BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX Sebelum pembuatan perangkat lunak simulator, maka terlebih dahulu dilakukan pemodelan terhadap sistem yang akan disimulasikan. Pemodelan ini dilakukan agar nantinya tidak mengalami kesulitan dalam pembuatan simulator dan juga untuk penyederhanaan sistem beserta variabel-variabel yang berlaku baik dalam sistem modulasi – demodulasi maupun dalam teknik pengkodean dan pendekodean. Tahap pemodelan dimulai dari penggambaran blok diagram sistem teknik-teknik modulasi pada Wireless MAN. Berdasarkan teorema sampling Nyquist, maka frekuensi sampling harus paling sedikit dua kali frekuensi sinyal. Frekuensi carrier, yang dimodelkan pada simulasi passband, merupakan frekuensi tinggi. Hal ini akan membutuhkan komputasi yang kompleks dalam simulasi, sehingga untuk mengatasinya dipakai model baseband. Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan dulu mengenai konsep pemodelan simulasi baseband. 4.1. Pemodelan Simulasi Baseband Pada sistem passband yang bekerja pada frekuensi tinggi maka pada proses samplingnya akan membutuhkan laju sampling yang tinggi pula, sehingga tidak dapat disimulasikan karena adanya keterbatasan kemampuan perangkat lunak. Oleh karena itu perlu dilakukan penyederhanaan dengan jalan transformasi ke dalam baseband ekivalen, yaitu semua persamaan sinyal informasi , derau (noise) dan sistem diubah dalam bentuk baseband ekivalennya tanpa berpengaruh pada karakteristik sistem sesungguhnya.. Sedangkan untuk variasinya terdapat tiga
68
69
macam. Dari satu titk data tersebut di lakukan running sebanyak tiga kali. Hal ini agar diperoleh data yang baik dikarenakan data-data tersebut diambil nilai rataratanya. Pada program untuk bit masukan dibangkitkan dengan acak oleh sebab itu hasil dari running program tersebut kemungkinan besar nilai data yang dihasilkannya pun akan fluktuatif juga. Secara sederhana, penggambaran model simulasi baseband dapat dilihat pada gambar berikut :
Sinyal Complex
Sinyal Complex
Sinyal Real Modulasi Baseband
Kanal Baseband
Sinyal Real Demodulasi Baseband
Gambar 4.1 8 . Pemodelan Simulasi Baseband
Model ini sering juga disebut metode low-pass equivalent. Pada simulasi baseband yang dianalisa hanya sinyal dalam bentuk complex envelope saja. Tanda panah ganda menunjukkan sinyal complex yang terdiri dari bagian Real dan Imajiner. Jadi nantinya pengolahan sinyal dibagi atas dua bagian yaitu kanal Inphase, yang mewakili bagian real, dan kanal Quadrature, yang mewakili bagian imajiner. Untuk lebih jelas dalam menggambarkan pemodelan simulasinya, maka akan dibahas terlebih dulu mengenai bentuk pendekatannya, khususnya untuk modulasi dan kanal baseband.
8
Wang, W, “Communications Toolbox”, The Math Works, Inc., 1996
70
4.1.1. Model Modulasi Baseband Model baseband mengambil bentuk lowpass equivalent dari sinyal sehingga dalam hal ini frekuensi carrier, yang biasanya merupakan frekuensi tinggi, dapat diabaikan. Secara umum, bentuk sinyal termodulasi passband s(t) adalah : s (t ) x(t ) cos 2f c t y (t ) sin 2f c t
(4.1)
Karena pembangkitan gelombang sinus dan cosinus membutuhkan komputasi yang besar, maka dalam analisa dipakailah bentuk complex envelope : z (t ) x (t ) jy (t )
(4.2)
dimana : x(t )
a
m
y (t )
m
p (t mT )
(4.3)
m
p (t mT )
(4.4)
b
m
dengan p(t) merupakan bentuk pulsa dan diasumsikan bernilai real dan identik untuk x dan y. Bentuk baseband sinyal x(t) dan y(t) inilah yang diproses pada kanal I (Inphase) dan Q (Quadrature) 9. 4.1.2. Parameter Simulasi Pada simulasi ini digunakan beberapa asumsi dan parameter, yaitu : 1.Simulasi dilakukan dengan model baseband. 2.Input data biner yang dibangkitkan sebanyak 10.000 data, dimana data tersebut merupakan data acak. 3.Delay akibat jarak propagasi diasumsikan tidak ada. 9
Floyd M Gardner, John D Baker, “Simulation Techniques Models of Communication Signals dan Processes”, John Wiley & Sons, 1997
71
4.Sinkronisasi diasumsikan sempurna. 5.Kanal yang dipakai dalam simulasi adalah kanal dengan noise AWGN. 6.Pada OFDM, banyaknya subkanal yang dipakai adalah 16. 4.1.3. Additive White Gaussian Noise (AWGN) AWGN merupakan noise dengan distribusi normal. Pembangkitan bilangan acak yang terdistribusi secara normal dalam matlab diperoleh dengan perintah randn(x). Pada simulasi ini dibangkitkan bilangan acak x sejumlah kode bit dikalikan dengan suatu sinyal dengan periode Tb. Besarnya kerapatan daya noise dapat dihitung dari besarnya Eb/N0 yang diinputkan sesuai persamaan: Eb N 0
E 10 log b N dB 0
(4.5)
atau nilai N0 adalah: N0
Eb
(4.6)
E b / N 0 dB 10 10
Pada matlab, kerapatan daya yang diinginkan dari gaussian noise dengan perintah randn(x) harus diakarkan dahulu sebelum dikalikan dengan peubah acak, jadi untuk menghasilkan suatu peubah acak yang terdistribusi secara gaussian dengan kerapatan daya (N0/2) pada matlab harus dibangkitkan dengan perintah: Noise
N0 ..randn x 2
(4.7)
4.1.4. Bit Error Rate (BER) Metode yang dipergunakan untuk menghitung BER adalah metode monte carlo. Metode monte carlo adalah suatu
metode perhitungan BER dengan cara
72
membandingkan jumlah bit-bit salah pada output penerima dengan bit-bit yang dikirim. Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Jumlah bit salah
BER
(4.8)
Jumlah bit terkirim
Dalam matlab telah tersedia toolbox perhitungan BER, menggunakan metode monte carlo, yakni biterr. Dengan pemodelan tiap blok, baik sistem modulasi – demodulasi maupun pengkodean-pengkodean yang akan diuraikan pada bab ini, selanjutnya penulis mengimplementasikannya dalam bentuk perangkat lunak menggunakan bahasa pemrograman matlab. Setelah pembuatan perangkat lunak selesai, selanjutnya dilakukan simulasi, sistematika proses simulasi dan hasil-hasil simulasi serta analisanya. 4.2. Analisa Modulasi BPSK (Binary Phase Shift Keying) Modulasi BPSK merupakan teknik modulasi M-ary, dengan M=2 dan k=1 (M=2k), Persamaan (4.2), (4.3) dan (4.4) dapat digunakan untuk mewakili bentuk sinyal basebandnya. Bentuk konstelasi sinyal BPSK dapat dilihat pada Gambar 3.11. Setelah proses di atas, maka dibuatlah suatu aturan sebagai pengubah level dengan tujuan untuk memetakan satu bit menjadi satu simbol sesuai diagram konstelasi. Deretan bit-bit dipecah menjadi kanal I dan Q dengan level amplitudo tetap. Bitbit ganjil masuk ke kanal I, sedangkan bit-bit genap masuk ke kanal Q. Konsep inilah yang menjadi landasan pemodelan simulasi untuk modulasi BPSK.
73
Secara teoritis, ukuran kinerja modulasi BPSK ini dapat dikatakan baik apabila nilai probabilitas kesalahan (Probability of error, Pe)-nya memiliki harga yang kecil. Nilai Pe untuk modulasi BPSK dapat dihitung dari : Pe
Eb 1 erfc N 2 o
(4.9) 10
dimana Eb = Energi bit (J/bit) No = Spektrum kerapatan daya noise (W/Hz) 4.2.1. Pemodelan Simulasi Metode BPSK Simulasi BPSK pada Tugas Akhir ini dirancang berdasarkan blok diagram pada Gambar 4.2 berikut ini.
Random Generator
BPSK Modulator
Filter Pemancar
Kanal AWGN
Penghitung BER
BPSK Demodulator
Filter Penerima
Gambar 4.2 Blok Diagram Pemodelan BPSK Untuk mempermudah analisa dan pembuatan simulasi, maka masing- masing blok pada gambar di atas diwakilkan oleh suatu fungsi. Pembahasan lebih rinci mengenai pemodelan BPSK ini akan merujuk kepada pembahasan secara mendetail mengenai blok - blok di dalamnya atau dengan kata lain mengenai fungsi – fungsinya.
10
Rodger E.Ziemer&Roger L.Peterson, 1995, ”Digital Communications”, Macmillan,
Hal.160
74
Pengolahan sinyal pada metode BPSK akan dilihat dari sisi pemancar sampai sisi penerima. Dalam pembahasannya akan dibedakan atas tiga bagian, yaitu proses pada pemancar, kanal dan pada penerima. 4.2.2 Proses di Pemancar Proses di pemancar terdiri dari : pembangkitan data input, proses mapping, proses modulasi BPSK dan pemfilteran sinyal sebelum masuk ke kanal. 4.2.3 Pembangkitan Data Input Pertama-tama dibangkitkan bilangan integer dengan nilai dari 0,0 sampai 1,0 dengan bantuan fungsi randint dari Matlab. Kemudian dilakukan pembulatan ke atas, dimana untuk nilai di atas atau sama dengan 0,5 dibulatkan menjadi ‘1’ dan yang lainnya menjadi ‘0’. Dengan cara ini diharapkan data yang dihasilkan semakin acak, dimana tidak saling berkorelasi. Hasil data yang telah dibangkitkan tersebut mewakili bit ‘1’ dan bit ‘0’. Bentuk keluaran blok ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Bentuk Sinyal Input Data Input yang telah dibangkitkan tersebut kemudian dibawa ke dalam bentuk sinyal NRZ bipolar, dimana bit ’1’ memilki amplitudo ‘1’ dan bit ‘0’
75
beramplitudo ‘–1’, setelah itu sinyal NRZ ini akan melakukan mapping yaitu konversi dari sinyal digital ke sinyal analog kemudian akan dimodulasi, semua proses ini dilakukan dengan fungsi dmodce dari matlab. Bentuk keluaran blok ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Bentuk Sinyal modulasi BPSK 4.2.4 Proses Pemfilteran dengan Filter Raised Cosine Sebelum masuk ke kanal, maka output modulator BPSK harus difilter terlebih dulu, dimana dalam simulasi ini dipakai filter Raised Cosine. Fungsi yang dipakai pada blok ini adalah fungsi frcos.
Gambar 4.5 Bentuk Sinyal Filter BPSK Pemancar Parameter yang dipakai pada filter Raised Cosine adalah : - (faktor rolloff) = 0,5
76
- frekuensi sampling = 16. Bentuk sinyal yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.5. 4.2.5 Konstelasi sinyal BPSK pada Pemancar Sebelum masuk ke kanal AWGN, konstelasi sinyal BPSK akan ditampilkan agar dapat dibandingkan sebelum dan sesudah kanal akibat pengaruh noise. Dalam simulasi ini untuk menghasilkan konstelasi menggunakan bantuan fungsi scatterplot dari matlab. Bentuk konstelasi sinyal BPSK dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Bentuk konstelasi sinyal BPSK pada Pemancar 4.2.6. Proses di Kanal Setelah melalui filter pada penerima, maka selanjutnya adalah proses yang terjadi pada kanal. Sinyal masukan dari kanal merupakan sinyal yang telah difilter, dimana nantinya sinyal ini akan terkena noise AWGN. 4.2.7 Sinyal dengan Noise AWGN Pada simulasi ini dipakai kanal AWGN, dimana sinyal keluaran terkena noise AWGN yang sifatnya menambahkan. Noise yang dihasilkan bersifat acak yang dibangkitkan dengan menggunakan fungsi randn kemudian masuk kanal AWGN
77
dengan menggunakan fungsi awgn dari Matlab dengan nilai varian (2) sebagai parameternya . Gambar 4.7 memperlihatkan bentuk sinyal setelah terkena noise :
Gambar 4.7 Bentuk Sinyal BPSK pada kanal AWGN 4.2.8. Proses di Penerima Setelah melalui kanal, maka selanjutnya dilakukan proses di penerima yang bertujuan untuk mendapatkan kembali sinyal aslinya. Proses di penerima ini diawali dengan pemfilteran sinyal yang telah terkena noise. Kemudian dilakukan proses demodulasi untuk mendapatkan kembali bit-bit dari bentuk simbolnya. Setelah melalui proses despreading maka akan dilakukan proses deteksi. 4.2.9. Konstelasi sinyal BPSK pada Penerima Setelah melalui kanal AWGN, konstelasi sinyal BPSK akan berubah akibat pengaruh
noise. Gambar konstelasi BPSK dibawah ini menggunakan sinyal
informasi 100 bit dengan nilai S/N = 20 dB. Pembentukkan konstelasi oleh fungsi scatterplot terlihat kurang tepat seperti konstelasi sinyal sebenarnya, sedangkan konstelasi sinyal dapat memiliki 2 lokasi
78
point yang tepat, noise menyebabkan scatter plot menimbulkan sekelompok point yang kecil dimana masing-masing menempati point-point yang telah ditimbulkan. Bentuk konstelasi sinyal yang telah terkena noise dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Bentuk konstelasi sinyal BPSK pada Penerima
4.2.10. Proses Pemfilteran pada Penerima Proses pada blok ini pada dasarnya sama dengan pemfilteran di pemancar. Fungsi yang dipakai juga sama, yaitu fungsi frcos. Parameter yang dipakai adalah : - (faktor roll-off) = 0,5 - frekuensi sampling = 16
Gambar 4.9 Bentuk Sinyal Filter BPSK Penerima
79
4.2.11 Proses Demodulasi Setelah keluar dari filter, sinyal tersebut didemodulasi untuk mendapatkan nilai bit ‘1’ dan ‘0’ kembali, dimana di sini sekaligus sebagai proses decision-nya. Simbolsimbol yag ditransmisikan dipetakan kembali untuk mendapatkan bit-bit yang bersesuaian. Jadi bentuk simbol yang diwakili oleh nilai pada kanal I dan Q akan mengalami proses multiplexing. Hasil keluaran kanal (dengan asumsi bentuk symbol) menjadi sederetan bit kembali.
Gambar 4.10 Bentuk Sinyal Demodulasi BPSK
4.3. Analisa Modulasi QPSK (Quadrature Phase Shift Keying) Modulasi QPSK merupakan teknik modulasi M-ary, dengan M=4 dan k=2 (M=2k), dimana simbol termodulasi dikodekan dari 2 bit. Persamaan (3.15), (3.16) dan (3.17) dapat digunakan untuk mewakili bentuk sinyal basebandnya. Pada modulasi QPSK, nilai a m 1,1 dan bm 1,1 . Sinyal QPSK dapat dianggap sebagai dua buah sinyal BPSK dengan range frekuensi yang sama. Bentuk konstelasi sinyal QPSK dapat dilihat pada Gambar 3.12.
80
Setelah proses di atas, maka dibuatlah suatu aturan sebagai pengubah level dengan tujuan untuk memetakan dua bit menjadi satu simbol sesuai diagram konstelasi. Deretan bit-bit dipecah menjadi kanal I dan Q dengan level amplitudo tetap. Bitbit ganjil masuk ke kanal I, sedangkan bit-bit genap masuk ke kanal Q. Konsep inilah yang menjadi landasan pemodelan simulasi untuk modulasi QPSK. Pada simulasi ini akan ditampilkan salah satu kanal, yaitu kanal Inphase (I) saja. Secara teoritis, ukuran kinerja modulasi QPSK ini dapat dikatakan baik apabila nilai probabilitas kesalahan (Probability of error, Pe)-nya memiliki harga yang kecil. Nilai Pe untuk modulasi QPSK dapat dihitung dari : Eb , dimana Pe erfc N o
(4.10) 11
Eb = Energi bit (J/bit) No = Spektrum kerapatan daya noise (W/Hz) 4.3.1. Pemodelan Simulasi Metode QPSK Simulasi QPSK pada Tugas Akhir ini dirancang berdasarkan blok diagram pada Gambar 4.11 berikut ini.
Random Generator
QPSK Modulator
Filter Pemancar
Kanal AWGN
Penghitung BER
QPSK Demodulator
Filter Penerima
Gambar 4.11 Blok Diagram Pemodelan QPSK
11
John G Proakis, 1995, ”Digital Communications 3rd edition”, McGraw Hill, Hal.272
81
Untuk mempermudah analisa dan pembuatan simulasi, maka masing- masing blok pada gambar di atas diwakilkan oleh suatu fungsi. Pembahasan lebih rinci mengenai pemodelan QPSK ini akan merujuk kepada pembahasan secara mendetail mengenai blok - blok di dalamnya atau dengan kata lain mengenai fungsi – fungsinya. Pengolahan sinyal pada metode QPSK akan dilihat dari sisi pemancar sampai sisi penerima. Dalam pembahasannya akan dibedakan atas tiga bagian, yaitu proses pada pemancar, kanal dan pada penerima. 4.3.2 Proses di Pemancar Proses di pemancar terdiri dari : pembangkitan data input, proses mapping, proses modulasi QPSK dan pemfilteran sinyal sebelum masuk ke kanal. 4.3.3 Pembangkitan Data Input Pertama-tama dibangkitkan bilangan integer dengan [0,1] dengan bantuan fungsi randint dari Matlab. Kemudian dilakukan pembulatan ke atas, dimana untuk nilai di atas atau sama dengan 0,5 dibulatkan menjadi ‘1’ dan yang lainnya menjadi ‘0’. Dengan cara ini diharapkan data yang dihasilkan semakin acak, dimana tidak
Gambar 4.12 Bentuk Sinyal Input pada blok QPSK
82
saling berkorelasi. Bentuk keluaran blok ini dapat dilihat pada Gambar 4.12. Data Input yang telah dibangkitkan tersebut kemudian dibawa ke dalam bentuk sinyal NRZ bipolar, dimana bit ’1’ memilki amplitudo ‘1’ dan bit ‘0’ beramplitudo ‘–1’, setelah itu sinyal NRZ ini akan melakukan mapping yaitu konversi dari sinyal digital ke sinyal analog kemudian akan dimodulasi, semua proses ini dilakukan dengan fungsi dmodce dari matlab. Bentuk keluaran blok ini ditampilkan hanya sinyal modulasi pada kanal Inphase (I) dan dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13 Bentuk Sinyal modulasi QPSK pada kanal Inphase (I)
4.3.4 Proses Pemfilteran dengan Filter Raised Cosine Sebelum masuk ke kanal, maka output modulator QPSK harus difilter terlebih dulu, dimana dalam simulasi ini dipakai filter Raised Cosine. Fungsi yang dipakai pada blok ini adalah fungsi frcos, dimana parameter yang dipakai sama seperti pada simulasi BPSK. Bentuk sinyal yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.14.
83
Gambar 4.14 Bentuk Sinyal QPSK Filter Pemancar
4.3.5 Konstelasi sinyal QPSK pada Pemancar Pada modulasi QPSK terdapat 4 kemungkinan symbol yang dikirimkan. ke-4 synbol tersebut dapat digambarkan sebagai konstelasi seperti pada Gambar 3.12. Berdasarkan konstelasi tersebut, maka keluaran modulator berupa kanal I merupakan nilai Real, sedangkan kanal Q merupakan nilai Imajinernya. Di sini juga dilakukan proses pembagian bit, dimana bit-bit ganjil merupakan masukan kanal I dan bit-bit genap sebagai masukan kanal Q.
Gambar 4.15 Bentuk konstelasi sinyal QPSK pada Pemancar
84
Sebelum masuk ke kanal AWGN, konstelasi sinyal QPSK akan ditampilkan agar dapat dibandingkan sebelum dan sesudah kanal akibat pengaruh noise. Dalam simulasi ini untuk menghasilkan konstelasi menggunakan bantuan fungsi scatterplot dari matlab. Bentuk sinyal yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.15 4.3.6. Proses di Kanal Setelah melalui filter pada penerima, maka selanjutnya adalah proses yang terjadi pada kanal. Sinyal masukan dari kanal merupakan sinyal yang telah difilter, dimana nantinya sinyal ini akan terkena noise AWGN. 4.3.7 Sinyal dengan Noise AWGN Pada simulasi ini dipakai kanal AWGN, dimana sinyal keluaran terkena noise AWGN yang sifatnya menambahkan. Noise yang dihasilkan bersifat acak yang dibangkitkan dengan menggunakan fungsi randn kemudian masuk kanal AWGN dengan menggunakan fungsi awgn dari Matlab dengan nilai varian (2) sebagai parameternya . Gambar 4.16 memperlihatkan bentuk sinyal setelah terkena noise :
Gambar 4.16 Bentuk Sinyal QPSK pada kanal AWGN
85
4.3.8. Proses di Penerima Setelah melalui kanal, maka selanjutnya dilakukan proses di penerima yang bertujuan untuk mendapatkan kembali sinyal aslinya. Proses di penerima ini diawali dengan pemfilteran sinyal yang telah terkena noise. Kemudian dilakukan proses demodulasi untuk mendapatkan kembali bit-bit dari bentuk simbolnya. 4.3.9 Konstelasi sinyal QPSK pada Penerima Setelah melalui kanal AWGN, konstelasi sinyal QPSK akan berubah akibat pengaruh noise. Gambar konstelasi QPSK dibawah ini menggunakan sinyal informasi 100 bit dengan nilai S/N = 20 dB. Bentuk konstelasi sinyal QPSK yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17 Bentuk konstelasi sinyal QPSK pada Penerima
4.3.10 Proses Pemfilteran pada Penerima Proses pada blok ini pada dasarnya sama dengan pemfilteran di pemancar. Fungsi dan parameter yang dipakai juga sama, yaitu fungsi frcos.
86
Gambar 4.18 Bentuk Sinyal QPSK pada Filter Penerima 4.3.11 Proses Demodulasi Setelah keluar dari filter, sinyal tersebut didemodulasi untuk mendapatkan nilai bit kembali, dimana hasil keluaran kanal (dengan asumsi bentuk symbol) menjadi sederetan bit kembali. Bentuk keluaran dari demodulator dapat dilihat pada gambar 4.19.
Gambar 4.19 Bentuk Sinyal Demodulasi 4.4. Analisa Modulasi M-QAM (M-ary Quadrature Amplitude Modulation) M-ary Quadrature Amplitude Modulation (M-QAM) yang disimulasikan menggunakan M=4, sehingga selanjutnya disebut dengan 4-QAM. Pada simulasi
87
ini 4-QAM menggunakan jumlah simbol sebanyak 4, sehingga teknik modulasi ini disebut 4-QAM. Teknik ini memiliki beberapa macam konstelasi, salah satunya adalah berbentuk rectangular yang akan dibahas pada sub bab berikut. Secara teoritis, ukuran kinerja modulasi 4-QAM ini dapat dikatakan baik apabila nilai probabilitas kesalahan (Probability of error, Pe)-nya memiliki harga yang kecil. Nilai Pe untuk modulasi 4-QAM dapat dihitung dari : Eb . dimana Pe erfc N o
(4.11) 12
Eb = Energi bit (J/bit) No = Spektrum kerapatan daya noise (W/Hz)
4.4.1. Pemodelan Simulasi Metode 4-QAM Simulasi 4-QAM pada Tugas Akhir ini dirancang berdasarkan blok diagram pada Gambar 4.20 berikut ini.
Gambar 4.20 Blok Diagram Pemodelan 4-QAM
12
John G Proakis, 1995, ”Digital Communications 3rd edition”, McGraw Hill, Hal.280
88
Untuk mempermudah analisa dan pembuatan simulasi, maka masing- masing blok pada gambar di atas diwakilkan oleh suatu fungsi. Pembahasan lebih rinci mengenai pemodelan 4-QAM ini akan merujuk kepada pembahasan secara mendetail mengenai blok - blok di dalamnya atau dengan kata lain mengenai fungsi – fungsinya. Pengolahan sinyal pada metode 4-QAM akan dilihat dari sisi pemancar sampai sisi penerima. Dalam pembahasannya akan dibedakan atas tiga bagian, yaitu proses pada pemancar, kanal dan pada penerima. 4.4.2 Proses di Pemancar Proses di pemancar terdiri dari : pembangkitan data input, proses mapping, proses modulasi 4-QAM dan pemfilteran sinyal sebelum masuk ke kanal. 4.4.3 Pembangkitan Data Input Pertama-tama dibangkitkan bilangan integer dengan bantuan fungsi randint dari Matlab. Kemudian dilakukan pembulatan ke atas, dimana untuk nilai di atas atau sama dengan 0,5 dibulatkan menjadi ‘1’ dan yang lainnya menjadi ‘0’.
Gambar 4.21. Bentuk Sinyal Input pada Blok 4-QAM
89
Input data berupa simbol yang setiap simbol diwakili oleh empat bit, seperti terlihat pada tabel pada bab III sub bab modulasi 4-QAM. Bentuk keluaran blok ini dapat dilihat pada Gambar 4.21. Data Input yang telah dibangkitkan tersebut dikonversikan dari sinyal digital kedalam sinyal analog (proses mapping) dan akan dimodulasi 4-QAM, dimana bit ’3’ memilki amplitudo ‘1’ dan bit ‘0’ beramplitudo ‘–3’, semua proses ini dilakukan dengan fungsi dmodce dari matlab. Bentuk keluaran blok ini dapat dilihat pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Bentuk Sinyal modulasi 4-QAM 4.4.4 Proses Pemfilteran dengan Filter Raised Cosine Sebelum masuk ke kanal, maka output modulator 4-QAM harus difilter terlebih dulu, dimana dalam simulasi ini dipakai filter Raised Cosine. Fungsi dan parameter yang dipakai pada blok ini sama dengan simulasi yang lainnya, yaitu menggunakan fungsi frcos dan parameter yang dipakai pada filter Raised Cosine adalah : -
(faktor rolloff) = 0,5
90
-
frekuensi sampling = 16.
Bentuk sinyal yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.23.
Gambar 4.23 Bentuk Sinyal Filter Pemancar 4-QAM 4.4.5 Konstelasi sinyal 4-QAM pada Pemancar Pada modulasi 4-QAM ini terdapat 4 kemungkinan symbol yang dikirimkan, sama seperti yang terjadi pada simulasi QPSK, tetapi pada simulasi konstelasi 4QAM menggunakan konstelasi rectangular. Untuk menghasilkan konstelasi tersebut menggunakan bantuan fungsi scatterplot
dengan metode ‘qam’ dari
matlab. Bentuk sinyal yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.24
Gambar 4.24 Bentuk konstelasi sinyal 4-QAM pada Pemancar
91
4.4.6. Proses di Kanal Sinyal masukan dari kanal merupakan sinyal yang telah difilter, dimana nantinya sinyal ini akan terkena noise AWGN. 4.4.7 Sinyal dengan Noise AWGN Pada simulasi ini dipakai kanal AWGN, dimana sinyal keluaran terkena noise AWGN yang sifatnya menambahkan. Noise yang dihasilkan bersifat acak yang dibangkitkan dengan menggunakan fungsi randn kemudian masuk kanal AWGN dengan menggunakan fungsi awgn dari Matlab dengan nilai varian (2) sebagai parameternya . Gambar 4.25 memperlihatkan bentuk sinyal setelah terkena noise AWGN :
Gambar 4.25 Bentuk Sinyal 4-QAM pada kanal AWGN 4.4.8. Proses di Penerima Setelah melalui kanal, maka selanjutnya dilakukan proses di penerima yang bertujuan untuk mendapatkan kembali sinyal aslinya. Proses di penerima ini diawali dengan pemfilteran sinyal yang telah terkena noise. Kemudian dilakukan proses demodulasi untuk mendapatkan kembali bit-bit dari bentuk simbolnya.
92
4.4.9 Konstelasi sinyal 4-QAM pada Penerima Setelah melalui kanal AWGN, konstelasi sinyal 4-QAM akan berubah akibat pengaruh noise. Gambar konstelasi 4-QAM dibawah ini menggunakan sinyal
Gambar 4.26 Bentuk konstelasi sinyal 4-QAM pada Penerima informasi 100 bit dengan nilai S/N = 20 dB. Bentuk konstelasi sinyal 4-QAM yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.26. 4.4.10 Proses Pemfilteran pada Penerima Proses ini dilakukan setelah sinyal melalui kanal AWGN, dengan menggunakan fungsi dan parameter yang sama dengan simulasi yang telah dibahas sebelumnya. Fungsi dan parameter yang dipakai pada blok ini sama dengan simulasi yang lainnya, yaitu menggunakan fungsi frcos dan parameter yang dipakai pada filter Raised Cosine adalah : -
(faktor rolloff) = 0,5
-
frekuensi sampling = 16.
Bentuk sinyal yang telah difilter dapat dilihat pada Gambar 4.27.
93
Gambar 4.27 Bentuk Sinyal Filter Penerima 4-QAM 4.4.11 Proses Demodulasi Setelah keluar dari filter, sinyal tersebut didemodulasi untuk mendapatkan nilai bit kembali dari simbol 0,1,2 dan 3 yang sama dengan QPSK. Simbol-simbol yang ditransmisikan dipetakan kembali untuk mendapatkan bit-bit yang bersesuaian. Hasil keluaran kanal (dengan asumsi bentuk symbol).
Gambar 4.28 Bentuk Sinyal Demodulasi 4-QAM 4.5 Model Simulasi Metode OFDM Pemodelan simulasi metode OFDM dapat dilihat pada Gambar 4.29. Sama halnya seperti pada pemodelan simulasi lainnya, maka pada pemodelan simulasi di sini juga digunakan fungsi - fungsi untuk melambangkan masing-masing blok. Secara
94
sistematis, untuk masing-masing blok akan dibahas dengan detail pada sub-bab berikut yang disertai juga dengan algoritma fungsi pembangkitannya.
Gambar 4.29 Blok Diagram Pemodelan OFDM 4.5.1 Proses di Pemancar Sama halnya pada metode modulasi lainnya, maka pada metode OFDM ini akan digambarkan proses pentransmisian sinyal mulai dari sisi pemancar sampai sisi penerima. Tahapan-tahapan prosesnya seperti tergambar pada Gambar 4.29. 4.5.2. Pembangkitan Data Input Pembangkitan data input pada metode ini sama seperti pada metode lainnya. Sinyal keluaran dari blok ini merupakan sinyal NRZ bipolar, dimana bit ‘0’ beramplitudo –1 dan bit ’1’ beramplitudo 1. Pembangkitan data input di sini dibuat sama dengan modulasi lainnya agar dapat dianalisa perbedaannya dengan masukan yang sama. Periode tiap sinyal pulsa tersebut dibuat sama. Apabila data input memiliki bit rate sebesar R, maka periode bitnya sebesar
1 R
.
Bentuk keluaran blok ini seperti terlihat pada gambar 4.30. berikut :
95
Gambar 4.30. Sinyal Input OFDM
4.5.3. Proses Modulasi Modulasi yang dipakai adalah modulasi BPSK. Karena OFDM melakukan spreading pada domain frekuensi, maka pendekatan yang dipakai juga pada domain frekuensi. Bit-bit hasil pembangkitan Data Input diubah menjadi bentuk simbol berdasarkan konstelasi BPSK. Bentuk keluaran modulator ini dibawa ke bentuk kompleks untuk mewakili magnitude dan phase dari simbol termodulasi. Misalkan keluaran modulator, yang memiliki nilai real dan imajiner, dibawa ke bentuk kompleks maka bentuk tersebut juga mewakili hasil simbol termodulasi. 4.5.4. Serial to Parallel Converter Metode OFDM membagi sinyal yang dikirimkan dengan bit rate tinggi menjadi beberapa subkanal yang bertujuan untuk mereduksi bit rate tersebut. Akibatnya interval waktu data yang dikirimkan semakin besar pula. Masing – masing subkanal, dengan bit rate yang sama, nantinya akan dimodulasi dengan carrier yang berbeda-beda.
96
Masukan Serial to Parallel Converter ini adalah sederetan symbol yang telah dimodulasi. Pengiriman data dilakukan setiap N symbol, dimana N merupakan banyaknya subkanal. Jika dimisalkan N symbol pertama adalah x[1], x[2] … x[N]; maka pada proses S/P converter ini symbol x[1] dikirimkan melalui kanal pertama, x[2] melalui kanal kedua dan seterusnya sampai x[N] dikirimkan melalui kanal ke-N. Kemudian diambil N symbol berikutnya yang dikirimkan seperti proses di atas. Begitu seterusnya sampai symbol terakhir. Secara simulasi penggambaran konsep ini cukup diwakili dengan fungsi reshape dari Matlab 4.5.5. IDFT (Inverse Discrete Fourier Transform) Metode pengiriman sinyal melalui beberapa kanal dengan carrier yang berbedabeda menjadi konsep dasar OFDM. Teknik ini dikenal sebagai teknik Multicarrier Modulation. Blok diagram teknik tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1 (b). Jarak antar carrier diatur sebesar 1/NT, dimana N merupakan banyaknya subkanal dengan periode simbol sebesar T. Masing-masing subkanal akan mengalami penurunan bit rate yang mengakibatkan interval waktu simbolnya juga semakin panjang. Karena antar carrier telah terjaga orthogonalitasnya, maka pada domain frekuensi masing-masing subkanal tersebut diijinkan untuk saling overlapping. Pemakaian Inverse Discrete Fourier Transform (IDFT) dapat menjamin orthogonalitas carrier. Pada simulasi, hal ini diwakili oleh pemakaian fungsi ifft dari Matlab. Keluaran IDFT ini merupakan bentuk sinyal baseband OFDM dalam domain waktu. Bentuk sinyal OFDM ini dapat dilihat pada gambar 4.31.
97
Gambar 4.31. Bentuk sinyal baseband OFDM
4.5.6. Parallel to Serial Converter Sebelum masuk ke kanal, maka hasil proses IDFT sebelumnya harus diubah ke bentuk serial terlebih dulu. P/S converter di sini dipakai untuk hal itu. Penggunaan fungsi reshape dapat mewakili proses tersebut. 4.5.7. Proses di Kanal Keluaran Parallel to Serial converter merupakan bentuk sinyal baseband OFDM. Setelah proses di penerima, selanjutnya dilakukan proses di kanal dimana sinyal tersebut terkena noise. 4.5.8. Noise AWGN Noise pada kanal AWGN, yang bersifat menambahkan, akan mengganggu sinyal OFDM pada masing-masing subkanal. Sinyal noise AWGN yang dibangkitkan merupakan sinyal dengan mean nol dan berdistribusi normal. Penggambaran distribusi normal ini menggunakan fungsi hist dari matlab. 4.5.9. Proses di Penerima Setelah melewati kanal, maka sinyal tersebut akan diproses di penerima yang pada dasarnya merupakan operasi kebalikan dari proses di pemancar. Konsep pemodelannya juga tidak banyak berubah.
98
Gambar 4.32. Bentuk statistik Noise pada Kanal 4.5.10. Serial to Parallel Converter Keluaran Filter Penerima dalam bentuk serial harus dibawa ke bentuk paralel. Hal ini bertujuan untuk analisa masukan proses selanjutnya, yaitu proses DFT. Sama seperti di pemancar, fungsi reshape juga dipakai di sini. 4.5.11. DFT (Discrete Fourier Transform) Proses DFT di sini merupakan kebalikan dari proses IDFT di pemancar. Apabila IDFT mengubah sinyal dari domain frekuensi ke domain waktu, maka proses DFT adalah sebaliknya, dimana mengubah domain waktu ke domain frekuensi kembali. Penggunaan fungsi fft dari Matlab dianggap cukup mewakili proses ini. 4.5.12. Parallel to Serial Converter Keluaran DFT merupakan bentuk paralel. Hasil proses DFT ini kemudian diubah ke bentuk serial dengan P/S converter. Pada blok ini juga dipakai fungsi reshape. 4.5.13. Proses Demodulasi dan pengambilan informasi Proses demodulasi baseband dipakai untuk mengembalikan informasi yang terdapat dalam sinyal. Bentuk keluaran P/S Converter merupakan bentuk domain frekuensi. Untuk itu di sini diperlukan demodulasi yang berguna sebagai
99
pemetaan kembali simbol ke bentuk bit-bit. Magnitude dan phasenya dideteksi untuk mendapatkan kembali informasi dalam sinyal. Dalam proses demodulasi ini juga dilakukan proses decision untuk mendapatkan sinyal outputnya. Nantinya sinyal output inilah yang dibandingkan dengan sinyal input untuk menentukan BER (Bit Error Rate) sistem OFDM. Hasil keluarannya dapat dilihat pada Gambar 4.33.
Gambar 4.33. Sinyal Output OFDM
4.6. Unjuk Kerja Hasil Simulasi Berdasarkan pembahasan pada Bab IV, maka dibuatlah suatu simulasi yang mewakili konsep berbagai metode modulasi yang telah dibahas. Selanjutnya dari simulasi tersebut akan dianalisa performansi kedua sistem dilihat dari sisi pemancar dan penerima. Nilai BER (Bit Error Rate) menjadi parameter yang menentukan performansi sistem. Metode yang dipakai untuk menentukan BER adalah metode Monte Carlo, dimana Data Input dibandingkan dengan Data Ouput. Masing-masing sistem dianalisa secara tersendiri dulu sebelum keduanya dibandingkan. Secara teoritis, probabiltitas kesalahan (Probability of error, Pe) merupakan fungsi erfc (Q) dimana fungsi erfc tersebut besarnya ditentukan oleh
100
perbandingan energi bit (Eb) dan daya noise (No). Fungsi erfc memiliki sifat bahwa apabila nilai variabel bebasnya, x dari erfc(x), semakin kecil maka hasil erfc, erfc(x), akan semakin besar. Hal ini juga berlaku sebaliknya, dimana apabila nilai variabel bebasnya, x, semakin besar maka hasil erfc, erfc(x), akan semakin kecil. Nilai erfc inilah yang menentukan besarnya probabilitas kesalahan. 4.7. Analisa Hasil Simulasi Metode BPSK Performansi sistem dapat dianalisa dengan melihat parameter BER-nya. Nilai BER didapatkan dengan membandingkan Data Input dan Data Output. Banyaknya nilai error yang muncul akan dibandingkan dengan banyaknya data yang dikirimkan. Nilai inilah yang diambil untuk dianalisa. Sebagai pembanding, dipakai nilai Pe teoritis dari modulasi BPSK yang dihitung dari persamaan (4.9). Hasil perbandingan Pe teoritis dengan simulasi untuk modulasi BPSK dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Perbandingan Pe untuk modulasi BPSK Eb/No
Pe (teoritis)
Pe (simulasi)
0
0.0786
0.0793
1
0.0563
0.0576
2
0.0375
0.0378
3
0.0229
0.0235
4
0.0125
0.0137
5
0.0060
0.0054
(dB)
101
Gambar 4.34 Grafik Perbandingan Pe untuk simulasi BPSK 4.8. Analisa Hasil Simulasi Metode QPSK Sebagai pembanding, dipakai nilai Pe teoritis dari modulasi QPSK yang dihitung dari persamaan (4.10). Hasil perbandingan Pe teoritis dengan simulasi untuk modulasi QPSK dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Perbandingan Pe untuk modulasi QPSK Eb/No
Pe (teoritis)
Pe (simulasi)
0
0.1573
0.1134
1
0.1126
0.0861
2
0.0750
0.0569
3
0.0458
0.0335
4
0.0250
0.0165
5
0.0119
0.0084
(dB)
102
Gambar 4.35 Grafik Perbandingan Pe untuk simulasi QPSK 4.9. Analisa Hasil Simulasi Metode 4-QAM Sebagai pembanding, dipakai nilai Pe teoritis dari modulasi 4-QAM yang dihitung dari persamaan (4.11). Hasil perbandingan Pe teoritis dengan simulasi untuk modulasi 4-QAM dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3 Perbandingan Pe untuk modulasi 4-QAM Eb/No Pe (teoritis)
Pe (simulasi)
0
0.1573
0.1324
1
0.1126
0.0941
2
0.0750
0.0549
3
0.0458
0.0348
4
0.0250
0.0195
5
0.0119
0.0094
(dB)
103
Gambar 4.36 Grafik Perbandingan Pe untuk simulasi 4-QAM 4.10. Analisa Hasil Simulasi Metode OFDM Sebagai pembanding, dipakai nilai Pe modulasi BPSK yang dipakai pada metode OFDM yang dihitung dari hasil simulasi. Hasil perbandingan Pe keduanya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.4 Perbandingan Pe modulasi BPSK dengan metode OFDM Eb/No
Pe (BPSK)
Pe (OFDM)
0
0.0793
0,1545
1
0.0576
0.0745
2
0.0378
0.0407
3
0.0235
0.0206
4
0.0137
0.0076
5
0.0054
0.0020
(dB)
104
Gambar 4.37 Grafik Perbandingan Pe untuk simulasi BPSK dengan OFDM
4.11. Analisa Perbandingan Hasil Simulasi beberapa metode modulasi pada Wimax. Berdasarkan hasil grafik BER dari masing-masing metode, maka akan dibandingkan hasilnya pada kondisi yang sama. Secara jelas hal itu dapat dilihat dari tabel 4.9 dan grafik di bawah ini. Tabel 4.5. Perbandingan Pe berbagai modulasi Eb/No (dB) Modulasi 0
1
2
3
4
5
BPSK
0.0793 0.0576 0.0378 0.0235 0.0137 0.0054
QPSK
0.1424 0.1010 0.0649 0.0368 0.0195 0.0094
4-QAM
0.1324 0.0941 0.0549 0.0348 0.0195 0.0094
OFDM
0,1545 0.0745 0.0407 0.0206 0.0076 0.0020
PE
105
Gambar 4.38 Grafik Perbandingan berbagai modulasi Dari tabel 4.5 diatas maka diperoleh data berupa grafik yang menunjukkan perbandingan nilai Pe terhadap Eb/N0 yang terjadi pada modulasi-modulasi yang telah disimulasikan. Grafik ini jelas memperlihatkan bahwa metode OFDM relatif paling bagus diantara metode-metode lainnya.
Gambar 4.38 memperlihatkan
bentuk grafik pada berbagai modulasi yang telah disimulasikan . 4.12 Analisa Perbandingan Modulasi Adaptiv OFDM Modulasi adaptiv diperlukan untuk menjaga kualitas koneksi jaringan Wimax dimana semakin jauh jarak antara BS dengan SS maka SNR semakin menurun. Penurunan SNR membuat nilai BER akan semakin tinggi. Hal ini diantisipasi dengan menggunakan bebrapa modulasi yang disesuaikan dengan kondisi SNR tersebut. Pada saat SNR rendah maka digunakan modulasi yang menghasilkan BER yang kecil yang penting SS masih dapat terlayani , sebaliknya pada saat SNR tinggi maka digunakan modulasi yang menghasilkan debit data yang lebih besar.
106
Gambar 4.39 Perbandingan SNR dan BER Moduasi Adaptiv OFDM
Gambar Grafik 4.39 menunjukkan bahwa modulasi BPSK menghasilkan nilai BER yang kecil pada SNR rendah, begitu sealiknya . Hal inilah yang menjadi konsep dasar Modulasi Adaptiv.