Program Kajian Cepat
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RAP Buletin Kajian Biologi
64
Diedit oleh Putu Liza Kusuma Mustika, I Made Jaya Ratha, Saleh Purwanto
DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN BALI BALAI RISET DAN OBSERVASI KELAUTAN BALI UNIVERSITAS WARMADEWA
Denpasar, Bali Agustus 2012
CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA
Program Kajian Cepat
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
RAP Buletin
Kajian Biologi
64
Diedit oleh Putu Liza Kusuma Mustika, I Made Jaya Ratha, Saleh Purwanto
Dinas Perikanan dan Kelautan Bali Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali Universitas Warmadewa
Denpasar, Bali Agustus 2012
Conservation International Indonesia
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011 Edisi kedua Agustus 2012 Kutipan diusulkan sbb: Mustika, P. L., Ratha, I. M. J. & Purwanto, S. (eds) 2012. Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011 (edisi kedua bahasa Indonesia). RAP Bulletin of Biological Assessment 64. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali, Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali, Universitas Warmadewa, Conservation International Indonesia, Denpasar. 142 pp. Sumber foto: Emre Turak: Isi Bab 5
Lyndon DeVantier: Isi Bab 5
Gerald R. Allen: Judul kiri, banner dan isi Bab 3
Mark Erdmann: Judul kanan, isi Bab 3, Foto 5.5
I Made Jaya Ratha: Banner Ringkasan Eksekutif, banner Bab 1, banner dan isi Bab 2, banner Bab 6
Muh. Erdi Lazuardi: Banner Bab 4, banner Bab 5
Kartografi: Emre Turak/Lyndon DeVantier: Gambar 5.3, Gambar 5.4, Gambar 5.14
Ketut Sudiarta: Gambar 4.1
Gerald R. Allen: Gambar 3.19
Nur Hidayat: Gambar 1.1, Gambar 5.2, Gambar 6.1
I Made Jaya Ratha Gambar 1.2 Penterjemah: Jeni Shannaz (Bab 3 dan 5) Layout: I Made Jaya Ratha Editor: Putu Liza Mustika I Made Jaya Ratha Saleh Purwanto
Kata Pengantar dari Gubernur Bali
Sambutan dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
iii
Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali
iv
Program Kajian Cepat
Sambutan
Sambutan Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia
Bali merupakan daerah yang sangat kental dengan kehidupan adat dan budaya yang berbasis pada alam dan sekaligus menjadi tujuan utama pariwisata dunia. Terletak di dalam kawasan segitiga karang dunia, perairan Bali adalah rumah bagi berbagai jenis biota laut yang tidak hanya menyediakan protein bagi masyarakat, namun juga menjadi pilar utama pembangunan pariwisatanya. Namun demikian, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Bali merupakan tantangan besar bagi para pemangku kepentingan di Bali. Pesatnya laju pembangunan khususnya di daerah pesisir masih belum diimbangi dengan rencana pengelolaan jangka panjang yang memadai. Oleh karenanya, bukan hal yang mustahil bila dalam titik tertentu, kelangsungan ekonomi jangka panjang Bali pun dipertanyakan. Untuk itu, berbagai inisiatif dan strategi untuk pembangunan jangka panjang di Bali terus diupayakan oleh Pemerintah, pihak swasta, masyarakat maupun LSM. Kerja keras pemerintah dengan berbagai pihak telah menghasilkan perencanaan tata ruang di wilayah darat maupun laut yang dituangkan dalam Perda 16/2009, yang menjadi kerangka dan acuan membangun Bali dalam 20 tahun ke depan. Inisiasi pengembangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan Jejaringnya di seluruh Bali adalah salah satu bentuk strategi untuk menterjemahkan RTRW Bali tersebut. Seiring dengan hal itu, Conservation International (CI) Indonesia melalui program Bali MPA Network memiliki tujuan mengupayakan terkelolanya sumber daya pesisir dan laut Bali secara efektif untuk mempertahankan fungsi lingkungan dan sosial-ekonomi bagi masyarakat lokal dan pemerintah. Dengan target membangun jejaring KKP yang terkelola secara efektif bagi seluruh Pulau Bali yang mendukung visi pengelolaan Bali (‘satu pulau, satu manajemen’ dan ‘Bali Clean and Green Province’), CII berupaya untuk memfasiltasi pemerintah dengan bekerjasama dengan para pihak yang terkait. CII berharap bahwa terbangunnya Jejaring KKP seluruh Pulau Bali ini, yang dilengkapi dengan kapasitas pengelola KKP yang handal dan professional akan mampu menjadi penunjang utama kelentingan pariwisata laut Bali. Para pemangku kepentingan mengusulkan tidak kurang dari 25 daerah prioritas dalam lokakarya pengembangan KKP dan Jejaringnya di Bali yang dilaksanakan pada bulan Juni 2010. Untuk menyempurnakan desain jejaring KKP Bali tersebut, kami memandang sangat penting memasukan pertimbangan ilmiah (bio-ekologis serta sosial-ekonomi) dalam mentukan rancang bangun jejaring KKP Bali tersebut. Oleh karena itu pemerintah Bali dan CII memandang perlu untuk melakukan kajian secara komprehensif terhadap kondisi kelautan di Bali. Hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan dipimpin oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bali ini diharapkan mampu menjadi landasan ilmiah yang mampu mengarahkan Jejaring KKP Bali untuk bekerja membangun Bali menuju Ekonomi Hijau dan Pariwisata Berkelanjutan. Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan pendanaan yang diberikan oleh USAID untuk berlangsungnya kegiatan ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih pula atas dukungan dan kepemimpinan Pemda Bali (terutama Dinas Perikanan dan Kelautan) dalam studi ini, para anggota tim Bali Marine RAP, P2O-LIPI, DKP, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, BKSDA Bali, Bali Diving Academy, serta para mitra lainnya atas suksesnya kegiatan ini. Kami berharap agar hasil studi dan usulan tindak lanjut dari kegiatan ini bisa bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan pelaku pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir di Pulau Bali. Denpasar, 24 October 2011
Ketut Sarjana Putra Country Executive Director Conservation international Indonesia
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
v
Daftar Isi
Daftar Isi Kata Pengantar dari Gubernur Bali............................................................................................................................................................ iii Sambutan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali...........................................................................................................iv Sambutan Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia.................................................................................................... v Daftar Gambar.............................................................................................................................................................................................. viii Daftar Foto.......................................................................................................................................................................................................ix Daftar Foto........................................................................................................................................................................................................x Daftar Tabel.....................................................................................................................................................................................................xi Partisipan...................................................................................................................................................................................................... xii Ringkasan Eksekutif....................................................................................................................................................................................... 1 Bab 1.................................................................................................................................................................................................................. 8 Pendahuluan
Bab 2................................................................................................................................................................................................................ 12 Gambaran Lokasi I Made Jaya Ratha
Bab 3................................................................................................................................................................................................................ 17 Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia Gerald R. Allen & Mark V. Erdmann
Bab 4................................................................................................................................................................................................................ 72 Kondisi Terumbu Karang di Bali Muhammad Erdi Lazuardi, I Ketut Sudiarta, I Made Jaya Ratha, Eghbert Elvan Ampou, Suciadi Catur Nugroho dan Putu Liza Mustika
Bab 5................................................................................................................................................................................................................ 82 Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia Emre Turak dan Lyndon DeVantier
Bab 6.............................................................................................................................................................................................................. 136 Menuju Jejaring KKP Bali Putu Liza Mustika & I Made Jaya Ratha
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
vii
Daftar Gambar
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Prioritas Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Bali (Hasil Lokakarya Para Pihak, Juni 2010)...............................................................11 Gambar 1.2. Lokasi Kegiatan Marine Rapid Assessment Program (Bali Tahun 2011 dan Nusa Penida Tahun 2008)..................................................................11 Gambar 3.1. Citra satelit dari Secret Bay, Gilimanuk..................................................................................................................................................................27 Gambar 4.1. Peta site-site pengamatan kondisi terumbu karang pada kegiatan , 29 April – 11 Mei 2011................................................................................74 Gambar 4.2. Kondisi persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m dan 10-14m pada site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program......................................................................................................................................................................................75 Gambar 4.3. Kondisi persentase penutupan rata-rata karang keras pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011.......................75 Gambar 4.4. Komposisi rata-rata penutupan substrat dasar pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011..................................76 Gambar 4.5. Komposisi rata-rata total persentase penutupan substrat dasar di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011...................................................76 Gambar 4.6. Rata-rata komposisi 10 genus yang mendominasi karang keras di Bali berdasarkan survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011................................................................................................................................................................................................................76 Gambar 4.7. Nilai Indeks Mortalitas pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011 ...............................................................................................................................................................................................................78 Gambar 5.1. Segitiga Karang (merah tua, mengikuti Veron dkk. 2009). Bali terletak di sudut Barat Daya.................................................................................85 Gambar 5.2. Kandidat stasiun-stasiun prioritas dan nonprioritas yang diidentifikasi selama lokakarya KKP Bali, Juni 2010....................................................88 Gambar 5.3. Perkiraan lokasi situs survei, Nusa Penida (17 situs, Oktober 2008) dan Bali (31 situs, April-Mei 2011)..............................................................92 Gambar 5.4. Kawasan yang telah disurvei di sekitar Segitiga Karang di Indonesia, termasuk Bali dan Nusa Penisa, Komodo, Kepulauan Banda, Wakatobi, Derawan, Bunaken, Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana. Setiap wilayah survei ini cukup luas dan mendukung keragaman habitat terumbu karang. Setiap survei dilakukan secara komprehensif dan praktis karena waktu yang tersedia terbatas (lihat Daftar Pustaka untuk rinciannya). ......................................................................................................................................................................92 Gambar 5.5. Rata-rata % tutupan (+ s.e.) bentos sesil di Bali, April-Mei 2011 dan Nusa Penida (Oktober 2008) ....................................................................93 Gambar 5.6. Plot pencar tentang tingkat kerusakan terbaru pada karang pembangun terumbu karang pada 85 stasiun di Bali..............................................99 Gambar 5.7. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster pada komunitas karang di 48 situs di Bali (B#) dan Nusa Penida (N#)............100 Gambar 5.8. Distribusi tipe komunitas karang di 48 situs di Bali. Kelima komunitas menunjukkan tingkat pemisahan geografi yang cukup tinggi di sepanjang kawasan survei. Setiap situs memiliki sebuah daerah arsir ‘persegi panjang komunitas’ yang menunjukkan identitas komunitas yang ada, di mana Komunitas A diwakili oleh warna persegi panjang kuning, B oleh coklat, C oleh biru, D oleh merah, dan E oleh merah muda dan ungu...................100 Gambar 5.9. Rata-rata tutupan atribut bentik di 5 tipe komunitas karang, Bali......................................................................................................................102 Gambar 5.10. Dendrogram yang menggambarkan tingkat kesamaan pada berbagai lokasi yang berbeda dalam hal keberadaan spesies terumbu karangnya, ..................................................................................................................................................................................................................109 Gambar 5.11. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster dari komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah di Indonesia...............................................................................................................................................................................................................................109 Gambar 5.12. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil dari analisis cluster komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah Indonesia ......... 110 Gambar 5.13. Kawasan dengan berbagai habitat dan tipe komunitas karang utama di Bali. Gambar Google Earth. Daerah yang diwarnai sesuai dengan tipe komunitas karang utama pada Gambar 5.7 .........................................................................................................................................................110 Gambar 5.14. Terumbu karang dengan prioritas konservasi tinggi di Bali, ditunjukkan dengan bintang merah......................................................................112 Gambar 6.1. Bakal-bakal KKP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring KKP Bali (lihat Tabel 6.3 untuk nama-nama KKP)......141
viii
Program Kajian Cepat
Daftar Foto
Daftar Foto
Foto 2.1. Wisata bahari menjadi salah satu sumber pendapatan nelayan di Candidasa ...........................................................................................................13 Foto 2.2. Pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar perairan Bunutan, Amed...................................................................................................................13 Foto 2.3. Panduan bagi wisatawan agar tidak merusak karang di sekitar pantai Pemuteran....................................................................................................15 Foto 3.1. Contoh spesies ikan karang Samudera Hindia yang ditemukan di Bali (dari kiri atas hingga kanan bawah): Acanthurus tristis, Amphiprion sebae, Chaetodon trifasciatus, Chromis opercularis, Leptojulis chrysotaenia, dan Melichthys indicus....................................................................23 Foto 3.2. Apogon lineomaculus, dengan panjang 6 cm. Hanya ada di Bali dan Komodo.............................................................................................................23 Foto 3.3. Contoh pasangan spesies kembar (spesies dari Samudera Hindia di kiri dan Pasifik di kanan): atas – Chaetodon decussatus dan C. vagabundus; tengah – Chromis dimidiata dan C. margaritifer; bawah - Ctenochaetus cyanocheilus dan C. truncatus.........................................................23 Foto 3.4. Contoh perkawinan silang (tengah) antara Centropyge eibli (kiri) dan C. vroliki (kanan) di Nusa Penida....................................................................23 Foto 3.5. Contoh spesies ikan di Bali yang berhubungan dengan wilayah upwelling dingin: dari kiri ke kanan - Prionurus chrysurus, Springeratus xanthosoma, dan Mola mola........................................................................................................................................................................................................24 Foto 3.6. Parapercis bimacula, panjang total 11 cm...................................................................................................................................................................24 Foto 3.7. Manonichthys sp. sepanjang 3,5 cm............................................................................................................................................................................24 Foto 3.8. Dua Pseudochromis baru dari Bali dan Nusa Penida sepanjang 7 cm.........................................................................................................................24 Foto 3.9. Siphamia sp. sepanjang 3,5 cm...................................................................................................................................................................................24 Foto 3.10. Dua spesies baru jawfish (Opistognathidae) dari Bali (kiri ke kanan): spesies Opistognathus 1 sepanjang 4 cm, spesies Opistognathus 2 sepanjang 3,5 cm........................................................................................................................................................................................................................25 Foto 3.11. Meiacanthus abruptus, sepanjang 7 cm....................................................................................................................................................................25 Foto 3.12. Spesies Meiacanthus cyanopterus sepanjang 6 cm....................................................................................................................................................25 Foto 3.13. Priolepis sp. sepanjang 2,5 cm...................................................................................................................................................................................25 Foto 3.14. Grallenia baliensis. dengan panjang 2,5 cm..............................................................................................................................................................25 Foto 3.15. Lepadichthys sp. sepanjang 3 cm..............................................................................................................................................................................26 Foto 3.16. Ptereleotris rubristigma, sepanjang 10 cm.................................................................................................................................................................26 Foto 3.17. Catatan distribusi baru (dari kiri ke kanan) meliputi: Chaetodon reticulatus, Abudefduf lorentzi, dan Cirrhilabrus pylei..........................................26 Foto 3.18. Capungan banggai (Pterapogon kauderni) yang didatangkan dari luar Bali, panjang total 8 cm, Secret Bay, Bali...................................................26 Foto 5.1. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N1.2 Nusa Penida didominasi oleh Acropora spp.....................................................................94 Foto 5.2. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun B30.2 Bali, didominasi oleh Porites nigrescens dan Seriatopora spp.......................................94 Foto 5.3. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N4.2 Nusa Penida, didominasi oleh Acropora spp. dan Porites spp..........................................94 Foto 5.4. Tutupan petak karang lunak yang luas yang didominasi Sarcophyton spp. di stasiun N16.2 Nusa Penida..................................................................94 Foto 5.5. Euphyllia spec. nov., ditemukan oleh M. Erdmann, pantai timur Bali. Detail polip dari dekat......................................................................................94 Foto 5.6. Isopora sp. (tengah) yang belum diidentifikasi bersebelahan dengan Isopora palifera (atas dan kanan), stasiun N9.2 Nusa Penida.........................94 Foto 5.7. Budi daya rumput laut, Stasiun N14.2, Nusa Penida....................................................................................................................................................98 Foto 5.8. Pemangsaan Acropora yongei oleh siput Drupella, Stasiun N14.1, Nusa Penida..........................................................................................................98
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
ix
Daftar Foto
Daftar Foto, continued
Foto 5.9. Pemangsaan terbaru oleh bintang laut Crown-of-thorns pada Acropora sukarnoi, Stasiun N8.2, Nusa Penida...........................................................98 Foto 5.10. Koloni Goniopora tenuidens yang terserang penyakit, Stasiun N13.2, Nusa Penida....................................................................................................98 Foto 5.11. Kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, Stasiun N8.1, Nusa Penida.................................................................98 Foto 5.12. Sampah plastik dan lumpur mencemari terumbu karang, stasiun 31.2 Bali.............................................................................................................99 Foto 5.13. Jaring yang dibuang dan terus membelit karang, stasiun B13.2 Bali........................................................................................................................99 Foto 5.14. Contoh komunitas karang A, Stasiun B16.2, Bali, yang menunjukkan tingginya tutupan terumbu karang di perairan dangkal, sebagian besar adalah acroporidae Montipora (latar belakang) dan Acropora.........................................................................................................................................106 Foto 5.15. Contoh komunitas karang A, Stasiun B17.1, Bali, menunjukkan dampak dari lumpur.............................................................................................106 Foto 5.16. Contoh komunitas karang B, stasiun B30.2, Bali, yang didominasi oleh Acropora pulchra dan Seriatopora hystrix yang lebih kecil.......................106 Foto 5.17. Contoh komunitas karang B, stasiun B22.2, Bali, dengan banyak spesies karang Heterocyathus and Heteropsammia yang kecil dan tidak menempel, tersebar di antara lamun Halophila pada substrat lunak........................................................................................................................................106 Foto 5.18. Contoh komunitas karang C, stasiun B5.1, Nusa Penida, didominasi piringan pectiniidae dan faviidae yang mengerak........................................106 Foto 5.19. Contoh komunitas karang C, stasiun B4.1, Bali, dengan alga rhodofit dan didominasi oleh karang lunak..............................................................106 Foto 5.20. Contoh komunitas karang D, stasiun N1.2 Nusa Penida, yang didominasi oleh acroporidae tabular dan berdaun (foliose)....................................107 Foto 5.21. Contoh komunitas karang D, Nusa Penida stasiun N8.2, menunjukkan beragam karang yang tumbuh di atas punggung bukit terumbu karang (reef spur) yang tidak beraturan....................................................................................................................................................................................107 Foto 5.22. Contoh komunitas karang E, stasiun B6.2, Bali, dengan tegakan besar Acropora sukarnoi (tengah)......................................................................107 Foto 5.23. Contoh komunitas karang E, stasiun B8.2, Bali, dengan spesies tabular Acropora cytherea besar (tengah)...........................................................107 Foto 5.24. Acropora suharsonoi, terumbu karang yang rentang penyebarannya sangat terbatas di Bali Utara dan Lombok Barat, (dijumpai di Situs B26, di Bali). ...............................................................................................................................................................................................108
x
Program Kajian Cepat
Daftar Tabel
Daftar Tabel Tabel 0.1. Situs Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali 29 April – 11 Mei 2011....................................................................................................................3 Tabel 1.1. Daftar survei situs dari Bali MRAP 29 April – 11 May 2011. Notabene: survei ikan tidak dilakukan pada situs 6, 8 dan 28, dan sebaliknya di situs 26, hanya survei ikan yang dilakukan dan bukan survei karang atau transek.........................................................................................9 Tabel 3.1. Jumlah spesies yang diamati pada masing-masing situs (catatan: ikan-ikan tidak disurvei pada situs 6, 8 dan 27)..............................................19 Tabel 3.2. Situs dengan tingkat keragaman spesies ikan karang yang tinggi yang diamati selama survei 2011 di Bali............................................................19 Tabel 3.3. Nilai Indeks Keragaman Ikan Karang (Coral fish diversity index / CFDI ) untuk daerah yang terbatas, jumlah spesies ikan karang diamati selama survei, dan jumlah yang diperkirakan dengan menggunakan rumus regresi CFDI..........................................................................................................20 Tabel 3.4. Famili dengan kelimpahan spesies ikan terbanyak di Bali..........................................................................................................................................21 Tabel 3.5. Analisis zoogeografi ikan karang di Bali. Setiap kategori bersifat eksklusif................................................................................................................21 Tabel 3.6. Spesies-spesies ikan Samudera Hindia yang ditemukan di Bali.................................................................................................................................22 Tabel 3.7. Ikan karang endemik Sunda Kecil yang terdapat di Bali.............................................................................................................................................22 Tabel 3.8. Contoh spesies kembar yang tercatat di Bali..............................................................................................................................................................27 Tabel 3.9. Spesies yang terkait dengan upwelling dingin yang terdapat di Bali..........................................................................................................................28 Tabel 3.10. Perbandingan jumlah spesies pada kawasan geografi utama di wilayah Bali..........................................................................................................30 Lampiran 3.1. Daftar ikan karang di Bali (termasuk Nusa Penida).............................................................................................................................................33 Tabel 4.1. Daftar lokasi survey dan site pengamatan pada Bali Marine RAP Tahun 2011...........................................................................................................73 Tabel 4.2. Kode dan kategori benthic lifeform..............................................................................................................................................................................74 Tabel 4.3. Kondisi karang keras yang didominasi karang Acropora, Porites, Montipora, Echinopora dan Seriatopora pada site pengamatan di Bali................77 Tabel 4.4. Kondisi rata-rata karang hidup pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assesment Program, 29 April – 11 Mei 2011......... 78 Lampiran 4.1. Daftar total genus karang keras dan rata-rata persentase penutupan pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011.............................................................................................................................................................................81 Tabel 5.1. Kategori kelimpahan relatif, kerusakan dan ukuran (diameter maksimum) setiap taksa bentik dalam inventarisasi biologi....................................89 Tabel 5.2. Berbagai kategori atribut bentik ................................................................................................................................................................................90 Tabel 5.3. Ringkasan statistik untuk berbagai variabel lingkungan, Bali (termasuk Nusa Penida), Oktober 2008 dan April-Mei 2011......................................93 Tabel 5.4. Perbandingan keragaman dan ciri-ciri ekologi lainnya antara Bali dengan kawasan terumbu karang lain di Indo-Pasifik Barat..............................95 Tabel 5.5. Karang batu Azooxanthellate Scleractinia, karang batu nonscleractinia, karang lunak dan biota lain yang tercatat di Bali. ....................................96 Tabel 5.6. Peringkat (nilai) situs untuk RI mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah untuk 20 situs teratas di Bali. B menunjukkan situs di pulau utama Bali, N menunjukkan situs di Nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan........................................................................................................97 Tabel 5.7. 20 situs teratas dengan Replenishment index CI karang di Bali. B adalah situs di pulau utama Bali, N adalah situs di Nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan.............................................................................................................................................................................................97 Tabel 5.8. Ringkasan statistik (nilai rata-rata) untuk berbagai variabel lingkungan dan tutupan bentik untuk 5 komunitas karang di Bali. Ciri-ciri yang membedakan diberikan dalam huruf tebal................................................................................................................................................................................101 Tabel 5.9. Ciri-ciri spesies karang pada 5 tipe komunitas karang, Bali. Taksa digunakan sebagai indikator untuk tipe komunitas yang relevan diberikan dalam huruf tebal......................................................................................................................................................................................................................103 Tabel 5.10. Berbagai nilai konservasi situs survei di Bali. Replenishment Index (CI) dinilai dari yang tertinggi sampai yang terendah; Indeks Kelangkaan (RI) dengan pemeringkatan mulai dari yang tertinggi (1, yang secara faunistik paling tidak biasa) sampai yang terendah. Kekayaan spesies Scleractinia – pembangun terumbu karang; nomor situs dan tipe komunitas sesuai dengan yang ada di Gambar.....................................................111 Lampiran 5.1. Ciri lokasi survei. Nusa Penida, November 2008 dan Bali, April-Mei 2011.........................................................................................................116 Lampiran 5.2. Perkiraan visual persentase tutupan berbagai atribut bentik sesil dan tipe substrat, serta kedalaman dan stasiun penghitungan untuk kekayaan spesies karang hermatypic, Nusa Penida, November 2008 and Bali, April-Mei 2011.................................................................................................118 Lampiran 5.3. Daftar spesies karang untuk Bali dan wilayah-wilayah lain yang berdekatan, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan dan Taman Nasional Bunaken. Catatan spesies untuk setiap lokasi diperbarui dengan mengikuti studi taksonomi. ................................................................................121 Tabel 6.1. Daftar spesies penyu dan lokasi peneluran dan pakan mereka di Bali ....................................................................................................................138 Tabel 6.2. Daftar spesies mamalia laut yang terlihat di Bali sejak 2001..................................................................................................................................139 Tabel 6.3. Lokasi-lokasi prioritas untuk jejaring KKP di Bali (searah jarum jam, kea rah timur)...............................................................................................140 Gambar 6.1. Bakal-bakal KKP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring KKP Bali (lihat Tabel 6.3 untuk nama-nama KKP)......141
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
xi
Partisipan
Partisipan
I Gusti Putu Nuriartha (Penanggung Jawab dan Penasehat) Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Bali Jl. Patimura 77 Denpasar-Bali Fax. (0361) 223562
Ketut Sarjana Putra (Penanggung Jawab) Conservation International (CI) Indonesia Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235 Fax. +62 361 235 430 Email:
[email protected]
Eghbert Elvan Ampou (Pengamat Ekologi Karang) Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali Jl. Baru Perancak-Jembrana, Bali Fax. 0365-44278 Email:
[email protected]
Mark Van Nydeck Erdman (Pengamat Ikan Karang) Conservation International (CI) Indonesia Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235 Fax. +62 361 235 430 Email:
[email protected]
Muhammad Erdi Lazuardi (Pengamat Ekologi Karang) Conservation international (CI) Indonesia Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235 Fax. +62 361 235 430 Email:
[email protected]
Suciadi Catur Nugroho (Pengamat Ekologi Karang) Balai Riset dan Observasi Kelautan Bali Jl. Baru Perancak-Jembrana, Bali Fax. 0365-44278 Email:
[email protected]
Gerald Robert Allen (Pengamat Ikan karang) Conservation International 1919 M Street NW, Suite 600 Washington, DC 20036, USA
I Ketut Sudiarta (Pengamat Ekologi Karang) Universitas Warmadewa Jl. Akasia 10 Denpasar, Bali Email:
[email protected]
Emre Turak (Pengamat karang keras/ hard coral) Conservation International 1919 M Street NW, Suite 600 Washington, DC 20036, USA
Lyndon DeVantier (Pengamat karang keras/ hard coral) Conservation International 1919 M Street NW, Suite 600 Washington, DC 20036, USA
I Made Jaya Ratha (Pengamat Sosial-Ekonomi Daerah Pesisir) Conservation Indonesia (CI) Indonesia Jl. Dr Muwardi 17 Renon, Denpasar Bali 80235 Fax. +62 361 235 430 Email:
[email protected]
xii
Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
Latar Belakang
Provinsi Bali terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Luas Pulau Bali adalah 563.666 ha yang meliputi daratan utama Bali, Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, pulau Serangan dan pulau Menjangan. Bali terkenal di seluruh penjuru dunia karena budaya masyarakatnya yang unik serta statusnya sebagai tujuan wisata terkemuka di dunia. Bali juga terletak di pojok barat daya Coral Triangle – sebuah kawasan yang memiliki keanekaragaman laut tertinggi di planet ini. Sumberdaya laut Bali telah lama menjadi aset ekonomi yang penting bagi pulau ini – baik sebagai sumber pangan bagi penduduk lokal (banyak penduduk Bali yang memperoleh pasokan protein dari seafood) dan untuk wisata bahari. Atraksi wisata selam dan snorkeling seperti di Nusa Penida, Candi Dasa, pulau Menjangan (Taman Nasional Bali Barat), dan runtuhan kapal USS Liberty di Tulamben telah mengundang banyak wisatawan selama beberapa dekade terakhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini sector wisata bahari swasta telah juga mengembangkan pilihan wisata ke Puri Jati, Karang Anyar, dan Amed. Kegiatan lain yang penting bagi perekonomian pesisir Bali antara lain adalah pertanian rumput laut dan penangkapan ikan hias. Gubernur Bali telah mengeluarkan Keputusan Gubernur No. 324/2000 tentang integrasi pengelolaan wilayah pesisir dalam pembangunan Bali. Namun, pembangunan yang cepat dan tidak terkoordinir di daerah resapan air dan pesisir Bali ditambah dengan tidak jelasnya tata ruang wilayah laut dan pesisir pulau telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan laut di sekitar Bali. Masalah ini ditambah dengan adanya tangkap berlebih dan perikanan yang merusak, sedimentasi dan eutrofikasi akibat pembangunan wilayah pesisir, sampah di lautan dan pengerukan di kawasan karang. Hal ini menyebabkan dipertanyakannya kelestarian jangka panjang kegiatan ekonomi di pesisir Bali. Menyadari ancaman-ancaman ini, pemerintah provinsi Bali telah berusaha keras untuk mengembangkan strategi pembangunan jangka panjang Pulau Bali, termasuk meningkatkan kualitas tata ruang wilayah darat dan lautnya. Salah satu bagian penting dari inisiatif ini adalah bahwa pemerintah Bali telah memutuskan untuk merancang dan mengembangkan sebuah jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di sekitar Bali yang memberikan prioritas kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang lestari (meliputi wisata bahari lestari, budidaya laut lestari dan perikanan skala kecil lestari) Dalam rangka memulai perencanaan jejaring KKP tersebut, pemerintah Bali menggelar sebuah lokakarya para pihak pada bulan Juni 2010. Lokakarya ini diorganisir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Bali, bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia dan beberapa LSM lokal yang tergabung dalam Mitra Bahari Bali. Lokakarya Jejaring KKP Bali dihadiri oleh 70 partisipan dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten, universitas, LSM, sektor swasta, kelompok masyarakat, forum lembaga adat dan kelompok nelayan. Salah satu hasil terpenting lokakarya tersebut adalah para peserta mengidentifikasi 25 situs prioritas yang dipandang sebagai kandidat terpenting untuk dimasukkan ke dalam jejaring KKP pulau Bali. Daftar ini meliputi kawasan lindung daerah/nasional yang sudah ada, seperti Taman Nasional Bali Barat/Pulau Menjangan dan Nusa Penida. Daftar tersebut juga meliputi banyak situs baru yang tidak memiliki bentuk perlindungan legal. Sebagai tindak lanjut bagi jejaring KKP, pada awal 2011 pemerintah Bali (terutama DKP Provinsi) meminta bantuan program kelautan Conservation International Indonesia untuk memimpin satu tim peneliti lokal dan internasional. Tim ini diharapkan untuk melakukan survey terhadap situs-situs kandidat KKP yang telah diidentifikasi dalam lokakarya bulan Juni 2010. Survey tersebut juga didesain untuk memberikan rekomendasi guna menetapkan prioritas situs dan langkah-langkah yang perlu diambil dalam mendesain jejaring KKP. Tim survey diminta untuk melanjutkan data hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan Nusa Penida (dipimpin oleh CI pada bulan November 2008) sehingga dapat menghasilkan laporan menyeluruh tentang keanekaragaman,
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
struktur komunitas dan kondisi terkini terumbu karang dan ekosistem terkait di Bali. Berdasarkan informasi tersebut, tim survey juga diminta untuk memberikan rekomendasi tentang bagaimana memberikan prioritas terhadap ke-25 kandidat situs bagi jejaring KKP yang terwakili secara ekologis.
•
Secara keseluruhan, tim sukses melakukan survey di 33 situs (lihat tabel di bawah ini) yang mewakili sebagian besar dari ke-25 situs KKP yang telah teridentifikasi pada bulan Juni 2010 yang lalu. Survey dimuali pada ujung selatan Bali dan diteruskan secara berlawanan dengan arah jarum jam mengelilingi pulau hingga ujung barat laut tercapai. Di titik ini tim survey tidak dapat meneruskan perjalanan ke pesisir barat karena kondisi ombak yang ganas berbahaya bagi penyelaman. Data dari ke-33 situs tersebut telah digabungkan dengan data yang diambil dari 19 titik pada bulan November 2008 saat MRAP Nusa Penida. Karenanya, analisis taksonomi karang dan ikan karang serta analisis struktur komunitas yang terdapat pada laporan ini berasal dari dataset di 52 situs penyelaman.
•
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali 2011 dilakukan selama lebih dari 350 jam selam. Selama itu, tim survey merasa terkesan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk ditemukannya beberapa spesies baru. Tim survey juga sangat terkesan karena terumbu karang Bali ditemukan dalam pemulihan aktif dari pemutihan karang, perikanan yang merusak dan serangan bintang laut berduri yang sempat diperkirakan menghancurkan karang-karang tersebut mulai dari akhir 1990an hingga 2001. Perbandingan karang hidup dan mati adalah 7 banding 1; suatu perbandingan yang mengesankan dan merupakan bukti kelentingan terumbu karang Bali. Pada saat yang sama, tim juga menemukan bukti masalah pengelolaan sumber daya Bali, termasuk sampah plastik yang ada di mana-mana, tanda-tanda penangkapan berlebih, serta hampir hilangnya hiu karang dan ikan-ikan bernilai komersial tinggi (seperti ikan Napoleon). Tim juga melihat betapa seriusnya konflik kepentingan antara masyarakat yang hidup dari wisata bahari dan nelayan luar yang secara tidak lestari memanen sumber daya laut yang menjadi modal wisata bahari tersebut.
Tujuan Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali (Bali Marine Rapid Assessment Program – MRAP)
Kajian yang dilakukan dari 29 April hingga 11 Mei 2011 tersebut memiliki tiga tujuan utama: •
Menilai status terkini sebagian besar dari ke-25 kandidat situs KKP di Bali yang sempat teridentifikasi pada lokakarya bulan Juni 2010. Status terkini termasuk keanekaragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/kelentingan dari karang keras dan ikan karang, sampai pada inventarisir keanekaragaman tingkat spesies per situs.
•
Mengumpulkan data spasial yang mendetil tentang fitur-fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam desain akhir jejaring KKP Bali, termasuk perbedaan struktur komunitas karang. Selain itu, survey juga mengumpulkan data tentang: kawasan dengan nilai konservasi yang penting karena memiliki susunan karang keras atau ikan karang yang langka atau endemik; situs pemijahan atau pembersihan ikan karang; komunitas karang yang lenting terhadap perubahan iklim global karena sering terpapar oleh upwelling air dingin; atau fitur-fitur biologis penting lainnya.
•
Berdasarkan informasi di atas, tim survey diharapkan memberikan rekomendasi nyata kepada pemerintah Bali tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan desain Jejaring KKP Bali.
Keanekaragaman Ikan Karang Gambaran Umum
•
2
Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali telah sukses diselenggarakan selama 13 hari dari tanggal 29 April hingga 11 Mei 2011. Esok harinya tanggal 12 Mei 2011, tim menyampaikan hasil awal MRAP kepada Gubernur Bali. Tim survey beranggotakan 12 orang, termasuk perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Balai Riset Oseanografi dan Kelautan, Universitas Warmadewa, serta enam ahli taksonomi lokal dan internasional dari Conservation International. Survey didanai secara keseluruhan oleh Coral Triangle Support Program (CTSP) dari United States Agency for International Development (USAID).
Program Kajian Cepat
•
G. Allen dan M. Erdmann memberikan penilaian terhadap keanekaragaman ikan karang di 29 dari 33 situs survey dengan menggunakan metode sensus visual dari kedalaman 1-70m. Total 805 spesies tercatat dalam survey tersebut. Jika digabungkan dengan hasil MRAP Nusa Penida 2008, total keanekaragaman ikan karang untuk Bali menjadi 977 spesies, terdiri dari 320 genera dan 88 famili.
•
Ikan kakatua (Labridae), betok (Pomacentridae), betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), dan butana (Acanthuridae) adalah spesies yang paling sering
RINGKASAN EKSEKUTIF
ditemui di karang Bali. Jumlahnya secara berturut-turut adalah 114, 96, 84, 59, 54, dan 39 spesies. •
•
Jumlah spesies per situs berkisar antara 42 hingga 248 dengan rata-rata 153 spesies per situs. Situs-situs dengan keanekaragaman tertinggi antara lain adalah Anchor wreck, Menjangan (248 spesies), Batu Klebit, Tulamben (246 spesies), Kepah di Amed (230 spesies), Jemeluk di Amed (220 spesies) dan Bunutan di Amed (217 spesies).
Sebagian besar ikan karang Bali memiliki sebaran luas di kawasan Indo-Pasifik (56,4%) atau Pasifik Barat (25,3%). Ada pula kategori minoritas yang beranggotakan spesies yang umumnya tersebar di Samudera Hindia (3%) dan endemik Indonesia (3,3%). Sebanyak 16 spesies ikan karang saat ini hanya ditemukan di Bali dan ke arah timur ke pulau-pulau Nusa Tenggara; mereka dipandang sebagai spesies endemik.
Tabel 0.1. Situs Kajian Cepat Kondisi Kelautan (MRAP) Bali 29 April – 11 Mei 2011 No. situs
Tanggal survey
1
29 April 11
Terora, Sanur (Grand Mirage)
08° 46.228' S, 115° 13.805' E
2
29 April 11
Glady Willis, Nusa Dua (Grand Mirage)
08° 41.057' S, 115° 16.095' E
3
29 April 11
Sanur Channel
08° 42.625' S, 115° 16.282' E
4
30 April 11
Kutuh Temple, Bukit
08° 50.617' S, 115° 12.336' E
5
30 April 11
Nusa Dua
08° 48.025' S, 115° 14.356' E
6
30 April 11
Melia Bali, Nusa Dua
08° 47.608' S, 115° 14.192' E
7
1 Mei 11
West Batu Tiga (Gili Mimpang)
08° 31.527' S, 115° 34.519' E
8
1 Mei 11
East Batu Tiga
08° 31.633' S, 115° 34.585' E
Nama situs
Koordinat
9
1 Mei 11
Jepun (Padang Bai)
08° 31.138' S, 115° 30.619' E
10
2 Mei 11
Tepekong (Candidasa)
08° 31.885' S, 115° 35.167' E
11
2 Mei 11
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
08° 30.270' S, 115° 36.771' E
12
3 Mei 11
Seraya
08° 26.010' S, 115° 41.274' E
13
3 Mei 11
Gili Selang North
08° 23.841' S, 115° 42.647' E
14
3 Mei 11
Gili Selang South
08° 24.079' S, 115° 42.679' E
15
4 Mei 11
Bunutan, Amed
08° 20.731' S, 115° 40.826' E
16
4 Mei 11
Jemeluk, Amed
08° 20.221' S, 115° 39.617' E
17
4 Mei 11
Kepah, Amed
08° 20.024' S, 115° 39.244' E
18
5 Mei 11
Batu Kelibit, Tulamben
08° 16.696' S, 115° 35.826' E
19
5 Mei 11
Tukad Abu, Tulamben
08° 17.603' S, 115° 36.599' E
20
6 Mei 11
Gretek, Buleleng
08° 08.969' S, 115° 24.733' E
21
6 Mei 11
Penutukang, Buleleng
08° 08.270' S, 115° 23.622' E
22
7 Mei 11
Puri Jati, Lovina
08° 11.032' S, 114° 54.869' E
23
7 May 11
Kalang Anyar, Lovina
08° 11.344' S, 114° 53.841' E
24
8 Mei 11
Taka Pemuteran
08° 07.775' S, 114° 40.007' E
25
8 Mei 11
Sumber Kima
08° 06.711' S, 114° 36.451' E
26
9 Mei 11
Anchor Wreck, Menjangan
08° 05.467' S, 114° 30.131' E
27
9 Mei 11
Coral Garden, Menjangan (hanya transek)
08° 05.485' S, 114° 30.486' E
28
9 Mei 11
Pos 2, Menjangan
08° 05.813' S, 114° 31.608' E
29
10 Mei 11
Secret Bay, Gilimanuk
08° 10.862' S, 114° 26.544' E
30
10 Mei 11
Secret Bay Reef - utara, Gilimanuk
08° 09.771' S, 114° 27.116' E
31
11 Mei 11
Klatakan Pearl-Farm 1
08° 13.911' S, 114° 27.249' E
32
11 Mei 11
Klatakan Pearl-Farm 2
08° 14.000' S, 114° 27.463' E
33
8 Mei 11
Pura Pulaki (hanya survey ikan karang)
08° 08.719' S, 114° 40.756' E
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
•
Tim survey mencatat setidaknya 13 spesies baru atau yang belum terdeskripsikan, termasuk dua fang blennies (Meiacanthus), dua jawfish (Opistognathus), tiga dottybacks (Pseudochromis dan Manonichthys), seekor clingfish (Lepidichthys), seekor grubfish (Parapercis), seekor dartfish (ptereleotris) seekor butana (Siphamia), dan dua ikan gobi (Grallenia dan Priolepis). Walaupun kebanyakan spesies ini sempat ditemukan di regionregion tetangga, lima spesies baru pertama kali tercatat saat MRAP 2008 dan 2011.
•
Walaupun Bali memiliki keanekaragaman hayati yang mengagumkan (dibandingkan dengan luas kawasannya), kami juga menemukan tanda-tanda penangkapan berlebih di hampir setiap situs. Hampir tidak terlihat ikan karang besar yang bernilai ekonomis tinggi. Pada lebih dari 350 jam selam, tim survey hanya menemukan tiga hiu karang (hanya di Gili Selang dan Menjangan), tiga ikan Napoleon/maming (Cheilinus undulatus; hanya terlihat di Gili Selang dan Tulamben), dan empat kerapu karang dari genus Plectropomus. Yang juga menyedihkan adalah bahwa tim survey hanya menemukan lima ekor penyu selama survey.
•
Dipandang dari susunan struktur ikan karang, Bali secara umum terbagi atas empat zona utama: Nusa Penida, pesisir timur (menghadap Selat Lombok), pesisir utara, dan Secret Bay (Gilimanuk). Desain jejaring KKP Bali harus mengikutsertakan situs-situs yang ada di empat zona ikan karang tersebut. Selain kawasan yang sudah termasuk dalam KKP (termasuk Menjangan, Nusa Penida, Tulamben dan Amed), situs survey yang perlu mendapat perhatian konservasi khusus (berdasarkan keanekaragaman ikan karang dan kondisi habitat yang sangat bagus) termasuk di antaranya Batu Tiga, Gili Selang, Taka Pemuteran, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk).
juga menemukan 13 spesies yang belum terkonfirmasi namanya dan memerlukan studi taksonomi yang lebih mendalam. Saat ini, setidaknya satu spesies, Euphyllia sp. nov. merupakan spesies baru. Spesies baru yang berikutnya, Isopora sp., menunjukkan perbedaan morfologis yang signifikan dari spesies terdekat. Tampaknya ada lebih dari 420 karang Scleractinia hermatipik yang ada di Bali. Sebagai perbandingan dengan region lain di Coral Triangle, angka kekayaan karang ini mirip dengan yang ditemukan di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (392 dan 396 spesies), jauh lebih tinggi dari Komodo dan Kep. Banda (342 dan 301 spp.), dan lebih rendah dari Derawan, Raja Ampat, Teluk Cenderwasih, Fak-Fak/Kaimana dan Halmahera (semua sekitar atau di atas 450 spp.). •
Rata-rata kekayaan karang per situs Bali (diratakan dari beberapa stasiun di dalam situs) adalah 112 spesies (s.d. 42 spp.), berkisar dari hanya dua spesies (di Situs B22, sebuah lokasi berlumpur non-terumbu karang) hingga 181 spesies di B16 (Jemeluk, Amed). Situs-situs lain yang kaya akan karang termasuk Anchor Wreck di Menjangan (168 spp., Situs B26) dan Penuktukan (164 spp., Situs B21).
•
Cluster analysis pada tingkat situs digunakan untuk menentukan lima tipe komunitas karang utama yang terkait dengan tingkat hempasan ombak, arus – upwelling, tipe substrat dan lokasi geografis. Lima komunitas karang tersebut adalah: 1) pesisir utara Bali yang relatif terlindung (Menjangan hingga Amed); 2) terumbu yang sering terpapar oleh ombak di selatan Bali, selatan Nusa Penida dan barat laut Bali; 3) perairan utara Nusa Penida yang berair jernih dan selalu terpapar arus (termasuk juga beberapa karang di Bali timur); 4) terumbu tepi di Bali timur dari Nusa Dua hingga Gili Selang; dan 5) beberapa habitat terumbu bersubstrat lunak, termasuk Puri Jati, Kalang Anyar dan Gilimanuk Secret Bay. Lima komunitas karang utama ini kemudian dibagi lagi menjadi 10 susunan karang utama. Setiap unit dari lima komunitas utama ini dicirikan oleh spesies dan atribut-atribut benthik yang unik.
•
Rata-rata tutupan karang keras hidup adalah 28%. Tutupan karang mati biasanya rendah, rata-ratanya < 4%, sehingga perbandingan tutupan karang hidup dan mati sangatlah tinggi (7 : 1). Hal ini merupakan indikasi terumbu yang tutupannya berada pada kondisi sedang hingga bagus. Tutupan karang lunak yang tinggi terjadi pada hamparan patahan karang yang sepertinya terjadi karena kegiatan perikanan yang merusak, predasi karang dan pembongkaran karang untuk pertanian rumput laut. Ada sedikit bukti tentang penggunaan bom (periode baru dan ada pula yang agak lama) dan penyakit karang. Penyakit karang yang terdeteksi biasanya terlihat pada Acropora yang berbentuk tabular.
Keanekaragaman Karang Keras
•
•
4
Jika digabungkan antara MRAP Nusa Penida 2008 dan Bali 2011, keanekaragaman karang keras diteliti pada 85 situs (di perairan dangkal dan dalam) pada 48 stasiun (dengan lokasi GPS). Komunitas karang diteliti dari segi hempasan ombak, arus dan suhu air. Komunitas karang juga diteliti dari sudut tipe habitat: perairan dingin dengan pantai berbatu, perairan terumbu dingin dengan paparan karang yang luas, perairan terumbu hangat dengan paparan karang dari luas hingga sempit, dan komunitas karang yang tumbuh pada substrat lunak. Bali memiliki fauna terumbu karang yang beragam. Tim survey mengkonfirmasi adanya 406 spesies karang hermatipik (karang pembangun terumbu). Tim survey
Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kerusakan akibat wisatawan selam juga terlihat. Ditemukan pula pertumbuhan cyanobacteria sebagai tanda stress pada karang di tenggara Bali (Sanur, Nusa Dua). Hal ini diduga sebagai akibat eutrofikasi dan aliran limbah dari kegiatan wisata di pesisir. •
•
•
•
Komposisi fauna karang Bali mengikuti tipe region di mana Bali berada, di mana kebanyakan spesiesnya juga ditemukan di tempat-tempat lain di Coral Triangle. Walaupun terdapat banyak kemiripan antara komposisi spesies karang di Bali dengan daerah lain di Indonesia, tetap juga ada beberapa perbedaan. Komposisi karang Bali paling mirip dengan Komodo, selain juga dengan pulau-pulau di Sunda Kecil karena terpapar oleh kondisi lingkungan (arus dan upwelling air dingin) yang mirip. Sedikit banyak, terdapat perbedaan antara kawasan ini dengan daerah-daerah lain, terutama jika dibandingkan dengan kawasan yang memiliki tingkat kekayaan spesies dan habitat yang lebih tinggi seperti Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat. Temuan spesies baru Euphyllia di pesisir timur Bali dan kehadiran karang-karang endemik lain (terutama Acropora suharsonoi) menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki keunikan fauna tersendiri yang mungkin berkaitan dengan arus kuat yang mengalir melalui Selat Lombok. Berdasarkan hal tersebut, dan juga karena prinsip kehati-hatian, maka terumbu Bali perlu dikelola dengan hati-hati. Kerusakan akibat kegiatan lokal dapat memerlukan waktu lama untuk pulih, terutama karena pasokan plasma nutfah dari luar akan memerlukan waktu lama untuk berdampak pada terumbu Bali. Terumbu yang bernilai konservasi tinggi di sekitar Bali tersebar di sepanjang pesisir timur dan utara, termasuk Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penutukang, Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang. Komunitas karang Nusa Penida sedikit berbeda dari komunitas karang di daratan Bali. Karang Nusa Penida terpapar oleh kondisi lingkungan dan pola pakai yang berbeda, sehingga memerlukan fokus pengelolaan yang berbeda. Terumbu dengan nilai konservasi tinggi di Nusa Penida antara lain ada di Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar and Nusa Lembongan. Gelombang lautan yang tinggi membuat pesisir selatan yang terpapar ombak tidak disurvey secara menyeluruh. Banyak terumbu pesisir selatan sangat penting bagi olahraga selancar air yang mengundang banyak wisatawan ke Bali tiap tahunnya. Dalam hal selancar, konservasi kawasan selancar di masa depan harus menjadi prioritas untuk mendukung olahraga selancar di pulau ini (biasanya kondisi selancar yang baik terjadi di terumbu dangkal). Lebih ke arah laut lepas, pesisir
selatan juga penting bagi koridor migrasi cetacean (paus dan lumba-lumba) dan spesies lain. •
Keberadaan upwelling air dingin dan/atau arus yang selalu mengalir deras di beberapa kawasan (terutama Nusa Penida dan timur Bali) bisa saja menjadi faktor penting untuk melindungi terumbu dari kenaikan suhu air laut yang berkaitan dengan perubahan iklim. Karenanya, jejaring KKP Bali harus mengikutsertakan sebagian besar terumbu semacam ini untuk menjamin agar jejaring KKP lenting terhadap perubahan iklim.
Kondisi Terumbu Karang
•
Kondisi terumbu karang diteliti pada 27 lokasi survey dengan menggunakan modifikasi metode “point intercept transect”. Dua transek sepanjang 50m ditempatkan sejajar pantai pada terumbu karang pada dua kedalaman (5-7m dan 10-14m); per situs dilakukan empat transek. Hidupan benthos pada terumbu dicatat pada interval 50cm sepanjang transek dengan kategori karang keras hidup (identifikasi sampai pada level genus), karang lunak, alga, hidupan benthos lain (misal sponge, zooanthid), karang mati tegak, patahan karang, dan substrat abiotik (misal pasir, batu, lumpur). Persentasi tutupan untuk tiap kategori kemudian dihitung, begitu juga dengan indeks kematian karang yang membandingkan persentase karang keras hidup dan mati.
•
Pada kedalaman 5-7m, persentase karang keras hidup berkisar antara 21.5-68% dengan rata-rata 45.3%. Persentase karang hidup tertinggi pada kedalaman ini ditemukan di Anchor Wreck (Menjangan); yang terendah di Klatakan Timur. Karang keras hidup merupakan tutupan substrat paling dominan pada kedalaman ini, diikuti oleh substrat abiotik (rata-rata 17.3%) dan patahan karang (11.3%).
•
Persentase karang keras hidup pada kedalaman 10-14m berkisar antara 11-76% dengan tutupan tertinggi tercatat di Gili Tepekong dan terendah di Kutuh. Secara rata-rata, terumbu pada kedalaman ini didominasi oleh karang keras (32.8%), diikuti oleh substrat abiotik (rata-rata 21.7%), karang lunak (14.9%) dan patahan karang (13.6%).
•
Menggabungkan hasil dari dua kedalaman, terumbu Bali memiliki rata-rata tutupan karang keras hidup sebanyak 38.2%. Rata-rata tutupan tipe substrat lain adalah: substrat abiotik (20.6%), patahan karang (12.6%), karang lunak (12.1%0, fauna hidup lain (6.8%), alga (5.2%), dan karang mati tegak (4.6%).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
•
•
Sejumlah 54 genera karang keras tercatat dalam survey transek, tiga genera di antaranya mendominasi karang di Bali: Acropora (rata-rata 9.67% total tutupan di tiap terumbu), Porites (8.12%) and Montipora (3.92%). Jika tutupan karang keras dan lunak digabung untuk memberikan persentase tutupan karang hidup (keras dan lunak), tutupan terumbu karang di Bali pada kedalaman 5-7m berkisar antara 31.5-85% (rata-rata 54.2%). Tutupan tertinggi ada pada Coral Garden di Menjangan, sedangkan tutupan terendah ada di Sumber Kima. Tutupan karang hidup pada transek kedalaman 10-14m berkisar antara 12-80.5% (rata-rata 47.7%), tertinggi di Nusa Dua dan terendah di Tukad Abu. Perlu dicatat bahwa, walaupun karang lunak terlihat cantik dan memang memberikan perlindungan dan makanan bagi beberapa organism terumbu, karang lunak tidak menghasilkan kerangka kapur permanen (jadi dia tidak membangun terumbu). Karenanya tutupan karang lunak yang tinggi tidak begitu baik untuk pemeliharaan jangka panjang struktur terumbu. Kami menghitung indeks kematian karang (0 berarti 100% karang hidup dan 1 berarti 100% karang mati). Indeks kematian karang berkisar antara 0.02 hingga 0.56 untuk terumbu di sekitar daratan Bali dengan ratarata 0.24. Hal ini menguatkan dugaan bahwa terumbu Bali saat ini sedang mengalami proses pemulihan aktif dari kejadian-kejadian besar di masa lalu (pemutihan karang dan merebaknya bintang laut berduri).
Pada akhirnya, hal ini akan membantu pertumbuhan karang Bali dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di luar daerah larang-ambil. Agar efektif, daerah larang-ambil harus mencakup 20-30% dari habitathabitat laut penting di Bali. •
Dalam merancang Jejaring KKP Bali, penting kiranya untuk menjamin bahwa seluruh tipe komunitas karang dan ikan karang utama terwakili dalam jejaring. Hal ini untuk menjamin perlindungan penuh bagi keanekaragaman Bali dan juga memberikan jaminan bagi adaptasi dan kelentingan terhadap perubahan iklim. Hasil Kajian Cepat Kondisi Kelautan Bali menunjukkan adanya setidaknya lima tipe komunitas karang di Bali (susunan komunitas ikan mengikuti pola ini juga): Nusa Penida utara; pantai timur Bali dari Nusa Dua hingga Gili Selang; terumbu pesisir utara dari Amed hingga Menjangan; habitat bersubstrat lunak di pesisir utara di Puri Jati/Kalang Anyar dan Gilimanuk Secret Bay; dan pesisir barat dan selatan Bali dan pesisir selatan Nusa Penida yang sering terpapar gelombang.
•
Selain mengakomodasi kelima tipe komunitas karang utama ini, Jejaring KKP Bali juga sebaiknya mengakomodir situs-situs dengan nilai konservasi tinggi, seperti tempat-tempat dengan keanekaragaman yang unik, habitat yang tetap utuh, spesies yang endemik atau langka, atau kawasan untuk ikan memijah, membersihkan diri atau tempat penyu bertelur. Lokasilokasi bernilai konservasi tinggi yang tercatat selama survey antara lain Batu Tiga (Gili Mimpang), Tepekong, Gili Selang, Tulamben, Amed (Jemeluk dan Bunutan), Menjangan, Penutukang, Taka Pemuteran, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk). Lokasi-lokasi yang teridentifikasi sebagai kawasan bernilai konservasi tinggi selama MRAP Nusa Penida 2008 (karena nilai keanekaragaman hayati yang tinggi serta berfungsi sebagai tempat pembersihan bagi ikan matahari (Mola mola) dan pari manta) termasuk Crystal Bay, Toya Pakeh, Manta Point, North Lembongan, Batu Abah dan Sekolah Dasar (Penida). Pantai peneluran penyu di Perancak juga sempat diidentifikasi sebagai kawasan dengan nilai konservasi tinggi karena penyu lekang bertelur secara tahunan di sana. Perairan Lovina (Buleleng) dan Peninsula juga telah teridentifikasi sebagai daerah berkumpul paus dan lumba-lumba, sehingga lokasi-lokasi tersebut tepat untuk diikutkan dalam jejaring KKP. Daerah larang-ambil juga perlu dipertimbangkan dalam kawasan-kawasan tersebut di atas.
•
Sebagai kriteria terakhir dalam prioritasis/pemilihan lokasi bagi jejaring KKP, terumbu pada pesisir timur Bali (terutama sekitar Candidasa dan Padang Bai) dan Nusa Penida dipandang penting untuk dimasukkan dalam Jejaring KKP dari segi kelentingan terhadap perubahan iklim. Terumbu-terumbu ini sering terpapar
Rekomendasi:
6
•
Hasil survey menunjukkan bahwa pemerintah Bali harus mengambil langkah tegas untuk merancang jejaring KKPKKP multifungsi. Jejaring ini didesain untuk menjamin kelestarian perikanan bagi masyarakat lokal dan wisata bahari. KKP-KKP yang ada harus didesain, dirancang tata ruangnya, dan dikelola dengan dukungan dan partisipasi penuh dari masyarakat lokal, operator wisata dan kelompok masyarakat madani. KKP-KKP tersebut juga harus tersurat dalam kerangka kerja tata ruang wilayah pesisir dan laut yang bertujuan untuk mengurangi konflik kepentingan pengguna dan memberikan prioritas kepada kegiatan ekonomi yang paling lestari dan memberikan keuntungan terbesar bagi masyarakat Bali.
•
KKP harus mengakomodasi daerah larang-ambil (“no-take zones”) untuk menjamin pemulihan ikan karang besar sebagai sumber protein penting bagi masyarakat lokal dan juga sebagai daya tarik utama bagi para penyelam dan snorkeler. Daerah larang ambil merupakan kawasan di dalam KKP yang melarang segala bentuk perikanan dan kegiatan ekstraktif lainnya untuk memberikan kesempatan bagi biota laut untuk pulih, tumbuh dan bereproduksi.
Program Kajian Cepat
RINGKASAN EKSEKUTIF
oleh arus yang kuat dan juga upwelling air dingin (keduanya dampak fitur-fitur oseanografis Arus Lintas Indonesia/Arlindo yang melintasi Selat Lombok) yang dapat meminimalisir akibat pemanasan global. •
Dalam survey MRAP hanya ditemukan tiga hiu karang selama 350 jam selam. Selain itu, barubaru ini muncul bukti pembantaian hiu thresher betina yang sedang hamil akibat perikanan hiu yang terjadi di perairan antara Kusamba dan Nusa Penida. Karenanya, pemerintah Bali harus serius mempertimbangkan peraturan yang menciptakan daerah perlindungan hiu (‘shark sanctuary’) di Bali yang melarang penangkapan atau pembunuhan segala jenis hiu di perairan Provinsi Bali. Pers internasional akan menerima daerah perlindungan hiu dengan baik, karena hal ini terjadi saat Bali sedang diserang kritikkritik lingkungan. Daerah perlindungan hiu juga akan mencegah merebaknya kritik terhadap Bali jika informasi tentang pembantaian hiu Thresher tersebut terbuka ke dunia internasional. Selain itu, inisiatif ini akan meningkatkan posisi tawar Bali di dunia wisata bahari, karena kebanyakan pesaing Bali dalam wisata bahari (termasuk Maldives, Palau, Micronesia, Bahama dan Guam) telah mencanangkan daerah perlindungan hiu. Pada bulan Oktober 2011 yang lalu, Marshall Island mencanangkan daerah perlindungan hiu terbesar di dunia (sebesar 1,990,530 km2). Adalah suatu keuntungan bagi Bali jika pemerintah daerah Bali mengikuti langkah tersebut. Daerah perlindungan hiu tidak akan hanya menciptakan citra media yang positif; bahwa Bali memiliki kemauan politik yang cukup untuk menangani satu masalah lingkungan yang serius. Pada akhirnya, saat populasi hiu mulai pulih, daerah perlindungan hiu juga akan memberikan sumbangan berarti bagi wisata bahari Bali. Bab terakhir dalam laporan ini antara lain mendiskusikan pentingnya daerah perlindungan hiu di Bali.
•
Bab terakhir laporan ini juga mencakup analisis sekunder tentang fauna laut besar lain di Bali (termasuk paus, lumba-lumba, dugong, penyu dan pari manta). Lokasilokasi penting bagi fauna laut besar di Bali telah tercakup oleh ketujuh lokasi prioritas KKP yang teridentifikasi pada bulan Juni 2010. Laporan Kajian Cepat Kondisi Kelautan 2011 ini tidak mencakup semua data dasar penting bagi rancangan Jejaring KKP, seperti sebaran mangrove dan informasi oseanografik dasar. Analisis mendalam tentang sosial budaya dan ekonomi juga tidak ada dalam laporan ini. Namun bagaimanapun juga, prinsip kehati-hatian mengharuskan bahwa pengelolaan konservasi harus dilakukan dan diterapkan walaupun data tidak mencukupi.
•
Dengan mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi di atas, kami sangat merekomendasikan dijadikannya
sembilan lokasi berikut ini sebagai KKP (atau jika sudah menjadi KKP, pengelolaannya ditingkatkan): kawasan Peninsula (Bukit Uluwatu hingga Nusa Dua), Nusa Penida, Padang Bai-Candidasa, Tulamben-Amed, Buleleng Timur (Tejakula), Buleleng Tengah (Lovina), Buleleng Barat (Pemuteran), Taman Nasional Bali Barat (termasuk Menjangan dan Secret Bay/ teluk Gilimanuk), dan Perancak. •
Tergantung dari kondisi lokal (oseanografi, politik, dan budaya), satu daerah dapat dijadikan satu KKP atau beberapa rantaian KKP. Apapun cakupan KKP yang dipilih, adalah penting bahwa kesembilan kawasan tersebut diberikan prioritas dalam Jejaring KKP. Rekomendasi ini tidak berarti bahwa kami tidak menyarankan pembentukan KKP-KKP di daerah-daerah di luar kesembilan kawasan tersebut. Informasi-informasi baru (termasuk data tentang faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam kajian ini, seperti distribusi mangrove atau padang lamun) bisa saja mendukung pembentukan KKP-KKP tersebut. Bisa juga masyarakat lokal memberikan dukungan kuat untuk membuat sebuah KKP, di dalam maupun di luar kesembilan KKP tersebut.
•
Pemerintah Bali dan seluruh pemangku kepentingan harus menyadari bahwa pengelolaan efektif jejaring KKP memerlukan upaya penegakan hukum yang serius. Agar sukses, jejaring KKP juga memerlukan biaya cukup tinggi dan komitmen dana dari pemerintah. Pemerintah daerah Bali juga sebaiknya bekerja sama dengan sektor wisata bahari untuk mengembangkan system pembayaran pengguna KKP (‘user fee system’ seperti yang sudah secara efektif berjalan di KKP-KKP Bunaken dan Raja Ampat). Sistem ini akan sangat membantu biaya penegakan hukum dan pengelolaan KKP. Pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan untuk mengalokasikan sebagian hasil pajak dari sektor wisata dan perikanan ke dalam pengelolaan jejaring KKP.
•
Wilayah pesisir Bali menghadapi masalah serius karena sampah (terutama sampah plastik) dan polusi limbah yang mengalir ke laut dari sungai dan saluran air di kawasan pengembangan wisata pesisir. Gubernur Bali memiliki tujuan untuk menghapus penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam pertanian Bali pada tahun 2014. Tujuan ini sangatlah mulia dan tentunya akan membawa dampak positif pada masalah sampah dan polusi pulau ini. Namun, banyak hal yang masih harus dilakukan dalam hal ini, termasuk kampanye pendidikan publik (yang didukung oleh penegakan hukum dan denda) untuk menghentikan kebiasaan buang sampah dan limbah di badan air (yang semuanya akan mengalir ke laut). Upaya-upaya untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dari toko-toko besar (seperti misalnya pelarangan penggunaan tas plastik) juga harus dipertimbangkan. Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
7
Chapter 1
Chapter 1
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Daerah pesisir dan laut yang mengelilingi Bali merupakan ekosistem yang sangat produktif dan mampu memberikan berbagai bentuk barang dan jasa bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Peran industri pariwisata yang demikian dominan di Bali telah dirasakan menimbulkan dampak meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bali. Tidak mengherankan jika potensi konflik pun cukup banyak ditemukan terutama terkait dengan status pemanfaatan kawasan yang seringkali saling bersinggungan. Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah pertumbuhan pembangunan di kawasan pesisir Bali juga memicu terjadinya degradasi lingkungan hidup. Menyadari munculnya berbagai dampak dari pesatnya pembangunan di Bali, pemerintah telah berupaya keras untuk mengembangkan strategi pengelolaan jangka panjang. Salah satunya adalah melalui rencana tata ruang wilayah provinsi Bali (Perda Provinsi Bali No 16 Tahun 2009). Salah satu bagian penting dari inisiatif ini adalah keinginan pemerintah Bali untuk merancang dan sekaligus mengimplementasikan kawasan perlindungan/ konservasi di perairan sekitar Bali dengan memprioritaskan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan dan kompatibel (seperti misalnya: wisata bahari, aktivitas budidaya serta perikanan tangkap skala kecil yang berkelanjutan). Untuk memulai perencanaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) beserta jejaringnya di Bali, maka pemerintah telah menyelenggarakan lokakarya para pihak pada bulan Juni 2010. Kegiatan ini diorganisir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia serta LSM lokal lainnya yang tergabung dalamMitra Bahari Bali (Bali Sea Partnership). Lokakarya ini dihadiri oleh sekittar 70 peserta yang berasal dari pemerintah provinsi maupun kabupaten, Perguruan tinggi, LSM, sektor swasta, himpunan profesi maupun kelompok masyarakat yang ada di pesisir Bali. Berdasarkan masukkan dari peserta, hal penting yang dihasilkan dari lokakarya ini diantaranya adalah diidentifikasinya lokasi perairan di Bali yang menjadi prioritas (25 lokasi) dalam perencanaan KKP dan jejaringnya di Bali. Termasuk di dalamnya adalah lokasi yang telah memiliki pengelolaan (seperti Kawasan Taman Nasional Bali Barat-Pulau Menjangan, Nusa Penida dan Tulamben) maupun sejumlah lokasi lain yang hingga saat ini belum memiliki perlindungan resmi. Dalam rangka menyusun rencana pengembangan KKP, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian secara komprehensif terhadap kondisi kelautan di Bali. Marine Rapid Assessment Program (MRAP) adalah salah satu metode kajian cepat untuk kelautan yang dapat memberikan gambaran dasar mengenai kondisi keragaman hayati laut. Untuk itu, Laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan data dasar mengenai kondisi keragaman hayati laut di Bali untuk kepentingan pengelolaan maupun pelestariannya di masa yang akan datang. 1.2. Tujuan
Adapun tujuan diselenggarakannya Marine Rapid Assessment Program di Bali adalah: 1. Menilai status terkini sebagian besar dari ke-25 kandidat situs KKP di Bali yang sempat teridentifikasi pada lokakarya bulan Juni 2010. Status terkini termasuk keanekaragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/kelentingan dari karang keras dan ikan karang, sampai pada inventarisir keanekaragaman tingkat spesies per situs.
8
Program Kajian Cepat
Pendahuluan
2. Mengumpulkan data spasial yang terperinci tentang fitur-fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam desain akhir jejaring KKP Bali, termasuk perbedaan struktur komunitas karang. Selain itu, survey juga mengumpulkan data tentang: kawasan dengan nilai konservasi yang penting karena memiliki susunan karang keras atau ikan karang yang langka atau endemik; situs pemijahan atau pembersihan ikan karang; komunitas karang yang lenting terhadap perubahan iklim global karena sering terpapar oleh upwelling air dingin; atau fitur-fitur biologis penting lainnya.
3. Memberikan rekomendasi nyata kepada pemerintah Bali tentang langkah-langkah yang harus diambil untuk menyelesaikan desain Jejaring KKP Bali sesuai dengan informasi yang diperoleh. 1.3. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam MRAP di Bali merupakan metode yang telah dikembangkan lebih dari 20 tahun oleh Conservation International (CI) dan telah dipergunakan di lebih 23 negara di kawasan Pasifik, Laut Hindia dan Atlantik. Metode yang digunakan untuk
Tabel 1.1. Daftar survei situs dari Bali MRAP 29 April – 11 May 2011. Notabene: survei ikan tidak dilakukan pada situs 6, 8 dan 28, dan sebaliknya di situs 26, hanya survei ikan yang dilakukan dan bukan survei karang atau transek. No. Situs
Tanggal Survey
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
29 April 11 29 April 11 29 April 11 30 April 11 30 April 11 30 April 11 1 Mei 11 1 Mei 11 1 Mei 11 2 Mei 11 2 Mei 11 3 Mei 11 3 Mei 11 3 Mei 11 4 Mei 11 4 Mei 11 4 Mei 11 5 Mei 11 5 Mei 11 6 Mei 11 6 Mei 11 7 Mei 11 7 Mei 11 8 Mei 11 8 Mei 11 9 Mei 11 9 Mei 11 9 Mei 11 10 Mei 11 10 Mei 11 11 Mei 11 11 Mei 11 8 Mei 11
Nama Lokasi Terora, Sanur (Grand Mirage) Glady Willis, Nusa Dua (Grand Mirage) Sanur Channel Kutuh Temple, Bukit Nusa Dua Melia Bali, Nusa Dua Batu Tiga-Barat (Gili Mimpang) Batu Tiga-Timur Tanjung Jepun (Padang Bai) Gili Tepekong (Candidasa) Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih Seraya Gili Selang-Utara Gili Selang-Selatan Bunutan, Amed Jemeluk, Amed Kepah, Amed Batu Klebit, Tulamben Tukad Abu, Tulamben Alamanda, Buleleng Penuktukan, Buleleng Puri Jati, Lovina Kalang Anyar, Lovina Taka Pemuteran Sumber Kima Anchor Wreck, Menjangan Coral Garden, Menjangan Pos 2, Menjangan Secret Bay, Gilimanuk Secret Bay Reef -utara, Gilimanuk Klatakan- Keramba Mutiara 1 Klatakan-Keramba Mutiara 2 Pura Pulaki
Titik Kordinat 08° 46.228’ S, 115° 13.805’ E 08° 41.057’ S, 115° 16.095’ E 08° 42.625’ S, 115° 16.282’ E 08° 50.617’ S, 115° 12.336’ E 08° 48.025’ S, 115° 14.356’ E 08° 47.608’ S, 115° 14.192’ E 08° 31.527’ S, 115° 34.519’ E 08° 31.633’ S, 115° 34.585’ E 08° 31.138’ S, 115° 30.619’ E 08° 31.885’ S, 115° 35.167’ E 08° 30.270’ S, 115° 36.771’ E 08° 26.010’ S, 115° 41.274’ E 08° 23.841’ S, 115° 42.647’ E 08° 24.079’ S, 115° 42.679’ E 08° 20.731’ S, 115° 40.826’ E 08° 20.221’ S, 115° 39.617’ E 08° 20.024’ S, 115° 39.244’ E 08° 16.696’ S, 115° 35.826’ E 08° 17.603’ S, 115° 36.599’ E 08° 08.969’ S, 115° 24.733’ E 08° 08.270’ S, 115° 23.622’ E 08° 11.032’ S, 114° 54.869’ E 08° 11.344’ S, 114° 53.841’ E 08° 07.775’ S, 114° 40.007’ E 08° 06.711’ S, 114° 36.451’ E 08° 05.467’ S, 114° 30.131’ E 08° 05.485’ S, 114° 30.486’ E 08° 05.813’ S, 114° 31.608’ E 08° 10.862’ S, 114° 26.544’ E 08° 09.771’ S, 114° 27.116’ E 08° 13.911’ S, 114° 27.249’ E 08° 14.000’ S, 114° 27.463’ E 08° 08.719’ S, 114° 40.756’ E
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
9
Bab 1
masing-masing kelompok taksonomi seperti ikan karang, dan komunitas terumbu karang adalah sebagai berikut: 1.3.1. Ikan Karang
Kajian terhadap kondisi ikan karang dipimpin oleh pakar dunia Dr. Gerald Allen dengan menggunakan pengamatan secara visual di bawah air. Pada dasarnya, pengamatan ini dilakukan dengan melakukan penyelaman di masing-masing situs penyelaman selama 60-100 menit. Setiap jenis ikan karang yang teramati dicatat dengan menggunakan pensil pada kertas tahan air yang dilekatkan dengan menggunakan clipboard. Pada tahap awal biasanya dilakukan pengamatan di kedalaman 30-50 meter dan kemudian secara perlahan akan naik ke daerah yang lebih dangkal. Sebagian besar waktu pengamatan dihabiskan di kedalaman 5-12 meter. Pada kedalaman ini umumnya ditemukan jumlah dan jenis ikan karang yang lebih besar daripada kedalaman sebelumnya. Dalam setiap penyelaman juga dilakukan pencatatan terhadap kondisi substrat dasar seperti berbatu, terumbu datar, karang curam/ drop off, gua, pecahan karang ataupun berpasir. 1.3.2. Karang Keras (Keragaman Jenis dan Kondisi Terumbu)
Survey karang keras dipimpin oleh Dr. Lyndon Devantier yang telah berpengalaman untuk melakukan pengamatan karang selama lebih dari 20 tahun. Pengamatan biasanya dilakukan di beberapa titik penyelaman yang diyakini dapat memberikan gambaran secara umum mengenai tipe habitat yang dikaitkan dengan kondisi lingkungan (seperti: kondisi paparan, sudut kemiringan dan kedalaman). Di semua situs penyelaman, area terumbu karang dalam dan dangkal disurvei secara bersamaan. Dalam hal pengamatan pada tingkat kedalaman yang berbeda dilakukan pada lereng terumbu lebih dalam (biasanya memiliki kedalaman > 10m) dan lereng dangkal, puncak terumbu dan karang datar (biasanya memiliki kedalaman <10m).
10
Program Kajian Cepat
1.4. Waktu dan Lokasi Survei MRAP
Dalam 13 hari MRAP berlangsung, tim telah mensurvei 33 situs, mulai dari perairan di Pura Kutuh di selatan Bali dan berputar searah jarum jam hingga Klatakan di barat Bali (Gambar 1.2, Tabel 1.1). Situs-situs ini terpilih berdasarkan rekomendasi dari hasil workshop Juni 2010, dengan tujuan tim akan dapat mensurvei sebanyak mungkin dari 25 calon KKP yang telah teridentifikasi pada workshop tersebut. Apabila hasil Bali MRAP 2011 ( pada 33 situs ) ini dikombinasikan dengan Nusa Penida MRAP 2008 ( pada19 situs), maka data dari 52 situs ini cukup representatif menggambarkan kondisi ekosistem pesisir di Bali, kecuali pesisir barat Bali (Klatakan ke arah tenggara hingga Uluwatu), yang tidak memungkinkan untuk disurvey pada MRAP 2011 karena gelombang dan arus yang kuat. Ke depannya, akan sangat penting survei dilakukan di pesisir barat ini agar melengkapi data pesisir Bali.
Pendahuluan
Gambar 1.1. Prioritas Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Bali (Hasil Lokakarya Para Pihak, Juni 2010)
Gambar 1.2. Lokasi Kegiatan Marine Rapid Assessment Program (Bali Tahun 2011 dan Nusa Penida Tahun 2008) Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
11
Bab 2
Bab 2 Gambaran Lokasi I Made Jaya Ratha
2.1. Kawasan Nusa Dua
Nusa Dua merupakan kawasan wisata elit di ujung Selatan pulau Bali dengan luas lahan sekitar 350 hektar. Kawasan kering dan non produktif di wilayah Kecamatan Kuta Selatan ini diakuisisi oleh pemerintah pada tahun 70-an, kemudian dikembangkan menjadi suatu proyek pariwisata prestisius dengan rancang bangun yang komprehensif dan terpadu sebagai resor wisata. Kawasan wisata yang dibuat terpisah dengan pemukiman penduduk (desa Bualu) ini memiliki beberapa tempat menarik bagi wisatawan seperti misalnya lokasi semburan air/ water blow, pantai Mengiat dan Sawangan. Keindahan bawah laut di sekitar perairan Nusa Dua juga menarik banyak wisatawan untuk menyelam ke lokasi ini. Pengelolaan kawasan wisata Nusa Dua dilakukan oleh Bali Tourism Development Corporation (BTDC) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terdapat banyak hotel besar di kawasan wisata ini seperti misalnya Hotel Nikko, Grand Hyatt, Ayodya Resort, Club Med, Nusa Dua Beach. 2.2. Kawasan Sanur
Kawasan Sanur membentang dari pantai Padang Galak di ujung utara hingga Merta Sari di selatan. Sebagai salah satu tujuan wisata di kota Denpasar, Sanur juga merupakan jalur lalu lintas perairan dari dan menuju Nusa Penida. Hingga tahun 80an sebagian besar masyarakat Sanur berprofesi sebagai nelayan yang menangkap ikan di perairan Sanur hingga Nusa Dua dan Uluwatu. Bahkan, ada pula yang berlayar hingga ke Nusa Penida dan perairan Lombok dengan menggunakan mesin tempel sederhana dan alat tangkap pancing tonda. Kini sebagian besar masyarakat Sanur bekerja di sektor pariwisata. Tidak hanya menawarkan beragam jenis wisata pantai, di Sanur wisatawan juga bisa melakukan aktivitas wisata selam, berkeliling dengan jukung serta memancing di perairan dalam. Aktivitas sosial budaya terutama yang terkait dengan kegiatan adat dan agama seringkali dilakukan masyarakat di sekitar pantai di kawasan Sanur. Terdapat pura yang secara rutin dikunjungi oleh umat untuk melakukan persembahyangan seperti misalnya di pura Mertasari dan pura Tirta Empul. Daerah muntig (tanah timbul) di Sanur juga merupakan salah satu tempat yang dikeramatkan dan dijadikan lokasi untuk melakukan upacara seperti misalnya melasti. Terdapat pula kuburan masyarakat adat yang berlokasi di pinggir pantai di sekitar Santrian dan Matahari Terbit. 2.3. Kawasan Padangbai
Padangbai merupakan lokasi pelabuhan Penyeberangan Nasional di teluk Amuk/ Padang yang menjadi pintu masuk daerah timur pulau Bali. Kapal penyeberangan dari dan menuju Lombok serta Nusa Penida berlabuh di tempat ini. Demikian pula boat dan perahu yang melayani wisatawan di sekitar kawasan perairan Padangbai hingga ke perairan Nusa Penida. Aktivitas ekonomi masyarakat di Padangbai terutama terkait dengan kegiatan pariwisata dan penyeberangan. Daerah tujuan wisatawan di kawasan Padangbai diantaranya adalah pantai Blulagoon, Padangbai, Bias Tugel/ Pasir Putih dan pantai Betel. Pantai Blulagoon dan Bias Tugel memiliki pasir putih dan berlokasi agak tersembunyi sehingga memberikan kenyamanan
12
Program Kajian Cepat
Gambaran Lokasi
bagi wisatawan. Pengunjung umumnya berasal dari Eropa (Jerman), ataupun Asia. Puncak kunjungan terjadi pada bulan Juli – Agustus, serta seringkali di bulan Desember menjelang tahun baru. Meskipun sebagian besar perahu yang bersandar di pantai Padangbai kini telah digunakan sebagai angkutan pariwisata, namun beberapa diantaranya masih dipergunakan oleh nelayan untuk melaut. Perahu nelayan biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di perairan sekitar hingga di sekitar Nusa Penida dan Lombok. 2.4. Kawasan Candidasa
Candidasa adalah daerah pariwisata pesisir lainnya di sekitar teluk Amuk, Kabupaten Karangasem. Pariwisata di Candidasa mulai berkembang pada sekitar tahun 80an. Nama Candidasa sendiri terkait dengan keberadaan sebuah pura yakni pura Candidasa yang berada di kawasan ini. Karena letaknya berdekatan dengan sebuah kolam besar, pura Candidasa pun dikenal dengan sebutan Pura Telaga Kauh. Meskipun tidak seramai Kuta dan Sanur, kawasan Candidasa merupakan pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana laut maupun objek wisata lainnya yang berada di Bali timur. Wisatawan yang datang umumnya adalah wisatawan Eropa yakni Jerman dan Belanda. Selain itu wisatawan Asia dan domestik juga cukup banyak. Aktivitas wisata yang ditawarkan di Candidasa hampir sama seperti di kawasan Padangbai. Wisatawan dapat menikmati laut sambil berlayar, memancing maupun snorkeling dan diving. Karena lokasinya yang saling berdekatan maka lokasi penyelaman untuk wisatawan di Candidasa pun sama dengan Padangbai yakni di perairan sekitar Tanjung Jepun, Gili Mimpang, Gili Biaha, Gili Tepekong, maupun Blulagoon.
Sebagai alternatif pendapatan, nelayan di kawasan Candidasa juga memanfaatkan perahunya untuk kegiatan pariwisata. Usai melaut mereka biasanya menawarkan jasa transportasi bagi para tamu untuk memancing, snorkeling maupun diving secara bergantian yang diatur dalam kelompok. 2.5. Kawasan Seraya
Pantai di sekitar Gili Selang merupakan pantai berbatu di kawasan Seraya yang banyak dikunjungi oleh wisatawan selam. Memiliki arus yang relatif kuat dan susah diprediksi, situs penyelaman di Gili Selang umumnya dikunjungi oleh para penyelam berkemampuan menengah hingga mahir. Namun demikian, tidak tampak adanya fasilitas seperti penginapan ataupun restoran di sekitar pantai Gili Selang. Wisatawan yang menyelam di tempat ini umumnya datang dari kawasan Amed seperti Bunutan dan Jemeluk. Terdapat pemukiman masyarakat di sekitar pantai Gili Selang. Sebagian diantara mereka berprofesi sebagai nelayan yang memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan melaut di perairan sekitar menggunakan perahu layar bermesin tempel. Untuk mengisi waktu selain melaut, nelayan biasanya bekerja di kebun untuk menanam singkong, beternak sapi, babi dan kambing. Nelayan di Gili Selang tidak melakukan penangkapan hiu karena jarang ditemukan di perairan ini. Namun demikian, di sekitar perairan Gili Selang sering dijumpai nelayan penangkap ikan hias. Mereka biasanya datang dari daerah Tembok yang datang melalui jalur darat dan menginap di sekitar pantai. Selain itu, ada pula nelayan dari daerah lain yang datang dengan perahu dan melakukan penangkapan ikan dengan cara menyelam menggunakan kompresor. 2.6. Kawasan Amed
Amed merupakan kawasan wisata bahari lainnya di timur pulau Bali. Tidak hanya menyajikan keindahan biota bawah laut, bangkai kapal yang tenggelam pada masa perang dunia
Foto 2.1. Wisata bahari menjadi salah satu sumber pendapatan nelayan di Candidasa
Foto 2.2. Pembangunan akomodasi pariwisata di sekitar perairan Bunutan, Amed
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
13
Bab 2
kedua juga menjadi daya tarik bagi para penyelam di Amed. Beberapa site yang potensial sebagai situs penyelaman di kawasan ini antara lain Bunutan, Jemeluk dan pantai Kepah. Puncak kunjungan wisatawan di Amed berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus. Wisatawan kebanyakan berasal dari Eropa. Namun demikian, banyak pula wisatawan Asia khususnya wisatawan Jepang dan domestik. Wisatawan umumnya datang khusus untuk menyelam di Amed, sehingga banyak diantara mereka yang justru tinggal/ menginap di luar kawasan. Seperti daerah pesisir lainnya, masyarakat di Amed pun banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Sebagian merupakan nelayan tidak tetap karena tidak selalu melaut. Seusai menangkap ikan mereka mengantarkan tamu berwisata di sekitar kawasan dengan jukung. Bahkan, ada pula diantaranya yang bekerja menjadi buruh di rumah makan ketika tidak sedang melaut. Nelayan yang mengantarkan tamu dengan menggunakan jukung beroperasi sesuai dengan giliran yang telah diatur oleh kelompok. Dengan dibantu oleh pemandu lokal, wisatawan biasanya melakukan aktivitas penyelaman, snorkeling, memancing ataupun sekedar berlayar dengan perahu lokal di sekitar perairan Amed. Selain perahu milik nelayan setempat, juga terdapat perahu dan boat dari tempat lain yang datang ke Jemeluk untuk membawa wisatawan menyelam. 2.7. Kawasan Tulamben
Kawasan Tulamben berada di Kabupaten Karengasem dan berlokasi tidak jauh dari Amed. Salah satu pantai yang banyak dikunjungi para penyelam di Tulamben adalah Pantai Tukad abu. Ada beberapa vila/ restoran serta dive operator yang beroperasi di sekitar pantai ini. Lokasi menyelam di sekitar pantai tukad abu adalah di Batu Klebit, Batu Belah dan perairan sekitarnya yang memiliki karakter penyelaman yang cukup unik terutama untuk photografi bawah laut. Selain di sektor pariwisata, masyarakat yang tinggal di sekitar pantai juga banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Mereka umumnya menangkap ikan tongkol untuk dijual ke pasar (Timbrah) maupun ke pengelola vila/ restoran. Namun demikian, menurut nelayan saat ini hasil tangkapan cenderung menurun dan susah diprediksi. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh ikan secara rutin, beberapa nelayan kini membuat rumpon. Penangkapan ikan hiu dulu sering dilakukan oleh nelayan di sekitar perairan pantai Tukad Abu. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan rawai sekitar 300-500 meter dari bibir pantai. Musim untuk penangkapan hiu biasanya berlangsung sekitar sasih kapat hinga kalima penanggalan Bali (sekitar bulan Agustus-Oktober). Namun, saat ini penangkapan hiu sudah tidak bisa dilakukan lagi karena pada jarak tersebut sudah banyak terdapat mooring buoys dan boat yang melintas. Selain itu, banyak pula
14
Program Kajian Cepat
keluhan dari para tamu yang datang untuk menyelam akibat penangkapan hiu ini. 2.8. Kawasan Tejakula
Kawasan Tejakula secara administratif berada di Kabupaten Buleleng. Kawasan ini memiliki lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata bahari. Misalnya pantai Alamanda dan Penuktukan. Pantai Alamanda atau pantai gretek merupakan pantai berpasir hitam yang berlokasi di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula, Buleleng. Nama lokasi penyelaman Alamanda diambil dari nama sebuah resort/ bungalow dan dive operator yang berada dilokasi ini. Sedangkan Penuktukan merupakan daerah pesisir yang berlokasi tidak jauh dari Alamanda dan juga berada dalam kecamatan Tejakula. Tidak banyak masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di sekitar Alamanda. Dulunya ketika era tahun 70an banyak diantara anggota masyarakat yang melakukan pengambilan karang untuk pamor dan sebagai petani Jeruk. Ketika pengambilan karang telah dilarang dan terjadi hama jeruk pada 80an banyak diantaranya yang kemudian beralih profesi sebagai buruh proyek di Singaraja ataupun mencari kerja ke Denpasar. Sebagian masyarakat yang berada di Penuktukan merupakan nelayan yang hingga kini masih aktif melakukan kegiatan penangkapan ikan. Mereka terkumpul dalam kelompok nelayan yang umumnya menangkap tuna/ cakalang di sekitar rumpon dengan menggunakan pancing layang-layang ataupun menangkap ikan terbang dengan menggunakan jaring. 2.9. Kawasan Seririt
Puri Jati dan Kalanganyar merupakan site penyelaman lumpur (muck dive) cukup terkenal yang berlokasi di sekitar kawasan Seririt. Tamu yang berkunjung ke lokasi ini adalah tamu Asia khususnya wisatawan asal Jepang. Namun demikian banyak pula wisatawan Eropa bahkan domestik yang datang untuk menyelam di di Puri Jati. Puncak kunjungan wisatawan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Wisatawan yang datang menyelam adalah wisatawan yang menginap di sekitar Pemuteran maupun Lovina. Meskipun dikenal sebagai titik penyelaman untuk fotografi bawah laut, namun belum banyak fasilitas penunjang untuk wisatawan yang terdapat di Puri Jati dan Kalanganyar. Namun demikian, telah terdapat akses untuk kendaraan menuju pantai. Mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan Puri Jati umumnya adalah sebagai petani, buruh maupun pegawai swasta. Tidak jauh dari lokasi penyelaman di Puri Jati terdapat areal persawahan yang dilengkapi dengan pura Subak. Sedangkan nelayan yang berada di sekitar pantai sudah tidak lagi aktif melaut. Para nelayan yang masih
Gambaran Lokasi
memiliki perahu hanya melaut sebagai sambilan. Demikian pula dengan nelayan di sekitar Kalanganyar kini jumlahnya sudah semakin berkurang. Hingga tahun 80an jumlah nelayan mencapai ratusan orang dan kini tersisa beberapa puluh orang. Banyak nelayan di Kalanganyar yang beralih profesi dan memilih bekerja sebagai petani dan buruh. 2.10. Kawasan Pemuteran
Daerah wisata Pemuteran berlokasi tidak jauh dari pura Pulaki di kecamatan Gerokgak, Singaraja. Pemuteran merupakan daerah wisata yang cukup berkembang serta telah dilengkapi dengan beberapa hotel/ villa serta restoran dan penyedia jasa lainnya bagi wisatawan. Kegiatan pariwisata yang banyak dinikmati di tempat ini adalah snorkeling dan menyelam. Paket wisata menyelam yang ditawarkan oleh para dive operator yang ada di Pemuteran umumnya berada di sekitar perairan Pemuteran hingga ke pulau Menjangan. Selain memiliki keindahan terumbu karang alami dan beragam ikan yang ada di dalamnya, Pemuteran juga terkenal dengan kegiatan konservasi karang yang dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi “Biorock”. Menggunakan listrik bertegangan rendah masyarakat membangun berbagai bentuk karang buatan sebagai rumah ikan sekaligus menarik wisatawan. Penyu juga menjadi salah satu ikon yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke Pemuteran. Pada salah
satu resort yang ada di Pemuteran wisatawan dapat melihat penyu secara langsung. Dengan dibantu oleh masyarakat sekitar melalui “Proyek Penyu” dilakukan relokasi terhadap sarang yang ditemukan di sekitar pantai untuk ditetaskan pada penetasan buatan. Setelah menetas anak – anak penyu ini kemudian akan dilepaskan kembali ke laut. Dengan tegas, masyarakat setempat bersama dengan pengelola hotel dan restoran yang ada di sepanjang pantai menyatakan peraturan bagi para wisatawan agar tidak merusak karang dan biota lainnya yang ada di sekitar pantai Pemuteran. Komitmen masyarakat yang kuat untuk melakukan konservasi telah membuatnya mendapat banyak apresiasi dari berbagai pihak. 2.11. Kawasan Pulau Menjangan
Pulau Menjangan terletak di kawasan Taman Nasional Bali Barat. Secara administratif, kawasan ini berlokasi di kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng. Keindahan bawah laut sekitar pulau Menjangan merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Untuk sampai di pulau Menjangan dari pulau Bali wisatawan dapat menyeberang melalui Labuan Lalang maupun dari Banyu Wedang. Wisatawan yang datang berkunjung untuk menikmati keindahan bawah laut pulau Menjangan biasanya menyeberang dari pulau Bali pada pagi hari dan kembali pada sore harinya. Wisatawan yang berkunjung umumnya sebagian besar adalah berasal dari Eropa seperti Belanda dan Perancis. Sebagian lainnya adalah wisatawan Asia seperti yang berasal dari Jepang dan Korea. Banyak nelayan yang melakukan penangkapan ikan di sekitar kawasan pulau Menjangan. Nelayan ini merupakan nelayan tradisional baik yang berasal dari Bali maupun yang datang dari pulau Jawa. Waktu beroperasi nelayan ini adalah sore hari ketika wisatawan mulai meninggalkan kawasan. Sebaliknya pada pagi hari ketika wisatawan mulai berdatangan untuk ke sekitar pulau Menjangan, satu per satu nelayan ini juga bergerak meninggalkan kawasan. 2.12. Kawasan Teluk Gilimanuk
Foto 2.3. Panduan bagi wisatawan agar tidak merusak karang di sekitar pantai Pemuteran
Kawasan Teluk Gilimanuk merupakan bagian dari Taman Nasional Bali Barat yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Jembrana. Kawasan ini merupakan daerah perairan yang dangkal (sekitar 10 meter) yang terdiri dari dua pulau kecil di dalamnya. Teluk Gilimanuk cukup banyak dikunjungi terutama oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Wisatawan lokal biasanya datang hanya untuk sekedar singgah sambil menikmati pemandangan di sekitar pantai maupun melakukan aktivitas memancing di sekitar kawasan. Perairan di sekitar teluk Gilimanuk merupakan lokasi muck dive dengan beberapa gugusan karang yang menjadi tujuan para penggemar potografi bawah laut. Di kawasan
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
15
Bab 2
ini telah dilengkapi dengan sarana penunjang aktivitas menyelam yang dikelola oleh kelompok masyarakat “Wisata Bahari”. Selain itu, juga terdapat warung/ rumah makan yang juga dikelola oleh masyarakat setempat. 2.13. Kawasan Melaya
Perairan di sekitar Melaya merupakan daerah yang cukup banyak dilalui oleh nelayan terutama mereka yang memburu ikan lemuru. Kawasan ini belum dikenal oleh dunia pariwisata meski memiliki gugusan karang di bawah permukaan lautnya. Pengunjung di sekitar kawasan umumnya adalah masyarakat lokal yang datang untuk menikmati alam pantai khususnya pada saat hari libur maupun hari raya tertentu. Budidaya kerang mutiara adalah salah satu bentuk kegiatan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar pesisir Melaya. Mereka bekerja pada satu perusahaan mutiara milik asing “Ocean Blue Pearl Farm”. Perusahaan ini setidaknya mempekerjakan sekitar 60 lebih masyarakat sekitar mulai dari upaya pembibitan sampai menghasilkan mutiara.
16
Program Kajian Cepat
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Bab 3 Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia Gerald R. Allen & Mark V. Erdmann
Ringkasan
•
Daftar spesies ikan karang dikumpulkan dari 29 lokasi survei di Bali. Survei dilakukan dengan metode penyelaman scuba selama 80 jam hingga kedalaman 70 m oleh G. Allen dan M. Erdmann.
•
Sebanyak 805 spesies ikan karang tercatat selama survei.
•
Jika digabungkan dengan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh penulis di Nusa Penida pada tahun 2008, maka terdapat 977 spesies ikan karang dari 320 marga dan 88 famili yang ditemukan di Bali.
•
Coral Fish Diversity Index (CFDI), merupakan metode untuk memperkirakan jumlah seluruh spesies ikan karang berdasarkan jumlah spesies dari 6 famili utama (Chaetodontidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Labridae, Scaridae, dan Acanthuridae) menunjukkan ada sebanyak 1.312 spesies yang diperkirakan terdapat di perairan Bali.
•
Wrasse (Labridae), ikan betok (Pomacentridae), ikan betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan butana (Acanthuridae) adalah famili yang paling banyak ditemukan di ekosistem karang Bali yang masing-masing jumlahnya adalah 114, 96, 84, 59, 54 dan 39 spesies.
•
Jumlah spesies yang teramati di masing-masing lokasi pengamatan berkisar antara 42 hingga 248 spesies dengan rata-rata 153 spesies.
•
Lokasi dengan spesies ikan yang paling beragam adalah Anchor Wreck, Menjangan (situs 26 – 248 spesies), Batu Klebit, Tulamben (situs 18 – 246 spesies), Kepah, Amed (situs 17 - 230 spesies), Jemeluk, Amed (situs 16 – 220 spesies) dan Bunutan, Amed (situs 15 – 217 spesies).
•
Sebagian besar ikan karang yang dijumpai di Bali memiliki penyebaran yang luas di Indo-Pasifik (56,4%) atau bagian barat Pasifik (25,3%). Sementara sebagian kecil lainnya tersebar di Samudera Hindia (3%) dan ada pula yang endemik Indonesia (3,3%).
•
Berdasarkan hasil survei terdapat 16 spesies ikan karang yang diketahui hanya ditemukan di kepulauan Nusa Tenggara.
•
Setidaknya ada 13 spesies yang belum pernah digambarkan sebelumnya tercatat dan dikoleksi pada survey kali ini yang meliputi dua fang blennies (Meiacanthus), dua jawfish (Opistognathus), tiga dottybacks (Pseudochromis and Manonichthys), seekor clingfish (Lepidichthys), seekor grubfish (Parapercis), seekor dartfish (Ptereleotris), seekor butana (Siphamia), dan dua gobi (Grallenia and Priolepis). Walaupun sebagian besar jenis yang belum tergambarkan ini telah pernah terekam sebelumnya dari daerah sekitar, namun lima jenis ikan diantaranya diyakini untuk pertama kalinya dijumpai pada MRAP yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2011.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
17
Bab 3
•
Berdasarkan komponen biota laut serta kondisi fisikoseanografi skala besar yang dimilikinya, Bali dapat dibagi menjadi 4 zona atau kawasan utama yaitu Nusa Penida, pesisir Timur atau Selat Lombok, pesisir Utara, dan Secret Bay (Gilimanuk).
•
Walaupun Pulau Bali memiliki keragaman ikan karang yang sangat besar dibandingkan luasnya pulau, namunditemukan banyak indikasi penangkapan berlebihan (“overfishing”) di hampir setiap situs. Ikan karang yang bernilai komersial (seperti kakap dan kerapu) jarang sekali ditemukan di perairan Bali. Bahkan dalam lebih dari 350 jam penyelaman, tim survei hanya berhasil mencatat sebanyak 3 ekor hiu (hanya terdapat di Gili Selang dan Menjangan), 3 ekor ikan Napoleon (Chelinus undulatus; hanya ditemukan di Gili Selang dan Tulamben), dan 4 ekor ikan sunu (kerapu dari marga Plectropomus). Tidak kalah pentingnya juga yakni hanya 5 ekor penyu yang dijumpai selama survei berlangsung.
•
Berdasarkan keragaman ikan dan kondisi habitat yang prima, terdapat beberapa daerah yang paling berpotensi sebagai kawasan konservasi yaitu Batu Tiga, Gili Selang, Sumber Kima, dan Secret Bay (Gilimanuk), selain kawasan konservasi yang sudah ada di Bali Barat, Tulamben dan Nusa Penida.
3.1. Pendahuluan
Kepulauan Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keragaman spesies ikan karang terkaya di dunia (Allen, 2008). Kajian komperhensif terhadap ikan karang di Indonesia dilakukan oleh Allen dan Adrim (2003) telah mencakup 2.057 spesies yang diidentifikasi. Berdasarkan hasil pengamatan terakhir (Allen, data yang tak dipublikasi) jumlah ini bertambah hingga 2.250 spesies. Meskipun informasi dari hasil penelitian tentang ikan karang di perairan Indonesia semakin bertambah, hasil dokumentasi oleh masyarakat lokal secara akurat tetap diperlukan. Hal ini terutama terkait dengan keperluan konservasi. Dokumentasi mengenai ikan karang berdasarkan hasil kajian singkat di perairan pesisir pulau Bali (Marine Rapid Assessment Program/ MRAP) oleh Conservation International sepanjang April-Mei 2011 akan dipaparkan lebih lanjut dalam Bab ini. Meskipun lebih difokuskan pada hasil survei tahun 2011, dalam laporan ini juga disampaikan ringkasan dari hasil survei/MRAP Nusa Penida yang telah dilaksanakan pada tahun 2008 dengan beberapa catatan tambahan yang dijumpai dalam pengamatan beberapa bulan setelah survey berakhir. Pada prinsipnya tujuan survei ini adalah untuk melakukan inventarisasi keragaman spesies ikan karang di Bali. Ikan yang dimaksud ini adalah ikan yang hidup pada atau dekat terumbu karang hingga mencapai kedalaman sekitar 70 m.
18
Program Kajian Cepat
Oleh karenanya, pengamatan ini tidak termasuk ikan yang terdapat di air payau, laut dalam, maupun spesies pelagis seperti ikan terbang, tuna, dan spesies ikan berparuh (billfish). Hasil survei ini semoga dapat bermanfaat untuk mengetahui kondisi ikan karang di Bali dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia maupun di lokasi lainnya di kawasan Indo-Pasifik. Namun demikian, daftar ikan karang yang diamati selama survey ini bukanlah daftar yang benar-benar lengkap karena pengamatan dilakukan dalam waktu yang terbatas dan sifat samar dari sebagian spesies ikan karang yang berukuran kecil. 3.2. Metode
Survei ini dilakukan oleh G. Allen dan M.Erdmann dengan penyelaman scuba selama kurang lebih 80 jam hingga kedalaman 70 m. Daftar ikan di perairan pulau Bali dikumpulkan dari 29 lokasi (Lampiran Tabel 3.1) antara 29 April hingga 11 Mei 2011. Metode dasar penelitian terdiri dari pengamatan bawah laut yang dilakukan pada satu kali penyelaman (terkadang dua kali penyelaman) pada setiap situs dengan rata-rata durasi sekali penyelaman selama 80 menit. Spesies yang ditemui dicatat dengan pensil pada kertas tahan air. Teknik penyelaman yang dilakukan adalah menyelam turun hingga kedalaman 30-70 m, kemudian perlahan naik ke perairan dangkal. Sebagian besar waktu penyelaman dihabiskan di zona kedalaman 2-15 m, di mana dapat ditemui jumlah spesies yang paling banyak. Setiap penyelaman juga dicatat tipe utama dasar laut dan kondisi habitat di sekitarnya. Foto Ikan di bawah air diambil selama penyelaman scuba menggunakan kamera Nikon Digital SLR dengan lensa 105 mm dengan rumah aluminium. Sekitar 200 spesies ikan telah diambil gambarnya. Survei visual serta koleksi terhadap spesies ikan dilakukan dengan menggunakan minyak cengkeh, rotenone, dan tombak. Kedua bahan kimia tersebut digunakan dalam jumlah kecil. Ikan betutu yang sulit terdeteksi dan spesies lainnya yang bersembunyi disasar dengan menyemprotkan sedikit campuran minyak cengkeh dan alkohol ke goa-goa dan celah-celah karang/ batuan. Rotenone banyak digunakan di goa-goa atau di bawah tonjolan, atau pada beberapa kasus di sepanjang tepi bawah lereng di celah antara koral dan pasir/puing. 3.3. Hasil survei
Terdapat 805 spesies ikan karang dikumpulkan pada survei ini (Lampiran 3.1). Jika digabungkan dengan hasil suvei di Nusa Penida tahun 2008 dan catatan sebelumnya dari penulis maka tidak kurang dari 977 spesies ikan karang yang berasal dari 320 marga dan 88 famili dapat dijumpai di wilayah perairan Bali. Allen (1997), Kuiter dan Tonozuka
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Tabel 3.1. Jumlah spesies yang diamati pada masing-masing situs (catatan: ikan-ikan tidak disurvei pada situs 6, 8 dan 27). Situs
Spesies
Situs
Spesies
Situs
Spesies
1
96
13
197
23
56
2
162
14
190
24
191
3
157
15
217
25
171
4
91
16
220
26
248
5
131
17
230
28
212
7
187
18
246
29
109
9
115
19
189
30
85
10
183
20
99
31
113
11
143
21
114
32
139
12
117
22
42
Tabel 3.2. Situs dengan tingkat keragaman spesies ikan karang yang tinggi yang diamati selama survei 2011 di Bali. No. situs Lokasi
kawasan di wilayah Indo-Pasifik, penulis pertama (lihat Allen dan Werner, 2002) menciptakan sistem peringkat berdasarkan keberadaan jumlah spesies yang tergolong dalam 6 famili: Chaetodontidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Labridae, Scaridae, dan Acanthuridae. Famili-famili tersebut adalah indikator yang baik untuk seluruh keragaman ikan dengan alasan-alasan berikut: •
Terdokumentasi dengan baik secara taksonomi
•
Memiliki spesies ikan diurnal yang mencolok dan relatif mudah dikenali di bawah air
•
Termasuk dalam spesies ikan karang “inti”. Biasanya mencapai lebih dari 50% dari jumlah ikan-ikan yang dapat diamati
•
Kecuali Pomacanthidae, famili-famili di atas termasuk dalam 10 kelompok ikan karang terbanyak yang mendiami lokasi tertentu di wilayah Indo-Pasifik Barat.
•
Labridae dan Pomacentridae merupakan famili yang memiliki spesies yang cukup banyak dengan habitat yang luas, bahkan termasuk kawasan yang tidak kaya akan terumbu karang.
Total spesies ikan
26
Anchor Wreck, Menjangan
248
18
Batu Kelit, Tulamben
246
17
Kepa, Amed
230
16
Jemeluk, Amed
220
15
Bunutan, Amed
217
28
Pos 2, Menjangan
212
(2001), dan Allen dkk. (2007) membuat uraian untuk sebagian besar spesies ini. Sebagai tambahan, penjelasan menyeluruh mengenai seluruh spesies ikan ini bisa didapat dalam buku “Reef Fishes of the East Indies” yang terbit pada pertengahan 2012 (Allen and Erdmann, 2012). 3.3.1 Analisis data
Jumlah spesies yang ditemukan pada setiap situs bisa dilihat pada Tabel 3.1. Jumlah spesies yang dijumpai pad masingmasing situs berkisar antara 42 hingga 248 spesies, dengan rata-rata 153 spesies per situs. Daerah berbatu dan terumbu karang sejauh ini diamati sebagai habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati ikan. Situs terbaik untuk ikan umumnya memiliki substrat yang merupakan campuran dari karang scleractinia, karang lunak, dan bebatuan dengan alga, sea whip, gorgonia, serta sponges. Arus yang kuat juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap tingginya keragaman spesies ikan, terutama spesies pemakan zooplankton yang terbawa arus. Sementara kawasan yang didominasi oleh substrat pasir, endapan lumpur, atau puing hanya memiliki sedikit ikan. 3.3.2 Indeks Keragaman Ikan Karang (Coral Fish Diversity Index = CFDI)
Menanggapi perlunya metode yang sesuai untuk mengkaji dan membandingkan keragaman ikan karang pada berbagai
Penilaian dilakukan dengan hanya menghitung jumlah spesies yang dijumpai dari masing-masing famili tersebut di atas. Metode ini dapat dipakai pada beberapa tingkatan: • • •
Situs-situs penyelaman tunggal Pada lokasi yang relatif terbatas (misalnya Bali) Negara, kelompok kepulauan besar, atau wilayah yang luas (contoh Indonesia)
Nilai CFDI dapat digunakan untuk memperkiraan jumlah ikan karang di suatu lokasi secara akurat dengan menggunakan rumus regresi. Rumus ini didapatkan dari hasil analisis terhadap 35 lokasi di Indo-Pasifik yang memiliki daftar spesies ikan karang yang komprehensif dan bisa diandalkan. Pertama-tama data dibagi menjadi 2 kelompok yakni: spesies ikan yang umumnya ditemukan pada daerah yang relatif terbatas (terumbu karang dan perairan sekitarnya dengan luas kurang dari 2.000 km2) dan spesies dengan daerah yang lebih luas (terumbu karang dan perairan sekitarnya dengan luas lebih dari 2.000 km2). Analisis regresi yang sederhana mengungkapkan perbedaan yang cukup signifikan (P = 0,0001) di antara kedua kelompok. Oleh karena itu, data dipisahkan dan dilanjutkan dengan analisis tambahan. Program Macintosh Statview digunakan untuk melakukan analisis regresi linier sederhana pada masing-masing rangkaian data untuk memperkirakan rumus prediktor, dan menggunakan CFDI sebagai variabel prediktor (x) untuk memperkirakan variabel bebas (y) atau jumlah total ikan terumbu karang. Hasilnya adalah: 1) jumlah fauna dari kawasan dengan luas lebih dari 2.000 km2
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
19
Bab 3
= 4.234(CFDI) - 114.446 (d.f = 15; R2 = 0.964; P = 0.0001); dan 2.0 jumlah fauna dari kawasan dengan luas kurang dari 2.000 km2 = 3.39 (CFDI) - 20.595 (d.f = 18; R2 = 0.96; P = 0.0001). CFDI berguna untuk survei-survei jangka pendek seperti survei ini karena mampu memperkirakan jumlah total fauna secara akurat. Keuntungan utama dari metode CFDI adalah pada survei jangka pendek selama15 – 20 hari telah cukup mencatat sebagian besar anggota dari 6 famili indikator karena sifatnya yang mencolok. Nilai CFDI wilayah Bali/ Nusa Penida adalah 337 dengan rincian: Chaetodontidae (43), Pomacanthidae (21), Pomacentridae (96), Labridae (114), Scaridae (24), dan Acanthuridae (39). Dengan perkiraan hasil keseluruhan fauna adalah 1.312 spesies. Perbandingan jumlah ini dengan jumlah spesies yang telah tercatat (977 spesies) untuk wilayah ini menandakan bahwa paling tidak diperkirakan ada tambahan sekitar 335 spesies ikan karang. Jumlah ini termasuk beberapa spesies yang tidak bisa dicatat dengan metode visual dan yang berukuran
kecil. Moray eels (Muraenidae) contohnya, spesies ini sangat sulit disurvei tanpa menggunakan rotenone (bahan kimia racun ikan) dalam jumlah besar. Hanya 15 spesies yang terlihat selama survei ini. Namun berdasarkan perkiraan distribusi (Allen, data yang tak dipublikasi) setidaknya ada 35 spesies yang seharusnya terdapat di wilayah Bali. Metode CFDI ini sangat berguna pada survei dengan waktu yang sangat terbatas dan sangat bergantung pada pengamatan visual, seperti yang terjadi pada survei kali ini. Nilai total CFDI menunjukkan bahwa sekitar 75% fauna telah tercatat selama survey di tahun 2008 (Nusa Penida) dan tahun 2011 (Bali). Tabel 3.3 menampilkan perbandingan Bali dengan lokasi lainnya di Indonesia serta di Indo-Pasifik barat dan tengah yang telah disurvei oleh penulis atau peneliti lainnya. Nilai CFDI Bali/Nusa Penida hanya dilampaui oleh nilai dari Kepulauan Raja Ampat, yang menandakan keragaman ikan karangnya yang menakjubkan.
Tabel 3.3. Nilai Indeks Keragaman Ikan Karang (Coral fish diversity index / CFDI ) untuk daerah yang terbatas, jumlah spesies ikan karang diamati selama survei, dan jumlah yang diperkirakan dengan menggunakan rumus regresi CFDI.
20
Lokasi
CFDI
Jumlah ikan karang
Perkiraan jumlah ikan karang
Kep. Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia
373
1.437
1.465
Bali dan Nusa Penida
337
977
1.312
Teluk Maumere, Flores, Indonesia
333
1.111
1.108
Mine Bay Province, Papua Nugini
333
1.109
1295
Halmahera, Indonesia
327
974
1.271
Kep. Togean dan Banggai, Indonesia
308
819
1.190
Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Indonesia
302
965
1.165
Kepulauan Solomon
301
1019
1160
Ujung bagian Utara Palawan, Filipina
292
1003
Kep. Komodo, Indonesia
280
Yap State, Micronesia
Lokasi
CFDI
Jumlah ikan karang
Perkiraan jumlah ikan karang
Kep. Samoa
211
852
694
Kep. Chesterfield, Coral Sea
210
699
691
Pohnpei dan atol di sekitarnya, Micronesia
202
470
664
Atol Layang Layang, Malaysia
202
458
664
Kep. Bodgaya, Sabah, Malaysia
197
516
647
Pulau Weh, Sumatra, Indonesia
196
533
644
Kep. Izu, Jepang
190
464
623
Kep. Christmas, Samudera Hindia
185
560
606
P. Sipadan, Sabah, Malaysia
184
492
603
Rowley Shoals, Australia Barat
176
505
576
1122
Atol Cocos-Keeling, Samudera Hindia
167
528
545
750
928
164
527
535
280
787
928
Semenanjung North-West, Australia Barat
Verde Passage, Filipina
278
808
921
139
357
450
Madang, Papua New Guinea
257
787
850
Kep. Tunku Abdul Rahman, Sabah
Teluk Kimbe, Papua New Guinea
254
687
840
P. Lord Howe, Australia
139
395
450
Manado, Sulawesi, Indonesia
249
624
823
Kep. Monte Bello, Australia Barat
119
447
382
Capricorn Group, Great Barrier Reef
232
803
765
P. Bintan, Indonesia
97
304
308
Pantai Kimberley, Australia Barat
89
367
281
Chuuk State, Micronesia
230
615
759
P. Johnston, Pasifik Tengah
78
227
243
Brunei, Darussalam
230
673
759
Ashmore/Cartier Reefs, Laut Timor
225
669
742
Kep. Kashiwa-Jima, Jepang
224
768
738
Program Kajian Cepat
Midway Atoll
77
250
240
P. Norfolk
72
220
223
Norfolk Island
72
220
223
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
3.3.3 Analisis fauna ikan karang Bali
Famili dengan jumlah spesies yang paling tinggi adalah wrasse (Labridae), betok (Pomacentridae), ikan betutu (Gobiidae), capungan (Apogonidae), kerapu (Serranidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), butana (Acanthuridae), ikan kakatua (Scaridae), dan kakap (Lutjanidae). Sekitar 59% dari total jumlah spesies ikan karang yang dijumpai di Bali berasal famili tersebut (Tabel 3.4). Kelimpahan relatif famili ikan di Bali sangat mirip dengan yang ditemukan di lokasi lainnya di kawasan Indo-Pasifik. Labridae, Pomacentridae, dan Gobiidae adalah famili dengan jumlah spesies yang terbanyak. Peringkat kelimpahan dari kelompok ini bervariasi menurut lokasi. Gobiidae seringkali yang paling melimpah. Kondisi ini tidak mengejutkan mengingat sekitar 600 spesies Gobiidae menghuni terumbu karang Indo-Pasifik. Famili ini juga memiliki lebih banyak spesies dibanding famili lainnya di Bali. Namun, Gobiidae sangat sulit disurvei karena ukurannya sangat kecil dan sebagian besar spesiesnya memiliki sifat yang cukup tersamar dengan kondisi sekitarnya. Kecenderungan lokasi hidup Gobiidae pada habitat pasir terbuka dan berpuing pun bertentangan dengan metode survey RAP, yang lebih fokus pada substrat terumbu karang. 3.3.4 Afinitas/ Hubungan Zoogeografi
Bali menjadi bagian komunitas fauna Pasifik Barat, yang merupakan bagian integral dari daerah biotik Indo-Barat dan Pasifik-Tengah. Ikan karangnya sangat mirip dengan yang terdapat di kawasan yang terbentang luas mulai dari Afrika Timur dan Laut merah hingga kepulauan Mikronesia dan Polinesia. Walaupun kebanyakan famili, genus dan spesiesnya secara konsisten dapat ditemukan di seluruh wilayah, namun komposisi spesiesnya sangat bervariasi tergantung lokasi. Kemampuan menyebar dan masa hidup larva dari suatu spesies biasanya akan menggambarkan distribusi geografisnya. Kebanyakan ikan karang mengalami tahapan pelagis yang cukup panjang yang menyebabkan jumlahnya yang terdapat di lautan tropis tidak proporsional. Hal ini terlihat jelas pada komunitas ikan karang di Bali. Sekitar 56% spesies memperlihatkan pola penyebaran lebih ke wilayah Indo-Barat dan Pasifik-Tengah. Sebagian besar spesies ini tersebar mulai dari Afrika Timur sampai ke ujung barat Pasifik atau ke arah timur sampai ke Mikronesia dan Polinesia. Tabel 3.5 memperlihatkan kategori zoogeografi utama ikan karang Bali. Sebagai tambahan dari spesies Indo Pasifik yang tersebar luas, kategori besar lainnya adalah spesies yang tersebar luas di Pasifik Barat (sekitar 25%) dan spesies yang hanya ada di Kepulauan Indo-Australia (sekitar 9%), mulai dari Laut Andaman arah timur hingga ke Kepulauan Melanesia dan dari Australia ke arah utara hingga ke Filipina.
Tabel 3.4. Famili dengan kelimpahan spesies ikan terbanyak di Bali. Peringkat
Famili
Jumlah spesies
% dari total jumlah spesies
1
Labridae
114
11,7
2
Pomacentridae
96
9,8
3
Gobiidae
84
8,6
4
Apogonidae
59
6,0
5
Serranidae
54
5,5
6
Chaetodontidae
43
4,4
7
Acanthuridae
39
4,0
8
Blenniidae
27
2,8
9
Scaridae
24
2,5
10
Lutjanidae
22
2,3
Tabel 3.5. Analisis zoogeografi ikan karang di Bali. Setiap kategori bersifat eksklusif. Kategori distribusi
Jumlah spesies
% fauna
Indo-Pasifik Barat
551
56,39
Pasifik bagian barat
247
25,28
Kepulauan Indo-Australia
87
8,90
Endemik Indonesia
32
3,27
Samudera Hindia
29
2,97
Tidak dapat ditentukan
19
1,94
Circumtropical
7
0,07
Jepang dan Nusa Penida
5
0,05
Sebanyak 29 spesies memiliki distribusi yang terbatas di Samudera Hindia (Tabel 3.6) hingga ke arah barat di pantai Afrika Timur dan Laut Merah. Walaupun begitu spesies Centropyge eibli dan Pomacentrus alleni hanya terdapat di sisi timur Samudera Hindia. Secara umum, wilayah Bali merupakan batas timur distribusi tersebut. Beberapa contoh spesies ikan karang Samudera Hindia yang terdapat di Bali digambarkan pada Foto 3.1. Tujuh spesies ikan (Rhincodon typus, Manta birostris, Echeneis naucrates, Thunnus albacares, Melichthys niger, Diodon hystrix, dan Mola mola) menunjukkan distribusi circumtropical. Mereka merupakan spesies yang mengalami tahap larva pelagis yang panjang dan menetap pada terumbu karang sampai ukuran yang cukup besar (contoh: Melichthys) atau dapat beradaptasi untuk hidup dalam tahap pelagis, yang jauh dari pantai (contoh: Rhincodon, Manta, Thunnus, dan Mola). Ikan remora/ sharksucker , Echeneis merupakan ikan yang dapat menyebar ke seluruh lautan tropis melalui berbagai inang seperti ikan pelagis besar, mamalia laut, dan penyu. Lima spesies ikan Bali/Nusa Penida, termasuk Hiu karpetWobbegong shark (Orectolobus japonicus), apogonidae (Apogon schlegeli), scorpaenidae (Scorpaenodes evides), pomacentridae (Chromis albicauda), dan gobiidae (Trimma imaii)
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
21
Bab 3
Tabel 3.6. Spesies-spesies ikan Samudera Hindia yang ditemukan di Bali. Famili Caesionidae
Labridae
Famili
Caesio xanthonota
Bodianus diana
Pseudochromidae
Famili Mullidae
Gomphosus caeruleus
Parupeneus macronemus
Halichoeres chrysotaenia
Parupenus trifasciatus
Leptojulis cyanotaenia
Famili Chaetodontidae
Famili Scaridae
Chaetodon collare
Chlorurus capistratoides
Chaetodon decussates
Famili Blenniidae
Chaetodon guttatissimus
Entomacrodus vermiculatus
Chaetodon trifasciatus
Famili Gobiidae
Famili Pomacanthidae
Trimma fucatum
Centropyge eibli
Famili Acanthuridae
Genicanthus caudivittatus
Acanthurus leucosternon
Famili Pomacentridae
Acanthurus tennentii
Amphiprion akallopisos
Acanthurus tristis
Amphiprion sebae
Ctenochaetus truncatus
Chromis dimidiate
Naso elegans
Chromis opercularis
Famili Balistidae
Pomacentrus alleni
Melichthys indicus
menunjukkan distribusi terpisah yang tidak lazim antara daerah Jepang dan Bali. Kemungkinan, spesies ini dulunya tersebar di perairan yang lebih dingin di Pasifik Barat sebelah utara Indonesia, namun kenaikan suhu permukaan laut menyebabkan kepunahan yang meluas. Spesies ini kemudian bertahan menjadi populasi yang menetap di perairan subtropis Jepang dan Bali, di mana upwelling dingin mengakibatkan menurunnya suhu permukaan laut. Meskipun hingga sekarang spesies ini di Indonesia hanya dijumpai di perairan Bali dan Nusa Penida, mereka kemungkinan juga akan dapat ditemukan di lokasi lainnya di Kepulauan Sunda Kecil yang masih terpapar upwelling dingin. Secara zoogeografi, yang paling menarik dari ikan karang Bali adalah adanya kelompok dengan pola distribusi yang sangat terbatas yang meliputi 32 spesies endemik Indonesia. Bahkan 16 diantaranya hingga kini diketahui hanya terdapat di Kepulauan Sunda Kecil (Tabel 3.7 dan Foto 3.2). Allen dan Adrim (2003) serta Allen dan Erdmann (2012) mendokumkentasikan sifat yang sangat endemik dari ikan karang di Indonesia yang mengindikasikan kepulauan Nusa Tenggara (Kepulauan Sunda Kecil) sebagai daerah dengan tingkat endemisitas yang tertinggi di Indonesia maupun secara umum di kawasan Hindia Timur (East Indian Region). Sedangkan, penelitian secara intensif terhadap ikan karang di kawasan Kepala Burung (Papua Barat) menunjukkan bahwa daerah ini memiliki kelimpahan spesies endemik yang lebih rendah atau terkaya kedua di Indonesia. Berbeda dengan Sunda Kecil, evolusi ikan karang endemik di kawasan Kepala Burung didukung oleh kombinasi dari keragaman
22
Tabel 3.7. Ikan karang endemik Sunda Kecil yang terdapat di Bali.
Program Kajian Cepat
Apogonidae
Spesies
Geographic distribution
Haliophis aethiopus
Bali dan Nusa Penida
Pseudochromis aurulentus
Nusa Penida dan Komodo
Pseudochromis oligochrysus
Bali sampai Alor
Pseudochromis rutilus
Nusa Penida
Pseudochromis steenei
Bali sampai Alor
Manonichthys sp.
Bali sampai Komodo
Apogon lineomaculus
Bali sampai Komodo
Siphamia sp.
Bali
Chromis pura
Nusa Penida dan Alor
Chromis sp.
Nusa Penida
Helcogramma kranos
Bali sampai Komodo
Helcogramma randalli
Bali sampai Alor
Meiacanthus cyanopterus
Bali sampai Alor
Meiacanthus abruptus
Bali sampai Komodo
Gobiidae
Grallenia baliensis
Bali
Acanthuridae
Prionurus chrysurus
Nusa Penida sampai Komodo
Pomacentridae Tripterygiidae
Bleniidae
habitat yang kaya, aktivitas tektonik, dan fluktuasi permukaan air laut. Sedangkan ikan karang endemik di Sunda Kecil dihasilkan dari kondisi habitat yang unik di sepanjang jalur pintu keluar selatan Arlindo (Arus Lintas Indonesia = Indonesian Through flow), yang menjadikannya sebagai kawasan dengan arus yang kuat disertai upwelling dingin. 3.3.5 Spesies kembar dan perkawinan silang
Randall (1998) memberikan contoh dari 52 pasangan spesies yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan spesies yang ada di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Randall mengatakan bahwa spesies “kembar” (geminate species = spesies dengan perbedaan yang kecil karena berevolusi dari nenek moyang yang sangat dekat) tersebut telah berevolusi sebagai hasil dari suatu kondisi yang sama – suatu spesies Indo-Pasifik purba yang dahulu tersebar luas lalu terpisah oleh permukaan laut yang menurun yang kemudian menghasilkan penghalang Hindia Timur. Contohnya, pada masa Pleistosen, penghalang ini kemudian menjadi daratan kering yang memanjang mulai dari ujung utara Sumatera hingga ke Timor, dengan sedikit celah di antara Bali dan Kepulauan Sunda Kecil. Salah satu ciri ikankarang di Bali adalah adanya anggota pasangan spesies kembar dari Samudera hindia dan Samudera Pasifik (Tabel 3.8 dan Foto 3.3). Pada hampir semua kejadian, pasangan yang berasal dari Samudera Pasifik
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Foto 3.1. Contoh spesies ikan karang Samudera Hindia yang ditemukan di Bali (dari kiri atas hingga kanan bawah): Acanthurus tristis, Amphiprion sebae, Chaetodon trifasciatus, Chromis opercularis, Leptojulis chrysotaenia, dan Melichthys indicus.
Foto 3.2. Apogon lineomaculus, dengan panjang 6 cm. Hanya ada di Bali dan Komodo
Foto 3.3. Contoh pasangan spesies kembar (spesies dari Samudera Hindia di kiri dan Pasifik di kanan): atas – Chaetodon decussatus dan C. vagabundus; tengah – Chromis dimidiata dan C. margaritifer; bawah Ctenochaetus cyanocheilus dan C. truncatus.
Foto 3.4. Contoh perkawinan silang (tengah) antara Centropyge eibli (kiri) dan C. vroliki (kanan) di Nusa Penida.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
23
Bab 3
Foto 3.5. Contoh spesies ikan di Bali yang berhubungan dengan wilayah upwelling dingin: dari kiri ke kanan - Prionurus chrysurus, Springeratus xanthosoma, dan Mola mola.
Foto 3.6. Parapercis bimacula, panjang total 11 cm
Foto 3.7. Manonichthys sp. sepanjang 3,5 cm.
Foto 3.8. Dua Pseudochromis baru dari Bali dan Nusa Penida sepanjang 7 cm
Foto 3.9. Siphamia sp. sepanjang 3,5 cm.
24
Program Kajian Cepat
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Foto 3.10. Dua spesies baru jawfish (Opistognathidae) dari Bali (kiri ke kanan): spesies Opistognathus 1 sepanjang 4 cm, spesies Opistognathus 2 sepanjang 3,5 cm.
Foto 3.11. Meiacanthus abruptus, sepanjang 7 cm
Foto 3.12. Spesies Meiacanthus cyanopterus sepanjang 6 cm
Foto 3.14. Grallenia baliensis. dengan panjang 2,5 cm.
Foto 3.13. Priolepis sp. sepanjang 2,5 cm.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
25
Bab 3
Foto 3.15. Lepadichthys sp. sepanjang 3 cm.
Foto 3.16. Ptereleotris rubristigma, sepanjang 10 cm
Foto 3.17. Catatan distribusi baru (dari kiri ke kanan) meliputi: Chaetodon reticulatus, Abudefduf lorentzi, dan Cirrhilabrus pylei.
Foto 3.18. Capungan banggai (Pterapogon kauderni) yang didatangkan dari luar Bali, panjang total 8 cm, Secret Bay, Bali.
26
Program Kajian Cepat
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Gambar 3.1. Citra satelit dari Secret Bay, Gilimanuk
Tabel 3.8. Contoh spesies kembar yang tercatat di Bali. Famili
Spesies Samudera Pasifik
Spesies Samudera Hindia
Caesionidae
Caesio teres
Caesio xanthonota
Chaetodontidae
Chaetodon vagabundus Chaetodon decussatus
Pomacanthidae
Chaetodon punctatofasciatus
Chaetodon guttatissimus
Chaetodon lunulatus
Chaetodon trifasciatus
Centropyge vroliki
Centropyge eibli
Chromis margaritifer
Chromis dimidiata
Chromis xanthurus
Chromis opercularis
Pomacentridae
Pomacentrus coelestis
Pomacentrus alleni
Scaridae
Chlorurus bleekeri
Chlorurus capistratoides
Acanthuridae
Acanthurus pyroferus
Acanthurus tristis
Ctenochaetus cyanocheilus
Ctenochaetus truncatus
Naso lituratus
Naso elegans
lebih sering ditemui dibandingkan dengan pasangan dari Samudera Hindia. Fenomena ini menunjukkan terjadinya dominasi aliran arus ke arah selatan. Perkawinan silang adalah fenomena yang cukup jarang terjadi pada ikan air laut jika dibandingkan dengan di air tawar. Namun, ikan kupu-kupu tropis tropical butterflyfish (Chaetodontidae) dan ikan malaikat angelfish (Pomacanthidae) adalah pengecualian sebab telah banyak hasil kawin silangnya yang ditemukan. Pylle dan Randall (1994) memberikan rujukan bagi 15 hasil kawin silang ikan kupu-kupu dan mencatat masih ada 12 spesies lagi yang akan didokumentasikan dalam literatur. Para penulis ini juga mendokumentasi 11 contoh kemungkinan kawin silang pada ikan malaikat. Lebih dari itu, sebuah penelitian terbaru oleh Hobbs dkk. (2008) melaporkan ada 11 spesies kawin silang dari 6 famili di Kepulauan Christmas yang terletak sekitar 1.000 km barat laut Bali atau 350 km selatan Ujung Genteng, Jawa Barat. Tidak ada hasil kawin silang yang teramati pada RAP Bali ini, namun beberapa kali terlihat pada survei Nusa Penida di tahun 2008. Kasus-kasus ini adalah persilangan antara ikan kupu-kupu Chaetodon guttatissimus dan C. punctofasciatus dan ikan malaikat Centropyge eibli dan C. Vroliki (Foto 3.4). Walaupun tidak ada hasil kawin silang yang terdeteksi antara Chaetodon lunulatus dan C. Trifasciatus yang berhubungan dekat, beberapa pasangan campuran kedua spesies terlihat pada survei tahun 2008 dan 2011.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
27
Bab 3
3.3.6 Upwelling dingin
Pantai timur Bali, termasuk Selat Lombok dan Pulau Nusa Penida, memiliki ciri khas arus yang deras dengan temperatur yang dingin sebagai akibat adanya upwelling di perairan dalam. Sangat sulit untuk menemukan suhu air serendah 20an derajat atau bahkan lebih dingin lagi. Tabel 3.9 menyajikan daftar spesies yang sering terkait dengan wilayah upwelling beserta tiga contohnya yang disajikan pada Foto 3.5. 3.3.7 Spesies baru
Beberapa spesies yang belum terdeskripsikan telah tercatat selama survei RAP ini. Hal ini akan dibahas dengan lebih rinci pada paragraf selanjutnya, dimana belum ada dari sekian banyak spesies yang diketemukan ini pernah dideskripsikan sebelumnya oleh penulis maupun kolega ahli ikan karang lainnya (misal: Allen and Erdmann, 2012; Smith-Vaniz and Allen, 2011; Gill, Allen and Erdmann, 2012) Parapercis bimacula Allen dan Erdmann, 2012 (Pinguipedidae; Gambar 6) – ikan grubfish nan indah ini kini tercatat dijumpai di Bali, Komodo, Pulau Weh (Sumatera) dan Kepulauan Andaman, dimana ia biasanya ditemukan di kawasan berpasir/ reruntuhan dasar dengan sebaran karang hidup di kedalaman 2-8 meter. Spesies ini baru saja digambarkan oleh penulis dalam buku mereka yakni di ikan karang dari Hindia Timur (reef fishes of the East Indies) Spesies Manonichthys (Pseudochromidae; Foto 3.8) – Spesies ini teramati dan dipotret pada kedalaman 29-30 m pada dua situs (25 dan 28) di pesisir Barat Laut, termasuk Pulau Menjangan dan Pulau Komodo. Spesies ini juga diketahui berhubungan dekat dengan M. Alleni yang terdapat di bagian utara Borneo dan sekarang sedang dipelajari oleh ahli pseudochromidae Anthony Gill dari Sidney University, Australia, yang akan memastikan status spesies ini. Pseudochromis oligochrysus Gill, Allen and Erdmann, 2012 (Pseudochromidae; Foto 3.9, kiri) – Spesies ini tidak ditemukan selama survei 2011, namun beberapa spesimen didapatkan selama RAP 2008 di Nusa Penida. Biasanya
Tabel 3.9. Spesies yang terkait dengan upwelling dingin yang terdapat di Bali. Famili Chaetodontidae
Famili Clinidae
Chaetodon guentheri
Springeratus xanthosoma
Heniochus diphreutes
Famili Acanthuridae
Famili Pomacanthidae
Prionurus chrysurus
Chaetodontoplus melanosoma
Molidae
Famili Pomacentridae
Mola mola
Chromis albicauda Chromis pura
28
Program Kajian Cepat
terdapat di lereng-lereng pada kedalaman 25-50 m. Spesies ini baru saja dideskripsikan pada awal 2012 oleh Anthony Gill bersama-sama dengan penulis. Pseudochromis rutilus Gill, Allen and Erdmann, 2012 (Pseudochromidae; Foto 3.9, kanan) – Spesies baru ini (Foto 3.9) didapat dari Nusa Penida pada tahun 2008 dan pada survei 2011 di Menjangan (situs 27) pada kedalaman sekitar 60-70 m. Biasanya terlihat pada permukaan berbatu, spons, dan celah-celah pada lereng karang bagian luar. Spesies ini juga telah dikoleksi dari wilayah Alor, Nusa Tenggara. Seperti spesies yang sebelumnya, yang satu ini juga telah dideskripsikan pada Januari 2012 oleh Anthony Gill dan penulis. Spesies Siphamia (Apogonidae; Foto 3.10) – Sebuah spesimen ikan capungan yang unik ini ditemukan di Pulau Menjangan (situs 27) pada kedalaman 70 m. Seperti semua anggota marga Siphamia, spesies ini memiliki keunikan berupa organ tubuh yang berpendar keperakan pada bagian luar bawah tubuhnya. Spesies ini termasuk dalam spesies yang belum dideskripsi, memiliki kaitan yang erat dengan spesies S. argentea yang merupakan spesies yang belum diketahui dengan baik dimana jenis ini dapat dibedakan dari warna tubuhnya yang unik dengan cahaya bergaris, tubuh yang dalam, dan garis lateral yang lengkap. Spesies ini saat ini sedang dikaji secara mendalam oleh Ofer Gon seorang ahli apogonid di Afrika Selatan. Opistognathus sp. 1 (Opistognathidae; Foto 3.9, kiri) – Jawfish telah menjadi kelompok ikan yang menguntungkan dengan banyaknya penemuan oleh penulis beberapa tahun terakhir. Spesies ini masih belum dideskripsi, namun sebelumnya sudah tercatat di Kepulauan Andaman, Kalimantan (Derawan), Filipina (Pulau Siquijor), dan Indonesia (Pulau Morotai dan Teluk Cendrawasih, Papua Barat). Menghuni dasar perairan berpasir/puing dekat terumbu karang pada kedalaman 20-70 m. Tiga spesimen telah dikoleksi selama survei di situs 25 (Sumber Kima). Spesies ini akan dideskripsi oleh ahli opistognathidae asal Amerika Serikat, William Smith-Vainz. Spesies Opistognathus sp. 2 (Opistognathidae; Foto 3.7, kanan) – Spesies jawfish baru ini sebelumnya telah dikoleksi dari Brunei dan Filipina. Spesies ini menghuni pesisir terumbu karang yang keruh pada dasar perairan berpasir/ puing di kedalaman 15-70 meter di kawasan yang secara berkala berarus kuat. Sebuah spesimen tunggal juga telah dikoleksi pada survei di situs 25 Bali (Sumber Kima). Spesies ini juga akan dideskripsi oleh William Smith-Vaniz. Meiacanthus abruptus Smith-Vaniz and Allen, 2011 (Blenniidae; Foto 3.11) – Spesies baru ini pertama kali dikoleksi oleh G. Allen di Pulau Komodo pada tahun 1995. Sekitar 10 individu telah dipotret di Secret Bay, Gilimanuk (situs 30) selama survei di Bali ini. Spesies ini dapat ditemukan di petak terumbu karang kecil yang hampir 100% diselimuti koral pada kedalaman 2-4 meter. Spesies ini dicirikan dengan kepalanya yang kuning dan sepasang garis hitam pada badannya. Spesies baru ini telah dideskripsikan pada bulan Oktober 2011 (Smith-Vaniz and Allen, 2011).
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Meiacanthus cyanopterus Smith-Vaniz and Allen, 2011 (Bleniidae; Foto 3.12) – Sebuah spesimen tunggal dari spesies penghuni perairan dalam ini teramati pada kedalaman 70 m di situs 19. Saat ini diketahui hanya terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara di Bali dan wilayah Alor. Spesies ini juga telah dideskripsikan pada bulan Oktober 2011 (Smith-Vaniz and Allen, 2011) Spesies Priolepis (Gobiidae; Foto 3.13) - Spesies ini nampaknya adalah spesies yang belum dideskripsi dan sepintas mirip dengan P. Pallidicincta Winterbottom & Burridge, namun memiliki perbedaan nyata berupa garis melintang pada pipi papilla. Spesies ini telah dikoleksi dari dua situs (10 dan 26) pada survei di kedalaman 70 m. Grallenia baliensis Allen and Erdmann, 2012 (Gobiidae; Foto 3.14) – ikan betutu berukuran kecil ini (dengan ukuran maksimum sekitar 2,5 cm) sebelumnya diketahui dari beberapa spesimen yang dikoleksi dari kawasan Tulamben di dasar perairan pasir/kerikil pada kedalaman 5-15 meter. Pada survei ini, spesies ini juga ditemukan di Amed (situs 17) dan Buleleng (situs 21). Hasil pengamatan terperinci mengungkapkan spesies ini adalah spesies baru. Dapat dikenali melalui pola warnanya yang unik, tidak memiliki selaput pada sirip punggung individu jantan, sirip anal dan sirip punggung kedua yang relatif pendek, dan sirip dada yang pendek. Spesies ini dideskripsi oleh penulis pada bukunya ‘East Indians Reef Fishes’ yang terbit pada Maret 2012. Spesies Lepadichthys (Gobiesocidae; Foto 3.15) – Spesies yang nampaknya belum dideskripsi ini sebelumnya hanya diketahui berdasarkan foto bawah air dari Flores, Indonesia, dan Pulau Manus di Papua New Guinea. Ikan ini berwarna merah bata tua dengan belang-belang putih pada kedua sisi badan, dan di punggung mulai dari mulut hingga sirip ekor. Spesies ini biasanya berlindung pada duri-duri bulu babi Diadema dan biasanya terdapat pada kedalaman 5-15 m. Sebuah spesimen tunggal telah dikoleksi pada survei 2011 di situs 25 (Sumber Kima). Ptereleotris rubristigma Allen, Erdmann and Cahyani, 2012 (Ptereleotridae; Foto 3.16) – Spesies ini sebelumnya salah diidentifikasi sebagai P. Hanae, tetapi berbeda pada selaput ekornya yang tidak panjang, dan pada jantan dewasa memiliki selaput pada duri punggung kedua, serta tanda kemerahan (kadang tidak ada) pada dasar sirip dada. Spesies ini tersebar luas di Indonesia dan wilayah sekitarnya. Selama survei ini, spesies ini teramati di Seraya (situs 12), Amed (situs 16), dan Taka Pemuteran (situs 24). Habitatnya terdiri dari dasar permukaan hamparan pasir dan puing pada kedalaman 5-50 m. Spesies ini baru saja dideskripsi oleh penulis (dan seorang ahli genetic Dita Cahyani) dalam buku reef fishes of the East Indies pada bulan Maret 2012. 3.3.8 Daerah sebaran dan beberapa catatan penting
Chaetodon reticulates Cuvier, 1831 (Chetodontidae; Foto 3.17, kiri) – Spesies ini tersebar luas di Pasifik Barat, terutama di kepulauan Oseania ke timur hingga Kepulauan Line and Society. Spesies ini tercatat di Indonesia hanya di
Halmahera dan lepas pantai utara Sulawesi, serta catatan (situs) terkini dari Bali, yang mencerminkan suatu perluasan daerah sebarannya kira-kira 1.500 km. Abudefduf lorentzi Hensley & Allen, 1977 (Pomacentride; Foto 3.17, tengah) – Spesies ini biasa menghuni perairan dangkal Sulawesi bagian timur, Halmahera dan wilayah Papua Indonesia. Spesies ini juga terdapat di Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, dan Filipina. Di bagian timur dan selatan Sulawesi biasanya digantikan kerabatnya A. Bengalensis. Karena itu, cukup mengejutkan ketika menemukan seekor spesies ini dalam tahap sub-dewasa di sepanjang garis pantai di situs 28 (Menjangan), yang mencerminkan suatu perluasan daerah sebarannya kira-kira 900 km. Cirrhilabrus pylei. (Labridae; Foto 3.17, kanan) – Walaupun sebelumnya dilaporkan terdapat di Bali berdasarkan foto bawah air, kami dapat mengkonfirmasi keberadaannya di wilayah Bali dengan koleksi spesimen baik dari Nusa Penida pada tahun 2008 dan dari survei ini di situs 28 (Menjangan). Pada kebanyakan catatan sebelumnya spesies yang menakjubkan ini berasal dari Kepulauan Melanesia, termasuk Papua Barat, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu. 3.3.9 Spesies ikan yang didatangkan dari luar Bali
Walaupun ikan-ikan yang diintroduksi hanya sebagian kecil saja dari komunitas ikan global, mereka memiliki kemampuan untuk mengubah dinamika populasi ikan lokal. Spesies ikan scorpaenidae Pterois volitans adalah contoh klasik dari fenomena ini. Walaupun spesies ini mudah dijumpai di sepanjang rentang penyebarannya di Pasifik bagian barat dan tengah, spesies ini biasanya dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Sebagai contoh, adalah tidak biasa menemukan seekor spesies ini dalam beberapa kali penyelaman selama survei RAP. Spesies ini ditangkap untuk diperdagangkan sebagai ikan hias akuarium kemudian dilepaskan di perairan Florida sekitar 20 tahun yang lalu. Akibatnya kini spesies ini “mewabah” di beberapa kawasan di pantai timur Amerika Serikat dan Lautan Karibia serta memengaruhi komunitas ikan-ikan lokal karena perilaku predasi spesies ini yang memangsa berbagai spesies ikan kecil dan invertebrata. Selain karena pelepasliaran ikan akuarium yang tidak disengaja maupun yang disengaja, introduksi spesies ikan lainnya dimaksudkan untuk meningkatkan spesies-spesies ikan yang berharga untuk diperdagangkan (contoh: Lutjanus kasmira di Hawaii), sehingga memiliki akses ke lautan yang dulunya terpisahkan melalui pembangunan kanal (contoh: Laut Merah menuju Laut Mediterania melewati Terusan Suez), dan perpindahan larva maupun ikan bentik kecil pada tangki-tangki pengatur daya apung (ballast tank) kapal barang. Capungan Banggai (Pterapogon kauderni, Foto 3.18) memiliki distribusi alami yang terbatas di Pulau Banggai dan kawasan yang berdekatan di bagian tengah dan timur Sulawesi. Ikan cantik ini mulai diperdagangkan sebagai ikan hias pada tahun 1995 dan langsung menghebohkan pasar
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
29
Bab 3
dengan harga jual mencapai $100 per ikan pada bulanbulan pertama kehadirannya. Spesies ini dijual ke luar negeri dalam jumlah besar melalui para penjual ikan di Bali dan Sulawesi Utara. Akibatnya, banyak ikan spesies ini yang kemudian dilepas dengan sengaja di Selat Lembeh, Sulawesi dan di Gilimanuk, Bali, di mana kemudian populasinya berkembang. Populasi spesies ini di Bali terbatas pada kawasan yang sangat kecil dekat pantai sisi selatan dari jalan masuk menuju Secret Bay, Gilimanuk. Spesies ini berasosiasi dengan bulu babi Diadema yang menghuni perairan dangkal dan sekitar reruntuhan kapal kecil. Diperkirakan populasinya saat ini sekitar 1.000 individu, dan jika dibandingkan dengan pengamatan biasa yang dilakukan dua tahun lalu, populasi spesies ini terus meningkat. Tidak ada tanda-tanda bahwa spesies ini telah berkembang di luar Secret Bay, dan karena metode reproduksinya aneh (telur dan ikan yang masih kecil diinkubasi di dalam mulut individu jantan) serta kemampuan penyebaran pelagisnya tidak baik, perluasan daerah sebaran spesies ini di sekitar Bali akan menjadi proses yang sangat lambat. Spesies ini memakan plankton dan invertebrata bentik kecil. Oleh karena itu dampaknya terhadap populasi ikan di sekitar teluk Gilimanuk pada umumnya sangat kecil, dan mungkin hanya kepada spesies apogonidae lain yang bersaing menumpang hidup pada duri-duri Diadema. Salah satu sisi positif dari introduksi ini adalah turis akan tertarik untuk menyelam di situs ini dan mendapat kesempatan langka memotret spesies yang menakjubkan, serta menghemat biaya dan logistik daripada berkunjung ke Kepulauan Banggai. 3.4. Situs yang sangat penting bagi ikan dengan nilai konservasi yang potensial
Perbandingan antara berbagai kawasan geografi utama di wilayah Bali
Survei ini menunjukkan bahwa Bali memiliki ikan-ikan karang yang amat beragam, yang mencerminkan kisaran variasi habitat yang relatif luas. Metode CFDI yang memperkirakan keseluruhan jumlah fauna, didasarkan pada beberapa famili utama menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu kawasan di Indonesia yang paling kaya akan ikan-ikan karang sehingga secara global sangat penting untuk kepentingan konservasi. Komunitas ikan yang ada juga menakjubkan mengingat ekosistem laguna yang terlindung hampir tidak ada di Bali. Maka, spesies-spesies yang berasosiasi dengan habitat ini sangat jarang atau tidak ada. Bali dapat dibagi menjadi beberapa zona atau kawasan yang berbeda, berdasarkan komponen fauna lautnya dikombinasikan dengan fitur oseanografi fisik berskala luas, terutama suhu dan arus, termasuk upwelling. Perbandingan keragaman ikan pada kawasan geografi utama dapat dilihat di Tabel 3.10. Pesisir utara adalah kawasan yang paling kaya akan keragaman ikan. Wilayah ini memiliki contoh-contoh
30
Program Kajian Cepat
Tabel 3.10. Perbandingan jumlah spesies pada kawasan geografi utama di wilayah Bali. Kawasan geografi
Jumlah spesies
Spesies/situs
Bali bagian utara
622
214*
Nusa Penida
573
161
Bali bagian timur
510
147
Gilimanuk
153
97
Jumlah total
964
* kecuali situs pada dasar perairan berlumpur (20-23) di kawasan Lovina.
perkembangan terumbu karang terbaik seperti yang dicontohkan di Amed dan Pulau Menjangan. Di dalam kawasan ini juga terdapat kawasan “muck dive” berdasar lumpur yang menarik dan merupakan tempat tinggal ikanikan yang tidak biasa, yang jarang terlihat pada terumbu karang biasa. Nusa Penida pantas menjadi zona terpisah, karena lokasinya yang terisolasi, terpapar penuh oleh Samudera Hindia, dan kondisi habitat umumnya yang dicirikan oleh arus deras dan upwelling dingin. Pantai timur Bali, yang terdiri dari Selat Lombok membentuk zona utama ketiga. Seperti Nusa Penida yang mengalami arus kuat berkala dan upwelling dingin. Beberapa spesies “khas” yang juga khas Nusa Penida, contohnya butana ekor kuning (Prionurus chrysurus) dan Mola molaOcean Sunfish (Mola mola). Secret Bay di Gilimanuk membentuk zona utama keempat. Walaupun luasnya sangat kecil (sekitar 5,5 km2 ), teluk ini memiliki keunikan tinggi dalam hal habitat laut dan komunitas ikan yang didukungnya. Teluk ini dibatasi oleh mangrove dan memiliki sejumlah petak terumbu karang dengan pertumbuhan karang hidup yang baik dan juga habitat dasar berlumpur yang luas dan merupakan rumah yang kaya akan spesies ikan-ikan tidak biasa yang tidak sering terlihat di bagian lain pulau. Pesisir selatan tidak disurvei dengan memadai untuk menentukan apakah kawasan ini pantas mendapatkan status kawasan utama yang terpisah. Hanya 2 situs (31-32) yang disurvei. Pengamatan awal ini menandakan adanya pembenaran untuk memasukkan pesisir selatan ke dalam wilayah fauna yang sama dengan Bali bagian timur. 3.5. Berbagai rekomendasi untuk konservasi
Walaupun Pulau Bali memiliki keragaman ikan karang yang sangat besar dibandingkan luasnya pulau, namunditemukan banyak indikasi penangkapan berlebihan (“overfishing”) di hampir setiap situs. Ikan karang yang bernilai komersial (seperti kakap dan kerapu) jarang sekali ditemukan di perairan Bali. Bahkan dalam lebih dari 350 jam penyelaman, tim survei hanya berhasil mencatat sebanyak 3 ekor hiu (hanya terdapat di Gili Selang dan Menjangan), 3 ekor ikan
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Napoleon (Chelinus undulatus; hanya ditemukan di Gili Selang dan Tulamben), dan 4 ekor ikan sunu (kerapu dari marga Plectropomus). Tidak kalah pentingnya juga yaknin hanya mencatat 5 ekor penyu selama survei berlangsung. Angka-angka yang sangat minim ini seharusnya menjadi “peringatan” bagi Pemerintah Bali, mengingat angka seperti ini seharusnya bisa ditemukan dalam satu kali menyelam saja di terumbu karang yang sehat - bukan dari 33 situs! Agar trend overfishing di terumbu karang Bali dapat diatasi, sangat disarankan untuk membentuk jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) dengan zona “larang ambil” di wilayah Bali yang berisi perwakilan komunitas fauna di setiap kawasan utama yang telah diuraikan di atas. Keuntungan untuk membentuk kawasan konservasi perairan yang efektif adalah untuk kelestarian keanekaragaman hayati yang tinggi dan peningkatan nilai ekonominya karena dapat menarik para penyelam, dan juga dari “efek limpahan benih” yang didokumentasikan dengan baik dan dapat langsung meningkatkan tangkapan ikan untuk bahan pangan di kawasan yang berdekatan dengan KKP. Laporan sebelumnya (2008) juga menyarankan beberapa situs yang layak dilindungi di dalam zona larang ambil di Nusa Penida termasuk Crystal Bay, Toya Pakeh, Batu Abah dan Teluk Batu Abah, berdasarkan komunitas ikan masing-masing dan habitat terumbu karangnya yang luar biasa. Dengan menggunakan kriteria yang sama, kami juga merekomendasikan situs-situs berikut agar dipertimbangkan dijadikan zona larang ambil dalam KKP baru, berdasarkan hasil survei 2011. Batu Tiga dekat Candi Dasa – Pulau-pulau berbatu ini mendukung komunitas koral yang kaya serta ikan-ikan yang berasosiasi dengan koral tersebut, namun tidak ada pemangsa besar seperti hiu dan kerapu. Sebanyak 187 spesies dicatat di Batu Tiga Barat (situs 7), jumlah terbanyak ketiga di pesisir timur. Gili Selang, di daerah timur laut Bali (situs 13-14) – kawasan dengan keragaman habitat mikro yang baik dan kelompok ikan karang yang kaya serta spesies-spesies berdasar lunak yang berasosiasi dengan zona bergelombang. Di Gili Selang Utara tercatat 197 spesies dan di Gili Selang Selatan 190 spesies, keduanya merupakan jumlah yang tertinggi di pesisir timur. Kompleks terumbu karang Taka Pemuteran dan Sumber Kima, barat laut Bali (situs 24-25) – Kedua kawasan ini menunjukkan keragaman habitat mikro yang baik dan mendukung komunitas ikan yang kaya (masing-masing 191 dan 171 spesies). Situs di Taka Pemuteran terutama kaya akan karang hidup dan ikan karang yang berasosiasi dengannya. Kedua kompleks terumbu karang ini memiliki potensi terbaik sebagai zonasi “larang ambil”, dengan tujuan memperkaya perikanan di wilayah yang berdekatan dan menyediakan wisata penyelaman berkualitas tinggi. Secret Bay, Gilimanuk (situs 29-30) – Sistem laguna yang hampir tertutup di Secret Bay sangat unik dan mendukung keberadaan sejumlah besar ikan yang jarang ditemui atau tidak ada di bagian lain pulau. Diperlukan survei lanjutan
untuk membuat daftar ikan Secret Bay secara lebih lengkap. Teluk juga menyediakan campuran habitat dasar lumpur terbuka yang baik, terumbu karang tepi di sepanjang garis pantai, dan petak terumbu karang di tengah laguna. Begitu juga dengan pantai mangrove dan beberapa pulaupulau yang dikelilingi mangrove. Direkomendasikan untuk membuat perlindungan konservasi khusus untuk kawasan yang unik ini, termasuk perlindungan pada habitat mangrove yang berdekatan. Ucapan Terima Kasih
Penulis berterima kasih kepada yang terhormat bapak Gubernur Bali I Made Mangku Pastika serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali yang telah mengundang kami untuk melakukan survey keanekaragaman hayati laut yang membawa penemuan ini, dan Program USAID-CTSP yang telah mendanai survei. Kami berterima kasih kepada program kelautan Conservation International Indonesia yang telah mengorganisir survei, khususnya rekan kami Ketut Sarjana Putra, Made Jaya Ratha, dan Muhammad (Erdi) Lazuardi, dan kami juga berterima kasih kepada Putu (Icha) Mustika dan Made Jaya Ratha untuk kerja kerasnya dalam menyiapkan laporan ini RAP. Selanjutnya kami berterima kasih kepada Wolcott Henry dan The Clark and Edith Munson Foundation dan Keluarga Trust Paine atas dukungan kerja taksonomi penulis pertama. Akhirnya, kami berterima kasih kepada Michael Cortenbach Bali Diving Academy dan Adam Malec dari Scubadamarine atas dukungan penyelaman yang sangat baik untuk untuk survei kami. Daftar Pustaka
Allen, G.R. 1997. Marine fishes of south-east Asia. Western Australian Museum: Perth, 292 pp. Allen, G.R. 2008. Conservation hotspots of biodiversity and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18: 541-556. Allen, G.R. and Adrim, M. 2003. Coral reef fishes of Indonesia. Zoological Studies 42(1): 1-72. Allen, G.R. and Erdmann, M.V. 2012. Reef Fishes of the East Indies. Volumes I-III. Tropical Reef Research: Perth, Australia, 1292 pp. Allen, G., Steene, R., Humann, P., and Deloach, N. 2007. Reef Fish Identification: Tropical Pacific. New World Publications: Jacksonville, USA, 457 pp. Allen, G.R. and Werner, T.B. 2002. Coral reef fish assessment in the ‘coral triangle’ of southeastern Asia. Environmental Biology of Fishes 65: 209-214. Gill, A.T., Allen, G.R., and Erdmann, M.V. 2012. Two new dottyback species of the genus Pseudochromis from southern Indonesia (Teleosti: Pseudochromidae). Zootaxa 3161: 53-60.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
31
Bab 3
Hobbs, J.P.A., Frishch, A.J., Allen, G.R., and van Herwerden, L. In press. Marine hybrid hotspot at Indo-Pacific biogeographic border. Biology letters: (doi: 10.1098/rsbl.2008.0561. Kuiter, R.H. and Tonozuka, T. 2001. Photo guide to Indonesian reef fishes. Zoonetics: Seaford, Australia, 893 pp. Pyle, R.L. and J.E. Randall. 1994. A Review of Hybridization in Marine Angelfishes (Perciformes, Pomacanthidae). Environmental Biology of Fishes 41:127-145. Randall J. E. 1998. Zoogeography of shore fishes of the Indo-Pacific region. Zoological Studies 37(4): 227-268. Smith-Vaniz, W.F. and Allen, G.R., 2011. Three new species of the fangblenny genus Meiacanthus from Indonesia, with color photographs and comments on other species. Zootaxa 3046, 39-58.
32
Program Kajian Cepat
1 1
1
1
1
Site 11
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 21
1
1
Site 23
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
Echidna nebulosa
Anarchias seychellensis
Muraenidae (15 spp.)
Kaupichthys diodontus
Chlopsidae (1 spp.)
Moringa microchir
Moringuidae (1 spp.)
Manta birostris
Mobulidae (1 spp.)
1
1
Site 14
Aetobatus narinari
Site 7
1
Site 16
1
1
Site 17
Myliobatidae (1 spp.)
Site 1
1
1
Site 18
1
Site 2
1
Site 3
1
Site 4
1
Site 12
1
Site 15
1
Site 19
Taeniura meyeni
1
1
Site 24
Taeniura lymma
1
1
Site 20
Dasyatis kuhlii
1
Site 13
Dasyatidae (3 spp.)
1
1
1
1
1
Site 26
Triaenodon obesus
Previous Bali
Carcharhinus amblyrhynchos
Carcharhinidae (2 spp.)
Orectolobus japonicus
Orectobobidae (1 spp.)
Alopias pelagicus
Alopiidae (1 spp.)
NP Surveys Site 32
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
0 0
1
0
0 0
1
0
0 0
1
0
0 0
1
0
0 0
1
0 0
1
1
0
0 1
0
1
1
0
0 0
1
0
0 0
1
0
0 0
1
Present Survey
0
Grand Total
0
East Bali
0
Nusa Penida
1
0
North Bali
Rhincodon typus
Previous Surveys
0
Gilimanuk
Rhincodontidae (1 spp.)
Lampiran 3.1. Daftar ikan karang di Bali (termasuk Nusa Penida). Temuan baru untuk Bali diindikasikan dengan warna merah. Daftar ini mencakup semua spesies ikan karang perairan dangkal (hingga kedalaman 70 meter) yang dijumpai di perairan Bali dan Nusa Penida. Pada tiga kolom pertama juga meliputi data spesies yang sebelumnya telah tercatat ditemukan di Bali (oleh GRA) dan Nusa Penida (2008 RAP) yang telah dikombinasikan, sedangkan kolom selanjutnya mengacu pada hasil survey di Bali tahun 2011. Urutan filogenetik dari familia yang muncul dalam daftar ini mengikuti Eschmeyer (Catalog of Fishes, California Academy of Sciences, 1998) dengan sedikit modifikasi (misalnya penepatan Cirrhitidae). Genus dan spesies disusun menurut abjad dalam masing-masing familia. Nama penulis dan tahun pubikasi dihilangkan dari setiap spesies, namun informasi ini dapat dengan mudah untuk kemudian diakses di California Academy of Sciences Catalog of Fishes website: http://www.calacademy.org/research/ichthyology/catalog/fishcatsearch.html.
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 31
Site 30
Site 29
Site 33
Site 28
Site 25
Site 22
Site 10
Site 9
Site 5
33
34 Site 2
Site 7
Site 17
1
Site 18
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 28
1
Site 33
1
Site 30
Site 29
Site 26
Site 25
Site 19
Site 16
Site 15
Site 14
Site 13
Site 11
Site 10
Site 9
Site 5
Site 4
Site 3
Site 1
NP Surveys
Previous Bali
1
Program Kajian Cepat
1
Heteroconger polyzona
Heteroconger perissodon
Heteroconger mercyae
Heteroconger hassi
Heteroconger enigmaticus
Gorgasia maculata
Gorgasia barnesi
Ariosoma fasciatum
Congridae (8 spp.)
1
1
1
Scolecenchelys macroptera
1
1
1
1
Pisodonophis cancrivorus
1
1
1
1
1
1
Ophichthus bonaparti
Myrichthys maculosus
Brachysomophis cirrocheilos
Ophichthidae (5 spp.)
Uropterygius fuscoguttatus
Scuticara tigrina
Rhinomuraena quaesita
Gymnothorax zonipectis
Gymnothorax thrysoideus
Gymnothorax richardsonii?
Gymnothorax monochrous
1
1
1
Gymnothorax javanicus
Gymnothorax melatremus
1
1
Gymnothorax flavimarginatus
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0 1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0 1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
Site 31
1
1
Site 12
1
Site 20
1
Site 23
1
Site 32
1
1
Site 22
1
Present Survey
1
Grand Total
Gymnothorax fimbriatus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Gymnothorax chilospilus
Gymnothorax angusticauda
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Site 10
Site 9
Site 5
Site 4
Site 3
Site 1
1 1
1
1
1
1
0
0
Crenimugil crenilabis
Mugilidae (2 spp.)
Lepadichthys species
Lepadichthys lineatus
Diademichthys lineatus
Gobiesocidae (3 spp.)
Antennatus tuberosus
Antennarius sp.
1
1
Antennarius commersoni
Antennarius rosaceus
1 1
1 1
Antennarius coccineus
Antennariidae (5 spp.)
1
0
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
0 0
0
0 1
1
0
0
0 1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0 1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0 1
1
1
1 0
0
Site 11
0
Site 12
1
1
Site 13
0
1
Site 18
1
Site 19
0
1
Site 28
1
1
1
Site 33
Diancistrus sp 1 (brown) - live young
1
1
1
Site 29
Nielsenichthys pullus
Bythitidae (2 spp.)
Ophidiid sp. (deep 70m Menjangan)
1
Site 14
1
Site 21
1
Site 22
Ophidiidae (1 spp.)
1
Site 15
1
Site 25
Synodus variegatus
1
Site 7
1
1
Site 31
Synodus jaculum
Site 2
1
Site 17
1
1
Site 32
Synodus dermatogenys
1
1
1
Site 26
Saurida nebulosa
1
1
Site 20
Saurida gracilis
Site 16
1
Site 23
Saurida elongata
1
Site 24
Synodontidae (6 spp.)
Previous Bali
1
Site 30
Plotosus lineatus
NP Surveys
0
Present Survey
0
Grand Total
0
East Bali
1
0
Nusa Penida
Plotosidae (1 spp.)
Previous Surveys
0
North Bali
Spratelloides delicatulus
Gilimanuk
Clupeidae (1 spp.)
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
35
36
Program Kajian Cepat Site 1
Site 2
Site 5
Site 10
1
Site 11
1
Site 12
1
1
1
Site 15
1 1
1
Site 18
1
1
Site 20
1
Site 21
1
Site 23
Site 22
Site 9
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Sargocentron ittodai
Sargocentron praslin
Sargocentron microstoma
1
1
1
Sargocentron diadema
Sargocentron melanospilos
1
1
Sargocentron caudimaculatum
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
Plectrypops lima
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Neoniphon sammara
1
1
1
0
1
1
1
1
1
Myripristis vittata
1
1
1
1
1
Neoniphon aurolineatus
1 1
1 1
Myripristis violacea
Myripristis pralinia
1
1
Myripristis kuntee
Myripristis murdjan
Myripristis hexagona
1
1
1
Myripristis botche
Myripristes chryseres
1
1
Myripristis berndti
Holocentridae (19 spp.)
1
1
0
0 0
1
1
1
0
0
0
0
1
Site 24
0 1
Site 25
1
1
Site 4
1
Site 28
0
Site 33
1
Site 29
Photoblepharon palpebratum
Site 30
0
1
Site 3
1
1
Site 31
1
1
1
Site 32
Anomalops katoptron
Anomalopidae (2 spp.)
NP Surveys
Hyporhamphus dussumieri
Previous Bali
1
Site 14
Hemiramphidae (1 spp.)
Site 7
1
Site 17
1
Site 13
1
Site 26
Tylosurus crocodilus
Site 16
1
Site 19
Tylosurus acus
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Belonidae (2spp.)
Valamugil seheli
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Site 2
NP Surveys Site 4
Site 5
Site 7
Site 9
Site 10
1
Site 11
1
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 21
1
Site 22
1
1
Site 23
Site 20
Site 19
Site 18
Site 15
Site 1
Previous Bali
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
Pterois volitans
1
Pterois radiata
Pterois russellii
1
1
Pterois mombasae
Pterois antennata
Parascorpaena picta
Dendrochirus zebra
Dendrochirus brachypterus
Scorpaenidae (21 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0 0
1
1
0 1
1
0
0 1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Trachyrhamphus bicoarctatus
1
1
1
1
1
Hippocampus kuda
Hippocampus histrix
Dunckerocampus dactyliophorus
Doryrhamphus melanopleura
Corythoichthys haematopterus
Syngnathidae (6 spp.)
Centriscus scutatus
Centriscus cristatus
Aeoliscus strigatus
Centriscidae (3 spp.)
Fistularia commersonii
Fistulariidae (1 spp.)
Aulostomus chinensis
Aulostomidae (1 spp.)
0
0
0
1
Site 24
0 1
Site 25
0
1
Site 26
1
1
Site 28
1
Site 33
Pegasus volitans
Site 29
1
Site 30
1
1
Site 3
1
Site 31
Eurypegasus draconis
1
Site 12
1
Site 32
0
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Pegasidae (2 spp.)
Gilimanuk
Sargocentron rubrum
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
37
Site 2
NP Surveys
38
Program Kajian Cepat
Previous Bali Site 10
Site 28
Site 26
Site 23
Site 21
Site 20
Site 19
Site 18
Site 17
Site 16
Site 15
Site 14
Site 12
Site 11
Site 9
Site 4
Site 1
1
Dactylopteridae (1 spp.)
Caracanthus unipinna
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
0
0
Caracanthidae (1 spp.)
1
0
1
1
0
1
0
Thysanophrys chiltonae
1
0
1
1
0
0 0
0
1
0
0
0 1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
Site 33
Onigocia sp. collected
Onigocia pedimacula
Eurycephalus arenicola
1
1
1
1
1
Site 24
Cymbacephalus beauforti
Cociella punctata
Platycephalidae (6 spp.)
Ablabys taenianotus
Ablabys macracanthus
Tetrarogidae (2 spp.)
1
1
1
1
Site 22
Inimicus didactylus
Synanceiidae (1 spp.)
Taenianotus triacanthus
Scorpaenopsis possi
1
1
1
1
1
Site 25
Scorpaenopsis papuensis
1
1
1
1
1
Site 13
Scorpaenopsis oxycephala
Scorpaenopsis neglecta
Scorpaenopsis macrochir
Scorpaenopsis diabolus
Scorpaenodes varipinnis
Scorpaenodes parvipinnis
Scorpaenodes kelloggi
1
Site 3
1
Site 5
1
Site 7
1
Site 29
0
Site 30
0
Site 31
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
Scorpaenodes hirsutus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
Scorpaenodes guamensis
Gilimanuk
Scorpaenodes evides
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Site 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
Epinephelus ongus
Epinephelus merra
Epinephelus melanostigma
Epinephelus maculatus
1
1 1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
Epinephelus lanceolatus
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0 1
0 0
1
1
Site 3
Epinephelus fuscoguttatus
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
Site 7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Epinephelus fasciatus
1
Site 2
Epinephelus coioides
Epinephelus caeruleopunctatus
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
Epinephelus bontoides
1
1
Epinephelus areolatus
Site 4
Cephalopholis urodeta
Cephalopholis spiloparaea
Cephalopholis sonnerati
1
Cephalopholis sexmaculata
1
Site 10
1
1
1
1
1
Site 19
Cephalopholis miniata
1
1
1
1
1
Site 29
Cephalopholis microprion
Cephalopholis leopardus
Site 9
1
1
1
Site 32
Cephalopholis cyanostigma
1
1
1
Site 18
1
Site 20
Cephalopholis boenak
Site 11
1
Site 14
1
1
Site 21
1
Site 13
1
Site 16
1
Site 24
1
Site 12
1
Site 15
1
Site 25
Cephalopholis argus
Site 5
1
Site 26
Belonoperca chabanaudi
NP Surveys
1
Site 31
Anyperodon leucogrammicus
1
Site 28
Aethaloperca rogaa
Previous Bali
Serranidae (54 spp.)
Site 17
1
Present Survey
1
Grand Total
Centrogenys vaigiensis
Previous Surveys
0
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Centrogeniidae (1 spp.)
Gilimanuk
Dactyloptena orientalis
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
39
40 NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat Site 3
Site 5
Site 9
1
Site 10
1
Site 12
1
1
Site 16
1
1
Site 21
1
Site 24
1
1
Site 26
Site 4
Site 2
Site 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Serranocirrhitus latus
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pseudogramma sp. 70 m (photo)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pseudogramma polyacanthus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Pseudanthias tuka
Pseudanthias squamipinnis
Pseudanthias randalli
Pseudanthias pleurotaenia
Pseudanthias parvirostris
Pseudanthias luzonensis
1 1
Pseudanthias lori
1
Pseudanthias hypselosoma
Pseudanthias hutomoi
1
1
Pseudanthias fasciatus
Pseudanthias huchtii
1
Pseudanthias dispar
1
1
Pseudanthias charleneae
1
0
1
Pseudanthias bimaculatus
1
1
Pseudanthias bicolor
1
0
1
1
Pogonoperca punctata
Plectropomus maculatus
1
1
Site 7
1
Site 15
1
Site 19
1
Site 28
1
1
Site 18
1
Site 33
Plectropomus leopardus
1
Site 13
1
Site 29
1
1
1
Site 30
1
1
1
Site 31
Plectropomus laevis
1
Site 20
1
Site 22
1
Site 23
Plectranthias longimanus
Site 17
1
Site 25
Plectranthias inermis
Site 14
1
Site 32
Luzonichthys waitei
Site 11
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
1
North Bali
Grammistes sexlineatus
Present Survey
1
Gilimanuk
Epinephelus undulosus
Epinephelus quoyanus
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Pseudoplesiops annae
Pseudochromis steenei
Pseudochromis rutilus
Pseudochromis ransonetti
Pseudochromis perspicillatus
Pseudochromis oligochrysus
1
1
1
1
Pseudochromis litus
Pseudochromis marshallensis
1
1
Pseudochromis fuscus
Pseudochromis arulenteus
Pseudochromis andamanensis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 21
Pictichromis paccagnellae
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 25
Manonichthys sp. 1 (cf. alleni)
1
1
1
Labracinus cyclophthalmus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Lubbockichthys multisquamatus
1
1
1
1
Haliophis aethiopus
Congrogadus subducens
Pseudochromidae (19 spp.)
Paracirrhites forsteri
1
1
1
Cyprinocirrhites polyactis
1
1
1
1
1
1
Site 20
Cirrhitus pinnulatus
1
Previous Bali
1
1
Site 28
Paracirrhites arcatus
Site 1
NP Surveys
1
1
Site 22
Cirrhitichthys oxycephalus
Site 10
1
Site 11
1
Site 29
1
Site 12
1
1
1
Site 31
Cirrhitichthys falco
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 17
1
Site 16
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0 0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
Site 32
Cirrhitichthys aprinus
Site 2
1
Site 3
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 24
1
Site 26
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
Cirrhitidae (7 spp.)
Site 4
1
Site 5
1
Site 7
1
North Bali
Variola louti
Gilimanuk
Variola albimarginata
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
Site 23
Site 9
41
42
Program Kajian Cepat
Apogon cyanosoma
Apogon crassiceps
1
1
1 1
1 1
1
1 1
1
1
1
1
Site 30
Apogon compressus
1
1
1
1
Site 31
Apogon chrysotaenia
1
Site 9
1
Site 20
1
Site 22
1
Site 23
Apogon chrysopomus
Site 3
1
1
1
1
1
Site 29
Apogon ceramensis
1
1
1
1
Site 33
Site 18
Site 14
Site 12
Site 7
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0 1
0
0 1
1
0
0
0 1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0 1
0
1
0
1
1
1
1
0
1 0
0 0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
Site 32
Apogon bryx
1
1
Previous Bali
Apogon aureus
1
Site 13
1
Site 11
1
Site 15
1
1
Site 16
Apogon apogonides
1
Site 19
Apogon angustatus
Apogonidae (59 spp.)
1
1
Site 21
Priacanthus sagittarius
1
1
Site 10
Priacanthus hamrur
Site 2
Priacanthus blochii
Priacanthidae (3 spp.)
Opistognathus sp. 2 “vicinus”
1
Site 1
Opistognathus variabilis
Opistognathus solorensis
Site 17
1
1
Site 26
Opistognathus randalli
1
Site 25
Opistognathus sp. 1 “hyalinus”
Opistognathidae (5 spp.)
1
Site 4
Steeneichthys nativitatis
1
Site 5
Plesiops coeruleolineatus
1
Site 28
Calloplesiops altivelis
NP Surveys
1
Site 24
Belonopterygium fasciolatum
Present Survey
1
Grand Total
Plesiopidae (4 spp.)
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Pseudoplesiops immaculatus
Pseudoplesiops collare
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Site 3
Site 10
Site 22
Site 13
Site 12
Site 11
Site 9
Site 5
Site 1
1
1
1
1
1
1 1
1
Archamia biguttata
Apogonichthys perdix
Apogon wassinki
Apogon viria
Apogon trimaculatus
Apogon timorensis
Apogon thermalis
Apogon taeniophorus
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
Apogon semiornatus
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Apgon seminigracaudus
1
1
1
0 0
Apogon schlegeli
Apogon parvulus
1
1
1
Site 31
Apogon novemfasciatus
1
1
1
Site 32
Apogon nigrofasciatus
Apogon multilineatus
Apogon moluccensis
Apogon monospilus
Apogon lineomaculus
Apogon leptacanthus
Apogon kallopterus
1
1
Site 14
1
1
Site 23
Apogon hoevenii
1
Site 25
1
Apogon guamensis
1
1
Site 26
1
1
Site 16
1
Site 18
1
Site 19
1
1
Site 33
Apogon hartzfeldii
1
Site 4
1
Site 7
1
Site 15
1
Site 17
1
Site 29
1
1
Site 2
1
1
Site 30
1
1
Site 20
1
Site 21
Apogon fraenatus
NP Surveys
1
Site 24
Apogon fleurieu
1
Previous Bali
1
Site 28
Apogon exostigma
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Apogon evermanni
Gilimanuk
Apogon dispar
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
43
Site 2
44 NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat Site 7
1
Site 11
1
Site 12
1
Site 13
1
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 22
Site 10
Site 4
Site 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
Malacanthus brevirostris
1
1
1
1
1
1
1
1 1
Hoplolatilus randalli
Hoplolatilus starcki
1
1
Hoplolatilus cuniculus
Hoplolatilus chlupatyi
Malacanthidae (6 spp.)
Sphaeramia nematoptera
Siphamia tubifer
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
0
0
0 1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
Siphamia sp. 1 (cf argentea 70 m Menjangan)
0
1
Rhabdamia gracilis
1
1
Rhabdamia cypselurus
1
Pterapogon kauderni
Pseudamiops gracilicauda
0
1
Site 23
1
1
Site 19
1
Site 26
Pseudamia gelatinosa
1
1
1
Site 33
0
1
1
1
1
Site 31
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Neamia octospina
Neamia notula
Fowleria variegata
1
1
1
Site 14
Fowleria vaiulae
Fowleria marmorata
Foa fo
1
Site 3
1
1
Site 15
1
1
Site 24
Coranthus polyacanthus
1
Site 5
1
Site 25
Cheilodipterus quinquelineatus
1
1
Site 28
Cheilodipterus macrodon
Site 9
1
Site 20
1
Site 29
Cheilodipterus artus
Site 21
1
Site 30
Archamia melasma
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Archamia macroptera
Gilimanuk
Archamia fucata
Lampiran 3.1. continued Bab 3
1
1
Lutjanus decussatus
1 1
1 1
Lutjanus gibbus
Lutjanus kasmira
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
Site 23
Lutjanus malabaricus
1
1
Site 4
Lutjanus madras
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Lutjanus lutjanus
1
1
Lutjanus fulvus
1
Site 1
1
Site 3
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Lutjanus fulviflamma
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0 0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0 1
1
0
0 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
Site 32
Lutjanus ehrenbergii
1
1
Site 20
1
1
1
1
Site 24
Lutjanus bohar
Lutjanus biguttatus
1
1
Site 21
Lutjanus argentimaculatus
Aprion virescens
Lutjanidae (22 spp.)
1
1
Site 10
Scomberoides lysan
1
Site 12
Elagatis bipinnulata
1
1
Site 14
1
1
1
Caranx melampygus
1
1
Site 25
Caranx sexfasciatus
1
1
Caranx ignobilis
1
1
Site 13
Carangoides plagiotaenia
Carangoides oblongus
1
Site 2
1
1
Site 19
Carangoides fulvoguttatus
Previous Bali
1
Site 26
Carangoides ferdau
Site 7
1
Site 28
Carangoides bajad
Site 15
1
Site 22
Carangidae (10 spp.)
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
1
Nusa Penida
Echeneis naucrates
NP Surveys
1
North Bali
Echeneidae (1 spp.)
Gilimanuk
Malacanthus latovittatus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 30
Site 33
Site 11
Site 9
Site 5
45
46 NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat
Gerres oyena
Gerreidae (1 spp.)
Symphysanodon cf katayamai
Symphysanodontidae (1 spp.)
Pterocaesio trilineata
Pterocaesio tile
Pterocaesio tessellata
Pterocaesio randalli
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Pterocaesio pisang
Pterocaesio marri
Pterocaesio diagramma
Pterocaesio chrysozona
1
1
1
Caesio xanthonota
1
1
1
Caesio teres
Caesio varilineata
1
1
Site 4
1
Site 7
1
Site 1
1
1
Site 12
Caesio lunaris
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Caesio cuning
1
1
1
1
1
Site 33
Site 21
Site 9
Site 5
1
0
0
0
0 1
1
0
0 0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0 1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
Site 32
Caesio caerulaurea
Caesionidae (14 spp.)
Paracaesio xanthura
1
1
1
Site 25
Paracaesio sordida
1
Site 2
1
Site 11
1
Site 14
Macolor niger
1
Site 18
1
Site 20
1
Site 17
1
Site 24
1
Site 16
1
Site 28
Macolor macularis
Site 15
1
Site 19
Lutjanus sebae
Site 13
1
Site 22
Lutjanus rufolineatus
Site 3
1
Site 10
1
Site 23
1
Site 26
1
Site 29
Lutjanus rivulatus
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Lutjanus quinquelineatus
Lutjanus monostigma
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Previous Bali
1
NP Surveys
1 1
1 1
Lethrinus harak
Lethrinus microdon
Scolopsis ciliatus
Scolopsis bilineatus
Scolopsis auratus
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
Scolopsis affinis
Pentapodus trivittatus
Pentapodus nagasakiensis ?
Pentapodus aureofasciatus
Nemipteridae (13 spp.)
Monotaxis heterodon
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 28
Monotaxis grandoculis
1
Lethrinus ornatus
1
1
1
1
Site 20
Lethrinus olivaceus
Lethrinus amboinensis
1
Gymnocranius sp.
1
1
1
1
Site 23
Gymnocranius griseus
Gnathodentex aurolineatus
1
1
Site 12
Lethrinidae (10 spp.)
1
1
1
Site 9
Plectorhinchus vittatus
Site 7
1
1
1
Site 19
1
1
Site 21
1
1
Site 13
1
1
Site 15
1
Site 10
1
Site 16
1
Site 5
1
Site 14
1
Site 24
Plectorhinchus polytaenia
Site 3
1
Site 25
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
1
Site 1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0 1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0 1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Plectorhinchus lineatus
1
1
1
Site 26
Plectorhinchus lessonii
Site 4
1
Site 18
1
Site 29
Plectorhinchus flavomaculatus
Site 17
1
Site 30
1
Site 11
1
Present Survey
Plectorhinchus chrysotaenia
Site 2
1
Grand Total
0
East Bali
1
0
Nusa Penida
Plectorhinchus chaetodontoides
Previous Surveys
0
North Bali
Diagramma pictum
Gilimanuk
Haemulidae (8 spp.)
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
47
48 Previous Bali
Program Kajian Cepat
1 1
1 1
Parupeneus multifasciatus
Kyphosidae (2 spp.)
Pempheris vanicolensis
1
1
Pempheris oualensis
Pempheris schwenkii
1
Parapriacanthus ransonneti
Pempheridae (4 spp.)
Upeneus tragula
Upeneus sundaicus
Parupeneus trifasciatus
Parupeneus spilurus
Parupeneus pleurostigma
1
1
1
Parupeneus indicus
Parupeneus macronemus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
1
0
0 1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0 1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
Site 23
Parupeneus heptacanthus
1
1
Site 9
1
1
Site 11
Parupeneus cyclostomus
1
1
1
Site 20
1
1
1
1
Site 21
Parupeneus crassilabris
1
1
1
1
Site 29
Parupeneus barberinus
1
Site 4
Parupeneus barberinoides
1
1
1
1
Site 16
Mulloidichthys vanicolensis
1
1
Site 13
1
Site 12
1
Site 17
1
Site 10
1
Site 18
1
Site 7
1
Site 24
Mulloidichthys flavolineatus
1
Site 14
Mullidae (15 spp.)
Site 3
1
Site 5
Scolopsis xenochrous
Site 1
1
Site 15
1
1
Site 31
Scolopsis trilineatus
Site 2
1
Site 30
1
Site 32
Scolopsis torquata
Site 19
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1
North Bali
Scolopsis monogramma
NP Surveys
1
Gilimanuk
Scolopsis margaritifer
Scolopsis lineatus
Lampiran 3.1. continued Bab 3
NP Surveys
Previous Bali
1
1
Chaetodon ocellicaudus
1 1 1 1
1 1 1 1
Chaetodon ornatissimus
Chaetodon oxycephalus
Chaetodon punctatofasciatus
Chaetodon rafflesi
Chaetodon octofasciatus
1
1
Chaetodon meyeri
1
1
1
Chaetodon melannotus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Chaetodon mertensii
1
1
1 1
1
1
Chaetodon lineolatus
1
1
1
Chaetodon guttatissimus
Chaetodon kleinii
1
1
1
Chaetodon guentheri
Chaetodon lunulatus
1
1
Chaetodon ephippium
Chaetodon lunula
1
1
1
1
1
Chaetodon decussatus
Chaetodon collare
Chaetodon citrinellus
1
1
1
Site 20
Chaetodon bennetti
1
1
1
1
Site 9
Chaetodon baronessa
1
Site 5
1
Site 11
1
Site 4
1
Site 13
1
1
Site 19
1
Site 2
1
Site 21
Chaetodon auriga
Site 1
1
1
Site 25
1
Site 3
1
1
1
1
1
Site 31
1
Site 15
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0 1
0
1
1 0
1 0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
Site 32
Chaetodon adiergastos
Site 14
1
Site 17
Chaetodontidae (43 spp.)
Site 12
1
Site 29
Monodactylus argenteus
Site 7
1
Site 10
1
Site 16
1
Site 26
1
Site 18
1
Site 28
Monodactylidae (1 spp.)
Site 24
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Kyphosus vaigensis
Gilimanuk
Kyphosus cinerascens
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
Site 23
Site 22
49
50 Previous Bali
Program Kajian Cepat
1 1 1 1
1 1 1 1
Forcipiger longirostris
Hemitaurichthys polylepis
Heniochus chrysostomus
Heniochus diphreutes
1
1
Heniochus varius
1 1
1 1
Centropyge eibli
Centropyge flavicauda
Centropyge tibicen
1
1
1
Centropyge bispinosa
1
1
1
Centropyge bicolor
Centropyge nox
1
1
Apolemichthys trimaculatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Pomacanthidae (21 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
Site 33
Heniochus singularius
1
1
1
Site 23
Heniochus monoceros
Heniochus acuminatus
1
1
1
Forcipiger flavissimus
Coradion melanopus
Coradion chrysozonus
1
Site 3
1
1
1
1
1
Site 20
Coradion altivelis
1
1
1
1
Site 21
1
1
1
Chaetodon vagabundus
1
1
1
Site 24
Chaetodon xanthurus
1
1
Site 12
1
Site 13
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 15
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0 1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Chaetodon unimaculatus
Site 9
1
1
Site 18
1
Site 11
1
Site 19
1
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 4
1
Site 7
1
Site 28
1
1
Site 29
Chaetodon trifasciatus
1
NP Surveys
1
Site 2
1
Site 5
Chaetodon trifascialis
Site 1
1
Site 10
1
Site 14
1
Site 31
1
Present Survey
1
Grand Total
Chaetodon speculum
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Chaetodon selene
Chaetodon reticulatus
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Previous Bali
1
Amblypomacentrus breviceps
Amblypomacentrus clarus
1
1
Amblyglyphidodon ternatensis
Amblyglyphidodon leucogaster
Amblyglyphidodon curacao
1
1
1
1
1
1
Amblyglyphidodon aureus
1
1 1
Amblyglyphidodon batunai
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0 1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1 1
1
1
1
1
Site 23
0 1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
Abudefduf vaigiensis
Abudefduf sordidus
Abudefduf sexfasciatus
Abudefduf septemfasciatus
Abudefduf notatus
Abudefduf lorentzi
Pomacentridae (96 spp.)
Pygoplites diacanthus
Pomacanthus xanthometopon
1
1
1
1
1
1
Site 29
Pomacanthus sexstriatus
Pomacanthus semicirculatus
Pomacanthus navarchus
Pomacanthus imperator
Site 1
Pomacanthus annularis
Site 2
Paracentropyge multifasciata
Site 3
1
Site 4
1
Site 5
Genicanthus melanospilos
Site 7
1
Site 10
1
Site 11
1
Site 9
1
Site 30
Genicanthus lamarck
Site 12
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 20
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 31
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
Genicanthus caudivittatus
1
Nusa Penida
Chaetodontoplus mesoleucus
NP Surveys
1
North Bali
Chaetodontoplus melanosoma
Gilimanuk
Centropyge vroliki
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
51
52
1
1 1
Program Kajian Cepat
1 1 1 1
1 1 1 1
Chromis atripectoralis
Chromis atripes
Chromis caudalis
Chromis delta
1
1
Chromis opercularis
1 1
1 1
Chromis ternatensis
Chromis viridis
1
1
1
Chromis scotochilopterus
Chromis sp. (70m Buyuk)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Chromis retrofasciata
1
1
1
Chromis margaritifer
Chromis pura
1
1
1
Chromis lepidolepis
Chromis elerae
Chromis earina
1
1
1
Chromis analis
1
1
1
1
Site 21
Chromis dimidiata
1
1
1
1
1
1
Site 24
Chromis amboinensis
Chromis alpha
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
Site 23
Chromis albicauda
1
1
1
Site 25
Amphiprion sebae
1
Amphiprion polymnus
Site 1
1
Site 2
1
Site 4
1
Site 16
1
Site 14
1
Site 17
1
Site 13
1
Site 19
Amphiprion perideraion
Site 3
1
Site 12
1
Site 20
1
Site 11
1
Site 26
1
Site 10
1
Site 28
1
Site 9
1
Site 29
Amphiprion ocellaris
Site 7
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Amphiprion melanopus
Site 5
1
Site 15
1
1
Site 33
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
Site 32
1
Site 18
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Amphiprion clarkii
Gilimanuk
Amphiprion frenatus
NP Surveys
Amphiprion akallopisos
Lampiran 3.1. continued Bab 3
1 1
Previous Bali
1 1
Chromis xanthochira
1 1 1 1
1 1 1 1
Dascyllus aruanus
Dascyllus melanurus
Dascyllus reticulatus
Dascyllus trimaculatus
1 1 1
Neopomacentrus cyanomos
Neopomacentrus violascens
Plectroglyphidodon dickii
1
1
Neoglyphidodon oxyodon
Neopomacentrus azysron
1
1
1
Neoglyphidodon melas
Neoglyphidodon nigroris
1
1
1
1
Neoglyphidodon crossi
Neoglyphidodon bonang
Hemiglyphidodon plagiometopon
Dischistodus prosopotaenia
Dischistodus perspicillatus
Dischistodus melanotus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
Site 7
1
1
1
1
1
1
Site 9
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
1
1
1
Chrysiptera unimaculata
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Dischistodus chrysopoecilus
1
1
1
Chrysiptera talboti
Chrysiptera springeri
1
Site 1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
Chrysiptera rollandi
Site 2
1
Site 3
Chrysiptera glauca
Site 4
1
Site 5
1
Site 10
1
Site 11
Chrysiptera brownriggii
Site 12
1
Site 13
1
Site 14
Chrysiptera bleekeri
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 20
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 31
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Chromis xanthura
NP Surveys
Chromis weberi
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 33
53
54
1 1
Plectroglyphidodon leucozona
Program Kajian Cepat
1
Labridae (114 spp.)
Stegastes punctatus
Stegastes fasciolatus
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
Pristotis obtrusirostris
Pomacentrus vaiuli
Pomacentrus tripunctatus
Pomacentrus simsiang
Pomacentrus reidi
Pomacentrus philippinus
1
1
1
Pomacentrus nigromarginatus
1
1
1
Pomacentrus nagasakiensis
Pomacentrus pavo
1
1
1
Pomacentrus melanochir
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
Site 23
Pomacentrus moluccensis
Pomacentrus lepidogenys
Pomacentrus grammorhynchus
Pomacentrus coelestis
1
1
1
1
1
Site 4
Pomacentrus chrysurus
1
1
1
Pomacentrus brachialis
1
1
1
Pomacentrus bankanensis
1
1
1
1
Pomacentrus auriventris
1
1
1 1
Site 20
1
1
1
1 1
Site 21
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Pomacentrus amboinensis
1
Site 1
Pomacentrus alleni
Site 13
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 14
1
Site 18
1
Site 12
1
Site 19
1
Site 24
1
Site 10
1
Site 28
1
Site 9
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
1
Site 7
1
Site 25
1
Site 5
1
Site 26
1
Site 3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Pomacentrus alexanderae
Site 2
1
Site 11
1
Site 33
1
1
0 0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1 1
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Plectroglyphidodon lacrymatus
Gilimanuk
Pomacentrus adelus
NP Surveys
Plectroglyphidodon johnstonianus
Lampiran 3.1. continued Bab 3
NP Surveys Site 1
Site 3
Site 7
Site 9
1
Site 12
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 19
1
Site 20
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 29
Site 33
Site 23
Site 22
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
Cheilinus chlorourus
Cheilinus fasciatus
Cheilinus oxycephalus
Cheilinus trilobatus
Cheilinus undulatus
Cheilio inermis
Choerodon anchorago
1 1
1 1
Cirrhilabrus flavidorsalis
Cirrhilabrus lubbocki
Cirrhilabrus rubrimarginatus
1
1
1
Cirrhilabrus filamentosus
1
1
1
1
Cirrhilabrus exquisitus
Cirrhilabrus pylei
1
1
Cirrhilabrus cf cyanopleura
Cirrhilabrus brunneus
Choerodon zamboangae
1
1
1
Bodianus leucostictus
Bodianus mesothorax
1
1
Bodians izuensis
1
1
Bodianus bimaculatus
Bodianus diana
1
1
1
Bodianus axillaris
Bodianus bilunulatus
1
1
Anampses twistii
Anampses meleagrides
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Site 11
1
Site 18
1
Site 21
1
Site 30
1
1
Site 5
1
Site 17
1
Site 31
1
1
Site 2
1
Site 4
1
Site 13
1
Site 32
1
Previous Bali
1
Site 10
1
Present Survey
1
Grand Total
Anampses melanurus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
Anampses geographicus
Gilimanuk
Anampses caeruleopunctatus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
55
56 NP Surveys
Previous Bali
Program Kajian Cepat
1 1
1 1 1 1
Coris dorsomacula
Coris gaimardi
Coris pictoides
Diproctacanthus xanthurus
Halichoeres chloropterus
1
1
Halichoeres marginatus
1 1 1
1 1 1
Halichoeres prosopeion
Halichoeres richmondi
1
Halichoeres podostigma
Halichoeres nigrescens
Halichoeres nebulosus
1
1
1
Halichoeres margaritaceus
1
1 1
1 1
Halichoeres hortulanus
1
1
1
Halichoeres hartzfeldii
Halichoeres melanurus
Site 19
1
1
Site 20
Halichoeres melanochir
Site 1
1
Site 18
1
1
Site 21
Halichoeres chrysus
Halichoeres chrysotaenia
1
1
1
1
1
1
1
Halichoeres biocellatus
Site 22
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Site 23
0
Coris batuensis
Halichoeres argus
Site 16
1
Site 17
1
Site 4
1
Site 5
1
Site 15
1
Site 26
Gomphosus varius
Site 3
1
Site 14
1
Site 28
1
Site 33
1 1
Site 29
Gomphosus caeruleus
Site 2
1
Site 12
1
Site 25
1
Site 30
1
Site 10
1
Site 11
1
Site 24
1
Site 31
Epibulus insidiator
Site 9
1
Site 13
1
Site 32
Epibulus brevis
Site 7
1
Present Survey
1
Grand Total
Coris aygula
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
0
North Bali
1
Gilimanuk
Cirrhilabrus temminckii
Cirrhilabrus solorensis
Lampiran 3.1. continued Bab 3
1 1
Previous Bali
1 1
Halichoeres solorensis
1 1 1 1
1 1 1 1
Hologymnosus annulatus
Hologymnosus doliatus
Iniistius aneitensis
Iniistius javanicus
1 1 1 1
1 1 1 1
Labrichthys unilineatus
Labroides bicolor
Labroides dimidatus
Labroides pectoralis
1 1 1 1
1 1 1 1
Novaculichthys taeniourus
Oxycheilinus bimaculatus
Oxycheilinus digramma
1
Macropharyngodon ornatus
Macropharyngodon negrosensis
Leptojulis polylepis ?
Leptojulis cyanopleura
Leptojulis chrysotaenia
Labropsis manabei
1
1
1
Iniistius tetrazona
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 23
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
1
1
1
Site 21
Labropsis alleni
1
1
Iniistius pentadactylus
Site 11
1
Site 12
1
1
Site 10
1
Site 14
1
1
Site 20
1
1
Site 22
Iniistius pavo
1
Site 15
1
1
Site 17
1
1
Site 25
1
1
Site 26
Iniistius melanopus
1
1
Hemigymnus melapterus
Site 1
1
Site 2
1
Site 3
Hemigymnus fasciatus
Site 4
1
Site 5
1
Site 7
Halichoeres trimaculatus
Site 13
1
Site 31
1
Site 9
1
Site 16
1
Site 18
1
Site 32
1
Site 19
1
Site 24
1
Site 28
1
Site 29
1
Site 30
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Halichoeres timorensis
NP Surveys
Halichoeres scapularis
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
57
58 Site 1
Site 2
Site 3
1
Site 4
1
Site 5
1
Site 9
1
Site 10
1
Site 11
1
Site 12
1
Site 14
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 29
1
1
Site 30
Site 33
Site 23
Site 22
Site 7
Previous Bali
Program Kajian Cepat
1 1 1
1 1 1
Pseudocheilinus evanidus
Pseudocheilinus hexataenia
Pseudocheilinus octotaenia
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
Thalassoma hardwicke
Thalassoma jansenii
Thalassoma lunare
Thalassoma purpureum
Thalassoma quinquevittatum
1
1
Thalassoma amblycephalus
Terelabrus rubrovittatus
Stethojulis trilineata
1
Stethojulis interrupta
1
1 1
1 1
Stethojulis bandanensis
Stethojulis strigiventer
1
1
Pteragogus enneacanthus
Pteragogus cryptus
Pseudojuloides severnsi
Pseudojuloides mesostigma
Pseudojuloides kaleidos
1
1
1
Pseudodax moluccanus
1
1
1
Pseudocoris yamashiroi
Pseudojuloides cerasinus
1
1
Pseudocoris heteroptera
Pseudocoris bleekeri
1
1
Paracheilinus flavianalis
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
Site 15
1
Site 31
1
NP Surveys
1
Site 32
1
1
Site 13
1
Site 20
1
Present Survey
1
Grand Total
Paracheilinus filamentosus
Previous Surveys
1
East Bali
0
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Paracheilinus sp.
Oxycheilinus unifasciatus
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Previous Bali Site 1
1 1 1
1 1 1
Scarus ghobban
Scarus niger
1
1
1
1
Scarus spinus
Trichonotidae 3 spp.)
1
1
1
Scarus schlegeli
Scarus tricolor
1
1
1
Scarus rivulatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 12
Scarus rubroviolaceus
1
1
Scarus quoyi
Scarus psittacus
Scarus prasiognathos
1
1
1
Scarus forsteni
Scarus frenatus
1
Site 5
1
1
1
Scarus flavipectoralis
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 17
Scarus oviceps
1
1
Scarus festivus
1
1
1
1
Site 22
Site 21
Site 20
Site 13
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1 0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 0
0 0
1
1
Site 23
1
1
Site 9
1
1
Site 33
Scarus dimidatus
1
1
Site 29
0
1
1
1
Site 30
1
1
Site 2
1
1
1
Site 31
Leptoscarus vaigiensis
1
Site 16
1
Site 19
1
Site 15
1
1
1
Site 32
Chlorurus sordidus
Site 11
1
1
Site 25
Chlorurus microrhinos
1
1
1
Site 26
1
1
1
Chlorurus bleekeri
1
1
Site 28
Chlorurus capistratoides
1
1
1
Site 4
Cetoscarus ocellatus
Site 3
1
Site 7
1
Site 10
1
1
Site 18
Calotomus carolinus
Site 14
1
Site 24
Bolbometopon muricatum
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
1
Nusa Penida
Scaridae (24 spp.)
NP Surveys
1
North Bali
Wetmorella nigropinnata
Gilimanuk
Thalassoma trilobatum
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
59
60 Previous Bali
Program Kajian Cepat Site 1
Site 2
Site 3
Site 4
1
Site 5
1
Site 7
1
Site 9
1
Site 10
1
1
Site 13
1
Site 19
1
1
Site 20
Site 11
1
1
1 1 1
1
1
1
1
0
0
1
Parapercis sp. (photos)
Helcogramma sp. 2 (photo)
Helcogramma sp. 1 (dark saddles)
Helcogramma rhinoceros
Helcogramma randalli
Helcogramma kranos?
Enneapterygius sp 1 (photo)
Enneapterygius tutuilae
Enneapterygius similis
Enneapterygius hemimelas
Enneapterygius flavoccipitis
Ceratobregma helenae
Trypterygiidae 14 spp,)
Parapercis tetracantha
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0 0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
Parapercis schauinslandii
1
1
1
1
1
1
Parapercis millepunctata
1
1
1
0
1
1
1
1
1
Parapercis maculata
1
1
1
1
1
1
Parapercis hexophtalma
Parapercis flavolineata
1
1
1
1
0
0 1
1
1
1
0
1
Site 22
1
Site 23
Parapercis cylindrica
1
Site 25
1
1
Site 28
1
Site 33
1
1
Site 29
Parapercis clathrata
1
Site 15
1
Site 30
0 1
Site 14
1
1
Site 31
1 1
1
Site 32
Parapercis bimacula
Pinguipedidae (10 spp.)
NP Surveys
1
Site 12
Limnichthys nitidus
1
Site 17
Creediidae (1 spp.)
Site 16
1
Site 18
1
Site 21
1
Site 24
1
Site 26
Trichonotus setiger
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
Gilimanuk
Trichonotus elegans
Pteropsaron springeri
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Site 9
1
1
1
1
1
1
1
Site 21
1
Site 22
Site 20
Site 5
Site 3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
Petroscirtes breviceps
Nannosalarias nativitatus
Meiacanthus grammistes
Meiacanthus cyanopterus
Meiacanthus atrodorsalis
Meiacanthus abruptus
Meiacanthus cf abditus
Istiblennius edentulus
Entomacrodus vermiculatus
Entomacrodus decussatus
Ecsenius yaeyamaenis
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Ecsenius shirleyae
1
1
Ecsenius namiyei
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0 1
1
0
0 0
1
1
1
0
0
1
Ecsenius ops
1
Site 24
1
1
Site 25
1
Site 33
Ecsenius bicolor
1
1
Site 29
0
1
1
Site 31
1
1
1
Site 32
Ecsenius bathi
Cirripectes polyzona
1
Site 1
Cirripectes filamentosus
1
1
Site 26
Cirripectes auritus
1
Site 28
Blenniella chrysospilos
Previous Bali
1
1
Site 30
Atrosalarias fuscus
Site 2
1
Site 23
Aspidontus taeniatus
Site 4
Blenniidae (27 spp.)
Site 7
1
Site 10
Springeratus xanthosoma
Site 11
Clinidae (1 spp.)
Site 12
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
1
Nusa Penida
Ucla xenogrammus
NP Surveys
1
North Bali
Norfolkia brachylepis
Gilimanuk
Helcogramma striatum
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
61
62 Site 2
NP Surveys Site 3
Site 7
Site 9
Site 14
1
Site 15
Site 16
Previous Bali
Program Kajian Cepat Site 12
Site 11
Site 5
Site 4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
Cryptocentrus inexplicatus
Cryptocentrus caeruleomaculatus
Bryaninops tigris?
Bryaninops amplus
Asterropteryx striata
Asterropteryx ensifera
Amblygobius phalaena
Amblygobius nocturnus
1
1
1
1
1 1
1
1
1 1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
Amblyeleotris yanoi
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
Amblyeleotris steinitzi
Amblyeleotris periophthalma
Amblyeleotris guttata
Amblyeleotris fontanesii
Amblyeleotris fasciata
Gobiidae (84 spp.)
Synchiropus tudorjonesi
Synchiropus ocellatus
Dactylopus dactylopus
Callionymus sp. 2 (photo)
Callionymus sp. 1 (photo)
Callionymus superbus (photo - Tul)
Callionymus filamentosus
Callionymidae (7 spp.)
1
0
0
Site 20
0
1
Site 21
1
1
Site 22
1
Site 23
1
1
Site 24
1
1
1
Site 33
Salarias guttatus
1
1
Site 17
1
1
Site 18
1
1
Site 19
1
Site 25
1
Site 13
1
Site 30
0
1
Site 10
1
Site 31
1
1
Site 26
1
1
Site 32
Salarias fasciatus
1
Site 28
1
Site 1
1
Site 29
1
Present Survey
1
Grand Total
Plagiotremus tapeinosoma
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
0
North Bali
1
Gilimanuk
Plagiotremus rhinorhynchus
Petroscirtes variabilis
Lampiran 3.1. continued Bab 3
NP Surveys
Exyrias akihito
Site 7
Site 4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Gobiodon quinquestrigatus
Gobiodon prolixus
Gobiodon citrinus
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1 1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
Site 9
1
Site 10
Gobiid sp. 2 (photo - Tulamben)
Site 13
0
1
1
1
Site 21
1
1
Site 22
Gobiid sp. 1 (photo - Tulamben )
1
1
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 32
Gnatholepis cauerensis
Gladiogobius ensifer
Fusigobius signipinnis
Fusigobius neophytus
1 1
1
Site 20
Fusigobius melacron
1
1
1
1
1
Site 31
Fusigobius inframaculatus
Fusigobius duospilus
Exyrias ferrarisi
1
Site 15
Eviota sp. 1 (red head)
1
Site 16
Eviota sigillata
1
Site 17
1
Site 18
Eviota sebreei
1
1
1
Site 24
Eviota rubrisparsa
Eviota queenslandica?
Eviota punctulata
Site 12
1
Site 14
1
Site 11
1
Site 19
Eviota prasites
Site 5
1
Site 26
1
Site 28
Eviota guttata
Site 23
1
1
Site 25
Drombus species 2
1
1
Drombus species 1
Previous Bali
1
Site 1
1
1
Site 2
Ctenogobiops pomastictus
Site 3
1
Site 29
1
Site 30
1
Present Survey
1
Grand Total
Cryptocentrus strigilliceps
Previous Surveys
0
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Cryptocentrus leucostictus
Gilimanuk
Cryptocentrus leptocephalus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
63
64
Program Kajian Cepat
1
Site 7
Site 4
1
1
1 1
1
1
Priolepis semidoliatus
Trimma imaii
Trimma kudoi
Trimma halonevum
Trimma fucatum
Trimma benjamini
Trimma annosum
Tomiyamichthys oni
Priolepis sp. 2 (photo)
Priolepis sp. 1 (broad yellow bars - 70 m)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
Site 9
1
1
Site 10
0
Site 11
1
Site 12
Priolepis nuchifasciatus
1
1
1
Site 24
0
1
1
1
1
Site 28
1
1
1
Site 33
Priolepis compita
Priolepis cinctus
Pleurosicya mossambica
Pleurosicya labiata
1
Site 26
Pleurosicya annadalei
Site 16
1
Site 18
1
Site 15
1
Site 19
Paragobiodon xanthosoma
Site 1
1
Site 14
1
Site 20
Oplopomus oplopomus
Site 5
1
Site 13
1
Site 25
Oplopomus caninoides
Site 3
1
Site 29
Mahidolia mystacinus
Site 2
1
Site 30
Istigobius sp. 1 (70 m photo)
NP Surveys
1
1
Site 31
Istigobius spence
1
Site 22
1
Site 32
Istigobius decoratus
Previous Bali
1
Site 23
Hazeus otakii
Site 17
1
Site 21
Grallenia baliensis
Present Survey
0
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
0
North Bali
1
Gilimanuk
Gobiodon sp.2 (br with many blue bars)
Gobiodon sp.1 (dark with 2 blue bars)
Lampiran 3.1. continued Bab 3
1
Trimma maiandros
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 22
Ptereleotris hanae
Ptereleotris grammica
Site 3
1
Site 4
Ptereleotris evides
1
1
Nemateleotris magnifica
1
Site 11
Ptereleotris brachyptera
1
1
Site 10
Nemateleotris decora
Ptereleotridae (8 spp.)
Gunnellichthys viridescens
1
Site 7
Gunnellichthys curiosus
Microdesmidae (2 spp.)
Xenisthmus polyzonatus?
Xenisthmidae (1 spp.)
1
1
1
1
Site 23
Vanderhorstia species 1
Vanderhorstia lanceolata
Site 12
1
Site 13
Valenciennea strigata
1
Site 1
1
1
1
Valenciennea puellaris
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 29
Valenciennea sexguttata
1
Site 17
1
1
Site 20
Valenciennea helsdingenii
Tryssogobius sarah
1
Site 18
Trimma yanoi
Site 16
1
1
Site 25
Trimma tevegae
1
Site 15
1
Site 14
1
Site 28
Trimma taylori
Site 5
1
Site 21
1
1
Site 24
Trimma stobbsi
Site 19
1
Site 26
Trimma okinawae
Present Survey
Site 32
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
0
1
1
1
1
0
0 1
0
1
0
0
0 1
1
0
0 0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
Grand Total
0
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
1
Previous Bali
1
Gilimanuk
Trimma nomurai
NP Surveys
Trimma macrophthalma
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 31
Site 30
Site 33
Site 9
Site 2
65
66
Program Kajian Cepat
1
Site 1
1
1
1
Site 5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1 1
1
1 1
1
Acanthurus leucocheilus
1
1
1
Acanthurus dussumieri
Acanthurus blochii
Acanthurus barine
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
0 1
1
0
0 1
1
1 1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0 0
1
1
0
1
1
Site 22
1 1
1
1
1
1
Site 33
1 1
1
Site 20
Acanthuridae (39 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 31
Zanclus cornutus
1
1
Siganus vulpinus
1
1
1
Site 21
Zanclidae (1 spp.)
1
1
Siganus virgatus
Siganus vermiculatus
Siganus spinus
Siganus punctatus
Siganus punctatissimus
1
1
1
1
Site 30
Siganus puellus
1
1
Site 9
Siganus margaritifer
1
Site 11
1 1
1
Site 14
Siganus labyrinthodes
Siganus guttatus
1
1
Site 18
Siganus corallinus
1
Site 19
Siganus canaliculatus
1
1
1
1
Site 32
Siganus argenteus
Site 2
Siganidae (13 spp.)
1
Site 3
Platax teira
Site 4
1
1
Site 23
1
Site 25
1
Site 26
Platax pinnatus
Previous Bali
1
Site 28
1
Site 12
1
1
Site 24
1
Site 29
Platax orbicularis
Site 7
1
Site 10
1
Site 13
1
Site 15
1
Site 16
1
Site 17
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
Platax boersi
1
North Bali
Ephippidae (4 spp.)
NP Surveys
1
Gilimanuk
Ptereleotris rubristigma
Ptereleotris heteroptera
Lampiran 3.1. continued Bab 3
1
1 1
Site 2
Site 1
1 1
1 1
Naso brachycentron
Naso brevirostris
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
Naso elegans
Naso hexacanthus
Naso lituratus
Naso lopezi
Naso minor
Naso reticulatus
Naso caeruleacauda
1
1
Naso annulatus
1
1
1
1
1
1
Ctenochaetus striatus
Ctenochaetus truncatus
1
1
Ctenochaetus binotatus
Ctenochaetus cyanocheilus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus xanthopterus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus tristis
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1 1
Acanthurus triostegus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus thompsoni
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus tennentii
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus pyroferus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus olivaceus
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus nigrofuscus
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
Acanthurus nigricauda
1
Site 22
1
1
Site 21
1
Site 20
1
Site 23
1
1
1
Site 24
Acanthurus nigricans
1
1
Site 33
1 1
1
Site 29
1 1
1
Site 30
Acanthurus mata
1
1 1
Site 16
1
Site 14
1
Site 17
1
Site 13
1
Site 18
1
Site 9
1
Site 12
1
Site 19
1
Site 11
1
Site 25
1
Site 10
1
Site 26
1
Site 28
1
Site 5
1
Site 31
1
Site 4
1
Site 32
1
Site 3
1
Site 7
1
Site 15
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Acanthurus lineatus
Gilimanuk
Acanthurus maculiceps
NP Surveys
Acanthurus leucosternon
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
67
68 Site 2
1
Site 3
Site 1
Program Kajian Cepat Site 4
1
1
Site 5
1
1
1
1
0
0
Liachirus melanospilos
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
1 1
1
0
0
0 1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0 1
1
1
1
1
0
0
0 1
1
1
1
0
0 1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Brachirus marmoratus
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 33
Aseraggodes suzimotoi
1
1
1
1
1
1
Site 30
0
1
1
1
1
Site 31
1
1
1
1
1 1
Site 32
Aseraggodes chapleaui
Soleidae (6 spp.)
Bothus pantherinus
Bothus mancus
Asterorhombus intermedius
1
Thunnus albacares
Bothidae (3 spp.)
1 1
Scomberomorus commrsonnianus
Rastrelliger kanagurta
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Grammatorcynus bilineatus
1
1
1
1
Gymnosarda unicolor
Euthynnus affinis
Scombridae (6 spp.)
Sphyraena qenie
1
1
1 1
Site 22
Sphyraena obtusata
Sphyraena jello
Sphyraena barracuda
Sphyraenidae (4 spp.)
1
Site 11
1
1
1 1
Site 23
Zebrasoma veliferum
1
1
Site 7
1
1
Site 24
Zebrasoma scopas
Site 9
1
Site 15
1
Site 14
1
Site 16
1
Site 20
1
Site 13
1
Site 21
1
Site 12
1
Site 25
1
Site 10
1
Site 28
1
Site 17
1
Site 18
1
Site 19
1
Site 29
Prionurus chrysurus
1 1
Naso vlamingii
Site 26
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1 1
1
North Bali
1
1
Previous Bali
Naso unicornis
Gilimanuk
Paracanthurus hepatus
NP Surveys
Naso thynnoides
Lampiran 3.1. continued Bab 3
Previous Bali
1
1
Pseudobalistes flavimarginatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1 1
1 1 1 1
Aluterus scriptus
Amanses scopas
Cantherhines dumerilii
Cantherhines fronticinctua
Acreichthys tomentosus
Monacanthidae (14 spp.)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Xanthichthys auromarginatus
1
1
0
1
1
1
1
1
Sufflamen chrysopterus
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
Sufflamen frenatus
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0 1
1
0
0 0
0
1
1 1
1
1
1
1
1
Site 33
0
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
1
Sufflamen bursa
Rhinecanthus verrucosus
Rhinecanthus rectangulus
1
1
1
Odonus niger
1
1
Site 11
1
1
1
Melichthys vidua
1
1
1
1
1
Site 29
Pseudobalistes fuscus
1
1
1
1
Site 10
Melichthys niger
Melichthys indicus
Canthidermis maculatus
1
1
Site 14
1
Site 15
1
Site 13
1
Site 17
1
Site 12
1
Site 18
1
Site 9
1
Site 19
1
Site 7
1
Site 20
1
Site 5
1
Site 21
Balistoides viridescens
Site 4
1
Site 24
1
Site 3
1
Site 25
1
Site 2
1
Site 26
Balistoides conspicillum
1
Site 28
1
1
Site 31
1
Site 22
1
Site 32
Balistapus undulatus
1
Site 23
Abalistes stellatus
Balistidae (17 spp.)
NP Surveys
1
Site 1
Samariscus triocellatus
Site 16
1
Present Survey
1
Grand Total
Samaridae (1 spp.)
Previous Surveys
0
East Bali
1
Nusa Penida
1
North Bali
Soleichthys heterorhinos
Gilimanuk
Pardachirus pavoninus
Lampiran 3.1. continued
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
69
70 Previous Bali
Program Kajian Cepat
Arothron immaculatus
1 1 1
Canthigaster compressa
Canthigaster epilamprus
1
1
1
1 1
1
1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Site 30
1
1
1
Canthigaster axilogus
Canthigaster bennetti
1
Canthigaster amboinensis
1
1
Site 20
1
1
1
Arothron stellatus
1
1
1
1 1
1
1
1 1
1
1
Arothron nigropunctatus
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
Site 1
Arothron mappa
Arothron manilensis
1 1
Arothron hispidus
Arothron caeruleopunctatus
1
Site 4
Tetraodontidae (15 spp.)
1
Site 21
Ostracion solorensis
1
1
Ostracion meleagris
1
Site 3
1
Site 12
1
1
1
Site 19
Ostracion cubicus
Lactoria fornasini
Lactoria diaphanus
Ostraciidae (5 spp.)
1
1
Site 9
Pseudomonacanthus macrurus
1
1
1
Site 23
Pseudalutarius nasicornis
1
Site 2
Pervagor melanocephalus
Site 5
1
Site 7
Pervagor janthinosoma
Site 10
1
Site 22
Paramonacanthus curtorhynchos
Site 11
1
Site 13
1
Site 14
1
Site 15
Paraluteres prionurus
Site 16
1
Site 17
1
Site 29
1
Site 18
1
Site 24
1
Site 25
1
Site 26
1
Site 28
1
1
Site 31
1
Site 33
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0 0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
0 1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
1
1
1
1
1
Site 32
1
Present Survey
1
Grand Total
1
Previous Surveys
1
East Bali
1
Nusa Penida
1
1
North Bali
Oxymonacanthus longirostris
NP Surveys
1
Gilimanuk
Chaetodermis pencilligerus
Cantherhines pardalis
Lampiran 3.1. continued Bab 3
0 0
622
North Bali
0
510
East Bali
1
573
Nusa Penida
1
977
Grand Total
1
641
Previous Surveys
0
0 0 0 0 0 0 0
0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1
Gilimanuk
805
Present Survey Site 32
113
Site 31
Site 30
85
Site 30
Site 29
1
139
Site 32
1
1
1
0 1 1 1 1
1 1
153
1
Present Survey
1
Previous Surveys
1
Grand Total
1
Nusa Penida
1
East Bali
1
North Bali
1
Gilimanuk
0
Keragaman Ikan Karang di Perairan Bali, Indonesia
Site 29
2
Site 33
Site 28
1
212
Site 28
1
248
Site 26
1
171
Site 25
1
191
Site 24
56
Site 23
Site 22
42
Site 22
Site 21
114
Site 21
Site 20
Site 24
1
1
Site 25
1
Site 26
1
1
109
Site 33
1
Site 31
220
Site 16
217
Site 15
190
Site 14 Site 13 Site 12 Site 11 Site 10
143
Site 10
183
Site 9
Site 12
Site 5
91
Site 4
Site 3
157
Site 3 Site 2 Site 1
1
573
NP Surveys
428
Previous Bali
1 Mola mola
Molidae (1 spp.)
Diodon liturosus
Diodon hystrix
Diodontidae (2 spp.)
1
1 Canthigaster valentini
Canthigaster papua
74 new records for Bali
96
1
162
1
1 1
1 Canthigaster janthinoptera
NP Surveys Previous Bali
1
Site 1
Site 7
1
Site 2
Site 9
1
1 1
1
Site 5
1
1 1
131
Site 4
Site 7
1
115 187
1
Site 11
1
1 1
117
1
1
1
1
1 1
Site 17
197
Site 13
Lampiran 3.1. continued
Site 18
230
1
Site 14
1
Site 15
246
1
Site 16
Site 19
1
Site 17
Site 20
1
Site 18
99 189
1
Site 19
1
Site 23
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
71
Bab 4
Bab 4 Kondisi Terumbu Karang di Bali Muhammad Erdi Lazuardi, I Ketut Sudiarta, I Made Jaya Ratha, Eghbert Elvan Ampou, Suciadi Catur Nugroho dan Putu Liza Mustika
4.1. Pendahuluan
Tutupan karang hidup penting bagi komunitas ikan karang, selain juga sebagai penyedia sumber daya alam yang terbaharui (misal, sea food, rumput laut, obat-obatan), perlindungan garis pantai dan daya tarik bagi para penyelam dalam negeri dan internasional yang dapat meningkatkan ekonomi lokal (Chabanet et al. 1997; Cesar 2000; Musa 2002). Tutupan karang total di Bali merupakan indikator kesehatan karang yang penting bagi kegiatan pengelolaan di masa depan (Hill & Wilkinson 2004). Tutupan karang yang sehat dan beragam juga menyumbang kepada kepuasan pengunjung (Musa 2002), yang pada gilirannya akan berdampak bagi ulangan kunjungan, pengunjung yang mempromosikan paket wisata tersebut kepada pihak lain, dan meningkatnya pendapatan lokal (lihat Mustika 2011). Cesar (2000) merinci beberapa ancaman klasik bagi terumbu karang, misalnya perikanan yang menggunakan racun, perikanan dengan bom, tangkapan lebih, penambangan karang, sedimentasi, polusi dan sampah perkotaan, pemutihan karang dan kegiatan wisata yang tidak berkelanjutan. Seluruh ancaman tersebut dapat ditemukan di Bali. Gambaran singkat tutupan karang di Bali akan memberikan pemahaman tentang tingkat kesehatan terumbu karang di pulau ini. Bab ini memberikan informasi tentang tutupan substrat, komposisi genus karang keras, dan indeks kematian ekosistem terumbu karang yang disurvei. 4.2. Metode 4.2.1 Waktu
Survey Bali Marine Rapid Assessment Program ini dilakukan pada 29 April – 11 Mei 2011. Pengambilan data kondisi terumbu karang dilakukan di 27 titik dari total 32 titik pengamatan. 4.2.2 Lokasi survey
Lokasi survey ditentukan berdasarkan masukan-masukan dari para pihak dimana kawasan perairan potensial untuk dikelola dengan baik sebagai kawasan konservasi perairan. Pemilihan lokasi juga mempertimbangkan keterwakilan ekosistem di seluruh perairan Pulau Bali. Sedangkan pemilihan site (tapak) pengamatan mempertimbangkan aspek keterwakilan site di setiap lokasi survey. Lokasi survey dan site pengamatan disajikan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. 4.2.3 Metode survey
Metode yang digunakan dalam pengambilan data terumbu karang ini adalah metode point transek menyinggung (point intercept transect) yang mengacu pada English et al. (1997) dengan modifikasi. Panjang transek 2 kali 50 m sejajar dengan garis pantai pada 2 kedalaman, 5-7 m dan 10-14 m. Point atau titik-titik pengamatan pada tiap transek adalah tiap 0.5 m. Substrat dasar yang diamati meliputi karang keras hingga level genus, karang lunak, karang mati, patahan karang, fauna lain dan komponen abiotik lainnya.
72
Program Kajian Cepat
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Tabel 4.1. Daftar lokasi survey dan site pengamatan pada Bali Marine RAP Tahun 2011 No
Site
Location
Koordinat Geografis
Lokasi
Bujur
Lintang
1
Kutuh
Nusa Dua
4
115,20685
-8,84418
2
Nusa Dua
Nusa Dua
5
115,23918
-8,79997
3
Melia Bali
Nusa Dua
6
115,23660
-8,79276
4
Terora
Nusa Dua
1
115,22960
-8,77044
5
Sanur Channel
Sanur
3
115,27136
-8,71027
6
Glady Willis
Sanur
2
115,26820
-8,68409
7
Tanjung Jepun
Padangbai
9
115,50976
-8,51941
8
Gili Batutiga/Mimpang
Candidasa
7
115,57488
-8,52524
9
Gili Tepekong
Candidasa
10
115,58612
-8,53141
10
Gili Biaha
Candidasa
11
115,61290
-8,50379
11
Seraya
Seraya
12
115,68918
-8,43350
12
Gili Selang
Seraya
13
115,71062
-8,39677
13
Bunutan
Amed
15
115,67892
-8,34503
14
Jemeluk
Amed
16
115,66142
-8,33737
15
Kepah
Amed
17
115,65391
-8,33384
16
Tukad Abu
Tulamben
18
115,61071
-8,29312
17
Tulamben Drop off
Tulamben
19
115,59726
-8,27829
18
Geretek
Tejakula
20
115,41447
-8,15106
19
Penuktukan
Tejakula
21
115,39587
-8,13868
20
Takad Pemuteran
Pemuteran
24
114,66682
-8,12953
21
Sumberkima
Pemuteran
25
114,60703
-8,11196
22
Anchor Wreck
P. Menjangan
26
114,50653
-8,09171
23
Coral Garden
P. Menjangan
27
114,51936
-8,09158
24
Pos 2
P. Menjangan
28
114,52685
-8,09687
25
Pulau Burung
Teluk Gilimanuk
30
114,45142
-8,16267
26
Klatakan Barat
Melaya
31
114,45432
-8,23189
27
Klatakan Timur
Melaya
32
114,45653
-8,23306
4.2.4 Analisa Data
Keluaran dari pengambilan data terumbu karang adalah data persentase penutupan karang hidup dan komposisi genus karang keras, persetase penutupan alga, biota lain, patahan karang, abiotik, dan indeks mortalitas. Data persentase karang hidup dihitung dengan rumus sebagai berikut: L = ∑ Li × 100 % N Keterangan: L = Persentase kemunculan Li = Jumlah kemunculan kode pengamatan ke-i N = Jumlah titik pengataman per 100 m Data persentase karang hidup (karang keras dan karang lunak) yang diperoleh dikategorikan berdasarkan Gomez and Yap (1988), yaitu:
Buruk Sedang Bagus Memuaskan
: 0 – 24.9% : 25 – 49.9% : 50 – 74.9% : 75 – 100%
Indeks mortalitas merupakan nilai yang digunakan untuk menduga tingkat kesehatan atau kondisi dari ekosistem terumbu karang dengan perhitungan (Gomez and Yap, 1988): MI = Persentase Karang mati Persentase karang hidup + Persentase karang mati Keterangan :
MI = Mortality index (indeks mortalitas)
Indeks mortalitas memiliki kisaran antar 0 – 1. Kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
73
Bab 4
Gambar 4.1. Peta site-site pengamatan kondisi terumbu karang pada kegiatan , 29 April – 11 Mei 2011
Tabel 4.2. Kode dan kategori benthic lifeform Kategori
Kode
Hard Coral Acropora
Algae
Kode Algal Assemblage
AA
Branching
ACB
Coralline Algae
CA
Digitate
ACD
Halimeda
HA
Encrusting
ACE
Macro Algae
MA
Submassive
ACS
Turf Algae
TA
Tabular
ACT
Non Acropora Nama masing-masing genus
-
Dead Coral
DC
Dead Coral with Algae
DCA
Soft Coral
SC
Sponges
SP
Zoanthids
ZO
Others
OT
Program Kajian Cepat
Abiotic
Sand
S
Rubble
R
Silt
SI
Rock
RC
Sumber: English et al., 1997
Other Fauna
74
Kategori
Kondisi Terumbu Karang di Bali
yang kecil atau tingkat kesehatan karangnya tinggi jika nilai indeks mortalitasnya mendekati 0. Sebaliknya kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang yang tinggi atau memiliki kesehatan karang yang rendah jika nilai indeks mortalitasnya mendekati 1. 4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3.1 Persentase Penutupan Substrat
Substrat dasar dalam pengamatan dikelompokkan menjadi karang keras (Hard Coral), karang lunak (Soft Coral), alga, biota lainnya (Other Biota) yang terdiri dari sponge, zoanthid dan biota dasar lainnya, karang mati (Dead Coral) yang terdiri dari karang mati dan karang mati yang ditumbuhi alga, patahan karang (Rubble), dan komponen abiotik lainnya (Abiotic) yang terdiri dari pasir, batuan (rock) dan lumpur.
4.3.2 Persentase Penutupan Karang Keras
Persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m berkisar antara 21.5-68.0%. Persentase penutupan karang keras tertinggi terdapat di site 26 (Anchor Wreck, P. Menjangan), sedangkan persentase penutupan terendah terdapat di site 32 (Klatakan Timur, Melaya). Rata-rata persentase penutupan karang keras pada kedalaman ini adalah 45.3%. Jika dilihat dari rata-rata persentase substrat, karang keras masih mendominasi jika dibandingkan dengan rata-rata substrat lainnya seperti abiotic dengan rata-rata 17.3% dan rubble dengan tutupan rata-rata 11.3%. Persentase penutupan karang keras pada kedalaman 10-14 m berkisar antara 11.0 – 76.0%. Persen penutupan tertinggi terdapat di site 10 (Gili Tepekong), sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site 4 (Kutuh). Ratarata persentase penutupan karang keras pada kedalaman ini adalah 32.8%. rata-rata persentase penutupan karang keras ini relatif masih mendominasi dibanding rata-rata persentase penutupan substrat lainnya seperti abiotic sebesar 21.7% dan
Gambar 4.2. Kondisi persentase penutupan karang keras pada kedalaman 5-7m dan 10-14m pada site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program
Gambar 4.3. Kondisi persentase penutupan rata-rata karang keras pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
75
Bab 4
Gambar 4.4. Komposisi rata-rata penutupan substrat dasar pada site-site pengamatan di Bali dalam survey , 29 April – 11 Mei 2011
Gambar 4.5. Komposisi rata-rata total persentase penutupan substrat dasar di Bali dalam survey , 29 april – 11 mei 2011
76
Program Kajian Cepat
Gambar 4.6. Rata-rata komposisi 10 genus yang mendominasi karang keras di Bali berdasarkan survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011
Kondisi Terumbu Karang di Bali
soft coral sebesar 14.9%, dan persentase penutupan rubble sebesar 13.6%. Secara keseluruhan, rata-rata total persentase penutupan karang keras di Bali adalah 38.2% dengan kisaran antara 11.0 – 76.0%. 4.3.3 Persentase Penutupan Substrat Lainnya
Dari pengamatan terlihat bahwa soft coral terlihat relatif mendominasi pada site pengamatan 4, 5, 6, dan 12 dengan persentase penutupan rata-rata sebesar 57.5 – 62.0%. Di sisi lain, substrat dasar abiotic relatif lebih mendominasi di site pengamatan 2, 15, 18, 24, dan 32 dengan persentase penutupan rata-rata sebesar 36.3 – 48.0%. Rata-rata persentase penutupan rubble tertinggi berada di site 9 (Jepun) dengan rata-rata tutupan sebesar 44.3%, site 11 (Gili Biaha) dengan tutupan rata-rata sebesar 37.0%, dan site 16 (Jemeluk) dengan tutupan rata-rata sebesar 25.3%. Sedangkan di site pengamatan lainnya berkisar antara 0 – 22.3%. Rata-rata persentase penutupan substrat dead coral (dead coral + dead coral with algae)tertinggi berada di site 30 (Pulau Burung, Gilimanuk) dengan rata-rata tutupan sebesar 30.0%. Sedangkan di site pengamatan lainnya rata-rata berkisar antara 1.0 – 11.3%. Rata-rata persentase penutupan alga berkisar antara 0 – 17.0%, sedangkan rata-rata persentase penutupan other fauna berkisar antara 0.5 – 19.0%. Secara umum rata-rata substrat dasar di site-site pengamatan baik di kedalaman 5-7 m dan 10-14 m didominasi oleh karang keras atau hard coral dengan ratarata persen penutupan sebesar 38.2%. Diikuti oleh persentase penutupan rata-rata abiotic sebesar 20.6%, rubble sebesar 12.6%, soft coral sebesar 12.1%, other biota sebesar 6.8%, alga sebesar 5.2% dan dead coral sebesar 4.6%. 4.3.4 Kondisi Karang Hidup (Hard Coral + Soft Coral) Kedalaman 5-7 m
Persentase penutupan karang hidup (hard coral + soft coral) pada kedalaman 5-7m m berkisar antara 31.5-85.0%. Persen penutupan tertinggi terdapat di site 27 (Coral Garden, P. Menjangan), sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site 25 (Sumber Kima). Secara lengkap kategori penutupan karang hidup pada kedalaman 5-7m di Bali adalah sebagai berikut: Tidak terdata (7 site) Buruk Sedang (9 site) Bagus (9 site) Memuaskan (2 site)
: Site 1, 4, 5, 6, 10, 11, dan 12 :: Site 2, 9, 15, 17, 19, 24, 25, 31, dan 32 : Site 3, 7, 16, 18, 20, 21, 26, 28, dan 30 : Site 13 dan 27
Rata-rata kondisi pada kedalaman 5-7m adalah kategori bagus dengan persentase penutupan karang hidup rata-rata 54.2%.
Kedalaman 10-14 m
Persentase penutupan karang hidup (hard coral + soft coral) pada kedalaman 10-14 m berkisar antara 12.0 – 80.5%. Persen penutupan tertinggi terdapat di site 5 (Nusa Dua), sedangkan persen penutupan terendah terdapat di site 18 (Tukad Abu). Secara lengkap kategori penutupan karang hidup pada kedalaman 10-14 m di Bali adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Kondisi karang keras yang didominasi karang Acropora, Porites, Montipora, Echinopora dan Seriatopora pada site pengamatan di Bali Site no.
Site
Kedalaman
Genus
% Tutupan
3
Sanur Channel
5–7 m
Acropora (branching)
31.00 %
7
Batu Tiga/ Mimpang
5–7 m
Acropora (branching)
56.00 %
7
Batu Tiga/ Mimpang
10–14 m
Acropora (branching)
46.00 %
7
Batu Tiga/ Mimpang
10–14 m
Acropora (branching)
58.00 %
9
Tj. Jepun
5–7 m
Acropora (branching)
29.00 %
9
Tj. Jepun
10–14 m
Acropora (branching)
35.00 %
10
Gili Tepekong
10–14 m
Echinopora
26.00 %
10
Gili Tepekong
10–14 m
Echinopora
74.00 %
13
Gili Selang
5–7 m
Acropora (branching)
50.00 %
13
Gili Selang
5–7 m
Acropora (branching)
47.00 %
15
Bunutan
5–7 m
Porites
32.00 %
16
Jemeluk
5–7 m
Acropora (submassive)
24.00 %
16
Jemeluk
5–7 m
Porites
23.00 %
19
Tulamben Drop off
10–14 m
Montipora
27.00 %
25
Sumberkima
5–7 m
Acropora (branching)
22.00 %
26
Anchor Wreck
5–7 m
Porites (branching)
45.00 %
26
Anchor Wreck
5–7 m
Porites (branching)
43.00 %
26
Anchor Wreck
10–14 m
Porites (branching)
22.00 %
27
Coral Garden
5–7 m
Porites (branching)
26.00 %
27
Coral Garden
10–14 m
Porites (branching)
23.00 %
30
Pulau Burung
5–7 m
Seriatopora
51.00 %
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
77
Bab 4
Gambar 4.7. Nilai Indeks Mortalitas pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011.
Tabel 4.4. Kondisi rata-rata karang hidup pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assesment Program, 29 April – 11 Mei 2011 Site No. Site
78
Lokasi
Kondisi Karang Hidup
Nilai IM
1
Terora
Nusa Dua
sedang
0.30
2
Glady Willis
Sanur
sedang
0.32
3
Channel
Sanur
bagus
0.23
4
Kutuh
Uluwatu
bagus
0.02
5
Nusa Dua
Nusa Dua
memuaskan
0.02
6
Melia Hotel
Nusa Dua
memuaskan
0.10
7
Batu Tiga/Mimpang
Candi Dasa
bagus
0.21
9
Jepun
Padang Bai
sedang
0.56
10
Gili Tepekong
Candi Dasa
memuaskan
0.14
11
Biaha
Candi Dasa
sedang
0.48
12
Seraya
Seraya
memuaskan
0.02
13
Gili Selang Utara
Gili Selang
bagus
0.09
15
Bunutan
Amed
sedang
0.45
16
Jemeluk
Amed
sedang
0.42
17
Kepah
Amed
sedang
0.18
18
Tukad Abu
Tulamben
sedang
0.06
19
Drop off
Tulamben
sedang
0.15
20
Gretek Alamanda
Tejakula
sedang
0.16
21
Penuktukan
Tejakula
bagus
0.20
24
Takad Pemuteran
Pemuteran
sedang
0.38
25
Sumberkima
Pemuteran
sedang
0.38
26
Anchor Wreck
P. Menjangan
bagus
0.31
27
Coral Garden
P. Menjangan
memuaskan
0.17
28
Pos 2
P. Menjangan
bagus
0.21
30
Pulau Burung
Gilimanuk
bagus
0.43
31
Klatakan Barat
Melaya
sedang
0.26
32
Klatakan Timur
Melaya
sedang
0.27
Program Kajian Cepat
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Tidak terdata (3 site) : Site 30, 31, dan 32 Buruk (3 site) : Site 15, 18, dan 24 Sedang (14 site) : Site 1, 2, 3, 9, 11, 13, 16, 17, 19, 20, 21, 25, 26, dan 28 Bagus (3 site) : Site 4, 7, dan 27 Memuaskan : Site 5, 6, 10, dan 12 Rata-rata kondisi pada kedalaman 10-14 m adalah kategori sedang dengan persentase penutupan karang hidup rata-rata adalah 47.7%. Secara keseluruhan kondisi karang hidup rata-rata antara kedalaman 5-7 m dan 10-14 m memiliki kondisi kategori bagus dengan rata-rata persentase penutupan sebesar 50.4%. 4.3.5 Komposisi Genus Karang Keras
Genus karang keras yang teramati merupakan karang pembentuk terumbu (zooxanthellae) ditambah karang non pembentuk terumbu (non zooxanthellae). Dari pengamatan point intercept transect tercatat 54 genus karang keras dengan rata-rata penutupan antara 0.01 – 9.67% pada tiap site dengan rata-rata total 38.16%. dari persentase penutupan tersebut, Acropora relatif mendominasi dengan persentase penutupan total rata-rata 9.67%. Sedangkan genus lainnya setelah Acropora adalah Porites (8.12%) dan Montipora (3.92%). Tiga genus di atas merupakan genus karang keras yang biasanya mendominasi dalam kehadiran karang keras lainnya. Dari nilai di atas, jika terdapat 100% kehadiran genus karang keras, maka persentase rata-rata penutupan Acropora adalah 25.3%, disusul kemudian oleh Porites sebesar 21.3%, dan Montipora sebesar 10.3%. Dari komposisi Acropora tersebut, sebesar 75% merupakan Acropora branching (bercabang), 15% merupakan Acropora tabulate (karang meja), 7% merupakan Acropora submassive (semi padat), dan 2% Acropora encrusting (mengerak) dan 1% Acropora digitate (menjari). Gambar 4.6 memperlihatkan 10 genus yang paling mendominasi dari 54 genus yang teridentifikasi selama survei berlangsung. Karang genus Acropora mendominasi tutupan substrat karang keras di site Chanel Sanur, Batu Mimpang, Tanjung Jepun, Gili Selang, dan Sumberkima. Sedangkan Gili Tepekong kedalaman 10-14 m didominasi oleh genus Echinopora. Porites mendominasi di site Bunutan, Jemeluk, Anchor Wreck dan Coral Garden. Sedangkan Acropora submassive sedikit di bawah Porites di site Jemeluk kedalaman 5-7 m. Karang Montipora relatif mendominasi di Tulamben Drop off kedalaman 5-7 m, sedangkan karang Seriatopora relatif mendominasi di site Pulau Burung, Gilimanuk. 4.3.6 Indeks Mortalitas
Melalui pengamatan yang dilakukan kita dapat mengetahui rasio kematian karang atau tingkat kesehatan karang dengan cara menghitung indeks mortalitas. Nilai indeks mortalitas pada site pengamatan di Bali berkisar antara 0.02 – 0.56.
Nilai indeks terendah terdapat pada site 4 (Kutuh), dan 5 (Nusa Dua). Hal ini memperlihatkan bahwa kedua site tersebut memiliki rasio kematian karang yang relatif lebih rendah atau tingkat kesehatan karang yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan site lainnya. Site 4 memiliki kondisi karang kategori bagus, sedangkan site 5 memiliki kondisi karang kategori memuaskan. Namun dari kedua site tersebut didominasi oleh tutupan soft coral. Nilai indeks tertinggi terdapat pada site 9 (Jepun). Hal ini memperlihatkan bahwa site 9 memiliki rasio kematian karang yang relatif lebih tinggi dari site lainnya atau tingkat kesehatan karangnya relatif rendah. Nilai total rata-rata indeks mortalitas pada site-site pengamatan di Bali adalah 0.24. Jika dilihat dari histogram di atas, kecenderungan rasio tingkat kematian karang di Bali cenderung relatif rendah atau tingkat kesehatan karang relatif cenderung tinggi. 4.4 Kesimpulan
Dari pengambilan data di 27 site pengamatan memperlihatkan bahwa kondisi terumbu karang di Bali memiliki kategori relatif bagus dengan rata-rata persen penutupan karang hidup 52.3%. arta-rata persentase penutupan karang keras adalah 38.2%. Terlihat juga bahwa nilai indeks mortalitas rata-rata 0.24. Hal ini menunjukkan bahwa rasio kematian karang cenderung rendah dan tingkat kesehatan karang relatif cenderung tinggi. Dilihat dari persentase penutupan karang hidup (karang keras + karang lunak) yang menggambarkan kondisi terumbu karang, kondisi terumbu karang paling baik pada kedalaman 5-7m terdapat pada site 27 (Coral Garden, P. Menjangan), sedangkan terburuk ditemukan di site 25 (Sumber Kima). Kondisi terumbu karang paling baik pada kedalaman 10-14m terdapat pada site 5 (Nusa Dua), sedangkan paling buruk ditemukan di site 18 (Tukad Abu). Kondisi terumbu karang pada site-site pengamatan di Bali berkisar antara sedang hingga memuaskan dengan rata-rata baugs. Rata-rata kondisi terumbu karang yang relatif paling baik diperlihatkan di site 5 (Nusa Dua) dengan penutupan karang hidup sebesar 80.5% dengan kondisi memuaskan, sedangkan kondisi terumbu karang relatif paling buruk terdapat di site 29 (Bunutan) dengan dengan persentase penutupan karang hidup sebesar 29.0% (kondisi kategori sedang). Secara umum terlihat bahwa kondisi terumbu karang di kedalaman 5-7m relatif lebih baik dibanding kedalaman 10-14m. Genus karang keras yang mendominasi penutupan karang keras di site-site pengamatan di Bali adalah Acropora, diikuti oleh Porites dan Montipora. Acropora yang relatif mendominasi adalah Acropora branching (bercabang). Total tercatat 54 genus karang keras pada site-site pengamatan di Bali.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
79
Bab 4
DAFTAR PUSTAKA
Cesar, H. S. J. 2000, ‘Coral Reefs: Their Functions, Threats and Economic Value’, in Collected essays on the economics of coral reefs, ed. H. S. J. Cesar, CORDIO, Kalmar. Chabanet, P., Ralambondrainy, H., Amanieu, M., Faure, G. & Galzin, R. 1997, ‘Relationships between coral reef substrata and fish’, Coral Reefs, vol. 16, no. 2, pp. 93-102. English, S., Wilkinson, C. & Baker, V. 1997, Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Edition), Australian Institute of Marine Science, Townsville. Gomez, E. D. & Yap, H. T. 1988, ‘Monitoring Reef Conditions’, in Coral Reef Management Handbook, eds R. A. Kenchington & B. E. T. Hudson, Unesco Regional Office for Science and Technology for SouthEast Asia, Jakarta. Hill, J. & Wilkinson, C. 2004, Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs, Australian Institute of Marine Science, Townsville. Musa, G. 2002, ‘Sipadan: a SCUBA-diving paradise: an analysis of tourism impact, diver satisfaction and tourism management’, Tourism Geographies, vol. 4, no. 2, pp. 195-209. Mustika, P. L. K. 2011, ‘Towards Sustainable Dolphin Watching Tourism in Lovina, Bali, Indonesia (under review, submitted in July 2011)’, James Cook University.
80
Program Kajian Cepat
Kondisi Terumbu Karang di Bali
Lampiran 4.1. Daftar total genus karang keras dan rata-rata persentase penutupan pada site-site pengamatan di Bali dalam survey Bali Marine Rapid Assessment Program, 29 April – 11 Mei 2011 No.
Genus Karang Keras
1
Acropora
Kehadiran pada transek pengamatan (n=3.358 titik pada 88 transek)
Rata-rata persentase penutupan
No.
Genus Karang Keras
Kehadiran pada transek pengamatan (n=3.358 titik pada 88 transek)
Rata-rata persentase penutupan
851
9,67%
28
Echinophyllia
18
0,20%
Merulina
18
0,20%
2
Porites
715
8,12%
29
3
Montipora
345
3,92%
30
Tubipora
18
0,20%
4
Echinopora
177
2,01%
31
Diploastrea
16
0,18%
5
Pocillopora
121
1,38%
32
Euphyllia
15
0,17%
6
Hydnophora
115
1,31%
33
Leptoria
11
0,13%
7
Seriatopora
108
1,23%
34
Pachyseris
8
0,09%
8
Millepora
90
1,02%
35
Siderastrea
7
0,08%
9
Favia
77
0,88%
36
Ctenactis
7
0,08%
Alveopora
6
0,07%
10
Favites
66
0,75%
37
11
Galaxea
63
0,72%
38
Herpolitha
6
0,07%
12
Stylophora
52
0,59%
39
Pavona
6
0,07%
Physogyra
6
0,07%
13
Goniastrea
42
0,48%
40
14
Fungia
36
0,41%
41
Anacropora
5
0,06%
15
Psammocora
35
0,40%
42
Caulastrea
4
0,05%
16
Cyphastrea
30
0,34%
43
Halomitra
4
0,05%
17
Lobophyllia
29
0,33%
44
Astreopora
3
0,03%
18
Pectinia
27
0,31%
45
Gardineroseris
3
0,03%
19
Montastrea
26
0,30%
46
Oulophyllia
3
0,03%
20
Porites s
26
0,30%
47
Podabacia
3
0,03%
Tubastrea
3
0,03%
21
Symphyllia
26
0,30%
48
22
Oxypora
22
0,25%
49
Acanthastrea
2
0,02%
23
Mycedium
21
0,24%
50
Sandalolitha
2
0,02%
24
Turbinaria
21
0,24%
51
Coeloseris
1
0,01%
25
Goniopora
20
0,23%
52
Scapophyllia
1
0,01%
26
Leptoseris
20
0,23%
53
Cycloseris
1
0,01%
27
Platygyra
19
0,22%
54
Plerogyra
1
0,01%
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
81
Bab 5
Bab 5 Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia Emre Turak dan Lyndon DeVantier
Ringkasan
Survei keragaman spesies dan status komunitas karang dilakukan pada bulan November 2008 di Nusa Penida dan pada bulan April hingga Mei 2011 di pulau Bali. Kawasan ini berlokasi di kepulauan Sunda Kecil di tepi selatan Segitiga Karang (Coral Triangle) yang dikenal sebagai laut tropis yang kaya akan keragaman hayati. Survei ini dirancang untuk mengkaji keragaman hayati dan kondisi ekologi laut serta mengidentifikasi lokasi dengan prioritas konservasi guna menunjang fungsi kawasan perlindungan laut. Survei diselenggarakan atas kerjasama antara Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Conservation International Indonesia. Terdapat total 85 stasiun (perairan dalam maupun dangkal) di 48 situs pengamatan (masing-masing dengan lokasi GPS) yang telah disurvei dalam MRAP Nusa Penida maupun MRAP Bali. Komunitas terumbu karang dikaji dalam berbagai tingkat paparan gelombang, arus dan suhu laut yang mencakup seluruh tipe habitat: perairan dingin pada pantai berbatu, perairan dingin dengan permukaan terumbu karang yang luas, perairan hangat dengan permukaan terumbu karang yang sempit hingga luas, serta komunitas karang yang tumbuh pada perairan yang didominasi substrat lunak. Survei dilakukan di daerah dengan variasi parameter kunci yang khas dan konsisten bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang yang meliputi: aliran arus (mulai dari sekitar < 1 knot sampai > 4 knot), suhu ( mulai dari 23o–30oC, Namun di beberapa tempat ada pula hingga 16oC) dan energi gelombang (mulai dari < 1 m sampai 5 m), yang terkait dengan paparan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) di Selat Lombok, upwelling lokal serta arus laut dari Samudera Hindia. Kelimpahan spesies dan spesies yang belum dideskripsikan:
Terdapat 406 spesies karang yang diidentifikasi sebagai penyusun terumbu karang (hermatypic) di Bali. Ini belum termasuk 13 spesies lainnya yang belum dikonfirmasi dan memerlukan kajian taksonomi lebih lanjut. Setidaknya terdapat satu spesies yang dikategorikan sebagai spesies baru yakni Euphyllia spec. nov. Terdapat pula spesies Isopora sp. yang secara morfologi memiliki perbedaan signifikan dengan spesies yang telah dideskripsikan sebelumnya. Selain itu, ada pula beberapa spesies yang umumnya memiliki daerah sebaran luas, secara konsisten dijumpai di perairan Bali dengan morpho-type lokal, sehingga kemungkinan terdapat lebih dari 420 hermatypic Scleractinia di Bali. Masing-masing situs/ titik pengamatan di Bali memiliki keragaman karang rata-rata 112 spesies (st.dev ± 42 spesies). Situs dengan keragaman yang paling rendah adalah 2 spesies di Puri Jati (Situs B22, lokasi berlumpur dan tidak berterumbu karang). Sedang yang tertinggi adalah 181 spesies di Jemeluk, Amed (B16). Lokasi lainnya yang memiliki jumlah spesies yang cukup tinggi adalah Menjangan-utara (168 spesies, Situs B26) dan Penuktukan (164 spesies, Situs B21). Hasil pengamatan ini mirip dengan kondisi karang yang dijumpai di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (berturut-turut 392 dan 396 spesies), serta lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda (342 dan 301 spesies). Akan tetapi kelimpahan ini lebih rendah dari Derawan, Raja Ampat, Teluk Cenderwasih, Fak-Fak/Kaimana dan Halmahera (seluruhnya sekitar 450 spesies atau lebih). Struktur Komunitas:
Pada tingkat situs, ada 5 tipe utama komunitas karang yang diidentifikasi. Tipe komunitas ini terkait dengan tingkat paparan gelombang, arus – upwelling, tipe substrat dan lokasi geografi. Kelima komunitas ini kemudian dibagi dalam 10 kelompok karang utama. Masing-masing dari kelima komunitas ini dicirikan dengan atribut spesies dan bentik yang berbeda.
82
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tutupan karang:
Tutupan karang batu/ karang keras hidup rata-rata adalah 28%. Sedangkan tutupan karang mati umumnya rendah yakni rata-rata < 4%. Sehingga, rasio tutupan karang keras yang hidup : mati sangat positif yakni 7 : 1 yang menunjukkan sistem terumbu karang dalam kondisi tutupan karang yang sedang sampai bagus. Kawasan dengan tutupan karang lunak yang tinggi terdapat pada dasar laut dengan puing karang yang terbentuk karena kegiatan penangkapan ikan yang merusak, pemangsaan karang dan pembuangan pecahan karang yang terlokalisir selama pembangunan budi daya rumput laut. Beberapa bukti (baik yang baru maupun lama) dampak kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak dan penyakit karang juga ditemukan. Penyakit karang biasanya terdapat pada spesies tabular Acropora. Beberapa kerusakan lokal akibat penyelaman untuk rekreasi pun terlihat. Suatu respon akibat tekanan yang kuat (dalam bentuk pertumbuhan siano bakteri) kemungkinan terkait dengan eutrofikasi dan rembesan limbah dari pembangunan pariwisata pesisir. Kerusakan karang:
Dengan berbagai ancaman yang telah disebutkan di atas, secara keseluruhan terumbu karang di Bali saat ini menunjukkan tingkat kerusakan yang relatif rendah. Baik dalam proporsi spesies yang mengalami kerusakan maupun rata-rata tingkat kerusakan yang dialami. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tegakan monospecific yang besar dan tutupan karang yang cukup luas. Sisa kerusakan akibat berbagai gangguan di masa lalu pun cukup kecil. Misalnya pemutihan karang terkait dengan tingkat kematian yang dipicu oleh meningkat ataupun menurunnya suhu air laut, wabah pemangsaan terhadap karang, kegiatan penangkapan ikan yang merusak, penyakit atau berbagai dampak lainnya. Hal ini sejalan dengan tingginya rasio positif antara tutupan karang hidup : karang mati. Perbandingan antar wilayah:
Komposisi terumbu karang Bali memiliki tipe yang mirip dengan kawasan yang lebih luas. Ini dicirikan dengan sebagian besar spesies yang tercatat di Bali juga dijumpai di lokasi lainnya di kawasan Segitiga karang/Coral Triangle. Meskipun memiliki kesamaan yang cukup tinggi dalam hal komposisi spesies, namun terdapat beberapa perbedaan penting dalam struktur komunitas karang yang terlihat antara masing-masing wilayah. Seperti halnya dengan pulau Komodo dan Sunda Kecil, kondisi terumbu karang di Bali bergantung pada kondisi aliran arus dan upwelling air dingin. Hal ini berbeda dengan kawasan utara seperti misalnya Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat yang memiliki kekayaan spesies maupun habitat yang tinggi. Berbagai prioritas konservasi:
Penemuan spesies yang belum dideskripsi Euphyllia di pantai Timur Bali, dan keberadaan karang endemik lokal lainnya,
khususnya Acropora suharsonoi, memberi kesan bahwa wilayah ini memiliki tingkat keunikan fauna, yang mungkin terkait dengan aliran arus yang melalui Selat Lombok. Dalam hal ini Arlindo yang kuat, dipercaya mampu membatasi ataupun mendorong penyebaran dan rekrutmen (penambahan populasi) di berbagai tempat. Rekrutmen lokal di sekitar Nusa Penida kemungkinan dibatasi oleh arus, yang membawa larva hanyut lebih jauh lagi. Penelitian mengenai genetik, reproduksi dan kolonisasi larva diperlukan untuk menguji hipotesis ini. Bila hal ini benar, maka jika sampai terjadi kerusakan Nusa Penida dan sekitarnya akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk memulihkannya dengan mengandalkan pengisian kembali/penambahan dari sumber dari luar. Komunitas karang di Nusa Penida berbeda dengan yang ada di pulau utama Bali. Ini terkait dengan perbedaan kondisi lingkungan serta kegiatan penduduk yang ada di dalamnya, sehingga memerlukan fokus pengelolaan yang terpisah. Terumbu karang dengan status konservasi lokal yang tinggi di sekitar Nusa Penida meliputi Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar dan Nusa Lembongan (Situs N3, N4, N7, N8, N14 dan N17). Sedangkan, terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi di sekitar Bali terdapat di sepanjang pesisir Timur dan Utara, termasuk Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penutukan, Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang (Situs B16, B26, B10, B14, B21, B15, B25, B8, B18 dan B7). Seluruh terumbu karang di atas berpotensi kuat untuk pengembangan KKP asalkan sumber daya logistiknya mencukupi dan disediakan dukungan jangka panjang. Khususnya, situs 26 di Menjangan sudah menjadi bagian dari kawasan lindung Taman Nasional Bali Barat. Terumbu karang di Jemeluk (Amed) dan di sekitar Gili Tepekong, Gili Selang dan Gili Mimpang juga memiliki nilai konservasi yang tinggi untuk beberapa kriteria yang berbeda. Kawasan Batu Tiga sangat berpotensi untuk pengembangan KKP, mengingat bahwa pulau-pulau di sana tidak berpenghuni dan terumbu karangnya kerap digunakan untuk rekreasi penyelaman SCUBA. Komunitas karang di pesisir Selatan pulau Bali tidak disurvei secara menyeluruh karena besarnya ombak lautan. Terumbu karang di pesisir Selatan Bali sangat berharga bagi kegiatan selancar air yang menarik sejumlah besar wisatawan untuk datang ke Bali setiap tahunnya. Perlu diperhatikan bahwa konservasinya di masa depan harus diprioritaskan untuk mempertahankan wisata jenis ini. Lebih jauh ke lepas pantai, beberapa kawasan tersebut juga merupakan koridor migrasi penting bagi beberapa spesies cetacean dan hewan lainnya. Adanya upwelling dingin maupun aliran arus yang kuat dan konsisten di beberapa kawasan (misalnya, Nusa Penida, Bali Timur, dan di Komodo serta wilayah lainnya di Indonesia) bisa menjadi satu hal yang sangat penting untuk menjaga terumbu karang dari meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan iklim global. Pengembangan KKP di Bali sangat potensial untuk dikembangkan asalkan disertai dengan logistik yang cukup
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
83
Bab 5
maupun dukungan jangka panjang. Dampak dari buruknya pengaturan/ pengelolaan pengembangan pariwisata serta berbagai bentuk polusi juga merupakan beberapa hal yang mesti diperhatikan. Untuk keperluan pembentukan jejaring KKP ini dibuat beberapa rekomendasi berikut: 1. Mengingat banyaknya jenis aktivitas yang dilakukan di sekitar kawasan terumbu karang di Bali maka KKP dengan multifungsi merupakan pilihan yang paling tepat untuk dikembangkan di Bali dengan memuat zonasi kawasan pada berbagai tingkat perlindungan dan penggunaan. Namun demikian, model ini harus mencakup wilayah inti disamping kegiatan yang bersifats ekstraktif guna memastikan adanya konservasi pada habitat penting, tipe komunitas serta mendorong terjadinya pemulihan maupun peningkatan kualitas kawasan. 2. Sebisa mungkin, jejaring KKP harus mencakup kawasan representatif dan mencakup tipe komunitas karang utama (Gambar 5.7. dan 5.12), serta terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi (keragaman, pengisian kembali/penambahan, kelangkaan, Tabel 5.10). 3. Sebisa mungkin jejaring tersebut juga mencakup terumbu karang yang bergantung pada upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten, sebagai pelindung terhadap potensi meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan iklim global. 4. Ada banyak persaingan dalam penggunaan sumber daya pesisir dan laut di Bali yang akan menjadi tantangan untuk ditemukannya suatu keseimbangan dalam perlindungan dan penggunaan. Mengingat pentingnya kegiatan pariwisata berbasis laut (berselancar, menyelam, berenang), maka harus ada fokus khusus untuk menjaga bentang terumbu karang yang sehat dan menarik untuk berbagai kegiatan tersebut. Karenanya, kegiatan harus difokuskan pada berbagai pilihan yang tidak merusak dan non-ekstraktif di zona inti. 5. Ketika suatu jejaring KKP ditetapkan, maka penegakan hukum akan menjadi sangat penting. 6. Pertimbangan untuk menggunakan sistem ‘User-Pays’ (seperti misalnya di Taman Nasional Bunaken) di mana pengunjung membayar sejumlah biaya untuk mengakses kawasan. Hal ini akan memberikan dana yang signifikan untuk pengelolaan KKP dan bermanfaat bagi masyarakat setempat. Dalam hal sampah dan kualitas air: 1. Ada banyak masalah terkait sampah dan berbagai bentuk polusi perairan di Bali. Sejumlah strategi dapat digunakan/dikembangkan untuk mengurangi jumlah
84
Program Kajian Cepat
maupun dampak sampah plastik dan polutan lainnya yakni: a) mendorong penggunakan kemasan tradisional (menggunakan daun) sebanyak yang bisa dipraktekkan; b) melanjutkan kampanye pendidikan melalui berbagai media massa dan sekolah; c) mengadakan berbagai kegiatan secara sukarela maupun yang didanai untuk membersihkan sampah di pantai dan terumbu karang. 2. Memperbaiki aliran dan kualitas air sungai guna mengurangi perpindahan sampah/polutan ke terumbu karang dengan mengembalikan vegetasi tepi sungai; dan dengan kampanye pendidikan publik mengenai pembuangan limbah yang tepat. 5.1 Pendahuluan
Bali-Indonesia terletak di kawasan segitiga karang dunia (The Coral Triangle) yang berbatasan dengan perairan dalam di Selat Lombok. Bali merupakan bagian dari wilayah yang lebih luas, yang dikenal sebagai Kepulauan Sunda Kecil membentang mulai dari Bali di sebelah barat hingga ke Timor di sebelah timur merupakan kesatuan wilayah/ Ekoregion (Lesser Sunda Ecoregion = LSE) (Green dan Mous 2007). Wilayah ini terkenal akan keanekaragaman hayati laut yang sangat luar biasa (Gambar 5.1). 5.1.1 Kondisi Lingkungan dan Oseanografi
Bali memiliki kondisi oseanografi, sejarah tektonik-eustatik dan pola-pola ekologi/ biologi jajaran Kepulauan Sunda Kecil. Bali juga merupakan batas Barat Laut menuju Samudera Hindia, yang utamanya dicirikan dengan beberapa fitur klimatologi dan oseanografi. Berbeda dengan wilayah di sebelah barat yang terletak di Paparan Sunda, ataupun dengan wilayah yang lebih ke timur (misalnya Papua) di Paparan Sahul, Kepulauan Sunda Kecil beserta pulau-pulau di sebelah utaranya, memiliki perairan dalam yang berdekatan dengan pesisir pantainya. Pulaupulau ini diperkirakan memainkan peranan penting sebagai perlindungan biologis selama fase glasiasi Pleistosen, dengan implikasi biogeografi yang signifikan (Barber dkk. 2000): “…ada perbedaan genetik wilayah yang sangat kuat yang mencerminkan pemisahan cekungan samudera selama permukaan air laut rendah di kala Pleistosen, yang menunjukkan bahwa koneksi ekologi jarang melintasi jarak sampai 300–400 km dan bahwa sejarah biogeografi juga memengaruhi konektivitas kontemporer antara berbagai ekosistem terumbu karang.’ Kepulauan Sunda Kecil, termasuk Bali nampaknya merupakan zona peralihan penting, dengan unsurunsur fauna yang berbeda, termasuk stomatopoda, ikan (M. Erdmann, G. Allen kom. pri.) karang endemik, serta kelompok karang dengan kepadatan karang yang relatif
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Gambar 5.1. Segitiga Karang (merah tua, mengikuti Veron dkk. 2009). Bali terletak di sudut Barat Daya.
rendah di beberapa kawasan karena tingginya paparan gelombang dan arus. Bali terletak cukup dekat dengan garis khatulistiwa yang tidak terpengaruh langsung oleh badai tropis dan topan. Ada 2 musim munson setiap tahunnya yakni munson Tenggara didominasi cuaca yang kering dan panas serta muson Barat Laut yang membawa hujan pada bulan November sampai April. Bali berlokasi di wilayah yang dipengaruhi oleh Indian Ocean Dipole (IOD). IOD menyebabkan terjadinya anomali upwelling, suhu permukaan laut yang rendah, dan ketinggian permukaan laut yang rendah di sepanjang Samudera Hindia bagian timur laut pada tahun 1997 (Abram dkk. 2004, van Woesik 2004). “Seiring dengan upwelling di wilayah perairan, yang menyebabkan adanya mengayaan unsur hara dan berkembangnya fitoplankton di lepas pantai Bali, juga terdapat bukti berkembangnya makro alga di terumbu karang Bali. … Kematian karang merupakan akibat tekanan fisik langsung oleh makro alga ini. Acropora dan karang pocilloporidae sangat rentan. Spesies karang ini ada di mana-mana, yang juga merupakan karang yang paling peka di Samudera Hindia dan Pasifik, dan biasanya yang pertama kali merespon segala bentuk gangguan … anomali rendahnya permukaan air laut yang terkait dengan IOD diakibatkan oleh paparan udara langsung yang berkepanjangan, sehingga menyebabkan kematian karang yang cukup besar. … IOD yang terkait dengan upwelling, kebakaran hutan, dan menyebabkan kematian
karang yang signifikan yang mungkin telah menjalar sampai sejauh 4000 km...” (van Woesik 2004). “ Pengaruh pasti IOD di tahun 1997 ke arah timur masih belum diketahui, walaupun ada konsentrasi Klorofil A yang sangat tinggi di bulan September 1997 tapi tidak tampak meluas sampai ke arah timur keluar Bali. Percampuran samudera yang kuat biasanya mempengaruhi konsentrasi unsur hara maupun suhu permukaan laut. Produktivitas permukaan air laut, ditunjukkan oleh konsentrasi Klorofil A yang tersebar secara tidak merata baik secara spasial dan temporal (ruang dan waktu). Perairan di sebelah selatan gugusan pulau utama memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada yang di sebelah utara. Suhu permukaan air laut biasanya lebih dingin di sepanjang pesisir bagian selatan (Samudera Hindia), terutama di kawasan bagian timur dan tengah (misal Gambar 5.4., Mei 2004). Pesisir di bagian utara biasanya lebih hangat di luar kawasan upwelling yang sangat terlokalisasi. Pesisir yang menghadap ke selatan dan barat daya terpapar oleh gelombang laut dalam jangka panjang dari Samudera Hindia dengan ketinggian mencapai 5 m, yang dihasilkan dari badai tropis sedang yang umumnya berjarak ribuan kilometer dari Bali. Bali dan Lombok masing-masing memiliki gunung berapi dan sering mengalami gempa bumi yang terjadi secara periodik. Dengan demikian, potensi Tsunami pun dapat terjadi akibat adanya aktivitas tektonik ini.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
85
Bab 5
Pesisir timur Bali berbatasan dengan Selat Lombok yang memiliki kedalaman lebih dari 1.000 m di beberapa tempat yang menjadi koridor utama Arlindo (Indonesian Throughflow = ITF) yang membawa air dari Samudera Pasifik melalui Indonesia menuju Samudera Hindia. Walaupun arah utama dari pergerakan ini dari utara ke selatan, namun ada juga pertukaran air yang terbatas dari arah sebaliknya. Arlindo membawa air laut yang hangat dengan salinitas rendah dari Samudera Pasifik Utara dan Tengah-Barat ke Samudera Hindia Timur Laut. “Sebanyak hampir 20 juta m3/detik aliran air (Godfrey 1996) … dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui Kepulauan Indonesia. Air yang berasal dari Pasifik, terbawa dalam Arlindo masuk ke Laut Sulawesi, bergerak ke selatan dengan kecepatan hingga 1 m/detik (Wyrtki 1961) melalui Selat Makassar. Menyebar ke selatan dan timur ke Laut Flores dan Laut Banda, akhirnya keluar di antara Kepulauan Sunda Kecil (Gordon & Fine 1996). Arus timur-barat yang membalik secara musiman dapat mencapai 75 cm/detik dari Laut Jawa dan Laut Flores (Wyrtki 1961) kemudian bercampur dengan air permukaan.” (Barber dkk. 2002). Upwelling lokal dihasilkan dari Arlindo menyebabkan perbedaan suhu air laut bisa mencapai 14oC dalam beberapa km (berkisar mulai 16 - 30oC). Selain efek dari Arlindo, pola arus permukaan laut di sekitar Bali dan di pulau-pulau yang berdekatan dipengaruhi oleh pasang surut, angin dan tenaga gelombang musiman. Lamanya periode gelombang besar di Samudera Hindia berdampak pada garis pantai bagian selatan yang cenderung memperlihatkan faktor pembeda utama pada komposisi spesies dan struktur komunitas Hal ini tidak terlalu terlihat di bagian utara karena ombak makin mengecil pada saat bergerak ke utara di antara pulau-pulau. 5.1.2 Pola-pola biologis dan biogeografi serta keendemikan
Mungkin bersifat paradoks, karena kawasan utama Arlindo (misal Selat Lombok) dapat dianggap baik sebagai penyumbang ataupun pembatas persebaran spesies. Berbagai arus lokal dapat dibuktikan sama pentingnya dengan pengaruh Arlindo dalam menghubungkan dan mengisolasi populasi lokal. “[Meskipun] data oseanografi skala luas dapat memberikan perkiraan persebaran yang wajar …, data lain mungkin terlalu menyederhanakan keadaan arus yang membawa larva yang berasal dari lingkungan di sekitar pantai. Pusaran arus, yang merupakan zona di mana arus stagnan, dan arus lokal yang membalik dari arus di pantai dengan garis pantai yang panjang adalah hal yang umum di terumbu karang, seperti halnya arus musiman, pasang surut dan perubahan arus yang terjadi karena cuaca … Pola arus dalam skala menengah seperti ini dapat berpengaruh besar pada pergerakan dan tertahannya larva secara lokal… dan hal ini berpengaruh pada pembentukan unit-unit populasi dengan formasi dan struktur genetik yang berbeda” (Barber dkk. 2002).
86
Program Kajian Cepat
Wilayah Kepulauan Sunda Kecil yang luas mendukung kehidupan lebih dari 500 spesies karang keras Scleractinia sebagai pembangun terumbu karang (523 spesies; Veron dkk. 2009). Sebelumnya, telah dilakukan pula pengkajian terhadap 12 stasiun taksonomi - berpusat di Bali dan pantai Utara Flores (dilakukan oleh Charlie Veron), serta 104 stasiun survei ekologi - berpusat di Komodo, Lombok Barat dan Timor Barat – Roti, telah dikaji (dilakukan Turak dan De Vantier). Masing-masing lokasi ini berbeda dengan yang lain, namun sejauh mana keunikannya selaku perwakilan dari kawasan yang lebih luas hingga saat ini masih belum dinilai. Kepulauan Sunda Kecil, memiliki beberapa perbedaan dalam hal komposisi spesies karang serta pola dalam struktur komunitas, terutama yang disebabkan oleh perbedaan oseanografi lokal – regional, khususnya upwelling dan gelombang laut. Faktor penting lainnya adalah kesesuaian antara habitat dan substrat. Garis pantai Bali dan pulaupulau yang berdekatan terbentuk dari kapur, menunjukkan periode awal pertumbuhan dan deposisi/endapan karang. Wilayah yang lebih luas (‘bentang pulau bagian selatan’) teridentifikasi sebagai kawasan endemik penting di dalam Segitiga Karang (Erdmann dan Manning 1998, Wallace 1994, 1997, Allen 2007, Veron dkk. 2009). Wilayah ini menjadi rumah bagi spesies, yang berdasarkan data saat ini, diyakini merupakan endemik atau sub-endemik (jarang terjadi di kawasan lain di dalam Segitiga Karang). Penemuan-penemuan yang terjadi di sekitar wilayah penelitian ini, tercantum di berikut beserta nama penulis dan tempat ditemukannya. Acroporidae • Acropora suharsonoi Wallace, 1994 (Lombok) • Acropora sukarnoi Wallace, 1997 (Bali) • Acropora parahemprichii Veron, 2002 (Bali) • Acropora minuta Veron, 2002 (Bali) • Acropora pectinatus Veron, 2002 (Bali) Poritidae • Alveopora minuta Veron, 2002 (Bali) Fungiidae • Halomitra meierae Veron, 2002 (Bali) Beberapa spesies ini (misalnya Acropora pectinatus, Acropora sukarnoi, Alveopora minuta) kemudian juga ditemukan di mana-mana. Namun demikian, kawasan Bali – Lombok hingga saat ini dianggap sebagai lokasi yang menarik karena keendemikan karangnya tersebut. 5.1.3 Sosio-ekonomi
Gaya hidup tradisional Bali sangat bergantung pada berbagai bentuk kegiatan pertanian subsisten (yang dahulu berkembang pada lahan vulkanik yang subur dari gunung berapi aktif di Bali) dan perikanan (kehidupan pesisir laut yang kaya). Hal ini berubah dengan cepat pada awal
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
tahun 1970an, dengan kedatangan wisatawan internasional gelombang pertama; dan selama 40 tahun berikutnya. Semua kegiatan wisata termasuk selancar, pemandangan pantai, menyelam dan wisata budaya kemudian berkembang dan secara kolektif menyumbang sekitar 80% perkonomian di awal abad 21. Beberapa kutipan berikut ini disarikan dari dokumen latar belakang kegiatan Bali Marine RAP 2011 (M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program): “Kekayaan sumber daya kelautan Bali telah lama merupakan asset ekonomi penting bagi pulau Bali– baik sebagai sumber ketahanan pangan bagi masyarakat lokal (yang mendapatkan sebagian kebutuhan protein hewaninya dari makanan laut) maupun untuk wisata kelautan. Atraksi penyelaman dan snorkeling seperti di Nusa Penida, Candi Dasa, Pulau Menjangan (Taman Nasional Bali Barat), dan di bangkai kapal USS Liberty di Tulamben telah menarik wisatawan ke perairan Bali selama bertahuntahun. Sementara itu, sektor wisata kelautan swasta telah meluaskan pilihan kegiatannya dengan menambahkan stasiun-stasiun seperti Puri Jati, Karang Anyar, dan Amed. Berbagai kegiatan perekonomian penting lainnya di zona pesisir pantai Bali mencakup budi daya rumput laut dan pengambilan ikan hias.” 5.1.4 Pembangunan
Sensus penduduk di Bali tahun 2010 mencatat penduduk di Bali mencapai 3.891.428 orang. Jumlah ini terus menunjukkan peningkatan dari 2.469.930 orang di tahun 1980, 2.777.811 orang di tahun 1990 dan 3.150.057 orang di tahun 2000 (http://www.citypopulation. de/Indonesia-MU.html). Peningkatan jumlah penduduk dan dukungan infrastruktur selama beberapa dekade terakhir telah menimbulkan biaya lingkungan yang signifikan: “Sayangnya, pembangunan yang cepat, besar dan tidak terkoordiasi di daerah aliran sungai dan pesisir Bali, disertai dengan rencana tata ruang kelautan yang kurang jelas telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada lingkungan laut di sekitar Bali. Kondisi ini juga diperparah oleh kegiatan penangkapan ikan berlebih dan penangkapan ikan yang merusak, sedimentasi dan eutrofikasi dari pembangunan pesisir, pembuangan limbah dan sampah ke laut, dan pengerukan/pembangunan saluran di wilayah terumbu karang. Pada titik ini, keberlanjutan berbagai kegiatan ekonomi penting dalam jangka panjang yang terletak di zona pesisir Bali kemudian jadi dipertanyakan.” 5.1.5 Perencanaan untuk keberlanjutan di masa depan
Mengingat semakin meningkatnya tingkat ancaman dan dampak terhadap sumber daya laut dan terestrial Bali, Pemerintah Daerah Bali kini tengah bekerja untuk membuat strategi pembangungan jangka panjang yang komprehensif. Strategi ini salah satunya dilakukan dengan memperbaiki
rencana tata ruang kawasan laut dan terestrial Bali (M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program): “Salah satu bagian penting dari inisiatif ini, telah menjadi keputusan Pemerintah Daerah Bali, adalah merancang dan mengimplementasi jejaring Kawasan Konservasi Perairan yang komprehensif dan tepat di sekitar pulau dengan mengutamakan berbagai kegiatan ekonomi yang sesuai dan berkelanjutan (termasuk pariwisata kelautan, budi daya perikanan skala kecil dan berkelanjutan).” Untuk memulai perencanaan jejaring KKP ini, … (a) lokakarya para pemangku kepentingan … telah diselenggarakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali, bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, Universitas Warmadewa, Universitas Udayana, USAID, Conservation International (CI) Indonesia dan beberapa LSM lokal yang berada dalam kerangka kerja “Kemitraan Laut Bali”. Lokakarya jejaring KKP Bali dihadiri oleh 70 peserta dari pemerintahan propinsi, pemerintahan kabupaten, universitas, LSM, sektor swasta, kelompok-kelompok masyarakat, forum desa adat dan kelompok-kelompok nelayan. Para peserta lokakarya telah mengidentifikasi 25 stasiun prioritas di sekitar Bali sebagai kandidat teratas untuk dimasukkan dalam jejaring KKP Bali (Gambar 5.2). Daftar stasiun-stasiun ini mencakup kawasan lindung lokal/nasional yang telah ada seperti Taman Nasional Bali Barat /Pulau Menjangan, Nusa Penida, dan Tulamben, juga sejumlah stasiun tambahan yang saat ini tidak memiliki status perlindungan resmi.” 5.1.6 Dasar pemikiran dan penilaian tujuan
Setelah lokakarya 2010, CI diminta oleh Pemerintah Daerah Bali, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi, untuk memimpin sebuah tim yang terdiri dari para ahli lokal dan internasional dalam survei kandidat stasiun-stasiun KKP. Hasil survey ini kemudian akan digunakan untuk membuat suatu rekomendasi mengenai daerah prioritas dan langkahlangkah selanjutnya dalam merancang jejaring KKP. “Pada November 2008 telah dilakukan “Marine Rapid Assessment Program” di Nusa Penida yang memberikan informasi secara komprehensif mengenai keanekaragaman hayati, struktur komunitas, serta kondisi terumbu karang di Nusa Penida beserta ekosistem terkait lainnya yang ada di sekitar Bali. Berdasarkan informasi ini didapatkan beberapa rekomendasi mengenai cara terbaik dalam memprioritaskan 25 kandidat kawasan untuk dimasukkan dalam sebuah jejaring KKP yang terwakili secara ekologi. Informasi ini kemudian digunakan untuk membantu rencana pengembangan jejaring KKP sekaligus sosialisasi rencana ini kepada pemerintah dan pemangku
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
87
Bab 5
kepentingan masyarakat lokal dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat umum.” (M. Erdmann, CI Indonesia Marine Program 2011). “ Kajian yang dilakukan selama bulan April-Mei 2011, memiliki tiga tujuan utama yakni: •
Menilai status terkini mengenai tingkat keragaman, kondisi terumbu karang dan status konservasi/ kelentingan karang keras di 25 lokasi potensial KKP yang telah diidentifikasi pada lokakarya Jejaring KKP Bali Juni 2010.
•
Kompilasi data tata ruang terinci mengenai fitur biologis yang harus dipertimbangkan dalam menyelesaikan rancangan jejaring KKP Bali. Ini tidak hanya termasuk analisis dari setiap perbedaan dalam struktur komunitas terumbu karang dari ke 25 stasiun prioritas, tetapi secara khusus juga mengidentifikasi kawasan yang sangat penting untuk konservasi karena adanya kumpulan karang batu yang langka atau endemik, komunitas terumbu karang yang sering terpapar upwelling air dingin yang mungkin tahan terhadap perubahan iklim global, atau fitur biologis yang lain luar biasa.
•
Dengan memperhitungkan hal tersebut di atas, diharapkan mampu memberikan rekomendasi konkrit
kepada Pemerintah Daerah Bali mengenai langkahlangkah yang harus diambil untuk menyelesaikan rancangan Jejaring KKP Bali. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka penelitian ini dirancang untuk menginventarisasikan spesies karang, struktur komunitas dan status ekologi karang pembangun terumbu karang di Bali. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan survei sebelumnya yang dilakukan di wilayah Segitiga Karang, terutama dengan pulau-pulau yang berdekatan (Nusa Penida), Derawan (Berau, Kalimantan Timur, TNC REA 2004), wilayah Sangihe-Talaud (Sulawesi Utara, TNC REA 2001), Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara, IOI 2003), Raja Ampat (CI Marine RAP 2001dan TNC REA 2002), Teluk Cendrawasih (CI Marine RAP 2006), garis pantai FakFak/ Kaimana (CI Marine RAP 2006). Hasinya adalah untuk menilai secara kuantitatif kesamaan ekologi dan taksonomi kumpulan karang di sepanjang wilayah Segitiga Karang. 5.2 Metode
Rapid Ecological Assessment (REA) ini dilakukan dengan penyelaman SCUBA di 31 daerah karang di sekitar Bali pada bulan April-Mei 2011. Pengamatan ini juga sekaligus melengkapi 17 lokasi lainnya yang telah disurvei di Nusa Penida pada tahun 2008. Masing-masing lokasi dicatat posisinya dengan menggunakan GPS (Gambar 5.3, Lampiran I). Pada situs pengamatan umumnya dijumpai
Gambar 5.2. Kandidat stasiun-stasiun prioritas dan nonprioritas yang diidentifikasi selama lokakarya KKP Bali, Juni 2010.
88
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
stasiun-stasiun terumbu karang dalam dan dangkal (masingmasing ditetapkan sebagai stasiun #.1 dan #.2) yang disurvei bersamaan. Jumlah total stasiun yang mewakili terumbu karang dalam (kedalaman > 10m) dan dangkal, terumbu karang rata dan berpuncak (crest and flat) (kedalaman < 10m) adalah 85 stasiun. Sesuai dengan panduan penyelaman yang aman, stasiun perairan yang dalam (mencapai 30-40 meter) disurvei terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan secara bertahap ke perairan yang lebih dangkal. Pada laporan ini, istilah ‘situs’ mengacu pada hasil gabungan dari dua stasiun (kedalaman), kecuali bila ditentukan dengan penanda kedalaman tertentu (masing-masing stasiun #.1 dan #.2). Metode ini serupa dengan yang dilakukan di sekitar 35 wilayah lain di Indonesia dan Indo Pasifik. Sehingga, dengan demikian dapat dilakukan perbandingan secara terinci mengenai keragaman spesies, komposisi dan struktur komunitas, serta keterwakilan dan sifat saling melengkapi komunitas karang yang ada di kawasan yang berbeda. Metode di lapangan dan analisis dijelaskan secara rinci di tempat lain (misalnya pada DeVantier dkk. 1998). Pada setiap stasiun, luasan total kawasan yang disurvei melalui penyelaman mencakup sekitar 1 hektar. Secara ‘semi-kuantitatif ’, metode ini terbukti lebih unggul dari metode kuantitatif yang lebih tradisional (transek, petak). Dalam penilaian keaneka-ragaman hayati metode ini memungkinkan pencarian aktif untuk catatan spesies baru di setiap stasiun, daripada hanya terbatas pada area petak yang telah ditentukan atau pada garis transek. Sebagai contoh, dengan metode ini biasanya menghasilkan catatan spesies karang dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan metode transek garis yang dilakukan bersamaan di stasiun yang sama (DeVantier dkk. 2004). Ada dua tipe informasi yang dicatat pada lembar data selama penyelaman di masing-masing stasiun yakni: 1. Inventarisasi spesies, genus dan famili dari taksa-taksa bentik yang menetap atau sesil (sesile); dan 2. Kajian persentase tutupan substrat berdasarkan kelompok bentik utama dan status berbagai parameter lingkungan (sesuai dengan Done 1982, Sheppard dan Sheppard 1991). 5.2.1 Inventarisasi taksonomi
Inventarisasi taksa-taksa bentik sesil secara terinci dikumpulkan di setiap penyelaman. Taksa diidentifikasi in situ berdasarkan tingkatan berikut: •
Karang batu/ karang keras – spesies apapun yang termasuk dalam kategori (sesuai dengan: Veron dan Pichon 1976, 1980, 1982, Veron, Pichon dan WijsmanBest 1977, Veron dan Wallace 1984, Veron 1986, 1993, 1995, 2000, Best dkk. 1989, Hoeksema 1989, Wallace dan Wolstenholme 1998, Wallace 1999, Veron dan Stafford-Smith 2002, Turak dan DeVantier 2011), ataupun berdasarkan genus dan bentuk pertumbuhan
(misal, Porites sp. dengan bentuk pertumbuhan yang sangat besar). •
Karang lunak, zoanthidae, corallimorpharia, anemon dan beberapa genus makro-alga, famili atau kelompok taksonomi yang lebih luas lagi (Allen dan Steen 1995, Colin dan Arneson 1995, Gosliner dkk. 1996, Fabricius dan Alderslade 2000);
•
Makro-bentos sesil lainnya, seperti spons, ascidian dan kebanyakan spesies alga – biasanya filum dengan bentuk pertumbuhan (Allen dan Steen 1995, Colin dan Arneson 1995, Gosliner dkk. 1996).
Pada setiap akhir survei, inventarisasi tersebut diulas dimana masing-masing taksa dikelompokkan berdasarkan kelimpahan relatif taksa tersebut dalam suatu komunitas (Tabel 5.1.). Pemberian peringkat berdasarkan urutan ini serupa dengan analisis vegetasi (Barkman dkk. 1964, van der Maarel 1979, Jongman dkk. 1997). Untuk setiap taksa karang yang didapat, dibuat perkiraan visual (kasat mata) mengenai jumlah karang yang rusak (daerah permukaan yang mati) di setiap koloni pada setiap stasiun, dengan nilai kenaikan 0-1 di mana 0 = tidak ada kerusakan dan 1 = semua koloni mati. Proporsi perkiraan koloni masing-masing taksa pada setiap tiga kelas ukuran juga dibuat perkiraannya. Ukuran kelas tersebut adalah diameter 1 - 10 cm, diameter 11 - 50 cm dan diameter > 50 cm (Tabel 5.1.). Kepastian taksonomi: Meskipun ada kemajuan terbaru dalam identifikasi lapangan dan menstabilkan taksonomi karang (Hoeksema 1989, Veron 1986, Wallace 1999, Veron 2000, Veron dan Stafford-Smith 2002), namun masih tetap ada ketidakpastian taksonomi substansial dan ketidaksepakatan di antara para ahli (Fukami dkk. 2008). Hal ini terutama terjadi pada famili Acroporidae dan Fungiidae, di mana setiap tenaga ahli yang berbeda memberikan klasifikasi taksonomi dan catatan kronologi nama ilmiah yang berbeda untuk berbagai spesies karang (Hoeksema 1989, Sheppard dan Sheppard 1991, Wallace 1999, Veron 2000). Karena itu analisisnya bergantung Tabel 5. 1. Kategori kelimpahan relatif, kerusakan dan ukuran (diameter maksimum) setiap taksa bentik dalam inventarisasi biologi. Peringkat
Kelimpahan Relatif
0
Tidak ada
1
Jarang
2
Tidak umum
3
Umum
4
Berlimpah
5
Dominan
Kerusakan 0 - 1 dengan nilai 0,1 untuk setiap kenaikan maupun penurunan
Ukuran Distribusi Frekuensi Masing-masing proporsi karang dikategorikan dalam 3 ukuran: 1-10 cm 11-50 cm > 50 cm
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
89
Bab 5
pada sintesis dan interpretasi kita pada berbagai perbaikan tersebut, dengan memperhatikan peta penyebaran spesies oleh Veron (2000), yang saat ini tengah diperbarui dalam basis data biogeografi Coral Geographic (www. coralreefresearch.org). Penggunaan fotografi digital bawah air yang ekstensif dan koleksi beberapa spesimen spesies karang pembangun terumbu karang yang sulit diidentifikasi secara taksonomi dilakukan oleh CI Indonesia (Erdi Lazuardi), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sampel-sampel kecil dengan ukuran <30 cm yang sulit diamati diidentifikasi secara in situ diambil dari koloni yang utuh untuk dilakukan pengamatan. Jaringan hidup karang dihilangkan dari spesiemen dengan pemutihan menggunakan cairan pemutih. Kebanyakan spesimen telah diidentifikasi, menggunakan materi referensi di atas, yang kemudian disimpan di Kantor CI, Bali untuk penyimpanan sementara. 5.2.2 Tutupan bentik dan pertumbuhan terumbu karang
Enam atribut ekologi dan enam atribut substrat disesuaikan dengan salah satu dari enam kategori standar (Tabel 5.2.), yang didasarkan pada pengkajian terpadu terhadap panjang dan kisaran kedalaman penyelaman (mengikuti Done 1982, Miller & De’ath 1995). Karena perkiraan tutupan diterapkan untuk kisaran luas dan kedalaman di mana setiap survei penyelaman dilakukan (misalnya, berturut-turut pada kedalaman 40-9m; kedalaman 8-1m), hal ini mungkin tidak berhubungan pasti dengan perkiraan dari transek garis yang dibuat pada kedalaman tunggal atau pada serial kedalaman (ed: lihat Bab 3). Stasiun-stasiun tersebut kemudian digolongkan dalam satu dari empat kategori berdasarkan jumlah pertumbuhan terumbu karang biogenik (mengikuti Hopley 1982, Hopley dkk. 1989, Sheppard & Sheppard 1991): 1. Komunitas karang yang tumbuh langsung di atas batuan nonbiogenik, pasir atau puing;
Peringkat yang digunakan dalam menghitung Replenishment Index CI
90
Ekologi
Fisik
Karang batu
Substrat keras
Tegakan karang mati
Blok Panjang
Karang lunak
% tutupan
peringkat
0
0
1 – 10 %
1
Blok besar (diameter > 1 m)
11 – 30 %
2
Alga Coralline
Blok kecil (diameter < 1 m)
31 – 50 %
3
Alga Turf
Puing
51 – 75 %
4
Makro-alga
Pasir
76 – 100 %
5
Program Kajian Cepat
Stasiun-stasiun ini juga digolongkan berdasarkan tingkat paparan terhadap energi gelombang, yaitu: 1. 2. 3. 4.
terlindungi semi-terlindungi semi-terpapar terpapar
Kedalaman stasiun (maksimum dan minimum dalam meter), derajat rata-rata kemiringan terumbu terhadap garis horizontal (secara visual diperkirakan mendekati 10 derajat), dan jarak pandang (visibilitas) di bawah air (sampai meter terdekat) juga dicatat. Keberadaan setiap fitur biologis yang unik dan mengagumkan, seperti karang yang sangat besar atau komposisi komunitas yang tidak biasa dan bukti dari berbagai dampak juga dicatat, seperti: • • • • • • •
sedimentasi penangkapan ikan dengan bahan peledak penangkapan ikan dengan racun pembuangan jangkar dampak pemutihan predasi oleh bintang laut crown-of-thorns predasi oleh siput Drupella berbagai penyakit karang
Semua data dimasukkan dalam lembar data EXCEL untuk disimpan dan dianalisis ringkasan statistik. Indeks Pemulihan (Replenishment Index - CI)
Tabel 5.2. Berbagai kategori atribut bentik Atribut
2. Terumbu karang yang baru terbentuk, dengan beberapa pertumbuhan kalsium karbonat tetapi belum ada tutupan terumbu karang; 3. Terumbu karang dengan tutupan sedang (luasnya < 50m); dan 4. Terumbu karang dengan tutupan yang sangat luas (luasnya > 50m).
Adanya kelimpahan dan tutupan spesies karang yang tinggi sebagai pembangun terumbu karang dapat membuat beberapa stasiun jauh lebih penting dari stasiun lainnya dalam hal peran mereka sebagai sumber reproduksi untuk pemulihan /penambahan kembali populasi di tingkat lokal. Indeks pemulihan pada stasiun lokal dinilai berdasarkan kombinasi tutupan karang pembangun terumbu karang dan tingkat kelimpahan masing-masing spesies (DeVantier dkk. 1998) untuk setiap stasiun (kedalaman): CI = Σ AiiHi/100 Di mana Ai= tingkat kelimpahan taksa karang pembangun terumbu karang ke i (seperti pada Tabel 5.1.), dan Hi = peringkat kategori tutupan karang batu (1-5, seperti pada Tabel 5.2.), pada setiap stasiun. Indeks ini akan memberikan nilai yang tinggi untuk stasiun-stasiun yang memiliki tutupan, kekayaan spesies dan kelimpahan karang pembangun terumbu karang yang tinggi.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Indeks Kelangkaan (Rarity index - RI)
Keberadaan spesies langka di daerah penelitian membuat beberapa stasiun menjadi lebih penting dari stasiun lainnya dalam hal konservasi keanekaragaman hayati karang. Indeks kelangkaan- RI, menggambarkan kepentingan relatif suatu stasiun berdasarkan spesies karang langka yang terdapat di dalamnya ( DeVantier dkk. 1998):
Di mana Ai = tingkat kelimpahan untuk taksa karang ke-i pada suatu stasiun (1-5, seperti pada Tabel 5.2.), dan Pi = proporsi semua stasiun di mana taksa tersebut terdapat. Indeks ini memberi bobot pada spesies dalam suatu rangkaian sesuai dengan frekuensinya di dalam set data dan memberikan nilai yang tinggi pada stasiun yang mewakili atau yang secara faunistik paling tidak biasa (yaitu dengan kelimpahan tinggi pada taksa yang jarang ditemukan pada kumpulan data). Kerusakan Karang
Setiap spesies karang dinilai tingkat kerusakannya, mulai dari 0 – 1 dengan tingkat kenaikan 0,1 (dari 0 = tidak ada kerusakan di setiap koloni spesies di stasiun tersebut sampai 1= semua koloni spesies mati, lihat Metode di atas). Stasiunstasiun tersebut kemudian dibandingkan untuk jumlah kerusakan di dalam komunitas karangnya untuk diketahui proporsi jumlah spesies yang terdapat di setiap stasiun yang mengalami kerusakan dan rata-rata kerusakan spesies karang tersebut di setiap stasiun. Tipe komunitas karang
Kelompok stasiun ditentukan berdasarkan tipe komunitas yang dihasilkan dari analisis hirarki cluster dengan menggunakan peringkat kelimpahan seluruh karang yang diinventarisasi pada masing-masing stasiun. Analisis dilakukan dengan menggunakan Jarak Euclidean Persegi (Squared Euclidean Distance) sebagai pengelompokan algoritma dan Metode Ward sebagai strategi campuran untuk menghasilkan kelompok-kelompok stasiun yang memiliki kelimpahan dan komposisi komunitas yang serupa. Analisis dilakukan pada data mentah (belum diubah). Hasil pengelompokan digambarkan sebagai dendrogram untuk melukiskan hubungan di antara stasiun dalam hal tingkat kesamaan di antara berbagai kelompok komunitas. Ada dua set analisis yang dilakukan: i. Bali ii. Berbagai analisis regional di wilayah Segitiga Karang, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan, SangiheTalaud, Kepulauan Banda, Taman Nasional Bunaken, Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana (Gambar 5.4.). Untuk memfasilitasi perbandingan yang akurat, semua data yang digunakan dalam analisis regional telah dicatat
untuk semua survei yang dilakukan oleh penulis (tercantum dalam Daftar Pustaka). 5.3 Hasil 5.3.1 Penataan Lingkungan (Environmental Setting)
Kisaran pertumbuhan terumbu karang yang luas hampir dijumpai di seluruh daerah survei. Mulai dari komunitas karang yang tumbuh langsung di atas substrat bukan terumbu karang, terumbu karang yang baru tumbuh dengan beberapa akresi, hingga terumbu karang besar subpasang-surut dan inter pasang-surut dengan luasasan lebih dari 50 m (Tabel 5.3, Lampiran I). Komunitas karang ini tumbuh mulai dari daerah surut hingga kedalaman > 60 m, dengan sebagian besar tumbuh pada kedalaman 30 m, dengan kisaran kemiringan mulai < 5o (rataan terumbu karang) sampai 90o dari bidang horisontal (dinding terumbu karang tegak lurus). Namun demikian, fenomena yang terakhir ini sudah tidak umum dijumpai lagi (Lampiran I). Sebaran komunitas karang dalam proses terpapar gelombang mulai dari yang ternaungi sampai yang sangat terbuka. Ini tergantung dari tingkat perlindungan yang diberikan oleh fitur pesisir yang berasal dari gelombang samudera di Samudera Hindia. Gelombang samudera yang besar selama masa survei menghalangi survei di pesisir Selatan yang sangat terbuka, seperti Situs 4 di Bali pada pesisir Tenggara sampai Selatan Nusa Dua merupakan situs yang relatif terbuka, demikian juga dengan Situs 5 dan 6 di Nusa Penida. Kebanyakan komunitas karang tumbuh di kawasan dengan substrat terumbu karang keras ataupun bukan terumbu karang (rata-rata tutupan 76%) dengan sedikit yang ditemukan pada area berpasir (rata-rata 14%). Semuanya tergantung dari tingkat aliran arus, berkisar dari yang tenang sampai > 2 knot, dan sangat terkait dengan pengaruh Arlindo melalui Selat Lombok serta pergerakan pasang surut. Tingkat sedimentasi biasanya tidak terlalu berpengaruh, kecuali pada situs berlumpur di pantai Utara Bali. Rendahnya tingkat pelumpuran berkontribusi pada tingkat kejernihan perairan yang cukup tinggi rata-rata 15 m dan selama masa survei berkisar antara 3 m sampai 30 m (Tabel 5.3). Pada perairan sekitar Nusa Penida dijumpai banyak tutupan terumbu karang datar pasang surut yang luas tertutupi oleh budi daya rumput laut. Karang hidup yang berada di sekitar pantai telah disingkirkan dalam proses pembuatan dan pemeliharaan kegiatan budi daya ini. Beberapa bagian karang yang disingkirkan tersebut ada yang digunakan di darat, dan sebagian lainnya termasuk puing karang maupun bentuk bongkahan yang cukup besar dibuang ke lereng-lereng terumbu karang di sekitarnya. Kegiatan ini menimbulkan dua dampak negatif bagi terumbu karang tepi. Pertama, secara visual komunitas karang pasang surut yang kini hampir tidak bisa ditemukan karena sudah sangat jarang dan diperkirakan beberapa spesies kini benar-benar sudah habis. Kedua, puing-puing
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
91
Bab 5
Gambar 5.3. Perkiraan lokasi situs survei, Nusa Penida (17 situs, Oktober 2008) dan Bali (31 situs, April-Mei 2011).
Gambar 5.4. Kawasan yang telah disurvei di sekitar Segitiga Karang di Indonesia, termasuk Bali dan Nusa Penisa, Komodo, Kepulauan Banda, Wakatobi, Derawan, Bunaken, Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana. Setiap wilayah survei ini cukup luas dan mendukung keragaman habitat terumbu karang. Setiap survei dilakukan secara komprehensif dan praktis karena waktu yang tersedia terbatas (lihat Daftar Pustaka untuk rinciannya).
92
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
labil di lereng bagian atas seringkali berpindah karena gerakan gelombang dan arus yang kuat dan menyebabkan kerusakan karang yang berlanjut di kawasan ini. 5.3.2 Tutupan karang dan bentos sesil lainnya
Tingkat tutupan karang keras hidup berkisar antara sedang hingga tinggi (contoh Foto 5.1-5.3), dengan rata-rata 28% (Gambar 5.5.) dan mulai dari 1–70% dengan situs yang memiliki tutupan karang hidup yang tinggi tersebar luas (Lampiran II). Tutupan tertinggi (60% atau lebih) banyak terdapat di stasiun-stasiun yang dangkal (kedalaman < 10m), khususnya di stasiun 1.2, 3.1, 7.2 dan 17.2 di Nusa Penida, serta stasiun 15.2, 26.2 dan 30.2 di Bali. Tutupan Tabel 5.3. Ringkasan statistik untuk berbagai variabel lingkungan, Bali (termasuk Nusa Penida), Oktober 2008 dan April-Mei 2011. Variabel lingkungan
Rata-rata (s.d.)
Kisaran
Sedang
Modus
Pertumbuhan terumbu karang (peringkat 1-4)
2,8 (1,1)
1-4
3
4
Sudut kemiringan (derajat)
16 (15)
2-90
10
5
Paparan (peringkat 1 - 4)
2,4 (0,7)
1-4
2
2
Kejernihan Perairan (jarak pandang dalam m)
15 (8)
3-30
16
20
Substrat keras (%)
76 (25)
0-100
85
90
Pasir (%)
14 (18)
0-95
5
5
28,6 (1,2)
23-30
29
29
Suhu perairan (0C)
tegakan monospecific besar mendominasi banyak stasiun, menunjukkan pentingnya reproduksi aseksual dengan cara fragmentasi untuk menjaga tingginya tutupan di tingkat lokal. Pada tempat lain, kehadiran karang massif dengan ukuran besar dan utuh, dengan sedikit atau tidak ada tanda parut ditemukan secara konsisten dengan dampak yang relatif kecil dari berbagai gangguan jangka panjang selama beberapa dekade terakhir. Secara keseluruhan, puing-puing dan karang mati menyumbang sekitar 10% tutupan yang sebagian besar berupa puing (8%). Situs dengan tutupan puing yang tinggi (20% atau lebih) adalah stasiun 7.1, 13.2, 14.1 dan 15.2 di Nusa Penida, serta stasiun 7.1, 8.1, 9.1, 9.2, 11.1, 11.2, 15.1 dan 16.1 di Bali. Stasiun dengan tegakan karang mati yang relatif tinggi (20% atau lebih) hanya di stasiun 7.1, 9.1 dan 9.2 di Bali. Kebanyakan kematian karang disebabkan pemangsaan oleh bintang laut crown-of-thorns dan/atau siput Drupella, penyakit serta pertumbuhan alga akibat eutrofikasi lokal. Penyakit karang dengan tingkat yang rendah seperti penyakit ‘White-band’ juga diamati terutama menyerang spesies tabular Acropora. Namun demikian, hanya sebagian kecil tutupan karang mati baru (< 1%) dan gangguan kecil terus berlangsung hingga kini. Rasio tutupan karang batu yang hidup : mati secara umum dinilai sangat positif (7 : 1). Kondisi ini menunjukkan sistem terumbu karang dalam kondisi yang sedang sampai bagus dalam hal tutupan karang. Rasio tutupan karang batu hidup terhadap karang mati dan puing juga positif, sekitar 5 : 2, ini konsisten dengan terumbu karang yang setidaknya mendukung sekitar 40% tutupan karang batu hidup selama periode gangguan rendah. Dijumpai tutupan karang lunak dengan tingkat sedang (rata-rata 10%) hingga tinggi di beberapa petak khususnya pada hamparan puing karang. Situs dengan tutupan karang
Gambar 5.5. Rata-rata % tutupan (+ s.e.) bentos sesil di Bali, April-Mei 2011 dan Nusa Penida (Oktober 2008). HC – Karang batu; RDC – Karang yang baru mati; ADC – Semua tegakan karang mati; RBL – Puing-puing karang; SC – Karang lunak; MA – Makro-Alga; TA – Alga turf; CA – Alga Coralline.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
93
Bab 5
94
Foto 5.1. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N1.2 Nusa Penida didominasi oleh Acropora spp.
Foto 5.2. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun B30.2 Bali, didominasi oleh Porites nigrescens dan Seriatopora spp.
Foto 5.3. Tutupan luas karang pembangun terumbu di stasiun N4.2 Nusa Penida, didominasi oleh Acropora spp. dan Porites spp.
Foto 5.4. Tutupan petak karang lunak yang luas yang didominasi Sarcophyton spp. di stasiun N16.2 Nusa Penida.
Foto 5.5. Euphyllia spec. nov., ditemukan oleh M. Erdmann, pantai timur Bali. Detail polip dari dekat.
Foto 5.6. Isopora sp. (tengah) yang belum diidentifikasi bersebelahan dengan Isopora palifera (atas dan kanan), stasiun N9.2 Nusa Penida.
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
menimbulkan dampak pada perbedaan struktur komunitas karang. Rata – rata kelimpahan pada masing-masing situs di perairan sekitar Bali adalah 112 spesies ( Sdev. 42 spesies). Kelimpahan ini berkisar dari hanya dua spesies (Situs B22, lokasi tidak berterumbu karang yang berlumpur) hingga 181 spesies (Situs B16, di Jemeluk, Amed). Situs kaya spesies lainnya adalah Menjangan Utara (168 spesies, Situs B26) dan Penuktukan (164 spesies, Situs B21). Hasil-hasil dari situs dan kekayaan keseluruhan serupa dengan hasil pengamatan di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi, lebih tinggi dari Komodo dan Kepulauan Banda, serta lebih rendah dari Raja Ampat, Teluk Cendrawasih, Fak-Fak/ Kaimana dan Halmahera (Tabel 5.4).
lunak tinggi (30% atau lebih) terdapat di stasiun 7.2, 12.1, 12.2 dan 13.2 Nusa Penida, dan beberapa stasiun di Bali 4.1, 12.1, 12.2, 13.2 dan 28.2 (Lampiran II). Keragaman karang lunak dan taksa terkait di beberapa situs ini mulai dari sedang sampai tinggi (Gambar 5.5), biasanya didominasi oleh taksa stoloniferous, terutama xeniidae. Pada kebanyakan stasiun hanya ada sedikit tutupan makro-alga, rata-rata keseluruhan < 2%. Hanya dua situs yang memiliki tutupan makro-alga dengan tingkat sedang (20%, Nusa Penida stasiun 1.2 dan 2.2). Tutupan alga turf dan alga coralline seluruhnya dari rendah sampai sedang, dengan rata-rata tutupan berturut-turut 13% dan 9% (Gambar 5.5.). 5.3.3 Kekayaan Spesies
Bali mendukung keberadaan fauna karang dengan 406 spesies hermatypic Scleractinia yang telah dikonfirmasi. Ada 367 spesies di antaranya yang tercatat dari pulau utama Bali dan 296 spesies dari Nusa Penida. Ada 13 spesies lagi yang tercatat selama survei lapangan namun sampai saat ini masih belum dikonfirmasi (Lampiran III). Dengan demikian, kemungkinan seluruhnya ada 420 hermatypic Scleractinia. Satu spesies, Euphyllia spec. nov. merupakan catatan ilmiah baru (Foto 5.5), dan spesies ke dua, Isopora sp., juga belum dideskripsi (Foto 5.6), menunjukkan variasi morfologi yang signifikan dari suatu spesies di dalam marganya. Selain itu, beberapa spesies dengan penyebaran luas juga memperlihatkan tipe-morfo lokal yang konsisten di sekitar Bali. Lebih lanjut, ada sekitar 100 spesies yang memiliki kisaran penyebaran meliputi seluruh kawasan Kepulauan Sunda Kecil (Wallace 1999, Veron 2000, Veron dkk. 2009). Akan tetapi, spesies ini tidak tercatat di sekitar Bali atau Nusa Penida selama survei. Secara lokal spesies ini kemungkinan tidak berhubungan, terkait dengan kegagalan dalam penyebaran dan/atau rekrutmen. Dari 406 spesies yang tercatat di Bali, hampir seluruhnya ditemukan juga di kawasan lain di Indonesia (Lampiran III). Meskipun tingkat kesamaan biogeografi keseluruhannya tinggi, namun berbagai perbedaan terlihat di antara kawasan ini seperti kelimpahan relatif spesies yang ada yang juga
Karang batu, karang lunak dan biota lainnya
Selain Scleractinia hermatypic, juga tercatat sejumlah karang batu dan karang lunak lainnya, dengan kepastian taksonomi yang lebih besar atau lebih kecil (lihat Metode dan Tabel 5.5). Termasuk di dalamnya 3 spesies dendrophyllidae Tubastrea ahermatypic, ‘karang biru’ Heliopora coerulea, 5 spesies hidroid ‘karang api’ Millepora, ‘karang pipa organ’ Tubibora musica dan karang renda Stylaster dan Distichopora spp., termasuk Distichopora vervoorti Cairns dan Hoeksema, 1998 (Tabel 5.5) yang baru dideskripsi. Tambahan 57 marga karang lunak alcyonacean, ditambah zoanthidae, corallimorpharian, hidroid dan bentos sesil terkait juga tercatat. Terutama marga karang lunak xeniidae dan neptheidae juga terwakili baik dengan kelimpahan tinggi. Keragaman dan kelimpahan spons juga sangat tinggi. Kelangkaan
Indeks Kelangkaan (Rarity Index/ RI) menilai kondisi situs berdasarkan keberadaan atau kelangkaan spesies. Data karang di Bali menunjukkan berbagai nilai RI, dengan Situs B7 (W Gili Mimpang, Batu Tiga) yang secara faunistik paling tidak biasa, diikuti oleh Situs B16 (Jemeluk, Amed) (Tabel 5.6). Terumbu karang Menjangan, Penuktukan, Sumberkima dan Cenigan channel juga memiliki nilai yang tinggi,
Tabel 5.4. Perbandingan keragaman dan ciri-ciri ekologi lainnya antara Bali dengan kawasan terumbu karang lain di Indo-Pasifik Barat. KO – Taman Nasional Komodo; DE – Derawan, Kalimantan Timur; W – wilayah Wakatobi, Sulawesi Selatan; BN – Taman Nasional Bunaken; S-T – Kepulauan Sangihe-Talaud; BRU – Brunei Darussalam; RA – wilayah Raja Ampat, Papua; BI – Kep. Banda, Laut Banda, Maluku. Data dari Turak 2002, Turak 2004, Turak 2005, Turak 2006, Turak dan DeVantier 2003, Turak dan DeVantier 2009, Turak dan DeVantier dalam pencetakan, Turak dan Shouhoko 2003, Turak dkk. 2003. Atribut
Bali
KO
DE
W
BN
ST
BI
RA
TC
FFK
Jumlah total spesies
406
342
449
396
392
445
301
487
469
469
Jumlah rata-rata spesies per situs
112
100
164
124
155
100
106
131
178
171
% situs dengan lebih dari 1/3 jumlah spesies
38
43
78
41
85
8
61
18
79
65
% rata-rata tutupan karang batu
28
32
36
32
41
21
40,3
33
27
26
Jumlah situs yang disurvei
48
21
36
27
20
52
18
51
33
34
Perkiraan wilayah yang tercakup (×1000 km2)
3,7
2
20
10
0,9
23
0,4
30
27
12
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
95
Bab 5
Tabel 5.5. Karang batu Azooxanthellate Scleractinia, karang batu nonscleractinia, karang lunak dan biota lain yang tercatat di Bali. Taksa karang keras Scleractinia Dendrophylliidae Tubastrea micrantha Tubastrea coccinae Tubastrea folkneri Milleporina Milleporidae Millepora dichotoma Millepora exesa Millepora intricata Millepora platyphylla Millepora tenera Hydroida Stylastridae Distichopora Stylaster
Jumlah Stasiun
18 14 6
16 43 10 18 8
4 2
Helioporacea Helioporidae Heliopora coerolea
18
Alcyonacea Tubiporidae Tubipora musica Taksa karang lunak Alcyonacea Clavulariidae Carijoa Cervera Clavularia Alcyoniidae Cladiella Dampia Klyxum Lobophytum Rhytisma Sarcophyton Sinularia spp. Sinularia brascica Sinularia flexibilis Nephtheidae Capnella Dendronephthya Lemnalia Litophyton Nephthea Paralemnalia Scleronephthya Stereonepthya Umbellulifera
96
Program Kajian Cepat
38 Jumlah Stasiun
1 1 11 15 5 2 30 4 63 67 10 28 28 16 1 40 29 25 2 3
Karang lunak (sambungan) Nidaliidae Chironephthya Nephthyigorgia Siphonogorgia Xeniidae Anthelia Cespitularia Efflatounaria Heteroxenia Sympodium Xenia Briareidae Briareum Anthothelidae Alertigorgia Annella Melithaeidae Acabaria Melithaea Acanthogorgiidae
Jumlah stasiun 7 3 4 20 11 13 6 3 43 28 1 7 1 18
Lainnya Antipatharia Antipathidae Antipathes Cirrhipathes Zoanthidae Palythoa Zoanthus Coralimorpharian Anemon Cerianthus Plumulariidae Aglophenia Lytocarpus philippinus
Jumlah stasiun
LAIN-LAIN Spons Cliona Carterospongia Xestospongia Sponge encrusting
Jumlah Stasiun 31 6 8 33
Acanthogorgia
3
Sponge massive
Muricella
4
Sponge blue thin rope
Plexauridae Echinogorgia Menella Paraplexaura Villogorgia Gorgoniidae Hicksonella Pinnigorgia Rumphella Ellisellidae Dichotella Elisella Junceella Ifalukellidae Ifalukella Isididae Isis Pennatulacea Veretillidae Veretillum Virgulariidae Virgularia Pteroeididae Pteroeides
1 3 1 1
9 8 5 13 12 1 3
1 2 1
Sponge blue tubes Sponge rope Ascidian Botryllus Lissoclinum Diademnum Polycarpa Tridacna Tridacna crocea Tridacna squamosa Tridacna maxima Echinodermata Linckia Culcita Alga Halimeda Caulerpa serrulata Dictyosphaeria Turbinaria ornata CRA Peyssonnelia Lamun Thalassodendron Halophila ovalis Enhalus Syringodium
15 19 69 9 31 26 1 2 30 9
25 17 1 8 4 1 2 18 8 4 12 17 18 13 9 7 15 12
33 18 3 2 1 1
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
menunjukkan komposisi dan kelimpahan karang yang secara lokal tidak biasa (Tabel 5.6). Lebih dari seperempat spesies karang adalah spesies yang jarang ditemukan. Spesies ini maksimum hanya terdapat di empat (dari 48) situs pengamatan. Tiga puluh tiga spesies terumbu karang tercatat hanya dari satu situs, 41 spesies dari dua situs, 22 spesies dari tiga situs dan 26 spesies dari empat situs. 5.3.4 Pengisian kembali/penambahan karang
Situs dengan keragaman yang melimpah dan tutupan karang hidup yang tinggi dianggap penting untuk berlangsungnya pemulihan/ pengisian kembali populasi. Situs-situs ini diberi peringkat dengan menggunakan Replenishment Index CI karang yang sederhana (Tabel 5.7 dan lihat Metode). Situssitus ini tersebar di seluruh Bali dan Nusa Penida, dengan nilai tertinggi pada situs di Jemeluk, Amed (B16), Crystal Bay South (N7), Menjangan North (B26) dan Toya Pakeh (N3). Khusus untuk perairan sekitar Nusa Penida, reproduksi secara aseksual lazim terjadi dengan cara fragmentasi, tunas dan/atau pertumbuhan stoloniferous - terjadi pada karang lunak. Hal ini mungkin merupakan kompensasi atas rendahnya tingkat rekrutmen oleh planula, yang
Tabel 5.6. Peringkat (nilai) situs untuk RI mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah untuk 20 situs teratas di Bali. B menunjukkan situs di pulau utama Bali, N menunjukkan situs di Nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan. Nama Situs West Gili Mimpang (Batu Tiga)
No. Situs
RI
B7
16,22419
menyebabkan pembatasan koloni lokal akibat aliran arus yang kuat. 5.3.5 Kerusakan Karang
Secara keseluruhan karang di Bali memperlihatkan kerusakan baru pada tingkat yang relatif rendah baik dalam hal proporsi spesies maupun tingkat kerusakan rata-rata pada spesies tersebut (Gambar 5.6.). Angka ini konsisten dengan rasio positif yang tinggi antara tutupan karang yang hidup : mati. Kondisi kesehatan keseluruhan karang terwakili baik dengan adanya tegakan monospecific yang luas dan adanya karang besar yang utuh. Hanya terdapat sedikit bukti yang tersisa dari berbagai gangguan besar di masa lalu seperti pemutihan karang terkait dengan kematian yang dipicu oleh meningkatnya atau turunnya suhu air laut di tahun 1998, wabah pemangsaan karang, penangkapan ikan, berbagai penyakit serta dampak lainnya. Beberapa dampak awal dari pembersihan karang untuk pembangunan budi daya rumput laut juga dijumpai. Sumber utama dari kerusakan karang yang relatif kecil adalah pemangsaan oleh siput Drupella dan bintang laut Crown-of-thorns, serta penyakit karang (Foto 5.7-5.11). 5.3.6 Sampah dan Polusi
Dampak yang terus berlanjut, terutama dari sampah dan berbagai bentuk polusi lain akibat buruknya peraturan/ Tabel 5.7. 20 situs teratas dengan Replenishment index CI karang di Bali. B adalah situs di pulau utama Bali, N adalah situs di Nusa Penida dan pulau-pulau kecil yang berdekatan. Nama Situs
No. Situs
CI
Jemeluk, Amed
B16
8,46
N7
8,2
B26
7,95
Jemeluk, Amed
B16
14,30168
Crystal Bay South
Menjangan North
B26
11,07563
Menjangan North
Penutukang
B21
10,40893
Toya Pakeh
N3
7,64
Menjangan East
B28
10,13587
Gili Tepekong, Candi Dasa
B10
6,84
Sumber Kima
B25
10,03883
Sekolah Dasar
N17
6,63
Ceningen channel
N14
9,164788
Mangrove N Lembongan
N4
6,36
Taka Pemutaran
B24
8,910188
Gili Selang South
B14
6,27
Batu Kelibit, Tulamben
B18
8,842868
Batunggul
N11
6,12
N8
5,88
B21
5,72
Kepa, Amed
B17
8,476171
Batu Abah
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
B11
8,115602
Penutukang
Tukad Abu, Tulamben
B19
7,867889
Teluk Lembongan Pantoon
N1
5,72
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
B9
7,466243
Bunutan, Amed
B15
5,67
Secret Bay, Reef north shore
B30
7,202368
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
B8
5,55
Gretek
B20
6,80481
Sumber Kima
B25
4,98
Malibu Point
N10
6,659188
Batu Kelibit, Tulamben
B18
4,92
Crystal Bay South
N17
6,472372
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
B7
4,82
Gili Selang North
B13
6,375295
Gretek
B20
4,82
Batu Abah
N8
6,288729
Menjangan East
B28
4,7
South of Batu Abah
N9
6,284583
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
B11
4,62
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
97
Bab 5
Foto 5.7. Budi daya rumput laut, Stasiun N14.2, Nusa Penida.
Foto 5.8. Pemangsaan Acropora yongei oleh siput Drupella, Stasiun N14.1, Nusa Penida.
Foto 5.9. Pemangsaan terbaru oleh bintang laut Crown-of-thorns pada Acropora sukarnoi, Stasiun N8.2, Nusa Penida.
Foto 5.10. Koloni Goniopora tenuidens yang terserang penyakit, Stasiun N13.2, Nusa Penida.
Foto 5.11. Kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, Stasiun N8.1, Nusa Penida.
98
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
pengelolaan pembangunan pariwisata, juga harus menjadi perhatian. Seperti yang dicatat oleh van Woesik sekitar 15 tahun yang lalu: “… antara September 1992 dan September 1997, terdapat perubahan besar pada terumbu karang di Sanur dan Nusa Dua, di kawasan tenggara Bali, Indonesia. Terumbu karang telah berubah dari yang mulanya didominasi oleh karang kini didominasi oleh makro alga, spons dan hewan yang menyaring makanan (filter feeders). Hal ini merupakan tanda yang jelas akan terjadinya eutrofikasi dan kerusakan terumbu karang. (Berbagai) sumber eutrofikasi saat ini belum diketahui, dan perlu segera dilakukan investigasi. Eutrofikasi nampaknya berasal dari pembuangan limbah lokal dari Pelabuhan
Benoa dan hotel-hotel lokal. … Sepertinya prioritas untuk bagian tenggara Bali adalah untuk memperbaiki kualitas air, dengan berinvestasi pada pengolahan limbah.”
Gambar 5.6. Plot pencar tentang tingkat kerusakan terbaru pada karang pembangun terumbu karang pada 85 stasiun di Bali.
Dalam hal kondisi karang– tutupan alga pada tahun 2011 di kawasan Sanur – Nusa Dua tidak tampak memburuk sejak tahun 1997, walaupun berbagai bentuk polusi, khususnya plastik dan berbagai jenis sampah lainnya terdapat di seluruh situs di sekitar pulau utama Bali (Foto 5.12-5.13). Sumber-sumber polusi ini termasuk juga pembuangan sampah dari perahu dan kapal, daerah sungai dan pesisir, serta dari sumber lainnya yang jauh yang terbawa oleh arus laut. Salah satu dari kami (Lyndon Devantier) telah menjalani waktu di Bali sejak tahun 1975, berdasarkan pengamatan pribadi dan bukti anekdot lainnya menunjukkan bahwa jumlah sampah, dan juga polusi pada umumnya, telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Ini sejalan dengan proporsi pertumbuhan penduduk di Bali serta peningkatan penggunaan massal kemasan plastik, sesuai pula dengan pengamatan van Woesik’s di tahun 1997. Selama penelitian ini, kami tidak memiliki kesempatan khusus untuk melakukan pengamatan terhadap pengolahan limbah maupun pembuangannya yang terkait dengan kualitas air di terumbu karang pesisir. Namun demikian, pengamatan pribadi di tahun 1975 menunjukkan bahwa satu-satunya sungai yang jelas terpolusi adalah yang di tengah kota Denpasar. Sayangnya, kini hampir semua sungai yang dilalui selama perjalanan menuju lokasi survei di sekitar Bali nampaknya sudah tercemar dalam tingkat ringan hingga berat akibat plastik maupun berbagai bentuk limbah lainnya yang umumnya terbawa masuk ke lingkungan laut pesisir oleh aliran sungai. Ada peluang untuk mengurangi berbagai dampak ini melalui program pendidikan maupun mendorong dan memperluas penggunaan kemasan tradisional yang mudah terurai (misalnya bungkus dari daun pisang dan kelapa), pengelolaan limbah dan pembuangan
Foto 5.12. Sampah plastik dan lumpur mencemari terumbu karang, stasiun 31.2 Bali
Foto 5.13. Jaring yang dibuang dan terus membelit karang, stasiun B13.2 Bali Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
99
Bab 5
Gambar 5.7. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster pada komunitas karang di 48 situs di Bali (B#) dan Nusa Penida (N#).
Gambar 5.8. Distribusi tipe komunitas karang di 48 situs di Bali. Kelima komunitas menunjukkan tingkat pemisahan geografi yang cukup tinggi di sepanjang kawasan survei. Setiap situs memiliki sebuah daerah arsir ‘persegi panjang komunitas’ yang menunjukkan identitas komunitas yang ada, di mana Komunitas A diwakili oleh warna persegi panjang kuning, B oleh coklat, C oleh biru, D oleh merah, dan E oleh merah muda dan ungu.
100
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
yang lebih baik, serta restorasi zona riparian/ hunian di sepanjang sungai. 5.3.7 Struktur komunitas karang di sekitar Bali
Analisis cluster menunjukkan ada empat kelompok komunitas karang utama di tingkat Situs (Gambar 5.7.). Salah satu diantaranya dibagi menjadi dua komunitas (B dan C) berdasarkan perbedaan utama dalam keterpaparan, jenis substrat dan variabel lingkungan lainnya (Gambar 5.7., 5.8). Setiap komunitas dicirikan dengan keberadaan spesies dan atribut bentik yang khas (Tabel 5.8, 5.9, Gambar 5.9), meskipun beberapa spesies kurang lebih terdapat di manamana di beberapa tipe komunitas, terutama Acropora dan Porites spp. serta berbagai faviidae. Karena sifatnya yang umum, taksa ini tidak dapat digunakan untuk membedakan suatu komunitas, meskipun memberikan kontribusi yang signifikan dalam tutupan karang di wilayah tersebut (Foto 5.14-5.23).
tumbuh tinggi. Sementara Porites yang besar adalah spesies yang lebih bertoleransi terhadap tekanan. Juga terdapat spesies karang kecil yang hidup bebas Heterocyathus dan Heteropsammia, serta spesies lamun Halophila ovalis, yang biasanya berasosiasi dengan sedimen yang lunak. Komunitas B memiliki kekayaan spesies terendah (rata-rata 19 spesies karang terumbu karang per situs) (Foto 5.16, 5.17). Ciri-ciri lingkungan dan biotik yang beragam ini konsisten dengan habitat komunitas terumbu karang tepi dan/atau yang tertekan. Komunitas C: Komunitas faviidae – pectiniidae
Komunitas ini terdapat di lokasi yang lebih terpapar di pesisir Selatan Bali dan Nusa Penida, membentang ke pesisir Tabel 5.8. Ringkasan statistik (nilai rata-rata) untuk berbagai variabel lingkungan dan tutupan bentik untuk 5 komunitas karang di Bali. Ciri-ciri yang membedakan diberikan dalam huruf tebal
Komunitas A: Komunitas agariciidae – faviidae
Sebagian besar komunitas karang ini terdapat di sepanjang pesisir Utara Bali dengan karakteristik perairan hangat (suhu rata-rata 29,6oC) dan kejernihan air yang baik (jarak pandang rata-rata 15 m). Lokasi yang cukup terlindungi (tingkat paparan rata-rata 2,1), membantu terumbu karang tumbuh dengan baik (rata-rata 2,5) dengan kemiringan yang cukup curam (rata-rata 24 derajat) (Gambar 5.8., Tabel 5.8). Berbagai spesies indikator yang khas adalah agariciidae Leptoseris explanulata dan L. mycetoseroides serta Pavona varians, faviidae Favites abdita, Favia pallida, Goniastrea retiformis dan G. aspera (Tabel 5.9). Spesies tabular dan bercabang Acropora dan foliose Montipora juga banyak dijumpai. Komunitas A memiliki tutupan karang batu hidup yang cukup tinggi (rata-rata 28%) dengan keragaman spesies paling tinggi (rata-rata 154 spesies karang per situs) (Foto 5.14, 5.15). Komunitas B: Komunitas pocilloporidae – poritidae
Komunitas karang ini di pesisir Utara Bali mengelompok dengan Komunitas C dalam dendrogram (Gambar 5.7.) karena keduanya terdiri dari keragaman spesies yang rendah dan memiliki spesies karang yang toleran terhadap tekanan (stress). Namun demikian, kedua komunitas ini berbeda nyata berdasarkan perbedaan ciri lingkungan, khususnya tingkat keterpaparannya yang cukup terlindungi (rata-rata 1,8), tingkat pertumbuhan terumbu karangnya rendah (rata-rata 1,8), kejernihan perairan rendah (rata-rata 5 m) dan tingkat substrat kerasnya yang sangat rendah (ratarata 19%) dan memiliki tingkat pasir dan lumpur yang tinggi (rata-rata 54% dan 25%) (Gambar 5.6., Tabel 5.8). Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup yang sedang (22%) dan dicirikan dengan adanya pocilloporidae (Seriatopora, Pocillopora dan Stylophora spp.), poritidae yang besar dan bercabang-cabang (Porites spp). dan staghorn acroporidae (Acropora pulchra) (Tabel 5.9). Pocilloporidae adalah spesies yang biasa hidup berkoloni, dengan kecepatan
Atribut komunitas karang A
B
C
D
E
Jumlah situs
11
4
4
17
11
Kedalaman maksimum (m)
20
16
20
19
14
Kedalaman minimum (m)
6
1
7
5
5
Kemiringan (sudut)
24
8
9
13
17
Substrat keras (%)
73
19
87
80
82
% tutupan bentos Karang keras
28
22
12
35
26
Karang lunak
5
0
18
11
12
Makro-alga
1
1
4
2
2
Alga turf
17
3
17
10
13
Alga coralline
10
0
2
8
13
Karang yang baru mati
1
0
0
1
1
Semua karang yang mati
2
0
2
3
2
% tutupan substrat Paving menerus
50
15
75
62
54
Blok besar
12
0
8
11
16
Blok kecil
11
4
6
7
11
Puing
9
3
2
11
5
Pasir
15
54
10
9
14
3
25
0
0
0
Lumpur
Variabel lingkungan Keterpaparan
2,1
1,8
2.8
2,4
2,6
Pertumbuhan terumbu karang
2.5
1.8
1.8
3,2
2,8
5
7
Visibilitas (m)
15
Suhu air (C)
29,6
Rata-rata jumlah spesies karang pembangun terumbu karang
154
28,5 27,8 19
59
19
13
28,1
28,6
117
119
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
101
Bab 5
Gambar 5.9. Rata-rata tutupan atribut bentik di 5 tipe komunitas karang, Bali. HS: Substrat Keras, HC: Karang batu, SC: Karang lunak, MA: Makro Alga, TA: Alga Turf, CA: Alga Coralline, DC: Karang yang baru mati, AD: Karang yang sudah lama mati. Garis error merupakan Standar Eror (SE).
102
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tabel 5.9. Ciri-ciri spesies karang pada 5 tipe komunitas karang, Bali. Taksa digunakan sebagai indikator untuk tipe komunitas yang relevan diberikan dalam huruf tebal. Community A
Community B
Scleractinia
abn
stn
Scleractinia
abn
stn
Leptoseris explanata
27
11
Porites massive
26
11
Porites massive
5
3
Seriatopora hystrix
6
2
Pocillopora verrucosa
24
Favites abdita
24
11
Porites nigrescens
6
2
11
Seriatopora caliendrum
4
2
Porites cylindrica
24
11
Stylophora pistillata
4
2
Montipora grisea
23
11
Acropora pulchra
4
2
Pavona varians
23
11
Hydnophora rigida
4
2
Galaxea fascicularis
22
11
Pavona decussata
3
2
Favia pallida
22
11
Cyphastrea serailia
3
2
Goniastrea retiformis
22
11
Heterocyathus aequicostatus
4
1
Platygyra daedalea
22
11
Pocillopora damicornis
3
1
Favites pentagona
21
11
Euphyllia paraancora
3
1
Goniastrea pectinata
21
11
Heteropsammia cochlea
3
1
Leptoseris mycetoseroides
20
11
Porites flavus
3
1
Goniastrea aspera
20
11
Goniopora stokesi
3
1
Montastrea colemani
20
11
Stylophora subseriata
2
1
Porites rus
20
11
Montipora aequituberculata
2
1
Acropora tenuis
19
11
Montipora altasepta
2
1
Hydnophora microconos
19
11
Montipora delicatula
2
1
Symphyllia recta
19
11
Acropora tenuis
2
1
Palythoa
23
11
Pennatulacea
4
2
Sinularia spp.
19
11
Caulerpa taxifolia
4
2
Sarcophyton
14
10
Halophila ovalis
4
2
Sponge massive
21
9
Culcita
3
2
Dendronephthya
18
9
Sponge
3
1
Xestospongia
16
8
Millepora exesa
2
1
Millepora exesa
15
8
Millepora intricata
2
1
Linckia
14
8
Clavularia
2
1
Sponge encrusting
14
7
Dendronephthya
2
1
CRA
14
7
Xenia
2
1
Carterospongia
13
7
Antipathes
2
1
Melithaea
12
7
Sponge rope
2
1
Lobophytum
11
7
Padina
2
1
Tridacna maxima
10
7
Caulerpa serrulata
2
1
Sponge
15
6
Caulerpa racemosa
2
1
Diademnum
14
6
Syringodium
2
1
Polycarpa
11
6
Lobophytum
1
1
Tridacna squamosa
7
6
Heteroxenia
1
1
Culcita
7
6
Zoanthus
1
1
Aglophenia
12
5
Anemon
1
1
Taksa lain
Taksa lain
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
103
Bab 5
Tabel 5.9. continued Komunitas C
Komunitas D
Scleractinia
abn
stn
Favites pentagona
12
Galaxea fascicularis
11
Platygyra daedalea
Scleractinia
abn
stn
5
Galaxea fascicularis
40
17
5
Favites pentagona
33
17
10
5
Platygyra daedalea
33
17
Plesiastrea versipora
10
5
Pavona explanulata
28
17
Symphyllia recta
8
5
Lobophyllia hemprichii
27
17
Favia speciosa
8
5
Symphyllia recta
26
17
Pachyseris speciosa
7
5
Goniopora tenuidens
43
16
Mycedium elephantotus
7
5
Echinopora lamellosa
37
16
Cyphastrea serailia
6
5
Porites massive
32
16
Acropora sukarnoi
8
4
Pavona varians
31
16
Oxypora lacera
8
4
Hydnophora exesa
30
16
Hydnophora exesa
8
4
Acropora microclados
25
16
Favites russelli
8
4
Symphyllia agaricia
21
16
Leptoseris explanata
7
4
Lobophyllia robusta
20
16
Pocillopora eydouxi
6
4
Pocillopora verrucosa
31
15
Echinopora lamellosa
6
4
Pectinia lactuca
27
15
Symphyllia agaricia
5
4
Merulina scabricula
25
15
Symphyllia valenciennesii
5
4
Favia favus
23
15
Favia favus
5
4
Favia matthaii
22
15
Porites massive
5
4
Symphyllia radians
19
15
Taksa lain
Taksa lain
Sinularia spp.
13
5
Sarcophyton
34
17
Sarcophyton
9
4
Xenia
45
16
Xestospongia
8
4
Sinularia spp.
31
16
Capnella
6
4
Palythoa
31
16
Junceella
6
4
Millepora exesa
30
16
Palythoa
6
4
Tubipora musica
32
15
Lobophytum
7
3
Coralimorpharian
30
15
Sponge
7
3
Capnella
26
13
Tubipora musica
6
3
Nephthea
26
13
Dampia
6
3
CRA
27
12
Xenia
6
3
Paralemnalia
25
12
Anemon
4
3
Anthelia
25
12
Tubastrea micrantha
6
2
Anemon
19
12
Amphiroa
6
2
Sponge
27
11
Aglophenia
5
2
Briareum
19
11
Coralimorpharian
4
2
Cirrhipathes
15
11
Dictyosphaeria
4
2
Scleronephthya
23
10
Nephthea
3
2
Lemnalia
19
10
Melithaea
3
2
Xestospongia
18
10
Elisella
3
2
Dictyosphaeria
17
9
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
104
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tabel 5.9. continued
Community E Scleractinia
abn
stn
Favites pentagona
29
11
Seriatopora hystrix
27
11
Porites cylindrica
27
11
Pocillopora verrucosa
23
11
Acropora sukarnoi
23
11
Favia matthaii
22
11
Echinophyllia aspera
21
11
Favia favus
21
11
Lobophyllia hemprichii
20
11
Favia speciosa
20
11
Platygyra daedalea
20
11
Pocillopora eydouxi
19
11
Acropora microclados
19
11
Symphyllia agaricia
19
11
Plesiastrea versipora
19
11
Symphyllia radians
17
11
Symphyllia recta
17
11
Porites massive
17
11
Favites russelli
15
11
Montipora vietnamensis
13
11
25
11
Taksa lain Sarcophyton Sinularia spp.
25
11
Aglophenia
22
10
Palythoa
21
10
Xenia
23
9
Lobophytum
16
9
CRA
20
8
Xestospongia
15
8
Tubipora musica
15
7
Nephthea
14
7
Peyssonnelia
14
6
Capnella
13
6
Briareum
10
6
Millepora exesa
9
6
Paralemnalia
11
5
Sponge encrusting
11
5
Cespitularia
9
5
Millepora platyphylla
7
5
Sponge massive
7
4
Millepora dichotoma
6
4
Barat sampai ke sudut Barat Laut Bali (tingkat paparan rata-rata 2,8). Hidup pada perairan yang lebih dingin (suhu rata-rata 27,8oC) dengan kejernihan rendah (rata-rata 7 m), dan tingkat pertumbuhan terumbu karang yang rendah (rata-rata 1,8) (Tabel 5.8, Gambar 5.8.). Komunitas ini dicirikan dengan campuran masif dan encrusting/ mengerak faviids favia, Favites, Platygyra, Plesiastrea, Cyphastrea dan Echinopora serta piringan karang yang mengerak pectiniidae Mycedium elephantotus dan Oxypora lacera (Tabel 5.9). Komunitas C memiliki kekayaan spesies karang yang rendah (rata-rata 56 spesies per situs), tutupan karang batu hidup yang terendah (rata-rata 12%) dan tutupan karang lunak tertinggi (rata-rata 18%) (Foto 5.18, 5.19). Komunitas ini tersebar di sepanjang garis pantai Bali dan Nusa Penida yang lebih banyak terpapar gelombang laut. Komunitas D: Komunitas mussidae – merulinidae
Sebagian besar komunitas ini terdapat di sepanjang garis pantai di Nusa Penida dan sekitarnya yang lebih terlindungi dari gelombang. Komunitas ini juga menyebar di pesisir Timur Bali (Gambar 5.8.) di daerah dengan pertumbuhan terumbu karang yang baik (rata-rata 3,2) dengan kejernihan air yang tinggi (rata-rata 19 m) dan umumnya memiliki aliran arus yang sedang sampai kuat. Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup tertinggi (rata-rata 36 %) juga tutupan karang lunak yang cukup tinggi (ratarata 11%) serta memiliki keragaman spesies yang sedang (rata-rata 117 spesies per situs, Tabel 5.8). Dicirikan dengan adanya mussidae Lobophyllia dan Symphyllia spp. serta merulinidae Hydnophora dan Merulina spp. (Tabel 5.9, Foto 5.20, 5.21). Spesies Acropora tabular dan bercabang serta (foliose) Montipora berdaun juga umum dijumpai. Komunitas ini memiliki tutupan puing dan karang mati yang tertinggi (berturut-turut rata-rata 11% dan 3%). Seperti yang digambarkan pada dendrogram (Gambar 5.7.), komunitas ini meliputi empat dari lima komunitas karang yang sebelumnya diidentifikasi untuk kawasan Nusa Penida berdasarkan analisis sederhana yang dipusatkan pada kawasan tersebut (Turak dan DeVantier 2008), sebelum penambahan data set Bali dalam analisis yang lebih besar. Komunitas E: Komunitas Acropora sukarnoi
Komunitas ini hanya dijumpai di sepanjang pesisir Timur Bali (Gambar 5.8.). Komunitas E dapat dibagi ke dalam dua sub-komunitas (dilukiskan pada Gambar 5.8. masingmasing dengan persegi panjang berwarna merah muda dan ungu). Sub-komunitas pertama terdapat di pesisir Tenggara di Nusa Dua – kawasan Sanur. Lainnya terdapat di daerah Timur Laut, di sekitar Candi Dasa – Padang Bai – Talumben. Komunitas ini memiliki tutupan karang batu hidup dan karang lunak yang cukup tinggi (berturut-turut rata-rata 26% dan 12%) dan keragaman spesies yang cukup tinggi (rata-rata 119 spesies per situs, Tabel 5.8). Dicirikan oleh adanya acroporidae Acropora sukarnoi dan A. microclados serta Montipora vietnamensis, poritidae Porites cylindrica dan pocilloporidae Pocillopora eydouxi (Tabel 5.9, Foto 5.22, 5.23).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
105
Bab 5
106
Foto 5.14. Contoh komunitas karang A, Stasiun B16.2, Bali, yang menunjukkan tingginya tutupan terumbu karang di perairan dangkal, sebagian besar adalah acroporidae Montipora (latar belakang) dan Acropora.
Foto 5.15. Contoh komunitas karang A, Stasiun B17.1, Bali, menunjukkan dampak dari lumpur.
Foto 5.16. Contoh komunitas karang B, stasiun B30.2, Bali, yang didominasi oleh Acropora pulchra dan Seriatopora hystrix yang lebih kecil.
Foto 5.17. Contoh komunitas karang B, stasiun B22.2, Bali, dengan banyak spesies karang Heterocyathus and Heteropsammia yang kecil dan tidak menempel, tersebar di antara lamun Halophila pada substrat lunak.
Foto 5.18. Contoh komunitas karang C, stasiun B5.1, Nusa Penida, didominasi piringan pectiniidae dan faviidae yang mengerak.
Foto 5.19. Contoh komunitas karang C, stasiun B4.1, Bali, dengan alga rhodofit dan didominasi oleh karang lunak.
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
5.3.8 Perbandingan antara Bali dan wilayah-wilayah yang berdekatan
Kecuali Acropora suharsonoi (Foto 5.24) dan spesies Euphyllia yang belum dideskripsi yang baru ditemukan dalam penelitian terakhir (Foto 5.6), hampir semua spesies karang di Bali dapat ditemukan di kawasan lainnya di Indonesia (Lampiran III). Pembandingan tingkat kesamaan dalam komposisi dan struktur komunitas karang di Bali dilakukan dengan yang ada di wilayah lainnya di Indonesia, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan, Kepulauan Banda, Bunaken, Halmahera Utara dan tiga daerah lainnya di Bentang Laut Kepala Burung (Raja Ampat, Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak/Kaimana) Dalam pembandingan wilayah ini digunakan dua set analisis: 1. Berdasarkan kehadiran spesies yang dijumpai di masingmasing wilayah 2. Berdasarkan kelimpahan spesies di setiap tingkat situs:
a. Untuk Bali dengan Komodo, Kepulauan Banda, Bunaken dan Wakatobi (134 situs) b. Untuk Bali dengan Derawan, Sangihe-Talaud, Raja Ampat, Fak-Fak/Kaimana dan Teluk Cendrawasih (254 situs). 1. Kehadiran spesies:
Karang di Bali dan Nusa Penida hampir serupa dengan karang yang ada di Komodo yang secara geografis berlokasi paling dekat sekaligus terbentuk sebagai bagian dari kepulauan Sunda Kecil, dan bergantung pada upwelling air dingin lokal. Kedua lokasi ini sebagai cluster kedua dari Wakatobi dan Bunaken, lalu kemudian dengan Kepulauan Banda (Gambar 5.10.). Kelompok besar lokasi lainnya mencakup Derawan, Sangihe-Talaud, Halmahera, Raja Ampat, Fak-Fak/Kaimana dan Teluk Cendrawasih, yang menggambarkan tingginya kekayaan spesies keseluruhan (dan keragaman habitat) di lokasi tersebut.
Foto 5.20. Contoh komunitas karang D, stasiun N1.2 Nusa Penida, yang didominasi oleh acroporidae tabular dan berdaun (foliose).
Foto 5.21. Contoh komunitas karang D, Nusa Penida stasiun N8.2, menunjukkan beragam karang yang tumbuh di atas punggung bukit terumbu karang (reef spur) yang tidak beraturan.
Foto 5.22. Contoh komunitas karang E, stasiun B6.2, Bali, dengan tegakan besar Acropora sukarnoi (tengah).
Foto 5.23. Contoh komunitas karang E, stasiun B8.2, Bali, dengan spesies tabular Acropora cytherea besar (tengah).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
107
Bab 5
2. Kelimpahan spesies:
Sebagian besar situs di Bali dan Nusa Penida terbentuk dari satu atau lebih sub-kelompok koheren (Gambar 5.11. dan 5.12, digambarkan dalam warna ungu dan merah muda). Berbagai komunitas karang di Bali dan Nusa Penida sangat mirip satu dengan lainnya termasuk dengan yang ada di Komodo (dan beberapa situs di Pulau Banda). Komunitas ini secara bersama-sama membentuk satu dari dua kelompok situs utama (di sebelah kiri Gambar 5.11.). Kelompok komunitas utama kedua didominasi oleh situs dari Wakatobi, Kepulauan Banda dan Bunaken, dengan beberapa situs dari Bali Utara yang berbagi kemiripan dengan beberapa situs Bunaken. Pada analisis tingkat situs kedua (Gambar 5.12.), ada pengelompokan yang jelas pada komunitas karang di Bali dengan yang ada di Nusa Penida. Membentuk subkelompok koheren dalam pengelompokan komunitas yang besar (di sebelah kiri Gambar 5.12.). Sub-kelompok koheren lainnya sedikit banyak terbentuk pada situs Fak-Fak/ Kaimana; Derawan dan Raja Ampat (sebagian) dan SangiheTalaud (dengan beberapa situs RA). Beberapa situs dari Teluk Cendrawasih tersebar luas pada dendrogram, beberapa pengelompokan dengan Fak-Fak/Kaimana, yang lainnya dengan Derawan dan Raja Ampat (Gambar 5.12.). Hasil-hasil yang beragam ini menunjukkan bahwa Bali dan Nusa Penida memiliki tingkat kemiripan dalam hal komposisi spesies karang (keberadaan, Gambar 5.10.) dan kelimpahan (struktur komunitas, Gambar 5.11. dan 5.12). Hasil ini juga menunjukkan Bali dan Nusa Penida memiliki perbedaan dengan kebanyakan wilayah di Indonesia termasuk dengan daerah terdekat kepulauan Komodo serta gugusan Kepulauan Sunda Kecil. 5.4 Diskusi
Walaupun habitat karang Bali tidak seberagam wilayah Indonesia lainnya, tapi Bali memiliki kondisi lingkungan
yang bervariasi dan dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri berikut ini (mengikuti DeVantier dkk. 2008): 1. Pesisir selatan – upwelling dan/atau terpapar gelombang 2. Selat Lombok– suhu bervariasi dan aliran arus kuat, dengan beberapa kawasan yang nampaknya secara biologi terisolasi oleh kuatnya Arlindo 3. Pesisir utara dan timur laut – perairan lebih hangat dan lebih terlindungi, campuran substrat keras dan lunak 4. Pesisir barat laut – pertumbuhan terumbu karang terbaik, tetapi juga merupakan kawasan dengan substrat lunak yang signifikan (contoh, Situs 22, 23, 29, 30). Tipe-tipe habitat di atas memiliki pengaruh besar dalam penataan berbagai komunitas karang, seperti yang disederhanakan dalam Gambar 5.13.. Perencanaan untuk suatu jejaring Kawasan Konservasi Perairan (KKP) seharusnya bertujuan untuk memasukkan perwakilan habitat utama/tipe komunitas di dalam jejaring, terutama stasiunstasiun terumbu karang penting pada setiap habitat yang disorot di sini (Tabel 5.10, Gambar 5.14). Kekayaan spesies terumbu karang di wilayah Bali (sebanyak 406 spesies) lebih tinggi dari Komodo (342 spesies, juga di Kepulauan Sunda Kecil), dan Kepulauan Banda (301 spesies) serta sangat serupa dengan yang ada di Taman Nasional Bunaken dan Wakatobi (Tabel 5.4). Komposisi dan struktur komunitas karang di Bali memperlihatkan kemiripan dengan Komodo (Gambar 5.10., 5.11) yang mencerminkan bahwa keduanya mengalami berbagai kondisi lingkungan fisika-kimia yang hampir sama terkait dengan suhu air laut (upwelling air dingin lokal), aliran arus dan peredaman energi gelombang di sekitar pulau. Lebih jauh lagi, komposisi spesies di Bali secara substansi berbeda dengan wilayah Derawan, Sangihe-Talaud dan Bentang Laut Kepala Burung di Papua Barat yang memiliki spesies (dan habitat) yang lebih beragam (Gambar 5.10., 5.12). Penemuan spesies yang belum terdeskripsikan Euphyllia di pesisir Timur Bali (Foto 5.5), dan keberadaan beberapa karang endemik lokal lainnya, khususnya Acropora suharsonoi (Foto 5.24), menunjukkan bahwa Bali memiliki tingkat keunikan fauna. Hal ini mungkin terkait dengan kuatnya arus yang mengalir melalui Selat Lombok. Arlindo yang kuat, secara paradoks mungkin dapat membatasi atau pun mendorong penyebaran dan rekrutmen (penambahan populasi) di berbagai wilayah masing-masing. Rekrutmen lokal di sekitar Nusa Penida kemungkinan dibatasi oleh arus yang dapat membawa larva lebih jauh lagi. Diperlukan penelitian mengenai genetik, reproduksi dan kolonisasi larva untuk menguji hipotesis ini. 5.4.1 Prioritas Konservasi Nusa Penida
Foto 5.24. Acropora suharsonoi, terumbu karang yang rentang penyebarannya sangat terbatas di Bali Utara dan Lombok Barat, (dijumpai di Situs B26, di Bali).
108
Program Kajian Cepat
Tingginya tutupan karang di banyak situs di sekitar Nusa Penida, mungkin lebih terpelihara dengan reproduksi aseksual dan pertumbuhan fragmen-fragmen. Ini dibuktikan
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Gambar 5.10. Dendrogram yang menggambarkan tingkat kesamaan pada berbagai lokasi yang berbeda dalam hal keberadaan spesies terumbu karangnya, di mana BAL – Bali dan Nusa Penida, KOM – Komodo, WAK – Wakatobi, BUN – Bunaken, BAN – Kepulauan Banda, DER – Derawan, ST – Sangihe-Talaud, HAL – Halmahera, RA – Raja Ampat, FF – Fak-Fak/Kaimana dan CW – Teluk Cendrawasih.
Gambar 5.11. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil analisis cluster dari komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah di Indonesia: Bali (dengan lokasi geografis situs), Nusa Penida (NP), Komodo (KOM), Bunaken (BUN), Wakatobi (WAK) dan Kepulauan Banda (BAN).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
109
Bab 5
Gambar 5.12. Dendrogram yang menggambarkan hasil-hasil dari analisis cluster komunitas karang di 254 situs di sepanjang enam wilayah Indonesia: Bali dan Nusa Penida (NP-BAL), Derawan (DER), Fak-Fak/Kaimana (FF), Teluk Cendrawasih (CW), Raja Ampat (RA) dan Sangihe Talaud (ST).
Gambar 5.13. Kawasan dengan berbagai habitat dan tipe komunitas karang utama di Bali. Gambar Google Earth. Daerah yang diwarnai sesuai dengan tipe komunitas karang utama pada Gambar 5.7.
110
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Tabel 5.10. Berbagai nilai konservasi situs survei di Bali. Replenishment Index (CI) dinilai dari yang tertinggi sampai yang terendah; Indeks Kelangkaan (RI) dengan pemeringkatan mulai dari yang tertinggi (1, yang secara faunistik paling tidak biasa) sampai yang terendah. Kekayaan spesies Scleractinia – pembangun terumbu karang; nomor situs dan tipe komunitas sesuai dengan yang ada di Gambar. Nama situs Jemeluk, Amed Crystal Bay South Menjangan North Toya Pakeh Gili Tepekong, Candi Dasa Sekolah Dasar Mangrove N Lembongan Gili Selang South Batunggul Batu Abah Penutukang Teluk Lembongan Pantoon Bunutan, Amed East Gili Mimpang Sumber Kima Batu Kelibit, Tulamben West Gili Mimpang Gretek Menjangan East Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih Tukad Abu, Tulamben Kepa, Amed Malibu Point Glady Willis, Nusa Dua Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa Ceningen channel Taka Pemutaran Gili Selang North Sental Seraya Terora, Sanur Mushroom Bay North Melia Bali hotel South of Batu Abah Buyuk Secret Bay, Reef north shore Crystal Bay Rock Mushroom Bay South Sanur Channel N side Pearl farm, NW Bali Nusa Dua - Public beach Manta Point Pura Kutuh Peternakan mutiara, Barat laut Bali Old Manta Bay Secret Bay, Muck dive Kalang Anyar Puri Jati
No Situs
CI
RI
Tutupan HC
B16 N7 B26 N3 B10 N17 N4 B14 N11 N8 B21 N1 B15 B8 B25 B18 B7 B20 B28 B11 B19 B17 N10 B2 B9 N14 B24 B13 N13 B12 B1 N2 B6 N9 N12 B30 N16 N15 B3 B31 B5 N5 B4 B32 N6 B29 B23 B22
8,46 8,2 7,95 7,64 6,84 6,63 6,36 6,27 6,12 5,88 5,72 5,72 5,67 5,55 4,98 4,92 4,82 4,82 4,7 4,62 4,56 4,54 4,38 4,32 4,04 4,04 3,96 3,88 3,86 3,84 3,82 3,75 3,74 3,62 3,62 3,36 3,34 2,64 2,46 2,18 1,51 1,04 0,8 0,72 0,71 0,36 0,1 0,07
2 25 3 33 23 17 22 29 21 19 4 39 28 35 6 9 1 15 5 11 12 10 16 27 13 7 8 18 24 31 26 40 32 20 34 14 30 36 37 41 38 42 46 47 44 45 48 43
32,5 55 50 55 40 45 45 32,5 35 50 27,5 60 32,5 32,5 30 30 27,5 20 20 17,5 21 22,5 30 22,5 12,5 20 25 27,5 20 30 22,5 50 27,5 17,5 30 60 25 30 20 20 10 10 10 10 3 3 1 2
Kekayaan Spesies 181 123 168 114 137 138 134 125 140 121 164 81 120 122 154 157 142 150 150 142 156 158 141 133 126 119 138 117 126 110 126 74 121 116 115 44 103 81 79 75 102 70 62 45 42 21 8 2
Tipe komunitas A D A D E D D E D D A D A E A A D A A E A A D E D D A E D E E D E D D B D D E C E C C C C B B B
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
111
Bab 5
dengan banyaknya tegakan karang monospecific besar dan penyebaran karang lunak stoloniferous. Berdasarkan tingkat pertumbuhan yang diketahui, tegakan monospecific terbesar (seperti Acropora horrida) kemungkinan berusia ratusan tahun, dan memainkan peranan penting dalam menjaga struktur komunitas serta menyediakan tingkat kestabilan ekologi yang tinggi pada stasiun-stasiun sekitarnya. Keberadaan tipe-morfo lokal pada beberapa karang yang tersebar di sekitar Nusa Penida dan tidak dijumpainya spesies dari kawasan yang berdekatan (misalnya Acropora surharsonoi (Foto 5.24) dari Gili, Lombok dan Timur Laut pulau utama Bali) memperkuat perkiraan bahwa Arlindo mengisolasi kepulauan Nusa Penida dari sumber pengisian kembali/penambahan baik secara lokal maupun daerah yang lebih jauh. Jika hal ini terjadi, maka pulau-pulau ini memerlukan pengelolaan yang cermat terhadap berbagai dampak lokal, karena pemulihan/ pengisian kembali dari sumber daya luar memerlukan proses yang panjang. Di tingkat lokal, kebanyakan komunitas karang di Nusa Penida berbeda dengan yang ada di pulau utama Bali (Gambar 5.7.-5.13), dan bergantung pada berbagai kondisi lingkungan dan pemanfaatan oleh manusia. Karenanya Nusa Penida memerlukan fokus pengelolaan yang terpisah. Terumbu karang dengan status konservasi lokal yang tinggi terdapat di sekitar Nusa Penida termasuk
yang berada di Crystal Bay, Toya Pakeh, Sekolah Dasar dan Nusa Lembongan (Situs N3, N4, N7, N8, N14 dan N17, Tabel 5.10, Gambar 5.14). Meskipun semua situs ini dikelompokkan dalam tipe Komunitas D dalam analisis yang meluas yang mencakup semua situs Bali (Gambar 5.7.), mereka mendukung beberapa tipe kumpulan karang yang berbeda, yang digambarkan dengan sub-kelompok berbeda warna pada Gambar 5.7. (dan seperti yang disajikan dalam Turak dan DeVantier 2009). Bali
Terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi di sekitar Bali tersebar di sepanjang pesisir Timur dan Utara, termasuk Jemeluk, Menjangan, Gili Tepekong, Penuktukan, Bunutan, Gili Selang dan Gili Mimpang (Situs B16, B26, B10, B14, B21, B15, B25, B8, B18 dan B7). Sebagian besar diantaranya merupakan perwakilan tipe komunitas A dan E. Sejalan dengan terumbu karang Nusa Penida yang telah diidentifikasi (Tipe komunitas D), seluruh terumbu karang di atas berpotensi kuat untuk pengembangan KKP asalkan sumber daya logistiknya mencukupi dan disediakan dukungan jangka panjang. Khususnya, Situs 26 di Menjangan sudah menjadi bagian dari kawasan lindung (Taman Nasional Bali Barat). Terumbu karang di Jemeluk (Amed) dan di sekitar Gili Tepekong, Gili Selang dan Gili
Gambar 5.14. Terumbu karang dengan prioritas konservasi tinggi di Bali, ditunjukkan dengan bintang merah
112
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Mimpang juga memiliki nilai konservasi yang tinggi untuk beberapa kriteria yang berbeda (Tabel 5.10). Kawasan Batu Tiga pun sangat berpotensi untuk pengembangan KKP mengingat bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni serta memiliki terumbu karang yang kerap digunakan untuk rekreasi penyelaman SCUBA. Keragaman karang pada Komunitas B dan C yang lebih rendah tidak memberikan nilai tinggi pada berbagai kriteria yang dikaji pada Tabel 5.10, namun demikian tidak boleh diabaikan dari perencanaan konservasi. Khususnya, paparan gelombang pada komunitas di pesisir selatan yang tidak disurvei secara menyeluruh karena besarnya ombak lautan (Gambar 5.13.). Kebanyakan terumbu karang di pesisir selatan amat berharga bagi kegiatan berselancar, dan menarik sejumlah besar wisatawan ke Bali setiap tahunnya. Perlu diperhatikan juga bahwa upaya konservasinya di masa depan harus diprioritaskan untuk mempertahankan pariwisata selancar. Lebih jauh ke lepas pantai, beberapa kawasan ini merupakan koridor migrasi penting bagi spesies Cetacea dan hewan lainnya Adanya upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten di beberapa kawasan (misalnya, Nusa Penida, Bali Timur, dan tentu saja di Komodo dan wilayah lainnya di Indonesia) amat penting dalam menahan terumbu karang dari meningkatnya suhu air laut yang terkait dengan perubahan iklim global. 5.4.2 Berbagai rekomendasi untuk jejaring KKP
Dalam hal penetapan jejaring KKP, dibuat beberapa rekomendasi berikut ini: 1. Penggunaan model KKP berganda dengan zonasi kawasan untuk berbagai tingkat perlindungan dan penggunaan merupakan hal yang paling tepat mengingat banyak kegiatan yang sudah dilakukan pada terumbu karang di Bali. Namun demikian, model ini harus mencakup wilayah inti termasuk untuk kegiatan ekstraktif guna memastikan adanya konservasi pada habitat penting dan tipe komunitas untuk mendorong pengisian kembali/penambahan. 2. Sejauh yang memungkinkan, jejaring KKP harus mencakup perwakilan kawasan dan pelengkap yang meliputi tipe komunitas karang utama (Gambar 5.7. dan 5.12), serta terumbu karang dengan nilai konservasi tinggi (keragaman, pengisian kembali/penambahan, kelangkaan, Tabel 5.10). 3. Sejauh yang memungkinkan, jejaring juga harus mencakup terumbu karang yang bergantung pada upwelling air dingin dan/atau aliran arus yang kuat dan konsisten, sebagai pelindung yang berpotensi terhadap meningkatnya suhu air laut terkait dengan perubahan iklim global. Terumbu karang di Nusa Penida dan Bali Timur, terutama yang berada dalam pengaruh oleh Selat Lombok, harus dimasukkan dalam jejaring.
4. Ada banyak persaingan dalam penggunaan sumber daya pesisir dan laut Bali sehingga menimbulkan tantangan yang cukup besar untuk menciptakan suatu kebijakan yang seimbang dalam berbagai tingkat perlindungan dan penggunaannya. Mengingat pentingnya wilayah pesisir dan laut untuk kegiatan wisata (berselancar, menyelam, berenang) maka dipandang perlu untuk melakukan fokus penjagaan terhadap bentang terumbu yang sehat dan menarik untuk berbagai kegiatan tersebut, dan karenanya difokuskan pada berbagai kegiatan yang tidak merusak dan tidak ekstraktif di dalam zona inti. 5. Ketika suatu jejaring KKP ditetapkan, maka penegakan peraturan akan menjadi sangat penting. 6. Pertimbangan untuk menggunakan sistem ‘UserPays’ (seperti di Taman Nasional Bunaken) di mana pengunjung membayar sejumlah biaya untuk mengakses kawasan. Hal ini dapat memberikan dana yang signifikan untuk pengelolaan KKP dan bermanfaat bagi masyarakat setempat. Dalam hal sampah dan kualitas air: 1. Ada banyak masalah terkait sampah dan berbagai bentuk polusi perairan lainnya. Sejumlah strategi dapat digunakan/dikembangkan untuk mengurangi jumlah/ dampak plastik dan polutan lainnya, dengan cara: a) mendorong penggunakan kemasan tradisional sebanyak yang bisa dipraktekkan; b) melanjutkan kampanye pendidikan pada berbagai media massa dan sekolah lokal; c) berbagai kegiatan sukarela dan didanai untuk bersih sampah di pantai dan terumbu karang. 2. Bertujuan untuk memperbaiki aliran dan kualitas air sungai untuk mengurangi perpindahan sampah/polutan ke terumbu karang dengan mengembalikan vegetasi tepi sungai dan dengan kampanye pendidikan publik mengenai pembuangan limbah yang baik. Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Mark Erdmann dan staf Conservation International Indonesia dan CI International untuk pengaturan selama survei. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Joanne Wilson dari The Nature Conservancy dan Laure Katz dari CI atas bantuannya selama di lapangan, kolega kami dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Balai Konservasi Sumberdaya Alam, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan seluruh kolega di Indonesia dan internasional yang telah memfasilitasi dan mendukung survei lapangan. Terima kasih tak terhingga juga kami sampaikan kepada Dr. Suharsono dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Mark Erdmann (CI), Erdi Lazuardi (Kantor CI Sorong), dan Dr. Carden Wallace beserta staff dari Museum of Tropical Queensland (MTQ) yang telah memfasilitasi kelanjutan
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
113
Bab 5
penelitian taksonomi karang. Dr. Charlie Veron (Penelitian Terumbu Karang) dan Dr. Carden Wallace (MTQ) yang menyediakan saran taksonomi yang amat berharga. Daftar Pustaka
Abram N.J., M.K. Gagan, M.T. McCulloch, J. Chappell dan W.S. Hantoro, 2003. Coral reef death during the 1997 Indian Ocean Dipole linked to Indonesian wildfires. Science 301: 952. Allen, G.R., 2007. Conservation hotspots of biodiversity and endemism for Indo-Pacific coral reef fishes. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 18: 541-556. Allen, G. dan Steen, R. 1994. Indo-Pacific Coral Reef Field Guide. Singapore, Tropical Reef Research. Barber, P.H., S.R. Palumbi, M.V. Erdmann dan M.K. Moosa, 2000. A marine Wallace’s line? Nature 406: 392–693. Barber, P.H., S.R. Palumbi, M.V. Erdmann dan M.K. Moosa, 2002. Sharp genetic breaks among populations of Haptosquilla pulchella (Stomatopoda) indicate limits to larval transport: patterns, causes, and consequences. Molecular Ecology 11: 659–674. Barkman, J.J., H. Doing, dan Segal, S. 1964. Kritische bemerkungen und vorschlage zur quantitativen vegetationsanalyse. Acta Botanica Neerlandica 13: 394-419. Colin, P.L. and Arneson, C. 1995. Tropical Pacific Invertebrates. Coral Reef Press, California, USA. DeVantier, L.M., De’ath, G., Done, T.J. dan Turak, E. 1998. Ecological assessment of a complex natural system: a casestudy from the Great Barrier Reef. Ecological Applications 8: 480-496. DeVantier, L.M., De’ath, G., Klaus, R., Al-Moghrabi, S., Abdal-Aziz, M., Reinicke, G.B., dan Cheung, C.P.S. 2004. Reef-building corals and coral communities of the Socotra Islands, Yemen: A zoogeographic ‘crossroads’ in the Arabian Sea. Fauna of Arabia 20: 117-168. DeVantier, L.M., Turak, E., dan Skelton, P. 2006. Ecological Assessment of the coral communities of Bunaken National Park: Indicators of management effectiveness. Proceedings of the 10th International Coral Reef Symposium, Okinawa. DeVantier, L.M., Turak, E., dan Allen, G. 2008. Lesser Sunda Ecoregional Planning Coral Reef Stratification Reef- and Seascapes of the Lesser Sunda Ecoregion. Report to The Nature Conservancy, Jl. Pengembak No. 2, Sanur – Bali 80228, Indonesia, 30 hal. ditambah Lampiran. Done, T.J. 1982. Patterns in the distribution of coral communities across the central Great Barrier Reef. Coral Reefs 1: 95-107. Erdmann, M.V. dan R.B. Manning, 1998. Nine new stomatopod crustaceans from coral reef habitats in Indonesia and Australia. Raffles Bulletin of Zoology 46(2): 615-626.
114
Program Kajian Cepat
Fukami, H., Chen, C.A., Budd, A.F., Collins, A., Wallace, C., Chuang, Y.-Y., Chen, C., Dai, C.-F., Iwao, K., Sheppard, C., dan Knowlton, N. 2008. Mitochondrial and nuclear genes suggest that stony coral sare monophyletic but most families of stony corals are not (Order Scleractinia, Class Anthozoa, Phylum Cnidaria). PLOS One http://dx.plos. org/10.1371/journal.pone.0003222. Gosliner, T.M., Behrens, D.W. dan Williams, G.C. 1996. Coral Reef Animals of the Indo-Pacific. Monterey, USA. Sea Challengers. Green A.L. dan P.J. Mous, 2007. Delineating the Coral Triangle, its ecoregions and functional seascapes. Report based on an expert workshop held at the TNC Coral Triangle Center, Bali Indonesia (April - May 2003), and subsequent consultations with experts held from 2005 to 2007. Version 4.0 (August 2007). Report from The Nature Conservancy, Coral Triangle Center (Bali, Indonesia) and the Global Marine Initiative, Indo-Pacific Resource Centre (Brisbane, Australia). 78 hal. Hoeksema, B.W. 1989. Taxonomy, phylogeny and biogeography of mushroom corals (Scleractinia: Fungiidae). Zoologische Verhandelingen 254: 1-295. Hoeksema, B.W. dan Putra, K.S. 2000. The reef coral fauna of Bali in the centre of marine biodiversity. Proceedings of the 9 th International Coral Reef Symposium, Bali, Vol 1. Hopley, D. 1982. The Geomorphology of the Great Barrier Reef: Quaternary Development of Coral Reefs. New York. John Wiley-Interscience, 453 hal. Hopley, D., Parnell, K.E. dan Isdale, P.J. 1989. The Great Barrier Reef Marine Park: Dimensions and regional patterns. Australian Geographic Studies 27: 47-66. Jongman, R.H.G., ter Braak, C.J.F. dan van Tongeren, O.F.R. 1995. Data analysis in community and landscape ecology. Cambridge University Press, 299 hal. Miller, I.R. dan De’ath, G. 1995. Effects of training on observer performance in assessing benthic cover by means of the manta tow technique. Marine and Freshwater Research 47: 19-26. Sheppard, C.R.C. dan Sheppard, A.L.S. 1991. Corals and coral communities of Arabia. Fauna of Saudi Arabia 12: 13-170. Turak, E. 2002. Assessment of coral biodiversity and coral reef health of the Snagihe-Talaud Islands, North Sulawesi, Indonesia, 2002. Final Report to The Nature Conservancy. Turak, E. 2004. Coral Reef Surveys During TNC SEACMPA RAP of Wakatobi National Park, Southeast Sulawesi, Indonesia, May 2003. Final Report to The Nature Conservancy. Turak, E. 2005. Coral Biodiversity and Reef Health. Dalam: Mous, PJ, B. Wiryawan dan L.M. DeVantier (eds.) 2006. Report on a rapid ecological assessment of Derawan Islands, Berau district, East Kalimantan, Indonesia, October 2003. TNC Coastal Marin Program Report. Turak, E. 2006a. Corals and Coral Communities of the Komodo National Park. Dalam: Beger, M dan Turak, E (2006) A Rapid Ecological Assessment of the reef fishes and scleractinian corals of Komodo National Park, Indonesia in 2005. The Nature Conservancy.
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2003. Corals and coral communities of Bunaken National Park and nearby reefs, North Sulawesi, Indonesia: Rapid ecological assessment of biodiversity and status. Final Report to the International Ocean Institute Regional centre for Australia and western Pacific. Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2009. Biodiversity and Conservation Priorities of Reef-building Corals in Nusa Penida. Final report to Conservation International, Indonesia. Turak, E. dan DeVantier, L.M. 2011. Field Guide to Reefbuilding Corals of Brunei Darussalam. Department of Fisheries, Brunei Darussalam, 256 hal. Turak, E. dan DeVantier, L. Dalam pencetakan. Biodiversity and conservation priorities of reef-building corals in the Papuan Bird’s Head Seascape. Conservation International, Indonesia. Turak, E. dan Shouhoka, J. 2003. Coral diversity and status of the coral reefs in the Raja Ampat islands, Papua province, Indonesia, November 2002. Final Report to The Nature Conservancy Turak, E., Wakeford, M. dan Done, T.J. 2003. Kepulauan Banda rapid ecological assessment, May 2002: Assessment of coral biodiversity and coral reef health. Dalam, Mous, P.J (ed), Report on a rapid ecological assessment of the Kepulauan Banda, Maluku, Eastern Indonesia, held April 28 – May 5 2002, TNC and UNESCO publication, 150 hal. van der Maarel, E. 1979. Transformation of cover-abundance values in phytosociology and its effects on community similarity. Vegetatio 39: 97-114. van Woesik, R. 1997. A comparative survey of coral reefs in south-eastern Bali, Indonesia, 1992 and 1997. Laporan tidak dipublikasi. Van Woesik, R. 2004. Comment on “Coral Reef Death During the 1997 Indian Ocean Dipole Linked to Indonesian Wildfires”. Science 303: 1297. Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L., Kininmonth, S., Allen, G.R., Stafford-Smith, M.G., Mous, P.A. dan Petersen, N.A. (tidak dipublikasi) Global coral biodiversity: a blueprint for reef conservation. Veron, J.E.N. 1986. Corals of Australia and the Indo-Pacific. Angus and Robertson, Australia, 644 hal. Veron, J.E.N. 1990. New Scleractinia from Japan and other Indo-west Pacific countries. Galaxea 9: 95-173. Veron, J.E.N. 1993. A Biogeographic Database of Hermatypic Corals Species of the Central Indo-Pacific Genera of the World. Australian Institute of Marine Science Monograph Series Vol. 10, 433 hal. Veron, J.E.N. 1995. Corals in Space and Time The Biogeography and Evolution of the Scleractinia. University of New South Wales Press, 321 hal. Veron, J.E.N. 1998. Corals of the Milne Bay Region of Papua New Guinea. Dalam: Werner, TA dan Allen GR (eds). A rapid biodiversity assessment of the coral reefs of Milne Bay
Province, Papua New Guinea. Conservation International, RAP Working Papers, 11. Veron, J.E.N. 2000. Corals of the World. Australian Institute of Marine Science publ. Veron, J.E.N. 2002. New Species Described in Corals of the World. Australian Institute of Marine Science Monograph Series, Vol. 11. Australian Institute of Marine Science publ. Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1976. Scleractinia of Eastern Australia. Part I Families Thamnasteriidae, Astrocoeniidae, Pocilloporidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 1, 86 hal. Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1980. Scleractinia of Eastern Australia. Part III Families Agariciidae, Siderastreidae, Fungiidae, Oculinidae, Merulinidae, Mussidae, Pectiniidae, Caryophylliidae, Dendrophylliidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 4, 422 hal. Veron, J.E.N. dan Pichon, M. 1982. Scleractinia of Eastern Australia. Part IV. Family Poritidae Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 5, 159 hal. Veron, J.E.N., Pichon, M. dan Wijsman-Best, M. 1977. Scleractinia of Eastern Australia. Part II Families Faviidae, Trachyphylliidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 1, 233 hal. Veron, J.E.N. dan Wallace, C.C. 1984. Scleractinia of Eastern Australia. Part V Family Acroporidae. Australian National University Press, Canberra, Australian Institute of Marine Science Monograph Series 1, 485 hal. Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L., Kininmonth, S., dan Petersen, N.A. 2009. Delineating the Coral Triangle. Galaxea 11: 91-100. Wallace, C.C. 1999. Staghorn corals of the World. CSIRO publ., Australia. Wallace, C.C. dan Wolstenholme, J. 1998. Revision of the coral genus Acropora (Scleractinia: Astrocoeniina: Acroporidae) in Indonesia. Zoological Journal of the Linnean Society 123: 199-384. Wallace, C.C., Turak, E. dan DeVantier, L.M. Submitted. Novelty, parallelism and record stasiun diversity in a conservative coral genus: three new species of Astreopora (Scleractinia; Acroporidae) from the Papuan Bird’s Head Seascape. Proc. Royal Society B. World Fish Center (diakses pada 19 Mei 2007). An Institutional Analysis of Sasi Laut in Maluku, Indonesia. http://www.worldfishcenter.org/Pubs/Sasi/.pdf
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
115
Bab 5
Lampiran 5.1. Ciri lokasi survei. Nusa Penida, November 2008 dan Bali, April-Mei 2011. EXP – Peringkat paparan; RD – peringkat Perkembangan Terumbu Karang; VIS – Visibilitas bawah air (kejernihan perairan, dalam meter); SP – Suhu Perairan (derajat celcius, lihat Metode).
116
Stasiun
Tanggal
Lintang Selatan
Bujur Timur
EXP
RD
VIS
SP
Lembongan Bay Pantoon
1.2
20-Nov-08
8o40.455
115o26.328
3
4
20
23
Lembongan
Mushroom Bay North
2.2
20-Nov-08
8 40.781
115 25.977
3
4
20
23
Nusa Penida
Toya Pakeh
3.1
21-Nov-08
8o40.997
115o28.957
2
4
25
29
Nusa Penida
Toya Pakeh
3.2
21-Nov-08
8 39.84
115 28.017
3
4
20
29
Lembongan
Mangrove N Lembongan
4.1
21-Nov-08
8 39.84
115 28.017
2
4
20
28
Lembongan
Mangrove N Lembongan
4.2
21-Nov-08
8o47.943
115o31.584
3
4
20
29
Nusa Penida
Manta Point
5.1
22-Nov-08
8 47.943
115 31.584
3
1
15
26
Nusa Penida
Old Manta Bay
6.1
22-Nov-08
8 45.242
115 28.194
3
1
12
28
Nusa Penida
Crystal Bay South
7.1
26-Nov-08
8o42.977
115o27.431
2
3
25
27
Nusa Penida
Crystal Bay South
7.2
22-Nov-08
8 42.977
115 27.431
3
3
25
29
Nusa Penida
Batu Abah
8.1
23-Nov-08
8 46.461
115 37.616
2
2
30
28
Nusa Penida
Batu Abah
8.2
23-Nov-08
8o46.461
115o37.616
3
2
25
29
Nusa Penida
South of Batu Abah
9.1
23-Nov-08
8 47.848
115 36.409
2
2
10
28
Nusa Penida
South of Batu Abah
9.2
23-Nov-08
8o47.848
115o36.409
3
2
10
28
Nusa Penida
Malibu Point
10.1
24-Nov-08
8 42.833
115 35.623
2
4
20
29
Nusa Penida
Malibu Point
10.2
24-Nov-08
8 42.833
115 35.623
3
4
5
30
Nusa Penida
Batunggul
11.1
24-Nov-08
8o41.381
115o34.923
2
3
30
29
Nusa Penida
Batunggul
11.2
24-Nov-08
8 41.381
115 34.923
3
3
20
29
Nusa Penida
Buyuk
12.1
25-Nov-08
8 40.47
115 32.596
2
3
25
29
Nusa Penida
Buyuk
12.2
25-Nov-08
8o40.47
115o32.596
3
3
10
29
Nusa Penida
Sental
13.1
27-Nov-08
8 40.576
115 31.691
2
3
20
28
Nusa Penida
Sental
13.2
25-Nov-08
8 40.576
115 31.691
3
3
15
29
Lembongan
Ceningen channel
14.1
27-Nov-08
8o41.079
115o27.942
2
4
20
28
Lembongan
Ceningen channel
14.2
26-Nov-08
8 41.079
115 27.942
2
4
15
29
Lembongan
Mushroom Bay South
15.2
26-Nov-08
8o40.763
115o25.852
3
2
25
27
Nusa Penida
Crystal Bay Rock
16.1
29-Nov-08
8 42.905
115 27.338
2
2
20
28
Nusa Penida
Crystal Bay Rock
16.2
27-Nov-08
8 42.905
115 27.338
3
2
20
28
Nusa Penida
Sekolah Dasar
17.1
28-Nov-08
8o40.349
115o30.515
2
4
25
27
Nusa Penida
Sekolah Dasar
17.2
28-Nov-08
8 40.349
115 30.515
3
4
25
27
Bali SE
Terora, Sanur
1.1
29-Apr-11
8 46.228
115 13.805
3
4
8
29
Sanur
Terora, Sanur
1.2
29-Apr-11
8o46.228
115o13.805
4
4
6
29
Nusa Dua
Glady Willis, Nusa Dua
2.1
29-Apr-11
8 41.057
115 16.095
3
4
6
29
Glady Willis, Nusa Dua
2.2
29-Apr-11
8o41.057
115o16.095
3
4
8
29
Sanur
Sanur Channel N side
3.1
29-Apr-11
8 42.625
115 16.282
2
4
8
29
Sanur
Sanur Channel
3.2
29-Apr-11
8 42.625
115 16.282
4
4
4
28
Nusa Dua
Kutuh Temple
4.1
30-Apr-11
8o50.617
115o12.336
4
4
6
28
Nusa Dua - Public beach
5.1
30-Apr-11
8 50.617
115 12.336
3
4
12
29
Nusa Dua
Nusa Dua - Public beach
5.2
30-Apr-11
8 48.025
115 14.356
4
4
10
28
Nusa Dua
Melia Bali hotel
6.1
30-Apr-11
8o47.608
115o14.192
3
4
10
28
Melia Bali hotel
6.2
30-Apr-11
8 47.608
115 14.192
2
4
8
29
Padang Bai
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
7.1
1-Mei-11
8 31.527
115 34.519
1
2
20
29
Padang Bai
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
7.2
1-Mei-11
8o31.527
115o34.519
3
2
20
28
Padang Bai
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
8.1
1-Mei-11
8 31.633
115 34.585
2
2
20
28
Lokasi
Nama tempat
Lembongan
Program Kajian Cepat
o
o o
o o
o o
o
o o
o
o
o o
o
o o
o o
o
o o
o o
o o
o
o
o o
o o
o o
o
o o
o o
o o
o
o o
o o
o
o o
o o
o o
o
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.1. continued. Stasiun
Tanggal
Lintang Selatan
Bujur Timur
EXP
RD
VIS
SP
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
8.2
1-Mei-11
8o31.633
115o34.585
2
2
20
29
Padang Bai
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
9.1
1-Mei-11
8 31.138
115o34.619
1
4
7
29
Padang Bai
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
9.2
1-Mei-11
8 31.138
115 34.619
2
4
6
28
Padang Bai
Gili Tepekong, Candi Dasa
10.1
2-Mei-11
8 31.885
115 35.167
2
2
30
28
Padang Bai
Gili Tepekong, Candi Dasa
10.2
2-Mei-11
8o31.885
115o35.167
2
2
25
29
Padang Bai
Gili Biaha/ Tanjung Pasir Putih
11.1
2-Mei-11
8 30.27
115 36.771
1
2
15
29
Padang Bai
Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih
11.2
2-Mei-11
8o30.27
115o36.771
3
2
15
28
NE Bali
Seraya
12.1
3-Mei-11
8 26.01
115 41.274
3
1
6
28
NE Bali
Seraya
12.2
3-Mei-11
8 26.01
115 41.274
2
1
10
29
NE Bali
Gili Selang North
13.1
3-Mei-11
8o23.841
115o42.647
1
3
25
29
NE Bali
Gili Selang North
13.2
3-Mei-11
8 23.841
115 42.647
3
1
16
28
NE Bali
Gili Selang South
14.1
3-Mei-11
8 24.079
115 42.679
3
1
12
29
NE Bali
Gili Selang South
14.2
3-Mei-11
8o24.079
115o42.679
2
2
20
29
NE Bali
Bunutan, Amed
15.1
4-Mei-11
8 20.731
115 40.826
1
1
20
30
NE Bali
Bunutan, Amed
15.2
4-Mei-11
8o20.731
115o40.826
3
2
20
30
NE Bali
Jemeluk, Amed
16.1
4-Mei-11
8 20.221
115 39.617
2
3
20
30
NE Bali
Jemeluk, Amed
16.2
4-Mei-11
8 20.221
115 39.617
1
3
20
30
NE Bali
Kepa, Amed
17.1
4-Mei-11
8o20.024
115o39.244
1
3
20
30
NE Bali
Kepa, Amed
17.2
4-Mei-11
8 20.024
115 39.244
3
3
20
30
NE Bali
Batu Kelibit, Tulamben
18.1
5-Mei-11
8 16.696
115 35.826
2
2
20
30
NE Bali
Batu Kelibit, Tulamben
18.2
5-Mei-11
8o16.696
115o35.826
2
2
20
30
NE Bali
Tukad Abu, Tulamben
19.1
5-Mei-11
8 17.603
115 36.599
1
1
15
30
NE Bali
Tukad Abu, Tulamben
19.2
5-Mei-11
8 17.603
115 36.599
3
2
10
30
NE Bali
Gretek
20.1
6-Mei-11
8o8.969
115o24.733
2
2
3
28
NE Bali
Gretek
20.2
6-Mei-11
8 8.969
115 24.733
2
2
5
30
NE Bali
Penutukang
21.1
6-Mei-11
8o8.27
115o23.622
2
2
6
29
NE Bali
Penutukang
21.2
6-Mei-11
8 8.27
115 23.622
2
2
5
30
NW Bali
Puri Jati
22
7-Mei-11
8 11.032
114 54.869
2
1
6
29
NW Bali
Kalang Anyar
23
7-Mei-11
8o11.344
114o53.841
2
1
4
29
NW Bali
Taka Pemutaran
24.1
8-Mei-11
8o7.775
114o40.007
2
2
20
29
NW Bali
Taka Pemutaran
24.2
8-Mei-11
8 7.775
114 40.007
3
2
16
29
NW Bali
Sumber Kima
25.1
8-Mei-11
8o6.711
114o36.451
2
4
15
29
NW Bali
Sumber Kima
25.2
8-Mei-11
8 6.711
114 36.451
3
4
12
29
NW Bali
Menjangan North
26.1
9-Mei-11
8o5.467
114o30.131
2
4
25
30
NW Bali
Menjangan North
26.2
9-Mei-11
8 5.467
114 31.131
3
4
18
30
NW Bali
Menjangan East
28.1
9-Mei-11
8 5.813
114 31.608
2
3
16
28
NW Bali
Menjangan East
28.2
9-Mei-11
8o5.813
114o31.608
3
3
10
30
NW Bali
Secret Bay, Muck dive
29
10-Mei-11
8 9.862
114 26.302
1
1
4
28
NW Bali
Secret Bay, Reef north shore
30
10-Mei-11
8 9.771
114 27.116
2
4
6
28
NW Bali
Pearl farm
31.1
11-Mei-11
8o13.911
114o27.249
2
3
3
28
NW Bali
Pearl farm
31.2
11-Mei-11
8 13.911
114 27.249
3
3
3
28
NW Bali
Pearl farm
32.2
11-Mei-11
8 14
114 27.463
2
1
4
29
Lokasi
Nama tempat
Padang Bai
o o o
o
o o
o o
o
o o
o o
o o
o
o
o
o
o
o o
o o
o
o
o o
o
o o
o o
o
o o
o o
o o
o
o o
o
o
o o
o o
o o
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
117
Bab 5
Lampiran 5.2. Perkiraan visual persentase tutupan berbagai atribut bentik sesil dan tipe substrat, serta kedalaman dan stasiun penghitungan untuk kekayaan spesies karang hermatypic, Nusa Penida, November 2008 and Bali, April-Mei 2011. maks – kedalaman maksimum (m); min – kedalaman minimum (m). Bentos sesil: HS – Substrat keras; HC – Karang batu; SC – Karang lunak; MA – Makro-Alga; TA – Turf Algae; CA – Coralline Algae; DC – Karang yang baru mati; AD – Semua karang mati. Tipe substrat: CP – paving menerus; LB – blok besar (diameter > 2m.); SB – blok kecil (diameter < 2m); RBL – Puing; SN – Pasir.
Stasiun
maks
min
Kemiringan
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Lembongan Bay Pantoon
1.2
13
5
5
95
60
10
20
5
5
1
1
80
10
5
0
5
81
81
Mushroom Bay North
2.2
6,5
2
3
90
50
5
20
5
2
0
1
80
5
5
0
10
74
74
Toya Pakeh
3.1
23
10
20
85
60
10
0
5
10
1
0
70
10
5
10
5
79
Nama stasiun
HS
HC
SC
MA
TA
CA
DC
AD
CP
LB
SB
RBL
SN
Toya Pakeh
3.2
8
1
3
80
50
30
0
10
10
0
2
60
15
5
15
5
79
Mangrove N Lembongan
4.1
27
10
20
100
40
5
0
5
5
0
0
85
10
5
0
0
88
Mangrove N Lembongan
4.2
8
1
10
80
50
10
0
5
5
0
0
70
5
5
10
10
90
134
Manta Point
5.1
34
10
10
90
10
5
0
20
0
0
0
100
0
0
0
0
70
70 42
Old Manta Bay
6.1
30
12
5
100
3
20
15
20
0
0
0
100
0
0
0
0
42
Crystal Bay South
7.1
29
10
30
70
50
20
0
5
10
0
0
65
0
5
25
5
52
Crystal Bay South
7.2
8
1
5
90
60
30
5
5
5
1
2
70
15
5
5
5
96
Batu Abah
8.1
35
10
20
90
50
2
0
5
10
1
3
80
5
5
5
5
89
Batu Abah
8.2
8
1,5
5
95
50
10
0
5
10
1
3
85
5
5
5
0
76
South of Batu Abah
9.1
29
10
10
85
15
5
0
20
5
1
3
55
20
10
10
5
80
South of Batu Abah
9.2
8
1,5
5
90
20
5
0
20
10
1
2
50
30
10
5
5
67
Malibu Point
10.1
40
10
30
90
30
5
0
5
10
1
5
80
5
5
10
0
90
Malibu Point
10.2
8
1
5
90
30
1
0
20
5
1
3
60
20
10
5
5
101
Batunggul
11.1
38
10
20
95
20
2
0
5
5
1
2
70
20
5
0
5
92
Batunggul
11.2
8
1
10
95
50
0
0
20
10
0
0
70
20
5
5
0
95
Buyuk
12.1
38
10
20
95
30
30
0
5
5
0
0
80
10
5
0
5
62
Buyuk
12.2
8
1
10
80
30
40
0
10
5
0
0
65
5
10
5
15
78
Sental
13.1
38
10
30
80
20
10
0
10
5
0
0
60
10
10
10
10
88
Sental
13.2
8
1
5
70
20
30
0
10
5
1
3
50
10
10
20
10
72
Ceningen channel
14.1
31
10
10
70
20
10
0
10
5
1
3
55
10
5
20
10
73
114
123 121 116 141 140 115 126
Ceningen channel
14.2
8
1
5
60
20
20
2
10
5
1
2
40
10
10
10
30
78
119
Mushroom Bay South
15.2
10
3
3
60
30
10
5
5
10
1
3
40
15
5
20
20
81
81
Crystal Bay Rock
16.1
45
10
30
90
20
10
0
5
10
0
0
75
0
5
5
5
82
Crystal Bay Rock
16.2
10
2
5
90
30
20
0
5
10
0
0
80
5
5
5
5
61
Sekolah Dasar
17.1
38
10
20
80
30
3
0
0
5
0
0
70
5
5
0
20
73
Sekolah Dasar
17.2
8
1
5
90
60
5
0
5
10
0
0
70
15
5
5
5
103
Terora, Sanur
1.1
13
6
20
90
15
5
1
20
20
1
5
50
20
20
3
7
880
Terora, Sanur
1.2
6
2
2
100
30
20
5
10
10
0
0
90
5
5
0
0
83
Glady Willis, Nusa Dua
2.1
10
5
20
80
20
5
0
10
5
0
0
60
10
10
5
15
88
Glady Willis, Nusa Dua
2.2
5
0,5
10
95
25
5
2
20
15
1
2
70
15
10
0
5
90
103 138 126
133
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
118
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.2. continued.
10
10
5
5
57
0
90
5
5
0
0
44
79
0
0
80
0
0
0
20
62
62
20
1
2
85
10
0
0
5
67
20
10
0
0
90
10
0
0
0
65
5
5
10
0
0
80
5
5
0
10
66
5
20
20
1
3
70
10
10
5
5
95
5
2
20
30
1
25
20
20
10
30
20
100
40
5
0
5
10
0
0
50
10
10
10
20
82
70
30
5
1
10
10
0
0
50
10
10
20
10
84
20
90
35
5
2
20
20
1
5
50
20
20
5
5
79
9
30
40
15
2
5
40
10
3
20
20
10
10
30
30
82
8
1
10
30
10
2
0
30
5
5
20
20
5
5
60
10
87
Gili Tepekong, Candi 10.1 Dasa
33
11
20
70
30
3
0
5
10
0
0
50
10
10
10
20
99
Gili Tepekong, Candi 10.2 Dasa
10
3
30
100
50
5
1
10
10
1
3
70
30
0
0
0
83
Gili Biaha/ Tanjung Pasir Putih
11.1
24
9
10
50
15
3
1
30
20
1
10
10
20
20
20
30
108
Gili Biaha/ Tanjung Pasir Putih
11.2
8
1
20
80
20
2
0
5
10
0
0
60
10
10
20
0
76
Seraya
12.1
16
10
5
20
30
30
0
10
5
0
0
0
10
10
0
80
67
Seraya
12.2
8
3
10
80
30
40
1
10
10
1
2
0
50
30
0
20
79
Gili Selang North
13.1
31
9
25
50
15
15
1
10
10
1
2
20
20
10
10
40
78
Gili Selang North
13.2
8
1
2
95
40
30
0
5
10
0
0
40
30
25
0
5
76
Gili Selang South
14.1
31
10
30
70
30
10
0
10
10
0
0
40
20
10
0
30
72
Sanur Channel N side
3.1
15
7
40
Sanur Channel
3.2
6
2
Kutuh Temple
4.1
13
Nusa Dua - Public beach
5.1
Nusa Dua - Public beach
HS
HC
SC
MA
TA
CA
DC
AD
90
10
5
2
10
30
1
3
2
100
30
5
0
10
10
0
8
5
80
10
30
10
0
10
16
7
30
95
10
20
10
10
5.2
7
2
2
100
10
5
5
Melia Bali hotel
6.1
15
Melia Bali hotel
6.2
7
7
5
90
30
10
2
15
90
25
20
West Gili mimpang (Batu Tiga)
7.1
23
9
10
50
15
West Gili Mimpang (Batu Tiga)
7.2
8
4
5
70
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
8.1
30
10
30
East Gili Mimpang (Batu Tiga)
8.2
9
5
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
9.1
21
Jepun, Amuk Bay, Candi Dasa
9.2
CP
Gili Selang South
14.2
9
3
15
90
35
15
2
20
20
1
2
50
20
20
5
5
92
Bunutan, Amed
15.1
32
9
20
50
5
5
1
10
10
1
2
10
20
20
20
30
46
Bunutan, Amed
15.2
8
1
5
90
60
0
0
19
10
0
0
50
30
10
0
10
97
Jemeluk, Amed
16.1
31
10
40
20
30
0
0
30
10
0
0
0
10
10
80
0
104
Jemeluk, Amed
16.2
8
1
10
80
35
5
3
20
20
1
10
50
20
10
10
10
132
Kepa, Amed
17.1
30
9
15
50
15
3
1
30
20
1
3
20
20
10
10
20
111
Kepa, Amed
17.2
8
1
2
80
30
1
0
20
5
0
0
50
10
20
10
5
94
Batu Kelibit, Tulamben
18.1
35
10
60
100
40
0
0
10
5
0
0
80
10
10
0
0
117
Jumlah Situs
Jumlah spesies
70
Kemiringan
SN
min
RBL
maks
SB
Stasiun
LB
Nama stasiun
102
121
142
122
126
137
142
110 117 125 120 181 158
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
119
Bab 5
Lampiran 5.2. continued.
Stasiun
maks
min
Kemiringan
Jumlah spesies
Jumlah Situs
Batu Kelibit, Tulamben
18.2
9
1
15
95
20
2
1
30
20
1
3
70
10
15
2
3
95
157
Tukad Abu, Tulamben
19.1
33
9
25
10
2
5
1
5
10
1
2
0
5
5
10
40
68
Tukad Abu, Tulamben
19.2
8
2
10
90
40
1
0
20
10
0
0
60
10
20
5
5
121
Gretek
20.1
24
10
20
40
20
1
0
20
10
10
5
10
20
10
0
60
80
Gretek
20.2
9
2
10
90
20
3
5
30
10
1
5
60
20
10
5
5
121
Penuktukan
21.1
25
10
20
40
20
0
0
20
0
0
1
10
20
10
0
60
76
Penuktukan
Nama stasiun
120
HS
HC
SC
MA
TA
CA
DC
AD
CP
LB
SB
RBL
SN
156
150
21.2
9
2
30
90
35
2
2
30
10
1
10
60
20
10
5
5
132
164
Puri Jati
22
26
1
10
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
60
2
2
Kalang Anyar
23
15
1
5
2
<1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
40
8
8
Taka Pemutaran
24.1
35
10
30
70
20
5
0
10
5
1
5
50
10
10
10
20
90
Taka Pemutaran
24.2
8
3
2
80
30
3
0
10
10
1
3
50
10
20
10
10
97
Sumber Kima
25.1
34
10
60
95
30
5
1
10
10
0
0
80
10
5
5
0
104
Sumber Kima
25.2
8
1
5
80
30
5
1
10
5
0
0
50
10
20
10
10
109
Menjangan North
26.1
39
10
40
90
30
3
0
5
10
0
0
80
5
5
5
5
115
Menjangan North
26.2
8
1
2
70
70
3
0
5
5
0
0
60
0
10
0
30
106
Menjangan East
28.1
38
10
90
100
20
10
0
10
10
0
0
100
0
0
0
0
82
Menjangan East
28.2
8
1
20
95
20
40
0
20
5
0
0
90
0
5
0
5
111
150
Secret Bay, Muck dive
29
8
1
10
5
3
0
0
2
0
0
0
0
0
5
0
95
21
21
Secret Bay, Reef north shore
30
13
2
5
70
60
0
2
10
0
0
0
60
0
10
10
20
44
44
Pearl farm
31.1
21
10
20
80
20
20
0
20
0
0
5
70
5
5
10
10
47
Pearl farm
31.2
8
2
10
90
20
20
0
20
0
0
5
60
20
10
0
10
48
75
Pearl farm
32.2
12
2
5
80
10
10
0
20
0
0
0
40
20
20
0
20
45
45
Program Kajian Cepat
138 154 168
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Lampiran 5.3. Daftar spesies karang untuk Bali dan wilayah-wilayah lain yang berdekatan, termasuk Komodo, Wakatobi, Derawan dan Taman Nasional Bunaken. Catatan spesies untuk setiap lokasi diperbarui dengan mengikuti studi taksonomi. • - spesies yang telah dikonfirmasi; U – belum dikonfirmasi, didasarkan pada pengamatan dan/atau bukti foto, dan memerlukan konfirmasi; H – Hoeksema & Putra, 2000; 1998. KOM – Komodo, (Turak, 2006); WAK – Wakatobi, (Turak, 2004); BNP – TN Bunaken (DeVantier dkk. 2006) dan DER – Derawan (Turak, 2005). Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
Stylocoeniella armata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Stylocoeniella guentheri Bassett-Smith, 1890
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Family Astrocoeniidae Koby, 1890 Genus Stylocoeniella Yabe and Sugiyama, 1935
Genus Palauastrea Yabe and Sugiyama, 1941 Palauastrea ramosa Yabe and Sugiyama, 1941
•
Genus Madracis Milne Edwards and Haime, 1849 Madracis kirbyi Veron and Pichon, 1976
•
•
Family Pocilloporidae Gray, 1842 Genus Pocillopora Lamarck, 1816 Pocillopora ankeli Scheer and Pillai, 1974
•
•
•
Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pocillopora danae Verrill, 1864
•
Pocillopora elegans Dana, 1846
•
Pocillopora eydouxi Milne Edwards and Haime, 1860
•
•
• •
•
•
•
Pocillopora kelleheri Veron, 2002
•
•
•
•
Pocillopora meandrina Dana, 1846
•
•
•
•
•
Pocillopora verrucosa (Ellis and Solander, 1786)
•
•
•
•
•
•
•
Pocillopora woodjonesi Vaughan, 1918
•
Genus Seriatopora Lamarck, 1816 Seriatopora aculeata Quelch, 1886
•
•
•
•
•
Seriatopora caliendrum Ehrenberg, 1834
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Seriatopora dendritica Veron, 2002 Seriatopora guttatus Veron, 2002
•
Seriatopora hystrix Dana, 1846
•
• •
Seriatopora stellata Quelch, 1886
•
Genus Stylophora Schweigger, 1819 Stylophora pistillata Esper, 1797
•
•
•
•
•
Stylophora subseriata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
•
Family Acroporidae Verrill, 1902 Genus Montipora Blainville, 1830 Montipora aequituberculata Bernard, 1897
•
•
Montipora altasepta Nemenzo, 1967
•
•
Montipora angulata (Lamarck, 1816)
•
Montipora cactus Bernard, 1897
•
•
•
• •
•
•
•
•
Montipora calcarea Bernard, 1897
•
•
•
•
•
Montipora caliculata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montipora capitata Dana, 1846
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
121
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Montipora capricornis Veron, 1985
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
Montipora cebuensis Nemenzo, 1976
•
•
•
•
•
Montipora confusa Nemenzo, 1967
•
•
•
•
•
Montipora corbettensis Veron and Wallace, 1984
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora crassituberculata Bernard, 1897
•
•
Montipora danae (Milne Edwards and Haime, 1851)
•
•
Montipora deliculata Veron, 2002
•
Montipora digitata (Dana, 1846)
•
Montipora dilatata Studer, 1901 Montipora efflorescens Bernard, 1897
•
•
• •
Montipora effusa Dana, 1846
•
Montipora florida Nemenzo, 1967
U
Montipora floweri Wells, 1954
•
•
•
•
•
Montipora foliosa (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
Montipora foveolata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora friabilis Bernard, 1897
•
Montipora gaimardi Bernard, 1897
•
Montipora grisea Bernard, 1897
•
Montipora hirsuta Nemenzo, 1967
•
Montipora hispida (Dana, 1846)
•
Montipora hodgsoni Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora hoffmeisteri Wells, 1954
•
•
•
•
•
Montipora incrassata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montipora informis Bernard, 1897
•
•
•
•
•
Montipora mactanensis Nemenzo, 1979
•
•
•
•
•
•
•
Montipora malampaya Nemenzo, 1967 Montipora millepora Crossland, 1952
•
•
Montipora mollis Bernard, 1897
•
•
Montipora monasteriata (Forskål, 1775)
•
•
• •
•
•
•
•
•
•
Montipora nodosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montipora palawanensis Veron, 2002
•
•
•
•
•
Montipora peltiformis Bernard, 1897
•
•
•
Montipora porites Veron, 2002
•
•
•
Montipora samarensis Nemenzo, 1967
•
•
•
•
Montipora spongiosa (Ehrenberg, 1834)
• •
Montipora spongodes Bernard, 1897
•
•
•
•
Montipora spumosa (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
Montipora stellata Bernard, 1897
•
•
•
•
Montipora tuberculosa (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Montipora turgescens Bernard, 1897
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montipora turtlensis Veron dan Wallace, 1984
•
•
•
Montipora undata Bernard, 1897
•
•
•
Montipora venosa (Ehrenberg, 1834)
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
122
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Montipora verrucosa (Lamarck, 1816)
BALI
KOM
•
• •
•
• •
Montipora verruculosus Veron, 2002 Montipora vietnamensis Veron, 2002
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Anacropora Ridley, 1884 Anacropora forbesi Ridley, 1884
•
Anacropora matthai Pillai, 1973
•
•
Anacropora puertogalerae Nemenzo, 1964
•
•
•
Anacropora reticulate Veron dan Wallace, 1984
•
•
•
• •
Anacropora spinosa Rehberg, 1892
•
•
•
•
•
•
Genus Acropora Oken, 1815 Acropora abrolhosensis Veron, 1985 Acropora abrotanoides (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora aculeus (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora acuminata (Verril, 1864)
•
•
•
•
•
Acropora anthocercis (Brook, 1893)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora aspera (Dana, 1846)
•
•
Acropora austera (Dana, 1846)
•
•
Acropora awi Wallace dan Wolstenholme, 1998
•
•
Acropora bifurcate Nemenzo, 1971
•
Acropora carduus (Dana, 1846)
•
Acropora caroliniana Nemenzo, 1976
•
•
•
•
•
•
Acropora cerealis (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora clathrata (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora convexa (Dana, 1846)
•
Acropora cophodactyla (Brook, 1892)
U
•
Acropora copiosa Nemenzo, 1967
U
•
Acropora cytherea (Dana, 1846)
•
•
•
Acropora derawanensis Wallace, 1997
•
Acropora desalwii Wallace, 1994
•
•
• •
•
• •
•
Acropora digitifera (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora divaricata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora donei Veron dan Wallace, 1984
•
Acropora echinata (Dana, 1846)
•
Acropora efflorescens (Dana, 1846)
•
Acropora elegans Milne Edwards dan Haime, 1860
•
•
•
Acropora elseyi (Brook, 1892)
•
•
•
•
Acropora florida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora formosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora gemmifera (Brook, 1892)
•
•
•
•
•
Acropora glauca (Brook, 1893)
•
Acropora grandis (Brook, 1892) Acropora granulosa (Milne Edwards dan Haime, 1860) Acropora halmareae Wallace & Wolstenholme, 1998
•
•
•
•
•
•
•
•
•
• Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
123
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Acropora hoeksemai Wallace, 1997
BALI
KOM
U
WAK
BNP
DER
•
•
•
Acropora horrida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora humilis (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora hyacinthus (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Acropora indonesia Wallace, 1997
•
•
Acropora insignis Nemenzo, 1967
•
•
Acropora jacquelineae Wallace, 1994
•
Acropora kimbeensis Wallace, 1991
•
Acropora kirstyae Veron dan Wallace, 1984
•
Acropora latistella (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora listeri (Brook, 1893)
•
•
•
•
•
Acropora loisetteae Wallace, 1994
•
Acropora lokani Wallace, 1994
•
Acropora longicyathus (Milne Edwards dan Haime, 1860)
U
•
•
•
Acropora loripes (Brook, 1892)
•
•
•
•
•
Acropora lovelli Veron dan Wallace, 1984
U
Acropora lutkeni Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Acropora microclados (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Acropora microphthalma (Verril, 1859)
•
•
•
•
•
Acropora millepora (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Acropora minuta Veron, 2002
• •
•
•
•
Acropora mirabilis (Quelch, 1886) Acropora monticulosa (Brüggemann, 1879)
• •
Acropora nana (Studer, 1878)
•
•
•
•
•
Acropora nasuta (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora nobilis (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora ocellata (Klunzinger, 1879)
•
Acropora orbicularis (Brook, 1892)
U
Acropora palmerae Wells, 1954
•
• •
Acropora paniculata Verril, 1902
•
•
•
Acropora papillare Latypov, 1992
•
•
•
Acropora parahemprichii Veron, 2002
•
Acropora pectinatus Veron, 2002
•
•
Acropora pichoni Wallace, 1999 Acropora pinguis Wells, 1950
•
• U
Acropora plana Nemenzo, 1967
•
•
Acropora plumosa Wallace & Wolstenholme, 1998
•
•
Acropora polystoma (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora pulchra (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora retusa (Dana, 1846)
U •
•
•
•
•
•
Acropora robusta (Dana, 1846)
•
•
Acropora russelli Wallace, 1994
•
•
Acropora samoensis (Brook, 1891)
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
124
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Acropora sarmentosa (Brook, 1892)
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Acropora secale (Studer, 1878)
•
•
•
•
•
Acropora selago (Studer, 1878)
•
•
•
•
•
Acropora seriata (Ehrenberg, 1834)
•
Acropora simplex Wallace & Wolstenholme, 1998
•
Acropora solitaryensis Veron dan Wallace, 1984
•
Acropora spathulata (Brook, 1891)
• •
•
•
•
• •
• •
Acropora speciosa (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
Acropora spicifera (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora striata (Verrill, 1866)
•
•
•
Acropora subglabra (Brook, 1891)
•
•
•
•
•
Acropora subulata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora suharsonoi Wallace, 1994
•
Acropora sukarnoi Wallace, 1997
•
Acropora tenella (Brook, 1892) Acropora tenuis (Dana, 1846)
• •
•
Acropora turaki Wallace, 1994
•
• •
•
Acropora tutuilensis Hoffmeister, 1925
• •
•
Acropora valenciennesi (Milne Edwards dan Haime, 1860)
•
•
•
•
•
Acropora valida (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acropora vaighani Wells, 1954
•
•
•
•
•
•
•
Acropora vermiculata Nemenzo, 1967 Acropora verweyi Veron dan Wallace, 1984
• •
Acropora willisae Veron dan Wallace, 1984
•
•
Acropora yongei Veron dan Wallace, 1984
•
•
•
•
•
•
• • •
•
Genus Isopora Studer, 1878 Isopora brueggemanni (Brook, 1893)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Isopora crateriformis (Gardiner, 1898) Isopora cuneata (Dana, 1846)
•
•
Isopora palifera (Lamarck, 1816)
•
•
Isopora “Komodo”
•
•
•
•
Genus Astreopora Blainville, 1830 Astreopora cucullata Lamberts, 1980 Astreopora expansa Brüggemann, 1877 Astreopora gracilis Bernard, 1896
•
•
Astreopora incrustans Bernard, 1896
•
•
Astreopora listeri Bernard, 1896
•
•
Astreopora myriophthalma (Lamarck, 1816)
•
•
Astreopora ocellata Bernard, 1896
• •
•
•
•
•
Astreopora randalli Lamberts, 1980 Astreopora suggesta Wells, 1954
•
•
• • •
•
•
•
•
•
•
•
•
Family Euphyllidae Veronm 2000 Genus Euphyllia Dana, 1846 Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
125
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Euphyllia ancora Veron dan Pichon, 1979
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Euphyllia cristata Chevalier, 1971
•
•
•
•
•
Euphyllia divisa Veron dan Pichon, 1980
•
•
•
•
•
Euphyllia glabrescens (Chamisso dan Eysenhardt, 1821)
•
•
•
•
•
Euphyllia paraancora Veron, 1990
•
• •
•
•
Euphyllia yaeyamaensis (Shirai, 1980) Euphyllia sp. New
•
•
Genus Catalaphyllia Wells, 1971 Catalaphyllia jardinei (Saville-Kent, 1893)
•
•
•
Genus Nemenzophyllia Hodgson and Ross, 1981 Nemenzophyllia turbida Hodgson and Ross, 1981
•
Genus Plerogyra Milne Edwards and Haime, 1848 Plerogyra simplex Rehberg, 1892
•
•
•
•
Plerogyra sinuosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Physogyra Quelch, 1884 Physogyra lichtensteini (Milne Edwards and Haime, 1851) Family Oculinidae Gray, 1847 Genus Galaxea Oken, 1815 Galaxea acrhelia Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Galaxea astreata (Lamarck, 1816)
•
Galaxea fascicularis (Linnaeus, 1767)
• •
•
Galaxea horrescens (Dana, 1846) Galaxea longisepta Fenner & Veron, 2002
•
•
•
•
Galaxea paucisepta Claereboudt, 1990
•
Family Siderasteridae Vaughan and Wells, 1943 Genus Pseudosiderastrea Yabe and Sugiyama, 1935 Pseudosiderastrea tayami Yabe and Sugiyama, 1935
•
Genus Psammocora Dana, 1846 Psammocora contigua (Esper, 1797)
•
•
•
•
Psammocora decussataYabe and Sugiyama, 1937 Psammocora digitata Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Psammocora explanulata Horst, 1922
•
•
•
•
•
Psammocora haimiana Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Psammocora nierstraszi Horst, 1921
•
•
•
•
•
Psammocora obtusangula (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Psammocora profundacella Gardiner, 1898
•
•
•
•
•
Psammocora stellata Verrill, 1868
•
Psammocora superficialis Gardiner, 1898
•
•
•
•
•
•
•
Genus Coscinaraea Milne Edwards and Haime, 1848 Coscinaraea columna (Dana, 1846) Coscinaraea crassa Veron and Pichon, 1980
•
Coscinaraea exesa (Dana, 1846)
•
•
• •
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
126
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
Coscinaraea monile (Foskål, 1775)
•
•
•
Coscinaraea wellsi Veron and Pichon, 1980
•
BNP
DER •
•
•
•
Genus Craterastrea Head 1981 Family Agariciidae Gray, 1847 Genus Pavona Lamarck, 1801 Pavona bipartita Nemenzo, 1980
•
•
•
•
•
Pavona cactus (Forskål, 1775)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Pavona clavus (Dana, 1846)
•
Pavona danai Milne Edwards and Haime, 1860
•
Pavona decussata (Dana, 1846)
•
• •
•
Pavona duerdeni Vaughan, 1907
•
•
•
•
•
Pavona explanulata (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Pavona frondifera (Lamarck, 1816)
•
• •
•
•
•
•
•
Pavona maldivensis (Gardiner, 1905) Pavona minuta Wells, 1954
•
•
•
Pavona varians Verrill, 1864
•
•
•
•
•
Pavona venosa (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Genus Leptoseris Milne Edwards and Haime, 1849 Leptoseris explanata Yabe and Sugiyama, 1941
•
•
•
•
•
Leptoseris foliosa Dinesen, 1980
•
•
•
•
•
•
•
Leptoseris gardineri Horst, 1921 Leptoseris hawaiiensis Vaughan, 1907
•
Leptoseris incrustans (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Leptoseris mycetoseroides Wells, 1954
•
•
Leptoseris papyracea (Dana, 1846)
•
•
Leptoseris scabra Vaughan, 1907
•
• •
•
•
•
U
•
•
•
•
Leptoseris solida (Quelch, 1886) Leptoseris striata Fenner & Veron 2002
• •
•
Leptoseris tubulifera Vaughan, 1907
•
•
Leptoseris yabei (Pillai and Scheer, 1976)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Coeloseris Vaughan, 1918 Coeloseris mayeri Vaughan, 1918 Genus Gardineroseris Scheer and Pillai, 1974 Gardineroseris planulata Dana, 1846 Genus Pachyseris Milne Edwards and Haime, 1849 Pachyseris foliosa Veron, 1990 Pachyseris gemmae Nemenzo, 1955
•
Pachyseris rugosa (Lamarck, 1801)
•
•
•
•
•
Pachyseris speciosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Family Fungiidae Dana, 1846 Genus Cycloseris Milne Edwards and Haime, 1849 Cycloseris colini Veron, 2002 Cycloseris costulata (Ortmann, 1889)
• •
•
• •
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
127
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Cycloseris curvata (Hoeksema, 1989)
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
Cycloseris cyclolites Lamarck, 1801
•
Cycloseris erosa (Döderlein, 1901)
•
Cycloseris hexagonalis (Milne Edwards and Haime, 1848)
•
Cycloseris patelliformis (Boschma, 1923)
•
Cycloseris sinensis (Milne Edwards and Haime, 1851)
•
•
•
•
•
Cycloseris somervillei (Gardiner, 1909)
•
Cycloseris tenuis (Dana, 1846)
•
Cycloseris vaughani (Boschma, 1923)
•
•
•
• •
Genus Diaseris Diaseris distorta Alcock, 1893
•
•
Diaseris fragilis Alcock, 1893
•
•
Genus Cantharellus Hoeksema and Best, 1984 Cantharellus jebbi Hoeksema, 1993
•
Genus Heliofungia Wells, 1966 Heliofungia actiniformis Quoy and Gaimard, 1833
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Fungia Lamarck, 1801 Fungia concinna Verrill, 1864 Fungia corona Döderlein, 1901
•
•
•
Fungia danai Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Fungia fralinae Nemenzo, 1955
•
•
•
•
•
Fungia fungites (Linneaus, 1758)
•
•
•
•
•
Fungia granulosa Klunzinger, 1879
•
•
•
•
•
Fungia gravis Nemenzo, 1955
•
•
•
•
•
Fungia horrida Dana, 1846
•
•
•
•
•
Fungia klunzingeri Döderlein, 1901
•
•
•
•
•
Fungia moluccensis Horst, 1919
•
•
•
•
•
Fungia paumotensis Stutchbury, 1833
•
•
•
•
•
Fungia repanda Dana, 1846
•
•
•
•
•
Fungia scruposa Klunzinger, 1879
•
•
•
•
•
Fungia scutaria Lamarck, 1801
•
•
•
Fungia scabra Döderlein, 1901
•
Fungia spinifer Claereboudt and Hoeksema, 1987 Fungia taiwanensis Hoeksema and Dai, 1991
•
•
•
•
•
•
•
• •
•
Genus Ctenactis Verrill, 1864 Ctenactis albitentaculata Hoeksema, 1989
H
Ctenactis crassa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Ctenactis echinata (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
Herpolitha limax (Houttuyn, 1772)
•
•
•
Herpolitha weberi Horst, 1921
•
•
•
Genus Herpolitha Eschscholtz, 1825 • •
•
Genus Polyphyllia Quoy and Gaimard, 1833 Polyphyllia novaehiberniae (Lesson, 1831)
• Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
128
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Sandalolitha dentata (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
Sandalolitha robusta Quelch, 1886
•
•
•
•
•
•
•
Polyphyllia talpina (Lamarck, 1801) Genus Sandalolitha Quelch, 1884
Genus Halomitra Dana, 1846 Halomitra clavator Hoeksema, 1989 Halomitra pileus (Linnaeus, 1758)
• •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Zoopilus Dana, 1864 Zoopilus echinatus Dana, 1846 Genus Lithophyllon Rehberg, 1892 Lithophyllon lobata Hoeksema, 1989
•
Lithophyllon mokai Hoeksema, 1989 Lithophyllon undulatum Rehberg, 1892 Genus Podabacia Milne Edwards and Haime, 1849 Podabacia crustacea (Pallas, 1766)
•
•
•
•
Echinophyllia aspera (Ellis and Solander, 1788)
•
•
•
•
•
Echinophyllia echinata (Saville-Kent, 1871)
•
•
•
•
•
Echinophyllia echinoporoides Veron and Pichon, 1979
•
•
•
•
Podabacia lankaensis Veron, 2002 Podabacia motuporensis Veron, 1990
• •
Family Pectiniidae Vaughan and Wells, 1943 Genus Echinophyllia Klunzinger, 1879
Echinophyllia orpheensis Veron and Pichon, 1980
•
• •
Genus Echinomorpha Veron, 2000 Echinomorpha nishihirai (Veron, 1990)
•
Genus Oxypora Saville-Kent, 1871 Oxypora crassispinosa Nemenzo, 1979
•
•
•
•
•
Oxypora glabra Nemenzo, 1959
•
•
•
•
•
Oxypora lacera Verrill, 1864
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Mycedium Oken, 1815 Mycedium elephantotus (Pallas, 1766) Mycedium mancaoi Nemenzo, 1979
•
•
•
•
•
Mycedium robokaki Moll and Best, 1984
•
•
•
•
•
Mycedium steeni Veron, 2002
•
Genus Pectinia Oken, 1815 Pectinia africanus Veron, 2002
U
Pectinia alcicornis (Saville-Kent, 1871)
•
•
Pectinia ayleni (Wells, 1935)
•
•
Pectinia elongata Rehberg, 1892 Pectinia lactuca (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
•
• •
•
•
• •
•
Pectinia maxima (Moll and Borel Best, 1984)
•
•
•
•
•
Pectinia paeonia (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Pectinia teres Nemenzo and Montecillo, 1981
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
129
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
Hydnophora exesa (Pallas, 1766)
•
•
•
•
•
Hydnophora grandis Gardiner, 1904
•
•
•
•
•
Family Merulinidae Verrill, 1866 Genus Hydnophora Fischer de Waldheim, 1807
Hydnophora microconos (Lamarck, 1816)
•
•
•
Hydnophora pilosa Veron, 1985
•
•
•
Hydnophora rigida (Dana, 1846)
•
•
•
• •
•
•
Genus Paraclavarina Veron, 1985 Genus Merulina Ehrenberg, 1834 Merulina ampliata (Ellis and Solander, 1786)
•
•
•
•
•
Merulina scabricula Dana, 1846
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Merulina scheeri Head, 1983
•
Genus Boninastrea Yabe and Sugiyama, 1935 Genus Scapophyllia Milne Edwards and Haime, 1848 Scapophyllia cylindrica Milne Edwards and Haime, 1848
•
Family Dendrophylliidae Gray, 1847 Genus Turbinaria Oken, 1815 Turbinaria frondens (Dana, 1846)
•
Turbinaria heronensis Wells, 1958 Turbinaria irregularis, Bernard, 1896
• •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Turbinaria mesenterina (Lamarck, 1816)
•
Turbinaria patula (Dana, 1846)
•
Turbinaria peltata (Esper, 1794)
•
• •
•
•
•
Turbinaria reniformis Bernard, 1896
•
•
•
•
•
Turbinaria stellulata (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Heteropsammia Milne Edwards and Haime, 1848 Heteropsammia cochlea (Spengler, 1781) Family Caryophylliidae Gray, 1847 Genus Heterocyathus Milne Edwards and Haime, 1848 Heterocyathus aequicostatus Milne Edwards & Haime, 1848 Family Mussidae Ortmann, 1890 Genus Blastomussa Wells, 1961 Blastomussa wellsi Wijsmann-Best, 1973 Genus Micromussa Veron, 2000 Micromussa amakusensis (Veron, 1990) Micromussa minuta (Moll and Borel-Best, 1984)
• •
• •
•
Genus Acanthastrea Milne Edwards and Haime, 1848 Acanthastrea bowerbankiMilne Edwards and Haime, 1851 Acanthastrea brevis Milne Edwards and Haime, 1849
• •
•
•
•
Acanthastrea echinata (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Acanthastrea hemprichii (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Acanthastrea hillae Wells, 1955 Acanthastrea ishigakiensis Veron, 1990
• •
• Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
130
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Acanthastrea lordhowensis Veron & Pichon, 1982
BALI
KOM
WAK
•
Acanthastrea regularis Veron, 2002
•
•
Acanthastrea rotundoflora Chevalier, 1975
•
•
Acanthastrea subechinata Veron, 2002
•
•
•
•
BNP
DER
•
•
•
• •
•
•
•
•
•
•
Genus Lobophyllia Blainville, 1830 Lobophyllia corymbosa (Forskål, 1775)
•
Lobophyllia dentatus Veron, 2002 Lobophyllia flabelliformis Veron, 2002
•
•
•
•
Lobophyllia hataii Yabe and Sugiyama, 1936
•
•
•
•
•
Lobophyllia hemprichii (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Lobophyllia robusta Yabe and Sugiyama, 1936
•
•
•
•
•
Lobophyllia serratus Veron, 2002
U
•
Genus Symphyllia Milne Edwards and Haime, 1848 Symphyllia agaricia Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
Symphyllia hassi Pillai and Scheer, 1976
•
•
•
• •
Symphyllia radians Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
•
•
•
Symphyllia recta (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Symphyllia valenciennesii Milne Edwards and Haime, 1849
•
•
•
•
•
Genus Scolymia Haime, 1852 Scolymia australis (Milne Edwards and Haime, 1849)
•
Scolymia vitiensis Brüggemann, 1878
•
•
Genus Mycetophyllia Milne Edwards and Haime, 1848 Genus Australomussa Veron, 1985 Australomussa rowleyensis Veron, 1985
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Cynarina Brüggemann, 1877 Cynarina lacrymalis (Milne Edwards and Haime, 1848) Family Faviidae Gregory, 1900 Genus Caulastrea Dana, 1846 Caulastrea curvata Wijsmann-Best, 1972 Caulastrea furcata Dana, 1846
• •
•
Caulastrea tumida Matthai, 1928
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Favia Oken, 1815 Favia danae Verrill, 1872
•
Favia favus (Forskål, 1775)
•
•
Favia helianthoides Wells, 1954
•
Favia laxa (Klunzinger, 1879) Favia lizardensis Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977
• •
•
Favia maritima (Nemenzo, 1971)
•
•
Favia marshae Veron, 2002
•
•
Favia matthaii Vaughan, 1918
•
•
•
•
Favia maxima Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977
•
•
•
Favia pallida (Dana, 1846)
•
•
•
Favia rosaria Veron, 2002
•
•
•
•
•
•
• •
•
• •
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
131
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia Favia rotumana (Gardiner, 1899)
BALI
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
Favia rotundata Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977
•
•
•
•
•
Favia speciosa Dana, 1846
•
•
•
•
•
Favia stelligera (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Favia truncatus Veron, 2002
•
•
•
•
•
Favia veroni Moll and Borel-Best, 1984
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Favia vietnamensis Veron, 2002 Genus Barabattoia Yabe and Sugiyama, 1941 Barabattoia amicorum (Milne Edwards and Haime, 1850) Barabattoia laddi (Wells, 1954)
•
Genus Favites Link, 1807 Favites abdita (Ellis and Solander, 1786)
•
Favites acuticollis (Ortmann, 1889)
•
Favites chinensis (Verrill, 1866)
•
•
•
•
•
•
Favites complanata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Favites flexuosa (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Favites halicora (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Favites micropentagona Veron, 2002
•
•
Favites paraflexuosa Veron, 2002
•
•
•
Favites pentagona (Esper, 1794)
•
•
•
•
•
Favites russelli (Wells, 1954)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Favites spinosa (Klunzinger, 1879) Favites stylifera (Yabe and Sugiyama, 1937)
• •
Favites vasta (Klunzinger, 1879)
•
Genus Goniastrea Milne Edwards and Haime, 1848 Goniastrea aspera Verrill, 1905
•
•
•
Goniastrea australensis (Milne Edwards and Haime, 1857)
•
•
•
Goniastrea columella Crossland, 1948
•
Goniastrea edwardsi Chevalier, 1971
•
Goniastrea favulus (Dana, 1846)
U
Goniastrea palauensis (Yabe and Sugiyama, 1936)
•
•
•
•
•
•
•
Goniastrea pectinata (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Goniastrea retiformis (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Platygyra Ehrenberg, 1834 Platygyra acuta Veron, 2002
•
Platygyra carnosus Veron, 2002
•
Platygyra contorta Veron, 1990
•
Platygyra daedalea (Ellis and Solander, 1786)
•
•
•
•
•
Platygyra lamellina (Ehrenberg, 1834)
•
•
•
•
•
Platygyra pini Chevalier, 1975
•
•
•
•
•
Platygyra ryukyuensis Yabe and Sugiyama, 1936
•
•
•
•
•
Platygyra sinensis (Milne Edwards and Haime, 1849)
•
•
•
•
•
Platygyra verweyi Wijsman-Best, 1976
•
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
132
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia
BALI
Platygyra yaeyamaensis Eguchi and Shirai, 1977
KOM
WAK
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Australogyra Veron & Pichon, 1982 Genus Oulophyllia Milne Edwards and Haime, 1848 Oulophyllia bennettae (Veron, Pichon & Wijsman-Best, 1977)
•
Oulophyllia crispa (Lamarck, 1816)
•
•
•
•
•
Oulophyllia laevis (Nemenzo, 1959)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Leptoria Milne Edwards and Haime, 1848 Leptoria irregularis Veron, 1990
•
Leptoria phrygia (Ellis and Solander, 1786)
•
•
Genus Montastrea Blainville, 1830 Montastrea annuligera (Milne Edwards and Haime, 1849)
•
Montastrea colemani Veron, 2002
•
Montastrea curta (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Montastrea magnistellata Chevalier, 1971
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Montastrea salebrosa (Nemenzo, 1959) Montastrea valenciennesi (Milne Edwards and Haime, 1848) Genus Plesiastrea Milne Edwards and Haime, 1848 Plesiastrea versipora (Lamarck, 1816) Genus Oulastrea Milne Edwards and Haime, 1848 Oulastrea crispata (Lamarck, 1816)
•
•
Genus Diploastrea Matthai, 1914 Diploastrea heliopora (Lamarck, 1816)
•
•
Leptastrea aequalis Veron, 2002
•
•
Leptastrea bewickensis Veron & Pichon, 1977
•
•
Genus Leptastrea Milne Edwards and Haime, 1848
Leptastrea inaequalis Klunzinger, 1879
•
•
Leptastrea pruinosa Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Leptastrea purpurea (Dana, 1846)
•
•
•
•
•
Leptastrea transversa Klunzinger, 1879
•
•
•
•
•
Genus Cyphastrea Milne Edwards and Haime, 1848 Cyphastrea agassizi (Vaughan, 1907)
•
Cyphastrea chalcidium (Forskål, 1775)
•
Cyphastrea decadia Moll and Best, 1984
•
Cyphastrea japonica Yabe and Sugiyama, 1932
•
• •
•
• •
•
•
•
•
• •
•
•
•
•
•
Cyphastrea microphthalma (Lamarck, 1816)
•
•
Cyphastrea ocellina (Dana, 1864)
•
•
Cyphastrea serailia (Forskål, 1775)
•
•
•
Genus Echinopora Lamarck, 1816 Echinopora ashmorensis Veron, 1990 Echinopora gemmacea Lamarck, 1816
• •
•
•
•
•
Echinopora horrida Dana, 1846
•
•
•
•
•
Echinopora lamellosa (Esper, 1795)
•
•
•
•
•
Echinopora hirsutissima Milne Edwards and Haime, 1849
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
133
Bab 5
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia
BALI
KOM
WAK
Echinopora mammiformis (Nemenzo, 1959) Echinopora pacificus Veron, 1990
•
Echinopora taylorae (Veron, 2002)
•
BNP
DER
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Family Trachyphylliidae Verrill, 1901 Genus Trachyphyllia Milne Edwards and Haime, 1848 Trachyphyllia geoffroyi (Audouin, 1826)
•
Family Poritidae Gray, 1842 Genus Porites Link, 1807 Porites massive Porites annae Crossland, 1952
•
Porites aranetai Nemenzo, 1955
•
Porites attenuata Nemenzo 1955
• •
Porites australiensisVaughan, 1918
•
Porites cumulatus Nemenzo, 1955
•
Porites cylindrica Dana, 1846
•
Porites deformis Nemenzo, 1955
•
Porites densa Vaughan, 1918
•
• •
•
•
•
•
•
•
•
• •
•
Porites evermanni Vaughan, 1907
•
Porites flavus Veron, 2002
•
Porites horizontalata Hoffmeister, 1925
•
Porites latistella Quelch, 1886
•
• •
Porites lichen Dana, 1846
•
Porites lobata Dana, 1846
•
Porites lutea Milne Edwards & Haime, 1851
•
•
•
• •
•
•
•
•
•
•
•
•
Porites mayeri Vaughan, 1918 Porites monticulosa Dana, 1846
• •
•
Porites murrayensis Vaughan, 1918
•
•
•
Porites napopora Veron, 2002
•
Porites negrosensis Veron, 1990
•
Porites nigrescens Dana, 1846
•
• • •
Porites profundus Rehberg, 1892
•
•
•
•
•
•
•
Porites rugosa Fenner & Veron, 2002
•
•
•
•
•
Porites rus (Forskål, 1775)
•
•
•
•
•
Porites sillimaniana Nemenzo, 1976
•
Porites solida (Forskål, 1775)
•
Porites stephensoni Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Porites tuberculosa Veron, 2002
•
•
•
•
•
Porites vaughani Crossland, 1952
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Goniopora Blainville, 1830 Goniopora albiconus Veron, 2002
•
Goniopora burgosi Nemenzo, 1955
•
•
•
•
•
Goniopora columna Dana, 1846
•
•
•
•
•
Goniopora djiboutiensis Vaughan, 1907
•
•
•
•
Tabel dilanjutkan di halaman berikutnya
134
Program Kajian Cepat
Keragaman Spesies dan Prioritas Konservasi Terumbu Karang di Propinsi Bali, Indonesia
Lampiran 5.3. continued. Zooxanthellate scleractinia
BALI
Goniopora eclipsensis Veron and Pichon, 1982
•
Goniopora fruticosa Saville-Kent, 1893
•
KOM
WAK
BNP
• •
•
DER •
•
•
Goniopora lobata Milne Edwards and Haime, 1860
•
•
•
•
•
Goniopora minor Crossland, 1952
•
•
•
•
•
Goniopora palmensis Veron and Pichon, 1982
•
•
•
•
Goniopora pandoraensis Veron and Pichon, 1982
•
Goniopora pendulus Veron, 1985
•
•
•
•
•
•
•
•
Goniopora somaliensis Vaughan, 1907
•
•
•
•
•
Goniopora stokesi Milne Edwards and Haime, 1851
•
•
•
•
•
Goniopora stutchburyi Wells, 1955
•
•
•
•
Goniopora tenella (Quelch, 1886) Goniopora tenuidens (Quelch, 1886)
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Genus Alveopora Blainville, 1830 Alveopora allingi Hoffmeister, 1925
•
Alveopora catalai Wells, 1968
•
Alveopora daedalea (Forskål, 1775)
•
Alveopora excelsa Verrill, 1863
•
Alveopora fenestrata (Lamarck, 1816)
•
Alveopora gigas Veron, 1985 •
Alveopora minuta Veron, 2002
•
• •
• • •
Alveopora marionensis Veron & Pichon, 1982
•
•
•
•
•
•
•
• •
Alveopora spongiosa Dana, 1846
•
•
•
•
•
Alveopora tizardi Bassett-Smith, 1890
•
•
•
•
•
Alveopora viridis Quoy and Gaimard, 1833
• 350
388
370
444
406
Catatan Editor 27 Agustus 2012: Spesies karang baru yang disebutkan dalam bab ini telah memiliki nama resmi ‘Euphyllia baliensis sp. nov.’ seperti dijelaskan dalam publikasi berikut ini: Turak, E., DeVantier, L. & Erdmann, M. 2012, ‘Euphyllia baliensis sp. nov. (Cnidaria: Anthozoa: Sclearctinia: Euphylliidae): a new species of reef coral from Indonesia’, Zootaxa, no. 3422, pp. 52-61.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
135
Bab 6
Bab 6 Menuju Jejaring KKP Bali Putu Liza Mustika & I Made Jaya Ratha
6.1 Langkah-langkah menuju Jejaring KKP Bali
Hasil Kajian Cepat Kelautan Bali 2011 telah kami jelaskan dalam laporan ini. Dari kondisi terkini terumbu karang dan ikan karang Bali saja, kami menyimpulkan bahwa perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih serius untuk konservasi kelautan di Bali. Berdasarkan laporan ini, terumbu karang Bali terbagi menjadi lima tipe komunitas karang utama (Bab 4) dan pada umumnya berada dalam kondisi baik (Bab 3). Keanekaragaman spesies ikan karang Bali ternyata sangat tinggi dan merupakan yang kedua terkaya di Asia-Pasifik (Bab 5), tetapi di sisi lain, ada indikasi kuat bahwa terumbu karang Bali telah mengalami penangkapan berlebihan (“overfishing”) yang serius, seperti yang digambarkan dengan hasil pengamatan hanya mencatat tiga ekor hiu dan tiga ekor ikan maming dalam lebih dari 350 orang-jam penyelaman. Selain itu, ditemukannya 13 spesies ikan karang baru, satu spesies karang baru dan 13 spesies karang lain yang kemungkinan besar merupakan spesies baru juga di Bali makin memperkuat diperlukannya perlindungan terhadap sumber daya kelautan Bali. Sekalipun istilahnya kedengarannya sederhana, ada beberapa definisi untuk ‘Marine Protected Area (MPA)’ atau Kawasan Konservasi Perairan (KKP). IUCN mendefinisikannya sebagai “Kawasan pasang surut atau di bawah garis surut, termasuk juga air, flora, fauna dan segi-segi historis dan budayanya, yang telah diamankan baik oleh hukum maupun metode efektif lainnya, untuk melindungi seluruh atau sebagian dari lingkungan tertutup tersebut” (Kelleher 1999). Hampir satu dekade kemudian, IUCN merevisi definisi KKP sebagai “Sebuah kawasan yang memiliki batas geografis yang jelas yang diakui, diperuntukkan dan dikelola, baik secara formal maupun tidak formal, agar dalam jangka panjang melindungi alam berikut jasa-jasa ekosistem dan nilai-nilai budayanya” (IUCN-WCPA 2008). Pemerintah Indonesia secara longgar menterjemahkan KKP sebagai “kawasan konservasi perairan”, yang didefinisikan sebagai “kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan system zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan” (Permen KP 2 2009, Pasal 1). Sebagai sebuah propinsi, saat ini Bali memiliki satu KKP (Taman Nasional Bali Barat) di Kabupaten Buleleng dan sebuah KKP yang sudah dideklarasikan (KKP Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, lihat Darma et al.(2010)). Beberapa KKP tingkat desa sudah diadakan di Bali, antara lain di Kecamatan Tejakula. Kawasan-kawasan konservasi yang saling berdekatan ini tidak dapat dikelola secara terpisah tanpa menyadari keterkaitan di antara mereka. Untuk lebih efektif mengelola KKP-KKP inilah konsep Jejaring KKP dilahirkan. Sebuah Jejaring KKP didefinisikan sebagai “Sekumpulan unit KKP atau kawasan perlindungan yang bekerja sama secara sinergis pada berbagai skala ruang, dengan berbagai tingkat perlindungan untuk mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai oleh satu KKP saja” (IUCN-WCPA 2008). Sebuah jejaring KKP harus dirancang “untuk memulihkan ekosistem laut dan populasipopulasi di dalamnya menuju tingkat produktivitas dan keanekaragaman yang paling maksimum” (IUCN-WCPA 2008, p. 24). Terdapat delapan metode atau langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan sebuah jejaring KKP (UNEP-WCMC 2008): 1. 2. 3. 4.
136
Mengidentifikasi dan melibatkan para pemangku kepentingan Mengidentifikasi tujuan dan sasaran Mengumpulkan data Menetapkan target-target konservasi dan prinsip-prinsip rancangan jejaring
Program Kajian Cepat
Menuju Jejaring KKP Bali
5. 6. 7. 8.
Meninjau KKP-KKP yang sudah ada Memilih KKP-KKP baru Menerapkan jejaring Memelihara dan memantau jejaring kawasan konservasi
Selain itu, IUCN-WCPA (2008) juga memberikan enam panduan untuk merencanakan jejaring KKP (beberapa di antaranya mirip dengan langkah-langkah UNEP-WCMC: 1. Tujuan dan sasaran yang jelas 2. Adanya otoritas resmi dan komitmen politis jangka panjang 3. Libatkan para pemangku kepentingan 4. Gunakan informasi yang terkini dan prinsip kehati-hatian 5. Gunakan rancang bangun pengelolaan terpadu 6. Gunakan prinsip-prinsip tolok ukur pengelolaan adaptif Kajian Cepat Kelautan Bali 2011 merupakan satu capaian penting bagi Jejaring KKP Bali. Hasil-hasil dalam dokumen ini merupakan bagian dari proses pengumpulan data (#3 di langkah-langkah UNEP-WCMC dan #4 di panduan IUCN-WCPA). Karena datanya dikumpulkan secara cepat, informasi dari MRAP ini memang bukanlah gambaran lengkap kondisi karang dan ikan karang di Bali. Hasil MRAP ini lebih merupakan potret situasi terkini untuk terumbu karang dan ikan karang Bali. Data terumbu karang dan ikan karang yang tercakup dalam dokumen ini sangatlah penting, namun tetap kurang untuk menyadari seberapa kayanya pesisir dan laut Bali. Kami mencoba menyeimbangkan kekurangan ini dengan memasukkan data sekunder tentang beberapa taxa ruaya di Bagian 6.2 di bawah ini.
memiliki daftar lokasi-lokasi peneluran penyu yang sudah dalam pengelolaan: Kuta (Badung), Lepang (Klungkung), Perancak (Jembrana), dan Pemuteran (Buleleng). Namun, lebih banyak lagi lokasi peneluran yang belum ada pengelolaannya: Kedonganan (Jimbaran, Badung), Nusa Dua (Badung), Sanur (Denpasar), Serangan (Denpasar), Saba (Gianyar), Tembok (Karangasem) dan Yeh Gangga (Tabanan). Para peneliti Bali MRAP 2011 mencatat lima lokasi di mana penyu laut sempat terlihat: Terora/Sanur (1 penyu hijau besar), Gili Biaha/Tanjung Pasir Putih (Padang Bai, 1 penyu sisik besar), Gili Selang (Seraya, 1 penyu sisik besar), Menjangan (Anchor Wreck dan Coral Garden, 2 penyu sisik). Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) sering ditemukan makan di terumbu karang. Karenanya, ada kemungkinan bahwa lokasi terumbu karang di mana mereka terlihat merupakan ruaya pakan bagi spesies ini. Terora memiliki ekosistem padang lamun yang cukup luas yang mendukung teori bahwa tempat ini merupakan ruaya pakan penyu hijau turtles (Chelonia mydas). Sebagai informasi tambahan, di tahun 2009 seekor penyu hijau dilepaskan dari Pulau Serangan dan diberi tag satelit. Tag tersebut menunjukkan jalur pakan di sekitar Sanur (UNUD-WWF 2009). Tabel 6.1 di bawah ini merupakan daftar spesies penyu laut yang dapat ditemukan di Bali saat ini. Informasi ini juga memberikan indikasi pentingnya segera dilakukan pengelolaan untuk kawasan peneluran dan pakan penyu, terutama yang paling menonjol seperti Perancak (lokasi peneluran di Kuta saat ini sudah dikelola oleh Profauna, KSDA dan Balawista local). Karenanya, Perancak harus, dan memang sudah (lihat Bagian 6.3), dilibatkan dalam daftar lokasi penting yang perlu dikelola sebagai KKP dan dimasukkan dalam Jejaring KKP Bali. 6.2.2 Mamalia laut
6.2 Informasi tambahan mengenai fauna laut besar di Bali 6.2.1 Penyu laut
Walaupun terdapat banyak dokumen tentang perdagangan penyu laut di Bali (lihat Adnyana et al. 2010), hanya sedikit publikasi yang ditemukan tentang status penyu laut di pulau ini. Informasi anekdot dari akhir abad ke-20 menyebutkan bahwa Bali tidak lagi memiliki penyu laut, selain tempat peneluran di Perancak (Kab. Negara) dan Pemuteran (Kab. Buleleng). Namun data-data terakhir mulai memberikan indikasi bahwa Bali masih memiliki tempat-tempat peneluran (dan mungkin juga tempat pakan) yang perlu dilindungi. Informasi anekdot menyatakan bahwa Bali merupakan lokasi peneluran dan pakan bagi empat jenis penyu laut: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Bali memiliki 11 lokasi peneluran di seluruh pulau. KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam, http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=26)
Perairan Bali sepertinya cocok bagi mamalia laut, dalam hal ini cetacean (paus dan lumba-lumba) dan dugong. Perairan Bali dihuni oleh setidaknya 11 spesies cetacean (termasuk dua sub-spesies lumba-lumba spinner), setidaknya satu paus baleen yang belum teridentifikasi dan dugong (sebagai satu-satunya anggota ordo Sirenian di kawasan Indo-Pasifik) (Tabel 6.2). Wisata lihat mamalia laut adalah satu sektor ekonomi yang makin penting di Bali. Lokasi utama wisata lihat lumba-lumba di Bali adalah di Lovina (Buleleng) dan Peninsula (Badung). Spesies target utama untuk kedua lokasi tersebut adalah lumba-lumba spinner, walaupun yang sub-spesies Hawaii (Stenella longirostris longirostris) agak jarang terlihat di Lovina (Mustika 2011). Tidak ada kegiatan perburuan mamalia laut di Bali, walaupun kami kadang mengamati penggunaan bangkai paus yang terdampar oleh masyarakat. Kawasan pariwisata Lovina merupakan nama kolektif untuk beberapa desa di barat Singaraja yang termasuk dalam dua kecamatan: Banjar dan Buleleng. Desa Temukus dan Kaliasem termasuk di wilayah Kec. Banjar. Desa
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
137
Bab 6
Kalibukbuk, Anturan, Tukad Mungga dan Pemaron masuk ke dalam Kec. Buleleng. Lovina adalah lokasi wisata lihat lumba-lumba pertama di Bali dan di Indonesia (Gouyon 2005). Industri ini dimulai tahun 1987 ketika, atas anjuran para backpacker asing, para nelayan di desa Kaliasem membentuk kelompok kapten kapal pemandu lumba-lumba yang pertama di Lovina (Mustika 2011). Sejak saat itu, jenis wisata ini tumbuh pesat, menghasilkan empat kelompok pemandu (Kaliasem, Kalibukbuk, Aneka and Banyualit) dan tidak kurang dari 179 jukung yang berpotensi untuk mengantar tamu setiap pagi. Seperti halnya kegiatan wisata lihat bahari lainnya (Zwirn et al. 2005; Carlson 2010), kegiatan wisata lihat lumbalumba di Lovina juga harus dikelola dengan baik. Hingga saat ini tidak ada bentuk pengelolaan resmi untuk wisata lumba-lumba di Lovina, walaupun penelitian Mustika (2011) melibatkan pula para kapten kapal dalam diskusi tentang tata cara wisata lihat lumba-lumba yang lestari. Pada intinya para kapten kapal setuju untuk melakukan tiga hal: 1) matikan mesin (atau jika tidak praktis, angkat balingbaling), 2) jaga jarak dari lumba-lumba, dan 3) jangan potong jalan lumba-lumba. KKP Buleleng Tengah (yang sejatinya mencakup seluruh wilayah Lovina) telah dideklarasikan pada bulan September
2011. Deklarasi ini dilakukan oleh Bupati Buleleng dengan tujuan membuat KKP Buleleng Tengah menjadi taman wisata perairan. Dalam hal ini, penerapan panduan laku bagi wisata lihat lumba-lumba sangatlah penting. Tetap disadari bahwa diperlukan upaya pendekatan masyarakat dan pelatihan dalam kurun lebih dari setahun untuk membuat seluruh kapten kapal menerapkan tiga kesepakatan di atas (plus kesepakatan-kesepakatan lain). 6.2.3 Fauna laut besar lainnya
Tidak cukup banyak ditemukan informasi tertulis tentang distribusi fauna laut besar lainnya. Namun, tercatat empat spesies hiu (hiu sirip hitam, hiu sirip putih, hiu bamboo dan hiu Wobbegong), empat spesies manta (Manta birostris, pari burung, dan pari totol biru) dan Mola mola yang tersohor dapat ditemukan di Nusa Penida di Kab Klungkung (Darma et al. 2010). Informasi anekdot juga mengkonfirmasikan keberadaan hiu bodoh (Rhincodon typus) di Nusa Penida (Reef Check Indonesia dan Conservation International), Tejakula (Yayasan LINI) dan Lovina (pengamatan pribadi Mustika). Penurunan jumlah hiu di perairan Bali merupakan isu pengelolaan yang penting untuk segera ditangani karena pentingnya peranan hiu dalam menjaga kesehatan
Tabel 6.1. Daftar spesies penyu dan lokasi peneluran dan pakan mereka di Bali No.
Spesies
Status Daftar Merah IUCN
1
Penyu hijau (Chelonia mydas)
Dalam bahaya/ endangered (v 3.1)
2
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
Kritis/critically endangered (v 3.1)
Tempat bertelur (alfabet)
Ruaya pakan (alfabet) Nusa Penida (Klungkung) Sanur (Denpasar)
Pemuteran (Buleleng) Saba (Gianyar)
Gili Selang (Seraya, Karangasem) Menjangan (Buleleng) Nusa Penida (Klungkung) Padang Bai (Karangasem)
3
Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)
Rawan/Vulnerable (v 3.1)
Kedonganan (Jimbaran, Badung) Kuta (Badung) Lepang (Klungkung) Nusa Dua (Badung) Pemuteran (Buleleng) Perancak (Jembrana) Saba (Gianyar) Sanur (Denpasar) Serangan (Denpasar) Yeh Gangga (Tabanan)
4
Penyu belimbing (Dermochelys coriacea)
5
Unidentified species
Kritis/Critically endangered (v 2.3)
Perancak (Jembrana)
Nusa Penida (Klungkung) Tembok (Karangasem)
Sumber: UNUD-WWF (2009), KSDA (KSDA 2009), Darma et al. (2010)
138
Program Kajian Cepat
Menuju Jejaring KKP Bali
ekosistem laut (Stevens et al. 2000; Baum & Worm 2009) dan terutama untuk mencegah hilangnya potensi wisata hiu yang dapat sangat menguntungkan bagi Bali. Populasi hiu karang di Bali memang sudah berkurang karena ditangkap. Kini beberapa nelayan di tenggara Bali dengan giat juga menangkap hiu-hiu pelagis yang hidup di perairan dalam, termasuk hiu thresher. Hanya dalam kurun waktu September dan Oktober 2011, hampir 4.500 hiu thresher (Alopias sp.) diperkirakan ditangkap oleh nelayan di perairan lepas Nusa Penida, antara Klungkung dan Karangasem (Shingler & Perez 2011). Saat ini, ketiga spesies di dalam genus Alopias tercatat sebagai ‘rawan/vulnerable’ dalam
Daftar Merah IUCN (versi 2011.1). Sekitar 90% hiu yang ditangkap di perairan tenggara Bali adalah hiu betina yang sedang hamil (Shingler & Perez 2011). Dalam waktu dekat, cepatnya laju tangkapan hiu thresher saat ini ditakutkan akan membuat Bali kehilangan genus ini. Daerah Perlindungan Hiu
Berdasarkan hasil pemantauan akhir-akhir ini, kami sangat menyarankan agar pemerintah Bali harus serius mempertimbangkan peraturan yang menciptakan daerah perlindungan hiu (‘shark sanctuary’) di Bali yang melarang penangkapan atau pembunuhan segala jenis hiu di perairan
Tabel 6.2. Daftar spesies mamalia laut yang terlihat di Bali sejak 2001 Spesies (nama Indonesia)
Status Daftar Merah IUCN (v 3.1)
Stenella longirostris longirostris2
Lumba-lumba spinner Hawaii
1b
Stenella longirostris roseiventris2
2
Stenella attenuata
No.
Spesies (nama Latin)
Lokasi
Kabupaten
1a
Kekurangan data (Data deficient)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Lumba-lumba spinner kerdil/ Asia Tenggara
Kekurangan data (Data deficient)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Lumba-lumba totol tropis
Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Lovina
Buleleng
Globicephala macrorhynchus Paus pilot sirip pendek
Kekurangan data (Data deficient)
Lovina
Buleleng
Serangan
Denpasar
Paus pembunuh palsu
Kekurangan data (Data deficient)
Nusa Penida
Klungkung
Peninsula
Badung
Kekurangan data (T. aduncus), tidak perlu diperhatikan (T. truncatus)
Lovina
Buleleng
Nusa Penida
Klungkung
Peninsula
Badung
Kekurangan data (Data deficient)
Peninsula
Badung
Semawang
Denpasar
2
3
Grampus griseus
4
Lagenodelphis hosei
5
Lumba-lumba Risso
124
2
Lumba-lumba Fraser
234
6
Pseudorca crassidens25
7
Tursiops sp.
Lumba-lumba hidung botol
25
Paus pembunuh kerdil
8
Feresa attenuata
9
Steno bredanensis
Lumba-lumba gigi kasar
Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Suwung
Badung
10
Physeter macrocephalus134
Koteklema (sperm whale)
Rawan (Vulnerable)
Badung, Jembrana, Klungkung
11
Megaptera novaeangliae 134
Paus bongkok
Tidak perlu diperhatikan (Least concern)
Tanah Lot
Tabanan
12
Balaenoptera sp. 2
Paus baleen
Tergantung spesiesnya
Peninsula
Badung
Lovina
Buleleng
13
Dugong dugon
Tanjung Benoa
Badung
Nusa Penida
Klungkung
1234
3
345
Dugong
Rawan (Vulnerable)
Catatan: ditemukan terdampar (Mustika et al. 2009), 2 terlihat saat survei kapal (Mustika 2011), 3 data pribadi Ratha 2011, 4 data Marine Mammals Indonesia, 5 terlihat saat survei kapal (Darma et al. 2010) 1
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
139
Bab 6
Provinsi Bali. Pers internasional akan menerima daerah perlindungan hiu dengan baik, karena hal ini terjadi saat Bali sedang diserang kritik-kritik lingkungan. Daerah perlindungan hiu juga akan mencegah merebaknya kritik terhadap Bali jika informasi tentang pembantaian hiu thresher tersebut terbuka ke dunia internasional. Selain itu, inisiatif ini akan meningkatkan posisi tawar Bali di dunia wisata bahari, karena kebanyakan pesaing Bali dalam wisata bahari (termasuk Maldives, Palau, Micronesia, Bahama dan Guam) telah mencanangkan daerah perlindungan hiu. Hanya pada bulan Oktober 2011 yang lalu, Marshall Island mencanangkan daerah perlindungan hiu terbesar di seluruh dunia (sebesar 1,990,530 km2). Adalah suatu keuntungan bagi Bali jika pemerintah daerah Bali mengikuti langkah tersebut. Daerah perlindungan hiu tidak akan hanya menciptakan citra media yang positif; bahwa Bali memiliki kemauan politik yang cukup untuk menangani satu masalah lingkungan yang serius. Pada akhirnya, saat populasi hiu mulai pulih, daerah perlindungan hiu akan juga memberikan sumbangan berarti bagi wisata bahari Bali. Bab terakhir dalam laporan ini antara lain mendiskusikan pentingnya daerah perlindungan hiu di Bali. Wisata selam melihat hiu semakin populer di antara para penyelam internasional di seluruh dunia. Seekor hiu hidup dapat bernilai hingga USD 179.000 per tahun untuk wisata selam di Palau; suatu angka yang sangat kontras dengan nilai jika hiu tersebut mati karena perdagangan karena hanya mencapai USD 274 per ekor di pasaran (Vianna et al. 2010). Perlu juga ditemukan tempat yang ideal untuk melihat hiu, misalnya daerah pembersihan hiu oleh ikan remora kecil.
Daerah ini penting bagi wisata hiu karena turis hanya akan mau membayar paket wisata melihat hiu yang mahal jika ada kemungkinan besar mereka dapat melihat hewan tersebut (lihat Topelko & Dearden 2005; Vianna et al. 2010). Lokasi relatif tempat melihat hiu juga penting karena jika lokasinya terlalu jauh (sehingga tidak dapat terjangkau oleh perahu harian), maka wisata selam untuk melihat hiu juga tidak akan memberikan sumbangan berarti bagi ekonomi lokal (Topelko & Dearden 2005). Menuju Jejaring KKP Bali
Kami memandang informasi dalam laporan ini cukup untuk memicu peningkatan pengelolaan KKP-KKP yang sudah ada, berikut dengan bentuk-bentuk konservasi yang lain. Pengelompokan terumbu karang Bali ke dalam lima komunitas (Bab 4) dan kesadaran bahwa Bali memiliki komunitas ikan karang terkaya nomor dua di Indo-Pasifik (setelah Raja Ampat di Papua – Bab 5) menguatkan diperlukannya jejaring KKP Bali untuk meningkatkan kelentingan source-sink (hilir-hulu) (UNEP-WCMC 2008). Informasi singkat tentang fauna laut besar, terutama penyu dan mamalia laut (Bagian 6.2) juga mencerminkan pentingnya jejaring KKP di Bali. Dalam hal KKP, spesies ruaya paling baik dikelola dalam KKP yang besar yang wilayahnya mencakup seluruh atau sebagian besar siklus hidup fauna ruaya tersebut. Hal ini biasanya tidak praktis, atau malah sering tidak mungkin dilakukan. Kumpulan KKP yang berdekatan yang terhubungkan secara ekologis mengamankan bagian dari jalur migrasi dan habitat-habitat kritis spesies tersebut. Kumpulan KKP yang berjejaring
Tabel 6.3. Lokasi-lokasi prioritas untuk jejaring KKP di Bali (searah jarum jam, kea rah timur) No.
Nama lokasi
Tempat lokasi
Karakteristik biologi
Status pengelolaan
1
Taman Nasional Bali Barat
Bali Barat, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, penyu, paus dan lumba-lumba (cetacean)
KKP resmi
2
KKP Buleleng Barat
Pemuteran, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, penyu
Sudah dicadangkan sebagai KKP *
3
KKP Buleleng Tengah
Lovina, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, cetacean, hiu bodoh
Sudah dicadangkan sebagai KKP *
4
KKP Buleleng Timur
Tejakula, Buleleng
Terumbu karang, ikan karang, hiu bodoh
Sudah dicadangkan sebagai KKP *
5
Tulamben
Karangasem
Terumbu karang, ikan karang, penyu
n.a.
6
Padang Bai – Candidasa
Karangasem
Terumbu karang
n.a.
7
Nusa Penida
Klungkung
Terumbu karang, mangrove, ikan karang, cetacean, hiu bodoh, penyu, hiu, manta, ikan matahari (Mola mola)
Sudah dicadangkan sebagai KKP **
8
Peninsula (termasuk Nusa Dua dan Bukit Uluwatu)
Badung
Terumbu karang, ikan karang, penyu, cetacean
n.a.
9
Perancak
Negara
Penyu, mangrove
n.a.
Catatan: *dideklarasikan pada 22 Agustus 2011 **dideklarasikan pada bulan September 2010
140
Program Kajian Cepat
Menuju Jejaring KKP Bali
Gambar 6.1. Bakal-bakal KKP dan lokasi-lokasi yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam Jejaring KKP Bali (lihat Tabel 6.3 untuk nama-nama KKP)
inilah yang dapat menggantikan fungsi satu KKP besar (lihat Sciara 2007 untuk contoh bagi cetacean). Diakui bahwa laporan ini tidak mencakup informasi dasar penting lain untuk membentuk sebuah jejaring MPA, misalnya distribusi mangrove dan informasi dasar oseanografis (terutama pola arus air di kolom tengah dan dasar). Data yang disebut belakangan ini adalah penting untuk membangun pemahaman tentang prinsip kesinambungan ekologis antar KKP di dalam jejaring. Dokumen ini juga tidak mencakup analisis social dan ekonomi. Namun, berdasarkan prinsip kehati-hatian, pengelolaan konservasi tetap harus terjadi sekalipun belum seluruh data terkumpulkan (Lauck et al. 1998). Untuk melengkapi capaian jejaring KKP, saat ini Conservation International Indonesia (CII) sedang menjalani proses identifikasi dan pendekatan dengan partner lokal (antara lain masyarakat lokal, pemerintahan, LSM dan lembaga penelitian). Sebelum Bali MRAP 2011 dilakukan, pada bulan Juni 2010 CII sempat melaksanakan beberapa pertemuan antar para pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi prioritas di sekitar Bali. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, termasuk karakter ekologis dan status pengelolaan diusulkan setidaknya
sembilan lokasi yang termasuk ke dalam Jejaring KKP Bali sperti yang dimuat dalam Tabel 6.3. Padang Bai – Candidasa termasuk dalam daftar karena lokasi tersebut memiliki komposisi terumbu karang dan ikan yang unik, dengan indikasi sering terjadi “cold water upwelling” yang dipercaya bisa memberikan “kelentingan” terhadap perubahan iklim. Di perairan Padang BaiCandidasa tersebut juga terdapat sebuah spesies karang baru (Euphyllia sp. – Bab 4); saat ini spesies ini diduga endemik di kawasan Bali timur. Taman Nasional Bali Barat (TNBB) juga dimasukkan ke dalam daftar jejaring karena merupakan lokasi penting bagi terumbu karang dan ikan karang (Bab 3-5). Sebagai KKP pertama di Bali, TNBB memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagikan kepada KKPKKP lainnya. Sebaran kawasan-kawasan konservasi yang disebutkan di Tabel 6.3 digambarkan di Gambar 6.1. Dari sembilan lokasi yang diusulkan, hanya satu yang memiliki bentuk pengelolaan resmi (Taman Nasional Bali Barat). Empat lokasi lain (tiga di Buleleng dan satu di Nusa Penida) telah dicadangkan sebagai KKP dan kini sedang menjalani proses perencanaan dan zonasi. Belum ada bentuk pengelolaan resmi untuk empat lokasi terakhir (Tulamben, Padang Bai-Candidasa, Peninsula dan Perancak).
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011
141
Bab 6
Lokasi-lokasi tersebut perlu dikelola secara kolaboratif antara pemerintah, masyarakat lokal dan sektor swasta, dengan bantuan LSM dan lembaga-lembaga penelitian. Pembentukan daerah perlindungan hiu juga semestinya bisa tersambungkan dengan baik dengan jejaring KKP seluruh pulau karena jejaring tersebut akan memberikan tambahan tenaga pemantauan dan penegakan hukum untuk menghentikan perikanan hiu di Bali. Daftar Pustaka:
Adnyana, I. W., Damriyasa, I. M., Trilaksa, I., Ratha, I. M. J. & Hitipeuw, C. 2010, Laporan Sigi Pemanfaatan dan Perdagangan Penyu di Bali Serta Rekomendasi Pengentasannya (Investigative report on the sea turtle trade in Bali and its alleviation recommendations), Faculty of Veterinarian, Udayana University, Denpasar. Baum, J. K. & Worm, B. 2009, ‘Cascading top-down effects of changing ocean predator abundance’, Journal of Animal Ecology, vol. 78, no. 4, pp. 699-714. Carlson, C. 2010, A review of whale watch guidelines and regulations around the world (version 2009), International Whaling Commission, Maine. Darma, N., Basuki, R. & Welly, M. 2010, Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsin Bali, Pemda Klungkung, Kementrian Kelautan dan Perikanan, The Nature Conservancy - Indonesia Marine Program, Denpasar. Gouyon, A. (ed.) 2005, The Natural Guide to Bali, Bumi Kita Foundation, Denpasar. IUCN-WCPA 2008, Establishing Resilient Marine Protected Area Networks - Making It Happen, IUCN-WCPA, National Oceanic and Atmospheric Administration and The Nature Conservancy, Washington, D.C. Kelleher, G. (ed.) 1999, Guidelines for Marine Protected Areas, IUCN, Cambridge. KSDA, 2009, Konservasi Ex-situ (Ex-situ conservation) [Online], Balai KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Bali, Available: http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=26 [7 September 2011]. Lauck, T., Clark, C. W., Mangel, M. & Munro, G. R. 1998, ‘Implementing the precautionary principle in fisheries management through marine reserves’, Ecological Applications, vol. 8, no. 1, pp. S72-S78. Mustika, P. L. K. 2011, ‘Towards Sustainable Dolphin Watching Tourism in Lovina, Bali, Indonesia (under review, submitted in July 2011)’, James Cook University. Mustika, P. L. K., Hutasoit, P., Madusari, C. C., Purnomo, F. S., Setiawan, A., Tjandra, K. & Prabowo, W. E. 2009, ‘Whale strandings in Indonesia, including the first record of a humpback whale (Megaptera novaeangliae) in the Archipelago’, The Raffles Bulletin of Zoology, vol. 57, no. 1, pp. 199-206.
142
Program Kajian Cepat
Permen KP 2 2009, Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nomor Per.02/Men/2009, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jakarta. Sciara, G. N. d. 2007, Draft Guidelines for the Establishment and Management of Marine Protected Areas for Cetaceans. UNEP(DEPI)/MED WG.308/8, United Nations Environment Programme, Palermo. Shingler, A. & Perez, G. 2011, Shark Fishing in Nusa Penida September - October 2011, Denpasar. Stevens, J. D., Bonfil, R., Dulvy, N. K. & Walker, P. A. 2000, ‘The effects of fishing on sharks, rays, and chimaeras (chondrichthyans), and the implications for marine ecosystems’, ICES Journal of Marine Science, vol. 57, no. 3, pp. 476-494. Topelko, K. N. & Dearden, P. 2005, ‘The Shark Watching Industry and its Potential Contribution to Shark Conservation’, Journal of Ecotourism, vol. 4, no. 2, pp. 108-128. UNEP-WCMC 2008, National and Regional Networks of Marine Protected Areas: A Review of Progress, UNEPWCMC, Cambridge. UNUD-WWF, 2009, Satellite tracking of DC Bali turtles [Online], Seaturtle.org, Available: http://www.seaturtle. org/tracking/index.shtml?tag_id=53811&full=1&lang= [7 September 2011]. Vianna, G., Meekan, M., Pannell, D., Marsh, S. & Meeuwig, J. 2010, Wanted Dead or Alive? The relative value of reef sharks as fishery and an ecotourism asset in Palau, Australian Institute of Marine Science and University of Western Australia, Perth. Zwirn, M., Pinsky, M. & Rahr, G. 2005, ‘Angling Ecotourism: Issues, Guidelines and Experience from Kamchatka’, Journal of Ecotourism, vol. 4, no. 1, pp. 16-31.
Kajian Cepat Kondisi Kelautan Provinsi Bali 2011 Conservation International 2011 Crystal Dr., Suite 500 Arlington, VA 22202 USA TELEPHONE: +1 703 341-2400 WEB: www.conservation.org Conservation International – Indonesia JI Pejaten Barat 16 A Kemang Jakarta 12550, Indonesia WEB: http://www.conservation.or.id/