SIMULASI UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI PADA KAPAL PERIKANAN Choliq Zainul 1) , Baheramsyah Alam 2) Mahasiwa: JurusanTeknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS 2) DosenPembimbing :Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, FTK-ITS 1)
ABSTRAK Proses pendinginan ikan pada saat setelah ditangkap merupakan proses yang penting untuk menjaga kualitas dari ikan hasil tangkapan tersebut. Metode pendinginan atau pengawetan ikan yang mudah adalah menggunakan es balok.. Nelayan umumnya membawa es balok pada saat menangkap ikan, sehingga hasil tangkapan ikan yang mampu dibawa terbatas dengan adanya berat dari es balok tersebut. Pada penelitian ini dilakukan simulasi perhitungan untuk mengurang jumlah es balok yang dibawa oleh para nelayan dengan bantuan sistem refrigerasi absorpsi. Kerja dari system ini dapat memanfaatkan panas yang terbuang percuma, salah satunya adalah gas buang dari engine kapal nelayan. Dalam penelitian ini sistem absorpsi dirancang dapat menggantikan 50 buah es balok dari jumlah total es balok sebesar 200 buah, yaitu dengan laju pendinginan 3,545 kJ/s pada suhu 4oC. Setelah dilakukan simulasi perhitungn didapatkan temperature tiap komponen sebear 100oC untuk generator, 45oC untuk kondensor, 30oC untuk absorber serta menggunakan larutan Lithium Bromida sebagai absorben. KEY WORDS: Sistem refrigerasi absorpsi, LithiumBromide, absorben PENDAHULUAN Mesin pendingin yang sudah umum dipakai di Indonesia selama ini menggunakan daur kompresi uap dimana dalam pengoperasiannya membutuhkan daya listrik yang cukup besar serta adanya efek buruk dari refrigeran yang digunakan terhadap lingkungan sekitar. Salah satu jenis sistem refrigerasi yang tidak membutuhkan listrik sebagai sumber energi utama dan kebebasan dalam memilih refrigeran adalah sistem refrigerasi absorpsi. Sebagai sumber energi utama untuk sistem refrigerasi absorpsi adalah energi panas, untuk mendapatkan energi panas dapat memanfaatkan panas gas buang dari hasil proses pembakaran motor. Salah satu sumber panas yang terbuang adalah panas gas buang dari kapal nelayan. Para nelayan tradisional umumnya menggunakan es balok (es basah) sebagai pendingin untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya agar tidak cepat membusuk. Penggunaan es basah sebagai pendingin di kapal ikan memang sederhana namun terdapat banyak kelemahan diantaranya adalah sifat dari es basah yang mudah mencair sehingga temperature cepat meningkat dan ikan menjadi cepat busuk, selain itu volume dan berate s basah yang besar sehingga memerlukan tempat yang banyak dan akibatnya mengurangi hasil tangkapan. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
pendinginan di kapal ikan tersebut, salah satunya adalah menggunakan system refrigerasi absorpsi dengan memanfaatkan panas gas buang sebagai sumber energi. Sistem refrigerasi absorpsi digunakan sebagai pendingin bantu dalam pengawetan ikan di kapal, yaitu dengan mengurangi sejumlah es balok tertentu atau dapat digunakan sebagai pendingin bantu untuk memperlambat waktu mencairnya es balok (es basah). Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, berapa banyak es balok yang dapat dikurangi dengan menggunakan system refrigerasi absorpsi; apakah penggunaan sistem refigerasi absorpsi dapat meningkatkan jumlah muatan ikan yang diangkut; bagaimana pengaruh suhu generator, kondensor, evaporator dan Absorber yang dirancang terhadap unjuk kerja sistem pendingin absorpsi yang dihasilkan. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Objek yang dikaji terbatas pada kapal ikan yang berukuran 30 GT (KMN London 4 di Brondong Lamongan); Dalam perhitungaan diasumsikan sistem pendingin terisolasi sempurna dan tidak losses; Dalam perhitungan tidak disertakan faktor biaya; Simulasi perhitungan dilakukan untuk mengurangi 50 buah es balok; Simulasi perhitungan yang dilakukan adalah memvariasikan temperatur generator, temperatur absorber, temperatur kondensor dan temperatur evaporator agar didapat hasil yang maksimum; Simulasi perhitungan dengan menggunakan Lithium Bromida. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah Mengurangi Es balok sebesar 25% dari 200 Es balok; mengetahui pengaruh perubahan temperatur tiap komponen terhdap system. Luaran yang Diharapkan Luaran yang diharapakan dari penelitian ini adalah artikel yang berisi tentang simulasi unjuk kerja sistem refrigerasi absorpsi pada kapal perikanan. Sebuah sistem pendingin yang dapat meningkatkan kuantitas ikan dan kualitas pendinginan ikan sehingga nilai ekonomi ikan tidak berkurang dan nelayan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
1
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari keadaan ikan itu sendiri pada saat ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh ikan. Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri meliputi kondisi fisik dan komposisi kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh kontaminasi dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya dilakukan. Dengan mengetahui mekanisme penyebab terjadinya kerusakan dapat diupayakan langkahlangkah pencegahan untuk menghambat proses penurunan mutu ikan. Daging ikan karena kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian tubuh ikan yang lazim menjadi target untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64-81% air. Komposisi inilah yang menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba (jasad renik), dimana mikroba mencerna atau mengurai zat gizi tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan daging ikan menjadi rusak atau busuk. Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan segar adalah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim. Salah satu bentuk protein daging ikan adalah berupa Enzim yang meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai komposisi daging ikan pada saat ikan hidup melakukan gerakan di air. Bagian komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot ikan hidup adalah glikogen otot, suatu bentuk senyawa gula sederhana yang dikandung otot daging dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi. Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim menjadi tak terkendali dalam mengurai glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa ketegangan otot daging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak dapat dilipat yang lazim disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan dalam kondisi rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini adalah sejak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. Setelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. Bagian tubuh ikan hidup yang selalu mengandung mikroba adalah lendir dipermukaan kulit, Insang dan isi perut, dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan pusat konsentrasi mikroba pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan bagian dalam dinding perut yang luka untuk mengurai/merubah komposisi
kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan sampai pecah selama penanganannya agar enzim- enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga merusak daging ikannya. Perubahan fisik ikan Saat proses kematian akan keluar lendir dipermukaan tubuh ikan dengan jumlah yang berlebihan dan ikan akan mengelepar mengenai benda disekelilingnya. Apabila benda yang terkena benturan ikan cukup keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi memar dan luka-luka; Selanjutnya setelah ikan mati secara perlahan-lahan akan mengalami kekakuan tubuh (rigormortis) yang diawali dari ujung ekor menjalar kearah bagian kepalanya. Lama kekakuan ini tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya; Setelah proses rigormortis selesai, kerusakan ikan akan mulai terlihat berupa perubahan-perubahan : berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, untuk ikan bersisik menjadi lebih mudah lepas sisiknya dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, bau berubah dari segar menjadi asam; Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya tingkat penurunan mutu ikan, sampai yang terakhir ikan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi manusia atau busuk. Prinsip mencegah kerusakan Memberi perlakuan suhu rendah terhadap ikan segera setelah ditangkap atau dipanen, karena proses enzimatis dan aktifitas mikroba pengurai daging akan sangat dihambat pada suhu mendekati 0°C (3 s/d 5°C). Suhu rendah ikan ini harus dipertahanlan selama pencucian, penyiangan, pengemasan, penyimpanan dan distribusinya; Mempercepat dan mempermudah kematian ikan segera setelah diangkat dari air dengan cara mendinginkannya dalam air es dingin atau segera memukul kepalanya tepat dibagian otak khusus untuk ikan berukuran besar seperti tuna, layaran dsb yang ditangkap dengan pancing (rawe atau long-line); Khusus untuk ikan berukuran besar diikuti dengan pembuangan darah ikan (bleeding), karena darah merupakan media penyebaran mikroba pembusuk dari insang ke daging ikan melalui pembuluh darah ikan; Menyiangi dengan membuang insang dan isi perut ikan sebagai pusat konsentrasi mikroba alami; Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati dan disiangi, dengan tujuan membersihkan lendir dipermukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan, dan sisa-sisa darah selama proses penyiangan. Mempertahankan mutu ikan Pengawetan dan pengolahan ikan yang cermat dan cepat adalah cara yang dapat dilakukan untuk mencegah proses pembusukan dan agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan. Pengawetan tidak banyak berbeda dengan pengolahan. Keduanya merupakan usaha manusia untuk mempertinggi daya tahan dan daya simpan ikan dengan tujuan agar kualitas ikan dapat dipertahankan tetap dalam kondisi yang baik. Perbedaan kedua proses tersebut terletak pada produk akhir. Produk akhir hasil pengawetan tidak berbeda jauh dengan bahan asli. Sedangkan produk akhir hasil 2
pengolahan mempunyai bentuk yang jauh berbeda dibandingkan dengan aslinya. Pengawetan diartikan sebagai setiap usaha untuk mempertahankan mutu ikan selama mungkin sehingga masih dapat dimanfaatkan dalam keadaan yang baik dan layak. Berikut ini adalah beberapa metode pengawetan ikan dengan cara pendinginan. Pendinginan Ikan Menggunakan Es Basah Tujuan dari pemakaian es basah adalah untuk menekan proses penurunan mutu ikan hingga minimum. Untuk itu ikan yang tertangkap harus segera diturunkan suhunya mencapai 00C serta mempertahankan ikan pada suhu tersebut selama penanganan selanjutnya. Ikan pada proses ini diharapkan dapat berkontak dengan es seluruhnya sehingga panas dari tubuh ikan dapat melelehkan es basah dimana air lelehan tersebut berfungsi untuk membuang darah, lender, bakteri serta kotoran dari ikan dan air lelehan akan mengalir ke bawah sehingga ikan akan tetap bersih. Tetapi dalam prakteknya pada kapal ikan adalah sulit diaplikasikan bila semua tubuh ikan harus berkontak dengan es, kadang tubuh ikan kontak dengan ikan, baru kemudian ikan yang paling tepi yang akan kontak dengan es. Dari kondisi inilah es basah kurang bisa menjamin kebersihan ikan yang dibawa. Kelemahan dari metode ini bila dipakai di kapal ikan tradisional karena berat dan volume es basah yang besar, sehingga banyak memakan tempat. Lebih lanjut berdasarkan kondisi social ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan segar menunjukkan, bahwa penggunaan es (dalam bentuk bongkahan/balok/pecahan, curai atau atau dicampur dengan air laut) paling cocok sebagai upaya penanganan. Kondisi ideal perbandingan es minimal yang digunakan dan ikan selama penanganan adalah dijaga agar selalu satu dibanding satu. Agar dapat menggunakan es secara efektif dan efisien perlu difahami sifat fisik es dalam kaitannya dengan kemampuannya untuk mendinginkan dan dasar cara menghitung keperluan es dalam suatu kegiatan peyimpanan ikan dengan es didalam cool box. Berikut ini adalah sifat-fisik es yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara lain : Kalor jenis (KJ) es, yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1°C per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ °C/ kg es; Kalor lebur (KL) es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es menjadi 1 kg air pada suhu 0°C, nilainya adalah 80 kalori / kg es; KJ air lelehan es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1°C per kg air (air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air; Bentuk es. Es dalam bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam mendinginkan dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es semakin cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair; Volume jenis (VJ) es, adalah jumlah ruang yang diperlukan untuk menampung 1 kg es. Apabila berat jenis es 0.9,maka volume jenis es (dalam keadaan padatmasif) adalah 1,11 liter (dm3) per kg es. Pendingin Ikan Dengan Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah proses pendinginan udara atau benda yang disimpan dalam ruangan tertentu sehingga temperaturnya menjadi jauh lebih rendah dari temperature
sekitarnya. Metode ini ini diterapkan secara luas dalam dunia pangan terutama karena keunggulannya dalam mengatasi gejala dan proses alamiah pangan yang cenderung cepat rusak. Keunggulan dari metode ini adalah mampu menghambat pembusukan pangan serta memperpanjang umur keawetannya, mampu mengawetkan nilai gizi dan nilai organoleptik seperti rupa, rasa, tekstur serta bau, serta mampu menjaga nilai keaslian dan kesegaran pangan dalam waktu yang panjang. Kelemahan dari metode ini adalah memerlukan investasi dan biaya perawatan yang besar, sehingga metode ini hanya mampu diaplikasikan pada kapal-kapal ikan modern yang dimiliki oleh para pemilik modal besar, sedangkan untuk para nelayan tradisional belum mampu mengaplikasikan metode ini karena kendala biaya investasi yang besar. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa es balok banyak digunakan oleh para nelayan tradisional untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Dalam berlayar para nelayan membawa sejumlah es balok yang digunakan untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Dari hasil survey lapangan di TPI Brondong bahwa es balok tersebut harus mampu mengawetkan ikan selama ±7 hari (lama berlayar). Para nelayan tersebut mengawetkan satu kilogram ikan dengan satu kilogram es balok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan volume palkah yang tetap dan jumlah es balok dapat dikurangi dengan suatu system refrigerasi maka akan mengurangi biaya operasional kapal, namun tentunya menambah biaya investasi sistem refrigerasi. Sistem refrigerasi mekanik yang sering kita jumpai adalah system kompresi uap, namun jika sistem ini diterapkan di kapal ikan nelayan maka membutuhkan daya listrik yang besar sehingga dapat dikatakan tidak effisien. Maka kemungkinan yang sesuai adalah menggunakan sistem refrigerasi absorpsi karena tidak membutuhkan supplay listrik, namun cukup memanfaatkan suatu energi kalor sebagai pembangkit. Energy kalor dapat didapatkan dengan memanfaatkan panas gas buang dari mesin kapal. SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI LiBr-AIR Hubungan Daur Absorpsi dan Daur Kompresi Uap Siklus absorpsi dipakai untuk mesin pendingin pertama kali diperkenalkan oleh Ferdinand Care pada tahun 1896. Jika siklus refrigerasi menggunakan satu jenis fluida kerja sebagai refrigeran, maka pada siklus absorpsi menggunakan larutan yang terdiri dari dua zat, masing masing disebut pelarut dan terlarut. Zat yang umum di pakai sebagai pelarut adalah air (H2O) dan zat terlarut biasanya Amonia atau Garam Bromida, LiBr (Lithium Bromide). Daur absorpsi hamper sama dalam beberapa hal dengan daur kompresi uap. Sebuah daur refrigerasi beroperasi dengan kondensor, katup ekspansi, dan evaporator, jika uap tekanan rendah dari evaporator dan ditransformasikan menjadi uap tekanan tinggi dan dialirkan ke kondensor. System kompresi uap menggunakan kompressor untuk keperluan tersebut. Pertama-tama system refrigerasi absorpsi menyerap uap tekanan rendah kedalam suatu zat cair penyerap (absorbing liquid) yang cocok. Yang terkandung di dalam proses absorpsi yaitu konversi (perubahan) dari uap menjadi cair karena proses ini sama dengan kondensasi, maka selama proses berjalan, kalor dilepaskan. Tahap berikutnya yaitu menaikkan tekanan zat cair dengan pompa, dan yang terakhir membebaskan uap dari zat cair penyerap dengan pemberian kalor. 3
Siklus Refrigerasi kompresi uap disebut sebagai siklus yang dioperasikan oleh kerja (work operation cycle) karena penaikan tekanan refrigeran dilakukan oleh kompresor yang memerlukan kerja dari luar. Sedangkan siklus Absorpsi disebut sebagai siklus yang dioperasikan oleh panas (Heat operated cycle). Sebenarnya dalam daur absorpsi dibutuhkan juga kerja untuk menggerakkan pompa, tetapi jumlah kerja tersebut cukup kecil dibandingkan dengan yang diperlukan pada daur kompresi uap. Keuntungan Sistem Refrigerasi Absorpsi dibanding Sistem Kompressi Uap Hanya refrigeran dan absorban yang bergerak, sehingga operasi siklus tenang dan tahan lama. Motor pompa, mesin, atau turbin yang digunakan lebih kecil dibanding yang digunakan pada sistem kompresi untuk kapasitas yang sama.; Sistem absorpsi biasanya didesain untuk menggunakan uap, baik padatemperatur tinggi, maupun temperatur rendah. Buangan dari komponen yang lain dapat kembali digunakan. Tidak dibutuhkan daya listrik, meskipun biasanya pompa yang digunakan digerakkan oleh motor; Unit refrigerasi absorpsi dapat dioperasikan pada tekanan dan temperatur evaporator yang lebih kecil, dengan penurunan yang kecil. Pada sistem kompresi, penurunan tekanan evaporator mengakibatkan penurunan kapasitas sistem secara signifikan.; Pada beban refrigerasi yang lebih kecil, unit absorspi memiliki efisiensi yang sama besarnya dengan kapasitas penuh. Pengendalian variasi beban dilakukan dengan pengaturan jumlah refrigeran dan absorben yang disirkulasikan di dalam system; Jika refrigeran tidak sepenuhnya diuapkan di
evaporator, tidak terjadi efek yang buruk selain membuat sistem sedikit tidak stabil secara temporer. Namun, pada sistem kompresor, hal itu dapat membahayakan kompresor dan membutuhkan pengukuran preventif yang mendalam; Unit absorpsi dapat dibuat dengan kapasitas lebih besar dari 1000 ton— nilai kapasitas terbesar dari unit kompresor. Dengan pengecualian untuk aplikasi rumah tangga, secara umum sistem absorpsi butuh ruang lebih besar. Namun, unit dapat diletakkan di luar ruangan dan disusun vertikal sehingga membutuhkan area tanah yang lebih kecil dan tidak perlu penutup. Proses Sistem Refrigerasi Absorpsi Dalam gambar dibawah ini ditunjukkan dasar system absorpsi. Uap tekanan rendah dari evaporator diserap oleh larutan cairan (liquid solution) dalam absorber. Jika proses absorpsi ini dilakukan secara adiabatik, suhu larutan naik dan akhirnya absorpsi uap akan berhenti. Untuk mengekalkan proses absorpsi, absorber didinginkan oleh udara atau air yang kemudian melepaskan kalor ini ke udara bebas. Pompa menerima zat cair tekanan rendah dari absorber, meninggalkan zat cair, dan mengirimkan zat cair ke generator. Dalam generator, kalor dari suatu sumber suhu tinggi mendorong lepas uap yang telah diserap oleh larutan. Larutan cairan dikembalikan ke absorber melalui katup trotel yang maksudnya adalah untuk memberikan penurunan tekanan guna menjaga beda tekanan antara generator dan absorber. Pola aliran kalor ke dan dari empat komponen penukar kalor pada daur absorpsi yaitu kalor suhu tinggi masuk ke generator sedangkan kalor suhu rendah dari bahan yang hendak
didinginkan masuk kedalam evaporator. Pelepasan kalor dari daur terjadi pada absorber dan kondensor pada suhu-suhu tertentu sehingga kalor dapat dibuang ke atmosfir.
Gambar 2.1 Siklus refrigerasi absorpsi Sifat-Sifat Suhu-Tekanan-Konsentrasi Larutan LiBr-Air Lithium Bromida adalah Kristal garam padat, dengan adanya uap air menyebabkan ia mengabsorpsi uap tersebut dan menjadi larutan cair. Larutan cair menimbulkan tekanan uap-air yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan. Jika dua buah bejana dihubungkan seperti pada Gambar 2.2, satu bejana berisi larutan LiBr dan bejana lainnya airm murni, maka tiap cairan menimbulkan tekanan uap-air. Pada keadaan seimbang, tekanan-tekanan uap-air yang ditimbulkan oleh dua cairan tersebut sama. Contoh dari suatu keadaan seimbang diperlihatkan pada Gambar 2.4 jika suhu air murni 40ºC, tekanan uapnya 7,38 kPa. Tekanan uap yang sama besarnya akan ditimbulkan pula oleh larutan LiBr-Air pada suhu 80ºC dan konsentrasinya x = 59% dari massa LiBr. Banyak kombinasi lain antara suhu dan konsentrasi larutan yang juga memberikan tekanan uap 7,38 kPa. Gambar 2.3 adalah diagram suhu-tekanan-konsentrasi larutan LiBr. Konsentrasi adalah absis grafik dan tekanan uapair bias sebagai ordinat, sebagaimana ditunjukkan pada skala vertical sebelah kanan. Untuk mudahnya, suhu jenuh air murni yang sesuai dengan tekanan-tekanan uap ini dinyatakan sebagai ordinat pada sebelah kiri. Grafik dipakai untuk kondisi-kondisi jenuh dimana larutan berada dalam keseimbangan dengan uap-air, seperti pada bejana disebelah kanan dalam gambar 2.2. Tekanan, suhu dan konsentrasi yang dipilih sebagai contoh kondisi pada Gambar 2.2 kini dapat diteliti.jika suhu air murni 40ºC, tekanan uap yang ditimbulkan 7,38 kPa, yang dapat ditentukan dari skala vertical sisi kiri pada Gambar 2.5. Larutan LiBr dengan konsentrasi x = 59% dan suhu 80ºC juga menimbulkan suatu tekanan air sebesar 7,38 kPa. Jika larutan mempunyai konsentrasi x = 54% dan suhu 70°C tekanan uap airnya juga 7,38 kPa.
Gambar 2.2 Keseimbangan tekanan uap air
4
Maka besarnya Qg dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini = ( ̇ ℎ )+( ̇ ℎ )−( ̇ ℎ ) Kesetimbangan Energi Pada Kondensor
Gambar 2.6 Kesetimbangan energi pada Kondensor Maka besarnya Qg dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini =( ̇ ℎ )−( ̇ ℎ ) Kesetimbangan Energi Pada Evaporator
Gambar 2.7 Kesetimbangan energi pada Evaporator Maka besarnya Qe dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini = ( ̇ ℎ )−( ̇ ℎ )
Gambar 2.3 Diagram suhu-tekanan-konsentrasi larutan LiBr Kesetimbangan Energi Pada Sistem Refrigerasi Absorpsi Untuk mengetahui performa maka perlu dilakukan analisa terhadap kesetimbangan energy pada tiap-tiap komponen system refrigerasi absorpsi. Dengan mengetahui aliran siklus refrigerasi absorpsi pada Gambar 2.4, maka kita dapat menghitung besarnya kesetimbangan energi pada tiap komponen system. Untuk menghitung kesetimbangan energy tersebut, maka kita terlebih dahulu menganalisa aliran yang mempengaruhi komponen tersebut
Coefficient of Performance Dalam hal-hal tertentu pemakaian istilah COP untuk system refrigerasi absorpsi kurang menguntungkan karena harganya agak lebih rendah dibandingkan dengan harga dari sistem kompresi uap. Harga COPabs yang cukup rendah tidak harus dianggap sangat merugikan bagi system refrigerasi absorpsi karena COP dari dua daur itu didefinisikan secara berlainan. COP daur kompresi uap adalah harga rasio antara laju refrigerasi dengan daya dalam bentuk kerja yang diberikan untuk mengoperasikan daur. Energy dalam bentuk kerja biasanya jauh lebih berharga dan mahal dari pada energi dalam bentuk kalor. Coefficient of Performance dari system absorpsi (COPabs) didefinisikan sebagai : =
Kesetimbangan Energi Pada Absorber
METODOLOGI Umum
Gambar 2.4 Kesetimbangan energy pada Absorber Maka besarnya Qa dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini =( ̇ ℎ )+( ̇ ℎ )−( ̇ ℎ ) Kesetimbangan Energi Pada Generator
Gambar 2.5 Kesetimbangan energy pada Generator
Metodologi yang digunakan pada tugas akhir ini berbasis perhitungan untuk mengurangi sejumlah es balok tertentu kemudian melakukan simulasi perhitungan untuk memperoleh besarnya temperatur kerja pada tiap komponen dari sistem. Berikut adalah diagram alir dari pengerjaan tugas akhir ini. Studi Literatur Pengumpulan bahan pustaka yang diperlukan dan mendukung pengerjaan tugas akhir. Pada pengerjaan tugas akhir ini literatur yang digunakan diperoleh dari buku, jurnal, laporan tugas akhir, internet. Materi literatur yang diambil dalam tugas akhir ini berkaitan dengan materi atau ilmu pengetahuan tantang system refrigerasi absorpsi khususnya, pengolahan dan pengawetan ikan, berbagai cara pengawetan ikan, es basah, kesetimbangan energi, dan berbagai materi lainnya yang menunjang tugas akhir ini. 5
Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data yang diperlukan untuk menunjang pengerjaan tugas akhir ini antara lain ukuran kapal, ukuran ruang muat ikan, banyaknya ikan hasil tangkapan, jumlah es basah yang diperlukan untuk mendinginkan ikan, lama berlayar dan data lainnya sebagai pendukung pengerjaan perhitunagan simulasi sistem refrigerasi absorpsi. Perhitungan Pengurangan Es Balok
Menghitung besarnya enegi yang dapat digantikan oleh sistem sejumlah 50 buas es balok. Dari data jumlah es balok yang dibutuhkan untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan pada KMN London 4 tersebut kemudian dilakukan perhitungan pengurangan 50 buah es balok. Perhitungan Simulasi Sistem
Kemudian melakukan perhitungan simulasi sistem refrigerasi absorpsi yang mampu menggantikan sejumlah 50 es balok tersebut. Dalam perhitungan simulasi tersebut dengan memvariasikan temperatur generator, kondensor, absorber dan evaporator. Kesimpulan dan Saran
Membuat kesimpulan dan saran dari hasil perhitungn simulasi yang telah dilakukan diharapkan mampu menjawab permasalahan yang menjadi tujuan tugas akhir ini, yaitu mengenai perhitungan simulasi system refrigerasi absorpsi. Saran ditulis berdasarkan data hasil pembahasan serta fakta yang ada. Saran ini diberikan untuk perbaikan tugas akhir ini agar menjadi lebih sempurna. Flow Chart Pengerjaan
Dimensi Ruang Palkah Panjang Lebar Tinggi Jumlah
: 1,8 m :1m :2m : 10 Buah
Kebutuhan Es Balok Total Per-Palkah
: 200 Buah : 20 Buah
Lama Berlayar
: ± 7 hari
Engine : 4 Buah 2 unit sebagai Main Engine : Mitsubishi 6D16-T 166 PK 1 unit sebagai penggerak Capstain: Yanmar 1 unit sebagai penggerak Generator : Panther Jenis Ikan Tangkapan : Layang, Dorang, Golok dll. Berat Bahan Bakar : 20 Ton Data hasil pengukuran panas gas buang Tabel 1.1
Waktu (menit) 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
T°C 50 50 51 70,2 100,1 105,3 102,3 102,2 105,6 115,6 137,5 163,7 154,3 173 176 168,7 191 196 200,7 222,7
Perhitungan Pengurangan Jumlah Es Balok Jumlah es balok yang akan dikurangi yaitu sebesar 50 buah, dengan berat tiap es balok sebesar 25 kg. Gambar 2.8 Kesetimbangan energi pada Kondensor PEMBAHASAN Data hasil survey
Nama Kapal : KMN London 4 Dimensi Kapal Panjang : 20 m Lebar : 6,5 m Tinggi :5m
Jumlah total es balok Berat @ es balok Berat total es balok
: 200 buah : 25 kg : 200 × 25 : 5000 kg Jumlah es balok yang direncanakan akan dikurangi oleh sistem, Jumlah : 50 buah Berat es balok : 50 × 25 : 1250 kg Prosentasi dari total : (50/200) × 100% : 25% Suhu es mencair : 1,4°C 6
Suhu sistem absorpsi : 4°C Panas spesifik air :1 Waku (t) mengubah suhu 1,4°C menjadi 4°C : 64 menit : 3840 s = m.c.ΔT = 1250 kg × 1 × (4 - 1,4) = 3250 kkal (1 kkal = 4,1868 kJ) = 13607 kJ Kapasitas = Q/t = 13607/3840 = 3,5435 kJ/s = 3,5435 kW Sehingga sistem yang dirancang memiliki kapasitas pendinginan 3,5435 kJ/s pada suhu 4°C. Q
Pada Titik 2 Pada titik dua merupakan kedudukan setelah adanya pompa, namun besarnya kapasitas pompa diabaikan. Pada titik 2 ini didapatkan nilai suhu, kandungan LiBr dan entalpi yang sama dengan titik 1 yaitu berturut-turut sebesar 30°C, 54,5%, 71,042 kJ/kg. Namun besarnya tekanan pada titik 2 ini harus sama dengan besarnya tekanan kerja pada Generator, yaitu sebesar 9,58 kPa. Pada Titik 3 Pada titik ini larutan yang kaya akan kandungan lithium bromida keluar menuju absorber. Tekanan kerja pada generator harus sama dengan tekanan kerja pada kondensor. Besarnya tekanan pada kondensor dapat melihat pada tabel propertis air pada suhu kondensasi 45°C, yaitu sebesar 9,58 kPa. Sehingga dengan diketahui suhu dan tekanan, maka prosentasi dari besarnya lithium bromida yang ada pada generator dapat diketahui dengan mngeplotkan data tersebut pada 2.11, dan nilai prosentasi LiBr yang didapat adalah sebesar 64%. Besarnya entalpi yang berada pada titik ini dipengaruhi oleh prosentasi kandungan LiBr, untuk mengetahui besarnya entalphi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dan nilai h1 sebesar 248,37 kJ/kg.
Perhitungan Simulasi Sistem Refrigerasi Absorpsi
Gambar 2.9 Siklus refriogerasi Absorpsi
Tabel 1.2 Data parameter Parameter
dengan mengeplotkan besarnya suhu dan tekanan pada Gambar 2.11, dan nilai prosentasi LiBr yang didapat adalah sebesar 54,5%. Besarnya entalpi yang berada pada titik ini dipengaruhi oleh prosentasi kandungan LiBr, untuk mengetahui besarnya entalphi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dan nilai h1 sebesar 71,042 kJ/kg.
Simbol
Nilai
Kapasitas
Qe
3,5435 kW
Temperatur Evaporator Data asumsi Temperatur Generator
Te
4ºC
Tg
100°C
Temperatur Absorber
Ta
30°C
Temperatur Condensor
Tc
45°C
Data yang diketahui
Pada Titik 1 Keluaran dari Absorber mempunyai suhu 30°C, kemudian besarnya tekanan pada titik 1 ini harus sama dengan besarnya tekanan kerja pada evaporator. Besarnya tekanan pada evaporator dapat melihat pada tabel propertis air pada suhu evaporasi 4°C, yaitu sebesar 0,82 kPa. Tekanan kerja absorber harus sebesar 0,82 kPa. Absorber merupakan tempat dari tampungan larutan LiBr, sehingga besarnya prosentasi larutan LiBr dapat diketahui dengan parameter suhu dan tekanan tersebut, nilai kandungan LiBr dapat diketahui
Pada Titik 4 Pada titik ini merupakan kedudukan setelah melewati katup trotel. Pada titik ini didapatkan nilai suhu, kandungan LiBr dan entalpi yang sama dengan titik 3 yaitu berturut-turut sebesar 100°C, 64% dan 248,37 kJ/kg. Namun besarnya tekanan pada titik ini harus sama dengan besarnya tekanan kerja pada Absorber, yaitu sebesar 0,82 kPa. Pada Titik 5 Pada titik ini adalah uap air yang bertekanan tinggi menuju kondensor dengan besarnya suhu 100oC, tekanan 9,58 kPa, kandungan LiBr 0% dan besarnya entalpi dapat dihitung dengan persamaan; dan nilai h5 sebesar 2676,1 kJ/kg. Pada Titik 6 Pada titik enam besarnya suhu kondensasi adalah 45oC, tekanan 9,58 kPa, kandungan LiBr 0% dan besarnya entalpi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: yaitu sebesar 188,41 kJ/kg. Pada Titik 7 Nilai yang berada pada titi tujuh sama dengan nilai yang berada pada titik 6 kecuali nilai tekanannya, nilai tekanan pada titik tujuh sesuai dengan tekanan kerja pada evaporator, yaitu sebesar 0,82 kPa. Pada Titik 8 Pada titik ini mempunyai suhu evaporasi sebesar 4OC, tekanan 0,82 kPa, kandungan lithium bromida 0% dan besarnya entalpi dapat dilihat dari tabel propertis air atau 7
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan; nilainya sebesar 2508,1 kJ/kg. Perhitungn laju aliran massa ( − ) = × ( − ) (0,545 − 0) = × (0,64 − 0,545) = × 5,7368
=
ℎ −ℎ 3,5435 2508,1
= 0,0015
− 188,41
Titik
̇ (kg/s) p(kPa)
1 2
h (kJ/kg) 71,042 71,042
T°(C)
0,0103 0,0103
0,82 9,58
30 30
X (%LiBr) 54,5 54,5
3
248,37
0,0088
9,58
100
64
4
248,37
0,0088
0,82
100
64
5
2676,1
0,0015
9,58
100
0
6
188,41
0,0015
9,58
45
0
7 8
188,41 2508,1
0,0015 0,0015
0,82 0,82
45 4
0 0
/
Sehingga besarnya m3 adalah = × 5,7368 = 0,0015 × 5,7368 = 0,0088
Tabel 1.4 Menvariasikan temperature generator
= + = 0,0088 + 0,0015 = 0,0103 Besarnya
3,5435 = 0,64 5,5358
Tabel 1.3 nilai pada tiap titik
m1 = m2 m3 = m4 m5 = m6 = m7 = m8
Perhitungan kapasitas tiap komponen (Q) Kesetimbangan energi pada generator dapat dihitung dengan persamaan : Qg = m5h5 + m3h3 – m2h2 = (0,0015×2676,1) + (0,0088×248,37) (0,0103×71,042) = 5,5358 kJ/s Kesetimbangan energi pada kondensor dapat dihitung dengan persamaan : Qc = m6 (h5 - h6) = 0,0015 (2676,1 – 188,41) = 3,8018 kJ/s Kesetimbangan energi pada absorber dapat dihitung dengan persamaan : Qa = m8h8 + m4h4 – m1h1 = (0,0015×2508,1) + (0,0088×248,37) – (0,0103×71,042) = 5,2791 kJ/s Kesetimbangan Energi: + = + (5,5358 + 3,5435)
No. 1 2 3 4 5
Tg ( C) 85 90 100 110 120
Ta ( C) 30 30 30 30 30
o
o
Tc ( C) 50 50 50 50 50 o
Te ( C) 4 4 4 4 4
Qe (kW) 3.545 3.545 3.545 3.545 3.545
o
T Generator Vs COP
COP
=
=
0.7 0.65 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 85
90
100
110
120
T Generator (oC) Gambar 2.10 Grafik suhu generator Vs COP
= (3,8018 + 5,2791)
Coefficient of Performance (COP) Coefficient of Performance (COP) =
8
Tabel 1.6 Menvariasikan temperature Absorber
No.
Q Sistem (kW)
11 10 9 8 7 6 5 4 3
T Generator Vs QSistem Qg Qc Qa Qe 85
90
100
110
1 2 3 4 5
Tc
Te
Qe
(oC)
(oC)
(kW)
100 100 100 100 100
30 35 40 45 46
45 45 45 45 45
4 4 4 4 4
3.545 3.545 3.545 3.545 3.545
T Generator (oC)
Tg ( C) 100 100 100 100 100
Ta ( C) 30 30 30 30 30
o
o
Tc ( C) 35 40 45 50 55
Te ( C) 4 4 4 4 4
o
Qe (kW) 3.545 3.545 3.545 3.545 3.545
o
COP
Tabel 1.5 Menvariasikan temperature kondensor
1 2 3 4 5
Ta (oC)
120
Gambar 2.11 Grafik suhu generator Vs Qsistem
No.
Tg (oC)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 30
35
40
45
46
T Absorber(oC)
0.7 0.65 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3
26
Q Sistem (kW)
COP
Gambar 2.14 Grafik suhu Absorber Vs COP
T Absorber Vs QSistem
21
35
40
T
45
50
55
16
Qg
11
Qc
6
Qa
1
Kondensor(oC)
30 Gambar 2.12 Grafik suhu kondensor Vs COP
35
40
45
T Absorber (oC)
Qe
46
Gambar 2.11 Grafik suhu Absorber Vs COP
No.
Q Sistem (kW)
11 10 9 8 7 6 5 4 3
Tabel 1.7 Menvariasikan temperature Evaporator
T Kondensor Vs QSistem Qg Qc Qa 35
40
45
50
55
Qe
1 2 3 4 5
Tg
Ta
Tc
Te
o
o
o
o
Qe
( C)
( C)
( C)
( C)
(kW)
100 100 100 100 100
30 30 30 30 30
45 45 45 45 45
4 5 6 7 8
3.545 3.545 3.545 3.545 3.545
T Kondensor (oC)
Gambar 2.13 Grafik suhu Kondensor Vs Qsistem
9
memberikan penurunan laju kapasitas tiap komponen dengan laju evaporasi yang tetap.
0.7
COP
0.65 SARAN Perlu dilakukan percobaan untuk membuktikan bahwa sistem ini mampu mengurangi 50 buah es balok dari total kebutuhan.
0.6 0.55 0.5
DAFTAR PUSTAKA 4
5
6
7
8
[1]
T Evaporator(oC) [2] Gambar 2.12 Grafik suhu evaporator Vs COP
Q Sistem (kW)
6
T Evaporator Vs QSistem
[3] [4]
5 Qg
4
Qc
3
Qa
2 4
5
T
6
7
8
Qe
Evaporator (oC)
[5] [6]
Affrianto E, Liviawaty Evi, (1989) Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta. Ballaney L, Refrigeration and Air Conditioning, Gandi Nagar, Delhi F.Stoecker,Wilbert, W.Jones Jerold. Refrigerasi dan pengkondisian udara. Bandung G.A. Florides, S.A Kalogirou, S.A Tassou, L.C Wrobel. 2002. Desaign and contruction of LiBr Absorpstion. Department of mechanical engineering, Brunel University Ilyas Sofyan, Teknik Refrigerasi Hasil Perikanan Khalid A. Joudi, Ali H. Lafta, S.A Tassou, 2000. Simulation Of a Simple Absorbtion Refrigeration System. Department of mechanical engineering, College of Engineering, Baghdad University, Baghdad, Iraq.
Gambar 2.13 Grafik suhu generator Qsistem
KESIMPULAN Berdasarkan dari perhitungan yang telah dilakukan di atas tentang simulasi sistem refrigerasi absorpsi maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut: Es Balok yang mampu dikurangi oleh sistem refrigerasi absorpsi adalah sejumlah 50 buah atau 1250 kg dengan suhu evaporasi system sebesar 4oC dan kapasitas pendinginan 3,5435 kJ/s, serta Qg = 5,5358 kJ/s, Qc = 3,8018 kJ/s dan Qa = 5,2791 kJ/s. Dengan berkurangnya jumlah es balok, maka jumlah tangkapan ikan dapat diperbanyak sesuai dengan berat es balok yang dikurangi. Semakin meningkatnya temperatur pada generator maka nilai COP (Coefficient of Performance) juga akan semakin meningkat dan memberikan penurunan laju kapasitas pada tiap komponen dengan laju evaporasi yang tetap. Semakin meningkatnya temperatur pada kondensor maka nilai COP (Coefficient of Performance) akan semakin menurun dan memberikan peningkatan terhadap laju kapasitas tiap komponen dengan laju evaporasi yang tetap. Semakin meningkatnya temperatur pada absorber maka nilai COP (Coefficient of Performance) akan semakin menurun dan memberikan peningkatan laju perpindahan panas terhadap tiap komponen dengan laju evaporasi yang tetap. Semakin meningkatnya temperatur pada evaporator maka nilai COP (Coefficient of Performance) juga akan semakin meningkat dan 10