REFORMASI KELEMBAGAAN UNIT PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (UP2T) MENJADI BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (BPPT) UNTUK MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (Studi Reformasi Kelembagaan Pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep) RB Imam Thantauwi, Soesilo Zauhar, Stefanus Pani Rengu Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang E-mail:
[email protected]
Abstract: Institutional Reform Unit Integrated Licensing Service (UP2T) into the Integrated Licensing Service Agency (BPPT) to Achieve Good Governance (Studies in Integrated Licensing Service Agency Office Sumenep). This research happen because bureaucracy licensing become an obstacle in indonesia trade development. The number of overlapping regulation, difficult procedure, high cost , the timing of licensing is no certainty , inadequate infrastructure and the performance of the officers who are not effective and efficient is the biggest obstacle facing the licensing service of society Then created a regulatory system that accommodates about problem solving bureaucracy licensing service that is "One Stop Service". Office of Integrated Licensing Service Agency is a government agency that serves the public service in the field of licensing. Keywords: reform, public service, licensing and good governance Abstrak: Reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) untuk Mewujudkan Good Governance (Studi pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep). Penelitian ini dilakukan karena birokrasi perizinan menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam perkembangan usaha di Indonesia. Banyaknya peraturan yang tumpang tindih, prosedur berbelitbelit, biaya tinggi, tidak ada kepastian jangka waktu penyelesaian, sarana dan prasarana kurang memadai serta kinerja para petugas yang tidak efektif dan efisien merupakan kendala terbesar terhadap pelayanan perizinan yang dihadapi masyarakat. Maka dibuat suatu sistem regulasi yang mengakomodir penyelesaian masalah tentang birokrasi pelayanan perizinan yaitu “Pelayanan Satu Pintu”. Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu merupakan instansi pemerintah yang melayani pelayanan publik dibidang perizinan. Kata kunci: reformasi, pelayanan publik, perizinan dan good governance
Pendahuluan Perizinan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan, hal yang tak kalah pentingnya dengan pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Perizinan menjadi semakin penting karena keberadaan perizinan menentukan jadi tidaknya suatu pembangunan dilaksanakan. Birokrasi perizinan menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam perkembangan usaha di Indonesia. Banyaknya peraturan yang tumpang tindih, prosedur berbelit-belit, tingginya biaya, tidak adanya jangka waktu penyelesaian, sarana dan prasarana kurang memadai serta kinerja petugas yang tidak efektif dan efisien merupakan kendala terbesar terhadap pelayanan perizinan yang dihadapi oleh masyarakat. Menurut Hardjanto (2006, h.20) yaitu reformasi administrasi publik perlu dilakukan untuk mengatasi
mal-administration guna mencapai kinerja administrasi yang efektif dan efisien serta mengimplementasi perubahan-perubahan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah secara bertanggung jawab. Untuk mewujudkan good governance pada suatu instansi pemerintahan tentu banyak hal yang perlu diberlakukan. Praktek good governance memerlukan perubahan yang menyeluruh pada semua unsur kelembagaan yang terlibat pada praktek good governance meliputi pemerintah sebagai representasi negara, pelaku pasar, dunia usaha serta masyarakat sipil. Menurut Santosa (2000, h.86) sebuah governance dikatakan baik (good and sound) apabila sumber daya dan masalah-masalah publik dikelolah secara efektif dan efisien dan merupakan respon terhadap kebutuhan masyarakat. Ada empat prinsip utama
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.1, Hal. 169-174
| 169
good governance yaitu: (1) accountability atau akuntabilitas yaitu pengembangan rasa tanggung jawab publik bagi pembuat atau pengambil kebijakan atau keputusan di pemerintahan, sektor privat dan masyarakat; (2) transparency yaitu keterbukaan pemerintah kepada publik (masyarakat) dalam menjalankan suatu system; (3) Participatory yaitu partisipasi melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat oleh pemerintah; (4) Rule of Law yaitu kerangka hukum yang diperlukan untuk menjamin hak-hak warga negara dalam menegakkan pertanggungjawaban pemerintah, Rochman (dikutip dari Rewansyah, 2010, h.97-98). Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep dbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 14 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep yang berkedudukan sebagai unsur penunjang Pemerintah Daerah, dipimpin langsung oleh seorang Kepala Badan yang Berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Pengaruh reformasi di daerah terutama terkait Otonomi Daerah, eksploitasi sumber daya alam, optimalisasi sumber daya manusia dan bagaimana mendapatkan sumber pendapatan dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebesar-besarnya sangat terasa. Umumnya Pemerintah Daerah bekerja keras untuk mencapai peluang-peluang tersebut dengan membuat kebijakan dan menciptakan iklim kondusif agar dapat mengundang investor menanamkan modalnya. Diantara kebijakan dan strategi yang dilakukan adalah sistem pelayanan perizinan yang lebih muda dan kondusif. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah sistem regulasi yang bisa mengakomodir penyelesaian masalah tentang birokrasi pelayanan perizinan yaitu “Pelayanan Satu Pintu”. Tinjauan Pustaka Reformasi birokrasi merupakan bagian yang integral dari reformasi dibidang politik, hukum, perekonomian, dan reformasi di bidang budaya organisasi. Keberhasilan ataupun kegagalan melaksanakan reformasi birokrasi sangat dipengaruhi oleh keberhasilan ataupun kegagalan reformasi dibidang lain. Namun birokrasi pemerintahanlah yang akan me-ngimplementasikan hasil reformasi di bidang lainnya Rewansyah (2010, h.114). Reformasi bermakna suatu langkah perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan seraya memelihara (to change while preserving) yang diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu sistem karena
sadar bahwa tanpa reformasi sistem itu bisa ambruk, Rasyid (1998, h.10). Selanjutnya menurut Horton (dikutip dari Nurcholis, 2005, h.211) lembaga diartikan sebagai sebagai suatu sistem norma yang dipakai untuk mencapai tujuan atau aktivitas yang dirasa penting. Atau kumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang terorganisir yang terpusat dalam kegiatan utama manusia. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan tentang pengertian reformasi kelembagaan sebagai suatu proses perubahan terstruktur (tanpa merusak) dari suatu organisasi atau lembaga untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Izin dalam prinsipnya adalah sebagai dispensasi atau pelepasan atau pembebasan dari suatu larangan. Jadi Perizinan adalah suatu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat (Sutedi dalam Khayatudin, 2012) Menurut Lonslade dan Enyedi (dikutip dari Zauhar 2001, h.4) mengartikan bahwa pelayanan publik merupakan suatu upaya membantu atau member manfaat kepada publik melalui penyediaan barang dan atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat. Sedangkan pengertian umum pelayana publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Berdasarkan Kep. MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut: a. Transparansi; b. Akuntabilitas; c. Kondisional; d. Partisipatif; e. Kesamaan Hak; dan f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban. Kep. MENPAN Nomor 58 Tahun 2002 mengelompokkan tiga jenis pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMN atau BUMD. Pengelompokan jenis pelayanan tersebut didasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk pelayanan yang dihasilkan, yaitu: a. Pelayanan Admministratif; b. Jenis Pelayanan Barang; dan c. Jenis Pelayana Jasa.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.1, Hal. 169-174
| 170
Pada Keputusan MENPAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 dijelaskan pula prinsip pelayanan publik, yaitu: a. Kesederhanaan; b. Kejelasan; c. Kepastian Waktu; d. Akurasi; e. Keamanan; f. Tanggung Jawab; g. Kelengkapan sarana dan Prasarana; h. Kemudahan Akses; i. Kedisiplinan, Kesopanan,dan Keramahan j. Kenyamanan. Secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu di tuntut kualitas pelayanan yang prima yang tercermin dari: a. Transparansi; b. Akuntabilitas; c. Kondisional; d. Partisipasi; e. Kesamaan Hak; dan f. Keseimbangan. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto, (1990, h.309) bahwa penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Data tersebut berasal dari wawancara, catatan laporan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi lainnya. Sedangkan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainlain, secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah, Moleong (2007, h.11). Fokus penelitian adalah: a. Reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep: (1) Reformasi Struktur Organisasi atau Kelembagaan (2) Reformasi Sumber Daya Manusia (3) Reformasi Sarana dan Prasarana (4) Reformasi Budaya Organisasi b. Mewujudkan Good Governance pada reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) menjadi
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep: (1) Accoutability (Akuntabilitas) (2) Transparency (Transparansi) (3) Participatory (Partisipasi) (4) Rule of Law (Penegakan Hukum) Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sumenep, sedangkan situs penelitian dilaksanakan di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep. Sumber data diperoleh dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian yaitu peneliti sendiri, pedoman wawancara, buku catatan lapangan dan alat tulis menulis. Analisis data menggunakan interactive model of analisys yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman (1992, h.16-20) melalui empat tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Temuan Penelitian Struktur pada kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) Kabupaten Sumenep lebih pendek dan proses perizinannya lebih panjang dan rumit. Pimpinan tertinggi masih dipimpin oleh seorang Kepala Bagian dan mempunyai tiga Kepala Sub. Bidang yaitu Kepala Sub. Bagian Unit Pelayanan Perizinan, Kelapa Sub. Bidang Unit Inventarisasi dan Pendapatan, Kepala Sub. Bidang Unit Evaluasi dan Penyuluhan. Struktur pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep lebih panjang dan proses perizinannya lebih pendek karena sudah terpadu atau satu pintu. Pimpinan tertinggi sudah di pimpin oleh seorang Kepala Badan yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah dan dibantu oleh seorang Sekretaris, 3 Kepala Bidang, 3 Kepala Sub. Bidang, dan 6 Kepala Kepala Sub. Bidang Kelompok jabatan Fungsional. Pada Kantor Unit Pelayanan Periziann Terpadu (UP2T) sumber daya manusianya masih kurang, hal ini terlihat dari jumlah pegawai yang melayani bidang perizinan Cuma berjumlah 6 orang diantaranya: 1 Kepala Sub. Bagian (Kasubbag) dan 5 Staf. Hal ini dikarenakan status Kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) tersebut masih menumpang pada Kantor Dinas Perekonomian. Pada Kantor Dinas Perekonomian sendiri berjumlah 20 orang di tambah 1 Kepala Badan (Kaban). Dari penjelasan diatas sudah tidak mencerminkan good governance, dimana dalam good governance jumlah pegawai harus seimbang dengan jenis pelayanan yang diberikan agar tidak terjadi tumpang tindih
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.1, Hal. 169-174
| 171
dalam hal mengerjakan suatu pekerjaan khususnya dibidang perizinan, karena salah satu kunci sukses pembangunan yaitu dengan lancarnya proses perizinan. Sumber daya sebagai pilar penggerak organisasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang dimiliki Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep saat ini diantaranya adalah sumber daya manusia (SDM). Untuk mewujudkan suatu good governance, salah satunya adalah dengan adanya sumber daya manusia (SDM)/pegawai yang professional dan berkualitas. Karena Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) masih baru berdiri dan sumber daya manusianya masih kurang berpengalaman tentang masalah perizinan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan lagi pelatihanpelatihan pegawai tentang perizinan. Pada Kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) sarana dan prasarana yang dipakai kurang yang dipakai kurang begitu lengkap karena masih bergabung menjadi satu dengan Bagian Perekonomian, hal inilah yang membuat sarana dan prasarana tidak lengkap karena anggaran yang diberikan pemerintah masih kecil karena bukan merupakan Badan. Sarana dan prasarana masih menggunakan sarana bersama dengan Bagian Perekonomian. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep masih belum sesusai dengan harapan masyarakat, sebagai contoh yaitu gedung perkantoran yang dipakai masih kecil dan sempit serta alat yang digunakan masih perlu ditambah lagi dengan yang lebih canggih dan berkualitas. Oleh karena itu diperlukan peran serta pemerintah dalam (penambahan angggaran) untuk lebih meningkatkan sarana dan prasarana yang ada di setiap lembaga atau instansi demi terwujudnya pembangunan yang merata agar dapat menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Sumenep. Pelayanan yang baik dapat tercipta jika para pegawai menunjukkan sikap atau perilaku yang baik terhadap pemohon izin (masyarakat). Untuk ukuran kantor yang masih menumpang atau bergabung dengan Bagian Perekonomian budaya organisasi yang diterapkan di Kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) Kabupaten Sumenep sudah cukup bagus karena para pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sesuai dengan visi, misi dan tujuan kantor. Budaya organisasi antara Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) dengan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) sudah banyak perubahan. Salah satu contohnya adalah
faktor bawaan pegawai pada saat di Kantor yang lama (UP2T) menular di kantor yang baru (BPPT). Menular disini dalam artian yang positif yaitu sikap atau tingkah laku para pegawai yang baik. Budaya organisasi yang kuat yang didukung oleh sosok seorang pimpinan yang mampu mengarahkan para pegawainya kearah yang tepat untuk membentuk suatu kerja tim yang positif. Hal ini sudah diterapkan oleh Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT saat ini karena sudah berdiri sendiri dan memiliki Kepala Badan sendiri. Dari semua faktor pendukung tersebut faktor yang paling dominan adalah faktor kepemimpinan terutama pimpinan puncak suatu organisasi sangat berpengaruh terhadap terlaksananya suatu budaya dalam organisasi, Jusi (2001) (dikutip dari Surjadi, 2009, h.26). Accountability atau akuntabilitas juga merujuk pada pengembangan rasa tanggung jawab publik bagi pembuat atau pengambilan kebijakan atau keputusan di pemerintahan, sektor privat dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholder). Baik itu dari pihak Kantor BPPT maupun para pemohon izin (masyarakat) berpendapat bahwa Pengembangan rasa tanggung jawab semua elemen yang terkait dengan Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), masyarakat, dan para investor sudah berjalan cukup baik. Transparency atau transparansi dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu: (1) adanya kebijakan yang terbuka terhadap pengawasan; (2) adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat menjangkau setiap segi kebijakan pemerintah; (3) berlakunya prinsip check and balance antar lembaga eksekutif dan legislatif. Prinsip transparansi ini bertujuan membangun rasa saling percaya antara pemerintah dengan publik yang membutuhkan. Kantor Badan Pelayanan Perizinan Tepadu (BPPT) Kabupaten Sumenep di mata para pemohon izin (masyarakat) masih belum transparan, hal ini diperkuat dengan pernyataan beberapa para pemohon izin yang mengatakan bahwa biaya perizinan masih belum transparan, kurangnya pengawasan di lingkungan BPPT sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kecurangan-kecurangan seperti masih ada pegawai yang mengambil kesempatan untuk mengambil keuntungan, jangka waktu dan prosedur penyelesaian proses perizinan masih belum transparan. Oleh karena itu diperlukan komitmen pimpinan dalam menindak tegas para pegawai (bawahan) yang melakukan tindakan tidak terpuji tersebut demi kemajuan Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.1, Hal. 169-174
| 172
Participatory atau partisipasi adalah melibatkan masyarakat (terutama aspirasinya) dalam setiap pengambilan kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah. Selain itu juga dilihat pada keterlibatan masyarakat dalam implementasi berbagai kebijakan dan rencana pemerintah termasuk dalam pengawasan dan evaluasinya. Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep sudah mengajak para pemohon izin (masyarakat) pada saat izin mereka diterima, mereka akan dikumpulkan didalam satu ruangan lalu di ajak berdiskusi mengenai izin yang diajukan apakah sudah sesuai dengan syarat dan ketentuan. Tetapi dari pendapat masyarakat masih belum ada peran pemerintah dalam mendorong peran serta masyarakat dalam pelayanan publik karena masih belum memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. Rule of law atau penegakan Hukum dari sisi aparat birokrasi yaitu adanya kejelasan dan prekdibilitas dari birokrasi terhadap sektor swasta dan dari segi masyarakat sipil berarti ada kerangka hukum yang diperlukan untuk menjamin hak-hak warga negara dalam menegakkan pertanggungjawaban pemerintah, Rochman (2000) (dikutip dari Rewansyah, 2010, h.98). Dari Pihak BPPT maupun pihak pemohon izin (masyarakat) berpendapat bahwa sudah ada legitimasi hukumnya dan sudah dijalankan dengan baik. Untuk masalah rule of law atau penegakan hukum sudah ada di SPP dan SOP dan juga adanya Satpol PP yang bertugas sebagai penegak Perda. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut: Dengan Terbentuknya lembaga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) di Kabupaten Sumenep khususnya dalam hal pelayanan perizinan dirasa sangat positif, karena sebelumnya pengurusan perizinan dilakukan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis dan sekarang sudah terpusat menjadi satu di Kantor Badan Pelayanan Perizian Terpadu (BPPT). Ada perbedaan antara struktur organisasi atau lembaga yang dulu pada saat di Kantor Unit Pelayanan Perizian Tepadu (UP2T) dipimpin oleh eselon yang lebih rendah atau eselon III (Kepala Bagian) sebaliknya pada saat menjadi kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dipimpin oleh eselon yang lebih tinggi/eselon II (Kepala Badan).
Sumber Daya Manusia (SDM) pada saat di Kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) masih sedikit dan terbatas tetapi mayoritas pegawainya sudah paham tentang masalah perizinan sedangkan pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu pegawainya banyak tetapi sebagian masih belum mengetahui tentang masalah perizinan, hal ini bisa menjadi penghambat pemprosesan izin. Sarana dan prasarana yang digunakan pada saat di Kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) masih sangat minim dan terbatas selain karena gedung perkantoran yang kecil dan sempit juga tidak berdiri sendiri (masih bergabung atau satu atap dengan Bagian Perekonomian). Sedangkan pada saat di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) sarana dan prasarana seperti gedung perkantoran meskipun lumayan besar tapi tempat pemprosesan izin masih kecil dan sempit. Dari segi teknologi sudah mulai modern tapi perlu ditingkatkan lagi demi kemajuan dan ke-nyamanan pada saat pemprosesan izin. Masih belum adanya badan pengawas pada internal kantor yang tugasnya mengawasi setiap pemprosesan izin agar tidak ada oknum pegawai yang mengambil kesempatan untuk mendapat keuntungan. Budaya Organisasi antara Kantor Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) tidak terlalu banyak perubahan yaitu pegawainya sudah disiplin dan bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing. Akuntabilitas sudah merujuk pada pengembangan rasa tanggung jawab publik bagi pembuat atau pengambil kebijakan atau keputusan di pemerintahan, sektor privat dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya kepada para pemilik (Stakeholder). Kurang transparan untuk masalah biaya perizinan, prosedur dan jangka waktu perizinan. Hal ini bisa dilihat pada brosur yang tidak mencantumkan biaya. Kurang adanya peran atau partisipasi pemerintah dalam mendorong peran serta masyarakat dalam pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan ke-sadaran baik itu dari pihak pemerintah sendiri maupun dari masyarakat atau pihak swasta. Rule of Law atau penegakan hukum sudah berjalan dengan baik sesuai tugas dan fungsinya. Hal ini ditandai dengan adanya Satpol PP sebagai penegak Perda.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.1, Hal. 169-174
| 173
Daftar Pustaka Arikunto, S. (2002) Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek ed. Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Hanif, Nurcholis. (2005) Teori dan praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo Gramedia Widiasarana. Hardjanto, Imam. (2006) Reformasi Administrasi Publik. Malang. Universitas Brawijaya. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/63/M.PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Jakarta, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara. Keputusan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Jakarta, Kementerian Dalam Negeri. Khayatudin (2012) Perizinan. (Internet), Malang, Available from:
[Accessed 12th Juni 2013]. Moleong, Lexy J. (2007) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rasyid, Ryaas M. (1997) Perkembangan Pemikiran Tentang Masyarakat Kewarganegaraan. Jurnal Ilmu Politik. Rewansyah, Asmawi, (2010) Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Good Governance. Jakarta: Yusaintanas Prima). Rochman, MG., (2000) Good Governance: Prinsip, Komponen dan Penerapannya Dalam Komnasham. Hak Asasi Manusia: Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Masyarakat Warga. Jakarta: Komnasham. Surjadi. (2009) Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung: Refika Aditama Zauhar, Soesilo. (2001) Administrasi Pelayanan Publik. Jurnal Administrasi Negara. Vol.2. Malang. FIA Universitas Brawijaya.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No.1, Hal. 169-174
| 174