REKONSTRUKSI SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG KESEHATAN BERBASIS NILAI KESEJAHTERAAN Urip Santoso Pegawai Negeri Sipil Kotawaringin Barat
[email protected] Abstract Optimalized national development can be achieved if the development of public health can be realized, as a form of implementation of the development is manifested in the form of government in providing welfare guarantees health care for all the people of Indonesia. The establishment of social security health agencies as providers of health insurance is expected to answer and respond to the challenges of health development in the present and in the future. Research methods used are legal social research data sources consist of primary data and secondary data, research approaches have been to see the extent to which the effectiveness of the law in the welfare of society, especially in the protection of health insurance. Based on the research results can be known, that the legal construction of the national social security system in the health sector positive law currently regulated in Law Number 40 of 2004 on the national social security system, while for health care procedures in the administration of health services stipulated in Presidential Decree No. 111 2013 on the national health insurance, some things that need to be reconstructed, namely the reconstruction of the legal substance of Article 39 Presidential Decree No. 111 of 2013 on national health insurance, the reconstruction of the legal structure of the national social security system on a generalization of a national health insurance program, the reconstruction of the legal culture of the national social security system Sector Value-Based Health Welfare. Keyword: Reconstruction, the National Social Security System for Health, Welfare value. Abstrak Pembangunan nasional yang optimal dapat tercapai apabila pembangunan kesehatan masyarakat dapat terwujud, sebagai bentuk pelaksanaan pembangunan tersebut diwujudkan pemerintah dalam memberikan kesejahteraan berupa jaminan perlindungan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan diharapkan mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan di masa kini maupun di masa yang akan datang. Metode Penelitian yang digunakan adalah social legal research sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder, pendekatan penelitian ini dipilih untuk melihat sejauh mana keefektifan hukum dalam mensejahterakan masyarakat khususnya dalam perlindungan jaminan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui, bahwa konstruksi hukum sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan dalam hukum positif saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional sedangkan untuk prosedur pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan nasional, beberapa hal yang perlu direkonstruksi yaitu rekonstruksi substansi hukum Pasal 39 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan kesehatan nasional, rekonstruksi struktur hukum sistem jaminan sosial nasional pada generalisasi program jaminan kesehatan nasional, rekonstruksi kultur hukum sistem jaminan sosial nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan. Kata Kunci: Rekontruksi, Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan, Nilai Kesejahteraan.
360
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
A. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia selain hak untuk memperoleh penghidupan seperti sandang, pangan dan papan yang layak bagi manusia. Kesehatan merupakan salah satu hak dasar manusia yang setiap orang berhak memperolehnya, kesehatan juga merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1 Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia seperti termaktub dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Hal ini menunjukan bahwa sejak kemerdekaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dengan tegas menetapkan konsep Negara Kesejahteraan (welfare state). Negara Kesejahteraan (welfare state) merupakan tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya yang meliputi pemenuhan dasar hidup warga negara (basic needs), pelayan sosial dan intervensi ekonomi pasar. Dengan kata lain bahwa welfare state merupakan tanggung jawab negara dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar yang merupakan hak warga negara dan apabila pemerintah tidak dapat melaksananya maka warga negara dapat menuntut sesuai dengan aturan hukum.2 Demi mewujudkan tujuan nasional tersebut sangat perlu pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan berkesinambungan. Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Untuk mewujudkan hal tersebut maka peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Pembangunan nasional yang optimal dapat tercapai apabila pembangunan kesehatan 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2 Ramesh Mishra, 1984, Welfare State in Crisis, Social Thought and social Change, Wheatsheaf Books Ltd, Harverster Press, London,hlm.11. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
masyarakat dapat terwujud. Keterkaitan keduanya sangat jelas dalam implementasi pelaksanaan pembangunan nasional. Salah satu modal dasar dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah kondisi kesehatan masyarakat yang baik. Di dalam pembangunan nasional juga harus diperhatikan pelaksanaan pembangunan kesehatan. Keduanya ini harus berjalan seimbang agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dalam peningkatan pembangunan dalam bidang kesehatan ditentukan oleh tersedianya pedoman penyelenggaraan kesehatan, baik berupa dokumen perencanaan, metode dan cara penyelenggaraan jaminan kesehatan. Jaminan perlindungan sosial kesehatan bagi penduduk miskin telah mampu meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, namun belum sepenuhnya dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin akibat fasilitas kesehatan dasar yang masih belum memadai terutama untuk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan.3 Banyak faktor penyebab dalam ketimpangan pelayanan kesehatan yang mendorong peningkatan biaya kesehatan, diantaranya perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan, pola pembiayaan kesehatan berbasis out of pocket, dan subsidi pemerintah untuk semua lini pelayanan, disamping inflasi dibidang kesehatan yang melebihi sektor lain.4 Kemudian budaya masyarakat yang masih rendah terhadap pemeliharaan kesehatan dan budaya Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai upaya promotif dan preventif, dengan arti kata sebagian masyarakat belum menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan sehingga masyarakat hanya datang ke fasilitas kesehatan apabila telah jatuh sakit untuk mendapatkan pelayanan yang merupakan upaya kuratif dan rehabilitatif, dan ingin segera mendapatkan pelayanan kesehatan yang cepat dan memuaskan, baik di tingkat Puskesmas dan dokter praktek perorangan yang menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP I) maupun Rumah Sakit Umum Daerah 3 Margaretha Yuliani, 2013, Menyongsong BPJS Kesehatan 2014, Jaminan Kesehatan:Hak RakyatKewajiban Negara, Jakarta,hlm.14 4 Depkes RI, 2006, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin, Jakarta, hlm.16 Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
361
yang menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTP II), padahal belum adanya kesepakatan kerjasama yang jelas antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bidang kesehatan dengan Puskesmas dan Rumah Sakit sebagai Provider terutama dalam hal mekanisme rujukan dan pembagian jasa medik yang berdasarkan poin yang berbeda pada masingmasing profesi kesehatan menyebabkan rasa ketidakadilan bagi petugas. Hal ini dikarenakan dalam memberikan pelayanan kepada pasien tidak dapat dilakukan oleh satu profesi saja tetapi diperlukan kerjasama yang baik antar petugas terkait sesuai alur pelayanan, kemudian didalam program Jaminan Kesehatan ini telah ditentukan jenis pelayanan yang menjadi tugas masing-masing Fasilitas Kesehatan. Dengan demikian pelaksanaan BPJS bidang kesehatan yang menjamin seluruh masyarakat baik PNS, TNI/Polri, masyarakat miskin, masyarakat mandiri baik berada di perkotaan maupun di pedesaan masih banyak mengalami kendala baik dari segi administrasi maupun teknis. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional yang ditetapkan sejak tanggal 1 Januari 2014 adalah bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan kesejahteraan berupa jaminan perlindungan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan diharapkan mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan di masa kini maupun di masa yang akan datang. Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang pelaksanaannya di tetapkan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Program Jaminan Kesehatan dengan kepesertaan BPJS ini merupakan jenis pelayanan yang diberikan telah dipaketkan dengan seefisien mungkin dengan menggunakan obat-obatan
362
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
generik. Hal ini jauh berbeda dengan jenis pelayanan yang diberikan pada program jaminan kesehatan sebelumnya seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ataupun Kepesertaan Askes dimana provider bisa memberikan resep obat paten kepada pasien yang telah resisten terhadap jenis obat tertentu. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik meneliti sebuah permasalahan yang terkait dengan sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan, dengan menarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Konstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan dalam hukum positif saat ini? 2. Bagaimana Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan yang berbasis nilai kesejahteraan? B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang penulis gunakan menggunakan pendekatan social legal research, pendekatan ini dipilih untuk melihat sejauh mana keefektifan hukum dalam mensejahterakan masyarakat khususnya dalam perlindungan jaminan kesehatan, di sini hukum tidak hanya dilihat dari segi keefektifanya saja tetapi dikaitan juga dengan faktor-faktor nonhukum seperti lembaga-lembaga yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan ini juga dilakukan untuk memahami hukum dalam konteks masyarakatnya. Oleh Briand Z Tamanaha dikatakan bahwa antara hukum dan masyarakat memiliki bingkai yang disebut “the law society framework” yang memiliki karakteristik hubungan tertentu. Hubungan tersebut ditunjukkan dengan dua komponen dasar. Komponen pertama terdiri dari dua tema pokok yaitu ide yang menyatakan bahwa hukum adalah cermin masyarakat dan ide adalah fungsi hukum untuk mempertahankan “social order”. Komponen ke dua terdiri dari tiga element, yaitu: custom/consent; morality/reason; dan positive law custom/consent and morality/reasons dapat dipahami dalam pemikiran Donald Blak sebagai culture.5 5 Black menyatakan bahwa “cultur is the symbolic aspek of social life including expresionsof what is true, good beautiful. It includes ideas about the natural
Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Dalam Hukum Positif Saat Ini Konstruksi penyelenggaraan sistem jaminan sosial bidang kesehatan dalam perspektif hukum positif saat ini dapat dilihat dari substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum yang merupakan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan kesejahteraan dalam bidang kesehatan kepada masyarakat sebagai amanah konstitusi yang tertuang dalam pasal 28(H), Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) maka bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut maka perlu dibentuk Badan Penyelenggara yang berbadan Hukum. Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial seperti yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1981 tentang Program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Pensiunan/ Veteran dan anggota keluarganya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi of reality (theoretical and praktikal), supernatural, methaphisical, or emphirical) conception of what ought to be (right or wrong,, proper, an tecnologi, religion, magig, or folklore). Values ideology, morality and law have a symbolic aspect of this kind”. Lihat Donald Black, 1976, the behavior of law, academic press, new York, hlm.61 Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) untuk TNI/Polri, PNS Departemen Pertahanan dan keluarganya.6 Berbagai program di atas baru mampu mencakup sebagian kecil masyarakat, sedangkan sebagian besar masyarakat belum mempunyai jaminan perlindungan yang memadai dan pelaksanaan dari program-program ini belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak pesertanya. Permasalahan inilah yang menjadi dasar bahwa perlu disusun sebuah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mampu mensikronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Hal inilah yang mengilhami ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai berikut:7 1. Prinsip kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat, peserta yang berisiko rendah membantu peserta yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu peserta yang sakit. Melalui prinsip kegotong royongan ini, jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia 2. Prinsip Nirlaba Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara 6 Depkes RI, 2006, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin, Jakarta. Hlm.16 7 Ibid Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
363
Jaminan Sosial (BPJS) akan tetapi tujuan utama penyelenggara jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan masyarakat. Dana amanat hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. 3. Prinsip Keterbukaan, kehati-hatian, akutabilitas, efesiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Prinsip Portabilitas. Jaminan Sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta sukarela, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat. 6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepadaa badan-badan penyelenggara untuk mengoptimalkan dana dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Naional Dalam Undang-Undang ini adalah
364
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta. Hal inilah yang mendasari pembentukan Badan Hukum sebagai Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004. Untuk itu lahirlah UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS terbagi dari 2 (dua) yaitu BPJS Kesehatan yang tugasnya menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaaan yang bertugas menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Penyelenggaraan Badan Jaminan Sosial (BPJS) pada dasarnya tidak terlepas dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang perlu diupayakan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara efektif. Fasilitas kesehatan tingkat pertama ini dapat berupa puskesmas atau yang setara, praktik dokter atau praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan rumah sakit kelas D pratama atau yang setara8. Melihat berbagai keterbatasan penyediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama, khususnya pelayanan puskesmas yang ada di daerah. Pada dasarnya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang konsep dasar Puskesmas telah memberikan konsep dasar bagaimana puskesmas yang seyogyanya memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit diketahui bahwa Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 8 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN, hlm. 5. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
Prosedur pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, diatur dalam Pasal 29 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, sebagai berikut:9 1. Untuk pertama kali setiap peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapatkan rekomendasi Dinas Kesehatan setempat; 2. Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan; 3. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar; 4. Dalam keadaan tertentu, ketentuan pada ayat(3) tidak berlaku bagi peserta yang: a. Berada di luar wilayah fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar; atau b. Dalam keadaan kegawatdaruratan medis. 5. Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan rujukan tingkt lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujuakn yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan; 6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan rujukan diatur dengan Peraturan Menteri. Selanjutnya pada pasal 30 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, disebutkan: 1. Fasilitas Kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat inap mendapatkan obat dan bahan habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis. 9
Ibid.
Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
2. Fasilitas kesehatan rawat jalan yang tidak memiliki sarana penunjang, wajib membangun jejaring dengan fasilitas kesehatan penunjang untuk menjamin ketersediaan obat, bahan medis habis pakai, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Terkait dengan Pelayanan obat dan bahan habis pakai, diatur dalam Pasal 32 Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, disebutkan sebagai berikut: 1. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk peserta jaminan kesehatan pada fasilitas kesehatan berpedoman pada harga obat, dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri; 2. Daftar dan harga obat dan bahan medis habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali paling lambat 2(dua) tahun sekali. Pada pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, disebutkan: 1. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi. 2. Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a) Penggantian uang tunai, b) Pengiriman tenaga kesehatan, c) Penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. 3. Penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud ayat (2) hururf a digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan: 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
365
ketersediaan fasilitas kesehatan dan peenyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk pelaksanaaan program jaminan kesehatan. 2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan serta memenuhi ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelengggaraan kesehatan. 2. Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan yang berbasis nilai kesejahteraan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan harus sepenuhnya mengikuti pedoman pelaksanaan Jaminan Kesehatan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, karena sampai saat ini belum ada regulasi yang merupakan produk kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Pendekatan yuridis tersebut dimaksudkan sebagai upaya dalam memahami Kebijakan Negara dalam memberikan kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Keberadaan jaminan sosial atau asuransi kesehatan yang telah ada sebelumnya dianggap baru dapat menjangkau sebagian kecil masyarakat, sehingga pemerintah merasa perlu membentuk sebuah badan penyelenggara jaminan sosial atau asuransi sosial yang dapat menjangkau seluruh rakyat Indonesia sebagai wujud sila ke lima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia dan mampu mensikronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah di laksanakan sebelumnya. 366
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
Agar tujuan pemerintah dalam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) melalui penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan dengan Kepesertaan BPJS ini dapat terwujud, maka penulis menawarkan model ideal Sistem Jaminan Kesehatan dengan pendekatan teori hukum responsif dan teori hukum progresif. Menurut Sarjito Raharjo: hukum hendaknya mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab problema yang berkembang dalam masyarakat, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dan sumber daya penegak hukum sendiri10 Gagasan ini muncul sebagai respon atas paradigma positivistik yang membuat ambruknya hukum. Apabila dicermati, pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan dengan Kepesertaan BPJS Kesehatan di daerah saat ini lebih represif, sebagaimana teori hukum respresif yang dikemukan Phillippe Nonet dan Philip Selnick yaitu; beberapa bentuk represi dapat memanifestasikan dirinya, satu sisi adalah ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi tuntutantuntutan umum dan pada sisi lainnya adalah pemerintah yang melampaui batas.11 Berdasarkan hal tersebut rekonstruksi sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan yang berbasis nilai kesejahteraan melalui penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan kepesertaan BPJS berbasis Pancasila dengan 45 butirbutirnya sesuai dengan TAP MPR No.1 Tahun 2003, yang mencerminkan nilai keadilan dan kesejahteraan rakyat dan nilai pembiayaan BPJS terhadap kebutuhan riil pasien di Fasilitas Kesehatan. Oleh karena itu beberapa hal yang harus direkonstruksi yaitu: 10 Satjipto Raharjo, 2008, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta, hlm 9 11 Nomensen Sinamo, 2012, Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta,hlm.87. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
1. Rekonstruksi Substansi Hukum Pasal 39 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional: Ayat (1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP I) secara pra upaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas kesehatan tingkat pertama, menjadi Ayat (1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP I) berdasarkan jumlah kunjungan peserta yang dilayani. Ayat (2) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas rujukan tingkat lanjutan (FKTP II) berdasarkan cara Indonesian Case Based Groups (INA CBGs), menjadi Ayat (2) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas rujukan tingkat lanjutan (FKTP II) berdasarkan kebutuhan riil pasien yang dilayani. Ayat (3) Besaran kapitasi dan Indonesian Case Based Groups (INA CBG’s) ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, menjadi Ayat (3) Besaran biaya tarif pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan riil pasien di masing-masing daerah. 2. Rekonstruski Struktur Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional pada generelisasi Program JKN pada tanggal 1 Januari 2014 di seluruh Indonesia menyebabkan disparitas bagi daerah yang belum memiliki fasilitas kesehatan yang terakreditasi khususnya fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP I), agar Program JKN dapat memberikan keadilan bagi kesejahteraan masyarakat, perlu di lakukan:
Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
a)
Pengaturan Kewenangan pada FKTP I yang semula adalah Dokter Praktek Perorangan dan Puskesmas, menjadi FKTP I adalah Puskesmas dengan tugas melayani upaya promotif dan preventif (UKM) dan di bentuk Rumah Sakit Rakyat dengan tugas fokus upaya kuratif dan rehabilitatif (UKP), dan di setiap Rumah Sakit Rakyat harus ada perwakilan BPJS Kesehatan. b) Pembentukan Sentralisasi Produksi Alat Kesehatan Berbasis Nilai Keadilan dan Kesejahteaan. Pengadaan alat kesehatan di daerah, selama ini menggunakan sistem pengadaan barang jasa dengan spesifikasi import, sehingga anggaran untuk belanja alat kesehatan sangat besar. Belum tersedianya SDM yang membidangi alat kesehatan berdampak pada tingginya biaya pemeliharaan khususnya spare part. Dikarenakan fasilitas kesehatan secara kontinyu memerlukan akurasi dan pengadaan alat kesehatan, maka perlu di bentuk Badan Khusus Pemerintah yang bertugas sebagai sentral produksi alat kesehatan tanpa di bebani pajak (nirlaba). Tanpa adanya pajak maka pengadaan alat kesehatan akan memberikan efisiensi dana yang sangat besar bagi pemerintah dan berdampak pula pada standarisasi alat kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan sesuai dengan kelas fasilitas kesehatan di masingmasing daerah.
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
367
3. Rekonstruksi Kultur Hukum pada Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan. Budaya Hukum yang tumbuh dalam masyarakat merupakan kekuatan sosial yang sangat menentukan apakah hukum positif dapat bekerja dalam masyarakat, perlu meningkatkan kesadaran masyarakat yang tidak bersedia membayar iuran BPJS secara rutin atau tidak bersedia menjadi peserta BPJS apabila tidak jatuh sakit, melalui edukasi yang berdasarkan butir-butir pancasila sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dan Sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, baik melalui tatap muka maupun melalui media sosial dan elektronik. D. PENUTUP 1. KESIMPULAN 1. Konstruksi hukum sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan dalam hukum positif saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sedangkan untuk Prosedur pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, sebuah Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mampu mensikronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan berbagai bentuk jaminan sosial dengan Prinsip kegotong royongan, Nirlaba, Keterbukaan, kehati-hatian, akutabilitas, efesiensi, efektivitas, Portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional
368
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
2. Dalam kajian menengenai rekonstruksi sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan yang berbasis nilai kesejahteraan melalui penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional ada beberapa hal yang perlu direkonstruksi yaitu: 1. Rekonstruksi Substansi Hukum Pasal 39 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. 2. Rekonstruksi Struktur Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional pada generelisasi Program JKN pada tanggal 1 Januari 2014. 3. Rekonstruksi Kultur Hukum SJSN Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan. 2. SARAN 1. Penguatan Komponen Substansi Hukum dengan merubah Pasal 39 ayat (1),(2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang tata cara pembayaran BPJS kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP I) maupun pembayaran BPJS pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan (FKTP II) ke arah pembayaran yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan dan pembiayaan riil pasien yang di layani. 2. Penguatan Komponen Struktur Hukum dengan Melakukan penguatan pada FKTP I dengan pembagian kewenangan yang jelas pada tugas dan fungsi Puskesmas, yang semula Puskesmas ditunjuk sebagai pemberi pelayanan promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif menjadi Puskesmas hanya sebagai pemberi pelayanan upaya promotif dan preventif Upaya Kesehatan Masyarakat dengan dukungan SDM programer kesehatan yang di kepalai oleh seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat atau Sarjana Keperawatan Komunitas, dan
Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
meningkatkan status Puskesmas dengan tugas dan fungsi memberikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif. 3. Penguatan Komponen Kultur Hukum dengan melakukan pengembangan budaya hukum masyarakat melalui Edukasi yang berkesinambungan pada masyarakat sehingga masyarakat menjadi sadar akan kewajibannya
dan memberikan edukasi kepada petugas pada fasilitas kesehatan dalam pengembangan kepribadian yang sesuai dengan butir-butir Pancasila Sila ke-1 Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA •
Buku-buku: Abidinsyah Siregar, 2008, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, 2006, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin, Jakarta. Donald Black, 1976,The Behavior of Law, Academic Press, New York Edi Suharto, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Bandung: Refika Aditama. Endang Wahyati Yustina, 2012, Mengenal Hukum Rumah Sakit, Keni Media, Bandung. Margaretha Yuliani, 2013, Menyongsong BPJS Kesehatan 2014, Jaminan Kesehatan: Hak Rakyat-Kewajiban Negara, Jakarta. Nomensen Sinamo, 2012, Hukum Administrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta. Ramesh Mishra, 1984, Welfare State in Crisis, Social Thought and social Change, Wheatsheaf Books Ltd, Harverster Press, London. Satjipto Raharjo, 2008, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta. Sentanoe Kertonegoro, 1987, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia. Cet, II . Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
•
Peraturan perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2013 Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan.
Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3 September – Desember 2014
Rekonstruksi Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan Berbasis Nilai Kesejahteraan Urip Santoso
369