SUNTINGAN TEKS SERAT NAPOLEON Erwin Prasetyo Widodo dan Titik Pudjiastuti Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 64124, Indonesia E-Mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini menyajikan deskripsi dan suntingan teks naskah Serat Napoleon koleksi PNRI bernomor KBG 227 yang ditulis pada tahun 1860-an oleh juru tulis Keraton Surakarta. Teks berbentuk tembang macapat, menceritakan tentang sejarah peperangan di Eropa dan perjalanan seorang tokoh bernama Bonaparte dalam merebut tahta kerajaan. Penulisan nama tempat dan tokoh dalam teks disesuaikan dengan pelafalan orang Jawa. Metode penelitian filologi yang digunakan adalah metode edisi naskah tunggal. Suntingan teks dilakukan dengan menerapkan metode edisi kritis dilengkapi dengan catatan kaki, ringkasan cerita dan pedoman alih aksara. Kata kunci: Serat Napoleon, naskah, Perang Belanda, sejarah, Eropa, Napoleon Bonaparte.
Text Edits of Serat Napoleon Abstract This research presents a description and text edits to the text of Serat Napoleon KBG 227 which is PNRI collection, written in the 1860s by the scriber of Surakarta Palace. Macapat shaped text and it is tell about the history of the war in Europe and the journey of a person called Bonaparte in seizing the throne. The name of place and figures wrote in the text adapted to the pronunciation of the Javanese people. The Philological method uses the method of single copy editions. Edits based on critical method and providing footnotes if necessary. The study comes with story summary and transliteration guidelines. Keyword: Serat Napoleon, manuscripts, the Nederland Wars, history, Europe, Napoleon Bonaparte.
Pendahuluan Naskah-naskah di Nusantara mengandung isi yang sangat kaya. Kekayaan itu ditunjukkan dari aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan dalam teksnya, misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Apabila dilihat dari sifat pengungkapannya, dapat dikatakan kebanyakan isinya mengacu kepada sifatsifat historis, didaktis, religius, dan belletri (Baried, 1985:4). Dalam perjalanan sejarah Jawa, banyak terjadi peperangan untuk perluasan daerah kekuasaan, perebutan kursi penguasa, atau untuk menegakkan kemerdekaan seperti perang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia. Kisah-kisah peperangan tersebut
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
pasti terekam dalam catatan sejarah dan masyarakat Jawa yang dengan kecerdasan sastranya merekam kejadian tersebut dalam naskah babad1 atau serat2. Dari penelusuran melalui berbagai katalog naskah Jawa, diketahui bahwa ternyata tidak hanya peperangan yang terjadi di Nusantara saja yang dicatat dalam naskah babad atau serat ini. Ada juga naskah yang mencatat peperangan yang terjadi di Eropa pada tahun 1815, naskah itu adalah Serat Napoleon. Serat Napoleon tidak hanya menceritakan tentang peperangan yang terjadi di Eropa, tetapi juga menceritakan perjalanan tokoh Napoleon yang berusaha untuk kembali mendapatkan kekuasaannya di kerajaan Prankrik (Perancis). Hal yang menarik dari naskah ini adalah diterjemahkannya teks dari naskah aslinya yang berbahasa Belanda ke bahasa Jawa oleh orang Belanda bernama CF. Winter. Naskah ini lalu dituliskan kembali oleh juru bahasa Keraton dan dipersembahkan kepada Pangeran Adipati Arya Mangkunegara ke-3. Membaca keterangan mengenai naskah Serat Napoleon (selanjutnya akan disebut dengan SN), penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap naskah tersebut. Dari berbagai katalog yang telah ditelusuri, informasi tentang naskah SN terdapat di dalam katalog Literature of Java (Pigeaud, 1968) dengan judul Napoleon Bonaparte, Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid IV Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend, 1997) dengan judul Serat Napoleon, Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid II Keraton Yogyakarta (Behrend, 1994) dengan judul Serat Napoliyun Bonaparte dan dua naskah pada Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya, 2005) dengan judul Babad Napoleon. Naskah SN merupakan naskah koleksi PNRI bernomor KBG 227. Naskah ditulis dalam aksara dan berbahasa Jawa. Naskah yang memiliki tebal 117 ini berbentuk tembang macapat3 yang dibangun oleh 12 pupuh, yaitu,
1
Babad adalah salah satu bentuk karya sastra yang berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan dengan nama tempat, daerah, nama kerajaan, nama suatu kejadian atau peristiwa yang monumental, atau berhubungan nama tokoh besar tertentu (Widayat, 2011). 2 Serat merupakan jenis karya sastra yang mengandung piwulang atau pitutur kearah kebaikan dan kebijakan antara lain tentang etika atau moral, tatacara dan atau upacara tradisi tertentu, sikap dan sifat-sifat seseorang dalam mengabdi pada raja, penguasa, orang tua dan sebagainya (Widayat, 2011). 3 Macapat merupakan genre puisi Jawa baru yang memiliki aturan metrum (pembaitan) berupa guru gatra atau jumlah gatra ‘baris’ dalam setiap pada ‘bait’, guru wilangan atau jumlah wanda ‘suku kata’ tiap gatra sesuai kedudukan gatra pada pada, dan guru lagu atau rima akhir gatra sesuai kedudukan gatra dalam pada, baik guru gatrar, guru wilangan, maupun guru lagu berkaitan dengan jenis metrum yang digunakan. (Karsono, 2010:6).
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
1. Dhandhanggula
7. Durma
2. Sinom
8. Asmaradana
3. Gambuh
9. Sinom
4. Pangkur
10. Dhandhanggula
5. Durma
11. Pucung
6. Pangkur
12. Megatruh
Hal menarik yang dapat dilihat dari naskah SN ini adalah penulisan nama orang atau nama tempat dari bahasa aslinya (Inggris, Perancis, Belanda) dituliskan dengan pelafalan Jawa, sehingga terkesan aneh saat dibaca. Selain itu, penceritaan tentang perang-perang yang terdapat dalam naskah juga diceritakan dengan lengkap dan terperinci mulai dari nama tokoh yang terlibat, nama tempat, hingga jumlah prajurit yang ikut berperang. Jika ditinjau dari keaslian cerita, belum dapat diketahui apakah naskah SN menceritakan segala kejadian beserta nama tokoh dan tempat sesuai dengan kenyataannya. Sangat mungkin penulis naskah SN melakukan “improvisasi” dengan menambahkan hal-hal yang bersifat fiktif. Ditinjau dari buku sejarah yang telah dibaca4, terdapat beberapa tokoh dan tempat dalam naskah SN yang sama dengan buku tersebut, tetapi terdapat juga nama tokoh atau tempat yang tidak ditemukan. Selanjutnya, tahapan yang dilakukan adalah menggunakan kaidah filologi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyajikan suntingan teks naskah SN agar masyarakat luas mengetahui kejadian yang pernah terjadi di luar Nusantara. Metode penelitian Baried (1985:67-72) menjelaskan langkah kerja dalam penelitian filologi dibagi atas empat langkah, yakni: Pertama, pemilihan obyek penelitian, yakni menentukan naskah apakah yang akan menjadi obyek penelitian. Pemilihan naskah didasarkan pada latar belakang dan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Langkah kedua adalah pencatatan dan pengumpulan naskah atau inventarisasi naskah, yakni mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau berisi cerita yang sama, yang termuat dalam katalog di berbagai perpustakaan. Selain itu perlu dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan. 4
Penulis membandingkan nama-nama tokoh dan tempat pada naskah dengan kejadian yang tertulis dalam sejarah di buku “Napoleon I : A Great Life In Brief” karangan Albert Guerard tahun 1956 terbitan Alfred A. Knopf dan “Napoleon: The Myth Of The Savior” karangan Jean Tulard tahun 1985 terbitan University Press Cambridge.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
Berikutnya adalah kritik teks, yakni suatu usaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya dengan menggunakan berbagai metode dalam penggarapannya. Langkah terakhir adalah rekonstruksi teks dan penyuntingan, yakni peyuntingan bacaan-bacaan yang salah secara bertahap sambil melakukan emendasi. Penyuntingan bacaan dapat didasarkan menurut bacaan yang benar pada naskah-naskah lain atau didasarkan menurut pengetahuan dari sumber lain, sehingga dapat mendekati bacaan asli. Secara eksplisit metode penelitian filologi menurut Baried (1985) ada lima, yaitu: 1. Metode Intuitif 2. Metode Objektif 3. Metode Gabungan 4. Metode Landasan 5. Metode Edisi Naskah Tunggal Menurut pendapat Robson (1994: 21-27), untuk metode suntingan teks edisi teks naskah tunggal dibagi menjadi dua, yaitu suntingan teks edisi diplomatik dan suntingan teks edisi kritis. Suntingan teks edisi diplomatis memperlihatkan secara tepat pengejaan kata-kata dari naskah tersebut. Pengejaan tersebut merupakan gambaran nyata mengenai konvensi pada waktu dan tempat tertentu dan juga memperlihatkan secara tepat penggunaan tanda baca dalam teks. Suntingan teks edisi kritis atau edisi standar merupakan usaha penerbitan naskah dengan membetulkan berbagai kesalahan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dan dengan demikian terbebas dari kesulitan mengerti isinya. Edisi kritis memberikan kesempatan pada penyunting untuk mengidentifikasi masalah dalam teks dan menawarkan jalan keluar. Menurut Baried (1985: 69) metode edisi standar adalah suatu usaha untuk menerbitkan naskah dengan melakukan koreksi terhadap teks yang diteliti, yaitu dengan membetulkan kesalahan-kesalahan dan ketidakajegan bacaan yang disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Jika didapati kesalahan dalam teks tersebut, penyunting akan memberikan tanda yang mengacu pada aparat kritik dan menyarankan bacaan yang lebih baik sesuai pada Robson (1994: 25). Di dalam penelitian filologi terdapat bentuk-bentuk perubahan atau kesalahan yang terjadi dalam sebuah teks. Robson (1994: 18-19) menjelaskah bentuk kesalahan tersebut sebagai berikut:
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
1. Kesalahan yang disebabkan oleh kemiripan bentuk huruf dalam tulisan tertentu. 2. Penghilangan teks, mulai dari skala terkecil yakni penghilangan suku kata (haplografi) hingga penghilangan dengan skala besar yakni saut du meme au meme atau penghilangan sebagian teks entah satu kata, satu baris atau bahkan satu bait. 3. Penambahan suku kata atau sebuah kata (ditografi). 4. Perubahan isi teks karena kesalahan penyalinan teks yang tidak urut atau terbalik. 5. kesalahan yang disebabkan oleh kesengajaan penyalin teks yang memutuskan suatu kata dalam teks asli itu salah, baik karena ia tidak mengenali kata itu atau karena alasan lain. Hasil Penelitian 1. Inventarisasi Naskah Dari berbagai katalog yang telah ditelusuri, informasi tentang naskah SN terdapat di dalam katalog Literature of Java (Pigeaud, 1968) dengan judul Napoleon Bonaparte, Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid IV Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend, 1997) dengan judul Serat Napoleon, Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid II Keraton Yogyakarta (Behrend, 1994) dengan judul Serat Napoliyun Bonaparte dan dua naskah pada Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya, 2005) dengan judul Babad Napoleon. Berdasarkan informasi dalam katalog Literature of Java (Pigeaud, 1968:40), naskah Napoleon Bonaparte merupakan terjemahan dari teks prosa berbahasa Belanda “Laatse Veldslag van Napoleon”. Menurut informasi dalam katalog, tidak terdapat tanggal penulisan naskah, tetapi dipaparkan bahwa naskah ditulis di keraton Surakarta. Naskah Napoleon Bonaparte adalah milik koleksi Universitas Leiden. Dalam katalog naskah tercatat dengan nomor koleksi LOr 1844 – H-29.410. Sampul naskah berukuran 22 x 35,5 cm dan blok teks berukuran 18,5 x 30,5 cm. Naskah terdiri atas 70 halaman dengan tiap halaman terdiri atas 24 baris. Naskah ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa dan berbentuk tembang macapat. Berdasarkan informasi dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid IV Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Behrend, 1997) menyebutkan bahwa naskah SN koleksi PNRI bernomor KBG 227 masih dalam keadaan yang baik. Sampul naskah terbuat dari kertas karton tebal berwarna coklat dan kertas yang digunakan sebagai alas tulis menggunakan kertas eropa berwarna kuning kecoklatan. Naskah ini berisikan kisah perang di Nederland pada tahun 1815 M. Naskah memiliki kolofon dengan sengkalan “Guna Trus Swara Tunggal” (1793 saka atau 1864 masehi). Informasi mengenai isi teks hanya singkat,
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
bahwa teks diawali tengan peperangan di Negeri Paris yang dipimpin oleh Sri Napoleon melawan negeri Prasman. Akhir cerita Napoleon kalah dan diasingkan di pulau Sint Helena. Dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid II Keraton Yogyakarta (Behrend, 1994) diketahui bahwa di Keraton Yogyakarta juga terdapat naskah SN dengan nomor koleksi A. 65. Dalam katalog tersebut, naskah ini termasuk dalam naskah sejarah, sesuai dengan isinya yang menceritakan sejarah perang Napoleon pada tahun 1815. Naskah disalin atas prakarsa Hamengku Buwana VI pada Rabu Pon 1 Ramelan, Bé 1784 (6 Mei 1852) dan selesai pada 20 November 1856. Pada Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman (Saktimulya, 2005) ditemukan dua naskah berjudul Babad Napoleon dengan nomor Bb. 26 dan Bb. 27. Keterangan yang didapatkan dari katalog adalah sebagai berikut. Naskah pertama dengan nomor koleksi Bb. 26, dengan judul “Babad Napoleon”, merupakan naskah berbentuk tembang macapat. Bagian awal teks berisi pujian terhadap Hamengku Buwana VII. Cerita diawali dengan lukisan kejayaan Napoleon Bonaparte I dan usaha penaklukan yang dilakukan oleh pasukan Napoleon terhadap negara lain. Di akhir cerita dikisahkan meninggalnya Napoleon, dan penghormatan yang sepadan terhadap keluarga Napoleon disebabkan kebaikan Napoleon semasa hidupnya. Teks digubah pada hari Minggu Legi, tanggal 14 Dulkaidah, tahun Ehe, 1820, dari babon yang ditulis oleh R.M. Sasradiwirya di Panembahan Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 18 Muharam, Jimakir, dengan candra sengkala “Datan Ana Bujangga Siji” atau konvensinya setara dengan 1810 atau 17 Desember “Sirna Lir Brěmana Ji” konvensinya setara dengan 1830. Naskah Babad Napoleon Bb. 26 terdiri atas 406 halaman (iv + 390 + xii). Naskah disampul dengan menggunakan kertas karton dilapisi kain polos. Teks ditulis pada kertas eropa menggunakan tinta berwarna hitam. Terdapat cap air pada kertas dengan bentuk singa bermahkota membawa pedang menghadap ke samping. Pada medalion bermahkota bertuliskan PROPATRIA EENDRAGT MAAKT MAGT. Counter mark: VDL. Kondisi naskah sudah tidak terlalu baik. Hampir semua kertas terlepas dari jilidannya. Naskah kedua berjudul Babad Napoleon dengan nomor koleksi Bb. 27. Naskah ini juga berbentuk tembang macapat. Teks diawali dengan pujian terhadap Hamengku Buwana VII, dilanjutkan dengan lukisan kejayaan Napoleon Bonaparte I dan usaha penaklukan oleh pasukan Napoleon dengan kapal Inggris ke Sitenlan. Lembar-lembar bagian awal teks tidak terbaca karena kertas rusak. Dilihat dari pilihan katanya, teks ini memiliki banyak persamaan dengan Babad Napoleon Bb.26 yang juga menyebut R.M. Sasradiwirya di Panembahan Yogyakarta sebagai penggubahnya.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
Naskah Babad Napoleon Bb. 27 ini terdiri atas 322 halaman dan ditulis pada kertas eropa yang berwarna putih kekuningan menggunakan tinta berwarna hitam. Kondisi naskah Bb. 27 ini tidak lebih baik dibandingkan dengan naskah Bb. 26. Sesuai keterangan dalam katalog, tinta tulisan merusak kertas, keasaman dengan tingkat tinggi, sehingga mematahkan lembar-lembar halaman yang ditulisi. Lembar-lembar bagian belakang sudah rusak. Hal ini menyebabkan teks sulit dibaca. 2. Pemilihan Naskah Suntingan Melalui penggarapan naskah, filologi mengkaji teks dengan tujuan mengenali teks tersebut sesempurna mungkin untuk selanjutnya menempatkannya dalam keseluruhan sejarah suatu bangsa. Dengan menemukan teks seperti keadaannya semula maka teks dapat terungkap secara sempurna (Baried, 1985:5). Pemilihan teks yang akan disunting harus dihubungkan dengan tujuan penelitian. Berdasarkan tujuan filologi yang dikemukakan oleh Baried, serta ditinjau dari tujuan utama penelitian ini, yakni untuk menyajikan teks yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Berdasarkan hal ini penyuntingan teks dilakukan. Untuk mendapatkan naskah yang akan disunting peneliti memberlakukan beberapa batasan atau kriteria. Batasan atau kriteria pemilihan naskah yang akan disunting adalah sebagai berikut: (1) naskah memiliki kolofon; (2) keadaan naskah baik; (3) tulisannya jelas dan mudah dibaca; (4) isi teks lengkap. Berdasarkan data inventarisasi pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa kondisi naskah Napoleon Bonaparte koleksi Universitas Leiden dalam katalog Literature of Java tidak diketahui bagaimana fisik dan keadaannya, hanya melalui informasi dalam katalog dapat diketahui tentang ukuran naskah serta blok teks, bahasa dan aksara yang digunakan, jumlah halaman serta jumlah baris per halaman dan jenis kertas yang digunakan. Adapun informasi mengenai adanya kolofon, keadaan naskah dan kondisi yang lain tidak disebutkan. Naskah Serat Napoleon KBG 227 koleksi PNRI memiliki kolofon, isi teks yang lengkap, tidak ada yang hilang dan kondisinya baik. Tulisan pada naskah KBG 227 baik dan mudah dibaca meski ada beberapa halaman yang membutuhkan waktu untuk membacanya. Kondisi naskah masih baik dan tidak ada halaman yang rusak parah ataupun hilang, atau dapat dikatakan bahwa naskah ini masih utuh. Adapun naskah Serat Napoliyun Bonaparte koleksi Keraton Yogyakarta dapat diketahui bahwa naskah ini tidak memiliki data yang lengkap. Data yang diperoleh adalah naskah bernomor koleksi A. 65. Naskah berbentuk tembang macapat ditulis dalam aksara
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
Jawa dan berbahasa Jawa. Naskah ditulis pada kertas eropa dan tebal naskah adalah 102 halaman. Selanjutnya adalah dua naskah Babad Napoleon koleksi perpustakaan Pura Pakualaman. Naskah pertama adalah Bb. 26. Berdasarkan data inventarisasi di atas, naskah ini secara umum dalam kondisi yang tidak baik. Sesuai dengan data yang tersaji dalam katalog, meskipun isi teks lengkap dan memiliki kolofon, namun kondisi naskah ini rusak, beberapa halaman terlepas dari jilidan dan pada beberapa halaman tulisan tidak terbaca. Kondisi naskah Babad Napoleon yang kedua bernomor Bb. 27 koleksi perpustakaan Pura Pakualaman tidak jauh berbeda dengan naskah Babad Napoleon nomor Bb. 26. Berdasarkan data inventarisasi katalog di atas, naskah ini dalam kondisi yang tidak lebih baik dari naskah Babad Napoleon nomor Bb. 26. Beberapa halaman rusak dan patah akibat faktor usia. Pada beberapa halaman tinta tembus dan teks tidak terbaca. Kondisi fisiknya pun juga tidak jauh berbeda dengan naskah Babad Napoleon nomor Bb. 26.. Setelah meninjau informasi data inventarisasi di atas, naskah Serat Napoleon KBG 227 koleksi PNRI adalah yang memenuhi kriteria (1) hingga ke (4). Hal lain yang melatarbelakangi pemilihan naskah KBG 227 adalah keterbatasan waktu peneliti untuk meneliti koleksi Keraton Yogyakarta. Untuk dua naskah lain yang berada di perpustakaan Pura Pakualaman, jika ditinjau melalui kondisi fisiknya, kedua naskah tersebut sudah tidak baik lagi, sehingga kemungkinan besar akan menyulitkan dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu, kedua naskah koleksi perpuskataan Pura Pakualaman tidak diteliti lebih jauh. Demikian juga naskah Napoleon Bonaparte koleksi Universitas Leiden tidak dapat diteliti lebih jauh. Berdasarkan hal ini, naskah yang memenuhi kriteria untuk dijadikan dasar suntingan adalah naskah Serat Napoleon koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor KBG 227. Perlu juga disampaikan bahwa penelitian naskah KBG 227 koleksi PNRI ini merupakan penelitian pertama. Berdasakan penelusuran pada Direktori Naskah Nusantara (Ekadjati, 2000) penelitian yang menggunakan naskah KBG 227 sebagai obyek kajian tidak ditemukan. Berkenaan dengan metode penelitian teks SN, jika ditinjau dari keterangan tentang korpus naskah SN, metode yang sesuai dalam penyuntingan naskah adalah metode landasan. Metode ini menggunakan satu atau sekelompok naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah lain. Naskah itu dipandang paling baik dan dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi (Baried, 1985: 68-69). Akan tetapi dari kelima naskah SN yang telah didata, empat naskah yakni Napoleon Bonaparte, Serat Napoliyun Bonaparte,
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
dan dua naskah Babad Napoleon tidak dapat diteliti lebih jauh dan tidak dapat diperbandingkan pada saat ini, maka hanya naskah Serat Napoleon koleksi PNRI yang diteliti dan naskah tersebut dianggap sebagai naskah tunggal. 3. Pertanggungjawaban Alih Aksara Baried (1985:65) berpendapat bahwa transliterasi artinya penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari satu abjad ke abjad yang lain. Agar sebuah karya sastra klasik (naskah) dapat dibaca atau dimengerti oleh masyarakat, pada dasarnya ada dua hal yang harus dilakukan, yakni menyajikan dan menfsirkannya. Penyajian sebuah teks masih mungkin tidak dapat dimengerti oleh pembaca tanpa ada penjelasan yang luas (Robson,1994:12). Dalam transliterasi naskah SN dari aksara Jawa ke aksara latin, penulis menggunakan pedoman alih aksara sebagai berikut, 1. Penulisan kata-kata pada alih aksara didasarkan pada kamus Baoesastra Djawa (1939) karangan Poerwadarminta dan Bausastra Jawa (2011) terbitan Balai Bahasa Yogyakarta. 2. Tanda-tanda yang digunakan pada suntingan teks a. Penanda awal-akhir pupuh ditandai dengan :
//0//
b. Penanda awal-akhir bait ditandai dengan :
//
c. Penanda awal-akhir baris ditandai dengan :
/
d. Tanda berupa angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya pada awal bait menandakan nomor urut pada bait dalam satu pupuh. e. Tanda (...) digunakan untuk koreksi penambahan fonem atau kata. f. Tanda [...] digunakan untuk koreksi pengurangan fonem atau kata. g. Tanda <...> digunakan untuk koreksi pengubahan fonem atau kata. h. Tanda {...} merupakan tanda hilangnya kata atau kalimat dalam pengalihaksaraan disebabkan oleh tidak terbacanya naskah atau kerusakan pada naskah. 3. Pergantian halaman pada suntingan ditandai dengan #halaman#. Contoh: Sin Helenah #2# kuneng cinarita [pupuh I hlm. 2 baris 1]. 4. Penulisan pĕpĕt dalam transliterasi, akan ditulis dengan /e/, sedangkan taling ditulis dengan dua kemungkinan, yaitu /é/ dan /è/ (sesuai konteks kata). Contoh: mengku, sèwu, déné. 5. Penulisan reduplikasi diberikan tanda hubung (-), contoh: bètèng-bètèng, wanti-wanti, ngampak-ampak, dan sebagainya.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
6. Huruf Kapital Pada aksara Jawa terdapat aksara murda yakni aksara yang melambangkan huruf kapital. Aksara murda pada aksara Jawa adalah aksara na, ka, ta, sa, pa, nya, ga, dan ba. Aksara murda digunakan untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintahan, dan nama lembaga berbadan hukum yang biasanya ditulis di depan kata dan menggunakan huruf kapital. 7. Sastra Lampah Sastra lampah adalah cara menuliskan aksara Jawa yang tulisannya mengikuti bunyi pengucapan untuk memudahkan pembacaan agar vokal yang diucapkan mengikuti konsonan akhir dari kata sebelumnya. Contoh kasus sastra lampah: s=zji5 sangngaji dialihaksarakan menjadi sang aji p]juritTir prajurittira dialihaksarakan menjadi prajurit ira ai=zp]= ingngaprang dialihaksarakan menjadi ing aprang [wolu=ztus\ wolungngatus dialikaksarakan menjadi wolung atus swelsSri sawelassari dialihaksarakan menjadi sawelas ari 8. Perangkapan huruf Perangkapan huruf tidak sama dengan sastra lampah. Pada perangkapan huruf, perangkapan terjadi pada satu kata, sedang pada sastra lampah terjadi pada dua kata. Perangkapan huruf dalam sebuah kata dapat terjadi pada fonem yang sama ataupun pada fonem yang terletak pada satu daerah artikulasi seperti /ny/ dengan /c/ atau /j/, /t/ dengan /d/, /p/ dengan /b/. Perangkapan huruf sebagaimana tertera dalam naskah dituliskan dalam alih aksara disesuaikan dengan ejaan bahasa Jawa yang telah disempurnakan yakni hanya menggunakan satu huruf saja, tidak rangkap. Contoh perangkapan huruf yang sama:
5
Huruf yang digunakan untuk menuliskan aksara Jawa merupakan font Hanacaraka yang diunduh dari http://www.jawapalace.org/honocoroko.html (diakses pada 10 Mei 2014).
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
tinNdhan\ tinnadhahan awitTn\ awittan weksSn\ wekassan sgefF sagedda lmPh[a lampahhe tepP= teppang n=uku[lL nungkulle Contoh perangkapan huruf pada fonem sedaerah artikulasi: wvCi wanyci dialihaksarakan menjadi wanci gvJrn\ ganyjaran dialihaksarakan menjadi ganjaran [avJi= enyjing dialihaksarakan menjadi enjing 4. Alih Aksara dan Suntingan Teks Berikut akan disajikan salah satu pupuh hasil suntingan naskah SN yakni pupuh pertama, yang disertai dengan perbaikan metrum dan bacaan. Pupuh I //0// Sekar Dhandhanggendhis //0// 1. // Kawuryaning pustaka rinawing/ sangking sabrang nagari Nèderlan6/ basa Wlonda7 kamulané/ jinawèkken8 kang tembung/ déning tuwan Karel Prèderik/ Winter9 ing Surakarta/ juru basa sepuh/ ngaturken mring mitranira/ nenggih kangjeng gusti Pangran Adhipati/ Arya Mangkunagara// 2. // Kang madhiri yeka kaping katri/ tumerahé kang kaping sakawan/ sinekarken ing karsané/ wit saking rembagipun/ sira tuwan Apander sais/ sepetur pamulangan/ ing Jawi sawegung/ mrih rena kang manukara/ tumanduking kata lumalad dumadi/ asmara mring pasaksa// 3. // Duk mangripta ing kidung marengi/ sukra manis tanggal ping sakawan/ jumadil akir wulané/ kalima mangsanipun/ taun wawu dèn sangkalaning/ guna trus swara tunggal10/ kang pinurweng tembung/ duk prang nagari Nèderlan/ sèwu wolung atus gangsal welas warsi/ étang woka Walanda// 4. // Duk samana taunirèng jawi/ sèwu patang atus kawan dasa/ kakalih nuju étangé/ awit ing lolosipun/ prabu Bonahparté11 dhuk sangking/ ing pulo Élbah12 nama/ praptèng konduripun/ Sri Lodhewig ping wolulas/ madeg malih wonten ing nagari Prankrik13/ miwah kabucalira//
6
Penyebutan untuk Nederland disesuaikan dengan pelafalan orang Jawa. Penyebutan untuk Belanda disesuaikan dengan pelafalan orang Jawa, terkadang ditulis dengan Wlonda atau Walanda. 8 diterjemahkan 9 C.F. Winter. 10 Kolofon pada naskah berupa sengkalan yang konvensinya sama dengan tahun 1793. 11 Penyebutan untuk Bonaparte. 12 Pulau Elba. 13 Penyebutan untuk negara Perancis disesuaikan dengan pelafalan orang Jawa. 7
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
5. // Sri bupati Bonaparté maring/ Sin Helenah14 #2# kuneng cinarita/ nenggih wau salolosé/ sri Bonaparté prabu/ sangking pulo Élbah ing nguni/ kondur mring Prankrik praja/ ing paningalipun/ sang nata mring para raja/ sabiyantu tan wonten ingkang rumanti/ kapraboning ngayuda// 6. // Bala Ruslan undurira awit/ sampun nyabrang Wéisel narmada/ déné sagung prajurité/ Ostenréik kang kantun/ tembingira ing lèpèn Réin15/ sakedhik winatara/ cacahé kang ngumpul/ amung kantun sapanduman/ bala Pruwis16 kathah kang kasuwak sami/ watawis sapratigan// 7. // Mung saduman ingkang nyanggi kardi/ bala Inggris kathah ingkang samya/ linurugaken lampahé/ mring Amirékah17 kidul/ ing nagari sepanyelagi/ retu kirang prabéya/ badhé wragadipun/ ing prang yakti datan ana/ mung priyagung ing Béiren lawan malih/ Értoh Brunsuwig praja// 8. // Ingkang maksih mirantos ing jurit/ saupami Bonahparté raja/ lajeng anempuh prang agé/ amasthi risakipun/ ing nagari Nèderlan yekti/ rikala Brusel lawan ing Aken angrungu/ pawarta ing angsegira/ mengsah ingkang saking negari ing Paris/ wau prajurit ira// 9. // Jéndral Klès Pan Nolendhorep nami/ kathahipun kantun tigang leksa/ sami Pruwis sadayané/ makuwon celakipun/ lèpèn Rain kalawan malih/ ing mas ing Musel samya/ baris {...} / déné ingkang #3# masanggrahan/ satembingé lèpèn Réin kang sasisih/ pan amung sabragada// 10. // Prajuriting wis palen nagar(i)/ kalih dasa bata[k]
yun kathahnya/ nem atus kakapalané/ wus kathah sinung libur/ tan tumindak pakaryan jurit/ prajurit ingkang sapta/ bata[k]yuning dangu/ kawan atus kang kapalan/ miwah maryem kang pancèn pinatah jagi/ anèng Bèreh nagar[i]// 11. // Ing watawis kantun kang sapalih/ balanira sang Ahasel raja/ kang sinenapatèn déné/ Jéndral kang kocapnya yun/ Klès Pan Nolendhorep duk sami/ sampun kathah kasuwak/ sak sen balanipun/ kawan welas èwu ingkang/ sampun samya gadhah kandhutan rèhjuti/ nunggilan Pruwis wadya// 12. // Bètèng Luksembureh lawan gulik/ mwang ing Wèsel ugi kathah wadya/ nanging kirang pirantosé/ [s]<m>anawa mimisipun/ mwang andhungan ingkang binukti/ yèn kinepang 14
Pulau Sint Helena. Merujuk pada nama tempat di Eropa yakni Rhiné (Guerard,1956:123). 16 Penyebutan untuk negara Prussia. 17 Penyebutan untuk negara Amerika. 15
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
ing mengsah/ lan malih balagung/ kang saking Anower praja/ rinèh déning pangran Oranye titindhih/ sénapatining wadya// 13. // Destun kathahipun yèn winilis/ mung salawé èwu winatara/ nèng Nèderlan panggonané/ parenca prenahipun/ lan kaworan tiyang ing Bèlgi/ kang kirang satyanira/ yèn ing aben pupuh/ tandhing lan prajurit Prasman/ bètèng kitha Ostèndhe kalawan malih/ Anwèpen18 sarta kitha// 14. // Ing niyuwur kacatur ing mastri/ samya kirang ing santosanira #4#/ yèn anglawan panempuhé/ Sri Bonahparté Prabu/ kacarita ing Wènen nagri/ sampun miyarsa warta/ bab pakèwed alung/ kang badhé pinenggih samya/ nèng paminggir jajahanirèng nagari/ margi sakondurira// 15. // Sri bopati Bonahparté sangking/ pulo Élbah Jéndral kalih samya/ Klès Pan Nolendhorep mangké/ lawan pangéran wau/ ing Oranye kang pacak baris/ nèng tepis iring praja/ dèrèng tampi dhawuh/ nanging tan tilar prayitna/ Jéndral Kleispanolen Dhorep sira glis/ andhawuhken paréntah// 16. // Nyantosakken bibiting ing gulik/ lan ing Wèsel Luksembure samya/ margi jinaganan déné/ prajurit wadyanipun/ ing ngangsektèn dhumateng gulik/ prajurit Bèreh lawan/ wèspalen kang sampun/ kalilan lituring mangkya/ kinèn mangsul sadaya mring bètèng gulik/ pangran Oranye sigra// 17. // Pacak baris wonten kitha Dhurnik/ lan ing Atbergen kang rinaksa/ Jéndral Klès Pan Nolendhorep[é]/ asagah angsung bantu/ prajurit mring pangran Oranye/ kathahé gangsal laksa/ badhé klempakipun/ wulan April ping sapisan/ bilih ngantos gangsal welas wulan April/ tan wonten kara-kara// 18. // Sagah malih jangkepi prajurit/ pan nem laksa kalebet kapalan/ ingkang saleksa malié/ mariyem kalih atus/ {...} / #5# kalih/ arsa nunggil panggènan/ nenggih tebihipun/ mung lalampahan kalih jam/ saking lèpèn ing ngemas papan prayogi/ dadosipun ing aprang// 19. // Wonten kanan kèring kitha alit/ ing Tirlemong awit kang pawarta/ anggigirisi èstuné/ bab pakèwed kang agung/ ingkang badhé pinanggih margi/ wau sakundurira/ Bonahparté prabu/ dhumateng ing Prankrik praja/ nanging dèrèng wonten kayaktaning awit/ apeksa samudana// 20. // Cipta arsa jejemaken galih/ datan nedya tindak munasika/ nanging pra ratu sakèhé/ kathah saba[w]anipun/ ingkang dados kaprabon jurit/ sedya samya nanggulang/
18
Antwerpen.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
mangruruh ing mungsuh/ mrih niring panganiaya/ nanging lampahipun leleb lawan malih/ kirang budayanira// 21. // Amung sri nara nata ing Pruwis/ kèksi dahat wigati ing karsa/ siyagèng prang sabalané/ undhang mring prawiragung/ pan mangkana bya warèng aji/ héh wong Pruwisen samya/ mengko dhawuhingsun/ saben ing nalika ana/ babaya geng sakèhé kawula mami/ yèn ingsun undhangana// 22. // Sarta ingsun karsaken rumanti/ sagagamanira kang supaya/ amethukna mring mungsuhé/ nuli akèh kang rawuh/ wong nonoman kang ambeg wani/ anyaosaken karya/ marang jenengingsun/ sumedya anglakonana/ pagawéan abot sarta anduwèni/ cipta surambeg pejah// 23. // #6# Abipraya lan prajurit mami/ kang wus tatal sura wirotana/ tetéla kaprawirané/ nuli akandhi ingsun/ marang sagunging sénapati/ ngirid wong wanter marang/ pabaratan agung/ yèku wong wanter kalilang/ satutuné tetep kang nora nalisir/ ing lalabuhanira// 24. // Wong tuwané lan ora ngilangi/ lalabete marang kabecikan/ iya marmaningsun ma(ng)ké/ lan sagung para ratu/ sabiyantu tumangguh jurit/ ing nguni bisa mbedhah/ nagaraning mungsuh/ bandéraningsun kababar/ duk pinanjer kumelab ana ing Paris/ kéntar dresing maruta// 25. // Tyasing mungsuh tistis kekes wingwrin/ Bonahparté banjur nyèlèhena/ praja miwah pangwasané/ ing kono pulihipun/ tentrem jejem ing Dhitslan nagri/ karatoné raharja/ lan sakèhing manus/ duwèni pangarsa arsa/ iya marang tetep karsaning nagari/ nanging pangarsa arsa// 26. // Ing saiki sirna tanpa kardi/ ingsun kalawan sira samoha/ kudu amangun prang manèh/ si Bonahparté kang wus/ ing sapuluh taun nindaki/ mrih rusuh sru si arda/ samengko sumusuk/ marang ing Prankrik nagara/ madeg manèh margané bisa abali/ wit sakuthu rèh arda// 27. // Wong ing Prankrik19 tan kelar nadhahi/ mring si Bonahparté sru angkara/ prakosa lan sabalané/ déné enggoné iku/ nyèlèhaken kaprabon #7# nguni/ mung karya samudana/ murih arjanipun/ tentremé ing Prangkrik20 praja/ apa déné dènya akarya praja ji/ ing saiki tetéla// 28. // Kabèh wus dèn anggep tanpa dadi/ si Bonahparté samengko nyata/ nyana patèni balané/ kabèh kang cidrèng sanggup/ ing supata paksa amurih/ suka awèting aprang/ 19 20
Dalam naskah tertulis Wrankrik. Dalam naskah tertulis Wrangkrik.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
ruhara rèh retu/ samengko tanah Éropah/ iya bakal katekan bilai malih/ désa gunging naréndra// 29. // Ing Éropah nora amarengi/ yèn si Bonahparté madeg raja/ anèng praja Prankrik manèh/ awit sukambek rusuh/ mrih sikara sameng dumadi/ sumaksa sru misésa/ si ningrat winengku/ wenang baboni pangwasa/ mring karaton kang gumelar ing sabumi/ kang margadaning aprang// 30. // Apa déné ngilangaken maring/ ciptaning wong mara kabecikan/ padha nulad ing cidrané/ karambah wantu-wantu/ dadi nora kena kapasthi/ ananing kakarepan/ kang marang pirukun/ ing mengko payo tumandang/ nagri Prankrik kudwantuk pitulung mami/ lan sagung para nata// 31. // Sa tanah Éropah wus prajangji/ sabiyantu lawan jenengingwang/ héh wong Pruwis sakabèhé/ kang padha ambeg purun/ murwanana amangun jurit/ kang prelu linakonan/ lah padha angumpul/ nunggal kancanira lawan/ kang wus titir tatalu guling prang nguni/ lan kasantosanira// 32. // Para prajurit kang anyar iki/ sarta kanthi #8# panjenenganingwang/ lan santananingsun kabèh/ pangéran bawahingsun/ tuwin sagunging sénapati/ kang karya unggul ing prang/ bener ing katanduk/ prakara linabuhan prang/ jenengingsun wus dhadhawuh maréntahi/ amepaka gegaman// 33. // Lan kaprabon umaguting jurit/ kabèh jroning ing talatahingwang/ kang kamot ing sarahsané/ layang pranataningsun/ kang katiti mangsan duk kaping/ katri September wulan/ taun ongka sèwu/ wolung atus lan pat belas/ balaningsun kèhé bakal sun genepi/ wong kang sedya milu prang// 34. // Kang wus ngembul tyasé sedya dadi/ prajurit jager bakal katata/ lan prajurit arahané/ sun undhangi kadyèku/ héh sakèhé wong kang taruni/ turuning wong utama/ kala kahanipun/ kang umur rong puluh warsa/ pan kalilan padha duwéa pamilih/ sasenengé nunggala// 35. // Wong arahan lan jager prajurit/ lan sakèhé manèh wong nonoman/ kang wus diwasa wayahé/ umur pitulas taun/ sarta ingkang datan darbeni/ ciri cacading badan/ yèku lamun purun/ uga kalilan anunggal/ lan prajuritingsun sarta jeneng mami/ bakal andhawuhena// 36. // Agya karya pranatan tumuli/ mungguh panataning para tontra/ ing sagelenggelengané/ tuwin pranatanipun/ wong arahan iku wus yekti/ paréntah ingkang arsa/ ngundhangken dumunung/ nèng sawiji-wiji tanah/ yèn wus tata #9# kabèh ingsun lan sirèki/ sarta kanthi kalawan//
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
37. // Wong satanah Éropah pra sami/ arsa methukaken yudanira/ Bonahparté sabalané/ payo tumandang magut/ tumamèng prang kang pasthi wajib/ wenang munahken lawan kang culikèng laku/ loba digdira sumaksa/ karsaningsun mulih tentreming sabumi/ bisa bawaraharja// 38. // Tata becik kalakuan yakti/ anglabuhi ratu lan nagara/ alah dahat rumeksané/ titi kang undhang sampun/ dhawuh ing sang pangandika ji/ ing Wènen kaping sapta/ April taun sèwu/ wolung atus gangsal welas/ pan katandhan Prèdrik Wilèlem narpati/ sri natèng Pruwis praja// 5. Kesimpulan Serat Napoleon yang dalam penelitian ini saya sebut sebagai SN, adalah naskah yang berisikan tentang rekam jejak peperangan yang terjadi di Eropa pada tahun 1815. Korpus naskah ada 5 yaitu: (1) naskah Napoleon Bonaparte koleksi Universitas Leiden dengan nomor koleksi LOr 1844 – H-29.410. Naskah ini ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa dan berbentuk tembang Macapat dengan tebal 70 halaman; (2) naskah Serat Napoleon koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor koleksi KBG 227. Naskah ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa dan berbentuk tembang Macapat. Naskah terdiri atas 117 halaman; (3) naskah Serat Napoliyun Bonaparte koleksi Keraton Yogyakarta dengan nomor koleksi A. 65. Naskah berbentuk tembang Macapat, ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa. Naskah terdiri atas 102 halaman; (4) dua naskah Babad Napoleon koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman, yang pertama bernomor koleksi Bb. 26 yang ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa dalam bentuk tembang Macapat. Naskah terdiri atas 406 halaman. Naskah kedua bernomor koleksi Bb. 27 yang ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa dalam bentuk tembang Macapat dan terdiri atas 322 halaman. Berdasarkan kriteria pemilihan naskah, yaitu: (1) memiliki kolofon; (2) keadaan naskah baik; (3) tulisannya jelas dan mudah dibaca; (4) isi teks lengkap, dipilih naskah Serat Napoleon koleksi PNRI. Naskah bernomor koleksi KBG 227 ini menjadi naskah yang disunting. Naskah SN koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode KBG 227 merupakan terjemahan dari teks berbahasa Belanda yang diterjemahkan oleh C.F. Winter dan ditulis oleh juru bahasa Keraton Surakarta yang dipersembahkan untuk Arya Mangkunegara III. Keterangan mengenai penerjemah dan penulis naskah tersebut terdapat pada bait pertama pupuh pertama.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
Selain berisikan tentang perang, naskah juga menceritakan jalan hidup seorang tokoh yang bernama Napoleon. Naskah ini menarik karena menceritakan secara rinci setiap kejadian selama peperangan, seperti penyebutan nama tokoh, nama tempat, waktu suatu kejadian berlangsung hingga jumlah prajurit yang terlibat dalam. Selain itu, penyebutan nama-nama orang dan nama tempat dalam naskah juga menjadi hal yang menarik karena penyebutan nama disesuaikan dengan lidah pengucapan orang Jawa. Sebagai contoh yaitu: Frederick Willem dituliskan dengan Prèdrik Wilèlem; Blücher dituliskan dengan Bluger; sungai Rhine dituliskan dengan Réin; France dituliskan menjadi Prankrik, dan lain sebagainya. Kesalahan yang umum ditemukan dalam suntingan adalah kelebihan suku kata (ditografi), kekurangan suku kata atau kata (haplografi), serta ketidakkonsistenan dalam penulisan. Koreksi atas kesalahan dalam suntingan diperbaiki menggunakan tanda-tanda penyuntingan seperti dijelaskan dalam subbab pertanggungjawaban alih aksara. Selain itu digunakan catatan kaki untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kata atau suatu hal yang dianggap perlu diberi penjelasan dalam naskah. Ditinjau dari penulisan teks tembangnya, kiranya penulis naskah adalah orang yang pandai menembang macapat, hampir tidak ada suku kata (guru lagu) atau baris (guru wilangan) yang kurang atau terlewatkan. Akan tetapi dari segi penulisan huruf Jawa agaknya penulis belum terlalu mahir menuliskan huruf Jawa, karena masih ditemui kesalahankesalahan penulisan huruf atau kekurangan huruf atau suku kata. Contohnya, (1) baris ditulis daris; (2) turanggi ditulis turagi; (3) enjang ditulis ejang; dan sebagainya.
Dalam
mengutarakan cerita penulis naskah terkadang tidak sistematis, sehingga peneliti terkadang tidak memahami jalan cerita dan harus membaca berulang-ulang untuk memahami isi teksnya. Daftar Pustaka Banis Ismaun. 1996. Mengenal Ragam Bahasa Jawa dan Pengembangannya. Makalah Konggres Bahasa Jawa II di Batu Malang. Efendy Widayat. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher. Guerard, Albert. 1956. Napoleon I: A Great Life In Brief. New York: Alfred A. Knopf. Karsono H. Saputra. 2010. Sekar Macapat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Robson, S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia.Jakarta: RUL. Siti Baroroh Barried. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, P & K.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014
Sudaryanto. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa – Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Titik Pudjiastuti. 2006. Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia. Tulard, Jean. 1985. Napoleon: The Myth Of The Savior. Great Britain: University Press Cambridge. Katalog Behrend, T.E. (ed), dkk. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Museum Sonobudoyo Yogyakarta.Jakarta: Penerbit Djambatan. ____________________. 1994. Katalog Induk Naskah-naskah Yogyakarta.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nusantara
Keraton
____________________. 1997. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara FSUI.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ____________________. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Edi S. Ekadjati. 2000. Direktori Naskah Nusantara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Florida, Nancy K. 1993. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts Vol. I. New York: Cornell University Ithaca. Pigeaud, Theodore G. 1967. Literature of Java Catalogue Volume I. The Hague: Martinus Nijhoff. _________________. 1968. Literature of Java Catalogue Volume II. The Hague: Martinus Nijhoff. Sri Ratna Saktimulya. 2005. Katalog Naskah-naskah Perpustakaan Pura Pakualaman. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kamus Balai Bahasa Yogyakarta. 2011. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa). Yogyakarta: Kanisius. WJS. Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen, Batavia: JB Wolters’ UitgeversMaatschappij N.V.
Suntingan teks serat napoleon..., Erwin Prasetyo Widodo, FIB UI, 2014