Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
Peluang Pemanfaatan Sistem Refrigerasi Cascade Sebagai Air Conditioner Ade Suryatman Marganaa*, Anggi Gumilara** (a)Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara Politeknik Negeri Bandung *
[email protected], **
[email protected] Abstrak Penggunaan sistem pengkondisisan udara (air conditioning system) pada saat ini merupakan hal yang sangat penting baik untuk kenyamanan manusia maupun untuk pemakaian di sektor industry, yang menjadi permasalahan adalah sistem pengkondisian udara memerlukan penggunaan daya yang sangat besar, sebagai contoh dalam sebuah gedung komersial daya yang dibutuhkan untuk sistem tata udara sebesar 60% dari daya yang digunakan oleh gedung komersial tersebut. Pada sektor industri perbedaan antara biaya penggunaan peralatan listrik pada Waktu Beban Puncak (WBP) dengan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) menjadikan tarif listrik per-kWh berbeda-beda tiap waktunya. Sehingga penggunaan peralatan listrik yang tidak mengenal waktu menjadikan biaya operasional listrik akan membengkak. Pada penelitian ini, model sistem refrigerasi cascade sebagai air conditioner disimulasikan untuk menghindari penggunaan peralatan listrik (air conditioner) pada WBP. Alat yang digunakan adalah mesin pendingin refrigerasi kompresi uap dan fan coil unit. Pada simulasi terdapat dua proses, yaitu proses penyimpanan kalor pada air oleh sistem pendingin kompresi uap selama 240 menit yang dioperasikan pada LWBP dan penggunaan air dingin untuk air conditioner oleh sistem fan coil unit pada WBP. Hasil simulasi menunjukan bahwa model ini dapat menangani panas ruangan selama 255 menit dengan kapasitas pendinginan udara rata-rata 1,2 kW. Selain itu hasil simulasi penggunaan model ini dapat menghemat tarif listrik hingga 28% dari penggunaan normal. Kata kunci: sistem refrigerasi cascade, air conditioner, waktu beban puncak, luar waktu beban puncak
PENDAHULUAN Mesin pengondisi udara ruangan atau air conditioner kini sudah memegang peranan penting dalam aktifitas manusia, hal tersebut dilihat dari banyaknya penggunaan air conditioner seperti pada gedung perkantoran, kendaraan, rumah sakit, rumah tangga dan industri produksi yang digunakan untuk memenuhi kenyamanan termal ruangan. Dalam setiap aktifitas, manusia mengalami metabolisme yang menghasilkan panas yang akan dibuang dari luar tubuhnya. Oleh karena itu temperatur ruangan dijaga lebih rendah agar manusia tidak merasa panas saat melakukan aktivitas. Salah satu persyaratan kondisi fisik yang nyaman adalah suhu nyaman, yaitu sutu kondisi termal udara didalam ruangan yang tidak mengganggu tubuhnya. Indonesia berpedoman pada standar Amerika (ASHRAE 55-1992) merekomendasikan suhu nyaman 22,5°-26ºC. Pada umumnya sistem pendingin ruangan menggunakan metode direct expansion atau menggunakan refrigeran sebagai media penukar kalor langsung dengan udara ruangan. Namun dengan metode ini, pengguna tidak akan terhindar dari Waktu Beban Puncak (WBP) dimana nilai dari biaya operasional listrik lebih mahal dibanding dengan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) dimana biaya operasional listrik bernilai normal. Dengan menggunakan sistem refrigerasi cascade, perlu adanya suatu sistem penyimpanan kalor atau ice bank untuk menghindari penggunaan air conditioner pada saat waktu peak load. Ice bank dapat memungkinkan penggunaan air conditioner diluar waktu peak load, sehingga dapat menyimpan kalor untuk digunakan pada WBP dan dapat menghindari biaya operasional yang mahal (McDowall, Robert. Fundamentals of HVAC Systems SI Edition. Atlanta, USA: ELSEVIER. 2007) [8]. Berdsarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Peluang Pemanfaatan Sistem Refrigerasi Cascade sebagai Air Conditioner. Ice Bank merupakan salah satu dari aplikasi thermal storage yang merupakan bagian dari sistem pendingin ruangan. Ice Bank ini nantinya akan berfungsi sebagai media penyimpanan kalor, dimana air sebagai penukar kalor akan diturunkan temperaturnya hingga berubah fasa sebagian air menjadi es. Sehingga Ice Bank bisa menyimpan air dingin yang digunakan sebagai cadangan media penukaran kalor. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Sistem (mesin) Refrigerasi Kompresi Uap Cascade
165
ISSN: 2548-1509
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
Sistem ice bank pada umumnya mengggunakan sistem refrigerasi kompresi uap untuk mendinginkan media pendingin yaitu air. Dalam hal ini media pendingin air akan digunakan untuk pendinginan udara pada ruangan yang akan dikondisikan.
Gambar 1. Sistem refrigerasi kompresi uap Cascade Peralatan yang di pakai dalam penelitian ini ditunjukkan oleh gambar 2.1. Komponen utama dari sistem refrigerasi cascade adalah kompresor, condenser berpendingin udara, liquid receiver, filter dryer, capillary tube, thermal ice storage, water pump, dan fan coil unit. Refrigeran yang digunakan R-22. Rancangan mesin pendingin Cascade Joule-Thomson yang dilengkapi dengan thermal ice storage seperti terlihat pada gambar 2.2. terlihat bahwa penukar kalor evaporator shell and coil diletakkan di dalam chamber penampung air.
Gambar 2.2. Thermal ice storage Dinding thermal storage menggunakan lapisan luar pelat alumunium, bagian tengah menggunakan insulasi panas polyurethane dan bagian lapisan dalam menggunakan bahan plastik. Oleh karena temperatur thermal storage rendah maka akan mengakibatkan perpindahan kalor yang cukup kuat antara lingkungan dengan thermal storage, sehingga diperlukan ketebalan dan kerapatan bahan insulasi yang tepat. Pada penelitian ini akan dilakukan dua ketebalan dan kerapatan bahan insulasi, sehingga dihasilkan nilai ”U” (koefisien overall heat transfer) lebih kecil dari 0,1 W/m2.oC sangat rendah maka akan mengakibatkan perpindahan kalor yang cukup kuat antara lingkungan dengan cooling box, sehingga diperlukan ketebalan dan kerapatan bahan insulasi yang tepat. Pada penelitian ini akan dilakukan dua ketebalan dan kerapatan bahan insulasi, sehingga dihasilkan nilai ”U” (koefisien overall heat transfer) lebih kecil dari 0,1 W/m2.oC Untuk merancang thermal storage digunakan persamaan-persamaan sbb :
166
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
Dengan : q : U :
tm A hi
: : :
ho
:
Ao Ai Am k t rfi rfo
: : : : : : :
ISSN: 2548-1509
Laju perpindahan kalor total, W Perpindahan kalor menyeluruh, [W/m2.K] Beda temperatur rata-rata, [K] Luas bidang pertukaran kalor, [m2] Koefisien perpindahan kalor ditinjau dari sisi permukaan dalam, [W/m2.K] Koefisien perpindahan kalor ditinjau dari sisi permukaan luar, [W/m2.K] Luas pertukaran kalor sisi luar, , m2 Luas pertukaran kalor sisi luar, , m2 Luas pertukaran kalor rata-rata, m2 Konduktivitas termal , W/(m.K) Tebal permukaan pertukaran kalor, m Fouling factor sisi dalam, m2.K/W Fouling factor sisi luar, m2.K/W
Pompa yang digunakan adalah pompa air DC, yang digunakan pada proses discharging pada thermal storage dengan cara mensirkulasikan air dari thermal storage pada fan coil unit yang digunakan sebagai penukar kalor pada udara ruangan. Berikut merupakan perhitungan dan spesifikasi pompa yang digunakan : = Qcoil / (500 x 10 ˚F)
Debit Chilled Water
Kemampuan kerja sistem refrigerasi dinyatakan oleh besaran yang dinamakan COP (Coeffisien of performance). COP ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur kerja dari sistem itu sendiri. COP terbagi menjadi dua, diantaranya COP actual dan COP carnot. Untuk mengetahui nilai COPactual, o o
digunakan persamaan :
Kapasitas pendinginan, Qin = m x Cp x ΔT Kerja kompresor, Wkomp. = P x I
COPactual =
Q in W komp
m x Cp x ΔT PxI
(2.2) 167
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
Untuk mengetahui nilai COPcarnot digunakan persamaan : Tevaporasi COPcarnot= 2.3 Tkondensas i Tevaporasi Effisiensi =
COPaktual
x 100%
(2.4)
COPcarnot 2.2. Prosedur Pelaksanaan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian komponen system rerigerasi kompresi uap sederhana yang dimodifikasi menjadi cascade. Modifikasi dilakukan dengan menambah komponen penukar panas, alat ukur tekanan (pressure gauge). Gambar 2.3 merupakan titik pengukuran skema peralatan uji dalam penelitian ini. Sebelum melakukan eksperimen, system yang telah dirakit dilakukan dulu proses pem-vakuuman, proses ini dilakukan untuk mengeluarkan uap air yang terdapat dalam sistem selama proses perakitan dan juga untuk mendeteksi kebocoran di dalam sistem . Proses selanjutnya adalah mengetahui letak kebocoran, caranya sistem diisi dengan refrigeran kemudian gunakan leak detector atau dengan cara yang paling sederhana dengan busa sabun yang diletakkan pada setiap sambungan. Prses pemvacuuman kembali dilakukan setelah perbaikan sistem akibat kebocoran. Setelah selesai proses vacuum, isi sistem dengan refrigerant campuran, kemudian mesin dihidupkan,
Gambar 2. Titik pengukuran Skema Alat Uji. Titik pengukuran yang diukur pada sistem saat proses charging adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tekanan Discharge (Bar) Tekanan Suction (Bar) Temperatur Discharge (˚C) Temperatur masuk Kapiler (˚C) Temperatur Suction (˚C) Temperatur Air (˚C) Arus Kompresor (ampere) Tegangan Kompresor (volt) Sedangkan titik pengukuran pada saat sistem melakukan discharging adalah sebagai berikut:
9. Temperatur air masuk FCU (˚C) 10. Temperatur air keluar FCU (˚C) 11. Temperatur bola kering udara masuk FCU (˚C) 12. Temperatur bola basah udara masuk FCU (˚C) 13. Temperatur bola kering udara keluar FCU (˚C) 168
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
14. Temperatur bola basah udara keluar FCU (˚C) HASIL DAN PEMBAHASAN A. COP (coeffisien of performance) dan effisiensi Sistem (mesin) refrigerasi siklus cascade rancangan dilengkapi dengan 10 sensor temperatur dan 2 sensor tekanan, serta alat ukur tegangan dan arus. Perhitungan data tersebut diolah dengan menggunakan program CoolPack 5. Berikut ini merupakan salah satu perhitungan dari data hasil pengukuran untuk mengetahui COP dan efesiensi sistem ketika proses charging. Pada proses ini sistem kompresi uap menangani beban air pada thermal storage. Berikut ini adalah perhitungan hasil dari data pengukuran pada menit ke-240, yang diinput kedalam diagram moiller P-h (diagram terlampir). Pd = 14,2 Bar Absolute Ps = 1,85 Bar Absolute T. Kapiler in = 33,6 ˚C T. Suction = -3 ˚C T. Discharge = 97,1 ˚C
Gambar 3. P-h diagram data menit ke 240 Setelah diinput kedalam diagram P-h (gambar 3.1) didapatkan parameter-parameter untuk menghitung hasil pengukuran sebagai berikut : h1 = 409,83 kJ/Kg h2 = 467,54 kJ/Kg h3 = 241,41 kJ/Kg Evaporating temperature = -27,03 ˚C = 246,12 K Condensing temperature = 36,88 ˚C = 310,03 K 1. Besarnya Kerja Kompresi (qw) qw = h2 – h1 = 467,54 kJ/kg - 409,83 kJ/kg = 57,70 kJ/kg 2. Besarnya kalor yang dilepas kondenser (qc) qc = h2 – h3 = 467,54 kJ/kg – 241,41 kJ/Kg = 226,13 kJ/kg 3. Besarnya kalor yang serap evaporator (qe) qe = h1 – h4 = 409,832 kJ/kg – 241,41 kJ/kg = 168,42 kJ/kg 4. Rasio Kompresi Pd Rasio Kompresi = Ps 14,2 Rasio Kompresi = = 7,67 1,85
5.
COPaktual
qe qw 168,42 kJ/kg COPaktual = = 2,92 57,71 kJ/kg COPcarnot Te COPcarnot = Tc − Te 246,12 ˚C COPcarnot = 310,03 ˚C − 246,12 ˚C COPaktual =
6.
169
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
7.
= 3,85 Efesiensi Sistem (ɳ) COPaktual ɳ= x 100% COPcarnot 2,92 ɳ= x 100% 3,85 ɳ = 75,78 %
Efesiensi sistem (gambar 3.2) pada menit ke 240 sebesar 75,78 %, nilai tersebut dapat dikatakan sistem bekerja dengan baik tetapi belum optimal. Nilai efesiensi dipengaruhi dari besarnya nilai COPcarnot dan COPaktual, nilai COP dipengaruhi adanya subcool dan superheat yang terjadi pada sistem mempengaruhi besarnya nilai masing masing COP. COPaktual sangat dipengaruhi oleh besarnya enthalpy yang berkaitan dengan temperatur masuk kompresor dan masuk kapiler. Karena pada perancangan sistem dikatakan ideal (tanpa subcooled dan superheat), maka pada saat pengukuran akan terjadi perbedaan dimana sistem mengalami subcooled dan superheat. Sedangkan COPcarnot dipengaruhi oleh temperatur saturasi yang ditunjukan oleh tekanan pada pressure gauge, namun pada kenyataannya kondisi sitem tidak ideal karena adanya subcooled dan superheat yang mengakibatkan COPcarnot mengalami perbedaan dengan COPcarnot pada kenyataannya.
180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230
Efesiensi
Grafik Efesiensi Sistem terhadap Waktu
Waktu (menit) Gambar 4. Efesiensi sistem B. Chilling time dan Temperatur Air Chilling time sebesar 4 ˚C. Dalam pengambilan data, waktu 4 jam belum dapat menghasilkan temperatur air sebesar 4 ˚C namun baru dapat menghasilkan air pada temperatur 4,4 ˚C. Hal ini dikarenakan adanya beban infiltrasi yang terdapat pada celah-celah sambungan yang tidak terduga, adapun ketebalan dari dinding thermal storage yang tidak merata karena pengisian polyurethane yang kurang baik menjadikan beban konduksi berlebih dari hitungan. Akibatnya sistem tidak dapat menangani beban pendinginan yang telah direncanakan (gambar 3.3).
30 25 20 15 10 5 0
T. FCU in (˚C)
0 40 80 120 160 200 240
Temperatur C
Temperatur Chilled Water FCU
T. FCU out (˚C)
t (Waktu) Gambar 5. Chilling time C.
Biaya Operasional Sistem
Sistem Ice Bank berfungsi pada saat beban peak load listrik, dimana tarif listrik akan meningkat 1,4 sampai 2 kalinya dibandingkan waktu biasa. Pada saat proses chaarging dimana kompresor akan mendinginkan 170
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
ISSN: 2548-1509
chilled water dioperasikan diluar waktu peakload untuk menghindari biaya yang relatif bertingkat. Dan kemudian kompresor akan mati pada saat waktu peak load dan kemudian menyalakan pompa untuk mengoprasikan FCU yang tidak terlalu besar dalam memakan biaya per kWh. Data hasil pengukuran didapatkan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk mengoprasikan sistem sebagai berikut: 1. Pengukuran Biaya Operasional saat Charging (luar waktu peak load) Biaya= kWh kompresor x Biaya = 1.976 kWh x 975,49 Rupiah/kWh = 1927,56 Rupiah 2. Pengukuran Biaya Operasional saat Discharging (waktu peak load) Biaya= kWh pompa x Biaya = 1,5 x 0,0956 x 975,49 Rupiah/kWh = 139,976 Rupiah 3. Biaya Total = 1927,56 Rupiah + 139,976 Rupiah = 2067,53 Rupiah Jika dibandingkan dengan pengoprasian kompresor ½ pk dengan daya yang relatif sama untuk mengondisikan udara dengan metoda direct expansion pada waktu peakload dengan pengoperasian selama 4 jam maka hasilnya adalah sebagai berikut: Biaya
= 1,5 x kWh kompresor x Biaya = 1,5 x 1,976 kWh x 975,49 Rupiah/kWh = 2889,88 Rupiah Maka dapat dilihat angka perbandingan antara biaya operasional menggunakan thermal storage sebagai strategi penghematan biaya listrik dengan biaya 28% dari biaya penggunaan pengondisi udara direct expansion. KESIMPULAN Temperatur air yang dapat dicapai pada thermal storage sebesar 4,5oC, air tersebut dapat mendinginkan ruangan selama 240 menit dengan temperatur ruangan 22 oC. Dari hasil perhitungan efesiensi sistem 75,8%, kapasitas pendinginan udara 1230,28 watt dengan rancangan 966,03 watt. Dari hasil perhitungan biaya operasional dari segi penggunaan listrik, model sistem ini dioperasikan Waktu Beban Puncak adalah 2067,53 rupiah, sedangkan dalam operasional model komersial adalah 2889,88 rupiah. Dengan ini dapat dikatakan sistem berhasil dengan penghematan biaya operasional listrik sebesar 28%. DAFTAR PUSTAKA ASHRAE Handbook. Refrigeration Load. Chapter 13. 2006. ASHRAE Handbook. Liquid Cooler. Chapter 41 2008 ASHRAE Handbook. Chapter 50. Thermal Storage. 2008. Danfoss, Coolpack versi 5(software) Elder, Keith. Psychrometrics and Coil Load. Washington Education. 2006 Holman, J. P. 1997. Perpindahan Kalor, terj. E. Jasfi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Incropera, F.P. and De Witt, 2002, Fundamental of Heat and Mass Transfer, 4 thed, John Wiley & Sons, New York McDowall, Robert. Fundamentals of HVAC Systems SI Edition. Atlanta, USA: ELSEVIER. 2007) . Mooran, Michael J., Shapiro, Howard N.,2006, Fundamentals Of Engineering Thermodynamics, John Wiley & Sons, Ltd., England Refprod versi 7 (software)., Thermophysical Properties Division, NIST (National Institute of Standarts and Technology). Sumeru, 2007, Rancang bangun prototipe mesin pendingin temperatur rendah menggunakan metode cascade, Jurnal RACE, Jurnal Refrigerasi, Tata Udara, dan Energi, Politeknik Negeri Bandung, Vo. 1, No. 1, Maret, p.15-23. http://www.refrigerationbasics.com/ tentang Refrigeration basic II.
171
ISSN: 2548-1509
Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi Terapan 2016 Vol. 01 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016
172