Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
Analisis Kandungan BTEX pada Emisi Gas Buang Sepeda Motor Adyati P. Yudison1, Driejana2, Aminudin Sulaeman3, Iman K. Reksowardojo4 1 Program
Doktor Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
[email protected]
2
Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah - FTSL, Institut Teknologi Bandung, Bandung Indonesia 3
Kelompok Keahlian Kimia Analitik – FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
4
Kelompok Keahlian Konversi Energi – FTMD, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
Abstrak: Aktivitas transportasi dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu daerah, maka kebutuhan transportasinya pun semakin tinggi. Meningkatnya jumlah kendaraan tersebut berdampak pada meningkatnya pencemaran udara, terutama di wilayah perkotaan. Salah satu kelompok pencemar yang berasal dari aktivitas transportasi dan perlu mendapat perhatian khusus adalah BTEX. Benzene telah terbukti sebagai senyawa karsinogenik sedangkan senyawa toluene, ethylbenzene, dan xylene merupakan iritan yang menyerang syaraf pusat dan darah. Selain itu TEX merupakan senyawa reaktif yang merupakan prekursor utama dalam pembentukan asbut fotokimia. BTEX diemisikan ke udara melalui dua cara yaitu penguapan dan dari gas buang kendaraan bermotor. Makalah ini melaporkan studi awal untuk mengetahui komposisi BTEX pada gas buang sepeda motor, yang merupakan kendaraan yang banyak digunakan di Indonesia. Pengujian gas buang dilakukan dengan driving cycle ECE15 menggunakan dua jenis bahan bakar yang berbeda yaitu Premium dan Pertamax. Pengambilan percontoh BTEX pada gas buang dilakukan dengan menggunakan gas sampling bag dan dianalisis menggunakan GC-MS dengan metoda liquid extraction. Pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Premium di dapatkan nilai benzene sebesar 47,06 mg/m3, toluene sebesar 48,34 mg/m3, ethylbenzene sebesar 6,89 mg/m3 dan xylene sebesar 22,54 mg/m3. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan bahan bakar Pertamax di dapatkan nilai benzene sebesar 32,70 mg/m3, toluene sebesar 25,96 mg/m3, ethylbenzene sebesar 0,58 mg/m3 dan xylene sebesar 2.79 mg/m3. Hasil tersebut mengindikasikan didapatinya senyawa penyusun bahan bakar pada gas buang kendaraan dan menunjukkan adanya potensi pencemaran BTEX yang bersifat toksik di udara ambien, terutama di sekitar jalan raya.. kata kunci: bahan bakar, BTEX, emisi, kendaraan bermotor, transportasi
1. Pendahuluan Aktivitas transportasi terjadi akibat kebutuhan mobilisasi dalam memenuhi kebutuhan seharihari masyarakat. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu daerah maka kebutuhan transportasinyapun akan semakin tinggi. Pertumbuhan jumlah kendaraan di wilayah Indonesia cukup pesat. Dalam lima tahun data terakhir yang dihimpun oleh BPS yaitu tahun 2009 sampai tahun 2013, rerata pertambahan jumlah kendaraan penumpang roda empat sebesar 9% setiap tahunnya dan kendaraan roda dua sebesar 12% setiap tahunnya. Jumlah kendaraan penumpang di Indonesia dirasa cukup besar dimana pada tahun 2009 jumlah kendaraan penumpang roda empat sekitar 8 juta unit sedangkan kendaraan roda dua sekitar 53 juta. Jumlah tersebut meningkat setiap tahunnya, pertambahan tersebut dapat dilihat dari data statistik tahun 2013, dimana jumlah kendaraan penumpang roda empat adalah sekitar 11,5 juta dan kendaraan roda dua sekitar 85 juta (BPS, 2015). Semakin tinggi jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi disuatu daerah, maka akan semakin tinggi pula potensi pencemaran udara di daerah tersebut. Hal ini disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor yang diemisikan ke udara ambien. Gas buang tersebut merupakan hasil
457
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
samping dari pembakaran bahan bakar di ruang mesin kendaraan bermotor, yaitu pada proses pengubahan bahan bakar menjadi energi yang dapat menggerakkan kendaraan tersebut. Pada gas buang tersebut seringkali ditemui senyawa senyawa yang sama dengan senyawa penyusun bahan bakar. Hal ini diakibatkan terjadinya pembakaran yang tidak sempurna. Salah satu kelompok senyawa yang dihasilkan akibat pembakaran yang tidak sempurna adalah benzene, toluene, ethylbenzene, dan xylene (atau biasa disingkat BTEX) (Wang, dkk., 2013) Benzene (C6H6), Toluene (C7H8), Ethylbenzene (C8H9), dan Xylene (C8H10) adalah senyawa aromatic hidrokarbon. Lebih dari 60% Non Metan VOC di wilayah perkotaan adalah BTEX yaitu berasal dari gas buang kendaraan bermotor (S. C. Lee, dkk., 2002). BTEX oleh US EPA, digolongkan sebagai Hazardous Air Pollutants (HAPs) karena bersifat toksik dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan lingkungan. Benzene diklasifikasikan dalam group I oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) karena telah terbukti bersifat karsinogenik. Benzene menyebabkan meningkatnya insidensi leukimia. (Society, 2013). Toluene, ethylbenzene dan xylene bersifat iritan pada selaput lendir (USEPA, 2013a, 2013b, 2013c) Akibat dampak negatifnya tersebut, banyak penelitian mengenai BTEX telah dilakukan di berbagai negara. Penelitian yang telah dilakukan tersebut diantaranya: tentang metode pengukuran (Fustinoni, dkk., 1999; Huang, dkk., 2010; Nicolle, dkk., 2008), konsentrasi gas buang kendaraan bermotor (Chiang, dkk., 2007; Ho, dkk., 2009; Y. Liu, dkk., 2008; Tzirakis, dkk., 2006; Wang et al., 2013), tentang konsentrasi di udara ambien (Buczynska, dkk., 2009; Lan & Binh, 2012; J. Liu, dkk., 2009; Miller, dkk., 2012) dan tentang prediksi sumber melalui pemodelan (Scheff, dkk., 1989; Vlachokostas, dkk., 2012). Dari penelitian- penelitian tersebut didapatkan bahwa nilai konsentrasi BTEX baik pada sumber emisi maupun di udara ambien bergantung pada berbagai hal seperti: sumber, komposisi bahan bakar, dan faktor lingkungan seperti temperatur, intensitas penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin, kelembaban, dan lain sebagainya. Oleh karena itu karakteristik pencemaran BTEX mungkin akan berbeda-beda di setiap daerah atau Negara. Sumber utama pencemaran BTEX di wilayah perkotaan adalah dari sektor transportasi (Hoque, dkk., 2008). Pada pengukuran konsentrasi gas buang sepeda motor dengan dricing cycle ECE sebanyak 3 putaran didapat nilai benzene sebesar 125,7 mg/m3; toluene sebesar 577,8 mg/m3; ethylbenzene sebesar 128,4 mg/m3; dan xylene sebesar 414.3 mg/m3 untuk m-p xylene serta 198,5 mg/m3 untuk o-xylene (Tsai, dkk., 2000). Selain penelitian tesebut, terdapat pula penelitian yang mengukur BTEX pada gas buang kendaraan roda 4 yang diuji menggunakan ECE, dimana dari keseluruhan VOC (sebanyak 57 spesies) terukur benzene sebesar 9,12%, toluene sebesar 11,10%, ethylbenzene 1,62%, dan total xylene sebesar 4,93 % (Wang et al., 2013). Kandungan BTEX pada emisi gas buang kendaraan tersebut umumnya berasal dari komponen bahan bakar yang tidak terbakar dengan sempurna. Selain BTEX merupakan komponen alamiah pada bahan bakar, BTEX juga terkandung pada zat tambahan bahan bakar. Zat tersebut ditambahkan untuk mendapatkan nilai oktan yang diinginkan. Semakin tinggi nilai oktan maka bahan bakar akan semakin mudah dikompresi dan proses pembakaran akan semakin sempurna (Al-Farayedhi, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan BTEX pada jenis bahan bakar yang berbeda sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
458
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
Tabel 1. Kandungan BTEX dalam bahan bakar dengan nilai oktan yang berbeda
Senyawa Benzene Toluene Ethylbenzene m + p–xylene o-xylene
Bensin (RON 87) 3,15 % 10,59 % 2,10 % 7,97 % 2,90 %
Bensin (RON 89) 2,51 % 12,59 % 2,13 % 8,61 % 3,25 %
Bensin (RON 92) 2,67 % 13,13 % 2,53 % 9,18 % 3,23 %
Sumber: (Kaplan, dkk., 1997)
Untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait BTEX maka diperlukan data dasar yang dapat menggambarkan tingkat konsentrasi dan karakteristik komposisi BTEX yang dilepas ke udara. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi awal mengenai konsentrasi BTEX yang dikeluarkan bersama gas buang kendaraan bermotor. Jenis kendaraan bermotor yang dipilih adalah sepeda motor , karena merupakan kendaraan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi BTEX pada gas buang sepeda motor dengan menggunakan dua jenis bahan bakar yang berbeda yaitu Premium dan Pertamax pada driving cycle ECE15 untuk menggambarkan gas buang kendaraan pada saat beroperasi di wilayah perkotaan.
2. Metodologi Pengukuran konsentrasi BTEX pada gas buang kendaraan dilakukan pada sepeda motor Honda Karisma 125cc dengan menggunakan mesin berkarburator. Pemilihan sepeda motor bermesin karburator dikarenakan sepeda motor jenis tersebut banyak beroperasi di Indonesia. Driving cycle yang dipilih adalah ECE15 untuk menggambarkan konsentrasi BTEX dari gas buang kendaraan pada saat beroperasi di wilayah perkotaan dimana kendaraan beroperasi dalam kecepatan rendah dan sering berhenti (Gambar 1). Pada ECE15 terdapat kondisi idle, 15 km/jam, 32 km/jam, 35 km/jam dan yang tertinggi adalah 50km/jam. ECE15 dilakukan dengan menggunakan bantuan chassis dynamometer. Eksperimen dilakukan dua kali yaitu dengan menggunakan bahan bakar Premium dan Pertamax.
Gambar 1. ECE15 (Sumber: https://www.dieselnet.com/standards/cycles/ece_eudc.php)
459
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
Sampel emisi dikumpulkan menggunakan gas sampling bag (J. H. Lee, dkk., 2002). Volume yang sampling bag yang digunakan untuk menampung sampel gas buang sebesar 10L. Sebelum dan setelah digunakan gas sampling bag tersebut dibersihkan dari pengotor dengan menggunakan ultra pure nitrogen, yaitu dengan pembilasan sebanyak 3 kali. Sebelum dianalisis, perlu dilakukan pemekatan pada sampel gas buang. yaitu dengan menggunakan metoda adsorbsi dengan media charcoal shell carbon (CSC) tube (SKC 226-01) sesuai NIOSH method 1501. Adsorbsi dilakukan dengan laju alir sebesar 150 ml/menit selama 20 menit. Sampel yang telah teradsorbsi kemudian dapat langsung dianalisa atau dapat disimpan pada suhu 4˚C dengan waktu maksimal 1 minggu. Sampel yang telah melalui proses adsorbs kemudian dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut metilen klorida sebanyak 2 ml untuk masing-masing sampel. Setelah diberi pelarut kemudian dilakukan sonifikasi selama 40 menit. Setelah proses sonifikasi tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan GC-MS. GC-MS tersebut dioperasikan dengan menggunakan gas
helium sebagai gas pembawa dengan kolom Agilent 19091S-433HP-5MS, 5% Phenyl Methyl Silox.
3. Hasil dan Pembahasan Hasil pengukuran didapat bahwa pada gas buang sepeda motor saat menggunakan bahan bakar premium mengandung benzene sebesar 46,06 mg/m3, toluene sebesar 48,34 mg/m3, ethylbenzene sebesar 6,89 mg/m3 serta xylene sebesar 22,54 mg/m3. Hasil tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi BTEX pada gas buang sepeda motor saat menggunakan bahan bakar Pertamax. Dimana pada saat menggunakan Pertamax konsentrasi benzene sebesar 32,70 mg/m3, toluene sebesar 25,96 mg/m3, ethylbenzene sebesar 0,58 mg/m3 dan xylene sebesar 2,79 mg/m3.
Gambar 2. Hasil pengkuran BTEX dari gas buang sepeda motor
Pada penelitian ini, didapat nilai BTEX pada saat menggunakan bahan bakar Premium (RON 88) yang lebih tinggi daripada nilai BTEX pada saat menggunakan bahan bakar Pertamax (RON
460
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
92). Hal diakibatkan perbedaan nilai RON. Perbedaan nilai RON akan berpengaruh pada proses pembakaran, dimana semakin tinggi nilai RON, maka bahan bakar akan semakin mudah dikompresi sehingga lebih mudah terjadi proses pembakaran. Semakin tinggi nilai RON akan semakin sempurna proses pembakaran sehingga nilai BTEX akan semakin kecil. Sejalan dengan hasil penelitian Binjuwair (2015) yang menemukan bahwa nilai karbon monoksida (CO) pada mesin yang menggunakan bahan bakar dengan nilai RON 91 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan mesin berbahan bakar RON 95. Didapat nilai CO sebesar 1,84 gram/kWh pada saat menggunakan bahan bakar RON 91, sedangkan pada saat menggunakan bahan bakar RON 95 nilai CO sebesar 1,69 gram/kWH. Nilai konsentrasi CO, sama seperti BTEX, dapat digunakan sebagai parameter terjadinya pembakaran sempurna. Semakin tinggi nilai CO artinya semakin tidak sempurna suatu pembakaran. Hal tersebut disebabkan bahan bakar RON 95 lebih cepat terbakar apabila dibandingkan dengan bahan bakar RON 91 karena semakin tinggi nilai oktan semakin mudah dikompesi sehingga meningkatkan efisiensi energy (Binjuwair, dkk., 2015). Apabila dilihat dari perbandingan antar spesiesnya, maka pada saat menggunakan Premium didapat perbandingan B:T:E:X sebesar 7:7:1:3 sedangkan pada saat menggunakan Pertamax didapat perbandingan sebesar 57:45:1:5. Perbandingan tersebut berbeda pula dengan hasil penelitian Tsai (2000) dimana pada penelitian tersebut didapat perbandingan B:T:E:X sebesar 1:5:1:5. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaan komposisi senyawa BTEX pada bahan bakar. Untuk mengetahui lebih lanjut hubungan emisi dengan bahan bakar maka perlu dilakukan pengukuran konsentrasi BTEX yang terkandung dalam bahan bakar. Pengukuran tersebut diperlukan karena konsentrasi BTEX pada bahan bakar akan berbeda-beda untuk setiap jenisnya tergantung bahan tambahan yang dicampurkan. Hasil penelitian ini mengidikasikan adanya komponen bahan bakar pada gas buang sepeda motor. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detil mengenai proses pembentukan emisi BTEX tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan konsentrasi emisi BTEX pada gas buang dengan parameter lainnya, misalnya saja dengan komposisi BTEX pada bahan bakar. Penelitian tersebut perlu dilakukan secara spesifik untuk Indonesia karena kondisinya yang spesifik dan berbeda dari negara lain yang telah melakukan penelitian sejenis. Perbedaan tersebut terutama meliputi jenis bahan bakar yang digunakan serta jenis dan kondisi mesin kendaraan yang beroperasi di Indonesia. 4. Kesimpulan Pada penelitian ini dideteksinya senyawa BTEX pada emisi gas buang sepeda motor pada saat menggunakan bahan bakar Premium dan Pertamax. Konsentrasi senyawa BTEX pada gas buang sepeda motor saat menggunakan bahan bakar Premium lebih tinggi apabila dibandingkan dengan saat menggunakan bahan bakar Pertamax. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya perbedaan nilai RON, semakin tinggi nilai RON semakin kecil konsentrasi emisi BTEX karena proses pembakaran yang semakin baik Perbandingan antarspesies BTEX pada emisi gas buang sepeda motor saat menggunakan bahan bakar Premium berbeda dengan pada saat menggunakan bahan bakar Pertamax. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan komposisi BTEX pada bahan bakar Premium dan Pertamax.Diperlukan pengukuran komposisi BTEX pada bahan bakar untuk mendapatkan gambaran hubungan antara komposisi bahan bakar terhadap komposisi emisi gas buang sepeda motor. Penelitian spesifik mengenai BTEX di Indonesia diperlukan, karena terdapat kondisi khusus yang berbeda dengan negara lain seperti: komposisi bahan bakar dan jenis serta kondisi mesin kendaraan bermotor. 5. Penghargaan
461
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Huyn Dinh Nghia, Radianto Susilo dan Peres Manalu atas bantuannya dalam proses pengambilan data konsentrasi emisi dari sepeda motor. 6. Pustaka Al-Farayedhi, A. A. (2002). Effects of octane number on exhaust emissions of a spark ignition engine. International Journal of Energy Research, 26(4), 279-289. doi: 10.1002/er.783 Binjuwair, S., Mohamad, T. I., Almaleki, A., Alkudsi, A., & Alshunaifi, I. (2015). The effects of research octane number and fuel systems on the performance and emissions of a spark ignition engine: A study on Saudi Arabian RON91 and RON95 with port injection and direct injection systems. Fuel, 158, 351-360. doi: 10.1016/j.fuel.2015.05.041 BPS. (2015). Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2013. Retrieved 23 Juli 2015, 2015, from http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413 Buczynska, A. J., Krata, A., Stranger, M., Locateli Godoi, A. F., Kontozova-Deutsch, V., Bencs, L., Naveau, I., Roekens, E., & Van Grieken, R. (2009). Atmospheric BTEXconcentrations in an area with intensive street traffic. Atmospheric Environment, 43(2), 311-318. doi: 10.1016/j.atmosenv.2008.09.071 Chiang, H. L., Hwu, C. S., Chen, S. Y., Wu, M. C., Ma, S. Y., & Huang, Y. S. (2007). Emission factors and characteristics of criteria pollutants and volatile organic compounds (VOCs) in a freeway tunnel study. Sci Total Environ, 381(1-3), 200-211. doi: 10.1016/j.scitotenv.2007.03.039 Fustinoni, S., Giampiccolo, R., Pulvirenti, S., Buratti, M., & Colombi, A. (1999). Headspace solid-phase microextraction for the determination of benzene, toluene, ethylbenzene and xylenes in urine. J Chromatogr B Biomed Sci Appl, 723(1-2), 105-115. Ho, K. F., Lee, S. C., Ho, W. K., Blake, D. R., Cheng, Y., Li, Y. S., Ho., S. S. H., Fung, K., Louie, P. K. K., & Park, D. (2009). Vehicular Emission of Volatile Organic Compounds (VOCs) from a Tunnel Study in Hong Kong. Atmospheric Chemistry and Physic, 9, 7491 - 7504. Hoque, R. R., Khillare, P. S., Agarwal, T., Shridhar, V., & Balachandran, S. (2008). Spatial and temporal variation of BTEX in the urban atmosphere of Delhi, India. Sci Total Environ, 392(1), 30-40. doi: 10.1016/j.scitotenv.2007.08.036 Huang, G., Gao, L., Ducan, J., Harper, J. D., Sanders, N. L., Ouyang, Z., & Cooks, R. G. (2010). Direct Detection of Benzene, Toluene, and Ethylbenzene at Trace Levels in Ambient Air by Atmospheric Pressure Chemical Ionization Using a Handheld Mass Spectrometer. American Society for Mass Spectrometry, 21, 132 - 135. doi: 10.1016/j.jasms.2009.09.018
462
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
Kaplan, I. R., Galperil, Y., Lu, S. T., & Lee, R. P. (1997). Forensic Environmental Geochemistry: Differentiation of Fuel -Types, Their Sources and Release Time. Org. Geochem, 27(5/6), 289-317. Lan, T. T. N., & Binh, N. T. T. (2012). Daily roadside BTEX concentrations in East Asia measured by the Lanwatsu, Radiello and Ultra I SKS passive samplers. Science of The Total Environment, 441, 248-257. doi: 10.1016/j.scitotenv.2012.08.086 Lee, J. H., Hwang, S. M., Lee, D. W., & Heo, G. S. (2002). Determination of Volatile Organic Compounds (VOCs) Using Tedlar Bag/Solid-phase microextraction/Gas Chromatography/Mass Spectrometry (SPME/GC/MS) in Ambient and Workplace Air. Bull. Korean Chem. Soc, 23(3), 488 - 496. Lee, S. C., Chiu, M. Y., Ho, K. F., Zou, S. C., & Wang, X. (2002). Volatile organic compounds (VOCs) in urban atmosphere of Hong Kong. Chemosphere, 48, 375 - 382. Liu, J., Mu, Y., Zhang, Y., Zhang, Z., Wang, X., Liu, Y., & Sun, Z. (2009). Atmospheric levels of BTEX compounds during the 2008 Olympic Games in the urban area of Beijing. Sci Total Environ, 408(1), 109-116. doi: 10.1016/j.scitotenv.2009.09.026 Liu, Y., Shao, M., Fu, L., Lu, S., Zeng, L., & Tang, D. (2008). Source profiles of volatile organic compounds (VOCs) measured in China: Part I. Atmospheric Environment, 42(25), 6247-6260. doi: 10.1016/j.atmosenv.2008.01.070 Miller, L., Xu, X., Grgicak-Mannion, A., Brook, J., & Wheeler, A. (2012). Multi-season, multiyear concentrations and correlations amongst the BTEX group of VOCs in an urbanized industrial city. Atmospheric Environment, 61, 305-315. doi: 10.1016/j.atmosenv.2012.07.041 Nicolle, J., Desauziers, V., & Mocho, P. (2008). Solid phase microextraction sampling for a rapid and simple on-site evaluation of volatile organic compounds emitted from building materials. J Chromatogr A, 1208(1-2), 10-15. doi: 10.1016/j.chroma.2008.08.061 Scheff, P. A., Wadden, R. A., Bates, B. A., & Aronian, P. F. (1989). Source Fingerprints for Receptor Modeling of Volatile Organics. Japca, 39(4), 469-478. doi: 10.1080/08940630.1989.10466546 Society, A. C. (2013). Benzene. 2013, from www.cancer.org Tsai, J.-H., Hsu, Y.-C., Weng, H.-C., Lin, W.-Y., & Jeng, F.-T. (2000). Air pollutant emission factors from new and in-use motorcycles. Atmospheric Environment, 34, 4747 - 4754. Tzirakis, E., Pitsas, K., Zannikos, F., & Stournas, S. (2006). Vehicle Emission and Driving Cycles: Comparison of The Athens Driving Cycle (ADC) with ECE-15 and European Driving cycle (EDC). Global NEST journal, 8(3), 282 - 290. USEPA. (2013a). Ethylbenzene (CASRN 100-41-4). Integrated Risk Information System. from http://www.epa.gov/iris/subst/0051.htm
463
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan XII – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 3 September 2015 ISBN 978-602-73103-0-8
USEPA. (2013b). Toluene (CASRN 108-88-3). Integrated Risk Information System. from http://www.epa.gov/iris/subst/0118.htm USEPA. (2013c). Xylenes (CASRN 1330-20-7). Integrated Risk Information System. from http://www.epa.gov/iris/subst/0270.htm Vlachokostas, C., Chourdakis, E., Michalidou, A. V., Moussiopoulos, N., Kelessis, A., & Petrakakis, M. (2012). Establishing relationships between chemical health stressors in urban traffic environments: Prediction of toluene concentration levels in European cities. Atmospheric Environment, 55, 299-310. doi: 10.1016/j.atmosenv.2012.03.012 Wang, J., Jin, L., Gao, J., Shi, J., Zhao, Y., Jin, T., Bai, Z., & Wu, C.-y. (2013). Investigation of speciated VOC in gasoline vehicular exhaust under ECE and EUDC test cycles. Science of The Total Environment, 445 - 446, 110 - 116. doi: 10.1016/j.scitotenv.2012.12.044
464