu berkisar 60-70%. Salah satu dampak defesiensi kalsium yang selama ini terjadi adalah osteporosis.Osteoporosis atau penyakit keropos tulang merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) dimana kondisi tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah disaat usia sudah tua.
G. Sumber Kalsium Sumber utama kalsium adalah susu dan hasil olahan susu seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia seperti kacang-kacangan dan hasil olahan kacang-kacangan seperti tahu, tempe, sayuran hijau dan buahbuahan merupakan sumber kalsium yang baik, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Sumber kalsium pada manusia dan hewan adalah makanan yang telah mengalami pencernaan di dalam saluran makanan. Suatu keadaan yang bersifat asam adalah sangat diperlukan agar kalsium dapat dengan baik diserap oleh usus. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas dari usus halus, karena di tempat inilah keadaan bersifat asam dibandingkan bagian yang lain pada usus. Keasaman pada usus akan mempengaruhi penyerapan kalsium. Dalam hal ini asam klorida (HCl) di dalam lambung memegang peranan yang amat penting. Makanan yang bersifat asam akan meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus. Sebaliknya bila makanan bersifat basa, maka penyerapan kalsium oleh saluran makanan akan terhamba. Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium dari pada mineral lainnya. Diperkirakan 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,01,4 kg terdiri dari kalsium. Dari jumlah ini, 99% berada didalam jaringan
18| Makron Kenari
keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2 Ca(OH)2. Kelebihan kalsium dapat berakibat buruk pada fungsi ginjal (Almatsier 2003). Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium. Peranan kalsium dalam tubuh menurut Piliang dan Djojosoebagio, 2006 adalah sebagai berikut: (1) keikutsertaannya dalam pembentukan tulang dan gigi, (2) memegang peranan dalam proses pembekuan darah, (3) memegang peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam fase kehamilan, (4) memegang peranan dalam proses terselenggaranya ritme jantung yang normal, (5) mempertahankan mekanisme tubuli ginjal dalam proses mempertahankan kadar zat-zat tetap normal, (6) memegang peranan dalam kontraksi otot dan rangsangan syaraf, (7) memegang peranan agar enzim-enzim tertentu dapat bekerja dengan baik, (8) memegang peranan dalam mempertahankan permeabilitas dinding sel (membran plasma) dan (9) mempertahankan agar produksi air susu dapat selalu baik. Kalsium yang diserap oleh tubuh setiap hari tergantung pada proporsi makanan yang dikonsumsi karena akan menentukan jumlah kalsium yang tersedia dan sejauh mana diserap oleh tubuh. Penyerapan kalsium dalam tubuh sebesar 20-30% sudah tergolong baik, karena tubuh membutuhkan kalsium pada kondisi optimal 30-50% yang dapat diabsorpsi oleh tubuh dan sisanya terbuang lewat urin dan keringat.Kalsium merupakan elemen mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Pada manusia dengan berat tubuh 70 kg terdapat kurang lebih 1.200 mg kalsium. Dari jumlah tersebut, 99% berada dalam tulang rangka, sedangkan 1% berada di dalam jaringan lain dan cairan tubuh yang secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh.Kalsium juga sebagai katalisator berbagai proses biologi dalam tubuh dan mempertahankan fungsi membran sel karena dapat mempertahankan keseimbangan kalsium diperlukan intake lebih dari 1.200 mg/hari untuk usia 51 tahun ke atas, dan 1.000 mg/hari untuk usia 19-50 tahun. Jumlah kalsium yang diserap oleh tubuh setiap hari tergantung pada: (a) proporsi relatif dari zat pengkilasi yang mengendapkan dalam makanan tersebut kerena akan menentukan jumlah kalsium secara aktual untuk diserap; dan (b) tingkat stimulasi dari vitamin D aktif terhadap alat-alat penyerap dalam mukosa intestin yang menentukan jumlah kalsium yang akan diambil. Penyerapan kalsium dapat dipengaruhi oleh Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|19
tingkat sintesis protein tertentu dalam sel mukosa. Orang dewasa memperlihatkan variasi yang besar dalam konsumsi kalsium, hal ini disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kalsium dalam bahan makanan. Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi tidak dapat digunakan karena tingginya kandungan oksalat atau fitat. Hal ini banyak terdapat pada bayam, biji-bijian dan teh yang diperkirakan merupakan faktor dalam menentukan status kalsium. Kapasitas penyerapan kalsium menurun seiring dengan umur dan lebih banyak pada pria daripada wanita. Jumlah kalsium yang diekskresikan dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium yang diserap dari makanan pada saat dikonsumsi.Faktor lain yang menurunkan absorpsi kalsium misalnya serat karena serat menurunkan absorpsi kalsium, ini diduga karena serat menurun pada waktu transit makanan di dalam saluran pencernaan. Stress mental atau fisik cenderung menurunkan absorpsi dan meningkatkan ekskresi pada tubuh.
H. Sumber Fosfor Tubuh manusia mengandung sekitar 12 mg fosfor dalam setiap kilogram jaringan tanpa lemak. Dari jumlah ini kira-kira 85% terkandung dalam kerangka tulang. Di dalam plasma terdapat sekitar 3,5 mg/100 ml plasma. Fosfor adalah bagian dari senyawa tinggi energi yang diperlukan dalam suplai energi untuk kegiatan selular. Fosfor dari makanan diabsorpsi dalam bentuk fosfat bebas sekitar 60-70% dari makanan yang diserap oleh tubuh. Fosfor memegang peranan penting di dalam tubuh, karena sangat diperlukan dalam transformasi energi. Penyebaran fosfor di dalam tubuh dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intercellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dari ikatan senyawa fosfat anorganik organik (inorganic and organic phosphate). Senyawa-senyawa fosfat ini dibebaskan dari makanan atau pakan setelah mengalami hidrolisis selama proses pencernaan terjadi. Proses absorpsi kalsium dan fosfor saling berpengaruh satu sama lainnya. Sediaoetama (2006), mengatakan bahwa absorpsi kalsium yang baik diperlukan perbandingan Ca:P dalam hidangan 1:1 sampai 1:3. Selanjutnya menurut Guthrie (1975), batasan rasio perbandingan Ca:P
20| Makron Kenari
adalah dibawah 1:2. Perbandingan Ca:P lebih dari 1:3 akan menghambat penyerapan kalsium, sehingga hidangan yang demikian akan menimbulkan penyakit defisiensi kalsium yaitu rakhitis. Konsumsi fosfor yang diperlukan setiap hari (daily dietary intake) untuk setiap spesies akan beragam pula besarnya. Absorpsi kalsium oleh usus akan terhambat bila di dalam makanan mengandung banyak asam fitat (phytic acid). Berbeda halnya dengan absorpsi fosfor, dimana asam fitat yang terdapat di dalam makanan akan mengalami hidrolisis pada saat terjadinya proses memasak dan selama proses pencernaan. Kekurangan fosfor dalam menu akan dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan terhadap kalori yang diperlukan oleh tubuh. Peranan vitamin D terhadap peningkatan absorpsi fosfor oleh usus semula dikemukakan sebagai postulasi. Di dalam darah pada kondisi pH sekitar 4, fosfat anorganik berada dalam tiga senyawa yaitu : HPO42- sebanyak 85%; H2PO4 sekitar 15% dan sebagai PO43- sekitar 0,0035%. Hanya sebagian kecil saja fosfat ini berada dalam senyawa organik. Sumber fosfat di dalam darah adalah makanan. Disamping makanan, tulang merupakan sumber bagi senyawa fosfat anorganik di dalam plasma. Kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia sangat berbeda menurut usia, jenis kelamin dan ras masingmasing negara. Kebutuhan kalsium dan fosfor untuk orang dewasa di USA direkomendasikan 800 mg/hari lebih tinggi pada wanita hamil dan menyusui, sedangkan fosfor adalah 0,8-1,5 gram per hari. Kebutuhan kalsium secara resmi berkisar antara 400-1000 mg/hari di seluruh dunia . Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan hendaknya tidak melebihi 2500 mg/hari sedangkan kekurangan fosfor dalam menu makanan akan menyebabkan menurunnya nafsu makan terhadap kalori yang diperlukan oleh tubuh. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal. Disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar). Keperluan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium tubuh orang Indonesia perhari yang ditetapkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Potensi Ikan Tuna di Indonesia
|21
Tabel 2.1
Kebutuhan kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia
Kelompok umur Bayi (bulan) 0-6 7-11 Anak (tahun) 1-3 4-6 7-9 Pria (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 + Wanita (tahun) 10-12 13-15 16-18 19-29 30-49 50-64 65 +
Kebutuhan Ca (mg/hari) Kebutuhan P (mg)/hari
200 400 500 500 600
400 400 400
1000 1000 1000 800 800 800 800
1000 1000 1000 600 600 600 600
1000 1000 1000 800 800 800 800
1000 1000 1000 1000 600 600 600
Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3
1000 +150 +150 +150
1000 +0 +0 1000
Menyusui 6 bulan pertama 6 bulan kedua
1000 +150 +150
+0 +0 +0
Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004).
22| Makron Kenari
BAB III BUAH KENARI (Canarium ovatum) A. Morfologi Buah Kenari Secara taksonomi klasifikasi kenari menurut (Leenhouts,1956, Anonimous, 2004, Keneddy dan Clarke, 2004) adalah sebagi berikut: Kingdom: Plantae Subkingdom; Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divis; Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Subklas : Rosidae Ordo; Sapindales Famili :Burse raceae; Genus: Canarium: Genus Canarium. Kenari merupakan genus terbesar dalam famili Burseraceae yang tersebar dari di Afrika, Asia, dan Kepulauan 2 Pasifik (Sui, et al., 1997). Jadi, dari taksonomi dapat diketahui bahwa kenari merupakan tanaman vascular (mempunyai sistem jaringan pembuluh pada batangnya), berbunga, dan berbiji dikotil. Dari spesies yang ada, spesies yang terdapat di Pasifik Barat dapat diklasifikasikan menjadi 2 group, yaitu: (1) maluense (spesies: Canarium lamili, Canarium salomonense, Canarium harveyi) dan (2) vulgare (Canarium vulgare, Canarium indicum, Canarium ovatum) (Leenhouts, 1959, Yen, 1994, Keneddy dan Clarke, 2004). Kenyataan bahwa kemiripan ketiga spesies Canarium indicum, Canarium vulgare, dan Canarium ovatum yang termasuk dalam group vulgare juga dikemukakan oleh Coronel (1996) dan Thomson dan Evans (2004). Menurut Evans (1994) ketiga spesies yang dominan tersebut berbeda-beda asalnya Canarium vulgare dari Indonesia, Canarium ovatum dari Filipina, dan Canarium indicum berasal dari Indonesia, Papua New Guinea, Solomon, dan Vanuatu. Leenhouts (1959) mengemukakan bahwa Canarium indicum dan Canarium vulgare sangat mirip (overlap). Terutama jika didasarkan pada stipula dan morfologi buahnya (bentuk, ukuran, ketebalan shell, dan warna skin buah). Namun demikian, Canarium indicum mempunyai produksi lebih tinggi dari
spesies yang lain dan ukuran lebih besar sehingga paling sesuai untuk dijadikan komoditi komersil (Yen, 1994). Genus Canarium memiliki sekitar 100 spesies yang kebanyakan tumbuh di hutan lembab dataran rendah di daerah Melanesia (Kennedy dan Clarke, 2004). Namun demikian, spesies domestik yang paling banyak terdapat di Indonesia antara lain, Canarium lamili (Irian Jaya),Canarium vulgare (Sangihe Talaud, Sulawesi, Seram, Morotai, Tanimbar, dan Flores), dan Canarium indicum (Sulawesi utara, Ambon, Ternate, pulau Seram, dan Kai) (Leenhouts, 1959, Yen, 1994). Dari sebaran distribusi dan nilai komersial dari tiga spesies yang disebut diatas yang paling berpotensi adalah Canarium indicum. Canarium indicum ini dikenal juga dengan nama Canarium amboinense Hochr., Canarium communeL., Canarium. Mehenbethene Gaertn., Canarium moluccanum Blume, dan Canariumanarium zephyrinum Rumphius (Thomson dan Evans, 2004) Tempat tumbuh tanaman kenari umumnya di hutan primer dengan kondisi tanah bervariasi; berkapur, berpasir, maupun tanah liat. Selain itu, tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (Thomson dan Evans, 2004). Pada kondisi dengan kesuburan optimal, tanaman ini bisa mencapai ketinggian 40 sampai 50 meter dan diameter batang bagian bawah 1-1,5 meter. Daunnya majemuk menyirip ganjil terdiri dari 6-8 pasang berhadapan, lonjong, dan pangkal meruncing. Daun tanaman kenari berukuran panjang daun 7-28 cm dan lebar 3,5-11 cm. Tanaman ini termasuk tanaman berbunga. Bunganya kecil berwarna putih kekuning-kuningan dengan mahkota berbentuk segi tiga. Bentuk fisik pohon dan buah kenari disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 2.3.Pohon Kenari dan buah kenari
24| Makron Kenari
Tanaman ini menghasilkan buah dan biji (kernel) yang biasanya dimanfaatkan sebagai pangan camilan. Biji (kernel) tersebut mengandung lemak dan protein tinggi. Berdasarkan pada kandungan lemak dalam biji kenari, tanaman ini dapat dibandingkan dengan beberapa tanaman lain yang bijinya mengandung lemak tinggi yaitu almond, cashew, walnut, brazilnut, hazelnut, pecan, dan macadamia. Semua tanaman tersebut termasuk dalam golongan tree nut, yaitu tanaman kacang-kacangan sumber minyak yang dominan dalam perdagangan. Buah kenari berbentuk lonjong (ovoid) sampai agak bulat, dengan dimensi morfologi 2-4 x 3-6 cm, dan pada umumnya berwarna hijau pada saat masih mentah, berubah menjadi hijau tua agak kegelapan sampai kehitaman pada saat buah matang. Warna hitam terjadi karena degradasi klorofil pada kulit buah. Secara morfologi, buah kenari terdiri dari bagian kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), dan bagian tempurung dan isinya (endocarp). Bagian kulit luar dan daging buah ada yang tebal dan ada yang tipis tergantung pada spesies kenari. Bagian tersebut biasanya dibuang begitu saja, belum banyak dimanfaatkan oleh manusia. Bagian endocarp, sering disebut sebagai nut-in-shell (NIS), terdiri dari tempurung dan biji yang dibungkus oleh kulit ari (testa). Tempurung biji kenari biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Biji yang dipisahkan dari testa adalah bagian yang dapat dimakan (edible portion), inilah yang dimaksud dengan kenari yang biasa digunakan untuk makanan. Nut-inshell (NIS) mempunyai 3 – 6 sisi atau bulat, biasanya memiliki 2-3 biji, tergantung pada spesies dan kultivar. Dimensi morfologis dari NIS adalah panjang 28-62 mm, lebar 2035 mm dengan berat basah 8-20 g. Biji kenari dilindungi oleh kulit ari atau testa, yang dalam keadaan masih segar mudah sekali dilakukan pengupasan, tetapi pada biji yang telah kering, kulit ari menyatu dengan bagian bijinya (biji yang demikian disebut dengan nut in testa, (NIT). Bagian NIT lebih sulit dilakukan pengupasan, kecuali direndam dalam air hangat beberapa saat sebelumnya. Atau biasanya, biji kenari harus direndam dalam air dingin selama kurang lebih satu jam. Pemisahan biji kenari dari tempurung dan kulit ari memberikan bagian yang dapat dimakan. Bagian yang dapat dimakan dari biji kenari adalah ± 25 persen dari NIS kering (Thomson dan Evans, 2004). Komposisi kimia biji kenari sangat tergantung pada spesies, keadaan tanah, iklim, dan lokasi tumbuh. Berdasarkan pada komposisi kimia, biji kenari mengandung
Buah Kenari (Canarium Ovatum)
|25
lemak (65-70 %) sebagai komponen utamanya. Oleh sebab itu biji kenari dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati.
B. Komposisi Asam Lemak Minyak Kenari Asam lemak adalah asam karboksilat alifatik, bersama-sama dengan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak. Asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh meliputi asam lemak tidak jenuh tunggal atau lebih dikenal dengan MUFA (mono unsaturated fatty acid) dan asam lemak tidak jenuh majemuk yang biasa disebut PUFA (poly unsaturated fatty acid) (Gunstobe, 2000). Pada umumnya asam-asam lemak mempunyai jumlah atom C genap dari C2 sampai dengan C24 dan dalam bentuk bebas atau ester dengan gliserol. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak tidak mempunyai ikatan rangkap dan biasanya lurus. Asam lemak jenuh biasanya dibagi menjadi asam lemak jenuh rantai pendek, asam lemak jenuh rantai sedang/medium, dan asam lemak jenuh rantai panjang. Komposisi asam lemak minyak kenari (Canarium indicum) hasil analisis dengan kromatografi gas adalah laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C!8:0), oleat (C18:1), linoleat (C18:2), dan linolenat (C18:3). Asam lemak dalam minyak kenari adalah asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal, dan asam lemak tidak jenuh majemuk. Perbandingan antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh hampir sama. Komposisi asam lemak minyak kenari (Canarium indicum) ini selaras dengan hasil penelitian Kakauda et al (2000), pada pili nut (Canarium ovatum) asam oleat (44,7 %) yang tertinggi diikuti asam palmitat (33,3 %), asam stearat (10,9 %), dan asam linoleat (10,1 %). Berbeda dari hasil yang diperoleh He dan Xia (2007), pada Chinese olive (Canarium album) asam linoleat yang tertinggi (41,8±0,08 %), asam oleat (30,5±0,16 %), asam palmitat (18,0±0,06 %), dan asam stearat (7,83±0,02 %). Pada umumnya minyak nabati mengandung asam palmitat, oleat, dan linoleat sebagai komponen utama meskipun seringkali asam lemak lain menjadi signifikan. Biasanya kandungan nasam palmitat pada minyak nabati adalah dibawah 20 % dan ada juga kurang dari 10 %, tetapi pada minyak kelapa asawit kandungan asam palmitat (44 %) dan pada minyak biji kapas (27 %). Sisanya merupakan asam oleat dan linoleat (>80%). Sebagai contoh, asam oleat yang dominan pada minyak olive (zaitun)
26| Makron Kenari
yaitu 78%, minyak safflower (74%), dan minyak bunga matahari (81%). Asam linoleat tinggi pada minyak kedelai (53%), minyak jagung (52%), minyak biji kapas (57%), minyak wijen (45%), dan minyak kacang tanah (41%) (Gunstone, 1996).
C. Manfaat Lain Dari Daging Buah Kenari Pada daging biji kenari, kandungan omega 6 sebanyak 33,46 % dan kandungan omega 3 sebanyak 3,30%, dimana rasio omega 6 dan omega 3 tersebut rnencapai kurang lebih 10: 1, sehingga porsi keseimbangan asam lemak esensial tersebut pada daging biji kcnari sudah ideal untuk menunjang kesehatan tubuh, Walaupun jagung juga merupakan sumber omega, tetapi karena mempunyai rasio omega 6 terhadap omega 3 yang tinggi yaitu 45:1, sebingga dapat dikatakan bahwa biji kenari lebih baik daripada jagung dalam menunjang kesehatan tubuh. Karenanya untuk menyeimbangkan diet omega 6 dan omega 3 yang tcrlanjur tinggi, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dcngan kandungan omega 6 dan omega 3 deogan rasio optimal seperti daging biji kenari, ataupun yang mengandung omega 3 cukup tinggi seperti ikan laut dan sejenisnya. Adapun jenis MUFA yang penting pada daging biji kenari adalah asam oleat atau biasa disebut omega 9, dengan kandungan yang cukup tinggi yaitu 11,8 5 %. Bagi kesehatan tubuh, omega 9 bermanfaat untuk : (I) daya perlindungan yang mampu membantu menurunkan kolesterol LDL yang merupakan kolesterol jahat; 2) menurunkan trigliserida dalam darah ; 3) meningkatkan kolesterol HDL (high density lipoprotein) yang merupakan kolesterol baik; 4) menurunkan total kolesterol dalam darah; 5) ada hasil riset yang menyatakan bahwa omega 6 dalam bentuk tunggal memiliki sifat negatif karena berkaitan dengan peningkatan produksi eicosanoids (stimulan pertumbuhan tumor pada hewan percobaan), namun dengan adanya omega 9 dalam proporsi yang sesuai akan memiliki potensi memblokir produk senyawa eicosanoids LC sehingga peran peran omega 9 dapat mencegah stimulasi negatif omega 6 dan omega 9 merupakan asam lemak tidak jenuh yang sangat renian terhadap oksidasi yang dapat menyebabkan ketengikan maka bila daging biji kenari tidak segera dikonsumsi, sebaiknya bila disimpan ditambahkan antioksidan atau disimpan dalarn freezer, diharapkan dengan cara demikian senyawa omega tersebut tidak menjadi rusak (Sumber Towaha, 2012).
Buah Kenari (Canarium Ovatum)
|27
D. Kandungan Senyawa Phytosterol dan Argioin pada Daging Biji Kenari Selain mengandung senyawa bermanfaat omega 3, omega 6 dan omega 9, ternyata daging biji kenari juga mengandung senyawa bermanfaat lainnya. Hasil sebuah studi yang disajikan pada pertemuan tahunan ke-100 Asosiasi Riser Kanker Amerika Serikat pada tahun 2009 menyatakan bahwa dalam daging biji kenari mengandung senyawa phytostcrol, yakni mcngurangi risiko kanker payudara. Zat tersebut memiliki banyak manfaat lain seperti menurunkan kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah, kadar glukosa, serta menghambat peradangan. Adapun para peneliti dari Marshall University School of Medikat, menyatakan bahwa efek daging biji kenari dalam mencegah dan memperlambat perkembangan kanker payudara dikarenakan adanya sinergi senyawa phytosterol dengan senyawa omega 3. Selanjutnya para pendiri dari University of California Amcrika Serikat, dalam penelitiannya tahun 2009 dengan menggunakan hewan coba pada tikus yang mendapat terapi pemberian daging buah kenari dapat mcngurangi risiko terkena kanker prostat. Walaupun percobaan dilakukan pada tikus, para peneiiti percaya bahwa hasil penelitian tersebut juga relevan jika diterapkan pada manusia. Para peneliti menyarankan, bagi pria dianjurkan untuk mengkonsumsi sekitar 14 butir kenari yang dikupas sebagai makanan diet. Cara ini dipercaya bisa menghambat pertumbuhan s e l kanker prostat yang merupakan penyakit pembunuh pria tertinggi kedua di dunia setelah kanker paru- paru. Selain potensi phytosterol yang dikandungnya, dalam daging biji kenari juga terkandung senyawa asam amino arginin yang cukup tinggi yaitu 3,66 %. Dari 18 asam amino yang terkandung dalam daging b i j i kenari, arginin menduduki posisi ke-2 tertinggi setelah asam glutamat yang 5,21%, dimana kandungan asam glutamat tersebut sangat berkontribusi penting terhadap timbulnya rasa gurih pada daging biji kenari. Asam amino arginin secara klinis telah terbukti efektif sebagai karalis dalam meningkatkan senyawa nitrat oksida, dimana nitrat oksida merupakan senyawa yang banyak berperan dalam proses fisiologis dalam tubuh, di antaranya meningkatkan aliran darah dan melebarkan pembuluh darah sehingga dapat berperan mengobati disfungsi ereksi. Oleh karena, Prof. Kirn Kah Hwi peliti dari Universitas Malaya, Malaysia, pada tahun 2007 telah meramu pil aprodisiak dari ekstrak daging biji kenari yang tersebut dan sudah diuji cobakan pada sekitar 40 orang yang bermasalah dengan ereksi, dan hasilnya sangar positif Di samping itiu pil tersebut
28| Makron Kenari
aman dikonsumsi untuk penderita hipertensi, diabetes atau yang baru saja menjalani operasi jantung (Sumber Towaha, 2012).
Buah Kenari (Canarium Ovatum)
|29
BAB IV BAHAN DAN ALAT A. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung tulang ikan adalah tulang ikan madidihang yang diperoleh dari Pusat Pemfiletan Tuna di Bastiong Kota Ternate. Perebusan tulang dengan menggunakan media air, asam asetat dan asam klorida dilakukan sebelum tulang ikan diproses menjadi tepung tulang ikan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makron kenari adalah daging buah kenari yang diperoleh dari Kota Ternate Propinsi Maluku Utara, terigu, gula, telur, mentega, bubuk vanili dari Pasar Gamalama. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis fisika dan kimiawi adalah H2SO4, alkohol, NaOH, Na2S2O3, HNO3, HClO4, akuades, tablet kjeltab, buffer pH 7 dan pH 4, KH2PO4 (standar fosfor), larutan garam Ca 1000 ppm (standar Ca).
B. Alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang adalah baki, pisau, panci, kompor, oven, autoclave, disc mill, ayakan dan timbangan analitik. Makron kenari dibuat dengan menggunakan alat-alat seperti loyang, cetakan, sendok makan, oven, baskom, mixer dan timbangan. Untuk analisis fisik dan kimia digunakan oven, neraca analitik, labu takar, labu Kjeldhal, penangas air, homogenizer merk Nissei AM-3, AAS(Atomic Absorpstion Spectrophotometer) merk Shimadzu AA-680, Rheoner merk RE 3350 Yamaden, cawan porselin, kertas saring, Whiteness meter merk Kett Electric C-100-3, gelas ukur, erlenmeyer, alat soxhlet, kapas bebas lemak, pipet, kompor listrik, tanur, pH meter, corong, gelas ukur, kertas saring Whatman 42, tabung reaksi sentrifuse, dan alat bantu lainnya untuk uji organoleptik seperti score sheet, piring dan tissue.
C. Analisis Buah Kenari Prosedur analisis buah kenari adalah sebagai berikut; daging buah kenari yang telah dilepas dari kulit keras direndam selama 10 menit dengar air hangat sehingga mudah dilepaskan dari kulit yang berwarna coklat dan mendapatkan daging buah kenari yang berwarna putih, dikeringkan sebentar, dicacah atau dikecilkan ukurannya, mengahasilkan hancuran daging buah kenari dan selanjutnya dilakukan analisis kimia yang meliputi kadar air, protein, lemak, abu, kalsium, fosfor dan serat pangan. Analisis kimia ini dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi pada daging buah kenari sebelum difortivikasi ke dalam produk makron kenari. Prosedur analisis daging buah kenari dapat dilihat pada Gambar 4 .1.
Gambar 4.1. Prosedur pembuatan hancuran daging buah kenari
D. Prosedur Pembuatan Tepung Tulang Ikan Madidihang Pembuatan tepung tulang ikan madidihang dimulai dari limbah tulang ikan madidihang basah dilakukan pembersihan, pencucian dan pemotongan kasar, dilakukan perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap
32| Makron Kenari
dilakukan perebusan) dengan suhu 100 °C, dicuci kembali, dilakukan perebusan dengan media air, asam asetat dan asam klorida dicuci kembali dengan air mengalir, ditiriskan dan dilakukan pemanasan dengan autoclave selama 1 jam dengan suhu 121°C. Pengeringan dengan oven oven suhu ± 60 °C, selama 8 jam selanjutnya diayak dengan ayakan 100 mesh.
Gambar 4.2.Prosedur proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang Bahan dan Alat
|33
Tahapan selanjutnya setelah mendapatkan tepung tulang ikan madidihang adalah melakukan uji fisiko-kimia, ini dimaksudkan agar kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor yang terdapat dalam tepung tulang madidihang diketahui sebagai informasi awal sebelum tepung tulang difortivikasi ke dalam produk makron kenari. Analisis fisik yang dilakukan meliputi; derajat putih, densitas kamba dan daya serap air, sedangkan untuk parameter kimia meliputi; kadar air, abu, lemak, protein, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium, solubiltas fosfor dan nilai pH. Tepung tulang ikan madidihang yang dipilih untuk formulasi makron kenari adalah tepung ikan madidihang yang memiliki solubilitas kalsium dan fosfor tinggi. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 4.2.
E. Prosedur Pembuatan Makron Kenari Makron kenari adalah jenis kue yang dibuat dari adonan keras, melalui proses pemeraman. Bentuk makron sangat berbeda dengan biskuit yang lebih pipih tetapi makron kenari bentuknya agak tebal, padat, renyah dan rasanya agak manis. Industri makron kenari di Maluku Utara perkembangannya tidak terlalu pesat karena kurang mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah sehingga produk ini belum mengalami ekspansi produksi secara besar-besaran. Untuk memperoleh nilai gizi makron kenari yang cukup tinggi, dan memperkaya kandungan mineral berupa kalsium dan fosfor maka dilakukanlah penambahan tepung tulang ikan madidihang kedalam produk makron kenari. Sehingga diharapkan dengan mengkonsumsi makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang diharapkan menjadi sumber alternatif pemenuhan kalsium dan fosfor sehingga dampak defesiensi kalsium yang menimbulkan osteoporosis yang selama ini terjadi dapat teratasi. Beberapa jenis kue kering berbalut kenari yang sangat dikenal di Kota Ternate adalah makron kenari, bagea kenari, dan biskuit kenari. Ketiga jenis kue tersebut saat ini dapat ditemukan dengan mudah pada beberapa pasar swalayan dan pintu masuk perdagangan di Kota Ternate. Kue khas ini telah menjadi trademark Kota Ternate, karena banyak pelancong maupun pendatang yang berkunjung ke Ternate membawanya sebagai oleh-oleh buat keluarga. Bahan-bahan yang digunakan dalam
34| Makron Kenari
pembuatan makron kenari adalah tepung terigu, kenari, mentega, gula, bubuk vanili dan telur. (a) Tepung Terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan makron kenari yang banyak digunakan. Tepung berfungsi untuk pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya serta mendistribusikan secara merata, mengikat gas selama proses pemanggangan. Selain itu pula tepung terigu memegang peranan penting dalam pembentuk cita rasa. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu dibandingkan seralia lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,250,60%, dan gluten basah 24-36%. Menurut Astawan (2002) berdasarkan kandungan gluten tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu : - Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12-13%. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi yang berkualitas tinggi. Contohnya adalah terigu Cakra Kembar. - Medium hard flour. Tepung jenis ini mengandung protein sebesar 78,5%. Tepung ini banyak digunakan untuk macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya adalah terigu Segitiga Biru. - Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuat kue dan biskuit. Contohnya adalah terigu Kunci Biru. (b) Kenari Kenari (Canrium Ovatum Engl) merupakan salah satu komoditas kehutanan yang termasuk famili Burseraceaedan bertipe buah batu. Pohon kenari merupakan pohon dioesis yang selalu hijau dengan tinggi dapat mencapai 20 m bahkan lebih dan diameternya 50 cm, dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ringan maupun berat 0-400 m dpl, serta tahan hidup pada kisaran iklim yang luas. Pohon kenari merupakan pohon yang cocok sebagai penahan angin, dengan percabangannya yang simetris sangat menarik sebagai tanaman pinggiran jalan dan pohon pelindung. Bentuk buah kenari bulat telur sampai agak lonjong. Secara morfologi bagian buah dibagi menjadi kulit, batok buah, dan daging Bahan dan Alat
|35
buah. Daging buahnya (biji kenari) berwarna putih, dan tebal serta terbungkus oleh kulit yang berwarna coklat. Setiap 100 g daging buah kenari mengandung 657 Kal, protein 15 g, lemak 66 g, karbohidrat 13 g, kalsium 92 mg, fosfor 691 mg dan besi 7,7 mg dan kandungan airnya 11 g. Pemanfaatan kenari di Indonesia umumnya masih terbatas. Daging buah kenari secara komersial dimanfaatkan pada pembuatan makron kenari, bagea kenari, roti panggang kenari, roti isi kenari, sagu tumbuk, air jahe dan sebagai penyedap pada es krim. (c) Gula Gula yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1% sampai 2,5% dari berat tepung terigu. Penambahan gula berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh. Gula selain sebagai pemberi rasa manis pada makron kenari, pelunakan gluten, menguatkan flavor dan juga mempengaruhi sifat adonan. Kadar gula yang terlalu tinggi di dalam adonan, akan membuat struktur adonan menjadi lebih cair, dan jumlah udara yang terperangkap dalam adonan akan semakin berkurang. (d) Telur Penggunaan telur dalam pembuatan makron kenari bersifat pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan, sebagai penguat flavor, warna dan kelembutan. Telur mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi, antara lain mengandung delapan asam amino esensial yang baik untuk pertumbuhan anak dan kesehatan tubuh. Telur juga mengandung vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang. Selain itu telur juga mengandung vitamin E, dan kombinasi antara selenium dan vitamin E berperan sebagai antioksidan yang dapat mengurangi resiko kerusakan sel tubuh akibat radikal bebas. (e) Mentega Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan makron kenari. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung sagu sehingga jaringan gluten di dalamnya akan putus dan karakteristik makron kenari setelah pengovenan menjadi tidak terlalu keras dan lebih cepat meleleh di mulut.
36| Makron Kenari
Mentega merupakan produk industri susu karena bahan utama pembuatannya berasal dari lemak hewani atau susu (80-82%) dan ditambah dengan bahan pendukung lainnya seperti air, garam dan padatan susu. Selain itu mentega diperkaya dengan vitamin A, D, E dan K yang tidak larut dalam air. Mentega mampu memberikan rasa kenyang yang lebih lama dan lebih memberikan rasa gurih serta aroma yang lebih tajam pada masakan. (f) Bubuk Vanili Vanili adalah suatu bahan campuran yang ditambahkan kedalam produk pangan dan dapat memberikan kesan aroma yang khas dan berbeda dengan produk lain yang tanpa menggunakan bubuk vanili. Vanili sudah lama digunakan untuk pembuatan makron kenari, yang mempunyai efek sensoris yaitu membantu menimbulkan aroma yang sedap terutama indra penciuman dan dapat diterima oleh mulut. Pembuatan makron kenari dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang mengacu pada metode yang dilakukan oleh UD Falda Ternate (2007) yang dimodifikasi. Dalam pembuatan makron kenari bahan yang digunakan adalah tepung terigu, hancuran kenari, telur, gula, mentega, bubuk vanili. Formula Makron kenari UD Falda Ternate dapat dilihat pada Lampiran 1. Alur proses pembuatan makron kenari adalah sebagai berikut: kuning telur, mentega dan gula diaduk secara merata sampai adonan memutih setelah itu ditambahkan tepung terigu, hancuran kenari, bubuk vanili, tepung tulang ikan madidihang dengan konsentrasi masingmasing: 0%, 0,8%, 1,6%, 2,4% dan 3,2% dan diaduk secara merata selama 2-3 menit sampai terbentuk adonan. Proses pemareman menjadi adonan kemudian adonan dibentuk menjadi makron kenari sesuai ukuran setelah itu makron kenari dipanggang dengan 2 tahapan pada suhu 160 0C selama 5 menit dan suhu 135 0C selama 20 menit, ini bertujuan untuk menghindari tingkat penggosongan. Setelah itu makron kenari diangkat dan didinginkan dalam suhu ruang dan dimasukkan kedalam toples. Analisis makron kenari meliputi uji organoleptik (uji skoring dan perbandingan pasangan), analisis fisik (ketebalan, diameter, berat, dan kekerasan makron kenari) dan analisis kimia (kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, kalsium, fosfor, serta solubilitas kalsium dan fosfor). Skema proses pembuatan makron kenari dapat disajikan pada Gambar 4.3. Bahan dan Alat
|37
Gambar 4.3.
Prosedur proses pembuatan makron kenari
F. Prosedur Analisis Prosedur analisis pada penelitian ini meliputi karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang terdiri dari rendemen, derajat putih, densitas kamba, daya serap air, dan karakteristik kimia terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, nilai pH, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor. Pada produk makron kenari dilakukan analisis organoleptik yaitu uji skoring dan uji perbandingan pasangan. Uji fisik yaitu pengukuran berat, ketebalan, diameter, kekerasan, dan uji kimia
38| Makron Kenari
terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, kadar kalsium, kadar fosfor, solubilitas kalsium dan solubiltas fosfor. 1) Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 2000) Uji organoleptik untuk makron kenari dalam penelitian ini menggunakan uji skoring. Uji ini berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik dan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan makron kenari hasil formulasi dibandingkan produk komersial (perbandingan pasangan). Uji organoleptik dilakukan oleh 30 panelis semi terlatih. 2) Uji Skoring (Soekarto dan Hubeis, 2000) Pada uji ini diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji skoring adalah pemberian suatu nilai atau skor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan hedonik yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. Penilaian organoleptik meliputi: penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur dengan nilai berkisar antara 1 sampai 7. Lembar uji organoleptik makron kenari dengan uji skoring dan lembaran uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1 dan 4. 3) Uji Perbandingan Pasangan (Soekarto dan Hubeis, 2000) Uji perbandingan pasangan adalah uji yang digunakan untuk menentukan kelebihan suatu produk dibandingakan dengan produk contoh lainnya. Makron kenari yang terpilih adalah makron yang paling tinggi nilai rataratanya berdasarkan uji skoring. Kemudian makron formulasi dilakukan uji perbandingan pasangan dengan makron komersial yang diproduksi oleh UD Falda Ternate. Parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan meliputi warna, rasa, kerenyahan, dan penampakan dengan skala -3 sampai 3 (-3= sangat buruk, -2= lebih buruk, -1= agak lebih buruk, dan 0= tidak berbeda, +1= agak lebih baik, +2= lebih baik, +3= sangat lebih baik) (Lampiran 2). Keempat parameter tersebut digunakan untuk mewakili ketertarikan konsumen terhadap produk makron kenari.
Bahan dan Alat
|39
G. Analisis Fisik 1) Rendemen (AOAC, 1995) Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah dengan rumus sebagai berikut: Berat akhir (g) Rendemen (%) =
Berat awal (g)
x 100%
2) Derajat Putih (Faridah et al. 2006) Alat yang digunakan dalam menganalisis tepung tulang ikan madidihang adalah whiteness meter. Prinsip kerja alat ini adalah melalui pengukuran indeks refleksi dari permukaan sampel dengan sensor fotodioda. Semakin putih sampel, maka cahaya yang dipantulkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya semakin jelek sampel maka cahaya yang dipantulkan juga semakin sedikit. Contoh sebanyak 3 gram sampel ditempatkan dalam satu wadah. Suhu sampel diseimbangkan dengan meletakkan wadah sampel di atas tester. Kemudian wadah berisi sampel serta cawan berisi standar (berupa serbuk BaSO4) dimasukkan ke tempat pengukuran dan alat akan menampilkan nilai derajat putih. Pengukuran derajat putih sebagai berikut: Derajat putih (%) =
Derajat putih sampel 110
x 100%
3) Analisis Daya Serap Air Metode Gravimetri (Fardiaz et al. 1992) Sebanyak 1 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam tabung sentrifuse, ditambahkan 10 ml air dan kocok menggunakan fortex mixer. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume supernatan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Daya serap air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Volume air awal (ml)-volume supernatan (ml) Daya serap air (%) =
x 100% Berat kering contoh (g)
40| Makron Kenari
4) Densitas Kamba (Wirakartakusumah et al. 1992) Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. Bahan-bahan yang akan diukur ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dan dibaca volumenya. Densitas kamba dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
5) Uji Kekerasan (Ranggana, 1986) Kekerasan merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheoner RE 3350 dengan jarak 400 x 0,01 mm; sensitifitas 0,2 V; kecepatan 1 mm/s.Sampel ditimbang beratnya dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berbentuk empat persegi panjang (plate yang berlubang dibagian bawahnya). Sejumlah mata pisau dengan diberi beban 50 kg dimasukkan ke dalam sehingga terjadi penekanan, pemotongan terhadap sampel. Pisau naik ke atas dan wadah yang berisi sampel dapat dibuka. Pembacaan nilai kekerasan dapat dilakukan dengan melihat grafik yang terbentuk yaitu dengan membagi peak yang terbentuk dalam kertas grafik dengan milimeter penurunan awal pengujian dan berat sampel. Kekerasan berhubungan dengan kerenyahan makron kenari sejauh mana makron kenari tersebut menjadi remuk.
H. Analisis Kimia 1) Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 °C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Bahan dan Alat
|41
x 100%
Keterangan :
B= B1= B2=
berat sampel (g) berat (sampel cawan + cawan) sebelum dikeringkan (g) Berat (sampel cawan + cawan) setelah dikeringkan (g)
2) Analisis Kadar Abu (AOAC, 1995) Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lalu diabukan dalam tanur suhu 600 °C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu). Setelah didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut : x 100%
3) Analisis Kadar Protein (AOAC, 1995) Sampel ditimbang (1-2 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 dan dididihkan sampai cairan berwarna jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2) ml kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-NaS2O3. Dibawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2% dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor hingga ujung kondensor terendam dalam larutan H3BO3. Hasil dari destilasi ini dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Blanko juga dikerjakan seperti prosedur di atas. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:
x 100%
42| Makron Kenari
4) Analisis Kadar Lemak (AOAC, 1995) Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi contah tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan abu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 5 jam hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Kadar lemak sampel dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: x 100%
5) Analisis Kadar Karbohidrat by Difference (AOAC, 1995) Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar karbohidrat = 100 % - (% kadar air + % protein + % lemak + % abu) 6) Analisis Kadar Kalsium Metode Aas dengan Wet Digestion (Raitz et al. 1987). (a) Pembuatan larutan standar Larutan stok kalsium 1000 ppm dibuat deret standar 2, 4, 8 ppm dengan cara memipet 0,2; 0,4; 0,8 larutan stok Ca 100 ppm, masing-masing kedalam labu ukur 100 ml. Larutan Cl3La.7H2O (lantan) sebanyak 1 ml ke dalam masing-masing labu takar dan ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. (b) Penetapan sampel Pengabuan basah (wet digestion) menggunakan HNO3 65%, H2SO4 9698%, HClO4 60%, dan HCl 37%. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke Bahan dan Alat
|43
dalam erlenmeyer 150 ml dan diberi HNO3 5 ml, kemudian didiamkan selama 1 jam. Ditambahkan H2SO4 (pa = pro analisis) sebanyak 0,4 ml dan dipanaskan kembali selama 30 menit. Sampel diangkat dari hot plate dan diberi larutan HClO4:HNO3 (2:1) sebanyak 3 ml, kembali dipanaskan selama 15 menit hingga sampel menjadi bening. Sampel ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl (pa), setelah sampel bening dipanaskan hingga larut dan didinginkan. Sampel diencerkan sampai volume tertentu (aliquot 100 ml), kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Aliquot diambil sebanyak 1 ml, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades 4 ml serta lantan 0,05 ml selanjutnya divortex, disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat dibaca dengan AAS pada panjang gelombang ( )ג422,7 nm. Hasil absorbansi dibandingkan dengan kurva standar Ca yang telah diketahui. Perhitungannya: –
x 100%
Ca (mg/100g) = % Ca x 1000; FP = Faktor pengenceran. 7) Analisis Kadar Fosfor, Metode Taussky (Anggraeni, 2003) (a) Preparasi Larutan: Sebanyak 10 g ammonium molibdat diencerkan dengan 60 ml akuades dalam labu takar, kemudian ditambahkan 28 ml H2SO4 pekat secara bertahap dan diencerkan dalam akuades hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan ammonium molibdat (NH4)6MnO24.4H2O) 10% (Larutan A). Sebelum dianalisis, larutan A diambil sebanyak 10 ml dan ditambahkan dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO4.7H2O dalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml untuk menghasilkan larutan B. (b) Pembuatan Larutan Standar Sebanyak 4,394 g KH2PO4 dilarutkan dalam akuades sampai 1000 ml agar didapatkan konsentrasi P sebesar 1000 ppm. Sebanyak 10 ml larutan tersebut kemudian diencerkan dengan penambahan akuades 400 ml sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 25 ppm. Kemudian dibuat konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4 dan 5 ppm masing-masing sebanyak 5 ml dengan mengambil larutan standar 25 ppm berturut-turut
44| Makron Kenari
sebanyak 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 ml. Masing-masing volume tersebut ditambahkan 2 ml larutan C dan akuades hingga 5 ml, kemudian dibaca dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. (c) Penetapan Sampel Larutan sampel ditambahkan 2 ml larutan B, lalu dipipet ke dalam kuvet sebanyak 3 ml dan dibaca pada panjang gelombang 660 nm. Nilai absorbansi larutan standar 2, 3, 4 dan 5 ppm diukur dan diregresikan sehingga didapat persamaan y = a + bx. Kemudian nilai absorbansi sampel (y) dimasukkan untuk mendapatkan nilai konsentrasi sampel (x). 8) Mineral Terlarut (Modifikasi Santoso et al. 2006) Sampel sebanyak 5 g ditambahkan ke larutan dengan berbagai tingkatan nilai pH (2, 4, 6) sebanyak 20 ml sampel dan dihomogenkan dengan berbagai tingkatan nilai pH (2, 4, 6) sebanyak 20 ml dan dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer pada kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya sampel diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37 0C selama 4 jam. Kemudian sampel disentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm, 2 0C selama 10 menit untuk memperoleh fraksi terlarut. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no.42. Hasil saringan tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk mengetahui berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk fosfor yang terlarut menggunakan spektrofotometer. Pereakasi kalsium dan fosfor terlarut dihitung dengan membandingkan total kalsium dan fosfor terlarut.
Bahan dan Alat
|45
BAB V HASIL ANALISIS DAGING BUAH KENARI A. Komposisi Kimia Daging Buah Kenari Hasil pengujian komponen kimia gizi kenari (Canarium ovatum) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor serta serat pangan sedangkan pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air, asam asetat dan asam klorida. Masing-masing tepung tulang ikan yang dihasilkan dilakukan analisis fisik meliputi rendemen, derajat putih, daya serap air, densitas kamba dan karakteristik kimia yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, fosfor, solubilitas kalsium dan solubilitas fosfor. Tepung tulang ikan madidihang dengan solubilitas kalsium terbaik, yang digunakan dalam formulasi makron kenari. Tanaman kenari (Canarium ovatum) sudah lama dikenal di Propinsi Maluku Utara khususnya di Ternate dan penghasil terbanyak buah kenari berada di Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan. Namun demikian sentra produksi hasil olahan dari daging buah kenari berada di Kota Ternate. Tanaman ini mempunyai nilai ekonomi yang tinggi bagi kehidupan masyarakat di Maluku Utara karena pemanfaatan tanaman ini sudah dalam skala luas untuk bahan makanan. Kenari selain dikonsumsi sebagai bahan makanan ringan seperti kacang (nut) masyarakat juga sering memanfaatkan tanaman ini sebagai bahan tambahan pembuatan kue khas di Kota Ternate diantaranya (bagea, makron, roti, es krim dan haluwa kenari) dan makanan pendamping minuman lain seperti air goraka (air jahe) serta untuk campuran aneka masakan. Coronel 1993; Maryanto dan Sutrisno, 2011, menyatakan bahwa produk yang paling utama dalam hasil pertanian kenari adalah biji kenari (pili). Biji kenari mempunyai struktur lonjong, warna putih krem dan tekstur keras berminyak.
Menurut Nutritional Food of Taiwan (http/ wikipedia. org/Canarium), biji kenari mengandung zat-zat gizi diantaranya adalah: kalsium, fospor, kalium, protein dan minyak (lemak). Lemak yang terkandung dalam biji kenari berwarna kuningan dan sebagian besar terdiri dari gliserin dan oleat mencapai 44, 4-59,6%, juga mengandung asam cuka dan asam palmitat mencapai 32,6 sampai 38,2%. Biji kenari mengadung bahan organik lemak mencapai 59,6%, sehingga biji kenari memiliki tekstur dan rasa gurih yang khas. Daging buah kenari diduga juga mengandung bahan-bahan organik seperti mengandung lemak nabati (Anonim 2002; Ricard 2001). Biji kenari sebagai produk utama tanaman kenari, banyak dijual di beberapa pasar yang terdapat di kota Ternate salah satunya adalah pasar induk di Ternate. Biji kenari yang dijual di pasar biasanya disimpan cukup lama oleh pedagang, buah kenari yang telah matang dan dengan penjemuran cahaya matahari yang cukup menjadikan buah kenari tahan lebih lama dalam penyimpanan. Batok buah kenari yang tebal digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak dan bisa dijadikan cendera mata yang menarik. Kulit buah kenari yang matang dapat dimakan setelah diolah serta diberi garam dan saus ikan. Kulit ini juga mengandung minyak yang kadang-kadang diekstrak dan digunakan untuk memasak serta penerangan. Pucuk mudanya juga digunakan sebagai lalapan, kayunya digunakan untuk rumah dan kayu bakar. Bentuk buah kenari bulat seperti telur sampai agak lonjong, secara morfologi bagian buah kenari dibagi menjadi kulit buah, batok buah dan daging buah. Kulit buah berwarna mengkilap berwarna hijau pada saat mentah dan berubah menjadi hitam lembayung pada waktu matang. Batok buah memanjang, mengeras, berbentuk segitiga, pangkalnya lancip, ujungnya tumpul dan berwarna coklat muda sampai coklat kehitam-hitaman. Hasil analisis komposisi daging buah kenari dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Komposisi kimia daging buah kenari (Canarium ovatum) Parameter Nilai rata-rata Air (%) 6,57 0,36 Abu (%) 3,46 0,04 Protein (%) 13,29 0,25 Lemak (%) 61,99 0,13 Kalsium (%) 0,05 0,00 Fosfor (%) 0,70 0,00 Serat pangan (%) 15,23 0,28
48| Makron Kenari
Hasil analisis daging buah kenari menunjukkan bahwa kandungan lemak pada daging buah kenari cukup tinggi yaitu 61,98%. Tingginya lemak pada daging buah kenari disebabkan karena daging buah kenari merupakan jenis kacang-kacangan. sedangkan kandungan terendah adalah kalsium 0,05% dan fosfor 0,70%. Kandungan lemak yang tinggi pada daging buah kenari disebabkan karena kenari merupakan jenis kacang-kacangan. Bentuk fisik daging buah kenari dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Bentuk Fisik Daging Buah Kenari Daging Buah kenari memiliki jumlah lemak yang cukup tinggi namun lemak tersebut adalah tergolong lemak asam esensial yang banyak terdapat pada kacang-kacangan, minyak jagung dan kedelei. Komposisi asam lemak yang terdapat pada daging buah kenari (Canarium ovatum) yang dianalisis dengan kromatografi gas adalah laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C!8:0), oleat (C18:1), linoleat (C18:2), dan linolenat (C18:3) (Kakauda et al., 2000). Daging buah kenari yang selama ini ditambahkan pada produk makron kenari ternyata memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang cukup rendah oleh karena itu untuk meningkatkan kandungan gizi makron kenari maka perlu ditambahkan tepung tulang ikan madidihang dengan harapan kandungan kalsium dan fosfor pada tepung tulang ikan dapat meningkatkan nilai gizi produk makron kenari.
Hasil Analisis Daging Buah Kenari
|49
BAB VI ANALISIS TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG A. Karakteristik Fisik Analisis sifat fisik yang dilakukan pada tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) dapat dilihat pada (Tabel 6.1). Tabel 6.1. Karakteristik fisik tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) Media perebusan
Parameter
Air
Asam asetat
Asam klorida
68,33 1,81a 58,87 2,32b 43,33 5,43c a a 45,22 4,57 51,45 1,58 44,95 3,66a 1,06 0,06a 1,08 0,03a 1,09 0,07a a ab 0,92 0,04 0,90 0,02 0,85 0,03b Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti huruf superscripts berbeda (a, b, c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)
Rendemen (%) Derajat Putih (%) Daya serap air (%) Densitas kamba (g/ml) Keterangan:
Rendemen merupakan perbandingan antara produk akhir (tepung tulang ikan madidihang) dengan bahan baku (tulang ikan madidihang). Rendemen dapat dijadikan sebagai parameter yang sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk tulang tersebut. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dari perebusan dalam media air, asam asetat dan asam klorida berturut-turut sebesar 68,33; 58,86 dan 43,33% dapat dilihat pada Gambar 6.1. Rendemen dengan perlakuan asam asetat dan asam klorida lebih rendah dibandingkan dengan air, karena air tidak banyak memecah protein dan lemak, sedangkan jenis asam dapat memecah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga rendemen menjadi lebih sedikit.
Hasil analisis ragam (Lampiran 2a) menunjukkan bahwa pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan menggunakan perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap rendemen, densitas kamba, sedangkan untuk derajat putih, daya serap air tidak berbeda nyata(p> 0,05).
Gambar 6.1. Histogram karakteristik rendemen tepung tulang ikan madidihang Rendemen dapat dijadikan sebagai parameter penting untuk mengetahui nilai ekonomis produk tulang tersebut. Perebusan tulang dengan air menghasilkan rendemen lebih besar karena tulang ikan tidak mengalami degradasi yang cukup besar, sedangkan rendemen dengan menggunakan asam asetat dan asam klorida dapat mendegradasi protein dan lemak yang cukup tinggi bahkan perebusan dengan asam klorida tulang ikan menjadi rapuh dan hancur hal ini diduga karena sifat asam klorida yang termasuk dalam asam kuat sehingga rendemen menjadi lebih sedikit. Nilai derajat putih yang dihasilkan dengan perebusan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida secara berurutan adalah 45,22; 51,45 dan 44,95%. Bila dibandingkan dengan derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80-90%, maka derajat putih tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan lebih kecil dari pada derajat putih tepung terigu merk Bogasari Cap Kunci Biru. Hal ini disebabkan karena tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan tanpa menggunakan pemutih yang biasa digunakan untuk tepung dan dijual dipasaran. Derajat
52| Makron Kenari
putih tepung merupakan faktor yang menunjukkan nilai mutu tepung tersebut. Semakin tinggi derajat putih jenis tepung maka semakin baik pula mutu tepung tersebut. Pemutih yang biasa digunakan adalah benzoil peroksida. Histogram derajat putih dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Gambar 6.2.
Histogram karakteristik derajat putih tepung tulang ikan madidihang
Derajat putih tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan air asam asetat dan asam klorida tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 2b). Hal ini diduga dipengaruhi oleh kekuatan asam dan lama perebusan, dimana dalam hasil yang dilakukan semakin tinggi kekuatan asam maka semakin putih tepung tulang yang dihasilkan. Hal ini seiring dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam yang diberikan maka makin besar pula kemungkinannya untuk mendagradasi pigmen pada tulang ikan. Daya serap air merupakan karakteristik fisik yang cukup penting dalam menentukan higroskopisitas produk kering seperti tepung terigu. Daya serap air tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan tiga perlakuan yaitu air, asam asetat dan asam klorida adalah 1,06; 1,08 dan 1,09% dapat dilihat pada Gambar 6.3.
Analisis Tepung Tulang Ikan Madidihang |53
Gambar 6.3.Histogram daya serap air tepung tulang ikan madidihang. Daya serap air tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan air asam asetat dan asam klorida tidak berbeda nyata (p>0,05). (Lampiran 2c). Perlakuan dengan menggunakan asam hasilnya lebih baik hal ini disebabkan karena asam dapat digunakan untuk memecah protein. Semakin tinggi kadar protein maka makin tinggi pula daya serap air. Densitas kamba (bulk density) merupakan massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu yang dipengaruhi oleh ukuran, bentuk bahan, wadah serta kadar air. Hasil analisis densitas kamba tepung tulang yang dihasilkan dengan tiga perlakuan yaitu air, asam asetat dan asam klorida secara berturut-turut adalah 0,92 g/ml; 0,90 g/ml dan 0,85 g/ml dapat dilihat pada Gambar 6.4. Densitas kamba tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan asam asetat, asam klorida dan air hasilnya berbeda nyata (p<0,05) (Lampiran 2d).
Gambar 6.4.Histogram densitas kamba tepung tulang ikan madidihang.
54| Makron Kenari
Densitas kamba diduga dipengaruhi oleh kandungan asam pada saat perebusan, semakin tinggi kandungan asam maka semakin rendah pula densitas kamba dan sebaliknya semakin rendah kandungan asam maka semakin tinggi pula densitas kamba, ini terlihat dari tiga perlakuan dengan media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida. Densitas kamba tertinggi adalah air dan diikuti oleh asam asetat dan asam klorida, larutan asam diduga menghambat porositas tepung tulang ikan sehingga nilai densitas kambanya rendah.
B. Karakteristik Kimia Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium dan fosfor. Secara lengkap karakteristik kimia tersebut disajikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Karakteristik kimia tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) Media perebusan Parameter Air Asetat asetat Asam klorida Air (%) 3,510,08a 3,340,27b 3,800,08a a a Abu (%) 53,771,91 52,920,98 56,060,59a Protein (%) 24,910,48a 26,110,42a 24,621,71a a a Lemak (%) 8,490,60 8,220,27 7,580,50a Kalsium(mg/g bk) 159,7024,33a 163,4829,79a 149,3520,04a a a Fosfor (mg/g bk) 6,400,99 6,251,17 6,610,51a Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti huruf superscripts berbeda (a,b) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) Kadar air tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan dengan perlakuan air, asam asetat, dan asam klorida secara berurutan adalah 3,51; 3,34 dan 3,80%, ketiga nilai tersebut secara statistik berbeda nyata (Lampiran 3a). Nilai kadar air tersebut hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian Maulida (2005) yaitu 3,76% dan penelitian yang dilakukan oleh Trilaksani et al. (2006) mempunyai nilai yang lebih tinggi yaitu 8,30%. Perbedaan kadar air tersebut dipengaruhi oleh jenis tulang ikan, metode pembuatan termasuk metode pengeringan yang dilakukan. Media perebusan dengan air, asam asetat dan asam klorida menghasilkan kadar abu tepung tulang ikan secara berturut-turut adalah 53,77; 52,92 dan 56,06% secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran Analisis Tepung Tulang Ikan Madidihang |55
3b). Kadar abu yang dilakukan pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Trilaksani et al. (2006) yaitu 77,54%. Kadar abu merupakan gambaran kasar dari kandungan mineral, tetapi kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan kadar mineral (Apriyantono et al. 1989). Protein tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air, asam asetat dan asam klorida masing-masing sebesar 24,91; 26,11 dan 24,62%. Kadar protein tepung tulang dengan media perebusan asam asetat lebih tinggi dibandingkan dengan air dan asam klorida, meskipun ketiga nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 3c). Makin lama suatu bahan berada dalam lingkungan asam maka makin besar pula kemungkinan asam memecah protein sebab asam mempunyai kemampuan untuk memecah protein. Kandungan lemak tepung tulang ikan yang dihasilkan pada perebusan dengan air, asam asetat dan asam klorida masing-masing sebesar 8,49; 8,22 dan 7,58%. Kadar lemak dengan media perebusan air lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat dan klorida hal ini disebabkan oleh sifat asam yang dapat memecah lemak meskipun ketiga nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 3d). Penurunan kadar lemak sangat berpengaruh terhadap daya awet bahan, apabila kadar lemak bahan tinggi maka akan mempercepat ketengikan akibat terjadinya oksidasi lemak. Kalsium merupakan makromolekul yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi. Tulang ikan memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi terutama dalam bentuk kalsium fosfat. Kalsium fosfat merupakan mineral yang sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi serta berguna untuk metabolisme tubuh dan kebutuhan asupan kalsium dan gizi seimbang yang harus disediakan setiap hari. Kandungan kalsium pada tulang ikan madidihang dengan media perebusan asam asetat yaitu 163,48 mg/g bk, asam klorida, 149,35 mg/g bk dan air yaitu 159,70 mg/g bk secara statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 3e). Kandungan Ca tertinggi adalah perebusan dengan menggunakan asam asetat, hal ini disebabkan karena perbedaan media asam yang digunakan pada perebusan tulang ikan madidihang. Kandungan fosfor pada tulang ikan madidihang dengan media perebusan asam klorida lebih tinggi yaitu 6,61 mg/g bk, air adalah 6,40 mg/g bk; dan asam asetat6,25 mg/g bk, ketiga nilai tersebut secara
56| Makron Kenari
statistik tidak berbeda nyata (Lampiran 3f). Kandungan mineral kalsium dan fosfor dipengaruhi oleh media perebusan dan juga faktor-faktor ekologis pada saat penangkapan yaitu musim, ketersediaan nutrisi, suhu dan salinitas. Rasio perbandingan antara kalsium dan fosfor berpengaruh erat dalam proses absorpsi. Rasio kalsium dan fosfor pada tepung tulang ikan dengan media perebusan air adalah 25:1, sedangkan media perebusan asam asetat dan asam klorida masing-masing 26:1 dan 23:1. Absorpsi kalsium yang baik, diperlukan perbandingan Ca:P di dalam rongga usus (di dalam hidangan) 1:1 sampai 1:3 dengan pH usus yaitu < 6. Perbandingan Ca : P lebih besar dari 1:3 akan mengahambat penyerapan Ca.
C. Solubilitas Kalsium Persen solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang meningkat secara nyata dengan meningkatnya derajat keasaman, dimana persen solubilitas tertinggi pada pH 2 media perebusan asam asetat yaitu 24,76. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian Yoshie et al (1997); Santoso et al. (2006) yang masing-masing mempelajari solubilitas mineral seafood dan seaweeds dalam berbagai kondisi keasaman. Hasilnya menunjukkan bahwa solubilitas mineral (Ca, Mg, Fe, Zn) tertinggi terjadi pada suasana asam dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya nilai pH dan sebaliknya, demikian pula persen penyerapannya. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Muchtadi et al. (1989) tingkat keasaman (pH) pada usus halus berpengaruh langsung terhadap penyerapan kalsium dan fosfor didalam tubuh. Bahan pangan dengan jumlah kalsium yang tinggi bukan satusatunya syarat untuk dijadikan sumber kalsium yang berguna bagi tubuh. Syarat lainnya adalah kalsium dalam bahan pangan harus bersifat bioavailable agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Salah satu indikator sumber kalsium bersifat bioavailable adalah memiliki kelarutan yang tinggi pada larutan dengan pH dibawah 6 (Santoso et al. 2006). Solubilitas kalsium pada tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Analisis Tepung Tulang Ikan Madidihang |57
Tabel 6.3. Solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang Nilai pH 2 4 6
Air 7.42 ± 0.48c 5.60 ± 0.98c 6.07 ± 0.46c
% Ca Asam asetat 24.75 ± 3.43a 20.96 ± 1.69a 20.89 ± 2.74a
Asam klorida 18.85 ± 1.71b 10.88 ± 0.69b 12.82 ± 1.23b
Hasil analisis solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang menurun seiring dengan meningkatnya nilai pH atau derajat keasaman (Gambar 6.5).
Gambar 6.5. Solubilitas Ca tepung tulang ikan madidihang Berdasarkan hasil analisis ragam tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 4a), terlihat bahwa perendaman dalam asam asetat menghasilkan nilai solubilitas tertinggi dan berbeda nyata dengan media perebusan air dan asam klorida pada semua kondisi pH yang diujikan. Perebusan dengan menggunakan asam asetat pada pH 2 memiliki nilai solubilitas Ca yang tinggi (24,75%) sehingga dipilih untuk diaplikasikan pada produk makron kenari sedangkan asam asetat pH 4 dan 6 adalah yang terendah. Lampiran 4b dan 4c.
D. Solubilitas Fosfor Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan air, asam asetat dan asam klorida berdasarkan pH berbeda (2, 4 dan 6) didapatkan hasil yang terbaik pada pH 2. Solubilitas fosfor terbaik adalah dengan
58| Makron Kenari
perebusan asam asetat pada pH 2 yaitu 1,79% dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang Nilai pH %P Air Asam asetat Asam klorida 2 1.03 ± 0.05a 1.79 ± 0.72a 0.77 ± 0.54a 4 1.70 ± 0.51a 1.65 ± 0.43a 0.58 ± 0.31b 6 0.95 ± 0.24b 2.10 ± 0.43a 0.67 ± 0.35b Hasil analisis solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang juga menurun seiring dengan meningkatnya nilai pH atau derajat keasaman menjadi rendah dapat dilihat pada Gambar 6.6.
Gambar 6.6. Grafik solubilitas P tepung tulang ikan madidihang Nilai solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan air pada pH 2, 4 dan 6 adalah 1,03; 1,70; 0,95%, asam asetat yaitu 1,79; 1,65; 2,10% dan asam klorida 0,77; 0,58 dan 0,67% (Lampiran 4d). Semakin rendah nilai pH, nilai solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi nilai pH semakin tinggi pula nilai solubilitas fosfor. Faktor pendorong yang mempengaruhi daya serap mineral adalah pH asam, sedangkan faktor yang merupakan penghambat adalah kondisi pH basa, keberadaan serat dan asam fitat. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4e, 3e dan 4f). Metode penepungan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05), sedangkan fariasi nilai pH memberikan pengaruh yang nyata terhadap solubilitas fosfor. Berdasarkan nilai pH, Analisis Tepung Tulang Ikan Madidihang |59
pada pH 2 nilai solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan perebusan asam asetat lebih tinggi. Hal ini karenakan perebusan dengan menggunakan asam asetat yang memudahkan kalsium keluar dari tepung tulang ikan yang akhirnya lebih mudah untuk diserap. Solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang dengan media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida meningkat secara nyata seiring dengan meningkatnya derajat keasaman (pH rendah), dimana persen solubilitas tertinggi dihasilkan pada pH 2 dengan media perebusan asam asetat. Kondisi diatas sejalan dengan hasil penelitian Yoshie et al (1997); Santoso et al. (2006) yang masing-masing mempelajari solubilitas mineral seafood dan seaweeds dalam berbagai kondisi keasaman. Hasilnya juga menunjukkan bahwa solubilitas mineral (Ca, Mg, Fe, Zn) tertinggi terjadi pada suasana asam dan akan menurun sejalan dengan penurunan derajat keasaman dan sebaliknya, demikian pula persen penyerapannya.
60| Makron Kenari
BAB VII HASIL ORGANOLEPTIK MAKRON KENARI A. Pembuatan Makron Kenari Hasil organoleptik terhadap pembuatan makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang terbaik dengan memiliki nilai solubilitas kalsium dan fosfor yang tinggi. Formula makron kenari yang dibuat hasilnya terdiri dari 5 formulasi yaitu: 0%; 0,8%, 1,6%, 2,4% dan 3,2%. Gambar Makron kenari formulasi dapat dilihat pada Gambar 7.1.
Gambar 7.1.
Makron Kenari Formulasi
Formulasi makron yang dihasilkan selanjutnya diuji dengan menggunakan uji organoleptik skoring untuk mendapatkan 2 formulasi terbaik yang selanjutnya dilakukan uji perbandingan pasangan dengan produk komersial (makron kenari) yang biasa dijual dipasaran dengan menggunakan analisis fisik dan kimia serta analisis solubilitas kalsium dan fosfor. Dalam uji organoleptik yang dilakukan terhadap makron kenari
hasil formulasi dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang meliputi uji skoring dan uji perbandingan pasangan. Soekarto dan Hubeis (2000), menyatakan bahwa uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indra yaitu indera penglihatan, penciuman, pencicipan dan peraba. Dalam melakukan suatu penilaian, panelis dituntut menggunakan indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap ransangan. Tujuan dari pengenalan sifat organoleptik pangan ini adalah mengenal beberapa sifat-sifat organoleptik beberapa produk dan melatih panca indera untuk mengenal jenis-jenis ransangan. Uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap suatu produk yang dihasilkan. (Lampiran 4a, 4b,4c.4d,4e,4f dan 4g). Hasil uji organoleptik terhadap 5 formulasi makron kenari dapat dilihat pada Tabel 7.1. Tabel 7.1. Parameter Penampakan Warna Aroma Rasa Tekstur
Karakteristik organoleptik makron kenari A0 4,631,54a 4,231,30a 5,001,08a 4,531,22ab 5,201,06a
A2 3,871,20b 4,231,07a 4,871,46a 4,771,30a 5,201,21a
Formulasi A4 4,501,07ab 4,501,22a 4,431,17a 4,271,17ab 5,071,11a
A6 4,001,44ab 4,171,34a 4,571,19a 4,471,43ab 5,431,17a
A8 4,731,31a 4,131,38a 4,601,28a 3,831,37b 4,831,15a
B. Parameter Kenampakan Kenampakan merupakan parameter yang dapat dilihat pada makron kenari secara visual yang menyebabkan panelis tertarik dan suka pada produk tersebut. Kenampakan suatu produk makanan merupakan faktor penarik utama sebelum panelis menyukai sifat mutu sensori yang lainnya seperti rasa, aroma, dan tekstur. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik. Hasil penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 3,87 sampai 4,73 (tidak rapih sampai sangat rapih). Nilai penampakan tertinggi makron kenari berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampakan produk makron kenari yang dihasilkan dapat disajikan pada Gambar 7.2.
62| Makron Kenari
Gambar 7.2.Rata-rata penilaian panelis terhadap penampakan makron kenari Berdasarkan nilai rata-rata organoleptik penampakan tertinggi adalah makron kenari A8 dengan nilai rata-rata 4,73 atau termasuk skala rapih sedangkan nilai terendah dicapai oleh makron kenari A2 dengan nilai rata-rata 3,87 atau termasuk skala agak kurang rapih. Semakin tinggi penambahan konsentrasi tepung tulang menyebabkan adonan agak keras sehingga lebih mudah untuk dicetak dan menghasilkan penampakan makron kenari yang rapih. Proses pemanasan mengakibatkan adonan kue mengalami perubahan. Panas menyebabkan mentega meleleh, membentuk pola cetakan dan dehidrasi terjadi pada adonan membentuk formulasi yang kompak.
C. Parameter warna Warna merupakan sifat sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. Warna dalam bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam keterterimaan makanan. Selain itu warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Dari hasil panelis terhadap warna makron kenari penambahan tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 4,13 sampai 4,50 (berwarna kuning sampai sampai mendekati kecoklatan). Warna makron kenari formula A4 mempunyai nilai rata-rata tertinggi (4,50) sedangkan formula A8 mempunyai nilai terendah (4,13). Hal ini disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang ditambahkan. Pigmen Hasil Organoleptik Makron Kenari |63
alam adalah segolongan senyawa yang terdapat dalam produk yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap warna produk makron kenari pada (Gambar 7.3). 7.00 6.00
Warna
5.00
4.23a
4.23a
A0
A2
4.50a
4.17a
4.13a
A6
A8
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A4 Tingkat penambahan tepung
Gambar 7.3. Rata-rata penilaian panelis terhadap warna makron kenari Warna makron kenari hasil formulasi mempunyai nilai rata-rata tertinggi adalah A4 (4,50) yang termasuk dalam skala yang agak lebih cerah (Lampiran 5b). Hal ini disebabkan karena warna makron kenari yang dihasilkan tidak berwarna pucat karena pengaruh bahan yang digunakan. Warna makron kenari hasil formulasi adalah kuning sampai kuning kecoklatan. Warna coklat pada sebagian makron kenari yang dihasilkan setelah pemanggangan merupakan reaksi pencoklatan nonenzimatis atau reaksi Maillard. Reaksi pencoklatan ini terjadi karena gugus amino pada asam amino, peptida, dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin.
D. Parameter Aroma Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa
64| Makron Kenari
enak dari produk makanan itu sendiri. Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau yaitu aroma, asam, tengik, dan hangus. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap aroma makron kenari (Gambar 7.4). 7.00 6.00 5.00a
Aroma
5.00
4.87a 4.43a
4.57a
4.60a
A4
A6
A8
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A0
A2
Tingkat penambahan tepung
Gambar 7.4. Rata-rata penilaian panelis terhadap aroma makron kenari. Berdasarkan hasil uji panelis terhadap aroma makron kenari nilai rata-rata aroma tertinggi adalah A0 (5,00) yang termasuk dalam skala agak lebih harum. Hal ini disebabkan karena formula A0 tidak diberi penambahan tepung tulang ikan madidihang sehingga tidak muncul aroma khas dari tulang ikan madidihang. (Lampiran 5c). Aroma khas tulang ikan madidihang kurang disukai walaupun sudah melalui proses perebusan menggunakan asam tetapi bau khas masih tetap muncul. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma karena bau ikan kering.
E. Parameter Rasa Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecep atau Hasil Organoleptik Makron Kenari |65
lidah. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tersebut tidak laku. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallismenunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap rasa makron kenari yang dihasilkan (Gambar 7.5). 7.00 6.00
Rasa
5.00
4.53ab
4.77a 4.27ab
4.47ab 3.83b
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A0
A2
A4
A6
A8
Tingkat penambahan tepung
Gambar 7.5. Rata-rata penilaian panelis terhadap rasa makron kenari Dari hasil panelis terhadap rasa makron kenari rasa yang tertinggi adalah formulasi A2 yaitu 4,77 (enak) dan terendah adalah A8 yaitu 3,83 (agak kurang enak). (Lampiran 5d). Hal ini disebabkan karena penambahan tepung tulang ikan madidihang mempengaruhi rasa dari makron kenari formulasi yang dihasilkan.Rasa yang timbul pada makron kenari berasal dari kenari, tepung tulang ikan dan bahan-bahan lain yang ditambahkan dalam adonan. Penambahan tepung tulang ikan madidihang pada makron kenari memberikan rasa yang khas sesuai dengan kesukaan panelis. Secara umum rasa dikelompokkan dalam papila yang tampak peka terhadap lebih dari satu rasa. Penyebaran keempat jenis reseptor pada lidah menciptakan daerah kepekaan, rasa manis pada ujung lidah, pahit pada bagian belakang, asam pada bagian tepi dan asin pada kedua tepi dan ujung.
66| Makron Kenari
F. Parameter Tekstur Teksur merupakan komponen dan unsur struktur yang ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dalam segi aliran deformasi. Tekstur suatu bahan tergantung pada keadaan fisik bahan tersebut sehingga penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, kerenyahan, dan elastisitas. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap tekstur makron kenari (Gambar 7.6). 7.00 6.00
5.20a
5.20a
A0
A2
5.43a
5.07a
4.83a
Tekstur
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 A4
A6
A8
Tingkat penambahan tepung
Gambar 7.6. Rata-rata penilaian panelis terhadap tekstur makron kenari Nilai rata-rata tekstur mempunyai nilai tertinggi adalah makron kenari formulasi A6 yaitu 5,43 yang termasuk dalam skala agak lebih renyah dan terendah adalah makron kenari A8 yaitu 4,83 dengan skala renyah. (Lampiran 5e). Penambahan tepung tulang ikan madidihang ke dalam produk makron kenari mempengaruhi tekstur karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan maka makron kenari semakin keras, hal ini berhubungan dengan kandungan kalsium dan fosfor yang besar dalam tepung tulang ikan madidihang sehingga tekstur makron kenari juga akan berubah sesuai dengan banyaknya penambahan konsentrasi tepung tulang ikan.
Hasil Organoleptik Makron Kenari |67
Tekstur makron kenari formulasi dengan penambahan konsentrasi tepung tulang ikan masih dapat diterima oleh panelis dan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Testur merupakan segi penting dari mutu makanan, kadang-kadang lebih penting daripada bau, rasa dan warna.
G. Uji Perbandingan Pasangan Uji perbandingan pasangan dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan produk baru apabila dibandingakan dengan produk komersial. Uji perbandingan pasangan dilakukan antara dua formulasi makron kenari terbaik yaitu penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% dan 1,6% terhadap makron kenari komersial (Lampiran 6a dan 6b). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap makron kenari formulasi. Untuk mewakili tingkat formulasi maka dipilih dua formulasi makron kenari terbaik, yang masing-masing diambil satu tingkat formulasi terendah, tingkat formulasi tertinggi. Produk komersial yang digunakan sebagai pembanding adalah “Makron Kenari MM Bakery” diproduksi oleh UD Falajawa Ternate. Parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan meliputi penampakan, warna, kerenyahan dan rasa. Keempat parameter tersebut digunakan dengan pertimbangan mampu mewakili ketertarikan konsumen terhadap produk makron kenari. Penilaian dilakukan dengan kriteria subyektif yang dikonversikan menjadi angka parameter yang diuji dalam uji perbandingan pasangan adalah meliputi warna, rasa, kerenyahan dan penampakan dengan skala -3 sampai 3, dimana -3=sangat buruk, -2=lebih buruk, -1=agak lebih buruk, dan 0=tidak berbeda, +1=agak lebih baik, +2=lebih baik, +3=sangat lebih baik untuk mendapatkan nilai-nilai kelebihan dan kekurangan dari dua formulasi makron kenari terbaik dibandingkan dengan makron kenari komersial. Secara umum penambahan tepung tulang ikan tidak mempengaruhi penilaian panelis secara nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur. Hasil ini mengindikasikan bahwa keberadaan bahan asing yaitu tepung tulang ikan yang sengaja ditambahkan pada produk makron kenari tidak mengganggu penerimaan panelis. Berdasarkan nilai rata-rata dari kesemua parameter, terdapat
68| Makron Kenari
Nilai Rata-rata Perbandingan Pasangan
kecenderungan bahwa makron kenari A2 dan A4 mempunyai nilai ratarata organoleptik lebih tinggi. Makron kenari formulasi terbaik A2 dan A4 selanjutnya dibandingan dengan makron kenari komersial melalui uji perbandingan pasangan (Gambar 7.7). Terlihat bahwa kedua formulasi mempunyai nilai yang lebih tinggi pada semua parameter. 3.00 1.83
2.00
2.27
2.03 1.57
1.47
1.63 1.77
1.10 1.00 0.00 Penampakan
Rasa
Warna
Kerenyahan
-1.00 -2.00 -3.00 Parameter A2
A4
Gambar 7.7. Histogram nilai perbandingan pasangan makron kenari Berdasarkan hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0,8% adalah 1,10 (1), yang menunjukkan bahwa penampakan agak lebih baik dari produk komersial sedangkan makron kenari tepung tulang ikan madidihang 10% adalah 1,47 (1) yang menunjukkan bahwa penampakan agak lebih baik dari produk komersial (Lampiran 7a). Warna makron kenari secara berurutan adalah 1,57 (1), dan 2,27 (2), berarti warnanya lebih baik dari produk komersial (Lampiran 7b). Makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0,8% dan 1,6% mempunyai nilai rata-rata rasa secara berurutan adalah 1,83 (1), dan 2,03 (2), berarti rasanya lebih enak dari produk komersial (Lampiran 7c). Nilai rata-rata kerenyahan makron kenari adalah 1,63 (1), dan 1,77 (1), ini berarti bahwa kerenyahan makron kenari formulasi lebih baik dari makron kenari komersial (Lampiran 7d).
Hasil Organoleptik Makron Kenari |69
H. Karakteristik Fisik Makron Kenari Dua Formulasi Terbaik Karakteristk fisik yang dianalisis meliputi berat, ketebalan, diameter, dan kekerasan makron kenari. Pengujian dilakukan terhadap makron kenari formulasi A0, dan dua makron kenari terpilih A2 dan A4 dengan makron kenari komersial. Hasil analisis karakteristik fisik dapat dilihat pada Tabel 7.2. Tabel 7.2. Karakteristik fisik makron kenari formulasi dan komersial Formulasi Berat (g) Komersial A0 A2 A4
8.00 ± 0.10a 6.00 ± 0.10b 6.00 ± 0.10b 6.00 ± 0.10b
Ketebalan (mm) 1.80 ± 0.10a 1.50 ± 0.10b 1.50 ± 0.10b 1.50 ± 0.10b
Parameter Diameter (mm) 4.00 ± 0.10a 3.00 ± 0.10b 3.00 ± 0.10b 3.00 ± 0.10b
Kekerasan (gf) 1666.67 ± 61.10a 1654.00 ± 12.17a 1682.00 ± 33.05a 1671.67 ± 10.41a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf superscripts berbeda (a, b) menunjukkan hasil berbeda nyata (p< 0,05). Secara fisik, makron kenari hasil formulasi (A0, A2 dan A4) mempunyai nilai rata-rata berat, tebal dan diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan produk komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 8a, 8b dan 8c). Hal ini sangat dimungkinkan karena proses pembuatannya dilakukan secara manual. Meskipun demikian kesemua makron kenari mempunyai karakteristik kekerasan yang hampir sama nilainya, berkisar antara 1654,00 gf (A0) sampai 1682,00 gf (A2). Tingkat kekerasan makron kenari berhubungan dengan kadar protein tepung terigu dan tepung tulang ikan serta kandungan kalsium dan fosfornya. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan makron kenari formulasi dengan kadar protein 8%, sedangkan kadar protein tepung tulang ikan madidihang 24,62%. Matz (1993) menyatakan bahwa tingkat kekerasan biskuit dipengaruhi oleh kadar protein tepung terigu yang digunakan. Kandungan mineral yang terdapat dalam tepung tulang ikan madidihang adalah kalsium dan fosfor. Hal ini mengakibatkan formulasi makron kenari yang ditambahkan memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Semakin besar tepung tulang ikan yang ditambahkan maka semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh. Tetapi dalam penelitain ini semakin tinggi konsentrasi tepung tulang ikan yang ditambahkan kedalam produk
70| Makron Kenari
makron kenari semakin rendah nilai kekerasannya hal ini diduga karena pada saat pembuatan adonan, adonan belum tercampur secara rata dan kemungkinan yang kedua campuran kenari yang ditambahkan kedalam produk jumlahnya tidak merata sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan makron kenari. Ketebalan tidak berpengaruh terhadap nilai kekerasan tetapi campuran adonan sangat berpengaruh terhadap nilai kekerasan.
I. Karakteristik Kimia Makron Kenari Komersial dan Formulasi Karakteristik kimia yang dianalisis adalah kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat (by diffence), pH, kalsium dan fosfor. Pengujian tersebut dilakukan terhadap makron kenari formulasi A0, A2 dan A4 serta produk komersial. Hasil analisis karakteristik kimia dapat dilihat pada Tabel 7.3. Tabel 7.3. Karakteristik kimia makron kenari tepung tulang ikan madidihang Parameter
Formulasi Komersial
A0
A2
A4
Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) pH Kalsium(mg/g bk)
2,86 0,06a 1,51 0,11a 7,90 0,07a 40,66 0,76a 49,75 0,85b 6,69 0,09a 0,38 1,11c
2,01 0,20b 1,45 0,22a 6,89 0,33b 34,821,62b 56,851,71a 4,75 0,06c 0,26 0,25c
2,49 0,60ab 1,81 0,54a 6,93 0,21b 34,741,64b 56,512,33a 4,81 0,04bc 1,75 0,08b
2,12 0,40b 2,03 0,53a 6,86 0,10b 32,94 0,44b 58,17 0,65a 4,87 0,04b 3,19 0,30a
Fosfor (mg/g bk)
0,78 0,07c
0,80 0,13c
1,64 0,18b
2,47 0,20a
Keterangan : Angka-angka dalam baris yang sama dan diikuti oleh huruf superscripts berbeda (a, b, c) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). A0 =Kontrol (0%) A2 = Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4 = Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% Komersial = Makron kenari “MM Bakery” produk Falda Ternate. Kadar air mempunyai peranan penting dalam menentukan daya awet dari bahan pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan kimia, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis. Bahan pangan yang mempunyai kadar air yang rendah dapat memberikan Hasil Organoleptik Makron Kenari |71
keuntungan yaitu bahan akan menjadi lebih tahan lama dan awet bila disimpan. (a). Kadar air Kadar air tertinggi dicapai oleh makron kenari komersial dengan nilai 2,86% sedangkan kadar air terendah adalah A0 dengan nilai 2,01%. Nilai kadar air makron kenari formulasi lebih rendah dibandingkan dengan makron kenari komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 9a). Mengacu pada kadar air maksimal produk yang menyerupai, yaitu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 adalah 5%, sehingga kesemua produk yang dianalisis memenuhi standar SNI. (b). Kadar abu Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat organik. Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium, fosfor, natrium, tembaga (Winarno 1995). Disamping itu menurut (Apriyantono et al. 1989) kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandunga dalam bahan pangan tersebut. Makron kenari dengan penambahan 10% tepung tulang ikan madidihang (A4) mempunyai nilai kadar abu tertinggi yaitu 2,03%; meskipun nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata dengan formulasi lainnya (Lampiran 9b). Jika dibandingkan dengan kadar abu biskuit sesuai dengan SNI 01-2973-1992 yaitu maksimum sebesar 1,5% maka hanya makron kenari komersial dan formula A0 yang memenuhi standar tersebut. (c). Kadar protein Kadar protein sangat dipengaruhi oleh formulasi bahan baku sedangkan perlakuan proses pemanggangan tidak memberikan perbedaan terhadap kandungan protein produk, karena proses yang dilakukan terjadi dalam waktu singkat sehingga dapat meminimumkan kerusakan protein. Kadar protein akan rusak pada suhu oven 230 0C selama 30 menit. Kandungan protein ketiga formulasi makron kenari lebih rendah dibandingkan dengan produk komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 9c). Mengacu pada kadar protein biskuit berdasarkan SNI 01-2973 1992 yang mensyaratkan kandungan minimum 9%, maka kesemua produk tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
72| Makron Kenari
(d). Kadar lemak Kadar lemak adalah kelompok dengan ikatan organik yang terdiri dari atas unsur-unsur C, H dan O yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti petroleum benzena, ether. Lemak dalam makanan yang memegang peranan penting adalah lemak netral. Produk makron kenari komersial mempunyai kandungan lemak tertinggi 40,66% dan berbeda nyata dengan produk formulasi. Kandungan lemak ketiga formulasi makron kenari lebih rendah dibandingkan dengan produk komersial dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 9d). SNI 01-2973-1992 mensyaratkan kandungan minimum lemak adalah 9,5%; sehingga semua produk memenuhi persyaratan tersebut. Kandungan lemak yang tinggi pada produk makron kenari berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi terutama daging buah kenari, mentega dan tepung tulang ikan. (e). Kadar karbohidrat Kadar karbohidrat ditentukan dengan by difference yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak dan kadar abu sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini disebabkan karena karbohidrat sangat berpengaruh pada faktor kandungan zat gizi lainnya. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan perhitungan kasar sebab karbohidrat yang dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna. Makron kenari komersial mempunyai kandungan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan makron kenari formulasi dan secara statistik berbeda nyata dengan produk komersial (Lampiran 9e). Kandungan karbohidrat pada semua produk makron kenari belum memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-2973-1992 adalah 70%. (f). Pengukuran pH Derajat keasaman pH perlu dilakukan untuk mengetahui secara fisik atau kimia agar pada satu bahan tidak ditumbuhi mikroba. Menurut Tanuwidjaja (2002) yang diacu Mulia (2004) mengemukakan bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi tepung tulang ikan maka akan terjadi penurunan pH. Selanjutnya menurut Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa, derajat keasaman (pH) sangat menguntungkan bagi pertumbuhan Hasil Organoleptik Makron Kenari |73
bakteri perusak dan patogen adalah pH lebih dari 4,6 sampai dengan pH 7. Makron kenari komersial mempunyai nilai pH tertinggi yaitu 6,69 dan secara statistik berbeda nyata (Lampiran 9f). Produk formulasi mempunyai kisaran nilai pH antara 4,75 dan 4,87. Rendahnya nilai pH produk formulasi mempunyai keuntungan pada proses kelarutan dan penyerapan mineral, termasuk Ca dan P. Makron kenari yang dibuat dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang yaitu formulasi A2 dan A4 mempunyai kandungan Ca dan P tinggi dan berbeda nyata dengan produk kontrol dan komersial. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penelitian yaitu menghasilkan makron kenari dengan kandungan Ca dan P tinggi melalui penambahan tepung tulang ikan madidihang. (g). Kadar kalsium Unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak adalah kalsium. Unsur ini terdapat pada pakan hewan dan makanan manusia seperti pada tulang, susu dan sayuran. Sekitar 99% kalsium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi. Unsur ini mempunyai fungsi penting di dalam tubuh selain fungsi lainnya. Hasil analisis kadar kalsium makron kenari komersial dan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang tertinggi adalah 3,19 mg/g bk dan terendah adalah 0,26 mg/g bk. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa makron kenari formulasi A4 memiliki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan makron kenari komersial, A0, A2 sehingga dapat disimpulkan bahwa makron kenari formulasi berbeda nyata dengan makron kenari komersial (Lampiran 9g). Tingginya kandungan kalsium pada makron kenari disebabkan karena semakin banyak penambahan tepung tulang ikan madidihang maka semakin tinggi pula kandungan kalsium. Tepung tulang ikan madidihang mempunyai kandungan kalsium yang tinggi disamping itu komponen tambahan kalsium lain yang bersumber dari telur, mentega dan kenari. (h). Kadar fosfor Fosfor merupakan komponen mineral kedua terbanyak dalam tubuh manusia dan cukup penting peranannya karena bersama dengan kalsium akan membentuk struktur tulang dan gigi. Perbandingan antara kalsium dan fosfor dalam tubuh manusia normal adalah 1:3. Hasil analisis fosfor
74| Makron Kenari
makron kenari komersial dan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang tertinggi adalah 2,47 mg/g bk dan terendah adalah 0,78 mg/g bk. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa makron kenari formulasi A4 memiliki kadar fosfor lebih tinggi dibandingkan dengan makron kenari komersial, A0, A2 sehingga dapat disimpulkan bahwa makron kenari formulasi berbeda nyata dengan makron kenari komersial (Lampiran 9h). Tingginya kandungan fosfor seiring dengan tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang ini diduga karena kandungan fosfor yang terdapat dalam tulang ikan madidihang cukup tinggi ditambah dengan komponen fosfor dari sumber lain yaitu kenari, mentega dan telur.
J. Solubilitas Kalsium Tingginya solubilitas Ca dalam tubuh dipengaruhi oleh asupan gizi yang seimbang, umur dan serat serat pangan. Untuk mengetahui sejauh mana penyerapan kalsium dalam tubuh maka harus dilakukan secara in vitro dan in vivo. Hasil analisis solubilitas kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial dapat disajikan pada Tabel 7.4. Tabel 7.4. Solubilitas kalsium makron kenari formulasi dan komersial % Ca
Nilai pH 2 4 6
Komersial 1,70 0,29dc 0,65 0,08d 0,54 0,07d
A0 1,86 0,20dc 0,84 0,07d 0,76 0,12d
A2 6,29 4,05ab 1,97 0,46dc 3,86 3,40bc
A4 7,99 0,23a 2,10 0,17dc 1,97 0,22dc
Keterangan: Angka-angka dalam sel yang diikuti oleh huruf superscript berbeda (a, b, c, d) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) pada kombinasi perlakuan dan pH. Tabel 12 menunjukkan persen solubilitas kalsium makron kenari meningkat seiring dengan menurunnya nilai pH. Pada pH 2, persen solubilitas kalsium memiliki nilai tertinggi pada makron kenari A4 sebesar 7,99%; A0 sebesar 1,86% dan A2 sebesar 6,29% sedangkan makron kenari komersial sebesar 1,70% (Lampiran 9i). Persentase solubilitas
Hasil Organoleptik Makron Kenari |75
kalsium akan menurun seiring dengan peningkatan nilai pH atau derajat keasaman menurun (Gambar 7.8).
Gambar 7.8. Grafik solubilitas kalsium makron kenari komersial dan formulasi (A0, A2, A4) pada berbagai nilai pH Berdasarkan Gambar 22, secara umum dapat disimpulkan bahwa nilai solubilitas kalsium yang paling tinggi adalah pada pH 2, sedangkan pH 4 dan 6 memiliki nilai solubilitas kalsium yang lebih rendah. Persen solubilitas Ca terbaik dihasilkan oleh makron kenari formulasi A4 pada pH 2 dengan nilai sebesar 7,99%. Nilai kelarutan tersebut menurun seiring dengan meningkatnya nilai pH. Persen kelarutan Ca pada produk makron kenari lebih rendah dibandingkan dengan bentuk tepungnya. Hal ini disebabkan karena adanya proses pengolahan dan interaksi dengan komponen zat gizi lain yang dicampurkan ke dalam adonan seperti lemak dan serat pangan. Tingginya serat dalam daging makron kenari dapat berpengaruh dengan mineral yang menyebabkan kelarutan mineral dalam produk formulasi menurun. Selain itu proses pengolahan juga bersifat sebagai inhibitor yaitu dapat menurunkan kelarutan mineral Ca dan P. Hal tersebut berlawanan dengan hasil penelitian Kaya (2008) bahwa kelarutan Ca tepung tulang ikan patin pada biskuit lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk tepung tulangnya hal ini disebabkan karena adanya interaksi dengan komponen gizi lain terutama protein, dan tidak adanya komponen inhibitor seperti serat pada produk tersebut.
76| Makron Kenari
K. Solubilitas Fosfor Penyebaran fosfor di dalam tubuh dilakukan dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel. Bentuk fosfor diserap oleh usus bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Hasil analisis solubilitas fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial dapat disajikan pada (Tabel 7.5). Tabel 7.5. Solubilitas fosfor makron kenari formulasi dan komersial. Nilai pH 2 4 6
Komersial 2,54 0,29de 2,34 0,32de 2,41 0,10de
%P A0 A2 2,12 0,15e 6,57 2,43b 2,43 0,29de 4,22 0,18c de 2,49 0,24 3,78 0,44dc
A4 9,44 0,68a 4,39 0,18c 3,92 0,21c
Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai solubilitas fosfor makron kenari yang paling tingggi adalah pada pH 2, sedangkan pH 4 dan 6 memiliki nilai solubilitas yang lebih rendah (Gambar 7.9).
Gambar 7.9. Grafik solubilitas fosfor makron kenari komersial dan formulasi (A0, A2, A4) pada berbagai nilai pH Kalsium pada tepung tulang membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit atau trikalsium fosfat. Persen solubilitas fosfor makron kenari memiliki pola yang sama dengan persen kalsium makron kenari yaitu meningkatnya persen solubilitas fosfor seiring dengan menurunnya nilai pH. Pada nilai pH 2, persen solubilitas fosfor memiliki Hasil Organoleptik Makron Kenari |77
nilai tertinggi yaitu untuk makron kenari A49,44%, A0 2,12% dan A2 6,57%. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 9j), diketahui bahwa makron kenari formulasi terbaik memiliki nilai solubilitas fosfor yang berbeda nyata dengan makron kenari komersial pada pH yang berbeda (2, 4 dan 6). Hal ini disebabkan karena rasio perbandingan antara Ca : P pada makron kenari yang berbeda dengan makron kenari komersial. Pada umumnya persen solubilitas akan menurun seiring dengan peningkatan nilai pH. Menurut Meinke et al. (1982) bahwa kelarutan mineral akan semakin tinggi pada pH yang lebih rendah; sebaliknya pH tinggi akan menurunkan kelarutan. Pada umumnya persen solubilitas fosfor akan menurun seiring dengan peningkatan nilai pH atau derajat keasaman. Hal ini seiring dengan Yoshie et al. (1999) menyatakan bahwa solubilitas mineral dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti derajat keasaman, interaksi dengan komponen lain dan bentuk mineralnya sendiri terutama disebabkan oleh proses pengolahan.
L. Informasi Nilai Gizi Makron Kenari Formulasi dan Komersial Nilai gizi yang terdapat pada makron kenari dalam sajian 6 keping makron kenari formulasi (A2, A4 dan A0) serta makron kenari komersial dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada diet 2000 kkal (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Makron kenari formulasi A4 dan A2 memiliki nilai gizi kalsium yang tinggi, hal ini disebabkan karena adanya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Sedangkan untuk makron kenari komersial dan A0 memiliki nilai gizi kalsium yang sangat rendah karena tidak diberi penambahan tepung tulang ikan madidihang, sehingga nilai gizinya terutama kalsium dan fosfor sangat rendah. Informasi nilai gizi makron kenari formulasi dan komersial serta analisis ekonomi usaha pembuatan makron kenari dapat disajikan pada Tabel 7.6. (Lampiran 10). Makron kenari formulasi terpilih yaitu formulasi A2 dan A4. Makron kenari formulasi A2 mempunyai takaran saji 36 g dengan energi 427,39 kkal dan dapat menyumbang kebutuhan gizi kalsium, fosfor, protein dan lemak secara berurutan adalah 18,05; 28,94; 4,12% dan 13,55% berdasarkan diet 2000 kkal. Makron kenari formulasi A4 dengan takaran saji 36 g dengan energi 426,19 kkal dengan menyumbang kebutuhan gizi kalsium, fosfor, protein dan lemak secara berurutan
78| Makron Kenari
adalah 18,24; 35,82; 4,15% dan 13,16% berdasarkan diet 2000 kkal (Lampiran 18). Tabel 7.6. Informasi nilai gizi makron kenari formulasi dan komersial
Keterangan: *Persen Angka Kecukupan Gizi berdasarkan pada diet 2000 kkal
Informasi kandungan gizi makron kenari formulasi dan komersial a Perhitungan nilai kalori makron kenari = = =
Nilai Kalori Komersial (9 x 7,9033) + (4 x 40,6570) + (4 x 49,7500) 71,1297 + 162,628 + 199 432,75
Nilai Kalori A2 = (9 x 6,9300) + (4 x 34,7430) + (4 x 56,5130) = 62,37 + 138,972 + 226,052 = 427,39 = = =
Nilai Kalori A4 (9 x 6,8600) + (4 x 32.9400) + (4 x 58,1730) 61,74 + 131,76 + 232,692 426,19 Hasil Organoleptik Makron Kenari |79
= = =
Nilai Kalori K (9 x 6,8900) + (4 x 34,8170) + (4 x 56,8470) 62,01 + 139,268 + 227,388 428,66
Nilai rata-rata kalori makron kenari formulasi sesuai dengan acuan standar SNI 01-2973-1992 tentang biskuit yaitu sebesar minimum 400 kal/100 g. b. Perhitungan kadar kalsium makron kenari Kadar Ca dalam Komersial
= =
0,9650 mg/g bk 96,5 mg / 100g bk
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah Ca dalam Komersial
= = = = = =
2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 96,5 mg / 100 g bk 96,5 mg / 102.4933 g makron kenari 0,94
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (48 g) = 0,94 mg /g makron kenari x 48 g = 45,19 mg % AKG = (45,19 / 800 mg) x 100% = 5,65% Kadar Ca dalam A2
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah Ca dalam A2
= = = = = = = =
4,0438 mg/g bk 404,38 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 404,38 mg / 100 g bk 404,38 mg / 102,4933 g makron kenari 3,95
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 3,95 mg /g makron kenari x 36,6 g = 144,40 mg % AKG = (144,40 / 800 mg) x 100% = 18,05%
80| Makron Kenari
c. Perhitungan kadar kalsium makron kenari
Kadar Ca dalam A4
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah Ca dalam A4 kenari
Kadar Ca dalam K
kenari
4,0202 mg/g bk 402,02 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 402,02 mg / 100 g bk 402,02 mg / 102,4933 g makron
=
3,92
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 3,92 mg /g makron kenari x 37,2 g = 145,91 mg % AKG = (145,91 / 800 mg) x 100% = 18,24%
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah Ca dalam K
= = = = = = =
= = = = = = =
1,1568 mg/g bk 115,68 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 115,68 mg / 100 g bk 115,68 mg / 102,4933 g makron
=
1,13
Kadar Ca makron kenari per takaran saji (36 g) = 1,13 mg /g makron kenari x 36 g = 40,63 mg % AKG = (40,63 / 800 mg) x 100% = 5,08%
d. Perhitungan kadar fosfor makron kenari
%AKG P
Kadar P dalam Komersial Kadar Air 100 g berat kering Berat basah P dalam Komersial
= = = = = =
2,4377 mg/g bk 243,77 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 243,77 mg / 100 g bk Hasil Organoleptik Makron Kenari |81
= =
243,77 mg / 102,4933 g makron kenari 2,38
Kadar P makron kenari per takaran saji (48 g) = 2,38 mg /g makron kenari x 48 g = 114,16 mg % AKG = (114,16 / 600 mg) x 100% = 19,03% Kadar P dalam A2 = 4,8623 mg/g bk = 486,23 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933% 100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933 P dalam A2 = 486,23 mg / 100 g bk = 486,23 mg / 102,4933 g makron kenari = 4,74
Kadar P makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 4,74 mg /g makron kenari x 36,6 g = 173,63 mg % AKG = (173,63 / 600 mg) x 100% = 28,94%
e. Perhitungan kadar fosfor A4 makron kenari
Kadar P dalam A4
Kadar Air 100 g berat kering Berat basah P dalam A4
= = = = = = = =
5,9211 mg/g bk 592,11 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb) 102,4933 592,11 mg / 100 g bk 592,11 mg / 102,4933 g makron kenari 5,78
Kadar P makron kenari per takaran saji (37,2 g) = 5,78 mg /g makron kenari x 37,2 g = 214,91 mg % AKG = (214,91 / 600 mg) x 100% = 35,82% Kadar P dalam K
Kadar Air 100 g berat kering
82| Makron Kenari
= = = =
2,3530 mg/g bk 235,3 mg / 100g bk 2,4933% g berat basah – (2,4933%bb)
Berat basah P dalam K
= = = =
102,4933 235,3 mg / 100 g bk 235,3 mg / 102,4933 g makron kenari 2,30
Kadar P makron kenari per takaran saji (36 g) = 2,30 mg /g makron kenari x 36 g = 82,65 mg % AKG = (82,65 / 600 mg) x 100% = 13,77%
f. Perhitungan kadar protein komersial makron kenari
%AKG Protein
Kadar Protein dalam Komersial
= 7,90333% mg/g bk = 7,90333 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933% 100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933 Protein dalam Komersial = 7,90333 mg / 100 g bk = 7.90333 mg / 102,4933 g makron kenari = 0,077 Kadar Protein makron kenari per takaran saji (48 g) = 0,0771 mg /g makron kenari x 48 g = 3,701 mg % AKG = (3,7013 / 60 mg) x 100% = 6,17%
Kadar Protein dalam A2 = 6,9300% mg/g bk = 6,9300 mg / 100g bk Kadar Air = 2,4933% 100 g berat kering = g berat basah – (2,4933%bb) Berat basah = 102,4933 Protein dalam A2 = 6,9300 mg / 100 g bk = 6,9300 mg / 102,4933 g makron kenari = 0,067 Kadar Protein makron kenari per takaran saji (36,6 g) = 0,0676 mg /g makron kenari x 36,6 g = 2,474 mg % AKG = (2,4747 / 60 mg) x 100% = 4,12%
Hasil Organoleptik Makron Kenari |83
DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Anggorodi R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Anggraeni D. 2003. Analisa Mineral Plasma Darah. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2000. Department of Health Education and Welfare. United States of America. Anonim. 2001. Badan Statistik Maluku Utara.Buku Profile Industri Kecil dan Menengah - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Maluku Utara Tahun 2001-2003. Anonim. 2002. Kecenderungan Osteporosis Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan.
Indonesia.
Jakarta:
Anonimous, 2011. Pendataan dalam Rangka Revitalisasi Perikanan Tuna. Jakarta Aquaculture. Rome, FAO Italy. 162 p. Anonimous, 2004. Plants Profil. Natural resources conservation service USDA. Anonim 2007.Produk makron kenari.http://www.malutpost.com.[6 Februari 2007]. Anonim. 2002. Mengenal Tanaman Kenari http/Google.Org/Ed. Cn/Canarium.
diakses
dari:
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. Washingthon DC.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Astawan M. 2002. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. California: Universitay of California at Berkeley. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wootton N. 1987. Ilmu Pangan. Edisi kedua. Penerjemah: Purnomo H, Adiono. Food Science. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Cahyadi 2005. Analisis Aspek Kesehatan dan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Coronel, RE & Zuno. 1993. Characteristic Pili Of Canarium spp. Clydesdale FM. 1988. Minerals : Their chemistry and fate in food. Dalam Smith KT. (ed). Trace Mineral in Foods. New York: Marcel Dekker Inc. Dahuri, 2004. Membangun Indonesia yang Maju Makmur dan Mandiri Melalui Pembangunan Kemaritiman, Makalah Temu Nasional, Visi, Misi Maritim Indonesia dari Sudut Pandang Politik Jakarta. de Man JM. 1997. Principles of Food Chemistry. Edisi kedua. Penerjemah: Padmawinata K. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ketiga. Penerjemah : Muljohardjo M. Jakarta: UI-Press. [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1983. Buku Pedoman Hasil Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta: Departemen Pertanian. [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1990. Buku Pedoman Hasil Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting).Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2011. Seminar Nasional Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya Malang.
86| Makron Kenari
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2004. Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Jakarta Dziezak JD. 1987. Applications of food colorants. J. Food Sci. 41(4); 7888. Eduardo Lo´pez-Huertas, Birgit Teucher, Julio J Boza, Antonio Martínez-Férez, Gosia Majsak-Newman, Luis Baro, Juan J Carrero, María Gonza´lez-Santiago, Juristo Fonolla, Susan Fairweather-Tait 2006. Absorption of calcium from milks enriched with fructooligosaccharides, caseinophosphopeptides, tricalcium phosphate, and milk solids. Am J. Clin Nutrition.83:310–6. Fardiaz D, Andarwulan N, Wijaya H, Puspitasari LN. 1992. Petunjuk Laboraturium: Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Inrasti D. 2006. Modul Praktikum Analisis Pangan.Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. Saint Louis: Mosby Company. Hardinsyah, Briawan, D.1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harris SR, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Edisi kedua. Penerjemah : Achmadi S, Niksolihin S. Nutritional Evaluation of Food Processing. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Halver JE. 1989. Fish Nutrition. New York: Academic Press, Inc. Irawan A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan. Solo: CV. Aneka Solo. Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono 2000. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Daftar Pustaka |87
Jakarta: Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan. Jakobsen J. 2006. Biovailability and bioactivity of vitamin D3 active compounds which potency should be used for 25hidroxyvitamin D3. J. Elsevier.133-142. Jenie BSL, Rahayu WP. 1993. Teknologi Limbah Pangan. Yogyakarta : Kanisius. Juniaty T. 2012. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Volume 18. No. 1 Karyadi D, Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kataren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan 1. Jakarta: UI Press. Kaup SM, Greger JL, Lee K. 1991. Nutritional evaluation with animal model of cottage cheese fortified with calcium and guar gum. J. Food Sci. 56(3) : 692-695. Kaya AOW. 2008. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan biskuit [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kennedy, J and W.Clarke, 2004. Cultivated Landscapes of the Southwest Pasific. Resource Management in Asia-Pasific, Canberra. Version 1.1 Lawalata. 2004. Kajian pemanfaatan kenari (Canarium ovatum) untuk meningkatkan nilai sagu mutiara [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lee FC. 1963. Processing fish meal and oil. Dalam Stanby M.E. (ed). Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publishing Corporation. Leenhout, P.W., 1956. Burseraceae. In Van Steenis, C.G.G.J. Ed. Flora Malesiana Series 1, vol. 5. Pp. 256-296. Noordhoff-Kolff N.V., Djakarta. Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (limbah) untuk pembuatan tepung tulang[skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil
88| Makron Kenari
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Linder MC. 2006. Nutritional Biochemistry and Metabolism. Penerjemah : Parakkasi A. Jakarta: UI Press. Lovell T. 1989. Nutrition and Feeding on Fish. New York: AVI Book Publishing by Van Nostrand Reinhold. Lutwak L. 1982. Dietary calcium: Source, interaction with other nutrients and relationship to dental, bone and kidney disease. Dalam Belitz DC, Nansen RC (eds). Animal Products in Human Nutrition. New York: Academic Press. Mahani. 1999. Pembuatan cookies yang diperkaya dengan kalsium [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Manley DJR. 1983. Technology of Biscuit, Crackers and Cookies. Chichester: Ellis Horwood Limited. Martinez I, Santaella M, Ros G, Periago MJ. 1998. Content and In Vitro availability of Fe, Zn and P in homogenized fish-base weaning food after bone addition. Food Chemistry. 63: 299-305. Maryanto I dan Hari Sutrisno. 2011. Ekologi Ternate. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. LIPI PRESS. Jakarta. Matz SA, Matz TD. 1978. Cookies and Crackers Technology.Westport Connecticut: The AVI Publishing Company Inc. Matz SA. 1993. Snack Food Technology. 3rd ed.Texas: Pan-Tech International, Inc. Maulida. 2005. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang sebagai suplemen dalam pembuatan biskuit (Crackers) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Meinke WW, G Finne, R Nickelson, R Martin. 1982. Nutritive value of fillets and minced flesh from Alaska pollack and some underutilized finfish species from the Gulf of Mexico. J. Agric. Food Chem. 30 (2): 417-420.
Daftar Pustaka |89
Morrison FB. 1958. Feed and Feeding. Nineth Edition. Washington DC: The Morrison Research Council, National Academy of Science. Muchtadi TR, Sugiyono. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan.Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Mulia 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurhayati T 1994. Pengaruh asam dan bleaching terhadap mutu tepung ikan (fish flour) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. O’ Dell BL. 1984. Bioavailability of trace elements. Nutr Rev. 42:301-308. Ohren JA. 1981. Process and product characteristics for soya concentrates and isolates. J. American Oil Chemistry 56-59. Piliang WG, Djojosoebagio S. 1991. Fisiologi Nutrisi,Volume I dan II. Bogor: IPB Press. ______. 2006. Fisiologi Nutrisi,Volume I. Bogor: IPB Press. Purnawijayanti HA. 2001. Sanititasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius. Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ranggana S. 1986. Hand Book of analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Product. New Delhi : Tata MC Graw Hill Publ. Co. Ltd. Richard, S. 2001. Canarium on uses of pili nut. Diakses dari http/ en wikipedia/ wiki/ Canarium ovatum. Saad, 2009. HAK, Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan, Eksistensi dan Prospek Pengaturannya di Indonesia. Santoso J, Gunji S, Yoshie-Strark Y, Suzuki T. 2006. Mineral Contents of Indonesian seaweeds and mineral solubility affected by basic cooking. Food Sci. Tech. Res.12:59-66.
90| Makron Kenari
Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi: untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia, Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. Shiga K, Hara H, Okana G, Ito M, Minami A, Tomita F. 2003. Ingestion of difructose anhydride III and voluntary running exercise independently increase femoral and tibial bone mineral density and bone strenght with increasing calcium absorption in rats. J. Nutr. 133: 4207–4211. Smith AM. 2006. Veganism and osteoporosis: A review of the current literature. J. Nursing Practice. 12: 302-306. [SNI] Standar Nasional Indonesia 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. SNI: 01-2973-1992. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Soekarto ST, Hubeis M. 2000. Metodologi Penelitian Organoleptik. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Principles and Procedures of Statistics Indeks. Penerjemah: Sumantri B. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Subasinghe S. 1996. Inovative and value-added tuna product and markets. Infofish International. Number 1/96. Januari/February. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Suhardjo, Kusharto CM. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius. Sui, L., F. Zee, R.M. Manshardt, Mallikarjuna, and K. Aradhya, 1997. Enzyme polymorphisms in Canarium. Scientia Horticulture, 68: 197-206. Syafei DS, Rahardjo MF, Affandi R, Brojo M. 1989. Sistematika Ikan. Bahan Pengajaran. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Syarief R, Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian. Jakarta: Medyatama Sarana Perkasa. Tanuwidjaya N. 2002. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp Ham Buck) dalam pembuatan mi kering [skripsi]. Karawaci: Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pelita Harapan. Daftar Pustaka |91
Thomson, L.A.J and Barry Evans, 2004. Canarium indicum var.indicum and C. harveyi (canarium nut) Burseraceae (torchwood family). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry www.traditionaltree.org. Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. 2006. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna (Thunus sp) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein.Buletin Teknologi Hasil Perikanan. IX (2): 38-43. Weaver MC. 2006. Vitamin D and calcium metabolisme in adolescents. J. ElsevierInternational Congress Series. 1297 (2007): 32-38. Winarno FG. 1985. Limbah Pertanian. Jakarta : Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. ______ . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Widya Karya Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarief AM. 1992. Sifat Fisik Bahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Istitut Pertanian Bogor. Yen, D.E., 1994. Melanesian Arboriculture: Historical perspective with emphasis on genus Canarium in South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M. Bourke, and B.R. Evans. Proceedings of a workshop, 31 October 4 November, Vanuatu. Pp. 36-44. Yoshie Y, Suzuki T, Clydesdale FM. 1997. Iron solubility from seafoods with added iron and organic acid under stimulated gastrointestinal conditional. J. Food Quality. 20: 235-246. _____, Suzuki T, Pandolf T, Clydesdale FM. 1999. Solubility of iron and zinc in selected seafoods under simulated gastrointestinal conditions. J. Food Sci. Tech. Res. 5(2): 140-144.
92| Makron Kenari
Lampiran 1. Resep pembuatan makron kenari komersial dan formulasi Tabel 1. Proses pembuatan makron kenari komersial Buah Jumlah Tepung terigu 4000 g Hancuran kenari 5000 g Telur ayam 80 g Gula 1000 g Mentega 500 g Bubuk vanili 6g Tepung terigu 4000 g Sumber : Resep UD Falda Ternate (2007). Tabel 2. Makron kenari tepung tulang ikan madidihang formulasi Buah Jumlah Tepung terigu 250 g Tepung tulang ikan madidihang 0 g (0%); 2 g (0,8%); 4 g (1,6%); 6 g (2,4%) dan 8 g (3,2%)* Hancuran kenari 60 g Telur 16 g Gula 120 g Mentega 150 g Bubuk vanila 2g * Keterangan: Tepung tulang dihitung berdasarkan persen dari tepung terigu
Lampiran 2. Analisis Ragam a. Analisis ragam rendemen tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
955.902222
Galat Total
6 8
76.320000 1032.222222
Kuadrat Tengah 477.951111
F Hitung 37.57
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0004
Berbeda nyata
12.720000
b. Analisis ragam derajat putih tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
81.1755556
Galat Total
6 8
73.8566667 155.0322222
Kuadrat Tengah 40.5877778 12.3094444
F Hitung 3.30
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.1081
Tidak berbeda nyata
c. Analisis ragam daya serap air tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
0.00146756
Galat Total
6 8
0.01931267 0.02078022
Kuadrat Tengah 0.00073378
F Hitung 0. 23
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.8027
Tidak berbeda nyata
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0627
Berbeda nyata
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.00321878
d. Analisis ragam densitas kamba tepung tulang ikan madidihang. Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
2 6 8
0.00728622 0.00480400 0.01209022
Kuadrat Tengah 0.00364311 0.00080067
F Hitung 4.55
Lampiran 3. a Analisis ragam kadar air tepung tulang ikan madidihang. Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
2 6 8
0.32878956 0.18445600 0.51324556
Kuadrat Tengah 0.16439478 0.03074267
F Hitung 5.35
0.0464
Berbeda nyata
b. Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB 2
Jumlah Kuadrat 15.87573889
Kuadrat Tengah 7.93786944
Perlakuan Galat Total
6 8
9.97518333 25.85092222
1.66253056
F Hitung 4.77
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0575
Tidak berbeda nyata
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.2629
Tidak berbeda nyata
c. Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB
Perlakuan
2
Jumlah Kuadrat 3.75317222
Galat Total
6 8
6.69035000 10.44352222
Kuadrat Tengah
F Hitung
1.87658611
1.68
1.11505833
d. Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Perlakuan
2
Jumlah Kuadrat 1.31308889
Galat Total
6 8
1.40990000 2.72298889
Kuadrat Tengah 0.65654444 0.23498333
F Hitung 2.79
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P 0.1388
Kesimpulan Tidak berbeda nyata
e. Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
321.14346667
160.57173333
6 8
3762.53433333 4083.67780000
627.08905556
Galat Total
F Hitung 0.26
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.7821
Tidak berbeda nyata
Nilai P
Kesimpulan
f. Analisis ragam kadar fosfor tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
0.19206667
Galat Total
6 8
5.25733333 5.44940000
Kuadrat Tengah 0.09603333 0.87622222
F Hitung 0.11
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
0.8979
Tidak berbeda nyata
Lampiran 4. a. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pada pH 2 Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
465.86567400
232.93283700
Galat
6
29.78167800
4.96361300
Total
8
495.64735200
F Hitung 46.93
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0002
Sangat berbeda nyata
b. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pada pH 2. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
1.68422822
Kuadrat Tengah 0.84211411
Galat
6
1.62199067
0.27033178
Total
8
3.30621889
F Hitung 3.12
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.1181
Tidak berbeda nyata
c. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pada pH 4 Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
365.69608089
182.84804044
Galat Total
6 8
8.59928667 374.29536756
1.43321444
F Hitung 127.58
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0001
Sangat berbeda nyata
d. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pada pH 4. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
2 6 8
2.39523822 1.07394067 3.46917889
Perlakuan Galat Total
Kuadrat Tengah 1.19761911 0.17899011
F Hitung
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
6.69
Nilai P
Kesimpulan
0.0297
Berbeda nyata
e. Analisis ragam solubilitas kalsium tepung tulang ikan madidihang pada pH 6. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
330.29139356
Galat Total
6 8
18.51029067 348.80168422
Kuadrat Tengah 165.14569678 3.08504844
F Hitung 53.53
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0001
Sangat berbeda nyata
f. Analisis ragam solubilitas fosfor tepung tulang ikan madidihang pada pH 6. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
2
3.46439022
Galat Total
6 8
0.72274333 4.18713356
Kuadrat Tengah 1.73219511 0.12045722
F Hitung 14.38
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.0051
Sangat berbeda nyata
Lampiran 5. a. Lembaran penilaian uji organoleptik Nama Panelis : Hari/Tanggal : Nama Produk : Makron kenari tepung tulang ikan madidihang KODE
Penampakan
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Penilaian berdasarkan parameter
Penampakan
7 : Sangat lebih rapi 6 : Lebih rapi 5 : Agak lebih rapi 4 : Rapi 3 : Agak kurang rapi 2 : Kurang rapi 1 : Sangat kurang rapi
Rasa
7 : Sangat lebih enak 6 : Lebih enak 5 : Agak lebih enak 4 : Enak 3 : Agak kurang enak 2 : Kurang enak 1 : Sangat kurang enak Komentar Panelis :
Warna
7 : Sangat lebih cerah 6 : Lebih cerah 5 : Agak lebih cerah 4 : Cerah 3 : Agak kurang cerah 2 : Kurang cerah 1 : Sangat kurang cerah
Tekstur
7 : Sangat lebih renyah 6 : Lebih renyah 5 : Agak lebih renyah 4 : Renyah 3 : Agak kurang renyah 2 : Kurang renyah 1 : Sangat kurang renyah
Aroma
7 : Sangat lebih harum 6 : Lebih harum 5 : Agak lebih harum 4 : Harum 3 : Agak kurang harum 2 : Kurang harum 1 : Sangat kurang harum
Lampiran 5b.
Lembaran penilaian uji organoleptik makron kenari tepung tulang ikan madidihang terpilih dengan makron kenari komersial (makron kenari yang ada di pasaran).
Nama Panelis
:
Hari/Tanggal
:
Nama Produk
: Makron kenari
Kode produk
:
Pembanding
:
Komentar :
Lampiran 5c. Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0% Formulasi
0%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 6 4 4 5 6 3 3 6 5 6 3 6 7 7 2 3 3 4 6 6 2 3 2 6 5 4 6 5 6 5
Rasa 3 4 4 7 5 6 4 6 6 6 3 5 4 6 3 4 4 4 5 6 4 4 2 3 3 5 5 5 4 6
Warna 5 4 4 7 4 3 4 6 5 6 3 2 4 6 4 5 3 4 4 6 4 4 4 5 3 3 4 1 4 6
A0 : Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
Tekstur 4 6 4 6 6 6 6 6 6 6 4 6 4 5 5 6 4 4 6 6 7 4 3 5 5 4 6 5 4 7
Aroma 3 6 4 7 5 6 3 5 5 6 4 6 6 5 4 5 4 4 6 6 6 4 3 5 5 4 6 6 5 6
Lampiran 5d.
Formulasi
0,8%
Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 0,8% Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 4 4 2 5 4 2 4 3 4 3 6 3 3 4 5 6 6 6 3 3 4 3 3 3 3 4 4 6 3 3
Rasa 7 7 3 5 4 5 5 3 3 4 6 5 4 4 4 3 6 7 7 5 3 6 5 4 3 5 5 6 4 5
Warna 6 6 2 5 4 3 3 3 4 4 6 4 4 3 4 5 6 5 4 4 5 4 4 3 4 4 6 5 3 4
Tekstur 7 6 4 5 4 4 5 3 3 6 6 6 5 4 4 4 6 7 6 7 3 5 5 5 6 6 6 6 7 5
A0 : Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
Aroma 7 7 2 6 6 5 6 2 3 5 6 5 4 4 4 4 6 7 6 6 4 4 4 4 6 5 6 6 2 4
Lampiran 5e.
Formulasi
1,6%
Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 1,6%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 4 4 6 5 4 5 5 5 6 6 6 6 6 4 4 5 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 5 4 5 6
Rasa 4 5 5 7 5 2 3 4 5 2 6 6 6 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 5 3 4 5 3 3 4
Warna 3 4 7 6 5 2 5 5 5 4 3 4 6 3 7 4 4 4 6 4 5 3 4 4 4 4 6 4 4 6
Tekstur 6 4 6 6 6 6 4 6 6 4 6 6 7 6 4 4 5 6 5 4 6 3 4 4 4 4 6 3 6 5
A0 : Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
Aroma 5 3 5 6 4 6 2 5 5 4 5 6 7 5 4 4 3 4 4 4 6 3 3 4 5 6 4 3 4 4
Lampiran 5f.
Formulasi
2,4%
Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 2,4% Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 4 3 6 6 4 2 3 3 5 3 6 5 2 5 4 5 4 7 2 3 5 4 2 3 2 5 3 6 3 5
Rasa 4 6 4 5 4 2 4 3 4 4 6 4 4 5 5 3 3 7 7 2 5 6 3 4 6 5 3 7 3 6
Warna 6 3 6 5 4 2 4 3 4 4 6 5 3 4 6 4 3 7 3 2 5 5 4 3 2 5 3 6 4 4
Tekstur 4 7 6 6 4 4 6 4 4 5 6 6 6 4 7 3 5 7 7 5 6 6 4 6 6 6 6 7 4 6
A0 : Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2 : Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4 : Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6 : Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8 : Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
Aroma 5 7 5 6 4 3 6 3 4 4 5 6 4 5 6 3 3 7 4 3 5 5 4 4 4 5 4 6 3 4
Lampiran 5g.
Formulasi
3,2%
Data uji organoleptik makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang 3,2% Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 6 7 2 4 6 5 4 6 6 6 5 2 5 4 7 4 5 4 3 5 4 6 4 4 3 4 6 6 4 5
Rasa 4 7 2 5 4 2 2 4 3 4 3 4 5 3 2 6 1 4 4 5 4 4 3 3 4 4 6 3 4 6
Warna 6 7 2 6 5 2 4 3 4 4 3 6 3 3 6 6 2 5 4 5 4 2 4 3 4 4 5 3 4 5
A0 : Kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan) A2: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 0,8% A4: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 1,6% A6: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 2,4% A8: Penambahan tepung tulang ikan madidihang 3,2%
Tekstur 5 7 5 4 6 6 5 5 5 2 3 5 6 4 6 6 5 5 5 6 6 4 3 4 4 3 5 5 4 6
Aroma 4 7 4 6 4 6 3 6 6 4 4 6 5 3 3 6 2 4 5 6 6 5 3 3 4 4 6 4 4 5
Lampiran 6. a. Data uji penampakan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
4 145 149
18.1733333 253.8000000 271.9733333
Kuadrat Tengah 4.5433333 1.7503448
F Hitung 2.60
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.0388
Berbeda nyata
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.8166
Tidak berbeda nyata
b. Data uji warna makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
4
2.5066667
145 149
233.8666667 236.3733333
Kuadrat Tengah 0.6266667 1.6128736
F Hitung 0.39
c. Data uji aroma makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber Perlakuan Galat Total
DB 4
Jumlah Kuadrat 6.4933333
Kuadrat Tengah 1.6233333
145 149
223.4000000 229.8933333
1.5406897
F Hitung 1.05
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.3818
Tidak berbeda nyata
d. Data uji rasa makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
4 145 149
14.7600000 246.3333333 261.0933333
Kuadrat Tengah 3.6900000 1.6988506
F Hitung 2.17
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.0750
Berbeda nyata
F tabel 0.05 0.01 2.37 3.32
Nilai P
Kesimpulan
0.3554
Tidak berbeda nyata
e. Data uji tekstur makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
4
5.7733333
145 149
189.0000000 194.7733333
Kuadrat Tengah 1.4433333 1.3034483
F Hitung 1.11
Lampiran 6a.
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari tepung tulang ikan madidihang 0,8% formulasi terbaik dengan makron kenari komersial Formulasi
0,8%
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Penampakan 2 2 2 2 -1 2 1 2 0 2 2 2 2 -1 1 0 -2 2 2 2
Rasa 2 2 2 2 2 3 1 3 2 -1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 -1
Warna 1 2 2 2 0 2 1 1 0 3 3 2 2 -1 3 1 2 2 1 -2
Kerenyahan 0 2 1 2 2 1 1 2 3 3 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1
Formulasi
Lampiran 6b.
Panelis 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan -1 2 2 -1 -1 3 1 1 1 2
Rasa 2 3 2 2 2 3 0 2 3 3
Warna 2 3 2 3 2 2 2 2 1 1
Kerenyahan 1 2 2 0 2 2 0 1 3 3
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari tepung tulang ikan madidihang 1,6% formulasi terbaik dengan makron kenari komersial. Formulasi
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8
Penampakan 1 0 2 3 3 -1 -1 2
Rasa 2 2 3 1 3 2 2 2
Warna 2 2 3 3 3 2 2 2
Kerenyahan 2 2 2 2 2 3 0 2
Formulasi
1,6%
Panelis 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Penampakan 3 1 0 1 2 0 1 2 1 1 2 2 2 2 3 2 2 -1 2 3 2 2
Rasa 3 2 -1 3 3 3 2 2 1 1 2 3 -1 3 3 2 1 2 2 3 2 3
Warna 3 2 1 3 3 2 2 3 2 1 3 3 3 2 3 3 3 -1 2 2 2 2
Kerenyahan 2 1 1 2 3 2 2 1 0 1 1 2 3 2 3 2 2 1 2 1 2 2
Lampiran 7a. Sumber
Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap penampakan. DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
1
2.01666667
Galat Total
58 59
92.16666667 94.18333333
Kuadrat Tengah 2.01666667
F Hitung 1.27
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.2646
Tidak berbeda nyata
1.58908046
b. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap warna. Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
1 58 59
7.35000000 61.23333333 68.58333333
Kuadrat Tengah 7.35000000 1.05574713
F Hitung 6.96
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.0107
Berbeda nyata
c. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap rasa. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
1
0.60000000
Galat Total
58 59
63.13333333 63.73333333
Kuadrat Tengah 0.60000000 1.08850575
F Hitung 0.55
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.4608
Tidak berbeda nyata
d. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap kerenyahan. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
1
0.26666667
Galat Total
58 59
38.33333333 38.60000000
Kuadrat Tengah 0.26666667
F Hitung 0.40
F tabel 0.05 0.01 4.00 7.08
Nilai P
Kesimpulan
0.5278
Tidak berbeda nyata
0.66091954
Lampiran 8 a. Hasil uji perbandingan pasangan makron kenari formulasi terbaik dan makron kenari komersial terhadap berat. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
3
9.00000000
Galat Total
8 11
0.08000000 9.08000000
Kuadrat Tengah 3.00000000 0.01000000
F Hitung 300.00
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P 0.0001
Kesimpulan Sangat berbeda nyata
b. Karakteristik ketebalan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
3
0.20250000
Galat Total
8 11
0.08000000 0.28250000
Kuadrat Tengah 0.06750000
F Hitung 6.75
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0139 Berbeda nyata
0.01000000
c. Karakteristik diameter makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
3
2.25000000
Galat Total
8 11
0.08000000 2.33000000
Kuadrat Tengah 0.75000000
F Hitung 75.00
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P 0.0001
0.01000000
Kesimpulan Sangat berbeda nyata
d. Karakteristik kekerasan makron kenari formulasi tepung tulang ikan madidihang dan makron kenari komersial. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
3
1217.58333333
405.86111111
Galat Total
8 11
10163.33333334 11380.91666667
1270.41666667
F Hitung 0.32
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P 0.8113
Kesimpulan Tidak berbeda nyata
Lampiran 9. a. Karakteristik kadar air makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
3 8 11
1.35203333 1.12733333 2.47936667
Kuadrat Tengah 0.45067778 0.14091667
F Hitung 3.20
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0838
Berbeda nyata
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.3189
Tidak berbeda nyata
b. Karakteristik kadar abu makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
3
0.65222500
Galat Total
8 11
1.26600000 1.91822500
Kuadrat Tengah 0.21740833 0.15825000
F Hitung 1.37
c. Karakteristik kadar protein makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
3
2.30262500
Galat Total
8 11
0.33266667 2.63529167
Kuadrat Tengah 0.76754167
F Hitung 18.46
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0006
Berbeda nyata
0.04158333
d. Karakteristik kadar lemak makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Perlakuan
3
101.5494917
Galat Total
8 11
12.1964000 113.7458917
Kuadrat Tengah 33.8498306
F Hitung 22.20
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
0.0003
Berbeda nyata
Nilai P
Kesimpulan
0.0006
Berbeda nyata
1.5245500
e. Karakteristik kadar karbohidrat makron kenari tepung tulang ikan madidihang Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
3 8 11
128.7634917 18.9272000 147.6906917
Kuadrat Tengah 42.9211639 2.3659000
F Hitung 18.14
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
f. Karakteristik nilai pH makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber Perlakuan Galat Total
DB
Jumlah Kuadrat
3 8 11
7.97400000 0.02906667 8.00306667
Kuadrat Tengah 2.65800000 0.00363333
F Hitung 731.56
F tabel 0.05 0.01 4.07 7.59
Nilai P
Kesimpulan
<.0001
Berbeda nyata
g. Karakteristik kadar kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan
2
321.14346667
160.57173333
Galat Total
6 8
3762.53433333 4083.67780000
627.08905556
F Hitung 0.26
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P
Kesimpulan
0.7821
Berbeda nyata
h. Karakteristik fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber Perlakuan Galat Total
DB 2 6 8
Jumlah Kuadrat 0.19206667 5.25733333 5.44940000
Kuadrat Tengah 0.09603333 0.87622222
F Hitung 0.11
F tabel 0.05 0.01 5.14 10.92
Nilai P 0.8979
Kesimpulan Berbeda nyata
10a. Karakteristik solubilitas kalsium makron kenari tepung tulang ikan madidihang Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Model Makron pH Makron*pH Galat Total
11 3 2 6 24 35
183.7939269 79.61551222 67.21545489 36.96295978 56.8509740 240.6449009
16.7085388 26.53850407 33.60772744 6.16049330 2.3687906
7.05 11.20 14.19 2.60
F tabel 0.05 0.01 2.25 3.17 3.01 4.72 3.40 5.61 2.51 3.67
Nilai P
Kesimpulan
<.0001 <.0001 <.0001 0.0437
Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata
Nilai P
Kesimpulan
<.0001 <.0001 <.0001 <.0001
Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata Berbeda nyata
10b. Karakteristik solubilitas fosfor makron kenari tepung tulang ikan madidihang. Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hitung
Model Makron pH Makron*pH Galat Total
11 3 2 6 24 35
156.0664070 85.88192208 29.81857772 40.36590717 14.0562400 170.1226470
14.1878552 28.62730736 14.90928886 6.72765119 0.5856767
24.22 48.88 25.46 11.49
F tabel 0.05 0.01 2.25 3.17 3.01 4.72 3.40 5.61 2.51 3.67
Lampiran 11. Analisis ekonomi usaha pembuatan makron kenari tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares). I. BIAYA 1. Biaya bahan baku - Tepung Terigu 1 kg (1kg x Rp. 11.000) =
Rp. 11.000
- Mentega 1 bungkus (250 gr) (1 bks x Rp. 15000) =
Rp. 15.000
- Telur 2 butir (2 butir x 1500) = Rp. 3000 - Gula halus 1kg (1kg x Rp. 15.000) =
Rp. 15000
- Bubuk vanili 1 bungkus (2 gr) (1 bks x 1000) =
Rp. 1000
- Daging buah kenari 60 gr (60 gr x Rp. 3600) =
Rp. 21.600
- Tulang ikan madidihang 1 kg (1 kg x Rp. 1200) =
Rp. 1200
2. Kemasan
= Rp. 5000
3. Upah tenaga kerja (2 orang x Rp. 10.000)
= Rp. 20.000
4. Biaya lain-lain (Pemeliharaan alat, listrik, dll)
= Rp. 10.000 Jumlah
= Rp. 102.800
II. PENDAPATAN - Hasil pembuatan makron kenari tepung tulang ikan
= Rp. 102.800
- Harga setiap kemasan 73,2 gr = 10 bungkus - Harga jual tiap kemasan (bungkus) @ Rp. 35.000
= Rp. 350.000
Keuntungan Usaha : (II - I) = Rp. 350.000 – Rp. 102.800 = Rp. 67.800 / hari Produksi satu bulan Produksi satu tahun
= Rp. 67.800 x 30 = 20.34000 = Rp. 20.3400 x 360 = Rp. 732.240.000
Catatan: perhitungan ini untuk penambahan tepung tulang ikan madidihang 4% dan dihitung per hari.
BIOGRAFI PENULIS Penulis di Lahir di Foya Kecamatan Gane Timur Kabupaten Halmahera Selatan Propinsi Maluku Utara pada tanggal 9 April 1975. Dari ayah Thalib M. Imam dan ibu Latifah Hi. Hamid. Penulis merupakan putra pertama dari delapan bersaudara. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA di Ternate dan pada tahun yang sama masuk kuliah pada Universitas Khairun Ternate pada Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian dan berhasil lulus pada tahun 1999. Penulis adalah sebagai staf pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Pada tahun 2006 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor melalui program beasiswa BPPS dari Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dan diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis berhasil menyelesaikan studi pendidikan S2 pada tahun 2009. Program Doktor (S3) ditempuh pada Universitas Brawijaya Malang pada Program Minat Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Saat ini sebagai Ketua Pusat Studi Pelatihan dan Pengembangan Produk Pangan (PSP3) UMMU. Selama menjadi mahasiswa penulis juga sudah banyak menulis di jurnal yang telah dipublikasikan secara nasional maupun international.