BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. JKN PBI 2.1.1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
2.1.2. Tujuan Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
2.1.3. Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
a. Prinsip kegotongroyongan Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.Dengan demikian, melalui prinsip gotongroyong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. c. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. d. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi.Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat. f. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. g. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
2.1.4. Kepesertaan a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. b. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami Cacat Total Tetap dan tidak mampu, berhak menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan.
2.1.5. Hak Dan Kewajiban Peserta a. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan:a) identitas Peserta dan; b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. b. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a) membayar iuran dan; b) melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
2.1.6. Masa Berlaku Kepesertaan a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta. b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia. c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut, akan diatur oleh Peraturan BPJS.
2.1.7. Pembiayaan Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Pembayar Iuran bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
2.1.8. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak. c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
2.1.9. Pelayanan Yang Dijamin Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas: a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. Administrasi pelayanan 2. Pelayanan promotif dan preventif 3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis 4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif 5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis 7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi. b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup: 1. Rawat jalan yang meliputi: a. Administrasi pelayanan b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis c. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai e. Pelayanan alat kesehatan implan f. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis g. Rehabilitasi medis h. Pelayanan darah i. Pelayanan kedokteran forensik, dan
j. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan. 2. Rawat inap yang meliputi: a. Perawatan inap non intensif, dan b. Perawatan inap di ruang intensif c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri 3. Manfaat akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) berupa layanan rawat inap/ruang perawatan kelas III bagi: a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III
2.1.10. Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik f. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas g. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi) h. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol
i. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yangmembahayakan diri sendiri j. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) k. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen) l. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu m. Perbekalan kesehatan rumah tangga n. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah, dan o. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.
2.2. Mutu Pelayanan Keperawatan 2.2.1. Pengertian Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan terhadap standar yang telah ditetapkan Azmar, 1996 (dalam Asmuji, 2013). Kottler, 1997 (dalam Asmuji, 2013) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan ketika seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu
merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud, namun dapat dinikmati atau dirasakan. Henderson, 1996, dalam Kozier et al, 1997(dalam Asmuji, 2013) menyatakan bahwa keperawatan merupakan kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan) atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Kelompok kerja keperawatan, 1992 (dalam Asmuji, 2013) menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk layanan professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan keperawatan adalah suatu kondisi yang menggambarkan tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu produk pelayanan keperawatan yang diberikan secara komprehensif (bio-psiko-sosio-spiritual) pada individu yang sakit maupun yang sehat yang dilakukan berdasarkan standar (proses keperawatan) yang telah ditetapkan guna menyesuaikan dengan keinginan pelanggan.
2.2.2. Dimensi Mutu Menurut Leonard L. Barry dan Pasuraman “Marketing Servis Competin Through Quality”(New York Freepress, 1991:6) yang dikutip oleh Kotler, 2000 (dalam Nursalam, 2013) mengidentifikasilima
kelompok
karakteristik
mengevaluasi jasa layanan, antara lain :
yang
digunakan
oleh
pelanggan
dalam
a. Tangible (kenyataan), yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan materi komunikasi yang menarik, dan lain-lain b. Empati yaitu ketersediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian secara pribadi kepada konsumen c. Cepat tanggap, yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengarkan dan mengatasi keluhan konsumen d. Keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat serta konsisten e. Kepastian, yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Keperawatan Menurut Wijono, 1999 (dalam Aditama, 2013) ada beberapa faktor secara fundamental yang dapat mempengaruhi mutu suatu produk, baik berupa barang atau jasa pelayanan, seperti pelayanan kesehatan/keperawatan : a. Man. Suatu organisasi tidak akan dapat berdiri dan berproses tanpa adanya manusia. Dapat dikatakan manusia menjadi kunci penting yang dapat menentukan berjalan tidaknya suatu organisasi dengan baik. Ada beberapa hal yang dapat menjadi kualifikasi penting dalam menentukan mutu yang dihasilkan, antara lain jumlah (jumlahnya harus cukup), pengalaman kerja dibidangnya, dan kualifikasi pendidikan orang-orang yang ada di dalam organisasi. b. Money. Uang memang bukan segala-galanya, namun jika suatu organisasi ingin maju, berkembang, dan dapat menghasilkan produk yang berkualitas, tentu membutuhkan biaya. Penyesuaian pembiayaan dalam peningkatan mutu pelayanan memerlukan biaya yang cukup.
c. Materials. Bahan-bahan ataupun peralatan menjadi faktor pendukung terselengaranya pelayanan kesehatan/keperawatan yang berkualitas. Kecukupan paralatan dan bahan-bahan habis pakai harus selalu diatur dengan baik sehingga kebutuhannya selalu tercukupi dan tidak sampai kekurangan. d. Machines and mechanization. Penyesuaian peralatan-peralatan dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi sangat diperlukan guna meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, Ilyas (2004) mengusulkan bahwa kedepannya rumah sakit yang dicari adalah rumah sakit yang menyelengarakan one step quality sevice (semua pelayanan tersedia di satu rumah sakit). e. Modern information methods. Informasi yang cepat dan akurat untuk eviden based sangat diperlukan dalam menunjang mutu pelayanan. f. Market. Tuntutan pasar semakin tinggi dan luas sehingga harus direspon secara cepat dan tepat. Contohnya, jika pelanggan mengalami keluhan terkait pelayanan keperawatan yang perawat berikan, pihak manajemen yang didukung oleh personelnya harus segera bertindak secara cepat dan tepat, jangan sampai berlarut-larut karena pelanggan merupakan marketing yang paling efektif dan efisien. g. Management. Manajemen yang baik dengan selalu mengikuti alur-alur fungsi manajemen sangat diperlukan (planning, organizing, actuating, controlling, atau menggunakan model plan, do, chek, action) dan juga dalam menciptakan dan membuat struktur organisasi yang solid. h. Motivation. Motivasi yang tinggi akan memberikan dukungan kepada setiap personel keperawatan untuk dapat melakukan asuhan keperawatan yang baik. Dengan demikian,
output-nya adalah pelayanan keperawatan yang bermutu, dan dampaknya: pelanggan/pasien merasakan kepuasan. i. Mounting product requirement. Persyaratan produk pelayanan yang meningkat yang diminta pelanggan harus selalu dilakukan penyesuaian mutu secara terus-menerus secara dinamis.
2.2.4. Tugas Keperawatan Griffith dalam buku The Well Managed Community Hospital, 1987 (dalam Aditama, 2013) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan mempunyai tugas 5 tugas, yaitu: a. Melakukan kegiatan promosi kesehatan, termasuk untuk kesehatan emosional dan sosial. b. Melakukan upaya pecegahan penyakit dan kecacatan. c. Menciptakan keadaan lingkungan, fisik, kognitif dan emosional sedemikan rupa yang dapat membantu penyembuhan penyakit. d. Berupaya meminimalisasi akibat buruk dari penyakit. e. Mengupayakan kegiatan rehabilitasi. James Willan dalam buku Hospital Management, 1990 (dalam Aditama, 2013) menyebutkan bahwa Nursing Department dirumah sakit mempunyai beberapa tugas, seperti: (1) memberikan pelayanan keperawatan pada pasien, baik untuk kesembuhan ataupun pemulihan status fisik dan mentalnya; (2) memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien, seperti penataan tempat tidur menyelenggarakan
dan lain-lain;
pendidikan
(3)
keperawatan
melakukan tugas-tugas berkelanjutan;
(5)
administrasif;
melakukan
(4)
berbagai
penelitian/riset untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan keperawatan; (6) berpartisipasi aktif dalam program pendidikan bagi para calon perawat.
2.2.5. Kegiatan Keperawatan John Giriffith, 1987 (dalam Aditama, 2013) menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik dan manajemen keperawatan. Kegiatan keperawatan klinik antara lain terdiri dari: a. Pelayanan keperawatan personal (personal nursing care), yang antara lain berupa pelayanan keperawatan umum dan spesifik untuk sistem tubuh tertentu, pemberian motivasi dan dukungan emosi pada pasien, pemberian obat, dan lain-lain. b. Berkomunikasi dengan dokter dan petugas penunjang medis, mengingat perawat selalu berkomunikasi dengan pasien setiap waktu sehingga merupakan petugas yang seyogianya paling tahu tentang keadaan pasien. c. Menjalin hubungan dengan keluarga pasien. d. Menjaga lingkungan bangsal tempat perawatan. Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa dulu Florence Nightingale dan teman-temannya secara langsung mengepel dan menyikat lantai bangsal perawatan tempat mereka bekerja. Kini situasinya mungkin telah berubah, tetapi perawat tetap bertanggung jawab terhadap lingkungan bangsal perawatan pasien, baik lingkungan fisik, mikrobiologik, keamanan, dan lain-lain. e. Melakukan penyuluhan kesehatan dan upaya pencegahan penyakit. Dalam hal ini manajemen keperawatan di rumah sakit, tugas yang harus dilakukan adalah: a. Penanganan administratif, antara lain dapat berupa masuknya pasien ke rumah sakit (patient admission), pengawasan pengisian dokumen medis dengan baik, membuat penjadwalan proses pemeriksaan/pengobatan pasien dan lain-lain.
b. Membuat penggolongan pasien sesuai berat ringannya penyakit, dan kemudian mengatur kerja perawatan secara optimal pada setiap pasien sesuai kebutuhannya masing-masing. c. Memonitor mutu pelayanan pada pasien, baik pelayanan keperawatan secara khusus maupun pelayanan lain secara umum. d. Manajemen ketenagaan dan logistik keperawatan.
2.3. Konsep Kepuasan 2.3.1. Pengertian Kepuasan Pasien Konsep kepuasan pelanggan bukanlah barang baru, namun kemunculannya sebagai konsep operasional baru dimulai pada pertengahan 1970an. Tepatnya di tahun 1977 ketika laporan konferensi tentang konseptualisasi dan pengukuran kepuasan/ketidakpuasan pelanggan di publikasikan pertama kali (Hurt, 1977 dalam Tjiptono, 2012). Kata kepuasan (satisfaction) sendiri berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa di artikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Kepuasan menurut kamus bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Kotler, 2009 mengemukakan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapan. Sedangkan Nursalam, 2013 menyatakan Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktifitas dan suatu produk dengan harapannya.
Kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standar kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengkonsumsi produk bersangkutan (Tse & Wilton, 1988 dalam Tjiptono, 2012). Menurut Tjiptono, 2006 (dalam Triwibowo, 2012) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja atau tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tentang pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh klien. Simpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan atau klien merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan atau pengalaman pelayanan memenuhi harapan klien.
2.3.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepuasan pasien Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Kepmenpan nomor: 63 tahun 2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan reliable, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan pasien (Triwibowo, 2012), yaitu: a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya). d. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. e. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyesuaian pelayanan. f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada pasien. g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan h. Keadilan mendapatkan pelayanan dengan tidak membedakan golongan atau status pasien yang dilayani. i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan Menurut Rangkuti (2002), salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat. Menurut Handi Irawan (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelanggan: a. Kualitas produk Pelanggan puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk tersebut, ternyata kualitas produk baik. Kualitas produk ini adalah dimensi yang global dan paling tidak ada 6 elemen dari kualitas produk, yaitu performance, durability, feature, realibility, consistency dan design. b. Harga Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value for money. Komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga. c. Service quality Service quality sangat bergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi dan manusia.Faktor manusia ini memegang kontribusi sekitar 70%. d. Faktor emosional Kepuasan pelanggan sendiri adalah respon emosional setelah melalui rangkaian evaluasi yang sebagian bersifat rasional dan emosional.
e. Kemudahan Kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
2.3.3. Faktor Penyebab Ketidakpuasan Menurut Yazid, 2004 (dalam Nursalam, 2013), ada enam faktor menyebabkan timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap suatu produk yaitu: a. Tidak sesuai harapan dan kenyataan b. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan c. Perilaku personal kurang memuaskan d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang e. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga tidak sesuai f. Promosi/iklan tidak sesuai dengan kenyataan
2.3.4. Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan Kotler (dalam Tony Wijaya, 2011) mengidentifikasiempat metode yang dapat digunakan dalam melakukan pengukuran kepuasan pelanggan di antaranya: a. Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berpusat pelanggan (customer centered) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Informasi-informasi ini dapat memberikan ide-ide cemerlang bagi perusahan dan kemungkinannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul
b. Ghost shopping/pembeli bayangan Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial atau pembeli produk perusahan dan pesaing, kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. c. Lost customer analysis/analisis kehilangan pelanggan Perusahan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah berpindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal tersebut terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahan dalam memuaskan pelanggannya. d. Survei kepuasan pelanggan Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dengan penilain survei, baik melalui pos, telpon, maupun wawancara langsung. Perusahan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda/signal positif bahwa perusahan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
2.3.5. Tujuan Pengukuran Kepuasan Menurut Tjiptono, 2012 mengemukakan bahwa pengukuran kepuasan pelanggan dilakukan dengan berbagai macam tujuan, diantaranya: a. Mengidentifikasi keperluan (requirement) pelanggan (importance ratings), yakni aspekaspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan mempengaruhi apakah ia puas atau tidak.
b. Menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja organisasi pada aspek-aspek penting c. Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik pesaing langsung atau tidak langsung. d. Mengidentifikasi PFI (Priorities for improvement) melalui analisis gap antar skor tingkat kepentingan dan kepuasan e. Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator dalam memantau kemajuan perkembangan dari waktu ke waktu.
2.4. Hubungan Mutu Pelayanan Dengan Tingkat Kepuasan Mutu adalah suatu kondisi yang menggambarkan tingkat kesempurnaan dari penampilan suatu produk yang berupa barang atau jasa yang dibuat berdasarkan standar yang telah ditetapkan guna menyesuaikan dengan keinginan pelanggan, yang tujuan akhirnya adalah terciptanya kepuasan pelanggan. Berbicara tentang mutu, didalamnya tidak dapat dilepaskan dari kepuasan pihak pengguna/pelanggan. Dalam pelaksanaannya, jaminan mutu menggunakan teknik-teknik, seperti inspeksi, internal audit, dan survei untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan, yaitu organisasi mengikuti prosedur pengangan kualitas, dan efektivitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien (Asmuji, 2013)