perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RISĀLAH MAJMU’: SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
SKRIPSI DiajukanuntukMemenuhisebagianPersyaratan gunaMelengkapiGelarSarjanaSastraJurusanSastra Indonesia FakultasSastradanSeniRupa UniversitasSebelasMaret
Disusunoleh MURYANTO CATUR ATMOJO C0204047
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RISĀLAH MAJMU’: SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
Disusunoleh MURYANTO CATUR ATMOJO C0204047
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Drs. Istadiyantha, M.S. NIP 195410151982111001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RISĀLAH MAJMU’: SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI
Disusunoleh: MURYANTO CATUR ATMOJO C 0204047
Telahdisetujuioleh Tim PengujiSkripsi FakultasSastradanSeniRupaUniversitasSebelasMaret PadaTanggal: Januari
Jabatan Ketua
Nama Dra. ChattriSigitWidyastuti, M.Hum. NIP 196412311994032005
Sekretaris
…………..
Drs. Istadiyantha, M.S. NIP195410151982111001
Penguji II
…………..
AsepYudhaWirajaya, S.S. NIP 197608122002121001
Penguji I
TandaTangan
…………...
Drs. SholehDasuki, M.S. NIP 196010051986011001
commit to user
iii
……………
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : MuryantoCaturAtmojo Nim
: C0204047
MenyatakandengansesungguhnyabahwaskripsiberjudulRisālahMajmu’: SuntinganTeks, AnalisisSruktur, dan Isiadalahbetul-betulkaryasendiri, bukanplagiatdantidakdibuatkanoleh orang lain. Hal-hal yang bukankaryasaya, dalamskripsiinidiberitandacitasi(kutipan) danditunjukkandalamdaftarpustaka. Apabiladikemudianhariterbuktipernyataaninitidakbenar, makasayabersediamenerimasanksiakademikberupapencabutanskripsidangelar yang diperolehdariskripsitersebut.
Surakarta, 19 Januari 2011
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Allah tidakmembebaniseseorangmelainkansesuaidengankesanggupannya” (QS. Al-Baqarah:286)
“Senyum, Sabar, danSemangatdalamMenghadapiHidup” (Abdullah Gymnastiar)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karyatulisinipenulispersembahkankepada:
Orang tua ku tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa doa, semangat mau pun biaya. Mas, mbak, adik, danseluruhkeluarga. AlmamaterUniversitasSebelasMaret
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul, RisālahMajmu’: Suntingan Teks, Analisis Sruktur, dan Isi Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini selesai berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut. 1. Drs.Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk melakukan penyusunan skripsi. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku KetuaJurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kemudahan selama menjalani studi di Jurusan Sastra Indonesia. 3. Prof. Dr. H. Bani Sudardi selaku pembimbing akademik, yang telah membimbing dari awal perkuliahan sampai terselesaikannya studi di Jurusan Sastra Indonesia. 4. Drs. Istadiyantha, M.S. selaku pembimbing penyusunan skripsi yang dengan penuh kesabaran dan perhatian senantiasa memberikan petunjuk dan dorongan semangat demi terwujudnya skripsi ini. 5. Bapak Ibu dosen, yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis dalam studi.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi. 7. Bapak dan Ibu tercinta, kakak, adik, dan seluruh keluarga atas curahan kasih sayang yang tidak henti-hentinya kalian berikan. 8. Wiwit, Lina, Canggih, Indah, Mila, Said, Ian,Agus,Alip, Erwin, Opix, Eko, Maya, Mami, Ana, Septi, Nisa, Ruri, Pinda, Epit, Lita, Dea, Andi, Sinta, Nina, Sigit, Wira, dan teman-teman sastra Indonesia angkatan 2005 tak terkecuali, terima kasih atas kekompakannya. 9. Ridho, Bang List, Hilda, Andika, Dodit, Joko, Dedi, Andry, Hedonal, Adit , Riza, Rini, dan kawan-kawan `04 yang telah memberikan bantuan informasi dan semangat. 10. Amel dan rekan-rekan Sasindo `06 terima kasih atas waktu dan kerjasamanya. 11. Toni, Deswanto, Agus, Nasir, Wiro, Iken, Pian, dan Rekan-rekan SMA 3 Sukoharjo yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Semoga amal kebaikan mereka mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat diharapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta,
Penulis, commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………..
i
LEMBAR PERSETUJUAN…………….………………………………….
ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………....
iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………
iv
MOTTO…………………………………………………….....................
v
PERSEMBAHAN………………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
xii
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………….. ..
xiii
DIAGRAM…………………………………………………………………
xiv
ABSTRAK…………………………………………………......................
xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….
1
A. LatarBelakangMasalah……………………………………..
1
B. PembatasanMasalah…………………………………………
6
C. PerumusanMasalah…………………..………………………
7
D. TujuanPenelitian……………………………………………..
7
commit to user E. ManfaatPenelitian…………………………………………….
8
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. SistematikaPenulisan………………………………………...
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI………………..
10
A. TinjauanSingkatPenelitianTerdahulu………………………
10
B. SuntinganTeks………………………………………………..
21
C. AnalisisStruktur………………………………………………
26
D. KerangkaBerpikir……………………………………………..
42
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………….
44
A. Sumber Data.………………………………………………….
44
B. MetodePenelitian…………………………………………….
45
C. TeknikPengumpulan Data…………………………………...
49
D. TeknikPengolahan Data………………………………………
50
E.TeknikPenarikanKesimpulan………………………………..
51
BAB IV SUNTINGAN TEKS……………………………………………….
52
A. InventarisasiNaskah…………………………………..……...
52
B. DekripsiNaskah……………………………………………….
54
C. Ikhtisar Isi Teks……………………………………………….
61
D. KritikTeks…………………………………………………….
65
E. PengantarPenyuntingan……………………………………..
71
F. Daftar Kata Sukar…………………………………………….
90
BAB V ANALISIS DATA...........................………………………………
94
A. AnalisisStruktur……………………………………………...
94
B. Analisis Isi TeksRisālahMajmu’…………………………...
113
BAB VI PENUTUP……………………………………………………………
commit to user
x
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A. Simpulan………………………………………………………
130
B. Saran…………………………………………………………...
132
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
133
LAMPIRAN……………………………………………………………………
138
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1 KeadaanNaskahRisālahMajmu’ ..........................................................
56
Tabel 2 Lakuna yang TerdapatpadaTeks RM .................................................
67
Tabel 3 Adisiyang TerdapatpadaTeks RM ....................................................
68
Tabel 4 Ditografiyang TerdapatpadaTeks RM ...............................................
70
Tabel 5 Subtitusiyang TerdapatpadaTeks ........................................................
70
Tabel 6 Transposisiyang TerdapatpadaTeks RM ............................................
71
Tabel 7 TulisanMelayu Yang TidakTerbacapadaTeks RM ...........................
71
Tabel 8 PedomanTransliterasi ..........................................................................
75
Tabel 9 Kosa Kata Teks RM yang sudahDiserapkedalamBahasa Indonesia102 Tabel 10 Kosa Kata danFraseBahasaArab ....................................................... 103
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGAKATAN
As
: „Alaihisallam
dkk
: dankawan-kawan
EYD
: EjaanBahasa Indonesia Yang Disempurnakan
RM
: RisālahMajmu’
KBBI
: KamusBesarBahasa Indonesia
No
: Nomor
pxl
: panjang kali lebar
saw
: shala `lāhu ‘alaihiwasallam
SWT.
: Subhānahu wa Taala
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DIAGRAM
Diagram KerangkaBerpikir ……………………………………... 42
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK MuryantoCaturAtmojo. C0204047. 2011. RisālahMajmu’: SuntinganTeks, AnalisisSruktur, dan Isi. SkripsiJurusanSastra Indonesia FakultasSastradanSeniRupaUniversitasSebelasMaret Surakarta. Penelitianiniberjudul,RisālahMajmu’: SuntinganTeks, AnalisisSrukturdan Isi. TeksRisālahMajmu’ (selanjutnyadisingkat RM) merupakannaskahMelayuyaitunaskah yang ditulisdenganmenggunakanhuruf Arab MelayudanberbahasaMelayu.Teks RMmerupakankaryasastra yang berbentuksastrakitabkarenaisinyamengenai agama islamkhususnyadalambidangtasawuf. Permasalahanpenelitianiniadalah, (1) bagaimanakahsuntinganteks RM? (2) bagaimanakahstrukturteks RM? (3) Bagaimanakah ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks RM? Metode yang digunakandalampenelitianiniadalahmetodekualitatifdeskriptif.Sumber data yang digunakanadalahteks RM yang terdapatdalamnaskahanekakarangan yang tersimpandiPerpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud SyahNomor12 KecamatanBaiturahman Banda Aceh 23241.Teks RMmerupakansalahsatudaritujuhteks yang terkumpuldalamnaskahanekakaranganDalambentukfotodigitalnya, naskahtersebuttersimpandalamkatalogonline Manuskrip-ManuskripPeninggalan Aceh dengannomorinventarisasi07_00006 . Katalogonline tersebutdapatdiaksesmelaluisitus internet http://acehms.dl.unileipzig.de.Metodepenyuntinganteks yang digunakanadalahmetodeedisistandaryaituberusahamenerbitkanteksdenganmembet ulkankesalahan-kesalahankecildanketidakajegan.Metodepengkajianteks yang digunakandalampenelitianiniadalahmetodestrukturaldananalisisisi.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknikpengolahan data terdiridaritigatahap, yaitudeskripsi, analisis, danevaluasi. Berdasarkanpenelitiantersebutdapatdisimpulkanbeberapahal.Pertama, dalampenyuntinganterhadapteksRMdiketemukankesalahansalintulisberupa, 9buahlakuna, 17buahadisi, 3buahditografi, 2buahsubtitusi, 4 tulisanmelayu yang tidakterbacadan 1 buahtransposisi. Kedua, strukturpenyajianteksRMmenggunakanstruktursastrakitab yang terdiriatasstrukturpenyajian, gayapenyajian, pusatpenyajian, dangayabahasa. commit to user Strukturpenyajianterdiriatas, pendahuluan, isi, danpenutup. Gaya penyajianteks
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RM menggunakangayapenyajianinterlinear, yaituuraiandalamteksmenggunakanbahasa Arab diikutidenganterjemahandalambahasaMelayu. PusatpenyajianRMmenggunakanmetode orang pertama.Teks RMmemilikitigabuahgayabahasa, yaitu (1) kosakata yang digunakanbanyakmenyerapunsur-unsurbahasa Arab, (2) ungkapanungkapankhusus, dan (3) kata penghubung yang digunakandalamteks, yaitu kata dan,makadanbagiuntukmengawalikalimat. Ketiga, isikaryasastrakitab yang adadalamteks RMmengenaisyaratmasukdalamtarekatsyattariyah.Isi teks RM,banyakmenjelaskansyaratberzikir, syaratberkhalwatdansyaratsempurnanyaseorangsalikdalambersuluk di tarekatSyattariyah.
commit to user
xvi
RISĀLAH MAJMU’: SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN ISI Muryanto Catur Atmojo1 Drs. Istadiyantha, M.S.2
ABSTRAK 2011. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini berjudul, Risālah Majmu’: Suntingan Teks, Analisis Sruktur dan Isi. Teks Risālah Majmu’ (selanjutnya disingkat RM) merupakan naskah Melayu yaitu naskah yang ditulis dengan menggunakan huruf Arab Melayu dan berbahasa Melayu. Teks RM merupakan karya sastra yang berbentuk sastra kitab karena isinya mengenai agama islam khususnya dalam bidang tasawuf. Permasalahan penelitian ini adalah, (1) bagaimanakah suntingan teks RM? (2) bagaimanakah struktur teks RM? (3) Bagaimanakah ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks RM? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah teks RM yang terdapat dalam naskah aneka karangan yang tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 23241. Teks RM merupakan salah satu dari tujuh teks yang terkumpul dalam naskah aneka karangan Dalam bentuk foto digitalnya, naskah tersebut tersimpan dalam katalog online Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh dengan nomor inventarisasi 07_00006 . Katalog online tersebut dapat diakses melalui situs internet http://acehms.dl.uni-leipzig.de. Metode penyuntingan teks yang digunakan adalah metode edisi standar yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahankesalahan kecil dan ketidakajegan. Metode pengkajian teks yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode struktural dan 1 2
Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0204047 Dosen Pembimbing
analisis isi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka. Teknik pengolahan data terdiri dari tiga tahap, yaitu deskripsi, analisis, dan evaluasi. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, dalam penyuntingan terhadap teks RM diketemukan kesalahan salin tulis berupa, 9 buah lakuna, 17 buah adisi, 3 buah ditografi, 2 buah subtitusi, 4 tulisan melayu yang tidak terbaca dan 1 buah transposisi. Kedua, struktur penyajian teks RM menggunakan struktur sastra kitab yang terdiri atas struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Struktur penyajian terdiri atas, pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya penyajian teks RM menggunakan gaya penyajian interlinear, yaitu uraian dalam teks menggunakan bahasa Arab diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Melayu. Pusat penyajian RM menggunakan metode orang pertama.Teks RM memiliki tiga buah gaya bahasa, yaitu (1) kosa kata yang digunakan banyak menyerap unsur-unsur bahasa Arab, (2) ungkapan-ungkapan khusus, dan (3) kata penghubung yang digunakan dalam teks, yaitu kata dan,maka dan bagi untuk mengawali kalimat. Ketiga, isi karya sastra kitab yang ada dalam teks RM mengenai syarat masuk dalam tarekat syattariyah. Isi teks RM, banyak menjelaskan syarat berzikir, syarat berkhalwat dan syarat sempurnanya seorang salik dalam bersuluk di tarekat Syattariyah.
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peninggalan sejarah masa lampau di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keanekaragaman budaya yang dimilikinya. Sebagai bangsa besar yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, ataupun agama telah mewariskan berbagai bukti sejarah yang berisi informasi penting pada kala itu, diantaranya ialah candi, bangunan kuno, prasasti, atau karya sastra. Salah satu karya sastra masa lampau di Indonesia adalah naskah yang ditulis dalam berbagai macam bahasa. Dalam hal ini, Siti Baroroh Baried, et.al. menyimpulkan bahwa nilai-nilai luhur dan pengalaman-pengalaman jiwa yang diwariskan oleh generasi sebelumnya yang tertuang ke dalam karya sastra dapat berfungsi sebagai sebuah pedoman dan filter yang tangguh bagi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia (Siti Baroroh Baried, et.al. 1985:82 – 86). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa naskah adalah karya sastra lama yang memiliki syarat dan imajinasi sebagai pembentuk karya sastra. Istilah naskah adalah kata serapan dari bahasa Arab, dalam filologi kata ini merupakan padanan dari kata Inggris manuscript (tulisan tangan) atau kata Belanda handscrift (tulisan tangan). Dapat dikatakan bahwa naskah adalah tempat teks-teks ditulis, berbentuk konkret, nyata, dapat dipegang dan diraba (Bani Sudardi, 2003:10). Robson berpendapat bahwa naskah merupakan warisan rohani commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
bangsa Indonesia, di dalamnya mengandung perbendaharaan dan cita-cita nenek moyang (Robson, 1978:5). Naskah Melayu adalah salah satu wujud karya sastra masa lampau yang ditulis oleh pujangga-pujangga kerajaan di Nusantara dengan aksara Arab Melayu dan bahasa Melayu yang berisi beragam informasi misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra pada zamannya. “Karena naskah berasal dari masa lampau dengan konvensi yang jauh berbeda dengan saat ini, untuk memahami informasi yang ada di dalamnya, naskah perlu digarap sedemikian rupa” (Bani Sudardi, 2003:1). Filologi berperan penting sebagai studi ilmu yang berhubungan dengan naskah. Djamaris berpendapat filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitianya naskah-naskah lama (Edwar Djamaris, 2002:3). Bani Sudardi memiliki pandangan tersendiri tentang filologi, filologi menurutnya adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teksteks tertulis di dalam naskah klasik (Bani Sudardi, 2003:7). Jadi, Filologi adalah disiplin ilmu sastra yang berusaha mengkaji naskah-naskah dengan memilki tujuan dasar ingin menyelidiki kebudayaan suatu bangsa berdasarkan dengan naskah sebagai objek kajianya. Studi tentang teks yang terdapat dalam naskah didasari oleh adanya informasi tentang hasil budaya manusia pada masa lampau yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu, pengetahuan dan penelitian filologi secara lengkap sangat dibutuhkan, mengingat meneliti peninggalan masa lampau yang berupa tulisan bukan sekedar membacanya akan tetapi juga untuk mengetahui berbagai informasi penting yang terkandung di dalam isi naskah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Sastra lama dalam filologi juga memiliki jenis sastra seperti halnya dalam sastra modern. Salah satu jenis naskah Melayu dalam filologi adalah sastra kitab. Sastra kitab merupakan jenis karangan keagamaan yang khas ilmiah dalam metode penyampaian isinya, yang disusun untuk murid pondok pesantren dan anggota tarekat sufi (Braginsky, 1998:275). Yock Fang mengartikan bahwa sastra kitab mencangkup satu bidang yang luas sekali, termasuk didalamnya ilmu kalam, ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Jenis sastra ini biasanya disadur dan diterjemahkan dari bahasa arab oleh orang Melayu yang tinggal di Mekah dan Madinah, Hal-hal yang diuraikan meliputi semua segi dari Islam semisal ALqur’an, tafsir, tajwid, hadst, arkan al-islam, fikh dan usul-al fikh. Adapun sastra kitab yang merupakan risalah pendek yang membahas satu perkara saja, misalnya ilmu sufi, tasawuf, dzikir, rawatib, primbon dan sebagainya. Kumpulan doa dan Azimat juga dianggap sebagai sastra kitab (Liaw Yock Fang, 1991: 286). Dari pengertian ini, peneliti memilih sebuah teks yang berjudul Risālah Majmu’ yang selanjutnya disingkat menjadi RM. Berdasarkan inventarisasi naskah yang telah dilakukan dengan menggunakan studi katalog, dapat dinyatakan bahwa Risālah Majmu’ termasuk naskah tunggal. Katalog-katalog yang diteliti antara lain: Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat (Amir Sutaarga, et.al. 1972), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A (Behrend, dan Titik Pudjihastuti, 1977), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend. T. E. 1998), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A (Edi S. Ekadjati, dan Undang A. Darsa, 1999) Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 (Behrend, 1998), Katalogus Naskah Bima II (Sri Wulan Rujiati Mulyadi, dan H.S. Maryam R. Salahuddin, 1990), Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Achadiati Ikram, Tjiptaningrum F. Hassan, dan Dewaki Kramadibrata, 2001), Maleische en Minangkabausche Handshriften in de Leidensche Universiteis Bibliotheek (Ronkel, 1921), Catalogus van de Maleische en sudaneesche Handschriften der Leidsche Universits-Bibliotheek.(Juynboll, 1899), Malay Manuscripts a Bibliographical Guide (Howard, 1966), dan Direktori Edisi Naskah Nusantara (Edi S. Ekadjati, 2000). Dari katalog-katalog tersebut, Risālah Majmu’ tidak tercantum di dalam salah satu katalog tersebut.
Teks RM adalah salah satu teks dalam naskah aneka karangan dengan kondisi masih baik dan jelas dibaca. Aneka karangan tersebut berisi 1. Teks Ilmu Tukang: menjelaskan ilmu pertukangan pada masa Nabi Ibrahim (hal.1-20). 2. Teks Risālah Majmu’ : menjelaskan adab mendekatkan diri kepada Tuhan dalam ilmu tasawuf menurut tarekat Syattariah (hal. 34-49). 3. Teks Syamsul Ma’rifah ilā Hadhrati `Sy-syarī’ah: menjelaskan tata cara bertarekat dalam tarekat Qadiriyah Syattariyah (hal. 50-79). 4. Teks Tuhfatu`I- Ahbab: menjelaskan tarekat Syattariyah (hal. 79-95). 5. Bab Sakaratu `I-Maut (hal. 95-98). 6. Teks Kasyful `l-Muntazar. (hal. 99-107). 7. Adab bersahabat dengan Allah: menjelaskan tata cara untuk mendekatkan diri kepada Allah (hal.107-112). 8. Hal Syair, Syarah Doa Husni `l-Basr, dan catatan-catatan lain yang tidak terbaca.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 2324, dengan keterangan nomor inventaris 07_00006. Teks RM yang tertulis di dalam naskah masih dapat dibaca dengan jelas, sehingga naskah ini masih layak untuk dikaji. Berdasarkan deskripsi naskah yang dilampirkan, isi singkat dari teks bagaimana syarat seseorang masuk dalam tarekat Syattariah, dengan melakukan berbagai tahapan amalan seperti salat, zikir dan puasa dengan di bimbing oleh seorang kiai (guru). Teks RM ini tergolong dalam karya sastra kitab karena di dalamnya berisi tentang ajaran Islam, yaitu ilmu tasawuf dengan aliran tarekat Syattariah sebagai kandungan teks tersebut. Ada sejumlah alasan yang menarik bagi peneliti dalam mengkaji naskah RM dibandingkan dengan teks-teks lain yang terdapat dalam satu naskah aneka karangan. Teks ini mengemukakan masalah berbagai syarat dalam menjalani kehidupan sufi di tarekat Syattariah, antara lain syarat untuk masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat. Hal yang menarik dalam teks yang berisi syarat masuk dalam tarekat Syattariah ini adalah apabila seseorang melanggar pantangan yang dilarangkan maka dia akan kembali ke derajat awam. Teks ini selain menarik untuk dikaji dan diteliti juga disebabkan teks ini berisi pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan yang menyangkut moral manusia. Artinya bahwa teks ini apabila dimengerti dan diambil manfaatnya dapat membangun kepribadian manusia.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Latar belakang ketertarikan penulis untuk menjadikan naskah RM sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut. 1. Perlu adanya upaya penyelamatan naskah sebagai peninggalan masa lampau yang kondisi fisiknya tidak mungkin bertahan lama. 2. Bentuk tulisan yang tidak mudah dipahami oleh generasi sekarang karena menggunakan huruf Arab Melayu atau bahasa Melayu. 3. Sampai saat penelitian ini dilakukan, penulis belum menjumpai penelitian atau hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain terhadap teks ini. 4. Teks ini merupakan satu kesatuan utuh, diawali dengan bacaan basmalah dan diakhiri kata tamat atau tamma yang merupakan salah satu ciri struktur sastra kitab. 5. Tulisan pada naskah masih cukup jelas. 6. Mengungkapkan isi kandungan teks yang membahas ajaran tasawuf di dalam tarekat Syattariyah.
Melalui latar belakang tersebut, maka diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ajaran tasawuf di dalam tarekat Syattariyah seperti yang telah disebutkan dalam teks. Dengan demikian, penelitian ini diberi sebuah judul Risālah Majmu’ : SuntinganTeks, Analisis Struktur dan Isi.
B. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada suntingan teks, analisis struktur dan analisis fungsi dalam teks RM. Masalah yang dibahas meliputi: commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Suntingan teks RM yang dalam penelitian ini meliputi deskripsi teks, Inventarisasi naskah, pedoman transliterasi, ikhtisar isi teks, kritik teks, dan suntingan teks. 2. Analisis Struktur teks RM, dalam analisis struktur dibatasi pada struktur sastra kitab yaitu struktur penyajian teks dan gaya pengisahan. 3. Menjelaskan isi ajaran beribadah kepada Allah SWT di tarekat Syattariyah dalam teks RM.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana suntingan teks Risālah Majmu’ ? 2. Bagaimana struktur sastra kitab dalam teks Risālah Majmu’ ? 3. Bagaimana isi ajaran tasawuf Syattariyah dalam teks Risālah Majmu’ ?
D. Tujuan Penelitian Suatu penelitian pasti mempunyai tujuan yang diharapkan dapat menjangkau hal yang hendak dicapai dari penelitian itu. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar. 2. Mendeskripsikan Struktur teks Risālah Majmu’ 3. Menjelaskan isi ajaran tarekat Syattariyah dalam teks Risālah Majmu’. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya hasil penelitian filologi, sastra dan dunia penelitian pada umumnya. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain, baik di bidang filologi maupun peneliti ilmu lain, dalam hal ini ilmu agama islam 3. Mengetahui dan mempelajari struktur teks, serta isi dari teks Risālah Majmu’.
Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut.
a. Memberikan informasi tentang keberadaan teks RM. b. Membantu melestarikan peninggalan budaya pada masa lalu yang berupa naskah. c. Membuka wawasan dan sudut pandang pada dunia sastra khususnya sastra lama dalam hal ini adalah memperkenalkan keberadaan teks RM sebagai salah satu hasil karya sastra lama yang sarat dengan nilai ajaran agama Islam. d. Menambah pengetahuan bagi para pembaca sastra kitab terhadap teks RM yang membahas mengenai jalan salik untuk mencapai insan kamil di Tarekat Syattariyah melalui tobat dan zikir.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Bab pertama pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua landasan teori. Bab ini berisi hakikat filologi, suntingan teks, sastra kitab dan struktur sastra kitab, isi karya sastra, dan tasawuf. Bab ketiga metode penelitian. Bab ini berisi sumber data, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan penarikan simpulan. Bab keempat suntingan naskah teks Risālah Majmu’. Bab ini berisi tentang inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar teks, kritik teks, pedoman penyuntingan, dan suntingan teks. Bab kelima analisis teks Risālah Majmu’. Bab ini berisi analisis struktur RM dan analisis isi teks RM. Bab VI penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian, daftar pustaka, dan lampiran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Singkat terhadap Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terhadap teks yang membahas masalah tarekat sudah banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan, penulis hanya menyampaikan lima judul penelitan. Kelima penelitian tersebut tentu saja berkaitan dengan penelitian penulis yang kiranya layak untuk disampaikan dalam tulisan ini. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Oman Fathurahman (2008) yang berjudul Tarekat Syattariyah di Minangkabau. Penelitian ini berasal dari disertasinya di FIB (Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia yang berjudul Tarekat Syattariyah di Dunia Melayu-Indonesia di Sumatera Barat. Dalam kajiannya, terdapat 13 judul naskah sebagai acuan disertasinya. Naskah-naskah yang berasal dari Minangkabau (Sumatera Barat) tersebut memaparkan bidang keagamaan khususnya mengenai tasawuf dalam hal ini mengenai tarekat Syattariyah. Naskah-naskah Syattariyah yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini berjumlah 10 judul yang ditulis oleh tiga ulama Syattariyah di Sumatera Barat, yakni Imam Maulana Abdul manaf Amin (1922-2006), H.K. Deram (w.2000), dan Tuanku Bagindo Abbas Ulakan. Selain itu, terdapat dua sumber Arab yang berkaitan dengan Syattariyah,
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
yaitu al-Simth al-Majīd karangan Syekh Akhmad al-Qushashi dan ithāf al-Dhakī bi sharh al-tuhfah al-Mursalah ilā Rūh al-Nabi, karangan Ibrahim al-Kurani. Ajaran Syattariyah di Sumatera Barat yang dikembangkan oleh Abdurauf, mewarnai sisi kehidupan masyarakat Minangkabau. Hal tersebut dapat dilihat dari isi naskah-naskah Melayu yang membahas tarekat Syattariyah. Teks-teks yang terdapat pada dalam naskah-naskah Syattariyah itu masih melanjutkan apa yang sudah dirumuskan sebelumnya, baik ulama Haramyn yang diwakili Qushashi maupun oleh ulama Syattariyah di Aceh yang diwakili Abdurauf. Setiap tarekat memiliki tujuan yang sama yaitu berusaha mendekatkan diri pada Tuhan, seperti halnya tarekat Syattariyah. Ajaran yang bersifat makrifat terutama berkaitan dengan tata cara zikir, adab dan sopan santun zikir, serta formulasi zikir banyak diulas dalam naskah Melayu tersebut. Ajaran Abdurauf mengenai tarekat Syattariyah, lebih bersifat dinamis yaitu menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakat salah satu contohnya ritual Basapa. Ritual ini dilakukan penganut tarekat Syattariyah pada bulan Safar di Tanjumg Medan Ulakan. Akulturasi budaya lokal ini menjadi salah satu syiar tarekat Syattariyah. Abdurauf juga memulai era baru dalam tarekat Syattariyah antara lain dengan menghilangkan ajaran wahdatul wujud yang dianggap menyimpang dari praktek syariat. Selain itu, kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam kajian atas naskah-naskah Syattariyah di Sumatra Barat adalah adanya ekspresi ajaran tarekat Syattariyah dengan nuansa lokal. Selain dengan pengajian, ajaran tarekat Syattariyah disampaikan melalui kesenian “salawat dulang” hal tersebut dapat dikatakan sebagai daya tarik tersendiri bagi masyarakat awam di Sumatra Barat. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Oman Fathurahman (2008) yang berjudul Tarekat Syattariyah di commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Minangkabau, dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai perkembangan tarekat Syattariyah di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari perjalanan berdirinya tarekat Syattariyah di Indonesia dipimpin oleh mursyid Syattariyah yang berasal dari Aceh, yaitu Abdurauf. Melalui kepemimpinan beliau yang lunak, perkembangan tarekat Syattariyah dapat diterima oleh semua lapisan maasyarakat khususnya masyarakat Sumatra Barat. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Istadiyantha (2007) yang berjudul Tarekat Syattariyah: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Penelitian ini berasal dari tesisnya di jurusan ilmu-ilmu Humaniora Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada yang berjudul Tarekat Syattariyah: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Ringkasan isi penelitian tentang tarekat Syattariyah di atas yaitu sebagai berikut. Isi ajaran tarekat Syattariyah yang dibatasi pada kandungan naskah Syattariyah 1. Permohonan Ratu Shafiyyatu d-Din mengajukan kepada syekh Abdurauf Ratu Shafiyyatu d-Din mengajukan permohonan kepada syekh Abdurauf agar dibimbing melaksanakan ajaran sufi. Permohonan ini dikabulkan setelah syekh Abdurrauf melakukan salat istikharah terlebih dahulu agar ia mendapat petunjuk dari Allah ketika melaksanakan ajaran tersebut. 2. Kriteria Guru dalam Tarekat Syattariyah Seorang guru tarekat haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu, salah satu syaratnya adalah sudah mencapai taraf muntahī (orang sufi yang mencapai tingkatan terakhir daalam ilmu tasawuf). commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
3. Zikir dalam tarekat Syattariyah Tarekat Syattariyah mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan zikir. Zikir ini dilaksanakan secara jahar atau bersuara dan khafi (sir) atau dalam hati. Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi tiga macam yaitu; (1) zikir Allah, Allah, dan lā illāha illallāh, (2) zikir Huwallāh, (3) zikir Allah Huwa. Tujuan dari pengamalan zikir tarekat Syattariyah adalah untuk mencapai martabat insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan yang lazim menurut ukuran manusia. Selain itu, Di dalam teks Syattariyah disebutkan adab zikir bagi pengikut tarekat ini yang dibagi menjadi tiga tataran yaitu zikir mubtadī, zikir mutawāsitah dan zikir muntahī. mubtadī, artinya tingkat permulaan. Mutawāsitah artinya tingkat menengah. Muntahī artinya tingkat terakhir. Tataran terakhir ini dapat dcapai oleh seseorang yang mampu mengumpulkan dua makrifat yaitu Makrifat Tanzaniyyah dan Makrifat Tasybiyyah. 4. Teks Syattariyah dan pengertian Makrifat Makrifat adalah penyerahan diri kepada Tuhan yang naik setingkat demi setingkat sehingga akhirnya sampai keapada tingkat keyakinan yang kuat (Ramli Harun et.al, 1985:26). Teks Syattariyah membahas tentang tingkatan makrifat yaitu a. Makrifat Tanzaniyyah, ialah makrifat yang diperoleh dengan cara memperhatikan/ mempelajari segala sesuatu dari segi batiniah dan hakikatnya. commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
b. Makrifat Tasybiyyah, ialah makrifat yang diperoleh dengan cara mempelajari segala sesuatu dari segi lahiriahnya. c. Himpunan Makrifat Tanziyyah dan Tasybiyyah. Gabungan kedua makrifat ini yaitu makrifat yang diperoleh orangorang sufi dengan cara mempelajari segala sesuatu dari segi lahiriah dan batiniahnya. Makrifat ini dianggap sempurna bagi orang-orang sufi. Dari hasil penelitian di atas dapat diperoleh keterangan bahwa tarekat Syattariyah memiliki adab zikir tertentu bagi pengikutnya. Zikir tersebut dibagi menjadi tiga tataran yaitu zikir mubtadi, zikir mutawasitah, dan zikir muntahi. Selain zikir, tarekat Syattariyah juga mengajarkan tentang tata cara pelaksanaan zikir. Tujuan dari pengamalan zikir tarekat Syattariyah adalah untuk mencapai martabat insan kamil yaitu tingkat kesempurnaan yang lazim menurut ukuran manusia. Sumbangan utama teks Syattariyah terhadap penelitian penulis adalah penjelasan mengenai syarat-syarat berzikir dan pejelasan mengenai makrifat. Syarat-syarat berzikir tersebut apabila dicocokkan dengan teks RM dapat diketahui bahwa syaratsyarat dalam menjalankan kehidupan sufi dalam teks RM lebih condong kepada persyaratan permulaan dalam menjalani tarekat Syattariyah, di antaranya syarat masuk dalam tarekat Syattariyah, syarat berkhalwat, syarat berbaiat dan bertalkin terhadap guru, dan syarat bersuluk. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa teks RM maupun Syattariyah merupakan teks yang mengajarkan kehidupan tasawuf di tarekat Syattariyah. commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Herlian Ardivianti, FSSR (Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitas Sebelas Maret (2010) dalam skripsi yang berjudul Tarjumānu Al-Murtafīdimin Al-‘Arabiyyati Li Adab Az-Zikri ‘alā At-Tarīlati AlKhalwātiyyatti : Suntingan teks, Analisis Struktur dan ajaran Tarekat Khalwatiyyah. Penelitian ini membahas tentang ajaran tarekat Khalwatiyyah yaitu usaha manusia mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amalan dan latihan kerohanian. Amalan tarekat Khalwatiyyah terletak pada pelaksanaan salat dan zikir yang tertib dan teratur. Bagi tarekat Khalwatiyyah zikir merupakan amalan yang sifatnya wajib ‘ain (wajib bagi setiap individu). Penulis teks Tarjumān menjelaskan adab zikir tarekat Khalwatiyyah yang berjumlah 20 adab dengan jelas dan runtut. Adab zikir ini dibagi menjadi 3, yaitu 5 adab sebelum zikir, 12 adab saat berzikir, dan 3 adab setelah zikir. a. 5 adab sebelum zikir, yaitu (1) tobat dari maksiat; (2) suci dari hadas kecil dan besar; (3) berusaha membimbing hati kepada Allah;(3) minta tolong dengan hatinya kepada syekh ketika mabuk lepas zikir dan kaifiatnya; (5) minta tolong kepada syekhnya dalam berzikir. b. 12 adab saat berzikir diantaranya, ialah (1) duduk di tempat suci; (2) meletakkan dua tangan diatas kedua paha seperti duduk dalam sembahyang dan menghadap kiblat; (3) menghilangkan bau badan memakai wangi-wangian; (4) memilih tempat yang sunyi jika mampu; (5) zikir berjamaah atau sendiri; (6) ikhlas; (7) memilih zikir lā illāha illallāh; (8) menghadirkan makna zikir dengan hati sesuai dengan masyahadahnya; (9) hanya mengingat Allah dalam berzikir dst. commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
c. 3 adab setelah zikir, yaitu (1) diam khusyu dan menunduk saat berzikir; (2) menetapkan nafas dari keluarnya kadar tiga nafas/lebih; (3) menahan diri dari minum air segar samat atau setengahnya. d. Zikir lā illāha illallāh Zikir ini dalam tarekat Khalwatiyyah termasuk dalam salah satu amalan zikir yang disebut Al-Asma’ As-Sab’ah, yaitu tujuh macam zikir atau tujuh tingkatan jika harus diamalkan oleh setiap murid tarekat Khalwatiyyah. Manfaat dari zikir lā illāha illallāh adalah agar mendapat pahala yang sempurna dari Allah SWT. Penelitian yang dilakukan oleh Herlian Ardivianti tersebut dapat digunakan penulis untuk mengetahui bahwa zikir lā illāha illallāh merupakan amalan penting bagi setiap tarekat apapun. Selain itu dapat disimpulkan bahwa setiap ajaran tarekat (Sufi) adalah berusaha mendekatkan manusia pada sang Pencipta. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rahma Widyastuti, FSSR (Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitaas Sebelas Maret (2005) dalam skripsi yang berjudul Al-Kitabul Al-Maj’mū: Suntingan Teks dan Analisis Fungsi. Dalam penelitian ini membicarakan tentang ajaran yang menjadi pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu tentang akidah, syariat, dan akhlak. Dalam penelitian ini dibahas tentang 1. Mengenal Allah SWT Bagi seorang muslim dalam usaha mengenal lebih dalam tentang agamanya maka harus mengenal Tuhannya. Dengan demikian akan menyempurnakan seseorang dalam menjalankan agamanya. Mengenal commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Tuhan dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengenal nama dan sifat Allah. 2. Selain itu, isi teks Al-Kitabul Al-Maj’mū juga membicarakan tentang rukun iman. Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada rasul, iman kepada Al Quran, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada Qadha dan Qadhir. 3. Syariat Syariat adalah hukum atau undang-undang agama yang sudah pasti ketentuannya. Di dalamnya termasuk keterangan mengenai halalharam, wajib dan sunah, syahadat, salat, puasa, zakat, haji, keimanan, dan sebagainya. Hasan Shadiliy mengatakan bahwa syariat juga dapat dikatakan sebagai peraturan yang ditetapkan Tuhan bagi manusia berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh rasul-Nya, yang berhubungan dengan keyakinan, ibadah, dan muamalah (Hassan Shadiliy dalam Istadiyantha, 2006:401). Setiap muslim yang ingin mencapai derajat kesempurnaan iman wajib melakukan syariat Islam dengan benar. Teks ini juga menyebutkan rukun Islam sebagai syariat yang harus dilaksanakan setiap muslim yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji bila mampu. Tanda orang yang memeluk agama Islam dalam teks Al-Kitabul Al-Maj’mū di antaranya adalah (1) merendahkan diri; (2) suci perbuatan; (3) tetap hatinya; (4) tetap kelakuanya; (5) malu akan Allah dan Nabi; (6) baik pekerti; (7) sabar; (8) syukur; (9) sabar; (10) commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
penyayang dll. Persyaratan bagi orang yang ingin memeluk agama Islam adalah sabar akan hukum Allah, ridha, ikhlas dan menjalankan segala perintah Allah dan nabi-Nya. Selain hal di atas, teks Al-Kitabul Al-Maj’mū menjabarkan salat lima waktu. Penelitian Rahma Widyastuti tersebut dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai ajaran Islam terutama tentang syariat agama Islam yang merupakan suatu aturan dalam pencapaian derajat insan kamil. Seperti halnya pada tarekat Syattariah yang terdapat dalam teks RM, pelaksanaan syariat seperti syahadat, salat, puasa dll, lebih ditekankan dan memiliki kaidah tersendiri menurut aturan tarekat tersebut. Inti dari pelaksanaan syariat tersebut adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT untuk mencapi derajat insan kamil. Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Amalia Viliasari, FSSR (Fakultas Sastra dan Seni Rupa), Universitas Sebelas Maret (2010) dalam skripsi yang berjudul
Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah : Suntingan Teks,
Analisis Struktur dan Isi. Penelitian ini membicarakan tentang ajaran tarekat Qadiriyyah-Syattariyah. Ajaran tarekat tersebut menjabarkan tentang syarat seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah, yakni dengan tobat. Membersihkan diri dari segala dosa baik dosa besar maupun kecil adalah kriteria tobat yang sahih. Tobat sendiri dibagi menjadi dua yaitu tobat lahir (zhāhir) dan batin. Selain tobat dibicarakan pula mengenai suci, tajalli, tauhid, dan zikir. 1. Suci, yaitu suci zhāhir, batin, sir (takhalli) dan pakaian-pakaian suci (tahalli). Suci dalam tarekat Qadiriyyah-Syattariyah terbagi menjadi tiga sedangkan pakaian-pakaian memiliki pengertian penyucian sifat-sifat commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
tercela dengan pengamalan sifat-sifat yang terpuji yaitu, (1) suci zhāhir, yaitu bersuci dari hadas besar dan kecil, bersuci dari sekalian najis yang terdapat pada badan, tempat dan pakaian yang dipakai. Pakaian zhāhir, yaitu pakaian untuk menutupi suci yang zhāhir yaitu mengerjakan rukun Islam, mengiktiqadkan rukun iman, mengiktiqadkan rukun syahadat, dan mengerjakan agama empat (iman, Islam, tauhid, dan makrifat); (2) Suci batin, yaitu menyucikan hati dari kejelekan, dengki, dendam, bakhil, kibir, ujub, riya (pamer), dan sumah. Pakaian batin, yaitu dengan tobat kepada Allah, berusahaa pada semua kebaikan, memerangi hawa nafsu dll; (3) Suci sirr, yaitu yang menyucikan daya yang dimiliki kalbu untuk melihat Tuhan agar untuk tidak mengingat sesuatu dari selain Allah. Pakaian sir, yaitu senantiasa berzikir pada Allah. 2. Sirrullāh (tajalli) Dalam teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah, dijelaskan tentang tajalli (memperoleh kenyataan tuhan), setelah melewati takhalli dan tahalli maka dengan memutuskan segala hubungan yang dapat merugikan kesucian dirinya menjadi syarat untuk menerima pancaran Nur cahaya Allah (Sirrullāh). 3. Tauhid Tingkatan tauhid menurut tarekat Qadiriyyah-Syattariyah terbagi menjadi tiga macam yakni, (1) tauhid awam (2) tauhid muqarrabin, dan (3) tauhid yaqīn. Selain itu, dibicarakan pula mengenai martabat tujuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
4. Zikir Zikir dalam setiap tarekat memiliki peranan penting dalam usaha mendekatkan diri pada Allah. Macam zikir dalam tarekat QadiriyyahSyattariyah adalah zikir hasanah (zikir menghasilkan pahala tanpa mengikuti adab dan tertib), zikir derajat (zikir yang berkehendak adab dan tertib) dan zikir sirr (Zikir dengan menghadirkan hati yang sungguh-sungguh untuk mengingat Allah). Secara garis besar teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah, menjabarkan ajaran yang merupakan gabungan dua tarekat yaitu tarekat Qadiryyah dan tarekat Syattariyah. Karateristik dari tarekat Qadiriyyah yang ditemukan dalam teks Syamsu `l-Ma’rifah Ilā Hadlrati `Sy- Syarīah adalah adanya silsilah tarekat Qadiriyyah dimulai dari Faqih Jalaluddin sampai pada Syekh Abdul Qadir Jaelani, sedangkan karateristik tarekat Syattariyah yang ditemukan dalam teks tersebut adalah konsep hubungan antara Tuhan dan alam. Menurut ajaran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah dari nur Muhammad. Sebelum segala sesuatu diciptakan oleh Allah, alam berada di dalam ilmu Allah yang dinamai A’yān tsābitah. Ia merupakan bayang-bayang dari zat Allah. Sesudah A’yān tsābitah menjelma pada A’yān khārijiyyah (kenyataan yang diluar), maka A’yān khārijiyyah itu merupakan bayang-bayang bagi yang memiliki bayangbayang, dan ia tiada lain daripada Allah sendiri. Karateristik lain yang berasal dari tarekat Syattariyah adalah pelaksanaan zikir yang menjadi tiga tingkatan (mubtadiī, mutawassith, dan muntahī).
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Penelitian Nurul Amalia Viliasari tersebut dapat digunakan penulis untuk menambah wawasan mengenai adanya penggabungan dua ajaran tarekat yakni Qadiriyah-Syattariyah. Hal ini dapat dimungkinkan bahwa penggabungan ajaran dua tarekat yang berbeda bisa saja dilakukan dengan syarat-syarat tertentu yang intinya bahwa ajaran kedua tarekat tersebut sama-sama berusaha mendekatkan manusia pada Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa penelitian terdahulu di atas, sama-sama membahas tarekat, yaitu tarekat Syattariyah, Khalwatiyyah, dan Qadiriyyah-Syattariyah. Hal ini menandakan bahwa di Indonesia, terdapat aliran-aliran tarekat. Salah satunya adalah tarekat Syattariyah. Penelitian terhadap teks RM yang membahas ajaran (adab dan tata-cara ibadah) di tarekat Syattariyah. Teks Syattariyah yang diteliti oleh Istadiyantha (2007) berbeda dengan teks RM, teks RM lebih menekankan pada berbagai syarat dalam menjalankan ibadah di tarekat Syattariyah di antaranya adalah syarat masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kandungan isi pada teks RM berbeda dengan kandungan teks di atas.
B. Penyuntingan Teks Filologi merupakan disiplin ilmu yang diperlukan dalam upaya pelestarian terhadap peninggalan tulisan masa lampau. Selama ini, filologi dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa lampau yang berupa tulisan. Penelitian filologi mempelajari kehidupan di masa lampau melalui peninggalan-peninggalan masa lampau yang masih ada. Siti Baroroh baried, et.al. berpendapat bahwa “sebagai satu commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
disiplin, Filologi tergolong dalam ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan yang berupa karya tulisan” (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994:4). Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa objek penelitian filologi adalah tulisan tangan (naskah) yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Naskah sebagai karya sastra masa lampau dalam menelitinya diperlukan disiplin ilmu filologi. Siti Baroroh Baried, et.al., menjelaskan bahwa “kajian filologi terhadap naskah nusantara berusaha dan bertujuan untuk menyunting dan membahas atau menganalisis atau kedua-duanya. Kajian awal tentang naskah itu terutama untuk tujuan penyuntingan” (Siti Baroroh, et.al. 1994:50). Menyunting teks dalam filologi merupakan suatu penyalinan teks yang pada akhirnya bertujuan untuk merekrontuksi teks. Hal ini bertujuan untuk membersihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam teks. Salah satu bentuk kegiatan praktis filologi adalah membuat suntingan (edisi) suatu teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks yang korup (rusak). Namun, agar karya sastra klasik “terbaca/dimengerti”, pada dasarnya ada dua hal yang harus dilakukan: menyajikan dan menafsirkannya (Robson, 1994:12). Tujuan dari penyuntingan teks menurut Siti Baroroh adalah untuk menghasilkan teks yang mendekati aslinya, membersihkan kesalahan, memberikan keterangan tentang teks dan sifat isinya secara jelas. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan kritik teks (1994:50). Kritik teks dalam penelitian filologi, dilakukan setelah transliterasi. Kegiatan kritik teks dilakukan untuk membantu tersedianya sebuah suntingan teks yang baik. commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Dengan kritik teks peneliti bekerja memurnikan teks. Kritik teks memiliki makna yaitu memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya (Siti Baroroh Baried, et. al.1994:61). Kritik teks dalam penelitian filologi dilakukan dengan cara menentukan teks-teks sesuai dengan urutan umur teks sehingga tersusun perkembangan teks dari masa ke masa (Bani Sudardi, 2003:82). Kegiatan ini biasanya meliputi identifikasi kesalahan salin tulis dan alternatif perbaikannya (Sholeh Dasuk, 1992:177). Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa kritik teks merupakan suatu upaya perbaikan teks-teks dalam naskah dengan membersihkannya dari kesalahan-kesalahan serta membetulkannya. Pembetulan disesuaikan dengan kondisi zaman dan pengetahuan yang dimiliki peneliti. Catatan-catatan tersebut dicantumkan dalam aparat kritik sebagai wujud pertanggungjawaban ilmiah (Bani Sudardi, 2003:57). Dalam penelitian filologi, Edwar Djamaris menyebutkan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menyunting naskah yaitu Inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasikan (pada naskah jamak, namun pada naskah tunggal tidak dilakukan perbandingan
naskah,
dan
dasar-dasar
penentuan
naskah
yang
akan
ditransliterasikan), singkatan naskah, dan transliterasi naskah (Edwar Djamaris, 2002:9). Inventarisasi naskah merupakan langkah pertama dalam penelitian filologi. Langkah pertama dalam inventarisasi naskah adalah mencatat naskah yang berjudul sama atau yang berisi sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan , commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
terutama di pusat-pusat studi Indonesia di dunia. Di samping itu perlu dicari naskahnaskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan (Siswo Sugiharto, 1994:73). Langkah berikutnya adalah deskripsi naskah. Deskripsi naskah dilakukan untuk menggambarkan keadaan naskah secara rinci. Deskripsi naskah merupakan lingkup kerja kodikologi. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon dan garis besar isi cerita. (Edwar Djamaris, 2002:11). Hal ini dilakukan untuk mempermudah tahap penelitian selanjutnya. Sepuluh prinsip Lichachev, berguna sekali dalam penelitian filologi. Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Filologi”, Siti Baroroh et.al. (1985:57), disebutkan bahwa sepuluh prinsip Lichachev itu adalah: 1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan. 2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya. 3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya. 4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya. 5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan, ideologis, artistik, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh penyalin. commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks) 7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam penelitian. 8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain. 9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh. 10. Rekontruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah. Teks Risālah Majmu’ (RM) yang dijadikan sumber data untuk penulis merupakan naskah yang tersimpan di Museum Negeri Banda Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 2324. Pada saat melakukan studi katalog penulis menemukan adanya judul teks yang mirip dengan dengan teks RM, yaitu Al-Kitabul Al-Maj’mu dalam Katalog Koleksi Naskah Melayu (Amir Sutaarga). Deskripsi yang tercantum di dalam naskah AlKitabul Al-Maj’mu dengan nomor naskah ML.225 disebutkan bahwa teks tersebut berisi tentang ajaran agama Islam yang difokuskan pada akidah dan syariat. Selain itu, isi dari teks Al-Kitabul Al-Maj’mū lebih menekankan pada keimanan. Apabila dilihat dari jumlah halamannya naskah ini terdiri dua puluh delapan halaman dengan tidak ada nama pengarangnya. Dibandingkan dengan naskah Al-Kitabul Al-Maj’mu, naskah Risālah Majmu’, memiliki jumlah halaman yang lebih sedikit yaitu enam commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
belas halaman dan lebih mengedepankan permasalahan tentang tata cara masuk dalam tarekat Syattariyah. Dengan demikian, teks RM dapat diperlakukan sebagai naskah tunggal. Oleh karena itu, dalam penyuntingan teks RM, metode yang digunakan adalah metode standar. Metode standar yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Di samping itu, ejaannya disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam Bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Tulisan-tulisan yang rusak, salah atau kosong sepanjang masih dapat direkrontuksi akan diperbaiki. Transliterasi naskah merupakan langkah terakhir dalam penelitian filologi. Bani Sudardi berpendapat bahwa “transliterasi adalah proses pengalihan dari huruf ke huruf, dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Hal tersebut bertujuan memepermudah pembaca yang tidak memahami abjad asli teks tersebut” (Bani Sudardi, 2003:66). Ada dua tugas pokok yang harus dilakukan oleh seorang filolog dalam melakukan transliterasi. Pertama, menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah khususnya penulisan kata dan yang kedua, menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku sekarang, khususnya teks yang tidak menunjukkan ciri bahasa lama yang dikemukakan dalam tugas pokok pertama (Edwar Djamaris, 2002:19–20).
C. Analisis Struktur 1. Sastra Kitab Sastra kitab merupakan karya-karya keagamaan yang berbentuk kitab yang dimasukkan ke dalam kesusastraan Melayu. Sastra kitab berbeda dengan karya-karya sastra pada umumnya yang mengandung unsure imajinasi atau rekaan. Kandungan isi commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
sastra kitab bersifat ilmiah, logis dan tidak mengandung imajinasi atau rekaan yang bersifat fiktif melainkan ajaran agama yang jelas sumbernya, seperti Alquran dan hadis Nabi serta diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh pemeluknya. Kajian terhadap sastra yang dipengaruhi ajaran Islam, R. Roollvink berpendapat bahwa, untuk sementara waktu, kaidah yang paling baik untuk mengkaji sastra yang dihasilkan di bawah pengaruh islam itu adalah membaginya ke dalam beberapa jenis atau kategori. Lima jenis sastra zaman Islam antara lain: cerita Alquran, cerita Nabi Muhammad, cerita sahabat Nabi Muhammad, cerita pahlawan Islam dan sastra kitab (dalam Liaw Yock Fang, 1991:204). Siti Chamamah Soeratno berpendapat bahwa “sastra kitab” adalah sastra yang mengemukakan ajaran Islam yang bersumber pada ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam, dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis (Siti Chamamah Soeratno, 1982:149). Dalam bukunya “Memahami Karya-karya Nurudin Ar Raniri”, Siti Chamamah Soeratno berpendapat bahwa sastra kitab atau kesusastraan kitab di Indonesia merupakan corak yang khusus, yang tersebar luas bersama penyebaran Islam, tidak hanya di Melayu dan dalam sastra Melayu saja melainkan di daerah-daerah Indonesia lain juga, misalnya Jawa dengan sastra Jawa yang oleh pegaud disebut atau digolongkan pada sastra keagamaan Jawa, antara lain meliputi teks-teks yang berhubungan dengan Islam, mistik, kumpulan doa-doa dan mantera-mantera yang berhubungan dengan Islam, risalah-risalah Jawa tentang teologi Islam, dan buku.buku didaktis serta pendidikan Jawa yang berhubungan dengan etika Islam (Siti Chamamah Soeratno, 1982:150-151). commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah suatu jenis karya sastra yang mengemukakan ajaran Islam, mengemukakan ajaran yang bersumber dari ilmu tasawuf, ilmu fikih, ilmu kalam dan kitab-kitab lain dalam agama Islam. Teks RM dapat dimasukkan ke dalam sastra kitab karena kandungan isi teks tersebut memuat ajaran Islam khususnya ilmu tasawuf. 2. Struktur Sastra Kitab Suatu karya sastra merupakan suatu kesatuan yang utuh. Ada beberapa unsur pembangun yang terstruktur hingga menjadi suatu karya sastra yang dapat dinikmati. Sastra kitab memiliki struktur berbeda dengan karya sastra pada umumnya. Sulastin Sutrisno (Sulastin Sutrisno, 1981:36) dalam menyikapi struktur sebuah karya sastra menyatakan bahwa setiap karya sastra merupakan satu kesatuan yang didukung oleh bagian-bagianya guna membawakan suatu kesan. Sastra kitab sebagai salah satu ragam sastra Islam mempunyai struktur yang berbeda dengan karya sastra Islam lainnya. Selanjutnya Chamamah (1982:152) juga berpendapat bahwa struktur narasi sastra kitab adalah struktu penyajian teks, sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur. Struktur sastra kitab terbagi dalam empat hal yaitu: (1). Struktur Penceritaan Struktur penceritaan sastra kitab pada umumnya dibagi dalam tiga hal yaitu bagian pendahuluan, isi, dan penutup. Adapun rinciannya sebagai berikut.
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
a). Pendahuluan Pendahuluan dalam sastra kitab siasanya dimulai dengan bacaan Bismillah, dilanjutkan dengan pujian dan salawat kepada Nabi Muhammad saw serta doa kepada para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad saw, motivasi penulis dan judul b). Isi Isi biasanya berupa uraian panjang atau penjelasan mengenai masalah yang menjadi topik dalam naskah tersebut. c). Penutup Bagian penutup atau bagian akhir ini biasanya berupa doa kepada Allah SWT, salawat Nabi dan doa kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad hanya saja pada bagian ini ditutup dengan kata tamat atau kata penutup sejenis seperti Wa` l-lhu alam (Siti Chamamah Soeratno, 1982:153) (2). Gaya Pengisahan Gaya pengisahan dalam sastra kitab dimulai dengan pembukaan. Siti Chamamah Soeratno (1982:160) mengungkapkan bahwa gaya pengisahan di sini adalah cara pandang yang khusus dalam penyampaianya ceritanya, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Setiap karya sastra mempunyai gaya sendiri yang membedakanya dengan gaya tulisan orang lain dengan mengetahui gaya pengisahannya, maka orang akan mudah mengetahui uraian karya sastranya.
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
(3). Pusat Pengisahan Sebuah cerita, ajaran disampaikan oleh pencerita atau pembawa ajaran. Orang yang menyampaikan cerita atau ajaran tersebut menjadi pusat atau titik pandang cerita yang menyampaikan cerita atau ajaran kepada orang lain. Atau istilah lainnya Point of viuw (Siti Chamamah Soeratno, 1982:172). Rene Wellek (1976:222, dalam Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:172), menjabarkan bahwa pendapat dapat dituturkan oleh diri si tokoh sendiri sebagai penyampai pikiran atau pendapatnya sendiri, dapat pula disampaikan oleh orang lain. Pengarang dapat secara langsung menjadi pusat penyajian atau disebut sebagai sudut pandang orang pertama. Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan kata ganti: aku, saya, kami, kita dan semcamnya. Pusat pengisahan yang demikian itu disebut pusat pengisahan metode orang pertama. Pusat pengisahan dapat juga disampaikan orang lain, melalui tokoh yang disebut kata ganti orang ketiga, yakni: ia, dia, mereka ataupun yang semacam itu. Metode pusat pengisahan semacam itu disebut dengan metode orang ketiga (omniscient author), pengarang mahatahu, sebab si penyampai (pengarang) tahu segala-galanya tentang tokoh yang diberikan (Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982: 172). Metode orang ketiga ini dibagi dua cara, yakni cara romantik-ironik dan cara objektif (Rene Weleek dalam Siti Chamamah Soeratno et.al. 1982:173). Dalam cara Romantik-Ironik ini pengarang sengaja memperbesar peranannya, sebab apa yang disampaikan berupa “kehidupan” dan bukan “seni”. Dalam metode objektif, pengarang membiarkan para tokohnya berbicara dengan berbuat sendiri.
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
(4) Gaya Bahasa Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan ciri khas tersendiri yang membedakan antara pengarang satu dengan yang lainya. Gaya bahasa dalam sastra kitab memiliki gaya bahasa yang khusus. Siti Chamamah Soeratno berpendapat bahwa “sastra kitab sebagai ragam sastra Islam mempunyai gaya bahasa yang khusus” (Siti Chamamah Soeratno,1982:211). Meninjau gaya bahasa seorang pengarang berati meneliti segala permainan bahasanya yang khusus, sejak dari pemilihan kata sampai pada penyusunan kalimat yang menarik pembaca. 3. Tasawuf Ilmu tasawuf merupakan suatu ilmu yang menekankan aspek kerohanian dalam Islam. Ilmu ini mementingkan perasaan cinta kepada Tuhan dengan beribadah dan berzikir kepada-Nya. Ilmu ini muncul sebagai reaksi terhadap perkembangan intelektual pada masa keemasan Islam yang memalingkan hal-hal yang sifatnya empirical dan material (Sangidu, 2003: 106). Tasawuf mempunyai ciri-ciri terminologi tertentu yang dapat dibedakan dengan gerakan kerohanian Islam lainnya. Ciri yang menonjol adalah adanya syekh (guru) yang dianggap sebagai wasilah (perantara) menuju Allah, adanya silsilah ilmu yang mendudukan guru pada tingkat tertinggi, adanya pembagian ilmu menjadi ilmu syariat, tarekat, hakikat dan makrifat, serta adanya latihanlatihan kerohanian tertentu (Bani Sudardi, 2003:13). Jadi, dalam tasawuf syekh atau guru sangat berpengaruh. commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Menurut Hamka jalan tasawuf adalah merenung ke dalam diri sendiri yakni dengan membersihkan diri dan melatihnya dengan berbagai macam latihan (riadlatun nafs), sehingga kian lama kian terbukalah selubung diri itu dan timbullah cahayanya yang gemilang, yang dapat menembus segala hijab yang menyelubunginya selama ini (Hamka, 1973:73). Pendapat Istadiyantha tentang tasawuf yaitu, bahwa tasawuf diartikan suatu upaya pendekatan diri kepada Allah secara bersungguh-sungguh berdasarkan Alquran dan hadis Nabi (Istadiyantha, 2007:50). Asmaran berpendapat lain terhadap tasawuf. Tasawuf adalah falsafah hidup yang di maksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia secara moral lewat latihan-latihan praktis tertentu, kadang-kadang untuk menyatakan kondisi fana‟ dalam realitas tertinggi serta mengenal-Nya secara intuitif, tidak secara rasional, yang membuahkan kebahagiaan rohaniah yang hakikatnya sukar diungkapkan dengan kata-kata, sebab karakternya bercorak intuitif dan subjektif (Asmaran, 2002:43). Adapun definisi tasawuf menurut Ahmad Amin di dalam Ensikopedi Islam, bahwa tasawuf ialah bertekun dalam beribadah, berhubungan langsung dengan Allah, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, berlaku zuhud terhadap yang diburu oleh orang banyak (hal-hal yang bersifat duniawi), khalwat (pengasingan diri) untuk beribadah (Sirojuddin, et.al. 2003: 75). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti tasawuf adalah suatu jalan untuk mendekat kepada Tuhan dengan cara membersihkan hati dan anggota-anggota lahir daripada dosa-dosa dan kesalahan dengan berlandaskan commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Alquran dan Hadis Nabi. Membersihkan hati dapat dicontohkan dengan hati terbebas dari sifat syirik, riya‟, ujub, pendendam dan lain-lain. Bersih dari anggota-anggota lahir hal ini dimaksudkan adalah menjaga segala panca indra dari perbuatan maksiat dan dosa. Tujuan akhir dari penyucian diri adalah tercapainya kebahagian dan keselamatan yang abadi. Seorang sufi seringkali menghindari keramaian, bahkan terkadang hidup menyendiri merenungi makna hidup dengan melakukan amalan agama sebagai sarana pencucian diri sebagai wujud pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara garis besar aliran tasawuf dibagi menjadi dua macam yaitu: 1.Wahdatu’I-wujūd Peletak dasar ajaran Wahdatu’I-wujūd adalah Al-Hallaj, Ajaran ini berkembang dikalangan para sufi serta pengaruhnya sampai ke Indonesia. Ajaran Al-Hallaj dapat dibagi menjadi tiga golongan. Pertama, ajaran tentang hulul (Tuhan menjelma menjadi dalam diri manusia). Kedua, Hakikat Muhammadiyyah (Nur Muhammad) sebagai asal mula segala sesuatu. Ketiga kesatuan semua agama (Bani Sudardi, 2003:18). Wahdatu’I-wujūd menurut Asmaran adalah suatu paham yang mengakui hanya ada satu wujud dalam kesemestaan ini, yaitu satu wujud Tuhan. Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, sehingga dapat disimpulkan bahwa alam ini merupakan emanasi Tuhan (Asmaran, 2002: 174). Simuh berpandangan lain terhadap aliran wahdatu’I-wujūd, aliran ini berpaham bahwa wujud yang hakiki itu hanyalah satu, walaupun ada banyak macam penampakan keluarnya. Artinya, bahwa mahkluk adalah commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
aspek lahiriah, sedang aspek batin dari segala sesuatu ini adalah Allah (Simuh, 2002:177). Sangidu
dalam
bukunya
yang
berjudul
“Wachdatul
Wujud”
menjabarkan pengertian wahdatu’I-wujūd yaitu: a. sang hamba menegetahui bahwa Allah Taala adalah hakikat seluruh mahkluk. Akan tetapi, ia tidak menyaksikan Allah Taala dalam ciptaan-Nya. b. sang hamba dapat menyaksikan Allah Taala melalui mahkluknya melalui kesaksian hati. c. sang hamba menyaksikan Allah Taala pada mahkluk-Nya dan menyaksikan mahkluk pada Allah Taala (Sangidu, 2003:46). 2. Wahdatu ‘sy-syuhūd Para sufi juga mengembangkan pemahaman dzattullah. Selain paham tasawuf Wahdatu’I-wujūd, berkembang juga paham Wahdatu ‘sysyuhūd. Paham Wahdatu ‘sy-syuhūd dapat diartikan bahwa diri manusia mampu menjadi satu zat dengan Allah (Bani Sudardi, 2003:4) 4. Tarekat Pada abad keenam sampai ketujuh di kalangan dunia sufi timbul kelompokkelompok yang disebut tarekat. Tarekat dapat dikatakan sebagai tempat khusus bagi para penempuh jalan sufi (ahlussuluk) untuk mendapatkan maqam-maqam yang makin meningkat kemuliaannya di bawah bimbingan guru (syekh) yang dianggap musyid. Dalam tarekat ini ditemukan wirid-wirid yang kadang-kadang commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
demikian panjang yang digali dari Alquran dan Sunah Rasul, dan sebagaian dari karangan dari guru-guru mereka (Bani Sudardi, 2003:22). Tarekat berati „jalan‟, yaitu bertunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi‟in, turun temurun sampai dengan guru-guru, sambungmenyambung (Aboebakar Atjeh, 1992: 67). Tarekat menurut istilah tasawuf adalah perjalanan seorang salik menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan (Noegarsyah, 2004: 472). Dari pendapat-pendapat di atas dapat diperoleh simpulan bahwa tarekat adalah suatu cara khusus yang dipakai oleh seseorang untuk mendekatkan diri pada Allah Taala melalui tahapan-tahapan ibadah sesuai contoh Nabi Muhammad dengan bimbingan seorang guru atau mursyid (wali). Dikalangan tarekat ini kemudian dipercaya adanya wali-wali yang mempunyai silsilah jiwa kebatinan sampai pada Nabi Muhammad. Goldziher menerangkan bahwa seorang pemeluk tarekat harus melalui empat tahapan dalam belajar tasawuf (Ignaz Goldziher, 1991:146). Empat tahapan tersebut adalah : a) Syariat Syariat secara harfiah berati jalan menuju air, etika eksternal dan normal moral islam yang di dasarkan atas Alquran dan sunah. (Noegarsyah, 2004:438). commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Makna syariat ialah peraturan-peraturan atau garis-garis yang telah ditentukan, termaasuk di dalamnya hukum-hukum halal dan haram, yang disuruh dan yang dilarang, yang sunah, yang makruh dan yang mubah (M. Zain Abdullah, 1991:26). Syariat adalah hukum atau undang-undang agama yang sudah pasti ketentuannya. Di dalamnya termasuk keterangan mengenai halalharam, wajib dan sunah, syahadat, salat, puasa, zakat, haji, keimanan, dan sebagainya. Hasan Shadiliy mengatakan bahwa syariat juga dapat dikatakan sebagai peraturan yang ditetapkan Tuhan bagi manusia berupa hukum-hukum yang disampaikan oleh rasul-Nya, yang berhubungan dengan keyakinan, ibadah, dan muamalah (Hasan Shadiliy dalam Istadiyantha, 2006:401). b) Tarekat Tarekat berati jalan. Tarekat menurut istilah tasawuf adalah perjalanan seorang salik menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan (Nogarsyah, 2004:472). Asmaran memiliki pandangan tersendiri mengenai arti tarekat. Beliau menjelaskan bahwa tarekat adalah berupa teori yang diigunakan untuk memperdalam syariat sampai kepada hakikatnya dengan melalui tingkat-tingkat pendidikan tertentu, maqamat dan ahwal (Asmaran, 2002:100). commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
c) Hakikat Hakikat berasal
dari istilah arab
haqiqatun
yang berati
„kebenaran‟; al-haq : berati Tuhan, maka hakikat menurut istilah sufi diartikan sebagai suatu kebenaran yang berhubungan dengan masalah ke-Tuhanan.
Ibnu
Arabi
(dalam
Aboebakar
Atjeh,
1984:67)
berpendapat bahwa hakikat yang menjadi maujud itu satu, yang berada dalam jauhar (Arab: nyata) dan zat-Nya, jika ditinjau dari sudut dan sifatnya terjadilah berbagai kemungkinan, yaitu mahkluk dan alam. Noegarsyah berpendapat bahwa hakikat adalah segala sesuatu dibalik kenyataan, makna dasar yang terkandung di dalamnya (Noegarsyah, 2004:177). Bani Sudardi menerangkan bahwa hakikat adalah satu realitas hakiki yang menjadi sumber dasi segala realitas. Realitas yang hakiki inilah yang menjadi tujuan seorang sufi (Bani Sudardi, 2003:7). Seorang salik dalam mencapai tingkatan hakikat haruslah melewati beberapa fase yang tidak mudah dan sedikit. Karena suatu keberhasailan dan kesuksesan tidak dapat diraih tanpa kerja keras. d) Makrifat Simuh memandang bahwa makrifat dalam konsep tasawuf diartikan sebagai penghayatan atau pengalaman kejiwaan (Simuh, 2002:115). Dalam menghayati kemahabesaran Tuhan tidak hanya dengan pikiran saja, melainkan dengan mata batin (kalbu). Hati merupakan organ yang sangat penting, karena hanya dengan mata commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
hatilah bisa mengahayati segala rahasia yang ada dalam alam ghaib dan puncaknya adalah penghayatan makrifat (kesungguhan dalam beribadah) pada zatullah. Kesungguhan dalam peribadatan, dalam istilah barat disebut gnosis. Reynold berpendapat tentang gnosis sebagai berikut: “Makrifat dalam pengertian sufisme adalah “gnosis” dari teori Hellenistik, yaitu pengetahuan langsung tentang Tuhan berdasarkan atas wahyu atau petunjuk Tuhan. Ia bukanlah hasil atau buah dari proses mental, tetapi sepenuhnya amat tergantung pada kehendak dan karunia Tuhan, yang akan memberikannya sebagai karunia dariNya” (Reynold A. Nicholson, 1993: 68).
5. Aliran Tarekat Syattariah Gerakan Sufi sebenarnya bermanfaat bagi dunia muslim dalam berbagai segi. Pada masa-masa kemunduran politik dan ekonomi (1500-1900), beberapa tarekat sufi mengambil alih tugas dakwah Islam kepada seluruh manusia. Sementara ulama tradisonal umumnya jauh dari umat, lebih suka meneliti dan berdebat di ruang tertutup, adalah kaum sufi yang berkelana sebagai pendakwah, mendistribusikan derma, dan memberi bimbingan spiritual di tempat terpencil (Yahya, 2007:387). Salah satu tarekat yang telah berhasil membangun moral umat manusia adalah tarekat Syattariyah. Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya yaitu Abdullah asy-Syattar. Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah, commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Tarekat Syattariyah berkembang dan memiliki banyak pengikut namun, dalam perjalanan dakwahnya tarekat ini tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun (Nogarsyah, 2004:441-443). Tarekat Syattariyah dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf Singkel (1615-1693), seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu melaksanakan ibadaah haji ia memperdalam ilmu tasawuf kepada banyak guru diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al-Qur‟ani (Sirojuddin et.al, 2003:1). Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek zikir di dalam ajaranya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan yang sederhana (zuhud). Syattariyah barangkali merupakan aliran sufi yang paling bercorak India, karena dalam praktik ajaran ia menampakkan hampir seluruh karakteristik budaya India dan gagasan agama hindu, khususnya menyangkut ajaran normatif yoga (John. L. Esposito, 2002: 301). Snouck Hurgronje mengatakan bahwa selain bernama Syattariyah, tarekat tersebut diberi nama pula tarekat kosasi (Qusyayi), nama ini dihubungkan dengan nama tokoh tarekat tersebut yaitu syekh Ahmad Qusyayi dari Madinah. Salah seorang murid Ahmad Qusyayi yang terkenal di Nusantara adalah Abdurrauf commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Assingkeli. Setelah syekh Abdurrauf memperoleh ijazah dari gurunya, lalu dikukuhkan sebagai guru tarekat Syattariyah (Istadiyantha, 2007:56). a. Ajaran Tarekat Syattariyah Sebagaimana halnya dengan tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek zikir didalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupam asketisme atau zuhud. Perkembangan mistik dalam tarekat ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan yang membangkitkan kesadaran akan kepasrahan hidup kepada Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus mencapai atau melalui tahap fana (Sirojuddin et.al, 2003:2). Sebuah tarekat tentu saja memiliki pelatihan ibadah untuk mencapai tujuan tasawuf.
M. Zain Abdullah menjelaskan bahwa mujahadah,
khalwat dan zikir sangat penting untuk terbukanya dinding pendapatan hissi (perasaan pancaindera yang lima) dan terbukanya beberapa rahasia alam dari pekerjaan Allah Taala yang manusia lemah mendapatkannya (1991:60) Zikir dalam tarekat memiliki arti yang sangat penting. Dengan berzikir seorang penganut tarekat akan senantiasa berada dalam penglihatan Allah. Zikir dalam Tarekat Syattariyah terbagi menjadi dalam tiga kelompok yaitu : menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keindahan-Nya, dan menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut (Sirojuddin et.al, 2003:2). commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
b.
Syarat berzikir dalam Tarekat Syattariyah Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat
menjalani zikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah sebagai berikut : makanan yang dimakan haruslah berasal dari jalan yang halal, selalu berkata benar, rendah hati, sedikit makan dan sedikit bicara, setia terhadap gurunya, konsentrasi hanya kepada Allah SWT, selalu berpuasa, berdiam diri dalam suatu ruangan yang gelap tetapi bersih, memisahkan diri dari dalam kehidupan yang ramai, tidak egois dan penuh rela dalam menjalani ritual tarekat, makan dan minum dari pemberian pelayan, menjaga mata, telinga,dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu yang haram, membersihkan hati, mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, seperti menghias diri dan memakai pakaian yang berjahit (Sirojuddin et.al, 2003:2-3). Untuk mencapai tujuan tasawuf, yaitu memperoleh hubungan dan kedekatan rohaniah dengan Tuhan diperlukan jalan yang harus ditempuh dengan sungguh-sungguh. Sirojuddin et.al, mengatakan bahwa ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat syattariyah ini, yaitu tobat, tawakal, qana‟a, huzlah, muraqabah, zuhud, sabar, ridha, zikir dan musyahadah (Sirojuddin et.al, 2003: 2). Mengenai zikir tarekat Syattariyah, Harun Nasution memberikan pendapat bahwa bila kesadaran atau kesucian rohaniah meningkat, maka semakin singkat lafal zikir itu, dan bahkan pada suatu saat (pada puncaknya) lafal itu sudah memenuhi hati. Itulah yang dinamakan fana, commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
dimana kesadaran dirinya hilang dan hanya Allah yang diingat (Harun Nasution, 2002:1108).
D. Kerangka Berpikir
Teks RM
Suntingan teks RM
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Inventarisasi Naskah Deskripsi Naskah Ikhtisar Teks Kritik Teks Suntingan Teks Daftar Kata Sukar
1. 2. 3. 4.
Analisis Struktur teks RM
Analisis Isi Teks RM
Struktur Penyajian Gaya Penyajian Pusat Penyajian Gaya Bahasa
Pengetahuan Ajaran Tarekat Syattariyah
Menyajikan Teks yang Baik dan Benar. Mendeskripsikan Struktur Penyajian Teks, dan Menjelaskan Isi Ajaran Tarekat Syattariyah
Diagram 1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini jika diuraikan adalah sebagai berikut. Teks yang dijadikan objek penelitian adalah teks Risālah Majmu’ commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
(RM). langkah pertama dalam menjelaskan teks ini adalah dengan penyuntingan teks. Penyuntingan teks dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan sebuah suntingan teks yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin; benar dalam pengertian sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan kecil dalam penyajian sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Langkah kedua adalah melakukan analisis struktural terhadap teks RM. Analisis struktur dibatasi pada struktur sastra kitab yang meliputi struktur pengisahan, gaya pengisahan, pusat pengisahan, dan gaya bahasa. Langkah terakhir adalah mengadakan analisis isi terhadap teks RM. Analisis isi dibatasi pada isi teks RM dalam teks RM khususnya mengenai ajaran tasawuf dalam tarekat Syattariyah. Ketiga langkah tersebut dilakukan dengan tujuan dapat menyajikan suntingan teks yang baik dan benar, mendeskripsikan struktur penyajian teks, dan menjelaskan isi yang terkandung di dalam teks tersebut.
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
BAB III METODE PENELITIAN A. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah berjudul Risālah Majmu’ (RM) yang merupakan naskah aneka karangan. Teks RM ini adalah bagian dari naskah aneka karangan yang merupakan salah satu naskah koleksi Museum Negeri Banda Aceh yang beralamat di Jalan Sultan Alaidin Mahmudsyah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 23241. Naskah RM yang dijadikan sumber data dalam bentuk foto digitalnya, naskah tersebut tersimpan dalam katalog online ManuskripManuskrip Peninggalan Aceh yang beralamat di http://acehms.dl.uni-leipzig.de. dengan nomor 07_00006 (sebelumnya telah disebut dengan „katalog online‟). Pada tahun 2007 diadakan program digitalisasi naskah. Program tersebut tersebut dilaksanakan sebagai Proyek Pelestarian Naskah-naskah Aceh oleh Universitas Leipzig, Jerman bekerja sama dengan Museum Negeri Banda Aceh, Yayasan Ali Hasjmy, Pusat Kajian Pendidikan dana Masyarakat (PKPM) Aceh, dan Mannasa. Naskah RM adalah salah satu naskah yang digitalisasi di antara sekian banyak koleksi naskah yang tersimpan di Perpustakaan Negeri Banda Aceh dan telah dimuat diinternet. Naskah RM tersimpan di perpustakaan Negeri Banda Aceh dengan keterangan bahwa teks RM yang ditulis dengan huruf Arab Melayu dan bahasa Melayu yang tertulis di dalam naskah masih dapat dibaca dengan jelas, Selain itu, teks RM juga terdapat kalimat dalam bahasa arab dengan kondisi naskah masih baik, commit44to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
tulisan jelas terbaca dan ditulis dengan menggunakan tinta hitam dan merah sehingga naskah RM masih layak untuk dikaji.
B. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1981:1). Penggunaan metode yang tepat dapat memecahkan persoalan dalam memberikan hasil penelitian yang tepat. Dalam bidang filologi penggunaan metode meliputi dua hal yaitu pertama metode suntingan teks dan kedua kajian teks. 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk mengkaji objek penelitian adalah penelitian kualitatif. Edi Subroto menyatakan bahwa “metode penelitian kualitatif merupakan metode pengkajian atau metode penelitian suatu naskah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan posedur-prosedur statistik” (Edi Subroto, 2007:5) 2. Bentuk Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penyelidikan deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan sikap yang menampak, atau tentang satu proses yang sedang berlangsung pengaruhnya yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang menampak, pertentangan yang meruncing, dan sebagainya (Winarno Surakhmad, 2004:139). commit45to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Dalam penelitian ini, struktur teks RM dideskripsikan dengan menggunakan pendekatan intrinsik, yaitu menganalisis teks RM sebagai totalitas. Dalam rangka mengintrepesi teks digunakan analisis isi. Walizer mengemukakan bahwa analisis isi adalah prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi atau informasi (dalam Arif Sukadi Sadiman, 1987:47). Dengan demikian isi atau informasi dalam naskah dapat diketahui sehingga mudah untuk dipahami. 3. Metode Suntingan Teks Berdasarkan hasil dari studi katalog dapat diketahui bahwa naskah RM adalah naskah tunggal, maka dalam penyuntingan naskah RM ini peneliti menggunakan metode edisi standar, yaitu berusaha menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan. Di samping itu, ejaannya disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dalam Bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) (Siti Chamamah Soeratno, 1985:69). Tulisan-tulisan yang rusak, salah atau kosong sepanjang masih dapat direkkrontuksi akan diperbaiki. Metode Standar biasa disebut dengan istilah suntingan kritik atau edisi kritik (editio critica). Metode standar berusaha menyediakan suntingan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan teks. Ejaan yang digunakan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku (ejaan yang disempurnakan). Dalam pengelompokan kata, kalimat, paragraf, penggunaan huruf besar, pungtuasi, dan komentar terhadap kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil dari perbandingan dengan naskah sejenis atau sejaman. Dalil agama diperbaiki berdasarkan Alquran dan hadis, Setiap commit46to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
perbaikan yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan dengan memberi penjelasan mengenai kesalahan-kesalahan teks dan mencatat di tempat khusus agar dapat diperiksa sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca (Siti Baroroh Baried, et.al.1994:69). Jadi, perbaikan yang dilakukan dalam penyuntingan naskah bersifat terbuka, artinya masih memberikan kesempatan kepada pembaca yang lain untuk mengadakan perbaikan jika menurut pertimbangan ilmiah dirasa lebih tepat. Semua perubahan selalu dilakukan dengan dicatat dalam aparat kritik sebagai pertanggungjawaban. Bani Sudardi berpendapat, istilah “edisi standar ialah penyuntingan
dengan
disertai
pembetulan
kesalahan-kesalahan
kecil
dan
ketidakkonsistenan serta ejaan yang digunakan ialah ejaan yang baku (standar). Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat kritik” (Bani Sudardi, 2003:60) Tujuan penggunaan metode standar adalah untuk memudahkan pembaca atau peneliti dalam membaca dan memahami teks (Edwar Djamaris, 2002:24-25). Sehingga dalam mencapai tujuan tersebut peneliti bertanggung jawab terhadap semua perbaikan atau penafsiran yang diadakan dengan menyebut sumbernya, berdasarkan kaidah gramatika, fakta sejarah, dan sebagainya (Lubis, 1996: 88). 4. Metode Kajian teks Kajian terhadap teks RM yang telah diedisi tersebut, dikaji dengan metode deskriptif, yaitu memberikan uraian dan penjelasan, serta memaparkan pokok permasalahan. Dalam rangka kajian teks RM tersebut, peneliti menggunakan pendekatan struktural dan analisis isinya. commit47to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
a. Struktur Narasi Sastra Kitab Teks RM dalam naskah Aneka Karangan termasuk dalam jenis sastra kitab. Analisis struktur terhadap teks RM ini menggunakan analisis struktur sastra kitab. Pengkajian terhadap teks RM menggunakan metode deskriptif, yaitu memberikan uraian yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Metode deskriptif memberikan uraian dan menjabarkan hal-hal yang menjadi masalah dan menafsirkan karya sastra dipandang sebagai totalitas. b. Metode Analisis Isi Analisis isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji informasi terekam (Michael Walizer, 1978:35). Dalam rangka interpretasi teks maka digunakan analisis isi yang berusaha mengungkap isi naskah. Dalam kaitannya dengan interpretasi, Nasution berpendapat bahwa “jika peneliti tidak dapat mengadakan interpretasi dan hanya menyajikan data deskriptif saja, maka sebenarnya penelitian itu sia-sia saja dan tidak memenuhi harapan” (Nasution, 1988:126). Interpretasi sebenarnya bukan hanya dilakukan pada taraf akhir, melainkan telah dilakukan sepanjang penelitian berlangsung. Dengan demikian kandungan isi naskah akan dapat diketahui dan dipahami dengan mudah oleh para pembacanya. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh secara kualitatif. Untuk mengungkapkan isi naskah, penelitian ini menggunakan analisis isi atau content. Menurut Suwardi Endraswara (2003:160) analisis isi digunakan apabila peneliti hendak mengungkap, memahami, dan menangkap pesan yang terkandung dalam sebuah karya. Dalam penelitian ini, metode analisis isi dilakukan dengan cara commit48to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
mengungkap isi atau pesan yang terkandung dalam teks RM. Isi atau pesan tersebut merupakan kandungan ajaran tasawuf yang terdapat di dalamnya.
C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data-data atau masukan yang diperlukan dalam penelitian. Pemerolehan sumber data penelitian ini dilakukan melalui dua tahapan berikut. Teks “Risālah Majmu’” ini diperoleh melalui dua tahap sebagai berikut. 1. Tahap Informasi, pada tahap ini, penulis berusaha mendapatkan informasi data pernaskahan yang ada di internet. Informasi ini diperoleh dari katalog online Manuskrip-Manuskrip Peninggalan Aceh yang beralamat di http://acehms.dl.unileipzig.de.. 2. Tahap Pencetakan Data Teknik berikutnya adalah teknik pencetakan data. Teknik pencetakan data yaitu teknik pencetakan teks Risālah Majmu’ yang masih berbentuk digital. Pada tahap ini akan dihasikan naskah yang sudah dicetak yaitu dalam bentuk lembar cetakan. Teknik ini dilakukan untuk memudahkan penelitian naskah terutama pada saat penyuntingan teks. Sebelum
melakukan
proses
pencetakan,
terlebih
dahulu
dilakukan
pengunduhan data. Pengunduhan data dilakukan untuk mendapatkan naskah RM yang masih berbentuk digital. Dengan mengakses alamat http://acehms.dl.unileipzig.de maka akan muncul katalog online Manuskrip-Manuskrip. Di dalam katalog
commit49to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
online tersebut akan dijumpai naskah RM dengan nomor inventarisasi naskah 07_000006. Tahapan-tahapan di atas merupakan cara peneliti untuk memperoleh data yang akan dipergunakan dalam penelitian. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dilakukan dengan melalui proses pembacaan teks yang didasarkan pada pedoman transliterasi yang digunakan kemudian dilakukan pengklafikasian data. Data yang tersedia berupa bahasa yang salah dalam naskah diklasifikasikan berdasarkan pokok dan masalahnya. Langkah-langkah dalam pengklasifikasian data adalah dengan mengadakan penyuntingan teks dan mengkaji data. Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis struktur dan analisis isi.
D. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa tahapan yaitu: tahap deskripsi, tahap analisis, dan tahap evaluasi. 1. Tahap Deskripsi Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang kemudian diklasifikasikan dan dideskripsikan secara jelas. Tahap ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan data penelitian yaitu teks RM yang terdapat dalam naskah Aneka Karangan. Teks RM tersebut dideskripsikan untuk memberi gambaran serinci mungkin tentang seluk-beluk naskah.
commit50to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
2. Tahap Analisis Data-data yang telah diklasifikasikan kemudian dianalisis dan dikaji berdasarkan teori-teori ilmiah dan sesuai dengan permasalahan 3. Tahap Evaluasi Pada tahap ini, peneliti mengevaluasi data yang telah dideskripsikan dan dianalisis supaya didapat hasil yang bisa dipertanggungjawabkan, dan kemudian untuk dapat ditarik simpulannya secara tepat.
E. Teknik Penarikan Kesimpulan Dari hasil deskripsi, analisis data dan evaluasi selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara induktif yaitu teknik penarikan kesimpulan dengan cara mengambil data-data, peristiwa-peristiwa, yang bersifat khusus terlebih dahulu, kemudian diambil suatu kesimpulan secara umum.
commit51to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
BAB IV SUNTINGAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah Langkah kerja dalam penyuntingan teks diawali dengan inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah adalah mengumpulkan informasi mengenai naskah yang akan dijadikan sumber penelitian. Dalam penelitian ini inventarisasi naskah dilakukan dengan studi katalog, yaitu mengumpulkan informasi mengenai naskah yang akan diteliti melalui katalog naskah. Katalog yang digunakan adalah katalog-katalog naskah yang menyajikan informasi tentang keberadaan naskah Melayu. Ada dua macam katalog yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu katalog online dan katalog terbitan. Katalog online adalah katalog yang memuat judul-judul naskah beserta keterangan lainnya yang tersimpan dalam situs resmi di internet. Katalog online yang digunakan dalam penelitian ini adalah katalog online ManuskripManuskrip Peninggalan Aceh yang beralamat di http://acehms.dl.uni-leipzig.de. Katalog terbitan adalah katalog yang dikeluarkan dalam bentuk buku. Berikut daftar katalog terbitan yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Achdiati-Ikram, et.al. 2001. Katalog Naskah Buton koleksi Abdul Mulk Zahari. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
2. Amir Sutaarga, et.al. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan. 3. Behrend. T. E. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 4. Behrend. T. E dan Titik Pudjiastuti. 1977. Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid 3A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 5. Edi S. Ekadjati dan Undang A. Darsa. 1999. Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid 5A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 6. Edi S. Ekadjati.2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta: Manassa-Yayasan Obor Indonesia. 7. Howard, Josep H. 1966. Malay Manuscripts. Kuala Lumpur. 8. Juynboll, H.H, 1899. Catalogus van de Maleische en sudaneesche Handschriften der Leidsche Universits-Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill. 9. Oman Fathurahman.2010. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar. Jakarta: Komunitas Bambu. 10. S.W.R. Mulyadi dan H.S. Maryam R. Salahuddin. 1992. Katalogus Naskah Melayu Bima II. Bima: Yayasan Museum Kebudayaan “Semporaja”. 11. Van Ronkel. 1921. Malaische En Minangkabausche. Leidsche Universiteits: Leiden. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Berdasarkan studi katalog penulis menemukan adanya judul teks yang mirip dengan teks RM, yaitu Kitabul Al Maj’mu dalam Katalog Koleksi Naskah Melayu (Amir Sutarga) dengan kode ML.225. Deskripsi yang tercantum di dalam katalog mengenai teks Kitabul Al Maj’mu disebutkan bahwa teks tersebut berisi tentang ajaran agama Islam yang difokuskan pada akidah dan syariat. Selain itu, isi dari teks Al-Kitabul Al Maj’mu lebih menekankan pada keimanan. Apabila dilihat dari jumlah halamannya naskah ini terdiri dua puluh delapan halaman dengan tidak ada nama pengarangnya. Dibandingkan dengan naskah Al-Kitabul Al-Maj’mu, naskah Risālah Majmu’, memiliki jumlah halaman yang lebih sedikit yaitu enam belas halaman dan lebih mengedepankan permasalahan tentang tata cara masuk dalam tarekat Syattariyah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa naskah Kitabul Al Maj’mu berbeda dengan naskah Risālah Majmu’. Maka, naskah yang dipakai oleh penulis adalah naskah RM yang menjadi koleksi Perpustakaan Negeri Banda Aceh.
B. Deskripsi Naskah Tahap selanjutnya yang harus dilalui setelah inventarisasi naskah adalah deskripsi naskah. Deskripsi naskah menguraikan hal-hal mengenai isi naskah dan pokok-pokok isi naskah secara terperinci untuk mengetahui keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah tersebut. Sholeh Dasuki (1992:30) berpendapat bahwa deskripsi naskah adalah uraian terperinci mengenai seluk beluk naskah. Tujuan dari deskripsi naskah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
adalah untuk menjelaskan kepada pembaca agar memiliki gambaran tentang naskah yang diteliti. Deskripsi naskah antara lain menyangkut informasi atau data mengenai (1) judul naskah, (2) nomor dan tempat penyimpanan naskah, (3) asal dan keadaan naskah, (4) ukuran dan tebal naskah, (5) huruf, aksara, tulisan, dan jumlah baris tiap halaman naskah, (6) cara penulisan, (7) bahan dan bahasa naskah, (8) bentuk teks dan umur naskah, (9) identitas pengarang atau penyalin dan fungsi sosial teks. Berikut disajikan deskripsi naskah RM sebagai berikut. 1. Judul naskah Teks RM merupakan salah satu beberapa teks yang terdapat dalam naskah Aneka Karangan.
Dalam deskripsi yang dicantumkan pada situs
http://acehms.dl.unileipzig.de/receive/NegeriMSBook_islamhs_00000294, Disebutkan bahwa teks ini berjudul RM. Pemberian judul teks ini juga didasarkan pada bagian penutup yang terdapat pada akhir teks. Keterangan judul teks pada bagian penutup atau bagian akhit teks jika ditransliterasikan berbunyi sebagai berikut. “Dan haram takris kepada perbuatan syaithan melainkan takris kepada perbuatan Tuhan itulah wajib memuat akan dia seperti kata nabi kita Muhammad pada Syaidina Abu bakar dan Syekh Juned itu berbuat seperti kata nabi shala `lāhu ‘alaihi wa sallam.Tammat. Kitab yang bernama Risālah Majmu’”. (RM:16) Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa teks yang digunakan dalam penelitian ini berjudul Risālah Majmu’. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
2. Nomor dan tempat penyimpanan naskah RM bernomor naskah 07_00006 dan tersimpan sebagai salah satu koleksi naskah Melayu yang tersimpan di Perpustakaan Banda Aceh yang terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah Nomor 12 Kecamatan Baiturahman Banda Aceh 2324. 3. Asal dan keadaan naskah Di dalam teks RM tidak terdapat keterangan yang menyatakan tentang asal naskah. Keadaan teks RM masih utuh dan lengkap, artinya tidak terdapat lembaran-lembaran yang hilang atau rusak. Tulisan masih sangat jelas terbaca, ditulis dengan menggunakantinta warna hittam dan merah. Naskah yang memuat teks RM merupakan naskah yang sudah dijilid. Penjilidan masih dalam keadaan baik dan dijilid dengan menggunakan kertas, kanvas, dan benang. Tabel 1 Keadaan Naskah RM No Halaman 1
2
Keadaan Terdapat penulisan halaman (18r) pada pias pojok atas bagian kiri teks.
2
4
Terdapat penulisan halaman (19r) pada pias pojok atas bagian kiri teks.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
3
6
Terdapat penulisan halaman (20r) pada pias pojok atas bagian kiri teks.Selain itu terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias kiri teks dan pias bawah teks.
4
7
Terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias kanan teks dan pias bawah teks.
6
8
Terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias atas, pias kiri dan pias bawah teks.
7
9
Terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias atas, pias kiri, pias kanan dan pias bawah teks.
8
10
Terdapat penulisan halaman (22r) pada pias pojok atas bagian kanan teks.Selain itu terdapat catatan tambahan yang terdapat pada pias kiri atas, pias kiri, dan pias bawah teks.
9.
12
Terdapat penulisan halaman (23r) pada pias pojok atas bagian kiri teks.
10
14
Terdapat penulisan halaman (24r) pada pias pojok atas bagian kiri teks.
11
18
Terdapat penulisan halaman (25r) pada pias pojok atas bagian kiri teks.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
4. Ukuran dan tebal naskah a) Ukuran lembaran naskah p x l : 16.8 x 11.3 cm b) Ukuran lembaran teks p x l : 13.5 x 8.3 cm Naskah RM berjumlah 16 halaman dari naskah Aneka Karangan yang secara keseluruhan berjumlah 76 halaman. Teks RM ini dalam naskah Aneka Karangan terdapat pada halaman 18 sampai dengan halaman 25. Dalam teks RM ini tidak terdapat halaman yang kurang atau kosong. 5. Huruf, aksara, tulisan, dan jumlah baris pada setiap halaman naskah a. Jenis tulisan Jenis tulisan yang dipakai adalah Arab Melayu (Jawi/Pegon). b. Ukuran huruf Ukuran huruf yang dipakai pada teks RM relatif berukuran sedang. c. Bentuk huruf Bentuk huruf yang dipakai pada teks RM memakai bentuk tegak lurus (perpendicular). d. Keadaan tulisan Keadaan tulisan pada teks RM masih cukup baik dan jelas untuk dibaca. Dalam teks RM juga terdapat beberapa tulisan yang dicoret oleh pengarang karena salah tulis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
e. Jarak antar huruf dan Goresan pena Jarak antar huruf pada teks RM tergolong renggang, sehingga mudah untuk dibaca. Goresan pena dalam teks RM terlihat tebal. f. Warna tinta Warna tinta yang digunakan pada teks RM adalah tinta warna hitam dan merah. Tinta merah hanya digunakan pada istilah dalam bahasa Arab dan kata tumpuan, selebihnya kata-kata yang lain menggunakan tinta warna hitam. Jumlah baris yang terdapat pada setiap halaman teks RM adalah 15 baris, kecuali pada halaman terakhir naskah yang hanya berjumlah 12 baris. g. Pemakaian tanda baca Penulis tidak menemukan tanda baca standar seperti tanda titik ataupun tanda koma dalam teks RM. Di dalam teks terdapat kata-kata tumpuan
yang berfungsi
sebagai
pembatas
antarkalimat dan
antaralenia, misalnya kata adapun dan bermula. 6. Cara penulisan a. Penempatan tulisan pada lembar naskah Cara penulisan pada lembar naskah RM yaitu teks yang ditulis dari arah kanan ke kiri, cara seperti ini mengikuti cara penulisan huruf Arab. Penulisan teks pada huruf pada lembaran naskah secara bolakbalik. Kedua sisi halaman pada setiap lembar naskah ditulisi semua. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
b. Pengaturan ruang tulisan Pengaturan ruang tulisan pada naskah RM termasuk secara bebas, tidak ada pembatas, misalnya garis yang mengatur ruang tulisan. c. Penomoran naskah Penomoran naskah tidak ada. Penomoran dengan angka Arab dibuat oleh pembaca dengan menggunakan pensil arang yang ditulis di pojok kiri atas. 7. Bahan dan bahasa pada naskah Bahan naskah adalah kertas. Hal ini sesuai dengan deskripsi naskah RM dari Perpustakaan Banda Aceh, yang dapat diunduh melalui url statis (http:acehms.dl.unileipzig.de/receive/NegeriMSBook_islamhs_00000294).Ba hasa naskah yang digunakan dalam teks RM adalah bahasa Melayu. Di dalam teks terdapat beberapa istilah Arab, misalnya shalla `l-lāhu ‘alaihi wa sallam. 8. Bentuk teks dan umur naskah Bentuk teks yang digunakan pada teks RM adalah bentuk prosa. Umur naskah RM tidak diketahui secara pasti, hal ini didasarkan pada tidak adanya keterangan umur naskah di dalam teks RM. 9. Identitas penyusun teks, nama, penyalin, dan fungsi sosial teks Baik dari dalam naskah (interne evidentie) maupun dari luar naskah (eksterne evidentie) tidak diperoleh keterangan tentang identitas pengarang atau penyalin. Hal ini sejalan dengan sifat karya sastra melayu lama yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
umumnya anonim. Fungsi sosial teks RM adalah sebagai sarana dakwah agama Islam dengan memperkenalkan tasawuf (tarekat syattariah).
C.Ikhtisar Isi Teks Gambaran isi teks RM secara menyeluruh dipaparkan dalam ikhtisar isi teks RM berikut. Penulisan teks Risālah Majmu’ mula-mula diawali Bismi `l-āhirahmāni `rRahīm, kemudian dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Allah SWT dan salawat kepada Nabi Muhammad saw. Pembahasan selanjutnya lebih dititikberatkan pada persyaratan seseorang untuk menjalani tarekat Syattariyah. Syarat seseorang dalam bertarekat tersebut adalah khalwat, suluk, dan zuhud. Pendapat Asmaran tentang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadapa kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya (2002:117). Seorang salik (sebutan seseorang ketika menjalankan suluk) diharuskan memiliki sikap zuhud terhadap dunia (hal.1). Khalwat memiliki pengertian cara seseorang bertafakur dan beribadah kepada Tuhan dengan jalan pengasingan diri (KBBI edisi II, 1995:497). Di dalam teks RM dijelaskan adanya syarat seseorang (salik) dalam berkhalwat. Untuk syarat yang pertama adalah mendahulukan gurunya untuk berwudu dan bersembahyang. Posisi guru dalam lingkaran tasawuf memilki peranan sangat penting. Aboebakar atjeh berpendapat bahwa seorang syekh atau guru tidaklah dapat dipangku oleh sembarang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni (1990:79). Syarat yang kedua yang harus dilakukan oleh salik adalah dengan bertobat kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan. Setelah itu, syarat ketiga adalah bersembahyang dua rekaat sunah khalwat dan sunah istikharah. Syarat terakhir adalah dengan kesaksian yaitu dengan niat yang sungguh-sungguh (syuhūd). Setelah itu di wajibkan juga bagi salik agar senantiasa berzikir setiap siang dan malam dengan kalimat tahlil (hal.2-4). Teks RM juga menjelaskan bahwa dunia merupakan ladang ibadah bagi seseorang yang menginginkan kehidupan yang mulia di akherat. Dapat dikatakan bahwa akhirat haram isinya bagi orang yang mengejar kehidupan dunia. Hal ini sesuai dengan Hadist Qudsi: “addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” dunia itu haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah (hal.4-5). Suluk merupakan jalan salik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga ketika bersuluk pandangan kehidupan salik harus ditujukan untuk kemuliaan di akhirat. Tidak hanya itu, dalam diri salik harus tertanam sikap senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Dinamakan syai dikarenakan mahkluk itu tidak memilki kuasa apapun untuk berbuat sesuatu,sehingga kuasa yang diberikan Allah itu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
bernama tsābitah. Allah memberikan perumpamaan bahwa bayang-bayang bagi zat Allah dinamakan a’yan tsābitah (hal.5-6). Lebih lanjut lagi teks ini menerangkan hubungan antara Tuhan dan mahkluk menurut pandangan Syattariyah. Setelah dijelaskan diatas tentang a’yan tsābitah maka selanjutnya dijelaskan lagi bahwa a’yan tsābitah adalah rupa ilmu Allah. Sesudah a’yan tsābitah ini menjelma pada rupa sifat Allah. Kesemuanya itu dapat dimengerti dengan I’tibar pada kehidupan mahkluk itu sendiri. (hal.6-7). Dalam dunia tarekat banyak permisalan untuk menggambarkan tingkat amalan atau ilmu. Hal ini dapat dilihat pada pengibaratan keterbukaan hati seseorang (fi’il), ini ditujukan kepada ridhanya memeluk agama Islam, sedang iman ditujukan mempercayai asma Allah. Makrifat sebagai salah satu unsur penting dalam tasawuf, diibaratkan sebagai pengenalan zat Allah. Makrifat menurut Asmaran adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan (2002:104). Kasyaf artinya terbuka dinding antara hamba dengan Tuhannya (Aboebakar, 1985:149). Dalam teks ini ada tiga jalan kasyaf untuk mendekat kepada Allah yaitu dengan hati yang bersih, tafakur akan ilmu Allah, dan cinta pada Allah melebihi segala cintanya pada mahkluk ciptaan Allah (murād) (hal.7-8). Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun (hidup) pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
(akal), nur qādir pada tubuh, nur samī’ pada telinga, nur bashīr pada mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah (hal.8-9). Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa dibimbing oleh seorang guru. Syarat salik dalam berbaiat terhadap gurunya ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya dalam berkhalwat (hal.910). Diceritakan dalam teks RM, peristiwa khalwatnya Nabi Muhammad dan Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua Jabal Nur selama empat puluh hari yang menjadi suri tauladan bagi penganut tarekat Syattariyah. (hal.10-11). Selain di atas, syarat berkhalwat adalah senantiasa berzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha illa `l-lahu.Dalam teks ini juga disebutkan sepuluh syarat sempurna berkhalwat adalah (1) Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan (kekenyangan); (2) Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap; (3)Tidak boleh memakan buah-buahan; (4) Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka; (5) Mengingat Allah dengan berzikir lā illāha illallāh dan bersikap syuhūd (benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan Allah SWT); (7) Ibadah shalat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat, ibadah yang dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan sembahyang sunah wudhū’; (8) Menghindari keramaian kota atau mengasingkan diri untuk tafakur pada Allah SWT; (9) Tidak mencampur kepercayaan hati (I’tikad) dari tarekat sufi ini ke paham yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti bayang-bayang matahari diatas air; (10) Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu bersuluk,memahami hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah SWT (hal.11.12.13.14.dan 15). Teks RM menjabarkan tiga syarat sempurna bersuluk yaitu: 1) Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu; 2)syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun berada; 3) Selalu berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak. Akhir dari teks ini adalah kata Tammat yang menandakan bahwa teks ini selesai penulisannya dan penyebutan judul teks, yaitu kitab yang bernama Risālah Majmu’. (hal.15-16).
D. Kritik Teks Kritik teks merupakan tugas utama para filolog untuk mendapatkan naskah yang mendekati aslinya. Siti Baroroh Baried (1994:61) mengemukakan bahwa kritik teks adalah mengevaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya. Kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang mendekati teks asli (Constitutio textus) (Bani Sudardi, 2003:55). Jadi dapat disimpulkan bahwa kritik teks adalah kegiatan mengevaluasi kandungan teks sehingga mendapatkan teks yang mendekati aslinya. Kegiatan kritik teks dilakukan untuk membantu tersedianya sebuah suntingan teks
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
yang baik dan benar, sehingga setelah melalui kegiatan kritik teks ini nantinya sebuah teks akan mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca dan berbagai kalangan. Hasil penyuntingan terhadap teks RM menunjukkan bahwa sebagai naskah Melayu, naskah ini tidak luput dari bentuk kesalahan yang seringkali terjadi dalam penulisan naskah lama. Untuk itu dipandang perlu untuk menghadirkan suatu alternatif perbaikannya yang dipaparkan pada tahapan kritik teks. Kritik teks dalam penelitian ini meliputi beberapa hal berikut. 1. Lakuna, yaitu penghilangan atau pengurangan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 2. Adisi, yaitu penambahan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 3. Ditografi, yaitu perangkapan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 4. Substitusi, yaitu penggantian huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 5. Transposisi, yaitu pemindahan letak huruf, suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf. Perincian kesalahan salin tulis dalam teks RM dapat dailihat dalam tabel sebagai berikut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Tabel 2 Lakuna yang Terdapat pada Teks RM Halaman/Baris
Tulisan Melayu
Transliterasi Edisi
1
1/3
Menujukkan Menunjukkan
2
1/7,15/
Memerang
Memerangi
3
2/7
Mehinakan
Menghinakan
4
8/10
Wuju
Wujud
5
9/9
Petujuk
Petunjuk
6
10/1
Mehadap
Menghadap
7
10/5
selama-
selama-
[se]lama
[se]lamanya
8
13/1
kumehadap
kumenghadap
9
15/3
sekalipu
sekalipun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Tabel 3 Adisi yang Terdapat pada Teks RM No Halaman/Baris Tulisan Melayu Transliterasi 1 2/5 it Itulah
Edisi itulah
2
2/6
diperbuatan
diperbuat
3
3/2
i itu
Itu
4
3/7
memaca
membaca
5
4/3
berkata-
berkata-kata
berkata 6
4/6
segala-segala
segala-gala
7
4/7
dinding-
dinding
dinding 8
5/3
semata-semata
semata-mata
9
5/7
diberbuatan
diberbuatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
10
8/9
ak akan
akan
11
9/1
wuju wujud
wujud
12
10/5
selama-
selama-
selama(nya)
lamanya
13
11/7
b.r.berkhalwat
berkhalwat
14
13/9
dari daripada
daripada
15
14/1
mitsalnya
misalnya
16
14/5
semasa-
semasa-masa
semasa 17
15/2
memerangmemerang(i)
commit to user
memerangi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Tabel 4 Ditografi yang Terdapat pada Teks RM No
Halaman/Baris Tertulis
Transliterasi
Edisi
Melayu 1
13/2
ingat-ingat
ingat
2
13/2
banyak-banyak
banyak
3
15/9
ladzat-ladzat
lezat
Tabel 5 Substitusi yang Terdapat pada teks RM NO
Halaman/Baris
Tertulis
Transliterasi
Edisi
Melayu 1
1/7,14/8
Iatah
Ialah
2
12/3
berhalan
berjalan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Tabel 6 Transposisi yang Terdapat pada Teks RM NO
Halaman/Baris Tertulis
Transliterasi
Edisi
jalawa’aza
‘aza wajala
Melayu 1
15/5
Tabel 7 Tulisan Melayu yang tidak terbaca pada Teks RM No Halaman/Baris 1 4/7
2
8/8
3
12/5
Tulisan Melayu
Transliterasi m.s.k.b.b.
Edisi
b.k.m.t.y m.q.m.m.y.s
E. Pengantar Penyuntingan Salah satu tujuan penelitian ini adalah menyediakan suntingan teks RM. Dengan suntingan ini diharapkan tersedia bentuk teks RM yang baik dan benar; baik dalam arti mudah dibaca karena telah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin; benar maksudnya isi teks dapat dipertanggungjawabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
secara ilmiah. “Menyunting adalah menyediakan naskah untuk siap cetak atau siap diterbitkan yang memperlihatkan segala sistematika penyalinan, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi dan struktur)” (KBBI III, 2007: 1106) Harapan setelah dilakukan usaha penyuntingan teks adalah dihasilkan sebuah suntingan teks RM yang baik dan benar, baik dalam arti mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin; benar dalam pengertian telah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan kecil dalam penyalinan sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Suntingan teks RM disajikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin. Suntingan tersebut disajikan dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut 1. Tanda atau Lambang Dalam transliterasi teks disajikan dengan menggunakan tanda-tanda sebagai berikut. a. Tanda garis miring satu / dipakai untuk menunjukkan setiap akhir baris naskah atau sebagai penanda pergantian baris. b. Tanda garis miring dua // dipakai untuk menunjukkan setiap akhir halaman naskah atau sebagai penanda pergantian halaman. c. Tanda kurung siku-siku [……] menunjukkan penghilangan bacaan oleh penyunting. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
d. Tanda kurung dua (……), menunjukkan bahwa bacaan yang terdapat didalamnya merupakan edisi dari penyunting. e. Tanda kurung kurawal <……>, menunjukkan scolia atau kekurangan teks yang tercatat pada pias teks. f. Tanda hubung ---, menunjukkan teks tidak dapat dibaca oleh penyunting. g. Garis bawah ______, menunjukkan bahwa kata tersebut merupakan bentuk arkais. h. Tanda Italic (cetak miring) digunakan untuk menandai kata atau kalimat yang berupa kosa kata asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia. i. Tanda angka kecil di kanan atas kata …¹, menunjukkan kata yang dapat dilihat keterangannya pada catatan kaki. j. Angka (1, 2, 3, …), yang terdapat pada sisi pias kanan teks menunjukkan halaman naskah. 2. Pedoman Ejaan Pedoman ejaan yang digunakan dalam suntingan teks KMF ini adalah sebagai berikut. a. Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). b. Kosa kata yang berasal dari bahasa Arab yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan EYD.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
c. Kosa kata arkais dan kosa kata yang menunjukkan ciri khas bahasa asal (Melayu) diberi garis bawah. d. Istilah-istilah dan kosa kata dalam bahasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan pedoman transliterasi dan ditulis miring. e. Penulisan kata ulang disesuaikan dengan EYD. 3. Pedoman Transliterasi Sistem transliterasi (alih tulis) dalam bahasa Arab menggunakan aturan sebagai berikut. a)
Tanda maddah ditransliterasikan dengan tanda ( - ) sebagai penanda vokal panjang.
b)
Partikel “al” (
) yang diikuti huruf qomariah ditransliterasikan dengan al,
apabila terletak diawal kalimat, dan ditransliterasikan dengan / `l- /, apabila terletak ditengah kalimat atau frasa. Contoh: Al-hamdu li 1-lāhirabb c)
Partikel “al” (
) diikuti
huruf
i syamsiah,
maka
ditransliterasikan
menjadi huruf syamsiah yang mengikutinya. Contoh: ar-Rahmani `r-Rahim d)
Ta marbutah ( ) ditransliterasikan dengan /t/ atau /h/.
e)
Pedoman penyuntingan teks RM secara umum mengacu pada pedoman transliterasi no. 6 yang disusun oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena tidak semua fonem tercantum dalam sistem transliterasi tersebut, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
maka peneliti menambahinya untuk melengkapi fonem-fonem bahasa Melayu. Adapun pedoman transliterasi teks RM adalah seperti yang tertera pada tabel berikut. Tabel 8 Pedoman Transliterasi
No Huruf
Nama
Latin
No
Huruf
Nama
Latin
1
ﺎ
alif
a
18
ﻉ
ain
„/a/ng
2
ﺏ
ba
b
19
ﻍ
ghain
gh
3
ﺕ
ta
t
20
ﻑ
fa
f/p
4
ﺙ
sa
s
21
ﻕ
qaf
q/k
5
ﺝ
jim
j/c
22
kaf
k/g
6
ﺡ
ha
h
23
ﻝ
lam
l
7
ﺥ
kha
kh
24
ﻡ
mim
m
8
ﺩ
dal
d
25
ﻥ
nun
n
9
ﺫ
zal
z
26
ﻭ
wawu
w
10
ﺭ
ra
r
27
ha
h
11
ﺯ
zain
z
28
ﺀ
hamzah
‟
12
ﺱ
shin
s
29
ﻱ
ya
y
13
ﺵ
syin
sy/s
30
ﮏ
ﻛ/ﻙ
ﻩ/ﻪ/ﻫ
commit to user
g
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
14
ﺹ
shad
sh/s
31
ﭗ
ny
15
ﺽ
dhad
dh
32
ﻖ
p
16
ﻁ
tha
th
17
ﻅ
zha
zh
5. Suntingan Teks Bismi `l-āhirahmāni `r-Rahīm Al-hamdu li 1-lāhirabbi `l- ‘ālamīn wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‘alā rasūiī `1-lahi shalla `l-lāhu ‘alaihi wa sallam. Segala puji-pujian bagi Allah yang menu(n)jukkan1 jalan yang betul kepada jalan Allah yakni dengan washitah Nabi kita Muhammad shala `lāhu ‘alaihi wa sallam.Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat tarekat syattariyah yang itu dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat yang diberbuat akan dia
1
.Tertulis
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Dan adapun syarat berbuat tarekat ini ialah2 dengan berkhalwat karena khalwat itu jalan salik dan jalan suluk dan jalan zuhud. Dan zuhud itu memerang3 akan nafsunya. Dan suluk itu yang berjalan kepada Allah Taala, dan salik itu jalan pada Allah itulah perbuatan salik yakni jalan berkehendak akan salik itu kepada Allah taala yang muwājibun wujud itulah maqam fana segala salik. Adapun didalam syarat salik itu dengan memasuk dalam khalwat. Dan syarat 2
masuk // dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `lLāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it]4. Itulah sudah diperbuat[an]5 gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam khalwat serta me(ng)hinakan6 dirinya itu pada Allah taala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu. Dan kedua, syarat itu tobat daripada segala dosanya yakni menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini
2
.Tertulis
3
.Tertulis Tertulis
4 5
Tertulis
6
Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat. Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang // sunah
3
khalwat. Dan sembahyang sunah istikharah [i]7 itu lafalnya niat “ushalliraka’ati sunata `l-istiharah Lillahi ta ala”8artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah taala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar9artinya” kusembahyang sunah khalwat dua rakaat karena Allah taala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca10 ayat qulyāayyuha`lkāfirūn11hingga wa liya dīn (i)12. Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah membaca qul huwa `l-lāhu13hingga sudahnya. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati14 dengan syuhūd kepada wujud Allah taala dan tiada mengingatlah wujud didirinya melainkan zat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika //sudah perintah yang permulaan dengan washitah syekh kepada kita maka yaitu berzikirlah hari dan malam dan tiada
7
Tertulis Tertulis niat Shalat istikharah 9 Tertulis 8
10
Tertulis Q.S. Al-Kaafiruun: 1 12 Q.S. Al-Kaafiruun : 6 13 Q.S. Al-Ikhlash : 1 11
14
Tertulis
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
berkata-[ber]kata15 dalam khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh dengan lidah dan dengan hati ini. Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada dunia segala[se]16gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b17 bunyi sesuai sekalipun maka yaitu dinding18dinding Tuhan dengan dunia. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah taala “ addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `lahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala19” Katanya bermula dunia itu haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak zat Allah itulah semata[se]mata20 itu haram akan keduanya pada ketika suluk.
15
Tertulis
16
Tertulis
17
Tertulis
18
Tertulis
20
Tertulis
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Dan apabila sampai perbuatan suluk maka yaitu salik itu sesudah mati dan jika sesudah mati maka yaitu sudah kiamat. Pada salik dan jika hidupnya akan salik ini hidupnya pada negeri akhirat dan diberbuat[an]21 akan akhirat. Dan menilik salik itu seperti pada negeri akherat karena hidupnya seperti hidupnya pada akhirat akan salik ini. Dan jika memandang akan segala negeri ini maka yaitu pandangan itu kepada perbuatan Tuhan. Ketahui olehmu hai salik, dan jika memandang dengan dua mata dan dengan mata hatinya maka yaitu pandang perbuatan mahkluk dan itu perbuatan hak // Allah taala akan dia karena mahkluk ini tiada kuasa berbuat akan suatu syāi dinamakanlah tsābitah kuasa mahkluk kuasa Allah taala karena ku pandang rupa mahkluk itu rupa a’yān tsābitah. Dan rupa a’yān tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifatitu rupa zat Allah akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan zat yakni kelakuan zat akan mahkluk. Dan jika a’yān tsābitah ilmu akan mahkluk itu rupa ilmu Ku taala yakni rupa yang maklum dalam wujud Allah taala itulah hakikat mahkluk dengan ilmu Allah dan wajib pada mahkluk itu berjamaah akan diberinya itu dengan syahadat Allah karena syahadat Allah itu
21
Tertulis
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
m.k.n.ng22 agama Allah dan sembahyang dan puasa dan naik haji dan memberi zakat itulah <Sebenar-sebenar syahadat zat Allah sebenar-sebenar Allah zat aku sebenarbenar aku sifat Allah y. lain daripada Allah melainkan Allah tammat kalam sifat Allah “Haqqu`sy-syahadati dzātu`l-lahi haqqu`l-lahu dzātu anā haqqu anā shifatu`llahu lā ghai ra ‘inda`l-Lāhi Illā `l-Lahu” tammatu kalāmi. Soal seorang bertanya syahadat dan syuhud. Jawab yang syahadat itu Tuhan esa yang sebenar-[se]benar, syahadat itu Muhammad dan yang di syahadati itu adam tempat afa’lnya 12 H, “haqu syahādat dzātu`l-lahi wa haqu`l-lahi dzāt wa haqqu`sh-shifatu `l-Lahi sifatu`l-lahu lā ghai ra illa`l-lahu” tamat > // sekalian itu wajib atas syahadat tiada wajib atas 7
mahkluk akan sekalian itu dan apabila wajib mahkluk itu niscaya wajib atas kafir akan agama dan melainkan yang wajib atas mahkluk itu syahadat Allah.
Dan
sekalian syai yang wajib itu syahadat Allah karena syahadat itu wajib bercampur dengan anggota mahkluk dan Islam dan iman dan tauhid dan makrifat itulah wajib bercampur dengan syahadat karena Islam itu pada tubuhku dan iman pada hatiku dan tauhid itu pada nyawaku dan makrifat itu pada rahasiaku dan aku pun rahasia pada kakiku dengan ilmu Allah.
22
Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Bermula kenyataan fi’il itu pada Islam dan kenyataanasma Allah itu pada iman dan kenyataan sifat Allah itu pada tauhid dan kenyataan zat Allah itu pada makrifat Allah itulah
// jalan kasyaf kepada haq Taala yaitu dengan himah hati kepada wujud alam
8
nur syuhūd itulah permaianan jalan salik dengan tafakur kepada yang ma’āni pada Allah Taala dan murād tafakur itu karena tiada wujud ku melainkan hanya yang ada wujud Allah. Bermula yang ada wujud Allah pada tubuh yaitu insan itu dengan madhhār sifat maknawiyah pada tubuh insan yaitu nur hayun pada ruh kita dan nur „alam pada hati kita dan nur murid pada fuad kita dan nur qādir pada tubuh kita dan nur samī’ pada telinga kita dan nur bashīr pada mata kita dan mutakalim pada lidah kita bagaimananya itu tiada wujud ku. Dan tetap tsābitlah perbuatan kita perbuatan hak ta ala [ak]akan23 dia “lā fi’lu `l-lazī illa af’ali `l-lah” artinya tiada perbuatan mereka itu melainkan hanya perbuatan wuju(d)24 // wujud Allah “lā qudratahum illā qudratu `l-
23
Tertulis
24
Tertulis
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
lahi”25 artinya tiada kuasa mereka itu melainkan kuasa Allah taala akan dia “lā ya’rifu `l-laha illa `l-lahu”26 artinya tiada yang mengenal Allah melainkan Allah akan dia dirinya kepada dirinya itu dengan ilmu dirinya itu. Dan nyata wujud Allah itu pada kelakuan insan ini dengan nama Allah taala. Dan barang siapa yang berkehendak berbuatnya akan tarekat ini maka yaitu mengambil akan dia pada syekh yang ada martabad daripada syekh taala ini dengan washitah pada Allah ta ala. Dan jika mengambil pada syekh itu dengan syaratnya syekh kepada murid. Dan syarat mengambil itu baiat dan talkin daripada syekh kepada murid petu(n)juk27 syekh pada murid dengan yakin seperti baiat akan syekh kepada murid itulah kepada perbuatan tarekat ini kepada murid yang perbuat dengan begini akan seperti duduk dalam khalwat <wal farqu baina `l-ma’rifata wa `t-tamyīzi inna `lma’rifata adrāka `l-qalbi faqath wa `t-tamyīzi adrāka `l-qalbi wa `l-a’dhāi 215 Dan seperti kata syeikh tsabili rahmahu `l-Lah atasnya artinya barang siapa mengenal Allah tiada mengata Allah dan barang siapa mengata Allah tiada mengenal Allah yakni barang siapa mengata lā illāha illallāhu tiada di dalam hatinya wahdatul wujud maka yaitu tiada mengenal Allah dan barang siapa senantiasa dalam hatinya wahdatul wujud dan tiada mengata lā illāha illallāhu maka yaitulah ‘ārifun bi `l-lāhi 12 lā
25 26
27
Tertulis Tertulis Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
ma’būdun ahadun illallāhu orang yang mubtadi lā mathlūbun ahadun illallahu orang yang mutawasith lā maujūdun ahadun illallāhu orang yang muntahi itulah padahatinya mubtadi, mutawāsit, muntahī pada mengata lā illāha illallāhu>28// dengan me(ng)hadap29 akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya itu. Dan rumah khalwat itu sekedar berdiri dan fana yang sekedar tiadalah dan lentang sekedar duduk itulah telah berkata nabi kita Muhammad shalla `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam karena nabi nankhalwat di jabal nur empat puluh hari dan malam selama[se]lama(nya)30 itu dan masa nan khalwat tiada memakan akan makanan segala[se]gala31. Dan kemudian sudah daripada berkhalwat maka berkata Abu Bakar pada Nabi hai ya Rasu lu `l-Lāh pada sayidina Abu Bakar hai Abu Bakar kami kehendak bertemu dengan Tuhan dan lagi kehendak melihat Tuhan. Dan sudah kabar nabi itu maka yaitu meminta Sayidina Abu Bakar pada Nabi ya Rasu lu `l-Lāh aku kehendak berkhalwat seperti kata itu betapa tiada kuasa menahan akan makanan hai ya Rasu lu `l-Lāh maka jawab Rasu lu `l-Lāh itu pada Abu <suālun [soa] jika ditanyai orang kita apa arti awwalu `l-ladzīna itu (jawābun (jawab)) bahwa asal ma’arifat itu beroleh
28
Scolia pias pada halaman 10
29
Tertulis
30
Tertulis
31
Tertulis
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
membedakan antara muhdist dan qadim dari karena haqiqāt wājibul wujud itu qadim , mumkinul wujūd itu muhdist dan haqiqatwājibul wujud itu qadim maka tiada diberkati keduanya dan tiada berhimpunan keduanya hum masāīlul mubtadi>32// Abu
11
Bakar, hai Syaidina Abu Bakar memakan pada sehari semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan orang itu dan lagi maqam mubtadī akan ia. Dan lagi syarat-syarat [b.r]33 berkhalwat itu tiada berkata-kata akan kata yang lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau telanjur akan lidah pada kata dunia maka yaitu batal khalwat itu. Jika ada kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh dan kepada orang yang lain dan kenduri. Dan jikalau tiada kuasa bertempil maka yaitu berkhalwat seperti syarat yang dahulu pada syekh. Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah diberinya itu khalwat ketahui // olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat itu itu sepuluh perkara. Pertamatiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air. Kedua tiada memakan
32
Scolia pias pada halaman 12
33
Tertulis
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
yang sedap-sedap yakni mengingat-ingat. Ketiga tiada memakan buah-buahan yaitu yang m.q.m.m.y.s34 tiada memakan akan dia. Keempat tiada memakan dua kali sehari semalam. Maka yaitu memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari semalam yaitu segala makanan dan yang terlebih baik daripadanya puasa pada siang selang dua hari yakni puasa daud akan namanya. Dan apabila memakan pada masa puasa itu segala jua akan memakan dan waktu makan itu berulang kali karena syarat segala memakan. Dan jikalau kuasa itu tiada maka jua memakan tiga kali itu dengan segala makanan itu. Kelima tiada berkata berkata-kata dunia pada ketika berkhalwat melainkan lā illāha illallāh. Dan syuhūd dirinya itu dengan hati Allah. Allah yaitu// dengan memandang kepada dzat yakni ingat-ingat
35
dalam hati tiada berpaling akan
hati itu kepada syai yang lain daripada dzat Allah. Hanya zatnya kume(ng)hadap36 akan anggotaku. Keenamtiada berkh(j)alan37 pada ketika itu dan jikalau ke masjid sekalipun tiada berjalan karena masa ini tiada wajib akan sembahyang jum at pada orang yang berkhalwat karena nabi shala `lāhu ‘alaihi wa sallam berkhalwat di jabal Nur empat puluh hari masa ini tiada berbuat yang lain akan sembahyang. Dan
34
Tertulis
35
Tertulis
36
Tertulis
37
Tertulis
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
sekalian yang lain tiada berbuat ia melainkan sembahyang lima waktu dan sembahyang sunnah wudhū’ dan yang lain dari itu maka yaitu haram jua. Ketujuh tiada melihat akan orang yang banyak-banyak38 atau orang tiada sekota dengan dirinya dan apabila berjalan kepada tempat hambanya itu di silubung39 akan dirinya itu dengan //Kedelapan tiada memindah I’tikad seperti yang lain [dari] daripada40 tarekat ini. Yakni tiada bercampur tarekat dengan karena tarekat sufi itu lain dari pada fuqahā. Dan fuqahā itu lain daripada perbuatan sufi yaitu tiada bercampur samasamanya dua perbuatan karena tarekat fuqahā itu misalnya persuruhan Tuhannya. Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah41 Allah taala dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena salik itu adam pada
38
Tertulis
39
Tertulis
40
Tertulis
41
Tertulis
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
wujudnya itu. Kesepuluh syarat sempurna khalwat// itu tiada bercerai dengan
15
suluknya itu yaitu selama hidup dalam dunia ini itu suluknya semasa-[se]masa42. Dan apabila sampai sekalipu(n)43 yaitu suluknya jua. Dan apabila hati akan salik itu maka yaitu tiada hati pada hakikat yaitu memindah kepada kata tafkiri akhirat serta tuhan ’aza wa jala44 itulah perintah sempurna khalwat. Dan jika salah satu daripada sepuluh syarat maka yaitu batal berkhalwat dan binasa suluknya itu dan orang itu kembali kepada martabat awam. Adapun syarat sempurna suluk itu tiga perkara. Pertama zuhud yakni memerang memerang(i)45 akan nafsunya yang ladzat-ladzat46. Kedua syuhūd senantiasa yakni kuat ingat-ingat akan wujud Allah. Ketiga tiada berhenti dzikir Allah selama-lamanya suluk dan jikalau tiada kuasa bersuluk pada tafkiri dirinya maka yaitu berjalan pada suatu tafkiri kepada suatu // tafkiri. Dan pada tafkiri dan dalam hutan dan puncak gunung itulah takris pada hatinya itu wajib berlaku ia kepada takris itu yakni tekeras itu adanya dalam wara’i kepada perbuatan ini. Dan haram
42
Tertulis
43
Tertulis
44
Tertulis
45
Tertulis
46
Tertulis
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
takriskepada perbuatan syaithan melainkan takris kepada perbuatan Tuhan itulah wajib m.menurut47 akan dia seperti kata nabi kita Muhammad pada Syaidina Abu Bakar dan syekh Juned itu berbuat seperti kata Nabi shala `lāhu ‘alaihi wa sallam.Tammat. Kitab yang bernama Risālah Majmu’.
47
Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
F. Daftar Kata Sukar 1. Kosa kata Arab
aulia
: orang suci;wali
a’yan
: zat esensi-esensi
baiat
: pelantikan secara resmi; pengukuhan;pengucapan sumpah setia
baqa
: kekal
bashīr
: yang melihat
dhahir
: yang lahir, lawan batin
fuqahā
: mengerti, paham
fuad
: hati, akal
himah
: suatu pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu menurut yang sebenarntya dan pengurusanya harus sesuai dengan sifatnya
hayun
: hidup
istikharah
: nama salah satu shalat sunat yang bertujuan untuk memperoleh pilihan yang benar
i’tibar
: mencobai, memikirkan sesuatu
i’tikad
: mempercayai urusan itu/kepercayaan hati
Allah ‘azza wa jalla
: Allah Yang Maha perkasa lagi Maha Mulia.
khalwat
: pengasingan diri, berkhalwat: mengasingkan diri untuk tafakur dan beribadah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Kasyaf
: terbuka hatinya
fi’il
: perbuatan, pekerjaan, kata fi‟il
ma’āni
: bersama saya
majāni
: apa yang datang pada ku
madhhār
: apa yang nampak
maqam
: tataran, kedudukan
mubtadī
: orang sufi yang berada pada tataran permulaan
mud-mud
: ukuran isi sama dengan 5/6 liter
muntahī
: orang sufi yang berada pada tataran akhir
mutakalim
: yang bercakap, ahli ilmu
mutawāsit
: orang sufi yang berada pada tataran pertengahan
murād
: seseorang yang telah majzub kecintaanya, sehingga ia tidak takut lagi akan cobaan-cobaan dan godaangodaan dari luar.
muwājibun
: yang mewajibkan, sebab,karena
qādir
: Allah menentukan perkkaraa atasnya
qashd
: menyengaja,bermaksud kepada
samī’
: mendengar
shifāt
: tauhid, keesaan tentang sifat-sifat Tuhan
syuhūd
: kesaksian-kesaksian
syai
: sesuatu
syūan
: menyendiri
risālah
: karangan
tafkiri
: memikirkan perkara itu
takris
: memasamkan muka /mengecut
talkin
: mengajarkan perkataan kepadanya, hal membisikan menyebutkan kalimat tauhid
tsābitah
: terdiri dari zat,sifat, dan asma Allah („ilm, ‘alim, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
dan ma’lum) wara’
: orang yang meninggalkan perbuatan yang makruh karena khawatir jatuh kepada yang haram.
washitah
: pengantara, jalan, orang tengah, pendamai
zuhud
: tidak pada sesuatu dan ingin meninggalkanya
2. Istilah Arab Al-hamduli 1-lāhirabbi `l- ‘ālamīn
: seluruh puji bagi Allah Tuhan seluruh alam
Bismi `l-āhirahmāni `r-Ra`r-Rahīm
: dengan menyebut nama nama Allah yang maha Pemurah lagi Penyayang
wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‘alā rasūli `1-lahisha `l-lahi ‘alaihiwassalam
shala `lāhu ‘alaihi wa sallam
lā illāha illallāh
: semoga salawat dan salam tetap pada Nabi Muhammad
: Muhammad saw, utusan Allah.
: Tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah
rahmahu `l-Lah
: semoga dirahmati Allah Yang Maha commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
tinggi ‘azza wa jalla
: Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia
3. Kata kata arkais
Berhimpunan
: berkumpul
Beroleh
: memperoleh
Bertempil
: menampilkan
diberbuat
: diberbuat
di silubung
: di selubung
ladzat-ladzat
: lezat-lezat
lentang
: terlentang
memasuk
: masuk
mengata
: berkata
menilik
: menilik
mitsalnya
: misalnya
tekeras
:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
ANALISIS DATA A. Analisis Struktur Struktur dalam sastra kitab mempunyai karakteristik yang berbeda dengan struktur sastra fiksi pada umumnya. Struktur narasi atau struktur penceritaan hanya merupakan salah satu unsur struktur keseluruhan teks. Sastra kitab memiliki struktur yang menyerupai struktur kitab agama. Struktur penyajian sastra kitab pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Siti Chamamah Soeratno,et.al. menyatakan bahwa struktur narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, seperti halnya struktur penceritaan dalam fiksi yang berupa plot atau alur (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982: 152). Sama halnya dengan karya sastra kitab yang lain, teks RM memiliki struktur penceritaan yang lengkap. Struktur narasi atau penceritaan teks RM terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Struktur narasi atau penceritaan teks RM adalah sebagai berikut.
1. Struktur Penyajian RM. Struktur penyajian RM menggunakan alur lurus, yaitu teks diuraikan secara berurutan dan sistematis dari pendahuluan, isi, dan penutup. Uraian struktur penyajian teks RM adalah sebagai berikut. a. Pendahuluan Adapun sebagian besar dalam karya sastra kitab, permulaan penulisan diawali dengan basmalah user A1. Pembukaan terdiri dari (a)commit bacaantobasmalah; (b) bacaan hamdalah; (c)
94
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
Salawat kepada Nabi Muhammad saw, doa kepada keluarga dan sahabatnya B1. Motivasi penulisan Penulis teks RM memiliki motivasi ingin memberikan dorongan bagi orang awam untuk mempelajari tarekat syattariyah. b. Isi Isi terdiri dari hal-hal sebagai berikut A2.Syarat menjalani tarekat Seorang salik (orang yang menjalani suluk) apabila ingin menjalani tarekat, adalah dengan menjalani khalwat dan disertai pula sifat zuhud harus dimiliki pada diri seorang salik. B2. Syarat seseorang dalam menjalani khalwat Khalwat merupakan rangkaian persyaratan dalam menjalani tasawuf. Khalwat adalah mengasingkan diri untuk bertapa dan beribadah kepada Allah SWT. Ada empat syarat yang harus dipenuhi seorang salik untuk berkhalwat, yaitu a. Selalu melayani gurunya setiap kali ingin beribadah kepada Allah seperti menyediakan air untuk berwudu. b. Bertobat kepada Allah SWT c. Shalat sunah istikharah dan shalat sunah khalwat. d. Niat yang sejati dan syuhud harus dimiliki seorang salik dalam menjalani khalwat. C2. Uraian tentang sifat Allah, sifat seorang salik, dan penjelasan mengenai tarekat syattariyah. a. Bahwa Allah merupakan wujud yang mutlak. Dengan kekuasaanya Ia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
dapat membuka tabir ghaib. Setelah itu dilanjutkan dengan penjelasan mengenai larangan bagi salik ketika menjalankan suluk yaitu dilarang memikirkan kehidupan didunia karena akherat merupakan tujuan hidup yang sebenarnya. b. A’yan tsābitah, merupakan sebutan dalam dunia tasawuf untuk menamakan seseorang yang mengejewantahkan sifat Allah dalam dirinya. c. Hakikat mahkluk dalam menjalani kehidupan tasawuf harus menyakini keberadaan Allah dengan bersyahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji. Perumpamaan syahadat dalam tarekat Syattariyah diibaratkan pada anggota tubuh manusia. Tubuh dari manusia merupakan ibarat dari syahadat, sedang iman pada hati, tauhid pada nyawa, dan makrifat pada kaki manusia. d. Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun (hidup)pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad (akal), nur qādir pada tubuh, nur samī’ pada telinga, nur bashīr pada mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah. e. Syarat salik dalam berbaiat terhadap gurunya ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu membayangkan rupa commit syekh atau guru yang membimbingnya dalam to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkhalwat. Diceritakan dalam teks ini bagaimana Nabi Muhammad dan Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua Jabal Nur selama empat puluh hari. f. Selain di atas, syarat berkhalwat adalah senantiasa berzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha illa `l-lahu. D2. Syarat sempurnanya berkhalwat dan bersuluk a. Sepuluh syarat sempurna berkhalwat adalah: 1) Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan (kekenyangan). 2) Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap. 3) Tidak boleh memakan buah-buahan. 4) Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka. 5) Mengingat Allah dengan berdzikir lā illāha illallāh dan bersikap syuhūd (benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan Allah SWT). 6) Ibadah shalat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat, ibadah yang dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan sembahyang sunah wudhū’. 7) Menghindari keramaian kota atau mengasingkan diri untuk tafakur pada Allah SWT. 8) Tidak mencampur kepercayaan hati (I’tikad) dari tarekat sufi ini ke paham yang lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti bayang-bayang matahari diatas air. commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Kefanaan dapat dicapai apabila salik mengikuti jalan Allah dan Rasul Muhammad. 10) Sampai
akhir
hayatnya,
seorang
salik
harus
selalu
bersuluk,memahami hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah SWT. b. Tiga syarat sempurna bersuluk yaitu: 1. Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu. 2. syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun berada. 3. Selalu berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak. c. Penutup Penutup terdiri dari hal-hal sebagai berikut. A3: Kata Tamma B3: Judul Karangan Skema struktur penyajian teks RM adalah sebagai berikut I A1 (a-b-c-d) B1
II A2- B2(a-b-c-d) C2(a-b-c-d-e-f) D2(a-b)
III A3 B3
2. Gaya Penyajian Setiap pengarang memiliki gaya yang berbeda dalam menuangkan pikiran dan pendapat dalam karyanya. Hal ini menjadikan suatu karya sastra memiliki commit to user gaya penyajian yang berbeda pada setiap karya sastra. Gaya penyajian teks RM
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
menggunakan bentuk interlinier. Puji-pujian kepada Allah SWT dan salawat kepada Nabi Muhammad saw dijelaskan dalam bahasa Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Begitu juga ungkapan dalam bahasa Arab, ayat-ayat Alqur an, Hadis, sampai dengan bagian yang menerangkan hal-hal mengenai tulisan tersebut. Gaya penyajian tersebut dapat dilihat pada beberapa kutipan berikut. Al-hamdu li 1-lāhirabbi `l- ‘ālamīn wa `sh-shalātu wa `ssalāmu ‘alā rasūiī `1-lahi shalla `l-lāhu ‘alaihi wa sallam. Segala puji-pujian bagi Allah yang menu(n)jukkan jalan yang betul kepada jalan Allah yakni dengan washitah Nabi kita Muhammad shala `lāhu ‘alaihi wasallam.(RM:1) Pada bagian isi, setiap masalah diuraikan satu per satu sedetail mungkin. Penyajian dimulai dari syarat-syarat masuk dalam tarekat Syattariyah. Syaratsyarat tersenut diawali dengan syarat masuk tarekat syattariyah, syarat seorang salik, syarat baiat dan talkin terhadaap gurunya, syarat dalam menjalankan khalwat hingga syarat sempurnanya salik dalam berkhalwat dan bersuluk. Kesemuanya dijelaskan secara jelas. Selain itu, isi naskah juga terdapat Hadis yang dalam bentuk penyajianya bersifat interlinier. Interlinear maksudnya bahwa kutipan ayat Hadis yang dikemukakan dalam bahasa Arab dan diikuti terjemahannya dalam bahasa Melayu. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah taala “ addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `ddunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” Katanya bermula dunia itu haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata-[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. (RM: 5) commit to user Tidak hanya itu, bentuk interlinier terdapat juga dalam kutipan ungkapan
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam bahasa Arab yang berupa doa niat salat. Ungkapan dalam bahasa Arab tersebut disajikan dengan bahasa Arab kemudian diikuti terjemahannya. Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah taala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar artinya” kusembahyang sunah khalwat dua rakaat karena Allah taala dan pada sembahyang…(RM: 3) Berdasarkan contoh-contoh pada kutipan di atas, dapat diketahui bahwa cara penyajian teks RM menggunakan bentuk interlinier. Secara sistematis, teks RM dimulai dengan kalimat atau ungkapan berbahasa Arab diikuti dalam bahasa Melayu
3. Pusat Penyajian Pusat penyajian adalah pandangan pengarang atau sudut pandang pengarang yang diambil pengarang untuk mengungkapakan karya atau istilah lainnya point of view. Jakob Soemardjo berpendapat bahwa “pusat pengisahan adalah pandangan pengarang, yaitu sudut pandang yang diambil pengarang untuk mengungkapkan karya” (1991:83) atau istilah lainnya point of view. Meneliti pusat pengisahan berarti meneliti siapa yang bercerita dan dari mana cerita itu dikisahkan. Pusat pengisahan (point of view) terbagi menjadi empat macam yaitu (1) omniscent point of view (sudut pandang orang yang berkuasa), dalam hal ini pengarang bertindak sebagai orang yang tahu segalanya, (2) objective point of view, dalam hal ini pengarang sama sekali tidak memberi komentar apapun, (3) point of view orang pertama, gaya ini bercerita dengan sudut pandang “aku”, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
(4) point of view peninjau, di mana pengarang memilih salah satu tokoh untuk bercerita (Jakob Soemardjo, 1991:83-84). Dalam teks RM, pengarang menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan tarekat syattariyah khususnya berbagai syarat masuk dan syarat ketika hingga akhir dalam menjalankan ibadah di dalam tarekat syattariyah. Berbagai syarat tersebut antara lain syarat masuk tarekat syattariyah, syarat seorang salik, zikir yang dianjurkan dalam mendekatkan diri pada Allah, hingga syarat sempurnanya berkhalwat dan bersuluk dalam tarekat syattariyah. Sebenarnya teks RM merupakan monolog dari penulis kepada pembaca khususnya orang (salik) yang ingin belajar atau masuk dalam tarekat syattariyah. Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat tarekat syattariyah yang itu dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat yang diberbuat akan dia. (RM: 1) Pada kutipan yang pertama, kata olehmu mengacu kepada pembaca yang ingin sekedar tahu atau orang yang ingin belajar agama Islam khususnya bidang tasawuf. Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah diberinya itu khalwat ketahui // olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat itu itu sepuluh perkara. Pertama tiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air. (RM: 12) Demikian juga pada kutipan di atas, kata ganti mu (kamu) menunjukkan keberadaan penulis dan pembaca. Kutipan di atas menunjukan bahwa mu (kamu) merupakan murid yang ingin berkhalwat. Khalwat adalah pengasingan diri di tempat yang sunyi dengan tujuan untuk bertafakur kepada Allah SWT. Uraian dan kutipan-kutipan di atas dapat digarisbesarkan bahwa pusat penyajian teks RM adalah menggunakan kata ganti orang kedua atau omniscent commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
point of view. Penggunaan metode orang kedua ini ditunjukkan dengan pemakaian kata ganti orang kedua, yaitu kata ganti kamu (mu).
4. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis, gaya bahasa merupakan bagian dari diksi atau pilihan kata (Gorys Keraf, 2000:114). Siti Chamamah berpendapat bahwa gaya bahasa merupakan kekhususan seseorang dalam menggunakan bahasa pada sebuah karya sastra atau kelompok karya sastra (Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:178). Dalam sastra kitab, gaya bahasa sangat dipengaruhi oleh unsur Arab. Oleh karena itu, RM pun banyak mengandung unsur Arab. a. Kosa kata Seperti yang telah dikemukakan di atas, sastra kitab banyak dipengaruhi oleh gaya bahasa Arab, termasuk dalam hal kosa kata.Teks RM yang termasuk naskah sastra kitab banyak mempergunakan kosa kata Arab. Kosa kata Arab tersebut ada yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, ada pula yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut. 1. Kosa Kata Teks RM yang sudah Diserap ke dalam Bahasa Indonesia Tabel 9 No Kosa Kata No Kosa Kata No Kosa Kata 1
aulia
6
mubtadi
11
talkin
2
baiat
7
himad
12
ta ala
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3
dhahir
8
kasyaf
13
zuhud
4
fana
9
mud-mud
14
tarekat
5
maqam
10
talkin
15
khalwat
2. Kosa kata dan frase bahasa Arab Tabel 10 No Kosa kata
No Kosa kata
No Kosa kata
1
a’yan
14
ma’āni
27
syuhūd
2
baqa
15
madhhār
28
syai
3
bashīr
16
mubtadī
29
syūan
4
dhahir
17
muntahī
30
risālah
5
fuqahā
18
mutakalim
31
tafkiri
6
fuad
19
washitah
32
takris
7
hayun
20
mutawāsit
33
tsābitah
8
istikharah
21
murād
34
wara’
9
i’tibar
22
muwājibun
10
i’tikad
23
qādir
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11
Kasyaf
24
qashd
12
fi’il
25
samī’
13
maqam
26
shifāt
b. Ungkapan Ungkapan adalah ucapan-ucapan khusus yang sudah tetap, sudah menjadi formula khusus, dan sudah menjadi kebiasaan yang tidak berubah. Dalam RM banyak terdapat ungkapam-ungkapan yang biasanya mengikuti nama sesuatu. 1) Shala `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam (RM: 1) semoga selawat dan salam tetap kepada Nabi, ungkapan ini disebut salawat 2) Bismi `l-āhirahmāni `r-Ra `r-Rahīm (RM: 1) dengan nama Allah Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang 3) Wa
`sh-shalātu
wa
`s-salāmu
‘alā
rasūli
-`1-lahisha
`l-lahi
‘alaihiwassalam (RM: 1) dan rahmat Allah dan segala salam-Nya atas Rasul Allah (Nabi Muhammad) 4) lā illāha illallāh (RM: 4) tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah 5) Rahmahu `l-Lah (RM: 10) semoga dirahmati Allah Yang Maha Tinggi 6) ‘Azza wa jalla (RM: 15)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia
c. Sintaksis Teks sebagai sastra kitab banyak dipengaruhi oleh struktur sintaksis Arab. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh John (dalam Siti Chamamah Soeratno, 1982:183) bahwa pada umumnya para penulis sastra keagamaan berpikir dalam bahasa Arab. Pengaruh di sini dapat dilihat, misalnya dalam pemakaian kata penghubung dan yang dipakai dalam pembuka kalimat.Selain kata „dan‟ juga digunakan kata „maka‟ sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Arab kata ( )فyang secara etimologis berarti „maka‟ dipakai sebagai pembuka kalimat atau kata tumpuan. Kata penghubung „dan‟ dalam teks RM digunakan sebagai pembuka kalimat. Dalam bahasa Melayu kata dan tidak pernah dipakai untuk membuka kalimat. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab terdapat kata wa ( ) ﻭyang secara etimologis berarti „dan‟ dipakai sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Indonesia untuk menghubungkan tiga kata atau lebih, kata „dan‟ hanya ditempatkan di depan kata atau frasa atau klausa yang terakhir. Akan tetapi dalam RM setiap kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan selalu diawali dengan kata „dan‟. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Arab tidak terdapat tanda baca koma ( , ) dalam kalimat, sehingga memakai kata „dan‟. Selain kata dan, teks RM juga menggunakan kata maka sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Arab kata ( )فyang secara etimologis berarti „maka‟ dipakai to user sebagai pembuka kalimat atau katacommit tumpuan.
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. „Dan‟ a) Kata penghubung „dan‟ dipergunakan sebagai pembuka kalimat Dan syarat masuk // khalwat dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. (RM:2) b) Kata „dan‟ dipergunakan sebagai kata penghubung Dan lagi syarat-syarat [b.r]berkhalwat itu tiada berkata-kata akan kata yang lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau telanjur akan lidah pada kata dunia maka yaitu batal khalwat itu. Jika ada kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh dan kepada orang yang lain dan kenduri. (RM: 12) 2. „Maka‟ Kata penghubung „maka‟ digunakan bukan sebagai kata penghubung, namun untuk memulai kalimat sebagai tumpuan. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. Maka yaitu memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari semalam yaitu segala makanan dan yang terlebih baik daripadanya puasa pada siang selang dua hari yakni puasa daud akan namanya. (RM: 12) Penggunaan „maka‟ pada kalimat di atas bukan sebagai kata penghubung, tetapi untuk memulai kalimat. 3.
„Bagi‟ Kalimat yang mempergunakan kata bagi yang dalam bahasa Arabnya li ( )لmenunjukkan arti milik. “Segala puji-pujian bagi Allah yang menu(n)jukkan
jalan yang betul kepada jalan Allah yakni dengan
washitah Nabi kita Muhammad shala `lāhu „alaihi wa sallam”. (RM: 1) Pada uraian di atas, terlihat pengaruh bahasa Arab dalam bahasa Melayu Risālah Majmu‟. Hal ini seperti dikemukakan oleh van Ronkel, commit to user bahwa Sastra Arab besar sekali pengaruhnya di lapangan keagamaan
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
dalam sastra Melayu, maksudnya di sini pengaruh bahasa Arab dan sintaksis Melayu (Ronkel dalam Siti Chamamah Soeratno, 1982:184). d. Sarana Retorika Sarana Retorika adalah tehnik pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan tersusun baik. Sarana retorika dipengaruhi oleh dua aspek yaitu pengetahuan bahasa dan penggunaan bahasa yang baik (Gorys Keraf, 2000:1). 1) Penguraian Teks RM banyak menggunakan gaya penguraian. Gaya penguraian disebut juga dengan analitik, yaitu menguraikan gagasan yang terdapat dalam teks secara terperinci. Gaya penguraian dalam teks RM terlihat pada kutipan berikut. …dengan me(ng)hadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya itu. Dan rumah khalwat itu sekedar berdiri dan fana yang sekedar tiadalah dan lentang sekedar duduk itulah telah berkata nabi kita Muhammad shalla `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam karena nabi nankhalwat di jabal nur empat puluh hari dan malam selama-[se]lama(nya) itu dan masa nan khalwat tiada memakan akan makanan segala-[se]gala. (RM: 10) Sesuai dengan gaya penguraian tersebut, Risālah Majmu’. banyak mempergunakan sarana retorika polisindeton. Polisindeton merupakan suatu gaya dengan cara beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan kata penghubung (Gorys Keraf, 1990:131). Pemakaian polisendenton pada teks RM ditunjukkan pada pengulangan kata dan seperti di atas. Kutipan di atas menerangkan aktifitas ibadah Nabi Muhammad ketika berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari dalam khalwat tersebut Nabi Muhammad tidak makan. Dengan demikian, kata dan dipakai untuk menjelaskan secara runtut perjalanan NabitoMuhammad selama berkhalwat. commit user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Selain menggunakan gaya penguraian polisendeton, teks RM juga menggunakan sarana retorika enumerasi. Enumerasi adalah pencacahan satu persatu; penjumlahan (KBBI III, 2007:304). Berkaitan dengan hal ini maka enumerasi adalah gaya bahasa yang disusun dengan memecahkan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian agar maksudnya menjadi jelas.Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu pernyataan. Pemakaian sarana retorika enumerasi dalam teks RM ditandai dengan pemakaian kata pertama, kedua, ketiga yang dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut Dan syarat masuk // khalwat dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `l-Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it]. Itulah sudah diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam khalwat syarat me(ng)hinakan dirinya itu pada Allah ta ala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu. Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat. Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang//sunah khalwat. Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akba artinya” kusembahyang sunah khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn (i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah memuja qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati dengan syuhūd kepada wujud Allah ta ala dan tiada mengingatlah wujud didirinya melainkan dzat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika //sudah p.n.r.s yang permulaan dengan washitah syaikh kepada kita maka yaitu berdzikirlah hari dan malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam khalwat dengan kata dunia melainkan commit to userdikatanya lā illāha illallāh dengan lidah dan dengan hati ini. (RM: 2-4)
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan di atas menunjukkan adanya penguraian dari suatu hal. Hal yang dimaksud adalah berbagai syarat seorang salik masuk dalam khalwat. Macammacam syarat tersebut dijabarkan dalam empat hal. Keempatnya diuraikan secara terperinci dan jelas. Syarat pertama adalah menghormati gurunya sebagai seorang pembimbing dalam berkhalwat. Bertobat dari segala dosa, baik dosa kecil dan besar
menjadi
syarat
yang
kedua.
Selanjutnya,
syarat
ketiga
adalah
bersembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Sedangkan syarat terakhir adalah dengan berniat secara sungguh-sungguh dan senantiasa berzikir pada Allah. Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu pernyataan. Oleh karena itu, teks Risālah Majmu’, banyak menggunakan gaya bahasa (sarana retorika) untuk menyangatkan dan menegaskan, di antaranya yaitu, gaya penguraian, penguatan, penyimpulan, dan bahasa kiasan. 2) Penguatan Penggunaan gaya penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari hadis. Dalam hal ini, pendapat penulis teks dikuatkan dengan kutipan hadis yang dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi sesuai sekalipun maka yaitu dinding-dinding Tuhan dengan dunia. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “ addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala”. Katanya bermula dunia itu haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak commit to user akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata-
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. (RM: 5)
Kutipan tersebut menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan oleh penulis teks. Ia menyampaikan pendapatnya bahwa seseorang yang bersuluk diharamkan atasnya keinginan untuk bersenang-senang di dunia. Dunia adalah ladang ibadah untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Pendapat penulis teks tersebut dikuatkan dengan kutipan hadis qudsi. Penekanan tersebut dimaksudkan untuk menyangatkan betapa pentingnya sifat zuhud bagi salik. Selain itu gaya penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari lafal doa berbahasa Arab. Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang // sunah khalwat. Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akbara rtinya” kusembahyang sunah khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn (i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah membaca qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. (RM: 3) Pada kutipan di atas menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan penulis teks mengenai sembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Pendapat tersebut dikuatkan dengan mencantumkan lafal niat salat istikharah dan khalwat dalam bahasa Arab. 3) Retorika Gaya retorika adalah gaya selayaknya orang yang berpidato yang memberi pesan kepada pembacanya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut. Ketahui olehmu hai muridcommit yang berkhalwat kembalilah diberinya to user itu khalwat ketahui // olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
itu itu sepuluh perkara. Pertama tiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air. Kedua tiada memakan yang sedap-sedap yakni mengingat-ingat…(RM: 12)
4) Simile Bahasa kiasan atau perumpamaan (simile) adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat ekspilisit ialah bahwa ia menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu yaitu katakata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana (Gorys keraf, 2000:138). Dalam teks RM terdapat bahasa kiasan hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena salik itu adam pada wujudnya itu. (RM: 14) Penggunaan kata seperti pada kutipan teks diatas menunjukkan bahwa teks RM menggunakan gaya bahasa simile. Kutipan teks diatas menunjukkan bahwa tarekat sufi disamakan dengan bayang-bayang matahari di dalam air. Kutipan diatas dengan menggunakan kata pembanding seperti ditujukan agar pembaca lebih mudah memahami teks RM dengan mengetahui contoh-contoh dari suatu kejadian atau peristiwa yang diungkapkan penulis. 5) Metafora Metafora adalah memperbandingkan dua hal atau lebih secara implisit. Gaya bahasa ini seperti simile akan tetapi perbandingan yang dilakukan tidak memakai kata-kata seperti,bagai. dan umpama. Pemakaian metafora pada teks commit to user RM dapat dilihat pada kutipan berikut
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
Dan rupa a’yan tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. (RM: 6) Rupa a‟yan tsābitah, dalam kutipan diatas dibandingkan dengan rupa ilmu Allah yang merupakan rupa zat Allah. Dengan demikian, a‟yan tsābitah adalah perbandingan rupa Allah denganI‟tibar (belajar) akan hakikat ke esaan Allah. 6) Penyimpulan Sarana retoris ini berupa gaya penyimpulan suatu uraian atau gagasan. Berikut kutipan yang memperlihatkan penggunaan gaya penyimpulan. …….Dan apabila sampai sekalipu(n) yaitu suluknya jua. Dan apabila hati akan salik itu maka yaitu tiada hati pada hakikat yaitu memindah kepada kata tafkiri akhirat serta tuhan ’aza wa jala itulah perintah sempurna khalwat. Dan jika salah satu daripada sepuluh syarat maka yaitu batal berkhalwat dan binasa suluknya itu dan orang itu kembali kepada martabat awam. (RM: 15)
Kutipan di atas, penyimpulan suatu pernyataan ditandai dengan kata maka. Pernyataan sebelumnya yang menerangkan berbagai larangan ketika bersuluk diakhiri dengan kesimpulan akibat yang harus diterima salik apabila melanggar larangan tersebut yaitu kembalinya salik ke martabat awam. Sarana retoris penyimpulan dengan penggunaan kata maka dapat juga dilhat pada kutipan sebagai berikut Abu bakar, hai Syaidina Abu bakar memakan pada sehari semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan orang itu dan lagi maqām mubtadi akan ia. (RM: 5) Kutipan di atas merupakan tanya-jawab commit to user antara Nabi Muhammad dan
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sayidina Abu Bakar. Persoalan yang diungkap dalam tanya-jawab tersebut tentang khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur. Kata maka menjadi penanda atas kesimpulan bahwa seseorang yang berkhalwat dan melanggar salah satu syarat berkhalwat dia akan kembali ke martabat awam menduduki derajat mubtadī,.
B. Analisis Isi Teks RM 1. Khalwat, Suluk, dan Zuhud Syarat Masuk Tarekat Syattariyah Dalam dunia tasawuf bahwa seorang salik ketika menjalankan ibadahnya bertujuan untuk mencapai martabat dan derajat kesempurnaan atau yang biasa dinamakan insan kamil. Insan kamil adalah sebutan dalam dunia tasawuf bagi mereka yang selalu berusaha menghindarkan syirik batin khafi agar sampai pada suatu keadaan yang memungkinkan dapat mengenal cinta Allah yang melahirkan jiwa tauhid dan yang mendorong untuk melakukan ibadah dalam usahanya mencapai tingkat hidup termulia di sisi Allah (Ramli Harun,et.al. 1985:16). Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat tersebut dapat ditempuh dengan jalan tarekat. Istilah tarekat secara terminologi memiliki arti jalan yang lurus, praktek tasawuf dan persaudaraan sufi. Tarekat dalam perkembanganya merupakan sebuah organisasi sufi dengan seorang mursyid (guru) sebagai pucuk pimpinan tertinggi sekalgus sebagai pembimbing ibadah kepada Allah. Salah satunya adalah tarekat Syattariyah dalam perjalanannya dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf Singkel (1615-1693), seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia turut to user pada abad ke-17. Pada waktu mewarnai sejarah mistik Islam commit di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
melaksanakan ibadah haji ia memperdalam ilmu tasawuf kepada banyak guru diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al-Qur‟ani (Sirojuddin, et.al. 2003:1). Amalan tasawuf yang terdapat dalam teks RM adalah dengan jalan bertarekat, yaitu tarekat Syattariyah. Pokok dari ajaran tarekat ini penyucian diri dari segala dosa dan melaksanakan persyaratan yang ditentukan karena persyaratan tersebut menjadi landasan dalam beribadah kepada Allah untuk mencapai derajat yang sempurna. Permulaan syarat bagi seseorang dalam menjalani tarekat Syattariyah dalam teks RM adalah khalwat, suluk, dan zuhud. Ramli Harun menyebutkan bahwa khalwat adalah mengasingkan diri dari keramaian di suatu tempat yang sepi untuk beribadat kepada Tuhan (1985:20). Tujuan khalwat sendiri untuk melatih jiwa dan hati agar selalu ingat kepada Allah selain itu agar hamba tersebut selalu merasa diawasi Allah. Seorang salik (Sebutan bagi orang yang bersuluk) dalam berkhalwat diharuskan menempuh perjalanan batin dan mengabaikan sesuatu yang lahiriyah, bersifat keduniaan karena hal tersebut adalah fatamorgana kesenangan. Suluk menurut Aboebakar atjeh adalah latihan dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh sesuatu keadaan mengenai ihwal dan maqam (1990:121). Berikut kutipan dalam teks RM Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat tarekat syattariyah yang itu dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat yang diberbuat akan dia. Dan adapun syarat berbuat tarekat ini ialah dengan berkhalwat karena khalwat itu jalan salik dan jalan suluk dan jalan zuhud. Dan zuhud itu memerang akan nafsunya. Dan suluk itu yang berjalan kepada Allah Ta ala, dan salik itu jalan pada Allah itulah perbuatan salik yakni jalan berkehendak akan salik itu kepada Allah ta ala yang ……………… (RM: 1-2) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
115 digilib.uns.ac.id
Zuhud dalam tarekat Syattariyah memiliki peranan penting dalam pembentukan jiwa salik agar selalu ingat akan kekekalan kebahagiaan di akhirat. Pendapat Asmaran tentang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadapa kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya (2002:117). Penganut tarekat melakukan khalwat dengan mengasingkan diri ke sebuah tempat, di bawah pimpinan seorang mursyid (guru). Sesungguhnya khalwat adalah penggemblengan jiwa salik agar senantiasa ingat Allah dan mencapai tujuan makrifat. Tujuan berkhalwat itu adalah untuk ibadah, guna mendekatkan diri kepada Allah hal ini sesuai perintah Allah yang tercantum dalam Alquran “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya” (Al-Kahfi 110). Syarat pertama yang harus dilalui salik sebelum berkhalwat adalah mendahulukan gurunya untuk berwudu dan bersembahyang. Posisi guru dalam lingkaran tasawuf memilki peranan sangat penting. Aboebakar
berpendapat
bahwa seorang syekh atau guru tidaklah dapat dipangku oleh sembarang orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni (1990:79). Sembahayang yang dilakukan syekh tersebut bertujuan agar di dalam pelaksanaan ajaran tersebut memperoleh bimbingan Allah. Berikut kutipannya Adapun didalam syarat salik itu dengan memasuk dalam khalwat. commit to user Dan syarat masuk // dalam khalwat itu empat perkara. Pertama
perpustakaan.uns.ac.id
116 digilib.uns.ac.id
mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `l-Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it]. Itulah sudah diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam khalwat serta me(ng)hinakan dirinya itu pada Allah taala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu (RM: 3) Syarat yang kedua yang harus dilakukan oleh salik adalah dengan bertobat kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan. Sebagai langkah awal untuk membersihkan diri, baik lahir maupun batin adalah melalui taubat. Dengan pembersihan yang sempurna maka hijab-hijab yang membatasi antara mahkluk dengan Khaliq akan terkuak. Salah satu pembuka hijab antara hamba dengan Tuhan adalah dengan membersihkan diri dari segala dosa. Taubat adalah tidak mengulangi perbuatan dosa, lupa pada segalanya kecuali pada Allah, dan karena cintanya selalu mengadakan hubungan dengan Allah serta menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan sejenisnya (Ramli Harun, et.al. 1985:39). Hal ini sesuai dengan kutipan teks RM sebagai berikut Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat (RM: 4) Setelah itu, syarat ketiga adalah bersembahyang dua rekaat sunah khalwat dan sunah istikharah. Dijelaskan dalam teks RM bahwa dalam bersembahyang istikharah pada rakaat pertama diharuskan membaca surat Al-Fatihah dan surat alKafirun, sesudah itu pada rekaat kedua membaca surat Al-Fatihah dan surat AlIhklas. Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat commit to useritu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang // sunah khalwat. Dan
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar artinya” kusembahyang sunahkhalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat qulyā ayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn (i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah membaca qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. (RM: 4) Syarat terakhir sebelum berkhalwat adalah dengan kesaksian yaitu dengan niat yang sungguh-sungguh (syuhūd). Selama berkhalwat di wajibkan juga bagi salik agar senantiasa berzikir setiap siang dan malam dengan kalimat tahlil. Zikir merupakan pegangan pada jalan tasawuf, dan seorang pun tidak akan sampai kepada Allah melainkan dengan banyak ingat kepada Allah. Kutipan teks RM yang menjelaskan syarat berkhalwat sebagai berikut .. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati dengan syuhūd kepada wujud Allah ta ala dan tiada mengingatlah wujud didirinya melainkan dzat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika //sudah perintah yang permulaan dengan washitah syaikh kepada kita maka yaitu berdzikirlah hari dan malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh dengan lidah dan dengan hati ini. (RM: 4) Teks RM juga menjelaskan bahwa Allah bersifat mutlak. Dengan kuasanya Ia membuka hijab antara ghaib dengan kenyataan. Dunia merupakan ladang ibadah bagi seseorang yang menginginkan kehidupan yang mulia di akherat. Dapat dikatakan bahwa akhirat haram isinya bagi orang yang mengejar kehidupan dunia. Hal ini sesuai dengan Hadis Qudsi: “addunya harāmun ‘ala `lakhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” dunia itu haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan commit to user akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah. Berikut kutipannya pada teks RM Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi sesuai sekalipun maka yaitu dinding dinding Tuhan dengan dunia. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “ addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” Katanya bermula dunia itu haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. (RM: 5) Sikap salik dalam memandang kehidupan dunia, adalah apabila ia memandang dengan kedua mata dan hatinya pada dunia diusahakan agar senantiasa dalam kekuasaan Allah. Dinamakan syai dikarenakan mahkluk itu tidak memiliki untuk berbuat sesuatu, sehingga kuasa yang diberikan Allah itu bernama tsābitah. Allah memberikan perumpamaan bahwa bayang-bayang bagi dzat Allah dinamakan a‟yan tsābitah. Berikut kutipannya Dan apabila sampai perbuatan suluk maka yaitu salik itu sesudah mati dan jika sesudah mati maka yaitu sudah kiamat. Pada salik dan jika hidupnya akan salik ini hidupnya pada negeri akhirat dan diberbuat[an] akan akhirat. Dan menilik salik itu seperti pada negeri akherat karena hidupnya seperti hidupnya pada akhirat akan salik ini. Dan jika memandang akan segala negeri ini maka yaitu pandangan itu kepada perbuatan Tuhan. Ketahui olehmu hai salik, dan jika memandang dengan dua mata dan dengan mata hatinya maka yaitu pandang perbuatan mahkluk dan itu perbuatan hak // Allah ta ala akan dia karena mahkluk ini tiada kuasa berbuat akan suatu syāi dinamakanlah tsābitah kuasa mahkluk kuasa Allah ta ala karena ku pandang rupa mahkluk itu rupa a’yan tsābitah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
2. Pandangan Tarekat Syattariyah Mengenai Hubungan Manusia (Alam) dan Tuhan Lebih lanjut lagi, teks ini menerangkan hubungan antara Tuhan dan mahkluk menurut pandangan Syattariyah. Setelah dijelaskan diatas tentang a‟yan tsābitah maka selanjutnya dijelaskan lagi bahwa a‟yān tsābitah adalah rupa ilmu Allah. Sesudah a‟yān tsābitah ini menjelma pada rupa sifat Allah. Kesemuanya itu dapat dimengerti dengan I‟tibar pada kehidupan mahkluk itu sendiri. Hakikat mahkluk itu sendiri merupakan hamba yang sudah bertauhid semenjak awal penciptaan mahkluk tersebut. Setelah terlahir didunia maka ilmu Allah yang berupa syahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji menjadikan siapa hakikat mahkluk itu. Pokok dari semua itu adalah syahadat, dikarenakan kalimat tauhid tersebut membedakan mahkluk yang beriman dan yang ingkar di hadapan Allah SWT. Berikut kutipannya dalam teks RM Dan rupa a’yān tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. Dan jika a’yān tsābitah ilmu akan mahkluk itu rupa ilmu Ku ta ala yakni rupa yang maklum dalam wujud Allah ta ala itulah hakikat mahkluk dengan ilmu Allah dan wajib pada mahkluk itu berjamaah akan diberinya itu dengan syahadat Allah karena syahadat Allah itu m.k.n.ng agama Allah dan sembahyang dan puasa dan naik haji dan memberi zakat itulahsekalian itu wajib atas syahadat tiada wajib atas mahkluk akan sekalian itu dan apabila wajib mahkluk itu niscaya wajib atas kafir akan agama dan melainkan yang wajib atas mahkluk itu syahadat Allah. (RM: 7) Islam, iman, tauhid, dan makrifat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari syahadat. Perumpamaan syahadat dalam tarekat Syattariyah diibaratkan pada anggota tubuh manusia. Tubuh dari manusia merupakan ibarat dari syahadat, sedang iman pada hati, tauhid pada nyawa, dan makrifat pada kaki manusia. commit to user Dalam dunia tarekat banyak permisalan untuk menggambarkan tingkat amalan
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
atau ilmu. Hal ini dapat dilihat pada pengibaratan keterbukaan hati seseorang (fi’il), ini ditujukan kepada ridhanya memeluk agama Islam, sedang iman ditujukan mempercayai Asma Allah. Selain itu, tauhid lebih dititikberatkan pada sifat Allah. Makrifat sebagai salah satu unsur penting dalam tasawuf, diibaratkan sebagai pengenalan dzat Allah. Makrifat menurut Asmaran adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan (2002:104). M. Zain Abdullah memiliki pandangan lain terhadap makrifat, menurutnya makrifat ialah mengenal Allah, makrifat merupakan “tujuan pokok” dalam ilmui tasawuf (1991:29). Kutipannya dalam teks RM sebagai berikut Dan sekalian syai yang wajib itu syahadat Allah karena syahadat itu wajib bercampur dengan anggota mahkluk dan Islam dan iman dan tauhid dan makrifat itulah wajib bercampur dengan syahadat karena Islam itu pada tubuhku dan iman pada hatiku dan tauhid itu pada nyawaku dan makrifat itu pada rahasiaku dan aku pun rahasia pada kakiku dengan ilmu Allah. Bermula kenyataan fi’il itu pada islam dan kenyataan asma Allah itu pada iman dan kenyataan sifat Allah itu pada tauhid dan kenyataan dzat Allah itu pada makrifat Allah. (RM: 8) Kasyaf artinya terbuka dinding antara hamba dan Tuhannya (Aboebakar Atjeh, 1990:149). Kasyaf menurut Ramli Harun adalah terbukanya mata hati seseorang atas sesuatu yang gaib karena telah terbuka kepada dirinya tabir rahasia Allah; dengan fana fari sesuatu yang selain Allah, seseorang akan mengetahui bahwa semua yang ada ini masuk ke dalam cahaya kebenaran Allah (1985: 20). Dalam teks ini. ada tiga jalan kasyaf untuk mendekat kepada Allah yaitu dengan hati yang bersih.Hati yang lalai merupakan
salah satu penghambat
dibukanya jalan kasyaf. Kunci pembukanya ialah supaya membuangkan sifat-sifat hati yang lalai (tercela) oleh syara‟ itu dengan ilmu dan amal. Jalan yang kedua adalah dengan tafakur akan ilmu Allah, dan yang terakhir adalah dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
121 digilib.uns.ac.id
menumbuhkan cinta pada Allah melebihi segala cintanya pada mahkluk ciptaan Allah (murād). jalan kasyaf kepada haq Ta ala yaitu dengan himah hati kepada wujud alam nur syuhūd itulah permaianan jalan salik dengan tafakur kepada yang ma’āni pada Allah Ta ala dan murād tafakur itu karena tiada wujud ku melainkan hanya yang ada wujud Allah.(RM: 8) Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun (hidup) pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad (akal), nur qādir pada tubuh, nur samī‟ pada telinga, nur bashīr pada mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah. Dapat dikatakan bahwa insan manusia yang selalu ingat pada Allah maka perbuatan dan segala sikap hidupnya memancarkan cahaya dan reperesentasi dari sifat Allah. Berikut kutipannya dalam teks RM Bermula yang ada wujud Allah pada tubuh yaitu insan itu dengan madhhār sifat maknawiyah pada tubuh insan yaitu nur hayun pada ruh kita dan nur „alam pada hati kita dan nur murid pada fuad kita dan nur qādir pada tubuh kita dan nur samī’ pada telinga kita dan nur bashīr pada mata kita dan mutakalim pada lidah kita bagaimananya itu tiada wujud ku. Dan tetap tsābitlah perbuatan kita perbuatan hak ta ala [ak]akan dia “lā fi’lu `l-lazī illa af’ali `llah” artinya tiada perbuatan mereka itu melainkan hanya perbuatan wuju(d) (RM: 9)
3. Syarat Baiat dan Talkin Terhadap Guru Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa dibimbing oleh seorang guru. Dijelaskan di atas bahwa seorang guru merupakan orang yang commit to user benar-benar suci lahir dan batinnya, Hal ini dapat dilihat dari segi bagaimana guru
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
atau syekh tersebut berhubungan dengan manusia dan berhubungan dengan Allah Swt. Seorang guru tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang daripada ajaran–ajaran Islam dan terjerumus ke dalam maksiat, berbuat dosa besar atau dosa kecil, yang harus ditegurnya, tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam tarekat. Ia merupakan perantaraan dalam ibadat antara murid dan Tuhan (Aboebakar Atjeh, 1989: 79). Syarat salik dalam berbaiat dan talkin terhadap gurunya dalam tarekat Syattariyah ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya dalam berkhalwat. Menghadirkan guru ketika hendak berzikir merupakan hal terpenting dalam bertarekat, selain sebagai perantara berhubungan dengan Tuhan, hal tersebut sebagai salah satu unsur terjadinya peristiwa-peristiwa tarekat untuk mencapi kesempurnaan hakekat. Berikut kutipannya dalam teks RM Dan syarat mengambil itu baiat dan talkin daripada syekh kepada murid petu(n)juk syekh pada murid dengan yakin seperti baiat akan syekh kepada murid itulah kepada perbuatan tarekat ini kepada murid yang perbuat dengan begini akan seperti duduk dalam khalwat me(ng)hadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya itu (RM: 9-10)
4. Peristiwa Khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur Sebagai Suri Tauladan bagi penganut Tarekat Syattariyah. Penganut tarekat melakukan khalwat atau mengasingkan diri ke tempat yang sepi bertujuan untuk melatih diri mendekatkan diri kepada Allah. Selama dalam khalwat, seseorang tidak boleh commitmemakan to user sesuatu yang bernyawa seperti
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
daging, ikan, telur, dan sebagainya. Salik senantiasa dalam keadaan suci, dan dilarang banyak bercakap-cakap. H. Fuad Said berpendapat bahwa sepanjang hidupnya, Nabi Muhammad pernah berkhalwat di Gua Hira sampai datang perintah untuk berdakwah, Hadis Nabi yang membicarakan khalwat adalah “Diberi kesenangan kepada Nabi Saw, untuk menjalani khalwat di Gua Hira, maka beliiau mengasingkan diri didalamnya, yakni beribadat beberapa malam yang berbilang-bilang”.(Hr. Bukhari dalam H. Fuad Said,1996:80). DI dalam teks RM juga dikisahkan bagaimana Nabi Muhammad dan Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari. Saat berkhalwat Syaidina Abu Bakar mengajukan pertanyaan kepada Nabi Muhammad bahwa dirinya ingin melihat Tuhan yang menciptakan bumi dan seisinya. Jawaban Nabi Muhammmad atas pertanyaan Syaidina Abu Bakar adalah agar menjaga perut agar selalu puasa dikarenakan dengan puasa maka dapat mengekang hawa nafsu dunia dan terlebih lagi dapat menjalankan puasa daud. Apabila seseorang dapat menjalankan persyaratan tersebut maka akan sampailah ia pada makam yang telah tetap pada diri seseorang tentang hakikat Allah (maqam baqa), tetapi apabila ia gagal dalam pelaksanaanya maka kembalilah ia pada martabat awam. Dalam kalangan sufi, orang yang berada dalam martabad awam (baru belajar) dikatakan sebagai mubtadī (orang sufi yang berada pada tataran permulaan). Berikut teks RM yang mengemukakan hal tersebut Dan kemudian sudah daripada berkhalwat maka berkata Abu bakar pada Nabi hai ya Rasu lu `l-Lāh pada Sayidina Abu Bakar hai Abu bakar kami kehendak bertemu dengan Tuhan dan lagi kehendak melihat Tuhan. Dan sudah kabar nabi itu maka yaitu meminta Sayidina Abu Bakar pada Nabi ya Rasu lu `l-Lāh aku kehendak berkhalwat seperti kata itu betapa tiada kuasa menahan akan makanan hai ya Rasu lu `l-Lāh maka jawab Rasu lu `l-Lāh itu pada commit to user AbuAbu bakar, hai Sayidina Abu bakar memakan pada sehari
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan orang itu dan lagi maqām mubtadi akan ia. (RM: 11-12 5. Zikir Amalan penting bagi penganut tarekat Syattariyah adalah zikir kepada Allah. Aboebakar Atjeh berpendapat bahwa zikir adalah ucapan yang
dilakukan
dengan
lidah
atau
mengingat
akan
Tuhan
danmembersihkannya dari pada sifat-sifat yang tidak layak untuknya, selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian (Aboebakar Atjeh,1989:276). Zikir dalam tasawuf itu terbagi atas tiga tingkat (M. Zain Abdullah,1991:65) : 1. Zikir Lisan atau disebut juga zikir nafi itsbat,yaitu ucapannya lā ilāha illa `l-lahu. 2. Zikir qalbu atu hati, disebut juga zikir Asal dan kebesaran, ucapannya Allah-Allah. 3. Zikir sir atau rahasia, disebut juga zikir isyarat dan nafs, ucapannya yaitu Hu-hu. Selain di atas, syarat berkhalwat dalam tarekat syattariyah adalah senantiasa berdzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha illa `l-lahu (zikir lisan). Kalimat tahlil tersebut menandakan akan kepasrahan dan keikhlasan hati bertuhankan Allah SWT. Zikir ini adalah makanan utama lisan atau lidah. Pengamalannya mula-mula zikir itu diucapkan commit to user secara pelan-pelan dan lambat,
perpustakaan.uns.ac.id
125 digilib.uns.ac.id
kemudian makin lama makin cepat. Zikir ini disebut zikir nafi itsbat dikarenakan pegamalanya diucapkan dengan lisan secara nyata, baik zikir bersama-sama atau sendirian. Apabila salik tidak bisa melakukan zikir ini secara konsisten atau dapat disimpulkan salik tidak bisa menjaga lidahnya, maka batalah khalwat salik tersebut. Sebagai penebus kesalahan tersebut maka salik diwajibkan mengadakan sedekah berupa kenduri kepada syekh dan orang lain disekitarnya. Apabila tidak sanggup untuk bersedekah, maka salik harus menjalankan persyaratan dari awal seperti yang di syaratkan oleh gurunya. Berikut kutipan yang mengemukakan hal tersebut Dan lagi syarat-syarat [b.r] berkhalwat itu tiada berkata-kata akan kata yang lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau telanjur akan lidah pada kata dunia maka yaitu batal khalwat itu. Jika ada kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh dan kepada orang yang lain dan kenduri. Dan jikalau tiada kuasa bertempil maka yaitu berkhalwat seperti syarat yang dahulu pada syekh. (RM: 11).
6. Sepuluh Syarat Sempurna Berkhalwat Dalam berkhalwat, salik selain dibimbing seorang mursyid harus mematuhi segala aturan tarekat. Antara lain adalah sepuluh perkara agar dalam berkhalwat mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu mendekatkan diri pada Allah semata. Sepuluh perkara tersebut ialah 1. Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan (kekenyangan). 2. Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap. 3. Tidak boleh memakan buah-buahan. Kutipan dalam teks RM adalah sebagai berikut commit to user Pertama tiada memakan kenyang-kenyang dan meminum air.
perpustakaan.uns.ac.id
126 digilib.uns.ac.id
Kedua tiada memakan yang sedap-sedap yakni mengingatingat. Ketiga tiada memakan buah-buahan yaitu yang m.q.m.m.y.s tiada memakan akan dia. (RM: 12) 4. Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka. 5. Mengingat Allah dengan berzikir lā illāha illallāh dan bersikap syuhūd (benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan Allah SWT). 6. Ibadah salat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat, ibadah yang dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan sembahyang sunah wudhū‟. Kutipan dalam teks RM adalah sebagai berikut Keempat tiada memakan dua kali sehari semalam. Maka yaitu memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari semalam yaitu segala makanan dan yang terlebih baik daripadanya puasa pada siang selang dua hari yakni puasa daud akan namanya. Dan apabila memakan pada masa puasa itu segala jua akan memakan dan waktu makan itu berulang kali karena syarat segala memakan. Dan jikalau kuasa itu tiada maka jua memakan tiga kali itu dengan segala makanan itu. Kelima tiada berkata berkata-kata dunia pada ketika berkhalwat melainkan lā illāha illallāh. Dan syuhūd dirinya itu dengan hati Allah. Allah yaitu// dengan memandang kepada dzat yakni ingat-ingat dalam hati tiada berpaling akan hati itu kepada syai yang lain daripada dzat Allah. Hanya dzatnya kume(ng)hadapakan anggotaku. Keenamtiada berkh(j)alan pada ketika itu dan jikalau ke masjid sekalipun tiada berjalan karena masa ini tiada wajib akan sembahyang jum at pada orang yang berkhalwat karena nabi shala `lāhu ‘alaihi wa sallam berkhalwat di jabal nur empat puluh hari masa ini tiada berbuat yang lain akan sembahyang. Dan sekalian yang lain tiada berbuat ia melainkan sembahyang lima waktu dan sembahyang sunnah wudhū’ dan yang lain dari itu maka yaitu haram jua. (RM: 13) 7. Menghindari keramaian kota untuk tafakur pada Allah SWT. Fuad Said berpendapat bahwa apabila keluar dari tempat hendaklah selubungi tubuhya, supaya jangan terkena panas matahari dan tiupan angin, karena dapat menyebabkan penyakit (1996: 91). commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Tidak mencampur kepercayaan hati (I‟tikad) dari tarekat sufi ini ke paham yang lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti bayang-bayang matahari diatas air. 9. Kefanaan dapat dicapai apabila salik mengikuti jalan Allah dan Rasul Muhammad. 10. Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu bersuluk, memahami hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah Swt. Berikut kutipan yang mengemukakan hal tersebut Ketujuh tiada melihat akan orang yang banyak-banyak atau orang tiada sekota dengan dirinya dan apabila berjalan kepada tempat hambanya itu disilubung akan dirinya itu dengan //Kedelapan tiada memindah I’tikad seperti yang lain [dari] daripada tarekat ini. Yakni tiada bercampur tarekat dengan karena tarekat sufi itu lain dari pada fuqahā. Dan fuqahā itu lain daripada perbuatan sufi yaitu tiada bercampur sama-samanya dua perbuatan karena tarekat fuqahā itu misalnya persuruhan Tuhannya. Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena salik itu adam pada wujudnya itu. Kesepuluh syarat sempurna khalwat// itu tiada bercerai dengan suluknya itu yaitu selama hidup dalam dunia ini itu suluknya semasa-[se]masa.
Seorang salik dalam tarekat sufi harus senantiasa memikirkan (tafkiri) kehidupan akhiratnya. Hal ini dapat dijabarkan bahwa seorang sufi harus benarbenar meninggalkan nafsu duniawinya. Kesemuanya adalah sepuluh sempurna khalwat, apabila dilanggar maka batallah suluknya dan ia akan kembali pada martabat awam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
128 digilib.uns.ac.id
7. Syarat Sempurna Suluk Suluk dalam KBBI edisi kedua memilki pengertian jalan kearah kesempurnaan batin (1995:972). Ramli Harun berpendapat bahwa suluk adalah menempuh perjalanan batin dan mengabaikan sesuatu yang lahiriah; seuluk merupakan awal perjalanan gollongan sufi (1085: 36). Teks RM menjabarkan tiga syarat sempurna bersuluk yaitu: 1) Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu; 2) syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun berada; 3) Selalu berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak. Kutipannya dalam teks RM adalah sebagi berikut Adapun syarat sempurna suluk itu tiga perkara. Pertama zuhud yakni memerang-memerang(i) akan nafsunya yang ladzat-ladzat. Kedua syuhūd senantiasa yakni kuat ingat-ingat akan wujud Allah. Ketiga tiada berhenti dzikir Allah selama-lamanya suluk. (RM: 16). Diibaratkan bahwa hati seseorang yang memikirkan kehidupan akhirat di misalkan orang tersebut hidup di dalam hutan dan puncak gunung ia senantiasa berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Seperti halnya hati, ia harus senantiasa mencari jalan agar terhindar dari jerat setan dan menjalankan perintah Allah. Berdasarkan analisis di atas, dapat digaris bawahi bahwa tarekat Syattariyah memiliki berbagai persyaratan dalam ibadahnya. Persyaratan tersebut diantaranya adalah syarat untuk masuk ke dalam tarekat, syarat salik berkhalwat, syarat menjalankan khalwat, syarat baiat dan talkin dan syarat sempurna berkhalwat maupun bersuluk. Selain itu, tarekat Syattariyah juga membahas adanya konsep hubungan antara Tuhan dengan alam (manusia). Menurut ajaran tarekat Syattariyah, alam diciptakan oleh Allah dari nur Muhammad. Sebelum commit to user segala sesuatu diciptakan oleh Allah, alam berada di dalam ilmu Allah yang di
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
namai A’yān tsābitah. Ia merupakan bayang-bayang dari zat Allah. Sesudah A’yān tsābitah menjelma pada A’yān khārijiyyah (kenyataan yang diluar), maka A’yān khārijiyyah itu merupakan bayang-bayang bagi yang memiliki bayangbayang, dan ia tiada lain daripada Allah sendiri. Zikir merupakan amalan yang sangat penting bagi suatu tarekat. Dalam tarekat Syattariyah zikir lisan dengan mengucapkan kalimat tahlil (lā ilāha illa `llahu) merupakan salah salah satu unsur penting dalam pencapaian kefanaan bagi salik dan pencapaian derajat yang tinggi (maqam baqa) dalam tarekat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
BAB VI
PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap teks RM dapat ditarik beberapa simpulan penting yang secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Suntingan teks RM menggunakan metode standar, yaitu menerbitkan teks dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, dan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Setelah dilakukan kritik teks ditemukan beberapa kesalahan salin tulis yang terdiri dari: 9 buah lakuna; 17 buah adisi; 3 buah ditografi; 2 buah substitusi; 1 buah transposisi. 2. Struktur teks RM adalah struktur sastra kitab, yang meliputi struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Struktur penyajian teks RM berstruktur eksposisi yang sistematis, terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan teks RM terdiri dari bacaan basmallah, puji-pujian kepada Allah SWT, salawat kepada Nabi Muhammad saw dan motivasi penulisan. Isi teks RM menguraikan berbagai syarat dalam tarekat Syattariyah, antara lain syarat masuk tarekat Syattariyah, Syarat baiat dan talkin terhadap guru, dan syarat sebelum dan sempurnanya berkhalwat maupun bersuluk. Adapun bagian terakhirnya dijelaskan judul teks dan penutup teks yaitu kata tamma. Gaya penyajian teks RM menggunakan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasaMelayu, terutama bentuk doa dan dalil. Di samping itu, pusat penyajian yang digunakan dalam RM adalah omniscent point of view, yakni pengarang bertindak sebagai orang yang tahu segalanya dengan menyampaikan pendapat dan ajarannya ditunjukkan dengan pemakaian kata ganti orang kedua, yaitu kata ganti kamu (mu). Gaya bahasa dalam teks RM meliputi: a. kosa kata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 15 buah dan kosa kata dan frasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 34 buah. b. Ungkapan dalam bahasa Arab sebanyak 7 buah. c. Sintaksis yang terdapat dalam teks RM adalah penggunaan kata dan, maka, dan bagi. d. Sarana retorika terdiri dari gaya penguraian, penguatan, retorika, simile, metafora, dan penyimpulan. 3. Analisis isi RM membahas tentang pokok-pokok ajaran tarekat yang dititkberatkan pada berbagai adab menjalani kehidupan sufi di tarekat Syattariyah. Hal ini dimulai dengan syarat seseorang yang ingin masuk dalam tarekat Syattariyah kemudian, dilanjutkan dengan syarat berbaiat dan bertalkin terhadap guru pembimbing dalam ibadah kepada Allah. Setelah itu, dijelaskan syarat-syarat berkhalwat dan bersuluk dalam tarekat Syattariyah. Selain itu, mengenai zikir dan konsep hubungan antara Tuhan dan alam (manusia) di dalam tarekat Syattariyah dijelaskan secara terperinci di dalam teks RM. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
B. Saran Penelitian ini merupakan salah-satu upaya dalam menggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam khasanah sastra lama Indonesia. Namun, penelitian ini baru menghadirkan suntingan teks, analisis struktur sastra kitab, dan isi. Penulis yakin bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan perlu dikembangkan dalam penelitian selanjutnya guna memperoleh pemahaman yang sempurna terhadap teks RM. Oleh karena itu, perlu adanya kajian dari berbagai disiplin ilmu lain seperti sejarah, sosiologi, agama, interteks dan sebagainya sehingga akan terkuak rahasia yang ada di dalam naskah tersebut. Diharapkan pula ada penelitian terhadap naskah Melayu lainnya yang masih belum diteliti karena masih banyak nilai-nilai budaya warisan leluhur yang belum tergali. Hal ini perlu dilakukan mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh untuk menunjang perkembangan kebudayaan nasional.
commit to user