SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
STUDI PEMANFAATAN GAS BUANG UNTUK REFRIGERASI SISTEM ABSORPSI BAGI PENYIMPAN DINGIN INDUSTRI PERIKANAN Teguh Kristianto 1), Samsul Kamal 2) 1) Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak Indonesia merupakan negara yang kaya akan ikan, salah satu ikan yang banyak di perairan selatan pulau Jawa adalah ikan Cakalang. Setelah ditangkap dan mati maka ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak jika tidak diawetkan dengan baik. Salah satu metode mengawetkan ikan adalah menyimpannya dalam kondisi dingin, yaitu antara suhu 80C sampai 00C. Para nelayan di perairan Sadeng, Girisubo, Gunung Kidul, Yogyakarta masih menggunakan balok es untuk megawetkan ikan hasil tangkapannya di atas kapal. Gas buang mesin diesel kapal nelayan mengandung sekitar 30 % kalor hasil pembakaran dengan suhu berkisar antara 600 – 7000C pada exhaust manifold. Pada penelitian ini dikaji pemanfaatkan energi gas panas untuk refrigerasi sistem absorpsi yang digunakan untuk mengawetkan ikan Cakalang. Penelitian ini menggunakan unit refrigerasi sistem absorpsi UPO buatan Finlandia. Energi gas panas dihasilkan dari pembakaran LPG. Laju aliran massa gas panas divariasikan 1,5 kg/jam; 1,8 kg/jam; dan 2,1 kg/jam. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Cakalang sebanyak 4 kg. Hasil yang diperoleh dari peneletian ini adalah kecepatan pedinginan sebanding dengan laju aliran massa gas panas. Pada penelitian ini didapatkan hasil terbaik untuk laju aliran massa gas panas 2,1 kg/jam dengan temperatur evaporator -14,80C, temperatur udara di dalam refrigerator 1,90C, dan temperatur ikan 50C Kata kunci: gas buang, absorpsi, penyimpan dingin, perikanan
Pendahuluan Gas buang mesin pembakaran dalam memiliki energi yang cukup besar, yaitu sekitar 30 % dari kalor hasil pembakaran dengan suhu berkisar 600 – 7000C (Pandiyarajan, 2011). Energi tersebut dapat dimafaatkan untuk refrigerasi sistem absorpsi bagi penyimpan dingin ikan hasil tangkapan nelayan. Dengan mendinginkan sampai suhu 50C maka ikan dapat bertahan selama 5 – 7 hari. Para nelayan di pelabuahan Sadeng, Girisubo, Gunung Kidul, Yogyakarta masih menggunakan balok es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya di atas kapal. Para nelayan tersebut melaut rata – rata 6 - 7 hari baru kembali ke daratan. Dengan demikian diperlukan pengawetkan ikan hasil tangkapan nelayan tersebut di atas kapal. Dengan memanfaatkan gas buang kapal nelayan untuk refrigerasi sistem absorpsi maka akan diperoleh efek refrigerasi tanpa biaya operasional tambahan. Fluida kerja pada refrigerasi sistem absorpsi berupa campuran dari dua fluida, yaitu yang satu berfungsi sebagai refrigeran dan yang satunya berfungsi sebagai absorben. Fluida kerja yang biasa digunakan adalah campuran NH3 + H2O atau campuran H2O + LiBr. Refrigerasi sistem absorpsi dengan fluida kerja campuran NH3 + H2O mampu menghasilkan efek refrigerasi sampai dengan suhu di bawah 00C karena suhu beku NH3 mencapai -770C (Manzela, 2010). Untuk memisahkan refrigeran dari absorben diperlukan sumber panas, yang salah satunya bisa berasal dari gas buang. Studi Pustaka Kajian Pustaka Penelitian mengenai pemanfaatan gas buang sebagai sumber energi bagi refrigerasi sistem absorpsi dilakukan oleh Manzela dkk (2010). Pada penelitian tersebut digunakan sebuah engine empat silinder, empat katup dengan sistem multipoint electronic fuel injection. Engine tersebuat memiliki rasio kompresi 9,5 : 1, bore diameter 86,4 mm, dan stroke 67,4 mm. Suhu di dalam refrigerator dipantau dengan menggunakan dua buah Pt100 termometer, sedangkan kelembaban diukur dengan thermohygrometer. Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 1
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Pengukuran suhu gas buang dilakukan dengan termokopel tipe K. Penelitian ini dilakukan pada suhu lingkungan 300 K dan tekanan udara 0,913 bar. Penelitian dilakukan dengan pembukaan trotle 25%, 50%, 75 %, dan throtlle terbuka penuh. Hasil yang didapatkan setelah sistem beroperasi 3 jam adalah suhu di dalam refrigerator berkisar antara 4 – 130C. Penelitian lain mengenai refrigerasi sistem absorpsi dilakukan oleh Koehler dkk (1997). Di dalam penelitian tersebut dirancang sebuah prototype refrigerasi sistem absorpsi yang menggunakan gas buang kendaraan truk sebagai sumber energinya. Di dalam pengujian prototype tersebut didapatkan COP sebesar 27 %. Penelitian juga dilakukan Qin dkk (2007) yang mengembangkan sistem pendingin udara pada kabin kendaraan bermotor yang memanfaatkan gas buang sebagai sumber energinya. Dasar Teori Siklus Refrigerasi Absorpsi Refrigerasi sistem absorpsi (Vapor Absorption Refrigeration) pada dasarnya sama dengan refrigerasi sistem kompresi (Vapor Compression Refrigeration). Hal mendasar yang menjadi perbedaan diantara keduanya adalah fluida kerja yang dipakai dan sumber tenaga penggerak sistem. Pada refrigerasi sistem absorpsi digunakan fluida kerja berupa campuran dua fluida yaitu yang satu berfungsi sebagai refrigeran dan yang satu berfungsi sebagai absorben. Selain itu pada refrigerasi sistem absorpsi diperlukan sumber panas untuk memisahkan refrigeran dari absorben dimana proses ini terjadi di dalam generator. Pada perkembangannya maka refrigerasi sistem absorpsi sama sekali tidak menggunakan pompa, yang dikenal dengan refrigerasi sistem absorpsi difusi. Refrigerasi absorpsi difusi adalah siklus refrigerasi absorpsi yang bersirkulasi secara alami karena adanya penambahan gas helium pada evaporator dan absorber. Siklus ini dikembangkan oleh Platen dan Munters, yaitu dua orang mahasiswa Royal Institute of Technology, Stockholm dari hasil penemuan Albert Einstein dan Leó Szilárd. Dengan adanya penambahan gas helium ini maka tekanan antara evaporator dan absorber menjadi sama, sehingga prinsip bubble pump dapat berjalan. Efek pendinginan di evaporator terjadi karena tekanan amonia yang rendah. Tekanan amonia yang rendah ini dicapai dengan adanya penambahan gas helium di evaprator, sehingga tekanan parsial amonia menjadi rendah dengan adanya tekanan parsial dari helium. Metode Pengawetan Ikan Cakalang Ikan Cakalang merupakan jenis ikan yang banyak tersebar di peraian selatan Pulau Jawa (Jones, 1963). Ikan Cakalang (Katsuwanus Pelamis) memiliki konduktivitas termal (k) sebesar 0,661 W/m0C dan memiliki nilai kapasitas kalor spesifik (cp) sebesar 3.550 kJ/kg0C (Jassin, 2010). Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak, jika tidak diawetkan dengan benar. Ciri – ciri ikan segar antara lain mata jernih, kornea bening, pupil hitam, mata cembung, dan insang merah segar. Jika ikan sudah mulai rusak maka insang berwarna keabuan, berlendir dan bau, sisik melekat kuat, mengkilap dan tertutup lendir (Siburian, 2012). Salah satu metode untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan nelayan adalah dengan cara pendinginan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, fungi, dan mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan ikan. Berikut adalah tabel korelasi suhu penyimpanan ikan dengan ketahanan ikan. Tabel 2.1 Korelasi Suhu Penyimpanan Ikan Terhadap Ketahanan Ikan (Fathony, 2011) Suhu Penyimpanan Ikan 160C 110C 50C 00C
Ketahanan Ikan 1-2 hari 3 hari 5 hari 14-18 hari
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 2
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Salah satu parameter untuk mengetahui kualitas ikan dalam pengawetan adalah jumlah bakteri yang ada pada ikan tersebut. Ikan yang sehat dan layak konsumsi adalah ikan dengan jumlah bakteri dibawah ambang batas maksimal cemaran mikroba sesuai standar SNI 7388:2009 yaitu sebesar 5 x 105 CFU/gr (Marada, 2012). Pada penelitian Marada (2012) didapatkan bahwa ikan yang disimpan pada suhu 00C memiliki ketahanan selama 15 hari dengan jumlah bakteri di bawah ambang batas, yaitu 1,45 x 103 CFU/gr. Metodologi Penelitian Alat Penelitian Unit yang digunakan pada penelitian ini adalah Refrigerasi Absorpsi Difusi UPO buatan Finlandia.
Evaporator
Restrictor
Condenser
Rectifier
Liquid Vapor Separator
Absorber
Storage Tank
Q gen
Solution Heat Exchanger
Generator
Gambar 3.1 Diagram Skematis Refrigerasi Sistem Absorpsi Difusi Alat Ukur Penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Termokopel tipe K Alat ini digunakan untuk mengukur temperatur 2. Extech Humidity and Temperature Chart Recorder Alat ini digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban di dalam refrigerator Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah : 1. Fluida kerja refrigerasi sistem absorpsi (NH3 + H2O) 2. Udara 3. Ikan Cakalang sebanyak 4 kg 4. LPG Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 3
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Instalasi Penelitian Pemasangan Alat Ukur Pada Unit Refrigerasi Absorpsi Difusi T4
Evaporator
Restrictor
Condenser
T3
Rectifier T5
Liquid Vapor Separator
Absorber
Storage Tank Generator Q gen Solution Heat Exchanger
T2 T6
T1
Gambar 3.2 Diagram Skematis Instalasi Penelitian dan Pemasangan Alat Ukur Pemasangan Alat Ukur di Dalam Refrigerator
Evaporator
T4
T7 T8
Ikan Cakalang
Gambar 3.3 Gambar Skematis Pemasangan Alat Ukur dalam Refrigerator
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 4
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Parameter Penelitian Parameter penelitian adalah sebagai berikut : 1. Beban yang didinginkan adalah ikan Cakalang sebanyak 4 kg 2. Variasi laju aliran massa gas panas dengan temperatur 7000C yang mengalir ke generator. Variasi laju aliran massa gas panas ditentukan 1,5 kg/jam; 1,8 kg/jam; dan 2,1 kg/jam Jalannya Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 di Laboratorium Perpindahan Kalor dan Massa, Jurusan Teknik Mesin & Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Penelitian unit refrigerasi absorpsi difusi dilakukan selama 5 jam untuk masing – masing parameter penelitian. Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini didapatkan temperatur ikan Cakalang yang mampu dicapai oleh refrigerasi sistem aborpsi sebesar 50C untuk laju aliran massa gas panas 2,1 kg/jam, dimana temperatur evaporator mencapai -14,80C dan temperatur udara dalam refrigerator mencapai 1,90C. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 4.1 Temperatur evaporator
Gambar 4.2 Temperatur udara dalam refrigerator
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 5
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Gambar 4.3 Temperatur ikan Cakalang Gambar 4.1 menunjukkan temperatur evaporator unit refrigerasi absorpsi difusi untuk masing – masing laju aliran massa gas panas 1,5 kg/jam; 1,8 kg/jam; dan 2,1 kg/jam. Dari grafik tersebut nampak bahwa untuk laju aliran massa gas panas 1,5 kg/jam hasil yang didapatkan kurang optimal, dimana penurunan temperatur evaporator berjalan lambat dan mencapai temperatur dibawah 00C setelah sistem beroperasi selama 3 jam. Dan setelah sistem beroperasi selama 5 jam hanya mencapai suhu -70C. Untuk laju aliran massa gas panas 1,8 kg/jam menunjukkan performa penurunan temperatur evaporator yang lebih baik, dimana temperatur evaporator mencapai dibawah 00C lebih cepat, yaitu kurang dari 1 jam setelah sistem beroperasi. Pada grafik tersebut, untuk laju aliran massa gas panas 1,8 kg/jam dan 2,1 kg/jam temperatur evaporator mencapai dibawah 00C setelah sistem beroperasi sekitar 40 menit. Dari gambar 4.1 ini dapat disimpulkan bahwa diperlukan jumlah kalor minimum tertentu supaya unit refrigerasi absorpsi dapat berjalan optimal. Sesuai grafik pada gambar 4.1 tersebut maka untuk unit refrigerasi absorpsi difusi yang digunakan dalam penelitian ini memerlukan jumlah kalor minimal sebesar gas panas dengan laju aliran massa 1,8 kg/jam supaya beroperasi optimal. Proses penurunan temperatur evaporator berjalan sesuai dengan proses penguapan refrigeran pada generator, dimana diperlukan waktu untuk memanaskan campuran NH3 + H2O di dalam generator untuk memisahkan NH3 dari H2O. Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 tersebut maka proses pemanasan awal diperlukan waktu sekitar 40 menit dimana NH3 sudah mulai bersirkulasi secara optimal mencapai evaporator. Penambahan kalor pada generator akan mempercepat proses penguapan NH3 dari H2O sehingga memberbesar laju aliran massa NH3 yang mengalir dalam evaporator dan mengakibatkan peningkatan kapasitas pendinginan. Hal tersebut nampak pada gambar 4.2 dimana untuk suhu udara dalam refrigerator yang paling cepat mengalami penurunan adalah pada laju aliran massa gas panas 2,1 kg/jam. Hal serupa juga nampak pada gambar 4.3 dimana suhu ikan Cakalang mengalami penurunan paling cepat untuk laju aliran massa gas panas 2,1 kg/jam dengan suhu akhir ikan Cakalang mencapai 50C. Temperatur ikan Cakalang jauh dari temperatur evaporator karena perpindahan panas yang terjadi di dalam refrigerator adalah secara konveksi alami, dimana di dalam refrigerator tidak terpasang fan dan ikan Cakalang tidak kontak langsung dengan evaporator.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 6
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Gambar 4.4 Kalor generator
Gambar 4.5 Cooling capacity
Gambar 4.6 COP Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 7
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Gambar 4.4 menunjukkan besarnya kalor yang dimafaatkan oleh generator. Besarnya kalor netto yang dimanfaatkan generator sebanding dengan laju aliran massa gas panas. Semakin besar laju aliran massa gas panas maka kalor netto yang dimanfaatkan generator juga semakin besar. Gambar 4.5 menunjukkan besarnya kapasitas pendinginan (cooling capacity) untuk masing – masing variasi laju aliran massa gas panas. Pada gambar tersebut nampak bahwa kapasitas pendinginan meningkat sebanding dengan peningkatan laju aliran massa gas panas. Semakain besar laju aliran massa gas panas maka semakin besar kalor yang dimanfaatkan generator sehingga laju penguapan refrigeran di dalam generator menjadi semakin cepat, hal ini mengakibatkan kapasitas pendinginan menjadi meningkat. Peningkatan jumlah kalor yang dimanfaatkan pada generator diikuti oleh peningkatan kapasitas pendinginan pada evaporator sehingga pada akhirnya tetap akan menaikkan nilai COP. Gambar 4.6 menunjukkan perbandingan COP sistem refrigerasi absorpsi dengan variasi laju aliran massa gas panas yang mengair ke generator. Pada gambar tersebut terlihat bahwa COP meningkat sebanding dengan peningkatan laju aliran massa gas panas. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa besarnya laju aliran massa gas panas yang mengalir ke generator berpengaruh terhadap kapasitas pendinginan dan COP. Semakin besar laju aliran massa gas panas maka laju penguapan refrigeran menjadi semakin cepat sehingga kapasitas pendinginan menjadi meningkat. Peningkatan laju aliran massa gas panas yang mengalir ke generator diikuti oleh peningkapan kapasitas pendinginan yang signifikan sehingga COP meningkat sebanding dengan peningkatan kalor generator. Pada penelitian ini didapatkan hasil terbaik untuk laju aliran massa gas panas 2,1 kg/jam, dimana didapatkan suhu evaporator -14,80C, suhu udara dalam unit refrigerasi absorpsi mencapai 1,90C, dan suhu ikan Cakalang mencapai 50C. Pada laju aliran massa gas panas 2,1 kg/jam didapatkan COP sebesar 6,20 %. Daftar pustaka Arora, C.P., 2001, Refrigeration and Air Conditioning, pp.427-373, 2nd edition, Mc GrawHill International Editions, USA Cengel, Y.A. dan Boles, M.A., 2006, Thermodynamics an Engineering Approach, pp 487 – 681, 5th edition, Mc Graw-Hill Inc, USA. Ely, S.E., 1987, Diesel Engine Waste Heat Power Cycle, Heat Recovery Systems & CHP, Vol.7, No.5, pp. 445-451, Elsevier Hong, D.L., Chen, G.M., Tang, L.M, He, Y.J., 2011, Simulation research on an EAX (Evaporator-Absorber-Exchange) absorption refrigeration cycle, 2011, Energy 36, pp. 9498, Science Direct, Elsevier Horuz, I., 1998, A comparison between amonia-water and water-lithium bromide solution in vapor absorption refrigeration systems, Int. comm. Heat Mass Transfer, Vol.25, No.5, pp. 711-721, Elsevier Jassin, E., Kajian Eksperimental Nilai Konduktivitas Thermal dan Panas Spesifik Beberapa Jenis Ikan Joudi, Khalid.A., Lafta, Ali. H., 2001, Simulation of a simple absorption refrigeraton system, Energy Conversion and Management 42, pp.1575-1605, Elsevier
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 8
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Junhong, L., Zhizang.L., Jianming, G., Zhiwei, L., 2003, Truck waste heat recovery for heating bitumen used in road maintenance, Applied Thermal Engineering 23, pp.409-416, Elsevier Koehler J., Tegethoff W.J., Westphalen D., Sonnekalb M., 1997, Absorption refrigeration system for mobile applications utilizing exahust gases, Heat Mass Transfer 32, pp.333-40, Elsevier Manzela, A.A., Hanriot, S. M., Gomez, L.C., Sodre, J.R., 2010, Using engine exhaust gas as energy source for an absorptio refrigeration system, Applied Energy 87, pp.1141-1148, Science Direct, Elsevier Marada, H., 2012, Pengaruh Lama Penyimpanan Ikan Cakalang Pada Suhu Freezer Terhadap Jumlah Bakteri, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakulta Ilmu – Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo Pandiyarajan, V., Pandian, M.C., Malan, E., Velraj, R., Seeniraj, R.V., 2011, Experimental investigation on heat recovery from diesel engine exhaust using finned shell and tube heat exchanger and thermal storage system, Appllied Energy 88, pp 77 – 87, Science Direct, Elsevier Qin F., Chen J., Lu M., Chen Z., Zhou Y., Yang K., 2007, Development of a metal hydride refrigeration system as an exhaust gas-driven automobile air conditioner, Renewable Energy 32, pp.2034-2052, Elsevier Sayekti, A., Suryandono, Ag., Kurniawan, M.P., Evaluasi Penanganan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Tinngkat Pedagang Pesisir Pantai Melalui Analisis Kemunduran Mutu Fisik, Pembiayaan, dan Perbandingan Es Pada Kotak Pendingin, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Shrikhirin, P., Aphornratana, S., Chungbaibulpatana, S., 2001, A review of absorbption technologies, Renewable and Sustainable Energy Reviews 5, pp. 342-372, Pergamon Talbi, M., Agnew, B., 2002, Energy recovery from diese engine exhaust gases for performance ebhancement and air conditioning, Applied Thermal Engineering 22, pp. 693-702, Elsevier
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE11 - 9