Kajian Unjuk Kerja Mesin Induk Kapal Cepat Pasca Re-Powering Federico SC1, Wibowo H.N2 1
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 2 Marine Structural Monitoring / Hydroelasticity Group UPT - Balai Pengkajian Penelitian Hidrodinamika BPPT Tlp (031)5948060 (B), 0817315759(HP), Fax: (031)5948066, e-mail:
[email protected] Jln Hidrodinamika (kampus ITS) Sukolilo Surabaya , Indonesia 60112
ABSTRAK Ten vessels of 75 meter length that analysed on this case study were originally designed for fast vessels. To reach the designed speed, they operated three units of high speed four strokes diesel engines as the prime mover, with maximum power equal to 3496 kW at 1950 rpm. However these engines had some insuffiencies which are very high consumption of fuel and lubricating oil and the lack of engine spare parts. Therefore these vessels are modified through re-powering project by replacing each two wing engines and propellers from two different engine manuacturers. The power which can be achieved by those new engines theoritically are quite enough for fast vessels with a low fuel oil consumption and high operational hour. This analysis is addressed to give the most optimal operation of these two new replacing engines especially for engine power and engine speed, shaft speed, ship’s speed, fuel oil usage or economic speed based on the result of sea trials. This study, finally, can be used as a reference method for selecting main engine on any re - powering project. Key words: fast vessels, ship - repowering, specific oil consumption ( SFOC )
1. PENDAHULUAN Sistem propulsi sebuah kapal dipengaruhi paling tidak oleh tiga komponen utama: badan kapal, mesin induk, dan propeller. Segala bentuk modifikasi terhadap sistem propulsi sebuah kapal harus dilakukan pada salah satu diantaranya. Kegiatan re-powering yang dimaksud dalam tulisan ini adalah penggantian satu atau lebih komponen sistem propulsi tersebut diatas. Proses re-powering yang dilaksanakan harus melalui sebuah kajian terhadap komponen yang tetap dipertahankan serta yang akan diganti karena akan sangat berpengaruh terhadap pemilihan mesin induk dan propeller baru serta efisiensi yang dihasilkan. Tulisan ini menekankan perlunya kajian unjuk kerja pasca re-powering dengan mengambil contoh kasus pada sepuluh kapal cepat triple screw yang mengalami penggantian dua mesin induk sampingnya. Enam kapal menggunakan dua mesin induk dengan tipe A sedangkan sisanya menggunakan tipe B. Penggantian juga dilakukan terhadap dua Fixed Pitch ( FP ) - propeller samping dari dua mesin baru, sedangkan Controllable Pitch ( CP ) - propeller yang dihubungkan dengan mesin induk tengah tidak diganti. Evaluasi dilakukan berdasarkan hasil sea trial dengan menjalankan kapal menggunakan dua mesin samping sementara mesin induk tengah tidak dihidupkan dan sudut CP-propeller dalam posisi nol. Kajian ini perlu dilakukan karena tidak tersedianya fasilitas yang mengintegrasikan hubungan antara daya dan putaran tiap mesin induk dengan kecepatan kapal sehingga diperlukan suatu grafik yang menunjukkan hubungan tersebut. Kajian lain adalah hubungan antara konsumsi bahan bakar mesin induk dengan kecepatan kapal. Grafik tersebut dibutuhkan guna pemilihan putaran mesin yang paling hemat bahan bakar serta untuk mengetahui perbandingan antara mesin induk baru, terutama dalam penggunaan bahan bakar dan kecepatan kapal yang dihasilkan. 2. LANDASAN TEORI Re – Powering kapal pada prinsipnya adalah penggantian mesin kapal dengan melakukan perhitungan atau pengukuran ulang terhadap tahanan kapalnya. Tahanan (resistance, drag) kapal
1
yaitu gaya yang bekerja berlawanan arah dengan arah gaya propulsi kapal itu sendiri. Perhitungan tahanan ini berperan penting dalam perencanaan propeller dan pemilihan motor pokok yang tepat. Tahanan kapal RT pada dasarnya dipengaruhi oleh kecepatan kapal, berat, dan bentuk badan kapal. Tahanan total kapal RT terdiri atas komponen tahanan lain yang menurut Holtrop1) membentuk persamaan: RT = RF(1+k1) + RAPP + RW + RB + RTR + RA ( 1) Dimana ; RF = Tahanan gesek berdasarkan formula International Towing Tank Conference 1957 1+k1 = Faktor bentuk lambung RAPP = Tahanan akibat tonjolan (appendages) RW = Tahanan gelombang RB = Tambahan tahanan tekan akibat bulbous bow RTR = Tambahan tahanan tekan akibat transom yang tercelup RA = Tahanan korelasi model-kapal Daya towing efektif (effective towing power PE), yang diperlukan untuk menggerakkan kapal melalui air atau untuk menarik kapal dengan kecepatan V adalah: PE = V x RT (2) Hubungan antara daya towing efektif PE dan daya dari motor pokok (brake power) PB dapat diketahui dari besarnya efisiensi total ηT pada persamaan berikut: ηT = PE PE PD = ηD × ηS = ηH × ηO × ηR × ηS (3) PB
Dimana ; PE = PD = PB = ηT = ηH =
PD
PB
Daya towing efektif Daya yang ditransmisikan Daya mesin induk Efisiensi total Efisiensi lambung
ηO ηR ηB ηD ηS
= = = = =
Efisiensi propeller air terbuka Efisiensi rotasi relatif Efisiensi propeller belakang kapal Efisiensi propulsif Efisiensi poros
Specific fuel oil consumption merupakan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya efektif sebesar 1 kW dengan rumus dasar: .
Sfoc = m bb . 3600 PB
g kW . hour
(4)
Dimana ; .
m bb = laju aliran bahan bakar yang diinjeksikan ke silinder (g/detik) Besarnya sfoc tiap putaran mesin dapat dijadikan dasar pembuatan grafik hubungan antara sfoc (g/kWh) vs. engine speed (1/mnt; rpm) sebagai referensi penentuan putaran ekonomis atau pemakaian bahan bakar paling efisien. Pengembangan grafik ini adalah grafik engine speed (1/mnt; rpm) vs. fuel oil consumption (gram/jam atau liter/jam) yang dapat digunakan sebagai dasar menghitung kapasitas tangki harian serta penentuan output dari separator yang mengalirbersihkan bahan bakar dari tangki induk ke tangki harian. 3. METODE PENGAMBILAN DATA Ukuran utama kapal yang akan dilakukan pengambilan datanya ditunjukkan pada Tabel 1 sedangkan rencana garisnya terlihat pada Gambar 1. Kemudian data mesin utama sebelum dan sesudah re – powering diperlihatkan pada Tabel 2.
2
Tabel 1. Ukuran Utama Kapal
LOA LWL BWL D T ∆ S
75,15 69,00 8,95 5,51 2,65 808,55 655,76
meter meter meter meter meter tons m²
AM AWP CM CB CWP CP Vdesain
18,88 m² 497,21 m² 0,796 0,482 0,805 0,606 24,5 knot
Gambar 1. Rencana Garis Kapal Tabel 2. Data Mesin Induk Konfigurasi piston Bore x stroke Daya maksimum Putaran maksimum Sfoc output maksimum Lub. oil consumption Dimensi (P x L x T) Berat kering (basah) Rasio gear box Berat gear box Daun propeller Diameter propeller Pitch propeller
Mesin Lama (L) Radial; 56 piston 160 x 170 mm 3496 kW 1950 rpm 231 g/kWh 8,2 g/kWh 4650 x 1645 x 1640 mm 7500 kg 3,869 : 1 Incl. M/E 3 daun 2000 mm
Mesin Baru A (A) V; 16 piston 170 x 195 mm 2240 kW 1860 rpm 201 g/kWh 0,6 g/kWh 3345 x 1387 x 2240 mm 6210 (6610) kg 4,318 : 1 1600 kg 3 daun 1950 mm 1916 mm
Mesin Baru B (B) V; 16 piston 165 x 190 mm 2720 kW 2100 rpm 214 g/kWh 0,3% sfoc 3692 x 1520 x 2118 mm 7610 (8140) kg 3,96 : 1 1740/ 1820 kg 3 daun 1895 mm 1656 mm
Untuk mendapatkan data pengukuran seperti putaran mesin induk, kecepatan kapal, perhitungan daya mesin, konsumsi bahan bakar serta penentuan specific oil consumption (sfoc), maka Putaran mesin induk diukur menggunakan tachometer yang terpasang pada mesin induk. Kemudian, putaran poros juga diukur menggunakan tachometer yang terpasang pada gearbox. Nilai dari tachometer mesin dan gearbox ditampilkan pada papan kendali lokal dan di engine control room. Penentuan putaran yang diukur ditentukan oleh engine manual book. Fuel rack ditampilkan juga di papan kendali lokal dan di engine control room. Sedangkan untuk mendapatkan besar kecepatan kapal dapat diukur dari sensor speed log yang ditampilkan di anjungan (bridge). Sensor ini terpasang pada kapal sejak diproduksi dan bukan bawaan engine. Untuk daya dapat dihitung dengan persamaan fungsi putaran mesin: 3
P = f (n)³
(5)
Dimana : P n f
= = =
daya (kW) kecepatan putar mesin (1/min; rpm) konstanta
Nilai konstanta dihitung dengan mengambil contoh daya dan putaran maksimum mesin A: f
=
Enginespeed (rpm)
P / (n)³ =
2240000 / (1860)³ =
0,000348104
1100
1390
1590
1690
1750
1805
1860
463
935
1399
1680
1866
2047
2240
Power (kW)
Untuk mesin B: f = P / (n)³ = 2720000 / (2100)³ = 0,000293704 Engine speed (rpm) 800 1000 1325 1675 1910 2030 2100 Power (kW)
150
294
683
1380
2047
2457
2720
Selanjutnya konsumsi bahan bakar dapat dihitung dari kecepatan aliran bahan bakar (MDO) yang masuk dan keluar (sisa) dari mesin induk dengan menggunakan flow meter (mm/s) pada tiap putaran yang dicoba. .
mbb = (Vin.Ain.ρbb) – (Vout.Aout.ρbb)
(6)
dimana : .
m bb = laju aliran bahan bakar yang diinjeksikan ke silinder (g/s) Vin Ain Vout Aout ρbb
= = = = =
kecepatan aliran pemasukan bahan bakar (mm/s) luas penampang aliran pemasukan bahan bakar (mm²) kecepatan aliran pengeluaran bahan bakar (mm/s) luas penampang aliran pengeluaran bahan bakar (mm²) masa jenis bahan bakar (g/mm³)
Data dari persamaan ( 6 ) ini kemudian disubtistusikan ke persamaan ( 4 ) untuk didapat specific fuel oil consumption (sfoc) dari bahan bakar yang dipakai. 4. ANALISA DAN DISKUSI Perhitungan tahanan berikut daya efektif kapal menggunakan Power Prediction Program (PPP1.8)2) dengan Metode Holtrop dan dibandingkan dengan Admiralty formula1) sebagai koreksi hasil perhitungan Metode Holtrop. Hasil perhitungan tahanan kapal dan daya efektif ditunjukkan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Hasil Perhitungan Tahanan dan Daya Efektif Kapal V (kts) 8 10 12 14 16 18 20 22
RT (N)
PE (kW)
19668,9 80,95 30724,0 158,06 45837,9 282,97 67690,8 487,52 91899,8 756,43 127435,2 1180,04 188153,3 1935,87 260820,1 2951,88
Mesin A + propeller A’ w t ηH ηRR 0,0701 0,0812 0,9881 0,9770 0,0698 0,0812 0,9878 0,9770 0,0696 0,0812 0,9875 0,9770 0,0694 0,0812 0,9873 0,9770 0,0692 0,0812 0,9872 0,9770 0,0691 0,0812 0,9870 0,9770 0,0690 0,0812 0,9869 0,9770 0,0689 0,0812 0,9868 0,9770
Mesin B + propeller B’ w t ηH ηRR 0,0725 0,0831 0,9885 0,9839 0,0722 0,0831 0,9882 0,9839 0,0719 0,0831 0,9880 0,9839 0,0717 0,0831 0,9878 0,9839 0,0716 0,0831 0,9876 0,9839 0,0714 0,0831 0,9874 0,9839 0,0713 0,0831 0,9873 0,9839 0,0712 0,0831 0,9872 0,9839
4
Admiralty formula3) adalah formula pendekatan untuk mengetahui besar daya P yang dibutuhkan untuk menggerakkan kapal dengan displasemen ∆ dan kecepatan V. Korelasi dari tiga variabel tersebut ditunjukkan dalam persamaan berikut:
P Dimana ; P AC
= = =
Δ 2 3 .V 3 AC
Daya (kW) Koefisien Admiralty 75 3,7( L ) V
(5)
V ∆
= =
Kecepatan dinas (m/dt) Displasemen (ton)
L
=
Panjang kapal (meter)
Perhitungan daya menggunakan Admiralty Formula dan perbandingannya dengan Metode Holtrop tampak dalam Tabel 4. Tabel 4. Tabel hasil perhitungan daya dengan Admiralty Formula Kecepatan V V (kts) V (m/dt) 8,00 4,12 10,00 5,14 12,00 6,17 14,00 7,20 16,00 8,23 18,00 9,26 20,00 10,29 22,00 11,32
PE (kW) Admiralty Holtrop 61,63 80,95 139,55 158,06 269,78 282,97 468,13 487,52 750,99 756,43 1135,28 1180,04 1638,18 1935,87 2277,18 2951,88
Selisih (%) 23,86 11,71 4,66 3,98 0,72 3,79 15,38 22,86
Perhitungan daya dengan menggunakan Metode Holtrop pada kecepatan dinas (18 knot) lebih besar 3,79 % dari perhitungan dengan Admiralty Formula. Selisih ini menunjukkan bahwa tidak ada kesalahan data entry dalam perhitungan dengan Holtrop. Diagram tahanan dan daya efektif yang diperlukan oleh kapal untuk mencapai kecepatan dinas berdasarkan perhitungan memakai metoda Holtrop ditunjukkan pada Gambar 2. Besarnya efisiensi propulsi dari kapal-kapal yang menggunakan kedua tipe mesin tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel – 5: Efisiensi propulsi kapal dengan menggunakan Mesin A dan B No t. V RT PB PE ηS ηH
Mesin A AaaA 20,2 AA 10,392 196,72 7 4480 2044,3 43 0,985 0,9869
Mesin B 21 10,803 224,207 5440 2422,18 3 0,985 0,9873
Sa t. kn. m/d kN kW kW
Keteranga n Met. Hotrop 2 diesel engine Met. Hotrop Asumsi Met. Hotrop
No ηt.R PD PT ηB ηO ηD ηT
Mesin A 0,9770 4412,8 2071,48 0 0,469 0,480 0,463 0,456
Mesin B 0,9839 5358,4 2453,34 0 0,458 0,465 0,452 0,45
Sat. kW kW
Ketera ngan Met. Hotrop
Dari Tabel 5 terlihat bahwa efisiensi propulsi total yang lebih besar menunjukkan bahwa pemilihan tipe mesin induk, gear box, dan propeller baru pada kapal-kapal dengan Mesin A lebih tepat daripada kapal yang menggunakan Mesin B. Daya besar yang dihasilkan Mesin B serta rasio gear box yang lebih kecil tidak menjamin tercapainya kecepatan kapal yang lebih tinggi jika propeller yang dipasang tidak matching dan efisiensi air terbuka yang cukup. Disamping itu Gambar 3 dan 4 terlihat bahwa untuk mencapai kecepatan atau daya yang diinginkan putaran poros mesin A lebih kecil dari pada mesin B. Hal ini berarti efisiensi mesin A lebih baik dibanding mesin B karena rugi – rugi daya yang dihasilkan lebih kecil pada mesin A. Gambar 5 lebih menunjukkan rasio gearbox dimana dapat ditentukan dari gradient garis mesin A dan B walaupun begitu dapat dikatakan untuk mesin A gear rasio lebih kecil dibanding mesin B sehingga tentunya lebih hemat dari segi biaya pemesanan gearboxnya. Gambar 6 dan 7 dapat menjadi referensi putaran yang paling ekonomis bagi tiap mesin. Putaran paling hemat bagi Mesin A terjadi pada 1428 rpm sementara Mesin B 5
pada 1712 rpm. Hal ini dapat dihitung dengan menjadikan persamaan trendline sfoc minimum dsfoc 0 . Kemudian kecepatan kapal yang dapat dicapai oleh kedua mesin pada putaran tersebut dn
dapat dengan mudah diketahui dengan memasukkan nilai putaran mesin yang didapat kedalam persamaan garis pada Gambar 3 dan 5, sehingga diperoleh secara berurutan adalah 11,51 dan 11,29 knot. Terlihat bahwa pada putaran mesin lebih rendah pada mesin A bisa menghasilkan kecepatan kapal yang lebih cepat dari pada mesin B. Analisa ini ditujukan untuk mendapatkan putaran yang paling ekonomis dari tiap mesin serta perbandingan penggunaaan bahan bakar berdasarkan putaran dan kecepatan kapal yang dapat dicapai. Gambar 8 menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar Mesin A rata-rata sama dengan Mesin B jika dilihat dari segi kecepatan putaran mesin tetapi pada Gambar 9 menunjukkan bahwa Mesin A lebih hemat dari Mesin jika ditinjau dari kecepatan kapal yang dapat dicapai. . 5. KESIMPULAN Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa sistem propulsi yang terintegrasi dengan Mesin A lebih efisien dalam transmisi daya dan pemakaian bahan bakar dibandingkan Mesin B terutama jika ditinjau dari kecepatan yang dapat dicapai oleh masing-masing kapal. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan para praktisi re – powering kapal untuk menerapkan metoda yang dipakai dalam pemilihan dan pengujian unjuk kerja mesin induk.
DAFTAR PUSTAKA 1. Avallone E, Baumeister III T,” Marine Engineering section of STANDARD HANDBOOK for MECHANICAL ENGINEERS,” McGraw-Hill Book Company(1987) 2. Harvarld, S. A. (1983), “Resistance and Propulsion of Ships”; John Wiley & Sons, New York 3. Holtrop, J., (1984), “A Statistical Re-analysis of Resistance and Propulsion Data”, International Shipbuilding Progress, Vol. 31 4. Lewis VE,” Principle of Naval Architecture Vol II Resistance, Propulsion and Vibration,” SNAME 1988 5. Parsons, M. G., (January, 1996), Power Prediction Program; http://wwwpersonal.engin.umich.edu/~parsons/470web/newpage1.htm
6
Tahanan Total Mesin A
350
300
300
350
250
250
300
200
200
150
150
100
100
50
50
0
putaran poros (rpm)
350
Daya (x10 kW)
Tahanan (kN)
Daya Efektif
0 0
5
10
15
20
y = 0,1158x + 62,529
100 50 0 300
800
1300
1800
2300
putaran mesin (rpm)
Gambar 5. Grafik komparasi putaran mesin vs. putaran poros
Mesin B
A1-P
A2-P
A3-P
A4-P
A5-P
A6-P
A1-S
A2-S
A3-S
A4-S
A5-S
A6-S
Poly. (A2-S)
25 y = 0.0463x + 1.0451 20 15
Sfoc (g/kWh)
Kecepatan (knot)
y = 0,1263x + 68,182
150
30
y = 0.0403x - 0.1729
10 5 0 0
100
200 300 400 Putaran poros (rpm)
500
600
Gambar 3. Grafik komparasi putaran poros vs. Kecepatan Mesin A
214 212 y = 1E-04x 2 - 0,2856x + 407,85 210 208 206 204 202 200 198 196 194 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 Putaran mesin (rpm)
Gambar 6. Grafik putaran mesin vs sfoc Mesin A
Mesin B
3000 2500
B1-P
B2-P
B3-P
B4-P
B2-S
B3-S
B4-S
trendline
B1-S
270,0
2000
260,0
1500
y = 5E-05x 2 - 0,1712x + 360,74
250,0
1000
Sfoc (g/kWh)
Daya (kW)
Linear (Mesin A)
200
25
Gambar 2. Grafik Kecepatan – Tahanan – Daya
Linear (Mesin B)
250
Kecepatan (knot)
Mesin A
Mesin B
500 0
240,0 230,0 220,0
300
600
900
1200
1500
1800
2100
Putaran mesin (rpm)
Gambar 4. Grafik komparasi putaran vs. daya mesin
210,0 200,0 600
800
1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 Putaran mesin (rpm)
7
Gambar 7. Grafik putaran mesin vs. sfoc Mesin B
Mesin - A
Mesin - B
1000
Foc (ltr/h)
800 600 400 200 0 600
900
1200 1500 Putaran mesin (rpm)
1800
2100
Gambar 8. Grafik komparasi putaran mesin vs. Foc Mesin - A
Mesin - B
Foc (ltr/h)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 10
12
14
16 18 Kecepatan (knot)
20
22
Gambar 9. Grafik komparasi kecepatan vs. foc
8