Refleksi 2013 dan Outlook 2014
iii
iv
SAMBUTAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penyusunan ”Refleksi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2013 dan Outlook Tahun 2014” dapat diselesaikan. Buku ini merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam melaksanakan berbagai kewajiban pembangunan nasional, serta sebagai bentuk pertanggungjawaban kementerian dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam kaitan terselenggaranya good governance.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pembangunan Kelautan dan Perikanan dibingkai dalam kerangka pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-environment yang menekankan pada pendayagunaan sumber daya kelautan dan perikanan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan terpeliharanya daya dukung ekosistem perairan dan sumber daya hayati secara seimbang merupakan bagian dari Program Kerja Nasional yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014. Melalui buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran hasil kerja yang telah dicapai serta perkembangan pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan yang telah dilaksanakan di bidang kelautan dan perikanan sepanjang tahun 2013. Sangat disadari bahwa buku ini masih belum secara sempurna menyajikan akuntabilitas seperti yang diharapkan, namun setidaknya masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan dapat memperoleh gambaran tentang hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah ditelakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Berkat dukungan dan kerja keras dari seluruh jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013 dapat mencapai kemajuan yang cukup berarti. Hal ini menjadi modal dasar untuk lebih mengembangkan pembangunan kelautan dan perikanan di masa datang, sehingga sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus disampaikan kepada semua pihak atas tenaga dan pikirannya sehingga buku ini dapat disusun dan diterbitkan. Jakarta, Desember 2013 Menteri Kelautan dan Perikanan
Sharif C. Sutardjo
v
KATA PENGANTAR
Buku ini menampilkan berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013, hasil yang telah dicapai dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan. Semoga melalui buku Refleksi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2013 dan Outlook Tahun 2014 dapat memberikan gambaran awal terhadap hasil-hasil yang telah diraih serta kendala dan hambatan yang masih perlu ditangani serta garis besar fokus pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 sebagai kelanjutan tahun 2013. Jakarta, Desember 2013 Sekretaris Jenderal
Sjarief Widjaja
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Tahun 2013 penuh dengan tantangan bagi perekonomian Indonesia, terutama disebabkan dampak krisis dan pelemahan ekonomi global. Sehingga upaya menjadikan subsektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu prime mover perekonomian nasional mendapat tantangan tersendiri. Namun demikian, melalui upaya kerja keras bersama, kita dapat melalui tahun yang sulit tersebut dengan sejumlah pencapaian yang patut dibanggakan. Ketahanan subsektor kelautan dan perikanan dalam percaturan perekonomian nasional serta dalam merespons gejolak dan ketidakpastian perekonomian global terlihat cukup baik. Dengan rata-rata pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dalam sektor pertanian secara umum maupun dibanding pertumbuhan nasional pada tahun 2013, telah menunjukan bahwa sektor kelautan dan perikanan merupakan sektor yang cukup tangguh. Kebijakan minapolitan dan industrialisasi juga telah mendorong sinergi pembangunan antar sektor dan memacu berkembangnya ekonomi kreatif dan membuka akses permodalan bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan.
vi
DAFTAR ISI Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan
hal. iv
Kata Pengantar
hal. v
Daftar Isi
hal. vi
hal.
hal.
5
1
Pendahuluan
Program Kerja dan Anggaran Tahun 2013
hal.
Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2013
hal.
31
Capaian Kinerja Kegiatan Prioritas Nasional
hal.
Capaian KKP Lainnya
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
hal. Permasalahan
87
dan Tindak Lanjut
hal. Outlook Pembangunan
91
hal. Penutup
95
Kelautan dan Perikanan Tahun 2014
51
11
vii
"Agar nelayan bisa lepas dari hutang, sehingga diharapkan tidak ada kesenjangan lagi di masyarakat pantai ini."
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Presiden SBY saat melakukan peninjauan ke Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Puger, Kab. Jember, Provinsi Jawa Timur (31/7/2013)
viii
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Wakil Presiden Boediono mengapresiasi peningkatan peringkat yang dialami Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Predikat A dalam penyerahan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Terbaik Tahun 2013
Kementerian Kelautan dan Perikanan memperoleh Predikat “A” atas Penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2013 (2/12/2013)
ix
"Laporan keuangan merupakan cerminan kinerja Kementerian/Lembaga. Untuk itu, KKP berupaya meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan dengan cara memperbaiki Sistem Pengendalian Internal, sistem teknologi informasi, meningkatkan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia," tegas Menteri KP Sharif C. Sutardjo,
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Kementerian Kelautan dan Perikanan memperoleh opini hasil audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa keuangan (BPK), atas Laporan Keuangan KKP Tahun 2012 (11/7/2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014 x
1 Pendahuluan
2
PENDAHULUAN
K
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
ementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan dengan empat pilar pembangunan yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan) serta pro-environment (pemulihan dan pelestarian lingkungan) dan mendorong investasi di bidang kelautan dan perikanan (pro-business). Sebagai acuan arah pembangunan kelautan dan perikanan adalah dokumen Perencanaan Strategis (Renstra) pembangunan jangka menengah 2010-2014. Dalam dokumen perencanaan strategis tersebut diantaranya memuat target indikator kinerja yang diurai per tahun serta rencana alokasi pembiayaannya sebagai penjabaran dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Dalam kaitan tersebut, pada Rencana Kerja (Renja) 2013, KKP berupaya memenuhi harapan masyarakat agar upaya peningkatan usaha dan pemberdayaan para nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya terus menjadi perhatian dan dapat ditingkatkan. Hal tersebut sangat diperlukan dalam rangka memperkuat kemampuan, membangun kemandirian dan meningkatkan daya saing pelaku pembangunan kelautan dan perikanan untuk ikut berkontribusi mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi nasional. Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013 masih difokuskan pada peningkatan produksi, pengembangan kawasan minapolitan, perlindungan usaha serta kesempatan berusaha bagi nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan dan perikanan lainnya, melalui penerapan strategi industrialisasi kelautan dan perikanan. Hal ini diwujudkan dalam pelaksanaan beberapa kegiatan misalnya pembangunan infrastruktur kelautan dan perikanan, penyediaan sarana dan prasarana produksi, akses permodalan, sertifikasi hak atas tanah, bantuan operasi melaut dan lain sebagainya. Pemerintah secara nyata telah berupaya membangun berbagai pola pemberdayaan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan serta bantuan langsung masyarakat lainnya yang telah diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam kaitan dengan penyediaan modal bagi kelompok usaha mikro dan kecil, KKP juga telah memfasilitasi akses kredit usaha bagi masyarakat kelautan dan perikanan melalui kerja sama dengan pihak perbankan.
3 Seiring dengan hal di atas, langkah-langkah yang juga penting ditangani adalah bagaimana kendala dalam membangun kelautan dan perikanan secara bertahap dan sistematis dapat diatasi dan pada saat yang sama kita memberikan perhatian dan komitmen yang lebih besar lagi kepada sektor kelautan dan perikanan. Disadari bahwa pembangunan kelautan dan perikanan masih banyak menghadapi kendala dan permasalahan, baik yang bersifat teknis internal maupun makro struktural.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Selanjutnya mengingat peran sektor kelautan dan perikanan sangat strategis pada pembangunan nasional, KKP berupaya untuk terus menjalin koordinasi, sinergi dan integrasi dengan kegiatan perekonomian lainnya. Oleh karena itu, capaian pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan sepanjang tahun 2013 ini perlu disusun dalam suatu laporan yang dapat menggambarkan hasil-hasil yang telah diraih serta kendala dan hambatan yang masih perlu ditangani serta garis besar fokus pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 sebagai kelanjutan tahun 2013. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat tetap optimis dengan masa depan bangsa bila pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan ini dapat dikelola dan dimanfaatkan secara arif dan dengan azas atau prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan.
2 Program Kerja
dan Anggaran Tahun 2013
6
A. Program Kerja Tahun 2013 Rencana Kerja KKP tahun 2013 yang melandasi pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan merupakan bagian dari pelaksanaan RPJMN 2010-2014, dimana tahun 2013 merupakan tahun ke-4 pelaksanaan RPJMN dengan tema “Memperkuat Perekonomian Domestik Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat”. Dalam RPJMN 2010-2014, KKP berkontribusi pada 5 (lima) prioritas dari 11 (sebelas) Prioritas Nasional yakni: 1)Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; 2)Penanggulangan Kemiskinan; 3)Ketahanan Pangan; 4)Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; serta 5)Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Terdapat 10 (sepuluh) program dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan di dalam APBN KKP tahun 2013 yaitu: 1)
Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap Tujuan program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap adalah meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dan kesejahteraan nelayan berbasis pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan, dengan sasaran peningkatan produksi perikanan tangkap (volume dan nilai), peningkatan pendapatan nelayan, dan peningkatan Nilai Tukar Nelayan (NTN).
2)
Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya Tujuan program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya adalah meningkatkan produksi perikanan budidaya, dengan sasaran peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil perikanan budidaya (volume dan nilai).
3)
Program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Tujuan program Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan adalah mewujudkan produk perikanan prima yang berdaya saing di pasar domestik dan internasional, dengan sasaran peningkatan nilai ekspor hasil perikanan, peningkatan volume produk olahan, peningkatan rata-rata konsumsi ikan nasional, peningkatan nilai produk non konsumsi pada tingkat pedagang besar, dan peningkatan nilai investasi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.
4)
Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tujuan program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah mewujudkan tertatanya dan dimanfaatkannya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari, dengan sasaran antara lain peningkatan luas Kawasan Konservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan, pengembangan pengelolaan pulau-pulau kecil, dan jumlah produksi garam.
5)
Program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Tujuan program Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan adalah meningkatnya ketaatan dan ketertiban dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dengan sasaran perairan Indonesia bebas illegal fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
6)
Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan Tujuan program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan ini adalah menyiapkan ilmu, pengetahuan dan teknologi sebagai basis kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran diadopsi dan dimanfaatkannya Iptek hasil penelitian dan pengembangan oleh para pemangku kepentingan.
7)
Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Tujuan program Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kelautan dan Perikanan adalah meningkatkan kualitas SDM kelautan dan perikanan dengan sasaran meningkatnya kompetensi SDM kelautan dan perikanan.
8)
Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Tujuan program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan adalah melindungi kelestarian sumber daya hayati perikanan dan kelautan dari Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) serta menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan nasional dengan sasaran meningkatnya persentase media pembawa yang memenuhi sistem jaminan kesehatan ikan melalui sertifikasi kesehatan ikan ekspor, impor dan antar area, menurunnya jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra, dan meningkatnya jumlah sertifikasi penerapan sistem jaminan mutu (sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point/ HACCP) di Unit Pengolahan Ikan (UPI) sebagai persyaratan ekspor.
9)
Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP Tujuan program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP adalah meningkatkan efektivitas peran pengawasan internal dengan sasaran program peningkatan kinerja dan akuntabilitas Aparatur KKP, terwujudnya Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang efektif di KKP, dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.
10) Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP Tujuan program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP adalah meningkatkan pembinaan dan koordinasi penyelenggaraan pembangunan kelautan dan perikanan dengan sasaran terwujudnya Reformasi Birokrasi di KKP, kualitas akuntabilitas kinerja dan pengelolaan keuangan KKP.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
7
8
B. Anggaran Pembangunan Tahun 2013 Anggaran yang dialokasikan untuk pelaksaanaan program pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013 sebesar Rp7,01 triliun yang terdiri dari rupiah murni Rp6,61 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp53,18 miliar, Pinjaman Luar Negeri Rp338,42 dan Hibah Luar Negeri Rp10,82 miliar. Selain itu untuk mendukung program pembangunan kelautan dan perikanan di daerah, pada tahun 2013 KKP mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp1,812 triliun yang dialokasikan ke 32 Provinsi dan 445 kab/kota. Realisasi sementara anggaran KKP tahun 2013 sebesar Rp6,46 triliun atau mencapai 92,19% (tidak termasuk droploan sebesar Rp152,90 miliar dari kegiatan pembangunan kapal pengawas). Sedangkan sisa anggaran umumnya disebabkan oleh kegiatan yang bersumber dari kegiatan yang dibiayai dari PHLN, gagal lelang dan sisa kontrak pelaksanaan kegiatan lainnya. Tabel 1. Alokasi Anggaran menurut Unit Kerja Eselon I KKP dan Alokasi Belanja Tahun 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
No.
Unit Kerja
Pagu (Rp. 000)
1
SEKRETARIAT JENDERAL
626.301.633.000
2
INSPEKTORAT JENDERAL
59.118.512.000
3
DITJEN PERIKANAN TANGKAP
1.810.755.293.000
4
DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA
1.247.663.865.000
5
DITJEN PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
6
DITJEN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN
653.736.995.000
7
DITJEN KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
706.340.514.000
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
564.970.466.000
8
9
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
491.304.782.000
BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN
303.698.139.000
10
Total
549.043.645.000
7.012.933.844.000
9
Gambar 1. Alokasi Belanja KKP Tahun 2013
10%
17%
Belanja Bantuan Sosial
11%
Belanja Pegawai
62%
Belanja Modal
Belanja Barang
Tabel 2. Realisasi Anggaran berdasarkan Program Lingkup KKP Tahun 2013*)
1
Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksana Tugas Teknis Lainnya KKP
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp) *)
%
626.301.633.000
563.348.635.278 89,95
59.118.512.000
58.515.408.549 98,98
2
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP
3
Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap
1.810.755.293.000
1.643.048.567.868 90,74
4
Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya
1.247.663.865.000
1.148.859.152.520 91,08
5
Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
549.043.645.000
481.962.318.906 87,78
6
Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan
653.736.995.000
633.905.581.743 96.76
7
Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
706.340.514.000
672.256.025.569 95.17
8
Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan
564.970.466.000
491.710.584.811 87,03
9
Pengembangan Sumber Daya Manusia KP
491.304.782.000
474.338.600.176 96.55
10
Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan
303.698.139.000
296.956.268.652 97,78
7.012.933.844.000
6.464.901.144.271 92.19
Jumlah Belanja
*) Data sementara
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
No
11
Kinerja Utama Tahun 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
3 Capaian Indikator
12 Berdasarkan Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014, Indikator Kinerja Utama (IKU) KKP terdiri dari 9 (sembilan) indikator utama. Capaian kinerja pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2013 secara lengkap disajikan pada tabel berikut: Tabel 3. Capaian IKU KKP Tahun 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
No
Indikator Kinerja Utama
1
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan (%/thn)
2
Target 2013
Realisasi*
%
7,00
6,45**
93
Produksi Perikanan (juta ton)
17,49
19,56
112
• Perikanan tangkap
5,862
5,862
100
• Perikanan budidaya
11,63
13,70
117
Garam rakyat
0,545
1,041
191
110
104,84
95
35,14
35,62
101
4,5
4,16
92
< 10
<10
100
3,6 juta ha;
3,647 juta ha
101
500 ribu ha
689 ribu ha
138
3
Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan
4
Tingkat Konsumsi Ikan Dalam Negeri (kg/kapita/thn)
5
Nilai Ekspor Komoditas Perikanan (US$ miliar)
6
Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra (kasus)
7
• Luas Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang dikelola secara berkelanjutan (ha) • Jumlah penambahan kawasan konservasi perairan (ha)
8
Jumlah pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau terluar yang dikelola (pulau)
60
62
103
9
Wilayah Perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (%)
41
46,35
113
Keterangan : *) Angka Sementara Desember 2013
>100 (Sesuai atau melebihi target)
**) Data s.d. Triwulan III Tahun 2013
<100 (Dibawah target)
13 1)
Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan
Kekuatan ekonomi perikanan dicerminkan dari PDB Perikanan yang memiliki peran strategis dalam memberikan sumbangan terhadap PDB nasional. Pertumbuhan PDB Perikanan dari tahun ke tahun selalu meningkat, hal tersebut menggambarkan bahwa kemampuan sumber daya perikanan patut menjadi pertimbangan untuk diperhitungkan dalam perekonomian nasional. Dalam periode 2010-2013, capaian pertumbuhan PDB Perikanan selalu berada di atas PDB Pertanian dan PDB Nasional dan merupakan rata-rata tertinggi dalam empat tahun terakhir dalam kelompok Pertanian secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian secara umum, maupun pada PDB Nasional. Pada tahun 2013, sampai dengan data triwulan III yang dirilis BPS, pertumbuhan PDB Perikanan mencapai 6,45%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012 sampai triwulan III (year-on-year), nilai PDB Perikanan naik sebesar 6,42%, yakni dari Rp42,8 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp45,4 triliun pada tahun 2013. Melihat trend pertumbuhan setiap triwulan pada tahun lalu, diperkirakan sampai akhir triwulan IV tahun 2013, pertumbuhan PDB Perikanan akan naik dari triwulan III. Gambar 2. Grafik Pertumbuhan PDB Perikanan Tahun 2013 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0
-‐
7.0 6.2
6.5
6.0
6.2
3.4
3.0 PDB Perikanan
2010
6.5
2011
4.0
PDB Pertanian 2012
6.45 5.82 3.27 PDB Nasional 2013*)
Gambar 2. Grafik Pertumbuhan PDB Perikanan Tahun 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
14 2)
Produksi Perikanan
Produksi perikanan tahun 2013 berasal dari kegiatan penangkapan dan budidaya mencapai 19,56 juta ton. Dari total produksi tersebut, perikanan budidaya menyumbang 71,52% sedangkan perikanan tangkap menyumbang sebesar 28,48%. Laju pertumbuhan rata-rata produksi perikanan sejak tahun 2010 mencapai 18,94% per tahun, dimana pertumbuhan produksi perikanan budidaya sebesar 29,99% per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan perikanan tangkap yang hanya sebesar 2,90% per tahun. Perkembangan volume produksi perikanan selama tahun 2010-2013 sebagaimana tabel berikut. Tabel 4. Volume Produksi Perikanan Tahun 2010-2013 Satuan : Ton
2010
2011
2012
2013*)
Kenaikan Rata-rata (%)
Total
11,662,342
13,643,234
15,504,747
19,565,539
18.94
Perikanan Tangkap
5,384,418
5,714,271
5,829,194
5,862,170
2.90
• Perikanan Laut
5,039,446
5,345,729
5 435 633
5,457,590
2.72
Rincian
Tahun
• Perairan Umum
344,972
368,542
393 561
404,580
5.47
Perikanan Budidaya
6,277,924
7,928,963
9,675,553
13,703,369
29.99
• Budidaya Laut
3,514,702
4,605,827
5 769 737
7,749,338
30.21
• Budidaya Payau
1,416,038
1,602,748
1 756 799
2,323,626
18.35
• Budidaya Tawar
1,347,184
1,720,388
2,149,016
3,630,406
40.52
Ket : *)
= Angka sementara
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 3. Grafik Produksi Perikanan Tahun 2013
15 Capaian jumlah produksi perikanan tangkap Tahun 2013 sebesar 5,862 juta ton atau 100% dari target sebesar 5,862 juta ton. Capaian produksi terdiri dari produksi perikanan tangkap di laut sebesar 5,46 juta ton (93,10%) dan perairan umum daratan sebesar 404.580 ton (6,90%). Saat ini upaya pengelolaan penangkapan ikan di laut lebih diarahkan pada pengendalian dan penataan faktor produksi untuk menghasilkan pemanfaatan yang berkesinambungan. Meskipun demikian, peningkatan produksi perikanan tangkap masih dapat dilakukan di perairan umum daratan melalui pengembangan Culture Based Fisheries (perikanan tangkap berbasis budidaya). Pertumbuhan penangkapan ikan di laut disamping dibatasi karena faktor tingkat pemanfaatan yang sudah mendekati Maximum Economic Yield (MEY), juga dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim. Meningkatnya data produksi perikanan tangkap, pada dasarnya didorong oleh semakin tertib dan berkualitasnya pendataan statistik perikanan, disamping beberapa kegiatan dalam rangka pemulihan sumber daya ikan dan lingkungannya melalui pemacuan stok dan rumah ikan serta program lain yang mendukung peningkatan upaya penangkapan seperti pengembangan sarana dan prasarana penangkapan ikan. Sementara itu produksi perikanan budidaya tahun 2013 mencapai 13,70 juta ton, kontribusi terbesar berasal dari budidaya air laut yang mencapai 56,55% dari total produksi, diikuti oleh hasil budidaya air tawar sebesar 26,49% dan budidaya air payau yang mencapai 16,96%. Tabel 5. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Tahun 2013*) Satuan : Ton
Komoditas
Target
Realisasi
% Pencapaian
1
Udang
608.000
619.400
101,88
2
Bandeng
700.000
667.116
95,30
3
Patin
750.000
972.778
129,70
4
Nila
1.200.000
1.110.810
92,57
5
Kerapu
11.000
14.400
130,91
6
Kakap
7.000
7.504
107,20
7
Mas
500.000
340.863
68,17
8
Lele
700.000
758.455
108,35
9
Gurame
125.000
86.773
69,42
10
Rumput Laut
6.500.000
8.181.654
125,87
11
Lainnya
531.122
943.616
177,66
11.632.122
13.703.369
117,81
Total Ket : *)
= Angka sementara
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
No
16
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Capaian produksi untuk budidaya air laut mencapai 7,75 juta ton. Produksi komoditas budidaya laut didominasi oleh rumput laut, yang diikuti oleh kakap dan kerapu. Produksi rumput laut mencapai 8,18 juta ton atau 125,87% dari target. Beberapa hal yang mendasari tingginya pencapaian komoditas ini karena budidaya rumput laut mempunyai masa pemeliharaan yang cukup singkat yaitu 45 hari sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat serta cara budidaya yang mudah. Keuntungan lainnya adalah modal kerja yang relatif kecil (hanya + Rp 6 juta), penggunaan teknologi yang relatif sederhana, dan peluang pasar yang masih terbuka lebar mengingat rumput laut merupakan bahan baku untuk beberapa industri, seperti biofuel, agar-agar, karaginan, kosmetik, obatobatan dan lain-lain. Produksi ikan kakap tahun 2013 mencapai 7.504 ton 107,20% dari yang ditargetkan sedangkan produksi kerapu mampu mencapai 14 ribu ton atau 130,91% dari target. Pencapaian produksi yang cukup baik ini distimulus dengan adanya (i) penyediaan benih bermutu di Unit Pelaksana Teknis dan unit-unit pembenihan skala rumah tangga (HSRT), (ii) penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) di masyarakat, serta (iii) jaminan harga pemasaran yang cukup baik. Capaian sementara produksi untuk jenis budidaya payau pada tahun 2013 mencapai 2,32 juta ton. Capaian produksi udang sebesar 619 ribu, yang salah satunya merupakan dampak dari industrialisasi udang melalui kegiatan demfarm yang dilaksanakan pada akhir tahun 2012 dengan seluas 1.000 ha di lima kabupaten yaitu Indramayu (126 ha), Subang (360 ha), Karawang (60 ha), Cirebon (245 ha) dan Serang (209 ha). Pengembangan produksi udang juga dilakukan dengan serangkaian kegiatan lainnya yaitu (i) sosialisasi dan koordinasi dengan stakeholder dan Pemda mengenai industrialisasi; (ii) koordinasi dan kerja sama lintas Eselon I KKP ataupun dengan Pemerintah Daerah; dan (iii) menjalin perjanjian kerja sama dalam pengembangan tambak dengan Kementerian Pekerjaan Umum dalam pembangunan jalan produksi dan perbaikan saluran air, dengan Badan Pertanahan Nasional dalam rangka sertifikasi lahan usaha budidaya, dengan Perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI dan Mandiri Syariah) dalam mendukung pembiayaan usaha perikanan budidaya, dan kerjasama dengan Perusahaan Listrik Negara dalam penyediaan listrik di kawasan perikanan budidaya serta dengan TNI dalam rangka pengamanan lokasi demfarm. Selain itu meningkatnya nilai ekspor udang Indonesia yang dinyatakan bebas Early Mortality Syndrome (EMS) atau Acute Hepatopancreatic Necrosis Syndrome (AHPNS), mendorong petambak untuk meningkatkan produksi udangnya. Produksi bandeng sebesar 667 ribu ton juga didukung oleh kegiatan industrialisasi bandeng yang dimulai pada akhir tahun 2012 dengan kegiatan demfarm seluas 500 ha di 6 Kabupaten yaitu Serang (75 ha), Tangerang (100 ha), Karawang (75 ha), Subang (100 ha), Indramayu (50 ha), dan Cirebon (100 ha). Capaian produksi sementara tahun 2013 untuk budidaya air tawar mencapai 3,63 juta ton. Produksi nila memberikan kontribusi terbesar sebanyak 1,1 juta ton, atau mencapai 92,57% dari target tahunan produksi nila. Kontribusi kedua terbesar untuk produksi perikanan air tawar adalah patin yang mencapai 972 ribu ton, dan mampu memenuhi target tahunan sebesar 129,70%. Produksi lele memberikan kontribusi sebesar 758,46 ribu ton dan telah mencapai 108,35% dari target. Sementara itu, produksi ikan mas memberikan kontribuszi sebesar 340,86 ribu ton, namun belum mampu mencapai target tahunan yaitu hanya mencapai 68,17%. Begitu pula dengan produksi ikan Gurame yang belum mencapai target yaitu 69,42% atau hanya 86,77 ribu ton.
17 Produksi ikan lainnya seperti sidat, gabus, toman, jelawat, betutu, mujair, sepat siam mencapai 943,62 ribu ton atau 177,66%. Khusus produksi sidat cenderung akan terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan juga ekspor. Hal tersebut didukung oleh tumbuhnya perusahaan budidaya sidat dengan modal asing yang menghasilkan sampai produk siap saji berupa “kobayaki”. Volume produk olahan hasil perikanan tahun 2013 ditargetkan mencapai 5 juta ton. Sampai dengan triwulan III tahun 2013 volume produk olahan hasil perikanan mencapai 4,1 juta ton, atau setara dengan capaian 82% dan diperkirakan target volume produk olahan hasil perikanan dapat tercapai, yakni 5 juta ton, atau tercapai 100% dari target yang telah ditetapkan. Dengan demikian, produk olahan hasil perikanan dalam kurun waktu setahun terakhir akan meningkat sebesar 3,51%, yakni dari 4,83 juta ton pada tahun 2012 menjadi 5 juta ton pada tahun 2013. Sama halnya dengan pertumbuhan pada periode tahun 2013 dengan tahun sebelumnya, selama kurun waktu 4 tahun terakhir, perkembangan produk olahan hasil perikanan meningkat rata-rata sebesar 6,01% per tahun. Tabel 6. Produksi Olahan, 2010-2013 Rincian Volume (Juta Ton)
Pertumbuhan (%)
2010
2011
2012
2013
2010-2013
2012-2013
4,20
4,58
4,83
5,00
6,01
3,51
= Angka sementara
Capaian produk olahan hasil perikanan sangat ditentukan oleh banyak faktor, seperti volume produksi perikanan tangkap dan budidaya serta keberadaan unit pengolahan ikan. Pertumbuhan produk olahan hasil perikanan juga tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan, seperti fasilitasi sarana dan prasarana sistem rantai dingin dan alat pengolahan untuk menjaga kualitas bahan baku, menjamin stok dan untuk meningkatkan nilai tambah. Hal ini signifikan, sebab apabila bahan baku tidak bagus maka pertumbuhan produk olahan hasil perikanan tidak tercapai. Disamping itu, juga telah diupayakan pengembangan produk olahan secara terus menerus ke arah diversifikasi produk olahan hasil perikanan. Selanjutnya dilakukan juga peningkatan sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan melalui kegiatan pembinaan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) berdasarkan konsepsi HACCP dan penerapan traceability di (UPI), yang tidak hanya ditujukan bagi para pelaku usaha, namun juga pelatihan terhadap petugas mutu yang ada di daerah melalui kegiatan apresiasi pembina mutu daerah. Untuk dapat meningkatkan utilitas serta kapasitas produksi, baik bagi industri pengolahan hasil perikanan skala besar maupun UMKM, perlu didukung dengan penyediaan bahan baku yang memadai. Disamping itu untuk industri pengolahan hasil perikanan skala kecil masih tergantung kepada pasokan bahan baku, baik dari penangkapan maupun pembudidaya. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, pada musim dan daerah
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Ket : *)
Tahun
18 tertentu, tambahan pasokan bahan baku diperoleh melalui importasi. Berbagai upaya dilakukan melalui fasilitasi pertemuan antara pelaku usaha pengolahan dengan nelayan atau pembudidaya, serta kebijakan terkait usaha perikanan tangkap yang mewajibkan pelaku usaha penangkapan baik asing atau swasta nasional untuk membangun atau bekerja sama dengan unit pengolahan hasil perikanan di dalam negeri, sehingga diharapkan industri pengolahan hasil perikanan, baik skala besar maupun UMKM, dapat terpenuhi kebutuhan bahan bakunya dan meningkat utilitasnya. Dalam rangka meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, maka pembinaan terhadap UPI dalam penerapan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP), Good Manufacturing Practices (GMP) dan HACCP terus dilakukan. Hasil dari pembinaan tersebut, diharapkan UPI minimal dapat memenuhi persyaratan dasar kelayakan pengolahan, yang dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP). Kelayakan dasar UPI merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan daya saing produk perikanan. Untuk produksi garam pada tahun 2013, swasembada garam konsumsi berhasil dicapai kembali, sehingga Indonesia tidak mengimpor garam konsumsi karena terdapat surplus garam konsumsi sebesar 0,52 juta ton. Seiring keberhasilan tersebut, KKP terus berupaya untuk meningkatkan kualitas garam, salah satunya dengan penerapan Teknologi Ulir Filter (TUF) yang menghasilkan garam yang lebih bersih, putih dan kandungan NaCl mencapai 97,4% dengan capaian 120 ton/ha.
Tabel 7. Neraca Garam Nasional Tahun 2013 URAIAN Pasokan tahun 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
• Sisa produksi tahun 2012
TON 1.961.308,49 641.700,95
• Produksi tahun 2013
1.319.607,54
> Petambak PUGAR
1.041.472,55
> Petambak NON PUGAR
122.134,99
> PT. Garam
156.000,00
Kebutuhan Garam Konsumsi Surplus
1.440.000,00 521.308,49
19 3)
Nilai Tukar Nelayan
Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima nelayan/pembudidaya ikan (It) dengan Indeks harga yg dibayar/dikeluarkan oleh nelayan/pembudidaya (Ib), untuk konsumsi rumah tangganya dan keperluan dalam memproduksi produk perikanan. NTN tersebut mencakup gabungan dua usaha perikanan yaitu penangkapan dan pembudidayaan ikan. NTN merupakan salah satu IKU dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan yang dilaksanakan oleh KKP. NTN dapat dijadikan sebagai indikator dini dalam rangka penetapan kebijakan terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan nelayan/pembudidaya ikan karena data NTN dapat disajikan bulanan berdasarkan hasil pemantauan terhadap harga-harga di tingkat nelayan/pembudidaya ikan dan hargaharga yang dibayar nelayan/pembudidaya ikan untuk memenuhi keperluan rumah tangganya dan proses produksinya.
Berdasarkan hasil perhitungan BPS tahun 2013, rata-rata nilai NTN sebesar 104,84. Nilai tertinggi pada tahun 2013 terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 105,50. Dibandingkan dengan Nilai Tukar Petani (NTP), NTN/NTPi masih berada di atas NTP. Fluktuasi NTN/ NTPi salah satunya dipengaruhi faktor cuaca, indeks konsumsi rumah tangga dan indeks biaya produksi, serta kenaikan inflasi. Mulai November, perhitungan NTN tidak lagi menggunakan tahun dasar 2007 untuk perbandingan harga komponen pengeluaran melainkan menggunakan tahun dasar 2012 sehingga NTN mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun demikian nilai NTN secara rata-rata dan bulanan masih di atas 100, artinya nelayan masih dapat menyimpan hasil pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan hidup sehari-harinya.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 4. Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan Tahun 2013
20 4)
Tingkat Konsumsi Ikan Dalam Negeri
Pada tahun 2013, capaian rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional diperkirakan sebesar 35,62 kg/kapita, atau tercapai 101% dari target yang telah ditetapkan. Sedangkan pada periode 4 tahun terakhir (2010-2013), rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional meningkat rata-rata sebesar 5,33% per tahun, yakni dari 30,48 kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 35,62 kg/kapita pada tahun 2013. Gambar 5. Perkembangan Konsumsi Ikan Tahun 2010-2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pencapaian konsumsi ikan tidak terlepas dari pelaksanaan kegiatan yang mendukung antara lain: a. Pembinaan pasar ikan dalam negeri Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembinaan pasar ikan dalam negeri diantaranya adalah melalui: • Penyebaran buku pedoman Cara Pengelolaan Pasar Ikan yang Baik (CPPIB), banner, dan poster pengelolaan pasar dan Logbook Pasar Ikan di lokasi target, sebagai salah satu acuan dalam pengembangan pasar ikan; • Fasilitasi kerja sama antar pelaku pasar di beberapa lokasi pasar; • Melakukan training of trainee pengelolaan pasar ikan yang baik kepada perwakilan pengelola pasar yang tergabung dalam ASPARINDO serta calon pembina dari 33 Provinsi yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. b. Pengembangan promosi dan kerja sama pemasaran hasil perikanan dalam negeri di 33 Provinsi melalui kegiatan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) di seluruh Indonesia. Kegiatan Gemarikan dilaksanakan melalui safari Gemarikan, keikutsertaan pada pameran produk perikanan, penyelenggaraan festival pindang ikan nusantara,
21 penyebarluasan bahan materi promosi Gemarikan, apresiasi penghargaan Gemarikan, lomba masak serba ikan, promosi melalui media dan elektronik, dan branding produk perikanan. Disamping itu, penguatan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) di pusat dan daerah dan pengembangan kerja sama promosi dengan instansi terkait dapat juga mendukung terwujudnya peningkatan konsumsi ikan. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini semakin terlihat dari diadopsinya kegiatan promosi dan kerja sama pemasaran oleh provinsi dan kab/kota. c. Pengembangan sarana dan prasarana pemasaran hasil perikanan dalam negeri melalui pembangunan dan atau pengadaan sarana dan prasarana pemasaran dalam negeri. Sebagian besar sarana dan prasarana pemasaran yang dibangun atau diadakan adalah los pasar ikan yang memenuhi standard dan peralatan pemasaran. Hal ini untuk merubah citra pasar ikan yang saat ini terkesan kotor, tidak saniter dan higienis sehingga masyarakat mau membeli ikan di pasar. 5)
Nilai Ekspor Hasil Perikanan
Gambar 6. Nilai Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2010-2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pada tahun 2013, KKP telah menargetkan capaian nilai ekspor komoditas perikanan sebesar US$4,5 miliar. Realisasi nilai ekspor komoditas perikanan sampai dengan Desember 2013 tercatat sebesar US$ 4,16 miliar. Ekspor hasil perikanan telah mengarah pada produk bernilai tambah ditandai dengan meningkatnya harga rata-rata produk. Nilai ekspor hasil perikanan tahun 2013 meningkat sebesar 8,9% dibanding dengan tahun 2012, dengan nilai ekspor tertinggi terjadi pada komoditas udang. Terdapat surplus neraca perdagangan sebesar US$3,69 miliar pada tahun 2013. Dalam kurun waktu 20102013 nilai impor dapat dikendalikan dengan baik, impor tahun 2013 sebesar 11,2% dari nilai ekspor (impor 2012 = 10,7% dari nilai ekspor; impor tahun 2011 = 13,9% dari nilai ekspor). Nilai ekspor tahun 2013 belum dapat memenuhi target antara lain disebabkan (a) Terjadi beberapa kasus penolakan ekspor, (b) Semakin ketatnya persyaratan ekspor, (c) Embargo Rusia, serta (d) Kualitas pencatatan data ekspor (daerah perbatasan dan harga).
22
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Ke depan, untuk meningkatkan ekspor hasil perikanan, beberapa upaya akan dilaksanakan oleh KKP antara lain: (1) Penguatan Pusat Informasi Pasar (PinSar-Udang) untuk memfasilitasi efektivitas komunikasi antara pelaku usaha udang dalam rangka peningkatan ekspor; (2) Memperkuat dan meningkatkan efektivitas diplomasi penurunan hambatan tarif dan diseminasi hasil negosiasi penurunan tarif kepada para pelaku usaha/eksportir; (3) Mengefektifkan hasil dokumen implementasi kerja sama dan promosi pemasaran luar negeri produk hasil perikanan dalam rangka mendongrak peningkatan ekspor; (4) Optimalisasi identifikasi dan analisis kebutuhan bahan baku dalam rangka mendukung program industrialisasi, termasuk di dalamnya melakukan penyusunan kebutuhan impor hasil perikanan dan penyampaian pemantauan dan evaluasi hasil perikanan di 6 pintu pemasukan, yaitu Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya, Bali, dan Makassar; (5) Penyediaan informasi pasar luar negeri dan statistik ekspor-impor produk perikanan kepada para pemangku kepentingan perikanan; (6) Melakukan analisis pasar ekspor strategis dengan pemetaan negara yang memiliki potensi sebagai tujuan ekspor baru atau untuk peningkatan ekspor; (7) Melakukan peningkatan kerja sama informasi data dengan INFOFISH; (8) Melakukan pembinaan terhadap eksportir skala UKM; (9) Memfasilitasi pertemuan antara Shrimp Club, Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) dan Komisi Komoditas untuk kesinambungan bahan baku untuk tujuan ekspor.
23 6)
Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Per Negara Mitra
Untuk jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra, capaian di tahun 2013 dengan target ≤10 kasus, terjadi ≤10 kasus atau tingkat capaiannya 100%. Indikator ini dihitung berdasarkan jumlah kasus per negara mitra bukan merupakan jumlah total kasus penolakan ekspor seluruh negara mitra. Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 8. Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2012-2013 Kasus Penolakan 2012
2013
China
0
0
Kanada
2
Vietnam
Negara MItra
Kasus Penolakan 2012
2013
Denmark
0
0
4
Irlandia
0
0
0
0
Yunani
0
0
Rusia
1
4
Portugal
0
0
Korea Selatan
2
3
Austria
0
0
Italia
8
1
Finlandia
0
0
Spanyol
0
1
Swedia
0
0
Prancis
0
1
Cyprus
0
0
Inggris
0
0
Estonia
0
0
Belgia
0
0
Republik Ceko
0
0
Jerman
0
2
Hungaria
0
0
Luxembourg
0
0
Latvia
0
0
Belanda
0
0
Lithuania
0
0
Malta
0
0
Atas terjadinya kasus penolakan ekspor tersebut, KKP telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memberikan peringatan kepada UPI yang melanggar dan membekukan sementara nomor registrasi ekspor UPI tersebut; (2) Pencabutan approval number bagi UPI yang tidak mampu melakukan perbaikan; (3) Pemberian sanksi berupa penghentian sementara kewenangan penandatanganan health certificate; (4) Memberikan peringatan kepada unit kerja Laboratorium Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) yang melanggar dalam penerbitan health certificate.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Negara MItra
24 Strategi tindak lanjut penanganan kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra adalah sebagai berikut: (1) penerapan sertifikasi mutu dan keamanan hasil perikanan secara konsisten dan terintegrasi dari hulu ke hilir (tambak, kapal, supplier, dan UPI); (2) penguatan kapasitas dan integritas inspeksi pada laboratorium pengujian (LPPMHP dan UPT Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM); (3) harmonisasi standar sistem inspeksi dan uji laboratorium dengan negara mitra; (4) pemberlakuan sanksi dan pemberian penghargaan terhadap UPI dalam penerapan HACCP. 7)
Luas Kawasan Konservasi Perairan yang Dikelola
Pengelolaan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan pengelola kawasan konservasi dengan memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya yang ada. Adapun upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi meliputi : koordinasi dan pembinaan, peningkatan infrastruktur, penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), review dan implementasi rencana pengelolaan, sosialisasi, konsultasi publik, peningkatan kapasitas, operasionalisasi lembaga pengelola, rehabilitasi kawasan, evaluasi pengelolaan, pengawasan sumber daya ikan dan sebagainya. Target penambahan luas kawasan konservasi pada tahun 2013 adalah 500.000 ha kawasan konservasi. Capaian penambahan luas kawasan konservasi perairan tahun 2013 seluas 689.945 ha (melampaui target 500.000 ha (138%) sehingga status capaian luas kawasan konservasi perairan tahun 2013 seluas 15.764.210,85 ha. Tabel 9. Luas dan Tipe Kawasan Konservasi Perairan Tahun 2013 No
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
A
B
Jumlah Kawasan
Luas (Ha)
Inisiasi Kemenhut
32
4.694.947,55
Taman Nasional Laut
7
4.043.541,30
Taman Wisata Alam Laut
14
491.248,00
Suaka Margasatwa Laut
5
5.678,25
Cagar Alam Laut
6
154.480,00
Inisiasi KKP dan Pemda
99
11.069.263,30
Taman Nasional Perairan
1
3.521.130,01
Suaka Alam Perairan
3
445.630,00
Taman Wisata Perairan
6
1.541.040,20
Kawasan Konservasi Perairan Daerah
89
5.561.463,09
Jumlah
131
15.764.210,85
Kawasan Konservasi
25 8)
Jumlah Pulau-Pulau Kecil, termasuk Pulau-Pulau Terluar yang Dikelola
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil yang dilaksanakan pada tahun 2013 adalah sebagai berikut: a. Identifikasi dan Pemetaan Potensi Pulau-pulau Kecil Termasuk Pulau Kecil Terluar Sesuai mandat UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pasal 15, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengelola data dan informasi mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu kegiatan pendataan juga diamanahkan dalam Pepres No. 85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional pada Pasal 6, yaitu kewajiban untuk melakukan pengumpulan, pemeliharaan dan pemutakhiran data spasial. Capaian kegiatan Identifikasi Potensi dan Pemetaan untuk tahun 2013 telah dilaksanakan di 62 pulau prioritas. Gambar 7. Publikasi Identifikasi Pulau-pulau Kecil Nusantara
Program adopsi pulau dimaksudkan untuk mengembangkan terobosan kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil melalui penggalangan partisipasi semua pihak, khususnya perguruan tinggi, dunia usaha, dan stakeholders lainnya, dalam mengaktualisasikan potensi pengembangan pulau-pulau kecil di Indonesia. Melalui program ini, mitra kerja sama berkesempatan langsung untuk berkontribusi bagi percepatan pembangunan kelautan, pesisir, dan pulaupulau kecil. Pihak perguruan tinggi berkesempatan untuk mendiseminasikan dan mempraktikkan ilmu dan teknologi yang dimilikinya sebagai wujud pengejawantahan tridharma perguruan tinggi. Masuknya keunggulan teknologi dan kompetensi perguruan tinggi, diharapkan dapat mengakselerasi pengembangan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, yang berimbas pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
b. Program Adopsi Pulau
26
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Tabel 10. Program Adopsi Pulau Tahun 2013 No
Mitra dalam adopsi pulau
Pulau yang diadopsi
Kegiatan unggulan di 2013
1
Universitas Hasanuddin (UNHAS)
Pulau Sebatik
Peningkatan kapasitas IPTEK melalui regenerasi nelayan, KKN, bantuan sarana pengembangan usaha perikanan, bimtek pengelolaan ekosistem PPK
2
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Pulau Subi Kecil dan Pulau Nusakambangan
Bimtek peningkatan ketahanan masyarakat PPK terhadap bencana dan perubahan iklim, kuliah kerja profesi, minawisata pulau-pulau kecil, bantuan sarana pengembangan usaha perikanan, fasilitasi penyusunan rencana zonasi Kab. Cilacap
3
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS)
Pulau Poteran dan Pulau Maratua
Penataan ruang, konservasi kelautan, mitigasi dan rehabilitasi ekosistem, pemberdayaan masyarakat, identifikasi evaluasi
4
Universitas Karimun Kecil Diponegoro (UNDIP)
Penataan ruang dan zonasi, konservasi kawasan dan jenis ikan, mitigasi bencana
5
Universitas Indonesia (UI)
Pulau Alor
Beasiswa pascasarjana kepada 25 PNS, kemitraan, upacara HUT Kemerdekaan RI, pengobatan gratis
6
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Pulau Larat
Praktek lapangan meliputi pengarahan terhadap skenario simulasi tanggap darurat seperti menolong korban bencana untuk ibu hamil, orang tua, anak-anak, dan pemberian pertolongan pertama pada korban. Simulasi tanggap darurat mulai dari pemasangan jalur evakuasi ketempat yang aman hingga ke lokasi pengungsian, pemasangan peta dan papan informasi kegiatan
27 7
Yayasan Kalpatma Pulau Batu Kecil, Bersama dan Kodam Kab. Lampung II Sriwijaya TNI AD Barat
Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan P. Batu Kecil dan perairan di sekitarnya, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi ekosistem dan konservasi kawasan jenis ikan
c. Fasilitasi Penyediaan Infrastruktur Pulau-pulau Kecil Pembangunan inftrastruktur pulau-pulau kecil dilakukan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan mendukung perbaikan kondisi sosial masyarakat pulau. Pada tahun 2013, telah dilakukan berbagai fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pulau-pulau kecil melalui berbagai sumber dana, yaitu APBN pusat, APBN-P dan DAK.
9)
Wilayah Perairan Bebas IUU Fishing dan Kegiatan yang Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Capaian IKU Pengawasan SDKP “Persentase Wilayah Perairan Bebas IUU Fishing dan Kegiatan yang Merusak Lainnya” sebesar 46,35% (113%) dari target yang telah ditetapkan sebesar 41%. Dalam mendukung pelaksanaan pengawasan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI), Jumlah kapal pengawas perikanan yang dimiliki KKP saat ini adalah 27 unit. Kapal-kapal pengawas tersebut ditempatkan di 2 (dua) pangkalan pengawasan yaitu wilayah barat dan wilayah timur. Jumlah kapal yang diperiksa menurun seiring dengan berkurangnya jumlah hari operasi kapal pengawas. Pada tahun 2013, dari 68 kapal yang di ad hoc (Kapal Ikan Indonesia (KII): 24; Kapal Ikan Asing (KIA):44), sebanyak 62 kapal diproses hukum: 3 unit dalam proses pengadilan, 5 unit tahap P-21 dan 54 unit penyerahan tahap II.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 8. Bantuan Desalinasi Air Laut di P. Tuangku - Aceh Singkil
28 Gambar 9. Grafik Kapal Yang Diperiksa Tahun 2013
Selain operasi mandiri yang dilakukan secara rutin, pada tahun 2013 juga telah dilaksanakan: 1. Patroli Terkoordinasi (Patkor) Ausindo dengan Australia dilaksanakan 3 (tiga) kali di perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan Australia dengan hasil pemeriksaan kapal perikanan sebanyak 54 KII, sedangkan patkor Malindo dengan Malaysia dilaksanakan 2 (dua) kali, pada periode I berhasil melakukan pemeriksaan kapal perikanan sebanyak 10 KII, sedangkan periode II saat ini sedang berlangsung.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
2. Operasi bersama dengan Bakorkamla dalam Operasi Gurita : 6 (enam) kali dan Operasi Bersama Sepanjang Tahun (OBST) : 2 (dua) kali dengan kapal perikanan yang diperiksa sebanyak 190 KII dan 6 KIA. Dari kapal-kapal perikanan yang diperiksa tersebut, sebanyak 6 KIA di tangkap karena diindikasikan melakukan pelanggaran. Di samping itu, KKP juga melakukan advokasi bidang hukum perikanan bagi ABK kapalkapal perikanan Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran bidang perikanan di negara-negara lain. Penanganan ABK Indonesia yang diduga melakukan pelanggaran batas wilayah dan menangkap ikan di wilayah perairan negara lain pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 11. Advokasi Nelayan Yang Tertangkap di Luar Negeri Tahun 2013 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6.
LOKASI/ NEGARA MALAYSIA AUSTRALIA (DARWIN) REP. PALAU PAPUA NUGINI TIMOR LESTE INDIA JUMLAH
JUMLAH JUMLAH KAPAL NELAYAN 50 27 2 2 2 2 85
257 157 20 14 14 11 473
STATUS DIBEBASKAN/ DIPULANGKAN (ORANG) 209 155 20 7 14 5 410
BELUM DIBEBASKAN/ DITAHAN (ORANG) 46 1 -‐ 7 -‐ 5 59
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
29
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
30
Sea Trial Kapal Inka Mina 438 di Kab. Buleleng
31
Kegiatan Prioritas Nasional
Sea Trial Kapal Inka Mina 438 di Kab. Buleleng
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
4 Capaian Kinerja
32 A. Pelaksanaan Inpres Percepatan Prioritas Nasional 1. Prioritas Nasional 4: Penanggulangan Kemiskinan Pelaksanaan prioritas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui rencana aksi Peningkatan Integrasi PNPM Penguatan, dimana dalam implementasinya dibagi menjadi kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap (PT), Perikanan Budidaya (PB), Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Tabel 12. Rekapitulasi Pelaksanaan PNPM Mandiri KP Tahun 2013 PNPM Mandiri KP
Jumlah Kelompok Penerima Target
Jangkauan Provinsi
BLM (Rp. miliar)
Kab/Kota
PUMP Perikanan Tangkap
3.000
33
305
300,00
PUMP Perikanan Budidaya
4.000
33
448
260,00
PUMP P 2 H P
1.500
33
244
75,00
PUGAR
3.035
9
43
84,54
PDPT
480
16
22
21,28
TOTAL
12.015
33
448
740,82
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pelaksanaan PUMP-PT pada Tahun 2013 dialokasikan kepada 3.000 KUB yang ditujukan untuk (1) Meningkatkan pendapatan nelayan melalui kegiatan pengembangan usaha nelayan skala kecil di perdesaan; (2) Menumbuhkembangkan kewirausahaan nelayan di perdesaan; (3) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi nelayan menjadi mitra lembaga keuangan dalam rangka akses permodalan. Pemanfaatan BLM PUMP-PT Tahun 2013 sebagian besar untuk sarana dan prasarana sebanyak 95% dengan rincian bahan alat tangkap 49%, Mesin 29%, Perahu 20%, dan alat bantu penangkapan 2%. Gambar 10. Sebaran Pemanfaatan PUMP-PT Tahun 2013
33 Pelaksanaan PUMP-PB tahun 2013 sebesar Rp260 miliar yang terdiri atas 4.000 paket untuk 4.000 Pokdakan (3.700 untuk PUMP reguler dan 300 untuk PUMP Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN), yang tersebar di 33 provinsi dan 448 kabupaten/ kota. Masing-masing pokdakan menerima BLM PUMP-PB sebesar Rp65 juta. Komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah lele yang mencapai 40,16% disusul nila sebesar 23,68% dan rumput laut sebesar 5,84%. Banyaknya penerima PUMP yang memilih budidaya lele dikarenakan masa pemeliharaan lele yang singkat hanya 3 bulan sudah dapat dipanen, cara budidaya yang sederhana dan dapat memanfaatkan lahan yang sempit, serta modal usaha yang tidak terlalu besar.
Kegiatan PUMP-PB telah memberikan dampak antara lain : (i) meningkatnya jumlah pembudidaya (tenaga kerja) dan usaha perikanan budidaya; (ii) meningkatnya produksi perikanan termasuk produktivitas; dan (iii) meningkatnya kemampuan manajemen usaha perikanan budidaya melalui pembinaan, penyuluhan dan pendampingan. Dampak positif lainnya adalah menggerakkan roda perekonomian daerah khususnya di pedesaan yaitu dari peningkatan transaksi ekonomi atau jual beli seperti pembelian bahan peralatan budidaya, benih/bibit ikan, pakan, pupuk, obat – obatan, hasil panen, produk olahan, kebutuhan sehari – hari dan lain - lain. Selain itu, dilihat dari segi kelembagaan kelompok, maka PUMP-PB telah memperkuat kerja sama dan dinamika kelompok serta berkembangnya kemitraan usaha dengan penyedian pakan dan lembaga pembiayaan usaha seperti perbankan. PUMP-PB juga memberikan dampak pada penyerapan tenaga kerja pada sub sektor perikanan budidaya yang mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 116.604 orang selama tahun 2011 – 2013, dengan rincian 30.078 orang tahun 2011; 39.936 orang tahun 2012 dan 46.590 orang pada tahun 2013 yang sebagian besar berasal dari masyarakat yang kurang produktif atau belum memiliki pekerjaan tetap. Apabila dilihat dampak ikutannya dari kegiatan PUMP-PB adalah menambah minat masyarakat untuk melakukan usaha perikanan budidaya, sehingga terjadi penambahan jumlah pembudidaya ikan dan usaha perikanan budidaya diluar penerima PUMP-PB.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 11. Sebaran Pemanfaatan PUMP-PB Tahun 2013
34 Pada tahun 2013, PUMP-P2HP dipergunakan untuk pengembangan usaha 14 jenis usaha, yaitu (1) pengolahan abon ikan; (2) pengolahan kerupuk/snack ikan; (3) pengolahan bakso ikan; (4) pengolahan nugget ikan; (5) pengolahan kaki naga/ekado/siomay; (6) pengolahan sosis ikan; (7) pengolahan dodol/selai/permen/manisan rumput laut; (8) pengolahan bandeng tanpa duri/bandeng presto; (9) pengolahan ikan pindang; (10) pengolahan ikan kering/asin; (11) pengolahan ikan panggang/asap; (12) pengolahan fermentasi hasil perikanan; (13) kerajinan kulit kerang/hasil sampingan perikanan lainnya, dan (14) usaha pemasaran. Target kegiatan PUMP-P2HP adalah tersalurkannya bantuan langsung masyarakat untuk 1.500 Poklahsar. Sampai dengan Desember 2013, bantuan langsung masyarakat telah tersalurkan untuk 1.500 Poklahsar yang tersebar di 244 Kabupaten/Kota pada 33 Provinsi, sehingga target 1.500 Poklahsar dapat tercapai. Adapun penyaluran PUMP-P2HP Tahun 2013 dilakukan dalam empat tahap, tahap pertama sebanyak 341 Poklahsar pada bulan Juni – Juli 2013, tahap kedua sebanyak 593 Poklahsar pada periode bulan Agustus – September 2013, tahap ketiga sebanyak 334 Poklahsar pada periode bulan Oktober – November 2013 dan sisanya tahap keempat sebanyak 232 Poklahsar pada bulan Desember 2013.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 12. Sebaran Pemanfaatan PUMP-P2HP Tahun 2013
35 Melalui dukungan PUGAR sejak tahun 2012, Indonesia telah berhasil memenuhi terget swasembada garam konsumsi. Dengan tercapainya swasembada garam konsumsi, target berikutnya adalah mencapai swasembada garam industri pada tahun 2015. Untuk mewujudkan itu, maka PUGAR tahun 2013 tidak semata untuk mengejar produksi, tetapi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas garam yang dihasilkannya. Sebagai implementasi dari Program Direktif Presiden, telah dilakukan penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana baik produksi dan kualitas, juga telah dilakukan fasilitasi pembangunan gudang-gudang dan Unit Pengolah Garam skala mikro dengan produktivitas 5-40 ton/hari yang telah dibangun di sentra produksi terutama di sentra PUGAR di Kepulauan Madura, Provinsi Jawa Timur. Disamping itu, di Kabupaten Alor, Sumba Timur, TTU dan Kupang, Prov NTT juga dilakukan pemberian bantuan alat packaging garam dalam rangka membantu pengentasan kemiskinan masyarakat berpenghasilan rendah. Terobosan PUGAR dengan Teknologi Ulir Filter (TUF) telah mampu meningkatkan produktivitas garam rakyat hingga 120 ton/ ha dengan hasil garam yang lebih bersih, putih dan kandungan NaCl mencapai 97,4%. Keberhasilan ini telah diaplikasikan di beberapa kabupaten seperi Cirebon, Brebes, Takalar, Bima, Rembang, yang tentunya akan dikembangkan di daerah-daerah lainnya. Permasalahan utama PUGAR 2013 adalah pendeknya masa produksi yang diakibatkan anomali cuaca. Namun demikian, dengan masa produksi 1,5 bulan, PUGAR masih mampu berproduksi sebesar 1.041.472,55 ton. Ditambah dengan produksi dari non-PUGAR tahun ini sebesar 122.134,99 ton dan PT. Garam sebesar 156.000 ton, maka keseluruhan produksi garam nasional tahun 2013 mencapai 1.319.607,54 ton. Dari sisi pemberdayaan, Program PUGAR Tahun 2013 menyentuh 3.521 kelompok meliputi 31.432 anggota. Penyerapan tenaga kerja baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung diperkirakan berjumlah 34.575 orang.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 13. Disain Teknologi Ulir Filter pada Produksi Garam
36 2. Prioritas Nasional 5 : Ketahanan Pangan Pelaksanaan prioritas ketahanan pangan dilaksanakan melalui rencana aksi Pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkapan ikan dan pengawakan kapal perikanan dengan kegiatan berupa pengadaan kapal perikanan INKA MINA >30 GT, pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan, dan pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan. a. Pengadaan Kapal Perikanan INKA MINA Pengadaan kapal perikanan >30 GT merupakan langkah penting dalam upaya restrukturisasi armada nasional. Kebijakan restrukturisasi armada kapal penangkap dengan harapan mewujudkan nasionalisasi, rasionalisasi, modernisasi dan harmonisasi armada pada setiap perairan. KKP pada Tahun 2013 mengadakan 208 unit kapal yang terdiri dari 96 unit kapal melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kab/Kota dan 112 unit kapal melalui anggaran DAK. Hasil evaluasi terhadap kapal Inka Mina tahun 2010-2012 adanya kenaikan pendapatan awak kapal yakni sebelum menerima bantuan kapal Inka Mina pendapatan rata-rata Rp600.000 – Rp800.000 orang/bulan, setelah mendapatkan bantuan kapal Inka Mina mengalami peningkatan pendapatan sebesar Rp2,2 juta- Rp2,4 juta orang/bulan.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 14. Pembangunan Kapal Inka Mina 549 di Prov. Aceh dan Kapal Inka Mina 603 di Prov. Kepri
b. Pembangunan Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Tahun 2013 telah ditargetkan pembangunan/pengembangan pelabuhan perikanan di 35 lokasi, termasuk di daerah lingkar luar dan perbatasan melalui dana TP baik Provinsi maupun Kab./Kota. Sampai bulan Desember 2013, capaian pelaksanaan pembangunan pelabuhan 100% yaitu pengembangan PP/PPI eksisting di 32 lokasi dan Pembangunan PP/PPI baru di 3 lokasi (Danau Mawang, Ogutua, Beba).
37 Tabel 13. Pengembangan Pelabuhan Perikanan Tahun 2013 Nama Pelabuhan
Kabupaten/Provinsi
No
Nama Pelabuhan
Kabupaten/Provinsi
1.
PP Lampulo
Prov. Aceh
19.
PPI Balambang
Kab. Luwu
2.
PP Air Napal
Kab. Bengkulu Utara
20.
PPI Bontobahari
Kab. Maros
3.
PPP Kota Agung
Kab. Tanggamus
21.
PPI Beba
Kab. Takalar
4.
PPP Tasik Agung
Kab. Rembang
22
PPI Pontap
Kota Palopo
5.
PPI Logending
Kab. Kebumen
23
PPI Lero
Kab. Pinrang
6.
PPI Larangan
Kab. Tegal
24
PUD Mawang
7.
PPP Morodemak Kab. Demak
8.
PP Glagah
Prov. DIY
25
PPI Bontobahari
Kab. Bulukumba
9.
PPP Sadeng
Prov. DIY
26
PPI Ogotua
Prov. Sulawesi Tengah
10.
PPP Tamperan
Prov. Jawa Timur
27
PPI Pagimana
Prov. Sulawesi Tengah
11.
PPP Muncar
Prov. Jawa Timur
28
PPI Mangolo
Kab. Kolaka
12.
PPI Sei Kakap
Kab. Kuburaya
29
PPI Inengo
Kab. Bonebolango
13.
PPI Sukadana
Kab. Kayong Utara
30
PPI Tenda
Prov. Gorontalo
Kota Singkawang
31
PPI Gentuma
Kab. Gorontalo Utara
PPI Salajengki
Kab. Gowa
14.
PPI Kuala
15.
PPI Teluk Suak
Kab. Bengkayang
32
PPI Tilamuta
Kab. Boalemo
PPI Selakau
Kab. Sambas
33
PPI Dobo
Prov. Maluku
17.
PPI Kedonganan
Kab. Badung
34
PPP Bacan
Prov. Maluku Utara
18.
PP Teluk Awang
Kab. Lombok Tengah
35
PPI Dulanpokpok
Kab. Fak fak
16.
Gambar 15. Pembangunan Pelabuhan Perikanan Tahun 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
No
38 c. Pengembangan Sistem Produksi Pembudidayaan Ikan Salah satu kegiatan mendukung ketahanan pangan dilakukan melalui penilaian sertifikasi CBIB pada unit budidaya ikan. Tujuan penilaian sebagai upaya untuk untuk memberikan jaminan terhadap unit usaha budidaya yang telah menerapkan CBIB dan produk budidaya yang dihasilkannya aman untuk dikonsumsi. Penilaian dalam rangka sertifikasi dilakukan terhadap upaya pemenuhan persyaratan keamanan pangan hasil pembudidayaan yang meliputi: (i) Pencegahan terhadap pencemaran di setiap tahapan produksi, meliputi antara lain pemilihan lokasi, persiapan lahan, pengelolaan air, penggunaan pakan, obat ikan dan bahan kimia; (ii) Pemenuhan persyaratan sanitasi; (iii) Ketersediaan, kelengkapan dan kemutakhiran dokumen pencatatan/rekaman; dan (iv) Pelatihan terhadap pembudidaya ikan. Penilaian Sertifikasi CBIB dilaksanakan sejak tahun 2007, sejalan dengan terbitnya serangkaian peraturan terkait Sistem Jaminan Mutu dan keamanan Hasil Perikanan, termasuk Kepmen No. 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER/19/ MEN/2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Pengendalian penerapan CBIB pada unit usaha budidaya dilakukan melalui penerapan sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi CBIB telah diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor 141/DJ-PB/2012. Target unit pembudidayaan ikan tersertifikasi dan memenuhi standar CBIB pada tahun 2013 sebanyak 7.000 unit, sampai dengan bulan Desember mencapai 7.100 unit atau 101,43%. 3. Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
a. Pengelolaan Pengelolaan dan Pengembangan Konservasi Kawasan Target penambahan luas kawasan konservasi pada tahun 2013 adalah 500.000 ha kawasan konservasi. Capaian penambahan luas kawasan konservasi perairan tahun 2013 sebesar 689.945 ha (melampaui target 500.000 ha sehingga status capaian luas kawasan konservasi perairan tahun 2013 seluas 15.764.210,85 ha. Pada tahun 2013 KKP memberikan penghargaan E-KKP3K Awards atau Efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya akan menjadi agenda dua tahunan KKP. Anugerah E-KKP3K diberikan kepada pemerintah daerah dan kepala daerah yang konsisten mengembangkan kawasan konservasi perairan. Penghargaan terdiri atas kategori Favorit 1 penghargaan, kategori percontohan 5 penghargaan, dan kategori percepatan 17 penghargaan. Anugerah E-KKP3K 2013 tersebut sebelumnya telah dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada bulan Juni lalu. Penyelenggaraan Anugerah E-KKP3K yang pertama ini, berdasarkan hasil evaluasi belum ada kategori favorit, sehingga sebanyak 6 kabupaten/kota mendapatkan penghargaan kategori percontohan, dan 17 kabupaten/kota mendapatkan penghargaan kategori percepatan. Pada kesempatan tersebut
39 Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) memberikan apresiasi dan penghargaan Anugerah E-KKP3K kepada Kepala Daerah yang kawasan konservasinya telah berjalan cukup baik yaitu Bupati Klungkung, Bupati Raja Ampat, Walikota Sabang, Bupati Alor, Bupati Sukabumi dan Bupati Batang untuk kategori percontohan serta 17 Kategori Percepatan yang penghargaannya diserahkan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penghargaan Khusus diberikan kepada Bupati Kepulauan Anambas atas komitmen dan dukungannya terhadap Taman Wisata Perairan Nasional Kepulauan Anambas. Pada kesempatan tersebut, MKP juga merilis secara resmi Sistem Informasi Mitigasi Bencana dan Adaptasi Lingkungan (SI-MAIL), dan Coastal Community Development Project (CCDP-IFAD) yang merupakan program pembangunan masyarakat pesisir antara KKP dengan The International Fund for Agricultural Development (IFAD). Gambar 16. Penyelenggaraan Anugerah E-KKP3K Tahun 2013
b. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana Dalam rangka menghadapi bencana, KKP menginisiasi Program PDPT yang menitikberatkan aksinya pada coastal community base development dimana partisipasi komunitas desa pesisir dengan pemerintah sebagai fasilitator. Pada tahun 2013 total pelaksana PDPT adalah 22 kabupaten/kota yang terdiri dari 66 desa/kelurahan/nagari. Pencapaian kegiatan PDPT pada tahun 2013 antara lain: tersusunnya 66 dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir/RPDP (48 dokumen review dan 18 dokumen baru), teridentifikasi dan terbentuknya Kelompok Masyarakat Pesisir (KMP), serta tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat melalui pencairan ke rekening setiap KMP di 22 Kabupaten/Kota dengan total nilai Rp21.280.617.000 yang diwujudkan dengan terbangunnya prasarana dan sarana ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan pada tingkat desa seperti tabel berikut:
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
40 Tabel 14. Capaian PDPT Tahun 2013 No.
Pekerjaan
Volume
1.
Jalan
9.500 meter
2.
Sarana Air Bersih
30 unit pompa, 19 titik bor, pipa distribusi 5.020 meter
3.
MCK
339 unit
4.
Rehab Rumah
43 unit
5.
Penanaman vegetasi (mangrove)
347.846 pohon
6.
Pengelolaan Sampah
Mesin biogas 7 unit, kompor biogas 10 unit, tong sampah 50 unit, motor pengangkut 1 unit
7.
Shelter penampungan
5 Unit
8.
Pembuatan Bronjong
Panjang 90 meter
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Salah satu outcome yang dirasakan dari kegiatan PDPT yaitu terciptanya kembali semangat gotong royong masyarakat desa dalam membangun desa serta inisiatif musyawarah untuk mencapai mufakat dalam merencanakan pembangunan dan memecahkan permasalahan di desa yang akhir-akhir ini dirasakan oleh masyarakat sudah mulai luntur. Sikap gotong royong ini juga dimunculkan dalam bentuk swadaya masyarakat pada proses implementasi kegiatan PDPT. Swadaya yang diberikan adalah dalam bentuk tenaga masyarakat, lahan untuk pembangunan fasilitas umum, dan material lainnya yang secara keseluruhan senilai dengan Rp1.203.063.732 atau sekitar 6% dari total dana PDPT yang diperuntukkan bagi pembangunan desa tangguh di 22 kabupaten/kota. Di Kabupaten Cirebon, dukungan yang diberikan PDPT tahun 2013 berupa alat pengangkut dan pengolah sampah digunakan oleh masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangga dan sampah yang ada di pasar desa menjadi biogas. Meskipun belum dilakukan dalam skala besar tetapi upaya ini telah membantu memberikan alternatif bahan bakar murah untuk kebutuhan keluarga disaat bahan bakar semakin mahal harganya. Selain itu, upaya ini juga membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi masalah sampah yang ada di desa bahkan hingga ke tingkat kecamatan.
41 Gambar 17. Kegiatan PDPT 2013; Jalur evakuasi tsunami mendaki bukit di di Kabupaten Pacitan (kiri) dan Infrastruktur pelindung pantai di Kabupaten Cirebon (kanan)
4. Prioritas Nasional : One Map Policy
a. One reference : Informasi Geospasial Tematik (IGT) dibuat dengan mengacu pada Informasi Geospasial Dasar (IGD) sesuai dengan UU No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, sehingga data memiliki sistem koordinat yang sama serta memungkinkan beberapa data dapat diintegrasikan. b. One standard: terdapat satu standar pemetaan IGT yang telah disepakati antar stakeholder dan dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pemetaan, dengan tujuan kesatuan dalam metode pemetaan, pemetaan dapat dilakukan pihak manapun serta efisiensi penyelenggaraan pemetaan. c. One database: terdapat satu basis data IGT yang dibangun dan digunakan secara bersama antar stakeholder, dengan tujuan untuk menghindari duplikasi serta menjaga konsistensi data. d. One geoportal: terdapat suatu sistem aplikasi (biasanya berbasis internet) untuk menampilkan dan menyebarluaskan data ke pengguna, dengan tujuan untuk mempermudah akses pengguna, mengintegrasikan data spasial serta menjadi acuan resmi.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Program one map policy memiliki misi mengintegrasikan seluruh data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan dan keseragaman data selama ini di Indonesia. KKP termasuk kedalam Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut dengan Sub Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, Pulau-pulau Kecil dan Liputan Dasar Laut dengan anggota dari Kementerian/Lembaga terkait lainnya yaitu BIG, Dishidros, Dittopad, P2O-LIPI, KLH, P3GL-ESDM, LAPAN, BPN, BPPT, Kemendagri, Kemenhut, BPS, Kemenhan, UNDIP, IPB, HAPPI, UGM, UNSOED, LPP Mangrove, dan Wetland International. Tujuan adanya One Map adalah gerakan pembangunan informasi geospasial secara partisipatif dan kolaborasi untuk menuju One Reference, One Standard, One Database dan One Geoportal.
42 Capaian One Map Policy pada Tahun 2013, adalah sebagai berikut: 1. IGT Bidang Pulau-pulau Kecil Dokumen “Pedoman Teknis Identifikasi dan Pemetaan Potensi Sumber Daya Pulau-pulau Kecil” yang disusun oleh KKP merupakan salah satu tahapan dalam menetapkan standar dalam pemetaan sumber daya pulau-pulau kecil. Diharapkan pedoman ini dapat memberikan pemahaman yang sama bagi semua stakeholder dalam melakukan pemetaan sumber daya pulau-pulau kecil sehingga menghasilkan kesatuan data dalam pemetaan potensi sumber daya pulau-pulau kecil guna mendukung program one map policy. 2. IGT Bidang Sumber daya Pesisir dan Laut Pedoman teknis pemetaan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau‐pulau kecil yang disusun oleh KKP merupakan salah satu tahapan “one map” dalam mendukung integrasi data spasial pesisir dan pulau-pulau kecil. Pedoman yang berisi standar dalam pemetaan wilayah pesisir dan laut diharapkan dapat menjadi acuan berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L) dan pengguna sehingga target ketersediaan data spasial sumber daya pesisir dan laut yang memiliki keseragaman. 3. IGT Bidang Liputan Dasar Laut Informasi geospasial tematik liputan dasar laut berisi informasi fitur atau kenampakan objek yang menutupi dasar lautan atau samudera baik secara langsung, di kolom air, maupun di permukaan air laut. Guna pengelolaan informasi geospasial tematik liputan dasar laut tersebut maka perlu adanya sistem klasifikasi yang logis dan hirarkis. Untuk mendukung upaya klasifikasi liputan dasar laut yang dapat diterima secara umum, perlu dilakukan koordinasi lintas sektor utamanya K/L yang berkepentingan terhadap data dan informasi geospasial tematik liputan dasar laut.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 18. Contoh Capaian One Map Policy pada Tahun 2013
43 5. Transparansi Informasi dan Layanan Publik di Lingkungan KKP Pelaksanaan Transparansi Informasi dan Layanan Publik di Lingkungan KKP dalam rangka Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi pada tahun 2013 antara lain: a. Sertifikat Kesehatan Ikan Terpenuhinya pelayanan sertifikat kesehatan ikan yang tepat waktu, biaya dan sesuai SOP. b. Sertifikat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Waktu pelayanan SIUP/SIPI/SIKPI tahun 2013 yaitu 6,70 hari dari target 7 hari. c. Rekomendasi pemasukan dan Pengeluaran Obat Ikan, Penerbitan Izin Usaha Obat Ikan, Pendaftaran Nomor Obat Ikan, Surat Keterangan Teknis Pakan Ikan. • Penerbitan Surat Keterangan Pemasukan/Pengeluaran Obat Ikan dalam waktu 3 hari. • Penerbitan Izin Usaha Obat Ikan dalam waktu 14 hari; • Penerbitan Surat Nomor Pendaftaraan Obat Ikan 12 hari; • Penerbitan Surat Keterangan Teknis Impor Pakan dan/atau Bahan Baku Pakan Ikan dalam waktu 7 hari. d. Strategi komunikasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK) melalui sosialisasi dan kampanye budaya anti korupsi dilingkungan internal/ seluruh satker Kementerian Kelautan dan Perikanan.
DIREKTIF PRESIDEN Program Peningkatan Kehidupan Nelayan
Pelaksanaan Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) adalah tindak lanjut direktif presiden untuk percepatan dan perluasan pengentasan kemiskinan melalui Keputusan Presiden No. 10 tahun 2011 tanggal 15 April 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat. Program ini dilaksanakan oleh 12 K/L dengan koordinator Menteri Kelautan dan Perikanan. PKN sebagai bagian dari program Pro-Rakyat memiliki 8 (delapan) menu kegiatan utama yaitu pembuatan rumah sangat murah, pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, diversifikasi usaha pengembangan skema UKM-KUR, pembangunan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), pembangunan cold storage, angkutan umum murah, fasilitas sekolah dan puskesmas, fasilitas bank rakyat. Fokus dari pelaksanaan program PKN adalah berbasis di pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan rumah tangga sasaran (RTS) nelayan miskin (hampir miskin, sangat miskin, miskin dominan). Pelaksanaan program ini akan diimplementasikan di 816 pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan (PPI), dengan rincian 100 PPI (Tahun 2011), 400 PPI (Tahun 2012), 200 PPI (Tahun 2013) dan 116 PPI (Tahun 2014) yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok kegiatan, yaitu individu nelayan, kelompok nelayan dan sarana dan prasarana.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
A.
44 Gambar 19. MKP bersama Menparekraf, Marie Elka Pangestu mencanangkan program PKN desa wisata pesisir di Donggala Sulawesi Tengah sekaligus memberikan bantuan kepada nelayan
Pelaksanaan PKN oleh KKP pada tahun 2013 untuk individu nelayan yaitu Pemberian Sertifikasi Hak atas Tanah Nelayan (SeHAT) sebanyak 18.000 bidang; Pemberian peralatan rantai dingin (95 paket); Penyediaan kapal penangkap ikan >30 GT (75 unit); Penyediaan kapal penangkap ikan 10-15 GT (13 unit); PUMP-PT (2.000 KUB); PUMP-P2HP (567 kelompok); PUMP-PB (300 kelompok); PUGAR (800 kelompok); Konversi BBM ke gas (200 unit); Pendampingan pada kelompok (6.141 nelayan); Pembangunan pabrik Es (25 unit); Pembangunan Cold Storage (16 unit); Pembangunan SPDN (25 unit); Penyediaan angkutan nelayan murah roda roda tiga berinsulasi (25 unit).
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Sedangkan intervensi K/L lain yaitu rumah sangat murah (6.000 unit); listrik murah (10.995 unit); BOS dan beasiswa anak nelayan (1.600 orang); layanan kesehatan (2.100 puskesmas); pengembangan usaha rumput laut (7 provinsi); penyediaan sarana air bersih (166 lokasi). Pelaksanaan PKN di lokasi PPI oleh Kementerian Pekerjaan Umum diantaranya pembangunan bantuan sarana air bersih (SPAM) di 166 lokasi PP/PPI dengan alokasi sebesar Rp166,648 miliar. Pelaksanaan PKN di lokasi PPI oleh Kementerian ESDM semula telah merencanakan program listrik hemat sampai tahun 2013, namun karena pada tahun 2012 belum ada rumah yang selesai dibangun, maka Kementerian ESDM mengalokasikan untuk tahun 2013. Bantuan untuk program listrik hemat dan murah pada tahun 2013 sebesar Rp208,378 triliun yang diperuntukan untuk: a) masyarakat miskin nelayan (terpadu) dengan target 10.995 sambungan di 29 provinsi; b) masyarakat miskin daerah tertinggal (terpadu) dengan target 4.000 sambungan; dan c) non terpadu yang terdiri dari masyarakat miskin nelayan dan masyarakat daerah tertinggal dengan target 80.233 sambungan di 33 provinsi. Pelaksanaan PKN di lokasi PPI oleh Kementerian Koperasi dan UKM diantaranya adalah bantuan pemberdayaan untuk KUKM yaitu sebanyak 35 unit koperasi dengan alokasi anggaran sebesar Rp3,196 miliar yang dipergunakan untuk sarana penangkapan ikan,
45 diklat vocational, diklat perkoperasian, diklat manajerial, diklat kewirausahaan, dan pengembangan usaha budidaya rumput laut. Rencana Pengembangan rumput laut dan pelatihan diadakan di beberapa lokasi seperti Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, dan NTB dengan alokasi anggaran sebesar Rp13,103 miliar. Pelaksanaan PKN di lokasi PPI oleh Kementerian Kesehatan diantaranya adalah kegiatan bantuan kesehatan untuk nelayan berupa Alat Pelindung Diri (APD) berupa kacamata, sarung tangan, jas hujan, pelampung, sepatu boat di 8 Provinsi dan 18 Kab./Kota dengan alokasi anggaran sebesar Rp498.412.000. Alokasi anggaran dalam pelaksanaan program PKN Tahun 2011-2013 yang telah dilakukan oleh K/L anggota PKN adalah sebagai berikut:
No.
Kementerian
1.
Kemenpera
2.
2011
2011
2011
Rp. (000)
Rp. (000)
Rp. (000)
46.025.000
2.078.000.000
4.4646.000.000
Kemendiknas
783.837.836
900.441.581
1.683.403.300
3.
Kemenhub
376.118.573
390.250.000
-
4.
Kemen PU
-
288.000.000
3.108.380.000
5.
Kemen ESDM
-
59.266.000
200.000.000
6.
Kemen Kesehatan
1.087.274.207
1.600.000.000
1.745.100.000
7.
Kemen KUKM
-
-
13.000.000
8.
Kemen PDT
21.000.000
30.000.000
335.045.000
2.314.255.616
5.345.957.581
11.548.928.300
347.820.000
1.170.030.000
651.050.000
2.662.075.616
6.515.987.581
12.199.978.300
Jumlah Lintas Sektor 9.
KKP Jumlah Nasional
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Tabel 15. Alokasi Anggaran lintas K/L dalam mendukung Program PKN Tahun 2011-2013
46 B.
Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam rangka percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan RPJPN 2005–2025 dan melengkapi dokumen perencanaan guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, serta memiliki arah yang jelas, strategi yang tepat, fokus dan terukur. Langkah MP3EI diharapkan dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi dan akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4-7,5% pada periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0% pada periode 2015-2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5% pada periode 2011-2014 menjadi 3,0% pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Dalam MP3EI ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia sebagai ujung tombak percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, yaitu Koridor Ekonomi (KE) Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, serta Papua dan Kepulauan Maluku. Untuk KE Sulawesi, berdasarkan kondisi obyektif yang ada, ditentukan tema pembangunan KE Sulawesi sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan Nasional. Cakupan wilayah KE Sulawesi adalah 6 Provinsi di Pulau Sulawesi yang terdiri dari Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. KE Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial. Pembangunan KE Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pertanian pangan (padi, jagung, kedelai dan ubi kayu), kakao, perikanan dan nikel serta minyak dan gas bumi. Untuk produsen pangan, KE Sulawesi merupakan produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia. Untuk produksi kakao, KE Sulawesi memiliki luas lahan kakao sekitar 838 ribu ha atau 58% dari luas lahan kakao nasional. Terkait dengan kegiatan ekonomi perikanan, KE Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut terbesar di Indonesia. Untuk potensi nikel, Indonesia memiliki 8% cadangan nikel dunia, sedangkan Sulawesi memiliki 50% cadangan nikel di Indonesia. Minyak dan gas bumi di KE Sulawesi memiliki potensi untuk dikembangkan, walaupun apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia potensi yang dimilikinya masih relatif lebih kecil. Selain beberapa potensi utama di atas, KE Sulawesi juga memiliki potensi ekonomi lainnya, diantaranya adalah potensi pengembangan tembaga, besi, biji, makanan, minuman, kelapa sawit, karet, tekstil, perkayuan dan pariwisata. Perkembangan rencana investasi di KE Sulawesi, seiring dilaksanakannya validasi dan inventarisasi terhadap proyek-proyek yang ada mengalami perubahan baik dari sisi jumlah proyek maupun nilai investasinya. Sampai dengan saat ini KE Sulawesi dengan 5 kegiatan ekonomi utamanya, yaitu pertanian pangan, kakao, perikanan, nikel dan migas fokus dilaksanakan
47 di 15 Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Prioritas yaitu KPI Bitung, KPI Manado, KPI Palu, KPI Parigi, KPI Banggai, KPI Morowali, KPI Mamuju-Mamasa, KPI Palipi, KPI Palopo, KPI Pare-Pare, KPI Makassar, KPI Wajo, KPI Kendari, KPI Konawe Utara dan KPI Kolaka. Beberapa proyek yang telah ground breaking sampai tahun 2013 di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai investasi sekitar Rp28.113,5 miliar, diantaranya adalah : 1) Pengembangan industrialisasi perikanan di Bitung Sulawesi Utara; 2) Pengembangan minapolitan di sentra-sentra perikanan di KE Sulawesi; 3) Pengembangan lapangan panas bumi (PLTP) Lahendong unit IV di Tomohon, Sulut; 4) Pembangunan dan pengoperasian kilang LNG Donggi di Sulawesi Tengah; 5) Pembangunan LPG Storage Makassar; 6) Pembangunan PLTU jeneponto, PLTU Pomala, PLTU Kendari dan PLTS Miangas; 7) Perluasan pelabuhan Bitung dan Lirung di Sulawesi Utara dan lanjutan pelabuhan laut Bungkutoko di Sulawesi tenggara, 8) lanjutan pembangunan fasilitasi pelabuhan gorontalo serta lanjutan pembangunan fasilitas pelabuhan laut anggrek di Gorontalo; 9) Pembangunan SPAM Kota Makassar; 10) Pembangunan jaringan backbone nasional (palapa ring) berbasiskan active network sharing, baik jaringan bawah laut maupun terestial yang dapat digunakan bersama di Sulawesi. Dalam perkembangannya pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi setelah dilakukan inventarisasi dan validasi terhadap proyek-proyek yang ada mengalami perubahan dan terdapat 92 proyek usulan baru dengan nilai investasi sekitar Rp44.952,6 miliar, diantaranya untuk 22 kegiatan ekonomi pertanian pangan, 16 kegiatan ekonomi kakao, 14 kegiatan ekonomi perikanan, 1 migas, 18 infrastruktur, 2 kegiatan SDM-IPTEK dan 19 kegiatan ekonomi lainnya. C.
Percepatan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Program yang diluncurkan khusus untuk Provinsi NTT merupakan wujud keprihatinan Presiden SBY terhadap kehidupan dan kondisi masyarakat terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh wilayah Indonesia khususnya di Provinsi NTT. Adapun tujuan dan manfaat program tersebut, diantaranya untuk meningkatkan produksi, mutu hasil tangkapan dan produktivitas nelayan dengan menerapkan teknologi penangkapan ramah lingkungan. Kedua, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Ketiga, meningkatkan daya saing nelayan khususnya dalam memperoleh hasil dari ikan hasil tangkapan. Pelaksanaan Direktif Presiden untuk pembangunan dan pemberian lapangan kerja bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) NTT, KKP melaksanakan beberapa kegiatan yang langsung mendukung program tersebut yaitu Kapal Penangkap Ikan 10 GT sebanyak 13 (tiga belas) unit senilai Rp8,8 miliar, Paket bantuan sarana perikanan tangkap untuk 8 (delapan) Kabupaten/Kota senilai Rp515 juta, PUMP-PB untuk Kabupaten sebanyak
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Dalam upaya mengembangkan sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), KKP memberi bantuan program melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2013 senilai Rp 19 miliar. Bantuan ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut kegiatan Direktif Presiden Tahun 2013 yang dilaksanakan melalui program pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan ekonomi masyarakat kelautan NTT.
48 60 paket senilai Rp3,9 miliar, Bantuan sarana produksi peningkatan diversifikasi usaha bagi wanita nelayan untuk 8 Kabupaten/Kota sebanyak 80 paket senilai Rp2,79 miliar, .796.200.000, Paket bantuan sarana pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk 11 Kabupaten/Kota senilai Rp2.92 miliar dan bantuan pelatihan dan penyuluhan serta pendidikan bagi masyarakat nelayan. Gambar 20. MKP menyerahkan bantuan kepada Nelayan NTT
D.
Program Percepatan Pembangunan Madura
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Dalam rangka percepatan pembangunan Madura, kegiatan yang telah dilakukan oleh KKP pada tahun 2013 antara lain melalui PUGAR berupa kegiatan pengembangan usaha, pengolahan dan pemasaran, pendataan garam sebesar Rp17,20 miliar. Bantuan langsung masyarakat melalui PUMP PT kepada 45 KUB, sebesar Rp4,5 miliar. Sarana penangkapan ikan berupa Pembangunan kapal Inka Mina sebanyak 5 unit, Rp7,5 miliar dan penelitian dan pengembangan garam sebesar Rp1,92 miliar. E.
Greenbelt untuk Mitigasi Tsunami
Greenbelt untuk mitigasi tsunami merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh KKP sebagai tindak lanjut Direktif Presiden tentang Program Shelter Penanganan Bencana sesuai Rancangan Induk Pengurangan Risiko Bencana Gempabumi dan Tsunami. Upaya antisipasi dan mitigasi bencana harus dilakukan secara matang, terencana dan terorganisir, sejalan dengan Direktif Presiden maka upaya mitigasi bencana di pesisir salah satunya dilaksanakan dalam bentuk penanaman vegetasi pantai. Kegiatan greenbelt untuk mitigasi tsunami dilaksanakan di 2 provinsi yaitu pesisir barat Provinsi Sumatera Barat di 6 kabupaten/kota (Kab. Pasaman Barat, Kab. Agam, Kab. Padang Pariaman, Kota
49 Pariaman, Kota Padang dan Kab. Pesisir Selatan), dan di Provinsi Bengkulu 5 kabupaten (Kab. Mukomuko, Kab. Bengkulu Tengah, Kab. Bengkulu Selatan, Kab. Seluma dan Kab. Kaur). Sesuai dengan rekomendasi hasil survei lapangan, Provinsi Sumatera Barat dan Bengkulu menunjukan mayoritas substratnya berupa pasir sehingga direkomendasikan jenis vegetasi pantai yang layak ditanaman salah satunya yaitu tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia L) serta dikombinasikan dengan tanaman sukun, kelapa dan melinjo di beberapa lokasi. Untuk Sumatera Barat, di alokasikan bibit vegetasi pantai sebanyak (58.376) bibit, terdiri atas cemara laut (56.925 bibit) dan sukun (1.451 bibit), yang tersebar di 13 titik lokasi di pesisir Sumatera Barat dengan luas lahan penanaman keseluruhan seluas 525.426,5 m2 (± 53 ha). Sedangkan untuk Bengkulu dialokasikan bibit vegetasi pantai sebanyak 79.238 bibit, terdiri atas cemara laut (78.412 bibit), melinjo (669 bibit) dan kelapa (157 bibit), yang tersebar di 11 titik lokasi di pesisir di Bengkulu dengan luas lahan penanaman keseluruhan 440.894 m2 (± 44 ha). Total luasan untuk kedua provinsi tersebut ± 97 ha yang tersebar di 24 titik lokasi.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 21. Hasil penanaman greenbelt di Kab. Pesisir Selatan (kiri); di Masang Kabupaten Agam (kanan).
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
51
5 Capaian K K P Lainnya
52 A.
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
Pelaksanaan RB di KKP sampai dengan tahun 2013 meliputi: 1. Manajemen Perubahan yakni: Terbentuknya Tim Manajemen Perubahan Lingkup KKP secara berjenjang; Tersusunnya dokumen strategi manajemen perubahan dan manajemen komunikasi; dan Terselenggaranya sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan. 2. Penataan Peraturan Perundangan yakni: Penataan berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan oleh KKP (tersedianya peta per-UU-an lingkup KKP; penataan berbagai peraturan perundangan; terlaksananya regulasi dan deregulasi per-UUan); Penataan dan Penguatan Organisasi; Restrukturisasi pelaksanaan Tugas dan Fungsi Unit KKP, tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja KKP; Penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan Diklat; Terbentuknya unit kerja yang menangani fungsi organisasi, tata laksana, kepegawaian dan Diklat yang mampu mendukung tercapainya tujuan dan sasaran RB). 3. Penataan Tata Laksana yakni: Tersedianya dokumen SOP Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi; dan Tersedianya e-Government pada KKP. 4. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur yakni: Terbangunnya sistem rekruitmen yang terbuka, transparan, akuntabel, dan berbasis kompetensi; Tersedianya uraian jabatan; Tersedianya peringkat jabatan; Tersedianya dokumen standar kompetensi jabatan; Tersedianya peta profil kompetensi jabatan; Tersedianya indikator individu yang terukur; Tersedianya data pegawai yang akurat; dan Terbangunnya sistem dan proses pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
5. Penguatan Pengawasan Internal yakni: Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di KKP; dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah(APIP) sebagai Quality Assurance and Consulting. 6. Penguatan Akuntabilitas Kinerja yakni: Terjadi peningkatan kualitas Laporan Kinerja Pemerintah (LAKIP); Terbangunnya sistem manajemen kinerja organisasi; Tersusunnya IKU KKP; dan Tersusunnya dokumen Balance Scorecard (BSC) untuk peningkatan pengelolaan kinerja. Performance KKP akan diukur atas dasar penilaian atas pencapaian sasaran-sasaran strategis (SS) sebagaimana tertuang pada peta strategi KKP 2013 dan pencapaian insiatif strategis. Melalui pengukuran kinerja dengan metode BSC, diharapkan setiap anggaran yang dibelanjakan dapat terukur penggunaannya dalam mendukung pencapaian visi dan misi. BSC lingkup KKP telah disusun mulai level 0 (Menteri) sampai dengan level staf dan telah dilakukan penandatanganan kontrak kinerja pada tanggal 1 Juli 2013 secara berjenjang. Selain penerapan BSC, upaya yang dilakukan KKP untuk memperbaiki Akuntabilitas Kinerja KKP adalah: 1) Penetapan Pedoman Pengumpulan Data Kinerja melalui
53 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan; 2)Penyempurnaan Kontrak Kinerja Individu melalui penetapan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dengan menambahkan indikator BSC. 3) Penggunaan Teknologi Informasi dalam pengukuran kinerja organisasi melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Monitoring dan Evaluasi Kinerja (SiMeta) dan pengukuran kinerja individu melalui Sistem Informasi Penilaian Kinerja Individu (SiPKINDU). 7. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 8. Monitoring dan Evaluasi, telah tersedianya laporan monitoring, laporan evaluasi tahunan dan lima tahunan.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 22. Dokumentasi Pelaksanaan RB di KKP Tahun 2013
54 Prestasi yang dicapai KKP pada Tahun 2013 terkait dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi antara lain : 1. Penilaian akuntabilitas kinerja : • Laporan keuangan mendapat opini wajar tanpa pengecualian. • Akuntabilitas Kinerja KKP mendapatkan nilai A dengan nilai total 75,54. 2. Penilaian kualitas Pelayanan Publik : • Penilaian integritas KKP oleh KPK: 7,12 (naik dari 6,68 pada tahun 2012). • Penilaian inisiatif anti korupsi oleh KPK: 7,6 (naik dari 7,464 pada tahun 2012). 3. Beberapa penghargaan wirakarya seperti : inovasi teknologi dari Presiden R.I. yang diterima pada 17 Agustus 2013, KKP mendapatkan sertifikat "Gold" dari Green Building Council of Indonesia (GBCI), dimana gedung yang akan dibangun merupakan green building pemerintah kedua setelah Kementerian PU.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 23. KKP memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas laporan keuangan KKP pada 2012, pada tanggal 11 Juli 2013 dan perkembangan penilaian Laporan Keuangan dari tahun 2008
55
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 24. Pemberian penghargaan dari Wapres RI kepada MKP atas Penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dengan Predikat Nilai “A” pada tanggal 2 Desember 2013 dan perkembangan penilaian nilai AKIP KKP dari tahun 2008
56 Gambar 25. Sekjen KKP mewakili KKP menerima sertifikat "Gold" dari Green Building Council of Indonesia (GBCI)
B.
Minapolitan dan Industrialisasi
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Minapolitan telah dijalankan KKP sejak tahun 2010 dalam rangka mengembangkan kawasan ekonomi unggulan menjadi lebih produktif. Sebagai langkah nyata, telah diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 35 Tahun 2013 tentang Penetapan Lokasi Minapolitan, maka telah ditetapkan jumlah Kab./Kota sebagai kawasan minapolitan adalah 179 Kab./Kota pada 33 Provinsi terdiri dari 202 lokasi minapolitan dengan penggerak/kegiatan utama sebanyak 145 perikanan budidaya dan 57 perikanan tangkap. Pada tahun 2013 pelaksanaan Minapolitan bidang perikanan tangkap dilakukan di 57 kawasan dengan jumlah dukungan anggaran sebesar Rp492,494 miliar dan didukung oleh 22 K/L. Keberhasilan Minapolitan di beberapa daerah dengan mengukur capaian indikator-indikator produksi, penyerapan tenaga kerja, pendapatan nelayan dan PDRB pada gambar berikut.
57 Gambar 26. Peta Lokasi Penambahan Industrialisasi Perikanan Tangkap
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 27. Grafik Indikator Industrialisasi Perikanan Tangkap
58 Sejak tahun 2012, KKP telah mendorong dilaksanakannya industrialisasi kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan nilai tambah serta meningkatkan daya saing produk. Industrialisasi perikanan tangkap dilaksanakan di 11 lokasi Pelabuhan Perikanan (PP) percontohan, dengan komoditas Tuna, Tongkol, Cakalang (TTC) di 5 lokasi dan 6 lokasi untuk udang dan ikan pelagis kecil. Pengembangan industrialisasi saat ini diharapkan dapat menjadi model untuk direplikasi di Pelabuhan Perikanan lainnya baik PP yang dikelola pusat maupun PP yang dikelola daerah. Dalam pengembangannya, diharapkan di lokasi-lokasi percontohan tersebut dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dan mengembangkan usahanya di lokasi tersebut. Hasil evaluasi capaian industrialisasi TTC di 5 lokasi yakni PPS Nizham Zahman, PPN Pelabuhan Ratu, PPS Bungus, PPS Bitung dan PPN Ambon menunjukan adanya peningkatan rata-rata produksi TTC pada periode 2011-2013 sebesar 37,25% per tahun, dari 82,50 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 153,39 ribu ton pada tahun 2013. Nilai produksi pada tahun 2013 mencapai Rp3,8 triliun dan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 69.318 orang.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 28. Grafik rata-rata produksi TTC di 5 lokasi percontohan industrialisasi perikanan tangkap
59 Pada tahun 2013 lokasi minapolitan percontohan perikanan budidaya tersebar di 87 Kab/Kota. Gambar 29. Peta Lokasi Pengembangan Minapolitan Percontohan Perikanan Budidaya
Dari kriteria tersebut PERINGKAT A terdapat 11 Kabupaten/Kota yaitu: Aceh Tenggara, Agam, Kampar, Muaro Jambi, Musi Rawas, Indramayu, Bogor, Banjar, Sumbawa, Sumba Timur dan Kota Jayapura. PERINGKAT B terdapat 21 Kabupaten yaitu : Serdang Bedagai, Bintan, OKI, Ogan Ilir, Banyuasin, Pesawaran, Subang, Brebes, Kendal, Pati, Klaten, Banyumas, Banjarnegara, Lamongan, Gresik, Banyuwangi, Blitar, Kapuas, Pangkep, Pinrang dan Takalar. PERINGKAT C terdapat 29 Kabupaten/Kota yaitu : Bireuen, Batanghari, OKU Timur, OKU Selatan, Kota Palembang, Tulang Bawang, Serang, Karawang, Pemalang, Demak, Jepara, Rembang, Boyolali, Gunung Kidul, Tuban, Sumenep, Sambas, Minahasa Utara, Parigi Moutong, Morowali, Donggala, Maros, Jeneponto, Mamuju, Bombana, Kolaka, Klungkung, Lombok Tengah, Sumbawa Barat, Rote Ndao dan Kep. Sula. PERINGKAT D terdapat 22 Kabupaten yaitu : Kuantan Singingi, Bengkulu Utara, Musi Banyuasin, Bangka Selatan, Tangerang, Pandeglang, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo,
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Minapolitan percontohan perikanan budidaya telah dibuatkan suatu kriteria kelas peringkat minapolitan budidaya dengan penjelasan sebagai berikut: A):Persyaratan administrasi lengkap; Koordinasi di tingkat Kab/Kota berjalan baik; Budidaya perikanan berkembang pesat. B):Persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap; Koordinasi di tingkat Kabupaten/Kota berjalan baik; Budidaya perikanan berkembang; C):Persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap; Koordinasi di tingkat Kabupaten/ Kota berjalan; Budidaya perikanan mulai berkembang. D):Persyaratan administrasi lengkap/belum lengkap;Koordinasi di tingkat Kab/Kota berjalan; Budidaya perikanan berjalan.
60 Situbondo, Malang, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai selatan, Penajam Paser Utara, Pohuwato, Bone, Polewali Mandar, Tabanan, Bangli, Seram Bagian Barat, Kep. Morotai, Sorong dan Raja Ampat. Pencapaian kinerja industrialisasi perikanan budidaya pada tahun 2013 sebagai berikut : a. Industrialisasi Udang Kegiatan pokok revitalisasi tambak dalam rangka industrialisasi perikanan adalah: (i) Normalisasi saluran dan rehab tambak di 19 Kab/kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung; (ii) Penyediaan plastik mulsa untuk 27 kab/kota yang berada di Provinsi Jawa Tegah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung; (iii) Penyediaan sarana tambak dalam rangka mendukung MP3EI di 4 kab/kota yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan; (iv) Penyediaan Pos Pelayanan Ikan Terpadu di 29 kab/kota yang berada di Pantura Jawa, Sulawesi Selatan dan Lampung; (v) Pengadaan alat berat untuk 6 kabupaten di Pantura Jawa, Sulawesi Selatan dan Lampung. Tahun 2013, sarana yang disediakan pemerintah meliputi penyediaan pompa, kincir, genset dan plastik mulsa, dengan distribusi sebagaimana pada tabel berikut: Tabel 16. Distribusi Sarana Produksi Tambak untuk Demfarm Industrialisasi Udang Tahun 2013 No
Kabupaten
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Total
Kincir (unit)
Pompa (unit)
Genset (unit)
Mulsa (unit)
8640
540
540
5400
I
Lampung
768
48
48
480
1
Pesawaran
128
8
8
80
2
Lampung Timur
320
20
20
200
3
Lampung Selatan
320
20
20
200
II
Jawa Tengah
3152
197
197
1970
4
Brebes
496
31
31
310
5
Pemalang
320
20
20
200
6
Kendal
688
43
43
430
7
Pekalongan
240
15
15
150
8
Kota Pekalongan
320
20
20
200
9
Demak
80
5
5
50
10
Pati
320
20
20
200
11
Jepara
240
15
15
150
12
Rembang
448
28
28
280
III
Jawa Timur
2800
175
175
1750
13
Banyuwangi
560
35
35
350
14
Pasuruan
320
20
20
200
15
Probolinggo
160
10
10
100
61 No
Kabupaten
Kincir (unit)
Pompa (unit)
Genset (unit)
Mulsa (unit)
16
Sidoarjo
320
20
20
200
17
Situbondo
160
10
10
100
18
Lamongan
320
20
20
200
19
Tuban
640
40
40
400
20
Gresik
320
20
20
200
IV
Nusa Tenggara Barat
640
40
40
400
21
Sumbawa
320
20
20
200
22
Bima
320
20
20
200
V
Sulawesi Selatan
1280
80
80
800
23
Pinrang
480
30
30
300
24
Takalar
160
10
10
100
25
Maros
320
20
20
200
26
Pangkep
320
20
20
200
Pelaksanaan industrialisasi udang di 7 provinsi telah meningkatkan rata-rata produksi udang sebesar 23,74% per tahun dalam periode 2011-2013, yakni dari 226,69 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 345,96 ribu ton pada tahun 2013.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Selain kegiatan fisik demfarm, industrialisasi udang juga dilakukan dengan serangkaian kegiatan lainnya yaitu (i) sosialisasi dan koordinasi dengan stakeholder dan Pemda mengenai industrialisasi; (ii) koordinasi dan kerjasama lintas Eselon I KKP; dan (iii) menjalin perjanjian kerja sama dalam pengembangan tambak dengan Kementerian Pekerjaan Umum dalam pembangunan jalan produksi dan perbaikan saluran air, kerja sama dengan Badan Pertanahan Negara dalam rangka sertifikasi lahan usaha budidaya, kerja sama dengan Perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI dan Mandiri Syariah) dalam mendukung pembiayaan usaha perikanan budidaya, dan kerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara dalam penyediaan listrik di kawasan perikanan budidaya serta dengan TNI dalam rangka pengamanan lokasi demfarm.
62 Gambar 30. Produksi Udang di 7 Lokasi Revitalisasi Tambak Udang
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 31. MKP didampingi Wagub NTB dan Wakil Bupati Sumbawa melakukan penebaran perdana benur udang vanamei pada tambak percontohan demfarm di Provinsi Nusa Tenggara Barat
63 b. Industrialisasi Bandeng Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi bandeng pada tahun 2013 yaitu (i) bantuan sarana berupa benih dan pakan untuk lokasi industrialisasi; dan (ii) Pemberian bantuan PUMP-PB untuk budidaya bandeng, sejumlah 169 paket senilai Rp10,985 miliar khusus untuk bandeng dan 9 paket dalam bentuk polikultur senillai Rp585 juta. Pelaksanaan demfarm budidaya bandeng di wilayah pantura Jawa Barat dan Banten telah menunjukkan keberhasilan dari pelaksanaan program tersebut yang ditandai dengan peningkatan produksi. Selain itu, outcome pelaksanaan industrialisasi bandeng adalah meningkatnya produksi benih dari unitunit pembenihan, stimulus terhadap pengembangan usaha budidaya bandeng, meningkatnya kebutuhan pakan di masyarakat, serta meningkatnya penyerapan tenaga kerja. c. Industrialisasi Rumput Laut Pelaksanaan pengembangan industrialisasi budidaya rumput laut di bagian hulu pada tahun 2013 di laksanakan di Sumenep (Prov. Jawa Timur), Morowali (Prov. Sulawesi Tengah), Rote Ndao (Prov. NTT) dan Sumba Timur (Prov. NTT). Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi rumput laut sebagai berikut: 1. PUMP-PB dengan total paket untuk rumput laut sebanyak Rp18,915 miliar untuk 291 Pokdakan dan Rp585 juta untuk 9 Pokdakan dalam bentuk polikultur;
3. Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya untuk komoditas rumput laut dengan total anggaran sebanyak Rp7,92 miliar di 6 Provinsi yaitu Provinsi NTB (Rp1,5 miliar), NTT (Rp686 juta), Sulawesi Tengah (Rp1,3 miliar), Sulawesi Tenggara (Rp716 juta), Maluku Utara (Rp933 juta) dan Maluku (Rp773 juta). 4. Pelatihan teknis kegiatan budidaya rumput laut di 7 Provinsi yaitu Provinsi NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, NTT dan Sulawesi Tenggara 5. Dukungan Kementerian dan lembaga lainnya, diantaranya (i) Kementerian PDT melalui penyediaan kebun bibit, penyediaan sarana perahu ketinting dan pelatihan enterpreneur di lokasi pilot project; (ii) Kemkop dan UKM berupa penyediaan modal usaha melalui dana bergulir, koperasi, Program Kerja Sama Bina Lingkungan (PKBL), dan CSR (Corporate Social Responsibility) dan fasilitasi temu bisnis; dan (iii) Kementerian Perindustrian melalui pengembangan kompetensi inti industri, pengembangan industri unggulan, bantuan mesin dan peralatan pengolahan rumput laut.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
2. Penyediaan kebun bibit dengan rincian Kab. Sumbawa (4 paket), Kab. Jeneponto (3 paket), Kab. Takalar (3 paket), Kab. Parigi Moutong (6 paket), Kab. Minahasa Utara (2 paket), Kab. Sumba Timur (1 paket), Kab. Morowali (1 paket), Kab. Rote Ndao (4 paket) dan Kab. Sumenep (2 paket); (iii) Percontohan budidaya rumput laut dengan total anggaran Rp1,96 miliar yang dikembangkan di 6 Provinsi yaitu Provinsi NTB (Rp203 juta), NTT (Rp384 juta), Sulawesi Tengah (Rp300 juta), Sulawesi Selatan (Rp182 juta), Maluku Utara (Rp719 juta) dan Sulawesi Tenggara (Rp307,8 juta).
64 d. Industrialisasi Patin Industrialisasi patin di sektor hulu dilaksanakan di 3 Provinsi yaitu Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan dengan pertimbangan potensi lahan pengembangan di Provinsi tersebut. Dukungan terhadap pelaksanaan industrialisasi patin pada tahun 2013 dilakukan melalui (i) PUMP-PB khusus untuk budidaya patin di 3 provinsi tersebut sebanyak Rp6,565 miliar untuk 101 kelompok (4.451 orang); (ii) Bantuan mesin pelet di Kab. OKU Selatan sebagai lokasi industrialisasi patin sebanyak 1 unit; (iii) Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya untuk komoditas patin senilai Rp8,4 miliar untuk 5 Kab/kota; dan Rp10,75 miliar untuk 16 Kab./Kota.; (iv) Bantuan vaksin (Aeromonas hydrophilla) ke Provinsi Riau (200 botol), Jambi (300 botol), Sumatera Selatan (200 botol), Jawa Barat (1.000 botol), Jawa Timur (300 botol), dan Kalimantan Selatan (300 botol); (v) pembangunan posikandu di Kota Jambi, Musi Rawas, Kota Palembang, Bogor, Bekasi, Subang dan Banjar. Dampak pelaksanaan industrialisasi kelautan dan perikanan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tahun 2013 diantaranya adalah: 1. Industrialisasi TTC a. Peningkatan jumlah UPI dari 169 pada tahun 2011 menjadi 178 pada tahun 2013. b. Peningkatan kapasitas terpasang dari 1.518.259 ton pada tahun 2011 menjadi 1.679.869 ton pada tahun 2013. c. Peningkatan utilitas UPI dari 54,04% pada tahun 2011 menjadi 56,82% pada tahun 2013.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
d. Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan “pre-cooked loins”, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), fasilitasi sertifikasi ecolabel, penanganan kasus SHTI, dan penanganan kasus ekspor. e. Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya perbaikan penanganan ikan di atas kapal dan penyediaan air bersih, pelarangan penangkapan “baby tuna”, penertiban dan perbaikan penerbitan SHTI (catch certificate), memperlancar distribusi pasokan bahan baku, dan pengendalian ekspor bahan baku (ekspor produk pre– cooked loins). 2. Industrialisasi Udang a. Jumlah UPI dan kapasitas terpasang pada tahun 2011-2013 tetap, namun utilitas UPI meningkat dari 52,25% pada tahun 2011 menjadi 61,96% pada tahun 2013. b. Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain regulasi pelarangan impor udang, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), fasilitasi pembentukan Asosiasi Supplier Udang Pantura (ASPURA), fasilitasi sertifikasi ecolabel, pengendalian impor udang, dan pengembangan PINSAR udang.
65 c. Serapan udang di pasar dalam negeri cenderung meningkat, diperkirakan pada tahun 2013 akan mengalami peningkatan sebesar 6-7%. ₋₋
CD 220/2010 EU tentang pemeriksaan antibiotik 20% dari ekspor udang telah dicabut dengan CD 690/2012, per 6 November 2012.
₋₋
Suplai udang di China, Vietnam, Thailand, Malaysia serta Mexico terganggu virus Early Mortality Syndrome (EMS). Produksi turun 25% dan beberapa negara melarang impor udang segar/hidup dari negara tersebut. EMS juga dideteksi ada di tambak udang di India (Oktober 2013).
₋₋
Keputusan United States Department of Commerce (US-DOC) tentang Bea Masuk Countervailng Duties (CVD) 0%, juga hasil keputusan United States International Trade Commission (US-ITC) bahwa tidak ada injury untuk udang Indonesia di USA.
₋₋
Konsumsi di China meningkat dan turunnya produksi udang di ASEAN karena EMS, bahan baku untuk reekspor dan pasar dalam negeri naik.
₋₋
Terdapat banyak masalah perkreditan di Vietnam yang berdampak pada perusahaan dan petambak sehingga kesulitan modal kerja.
₋₋
Kekurangan tenaga kerja pengolahan ikan/kapal ikan dan masalah tenaga kerja asing/anak di Thailand dan kenaikan biaya produksi yang meningkat drastis.
₋₋
India mengalami masalah yaitu terjadinya booming udang vaname dan belum diimbangi dengan perkembangan industri pengolahan.
e. Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya ketersediaan bahan baku terbatas pada musim puncak shipment, komunikasi petambak dengan processor kurang (perlu peningkatan peran pedagang perantara), harga udang dalam negeri naik sangat tinggi sejak Januari 2013 (100%) sehingga kurang bersaing bagi eksportir, kenaikan biaya usaha yang cukup tinggi di tahun 2013: Upah Minimum Provinsi (40%), Tarif Dasar Listrik (15%) dan Bahan Bakar Minyak (30%), isu-isu internasional terkait dengan safety dan sustainability: Good Aquaculture Practices (GAP), Traceability, label, dan adanya larangan ekspor ke Rusia sejak 1 Juli 2013. 3. Industrialisasi Bandeng a. Peningkatan jumlah UPI dari 200 pada tahun 2011 menjadi 244 pada tahun 2013. b. Peningkatan kapasitas terpasang dari 129.185 ton pada tahun 2011 menjadi 159.544 ton pada tahun 2013.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
d. Prospek ekspor ke depan cukup baik, yang ditandai dengan:
66 c. Peningkatan utilitas UPI dari 56,61% pada tahun 2011 menjadi 62,97% pada tahun 2013. d. Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan sentra pengolahan bandeng (Kendal, Gresik, dan Pati), pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), dan pembentukan Asosiasi Pelaku Usaha Bandeng Indonesia (ASPUBI). e. Dampak industrialisasi bandeng diantaranya adalah berkembangnya usaha bandeng tanpa duri yang dikelola secara profesional (Madani Food), produk bandeng tanpa duri mampu memasuki pasar ritel modern dan digunakan oleh restoran dan catering, dan berkembangnya produk olahan berbahan baku bandeng. f.
Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya terjadinya lonjakan besar terhadap kebutuhan bandeng pada saat hari libur nasional/keagamaan (libur panjang), bandeng sebagai sumber ketahanan pangan dalam negeri, bandeng masih banyak berbau lumpur, dan penguatan pasokan untuk: umpan, diversifikasi produk olahan (bandeng kaleng).
4. Industrialisasi Pindang a. Peningkatan jumlah UPI dari 1.338 pada tahun 2011 menjadi 2.028 pada tahun 2013 b. Peningkatan kapasitas terpasang dari 198.000 ton pada tahun 2011 menjadi 293.959 ton pada tahun 2013. c. Peningkatan utilitas UPI dari 88% pada tahun 2011 menjadi 88,97% pada tahun 2013.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
d. Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan pindang higienis, pilot project pengolahan pindang, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), koordinasi dengan perusahaan importir bahan baku. e. Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya pasokan bahan baku masih kurang dan belum merata sehingga masih harus impor pada bulan tertentu, dan pengolahan belum sesuai standar higienis dan saniter. 5. Industrialisasi Patin f.
Peningkatan jumlah UPI dari 82 pada tahun 2011 menjadi 94 pada tahun 2013.
g. Peningkatan kapasitas terpasang dari 14.040 ton pada tahun 2011 menjadi 15.174 ton pada tahun 2013.
67 h. Peningkatan utilitas UPI dari 52,3% pada tahun 2011 menjadi 64,2% pada tahun 2013. i.
Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan fillet patin, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), pengendalian impor, pemetaan kegiatan strategis sesuai analisis rantai nilai, dan pengembangan diversifikasi produk olahan UPI skala UMKM dan besar.
j.
Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya teknologi penghilangan bau lumpur dan pemutihan warna daging melalui penerapan teknologi budidaya dan pengolahan, peningkatan produksi di lokasi industrialisasi, dan teknologi processing limbah/by – product.
6. Industrialisasi Rumput Laut a. Peningkatan jumlah UPRL dari 17 pada tahun 2011 menjadi 37 pada tahun 2013. b. Peningkatan produksi olahan rumput laut. c. Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi pengembangan Alkali Treated Cottonii (ATC) chips dan Semi Refine Caraginan (SRC), penyediaan sarana dan prasarana pengolahan RL (unit pengolahan RL; depo pemasaran RL), dan fasilitasi sertifikasi ekspor (ke Chili). d. Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan ditindaklanjuti, diantaranya kualitas bahan baku rendah, dan Unit Pengolahan Rumput Laut kesulitan bahan baku (sejak Agustus 2013).
Blue economy merupakan upaya pengembangan usaha yang secara finansial menguntungkan, efisien dalam pemakaian sumber daya, zero waste dan menyerap tenaga kerja yang besar. Faktor esensial dalam blue economy adalah penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang disesuaikan dengan karakteristik lokal (sumber daya) dan kreativitas dalam mencari peluang-peluang pemanfaatan sumber daya, selain itu pendekatan usaha yang non-linear (menciptakan berbagai macam produk) dengan menggunakan bahan buangan (waste). Adapun pendekatan blue economy: 1. bersih dari polusi; 2. menyerap pekerjaan, 3. bersifat lokalitas dan mengurangi ketergantungan; dan 4. menguntungkan secara finansial. Upaya penerapan blue economy dalam bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan antara lain: 1. Industrialisasi rumput laut, menciptakan usaha-usaha inovatif, seperti menghasilkan produk kosmetik, farmasi, tekstil, dan energi; 2. Industrialisasi udang, dengan memanfaatkan limbah (kulit, kepala, dan cairan) menjadi produk chitin dan chitosan serta turunannya;
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
C. Blue Economy
68 3. Industrialisasi TTC dan patin, dengan memanfaatkan limbah (kepala, daging, tulang, insang, dan limbah cair) menjadi tepung ikan, minyak ikan, kolagen, gelatin, silase, fish jelly product, dan fish protein concentrate; 4. Industrialisasi lainnya yang dapat diintegrasikan dengan unit kerja/instansi lainnya seperti: garam-artemia; pengembangan mutiara (perhiasan mutiara, kerajinan kekerangan, kosmetik dan farmasi); ikan hias; ikan nila dan produk turunannya (daging, omega-3, kulit untuk kerajinan sepatu, sisik untuk kerajinan dan bahan baku kolagen); ikan gabus dan produk turunannya (abon, kerupuk, dan albumin); teripang dan produk turunannya. Dalam side event sidang anggota Dewan FAO ke 148 pada tanggal 3 Desember 2013, konsep Blue Economy dibahas secara khusus para delegasi negara anggota. Side Event mengambil tema The FAO Global Initiative in Support of Food Security, Poverty Alleviation and Sustainable Management of Aquatic Resources, menyepakati inisiatif blue growth/global blue economy menjadi kunci strategi pengembangan kelautan dan perikanan dunia. Hal ini menegaskan bahwa konsep blue economy yang diterapkan KKP terus mendapat dukungan positif. Ada 9 (sembilan) implementasi konsep blue economy di Indonesia, diantaranya, Rural Development Program in Nusa Tenggara Timur Province with Three Commodities: maize, livestock and seaweed, SEAFDEC Inland Fishery Resources Development and Management Department (IFRDMD) di Palembang, Kerja Sama Coral Triangle Initiative (CTI), Program Lahan Gambut di Kalimantan bekerja sama dengan Norwegian Redd+ dimana Pogram Pengembangan Budidaya Perikanan masuk di dalamnya, FAO Regional Rice Fish Initiative Project Fase II, Mangrove Project, INDESO (Infrastructure Development for Space Oceanography) Project, dan Program Peningkatan Kapasitas SDM melalui South-South Cooperation dan Triangular Cooperation.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 32. Sekjen KKP bersama Direktur Jenderal FAO saat menghadiri Sidang Anggota Dewan Council ke 148 di Roma, Italia
69 D.
Sistem Logistik Ikan Nasional
Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) menjadi solusi permasalahan dalam upaya menjamin ketersediaan pasokan komoditas ikan kepada konsumen (domestik/luar negeri) secara tepat waktu, tepat kualitas, tepat harga dan tepat kuantitas untuk konsumen akhir. Pengelolaan SLIN dapat berjalan optimal apabila ada suatu sinergi antara seluruh entitas yang terlibat dalam setiap aktivitas dari hulu (sisi produksi) hingga hilir (sisi konsumsi). Dalam SLIN, terdapat 3 hal yang harus dikelola dengan baik, yakni aliran komoditas (ikan), finansial, dan dokumen. Esensi dari pengelolaan terhadap ketiga hal tersebut adalah mengelola aspek operasional secara optimal. Tujuan utama SLIN adalah mewujudkan pasokan ikan secara kontinyu baik untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat maupun untuk bahan baku industri. Langkah awal yang dilakukan dalam rangka pengembangan SLIN adalah melalui penyusunan regulasi SLIN. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu melakukan pendataan seluruh stakeholders yang terlibat dari hulu sampai ke hilir sekaligus menggali seluruh permasalahan terkait dengan pendistribusian hasil perikanan. Pada tahun 2013, telah dilaksanakan beberapa kegiatan, diantaranya 1) Penyusunan Regulasi SLIN, dilakukan dengan melibatkan para praktisi dan akademisi, dan diselenggarakan secara bertahap di beberapa lokasi, seperti Jakarta, Bau-Bau, Buton, Yogyakarta, Semarang, dan Bogor. 2) Sosialisasi Regulasi dalam mendukung SLIN di Semarang. 3) Uji Coba Implementasi Konsepsi SLIN.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 33. Operasional SLIN
70 Berkaitan dengan pengembangan SLIN untuk mewujudkan jaminan ketersediaan pasokan guna mendukung kegiatan konsumsi dan perdagangan komoditas ikan, penciptaan komoditas perikanan yang stabil dari sudut harga, pasokan masih terkendala dalam hal produktivitas dikarenakan faktor alam dan keterbatasan teknologi produksi. Pada saat ombak tenang, produktivitas ikan meningkat, sebaliknya pada saat musim ombak besar produktivitas menurun. Sementara, pasokan ikan di tingkat konsumen dituntut selalu ada sepanjang waktu, tanpa mengenal faktor musim. Mengantisipasi kondisi tersebut, ketersediaan distribution center (pusat distribusi), baik di sentra produksi maupun di sentra pasar sebagai fasilitas penyimpanan produk pada saat musim ikan berlimpah menjadi sangat penting untuk mengantisipasi kebutuhan konsumen pada saat/musim produktivitas menurun. Fasilitas tersebut juga diharapkan mampu berperan sebagai simpul distribusi produk perikanan bagi daerah di sekitarnya. Dalam rangka menentukan titik-titik pengembangan distribution center, baik di sentra produksi maupun di sentra pasar di beberapa lokasi perikanan utama di Indonesia, maka telah dilakukan kegiatan penyusunan kajian distribution center mendukung SLIN. Sebagai bentuk implementasi SLIN, maka pada tahun 2013 SLIN diimplementasikan di beberapa lokasi sebagai pilot project. Dalam rangka pengelolaan pilot project SLIN tersebut, maka telah dilakukan kegiatan di beberapa lokasi, seperti:
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
a. Pengelolaan Pilot Project SLIN Kegiatan ini dilaksanakan di beberapa lokasi yang menjadi pilot project SLIN, seperti Palu dan Kendari. Pertemuan ini bertujuan menyampaikan pengembangan konsep SLIN dan implementasi SLIN kepada stakeholders serta mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan di daerah untuk mengidentifikasi permasalahan pokok yang dihadapi di daerah pada tiap entitas: produksi, konsumsi dan industri. b. Uji Coba Implementasi SLIN Kegiatan ini dilaksanakan di dua lokasi, yakni Bandung dan Makassar. Pertemuan ini bertujuan membahas perkembangan Uji Coba Implementasi SLIN. Disamping itu, pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan di daerah perihal kondisi terkini pengelolaan pasokan dan permintaan hasil perikanan di Sulawesi Selatan dan Maluku. Secara umum, beberapa catatan penting dalam pelaksanaan SLIN pada tahun 2013 diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Program SLIN sangat strategis dikawal sebagai pendekatan genuine dalam meningkatkan efisiensi usaha perikanan yang menjadi amanat program industrialisasi perikanan KKP 2. Implementasi SLIN tidak akan mengarah pada fungsi seperti BULOG yang hanya bertitik berat pada penjaminan stok. SLIN lebih berfokus pada upaya penyediaan ikan dari pusat-pusat sumber daya ikan lokal untuk didistribusikan merata bagi konsumen di dalam negeri. Oleh karena itu, pengelolaan Sub Sistem SLIN di hulu (penangkapan dan budidaya) dan hilir penting dilakukan oleh sektor terkait.
71 3. Ownership program SLIN penting kiranya terus digaungkan oleh jajaran KKP ke jajaran internal dan eksternal KKP termasuk ke level pertemuan strategis (Rapim dan Rakor Perekenomian) agar mendapatkan dukungan dan komitmen sinergi kegiatan unit kerja terkait. 4. Pelaksanaan uji coba implementasi konsepsi SLIN yang tengah dilakukan agar terus dilanjutkan agar terbentuk role model sistem logistik yang tidak hanya mampu menginspirasi jajaran internal KKP untuk terlibat juga secara umum sebagai bentuk kontribusi KKP dalam SLIN. Selain itu, uji coba penting dilakukan untuk mengetahui best practices dan kekurangan terhadap konsepsi untuk pengembangan lebih lanjut. 5. Konsepsi SLIN agar secara khusus mampu memetakan kontribusi swasta dalam pengelolaan logistik perikanan dan menghindari crowding out effect terhadap intervensi yang dilakukan pemerintah. 6. Mekanisme penyediaan insentif (tangkap dan budidaya) agar dikembangkan agar pelaku produksi perikanan (nelayan/pembudiaya) serta industri kapal angkut ikan dapat berperan serta dalam SLIN.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 34. Uji Coba Implementasi Konsepsi SLIN Koridor 1 (Sulawesi) 2013-2014
72 E. Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Dukungan penelitian dan pengembangan terhadap industrialisasi kelautan dan perikanan pada Tahun 2013 antara lain: 1. Tuna Tongkol Cakalang •
Rekayasa alat berupa e-log book penangkapan ikan berbasis GPRS; (mengintegrasikan data e-log book dengan data VMS; dan prinsip kerjanya adalah Saat menangkap ikan di laut nelayan dapat langsung menginputkan data tangkapan ikan ke dalam e-log book. Jika terdapat sinyal GPRS data tersebut akan dikirim ke server dan akan ditampilkan di web dan Jika tidak terdapat sinyal GPRS, data akan disimpan di data logger, dan akan di kirim ke server setelah mendapat sinyal GPRS).
•
Re-Evaluasi stok dan optimasi pemanfaatan sumber daya Ikan tuna, cakalang dan tongkol di Samudera Hindia Bagian Barat Sumatera (WPP 572); (Sebagai bahan kebijakan pengelolaan SDI tuna, cakalang dan tongkol berdasarkan hasil evaluasi stok dan tingkat pemanfaatannya).
•
Kajian sumber daya tuna (highly migratory species) dan pengelolaan perikanannya di perairan Samudera Pasifik dan Hindia dengan hasil untuk: Port Sampling Protocol untuk sistem pendataan SDI tuna di Samudera Pasifik; trend laju pancing (Hookrates) alat tangkap tuna; karakteristik hasil tangkapan tuna per alat tangkap; hasil sampingan (Bycatch) perikanan tuna; karakteristik perikanan tuna skala kecil; perikanan dan biologi neritik tuna.
•
Pengembangan model biofisika laut untuk memprediksi produktivitas primer kaitannya dengan kelimpahan tuna, tongkol dan cakalang.
•
Teknologi rantai dingin dengan sistem CSW/RSW.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
2. Patin •
Model penerapan iptek budidaya patin pasupati (budidaya ikan patin pasupati di lahan tambak salinitas rendah < 10 ppt; Kolam Padat tebar 1020 ekor/ m2; SR > 95%; pertumbuhan cepat; tebar awal 7,5 gram dalam waktu 5 bulan menjadi 550 gram; performa lebih cerah (warna daging putih); sangat berpotensi untuk pengembangan di lahan tambak salinitas rendah.
•
Paket teknologi pengolahan produk ikan patin berbasis surimi.
3. Rumput laut •
Produksi bibit unggul rumput laut Kappaphycus alvarezii Dengan metode seleksi varietas di laut laju pertumbuhan harian bibit hasil seleksi (5 - 7,5%), lebih tinggi dibandingkan kontrol; Kandungan keraginan bibit hasil seleksi varietas lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol internal dan kontrol eksternalnya; Produksi meningkat hingga mencapai 32% dibandingkan bibit non seleksi).
73 •
Produksi bibit unggul Gracilaria verrucosa dengan metode seleksi varietas di tambak (laju pertumbuhan harian bibit hasil seleksi (5 - 8%) lebih tinggi dibandingkan kontrol; produksi meningkat hingga mencapai 40% dibandingkan bibit non seleksi; mudah diadopsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat pembudidaya karena tidak memerlukan sarana dan prasarana khusus yang rumit; bisa diterapkan di semua lokasi sentra budidaya rumput laut Gracilaria di Indonesia).
•
Bibit rumput laut Gracilaria Verucosa hasil kultur jaringan serta uji multi lokasi (budidaya rumput laut (Gracilaria) menggunakan bibit kultur jaringan; Peningkatan laju pertumbuhan 24%, dan kandungan agar 11,948,9%, serta perbanyakan dilakukan tidak tergantung musim.
•
Teknologi diversifikasi produk olahan rumput laut.
•
Penelitian status dan optimasi pemanfaatan sumber daya udang penaeid dan krustasea lain dalam mendukung industrialisasi perikanan di WPP 572, WPP 573, dan WPP 717 menghasilkan status perikanan, eksploitasi, catch per unit effort (CPUF), komposisi jenis dan ukuran sumber daya udang penaeid dan krustasea lainnya.
•
Pengembangan budidaya vaname pola supraintensif di tambak kecil (penggunaan lahan tambak kecil, mudah dikontrol dan produktivitas tinggi; produksi mencapai 15-17 ton/1.000 m2 dengan survival rate 85,6-92,4%; meminimalisasi limbah).
•
Perakitan udang windu tahan penyakit dan tumbuh cepat (teknologi produksi larva; peningkatan 24,5% terhadap White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan 67% terhadap vibriosis dengan Relative Percent Surviva (RPS) 64,3-66,7% dan peningkatan pertumbuhan 35,2% dengan ukuran relatif seragam.
•
Aplikasi kit vibriosis secara molekuler dapat memantau penyakit vibriosis udang dengan cepat; sensitivitas aplikasi kit dapat mendeteksi 101-102 Colony Forming Units (CFU) dan pada selang waktu 3 – 12 jam paska infeksi; Lebih sensitif dan relatif lebih murah.
•
Prototype alat penghitung larva/udang vaname.
•
Rekomendasi teknis mengenai kebijakan penyempurnaan desain program pengembangan industrialisasi perikanan berbasis perikanan budidaya komoditas udang.
5. Bandeng Produksi benih ikan bandeng berkualitas baik di hacthery skala rumah tangga mengandung SR 86-89% ; Ukuran relatif seragam (TL 12-14 mm) dan umur panen minimal 16 hari.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
4. Udang
74 6. Pindang Teknologi pengolahan pindang higienis (peningkatan jumlah ikan yang dimasak selama 1 siklus perebusan : semula +10 kg ikan menjadi + 35 kg; efisiensi penggunaan bahan bakar gas dibandingkan solar atau kayu dapat menghemat biaya penggunaan bahan bakar kurang lebih sebesar Rp 15.000,-per-siklus rebus). 7. Garam •
Prototipe alat pengolahan limbah garam “Bittern” menghasilkan magnesium yang kapasitas produksi 100 kg / per hari, menampung 3 – 5 tenaga kerja; Dipasarkan sebagai padatan MgOH untuk bahan farmasi, nilai tambah 10.000 rupiah per kilogram.
•
Rekomendasi teknis tentang pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia.
KKP pada tahun 2013 mendapatkan penghargaan dari Presiden RI yaitu Karya Iptek Anak Bangsa pada acara HARTEKNAS ke-18 untuk penemuan Vaksin Hydrovac dan Streptovac.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 35. Beberapa Hasil Capaian Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Tahun 2013
75 F. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Rehabilitasi Kerusakan Wilayah Pesisir Wilayah pesisir saat ini sudah mengalami kerusakan diantaranya abrasi pantai dan kerusakan ekosistem, oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan dapat berupa rehabilitasi dalam bentuk hard structure maupun soft structure. Rehabilitasi hard structure yang dilakukan diantaranya pembangunan struktur penahan ombak atau pemecah gelombang, sedangkan rehabilitasi soft structure diantaranya dilakukan melalui penanaman mangrove/vegetasi pantai lainnya. Rehabilitasi mangrove yang dilakukan pada tahun 2013 melalui dana pusat seluas 27 hektar yang dilakukan di Kab. Indramayu, Kab. Bekasi, Kab. Pati, Kab. Cilacap, Kota Semarang, Kab. Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Demak, Kab. Tangerang, sedangkan melalui dana dekonsentrasi adalah seluas sekitar 88 hektar yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Kaltim, Gorontalo, Bali, NTB, dan Maluku Utara. Rehabilitasi hard structure diantaranya dilakukan melalui pembangunan struktur alat penahan ombak (APO) sepanjang 80 meter yang merupakan lanjutan dari alat penahan ombak yang telah dibuat pada tahun 2012 sepanjang 70 meter. Selain itu dilakukan pembangunan struktur dengan konsep hybrid engineering sepanjang 185 meter. Baik APO maupun hybrid dilaksanakan di Desa Timbulsloko Demak. Konsep utama hybrid engineering ialah mengembalikan keseimbangan sedimen dengan mengurangi kekuatan dan kecepatan gelombang dengan tujuan untuk memperoleh pesisir yang stabil. Sedimen yang terkumpul dalam batas (boundary) hybrid engineering tersebut merupakan upaya pencapaian keseimbangan sedimen. Struktur dam pada hybrid engineering dibuat dari bahan alami seperti kayu dan belukar yang disatukan dengan kawat galvanis. Susunan tersebut bersifat permiabel (berpori) yang memiliki fungsi sama dengan akar mangrove yang bekerjasama dengan proses alami sehingga membentuk komposisi material solid dalam mencapai keseimbangan sedimen di wilayah pesisir. Sebagai upaya menjaga sirkulasi aliran pada boundary, Hybrid Engineering juga dilengkapi dengan bagian pintu berupa celah/segmen pada dam yang berfungsi mengalirkan aliran secara gravitasi sesuai dengan kondisi bathimetri di wilayah konstruksi tersebut, sehingga mengurangi risiko terjadinya overtopping pada dinding dam tersebut. APO dan hybrid engineering dimaksudkan selain untuk melindungi pesisir dari abrasi juga untuk melindungi mangrove yang akan ditanam di sedimen yang terbentuk di belakang APO dan hybrid.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
•
76 Gambar 36. Kegiatan Rehabilitasi Wilayah Pesisir Tahun 2013
•
Perencanaan Zonasi Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pada tahun 2013 target pelaksanaan kegiatan penataan ruang dan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil ditetapkan sebanyak 60 lokasi dan dalam realisasinya telah melebihi target sebanyak 71 lokasi. Target dan capaian penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan pesisir, dan pulau-pulau kecil disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 37. Capaian Penyusunan Dokumen Perencanaan Pengelolaan Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2013
30 25 20 15
10 9
0
RENSTRA
10 5
20
27
25
5 RZWP3K
27
REALISASI
8
RZRWP3K
TARGET
TINDAK LANJUT RZWP3K
77 Revisi Undang-Undang 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sidang paripurna DPR pada tanggal 18 Desember 2013 telah menyetujui untuk diundangkan UU tentang Perubahan UU 27 Tahun 2007 tentang undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Setidaknya ada empat norma hukum penting yang telah disepakati yakni: (1) pemberdayaan masyarakat masyatakat hukum adat dan nelayan tradisional; (2) penataan investasi; (3) sistem perizinan; dan (4) pengelolaan kawasan konservasi laut nasional. Ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil setara dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan norma hukum ini, maka masyarakat dapat mengambil inisiatif mengusulkan rencana zonasi. UU Perubahan ini juga telah memberikan pengakuan hak asal usul masyarakat hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah dikelola secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulaupulau kecil pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat setempat. Sementara bagi nelayan tradisional yang memiliki wilayah penangkapan ikan secara tradisional diakui dengan cara memasukkan wilayah tersebut sebagai subzona dalam rencana zonasi sehingga memiliki perlindungan hukum secara paripurna. Dalam UU perubahan ini, investasi asing ditata sedemikian rupa sehingga tetap mengedepankan kepentingan nasional. Investasi asing tidak dilarang tetapi diiringi sejumlah syarat diantaranya, bermitra dengan perusahaan lokal, di pulau kecil yang tidak berpenduduk, belum ada pemanfaatan oleh masyakat setempat, wajib melakukan alih saham ke mitra lokal (divestasi) dan alih teknologi. Sebagai pelaksanaan keputusan Mahkamah Konsititusi, maka norma hukum Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) diganti menjadi perizinan. Ada 2 (dua) macam izin yang diatur dalam revisi UU ini yaitu izin lokasi dan izin pengelolaan. Dalam UU Perubahan ini, pengelolaan kawasan konservasi laut nasional juga ditata sesuai tugas masing-masing. Kawasan konservasi laut yang telah ditetapkan sebelum UU Perubahan ini dan masih dikelola instansi lain dialihkan pengelolaannya ke KKP.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
•
78 Gambar 38. Foto Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Desember 2013 yang menyetujui untuk diundangkan UU tentang Perubahan UU 27 Tahun 2007
•
Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI–CFF) Berbagai capaian CTI-CFF pada tahun 2013 sebagai berikut : 1. Sekretariat Nasional CTI-CFF Indonesia telah melakukan berbagai pertemuan untuk memperkuat dan menumbuhkan rasa kesadaran akan pentingnya CTI-CFF di daerah. Pertemuan tersebut diantaranya dengan koordinasi dan konsultasi Implementasi CTI-CFF di Provinsi Papua Barat & Pengenalan Coral Governance di Universitas Papua, Sosialisasi CTI-CFF di Samarinda, Kalimantan Timur, Pertemuan Walikota dan Bupati Se-Provinsi Maluku, dll.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
2. Tanggal 25-26 Maret 2013 diselenggarakan Pertemuan The 3rd CTI-CFF Coral Triangle Regional Business Forum (CT-RBF) 2013. 3. Coral Triangle Day (CT-Day) sebagai salah satu kegiatan tahunan CTI-CFF yang diperingati setiap tanggal 9 Juni pada tahun ini telah diselenggarakan di Mataram, NTB. 4. Pertemuan the 2nd CTI-CFF Regional Priorities Workshop (RPW2) di Manado 17-23 Agustus 2013 dengan telah disepakatinya 26 (dua puluh enam) prioritas regional untuk implementasi tiga tahun ke depan dan akan menjadi usulan pada Senior Officials Meeting (SOM) selanjutnya. 5. Pertemuan National Priority Workshop (NPW) CTI-CFF Indonesia di Bandung pada tanggal 12-13 September 2013. 6. Pengiriman Delegasi RI ke Pertemuan Ecosystem Approach on Fisheries Management (EAFM) Meeting, Financial resources Working Group (FRWG), Coordination Mechanism Working Group (CMWG), the 9th CTI-CFF Senior Officials Meeting (SOM9) pada tanggal 24-27 November 2013 di Manila, Filipina.
79 7. Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang “Pengesahan Persetujuan Mengenai Pembentukan Sekretariat Regional Prakarsa Segitiga Karang Untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan”. G. Pengarusutamaan Gender Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di lingkungan KKP pada tahun 2013, antara lain telah diterbitkannya Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan No. 681/Men-KP/X/2013 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kegiatan PUG di KKP meliputi : 1) Bimtek perempuan nelayan di Yogyakarta dan Solo masing-masing 40 orang; pemberiaan paket bantuan di tiap provinsi masing-masing 3 paket @20 juta melalui dana dekonsentrasi. 2) Pelatihan dan sosialisasi melalui kegiatan diseminasi di UPTUPT, bentuk kegiatan adalah pelatihan dan temu lapang. 3) Penyusunan data terpilah, PUGAR, regenerasi nelayan dan PDPT, serta advokasi dari Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KPPPA). 4) Penyusunan data terpilah untuk petugas pengawas dan sosialisasi/advokasi dari KPPA. 5) Bimtek Peningkatan kompetensi pengolah pada kelompok yang mendapatkan PUMP, fasiltiasi pengembangan industri pengolahan. 6) Iptekmas berupa desalinasi atau pemurnian garam rakyat dan packing garam di Tuban. 7) Sosialisasi masyarakat sadar mutu dan karantina. 8) Pelatihan kelompok pelaku utama, penyusunan modul diklat yang resposnsif gendera. 9) Sosialisasi gender di Itjen. 10) Optimalisasi dan koordinasi Pokja PUG di KKP, penyiapan pedoman-pedoman, advokasi dari KPPA, penjajagan pembuatan PKS Eselon I KKP dengan KPPA, penyiapan data statistik gender KKP, dan sosialisasi PUG lingkup KKP dari KPPA, Bappenas dan Kemkeu, serta koordinasi perencanaan pemberdayaan perempuan melalui BA 999 di NTT.
Gambar 39. Sekjen KKP mewakili KKP menerima Anugerah Parahita Ekapraya dari Presiden R.I atas prestasi KKP dalam pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di TMII, 18 Des 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pada Tahun 2013 KKP dinilai sebagai salah satu kementerian yang telah melaksanakan Pengarusutamaan Gender dengan baik sehingga memperoleh Anugerah Parahita Ekapraya dari Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak yang diserahkan oleh Presiden RI kepada Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 18 Desember 2013.
80 H. Pengembangan Sumber Daya Manusia kelautan dan Perikanan Pada tahun 2013 terdapat empat sasaran yang akan dituju pada Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (SDM KP) yaitu: 1. SDM KP memiliki kompetensi sesuai kebutuhan 2. Terpenuhinya tenaga terdidik kompeten sesuai kebutuhan 3. Tersedianya lulusan pelatihan KP sesuai standar kompetensi dan kebutuhan 4. Meningkatnya jumlah kelompok pelaku utama dan pelaku usaha di kawasan prioritas perikanan dan kabupaten/kota potensial perikanan Capaian kinerja tahun 2013 dari masing-masing sasaran adalah sebagai berikut: Tabel 17. Kinerja Program Pengembangan SDMKP Tahun 2013 SASARAN
TARGET
CAPAIAN
SDM KP memiliki kompetensi sesuai kebutuhan
57.300
67.407 orang
Terpenuhinya tenaga terdidik kompeten sesuai kebutuhan
1.400
1.395 orang
Tersedianya lulusan pelatihan KP sesuai standar kompetensi dan kebutuhan
13.900
23.292 orang
Meningkatnya jumlah kelompok pelaku utama dan pelaku usaha di kawasan prioritas perikanan dan kabupaten/kota potensial perikanan
4.200
4.272 kelompok/ 42.720 orang
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Sedangkan capaian kinerja outcome Program Pengembangan SDM KP tahun 2013, sebagaimana tabel berikut. Tabel 18. Kinerja Outcome Program Pengembangan SDMKP Tahun 2013 SASARAN
TARGET
CAPAIAN
SDM KP memiliki kompetensi sesuai kebutuhan
57.300
67.407 orang
Terpenuhinya tenaga terdidik kompeten sesuai kebutuhan
1.400
1.395 orang
Tersedianya lulusan pelatihan KP sesuai standar kompetensi dan kebutuhan
13.900
23.292 orang
Meningkatnya jumlah kelompok pelaku utama dan pelaku usaha di kawasan prioritas perikanan dan kabupaten/kota potensial perikanan
4.200
4.272 kelompok/ 42.720 orang
81 Kerja Sama Internasional a. Kerja sama Indonesia – Belanda Kerja sama Kelautan dan Perikanan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan dalam kerangka Working Group on Agriculture, Fisheries and Forestry (WGAFF). Tujuan kerja sama ini untuk meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses terhadap produk perikanan yang aman dan berkualitas di pasar domestik. Kerja sama yang ditawarkan dalam bentuk work packages meliputi pengurangan post-harvest losses pada perikanan tangkap melalui handling practices, kedua meningkatkan produksi perikanan budidaya air tawar berdasarkan sustainability dan Good Aquaculture Practices (GAP) dan ketiga meningkatkan distribusi dan pemasaran ikan dan produk perikanan. Kerja sama juga meliputi peningkatan value added produk perikanan untuk pasar domestik, Public awareness akan pentingnya ikan konsumsi, peningkatan kapabilitas laboratorium terutama laboratorium swasta untuk peningkatan analisa mengenai quality control hasil perikanan dan terakhir, peningkatan pengendalian mutu hasil perikanan untuk pasar domestik. Penandatanganan Memorandum Saling Pengertian (MSP) Kerja Sama Perikanan dan Budidaya antara Pemerintah RI – Belanda. Pemerintah RI diwakili Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sharif C. Sutardjo, sedangkan Kerajaan Belanda diwakili Menteri Pertanian Sharon Dijksma. Penandatanganan disaksikan oleh Presiden RI dan Perdana Menteri Kerajaan Belanda di Istana Negara. Gambar 40. Memorandum Saling Pengertian Kerja Sama Perikanan dan Budidaya antara Pemerintah RI – Belanda di Istana Negara pada tanggal 20 November 2013
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
I.
82 b. Kerja sama Indonesia – Republik Rakyat Tiongkok (RRT) MSP Kerja Sama Perikanan RI-RRT memuat kesepakatan kerja sama terkait promosi investasi di bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya serta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. MSP juga memuat kesepakatan kerjasama pemberantasan praktek IUU Fishing, implementasi Port State Measures serta pertukaran data dan informasi perikanan. Terutama, terkait data ekspor dan impor produksi perikanan, data pendaratan ikan, registrasi kapal dan data penghapusan sertifikat negara asal kapal atau Deletion Certificate. MSP juga membahas pengembangan kerjasama teknis perikanan tangkap yang berkelanjutan, perlindungan keanekaragaman sumber daya hayati perikanan dan berbagai kerjasama peningkatan kapasitas bidang perikanan diantaranya, melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan perikanan yang akan dikembangkan oleh kedua Pihak. Melalui penandatanganan MSP ini diharapkan dalam waktu dekat dapat mempercepat pembangunan sektor perikanan melalui program industrialisasi perikanan. Terutama, terkait upaya peningkatan fasilitas investasi industri perikanan tangkap terpadu di dalam negeri. Juga dijajaki peluang pengembangan fasilitas pendukung industri penangkapan ikan, antara lain rencana pembangunan galangan kapal perikanan di Indonesia. Sedangkan investasi terkait sumber daya manusia (human investment), akan dilakukan peningkatan kapasitas kemampuan dan keterampilan awak kapal (ABK) Indonesia yang bekerja pada perusahaan joint investment dengan investor asal RRT. Selanjutnya peningkatkan kemampuan SDM dalam teknologi penangkapan ikan yang lebih baik maupun keterampilan dalam hal penanganan mutu ikan di atas kapal.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 41. Memorandum Saling Pengertian Kerja Sama Perikanan antara Pemerintah RI – RRT di Istana Negara pada tanggal 2 Oktober 2013
83 c. Kerja sama Indonesia – Polandia Kerja sama Indonesia – Polandia dituangkan melalui MSP dengan fokus area: pertama adalah peningkatan perdagangan dan investasi di bidang perikanan. Kedua, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia untuk mewujudkan pengelolaan perikanan berkelanjutan, termasuk pertukaran tenaga ahli/ilmuwan. Ketiga, pemasaran produk-produk perikanan, termasuk pengembangan pasca panen. Kerja sama di bidang perikanan akan membawa manfaat dalam pembangunan ekonomi bagi kedua negara. Kedua negara dapat saling bertukar pengalaman terbaik dan pelajaran terbaik tentang bagaimana memajukan perikanan berkelanjutan, sekaligus mempromosikan produk ikan dan hasil perikanan. Apalagi, sektor perikanan Polandia cukup maju di bidang pengolahan ikan, dimana tingkat pertumbuhan industri makanan tertinggi di negara ini. Polandia juga memiliki reputasi baik dalam eksplorasi laut dan perikanan. Iptek kelautan dan teknologi identifikasi stok ikan yang menggunakan aplikasi sonar merupakan yang terbaik di dunia. Untuk itu, KKP menetapkan Polandia sebagai mitra strategis dalam pemasaran ikan di Eropa Timur.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 42. Memorandum Saling Pengertian Kerja Sama Perikanan antara Pemerintah RI – Polandia di Warsawa Polandia pada tanggal 4 September 2013
84 d. Kerja sama Indonesia – Amerika Serikat Menteri Luar Negeri AS John F Kerry yang ditunjuk mewakili Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, untuk menghadiri pertemuan kepala negara anggota APEC menyempatkan diri untuk mengunjungi kawasan pelabuhan perikanan Benoa, Bali pada tanggal 6 Oktober 2013. Menlu Kerry ingin melihat langsung kondisi perikanan serta penanganan pasca tangkap di Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu eksportir produk perikanan ke pasar AS. Kunjungan Menlu AS, sekaligus sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kerjasama kemitraan strategis dibidang kelautan dan perikanan dengan AS. Apalagi melalui APEC, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateral di berbagai bidang melalui optimalisasi pertemuan Komisi Bersama. Menlu AS, juga sepakat untuk meningkatkan kerjasama bidang kelautan dan perikanan. Dimana, selama ini kerja sama bilateral RI-AS dalam pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dengan National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA). Kerjasama tersebut difokuskan pada penguatan kapasitas dalam memerangi IUU Fishing, meningkatkan Port State Measure, menguatkan kapasitas KKP melalui berbagai pelatihan, dan memperkuat kerja sama dalam Program Mitra Bahari (Sea Grant Partnership). Kemudian, ada kerja sama eksplorasi laut dalam yang dilaksanakan melalui Indonesia Exploration Sangihe Talaud Region. Kerja sama bilateral tersebut dapat menjadi pijakan bagi kedua negara untuk melanjutkan kerja sama kemitraan yang lebih erat dalam bidang kelautan dan perikanan.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi kelautan. Kerja sama tersebut sudah diimplementasikan melalui program Indonesia Marine and Climate Support (IMACS). Program ini merupakan bantuan hibah USA melalui USAID. Kerja sama kedua negara ini, sekarang semakin meluas di berbagai sektor. Di antaranya penanggulangan kerusakan lingkungan dan penangganan bencana alam. Dalam hal ini termasuk kerjasama dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan dan adaptasi perubahan iklim. Gambar 43. Kunjungan Menlu AS, Jhon Kerry ke Pelabuhan Perikanan Benoa, Bali
85 e. Sistem Perijinan Elektronik Dalam rangka meningkatan pelayanan publik, KKP pada tahun 2013 meluncurkan sistem perijinan elektronik yang bernama Database Sharing System dan E-Service. Sistem ini tidak lain untuk penerapan Sistem Basis Data Terintegrasi Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Sistem Pelayanan Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Online (E-Service). Melalui sistem basis data terintegrasi berbasis web ini, secara umum dapat lebih menjamin transparansi dan ketertelusuran (traceability) produk perikanan tangkap yang dihasilkan, sehingga mampu mencegah terjadinya praktek-praktek IUU Fishing. Sistem basis data terintegrasi mampu meningkatkan kualitas dan validatas data dan informasi yang dihasilkan. Sehingga data dan informasi benar-benar dapat dipergunakan untuk pengambilan kebijakan pengelolaan perikanan secara tepat dan cepat. Seluruh sistem basis data yang terkait dalam pengelolaan perikanan tangkap telah diintegrasikan dalam satu Sistem Basis Data Pengelolaan Perikanan Tangkap yang berbasis web. Sistem informasi hasil kerjasama KKP dengan tenaga ahli Uni Eropa ini sangat mendukung kinerja KKP khususnya Ditjen Perikanan Tangkap. disamping dapat mendukung pelayanan publik yang tengah dikembangkan, KKP juga telah melakukan pembenahan besar dalam perizinan usaha penangkapan ikan. Termasuk, pengembangan sistem data dan informasi perizinan di daerah dan pengembangan pelayanan perizinan usaha penangkapan ikan online (E-Service). Pengintegrasian sistem aplikasi basis data dilakukan pada seluruh sistem basis data pengelolaan perikanan tangkap terkait, baik yang dikelola oleh Ditjen Perikanan Tangkap dan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan maupun antara sistem basis data di Pusat dengan Unit Pelaksana Teknis yang berada di daerah.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Gambar 44. MKP meresmikan Database Sharing System dan E-Service
Refleksi 2013 dan Outlook 2014 86
87
6 Permasalahan
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
dan Tindak Lanjut
88 Beberapa permasalahan teknis menjadi faktor kendala dalam pencapaian target dan sasaran program/kegiatan di tahun 2013, antara lain adalah: 1. Sistem e-procurement yang dilakukan oleh unit layanan pengadaan (ULP) di daerah menjadi kendala percepatan pelaksanaan kegiatan karena SDM pengadaan barang dan jasa belum memahami sistem pengadaan secara elektronik, dan pada umumnya proyek atau kegiatan besar dengan anggaran yang besar lebih didahulukan, sehingga menyebabkan keterlambatan proses pelaksanaan kegiatan. 2. Kendala Iklim dan cuaca yang turut mempengaruhi musim sehingga pelaksanaan kegiatan seperti usaha penangkapan maupun usaha budidaya harus menyesuaikan dengan kondisi yang tepat sehingga produksi perikanan tidak sepanjang waktu dan dengan kondisi yang sesuai. 3. Dalam pembangunan PP masih terdapat kendala lokasi pelabuhan perikanan belum terakomodir dalam RUTR, status lahan belum jelas, tidak dilakukan “Site Selection” dalam penentuan lokasi, hasil studi/detail design kurang lengkap, dukungan prasarana daerah (jalan, listrik, air bersih, dll) relatif kurang, dan masih terdapat rencana pembangunan/pengembangan pelabuhan perikanan tidak konsisten dan berkesinambungan, keterlambatan proses pelelangan sehingga waktu pelaksanaan konstruksi terbatas, terbatasnya SDM di daerah. 4. Dalam rangka pengembangan kawasan Minapolitan baik yang berbasis penangkapan maupun budidaya masih kurangnya dukungan lintas sektor yang optimal serta komitmen pemerintah daerah dalam menyelesaikan master plan. 5. Sarana dan prasarana yang telah dibangun atau disediakan di berbagai daerah seperti PP, Balai Benih Ikan, eskavator maupun sarana pengawas masih belum optimal pemanfaatannya karena lemahnya lembaga pengelolaan. 6. Berapa program yang didanai dari PHLN tidak dapat terealisasi dengan optimal karena kendala admisnitratif yang belum mendapat persetujuan dari negara donor.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Disamping itu terdapat beberapa kendala admisnitratif berupa : 1. Pelaksanaan dan realisasi anggaran terkendala oleh beberapa masalah antara lain (a) adanya proses Revisi DIPA untuk pada beberapa kegiatan (b) umumnya seluruh satker masih dalam proses penyesuaian/adaptasi dengan PerPres 70/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, implementasi e-Proc dan dalam proses sertifikasi untuk para pengelola satker, khususnya bagi satker-satker di daerah (c) proses pelelangan yang terlambat dan memakan waktu cukup lama sehingga waktu pelaksanaan kegiatan terbatas dan (e) ada beberapa satker yang sudah menyatakan mengundurkan diri karena waktu terbatas untuk menyelesaikan pekerjaan fisik. 2. Masih terbatasnya upaya koordinasi dan integrasi pelaksanaan program dan kegiatan antara pusat, daerah dan instansi lintas sektoral. 3. Anggaran yang bersumber dari PHLN terkendala akibat sifat dan pola administrasi dari para donor yang berbeda antara satu dengan lainnya.
89 Selanjutnya upaya tindak lanjut yang dilakukan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain adalah : 1. Koordinasi secara intensif dengan satker Daerah dan ULP dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan dan mendorong Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pengadaan barang dan jasa; 2. Meningkatkan koordinasi dan integrasi pelaksanaan program kerja dan kegiatan antara pusat, daerah dan instansi lintas sektoral secara intensif dan berkelanjutan agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik; 3. Mendorong Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kab/Kota untuk melaksanakan kegiatan dan anggaran sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan;
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
4. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kab/Kota serta Unit Kerja lingkup KKP untuk secara periodik melakukan rekonsiliasi data dan menyampaikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan.
91
Pembangunan Kelautan dan Perikanan Tahun 2014
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
7 Outlook
92 A. Arah Kebijakan dan Target Kinerja KKP Tahun 2014 Rencana kerja pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2014 mengusung tema: “Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Penguatan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat melalui Industrialisasi dengan Pendekatan Ekonomi Biru”. Berdasarkan tema pembangunan tersebut, pada tahun 2014 KKP menetapkan 7 (tujuh) kebijakan, yaitu: (1) Meningkatkan daya saing produk perikanan. (2) Pembinaan mutu dan keamanan hasil perikanan. (3) Pengembangan SDM KP dan penguatan IPTEK KP. (4) Peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan. (5) Percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di Koridor Ekonomi. (6) Konservasi dan rehabilitasi, pengelolaan pulau-pulau kecil, dan mitigasi bencana. (7) Pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Adapun IKU pada Rencana Kerja KKP Tahun 2014 sebagai berikut : 1. Pertumbuhan PDB Perikanan sebesar 7,25%; 2. Produksi perikanan sebesar 20,95 juta ton, yang terdiri dari: a. Perikanan tangkap
: 6,08 juta ton
b. Perikanan budidaya
: 13,97 juta ton
Produksi garam rakyat
: 3,30 juta ton
3. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan sebesar 112/105; 4. Tingkat konsumsi ikan dalam negeri sebesar 38,00 kg/kapita/tahun; 5. Nilai ekspor hasil perikanan sebesar USD 5,65 miliar; 6. Jumlah kasus penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra < 10 kasus; 7. Luas Kawasan Konservasi Laut dan Perairan yang dikelola secara berkelanjutan 4,5 juta ha dengan penambahan kawasan konservasi perairan seluas 500 ribu ha;
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
8. Jumlah pulau–pulau kecil, termasuk pulau-pulau kecil terluar yang dikelola sebanyak 30 pulau; 9. Persentase wilayah perairan yang bebas IUU Fishing dan kegiatan-kegiatan yang merusak sebesar 39%. B. Fokus 2014 Fokus 2014 adalah menuntaskan target RPJM 2010-2014 dan melanjutkan pencapaian visi dan misi KKP. Hal itu dilakukan dengan pendekatan strategi pembangunan nasional: Pro-Poor, Pro Job, Pro Growth dan Pro Environment. Dalam mewujudkan pencapaian ketahanan pangan, penguatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, seluruh program dan kegiatan KKP tahun 2014 akan dilakukan melalui sinergi implementasi Minapolitan, Industrialisasi, dan Blue Economy.
93 Untuk melaksanakan kebijakan nasional pro poor pada tahun 2014, fokus kegiatan KKP antara lain melalui PKN, PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan, Pemberdayaan masyarakat pesisir dan perempuan, Peningkatan akses pendidikan dan beasiswa anak nelayan dan kegiatan lainnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas dan pendampingan. Sedangkan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan nasional Pro Job dan Pro Growth pada tahun 2014 fokus kegiatan KKP diantaranya dengan melanjutkan pembangunan infrastruktur (PP/PPI, BBI, sarpras pengolahan dan pemasaran serta infrastruktur pulaupulau kecil), Pengembangan suprastruktur usaha kelautan dan perikanan (perijinan on line dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PTSP), Pengembangan kawasan Minapolitan dan kegiatan Industrialisasi, dan kegiatan lainnya yang terkait dengan peningkatan produksi, produktivitas dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan.Disamping itu KKP akan mengembangan SLIN dengan berkoordinasi dengan K/L terkait.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan nasional Pro Environment tahun 2014 diantaranya melalui penerapan inovasi dan teknologi ramah lingkungan berbasis Blue Economy; Rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang; Pengelolaan kawasan konservasi perairan, Pengelolaan wilayah pesisir terpadu, Revitalisasi kota pantai, Penguatan sistem pemantauan pesisir, Rehabilitasi ekosistem dan pengendalian pencemaran dan Pemberantasan IUU fishing.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
95
8 Penutup
96 Berbagai hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai selama tahun 2013 telah dikemukakan dan upaya pembangunan perlu terus ditingkatkan serta perbaikan kualitas pelayanan harus dilaksanakan lebih konsisten dan secara terus menerus oleh semua jajaran aparatur pada semua tingkatan, sehingga pelayanan selalu dapat diberikan secara cepat, tepat dan mudah. Sangat disadari bahwa keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masih memerlukan perbaikan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan dan perikanan, terutama dalam meningkatkan perekonomian nasional.
Refleksi 2013 dan Outlook 2014
Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan sepanjang tahun 2013 ini diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat serta menyumbangkan gagasan dan pemikiran tentang arah dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan ke depan secara lebih luas dan menyeluruh. Tugas membangun sektor kelautan dan perikanan ke depan, bukanlah merupakan tugas pemerintah semata oleh karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat luas dan kerja keras tanpa pamrih.
Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan