REPRESENTASI KARAKTER MASYARAKAT KOTA MEDAN DALAM DESAIN KAUS TAUKO MEDAN (Analisis Semiotika tentang Representasi Karakter Masyarakat Kota Medan dalam Desain Kaus Tauko Medan) Atiqa Khaneef Harahap abstrak Penelitian ini berjudul Representasi Karakter Masyarakat Kota medan dalam Desain Kaus Tauko Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi karakter masyarakat Kota Medan dalam desain kaus Tauko Medan edisi Januari-Agustus 2012 dan mengungkap mitos apa saja yang ada dibaliknya. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis kritis sebagai pendekatan. Adapun pisau analisis yang digunakan adalah metode yang dikemukakan oleh Roland Barthes yaitu analisis leksia dan lima kode pembacaan. Kedua tahapan analisis ini digunakan untuk membedah tanda serta menemukan mitos yang ada dibalik desain atau teks. Kesimpulan dari penelitian ditemukan adanya penguatan dalam penilaian karakter masyarakat Kota Medan sebagai pribadi yang berani, keras, kasar dan menantang melalui dua cara yaitu pertama, memilih tuturan kalimat yang mencerminkan sikap berani, keras, kasar dan menantang. Kedua, mengombinasikan tuturan kalimat dengan gambar yang mendukung. Hal ini diperkuat juga dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan pihak Tauko Medan. Adapun mitos yang dapat digali dari pemaknaan terhadap tanda adalah mitos kekerasan dalam artian sikap. Kata kunci : Semiotika, Representasi Karakter, Desain Kaus, Tauko Medan
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi mempengaruhi banyak aspek, termasuk diantaranya media untuk menyatakan pikiran dan pendapat. Tidak hanya melalui media massa, pakaian yang kita gunakan pun dapat menjadi wahana untuk ‘’bercerita’’. Pakaian dipandang memiliki suatu fungsi komunikatif (Barnard, 2011:vi). Pakaian yang digunakan seseorang mengkomunikasikan pesan tentang pemakainya. Pakaian tidak lagi sekedar memuat pesan artifaktual yang sifatnya nonverbal tetapi juga dapat menyampaikan pesan verbal melalui desainnya. Salah satunya adalah desain pada kaus yang merupakan salah satu item pakaian manusia yang sangat digemari kaum muda. Diawal kemunculannya, kaus hanya digunakan sebagai pakaian dalam (Ryan,2003). Saat ini kaus mengalami pergerakan fungsi yang semula sebagai penutup badan menjadi media untuk menyatakan pikiran, pendapat, bahkan mengekspresikan diri. ‘’Pernyataan’’ tersebut diwujudkan melalui desain yang dicetak pada permukaan kaus. Dalam kamus komunikasi, desain diartikan sebagai tatanan visualisasi suatu gagasan sebagai paduan dari bentuk, rupa, warna dan tata letak (Effendy, 1989:94). Representasi dipandang sebagai penggunaan berbagai ‘’tanda-tanda’’ untuk menampilkan ulang suatu yang dicerap, diindra, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik (Danesi, 2010:3). Proses representasi ini tidaklah sembarangan sebab secara tidak langsung produsen merchandise merupakan agen pencitraan dari suatu kota melalui berbagai produk mereka. Tauko Medan adalah salah satu brand yang melakukan usaha kreatif dengan memproduksi berbagai pernak-pernik yang bercirikan Medan. Kaus merupakan produk Tauko Medan yang selalu ada sejak awal berdiri sampai saat ini. Tauko Medan berdiri bulan Februari tahun 2006 digagas oleh Fathraria Damanik, M. Anggia Muchtar, Rinaldy Rizal, dan Ramadoni Dwipayana. Nama Tauko Medan berasal dari kalimat pertanyaan ‘’Tahu kau Medan?” yang mengandung kebiasaan orang Medan dalam menyingkat lafal yaitu ‘’au’’ menjadi ‘’o’’ dan ‘’ai menjadi ‘’e’’ sehingga Tauko Medan bisa dibaca sebagai ‘’Tahu ko Medan’’ atau ‘’Toko Medan’’. Tauko Medan sebagai produsen merchandise khas Medan tentu ingin membingkai karakter Kota Medan, dimana hal ini akan membutuhkan
rujukan baik historis ataupun kultural tertentu agar dapat merepresentasikan suatu kota. Sebagai representasi, praktek penandaan yang dilakukan oleh Tauko Medan dalam desain kausnya menimbulkan suatu pertanyaan terkait dengan apa yang disebut sebagai ‘’the power of representation’’ serta tentang bagaimana dan mengapa suatu tanda dipilih dan yang lain diabaikan (Woodward, 1997:15). Dalam penelitian ini yang akan dilihat adalah karakter masyarakat sehingga desain yang dipilih adalah desain yang menonjolkan karakter masyarakat. Melalui pengamatan sekilas peneliti menemukan gambaran seperti apa yang Tauko Medan wujudkan dalam desain kausnya terkait karakter masyarakat Medan yang dikenal garang, kasar dan menantang. Berikut ini beberapa kalimat yang mereka gunakan dalam desain kausnya, ‘’Ini Medan Bung’’, ‘’Sini Kalo Berani!!!’’, ‘’Medan Tidak Seperti yang Ada di Kepala Otak Kau’’, ‘’Aku Dari Medan!!’’, ‘’Gak Usah Anggar Jago Kau!!’’. Adapula kalimat yang diangkat dari bahasa Batak misalnya ‘’Sip Babami’’, ‘’Ribak Sude’’, ‘’Bujur Laju Lintang Patah’’, ‘’Pegas Kam Kari’’ ataupun kalimat yang memuat istilah-istilah Medan yang sering dipakai dalam perbincangan seperti ‘’Gak Usah Kreak Kau’’, ‘’Sedang Melalak’’, ‘’Sor-Sor Kau Aja Bah’’, dan sebagainya. Sekali waktu ada beberapa desain yang memuat informasi mengenai Medan dan nilai kesukuan misalnya aksara Batak, atau ornamen Melayu dan Batak yang dijadikan hiasan. Tauko Medan cenderung menyatakan persetujuannya terhadap karakter masyarakat Kota Medan yang garang, kasar dan menantang sekalipun ada yang biasa saja namun jumlahnya sedikit sekali. Preferensi kaus Tauko Medan untuk menggambarkan karakter masyarakat Kota Medan ini menarik untuk dilihat sebab dapat mengungkapkan bagaimana karakter masyarakat Kota Medan tersebut dikuatkan dan dijaga sejalan dengan kepentingan Tauko Medan. Saling silang kepentingan tentu tidak dapat dielakkan. Tauko Medan berusaha mewujudkan sesuatu yang mereka anggap sangat ‘’Medan’’ dalam desain kausnya. Hal ini menjadi salah satu alasan ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian. Fokus Masalah Fokus Masalah yang ditarik peneliti berdasarkan latar belakang masalah diatas adalah :
1. ‘’Bagaimanakah karakter masyarakat Kota Medan digambarkan dalam desain kaus Tauko Medan edisi Januari-Agustus 2012?’’ 2. ‘’Apa mitos yang dapat digali dari pemaknaan atas tanda yang terdapat dalam desain kaus Tauko Medan edisi Januari-Agustus 2012?’’
KAJIAN PUSTAKA Semiotika Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda. Tanda dan pemaknaan adalah suatu perangkat yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda serta bagaimana suatu tanda berfungsi dan memproduksi makna (Tinarbuko, 2011). Kaus sebagai Media Komunikasi Pengaruh perubahan mulai dari jenis bahan hingga kemajuan teknologi produksi pakaian membuat fungsi dan pemaknaan kaus semakin berkembang. Kaus yang semula dianggap hanya pantas dikenakan sebagai pakaian dalam kemudian merangkak perlahan dan diterima sebagai pakaian luar bahkan saat ini dijadikan media untuk berekspresi, iklan dan sebagainya. Karakter dan Masyarakat Karakter merupakan suatu tanda yang menonjolkan nilai baik yang terlihat secara jelas maupun tersirat sedangkan masyarakat dalam pengertian paling sederhana adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat atau daerah. Artinya, setiap masyarakat memiliki karakternya sendiri yang menonjol. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif berparadigma konstruktivis kritis. Kritis dalam paradigma ini tidaklah mengacu pada struktur kekuasaan dalam masyarakat tapi lebih kepada proses berpikir kritis yang dilakukan dalam diskursus individu. Tujuan penelitian konstruktivis kritis ini adalah melihat bagaimana karakter Kota Medan dipahami oleh pihak Tauko Medan yang mereka konstruksikan dalam desain kausnya, khususnya edisi Januari-Agustus 2012 dan bagaimana suatu tanda dipilih dan tanda lain diabaikan sebagai bagian dari kerja
representasi yang mereka lakukan, dan bagaimana makna yang ada dibaliknya. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah gambar-gambar desain kaus Tauko Medan edisi Januari-Agustus 2012. Desain-desain ini ada yang berupa tulisan adapula kombinasi tulisan dan gambar. Terdapat delapan desain kaus yang akan diteliti dan dipilih sesuai kebutuhan penelitian. Subjek Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah perusahaan Tauko Medan yang merupakan pelaku usaha kreatif ini. Pihak clothing inilah yang merencanakan sendiri pembuatan desain dalam produk-produk mereka kemudian mencetaknya dan dijual di gerai mereka. Kerangka Analisisis Dalam penelitian ini digunakan Penelitian kerangka analisis semiologi Roland Barthes yaitu signifikasi dua tahap. Signifikasi dua tahap ini meliputi denotasi, konotasi dan mitos. Analisis dilakukan pada tataran teks dan konteks. Adapun tahapan dalam melakukan signifikasi dua tahap ini adalah melalui analisis leksia dan lima kode pembacaan yaitu kode hermeneutika, semik, simbolik, proairetik, dan kultural. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap 8 desain kaus Tauko Medan edisi Januari-Agustus 2012 menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Adapun tahapan penelitian yaitu : Analisis Leksia Keseluruhan desain akan dibaca untuk menemukan potonganpotongan yang dibutuhkan dalam kegiatan pemaknaan. Proses penentuan leksia tentunya didasarkan pada kebutuhan penelitian. Analisis leksia dilakukan pada setiap desain dalam kaus. Bila desain ada pada kedua sisi maka keduanya akan dianalisis. Kode Pembacaan Adapun lima kode pembacaan terdiri dari : 1. Kode Hermeneutika 2. Kode Semik
3. Kode Simbolik 4. Kode Proairetik 5. Kode Kultural HASIL DAN PEMBAHASAN Desain ‘’DARAH BATAK’’
Sumber : Tauko Medan Edisi Januari 2012
Desain ini memuat kalimat ‘’DARAH BATAK’’ yang mulanya merupakan penunjuk keturunan yang berarti pertalian yang kuat antara seseorang dengan orang lainnya. Mengingat yang mengenakan kaus ini tidak hanya orang Batak maka ada pemaknaan lain yang ditimbulkan dari kalimat ini yaitu dari penunjuk keturunan menjadi penunjuk paket karakter yang diidentikkan dengan suku. Artinya ‘’DARAH BATAK’’ dipahami sebagai sebuah paket karakter yang menunjukkan identitas kebatakan. Identitas kesukuan dikuatkan dengan penggunaan ornamen dan warna merah yang memiliki arti khusus bagi suku Batak. Penggunaan huruf kapital, warna, dan gaya dari setiap huruf menguatkan suatu kesan yaitu sangar, berani dan keras. Seperti gurat-gurat pada huruf, dimana makna paling jelas yang dapat ditangkap dari adanya gurat adalah menunjukkan bekas. Biasanya gurat terbentuk karena bergesekan dengan sesuatu yang kasar dan keras sehingga menimbulkan bekas. Pengemasan komponen-komponen dalam desain ini memberikan peneguhan bahwa ‘’Darah’’ dalam desain ini lebih kepada penunjuk paket karakter, dimana karakter orang Batak dikenal dikenal keras, kasar dan memiliki nada suara tinggi meski sebenarnya ada banyak sisi positif lainnya.
Desain ‘’TAUKO MEDAN’’
Sumber : Tauko Medan Edisi Februari 2012
Desain ini menunjukkan sisi garang dari seorang wanita yang berusaha mempertahankan diri. Perempuan seolah-olah melakukan perlawanan keras dengan ekspresi wajah dan genggaman pisau ditangannya. Sebutan ‘’Bung’’ adalah panggilan kepada laki-laki. Hal ini mempertegas kepada siapa tuturan dalam desain ini ditujukan. Perempuan seringkali menerima perlakuan inferior yang disadari atau tidak sangat mengutamakan laki-laki dan mengerdilkan keberadaan perempuan. Desain ini mengaburkan sisi feminin seorang wanita. Seolah-seolah kekerasan bagian dari cara seorang wanita menyelesaikan masalah. Seorang perempuan dikenal sebagai sosok yang lembut dan jauh dari tindakan kasar apalagi sampai melukai orang lain dengan benda-benda tajam. Dalam kaitannya dengan kata ‘’MEDAN’’ seolah mempertegas sikap garang dan menantang tidak hanya dimiliki oleh pria Medan tapi juga perempuan. Desain ‘’MEDAN TIDAK SEPERTI APA YANG ADA DI KEPALA OTAK KAU’’
Sumber : Katalog Tauko Medan Edisi Maret 2012
Desain ini menampilkan tuturan yang disampaikan dalam situasi marah dan tidak sepakat dengan penilaian orang, dimana dapat dilihat dari penggunaan huruf kapital dan tanda seru yang digunakan diakhir kalimat. Tuturan yang berisikan protes mengenai penilaian orang lain terhadap Medan justru menjadi penguat bahwa orang Medan memang keras, kasar dan
menantang. Penggunaan kata ‘’KEPALA OTAK’’ dan gambar pria yang menodongkan jari tangan yang dibentuk seperti pistol ke arah kepala justru menjadi pembenaran bagi stigma buruk mengenai orang Medan. Desain ‘’MUDA, BERANI DAN BERDARAH MEDAN!’’
Sumber : Tauko Medan Edisi April 2012
Desain ini menunjukkan karakter pemuda Medan adalah pribadi segar dan berani mencoba berbagai hal baru untuk mengembangkan dirinya. Ketiga karakter itu dicerminkan mulai dari penggunaan warna yang mengandung kesan muda dan berani hingga cara penulisan Kalimat ‘’BERDARAH MEDAN’’ digunakan untuk menguatkan kecintaan seorang pemuda terhadap kotanya, dimana Medan bukan lagi menjadi sekedar nama tempat tapi juga penunjuk karakter diri seseorang. Sisi baik inilah yang harusnya menonjol untuk melebur pandangan buruk yang terlanjur ada dipikiran orang luar mengenai Medan. Sisi baik yang berdasarkan sejarah memang dimiliki orang Medan yaitu sikap gigih dan berani. Medan memiliki role model diberbagai bidang yang dapat dijadikan sebagai inspirasi orang muda Medan bahwa mereka bisa menjadi apapun yang mereka cita-citakan. Desain ‘’SIP BABAMI’’
Sumber : Tauko Medan Edisi Mei 2012
Desain ini memuat tuturan yang berasal dari bahasa Batak Toba yang berarti ‘’Diam mulut kau’’. Kalimat ini tidaklah diucapkan sembarangan seringkali pada saat marah atau berselisih paham. Tuturan itu melekat pada tangan yang menutupi hampir seluruh wajah pria yang mengenakan jas, dimana pakaian seperti itu seringkali dikenakan kalangan eksekutif baik di perusahaan atau pemerintahan. Desain ini seolah bicara mengenai kemuakan masyarakat atas ucapan-ucapan pihak eksekutif. Sikap lugas dan langsung memang melekat dengan orang Medan yang tidak segan-segan menyatakan ketidaksukaannya. Desain ini seolah mengatakan bahwa ‘’Jangan banyak bicara’’ kepada para petinggi atau kalangan eksekutif yang berkuasa dan sikap mengkritik yang terbuka dan langsung menjadi cara menyatakan protes di Medan. Contohnya, Medan menempati urutan kedua terbanyak konflik kekerasan akibat persoalan lahan sepanjang tahun 2012 (www.hariansumutpos.com). Penggunaan tuturan bahasa Batak yang terkesan kasar dan lugas ini mengandung banyak makna. Desain ‘’SOR-SOR KAU AJA BAH!’’
Sumber : Tauko Medan Edisi Juni 2012
Desain ini memuat istilah Medan, ‘’SOR-SOR’’ yang berarti ‘’SUKA-SUKA’’, seringkali digunakan oleh anak muda Medan dalam pergaulan sehari-hari. Orang Medan terutama orang Batak suka menggunakan semacam partikel ‘’BAH’’ dalam kalimatnya untuk menunjukkan penekanan atau emosi dalam pembicaraan. Tuturan ini dilekatkan di atas gambar yang terlihat seperti kobaran api dengan tepian runcing-runcing dan berwarna merah. Kobaran api menegaskan kalimat itu diucapkan dalam kondisi marah atau kesal karena sikap sesuka hati yang ditunjukkan seseorang. Gambar kobaran api memberikan kesan orang Medan bila emosinya tersulut bisa sangat mengerikan dan melukai. Tuturan dalam desain ini menunjukkan salah satu cara berkomunikasi di Medan yaitu menggunakan
bahasa Indonesia dengan sedikit istilah Medan yang mungkin tidak dipahami orang di luar Medan. Desain ‘’SEKALI MEDAN, TETAP MERDEKA’’
Sumber : Tauko Medan Edisi Agustus 2012
Desain ini merupakan bait dari lirik lagu Hari Merdeka, dimana kata ‘’MERDEKA’’ dibuat menjadi ‘’MEDAN’’. Kalimat ini menunjukkan rasa kebanggaan terhadap kota Medan dengan anggapan bahwa Medan akan terus merdeka sepanjang masih ada manusia hidup didalamnya, tidak ada yang dapat merebut kemerdekaan Medan. Medan dilihat sebagai suatu nilai yang mempersatukan semuanya bukan lagi sekedar nama kota. Kalimat cuplikan dari lagu ini dicetak paling besar dan mencolok sedangkan kalimat-kalimat dibawahnya yang dibuat lebih kecil menunjukkan sikap menantang dan keras. Kalimat-kalimat yang dibuat dalam desain ini selain untuk membangun rasa cinta pada kota sendiri juga menekankan cara menjaga Medan dengan bersikap menantang dan siap menghadang siapapun yang mengusik Medan. Sikap seperti ini bukanlah satu-satunya cara untuk mempertahankan kemerdekaan karena saat ini ‘’penjajahan’’ jauh lebih dahsyat, dimana setiap orang tidak sadar bahwa dirinya telah dimanipulasi oleh kepentingan segelintir orang. Sikap seperti itu dapat menimbulkan arogansi kedeaerahan yang berujung pada terancamnya persatuan sebagai bagian dari Indonesia. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap desain-desain kaus Tauko Medan sejak bulan Januari-Agustus 2012 didapati bahwa kebanyakan desain kaus Tauko Medan merepresentasikan karakter masyarakat Kota Medan dengan kalimat, penulisan, dan gambar yang memberi dukungan terhadap pandangan bahwa orang Medan adalah orang yang keras, kasar, kuat dan
menantang. Tentu tidak semua dapat direpresentasikan sehingga mereka akhirnya akan menyeleksi mana yang mereka anggap paling mewakili kota tersebut dan memiliki nilai jual. Karakter masyarakat dalam desain kaus Tauko Medan diwujudkan melalui penggunaan bahasa yang merupakan tuturan-tuturan dalam masyarakat. Menurut Mulyana (2005:73) bahasa adalah representasi budaya atau dapat disebut sebagai suatu gambaran kasar dari suatu budaya, termasuk pandangan dunia, kepercayaan, nilai, pengetahuan dan pengalaman yang dianut komunitas bersangkutan. Pandangan tersebut menghantarkan kita pada pemahaman tentang bagaimana suatu bahasa menjadi penanda bagi suatu budaya. Melalui pengamatan yang dilakukan ditemukan cara yang digunakan Tauko Medan dalam menunjukkan karakter masyarakat Medan yaitu : 1. Menggunakan kata-kata Bahasa Indonesia 2. Menggunakan bahasa daerah 3. Menggunakan istilah-istilah khas Medan Aplikasi ketiga cara itu tidaklah berdiri sendiri namun didukung dengan penggunaan tanda baca serta huruf kapital, pemilihan dan penyusunan huruf, warna serta gambar yang menguatkan dibeberapa desain. Adapun keseragaman yang ditemukan pada kebanyakan desain adalah pemilihan dan penyusunan yang dilakukan sehingga kesan keras, kasar dan menantang muncul di pikiran orang yang membacanya. Bahasa verbal yang didesain dan dicetak pada permukaan kaus tentu memiliki efek tersendiri, dimana kaus sekali kita pakai bisa dilihat dan dipersepsi banyak orang dalam satu waktu. Penggunaan bahasa verbal sebagai penunjuk karakter masyarakat Medan diperkuat dengan ditemukannya perubahan makna terhadap beberapa kata seperti ‘’Darah’’ yang kita kenal sebagai penunjuk keturunan namun lebih kepada penurunan paket perilaku dalam penggunannya pada kalimat ‘’Darah Batak’’, serta kata ‘’Medan’’ dalam kalimat ‘’Berdarah Medan’’ yang yang digunakan untuk menjadi penunjuk karakter orang-orang yang tinggal didalamnya, bukan lagi sekedar nama tempat. Representasi karakter suatu masyarakat tentu tidak bisa dilakukan tanpa pertimbangan yang matang sebab menyangkut pada banyak aspek termasuk diantaranya adalah citra ditimbulkan. Pada hakikatnya, suatu hal selalu mengandung dua sisi, baik dan buruk. Citra baik dapat diperkuat dengan menonjolkan karakter baik sehingga perlahan melebur karakter masyarakat yang dinilai tidak baik. Penilaian baik mengenai orang Medan seperti gigih, setia kawan, dan jujur tentu dapat digunakan untuk meleburkan
penilaian yang buruk mengenai karakter masyarakat Medan. Setiap hal selama ditempatkan dengan tepat dapat menjadi kekuatan. Misal karakter kasar bila ditempatkan dengan pas dapat dipahami orang lain sebagai jujur mengenai perasaannya, tidak menutup-nutupi apa yang ada didalam hatinya. Penilaian kasar bisa jadi muncul karena ketidaksiapan seseorang atas keterbukaan orang Medan dalam berkomunikasi. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini yaitu : 1. Karakter masyarakat Medan dalam desain digambarkan dengan dua cara yaitu menggunakan tuturan kalimat yang menempatkan karakter masyarakat Medan sebagai pribadi yang keras, kasar dan menantang. Cara kedua adalah dengan mengkombinasikan tuturan kalimat tersebut dengan gambar yang menguatkan tuturan kalimat dalam kaus. 2. Mitos yang ditemukan dalam pemaknaan atas tanda yang terdapat dalam desain kaus adalah mitos kekerasan dalam artian sikap. Desain-desain tersebut seolah menunjukkan karakter orang Medan adalah karakter yang sama dengan yang ada di pikiran orang luar mengenai Medan yaitu orang Medan yang berani, kasar, keras dan menantang. Laki-laki dan perempuan Medan dipandang sama-sama memiliki sikap seperti itu. Dalam kaus ini penegasan karakter tersebut dituangkan dalam berbagai kondisi. Misal, dalam cara orang Medan menyatakan pendapat, dalam cara orang Medan menjaga kotanya, dan cara perempuan Medan mengatasi sikap inferior yang diterimanya, dan lain-lain. Kaus yang diproduksi dengan desain seperti ini seolah menunjukkan persetujuan dari perancangnya bahwa orang Medan dalam pemahamannya memang seperti itu adanya. Saran 1. Saran dalam kaitan penelitian, semiotika merupakan penelitian yang benarbenar membutuhkan ketajaman pikiran dan wawasan untuk membedah teks serta konteks yang melatarbelakanginya. 2. Saran dalam kaitan akademis, sebaiknya para peneliti lain yang ingin melakukan kajian semiotika mempelajari lebih dalam mengenai paradigma konstruktivis kritis.
3. Saran dalam kaitan praktis, Agar orang tidak mudah terpengaruh dengan apa yang dilihatnya lalu menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang general DAFTAR PUSTAKA Barnard, Malcolm. (2011). Fashion Sebagai Komunikasi. Yogyakarta : Jalasutra Budiman, Kris. (2003). Semiotika Visual. Yogyakarta : Penerbit Buku Baik Danesi, Marcel. (2010). Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta : Jalasutra Effendy, Onong Uchjana. (1989). Kamus Komunikasi. Bandung : Penerbit Mandar Maju Littlejohn, Stephen. W dan Karen A. Foss (Ed), (2009). Encyclopedia of Communication Theory. (Vois: 1-2). London : SAGE publications Mulyana, Deddy. (2005). Lintasbudaya.
Komunikasi
Efektif
Suatu
Pendekatan
Sobur, Alex. (2004). Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Woodward, Kathryn. (1997). ‘Concepts of Identity and Difference’ dalam Kathryn Woodward (Ed) Identity and Difference. London : SAGE Publications Ryan, David. (2003). ‘A short (but authoritative) history of the T-shirt’’. Diakses dari http: www.goingpostal.cc/tshirt_history.htm pada 28 September 2012 Sam. (29 Desember 2012). Sumut Juara Dua Sengketa Tanah. Harian Sumut Pos. Diakses dari http://www.hariansumutpos.com/2012/12/48985/ sumut-juara-dua-sengketa-tanah#axzz2JbP7J5oo pada 29 Januari 2013 Tinarbuko, Sumbo (20 Maret 2012). Teori Semiotika : Semiotika Sebagai Ilmu. Diakses dari http://sumbotinarbuko.com/teori-semiotikasemiotika-sebagai-ilmu.html pada 3 April 2013.