ISSN: 2303-3738
Vol.06/No.02/Juni 2015
PEMANFAATAN TERPENTIN UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG PADA SEPEDA MOTOR Oleh:
Bambang Sulistyo Program Studi Pendidikan Teknik Otomotif, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo No. 1 Yogyakarta 55281 Telp (0274) 586168 Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan motor 4 langkah dengan mengaplikasikan sistem injeksi bahan bakar Programmed Fuel injection (PGMFI) dengan bahan bakar terpentin. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan sistem bahan bakar pada unjuk kerja motor dan emisi gas buang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi industri otomotif terutama untuk mengembangkan motor 4 langkah dan mengurangi emisi gas buang. Penelitian ini menggunakan motor Honda PGM-FI (125 cc) dan mengaplikasikan sistem injeksi bahan bakar Programmed Fuel Injection (PGMFI) milik Honda Supra-X. Injektor substitusi sistem bahan bakar terpentin injeksi dipasang pada saluran masuk (intake manifold). Tekanan injeksi pada terpentin injeksi berada pada 3.0 bar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi sistem bahan bakar premium (bensin) dengan terpentin injeksi dapat menurunkan emisi gas buang motor. Hasil pencampuran 80 % premium dan 20 % terpentin memberikan hasil paling baik. Emisi CO, HC, CO2, paling sedikit ditemukan pada variasi pencampuran ini. Data juga menunjukkan bahwa pada variasi ini emisi O2 paling sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pembakaran sempurna dalam ruang bakar kendaraan sehingga oksigen yang tersisa sedikit. Kata kunci: bensin, gas buang, motor, terpentin
PENDAHULUAN Kehidupan manusia sehari-hari tidak lepas dari kebutuhan bahan bakar. Bahan bakar merupakan senyawa kimia yang dapat menghasilkan energi melalui perubahan kimia. Meningkatnya kuantitas kebutuhan dalam sektor transportasi khususnya kendaraan bermotor, berimplikasi pada peningkatan konsumsi bahan bakar tersebut. Saat ini Indonesia pun bersama negara-negara lain mengalami krisis sumber energi, terutama bahan bakar minyak yang sifatnya habis terpakai dalam pembakaran kendaraan bermotor. Cadangan minyak bumi nasional apabila tidak ditemukan sumber baru melalui eksplorasi diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 10-15 tahun yang akan datang, sehingga pencarian sumber energi baru merupakan suatu keharusan. Selain itu, banyaknya polutan emisi gas buang yang dihasilkan dari aktivitas kendaraan bermotor menambah kerusakan yang nyata terhadap lingkungan. Keberadaan transportasi di Indonesia sangat tinggi dan memunculkan berbagai permasalahan dalam penyediaan sumber energi untuk pembakaran kendaraan.
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
233
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
Peningkatan jumlah kendaraan baik roda dua atau empat, mobil pribadi, angkutan umum maupun angkutan niaga tidak sebanding dengan proses produksi bahan bakar. Kendaraan bermotor di Indonesia didominasi oleh kendaraan berbahan bakar bensin sekitar 70% dan 30% berbahan bakar diesel. Hingga saat ini jumlah kendaraan bermotor di seluruh pelosok Indonesia telah mencapai lebih dari 20 juta dengan 60% berupa sepeda motor, sedangkan pertumbuhan populasi untuk mobil sekitar 3-4% dan sepeda motor lebih dari 4% per tahun. Dengan jumlah yang besar ini maka volume konsumsi bahan bakar bensin sangat tinggi dan pencemaran udara makin meningkat. Selain permasalahan penyediaan bahan bakar berwujud cair tersebut, gasoline atau bensin yang beredar di pasaran Indonesia masih menggunakan timbal sebagai bahan aditif untuk menaikkan angka oktan agar terjadi pembakaran yang sempurna. Zat aditif timbal memang memiliki beberapa keuntungan karena tingkat ekonomi yang murah serta mempunyai sensitivitas tinggi untuk menaikkan angka oktan sehingga hanya diperlukan timbal sedikit saja untuk dapat menaikkan angka oktan yang sesuai dengan yang diinginkan. Namun demikian aditif berupa timbal ini mempunyai efek polutan yang jauh mengerikan selain dapat menggangu kesehatan lingkungan dan manusia. Polutan bensin dengan timbal mempunyai efek toksit yang sangat tinggi dan menyebabkan keracunan serta penurunan kecerdasan pada anak-anak. Selain itu, polutan emisi bahan bakar saat ini masih banyak mengandung beberapa senyawa berbahaya seperti Carbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Hidro Carbon (HC) yang memberikan dampak nyata bagi peningkatan suhu dalam atmosfer yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (Green House Effect). Hal ini sejalan dengan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres No. 1 Tahun 2006 mengenai Upaya Percepatan Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN). Sumber energi ini diharapkan dapat diperbaharui sehingga menjamin keberlangsungan sarana transportasi untuk kehidupan manusia. Untuk mengatasi masalah-masalah diatas diperlukan suatu alternatif bahan bakar yang dapat mengurangi penggunaan bensin dan bersifat ramah terhadap lingkungan. Salah satunya adalah dengan mengekstrak terpentin dari tanaman pinus. Terpentin yang akan didapat merupakan hasil distilasi/ penyulingan dari getah tanaman
234
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
ISSN: 2303-3738
Vol.06/No.02/Juni 2015
pinus. Dengan terpentin yang merupakan bahan bakar ramah lingkungan, maka diharapkan kelangkaan bahan bakar dapat diatasi.
Bahan Bakar Bensin Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi energi berguna lainnya. Sedangkan bahan bakar minyak merupakan bahan bakar yang terbentuk dari bahan dasar minyak bumi, yaitu bahan bakar yang terbentuk karena adanya proses tekanan amat tinggi yang menekan sisa-sisa mahkhluk hidup pada jaman purba sehingga menghasilkan minyak. Batu bara, minyak bumi (bahan baku untuk membuat bahan bakar cair), dan gas alam merupakan fosil yang terbentuk dari tumbuhan dan dan binatang melewati suatu proses yang berlangsung jutaan tahun. Bahan tersebut biasanya terdapat pada kedalaman yang jauh dari permukaan bumi dan disebut sebagai bahan bakar fosil yang pada suatu hari akan habis. Pelestarian lingkungan perlu diupayakan karena bahaya yang besar timbul dari pencemaran udara (atmosfer) oleh hasil-hasil pembakaran seperti gas SO2 padahal pencemaran ini semakin hari semakin meningkat. (Bernasconi: 1995) Indonesia hingga saat ini mengalami krisis sumber energi, khususnya bahan bakar minyak yang sifatnya habis terpakai dalam pembakaran kendaraan bermotor. Cadangan minyak bumi nasional apabila tidak ditemukan sumur baru melalui eksplorasi diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 10-15 tahun yang akan datang, sehingga pencarian sumber energi baru merupakan suatu keharusan. Bahan bakar bensin (gasoline) merupakan hasil destilasi dari minyak bumi pada suhu antara 70-140°C. Spesifikasi bensin komersial didasarkan pada warna, bau, kandungan gom, jarak sulingan, kandungan belerang, uji korosi, keasaman. Bensin mobil yang banyak diperdagangkan di Indonesia adalah premium. Bahan bakar premium ini memiliki bilangan oktana 88 sedangkan bensin super memiliki bilangan oktan 98. Bensin (gasoline) merupakan cairan campuran yang berasal dari destilasi ringan yang terdiri dari hidrokarbon hasil pengolahan minyak bumi. Gasoline merupakan campuran parafin, olefin, napthene, dan aromatic (Borman dan Ragland, 1998). Dibuat
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
235
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
dengan cara penyulingan minyak bumi pada suhu 40 0C – 100 0C. (Amien Nugroho, 2005:115) Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan bahan bakar cair yang didapat dari minyak bumi yang merupakan campuran hidrokarbon dengan berbagai ukuran molekul (mencapai 20 atom C atau lebih). Minyak bumi diambil dari sumur-sumur minyak pada permukaan bumi dan dipompa melalui pipa-pipa kilang. Melalui cara rektifikasi, rafinasi (pemurnian, pemecahan dan penguraian) dan cara-cara lainya. Bahan bakar bensin yang beredar di pasaran terdiri atas bensin jenis Premium, Super TT, Pertamax, dan Pertamax Plus. Semakin tinggi kualitas bahan bakar semakin sempurna proses pembakaran serta emisi yang dihasilkan semakin baik dan ramah lingkungan. (Bernasconi: 1995)
Sistem bahan bakar injeksi (Electronic Fuel Injection) Sistem injeksi bahan bakar merupakan sistem bahan bakar untuk mengalirkan bahan bakar menuju silinder. Sistem ini menggunakan prinsip tekanan dalam menginjeksikan bahan bakar. Pengaturan penginjeksian didasarkan pada beberapa sensor yang ada dalam mesin sehingga dapat memaksimalkan pencampuran udara dan bahan bakar menjadi lebih stokiometris atau lebih sempurna. Adapun beberapa keuntungan sistem injeksi bahan bakar adalah sebagai berikut. a.
Pembentukan campuran homogen setiap silinder
b. Perbandingan udara dan bahan bakar yang akurat pada semua tingkatan putaran mesin c.
Respon yang baik sesuai dengan perubahan sudut throttle
d. Koreksi campuran udara dan bahan bakar. e.
Efisiensi pemasukan campuran udara dan bahan bakar. (Astra Honda Motor, 2005)
Lebih lanjut Arismunandar (1994:80) menyatakan bahwa sistem EFI menetukan jumlah bahan bakar berdasarkan fungsi dari parameter berikut. a.
Jumlah udara masuk motor (sensor tekanan udara masuk)
b. Temperatur udara (sensor tekanan udara atmosfer) c.
236
Temperatur silinder (sensor temperatur)
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
d. Pembukaan katup gas (sensor simpangan) e.
Putaran motor (sensor pada distributor)
f.
Perbandingan udara dan bahan bakar (sensor oksigen dalam gas buang)
Sistem injeksi bahan bakar atau electronic fuel injection (EFI) dibagi menjadi 3 sistem utama yaitu sistem kontrol elektronik (Electronic Control System), sistem bahan bakar (Fuel System) dan sistem induksi udara (Air Induction System) (Astra Honda Motor, 2005).
Gambar 1. Sistem Bahan Bakar Injeksi
Terpentin Terpentin pada umumnya adalah getah dari pohon pinus yang kemudian diolah melalui proses penyadapan getahnya. Pengolahan terpentin dilakukan dengan proses destilasi uap untuk ditampung uapnya dan hasil uap air ini ketika dipisahkan dari airnya dengan cara ekstraksi pelarut. Terpentin merupakan campuran dari beberapa senyawa. Komposisi senyawa tersebut tergantung dari tumbuhan asalnya. Umunya mengandung αpinen (75-80 %), β-pinen (3 %), camphene (4-15 %), 3-carene dan limonene (5-15 %) (Scott Masten, et al, 2002: 1). Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang kuat. Untuk terpentin hanya ditentukan satu mutu, yakni (1) warna jernih ; (2) kandungan kotoran ; (3) komposisi Alpha pinene & Betha pinene ; dan (4) Aroma Khas Terpentin. Terpentin dibagi kedalam 3 kelas yaitu : (1) Terpentin Kelas A untuk pengganti Bensin ; (2) Terpentin Kelas B untuk pengganti Solar ; dan (3) Terpentin Kelas C untuk bahan pengencer Cat. Terpentin cukup kaya dengan kandungan "Alpha – Pinene" C10 H16
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
237
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
Turpene Hydrocarbon yang mudah terbakar (http://www.gib.or.id/isibuletin.php). Itulah sebabnya terpentin dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Tabel 1. Karakteristik Terpentin Pohon Pinus ATSIRI PINUS Nama Botani:
Pinus silvestris sibirics
Bagian tumbuhan yang digunakan: Ujung Cabang Asal:
Sibiria
Sertifikasi
Tidak Tersertifikasi
Cara Manufaktur
Steam distillation
Metode Analisa
Organoleptik, physico-chemical dan gas-chromatography
Campuran homogen:
Ya
Musim Panen:
September
Sertifikasi hasil analisa:
Ya
Tampilan Hasil:
Cair, Transparan
Definisi Kimia:
Minyak Atsiri
Penyimpanan:
Disimpan di tempat yang tertutup rapat pada suhu 5 – 25ºC di dalam ruang yang memiliki sirkulasi yang baik. Hindari sinar matahari langsung atau kontak dengan sumber panas.
Warna:
Kuning Terang
Aroma:
Spesifik(segar, aroma kayu, aroma tanah, balsamik), Medium-Kuat
Indikasi fisika-kimia: Kepadatan Relatif pada suhu 20ºC:
0.8670
Bilangan Refraksi pada suhu 20ºC: 1.4778 Polarisasi dalam tabung 100 mm:
-5.98
Bilangan Ester:
17.4
Bilangan Asam:
0.5
Kadaluarsa:
5 tahun dalam kondisi penyimpanan yang baik
Sumber : http://www.gib. or.id/isibuletin.php
238
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Uji emisi diperlukan untuk mengetahui kadar gas berbahaya yang terkandung dalam gas buang kendaraan yang pada umumya gas buang tersebut membawa dampak negatif baik dilihat dari segi lingkungan maupun kesehatan. Tingginya emisi gas buang terjadi akibat beberapa kondisi komponen teknis kendaraan ataupun dari bahan bakar itu sendiri.
Karbon Monoksida (CO) Bersifat tidak berwarna dan tidak berbau serta berbentuk cair pada suhu -1920C yang pada konsentrasi tertentu dapat merusak sistem pernapasan manusia. Interaksi CO dengan hemoglobin 210 kali lebih cepat dari pada oksigen. Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb), menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Akibatnya akan menggangu proses kerja dari jantung, janin, dan sistem saraf. “Wardhana (1995) menyatakan bahwa proses reaksi terbentuknya CO adalah sebagai berikut.” a) Proses pembakaran bahan bakar fosil dan udara dengan ER >1, berarti bahan bakar yang digunakan lebih banyak dari udara Reaksinya adalah: C O2 2CO Reaksi CO2 pada suhu yang tinggi masih terdapat C yang tidak berhubungan dengan O2 sehingga dapat berbentuk reaksi : CO2 CO O
Hidrokarbon (HC) Pembakaran di dalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2μm. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik.
Emisi hidrokarbon
ini
mengandung
karsinogenik sehingga
akan
menimbulkan kanker dan tumor yang sangat merugikan bagi kesehatan. (Wardhana, 1995)
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
239
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
Dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta no. 39 tahun 2010, kendaraan bermotor dikategorikan dalam 4 kelompok yaitu kategori L (kendaraan bermotor beroda kurang dari empat), kategori M (kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang), kategori N (kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang), dan kategori O (kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau kereta tempel). Berikut baku mutu emisi gas buang sumber bergerak kendaraan bermotor yang telah ditetapkan Per.MENLH no 05 tahun 2006. Tabel 2. Baku mutu emisi gas buang kendaraan Tipe L (Per. MENLH no 05 tahun 2006) Parameter Metode Uji Tahun Kategori pembuatan CO (%) HC (ppm) Sepeda Motor 2 tak < 2010 4,5 10.000 Idle Sepeda Motor 4 tak < 2010 5 2400 Idle Sepeda Motor (2 tak & 4 tak) ≥ 2010 4,5 2000 Idle
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan motor 4 langkah 1 silinder adalah Honda Supra X 125 PGM-FI. Pengendalian injeksi bahan bakar dilakukan dengan pengaturan secara otomatis tekanan bahan bakar dan besarnya putaran motor melalui pengaturan posisi pembukaan katup udara (throttle valve). Sedangkan pengaturan durasi injeksi dikontrol oleh Electronic Control Unit (ECU). Spesifikasi tekanan bahan bakar motor ini adalah 294 kPa (3,0 kgf/cm2, 2,43 psi). Parameter yang akan diuji dalam penelitian ini adalah putaran motor (rpm) dan CO (%) dan HC (ppm). Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dihitung menggunakan persamaan yang ada, sehingga dapat digambarkan dalam sebuah tabel dan grafik untuk memudahkan dalam menganalisa dan membedakan karakteristik mesin dan emisi gas buang antara sepeda motor dengan sistem bahan bakar injeksi bensin dan sistem bahan bakar injeksi substitusi bensin dan terpentin. Pengujian emisi gas buang pada mesin putaran stasioner/idle dilakukan dengan cara menghisap gas buang kendaraan bermotor kedalam alat uji gas analyzer kemudian diukur kandungan karbon monoksida (CO) dan hidro karbon (HC). Adapun prosedur penelitiannya sebagai berikut:
240
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
MULAI
MOTOR 4 LANGKAH INJEKSI BENSIN
HIDUPKAN MOTOR
MOTOR 4 LANGKAH INJEKSI TERPENTIN
HIDUPKAN MOTOR
CAMPURAN BENSINTERPENTIN BT 10 BT 20 BT 30 BT 40 CAMPURAN
PENGAMBILAN DATA
CO
HC
PENGAMBILAN DATA
CO
HC
PENGUJIAN
NO
YES
PENGOLAHAN DATA
KESIMPULAN
SELESAI
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
PEMBAHASAN Proses pencampuran terpentin dengan bahan bakar bensin dengan empat variasi perbandingan yaitu 10% terpentin dan 90% bensin (BE 10), 20% terpentin 80%, 30% terpentin dan 70% bensin premium, serta 40% terpentin dan 60% bensin premium. Pencampuran atau blending dilakukan secara manual menggunakan gelas ukur. Setelah
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
241
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
blending dimasukkan dalam galon sampel dengan pemberian kode BT 10, BT 20, BT 30, dan BT 40. Minyak terpentin diperoleh dari hasil destilasi uap yang kemudian destilatnya dipisahkan secara ekstraksi menggunakan corong pisah dengan penambahan n-heksana. Setiap 1 kg tanaman pinus menghasilkan 20 mL minyak terpentin. Minyak terpentin yang dihasilkan kemudian diuji secara fisik dan laboratoris untuk mengetahui sifat-sifat minyak tersebut. Secara fisik minyak terpentin ini mempunyai warna kuning transparan dan mempunyai bau khas terpentin yang menyengat.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 3. Sifat Terpentin Pinus Jenis Pemeriksaan Hasil Metode Pemeriksaan Pemeriksaan Berat Jenis 0,855 ASTM D – 1298 Indeks Bias (ND20) 1,459 Instrumen Piknometer Bilangan asam 0,7 AQCS Ca 12-55 Flash Point P.M.C.C., oC 35 ASTM D – 93 Kadar α-pinene 64% GC Instrument
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sifat fisik dan kimia minyak terpentin dari pohon pinus dapat dikatakan telah memenuhi standar. Oleh karena itu maka blending dapat dilakukan, sehingga uji angka oktan dan uji emisi hasil pencampuran dapat diperiksa. Berikut adalah struktur minyak terpentin yang dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 3. Struktur Minyak Terpentin (C12H20O7)
Dari gambar terlihat bahwa minyak terpentin mempunyai tujuh buah gugus oksigen yang terkandung didalamnya. Adanya oksigen inhern dalam minyak terpentin pohon pinus yang bersifat inert, membantu proses pembakaran dalam silinder karena dapat meningkatkan atomisasi ion campuran udara dan bahan bakar tersebut. Dari karakteristik tersebut berimplikasi pada rendahnya emisi CO karena adanya penambahan
242
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
ISSN: 2303-3738
Vol.06/No.02/Juni 2015
molekul oksigen yang selanjutnya emisi akan lebih banyak menghasilkan CO2 yang dapat digunakan sebagai pernafasan tumbuhan. Banyaknya oksigen yang terkandung dalam minyak terpentin ini membuat pembakaran menjadi lebih sempurna, sehingga performa kendaraan semakin baik, selain itu emisi yang dihasilkan rendah.
HASIL PENGUJIAN EMISI MINYAK TERPENTIN Berikut merupakan hasil penelitian pengaruh pencampuran minyak terpentin terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor yang digunakan disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Pengujian Emisi dengan Variasi Pencampuran Bensin dan Terpentin Bahan Bakar Emisi Bensin (%) Terpentin (%) HC (ppm) CO (%) 90 10 374 3.389 80 20 256 1.962 70 30 419 4.076 60 40 500 5.206
Dari data pengujian dapat dilihat bahwa pencampuran 80 % bensin dan 20 % terpentin memberikan hasil paling baik. Emisi CO, HC, paling sedikit ditemukan pada variasi pencampuran ini. Data juga menunjukkan bahwa pada variasi ini emisi O 2 paling sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pembakaran sempurna dalam ruang bakar kendaraan sehingga oksigen yang tersisa sedikit.
SIMPULAN Hasil pencampuran 80 % premium dan 20 % minyak terpentin memberikan hasil paling baik. Emisi CO, HC, CO2, paling sedikit ditemukan pada variasi pencampuran ini. Data juga menunjukkan bahwa pada variasi ini emisi O2 paling sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi pembakaran sempurna dalam ruang bakar kendaraan sehingga oksigen yang tersisa sedikit
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Minyak Terpentin. Jakarta : Departemen Kehutanan - Pusat Standardisasi Dan Lingkungan
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
243
Vol.06/No.02/Juni 2015
ISSN: 2303-3738
Anonim. (2009). _______________. Available from: or.id/isibuletin.php. Acessed : September 17th 2009.
URL:
http://www.gib.
Arismunandar, Wiranto. (2002). Motor Bakar Torak. Bandung: ITB. Astra Daihatsu Motor, 2000, EFI System, Jakarta: PT Astra Bernasconi, dkk. (1995). Teknologi Kimia Bagian 1. Jakarta: Pradnya Paramita Kementrian Lingkungan Hidup. (2004). Peringkat Emisi Gas Buang Kendaraan bermotor Tipe Baru (Mandatory Disclosure of Automotive Emission). http://mandatory.menlh.go.id/hasil/index.php. Didown load pada tanggal 13 Mei 2007. Masten, Scoot and Haneke, Karen E. (2002). Turpentine (Turpentine Oil, Wood Turpentine, Sulfate Turpentine, Sulfite Turpentine). North Carolina: Research Triangle Park. Nugroho, Amin. (2005). Ensiklopedi Otomotif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wardhana, Wisnu Arya. (1995). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.
244
Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo