Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
RENCANA PENGEMBANGAN PERKEBUNAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN TENGAH HALIND ARDI Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah Jl. Jenderal Soedirman No 18 Palangkaraya
ABSTRAK Pembangunan kebun kelapa sawit yang dilaksanakan oleh para pengusaha perkebunan/investor dalam bentuk Perkebunan Besar (BP) termasuk kebun plasma melalui Pola PIR dan juga kebun swadaya masyarakat di Kalimantan Tengah pada kurun waktu 10 tahun terakhir menunjukkan kemajuan yang sangat pesat sekali dalam hal luas areal, produksi, penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap PDRB, ekspor dan pembukaan/pengembangan sentra-sentra produksi/ wilayah. Kelapa sawit menggunakan lahan yang cukup luas dan kerapatan tanaman per hektar sedikit sekali, sehingga memungkinkan cabang usahatani termasuk sapi dapat diterapkan/digalakkan baik dengan pola penggembalaan di lahan sela-sela tanaman maupun dengan sistem kandang. Limbah panen kelapa sawit seperti pelepah, daun dan tandan kosong serta limbah pengolahan tandan buah segar menjadi CPO dalam bentuk “Solid”/padat-konsentrat, bungkil inti sawit mempunyai potensi untuk sumber pakan ternak sapi. Pengujian dan pengetrapan di lapangan untuk penggembalaan di lahan sawit dan pakan tambahan berupa “Solid” sudah dilakukan, dan memberikan harapan yang sangat prospektif sekali. Integrasi sawit-sapi sangat mendukung untuk pemberdayaan petani/masyarakat sekitar perusahaan perkebunan, mendorong produktivitas tanaman dan pendapatan usaha tani untuk pengembangan kelapa sawit swadaya masyarakat dan petani plasma. Karena itu perlu integrasi/sinergi dari berbagai pihak terkait/stakeholders mulai dari perencanaan, pelaksanaan, permodalan, pengawasan dan supervisi lapangan, dalam rangka mendukung action plan. Secara kualitatif ada masyarakat/pekebun, pengusaha swasta ataupun perusahaan perkebunan yang berminat untuk menggalakkan/ melaksanakan integrasi sawit-sapi. Kata Kunci: Kelapa Sawit, Limbah/Lahan Kelapa Sawit, Integrasi, Sawit-Sapi, Pemberdayaan, Sinergi
PENDAHULUAN Latar belakang Pembangunan Perkebunan saat ini dihadapkan kepada pergeseran paradigma, baik di lingkungan global maupun domestik khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah. Kecenderungan tersebut menuntut jajaran perkebunan untuk dapat menyesuaikan diri, sehingga usaha untuk membangun sistem dan usaha agribisnis perkebunan dapat dilaksanakan secara optimal. Sejalan dengan arus globalisasi dan otonomi daerah di tingkat Nasional juga telah terjadi perubahan kebijaksanaan yang pada intinya bertujuan untuk memulihkan kembali perekonomian nasional yang mengalami keterpurukan semenjak terjadinya krisis multi dimensi tahun 1997. Pemerintah telah mengambil berbagai langkah kebijaksanaan untuk membangun kembali perekonomian Indonesia. Kebijaksanaan yang ditempuh khususnya
72
menyangkut: (a). Kebijaksanaan yang terkait dengan upaya pemulihan ekonomi, (b). Kebijaksanaan yang memfokuskan kepada pengembangan ekonomi kerakyatan dan (c). Kebijaksanaan yang menyangkut pembiayaan. Berbagai kecenderungan dan penerapan kebijaksanaan tersebut ternyata menjadi acuan untuk mendorong Pembangunan Perkebunan ke depan. Pemerintah lebih terfokus kepada memfasilitasi dan mendorong para pelaku usaha perkebunan untuk mengembangkan usahanya. Sejalan dengan hal tersebut serta memperhatikan peran dan potensi Perkebunan dalam Pembangunan Nasional, ditetapkan Visi Pembangunan Perkebunan sebagai berikut “Terwujudnya pembangunan sistem dan usaha agribisnis perkebunan yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat secara berkeadilan dan berkelanjutan serta terdesentralisasi melalui pengelolaan sumber daya secara optimal dan berkesinambungan”.
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Kebijakan tersebut diimplementasikan dalam lima pola pengembangan perkebunan atau kombinasinya. Melalui pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN) di setiap lokasi pengembangan dan sentra-sentra produksi yang diselenggarakan dengan azas kebersamaan ekonomi, sehingga semua kekuatan terpadu, bersinergi dan menimbulkan sebuah kekuatan yang saling memperkuat. KIMBUN didasarkan pada upaya untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan di bidang perkebunan. Peran perkebunan Dalam rangka pembangunan perekonomian dan pengembangan wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, pembangunan perkebunan mempunyai kontribusi dan peranan yang penting, baik yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat (petani/pekebun) maupun sebagai perkebunan besar (pengusaha/investor). Kondisi demikian didukung oleh kesesuaian dan ketersediaan lahan, agroklimat dan ketergantungan pekebun/petani terhadap usaha perkebunan yang merupakan sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang sudah lama diusahakan. Para pengusaha atau investor sangat tertarik karena lahan yang sesuai untuk tanaman perkebunan (kelapa sawit) cukup tersedia luas dan berbagai fasilitas telah tersedia (jalan, pelabuhan) walaupun masih terbatas serta pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Usaha perkebunan mempunyai sifat usaha jangka panjang, ada waktu untuk investasi tanpa hasil/belum menghasilkan, biaya besar padat modal, mempunyai resiko tinggi (kebakaran/gagal sebelum menghasilkan), memerlukan pemeliharaan, memerlukan pengolahan yang menghasilkan barang setengah jadi/barang jadi, mata rantai perdagangan/ tata niaga melibatkan banyak pihak, dan memerlukan kemitraan usaha antara pengusaha kecil/pekebun dan pengusaha/ investor perkebunan ataupun prosessor hasil perkebunan/pabrikan. Namun faktor lain yang menarik bagi usaha perkebunan adalah komoditas ekspor sebagai sumber pendapatan jangka panjang, ramah lingkungan, dapat bertahan pada saat krisis ekonomi, menyerap
tenaga kerja, usaha budidaya/produksi serta usaha industri dapat dilaksanakan/ direncanakan dengan baik dan menumbuhkan sentra-sentra produksi/sentra pengembangan wilayah/daerah yang merupakan kawasankawasan agribisnis berbasis perkebunan. Bagaimana peran perkebunan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Fakultas Ekonomi, UGM Tahun 2002/2003 dalam rangka menyusun “Rencana Strategis Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003-2005” dengan menggunakan 3 (tiga) Metode Analisis tentang Potensi Ekonomi Kalimantan Tengah, menyimpulkan bahwa sektor pembangunan tanaman perkebunan merupakan sektor basis atau sektor unggulan daerah (sektor lain yang mengikuti: peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, perikanan serta perdagangan besar dan eceran). Sektor basis bila dikembangkan dan berkembang akan berdampak pada sektor-sektor turunan yang terkait langsung dengan pengembangan sektor basis tersebut. 2. Dalam rangka menyusun “Rencana Pembangunan Jangka Menengah/RPJM Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 20052010” dengan menggunakan data tahun 2004 Fakultas Ekonomi UGM, menunjukkan hal yang sama juga terhadap peran tanaman perkebunan terhadap perekonomian daerah. Sektor unggulan bagi daerah, dikatakan bahwa disamping tanaman perkebunan sebagai sektor basis, perkebunan juga sebagai sektor prima yang sudah berkembang (urutannya: prima, berkembang, potensial, terbelakang). 3. Studi yang dibuat JICA bekerjasama dengan BKPM Pusat tentang “Peluang Investasi Kalimantan Tengah “ tahun 2004, menunjukkan bahwa perkebunan mempunyai peran yang utama terhadap perekonomian Kalimantan Tengah, dan secara khusus pengembangan kepala sawit mempunyai prospek yang besar termasuk industri turunannya. Hal ini didukung oleh beberapa studi atau survei yang dilakukan oleh beberapa Lembaga Penelitian/Perguruan tinggi dapat dikemukakan secara umum bahwa perkebunan merupakan salah satu sektor pembangunan yang harus
73
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
digalakkan dan menjadi tulang punggung pembangunan daerah dan perekonomian rakyat setelah hutan mengalami penurunan perannya. Misi, tujuan dan sasaran Sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi pembangunan perkebunan, dirumuskan suatu misi sebagai arahan dan landasan pelaksanaan pembangunan sebagai berikut: 1. Mewujudkan profesionalitas lembaga dan Sumberdaya Manusia Pembina Pembangunan Perkebunan dan pelaku usaha agribisnis perkebunan melalui pemberdayaan. 2. Mewujudkan keterpaduan, sinergisitas dan berkelanjutan pembinaan pembangunan perkebunan dengan mengoptimalisasi dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan serta pemanfaatan IPTEK. 3. Memfasilitasi optimalisasi kinerja usaha agribisnis perkebunan yang meliputi aspek kebijakan, aspek operasional penyediaan sarana prasarana dan pembiayaan, aspek teknis usahatani, pengolahan dan pemasaran hasil, serta aspek kemitraan usaha agribisnis perkebunan. 4. Meningkatkan kontribusi pembangunan perkebunan terhadap kemajuan perekonoman Daerah melalui penyediaan lapangan kerja, peningkatan PDRB, PAD dan penghasilan devisa, penanggulangan kemiskinan, pengembangan wilayah dan pemerataan hasil-hasilnya untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 5. Mendukung penyediaan bahan pangan dan peningkatan ketahanan pangan dari hasil tanaman perkebunan dan bahan pangan lainnya yang dihasilkan dari areal tanaman perkebunan. 6. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya alam berupa lahan tidur dan tidak produktif serta pengembangan kearifan budaya lokal melalui penerapan IPTEK di dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis. 7. Mendukung kegiatan pemeliharaan dan peningkatan mutu lingkungan hidup melalui pemanfaatan lahan kritis untuk pengembangan tanaman perkebunan serta penerapan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air di areal perkebunan.
74
Tujuan dan sasaran pembangunan perkebunan yang diemban oleh Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian pekebun/petani dengan melibatkan pengusaha kecil/menengah/ besar perkebunan melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis perkebunan. 2. Meningkatkan pelayanan dan bimbingan untuk penumbuhan kemampuan pekebun/petani dan kelembagaannya untuk mengakses peluang usaha, bank/ permodalan, pasar, pemanfaatan sumber daya (alam, buatan, teknologi) dan berbagai kemudahan lainnya. 3. Meningkatkan produktivitas tanaman, produksi, mutu produk primer dan olahan hasil perkebunan melalui kegiatan intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan, perluasan dan diversifikasi di dalam kawasan agribisnis perkebunan. 4. Mendorong pertumbuhan industri pengolahan hasil perkebunan dan keterkaitannya dengan usaha budidaya/produksi untuk meningkatkan nilai tambah produksi dan daya saing. 5. Mendorong dan memantapkan pertumbuhan kawasan agribisnis perkebunan untuk penciptaan/penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah, pusat pertumbuhan dan pemanfaatan sumber daya lahan. 6. Mendorong peningkatan penerimaan Daerah, Negara, volume dan nilai ekspor dan pertumbuhan PDRB yang berbasis budidaya. 7. Meningkatkan dukungan terhadap ketahanan pangan melalui pengembangan cabang usahatani pangan, mengintegrasi cabang usahatani lain ke dalam lahan/usaha perkebunan. Sasaran pelaksanaan pembangunan agribisnis perkebunan khususnya tahun 2006 adalah: 1. Luas areal tanaman tahunan dan tanaman semusim akhir tahun 2006 mencapai 1.166.441 Ha. 2. Produksi primer hasil perkebunan akhir tahun 2006 mencapai 2.544.767 ton. 3. Bertambahnya lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja pada usaha
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
4.
5. 6. 7. 8.
perkebunan besar secara kumulatif sebesar 190.640 orang dan pekebun yang terlibat (kumulatif) sebanyak 346.400 KK. Pendorong pencapaian pendapatan petani/pekebun dengan usaha pokoknya perkebunan US $ 1500–2000 1 tahun/KK atau naiknya pendapatan riil petani 3,5% dari tahun sebelumnya. Produktivitas tanaman perkebunan mencapai 70% dari produktivitas potensial. Peran perkebunan terhadap PDRB meningkat rata-rata 5%/tahun. Meningkatnya volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan serta peningkatan penerimaan daerah/SPK dan PAD. Meningkatnya optimalisasi pemanfaatan lahan HGU perkebunan dan tumbuhnya wilayah-wilayah/sentra produksi serta industri jasa lainnya.
Integrasi usaha perkebunan–usaha peternakan Untuk mencapai misi, tujuan dan sasaran di atas tentu tidak terlepas dari upaya-upaya untuk menentukan kegiatan-kegiatan pokok yang harus dilaksanakan sesuai kondisi, potensi dan peluang. Salah satu kegiatan pokok yang mempunyai prospek yang baik adalah usaha-usaha diversifikasi yang berbasis tanaman perkebunan/lahan perkebunan. Mengingat produk pertanian termasuk perkebunan sangat rentan terhadap resiko kerugian akibat harga jual cenderung berfluktuasi sangat tajam dan sifat usaha yang monokultur (SUBAGYONO, 2004) maka diversifikasi jenis usaha baik vertikal maupun horizontal merupakan alternatif yang tepat antara lain tanaman perkebunan (sawit)–ternak (sapi). Sebenarnya integrasi usahatani lain dengan usaha perkebunan di Kalimantan Tengah sudah lama dilakukan, yaitu: 1. Pada program (proyek) Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus (P2WK) tahun 1990/1991 s/d 1992/1993, dengan tanaman pokok karet dan intercroping padi dan jagung. 2. Proyek UFDP (Upland Farmer Development Project) Tahun 1993/1994 s/d 1997/1998, tanaman pokok karet dengan intercropping padi dan petani peserta diberikan juga sapi serta tanaman hortikultura.
3. Proyek TCSSP (Tree Crops Smallholder Sector Project) tahun 1992/1993 s/d 1998/1999, tanaman pokok karet dan intercropping padi/jagung/kedele. 4. Proyek Peningkatan Ketahanan Pangan Areal Perkebunan, tanaman karet dengan tanaman intercropping padi sejak 2003 sampai sekarang masih berjalan. 5. Kajian Teknologi Integrasi Ternak Potong– usaha tani karet dan usaha tani kelapa tahun 1999 oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya Kalimantan Tengah. Namun pengamatan di lapangan upayaupaya tersebut masih belum berkembang dengan baik di tingkat petani/pekebun, walaupun secara umum sudah diketahui dan dirasakan manfaatnya. Begitu kegiatan lapangan sudah tidak dilaksanakan atau dilanjutkan lagi dalam bentuk proyek karena closing date atau berakhirnya proyek, pada saat itu juga terhenti/tidak terlaksana lagi oleh petani/pekebun. POTENSI DAN PROSPEK PERKEBUNAN Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas ± 15.365.685,18 Ha (Perda 8/2003), terbesar ke3 diantara Provinsi di Indonesia (Irian Jaya, Kalimantan Timur), mempunyai prospek dan peluang saat ini dan ke depan terhadap usaha pembangunan yang berbasis kepada lahan/tanah. Perkebunan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menggunakan/ memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) berupa lahan/tanah dan tanaman (tanaman perkebunan). Penggunaan lahan untuk perkebunan tidak terlalu menuntut lahan/tanah yang subur, namun tersedia lahan yang cukup luas, topografi yang memenuhi syarat (8-15%) dan agroklimat mendukung. 1. Perkebunan rakyat (hak milik/keterangan) 1 - < 25 Ha. 2. Perkebunan besar (HGU/Badan Hukum) ≥ 25 Ha. Lahan yang subur diprioritaskan untuk pangan/ternak serta usaha masyarakat lainnya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan tanaman hortikultura. Dari segi luas lahan dan kondisi/kesuburan lahan di Kalimantan Tengah, tanaman perkebunan mempunyai prospek yang baik
75
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
untuk usaha perkebunan rakyat dan usaha perkebunan besar dengan berbagai jenis tanaman perkebunan. Kalimantan Tengah mayoritas lahan kering/daratan dan kelas kesuburan mencakup kelas III, IV dan seterusnya. Daerah pasang surut juga secara khusus dapat diusahakan tanaman kelapa (Kapuas, Pulang Pisau, Seruyan, Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat) dan tanaman karet. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah, lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan areal perkebunan dan usaha pertanian lainnya seluas 4.709.163,06 Ha yang diarahkan pada Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) seluas 2.789.108,09 Ha dan Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lain (KPPL) seluas 1.920.054,97 Ha. Untuk pengembangan perkebunan telah dicadangkan lahan seluas 1.700.000 Ha, untuk jangka waktu 15 tahun (1993–2008) sesuai Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 1993 yang direvisi dengan Perda Nomor 8 tahun 2003. Di dalam operasionalnya perkebunan banyak diarahkan pada KPP, sedangkan KPPL untuk usaha lain bagi masyarakat/petani, kecuali untuk program
plasma inti dan perkebunan rakyat (terpencarpencar). Dari hasil penelitian tanah yang dilakukan, diperoleh rekomendasi kesesuaian lahan seperti pada Tabel 1. Dari ketiga hasil survei tanah untuk pengembangan tersebut di atas, ternyata karet untuk ktg merupakan komoditi perkebunan yang utama. Survei-survei yang mendetail untuk kepentingan komoditi tertentu pada dasarnya berpedoman dari hasil-hasil survei tersebut di atas, khususnya informasi tentang tanah. Berdasarkan studi RePPProt tahun 1994 informasi sumberdaya lahan di Provinsi Kalimantan Tengah tercatat sebanyak 37 sistem lahan. Pengelompokan didasarkan atas asas-asas ekologi, sehingga dapat mencerminkan kondisi lahan seperti bentuk lahan, batuan, tanah, iklim maupun vegetasi. Selanjutnya dianalisa kesesuaian lahannya untuk tipe-tipe pemanfaatan lahan tertentu dengan menggunakan kriteria-kriteria kesesuaian lahan terutama terhadap sebelas faktor pembatas utama yaitu mutu air tanah, sumber air minum, inundasi, iklim, tekstur tanah dominan, kedalaman tanah, drainase tanah, unsur hara tanah, elevasi, lereng dan fragmentasi.
Tabel 1. Rekomendasi untuk kesesuaian lahan di Kalimantan Tengah Rekomendasi
Luas (ha)
Wilayah/kabupaten
Komoditi yang dianjurkan
Survei LPT Bogor Tahun 1983
811.200
Sepanjang Sungai Kahayan
Karet, kopi, cengkeh, kelapa sawit
Survei LPT Bogor Tahun 1975
2.805.824
Kab. Barito Selatan
Karet, cengkeh, kelapa
Kab. Barito Utara
Karet, cengkeh, tengkawang, kelapa, jambu mente dan rotan
Kab. Kapuas
Karet, kelapa dan rotan
Kab. Murung Raya
Karet, kelapa, cengkeh, kopi dan jambu mente
Kab. Barito Timur
Karet, tengkawang dan jambu mente
Kab. Ktw. Timur
Karet, kelapa sawit, lada dan kopi
Survei Orstom 1981
2.225.000
Kab. Ktw. Barat Kab. Katingan Kab. Gunung Mas
76
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
KINERJA PEMBANGUNAN PERKEBUNAN Dari 145 jenis tanaman perkebunan, yang telah terbina di Kalimantan Tengah meliputi 19 jenis yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kopi, Lada, Kakao, Cengkeh, Jambu Mente, Aren, Pinang, Kemiri, Kapuk Randu, Nilam, Tebu, Jarak, Serai Wangi dan Jahe. Tanaman utama adalah kelapa sawit (khususnya perkebunan besar termasuk plasma/kemitraan), serta karet dan kelapa sebagai tanaman perkebunan rakyat. Pada dasarnya semua komoditas perkebunan mempunyai peluang yang sama dapat diusahakan oleh para pengelola perkebunan (petani = perkebunan rakyat, pengusaha/investor = perkebunan besar), namun para pengusaha lebih cenderung pada kelapa sawit, petani sebagai perkebunan rakyat lebih cenderung pada usaha karet dan kelapa, serta tanaman perkebunan lainnya Sampai sekarang tidak ada ketentuan yang mengatur secara khusus untuk suatu komoditas misalnya kelapa sawit. Ketentuan yang ada diberlakukan untuk semua tanaman perkebunan dan bersifat makro. Komoditas perkebunan selalu berorientasi pada pasar lokal, regional, nasional dan internasional (hasil produksi perkebunan umumnya sebagai komoditas ekspor). Era tahun 70-an sumber penggerak ekonomi Kalimantan Tengah berbasis SDAekstraktif (hutan), yang juga diikuti pertambangan, namun sesudah terjadi krisis ekonomi tahun 1997 sumber daya ekstraktif semakin mendapat kesulitan (intern dan extern) dan sebaliknya sumberdaya/usaha budidaya semakin menunjukkan keunggulan/ kemajuan (perkebunan khususnya). Sebelum tahun 1992, perkebunan Kalimantan Tengah hanya berupa perkebunan rakyat. Sejak tahun 1992 dimulai usaha perkebunan dengan pembukaan perkebunan kelapa sawit oleh Grup Astra di Kotawaringin Barat, PT. Antang Ganda Utama di Barito Utara dan tahun 1996 oleh PT. Indo Truba Tengah di Kotawaringin Barat. Mulai 1996-1997 beberapa perusahaan baru kelapa sawit membuka areal secara besarbesaran, namun krisis ekonomi yang mulai terasa tahun 1998 agak berpengaruh terhadap pembangunan kelapa sawit (pemeliharaan dan perluasan terbatas), dan pada akhir tahun 2000/2001 mulai lagi meningkat perluasan dan
tahun 2005 usaha perkebunan skala besar bangkit lagi. Pada akhir tahun 2004 tercatat luas perkebunan Kalimantan Tengah: 808.093,85 Ha terdiri dari: Perkebunan Rakyat : 499.271,05 Ha (62 %) Perkebunan Besar : 308.822,80 Ha (38 %) Komoditas utama perkebunan besar: kelapa sawit, karet, lada dan kakao. Sejak tahun 1993 karet, lada dan kakao tidak berkembang lagi (dayasaing rendah dibandingkan kelapa sawit). Karet dan kelapa diusahakan sebagai perkebunan rakyat, sedangkan kopi, lada dan nilam dan seterusnya hanya pada daerah/kabupaten tertentu. Tabel 2. Luas tanaman perkebunan yang dominan Jenis komoditi
Luas areal (ha)
Produksi (ton)
Karet
357.345,28
369.641,25
Kelapa sawit
357.720,30
1.511.749,21
Kelapa
72.039,30
79.627,21
Kopi
8.551,95
2.706,21
Lada
7.653,60
2.442,02
Kakao
885,00
258,85
Produksi perkebunan tahun 2004 dari berbagai jenis tanaman perkebunan: 1.967.750,59 ton dari areal kebun yang menghasilkan: 469.620,7 Ha (58 %). Produksi didominasi kelapa sawit 1.511.749,21 (77%, sebagian besar PB), karet: 291.816,39 (15%, sebagian besar PR) dan kelapa 79.627,72 (4%). Pada perkebunan rakyat petani yang terlibat sebanyak 249.646 KK (ekivalen 998.584 jiwa/56%) dan pada perkebunan besar tenaga kerja terlibat sebanyak 55.786 orang. Produktivitas tanaman pada tahun 2003 mencapai 52,50% dari produktivitas potensial dan pada tahun 2004 mencapai 57% dari produktivitas potensial (target 70%). Kontribusi terhadap PDRB Kalimantan Tengah tahun 2003: 22,44% (tahun 2002: 19,33%, tahun 2001: 14,59%) menunjukkan trend yang naik terus dan tahun 2004 diperkirakan lebih dari 25%. Tingkat pendapatan petani/pekebun (perkebunan rakyat) tahun 2003 sebesar Rp.6.282.136 (US $ 698) per tahun dan tahun 2004 mencapai Rp.9.589.133 (US $ 1,128). (target US $ 1500–2000/tahun/KK pemilik).
77
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Ekspor komoditas perkebunan baru terbatas pada kelapa sawit/CPO dan karet/SIR 20, dan sampai dengan Oktober tahun 2004 mencapai: • • • • •
CPO/Kelapa Sawit Volume: 43.216,92 ton Nilai (US $): 20,391,661 SIR 20/Karet Volume: 21.321,726 ton Nilai (US $): 20,729,386.95 Total Volume: 64.538,726 ton Nilai (US $): 41,121,047.95 (Rp.349.528 M) Tahun 2003, volume ekspor hanya 15.536,64 ton dan nilai (US $) 11,051,826.3 (Karet), dan kernel sawit volume 843,73 ton dan nilai (US $) 117,000 PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT Kondisi usaha budidaya Pada akhir tahun 2004 dari segi luas areal, kelapa sawit menduduki urutan ke dua sesudah karet, namun sebaliknya dari volume produksi menduduki urutan pertama, sedangkan dari aspek lain seperti penyerapan tenaga kerja, penumbuhan sentra produksi, minat investor, penerimaan daerah/PAD, volume dan nilai ekspor merupakan komoditas yang sangat penting/utama. Karena itu diperkirakan akhir tahun 2005 dari semua aspek kelapa sawit menempati urutan pertama, yang mengakibatkan juga banyak peluang atau terbuka berbagai kesempatan cabang usaha lain dapat masuk ataupun diintegrasikan, antara lain misalnya ternak secara umum, khususnya ternak sapi. Walaupun peran kelapa sawit secara makro sebagai komoditas utama, kalau dilihat dari segi pengelola atau pemilik, hampir dikatakan semuanya adalah pengusaha/investor sedangkan petani/pekebun hanya terlibat sebagai plasma daripada PIR (perusahaan inti rakyat) perkebunan. Plasma juga sangat tergantung dengan pengusaha/investor sebagai inti (pembina, transfer teknologi, pengolah, penjual/eksportir), lebih-lebih masyarakat sekitar perusahaan belum tersentuh/diberdayakan, sehingga dengan demikian perlu dilaksanakan suatu pembinaan yang bersifat kemitraan yang saling menguntungkan (usaha kecil, UKM/Koperasi, usaha menengah).
78
Luas areal dan produksi Pada akhir tahun 2004 luas areal kelapa sawit di Kalimantan 401.662,40 Ha yang terdiri dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 167.914,46 Ha (42%), Tanaman Menghasilkan (TM) 233.747,94 (58%) dan Tanaman Tua/Rusak (TT/TR) 0 Ha. Areal sampai semester I Tahun 2005 (Juni 2005) mencapai 428.047 Ha yang terdiri dari: • Perkebunan Besar (investor): 276.993 Ha (65%) • Plasma PIR (inti/pengusaha-plasma): 55.666 Ha (13%) • Perkebunan rakyat/swadaya murni: 95.388 Ha (22%) Tanaman muda/belum menghasilkan (baru berumur 1-3 tahun) dan tanaman menghasilkan, sangat potensi untuk diintegrasikan dengan usahatani ternak/sapi, dengan memanfaatkan lahan antar barisan tanaman untuk pengembalaan ternak sapi, limbah panen tanaman sawit/tandan buah segar (daun dan pelepah) dan bagian padat dari pada limbah cair hasil pengolahan TBS/tandan buah segar menjadi CPO (Crude Palm Oil/minyak sawit kasar). Produksi primer kelapa sawit berupa TBS pada akhir tahun 2004 sebesar 2.320.838,26 ton yang terdiri dari produksi perkebunan besar termasuk plasma 1.773.981,47 ton (76%) dan perkebunan rakyat/swadaya murni sebesar 546.856,76 ton (24 %). Untuk Perkebunan Besar (PB)/Investor sampai sekarang dikelola oleh 73 unit usaha PB termasuk 6 unit KUD mitra PB, dengan rencana tanam 768.151 Ha (HGU/IUP), dan apabila dikurangi areal yang sudah ditanam (332.659 Ha) maka lahan/areal yang belum ditanam 435.492 Ha, sehingga menjadi potensi perluasan untuk tahun-tahun mendatang. Untuk perkebunan rakyat/swadaya murni melibatkan 113.547 KK dengan hasil produksi/TBS dijual kepada PB/PKS sekitarnya atau kerjasama pengolahan hasil TBS (Petani/Koperasi dengan PB/PKS). Pabrik kelapa sawit (PKS) Pabrik kelapa sawit (PKS) yang mengolah tandan buah segar (TBS) hasil produksi PB ataupun perkebunan rakyat menjadi CPO
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
semuanya dimiliki oleh Perkebunan Besar/Investor, yang didirikan/dibangun 1 tahun sebelum TM atau pada saat kelapa sawit mulai menghasilkan TBS (3-4 tahun setelah tanam). PKS yang sudah terbangun sebanyak 23 unit dengan kapasitas total 1.185 ton TBS/Jam, yang tersebar di Kabupaten Kotawaringin Barat 7 unit, Kotawaringin Timur 3 unit, Sukamara 1 unit, Lamandau 1 unit, Seruyan 3 unit, Barito Utara 1 unit dan lintas kabupaten 7 unit (Kabupaten Kotawaringin Barat/Sukamara/Seruyan, Kotawaringin Timur/Seruyan/Katingan). Produksi CPO sebagian besar diperdagangkan antar pulau (Surabaya, Semarang, Jakarta) dan sebagian diekspor melalui Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat. Rencana dan Pengembangan Kelapa Sawit Untuk sementara ini kegiatan pokok yang dilakukan untuk tanaman kelapa sawit adalah perluasan areal, sedangkan peremajaan belum waktunya dilakukan (20–25 tahun setelah tanam) karena tanaman masih muda/umur produktif (hanya sebagian kecil sudah berumur 11-12 tahun). Sesuai dengan potensi dan peluang pengembangan, kegiatan pokok yang dilakukan adalah: • Pemeliharaan/rehabilitasi serta optimalisasi tanaman yang sudah ada/dibangun. • Perluasan/penanaman areal yang sudah HGU/IUP maupun program kemitraan yang sudah direncanakan serta usaha-usaha swadaya murni dari petani/pekebun. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah memprogramkan pembangunan kelapa sawit 6 tahun ke depan (sinkronisasi rencana Pusat/Ditjen Bina Produksi Perkebunan dan Dinas Perkebunan/Daerah) seluas 1.000.000 Ha dengan rincian (PB dan Perkebunan Rakyat): • • • • • •
Tahun 2005 : 125.000 Ha Tahun 2006 : 175.000 Ha Tahun 2007 : 200.000 Ha Tahun 2008 : 185.750 Ha Tahun 2009 : 150.000 Ha Tahun 2010 : 164.250 Ha Rencana perluasan tersebut tidak merupakan suatu hamparan yang luas seperti PLG Sejuta Hektar, tetapi tersebar pada
beberapa kabupaten yang potensial antara lain Kabupaten Sukamara, Lamandau, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Seruyan, Katingan, Gunung Mas dan Kapuas. Untuk mendorong dan membangun kemitraan dengan Perkebunan Besar atau mitra usaha Koperasi–Perkebunan Besar telah direncanakan dari rencana perluasan di atas seluas 500 Ha setiap tahun selama 6 tahun (3.000 Ha) yang mencakup Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Seruyan, Katingan dan Pulang Pisau. Program integrasi sawit - ternak Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa upaya-upaya untuk mengintegrasi usaha perkebunan dengan cabang usahatani lain seperti tanaman pangan dan peternakan di Kalimantan Tengah sudah lama dimulai/dilakukan, antara lain tanaman karet dengan tanaman intercroping padi, jagung serta ternak sapi, dan tanaman hortikultura. Dengan melihat pengalaman yang lalu serta peluang yang ada, usaha diversifikasi atau integrasi Sawit–Ternak/Sapi lebih menjanjikan bagi para pelaku usaha, karena beberapa demplot/ penelitian di lapangan telah menunjukkan hasil yang baik. Walaupun saat sekarang program integrasi Sawit–Sapi masih belum berjalan dengan baik, yang disebabkan perencanaan dan penanganan belum terpadu/sinergi antar pihak yang terkait/stakeholders, akan tetapi ke depan perlu mendapat perhatian yang lebih serius lagi karena berbagai aspek yang memberikan keuntungan, antara lain: • Lahan di kebun sawit cukup tersedia dan secara teknis dapat dimanfaatkan untuk usahatani lain. • Limbah lapangan/panen sawit maupun limbah pengolahan cukup banyak. • Kebutuhan akan daging bagi Kalimantan Tengah masih besar. • Ada Pengusaha Perkebunan atau Pekebun/Petani/Kelompok Masyarakat yang berminat. • Optimalisasi usahatani (produksi dan pendapatan usahatani). • Teknologi sudah tersedia.
79
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
• Masyarakat sekitar perusahaan sebagai akibat tumbuhnya sentra produksi semakin banyak, sehingga perlu pemberdayaan. Dengan melihat kondisi di lapangan dan peluang/potensi, maka integrasi Sawit–Ternak dapat diarahkan sebagai berikut: 1. Penggunaan lahan kebun kelapa sawit untuk penggembalaan/penggemukan sapi. 2. Penggunaan sisa limbah panen tandan buah segar (TBS) berupa pelepah dan daun kelapa sawit sebagai pakan ternak/sapi, juga tandan kosong. 3. Penggunaan limbah pengolahan TBS menjadi CPO melalui PKS berupa bagian padat (konsentrat/solid) dari limbah cair, bungkil inti sawit, serat perasan buah sawit, dan cangkang kelapa sawit. Uji coba dan aplikasi di lapangan “Solid” limbah kelapa sawit sebagai pakan tambahan (suplemen) sapi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Kalimantan Tengah telah melakukan pengujian lapangan tahun 19992000 di Kabupaten Kotawaringin Barat bekerjasama dengan PT. Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi (Astra Group). Dengan seleksi 25 ekor Sapi Madura (10 ekor program penggemukan) dan diberikan “solid” sebagai pakan tambahan. Dilakukan pengamatan berat badan sapi, dan diperoleh kemajuan rata-rata 800 g/ekor/hari (sapi kontrol hanya 0,33 g ekor-1 hari-1). Penggembalaan/pemeliharaan sapi pada lahan kebun kelapa sawit Dilakukan oleh salah seorang penduduk Kota Kasongan Kabupaten Katingan pada lahan kebun kelapa sawit PT. Bisma Darma Kencana, yang memanfaatkan 30 Ha kebun sawit dan 50 ekor sapi pada tahun 2002-2003. Untuk pemeliharaan dan penggemukan 50 ekor sapi diatur lahan/kebun menjadi 3 (tiga) blok masing-masing 10 Ha. Rotasi penggemukan pada 1 (satu) blok selama sebulan, dan selanjutnya ke blok sampingnya dan seterusnya. Pada saat mulai, umur sapi bervariasi mulai dari umur 3 bulan sampai dengan umur 4-5 tahun. Rumput yang digunakan rumput alam, tanpa
80
tanam/introduksi rumput lain, dan sesuai dengan kebiasaan tidak dilakukan pengamatan dari pada berat, namun secara kualitatif sapi bertambah gemuk sesuai dengan berjalannya waktu. Selama 1 (satu) tahun berjalan, sebagian sapi dijual. Dari wawancara dengan yang bersangkutan sapi yang berumur 3 bulan pada awalnya dapat terjual dengan harga Rp.2.500.000,- - Rp.3.000.000,- per ekor dan bagi yang dewasa/besar dapat terjual dengan harga Rp.4.000.000,- - Rp.6.000.000,- per ekor. Untuk kebun, manfaat yang diperoleh adalah kotoran sapi sebagai sumber pupuk organik dan perbaikan struktur tanah/lahan. Pemeliharaan/penggemukan melalui BPLM Dinas Peternakan Kegiatan pemeliharaan dan penggemukan ini dilakukan pada PT. Antang Ganda Utama di Kabupaten Barito Utara mulai tahun anggaran 2002 s/d 2005, sekarang masing-masing 1 kelompok/25 KK/25 ekor. Dengan sistem gaduh/kandang, petani plasma kelapa sawit menggulirkan induknya kepada petani plasma lainnya, sedangkan petani asal memelihara anaknya. Sumber rumput diambil dari areal kebun kelapa sawit ataupun dalam areal/konsesi perusahaan. Kegiatan ini akan menambah mata usaha petani plasma. Dilaporkan bahwa terjadinya penambahan bobot sapi/gemuk, perguliran lancar dan berkembang biak yang cukup tinggi. Pada bulan Juli 2005, dilaporkan keadaannya sebagai berikut : • Tahun 2002, jumlah sapi awalnya 64ekor menjadi 127 ekor • Tahun 2003, jumlah sapi awalnya 60 ekor menjadi 118 ekor • Tahun 2004, jumlah sapi awalnya 42 ekor menjadi 61 ekor • Tahun 2005, dalam proses Permasalahan dan penanganan Dari ketiga cara uji coba di atas, dengan perlakuan yang berbeda dengan basis yang sama yaitu kepala sawit, dapat dikatakan menunjukkan keberhasilan dan sangat responsif sekali. Namun 2 (dua) cara yang pertama, sesudah selesai/berhenti pelaksanaan atau uji coba, tidak dapat berlanjut lagi oleh
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
petani/masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain: 1. Modal petani terbatas 2. Belum ada rencana yang terpadu dari Dinas/pihak terkait atau stakeholders. 3. Konflik antara tenaga kerja/pegawai perusahaan dengan pelaku/peternak (cara kedua) 4. Sosialisasi masih kurang dan terbatas. Ada beberapa alternatif penanganan yang perlu dilakukan: 1. Rencana yang terpadu 2. Penyediaan dana dari berbagai sumber termasuk pengusaha, dengan sistem pinjam dan revolving. 3. Koordinasi antar unit kerja/Dinas terkait. 4. Mengintensifkan sosialisasi. KESIMPULAN 1. Pelaksanaan Integrasi Pengembangan Kelapa Sawit-Sapi secara teknis dapat dilaksanakan dan menguntungkan bagi semua pelaku. 2. Kebun Kelapa Sawit mempunyai potensi yang besar untuk cabang usaha tani yang lain mulai dari ketersediaan lahan kebun, limbah lapangan/panen dan limbah pengolahan TBS/CPO. 3. Integrasi Sawit-Sapi memberi kontribusi untuk menambah pendapatan pekebun dan optimalisasi pendapatan usaha tani berbasis perkebunan, sehingga mengurangi ketergantungan dari luar. 4. Pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan perkebunan dapat berjalan dengan baik/lancar walaupun yang bersangkutan bukan petani kelapa sawit. 5. Kepedulian para pengusaha perkebunan/investor semakin bertambah yang selanjutnya dapat menciptakan kemitraan yang baik dengan masyarakat/petani sekitar, sehingga iklim usaha semakin kondusif (tidak timbul konflik). PENUTUP Tulisan yang terkait dengan Rencana Pengembangan Perkebunan pada Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Kalimantan Tengah,
lebih banyak bersifat informasi sebagai acuan untuk pelaksanaan dan peningkatan integrasi Sawit-Sapi ke depan. Hal ini disebabkan sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa operasional integrasi dari Sawit-Sapi oleh pengusaha/pekebun masih sangat kecil sekali, bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada, setelah dilakukan uji coba di lapangan. Namun prospek integrasi sawit-ternak sangat menjanjikan sehingga semua unit kerja/pihak terkait atau stakeholders perlu diwujudkan secara nyata. DAFTAR BACAAN ANONYMOUS. 1997. Budidaya Kelapa Sawit. Budidaya Kelapa Sawit. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah. ANONYMOUS. 2004. Kondisi Daerah, Peluang dan Tantangan Pengembangan Kelapa Sawit Satu Juta (Sejuta) Hektar di Kalimantan Tengah. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah. Disampaikan pada Diskusi Muswil III Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosek Pertanian Indonesia, Desember 2004 di Palangka Raya. ANONYMOUS. 2004. Pengolahan Limbah Perkebunan dan Sampah Pasar Menjadi Kompos dan Pakan Ternak. Menanggulangi Pencemaran/Kebakaran sebagai Alternatif Komoditi Bisnis. Kerjasama PT. General Agromesin Lestari dan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor. Disampaikan pada Workshop Kebakaran Lahan dan Kebun, Ditjen Bina Produksi Perkebunan Deptan RI, Juli 2004 di Jakarta. ANONYMOUS. 2004. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Kebun Penyumbang di Seputar Perkebunan Besar Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, Maret 2004, Palangka Raya. GUMBIRA SAID, E. dan MA. DEV. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agrowidya, September 1996, Jakarta. PATRIAWAN, T. 2005. Peluang Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Tengah. Disampaikan pada Rapat Kerja Gubernur dan Bupati se-Kalimantan Tengah, bulan Januari 2005 di Palangka Raya. Ketua GPPI dan GAPKI Provinsi Kalimantan Tengah. SUBAGYONO. 2004. Prospek dan Peluang Integrasi Tanaman-Ternak di Perkebunan. Disampaikan
81
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
dalam Seminar Sistem Integrasi TanamanTernak, Denpasar, September 2004. SISWANSYAH, D.D., S.N. AHMAD dan Z.A. SUNARDI AREO. 2000. Pengkajian Integrasi Ternak Sapi Potong pada Beberapa Sistem Usaha Tani di Lahan Kering. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya dan Kanwil Departemen Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah.
82
WIDJAJA, E., B.N. UTOMO dan R. RAMLI. 2000. Prospek “Solid” Sebagai Pakan Sapi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangka Raya. Disampaikan pada Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian di BPTP Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Oktober 2000 di Palangka Raya.