ISSN : 2088 - 2459 Dewan Redaksi & Daftar Isi| Salam Redaksi | Tajuk Utama | Artikel | Kabar dari Lapangan | Profil | ►
Dewan Redaksi Penanggung jawab Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Pemimpin Redaksi Utin Riesna Afrianti, S.Hut.,MP Editor Firasadi Nursub’i, S.Hut M. Rekapermana, S.Hut Helmy Adhi Kusuma, S.Hut Desain dan Layout Muhammad Abduh, S.Hut Eko Yulianto Muhammad Helmi, A.Md Sekretariat Diah Auliyani, S.Hut Ivonne BR Panggabean, S.Hut Niken Trusti Prihatin, S.Mn Redaksi menerima artikel dengan ketentuan sebagai berikut : ⇒
Naskah ditulis maksimal 3 halaman pada kertas HVS (A4) dengan huruf Times New Roman 12 point, dengan 1,5 spasi. ⇒ Naskah dilengkapi dengan gambar ataupun foto pendukung lengkap dengan keterangannya. ⇒ Redaksi berhak mengedit naskah yang diterima tanpa mengubah subtansi/isi tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Daftar Isi Salam Redaksi_2 Tajuk Utama Indonesia menanam; Membumikan budaya Cinta menanam melestarikan hutan_3
Artikel Rimbawan Madzhab Konservasi_5 Manajemen Konservasi Lingkungan Dan Ekowisata_9 Tanaman Karnivora (Nepenthes) Yang Hampir Punah_12 Meranti ( Shorea Spp ); Pohon Penting Di Indonesia_14 Gerakan Penanaman 1 Milyar Pohon di Kabupaten Katingan _16 Sumber energi terbarukan, teknologi cerdas ramah lingkungan_18
Kabar dari Lapangan
Kemah Kerja Konservasi dan Pendidikan Lingkungan Bagi Anak Sekolah_20
Profil
Antoni Manik, SH, M.Hum “Kesetiaan pada Pekerjaan dan Cinta untuk Keluarga”_23
Sahabat TN Sebaung; Kaki Langit Bukit Raya_25
Wajah Dunia
Taman Nasional Chichibu-Tama-Kai, Tempat Bersemayam Kuil-kuil Kuno_27
Karikatur OBIT_29
Alamat Redaksi Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 75 Sintang 78612 Kalimantan Barat Telp/Fax. 0565 – 23521 Email : bulletin
[email protected]
Halaman 1
Dewan Redaksi & Daftar Isi| Salam Redaksi | Tajuk Utama | Artikel | Kabar dari Lapangan | Profil | ►
SALAM REDAKSI
Salam Konservasi, Buletin yang ada di tangan pembaca ini menjadi penutup tiga edisi sebelumnya
sepanjang 2011. Selama itu pula, redaksi Schwaner tetap berikhtiar untuk menyajikan informasi konservasi dan pengelolaan TNBBBR. Tidak mustahil jika masih banyak perbaikan dan pengembangan yang harus kami lakukan, ditambah dengan banyaknya tema-tema tentang pengelolaan kawasan yang bisa diangkat. Menyongsong tahun 2012 redaksi berharap dapat menghadirkan suasana baru yang lebih segar pada edisi Schwaner berikutnya. “Indonesia menanam” menjadi tajuk utama yang diangkat dalam Schwaner edisi 4 ini. Beberapa opini yang diangkat di dalamnya juga terkait dengan tema penyelamatan hutan yang nampaknya masih akan menjadi pekerjaan jangka panjang kita. Akhir tahun merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan agenda pengelolaan yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, sekaligus memproyeksikan pengelolaan ke depan. Selamat Tahun Baru, buletin Schwaner akan kembali mengunjungi Anda para pembaca di tahun baru 2012.
unTuK diKeTaHuI Kingdom Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: : : : : : : :
Plantae Magnoliophyta Liliopsida Dilleniidae Alismatales Araceae Amorphophallus Amorphophallus titanum
Bunga Bangkai merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) dan dikenal sebagai bunga majemuk (alat kelamin jantan dan betina pada satu bunga)terbesar di dunia. Bunganya besar dan berbentuk seperti lingga yang dikelilingi oleh seludang bunga dan mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk guna mengundang lalat atau kumbang untuk menyerbuk bunganya. Mereka dapat tumbuh di atas lahan yang sudah mengalami gangguan, atau di hutan sekunder. Tumbuhan ini memiliki 2 fase dalam kehidupannya, yaitu fase vegetatif (muncul daun dan batang semu) dan fase generatif (cadangan makanan di umbi mencukupi serta lingkungan mendukung sehingga bunga majemuknya muncul).
Halaman 2
Dewan Redaksi & Daftar Isi| Salam Redaksi | Tajuk Utama | Artikel | Kabar dari Lapangan | Profil | ►
Indonesia Menanam;
Membumikan Budaya Cinta Menanam Melestarikan Hutan Tahun 2011 adalah tahun yang tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, berbagai permasalahan lingkungan masih kerap menghiasi halaman muka pemberitaan nasional. Bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan rutin hadir di sekitar ruang dengar kita melalui surat kabar dan media massa elektronik. Tentu saja fenomena bencana tahunan tersebut menimbulkan implikasi kerugian baik materi maupun imateri yang sulit untuk dikalkulasikan dengan nilai uang.Menurunnya daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia di sekitarnya banyak disoroti terlebih dengan mencuatnya isu-isu lingkungan pemanasan global dan perubahan iklim. Ancaman yang ada di depan mata kita ternyata tidak hanya sampai di situ, gagal panen, wabah penyakit, dan potensi kebakaran hutan menjadi salah satu implikasi dari pemanasan global. Pemanasan global yang juga menjadi penyebab utama rentetan perubahan pola iklim dan timbulnya cuaca ekstrim, kemudian menghadirkan efek domino kerusakan
sistemik kehidupan yang ada di bumi.Upaya adaptasi dan mitigasi menghadapi pemanasan global menjadi sebuah jalan bersama yang mesti dipilih untuk menyudahi setidaknya mencegah dampak yang lebih buruk akibat pemanasan global.Beberapa kelompok menyarankan dilakukannya moratorium logging (moratorium pembalakan red.) untuk tetap mempertahankan keberadaan hutan tropis di Indonesia, sebagian lagi menyuarakan pengurangan emisi gas buang dan sebagian lagi memilih upaya penanaman sebagai langkah untuk
Halaman 3
menyehatkankembali “paru-paru” dunia yang saat ini sedang mengalami sakit kronis.
Indonesia, Ayo Menanam
Hutan tropis nan elok membentang di daratan kepulauan nusantara merupakan anugrah Tuhan YME yang luar biasa manfaatnya. Bukan hanya bagi bangsa kita sendiri namun bagi seluruh makhluk yang ada di planet bumi. Hutan hujan di Indonesia yang disebut sebagai Negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi ketiga di dunia setelah Brasil dan Zaire, memang memiliki peran cukup dominan sebagai penyerap karbondioksida, oleh karenanya sebagai pihak yang diamanahi karunia tersebut bangsa kita wajib menjalankan peran kekhalifahan yang dimandatkan Tuhan sebaik mungkin.Anehnya dengan keberadaan hutan di sekitar kita, justru sekian lama kita terlena terus menerus mengeksploitasi sumberdaya hutan khususnya kayu tanpa peduli terhadap kelangsungan serta kelestarian hutan itu sendiri.Sejarah mencatatkan biografi bangsa kita sebagai sekumpulan manusia yang rajin memanen namun lupa menanam. Tak heran dalam waktu singkat predikat zamrud khatulistiwa yang menjadi kebanggaan kita luntur bersama dengan hancurnya untaian “permata zamrud” yang menghijau di kepuaun Indonesia.Pepatah kuno sering mengatakan: “lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali”, begitulah kira-kira yang sedang kita lakukan. Seiring dengan kesadaran dunia internasional terhadap upaya penyelamatan lingkungan bangsa Indonesia turut bangkit dengan membawa optimisme semangat
semangat visi hijau, melestarikan alam lingkungan melalui gerakan Indonesia menanam. Satu Pohon Sejuta Manfaat Pada sektor kehutanan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dari segi geografis letaknya yang berada tepat di sekitar cincin khatulistiwa.Dua musim yang saling berganti setiap tahun dan sinar matahari yang menghangatkan wilayahnya sepanjang tahun menjadi faktor penunjang yang sangat dominan bagi pertumbuhan tiap pohon.Hal ini menyebabkan pertumbuhan pohon di nusantara relatif lebih tinggi di banding dengan wilayah di belahan bumi lainnya yang memiliki empat musim dan tidak sepanjang tahun menjumpai matahari.Berbeda dengan wilayah belahan bumi lainnya, di khatulistiwa fotosintesis dapat berlangsung sepanjang hari di setiap tahunnya dalam frekuensi yang dapat dikatakan relatif konstan sehingga pertumbuhan pohon yang ada di khatulistiwa relatif lebih cepat dibandingkan dengan di wilayah lainnya.Ditambah lagi dengan keberagaman jenis pohon penyusun hutan tropis yang ada di Indonesia dengan berbagai manfaat yang belum kesemuanya diketahui.Dengan menanam berarti kita telah menginvestasikan amal kebaikan, satu pohon yang ditanam sama dengan manfaat yang terus bergulir tidak hanya bagi satu dan dua orang tapi bagi banyak kehidupan di sekitarnya. Perhatikan di sekeliling pohon, jika ada sekoloni lebah yang hidup membuat sarang pada salah satu rantingnya maka sejatinya pohon itu telah menjadi rumah bagi lebah.Di sarang itu pula koloni lebah dapat mengolah nektar menjadi madu, dihasilkan madu yang memiliki banyak manfaat terutama bagi manusia, begitulah seterusnya manfaat pohon bagi kehidupan yang tidak berujung pada satu sisi. Itu hanya satu contoh saja, masih banyak manfaat lain yang dihasilkan dari satu tegakan pohon baik dari buah, biji, kayu dan berbagai manfaat lainnya yang mungkin tidak dapat kita indera.
dalam upaya nyata menurunkan prosentase emisi sekaligus menunjukkan dukungan Indonesia terhadap gerakan lingkungan global.Program-program penanaman tersebut menjadi sebuah tindakan yang cukup mujarab terkait dengan skala cakupannya yang yang menjangkau seluruh wilayah NKRI dan dilaksanakan secara sistematik sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan. Namun akan lebih baik jika tidak dilakukan hanya sebatas pada aksi ceremonial belaka. Aksi penanaman yang digalakkan pemerintah sudah selayaknya diapresiasi positif oleh seluruh elemen bangsa. Menanamkan kesadaran dalam diri dan tanggung jawab akan pentingnya kehidupan yang akan datang merupakan awal dari usaha mewujudkan cinta terhadap lingkungan dan perhatian terhadap generasi penerus, karena setiap mahluk yang hidup di bumi mempunyai hak untuk menikmati anugerah ciptaanNya, sangat egois jika kita hanya berfikir untuk waktu yang sangat pendek tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya alam yang ada. OBIT dan gerakan penanaman selanjutnya, apapun itu namanya seharusnya menumbuhkan budaya masyarakat yang cinta menanam yang sadar bahwa menanam bukan hanya karena sebuah slogan maupun bukan karena kita tengah berada bersama pejabat yang turut menanam secara simbolis, menanam bukan karena paksaan melainkan kita harus sadar bahwa menanam sama artinya dengan melakukan kebaikan, menanam berarti melestarikan kehidupan.
Terus Menanam Lestarikan Kehidupan
Pemerintah menggalang gerakan Indonesia menanam yang pada hakikatnya ingin kembali menyehatkan hutan agar kembali berfungsi secara optimal melalui gerakan penanaman. Sudah banyak slogan yang diorbitkan pemerintah, mulai dari Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM), One Man One Tree (OMOT) dan yang paling baru mengusung brand OBIT (One Billion Indonesia Trees). Kesemua program pemerintah yang secara teknis dimandatkan kepada Kementerian Kehutanan menjadi sebuah langkah strategis
Halaman 4
Dewan Redaksi & Daftar Isi| Salam Redaksi | Tajuk Utama | Artikel | Kabar dari Lapangan | Profil | ►
Rimbawan Madzhab Konservasi1) Helmy Adhi Kusuma, S.Hut2)
“Jauhkanlah sikap kamu yang mementingkan diri, ingatlah nusa bangsa minta supaya dibela oleh kamu semua…, rimba raya rimba raya indah permai dan mulia maha taman tempat kita berkerja…” (Seruan Rimba)
Kalau boleh disebut sebagai sebuah mantra, maka lirik seruan rimba adalah mantra yang paling sering kita lafalkan sebagai seorang rimbawan. Sajak yang sarat makna tersebut menjadi sebuah mars yang bahkan mungkin sakralitasnya melebihi nyanyian korsa manapun di planet ini. Namun sayangnya nilai-nilai luhur di setiap baitnya sudah banyak dilupakan alih-alih diamalkan. Semakin cepat berbenah akan semakin banyak yang bisa kita perbuat. Momentum bangkitnya era konservasi yang sekaligus menjadi cikal bakal kebangkitan kehutanan saat ini mudahmudahan bisa menyembuhkan rimbawan dari “amnesia berkepanjangan” untuk mengembalikan kejayaan kehutanan Indonesia.
Halaman 5
Identitas Rimbawan dan Paham Konservasi Pengelolaan hutan di Indonesia tidak bisa lepas dari peranan rimbawan yang bahkan semenjak kelahiran republik sudah turut mengelola sumberdaya hutan negeri ini. Kalau pengertian hutan kebanyakan dari kita sudah mengetahuinya maka siapakah rimbawan itu?, Wibowo dan Widada (2005), menyebutkan rimbawan adalah seseorang yang pekerjaannya terkait dengan pengelolaan hutan baik secara langsung maupun tidak langsung; memiliki pengetahuan, pengalaman dan atau pendidikan terkait pengelolaan hutan; dan mereka yang memiliki jiwa pengabdian dalam mewujudkan hutan dan totalitas fungsinya memberikan manfaat berkelanjutan bagi kehidupan dan kelangsungan
hidup. Kumpulan definisi tersebut setidaknya bisa memberikan gambaran tentang rimbawan yang dalam artian lugas dapat dipahami sebagai orang yang lekat bersangkut paut dengan pengelolaan hutan.Luas hutan Indonesia yang mencakup 3,1% dari total luasan hutan dunia memiliki peran penting terutama bagi modal keberlangsungan pembangunan. Hutan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional karena perannya sebagai penghasil devisa terbesar kedua setelah sektor migas di era 90-an (Iswanto, 2005). Kenyataan tersebut tak pelak membuat sektor kehutanan menjadi primadona penghasil pundipundi keuangan Negara, pada masa itu menjadi sebuah cabang usaha dengan kemampuan paling produktif dalam menyediakan dana liquid (dana segar red.) bagi pembangunan. Paradigma pengelolaan berbasis eksploitasi kayu (timber extraction) kala itu membuat para rimbawan terlena oleh “kesenangan” sesaat, janji kelestarian dari permudaan alam hanya sekadar utopia (angaangan pen.) yang tak pernah terwujud kenyataannya. Masa panen ternyata usai juga tak berbeda dengan setiap pesta yang selalu ada akhirnya, habis sudah petak-petak untuk panen berikutnya. Sekejap masa keemasan para rimbawan berganti hari panjang melelahkan menata kembali puing-puing hutan dengan berbagai problematikanya menyeret sektor kehutanan ke dalam situasi chaos.Era baru pengelolaan lahir setelah tumbangnya rezim yang telah bercokol lebih dari tiga puluh tahun, konglomerasi pengusahaan hutan kenyatanya memang lebih banyak mendatangkan mudharat ketimbang manfaatnya. Konservasi mulai dilirik kembali dijadikan sebagai madzhab pengelolaan kehutanan setelah awal kebangkitan reformasi republik ini. Kesadaran yang boleh dikatakan cukup terlambat, namun setidaknya memberikan secercah harapan untuk sektor kehutanan dapat pulih kembali dari keterpurukan. Gaung konservasi menggelora dalam berbagai forum di lingkup nasional, regional maupun global. Konservasi yang merujuk pada konservasi sumberdaya hayati memiliki makna pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya(UU No. 5 tahun 19990 dalam Winarto, 2006). Berbeda dengan definisi tekstualnya, konservasi banyak diartikan secara sempit dalam hubungan maknanya dengan
“konservatif” yang melulu berbicara upaya preservasi (pengawetan red.), menunjukkan kesan kolot dan tidak bisa berkembang. Sejatinya konservasi adalah paham yang selaras dengan azas pembangunan secara lestari, pembangunan yang tidak mengurangi kesempatan generasi selanjutnya untuk menikmati sumberdaya sebagai modal pembangunan selanjutnya. Kiprah Rimbawan di Tengah Pusaran Kepentingan Jika disadari bahwa hutan adalah sumber kehidupan yang utama dan keberadaan rimbawan di sana mempunyai peran strategis sebagai motor sekaligus dinamisator pengelolaan kawasan hutan, maka patut kita bersama ketahui bahwa rimbawan memegang mandat sekaligus tanggung jawab pengelolaan alam lingkungan sumberdaya hutan. Bahkan di hadapan Tuhan kaum rimbawan memikul tugas kekhalifahan yang lebih besar dibanding kelompok manusia lain di sekitarnya, karena dengan pengetahuan yang dikuasai rimbawan sudah semestinya menjadi modal dasar dalam mengamalkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Simon (2010) menyebutkan di antara cabang ilmu penting yang wajib dikuasai para rimbawan adalah Ilmu
Perhitungan Etat, Ilmu Ukur Kayu, Metoda Inventore Hutan, Sistem-sistem Silvikultur, Eksploitasi Hasil Hutan dan Tata Hutan. Cabangcabang keilmuan tersebut menjadi ciri utama forester sekaligus menjadi syarat minimal untuk merancang pengelolaan hutan lestari.Rimbawan dengan berbagai bidang kerja yang diembannya mau ataupun tidak seringkali harus bergesekan satu dengan yang lainnya, hal ini menjadi sebuah konsekuensi yang tak jarang dialami para rimbawan di lapangan. Mustahil bagi rimbawan yang notabene sebagai pelaksana mampu menghindari gesekan-gesekan tersebut, karena memang sampai saat inipun masih banyak terdapat dikotomi
Halaman 6
pengelolaan kawasan terutama pada tataran kebijakan yang masih saling tumpang tindih. Di sisi lain sebagian rimbawan justru lebih memilih berkubang dalam kotak-kotak sektoral, almamaterisme dan politik praktis yang disadari maupun tidak turut mememecah dan melemahkan kekuatan dan kekompakan korsa. Ketimbang terjebak dalam tradisi memalukan tersebut, justru para rimbawan seharusnya berupaya meningkatkan kompetensi keahlian dan menambah wawasan dimensi pengetahuan yang relevan, sehingga para rimbawan mampu berpikir komprehensif, tidak terjebak pada pola pikir ego sektoral karena hutan merupakan “flow resources” yang berinteraksi cukup kompleks dengan sumber daya alam lainnya yang berperan sebagai sumber dan penyangga kehidupan manusia beserta makhluk hidup lainnya (Kusmana dalam Kartodihardjo, 2006). Pengamalan Etika dan Nilai Dasar Rimbawan Landasan penunaian tugas para rimbawan sejak tahun 1966 telah dirumuskan dan dituangkan dalam sebuah piagam yang dikenal dengan nama “Deklarasi Kaliurang” yang kemudian diperkuat dengan landasan Darma Bhakti Rimbawan Indonesia dalam “Deklarasi Cangkuang” pada tahun 1999 (Wibowo dan Widada, 2006). Sejurus dengan itu pada 13 April 2007 Departemen Kehutanan melalui Surat Edaran bernomor se.01/ Menhut-II/ 2007 menetapkan Sembilan Nilai Dasar Rimbawan sebagai dasar komitmen spiritual dalam penunanaian tugas pembangunan kehutanan. Deklarasi Kaliurang dan Deklarasi Cangkuang bersama Sembilan Nilai Dasar Rimbawan merupakan khittah (garis perjuangan pen.) rimbawan dalam mengabdikan diri pada tanah air Indonesia dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Semoga ketiga landasan yang telah tertuang secara formal tersebut saat ini dapat bersama dipedomani para rimbawan. Sejauh ini jangankan membaca dan mempedomani, kebanyakan rimbawan justru belum tentu mengetahui keberadaan landasan penunaian tugasnya tersebut (Wibowo dan Widada, 2005). Pengamalan landasan kinerja rimbawan tersebut pada saatnya nanti menjadi ciri khas yang dimiliki rimbawan dalam menunaikan tugasnya secara professional. Terkait dengan profesion alisme rimbawan Kartodihardjo (2006) menyebutkan bahwa secara institusional kemampuan rimbawan secara kolektif lebih rendah dibandingkan dengan besarnya masalah kehutanan yang harus dihadapi. Realitas yang kita lihat
Halaman 7
kegagalan rimbawan di masa lalu setidaknya terbukti dari dua fenomena yaitu ; hancurnya hutan jati warisan hasil jerih payah rimbawan Belanda selama lebih dari satu abad di tangan rimbawan Indonesia hanya dalam kurun waktu kurang dari 50 tahun ; dan kegagalan rimbawan Indonesia dalam percobaannya mengelola hutan tropika basah di luar jawa yang luasnya mencapai lebih dari 100 juta hektar (Simon, 2010) yang kesemuanya itu menunjukkan profesionalitas rimbawan yang masih lemah. Konservasi dalam Pembangunan Kehutanan Hutan Indonesia saat ini tengah disorot oleh dunia internasional terutama terkait isu lingkungan pemanasan global dan perubahan iklim dunia. Upaya penyelamatan hutan tropis dunia menjadi salah satu agenda global dalam pembangunan berkelanjutan. Hutan tropis menjadi topik utama pada berbagai forum karena peran pentingnya sebagai stabilisator iklim, penyerap karbon, penghasil oksigen dan pengatur tata air. Peran hutan tropis tersebut begitu sentral dan tidak tergantikan oleh karenanya titik berat pengelolaan hutan di era millennium ini lebih diarahkan pada upaya mempertahankan luasan hutan alam dan rehabilitasi pada kawasan hutan terdegradasi untuk lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya sebagai penyedia jasa lingkungan. Konservasi saat ini mulai dipandang sebagai fokus utama pengelolaan hutanterlebih karena dukungan isu-isu lingkungan yang mengangkat konservasi sebagai salah satu tren upaya adaptasi dan mitigasi menyelamatkan kelangsungan kehidupan. Namun bukan hanya itu yang kita cita-citakan, konservasi harus tetap menjadi madzhab pengelolaan hutan meskipun andai kata pada masanya nanti sudah tidak ada lagi pemanasan global serta bentuk ancaman lingkungan lainnya. Pembangunan hutan berkelanjutan yang berlandaskan prinsip-prinsip konservasi harus tetap dilakukan untuk menjamin tetap lestarinya sumberdaya hutan sebagai modal pembangunan. Cara pandang sebelah mata pada konservasi di mana konservasi baru dianggap serius sejauh itu bisa dibuktikan dampak menguntungkan bagi kepentingan manusia, khususnya kepentingan ekonomis (Keraf, 2010) harus segera ditepis. Lebih dari sekedar aspek ekonomi, jangkauan konservasi meliputi cakupan pengelolaan sumberdaya lebih luas yang secara holistic merupakan rangkaian upaya pembangunan yang saling terkait. Konservasi tidak melulu berbicara tentang melestarikan hutan
sebagai objek kajiannya tetapi juga tentang upaya mensejahterakan masyarakat di sekitar hutan dengan cara pemanfaatan hutan secara bijak untuk menjamin kelangsungan fungsinya. Konservasi memandang pemanfaatan sumberdaya lebih kepada pemanfaatan bunga (riap) bukan pemanfaatan modal (Suhendang, 2002). Hal ini berarti bahwa dalam pengelolaan hutan konservasi tetap mempertahankan hutan sebagai modal untuk menghasilkan barang dan jasa secara berkelanjutan. Pembangunan kehutanan membutuhkan konsentrasi, kerja keras serta totalitas dari seluruh rimbawan di negeri ini. Kenyataannya memang banyak sekali yang mesti kita kerjakan dihadapkan dengan waktu yang mustahil untuk diharapkan menunggu. Booming konservasi yang tengah melanda seharusnya menjadi momentum bagi rimbawan Indonesia untuk bangkit memajukan kehutanan nasional. Langkah pertama yang harus dibicarakan para rimbawan adalah tentang bagaimana menyelesaikan warisan pekerjaan rumah dari para ”leluhurnya” untuk melanjutkan estafet pengelolaan hutan dengan prinsip-prinsip konservasi di masa mendatang. Sudah saatnya kita berbenah menyambut kelahiran generasi rimbawan madzhab (aliran pen.) konservasi yang dengan kesungguhan hati mengikrarkan diri menjalankan tugas untuk nusa dan bangsa, menjunjung tinggi
jiwa korsa dan berbakti kepada Tuhan Yang MahaEsa. Ket. 1). Artikel; dikontribusikan untuk Buletin Schwaner TNBBBR 2). Calon Penyuluh Kehutanan Pertama di TNBBBR
Daftar Pustaka
Iswanto, A Hery. 2005. Etika Rimbawan. Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Makalah. Internet : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../hutanapri%20heri2.pdf, tidak diterbitkan. (diakses : Jumat 11 November 2011 ; 15:19 wib) Kartodihardjo, H. 2006. Refleksi Kerangka Pikir Rimbawan. Panitia Hari Pulang Kampus XIII Alumni Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Keraf, A Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Grafika Mardi Yuana. Bogor Simon, Hasanu. 2010. Ilmu Kehutanan, Pendidikan dan Kiprah Rimbawan Indonesia (Naskah Pidato Pelepasan Purna Tugas). Universitas Gadjah Mada. Tidak diterbitkan. Suhendang, Endang. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Wibowo, Tri dan Widada. 2005. Rimbawan Profesional. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan Japan International Cooperation Agency. Jakarta Winarto, Bambang. 2006. Kamus Rimbawan. Yayasan Bumi Indonesia Hijau. Jakarta
Halaman 8
MANAJEMEN KONSERVASI LINGKUNGAN DAN EKOWISATA Intisari Sub Materi : Pengelolaan Kawasan Konservasi oleh :Antoni Manik, S.H.,M.Hum (Kepala SPTN Wilayah II Kasongan) A. Latar belakang Diklat SECEM (School of Environmental Conservation and Ecotourism Management) atau yang disebut juga dengan Diklat Manajemen Konservasi Lingkungan dan Ekowisata merupakan diklat Manajemen Teknis Kehutanan Tingkat III di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam. Diklat ini dilaksanakan kembali sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi potensi kawasan hutan dan lingkungan yang terus mengalami kemerosotan dan memberikan pemecahan terhadap masalah pengelolaan kawasan yang terkadang tumpang tindih antara satu peraturan dengan aturan lainnya yang kadangkala menimbulkan ego sektoral sehingga berdampak pada munculnya tekanan-tekanan yang lebih berat terhadap hutan dan keanekaragaman hayati yang hidup di dalamnya.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam merupakan satu-satunya ditjen di Kementerian Kehutanan yang memiliki kewenangan mengelola kawasan hutan (hutan konservasi) melalui unit pelaksana teknis di tingkat bawah yaitu Balai Konservasi Sumberdaya Alam dan Balai Taman Nasional yang dituntut untuk dapat mempertahankan keutuhan dan berjalannya sistem ekologis di dalam kawasan di bawah tekanan dari berbagai lapisan. Untuk mempertahankan keutuhan kawasan sehingga proses-proses ekologis dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan manfaat secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakat diperlukan pengelola kawasan yang mempunyai kompetensi dalam mengelola kawasan konservasi beserta potensi sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Pelaksanaan Diklat SECEM dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja peserta diklat dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan kawasan konservasi dan ekosistemnya dengan efektif. Sedangkan tujuan dari pelaksanaan diklat SECEM adalah untuk menyiapkan calon pimpinan UPT dibidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati yang berkualitas, kompeten, profesional dan berakhlak mulia serta berwawasan internasional yang
Halaman 9
mempunyai kemampuan dalam mengelola kawasan konservasi. Sedangkan Ruang Lingkup Kegiatan Diklat Secem ini adalah :
1.
6. 7.
Pengelolaan kawasan konservasi (perencanaan, perancangan dan pembiayaan) Pengembangan dan pengelolaan daerah penyangga Pengelolaan keanekaragaman hayati Ekowisata dan wisata bahari Manajemen perlindungan hutan dan penegakan hukum bidang kehutanan Pengendalian kebakaran hutan Pengelolaan kawasan konservasi laut
B.
Pengelolaan Kawasan Konservasi
2.
3. 4. 5.
Pelaksanaan Diklat SECEM ini diselenggarakan dalam 2 (dua) fase, yaitu: fase pertama berlangsung pada tanggal 20 September sampai dengan 3 Desember 2010 dan fase kedua tanggal 14 Maret sampai dengan 27 Mei 2010 dengan total waktu 6 (enam) bulan. Pelaksanaan Diklat SECEM Angkatan II bertempat di Pusat Diklat Kehutanan Bogor dan 6 (enam) unit pelaksana teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam sebagai lokasi praktek lapang, meliputi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Bali Barat. Pada pembahasan ini penulis mencoba memberikan sumbang saran yang merupakan salah satu materi yang terdapat dalam ruang lingkup Diklat SECEM. Materi tersebut yaitu Pengelolaan Kawasan konservasi (mulai dari perencanaan, perancangan dan pembiayaan) Kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan
oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama (Djogo, dkk). Fungsi kelembagaan seperti di atas adalah langkah awal didalam rencana pengelolaan kawasan konservasi yang dimana integrasi dan koordinasi memegang peranan penting dalam upaya memperkenalkan bentuk pengelolaan kawasan konservasi dan pemanfaatannya kepada masyarakat luas. Sehingga rencana pengelolaan kawasan konservasi diawali dengan
pembangunan prakondisi terlebih dahulu. Konteks pengelolaan kawasan konservasi dalam bahasan ini mencakup aspek perencanaan, perancangan, hingga pembiayaan bagi pengelolaan kawasan konservasi. Sebagai cerminan dari proses tersebut diambil pada kawasan-kawasan yang sudah ditunjuk maupun yang sudah dikukuhkan. Landasan teori dalam menentukan kawasan konservasi (Alikodra, 2011) adalah : Cakupan biogeografi Biografi merupakan studi penyebaran makhluk hidup dan proses alam yang mempengaruhi penyebarannya, serta dapat dipergunakan untuk mengklasifikasikan biosfer ke dalam satuan fisik dan biologi. Pertimbangan pelestarian plasma nutfah dan spesies. Termasuk didalamnya adalah spesies terancam punah, spesies dengan laju pertumbuhan yang rendah, spesies kunci (spesies terlangka), spesies yang punya daya tarik dll. Pertimbangan pariwisata (wisata alam, ekowisata, atau wisata berkelanjutan). Aspek hidrologi Aspek Geografi Pertimbangan praktis Cagar bagi spesies migrasi
Berdasarkan teori di atas maka ada yang terlewatkan dalam penunjukan maupun penetapan taman nasional yang ada pada landasan teori tersebut, yaitu aspek social dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan serta keberadaan pemerintahan daerah dalam era otonomi daerah sekarang ini. Keberadaan masyarakat didalam ataupun di sekitar kawasan hutan sangat tidak memungkinkan untuk diabaikan dalam kerangka pengelolaannya. Keberadaan masyarakat disekitar kawasan taman nasional berdampingan dengan pengelolaan kawasan konservasi. Resort sebagai satuan unit pengelolaan terkecil merupakan mitra langsung masyarakat di lapangan. Keberadaan resort akan memberikan masukan penting kepada seksi dan balai bagaimana perencanaan pengelolaan kawasan dilaksanakan dengan mengikutsertakan peran masyarakat. • Pada tingkat resort perencanaan dalam konteks pengorganisasian yang meliputi mulai penyusunan rencana kegiatan, kelembagaan, hingga pembiayaan bagi pengelolaan kawasan koservasi tersebut. Usulan kegiatan ditingkat resort yang berupa operasional resort diusulkan oleh masing-masing resort kepada seksi dan dilanjutkan ke balai. Sebagai balai sebagai top management ditingkat UPT mengkompilasi usulan kegiatan dari tingkat resort untuk selanjutnya di masukkan dalam RKA-KL (Rencana Kerja Anggaran – Kementerian/Lembaga red.). • Rencana kegiatan ditingkat resort sudah ditentukan besarannya di dalam RKA-KL dan dalam tahun berjalan resort menyusun kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan pagu yang telah ditentukan • Perencanaan kegiatan operasional ditingkat resort selama ini masih belum maksimal dan bahkan belum dilaksanakan sama sekali sehingga kegiatan perencanaan kegiatan pada tiap-tiap resort masih menginduk pada kegiatan di seksi atau balai. Selain kegiatan yang direncanakan dari tingkat resort, balai juga menyusun rencana kegiatan di lapangan yang melibatkan personil di tingkat resort/seksi. Kegiatan dimaksud antara lain: inventarisasi flora dan fauna, operasi gabungan, operasi fungsional, dll. Terdapat 4 (empat) unsur yang harus dipenuhi dalam sebuah kelembagaan, yaitu: sdm, organisasi, aturan dalam organisasi dan
Halaman 10
pendanaan atau insentif. Sehubungan dengan 4 unsur tersebut, hasil dari praktek di lapangan menunjukkan bahwa setiap UPT telah dapat disebut sebagai lembaga meskipun masih terdapat kelemahan disetiap unsurnya dan berbeda-beda antara UPT. Beberapa permasalahan yang dijumpai dalam kelembagaan ini antara lain: • Jumlah sdm yang masih sedikit khususnya di tingkat resort sehingga implementasi aturan dalam unit organisasi sulit dilaksanakan seperti implementasi untuk resort base management • Standard kompetensi dari sdm yang menduduki jabatan atau standard minimal yang dibutuhkan untuk implementasi resort base management belum terpenuhi • Proporsi sdm antara balai – seksi – resort yang tidak seimbang atau terjadi penggelembungan sdm di tingkat balai, sehingga peran resort sebagai ujung tombak bagi pelaksanaan kegiatan tidak bisa optimal. Hal ini sering terjadi karena kebutuhan sdm yang banyak di balai dalam rangka penyelesaian administrasi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran red.).
Halaman 11
• Belum adanya standard untuk impplementasi resort base management, baik dari segi : kewenangan (tugas pokok dan fungsi resort), standard kompetensi personil di tingkat resort, sarana dan prasarana minimal hingga standard minimal biaya untuk pelaksanaan kegiatan di tingkat resort. Belum adanya standard ini menyebabkan setiap UPT memiliki interpretasi yang berbeda-beda dan berimplikasi pada kebijakan yang diterapkan untuk resort base management di masingmasing UPT juga berbeda. C.
Kesimpulan
Penerapan / implementasi resort base management haruslah diikuti dengan peyusunan standard baku seperti tersebut dalam uraian permasalahan di atas, sehingga implementasi kebijakan resort base management di seluruh upt tidak jauh berbeda sat sama lain walaupun dalam pelaksanannya disesuaikan. Sumber : Bahan Diklat SECEM Gelombang II Tahun 2010-2011
“Tanaman Karnivora (Nepenthes) Yang Hampir Punah” Pendahuluan Kantong semar atau dalam bahasa latinnya Nepenthes sp (dalam bahasa Inggris disebut Tropical pitcher plant) adalah Genus tanaman yang termasuk dalam famili monotipik. Tanaman yang terdiri atas sedikitnya 103 spesies ini mempunyai keunikan karena hampir seluruhnya merupakan tanaman karnivora, pemakan daging. Selain karnivora juga memiliki keunikan pada bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Karenanya tidak sedikit orang yang memeliharanya. Namun keberadaan Kantong semar (Nepenthes) di habitat aslinya justru terancam kepunahan. Bahkan juni 2009 silam, LIPI mengumumkan beberapa spesies Kantong semar (untuk menghindari perburuan, nama spesiesnya dirahasiakan) sebagai tanaman paling langka di Indonesia. Kantung Semar tumbuh tersebar mulai dari Australian bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian selatan. Selain itu Nepenthes sp juga terdapat di Madagaskar, Kaledonia Baru, India dan Sri Lanka. Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki ragam spesies terbanyak. Sedikitnya terdapat 64 spesies Kantong semar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 32 jenis terdapat di Borneo (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam), 29 spesies terdapat di Pulau Sumatera, 10 jenis di Pulau Sulawesi, 9 jenis di Papua, 4 jenis di Maluku dan 2 jenis di Jawa. Habitat dan Ciri Fisik Kantong Semar Tumbuhan ini mampu hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, pegunungan, hutan gambut, hutan meranggas, gunung kapur hingga padang savana. Tumbuhan sebagian besar hidup secara empifit, yaitu menempel pada batang atau dahan pohon lain dengan panjang batang mencapai hingga 20 meter. Sementara Kantong semar yang hidup di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dengan panjang batang kurang dari 2 meter. Pada umumnya, tumbuhan karnivora ini memiliki sulur pada ujung daunnya. Sulur ini dapat termodofikasi membentuk kantong yaitu alat perangkap yang digunakan untuk menangkap memangsanya seperti serangga dan kodok. Kantong ini sendiri secara keseluruhan terdiri atas lima bentuk, yaitu tempayan, oval, silinder, corong dang pinggang.Tumbuhan karnivora ini termasuk jenis flora berumah dua. Artinya, tiap tanaman hanya memiliki satu jenis kelamin bunga. Jadi untuk bisa menghasilkan keturunan, si Karnivora ini musti melakukan perkawinan silang. Hal itulah yang menyebabkan banyak terdapat species Nepenthes yang terlahir dari hasil persilangan alami. Kantong semar juga dapat berkembang biak secara vegetatif dengan menggunakan tunas. Kantong Semar yang Karnivora Sewaktu daun masih muda, kantong pemangsa pada Nepenthes tertutup. Lantas, membuka ketika sudah dewasa. Namun bukan berarti kantung flora karnivora ini menutup sewaktu masih muda saja. Ia menutup diri ketika sedang mengganyang mangsa. Tujuannya supaya proses pencernaan berjalan lancar dan tidak diganggu kawanan musuh yang siap merebut makanan yang sudah ia peroleh.Bibir lubang kantung dilengkapi dengan alat penipu. Organ itu berwarna merah serta mampu menebarkan aroma manis. Warna bibir Kantong Semar yang merona serta beraroma manis itu akan memikat dan membuat lengah calon mangsa. Binatang yang terpikat akan tergelincir masuk ke dalam kantung antara yang licin. Cairan asam (enzim proteolase) yang berada dalam kantung tengah lalu mencerna tubuh mangsa itu. Tubuh mangsa naas itu kemudian diolah menjadi garam Posphat dan nitrat yang kemudian diserap oleh kantong Semar.
Halaman 12
Tidak semua jenis Kantong Semar memiliki mangsa favorit yang sama. Semut adalah menu kesukaan bagi Nepenthes mirabilis namun ada juga yang menyukai rayap seperti N. albomarginata. Ada pula species katung semar yang “vegetarian” alias tak suka menyantap daging tetapi melalap guguran dedaunan daritumbuhan yang berada di atasnya (Nepenthes ampullaria). Bahkan ada Kantung Semar yang menyukai kotoran burung (Nepenthes lowii). Kantong Semar yang Semakin Langka Kantong Semar termasuk tumbuhan yang langka dan beberapa jenis (non hibrida) mendekati kepunahan. Dari 386 jenis fauna Indonesia yang terdaftar dalam kategori “terancam punah” oleh IUCN, beberapa spesies Kantong semar berada di dalamnya. Bahkan LIPI mengumumkan beberapa spesies Kantong semar (untuk menghindari perburuan, nama spesiesnya dirahasiakan) sebagai tanaman paling langka di Indonesia.Karenanya tanaman ini dilindungi berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. Juga peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Covention of International Trade in Endangered Species (CITES) mengategorikannya dalam Appendix-1 (2 spesies) dan Appendix-2.Kelangkaan Kantong Semar (Nepenthes) antara lain disebabkan oleh pembukaan hutan, kebakaran hutan, dan eksploitasi untuk kepentingan bisnis. Yang terkadang membuat saya miris, konon, lantaran kekurangpahaman tidak sedikit masyarakat yang mengeksploitasi Kantong Semar untuk kepentingan bisnis dengan mengambilnya di alam bebas kemudian menjualnya dengan harga mulai dari 25 ribu rupiah. Sebuah harga yang sangat tidak sebanding dengan kelangkaan flora ini. Jenis dan Gambar Kantong Semar Kalimantan
Nepenthes fusca
Nepenthes bicalcarata
Nepenthes ephippiata
Nepenthes rafflesiana
Nepenthes stenophylla
Nepenthes boschiana
Nepenthes clipeata
Nepenthes mapuluensis
Nepenthes veitchii
(Muhammad Abduh, S.Hut -PEH Pelaksana Lanjutan TNBBBR).
Sumber : anonim. 2011. kantong semar tanaman karnivora. http://alamendah.wordpress.com/2009/10/08/kantong-semar-tanaman-karnivora/ (diakses Kamis, 10 Nopember 2011. 14.30 wib
Halaman 13
MERANTI ( Shorea spp ); POHON PENTING DI INDONESIA Meranti (Shorea spp.) adalah satu jenis pohon hutan yang penghasil kayu dan komoditi penting di Indonesia. Meranti merupakan salah satu suku Dipterocarpaceae yang mendominasi hutan hujan tropis diwilayah bagian barat Indonesia, dan merupakan marga terpenting yang paling banyak di eksploitasi di kawasan hutan basah di Asia. Di Kalimantan diperkirakan 67% dari tegakan pohon yang ada marga Shorea. Marga Meranti meliputi sekitar 194 Jenis yang terdiri dari 4 kelompok. Dikawasan Asia Tenggara terdapat 70 jenis meliputi (Thailand, Indonesia, Malaysia) dengan jenis jenis penting sebagai berikut : - S. leprosula Miq, S. Ovalis (Kort) Blume, S. parvifolia Dyer, S. smithiana Sym, S. curtsii Dyer ex King, S. macranatha Brandis, S. ovate Dyer ex Brandis, S. pauciflora King, S. platyclados V. Shooten ex Foxw (Lemmens dan Soerianegara). • Meranti Kuning, terdiri dari 33 jenis . • Meranti Putih terdiri 22 jenis. • Meranti Balau terdiri dari 38 jenis ( Jafarsidik, 1998: Lemens dan Soerianegara, 1993 ) Ada beberapa dari marga shorea juga memberikan manfaat sebagai penghasil biji tengkawang seperti : - S, stenoptera Burk ( Tengkawang Laying ) - S. beccariana Burk ( Tengkawang Bukit ) - S, lepidota Korth ( Majau Bunga ) - S. macrantha Brandis ( Tengkawang Lekong Daon ) - S. palembanica Miq ( Majau ) - S. mecitopteryx Ridl (Tengkawang Layar ) - S. martiniana Burk ( Tengkawang Telor ) - S. singkawang Miq ( Tengkawang lampong ), Sumadiwangsa dan Sidiyasa, 1993;Sudarto, 1997 BIOLOGI REPRODUKSI Kebanyakan Shorea merupakan spesies dengan musim perbungaan raya. Musim perbungaan raya adalah musim berbunga aneka (hampir semua) spesies dipterokarpa, bersama pohon-pohon suku tetumbuhan lainnya, yang berlangsung kurang lebih serentak secara berkala, dalam jangka waktu yang tidak teratur antara 3–10 tahun. Diduga bahwa perbungaan, yang kemudian diikuti pula oleh perbuahan, serentak ini berevolusi untuk mengatasi gangguan hewan-hewan pemakan biji atau untuk menyukseskan penyerbukan bunga. Agaknya kedua-dua penjelasan itu dapat diterima. Para ahli memperkirakan bahwa perbungaan raya ini dirangsang oleh musim kemarau yang terjadi pada masa-masa peralihan dari La Niña menuju El Niño. Besar atau tidaknya musim perbungaan raya ini diduga kuat bertalian dengan waktu terjadinya musim kemarau yang terkait fenomena siklus ENSO (El Niño southern oscillation); musim perbungaan terbesar biasanya muncul setelah diantarai waktu beberapa tahun tanpa perbungaan. Marga Shorea diserbuki oleh serangga dan aneka jenis serangga terlibat di sini; sementara untuk seksi Shorea yang sama diserbuki oleh jenis serangga yang sama. Untuk menghindari kompetisi, jenis-jenis dari seksi Shorea yang sama yang berada pada habitat atau komunitas tumbuhan yang sama, akan mengatur saat perbungaannya sedemikian sehingga terjadi secara bergiliran. DISTRIBUSI GEOGRAFIS Daun Meranti merah ( Shorea parvifolia Dyer ) Sumber Atlas Kayu Indonesia, jilid 1: 85 Marga Shorea terdiri dari 194 spesies, sebanyak 163 spesies terdapat diwilayah Malaya. Marga ini tersebar mulai dari Srilangka, India, Indo China, sampai kesemenajung Malaysia, dan akhirnya sampai ke Maluku. Jenis jenis meranti dilihat dari sebarannya sebagai berikut : 1. Hutan Dataran Rendah terdapat antara lain : S. leprosula, S. parvifolia, S. johorensis, S. exelliptica. 2. Hutan Pegunungan terdapat antara lain : S. Glauca, S. parvifolia 3. Hutan Rawa terdapat antara lain : S. scabrida, S. macrophylla, S. palembanica, S. seminis, S. sumatrana.
Halaman 14
4. Hutan Rawa Gambut terdapat antara lain : S. longiflora, S. plattycarpa, S. scabrida, S. blangeran. 5. Areal bekas ladang dari hutan primer didekatnya terdapat antara lain : S. parvifolia. ( Matius, 1995 ). Tingkat keragaman jenis tertinggi di beberapa tempat yaitu : • Kalimantan ( 62 spesies ) • Sumatera ( 23 spesies ) • Semenajung Malaysia ( 19 spesies ) • Filipina ( 5 spesies ) • Maluku (1 spesies) Sebaran jenis jenis meranti dilihat dari kelompoknya : 1. Meranti Putih : - Semenanjung Malaysia ( 11 spesies ) - Sumatera ( 9 spesies ) - Kalimantan ( 13 spesies ) - Filipina ( 3 spesies ) - Jawa (1 spesies ) - Sulawesi ( 1 spesies ) - Maluku ( 2 spesies ) 2. Meranti Kuning : - Bagian Selatan Thailand dan Kalimantan ( 29 spesies ) - Semenjung Malaysia ( 10 spesies ) - Sumatera ( 8 spesies ) - Filipina ( 1 spesies ) 3. Meranti Balau : - Srilangka, India bagian selatan, Indo China, Malaya. MANFAAT DAN KEGUNAAN Shorea adalah salah satu marga penghasil kayu-kayu dipterokarpa yang terpenting. Aneka jenis kayu meranti (meranti kuning, merah, dan putih), balau, bangkirai, balangeran dan lain-lain, tergabung di sini. Manfaat kayu meranti dapat digunakan untuk kontruksi berat maupun ringan, ada beberapa jenis meranti tertentu menunjukkan manfaat sebagai obet. Di samping itu marga ini juga menghasilkan resin yang disebut damar dari berbagai kualitas; salah satu yang terbaik kualitasnya adalah damar mata kucing. Damar terutama digunakan dalam industri pernis dan cat, serta untuk pengolahan kimiawi lainnya. Beberapa spesies Shorea menghasilkan tengkawang, yakni buah meranti-merantian yang besar dan berlemak. Setelah disalai agar awet, biji tengkawang dikempa untuk mengeluarkan minyaknya yang berharga tinggi. Minyak tengkawang digunakan dalam industri kosmetika dan makanan. STATUS KONSERVASI Eksploitasi hutan secara masif telah mengancam kelestarian marga ini di alam. Sebanyak 148 spesies Shorea telah tercatat dalam Daftar merah IUCN. Kebanyakan di antaranya tercantum dengan status kritis (CR, critically endangered). Meski demikian, ada beberapa catatan kritis yang perlu diperhatikan sehubungan dengan daftar IUCN mengenai pohon-pohon dipterokarpa. Yang pertama adalah terkait dengan kriteria tingkat keterancaman spesies yang dibangun berdasarkan karakter populasi satwa, sehingga cenderung berlebihan dalam menilai ancaman tatkala diterapkan bagi organisme yang spesifik-habitat dan berumur panjang sebagaimana lazimnya pohon. Selain itu, salah satu spesies yang dilaporkan telah punah menurut daftar tersebut, Shorea cuspidata, ternyata dilaporkan masih banyak terdapat di Taman Nasional Bako dan juga dijumpai di Taman Nasional Lambir. (Eko Yulianto - Polhut Pelaksana TNBBBR).
Sumber : www.dephut.go.id.informasi/RRL/ IFSP/ Shorea www.id.wikipedia.org/wiki/Shorea
Halaman 15
Peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia-Bulan Menanam Nasional (HMPI-BMN) Gerakan Penanaman 1 Milyar Pohon di Kabupaten Katingan Oleh: Nur Hidayat
Gubernur Kalteng Membuka Secara Simbolis Penanaman Bibit Pohon Tanggal 28 Nopember dijadikan sebagai momen peringatan puncak Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional (HMPI – BMN) pelaksanaannya diselenggarakan pada tingkat pusat, provinsi dan daerah di seluruh Indonesia. HMPI-BMN ini dilaksanakan karena Presiden Republik Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan mitigasi bencana yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia khususnya terkait perubahan iklim global yaitu diantaranya ingin menurunkan emisi CO2 di atmosfer sebesar 26% dengan upaya sendiri atau 41% dengan bantuan Internasional pada tahun 2020. Oleh karena itu untuk mewujudkan komitmen tadi di perlukan suatu usaha yang harus di mulai dari sekarang dan saat ini juga. Salah satu upaya yang paling nyata yang harus dilakukan adalah dengan menanam pohon dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan kritis serta antisipasi dampak perubahan iklim global. Adapun tujuan dari HMPI-BMN ini diantaranya (1). Menambah tutupan lahan untuk mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor, kekeringan dan kebakaran; (2). Konservasi keanekaragaman
Halaman 16
hayati (bio-diversity); (3). Penyerapan karbon dioksida (CO2) di atmosfir untuk antisipasi dampak perubahan iklim (4).Ikut berpartisipasi terhadap kebutuhan pangan, energi dan ketersediaan air untuk kesejahteraan masyarakat.Puncak peringatan hari menanam nasional 2011 yang di selenggarakan di kabupaten Katingan dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Tengah, Bupati Katingan dan Pejabat teras lainnya yang sama-sama ingin mensukseskan program Bulan Menanam Nasional 2011 ini dengan target 1 Milyar Pohon. Dalam sambutannya Gubernur Kalimantan Tengah Bapak Agustin Teras Narang mengungkapkan “antusiasme dan dukungan dari warga Kalimantan Tengah dalam mensukseskan Gerakan Penanaman 1 Milyar Pohon (OBIT red.), bahkan beliau pun mengajak kepada warga Kepala SPTN Wilayah II Kasongan mewakili Kabalai TNBBBR Secara Kalimantan Tengah untuk Simbolis Menanam Bibit Pohon menanam pohon dengan target yang tidak ditentukan tetapi beliau pun menegaskan untuk tidak lupa memelihara pohon yang telah kita tanam tersebut agar bisa tumbuh dan hidup supaya manfaatnya bisa kita rasakan secara bersama karena tugas kita bukan hanya menanam saja tetapi juga memeliharanya karena sebanyak apapun jumlahnya di kalteng ini tidak akan ada artinya dan tidak akan berhasil”. Teras juga akan membuat program di tahun 2012 mendatang akan mencanangkan, menanam dan memlihara pohon sebanyak-banyaknya dengan tidak memberikan target seberapa banyak pohon itu ditanam tetapi beliau memberikan kebebasan untuk 13 Kabupaten/kota di Kalteng untuk menanam pohon dan akan di berikan penghargaan dan hadiah bagi kabupaten dan kota yang mampu menanam pohon terbanyak.Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan juga menyambut gembira dengan program Kementerian Kehutanan ini khususnya di Kabupaten Katingan di wakili oleh Kepala SPTN 2 untuk menghadiri acara tersebut sebagai bentuk partisipasi untuk mensukseskan penanaman pohon di kabupaten Katingan yang jumlah total penanaman di kota katingan pada acara tersebut sebanyak 1000 pohon yang dibagi dan tanam oleh tiap instansi yang ada di pemerintah daerah Kabupaten Katingan.
Halaman 17
Sumber Energi Terbarukan Teknologi Cerdas Ramah Lingkungan Jumlah penduduk bumi yang sampai tahun 2011 ini telah mencapai angka di atas 6,7 miliar jiwa menjadi sebuah topik kajian yang sangat menarik untuk dibicarakan. Pertumbuhan penduduk yang oleh beberapa peneliti diperkirakan secara pasti akan mengalami lonjakan signifikan akan turut pula disertai peningkatan kebutuhan pangan, sandang dan perumahan, tak terkecuali juga kebutuhan energi yang dalam sepanjang perjalanan peradaban manusia tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Angka pertumbuhan penduduk yang melonjak dihadapkan dengan ketersediaan bahan bakar fosil yang tentunya kian menipis mengundang kekhawatiran berbagai pihak tentang masa depan kehidupan dalam kaitan dengan kebutuhan konsumsi energi per kapita pada tahun-tahun berikutnya. Beberapa ahli bahkan menyatakan bahwa bahan bakar fosil akan habis tidak lebih dalam kurun waktu setengah abad yang akan datang. Beruntunglah beberapa ilmuwan telah menyiasati krisis energi yang mungkin terjadi nanti dengan berinovasi menggunakan sumber-sumber energy terbarukan yang tentunya juga ramah terhadap lingkungan. Beberapa penemuan mutakhir yang cukup prospektif untuk dapat menghasilkan energi alternatif masa depan di antaranya adalah microhydro, geothermal, solar cell, pizoelectric, baterai kopi, baterai kertas dan PLT-GL. 1.Wind Power Tenaga angin dapat digunakan juga untuk menghasilkan listrik dengan menggunakan kincir angin.Kincir angin yang modern rata-rata berkapasitas antara 600kW sampai 5MW.Lokasi yang tepat untuk mendapatkan energy ini adalah didaerah yang berangin kencang dan konstan seperti daerah pantai atau daerah dataran tinggi.Prinsip kerja kincir angin menghasilkan listrik adalah melalui turbin angin yang mengubah energi kinetik angin menjadi energi mekanik yang kemudian dikonversi menjadi listrik. Dengan cara kerja yang cukup sederhana energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. 2. Microhydro Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang mengunakan energi air dengan kapasitas daya yang dibangkitkan dari 10kW hingga 500 kW.Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sumber energi), turbin dan generator.Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu disalurkan clan ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin). Turbin akan menerima energi kinetik dari air dan mengubahnya menjadi energi mekanik untuk memutar generator. Teknologi Mikrohidro adalah teknologi berskala kecil yang dapat diterapkan pada sumber daya air untuk mengubah potensi tenaga air yang ada menjadi daya listrik . 3. Geothermal Energi panas bumi, adalah energi panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi danfluida yang terkandung didalamnya.Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir
Halaman 18
dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksiankembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy). 4. Solar Cell Solar cell /panel surya yaitu sebuah peralatan semikonduktor yang dapat mengkonversi energi foton/cahaya menjadi energi listrik.Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Sel surya pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel surya biasanya menghasilkan tegangan 0,5 volt. Sel surya merupakan elemen aktif (semikonduktor) yang memanfaatkan efek fotovoltaik sehingga dapat merubah energi surya menjadi energi listrik. 5. Piezoelectric Piezoelektrik adalah konsep sederhana untuk menghasilkan listrik yang berasal dari tekanan. Cara kerja Piezoelectric adalah menciptakan sumber daya energi yang berkelanjutan dengan memanfaatkan cahaya, panas dan angin yang ditangkap oleh manekin pohon buatan. Prinsip kerjanya ketika kekuatan dari luar, seperti angin yg menghembuskan dedaunan (nano leaves). Pada saat itu juga, tekanan mekanis muncul di daun, ranting, tangkai dan cabang. Proses ini kemudian dapat menghasilkan jutaan watt Pico yg secara efisien akan diubah menjadi listrik. Dengan begitu, semakin kuat angin maka energi yg dihasilkan akan semakin banyak. Nanoleaves juga dapat mengkonversi cahaya tak terlihat, yang dikenal sebagai cahaya inframerah atau radiasi. Dengan kata lain, Cara kerja Nanoleaves adalah memanfaatkan radiasi matahari dan Angin sebagai sumber energi. 6. Baterai Kopi Struktur sumber energi alternatif ini terdiri dari kapsul alumunium, dengan strip tembaga, air garam, dan tentunya bubuk kopi.Prinsip kerja baterai ini pun cukup sederhana, alumunium berfungsi sebagai anoda, kemudian tembaga sebagai katoda, sedangkan air garam berfungsi sebagai elektrolit. Bisa dikatakan proses kimia dalam baterai ini mirip dengan cara kerja baterai mobil. Dalam proses kimia yang cukup sederhana tersebut, setiap baterai mampu menghasilkan energi listrik sebesar 1,5 – 1,7 Volt, setara dengan baterai ukuran AA yang sering kita gunakan. Sehingga kelak baterai hemat energi ini diharapkan mampu menggantikan baterai standar.Seperti yang kita ketahui, sumber energi baterai konvensional yang kita pakai sekarang memiliki bahan dasar yang cukup berbahaya bagi lingkungan. Baterai bertenaga kopi ini sudah diuji penggunaannya dalam Venice Design Week, di mana 700 baterai kopi ini mampu memberi tenaga bagi jam di festival teknologi tersebut. Saat ini, kinerja baterai ini tengah dalam pengembangan.Harapannya, kelak baterai ini juga bisa menggantikan sistem baterai yang lebih rumit seperti yang digunakan produk-produk teknologi informasi, diantaranya baterai laptop maupun baterai handphone.(Zulfiady, S.Hut-dari berbagai sumber).
Halaman 19
Dewan Redaksi & Daftar Isi| Salam Redaksi | Tajuk Utama | Artikel | Kabar dari Lapangan | Profil | ►
Kemah Kerja Konservasi dan Pendidikan Lingkungan bagi Anak Sekolah; Menggalang Kepedulian Menyelamatkan Lingkungan
Alam beserta segala isinya merupakan anugrah Tuhan yang tiada terkira nilainya, kita sebagai manusia wajib menjaga alam untuk terus melanjutkan hidup dan kehidupan, bukan hanya dijaga, tapi alam harus dilestarikan agar terus dapat memberikan manfaatnya bagi kita untuk semua makhluk di planet ini.
Pembinaan Generasi Muda Melalui Kemah Kerja Petikan di atas merupakan salah satu pendapat yang diungkapkan seorang siswa SMA (Sekolah Menengah Atas red.) dalam rangkaian kegiatan kemah kerja konservasi dan pendidikan lingkungan bagi anak sekolah yang dilaksanakan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) pada 28-30 Oktober 2011. TNBBBR melaksanakan kegiatan pembinaan terhadap generasi muda kalangan pelajar di sekitar kawasan penyangga taman nasional. Kemah diisi dengan berbagai kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang konservasi dan lingkungan hidup. Peserta yang terdiri dari siswa dan siswi sekolah menengah di Kabupaten Melawi dan Kabupaten Katingan. Dilaksanakan di 2 Seksi Pengelolaan Taman Nasional; SPTN Wil I Nanga Pinoh - Melawi dan SPTN Wil II Kasongan – Katingan, kegiatan ini diikuti peserta sebanyak 30 orang. Dalam kegiatan ini agenda kegiatan dipandu oleh mentor-mentor dari TNBBBR, BKSDA Kalbar, Kelompok Pecinta Alam Ciwanadri-Melawi dan Guru Pembina Pramuka setempat. Pelaksanaan agenda kemah berjalan tanpa hambatan yang berarti, seluruh peserta mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dengan tertib dan seksama. Pada dasarnya kegiatan kemah kerja konservasi dan pendidikan lingkungan bagi anak sekolah bertujuan untuk membentuk generasi muda sadar lingkungan dengan wawasan konservasi dan mental kepanduan yang tinggi. Kegiatan Kemah Kerja Konservasi di SPTN Wil I dimulai dengan mobilisasi peserta yang dilakukan Jumat pagi tanggal 28 Oktober 2011 menggunakan kendaraan truk oplet sebanyak tiga puluh pelajar dari berbagai sekolah menengah atas dan kejuruan melakukan perjalanan selama
3 jam melewati terjalnya jalan bebatuan menuju Bumi Perkemahan Belaban Ella Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi. Peserta yang notabene merupakan pelajar di sekitar Kota Nanga Pinoh pada umumnya terkejut menyaksikan kondisi jalan yang masih jauh dari predikat layak. Hentakan mobil dan debu tak jarang menyapa sepanjang jalan yang dilalui, namun tantangan tersebut tidak sedikitpun menyiutkan keinginan mereka untuk mengikuti kegiatan ini. Tiba di Bumi Perkemahan Belaban
Sesampainya di lokasi perkemahan peserta dan panitia bersama-sama mendirikan tenda dan mempersiapkan berbagai keperluan, sebagian lainnya mempersiapkan upacara pembukaan perkemahan. Selesai pancangpancang berdiri dan tenda siap seluruh peserta dan panitia melakukan upacara pembukaan perkemahan. Pembukaan diisi agenda pembacaan laporan dari ketua panitia kemah Zulfiady, S.Hut kepada Kepala SPTN Wilayah I Nanga Pinoh yang pada kesempatan ini diwakili Kepala Resort Belaban SPTN Wil I Nanga Pinoh, Binaksor Sihombing. Dalam sambutannya Kepala Resort Belaban berpesan kepada seluruh peserta agar mengikuti kemah dengan serius dan sungguh-sungguh sehingga dapat mengambil pengalaman dan manfaat serta mengerap pengetahuan dari kegiatan kemah kerja konservasi tersebut. Selain itu beliau juga menambahkan agar peserta dapat secara kritis
Halaman 20
menyikapi isu-isu lingkungan terkini dalam kaitannya dengan menurunnya daya dukung lingkungan bagi kehidupan melalui pola hidup ramah lingkungan, pemanfaatan secara berkelanjutan dan mendukung konservasi alam melalui pola hidup cinta menanam. Selesai upacara pembukaan peserta dipersilahkan untuk beristirahat dalam tenda selama 90 (sembilan puluh) menit untuk menyegarkan kondisi badan dan persiapan agenda Bina Suasana Kegiatan dan penyampaian materi di kelas. Sebagian peserta justru lebih memilih berjalan-jalan di sekitar bumi perkemahan dibanding beristirahat di dalam tenda. Selepas waktu istirahat, peserta diarahkan menuju ruang kelas untuk mengikuti bina suasana dan materi.
Hari pertama diisi dengan Bina Suasana Kegiatan yang berisi perkenalan antar peserta, pembagian kelompok permainan dan materi Pengenalan TNBBBR. Tugas dibagikan pada masing-masing peserta berupa kreatifitas peserta membuat mozaik dari sampah alam dengan tema konservasi sumber daya alam hayati Indonesia. Kelompok juga diwajibkan membuat yel-yel untuk lebih menghidupkan suasana dalam setiap kegiatan, sedangkan yel-yel terbaik akan mendapatkan reward dari panitia. Agenda hari pertama diakhiri dengan evaluasi dan pengarahan persiapan kegiatan hari kedua.
Field Trip di Kawasan TNBBBR Hari kedua kegiatan dimulai pukul 04.30 wib dimulai dengan senam pagi dan oleh raga bersama sampai dengan pukul 06.00 wib. Peserta mengikuti senam pagi dan olah raga yang dipandu oleh panitia bersama mentor dengan suka cita. Agenda pagi tersebut juga diselingi dengan permainan dan teka-teki yang diikuti oleh seluruh peserta dan panitia dibawah panduan mentor. Suasana membaur antar satu dengan
Halaman 21
lainnya sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan waktu sarapan dan peserta harus segera berkemas menuju kawasan TNBBBR untuk field trip dan photo hunting di dalam kawasan.
Ketegangan bercampur rasa ingin tahu terlihat dari raut wajah masing-masing peserta saat panitia mengabarkan bahwa untuk mencapai kawasan harus terlebih dahulu menyeberangi sungai yang pada saat itu masih dalam kondisi pasang. Pada akhirnya rasa ingin tahu peserta mengalahkan semua keraguan dan ketakutan peserta, dengan bantuan dari panitia menggunakan tali penyeberangan satu persatu peserta akhirnya berhasil menyeberangi sungai menuju kawasan. Di dalam kawasan seluruh peserta diperkenalkan dengan kawasan, kehati dan pengelolaan TNBBBR. Disampaikan pula materi navigasi darat dan jungle survival yang dipandu oleh pemateri dari TNBBBR dan KPA Ciwanadri. Selesai istirahat siang dan makan kegiatan dilanjutkan dengan photo hunting dan field trip di dalam kawasan. Peserta diwajibkan mengambil foto sebanyakbanyaknya dan membuat resume perjalanan di dalam kawasan yang kemudian akan dipresentasikan di depan peserta lainnya. Kesempatan ini juga tidak disia-siakan peserta untuk unjuk kebolehan kreasi yel-yel yang telah dirancang kelompok masing-masing. Field trip dilakukan selama 3 jam masing-masing peserta mengeksplorasi jalur patroli masing-masing didampingi oleh panitia dari TNBBBR. Kegiatan field trip usai pukul 14.30 wib peserta langsung dimobilisasi menuju bumi perkemahan dan langsung diistirahatkan selama satu setengah jam untuk persiapan kegiatan pada malam hari.
Presentasi dan Diskusi
Masing-masing kelompok merapat dan merancang konsep presentasi field trip dan photo hunting yang telah dilakukan di dalam kawasan untuk persiapan presentasi dalam kelas. Saat agenda penyajian hasil field trip dimulai dengan cukup antusias peserta menyampaikan argumen, tanggapan dan sanggahan pada kelompok penyaji tentang materi yang disampaikan seputar kawasan TNBBBR. Beberapa kelompok dengan kritis menanggapi setiap detil materi yang disajikan kelompok-kelompok kompetitornya. Diskusi pun berjalan hangat terlebih saat timbul pertanyaan dari peserta tentang seberapa pentingnya keberadaan kawasan TNBBBR bagi daerah-daerah di sekitarnya. Berapa pendapat yang cukup brilian muncul dari adik-adik pelajar peserta kegiatan kemah ini, diantaranya pendapat yang menyatakan bahwa “taman nasional harus terus dijaga keberadaannya, bahkan tidak hanya dijaga namun wajib dilestarikan, karena taman nasional merupakan urat nadi kehidupan yang tidak hanya penting bagi tumbuhan dan satwa di dalamnya tetapi juga bagi seluruh makhluk di muka bumi ini”. Dalam diskusi juga turut dibahas isu-isu lingkungan terkait pemanasan global dan perubahan iklim yang ramai dibicarakan publik akhir-akhir ini. Presentasi dan diskusi ditutup dengan evaluasi dan arahan kegiatan hari ketiga. Agenda malam hari diisi dengan api unggun dan pentas kreatifitas masing masing peserta dan kelompok. Setiap peserta menunjukkan kebolehan masing-masing terutama dalam hal tarik suara dengan membawakan hits-hits terupdate 2011, sampai pada akhirnya kegiatan api unggun berakhir pukul 00.30 wib dini hari.
diisi dengan kegiatan penanaman di sekitar bumi perkemahan. Masing-masing peserta sebelumnya telah ditugaskan untuk membawa bibit tanaman pohon untuk menghijaukan lokasi di sekitar kawasan bumi perkemahan. Penanaman tersebut juga sekaligus menjadi wujud nyata kepedulian peserta kemah kerja konservasi terhadap lingkungan. Dalam kegiatan tersebut berhasil ditanam 30 pohon yang berasal dari peserta terdiri atas Meranti, Durian, Nangka, Rambutan, Ketapang dan Sawo. Melalui penanaman tersebut diharapkan peserta dapan membudayakan pola hidup cinta menanam dan sadar lingkungan untuk bersama-sama dapat melestarikan alam lingkungan sekitar.
Lomba-lomba dilaksanakan seusai penanaman diisi denga berbagai permainan dan arena ketangkasan yang menguji kemampuan teamwork masing-masing kelompok. Lomba ini terdiri dari loncat zig-zag, jebakan betmen, lubang rayap, estafer tepung, karpet ajaib dan delivery service. Keceriaan dan suka cita tergambar dari raut muka peserta, bahkan sampai saat akhir dari rangkaian kegiatan kemah ditutup banyak dari peserta yang menyampaikan kesan-kesannya selama mengikuti kegiatan ini. Harapan mereka agar pada kesempatan lain dapat kembali mengikuti kegiatan serupa dan dapat berkumpul kembali, untuk satu cita-cita ‘konservasi’. (dnh’86 - TNBBBR)
Menanam untuk Masa Depan Hari ketiga yang sekaligus juga menjadi hari terakhir kegiatan kemah kerja konservasi
Halaman 22
Dewan Redaksi & Daftar Isi| Salam Redaksi | Tajuk Utama | Artikel | Kabar dari Lapangan | Profil | ►
Antoni Manik, SH, M.Hum
“Kesetiaan pada Pekerjaan dan Cinta untuk Keluarga” “Kecerdasan dalam memilih adalah kekayaan yang tidak dipunyai setiap orang”, begitulah yang dikatakan Antoni Manik SH, M.Hum saat ditemui buletin Schwaner di ruang kerjanya. “Hidup itu selalu soal pilihan, apapun yang menjadi pilihan Anda jalanilah dengan konsisten maka lihatlah apa yang akan terjadi” imbuhnya. Pria yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Kasongan ini adalah salah satu punggawa TNBBBR yang memiliki dedikasi tinggi pada profesinya. Saat didaulat untuk memimpin SPTN wilayah II Kasongan di Katingan, sebuah peluang sekaligus tantangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, dengan tegas beliau menyanggupi perintah itu. “Siap Pak, itu saja yang saya katakan” kenang beliau mengungkapkan kesediaannya berpindah tugas yang berarti juga ikrar kesiapannya bekerja jauh dari keluarga.Pria yang lahir di Pematang Siantar 23 Juli 1974 ini mengawali karir di Departemen Kehutanan (sekarang Kementerian Kehutanan red.) pada tahun 2000 sebagai Polisi Kehutanan di Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. “Sangat bangga bisa mengabdi di Dephut terlebih sebagai seorang Polisi Kehutanan, inilah yang saya sebut sebagai pilihan cerdas” ungkapnya. Selama bekerja di TNBBBR sebagai Polhut berbekal kepiawaian serta penguasaan materi perundangundangan kehutanan yang cukup mumpuni membuahkan prestasi yang tidak bisa dibilang biasa saja. Berkat kerja keras dan iktiar yang tak kenal lelah pada tahun 2007 suami dari Hairy Suisma A.Md ini berhasil memperoleh Karya Siswa Departemen Kehutanan pada Magister Hukum Bisnis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Tentang prinsip hidupnya, bungsu
Halaman 23
dari empat bersaudara pasangan Ojahan Manik dan M. Rumahorbo ini mengatakan “saya menyukai tantangan, selalu ada peluang di balik setiap masalah, itu yang saya yakini”. Tak heran berbekal filosofinya yang cukup optimistis itu membuat beliau selalu tampil percaya diri dan yakin bahwa semua masalah pasti ada solusinya. Menurut lelaki penggemar warna merah ini keyakinan pada usaha sendiri-lah yang paling menentukan keberhasilan hidup seseorang, “Ikhtiar yang paling penting, there is will there is way” tutur ayah Rysni Adelia Dwinusa Manik ini. Sebagai Kepala SPTN Wilayah II Kasongan, Antoni Manik SH, M.Hum telah merancang sebuah strategi transformasi pengelolaan TNBBBR khususnya pada kawasan TNBBBR di bagian Kalimantan Tengah. Beberapa strategi tansformasi pengelolaan yang ia sebut sebagai soft revolutionarystrategy (strategi revolusioner yang lembut red.) mencakup aspek sumber daya manusia, pengelolaan kawasan, peningkatan nilai tambah kawasan dan pengembangan kapasitas dan kapabilitas masyarakat di sekitar kawasan penyangga. Di samping itu upaya penguatan kemitraan dalam rangka implementasi kolaborasi pengelolaan kawasan juga menjadi perhatian utamanya. “Perlu kita lakukan revolusi terutama pada taktis pengelolaan kawasan, sdm (sumber daya manusia red.), pengelolaan, pemanfaatan jasling (jasa lingkungan red.) dan masyarakatnya, cukup banyak pekerjaan yang mesti digarap, kita upayakan agar semuanya bisa dikolaborasikan” ujar penggemar tokoh Soekarno ini pada buletin Schwaner.Dari beberapa jurus pamungkasnya, menurut Antoni Manik, SH, M.Hum paling tidak terdapat dua hal paling krusial yang harus dibenahi dalam upaya peningkatan pengelolaan kawasan TNBBBR, yaitu tentang peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta sinergisitas pengelolaan kawasan secara partisipatif-kolaboratif. “Kita sudah punya Sembilan Nilai Dasar Rimbawan sebagai fundamen akhlak personil, itu sudah sangat ideal dan sekarang tinggal bagaimana kita bersamasama mengamalkan nilai-nilai itu” papar pria
ramah ini. Lebih lanjut “Bang Tony” begitu beliau sering disapa, menambahkan bahwa rasa tanggung jawab dan profesionalitas yang tinggi dari sumber daya pengelola merupakan prasyarat terwujudnya sebuah pengelolaan yang mantap.“Secara makro pelaksanaan program di TNBBBR sudah cukup bagus dan yang perlu dipertahankan adalah agar pelaksanaan kegiatan tetap selaras dengan apa yang telah tertuang dalam dokumen perencanaan kita, baik RPJP (Rencana Pengelolaan Jangka Panjang red.), Renstra (Rencana Strategis (red.) maupun Renja (Rencana Kerja red.)” ungkap penyuka karaoke ini. Beliau menambahkan bahwa harus ada sinergisitas antara perencanaan dan implementasi program di lapangan sekaligus dibutuhkan imbal peran antar stake holder (pemangku kepentingan) terkait dalam pengelolaan kawasan TNBBBR termasuk kawasan penyangga yang ada di sekitarnya. “Untuk mewujudkan pengelolaan TNBBBR yang mantap masing-masing stake holder harus berbagi peran, pusat (pemerintah pusat red.) konsen menangani konservasi, daerah bisa menggarap infrastrukturnya dan NGO (NonGovernmental Organization red.) dari sisi penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat di sekitarnya”. Kolaborasi pengelolaan kawasan merupakan sebuah keniscayaan dalam rangka peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan. “Dengan jumlah sdm yang terbatas dihadapkan pada luasan kawasan yang cukup besar kita harus bekerja efektif dan efisien, oleh karenanya sdm yang profesional menjadi tumpuan pengelolaan TNBBBR” beliau memaparkan. Kolaborasi menjadi sebuah pilihan yang
prospektif untuk mewujudkan pengelolaan yang saling sinergis di antara berbagai sektor pendukung pengelolaan. Kerja sama dan kemitraan dengan civitas academica dalam rangka mengembangkan TNBBBR sebagai kawasan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengembangan konservasi. “Perguruan tinggi adalah mitra strategis kita dalam pengelolaan, merangkul kaum akademisi untuk turut serta dalam pengelolaan adalah sama artinya kita telah melakukan akselerasi sekaligus lompatan dalam pengelolaan” ungkap beliau di sela wawancara.Menanggapi wacana tentang resort base management(pengelolaan berbasis resort red.)penyuka warna merah ini mengakui bahwa pengelolaan berbasis resort di TNBBBR merupakan sebuah tantangan bagi seluruh personil, terutama untuk tenaga fungsional yang notabene menjadi ujung tombak pengelolaan. Peningkatan kemampuan sdm pengelola adalah agenda mendesak yang harus segera diwujudkan. Pengelolaan berbasis resort menjadi sebuah upaya penajaman peran UPT dalam pengelolaan kawasan yang wajib disambut dengan antusias, “untuk implementasi RBM di TNBBBR sedang kita godok segala perangkat pelaksanaannya, “Insya Allah 2012 kita sudah siap” imbuh beliau. “Saya sangat menikmati pekerjaan ini meskipun harus terpisah jauh dari keluarga setidaknya saya telah melaksanakan amanah yang dipercayakan, sebaik yang bisa saya perbuat” ungkapnya saat ditanya tentang suka duka menjalani pekerjaan jauh dari keluarga. “inilah wujud kesetiaan saya pada pekerjaan sekaligus manifestasi cinta saya pada keluarga” ungkapnya mengakhiri perbincangan dengan kami. (dnh’86-TNBBBR)
Halaman 24
◄| Tajuk Utama | Artikel| Kabar dari Lapangan | Profil | Sahabat TN| Wajah Dunia | Karikatur
SEBAUNG; KAKI LANGIT BUKIT RAYA
Sebagian besar wilayah Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) berbatasan langsung dengan beberapa wilayah desa. Jumlah desa yang berbatasan dengan kawasan TNBBBBR sebanyak 20 desa, dan 10 desa di antaranya berada pada wilayah administrasi Kabupaten Katingan dengan cakupan wilayah 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Petak Malai, Kecamatan Marikit, Kecamatan Katingan Hulu dan Kecamatan Bukit Raya.Desa Sebaung merupakan salah satu dari 10 desa yang wilayahnya berbatasan dengan kawasan TNBBBR, secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Marikit,karena keberadaannya yang sangat erat dengan kelestarian kawasan tnbbbr, perlulah kiranya kita mengenal lebih jauh kehidupan masyarakat Desa Sebaung agar dapat terbina hubungan yang harmonis dan saling mendukung satu sama lain.
Halaman 25
Sejarah Desa SebaungSejarah berdiri Desa Sebaung tidak dapat dipisahkan dengan legenda Bukit Raya. Dimana menurut cerita masyarakat suku Dayak Uut Danum [Ot Danum] secara turun temurun yang mendiami hulu sungai Hiran yaitu desa Sebaung. Asal orang “Sebaung” diturunkan oleh Ranying Hatalla Langit dari langit lapis ketiga dengan Palangka Bulau. Tempat turunnya yaitu di sungai Dahie simpang sungai Samba sebelah kiri mudik. Di sungai Dahie Samba tersebut asal mulanya orang Sebaung mendirikan Rumah Betang (rumah panjang red.) tempat mereka tinggal, sampai saat ini kaleka (bekas desa red.) masih dapat disaksikan. Beberapa tahun mereka tinggal di Desa Sebaung sungai Dahie Samba, tanpa diduga datang “Ruhau Rahasi” dari langit melalui puncak Bukit Raya, untuk memporakporandakan desa tersebut. Setelah selesai membunuh orang-
orang Sebaung beserta ternak peliharaannya, Ruhai Rahasi kembali ke langit melalui puncak Bukit Raya. Melihat peristiwa yang menimpa orang-orang Sebaung, maka beberapa tokoh Sebaung segera mengadakan perundingan mencari jalan keluar untuk mengatasi peristiwa tersebut dengan berupaya mencari/memanggil sahabat-sahabat mereka yang dianggap berani dan mampu untuk melawan dan menghentikan kekejaman pembunuhan oleh Ruhau Rahasi, dengan acara Adat Leluhur “Manajah Antang” [Batenung]. Hasil petunjuk dari acara adat leluhur Manajah Antang [Batenung] tersebut maka mengena kepada “Darung Bawan” dan “Antang Kakam” (Burung Garuda red.). Dan dalam waktu yang sangat singkat datanglah Darung Bawan dengan Antang Kakam langsung menuju puncak Bukit Raya tempat Ruhau Rahasi turun, sampai disana Darung Bawan langsung menendang puncak Bukit Raya dengan kesaktiannya mengakibatkan potongan puncak Bukit Raya terpelanting jauh dan jatuh diantara desa Batu Nyiwuh dengan desa Tumbang Manange sebelah kiri mudik sungai Kahayan [sekarang disebut Batu Suli]. Namun demikian rupanya Ruhau Rahasi masih tetap bisa turun ke bumi melakukan permusuhan/ pembunuhan terhadap ternak peliharaan dan orang-orang Sebaung. Melihat hal tersebut maka Darung Bawan dan Antang Kakam bersatu kembali untuk bersama- sama mengipaskan kedua sayapnya, mendorong/menendang puncak Bukit Raya dengan kaki sehingga akhirnya puncak Bukit Raya terpotong lagi dan terpelanting jatuh diantara Desa Tumbang Jala dengan Desa Tumbang Baraoi sebelah kanan mudik sungai Samba [sekarang disebut Bukit Tandu]. Darung Bawan dan Antang Kakam dengan kesaktian serta kekuatannya mendorong/menendang puncak Bukit Raya dan mengakibatkan terpotong dua kali akhirnya Ruhau Rahasi tidak bisa lagi turun ke bumi hanya tertunduk [termenung] di pintu langit melihat ke bawah sehingga air liurnya menetes jatuh ke bumi menjadi lintah darat [lamantek], lintah air [jelau], nyamuk dan sebagainya. Oleh karena tidak bisa lagi turun ke bumi maka Ruhau Rahasi kembali ke bulan untuk selamanya, dan konon ceritanya bayangan yang terlihat di bulan ialah bayangan Ruhau Rahasi.
STRUKTUR BUDAYA Budaya yang berkembang di masyarakat Desa Sebaung adalah adat istiadat suku Ot Danum, sebuah suku besar yang banyak
mendiami daerah hulu sungai di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Dohoi atau Kadorih, walaupun saat ini sebagian masyarakat banyak yang menggunakan bahasa Ngaju. Upacara adat masih sering dijumpai pada saat pelaksanaan acara pernikahan, perkawinan dan acara adat lainnya seperti tapung tawar, setelah melahirkan, bayar hajat dan saat berladang. Tradisi royongan [handop] dimasyarakat yang diterapkan untuk mengumpulkan masyarakat untuk mempersiapkan kegiatan di desa atau kebersihan lingkungan. Adanya pertunjukan Manasai, Digal, Kinyah Ut untuk menyambut kedatangan tamu dari luar yang ingin melihat keindahan alam Bukit Raya pada hulu sungai Hiran. Masyarakat Sebaung adalah masyarakat desa hutan yang mayoritas berladang berpindah dan petani rotan sehingga ketergantungan terhadap kawasan hutan sangat tinggi. Banyak kebutuhan masyarakat desa yang dipenuhi dari hutan, seperti rotan, damar, pangan, obat-obatan, bahan kontruksi rumah dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Masyarakat menganggap hutan adalah sumber mata pencaharian. Beberapa kegiatan pencaharian yang bergantung pada hutan adalah mencari rotan, damar, kayu bakar, buah-buahan, bahan bangunan dan jenis tumbuhan dan satwa yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehariharinya.Baik dari sejarah terbentuknya desa sebaung terkait legenda Bukit Raya maupun informasi dari masyarakat setempat dimana pendakian tokoh besar Kalimantan Tengah Cilik Riwut menuju puncak Bukit Raya dulu diawali dari desa sebaung sebagai desa pemukiman terakhir sebelum Bukit raya, maka hal tersebut merupakan potensi Desa Sebaung yang dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata budaya maupun starting point (titik awal red.) bagi wisatawan yang akan mendaki Bukit Raya. Untuk itu perlu pengembangan sarana dan prasarana wisata dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di Desa Sebaung. Selain dapat menjadi sumber tambahan pencaharian masyarakat desa sebaung, sehingga kelestarian kawasan TNBBBR dapat terjaga karena ketergantungan masyarakat terhadap hutan berkurang dan masyarakat pun dapat dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan taman nasional sebagai mitra misalnya sebagai pemandu lapangan bagi wisatawan yang akan mendaki Bukit Raya (Idiansyah,PEH Pelaksana Lanjutan TNBBBR)
Halaman 26
◄| Tajuk Utama | Artikel| Kabar dari Lapangan | Profil | Sahabat TN| Wajah Dunia | Karikatur
Taman Nasional Chichibu-Tama-Kai, Tempat Bersemayam Kuil-kuil Kuno A. Letak Kawasan
merupakan gunung-gunung tertinggi yang termasuk dalam rangkaian pegunungan Chichibu dan Tama. Gunung-gunung tersebut disusun oleh batu diorit dan granit. Karena curah hujan yang tinggi selama jutaan tahun yang lalu mengakibatkan sisi gunung yang curam terkikis dan menghasilakan jurang yang dalam, seperti Jurang Shoshenkyo. Empat sungai utama yang berasal dari pegunungan ini adalah Fuefuki, Tanba/ Tama, Kawamata dan Nakatsu / Arakawa. Topografi dari Taman Nasional ini sudah terjadi sejak Zaman Es Akhir. B. Potensi Kehati
Taman Nasional Chichibu-Tama-Kai atau dalam Bahasa Jepang disebut Chichibu-Tama-Kai Kokuritsu Koen terletak di Pulau Honshu Tengah 50 km Barat laut Tokyo, yang berada pada empat perfektur: Nagano, Saitama, Gunma, Yamanashi, dan Tokyo. Secara geografis terletak pada 35°41'36°02' Lintang Utara dan 138°30'-139°14' Bujur Timur. Kawasan ini ditunjuk dan ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tanggal 10 Juli 1950 oleh Undang-undang tentang Taman Nasional, dengan luas total 1.216 km² atau 121.600 Ha yang 1000 Ha bagiannya digunakan khusus sebagai kawasan lindung. Kawasan ini terbagi menjadi beberapa zona, yaitu zona inti atau zona rimba dan zona penyangga atau zona pemanfaatan. Secara keseluruhan, Taman Nasional ini merupakan daerah pegunungan. Lebih dari 20 puncak gunung yang dibentuk dari batu gamping dari zaman Paleozoic. G. Kinpu (2.592 m), Kokushi (2592 m), dan G. Kobushi (2.483 m)
Halaman 27
Berdasarkan data dari IUCN (1975) vegetasi di kawasan taman nasional tersebut sebagian besar berasal dari zaman palaertic yaitu (1) hutan konifer rapat yang terdiri atas: Cemara Jepang (Cryptomeria japonica)dan Chamaecyparis obtuse, yang bercampur dengan pinus merah (Pinus densiflora), dan Abies mariesu dan A. veitchii. Spesies yang lain antara lain Picea jezoensis var hondoensis, larch (Larix kaempferi),dan pinus kerdil (Pinus pumila), bersama dengan Tsuga diversifolia dan Abies homolepsis var umbellate, (2) Hutan gugur terdiri dari Fagus crenata, Betula tauschii dan B. ermanii var communis, kayu ek air Quecus crispula, kastanye Castanean crenata, Zelkova serrate, Aesculus turbinate dan maple Acer. Fauna yang terdapat di dalamnya antara lain dari kelas mamalia, yaitu: Beruang Hitam Asia (Selenarctos thibetanus japonicas), Babi Liar (Sus scrofa leucomystax), Rusa Honshu (Cervus Nippon centralis), dan Kambing Jepang (Capricornis crispus) sedangkan dari dunia burung yaitu burung Honshu (Syrmaticus semerringii scintillans, burung hantu scop (Otus scops japonicas), Eurystomus orientalis dan Erithacus akahige. C. Fasilitas Akses dan fasilitas menuju taman nasional ini tergolong sangat bagus , yaitu tersedianya hotel, visitor center (Mitake visitor
center, Okutama visitor center, dan Yama-nofurusato visitor center), tiga buah museum, pegunungandan jalur alamnya, masyarakat lokal, perkemahan, serta lokasi piknik. D. Potensi Wisata
Di dalam kawaan Taman Nasional Chichibu-Tama-Kai terdapat banyak kuil-kuil kuno, misalnya Kuil Mitsumine yang berumur 2000 tahun yang terletak di G. Mitsumine, Kuil Musashi-Mitake yang didirikan sekitar 1.200 tahun lalu pada masa pemerintahan Raja Sujin, Bangunan Rumah Zaongonge yang dibuat pada tahun 736, situs sejarah Tochimoto Sekisho, museum rakyak Chichibu, museum kereta api Ohme.
E. Hambatan dalam Pengelolaan Karena letaknya yang dekat dengan Tokyo, taman nasional ini berada di bawah tekanan dari berbagai sumber. Ancaman utamanya adalah pembendungan dua sungai utama di dalam Taman Nasional (di Chichibu dan Okutama) untuk menyediakan sumber hidrolistrik untuk wilayah Tokyo, penambangan batu kapur sebagai bahan baku semen di Chichibu, eksploitasi hutan. (Ivonne BR Panggabean, S.Hut Calon Penyuluh TNBBBR).
Selain potensi wisata budaya, Taman Nasional Chichibu-Tama-Kai ini juga terdapat banyak objek-objek wisata yang menarik, seperti: Jurang Mitake-Shosenkyo dan Nishizawa, Ngarai Nishizawa, G. Daibosatsurei (terkenal karena novel Kaizan Nakazato), Danau Hirose, air terjunNanatsugama-godan-no-taki, Mokiba (terkenal akan bunga azalea), Gua Oketsu
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Chichibu_Tama_Ka i_National_Park. diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 15.24 http://www.pref.yamanashi.jp/english/tourism/ nature/chichibu.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011 pukul 15.32. http://www.biodic.go.jp/english/jpark/np/chich ibu_e.html. Diakses pada tanggal 5 Desember 2011.Pukul 15.37 WIB.
Halaman 28
◄| Tajuk Utama | Artikel| Kabar dari Lapangan | Profil | Sahabat TN| Wajah Dunia | Karikatur
GERAKAN MENANAM 1 MILYAR POHON
ONE BILLION INDONESIAN TREES FOR THE WORLD
Halaman 29