RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 DAN PROGRAM PRIORITAS SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2015 Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun 2015 Jakarta, 5 Februari 2015
DAFTAR ISI I II III IV V VI VII VIII IX X XI
Pendahuluan Visi, Misi, dan Strategi Pembangunan Industri Sasaran dan Tahapan Pembangunan Industri Bangun Industri Nasional Pembangunan Sumber Daya Industri Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri Pemberdayaan Industri Perwilayahan Industri Kebijakan Afirmatif Industri dan Industri Menengah Program Quick Wins Kemenperin 2015 ‐ 2019 Program Prioritas Sekretariat Jenderal Tahun 2015
I.
PENDAHULUAN
3
DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
UU 17 TAHUN 2007
UU 3 TAHUN 2014 TTG PERINDUSTRIAN PP
RIPIN
RPJPN Arah Pembangunan Industri: • Industri yang berdaya saing • Keterkaitan dengan pengembangan IKM • Struktur Industri yang sehat dan berkeadilan • Mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa
20 Thn
PERPRES
Pasal 9 Ayat 1 : RIPIN paling sedikit memperhatikan: a. potensi sumber daya Industri; b. budaya Industri dan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat; c. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; d. perkembangan Industri dan bisnis baik nasional maupun internasional; e. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional; f. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
PERPRES
KIN
RPJMN
5 Thn
PERPRES
RKP
Pasal 9 Ayat 2 : RIPIN paling sedikit meliputi: a. visi, misi, dan strategi pembangunan Industri; b. sasaran dan tahapan capaian pembangunan Industri; c. bangun Industri nasional; d. pembangunan sumber daya Industri; e. pembangunan sarana dan prasarana Industri; f. pemberdayaan Industri; dan g. perwilayahan Industri. RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI PROPINSI
PERDA
RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KAB/KOTA
PERMEN
RENJA PEMBANGUNAN INDUSTRI
1 Thn 4
KINERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS
1. Pertumbuhan dan Kontribusi sektor industri pengolahan non migas Selama periode 2008-2013, sektor industri pengolahan non migas tumbuh rata-rata sebesar 5,16 persen. Pada periode 2008-2010, pertumbuhan sektor tersebut relatif rendah dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Non Migas 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 4). Kertas dan Barang cetakan 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 7). Logam Dasar Besi & Baja 8). Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 9). Barang lainnya PRODUK DOMESTIK BRUTO, Total
2008
2009
2010
2011
2012
2013
3.66 -0.34 4.05
2.21 -1.53 2.56
4.74 0.56 5.12
6.14 -0.94 6.74
5.74 -2.80 6.42
5.56 -1.81 6.10
2014 TW III 4.90 -1.08 5.30
2.34
11.22
2.78
9.14
7.57
3.34
8,80
-3.64 3.45 -1.48
0.60 -1.38 6.34
1.77 -3.47 1.67
7.52 0.35 1.40
4.27 -3.14 -4.75 10.5 0 7.80 5.86 7.03 -1.13 6.26
6.06 6.18 4.45
3,54 7,27 5,12
2.21
1,05
3.00 6.93 10.54 -0.70 5.78
1,20 3,13 4,70 10,77 5.11
4.46
1.64
4.70
3.95
-1.49 -2.05 9.79 -0.96 6.01
-0.51 -4.26 -2.87 3.19 4.63
2.18 2.38 10.38 3.00 6.22
7.19 13.06 6.81 1.82 6.49
Setelah mengalami penurunan pertumbuhan industri pada tahun 2008-2009, industri pengolahan non migas kembali tumbuh cukup tinggi pada tahun 2010 dan pertumbuhan industri pengolahan berada di atas pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,42 persen selama periode 2011-2013. Pada periode 2010-2013, cabang industri yang tumbuh relatif tinggi adalah cabang Industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya, Logam Dasar Besi & Baja, Makanan, Minuman dan Tembakau, Pupuk, Kimia & Barang dari karet, Semen & Barang Galian bukan logam, serta Tekstil, Barang dari kulit & Alas kaki. 5
2.
PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR INDUSTRI NON-MIGAS SAMPAI OKTOBER TAHUN 2014
EKSPOR-IMPOR INDUSTRI NON-MIGAS (USD MILYAR)
160
139,71
140 120 100
122,18 98,01
131,4
126,09 116,14
110,7
113,02
101,11
98,43
93,21
103,9
80 60 40 20 0 -3,91
-3,1
-20
-23,57
-40 2010
2011
2012
Ekspor
-18,38 2013
Impor
-5,47
-17,49 Jan-Okt 2013
Jan-Okt 2014
Neraca
Pada periode Januari-Oktober 2014, nilai ekspor produk industri mencapai USD 98,43 milyar, dan nilai impor mencapai USD 103,9 milyar. Neraca perdagangan industri non migas pada Januari-Oktober 2014 adalah USD -5,47 miliar (neraca defisit). * Sumber: BPS diolah Kemenperin
6
3.
Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri
JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI NON‐MIGAS 15.500.000 15.000.000 14.500.000 14.000.000 13.500.000 13.000.000 12.500.000 12.000.000 11.500.000 2009
Tahun Tenaga Kerja Sektor Industri Non‐Migas
2010
2011
2012
2013
2014
2009
2010
2011
2012
2013
2014
12.839.800
13.824.251
14.122.407
14.452.333
14.959.804
15.254.674
Tenaga kerja di sektor industri non‐migas setiap tahun mengalami kenaikan, dengan rata‐rata kenaikan 483 ribu orang per tahun, atau 3,5% per tahun.
7
II. VISI, MISI, DAN STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI
8
A. VISI PEMBANGUNAN INDUSTRI Menjadi Negara Industri Tangguh yang bercirikan: 1. Struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat dan berkeadilan 2. Industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global 3. Industri yang berbasis inovasi dan teknologi
B. MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI 1. 2. 3. 4.
meningkatkan peran industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional; memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional; meningkatkan daya saing industri yang mandiri dan berwawasan lingkungan; menjamin kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat; 5. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; 6. meningkatkan persebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan 7. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. 9
C. STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL Strategi yang ditempuh untuk mencapai visi dan misi pembangunan industri nasional adalah sebagai berikut: 1. mengembangkan industri hulu dan industri antara berbasis sumber daya alam; 2. pengendalian ekspor bahan mentah dan sumber energi; 3. meningkatkan penguasaan teknologi dan kualitas sumber daya manusia (SDM) industri; 4. mengembangkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI), Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Industri (KI), dan Sentra Industri Kecil dan Menengah; 5. menyediakan langkah‐langkah afirmatif berupa perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas kepada industri kecil dan menengah; 6. pembangunan sarana dan prasarana Industri; 7. pembangunan industri hijau; 8. pembangunan industri strategis; 9. peningkatan penggunaan produk dalam negeri; dan 10. kerjasama internasional bidang industri. 10
III. SASARAN DAN TAHAPAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
11
A
SASARAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
1. Sasaran Kualitatif Pembangunan Industri a. meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen); b. meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal, serta meningkatkan ekspor produk industri; c. tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Indonesia; d. meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri nasional; e. meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi; f. meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri; dan g. menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang berbasis sumber daya alam. 12
2. Sasaran kuantitatif Pembangunan Industri
NO
Indikator Pembangunan Industri
Satuan
2014*
2015
2020
2025
2035
1
Pertumbuhan sektor industri nonmigas
%
5,7
6,8
8,5
9,1
10,5
2
Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB
%
20,8
21,2
24,9
27,4
30,0
3
Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor
%
66,5
67,3
69,8
73,5
78,4
4
Jumlah tenaga kerja di sektor industri
Juta orang
14,9
15,5
18,5
21,7
29,2
5
Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja
%
13,7
14,1
15,7
17,6
22,0
6
Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas
%
43,5
43,1
26,9
23,0
20,0
7
Nilai Investasi sektor industri
Rp Trilyun
210
270
618
1.000
4.150
8
Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa
%
29,0
30,0
32,0
35,0
40,0
Sumber : Kementerian Perindustrian, 2014 * perkiraan realisasi 13
3. Asumsi Penentuan Sasaran Kuantitatif
a. stabilitas politik dan ekonomi yang mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional antara 6% (enam persen) sampai dengan 9% (sembilan persen) per tahun; b. perkembangan ekonomi global yang dapat mendukung pertumbuhan ekspor nasional khususnya produk industri; c. iklim investasi dan pembiayaan yang mendorong peningkatan investasi di sektor industri; d. ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produksi dan kelancaran distribusi; e. kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung peningkatan penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri; f. kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program hilirisasi industri secara optimal; dan g. koordinasi antarkementerian/lembaga dan peran aktif pemerintah daerah dalam pembangunan industri.
14
B
PENAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Tahap III 2025‐2035 Tahap II 2020‐2024 Tahap I 2015‐2019
Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh
Keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan
Meningkatkan nilai tambah sumber daya alam
Catatan : Pentahapan pembangunan industri prioritas sejalan dengan tahapan pembangunan industri dalam RPJPN 2005-2025. 15
IV. BANGUN INDUSTRI NASIONAL
16
A
PENETAPAN INDUSTRI PRIORITAS
1. 2. KRITERIA KUANTITATIF (BERDASARKAN PAST PERFORMANCE)
3. 4. 5. 6.
KRITERIA KUALITATIF (BERDASARKAN VISI KEDEPAN)
1. 2. 3.
Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor (memiliki potensi pasar yang tumbuh pesat di dalam negeri); Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja ( berpotensi dan/atau mampu menciptakan lapangan kerja produktif); Memiliki daya saing internasional (memiliki potensi untuk tumbuh dan bersaing di pasar global); Memberikan nilai tambah yang tumbuh progresif di dalam negeri ( memiliki potensi untuk tumbuh pesat dalam kemandirian); Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri; dan Memiliki keunggulan komparatif, penguasaan bahan baku, dan teknologi.
Memperkokoh konektivitas ekonomi nasional. Menopang ketahanan pangan, kesehatan dan energi. Mendorong penyebaran dan pemerataan industri.
17
B
INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2015-2035
Industri Pangan
Industri Pembangkit Energi
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
Industri Hulu Agro
Industri Alat Transportasi
Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam
Industri Elektronika dan Telematika / ICT
Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara 18
C
BANGUN INDUSTRI NASIONAL
VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL Industri Andalan Industri Pangan
Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
Industri Alat Transportasi
Industri Elektronika & Telematika / ICT
Industri Pembangkit Energi
Industri Pendukung Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri Industri Hulu Industri Hulu Agro
Industri Logam Dasar dan Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara Bahan Galian Bukan Logam Modal Dasar
Sumber Daya Alam
Sumber Daya Manusia
Teknologi, Inovasi & Kreativitas
Prasyarat Infrastruktur
Kebijakan & Regulasi
Pembiayaan 19
D
PEMBANGUNAN INDUSTRI PRIORITAS Jenis Industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan pada tahun 2015 – 2035 meliputi : NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI a. b. c. d. e. f. g.
Industri Pengolahan Ikan Industri Pengolahan Susu Industri Bahan Penyegar Industri Pengolahan Minyak Nabati Industri Pengolahan Buah‐Buahan dan Sayuran Industri Tepung Industri Gula Berbasis Tebu
1.
Industri Pangan
2.
Industri Farmasi, Kosmetik dan a. Industri Farmasi dan Kosmetik Alat Kesehatan b. Industri Alat Kesehatan
3.
Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, a. Industri Tekstil b. Industri Kulit dan Alas Kaki dan Aneka c. Industri Furnitur dan Barang Lainnya Dari Kayu d. Industri Plastik, Pengolahan Karet, dan barang dari karet
20
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
4.
Industri Alat Transportasi
a. b. c. d.
Industri Kendaraan Bermotor Industri Kereta Api Industri Perkapalan Industri Kedirgantaraan
5.
Industri Elektronika dan Telematika/ICT
a. Industri Elektronika b. Industri Komputer c. Industri Peralatan Komunikasi
6.
Industri Pembangkit Energi
Industri Alat Kelistrikan
7.
Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri
a. b. c. d.
Industri Mesin dan Perlengkapan Industri Komponen Industri Bahan Penolong Jasa Industri
8.
Industri Hulu Agro
a. b. c. d. e. f.
Industri Oleofood Industri Oleokimia Industri Kemurgi Industri Pakan Industri Barang dari Kayu Industri Pulp dan Kertas 21
NO.
INDUSTRI PRIORITAS
JENIS INDUSTRI
9.
Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam
a. Industri pengolahan dan pemurnian besi dan baja dasar b. Industri pengolahan dan pemurnian Logam dasar bukan besi c. Industri logam mulia, tanah jarang (rare earth), dan bahan bakar nuklir d. Industri bahan galian non logam
10.
Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara
a. b. c. d. e. f.
Industri Petrokimia Hulu Industri Kimia Organik Industri Pupuk Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik Industri Karet Alam dan Sintetik Industri Barang Kimia Lainnya
22
V. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI
23
A
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) INDUSTRI
1. Pembangunan SDM industri difokuskan pada rencana pengembangan tenaga kerja industri. Pembangunan tenaga kerja industri bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja Industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri, meningkatkan produktivitas tenaga kerja Industri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor Industri dan memberikan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja Industri. 2. Sasaran yang akan dicapai : a. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja industri rata‐rata sebesar 3,2 persen per tahun selama periode 2015‐2035 dengan komposisi tenaga kerja manajerial sebesar 12 persen dan tenaga kerja teknis sebesar 88 persen. b. Terbangunnya infrastruktur kompetensi yang meliputi tersedianya SKKNI bidang industri, tersedianya asesor kompetensi dan asesor lisensi, terbangunnya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK), serta terbangunnya Lembaga Pendidikan atau akademi komunitas bidang industri berbasis kompetensi 3. Program Pengembangan : a. Pembangunan infrastruktur kompetensi tenaga kerja industri b. Pembangunan tenaga kerja berbasis kompetensi c. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan untuk melengkapi unit pendidikan dan balai diklat melalui penyediaan laboratorium, teaching factory, dan workshop.
24
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
B
1. Pemanfaatan sumber daya alam untuk Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri diselenggarakan melalui prinsip tata kelola yang baik dengan tujuan untuk: a. pendalaman dan penguatan struktur Industri, b. peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan sumber daya alam; dan c. memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan kegiatan Industri 2. Untuk mencapai tujuan pemanfaatan sumber daya alam tersebut, maka diproyeksikan kebutuhan dan pasokan sumber daya alam untuk industri hulu berbasis mineral tambang, migas dan batubara, serta agro . 3. Program Pengembangan : a. Pengelolaan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui penerapan tata kelola yang baik b. Pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam c. Jaminan Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam
25
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM NO
KAPASITAS PRODUKSI (ton per tahun)
KELOMPOK / JENIS INDUSTRI
(1)
(2)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU (ton per tahun)
2015-2019
2020-2024
2025-2035
2015-2019
2020-2024
2025-2035
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
I
INDUSTRI HULU BERBASIS MINERAL TAMBANG
1
Besi Baja Dasar
2
12 juta
17 juta
25 juta
20 juta
28 juta
40 juta
Nikel
200 ribu
250 ribu
300 ribu
11 juta
14 juta
17 juta
3
Tembaga
500 ribu
750 ribu
1 juta
2 juta
3 juta
4 juta
4
Aluminium
300 ribu
600 ribu
1 juta
600 ribu
1,2 juta
2 juta
26
Proyeksi Kebutuhan dan Pasokan Sumber Daya Alam Industri Hulu
KEBUTUHAN DAN PASOKAN SUMBER DAYA ALAM NO
KELOMPOK / JENIS INDUSTRI
(1)
(2)
KAPASITAS PRODUKSI (ton per tahun) 2015‐2019 2020‐2024 2025‐2035 (3)
(4)
KEBUTUHAN BAHAN BAKU (ton per tahun) 2015‐2019 2020‐2024 2025‐2035
(5)
(6)
(7)
(8)
II
INDUSTRI HULU BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA;
1
Industri Petrokimia Hulu (olefin)
15,7 juta
20,5 juta
30 juta
Gas : 7,3 juta Batubara : 12,4 juta
Gas : 13,5 juta Batubara : 23 juta
Gas : 19,7 juta Batubara : 33,5 juta
2
Industri Petrokimia Hulu (aromatik)
3,5 juta
4,2 juta
5,6 juta
Minyak bumi : 71 juta
Minyak bumi : 82,3 juta
Minyak bumi : 105 juta
III INDUSTRI HULU BERBASIS AGRO 1
Industri Bahan Penyegar (kakao)
0,80 juta
1,05 juta
1,37 juta
0,90 juta
1,42 juta
1,85 juta
2
Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi (kelapa sawit)
42,9 juta
59,5 juta
75 juta
25,3 juta
37,4 juta
47,5 juta
27
C
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri
1. Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional 2. Dalam rangka pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi, maka perlu dipetakan kebutuhan teknologi yang akan dikembangkan untuk masing‐masing kelompok industri prioritas. 3. Program Pengembangan : a. Peningkatan sinergi program kerjasama litbang antara balai‐balai industri dengan lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia usaha dan lembaga riset untuk menghasilkan produk litbang yang aplikatif dan terintegrasi. b. Implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang sejenis. c. Pemberian jaminan resiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan berdasarkan hasil litbang dalam negeri. d. Pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan R&D dalam pengembangan industri dalam negeri.
28
3. Program Pengembangan (lanjutan) : e. Pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit R&D dan peneliti yang hasil temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri f. Peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci (turn key project) apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri. g. Mendorong relokasi unit R&D milik perusahaan industri PMA melalui skema insentif pajak (double tax deductable) terutama bagi industri yang berorientasi ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat. h. Meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan merk dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah. i. Melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk industri antara lain boros energi, beresiko pada keselamatan dan keamanan, serta berdampak negatif pada lingkungan. j. Mendorong tumbuhnya pusat‐pusat inovasi (center of excellence) pada wilayah pusat pertumbuhan industri. k. Mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing yang beroperasi di dalam negeri. l. Pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi industri. 29
D 1.
2.
3.
Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi
Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dimaksudkan untuk memberdayakan budaya Industri dan/atau kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat terutama dalam rangka pengembangan industri kreatif. Ruang lingkup Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi meliputi: a. Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi; b. Pengembangan sentra Industri kreatif; c. Pelatihan teknologi dan desain; d. Konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bagi Industri kecil; dan e. Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif di dalam dan luar negeri Program Pengembangan: a. Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi (Pembangunan techno park, pusat animasi dan pusat inovasi) b. Pengembangan sentra Industri kreatif (Bantuan mesin peralatan dan bahan baku/penolong, Pembangunan UPT, Bantuan desain dan tenaga ahli, serta Fasilitasi pembiayaan) c. Pelatihan teknologi dan desain (Pelatihan desain dan teknologi, dan Bantuan tenaga ahli) d. Fasilitasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Konsultasi, bimbingan, advokasi HKI, serta Fasilitasi pendaftaran merk, paten, hak cipta dan desain industri) e. Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif (Promosi dan pameran di dalam negeri, Promosi dan pameran di luar negeri, dan Penyediaan fasilitas trading house di luar negeri) 30
E
Penyediaan Sumber Pembiayaan
1. Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan pembiayaan investasi di sektor industri yang bersumber dari penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, serta penanaman modal pemerintah khususnya untuk pengembangan industri strategis. 2. Berdasarkan UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, pemerintah memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri melalui pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri yang berfungsi sebagai lembaga pembiayaan investasi di bidang industri. 3. Untuk mencapai sasaran pembangunan industri 20 tahun kedepan diproyeksikan kebutuhan pembiayaan untuk investasi di sektor industri rata‐rata tumbuh sebesar 15 persen per tahun dengan komposisi antara PMA dan PMDN yang berimbang.
31
VI. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI
32
A
STANDARDISASI INDUSTRI
1. Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor, yang meliputi perencanaan, pembinaan, pengembangan dan Pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC) 2. Sasaran pengembangan standardisasi industri meliputi a. Terlaksananya penyusunan dan pemberlakuan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara sesuai kebutuhan industri prioritas, b. Tersedianya infrastruktur Standardisasi meliputi pembentukan Lembaga sertifikasi produk, penyediaan Laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi, auditor/ asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian, serta penyediaan Petugas Pengawas Standar Industri (PPSI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Industri (PPNS‐I) untuk pelaksanaan pengawasan penerapan SNI, Spesifikasi Teknis dan/atau Pedoman Tata Cara 3. Program Pengembangan : a. Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya saing industri b. Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri dengan kebutuhan dan permintaan pasar
33
B
INFRASTRUKTUR INDUSTRI Infrastruktur yang diperlukan oleh industri, baik yang berada di dalam dan/atau di luar Kawasan Peruntukan Industri, meliputi energi dan lahan kawasan industri. 1. Energi Untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang ditargetkan, diperlukan penyediaan energi baik yang bersumber dari listrik, gas maupun batubara. Program penyediaan kebutuhan energi untuk industri meliputi: a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan energi untuk mendukung pembangunan industri; b. Pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung pembangunan industri; c. Pembangunan dan pengembangan jaringan transmisi dan distribusi; d. Pengembangan sumber energi yang terbarukan; e. Diversifikasi dan konservasi energi; dan f. Pengembangan industri pendukung pembangkit energi. Proyeksi Kebutuhan Energi untuk Industri Tahun 2014‐2035 No 1 2 3
Jenis Energi Listrik (GWh) Gas (Milyar MBTu) Batubara (ribu ton)
Tahun 2014 70.777 482.937 33.571
2020 123.554 621.712 45.238
2025 178.845 782.691 58.571
2035 446.993 1.559.831 83.095
34
2. Lahan Industri Tujuan pembangunan dan pengusahaan kawasan industri adalah a. memberikan kemudahan dalam memperoleh lahan industri yang siap pakai dan/atau siap bangun, b. jaminan hak atas tanah yang dapat diperoleh dengan mudah, c. tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor, dan/atau d. kemudahan dalam mendapatkan perizinan. Program penyediaan lahan kawasan industri dan/atau kawasan peruntukan industri meliputi: a. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek‐aspek yang terkait pertanahan. b. Penyusunan rencana pembangunan kawasan industri, termasuk analisis kelayakan dan penyusunan rencana induk (masterplan). c. Pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah (Land Bank) untuk pembangunan kawasan industri. d. Koordinasi antar Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan kementerian/lembaga terkait untuk penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRW Kabupaten /Kota. e. Melakukan review terhadap pengembangan Kawasan Peruntukan Industri. f. Penyediaan lahan melalui pembangunan kawasan industri didukung dengan infrastruktur baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan industri. g. Penyediaan lahan melalui pengembangan kawasan peruntukan industri yang didukung dengan infrastruktur baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan peruntukan industri. 35
Proyeksi Kebutuhan Lahan Kawasan Industri dan Jumlah Kawasan Industri Baru Tahun 2015‐2035 Uraian Kebutuhan lahan kawasan industri (Ha) Kebutuhan lahan non‐kawasan industri di dalam Kawasan Peruntukan Industri (Ha) Total Kebutuhan Lahan Industri (Ha) Jumlah Kawasan Industri yang akan dibangun (unit)
2015‐2020 6.000
Tahun 2020‐2025 9.000
2025‐2035 35.000
4.000
6.000
25.000
10.000
15.000
60.000
4
6
26
36
3. Sistem Informasi Industri Nasional a.
Tujuan Pembangunan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) : i. Menjamin ketersediaan, kualitas, kerahasiaan dan akses terhadap data dan/atau informasi; ii. Mempercepat pengumpulan, penyampaian/pengadaan, pengolahan/ pemrosesan, analisis, penyimpanan, dan penyajian data/informasi; dan iii. Mewujudkan penyelenggaraan SIINAS yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas, inovasi, dan pelayanan publik. b. Sasaran penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional meliputi: i. Terlaksananya penyampaian data industri dan data kawasan industri secara online. ii. Tersedianya data perkembangan dan peluang pasar, serta data perkembangan teknologi industri yang sesuai dengan kebutuhan stakeholders. iii. Tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal. iv. Terkoneksinya SIINAS dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh Instansi lain dalam rangka pertukaran data. v. Tersedianya model sistem industri sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan nasional. vi. Tersosialisasikannya SIINAS kepada seluruh stakeholders dan terpublikasikannya laporan hasil analisis data industri secara berkala. c. Tahapan pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional i. Tahap Perencanaan (2015‐2016) ii. Tahap Pengembangan Sistem (2015‐2018) iii. Tahap Pengolahan Data dan Penyebarluasan Informasi (2015‐2020) iv. Tahap Pengembangan Interkoneksi (2016‐2020) v. Tahap Pemantapan Pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional (2020‐2035) 37
VII. PEMBERDAYAAN INDUSTRI
38
A
INDUSTRI HIJAU
1. Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang berkelanjutan dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat. 2. Lingkup penerapan industri hijau meliputi standarisasi industri hijau dan pemberian fasilitas untuk industri hijau. 3. Strategi pengembangan industri hijau akan dilakukan yaitu: a. mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau; dan b. membangun industri baru dengan menerapkan standar industri hijau 5. Program yang dilakukan dalam rangka mewujudkan industri hijau : a. Penetapan standar industri hijau b. Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang terakreditasi serta peningkatan kompetensi auditor industri hijau c. Pemberian fasilitas untuk industri hijau
39
B
INDUSTRI STRATEGIS
1. Industri strategis adalah Industri prioritas yang : a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak; b. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis; atau c. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara 2. Industri strategis dikuasai oleh negara melalui : a. pengaturan kepemilikan; b. penetapan kebijakan; c. pengaturan perizinan; d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan e. pengawasan. 3. Program pengembangan industri strategis sebagai berikut: a. Pengkajian potensi industri strategis yang perlu dikembangkan. b. Penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pada industri strategis tertentu dengan alokasi pembiayaan melalui APBN. c. Pembentukan usaha patungan antara pemerintah melalui APBN dan swasta dalam pembangunan industri strategis. d. Pemberian Fasilitas kepada Industri Strategis yang melakukan: i. pendalaman struktur; ii. penelitian dan pengembangan teknologi; iii. pengujian dan sertifikasi; atau iv. restrukturisasi mesin dan peralatan. 40
C
PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI
1. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk: a. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha dan masyarakat. b. Memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. c. Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, bahan baku, komponen, teknologi dan SDM dari dalam negeri. 2. Sasaran Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri meliputi: a. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh Kementerian / Lembaga Negara, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta maupun masyarakat. b. Peningkatan capaian nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). c. Peningkatan jumlah produk yang tersertifikasi TKDN. d. Peningkatan kecintaan dan kebanggaan masyarakat akan produk dalam negeri Penggunaan belanja modal pemerintah untuk pengadaan barang/jasa produksi dalam negeri ditargetkan meningkat secara bertahap mencapai 40 persen pada tahun 2035.
41
3. Program peningkatan penggunaan produk dalam negeri : a. Sosialisasi kebijakan dan promosi P3DN melalui media elektronik, media cetak, pameran dan talk show. b. Pemberian insentif sertifikasi TKDN. c. Program membangun kecintaan, kebanggaan dan kegemaran penggunaan produk dalam negeri melalui pendidikan. d. Pemberian insentif kepada badan usaha swasta yang konsisten menggunakan produk dalam negeri. e. Audit kepatuhan pelaksanaan kewajiban peningkatan penggunaan produk dalam negeri. f. Mendorong produk/barang yang ada dalam Daftar Inventarisasi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri masuk ke dalam e‐Catalog pengadaan pemerintah. g. Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa. h. Monitoring dan evaluasi dampak kebijakan P3DN bagi peningkatan daya saing dan penguatan struktur industri.
42
E
KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG INDUSTRI
1. Kerjasama internasional bidang industri bertujuan untuk : a. melindungi dan meningkatkan akses pasar produk industri dalam negeri; b. membuka akses sumber daya industri yang mendukung peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri; c. meningkatkan integrasi industri dalam negeri kedalam jaringan rantai suplai global, dan; d. meningkatkan investasi untuk mendukung pengembangan industri di dalam negeri. 2. Lingkup kerja sama internasional di bidang industri meliputi: a. Pemanfaatan akses pasar produk industri; b. Peningkatan kapasitas sumber daya industri; c. Pemanfaatan rantai suplai global, d. Peningkatan investasi industri, dan e. Pengolahan data dari kegiatan industrial intelligence di Negara akreditasi. 3. Program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran Pengembangan Kerjasama Internasional di Bidang Industri antara lain: a. Perlindungan dan peningkatan akses pasar internasional produk industri b. Peningkatan Akses Sumber Daya Industri yang dibutuhkan dalam mendukung peningkatan produktivitas Industri Dalam Negeri c. Pengembangan jaringan rantai suplai global d. Peningkatan kerja sama investasi di sektor industri
43
VIII.PERWILAYAHAN INDUSTRI
44
A
TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI
Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut: 1. Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non‐migas luar Jawa dibanding Jawa dari 28% : 72 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun 2035. 2. Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan non‐migas di luar Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional. 3. Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan ketersediaan dengan lahan sekitar luas 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di luar Jawa sampai dengan tahun 2035. 4. Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap Kabupaten/Kota mempunyai minimal satu Sentra IKM.
45
B
LINGKUP PERWILAYAHAN INDUSTRI 1. Wilayah Pengembangan Industri (WPI) Wilayah Pengembangan Industri (WPI) dikelompokkan berdasarkan keterkaitan backward dan forward sumberdaya dan fasilitas pendukungnya, serta memperhatikan jangkauan pengaruh kegiatan pembangunan industri.
No.
Wilayah Pengembangan Industri
No
Provinsi
No.
1 2 3
Papua Papua Barat Sulawesi Bagian Utara dan Maluku
Sulawesi Bagian Selatan
5
Kalimantan Bagian Timur
6
Kalimantan Bagian Barat
7
Bali dan Nusa Tenggara
Papua Papua Barat Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Kalimantan Utara Kalimantan Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Bali Nusa Tenggara Barat
8
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nusa Tenggara Timur
Wilayah Pengembangan Industri Sumatera Bagian Utara
No
19 20 21 22 23 9 Sumatera Bagian Selatan 24 25 26 27 28 10 Jawa 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Selatan Lampung Banten Jawa Barat DKI Jakarta DI Jogjakarta Jawa Tengah Jawa Timur 46
2. Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI)
DEFINISI WPPI Suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau provinsi dengan batas-batas yang jelas.
KRITERIA WPPI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas); ketersediaan infrastruktur transportasi; kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar pulau jawa; penguatan dan pendalaman rantai nilai; kualitas dan kuantitas SDM; memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air); memiliki potensi sumber daya air industri; memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau; dan kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi. 47
DAERAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI WPPI No 1
Lokasi Banda Aceh, Aceh Besar dan Pidie -Bireun- Lhokseumawe (termasuk KAPET BANDAR ACEH DARUSSALAM)
Provinsi Aceh
Medan-Binjai-Deli SerdangSerdang Bedagai - KaroSimalungun-Batubara
Sumatera Utara
3
Dumai-Bengkalis-Siak
Riau
4
Batam-Bintan
Kep. Riau
5
Banyuasin -Muara Enim
6
Lampung Barat-Lampung Timur-Lampung TengahTanggamus-Lampung Selatan
Sumatera Selatan Lampung
7
Cilegon-Serang-Tangerang
Banten
8
Bogor-Bekasi-PurwakartaSubang-Karawang Cirebon-IndramayuMajalengka Kendal-Semarang-Demak
Jawa Barat
Tuban-Lamongan-GresikSurabaya-Sidoarjo-MojokertoBangkalan
Jawa Timur
2
9 10 11
No
Lokasi
Provinsi
12
Pontianak-Landak-SanggauKetapang –Sambas-Bengkayang (sebagian KAPET Khatulistiwa)
Kalimantan Barat
13
Tanah Bumbu-Kotabaru (termasuk KAPET BATULICIN)
Kalimantan Selatan
14
Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kertanegara -Bontang-Kutai Timur (termasuk KAPET SASAMBA)
Kalimantan Timur
15
Tarakan -Nunukan
Kalimantan Utara
16
Bitung-Manado-Tomohon-MinahasaMinahasa Utara (termasuk KAPET MANADO BITUNG)
Sulawesi Utara
17
Kendari-Konawe-Konawe UtaraKonawe Selatan-Kolaka-Morowali (termasuk KAPET BANK SEJAHTERA SULTRA)
Sulawesi Tenggara
18
Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi (termasuk KAPET PALAPAS)
Sulawesi Tengah
Jawa Barat
19
Makassar-Maros-Gowa - TakalarJeneponto-Bantaeng
Sulawesi Selatan
Jawa Tengah
20
Halmahera Timur-Halmahera Tengah - Pulau Morotai
Maluku Utara
21
Mimika
Papua
22
Teluk Bintuni
Papua Barat
48
3. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri
Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya haruslah dibangun dalam Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Pengembangan KPI dilakukan dengan mengacu pada RTRW masing-masing kabupaten/kota. KPI merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang belum/tidak memiliki kawasan industri, atau telah memiliki kawasan industri tetapi kavlingnya sudah habis. Bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk dalam WPPI dan tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, pengembangan industrinya dapat dilakukan sepanjang berada di dalam KPI.
49
4. Pembangunan Kawasan Industri
Pembangunan kawasan industri akan diprioritaskan pada daerah-daerah yang berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur industri di WPPI. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak swasta.
50
5. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah
Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM) dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja.
51
IX. KEBIJAKAN AFIRMATIF INDUSTRI KECIL DAN INDUSTRI MENENGAH
52
A
LATAR BELAKANG
1. IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional yang dapat dilihat dari jumlah unit usaha yang berjumlah 3,4 juta unit dan merupakan lebih dari 90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran tersebut juga tercermin dari penyerapan tenaga kerja IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada tahun 2013 dan merupakan 65,4 persen dari total penyerapan tenaga kerja sektor industri non migas. 2. pembangunan dan pemberdayaan Industri Kecil dan Industri Menengah untuk mewujudkan Industri Kecil dan Industri Menengah yang berdaya saing; berperan signifikan dalam penguatan struktur industri nasional; ikut berperan dalam pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja; serta menghasilkan barang dan/atau jasa Industri untuk diekspor.
53
B
SASARAN
Pengembangan IKM diharapkan akan meningkatkan jumlah unit usaha IKM rata‐rata sebesar 1 persen per tahun atau sekitar 30 ribu unit usaha IKM per tahun dan peningkatan penyerapan tenaga kerja rata‐rata sebesar 3 persen per tahun. Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
I 1
PENGUATAN KELEMBAGAAN Penguatan Sentra IKM (sentra) Revitalisasi dan pembangunan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Penyediaan Tenaga Penyuluh Lapangan (orang) Penyediaan Konsultan Industri kecil dan Industri menengah (orang)
2 3 4
2015‐2020
Periode 2020‐2025
2025‐2035
1.090
1.305
2285
110
260
685
1.000
1.200
2.100
590
649
1282
54
Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM
No
Sasaran
II 1 2
PEMBERIAN FASILITAS Peningkatan kompetensi SDM (Orang) Pemberian bantuan dan bimbingan teknis (unit IKM) Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku dan bahan 3 penolong (unit IKM) 4 Pemberian bantuan mesin atau peralatan (unit IKM) 5 Pengembangan produk (unit IKM) Pemberian bantuan pencegahan pencemaran lingkungan 6 hidup (unit IKM) Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan 7 pemasaran (unit IKM) 8 Fasilitasi akses pembiayaan (unit IKM) Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang berpotensi 9 mencemari lingkungan (Kawasan) Fasilitasi kemitraan antara industri kecil, menengah dan 10 besar (unit IKM) 11 Fasilitasi HKI terhadap IKM (unit IKM) Fasilitasi penerapan standar mutu produk bagi IKM (unit 12 IKM)
2015‐2020
Periode 2020‐2025
2025‐2035
545 8805
760 14290
1415 39350
600
975
2300
815 2065
1165 2650
2665 6390
85
135
365
1150
1500
2200
5200
6300
12600
10
10
15
145
280
790
1250
1500
3250
2500
3000
6000
55
C
KEBIJAKAN AFIRMATIF IKM
1. Dalam rangka keberpihakan terhadap Industri Kecil dan Menengah dalam negeri ditetapkan bahwa Industri Kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. 2. Dalam rangka penguatan struktur industri nasional, peran IKM perlu ditingkatkan secara signifikan dalam rantai suplai industri prioritas. 3. Dalam upaya meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan IKM, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan pemberian fasilitas bagi IKM.
56
D
STRATEGI PENGEMBANGAN IKM
1. Pemanfaatan potensi bahan baku. 2. Penyerapan tenaga kerja. 3. Pemanfaatan teknologi, inovasi dan kreativitas.
57
E
PROGRAM PENGEMBANGAN IKM
1. Pemberian insentif kepada industri besar yang melibatkan IKM dalam rantai nilai industrinya 2. Meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan, termasuk fasilitasi pembentukan Pembiayaan Bersama (Modal Ventura) IKM. 3. Mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif untuk menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan pemasaran bersama. 4. Perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan hak kekayaan intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM. 5. Diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan ekspor. 6. Menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri kecil. 7. Peningkatan kemampuan kelembagaan Sentra IKM dan Sentra Industri Kreatif, serta UPT, TPL, dan Konsultan IKM; 8. Kerjasama kelembagaan dengan lembaga pendidikan, dan lembaga penelitian dan pengembangan; 9. Kerjasama kelembagaan dengan Kamar Dagang dan Industri dan/atau asosiasi industri, serta asosiasi profesi. 10. Pemberian fasilitas bagi IKM. 58
X. PROGRAM QUICK WINS KEMENPERIN 2015 - 2019
59
Pembangunan sektor industri tahun 2015 – 2019 akan diarahkan untuk mendukung Visi Misi Presiden RI sebagaimana dinyatakan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas Nawa Cita. Dukungan tersebut dilaksanakan melalui 10 (sepuluh) Program Quick Wins Kementerian Perindustrian Tahun 2015 – 2019 yaitu : 1.
Pembangunan 14 Kawasan Industri di luar Pulau Jawa ((1) Bintuni ‐ Papua Barat; (2) Buli ‐ Halmahera Timur‐ Maluku Utara; (3) Bitung – Sulawesi Utara, (4) Palu ‐ Sulawesi Tengah; (5) Morowali ‐ Sulawesi Tengah; (6) Konawe – Sulawesi Tenggara; (7) Bantaeng ‐ Sulawesi Selatan; (8) Batulicin ‐ Kalimantan Selatan; (9) Jorong ‐ Kalimantan Selatan; (10) Ketapang ‐ Kalimantan Barat; (11) Landak – Kalimantan Barat, (12) Kuala Tanjung, Sumatera Utara, (13) Sei Mangke – Sumatera Utara; dan (14) Tanggamus, Lampung) melalui fasilitasi Pemerintah dan Swasta serta fasilitasi pembangunan 22 Sentra IKM.
2.
Re‐disain Road Map Industrialisasi sejalan dengan Trisakti dan Nawa Cita melalui Penetapan RPP Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) menjadi PP dan penetapan RPerpres tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) yang sesuai dengan Visi‐Misi Presiden RI.
3.
Hilirisasi Hasil Tambang ke produk dan jasa industri antara lain : a. Fasilitasinya Pembangunan Pilot Project Komersialisasi Logam Tanah Jarang untuk Industri. b. Fasilitasi Pembangunan pabrik Paracetamol, amoxicilin, garam farmasi, Dextrose for infusion, Vitamin C, dan Sefalosporin. c. Fasilitasi Pembangunan Pilot Plant Enhanced Oil Recoevery (EOR). d. Fasilitasinya pembangunan Pusat Pelatihan Tenaga Kerja Industri. e. Pengembangan dan penumbuhan wirausaha baru IKM dalam rangka mendukung Hilirisasi Hasil Tambang ke produk dan jasa industri. f. Fasilitasi penyusunan FS Semen Kupang III, pilot plant bahan penolong berbasis silika untuk industri ban, keramik dan kaca serta FS Industri Technical Textile. 60
4.
Hilirisasi produk‐produk pertanian menjadi produk agro industri antara lain : a. Fasilitasi mentoring aplikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan V‐Legal pada perusahaan pengolahan kayu dan keberterimaan SVLK di negara tujuan ekspor. b. Pengembangan teknologi Industri hasil pertanian melalui bantuan mesin dan peralatan. c. Peningkatan kompetensi SDM industri rumput laut, kakao serta pengolahan kayu dan rotan. d. Pengembangan dan penumbuhan wirausaha baru IKM dalam rangka mendukung Hilirisasi produk‐produk pertanian menjadi produk agro industri.
5.
Expo dan pemberian penghargaan terhadap inovasi produk‐produk industri melalui Expo Inovasi Teknologi dan Industri Hijau serta fasilitasi promosi inovasi produk IKM melalui partisipasi pameran di dalam dan luar negeri serta fasilitasi di Bali Creative Industry Center (BCIC) Bali.
6.
Kampanye sistematis dan kreatif untuk menumbuhkan apresiasi terhadap kegiatan industri dalam negeri melalui sosialisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Sertifikasi dan verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Fasilitasi Penyusunan MoU P3DN antara Menteri Perindustrian dengan Menteri terkait (sektor Pertanian, ESDM, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Kesehatan, Pendidikan dan Pertahanan) dan BUMN, serta Penyusunan Business Matching dan pameran antara produsen dan pengguna.
7.
Peningkatan pendidikan dan skill antara lain Pelatihan bagi Calon Operator / Tenaga Kerja Industri dengan Sistem three in one (Pelatihan, Sertifikasi, dan Penempatan) Berbasis Spesialisasi dan Kompetensi sebanyak 9.000 Orang, Sertikasi Kompetensi calon tenaga kerja dan tenaga kerja sektor industri sebanyak 16.000 Orang, Penetapan SKKNI bidang Industri, dan pembentukan LSP dan TUK untuk sertifikasi Kompetensi bidang industri. 61
8. Fasilitasi terhadap industri dalam negeri dari dampak perjanjian‐perjanjian internasional yang telah ditandatangani antara lain analisis dampak 3 perjanjian internasional dan partisipasi aktif dalam perundingan kerjasama internasional. 9. Penurunan Rezim Impor melalui penyusunan Rekomendasi Pemberdayaan Produk Industri Dalam Negeri untuk Penurunan Rezim Impor. 10. Penguatan struktur industri melalui keterkaitan antara industri hulu (dasar), industri intermediate dan industri hilir (light) antara lain : a.
Revitalisasi Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional (PDRKN).
b.
Revitalisasi industri galangan kapal di 9 lokasi (Pembangunan/Renovasi, Bantuan Alat, Peningkatan SDM bersertifikasi).
c.
Fasilitasi Pembangunan Bufferstock Bahan Baku Kapas (logistic base for cotton) di Jawa Barat dan Bufferstock Kulit (material center) di Jawa Timur.
d.
Pembangunan dan Pengembangan 5 (lima) ICT Center di Jawa, Bali, Sumatra, Kepri, dan Sulawesi.
e.
Pembentukan 1 (satu) Mould and Dies Center.
f.
Pembentukan Pusat Pengembangan Teknologi Industri Mesin Perkakas dan Industri Alat Kesehatan.
g.
Pembentukan dan Pengembangan Alsintan Center di luar Pulau Jawa (Sumbar, Kalbar, Sulsel, NTB,NTT, dan Kaltim). 62
XI.
PROGRAM PRIORITAS SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2015
63
A
PENINGKATAN KUALITAS SDM INDUSTRI
Peningkatan Kualitas SDM Industri pada Tahun 2015 antara lain melalui : 1.
Pelatihan bagi Calon Tenaga Kerja / Tenaga Kerja dengan Sistem three-in-one sebanyak 17.000 orang untuk level operator dan supervisor (Pelatihan, Sertifikasi, dan Penempatan) Berbasis Spesialisasi dan Kompetensi (Orang) pada sektor TPT, Alas Kaki, Garam, Logam dan Mesin, Otomotif, Logistik, Elektronika, pengelasan, pengolahan karet, Petrokimia, Plastik, kakao, rumput laut, CPO, semen, pupuk dan animasi.
2.
Fasilitasi Sertikasi Kompetensi calon tenaga kerja dan tenaga kerja sebanyak 16.000 orang pada sektor industri
TPT, Alas Kaki,
Logam dan Mesin, Otomotif, Logistik, Elektronika, pengelasan,
Pengolahan karet, Petrokimia, Plastik, kakao, rumput laut, CPO, semen, pupuk dan animasi. 3.
Penyusunan dan Penetapan SKKNI bidang Industri sebanyak 20 SKKNI.
4.
Pembentukan dan Pendirian sebanyak 20 LSP dan TUK untuk sertifikasi Kompetensi bidang industri.
5.
Pendirian dan Penyelenggaraan Akademi Komunitas Industri pada Kawasan Industri Petrokimia Banten, Industri Nikel Morowali dan Solo TechnoPark Surakarta.
6.
Penyiapan tenaga terampil siap kerja melalui pendidikan menengah kejuruan industri sebanyak 1500
7.
Penyiapan tenaga ahli siap kerja melaui pendidikan tinggi vokasi Industri sebanyak 2000 orang.
8.
Pendidikan gelar S2 dan S3 bagi aparatur perindustrian untuk 120 orang aparatur.
9.
Beasiswa untuk 240 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri.
orang.
64
B
PENATAAN ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
1. Penyempurnaan Rancangan Peraturan Presiden tentang Kementerian Perindustrian a. Rancangan Peraturan Presiden mengatur ketentuan mengenai kedudukan, tugas, dan fungsi Kementerian Perindustrian dan kedudukan, tugas, dan fungsi unit organisasi eselon I Kementerian Perindustrian. b. Saat ini Rancangan Peraturan Presiden dimaksud telah disampaikan ke Kementerian PAN dan RB dan telah dilakukan Rapat Pleno pada tanggal 16 Januari 2015 di Kementerian PAN dan RB. c. Pembahasan untuk nomenklatur sudah selesai dan disetujui, saat ini sedang dalam proses pembahasan rumusan tugas dan fungsi. 2. Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian a. Rancangan Peraturan Menteri mengatur ketentuan mengenai tugas dan fungsi kementerian, unit organisasi eselon I, eselon II, eselon III, dan eselon IV serta tata kerja. b. Unit organisasi yang telah resmi mengusulkan Ditjen ILMTE (dh. IUBTT), Ditjen PPI, Ditjen KPAII (dh. KII), Ditjen IKM, Pusdatin, Setjen (Biro Perencanaan dan Biro Keuangan) 3. Penyusunan bisnis proses, uraian pekerjaan, dan analisis jabatan struktur organisasi baru.
65
C
PENYUSUNAN RPP DAN RPERPRES
Berdasarkan Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian kepada Kepala BPHN dan Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan Bappenas Nomor 1005/SJ-IND/12/2014 tanggal 16 Desember 2014, telah disampaikan 7 (tujuh) RPP dan 5 (lima) RPerpres untuk diusulkan menjadi prioritas penyusunan di Tahun 2015 dalam Program Legislasi Nasional Penyusunan RPP dan Rperpres, antara lain : No.
RPP / RPERPRES
PROGRES PENYUSUNAN
7.
RPP tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Telah disampaikan kepada Presiden RI melalui Surat Menteri Nasional (RIPIN) Perindustrian No. 514/M‐IND/12/2014 tanggal 11 Desember 2014 untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah RPP tentang Izin Usaha Industri dan Izin Usaha Kawasan Saat ini sedang dilakukan pembahasan oleh tim kecil Harmonisasi di Industri Kementerian Hukum dan HAM, dan telah memasuki tahap finalisasi RPP tentang Pembangunan Sumber Daya Industri Saat ini sedang dilakukan pembahasan oleh tim kecil Harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, dan telah memasuki tahap finalisasi RPP tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri Masih dalam tahap pembahasan tingkat Harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM RPP tentang Pemberdayaan Industri dan Tindakan Masih dalam tahap pembahasan tingkat Harmonisasi di Kementerian Pengamanan dan Penyelamatan Industri Hukum dan HAM RPP tentang Kewenangan Pengaturan yang Bersifat Teknis Masih dalam tahap pembahasan di tingkat antarkementerian oleh untuk Bidang Industri Tertentu Panitia Antar Kementerian (PAK) RPP tentang Perwilayahan Industri Masih dalam tahap pembahasan di internal Kementerian Perindustrian
8.
RPerpres tentang Kebijakan Industri Nasional
1.
2. 3. 4. 5. 6.
Masih dalam tahap pembahasan di internal Kementerian Perindustrian
66
PENYUSUNAN RPP DAN RPERPRES (LANJUTAN)
C
No.
RPP / RPERPRES
9.
RPerpres tentang Pengadaan Teknologi Industri Melalui Proyek Putar Kunci RPerpres tentang Penetapan Kondisi Dalam Rangka Penyelamatan Perekonomian Nasional dan Penetapan Tindakan Pengamanan Industri RPerpres tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komite Industri Nasional RPerpres tentang Industri yang Memiliki Keunikan dan Merupakan Warisan Budaya Bangsa Hanya Dapat Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia serta Industri Menengah Tertentu Dicadangkan untuk Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia
10.
11. 12.
PROGRES PENYUSUNAN Masih dalam tahap pembahasan di internal Kementerian Perindustrian Masih dalam tahap pembahasan di internal Kementerian Perindustrian
Masih dalam tahap pembahasan di internal Kementerian Perindustrian Masih dalam tahap pembahasan di internal Kementerian Perindustrian
67
PENYUSUNAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL DAN RENCANA STRATEGIS KEMENPERIN
D 1.
KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2015 - 2019 a. b.
c.
2.
Penyusunan Kebijakan Industri Nasional (KIN) 2015 – 2019 merupakan amanat dari dari Undang – Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Pasal 12). KIN merupakan arah dan tindakan untuk melaksanakan RIPIN, yang paling sedikit meliputi : (1) sasaran pembangunan Industri; (2) fokus pengembangan Industri; (3) tahapan capaian pembangunan Industri; (4) pengembangan sumber daya Industri; (5) pengembangan sarana dan prasarana; (6) pengembangan perwilayahan Industri; dan (7) fasilitas fiskal dan non-fiskal. KIN 2015 – 2019 akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden yang ditargetkan selesai pada bulan Juni Tahun 2015.
RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2015 - 2019 a.
b.
c.
Penyusunan Renstra K/L merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang disiapkan oleh pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) sesuai dengan tugas dan fungsinya dengan berpedoman pada RPJM Nasional. Renstra K/L merupakan dokumen perencanaan dari setiap K/L yang menjadi salah satu dasar bagi K/L dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memuat tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi K/L. Renstra 2015 – 2019 akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri yang ditargetkan selesai pada bulan Maret 2015.
68
E
MEMPERTAHANKAN KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAN BMN
Kualitas Laporan Keuangan dan BMN dengan nilai capaian standar tertinggi akan dicapai melalui langkah-langkah sebagai berikut : 1. Adanya komitmen pimpinan dan pegawai dalam penerapan Akuntansi dan Pelaporan, di tahun 2015 siap melakukan pelaporan keuangan berbasis Akrual; 2. Melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi SDM melalui sosialisasi, bimbingan teknis dan pelatihan; 3. Membuat Kebijakan Akuntansi untuk mempermudah Satuan Kerja dalam menyusun Laporan Keuangan; 4. Meningkatkan koordinasi dengan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) dalam penjaminan kualitas pelaporan keuangan.
69
F
PERCEPATAN PELAKSANAAN DIPA TAHUN 2015
Percepatan Pelaksanaan DIPA Tahun 2015 akan dilakukan melalui : 1.
Melakukan monitoring dan evaluasi secara terus-menerus terhadap capaian penyerapan anggaran di masing-masing satker Kementerian Perindustrian melalui emonitoring agar target yang telah ditetapkan dapat dicapai;
2.
Mengadakan
koordinasi/konsolidasi
(FGD/Rapat/Forum
Koordinasi)
dengan
stakeholders internal maupun ekternal; 3.
Mempercepat proses pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran;
4.
Mendorong percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa, khususnya untuk paketpaket pekerjaan yang sudah bersifat rutin; dan
5.
Mempercepat pelaksanaan kegiatan swakelola.
Dengan dilakukan langkah-langkah diatas diharapkan Kementerian Perindustrian dapat mencapai penyerapan anggaran 95%.
70
PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI INDUSTRI NASIONAL
G 1.
Pengembangan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) merupakan amanat dari Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, dimana SIINas paling sedikit memuat: data industri, data kawasan industri, data perkembangan dan peluang pasar dan data perkembangan teknologi industri.
2.
Setiap Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri wajib menyampaikan data industri dan data kawasan industri yang akurat, lengkap dan tepat waktu secara berkala kepada Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.
3.
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri tersebar keberadaannya di seluruh wilayah Indonesia, sehingga agar perusahaan industri dapat mengakses SIINas dengan baik dan benar maka diperlukan adanya peran serta aktif dari seluruh unit kerja Kementerian Perindustrian, baik yang berada di Pusat maupun di Daerah, untuk memberikan fasilitas dan pelatihan bagi perusahaan yang membutuhkannya.
4.
Seluruh unit kerja di daerah terutama yang memiliki Pelayanan Terpadu Satu Pintu agar membantu proses registrasi bagi perusahaan yang hendak memperoleh Akun SIINas, untuk keperluan penyampaian data dan laporan termasuk permohonan rekomendasi dan pertimbangan teknis secara online. 71
H
PENINGKATAN KINERJA PELAYANAN DAN KOMUNIKASI PUBLIK
Memberikan Pelayanan Prima dan Komunikasi yang Efektif untuk Mendukung Pembangunan Industri
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
• Pelayanan Informasi Publik Kementerian Perindustrian • Pengelolaan layanan pada Unit Pelayanan Publik (UP2) Kemenperin • Pengelolaan Informasi & Dokumentasi
Peningkatan Informasi Tentang Industri
• • • • •
Pembuatan Monitoring dan Analisis Berita Sektor Industri Publikasi Pemberitaan di Media Massa Workshop Pendalaman Kebijakan Industri untuk Wartawan Penerbitan Majalah Media Industri Pembuatan buku Industry Facts & Figures
Promosi Produk Dalam Negeri
• • • •
Penyelenggaraan Promosi Produk Dalam Negeri Penerbitan Majalah Karya Indonesia Koordinasi Penyelenggaraan Pameran Dalam Negeri Penyelenggaraan Pameran Dalam Negeri
Koordinasi dan Sosialisasi Kebijakan Industri
• Forum Komunikasi Pimpinan Kementerian Perindustrian Dengan Dunia Usaha • Forum Komunikasi dengan Lembaga Negara dan Pemerintah • Forum Komunikasi dengan Lembaga Pendidikan, Riset dan Teknologi
Indeks Kepuasan Masyarakat (3,1)
Persentase Berita Negatif (10%)
Kepuasan Penyelenggaran Promosi Produk Dalam Negeri (70%)
Tingkat Kualitas Fasilitasi Hubungan Antar Lembaga (70%)
72
TERIMA KASIH Kementerian Perindustrian Gedung Kementerian Perindustrian Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta Selatan Telp/Fax : (021) 5255509 Website : http://kemenperin.go.id