BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
Dari simulasi yang telah dilakukan didapat hasil sebaran konsentrasi SO2 dari data emisi pada tanggal 31 Oktober 2003 pada PLTU milik PT. Indorama Synthetics tbk. Hasil sebaran konsentrasi SO2 tersebut didapat dari dua metode, yaitu dengan menggunakan model Fluent dan model difusi Gauss Ganda. Simulasi yang dilakukan mencakup semua kondisi stabilitas (stabilitas A hingga stabilitas F). Pada hasil simulasi yang diberikan dari model dengan metode Gauss Ganda dan model fluent, keterangan diagram kartesian menerangkan arah x sebagari arah downwind (sejajar angin) dan arah y sebagai arah crosswind (tegak lurus terhadap angin). Gambar 4.1 s.d. 4.6 merupakan hasil simulasi penyebaran gas SO2 dengan menggunakan model Fluent dan model difusi Gauss Ganda untuk setiap kelas stabilitas udara : 4.1
Hasil Simulasi Penyebaran Gas SO2 dengan Model Fluent dan Model Difusi Gauss Ganda terhadap Skenario kelas Stabilitas
Untuk memperbandingkan kedua metode tersebut terhadap hasil simulasi, peneliti akan melakukan perbandingan pada setiap kelas stabilitas
IV - 1
4.1.1
a.
a
Kelas Kestabilan A
b.
c.
d.
e.
f.
Gambar 4.1 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas A dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah) Berdasarkan hasil simulasi dengan model Fluent pada kondisi stabilitas A, sebaran konsentrasi sebaran polutan SO2 terdifusi hingga melebihi batas model pada arah downwind dan juga pada arah crosswind (pada jarak sekekitar 1600 m) (gambar 4.1 c dan 4.1 e) sedangkan pada arah vertikal ketinggian plume mencapai 266 meter dari permukaan tanah dengan nilai konsentrasi terendah yang ditampilkan dalam gambar 4.1(e) adalah 0.14 µg/m3. Bentuk plume yang dihasilkan oleh model Fluent ini pada kelas stabilitas A memiliki kecenderungan bertipe looping. Plume akan berbentuk looping pada kelas stabilitas A ini. Pada gambar terlihat bahwa plume akan turun pada jarak sekitar 500 m kemudian naik dan turun lagi pada jarak sekitar 1600 m dari cerobong (gambar 4.1 e). Pada kelas stabilitas A ini, model difusi Gauss Ganda memperlihatkan penyebaran difusi polutan SO2 terdifusi hingga ketinggian melebihi batas model pada arah
IV - 2
vertikal dengan ketinggian cerobong efektif yaitu 227.63 m. Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind hingga melebihi batas model dengan adanya kecenderungan konsentrasi SO2 yang besar turun di atas permukaan pada jarak sekitar 700 m dari pusat cerobong (gambar 4.1 f). Untuk difusi pada arah crosswind, polutan tersebar hingga melebihi batas model pada arah crosswind (lebar) (gambar 4.1 d). Nilai konsentrasi SO2 yang ditampilkan dalam hasil simulasi adalah 0.14 µg/m3, walaupun masih terdapat nilai yang lebih rendah lagi. Bentuk
dari
sebaran
konsentrasi
polutan
SO2
pada
arah
downwind
memperlihatkan adanya pengaruh angin yang mendorong sebaran polutan ke arah downwind sehingga memperlihatkan bentuk plume memiliki kecenderungan bertipe looping (gambar 4.1 f). 4.1.2
a.
Kelas Kestabilan B
b.
c.
d.
e.
f.
Gambar 4.2 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas A dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah)
IV - 3
Pada hasil simulasi polutan SO2 dengan menggunakan model Fluent, polutan SO2 terdifusi hingga ketinggian 248 m dari tanah dengan konsentrasi pada ketinggian tersebut adalah 0.14 µg/m3 (gambar 4.2 e). Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind melebihi batas model dan juga pada arah crosswind, sebaran polutan akan melebihi batas model pada jarak 1000 meter (gambar 4.2 c). Dibandingkan dengan hasil model Fluent terhadap sebaran konsentrasi SO2 dengan kelas stabilitas A, penyebaran konsentrasi SO2 pada kelas stabilitas B mempunyai bentuk plume yang sama dengan kelas stabilitas A yaitu bertipe looping. Perbedaannya terlihat dari bentuk plume pada kelas stabilitas B, plume akan turun pada jarak sekitar 500 m namun memiliki kecenderungan untuk menyebar di dekat permukaan atau sebaran menyusuri permukaan tanah (gambar 4.1 (e)). Pola plume ini terjadi karena pada kelas stabilitas ini lapse rate atmosfer lebih lemah dibandingkan dengan lapse rate atmosfer pada kelas stabilitas A. Sedangkan hasil simulasi dengan menggunakan model difusi Gauss Ganda, polutan SO2 terdifusi hingga ketinggian melebihi batas model pada arah vertikal dengan ketinggian cerobong efektif yaitu 227.63 m. Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind hingga melebihi batas model pada arah downwind. Untuk difusi pada arah crosswind, polutan SO2 juga tersebar hingga melebihi bats model (lebar) (gambar 4.2 e dan 4.1 f). Berbeda dengan kondisi pada kelas stabilitas A, pada kelas stabilitas B ini kecederungan konsentrasi SO2 yang besar turun di atas permukaan bergeser hingga jarak sekitar 1000 m dari pusat cerobong. Nilai konsentrasi SO2 yang ditampilkan dalam hasil simulasi adalah 0.14 µg/m3, walaupun masih terdapat nilai yang lebih rendah lagi. Sama halnya dengan pola bentuk plume pada kelas stabilitas A, bentuk dari sebaran konsentrasi polutan SO2 pada arah downwind memperlihatkan adanya pengaruh angin yang mendorong sebaran polutan ke arah downwind. Sehingga memperlihatkan bentuk plume memiliki kecenderungan bertipe looping (gambar 4.2 f).
IV - 4
4.1.3
a.
Kelas Kestabilan C
b.
c.
d.
e.
f.
Gambar 4.3 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas A dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah) Hasil simulasi dengan menggunakan model Fluent memperlihatkan polutan SO2 yang terdifusi ke arah vertikal hingga mencapai ketinggian 263 meter dari permukaan tanah dengan nilai konsentrasi 0.14 µg/m3. Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind melebihi batas model (gambar 4.3 e). Sedangkan sebaran polutan SO2 pada arah crosswind akan melebihi batas model pada jarak sekitar 700 meter (gambar 4.3 c). Pada kelas stabilitas C ini hasil simulasi penyebaran SO2 dengan menggunakan model Fluent menunjukkan bentuk plume dengan tipe looping. Dari gambar 4.3 e, terlihat dari hasil simulasi kontur konsentrasi polutan SO2, bentuk sebaran dari konsentrasi SO2 cenderung mengikuti sebaran konsentrasi pada kelas stabilitas B. Namun sebaran konsentrasi di dekat permukaan memiliki kecenderungan adanya penurunan nilai konsentrasi.
IV - 5
Sedangkan hasil simulasi dengan menggunakan model difusi Gauss Ganda pada kondisi stabilitas C, sebaran konsentrasi sebaran polutan SO2 terdifusi hingga mendekati batas model pada arah vertikal sekitar 490 m dari tanah pada jarak 1775 m dari pusat cerobong dengan ketinggian cerobong efektif yaitu 215.06 m. Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind hingga melebihi batas model (gambar 4.3 f). Untuk difusi pada arah crosswind, polutan tersebar hingga melebihi batas model (gambar 4.3 d). Pada kelas stabilitas C ini, konsentrasi SO2 yang mendekati permukaan juga semakin bergeser sejauh 1300 m dari pusat cerobong. Nilai konsentrasi SO2 yang ditampilkan dalam hasil simulasi adalah 0.14 µg/m3. Pada kelas stabilitas C ini bentuk sebaran konsentrasi polutan SO2 ini akan semakin menjauhi dari permukaan tanah pada arah downwind. Bentuk plume pada kelas stabilitas C ini mempunyai tipe looping (gambar 4.3 f). 4.1.3
a.
Kelas Kestabilan D
b.
c.
d.
e.
f.
Gambar 4.4 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas A dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah)
IV - 6
Hasil simulasi polutan SO2 dengan menggunakan model Fluent memperlihatkan hasil simulasi kontur konsentrasi polutan SO2 (gambar 4.4 (a)) dengan bentuk sebaran yang semakin menipis dari mulai pusat cerobong hingga jarak 1775 m. Hasil simulasi juga memperlihatkan polutan SO2 yang terdifusi mencapai hingga ketinggian 165 meter dengan nilai konsentrasi 0.14 µg/m3 (gambar 4.4 e). Sedangkan pengaruh angin terhadap sebaran konsentrasi polutan SO2 membuat sebaran polutan melebihi jarak 1775 meter pada arah downwind (melebihi batas model). Pada arah crosswind, sebaran polutan menunjukkan hal yang berbeda dengan hasil simulasi pada kelas stabilitas sebelumnya. Pada kelas stabilitas D ini sebaran polutan menunjukkan adannya penyempitan sebaran sepanjang arah-x (downwind) hingga batas model pada jarak 1775 meter (gambar 4.4 d). Pada kelas stabilitas ini bentuk plume menunjukkan kecenderungan bertipe gabungan yaitu conning. Terlihat dari gambar 4.4 e, pada daerah ketinggian cerobong (dari pusat cerobong ke arah downwind) bentuk plume namun secara keseluruhan terlihat adanya kecenderungan bentuk plume lebih stabil ke arah downwind. Pada gambar 4.4 e ini juga terlihat sebaran konsentrasi di atas permukaan menunjukkan adanya penipisan, sedangkan konsentrasi SO2 yang lebih besar cenderung menjauhi permukaan. U Sedangkan hasil simulasi dengan menggunakan model difusi Gauss Ganda pada kondisi stabilitas D memperlihatkan ketebalan sebaran konsentrasi polutan SO2 yang terdifusi semakin mengecil ini terlihat dari ketinggian sebaran konsentrasi yang semakin rendah mendekati ketinggian sekitar 300 m dari tanah (dari jarak downwind x = 0 hingga x =1775 m) dengan ketinggian cerobong efektif yaitu 203.95 m. Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind melebihi batas model (gambar 4.4 (f)). Untuk difusi pada arah crosswind, polutan tersebar hingga melebihi batas model pada jarak sekitar 800 m dari pusat cerobong (gambar 4.4 d). Nilai konsentrasi SO2 yang ditampilkan dalam hasil simulasi adalah 0.14 µg/m3. Pada kelas stabilitas D ini bentuk sebaran konsentrasi polutan SO2 ini akan semakin pipih terhadap arah downwind. Bentuk sebaran konsentrasi SO2 disekitar ketinggian cerobong efektif di atas cerobong memperlihatkan bentuk yang semakin menyempit pula dibandingkan pada kondisi udara netral (gambar 4.4 d).. Sehingga bentuk plume pada kelas stabilitas D (netral)
IV - 7
memperlihatkan tipe conning, yaitu tipe dengan sebaran ke arah + z dan – z yang sama. 4.1.4
Kelas Kestabilan E
b.
a.
c.
d.
e.
f.
Gambar 4.5 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas A dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah) Pada hasil simulasi polutan SO2 dengan menggunakan model Fluent, polutan SO2 terdifusi hingga ketinggian maksimal 254 meter untuk konsentrasi polutan SO2 sebesar 0.14 µg/m3 (gambar 4.5 e). Sedangkan angin mendorong polutan pada jarak downwind hingga melebihi batas model. Sedangkan pada arah crosswind, sebaran polutan SO2 lebih menyempit lagi dibandingkan dengan kelas stabilitas D (gambar 4.5 c). Pada kelas stabilitas E ini, bentuk plume dari sebaran polutan SO2 menunjukkan bertipe fanning namun terlihat juga sebaran polutan SO2 dengan konsentrasi yang kecil memperlihatkan bentuk plume yang berkecenderungan pada tipe conning. Dan memperlihatkan tidak adanya sebaran konsentrasi di atas permukaaan (gambar 4.5 e).
IV - 8
Sedangkan hasil simulasi yang dilakukan dengan menggunakan model difusi Gauss Ganda pada kondisi stabilitas E memperlihatkan sebaran konsentrasi sebaran polutan SO2 terdifusi hingga mencapai ketinggian sekitar 240 m dari tanah (dari jarak downwind x = 0 hingga x =1775 m) atau mengalami penurunan sekitar 60 m dari kondisi kelas stabilitas D sedangkan ketinggian cerobong efektifnya sendiri adalah 177.83 m (gambar 4.5 f). Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind melebihi batas model. Untuk difusi pada arah crosswind, polutan tersebar hingga melebihi batas model pada jarak 1300 m dari cerobong (gambar 4.5 d). Nilai konsentrasi SO2 yang ditampilkan dalam hasil simulasi adalah 0.14 µg/m3, walaupun masih terdapat nilai yang lebih rendah lagi. Pada kelas stabilitas E ini bentuk sebaran konsentrasi polutan SO2 ini akan semakin menjauhi dari permukaan tanah pada arah downwind. Sedangkan ketebalan konsentrasi pada crosswind juga semakin menurun. Bentuk sebaran konsentrasi SO2 disekitar ketinggian cerobong efektif di atas cerobong memperlihatkan bentuk yang semakin menyempit dibandingkan pada kondisi udara kelas stabilitas D dengan tipe plume yaitu fanning. Pada kelas stabilitas ini, sepanjang
jarak downwind
dari
pusat
cerobong
hingga
batas
model,
memperlihatkan tidak adanya konsentrasi SO2 yang mendekati permukaan (gambar 4.5 f).
IV - 9
4.1.5
Kelas Kestabilan F
b.
a.
c.
d.
e.
f.
Gambar 4.6 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas A dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah) Pada hasil simulasi polutan SO2 dengan menggunakan model fluent, polutan SO2 terdifusi hingga ketinggian 170 meter dengan 0.14 µg/m3 dan angin mendorong polutan hingga jarak downwind melebihi batas model (gambar 4.6 e). Sedangkan pada arah crosswind, angin mempengaruhi bentuk sebaran SO2 menjadi lebih ramping (gambar 4.6 c). Pada kondisi kelas stabilitas F dengan kondisi atmosfer stabil kuat menunjukkan bentuk plume yang lebih steady. Bentuk plume pada skenario ini menunjukkan tipe fanning. Dengan sebaran konsentrasi yang sangat kecil di atas permukaan (gambar 4.6 e). Sedangkan simulasi dengan menggunakan model difusi Gauss Ganda pada kondisi stabilitas F memperlihatkan sebaran konsentrasi polutan SO2 terdifusi hingga mencapai ketinggian tertinggi sekitar 220 m (dari jarak downwind x = 0 hingga x =1775 m) dan ketinggian cerobong efektifnya adalah 159.12 m.
IV - 10
Sedangkan angin mendorong polutan hingga jarak downwind melebihi batas model (gambar 4.6 f). Untuk difusi pada arah crosswind, polutan SO2 sepanjang batas model pada arah downwind tidak lagi melebihi batas model atau mengalami penyempitan (gambar 4.6 d). Nilai konsentrasi SO2 yang ditampilkan dalam hasil simulasi adalah 0.14 µg/m3, walaupun masih terdapat nilai yang lebih rendah lagi. Pada kelas stabilitas F ini bentuk sebaran konsentrasi polutan SO2 ini akan semakin menjauhi dari permukaan tanah pada arah downwind, serta adanya penurunan ketebalan dari sebaran polutan SO2 terhadap arah crosswind menunjukkan sebaran polutan SO2 yang padat karena adanya pengaruh kecepatan angin yang kuat (gambar 4.6 b). Bentuk sebaran konsentrasi SO2 disekitar ketinggian cerobong efektif di atas cerobong pun memperlihatkan bentuk yang semakin menyempit dibandingkan pada kondisi udara tidak stabil. Seperti halnya dengan bentuk plume pada kondisi stabilitas E, pada kelas stabilitas F ini bentuk dari plume memperlihatkan tipe fanning (gambar 4.6 f). 4.2
Pembahasan Umum Hasil Simulasi dengan Model Fluent dan Model Difusi Gauss Ganda
Untuk kondisi udara tidak stabil, baik model Fluent maupun model difusi Gauss Ganda, memperlihatkan bahwa polutan akan mencapai permukaan pada jarak yang lebih dekat dari cerobong. Hal ini dikarenakan pada kondisi kecepatan angin yang lemah, angin tidak cukup kuat untuk mendorong polutan SO2 ke arah downwind sehingga polutan akan jatuh lebih dekat ke permukaan. Namun, terdapat perbedaan jarak jatuh polutan SO2 pada konsentrasi 0.14 µg/m3, hasil dari model Fluent menunjukkan jarak (dari pusat cerobong) yang cenderung tidak banyak mengalami perubahan pada kelas stabilitas A, B dan C. Hasil simulasi pada kelas-kelas tersebut lebih memberikan pengaruh pada bentuk plume dengan pola looping yang semakin bergeser ke arah downwind (gambar 4.1 e, 4.2 e dan 4.3 e). Seperti halnya pada hasil simulasi model Fluent, model difusi Gauss Ganda juga memberikan adanya kecenderungan pergeseran bentuk plume pada hasil kelas stabilitas A, B dan C. Namun berbeda dalam jarak jatuh polutan SO2, plume cenderung menjauh dari pusat cerobong (gambar 4.1 f, 4.2 f, dan 4.3 f). Sedangkan untuk kondisi netral dan stabil D, E dan F, baik pada model Fluent
IV - 11
maupun model difusi Gauss Ganda, polutan akan terdorong jauh dari cerobong ke arah downwind dengan difusi yang lemah (gambar 4.4 s.d 4.6 e dan f). Selain itu polutan yang mencapai permukaan tanah dengan nilai yang sangat kecil (kondisi udara stabil) untuk kedua model, nilai konsentrasi SO2 yang mencapai permukaan nilainya mendekati 0 µg/m3. Sebaran konsentrasi SO2 terhadap arah vertikal dari hasil model Fluent memperlihatkan bahwa pada kondisi udara tidak stabil, dari kelas stabilitas A hingga C, bentuk plume cenderung memperlihatkan bentuk looping (gambar 4.1 e dan 4.2 f; 4.2 e dan 4.2 f; dan 4.3.e dan 4.3 f), yaitu terdapat puncak dan lembah. Hasil simulasi dari model difusi Gauss Ganda, simulasi memberikan adanya kecenderungan bentuk looping, yaitu terlihat dari adanya kenaikan polutan SO2, pergerakan plume selanjutnya akan mengalami penurunan pada arah downwind. Sedangkan untuk kondisi netral dan stabil (kelas stabilitas D-F) memperlihatkan kecenderungan pola plume yang relatif sama baik dari hasil model Fluent maupun model difusi Gauss Ganda yaitu pola plume yang steady sepanjang arah downwind (gambar 4.1 s.d. 4.3 (e) dan (f)), hal ini bisa terjadi karena pada kondisi stabil sebaran pada arah vertikal gaya bouyancy dan gravitasi akan saling meniadakan. Untuk kondisi udara tidak stabil sebaran dari SO2 akan mencapai permukaan sedangkan pada kondisi udara netral dan stabil, sebaran SO2 tidak mencapai permukaan (dengan nilai konsentrasi yang sangat kecil). Untuk penyebaran polutan SO2 pada arah crosswind, hasil simulasi dengan menggunakan model Fluent (gambar 4.4 c, 4.5 c, dan 4.6 c), polutan tersebar hingga melebihi batas model pada kondisi atmosfer tidak stabil (kelas stabilitas AC) dan, sebaran ini kemudian akan semakin menyempit pada kondisi atmosfer yang semakin stabil (kelas stabilitas D-F) karena pengaruh angin yang kuat. Begitu pula dengan hasil simulasi dengan model difusi Gauss Ganda, sebaran polutan SO2 memperlihatkan kecenderungan yang sama. Pada kondisi atmosfer tidak stabil sebaran polutan akan melebihi batas model dan akan semakin menyempit seiring kondisi atmosfer yang semakin stabil.
IV - 12
Polutan SO2 yang jatuh di permukaan akan dipantulkan kembali, namun dua model ini, yaitu model Fluent dan model difusi Gauss Ganda memperlihatkan pola sebaran yang berbeda. Pada model Fluent, sebaran polutan SO2 yang jatuh di permukaan akan dipantulkan dan disebarkan kembali ke arah downwind dan cenderung terlihat seperti menyusuri permukaan. Sedangkan, pada model difusi Gauss Ganda memperlihatkan polutan yang jatuh di permukaan akan dipantulkan kembali, sehingga pola sebaran polutan SO2 cenderung memperlihatkan pola sebaran pada arah z yang berbeda dibandingkan pada model Fluent. 4.3
Hasil Simulasi untuk y = 0 dan z = 1 pada Model Fluent dan Model Difusi Gauss Ganda
Berdasarkan gambar 4.7, hasil simulasi dengan menggunakan model Fluent dan model difusi Gauss Ganda terhadap konsentrasi SO2 yang mencapai permukaan tanah memperlihatkan grafik yang berbeda (Fluent : biru dan Gauss : Hijau). Secara umum, nilai konsentrasi SO2 yang didapat dari model Fluent memperlihatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai konsentrasi yang didapat dari model difusi Gauss Ganda. Dari gambar 4.7 juga memperlihatkan bahwa nilai konsentrasi SO2 maksimum di atas permukaan tanah lebih cepat dicapai pada simulasi dengan menggunakan model difusi Gauss Ganda dibandingkan dengan model Fuent. Begitu pula dengan jarak maksimum yang dicapai oleh simulasi dengan model difusi Gauss Ganda lebih dekat dibandingkan jarak maksimum yang dicapai dengan menggunakan model Fluent. Hal ini terlihat jelas pada gambar 4.7 untuk kelas stabilitas A, konsentrasi SO2 maksimum yang dicapai oleh model difusi Gauss Ganda sebesar 1.2 µg/m3 pada jarak 600 m sedangkan pada model Fluent konsentrasi maksimum belum tercapai pada rentang simulasi yang dilakukan. Dari semua hasil simulasi, baik dengan menggunakan metode Gauss Ganda dan model Fluent diketahui bahwa konsentrasi SO2 yang mencapai permukaan tanah masih jauh dibawah batas ambien (baku mutu).
IV - 13
µg/m3
8
µg/m3
8
A
B
7.700 7.465
7
7.607
7
6.967 6.676
6
6
6.155
5 5
konsentrasi
4 4
3 3
2 2 1.200
1
0.699
0.644
1
0.107 0.106
0.017
0.152
0.220
0
0 0
200
400
600
jarak
800 Fluent
1000
1200
1400
200
400
600
800 Fluent
1000
1200
1400
1600
m
Gauss
µg/m3
µg/m3
8
0
m
1600
Gauss
8
D
C 7
7 6.650
6.585
6.490
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1.542
1
1
1.279
3.15E‐01
0.093
8.31E‐02
7.33E‐06
0.006
2.09E‐17
4.29E‐06 0.322
0
0 0
200
400
600
800 Fluent
1000
1200
1400
m
1600
0
200
400
600
800 Fluent
Gauss
µg/m3
8
5.09E‐04
1000
1200
1400
m
1600
Gauss
µg/m3
8
E
7
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
F
1 5.63E‐27
0 0
200
4.25E‐04
400
600
9.03E‐10
800 Fluent
2.84E‐03
1000
1200
1.08E‐52
2.37E‐06
1400
4.71E‐03
1600
5.76E‐03m
0 0
Gauss
200
0
400
600
3.74E‐18
800 Fluent
0
1000
1200
9.95E‐12
1400
0
1600
0
m
Gauss
Gambar 4.7 Perbandingan konsentrasi SO2 antara model Fluent dan model difusi Gauss Ganda 4.4
Pembahasan Tinggi Cerobong Efektif dengan Model Fluent dan Model Difusi Gauss Ganda
Pada model Fluent perhitungan terhadap ketinggian gas buang yang diemisikan dari cerobong (tinggi cerobong efektif : model difusi Gauss Ganda) tidak dilakukan dengan menggunakan persamaan khusus. Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan konservasi massa dan momentum, dalam hal ini Fluent hanya melakukan perhitungan langsung terhadap resultan kecepatan dengan memasukkan pengaruh dari bouyancy rise dan gravitasi.
IV - 14
Sedangkan pada simulasi menggunakan model difusi Gauss Ganda, perhitungan cerobong efektif dilakukan sebelum dilakukan proses simulasi. Sehingga dari hasil simulasi dengan menggunakan model Fluent didapat nilai rata-rata ketinggian sebesar 132.35 m sedangkan pada model difusi Gauss Ganda nilai ratarata ketinggiannya adalah 201.87 m (Gambar 4.8).
m
250
227.62
227.63 215.06
200
203.95 177.83
150
159.12 134.82
134.815
134.815
134.815 127.41
127.41
E
F
100
50
0 A
B
C Model Fluent
D Model Difusi Gauss Ganda
stabilita s
Gambar 4.8 Perbandingan ketinggian cerobong efektif antara model Fluent dan model difusi gauus ganda 4.5
Verifikasi
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan nilai konsentrasi SO2 dari kedua model tersebut dengan nilai konsentrasi SO2 hasil sampling pada kondisi atmosfer yang sama dengan kondisi atmosfer pada saat pengambilan sampling. Kondisi atmosfer pada saat pengambilan sampling adalah tidak stabil ringan atau (kelas kestabilan C) dengan kecepatan rata-rata 1.08 m/s danarah angin dominan adalah barat. Letak titik pengamatan adalah 1300 m arah barat dari lokasi cerobong. Dari tabel 4.1, memperlihatkan hasil yang cukup mencolok pada nilai konsentrasi SO2 yang didapat dari perhitungan model terhadap hasil pengukuran lapangan. Hal ini disebabkan, karena pada kondisi stabilitas C, nilai konsentrasi maksimum yang dicapai oleh model Fluent lebih tinggi dibandingkan dengan model difusi Gauss
IV - 15
Ganda. Hal ini, bisa juga disebabkan karena pada model difusi Gauss Ganda tidak bisa memperlihatkan simulasi yang baik pada kecepatan angin rendah. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran (data sampling), nilai konsentrasi SO2 dengan menggunakan model Fluent menunjukkan hasil 66.3 % mendekati nilai konsentrasi yang didapat dari hasil pengukuran atau memiliki galat sebesar 33.8 %. Sedangkan dengan menggunakan metode Gauss Ganda nilai konsentrasi yang didapat menunjukkan nilai sebesar 2.6 % dari data sampling dengan galat hasil sebesar 97.4 %. Berarti pada penelitian ini model fluent menunjukkan hasil perhitungan terhadap konsentrasi SO2 yang mendekati hasil dari data pengukuran di lapangan (1300 m dari cerobong) dibandingkan dengan model difusi Gauss Ganda. Tabel 4.1 Hasil Verifikasi data simulasi dari model Fluent dan model difusi Gauss Ganda dengan data pengukuran lapangan No.
Keterangan
Jarak (m)
Konsentrasi SO2 (µg/m3)
1
Lokasi Pengukuran
1300
8.18
2
Model Fluent
1300
5.42
3
Metode Gauss Ganda
1300
0.22
4
Baku Mutu
-
365
IV - 16