perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ASRĀRU `SH-SHALĀT: SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN RESEPSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh RINA MEGAWATI C0206045
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Rina Megawati NIM
: C0206045
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Asrāru `sh-Shalāt: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Resepsi adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 14 Januari 2011 Yang membuat pernyataan,
Rina Megawati
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini merupakan wujud akhir dari perjuangan selama perkuliahan yang kupersembahkan untuk: Ayahanda Kelik Suwarto dan Ibunda Bekti Setyowati, yang telah sabar menantikan karya ini selesai. Kakanda Indah Fajarwati yang senantiasa menanyakan kabar skripsi ini. Kawan terkasih Dananjaya Prananditya, yang setia mengiringi dalam setiap perjuangan meraih cita dan cinta. Ibunda Noegroho Djarwanti yang sudah mendukung dan mendoakan setiap waktu. Sahabat tersayang, Yuliyanti, Rohmawati, Norma, dan Farida, yang selalu menyulut api semangat. Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta. Semua yang bergelut dengan ilmu. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“(1) Demi waktu matahari sepenggalahan naik, (2) Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (3) Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (4) Dan Sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).” (Terjemah QS Ad-Dhuha: 1–4)
“Genggamlah impianmu erat-erat sebab seandainya impianmu mati, hidup laksana seekor burung yang sayapnya patah dan tak mampu terbang.” (Carrol Spinney, The Wisdom of Big Bird)
“Tak masalah seberapa lambat kamu berjalan, asalkan kamu tidak berhenti.” (Carrol Spinney, The Wisdom of Big Bird)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Skripsi ini merupakan hasil perjuangan yang cukup panjang yang senantiasa diiringi dengan semangat. Sebagai sebuah skripsi yang mengambil objek naskah kuna, bukan sesuatu yang mudah dilakukan karena membaca, memahami, dan mengungkapkan isi sebuah naskah kuna diperlukan kesabaran dan ketelitian. Untuk itu, segala puji hanya bagi Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, walaupun telah melalui waktu yang cukup lama, karena sebagian hasil penelitian ini mengalami dua kali kehilangan data dalam program komputer. Skripsi ini, selain sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, juga berusaha untuk memberikan kontribusi ilmiah, yang tidak akan berjalan dengan baik manakala tidak ada bantuan yang diberikan oleh pihak-pihak terkait. Dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Untuk Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan motivasi dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya terima kasih kepada Dwi Susanto, S.S., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik selama perkuliahan. Untuk Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang penuh perhatian dan kesabaran memberikan petunjuk, arahan, dan motivasi bagi peneliti. Untuk Drs. Sholeh Dasuki, M.S., selaku Dosen Penelaah proposal skripsi, yang dengan sabar memberikan arahan-arahan ketika penyusunan skripsi. Untuk Asep Yudha commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wirajaya, S.S., yang telah memberikan informasi mengenai naskah, sehingga penelitian ini dapat dilakukan. Untuk seluruh dosen Fakultas Sastra dan Seni Rupa, khususnya Jurusan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan pengalaman yang tidak terlupakan selama perkuliahan. Terima kasih untuk Ayahanda Kelik Suwarto dan Ibunda Bekti Setyowati, atas doa yang terus terlimpah dengan keikhlasannya, atas segala cinta dan kasih sayang yang tercurah tanpa batas, atas cucuran keringat yang senantiasa mengalir tanpa pamrih, serta ajaran dan perjalananmu jua baik yang tegar maupun yang samar. Untuk kawan terkasihku Dananjaya Prananditya yang telah membantu peneliti pada waktu pengumpulan data dan mengantarkan ke mana saja ketika melakukan konsultasi di pesantren-pesantren dan dengan cinta dan kesetiaannya selama tujuh tahun telah mendampingi perjuangan meraih cita. Terima kasih untuk Ibunda Noegroho Djarwanti, Kakanda Indah Fajarwati, rekanku Taru, Ferry, Henry, dan Astri Chandra, yang senantiasa mendoakan dan menanyakan kabar skripsi ini, meskipun terpisah oleh jarak. Untuk Sahabat-sahabat tersayang , yaitu Yuliyanti, Rohmawati, Norma, dan Farida, yang sama-sama bergelut dengan filologi. Kalian adalah pemberi semangat yang luar biasa. Terima kasih untuk Bapak Ahmad Dahlan, Ustad Novel, dan Bapak Agus Himawan yang sudah bersedia menjadi narasumber. Selain itu peneliti juga minta maaf kepada Ustad Novel karena telah mengganggu kesibukan beliau yang luar biasa. Sulit untuk bertemu muka dengan beliau. Bukan sekali dua kali peneliti terpaksa gagal bisa bertemu muka meskipun sudah kencan sebelumnya. Namun,
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beliau bersedia menelepon dalam rentang waktu dini hari sampai pagi demi kelancaran penulisan skripsi ini. Terima kasih pula untuk teman-teman Sastra Indonesia Angkatan 2006, baik teman-teman bidang linguistik atau sastra. Terima kasih atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini dan jangan pernah lupakan bahwa “Aku Sayang Kita”. Terakhir, terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan untuk menanmbah wacana yang lebih baik lagi dan semoga skripsi dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran di dunia akademis. Surakarta, Januari 2011 Peneliti
Rina Megawati
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTRA SKEMA .............................................................................................. xiv DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xv ABSTRAK ......................................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Pembatasan Masalah ............................................................ 7 C. Perumusan Masalah ............................................................. 8 D. Tujuan Penelitian ................................................................. 8 E. Manfaat Penelitian ............................................................... 8 F. Sistematika Penelitian .......................................................... 9
BAB II
LANDASAN TEORI ................................................................. 11 A. PENYUNTINGAN TEKS ................................................... 11 1. Inventarisasi Naskah ...................................................... 12 2. Deskripsi Naskah 12 commit ........................................................... to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Transliterasi .................................................................... 13 4. Kritik Teks ...................................................................... 14 B. PENGKAJIAN TEKS ........................................................... 14 1. Struktur Sastra Kitab ...................................................... 14 2. Resepsi ............................................................................ 19 C. Kerangka Pikir ..................................................................... 23 BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................... 25 A. Metode Penyuntingan Teks ................................................... 25 1. Sumber Data ................................................................... 25 2. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 26 3. Teknik Analisis Data ....................................................... 26 4. Teknik Penyajian Data .................................................... 27 B. Metode Pengkajian Teks ...................................................... 27 1. Metode Analisis Struktur ............................................... 27 2. Metode Analisis Resepsi ................................................ 29 C. Teknik Penarikan Simpulan ................................................. 30
BAB IV
SUNTINGAN TEKS ................................................................. 31 A. Inventarisasi Naskah ............................................................ 31 B. Deskripsi Naskah ................................................................. 33 1. Bagian Umum ................................................................. 33 2. Bagian Khusus ............................................................... 35 C. Ikhtisar Isi Teks .................................................................... 46 D. Kritik Teks ........................................................................... 48 E. Suntingan Teks ..................................................................... 63 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Tanda .............................................................................. 63 2. Pedoman Ejaan ............................................................... 64 3. Pedoman Penyuntingan ................................................... 65 4. Suntingan Teks ............................................................... 67 F. Daftar Kata Sukar ................................................................. 90 1. Kosa kata Arab ............................................................... 90 2. Kosa kata Arkais ............................................................ 98 3. Istilah Arab ..................................................................... 99 BAB V
ANALISIS DATA ..................................................................... 101 A. Analisis Struktur .................................................................. 101 1. Struktur Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt .................... 101 2. Gaya Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt ......................... 104 3. Pusat Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt ......................... 107 4. Gaya Bahasa Teks Asrāru `sh-Shalāt ............................. 108 B. Analisis Resepsi ................................................................... 119 1. Sembahyang .................................................................... 120 2. Ma’rifatu `l-Lāh .............................................................. 137
BAB VI
PENUTUP .................................................................................. 153 A. Simpulan ........................................................................................153 B. Saran ..............................................................................................157
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 158 LAMPIRAN ....................................................................................................... 162
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Catchword .................................................................................. 38
Tabel 2
Lakuna ........................................................................................ 49
Tabel 3
Adisi ......................................................................................... 53
Tabel 4
Dittografi .................................................................................... 56
Tabel 5
Substitusi ...................................................................................... 58
Tabel 6
Transposisi ................................................................................... 62
Tabel 7
Bacaan Tidak Terbaca.................................................................. 62
Tabel 8
Pedoman Transliterasi .................................................................. 66
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SKEMA
Halaman Kerangka Pikir .................................................................................................... 23 Struktur Penyajian Teks ...................................................................................... 104
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
a.s.
: ‘alaihi sallam
cm
: sentimeter
dll.
: dan lain-lain
dst.
: dan seterusnya
EYD
: Ejaan yang Disempurnakan
hlm.
: halaman
l
: lebar
p
: panjang
QS
: Quran Surah
saw.
: Salla `l-Lāhu ‘alaihi wa `s-sallam
Swt.
: Subhanahu wa Ta‘alā
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Rina Megawati. C0206045. Asrāru `sh-Shalāt: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Resepsi. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt? (2) Bagaimana struktur teks Asrāru `sh-Shalāt? dan (3) Bagaimana resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt? Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyajikan suntingan teks Asrāru `shShalāt yang baik dan benar. Baik artinya mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin, sedangkan benar artinya kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibenarkan dari kesalahan, (2) Mendeskripsikan struktur penyajian teks, gaya penceritaan, pusat pengisahan, dan gaya bahasa yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt, (3) Menguraikan resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt. Metode dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam yaitu metode penyuntingan teks dan metode pengkajian teks. Metode penyuntingan teks yang digunakan berupa metode standar, sedangkan metode pengkajian teks berupa metode struktur dan metode resepsi. Sumber penelitian berupa teks Melayu yang berjudul Asrāru `sh-Shalāt. Teks ini termasuk dalam Naskah kumpulan yang disalin oleh Teuku Lebai Dien. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengunduh (download) naskah online, mencetak hasil unduhan, dan membaca secara keseluruhan teks dan suntingannya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni (1) Teknik analisis struktur digunakan untuk mengetahui struktur teks, (2) Teknik analisis resepsi digunakan untuk mengetahui bagaimana resepsi pada teks. Teknik Penarikan simpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik induktif, yaitu penarikan simpulan dengan cara berpikir berdasarkan pengetahuan yang bersifat khusus ke pengetahuan yang bersifat umum. Dari hasil analisis diperoleh simpulan (1) Suntingan teks Asrāru `shShalāt mengunakan metode standar. Metode strandar merupakan metode yang digunakan untuk penyuntingan naskah tunggal, penyunting menerbitkan teks dengan mengadakan pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan dalam teks. Kesalahan-kesalahan ini dicatat pada bagian kritik teks. Dalam kritik teks ditemukan beberapa kesalahan, yakni 36 buah lakuna, 18 buah adisi, 20 buah dittografi, 27 buah subtitusi, 2 buah transposisi, dan 3 buah bacaan yang tidak terbaca, (2) Struktur teks Asrāru `sh-Shalāt adalah struktur sastra kitab, yang meliputi struktur penyajian teks, pusat penyajian, gaya penyajian teks, dan gaya bahasa. Dilihat dari struktur teksnya, teks Asrāru `sh-Shalāt berstruktur sistematis terdiri dari pendahuluan, isi, penutup. Dilihat dari segi gaya penyajiannya, dalam teks Asrāru `sh-Shalāt ditemukan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Disamping itu, pusat penyajian teks menggunakan metode orang ketiga atau author omniscient. Dari segi gaya bahasa, teks Asrāru `sh-Shalāt meliputi kosa kata, ungkapan, dan sarana retorika, (3) Secara garis besar teks Asrāru `sh-Shalāt membahas mengenai sembahyang dan uraian mengenai ma’rifatu `l-Lāh. commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
resepsi digunakan untuk mengetahui bagaimana resepsi pada teks. Teknik Penarikan simpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik induktif, yaitu penarikan simpulan dengan cara berpikir berdasarkan pengetahuan yang bersifat khusus ke pengetahuan yang bersifat umum. Dari hasil analisis diperoleh simpulan (1) Suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt mengunakan metode standar. Metode strandar merupakan metode yang digunakan untuk penyuntingan naskah tunggal, penyunting menerbitkan teks dengan mengadakan pembetulan dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan dalam teks. Kesalahan-kesalahan ini dicatat pada bagian kritik teks. Dalam kritik teks ditemukan beberapa kesalahan, yakni 36 buah lakuna, 18 buah adisi, 20 buah dittografi, 27 buah subtitusi, 2 buah transposisi, dan 3 buah bacaan yang tidak terbaca, (2) Struktur teks Asrāru `sh-Shalāt adalah struktur sastra kitab, yang meliputi struktur penyajian teks, pusat penyajian, gaya penyajian teks, dan gaya bahasa. Dilihat dari struktur teksnya, teks Asrāru `sh-Shalāt berstruktur sistematis terdiri dari pendahuluan, isi, penutup. Dilihat dari segi gaya penyajiannya, dalam teks Asrāru `sh-Shalāt ditemukan bentuk interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Disamping itu, pusat penyajian teks menggunakan metode orang ketiga atau author omniscient. Dari segi gaya bahasa, teks Asrāru `sh-Shalāt meliputi kosa kata, ungkapan, dan sarana retorika, (3) Secara garis besar teks Asrāru `sh-Shalāt membahas mengenai sembahyang dan uraian mengenai ma’rifatu `l-Lāh.
ASRĀRU `SH-SHALĀT: SUNTINGAN TEKS, ANALISIS STRUKTUR, DAN RESEPSI Rina Megawati1 Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum.2
ABSTRAK 2011. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt? (2) Bagaimana struktur teks Asrāru `shShalāt? dan (3) Bagaimana resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt? Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyajikan suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang baik dan benar. Baik artinya mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan dari huruf Arab Melayu ke huruf Latin, sedangkan benar artinya kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibenarkan dari kesalahan, (2) Mendeskripsikan struktur penyajian teks, gaya penceritaan, pusat pengisahan, dan gaya bahasa yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt, (3) Menguraikan resepsi teks Asrāru `sh-Shalāt. Metode dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam yaitu metode penyuntingan teks dan metode pengkajian teks. Metode penyuntingan teks yang digunakan berupa metode standar, sedangkan metode pengkajian teks berupa metode struktur dan metode resepsi. Sumber penelitian berupa teks Melayu yang berjudul Asrāru `sh-Shalāt. Teks ini termasuk dalam Naskah kumpulan yang disalin oleh Teuku Lebai Dien. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengunduh (download) naskah online, mencetak hasil unduhan, dan membaca secara keseluruhan teks dan suntingannya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni (1) Teknik analisis struktur digunakan untuk mengetahui struktur teks, (2) Teknik analisis 1 2
Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dengan NIM C0206045 Dosen Pembimbing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan dapat dikatakan sebagai hasil karya manusia yang berupa gagasan, aktivitas, dan kebendaan. Kebudayaan dimiliki oleh masyarakat dan diperoleh melalui proses belajar. Kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak bisa diukur dan kehadirannya hanya dapat diketahui dari jejak-jejak yang ditinggalkan oleh manusia yang menciptakannya. Tiap-tiap bangsa, salah satunya Indonesia memiliki kebudayaan. Indonesia yang dihuni oleh berbagai suku bangsa memiliki kebudayaan yang beragam. Untuk memahami kebudayaan sebagai hasil peninggalan masa lalu diperlukan media yang memuat informasi-informasi dari masa lampau. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui peninggalan yang berwujud fisik dan nonfisik. Kebudayaan yang berwujud fisik dapat berupa candi, prasasti, dan naskah kuna. Kebudayaan yang berwujud nonfisik berupa nilai-nilai budaya, seperti tata krama, adat istiadat, dan norma-norma kehidupan. Berdasarkan bentuknya, prasasti dan naskah kuna merupakan peninggalan kebudayaan yang
berbentuk tulisan. Selain bentuk tulis tersebut ada juga
peninggalan yang berbentuk lisan. Namun, pada hakikatnya tidak ada peninggalan suatu bangsa yang lebih memadai untuk keperluan penelitian sejarah dan kebudayaan daripada kesaksian tertulis yang disusun oleh suatu bangsa dalam masa hidupnya. Tulisan-tulisan inilah yang disebut naskah.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Peninggalan suatu kebudayaan yang berupa naskah, dapat dikatakan sebagai dokumen yang paling menarik bagi para peneliti kebudayaan (Siti Baroroh Baried, et. al. 1994:83). Melalui naskah kuna ini dapat diketahui secara lebih nyata tentang kebudayaan suatu bangsa. Hal ini berarti bahwa isi suatu naskah dapat meliputi nilai-nilai budaya masa lampau dalam aspek kehidupan budaya suatu bangsa yang mencakup bidang-bidang filsafat, kehidupan agama, kepercayaan, dan lain-lain. Naskah sebagai dokumen yang memuat berbagai informasi memiliki berbagai sebutan dan arti. Edwar Djamaris (2002:3) menyebutkan beberapa penyebutan naskah, yakni dalam bahasa Latin disebut codex, dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut handschrift. Pengertian naskah dapat diartikan sebagai berikut. 1. Naskah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:954) diartikan (1) sebagai karangan yang masih ditulis dengan tangan, (2) karangan seseorang yang belum diterbitkan, (3) bahan-bahan berita yang siap untuk diset, (4) rancangan. 2. Siti Baroroh Baried, et.al. (1994:55) dan Panuti Sudjiman (1995:11) mengartikan naskah sebagai benda kongkret yang dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan (handschrift). 3. Edwar Djamaris (2002:3) memberi pengertian naskah sebagai semua bahan tulisan tangan pada kertas, lontar, kayu, dan rotan. 4. Bani Sudardi (2003:10-11) menyatakan bahwa naskah sebagai tempat teksteks tertulis, yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan yang merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
simbol-simbol bahasa untuk menyampaikan dan mengapresiasikan hal-hal tertentu. 5. Robson (1978:5) berpendapat bahwa naskah merupakan warisan rohani bangsa Indonesia, di dalamnya mengandung perbendaharaan dan cita-cita nenek moyang. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, naskah dapat dikatakan sebagai semua bentuk tulisan tangan hasil budaya masa lampau yang mengandung pemikiran, pengetahuan, adat istiadat, serta gambaran perasaan dan perilaku masyarakat masa lalu. Meskipun demikian, naskah merupakan salah satu bentuk warisan kebudayaan yang kurang mendapat perhatian, bahkan dari masyarakat Indonesia sendiri. Kurangnya perhatian tersebut dapat diketahui dari kasus pernaskahan yang terjadi di Indonesia, seperti kasus jual-beli naskah. Naskah-naskah yang masih ada di masyarakat banyak diburu oleh kolektor, kemudian diperjualbelikan. Praktik jual-beli tersebut biasanya dilakukan oleh pewaris naskah kuna dengan pihak asing. Orang-orang asing membujuk pemilik naskah agar bersedia menjual naskah kuna yang dimilikinya. Mereka menawarnya hingga jutaan rupiah untuk setiap naskah. Bagi pemilik naskah kuna yang kemungkinan taraf ekonominya tidak begitu baik pada akhirnya pun tergiur. Praktik ini tidak hanya terjadi untuk naskah-naskah yang masih berada di masyarakat, namun naskah yang berada di institusi pun rupanya tidak luput dari praktik tersebut, seperti kasus hilangnya beberapa naskah kuna di museum Radya Pustaka, Solo. Selain permasalahan jual-beli naskah, perhatian pada naskah masih dirasakan kurang dikarenakan sulitnya mengetahui isi naskah yang tulisannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
masih menggunakan bahasa dan aksara lampau yang sulit dipahami oleh orangorang masa kini, seperti halnya naskah kuna yang terdapat di Indonesia ditulis dengan menggunakan berbagai bahasa dan aksara. Di beberapa daerah, naskah kuna ditulis dengan menggunakan huruf daerah. Jika suatu kawasan tidak memiliki huruf daerah, biasanya digunakan huruf Arab. Pada naskah Melayu, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan hurufnya Arab (Jawi) (Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994:5). Oleh karena itu, untuk mengetahui isi naskahnaskah tersebut diperlukan kemampuan disiplin ilmu tertentu. Ilmu khusus yang dapat menelaah naskah adalah filologi. Kata filologi, secara etimologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti ‘cinta’ dan kata logos yang berarti ‘kata’. Pada kata filologi, kedua kata tersebut membentuk arti ‘cinta kata’ atau ‘senang bertutur’. Arti tersebut berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang ilmu’, dan ‘senang kebudayaan’ (Siti Baroroh Baried, et. al. 1983:1). Berdasarkan istilah tersebut, filologi dapat diartikan sebagai cinta pada ilmu dengan objek penelitiannya naskah yang bertujuan menemukan bentuk asal dan bentuk mula teks dan mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Filologi sebagai suatu studi, dapat membantu penelitian terhadap naskahnaskah di Indonesia. Penelitian terhadap naskah-naskah masih cenderung dilakukan pada naskah-naskah yang tersimpan di PNRI (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia) di Jakarta. Hal tersebut dikarenakan perpustakaan tersebut adalah perpustakaan yang paling banyak menyimpan naskah, yaitu mencapai 9.626 naskah (Nindya Noegraha dalam Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994:5-6).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Padahal, ada beberapa daerah di Indonesia juga menyimpan naskah-naskah kuna yang dapat dijadikan penelitian. Salah satu daerah yang menyimpan naskah-naskah yang dapat dijadikan penelitian adalah Aceh. Sebagai pusat penyebaran agama Islam terbesar di Indonesia, banyak naskah bertema keislaman ditemukan di Aceh. Seperti yang diketahui, pada tahun 2004 Aceh mengalami bencana tsunami. Sebagai akibatnya, naskah-naskah di Aceh mengalami kerusakan dan bahkan sebagian besar hilang. Oleh karena itu amat disayangkan jika naskah-naskah yang tersisa tidak diteliti dan hanya disimpan sebagai koleksi semata. Padahal, dari naskah tersebut dapat diperoleh informasi mengenai ajaran agama Islam yang dapat dijadikan referensi pendukung dalam usaha mendalami agama Islam. Salah satu naskah keagamaan yan dapat dijadikan penelitian adalah naskah kumpulan yang terdiri dari lima teks, yang salah satu teksnya berjudul Asrāru `shShalāt. Teks tersebut merupakan satu-satunya teks yang berbahasa Melayu, ditulis dengan huruf Arab Melayu, sedangkan empat teks lainnya, peneliti tidak dapat memastikan bahasa yang dipakai. Naskah tersebut diperoleh melalui katalog online di internet yang diterbitkan oleh http://www.manassa.org, dengan status URL: http://acehms.dl.unileipzig.de /receive/NegeriMSBook_islamhs _00001052 dan nomor inventarisasi 07_00334 yang diakses pada tanggal 13 Januari 2010, pukul 17:07 WIB, sedangkan naskah aslinya tersimpan di Museum Negeri Banda Aceh. Teks Asrāru `sh-Shalāt tergolong dalam sastra kitab karena di dalamnya berisi tentang ajaran Islam yang membahas perihal sembahyang yang disertai ajaran ma’rifatu `l-Lāh, yang disajikan dalam bentuk tanya jawab. Teks tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
layak dijadikan bahan penelitian dengan memepertimbangkan alasan-alasan berikut. Pertama, perlu dilakukan usaha penyelamatan terhadap naskah. Hal tersebut mengingat banyaknya naskah ditulis dengan menggunakan daun tal (lontar), kulit kayu, bambu, dan kertas yang mudah lapuk dan hancur seiring pertambahan usia naskah, sehingga dikhawatirkan akan punah. Meskipun katalogisasi terhadap naskah-naskah Aceh sudah dilakukan, namun bentuk penelitian lain dengan mengungkap isinya tetap perlu dilakukan. Kedua, bentuk tulisan dengan menggunakan huruf Arab Melayu (Jawi) tidak mudah dipahami oleh generasi sekarang. Sesuai dengan tugas seorang filolog, maka peneliti tergerak untuk menyajikan suntingan dan tafsir teks. Ketiga, kondisi fisik naskah baik dan lengkap tentunya telah memenuhi syarat untuk dijadikan objek kajian. Naskah dikatakan baik karena tulisan yang ditampilkan dalam katalog online dan ketika dicetak jelas dan mudah dibaca. Naskah, khususnya teks berjudul Asrāru `sh-Shalāt dikatakan lengkap karena jumlah halamannya utuh. Keempat, belum ditemukan hasil penelitian menggunakan objek teks Asrāru `sh-Shalāt. Hal ini diketahui dari pelacakan yang dilakukan pada beberapa daftar penelitian sebelumnya, yakni dalam Direktori Naskah Nusantara (Edi S. Ekadjati, 2000) dan daftar penelitian berupa skripsi dan disertasi yang dimiliki sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas Sebelas Maret di Surakarta, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Universitas Diponegoro di Semarang, dan Universitas Indonesia di Jakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Kelima, isi teks Asrāru `sh-Shalāt mengenai penjelasan sembahyang dan ma’rifatu `l-Lāh, membimbing umat muslim mencapai ketentraman hati dalam mengenal Allah sangat menarik untuk diteliti dan masih relevan diterapkan saat ini, karena bersumber dari Alquran dan Hadis. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teks Asrāru `shShalāt sebagai salah satu warisan budaya masa lampau yang yang menyimpan ajaran agama Islam dirasa perlu diselamatkan dari kepunahan. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah dengan mengadakan penelitian terhadap naskah tersebut. Penelitian dilakukan dengan cara mentransliterasi dan menyajikannya dalam bentuk suntingan agar lebih mudah dipahami dan dapat diambil manfaatnya.
B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah diperlukan agar pembahasan menjadi lebih sistematis, tepat sasaran, dan dapat menjangkau tujuan yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang, penelitian ini dibatasi pada tiga hal, yakni masalah penyuntingan, analisis struktur, dan resepsi. Penyuntingan teks Asrāru `sh-Shalāt meliputi kegiatan inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, dan kritik teks. Analisis struktur dibatasi pada struktur sastra kitab yang meliputi struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat pengisahan, dan gaya bahasa. Analisis resepsi dibatasi pada tanggapan pembaca terhadap teks Asrāru `shShalāt.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8 C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt? 2. Bagaimana struktur teks Asrāru `sh-Shalāt? 3. Bagaimana resepsi pembaca terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt?
D. Tujuan Penelitian Suatu penelitian tentunya memiliki tujuan tertentu yang didasarkan pada permasalahan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menyajikan suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang baik dan benar. Baik artinya mudah dibaca karena telah ditransliterasi dari huruf Arab Melayu ke huruf
Latin
dan
benar
artinya
kebenaran
isi
teks
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibenarkan dari kesalahan. 2. Mendeskripsikan struktur teks Asrāru `sh-Shalāt. 3. Menguraikan resepsi pembaca terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoretis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan terhadap perkembangan penelitian filologi yang berobjek pada naskah kuna. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain, baik di bidang filologi maupun bidang ilmu lain. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat karena telah menyajikan uraian teks Asrāru `sh-Shalāt melalui analisis struktur dan resepsi pembaca. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini adalah wujud penyelamatan dan pelestarian warisan budaya bangsa yang berbentuk naskah kuna. Penelitian ini juga memperkenalkan keberadaan teks Asrāru `sh-Shalāt sebagai salah satu hasil karya sastra lama yang berisi uraian sembahyang dan mengenal Allah. Selain itu, melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keimanan kepada Allah, mengembangkan kepribadian diri, dan membentuk sifat dan perilaku yang lebih baik.
F. Sistematika Penulisan Penelitian ini terbagi atas enam bab, yaitu pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, suntingan teks, analisis teks dan penutup. Sistematika penulisan disusun secara berurutan. Masing-masing bab diuraikan sebagai berikut. Bab pertama merupakan bab pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penilitian yang terinci dalam manfaat teoretis dan manfaat praktis, dan sistematika penulisan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Bab kedua merupakan landasan teori. Bab ini berisi mengenai teori penyuntingan dan pengkajian teks dan kerangka pikir. Teori penyuntingan meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi dan kritik teks. Teori pengkajian teks meliputi teori struktur sastra kitab dan resepsi. Bab ketiga berisi metode penelitian. Pada bagian metode penelitian, diuraikan mengenai langkah kerja penelitian yang terdiri dari metode penyuntingan teks dan metode pengkajian teks yang terdiri dari metode analisis struktur dan metode analisis resepsi. Pada masing-masing metode diuraikan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian data. Di bagian akhir dijelaskan mengenai teknik penarikan simpulan. Bab keempat merupakan bentuk suntingan teks. Bab ini berisi mengenai proses penyuntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang terdiri dari inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, kririk teks, pengantar penyuntingan, dan hasil suntingan teks. Bab kelima analisis. Bab ini berisi analisis teks Asrāru `sh-Shalāt yang terdiri dari analisis struktur teks (meliputi struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa) dan analisis resepsi. Bab keenam penutup yang merupakan akhir pada penelitian skripsi ini. Pada bagian penutup ini berisi simpulan hasil penelitian terhadap teks Asrāru `shShalāt dan saran bagi pembaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penyuntingan Teks Filologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang bertujuan untuk mengungkapkan kandungan teks yang tersimpan dalam naskah. Bani Sudardi (2003:7) berpendapat bahwa salah satu bentuk kegiatan praktis filologi ialah membuat suntingan suatu teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks yang rusak. Penyuntingan teks memerlukan metode yang disesuaikan dengan jenis naskah yang akan disunting. Dengan menggunakan metode yang tepat, maka akan diperoleh suntingan yang baik dan benar. Baik diartikan mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan ke dalam huruf yang mudah dibaca, misalnya huruf Arab Melayu ke huruf Latin. Benar diartikan bahwa kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan karena telah dilakukan perbaikan dari kesalahan. Penyuntingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1358) diartikan suatu proses atau cara, pembuatan atau pekerjaan, menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian isi dan bahasa (menyangkut ejaan diksi, dan struktur kalimat atau yang bisa dikenal dengan pengeditan). Edwar Djamaris (2002:24-26) berpendapat penyuntingan teks dapat dibedakan dalam dua hal, yakni penyuntingan naskah tunggal jika hanya terdapat satu naskah dan penyuntingan naskah jamak jika lebih dari satu naskah. Langkahlangkah yang harus dilakukan dalam penyuntingan commit to user adalah sebagai berikut. 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
1.
Inventarisasi Naskah Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengumpulkan naskah yang ada di masyarakat melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog dilakukan dengan mendaftar semua naskah yan akan diteliti melalui katalog naskah. Naskah yang terdaftar di katalog biasanya dimiliki oleh museum atau instansi yang menaruh perhatian terhadap naskah. Bani Sudardi (2003:47) mengemukakan bahwa beberapa katalog tersebut seringkali belum lengkap dengan adanya penemuan-penemuan naskah baru. Penemuan naskah baru sering diinformasikan melalui artikel-artikel atau hasil-hasil penelitian. Untuk itu, inventarisasi naskah perlu juga dilengkapi dengan pembacaan sejumlah artikel tentang penemuan dan informasi tentang naskah. Tahap selanjutnya adalah studi lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan mendatangi tempat-tempat yang diduga menyimpan naskah, termasuk di masyarakat, misalnya pondok pesantren. Hal tersebut disebabkan karena sebagian naskah di masyarakat tersimpan sebagai koleksi pribadi.
2.
Deskripsi Naskah Tahap kedua adalah deskripsi naskah. Tahap ini dilakukan setelah berhasil menentukan naskah yang akan diteliti. Deskripsi naskah dilakukan dengan menguraikan secara rinci keadaan naskah yang akan diteliti. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan garis besar isi cerita (Edwar Djamaris, 2002:11). Wilayah deskripsi naskah tersebut dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
diperluas lagi sehingga diperoleh keterangan yang lebih rinci, sehingga dapat diketahui karakteristik naskah.
3.
Transliterasi Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yan lain. Tahap ini sangat penting untuk memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan huruf daerah karena kebanyakan orang sudah tidak mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan daerah (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994:63-64). Teks-teks lama juga ditulis tanpa memperhatikan unsur-unsur tata tulis yang merupakan kelengkapan wajib untuk memahami teks. Hal ini berkaitan dengan gaya penceritaan yang mengalir terus karena pada zaman dulu, teks dibawakan atau dibacakan pada peristiwa-peristiwa tertentu untuk dihayati
dan
dinikmati
bersama.
Penulisan
kata-kata
yang
tidak
mengindahkan pemisahan serta penempatan tanda baca yang tidak tepat dapat menimbulkan arti yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam transliterasi dibutuhkan pedoman ejaan yang dibakukan sehingga akan membantu pembaca dalam memahami isi teks, dan akan lebih bermanfaat lagi bagi peminat dari daerah lain di Nusantara (Siti Baroroh Baried, et. al. 1985:65). Terkait dengan masalah transliterasi, dapat dikatakan bahwa peneliti filologi memiliki dua tugas pokok. Pertama, menjaga kemurnian bahasa lama dalam naskah, khususnya penulisan kata. Penulisan kata yang menunjukkan ciri ragam bahasa lama dipertahankan bentuk aslinya, tidak disesuaikan penulisannya dengan penulisan kata menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Hal ini dimaksudkan agar data mengenai bahasa lama dalam naskah itu tidak hilang. Tugas pokok kedua peneliti filologi dalam transliterasi adalah menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku sekarang (Edwar Djamaris, 2002:19-20).
4. Kritik Teks Langkah setelah transliterasi adalah kritik teks. Kritik teks merupakan kegiatan filologi yang paling utama. Istilah “kritik” berasal dari bahasa Yunani krities yang berarti seorang hakim, krienein berarti menghakimi, dan criterion berarti dasar penghakiman. Kritik teks dalam filologi berarti memberi evaluasi terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat (Siti Baroroh Baried, et.al. 1994:61). Pendapat lain diungkapkan oleh Bani Sudardi (2003:55) bahwa kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam nsakah untuk mendapatkan teks yang paling baik dan mendekati aslinya (constituo textus).
B. Pengkajian Teks 1. Struktur Sastra Kitab Agama Islam merupakan salah satu agama yang mengalami perkembangan pesat di Indonesia, terlebih lagi di Aceh. Seiring perkembangan tersebut, lahirlah corak kesusastraan yang berhubungan dengan penyebaran agama Islam, yang mengandung ajaran agama Islam dan diciptakan untuk menyebarluaskan agama Islam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Roolvink (dalam Liaw Yock Fang, 1991:204) menyatakan bahwa untuk sementara waktu, kaidah yang paling baik untuk mengkaji sastra yang dihasilkan di bawah pengaruh Islam itu adalah membaginya ke dalam beberapa jenis atau kategori, yakni (1) cerita Al-Quran, (2) cerita Nabi Muhammad, (3) cerita sahabat Nabi Muhammad, (4) cerita pahlawan Islam, dan (5) sastra kitab. Sastra kitab merupakan karya sastra melayu klasik yang di dalamnya mengandung unsur-unsur agama Islam. Sastra kitab berkembang pada abad ke-17 di Aceh dan banyak mengangkat tema keagamaan terutama ilmu fikih dan tasawuf. Yang membedakan sastra kitab dengan jenis sastra melayu klasik lainnya, yakni bahwa dalam sastra kitab nama penulisnya tercantum dalam setiap karyanya (Ahmad Taufiq, 2007:21). Sastra kitab mencakup suatu bidang yang luas sekali. Roolvink (dalam Liaw Yock Fang, 1993:41) berpendapat bahwa sastra kitab adalah sastra yang memuat kajian tentang Alquran, tafsir, tajwid, arkan ul-islam, usuludin, fikih, ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarekat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan kitab tib (obat-obatan). Berdasarkan bentuknya, sastra kitab biasanya berupa prosa dan puisi (syair). Pada hakikatnya, sastra kitab bertujuan untuk menanamkan ajaran Islam, penguatan iman, dan meluruskan ajaran yang dianggap menyimpang. Sebagai hasil sastra lama bercorak Islam, sastra kitab memiliki ciriciri khusus dalam hal strukturnya (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:152). Struktur yang dimaksud merupakan struktur narasi atau penceritaan dalam sastra kitab. Berikut ini unsur-unsur yang terdapat dalam struktur sastra kitab. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
a. Struktur Penyajian Struktur penyajian teks sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot (alur). Sastra kitab pada umumnya menunjukkan struktur yang tetap yang terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian pendahuluan, isi, dan penutup (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:152-154). Bagian pertama, yaitu pendahuluan. Pada bagian pendahuluan, sastra kitab memiliki struktur yang relatif tetap, dimulai dengan bacaan basmallah, kemudian diikuti doa dan seruan, pengajaran-pengajaran mengenai ketakwaan, serta salawat untuk Nabi Muhammad, para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad saw. Setelah itu, biasanya diikuti kata wa ba’du sebagai ungkapan untuk menyudahi bacaan pembukaan, kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai hal ihwal kepengarangan, seperti nama pengarang, motivasi penulisan karangan, dan judul karangan. Di dalam pendahuluan, biasanya dipergunakan bahasa arab yang mengikuti terjemahannya secara interlinier. Bagian kedua, membahas mengenai isi karangan yang berupa uraian masalah yang akan dibahas. Pada bagian ini biasanya terbagi atas bab-bab dan pasal-pasal tertentu. Bagian ketiga, berisi doa penutup, salawat kepada Nabi beserta keluarga dan sahabat. Terdapat pula kata “tamat”, yang menandakan akhir naskah. Secara keseluruhan, struktur penyajian sastra kitab dapat dirinci dengan mudah seperti berikut. I. Pendahuluan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
a. 1. Doa dan seruan 2. Ajaran takwa 3. Salawat kepada Nabi Muhammad b. Kata “wa ba’du” c. Kepengarangan: 1. Nama Pengarang 2. Motivasi penulisan karangan 3. Judul karangan II.
Isi Berupa uraian masalah yang dibahas. Biasanya dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal.
III.
Penutup a. 1. Doa penutup kepada Tuhan dalam bahasa Arab yang diikuti terjemahannya dalam bahasa Melayu. 2. Salawat kepada nabi beserta keluaranya dalam bahasa arab. b. Kata “tamat”
b. Gaya Penyajian Siti Chamamah Soeratno, et. al. (1982:160) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan gaya penyajian adalah cara pengarang yang khusus dalam menyampaikan ceritanya, pikiran, serta pendapatpendapatnya. Gaya penyajian dalam sastra kitab seringkali menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni dimulai dengan doa yang menggunakan bahasa Arab diikuti dengan terjemahannya dalam bahasa Melayu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Penyajian isi dipaparkan dengan jelas sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Dalam setiap penyajiannya, biasanya dikuatkan dengan kutipan ayat Alquran dan Hadis nabi. Selain itu, terdapat pula pendapat dari para ulama, sahabat atau ahli agama. Hal ini digunakan untuk memperkuat pendapat yang disampaikan oleh pengarang. Pada akhir karangan ditutup dengan doa kepada Tuhan dan salawat kepada Nabi beserta keluarganya, dan diberi kata “tamat”.
c. Pusat Penyajian Pusat
penyajian
adalah
posisi
seorang pengarang
dalam
menyampaikan cerita atau ajarannya. Pusat penyajian sastra kitab dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah pusat penyajian orang pertama (ich-erzahlung). Pada tipe pertama, semua pendapat dituturkan sendiri oleh pengarang yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti aku, saya, kami, atau kita. Tipe kedua adalah pusat penyajian orang ketiga (omniscient author). Pada tipe kedua, pengarang dianggap sebagai maha tahu dengan teks yang ditulisnya (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:172). Pada umumnya pusat penyajian sastra kitab cenderung kepada pusat penyajian tipe kedua, yakni metode pada orang ketiga. Metode ini dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, metode orang ketiga bersifat romantik-ironik (penceritaan yang menonjolkan pengarang). Kedua, metode orang ketiga objektif (pengarang bersembunyi di balik tokohtokohnya) (Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:173). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
d. Gaya Bahasa Gaya bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:422) diartikan sebagai (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu,
(3) keseluruhan ciri-ciri
bahasa
sekelompok penulis sastra, (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. Gorys Keraf (2007:113) mengartikan gaya bahasa sebagai cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa sastra kitab dapat dikatakan bersifat khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dalam kosa kata, istilah, kalimat yang mempergunakan istilah Islam dan istilah Arab. Kosa katanya pun banyak mengambil kosa kata Arab yang pemakaiannya disesuaikan dengan pokok isi uraian teks. Untuk menghubungkan kata dan frase biasanya digunakan kata “dan” yang berfungsi sebagai tanda baca koma. Selain itu digunakan pula kata “bagi” dan kata “adalah”.
C. Resepsi Resepsi sastra muncul pada akhir tahun 1960-an. Resepsi sastra adalah bagaimana “pembaca” memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya (Umar Junus, 1985:1). Pengertian lain resepsi sastra, yaitu suatu ajaran yang menyelidiki teks dengan dasar reaksi atau tanggapan pembaca. Konsep teori resepsi dipelopori oleh Hans Roberth Jauss dan Wolfgang Iser (Segers, 2000:35).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Berkaitan dengan pengertian resepsi, yakni bagaimana pembaca memaknai karya sastra, dapat merujuk pada teori resepsi Wolfgang Iser. Ia mengatakan bahwa sebuah teks sastra dapat didefinisikan sebagai wilayah indeterminasi (ketidakpastian). Wilayah ketidakpastian itu merupakan tempat-tempat terbuka atau ruang kosong (leerstellen), yang mengharuskan pembaca untuk mengisi ruang kosong tersebut (Segers, 2000:36). Iser juga mengemukakan mengenai wirkung atau effect. Pengertian wirkung atau effect adalah bahwa fokus pada teks tidak lagi pada arti sastra, tetapi apa pengaruhnya. Menurutnya, karya sastra juga dapat mempengaruhi pembaca (Segers, 2000:40). Dengan demikian realisasi teks berupa tanggapan pembaca satu dengan lainnya dapat berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan masing-masing pembaca telah dibekali pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda. Faktor pembaca dalam resepsi merupakan fokus utama. Pembaca tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yakni (a) pembaca ideal (pembaca dalam bentuk konstruksi hipotesis yang dibuat oleh ahli teori dalam proses interpretasi, (b) pembaca
implisit
(jangkauan
menyeluruh
dari
indikasi
tekstual
yang
meengarahkan cara pembaca riil membaca), (c) pembaca riil (pembaca dalam arti fisik, manusia yang melakukan tindak pembacaan) (Segers, 2000:47-50). Bentuk-bentuk penelitian resepsi berdasarkan sumber datanya, dibedakan menjadi tiga macam, yakni: (Luxemburg, 1989:78-84; Teeuw, 1984:208-217; Bani Sudardi, 2003:49-51)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
1.
Penelitian Eksperimental Penelitian resepsi eksperimental dilakukan dengan menyajikan teks tertentu kepada pembaca tertentu, baik secara individual, maupun secara berkelompok. Kemudian pembaca itu memberikaan tanggapannya. Penelitian eksperimental dapat dilakukan melalui daftar pertanyaan (angket) dengan pendekatan psikologis atau pendekatan sosiologi. Penelitian resepsi eksperimental hanya dilakukan terhadap pembaca masa kini, baik secara sinkronis maupun diakronis. Secara Sinkronik, penelitian resepsi dilakukan terhadap sebuah karya sastra dalam satu masa atau satu periode, sedangkan secara diakronis, penelitian resepsi dilakukan terhadap resepsi pembaca dalam satu kurun waktu.
2.
Penelitian Berdasarkan pada Kritik Sastra Penelitian berdasarkan pada kritik sastra hanya dapat dilakukan pada masyarakat yang sudah mengenal tradisi kritik. Kritik sastra dapat dikategorikan sebagai laporan resepsi pembaca profesional yang mewakili norma-norma yang berlaku di masyarakat waktu itu.
3.
Penelitian Berdasarkan pada Fisik Teks. Penelitian
resepsi
pada
fisik
teks
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan beberapa cara, yaitu: a.
Intertekstualitas, yakni relasi karya sastra terhadap karya sastra lain.
b.
Hasil penyalinan suatu karya sastra yang setiap penyalinan mungkin terjadi perubahan akibat berubahnya norma-norma estetik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
c.
Penyaduran suatu karya sastra, baik di dalam suatu bahasa maupun ke dalam bahasa lain.
d.
Resepsi produktif, yakni mengolah karya sastra menjadi bentuk seni lain, seperti seni lukis, film, komik.
e.
Penerjemahan suatu karya sastra ke dalam bahasa asing.
f.
Catatan dan tafsir teks di dalam naskah yang merupakan tanggapan hasil pembacaan.
g.
Pencantuman sebagian teks atau seluruhnya ke dalam suatu bunga rampai, ensiklopedi, majalah, bahan bacaan sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, resepsi yang dipakai dalam penelitian ini mendasarkan pada pembaca riil, yakni berupa reaksi (tanggapan) terhadap teks seperti yang dipahaminya. Bentuk penelitian yang dipilih adalah penelitian pada fisik teks yang berupa catatan (tafsir).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23 D. Kerangka Pikir Teks Asrāru `shShalāt
Suntingan Teks
1. Inventarisasi naskah teks 2. Deskripsi naskah 3. Ikhtisar isi 4. Kritik teks
Pengkajian Teks
Analisis Struktur Teks
1. 2. 3. 4.
Analisis Resepsi
Struktur penyajian Gaya Penyajian Pusat Penyajian Gaya bahasa
Tafsir
Penyelamatan naskah dengan menyajikan suntingan teks , mendeskripsikan struktur teks dan memaparkan bentuk resepsi dalam Asrāru `sh-Shalāt
Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan peninggalan masa lampau berupa tulisan yang kondisinya tidak mudah diterima masyarakat umum karena ketidakmampuan mereka dalam membaca teks berhuruf Arab Melayu dan berbahasa Melayu. Teks tersebut kemudian dipakai sebagai objek penelitian. Dalam rangka mengungkap teks Asrāru `sh-Shalāt dilakukan beberapa tahap yang berkaitan dengan menyediakan suntingan teks dan mengkaji (menganalisis ) teks. Tahap pertama, yakni penyediaan suntingan teks dilakukan melalui beberapa langkah yang meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar
commit user isi, dan kritik teks. Penyuntingan teks to dilakukan dengan tujuan menghasilkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
sebuah suntingan teks yang baik dan benar. Baik dalam arti mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan. Benar dalam pengertian kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sudah dibersihkan dari kesalahankesalahan. Tahap kedua, pengkajian teks yang dibedakan menjadi dua macam, yakni analisis struktur dan analisis resepsi. Analisis struktur dibatasi pada struktur sastra kitab yang terdiri dari struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa. Analisis resepsi adalah analisis teks dengan menggunakan teori resepsi yang berupa tafsir, sehingga isi teks lebih mudah dipahami pembaca. Keseluruhan tahapan yang dilakukan tersebut, secara tidak langsung merupakan salah satu bentuk penyelamatan warisan budaya yang berupa naskah, mengingat bahan naskah terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penyuntingan Teks 1. Sumber Data Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf atau pernyataan yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt yang berhuruf ArabMelayu. Sumber data penelitian ini adalah naskah yang memuat teks Asrāru `sh-Shalāt yang termasuk dalam koleksi naskah online Museum Negeri Banda Aceh dengan nomor inventarisasi 07_00334. Naskah tersebut diperoleh dengan mengunduh (download) pada situs http://www.manassa.org, dengan status URL: http://acehms.dl.unileipzig.de/ receive/NegeriMSBook_islamhs_00001052. Situs tersebut merupakan bentuk kejasama antara Museum Negeri Banda Aceh, Museum Ali Hasjmy (YPAH) dan Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Aceh, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN) yang bekerja sama dengan Manassa dan Centre for Documentation and AreaTranscultural Studies (C-DATS) Tokyo University of Foreign Studies, Jepang, serta bekerja sama dengan Institut Studi Islam-Universitas Leipzig Jerman.
2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
studi
pustaka.
Teknik
pustaka
merupakan
teknik
yang
mempergunakan sumber-sumber committertulis to user untuk memperoleh data (Edi 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Subroto, 2007:47-48). Teks Asrāru `sh-Shalāt diperoleh melalui dua tahap sebagai berikut. a. Tahap Informasi Pada tahap ini peneliti berusaha mendapatkan informasi-informasi mengenai naskah. Sebelum diperoleh data yang nyata, terlebih dulu dicari berbagai keterangan berhubungan dengan data yang diperlukan. Pencarian informasi naskah menggunakan sembilan katalog naskah. Pada akhirnya, data diperoleh dari katalogus online yang diterbitkan oleh Museum Negeri Banda Aceh bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy dan beberapa lembaga yang lain. b. Tahap pengunduhan dan print out Tahap ini merupakan tahap pengambilan naskah yang memuat teks Asrāru `sh-Shalāt sebagai objek penelitian. Pengambilan naskah dilakukan dengan cara mengunduh (download) naskah yang terdapat dalam situs online http://www.manassa.org. Naskah yang terdapat dalam situs tersebut masih berbentuk file digital dengan format jpg. Setelah proses pengunduhan selesai, file itu diolah untuk menghasilkan cetakan (print out).
3. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penyuntingan teks, harus disesuaikan dengan jenis naskah termasuk dalam naskah tunggal atau naskah jamak. Teknik analisis data dalam penelitian ini dipilih metode penyuntingan naskah tunggal, yakni dengan edisi standar atau edisi kritis. Edisi ini menyajikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
suntingan teks dengan disertai pembetulan kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan yang timbul ketika proses penulisan (penyalinan).
Kesalahan-kesalahan diberi komentar yang dicatat dalam aparat kritik (Bani Sudardi, 2003:60-61). Dengan edisi standar, akan dihasilkan suatu edisi yang baru dengan mengubah aksara Arab-Melayu menjadi aksara Latin. Dalam metode standar, penyunting sangat terlibat dalam hasil suntingannya. Hal-hal yang rusak, salah, atau mungkin yang kosong, sepanjang masih bisa direkonstruksi haruslah
diperbaiki.
Setiap
perbaikan
yang
dilakukan
harus
dipertanggungjawabkan.
4. Teknik Penyajian Data Penyajian
data
dalam
metode
penyuntingan
adalah
dengan
mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat dalam aksara Latin.
B. Metode Pengkajian Teks Metode pengkajian teks yang dipakai ada dua, yaitu metode analisis struktur dan metode analisis resepsi. 1. Metode Analisis Struktur a. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah hasil suntingan teks Asrāru `shShalāt berhuruf Arab Melayu yang diperoleh melalui penyuntingan dengan edisi standar. Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
paragraf atau pernyataan hasil suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt yang berhuruf Latin. b. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara membaca secara keseluruhan suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt. Data-data yang telah memenuhi persyaratan dalam pendeskripsian struktur sastra kitab akan dijadikan bahan dalam penelitian struktur sastra kitab yang terdiri dari struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa teks. c. Teknik Analisis Data Burhan Nurgiantoro (2002:36) menjelaskan bahwa sebuah karya sastra, fiksi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Teeuw (1984:135) berpendapat bahwa salah satu bagian dalam penelitian ini adalah analisis struktur. Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel, dan mendalam mengenai keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Analisis struktur pada penelitian ini menggunakan metode struktural. Pengkajian terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt menggunakan metode deskriptif, yaitu memberikan uraian yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Penafsiran tersebut didasarkan pada struktur penyajian sastra kitab yang memiliki pola tetap, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
d. Teknik Penyajian Data Penyajian data dalam metode analisis struktur adalah dengan mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
2. Metode Analisis Resepsi a. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam analisis resepsi adalah tanggapan dari seorang pembaca yang dianggap ahli dalam ilmu agama. b. Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh melalui wawancara dengan menyajikan suntingan teks kepada pembaca untuk diberi tanggapan. c. Teknik Analisis Data Analisis resepsi pada penelitian ini didasarkan pada jenis resepsi berdasarkan fisik teks, yakni tafsir teks di dalam naskah sebagai tanggapan dari hasil pembacaan. Analisis resepsi digunakan dalam mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks dengan memberikan uraian yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Analisis data dilakukan dengan tafsir, yakni pembaca memberikan tanggapan dengan menafsirkan teks sesuai dengan pemahamannya. d. Teknik Penyajian Data Penyajian data dalam metode analisis resepsi adalah dengan mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata atau kalimat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
C. Teknik Penarikan Simpulan Simpulan dalam penelitian ini diperoleh dari data yang telah diolah dan dianalisis pada tahap sebelumnya. Dalam penelitian ini dipergunakan teknik penarikan simpulan induktif, yaitu penarikan simpulan yang didasarkan pada datadata khusus untuk dianalisis dan ditarik simpulan yang bersifat umum. Jadi, simpulan yang ditarik merupakan simpulan yang masih bersifat terbuka, yang kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan menyeluruh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV SUNTINGAN TEKS
A. Inventarisasi Naskah Inventarisasi
naskah
merupakan
langkah
pertama
dalam
proses
penyuntingan. Inventarisasi naskah dilakukan untuk mengumpulkan naskahnaskah yang akan menjadi objek penelitian. Proses inventarisasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan. Studi katalog dilakukan dengan mendaftar semua naskah yang akan diteliti melalui katalog naskah untuk mengetahui keberadaan naskah itu tersimpan. Studi lapangan dilakukan dengan cara mengunjungi tempat-tempat atau mendatangi orang-orang yang diduga menyimpan naskah-naskah yang sesuai dengan tujuan penelitian. Proses inventarisasi naskah dalam penelitian ini dilakukan melalui studi katalog. Katalog yang digunakan dalam inventarisasi naskah sebagai berikut. 1. Achadiati Ikram, et.al. (ed.). 2001. Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari (edisi I). Jakarta: Manassa-The Toyota Foundation dan Yayasan Obor Indonesia. 2. Achadiati Ikram (penyunting). 2004. Katalog Naskah Palembang. Yayasan Naskah Nusantara kerja sama Tokyo University of Foreign Studies (TUFS). 3. Amir Sutaarga, et.al. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional. 4. Behrend, T.E. dan Tutik Pudjiastuti (ed.). 1997. Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid 3-A Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta:
commitFrancaise to user D‟extreme Orient. Yayasan Obor Indonesia dan Ecole 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
5. Behrend, T.E. (ed.). 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Ecole Francaise D‟extreme Orient. 6. Juynboll, H.H. 1899. Catalogus van de Maleische en Sundaneesche Hanschriften in de Leidsche Universiteits-Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill. 7. Siti Maryam R. Salahuddin dan Mukhlis. 2007. Katalog Naskah Bima: Koleksi Museum Kebudayaan Samparaja. Bima: Museum Samparaja Bima. 8. Van Ronkel, Ph.S. 1921. Supplement-Catalogus der Maleische en Minangkabausche Hanschriften in de Leidsche Universiteits-Bibliotheek. Leiden: E.J. Brill. 9. Wieringa, E.P. 1998. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts: in the Library of Leiden University and Other Collections in the Netherlands (Volume One). Leiden: Legatum Warnerianum in Leiden University Library. Berdasarkan katalog tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa teks berjudul Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks tunggal. Adapun alasannya, yaitu dari beberapa katalog tersebut tidak ada yang memuat judul Asrar `sh-Shalāt. Judul tersebut hanya ditemukan di katalog online yang diterbitkan oleh Museum Negeri Banda Aceh bekerja sama dengan Museum Ali Hasjmy (YPAH) dan Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM) Aceh, yang bekerja sama dengan Manassa dan Institut Studi Islam-Universitas Leipzig Jerman. Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks yang termasuk dalam salah satu naskah kumpulan yang berbentuk digital dengan nomor inventarisasi naskah 07_00334.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33 B. Deskripsi Naskah
Langkah kedua dalam proses penyuntingan naskah adalah deskripsi naskah.
Deskripsi naskah merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk
menguraikan seluk-beluk naskah yang diteliti. Deskripsi naskah yang dijadikan objek peneletian dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Bagian Umum a. Judul Naskah Berdasarkan hasil pembacaan yang dilakukan, baik pada bagian halaman judul (halaman awal) atau pun di bagian akhir tidak ditemukan judul naskah. Hal tersebut dapat disebabkan karena naskah itu merupakan bunga rampai. b. Nomor Naskah Nomor naskah yang tercatat merupakan nomor inventaris yang terdapat dalam katalog online, yaitu 07_00334. c. Tempat Penyimpanan Naskah Naskah
yang
dimuat
secara
online
pada
situs
http://www.manassa.org disimpan di Museum Negeri Banda Aceh yang beralamat di Jalan S.A. Mahmudsyah No.12, Banda Aceh. d. Jumlah Teks Naskah tersebut terdiri dari lima teks. Judul teks pertama adalah Asrāru `sh-Shalāt, sedangkan empat teks lainnya tidak diketahui karena bahasa yang digunakan tidak bisa dipahami oleh peneliti. Teks berjudul Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks yang dijadikan objek penelitian. Judul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
teks Asrāru `sh-Shalāt terdapat pada kolofon yang letaknya di akhir teks tersebut. e. Jenis Teks Jenis teks Asrāru `sh-Shalāt adalah sastra kitab. Dikatakan sebagai jenis sastra kitab karena di dalamnya berisi ajaran sembahyang yang disertai ajaran ma‟rifatu `l-Lāh. f. Bentuk Teks Teks Asrāru `sh-Shalāt berbentuk prosa yang disajikan dalam bentuk tanya jawab. g. Bahasa Naskah Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Namun, dalam teks Asrāru `sh-Shalāt juga ditemukan bahasa Arab. Bahasa Arab hanya dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alquran, hadis, serta istilah-istilah yang belum memiliki padanan kata dalam bahasa Melayu. h. Tanggal Penulisan Tanggal penulisan tidak diketahui dengan jelas. Keterangan waktu yang disebutkan adalah waktu Duha pada hari Sabat. i. Identitas Penulis atau Penyalin Penulis teks Asrāru `sh-Shalāt tidak ditemukan, penulis hanya disebutkan Teuku Lebai Syekh orang Aceh, sedangkan penyalin disebutkan bernama Teuku Lebai Dien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
j. Umur Naskah Umur naskah tidak diketahui. Hal ini disebabkan tidak terdapat keterangan waktu yang jelas mengenai teks tersebut, baik pada awal maupun pada bagian akhir teks. Selain itu bagian-bagian naskah yang dapat dijadikan pertimbangan umur naskah tidak ditemukan. k. Pemilik Naskah Status kepemilikan naskah saat ini adalah Museum Negeri Banda Aceh. l. Katalog Lain Tidak ada katalog lain yang memuat judul teks Asrāru `sh-Shalāt selain
katalog
online
yang
dapat
diakses
melalui
situs
http://www.manassa.org. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teks tersebut merupakan teks tunggal.
2. Bagian Khusus a. Bagian Buku 1)
Bahan Naskah Bahan naskah yang dipakai sebagai alas penulisan adalah kertas.
2)
Cap Kertas (watermark) Cap
kertas
dilihat
dengan
mengangkat
kertas
dan
memberikan cahaya. Pada naskah yang memuat teks Asrāru `shShalāt cap kertas tidak dapat dideskripsikan. Usaha melihat cap kertas dengan cara mengangkat kertas dan memberikan cahaya tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
memungkinkan dikarenakan naskah tersebut berupa naskah online. Selain itu dalam deskripsi naskah pada katalog online juga tidak dijelaskan mengenai ada atau tidaknya cap kertas (watermark). 3)
Keadaan Naskah Keadaan naskah yang tampak pada katalog online dinilai masih baik. Kertas yang digunakan masih dalam keadaan yang relatif utuh, hanya bagian-bagian tepi yang terlihat lapuk dan tidak rata. Kelapukan kertas itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kerusakan oleh faktor fisik (cahaya dan suhu), kerusakan karena pengaruh senyawa kimia (kandungan asam yang berasal dari kertas
dan
lingkungan),
kerusakan
oleh
faktor
biotis
(mikroorganisme, serangga, binatang pengerat), dan kerusakan karena bencana alam (tsunami, gempa bumi, kehujanan). 4)
Jumlah Halaman Naskah memiliki ketebalan 28 lembar, dengan jumlah halaman sebanyak 55 halaman. Teks yang berjudul Asrāru `shShalāt memiliki ketebalan 18 lembar, dengan jumlah halaman sebanyak 36 halaman.
5)
Jumlah Halaman yang Ditulisi Seluruh halaman naskah yang berjumlah 55 halaman ditulisi dan tidak ada halaman kosong pada naskah tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
6)
Jumlah Lembar Pelindung Lembar pelidung terdiri dari dua bagian, yakni lembar pelidung depan dan lembar pelindung belakang. Lembar pelindung depan dan belakang, masing-masing berjumah 2 halaman.
7)
Jumlah Baris pada Setiap Halaman Naskah Jumlah baris pada setiap halaman naskah rata-rata adalah 14 baris. Pada setiap halaman naskah, masing-masing barisnya berbentuk normal, kecuali pada halaman akhir yang menjadi peralihan teks satu dengan teks lainnya membentuk pola segitiga terbalik, seperti pada halaman 36, 41, 48, dan 54. Teks Asrāru `sh-Shalāt rata-rata terdiri dari 14 baris. Ada beberapa halaman yang jumlah barisnya berbeda, yakni: a) Halaman 1 terdiri dari 12 baris. b) Halaman 2–3 terdiri dari 16 baris. c) Halaman 4–7,15,dan 18–19 terdiri dari 15 baris.
8)
Jarak Antarbaris Jarak antar huruf dalam naskah ini tidak terlalu renggang, akan tetapi cukup jelas untuk dibaca secara langsung. Perhatikan contoh tulisan berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
9)
Jumlah Kuras Kuras merupakan susunan (tumpukan) kertas yang disatukan. Jumlah kuras naskah tidak diketahui. Tidak ada keterangan yang mendeskripsikan mengenai jumlah kuras.
10) Ukuran Naskah a) Ukuran lembaran naskah p x l = 17 cm x 11 cm b) Ukuran ruang teks p x l = 12.5 cm x 8 cm 11) Cara Penggarisan Berdasarkan penggarisan
pengamatan
dilakukan
pada
dengan
alat
tiap
baris teks,
tertentu
yang
cara hanya
meninggalkan bekas penggarisan saja (blindrules). 12) Penomoran Halaman Naskah Penomoran halaman naskah terdiri dari dua macam. Penomoran pertama merupakan penomoran asli yang ditemukan pada pias bawah sebelah kiri dalam bentuk alihan (catchword), yaitu kata yg menjadi penanda halaman berikutnya. Berikut ini catchword bagian teks berjudul Asrar `sh-Shalāt. Tabel 1 Catchword
Halaman
Catchword
2
commit to user
Kata pada Halaman Selanjutnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
34
Penomoran kedua merupakan penomoran tambahan yang ditulis oleh pemilik naskah. Hal tersebut terlihat dari perbedaan warna tinta digunakan.
Nomor halaman naskah ditulis tidak
menggunakan tinta tetapi menggunakan pensil. Penomoran naskah diberikan pada setiap lembaran naskah 1r–28r, sedangkan untuk teks Asrāru `sh-Shalāt nomor halaman dimulai dari nomor 1r–18r. Penomoran dimulai dari sampul depan naskah. Penomoran halaman ditulis di pojok kiri atas pada tiap lembaran, dan setiap satu nomor mewakili dua halaman.
b. Bagian Tulisan 1)
Jenis Tulisan Jenis tulisan yang digunakan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt adalah tulisan Arab Melayu.
2)
Jenis Khat Jenis khat yang digunakan adalah Naskhi.
3)
Ukuran Huruf Ukuran huruf yang digunakan penulisan adalah sedang (medium). Perhatikan contoh berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
4)
Bentuk Huruf Bentuk huruf yang digunakan adalah bentuk tegak lurus (perpendicular). Perhatikan contoh berikut.
5)
Keadaan Tulisan Keadaan tulisan baik dan jelas. Akan tetapi ada beberapa tulisan yang tidak dapat dibaca dengan jelas. Kata-kata yang ditulis dengan tinta warna merah tidak tampak jelas. Perhatikan contoh berikut.
6)
Goresan Pena Geresan pena dalam teks Asrāru `sh-Shalāt
cukup tebal.
Perhatikan contoh berikut.
7)
Warna Tinta Warna tinta yang dipakai dalam teks
Asrāru `sh-Shalāt
adalah tinta warna hitam dan merah. Tinta warna hitam lebih banyak digunakan untuk menulis, sedangkan tinta warna merah hanya
commit toteks userdalam bahasa Arab, kutipan Hadis, digunakan untuk menuliskan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
kutipan Alquran, dan kata penghubung seperti “dan, tetapi, adapun, dan serta”, serta digunakan untuk menuliskan bilangan tingkatan “pertama, kedua, ketiga, dst.”. Pada hasil print out, tulisan yang menggunakan tinta warna hitam hasilnya lebih tebal jika dibandingkan dengan tulisan yang menggunakan tinta warna merah. Perhtikan contoh berikut untuk membedakannya. a) Contoh tulisan dengan warna tinta hitam.
b) Contoh tulisan dengan warna tinta merah.
8)
Tanda Koreksi Tanda koreksi pada teks Asrāru `sh-Shalāt dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah. Perhatikan contoh berikut.
9)
Pemakaian Tanda Baca Tanda baca seperti tanda titik (.), koma (,), atau pun lainnya tidak digunakan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt. Namun jeda, bagian baru, dan perubahan pokok bahasan pada naskah ditandai dengan
commit to user sebagai pergantian antarkalimat kata-kata tumpuan yang berfungsi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
atau antaralenia. Kata-kata tumpuan yang terdapat dalam teks adalah sebagai berikut. a) adapun b) bermula c) dan d) maka e) syahdan 10) Cara Penulisan a) Penempatan Tulisan pada Lembar Naskah Cara penulisan dilakukan dengan arah tulisan dari arah kanan ke kiri sesuai dengan penulisan dalam bahasa Arab. Cara penempatan tulisan dilakukan secara bolak-balik pada kedua sisi lembaran. b) Pengaturan Ruang Tulisan Pengaturan ruang tulisan dilakukan tidak secara bebas, yang diartikan penulisan disesuaikan dengan garis yang dibuat pada setiap lembar kertas, meskipun tidak terlalu rapi. Selain itu pada akhir karangan, bentuk tulisan membentuk segitiga terbalik.
c. Penjilidan Berdasarkan deskripsi yang tertulis dalam katalog online, tidak ada penjilidan. Bahan sampul, ukuran sampul, rusuk, atau pun pengikat tidak dijelaskan, dan hanya bagian sampul yang terlihat tidak bermotif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
d. Sejarah Naskah 1)
Kolofon Kolofon merupakan catatan yang terdapat pada akhir teks. Biasanya berisi keterangan mengenai tempat, tanggal, dan penyalin naskah.
Tamat risalah / ini yang dinamai/ akan dia Asrāru `sh-Shalāt waktu duha pada hari sabat / amin ya rabba „alamin. Dan empunya surat Teuku / Lebai Syekh orang Aceh dan yang samurat Teuku / Lebai Dien yang tahta kasihan. Arti tamat. Amin. 2)
Asal Naskah Asal naskah tidak diketahui. Tidak ada keterangan yang menyebutkan nama ataupun tempat ditemukannya naskah tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
e. Bagian Isi 1)
Teks Awal Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā] shirātha `l-mustaqīm. Bermula segala puji-puji
an/ tertentu bagi Allah Tuhan yang menujuki kami jalan yang betul. / wa --- Dan terang / -Nya dengan limpah anugeraha kami dengan cemerlang cahaya-Nya / --- Dan mengucap / salawat kami atas penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad / yang (wa) pilihan.
2)
Teks Tengah Segala laguan daripada / hidupnya datang kepada sakaratul maut pun <de> / demikian jua engkau musyāhadah-kan kemudian dari itu / maka hendaklah ia ingat akan yang tiga belas / itu yang dihimpunkan kepada tiga bahagi yaitu / “fi‟lī , qaulī, qalbī”. Maka yang tiga inilah / af„al kita dan sifat kita inilah. Pertama ruh / dan badan insan telah berhimpunkan pada masa / itu. Arwah sekalian karena belum lagi berjari. / Setelah itu maka disebutnya lafath “Ushallī fardlu / zhuhri arba„a rakā‟tinn mustaqbila `l-qiblati / ada„an lī „l-Lāhi Ta„ālā.
3)
Teks Akhir Telah gaiblah daripada musyāhadah empat perkara // washil kita kepada Haq Taala ini fanalah Ia daripada / papa dan hina dan daif dan lemah dan bebal / pada pandangannya itu. Ia jua yang kaya dan Ia yang / jadi barang yang dikehendak daripada suatu dengan dikatanya dengan / lidahnya “La haula wa la quwwata illā bi `l-Lāh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
„aliyu `l-„adzim” ini / inilah kalimat orang yang wāsil berjalan kepada jalan / ahlu „l-Lāh yang dinamai sufi dan awliya‟ Allah Taala.
f. Fungsi Sosial Teks Teks Asrāru `sh-Shalāt digunakan sebagai sarana dakwah Islam. Pengarang mencoba mengingatkan khususnya kepada orang-orang yang lalai akan sembahyang. Selain itu juga memberi pengajaran mengenai ajaran mendekatkan diri dan mencapai ma‟rifatu `l-Lāh (mengenal Allah) melalui jalan sufi.
C. Ikhtisar Teks Halaman 1
Pendahuluan, yang meliputi bacaan Basmalah yang diikuti puji-pujian kepada Allah Swt. serta salawat Nabi Muhammad saw., kepada keluarga dan para sahabat beliau.
Halaman 2
Salawat Nabi Muhammad saw., kepada keluarga dan para sahabat beliau.
Halaman 3–4
Sabda Nabi perihal takbiaratul ihram dan kedudukan sembahyang.
Halaman 5
Makna sembahyang dan sembahyang sebagai tiang agama.
Halaman 6–7
Penjelasan tentang tiang sembahyang ada tujuh perkara.
Halaman 7–8
Perihal siapa asal yang mengerjakan sembahyang.
Halaman 8–9
Soal sebab difardukan sembahyang lima waktu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Halaman 9–12
Uraian sebab jumlah rakaat dalam sembahyang zuhur, asar, magrib, isya, dan subuh.
Halaman 13–14
Penjelasan mengenai tiga belas rukun sembahyang.
Halaman 15
Uraian mengenai hakikat sembahyang.
Halaman 16–17
Uraian mengenai perbuatan sembahyang.
Halaman 18
Perihal niat sembahyang yang dibagi menjadi tiga.
Halaman 19–21
Penjelasan
takbiratu
`l-ihrām
golongan
mubtadi,
mutawasith, dan muntahi. Halaman 22
Penjelasan isyarat takbiratu `l-ihrām.
Halaman 23–24
Soal martabat, isyarat, dan hakikat ushali fardlu zhuhri.
Halaman 25
Uraian menegenai rupa mushali ketika melakukan sembahyang.
Halaman 26
Soal keluarnya lima waktu sembahyang
Halaman 27–30
Uraian taharah, syahadat, sembahyang, puasa, zakat, dan haji menurut syariat, tarekat, dan hakikat.
Halaman 31
Soal faedah Islam, iman, tauhid, makrifat, syariat, tarekat, dan hakikat.
Halaman 32
Soal kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr dan sebab Allah menjadikan insan
Halaman 33
Soal makanan tubuh, makanan hati, makanan ruh, dan makanan sirr.
Halaman 34–36
Pengetahuan akan zat, sifat, asma, dan af‟al Allah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48 D. Kritik Teks
Naskah merupakan salah satu bukti suatu masyarakat mengenal tradisi tulis. Tradisi tersebut juga dilakukan oleh masyarakat Melayu secara turuntemurun. Adanya tradisi tulis menjadi alasan berkembangnya tradisi penyalinan. Penyalinan terhadap naskah-naskah merupakan kebiasaan masyarakat Melayu. Pada umumnya tradisi penyalinan naskah Melayu termasuk dalam jenis tradisi penyalinan yang bebas dan terbuka. Tradisi penyalinan ini memungkinkan seorang penyalin untuk melakukan penambahan, pengurangan, dan pengubahan teks. Dari penyalinan yang terbuka inilah banyak ditemukan kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan kerusakan pada teks. Oleh sebab itu diperlukan suatu kegiatan kritik (kritik teks). Kritik teks adalah kegiatan memberikan evaluasi terhadap teks. Kritik teks dilakukan dengan tujuan menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya (constitution textus) (Siti Baroroh Baried, et. al. 1994:61). Teks yang telah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan dan telah tersusun kembali seperti semula merupakan teks yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk kepentingan berbagai penelitian dalam bidang ilmu-ilmu lain. Dalam teks Asrāru `sh-Shalāt ditemukan bentuk kesalahan yang meliputi lakuna, adisi, subtitusi, dittografi, transposisi, dan bacaan yang tidak terbaca oleh penyunting yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Lakuna, yaitu penghilangan atau pengurangan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 2. Adisi, yaitu penambahan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
3. Substitusi, yaitu pengantian huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 4. Dittografi, yatu adanya perangkapan huruf huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 5. Transposisi, yaitu kesalahan letak huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf. 6. Bacaan yang tidak terbaca oleh penyunting. Kesalahan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt dapat dirinci pada tabel berikut. Tabel 2 Lakuna No.
1.
Halaman/Baris
Tertulis
1/6 hadanā shirātha `l-mustaqīm
2.
2/4 `l-muhājirina `l-anshār
3.
2/5
Edisi
hadanā illā shirātha `lmustaqīm
`l-muhājirina wa `l-anshār
yang muhajir yang jir
4.
2/12
5.
3/5
barang apa
barang siapa
tatkala tatka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50 `l-a‟malu illā bī
6.
4/7–8 `l-a‟ma bī `sh-shallāh
`sh-shallāh
berbuat akan 7.
4/12 berbuatkan
8.
4/15
9.
5/10
illa „l-Lāhu inā
illa „l-Lāhu illā «a»nā
tiang agama tiang gama
6/14 10.
11.
7/3
senantiasa nantiasa
7/1
ampunan-Nya ampu-Nya
Ibrahim„alaihi 12.
7/15 Ibrahim
13.
10/5
sallam
pada menyatakan pada menyata
14.
10/6
maka yang ilmu ilmu commitmaka to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51 apa sebab
15.
11/5 apa sembahyang
16.
11/10
sembahyang
keesaan kee
17.
11/13
hati yang dipalu ha yang dipalu
18.
13/4
i«th»thāhad-nya ishthāha-nya menyempurnakan
19.
15/2 menyempurna sariat
sariat
fi `l-haqiqati illa 20.
15/11 fi `l-haqiqati `l-Lāha
21.
16/3
`l-Lāha
dan tiada daya dan tia
22.
16/3
dan tiada kuat dan tia kuat barang siapa
23.
mengetahui
16/7 barang commit to siapa user dirinya
dirinya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
24.
19/1
dan akan da kan
25.
19/2
fana wujud-Nya fana jud-Nya
26.
20/14
hanya Allah jua hanya jua zhuhri itu
27.
23/2–3 zhuhri martabat
martabat wa hiya fi‟lu `l-
28.
23/4–5 wa hiya fi‟lu
29.
24/14
Lah
bahwasanya bahwanya
puasa pun 30.
26/14
31.
27/9
puasa demikian
demikian
syahadat syahada Pertama
32.
28/3
sembahyang Pertama sembahyang syariat.
commit to user Ketiga sembahyang hahikat
syariat. Kedua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53 sembahyang tarekat. Ketiga sembahyang hahikat
33.
soal apa faedah
31/8 soal faedah
34.
yakni Ia jua
33/12 yakni jua
35.
34/4
pada wujud pada jud
36.
Asrāru `sh-Shalāt
36/11 Asra `sh-Shalāt
Tabel 3 Adisi No.
Halaman/Baris
Tertulis
Edisi
[muha]jir dan 1.
2/5–6
anshar jir dan adana anshar
2.
3/13
commit todauser tiada
tiada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
bī `l-Lāhi `l3.
4/2
4.
6/3
bī `l-Lāhi ilā `l-„azhīm
„azhīm
kalbu kalbul melihat
5.
makasanya
7/6–7 melihat engkau makasanya melihat
6.
12/3
melihat
sembahyang semyaham sembahyang
7.
12/8–9
nur nar nur menjauhi
8.
13/13 menjauhi na‟a nahinya
9.
16/13
nahinya
dalam hatimu ha dalam hatimu
10.
19/12
Allahu Akbar akbar Allahu Akbar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Dan “ba” itu Dan “ba” itu maqām syafi„I arti maqām syafi„i, 11.
22/11–13
syafi„I akan maqām syafas sifat isyarat akan sifat ma„ānī Dan “ba” itu maqām syafi„i, ma„ānī isyarat akan sifat ma„ānī
ini maujud 12.
23/7 ini mau maqām
13.
24/2
maqām
menyatakan menyatakanwa
14.
26/11–12
taharah tara taharah
15.
29/14
mengeluarkan ma mengeluarkan
16.
muraqābah
30/11 mu„araqābah
17.
31/3
Islam Islam dan
18
33/6
commit to user ranur
nur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56 Tabel 4 Dittografi
No.
Halaman/Baris
1.
1/6
Tertulis
Edisi
puji-pujian puji-puji pujian
2.
2/1–2
`l-muhtāj `l-muh `l-muhtāj
3.
2/5
aatas
atas
meninggalkan nama dan ma‟nā 4.
4/4–5
meninggal nama dan ma‟nā maka yaitu arif meninggalkan nama dan
maka yaitu „ārif bī „l-Lah
ma‟nā maka yaitu „ārif bī „l-Lāh
5.
5/13–14
nahinya nahi nahinya
6.
6/10–11
muhith muhi muhith
7.
7/12
sehari seha sehari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
8.
8/5–6
mengerjakan dia mengerjakajakan dia
9.
9/12–13
dua rakaat dua rarakaat
10.
Sayyidinā
11/4–5 Sasayyidinā
11.
12/1–2
hakikat hahakikat
12.
15/5
berdiri berberdiri
13.
15/11–12
`l-haqiqati `l-Lāhi `l-haqiqati `l-Lāhi `l-Lāhi qiamuhu bi
14.
16/11 qiamuhumuhu bi nafsihi
15.
17/2–3
nafsihi
demikian dedemikian
16.
18/5
adapun ada adapun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Dan tatkala sujud itu rupa «hu»ruf 17.
25/
“mim” Dan tatkala sujud itu rupa
Dan tatkala sujud itu rupa huruf “mim”
huruf “mim”
18.
30/9–10
hati hahati
30/13 30–31/14–1 19. 31/2–3
dan dan
dan
33/4–5
kepada-Nya di 20.
kepada-Nya di hadir kita dengan Dia, 35/5–6 Dan sampai kita kepada-Nya di hadir
hadir kita dengan Dia. Dan
kita dengan Dia. Dan
Tabel 5 Substitusi No.
Halaman/Baris
Tertulis
Edisi ma„aqillati `l-
1.
2/8
ma„aqultuhu `l-„alimun
„ilmi
mughtamidan commit to user
mughtamidan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
2/14 „abbada `l-isma
2. 3/9
3.
„abdu`l-asma
„abbada
3/2 „abdu
4.
3/3
duna `l-ismi duna `l-asma
5.
3/14
`l-ma‟rifati `l-ma‟rifatan
6.
4/1
taraka `l-isma taraka `l-asma Innanī anā `l-
7.
4/14 Innanī anna`l-Lāhu
Lāhu illā „l-Lāhu [illā]
8.
4/15 illa `l-Lāhu [illā] inā
9.
5/4
anā
tuhibbūna `l-Lāha tuhibbūna `l-Lāhu A `sh-shalātu
10.
5/9 A `sh-shalātu „ammā
commit to user
„immā
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60 dīni wa „imādu
11.
5/10
sh-shalāti sab„un dīna wa „ammādi sh-shalāti sab„a menghinakan
12.
6/15 menghinalan dirinya
13.
7/9
dirinya
al-kiram bararah al-kiram barzah
14.
10/12
dan zan
15.
12/5
manikam maikam
16.
12/11
terbuat terbuan
17.
13/4
iththāha[d]-nya ishthāha[d]-nya
18.
15/2
syariat sariat
19.
15/7
mermula commit to user
bermula
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
20.
man „arafa nafsahu
16/5 man „arfa nafsa
21.
21/9
dan dat
22.
23/8
pendapat mendapat
23.
25/5
huruf
haraf
24.
26/4
anggota ranggota
27/5 25.
26.
29/4
dendamlah damdamlah
33/5
makanan makani
27.
34/3
jawab jawan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62 Tabel 6 Transposisi
No.
Halaman/Baris
1.
18/11
Tertulis
Edisi
musyahadahnya musyadahanya
2.
34/4
zat azt
Tabel 7 Bacaan Tidak Terbaca No.
Halaman/Baris
1.
12/12, 13, 15
2.
12/13–14
3.
27/14
Tertulis
Edisi
m.ng.n.k.m
l.n .a.t
a.n.k.r.h
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63 E. Suntingan Teks
1. Tanda Dalam suntingan teks, peneliti menggunakan tanda-tanda khusus sebagai berikut. a.
Tanda garis miring satu (/) digunakan untuk menunjukkan pergantian baris.
b.
Tanda garis miring dua (//) digunakan untuk menunjukkan pergantian halaman.
c.
Tanda kurung siku […] menunjukkan adanya lakuna, yaitu penghilangan atau pengurangan huruf, suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan paragraf.
d.
Tanda kurung dua (…) menunjukkan adanya adisi, yaitu penambahan huruf, suku kata, kata, frase, klusa, kalimat, dan paragraf.
e.
Tanda kurung sudut <…> menunjukkan adanya dittografi, yaitu perangkapan huruf, suku kata, kata, frase, klusa, kalimat, dan paragraf.
f.
Tanda «…» menunjukkan adanya subtitusi, yaitu pengantian huruf, suku kata, kata, frase, klusa, kalimat, dan paragraf.
g.
Tanda kurung kurawal {…} menunjukkan adanya transposisi, yaitu perpindahan letak huruf atau suku kata, kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf.
h.
Tanda (---) diantara huruf dalam satu kata dan kalimat digunakan untuk menunjukkan kata-kata yang tidak terbaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
i.
Kata, frasa, atau kalimat yang diberi angka (…1 , …2 , …3) di kanan atas, menunjukkan kata yang dapat dilihat keterangannya pada catatan kaki. Angka ini ditulis menempel pada kata, frasa, atau kalimat yang dimaksud.
j.
Angka (1, 2, 3, ….) yang terletak di sebelah kanan baris (di luar ruang tulis) menunjukkan permulaan halaman naskah.
2. Pedoman Ejaan Pedoman ejaan yang digunakan dalam menyunting teks Asrāru `shShalāt adalah sebagai berikut. a.
Ejaan dalam suntingan ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
b.
Kosa kata yang berasal dari Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan EYD dan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
c.
Kosa kata, istilah, dan kalimat dalam bahasa Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia atau belum dikenal secara umum ditulis miring sesuai dengan pedoman penyuntingan.
d.
Kosa kata arkais dan kosa kata yang menunjukkan ciri khas bahasa Melayu ditulis dengan garis bawah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
3. Pedoman Penyuntingan Pedoman penyuntingan yang digunakan dalam suntingan teks Asrāru `sh-Shalāt adalah sebagai berikut. a. Huruf ain ( ) yang terletak di tengah dan dimatikan, diedisikan menjadi ka (k) pada kosa kata yang telah diserap dalam bahasa Indonesia, dan („) pada kosa kata yang belum diserap. b. Tasydid (
) diedisikan dengan konsonan rangkap pada bahasa Arab
yang belum diserap, misalnya „Sirr‟. c. Tanda saksi alif ( ), wau ( ), dan ya ( ) sebagai penanda vokal panjang diedisikan dengan memberi garis datar di atasnya, seperti ā, ū, dan ī. d. Kata sandang al- (
) yang diikuti huruf qamariyah diedisikan dengan
/al-/ apabila terletak di awal kalimat dan /`l-/ apabila terletak di tengah kalimat atau frasa. e. Kata sandang al- (
) yang diikuti huruf syamsiyyah diedisikan menjadi
huruf syamsiyyah yang mengikuti. f. Huruf diftong dalam bahasa Arab, yaitu ( ) dan ( ) ditulis dengan vokal /au/ untuk
dan /ai/ untuk
.
g. Huruf ta marbuthah ( ) diedisikan dengan huruf /h/ atau /t/. h. Huruf hamzah ( ) sukun diedisikan dengan huruf /k/ pada kosa kata yang telah diserap dalam bahasa Indonesia, dan /‟/ jika terdapat pada kosa kata yang belum diserap. i. Huruf-huruf yang hidup atau mendapat tanda bunyi fathah, kasrah, dan dlammah, pada akhir kalimat diedisikan dengan huruf mati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Pedoman penyuntingan yang dipakai dalam penyuntingan teks Asrāru `shShalāt adalah pedoman yang mengacu pada sistem yang digunakan oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, tidak semua fonem tercakup dalam sistem ini sehingga ada penambahan fonem.
Tabel 8 Pedoman Transliterasi No
Huruf
Nama
Latin
No
1.
alif
a
2.
ba
3.
Nama
Latin
16.
tha
th
b
17.
dha
zh
ta
t
18.
ain
„/a/ng
4.
tsa
s
19.
ghain
gh
5.
jim
j
20.
fa
f/p
6.
ha
h
21.
qaf
q
7.
kha
kh
22.
kaf
k
8.
dal
d
23.
lam
l
9.
dzal
z
24.
mim
m
10.
ra
r
25.
nun
n
11.
zai
z
26.
wau
w/u
12.
sin
s
27.
ha
h
13.
syin
sy
28.
ya
y
14.
shad
sh
29.
hamzah
‟/a
15.
dlad
dl
commit to user
Huruf
ک
/ه
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67 Konsonan Tambahan
1.
ۏ
ve
v
4.
2.
/
ce
c
5.
ge
g
6.
3.
ڤ
/ڽ
pe
p
ng
„/ng
ny
ny
4. Suntingan Teks
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm. / Kumulai risalah ini dengan nama
1
Allah yang amat murah / pada memberi rezeki akan hamba-Nya yang mukmin dan kafir / dalam dunia ini, lagi yang amat mengasihani akan segala hamba / -Nya yang mukmin dalam negeri akhirat itu. Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā]1 shirātha `l-mustaqīm. Bermula segala puji-puji an2 / tertentu bagi Allah Tuhan yang menujuki kami jalan yang betul. / wa --- Dan terang / -Nya dengan limpah anugeraha kami dengan cemerlang cahaya-Nya / --- Dan mengucap / salawat kami atas penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad / yang (wa)3 pilihan. Wa „alā ālihī wa shahbihī // wa shallī „alā sayyidi `l-anbiyāi Muhammaddi `l-musthofā <`l muh>4 / `l-muhtāj. Dan mengucap salawat kami atas / penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad yang pilihan. Wa „alā / ālihā wa shahbihī `l-muhājirina [wa]5 `l-anshār. Dan 6
1
Tertulis
2
Tertulis
3
Tertulis
4
Tertulis
5
Tertulis
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
/ atas segala keluarganya dan segala sahabatnya yang [muha]jir7 dan / (adan)8 anshār. Fāmatasa faqīr illā `l-Lāhi `l-majīd. /Maka diperkenankan fakir muhtaj kepada Allah yang Maha Besar. / «Ma„aqillati `l-„ilmi mu‟tamidan»9.
Serta
kurang ilmunya / pada halnya berpegang ia kepada Allah Taala. Yā ikhwānī / aku tiada sempurna perbuatan sembahyang itu melainkan dengan / mengetahui ilmu yang zhahir dan yang bāthin. Syahdan / barang [sia]pa10 sembahyang diketahui ilmu yang zhahir, maka sahlah pada / jua tiada sempurna pada hakikatnya seperti sabda nabi shallā / `l-Lāhu „alaihi wa sallam: “Wa man «„abbada `l-isma»11 dūna `l-ma‟nā / faqad kafara”. Dan barang siapa sembahyang tatkala takbira / tu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar dan tiada dalam hatinya // suatu jua pun adalah seolah-olah menyemah nama / maka yaitu kufur tiada sah sembahyang. “Wa man «„abbada»12 / `l-ma‟nā dūna «`l-ismi»13 fahuwa munafīq”. Dan / barang siapa menyemah ma‟nā tiada dengan nama maka / yaitu munafik. Yakni barang siapa sembahyang tatka[la]14 / takbiratu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar
6
Tertulis
7
Tertulis
8
Adisi tertulis
tertulis 9
karena dianggap kelebihan kata, sedangkan yang benar adalah kata pertama,
.
Tertulis
10
Tertulis
11
Tertulis
12
Tertulis
13
Tertulis
14
Tertulis
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
pada hatinya / jua tiada pada mulutnya maka yaitu munafik tiada / sah sembahyang. “Wa man «„abbada `l-isma»15 wa `l-ma‟nā / faqad asyraka”. Dan barang siapa menyemah nama dan / ma‟nā maka yaitu musyrik yakni barang siapa sembahyang / tatkala takbiratu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar dikatanya / dalam hatinya Allah yang besar maka yaitu musyrik / (da)16 tiada sah sembahyang. “Wa man „abdu `l-ma‟nā / bitahqīqata `l-ma‟rifa«ti»17 fahuwa mu‟minun haqq”. Dan / barang siapa sembahyang tatkala takbiratu `l-ihrām dalam / diteguhkannya dengan ma‟nā hakikat makrifat-makrifat // maka yaitu mukmin yang sebenarnya. “Wa man taraka «`l-isma»18 / wa `l- ma‟nā fahuwa „ārif bī `l-Lāhi (illā)19 `l-„azhīm”. Dan barang sia / pa <meninggal nama dan ma‟nā maka yaitu arif>20 meninggalkan / nama dan ma‟nā maka yaitu „ārif bī `l-Lāh yang amat besar / Adapun salat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “La
15
Tertulis
16
Tertulis
17
Tertulis
18
Tertulis
19
Tertulis
20
Tertulis
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
tuqbalu `l-a‟ma [lu illā]21 bī `sh-shallati”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain melainkan dengan sembahyang itu. Bermula makna / sembahyang itu yaitu sembah maka murād daripada sembah / itu yaitu memuliakan dan memesarkan dan mengangkatkan / dan berbuat [a]kan22 yang disuruh akan Allah Taala dan Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam dan menjauhi segala larangan . / Seperti firman Allah Taala: “Innanī a«nā»23 `l-Lāhu / lā ilāha illa „l-Lāhu [illā]24 «a»nā25 fā‟budnī wa aqimī `sh-shalāta…”26. Bahwa // sanya Aku Allah Tuhan yang tiada Tuhan hanya Aku, / maka sembah olehmu akan Daku dan berdirikan sembahyang pada / sehari semalam lima waktu. Dan lagi firman Allah Taala / “Qul in kuntum tuhibbūna `l-Lā«ha»27 fāttabi„ūnī yūhbibkumu `l-Lāhu…”28 / Katakan olehmu ya Muhammad jika ada kamu mengasihi Allah Taala / bahwa ikut oleh kamu perbuatan-Ku supaya kamu kasihi / Allah Taala dan sembahyang itu pada insan taat, / dan pada malaikat istigfar, dan segala hayawan tasbih. /
21
Tertulis
22
Tertulis
23
Tertulis
24
Tertulis
25
Tertulis QS Taha : 14
26
27 28
Tertulis QS Ali Imran : 31
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Seperti sabda Nabi Allah „alaihi wa sallam “A `sh-shalātu «„i»mādūd29 /«dīni wa „imādu`sh-shalāti sab„un”»30. Adapun sembahyang tiang [a]gama.31 / Dan tiang sembahyang itu tujuh perkara. Pertama takut / akan Allah. Dan murād takut akan Dia itu, yaitu senantiasa / ingat serta me-ta‟zhim akan Dia dan menjauhi segala 32 / nahi-Nya dan mengikut segala amar-Nya dan tiada mendapat / kan zat seperti firman Allah Taala “Wa yukhazhimu kumu // `l-Lāhu nafsah”. Dan dipertakut Allah Taala akan kamu / daripada meninggalkan zat. Kedua hadir hatinya. Dan murād hadir kalbu(l)33 akan Allah Taala itu yaitu menyelaskan diri / daripada lain dan lupa dan ingatkan pada kalbu itu serta / Haq Taala jua yang empunya nama tashawwur-kan itu hingga / tiadalah dilihatnya perintah yang maujud pandang kalbu. / Ketiga serta paham akan makrifat dan tauhid. Dan / murād sempurna makrifat dan tauhid itu, yaitu tiada / menyekutukan Haq Taala serta pengenalnya akan Dia, tiada lagi / syak di dalam iktikadnya akan wujud zat Allah dan <muhi>34 / muhīth pada sekalian alam yang sempurna. Tauhid itu ha / rap akan Tuhan. Keempat membesarkan amarnya dan / nahinya.
29
Tertulis
30
Tertulis
31
Tertulis
32
Tertulis
33
Tertulis
34
Tertulis
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Kelima menghebatkan. Dan murād hebat itu yaitu / [se]nantiasa35 hadir dan nazir akan Dia, serta memuliakan / Haq Taala dan menghinakan dirinya. Keenam harap akan // rahmat-Nya dan ampu[n]-Nya36. Ketujuh malu akan Haq Taala. / Dan malu itu yaitu me-ta‟zhim-kan akan Dia dan / senantiasa ingat akan Dia berbisik rahasia-Nya seperti sabda Nabi / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “…an ta‟buda`l-Lāha ka annaka tarāhu faillam / takun tarahu fa innahu yarāka”37. Bahwasanya engkau semah Tuhan seo / laholah engkau lihat akan Dia, maka jika tiada engkau melihat, (engkau)38 / makasanya melihat engkau. Sebermula pada menyatakan kiblat anggota, / yaitu ka‟bah Allah. Kedua kiblat kalbu yaitu kepada baitul / ma‟mūr yaitu kiblat seperti al-kiram bara«ra»h39. Ketiga kiblat / ruh yaitu „arsy yaitu segala malaikat al-muhaimin. Keempat kiblat malaikat al-kiram katibin. Soal sembahyang <se>40 / sehari semalam lima waktu itu siapa asal yang / mengerjakan dia? Jawab: adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam „alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat awal mengerjakan dia
35
Tertulis
36
Tertulis Hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.
37
38
Tertulis
39
Tertulis
40
Tertulis
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Nabi Ibrahim [„alaihi sallam]41. // Ketiga sembahyang waktu asar empat rakaat itu
8
/ mengerjakan dia Nabi Allah Yunus „alaihi sallam. / Keempat sembahyang waktu magrib tiga rakaat awal yang / mengerjakan dia Nabi Allah Isa „alaihi sallam. Kelima / sembahyang waktu isya empat rakaat awal menger<jaka>42 / jakan dia Nabi Allah Musa „alaihi sallam. Dan sembahyang / witir dan sembahyang jumat itu akan Nabi Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam awal mengerjakan dia. Soal sebabnya kita / difardukan sembahyang lima waktu pada sehari semalam? / Jawab: adalah tatkala masa awal, berfirman Allah Taala akan / Nur Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam tatkala belum lagi ada / kenyataan segala suatu yang lain dari pada-Nya. Maka firman Allah / Taala akan Nur Muhammad “… alastu bi rabbikum…”. Artinya bukanlah / Aku Tuhanmu? Maka sabdanya “ qalu balā”43. Artinya berkata nur // Muhammad bahkan yakni murād bahkan itu Engkau jua Tuhan / kami. Maka tatkala itu sujudlah ia akan mengesakan Tuhannya / kira-kira lima ratus tahun lamanya. Maka itulah difardukan atasnya / segala umatnya mengerjakan sembahyang lima waktu pada sehari semalam. Soal apa sebab sembahyang subuh dua rakaat dan sembahyang / zuhur empat rakaat dan sembahyang asar empat rakaat / dan sembahyang magrib tiga rakaat dan sembahyang isya / empat rakaat dan sembahyang subuh dua rakaat dan / sembahyang witir serakaat? 41
Tertulis
42
Tertulis QS Al-A‟raf : 172
43
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Jawab: bahwasanya sabda / Rasulullah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam, ia kepada sahabatnya / Abu Bakar, dan Umar, dan Ustman, dan Ali mereka itu bertanya. / Maka sabdanya adapun sebab sembahyang subuh dua 44 / rakaat karena ta„ayyun yang pertama itu dua perkara. Pertama / ta„ayyun zat. Kedua ta„ayyun sifat Allah. Maka sembah // Sayyidinā Ali, ya Rasulullah apa sebab sembahyang /
10
zuhur empat rakaat? Maka sabdanya karena tajalli Tu / han itu dengan empat perkara. Pertama wujud. Kedua / ilmu. Ketiga nur. Keempat syuhud. Maka yang wujud / itu isbat pada menyata[kan]45 ta„ayyun zat karena jika tiada / wujud, zat pun tiada nyata. Maka [yang]46 ilmu itu isyarat / pada menyatakan ta„ayyun sifat karena jika tiada ilmu, sifat/ pun tiada. Maka yang nur itu isyarat pada menyatakan / ta„ayyun asma karena jika tiada nur, asma pun tiada / nyata. Maka yang syuhud itu pada menyatakan ta„ayyun af„al / karena jika tiada syuhud, fi„il pun tiada nyata. Bermula / sirr itu maqām ta„ayyun zat «da»n47 ruh itu maqām / ta„ayyun sifat, dan kalbu itu maqām ta„ayyun asma, / dan tubuh itu maqām ta„ayyun af„al. Maka sembah Sayyidi // nā Ali, ya Rasulallah apa sebab sembahyang asar empat / rakaat?
44
Tertulis
45
Tertulis
46
Tertulis
47
Tertulis
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Maka sabdanya karena tajalli insan itu dengan / empat perkara. Pertama daripada air. Kedua daripada tanah. / Ketiga daripada angin. Keempat daripada api. Maka sembah <Sa>48 / Sayyidinā Ali ya Rasulallah apa [sebab]49 sembahyang magrib itu / tiga rakaat? Maka sabdanya karena tajalli Haq Taala dengan / tiga perkara. Pertama ahadiyyah. Kedua wahdah. Ketiga / wahidiyyah. Adapun ahadiyyah itu keesaan / zat la ta„ayyun. Dan wahdah itu keesaan sifat ta„ayyun / awal, yaitu hakikat Muhammadiyah. Dan wahidiyyah kee[saan]50 / af„al yakni sāni yaitu hakikat Adam. Adapun / ahadiyyah pada kita ini air yang hidup “mā„ul hayat” namanya. / Dan wahdah pada kita ini ha[ti]51 yang dipalu tiada belah, kalbu / nurani dan ruhani pun namanya. Dan wahidiyyah // pada kita ini akal arif lagi sempurna akal 52 / hakikat namanya. Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab (semyaham)53 sembahyang isya empat / perkara? Pertama wadi. Kedua mazi. Ketiga pada mani. / Keempat ma«ni»kam54. Adapun tempat mani itu dalam / tulang dan sendi. Setelah keluarlah ia daripada
48
Tertulis
49
Tertulis
50
Tertulis
51
Tertulis
52
Tertulis
53
Adisi Tertulis
54
Tertulis
sudah dibetulkan pada kata berikutnya
commit to user
.
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
tempat / itu dalam nikmat, maka jatuh ke dalam rahim perempuan / atau barang sebagainya dan yang dinamai itu yaitu (nar)55 / nur Allah. Dan Nur Muhammad pun namanya. Dan keluarnya / itu daripada sebab syahwat yang zhahir atau syahwat / yang terbua«t»56. Dan adalah syahwat itu daripada mazhahir / sifat jalalla dan m.ng.n.k.m itu yaitu semata-mata l.n / ialah m.ng.n.k.m namanya lagi lengkap segala masail ilmu / dalamnya. Adapun wadi itu yaitu sirri daripada / angin dan m.ng.n.k.m itu sirri daripada api. Maka ialah // maka disertakannyalah niatnya kaukatanya Allahu Akbar
13
jangan / dahulu. Dan terkemudian daripada “alif” Allah hingga “ra” Akbar. Wa / jib dinyatakan “ra” Akbar serta menyatakan Dia dengan seakan / yakni pada i«th»57thāha[d]58-nya memutuskan segala sifat fi„il / yang berkaya-kaya itu serta membesarkan sifat zat mutlak. / Ketiga yaitu maqām tabdil artinya tawakal kepada Allah / Taala serta menafilah insan, hanyalah wujud Allah / Taala seperti firman ---. / Bahwasanya Allah jua yang kekal dan fanalah semuanya. Demikian / lah dalam musyāhadah dan muqābalah dan muqāranah ia / hadirat Tuhan dalam sembahyang serta taslim-nya / dan tawadlu‟-nya dan takutnya ia mengerjakan amar-nya / dan serta menjauhi (na‟a)59 nahinya. Keempat memaca / fatihah yaitu maqām mutakalim artinya berkata-kata dengan // Allah. Bermula fatihah itu keluar daripada tubuh yang halu / s yakni 55
Adisi Tertulis
56
Tertulis
57
Tertulis
58
Tertulis
59
Tertulis
dibetulkan pada kata berikutnya
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
meninggilah dirinya dan hapus segala ta„ayyun / --- / yang zhahir maka hendaklah dikeluarkan bacanya itu kepada huruf / dan bukan suara. Inilah maqām mutakalim. Kelima rukuk dalam / itu seolah-olah memanang tiang ka‟bah, yakni ibu kakinya kedua. / Keenam iktidal dalamnya itu memanang antara kening kedua seolah-olah / memandang Nur Muhammad, Rasulallah. Ketujuh sujud dalamnya itu / memandang dada seolah-olah melihat Tuhan dalam kabah. Dan / sujud itu maqām taqarubi yakni mengnyempurnakan diri / kepada Haq Taala serta hapuslah ta„ayyun insan dalamnya. / Kedelapan qu„ud. Kesembilan duduk. Yang kemudian kesepuluh / tahiyat akhir. Kesebelas salawat akan nabi shallā `l-Lāhu „alaihi / wa sallam. Keduabelas salam yang pertama. 15
Ketigabelas tertib. // Bermula sembahyang itu menyempurnakan iman, islam, tau / hid, makrifat dan menyempurna[kan]60 «sya»riat61, tarekat, / hakikat, makrifat. Adapun hakikat ash-shalah itu / empat perkara. Pertama masuk serta ilmu. Kedua 62 / berdiri serta malu. Ketiga memaca surat. Keempat / serta takut. “fi„il wa „l-bayān kaifati „sh-shalat”. / «Be»rmula63 fi„il pada menyatakan perbuatan sembahyang. Adapun / pertama-tama tatkala berdiri si-mushali ia
60
Tertulis
61
Tertulis
62
Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
hendak takbir itu / si-mushali ia itu dengan segala sifatnya dan fi„il-nya dan / murād mu„ayanah sifat yaitu la hayyu, la „ilmu, la qadīr, / la sami‟, la bashīr, la mutakalim fi `l-haqiqati [illā]64`l-Lāh / <`l-Lāh>65. Artinya tiada yang hidup, dan tiada yang kua / asa, dan tiada yang menengar, dan tiada yang melihat, / dan tiada yang berkata pada hakikat melainkan Allah. // Dan disimpankan yang termenekur
16
itu dengan katanya / “ La haulā wa lā quwwata illā bi `l-Lāhi „aliyu „l-„azhīm” . Artinya / dan tia[da daya]66 dan tia[da]67 kuat melainkan Allah yang amat tinggi / lagi yang amat besar karena seperti sabda nabi shallā / `l-Lāhu „alaihi wa sallam “Man «„arafa nafsahu»68 bī `l-fanā i / faqad „arafa rabbahu bī `l-baqāin”. Barang siapa [mengetahui]69 dirinya dengan / fana, niscaya mengenal Tuhan yang baqā adanya / zat-Nya serta sifat-Nya dan af‟al karena Haq Taala. / Qiamuhu binafsihi artinya berdiri dengan sendirinya / dan makhluk itu qiamuhu ada ia dengan lain. Maka yang kekal / Haq Taala qiamuhu <muhu>70 binafsihi dan nafilah sifat / makhluk yang qiamahu bi ghairihi. Maka hendaklah senantiasa / diperlakukan berdiam (ha)71 dalam hatimu jangan kamu lalai / dan 17 63
Tertulis
64
Tertulis
65
Tertulis
66
Tertulis
67
Tertulis
68
Tertulis
69
Tertulis
70
Tertulis
71
Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
lupa akan zat yang wajibu `l-wujud selama di dalam // sembahyang atau di luar sembahyang. Segala laguan daripada / hidupnya datang kepada sakaratul maut pun <de>72 / demikian jua engkau musyāhadah-kan kemudian dari itu / maka hendaklah ia ingat akan yang tiga belas / itu yang dihimpunkan kepada tiga bahagi yaitu / “fi‟lī , qaulī, qalbī”. Maka yang tiga inilah / af„al kita dan sifat kita inilah. Pertama ruh / dan badan insan telah berhimpunkan pada masa / itu. Arwah sekalian karena belum lagi berjari. / Setelah itu maka disebutnya lafath “Ushallī fardla / zhuhri arba„a rakā‟tinn mustaqbila `l-qiblati / ada„an lī „l-Lāhi Ta„ālā. Dan murād lī „l-Lāhi Ta„alā di sini / dengan Dia si-mushali berdiri sembahyang yakni dan / iradat dan qudrat dan hidayat-Nya dan tau // fiq-Nya hasillah. Maka setelah itu maka hendaklah ia / menghadirkan “qashad, ta‟radl, ta‟yyin” dahulu sedikit / daripada “alif” Allah, yakni ingatnya yang dimuliakan itu, / niat harfiah namanya.
Penglihat biasakan mukmin / 73 ada pun
berhimpun qashad, ta‟radl, ta‟ayyin ini. / Ketiga nama ya niat itulah sabarlah diri kita tiada / mati. Setelah sudahlah ia ingatnya zat-Nya dan / asma dan af„al-Nya fana jua adanya, tiada terbilang / Ia wujud-Nya. Hanya yang terbilang itu zat Allah / maujud yang jua dengan segala sifat-Nya dan asma-Nya af„al /-Nya. Demikian musyā{hada}h-nya74. Kemudian dari itu maka disebutnya / “Allahu
72
Tertulis
73
Tertulis
74
Tertulis
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Akbar”, menampilah anggota kepada zat-Nya Allah, / dan sifat Allah, dan asma Allah, dan af‟al Allah. / Maka dinamailah ia ikhlasnya. Setelah sudahlah / zat hadirkannya daripada “alif” Allah, yakni ingatnya akan // zat-Nya, da[n]75 akan sifat-Nya, da[n]76 akan asma-Nya, dan akan af„al- /
19
Nya fana [wu]jud-Nya77, tiada terbilang wujudnya. Hanya / zat Allah jua yang maujud dengan segala sifat-Nya, / dan asma-Nya, dan af„al-Nya daripada “alif” Allah hingga/ “ra” Akbar, “Allahu Akbar” maujud. Maka adalah musyāhadah-nya / tatkala itu segala masiwa `l -Lah ini fana ia, / hanya Haq Taala jua yang baqā seperti firman Allah / Taala “Kullu syai‟in hālikun illā wajhah”78. Tiap-tiap / binasa melainkan zat-Nya yang adanya. Demikianlah takbira / tu `l-ihrām orang yang muntahi. Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith, takbirnya Allah, takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini nyatalah / fana-Nya, af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya / kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat Allah. Maka / apabila tataplah hapusnya seperti keadaan // hapus bulan dan bintang itu sebab ter / bit matahari, maka tiada terbilang cahaya keduanya / itu melainkan yang terbilang cahayanya matahari / jua. Maka dihukumkan pandangnya yang demikian itu / pandang mutawasith namanya. Dan jikalau ia / daripada orang yang mubtadi maka muqāranah-nya / Allahu Akbar atau sembahyang fardu zuhur atau la / innya. Maka apabila selesailah si-mushali itu daripada / takbiratu `l-ihrām, kemudian muqāranah maka
75
Tertulis
76
Tertulis
77
Tertulis QS Al-Qasas 88
78
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
hendaklah / ia kembali akan pandang kepada mu„ayyanah serta / muntahi yang di bawahi hingga sampailah kepada Islam. / Maka adalah tatkala menyebut Allahu Akbar dalam sembahyang / itu tiada siapa terlihat pada mata kepala / nya dan hatinya hanya [Allah]79 jua maujud //
21
sendiri-Nya dengan dirinya. Tiada yang / menyertai hanya Allah jua pada dirinya, / dan pada rakaatnya, dan sujudnya, / dan pada duduknya, dan pada kurvanya, ha / nya Ia jua sembah dan yang disembah. Maka / tilik dan menilik, dan yang ditilik, / hanya Ia jua sembah dan yang disembah. / Maka nyatalah diri si-mushali itu serupa diri-Nya, / yakni insan itu zat Allah «dan»80, / sifatnya Allah dan asmanya, asma / Allah dan af„al-nya, af„al Allah. Inilah / dikerjakan oleh nabi kita Muhammad shallā / `l-Lāhu / „alaihi wa sallam dan segala sahabatnya / dan awliya‟ dan quthub dan segala hāl // dan ghafnya dan segala hāsh „l-hāsh dan „arif / rabbānī. Itulah mukmin yang berwali yang bernama-nama martabat / muntahi. Syahdan ketahui olehmu hai mushali akan isya / rat takbiratu `l-ihrām tatkala kaukata akan Dia “Allah” itu / “alif”-nya itu maqām makrifat, isyarat akan wujud Allah. / Dan “lam” awal maqām hakikat, isyarat akan jalalliyah. / Dan “lam” sani itu maqām tarekat, isyarat akan / sifat al-jamaliyah. Dan “ha” itu maqām syariat, / isyarat akan hawiyatu `l- mutlaq. “Akbar” itu, “alif”-nya maqām / jamil, isyarat akan sifat nafsi. Dan “kaf” itu maqām hanafi, isyarat akan sifat salbiah. (Dan “ba” itu / maqām syafi„i arti
79
Tertulis
80
Tertulis
commit to user
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
syafi„i akan maqām syafas / sifat ma„ānī)81 Dan “ba” itu maqām syafi„i, isyarat / akan sifat ma„ānī. Dan “ra” itu maqām maliki, isyarat // akan sifat ma‟nawiyah.
23
Wa `l-Lāhu a‟lam. Soal ushali itu / martabat apa? Dan fardlu itu martabat apa? Dan zhuhri [itu]82 / martabat apa? Jawab: Adapun ushali itu martabat „ilmu `l-yaqqin pendapat tajalli zat Allah Taala “Wa hiya / fi‟lu [`l-Lah],”83 ruh itu „ubudiyah. Dan fardlu itu martabat / „ainu `l-yaqqin pendapat tajalli sifat Allah “Wa hiya / fi‟lu `l-qalb” ini (mau)84 maqām „ubudiyah. Dan zhuhri / martabat haqqu `l-yaqqin «pe»ndapat85 af„al Allat “Wa hiya / fi‟lu `l-jasad” ini maqām ibadat. Soal ushali itu / isyarat apa? Dan fardlu itu isyarat apa? Dan zhuhri itu / isyarat apa? Jawab: Adapun ushali itu tajalli zat, yakni sirr. Dan fardlu itu tajalli nur sifat / Allah yakni fuad. Dan zhuhri itu tajalli hidayat / asma Allah, yakni akal. Adapun hakikat ushali // itu “Allah” dan fardlu itu “Huwa” dan hakikat / zhuhri itu “Akbar”. Syahdan ushali itu menyatakan(wa)86 / qashad itu yaitu tiada ia mati, maka dinamai akan dia / niat. Maka itu sebenar-benar diri kita. Dan fardlu / itu 81
Adisi Tertulis sudah dibetulkan pada kalimat selanjutnya tertulis
82
Tertulis
83
Tertulis
84
Tertulis
85
Tertulis
86
Tertulis
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
menyatakan ta„radl itu menyatakan berhenti segala / rukun tiga belas. Maka niat itu antara ruh / dan badan manusia. Dan zhuhri itu akan ta„yyin / itulah keadaan diri kita karena apabila nyatalah diri / kita, maka nyata-nyata Tuhan, kata Imam Ghazali radli `l-Lāhu / „anhu. Sembahyang dan takbir itu nyawanya. Dan fatihah / itu kepalanya. Dan rukuk dan sujud itu tu / langnya. Dan tumaninah itu tubuhnya. Dan tahiya / t itu tangannya. Dan memeri salam itu kakinya. / Ketahui olehmu bahwa[sa]nya87 sembahyang itulah yang di // namai
25
maqām Muhammad karena rupa sembahyang misal / rupa “Ahmad”. Dan yang sembahyang itu rupa “Muhammad”. / Yakni inilah rupanya tatkala berdiri itu rupa / “alif” atau dan tatkala rukuk itu rupa “ha”. 89 Dan tatkala / sujud itu rupa huruf “mim” . Dan tatkala duduk / itu rupa huruf “dal”. Dan kepalanya si-mushali itu berupa / huruf “ha”. Dan pusatnya itu berupa dengan huruf “mim”. / Dan kedua kakinya berupa huruf “dal”. Dan inilah sembahyang / pada orang yang menjalani jalan batin yang sempurna. / Ibadah demikianlah seperti kata yang tersebut bayān-nya / yang dahulu itu. Soal waktu lima itu dari mana keluarnya? Jawab: Ketahui olehmu bahwasanya waktu zhuhur itu / keluar daripada dada Nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam // otak nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. / Dan waktu asar itu dan magrib keluar daripada / dada nabi
87
Tertulis
88
Tertulis
89
Tertulis
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Allah shallā `l-Lahu „alaihi wa sallam. Dan / waktu isya itu keluar daripada «a»nggota90 nabi Allah / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan waktu subuh itu / keluar daripada ubun-ubun nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. / Syahdan pada menyatakan syahadat dan taharah dan / sembahyang dan puasa dan zakat dan naik / haji dan sekayanya wajib ketahui supaya sempurna / jalan tiga perkara itu, yakni jalan syariat, / dan jalan tarekat, dan hakikat. Adapun (tara)91 / taharah itu tiga perkara. Pertama taharah syariat. Kedua taharah tarekat. Ketiga taharah hakikat. / Dan sembahyang pun demikian dan puasa [pun]92 demikian // dan zakat pun demikian dan haji pun demikian / jua. Adapun taharah syariat itu yaitu menyucikan / najis dan hadas asghar dan hadas akbar itu / dengan air atau dengan tanah. Dan taharah tarekat / menyucikan batinnya daripada «dendam»93lah dan khianat / dan munafik dan mengadu akan samanya Islam. / Dan taharah hakikat itu yaitu menyucikan rahayunya / daripada yang lain daripada Allah Taala dalam hatinya. / Adapun syahadat itu tiga perkara. Pertama syahada[t]94 / syariat. Kedua syahadat tarekat. Ketiga syahadat / hakikat. Maka yang syahadat syariat itu yaitu / meninggikan ketuanan pada makhluk. Dan syahadat / tarekat itu yaitu meninggikan ketuhanan dirinya /
90
Tertulis
91
Tertulis
92
Tertulis
93
Tertulis
94
Tertulis
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
diteguhkan a.n.k.r.h95 Tuhannya. Dan syahadat // hakikat itu yaitu dikaram dirinya
28
kepada Haq / Taala pada tiap-tiap jalalnya. Adapun sembahyang itu / tiga perkara. Pertama sembahyang syariat. [Kedua sembahyang tarekat]96. Ketiga sembahyang / hahikat. Maka sembahyang syariat itu yaitu ketahui / segala fardu dan sunat dalam sembahyang serta mengerja / kan dia. Dan sembahyang tarekat itu memelihara akan / hadirat Tuhan, yakni hukumnya, amarnya, dan nahi / seperti sabda nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “ --- / „ani `l-jawari li `sh-shalati”. Berdiam perbuatan yang haram / itu seperti sembahyang jua. Dan sembahyang hakikat / itu yaitu meninggikan dirinya kepada Haq Taala dalam / murāqabah dan musyāhadah-nya dan muqābalah dengan / Dia. Dan adapun puasa itu tiga perkara. / Pertama puasa syariat. Kedua puasa 29
tarekat. // Ketiga puasa hakikat. Maka puasa syariat / itu meninggalkan dirinya daripada makan dan minum dan / jimak. Dan puasa tarekat itu meningal meninggalkan / daripada loba dan tamak dan «dendam»lah97 dan khia / nat akan samanya Islam. Dan puasa hakikat / itu yaitu meninggalkan dirinya daripada lain daripada / Allah Taala serta menyeungulkan Dia dan menghayat Dia. / Dan adapun zakat itu tiga perkara. Pertama / zakat syariat. Kedua zakat tarekat. Ketiga / zakat hakikat.
95
Tertulis
96
Tertulis
97
Tertulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Maka zakat syariat itu yaitu / mengeluarkan yang difardukan Allah daripada arta-nya yang kemudian / daripada sampai nisabnya atau haulnya. Dan zakat / tarekat meneguhkan janji daripada Tuhannya itu. Dan zakat hakikat itu (ma)98 mengeluarkan kekasihnya, // yakni fana fi `l-Lāha dan baqa bi `l-Lāha.
30
Dan adapun haji / itu yaitu tiga perkara. Pertama haji syariat. Kedua / haji tarekat. Ketiga haji hakikat. Maka haji syariat / itu pergi ia mengujuki tempat yang mulia, yakni ka‟bah / Allah. Dan haji tarekat itu yaitu menilik maqām ihram / serta ikhlas. Dan haji hakikat itu yaitu menilik / kepada maqām zat jati serta meminum dia. Syahdan / syariat itu perbuatan Islam maqām pada tubuh. / Dan tarekat itu perbuatan iman dan maqām pada 99 / hati. Dan hakikat itu perbuatan tauhid dan maqām-nya / pada ruh. Dan mu(„a)raqābah100 itu pertuannya makrifat dan / maqām-nya pada sirr. Adapun Islam pada kita ini ilmu / pada Allah. 101 Dan iman pada kita yakni ta„ayyun pada Allah. Dan / tauhid pada kita ini rahasia pada Allah Taala. 102 // Dan makrifat pada kita ini nur pada Allah Taala. Soal apa / faedah Islam dan iman dan tauhid 103 / dan makrifat? Jawab: Adapun faedah Islam (dan)104 / itu akan memasukkan ke dalam syarikat. Dan faedah iman / itu akan rukyatu `l-Lah Taala. Dan tauhid itu muntahī
98
Tertulis
99
Tertulis
100
Tertulis
101
Tertulis
102
Tertulis
103
Tertulis
commit to user
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
/ yang „inabah Allah. Dan faedah makrifat itu akan mengenal / antara qadim dan muhadist-nya tiadalah ia jadi bertukar-tukar / dan bersamaan antara keduanya itu. Soal [apa]105 faedah syariat / dan tarekat dan hakikat itu? Jawab: Adapun fa / edah syariat itu memelihara tubuh dari dunia datang ke akhirat. / Dan faedah tarekat itu memelihara hati daripada kufur dan / maksiat. Dan faedah hakikat itu memelihara ruh / daripada musyrik akan Tuhan. Dan faedah makrifat / memelihara akan rahayu daripada syak karena Tuhannya. Soal // tubuh itu kenyataan apa? Dan hati itu kenyataan apa? Dan / ruh
32
kenyataan apa? Dan sirr itu kenyataan apa? Jawab: / Adapun tubuh itu menyatakan af„al Allah. Dan / hati itu menyatakan asma Allah. Dan ruh / menyatakan sifat Allah. Dan sirr itu menyatakan zat / Allah. Soal apa sebab Allah Taala menjadikan insan? / Jawab: Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-nya, dan lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat rahim-Nya kepada insan. / Soal apa makanan tubuh? Dan apa makanan hati? / Dan apa makanan ruh? Dan makanan sirr? Jawab: / Adapun makanan tubuh yaitu makanan dan minu / mannya sekalian jasmani, maka diperolehlah ialah nikmat tu / buh dengan dia dan zikirnya “lā malika illā „l-Lāh”. Tiada Tuhan // yang disembah sebenar-benarnya hanya Allah. Dan makanan / hati itu yaitu hadir dan akan Tuhannya, maka berolehlah
104
Tertulis
105
Tertulis
commit to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
nikmat hati itu dengan dia zikirnya / “lā ilāha illā `l-Lāh”. Hanya Allah jua yang maujud. 106 / Dan maka«nan»107 ruh itu yaitu makanan nurani / dan pun dan minumannya pun (r)108 nurani, / yaitu mengucap tasbih dan tahlil, maka diperoleh / nikmat ruh itu dengan dia dan zikirnya “Allāh Allāh” / yang yakni Allah yang hakikat. Dan makanan sirr itu / yaitu senantiasa dimeri akan pada musyāhadah / dan muraqābah kepada zat jati maka putuslah ia / dengan Dia, dan zikirnya “hūwa hūwa” yakni [Ia]109 jua / zat mutlak dan Ia jua zat hakikat dan / Ia jua zat Allah. Dan adapun apa pengetahuan // kita akan zat Allah? Dan apa pengetahuan kita akan / sifat Allah? Dan apa pengetahuan kita akan asma Allah? Dan apa pengetahuan kita akan af„al Allah? Jawa«b»110: / Pengetahuan kita {zat}111 Allah itu pada [wu]jud112 kita jua / yakni wujud kita itu wujud majasi dan / wujud Haq Taala wujud hakiki. Dan pengetahuan / kita akan sifat itu yaitu pada ilmu kita jua, yaitu tau / hid kita dan makrifat kita dan penengar kita dan / berkehendak kita itulah sifat Allah yang sendiri / pada diri kita. Dan pengetahuan kita akan asma Allah / itu yaitu pada nur kita jua, yaitu seperti terang / mata kepala dan terang mata hati. Dan akal yang /
106
Tertulis
107
Tertulis
108
Tertulis
109
Tertulis
110
Tertulis
111
Tertulis
112
Tertulis
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
sempurna dalam tubuh itulah sifat asma Allah / namanya. Pengetahuan kita akan af„al Allah, yaitu // syuhud kita jua seperti penglihat dan yang kita / lihat pada
35
tiap-tiap hari dan malam amat nyata / keduanya itu. Soal mana dinamai ter«pan»dang113 kita / kepada Haq Taala? Dan gaib kita daripadanya musyā / hadah kita 114 di hadir kita dengan Dia. Dan / sampai kita kepadaNya itu? Jawab: Adapun jadi ter / «pan»dang115 kita ini kepada Haq Taala karena kita pandang / semata akan wujud Allah, zat Allah, dan sifat Allah, / dan asma Allah. Dan gaib kita akan Haq Taala ini / karena membesarkan hawa nafsu dan dunia. Dan / dari mana gaib kita dan dari mana hadir kita gaib / kita akan Dia dan hadir kita dengan Haq Taala ini, / telah gaiblah daripada musyāhadah empat perkara // washil kita kepada Haq Taala ini fanalah Ia daripada / papa dan hina dan daif dan lemah dan bebal / pada pandangannya itu. Ia jua yang kaya dan Ia yang / jadi barang yang dikehendak daripada suatu dengan dikatanya dengan / lidahnya “La haula wa la quwwata illā bi `l-Lāh „aliyu `l-„adzim” ini / inilah kalimat orang yang wāsil berjalan kepada jalan / ahlu „l-Lāh yang dinamai sufi dan awliya‟ Allah Taala. / Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya wa `l-ahirati. Tamat risalah / ini yang dinamai/
113
Tertulis
114
Tertulis
115
Tertulis
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
akan dia Asrā[ru]116 `sh-Shalāt waktu duha pada hari sabat / amin ya rabba „alamin. Dan empunya surat Teuku / Lebai Syekh orang Aceh dan yang samurat Teuku / Lebai Dien yang tahta kasihan. Arti tamat. Amin
F. Daftar Kata Sukar 1. Kosa kata Arab „ainu `l-yaqqin
: keyakinan yang didasarkan atas penglihatan mata dan panca indra.
„ārif bī `l-Lāh
: seorang hamba yang sudah mencapai derajat paling tinggi sehingga mengerti Tuhannya.
„ilmu `l-yaqqin
: keyakinan yang didasarkan oleh ilmu atau pengetahuan.
„ubudiyah
: ibadah.
abdi
: orang bawahan; pelayan; hamba.
af„al
: perbuatan.
ahadiyyah
: keesaan Tuhan; martabat yang pertama, yaitu martabat Allah yang berupa zat, masih bersifat belum nyata, semuanya dalam keadaan gaib atau tidak nampak (dalam tasawuf).
amar
: perintah; suruhan.
anshār
: penolong; para pembantu perjuangan atau sahabat Nabi Muhammad saw. dari kalangan penduduk Madinah setelah Beliau hijrah dari Mekah ke Madinah.
arif
: bijaksana; cerdik dan pandai; berilmu.
commit to user 116
Tertulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
arwah
: jiwa orang yang meninggal; roh.
asghar
: kecil.
asma
: nama (bagi Tuhan).
asrar
: rahasia.
awliya‟
: para wali; orang mulia.
bāthin
: sesuatu yang terdapat di dalam hati.
bayān
: nyata; terang.
daif
: lemah; tidak kuasa; tidak berdaya; tidak berguna; tidak ada artinya; hina.
faedah
: guna; manfaat.
fana
: dapat rusak (hilang, mati); tidak kekal.
fardu
: sesuatu yang wajib dilakukan; kewajiban.
fatihah
: pembukaan; surah Fatihah (dengan huruf pertamanya kapital dan didahului dengan penanda makrifah al-).
fi„il
: perbuatan.
gaib
: tidak kelihatan; tersembunyi; tidak nyata.
hadas
: keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf, dsb.
hadlir
: ada; datang.
hajat
: maksud; keinginan; kehendak.
hakikat
:
intisari;
dasar;
kenyataan
(sesungguhnya). hakiki
: benar; sebenarnya; sesungguhnya.
commit to user
yang
sebenarnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
haqqu `l-yaqqin
: keyakinan yang betul-dirasakan dan dialami sehingga keyakinan itu sama sekali tidak bisa kita dustai adanya.
haram
: terlarang.
harfiah
: (terjemahan atau arti) menurut huruf, kata demi kata.
hāsh „l-hāsh
: kelompok khusus (elite) spritual.
haul
: cukup satu tahun bagi pemilik harta kekayaan, seperti perniagaan, emas, ternak sebagai batas kewajiban membayar zakat.
hidayat
: petunjuk atau bimbingan dari Allah Swt.
hisab
: hitungan; perhitungan.
ikhlas
: bersih hati; tulus hati.
ikhwānī
: saudara; teman.
iktidal
: berdiri tegak setelah rukuk sebelum sujud.
iman
: kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dsb.
„inabah
: pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah.
iradat
: kehendak (Allah Swt.).
isbat
: penetapan; penentuan.
istigfar
: permohonan ampun kepada Allah Swt.
iththāha
: bersatunya manusia dengan Tuhan.
jalalla
: kemuliaan; keluhuran; kebesaran; maha mulia.
jamil
: bagus; indah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
jimak
: perihal bersetubuh; persetubuhan.
ka‟bah
: bangunan suci yang dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s., terletak di dalam Masjidilharam di Mekah, berbentuk kubus, dijadikan kiblat salat bagi umat Islam dan tempat tawaf pada waktu menunaikan ibadah haji dan umrah.
kafir
: orang yang tidak percaya kepada Allah Swt. Dan rasulNya.
kalbu
: pangkal perasaan batin; hati hati yang suci (murni); hati.
khianat
: perbuatan tidak setia; perbuatan bertentangan dengan janji.
kufur
: tidak percaya kepada Allah Swt., dan Rasul-Nya; kafir; ingkar; tidak pandai bersyukur.
ma„ānī
: sifat yang mempunyai kekuasaan tunggal, selalu yang dikehendaki-Nya selalu diketahui sebelum makhluk-Nya.
ma‟nā
: arti.
ma‟nawiyah
: sifat Allah yang bergantung dan berhubungan dengan sifat.
majasi
: tidak sebenarnya (sebagai kiasan, persamaan, dsb).
makrifat
: pengetahuan; tingkat penyerahan diri kepada Tuhan, yang naik setingkat demi setingkat sehingga sampai ke tingkat keyakinan yang kuat.
mani
: cairan kental yang menyembur dari kelamin laki-laki pada waktu ejakulasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
maqām
: tempat tinggal; kediaman.
masail
: persoalan.
maujud
: benar-benar ada; nyata.
mazhahir
: memuculkan; menghasilkan
mazi
: air putih (kuning) yang encer, keluar dari kemaluan tatkala syahwat bangkit dan mendahului keluarnya air mani.
misal
: sesuatu yang menggambarkan sebagian dari suatu keseluruhan; contoh; perumpamaan.
mu„ayanah
: pengawasan.
mubtadi
: golongan orang-orang yang baru memulai atau baru dalam taraf awal.
muhajir
: orang yang berpindah; pengikut Nabi Muhmmad saw. yang ikut hijrah dari Mekah ke Madinah.
muhīth
: menguasai.
muhtaj
: orang yang membutuhkan bantuan.
mukmin
: orang yangg beriman (percaya) kepada Allah Swt.
munafik
: berpura-pura percaya atau setia dsb. Kepada agama dsb, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak, suka (selalu) mengatakan
sesuatu
yang
tidak
sesuai
dengan
perbuatannya; bermuka dua. muntahi
: tingkatan terakhir atau penghabisan dalam tasawuf; orang-orang yang telah sangat lanjut, yang telah suci roh dan hatinya daripada ma'siat lahir dan bathin, dan telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95 suci pula ingatannya daripada selain Allah, yang biasanya dinamakan orang-orang arifin, telah sampai kepada makrifat.
muqābalah
: penghadapan.
muqāranah
: penyertaan.
murād
: maksud.
murāqabah
: pendekatan.
mushali
: pelaku salat.
musyāhadah
: penyaksian.
musyrik
: orang yang menyekutukan Allah Swt.; orang yang memuja berhala.
mutakalim
: ahli ilmu kalam (teologi).
mutawasith
: golongan orang-orang yang dianggap menengah dalam mempelajari tasawuf.
nafi
: penolakan.
nafsi
: sifat yang melekat pada zat Allah Swt.
nahi
: larangan.
najis
: kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada Allah Swt.
nazir
: pengawas; melihat.
nisab
: jumlah harta benda minimum yang dikenakan zakat.
nur
: cahaya.
nurani
: lubuk hati yang paling dalam.
qadim
: terdahulu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
qalbī
: hati.
qaulī
: ucapan.
qudrat
: berkuasa (Allah Swt.).
quthub
: pemimpin.
rahim
: penyayang.
rahman
: pengasih.
rakaat
: bagian dari salat.
ruhani
: roh; berkaitan dengan roh.
salawat
: doa kepada Allah untuk Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabatnya.
salbiah
: sifat Allah, yaitu sifat yang meniadakan semua sifat yang tidak layak bagi Allah.
salik
: murid.
sāni
: kedua.
sirr
: rahasia.
sufi
: ahli ilmu tasawuf.
sunat
: aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw., baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya; perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
syahadat
: persaksian.
syahwat
: nafsu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
syak
: rasa kurang percaya; curiga; ragu-ragu.
syariat
: hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt.
syuhud
: penyaksian.
ta„ayyun
: kenyataan.
ta‟zhim
: hormat.
taharah
: suci; bersih.
tahlil
: pengucapan kalimat tauhid la ila ha illallah „tidak ada Tuhan selain Allah‟ secara berulang-ulang.
tajalli
: penampakan diri Allah Swt.
taqarubi
: pendekatan diri kepada Allah Swt.
tarekat
: jalan; jalan menuju kebenaran (dalam tasawuf).
tasbih
: pembacaan puji-pujian kepada Allah Swt. dengan mengucap subhanallah „Mahasuci Allah‟.
tashawwur
: pengetahuan konseptual.
taslim
: penyerahan diri dan kepatuhan kepada perintah Allah.
taufiq
: pertolongan (Allah Swt.).
tauhid
: keesaan Allah Swt.
tawadlu‟
: rendah hati.
tawakal
: berserah diri.
tumaninah
: tenang; tidak tergesa-gesa.
wadi
: tetesan terakhir dari air mani atau air kencing.
washil
: tujuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
zakat
: jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dsb.) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak.
zhahir
: lahir, terlihat dari luar .
zikir
: puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang.
2. Kosa kata Arkais anugeraha
: anugerah.
arta
: harta.
bahagi
: bagi.
berhimpunkan
: dikumpulkan.
bermula
: ada mulanya; pertama kali.
dimeri
: diberi.
hasillah
: diperoleh.
jati
: murni; asli; yang sebenarnya.
kala
: qada; peraturan; hukum; ketentuan yang berasal dari Allah Swt.
laguan
: perilaku; tingkah laku.
loba
: serakah; tamak.
manikam
: mani.
maujud
: berwujud.
memaca
: membaca.
memesarkan
: membesarkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
menampilah
: terlihat; tampak.
mengnyempurnakan : menyempurnakan. menujuki
: menunjukkan.
menyelaskan
: menjelaskan.
menyemah
: meyembah.
penengar
: pendengar.
pertuannya
: kedudukannya.
rahayu
: selamat; tentram.
semah
: sembah.
syahdan
: selanjutnya; lalu (biasanya dipakai pada permulaan cerita atau permulaan bab).
3. Istilah Arab „alaihi sallam
: damai padanya.
Al-hamdu li `Lāhi hadanā syirātha `l-mustaqīmi
:
segala
puji
bagi
Allah yang menujukkan kami jalan yang betul. al-kiram bararah : malaikat yang mulia yang bertugas membawa risalah kepada nabi. al-kiram katibin : malaikat pencatat amal, yang terletak di bahu kanan dan kiri setiap makhluk-Nya. al-muhaimin
: malaikat penjaga.
arif rabbānī
: orang yang bijaksana mengenal Allah.
baitul ma‟mūr
: tempat bertemunya malaikat.
baqa bi `l-Lāha : kekal bersama Allah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm
: Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. fana fi `l-Lāha
: lebur bersama Allah.
lī „l-Lāhi Ta„alā : hanya karena Allah semata. ma„aqillatihi `l-„ilmu mughtamidan : serta kurang ilmunya pada halnya berpegang ia kepada Allah. ma‟ul hayat
: air kehidupan.
qiamahu bi ghairihi
: berdiri bergantung kepada yang lain.
qiamuhu bi nafsihi
: berdiri sendiri (Allah Swt.).
Radli `l-Lāhu „anhu
: Semoga Allah meridhainya.
rukyatu `l-Lāh
: melihat Allah (pada hari kiamat).
Shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam
: Semoga salawat dan salam tetap
kepadanya. Wa `l-Lāhu a‟lam
: hanya Allah yang tahu.
Wa „alā ālihā wa shahbihī `l-muhājirina `l-anshār
:
Dan
atas
segala
keluarganya dan segala sahabatnya yang muhajir dan anshār. Wa „alā ālihī wa shahbihī wa shallī „alā sabbidi `l-anbiyāi Muhammaddi `lmusthofā `l-muhtāj
: Dan mengucap salawat kami atas penghulu kami
segala nabi yaitu Muhammad yang pilihan. wajibu `l-wujud
: wujud yang pasti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DATA
A. Analisis Struktur 1. Struktur Penyajian Teks Asrāru `sh-Shalāt Struktur penyajian Asrāru `sh-Shalāt terdiri dari tiga bagian. Ketiganya merupakan unsur-unsur yang membentuk satu struktur penyajian yang utuh. Struktur tersebut terdiri dari (a) Pendahuluan, (b) Isi, dan (c) Penutup. Tiga bagian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. a. Pendahuluan, terdiri dari A1 : Pembukaan 1) Doa dan seruan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karya sastra berjenis sastra kitab diawali dengan doa dan seruan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut terdapat pada teks Asrāru `sh-Shalāt yang diuraikan sebagai berikut. a) Basmalah Teks Asrāru `sh-Shalāt diawali dengan bacaan basmalah. “Bismi `l-Lāhi `r-Rahmāni `r-Rahīm” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1).
b) Hamdalah Bacaan hamdalah merupakan bentuk puji-pujian kepada Allah Swt.
commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102 “Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā] syirātha `l-mustaqīm. Bermula segala puji-puji an/ tertentu bagi Allah Tuhan yang menujuki kami jalan yang betul.”( Asrāru `shShalāt, hlm. 1).
2) Ajaran Takwa bagi pembaca. “Kumulai risalah ini dengan nama Allah yang amat murah / pada si pemberi rezeki akan hamba-Nya yang mukmin dan kafir / dalam dunia ini lagi yang amat mengasihani akan segala hamba- / Nya yang mukmin dalam negeri akhirat itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1). 3) Salawat kepada Nabi Muhammad shallā `l-Lahu „alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya. “/--- Dan mengucap / salawat kami atas penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad / yang (wa) pilihan. Wa „alā ālihī wa shahbihī // wa shall«ā» „alā sayyidi `l-anbiyāi Muhammaddi `lmusthofā <`l muh> / `l-muhtāj. Dan mengucap salawat kami atas / penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad yang pilihan. Wa „alā / ālihā wa shahbihī `l-muhājirina [wa] `l-anshār. Dan / atas segala keluarganya dan segala sahabatnya yang [muha]jirdan / (adan) anshār.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1–2). B1 : Kata “wa ba‟du” yang diterjemahkan “Dan adapun kemudian dari itu” tidak ditemukan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt. C1 : Kepengarangan Nama pengarang dan judul teks tidak terdapat dalam awal teks. Hal-hal yang berkaitan dengan kepengarangan hanya ditulis pada kolofon.
b. Isi, terdiri dari A2 : 1) Uraian mengenai sembahyang dalam bentuk tanya-jawab, yang
user diuraikan menjadicommit seperti to berikut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
a) Penjelasan sembahyang sebagai ketentuan yang berasal dari Allah Swt., dilanjutkan dengan makna dan kedudukan sembahyang sebagai tiang agama. b) Penjelasan mengenai siapa yang mengerjakan sembahyang. c) Penjelasan jumlah rakaat sembahyang subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya. d) Penjelasan
mengenai
tiga
belas
rukun
sembahyang,
dilanjutkan dengan penjelasan mengenai niat sembahyang. e) Penjelasan tentang ditetapkannya waktu-waktu salat subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya.
2) Uraian mengenai ma‟rifatu`l-Lāh disajikan dengan bentuk tanyajawab, seperti berikut. a) Faedah Islam, iman, tauhid yang dilanjutkan dengan faedah syariat, tarekat, dan hakikat. b) Penjelasan tentang kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr. c) Penjelasan sebab Allah menjadikan insan. d) Persoalan makanan tubuh, hati, ruh, dan sirr. e) Persoalan mengenai pengetahuan akan zat, sifat, asma, dan af‟al Allah.
c. Penutup, terdiri dari A3 : Doa penutup kepada Allah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
“Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya wa `l-ahirati.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 36). B3 : Kata “tamat” Keterangan tersebut dapat dilihat pada kuitpan berikut. Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya wa `l-ahirati. Tamat risalah / ini yang dinamai/ akan dia Asra[r] `sh-Shalat waktu duha pada hari sabat / amin ya rabba „alamin. (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 36).
Tempat penyajian teks teks Asrāru `sh-Shalāt terdiri dari 36 halaman, yakni 2 halaman (halaman 1–2) sebagai pendahuluan, 35 halaman (halaman 2–36) sebagai isi, dan 1 halaman (halaman 36) sebagai penutup. Berdasarkan uraian tersebut, selanjutnya struktur penyajian teksnya dapat disusun dalam bentuk skema seperti berikut. I
II
A1 (a – b – c)
A2 (a – b)
III A3 – B3
2. Gaya Penyajian Asrāru `sh-Shalāt Gaya penyajian merupakan gaya pengisahan pengarang dalam menyampaikan cerita, pikiran atau pendapatnya. Gaya pengisahan teks Asrāru `sh-Shalāt menggunakan bentuk interlinier. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Teks Asrāru `sh-Shalāt diawali dengan pembukaan berupa bacaan basmalah, dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Allah Swt., salawat kepada Nabi Muhammad saw., keluarganya dan para sahabatnya. Keseluruhannya itu ditulis dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Struktur ini terus digunakan oleh pengarang sampai akhir karangan, seperti pada penulisan firman Allah Swt. dan hadis Nabi Muhammad saw., yang dapat dilihat pada penggalan teks berikut. “Syahdan / barang [sia]pa sembahyang diketahui ilmu yang zhahir, maka sahlah pada / jua tiada sempurna pada hakikatnya seperti sabda nabi shallā / `l-Lāhu „alaihi wa sallam: “Wa man «„abbada `l-isma» dūnu `l-ma‟nā / faqad kafar”. Dan barang siapa sembahyang tatkala takbira / tu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar dan tiada dalam hatinya // suatu jua pun adalah seolaholah menyemah nama / maka yaitu kufur tiada sah sembahyang. “Wa man «„abbada»/ `l-ma‟nā dūnu `l-asma fahuwa munafīq”. Dan / barang siapa menyemah ma‟nā tiada dengan nama maka / yaitu munafik. Yakni barang siapa sembahyang tatka[la] / takbiratu `l-ihrām dikatanya Allahu Akbar pada hatinya / jua tiada pada mulutnya maka yaitu munafik tiada / sah sembahyang.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 2).
Pada bagian isi, pengarang menyampaikan dua pembahasan, yakni pembahasan mengenai sembahyang dan ma‟rifatu `l-Lāh. Pada pembahasan sembahyang, pengarang menguraikan sempurnanya sembahyang dengan mengetahui ilmu yang zhahir dan yang bāthin. Hal pertama yang diterangkan adalah soal sembahyang sebagai ketentuan yang berasal dari Allah Swt., dilanjutkan dengan makna dan kedudukan sembahyang sebagai tiang agama. Setelah itu pembahasan mengenai sembahyang disajikan dalam bentuk tanya jawab. Pada permulaan pembahasan, selalu diawali dengan kalimat tanya yang diteruskan dengan jawaban. Contohnya sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
“Soal sembahyang <se> / sehari semalam lima waktu itu siapa asal yang / mengerjakan dia? Jawab: adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam „alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat awal mengerjakan dia Nabi Ibrahim [„alaihi sallam].” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 8). “Soal apa sebab sembahyang subuh dua rakaat dan sembahyang / zuhur empat rakaat dan sembahyang asar empat rakaat / dan sembahyang magrib tiga rakaat dan sembahyang isya / empat rakaat dan sembahyang subuh dua rakaat dan / sembahyang witir serakaat? Jawab: bahwasanya sabda / Rasulullah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam, ia kepada sahabatnya / Abu Bakar, dan Umar, dan Ustman, dan Ali mereka itu bertanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 9).
Demikian seterusnya sampai pada akhir teks, termasuk dalam pembahasan mengenai ajaran ma‟rifatu `l-Lāh, yakni jalan yang ditempuh seorang sufi untuk mengenal Allah. Contohnya sebagai berikut. “Syahdan pada menyatakan syahadat dan taharah dan / sembahyang dan puasa dan zakat dan naik / haji dan sekayanya wajib ketahui supaya sempurna / jalan tiga perkara itu, yakni jalan syariat, / dan jalan tarekat, dan hakikat.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 26). “Soal apa / faedah Islam dan iman dan tauhid / dan makrifat? Jawab: Adapun faedah Islam (dan) / itu akan memasukkan ke dalam syarikat. Dan faedah iman / itu akan rukyatu `l-Lah Taala. Dan tauhid itu muntahī / yang „inabah Allah. Dan faedah makrifat itu akan mengenal / antara qadim dan muhadist-nya tiadalah ia jadi bertukartukar / dan bersamaan antara keduanya itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 31). “Soal apa sebab Allah Taala menjadikan insan? / Jawab: Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-nya, dan lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat rahim-Nya kepada insan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32). Bagian akhir, teks Asrāru `sh-Shalāt diakhiri dengan doa kepada Allah Swt. dalam bahasa Arab dan ditutup dengan kata “tamat”, seperti berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
“Inna `l-Lāha yan fa„unna bibakartihi fidunya wa `l-ahirati. Tamat risalah /ini yang dinamai/ akan dia Asrā[ru] `sh-Shalāt...” (Asrāru `shShalāt, hlm. 36). 3. Pusat Penyajian Asrāru `sh-Shalāt Pusat penyajian merupakan pembahasan yang disampaikan oleh pengarang. Dalam teks Asrāru `sh-Shalāt pengarang memberikan penjelasan mengenai permasalahan sembahyang serta ajaran-ajaran yang perlu dilakukan sesorang untuk mengenal Allah. Semua pengisahan teks adalah pengarang itu sendiri. Pengarang sebagai orang yang menyampaikan cerita atau ajaran tersebut menjadi pusat atau titik pandang cerita yang menyampaikan cerita atau ajaran kepada orang lain (Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:172). Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan salah satu jenis teks yang berupa monolog, meskipun penulisannya disampaikan dalam bentuk dialog (tanyajawab). Dalam teks ini, pengarang berperan sebagai guru kepada pembacanya, yakni kaum Islam yang ingin mengenal Allah dengan jalan sufi. Ajarannya lebih difokuskan pada pengenalan sembahyang yang disertai uraian ma‟rifatu l-Lāh. Pengarang memiliki peran yang sangat besar, meskipun posisi pengarang bersembunyi di balik tokoh-tokohnya. Melalui tokoh-tokoh tersebut pengarang berusaha memberikan berbagai gambaran kepada pembaca dengan mencontohkan dalam bentuk dialog perihal ajaran-ajaran atau cara ibadah yang dilakukan oleh seorang sufi. Pengarang berharap dengan cara demikian pembaca kan lebih mudah memahaminya. Dengan kata lain, metode penyajian yang digunakan cenderung kepada metode orang ketiga objektif.
commit to user Perhatikan pengalan teks berikut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
“Soal apa sebab sembahyang subuh dua rakaat dan sembahyang / zuhur empat rakaat dan sembahyang asar empat rakaat / dan sembahyang magrib tiga rakaat dan sembahyang isya / empat rakaat dan sembahyang subuh dua rakaat dan / sembahyang witir serakaat? Jawab: bahwasanya sabda / Rasulullah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam, ia kepada sahabatnya / Abu Bakar, dan Umar, dan Ustman, dan Ali mereka itu bertanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 9). “Maka sembah // Sayyidinā Ali, ya Rasulullah apa sebab sembahyang / zuhur empat rakaat?” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 10). 4. Gaya Bahasa Asrāru `sh-Shalāt a. Kosa Kata Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan sastra kitab yang banyak menggunakan kosa kata Arab. Berikut ini kosa kata Arab yang terdapat dalam teks tersebut. 1) Kosa kata Arab dalam teks Asrāru `sh-Shalāt yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia. 1. „abd
: abdi
12. awwal
: awal
2. „arif
: arif
13. bāthin
: batin
3. „ashr
: asar
14. bayān
: bayan
4. af`āl
: af'al
15. dha`īf
: daif
5. akbar
: akbar
16. dunyā
: dunia
6. amr
: amar
17. fāidah
: faedah
7. arwāh
: arwah
18. faqr
: fakir
8. ashl
: asal
19. fana‟
: fana
9. asmā'
: asma
20. fardlu
: fardu
10. asrār
: asrar
21. ghaib
: gaib
11. awliyā'
commit to user : aulia
22. hādlir
: hadir
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
23. hājāt
: hajat
47. rizq
: rezeki
24. haqiqa
: hakikat
48. sabab
: sebab
25. hāram
: haram
49. shalah
: salat
26. haul
: haul
50. shifat
: sifat
27. hayawān
: hewan
51. sirr
: sir
28. hidāyah
: hidayah
52. suāl
: soal
29. „ibada
: ibadah
53. syari‟at
: syariat
30. ikhlas
: ikhlas
54. thaharah
: taharah
31. ikhwānī
: ihwani
55. tahlil
: tahlil
32. „ilmun
: ilmu
56. ta‟zim
: takzim
33. insan
: insan
57. thama‟a
: tamak
34. iradat
: iradat
58. tamma
: tamat
35. istighfar
: istigfar
59. tariqa
: tarekat
36. jawāb
: jawab
60. tasbih
: tasbih
37. jima‟
: jimak
61. tauhid
: tauhid
38. khianat
: khianat
62. tawadhu‟
: tawadhu
39. qudrat
: kodrat
63. wadī
: wadi
40. ma‟rifat
: makrifat
64. wājib
: wajib
41. ma‟ nā
: makna
65. waqt
: waktu
42. mu‟min
: mukmin
66. wāshil
: wasil
43. munafiq
: munafik
67. wujūd
: wujud
44. murād
: murad
68. ya`nī
: yakni
45. nahi
: nahi
69. yaqīn
: yakin
46. qalb
: kalbu commit to user
70. zakat
: zakat
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
71. zhahir
: lahir
72. zhikir
: zikir
2) Kosa kata Arab dalam teks Asrāru `sh-Shalāt yang belum diserap dalam bahasa Indonesia. 1. „inabah
22. salbiyah
2. ahadiyyah
23. ta„ayyun
3. asghar
24. ta‟radl
4. Iththāha
25. tabdil
5. ma„ānī
26. taqarubi
6. ma‟nawiyah
27. tashawwur
7. mu„ayanah
28. wahidiyyah
8. mu„ayanah 9. mubtadi 10. mubtadi 11. muhīth 12. muhtaj 13. muqābalah 14. muqāranah 15. murāqabah 16. mushali 17. musyāhadah 18. mutawasith 19. qashad 20. qaulī 21. qu„ud
commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Ungkapan Ungkapan merupakan ungkapan-ungkapan khusus dalam bahasa Arab yang menjadi ciri khas karya-karya dalam jenis sastra kitab. Ungkapan-ungkapan khusus tersebut juga terdapat dalam teks Asrāru `shShalāt, seperti berikut. 1) Taala Ungkapan Taala senantiasa mengiringi kata Allah. Ungkapan Allah Taala
yang berarti “Allah Maha Tinggi”. Ungkapan ini
menunjukkan kekuasaan Allah yang tidak ada tandingannya. “...maqām tabdil artinya tawakal kepada Allah / Taala serta menafilah insan, hanyalah wujud Allah / Taala...” (Asrāru `shShalāt, hlm. 13). 2) Shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam Ungkapan ini ditujukan kepada Nabi Muhammad, yang berarti “semoga salawat dan salam tercurah kepadanya”. Ungkapan tersebut diucapkan setelah mengucap nama “Nabi Muhammad”, kata “nabi” atau “nabi Allah”, seperti berikut. “...berfirman Allah Taala akan / Nur Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam tatkala belum lagi ada / kenyataan segala suatu yang lain...” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 8). “Dan waktu asar itu dan magrib keluar daripada / dada nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan / waktu isya itu keluar daripada «a»nggota nabi Allah / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan waktu subuh itu / keluar daripada ubun-ubun nabi shallā `lLāhu „alaihi wa sallam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 26).
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) „alaihi sallam Ungkapan ini ditujukan kepada nabi-nabi Allah, yang berarti “damai padanya”, seperti berikut. “...adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam „alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat awal mengerjakan dia Nabi Ibrahim [„alaihi sallam]. // Ketiga sembahyang waktu asar empat rakaat itu / mengerjakan dia Nabi Allah Yunus „alaihi sallam. / Keempat sembahyang waktu magrib tiga rakaat awal yang / mengerjakan dia Nabi Allah Isa „alaihi sallam. Kelima / sembahyang waktu isya empat rakaat awal menger<jaka> / jakan dia Nabi Allah Musa „alaihi sallam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 7–8).
4) Sayyidinā Ungkapan ini dalam bahasa Arab berarti “tuan kami”. Ungkapan tersebut digunakan untuk menghormati nama sahabat nabi. “Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab (semyaham) sembahyang isya empat / perkara?” (Asrāru `shShalāt, hlm. 10). “Maka sembah Sayyidi // nā Ali, ya Rasulallah apa sebab sembahyang asar empat / rakaat?” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11). “Maka sembah <Sa>/ Sayyidinā Ali ya Rasulallah apa [sebab] sembahyang magrib itu / tiga rakaat?” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11). “Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab (semyaham) sembahyang isya empat / perkara?” (Asrāru `shShalāt, hlm. 12).
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Radli `l-Lāhu „anhu Ungkapan ini dijutukan kepada Imam Ghazali sebagai umat yang berbakti pada tuntunan nabi. Ungkapan tersebut berarti “semoga Allah Taala meridhainya” “...itulah keadaan diri kita karena apabila nyatalah diri / kita, maka nyata-nyata Tuhan, kata Imam Ghazali radli `l-Lāhu / „anhu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 24).
6) Wa `l-Lāhu a‟lam Ungkapan Wa `l-Lāhu a‟lam berarti “hanya Allah yang Tahu”. Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan kekuasaan Allah yang amat besar. “...Dan “ra” itu maqām maliki, isyarat // akan sifat ma‟nawiyah. Wa `l-Lāhu a‟lam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 23).
c. Sintaksis Karya sastra khususnya sastra kitab banyak ditulis dengan cara diterjemahkan langsung secara harfiah. Teks sastra kitab banyak dipengaruhi oleh struktur sintaksis Arab. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh John (dalam Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:183) bahwa pada umumnya para penulis sastra keagamaan berpikir dalam bahasa Arab. Hal tersebut dikarenakan Alquran dan hadis sebagai sumber utama agama Islam dan ditulis dalam bahasa Arab. Pengaruh sintaksis bahasa Arab dapat dilihat dari ciri penulisan yang tampak seperti diterjemahkan langsung, yang berupa interlinier dari kalimat-kalimat Arab. Perhatikan contoh berikut.
commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Al-hamdu li `Lāhi / hadanā [illā] syirātha `l-mustaqīm. Bermula segala puji-puji an / tertentu bagi Allah Tuhan yang menujuki kami jalan yang betul.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1). “Wa „alā ālihī wa shahbihī // wa shallī „alā sabbidi `l-anbiyāi Muhammaddi `l-musthofā <`l muh>/ `l-muhtāj. Dan mengucap salawat kami atas / penghulu kami segala nabi yaitu Muhammad yang pilihan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 1–2).
Dalam bahasa Arab terdapat penggunaan kata wa ( ) yang berarti “dan”, li ( ) yang bermakna “bagi”, dan fa ( ) yang artinya “maka”. Penggunaan ketiga kata tersebut juga terdapat dalam teks Asrāru `shShalāt yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Dan Kata “dan” dalam struktur sintaksis bahasa Arab biasa digunakan untuk mengawali kalimat, sedangkan dalam bahasa Melayu kata “dan” sendiri tidak pernah dipakai untuk membuka kalimat. Namun, pada teks Asrāru `sh-Shalāt, “dan” digunakan sebagai kata tumpuan. Misalnya : “...Adapun tempat mani itu dalam / tulang dan sendi. Setelah keluarlah ia daripada tempat / itu dalam nikmat, maka jatuh ke dalam rahim perempuan / atau barang sebagainya dan yang dinamai itu yaitu (nar) / nur Allah. Dan Nur Muhammad pun namanya. Dan keluarnya / itu daripada sebab syahwat yang zhahir atau syahwat / yang terbua«t». Dan adalah syahwat itu daripada mazhahir / sifat jalalla dan m.ng.n.k.m itu yaitu semata-mata l.n / ialah m.ng.n.k.m namanya lagi lengkap segala masail ilmu / dalamnya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 12). Pemakaian kata “dan” tidak hanya sebagai kata tumpuan, namun juga sebagai kata penghubung. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith, takbirnya Allah, takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini nyatalah / fana-Nya, af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya / kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19). “Syahdan pada menyatakan syahadat dan taharah dan / sembahyang dan puasa dan zakat dan naik / haji dan sekayanya wajib ketahui supaya sempurna / jalan tiga perkara itu, yakni jalan syariat, / dan jalan tarekat, dan hakikat.” (Asrār `sh-Shalāt, hlm. 26).
2) Bagi Ronkel (dalam Siti Chamamah Soeratno, et. al. 1982:184) berpendapat bahwa kata “bagi” dipakai sebagai penunjuk kepunyaan yang berarti milik. Kata tersebut juga ditemukan dalam teks Asrāru `sh-Shalāt seperti berikut. “Adapun shalat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `lLahu „alaihi wa sallam “La tuqbalu `l-a‟ma [la illā] bī `shshallah”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain melainkan dengan sembahyang itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
3) Maka Pemakaian kata “maka” dalam bahasa Melayu juga berfungsi sebagai kata tumpuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. “Maka tatkala itu sujudlah ia akan mengesakan Tuhannya / kirakira lima ratus tahun lamanya. Maka itulah difardukan atasnya / segala umatnya mengerjakan sembahyang lima waktu pada sehari semalam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 9). “Maka sabdanya karena tajalli Tu / han itu dengan empat perkara. Pertama wujud. Kedua / ilmu. Ketiga nur. Keempat syuhud. Maka yang wujud / itu isbat pada menyata[kan] ta„ayyun zat karena jika tiada / wujud, zat pun tiada nyata. Maka [yang] ilmu commit to user itu isyarat / pada menyatakan ta„ayyun sifat karena jika tiada ilmu,
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sifat/ pun tiada. Maka yang nur itu isyarat pada menyatakan / ta„ayyun asma karena jika tiada nur, asma pun tiada / nyata. Maka yang syuhud itu pada menyatakan ta„ayyun af„al / karena jika tiada syahwat, fi„il pun tiada nyata.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 10). Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa
sastra
kitab banyak tepengaruh struktur sintaksis bahasa Arab.
d. Sarana Retorika Retorika merupakan suatu istilah yang secara tradisional diberikan pada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik (Gorys Keraf, 2007:1). Sarana retorika merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan idenya melalui gaya bahasa. Sarana retorika yang dipakai dalam teks Asrāru `sh-Shalāt sebagai berikut. 1) Gaya Penguraian Gaya penguraian merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk mendeskripsikan isi pikiran pengarang, yakni menguraikan gagasan secara terperinci. Gaya bahasa penguraian dalam teks Asrāru `shShalāt digunakan untuk menjelaskan suatu perkara yang diawali dengan menggunakan kata “adapun”, “bermula”, dan “syahdan” seperti pada kutipan berikut. “Adapun shalat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `lLāhu „alaihi wa sallam “La tuqbalu `l-a‟ma [la illā] bī `shshallah”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain melainkan dengan sembahyang itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan tersebut menguraikan kedudukan sembahyang (salat) sebagai hukum atau ketentuan yang berasal dari Allah Swt. dan diperuntukkan kepada segala umat. “Bermula makna / sembahyang itu yaitu sembah maka murād daripada sembah / itu yaitu memuliakan dan memesarkan dan mengangkatkan / dan berbuat [a]kan yang disuruh akan Allah Taala dan Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam dan menjauhi segala larangan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
Kutipan tersebut menguraikan tentang makna sembahyang dan maksud sembahyang. “Syahdan ushali itu menyatakan(wa) / qashad itu yaitu tiada ia mati, maka dinamai akan dia / niat. Maka itu sebenar-benar diri kita. Dan fardlu / itu menyatakan ta„radl itu menyatakan berhenti segala / rukun tiga belas. Maka niat itu antara ruh / dan badan manusia. Dan zhuhri itu akan ta„yyin / itulah keadaan diri kita karena apabila nyatalah diri / kita, maka nyata-nyata Tuhan, kata Imam Ghazali radli `l-Lāh / „anhu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 24). Kutipan tersebut menguraikan tentang niat sembahyang “ushali fardlu zhuhri”. “Adapun (tara) / taharah itu tiga perkara. Pertama taharah syariat. Kedua taharah tarekat. Ketiga taharah hakikat. / Dan sembahyang pun demikian dan puasa [pun] demikian // dan zakat pun demikian dan haji pun demikian / jua. Adapun taharah syariat itu yaitu menyucikan / najis dan hadas asghar dan hadas akbar itu / dengan air atau dengan tanah. Dan taharah tarekat / menyucikan batinnya daripada «dendam»lah dan khianat / dan munafik dan mengadu akan samanya Islam. / Dan taharah hakikat itu yaitu menyucikan rahayunya / daripada yang lain daripada Allah Taala dalam hatinya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 26–27).
Kutipan tersebut menguraikan tentang macam-macam taharah.
commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Gaya Pengulangan Gaya pengulangan (repetisi) merupakan perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Gorys Keraf, 2007: 127). Gaya pengulangan yang terdapat dalam teks Asrāru `shShalāt sebagai berikut. “Adapun fa / edah syariat itu memelihara tubuh dari dunia datang ke akhirat. / Dan faedah tarekat itu memelihara hati daripada kufur dan / maksiat. Dan faedah hakikat itu memelihara ruh / daripada musyrik akan Tuhan. Dan faedah makrifat / memelihara akan rahayu daripada syak karena Tuhannya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 31).
3) Gaya Penguatan Gaya penguatan dipakai untuk menyangatkan atau menguatkan pernyataan dengan mengunakan kata “dan lagi”. “Bahwa // sanya Aku Allah Tuhan yang tiada Tuhan hanya Aku, / maka sembah olehmu akan Daku dan berdirikan sembahyang pada / sehari semalam lima waktu. Dan lagi firman Allah Taala / “Qul in kuntum tuhibbūna `l-Lā«ha» fāttabi„ūnī yūhbibkumu `l-Lāhu…” / Katakan olehmu ya Muhammad jika ada kamu mengasihi Allah Taala / bahwa ikut oleh kamu perbuatan-Ku supaya kamu kasihi / Allah Taala dan sembahyang itu pada insan taat, / dan pada malaikat istigfar, dan segala hayawan tasbih.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4–5). “Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadist-nya, dan lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat rahim-Nya kepada insan.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32).
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Gaya Pertentangan Gaya pertentangan merupakan salah satu sarana retorika yang dipakai untuk mempertentangkan dua hal atau lebih yang memiliki perbedaan. “Setelah sudahlah / zat hadirkannya daripada “alif” Allah, yakni ingatnya akan // zat-Nya, da[n] akan sifat-Nya, da[n] akan asmaNya, dan akan af„al- / Nya fana [wu]jud-Nya, tiada terbilang wujudnya. Hanya / zat Allah jua yang maujud dengan segala sifatNya, / dan asma-Nya, dan af„al-Nya daripada “alif” Allah hingga/ “ra” Akbar, “Allahu Akbar” maujud.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19). “Tiap-tiap / binasa melainkan zat-Nya yang adanya. Demikianlah takbira / tu `l-ihrām orang yang muntahi. Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith, takbirnya Allah, takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini nyatalah / fana-Nya, af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya / kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19). “Dan jikalau ia / daripada orang yang mubtadi maka muqāranahnya / Allahu Akbar atau sembahyang fardu zuhur atau la / innya. Maka apabila selesailah si-mushali itu daripada / takbiratu `lihrām, kemudian muqāranah maka hendaklah / ia kembali akan pandang kepada mu„ayyanah serta / muntahi yang di bawahi hingga sampailah kepada Islam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 20).
B. Analisis Resepsi Setiap karya sastra yang diciptakan pengarang tentunya memiliki tujuan tertentu yang hendak disampaikan kepada pembacanya, tidak terkecuali teks Asrāru `sh-Shalāt. Teks ini merupakan salah satu teks berjenis sastra kitab yang berisi uraian mengenai sembahyang (salat). Selain itu, teks tersebut juga menguraikan tentang ma‟rifatu `l-Lāh (mengenal Allah). Pada dasarnya, kedua
commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembahasan itu dapat dikatakan bagian dari ilmu tasawuf. Teks berbahasa Melayu tersebut tidak banyak dipahami oleh masyarakat umum saat ini. Berdasarkan uraian tersebut, maka analisis resepsi dalam penelitian ini adalah tanggapan seorang pembaca teks Asrāru `sh-Shalāt, yang berjumlah tiga orang. Pembaca tersebut adalah pembaca yang memahami tentang agama Islam dan cukup paham tentang bahasa Melayu. Tanggapan pembaca itu berupa tafsiran mengenai teks Asrāru `sh-Shalāt, yang dijelaskan sebagai berikut. 1. Sembahyang a. Sembahyang sebagai Perintah Allah Kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt seperti pada kutipan berikut. “Adapun salat maqām kala bagi segala abdi dan jati bagi / segala salik dan memuji bagi segala arif seperti / sabda nabi shallā `lLāhu „alaihi wa sallam “La tuqbalu `l-a‟ma [la illā] bī `shshallah”. Tiada terima Allah Taala akan segala amal / yang lain melainkan dengan sembahyang itu (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4).
Bapak Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah terdapat dalam naskah Asrāru `sh-Shalāt, yang diartikan bahwa sembahyang merupakan anugerah Ilahi sekaligus ketentuan (perintah) Allah yang harus dikerjakan dan dipatuhi. Sembahyang memiliki keistimewaan yang tidak terhingga di antara kewajiban-kewajiban yang lain. Hal itu berarti bahwa jika sembahyang baik dan sempurna, maka amalan-amalan lain dianggap baik juga. Akan tetapi jika sembahyang tidak baik dan tidak sempurna, maka amalanamalan yang lain pun dianggap buruk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
121 digilib.uns.ac.id
Ustad Novel menafsirkan bahwa sembahyang adalah ibadah manusia kepada Allah dan merupakan ibadah utama bagi seorang muslim. Jika sembahyang seseorang itu tidak baik, yakni hanya sebatas melakukan tanpa adanya niat ibadah mengagungkan Allah, maka ibadah-ibadah lain, meskipun ibadah itu baik, maka tetap tidak diterima oleh Allah. Bapak Agus Himawan mengemukakan bahwa seseorang yang sudah melakukan banyak kebaikan, tanpa melakukan sembahyang, segala amal perbuatannya itu tidak dianggap di mata Allah.
b. Sembahyang sebagai Ibadah Semua Makhluk Sembahyang adalah ibadah yang diwajibkan oleh Allah kepada semua makhluk ciptaannya. Hal tersebut diuraikan dalam teks, seperti kutipan berikut. “Bermula makna / sembahyang itu yaitu sembah maka murād daripada sembah / itu yaitu memuliakan dan memesarkan dan mengangkatkan / dan berbuat [a]kan yang disuruh akan Allah Taala dan Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam dan menjauhi segala larangan . / Seperti firman Allah Taala: “Innanī a«nā» `lLāhu / lā ilāha illa „l-Lahu [illā] «a»nā fā‟budnī wa aqimī `shshalāta…”. Bahwa // sanya Aku Allah Tuhan yang tiada Tuhan hanya Aku, / maka sembah olehmu akan Daku dan berdirikan sembahyang pada / sehari semalam lima waktu. Dan lagi firman Allah Taala / “Qul in kuntum tuhibbūna `l-Lā«ha» fāttabi„ūnī yūhbibkumu `l-Lāhu…” / Katakan olehmu ya Muhammad jika ada kamu mengasihi Allah Taala / bahwa ikut oleh kamu perbuatan-Ku supaya kamu kasihi / Allah Taala dan sembahyang itu pada insan taat, / dan pada malaikat istigfar, dan segala hayawan tasbih (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 4–5).
Berdasarkan kutipan tersebut, Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa sembahyang berarti memuliakan Allah dengan melaksanakan
commit to user perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bapak Agus Himawan mengartikan
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
bahwa semua makhluk ciptaan Allah pada dasarnya menyembah Allah, yakni jika manusia salat, maka malaikat itu beristigfar dan hewan itu bertasbih. Ustad Novel berpendapat bahwa yang dimaksud pada kutipan itu seharusnya bukan sembahyang, tetapi salat. Arti salat adalah salawat. Maka semua makhluk ciptaan Allah pada dasarnya menyembah kepada Allah, yakni manusia menyembah dengan cara salat, malaikat dengan cara istigfar, sedangkan salawat bagi hewan adalah bertasbih kepada Allah.
c. Sembahyang sebagai Tiang Agama Sembahyang adalah tiang agama terdapat pada kutipan berikut. “Seperti sabda Nabi Allah „alaihi wa sallam “A `sh-shalātu «„i»mmādūd /dīna wa „ammādī `sh-shalāti sab„a”. Adapun sembahyang tiang [a]gama. / Dan tiang sembahyang itu tujuh perkara.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 5). “Pertama takut / akan Allah. Dan murād takut akan Dia itu, yaitu senantiasa / ingat serta me-ta‟zhim akan Dia dan menjauhi segala / nahi-Nya dan mengikut segala amar-Nya dan tiada mendapat / kan zat seperti firman Allah Taala “Wa yukhazhimu kumu // `l-Lāhu nafsah”. Dan dipertakut Allah Taala akan kamu / daripada meninggalkan zat.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 5–6). “Kedua hadir hatinya. Dan murād hadir kalbu(l) akan Allah Taala itu yaitu menyelaskan diri / daripada lain dan lupa dan ingatkan pada kalbu itu serta / Haq Taala jua yang empunya nama tashawwur-kan itu hingga / tiadalah dilihatnya perintah yang maujud pandang kalbu. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 6). “Ketiga serta paham akan makrifat dan tauhid. Dan / murād sempurna makrifat dan tauhid itu, yaitu tiada / menyekutukan Haq Taala serta pengenalnya akan Dia, tiada lagi / syak di dalam iktikadnya akan wujud zat Allah dan <muhi>/ muhīth pada sekalian alam yang sempurna. Tauhid itu ha / rap akan Tuhan.” (Asrāru `shShalāt, hlm. 6). “Keempat membesarkan amarnya dan / nahinya.” “Kelima menghebatkan. Dan murād hebat itu yaitu / [se]nantiasa hadir dan nazir akan Dia, serta memuliakan / Haq Taala dan menghinakan dirinya.” (Asrāru `sh-Shalat, hlm. 6). “Keenam harap akan // rahmat-Nya dan ampu[n]-Nya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 6–7). commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Ketujuh malu akan Haq Taala. / Dan malu itu yaitu meta‟zhim-kan akan Dia dan / senantiasa ingat akan Dia berbisik rahasia-Nya seperti sabda Nabi / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “…an ta‟buda`l-Lāha ka annaka tarāhu faillam / takun tarahu fa innahu yarāka”. Bahwasanya engkau semah Tuhan seo / lah-olah engkau lihat akan Dia, maka jika tiada engkau melihat, (engkau) / makasanya melihat engkau.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 7).
Bapak
Ahmad
Dahlan
menjelaskan
bahwa
sembahyang
merupakan tiang agama Islam. Seperti fungsi tiang pada rumah, fungsi sembahyang yaitu sebagai menopang hidup yang dibangun atas amalanamalan lain. Jika tiang penopangnya kuat, maka sudah dipastikan keimanan kita juga kuat dan tidak mudah terpengaruh terhadap pengaruh buruk dalam hidup. Ustad Novel menguraikan bahwa sembahyang akan menjadi tiang agama, apabila dilakukan dengan tujuh hal, yaitu takut, hadir hatinya, paham makrifat dan tauhid, menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya,
menghebatkan (menjadikan diri
ini merasakan betul-betul
memandang Allah), mengharap rahmat dan ampunan, serta malu. Ketika melakukan sembahyang, tujuh hal itu harus ada pada diri kita. Dengan demikian kita akan sungguh-sungguh melakukan sembahyang karena merasa di balik semua peristiwa yang terjadi itu semata-mata karena Allah. Bapak
Agus
Himawan
menjelaskan
bahwa
sembahyang
merupakan penyangga bagi agama. Jika penyangganya kuat, maka agama tidak akan runtuh. Kuatnya penyangga itu disebabkan oleh tujuh faktor yang tersebut dalam kutipan tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
124 digilib.uns.ac.id
d. Asal yang Mengerjakan Sembahyang Asal yang mengerjakan sembahyang diuraikan sebagai berikut. “Soal sembahyang <se>/ sehari semalam lima waktu itu siapa asal yang / mengerjakan dia? Jawab: adapun sembahyang subuh dua rakaat / Nabi Allah Adam „alaihi sallam. Kedua sembahyang waktu / zuhur empat rakaat awal mengerjakan dia Nabi Ibrahim [„alaihi sallam]. // Ketiga sembahyang waktu asar empat rakaat itu / mengerjakan dia Nabi Allah Yunus „alaihi sallam. / Keempat sembahyang waktu magrib tiga rakaat awal yang / mengerjakan dia Nabi Allah Isa „alaihi sallam. Kelima / sembahyang waktu isya empat rakaat awal menger<jaka> / jakan dia Nabi Allah Musa „alaihi sallam. Dan sembahyang / witir dan sembahyang jumat itu akan Nabi Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam awal mengerjakan dia.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 7–8).
Bapak Ahmad Dahlan mengemukakan bahwa
asal mula
sembahyang sudah dilakukan sejak Nabi Adam. Sembahyang yang dilakukan ketika pada zaman Nabi Adam, yakni hanya sembahyang subuh. Pada zaman Nabi Ibrahim hanya dilakukan sembahyang waktu zuhur. Pada masa Nabi Yunus hanya dikerjakan sembahyang pada waktu asar. Pada masa Nabi Isa hanya dikerjakan sembahyang magrib, dan masa Nabi Musa, sembahyang yang dilakukan hanya waktu isya. Barulah ketika masa Nabi Muhammad, sembahyang dilakukan secara lengkap sebanyak lima kali dalam sehari, dan ditambah pula sembahyang Jumat dan witir oleh Nabi Muhammad saw. Ustad Novel menjelaskan bahwa kutipan itu adalah sejarah sembahyang lima waktu. Perintah sembahyang tidak hanya diberikan kepada Nabi Muhammad saw., tetapi juga pada nabi-nabi sebelumnya, seperti Adam, Ibrahim, Yunus, Isa, dan Musa. Ketika masa Nabi
to userdilakukan berdasarkan rangkuman Muhammad, sembahyangcommit lima waktu
perpustakaan.uns.ac.id
125 digilib.uns.ac.id
sembahyang yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya. Sejarah sembahyang lima waktu itu ada juga yang berpendapat seperti ini: Orang yang pertama mengerjakan sembahyang subuh ialah Nabi Adam a.s., yaitu tatkala Nabi Adam a.s. keluar dari surga lalu diturunkan ke bumi. Hal pertama yang dilihatnya ialah kegelapan dan ia merasa takut. Oleh sebab itu, ketika fajar subuh telah keluar Nabi Adam a.s. pun melakukan sembahyang dua rakaat. Orang yang pertama mengerjakan sembahyang zuhur ialah Nabi Ibrahim a.s., yaitu tatkala Allah Swt. telah memerintahkan padanya agar menyembelih anaknya, Nabi Ismail a.s. Perintah itu datang pada waktu tergelincir matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim empat rakaat. Orang yang pertama mengerjakan sembahyang asar ialah Nabi Yunus a.s., ketika ia dikeluarkan oleh Allah dari perut ikan hiu. Ikan itu telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai. Peristiwa itu terjadi pada waktu Asar. Maka bersyukurlah Nabi Yunus a.s., lalu melakukan sembahyang sebanyak empat rakaat karena telah diselamatkan oleh Allah Swt. Orang yang pertama mengerjakan sembahyang magrib ialah Nabi Isa a.s., yaitu saat ia dikeluarkan oleh Allah Swt. dari kebodohan kaumnya. Peristiwa itu terjadi ketika terbenamnya matahari. Maka bersyukurlah Nabi Isa a.s., lalu melakukan sembahyang tiga rakaat. Orang yang pertama mengerjakan sembahyang isya ialah Nabi Musa a.s. Pada ketika itu Nabi Musa telah tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madyan dan hatinya penuh dengan kesedihan. Kemudian commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Allah menghilangkan kesedihan itu pada waktu isya yang akhir. Lalu sembahyanglah Nabi Musa a.s. empat rakaat sebagai tanda bersyukur. Bapak Agus Himawan menafsirkan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi yang tidak melupakan syariat yang dilakukan nabi-nabi sebelumnya, termasuk soal sembahyang. Nabi Muhammad saw. melakukan syariat-syariat sembahyang dari nabi-nabi sebelumnya, sehingga sembahyang yang dilakukannya meliputi sembahyang lima waktu.
e. Sebab Difardukan Sembahyang Lima Waktu Penjelasan sebab difardukan sembahyang lima waktu terdapat pada kutipan berikut. “Soal sebabnya kita / difardukan sembahyang lima waktu pada sehari semalam? / Jawab: adalah tatkala masa awal, berfirman Allah Taala akan / Nur Muhammad shallā `l-Lāhu / „alaihi wa sallam tatkala belum lagi ada / kenyataan segala suatu yang lain dari pada-Nya. Maka firman Allah / Taala akan Nur Muhammad “… alastu bi rabbikum…”. Artinya bukanlah / Aku Tuhanmu? Maka sabdanya “ qalu balā”. Artinya berkata nur // Muhammad bahkan yakni murād bahkan itu Engkau jua Tuhan / kami. Maka tatkala itu sujudlah ia akan mengesakan Tuhannya / kira-kira lima ratus tahun lamanya. Maka itulah difardukan atasnya / segala umatnya mengerjakan sembahyang lima waktu pada sehari semalam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 8–9).
Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa sebab difardukan sembahyang lima
waktu
berkaitan
dengan penciptaan
manusia.
Berdasarkan naskah, diterangkan mengenai perjanjian ruh dengan Allah Swt., sebelum ruh dimasukkan ke dalam jasad. Perjanjian itu
to user semua manusia itu beragama mengisyaratkan, bahwa commit pada dasarnya
perpustakaan.uns.ac.id
127 digilib.uns.ac.id
Islam, yakni ketika masih dalam alam ruh, manusia mengakui bahwa hanya Allah Swt. semata Tuhan mereka. Oleh sebab itu ketika manusia terlahir ke alam dunia, manusia diwajibkan menyembah Allah Swt. dengan cara sembahyang sebagai wujud ditepatinya perjanjian itu. Akan tetapi, setelah manusia lahir ke alam dunia, tidak sedikit manusia yang mengingkari janji itu. Ustad Novel menguraikan bahwa ketika di alam zar, Allah mengumpulkan seluruh ruh. Ketika itu Allah bertanya “Bukankah Aku Tuhan kalian?”. Pada saat itu ruh dari nur Muhammad yang menjawab pertama kali dan bersujud. Hal itu merupakan kemuliaan, sehingga menyembah Allah menjadi sesuatu yang wajib sebagai makhluk ciptaanNya. Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa sebelum ada segala sesuatu di dunia ini, Allah telah menciptakan nur Muhammad sebagai salah satu inti untuk menciptakan makhluk. Dalam kutipan disebutkan bahwa nur Muhammad bersujud kepada Allah. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang berasal dari nur Muhammad, sudah seharusnya kita juga bersujud kepada Allah.
f. Makna Jumlah Rakaat Sembahyang Masing-masing rakaat dalam sembahyang memiliki maksud tertentu, seperti yang diuraikan dalam kutipan berikut. “Maka sembah // Sayyidinā Ali, ya Rasulullah apa sebab sembahyang / zuhur empat rakaat? Maka sabdanya karena tajalli Tu / han itu dengan empat perkara. user Ketiga nur. Keempat syuhud. Pertama wujud. commit Kedua /toilmu.
perpustakaan.uns.ac.id
128 digilib.uns.ac.id
Maka yang wujud / itu isbat pada menyata[kan] ta„ayyun zat karena jika tiada / wujud, zat pun tiada nyata. Maka [yang] ilmu itu isyarat / pada menyatakan ta„ayyun sifat karena jika tiada ilmu, sifat/ pun tiada. Maka yang nur itu isyarat pada menyatakan / ta„ayyun asma karena jika tiada nur, asma pun tiada / nyata. Maka yang syuhud itu pada menyatakan ta„ayyun af„al / karena jika tiada syuhud, fi„il pun tiada nyata.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 10). “Maka sembah Sayyidi // nā Ali, ya Rasulallah apa sebab sembahyang asar empat / rakaat? Maka sabdanya karena tajalli insan itu dengan / empat perkara. Pertama daripada air. Kedua daripada tanah. / Ketiga daripada angin. Keempat daripada api.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11). “Maka sembah <Sa> / Sayyidinā Ali ya Rasulallah apa [sebab] sembahyang magrib itu / tiga rakaat? Maka sabdanya karena tajalli Haq Taala dengan / tiga perkara. Pertama ahadiyyah. Kedua wahdah. Ketiga / wahidiyyah. Adapun ahadiyyah itu keesaan / zat la ta„ayyun. Dan wahdah itu keesaan sifat ta„ayyun / awal, yaitu hakikat Muhammadiyah. Dan wahidiyyah kee[saan] / af„al yakni sāni yaitu hakikat Adam. Adapun / ahadiyyah pada kita ini air yang hidup “mā„ul hayat” namanya. / Dan wahdah pada kita ini ha[ti] yang dipalu tiada belah, kalbu / nurani dan ruhani pun namanya. Dan wahidiyyah // pada kita ini akal arif lagi sempurna akal / hakikat namanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 11). “Maka sembah Sayyidinā Ali, ya Rasul / Allah apa sebab (semyaham) sembahyang isya empat / perkara? Pertama wadi. Kedua mazi. Ketiga pada mani. / Keempat ma«ni»kam. Adapun tempat mani itu dalam / tulang dan sendi. Setelah keluarlah ia daripada tempat / itu dalam nikmat, maka jatuh ke dalam rahim perempuan / atau barang sebagainya dan yang dinamai itu yaitu (nar) / nur Allah. Dan Nur Muhammad pun namanya. Dan keluarnya / itu daripada sebab syahwat yang zhahir atau syahwat / yang terbua«t». Dan adalah syahwat itu daripada mazhahir / sifat jalalla dan m.ng.n.k.m itu yaitu semata-mata l.n / ialah m.ng.n.k.m namanya lagi lengkap segala masail ilmu / dalamnya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 12).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan tidak dapat menjelaskan maksud dari kutipan tersebut. Ustad Novel berpendapat bahwa kutipan itu sulit untuk dijabarkan karena termasuk tasawuf tingkat tinggi. Namun pada intinya, dapat dikatakan bahwa sembahyang subuh itu untuk mengagungkan sifat dan zat Allah. Sembahyang zuhur itu commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengagungkan tajalli Tuhan, yaitu wujud, ilmu, nur, dan syuhud terhadap-Nya. Sembahyang asar dikarenakan mengagungkan tajalli insan, yaitu air, tanah, api, dan angin. Sembahyang magrib untuk mengagungkan tajalli Haq Allah, yaitu
ahadiyyah, wahidiyyah,
dan wahidah.
Sembahyang isya berkenaan dengan penjelasan tentang macam-macam air mani.
g. Hakikat Sembahyang Hakikat sembahyang terdapat pada kutipan berikut. “Adapun hakikat ash-shalāh itu / empat perkara. Pertama masuk serta ilmu. Kedua / berdiri serta malu. Ketiga memaca surat. Keempat / serta takut.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 15).
Bapak Ahmad Dahlan menafsirkan hakikat sembahyang dalam naskah terdiri dari empat hal, yaitu masuk dan ilmu, berdiri dan malu, membaca surat, serta takut. Masuk berarti mengetahui masuknya waktu sembahyang, malu adalah perasaan yang ada dalam diri kita ketika berhadap-hadapan dengan Allah melalui sembahyang, membaca surat dilakukan dengan benar, jangan hanya dilisankan saja, dan takut artinya hati kita senantiasa merasa takut kepada Allah. Ustad Novel berpendapat bahwa kutipan tersebut adalah hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperoleh hakikat sembahyang. Untuk memperoleh hakikat sembahyang, maka perlu diketahui bahwa masuknya sembahyang itu dengan ilmu (pengetahuan) mengenai hukum-hukumnya. Kemudian berdiri dan malu berarti bahwa kita hendaknya berdiri dengan
commitTerakhir to user adalah membaca surat dengan rasa malu ketika sembahyang.
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rasa takut. Dengan adanya rasa takut itu, maka seseorang yang sembahyang akan selalu berusaha agar semua perbuatan sembahyangnya itu benar. Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa hakikat sembahyang itu harus memenuhi unsur-unsur seperti paham akan syariatnya, senantiasa mengusahakan berdiri semampunya untuk mengerjakan sembahyang, dan memiliki rasa takut kepada Allah. Dengan demikian maka sembahyang yang dilakukan akan khusyuk.
h. Rukun Sembahyang Rukun sembahyang terdiri dari tiga belas urutan. Dalam teks Asrāru `sh-Shalāt, ketiga belas rukun tersebut diuraikan satu per satu seperti berikut. 1) Niat. “Maka ialah // maka disertakannyalah niatnya kaukatanya Allahu Akbar jangan / dahulu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13).
2) Takbiratul Ihram. “Dan terkemudian daripada “alif” Allah hingga “ra” Akbar. Wa / jib dinyatakan “ra” Akbar serta menyatakan Dia dengan seakan / yakni pada i«th»thāha[d] -nya memutuskan segala sifat fi„il / yang berkaya-kaya itu serta membesarkan sifat zat mutlak. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13).
3) Maqam tabdil “Ketiga yaitu maqām tabdil artinya tawakal kepada Allah / Taala serta menafilah insan, hanyalah wujud Allah / Taala seperti firman ---. / Bahwasanya Allah jua yang kekal dan fanalah semuanya. Demikian / lah dalam musyāhadah dan to user ia / hadirat Tuhan dalam muqābalah dancommit muqāranah
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sembahyang serta taslim-nya / dan tawadlu‟-nya dan takutnya ia mengerjakan amar-nya / dan serta menjauhi (na‟a) nahinya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13).
4) Membaca Fatihah “Keempat memaca / fatihah yaitu maqām mutakalim artinya berkata-kata dengan // Allah. Bermula fatihah itu keluar daripada tubuh yang halu / s yakni meninggilah dirinya dan hapus segala ta„ayyun / --- / yang zhahir maka hendaklah dikeluarkan bacanya itu kepada huruf / dan bukan suara. Inilah maqām mutakalim.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 13–14).
5) Rukuk “Kelima rukuk dalam / itu seolah-olah memanang tiang ka‟bah, yakni ibu kakinya kedua. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
6) Iktidal “Keenam iktidal dalamnya itu memanang antara kening kedua seolah-olah / memandang Nur Muhammad, Rasulallah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
7) Sujud “Ketujuh sujud dalamnya itu / memandang dada seolah-olah melihat Tuhan dalam ka‟bah. Dan / sujud itu maqām taqarubi yakni mengnyempurnakan diri / kepada Haq Taala serta hapuslah ta„ayyun insan dalamnya. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14). 8) Qu‟ud “Kedelapan qu„ud.” (Asrāru `sh-Shalat, hlm. 14).
9) Duduk “Kesembilan duduk.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14)
commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Tahiyat Akhir “Yang kemudian kesepuluh / tahiyat akhir.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
11) Salawat “Kesebelas salawat akan nabi shallā `l-Lāhu „alaihi / wa sallam.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
12) Salam “Keduabelas salam yang pertama.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
13) Tertib “Ketigabelas tertib. //” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 14).
Berdasarkan kutipan tersebut, ketiga narasumber, yaitu Bapak Ahmad Dahlan, Ustad Novel, dan Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa rukun sembahyang tersebut merupakan urutan-urutan sembahyang yang dalam pelaksanaannya tidak boleh saling bertukar, harus sesuai urutan sebanyak tiga belas urutan. Pertama niat. Kedua, takbiratul ihram. Ketiga, maqam tabdil. Keempat, membaca Al-Fatihah. Kelima, rukuk. Keenam, iktidal. Ketujuh, sujud. Kedelapan, qu'ud. Kesembilan, duduk. Kesepuluh, tahiyat akhir. Kesebelas, salawat. Kedua belas, salam. Ketiga belas, tertib
i. Penggolongan Sembahyang Orang-orang yang melakukan sembahyang dapat dibagi menjadi tiga macam. Hal tersebut tercantum dalam kutipan berikut. commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Maka adalah musyāhadah-nya / tatkala itu segala masiwa `l -Lah ini fana ia, / hanya Haq Taala jua yang baqā seperti firman Allah / Taala “Kullu syai‟in hālikun illā wajhah”. Tiap-tiap / binasa melainkan zat-Nya yang adanya. Demikianlah takbira / tu `l-ihrām orang yang muntahi.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19). “Dan jikalau ada ia / daripada orang yang mutawasith, takbirnya Allah, takbirnya / akbar “Allahu Akbar” hadir, dan hadir di sini nyatalah / fana-Nya, af„al kepada af„al Allah, dan sifat-Nya / kepada sifat Allah, zat-Nya kepada zat Allah. Maka / apabila tataplah hapusnya seperti keadaan // hapus bulan dan bintang itu sebab ter / bit matahari, maka tiada terbilang cahaya keduanya / itu melainkan yang terbilang cahayanya matahari / jua. Maka dihukumkan pandangnya yang demikian itu / pandang mutawasith namanya.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 19–20). “Dan jikalau ia / daripada orang yang mubtadi maka muqāranah-nya / Allahu Akbar atau sembahyang fardu zuhur atau la / innya. Maka apabila selesailah si-mushali itu daripada / takbiratu `l-ihrām, kemudian muqāranah maka hendaklah / ia kembali akan pandang kepada mu„ayyanah serta / muntahi yang di bawahi hingga sampailah kepada Islam. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 20). Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan penggolongan orang yang melakukan sembahyang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu golongan orang muntahi sebagai golongan orang yang sudah sangat mengenal Allah, golongan orang mutawasith. adalah golongan orang yang dianggap menengah dalam mengenal Allah, dan golongan orang mubtadi adalah orang yang baru memulai mengenal Allah. Ustad Novel menguraikan tiga macam orang sembahyang berdasarkan takbiratul ihramnya. Golongan orang muntahi merupakan golongan orang yang sudah sangat mengenal Allah, yang telah suci roh dan hatinya dari maksiat lahir dan batin. Sembahyang golongan ini dilakukan atas dasar keyakinannya bahwa semua yang ada akan musnah kecuali Allah. Pada setiap takbira tu `l-ihrām-nya mengandung
commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pamaknaan berserah diri karena melihat pada dirinya sebagai golongan daif, fakir, hina dan lemah. Golongan orang mutawasith adalah golongan orang-orang yang dianggap menengah dalam mempelajari pengenalannya kepada Allah. Sembahyang golongan ini adalah berusaha menyempurnakan perintah Allah. Pada saat sembahyang, hatinya berserah kepada Allah karena merasa dirinya rendah daripada Allah, ibarat seperti cahaya bulan dan bintang yang tidak secemerlang cahaya matahari. Terakhir adalah golongan orang mubtadi sebagai orang-orang yang baru memulai atau baru dalam taraf awal. Sembahyang menurut golongan ini dilakukan semata-mata hanya untuk menutupkan fitnah dunia, sekadar mengetahui akan segala rukun-rukun, waktu, bersuci, dan mengetahui wajib dan sunat. Sembahyang golongan ini dilakukan dengan tujuan hanya untuk mendapat pahala. Bapak
Agus
Himawan
berpendapat
bahwa
orang
yang
sembahyang itu dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu jenis orang muntahi, mutawasith, dan mubtadi. Orang yang termasuk jenis muntahi adalah orang-orang yang sudah mencapai puncak atau tataran tertinggi mengenal Allah. Orang yang temasuk mutawasith adalah orang yang berada di tengah-tengah yang masih berusaha untuk mengenal Allah. Orang mubtadi adalah jenis orang yang baru memulai untuk mengenal Allah.
commit to user
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
j. Rupa (Kenampakan) Sembahyang Sembahyang adalah suatu ibadah yang dilakukan dengan gerakangerakan tertentu. Dari gerakan-gerakan tersebut, ada beberapa gerakan yang menyerupai huruf-huruf Arab. Hal tersebut tercantum dalam kutipan berikut. “Ketahui olehmu bahwa[sa]nya sembahyang itulah yang di // namai maqām Muhammad karena rupa sembahyang misal / rupa “Ahmad”. Dan yang sembahyang itu rupa “Muhammad”. / Yakni inilah rupanya tatkala berdiri itu rupa / “alif” atau dan tatkala rukuk itu rupa “ha”. Dan tatkala / sujud itu rupa huruf “mim” . Dan tatkala duduk / itu rupa huruf “dal”. Dan kepalanya si-mushali itu berupa / huruf “ha”. Dan pusatnya itu berupa dengan huruf “mim”. / Dan kedua kakinya berupa huruf “dal”. Dan inilah sembahyang / pada orang yang menjalani jalan batin yang sempurna. / Ibadah demikianlah seperti kata yang tersebut bayān-nya / yang dahulu itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 24–25).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa
gerakan-gerakan
dalam
sembahyang
apabila
diperhatikan
menyerupai bentuk-bentuk huruf Arab. Berdiri ketika sembahyang adalah berdiri menghadap kiblat tampak seperti huruf “alif”, rukuk tampak seperti huruf “ha”, sujud menyerupai huruf “mim”, dan ketika duduk menyerupai huruf “dal”. Ustad Novel menguraikan bahwa gerakan-gerakan yang dilakukan ketika sembahyang, dimaknai untuk mengingatkan kita tentang kematian dan perjalanan melalui berbagai tahap kehidupan sebagai makhluk Allah. Posisi gerakan pelaku sembahyang diartikan sebagai simbol hubungan dengan Allah Swt. Pada teks tersebut, rupa sembahyang diibaratkan seperti rupa “Ahmad”. Penguraiannya adalah sebagai berikut. commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdiri ketika sembahyang adalah berdiri menghadap kiblat tampak seperti huruf “alif”. Berdiri dalam sembahyang merupakan posisi yang menyatakan keberadaan dan kekuatan. Posisi rukuk tampak seperti huruf “ha”, yakni membungkukkan badan, serta kedua tangannya memegang lutut, antara punggung dan kepala ditekankan supaya rata. Rukuk pada saat sembahyang diartikan sebagai bentuk kepasrahan dan penghambaan kepada Allah Swt. Posisi sujud serupa huruf “mim” adalah meletakkan dahi dan hidung di atas tempat sembahyang setelah kedua telapak tangan, lutut, serta ujung jari-jari kaki. Sujud dimaknai sebagai pengabdian dan penghambaan di hadapan Allah. Pelaku sembahyang merasa keberadaan dirinya paling rendah di hadapan Allah Swt., sedangkan posisi duduk ketika salat seperti huruf
“dal” merupakan
wujud ketundukan jiwa dan kepasrahan kepada Allah Swt.
k. Waktu-waktu Sembahyang Persoalan waktu-waktu sembayang tercantum dalam kutipan berikut. “Soal waktu lima itu dari mana keluarnya? Jawab: Ketahui olehmu bahwasanya waktu zhuhur itu / keluar daripada dada Nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam // otak nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. / Dan waktu asar itu dan magrib keluar daripada / dada nabi Allah shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan / waktu isya itu keluar daripada «a»nggota nabi Allah / shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. Dan waktu subuh itu / keluar daripada ubun-ubun nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 25–26).
Berdasarkan kutipan tersebut, baik Bapak Ahmad Dahlan, Ustad Novel, atau pun Bapak Agus Himawan tidak dapat menafsirkan apa yang commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimaksud pengarang mengenai waktu-waktu sembahyang, seperti yang terdapat pada kutipan tersebut.
2. Ma’rifatu `l-Lāh Kata makrifat berasal dari bahasa Arab „ma‟rifah‟ yang secara etimologi berarti pengetahuan atau pengenalan (Asmaran As., 2002:104). Makrifat juga dapat dihubungkan dengan kata Arab ma‟rifatun yang berarti „pengetahuan‟, „pengenalan‟. Arif artinya „orang yang mengetahui‟, „yang mengenal‟ (Marbawy, 1935:17 dalam Istadiyantha, 2002:403). Makrifat dalam konsep tasawuf diartikan sebagai pengenalan tentang kemahabesaran Tuhan dengan penghayatan batin melalui kesungguhan dalam peribadatan (Istadiyantha, 2002:403). Makrifat juga diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati (kalbu). Pengetahuan tersebut sedemikian lengkap dan jelas, sehingga jiwa merasa satu dengan yang diketahuinya itu (Asmaran As, 2002:104). Dalam ilmu tasawuf dikenal istilah ma‟rifatu`l-Lāh yang artinya mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Menurut Ibn Ataillah (dalam Asmaran As, 2002:105), ma‟rifatu`l-Lāh adalah melihat Allah dengan pandangan mata hati, dengan pandangan batin, bukan dengan pandangan mata kepala. Pembahasan mengenai Ma‟rifatu `l-Lāh, terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt adalah sebagai berikut.
commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Ibadah-ibadah dalam Tataran Syariat, Tarekat, dan Hakikat 1) Taharah “Adapun (tara) / taharah itu tiga perkara. Pertama taharah syariat. Kedua taharah tarekat. Ketiga taharah hakikat. / Dan sembahyang pun demikian dan puasa [pun] demikian // dan zakat pun demikian dan haji pun demikian / jua. Adapun taharah syariat itu yaitu menyucikan / najis dan hadas asghar dan hadas akbar itu / dengan air atau dengan tanah. Dan taharah tarekat / menyucikan batinnya daripada «dendam»lah dan khianat / dan munafik dan mengadu akan samanya Islam. / Dan taharah hakikat itu yaitu menyucikan rahayunya / daripada yang lain daripada Allah Taala dalam hatinya. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 26–27).
Bapak Ahmad Dahlan menjelaskan mengenai taharah pada kutipan tersebut. Taharah dibagi menjadi tiga macam, yaitu taharah menurut syariat, tarekat, dan hakikat. Taharah adalah bersuci atau membersihkan diri. Berdasarkan teks Asrāru `sh-Shalāt, taharah secara syariat adalah dengan menyucikan najis, hadas kecil, dan hadas besar dengan menggunakan air atau tanah. Taharah tarekat dilakukan dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela. Taharah tarekat diartikan sebagai menyucikan batin. Pada jenis taharah ketiga, yakni taharah hakikat, beliau tidak dapat menjelaskan karena kurang paham. Ustad Novel menguraikan permasalahan taharah sebagai berikut. Taharah secara syariat adalah dengan menyucikan najis, hadas kecil, dan hadas besar dengan menggunakan air atau tanah. Taharah syariat itu merujuk pada kebersihan lahir (badan). Taharah zahir mempunyai waktu tertentu setiap satu hari satu malam. Taharah tarekat dilakukan dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela.
commit to user Taharah tarekat diartikan sebagai menyucikan batin yaitu mensucikan
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diri dari sifat sombong, dendam, mengumpat, mengadu-ngadu, dan bohong atau dosa badan. Wudu tarekat (batin) adalah bersuci dengan taubat yang ikhlas dan memperbaharui kembali kepada Allah dengan menyesali semua dosa-dosa tadi langsung dari sumber batinnya. Taharah batin waktunya tidak terbatas (seumur hidup). Taharah hakikat dilakukan dengan membersihkan ketentraman hatinya dari mengeduakan Allah. Taharah hakikat merujuk pada keadaan untuk mencapai keyakinan hatinya, bahwa hanya Allah semata yang wajib disembah. Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa taharah syariat adalah menyucikan lahiriah (badan) sesuai dengan hukum-hukum. Taharah tarekat adalah menyucikan batin, yakni membersihkan dari sifat-sifat tercela. Taharah hakikat adalah sudah mengambil hikmah bahwa baik secara lahiriah dan batiniah telah bersih dari segala sesuatu selain Allah Swt. 2) Syahadat Syahadat juga dibahas dengan membaginya ke dalam tiga tataran, seperti pada kutipan berikut. “Adapun syahadat itu tiga perkara. Pertama syahada[t] / syariat. Kedua syahadat tarekat. Ketiga syahadat / hakikat. Maka yang syahadat syariat itu yaitu / meninggikan ketuanan pada makhluk. Dan syahadat / tarekat itu yaitu meninggikan ketuhanan dirinya / diteguhkan a.n.k.r.h Tuhannya. Dan syahadat // hakikat itu yaitu dikaram dirinya kepada Haq / Taala pada tiap-tiap jalalnya.” /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 27–28).
Bapak Ahmad Dahlan tidak dapat menguraikan maksud dari
commit to user kutipan tersebut. Ustad Novel menjelaskan bahwa syahadat secara
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
syariat adalah meninggikan ketuanan pada makhluk, yaitu meikrarkan kalimat syahadat dengan ucapan. Syahadat tarekat dilakukan dengan meyakini dalam hati kalimat syahadat. Syahadat hakikat adalah keadaan di mana hati betul-betul yakin bahwa hanya tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa syahadat syariat adalah sebatas ucapan atau ikrar kalimat syahadat. Syahadat tarekat berarti bahwa Allah sudah menyambut ketuhanan kita. Syahadat hakikat, yakni dalam diri kita yang ada hanya keagungan Allah.
3) Sembahyang Sembahyang diuraikan dalam tiga hal seperti pada kutipan berikut. “Adapun sembahyang itu / tiga perkara. Pertama sembahyang syariat. [Kedua sembahyang tarekat]. Ketiga sembahyang / hahikat. Maka sembahyang syariat itu yaitu ketahui / segala fardu dan sunat dalam sembahyang serta mengerja / kan dia. Dan sembahyang tarekat itu memelihara akan / hadirat Tuhan, yakni hukumnya, amarnya, dan nahi / seperti sabda nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa sallam “ --- / „ani `l-jawari li `sh-shalāti”. Berdiam perbuatan yang haram / itu seperti sembahyang jua. Dan sembahyang hakikat / itu yaitu meninggikan dirinya kepada Haq Taala dalam / murāqabah dan musyāhadah-nya dan muqābalah dengan / Dia.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 28).
Berdasarkan kutipan teks tersebut, Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa sembahyang secara syariat adalah sembahyang secara lahir, yaitu sembahyang fardu dan sunat pada umumnya, yang ketentuannya sudah terdapat dalam hukum-
commit to user hukumnya. Sembahyang tarekat dilakukan dengan meyakini bahwa
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Allah senantiasa berada dalam setiap melakukan perbuatan yang disuruh dan dilarang. Pada sembahyang hakikat Bapak Ahmad Dahlan tidak begitu paham, sehingga tidak dapat menafsirkan kutipan tersebut, sedangkan Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa sembahyang hakikat adalah keadaan telah mengetahui Allah melalui pendekatan, penyaksian, dan penghadapan. Ustad Novel memberi penjelasan mengenai sembahyang sesuai kutipan tersebut, seperti berikut. Sembahyang secara syariat adalah sembahyang secara lahir, yaitu sembahyang fardu dan sunat pada umumnya sesuai dengan hukum-hukum (ilmu syariat). Sembahyang syariat adalah salat seluruh badan yang zahir dengan gerakan tubuh. Sembahyang syariat mempunyai waktu tertentu di dalam suatu hari satu malam lima kali. Sunatnya sembahyang syariat dilakukan di masjid dengan berjamaah sama-sama menghadap ka‟bah dan mengikuti Imam, tanpa riya‟ dan sum„ah. Sembahyang tarekat dilakukan dengan meyakini bahwa Allah senantiasa berada dalam setiap melakukan perbuatan yang disuruh dan dilarang. Sembahyang tarekat dapat dikatakan sebagai sembahyang hati selama-lamanya, di mana masjidnya adalah hati. Berjamaahnya ialah terpadunya kesucian batin dengan selalu memperdengarkan tauhid dengan lisan batin, imamnya adalah rasa rindu di dalam hati untuk sampai kepada Allah, kiblatnya adalah hadirat Allah yang maha tunggal dan keindahan ketuhanan. Sembahyang hati dilakukan dengan hidupnya hati tanpa suara, berdiri dan duduk. Kita selalu berhadapan dengan Allah dan commit to user
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
senantiasa siaga dengan ucapan: “kepada-Mu kami beribadah dan kepada-Mu kami memohon pertolongan, dan mengikuti Nabi Muhammad saw. Saembahyang hakikat diartikan sebagai keadaan telah mencapai pendekatan, penyaksian, dan penghadapan dengan Allah Swt.
4) Puasa Puasa dalam tataran syariat, tarekat, dan hakikat terdapat pada kutipan berikut. “Dan adapun puasa itu tiga perkara. / Pertama puasa syariat. Kedua puasa tarekat. // Ketiga puasa hakikat. Maka puasa syariat / itu meninggalkan dirinya daripada makan dan minum dan / jimak. Dan puasa tarekat itu meningal meninggalkan / daripada loba dan tamak dan «dendam»lah dan khia / nat akan samanya Islam. Dan puasa hakikat / itu yaitu meninggalkan dirinya daripada lain daripada / Allah Taala serta menyeungulkan Dia dan menghayat Dia. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 28–29).
Berdasarkan kutipan tersebut, Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan mengartikan puasa secara syariat adalah tidak makan dan minum. Puasa syariat mengacu pada puasa secara lahir (badan). Puasa tarekat merujuk pada puasa batin yang dilakukan menghilangkan sifat-sifat jelek dalam hati. Puasa hakikat tidak dapat dijelaskan oleh Bapak Ahmad Dahlan, sedangkan Bapak Agus Himawan mengartikan puasa
hakikat
sebagai
keadaan telah
meninggalkan penghambaan kepada yang lain seperti kesenangan duniawi dan hanya menghambakan diri kepada Allah. Ustad Novel menguraikan puasa pada kutipan tersebut sebagai
user tidak makan dan minum. Puasa berikut. Puasa secara commit syariat to adalah
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
syariat mengacu pada puasa secara lahir (badan). Puasa syariat mempunyai waktu tertentu atau di batasi oleh waktu. Kebahagiaan puasa menurut syariat adalah kebagahiaan ketika berbuka dengan memakan makanan di waktu magrib. Rukyat menurut syariat adalah melihat bulan di malam lebaran pertanda selesainya tugas puasa ramadan. Puasa tarekat merujuk pada puasa batin, yakni menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan dilarang, serta menjauhi sifat-sifat tercela, seperti ujub dan sebagainya secara lahir dan batin pada waktu siang maupun malam. Bila melakukan hal tadi maka batallah puasa tarekatnya. Puasa tarekat tidak di batasi waktu (seumur hidup). Kebahagiaan puasa menurut tarekat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk surga menikmati kenikmatan surga. Rukyat menurut tarekat adalah melihat Allah pada hari kiamat dengan pandangan. Puasa hakikat adalah keadaan telah meninggalkan penghambaan kepada yang lain seperti kesenangan duniawi dan hanya menghambakan diri kepada Allah.
5) Zakat Zakat diuraikan dengan tiga tataran, yakni syariat, tarekat, dan hakikat, seperti tercantum pada kutipan berikut. “Dan adapun zakat itu tiga perkara. Pertama / zakat syariat. Kedua zakat tarekat. Ketiga / zakat hakikat. Maka zakat syariat itu yaitu / mengeluarkan yang difardukan Allah daripada arta-nya yang kemudian / daripada sampai nisabnya atau haulnya. Dan zakat / tarekat meneguhkan janji daripada Tuhannya itu. Dan zakat hakikat itu (ma) mengeluarkan kekasihnya, // yakni commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
144 digilib.uns.ac.id
fana fi `l-Lāha dan baqa bi `l-Lāha.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 29– 30).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan berpendapat bahwa zakat syariat adalah mengeluarkan sebagian harta seperti ketentuan agama. Zakat tarekat dilakukan dengan meneguhkan janji bahwa Allah semata yang disembah. Zakat hakikat tidak dapat dijelaskan oleh Bapak Ahmad Dahlan, sedangkan menurut Bapak Agus Himawan, zakat hakikat adalah keadaan telah mencapai kecintaan kepada Allah hingga merasa diri fana dan kekal bersama Allah. Ustad Novel berpendapat bahwa zakat syariat adalah seseorang memberikan hasil usahanya yang telah ditentukan dan pada waktu tertentu pula setiap tahun dengan nisab yang telah ditentukan. Zakat tarekat adalah meneguhkan janji kepada Allah dengan memberikan hasil usaha pendalaman hal-hal mengenai akhirat dan Allah kepada orang fakir agama dan miskin akhirat. Zakat hakikat adalah kondisi merasa diri ini lebur (fana) dan bersatu (kekal) bersama Allah.
6) Haji Pembahasan ibadah terakhir yang dibahas dalam tataran syariat, tarekat, dan hakikat adalah haji, seperti pada kutipan berikut. “Dan adapun haji / itu yaitu tiga perkara. Pertama haji syariat. Kedua / haji tarekat. Ketiga haji hakikat. Maka haji syariat / itu pergi ia mengujuki tempat yang mulia, yakni ka‟bah / Allah. Dan haji tarekat itu yaitu menilik maqām commit to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ihram / serta ikhlas. Dan haji hakikat itu yaitu menilik / kepada maqām zat jati serta meminum dia.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 30).
Bapak Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan berpendapat, haji syariat yaitu mengunjungi ka‟bah dengan melakukan rukun-rukun haji sesuai dengan ketentuan agama. Haji tarekat yaitu melihat segala sesuatu dengan jernih dan ikhlas, tanpa ada buruk sangka di dalam hati. Haji hakikat tidak dapat diuraikan oleh Bapak Ahmad Dahlan, sedangkan menurut Bapak Agus Himawan, haji hakikat, yaitu keadaan melihat kedudukan Allah sebagai zat yang paling sejati. b. Syariat, Tarekat, Hakikat, dan Makrifat Pada teks Asrāru `sh-Shalāt perihal syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat diuraikan sebagai berikut. “Syahdan / syariat itu perbuatan Islam maqām pada tubuh. / Dan tarekat itu perbuatan iman dan maqām pada / hati. Dan hakikat itu perbuatan tauhid dan maqām-nya / pada ruh. Dan mu(„a)raqābah itu pertuannya makrifat dan / maqām-nya pada sirr. Adapun Islam pada kita ini ilmu / pada Allah. Dan iman pada kita yakni ta„ayyun pada Allah. Dan / tauhid pada kita ini rahasia pada Allah Taala. // Dan makrifat pada kita ini nur pada Allah Taala.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 30–31).
Pada pembahasan ini, Bapak Ahmad Dahlan tidak dapat menafsirkan karena ketidakpahaman. Ustad Novel menjelaskan bahwa kutipan tersebut merupakan komponen-komponen (alat-alat) untuk mengenal Allah. Alat tersebut terdiri dar empat macam, yakni tubuh, hati, ruh, dan sirr. Tubuh adalah komponen utnuk melakukan perbuatan ibadah-ibadah dalam Islam. Hati itu komponen untuk meyakini Allah
commit to user
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Swt. Ruh itu komponen untuk mencapai hakikat. Sirr (nurani) untuk mengenal Allah lebih dekat. Menurut Bapak Agus Himawan, kutipan tersebut menerangkan mengenai syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Syariat menyatakan perbuatan Islam yang kedudukannya pada tubuh. Dapat dicontohkan, orang yang tubuhnya melakukan gerakan-gerakan salat berarti dia Islam. Meskipun demikian perbuatan iman dalam hati tidak dapat diketahui. Seseorang yang melakukan sembahyang belum tentu dalam hatinya beriman. Hal itu juga berlaku pada ruh yang tidak dapat diketahui keadaannya apakah mengesakan Allah dan sirr-nya dapat mengenal Allah. “Soal apa / faedah Islam dan iman dan tauhid / dan makrifat? Jawab: Adapun faedah Islam (dan) / itu akan memasukkan ke dalam syariat. Dan faedah iman / itu akan rukyatu `l-Lah Taala. Dan tauhid itu muntahī / yang „inabah Allah. Dan faedah makrifat itu akan mengenal / antara qadim dan muhadist-nya tiadalah ia jadi bertukar-tukar / dan bersamaan antara keduanya itu.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 31). Kutipan tersebut hanya dijelaskan oleh ustad Novel, yakni bahwa Islam merupakan ilmu untuk mengenal Allah. Iman berarti menerapkan (mengamalkan) ilmu tersebut secara terus-menerus.
Tauhid adalah
puncak dari pengamalan ilmu-ilmu tersebut, sehingga benar-benar mengenal Allah sebagai zat yang terdahulu dan yang lain adalah yang kemudian, di mana keduanya tidak mungkin bertukar-tukar. “Soal // tubuh itu kenyataan apa? Dan hati itu kenyataan apa? Dan / ruh kenyataan apa? Dan sirr itu kenyataan apa? Jawab: / Adapun tubuh itu menyatakan af„al Allah. Dan / hati itu menyatakan asma Allah. Dan ruh / menyatakan sifat Allah. Dan to user(Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32). zat / Allah.” sirr itu menyatakancommit
perpustakaan.uns.ac.id
147 digilib.uns.ac.id
Pada kutipan tersebut, Bapak Ahmad Dahlan dan bapak Agus Himawan tidak dapat memberikan penjelasan, sedangkan ustad Novel menjelaskan bahwa kenyataan diartikan sebagai tempat perwujudan. Maka tubuh itu tempat perwujudan af„al Allah, hati itu perwujudan asma Allah, ruh itu tempat perwujudan sifat Allah, dan sirr adalah tempat perwujudan zat Allah. “Soal apa sebab Allah Taala menjadikan insan? / Jawab: Karena Allah hendak menyatakan qadim dan / muhadistnya, dan lagi Allah Taala hendak menyempurnakan / sifat rahman dan sifat rahim-Nya kepada insan. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32).
Berdasarkan kutipan tersebut, ketiga pembaca memberi pengertian yang sama, yakni Allah menciptakan manusia adalah untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang pertama (zat awal). Hal tersebut sama dengan bahwa Allah itu terdahulu dan berdiri dengan sendiri-Nya, sedangkan manusia dan lainnya adalah yang berikutnya dan adanya manusia itu karena kuasa Allah Swt. “Soal apa makanan tubuh? Dan apa makanan hati? / Dan apa makanan ruh? Dan makanan sirr? Jawab: / Adapun makanan tubuh yaitu makanan dan minu / mannya sekalian jasmani, maka diperolehlah ialah nikmat tu / buh dengan dia dan zikirnya “lā malika illā „l-Lāh”. Tiada Tuhan // yang disembah sebenar-benarnya hanya Allah. Dan makanan / hati itu yaitu hadir dan akan Tuhannya, maka berolehlah nikmat hati itu dengan dia zikirnya / “lā ilāha illā `l-Lāh”. Hanya Allah jua yang maujud. / Dan maka«nan» ruh itu yaitu makanan nurani / dan pun dan minumannya pun (r) nurani, / yaitu mengucap tasbih dan tahlil, maka diperoleh / nikmat ruh itu dengan dia dan zikirnya “Allāh Allāh” / yang yakni Allah yang hakikat. Dan makanan sirr itu / yaitu senantiasa dimeri akan pada musyāhadah / dan muraqābah kepada zat jati maka putuslah ia / dengan Dia, dan zikirnya “hūwa hūwa” yakni [Ia] jua / zat mutlak dan Ia jua zat to user hakikat dan / Ia juacommit zat Allah.” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 32–33).
148 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan tersebut hanya diartikan oleh Bapak Agus Himawan dan ustad Novel karena Bapak Ahmad Dahlan tidak memahami kutipan tersebut. Kutipan tersebut diartikan bahwa masing-masing bagian tubuh, hati, ruh, dan sirr. Anggota tubuh memerlukan makanan dan minuman. Hati memerlukan kehadiran Tuhan. Ruh membaca perlu tasbih dan tahlih untuk memperoleh hakikat Allah. Sirr membutuhkan pengenalan dan pendektakan
kepada
Allah
dengan
berusaha
menyaksikan
dan
mendekatkan diri kepada Allah. “Soal mana dinamai ter«pan»dang kita / kepada Haq Taala? Dan gaib kita daripadanya musyā / hadah kita di hadir kita dengan Dia. Dan / sampai kita kepada-Nya itu? Jawab: Adapun jadi ter / «pan»dang kita ini kepada Haq Taala karena kita pandang / semata akan wujud Allah, zat Allah, dan sifat Allah, / dan asma Allah. Dan gaib kita akan Haq Taala ini / karena membesarkan hawa nafsu dan dunia. Dan / dari mana gaib kita dan dari mana hadir kita gaib / kita akan Dia dan hadir kita dengan Haq Taala ini, / telah gaiblah daripada musyāhadah empat perkara // washil kita kepada Haq Taala ini fanalah Ia daripada / papa dan hina dan daif dan lemah dan bebal / pada pandangannya itu. Ia jua yang kaya dan Ia yang / jadi barang yang dikehendak daripada suatu dengan dikatanya dengan / lidahnya “La haula wa la quwwata illā bi `l-Lāh „aliyu `l-„adzim” ini / inilah alamat orang yang waasil berjalan kepada jalan / ahlu „l-Lāh yang dinamai sufi dan awliya‟ Allah Taala. /” (Asrāru `sh-Shalāt, hlm. 35–36).
Bapak Agus Himawan dan ustad Novel mengartikan kutipan tersebut sebagai kesempurnaan manusia di hadapan Allah. Manusia akan dipandang oleh Allah karena manusia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Dengan mendekatkan diri, maka manusia benar-benar akan mengenal Allah. Sebaliknya, manusia yang senantiasa membesarkan
commit to user hawa nafsu dan kesenangan dunia akan jauh dari Allah. Manusia yang
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membesarkan hawa nafsu tidak akan mencapai makrifat, yaitu penyaksiannya akan Allah itu lenyap dikarenakan Allah terkalahkan dari harta karena manusia takut miskin dan takut lemah. Padahal sesungguhnya hanya Allah yang kaya dan yang dikehendaki untuk mencapai ketentraman hidup.
Tanggapan-tanggapan pembaca didasarkan pada pemahaman pembaca ketika melakukan proses pembacaan. Bentuk tanggapan pembaca dapat berbentuk dalam berbagai macam, seperti teks Asrāru `sh-Shalāt yang ditanggapi dengan menafsirkan satu persatu ulasan yang tertulis dalam teks tersebut. Masing-masing pembaca memiliki gudang pengalaman yang berbeda-beda. Selain itu pembaca juga merupakan anggota dari kumpulan masyarakat yang dalam kelompoknyya memiliki konvensi masing-masing. Hal tersebut menyebabkan perbedaan penafsiran. Akan tetapi dari penafsiran yang berbeda-beda tersebut tidak ada penafsiran yang salah. Penafsiran yang dilakukan pada teks Asrāru `sh-Shalāt terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan pendapat banyak ditemukan pada penafsiran mengenai sembahyang. 1. Kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah adalah ibadah manusia kepada Allah. Jika sembahyang seseorang itu tidak dilakukan dengan baik, hanya sebatas melakukan tanpa adanya niat ibadah mengagungkan Allah, maka ibadah-ibadah lain tidak diterima oleh Allah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
150 digilib.uns.ac.id
2. Sejarah pelaksanaan sembahyang, yakni mengenai sembahyang lima waktu merupakan penggabungan dari sembahyang-sembayang yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. 3. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperoleh hakikat sembahyang, yakni dengan mengetahui ilmunya, memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah. 4. Pembahasan mengenai rukun-rukun sembahyang yang terdiri dari tiga belas urutan. 5. Penjelasan mengenai golongan orang sembahyang yang dibedakan menjadi tiga golongan, yakni golongan muntahi, mutawasith, dan mubtadi. 6. Perihal uraian ma‟rifatu `l-Lāh yang berkaitan dengan taharah, syahadat, sembahyang, puasa, zakat, dan haji yang dibahas berdasarkan syariat, tarekat, dan hakikat. 7. Persoalan Allah menjadikan insan, yakni yakni Allah menciptakan manusia adalah untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang pertama (zat awal). Hal tersebut sama dengan bahwa Allah itu terdahulu dan berdiri dengan sendiriNya, sedangkan manusia dan lainnya adalah yang berikutnya dan adanya manusia itu karena kuasa Allah Swt. Perbedaan penafsiran oleh pembaca ditemukan pada pembahasan berikut. 1. Alasan difardukan sembahyang yang berkaitan dengan Nur Muhammad. Bapak Ahmad Dahlan menafsirkan bahwa sebab difardukan sembahyang lima waktu berkaitan dengan penciptaan manusia.
Berdasarkan naskah,
diterangkan mengenai perjanjian ruh dengan Allah Swt. Sebelum ruh dimasukkan dalam jasad. Pada dasarnya semua manusia itu beragama Islam, yakni ketika masih dalam alam ruh, manusia mengakui bahwa hanya Allah commit to user
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Swt. Ustad Novel menguraikan bahwa nur Muhammad yang menjawab pertama kali ketika Allah bertanya siapa Tuhan mereka. Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa nur Muhammad bersujud kepada Allah. oleh karena itu, sebagai makhluk yang berasal dari nur Muhammad, sudah seharusnya kita juga bersujud kepada Allah. 2. Rupa (penampakan) ketika sembahyang yang ditafsirkan oleh Bapah Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan, bahwa rupa orang sembahyang itu hanya memiliki kemiripan dengan huruf-huruf Arab. Menurut Ustad Novel, selain bentuknya mirip dengan huruf-huruf Arab, sesungguhnya ada maksud tertentu dari setiap bentuk-bentuk huruf tersebut. Selain persamaan dan perbedaan, dapat disimpulkan pula bahwa pembaca kesulitan dalam penafsirkan teks secara utuh karena kurangnya pemahaman pembaca dengan pembahasan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan yang tidak bisa ditafsirkan, seperti berikut. 1. Jumlah rakaat dalam sembahyang hanya diuraikan sedikit oleh ustad Novel. 2. Waktu-waktu sembahyang yang tidak diketahui maksudnya oleh ketiga pembaca. 3. Faedah faedah Islam, iman, tauhid, dan makrifat yang tidak dapat ditafsirkan oleh Bapak Ahmad Dahlan. 4. Persoalan kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr yang hanya ditafsirkan oleh ustad Novel secara ringkas. 5. Persoalan makanan makanan tubuh, hati, ruh, dan sir yang hanya dijelaskan oleh ustad Novel secara ringkas.
commit to user
152 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara keseluruhan, tanggapan ketiga pembaca setelah membaca teks Asrāru `sh-Shalāt, yaitu menilai pengarang teks memiliki ilmu yang sangat luas. dengan keluasan ilmunya berusaha mengajak pembaca menyadari bahwa salat bukan sekedar ucapan lisan dan gerakan tubuh saja, akan tetapi di balik kalimat dan gerakan tubuh tersebut terdapat makna yang luas. Secara syariat penulis membahas mulai dari sejarah shalat hingga rukun-rukunnya. Teks tersebut sangat bermakna dan berbobot, akan tetapi tidak semua orang dapat memahaminya. Teks ditulis bukan untuk dikonsumsi semua orang. Teks tersebut hendaknya dikaji bersama seorang guru yang mengerti ilmu syariat, tarekat dan hakikat, sehingga ia dapat menjelaskan dengan tepat maksud dari pengarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan pembahasan teks Asrāru `sh-Shalāt yang sudah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan mengenai beberapa hal, seperti berikut. 1. Teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan teks tunggal. Metode yang paling sesuai untuk mengadakan suntingan teks adalah dengan menggunakan metode standar, yaitu menerbitkan suntingan teks dengan membetulkan kesalahankesalahan yang terdapat dalam teks. Ejaan disesuaikan dengan ketentuanketentuan yang berlaku. Setelah dilakukan kritik teks terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt, ditemukan kesalahan-kesalahan salin tulis seperti berikut. a. 36 kesalahan berupa lakuna b. 18 kesalahan berupa adisi c. 20 kesalahan berupa dittografi d. 27 kesalahan berupa subtitusi e. 2 kesalahan berupa transposisi f. 3 bacaan yang tidak terbaca 2. Teks Asrāru `sh-Shalāt adalah salah satu karya yang memiliki struktur. Struktur teks Asrāru `sh-Shalāt merupakan struktur sastra kitab, yang terdiri dari struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya penyajian. Dilihat dari struktur penyajiannya, teks Asrāru `sh-Shalāt disusun secara
commitisi, to user sistematis, meliputi pendahuluan, dan penutup. Dilihat dari segi gaya 153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
penyajiannya, dalam teks Asrāru `sh-Shalāt
banyak dijumpai bentuk
interlinier dengan penggunaan kalimat bahasa Arab yang diterjemahkan kedalam bahasa Melayu, terutama pada dalil-dalil. Disamping itu, pusat penyajian teks menggunakan metode orang ketiga atau author omniscient. Dari segi gaya bahasa, teks Asrāru `sh-Shalat meliputi empat macam diksi, yaitu: (1) kosa kata yang terdiri dari kosa kata Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 72 buah dan kosa kata Arab yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia sebanyak 28 buah, (2) ungkapan ada 6 buah, (3) sintaksis yang terdapat dalam teks Asrāru `sh-Shalāt
adalah
penggunaan kata “dan” sebagai kata tumpuan maupun sebagai kata penghubung; kata “maka” yang berfungsi sebagai kata tumpuan; dan kata “bagi” sebagai penunjuk kepunyaan, (4) sarana retorika yang terdiri dari gaya penguraian, pengulangan, penguatan, dan pertentangan. Secara garis besar teks Asrāru `sh-Shalāt membahas mengenai sembahyang dalam tataran sufi dan uraian mengenai ma’rifatu `l-Lāh sebagai tujuan sufi. 3. Berdasarkan analisis resepsi terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt, yakni melalui tafsir teks, dapat diketahui resepsi pembaca yang sama dan berbeda karena pengalaman, faktor latar belakang, dan pendidikan yang berbeda. Persamaan pendapat banyak ditemukan pada penafsiran mengenai sembahyang. a.
Kedudukan sembahyang sebagai perintah Allah adalah ibadah manusia kepada Allah. Jika sembahyang seseorang itu tidak dilakukan dengan baik, hanya sebatas melakukan tanpa adanya niat ibadah mengagungkan Allah, maka ibadah-ibadah lain tidak diterima oleh Allah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
b.
Sejarah pelaksanaan sembahyang, yakni mengenai sembahyang lima waktu merupakan penggabungan dari sembahyang-sembayang yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
c.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperoleh hakikat sembahyang, yakni dengan mengetahui ilmunya, memiliki perasaan malu dan takut kepada Allah.
d.
Pembahasan mengenai rukun-rukun sembahyang yang terdiri dari tiga belas urutan.
e.
Penjelasan mengenai golongan orang sembahyang yang dibedakan menjadi tiga golongan, yakni golongan muntahi, mutawasith, dan mubtadi.
f.
Perihal uraian ma’rifatu `l-Lāh yang berkaitan dengan taharah, syahadat, sembahyang, puasa, zakat, dan haji yang dibahas berdasarkan syariat, tarekat, dan hakikat.
g.
Persoalan Allah menjadikan insan, yakni yakni Allah menciptakan manusia adalah untuk menunjukkan bahwa Dia-lah yang pertama (zat awal). Hal tersebut sama dengan bahwa Allah itu terdahulu dan berdiri dengan sendiri-Nya, sedangkan manusia dan lainnya adalah yang berikutnya dan adanya manusia itu karena kuasa Allah Swt.
Perbedaan penafsiran oleh pembaca ditemukan pada pembahasan berikut. a.
Alasan difardukan sembahyang yang berkaitan dengan Nur Muhammad. Bapak Ahmad Dahlan menafsirkan bahwa sebab difardukan sembahyang lima waktu berkaitan dengan penciptaan manusia. Berdasarkan naskah, diterangkan mengenai perjanjian ruh dengan Allah Swt. Sebelum ruh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
dimasukkan dalam jasad. Pada dasarnya semua manusia itu beragama Islam, yakni ketika masih dalam alam ruh, manusia mengakui bahwa hanya Allah Swt. Ustad Novel menguraikan bahwa nur Muhammad yang menjawab pertama kali ketika Allah bertanya siapa Tuhan mereka. Bapak Agus Himawan menjelaskan bahwa nur Muhammad bersujud kepada Allah. oleh karena itu, sebagai makhluk yang berasal dari nur Muhammad, sudah seharusnya kita juga bersujud kepada Allah. b.
Rupa (penampakan) ketika sembahyang yang ditafsirkan oleh Bapah Ahmad Dahlan dan Bapak Agus Himawan, bahwa rupa orang sembahyang itu hanya memiliki kemiripan dengan huruf-huruf Arab. Menurut Ustad Novel, selain bentuknya mirip dengan huruf-huruf Arab, sesungguhnya ada maksud tertentu dari setiap bentuk-bentuk huruf tersebut. Selain persamaan dan perbedaan, dapat disimpulkan pula bahwa
pembaca kesulitan dalam penafsirkan teks secara utuh karena kurangnya pemahaman pembaca dengan pembahasan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan yang tidak bisa ditafsirkan, seperti berikut. a. Jumlah rakaat dalam sembahyang hanya diuraikan sedikit oleh ustad Novel. b. Waktu-waktu sembahyang yang tidak diketahui maksudnya oleh ketiga pembaca. c. Faedah-faedah Islam, iman, tauhid, dan makrifat yang tidak dapat ditafsirkan oleh Bapak Ahmad Dahlan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
d. Persoalan kenyataan tubuh, hati, ruh, dan sirr yang hanya ditafsirkan oleh ustad Novel secara ringkas. e. Persoalan makanan makanan tubuh, hati, ruh, dan sir yang hanya dijelaskan oleh ustad Novel secara ringkas.
B. Saran Penelitian ini belum membahas secara mendalam teks Asrāru `sh-Shalāt karena baru menghadirkan suntingan teks, analisis struktur, dan resepsi yang berupa tafsiran seorang pembaca. Oleh karena itu, perlu adanya kajian dengan disiplin ilmu lain, seperti agama, sejarah, sosiologi dan sebagainya. Diharapkan dengan adanya penelitian terhadap teks Asrāru `sh-Shalāt ini, peneliti terpacu untuk memberikan pemikiran baru dalam usaha menciptakan karya baru dengan meneliti teks ini atau teks-teks lain. Hal ini merupakan wujud kecintaan terhadap khasanah kebudayaan bangsa.
commit to user