Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 1
SAMBUTAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penyusunan ”Refleksi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 dan Outlook Tahun 2015” dapat diselesaikan. Buku ini merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melaksanakan berbagai kewajiban pembangunan nasional, serta sebagai bentuk pertanggungjawaban kementerian dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam kaitan terselenggaranya good governance. Tahun 2014 adalah tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. KKP telah berkomitmen untuk bersama-sama menjaga keberhasilan yang telah diraih dan mengejar capaian pembangunan yang belum terlaksana sesuai target yang telah ditetapkan. KKP telah pula menetapkan target-target sasaran di dalam Indikator Kinerja Utama yang bersinergi dengan kebijakan Minapolitan, Industrialisasi dan Blue Economy. KKP juga melakukan focusing pada pencapaian sasaran target RPJMN 2010-2014 terkait dengan Direktif Presiden, yang menjadi pencapaian utama KKP pada tahun 2014. Berbagai hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai sebagaimana yang digariskan dalam Rencana Kerja KKP Tahun 2014 telah berhasil diwujudkan. Upaya pembangunan perlu terus ditingkatkan dan perbaikan kualitas pelayanan harus dilaksanakan lebih konsisten dan secara terus menerus oleh semua jajaran aparatur pada semua tingkatan, sehingga pelayanan selalu dapat diberikan secara cepat, tepat dan mudah dilaksanakan serta tidak diskriminatif. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan, terutama dalam meningkatkan perekonomian nasional. Refleksi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 ini mudah-mudahan telah dapat memenuhi harapan rakyat Indonesia serta dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran tentang arah dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 secara lebih luas dan menyeluruh. Tugas membangun sektor kelautan dan perikanan ke depan, bukanlah merupakan tugas pemerintah semata. Dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat luas dan kerja keras tanpa pamrih dari kita selaku aparatur negara dalam menentukan arah, visi dan strategi pembangunan bangsa ini di masa mendatang. Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kerja sama yang terjalin baik selama ini dengan KKP. Kami berharap, dukungan dan kerja sama itu akan terus berlanjut sehingga upaya kita untuk memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat bisa terwujud.
Jakarta, Desember 2014 Menteri Kelautan dan Perikanan
Susi Pudjiastuti 2 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Tahun 2014 sebagai tahun terakhir pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, sub sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu prime mover perekonomian nasional mendapat tantangan tersendiri dalam menjaga keberhasilan yang telah diraih dan mengejar capaian pembangunan yang belum terlaksana sesuai target yang telah ditetapkan. Namun demikian, melalui upaya kerja keras bersama, kita dapat melalui tahun yang sulit tersebut dengan sejumlah pencapaian yang patut dibanggakan. Ketahanan subsektor kelautan dan perikanan dalam percaturan perekonomian nasional serta dalam merespons gejolak dan ketidakpastian perekonomian global terlihat cukup baik. Dengan rata-rata pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dalam sektor pertanian secara umum maupun dibanding pertumbuhan nasional pada tahun 2014, telah menunjukan bahwa sektor kelautan dan perikanan merupakan sektor yang cukup tangguh. Kebijakan minapolitan dan industrialisasi juga telah mendorong sinergi pembangunan antar sektor dan memacu berkembangnya ekonomi kreatif dan membuka akses permodalan bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan. Buku ini menampilkan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014, hasil yang telah dicapai dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan.
Bab 1. Pendahuluan Bab 2. Program Kerja dan Anggaran Tahun 2014
12
Bab 3. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2014
18
Bab 4. Capaian Kinerja Prioritas Pembangunan Nasional
64
Bab 5. Capaian KKP Lainnya
112
Bab 6. Permasalahan dan Tindak Lanjut
148
Bab 7. Outlook Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2015
152
Semoga melalui buku Refleksi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 dan Outlook Tahun 2015 dapat memberikan gambaran awal terhadap hasil-hasil yang telah diraih serta kendala dan hambatan yang masih perlu ditangani serta garis besar fokus pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 sebagai kelanjutan tahun 2014.
Jakarta, Desember 2014 Sekretaris Jenderal
Sjarief Widjaja
4 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
8
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 5
6 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 7
produksi, akses permodalan, sertifikasi hak atas tanah, bantuan operasi melaut dan lain sebagainya. Pemerintah secara nyata telah berupaya membangun berbagai pola pemberdayaan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan serta bantuan langsung masyarakat lainnya yang telah diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam kaitan dengan penyediaan modal bagi kelompok usaha mikro dan kecil, KKP juga telah memfasilitasi akses kredit usaha bagi masyarakat kelautan dan perikanan melalui kerja sama dengan pihak perbankan.
Tujuan RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing perekonomian. Penguatan daya saing perekonomian tersebut, diantaranya ditempuh melalui peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan kelautan meliputi industri kelautan seperti perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral yang dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan.
Arah kebijakan KKP tahun 2014: peningkatan produktivitas usaha; pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability produk dan jaminan ketersediaan bahan baku industri; konservasi, rehabilitasi sumber daya KP dan pengelolaan pulaupulau kecil; pengawasan pemanfaatan SDKP; pengembangan SDM dan Iptek KP; peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan; dan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi sektor KP.
Sebagai acuan untuk mengarahkan pembangunan kelautan dan perikanan di lingkup KKP telah ditetapkan Rencana Strategis (Renstra) KKP Tahun 2010-2014 melalui Peraturan Menteri KP Nomor 03/ PERMEN-KP/2014 tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014. Dalam dokumen perencanaan strategis tersebut telah memuat indikator kinerja dan target yang diurai per tahun serta rencana indikasi pendanaannya. Tahun 2014 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN Tahun 2010-2014. KKP melaksanakan lima dari sebelas agenda prioritas pembangunan nasional. Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan) dan pro-environment (pemulihan dan pelestarian lingkungan). Arah kebijakan KKP tahun 2014 meliputi (1) peningkatan produktivitas usaha kelautan dan perikanan, (2) pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan traceability (penelusuran) produk hasil perikanan dan jaminan ketersediaan bahan baku industri, (3) konservasi dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan perikanan serta pengelolaan pulau-pulau kecil, (4) pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, (5) pengembangan sumber daya manusia dan iptek kelautan dan perikanan, (6) peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat perikanan, serta (7) percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan. Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 difokuskan pada peningkatan produksi, pengembangan kawasan minapolitan, perlindungan usaha serta kesempatan berusaha bagi nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya, melalui penerapan strategi industrialisasi kelautan dan perikanan. Hal ini diwujudkan dalam pelaksanaan beberapa kegiatan misalnya pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan, penyediaan sarana dan prasarana
8 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Secara umum pencapaian hasil pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 telah sesuai dengan visi, misi, serta sasaran Renstra KKP 2010-2014.
Secara umum tingkat pencapaian hasil dan kesesuaian arahan pencapaian visi, misi, serta sasaran pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 telah sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam Renstra KKP 2010-2014. Peranan sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional ditandai dengan meningkatnya persentase pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan, walaupun target pertumbuhan PDB perikanan belum bisa dicapai namun PDB perikanan secara signifikan mampu memberikan kontribusi kepada PDB Nasional. Meningkatnya kapasitas sentra-sentra produksi kelautan dan perikanan yang memiliki komoditas unggulan dapat tercapai dengan meningkatnya produksi perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan garam rakyat. Dari sisi pendapatan para pelaku usaha kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan. Ketersediaan hasil kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya konsumsi ikan per kapita. Meningkatnya branding produk perikanan dan market share di pasar luar negeri ditandai dengan makin meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan. Meningkatnya mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar ditandai dengan jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra dibawah 10 kasus. Meningkatnya pengelolaan SDKP secara berkelanjutan, pencapaian sasaran strategis ini adalah: jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola dan; luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan dan wilayah perairan bebas IUU fishing dan kegiatan yang merusak SDKP. Diusia yang mencapai usia 15 tahun, KKP sudah menghasilkan beberapa prestasi antara lain pada tahun 2013 dan 2014 merupakan satu-satunya kementerian teknis yang mendapatkan AKIP dengan nilai A, hal ini didukung oleh Laporan Keuangan KKP yang diperoleh dengan predikat WTP. Dalam hal Pengarusutamaan Gender (PUG), KKP berhasil memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya atas pelaksanaan PUG tahun 2014. KKP juga meraih penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014, selain itu juga KKP memperoleh penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa di bidang kepabeanan Keberhasilan ini merupakan salah satu bukti strategis dan keseriusan dalam rangka pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Seiring dengan capaian dan prestasi di atas, langkah-langkah yang juga penting ditangani adalah bagaimana kendala dalam membangun
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 9
kelautan dan perikanan secara bertahap dan sistematis dapat diatasi. Disadari bahwa pembangunan kelautan dan perikanan masih banyak menghadapi kendala dan permasalahan, baik yang bersifat teknis internal maupun makro struktural. Selanjutnya mengingat peran sektor kelautan dan perikanan sangat strategis pada pembangunan nasional, KKP berupaya untuk terus menjalin koordinasi, sinergi dan integrasi dengan kegiatan lembaga lainnya. Oleh karena itu, capaian pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan sepanjang tahun 2014 ini perlu disusun dalam suatu laporan yang dapat menggambarkan hasil-hasil yang telah diraih serta kendala dan hambatan yang masih perlu ditangani serta garis besar fokus pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 sebagai kelanjutan tahun 2014. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat tetap optimis dengan masa depan bangsa bila pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan ini dapat dikelola dan dimanfaatkan secara arif dan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan.
10 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 11
5). Program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
1. Program Kerja Tahun 2014 Rencana Kerja KKP tahun 2014 yang melandasi pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan merupakan bagian dari pelaksanaan RPJMN 2010-2014, dimana tahun 2014 merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMN 2010-2014, yang mengusung tema “Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan”. Sejalan dengan yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2010-2014, KKP berkontribusi pada 5 prioritas dari 11 Prioritas Nasional yakni: 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; 2)Penanggulangan Kemiskinan; 3) Ketahanan Pangan; 4)Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; serta 5)Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik.
Terdapat 10 program dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan di dalam APBN KKP tahun 2014 yaitu: 1). Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap KKP berkontribusi pada 5 prioritas dari 11 Prioritas Nasional yakni: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; Penanggulangan Kemiskinan; Ketahanan Pangan; Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; dan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik.
Tujuan program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap adalah meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan berbasis pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan, dengan sasaran peningkatan produksi perikanan tangkap (volume dan nilai), peningkatan pendapatan nelayan, dan peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN).
2). Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya Tujuan program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya adalah meningkatkan produksi perikanan budidaya, dengan sasaran peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil perikanan budidaya (volume dan nilai).
3). Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Tujuan program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan adalah mewujudkan produk perikanan prima yang berdaya saing di pasar domestik dan internasional, dengan sasaran peningkatan nilai ekspor hasil perikanan, peningkatan volume produk olahan, peningkatan rata-rata konsumsi ikan nasional, peningkatan nilai produk non konsumsi pada tingkat pedagang besar, dan peningkatan nilai investasi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.
4). Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tujuan program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan PulauPulau Kecil adalah mewujudkan tertatanya dan dimanfaatkannya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari, dengan sasaran antara lain peningkatan luas Kawasan Konservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan, pengembangan pengelolaan pulau-pulau kecil, dan jumlah produksi garam. 12 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Tujuan program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan adalah meningkatnya ketaatan dan ketertiban dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dengan sasaran perairan Indonesia bebas illegal fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
10 program pembangunan KP Tahun 2014 yaitu Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap; Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya; Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan; Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan; Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan; Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan; Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan; Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP; Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP.
6). Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan Tujuan program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan ini adalah menyiapkan ilmu, pengetahuan dan teknologi sebagai basis kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran diadopsi dan dimanfaatkannya Iptek hasil penelitian dan pengembangan oleh para pemangku kepentingan.
7). Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Tujuan program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan adalah meningkatkan kualitas SDM kelautan dan perikanan dengan sasaran meningkatnya kompetensi SDM kelautan dan perikanan.
8). Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Tujuan program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan adalah melindungi kelestarian sumber daya hayati perikanan dan kelautan dari Hama Penyakit Ikan Karantina serta menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan nasional dengan sasaran meningkatnya persentase media pembawa yang memenuhi sistem jaminan kesehatan ikan melalui sertifikasi kesehatan ikan ekspor, impor dan antar area, menurunnya jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra, dan meningkatnya jumlah sertifikasi penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point/HACCP) di unit pengolahan ikan sebagai persyaratan ekspor.
9). Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP Tujuan program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP adalah meningkatkan efektivitas peran pengawasan internal dengan sasaran program peningkatan kinerja dan akuntabilitas Aparatur KKP, terwujudnya Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang efektif di KKP, dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 13
10). Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP Tujuan program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP adalah meningkatkan pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran terwujudnya Reformasi Birokrasi di KKP, kualitas akuntabilitas kinerja dan pengelolaan keuangan KKP.
Untuk melaksanakan arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan KP serta mencapai target sasaran utama, dibutuhkan dukungan kerangka pendanaan yang memadai yang bersumber dari APBN berupa Rupiah Murni, Pinjaman/Hibah Luar Negeri dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
2. Anggaran Pembangunan Tahun 2014 Pagu anggaran KKP Tahun 2014 bersumber dari APBN berupa Rupiah Murni, Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam dan Non Sumber Daya Alam. Pagu anggaran ini dialokasikan pada 10 unit eselon I lingkup KKP dan tersebar di kantor pusat, kantor daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
No.
Program
Pagu
%
Realisasi
Capaian
7.
Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
632.325.256.000
597.220.124.849
94,45
8.
Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan
576.775.896.000
558.378.460.278
96,81
9.
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
532.488.172.000
510.991.651.800
95,96
10.
Pengembangan Karantina
317.111771.000
307.147.217.365
96,86
6.168.627.392.000
5.866.683.583.367
95,10
Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jumlah
Jika diurai per bulannya, target dan rencana penyerapan dan realisasi anggaran KKP setiap bulannya selama tahun 2014 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Pagu anggaran KKP Tahun 2014 bersumber dari APBN berupa Rupiah Murni Rp5.530.347.775.000; Pinjaman Luar Negeri Rp551.242.098.000; Rupiah Murni Pendamping Rp4.500.000.000; Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp55.493.916.000; Hibah Langsung Luar Negeri Rp15.977.433.000; dan Hibah Luar Negeri Rp11.066.170.000. Berdasarkan jenis belanja, pagu anggaran KKP dibagi menjadi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan belanja sosial (berupa belanja barang yang diserahkan kepada masyarakat atau pemda) pada 4 unit eselon I lingkup KKP yaitu DJPT, DJPB, DJP2HP dan DJKP3K dan diimplementasikan dalam program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, dan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, serta program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh pada DJKP3K. Tabel Realiasasi Anggaran KKPKKP Tahun 2014 per per Program Tabel 1. …… Realiasasi Anggaran Tahun 2014 Program
No.
Program
Pagu
Realisasi
% Capaian
1.
Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
369.624.434.000
313.110.029.985
84,71
2.
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP
59.230.867.000
57.770.267.013
97,53
3.
Pengembangan dan 1.585.570.422.000 Pengelolaan Perikanan Tangkap
1.508.530.689.775
95,14
4.
Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya
927.869.453.000
883.261.206.655
95,19
5.
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
664.528.242.000
649.949.885.130
97,81
6.
Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan
503.102.879.000
480.233.980.917
95,45
14 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Gambar 1. Grafik Pola Penyerapan Anggaran Tahun 2014
Tingkat kinerja keuangan tahun 2014 lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat penyerapan tahun 2013 sebesar 93,57% yakni mengalami kenaikan 1,54 point atau kenaikannya 1,65%. Namun dilihat pola penyerapan hampir sama dengan tahun 2013 dengan ciri penyerapan melaju cepat pada semester 2. Dibandingkan dengan realisasi nasional penyerapan anggaran tahun 2014 mencapai 94% dari pagu anggaran nasional, kinerja keuangan KKP tahun 2014 masih lebih baik.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 15
16 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 17
PDB subsektor perikanan atas dasar harga berlaku pada triwulan IV2014 mencapai Rp93,02 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 6,79% dibandingkan triwulan III-2014. Untuk PDB subsektor perikanan atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV-2014 mencapai Rp17,42 triliun rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 4,58% dibandingkan triwulan III-2014. Kemudian apabila dibandingkan dengan triwulan III-2013 yang berarti menunjukkan laju pertumbuhan sektor perikanan dalam setahun maka pertumbuhan sektor perikanan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8,11%.
Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP pada tahun 2014, disajikan pada tabel berikut. Tabel ...... Capaian IKU KKP 2014 2014 Tabel 2. Capaian IKUTahun KKP Tahun No.
Indikator Kinerja Utama
1.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Perikanan (%)
2.
Produksi Perikanan (juta ton) a. Perikanan tangkap (Jt Ton)
3.
4.
Target
Capaian*
(%)
7,00
6,97
99,57
19,49
20,72
106,31
6,05
6,20
102,48
b. Perikanan budidaya ( Jt Ton)
13,44
14,52
108,04
Produksi garam rakyat (Jt Ton)
2,50
2,50
100,12
a. Nilai Tukar Nelayan
104
104,63
100,61
b. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan
102
101,36
99,37
Nilai ekspor produk perikanan (USD miliar)
5,10
4,64
90,20
5.
Konsumsi ikan (kg/per kapita/tahun)
37,80
37,89
100,24
6.
Jumlah pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola (pulau)
20
33
150,00
Luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan (juta ha)
4,5
Wilayah perairan bebas IUU fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (%)
35
7. 8. 9.
Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra (kasus)
10.
Jumlah hasil litbang yang inovatif
11.
Rasio jumlah peserta yang dididik, dilatih, dan disuluh yang kompeten di bidang KP terhadap total peserta (%)
7,8 38,63
173,33 110,37
<10
4
100,00
80
105
131,25
65,00
96,22
148,03
Keterangan : *) Angka sementara
1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan 1). Nilai PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan PDB Perikanan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Triwulan IV-2014 PDB nasional atas dasar harga berlaku mencapai Rp2.607 triliun pada triwulan IV-2014 atau mengalami penurunan sebesar 0,59% dibandingkan triwulan III-2014. Sejalan dengan PDB nasional atas dasar harga berlaku, PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV-2014 juga mengalami penurunan sebesar 1,41% dibandingkan triwulan sebelumnya atau sebesar Rp734,6 triliun. Ekonomi Indonesia tahun 2014 tumbuh sebesar 5,02% melambat bila dibandingkan tahun 2013 sebesar 5,58%, kemudian ekonomi Indonesia triwulan IV-2014 bila dibandingkan triwulan IV-2013 (y-on-y) tumbuh sebesar 5,01% melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61%.
18 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
3. PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan Tabel Tabel ...... PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (RpTriliun) Harga Konstan 2000 (RpTriliun) Lapangan Usaha
Harga Berlaku TW III - 2014
TW IV 2014
Harga Konstan TW III - 2014
TW IV 2014
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN
400,02
317,81
97,65
74,05
Tanaman Bahan Makanan
188,32
117,86
46,33
27,89
Tanaman Perkebunan
61,52
41,34
18,46
12,23
Peternakan dan hasil-hasilnya
47,27
49,60
11,68
12,00
Kehutanan
15,80
15,99
4,53
4,51
Perikanan
87,11
93,02
16,66
17,42
PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
2.622,61
2.607,18
745,15
734,68
PDB TANPA MIGAS
2.443,58
2.447,45
712,04
703,10
2). Kontribusi PDB Perikanan Triwulan IV-2014 Kontribusi PDB sektor kelompok pertanian terhadap PDB nasional sebesar 12,19% pada triwulan IV-2014, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 20,08% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 0,14%. Penurunan ini disebabkan karena kontribusi subsektor tanaman bahan makan hanya sebesar 4,52% terhadap PDB nasional atau dengan kata lain mengalami penurun signifikan bila dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 37,04% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 3,38%. Selain sektor tanaman bahan makan, sektor perkebunan juga hanya berkontribusi sebesar 1,59% terhadap PDB nasional atau mengalami penurunan sebesar bila dibandingkan dengan triwulan III2014 sebesar 32,42% dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 4,65%. Hal ini disebabkan karena efek musim yang mempengaruhi sektor kelompok pertanian, seperti padi yang memasuki masa tanam serta kopi dan beberapa komoditi perkebunan lainnya telah melewati masa panen. Kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan IV-2014 mengalami kenaikan bila dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 7,42% yaitu dari kontribusi sebesar 3,32% menjadi
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 19
3). Laju Pertumbuhan PDB Perikanan Triwulan IV-2014
sebesar 3,57% dan mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 7,31% yaitu dari kontribusi sebesar 3,32% menjadi sebesar 3,57%. 10.00 8.00 6.00 4.00
2.00 0.00
TW I 2013
TW II 2013
TW III 2013
Kelompok Pertanian
TW IV 2013
TW I 2014
TW II2014
Kelompok Bahan Makanan
TW III2014
TW IV2014
Perikanan
PDB
Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian Tahun 2013-2014
Gambar 2. Grafik Kontribusi Subsektor-Subsektor Pada Sektor Kelompok Pertanian Menurut Triwulan Tahun 2013 - 2014
Struktur PDB Indonesia menurut pengeluaran atas dasar harga berlaku tidak menunjukkan perubahan yang berarti namun peningkatan nilai dan kontribusi PDB subsektor perikanan Indonesia atas dasar harga berlaku triwulan IV-2014 terhadap PDB nasional menunjukkan adanya peningkatan nilai tambah yang mencerminkan peningkatan income para pelaku sektor kelautan dan perikanan secara rata-rata. Selain itu peningkatan kontribusi tersebut disebabkan oleh kontribusi subsektorsubsektor yang terdapat dalam kelompok bahan makan mengalami penurunan. Tabel 4. Struktur PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku Triwulan IV-2014 dan Triwulan III-2014 Lapangan Usaha
TW III 2013
TW IV
2014
12,21
2014
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN
15,42
Tanaman Bahan Makanan
7,38
7,18
4,68
4,52
Tanaman Perkebunan
2,41
2,35
1,66
1,59
Peternakan dan hasil-hasilnya
1,81
1,80
1,89
1,90
Kehutanan
0,63
0,60
0,65
0,61
Perikanan
3,19
3,32
3,32
3,57
PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
100,0
100,0
100,0
100,0
PDB TANPA MIGAS
93,00
93,17
92,32
93,87
20 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
15,25
2013
12,19
Gambar di atas menunjukkan bahwa selama tahun 2013–2014, pertumbuhan PDB Perikanan berada di atas pertumbuhan PDB Nasional dan sektor kelompok pertanian. PDB Nasional memiliki kecenderungan mengalami penurunan sedangkan PDB Perikanan Pertumbuhan sektor perikanan pada triwulan IV-2014 tumbuh sebesar 8,11 persen dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 6,51%. Pertumbuhan ini lebih besar daripada pertumbuhan sektor kelompok pertanian triwulan IV2014 sebesar 2,58% dan pertumbuhan nasional triwulan IV-2014 sebesar 5,03%. 5. Laju Pertumbuhan Perikanan Triwulan IV-2013, TabelTabel ..... Laju Pertumbuhan PDBPDB Perikanan Triwulan IV-2013, Triwulan IIITriwulan III-2014 dan Triwulan IV-2014 2014 dan Triwulan IV-2014 Lapangan Usaha
Laju Pertumbuhan TW IV 2013
TW III 2014
TW IV 2014
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN
3,67
4,22
2,58
Tanaman Bahan Makanan
0,61
4,09
-0,23
Tanaman Perkebunan
5,42
2,86
2,54
Peternakan dan hasil-hasilnya
5,90
5,64
3,79
Kehutanan
-1,77
-0,39
-2,56
Perikanan
8,16
6,51
8,11
PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
5,65
5,00
5,03
Sektor kelompok pertanian merupakan salah satu sektor yang mendominasi struktur perekonomian Indonesia selain industri pengolahan dan perdagangan besar eceran-reparasi mobil dan sepeda motor.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 21
Pertumbuhan ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli (purchasing power) dari para pelaku sektor kelautan dan perikanan dibandingkan sektor kelompok pertanian dan nasional.
4). Nilai PDB Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku dan PDB Perikanan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2014
9 8
Perkembangan nilai PDB triwulanan atas dasar harga berlaku dan PDB triwulanan atas harga konstan 2000 menunjukkan adanya faktor musiman. Selama triwulan I sampai dengan III terjadi peningkatan nilai PDB dari triwulan ke triwulan dan pada triwulan IV terjadi penurunan dibanding triwulan sebelumnya (triwulan III). Pola ini berulang dari tahun ke tahun sepanjang tahun 2010-2014.
7 6 5 4 3 2 I
II
III 2009 PDB
IV
II
I
III
IV
2010
II
I
III
2011
IV
II
I
III
2012
IV
II
I
III 2013
IV
II
I
III
IV
2014
PDB Perikanan
Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan PDB Perikanan Atas Harga Konstan Tahun 2009 – 2014
Triwulan IV-2014 kinerja sektor perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 8,11 persen hampir mendekati kinerja triwulan yang sama tahun yang lalu sebesar 8,15%. Pertumbuhan sektor perikanan ini disebabkan oleh peningkatan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2014. Produksi perikanan tangkap tahun 2014 (angka sementara) meningkat sebesar 1,28% atau sebesar 5,78 juta ton sedangkan produksi perikanan budidaya tahun 2014 (angka sementara triwulan III) mencapai 9,53 juta ton. Komoditas perikanan tangkap seperti tuna mengalami peningkatan sebesar 1,68% (310 ribu ton) dibandingkan tahun 2013, cakalang meningkat sebesar 0,75% (484 ribu ton), tongkol meningkat sebesar 0,69% (454 ribu ton), dan udang meningkat sebesar 1,62% (255 ribu ton). Komoditas perikanan budidaya seperti ikan mas hingga semester 3 tahun 2014 mencapai 300 ribu ton, bandeng mencapai 425 ribu ton dan rumput laut mencapai 6,7 juta ton. Selain dipengaruhui oleh produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang mengalami peningkatan, faktor lain yang mempengaruhi adalah harga ikan. Selama tahun 2014 harga ikan di pasar produsen pergerakannya cukup stabil. Harga rata-rata ikan cakalang dan tongkol di pasar produsen masing-masing sebesar Rp18.888,51 dan Rp16.866,89, sedangkan harga ikan bandeng sebesar Rp18,699 .
Gambar 5. Grafik Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2014
Grafik di atas menunjukkan PDB Nasional atas harga berlaku tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 11,1% dibandingkan tahun 2013, atau mencapai Rp10.094 trilliun setelah tahun sebelumnya sebesar Rp9.087 trilliun.
Gambar 6. Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 - 2014
22 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 23
keras, binatang kulit lunak, binatang air lainnya dan tumbuhan air. Untuk perairan laut, kelompok sumber daya ikan yang memberikan kontribusi utama pada volume produksi adalah kelompok ikan (pelagis besar, pelagis kecil, demersal dan ikan karang konsumsi) sebanyak 5.779.990 ton atau 89,36% dari total volume produksi laut. Provinsi yang mengkontribusi volume produksi terbesar adalah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 563.030 ton atau sebesar 9,08% dan Provinsi Maluku sebanyak 554.090 atau sebesar 8,94%. Sedangkan volume produksi yang terendah adalah D.I Yogyakarta yang hanya sebanyak 5.070 ton atau 0,08% dari total volume produksi.
Grafik di atas menunjukkan bahwa baik PDB Nasional atas harga berlaku maupun PDB Nasional atas harga konstan 2000 tahun 2014 menunjukkan adanya faktor musiman. Triwulan I, triwulan II dan triwulan III menunjukkan pertumbuhan sedangkan triwulan IV menunjukkan penurunan. Penurunan pada setiap triwulan IV rata-rata sebesar -2,2% dari tahun 2000 hingga 2014. Penurunan ini disebabkan adanya faktor musiman pada sektor sektor kelompok pertanian terutama subsektor tanaman bahan makan dan tanaman perkebunan bahkan beberapa komoditas tanaman bahan makan telah melewati masa panen pada triwulan III.
Tabel 6. Rincian Jumlah Produksi Perikanan tangkap per Provinsi Tahun 2013 - 2014
8. 00
Jumlah Produksi Tahun
7.00
(ton)
Provinsi 2013
2014
Aceh
146.125
157.280
6.00 5.00
Kenaikan Rata-rata 7,63%
Jumlah Produksi Tahun (ton)
Provinsi 2013 Bali
123.902
2014
Kenaikan Rata-rata
104.940
-15,30%
Sumut
457.356
563.030
23,11% NTB
154.499
147.610
-4,46%
4.00
Sumbar
205.743
226.370
10,03%
115.169
105.150
-8,70%
3.00
Riau
116.774
112.800
-3,40% Kalbar
Kepri
139.415
142.390
Jambi
57.594
56.140
Sumsel
103.375
98.080
Kep. Babel
-0,92%
2.00
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 7. Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 - 2014
Grafik di atas menunjukan pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 sebesar 6,96%, pertumbuhan ini lebih tinggai dari pertumbuhan kelompok pertanian sebesar 3,3% dan PDB Nasional sebesar 5,1%. Pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 lebih tinggi dari ratarata pertumbuhan sejak tahun 2009–2014 sebesar 6,25%, hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
2. Produksi Perikanan 1). Produksi Perikanan Tangkap Realisasi produksi perikanan tangkap tahun 2014 adalah sebanyak 6.200.180 ton atau 102,05% dari target yang telah ditetapkan. Capaian tersebut terdiri dari volume produksi perikanan laut sebanyak 5.779.990 ton dan PUD sebanyak 420.190 ton. Dibandingkan dengan jumlah produksi perikanan tangkap ditahun 2013 sebesar 5,86 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 0,34 juta ton atau kenaikan sebesar 5,75%. Adapun komposisi volume produksi baik laut maupun daratan terdiri dari volume produksi kelompok sumber daya ikan, binatang kulit
24 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
NTT
75.759
166.320
119,54%
92.947
105.380
13,38%
-2,52% Kalsel
184.328
245.570
33,22%
-5,12%
Kaltim
151.379
154.210
1,87%
Sulut
246.788
288.990
17,10%
86.895
94.320
8,54%
144.230
265.860
84,33%
231.993
296.210
27,68%
2,13% Kalteng
204.317
202.430
Bengkulu
44.315
53.330
Lampung
163.910
171.670
68.013
59.700
DKI Jakarta
206.032
210.110
77.434
46.400
-40,08%
Jabar
201.695
223.460
10,79% Sultra
236.240
129.410
-45,22%
Jateng
320.035
245.410
-23,32% Maluku
551.529
554.090
0,46%
5.912
5.070
-14,24% Maluku Utara
177.070
153.480
-13,32%
347.820
391.980
Papua
307.204
299.420
-2,53%
Papua Barat
117.372
123.570
5,28%
Banten
DIY Jatim TOTAL
5.863.170
6.200.180
20,34% Gorontalo 4,73% Sulteng -12,22%
Sulsel
1,98% Sulbar
12,70% 6,47%
Sebanyak 19 provinsi mengalami peningkatan volume produksi terutama di Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah yang peningkatannya sangat signifikan, sedangkan sebanyak 14 provinsi mengalami penurunan volume produksi. Peningkatan volume produksi perikanan tangkap ini sejalan dengan peningkatan kualitas pendataan statistik perikanan tangkap di daerah. Dalam rangka peningkatan kualitas pendataan statistik perikanan tangkap ini beberapa upaya pendukung, diantaranya dengan melakukan bimbingan teknis peningkatan kemampuan petugas statisik perikanan tangkap di daerah. Bimbingan teknis ini ditujukan bagi petugas pengumpul data/enumerator di kabupaten/kota serta di pelabuhan perikanan tentang metode pengumpulan data statistik perikanan tangkap. Dengan bimbingan teknis ini diharapkan pendataan di lapangan bisa lebih ditingkatkan dalam hal kualitas datanya dan bisa mengurangi kehilangan data.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 25
Tabel 8. Capaian Volume Produksi Perikanan Budidaya Per Komoditas Tahun 2010 – 2014
Selain itu untuk menjaga konsistensi kualitas data statistik perikanan tangkap yang semakin baik, maka pada tahun 2015 telah direncanakan beberapa kegiatan terutama peningkatan kualitas data statistik perikanan tangkap dan SDM petugas statistik. Selain itu akan dikembangkan statistik perikanan tangkap berbasis IT di pelabuhan perikanan dan atau pangkalan pendaratan ikan.
Capaian sementara Produksi Perikanan Budidaya sampai dengan triwulan IV tahun 2014 yaitu sebesar 14.521.349 ton atau (107,97%) dari target sebesar 13.449.206 ton dengan capaian nilai produksi sebesar Rp109.784 miliar atau capaian (90,17%) dari target sebesar Rp121.758 miliar. Belum tercapainya target nilai produksi perikanan budidaya disebabkan karena angka produksi udang yang belum mencapai target, mengingat nilai produksi udang memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap total nilai produksi perikanan budidaya. Di samping itu, harga beberapa komoditas ikan menurun, diantaranya adalah kakap dari Rp 43.500/kg menjadi Rp 30.000/kg. Jumlah produksi per jenis air payau, laut dan air tawar pada tahun 2014 yakni sebagai berikut: Tabel 7. Produksi Perikanan Budidaya, Tahun 2014 (juta ton) Capaian*)
Produksi Budidaya Air Tawar (Ton)
2,75
Produksi Budidaya Air Payau (Ton)
2,39
Produksi Budidaya Laut (Ton)
9,38
Total Produksi Perikanan Budidaya (Ton)
14,52
*) angka masih sementara Selama kurun waktu 2010-2014, produksi perikanan budidaya memperlihatkan trend yang positif yaitu mengalami peningkatan dengan rata-rata per tahun mencapai 23,74%. Angka tersebut juga diikuti oleh kinerja positif peningkatan nilai produksi perikanan budidaya dalam kurun waktu yang sama dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 16,12%. Produksi perikanan per komoditas sebagaimana pada tabel berikut.
Kenaikan
No
Komoditas
2010
2011
2012
2013
Target Revisi (Ton)
Capaian* (Ton)
%
ratarata (%)
Total 1
2). Produksi Perikanan Budidaya
Jenis Produksi PB
2014
Udang
6.277.923
7.928.963
9.675.533
13.300.905,89
13.449.206,25
14.521.349,16
107,97
23,74
380.972
372.577
415.703
642.568,39
713.000
592.218,88
83,06
14,03
- Windu
125.519
126.157
117.888
178.582,60
188.000
126.595,08
67,34
4,08
- Vaname
206.578
246.420
251.763
390.278,50
450.000
411.729,06
91,50
20,49
46.052
73.707,29
75.000
53.894,74
71,86
-
- udang lainnya 2
Rumput Laut
3 4
48.875 3.915.017
5.170.201
6.514.854
9.298.473,87
8.777.600
10.234.357,17
116,60
27,72
Nila
464.191
567.078
695.063
914.778,09
1.100.000
912.613,29
82,96
19,03
Patin
147.888
229.267
347.000
410.883,20
500.000
403.132,80
80,63
30,73
5
Lele
242.811
337.577
441.217
543.774,05
639.206,25
613.119,77
95,92
26,43
6
Mas
282.695
332.206
374.366
412.703,13
400.000
484.110,39
121,03
14,44
56.889
64.252
84.681
94.604,91
120.000
108.180,31
90,15
17,70
5.738
5.236
6.198
6.735,27
8.400
4.438,72
52,84
(3.95)
7
Gurame
8
Kakap
9
Kerapu
10.398
10.580
11.950
18.864,09
20.000
12.430,08
62,15
9,61
10
Bandeng
421.757
467.449
518.939
627.332,88
750.000
621.393,18
82,85
10,45
11
Lainnya
349.567
372.540
265.561
330.188
421.000
535.354,57
127,16
16,08
Secara keseluruhan, produksi perikanan budidaya tahun 2014 masih didominasi oleh komoditas rumput laut sebesar 10.234.357 ton atau 70,47% dari total produksi, ikan sebesar 3.694.773 ton atau 25,44% dari total produksi, sedangkan udang sebesar 592.219 ton atau 4,07% dari total produksi. Capaian produksi tahun 2014 meningkat 9,17% dari tahun 2013. Capaian produksi tersebut didukung oleh ketersediaan benih, dengan produksi benih sampai dengan triwulan IV tahun 2014 telah melebihi target yaitu sebesar 88 miliar ekor (122,56%), terutama untuk komoditas ikan air tawar. Capaian benur udang, benih kerapu dan kakap (data sementara) yang masih di bawah target dimungkinkan menjadi salah satu faktor belum tercapainya produksi ikan untuk komoditas tersebut. Hal ini dikarenakan biaya pakan yang cukup tinggi pada komoditas diatas sehingga menyebabkan berkurangnya minat para pembenih untuk melakukan pembenihan kakap, kerapu dan udang serta berkurangnya produktivitas induk. Selain ketersediaan benih, capaian produksi perikanan budidaya ini juga didukung adanya potensi lahan perikanan budidaya laut yang mencapai 8.363.501 ha, potensi lahan budidaya air tawar sebesar 1.224.076 ha, dan potensi lahan budidaya payau sebesar 2.230.500 ha (Masterplan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut, 2004). Sementara itu pemanfaatan potensi lahan tersebut masih relatif rendah, dengan perkiraan pemanfaatan lahan pada tahun 2014 yaitu (i) pemanfaatan lahan budidaya laut 413.862 ha (4,95%), (ii) pemanfaatan lahan budidaya air tawar 327.995 ha (14,70%), dan (iii) pemanfaatan lahan budidaya air payau sebesar 661.111 ha (54,01%) sebagaimana gambar berikut.
26 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 27
8,363,501
2,230,500 1,224,076 661,111
327,995 Budidaya Air Tawar
Budidaya Air Payau
Potensi (ha)
413,862 Budidaya Air Laut
Pemanfaaatan (ha)
Gambar 8. Pemanfaatan potensi lahan budidaya
Pencapaian produksi perikanan budidaya di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 9,68 juta ton (dengan rumput laut) telah menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan budidaya ke-2 terbesar di dunia setelah Tiongkok serta memberikan kontribusi terhadap total produksi perikanan dunia sebesar 10,69% (Fishstat FAO, 2014). Dengan pencapaian produksi sebesar 14,52 juta ton pada tahun 2014 maka dapat diperkirakan bahwa kontribusi Indonesia terhadap produksi perikanan budidaya dunia akan semakin besar. Capaian volume dan nilai produksi untuk setiap komoditas unggulan perikanan budidaya dapat dijelaskan sebagai berikut: (1). Udang Perkembangan produksi udang nasional Tahun 2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,03%. Tidak tercapainya target produksi udang pada kurun waktu tahun 2010-2012 tersebut disebabkan oleh masih mewabahnya serangan penyakit yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV), Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) dan Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis (IHHNV) disamping terjadinya degradasi lahan (penurunan daya dukung lahan) pada beberapa kawasan, hal ini secara langsung berdampak pada kekhawatiran pembudidaya untuk kembali berbudidaya udang. Kedua masalah tersebut menyebabkan munculnya tambak-tambak idle (tidak operasional) di beberapa daerah. Program industrialisasi
28 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
udang melalui revitalisasi tambak baru dimulai pada akhir 2012 sehingga dampaknya belum bisa dirasakan pada tahun tersebut. Sedangkan untuk tahun 2014, capaian udang masih dibawah target kemungkinan disebabkan (i) kualitas benur yang masih terbatas; (ii) pemanfaatan lahan marginal untuk budidaya udang yang masih rendah; (iii) adanya alih fungsi lahan tambak dari udang menjadi kebun sawit; (iv) penyakit white feces disease; (v) udang windu yang sistem pemeliharaannya masih tradisional sehingga mempengaruhi pencapaian target produksi, serta (vi) masih rendahnya dukungan perbankan untuk modal usaha. (2). Kerapu Trend produksi ikan kerapu dari Tahun 2010-2014 menunjukkan kinerja yang cukup baik ditandai dengan kenaikan produksi ratarata per tahun sebesar 9,61%. Namun demikian capaian tahun 2014 masih 66,08% dari target, yang dimungkinkan karena (i) pelaku usaha budidaya menurunkan kapasitas produksi akibat menurunnya permintaan dan menurunnya harga di pasar ekspor; dan (ii) modal usaha yang terbatas. Meskipun demikian sudah banyak yang dilakukan KKP dalam rangka mencapai volume produksi yang ditargetkan antara lain : (i) Penyediaan benih ikan kerapu yang bermutu di UPT dan unit pembenihan skala rumah tangga (HSRT); dan (ii) Adanya kebijakan program demfarm budidaya ikan kerapu di beberapa daerah potensial yang memicu perkembangan kawasan budidaya kerapu. (3). Kakap Capaian produksi ikan kakap dari tahun 2010-2014 menunjukkan penurunan produksi rata-rata per tahun sebesar 3,95%. Pada tahun 2014, capaian produksi sementara masih sebesar 52,84% dari target dikarenakan (i) skala usaha yang masih kecil sehingga produksi belum efisien; (ii) keterbatasan suplai benih unggul; (iii) kakap masih merupakan budidaya sampingan dari budidaya udang di tambak maupun budidaya kerapu di KJA sehingga belum menjadi fokus usaha; dan (iv) perusahaan yang bergerak di usaha budidaya kakap masih terbatas. Prospek pasar ikan kakap baik ekspor maupun dalam negeri yang semakin menjanjikan, diharapkan akan mendorong tumbuhnya usaha budidaya ikan kakap di beberapa daerah. Di sisi lain, kebijakan dalam mendorong transformasi teknologi untuk pengembangan komoditas budidaya laut potensial seperti ikan kakap akan terus dilakukan melalui pengembangan marikultur pada perairan offshore. (4). Bandeng Rata-rata kenaikan produksi bandeng dari tahun 2010-2014 sebesar 10,45%. Capaian sementara TW IV tahun 2014 masih di bawah target dikarenakan secara umum pelaku usaha masih menghadapi beberapa tantangan dan permasalahan khususnya terkait pengembangan bandeng di hulu, antara lain (i) Ketersediaan benih bandeng berkualitas belum memadai sehingga mempengaruhi
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 29
produktivitas dikarenakan terbatasnya pusat broodstock dan benih bandeng khususnya di sentra-sentra produksi, saat ini konsentrasi penyediaan benih masih di datangkan dari Bali; dan (ii) efesiensi produksi, khususnya pada budidaya intensif, hal ini terkait masih tingginya biaya produksi seiring terus meningkatnya harga pakan (intensif sedikit, masih tradisional). (5). Patin Produksi ikan patin dari tahun 2010-2014 mengalami kenaikan rata-rata 30,73%. Sedangkan pada tahun 2014 dari angka sementara produksi patin belum mencapai target, untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong pengembangan budidaya ikan patin melalui kerja sama sinergi, baik lintas sektoral, swasta maupun stakeholders lain, untuk menjamin ketercapaian produksi ikan patin dalam jangka waktu lima tahun kedepan. Kerja sama tersebut diarahkan dalam rangka : (i) Penciptaan peluang pasar yang lebih luas; (ii) Pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien; (iii) Pengembangan kawasan budidaya ikan patin secara terintegrasi, serta (iv) Peningkatan nilai tambah produk menjadi hal mutlak dan terus dilakukan yaitu melalui pengembangan diversifikasi produk olahan berbahan baku ikan patin dan pengembangan unit pengolahan ikan patin. Melalui upaya diatas, maka secara langsung akan mampu memberikan jaminan terhadap jalannya industri yang positif dan berkesinambungan. (6). Nila Produksi ikan nila dari Tahun 2010-2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata kenaikan 19,03%. Pada tahun 2014 produksi nila sementara masih 82,96% dari target yang kemungkinana disebabkan karena secara umum kapasitas usaha yang dijalankan pembudidaya masih dalam skala kecil, disisi lain permasalahan tingginya biaya produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan tidak sebanding dengan harga yang berlaku di pasaran. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong produksi nila, diantaranya (i) Pengembangan gerakan minapadi, (ii) Pengembangan budidaya ikan nila melalui intensifikasi dengan bioflok dan running water; (iii) Mendorong pemanfaatan bahan baku lokal untuk pembuatan pakan ikan yang berkualitas secara mandiri; (iv) Ekstensifikasi pada kawasan potensial; (v) Memberikan stimulan penguatan modal melalui PUMP-PB; serta (vi) Penciptaan peluang pasar yang lebih luas. (7). Ikan Mas Perkembangan produksi ikan mas menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata dari tahun 2010-2014 sebesar 14,44%. Produksi sementara TW IV tahun 2014 sebesar 121,03% dari target tahunan didorong oleh kegiatan budidaya ikan mas melalui minapadi dan running water system, serta paket bantuan PUMP-PB.
30 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
(8). Lele Selama kurun waktu Tahun 2010-2014 produksi ikan lele menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan produksi rata-rata sebesar 26,43%. Namun demikian produksi ikan lele tahun 2010-2014 masih dibawah dari target tahunan dikarenakan secara umum kapasitas usaha yang dijalankan masih dalam skala kecil, sehingga secara ekonomis tidak efisien. Disisi lain tingginya biaya produksi sebagai akibat dari tingginya harga pakan pabrikan secara langsung berpengaruh terhadap margin keuntungan yang didapatkan. (9). Gurame Produksi gurame Tahun 2010-2014 menunjukkan kinerja yang positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 17,70%. Produksi sementara TW IV tahun 2014 sebesar 90,15% dari target, hal ini dimungkinkan karena produksi gurame masih didominasi pada beberapa sentra-sentra produksi yang sudah ada, sedangkan disisi lain kapasitas usaha yang dijalankan tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan karena proses produksi budidaya yang cukup lama. Pengembangan pola usaha berbasis segementasi merupakan langkah yang tepat karena secara nyata mampu memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Percepatan pengembangan kawasan melalui pendekatan pola segmentasi usaha diharapkan akan mampu menarik minat masyarakat untuk terjun melakukan usaha budidaya gurame. Melalui upaya tersebut diharapkan target volume dan nilai produksi tahun 2015-2019 tercapai. (10). Rumput Laut Poduksi rumput laut memberikan kontribusi yang paling besar terhadap total produksi perikanan budidaya, dimana secara nasional produksi rumput laut memberikan share sebesar 70,47% terhadap produksi perikanan budidaya. Perkembangan produksi rumput laut dari tahun 2010-2014 menunjukkan trend yang sangat positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun mencapai 27,72%. Beberapa hal yang mendasari tingginya pencapaian komoditas ini karena budidaya rumput laut mempunyai masa pemeliharaan yang cukup singkat yaitu 45 hari sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat, serta cara budidaya yang mudah. Rumput laut juga cocok untuk dibudidayakan di daerah-daerah marginal dengan curah hujan rendah yang merupakan salah satu ciri daerah yang masyarakat ekonominya tergolong bawah. Keuntungan lainnya adalah modal kerja yang relatif kecil, penggunaan teknologi yang sederhana, dan peluang pasar yang masih terbuka lebar mengingat rumput laut merupakan bahan baku untuk beberapa industri, seperti biofuel, agar-agar, carageenan, kosmetik, obat-obatan dan lain-lain. Selain itu, pemerintah juga terus menerus melakukan upaya terobosan diantaranya adalah pengembangan industrialisasi rumput laut di sentra-sentra penghasil rumput laut.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 31
Pencapaian volume produksi perikanan budidaya secara keseluruhan untuk semua komoditas utama didukung oleh kegiatan-kegiatan antara lain industrialisasi perikanan budidaya, dengan fokus pada komoditas udang, bandeng, rumput laut dan ikan patin. Kegiatan utama dalam industrialisasi, khususnya untuk usaha udang dan bandeng adalah bantuan sarana, perbaikan saluran tersier, perbaikan tambak, fasilitasi sistem kemitraan serta pembinaan dan pendampingan teknis budidaya.
Ikan Terpadu); (ii) Pengembangan National Residu Monitoring Plan (NRMP) yang merupakan suatu panduan/perencanaan untuk mengontrol residu obat kimia dan bahan biologis lainnya; dan (iii) Pengembangan vaksin untuk mengatasi penyakit ikan. Pengawalan dan penerapan teknologi adaptif perikanan budidaya yang dilakukan oleh 15 UPT perikanan budidaya KKP.
Pengembangan sistem perbenihan melalui penguatan broodstock center: i) Pelepasan jenis dan/atau varietas ikan unggul bekerja sama dengan unit kerja lainnya; ii) Gerakan Penggunaan Induk Ikan Unggul (GAUL); iii) Penyusunan regulasi dan perbanyakan protokol induk ikan unggul; iv) Pengembangan jaringan informasi dan distribusi ikan; (v) serta pelaksanaan sertifikasi cara pembenihan ikan yang baik (CPIB). Pengembangan sistem produksi melalui (i) Pengembangan input teknologi yang sesuai standar (teknologi anjuran), aplikatif, efektif dan efisien berbasis wawasan lingkungan; (ii) Meningkatkan daya saing produk hasil produksi budidaya melalui percepatan pelaksanaan kegiatan sertifikasi cara budidaya ikan yang baik (CBIB); (iii) Pengembangan percontohan usaha perikanan budidaya sebagai upaya dalam mensosialisasikan model pengelolaan budidaya berkelanjutan; (iv) Pengembangan Minapadi sebagai bagian dari upaya mendapatkan nilai tambah ganda. Pengembangan sistem prasarana dan sarana pembudidayaan ikan melalui kegiatan terobosan utama: (i) Pengembangan dan rehabilitasi sarana dan prasarana UPTD Provinsi; (ii) Normalisasi saluran irigasi tambak bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum; (iv) Penataan dan rehabilitasi kawasan tambak dalam rangka Gerakan Revitalisasi Tambak (GERVITAM); (v) Pemberdayaan pembudidaya ikan melalui pengelolaan jaringan irigasi tambak partisipatif (PITAP) di kawasan industrialisasi; (vi) Pengembangan kawasan dan penguatan operasional industrialisasi perikanan budidaya di Kabupaten/Kota Minapolitan/Industrialisasi; dan (vii) Pemberian bantuan sarana dan prasarana lainnya seperti KJA, excavator dan mesin pelet . Pengembangan sistem usaha budidaya, dengan terobosan utama adalah: i) PUMP-PB, yang merupakan program bantuan langsung ke masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya ikan; ii) Pengembangan paket bantuan untuk wirausaha pemula dan paket model berbasis masyarakat yang diberikan dalam bentuk bantuan sarana dan prasarana; iii) Penerapan sistem sertifikasi lahan bekerja sama dengan BPN.
Gambar 9. MKP dan Dirjen Perikanan Budidaya dalam acara Penebaran benur udang di Kota Baru Kalimantan Selatan dalam rangka Hari Nusantara (kiri) dan peninjauan ke budidaya kepiting soka (kanan)
3). Produksi Garam Hingga akhir masa tanam 2014 produksi garam mampu diproduksi sebesar 2,503 juta ton (tercapai 100% dari target). Rincian jumlah produksi dari setiap kabupaten/kota produsen garam sebagai berikut: Tabel 9. Capaian Produksi Garam dari setiap Kab / Kota No.
Kab/Kota
Produksi (Ton)
No.
Kab/Kota
Produksi (Ton)
1
Aceh Utara
2.970,00
23
Bangkalan
8.641,62
2
Aceh Timur
661,17
24
Karangasem
1.430,51
3
Aceh Besar
442,48
25
Buleleng
6.243,60
4
Pidie
4.020,25
26
Bima
156.339
5
Cirebon
314.480
27
Sumbawa
4.559
6
Indramayu
311.187,40
28
Kota Bima
3.016,40
7
Karawang
3.735,78
29
Lombok Timur
22.881,10
8
Brebes
25.461,30
30
Lombok Barat
9.313,23
9
Jepara
72.871,70
31
Lombok Tengah
2.101,44
10
Demak
1.865,73
11
Rembang
12
Pati
13
Tuban
14
Lamongan
15
Pasuruan
16
Gresik
17
Probolinggo
18
Kota Surabaya
105.587
32
Nagekeo
141.943,13
33
Ende
287.997
34
TTU
24.952,38
35
Kupang
720,40 260,45 3.146,45
32.810
36
Alor
261,10
16.086,95
37
Sumba Timur
622,38
8.664,75
38
Manggarai
25.148,82
39
Kota Palu
1.123,58
329,20
156.220,76
40
Jeneponto
24.547,95
Pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkugan, dengan terobosan utama adalah (i) Pembangunan Posikandu (Pos Pelayanan
32 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 33
No.
Kab/Kota
19
Pamekasan
20 21 22
Kota Pasuruan
Produksi (Ton)
No.
Kab/Kota
(Ton)
89.282,50
41
Pangkep
54.893,99
Sampang
256.540,10
42
Takalar
15.957,05
Sumenep
292.051,54
43
Selayar
762
Total
2.502.891
10.760
3. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan
Produksi
1). Nilai Tukar Nelayan (NTN) NTN adalah salah satu alat ukur kesejahteraan nelayan yang diperoleh dari perbandingan besarnya harga yang diterima oleh nelayan dengan harga yang dibayarkan oleh nelayan. Bisa dikatakan salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan nelayan adalah jumlah tangkapan ikan oleh nelayan. Tabel berikut ini adalah capaian NTN selama tahun 2014.
Tabel 10. Target dan Capaian Rakyat Tahun 2011-2014 2011 2012 Produksi Garam 2013 2014 Target
Capaian
Target
Capaian
Target
Capaian
Target
Capaian
0,35
0,86
1,32
2,02
0,55
1,04
2,50
2,50
Tabel di atas menggambarkan target dan realisasi mulai tahun 2011 hingga tahun 2014, dapat dilihat bahwa dari tahun 2011 selalu terjadi kenaikan target, dan pencapaian produksi garam selalu dapat memenuhi target tersebut. Seiring dengan berjalannya program PUGAR, keberhasian PUGAR dapat dilihat dari capaian produksi pada awal pelaksanaan PUGAR tahun 2011 dengan produksi sebesar 823.958 Ton dari target sebesar 349.200 ton. Capaian produksi PUGAR tahun 2012 adalah sebesar 2.020.109,70 ton dari yang ditargetkan 1.320.000 ton. Total produksi tahun 2012 total produksi sebesar 2.473.716 ton yang terdiri dari produksi garam rakyat dari bantuan PUGAR sebesar 2.020.109 ton, Non PUGAR sebesar 453.606 ton dan PT. Garam sebesar 385.000 ton. Dengan produksi PUGAR 2012 tersebut, peningkatan produktivitas yang tadinya rata-rata hanya menghasilkan sekitar 60 ton per ha menjadi 80-100 ton per ha. Estimasi kebutuhan garam konsumsi nasional sebesar 1.440.000 ton/ tahun telah terlampaui, bahkan terjadi surplus garam konsumsi tahun 2012 sebesar 1.538.616 ton. Dengan demikian, melalui dukungan PUGAR, Indonesia telah berhasil memenuhi target swasembada garam konsumsi dimana PUGAR telah menyumbang produksi sebesar 2 juta ton. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah pada tahun 2012, telah menyatakan bahwa bangsa ini telah mencapai Swasembada Garam Konsumsi, dan Impor Garam Konsumsi dinyatakan dihentikan. Fluktuasi tingkat produk garam, dipengaruhi beberapa kejadian antara lain cuaca yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi garam rakyat, mengingat sebagian besar daerah-daerah penghasil garam bergantung pada musim kemarau sebagai musim produksi garam. Untuk menghadapi kondisi ini diperkenalkanlah kepada masyarakat teknologi geomembran, TUF, dan geofilter. Teknologiteknologi tersebut dapat meningkatkan produksi garam.
34 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
11. Perbandingan Data NTN2014 Tahun 2014 terhadap Tabel …..Tabel Perbandingan Data NTN Tahun terhadap Realisasi Tahun Realisasi Tahun 2013 2013 Realisasi
Indikator
2013
Naik (%)
2014
NTN
103,31
104,63
1,28
Rata – rata Nasional Indeks Harga yang diterima Nelayan (lt)
138,38
116,9
-15,52
Rata – rata Nasional Indeks Harga yang dibayar Nelayan (lb)
133,82
111,74
-16,50
Berdasarkan data pada Tabel di atas, terlihat bahwa secara nasional capaian NTN tahun 2014 melebihi capaian tahun 2013, namun apabila dilihat dari indeks harga yang diterima dan yang dibayarkan oleh nelayan maka terjadi penurunan di tahun 2014. Namun demikian penurunan kedua indeks tersebut secara bersamaan dengan besaran yang hampir sama sehingga NTN Nasional tahun 2014 tetap melebihi angka 100 (nilai=100 berarti nelayan mengalami impas/break even. Kenaikan/ penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/ penurunan harga barang konsumsinya. Dengan asumsi volume produksi nelayan sama, tingkat kesejahteraan nelayan tidak mengalami perubahan dibanding tahun dasar). Tabel 12. Perkembangan NTN dari tahun 2010-2014 IKU NTN
Realisasi
Kenaikan rata2/
2010
2011
2012
2013
2014
tahun (%)
105,5
106,24
105,37
103,31
104,63
-0,40
NTN Tahun 2014 juga melebihi capaian Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) yang hanya sebesar 99,25 pada akhir tahun 2014. Hal ini disebabkan harga yang diterima oleh pembudidaya ikan lebih kecil dibandingkan yang diterima nelayan. Realisasi NTN per bulan dari Januari sampai Desember 2014 seperti pada tabel berikut.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 35
Tabel 13. Realisasi NTN per Bulan 2014
Tabel … Realisasi NTN per Bulan 2014
Fluktuasi NTN selama tahun 2014 dipengaruhi dengan adanya kenaikan harga ikan di pasaran yang bertepatan dengan bulan puasa dimana terdapat permintaan ikan yang cukup tinggi sehingga yang diterima oleh nelayan juga relatif mengalami kenaikan yang signifikan. Pada bulan Juli, komponen pengeluaran (makanan jadi, perumahan, kesehatan, transportasi dan komunikasi serta inflasi umum) juga mengalami peningkatan dikarenakan perayaan Hari Raya Idul Fitri, namun besarnya peningkatan komponen pengeluaran tersebut masih jauh dibawah peningkatan harga yang diterima nelayan. Komponen indeks yang diterima nelayan juga dipengaruhi oleh musim penangkapan yang ratarata cukup baik di seluruh Indonesia pada periode tersebut.
Komponen Bulan
Indeks Harga yang
Indeks Harga yang
Diterima Nelayan
Dibayarkan Nelayan
113,02
109,01
Januari
NTN 103,69
Februari
113,70
109,35
103,98
Maret
113,26
109,55
103,38
April
113,65
109,77
103,53
Mei
114,32
110,05
103,89
Juni
115,39
110,59
104,34
Juli
118,07
111,37
106,02
Agustus
118,96
111,77
106,44
September
119,22
112,07
106,38
Oktober
119,94
112,45
106,66
November
120,12
115,22
104,26
Desember
123,18
119,63
102,97
Rata-rata
116,90
111,74
104,63
108.00
118.07 113.02
109.01 103.69
113.7 109.35
103.98
113.26 109.55
103.38
113.65 109.77
103.53
114.32 110.05
103.89
123456
111.77
112.07
112.45
106.44
106.38
106.66
115.39
110.59
104.34
106.02
119.63
104.26 102.97
789
10
11
Indeks Harga yang Diterima Nelayan
Indeks Harga yang Dibayarkan Nelayan
NTN
Linear ( NTN )
Gambar 10. Fluktuasi Capaian Nilai Tukar Nelayan Tahun 2014
36 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
103.14 102.43
101.67 101.07 101.03 101.14 100.49 100.47 100.00
101.58 100.35
100.63
102.53
101.62 101.06
100.93 100.60
100.00 98.25
99.84 99.86
99.69 97.60 97.41 96.76
97.67 96.75
Gambar 11. Plotting Capaian NTN Tahun 2014 per Provinsi terhadap Angka Batas Kesejahteraan (100)
115.22 111.37
104.69 104.56
96.00
123.18 119.22
103.88
102.45
Selama periode Januari–Juni 2014 capaian NTN cenderung stabil di atas 103, dan mulai mengalami peningkatan yang pada bulan Juli yang mencapai 106,02 atau meningkat sebesar 1,61% dari sebelumnya. 118.96
103.85
104.00
Berdasarkan data pada table di atas terlihat bahwa capaian angka NTN selama tahun 2014 mengalami fluktuasi yang sangat dipengaruhi oleh indeks harga yang diterima nelayan (lt) dengan indeks harga yang dibayar nelayan (lb), dimana fluktuasi kedua indeks ini akan menyebabkan fluktuasi angka NTN.
119.94 120.12
105.44
104.68
Periode bulan Juli–Oktober 2014, kencenderungan capaian NTN terus meningkat pada kisaran 106 namun pada bulan November NTN mengalami penurunan yang drastis menjadi 104,26 atau sebesar 2,25% yang disebabkan oleh kenaikan komponen pengeluaran sebesar 2,46% sedangkan harga yang diterima nelayan hanya naik sebesar 0,15%. Kenaikan komponen pengeluaran disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi dan terbatasnya kuota BBM untuk nelayan. Penurunan angka NTN juga terjadi pada bulan Desember 2014 yang disebabkan oleh kondisi yang sama pada bulan November. Secara rata-rata, kenaikan indeks harga yang dibayarkan nelayan yakni 0,85% melebihi kenaikan indeks harga yang diterima nelayan sebesar 0,79%, yang berdampak pada rata–rata kenaikan NTN tidak cukup besar.
12
Berdasarkan standar kesejahteraan nelayan adalah di atas 100, maka terdapat 24 provinsi yang capaian NTN-nya di atas 100 dan sebanyak 9 provinsi yang capaian NTN-nya pada kisaran 96,6-99,9 yakni Provinsi Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Papua.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 37
2). Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) NTPi merupakan rasio antara indeks harga yang diterima oleh pembudidaya ikan (It) terhadap indeks harga yang dibayar oleh pembudidaya ikan (Ib). NTPi merupakan indikator tingkat kemampuan/daya beli pembudidaya ikan, sehingga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan/daya keluarga pembudidaya ikan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. Semakin tinggi NTPi, maka akan semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli pembudidaya.
indeks harga yang harus dibayarkan oleh pembudidaya. Hal ini kemungkinan dikarenakan inflasi harga-harga kebutuhan bahan pokok sebagai akibat dari adanya kenaikan harga BBM pada bulan November 2014 serta dampak dari melemahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika, yang menyebabkan harga bahan baku pakan ikan ikut melonjak dan berakibat pada semakin tingginya biaya produksi. 101.89
101.92
101.78
101.79 101.61
101.64 101.38 101.69
101.41
101.52 100.46
Rata-rata NTPi dari Januari-Desember 2014 sebesar 101,36, dengan asumsi volume produksi sama, maka nilai NTPi >100 menunjukkan kesejahteraan nelayan/pembudidaya. Beberapa kegiatan yang berpengaruh dalam meningkatkan NTPi antara lain (i) pengembangan sistem produksi; (ii) pengembangan sistem perbenihan; (iii) pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan; (iv) pengembangan sistem prasarana budidaya; (iv) pengembangan sistem usaha budidaya; (v) pengembangan teknologi adaptif perikanan budidaya; serta (vi) dukungan manajemen. Tabel 14. Angka NTPi Tahun 2014 2014 Jan Jan
Feb
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okto
Nov
Des
s/d Des
NTPi
101.64
101.69
101.52
101.78
101.92
101.38
101.89
101.79
101.61
101.41
100.46
99.25
101.36
It
110.85
111.38
111.54
111.92
112.26
112.30
113.63
113.92
114.00
114.23
114.35
115.34
112.98
Bddy Air Tawar
109.60
110.19
110.41
110.90
111.41
111.46
113.05
113.19
113.07
113.22
113.48
114.46
112.04
Bddy Laut
109.07
109.36
109.37
109.36
109.32
109.43
109.93
109.98
110.15
110.44
110.46
111.66
109.88
Bddy Air Payau
110.11
110.45
110.39
110.54
110.52
110.76
111.39
111.75
112.41
113.01
113.01
114.24
111.55
Ib
109.07
109.53
109.87
109.97
110.15
110.77
111.52
111.92
112.20
112.65
113.83
116.20
111.47
Indeks Konsumsi Rumah Tangga
111.37
111.93
112.23
112.18
112.40
113.25
114.30
114.81
115.14
115.71
117.26
120.37
114.25
Indeks BPPBM
105.11
105.40
105.77
106.10
106.23
106.46
106.68
106.87
107.10
107.33
107.93
109.08
106.67
Sumber data dari BPS It: Indeks Harga yang Diterima Pembudidaya Ikan Ib: Indeks Harga yang Dibayar Pembudidaya Ikan NTPi selama Januari hingga Desember 2014, menunjukkan nilai yang fluktuatif. Secara keseluruhan indeks harga yang diterima oleh pembudidaya mengalami peningkatan setiap bulannya, namun demikian kenaikannya lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan
38 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
99.25
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
NTPi
Komponen NTPI
101,3
Sep
Okt
Nov
Des
Linear ( NTPi )
Gambar 12. Fluktuasi NTPi Tahun 2014
Beberapa kendala dalam pencapaian NTPi diantaranya adalah biaya produksi perikanan budidaya, terutama untuk pakan masih cukup tinggi yaitu mencapai 60-70% dari biaya produksi selain itu naiknya harga kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga BBM memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pencapaian NTPi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk peningkatan upaya penyediaan pakan murah dan terjangkau serta berkualitas sesuai dengan jenis komoditas yang dikembangkan melalui perekayasaan teknologi.
4. Konsumsi Ikan per Kapita Pada tahun 2014, capaian sementara rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah sebesar 37,89 kg/kapita, atau tercapai 100,24% dari target yang telah ditetapkan. Rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2014 ini meningkat sebesar 7,61% apabila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2013, yakni sebesar 35,21 kg/kapita. Sedangkan selama kurun periode Renstra (2010-2014), rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional meningkat rata-rata sebesar 5,6% per tahun, yakni dari 30,48 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 37,89 kg/kapita pada tahun 2014.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 39
Tabel 15. Tingkat Konsumsi Ikan 2010-2014 Tahun
Konsumsi ikan
Pertumbuhan (%)
per kapita
2010
2011
2012
2013
2014*
2010-2014
2013-2014
(Kg/Kapita)
30,48
32,25
33,89
35,21
37,89
5,60
7,61
Keterangan: *) Angka sementara Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa setiap tahun selama periode 2010-2014, tingkat konsumsi ikan per kapita nasional terus meningkat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa program-program peningkatan konsumsi ikan yang dilaksanakan berhasil meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Meskipun demikian upaya meningkatkan konsumsi ikan tetap harus dilaksanakan dan ditingkatkan, terutama di daerah-daerah yang konsumsi ikannya masih rendah mengingat tingkat konsumsi ikan masyarakat belum merata. Untuk mendukung peningkatan konsumsi ikan, telah diinisiasi berbagai program/kegiatan pembangunan yang dititikberatkan pada 3 (tiga) aspek utama, yaitu menjamin dan mendukung penguatan ketersediaan (supply) hasil perikanan, mendukung kemudahan masyarakat dalam menjangkau (accessibility) hasil perikanan, serta mendorong peningkatan konsumsi (consumption) hasil perikanan. Beberapa upaya yang dapat mendorong tingkat konsumsi yang sudah diinisiasi dan dilaksanakan antara lain: (1). Menginisiasi dan meresmikan implementasi SLIN koridor Sulawesi-Jawa untuk komoditas ikan pelagis kecil yang umumnya digunakan sebagai bahan baku industri pindang dan konsumsi ikan masyarakat. Implementasi SLIN koridor Sulawesi-Jawa sebagaimana dimaksud diharapkan dapat menjadi pemecah masalah (problem solver) atas masalah kekurangan bahan baku industri pindang ikan yang ada di Jawa, termasuk untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Kelancaran supply ikan-ikan pelagis sebagai bahan baku industri pindang diharapkan juga mampu mendukung hilirisasi sektor perikanan secara umum, termasuk industrialisasi pindang. (2). Menginisiasi kegiatan pengembangan jaringan distribusi dan kemitraan pemasaran produk perikanan ke ritel modern (ritel modern market) dan pasar institusional (institutional market) lainnya. Beberapa ritel modern yang telah mengakomodir produk perikanan binaan KKP untuk dapat dipasarkan di gerainya antara lain jaringan Carrefour, Hypermart, Lotte Mart, Superindo dan Alfa Mini Market. Pengembangan jaringan pemasaran produk perikanan ke pasar institusional dilakukan melalui industri katering, restoran, hotel dan rumah sakit. Upaya yang masif dan sistematis dalam rangka mempermudah masyarakat dalam mengakses produk perikanan ini turut memberikan kontribusi pada peningkatan konsumsi ikan per kapita nasional. (3). Penguatan basis data, analisis dan diseminasi informasi pemasaran hasil perikanan kepada masyarakat luas. Penguatan basis data
40 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
tersebut dilakukan dengan melibatkan partisipasi Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sedangkan diseminasi informasi pasar dilakukan melalui media cetak, elektronik dan on line sehingga mudah diakses oleh masyarakat. (4). Pendataan supplier ikan, dan uji coba penerapan cara pemasaran ikan yang baik dan benar (good marketing practices) yang diikuti pemberian nomor registrasi supplier ikan. Upaya tersebut diharapkan mampu memberikan jaminan kualitas hasil perikanan yang dikonsumsi masyarakat. (5). Promosi yang menitikberatkan pada partisipasi publik, serta akselerasi edukasi dan penyebarluasan informasi tentang ikan dan keunggulannya, sehingga masyarakat tahu dan gemar mengkonsumsi ikan. Pada tahun 2014, berbagai inovasi kegiatan yang melibatkan partisipasi publik untuk mendorong peningkatan konsumsi ikan dilakukan melalui lomba cipta lagu Gemarikan dan Disain Logo Hari Ikan Nasional. (6). Memperkuat kerjasama, serta sinergitas dengan instansi terkait yang telah diinisiasi sejak awal tahun 2009, seperti Kementerian Kesehatan maupun organisasi profesional seperti TP-PKK, Dharma Wanita dan lain sebagainya. Pada tahun 2014, KKP juga memfasilitasi penguatan FORIKAN baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. (7). Bersama-sama dengan para pelaku usaha perikanan, beberapa organisasi wanita, serta elemen masyarakat menginisiasi Hari Ikan Nasional (HARKANNAS). Melalui peringatan HARKANNAS ini secara sistematis, mendorong Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah dan Organisasi Masyarakat untuk melaksanakan Gerakan Satu Hari Mengkonsumsi Ikan, yakni pada tanggal 21 November 2014.
5. Nilai Ekspor Hasil Perikanan Pada tahun 2014, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan sebesar USD 5,1 miliar. Terdapat lag 2-3 bulan dalam menghitung nilai ekspor produk perikanan riil berdasarkan data dari BPS. Nilai ekspor produk perikanan s/d November 2014 mencapai USD4,23 miliar, atau setara dengan pencapaian 83% apabila dibandingkan dengan target tahun 2014. Berdasarkan realisasi nilai ekspor hasil perikanan sampai dengan November 2014, diperkirakan capaian sampai dengan Desember 2014 sebesar USD4,64 miliar (90,95% dari target). Capaian nilai ekspor ini meningkat 10,92% apabila dibandingkan dengan nilai ekspor produk perikanan tahun 2013, yakni USD 4,18 miliar. Ekspor produk perikanan dalam periode 2010-2014 juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12,96% per tahun. Sama halnya dengan peningkatan nilai ekspor, volume ekspor produk perikanan juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,57% per tahun.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 41
Tabel 16. Nilai Ekspor Produk Perikanan, 2010-2014 Tahun Uraian Volume Ekspor (Ton) Volume Impor (Ton) Nilai Ekspor (US$ 1.000) Nilai Impor (US$ 1.000) Neraca Perdagangan (US$ 1.000)
2010
2011
2012
1.103.576
1.159.349
1.229.114
Pertumbuhan (%) 2013
2014*
1.258.179
1.268.983
2010-
2013-
2014
2014
3,57
0,86
401.678
469.964
337.360
353.404
333.106
-3,05
-5,74
2.863.831
3.521.091
3.853.658
4.181.857
4.638.536
12,96
10,92
391.365
492.598
412.362
457.247
462.406
5,40
1,13
2.472.466
3.028.493
3.441.296
3.724.610
4.176.130
14,12
12,12
Keterangan:*) Angka perkiraan Berdasarkan data ekspor sampai dengan November 2014, komoditas yang memberikan kontribusi nilai tertinggi adalah udang (tangkapan dan budidaya), yakni sebesar 45,4% terhadap total nilai ekspor, disusul TTC (15,1%), kepiting/rajungan (8,9%) dan rumput laut (6,1%). Amerika Serikat masih menjadi pasar utama ekspor hasil perikanan dari Indonesia, dengan share 39,5%, disusul Jepang (15,25%), Eropa (12,54%) dan Tiongkok (9%). Berdasarkan data ekspor sampai dengan November 2014, komoditas yang memberikan kontribusi nilai tertinggi adalah udang (tangkapan dan budidaya), yakni sebesar 45,4% terhadap total nilai ekspor, disusul TTC (15,1%), kepiting/rajungan (8,9%) dan rumput laut (6,1%). Amerika Serikat masih menjadi pasar utama ekspor hasil perikanan dari Indonesia, dengan share 39,5%, disusul Jepang (15,25%), Eropa (12,54%) dan Tiongkok (9%). Sedangkan apabila dibandingkan dengan angka perkiraan ekspor tahun 2014, maka diperkirakan komoditas udang masih menjadi komoditas utama dengan kontribusi nilai ekspor tertinggi terhadap total nilai ekspor tahun 2014, yakni naik 16,87% dari 38,60% (2013) menjadi 45,11% (2014), disusul rumput laut naik 20,09% dari 5,01% (2013) menjadi 6,02% (2014), dan kepiting/rajungan naik 3,97% dari 8,59% (2013) menjadi 8,93% (2014). Sementara itu kontribusi komoditas TTC, cumi-cumi/sotong dan lobster terhadap total nilai ekspor diperkirakan menurun dalam kurun waktu setahun terakhir, yakni TTC turun 18,35% dari 18,29% (2013) menjadi 14,93% (2014), cumicumi/sotong turun 3,79% dari 3,47% (2013) menjadi 3,34% (2014), dan lobster turun 44,78% dari 1,67% (2013) menjadi 0,92% (2014).
42 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Gambar 13. Grafik Nilai Ekspor Produk Perikanan
Pada periode 2010-2014 nilai ekspor komoditas lobster diperkirakan mengalami kenaikan yang paling tinggi, yakni naik 58,42% per tahun, disusul komoditas rumput laut naik 25,27% per tahun, cumi-cumi/sotong naik 22,05% per tahun, udang naik 19,98% per tahun, kepiting/rajungan naik 18,96% per tahun, dan TTC naik 18,26% per tahun. Namun demikian, berbeda dengan periode 2010-2014, pada kurun waktu setahun terakhir (2013-2014) nilai ekspor komoditas rumput laut mengalami kenaikan yang paling tinggi, yakni 33,21%, disusul komoditas udang naik 29,63%, kepiting/rajungan naik 15,33%, dan cumi-cumi/ sotong naik 6,71%. Sedangkan komoditas lobster yang mengalami peningkatan nilai ekspor tertinggi dalam periode 2010-2014, namun dalam kurun setahun terakhir justru turun sebesar 38,75%. Hal yang sama juga dialami komoditas TTC yang turun 9,44%. Tidak tercapainya target ekspor tahun 2014 disebabkan beberapa faktor, antara lain: (1). Belum dapat memanfaatkan secara maksimal atas terbukanya peluang pasar udang global sebagai akibat turunnya produksi di beberapa negara produsen utama dunia karena serangan Early Mortality Syndrome (EMS). Meski tingkat utilitas unit pengolah udang masih rendah (54,53% periode Januari-Juni 2014), peluang ekspor udang dengan bahan baku impor (re-export) terkendala dengan adanya larangan impor udang dari negara-negara yang terkena EMS (Permen KP Nomor 32/2013); (2). Menurunnya importasi produk perikanan di pasar Jepang sebagai akibat menurunnya angka konsumsi ikan yang dipengaruhi oleh struktur penduduk Jepang yang didominasi dewasa dan usia lanjut. Khusus untuk TTC, menurunnya importasi ini menyebabkan menurunnya harga TTC di pasar global;
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 43
(3). Belum terpenuhinya bahan baku UPI TTC yang ditunjukan dengan tingkat utilitas yang relatif masih rendah (54,79% periode JanuariJuni 2014), sehingga permintaan beberpa negara tujuan ekspor belum dapat terpenuhi; (4). Dampak sementara moratorium penangkapan ikan mengakibatkan proses produksi UPI pada bulan November dan Desember akan menurun. Hal ini akan berakibat pula menurunnya nilai ekspor sekitar USD 60 juta. Dampak ini diperkirakan bersifat sementara sampai kebijakan transshipment telah tertata khususnya terkait dengan penangkapan tuna yang menggunakan pole and line, hand line dan rawai. Masukan dari para pelaku bahwa untuk praktek penangkapan ikan ini memerlukan kapal pengangkut dalam rangka efisiensi operasi usaha; (5). Dampak sementara lainnya adalah tidak terpasarkannya ikan hidup hasil budidaya laut oleh kapal-kapal angkut ikan hidup yang keseluruhannya (11 kapal) dengan tujuan Hongkong. Diperkirakan selama 2 bulan (November dan Desember) akan menurunkan nilai ekspor ikan hidup sekitar USD 6 juta. Selain itu, pada periode tersebut ekspor hasil perikanan ke Uni Eropa diperkirakan akan mengalami penurunan sebagai akibat tidak terbitnya SHTI; (6). Kasus temporary restriction oleh Custom Union Rusia yang baru terbuka pada September 2014 telah menurunkan potensi nilai ekspor Indonesia ke Rusia sekitar USD 40 juta; (7). Belum optimalnya kualitas pencatatan data ekspor, antara lain: ekspor tanpa PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), ekspor di daerah perbatasan, ekspor dibawah harga sebenarnya (sebagai contoh: harga kerapu hidup (PEB) USD 3/kg, sedangkan kondisi di lapangan sekitar USD 15/kg); (8). Semakin ketatnya persyaratan impor di beberapa negara tujuan utama, seperti jaminan keamanan produk perikanan dan non-IUU, sustainability dan tracebility. Untuk mendorong peningkatan ekspor hasil perikanan, telah dan akan dilaksanakan beberapa upaya khusus seperti percepatan penyelesaian hambatan ekspor, peningkatan sinergitas antar Kementerian/Lembaga, khususnya dengan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan untuk perbaikan kualitas data ekspor melalui pengawasan PEB, penertiban pencatatan di daerah perbatasan, dan validasi pencatatan data ekspor bekerjasama dengan BPS dan meningkatkan promosi dan memperluas akses pasar ke pasar-pasar non-tradisional (di luar AS, UE dan Jepang). Pada tahun 2014, KKP juga berpartisipasi aktif dalam kerjasama dengan organisasi perdagangan internasional dan pemerintah negara tujuan ekspor dalam rangka peningkatan akses pasar produk perikanan Indonesia melalui forum perundingan perdagangan, baik secara bilateral, regional maupun multilateral. Secara bilateral, telah dilaksanakan pertemuan dengan Singapura dalam forum IndonesiaSingapore Agribusiness Working Group (ISAWG) di Bandung, dengan Uni Eropa dalam Forum Komunikasi Bersama (FKB) dan Senior Officials Meeting (SOM) RI-UE di Lombok, dengan Swiss, Norwegia, Islandia dan
44 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Lichtenstein yang tergabung dalam organisasi European Free Trade Area (EFTA) dalam forum Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IECEPA) di Surabaya. Secara regional, telah dilaksanakan pertemuan dengan Negara ASEAN dalam forum ASWGFi di Malaysia, ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC) di Filipina, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di Singapura, dan APEC Official Ministerial Meeting (AOMM) di Tiongkok. Secara multilateral, KKP aktif dalam melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri dalam rangka penyusunan posisi runding dalam forum WTO dan D-8. Selain itu, juga sedang dirintis kerjasama dengan USAID dalam penyusunan konsep ecolabelling produk perikanan Indonesia, khususnya komoditas tuna.
6. Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan per Negara Mitra Kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra pada tahun 2014 ditekan seminimal mungkin agar tiak melebihi maksimal 10 kasus per negara mitra. Sampai dengan tahun 2014, sudah ada 36 negara mitra yang telah memiliki Mutual Recognition Arrangement (MRA) dengan Indonesia, yaitu Tiongkok, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea Selatan, Italia, Spanyol, Prancis, Inggris, Belgia, Jerman, Luxembourg, Belanda, Denmark, Irlandia, Yunani, Portugal, Austria, Finlandia, Swedia, Cyprus, Estonia, Republik Czech, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slovakia, Bulgaria, Romania, Slovenia, Kroasia dan Norwegia. Selama lima tahun terakhir KKP telah berhasil mempertahankan kinerja untuk menekan jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan per Negara Mitra selama tahun 2011–2014, dapat dihat pada Tabel berikut. Tabel 17. Jumlah penolakan ekspor produk perikanan per Negara mitra pada 2011–2014 Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra
Capaian 2011
2012
2013
2014
≤ 10
≤ 10
≤ 10
≤ 10
Upaya otoritas kompeten Indonesia (BKIPM), KKP dalam penyelesaian teknis sebagai tindak lanjut notifikasi kasus penolakan ekspor hasil perikanan dari Negara mitra adalah dengan melakukan investigasi kasus sampai dengan menerbitkan rekomendasi. Hasil investigasi akan menyampaikan temuan ketidaksesuaian, serta permintaan kepada unit pengolah ikan untuk melakukan tindakan perbaikan, apabila temuan ketidaksesuaian tidak dilaksanakan maka BKIPM, KKP akan menerbitkan rekomendasi pemberian sanksi pelarangan ekspor sementara (internal suspend) atau pencabutan approval number terhadap UPI yang melanggar.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 45
...... Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Tahun Perikanan Tahun 2014 Tabel 18. Tabel Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan 2014 Negara Mitra
Jumlah
Keterangan
Kasus
Kanada
4
satu kasus akibat kandungan histamine pada produk Frozen Tuna Steak; dua kasus akibat kekurangan berat (Net weight determination) pada produk Frozen White Shrimp, dan satu kasus akibat adanya Sulphites pada produk Frozen Tiger Shrimp.
Jerman
3
kandungan Histamine pada produk Sardine Oil
Korea Selatan
2
kandungan Nitrofuran Metabolism pada produk Frozen Serrated swimming crab
Belgia
1
kandungan mercury pada produk Frozen Skinless and Bonless swordfish loins
Italia
1
kandungan mercury pada produk Frozen Red Snapper
Perancis
1
kandungan mercury pada produk Frozen Blue Shark
Inggris
1
Salmonella pada produk Frozen Cooked and Peeled Prawns
Slovenia
1
kandungan histamine pada produk Canned Sardine in soybean Oil
Spanyol
1
kandungan mercury pada produk Frozen Sword Fish
Sedangkan untuk negara mitra lainnya sampai dengan akhir Desember 2014 tidak terjadi penolakan ekspor hasil perikanan. Terhadap seluruh kasus penolakan tersebut telah dilakukan investigasi dan ditindaklanjuti serta dilaporkan kepada otoritas kompeten negara mitra. Capaian pada tahun 2011–2014 selengkapnya disajikan pada berikut. Tabel Rekapitulasi Kasus Penolakan pada 2011-2014 Tabel 19.…. Rekapitulasi Kasus Penolakan pada 2011-2014 No
Kasus Penolakan
Negara mitra
2011
2012
2013
2014
No.
Kasus Penolakan
Negara mitra
2011
2012
2013
2014
1
Tiongkok
2
0
0
0
19
Austria
0
0
0
0
2
Kanada
0
0
5
4
20
Finlandia
0
0
0
0
3
Vietnam
0
0
0
0
21
Swedia
0
0
0
0
4
Rusia
6
1
4
0
22
Cyprus
0
0
0
0
5
Korea Selatan
1
2
3
2
23
Estonia
0
0
0
0
6
Italia
3
9
1
1
24
Rep.Czech
0
0
0
0
7
Spanyol
1
3
0
1
25
Hungaria
0
0
0
0
8
Prancis
2
1
1
1
26
Latvia
0
0
0
0
9
Inggris
0
1
0
1
27
Lithuania
0
0
0
0
10
Belgia
0
0
1
1
28
Malta
0
0
0
0
11
Jerman
0
0
2
3
29
Slovenia
0
0
0
1
12
Poland
1
0
0
0
30
Slovakia
0
0
0
0
13
Luxembourg
0
0
0
0
31
Bulgaria
0
0
0
0
14
Belanda
0
0
0
0
32
Romania
0
0
0
0
15
Denmark
0
0
0
0
33
Kroasia
0
0
0
0
16
Irlandia
0
0
0
0
34
Norwegia
0
0
0
0
17
Yunani
0
0
0
0
35
Kazakhstan
0
0
0
0
18
Portugal
0
0
0
0
36
Belarus
0
0
0
0
16
17
17
15
Total
46 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Dari tabel di atas, realisasi IKU ini lebih baik jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2013, dimana pada tahun 2013 jumlah kasus penolakan ekspor produk perikanan tertinggi sebanyak 5 kasus dan di tahun 2014 tertinggi 4 kasus. Jika dilihat total kasus penolakan ekspor produk perikanan ke seluruh negara mitra (36 negara), selama empat tahun terakhir jumlahnya berfluktuasi dengan rata-rata 16,25 kasus, dan ditahun 2014 menurun dibandingkan tahun 2013. Penyebab keberhasilan dalam mencapai target di tahun 2014 ini adalah: (1). Penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir seperti penerapan HACCP, pemberian nomor registrasi di negara mitra, penerbitan sertifikat kesehatan (HC) dan penanganan kasus penahanan dan penolakan serta harmonisasi sistem jaminan mutu dengan negara mitra dapat diterapkan secara konsisten. (2). Pemberian apresiasi berupa kesempatan/peluang ekspor ke negara mitra dan sanksi terhadap yang terkena kasus berupa pembekuan nomor registrasi (internal suspend). Sedangkan target ini dapat gagal apabila penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir tidak diterapkan secara konsisten. (3). Telah dilakukan berbagai kegiatan, diantaranya: pendaftaran UPI ke negara mitra (tujuan ekspor); penanganan Kasus Penolakan/ Penahanan Negara Mitra dan Negara importir lainya; rapat koordinasi penanganan Kasus Penolakan Hasil Perikanan; kunjungan ke negara Mitra dalam rangka Harmonisasi sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan; pertemuan dalam rangka Penyusunan Draft Persyaratan/Ketentuan Negara Mitra; sosialisasi Persyaratan/ Ketentuan Negara Mitra; dan evaluasi UPI yang terdaftar di negara mitra.
7. Luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan (juta ha) Indikator Luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan. Kawasan perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Tabel 20. KKP3K yang Dikelola secara Berkelanjutan Tahun 2014 Konservasi Perairan yang Dikelola
Target
Realisasi
% Capaian
secara Berkelanjutan (juta ha)
4,5
7,8
173,33
Sesuai dalam tabel di atas pada Tahun 2014 target pengelolaan KKP3K seluas 4,5 juta ha terlampaui. Berkat upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan seperti asistensi pencadangan-penetapan kawasan, pembinaan pengelolaan kawasan, penyusunan NSPK pengelolaan kawasan, evaluasipenetapan kawasan serta asistensi rencana pengelolaan dan zonasi kawasan. Ada pula kegiatan penyusunan sub-project kawasan konservasi yang pendanaannya didukung melalui Proyek Rehabilitasi Pengelolaan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 47
Terumbu Karang (COREMAP-CTI). Dalam rangka persiapan COREMAPCTI juga telah dilaksanakan penyusunan best practices dan replikasi pengelolaan teumbu karang. Hal yang menggembirakan jika dibandingkan selama lima tahun terakhir dari 2010 sampai 2014 pengelolaan KKP3K terus ditingkatkan luasannya, jika dihitung semenjak lima tahun terakhir bertambah seluas 6.900.000 ha atau rata-rata meningkat 84,07% per tahun. Tabel …21. Luasan Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2014 Tabel Luasan Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2014 Realisasi Tahun
Luas Kawasan Konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan
2010
2011
2012
2013
2014
(juta ha)
0.9
2,54
3,22
3.64
7,8
No
3,225,122
Luas 2010
2011
2012
46.240
2013
4
KKPD/Raja Ampat, Papua Barat
5
KKPD/Sukabumi, Jawa Barat
1.771
1.771
1.771
6
KKPD/Berau, Kaltim
300.000
300.000
300.000
7
KKPD/Pesisir Selatan, Sumbar
733
733
733
8
KKPD/Bonebolango, Gorontalo
2.460
2.460
2.460
9
KKPN/TWP P. Pieh, Sumbar
39.900
39.900
39.900
10
KKPN/TWP Padaido, Papua
183.000
183.000
183.000
11
KKPN/TWP Kapoposang, Sulsel
50.000
50.000
50.000
12
KKPN/SAP Aru Tenggara, Maluku
114.000
114.000
114.000
13
KKPN/SAP Raja Ampat, Papua Barat
60.000
60.000
60.000
14
KKPN/SAP Waigeo, Papua Barat
271.630
271.630
271.630
15
KKPD/Batam, Kepri
66.867
66.867
7,800,000
3,647,517
Lokasi
46.240
46.240
16
KKPD/Bintan, Kepri
472.905
472.905
17
KKPD/Natuna, Kepri
142.997
142.997
18
KKPD/Batang, Jawa Tengah
6.800
19
KKPD/Lampung Barat, Lampung
14.866,87
20
KKPD/Alor, NTT
400.008,30
21
KKPD/Indramayu, Jawa Barat
720
900.000
2.542.353
3.225.122
3.647.517
Total Luas
2,542353
900,000
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 14. Perbandingan Target-Realisasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2010 - 2014
Cara menghitung Menggunakan metode Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K) sesuai level efektivitas pengelolaan dikategorikan dalam beberapa level merah, kuning, hijau, biru dan emas. Yang dimaksud dengan kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan adalah kawasan konservasi yang sudah dilakukan pengelolaan melalui peningkatan level tersebut. Tabel Lokasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2010 - 2013 Tabel 22.…. Lokasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2010 - 2013 No
Lokasi
Luas 2010
2011
2012
2013
1
KKPN/TNP Laut Sawu, NTT
900.000
1.467.165
1.467.165
1.467.165
2
KKPN/TWP Gili Matra, NTB
2.954
2.954
2.954
3
KKPN/TWP Laut Banda, Maluku
2.500
2.500
2.500
48 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Dua indikator keberhasilan pencapaian target ini adalah luas kawasan dan hasil evaluasi perangkat E-KKP3K. (1). Dalam konteks luas kawasan yang dikelola, secara kumulatif hampir 7,8 juta ha kawasan telah terkelola efektif hingga akhir tahun 2014. Angka ini jauh melampaui target pengelolaan efektif yang telah ditentukan pada periode awal renstra 2010-2014 seluas 4,5 juta ha antara lain karena implementasi kebijakan blue economy di tiga lokasi kawasan konservasi yakni di TWP Anambas, TWP Nusa Penida Klungkung dan TWP Lombok Timur. Tiga lokasi ini menyumbang hampir 1,3 juta ha luas kawasan pengelolaan efektif tambahan selama periode RPJM 2010-2014 dan menggenapkan jumlah fokus lokasi pengelolaan efektif pada periode tersebut menjadi 24 lokasi. Selain itu, sejumlah kawasan juga telah mengubah (menambah dan mengurangi) area konservasinya seperti yang terjadi di Taman Pesisir (TP) Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, TP Pangumbahan Sukabumi dan TWP Kepulauan Raja Ampat. Meski demikian, seluruh dinamika tersebut tidak berimbas signifikan terhadap capaian kinerja pengelolaan efektif kawasan konservasi. (2). Dalam konteks hasil evaluasi E-KKP3K, seluruh kawasan konservasi yang masuk dalam fokus pengelolaan efektif telah meningkat level pengelolaannya. Perlu dipahami bahwa level pengelolaan efektif kawasan konservasi yang diakui berdasarkan E-KKP3K sejatinya adalah ketika semua kriteria pada salah satu tingkatan telah terpenuhi 100%. Sembilan dari 24 kawasan konservasi yang
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 49
menjadi fokus pengelolaan menunjukan level pengelolaan yang sangat menggembirakan karena telah berhasil menapaki level biru. Kawasan konservasi tersebut yakni: KKPD Alor, KKPD Batang, KKPD Raja Ampat, KKPD Sukabumi, KKPN Laut Sawu, KKPN Pulau Pieh, KKPN Laut Banda, KKPN Aru Tenggara dan KKPN Anambas. Sementara itu, meski pembenahan pengelolaan masih perlu terus dilakukan, KKPD Klungkung selangkah lebih maju ketimbang lokasi lain lantaran telah berhasil menapaki level E-KKP3K tertinggi yakni level emas yang berarti bahwa upaya pokok pengelolaan telah mulai terasa manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Upaya implementasi E-KKP3K ini juga dalam rangka mendukung Coral Triangle Marine Protected Area System (CTMPAS) yakni operasionalnya pengelolaan kawasan konservasi pada tahun 2020. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam mendukung konservasi perairan diantaranya: (1). Pilot project perlindungan dan pelestarian kawasan di beberapa lokasi seperti revitalisasi fungsi kawasan di TWP Gili Matra (font box), turtle watching dan program adopsi penyu di TP Pangumbahan-Sukabumi disertai dialog peran para pihak dalam pengelolaan efektif kawasan konservasi juga telah dilakukan pada tahun 2014. (2). Disahkannya 10 dokumen rencana pengelolaan dan zonasi seluruh KKPN yang dikelola KKP yakni TWP Pulau Pieh, TWP Anambas, TWP Padaido, TWP Laut Banda, TWP Gili Matra, TWP Kapoposang, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, SAP Waigeo Barat, SAP Aru Tenggara dan TNP Laut Sawu. (3). Ketetapan Menteri untuk: Dua KKPN yakni TWP Anambas dan TNP Laut Sawu, kedua kawasan yang dikelola KKP ini mencakup berturut-turut perairan seluas 1,2 juta ha dan 3,3 juta ha. Dua KKPD, yakni TWP Nusa Penida Kabupaten Klungkung dan TWP Kepulauan Raja, TWP Nusa Penida meliputi wilayah perairan Kabupaten Klungkung seluas lebih kurang 20 ribu ha sementara TWP Kepulauan Raja Ampat memiliki luas keseluruhan 1.026.540 ha yang terdiri atas lima area yakni Perairan Kepulauan AyauAsia seluas lebih kurang 101.440 ha, Teluk Mayalibit seluas lebih kurang 53.100 ha, Selat Dampier seluas lebih kurang 336.000 ha, Perairan Kepulauan Misool seluas lebih kurang 366.000 ha dan Perairan Kepulauan Kofiau dan Boo seluas lebih kurang 170.000 ha. Terdapat 15 (lima belas) keputusan menteri secara rinci pada tabel berikut: Tabel 23. Capaian Legislasi Bidang Konservasi Kawasan No
Judul
Nomor
1
KKPN Laut Sawu dan Sekitarnya di Prov. NTT
No. 5/Kepmen-Kp/2014
2
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi NTT Tahun 2014 - 2034
No. 6/Kepmen-Kp/2014
3
KKP Nusa Penida Kab. Klungkung Di Prov. Bali
No. 24/Kepmen-Kp/2014
4
KKP Kepulauan Raja Ampat, Kab. Raja Ampat Di Prov. Papua Barat
No. 36/Kepmen-Kp/2014
50 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
No
Judul
Nomor
5
KKP Kepulauan Anambas Dan Laut Sekitarnya, Prov. Kepulauan Riau
No. 37/Kepmen-Kp/2014
6
Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Perairan P. Pieh dan Laut Sekitarnya Di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014-2034
No. 38/Kepmen-Kp/2014
7
Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kep. Anambas dan Laut Sekitarnya di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014-2034
No. 53/Kepmen-Kp/2014
8
Rencana Pengelolaan Dan Zonasi TWP Pulau Gili Ayer, Gili Meno dan Gili Trawangan di Prov. NTB Tahun 2014-2034
No. 57/Kepmen-Kp/2014
9
Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Laut Banda di Provinsi Maluku Tahun 2014-2034
No. 58/Kepmen-Kp/2014
10
Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kep. Kapoposang dan Laut sekitarnya di Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2014-2034
No. 59/Kepmen-Kp/2014
11
Rencana Pengelolaan dan Zonasi SAP, Kep. Waigeo sebelah barat dan laut sekitarnya di Prov., Papua Barat Tahun 2014-2034
No. 60/Kepmen-Kp/2014
12
Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kep. Padaido dan laut disekitarnya di Prov. Papua Tahun 2014-2034
No. 62/Kepmen-Kp/2014
13
Rencana Pengelolaan dan Zonasi SAP, Kepulauan Aru bagian tenggara dan laut sekitarnya di Prov. Maluku Tahun 2014-2034
No. 64/Kepmen-Kp/2014
14
Rencana Pengelolaan dan Zonasi SAP Kep. Raja Ampat dan laut sekitarnya di Prov. Papua Barat Tahun 2014-2034
No. 63/Kepmen-Kp/2014
15
Tim Persiapan Pelimpahan Pengelolaan KKP dan KKP3K dari Kemenhut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan
No. 75/Kepmen-Kp/ Sj/2014
(4). Upaya inisiasi penataan batas kawasan juga telah dilakukan pada tahun 2014 di TP Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang, TWP Nusa Penida Kabupaten Klungkung dan TWP Pulau Pieh. (5). Undang-undang No. 1/2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Menteri No. 75/KEPMENKP/SJ/2014 tentang Tim Persiapan Pelimpahan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dari Kementerian Kehutanan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Disamping itu pada tahun 2014 terjadi penambahan luas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil dengan target di tahun 2014 seluas 300 ribu ha. Upaya yang dilakukan tidak hanya telah memenuhi target yang telah ditetapkan, tetapi melebihi dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2014 ini, telah melakukan penambahan luas kawasan konservasi sebesar 875.492,47 ha, yang artinya realisasi capaiannya mencapai 291,83% dari target yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam rangka penambahan luas kawasan konservasi ini dilaksanakan melibatkan pemerintah daerah disejumlah lokasi potensial yang memiliki komitmen untuk mencadangkan sebagian wilayah perairannya sebagai kawasan konservasi pada tahun 2014. Lokasi dimaksud antara lain Kabupaten Belitung, DIY, Kota Bitung, Prov. Sulawesi Tenggara, Kabupaten Bangka Selatan. Jika membandingkan antara realisasi penambahan luas kawasan konservasi antara realisasi tahun 2014 dengan realisasi tahun sebelumnya, realisasi penambahan luas kawasan pada tahun 2014 melebihi realisasi penambahan luas kawasan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 51
pada tahun 2013. Pada tahun 2014 realisasi capaian penambahan luas kawasan sebesar 875.492,47 ha, sedangkan pada tahun 2013 realisasinya mencapai 689.945 ha dan 2012 sebesar 698.397 ha. Namun demikian realisasi capaian pada tahun 2014 ini masih kurang luas jika dibandingkan dengan realisasi capaian penambahan luas kawasan tahun 2011. Pada tahun 2011 realisasi capaian penambahan luasnya mencapai 1.319.649 ha.
Tabel 24. Penambahan Luas Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2010-2014 Jumlah penambahan kawasan konservasi perairan (ha)
2011 1.319.649
2012 698.397
2013
2014
689.945
875.492
aksesibilitas, memperlancar aliran investasi dan produksi serta menciptakan keterkaitan ekonomi antar pulau. Jika dirunut semenjak tahun 2011 jumlah PPK menunjukan terus mendapatkan perhatian hal ini dilihat dengan jumlah pulau yang semakin banyak yang difasililitasi sarana dan prasarananya setiap tahunnya. Tabel 25. Jumlah Pulau dengan Ragam Fasilitasi Sarpras di PPK Tahun 2010-2014 (Pulau) Jenis Sarpras
2010
2011
2012
Kegiatan-kegiatan tersebut sebagai pelaksanaan dari mandat UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil (WP3K), pada pasal 15, menyebutkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengelola data dan informasi mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu kegiatan pendataan juga diamanahkan dalam Perpres No. 85/2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional pada pasal 6, yaitu kewajiban melakukan pengumpulan, pemeliharaan, dan pemutakhiran data spatial. Untuk tahun 2014 kegiatan fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana dasar di PPK, termasuk di PPKT, yakni penyediaan sarpras difokuskan pada penyediaan air berish siap minum ditargetkan 20 pulau, dan telah berhasil direalisasikan sebanyak 30 pulau atau capainnya 150,00%. Selama tahun 2011 hingga 2014 telah diupayakan pengembangan desalinasi air laut di 127 pulau. Meskipun selama 5 (lima) tahun belakangan ini telah banyak program dan kegiatan dalam memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil. Tujuan dari pembangunan sarpras adalah untuk meningkatkan
52 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
2014
PLTS
-
5
1
-
-
Minawisata
-
-
8
11
8
Air Bersih
-
21
-
66
40
Ekonomi Produktif
-
15
14
32
10
8. Jumlah Pulau-Pulau Kecil (PPK) Termasuk Pulau Kecil Terluar Yang Dikelola Jumlah PPK termasuk PPK terluar yang dikelola adalah PPK yang telah dilakukan salah satu atau lebih dari hal-hal berikut yakni: diidentifikasi dan dipetakan potensinya, terfasilitasi penyediaan infrastruktur, terfasilitasi perbaikan lingkungan dan adaptasi berbasis mitigasi dan difasilitasi pengelolaan PPK melalui investasi oleh pihak swasta. Teknik menghitung dengan menginventarisir data pulau-pulau kecil termasuk pulau-pulau kecil terluar yang dipetakan potensinya, terfasilitasi penyediaan infrastruktur, terfasilitasi perbaikan lingkungan dan adaptasi berbasis mitigasi, difasilitasi kegiatan investasi dan, yang telah dilakukan salah satu atau lebih dari hal berikut: diidentifikasi & dipetakan potensinya, terfasilitasi penyediaan infrastruktur, terfasilitasi perbaikan lingkungan dan adaptasi berbasis mitigasi.
2013
Kegiatan fasilitasi bantuan sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat pulaupulau kecil yang mandiri, yang tidak mengalami ketertinggalan dalam hal pembangunan dibandingkan dengan pulau utamanya, sehingga diharapkan di dalam pemanfaatannya dapat dijaga dan dikelola dengan sebaik-baiknya. Tabel 26. Lokasi Penyediaan Air Bersih Siap Minum di 30 Pulau No
Nama Pulau
Kabupaten/Kota
Provinsi
1
Giliyang
Sumenep
Jawa Timur
2
Mare
Kota Tidore Kepulauan
Maluku Utara
3
Molana
Maluku Tengah
Maluku
4
Nusalaut
Maluku Tengah
Maluku
5
Karas
Kota Batam
Kepulauan Riau
6
Menjangan Besar
Jepara
Jawa Timur
7
Segara
Pangkajene Kepulauan
Sulawesi Selatan
8
Serudung
Kotabaru
Kalimantan Selatan
9
Ambo
Mamuju
Sulawesi Barat
10
Bawa
Nias Barat
Sumatera Utara
11
Duyung
Lingga
Kepulauan Riau
12
Karoniki
Kepulauan Mentawai
Sumatera Barat
13
Kayuadi
Selayar
Kepulauan Riau
14
Romang
Maluku Tenggara Barat
Maluku
15
Talaga
Buton
Sulawesi Tenggara
16
Tuangku
Aceh Singkil
Aceh
17
Weh
Kota Sabang
Aceh
18
Subi Kecil
Natuna
Kepulauan Riau
19
Tenggel
Bintan
Kepulauan Riau
20
Seliuk
Belitung
Bangka Belitung
21
Maya
Kayong Utara
Kalimantan Barat
22
Giligede
Lombok Barat
Nusa Tenggara Barat
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 53
No
Nama Pulau
Kabupaten/Kota
Provinsi
23
Medang
Sumbawa
Nusa Tenggara Barat
24
Ujung Betok
Lombok Timur
Nusa Tenggara Barat
25
Kanalo
Sinjai
Sulawesi Selatan
26
Marputi
Donggala
Sulawesi Tengah
27
Labengki Kecil
Konawe Utara
Sulawesi Tenggara
28
Matutuang
Kepulauan Sangihe
Sulawesi Utara
29
Letti
Maluku Barat Daya
Maluku
30
Tayando
Kota Tual
Maluku
Penyediaan sarpras air minum merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan. Beberapa catatan terkait sarpras air minum di pulau-pulau kecil, yakni: (1). Tidak memadainya sarpras air minum berpengaruh buruk pada kondisi kesehatan dan lingkungan yang memiliki dampak lanjutan terhadap tingkat perekonomian keluarga. Laporan Joint Monitoring Programme tentang Kemajuan Air Minum dan Sanitasi Tahun 2012 dari kerjasama WHO dan UNICEF, mengatakan bahwa tingkat kematian anak-anak yang diakibatkan penyakit diare sangatlah tinggi. Sehingga peran Pemerintah dalam menyediakan akses kepada air minum yang layak sangatlah diharapkan. (2). Sumber air tawar bagi penduduk di pulau-pulau kecil selama ini berasal dari air hujan yang ditampung dan diambil/dibeli dari pulau atau daratan utama, namun seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat terjadi musim kemarau. (3). Di Indonesia terdapat 3.696 desa di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil dan hanya 47% yang memiliki akses kepada sumber air (sungai, saluran irigasi, dan danau/waduk). Sisanya sebanyak 53% (1.955 desa) masih harus menggantungkan kebutuhan air minumnya dari air tanah atau penampungan air hujan. (4). Keuntungan yang didapat dari penyediaan sarpras air minum di PPK, yakni secara ekonomi pengembangan desalinasi air laut sangat ekonomis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui alat desalinasi dalam satu hari mampu menghasilkan 9.000 liter atau setara dengan 470 galon. Maka dapat dikatakan bahwa air bersih yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan 470 keluarga. Dengan jumlah dalam 1 tahun susidi yang diberikan pemerintah terhadap harga air bersih sebesar Rp225.500.000, sehingga dapat dihitung keuntungan bersih penjualan air minum dalam satu tahun adalah Rp366.000.000. (5). Pengembangan desalinasi air laut mampu merubah air payau atau air laut menjadi air yang langsung bisa dikonsumsi dengan tingkat kemurnian mencapai 98%, kualitas air yang dihasilkan memenuhi standar kualitas air bersih yang dikeluarkan oleh United Nation World Health Organization (UN-WHO) (6). Tingkat efisiensinya cukup tinggi karena menggunakan energy recovery, cost effective, dengan daya listrik yang dibutuhkan hanya sekitar 900-1.100 watt bahkan bisa menggunakan generator kecil, panel surya atau turbin angin, air minum yang dihasilkan bisa mencapai 9.000 liter/hari. 54 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Gambar 15. Sarpras Air Minum di PPK
9. Wilayah Perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP Capaian IKU wilayah perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP sebesar 38,63% dari target yang telah ditetapkan sebesar 35%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2013, terdapat penurunan target capaian IKU. Hal ini merupakan implikasi dari kebijakan pengurangan anggaran untuk penghematan APBN pada tahun 2014 yang diiringi dengan penurunan target capaian seperti pengurangan hari layar kapal pengawas dari 110 hari menjadi 66 hari. Dalam upaya untuk menegaskan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, untuk maksud tersebut dikeluarkan peraturan-peraturan menteri yakni: (1). Permen KP No. 56/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Di WPP Negara Republik Indonesia, tujuannya mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, dan mencegah serta memberantas praktek IUU Fishing di WPP: (2). Permen KP No. 57/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Permen KP Nomor PER.30/MEN/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggungjawab dan penanggulangan IUU Fishing di WPP Negara Republik Indonesia perlu penghentian alih muatan (transshipment) di tengah laut. Adapun pembandingan Capaian IKU selama satu periode renstra 20102014, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 27. Realisasi Persentase Cakupan WPP yang Terawasi dari Illegal Fishing tahun 2010-2014 Wilayah Perairan bebas IUU Fishing
2010
2011
2012
2013
2014
dan Kegiatan Merusak SDKP
37,45%
39%
41,13%
47,27%
38,63%
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 55
Ukuran keberhasilan tersebut diperoleh dari agregasi 3 Sub IKU Pengawasan SDKP yaitu : (1). Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan [WPP-NRI] yang Terawasi dari Illegal Fishing Pencapaian target indikator kinerja tersebut diupayakan melalui kegiatan operasi kapal pengawas di wilayah barat dan timur, pelatihan Awak Kapal Pengawas serta pemeliharaan kapal pengawas dengan uraian sebagai berikut: (i) Operasi Kapal Pengawas di Wilayah Barat: Operasi kapal pengawas di wilayah barat dilaksanakan dengan mengerahkan 15 unit Kapal Pengawas Ditjen. PSDKP dalam berbagai ukuran. Selama tahun 2014, di wilayah barat telah dilakukan pemeriksaan 1.240 kapal perikanan yang terdiri dari 1.224 Kapal Ikan Indonesia (KII) dan 16 Kapal Ikan Asing (KIA). Dari jumlah tersebut, telah ditangkap 22 kapal yang diduga melakukan tindak pelanggaran bidang perikanan dan pengangktan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) tanpa izin yang terdiri dari 6 KII dan 16 KIA. (ii) Operasional Kapal Pengawas di Wilayah Timur: Operasi kapal pengawas di wilayah timur dilaksanakan dengan mengerahkan 12 unit Kapal Pengawas Ditjen. PSDKP dalam berbagai ukuran. Selama tahun 2014, di wilayah timur telah dilakukan pemeriksaan terhadap 804 kapal perikanan yang keseluruhannya terdiri dari KII. Dari jumlah tersebut, telah ditangkap 16 kapal yang diduga melakukan tindak pelanggaran bidang perikanan. Pada tahun 2014, juga telah ditangkap 5 KII yang melakukan tindak pidana perikanan oleh speedboat pengawasan yang ada di UPT/Staker/Pos Pengawasan SDKP (Belawan, Benjina, Wanam dan Lombok). Rekapitulasi hasil operasi kapal pengawas di wilayah barat dan timur selama kurun waktu 2010-2014, yakni: (a) Jumlah kapal yang diperiksa sebanyak 15.844; (b) Jumlah kapal Indonesia yang ditangkap berjumlah 148 unit, kapal asing yang ditangkap berjumlah 364 unit sehingga total berjumlah yang ditangkap 511 unit. Selama kurun waktu tahun 2010 s/d 2012 terjadi peningkatan unit kapal ikan yang diperiksa, adapun pada tahun 2013 dan 2014 terjadi penurunan jumlah kapal yang diperiksa dibandingkan dengan tahun 2012. Penurunan tersebut sebagai dampak dari menurunnya jumlah hari operasi kapal pengawas dari 115 hari operasi pada tahun 2013 menjadi 66 hari operasi pada tahun 2014. Namun demikian penurunan jumlah hari operasi disikapi secara positif dengan meningkatkan strategi operasi yang efektif dan target operasi yang lebih fokus, serta pemanfaatan informasi dugaan pelanggaran kapal perikanan dari Pusat Pemantauan Kapal
56 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Perikanan dan dari Pokmaswas melalui SMS Gateway. (iii) Pelatihan Awak Kapal Pengawas (AKP) Pada tahun 2014 kegiatan pelatihan kapal pengawas difokuskan pada peningkatan kemampuan AKP dalam bidang Basic Safety Training (BST), dan Global Maritime Distress & Safety System (GMDSS). Kegiatan pelatihan telah dilaksanakan dengan mengikutsertakan 60 orang AKP. Sejak tahun 2011-2014, Awak Kapal yang telah diberikan pelatihan sebanyak 665 orang. (iv) Pemeliharaan Kapal Pengawas Selama tahun 2014, pemeliharaan kapal pengawas yang dilaksanakan meliputi: pemeliharaan rutin bulanan 27 unit kapal pengawas; pemeliharaan rutin tahunan/docking 24 unit kapal pengawas. (2). Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan [WPP-NRI] yang Terawasi dari Kegiatan yang Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan: Pencapaian kinerja dilakukan melalui pencapaian 4 (empat) indikator kinerja kegiatan yaitu: (i) Indikator kinerja persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan dan pemanfaatan ekosistem dan kawasan konservasi perairan illegal dan/atau yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pendampingan pengawasan, dan monitoring dan evaluasi di 14 lokasi yaitu: batang, Kejawanan, banyuwangi, Labuan Lombok, Bintan, Anambas,Kepri, Tanjung Pandan, Mamuju, Makassar, Banjarmasin, Gorontalo, Banggai Kepulauan, Sorong, Ternate. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain: (a) Peningkatan koordinasi dan kerjasama pengawasan kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan Perikanan dengan instansi terkait dan POKMASWAS; (b) Optimalisasi data dan informasi mengenai kondisi ekosistem perairan (seperti terumbu karang dan mangrove) melalui koordinasi dengan instansi terkait lainnya baik pusat maupun daerah. (ii) Indikator kinerja persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan pencemaran perairan yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Kegiatankegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pendampingan pengawasan, monitoring dan evaluasi di 14 lokasi yaitu: Bitung, Batam, Pekalongan, Pengambengan, Lempasing, Tegal, Cirebon, Banjarmasin, Banyuwangi, Juwana, Makassar, Surabaya, Medan, Probolinggo. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain:
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 57
(a) Perencanaan kegiatan lebih matang dengan berbagai pertimbangan faktor internal dan eksternal; (b) Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana serta kapasitas SDM pengawasan, khususnya di tingkat UPT/Sakter/ Pos pengawasan SDKP secara bertahap dan proporsional; (c) Peningkatan kerjasama pengawasan perairan dengan instansi terkait (pusat dan daerah), khususnya KLH dan Bapedalda. (iii) Capaian Presentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari pemanfaatan wilayah pesisir dan PPK yang illegal dan/atau merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pendampingan pengawasan, monitoring dan evaluasi di 14 lokasi meliputi: Tarempa, Kepulauan Riau, Tg. Balai Karimun, Sungai Liat, Kep. Seribu, Juwana, Surabaya, Probolinggo, Balikpapan, Makassar, Lombok, Flores, Bacan, Sorong dan peningkatan kemampuan pengawas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan kewenangan kepolisian khusus. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain: (a) Pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana serta kapasitas SDM pengawasan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya di tingkat UPT/Sakter/Pos pengawasan SDKP secara bertahap dan proporsional. (b) Peningkatan koordinasi dan kerjasama pengawasan pemanfaatan wilayah pesisir dan PPK dengan instansi terkait dan POKMASWAS; (c) Pelengkapan data dan informasi mengenai objek pengawasan wilayah pesisir dan PPK melalui koordinasi instansi terkait lainnya baik pusat maupun daerah. (iv) Capaian Presentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPPNRI yang terawasi dari pemanfaatan jasa kelautan dan sumber daya non hayati yang illegal dan/atau merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya. Capaian indikator kinerja sebesar 16,40% belum tercapai optimal sesuai target yang ditetapkan sebesar 15,75%. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pencapaian indikator kinerja ini mencakup: pengawasan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam (BMKT) dan pengawasan pemanfaatan pasir laut dan monitoring dan evaluasi yang secara garis besar telah dilaksanakan di 14 lokasi yaitu: Tanjung Balai Karimun, Serang, Bolmong, Mamuju, Kep. Seribu, Surabaya, Sungai Liat, Kijang, Blanakan, Belitung, Selayar, Balikpapan, Juwana, Pontianak. Beberapa upaya dan tindak lanjut pemecahan permasalahan yang dapat dilakukan antara lain: (1). Pelengkapan data dan informasi pengawasan pasir laut dan pendampingan pengawasan BMKT melalui koordinasi dengan instansi terkait lainnya baik pusat maupun daerah. Selanjutnya data dan informasi tersebut disebarkan ke UPT/ Satker/Pos Pengawasan. (2). Pengembangan SDM dan peningkatan sarana dan 58 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
prasarana serta kapasitas pengawasan Pasir laut di UPT/ Sakter/Pos pengawasan SDKP secara bertahap dan proporsional. (3). Persentase Penyelesaian Penyidikan Tindak Pidana Perikanan secara Akuntabel dan Tepat Waktu Pencapaian target indikator kinerja ini dilakukan melalui kegiatan utama penyelesaian tindak pidana perikanan dengan didukung oleh kegiatan penanganan pelanggaran lainnya, yaitu kegiatan penanganan barang bukti dan awak kapal, pembentukan forum koordinasi, dan pembinaan PPNS Perikanan. Selama tahun 2014 terdapat 58 kasus tindak pidana kelautan dan perikanan. Dari 58 kasus tersebut, sebanyak 13 kasus dikenakan sanksi administrasi berupa surat peringatan, 1 kasus masih dalam proses penerimaan/ penelitian, dan 44 kasus diproses hukum. Dari total kasus yang diproses hukum, sebanyak 36 kasus telah diselesaikan secara akuntabel dan tepat waktu sampai dengan P-21 dan didikuti dengan peneyrahan tahap II (persen capaian 81,81%), sedangkan 8 kasus masih dalam proses penyidikan karena 3 kasus merupakan kapal yang ditangkap pada pertengahan Desember 2014; 1 kapal merupakan kasus pelanggaran BMKT yang memerlukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya (Polri), dan 3 kasus merupakan perdagangan ikan yang dilindungi (ikan pari dan ikan botia) yang memerlukan koordinasi dengan instansi terkait dan pembuktiannya memerlukan waktu yang cukup lama.
10. Jumlah Hasil Litbang KP yang Inovatif Jumlah hasil Litbang KP yang inovatif didefinisikan sebagai hasil kegiatan penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan yang memiliki kebaruan sebagian atau seluruhnya yang akan dipergunakan dalam mengembangkan sistem produksi, pengolahan dan pemasaran berbasis IPTEK berupa model penerapan/ pengelolaan, produk biologi, paket teknologi, inovasi teknologi, komponen teknologi. Pada tahun 2014 hasil Litbang KP yang inovatif mencapai 105 produk litbang. Sebanyak 105 buah hasil litbang yang inovatif tersebut tersebar menjadi 29 buah produk biologi, 25 buah komponen teknologi, 33 buah paket teknologi, 5 buah inovasi teknologi, 3 buah rancang bangun, 10 model kelembagaan/ pengelolaan/ pengolahan garam. Inovasi-inovasi lainnya yakni untuk Perekayasaan teknologi terapan bidang perikanan budidaya diarahkan untuk mendorong pengembangan pembenihan dan pembudidayaan komoditas unggulan, baik komoditas
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 59
yang sudah dapat dibudidayakan, komoditas yang masih perlu upaya domestikasi, maupun spesies ikan lokal (khas di suatu daerah) yang terancam punah sebagai upaya pelestarian plasma nutfah. Capaian kinerja ini didukung oleh kegiatan: (i) inovasi teknologi pembenihan, diantaranya pemuliaan induk, pengembangan benih berkualitas, persilangan antar strain, pengembangan kebun bibit rumput laut, pengembangan bibit rumput laut; (ii) inovasi teknologi pembesaran diantara melalui pembesaran ikan di lahan marginal, rekayasa teknologi peningkatan produksi, kualitas dan produktivitas, pembesaran dengan aplikasi rekombinaan pada pakan, penggunaan vaksin, penerapan budidaya padat tebar tinggi; (iii) inovasi teknologi kesehatan ikan dan lingkungan: produksi protein rekombinan, produksi vaksin penyakit ikan penting, produksi dan aplikasi probiotik, aplikasi immunostimulant; (iv) inovasi teknologi pakan/pelet (nutrisi), diantaranya melalui produksi pakan induk, pakan pembesaran, pengggunaan cacing tanah (lumbricus) hasil budidaya untuk pakan, penggunaan cacing tubifex hasil budidaya untuk pakan. Guna meningkatkan capaian kinerja IKU ini di tahun-tahun berikutnya maka diperlukan: (i) Melakukan perekayasaan teknologi budidaya air payau, laut dan tawar; (ii) Pengembangan jejaring pemuliaan induk; dan (iii) Perekayasaan pengendalian kesehatan ikan dan lingkungan.
11. Rasio jumlah peserta yang dididik, dilatih, dan disuluh yang kompeten di bidang kelautan dan perikanan terhadap total peserta Rasio jumlah peserta yang dididik, dilatih, dan disuluh yang kompeten di bidang kelautan dan perikanan terhadap total peserta pada tahun 2014 mencapai 96,22% dari target 65%. Capaian rasio jumlah lulusan yang kompeten di bidang KP terhadap total peserta dan/atau kelompok di dapatkan dari hasil-hasil: (1). Rasio peserta didik yang terserap di dunia usaha dan dunia industri. (2). Rasio jumlah SDM KKP yang meningkat kompetensinya terhadap total yang telah melakukan assessment. (3). Prosentase kelompok pelaku utama /usaha perikanan yang disuluh dibandingkan dengan jumlah total kelompok pelaku utama/usaha perikanan. Sedangkan perbandingan dengan capaian tahun sebelumnya kondisinya meningkat dari 73,04% di tahun 2013 menjadi 96,22% di tahun 2014, atau naik sekitar 23,18 point atau naik 31,74%. Ini disebabkan karena pada tahun ini jumlah persentase lulusan pendidikan yang terserap di dunia usaha dan dunia industri mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini juga didasari oleh besarnya jumlah lulusan tahun ini yang lebih dari tahun sebelumya. Selain itu,
60 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
untuk dibidang penyuluhan juga cukup andil dalam peningkatan capaian IKU ini karena pada bidang tersebut pada tahun sebelumnya, data yang masuk kedalam capaian tahun 2013 belum semuanya terhitung. Sehingga data tersebut menjadi data tambahan untuk tahun 2014 ini. Selama tahun 2010-2014, setiap tahunnya jumlahnya berfluktuatif secara komulatif pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan telah mampu menyediakan sebanyak 135.653 SDM KP yang kompeten. Capaian tersebut merupakan kontribusi hasil capaian empat jenis kegiatan, yaitu kegiatan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan dukungan kesekretariatan. Perkembangan jumlah SDMKP yang kompeten disajikan pada tabel berikut. Tabel 28. Perkembangan Jumlah SDM KP yang Kompeten pada Tahun 2010 -2014 Jenis kegiatan
2010
2011
2012
2013
2014
3,135
16,039
19.572
43.313
53,594
135,653
582
1,129
1,221
1,280
1,594
5,806
Jumlah lulusan pelatihan KP yang dapat menerapkan kompetensi setelah mengikuti pelatihan
2,223
650
6,421
15,673
16,460
41,427
Jumlah kelompok usaha mandiri yang dapat mengembangkan usahanya melalui penyuluhan
33
713
1,193
2,347
3,554
7,840
Jumlah SDM KP yang berkontribusi positif terhadap pembangunan KP Jumlah lulusan pendidikan yang dapat diserap oleh dunia usaha dan dunia industri
Jumlah
Beberapa kendala dalam proses pencapaian IKU ini antara lain: (1). Belum seluruhnya data kelompok yang dibina penyuluh perikanan tercatat/disampaikan oleh daerah, sehingga belum terdapat cukup bukti pencapaian kinerja (2). Belum optimalnya sosialisasi Kepmen KP No. PER/14/MEN/2012 tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan; (3). Belum seluruh penyuluh perikanan/aparat didaerah melakukan penilaian berdasarkan Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan karena pemahaman belum memadai; (4). Penurunan anggaran penumbuhan dan pengembangan dan/ peningkatan kapasitas kelembagaan pelaku utama (dari Rp 1.500.000/kelompok menjadi Rp 1.200.000/kelompok) tidak sejalan dengan peningkatan target outcome kelompok yang ditetapkan; (5). Koordinasi lembaga penyuluhan di pusat, provinsi, dan kab/kota belum sepenuhnya difokuskan untuk mensinergikan pencapaian kinerja penyuluhan; (6). Dukungan penyelenggaraan penyuluhan oleh penyuluh dan Koordinasi penyelenggaraan Penyuluhan oleh Koordinator Regional Wilayah belum didukung oleh peraturan menteri tentang mekanisme kerja dan metode penyuluhan KP.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 61
Untuk mengatasi permasalahan tersebut upaya-upaya yang telah dilakukan oleh KKP antara lain: (1). Penyusunan dan sosialisasi buku menuju kelompok yang mandiri, untuk mempermudah pemahaman terhadap Kep MKP No. PER/14/MEN/2012 tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan; (2). Penegasan kembali target yang lebih difokuskan kepada kegiatan Pengembangan Kelas Kelompok pada kegiatan pembinaan dan pertemuan sinergitas yang mengundang pengelola dekonsentrasi penyuluhan KP dari daerah; (3). Pembinaan terhadap penyuluh pusat untuk melaksanakan kegiatan pendampingan pengembangan kelas kelompok; (4). Monitoring dan pengendalian untuk mengingatkan pengelola dekonsentrasi penyuluhan KP dan penyuluh perikanan untuk pencapaian target penyuluhan KP, baik pada saat kunjungan monitoring dan evaluasi ataupun melalui penyampaian surat elektronik terkait progres capaian kinerja dan upload melalui website.
62 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 63
I Prioritas Pembangunan Nasional 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Reformasi birokrasi dan tata kelola yang telah dilaksanakan oleh KKP meliputi: a. Penataan peraturan perundangan yakni melakukan penataan berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan oleh KKP Peraturan perundangan sebagai produk regulasi dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan, sepanjang tahun 2014 telah menghasilkan sebanyak 302 peraturan perundangan. Perkembangan jumlah regulasi yang dihasilkan tahun 2014 seperti pada tabel berikut. Tabel 29. Perkembangan Jumlah Peraturan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 No
Jenis Peraturan
Jumlah
1.
Undang-Undang
2
2.
Peraturan Pemerintah
1
3.
Peraturan Presiden
1
4.
Peraturan Menteri
59
5.
Peraturan Bersama
1
6.
Keputusan Menteri
79
7.
Instruksi Menteri
8.
Keputusan Menteri (ditandatangani Sekjen atas nama Menteri)
1
9.
Keputusan Sekjen
14
Jumlah
302
144
Capaian KKP terkait dengan peraturan perundangan adalah diundangkannya UU No.1 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No.27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Setidaknya ada 4 (empat) norma hukum penting yang telah disepakati, yakni: (1) pemberdayaan masyarakat hukum adat dan nelayan tradisional; (2) penataan investasi; (3) sistem perizinan; dan (4) pengelolaan kawasan konservasi laut nasional. Pemberdayaan masyarakat ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setara dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan norma hukum ini, maka masyarakat dapat mengambil inisiatif mengusulkan rencana zonasi. Undang-undang perubahan ini juga memberikan pengakuan hak asal-usul masyarakat hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah dikelola secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat. Sementara bagi nelayan tradisional yang memiliki wilayah penangkapan ikan secara tradisional diakui dengan cara memasukkan wilayah tersebut sebagai subzona dalam rencana zonasi sehingga memiliki perlindungan hukum.
64 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Prestasi KKP pada tahun 2014 terkait Reformasi Birokrasi antara lain mempertahankan Opini WTP untuk Laporan Keuangan dan Nilai A untuk Akuntabilitas Kinerja. Dalam hal Pengarusutamaan Gender, KKP berhasil memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya. KKP juga meraih penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014, selain itu memperoleh penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa di bidang kepabeanan.
Dalam undang-undang perubahan ini, investasi asing ditata sedemikian rupa sehingga tetap mengedepankan kepentingan nasional. Investasi asing tidak dilarang, tetapi diiringi sejumlah syarat diantaranya, bermitra dengan perusahaan lokal, di pulau kecil yang tidak berpenduduk, belum ada pemanfaatan oleh masyarakat setempat, wajib melakukan alih saham ke mitra lokal (divestasi) dan alih teknologi. Sebagai pelaksanaan keputusan Mahkamah Konsititusi, maka norma hukum Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) diganti menjadi perizinan. Ada dua macam izin yang diatur dalam revisi UU ini yaitu izin lokasi dan izin pengelolaan. Dalam undang-undang perubahan ini, pengelolaan kawasan konservasi laut nasional juga ditata sesuai tugas masing-masing. Kawasan konservasi laut yang telah ditetapkan sebelum undang-undang perubahan ini dan masih dikelola instansi lain dialihkan pengelolaannya ke KKP. Selain itu Rancangan Undang-Undang Kelautan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang pada 29 September 2014, dalam rapat Paripurna DPR-RI. UU Kelautan meliputi tiga hal pokok. Pandangan tersebut yakni, dasar pengaturan di bidang kelautan, urgensi penyusunan UU kelautan dan isu strategis bidang kelautan. Berbagai isu strategis itu diantaranya, pengelolaan ruang laut, klaim landas kontinen di luar 200 mil, pemanfaatan zona tambahan serta penegasan Indonesia sebagai Negara kepulauan. UU Kelautan ini terdiri dari 13 bab dengan penegasan kembali Indonesia sebagai negara kepulauan, wawasan dan budaya bahari, ekonomi kelautan, pertahanan dan keselamatan di laut, lingkungan laut, tata kelola kelautan, pemberdayaan masyarakat kelautan, kelembagaan dan mekanisme koordinasi, sumber daya manusia, dan IPTEK. UU Kelautan juga memasukkan beberapa muatan, seperti mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan nasional ke depan, terobosan terhadap permasalahan peraturan perundangan yang ada, dan pandangan ke depan terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia. Selain itu, UU juga menetapkan hal-hal yang belum diatur dalam UU yang sudah ada di bidang kelautan seperti Kebijakan Blue Economy. UU Kelautan ini juga mengacu pada UNCLOS dan kondisi geografis Indonesia. b. Penataan dan penguatan organisasi yakni melalui restrukturisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Unit KKP, tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja KKP; penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan Diklat yang mampu mendukung tercapainya tujuan dan sasaran RB. c. Penataan tata laksana yakni melalui tersedianya dokumen Standar Operasional Prosedur penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan tersedianya e-Government pada KKP. d. Penataan sistem manajemen SDM aparatur yakni melalui terbangunnya sistem rekruitmen yang terbuka, transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi; tersedianya uraian jabatan;
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 65
tersedianya peringkat jabatan; tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; tersedianya peta profil kompetensi jabatan; tersedianya indikator individu yang terukur; tersedianya data pegawai yang akurat; dan terbangunnya sistem dan proses pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. e. Penguatan pengawasan internal yakni melalui Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di KKP; dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai Quality Assurance and Consulting.
80 70 60 50 40 30
f. Penguatan akuntabilitas kinerja yakni melalui peningkatan kualitas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); terbangunnya sistem manajemen kinerja organisasi; Tersusunnya IKU KKP; dan tersusunnya dokumen Balanced Scorecard (BSC) untuk peningkatan pengelolaan kinerja. Selain penerapan BSC, upaya yang dilakukan KKP untuk memperbaiki Akuntabilitas Kinerja KKP adalah: (a) Penetapan Pedoman Pengumpulan Data Kinerja melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan; (b) Penyempurnaan Kontrak Kinerja Individu melalui penetapan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dengan menambahkan indikator BSC; (c) Penggunaan Teknologi Informasi dalam pengukuran kinerja organisasi melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Monitoring dan Evaluasi Kinerja (SiMeta) dan pengukuran kinerja individu melalui Sistem Informasi Penilaian Kinerja Individu (SiPKINDU). g. Peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik h. Monitoring dan evaluasi, dengan tersedianya laporan monitoring dan evaluasi tahunan serta lima tahunan. Prestasi yang dicapai KKP terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi antara lain laporan keuangan KKP kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dan Akuntabilitas Kinerja KKP mendapatkan nilai A dengan nilai total 77,68 pada tahun 2014.
20 10 0
Gambar 16. Nilai LAKIP KKP Tahun 2010-2014
KKP tahun 2014 juga meraih penghargaan dalam bidang pelayanan publik berupa predikat kepatuhan standar pelayanan publik yang diberikan oleh Ombudsman RI pada tanggal 18 Juli 2014. KKP dinilai telah memenuhi kewajiban dalam penyediaan komponen Standar Pelayanan Publik sebagaimana ketentuan pasal 15 dan Bab V UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Predikat ini menjadi bukti nyata atas komitmen KKP dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di lingkungan kementerian Sebelumnya dalam bidang pelayanan publik, KKP telah meraih penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014. Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada Balai Karantina Ikan Semarang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis KKP. Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Boediono kepada Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 30 April 2014 di Jakarta. Salah satu kriteria penilaian terhadap kompetisi inovasi pelayanan publik ini antara lain dilihat dari dampak terhadap masyarakat, keberlanjutan, serta harus bisa direplikasi oleh pihak lain, dan sudah diterapkan minimal setahun. Selain itu juga KKP memperoleh penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization dengan kriteria pelayanan yang luar biasa di bidang kepabeanan.
66 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 67
Kedua penghargaan tersebut di atas merupakan buah manis dari hasil kerja keras segenap pejabat dan karyawan lingkup KKP guna memenuhi hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik yang prima. KKP akan terus meneguhkan komitmen dalam mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan kementerian yang layak sesuai dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
2. Penanggulangan Kemiskinan Pelaksanaan prioritas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM-Mandiri KP), dimana dalam implementasinya dibagi menjadi kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap (PT), Perikanan Budidaya (PB), Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).
a. PUMP PT Tujuan dari PUMP PT adalah (1) meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan pengembangan usaha nelayan skala kecil, (2) menumbuhkembangkan kewirausahaan nelayan dan (3) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi nelayan. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp880,6 miliar kepada 8.806 KUB dengan jangkauan penerima di 958 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut. Gambar 17. KKP Meraih Penghargaan Bidang Pelayanan Publik
Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara bersih bebas kolusi, korupsi dan nepotisme, KKP dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat melakukan pencegahan gratifikasi di lingkungan KKP. Pelaksanaan penandatanganan KKP dan KPK merupakan salah satu strategi dalam membangun dan meningkatkan integritas dalam pelayanan publik. Terutama dalam upaya memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam mengembangkan usaha dan investasi di sektor kelautan dan perikanan.
Tabel 30. Rincian Penerima PUMP PT Tahun 2011-2014 Jumlah Penerima
2011
2012
KUB
1.106
Nilai BLM (RpMiliar)
110,6
370
132
287
Kab/Kota
3.700
2013 3.000
2014
Total
1.000
8.806
300
20
880,6
305
234
958
Rata–rata pemanfaatan PUMP PT sebagian besar (95%) digunakan untuk penyediaan sarana dan prasarana, biaya operasional (3%) dan biaya lainnya (2%). Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah penyediaan alat tangkap (49%), mesin (29%), perahu (20%) dan alat bantu penangkapan (2%).
Kerja sama KKP-KPK merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas Inpres No.7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Inpres No.5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta PP No.8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dimana setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggaraan negara wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas, fungsi dan peranannya dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang dipercayakan kepadanya. Sebagai tindak lanjutnya, KKP juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pelaporan Gratifikasi, Permen KP tentang Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, serta Permen KP tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Whistleblowing System dan Pengaduan Masyarakat. Gambar 18. Rata-rata Pemanfaatan PUMP Perikanan Tangkap
Berdasarkan hasil quick survey yang dilakukan oleh Pusat Penyuluh, BPSDMKP bahwa tingkat keberhasilan pemanfaatan PUMP PT secara rata–rata adalah sebanyak 2,87% dikategorikan sangat berhasil, 80,06% berhasil, 5,96% termasuk belum berhasil dan sebanyak 11,15% tidak berhasil dalam mengelola bantuan PUMP PT. 68 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 69
Sejak tahun 20112014 melalui kegiatan PUMP PT, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp880,6 miliar kepada 8.806 KUB di 958 Kab/Kota untuk meningkatkan pendapatan, menumbuhkembangkan kewirausahaan dan meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi nelayan.
Dari penerima PUMP PT yang berhasil telah diidentifikasi dari pelaksanaan PUMP dari tahun 2010–2014 yakni : (1). Adanya perubahan yang signifikan dari kepemilikan sarana dan prasarana yang minim menjadi lebih baik dan beberapa KUB bahkan telah memaksimalkan hasil perguliran untuk meningkatkan jumlah sarana dan prasarana anggota KUB; (2). Adanya peningkatan rata–rata volume produksi per anggota KUB sebesar 36,92% dari semula 99,39 kg menjadi 136,08 kg; (3). Adanya peningkatan rata–rata nilai produksi per anggota KUB sebesar 41,17% dari semula Rp2,52 juta menjadi Rp3,56 juta; (4). Adanya peningkatan rata–rata pendapatan per anggota KUB sebesar 71,9% dari pendapatan semula sebanyak Rp1,4 juta per anggota KUB menjadi Rp2,5 juta per anggota setiap bulannya; (5). Adanya trend peningkatan tabungan anggota KUB, pengembalian pinjaman anggota ke KUB dan saldo tabungan dan kas KUB; (6). Adanya peningkatan kepedulian nelayan terhadap sosial dan lingkungan; (7). Nelayan mengalami perubahan kondisi yang lebih baik sebelum menerima bantuan PUMP PT dan sesudah memanfaatkan dana bantuan seperti tertera pada tabel berikut.
(3). Kemitraan dengan beberapa instansi: a. Bank Indonesia, kerjasama dalam bantuan permodalan senilai Rp350 juta untuk membangunan gerai dan studi banding ke indramayu serta Rp204 juta untuk pendampingan PINBUK; b. BRI dan Bank Riau Kepri, kerjasama dalam kemudahan kegiatan penabungan dan akses permodalan melalui KUR dan KKEP senilai Rp567 juta; c. PT Pertamina Transcontinental, kerjasama dalam kegiatan peduli lingkungan melalui penanaman mangrove dan pembibitan mangrove, penguatan kelembangaan dan sarana perikanan tangkap.
Tabel 31. Perubahan Sebelum dan Sesudah Pemanfaatan PUMP Perikanan Tangkap Aspek
Sebelum
Tabungan
Tabungan berdasarkan suka rela
Tabungan berdasarkan kesepakatan
Pertambahan modal KUB sedikit
Pertambahan modal KUB terencana dan meningkat
Belum ada rencana pengembangan usaha KUB
Pengembangan usaha terencana
Usaha
Sesudah
Terciptanya kemandirian Terciptanya kemitraan Administrasi
Sarana & Prasarana
Pencatatan kegiatan KUB tidak teratur
Pencatatan kegiatan KUB lebih teratur
Pengembangan sarana dan prasarana terbatas
Pengembangan sarana dan prasarana anggota KUB terencana dan terjamin
Salah satu KUB penerima PUMP PT yang berhasil adalah KUB Mina Batam Madani dengan perkembangan keberhasilan antara lain : (1). Memiliki Gerai Nelayan yang bertujuan untuk memudahkan nelayan dalam penyediaan sarana perikanan tangkap dengan modal saat ini mencapai Rp562 juta dan keuntungan yang dicapai pada 7 bulan pertama sebesar Rp69 juta; (2). Lembaga Keuangan Mikro Nelayan (LKM-N) merupakan komperasi simpan pinjam yang berperan dalam menyediakan permodalan dalam pengembangan usaha KUB;
70 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Gambar 19. Trend Perkembangan Tabungan, Pengembalian dan Saldo Kas KUB Dalam 12 Bulan Terakhir
Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan PUMP PT dibagi ke dalam 2 (dua) bagian yakni saat proses penyaluran/ pencairan dan proses pemanfaatan dan pembinaan berkelanjutan, sebagai berikut: (1). Proses Penyaluran/Pencairan; a. Adanya penghentian sementara dan perubahan alokasi program PUMP Perikanan Tangkap tahun 2014 yang berdampak pada keterlambatan pemberkasan dan penerbitan SK; b. Buku rekening penerima ditutup atau dibekukan/dormant karena saldo dibawah batas minimal sehingga harus diproses ralat; c. Kesalahan penulisan nomor rekening di SPM sehingga harus diproses ralat; (4). Proses Pemanfaatan dan Pembinaan Berkelanjutan a. Adanya perubahan pembelanjaan RUB tetapi tidak melengkapi dokumen perubahan (BAP) sebagaimana Pedoman Teknis. Contohnya KUB Dolphin di Kota Banda Aceh; b. Adanya penyimpangan pembelanjaan sehingga berlanjut pada kasus pidana karena tidak konsistennya Tim Teknis dalam mengimplementasikan Pedoman Teknis dengan baik; c. Tim Teknis dan Tim Pembina tidak konsisten dalam pelaporan perkembangan usaha KUB Penerima BLM PUMP PT, hal ini menjadi kendala bagi Pokja untuk dapat mengidentifikasi tingkat keberhasilan; Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 71
d. K urangnya pembinaan dari Tim Teknis dalam pengembangan usaha dan kelembagaan, misalnya di Kota Sibolga KUB penerima tahun 2011 tidak terinventarisasi dengan baik, dibeberapa kab/ kota secara finansial (rekening KUB) meningkat dengan signifikan tetapi tidak ada pembukuan yang baik; e. Tidak semua Provinsi/Kab/Kota menyediakan dana dukung untuk pembinaan yang berkelanjutan; f. Terbatasnya masa kontrak PPTK sebagai ujung tombak pembinaan.
Tabel 33. Capaian Indikator Kinerja Output PUMP PB tahun 2014 Kelompok
b. PUMP PB Sejak tahun 20112014 melalui kegiatan PUMP PB, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp853,6 miliar kepada 13.980 Pokdakan di 1595 Kab/ Kota untuk meningkatkan kemampuan usaha, meningkatkan produksi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta pengembangan wirausaha.
Secara keseluruhan output kegiatan PUMP-PB telah melebihi target yang ditentukan, bahkan untuk keterlibatan anggota dalam perencanaan kegiatan mencapai 109,25%. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan merupakan aspirasi dari masyarakat (buttom up) sehingga harapan keberhasilan kegiatan akan semakin besar mengingat pembudidaya sendirilah yang menentukan jenis kegiatan pada usaha budidaya mereka.
Indikator
Tujuan program PUMP PB adalah meningkatkan kemampuan usaha, meningkatkan produksi perikanan budidaya, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta pengembangan wirausaha kelompok pembudidaya ikan. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp853,6 miliar kepada 13.980 Pokdakan dengan jangkauan penerima di 958 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Penerima Manfaat
Partisipasi Umum
2011
2012
2013
460
690 PPTK; 160 Penyuluh ASN
690 PPTK; 160 Penyuluh ASN
42.500 orang
46.432*)
Minimal 2 kali dalam satu tahun
2 Kali
100% pada Desember
100%
100%
100%
Prosentase jumlah anggota kelompok yang dilatih/diberikan bimtek/mengikuti temu usaha dibandingkan dengan total anggota kelompok
10%
15%
Prosentase jumlah kelompok yang dibina oleh Tenaga Pendamping dalam menyusun RUB memperhatikan RPJM Desa
100%
100%
Prosentase kelompok yang memiliki papan informasi penerima PNPM Mandiri KP
100%
100%
Prosentase pengaduan yang ditindaklanjuti dibandingkan dengan total pengaduan
75%
100%
Prosentase rata-rata anggota kelompok perempuan dibandingkan dengan total anggota kelompok penerima
1%
11%
Prosentase jumlah Tenaga Pendamping dan atau Kader Pemberdayaan Masyarakat perempuan
3%
33 ,77%
Prosentase jumlah kehadiran peserta perempuan dalam forum perencanaan dan pengambilan keputusan
0,01%
5%
Prosentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki dukungan program/kegiatan dan anggaran untuk pemberdayaan
50% dari jumlah kab/ kota penerima
50%
Jumlah Anggota Kelompok yang hadir dalam kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan
Ketepatan waktu penyaluran BLM
4.250
13.980
Nilai BLM (RpMiliar)
207
234
263,9
148,7
853,6
Kab/Kota
300
392
448
455
1595
Pada tahun 2014 PUMP PB diberikan kepada 4.250 Pokdakan dengan besaran Rp35 juta/kelompok dengan penggunaan keuangan sesuai dengan usulan kebutuhan pengembangan usaha kelompok, mulai dari perbaikan lahan, benih, pakan, hingga obat-obatan. Sebaran PUMP PB untuk tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut:
Kualitas Ouput
Pengguatan Kapasitas
Tata Kelola yang baik
Gender
Dukungan Pemda
72 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
4.250
460 kab/kota
Jumlah pertemuan/koordinasi SKPD dengan TKPK Provinsi/Kabupaten/ Kota
4.060
Gambar 20. Sebaran PUMP PB Tahun 2014
4.250 Pokdakan
Total
3.600
Realisasi
Jumlah Kelompok
2014
2.070
Pokdakan
Target Tahun 2014
Jumlah Kab/Kota Jumlah PPTK/Penyuluh ASN/ Penyuluh Swadaya, tenaga pendamping PUMP PB
Tabel 32. Rincian Penerima PUMP PB Tahun 2011-2014 Jumlah Penerima
Nama Indikator Kinerja Output
Prosentase pemanfaatan BLM yang sesuai dengan RUB dan dimanfaatkan
Dampak PUMP PB tahun 2014 belum dapat diukur hal ini dikarenakan sebagian besar dana BLM baru dapat disalurkan mulai Agustus 2014, sehingga sebagian besar Pokdakan penerima PUMP PB belum panen. Hasil pelaksanaan PUMP-PB sampai dengan tahun 2014 terlihat dari terjadinya peningkatan produksi dan nilai produksi yang dihasilkan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 73
meningkat. pembudidaya ikan anggota Pokdakan penerima PUMP PB, dengan ratarata peningkatan produksi sebesar 16,5 ton per Pokdakan per tahun dan nilai produksi sebesar Rp245.770.535 per Pokdakan per tahun. Disamping itu adanya Pokdakan penerima PUMP PB yang telah mampu mengakses pembiayaan usaha dari lembaga pembiayaan bank dan non bank, hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kemampuan dan berkembangnya kemitraan usaha. Dampak lainnya dari PUMP PB adalah terjadi peningkatan penerapan teknologi produksi perikanan budidaya seperti dari tradisional menjadi tradisional plus dan bahkan semi intensif dengan parameter penambahan padat tebar, penggunaan benih/bibit unggul, pakan bermutu serta penggunaan probiotik, vitamin, obat–obatan, pupuk dan lainnya, serta peningkatan manajemen usaha perikanan budidaya sebagai hasil kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pendampingan usaha. Tingkat keberhasilan usaha Pokdakan penerima PUMP PB diukur berdasarkan indikator capaian usaha yang mandiri yaitu: peningkatan produksi, pendapatan, tabungan dan kemampuan mengakses pembiayaan perbankan/non perbankan). Hasil survei mandiri KKP yang dilakukan Pusat Penyuluhan BPSDMKP menyimpulkan bahwa Pokdakan penerima PUMP PB sejak tahun 2011 sampai dengan 2014 yang dapat dinyatakan mandiri (berhasil dan sangat berhasil) sebanyak 70,42%, rinci hasil Ket:secara 2014*) dalam prosessurvei usaha tersebut ditampilkan pada gambar.
Gambar 21. Persentase Pokdakan Penerima PUMP PB berdasarkan Tingkat Keberhasilan
Data di atas menunjukkan bahwa stimulasi modal usaha melalui PUMP PB dan adanya pembinaan dan pendampingan usaha baik yang dilakukan petugas dinas maupun penyuluh (termasuk PPTK) telah meningkatkan keberhasilan usaha Pokdakan penerima PUMP PB. Hal ini terbukti dari tingginya persentase jumlah Pokdakan penerima PUMP PB tahun 2011 yang mencapai kategori sangat berhasil dan secara berurutan tahun diikuti tahun 2012, tahun 2013 dan terakhir tahun 2014. Dan sebaliknya persentase Pokdakan yang tidak berhasil semakin kecil dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2011. Diharapkan pada perkembangan selanjutnya dengan pembinaan dan pendampingan usaha yang kontinyu oleh unit kerja terkait maka keberhasilan Pokdakan penerima PUMP PB semakin
74 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
c. PUMP P2HP PUMP P2HP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha, kesejahteraan dan mengembangkan wirausaha bidang pengolahan dan pemasaran para anggota Poklahsar. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp200,4 miliar kepada 4408 Pokdakan dengan jangkauan penerima di 684 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 34. Rincian Penerima PUMP P2HP Tahun 2011-2014 Jumlah Penerima
2012
2013
2014
Total
Poklahsar
408
1500
1000
1000
4408
Nilai BLM (RpMiliar)
20,4
75
75
30
200,4
53
145
244
242
684
Kab/Kota
Sejak tahun 20112014 melalui kegiatan PUMP P2HP, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp200,4 miliar kepada 4408 Poklahsar di 684 Kab/Kota untuk meningkatkan kemampuan usaha, kesejahteraan dan mengembangkan wirausaha bidang pengolahan dan pemasaran.
2011
Pada tahun 2014 PUMP P2HP diberikan kepada 1.000 Poklahsar yang tersebar di 242 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi dengan nilai Rp30 Miliar. Pemberian fasilitas bantuan pengembangan usaha menggunakan sistem bantuan langsung masyarakat dalam bentuk tunai kepada Poklahsar, dan harus dimanfaatkan untuk pembelian peralatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sesuai pilihan menu usaha yang tercantum dalam Pedoman Teknis PUMP P2HP. Menu usaha yang dapat dipilih meliputi 14 jenis usaha, yaitu (1) pengolahan abon; (2) pengolahan kerupuk/ snack; (3) pengolahan bakso; (4) pengolahan nugget; (5) pengolahan kaki naga/ekado/siomay; (6) pengolahan sosis; (7) pengolahan dodol/ selai/permen/manisan rumput laut; (8) pengolahan bandeng tanpa duri/ bandeng presto; (9) pengolahan ikan pindang; (10) pengolahan ikan kering/asin; (11) pengolahan ikan asap/panggang; (12) pengolahan fermentasi hasil perikanan; (13) kerajinan kulit kerang/hasil sampingan perikanan lainnya dan (14) usaha pemasaran. Tahun 2014 evaluasi pelaksanaan PUMP P2HP belum dapat dilaksanakan secara menyeluruh karena sebagian Poklahsar masih dalam tahap pemanfaatan bantuan untuk proses produksi. Hasil evaluasi sementara dapat diketahui bahwa terdapat 2,16% Poklahsar yang termasuk kategori sangat berhasil, 51,80% Poklahsar termasuk dalam kategori berhasil, dan 46,04% masih dalam proses produksi, sebagaimana pada gambar di bawah ini. Sangat Berhasil 3 2,16%
Proses Produksi 64 46,04 %
Berhasil 72 51,80%
Gambar 22. Evaluasi Pelaksanaan PUMP P2HP Tahun 2014
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 75
d. PUGAR
No.
Kegiatan PUGAR bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam serta kesejahteraan petambak garam rakyat melalui prinsip pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui prinsip bottom-up, artinya masyarakat petambak garam secara partisipatif berperan aktif mulai dari tahap perencanaan, pengolahan lahan dan air laut, pemilihan sarana dan prasarana produksi serta pemilihan dan pemanfaatan teknologi sesuai dengan budaya setempat. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp244,27 miliar kepada 10.997 KUGAR dengan jangkauan penerima di 165 Kab/Kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 35. Rincian Penerima PUGAR Tahun 2011-2014 Jumlah Penerima
Sejak tahun 2011-2014 melalui kegiatan PUGAR, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp244,27 miliar kepada 10.997 KUGAR di 165 Kab/Kota untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam serta kesejahteraan petambak garam rakyat.
2011
2012
2013
2014
Total
KUGAR
1728
3473
3528
2268
10.997
Nilai BLM (RpMiliar)
69,02
84,54
54,39
36,32
244,27
40
40
42
43
165
Kab/Kota
Pada tahun 2014 dilaksanakan di 43 Kabupaten/Kota dengan melibatkan 2.268 Kelompok. Tahun ini terdapat 1 kabupaten baru sebagai pengelola PUGAR yaitu Kabupaten Selayar dan Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2014, PUGAR memproduksi garam rakyat sebesar 2,502,891 ton. Produksi garam tahun 2014 ini telah memenuhi target produksi sebesar 2,5 juta ton Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 36. Jumlah Produksi Garam Rakyat per Daerah No.
Kab/Kota
Produksi (Ton)
No.
1
Aceh Utara
2,970.00 23
2
Aceh Timur
3
Aceh Besar
Kab/Kota
Produksi (Ton)
Bangkalan
8,641.62
661.17 24
Karangasem
1,430.51
442.48 25
Buleleng
6,243.60
4
Pidie
5
Cirebon
314,480.00 27
4,020.25 26
Sumbawa
4,559.00
6
Indramayu
311,187.40 28
Kota Bima
3,016.40
7
Karawang
3,735.78 29
Lombok Timur
22,881.10
8
Brebes
25,461.30 30
Lombok Barat
9,313.23
9
Jepara
72,871.70 31
Lombok Tengah
2,101.44
10
Demak
105,587.00 32
Nagekeo
1,865.73
11
Rembang
141,943.13 33
Ende
720.40
12
Pati
287,997.00 34
TTU
260.45
13
Tuban
24,952.38 35
Kupang
14
Lamongan
32,810.00 36
Alor
261.10
15
Pasuruan
16,086.95 37
Sumba Timur
622.38
16
Gresik
Manggarai
329.20
8,664.75 38
76 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Bima
17
Probolinggo
18
Kota Surabaya
19
Pamekasan
20 21 22
Kota Pasuruan
Produksi
No.
(Ton)
Kab/Kota
Produksi (Ton)
25,148.82 39
Kota Palu
1,123.58
156,220.76 40
Jeneponto
24,547.95
89,282.50 41
Pangkep
54,893.99
Sampang
256,540.10 42
Takalar
15,957.05
Sumenep
292,051.54 43
Selayar
762.00
10,760.00 TOTAL
2,502,891
e. PDPT Sejak tahun 2012-2014 melalui kegiatan PDPT, KKP telah menyalurkan BLM sebesar Rp55,71 miliar kepada 1498 kelompok penerima di 60 Kab/ Kota untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim, meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; meningkatkan kapasitas kelembagaan, memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/ atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi.
PDPT merupakan bagian program PNPM Mandiri KP melalui intervensi kegiatan pada pengembangan manusia, sumber daya pesisir, infrastruktur/lingkungan, usaha dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perubahan iklim. Kegiatan ditujukan kepada: 1) Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; 2) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; 3) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 4) Memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan pulau-pulau kecil. Sampai dengan tahun 2014 total dana BLM yang telah disalurkan sebesar Rp55,71 miliar kepada 1498 kelompok penerima dengan jangkauan penerima di 60 Kab/Kota sedangkan pada tahun 2014 jangkauan kegiatan PDPT tersebar di 22 kabupaten/kota, sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 37. Rincian Penerima PDPT Tahun 2012-2014 Jumlah Penerima
156,339.00
3,146.45
Kab/Kota
Dalam mendukung penanggulangan kemiskinan, KKP melakukan penguatan Iptek berupa penerapan Iptek untuk masyarakat, pendampingan teknologi, serta data-informasi dan rekomendasi kebijakan.
2012
2013
2014
Total
Kelompok
492
603
403
1498
Nilai BLM (RpMiliar)
19,49
21,28
14,94
55,71
Kab/Kota
16
22
22
60
Dalam mendukung penanggulangan kemiskinan, KKP melakukan penguatan Iptek di masyarakat baik berupa penerapan Iptek untuk masyarakat, pendampingan teknologi di masyarakat dengan yang berbentuk KIMBis, serta data-informasi dan rekomendasi kebijakan hasil dari kegiatan kajian teknis dan sosial. Untuk penerapan Iptek di masyarakat atau dikenal dengan Iptekmas telah dilakukan di 6 provinsi yang tersebar di 9 kabupaten/kota dengan capaian di tahun 2014 adalah terdapat 13 hasil litbang kelautan dan perikanan yang diadopsi masyarakat pengguna yang telah memberikan dampak pada peningkatan produksi maupun peningkatan pendapatan. Ketigabelas hasil litbang yang diadopsi tersebut, yaitu:
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 77
KKP juga melakukan 3 kajian dalam mendukung penanggulangan kemiskinan, yaitu Analisis Dampak Kebijakan BBM pada Usaha Penangkapan Ikan dan Rekomendasi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Untuk Sektor KP, serta kajian teknis dan sosial pemanfaatan converter gas.
(1). (2). (3). (4). (5). (6). (7). (8). (9). (10).
Teknologi budidaya udang dengan aplikasi probiotik. Teknologi budidaya patin di lahan gambut. Teknik produksi benih ikan bandeng berkualitas. Teknologi pembenihan dan pendederan ikan kerapu. Paket teknologi produksi patin Pasupati. Pengolahan aneka produk dari rumput laut. Teknik pembuatan terumbu karang buatan. Teknik budidaya bandeng dengan benih terseleksi. Teknologi kebun bibit rumput laut Kappaphycus Alvarezi. Teknologi pemeliharaan larva hingga benih ikan hias botia di unit pembenihan rakyat. (11). Teknologi pengolahan aneka produk ikan. (12). Teknologi budidaya udang dengan aplikasi probiotik. (13). Paket teknologi produksi benih dan calon induk nila Srikandi. Pada tahun 2014 juga telah didiseminasikan teknologi budidaya Botia yang merupakan salah satu produk ikan hias yang dicari oleh pencinta ikan hias di luar negeri. Dari kegiatan tersebut, telah berkembang kegiatan dan penerapan teknologi budidaya Botia di beberapa daerah diantaranya adalah di Kab. Musi Banyu Asin, Belitung Timur dan Katingan. Perkembangan yang sangat menggembirakan adalah dari kegiatan diseminasi dan diaplikasikan/dimanfaatkan teknologi budidaya Botia tersebut di pelaku usaha telah mendorong kegiatan ekspor ikan Botia. Pada tahun 2014 telah dilakukan eksport perdana ke Rusia pada 20 Juni 2014 lalu sebanyak 20.000 ekor, dan rencananya akan disusul ekspor ikan Botia hasil budidaya dari Kab. Belitung Timur sebanyak 12.700 ekor dan Katingan sebanyak 13.400 ekor di tahun 2015. Keberhasilan ini disamping untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan pembudidaya, juga menambah devisa negara dari budidaya ikan hias yang masih sangat menjanjikan, terlebih Indonesia yang memiliki potensi jenis ikan hias yang sangat besar. Disamping itu, model yang dikembangkan dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan dalam penanggulangan kemiskinan, juga dilakukan dengan pendampingan teknologi dimasyarakat melalui kegiatan KIMBis (Klinik Iptek Mina Bisnis). Hingga 2014, telah dikembangkan kegiatan KIMBis di 14 lokasi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Berbagai kebutuhan dan permasalahan teknologi di masyarakat hingga penerapannya telah terkomunikasikan dalam KIMBis, dimana dipertemukan antara pengguna dan penyedia teknologi termasuk pendampingan dalam pemasaran suatu produk kelautan dan perikanan. Juga telah dibangun jejaring pengelola dan anggota KIMBis antar daerah, salah satunya dalam bentuk forum dan workshop KIMBis sebagai upaya untuk memotivasi semangat dalam melaksanakan kegiatan usaha ekonomi termasuk sharing permasalahan dan penyelesaiannya. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan pengelola dan anggota KIMBis, dalam forum yang diselenggarakan antar mereka, tidak segan menghadirkan pakar, praktisi termasuk tokoh masyarakat seperti yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 Kantor Pusat Balitbang KP dengan menghadirkan Prof. Haryono Suyono dan Prof. Rhenald Kasali.
78 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
3. Ketahanan Pangan Pelaksanaan prioritas ketahanan pangan dilaksanakan melalui rencana aksi pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkapan ikan dan pengawakan kapal perikanan dengan kegiatan berupa pengadaan kapal perikanan Inka Mina >30 GT, pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan, dan pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan serta penyediaan hasil litbang iptek yang terdiri dari teknologi, produk biologi (benih dan induk) unggul, dan termasuk rekomendasi ilmiah yang untuk bahan kebijakan pembangunan bagi pemerintah
a. Pengadaan Kapal Perikanan INKA MINA Penyediaan kapal INKA MINA merupakan upaya restrukturisasi armada nasional yang bertujuan untuk mewujudkan nasionalisasi, rasionalisasi, modernisasi dan harmonisasi armada perikanan.
Penyediaan kapal perikanan INKA MINA merupakan langkah penting dalam upaya restrukturisasi armada nasional yang bertujuan untuk mewujudkan nasionalisasi, rasionalisasi, modernisasi dan harmonisasi armada pada setiap perairan. Pada tahun 2014, KKP menargetkan sebanyak 215 unit kapal terbangun terdiri dari 100 unit melalui TP dan 115 melalui DAK, namun sampai dengan akhir Desember 2014 kapal yang terbangun sebanyak 184 unit dari DAK dan 69 unit dari dana TP. Berdasarkan jumlah kapal yang telah dibangun sampai dengan tahun 2013, telah dilakukan evaluasi yakni bahwa sebanyak 91% kapal INKAMINA telah operasional dan sebanyak 9% yang belum operasional yang dikarenakan dokumen kapal dan perizinannya masih dalam proses pengurusan. Untuk yang belum operasional akan dilakukan beberapa langkah antara lain: (1) Menerbitkan Surat Edaran ke Dinas KP agar menyelesaikan dokumen kapal dan perizinan, (2) Evaluasi Pengelolaan Inka Mina dalam 3 (tiga) tahap dan (3) Menurunkan tim ke daerah – daerah yang belum menyelesaikan perizinannya. Dampak positif dari penyediaan kapal INKAMINA berdasarkan hasil survei yang dilakukan adalah sebagai berikut : (1). Total produksi rata-rata Inka Mina yang telah beroperasi sebesar 78.000 ton per tahun dengan nilai Rp681 Miliar; (2). Rata-rata pendapatan bersih nelayan meningkat sebesar 150 %, yakni dari 1,6 juta rupiah/bulan (sebelum menerima Inka Mina) menjadi 4,1 juta rupiah/bulan (setelah menerima Inka Mina). Apabila ditinjau lebih lanjut berdasarkan kelompok tugas di atas kapal : (i) ABK antara 1,5 juta s.d 2,5 juta rupiah/bulan, (ii) KKM antara 2,7 juta s.d 4,4 juta rupiah/bulan (iii) Nakhoda antara 2,9 juta s.d 6,6 juta rupiah/bulan. (3). Tenaga kerja yang mampu terserap sebanyak 7.300 orang awak kapal atau sebesar 0,05% dari jumlah tenaga kerja perikanan sebesar 13,5 juta orang. Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 79
b. Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Beberapa keberhasilan pemanfaatan Kapal Inka Mina yang telah dievaluasi sebagai berikut pada tabel berikut. Tabel 38. Contoh Keberhasilan Pemanfaatan Kapal Inkamina Kapal Inkamina
Tahun
Pemanfaatan
Lokasi
469
2012
Kota Gotontalo, Gorontalo
Penghasilan 2,4 ton/trip atau Rp48,8 juta/trip
304
2012
Kab. Pidie, Aceh
Penghasilan 3 ton/trip atau Rp39 juta/trip
86
2011
Kab. Bintan, Kep.Riau
Penghasilan 4,5 ton/trip atau Rp30 juta/trip
479
2012
Kab. Morowali, Sulawesi Tengah
Penghasilan 6,9 ton/trip
605
2013
Kota Batam, Kep. Riau
Penghasilan 6 ton/trip
348
2012
Kota Pangkal Pinang, Bangka Belitung
Rata – rata pendapatan bersih : Rp30 juta/bulan
102
2011
Kab. Belitung Timur, Bangka Belitung
Nilai Produksi rata – rata : Rp162 juta/trip
738
2013
Kab. Toil – Toli, Sulawesi Tengah
Nilai Produksi rata – rata : Rp241 juta/triwulan
224
2011
Kab. Morowali, Sulawesi Tengah
Produksi rata – rata : 1,28 ton
473
2012
Kab. Toil – Toli, Sulawesi Tengah
Produksi rata – rata : 1,6 ton
Dalam rangka pengelolaan potensi sumber daya perikanan laut di perairan Indonesia pada telah dilakukan pembangunan pelabuhan perikanan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 dengan total pelabuhan perikanan yang dibangun adalah sebanyak 146 lokasi atau 93% dari total target sebanyak 157 lokasi dan diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2014 akan mencapai 182 lokasi atau sebesar 115% dari target. Selama periode pembangunan, terdapat 2 (dua) lokasi pelabuhan perikanan yang tidak terbangun atau tidak terealisasi yakni Pelabuhan Perikanan Karimun di Prov. Kep. Riau dan PPI Atapupu di Prov. Nusa Tenggara Timur yang disebabkan oleh alokasi anggaran semula direalokasi. Gambar berikut memperlihatkan rincian pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan di Indonesia.
Berdasarkan hasil evaluasi, selain Kapal Inka Mina yang berhasil, terdapat beberapa unit kapal yang megalami kegagalan dalam pemanfaatannya yang dirinci pada tabel berikut. Tabel 39. Contoh Kegagalan Pemanfaatan Kapal Inka Mina Kapal Inkamina 11
Lokasi Kab. Buleleng
28 dan 29 Kab. Tapanuli Tengah
Penyebab rusak karena terhantam gelombang besar dan menabrak dinding pelabuhan. berhenti operasional karena mengalami kebocoran kasko, antara pihak Dinas dan KUB tidak sanggup menyelesaikan permasalahan
40
Kab. Kotabaru
disalahgunakan untuk mengangkut batubara
48
Kota Sorong
berhenti operasional karena KUB tidak sanggup mengoperasionalkan
56
Kota Medan
belum dioperasikan oleh KUB sejak diserah terimakan, kapal dalam kondisi tidak terawat
62
Kota Medan
disalahgunakan untuk mengangkut bawang ilegal dari Malaysia
65
Kab. Pesisir Selatan
berhenti operasional karena merugi
106
Kab. Lampung Barat
mengalami musibah terbakar dan tenggelam pada saat operasional
167
Kota Probolinngo
terbakar karena kapal dipaksakan jalan pada saat kandas sehingga mesin mengalami overheating
226
Kab. Selayar
rusak terbakar pada saat operasional
386
Kab. Kebumen
mengalami kebakaran akibat konsleting listrik, kapal telah diperbaiki di Banyuwangi
409
Kab. Tulungangung
terbakar
669
Kab. Bengkayang
terbakar disebabkan karena meledaknya tabung LPG yang digunakan untuk memasak
Gambar 23. Target dan Realisasi Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Tahun 2010-2014
Gambar 24. Peta Rinci Lokasi Pembangunan/Pengembangan Pelabuhan Perikanan 2010-2014
80 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 81
c. Unit Budidaya Ikan Yang Bersertifikat Pada tahun 2014 sebanyak 9.514 unit budidaya lulus sertifikasi terdiri 7.766 perorangan, 1.321 kelompok dan 427 perusahaan sedangkan unit pembudidayaan ikan yang telah memiliki sertifikat sebanyak 8.786 unit budidaya, terdiri 7.300 perorangan, 1.234 kelompok dan 252 perusahaan.
Secara keseluruhan, pembangunan perikanan budidaya diarahkan untuk peningkatan produksi yang mendukung Prioritas ke-5 RPJMN yaitu meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan serta kecukupan gizi masyarakat. Salah satu kegiatan yang mendukung ketahanan pangan dilakukan melalui penilaian sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pada unit budidaya ikan. Sertifikasi CBIB dilaksanakan sebagai upaya untuk memberikan jaminan penerapan CBIB sehingga proses budidaya dapat menghasilkan produk yang aman dikonsumsi. Hingga Desember 2014 sebanyak 9.514 unit budidaya lulus sertifikasi (baru dan ulangan) dengan rincian 7.766 unit perorangan, 1.321 unit kelompok dan 427 unit perusahaan. Sedangkan, total jumlah unit pembudidayaan ikan yang telah memiliki Sertifikat CBIB hingga bulan Desember 2014 adalah 8.786 unit budidaya, yang terdiri dari 7.300 unit perorangan, 1.234 unit kelompok dan 252 unit perusahaan.
2 tahun sebanyak 5.066 unit. Tingginya persentase kelulusan C (cukup) dikarenakan beberapa hal, antara lain masih kurangnya pembinaan bagi pembudidaya untuk memahami persyaratan CBIB dan penerapannya. Kendala lain yang menyebabkan tingkat kelulusan yang rendah adalah kondisi lingkungan budidaya yang berada pada lingkungan yang tercemar limbah rumah tangga, peternakan, industri maupun pertambangan, terutama unit budidaya yang berada di perairan umum (sungai, waduk dan lain-lain). Permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian pemerintah setempat dan instansi terkait lingkungan, penanggulangan masalah sangat penting dilakukan demi mempertahankan usaha budidaya di lokasi tersebut yang sangat berpengaruh pada produksi pangan yang aman bagi masyarakat, penyediaan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat setempat. Oleh karenanya pembinaan dan sertifikasi CBIB masih terus diperlukan. Secara keseluruhan, pencapaian sertifikasi ini didukung oleh kegiatan: (i) pendelegasian sebagian proses sertifikasi CBIB kepada 20 provinsi dari semula 15 provinsi yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen PB No.54/ KEP-DJPB/2014 dan sebagai petunjuk pelaksanaannya telah ditetapkan dalam Peraturan Dirjen PB No.53/PER-DJPB/2014; (ii) melakukan peningkatan pemahaman sertifikasi CBIB melalui forum koordinasi sertifikasi; (iii) penilaian CBIB ke lokasi sentra produksi perikanan budidaya; dan (iv) pengawasan sertifikasi CBIB. Dampak peningkatan sertifikasi CBIB dan CPIB dapat terlihat dari naiknya jumlah produk perikanan yang bebas residu atau dibawah ambang batas residu dari semula 97,00% pada tahun 2010 menjadi 99,9 pada tahun 2014. Penerapan CBIB dan CPIB juga memberikan dampak yang cukup baik dalam pencegahan penyakit ikan, sebagai contoh Indonesia menjadi satu-satunya negara yang bebas penyakit EMS pada udang. Dampak lainnya adalah Rapid Alert System, yang berarti bahwa jumlah penolakan ikan dan udang yang diekspor menurun.
d. Fasilitasi Sarana dan Prasana Pengolahan Hasil Perikanan Gambar 25. Jumlah Unit Pembudidayaan Ikan Yang Disertifikasi per Provinsi
Unit budidaya yang paling banyak mendapatkan sertifikat CBIB berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Hal ini didukung jumlah unit pembudidayaan yang cukup besar dengan sentra produksi udang yang menjadi prioritas dalam sertifikasi, komitmen Dinas untuk mendukung sertifikasi CBIB, serta pendelegasian sertifikasi CBIB telah dilaksanakan dengan baik. Dari total sertifikat yang dikeluarkan, kriteria A dengan masa berlaku 4 tahun sebanyak 479 unit, kriteria B dengan masa berlaku sertifikat 3 tahun sebanyak 3.007 unit dan kriteria C dengan masa berlaku sertifikat
82 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Ikan sebagai salah satu sumber pangan dan gizi, merupakan komoditas yang cepat mengalami penurunan mutu karena sifatnya yang cepat rusak (perishable). Dalam upaya mempertahankan mutu ikan tersebut, sangat diperlukan sarana dan prasarana sistim rantai dingin (SRD) dan pengolahan hasil perikanan. Pemenuhan sarana dan prasarana SRD dan pengolahan hasil perikanan juga sebagai upaya untuk mendukung jaminan ketersediaan bahan baku yang layak untuk industri pengolahan. KKP telah mengalokasikan anggaran tahun 2014 untuk pemenuhan sarana dan prasarana SRD dan pengolahan hasil perikanan berupa: (1) cool box, chest freezer, keranjang plastik, ice crusher, kereta dorong, wadah penanganan ikan lainnya, dan paket pengolahan bernilai tambah di 67 lokasi Provinsi dan Kabupaten/Kota; (2) pabrik es berkapasitas 10 ton di 15 lokasi (Kabupaten/Kota); (3) gudang beku berkapasitas ≥ 30 ton
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 83
di 19 lokasi (Kabupaten/Kota); dan (4) prasarana lainnya di 22 lokasi (Kabupaten/Kota) berupa gudang es, rumah kemasan dan bangsal pengolahan. Selain itu KKP juga mengalokasikan peralatan SRD dan pengolahan melalui APBN di 40 Provinsi dan Kabupaten/Kota.
e. Penyediaan Hasil Litbang Iptek Penyediaan hasil litbang iptek dalam mendukung ketahanan pangan terdiri dari teknologi, produk biologi (benih dan induk) unggul, dan termasuk rekomendasi ilmiah untuk bahan kebijakan pembangunan bagi pemerintah antara lain: (1). Teknologi dan produk biologi a. Bandeng Sebagai upaya peningkatan produksi bandeng, telah dihasilkan benih dengan keunggulan cepat tumbuh, pada ukuran 1,5 cm diperoleh dalam waktu 16–20 hari yang sebelumnya dibutuhkan waktu 28 hari. Waktu pendederan benih bandeng tersebut hanya perlu 35 hari yang sebelumnya dibutuhkan 60 hari. Hasil uji terap di masyarakat kelompok pembudidaya binaan litbang, budidaya bandengnya tumbuh lebih cepat (4-5 hari). Disamping itu, untuk penyediaan benih bandeng berkualitas juga telah diperoleh teknologi pengelolaan induk bandeng, chanos-chanos forskall hasil seleksi yang memiliki keunggulan adalah: (1) Induk bandeng hasil seleksi sudah matang gonad pada umur 4 tahun dengan ukuran panjang total 76.13 ± 3.25 cm dan bobot 5,40 ± 0,32 kg dan diperoleh induk jantan dan betina yang siap dipijahkan. (2) Proses pematangan gonad lebih cepat dibandingkan dengan induk yang diperoleh dari hasil budidaya di tambak secara alami yaitu 7-9 tahun; (3) Menghasilkan calon induk hasil seleksi 1000 ekor dengan ukuran panjang total (TL) pada akhir penelitian rata-rata mencapai 62.36 ± 3.77 cm dan bobot 2.35 ± 0.30 kg, sebelumnya panjang total (TL) akhir rata-rata mencapai 56.25 ± 4.01 cm dan bobot 1.98 ± 0.28 kg. b. Udang Untuk udang telah dihasilkan calon induk udang windu SPF tahan penyakit dan cepat tumbuh, dengan keunggulannya yaitu: (1) Peningkatan resistensi 24,5% dengan virus WSSV dan 67% dengan bakteri V. harveyi dengan tingkat efektivitas melawan bakteri dengan nilai RPS 64,3-66,7%; (2) Respon imun seperti total hemosit dan aktifitas proPO udang TP lebih tinggi dibandingkan dengan udang sebelum-sebelumnya. (3) Pertumbuhan lebih tinggi 35,2% dibandingkan kontrol internal; (4) Keseragaman ukuran relatif tinggi, berukuran besar sampai sedang 80-85 %, sedangkan yang berukuran kecil 15-20 % pada setiap siklus untuk 6 bulan pemeliharaan; (5) Daya tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti perubahan suhu dan salinitas tinggi.
84 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Disamping itu, upaya yang terus dilakukan adalah mengembangkan produk probiotik untuk lebih meningkat performance-nya. Hasil yang telah diperoleh adalah probiotik RICA untuk budidaya untuk budidaya udang di tambak. Probiotik produk litbang ini memiliki keunggulan: (1) Meningkatkan sintasan (30%) dan produksi (50%); (2) Pendapatannya menjadi Rp3.000.000/siklus (input probiotik kurang dari Rp200.000) dengan produksi 260-972 kg/ha (rata-rata produksi petani tanpa probiotik 150-200 kg/ha untuk 1 siklus); (3) Teknologi aplikasi Probiotik RICA mudah diterapkan di masyarakat dalam suatu kelompok pembudidaya udang (dalam hamparan), agar lebih efisien dalam penggunaan peralatan kultur bakteri probiotik. Aplikasinya telah dimanfaatkan di Kab. Barru; Kab. Pinrang; Kab, Pangkep dan dengan perkiraan luas tambak 300 ha (Sulsel, Sulbar, Kaltim, Kalsel, Jateng, Jatim, dan Banten). Asumsi produtivitas rata-rata 700 kg/ha/thn (2 siklus) dan aplikasi dilakukan pada 300 ha. c. Lele Mutiara Untuk lele telah dihasilkan induk maupun benih Lele Mutiara. Keunggulan lele mutiara antara lain: (1) Peningkatan keragaan pertumbuhan (respons seleksi) kumulatif berdasarkan ukuran bobot sebesar 52,64% dari populasi dasarnya, dengan laju pertumbuhan tinggi: 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain. (2) Lama pemeliharaan singkat: 45-50 hari pada kolam tanah dari benih tebar berukuran 5-7 cm atau 7-9 cm dengan keseragaman ukuran relatif tinggi, hal tersebut nampak mulai tahap produksi benih diperoleh ukuran 80-85% benih siap jual dan pada pembesaran tanpa sortir diperoleh ikan lele ukuran konsumsi 65-80%. (3) Rasio konversi pakan (FCR) relatif rendah: 0,6-0,8 pada pendederan dan 0,6-1,0 pada pembesaran. (4) Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi: SR 6070% pada infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik). (5) Toleransi lingkungan relatif tinggi: berkisar padar suhu 15-35 oC, pH 5-10, amoniak <3 mg/L, nitrit <0,3 mg/L, salinitas 0-10 ‰, serta toleransi terhadap stres relatif tinggi. (6) Produktifitas relatif tinggi, produktivitas tahap pembesaran 15-70% lebih tinggi daripada benihbenih lain, serta B/C Ratio tahap pembesaran 200-900% lebih tinggi daripada benih-benih lain. (7) Proporsi daging relatif tinggi. d. Nila Srikandi Nila Srikandi merupakan produk biologi Balitbang KP yang telah dirilis pada tahun 2013 dengan kemampuan hidup pada salinitas hingga 30 ppt. Kelebihan nila srikandi antara lain: (1) Bisa hidup dan tumbuh bagus pada salinitas laut 35 ppt di KJA Kepulauan Seribu–Jakarta Utara (2) Penebaran benih pada ukuran 5 – 7 cm dengan rerata bobot 3-4 gr/ekor, selama 5 bulan diperoleh bobot akhir antara 500 – 800 gr/ekor (3) Performance ikan lebih baik, yaitu daging lebih tebal, tekstur daging kenyal, rasa lebih enak, dan kandungan protein lebih tinggi (4) Dapat tumbuh hingga di atas 500 gr/ekor (beberapa nila yang dipelihara di tambak atau kolam sulit mencapai ukuran tersebut dalam waktu 5 bulan dengan mortalitas >50%).
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 85
e. Teknologi Budidaya Patin Pasupati (Patin Daging Putih) Sebuah terobosan teknologi telah dilakukan dengan menghasilkan ikan patin hibrida yang diberi nama patin ”Pasupati” (Patin Super Harapan Pertiwi). Patin Pasupati merupakan persilangan antara patin siam betina dan patin jambal jantan dengan hasil perbaikan mutu genetik melalui program seleksi (selective breeding). Keunggulan patin Pasupati ini adalah warna daging putih, tekstur daging halus, pertumbuhan relatif cepat, benih dapat diproduksi secara masal sepanjang tahun dan cita rasa setara dengan patin jambal/patin sungai. f. Teknologi Hemat Lahan dan air YUMINA BUMINA Teknologi Budidaya Yumina dan Bumina merupakan teknologi budidaya ikan bersama sayuran (Yumina) dan Buah-buahan (Bumina), dalam suatu lahan terbatas dan hemat air, sangat cocok dilakukan seperti di darah perkotaan. Teknologi budidaya ini termasuk dalam teknologi ramah lingkungan karena limbah dari air untuk budidaya ikan langsung dimanfaatkan untuk menghidupi sayuran maupun buah-buahan yang ditanam secara terintegrasi dalam satu kawasan budidaya ikan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan. Teknologi Yumina Bumina berkontribusi sebesar 50-60% pendapatan per kapita, dan dapat memenuhi kebutuhan protein, vitamin, dan mineral kebutuhan rumah tangga. Keuntungan panen ikan dan sayuran yang diperoleh sebesar Rp 6.836.800/2,5 bulan/36 m2. Frekuensi panen sayur dapat mencapai lebih dari satu kali (kangkung, selada, pakcoi, tomat, dan terong) per siklus. Sintasan ikan berkisar antara 63,5–85,8%; dan SGR mencapai 0,041–0,043%. Distribusi teknologi Yumina Bumina sudah dilakukan di antaranya meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan NTB. g. Pengembangan Probiotik Multi spesies Pato-aero Strepto Sebagai Pengendalian Penyakit Ikan (Pato-Aero 2) Fungsi probiotik ini adalah sebagai pengendali penyakit borok pada ikan air tawar (Motile Aeromonas Septicemia) dan penyakit berenang berputar (whirling) atau Streptococcosis. Probiotik ini mengandung 1015 cfu/mL bakteri probiotik, dan aplikasi penggunaannya dapat dilakukan melaui oral maupun media budidaya. Keunggulan probiotik Pato-AeroStrepto adalah dapat meningkatkan SR sebesar 15% dibanding tanpa diberi probiotik, dan saat ini sudah komersial dengan kemasan 1.000 mL dengan harga Rp75.000,-. h. Pengembangan Prototype Peti Berinsulasi untuk Produk Perikanan Beberapa terobosan inovasi terus dilakukan terutama mencari solusi teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satu yang diminati oleh pedagang ikan keliling Bantul, Gunung Kidul dan Pacitan adalah prototype ALTIS-2 (Alat Transportasi Ikan Segar Roda 2) dengan menggunakan tenaga battery accu motor untuk mempertahankan suhu ikan agar tetap segar. 86 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Gambar 26. Prototype Peti Berinsulasi Produk Perikanan
i. Pengembangan Informasi Daerah Penangkapan Ikan KKP telah mengembangkan Informasi Daerah Penangkapan Ikan Untuk meningkatkan produktivitas nelayan dalam menangkap ikan diantaranya Pelikan (Peta Lokasi Ikan) dengan 3 variannya yaitu Pelikan Tuna, Pelikan Cakalang dan Pelikan Lemuru. Disamping itu juga terus diperkenalkan Informasi Daerah Penangkapan Ikan dan SMS center untuk mengurangi kesejangan informasi perkiraan daerah penangkapan ikan di berbagai daerah pada cakupan yang lebih kecil dan detail berbasis pelabuhan perikanan maupun pendaratan ikan.
Gambar 27. Informasi Daerah Penangkapan Ikan
2. Upaya meningkatkan ketahanan pangan, dukungan penelitian dan pengembangan tidak sebatas pada penyediaan teknologi dan induk/benih unggul, namun juga data-informasi termasuk rekomendasi kebijakan terutama terkait dengan pengelolaan sumber daya perikanan baik di perairan laut maupun perairan umum daratan. Beberapa hasil penelitian yang berupa rekomendasi untuk bahan kebijakan, diantaranya adalah, sebagai berikut: a. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Ikan Karang dan Habitatnya di Samudera Hindia (WPP 572 dan 573) Hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi habitat terumbu karang di perairan Barat Sumatera secara umum menunjukkan gejala pulih yang ditandai dengan meningkatnya persentase luas tutupan terumbu karang di beberapa lokasi utama penangkapan ikan karang. Meskipun secara umum kondisi luas tutupan terumbu
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 87
karang menunjukkan gejala pulih, namun luas tutupan karang di beberapa tempat menurun drastis, seperti Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Pieh menurun dari 76,6% pada tahun 1997 menjadi hanya 22,48% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan masih terjadinya destructive fishing di sekitar perairan Pulau Pieh serta dampak dari kegiatan pariwisata. Secara umum, produksi ikan karang di Samudera Hindia bagian Barat Sumatera (WPP 572) menunjukkan trend peningkatan kecuali beberapa jenis seperti jenis jarang gigi (Lutjanus lemniscatus) dan kurisi (Nemipterus peronii). Sementara itu, rekomendasi untuk perikanan lobster di Teluk Bumbang, Lombok Tengah (WPP 573) diantaranya: (1) Pengendalian jumlah keramba maksimal per nelayan, (2) Pengendalian ukuran keramba (standarisasi), (3) Pengendalian jumlah “pocong” maksimal per nelayan, (4) Pengendalian lokasi pemasangan KJA, (5) Pengaturan jalur/zona lalu-lintas kapal di antara keramba, (6) Pengendalian jarak minimal antar KJA, (7) Pengendalian alat bantu (lampu), (8) Perbaikan sistem statistik, (9) Pembuatan suaka/kantong induk, (10) Memanfaatkan SDI jenis lain, (11) Pengembangan pendapatan alternatif, dan (12) Pengembangan usaha koperasi. b. Kajian Sumber daya Ikan Tuna (Highly Migratory Species) di Perairan Pasifik Indonesia Direkomendasikan agar dilakukan pengendalian dan pengaturan penangkapan ikan tuna dengan pukat cincin yang menggunakan rumpon, dengan mengadopsi dan melaksanakan CMM 2008-1 WCPFC, dimana diberlakukan penutupan rumpon (FAD closure) bagi kapal-kapal pukat cincin pada area 20 oS-20 oU mulai 1 Agustus jam 00.00 hingga 30 September jam 24.00 setiap tahun. Kajian estimasi potensi stok ikan di 11 WPP RI, telah mengusulkan perbaikan Keputusan MKP No. KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menjadi draft Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan Dan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Rekomendasi opsi Penutupan Spawning Ground Ikan Tuna dan Cakalang di WPP RI dalam rangka pemulihan ekosistem secara alami dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dari kegiatan penangkapan yang cenderung mulai berlebih. Diusulkan opsi penutuan dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 40. Opsi Penutupan Spawning Ground Ikan Tuna dan Cakalang di WPP RI
WPP
Spesies
Opsi Penutupan
Lokasi Spawning Ground
Posisi Geografi Bujur
Lintang
714
Madidihang/Yellowfin (Thunnus albacares)
Oktober-Desember
Perairan Laut Banda
126 – 132 0BT
4 – 6 0LS
717
Cakalang/Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis)
Agustus - September
Perairan utara Morotai (Samudera Pasifik bagian barat)
128 – 1310BT
3 – 5 0LU
572
Cakalang/Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis)
Juli-September
Samudera Hindia barat Sumatera (perairan Siberut, perairan Bungus dan Enggano
98 – 99 0BT 100 - 100,15 0BT 101,40-102,10 0 BT
1,30-2,2 0LS 2.0 - 2,12 0 LS 5,45-6,10 0 LS
573
Cakalang/Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis)
Juni-Agustus
Perairan selatan Palabuhan ratu, selatan Jawa TimurBali
105 – 106,3 0BT 113 – 115,30 0 BT
2 – 2,200LS 9 – 10 0LS
573
Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii)
Oktober-Februari
Sebelah Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara
107-121o BT (luas spawning ground utk WPPRI 573 adalah 194.000 km persegi)
7.30
-16o LS
c. Penetapan pembatasan ukuran lobster terkecil yang layak tangkap d. Kajian kasus kematian massal ikan di Danau Maninjau Sumbar dan Kajian Penyebaran Gulma di Waduk Jatiluhur Jabar. Dalam kajian ini, Balitbang KP melakukan analisis permasalahan penyebab kematian masal dan penyebaran gulma yang menganggu aktifitas perikanan budidaya di PUD tersebut. Selanjutnya disampaikan rekomendasi teknis dan kebijakan dalam pengelolaan perikanan dengan meningkatkan peran masyarakat dan memperkuat sistem peringatan dini terutama untuk kejadian yang berulang setiap tahunnya. e. Kajian singkat kejadian pasang merah (red tide) di teluk lampung f. Strategi pemulihan sumber daya ikan bilih (mystacoleucus padangensis) dan pengendalian ikan kaca (parambasis siamensis) di danau toba, sumatera barat g. Rekomendasi terkait Perhitungan besaran stok, kuota yang dialokasikan untuk Indonesia dan produktivitas kapal h. Kajian Kebijakan Pengelolaan SDI Udang dan Ikan Demersal Ekonomis Penting di Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selatan Jawa-Nusa Tenggara Timur
88 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 89
Dari hasil penelitian direkomendasikan perlunya sanksi yang tegas dan pengawasan ketat terhadap besarnya mata jaring (gear restriction) yang digunakan pada saat ini, tetapi yang lebih penting adalah pembatasan jumlah alat tangkap (gear limitation) dan armada (terutama lampara dasar) yang saat ini masih ada. Selain itu perlu dikaji sistem penutupan (closed season) pada musim bertelur di beberapa lokasi. Pada perikanan demersal, perlu sanksi yang tegas dan pengawasan ketat terhadap masih beroperasinya armada Penangkapan Ikan pada jalur <12 mil sehingga memperbesar potensi konflik dengan nelayan tradisional.
4. Pengelolaan Lingkungan Hidup a. Mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim Terkait dengan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir, KKP telah melakukan melalui kegiatan-kegiatan antara lain Penyadaran Masyarakat dalam upaya Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim di 10 provinsi, yaitu Aceh, Kepulauan Riau, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Malulu, Maluku Utara, NTB, dan NTT. Komponen kegiatan ini meliputi : (1). Penyadaran Lapang Masyarakat Kegiatan dilakukan melalui metode metode pelatihan, media hiburan, ceramah keagamaan, gladi bencana, atau penampilan kebudayaan lokal berupa wayang, dan kesenian lainnya. (2). SI-MAIL (Sistem Informasi Mitigasi bencana, Adaptasi perubahan Iklim, dan Lingkungan) Kegiatan dilakukan melalui sosialisasi program kepada masyarakat pesisir, identifikasi cepat kebutuhan data bagi masyarakat pesisir, identifikasi nomor kontak/handphone, serta penyediaan sarana dan prasarana SIMAIL (3). SPI (Sekolah Pantai Indonesia) Kegiatan ini merupakan bentuk penyadaran masyarakat pesisir khususnya kepada siswa sekolah di wilayah pesisir tentang pengelolaan dan pengembangan pantai serta pembekalan mengenai dampak perubahan iklim terhadap ekosistem pantai. Metode yang digunakan meliputi 4 A, yaitu Amati, Analisa, Ajarkan, dan Aksi. KKP juga telah berhasil menyusun Materi Bimbingan Teknis Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim berupa perencanaan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim, disusun berbasis kompetensi untuk mendukung perencanaan desa yang komprehensif. Materi ini telah dirancang sehingga memberikan suatu kompetensi diinginkan bagi fasilitator untuk dapat membuat perencanaan tingkat lokal yang telah memperhatikan isu mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim.
90 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
b. Rehabilitasi untuk mengatasi kerusakan pesisir Rehabilitasi kerusakan pesisir diimplementasikan dengan menerapkan bentuk hard structure dan soft structure atau kombinasi keduanya. Rehabilitasi hard structure dilakukan dengan jalan membangun struktur Hybrid Engineering, sedangkan rehabilitasi soft structure diantaranya dilakukan melalui penanaman mangrove/vegetasi pantai lainnya. Kegiatan rehabilitasi yang didorong KKP dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan, pengelolaan serta pemeliharaannya sehingga diharapkan masyarakat dapat melakukan upaya-upaya rehabilitasi secara mandiri dan masyarakat memiliki rasa turut memiliki dan menjaga ekosistem yang telah direhabilitasi. Hal ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya, sehingga faktor-faktor kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh faktor manusia dapat dieliminir dan masyarakat sadar bahwa menjaga lebih baik daripada memperbaiki. Selama tahun 2014, KKP telah melaksanakan rehabilitasi mangrove (Rhizopora sp dan Avicennia sp) dan vegetasi pantai seluas 24,08 hektar mangrove dan 4,8 hektar vegetasi pantai. Kawasan yang direhabilitasi dengan total luasan 29,08 hektar tersebar di Prov. Banten (Kab. Pandeglang dan Serang), Prov. Jawa Barat (Kab. Sukabumi, Karawang, Indramayu dan Bekasi), Prov. Jawa Tengah (Kab. Cilacap, Brebes dan Demak), Prov. Kalimantan Timur (Kab. Kutai Kartanegara) dan Prov. Aceh (Kab. Aceh Besar). Melalui kegiatan dekon tahun 2014, KKP bersama pemerintah daerah telah merehabiltasi lahan mangrove (Rhizopora sp dan Avicennia sp) seluas 81,25 hektar dan vegetasi pantai 6 hektar sehingga total luasan 87,25 hektar. Rehabilitasi mangrove dan vegetasi pantai melalui kegiatan Dekon 2014 ini tersebar di 9 provinsi yakni Jambi (Kab. Tanjab Timur), Banten (Kab. Serang), Jawa Barat (Kab. Bekasi, Indramayu, Cirebon, Sukabumi), Jawa Tengah (Kab. Demak, Brebes, Pati), DI Yogyakarta (Kab. Gunungkidul), Kalimantan Timur (Kab. Bontang, Kutai Kertanegara), NTT (Kab. Belu), Gorontalo (Kab. Pohuwato), dan Sulawesi Selatan (Kab. Luwu). Kegiatan rehabilitasi melalui dana dekonsentrasi tahun 2014 juga menyasar rehabilitasi terumbu karang dengan total luas lahan 6 hektar. Rehabilitasi terumbu karang melalui kegiatan Dekon 2014 ini tersebar di 4 provinsi yakni DKI Jakarta (Kab. Kepulauan Seribu), Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara (Kab. Kolaka Utara), dan Bali (Kab. Klungkung). Sehingga total luasan keseluruhan rehabilitasi mangrove, vegetasi pantai dan terumbu karang melalui dana pusat dan dekonsentrasi tahun 2014 seluas 122,13 hektar. Rehabilitasi hard structure dilakukan melalui pembangunan struktur hybrid engineering sepanjang 380 meter. Kegiatan dilaksanakan di Desa Timbulsloko Demak. Konsep utama hybrid engineering ialah mengembalikan keseimbangan sedimen dengan mengurangi kekuatan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 91
dan kecepatan gelombang dengan tujuan untuk memperoleh pesisir yang stabil. Hybrid engineering dimaksudkan untuk melindungi pesisir dari abrasi serta berfungsi melindungi mangrove yang akan ditanam di sedimen yang terbentuk di belakang hybrid. Struktur dam pada Hybrid Engineering dibuat dari bahan–bahan alami seperti kayu dan belukar yang disatukan dengan kawat galvanis. Susunan tersebut bersifat permiabel (berpori) yang memiliki fungsi sama dengan akar mangrove yang bekerjasama dengan proses alami sehingga membentuk komposisi material solid dalam mencapai keseimbangan sedimen di wilayah pesisir. Sebagai upaya menjaga sirkulasi aliran pada boundary, hybrid engineering juga dilengkapi dengan bagian pintu berupa celah/segmen pada dam yang berfungsi mengalirkan aliran secara gravitasi sesuai dengan kondisi bathimetri di wilayah konstruksi tersebut, sehingga mengurangi resiko terjadinya overtopping pada dinding dam Hybrid Engineering tersebut.
Gambar 28. Penanaman mangrove di Pantai Indah Kapuk, Jakarta
Gambar 29. Hasil rehabilitasi mangrove di Kabupaten Karawang
Gambar 30. Konstruksi Hybrid Engineering tahun 2014 di Kabupaten Demak
92 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
c. Revitalisasi Fungsi Pesisir Revitalisasi merupakan upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian pesisir yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. Revitalisasi pesisir dilakukan melalui kegiatan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada tahun 2014, KKP telah memfasilitasi kegiatan reklamasi di wilayah pesisir. Rujukan dalam memfasilitasi tersebut adalah : (1). Peraturan Presiden (Perpres) No. 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta PerMen No. 17 tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil. (2). Keputusan Direktur Jenderal No. 4A/KEP/DJKP3K/2014 tentang Pedoman Penyusunan Proposal Reklamasi, Rencana Induk, Studi Kelayakan dan Rencana Detail Reklamasi yang telah ditetapkan pada tanggal 27 Januari 2014. Peraturan ini secara garis besar mengatur tentang tata cara penyusunan Proposal Reklamasi, Rencana Induk, Studi Kelayakan dan Rencana Detail kegiatan reklamasi yang diperuntukkan bagi kegiatan reklamasi yang akan dilaksanakan. (3). Keputusan Direktur Jenderal No. 37/KEP-DJKP3K/2014 tentang Pedoman Umum Relokasi dan Kompensasi Kegiatan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah ditetapkan pada tanggal 21 Oktober 2014. Peraturan ini secara garis besar mengatur tentang mekanisme relokasi dan kompensasi terhadap masyarakat dan obyek yang terdampak kegiatan reklamasi. Fasilitasi reklamasi yang telah dilakukan KKP pada tahun 2014 meliputi: (1). Penerbitan izin lokasi reklamasi Teluk Benoa Telah diterbitkan izin lokasi reklamasi seluas 700 hektar di Teluk Benoa, Provinsi Bali No.445/MEN-KP/VIII/2014 tanggal 25 Agustus 2014. Dalam pemberian Izin Lokasi tersebut Tim Teknis merekomendasikan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemohon Izin Lokasi sebagai berikut: (a) Lokasi reklamasi agar berbentuk pulau–pulau buatan yang dipisahkan oleh kanal-kanal dengan jarak minimal 300 meter dari garis pantai agar tidak mengganggu keseimbangan dan keberadaan ekosistem pesisir di sekitar lokasi reklamasi dan keberadaan taman hutan rakyat. (b) Rencana sumber pengambilan material untuk keperluan reklamasi agar memperhatikan aspek lingkungan. (c) Memperhatikan mata pencaharian nelayan sekitar lokasi reklamasi. (d) Tetap memberikan akses kepada masyarakat/nelayan untuk memanfaatkan wilayah pesisir di sekitar lokasi reklamasi. (2). Rekomendasi Izin Lokasi Tanjung Carat Telah diterbitkan Rekomendasi izin lokasi reklamasi di Tanjung Carat, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan seluas 3.000 hektar dengan No.B578/MEN-KP/IX/2014 tentang Rekomendasi Izin Lokasi Reklamasi di Tanjung Carat, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan tanggal
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 93
29 September 2014.Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemohon Izin Lokasi sebagai berikut: (a) Lokasi reklamasi agar berbentuk pulau yang dipisahkan oleh kanal dengan jarak minimal 300 meter dari garis pantai agar tidak mengganggu keseimbangan dan keberadaan ekosistem pesisir di sekitar lokasi reklamasi dan keberadaan hutan lindung. (b) Agar memperhatikan rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api. (c) Rencana sumber pengambilan material untuk keperluan reklamasi agar memperhatikan aspek lingkungan. (d) Memperhatikan mata pencaharian nelayan sekitar lokasi reklamasi. (e) Tetap memberikan akses kepada masyarakat/nelayan untuk memanfaatkan wilayah pesisir di sekitar lokasi reklamasi. (3). Proses pemberian izin lokasi reklamasi di Tanjung Merah, Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan luas 35 hektar. Dalam pemberian Izin Lokasi tersebut Tim Teknis merekomendasikan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemohon Izin Lokasi sebagai berikut : (a) Rencana reklamasi agar memperhatikan kondisi ekosistem pesisir yaitu terumbu karang. Hal tersebut harus diimplementasikan melalui kompensasi dan relokasi ekosistem yang terpengaruh kegiatan reklamasi; (b) Rencana reklamasi agar memperhatikan kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir khususnya nelayan. Hal tersebut harus diimplementasikan melalui kompensasi dan relokasi masyarakat yang terkena dampak kegiatan reklamasi; (c) Tetap memberikan akses kepada masyarakat/nelayan untuk memanfaatkan wilayah pesisir di sekitar lokasi reklamasi; (d) Rencana sumber pengambilan material untuk keperluan reklamasi agar memperhatikan aspek lingkungan di sekitarnya Dukungan KKP lainnya terhadap fungsi lingkungan hidup adalah menjadikan pesisir bersih, sehat dan lestari. KKP telah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat serta pihak swasta telah menghasilkan bahan-bahan sosialisasi publikasi dalam bentuk leaflet, poster, buku tulis, komik, dan media informasi media lokal. Aksi nyata bersih pantai berupa kegiatan Pesisir Berseri pada tahun 2014 telah dilakukan di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur dan Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu KKP telah menyusun berbagai rancangan peraturan untuk mengantisipasi ancaman pencemaran yang meliputi : (1). RPP Tentang Pencemaran dan Sumber Daya Ikan beserta Lingkungannya. (2). SOP Penanggulangan Dampak Tumpahan Minyak terhadap Sumber daya Perikanan sebagai tindaklanjut Peraturan Presiden No. 109 tahun 2006, tentang Keadaan Darurat Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut.
94 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
(3). Penyusunan Pedoman Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) menindaklanjuti UU No. 32 tahun 2009 mengenai Lingkungan Hidup Pengelolaan Limbah Wisata Kuliner Pantai. KKP juga telah memfasilitasi penyusunan peraturan daerah terkait pengelolaan limbah wisata kuliner pantai. Kota Batam dan Kota Manado merupakan dua kota sasaran tahun 2014 untuk pelaksanaan fasilitasi. Peraturan Walikota tentang Pengendalian Pencemaran Wisata Kuliner Pantai telah terbit di Kota Batam, sementara untuk Kota Manado masih dalam pembahasan dengan Biro Hukum Kota Manado. Pengembangan sarana penanggulangan pencemaran di kawasan pesisir mendapat perhatian serius oleh KKP. Sarana prasarana penanggulangan pencemaran di pesisir berupa pembangunan drainase dilakukan di Desa Tlogo Harum, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Sebagai pusat pengolahan hasil perikanan, Desa Tlogo Harum perlu mendapatkan fasilitasi pendukung pengelolaan pencemaran seperti air buangan hasil kegiatan pengolahan. Drainase sepanjang 763 meter berhasil dibangun di Desa Tlogo Harum dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunannya dengan tujuan menurunnya pencemaran akibat pengolahan hasil perikanan di kawasan tersebut.
Gambar 31. Kegiatan Pesisir Berseri Kota Baru
KKP menghasilkan beberapa penelitian yang menonjol dan dijadikan bahan kebijakan pembangunan bagi pemerintah untuk dukungan terhadap program prioritas nasional 9 (Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana) diantaranya adalah : (1). Dalam hal penelitian blue carbon (emisi dan serapan carbon) telah menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu: (i) Rasio penggunaan lahan dalam satu kawasan tambak budidaya. Besaran rasio lahan tambak dan mangrove budidaya tambak berkelanjutan telah diperoleh dengan besaran yang ideal dalam satu kawasan tambak adalah 40–50% untuk kolam tambak budidaya, rasio 30–35% untuk mangrove diantara tambak yang berfungsi sebagai penyanggah, rasio 10% untuk tandon pemasukan dan pengeluaran, serta rasio 10–20% untuk peruntukan jalan, rumah jaga, saluran inlet dan outlet, dll. Disamping itu, dalam penempatan tambak yang berkelanjutan diperlukan untuk mempertahankan jalur hijau 100 - 300 m dari pantai (130x selisih air pasang surut), 5-10 m dari sungai kecil
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 95
dan minimal 50 m di sisi sungai besar. (ii) Kegiatan usaha perikanan tangkap menggunakan kapal ikan besar dengan ukuran 30-200 GT dengan ukuran mesin berkisar antara 223-737 HP, dari sejumlah 338-1.641 unit kapal diestimasikan akan menghasilkan emisi sekitar 4,67 juta ton C/th, dan estimasi carbon footprint of tuna fisheries dengan produksi TTC sebesar 1 juta ton setara dengan 2,8 juta ton CO2. Oleh karena itu, terkait issue Carbon Trade, sektor perikanan memiliki kontribusi yang besar dalam mitigasi perubahan iklim dengan pengembangan budidaya rumput laut, karena memiliki laju serapan mencapai 0,45 – 330 ton CO2 /ha/th, perluasan penyebaran dan pemanfaatan informasi PPDPI yang diestimasikan pengurangan emisi karbon dapat membantu pada kisaran 30% ~ 1.5 Juta TonC/Th, penggunaan lahan tambak 30% untuk mangrove akan menyerap CO2, 740 x 106 Ton C/Ha, serta upaya konservasi sumber daya pesisir lamun, fitoplankton laut Indonesia dan mangrove (Blue Carbon) karena mampu menyerap CO2 sebesar 4.326,21 x 106 Ton C/ Ha. (2). Rekomendasi dalam bantuk Naskah Akademik pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan sidat di daerah aliran sungai Poso sebagai bahan pembuatan petunjuk teknis tentang pengelolaan ikan sidat (Anguilla sp.) di daerah aliran sungai Poso, Sulawesi Tengah. (3). Naskah Akademis terkait pengelolaan SDI melalui pendekatan ekosistem (EAFM) di Tarakan, Kalimantan Timur (Demonstration Site of The SCS-SFMP) Sebagai bahan sebagai dasar rujukan dalam: 1) Peraturan Gubernur Kalimantan Utara Nomor 26 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Ikan Nomei di Wilayah Perairan Provinsi Kalimantan Utara yang di tanda tangani pada tanggal 24 September 2014 oleh Pj. Gubernur Kalimantan Utara; 2) Peraturan Walikota Tarakan Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Perikanan Nomei Berkelanjutan di Perairan Kota Tarakan yang di tanda tangani pada tanggal 3 November 2014 oleh Walikota Tarakan.
tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk memperkuat dinding tanggul pada tambak perikanan budidaya, dan sebagai informasi dan referensi yang dapat digunakan oleh masyarakat umum atau pembudidaya untuk mengelola dan memproduksi serabut kelapa
Gambar 32. Rekayasa Teknologi Perlindungan Pantai
dengan kekuatan tinggi. (2). Teknologi Buoy PLUTO Teknologi Buoy PLUTO (perairan selalu termonitor) dimaksudkan sebagai aplikasi teknologi pemantauan kualitas perairan danau dan waduk. Dengan teknologi buoy tersebut maka dapat dilakukan pendeteksian dini kondisi perairan dengan diperolehnya data real time parameter perairan waduk dan danau, sehingga peristiwa Eutrofikasi akibat blooming algae dapat dicegah dan dapat mengamankan panen ikan pembudidaya di waduk dan pertambakan. Pemanfaatan teknologi buoy juga dapat meningkatkan pemahaman karakteristik perairan waduk dan tambak untuk budidaya perikanan dan mengembangkan network buoy PLUTO se Indonesia untuk mendukung pemantauan kualitas perairan umum dan daratan yang terintegrasi. Tahun 2014 dilakukan pemanfaat buoy Pluto di Pekalongan dan Jatiluhur. Parameter kualitas air yang terpantau oleh teknologi ini 4 parameter yaitu suhu, salinitas, pH dan Oksigen, Parameter ini adalah parameter minimum dan standar yang dibutuhkan dalam kegiatan pembudidayaan ikan. Dengan parameter tersebut maka dapat diperoleh gambaran kualitas air dan perkiraan yang akan terjadi (umbalan) sehingga pembudidaya dapat diperingatkan akan bahaya umbalan yang akan terjadi.
Disamping itu, dalam tahun 2014 juga telah dihasilkan berbagai datainformasi dan teknologi yang mendukung program prioritas nasional 9 (Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana) diantaranya adalah: (1). Teknologi Perlindungan Pantai Rekayasa teknologi perlindungan pantai dengan memanfaatkan serabut kelapa sebagai pelindung pantai dimana material serabut kelapa tersebut dapat memperkuat struktur lapisan tanah sehingga kerusakan garis pantai dapat dikurangi. Dalam kegiatan ini diperoleh model anyaman serabut kelapa yang mempunyai kekuatan tarik dan tekanan tinggi, kombinasi antara serabut kelapa dan bahan lainya itu rumput vetiver, sehingga diperoleh serabut kelapa hybrid dengan kekuatan
96 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Gambar 33. Kegiatan IPTEKMAS Teknologi Buoy PLUTO
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 97
(3). Studi Potensi Sumber Daya Airtanah Di Kawasan Pesisir Dan PulauPulau Kecil (Pulau Belitung Dan Sekitarnya) Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 dan perubahannya Nomor PER.08/MEN/2011 pasal 22 tentang Kepelabuhanan Perikanan menyebutkan bahwa fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Salah satu fasilitas fungsional yang harus dipenuhi adalah suplai air bersih, yang dapat berasal dari air permukaan maupun bawah permukaan. Sumber daya air di kawasan pelabuhan perikanan sangat erat kaitannya dengan karakteristik air di wilayah pesisir. Pengambilan airtanah yang berlebihan tanpa disertai dengan perhitungan maupun perencanaan/ pengelolaan yang baik dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap kelestarian sumber daya airtawar, dan baik langsung maupun tak langsung akan
permasalahan lingkungan pesisir di Bali Timur berhasil diidentifikasi seperti erosi pantai yang tidak hanya disebabkan oleh aspek oseanografi tetapi juga aktifitas gunung api, pergerakan lempeng dan aktifitas penambangan pasir, Siklus erosi pantai di Bali Timur berhasil dijelaskan dan didukung oleh data dan pemodelan hidrodinamika, pergerakan lempeng dan GIS sebagai bahan rekomendasi pengelolaan pesisir. (5). Data dan Informasi KKP dirujuk BPLHD DKI Jakarta Untuk Buku Ekoregion Laut Di akhir tahun 2014, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, menerbitkan sebuah Buku berjudul “Ekoregion Laut Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Buku setebal 208 halaman tersebut memuat karakteristik laut dan pesisir berikut keanekaragaman hayati hingga kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Juga mengulas sekilas berbagai permasalahan yang ada mulai dari pencemaran, hingga perubahan iklim. Buku ekoregion ini adalah salah satu implementasi dari amanat Undang Undang no. 32/2009 tentang Rencana Pengendalian Pengelolaan Lingkuhan Hidup, yang mana secara lingkup nasional pada tahun 2013 telah diterbitkan Peta dan Buku Ekoregion Laut Nasional oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sesuatu yang membanggakan dari Buku Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta ini adalah telah dirujuknya sejumlah data dan informasi hasil litbang sumber daya laut dan pesisir yang selama ini dikelola oleh Laboratorium Data Laut dan Pesisir (Marine and Coastal Data Laboratory-MCDL) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, KKP. Data parameter oseanografi dan atmosfer, serta beberapa karya tulis ilmiah telah digunakan dalam penyusunan buku tersebut.
5. Daerah Tertinggal, Terdepan, terluar dan Pasca Konflik Gambar 34. Grafik Kondisi Kualitas Airtanah sekitar lokasi PPN
berpengaruh pada tingkat produktivitas kawasan pelabuhan perikanan. (4). Kajian lingkungan pesisir dan sistem perlindungan pantai di Bali timur Fenomena alam dalam bentuk erosi pantai yang telah terjadi selama bertahun–tahun terus mengancam keberlanjutan industri pariwisata di Bali Timur. Upaya mitigasi berupa pembangunan tembok laut dalam berbagai bentuk dan ukuran telah dilakukan di sepanjang pesisir Bali Timur. Kajian ini menitikberatkan pada pemahaman lingkungan pesisir dan efektifitas dari sistem perlindungan pantai di Bali Timur yang telah dikerjakan selama bertahun–tahun tersebut. Untuk itu KKP telah menginformasikan pada PEMDA setempat tentang aspek-aspek
98 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Untuk mendukung ketertinggalan dan kesenjangan pembangunan secara geopolitik, sosial, ekonomi, dan ekologis di pulau-pulau kecil, KKP telah melakukan intervensi pembangunan prioritas berupa:
1). Membangun Sarpras di Pulau-Pulau Kecil (PPK) a. Air Bersih/Minum (Desalinasi). Pada pada Tahun 2014 telah dilasanakan kegiatan Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih di Pulau-pulau Kecil di 40 (empat puluh) lokasi yang dikelola oleh kelompok masyarakat pulau. Pola Pengelolaan Sarana dan Prasarana Air Bersih di Pulau-pulau Kecil yang direncanakan oleh Kelompok Pengelola secara umum memahami bahwa keberlanjutan sarana dan prasarana tergantung pada kemandirian kelompok sehingga target hasil produksi setiap hari sebanyak 100 galon sepakat untuk ditetapkan iuran berkisar Rp3.000-5.000 per galon yang digunakan untuk operasionalisasi dan pemeliharaan sarana Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 99
dan prasarana air bersih. b. Minawisata Pulau-pulau Kecil. Pada pada Tahun 2014 telah dilasanakan kegiatan Pengembangan Minawisata di Pulau-pulau Kecil di 17 (tujuh belas) lokasi yang dikelola oleh kelompok masyarakat pulau dan mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah, Swasta (CSR), dan masyarakat. Dalam mewujudkan pengembangan Minawisata di pulau-pulau kecil diperlukan sarana dan prasarana yang selaras dan serasi dengan lingkungan dan dinamika penduduk. Pengembangan Minawisata sebagai bagian integral dari pembangunan kelautan yang perlu dipacu menjadi berbagai kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu berdasarkan strategi pembangunan kelautan yang berkelanjutan, pengelolaan pulaupulau kecil seyogyanya menempatkan Minawisata yang berbasis ekosistem dan melibatkan masyarakat sebagai pelaksana kebijakan strategis pembangunan. c. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat di Pulau-pulau Kecil. Berbagai upaya kerjasama telah dilakukan oleh KKP dalam upaya fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di Pulau-Pulau Kecil, termasuk Pulau Kecil Terluar. Pada tahun ini, melalui kerjasama dengan Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral, KKP telah memfasilitasi penyediaan PLTS dengan sistem komunal di 25 Pulau-Pulau Kecil Terluar senilai Rp147 miliar dan pendampingan yang intensif dengan penyediaan tenaga fasilitator lapangan dari Destructive Fishing Watch (DFW). Melalui kerjasama pembangunan PLTS ini diharapkan, kebutuhan listrik di PulauPulau Kecil Terluar Berpenduduk dapat terpenuhi, bukan saja untuk penerangan warga tapi juga untuk mendukung kebutuhan sarana dan prasarana sosial masyarakat serta aktivitas ekonomi masyarakat seperti kebutuhan listrik untuk pabrik es dan cold storage skala mini. Diperkirakan melalui intervensi ini, maka akan mampu menerangi sekitar 3.113 KK atau rumah tangga dengan penerima manfaat sekitar 15.000 jiwa. d. Sarana dan Prasana Pendukung Ekonomi Produktif. Sarana dan prasarana pendukung yang dimaksud di sini adalah semua kegiatan pembangunan fisik yang terkait untuk mendukung kegiatan minawisata dan air bersih, yaitu perahu katamaran, alat selam, cool box, alat pembersih jaring, alat transportasi distribusi air bersih, Mesin Cup Sealer. Tujuan dari bantuan ini untuk meningkatkan produktifitas dan mengoptimalkan bantuan sarana dan prasarana yang sudah ada.
2). Pengembangan Investasi Pulau-Pulau Kecil Kontribusi ekonomi pulau-pulau kecil yang masih belum terdata secara
100 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
statistik dalam sektor kelautan dan perikanan terhadap PDB nasional, menjadikan pengelolaan pulau-pulau kecil yang sangat berpotensi dalam meningkatkan PNBP cenderung terabaikan atau diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector). Peluang investasi di pulaupulau kecil di Indonesia masih terbuka lebar dan terus berkembang, termasuk investasi di pulau-pulau kecil terluar. Pulau Nipa, Kota Batam yang awalnya hampir tenggelam telah direklamasi oleh Pemerintah dari tahun 2004-2008 hingga saat ini luasnya mencapai 50 hektar, kemudian diberikan hak pengelolaannya kepada Kementerian Pertahanan dan KKP berupa Sertipikat Hak Pakai. Sesuai blueprint pengembangan Pulau Nipa dalam mendukung kepentingan pertahanan (kedaulatan negara di pulau terluar/ perbatasan) berbasis ekonomi, maka telah diperoleh kesepakatan Perjanjian Kerja Sama dengan pihak investor dengan nilai investasi mencapai Rp5,09 triliun berupa pembangunan oil storage dan fasilitas pendukungnya. KSP selama 30 (tiga puluh) tahun diatas lahan seluas 34 hektar akan memberikan kontribusi tetap kepada negara sebesar Rp119,436 miliar dan profit sharing minimal sebesar Rp1,414 triliun. Dengan demikian PNBP rata-rata per tahun lebih kurang Rp50 miliar. Gili Nanggu, Kabupaten Lombok Barat dengan luas pemanfaatan 12 hektar telah memperoleh investor PMA dengan nilai investasi USD 5,5 miliar untuk pengembangan resort hotel bintang 5. Gili Paserang, Sumbawa Barat juga telah mulai membangun resort dengan nilai investasi Rp125 miliar oleh investor PMDN. Gugus Pulau Pari, Kep. Seribu DKI Jakarta juga telah menarik minat investor (tahap DED dan AMDAL) untuk membangun resort sekelas Maldives dengan nilai investasi sebesar Rp3,5 triliun.
3). Membangun PPK Terluar/Terdepan (PPKT) Pulau-Pulau Kecil Terluar semakin populer setelah adanya Nawa Cita Presiden Jokowi-JK, butir ketiga “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan”. Dari sekitar 17.504 pulau terdapat 92 pulau-pulau kecil terluar yang mempunyai nilai geopolitik yang sangat tinggi yang perlu dipertahankan dan dikelola secara serius sehingga kenapa PERPRES 78 tahun 2005 tentang pengelolaan PPKT diterbitkan setelah kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke Malaysia pada Tahun 2002. Tahun 2014, pembangunan di PPKT telah dilakukan melalui beberapa upaya, diantaranya pembangunan sarana air bersih/desalinasi di empat PPKT, PLTS di 25 PPKT hasil kerjasama dengan Kementerian ESDM. Pada tahun yang sama telah ditandatangani Perjanjian Kerja Sama antara Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, KKP dengan Dirjen Penyelenggaraan Pos Dan Informatika, Kementerian Komunikasi
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 101
dan Informatika tentang Penyediaan Sarana Telekomunikasi berupa BTS diantaranya untuk pulau kecil terluar yang akan dilaksanakan pembangunannya pada lima lokasi PPKT tahun anggaran 2015. PPKT juga dibangun dengan pendekatan konsep Adopsi Pulau yang merupakan hasil kerjasama KKP dengan perguruan tinggi antara lain dengan Universitas Gadjah Mada di Pulau Alor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Pulau Maratua, Universitas Hasanuddin di Pulau Sebatik, Institut Pertanian Bogor di Pulau Subi Kecil, Universitas Indonesia di Pulau Larat. Hasil kerjasama ini diantaranya berupa peningkatan kapasitas masyarakat PPKT. Salah satu hasil kegiatan adopsi pulau oleh UGM adalah pemberian beasiswa kepada 5 mahasiswa asli Pulau Alor senilai Rp150 juta di Sekolah Pascasarjana UGM. Disamping itu, UGM juga telah bermitra dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang memberikan beasiswa untuk 16 mahasiswa dan 3 dokter spesialis senilai Rp2 miliar, dan kerjasama beasiswa dengan Bank BNI sebanyak 1 mahasiswa senilai Rp30 juta bagi masyarakat asli Pulau Alor.
6. One Map Movement Misi One map movement mengintegrasikan seluruh data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan dan keseragaman.
Gerakan One map memiliki misi mengintegrasikan seluruh data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan dan keseragaman data selama ini di Indonesia. KKP termasuk kedalam Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut dengan Sub Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, Pulau-pulau Kecil dan Liputan Dasar Laut dengan anggota dari Kementerian/Lembaga terkait lainnya yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG), Dinas hidro Oseanografi (Dishidros–TNI AL), Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), Pusat Penelitian Oseanologi (P2O-LIPI), KLH, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL-ESDM), LAPAN, BPN, BPPT, Kemendagri, Kemenhut, BPS, Kemenhan, UNDIP, IPB, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), UGM, UNSOED, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan (LPP) Mangrove, dan Wetland International.
digunakan secara bersama antar stakeholder, dengan tujuan untuk menghindari duplikasi serta menjaga konsistensi data. (4). One geoportal: terdapat suatu sistem aplikasi (biasanya berbasis internet) untuk menampilkan dan menyebarluaskan data ke pengguna, dengan tujuan untuk mempermudah akses pengguna, mengintegrasikan data spasial serta menjadi acuan resmi. Untuk mendukung One Map, maka setiap Kementerian/Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah mempunyai peran dan kontribusi yang sangat penting, diantaranya antara lain : (1). One reference: melakukan pemetaan IGT yang mengacu ke IGD, Sharing data untuk penyusunan peta dasar. (2). One standard: terlibat aktif dalam kelompok kerja [K/L], Menyelaraskan pemetaan dan pengelolaan data sesuai dengan standar yang disepakati. (3). One database: terlibat aktif dalam kelompok kerja [K/L], mengupdate data di one map, menyediakan data mirror untuk back up). (4). One geoportal: pembangunan web GIS yang menjadi bagian dari Ina Geoportal, menggunakan alternatif aplikasi yang gratis dan open source untuk mengurangi biaya. Pada tahun 2013 Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut berhasil menerbitkan Peta Sebaran Terumbu Karang Nasional, yang disusul kemudian dengan Peta Karakteristik Laut Nasional, dan Peta Habitat Lamun Nasional. Peta-peta tersebut merupakan langkah awal yang nyata dan akan ditindaklanjuti dengan pembaruan-pembaruan data dan informasinya. KKP secara aktif rutin pada setiap tahunnya juga melakukan survei laut, pengukuran parameter oseanografi pesisir, dan akuisisi data deret waktu karakteristik massa air laut. Selain itu peramalan pola arus dan suhu laut untuk periode 5-10 hari kedepan telah rutin dilakukan sejak awal tahun 2014.
Tujuan dengan adanya One Map adalah gerakan pembangunan informasi geospasial secara partisipatif dan kolaborasi untuk menuju One Reference, One Standard, One Database dan One Geoportal. (1). One reference: Informasi Geospasial Tematik (IGT) dibuat dengan mengacu pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) sesuai dengan UU No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, sehingga data memiliki sistem koordinat yang sama serta memungkinkan beberapa data dapat diintegrasikan. (2). One standard: terdapat satu standar pemetaan IGT yang telah disepakati antar stakeholder dan dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pemetaan, dengan tujuan kesatuan dalam metode pemetaan, pemetaan dapat dilakukan pihak manapun serta efisiensi penyelenggaraan pemetaan. (3). One database: terdapat satu basis data IGT yang dibangun dan
102 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 103
7. Direktif Presiden 1). Pengarusutamaan Gender Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendukung pembangunan di berbagai bidang, dan dalam rangka mendukung implementasi Instruksi Presiden No. 9/2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan kepada semua pimpinan K/L baik pusat maupun daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) untuk mengintegrasikan aspek gender dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan yang menjadi tugas dan fungsinya. Oleh karena itu KKP terus berupaya untuk meningkatkan komitmen dan menerjemahkan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan kelautan dan perikanan.
Gambar 35. Dukungan KKP untuk One Map Movement
Tabel 41. Capaian One Map Movement IGT
2013
2014
IGT Bidang Pulaupulau Kecil
Pedoman Teknis Identifikasi dan Pemetaan Potensi Sumber daya Pulau-pulau Kecil- Terkumpul IGT untuk 21 pulau kecil di Indonesia.
Terintegrasi dan tersinkronisasinya data 30 pulau kecil
IGT Bidang Sumber daya Pesisir dan Laut
Pedoman teknis pemetaan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 1 tema, yaitu Terumbu Karang dan telah diiintegrasikan data terumbu karang antar K/L di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Papua, Maluku dan Nusa Tenggara
Terinventarisasinya data padang lamun nasional yang tersedia di setiap K/L
IGT Bidang Liputan Dasar Laut
Penyusunan klasifikasi liputan dasar laut ditujukan agar terdapat data set tunggal system klasifikasi yang dapat digunakan oleh seluruh K/L. RSNI-1 Klasifikasi Liputan dasar Laut dan RSNI2 Klasifikasi Liputan Dasar Laut
Tersusunnya Permen KP tentang pengelolaan data dan informasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
KKP berhasil memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya atas pelaksanaan PUG tahun 2014.
Mencermati Renstra KKP 2010-2014, terdapat isu gender yang tersirat di dalamnya, terkait dengan bagaimana akses kelompok perempuan dan laki-laki yang menerima manfaatnya, baik untuk akses ke permodalan, pengolah dan pemasaran, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelatihan, yang pada akhirnya untuk memperoleh kesempatan kerja dan manfaat yang proporsional bagi perempuan dan laki-laki. Adanya irisan antara isu gender bidang kelautan dan perikanan, memperkuat analisis bahwa isu gender merupakan isu lintas sektor, sesuai dengan dokumen RPJMN 20102014 bahwa PUG sebagai salah satu strategi kebijakan dalam pembangunan di berbagai bidang. Pada tahun 2014 KKP mendapatkan penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya tingkat Madya atas pelaksanaan PUG tahun 2014.
2). Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden No. 10/2011 tanggal 15 April 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat, KKP bersama 12 K/L terkait melaksanakan Program PKN. Pelaksanaan program ini diharapkan mampu mendorong percepatan dan perluasan pengentasan kemiskinan. Lingkup Kegiatan pada Program PKN diantaranya adalah: 1) Pembuatan Rumah Sangat Murah; 2) Pekerjaan Alternatif Tambahan Bagi Keluarga Nelayan; 3) Skema Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR); 4) Pembangunan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN); 5) Pembangunan Cold Storage; 6) Angkutan Umum Murah; 7) Fasilitas Sekolah dan Puskesmas; 8) Fasilitas Bank “Rakyat”.
104 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 105
Program PKN difokuskan langsung kepada kelompok sasaran PKN yaitu rumah tangga miskin nelayan dengan berbasiskan pada Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dengan 3 kelompok sasaran yaitu: 1) Individu Nelayan; 2) Kelompok Nelayan; dan 3) Sarana dan prasarana PPI. Program PKN dilaksanakan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 berbasis PPI di 816 lokasi dengan rincian pada tahun 2011 (100 PPI dengan sasaran 37.386 Rumah Tangga Sasaran (RTS), 2012 (400 PPI dengan sasaran 112.037 RTS), 2013 (200 PPI dengan sasaran 73.755 RTS), dan 2014 (116 PPI dengan sasaran 23.809 RTS).
Lingkup Program PKN: 1) Rumah Sangat Murah; 2) Pekerjaan Alternatif Tambahan Bagi Keluarga Nelayan; 3) Skema Usaha Mikro dan Kecil dan Kredit Usaha Rakyat; 4) SPDN; 5) Pembangunan Cold Storage; 6) Angkutan Umum Murah; 7) Fasilitas Sekolah dan Puskesmas; 8) Fasilitas Bank “Rakyat”.
Selama periode tahun 2011 sampai dengan 2014, KKP telah melakukan koordinasi yang intensif dengan kementerian dan lembaga yang menjadi anggota Kelompok Kerja Program PKN untuk melakukan intervensi kegiatan di PPI lokasi PKN dengan hasil sebagai berikut : (1). Pembangunan rumah murah nelayan sebanyak 1.939 unit rumah. (2). Pemasangan/Instalasi listrik bagi rumah nelayan sebanyak 5.288 unit rumah. (3). 10 jenis fasilitas dan pelayanan kesehatan sebanyak Rp2,57 triliun. (4). 8 kegiatan pengembangan UMKP dan bantuan koperasi sebanyak Rp4,9 miliar. (5). 3 jenis kegiatan dan 14 layanan pendidikan sebanyak Rp819,8 miliar. (6). Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum di 312 lokasi dengan nilai Rp180,3 miliar. (7). Sertipikasi Hak Atas Tanah Nelayan sebanyak 55.529 bidang tanah. Dalam evaluasi pelaksanaan program PKN ditemukan permasalahan umum yang dihadapi antara lain: (1). Belum optimalnya kegiatan yang dilaksanakan dalam mendukung pencapaian target PKN, terkait dengan integrasi kegiatan di lokus PKN (PPI). (2). Belum tersedianya dokumen masterplan dan proposal daerah untuk pelaksanaan Program PKN. (3). Masih banyak program dan kegiatan yang belum secara explisit menyebutkan lokasi PKN berbasis PPI. (4). Belum optimalnya dukungan perbankan pemerintah dalam percepatan penyaluran kredit program dan kredit skim khusus lainnya di seluruh lokasi Program PKN. Dengan melihat hasil evaluasi tersebut, maka tindak lanjut langkahlangkah yang diperlukan untuk perbaikan program PKN kedepan antara lain: (1). Mendorong peningkatan peran daerah dalam pelaksanaan Program PKN diawali dengan Pembentukan Sub Pokja di Daerah yang diketuai oleh Bupati/Walikota/Sekretaris Daerah dengan Kepala SKPD yang membawahi bidang Kelautan dan Perikanan sebagai Sekretaris Sub Pokja, dan beranggotakan kepala SKPD dan instansi terkait di daerah.
106 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
(2). Pemerintah Provinsi/Kab./Kota mendorong sinergi mengalokasikan pembiayaan APBD sesuai dokumen perencanaan untuk kegiatan di lokasi Program PKN maupun di lokasi sentra nelayan selain lokasi Program PKN. (3). Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kab./Kota mendorong sinergi pembiayaan antara APBN, APBD, CSR, BUMN/D dan swasta untuk percepatan pencapaian tujuan program PKN. (4). Seluruh K/L anggota Pokja diharapkan agar dapat semaksimal mungkin mengalokasikan anggaran program kegiatan masingmasing ke lokasi sasaran sampai pada tingkat Desa/Kecamatan. (5). Melakukan pendataan RTS penerima bantuan pada Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang akan datang
3). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi
Proyek yang telah di Ground Breaking di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai investasi sekitar Rp28.113,5 miliar
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) No. 35/M.EKON/08/2011 tentang Tim Kerja pada KP3EI, Menteri Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai Ketua Tim Kerja KE Sulawesi, dimana KE Sulawesi akan mengembangkan 5 kegiatan ekonomi utama, yakni pangan, kakao, perikanan, migas, dan nikel. Dalam perkembangan pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi, setelah dilakukan inventarisasi dan validasi terhadap proyek-proyek yang ada, terdapat 66 proyek yang telah dilakukan validasi, 54 proyek yang belum valid dan perlu segera dilakukan validasi serta 88 proyek usulan baru dengan total nilai investasi secara keseluruhan sebesar Rp108,69 triliun. Hasil validasi komitmen kegiatan investasi SDM-IPTEK berupa dukungan penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis program di KE Sulawesi adalah sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri dari program akademi komunitas, institut, politeknik dan sekolah tinggi, SMK, Universitas, serta program IPTEK. Sedangkan dukungan konektivitas berupa infrastruktur bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, dan energi dengan jumlah proyek sebanyak 141 proyek diindikasikasikan dengan nilai investasi sebesar Rp111,92 triliun. Pelaksanaan kegiatan ekonomi di KE Sulawesi sampai dengan tahun 2025 optimis dapat dilaksanakan, untuk tahun 2013-2014 direncanakan akan dilaksanakan Groundbreaking untuk 22 kegiatan ekonomi dengan nilai investasi sebesar Rp23.535,4 miliar dan yang telah dilakukan Groundbreaking tahun 2011-2012 untuk 19 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp28.113,5 miiar. Permasalahan dalam program MP3EI tidak terlepas dari isu strategis yang berbeda-beda antara masing-masing provinsi se-Sulawesi yang harus segera ditindaklanjuti oleh Tim Kerja Pusat (KP3EI Pusat). Beberapa permasalahan/debottlenecking umum yang terdapat pada KE Sulawesi adalah:
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 107
(1). Masih rendahnya daya tarik investor baik dari dalam maupun luar negeri dalam menanamkan modalnya untuk pembangunan ekonomi di KE Sulawesi. (2). Masih terbatasnya konektivitas/infrastruktur transportasi di KE Sulawesi, seperti jalan, pelabuhan dll. (3). Masih terbatasnya areal lahan produksi dan sarana irigasi di KE Sulawesi (hanya 37% lahan pertanian yang diairi oleh saluran irigasi). (4). Masih terbatasnya sumber energi di KE Sulawesi, seperti listrik, air dll. (5). Masih terbatasnya infrastruktur sosial di KE Sulawesi, seperti kesehatan, dll. (6). Masih adanya konflik pemanfaatan ruang, antara pertambangan dan konservasi dan kendala lainnya. (7). Isu-Isu dan permasalahan yang terjadi di KE Sulawesi 80% telah ditindaklanjuti melalui rencana aksi dan sisanya masih terkendala dengan adanya isu-isu seputar RTRW dan kemudahan dalam pelaksanaan proyek.
4). Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B) Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat yang dikoordinasikan oleh UP4B, untuk kegiatan perikanan tangkap di Provinsi Papua meliputi: 4 (empat) kegiatan yang dialokasikan di 4 (empat) Kab/Kota dengan alokasi anggaran sebesar Rp6,02 miliar. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : (1) Pengadaan Rumah Ikan, (2) Stimulan Peralatan Produksi pengembangan diversifikasi usaha bagi KUB Nelayan/Wanita Nelayan, (3) Pembangunan Kapal 10 GT beserta Alat Tangkap dan (4) Pengembangan Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Provinsi Papua Barat meliputi : 2 (dua) kegiatan yang dialokasikan di 6 (enam) Kab/Kota dengan alokasi anggaran sebesar Rp33,02 miliar. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain : (1) Pembangunan Kapal 10 GT beserta Alat Tangkap dan (2) Pengembangan Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Dukungan untuk pembangunan perikanan budidaya, KKP telah mengalokasikan anggaran Rp19,118 miliar untuk kegiatan pembangunan perikanan budidaya melalui Dana Dekonsentrasi, PUMP Perikanan Budidaya, pemberian dana Tugas Pembantuan di Kabupaten/ Kota percontohan yang berada di Papua dan Papua Barat. Rincian selengkapnya sebagaimana tabel berikut. Tabel 42. Alokasi Anggaran Perikanan Budidaya di Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2014 No
Sumber dana
PAPUA
Anggaran 9.639.500.000
1
Dekonsentarasi
3.105.500.000
2
TP Provinsi
2.134.000.000
108 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Keterangan
No
Sumber dana
3
PUMP PB Papua
4
TP Kota Jayapura
5
TP Kota Biak Numfor
Anggaran 2.800.000.000 80 Paket
850.000.000 Demfarm Budidaya Ikan Nila dan Ikan Mas 750.000.000 Demfarm Budidaya Rumput Laut
PAPUA BARAT
9.479.000.000
1
Dekonsentarasi
2.750.000.000
2
TP Provinsi
2.434.000.000
3
PUMP PB Papua Barat
2.695.000.000 77 paket
4
TP Kabupaten Raja Ampat
5
TP Kabupaten Sorong
TOTAL
Keterangan
750.000.000 Demfarm Budidaya Rumput Laut 850.000.000 Demfarm Budidaya Ikan Nila 19.118.500.000
Dampak Pelaksanaan Percepatan Pembangunan Papua–Papua Barat bidang perikanan budidaya untuk lokasi-lokasi tersebut dapat dilihat dari kenaikan jumlah produksi. Di Provinsi Papua total jumlah produksi bidang perikanan budidaya mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar 2.338 ton menjadi sebesar 9.136 ton pada tahun 2013, dan data sementara TW IV tahun 2014 menjadi 7.077 ton. Di Provinsi Papua Barat total jumlah produksi bidang perikanan budidaya mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 21.749 ton hingga tahun 2014 sebesar 96.045 ton, akan tetapi angka tersebut masih merupakan angka sementara tahun 2014. Komoditas yang paling dominan pada provinsi Papua dan Papua Barat adalah rumput laut dengan total ratarata produksi 40% dari total produksi bidang perikanan budidaya di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Gambar 36. Kenaikan Jumlah Produksi Perikanan Budidaya di Papua-Papua Barat dalam Satuan (ton)
Sedangkan dukungan untuk pengolahan dan pemasaran melalui Tugas Pembantuan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pengadaan SPG roda 3, peralatan SRD, peralatan mesin es, pembangunan pabrik es, serta pembangunan cold storage.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 109
Tabel 43. Dukungan Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
di Provinsi Papua dan Papua Barat Provinsi
Kabupaten/Kota
Uraian Kegiatan
Volume
Papua
Kota Jayapura (PPI Hamadi)
Pengadaan SPG Roda 3 di lokasi PKN di Kota Jayapura
4 Paket
Kota Jayapura (Jayapura Selatan)
Pengadaan Sarana SRD di Kota Jayapura
1 Paket
Kab Nabire (Pasar ikan Smoker)
Pengadaan Sarana SRD di Kabupaten Nabire
1 Paket
Kab Biak Numfor (TPI Biak Numfor)
Pengadaan Sarana SRD di Kabupaten Biak Numfor 1 Paket
Kab Biak Numfor (Biak Kota)
Pengadaan Sarana Produk Non Konsumsi di Kabupaten Biak Numfor (Sarana kerajinan kekerangan dan ikan hias)
1 Paket
Kab Jayapura (Pasar ikan Fara Kec Sentani Kota)
Pengadaan sarana SRD
1 Paket
Kab Merauke (Merauke Kota)
Pengadaan Sarana Produk Non Konsumsi di Kabupaten Merauke (Sarana pemasaran ikan hias)
1 Paket
Kab Kep Yapen (Pasar Yapen)
Pengadaan Sarana dan Perlengkapan penjual Ikan
1 Paket
Kab Kep Yapen (Pasar Yapen)
Optimalisasi Sarana Penunjang Operasional Pasar Ikan
1 Paket
Kab Nabire (Areal PPI Waharea, Kampung Waharea, Distrik Teluk Kimi)
Pembangunan Pabrik Es
1 Paket
Kab Mimika
Pembangunan Pabrik Es
1 Paket
Kab Mappi
Pembangunan coldstorage
1 Paket
Kab Merauke ) Kel Samkai, Distrik Merauke)
Pengadaan peralatan pabrik es (mesin es)
1 Paket
Kab Merauke
Pembangunan Pasar Ikan
1 Paket
Papua Barat
Provinsi
Pengadaan Sarana Pemasaran Bergerak
3 Paket
Kab Teluk Wondama
Pengadaan sarana SRD di Kab Teluk Wondama
1 Paket
Raja Ampat (Waisai, Distrik Waisai Kota) Pembangunan Cold storage
1 Paket
Raja Ampat
Pengadaan Sarana SRD di Lokasi PKN
1 Paket
Kaimana
Rehabilitasi coldstorage
1 Paket
110 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 111
kegiatan transshipment di wilayah perairan Indonesia akan dilarang. Alasannya karena banyak pelanggaran yang dilakukan, dimana hasil transshipment tidak didaratkan di pelabuhan perikanan Indonesia tetapi langsung dibawa ke luar negeri. Akibatnya, jumlah ikan yang ditangkap tidak terdata dan adanya re-ekspor ikan ke Indonesia. Di sisi lain, Unit Pengolahan Ikan (UPI) kekurangan bahan baku dan nelayan pengolah pun bangkrut karena tidak ada bahan baku.
1. Moratorium dan Penertiban Perizinan Usaha Perikanan Dalam rangka pengawasan serta pengendalian terhadap praktek illegal fishing yang telah merugikan negara, KKP telah menetapkan kebijakan moratorium perizinan kapal. Saat ini peraturannya telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dan ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 3 November 2014. Maka sejak tanggal tersebut, moratorium perizinan kapal perikanan tangkap telah resmi diberlakukan. Penghentian sementara dilakukan untuk pengajuan perizinan baru kapal eks asing diatas 30 Gross Ton (GT) hingga 30 April 2015. Sosialisasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 56/PERMEN-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia tengah gencar dilaksanakan. Diharapkan, segenap perangkat pengawasan dan keamanan laut di seluruh Indonesia sudah mulai bergerak melakukan operasi untuk menertibkan wilayah perairan Indonesia dari kapal-kapal diatas 30 GT yang masih beroperasi.
Moratorium bertujuan untuk pemulihan sumber daya ikan yang sudah terkuras, perbaikan lingkungan yang rusak, dan memantau kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan. Moratorium juga sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan nelayan, serta memberi kesempatan kepada pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak mendapatkan manfaat.
Peraturan moratorium ini hanya diperuntukan kapal eks asing diatas 30 GT, yakni kapal yang pembangunannya dilakukan di luar negeri. Selama moratorium diberlakukan, perizinan kapal berupa izin baru mencakup Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) akan ditangguhkan dan ditertibkan. Selanjutnya akan dilakukan analisis dan evaluasi bagi SIPI dan SIKPI yang masih berlaku. Moratorium menjadi salah satu instrumen dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan biasa dilakukan di dunia internasional. Kapal Perikanan yang terkena moratorium tidak bisa beroperasi karena izinnya tidak diperpanjang. Dasar pelaksanaan moratorium ini diantaranya pemulihan sumber daya ikan yang sudah terkuras, perbaikan lingkungan yang rusak, dan memantau kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan. Moratorium ini juga dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kehidupan nelayan, serta memberi kesempatan kepada pengusaha dengan kapal lokal untuk lebih banyak mendapatkan manfaat. Selama moratorium, KKP akan menyempurnakan permen yang terkait dengan ijin usaha perikanan tangkap yang berorientasi pada tetap tersedianya sumber daya ikan secara berkelanjutan, lingkungan yang lestari, keseimbangan pendapatan antara pengusaha, nelayan dan pemerintah. Selain itu, perubahannya akan berorientasi pada kepatuhan pelaku usaha serta berkembangnya industri perikanan dalam negeri. Periode penyempurnaan permen tersebut berkisar enam bulan, atau diperkirakan selesai pada April 2015.
2. Pemberantasan Illegal, Unreproted and Unregulated (IUU) Fishing Pada akhir tahun 2014, seiring dengan perkembangan lingkungan strategis, KKP telah mengeluarkan beberapa kebijakan terobosan dalam rangka penanganan IUU Fishing. Salah satu terobosan adalah kebijakan penenggelaman kapal ikan asing yang terbukti melakukan pencurian ikan di WPP-NRI. Kebijakan ini diambil untuk memberikan efek jera bagi pelaku IUU fishing. Sejak Oktober 2014 sampai dengan akhir Desember 2014 Pemerintah Indonesia telah melakukan penenggalaman terhadap 2 (dua) unit KIA yang terbukti melakukan penangkapan ikan illegal di WPP-NRI.
Selama 5 tahun terakhir (2010-2014), KKP memeriksa 15.600 unit kapal perikanan, terdiri 15.218 KII dan 382 KIA. Dari hasil pemeriksaan 507 kapal perikanan terbukti melakukan tindak pidana perikanan, terdiri 142 KII dan 365 KIA.
Upaya pemberantasan IUU fishing di masa yang akan datang, harus terus dilakukan dan ditingkatkan, mengingat bahwa pada hakekatnya pemberian hak berupa ijin menangkap ikan, diikuti dengan kewajibankewajiban untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan secara bertanggung-jawab, demi menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya untuk mendukung ketahanan pangan, meminimalkan kerugian ekonomi akibat sumber daya ikan yang dicuri, dan melindungi usaha penangkapan ikan oleh armada perikanan dalam negeri. Adapun secara total selama 5 tahun terakhir (2010-2014), KKP telah melakukan pemeriksaan terhadap 15.844 unit kapal perikanan, terdiri atas 15.462 Kapal Perikanan Indonesia (KII) dan 382 Kapal Perikanan Asing (KIA). Dari hasil pemeriksaan kapal perikanan saat melakukan kegiatan penangkapan ikan tersebut, KKP telah berhasil menangkap 511 kapal perikanan yang melakukan tindak pidana perikanan, terdiri atas 146 KII dan 365 KIA. Berdasarkan angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah KIA pelaku IUU fishing kurang lebih mencapai dua setengah kali jumlah KII pelaku IUU fishing. Hal ini selain menunjukkan masih maraknya pencurian ikan oleh kapalkapal KIA, juga menandai kecenderungan peningkatan ketaatan para pelaku usaha perikanan dalam negeri terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.
KKP juga tengah melakukan revisi peraturan terkait kegiatan alih muatan ikan di tengah laut atau transshipment. Ke depan, semua
112 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 113
ditetapkan yakni Pengadilan Perikanan Ambon, Sorong dan Merauke. Tiga lokasi pembentukan pengadilan perikanan tersebut merupakan wilayah rawan kegiatan illegal fishing oleh kapal perikanan asing (KIA) dan kapal perikanan Indonesia (KII). Wilayah laut Arafura telah ditetapkan sebagailumbung ikan nasional dan masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718. Arafura merupakan perairan yang kaya akan potensi ikan, sehingga kapal-kapal tertarik untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, bahkan dilakukan dengan cara-cara illegal.
Tabel 44. Hasil Operasi Kapal Pengawas Tahun 2010-2014 DIPERIKSA THN
DITANGKAP
KETERANGAN JUMLAH
KII
KIA
JML
KII
KIA
JML
KAPAL PENGAWAS
2010
2.089
166
2.255
24
159
183
24
2011
3.269
79
3.348
30
76
106
25
2012
4.252
74
4.326
42
70
112
26
2013
3.824
47
3.871
24
44
68
26 27
2014
2.028
16
2.044
26
16
42
Total
15.462
382
15.844
146
365
511
3. Penataan Ruang Pesisir dan Laut
Selain operasi mandiri oleh kapal pengawas yang dimiliki, KKP juga melakukan kerjasama operasi pengawasan dengan instansi terkait (TNI-AL, POLAIR dan BAKORKAMLA) yang biasa disebut dengan istilah ”Operasi Bersama”. Operasi tersebut dilakukan di perairan perbatasaan ZEEI yang dianggap rawan pelanggaran. Keseriusan KKP juga ditunjukkan melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan IUU Fishing. Satgas dibentuk dengan tujuan penyelidikan atas pelanggaran aturan penangkapan perikanan di wilayah perairan Indonesia. Satgas beranggotakan 12 orang dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. Selain dari KKP, juga berasal dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ditjen Bea Cukai, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia serta Kepolisian. Tim dipimpin oleh Mas Achmad Santosa dari Deputi VI UKP4, sedangkan Inspektur Jenderal KKP Wakil Ketua I. Satgas tersebut memiliki tugas dan fungsi diantaranya, melakukan analisis penerbitan Surat Izin Usaha Perikanan Tangkap (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Selanjutnya, melakukan penataan perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Satgas ini nantinya akan memonitor penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap yang sudah dikeluarkan, memverifikasi kapal perikanan yang pembangunannya dilakukan di luar negeri, serta menghitung kerugian negara/perekonomian negara yang diakibatkan penyimpangan terhadap SIPI dan SIKPI. Selain itu pula KKP terus berupaya memperkuat perangkat hukum untuk menindak tegas para pelaku illegal fishing. Diantaranya dengan menambah jumlah pengadilan perikanan di beberapa kawasan yang rentan terhadap praktek IUU Fishing. Komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum di laut ini diwujudkan dengan menetapkan pembentukan tiga pengadilan perikanan melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2014. Tiga lokasi pengadilan perikanan yang
114 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Dengan pentingnya Rencana Zonasi WP3K sebagai bentuk dari tata ruang laut dan pesisir, maka proses penyusunan Rencana Zonasi WP3K sampai mempunyai ketetapan hukum (Perda) harus segera diakselerasi. Dalam konteks ini KKP telah melakukan akselerasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K
Sebagai bentuk dari intervensi pemerintah, penataan ruang laut dan pesisir merupakan bagian dari sistem penataan ruang nasional karena menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang dimaksud dengan ruang meliputi ruang darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Sementara, penataan ruang laut dan pesisir diamanatkan dalam Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil jo Undang-Undang No. 1/2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27/2007, penataan ruang laut dan pesisir diamanatkan dalam bentuk Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil (RZWP3K). Secara definisi, Rencana Zonasi WP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Sehingga peran Rencana Zonasi WP3K adalah pemberi arah pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir. Terlebih sejak diterbitkannya UU No.1/2014 tentang Perubahan Undang-Undang No. 27/2007, Rencana Zonasi WP3K merupakan instrumen yang melandasi pemberian ijin dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil. Selain berfungsi instrumen acuan pemberian perizinan pemanfaatan ruang, Rencana Zonasi WP3K juga berfungsi sebagai i) alat sinergitas keruangan ii) rujukan dalam penyelesaian konflik ruang, iii) pemberi kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang; dan iv) salah satu dokumen formal perencanaan di daerah. Agar fungsi - fungsi tersebut dapat terpenuhi maka Rencana Zonasi WP3K ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang jangka waktu berlakunya selama 20 tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 tahun. Sebagai implikasinya, Rencana Zonasi WP3K harus diserasikan, diselaraskan dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 27/2007 pasal 9 ayat 2.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 115
Secara substansi, Rencana Zonasi WP3K mengalokasikan ruang menjadi i) Kawasan Konservasi, ii) Kawasan Pemanfaatan Umum, iii) Kawasan Strategis Nasional Tertentu dan iv) Alur Laut. Kawasan Konservasi dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang setara dengan kawasan lindung dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan budidaya dalam UU No. 26/2007, merupakan kawasan yang dipergunakan untuk kepentingan ekonomi, sosial budaya, seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut, industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan pertambangan. Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut. Sedangkan, Kawasan Strategis Nasional Tertentu memperhatikan kriteria; batas-batas maritim kedaulatan negara; kawasan yang secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara; situs warisan dunia; pulau-pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal dan/atau habitat biota endemik dan langka. Dengan pentingnya Rencana Zonasi WP3K sebagai bentuk dari tata ruang laut dan pesisir, maka proses penyusunan Rencana Zonasi WP3K sampai mempunyai ketetapan hukum (Perda) harus segera diakselerasi. Dalam konteks ini KKP telah melakukan akselerasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K. Akselarasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K juga dilakukan melalui fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K. Dalam pelaksanaannya, fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K dilakukan melalui mekanisme Dana Dekonsentrasi maupun melalui dana APBN di pusat yang disalurkan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT). Selain itu, Rencana Zonasi WP3K juga merupakan pendukung bagi keberhasilan program prioritas nasional khususnya program yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah laut dan pesisir seperti program minapolitan, industrialisasi perikanan, implementasi konsep blue economy, pemberdayaan usaha garam rakyat, dan penataan ruang wilayah perbatasan negara. Dalam konteks ini, Rencana Zonasi WP3K berfungsi dalam memberikan arahan alokasi ruang yang mendukung implementasi program-program tersebut. Sementara, dalam membantu memfasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K di daerah maka sampai tahun 2014 telah tersusun dokumen Rencana Zonasi WP3K di 29 Provinsi dimana 4 Provinsi telah melegalkan dokumen tersebut dalam bentuk Peraturan Daerah, yaitu; Sumatera Barat, Jawa Timur, D.I Yogyakarta, dan Kalimantan Barat. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten/Kota, telah difasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K di 106 Kabupaten/Kota, dan yang telah dilegalkan menjadi Perda sebanyak 10 Kabupaten/Kota, yaitu; Kab. Sinjai, Kab. Pekalongan, Kab. Serang, Kota Pekalongan, Kota Ternate, Kab. Gresik, Kab. Berau, Kota Sorong, Kab. Serang, dan Kab. Pasaman Barat.
116 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
4. Perlindungan dan Pelestarian Spesies Terancam Punah, Langka dan Endemik
KKP telah melakukan upaya konservasi terhadap 15 spesies akuatik yang terancam punah dan 5 spesies akuatik lain.
Dalam konteks perlindungan dan pelestarian jenis ikan, sejak tahun 2009 hingga 2014 KKP telah melakukan upaya konservasi terhadap 15 spesies akuatik yang terancam punah seperti dugong, penyu, terubuk, napoleon, capungan banggai, karang hias, arwana, labi-labi, paus, kuda laut, bambu laut, hiu appendik II CITES, pari manta dan sidat. KKP juga melakukan konservasi terhadap 5 spesies akuatik lain seperti hiu gergaji, mola-mola, teripang, kima, dan lola. KKP telah menentapkan perlindungan beberapa jenis ikan yang terancam punah melalui 2 Keputusan Menteri yakni Kepmen KP 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta dan Kepmen KP 46 Tahun 2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Bambu Laut (Isis spp.). Selain mengeluarkan Keputusan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah menandatangani Peraturan Menteri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hiu Koboi (Charcharinus longimanus) dan Hiu Martil (Spyrna spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia. Saat ini juga tengah dilakukan upaya inisiasi perlindungan jenis lobster (Panulirus spp.) dan kepiting (Scylla spp.).
5. Minapolitan 1). Minapolitan Perikanan Tangkap
Indikator keberhasilan minapolitan tangkap adalah meningkatnya volume produksi, nilai produksi, penyerapan tenaga kerja dan pencapaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan nelayan serta Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Perkembangan pelaksanaan kegiatan minapolitan perikanan tangkap sampai dengan tahun 2014 yakni: (1) sebanyak 57 kawasan telah ditetapkan sebagai kawasan minampolitan perikanan tangkap melalui Surat Kep Men KPNo. 35/2013, (2) integrasi lintas sektor yang semula hanya 13 kementerian/lembaga menjadi 22 kementerian/lembaga, (3) integrasi kegiatan Eselon I lingkup KKP meningkat lebih dari 300% selama 3 tahun. Berikut ini adalah kegiatan kementerian/lembaga lintas sektor di kawasan minapolitan perikanan tangkap: (1). Kementerian Pekerjaan Umum: Pembangunan jalan, drainase, Jembatan, TPS, Talud/Turab, Normalisasi Sungai; (2). Kementerian Pertanian: Peningkatan Mutu, Sarana Prasarana, Pengelolaan Produksi Serealia dan Tanaman, Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih, SL-PTT Padi Sawah (3). Kementerian Perdagangan: Rehabilitasi Pasar, Pembangunan Pasar Tradisional (4). Kementerian Dalam Negeri: PNPM, Fasilitasi BUMDES, Kelembagaan Kemiskinan (5). Kementerian Kehutanan: Reboisasi, Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (6). Kementerian Perhubungan: Pembangunan Pelabuhan Niaga, Dukungan Sarana Prasarana Transportasi Laut Bidang Kepelabuhanan (7). Kementerian Pariwisata: PNPM Desa Wisata, Penataan kawasan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 117
(8). Kementerian Kesehatan: Jamkesmas, Puskesmas Pembantu, Pelayanan Kesehatan Nelayan, Bantuan Operasional Kesehatan program Bina Gizi dan KIA (9). Kementerian Perumahan: Rumah Layak Huni, Pengembangan Kawasan, Bantuan Stimulan Perumahan dan Pemukiman (10). Badan Pertanahan Nasional: Sertifikasi Hak Atas Nelayan (11). Kementerian Sosial: Operasional LK3, LK3-BM, Bantuan Askesos (12). Kementerian BUMN: Pengembangan PT Perikanan Nusantara (13). Kementerian Nakertrans: Bimtek Padat Karya (14). Kementerian Pendidikan Nasional: Pengembangan/Pelatihan SDM (15). Kementerian Perindustrian: Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Laut, Pengembangan Industri Kecil Menengah (16). Kemeneterian Koperasi dan UKM: Permodalan melalui Koperasi dan Budidaya Ikan (17). Kementerian Lingkungan Hidup: Studi AMDAL, IPAL (18). Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Model Pengembangan Pemberdayaan Perempuan (19). Kementerian ESDM: Bantuan Listrik (20). Lembaga Perbankan: Permodalan dan Investasi (21). Kementerian PDT: Pengebangan dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (22). Perpustakaan Nasional: Buku dan Rak 2000000
1500000
1500000
1200000
1000000
900000 600000
500000
300000
0
0
Intervensi beberapa kementerian dalam kawasan minapolitan memberikan arti penting dalam pencapaian indikator kinerja minapolitan perikanan tangkap. Salah satu kawasan minapolitan yang telah suskes dalam mengembangan kawasan minapolitan adalah Kabupaten Pacitan, yang terlihat dari 5 (lima) indikator kabupaten antara lain volume produksi perikanan tangkap, nilai produksi perikanan tangkap, penyerapan tenaga kerja dan pencapaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pendapatan nelayan serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seluruhnya mengalam peningkatan dari tahun ke tahun, dengan detail pada gambar berikut.
2). Minapolitan Perikanan Budidaya Target jumlah pengembangan kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya tahun 2014 adalah 70 kawasan dengan realisasi mencapai 72 atau 102,86%. Capaian ini merupakan angka kumulatif dari tahun sebelumnya yang sudah mencapai 65 kawasan. Tabel 45. Kawasan Minapolitan Perikanan Budidaya Tahun 2014 Provinsi
No
Kabupaten
Komoditas
NAD
1
Bireuen
Udang, Bandeng, Kerapu
2
Aceh Tenggara
Nila, Mas, Lele
3
Aceh Selatan
Nila, Mas
4
Aceh Timur
Udang, Bandeng
Sumatera Utara
5
Serdang Berdagai
Lele, Gurame
6
Tapanuli Utara
Nila, Mas
Sumatera Barat
7
Agam
Nila, Mas
8
Pesisir Selatan
Kerapu, Bandeng
9
Pesaman
Nila, Mas, Lele
25000000
1500000
Riau
10
Kampar
Patin, Nila, Mas
20000000
1200000
11
Kuantan Sengingi
Patin, Nila
15000000
900000
Kepulauan Riau
12
Bintan
Kerapu, Rumput Laut
10000000
600000
Jambi
13
Muaro Jambi
Patin, Nila
5000000
300000
14
Batanghari
Patin, Nila
0
0
Sumatera Selatan
15
Musi Rawas
Nila, Mas, Lele
16
OKU Timur
Patin
17
Ogan Ilir
Patin
2500
Kep. Bangka Belitung
18
Bangka Selatan
Kerapu, Rumput Laut
2000
Bengkulu
19
Bengkulu Utara
Nila, Mas, Lele
1500
Lampung
20
Pesawaran
Kerapu, Rumput Laut
1000
21
Tulang Bawang
Udang
500
22
Lampung Selatan
Udang
Banten
23
Serang
Bandeng, Rumput Laut
24
Pandeglang
Kekerangan, Rumput Laut
25
Tangerang
Udang
0
Gambar 37. Capaian Indikator Keberhasilan Pelaksanaan Minapolitan Kabupaten Pacitan
118 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 119
Provinsi
No
Kabupaten
Komoditas
Provinsi
No
Kabupaten
Komoditas
Jawa Barat
26
Bogor
Lele
66
Donggala
Rumput Laut
27
Indramayu
Udang, Bandeng
67
Tojo Una Una
Rumput Laut
68
Mamuju
Udang, Bandeng, Rumput Laut
28
Subang
Udang
Sulawesi Barat
Jawa Tengah
29
Banyumas
Gurame
Sulawesi Selatan
69
Maros
Udang
30
Klaten
Nila
70
Udang
31
Boyolali
Lele
Pangkajena Kepulauan
32
Banjarnegara
Gurame, Nila
71
Pinrang
Udang, Bandeng, Rumput Laut
33
Pemalang
Udang
72
Takalar
Rumput Laut
34
Demak
Udang
35
Jepara
Udang
36
Rembang
Udang
DI Yogyakarta
37
Gunung Kidul
Lele
Jawa Timur
38
Blitar
Ikan Hias
39
Gresik
Udang
40
Lamongan
Udang
41
Malang
Nila, Lele
42
Sidoarjo
Udang
43
Probolinggo
Udang
44
Banyuwangi
Udang
45
Pasuruan
Udang, Bandeng, Lele, Nila
46
Tulung Agung
Lele
Bali
47
Bangli
Nila
48
Tabanan
Nila, Mas, Lele
Nusa Tenggara Barat
49
Sumbawa
Rumput Laut
50
Lombok Tengah
Udang, Rumput Laut
51
Sumbawa Barat
Rumput Laut
Nusa Tenggara Timur
52
Sumba Timur
Rumput Laut
53
Sikka
Rumput Laut
54
Lembata
Rumput Laut
Kalimantan Barat
55
Sambas
Udang, Bandeng
Kalimantan Tengah
56
Kapuas
Patin, Nila
Kalimantan Selatan
57
Banjar
Patin, Nila, Mas
58
Hulu Sungai Utara
Patin
Kalimantan Timur
59
Penajam Paser Utara
Bandeng
60
Kutai Kertanegara
Rumput Laut, Udang, Bandeng
Sulawesi Utara
61
Minahasa Utara
Rumput Laut
62
Minahasa Tenggara
Nila
Gorontalo
63
Pahuwato
Udang, Rumput Laut
64
Gorontalo Utara
Udang, Rumput Laut
Sulawesi Tengah
65
Morowali
Udang, Rumput Laut
120 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Sulawesi Tenggara
73
Kolaka
Udang, Rumput Laut
74
Bombana
Rumput Laut
75
Muna
Udang
Maluku Utara
76
Halmahera Selatan
Kerapu
Papua
77
Kota Jayapura
Nila, Mas
Indikator keberhasilan dalam pencapaian target pengembangan kawasan minapolitan diantaranya adalah adanya komitmen daerah dalam mendorong dan berperan aktif demi berjalannya program sesuai dengan tujuan yang diinginkan bersama serta kesiapan Kabupaten/ Kota dalam melaksanakan pengembangan minapolitan berbasis perikanan budidaya (dokumen Rencana Induk/Master Plan, Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM), Surat Keputusan Bupati tentang Penetapan Kawasan Minapolitan dan Surat Keputusan Bupati tentang Kelompok Kerja Minapolitan tingkat Kabupaten) dan koordinasi antar POKJA Kabupaten/Kota dalam mendukung perikanan budidaya. Hingga akhir tahun 2014, lokasi minapolitan sesuai dengan kriteria kelas peringkat kawasan minapolitan antara lain: (1). Peringkat A: persyaratan administrasi lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan baik, dan budidaya perikanan berkembang pesat; terdapat 20 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat A. (2). Peringkat B: persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan baik dan budidaya perikanan berkembang; terdapat 23 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat B. (3). Peringkat C: persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan, dan budidaya perikanan mulai berkembang; terdapat 22 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat C. (4). Peringkat D: persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap, koordinasi ditingkat kabupaten/kota berjalan dan budidaya perikanan berjalan; terdapat 10 Kab/Kota yang masuk dalam Peringkat D. Dari hasil capaian kegiatan Minapolitan hingga akhir tahun 2014 terhadap 104 kabupaten yang ditetapkan menjadi kawasan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 121
percontohan pengembangan kawasan minapolitan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Terdapat 32 kabupaten yang belum melengkapi RPIJM Kawasan Minapolitan, baik itu belum sesuai dengan SK 38/PERMENKP/2014 maupun belum menyusun RPIJM yaitu Kabupaten Aceh Selatan, OKUTimur, Oku Selatan, Banyuasin, Kota Palembang, Bangka Selatan, Pesawaran, LampungTimur, Serang, Pandeglang, Karawang, Brebes, Pati, Rembang, Sleman, Tuban, Sumenep, Penajam Pasir Utara, Parigi Moutong, Donggala, Bone, Jeneponto, Polewali Mandar, Klungkung, Bima, Lombok timur, Rote Ndao, Seram Bagian Barat, Morotai, Kep.Sula, Sorong dan Raja Ampat; (2). Terdapat 7 kabupaten yang belum sesuai dan belum menyusun Master Plan dengan Peraturan MKP No.PER.18/MEN/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kawasan Minapolitan yaitu Kabupaten OKU Timur, Pati, Rembang, Sleman,Tuban, Jeneponto dan Bima; (3). Terdapat 2 kabupaten yang belum melengkapi SK Bupati tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, maupun Kelompok Kerja Minapolitan Kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Timur dan Sleman.
Hingga akhir tahun 2014, lokasi minapolitan budidaya yang sesuai dengan kriteria kelas peringkat A sebanyak 20 Kab/kota; peringkat B sebanyak 23 Kab/Kota, peringkat C sebanyak 22 Kab/Kota dan peringkat D sebanyak 10 Kab/Kota.
Implikasi dari penetapan kabupaten sebagai kawasan percontohan pengembangan minapolitan berbasis perikanan budidaya berupa prioritas dalam pengembangan kegiatan perikanan budidaya seperti bantuan langsung PUMP-PB, bantuan sarana seperti excavator untuk pencetakan kolam dan tambak, mesin pelet, serta keramba jaring apung. Disamping itu lokasi minapolitan juga mendapatkan prioritas dukungan pendanaan dari Kementerian/Lembaga lainnya. Hal ini dikuatkan melalui MoU antara KKP dengan Kementerian PU tentang pengembangan infrastruktur di kawasan minapolitan yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Perikanan Budidaya, Ditjen Perikanan Tangkap dan Ditjen P2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum tentang Pengembangan Infrastruktur Keciptakaryaan dalam mendukung Pengembangan Kawasan Minapolitan. MoU lainnya adalah dengan Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini Kedeputian Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat telah ditanda-tangani Perjanjian Kerjasama tentang Pemberdayaan Usaha Pembudidayaan Ikan untuk Akses Pembiayaan melalui Sertifikasi Hak Atas Tanah. Sesuai dengan prinsip pengembangan kawasan minapolitan yang merupakan kegiatan yang terintegrasi dan melibatkan lintas sektor, di beberapa kawasan minapolitan telah mendapatkan dukungan pengembangan infrastruktur dari Direktorat Jenderal Cipta
122 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dengan total pendanaan Rp30.410.930.000,- di 16 kabupaten prioritas. Di samping itu kegiatan budidaya di kawasan minapolitan juga mendapatkan dukungan permodalan yang memanfaatkan fasilitas Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia, Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dari Perbankan yaitu BRI, BTN serta Bank Pembangunan Daerah dengan total pendanaan sebesar Rp30.066.755.000. Dukungan dari Kementerian PU diantaranya dalam hal: (1). Peningkatan Jalan Usaha Tani/Nelayan di Kabupaten: Serdang Berdagai, Kampar, Batanghari, Pesawaran, Malang, Banjar, Minahasa Utara dan Kolaka. (2). Peningkatan Jalan Poros Desa di Kabupaten: Serdang Berdagai, Kampar, Batanghari, Bengkulu Utara, Bangka Selatan, Serang, Bogor, Banyumas, Gunung Kidul, Sambas, Banjar dan Pangkajene Kepulauan. (3). Peningkatan Jalan Produksi di Kabupaten: Batanghari, Muaro Jambi, Bogor, Blitar dan Pangkajene Kepulauan. (4). Pembuatan Jembatan Desa di Kabupaten: Serdang Berdagai dan Pangkajene Kepulauan. (5). Pembuatan Talud di Kabupaten: Serdang Berdagai, Serang, Banyumas dan Kolaka. (6). Pembangunan Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten Kampar dan Gorontalo Utara. (7). Penyediaan Infrastruktur Kawasan Minapolitan di Kabupaten Malang, Gresik dan Minahasa Utara. (8). Pengembangan/Peningkatan Prasarana dan Sarana Minapolitan di Kabupaten Bangka Selatan, Minahasa Utara dan Gorontalo Utara. (9). Pembuatan Jalan Lingkar Pulau di Kabupaten Bintan. (10). Penyediaan Air Baku/Pembangunan Saluran Air Baku di Kabupaten Bogor dan Mamuju. (11). Pengembangan Prasarana dan Sarana Desa Agropolitan di Kabupaten Gunung Kidul dan Minahasa Utara.
Gambar 38. Panen rumput laut di kawasan minapolitan Kabupaten Bangka Selatan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 123
Gambar 39. Lokasi kawasan minapolitan di Kampung Lele Kabupaten Boyolali
6. Industrialisasi 1). Industrialisasi Perikanan Tangkap Kegiatan strategis industrialisasi perikanan tangkap meliputi Penguatan Sistem dan Manajemen Pengelolaan dan Pemulihan SDI; Penguatan Sistem dan Manajemen Standardisasi dan Modernisasi Sarana Perikanan Tangkap; Penguatan Sistem dan Manajemen Pendaratan Ikan; Penguatan Sistem dan Manajemen Pelabuhan Perikanan; Penguatan Sistem dan Manajemen Perizinan Usaha Penangkapan Ikan; Penguatan Sistem dan Manajemen Modal dan Investasi; Penguatan Sistem dan Manajemen Usaha Nelayan; Penguatan Sistem dan Manajemen Data dan Informasi; dan Penguatan Sistem Monitoring dan Pelaporan Usaha.
KKP dalam mengembangkan industrialisasi perikanan tangkap yaitu dengan mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditas Tuna, Tongkol dan Cakalang (TTC) di 5 lokasi yakni PPS Nizam Zachman, PPS Bitung, PPS Bungus, PPN Ambon dan PPN Pelabuhan Ratu. Adapun kegiatan strategis dalam mencapai industrialisasi perikanan tangkap, yakni (1) Penguatan Sistem dan Manajemen Pengelolaan dan Pemulihan Sumber Daya Ikan, (2) Penguatan Sistem dan Manajemen Standardisasi dan Modernisasi Sarana Perikanan Tangkap, (3) Penguatan Sistem dan Manajemen Pendaratan Ikan, (4) Penguatan Sistem dan Manajemen Pelabuhan Perikanan, (5) Penguatan Sistem dan Manajemen Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, (6) Penguatan Sistem dan Manajemen Modal dan Investasi, (7) Penguatan Sistem dan Manajemen Usaha Nelayan, (8) Penguatan Sistem dan Manajemen Data dan Informasi dan (9) Penguatan Sistem Monitoring dan Pelaporan Usaha. (1). Penguatan Sistem dan Manajemen Pengelolaan dan Pemulihan Sumber Daya Ikan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Penguatan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem melalui pembangunan rumah ikan; (b) Penguatan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP); (c) Pengelolaan penangkapan ikan di ZEEI dan Laut Lepas dengan meningkatkan kepatuhan operator pada resolusi dan CMM RFMOs; (d) Pengkayaan sumber daya ikan; (e) Penguatan sistem manajemen pengelolaan WPP dan PUD (FKPPS, kelembagaan nelayan,dll). (2). Penguatan Sistem dan Manajemen Standardisasi dan Modernisasi Sarana Perikanan Tangkap Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Bantuan kapal >30 GT, kapal <30 GT dan sarana penangkapan ikan; (b) Modernisasi sarana penangkapan ikan melalui laminasi kapal perikanan dan penyediaan sarana penanganan ikan di atas kapal;
124 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
(c) Fasilitasi penggunaan teknologi terkini penangkapan ikan (alat penangkapan ikan modern, fish finder, radar dan alat bantu pengumpul ikan); (d) Fasilitasi Pengembangan sistem informasi penangkapan ikan; (e) Pembinaan dan fasilitasi pengembangan sarana perikanan tangkap melalui bimbingan teknis rancang bangun dan kelaikan kapal perikanan, rancang bangun alat penangkapan ikan, penandaan dan pendaftaran kapal perikanan dan pengawakan kapal perikanan; (f) Fasilitasi sarana galangan/docking kapal perikanan, perbengkelan dan peralatannya, serta penyediaan sarana suku cadang perikanan tangkap; (g) Pembinaan sistem penanganan ikan di atas kapal; (h) Pengembangan konversi BBM ke gas bagi kapal perikanan. (3). Penguatan Sistem dan Manajemen Pendaratan Ikan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Pengembangan usaha perikanan tangkap terpadu; (b) Penerapan dan pengembangan Serftifikat Hasil tangkapan Ikan di pelabuhan perikanan; (c) Pelaksanaan sistem pengawasan, jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan di tempat pendaratan; (d) Pelaksanaan inspeksi pembongkaran ikan; (e) Dukungan regulasi untuk penguatan sistem dan manajemen pendaratan ikan. (4). Penguatan Sistem dan Manajemen Pelabuhan Perikanan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Pengembangan dan penataan infrastruktur, fasilitas, dan pemeliharaan pelabuhan perikanan yang terkait erat dengan penanganan mutu dan industrialiasi perikanan tangkap; (b) Pelaksanaan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan; (c) Fasilitasi penyediaan kebutuhan logistik (air bersih, es, garam, BBM, dan perbekalan melaut lainnya); (d) Peningkatan pelayanan dan pengendalian penyaluran BBM bersubsidi bagi nelayan di pelabuhan perikanan; (e) Peningkatan pengelolaan pelabuhan perikanan melalui penerapan konsepsi model mall di pelabuhan perikanan (pengelolaan pelabuhan perikanan yang bersih, aman, nyaman dan teratur); (f) Penyusunan, penetapan dan pelaksanaan WKOPP (Wilayah Kerja Operasional Pelabuhan Perikanan) serta pelaksanaannya; (g) Pengembangan Closed Circuit Television/CCTV di pelabuhan perikanan yang terintegrasi dengan pusat untuk mendukung operasional pelabuhan perikanan; (h) Pengembangan sistem informasi terintegrasi di pelabuhan perikanan (PIPP); (i) Pelaksanaan lomba kebersihan pelabuhan perikanan;
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 125
asuransi (jiwa, kesehatan, keselamatan kerja) serta perlindungan sosial nelayan akibat cuaca ekstrem/gelombang tinggi; (f) Pengembangan kartu nelayan sebagai identitas profesi.
(j) Dukungan regulasi untuk peningkatan pengelolaan dan pelayanan di pelabuhan perikanan. (5). Penguatan Sistem dan Manajemen Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Implementasi ISO 9001:2008 dalam rangka pelayanan prima perizinan perikanan tangkap; (b) Pengembangan aplikasi perizinan sistem online (e services) dan penggunaan kartu elektronik perizinan; (c) Percepatan perizinan perikanan tangkap melalui safari pelayanan usaha penangkapan; (d) Sinkronisasi dan integrasi perizinan pusat, daerah dan PP; (e) Pengembangan perizinan usaha perikanan tangkap terpadu (temu usaha/bisnis) dalam rangka industrialisasi; (f) Dukungan pengembangan usaha perikanan tangkap di Laut Lepas; (g) Peningkatan kepatuhan pelaku usaha; (h) Verifikasi faktual perizinan; (i) Dukungan regulasi untuk pengendalian perizinan dan peningkatan pelayanan usaha perikanan tangkap. (6). Penguatan Sistem dan Manajemen Modal dan Investasi. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Fasilitasi penguatan akses permodalan usaha nelayan (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan, sertifikasi tanah nelayan, KUR, KKP-E, asuransi kapal, dll); (b) Fasilitasi dan mendorong PEMDA untuk mengembangkan BPR, Bank khusus nelayan dan/atau perusahaan penjamin kredit daerah guna meningkatkan alternatif sumber pembiayaan bagi usaha penangkapan ikan; (c) Fasilitasi pengembangan pola usaha simpan pinjam dan pengelolaan kredit; (d) Meningkatkan ketersediaan data dan informasi terkait analisis usaha, kebutuhan modal kerja dan investasi berbasis alat penangkapan ikan. (7). Penguatan Sistem dan Manajemen Usaha Nelayan. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Pengembangan kemitraan usaha perikanan tangkap untuk memperkuat struktur dan sistem pengadaan bahan baku industri perikanan; (b) Penataan dan peningkatan kemampuan manajemen bisnis KUB; (c) Penguatan dan pengembangan kelembagaan usaha nelayan serta pengembangan model-model kemitraan; (d) Pendampingan usaha nelayan melalui bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan bagi nelayan di pelabuhan perikanan; (e) Implementasi Inpres perlindungan usaha nelayan melalui
126 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
(8). Penguatan Sistem dan Manajemen Data dan Informasi. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Implementasi logbook penangkapan ikan; (b) Penempatan observer di atas kapal perikanan; (c) Penguatan data statistik produksi perikanan (termasuk enumerator dan pengolah data). (9). Penguatan Sistem Monitoring dan Pelaporan Usaha. Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : (a) Penyusunan dan implementasi Perencanaan dan Pelaporan Kegiatan Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan; (b) Monitoring dan evaluasi kinerja Pelabuhan Perikanan; (c) Pelaporan produktivitas kapal perikanan; (d) Peningkatan mekanisme pelaporan dan evaluasi pembinaan usaha penangkapan ikan; (e) Monitoring dan evaluasi NTN dan pendapatan nelayan; (f) Monitoring, evaluasi, dan pelaporan kinerja pengembangan usaha penangkapan ikan.
Pelaksanaan industrialisasi perikanan budidaya tahun 2014 dilakukan melalui demfarm/percontohan di 116 Kabupaten/ Kota yang bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan kawasan perikanan budidaya yang dilakukan dengan menerapkan metode percontohan kawasan.
2). Industrialisasi Perikanan Budidaya Pelaksanaan industrialisasi perikanan budidaya tahun 2014 dilakukan melalui demfarm/percontohan di 116 Kabupaten/Kota dengan penyediaan anggaran melalui Dana Tugas Pembantuan dengan anggaran sebanyak Rp81,05 milyar. Pengembangan demfarm ini bertujuan untuk mengakselerasi pengembangan kawasan perikanan budidaya yang dilakukan dengan menerapkan metode percontohan kawasan. Lokasi demfarm budidaya ikan berada pada kawasan minapolitan, dan atau Industrialisasi perikanan budidaya. Setiap lokasi pengembangan ditetapkan dengan mempertimbangkan spesifikasi potensi wilayah dan kesesuaian penerapan teknologi budidaya dengan mempertimbagkan aspek pendukung baik teknis maupun non teknis. Disamping itu, pemilihan lokasi juga diharapkan dapat menjamin keselarasan dengan pembangunan wilayah di daerah dan keadaan sosial di lingkungan sekitarnya. Sebaran lokasi pengembangan demfarm budidaya ikan berada pada 115 Kabupaten/Kota yang tersebar di 32 Provinsi di seluruh Indonesia.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 127
Tabel 46. Sebaran Lokasi Pengembangan Demfarm Usaha Budidaya Ikan Tahun 2014 No. 1
2 3
4
Provinsi Aceh
Sumatera Utara Sumatera Barat
Riau
No.
Kabupaten/Kota
Komoditas Yang Dikembangkan
1
Bireun
Udang, Bandeng,Kerapu
2
Aceh Tenggara
Nila, Mas, Lele
3
Aceh Selatan
Nila, Mas
4
Aceh Timur
Udang, Bandeng
5
Serdang bedagai
Lele, Gurame
6
Tapanuli Utara
Nila, Mas
7
Agam
Nila, Mas
8
Pesisir Selatan
Kerapu, Bandeng
9
Pesaman
Nila, Mas, Lele
10
Kampar
Nila, Mas, Patin
11
Kuantan Singingi
Nila, Mas, Patin
12
Pelalawan
Patin
5
Kep.Riau
13
Bintan
Kerapu, Rumput Laut
6
Jambi
14
Muaro Jambi
Nila, Patin
15
Batanghari
Nila, Patin
16
Kota Jambi
Patin
17
Musi Rawas
Nila, Mas, Lele
18
OKU Timur
Patin
19
OKU Selatan
Patin
20
OKI
Patin
21
Ogan Ilir
Patin
22
Banyuasin
Patin
23
Kota Palembang
Patin
24
Musi Banyuasin
Nila
7
Sumatera Selatan
8
Kep. Bangka Belitung
25
Bangka Selatan
Kerapu, Rumput Laut
9
Bengkulu
26
Bengkulu Utara
Nila, Mas, Lele
10
Lampung
27
Pesawaran
Kerapu, Rumput Laut
28
Tulang Bawang
Udang
29
Lampung Timur
Udang
30
Lampung Selatan
Udang
31
Serang
Bandeng, Rumput Laut
32
Pandeglang
Kekerangan, Rumput Laut
33
Tangerang
Udang
34
Bogor
Lele
35
Bekasi
Bandeng
36
Karawang
Udang
37
Subang
Udang
38
Indramayu
Udang, Bandeng
39
Cirebon
Udang
11
12
Banten
Jawa Barat
128 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
No. 13
14 15
16
17
18
Provinsi Jawa Tengah
D.I.Yogyakarta Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
No.
Kabupaten/Kota
Komoditas Yang Dikembangkan
40
Banyumas
Gurame
41
Klaten
Nila
42
Boyolali
Lele
43
Banjarnegara
Gurame, Nila
44
Brebes
Udang
45
Pemalang
Udang
46
Kendal
Udang
47
Demak
Udang
48
Jepara
Udang
49
Pati
Udang
50
Rembang
Udang
51
Pekalongan
Udang
52
Kota Pekalongan
Udang
53
Gunung Kidul
Lele
54
Sleman
Nila, Mas, Lele
55
Blitar
Ikan Hias
56
Gresik
Udang
57
Lamongan
Udang
58
Malang
Nila, Lele
59
Tuban
Udang
60
Sidoarjo
Udang
61
Pasuruan
Udang
62
Probolinggo
Udang
63
Situbondo
Udang
64
Banyuwangi
Udang
65
Sumenep
Rumput Laut
66
Tulung Agung
Lele
67
Bangli
Nila
68
Tabanan
Nila, Mas, Lele
69
Klungkung
Rumput Laut
70
Karangasem
Rumput Laut
71
Sumbawa
Rumput Laut
72
Lombok Tengah
Udang, Rumput Laut
73
Sumbawa Barat
Rumput Laut
74
Bima
Bandeng, Rumput Laut
75
Lombok Timur
Rumput Laut
76
Sumba Timur
Rumput Laut
77
Rote Ndao
Rumput Laut
78
Sikka
Rumput Laut
79
Lembata
Rumput Laut
19
Kalimantan Barat
80
Sambas
Udang, Bandeng
20
Kalimantan Tengah
81
Kapuas
Nila, Patin
21
Kalimantan Selatan
82
Banjar
Nila, Mas, Patin
83
Hulu Sungai Utara
Patin
84
Hulu Sungai Selatan
Patin
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 129
No.
Provinsi
No.
Kabupaten/Kota
Komoditas Yang Dikembangkan
22
Kalimantan Timur
85
Penajam Paser Utara
Bandeng
86
Kutai Kertanegara
Udang, Bandeng
23
Sulawesi Utara
87
Minahasa Utara
Rumput Laut
88
Minahasa Tenggara
Nila, Mas
24
Gorontalo
89
Pohuwato
Udang, Rumput Laut
90
Gorontalo Utara
Udang, Rumput Laut
25
Sulawesi Tengah
91
Morowali
Udang, Rumput Laut
92
Parigi moutong
Rumput Laut
93
Donggala
Rumput Laut
94
Tojo Una Una
Rumput Laut
26
Sulawesi Barat
95
Mamuju
Udang, Bandeng, Rumput Laut
96
Polewali Mandar
Rumput Laut
27
Sulawesi Selatan
97
Maros
Udang
98
Pangkep
Udang
99
Pinrang
Udang, Bandeng, Rumput Laut
100
Takalar
Rumput Laut
101
Bone
Rumput Laut
102
Wajo
Rumput Laut
28
Sulawesi Tenggara
103
Jeneponto
Rumput Laut
104
Kolaka
Udang, Rumput Laut
105
Bombana
Rumput Laut
106
Konawe Selatan
Udang, Bandeng, Rumput Laut
107
Muna
Udang
29
Maluku
108
Seram Bagian Barat
Rumput Laut
30
Maluku Utara
109
Kep. Morotai
kerapu, Rumput Laut
110
Kep. Sula
Rumput Laut
111
Halmahera Selatan
Kerapu
31
Papua
112
Kota Jayapura
Nila, Mas
113
Biak Numfor
Rumput Laut
32
Papua Barat
114
Sorong
Nila
115
Raja Ampat
Rumput Laut
Pelaksanaan percontohan demfarm diharapkan menjadi sebagai cikal-bakal berkembangnya kawasan-kawasan perikanan. Dampak pelaksanaan demfarm pada tahun 2014 belum dapat terlihat dikarenakan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan melalui tahap pelelangan rata-rata baru dimulai pada bulan Juli sehingga kondisi lahan percontohan sat ini masih dalam keadaan operasional/ pembesaran. Selain itu permasalahan pelaporan juga menjadi kendala, baru sekitar 34% dari seluruh lokasi yang melaporkan. Beberapa kabupaten yang telah panen hingga kini ada 6 kelompok di Rembang (2 kelompok), Situbondo (2 kelompok) dan Bireun (2 kelompok). Sementara itu, pada beberapa kelompok mengalami kegagalan panen dikarenakan adanya serangan penyakit, seperti di
130 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
pokdakan puncel Jaya Brebes yang terserang penyakit WSSV sehingga harus panen dini. Permasalahan lain yang terjadi adalah seperti di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo (2 kelompok) yang panen dini diakibatkan kemarau yang berkepanjangan. Dampak sementara pengembangan kawasan dapat terlihat di Kabupaten Brebes dimana terdapat tiga POKDAKAN yang telah mencontoh dan berhasil melakukan budidaya udang sampai panen, yakni POKDAKAN Muncul Jaya, Kelurahan Limbangan Wetan; POKDAKAN Subur Makmur, Desa Randusangan Wetan; dan POKDAKAN Mulya Sari Desa Kaliwingi. Produksi masing-masing POKDAKAN adalah 59,2 ton untuk Muncul Jaya; 2 ton untuk Subur Makmur dan 13,3 ton untuk Mulya Sari. Secara teknis, permasalahan yang dihadapi Pembudidaya dalam melakukan pengembangan budidaya udang, khususnya vaname dengan teknologi semi intensif dan intensif adalah keterbatasan kemampuan teknis. Rata-rata pembudidaya lebih mengandalkan pengalaman turun temurun. Hal tersebut sangat terlihat atas keberterimaannya terhadap inovasi teknologi yang masih rendah. Oleh karena itu, pembinaan harus dibarengi dengan dengan fakta di lapangan yakni percontohan/demfarm. Permasalahan lain adalah akibat dari keterlambatan pelaksanaan pelelangan, yakni waktu tebar yang tidak sesuai dengan kondisi musim. Musim penebaran yang dipaksanakan pada musim kemarau sangat beresiko terhadap kegagalan. Kasus pada penebaran pertama di Brebes menjadi contoh nyata dari akibat keterlambatan tersebut. Gagal panen diakibatkan oleh sanilitas yang sangat ekstrim, yakni 49 promil. Pada kisaran salinitas seperti ini, resiko terhadap musim penyakit sangat tinggi. Kalaupun udang peliharaan hidup, sangat berpotensi untuk kuntet (pertumbuhan lambat). Selain itu, dalam menjalankan operasional budidaya, POKDAKAN pun sangat enggan untuk menggunakan teknisi, terutama dari pertimbangan biaya, sekalipun biaya teknisi sangat kecil biayanya dibanding total biaya operasional yang dibutuhkan. Jika biaya teknisi selama 4 bulan sekitar Rp20 juta, maka satu kawasan budidaya udang 5 Ha butuh anggaran sekitar Rp. 750 juta, sehingga anggaran untuk teknisi kurang dari 3% yang sangat murah dibandingkan dengan peluang keberhasilan usaha tambak dibawah pengawalan teknisi diatas 70 %.
3). Industrialisasi Pengolahan Ikan Industrialisasi pengolahan ikan antara lain dari komoditas TTC, udang, bandeng, pindang, rumput laut. Komoditas TTC dalam bentuk kaleng dan pre-cooked. Untuk komoditas bandeng terdapat 5 jenis olahan yang produksinya cukup besar, yaitu bandeng presto, pindang bandeng, bandeng tanpa duri, bandeng asap dan otak-otak bandeng. Jenis olahan lain adalah pepes dan abon. Pemanfaatan hasil samping proses pengolahan yaitu tik-tik tulang, abon duri tulang, dan kerupuk. Hasil
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 131
proses samping yang belum banyak dimanfaatkan yaitu sisik dan isi perut. Usaha pengolahan bandeng didominasi oleh usaha skala UMKM yang tersebar di daerah sentra produksi bandeng.
masyarakat menengah ke bawah belum tergarap secara optimal. Fillet patin memiliki pangsa pasar yang luas di pasar domestik dan pasar internasional. Untuk lebih meningkatkan daya saing industri fillet patin perlu ditingkatkan keterpaduan dengan industri budidaya patin dan industri pengolahan non fillet.
Produk olahan pindang sudah sangat familiar di beberapa Provinsi di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan dan pengawetan ikan secara tradisional melalui rangkaian proses penggaraman, perebusan atau pengukusan. Jumlah UMKM pemindangan yang tercatat di 10 Provinsi di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, NTB sebanyak 65.766 unit, dengan jumlah produksi berkisar antara 20 kg hingga 10 ton per hari per kelompok. Dan jumlah tenaga kerja yang terlibat di usaha pengolahan pindang mulai 2 hingga 250 orang per kelompok. Sebagai industri rakyat yaitu industri yang dimiliki dan dijalankan oleh rakyat, pengolahan ikan pindang menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat di pedesaan dan kawasan pesisir.
Industri pindang masih berhadapan dengan berbagai masalah, antara lain teknologi produksi masih secara tradisional dan cenderung sulit digantikan, kurang modal, rendahnya sanitasi dan hiegiene.
Melihat potensi pengolahan pindang yang terdapat di Indonesia, usaha pemindangan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan volume produk olahan hasil perikanan. Namun demikian, meskipun memiliki potensi ekonomi yang tidak kecil, industri pindang masih berhadapan dengan berbagai masalah, antara lain teknologi produksi masih secara tradisional dan cenderung sulit digantikan karena telah menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun, kurangnya permodalan, rendahnya penerapan sanitasi dan higiene. Hal ini menyebabkan ikan pindang yang dihasilkan belum memiliki jaminan mutu sehingga harga jual ikan pindang cenderung rendah dan jangkauan pemasaran yang terbatas. Selain itu citra ikan pindang saat ini adalah makanan masyarakat kelas bawah dan ketika pendapatan konsumen meningkat maka ikan pindang yang dibeli dan dikonsumsi cenderung menurun. Disamping itu, belum terpenuhinya standar bahan baku dan proses pengolahan pindang serta kemasan seadanya karena daya awet sangat pendek sering menjadikan pindang makanan masyarakat kelas bawah. Fluktuasi bahan baku (harga dan kuantitas) juga turut berperan dalam keberlanjutan usaha pemindangan. Untuk industrialisasi patin dipasarkan dalam bentuk fillet. Sampai saat ini belum ada industri yang khusus mengolah patin, seperti pada industri pengolahan udang. Kondisi ini disebabkan oleh ketidak pastian regulasi pengaturan impor dan diduga masih ada fillet impor masuk melalui jalur tidak resmi/selundupan, sehingga pelaku industri fillet ragu untuk berinvestasi. Kualitas fillet patin lokal sudah sangat mendekati kualitas patin impor (dory), namun harga fillet lokal lebih mahal dibandingkan patin impor. Hal tersebut karena hasil non fillet belum termanfaatkan secara optimal, penguasaan teknologi pengolahan belum memadai dan sebagian harga bahan baku masih relatif mahal di tingkat industri. Oleh karena itu, pengendalian impor dapat dilanjutkan selama 2 tahun, untuk memberi kesempatan produsen fillet lokal meningkatkan efisiensinya. Pasar fillet masih terbatas pada hotel restauran dan katering, sedangkan pangsa pasar
132 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Rumput laut adalah salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan melalui program industrialisasi kelautan dan perikanan, mengingat rumput laut merupakan komoditas perikanan budidaya dengan nilai produksi paling tinggi dibandingkan dengan komoditas lain. Produk modern yang biasanya dihasilkan oleh unit pengolahan skala menengah besar, antara lain Alkali Treated Cottonii (ATC), Semi Refined Carragenan (SRC), Refined Carragenan (RC), formulasi, dan agar. Contoh produk rumput laut tradisional yang biasanya dihasilkan oleh usaha pengolahan skala mikro dan kecil, antara lain amplang, sirup, dodol, selai, bakso, sosis, rumput laut tawar, manisan, dan lainlain.
7. Blue Economy Pendekatan blue economy: bersih polusi; menyerap tenaga kerja, lokalitas dan mengurangi ketergantungan; dan untung secara finansial.
Blue economy adalah pengembangan usaha yang secara finansial menguntungkan, efisien dalam pemakaian sumber daya, zero waste dan menyerap tenaga kerja yang besar. Faktor esensial dalam blue economy adalah penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan karakteristik lokal (sumber daya) dan kreativitas dalam mencari peluang-peluang pemanfaatan sumber daya, selain itu pendekatan usaha yang non-linear (menciptakan berbagai macam produk) dengan menggunakan bahan buangan (waste). Pendekatan blue economy: 1). Bersih dari polusi; 2). menyerap tenaga kerja, 3). bersifat lokalitas dan mengurangi ketergantungan; dan 4). menguntungkan secara finansial. Sebagai contoh implementasi blue economy yang dikembangkan pada 5 komoditas industrialisasi, seperti rumput laut, tuna/tongkol/cakalang, rumput laut, patin dan pindang adalah: (1). Industrialisasi Rumput Laut yang menciptakan usaha-usaha inovatif seperti menghasilkan produk kosmetik, farmasi, tekstil, pupuk cair dan energi; (2). Industrialisasi Udang, dengan memanfaatkan limbah (kulit, kepala, dan cairan) menjadi produk chitin dan chitosan, dan pupuk cair; (3). Industrialisasi TTC dan Patin, dengan memanfaatkan limbah (kepala, daging, tulang, insang, dan limbah cair) menjadi tepung ikan, minyak ikan, kolagen, gelatin, silase, fish jelly product, dan fish protein consentrate; (4). Industrialisasi Lainnya yang dapat diintegrasikan dengan unit kerja/ instansi lainnya seperti: garam-artemia; pengembangan mutiara (perhiasan mutiara, kerajinan kekerangan, kosmetik dan farmasi); Ikan Hias; Ikan Nila dan produk turunannya (daging, omega-3,
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 133
kulit untuk kerajinan sepatu, sisik untuk kerajinan dan bahan baku kolagen); Ikan Gabus dan produk turunannya Albumin; Teripang dan produk turunannya gamat; (5). Kegiatan a, b, c, dan d dapat diintegrasikan dengan kegiatan lintas sektor seperti perindustrian, pariwisata, lingkungan hidup, perekonomian, dll.
komoditas tertentu.Ini sejalan dengan program yang ditawarkan salah satu capres yakni “Tol Laut”. Pengembangan logistik dan transportasi laut dalam memperkuat konektivitas nasional yang merupakan bagian penting dari upaya membangun negara maritim. Dalam pelaksanaannya tentu swasta dapat berperan penting termasuk dalam pendanaan.
Dengan penerapan prinsip blue economy dalam industri pengolahan, maka tidak akan ada lagi bagian-bagian ikan yang tidak terpakai. Sisa kepala ikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk di konsumsi langsung atau untuk pakan ternak, tetelan untuk bahan pembuatan bakso ikan. Adapun kulitnya dapat diolah menjadi kerupuk atau sebagai bahan untuk penyamakan, untuk tulang serta jeroannya dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan. Satu lagi yang bisa dimanfaatkan adalah hasil dari pengolahan limbah cair, dengan adanya kandungan protein sebagai sumber N dan kandungan mineral dapat sebagai pupuk tanaman. Dengan hasil-hasil pemanfaatan ini, akan mendatangkan penghasilan tambahan yang dapat digunakan untuk menekan biaya produksi sehingga harga jual produk utama dapat lebih bersaing lagi.
Tahap pertama, tahun 2013 melayani koridor Sulawesi Tenggara dan sekitarnya (sentra produksi) dengan hub utama Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari (sementara ini cold storage 300 ton) dan Jawa dengan hub utama PPS Nizam Zachman Jakarta (cold storage 1.500 ton) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan Jatim (cold storage 400 ton) sebagai sentra pasar/industri.
Sedangkan, tahap awal implementasi pengembangan bisnis akuakultur berbasis blue economy tahun 2014, berupa percontohan budidaya minapadi, udang, rumput laut dan kerapu di Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu dilaksanakan pula pengembangan bisnis model pengembangan ugadi di Lombok Timur dan Lombok Tengah yang bertujuan untuk (1) Meningkatkan nilai tambah; (2) Peningkatan produksi dan produktivitas 1 ton per ha; (3) Peningkatan Jumlah Tenaga Kerja; dan (4) Meningkatkan minat masyarakat sekitar. Hasil berupa (i) Penyerapan tokolan udang galah 200.000 ekor di Kab. Lombok Timur dan Kab Lombok Tengah; (ii) Produksi udang galah di Kab. Lombok Timur sebesar 600 kg dan di Kab. Lombok Tengah sebesar 900 kg; dan (iii) Diversifikasi usaha budidaya ikan. Sedangkan untuk lokasi yang lainnya masih dalam tahap pelaksanaan.
8. Sistem Logistik Ikan Nasional Selain peningkatan produktivitas perikanan, hal yang sangat mendesak untuk dikembangkan adalah sistem logistik dan transportasi, khususnya transportasi laut. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki sistem distribusi ikan antara sentra produksi dan sentra pasar serta industri. Hal inilah Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) sebagai pelaksanaan dari Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Sistem Logistik Nasional di bidang kelautan dan perikanan, sudah dimulai secara fisik pada tahun 2013 dan perlu dilanjutkan dan dipercepat. SLIN pada dasarnya mendekatkan sistem produksi hulu dengan sistem produksi hilir, baik melalui laut maupun darat dan udara untuk
134 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
LOKASI IMPLEMENTASI SLIN TAHUN 2013 - 2015
DISTRIBUTION CENTER /PUSAT PEMASARAN DAN SENTRA PENGOLAHAN
2013 2015
2013 2015
Pusat distribusi: Jakarta, Surabaya, Lamongan Jabodetabek, Sukabumi, Bandung, Serang, Rembang, Pati, Pekalongan, Sampang, Sidoarjo, Surabaya, Tulungagung, Banyuwangi, Mataram, P. Bali, Trengalek, Tuban.....
COLLECTION/ PRODUCTION CENTER
2013 2014
2015
Pusat pengumpulan: PPS Kendari & Buton Wilayah Produksi/ Pendaratan: Kendari, Muna, Konawe...
Pusat pengumpulan: Makassar, Tolitoli , Banggai dan Ternate Wilayah Produksi/pendaratan: Mamuju,19Bone, Donggala, Banggai Kepulauan, bacan
Program ini dilanjutkan pada 2014 dengan target operasional semester 2 tahun 2014. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam rangka implementasi SLIN tahap awal, sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun 2014 tentang SLIN adalah menunjuk operator implementasi SLIN Tahap Awal. Operator implementasi SLIN Tahap Awal adalah lembaga berbadan hukum baik Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Swasta atau koperasi yang secara khusus ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal P2HP untuk menjalankan fungsi pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemasaran ikan dan produk perikanan dengan syarat dan kewajiban tertentu dalam rangka pencapaian tujuan implementasi SLIN Tahap awal. Pada tanggal 24 September 2014 ditetapkan Koperasi Perikanan Mina Rizki Abadi (KOMIRA) sebagai Operator Utama pada koridor Sulawesi Tenggara (Kendari) – Jawa (Surabaya-Jakarta) dan Bali, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian kerja Implementasi SLIN Tahap Awal antara Direktur Jenderal P2HP dengan Operator Utama. Salah satu tugas Operator Utama adalah mengkoordinasikan fungsi pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan khususnya untuk bahan baku industri pindang pada koridor dimaksud. Diharapkan dengan memperlancar distribusi ikan sekaligus akan mengurangi impor dan menunjang stabilisasi harga produk. Indonesia impor ikan khususnya untuk usaha pemindangan dan pengalengan, terutama bukan karena Indonesia kekurangan ikan tetapi akibat transportasi laut yang kurang mendukung jadi distribusi kurang lancar. Dalam rangka diseminasi program SLIN kepada masyarakat luas, pada tanggal 10 Oktober 2014, Menteri Kelautan dan Perikanan telah melakukan Launching Implementasi SLIN Tahap Awal di Kota Kendari. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, dilakukan pula peresmian terhadap sarana dan prasarana penunjang SLIN yaitu gudang beku (cold storage) di Jakarta, Brondong-Lamongan dan Kendari serta Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan Brondong.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 135
9. Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
Salah satu manfaat yang saat ini dirasakan adalah untuk mendukung operasi penanggulangan IUU Fishing di berbagai perairan WPP RI. Dengan tersedianya data informasi dari Citra Radar Satelit yang diolah dan dioverlay dengan data VMS dan sejenisnya termasuk AIS, maka dapat diketahui lebih persis kondisi kegiatan kapal penangkap ikan di laut. Dimana akan diketahui kapal yang berpotensi melakukan pelanggaran maupun tidak, dengan diketahuinya kapal ikan bertransmitter maupun yang tidak atau mematikan transmitternya.
1). Pengembangan Infrastruktur Teknologi Observasi dalam Mendukung Pengelolaan Data dan Informasi Ilmiah Kelautan (Project INDESO). KKP telah membangun Infrastruktur Teknologi Observasi dalam mendukung pengelolaan data dan informasi ilmiah kelautan melalui Project INDESO. Infrastruktur ini kedepan akan memberikan produk informasi dari 7 aplikasi yang terus dikembangkan, mulai dari halhal yang terkait dengan IUU Fishing, monitoring fish stock, oil spill monitoring termasuk untuk mendukung pengelolaan lingkungan hidup di perairan Indonesia.
2). Pengukuhan Profesor Riset KKP Pada tahun 2014 telah dikukuhkan 3 orang Profesor Riset setelah menyampaikan orasi di depan Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan menerima Sertifikat serta Widyamala Profesor Riset dari Kepala LIPI sebagai Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset yaitu: Tabel 47. Profesor Riset KKP Tahun 2014 No
Nama/NIP/Jabatan
Judul Naskah Orasi
1
Dr. Ir. Brata Pantjara, M.P Peneliti Utama Bidang Akuakultur – Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau - Maros
Pemanfaatan Teknologi Akuakultur Berkelanjutan pada Lahan Rawa Pasang Surut
2
Dr.Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc Peneliti Utama Bidang Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan – Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Umum Daratan Untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
3
Dr.Ir. Husnah, M.Phil Peneliti Utama Bidang Patologi dan Toksikologi – Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber daya Ikan
Dampak Degradasi Lingkungan Terhadap Sumberdaya Ikan dan Strategi Pengendaliannya di Sungai dan Rawa Banjiran
3). Rekomendasi Teknologi
Gambar 40. Diagram operasionalisasi Infrastruktur Teknologi Obserasi Project INDESO
Gambar 41. Gedung untuk pemprosesan data dan Antena penerima data satelit di Balai Penelitian dan Observasi Laut-Perancak
136 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Pada tahun 2014 telah terbit Kepmen KP No. 77/Kepmen-KP/2014 tentang rekomendasi teknologi kelautan dan perikanan tahun 2014 yang sudah menyiapkan 35 IPTEK KP yang siap disampaikan ke masyarakat sebagai berikut: (1). Teknologi Pengendalian Gulma Air, Eceng gondok (Eichornia crassipes) di Perairan Umum Daratan. (2). Penentuan Calon Kawasan Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Perairan Umum (Studi Kasus: Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat). (3). Teknologi Rehabilitasi Habitat dan Pemulihan Sumber Daya Ikan melalui Pengembangan Terumbu Buatan. (4). Perangkat Pelolos Ikan Muda (Yuwana) dan Ikan Rucah pada Perikanan Pukat Dasar. (5). Mesin Penarik Tali Kerut Jaring Purse Seine (Kapstan) Bertenaga Hidrolik. (6). Aplikasi Mina Grow pada Budidaya Ikan Air Tawar. (7). Aplikasi Mina Grow dan Probiotik BBPBAT-S-Pro serta Aplikasinya pada Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus). (8). Teknologi perbanyakan induk ikan mas bermarka CycaDAB1*05 yang tahan terhadap Koi Herpes Virus (KHV) dan bakteri Aeromonas hydrophila.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 137
(9). Aplikasi Vaksin DNAGlycoprotein Untuk Pencegahan Koi Herpes Virus (KHV) pada Budidaya Ikan Koi dan Ikan Mas. (10). Teknologi Pakan Formulasi untuk Peningkatan Kualitas Warna Ikan Koi strain Kohaku. (11). Produksi Benih Ikan Grasscarp dengan Kombinasi Pemijahan Buatan dan Metode Induksi. (12). Aplikasi Mina Grow dan Vaksin Hydrovac Pada Pembesaran Lele Sangkuriang (Clarias sp.). (13). Aplikasi Probiotik PATO-AERO 1 P23 untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada Budidaya Ikan Lele. (14). Teknologi Produksi Benih Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus) di Kolam. (15). Produksi Vaksin Edwardsiella ictaluri untuk Peningkatan Produksi Ikan Patin (Pangasianodon hypopthalmus). (16). Teknik Pendederan Benih Ikan Gurami melalui Penumbuhan Pakan Alami di Kolam. (17). Aplikasi Vaksin MycofortyVac untuk Pencegahan Penyakit Mycobacteriosis pada Budidaya Ikan Gurami. (18). Teknik Budidaya Udang Galah Intensif. (19). Teknologi Produksi Benih Udang Windu Unggul dengan Aplikasi Probiotik Alteromonas sp. BY-9 dan Bacillus cereus (BC). (20). Pentokolan Udang Windu (Penaeus monodon) dalam Klaster Budidaya. (21). Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (BUSMETIK). (22). Budidaya Udang (Windu dan Vaname) secara Multitropik Terintegrasi dengan Nila Merah, Kekerangan dan Rumput Laut di Tambak. (23). Produksi Pasta (Nannochloropsis sp.) sebagai Penyedia konsentrat Fitoplankton. (24). Perbaikan Kualitas Benih Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Produk Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) dengan Memanfaatkan Tetes Tebu dalam Lingkungan Pemeliharaan Larva. (25). Teknik Pembenihan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii Lacepede). (26). Teknik Pembesaran Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) di Keramba Jaring Apung. (27). Teknik Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, BLOCH) di Keramba Jaring Apung. (28). Teknologi Pembesaran Abalon (Haliotis squamata) dengan Sistim Gantung di Karamba Apung. (29). Teknologi Patin Tanpa Duri (Pattari) dan Pengolahan Pattari Asap. (30). Produksi Asap Cair dan Aplikasinya Pada Pengolahan Ikan Asap. (31). Teknologi Ekstraksi Agar Agar dan Sap Liquid dari Rumput Laut Gracilaria Segar. (32). Teknologi Penanganan dan Pengeringan Kista Artemia untuk
138 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Pakan Larva Udang dan Ikan. (33). Lampu Celup Dalam Air (Lacuda) (34). Liquefied Petroleum Gas Conversion Kits. (35). Alat Pemisah Limbah Cair Berminyak (Oily Water Separator) Pada Kapal Perikanan
10. Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Pada tahun 2014 pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan (SDM KP) dengan sasaran menghasilkan SDM KP yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan sebanyak 73.279 orang. Pendidikan kelautan dan perikanan dengan sasaran terpenuhinya tenaga terdidik kompeten sesuai kebutuhan sebanyak 1.665 orang. Pelatihan kelautan dan perikanan dengan sasaran tersedianya lulusan pelatihan KP sesuai standar kompetensi dan kebutuhan sebanyak 18.014 orang. Penyuluhan kelautan dan perikanan dengan sasaran meningkatnya jumlah kelompok pelaku utama dan pelaku usaha di kawasan prioritas perikanan dan kabupaten/kota potensial perikanan sebanyak 5.360 orang. Kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung pengembangan SDM KP antara lain: (1). Uji Kompetensi Keahlian (UKK) dalam rangka Peningkatan Penyerapan Lulusan SUPM UKK merupakan salah satu rangkaian proses penilaian yang dilakukan dalam mengukur capaian kinerja pembelajaran pada satuan pendidikan menengah lingkup KKP, yang dilaksanakan pada tanggal 3 s.d 15 Maret 2014. Bagi peserta UKK yang memenuhi standar saat melakukan unjuk kerja akan dinyatakan kompeten dan memperoleh sertifikat kompetensi dari LSP sesuai dengan unit kompetensi yang diujikan. Sertifikat kompetensi merupakan bukti pengakuan tertulis atas kompetensi yang dikuasainya sehingga mempermudah pemiliknya dalam memperoleh pekerjaan. (2). Sertifikasi Asesor kompetensi Bagi Guru dan Dosen Lingkup KKP Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan profesional dibutuhkan pendidik yang berkompeten, dan untuk itu perlu menyelenggarakan kegiatan sertifikasi asesor kompetensi bagi guru dan dosen lingkup kementerian kelautan dan perikanan. Kegiatan Asesor kompetensi bagi guru dan dosen dilaksanakan tanggal 21 s.d 25 April 2014 dihadiri oleh perwakilan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dengan diikuti oleh 30 peserta yaitu 26 orang dari Guru dan Dosen lingkup KKP, 1 orang guru dari SUPM Dumai dan 3 orang peserta dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). (3). Peresmian Politeknik Kelautan dan Perikanan Peresmian Politeknik Kelautan dan Perikanan oleh Menteri Kelautan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 139
dan Perikanan pada tanggal 4 Juli 2014 di AP Sidoarjo, adapun 3 (tiga) Akademi Perikanan (AP) yang mengalami perubahan nama menjadi Politeknik Kelautan dan Perikanan. Setelah melewati berbagai prosedur, mekanisme dan pertemuan pembahasan sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka pada 30 Desember 2013 diterbitkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tentang Persetujuan perubahan bentuk AP menjadi Poltek di bawah KKP. (4). Presiden Memberikan Penghargaan kepada Penyuluh Perikanan Sebanyak 30 orang penyuluh perikanan teladan tingkat provinsi berhasil meraih penghargaan yang diberikan Presiden dalam rangka peringatan HUT RI ke-69 di Istana Negara,. Kegiatan ini merupakan wujud apresiasi dan penghargaan pemerintah terhadap kinerja penyuluh perikanan yang memiliki dedikasi tinggi dalam melaksanakan pendampingan bagi kelompok pelaku utama perikanan. (5). Standar Kompetensi Kerja (SKK) Kelautan dan Perikanan Pelatihan diselenggarakan dengan berbasisis kompetensi (PBK) nasional (SKKNI), internasional dan khusus. Penetapan SK3 (standard kompetensi kerja khusus) bidang koservasi telah ditetapkan sebanyak 3 unit, sehingga diharapkan kebutuhan pelatihan konservasi mempunyai standar yang tercukupi. SKKNI pada dua tahun telah ditetapkan sebanyak 4 unit sehingga jumlah SKKNI bidang perikanan terdapat 14 unit. Melalui Lembaga Sertifikasi Profesi – Kelautan Dan Perikanan dan Lembaga Sertifikasi – Kelautan telah dan akan disertifikasi pada tahun 2012 – 2015 sebanyak 23.790 orang. Jumlah asesor sertifikasi sebanyak sekitar 486 orang, asesor lisensi 3 orang, master asesor 2 orang dan lead asesor 3 orang tersebar di 31 Tempat Uji kompetensi. Standard kompetensi Internasional dengan mengacu pada International Maritime Organisation dan saat ini digunakan dalam sertifikat keahlian pelaut perikanan yaitu Ankapin, Atkapin dan Basic Safety Training. Jumlah sertifikat Ankapin/Atkapin yang telah dikeluarkan sampai tahun 2015 sebanyak 23.000 buah. (6). Penguatan Center of Excellent (Pendidikan Vokasi) Semua satuan pendidikan lingkup KKP (STP, Politeknik KP, SUPM) menyelenggarakan pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory, dengan pola pendidikan ini maka dapat menjadikan satuan pendidikan lingkup KKP termasuk SUPM sebagai penjuru pendidikan vokasi bidang pendidikan KP di Indonesia. Dalam hal ini perlu adanya dukungan dan kerjasama semua pihak untuk menguatkan serta menjalin jejaring pendidikan untuk mempercepat dan pemerataan kualitas SDM kelautan dan perikanan. Berbagai keunggulan telah dimiliki oleh satuan pendidikan lingkup KKP dibanding dengan satuan pendidikan lain, diantaranya keunggulan struktur kurkulum, kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, serta didukung ketersediaan sarana prasarana yang memadai.
140 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
(7). Forum Pendidikan dengan Dunia Usaha dan Industri Forum pendidikan dengan dunia usaha dan industri diselenggarakan pada tanggal 1 s.d 3 Desember 2014, yang pelaksanaannya di STP Jakarta. Maksud dan tujuan ini adalah membangun sinergitas antara satuan pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri dalam upaya mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien melalui berbagi informasi peluang kerja, usaha dan kerjasama serta berbagi solusi antar pemangku kepentingan. Kegiatan Forum ini diikuti sebanyak 51 peserta yang berasal dari 23 satuan pendidikan menengah (SUPM/SMK), 7 satuan pendidikan tinggi, 19 pelaku usaha/ industri bidang budidaya, penangkapan, pengolahan, pemasaran produk perikanan dan perusahaan pengerah tenaga kerja pelaut perikanan ke luar negeri, 2 asosiasi perlindungan TKI. (8). Penguatan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Gelar Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan diselenggarakan pada tanggal 2 Desember 2014 didukung oleh program konservasi Marine Protected Area Governance (MPAG) USAID. Pengembangan SDM kelautan dan perikanan, termasuk di bidang konservasi, dilakukan KKP melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Melalui pendidikan, KKP telah membangun sekolah khusus di bidang konservasi kelautan dan perikanan yang berlokasi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Selain itu, dibentuk pula Pusat Studi Mangrove di Poltek KP Sidoarjo, Pusat Studi terumbu karang di Poltek KP Bitung, serta Pusat Studi Konservasi Perairan yang akan diresmikan di Poltek KP Sorong. (9). Rapat Koordinasi Bakornas Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, Sinergitas Kelembagaan Penyuluhan, dan Rakor Jabfung Fungsional BPSDMKP Rapat Koordinasi Badan Koordinasi Nasional Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Sinergitas Kelembagaan Penyuluhan; dan Rapat Koordinasi Jabatan Fungsional Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan akan berlangsung di Jakarta mulai tanggal 1-3 September 2014. Kegiatan ini dihadiri oleh Menko Bidang Perekonomian, Menteri Kelautan dan perikanan, Menteri Pertanian dan diikuti oleh peserta sebanyak 450 orang dari pusat dan daerah dengan berbagai kegiatan. (10). Terbitnya Peraturan Presiden tentang Perubahan Tunjangan Fungsional Penyuluh Perikanan Diawal kepemimpinan Presiden Joko Widodo memberikan kado istimewa bagi penyuluh perikanan dengan telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 169 Tahun 2014 tentang Tunjangan Fungsional Penyuluh Perikanan pada tanggal 19 November 2014. Secara umum dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 169 ini besaran tunjangan fungsional penyuluh perikanan paling rendah yaitu jenjang Penyuluh Perikanan Pemula sebesar Rp. 300.000,- dan paling tinggi pada jenjang Penyuluh Perikanan Utama sebesar Rp. 1.500.000.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 141
11. Kerja Sama Internasional Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, KKP memerlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik nasional maupun internasional. Upaya tersebut dilakukan dengan memanfaatkan dan mengembangkan potensi kelautan dan perikanan Indonesia serta peluang kerja sama bilateral dengan negara-negara sahabat dalam optimalisasi pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berkelanjutan, dengan fokus utama pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan, kelestarian lingkungan serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. KKP memandang penting upaya perluasan dan pengembangan kerja sama bilateral di bidang kelautan dan perikanan dengan negara-negara sahabat dalam membangun dan memantapkan posisi Indonesia dalam kerja sama internasional. KKP hingga tahun 2014 telah menjalin kerja sama bilateral dalam berbagai bentuk perjanjian internasional, baik kerja sama yang aktif, pembaharuan maupun yang masih dalam tahap penjajakan, diantaranya meliputi: (1). Dalam rangka kerja sama bilateral, telah dilakukan pengembangan kerja sama bilateral bidang kelautan dan perikanan dengan Amerika Serikat, Prancis, Australia, RRT, Fiji dan Timor Leste. Selain itu juga dilakukan penjajakan kerja sama bilateral dengan negara-negara di kawasan Afrika yaitu Afrika Selatan dan Kenya. Pada tanggal 18 Juni 2014 telah dilakukan penandatanganan Memorandum Saling Pengertian (MSP) tentang Kerjasama Kelautan dan Perikanan antara Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Menteri Pertanian, Perikanan dan Hutan, Republik Fiji yang diwakili oleh Menteri Pertahanan, Keamanan Nasional dan Imigrasi. Penandatanganan berlangsung di Westin Hotel Fiji, dan disaksikan langsung oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Fiji Josaia Voreqe Bainimarama. Dalam implementasinya, kedua negara akan bekerja sama untuk mengembangkan, mendorong, mempromosikan kerjasama dan saling konsultasi pada berbagai bidang kelautan dan perikanan. Diantaranya, perikanan tangkap berkelanjutan, pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan, pengolahan dan pengembangan hasil perikanan. Kemudian, inspeksi dan karantina ikan, penelitian, pengembangan dan peningkatan kapasitas, layanan armada dan teknis perikanan termasuk melakukan penguatan masyarakat pesisir dan pengelolaan pesisir terpadu, serta mencegah, menghalangi dan menghapuskan praktek IUU Fishing. Termasuk dalam kegiatan bilateral adalah kerja sama Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Pada tanggal 28 Agustus 2014 telah dilaksanakan Pertemuan Ke-empat Tingkat Menteri Kelautan APEC, di Xiamen, RRT yang juga dihadiri oleh Menteri Kelautan dan
142 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Perikanan RI. Pada pertemuan tersebut dihasilkan Deklarasi Xiamen yang menyepakati Blue Economy sebagai fokus utama kerjasama kemitraan APEC. Fokus Ekonomi Biru itu dibagi pada tiga aspek, yaitu yang pertama adalah konservasi ekosistem laut dan pesisir serta ketahanan terhadap bencana alam, kedua adalah peran laut terhadap keamanan pangan dan perdagangan yang berhubungan dengan pangan, serta ketiga adalah terkait ilmu kelautan, teknologi dan inovasi. Deklarasi Xiamen juga menyepakati Balai Riset dan Observasi Kelautan di Perancak, Bali, sebagai rumah Pusat Informasi Kelautan dan Perikanan APEC atau APEC Ocean and Fisheries Information Center (AOFIC), yang diharapkan dapat memantau perkembangan ekonomi negara anggota APEC dalam bidang kelautan dan perikanan, khususnya dalam menindaklanjuti hasil forum APEC. (2). Dalam rangka kerja sama multilateral, KKP berperan aktif dalam perundingan di forum internasional dalam bidang yang terkait dengan kelautan dan perikanan. Beberapa perundingan yang diikuti utamanya di FAO-Committee on Fisheries, Perundingan di kelembagaan PBB yaitu UN-FCCC, dan organisasi kerja sama perikanan regional dalam jaringan RFMOs (CCSBT, IOTC dan WCPFC). Kerja Sama ASEAN utamanya dalam pembahasan perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 di bidang kerja sama perikanan yang meliputi antara lain ASEAN-SEAFDEC dan ASWGFi. Sidang FAO-Committee on Fisheries (COFI) sesi ke-31 telah dilaksanakan pada tanggal 9 Juni 2014 bertempat di Plenary Room, Kantor Pusat FAO oleh Chair Person COFI ke-31 Mr Johán H. Williams (Norway) dan dilanjutkan sambutan oleh DirectorGeneral of FAO Mr. Jose Graciano Da Silva. Pada Agenda 5. Securing sustainable small-scale fisheries, sidang COFi sesi ke-31 ini berhasil menyepakati draft terakhir Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-scale Fisheries in the Context of Food Security and Poverty Eradication dan akan ditetapkan menjadi Guidelines bersama bagi negara anggota FAO. Ini merupakan terobosan besar dalam sejarah perikanan dunia dan FAO sendiri, dimana setelah lebih dari 60 tahun sejak adanya sidang FAO COFi, guidelines untuk proteksi nelayan skala kecil disepakati oleh negara anggota FAO yang terdiri dari 143 negara. Indonesia yang menjadi salah satu negara yang cukup aktif dalam 2 pertemuan pembahasan teknis sebelumnya, telah berhasil memasukkan beberapa artikel sesusai dengan posisi nelayan skala kecil Indonesia. Pertemuan AFCF ke-6 dan pertemuan ASWGFi ke-22 telah dilaksanakan di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 23-27 Juni 2014. Pertemuan ini antara lain membahas Harmonisasion of Import and Export Inspection and Certification and Development of Mutual Recognation Agreements (MRAs) among ASEAN. Pertemuan ini juga menyampaikan bahwa Guidelines for the Use of Chemical in
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 143
Aquaculture and Measures to Eliminate the Use of Harmful Chemicals telah disahkan pada SSOM AMAF ke-34 dan AMAF ke-35. Publikasi Guidelines tersebut akan disampaikan kepada seluruh AMS oleh Sekretariat ASEAN. (3). Dalam rangka kerja sama antarlembaga, telah memfasilitasi pelaksanaan Kesepakatan Bersama dengan ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara KKP dengan NGO/LSM, Perguruan Tinggi, Kementerian, Lembaga Perbankan, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Pemerintah Daerah dan Dunia Usaha/ Organisasi Kemasyarakatan. Salah satu Kesepakatan Bersama yang dilaksanakan pada tahun 2014 adalah antara KKP dengan TNI AL pada tanggal 1 Desember 2014. Nota kesepahaman tersebut bertujuan untuk mengelola kembali hasil kelautan Indonesia, terutama di bidang perikanan, melalui penegakan dan pengawalan kebijakan moratorium kapal asing, eks asing serta pelarangan transhipment dan menyelaraskan peraturan laut Indonesia dengan peraturan internasional mengenai penegakan hukum di wilayah laut Indonesia. Penandatangan kerja sama itu dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) di Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur. Ada tiga poin yang dikerjasamakan, mulai dari pembinaan terhadap nelayan hingga penegakan hukum terhadap kapal asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia. MoU ini sangat penting dilakukan untuk mencapai visi misi kemaritiman Presiden Joko Widodo. Perjanjian ini menjadi pilar utama untuk kemakmuran dan kesejahteraan di dalam bidang kelautan.
12. Integritas Pelayanan Publik KKP di atas Nilai Standar Minimal KPK
Pada Tahun 2014 TIDAK ADA UNIT PELAYANAN PUBLIK di KKP yang nilainya di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK yaitu 6,0.
KPK melaksanakan survei integritas sektor publik dengan tujuan untuk: (1) mengetahui nilai integritas, indikator dan sub-indikator integritas dalam layanan publik, (2) melakukan pengukuran ilmiah terhadap tingkat korupsi dan faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi di lembaga layanan publik dengan melakukan wawancara secara langsung kepada pengguna layanan publik, (3) memberikan masukan bagi instansi pelayanan publik untuk mempersiapkan upaya pencegahan korupsi yang efektif pada wilayah atau layanan yang rentan terjadi korupsi. Terkait pelaksanaan survei tersebut, maka Itjen KKP telah melaksanakan kegiatan audit dan evaluasi pelayanan publik sebagai upaya menertibkan dan membenahi unit-unit pelayanan publik di KKP. Hasil dari upaya tersebut adalah TIDAK ADA UNIT PELAYANAN PUBLIK di KKP yang nilainya di bawah standar minimal yang ditetapkan KPK yaitu 6,0. Hal tersebut sungguh menggembirakan dan secara umum, Indeks Integritas Unit Layanan di Kementerian/Lembaga pada 2014 mencapai 7,22, di atas standar minimal yang ditetapkan oleh KPK, yakni 6,00. Indeks ini terdiri dari indeks pengalaman integritas dan indeks potensi integritas. Survei Integritas kali ini dilakukan terhadap 40 unit layanan di 20 Kementerian/Lembaga di wilayah Jadebotabek. Hal ini menyesuaikan dengan Rencana Strategis KPK, terutama menyangkut national interest. Sebanyak 1.200 responden survei merupakan pengguna langsung unit layanan. Pengambilan data primer dilakukan melalui proses wawancara tatap muka yang dilaksanakan pada Mei hingga September 2014. Pemilihan Unit Layanan yang disurvei memiliki kriteria; layanan publik pada Kementerian/Lembaga strategis yang menjadi fokus renstra KPK; terkait dengan national interest; serta menyangkut hajat hidup orang banyak. Gambar 42. Hasil Penilaian KPK atas Unit Layanan Publik KKP
KPK dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat mendorong upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan layanan publik. Potret kondisi aktual pelayanan publik terkait dengan transparansi, suap, pungutan liar, gratifikasi, sistem administrasi, perilaku individu, lingkungan kerja dan upaya-upaya pencegahan korupsi ini dilakukan juga dalam upaya meningkatkan efektifitas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK terutama di sektor layanan publik.
144 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
13. Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) Terbaik KKP mendapatkan penghargaan dari KPK sebagai “Kementerian dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) terbaik Tahun 2014“. Penghargaan tersebut merupakan suatu hasil usaha nyata dari KKP dalam upaya Mewujudkan KKP Yang Transparan, Bersih, Melayani Tanpa Korupsi. Dapat dikatakan demikian, mengingat Unit Pengendalian Gratifikasi baru ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 26 Juni 2014.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 145
Gambar 43. Hasil Penilaian KPK atas Unit Layanan Publik KKP
KKP mendapatkan penghargaan dari KPK sebagai “Kementerian dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) terbaik Tahun 2014“.
Setelah melakukan Penandatanganan Komitmen Penerapan Pengendalian Gratifikasi pada tanggal 27 Maret 2014yang lalu, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan Ketua KPK, KKP telah membuat Permen KP No. 27/2014 tanggal 26 Juni 2014 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dalam waktu 6 bulan setelah terbitnya Kepmen KP No. 31/2014 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi KKP, UPG KKP telah melakukan sosialisasi peraturan tersebut pada 10 Unit Eselon I lingkup KKP, membuat website UPG dengan alamat www.upg.kkp.go.id dengan aplikasi pelaporan secara on-line untuk seluruh pegawai lingkup KKP termasuk keluarga inti. Dan sejak bulan Juni sampai dengan November 2014 telah terdapat 49 laporan terkait gratifikasi, yang terdiri dari 44 laporan penerimaan gratifikasi dan 5 laporan penolakan gratifikasi. Dengan diterimanya penghargaan tersebut diharapkan dapat mengingatkan kembali kepada seluruh pegawai lingkup KKP agar dapat lebih mengetahui, memahami peraturan terkait gratifikasi serta menolak memberikan dan menerima gratifikasi dan melaporkan kepada UPG KKP. Untuk UPG KKP lebih agar dapat meningkatkan kinerjanya untuk mewujutkan KKP Yang Transparan, Bersih, Melayani Tanpa Korupsi.
146 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 147
Permasalahan/kendala dalam pelaksanaan program/kegiatan selama tahun 2014 menjadi fungsi umpan balik memberi masukan dalam menyusun rencana program/kegiatan ke KKP depan.
Beberapa permasalahan yang menjadi faktor kendala dalam pencapaian target dan sasaran program/kegiatan di tahun 2014, antara lain adalah: (1). Penyediaan dan distribusi induk unggul dan benih berkualitas masih terbatas, terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan sebagai akibat dari limbah budidaya maupun limbah lainnya, serta adanya ancaman penyakit baik dari dalam maupun dari luar negeri. (2). Masih tingginya biaya transportasi dan logistik, khususnya dari wilayah Indonesia timur ke Indonesia barat; (3). Tingginya tarif bea masuk produk Indonesia ke pasar luar negeri seperti dengan Uni Eropa untuk komoditas tuna hal ini karena tidak adanya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa. Ini mengakibatkan daya saing produk Indonesia menjadi lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam dan Filipina; (4). Masih adanya praktek IUU fishing; (5). Kendala iklim dan cuaca yang turut mempengaruhi musim sehingga pelaksanaan kegiatan seperti usaha penangkapan, budidaya dan garam rakyat harus menyesuaikan dengan kondisi yang tepat sehingga produksi perikanan tidak sepanjang waktu dan dengan kondisi yang sesuai. (6). Dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan baik yang berbasis penangkapan maupun budidaya masih kurangnya dukungan lintas sektor yang optimal serta komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan master plan. (7). Sarana dan prasarana yang telah dibangun atau disediakan di berbagai daerah seperti pelabuhan perikanan, balai benih ikan, eskavator maupun sarana pengawas masih belum optimal pemanfaatannya karena lemahnya lembaga pengelolaan. (8). Akses permodalan ke perbankan yang masih terbatas bagi para pelaku usaha kelautan dan perikanan. (9). Sistem e-procurement yang dilakukan oleh unit layanan pengadaan (ULP) di daerah menjadi kendala percepatan pelaksanaan kegiatan karena SDM pengadaan barang dan jasa belum memahami sistem pengadaan secara elektronik, dan pada umumnya proyek atau kegiatan besar dengan anggaran yang besar lebih didahulukan, sehingga menyebabkan keterlambatan proses pelaksanaan kegiatan. (10). Berapa program yang didanai dari PHLN tidak dapat terealisasi dengan optimal khususnya Pinjaman Luar Negeri karena kendala admisnitratif yakni keterlambatan revisi karena refocusing dan menunggu terbitnya Peraturan Dirjen Perbendaharaan tentang Tata Cara Penarikan Dana Pinjaman.
(1). Pembinaan penerapan CPIB pada unit pembenihan, pengembangan jaringan distribusi benih, optimalisasi peranan UPT/ UPTD dalam penyediaan induk dan benih, serta pengembangan bibit rumput laut. Pembinaan dan pendampingan dalam upaya pencegahan penyakit, termasuk penerapan biosecurity, penguatan POSIKANDU dan Early Warning System serta rehabilitasi lingkungan sentra produksi perikanan budidaya (2). Pengembangan manajemen logistik yang baik, salah satu diantaranya adalah melalui Sistem Logistik Ikan Nasional; (3). Peningkatan daya saing produk Indonesia melalui diplomasi pemasaran luar negeri untuk menurunkan tarif bea masuk produk Indonesia ke pasar luar negeri; (4). Koordinasi yang baik antara berbagai pihak seperti Bakamla, TNI AL, POLAIR, dll untuk mengatasi praktek IUU fishing; (5). Meningkatkan koordinasi lintas sektor sangat diperlukan untuk bersama-sama melakukan pembangunan sarana/prasarana di lokasi minapolitan, misalnya dengan Kementerian PU, Kementerian ESDM, Perbankan serta Pemda. (6). Koordinasi secara intensif dengan satker Daerah dan ULP dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan dan mendorong Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pengadaan barang dan jasa; (7). Meningkatkan koordinasi dan integrasi pelaksanaan program kerja dan kegiatan antara pusat, daerah dan instansi lintas sektoral secara intensif dan berkelanjutan agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik; (8). Pendampingan akses permodalan, sertifikasi tanah nelayan/lahan budidaya untuk mempermudah jaminan, penguatan investasi, usaha dan fasilitasi permodalan pelaku usaha skala kecil dan skala besar serta peningkatan promosi usaha. (9). Mendorong Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kab/ Kota untuk melaksanakan kegiatan dan anggaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan; (10). Melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kab/Kota serta Unit Kerja lingkup KKP untuk secara periodik melakukan rekonsiliasi data dan menyampaikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan.
Selanjutnya upaya tindak lanjut yang dilakukan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain adalah :
148 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 149
150 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 151
Tantangan Pembangunan KP Tahun 2015 Upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, menjadi tantangan besar untuk pembangunan kelautan dan perikanan ke depan. Laut dan wilayah kepulauan kita harus dijadikan sebagai perekat persatuan dan kesatuan NKRI, ide pengembangan tol laut tentunya merupakan suatu terobosan untuk penguatan kedaulatan NKRI dan pengembangan Sistem Logistik Nasional, sehingga ketimpangan dan disparitas antar wilayah akan berkurang. Mewujudkan poros maritim dunia mempunyai arti penting yaitu pemanfaatan laut untuk
kedaulatan, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi.
Selain tantangan terkait IUU Fishing, tantangan pembangunan KP adalah peningkatan daya saing perekonomian, yang didukung dengan pengembangan SDM dan IPTEK, serta menggali kembali budaya bahari.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka membangun kedaulatan politik, dilakukan melalui penegakkan hukum di laut dengan memerangi aktivitas IUU fishing. KKP telah melakukan beberapa upaya dalam rangka penanganan illegal fishing diantaranya moratorium izin baru dan perpanjangan penangkapan ikan, pemberlakuan larangan transhipment (pemindahan muatan) perikanan di tengah laut, penyempurnaan sistem perizinan usaha perikanan tangkap, modernisasi sistem data dan informasi perikanan, penertiban penggunaan vessel monitoring system (VMS), pembentukan tim Satuan Tugas IUU Fishing. Kegiatan perikanan liar masih akan menjadi ancaman serius bagi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia di masa mendatang. Kondisi tersebut dipicu pula oleh adanya perkembangan perikanan global saat ini dimana beberapa negara mengalami penurunan stok ikan, tingginya permintaan produk perikanan, serta pengurangan armada kapal penangkapan ikan oleh beberapa negara akibat pembatasan pemberian izin penangkapan. Di sisi lain, kemampuan pengawasan SDKP di Indonesia masih terbatas dan adanya kebijakan pemanfaatan perairan Indonesia sangat terbuka (open access). Selain tantangan terkait dengan IUU Fishing, tantangan selanjutnya adalah peningkatan daya saing perekonomian, yang didukung dengan pengembangan SDM dan IPTEK, serta menggali kembali budaya bahari menjadi prioritas. Pengembangan ekonomi maritim mencakup pengembangan industri perikanan, industri garam, pertambangan dan energi, wisata bahari, perhubungan laut, bioteknologi kelautan dan pengembangan jasa-jasa maritim. Kesejahteraan pelaku usaha perikanan (budidaya, penangkapan, pengolahan dan pemasaran) merupakan salah satu pilar penting dalam peningkatan daya saing bangsa di era perdagangan bebas serta penerapan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Namun, kondisi kesejahteraan para nelayan dan pelaku usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan pendapatan yang diperolehnya masih sangat terbatas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun 2013 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 28,07 juta orang, dimana 25,14% diperkirakan tinggal di wilayah pesisir. Kondisi ini menggambarkan tentang kondisi
152 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
sebagian pelaku usaha perikanan Indonesia yang masih terbelenggu oleh kemiskinan yang merupakan persoalan kompleks dan bersifat multidimensional sehingga membutuhkan pendekatan komprehensif untuk menyelesaikannya. Dalam pengembangan perikanan budidaya, masih dihadapkan pada permasalahan implementasi kebijakan tata ruang dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terbatasnya prasarana saluran irigasi, terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk dan benih unggul, dan serangan hama dan penyakit ikan/udang, serta adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas lingkungan perikanan budidaya. Dengan potensi luas pengembangan usaha budidaya perikanan sekitar 12.545.072 ha, yang terdiri dari tambak, kolam, perairan umum, mina-padi dan budidaya laut, baru dimanfaatkan sekitar 1.125.548 ha atau sekitar 6,34 %. Berdasarkan data tingkat pemanfaatan tersebut, pengembangan usaha budidaya perikanan masih sangat rendah bila dibandingkan dengan potensi lahan yang ada. Indonesia juga masih menghadapi beberapa kondisi yang belum sepenuhnya dapat mendukung untuk memenuhi persyaratan mutu produk ekspor hasil perikanan yang semakin ketat dari negara-negara mitra dagang, terutama seperti Uni Eropa, Tiongkok, Rusia, Kanada, Korea Selatan, Vietnam dan Norwegia. Disamping itu, aspek sangat mendasar yang mempengaruhi lemahnya daya saing dan produktivitas adalah kualitas SDM dan kelembagaannya. Saat ini jumlah SDM yang bergantung pada kegiatan usaha kelautan dan perikanan sangat besar, namun pengetahuan, keterampilan, penguasaan teknologi dan aksesibilitas terhadap infrastruktur dan informasi masih minim dan tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, terutama di wilayah kepulauan. Dalam rangka pengembangan usaha, tantangan utama yang dihadapi adalah masih adanya keterbatasan dukungan permodalan usaha dari pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya kepada para nelayan/pembudidaya. Dalam kaitan ini, nelayan/pembudidaya ikan masih mengalami kesulitan mengakses dana bantuan permodalan atau kredit akibat terkendala oleh pemenuhan persyaratan prosedural perbankan. Aktivitas pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, baik yang berada di daratan, wilayah pesisir, maupun lautan, tidak dapat terlepas dari keberadaan potensi bencana alam dampak perubahan iklim yang dapat terjadi di wilayah Indonesia. Bencana alam dan perubahan iklim dapat berdampak serius terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, seperti kenaikan muka air laut (sea level rise) yang dapat menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil dan sebagian wilayah/lahan budidaya di wilayah pesisir, intrusi air laut ke daratan, peningkatan dan perubahan intensitas cuaca ekstrim (badai, siklon, banjir) yang berpengaruh terhadap kegiatan penangkapan dan
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 153
budidaya ikan, serta kerusakan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, penyiapan kapasitas masyarakat untuk melakukan berbagai upaya mitigasi bencana masih sangat diperlukan
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. (7). Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik. (8). Melakukan revolusi karakter bangsa. (9). Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Untuk mengoptimalkan pembangunan kelautan dan perikanan memerlukan sinergitas dan koordinasi antar sektor terkait, mencakup urusan kedaulatan/yuridiksi nasional, urusan pengembangan ekonomi (perhubungan laut, perikanan, energi dan sumber daya mineral, ekonomi kreatif dan pariwisata dan urusan ekonomi lainnya), urusan lingkungan hidup dan urusan pendidikan/budaya serta urusan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan.
Dari 9 agenda prioritas tersebut di atas, KKP terkait dengan agenda prioritas nasional ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat KP dan kelestarian sumber daya KP. Dalam rangka mendukung pencapaian agenda prioritas nasional tersebut, arah kebijakan pembangunan KP tahun 2015 difokuskan untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, mengembangkan kompetensi SDM dan IPTEK inovatif serta membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel.
Arah Kebijakan dan Target Kinerja KKP Tahun 2015
Rencana Pembangunan KP Tahun 2015 mengacu pada RPJMN 2015-2019, Renstra KKP 2015-2019 yang merupakan penjabaran Visi Misi, Program Aksi Presiden/ Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla serta berpedoman pada RPJPN 2005-2025.
Rencana Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2015 mengacu pada Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Rancangan Rencana Strategis KKP 2015-2019 yang merupakan penjabaran dari Visi Misi, Program Aksi Presiden/Wakil Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Arah kebijakan umum dalam Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut: (1). Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (2). Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam yang berkelanjutan. (3). Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. (4). Peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan perubahan iklim. (5). Penyiapan landasan pembangunan yang kokoh. (6). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. (7). Mengembangkan dan memeratakan pembangunan daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dijabarkan dalam 9 agenda prioritas nasional yaitu: (1). Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. (2). Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. (3). Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. (4). Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. (5). Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. (6). Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
154 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Pilar pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019: Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan; Meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan; Mengembangkan kompetensi SDM dan iptek inovatif; dan Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel.
Sejalan dengan arah kebijakan pembangunan nasional 2015-2019, 4 (empat) pilar pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019 diarahkan untuk : (1). Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan Isu pembangunan global dalam beberapa dekade ke depan antara lain mewujudkan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan. Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan secara global akan turut memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan pembangunan kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan tidak akan dilakukan secara eksploitatif dan destruktif, melainkan mengedepankan penerapan prinsip-prinsip dasar pembangunan yang bertumpu pada kelestarian lingkungan (sustainable development) dan penegakan hukum secara terpadu dan efektif. (2). Meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan Daya saing bangsa merupakan salah satu kunci sukses guna memenangkan persaingan antar negara pada era perdagangan bebas. Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 akan menjadi tonggak penting kebangkitan bangsa Indonesia sebagai negara maritim guna memainkan peran yang lebih menentukan dalam pembangunan ekonomi di kawasan. Berkitan dengan hal tersebut, upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat domestik maupun internasional terhadap produk kelautan dan perikanan yang bermutu akan berdampak besar bagi keberlanjutan pembangunan KP, baik pada aspek ekonomi, politik, sosial, maupun lingkungan.
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 155
Dalam melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, KKP pada tahun 2015 melaksanakan 10 program pembangunan
(3). Mengembangkan kompetensi SDM dan iptek inovatif Pembangunan kelautan dan perikanan merupakan upaya terencana guna mewujudkan perubahan kondisi kehidupan yang lebih baik pada masyarakat kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (human centered development) akan meningkatkan profesionalisme dan integritas SDM KP dalam menerapkan hasil-hasil Iptek inovatif bagi kesejahteraan masyarakat KP secara keseluruhan.
(2). Meningkatnya pengelolaan SDKP secara berkelanjutan. Customer Perspective (1). Meningkatnya produksi, usaha dan investasi bidang KP (2). Meningkatnya produk KP yang dikembangkan dan dipasarkan di dalam dan luar negeri. (3). Tersedianya kebijakan pembangunan KP yang implementatif. (4). Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan SDKP yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel Pembangunan kelautan dan perikanan yang berwawasan good governance akan mampu mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi institusi yang adaptif terhadap perubahan dinamika lingkungan strategis, inovatif, memiliki integritas tinggi, serta mampu memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. KKP akan memiliki kapasitas organisasi yang mumpuni dalam menerapan prinsip dan nilai dasar pemerintahan yang terbuka dan bersinergis dengan pemangku kepentingannya (open governance partnership), serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pembangunan kelautan dan perikanan.
Internal Process Perspective Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan SDKP secara efektif dan terpadu.
Untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan, tahun 2015 KKP melaksanakan 10 Program Pembangunan KP yaitu: (1). Program Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Tangkap. (2). Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Budidaya. (3). Program Peningkatan Daya Saing Usaha dan Produk Kelautan dan Perikanan. (4). Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. (5). Program Pengawasan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. (6). Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. (7). Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan. (8). Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan. (9). Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP. (10). Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP. Sasaran Strategis Pembangunan KP Tahun 2015, terbagi menjadi 4 perspektif yaitu: Stakeholder Perspective (1). Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
156 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Learning and Growth Perspective (1). Tersedianya ASN KKP yang kompeten dan profesional. (2). Tersedianya informasi yang valid, handal dan mudah diakses. (3). Terwujudnya reformasi birokrasi. (4). Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien. Sasaran strategis dan target kinerja tahun 2015 yang akan dicapai oleh KKP sebagai berikut : Tabel 48. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja KKP Tahun 2015 No.
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
Target
Stakeholder Perspective SS 1 Meningkatnya Kesejahteraan Masyarakat KP 1.
Nilai Indeks Kesejahteraan Masyakatat KP
47
2.
Pertumbuhan PDB Perikanan (%)
7,00
SS2. Meningkatnya Pengelolaan SDKP yang Berkelanjutan 3.
Jumlah WPP yang terpetakan potensi sumberdaya KP untuk pengembangan ekonomi kelautan yang berkelanjutan (WPP)
3
4.
Jumlah WPP yang menerapkan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP)
2
5.
Jumlah Kawasan Konservasi periaran, pesisir, dan ppk yang meningkat efektivitas pengelolaannya (kawasan)
17
6.
Presentase jumlah jenis penyakit ikan karantina yang dicegah penyebarannya antar zona (%)
80
7.
Jumlah Kawasan Pesisir Rusak yang pulih kembali
50
Customer Perspective SS 3. Meningkatnya Produksi, Usaha dan Investasi Bidang KP 8.
Produksi perikanan (juta ton)
24,12
9.
Volume produk olahan hasil perikanan ( juta ton)
5,6
10.
Produksi garam rakyat (juta ton)
3,3
11.
Nilai investasi bidang KP (Rp. triliun)
46,85
12.
Jumlah kredit yang disalurkan (Rp. miliar)
850
13.
Jumlah SDMKP yang bersertifikat kompetensi (orang)
21.250
14.
Jumlah tenaga kerja baru bidang KP (orang)
300.000
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 157
15.
Jumlah pulau-pulau kecil terluar (PPKT) yang difasilitasi pengembangan ekonominya (pulau)
15
SS 4. Meningkatnya Produk KP yang dikembangkan dan dipasarkan di Dalam dan Luar Negeri 16.
Konsumsi ikan (kg/kap/thn)
40,9
17.
Nilai ekspor hasil perikanan (USD miliar)
5,86
18.
Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra (kasus)
< 10
19.
Jumlah produk dan jasa kelautan yang dikembangkan (buah)
3
20.
Jumlah kawasan wisata bahari yang dikembangkan
15
SS5. Tersedianya kebijakan pembangunan KP yang implementatif 21.
Indeks efektivitas kebijakan pemerintah
7
22.
Jumlah hasil litbang KP yang diadopsi oleh Masyarakat dan Industri (buah)
18
SS 6 . Terselenggaranya tata kelola pemanfaatan SDKP yang berdaya saing dan berkelanjutan 23.
Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan unit pembenihan lainnya yang bersertifikat (unit)
465
24.
Unit pembudidaya ikan yang bersertifikat CBIB (unit)
8.800
25.
Jumlah Sertifikat Kelayakan Pengolahan bagi UPI (SKP)
500
26.
Utilitas UPI (%)
76%
27.
Sertifikat penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat HACCP) di Unit Pengolahan Ikan
1.130
28.
Sertifikai kesehatan ikan ekspor dan domestik yang memenuhi standar
248.500
29.
Jumlah WPP yang terkelola sesuai rencana pengelolaan perikanan (RPP) (WPP)
2
30.
Jumlah kelompok yang disuluh mendukung tata kelola pemanfaatan sumber daya KP yang berdaya saing dan berkelanjutan
52.770
Jumlah lokasi kawasan strategis nasional/tertentu yang memiliki dokumen rencana zonasi
46
31.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2015 KKP akan fokus melaksanakan kegiatan strategis yang dapat menjawab isu aktual yang berkembang yang memerlukan penanganan segera, diantaranya adalah: (1). Pemberantasan IUU Fishing. (2). Pengembangan Iklim Usaha Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan. (3). Pengembangan Iklim Usaha Perikanan Budidaya yang Berkelanjutan. (4). Pengembangan Industri Pasca Panen dan Jaringan Pemasaran yang Terpadu. (5). Penguatan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Kawasan Konservasi. (6). Swasembada Garam Industri pada Tahun 2017. (7). Penguatan peran Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan. (8). Pengembangan Kapasitas SDM KP.
Internal Process Perspective SS 7. Terselenggaranya pengendalian dan pengawasan SDKP secara efektif dan terpadu 32.
Persentase kepatuhan pelaku usaha KP terhadap ketentuan peraturan perundangundangan (%)
32
33.
Persentasi cakupan WPP NRI yang diawasi dari IUU fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (11 WPP NRI)
33
34.
Persentasi penyakit ikan eksotik yang dicegah masuk kedalam wilayah RI (%)
34
Learning and Growth Perspective SS 8. Tersedianya ASN KKP yang kompeten dan profesional 35.
Indeks Kesenjangan Kompetensi Eselon II dan III
<15%
SS 9. Tersedianya informasi yang valid, handal dan mudah diakses 36.
Indeks pemanfaatan informasi KP berbasis IT (%)
> 75%
SS 10. Terwujudnya Reformasi Birokrasi 37.
Indeks RB KKP
BB
38.
Nilai/Skor SAKIP KKP
A
39.
Indeks integritas Pelayanan Publik KKP
8
40.
Jumlah Unit Kerja berstatus Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WNNM)
8
SS 11. Terkelolanya anggaran pembangunan secara efisien 41.
Opini atas Laporan Keuangan KKP
WTP
42.
Nilai efisisensi anggaran
5-10 %
158 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015
Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015 159
160 Refleksi Pembangunan Kelautan Dan Perikanan Tahun 2014 Dan Outlook Tahun 2015