Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
BAB 1 PENDAHULUAN Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak. Visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah terwujudnya indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong. Dalam bidang lingkungan, kebijakan pembangunan diarahkan untuk mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pembangunan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal pembangunan. Kondisi saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat relatif cukup stabil berkisar antara 5 sampai dengan 6,6% selama 15 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang stabil tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi lingkungan hidup. Pembangunan ekonomi Indonesia masih bertumpu pada sumbangan sumberdaya alam, yakni sebesar kurang lebih 25% Produk Domestik Bruto (PDB), khususnya minyak, sumberdaya mineral, dan hutan, menyebabkan deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan. Kualitas lingkungan hidup yang dicerminkan pada kualitas air, udara dan lahan juga masih rendah, dimana indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di Indonesia masih menunjukkan nilai sebesar 64,21 (data KLHK, 2012). Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019 adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Agenda pembangunan nasional tersebut merupakan penjabaran operasional dari Nawa Cita, dimana terdapat 11 subprogram yang salah satunya adalah peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi. Oleh karena - Pendahuluan -
1
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
itu, untuk mendukung program kegiatan sesuai Renstra BPPT dan Renstra Kedeputian TPSA, maka peta rancangan (roadmap) kegiatan Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) 2015-2019 di fokuskan Pengembangan Teknologi Hijau untuk Pembangunan Rendah Karbon dan Pengendalian Emisi. Namun demikian, dalam rangka mendukung rencana kerja pemerintah (RKP) 2017, maka dipandang perlu untuk dilakukan penajaman terhadap kegiatan-kegiatan di PTL yang terkait erat dengan pembangunan rendah karbon dan pengendalian emisi yang di selaraskan dengan program prioritas nasional 2015-2019. Sehingga, untuk TA 2017-2019, telah di susun konsep kegiatan PTL yang mendukung program nasional yaitu pembangunan perkotaan yang di arahkan pada pemenuhan standar pelayanan perkotaan (SPP) yang tertata baik, aman, nyaman, dan layak huni dan pengembangan kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana. Kedua arah kebijakan tersebur di fokuskan untuk mencapai output kegiatan PTL 2017-2019 yaitu inovasi teknologi pengelolaan lingkungan perkotaan dengan kegiatan prioritas: (1) tersedianya sarana dan prasarana dasar perkotaan dengan sasaran nya adalah inovasi teknologi pengolahan sampah secara termal dan sistem pengendalian pencemaran nya; dan (2) sistem informasi kualitas lingkungan perkotaan dengan sasaran nya adalah inovasi teknologi pemantauan dan pemulihan kualitas lingkungan (air, udara, tanah) perkotaan. Pembangunan rendah karbon adalah paradigma yang kini sedang berkembang pesat di dunia internasional sebagai salah satu jawaban untuk tantangan perubahan iklim dalam mencapai pembangunan berkelanjutan secara ekonomi, lingkungan dan kemasyarakatan. Terkait dengan perubahan iklim, konsep ekonomi hijau merupakan konsep terintegrasi yang utuh, membumi dan dapat diimplementasikan sesuai arah pembangunan yang pro-poor, pro-job, pro- growth dan pro-environment. Sehingga, konsistensi dalam komitmen pemerintah dalam penurunan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional di 2020, harus dilanjutkan dan menjadi fondasi dalam kebijakan pembangunan rendah emisi karbon, seperti tertuang dalam Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional penurunan emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Selain itu, pada tahun 2020-2030, Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Hal ini akan sangat menguntungkan karena dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, melimpahnya jumlah penduduk usia kerja harus didukung dengan peningkatan daya saing nasional melalui kegiatan-kegiatan pembangunan rendah karbon. Sejalan dengan hal tersebut, pengembangan teknologi ramah lingkungan diarahkan kepada industri yang berkelanjutan (green industry), seperti tertuang dalam Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dengan konsep pembangunan berkelanjutan dalam bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial. Selain itu, berdasarkan UU No.3 Tahun 2014 tentang perindustrian, industri - Pendahuluan -
2
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
hijau didefinisikan sebagai industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. Dalam hal ini, BPPT sebagai lembaga yang berperan dalam kegiatan pengembangan dan penguasaan teknologi untuk kemandirian bangsa dan peningkatan daya saing akan terlibat secara aktif dalam upaya mendukung kebijakan strategis pemerintah dalam pembangunan rendah karbon dan dalam rangka mendukung rencana induk pembangunan industri nasional (RIPIN) yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta ramah lingkungan. Pusat Teknologi Lingkungan (PTL) sebagai salah satu unit kerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memiliki tugas untuk melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi lingkungan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Dengan perspektif tersebut, maka Renstra PTL tahun 2015-2019 disusun dengan memperhatikan perkembangan lingkungan strategis terakhir serta mengacu pada dokumen Renstra BPPT dan TPSA 2015-2019. 1.1.
Kondisi Umum
1.1.1
Global Perkembangan lingkungan global yang dapat mempengaruhi arah kebijakan PTL meliputi antara
lain: a). Indonesia juga terikat dengan perjanjian perdagangan di Asia Pasifik (APEC) dan Dunia (WTO). b). Kesepakatan Internasional untuk Kesejahteraan pada Millenium Development Goals (MDG’s) dengan 8 goals, yaitu : menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDSmalaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, membangun kerjasama global. c). Isu perubahan cuaca (climate change) akibat pemanasan global sebagai salah satu agenda dalam Kyoto Protocol yang berakhir tahun 2012, pertemuan UNFCCC di Bali, dan dilanjutkan dengan Pertemuan Kopenhagen. d). Mulai diberlakukannya The ASEAN Community pada bulan Desember 2015. Peningkatan integrasi ini di satu pihak akan menciptakan peluang yang lebih besar bagi perekonomian nasional, tetapi di lain pihak juga menuntut daya saing perekonomian nasional yang lebih tinggi.
- Pendahuluan -
3
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
1.1.2
Nasional
Perkembangan lingkungan nasional yang dapat mempengaruhi arah kebijakan PTL meliputi antara lain: a). Harga migas sangat berpengaruh besar terhadap struktur APBN, dimana fluktuasi kenaikan harga minyak membuat kegiatan pembangunan yang didanai dari APBN harus terus menyesuaikan dengan perubahan harga migas. b). Tingkat Kandungan Teknologi Dalam Negeri (TKDN) pada struktur industri dalam negeri masih rendah. c). Kontribusi sektor industri yang besar (lebih dari 27%) terhadap PDB. d). Kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi masih belum ada sehingga perlu dilakukan justifikasi dan pengukurannya. e). Pangan, Energi dan Air (FEW : Food, Energy, Water) masih menjadi permasalahan utama sehingga perlu adanya kebijakan teknologi daninfrastrukturnya. f). Penduduk miskin yang besar (masih diatas 10%) disertai dengan distribusi pendapatan yang tidak merata. g). Dominasi modal asing semakin besar dalam pengelolaan SDA sehingga keuangan negara sangat tergantung terhadap modal dari luar negeri. h). Indonesia hanya menjadi bagian dari kegiatan produksi dan pemasaran bagi perusahaan asing, tetapi kegiatan riset dan pengembangan teknologi hanya dilakukan di perusahaan induk nya. i). Arus modal selalu minus untuk jasa, hal tersebut karena infrastruktur keuangan dan transportasi masih lemah sehingga diperlukan penguatan teknologi informasi jasa keuangan serta teknologi transportasi nasional. Pencapaian Kegiatan PTL Periode 2010-2014 Pada periode 2010-2014, Pusat Teknologi Lingkungan telah berhasil mengembangkan Teknologi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Reusable Sanitary Landfill (RSL) yang dilengkapi dengan tiga sarana penunjangnya, yaitu Instalasi Pengolahan Air Lindi, Instalasi Recovery Landfill Gas dan Sistem Jaringan perpipaan untuk air lindi untuk system TPA RSL, serta Sistem Jaringan Perpipaan pengumpulan gas Methan. Penerapan konsep Produksi Bersih tetap dilanjutkan terutama untuk berbagai jenis industry yang umumnya mempunyai masalah yang berhubungan dengan potensi yang sangat besar dalam pencemaran lingkungan. Untuk Program Teknologi Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Air, telah direncanakan optimalisasi pemanfaatan sumber-sumber daya air hujan di daerah-daerah tertinggal yang sangat terbatas potensi sumber - Pendahuluan -
4
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
daya air tawarnya. Selain itu juga direncanakan untuk mengaplikasikan teknologi-teknologi pengolahan air yang tepat guna bagi daerah tertinggal dan pengembangan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) dan Sistem Teknologi Pengolahan Air (SITPA) untuk daerah-daerah tertinggal. Selain itu melalui teknologi pengolahan air siap minum (arsinum), telah banyak diapliksikan unit instalasi IPA ini di berbagai daerah dalam rangka mendukung pencapaian target Pembangunan Milenium(MDGs). Adapun dalam isu perubahan iklim, PTL telah berhasil mengembangkan teknologi penyerapan karbondioksida memanfaatkan mikroalgae (Fotobioreaktor) dalam skala pilot. Selain itu hasil kajian PTL dalam metode penghitungan dan pengukuran emisi karbon telah berkontribusi dalam penentuan emisi GRK nasional (RAN GRK) yang terlaporkan dalam Second National Communication (SNC). Dalam kancah nasional, PTL juga telah menghasilkan Technology Need Assessment (TNA) sebagai dokumen aksi nasional di bidang transfer teknologi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Untuk mendukung pengembangan teknologi perlindungan kualitas lingkungan, Balai Teknologi Pengelolaan Air dan Limbah/BTPAL (sebelumnya Balai Teknologi Lingkungan),
menyediakan
kapasitas
analisis
lingkungan
bagi
masyarakat
luas,
serta
mengembangkan teknologi remediasi yang berbasiskan pada pemanfaatan agensia biologi. Ringkasan beberapa capaian PTL selama periode 2010-2014 sebagai berikut: Capaian Kegiatan 1: Pengkajian dan Penerapan Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Gambar 1 menunjukkan capaian kinerja kegiatan PPT mitigasi dan adaptasi perubahan iklim selama periode 2010-2014.
- Pendahuluan -
5
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
Gambar 1. Capaian kinerja kegiatan PPT mitigasi dan adaptasi perubahan iklim periode 2010-2014
Capaian Kegiatan 2: Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Gambar 2 menunjukkan capaian kinerja kegiatan PPT Lingkungan selama periode 2010-2014.
- Pendahuluan -
6
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
Gambar 2. Capaian kinerja kegiatan PPT Lingkungan periode 2010-2014 Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Pelanggan Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas pokok BPPT harus ditinjau dari perspektif sejumlah pihak, yaitu: pelaku penelitian, pengembangan dan perekayasaan (sisi kemitraan dan partnership) yang menilai perkembangan kemampuan tersebut dari efektivitas melakukan pembaruan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelaku bisnis (sisi pelanggan/customer) yang menilai perkembangan kemampuan ketersediaan sumber daya untuk melakukan inovasi, pendalaman proses pertambahan nilai, dan pembaruan proses produksi. Pemerintah (stakeholder/pemangku kepentingan) yang menilai perkembangan kemampuan teknologi terhadap kontribusinya pada perkembangan ekonomi. Tabel 1 menunjukkan ekspektasi dari setiap pemangku kepentingan dan pelanggan.
- Pendahuluan -
7
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
Tabel 1. Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Pelanggan Pemangku Kepentingan Lembaga Ekspektasi/Perspektif Lembaga Pemerintah Presiden dan Kontribusinya terhadap perkembangan Pihak-pihak yang berkepentingan atau Kabinet ekonomi untuk meningkatkan daya saing dan memiliki harapan terhadap perkembangan kemandirian bangsa. kinerja dan program PTL
1.
2.
Aliansi/Pelanggan (Customer) a. Pelanggan/Customer Pihak yang menggunakan produk dan pelayan PTL
3.
1.2.
Industri
Ketersediaan sumber daya teknologi untuk melakukan inovasi, pendalaman proses pertambahan nilai, dan pembaruan proses produksi untuk meningkatkan keuntungan.
Pemerintah
Ketersediaan sumber daya teknologi/ rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan pelayanan publik.
b. Aliansi Lembaga yang bekerjasama dengan PTL sebagai partner yang mempunyai tujuan, sasaran dan minat bersama
Lembaga, Efektivitas melakukan pembaruan Litbangyasa, pengetahuan dan teknologi. Perguruan Tinggi
Masyarakat
DPR, Masyarakat Umum
ilmu
Keluaran dan produk PTL dapat dimanfaatkan secara luas, meningkatkan kualitas hidup, lingkungan dan ekonomi secara keseluruhan.
Potensi, Tantangan, Peluang, Hambatan dan Permasalahan PTL Analisis SWOT (Potensi, Tantangan, Peluang, Hambatan dan Permasalahan) dari Pusat
Teknologi Lingkungan, dapat dirinci sebagai berikut: Potensi PTL a). Pusat Teknologi Lingkungan memiliki SDM unggul dengan tingkat pendidikan yang tinggi dari berbagai disiplin ilmu dan bidang keahlian. Peran SDM adalah sentral untuk itu peningkatan kualitas dalam bentuk ketrampilan maupun peningkatan jenjang pendidikan menjadi prioritas utama. Per Juni 2016, total SDM PTL sebanyak 74 orang pegawai. Gambar 3 menunjukkan komposisi berdasar jenis kelamin dimana laki-laki sebanyak 55 orang dan wanita sebanyak 19 orang. Gambar 4 menunjukkan komposisi SDM PTL berdasarkan jenjang pendidikan terdiri dari tingkat pendidikan SLA (4 orang), S1 (29 orang), S2 (23 orang) dan S3 (18 orang). Gambar 5 menunjukkan komposisi SDM PTL berdasarkan jabatan fungsional Perekayasa (20 orang), Peneliti (25 orang), Pedal (5 orang), Litkayasa (3 orang) dan Fungsional Umum (21 orang). Pada tahun 2016 ini, beberapa pegawai PTL sedang menempuh pendidikan, dengan rincian 2 orang kandidat strata 2 (master) dan 1 orang kandidat strata 3 (doktor).
- Pendahuluan -
8
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
Gambar 3. Komposisi SDM PTL berdasarkan Jenis Kelamin per Juni 2016
Gambar 4. Komposisi SDM PTL berdasarkan Jenjang Pendidikan per Juni 2016
Gambar 5. Komposisi SDM PTL berdasarkan Jabatan Fungsional per Juni 2016 - Pendahuluan -
9
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
b). PTL memilik tupoksi dan mandat khusus di bidang perekayasaan teknologi Lingkungan, audit teknologi lingkunan, technology clearing house (TCH) dan intermediasi teknologi. c). PTL memiliki infrastruktur penunjang (seperti laboratorium, pilot plant, dll) yang cukup memadai. d). PTL menggunakan sistem dan tata kerja kerekayasaan yang bercirikan team work, well-structured and welldocumented. e). PTL memiliki pengalaman dalam melaksanakan program litbangyasa, dan telah mendapat kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah daerah untuk produk dan jasa tertentu. f). PTL memiliki networking yang luas dengan mitra, stakeholder, dan Pengguna yang saling bersinergi. g). PTL merupakan organisasi pembelajar (learning organization) sehingga bersifat dinamis dan adaptable. Tantangan PTL a). Meningkatkan dukungan nyata iptek terhadap peningkatan daya saing sektor-sektor produksi barang dan jasa. b). Meningkatkan dukungan iptek untuk keberlanjutan dan pemanfaatan sumber daya alam baik hayati maupun nir-hayati. c). Meningkatkan dukungan iptek untuk penyiapan masyarakat Indonesia menyongsong kehidupan global yang maju dan modern. d). Solusi teknologi bagi permasalahan terkait dengan bidang teknologi lingkungan, sasaran nasional berupa perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Peluang PTL a). Adanya Program Prioritas Nasional yang memerlukan peranserta PTL sesuai dengan kompetensi dan tupoksinya. b). Adanya kebijakan pada industri untuk meningkatkan kandungan teknologi dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing dan kemandirian. c). Meningkatnya permintaan terhadap produk dan jasa layanan teknologi dari PTL oleh pihak pengguna (dunia usaha, masyarakat dan pemerintah/pemda). d). Perubahan ekonomi internasional menuju era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge- based economy) yang menuntut penguatan pengetahuan dan kemampuan inovasi sebagai elemen kunci keberhasilan. e). Adanya kebutuhan untuk peningkatan kapasitas iptek nasional, dan kemandirian serta daya saing bangsa pada teknologi lingkungan. f). Adanya otonomi daerah yang mendorong permintaan teknologi lingkungan untuk UMKM dan - Pendahuluan -
10
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
daya saing daerah. g). Tuntutan peran PTL pada pola kerja jejaring (networking) dalam beragam aktivitas produktif, baik di sektor publik dan bisnis, maupun dalam masyarakat secara umum. Hambatan PTL a). Terjadinya perpindahan atau penugasan SDM PTL ke instansi lain yang tidak terencana, sehingga mengurangi kapasitas lembaga PTL. b). Anggaran penelitian yang tersedia terbatas, tidak fleksibel, tidak dapat dilaksanakan secara multi years sehingga membatasi pengembangan program-PTL. c). Industri belum menggunakan jasa layanan teknologi PTL karena ketergantungan mereka terhadap principalnya. d). Masih minim nya pengetahuan mengenai metode Pengukuran TRL (Technology Readiness Level), dimana kemajuan pelaksanaan kegiatan di PTL dievaluasi dengan suatu TRL yang memiliki filosofi kegiatan dalam teknologi, yaitu Research, Development, Engineering, and Operation (R, D, E & O). Dengan alat ukur ini maka dapat diketahui tingkat kesiapan dan risiko dari suatu teknologi untuk menuju ke tahap penerapan. Kesembilan level kesiapan teknologi (TRL, Technology Readiness Level) didefinisikan sebagai berikut: TRL 1 (Prinsip dasar dari teknologi diteliti dan dilaporkan); TRL 2 (Formulasi konsep dan/atau aplikasi teknologi); TRL 3 (Pembuktian konsep, fungsi dan karakteristik penting secara analitis dan eksperimental); TRL 4 (Validasi kode, komponen dan/atau breadboardvalidation dala lingkungan laboratorium); TRL 5 (Validasi kode, komponen dan/atau breadboardvalidation dala suatu lingkungan simulasi); TRL 6 (Demonstrasi model atau prototipe sistem/subsistem dalam suatu lingkungan yang relevan); TRL 7 (Demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan atau aplikasi sebenarnya); TRL 8 (Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan atau aplikasi sebenarnya); dan TRL 9 (Sistem benar-benar teruji atau terbukti melalui keberhasilan pengoperasian. Permasalahan PTL a). Masih rendahnya komitmen kerja dan kurangnya motivasi SDM. b). Rendahnya technopreneurship SDM PTL sehingga kurang memperhatikan aspek keekonomian dan komersialisasi produk teknologi lingkungan. c). Tingginya kesenjangan komposisi usia pegawai PTL. d). Reward dan punishment masih belum diterapkan secara memadai. e). Program dan kegiatan PTL masih bersifat inward looking dan belum berorientasi pada kebutuhan - Pendahuluan -
11
Renstra Pusat Teknologi Lingkungan 2015-2019
dan permintaan pengguna/market (dunia usaha & masyarakat). f). Koordinasi, komunikasi dan kerjasama PTL dengan unit kerja lain di internal BPPT masih lemah. g). Kepemilikan HaKI PTL masih relatif rendah. h). Produk teknologi lingkungan dan jasa layanan PTL belum dikenal luas akibat kurangnya sosialisasi dan promosi. i). Hasil-hasil litbangyasa PTL belum dikelola dengan baik. j). Birokrasi dan pengelolaan dana DIPA penelitian kurang mendukung proses litbangyasa. k). Globalisasi menuntut agar PTL mampu berhadapan dengan pesaing dari Luar Negeri dan Dalam Negeri. l). Kontribusi teknologi lingkungan terhadap perekonomian nasional belum diukur dengan jelas sehingga terkesan PTL belum banyak berperan dalam kancah pembangunan nasional. m). Koordinasi dan harmonisasi pada tataran regulasi/kebijakan, antar institusi, program masih lemah. n). Meningkatnya kompetitor asing pada bidang litbangyasa lingkungan sehingga menciptakan alternatif yang dapat mengurangi peran dan fungsi PTL.
- Pendahuluan -
12