Kajian Ekonomi Regional Provinsi DKI Jakarta TRIWULAN II 2013
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Inflasi Jakarta pada triwulan II 2013 tercatat sebesar 5,67% (yoy). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu, karena koreksi beberapa harga komoditas hortikultura seperti bawang putih, bawang merah, dan tomat sayur selama triwulan laporan. Kendati demikian, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada akhir triwulan laporan menahan penurunan inflasi lebih lanjut. Dampak kenaikan BBM tersebut diperkirakan mencapai puncaknya pada awal triwulan mendatang. Perekonomian Jakarta pada triwulan III 2013 diprakirakan sebesar 6,2% - 6,6% (yoy), dengan inflasi berada di kisaran 8,3% - 8,7% (yoy). Relatif stabilnya perekonomian Jakarta ditopang oleh masih kuatnya konsumsi domestik dan membaiknya investasi. Secara sektoral, prakiraan pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh tiga sektor utama yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan; dan sektor pengangkutan dan komunikasi, serta akselerasi konsumsi pemerintah pada triwulan mendatang. Sementara itu, kenaikan harga BBM pada tanggal 22 Juni 2013 diprakirakan memberikan tekanan inflasi yang tinggi, khususnya pada awal triwulan III 2013. Secara keseluruhan tahun 2013, ekonomi Jakarta diprakirakan tumbuh sebesar 6,2% - 6,6% (yoy) Uraian lebih rinci terkait perkembangan terkini dan prospek perekonomian Jakarta disajikan dalam publikasi Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi DKI Jakarta. Tujuan dari penyusunan KER triwulanan ini selain untuk memenuhi kepentingan Bank Indonesia dalam mendukung perumusan kebijakan moneter, juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi pembuat kebijakan publik di Jakarta. Akhir kata, semoga kajian ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan ekonomi di Jakarta.
Jakarta, Agustus 2013 GRUP ASESMEN EKONOMI
Wiwiek Sisto Widayat Direktur Eksekutif
V
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Perekonomian Jakarta pada triwulan II 2013 tumbuh sebesar 6,30% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan I 2013. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melambatnya investasi dan ekspor. Sementara itu, konsumsi masih tumbuh cukup kuat sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi berada di atas 6,0%. Secara sektoral, melambatnya pertumbuhan ekonomi Jakarta bersumber dari sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dalam triwulan laporan sebesar 5,81% (yoy), pertumbuhan ekonomi Jakarta masih lebih tinggi.
TRIWULAN II 2013
Kata Pengantar
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan
halaman IX
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA
halaman X
BAB I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
halaman 1
A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta
halaman 1
B. Dinamika Sektor Ekonomi Utama Jakarta
halaman 7
Boks 1: Infrastruktur dan Daya Saing Ekonomi Jakarta
halaman 13
BAB II. INFLASI
halaman 15
Boks 2: Kenaikan Harga Properti
halaman 18
BAB III. PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 21
A. Intermediasi Perbankan
halaman 21
B. Sistem Pembayaran
halaman 25
BAB IV. KEUANGAN PEMERINTAH
halaman 27
A. Pendapatan Daerah
halaman 27
B. Belanja Daerah
halaman 28
C. Pembiayaan Daerah
halaman 30
BAB V. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
halaman 33
Ketenagakerjaan
halaman 33
Kesejahteraan
halaman 35
BAB VI. PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA
halaman 37
A. Pertumbuhan Ekonomi
halaman 37
B. Inflasi
halaman 41
Boks 3: Daya Dukung Pelabuhan Barang Jakarta
halaman 42
DKI Jakarta
RINGKASAN UMUM
Regional Provinsi
halaman V
TRIWULAN II 2013
KATA PENGANTAR
Kajian Ekonomi
Daftar isi
VII
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Inflasi Jakarta pada akhir triwulan II 2013 tercatat sebesar 5,67% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode akhir triwulan sebelumnya yang mencapai 5,70% (yoy). Lebih rendahnya inflasi dipengaruhi oleh koreksi harga beberapa komoditas pangan di dua bulan pertama pada triwulan laporan. Namun, tekanan inflasi pada akhir triwulan mengalami peningkatan terkait dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Penyaluran kredit perbankan di Jakarta selama triwulan laporan menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan penyaluran kredit terutama terjadi pada kredit investasi. Sedangkan pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja masih mengalami perlambatan. Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara risiko kredit tercatat relatif rendah. Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan juga mengindikasikan adanya tren peningkatan. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tercatat sebesar Rp8,02 triliun atau 17,60% dari target yang ditetapkan. Penyerapan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh permasalahan teknis dan proses pengadaan. Kondisi ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan perkembangan membaik. Hal tersebut tercermin dari penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan peningkatan kualitas tenaga kerja. Perbaikan tersebut turut mendorong penurunan jumlah penduduk miskin. Namun, rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauh dari Garis Kemiskinan Perekonomian Jakarta pada triwulan III 2013 diprakirakan tumbuh sekitar 6,2% - 6,6% (yoy). Prediksi kenaikan pertumbuhan ekonomi didorong oleh masih kuatnya konsumsi terkait dengan daya beli yang masih memadai. Inflasi pada akhir triwulan III 2013 diprakirakan sebesar 8,3% - 8,7%, meningkat signifikan sebagai dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan harga pangan.
IX
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Pada triwulan II 2013, ekonomi Jakarta tumbuh sebesar 6,3% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan I 2013. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya investasi dan ekspor. Sementara itu, konsumsi masih tumbuh cukup kuat sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas 6,0%. Secara sektoral, melambatnya pertumbuhan ekonomi Jakarta bersumber dari sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.
TRIWULAN II 2013
Ringkasan Umum
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi DKI Jakarta 2013 Indikator
2010
2011
Total
Total
I
II
2012 III
IV
Total
I
2013 II
6.5
6.7
6.4
6.7
6.4
6.5
6.5
6.5
6.3
Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy) Berdasarkan Sektor: 1
Pertanian
1.7
0.8
0.5
0.9
0.1
1.4
0.8
1.5
0.7
2
Pertambangan dan Penggalian
1.5
8.6
-1.1
-1.1
-0.3
-0.4
-0.9
-0.4
-0.7
3
Industri Pengolahan
3.6
2.4
1.5
4.0
3.3
1.9
2.4
1.9
1.5
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.6
4.0
3.8
3.8
4.2
4.5
4.5
3.8
2.6
5
Konstruksi
7.1
7.9
6.2
6.2
6.6
7.8
6.9
6.5
6.3
6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7.3
7.4
7.0
7.2
6.7
7.6
7.2
7.2
7.2
7
Pengangkutan dan Komunikasi
14.8
13.9
13.8
12.5
10.8
10.6
11.8
11.4
11.4
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Usaha
4.2
5.0
5.1
5.3
5.4
5.4
5.4
5.7
5.4
9
Jasa-jasa
6.6
6.9
7.8
7.8
7.1
7.2
7.6
7.5
7.4
Berdasarkan Permintaan: 1
Konsumsi Rumah Tangga
6.4
6.2
6.1
6.4
6.6
6.1
6.3
5.7
5.9
2
Konsumsi Pemerintah
0.7
3.7
5.1
7.1
-0.4
-4.8
1.1
0.4
2.8
3
PMTB
8.8
8.0
8.0
11.0
7.1
8.2
9.0
5.9
5.0
4
Ekspor
7.3
12.2
8.7
6.5
4.3
5.8
6.3
5.7
4.7
5
Impor
8.1
12.7
9.5
8.5
4.3
5.3
7.0
4.3
3.2
Ekspor -
Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
8,398
10,973
2,958
2,891
2,787
2,942
11,578
2,765
2,750
-
Volume Ekspor non Migas (ribu ton)
2,202
2,793
719
768
732
833
3,053
704
731 16,461
Impor -
Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
44,527
57,460
15,425
17,315
15,347
15,790
63,877
14,463
-
Volume Impor Non Migas (ribu ton)
24,394
27,663
7,423
7,879
7,213
7,868
30,382
7,347
11,554
122.92
127.80
128.86
129.68
131.95
133.58
133.58
136.20
137.03
6.21
3.97
4.13
4.12
3.97
4.52
4.52
5.70
5.67
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
1,198
1,417
1,411
1,478
1,511
1,630
1,630
1,636
1,708
-
Tabungan
209
257
265
277
289
309
309
314
318
-
Giro
328
395
361
407
393
453
453
423
465
-
Deposito
661
766
784
794
829
868
868
900
925
Kredit (Rp Triliun)
864
1,080
1,114
1,201
1,243
1,311
1,305
1,336
1,440
-
Modal Kerja
454
557
574
627
645
684
684
708
749
-
Investasi
219
286
300
321
340
357
357
364
417
-
Konsumsi
191
237
239
253
257
270
264
265
274
Kredit UMKM (Rp Triliun)
n.a.
82
81
88
83
93
93
90
102
Loan to Deposit Ratio (%)
72.15
76.23
78.95
81.13
82.26
80.42
80.42
81.68
84.36
NPL Gross (%)
2.94
2.07
2.14
1.96
1.74
1.55
1.55
1.56
1.40
Indeks Harga Konsumen Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) Perbankan
Sistem Pembayaran Transaksi RTGS -
Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun)
78.5
87.2
64.4
90.3
89.9
95.6
85.0
82.0
101.5
-
Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu)
22.5
23.3
19.8
23.3
23.6
25.9
23.2
23.9
25.2
Transaksi Kliring (Rp Triliun) -
Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun)
3.7
4.2
4.2
4.6
4.7
5.1
4.6
4.7
5.0
-
Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu)
235.5
268.1
251.7
292.1
295.4
317.7
289.2
258.0
251.6
X
Pada triwulan II 2013, ekonomi Jakarta tumbuh sebesar 6,3% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan I 2013. Pertumbuhan ekonomi Jakarta ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,8% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh investasi dan ekspor khususnya investasi nonbangunan dan ekspor nonmigas. Sementara itu, konsumsi masih tumbuh cukup kuat sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas 6,0%. Kuatnya konsumsi terkait dengan masih terjaganya daya beli. Secara sektoral, melambatnya pertumbuhan ekonomi Jakarta bersumber dari sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan.
A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta Konsumsi Jakarta tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2013 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga terutama didukung oleh pola musiman libur sekolah dan persiapan menjelang masa puasa. Pada waktu tersebut berbagai event penjualan untuk menggairahkan aktivitas belanja masyarakat dilakukan. Namun, pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi pada triwulan berjalan juga terkait dengan relatif rendahnya kinerja konsumsi pada triwulan I 2013 sebagai akibat dari banjir yang melanda wilayah DKI Jakarta. Hal yang sama juga terjadi pada kinerja pertumbuhan konsumsi pemerintah, yang menunjukkan perbaikan secara triwulanan terkait dengan realisasi belanja yang rendah pada triwulan I 2013 sebagai akibat dari keterlambatan pengesahan APBD. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2013 tercatat sebesar 5,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut memberikan kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Jakarta, mengingat pangsa konsumsi rumah tangga pada PDRB Jakarta yang besar. Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2013 ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012 yang mencapai 6,4% (yoy). Survei penjualan eceran mengonfirmasi pertumbuhan penjualan barang eceran yang lebih baik dari triwulan sebelumnya, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan eceran sesuai pola musiman menjelang Lebaran dalam 3 tahun terakhir (Grafik I.1). Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan juga terkait dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2013 yang mengalami kontraksi cukup dalam sebagai akibat dari banjir. Sentimen atau persepsi negatif masyarakat terhadap kondisi perekonomian pada triwulan laporan juga memiliki andil pada terbatasnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia menunjukkan tren penurunan persepsi masyarakat yang cukup dalam hingga berada di bawah batas ambang optimisme (Grafik I.2). Pesimisme terhadap kondisi perekonomian domestik saat ini tak lepas dari dinamika pemulihan ekonomi global yang relatif lamban. Di samping itu, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga diperkirakan sebagai pengaruh dari ekspektasi inflasi yang meningkat signifikan terkait dengan proses pengambilan
1
TRIWULAN II 2013
EKONOMI MAKRO REGIONAL
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
BAB I
Grafik I.1 Indeks Penjualan Eceran
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, perlemahan nilai tukar sebagai pengaruh dari kondisi ketidakseimbangan pada neraca perdagangan dan faktor global juga diperkirakan mendorong pesimisme terhadap kondisi perekonomian. Mencermati dinamika perekonomian yang terjadi sepanjang triwulan laporan, kecenderungan pembatasan pengeluaran rumah tangga telah terlihat. Hal ini juga terindikasi dari penyaluran kredit konsumsi yang relatif stagnan di Jakarta (Grafik I.3). Meski demikian, level penghasilan dan ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan tetap terjaga (Grafik I.4).
60 50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50
%
Grafik I.2 Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Penjualan Eceran (rhs) g.Indeks Penjualan Eceran (yoy)
160 140 120 100 80 60 40
2011
2012
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
140 130
Optimis
120 110 100 90
Pesimis
80
20
70
0
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7
2010
150 Indeks
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7
2010
2013
Grafik I.5 Perkembangan Kredit Konsumsi
2011
2012
2013
Grafik I.4 Ekspektasi Konsumen terhadap Penghasilan dan Lapangan Kerja
Triliun Rp 300
%, yoy 35
140
250
30
120
Optimis
100
Pesimis
25
200
20
150 100 50
Indeks
15
80
10
60
5
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
40
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
2011
2012
2013
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7
2010
Growth Riil (%,yoy) - skala kanan
Nilai Kredit Konsumsi
Grafik V.5 Perkembangan Belanja Pemerintah Daerah
Grafik I.6 Realisasi Investasi di Jakarta
3
60
2
40
2
20
1 I
II
III
IV
I
2010
II
III
IV
2011
I
II
III 2012
IV
II
1
2013
0
I
-40 Persentase Realisasi Total Belanja g.Realisasi Belanja Daerah
Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta
2
2013
3
80
-20
2012
4 Juta USD/Triliun Rp
100
0
2011
Persentase Realisasi Belanja Modal
I
II
III
2010
IV
I
II
Realisasi Investasi PMA
Sumber : BKPM
III
2011
IV
I
II
III
IV
2012 Realisasi Investasi PMDN
I
II 2013
Dari sisi belanja Pemerintah Daerah juga terjadi penurunan penyerapan anggaran yang cukup signifikan. Hingga akhir triwulan II 2013, realisasi belanja Provinsi DKI Jakarta hanya mencapai 17,6%, dengan belanja modal hanya terealisasi sebesar 2,87% dari pagu APBD-P (Grafik I.6). Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun 2012, total belanja Provinsi DKI Jakarta telah mencapai 23,7%. Di tengah berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk mengakselerasi realisasi belanja, masih ditemui berbagai masalah terkait dengan proses administrasi pengadaan terutama untuk pengadaan jasa, di antaranya proses kualifikasi vendor. Namun, secara triwulanan, kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan laporan mengalami peningkatan yang signifikan (25,9% qtq) mengingat realisasi anggaran pemerintah yang sangat rendah pada triwulan I 2013. Pertumbuhan investasi di Jakarta pada triwulan II 2013 melambat terutama di investasi nonbangunan. Pertumbuhan investasi tercatat sebesar 5,0% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,9%. Perlambatan pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh masih adanya ketidakpastian ekonomi global dan indikasi semakin melambatnya ekonomi domestik yang berdampak pada penundaan atau pembatalan rencana ekspansi bisnis dan investasi. Dinamika ekonomi domestik dengan risiko perlambatan konsumsi rumah tangga menjadi salah satu perhatian dan pertimbangan investor. Di samping itu, potensi kenaikan suku bunga acuan sebagai dampak dari peningkatan inflasi, perlemahan mata uang rupiah dan kebijakan menjelang Pemilu juga ditengarai memberikan sentimen negatif terhadap kinerja pertumbuhan investasi pada triwulan laporan. Adapun perlambatan pertumbuhan investasi nonbangunan sebagian besar terjadi pada sektor industri manufaktur, sejalan dengan melambatnya impor barang modal berupa mesin, peralatan serta alat angkutan (Grafik I.10). Selain itu, rencana ekspansi produksi manufaktur lebih diarahkan ke luar wilayah Jakarta mengingat harga lahan industri yang jauh lebih rendah dan infrastruktur yang lebih memadai. Sementara itu, investasi bangunan relatif stabil dengan masih terjaganya permintaan pada produk properti komersial dan residensial. Tingkat okupansi apartemen sewa dan kondominium masih dalam tren meningkat (Grafik I.7 dan I.8), sedangkan untuk ritel dan kantor cenderung stabil. Dari kontak liaison diperoleh informasi terkait ekspansi dan revitalisasi outlet ritel untuk mendukung peningkatan penjualan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Realisasi investasi dari sumber Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada triwulan II 2013 mengalami penurunan. Dari target total investasi sebesar Rp59,07 triliun dalam tahun 2013, realisasi investasi di Jakarta hingga akhir semester I 2013 diperkirakan baru mencapai Rp17,6 triliun atau sekitar 30% dari yang ditargetkan. Investasi PMDN mencapai Rp1,3 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun apabila dibandingkan dengan realisasi pada 2 tahun terakhir (Grafik I.6). Jumlah proyek investasi PMDN juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, realisasi investasi PMDN pada triwulan II 2013 mengalami penurunan yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan I 2013. Hal tersebut sejalan dengan penurunan indeks ekspektasi kegiatan dunia usaha yang terjadi semenjak awal tahun 2013 sebagai pengaruh
3
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Konsumsi pemerintah tercatat tumbuh sebesar 2,8% (yoy) pada triwulan II 2013. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya penyerapan anggaran belanja Pemerintah Pusat dan Daerah pada tahun berjalan. Penyerapan total anggaran belanja Pemerintah Pusat hingga semester I 2013 baru mencapai 35,2% dengan belanja modal hanya terealisasi sebesar 18,1%, walaupun realisasi belanja pegawai mencapai 45,9% dan belanja barang mencapai 22,2%. Realisasi belanja Pemerintah Pusat, yang sangat berpengaruh di Jakarta sebagai ibukota pemerintahan, pada semester I 2013 ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada semester I 2012 yang mencatat penyerapan total anggaran belanja sebesar 40,7%. Salah satu faktor yang menyebabkan penyerapan anggaran pada semester I 2012 lebih tinggi dari semester I 2013 adalah lebih awalnya pencairan gaji ke-13 yang dilakukan pada bulan Juni. Sedangkan pada tahun 2013, pencairan baru dilakukan pada awal triwulan III (Juli 2013).
Tabel I.1 Realisasi Investasi PMA berdasarkan Sektor di Jakarta 2012
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
dari sentimen negatif pelaku usaha dan investor domestik terhadap kondisi perekonomian domestik. Sementara itu, investasi dari sumber Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan laporan mengalami peningkatan yang ditengarai sebagai dampak dari berlanjutnya kebijakan stimulus di negara maju yang mendorong ketersediaan dana investasi. Realisasi investasi PMA di triwulan II 2013 sebesar USD960.7 juta dengan total jumlah proyek sebanyak 872 proyek. Investasi PMA hingga triwulan laporan terfokus pada sektor transportasi, pergudangan dan telekomunikasi yang dianggap prospektif di Jakarta (Table I.1) dan didominasi oleh negara Singapura, Belanda dan Jepang (Tabel I.2).
Negara
Nilai Investasi (Ribu U$D)
Proyek Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi
2013 (Hingga Triwulan II) Nilai Investasi (Ribu U$D)
Proyek
51
2,709,949
54
769,426
Perdagangan dan Reparasi
558
245,078
722
249,738
Jasa Lainnya
324
507,488
407
141,947
Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya
10
169,695
13
115,344
Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran
43
75,083
53
58,764
Pertambangan
39
31,203
45
27,620
Industri Logam Dasar, Mesin dan Elektronik
16
19,271
14
22,604
Konstruksi
38
203,620
40
22,434
Hotel dan Restoran
20
66,453
24
13,254
Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi
13
9,407
20
9,101
Sumber : BKPM
Tabel I.2 Negara Asal Investasi PMA di Jakarta 2012 Negara
Investasi (Ribu U$D)
Proyek Singapura Belanda Jepang Gabungan Negara
Investasi (Ribu U$D)
Proyek
227
2,353,241
251
634,631
38
500,026
36
181,603
75
217,529
119
174,986
307
741,256
368
163,639
Malaysia
79
41,606
110
57,206
British Virgin Islands
50
31,526
45
44,950
Korea Selatan
68
49,974
111
39,292
RR China
61
31,859
67
28,120
India
31
29,627
29
25,175
Hong Kong, RRC
30
4,834
39
19,564
Sumber : BKPM
4
2013 (Hingga Triwulan II)
Grafik I.8 Tingkat Okupansi Kondominium di akarta
80%
80%
60%
60% 40%
20%
20%
0% 2005 2006 2007 2008
2009 2010
2011
2012
2013
0% 2005 2006 2007 2008
2009 2010
2011
2012
2013
Sumber : Colliers Indonesia
Sumber : Colliers Indonesia
Kinerja pertumbuhan ekspor Jakarta pada triwulan II 2013 kembali tumbuh melambat sebesar 4,7% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan ekspor Jakarta yang dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global sangat berpengaruh pada kinerja pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan laporan. Dibandingkan dengan tiga triwulan terakhir, pertumbuhan ekspor pada triwulan laporan merupakan yang terendah (Grafik I.9). Memburuknya kondisi perekonomian negara mitra dagang di Asia diprediksi sebagai faktor utama menurunnya permintaan ekspor produk Jakarta, terutama pada bulan akhir triwulan berjalan. Perlambatan ekspor produk Jakarta baik yang diekspor melalui pelabuhan di Jakarta maupun pelabuhan lainnya terutama pada produk manufaktur, yaitu kendaraan bermotor dan bagiannya, produk perikanan serta minyak nabati (CPO). Turunnya ekspor kendaraan bermotor terkait dengan penjualan kendaraan bermotor yang menurun di sebagian kawasan Asia. Hal yang sama juga dialami produsen kendaraan bermotor lainnya seperti Jepang dan China. Penurunan ekspor juga terjadi pada produk perikanan (ikan dan udang) baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku makanan olahan. Turunnya ekspor produk perikanan tersebut ditengarai untuk pasar tujuan China, Amerika dan Rusia, sedangkan ekspor ke negara Eropa dan Jepang masih prospektif. Adanya pengetatan standar mutu kualitas impor produk perikanan oleh beberapa negara juga diperkirakan berdampak pada penurunan ekspor. Sementara itu, penurunan ekspor minyak nabati (CPO) terkait dengan harga di pasar dunia yang masih rendah pada triwulan laporan. Tabel I.3 Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi PDRB
Grafik I.9 Pertumbuhan Nilai dan Volume Ekspor Jakarta
Kontribusi/Sumber Pertumbuhan (yoy) Tw I 2013
Tw II 2013
%, yoy g.Value Ekspor Jakarta
80
Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga
3.0
3.1
60
Konsumsi Pemerintah
0.0
0.1
40
PMTB
2.1
1.9
20
Ekspor
4.1
3.3
0
Impor
2.7
2.1
-20
Pertanian
0.0
0.0
Pertambangan dan Penggalian
0.0
0.0
Industri Pengolahan
0.3
0.2
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0.0
0.0
Konstruksi
0.7
0.7
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1.6
1.6
Pengangkutan dan Komunikasi
1.5
1.5
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Usaha
1.6
1.5
Jasa-jasa
0.9
0.9
Lapangan Usaha (Sektor)
g.Volume Ekspor (CMA) Jakarta
-40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011
2012
2013
Sumber : BPS DKI Jakarta
5
TRIWULAN II 2013
40%
DKI Jakarta
100%
Regional Provinsi
100%
Kajian Ekonomi
Grafik I.7 Tingkat Okupansi Apartemen Sewa di Jakarta
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Impor Jakarta pada triwulan II 2013 mengalami perlambatan pertumbuhan, walaupun secara nilai mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Laju pertumbuhan impor melalui Jakarta tercatat sebesar 3,2% (yoy) pada triwulan laporan, lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya (4,3%). Namun, impor secara triwulanan naik sebesar 3,7% (qtq) atau secara nominal berdasarkan harga berlaku naik sebesar Rp9,71 triliun. Kenaikan impor terutama terjadi untuk barang kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri (Grafik I.11 dan Grafik I.12). Peningkatan impor untuk kedua jenis barang impor ini terkait dengan persiapan industri manufaktur dan importir dalam menghadapi peningkatan permintaan menjelang Lebaran. Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan juga memicu peningkatan barang konsumsi. Melambatnya impor barang modal terkait dengan terbatasnya pertumbuhan investasi dan masih memadainya kapasitas utilisasi produksi industri manufaktur. Berdasarkan jenis golongan barang, peningkatan impor terjadi pada komoditas bahan pangan, komponen kendaraan bermotor dan peralatan listrik. Di sisi lain, kendaraan dan bagiannya, besi dan baja serta bahan kimia organik mengalami penurunan. Secara agregat, Jakarta mengalami defisit perdagangan yang lebih besar pada triwulan II 2013 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Defisit perdagangan pada triwulan laporan mencapai sekitar Rp15,2 triliun (berdasarkan harga berlaku) atau sekitar dua kali lebih besar dibandingkan dengan triwulan I 2013. Grafik I.10 Pertumbuhan Volume Impor Barang Modal Jakarta
Grafik I.11 Pertumbuhan Volume Impor Barang Konsumsi Jakarta %, yoy 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60
%, yoy 80 60 40 20 0 -20 -40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
2011
2012
g.Total Volume Impor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
2013
2011
g.Total Volume Impor
g.Vol Impor Barang Modal
Grafik I.12 Pertumbuhan Volume Impor Bahan Baku Jakarta %, yoy 100
g.Kontribusi Vol. Impor Bahan baku
80
g.Volume Impor Bahan Baku (CMA)
60 40 20 0 -20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
6
2011
2012
2013
2012
2013
g.Volume Impor Barang Konsumsi (CMA)
Secara keseluruhan, sektor-sektor ekonomi di Jakarta tumbuh positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang kembali mengalami kontraksi pada triwulan II 2013. Meskipun demikian, pada triwulan laporan tidak terdapat sektor yang tumbuh lebih tinggi (yoy) dibandingkan dengan triwulan I 2013. Adapun sektor yang tumbuh melambat adalah sektor primer (pertanian dan pertambangan); sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor konstruksi; dan sektor jasa baik jasa keuangan, real estate, dan jasa perusahaan maupun jasa lainnya. Pelambatan di sektor industri pengolahan sejalan dengan adanya penurunan ekspor produk manufaktur. Sektor konstruksi tumbuh sedikit melambat terutama terkait dengan terbatasnya realisasi proyek infrastruktur pemerintah. Adapun perlambatan di sektor jasa sejalan dengan perlemahan kinerja perekonomian dan investasi yang menyebabkan turunnya permintaan akan jasa. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) tumbuh stabil sebesar 7,2% (yoy) pada triwulan II 2013. Stabilnya pertumbuhan sektor PHR didukung oleh permintaan domestik yang masih cukup kuat. Selain itu pada triwulan laporan terdapat beberapa kegiatan promosi penjualan yang berkontribusi pada peningkatan penjualan, utamanya adalah Jakarta Fair dan Jakarta Great Sale. Pengunjung Jakarta Fair tahun 2013 mencapai lebih dari 4,5 juta orang dengan total nilai penjualan sekitar Rp4,5 triliun. Total nilai penjualan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan capaian baik pada tahun 2012 maupun tahun 2011 dan melampaui target untuk tahun 2013. Penjualan terbesar pada Jakarta Fair 2013 tetap berasal dari penjualan produk otomotif. Sementara itu, Jakarta Great Sale 2013, yang berlangsung selama lebih kurang 1,5 bulan dalam rangka perayaan hari ulang tahun Kota Jakarta, juga mencatat penjualan melampaui target yaitu sebesar Rp11,8 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan nilai penjualan pada tahun 2012 sebesar Rp10,7 triliun. Dalam rangka perayaan HUT kota Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mengadakan Pekan Raya/Rakyat Jakarta (PRJ) dan Pekan Produk Kreatif 2013 dengan orientasi pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Penyaluran kredit di sektor UKM yang cukup vital di Jakarta masih dalam tren meningkat pada triwulan laporan. Meskipun terdapat berbagai indikator kinerja perdagangan yang positif, ditengarai perdagangan domestik antara Jakarta dengan kawasan lainnya tumbuh dalam level terbatas sebagai pengaruh dari perlambatan konsumsi. Hal ini terlihat dari data bongkar muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok (Grafik I.13) serta hasil liaison dengan perusahaan produk makanan jadi dan consumer goods. Melambatnya perekonomian domestik juga memengaruhi penjualan kendaraan bermotor khususnya motor, meskipun terlihat adanya peningkatan penjualan mobil menjelang Lebaran (Grafik I.14). Kontak liaison salah satu distributor kendaraan bermotor terbesar telah menurunkan target penjualan pada tahun 2013. Hal tersebut terkait dengan perkembangan terakhir pasca-kenaikan harga BBM bersubsidi dan inflasi yang menekan daya beli dan berpotensi menaikkan suku bunga pinjaman. Hingga Mei 2013, target penjualan kendaraan bermotor baru mencapai sekitar 34%.
7
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Dinamika pertumbuhan sisi sektoral dari perekonomian Jakarta pada triwulan II 2013 ditopang oleh kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor pengangkutan dan komunikasi. Adanya peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tengah melambatnya perekonomian domestik menjadi faktor utama stabilnya kinerja kedua sektor tersebut pada triwulan laporan. Pertumbuhan di ketiga sektor tersebut juga dipengaruhi oleh terjaganya tingkat penghasilan konsumen khususnya kelas menengah atas. Sektor PHR memberikan kontribusi terbesar kepada perekonomian Jakarta yaitu sebesar 1,6%. Sektor pengangkutan dan komunikasi memberikan kontribusi terbesar kedua bersama dengan sektor jasa keuangan, persewaan dan real estate masingmasing sebesar 1,5%. Selanjutnya, kontribusi sektor jasa lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta tercatat sebesar 0,9%.
TRIWULAN II 2013
B. Dinamika Sektor Ekonomi Utama Jakarta
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Perkembangan pariwisata di Jakarta pada triwulan II 2013 menunjukkan adanya lonjakan yang signifikan. Lonjakan wisatawan terlihat dari pertumbuhan jumlah pengunjung melalui Bandara Soekarno Hatta pada masa libur sekolah. Sementara itu, tingkat okupansi hotel berbintang di Jakarta relatif stabil dengan kenaikan tingkat okupansi pada hotel kelas atas lebih tinggi dibandingkan hotel kelas menengah (Grafik I.15). Peningkatan jumlah pengunjung ke Jakarta juga diimbangi oleh penambahan jumlah kamar hotel, yang sepanjang tahun 2013 diperkirakan akan ada tambahan sekitar 2000 unit kamar hotel di Jakarta dalam berbagai kategori. Grafik I.13 Bongkar dan Muat Melalui Pelabuhan Tg. Priok %,yoy CMA g.Bongkar
60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
g.Muat
1 2 3 4 5 6 7 8 91011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5
2010
2011
2012
Okupansi Hotel Berbintang (skala kanan) g.Pengunjung melalui Bandara Soekarno - Hatta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2010
2011
2012
2013
Grafik I.16 Perkembangan Jumlah Penumpang KRL Komuter dan TransJakarta
70 60 50 40 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
2010
%, yoy 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60
Sumber : CEIC
Grafik I.15 Tingkat Hunian Hotel dan Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan %, yoy
Penjualan Kendaraan Bermotor g.Penjualan Motor (skala kanan) g.Penjualan Mobil (skala kanan)
Unit 45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
2013
Sumber : BPS
80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Grafik I.14 Penjualan Kendaraan Bermotor
2011
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta
2012
2013
Penumpang KRL Komuter Penumpang TransJakarta g.Pengguna Transport Publik (skala kanan)
Juta
%, yoy
14
20
12
15
10
10
8
5
6
20
4
10
2
0
0
0 -5 -10 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
2010
2011
2012
2013
Sumber : CEIC & PT TransJakarta
Sektor pengangkutan dan komunikasi Jakarta tumbuh sebesar 11,4% (yoy) pada triwulan II 2013. Pertumbuhan tersebut relatif stabil dibandingkan dengan realisasi pada triwulan sebelumnya sejalan dengan kinerja sektor PHR. Di sisi subsektor pengangkutan, peningkatan terlihat dari jumlah penumpang transportasi publik baik dengan moda TransJakarta maupun KRL komuter Jabodetabek (Grafik I.16). Pertumbuhan pengguna transportasi publik yang sangat tinggi semenjak triwulan I 2013, ditengarai dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terkait BBM bersubsidi. Dengan kondisi kemacetan di Jakarta yang tinggi dan harga BBM bersubsidi yang naik hingga 44%, maka transportasi umum menjadi opsi mobilitas yang semakin dipilih masyarakat Jakarta. Indikator proksi lain terkait dengan perkembangan subsektor pengangkutan adalah jumlah kedatangan di Bandara Soekarno Hatta yang mengalami peningkatan saat musim libur sekolah. Namun, angkutan barang diperkirakan tumbuh terbatas merujuk pada data bongkar dan muat barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok (Grafik I.13).
8
Sektor jasa keuangan, real estate, dan jasa perusahaan mengalami perlambatan pada triwulan II 2013 seiring dengan perlambatan perekonomian. Sektor tersebut tumbuh sebesar 5,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2013 sebesar 5,7% (yoy). Namun, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, pertumbuhan pada triwulan laporan sedikit lebih tinggi. Aktivitas perekonomian yang melambat membuat pelaku usaha maupun konsumen membatasi penggunaan kredit dan lebih menggantungkan pada modal sendiri untuk modal kerja serta investasi dalam level yang terbatas. Kondisi ini menyebabkan kontraksi pertumbuhan subsektor jasa keuangan, yang didorong terutama oleh penurunan kinerja perbankan dan lembaga keuangan nonperbankan dalam penyaluran kredit (Grafik I.17 dan I.18). Secara spesifik, pertumbuhan kredit di sektor PHR turun cukup signifikan. Pembiayaan kredit melalui lembaga keuangan nonperbankan juga dalam tren menurun terutama sebagai pengaruh melambatnya kredit kendaraan bermotor. Kontak liaison mengonfirmasi kinerja pembiayaan yang lebih rendah pada tahun 2013 dan terkait dengan hal tersebut, berbagai langkah efisiensi ditempuh termasuk pembatasan tenaga kerja. Meskipun demikian, secara nominal penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek di Jakarta masih mengalami peningkatan, demikian pula dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Di sisi jumlah transaksi keuangan di Jakarta juga terlihat adanya peningkatan sesuai dengan siklus musiman masa libur sekolah. Sementara itu, subsektor jasa real estate (persewaan) dan jasa perusahaan ditengarai tumbuh dalam level terbatas pada triwulan laporan, terkait dengan perlambatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah serta investasi. Kontak liaison perusahaan outsourcing tenaga kerja di Jakarta mengindikasikan tren penurunan management fee sebagai akibat dari dari semakin tingginya kompetisi dan jumlah tenaga kerja yang menurun. Selain itu, juga terdapat tantangan dalam aktivitas usaha jasa outsourcing yang merupakan salah satu dari jasa perusahaan cukup dominan di Jakarta. Implementasi dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No. 19/2012 yang membatasi pekerjaan outsourcing dirasakan sebagai salah satu penyebab menurunnya jumlah tenaga kerja yang direkrut akibat dari pemutusan kontrak kerjasama. Kinerja pasar modal, yang turut memengaruhi pertumbuhan sektor jasa keuangan di Jakarta, juga menunjukkan penurunan. Hal tersebut tercermin dari pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada triwulan laporan. Tekanan di pasar modal pada triwulan II 2013 bersumber dari arus keluar modal asing (capital outflow) yang dipicu sentimen terkait rencana pengurangan stimulus moneter Bank Sentral Amerika Serikat. Selain perlemahan ekspor dan nilai tukar rupiah, arus keluar modal asing juga turut menyumbang melebarnya defisit neraca perdagangan. Penyesuaian kepemilikan non-residen di aset keuangan domestik mendorong penurunan IHSG dan peningkatan volatilitas indeks yang cukup signifikan.1 Indeks emiten di bidang keuangan, properti dan perdagangan mengalami kontraksi cukup dalam (Grafik I.19). Meskipun demikian, aliran dana ke pasar modal melalui Initial Public Offering (IPO) masih mampu mencatatkan peningkatan pada triwulan II 2013.
1
IHSG mencapai level 5.176,23 pada 20 Mei 2013 yang merupakan rekor tertingginya. Pada akhir triwulan laporan, IHSG berada di level 4818.90.
9
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Sementara itu, pertumbuhan subsektor komunikasi pada triwulan laporan cenderung stabil, didukung oleh jasa layanan data internet. Meskipun demikian, informasi liaison mengindikasikan adanya stagnasi pada jasa layanan telekomunikasi terkait dengan lambatnya penggunaan telpon seluler berbasis teknologi 3G. Padahal perusahaan telekomunikasi telah merealisasikan komitmen investasi pada sistem jaringan berbasis 3G. Pertumbuhan yang lebih prospektif di subsektor komunikasi khususnya terjadi pada jasa infrastruktur telekomunikasi. Berdasarkan informasi dari kontak liaison, kompetisi yang kuat di pasar telekomunikasi, mengharuskan perusahaan operator telpon seluler untuk terus berekspansi dan berinovasi memperluas jangkauan layanannya untuk mempertahankan jumlah pelanggan.
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Jumlah IPO pada triwulan II 2013 sebesar Rp8 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp2,2 triliun. Dari sisi domestik, penurunan IHSG tidak direspons dengan melepas saham, namun sebaliknya investor domestik melakukan aksi beli selektif. Hal tersebut tercermin dari peningkatan baik frekuensi maupun nilai saham yang diperdagangkan (Grafik I.20) yang turut mendukung kinerja industri jasa keuangan Jakarta. Grafik I.17 Pertumbuhan Kredit Sektor Utama Jakarta 100
50 %, yoy 40
%, yoy
80
30
TRIWULAN II 2013
Grafik I.18 Kinerja Lembaga Non Perbankan
20
60
10
40
0
20
-10 -20
0
-30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011 g.Transportasi, Pergudangan, Komunikasi g.Konstruksi
-20 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5
2012 2013 g.Industri Manufaktur
2009
g.Perdagangan Besar dan Eceran
Grafik I.19 IHSG dan Indeks Emiten Sektor Utama Jakarta 120 %, yoy
%, yoy 200
80
150
2012
2013
g.Barang Konsumsi
g.Frekuensi Saham Diperdagangkan g.Nilai Saham Diperdagangkan
100
40
50
20
0
0 -20
2011 g.Leasing
Grafik I.20 Nilai dan Frekuensi Pedagangan Saham
100
60
2010
g.Total Pembiayaan LK
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010 g.IHSG g.Indeks Emiten Properti
2011
2012
2013
g.Indeks Emiten Keuangan g.Indeks Emiten Perdagangan
-50 -100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
2011
2012
2013
Sektor konstruksi di Jakarta mengalami perlambatan pada triwulan II 2013. Sektor konstruksi tumbuh sebesar 6,3% (yoy) atau 0,2% lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan sektor konstruksi terlihat dari stagnannya konsumsi semen (Grafik I.21). Belum dimulainya berbagai proyek pembangunan prasarana maupun sarana fisik di Jakarta yang didanai anggaran belanja pemerintah ditengarai merupakan faktor utama melambatnya kinerja sektor konstruksi. Meskipun anggaran proyek konstruksi pemerintah meningkat signifikan pada tahun 2013, masih terdapat proyek multiyear yang tertahan proses perijinan dengan instansi terkait. Informasi tersebut didapatkan dari hasil liaison ke Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesi (Gapensi) pada awal Mei 2013. Selain itu juga didapatkan informasi terkait dengan risiko menipisnya margin keuntungan perusahaan konstruksi sebagai dampak dari kenaikan biaya buruh (UMP), material dan transportasi akibat dari kenaikan harga BBM. Namun hingga saat ini, kinerja emiten perusahaan konstruksi masih sangat baik terutama perusahaan konstruksi BUMN yang mengalami peningkatan profitabilitas cukup sigifikan pada semester I 2013. Hal tersebut merupakan pengaruh dari masih berlangsungnya proyek konstruksi infrastruktur yang sifatnya multiyear. Sementara itu, pembangunan konstruksi properti komersial maupun residensial di Jakarta relatif stabil pada triwulan II 2013. Hal ini terkait dengan masih kuatnya permintaan akan properti komersial terutama hunian (apartemen dan kondominium) serta suku bunga kredit properti yang
10
100 80
500 400
3,000,000
40
2,500,000
20 0
100 0
-20 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
2011
2012
MwH
Konsumsi Listrik
20% 15% 10% 5%
1,500,000
0%
1,000,000
-5%
500,000 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2010
2013
Unit
100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
2011
Produksi Kendaraan Bermotor
Sumber : CEIC
2012
2013
Grafik I.24 Pertumbuhan Produksi Manufaktur Jakarta %, yoy
2011
2011
-10%
Sumber : PLN Disjaya
Grafik I.23 Perkembangan Produksi Kendaraan Bermotor. 120.000
25%
2,000,000
-40
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
g.Konsumsi Listrik
3,500,000
60
300 200
4,000,000
2012
2013
g.Produksi Kendaraan Bermotor (rhs)
%, yoy
g.IPI (Nasional, yoy) g.Produksi Manufaktur (yoy) g.Produksi Manufaktur (qtq)
10 8 6 4 2 0 -2 -4 I
DKI Jakarta
%
Konsumsi Semen (ribu ton) g.Konsumsi Semen (rhs)
II
III
2010
IV
I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II 2013
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta
Sektor industri mengalami perlambatan pertumbuhan cukup signifikan sebesar 1,4% (yoy) pada triwulan II 2013. Sejalan dengan melambatnya ekspor, pertumbuhan sektor industri di triwulan laporan mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,9% (yoy). Meskipun demikian, produksi manufaktur Jakarta menunjukkan adanya peningkatan pada triwulan laporan yang ditengarai sebagai persiapan stok menjelang meningkatnya permintaan pada masa puasa dan Lebaran. Peningkatan produksi industri manufaktur besar dan sedang terpantau mengalami peningkatan sebesar 2,2% (qtq) atau 4,8% (yoy). Dibandingkan dengan pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI) nasional, maka kinerja produksi industri manufaktur di Jakarta jauh lebih baik (Grafik I.24). Adapun jenis industri manufaktur besar dan sedang yang mengalami kenaikan produksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq) adalah industri kendaraan bermotor, pakaian jadi (garmen) dan peralatan listrik. Secara tahunan dibandingkan dengan periode yang sama, maka peningkatan tertinggi terjadi di industri kendaraan bermotor, percetakan dan media rekaman serta bahan kimia (Tabel I.1). Kontak liaison perusahaan produsen spare part kendaraan bermotor mengonfirmasi kapasitas utilisasi yang relatif masih rendah terkait dengan investasi otomasi mesin beberapa tahun terakhir, sehingga peningkatan produksi masih dimungkinkan. Sementara itu, dari hasil liaison ke perusahaan bahan kimia dasar yang menjadi bahan baku berbagai industri hilir, didapatkan informasi penjualan yang masih cukup baik walaupun pertumbuhan relatif menurun
11
TRIWULAN II 2013
600
Regional Provinsi
Grafik I.22 Konsumsi Listrik di Jakarta
Grafik I.21 Konsumsi Semen di Jakarta
Kajian Ekonomi
relatif rendah. Merujuk pada rilis konsultan real estate Cushman & Wakefield, sekitar 431,550 meter persegi ruang kantor sedang dalam tahap konstruksi dengan target penyelesaian pada tahun 2013. Sedangkan untuk ruang ritel, saat ini ada sekitar 268,400 meter persegi dalam tahap konstruksi yang juga direncanakan akan selesai pada tahun 2013.
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
dibandingkan dengan tahun 2012. Kenaikan harga jual yang terutama disebabkan oleh kenaikan UMP dan TTL menyebabkan penurunan penjualan. Langkah yang ditempuh pelaku usaha untuk menekan biaya produksi adalah melakukan efisiensi energi yang terindikasi dari konsumsi listrik yang cenderung stagnan (Grafik I.22). Terkait dengan peningkatan produksi di industri percetakan dan media rekaman, ditengarai telah ada belanja kampanye Pemilu 2014 pada triwulan laporan, walaupun dalam level terbatas. Industri mikro dan kecil di Jakarta juga mengalami peningkatan produksi pada triwulan II 2013. Peningkatan produksi industri mikro dan kecil sebesar 9,7% (qtq) atau 21,2% (yoy). Adapun jenis industri yang mengalami pertumbuhan adalah industri makanan dan minuman, pakaian jadi, kulit dan alas kaki serta percetakan dan media rekaman (Tabel I.2). Pertumbuhan yang lebih tinggi dari industri mikro kecil didukung oleh faktor pembiayaan yang salah satunya melalui penyaluran kredit modal kerja dan UMKM di Jakarta. Peningkatan produksi makanan terutama makanan jadi, pakaian jadi (garmen) dan produk barang kulit dan alas kaki pada triwulan laporan diyakini untuk mengantisipasi peningkatan konsumsi masyarakat terkait dengan persiapan masa puasa dan Lebaran. Tabel I.2 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Jenis Industri Manufaktur
Pertumbuhan qtq Tw I
Industri Makanan Industri Tekstil
Pertumbuhan yoy
TW II
-3.47
1.90
Tw I -3.88
4.26
0.62
-3.73
5.49
4.81
-7.25
4.50
-2.10
-4.08
3.17
2.20
16.29
7.13
Industri Bahan Kimia
-0.37
2.73
6.77
4.90
Industri Logam Dasar
-2.77
-3.56
-12.28
-9.62
Industri Barang Logam (Non Mesin & Peralatan)
-1.12
2.99
2.72
1.04
Industri Peralatan Listrik
-5.77
3.62
0.49
2.06
Industri Mesin & Perlengkapan
-5.96
-2.61
-13.41
-10.45
3.00
4.75
7.06
9.41
Industri Garmen Industri Percetakan & Media Rekaman
Industri Kendaraan Bermotor
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta
Tabel I.3 Pertumbuhan Produksi Industri Mikro dan Kecil Jenis Industri
Pertumbuhan Tw II qtq
yoy
Industri Makanan
12.09
30.66
Industri Minuman
7.98
24.16
Industri Garmen
8.83
19.05
Industri Kulit dan Alas Kaki
4.28
15.37
Industri Percetakan & Media Rekaman
5.62
7.49
Industri Bahan Kimia
-0.57
2.75
Industri Karet & Plastik
-3.51
4.96
Industri Komputer & Barang Elektronik
-4.14
24.87
Industri Peralatan Listrik
-5.04
4.55
Industri Mesin & Perlengkapannya
-2.74
1.44
Industri Furniture Jasa Reparasi & Pemasangan Mesin/Peralatan
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta
12
Tw II
2.03
5.65
-4.28
6.17
Pembangunan infrastruktur pada tahun 2013 berpotensi mendorong perekonomian Jakarta dan menopang kesinambungan pertumbuhan ke depan. Salah satu elemen penting dalam pembangunan perekonomian kota (urban economy) adalah penyediaan prasarana dan sarana publik. Infrastruktur fisik serta transportasi publik memegang peranan penting. Pada tahun 2013 telah direncanakan berbagai proyek infrastruktur dan transportasi publik yang diyakini dapat mendukung akselerasi dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Berdasarkan uji elastisitas antara peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi, diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan 1% investasi berpotensi menyumbang kenaikan pertumbuhan ekonomi Jakarta sebesar 0,10% - 0,13%. Dengan asumsi adanya komitmen dalam implementasi proyek investasi infrastruktur seperti yang telah direncanakan (Tabel V.3), maka Jakarta berpotensi tumbuh lebih tinggi pada semester II 2013. Meskipun demikian, hal tersebut juga tergantung dari faktor produktivitas infrastruktur yang dibangun terutama terkait dengan efek pengganda pertumbuhan (multiplier effect). Adapun rencana pembangunan infrastruktur tersebut difokuskan pada lima jenis kegiatan atau proyek sesuai dengan visi RPJMD Provinsi DKI Jakarta, yakni pembangunan transportasi, jalan, air bersih dan sanitasi, pusat logistik, penanggulangan banjir, perumahan dan pasar. Dari kelima jenis kegiatan tersebut, alokasi terbesar masih pada pembangunan jalan yang sebagian besar dana dipakai untuk biaya pembebasan lahan. Saat ini, pembiayaan proyek infrastruktur di Jakarta yang umumnya merupakan proyek jangka panjang (multi-years) masih mengandalkan dukungan pendanaan dari Pemerintah Pusat (APBN), Pemerintah Daerah (APBD) dan sindikasi utang baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Namun, apabila swasta (public-private partnership) berperan lebih besar dengan dukungan insentif pemerintah, maka dapat diprediksi pembangunan infrastruktur di Jakarta akan semakin meningkat dan semakin besar dukungannya terhadap kinerja perekonomian. Selain faktor pembiayaan, asumsi penting lainnya dalam implementasi investasi infrastruktur adalah adanya komitmen stakeholder dalam mendukung implementasi tersebut, seperti kemudahan dalam proses perijinan, pembebasan lahan dan insentif fiskal. Tabel B1.1 Rencana Pembangunan Infrastruktur di Jakarta Kegiatan / Proyek Transportasi MRT North-South Tahap I, Lebak Bulus - Bundaran HI a. Pengadaan Armada Busway 2013 b. Peremajaan Busway Koridor 2 & 3 Pembangunan Busway Koridor 13 Pengadaan Bus Sedang Jalan 6 Ruas Tol dalam Kota Ruas JORR W2 Utara Ruas Akses Tol Tanjung Priok/ATP Air Bersih & Sanitasi Fasilitas Air Bersih Limbah Cair Pusat Logistik Pembangunan KEK Marunda Pananggulangan Banjir Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) Deep Tunnel Sodetan Ciliwung ke Kanal Banjir Timur Perumahan dan Pasar Pembangunan Pasar Benhil Rusunami
Nilai Investasi* Periode Mulai Periode Selesai Rp 15,7 triliun
2013
2016
Rp 1 triliun Rp 608 miliar Rp 1,4 triliun Rp 500 miliar
2013 2012 2013 2013
2014 2013 2015 2013
Rp 41,17 triliun Rp 2,2 triliun Rp 5,7 triliun
2013 2012 2012
2020 2013 2014
Rp 6.3 triliun Rp 13.4 triliun
2013 2013
2015 2020
Rp 1,84 triliun Rp 16 triliun Rp 500 miliar
2013 2013 2013
2017 2017 2014
Rp 1,08 triliun Rp 9,2 triliun
2013 2013
2015 2017
Rp 6 triliun
Sumber : Biro Perekonomian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
13
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Infrastruktur dan Daya Saing Ekonomi Jakarta
TRIWULAN II 2013
BOKS 1
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Semakin meningkatnya globalisasi dan kompetisi antar kota-kota metropolitan di kawasan Asia dalam menarik investasi, diperlukan adanya kebijakan strategis untuk meningkatkan daya saing Jakarta. Daya saing merupakan faktor yang tak kalah pentingnya sebagai salah satu asumsi dasar dalam mengkaji pertumbuhan ekonomi Jakarta. Pada bulan Juli 2013, unit riset di Sekolah Kebijakan Publik (School of Public Policy), National University of Singapore merilis peringkat daya saing 33 provinsi di Indonesia. Secara umum, daya saing pada 14 dari 33 provinsi di Indonesia berada di atas tingkat rata-rata nasional. Seluruh provinsi di Pulau Jawa termasuk di dalam 14 provinsi yang memiliki daya saing di atas rata-rata nasional tersebut. Adapun aspek yang menjadi pertimbangan dalam melakukan pemeringkatan daya saing daerah tersebut adalah sebagai berikut: stabilitas ekonomi makro, perencanaan pemerintah dan institusi, kondisi keuangan-bisnis dan tenaga kerja, serta kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur. Provinsi DKI Jakarta berada di posisi peringkat pertama pada survei tersebut dengan skor daya saing yang jauh di atas provinsi lainnya. Hal ini dipandang sebagai aset utama Jakarta dalam melakukan promosi investasi baik ke investor asing maupun domestik. Tabel B1.1 Peringkat Daya Saing Wilayah Rangking 1
Provinsi DKI Jakarta
Skor Daya Saing 3.2084
2
Jawa Timur
0.9111
3
Jawa Barat
0.9083
4
Kalimantan Timur
0.6212
5
Kepulauan Riau
0.3875
6
Jawa Tengah
0.2862
7
Banten
0.2649
8
Bali
0.1384
9
Riau
0.1354
10
Sumatera Utara
0.0246
Sumber : Asian Competitiveness Institute, LKY School of Public Policy, National University of Singapore
Jakarta berpotensi untuk tumbuh tinggi dengan kebijakan strategis yang tepat dan komitmen khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Dalam kaitan itu, peran Pemerintah Daerah melalui kerangka kebijakan strategis, koordinasi kebijakan dan penawaran struktur insentif merupakan hal yang penting. Tak kalah krusialnya adalah efektivitas alokasi belanja di APBD yang diarahkan untuk mendukung program pembangunan infrastruktur dan peningkatan daya saing Jakarta di masa mendatang. Pembangunan infrastruktur baik fisik maupun sumber daya manusia diyakini sebagai landasan untuk menjaga kesinambungan daya saing Jakarta, mendorong akselerasi investasi dan pembangunan berkualitas terutama dalam menghadapi integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Daya saing perekonomian Jakarta juga dipengaruhi oleh kemudahan dalam memulai usaha, selain kualitas infrastruktur dan faktor biaya produksi. Survei Doing Business 2012 yang dilakukan lembaga International Finance Corporation (IFC) – World Bank menunjukkan keunggulan Jakarta dalam hal dukungan terhadap dunia usaha, yaitu pada jumlah prosedur dan biaya perijinan untuk membuka usaha serta biaya untuk mencatatkan properti. Namun, perlu adanya peningkatan kinerja dalam menyelesaikan proses perijinan maupun registrasi atau pencatatan usaha serta properti. Selain itu, perlu juga adanya perbaikan pada proses perijinan konstruksi. Adapun upaya yang telah dilakukan Pemprov DKI Jakarta berupa pelayanan perijinan satu atap perlu terus dioptimalkan dan dikembangkan dengan layanan informasi investasi.
14
Inflasi Jakarta pada akhir triwulan II 2013 tercatat sebesar 5,67% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode akhir triwulan sebelumnya yang mencapai 5,70% (yoy). Lebih rendahnya inflasi dipengaruhi oleh koreksi harga beberapa komoditas pangan di dua bulan pertama pada triwulan laporan terutama pada komoditas hortikultura. Namun, bergulirnya rencana kenaikan harga BBM bersubsidi selama triwulan laporan menahan penurunan inflasi lebih lanjut. Di samping itu, perkembangan harga beberapa komoditas pangan strategis di pasar utama Jakarta kembali meningkat di penghujung triwulan laporan. Tekanan inflasi Jakarta yang tercatat sedikit lebih rendah pada akhir triwulan II 2013 terutama disebabkan oleh koreksi harga beberapa komoditas hortikultura. Penurunan harga terjadi pada beberapa komoditas pangan seperti bawang putih, bawang merah, dan tomat sayur selama triwulan laporan setelah sempat mengalami lonjakan kenaikan harga yang signfikan pada triwulan sebelumnya. Kebijakan pemerintah untuk merelaksasi pengaturan importasi hortikultura yang ditempuh oleh pemerintah berdampak pada membaiknya pasokan di pasar domestik. Selain itu, sebagian panen raya masih terjadi pada triwulan laporan juga turut mendukung ketersediaan pasokan beras di Jakarta. Meski demikian, secara keseluruhan inflasi kelompok komoditas yang termasuk dalam volatile food masih berada pada level yang yang cukup tinggi (Grafik II.1). Grafik II.1 Disagregasi Inflasi Jakarta 17
%,yoy
12 7 2 Inflasi IHK Adm Price
-3 -8
Core Volatile Foods
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
2009
2010
2011
2012
2013
SumberBPS : BPS Provinsi DKI Jakartapendekatan sub kelompok) Sumber: (diolah menggunakan
Membaiknya pasokan beberapa komoditas pangan di Jakarta disertai penurunan harga yang cukup besar. Hal ini antara lain terlihat dari data pasokan komoditas bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati yang kembali meningkat sejak awal triwulan laporan dan diikuti penurunan harga jual baik di tingkat eceran maupun grosir. Meski demikian, penurunan harga bawang merah yang terjadi belum mampu membawa tingkat harga kembali ke rata-rata selama 2011-2012 (Grafik II.2). Sementara itu, harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang relatif masih stabil didukung panen raya yang berlangsung di sejumlah daerah sentra pemasok utama beras (Grafik II.3). Tekanan kenaikan harga masih terlihat pada komoditas cabai dan daging sapi (Grafik II.4 dan Grafik II.5). Terbatasnya
15
TRIWULAN II 2013
INFLASI
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
BAB II
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
pasokan komoditas cabai dipengaruhi oleh terjadinya gagal panen di sejumlah daerah sentra karena faktor cuaca, sedangkan tingginya harga daging sapi terkait dengan permasalah kuota impor yang masih belum teratasi pada akhir triwulan laporan. Solusi penambahan kuota impor daging sapi terkendala oleh tingginya biaya transportasi dari daerah pemasok ke Jakarta. Grafik II.2 Pasokan dan Harga Bawang Merah di Pasar Induk Kramat Jati Rp/kg 70.000
TRIWULAN II 2013
60.000
Pasokan Bawang Merah, Rhs Harga Bawang Merah Grosir Harga Bawang Merah Eceran
50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0
Grafik II.3 Pasokan dan Harga Beras Di Pasar Induk Beras Cipinang Ton/Mgu 1.100 1.000 900 800 700 600 500 400 300 200
1313135242424131313524242424241313135242424131352424241313135242 4
Rp/Kg 10.000 9.500
2012
20.000
8.500
17.000
8.000
14.000
7.500
11.000
7.000
8.000
6.500
5.000
6.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013
2011
50.000
2012
2013
Sumber : DKP Provinsi DKI Jakarta
Grafik II.5 Harga Daging Ayam, Telur Ayam, dan Daging Sapi di Jakarta
Grafik II.4 Pasokan dan Harga Cabai di Pasar Induk Kramat Jati Rp/kg
2.000 13131352424241313135242424242413131352424241313524242413131352424
Sumber : DKP Provinsi DKI Jakarta
60.000
23.000
9.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2011
Ton/Mgu
Pasokan Beras PIBC (rhs) Harga Beras Grosir Harga Beras Eceran
Pasokan Cabe Merah TW (rhs) Harga Cabe Tw Grosir Harga Cabe Tw Eceran
Ton/Mgu
Rp/Kg
1.400
35.000
1.200
30.000
40.000
1.000
30.000
800
20.000
600
10.000
400
15.000
200
10.000
0
Rp/Kg
Daging Ayam Telur Ayam Daging Sapi (rhs)
107.000 102.000 97.000 92.000 87.000 82.000 77.000 72.000 67.000 62.000
25.000 20.000
13131352424241313135242424242413131352424241313524242413131352424
13131352424241313135242424242413131352424241313524242413131352424
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6
2011
Sumber : DKP Provinsi DKI Jakarta
2012
2013
2011
2012
2013
Sumber : DKP Provinsi DKI Jakarta
Namun, bergulirnya rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sepanjang triwulan laporan menyebabkan tertahannya penurunan laju inflasi lebih lanjut. Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan inflasi mengalami peningkatan sebagaimana terindikasi pada hasil survei konsumen sehingga diperkirakan turut memicu kenaikan tekanan inflasi (Grafik II.6). Inflasi dari komponen administered prices juga mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan TTL tahap kedua di April 2013 yang dampaknya dirasakan pada Mei atau Juni 2013. Selain itu, di Jakarta juga terjadi penyesuaian harga bahan bakar rumah tangga, utamanya LPG 12 kg walaupun secara resmi belum ada kenaikan harga. Penyesuaian harga tersebut disebabkan oleh adanya perubahan pola distribusi LPG 12 kg dari pola Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji menjadi pola Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Elpiji Khusus. Perubahan pola distribusi tersebut menyebabkan harga jual LPG 12 kg dari agen ke konsumen akan berbeda-beda sesuai dengan jarak distribusi.
16
250
Indeks Ekspektasi Harga
Indeks
Inflasi
% yoy
7 6
200
5 150
4
100
3 2
50
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2011
2012
2013
% , mtm Inflasi Emas Perhiasan Jakarta 14 Rata-rata Harga Emas Nasional 12 10 8 6 4 2 0 -2 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 -4 2011 2012 2013 -6 -8
Sumber : CEIC dan BPS Provinsi DKI Jakarta
17
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Grafik II.7 Harga Emas Global dan Inflasi Emas Perhiasan di Jakarta
Kajian Ekonomi
Grafik II.6 Ekspektasi Inflasi Masyarakat Jakarta
TRIWULAN II 2013
Dari sisi inflasi inti, tren penurunan harga emas global menyebabkan deflasi emas yang cukup signifikan meskipun tidak sedalam koreksi yang terjadi pada periode sebelumnya. Berlanjutnya penurunan harga emas terkait dengan dinamika ekonomi global yang masih dibayangi tingginya ketidakpastian. Sementara, kenaikan tarif angkutan udara terjadi pada triwulan laporan sejalan dengan aktivitas usaha (bisnis) yang relatif tinggi di Jakarta. Kenaikan harga sewa rumah juga terpantau yang ditengarai sebagai dampak dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) fase kedua dan peningkatan ekspektasi inflasi terkait dengan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
BOKS 2 Kenaikan Harga Properti
Inflasi subkelompok biaya tempat tinggal Jakarta mengalami kenaikan yang cukup signifikan sejak akhir tahun 2012. Pada triwulan II 2013, inflasi biaya tempat tinggal Jakarta mencapai 5,45% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 2,30% (yoy). Kenaikan inflasi biaya tempat tinggal ini diperkirakan dipengaruhi oleh kenaikan harga properti yang meningkat cukup signifikan sepanjang paruh pertama 2013. Grafik BII.1 Inflasi Biaya Tempat Tinggal Jakarta
7
Grafik BII.2 Excess Demand Sewa Properti Komersial Jabodetabek
%, yoy
6
5,45
5
M2 -800
2011 I
II
III
2012 IV
I
II
III
2013 IV
I
-600
4
-400
3
-200
2 1
0
0
200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta
2012
2013
400 Perkantoran
Ritel
M2 -400,000 -350,000 -300,000 -250,000 -200,000 -150,000 -100,000 -50,000 0 50,000 100,000
Apartemen (skala kiri)
Keterangan: negatif berarti tambahan pasokan lebih rendah dari tambahan permintaan
Selain karena tingginya permintaan masyarakat akan properti, baik untuk kebutuhan tempat tinggal maupun untuk ruang usaha, laju pasokan properti yang belum dapat mengimbangi permintaan juga diperkirakan memengaruhi kenaikan harga properti di Jakarta. Berdasarkan hasil survei lembaga riset properti internasional di Jakarta, harga sewa properti (asking base rental rates) baik untuk perkantoran, ritel, dan industri serta harga jual apartemen terus mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan. Kenaikan harga properti ini diperkirakan akan terus berlanjut mengingat sebagian besar properti yang tengah dibangun saat ini telah mendapatkan komitmen pembelian di awal. Sebagai contoh, berdasarkan data lembaga riset properti internasional di Jakarta, dari total 313.500 meter persegi pembangunan lahan untuk retail yang akan diselesaikan pada tahun 2013, sekitar 82% telah terjual melalui transaksi pembelian di muka. Dari sisi properti residensial, peningkatan harga rumah untuk tempat tinggal di Jakarta terutama terjadi pada rumah tinggal berukuran kecil (tipe 27-45 m²). Berdasarkan hasil survei properti residensial yang dilakukan oleh Bank Indonesia, kenaikan harga rumah tinggal berukuran kecil pada triwulan II 2013 tercatat mencapai ±19%, jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga rumah tinggal berukuran sedang (tipe 46-70 m²) dan besar (tipe > 70 m²) yang masing-masing tercatat sebesar ±7% dan ±9%. Tingginya kenaikan harga rumah tinggal berukuran kecil diperkirakan disebabkan oleh masih tingginya permintaan masyarakat untuk rumah pertama, yang biasanya merupakan rumah berukuran kecil. Selain itu, beberapa faktor lain seperti harga tanah, harga bahan bangunan, upah buruh dan biaya perizinan diperkirakan turut mendorong meningkatnya harga rumah tipe kecil. Perkembangan harga yang cukup akseleratif ini perlu dicermati, khususnya
18
Grafik BII.3 Perkembangan Indeks Harga Rumah Jakarta 2013 25
% yoy
Kecil
Sedang
Besar
20 15 10 5 0 I
II
Hal lain yang juga patut diwaspadai adalah perkembangan harga apartemen di Jakarta yang terus berada dalam tren yang meningkat. Hal ini sebagaimana tercermin pada rasio rent to price apartemen di Jabodetabek yang cenderung terus menurun. Kondisi ini perlu diwaspadai manakala angsuran kredit apartemen dibiayai dari hasil sewa. Jika dilihat dari sisi pembiayaan perbankan, pertumbuhan kredit yang disalurkan untuk kepemilikan apartemen di Jakarta berada dalam level yang cukup tinggi mencapai lebih dari 50% (yoy) per tahun. Pertumbuhan kredit untuk apartemen dengan luas di bawah 70 meter persegi mencapai ±110% pada Mei 2013 dan berada dalam tren yang meningkat. Tingkat pertumbuhan kredit yang tinggi tersebut patut diwaspadai, mengingat level nonperforming loan (NPL) masih di atas level aman 5%. Bahkan NPL KPA tipe di bawah 70 m² yang disalurkan Bank Persero dan Bank Pembangunan daerah (BPD) di atas 9%. Sementara itu, NPL untuk KPA tipe di atas 70 m² justru relatif lebih rendah, kecuali yang disalurkan oleh Bank Asing lebih dari 7%. Grafik BII.4 Rasio Rent to Price
19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
%
Grafik BII.5 Perkembangan Penyaluran Kredit Pemilikan Apartemen di Jakarta 180 160 140 120 100 80 60
rent to price ratio
% , yoy
KPA <70
KPA >70
40 20 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2008
2009
2010
2011
2012
2013
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2011
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
pada pemenuhan kebutuhan masyakarat berpenghasilan rendah terhadap perumahan. Selain itu, tambahan pasokan rumah tipe kecil yang relatif terbatas dibandingkan kebutuhannya diperkirakan dapat meningkatkan harga rumah tipe ini lebih tinggi lagi ke depannya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kemampuan pengembang untuk membangun rumah hanya sekitar 200 ribu hingga 300 ribu unit setiap tahunnya sementara kebutuhan rumah diperkirakan mencapai lebih dari 350 ribu unit. Dalam kaitan itu, Perum Perumnas berencana untuk membangun 15 tower rumah susun sederhana milik (Rusunami) di wilayah Cengkareng dengan nilai investasi mencapai Rp100 Miliar untuk setiap tower. Pembangunan rusunami tersebut akan dimulai tahun ini dan diperkirakan selesai dalam dua tahun ke depan.
2012
2013
19
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Grafik BII.7 Perkembangan NPL KPA < 70 m² di Jakarta
Grafik BII.6 Perkembangan NPL Kredit Pemilikan Apartemen di Jakarta 16
%
%
18
14
16
12
14
10
12
8
10
6
8
4
4
2
2
-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2011
2012 KPA < 70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2013
2011
2012
B. Persero B. Asing dan Campuran
KPA > 70
Grafik BII.8 Perkembangan NPL KPA > 70 m² di Jakarta 60
B. Persero B. Swasta Nasional B. Asing & Campuran BPD
50 40 30 20 10 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011
20
2012
2013
2013 B. Swasta Nasional BPD
Penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di Jakarta pada akhir triwulan laporan menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan penyaluran kredit terutama terjadi pada kredit investasi. Sedangkan pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja masih mengalami perlambatan. Hal tersebut diperkirakan terkait dengan melemahnya kegiatan ekonomi. Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara risiko kredit tercatat relatif rendah. Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan juga mengindikasikan adanya tren peningkatan. Sementara itu, aktivitas transaksi pembayaran tercatat mengalami peningkatan pada triwulan laporan.
A.
Intermediasi Perbankan
Kinerja perbankan Jakarta mengindikasikan kegiatan intermediasi perbankan yang masih melambat pada triwulan II 2013 (data hingga Mei 2013). Pertumbuhan kredit berada pada kisaran 18,8% untuk kredit berdasarkan lokasi bank dan 22,1% untuk kredit berdasarkan lokasi proyek, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan berdasarkan lokasi proyek di Jakarta, pertumbuhan kredit juga meningkat sebesar 20,5% dibandingkan triwulan sebelumnya maupun dengan periode yang sama pada tahun 2012. Penghimpunan dana masyarakat mengalami pertumbuhan yang meningkat menjadi sebesar 17,0% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,0%, meskipun juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Rasio kredit terhadap penghimpunan dana masyarakat (Loan to Deposit Ratio) pada triwulan laporan sedikit meningkat (masing-masing sebesar 84,4% berdasarkan lokasi bank dan 57,3% berdasarkan lokasi proyek). Angka LDR tersebut masih relatif tinggi dan mengindikasikan stabilnya dukungan perbankan pada sektor riil dan kinerja perekonomian secara umum. Sementara risiko kredit sebagaimana tercermin pada indikator nonperforming loan (NPL) tercatat rendah sebesar 1.4%. Angka NPL tersebut terus mengalami penurunan dalam beberapa triwulan terakhir yang mengindikasikan masih cukup amannya kondisi perbankan di Jakarta saat ini. Tabel III.1 Beberapa Indikator Perbankan Jakarta Uraian DPK
Satuan Rp Miliar
2010
2011
IV
IV
1,197,604.1
2012
1,417,266.2
I
II
1,410,500.2
1,458,754.8
2013 III
1,510,724.1
IV
I
1,629,584.9
1,636,099.2
II 1,707,248.7
Pertumbuhan
(%, yoy)
20.3
18.3
19.5
21.8
20.3
15.0
16.0
17.0
Kredit Lokasi Bank
Rp Miliar
864,129.6
1,080,426.0
1,113,626.0
1,179,123.6
1,242,779.1
1,310,521.5
1,348,079.8
1,440,273.7
Pertumbuhan
(%, yoy)
21.7
25.0
27.4
29.0
21.6
21.3
21.1
22.1
Kredit Lokasi Proyek
Rp Miliar
697,876.8
743,686.3
762,133.0
812,056.7
843,753.0
896,902.9
905,123.4
978,576.0
Pertumbuhan
(%, yoy)
34.1
6.6
17.8
19.0
13.8
20.6
18.8
20.5
LDR Lokasi Bank
(%)
72.2
76.2
79.0
80.8
82.3
80.4
82.4
84.4
LDR Lokasi Proyek
(%)
58.3
52.5
54.0
55.7
55.9
55.0
55.3
57.3
NPL
(%)
2.9
2.1
2.1
2.0
1.7
1.6
1.5
1.4
21
TRIWULAN II 2013
PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Bab III
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
1. Penghimpunan Dana Masyarakat Dana masyarakat yang dihimpun oleh perbankan Jakarta masih mampu tumbuh meningkat pada triwulan laporan. Indikator Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 17,0% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,0% (yoy) (Grafik III.2). DPK perbankan Jakarta didominasi oleh Deposito dengan pangsa mencapai ±50% diikuti oleh Giro (±30%) dan Tabungan (±20%). DPK dalam bentuk Deposito mengalami pertumbuhan sebesar 16,5% (yoy) pada triwulan II, sementara Giro dan Tabungan tumbuh masing-masing sebesar 14,2% dan 14,9%. Grafik III.2 DPK Perbankan Jakarta
Grafik III.1 LDR Perbankan Jakarta 65
%
35
% 85
Kredit Lokasi Proyek Kredit Lokasi Bank (rhs)
%, yoy
Total
Giro
Tabungan
Deposito
30 80
25
60 20 75
15
55
10
70
5 65
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6
2009
2010
2011
2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6
2009
2013
2010
2011
2012
2013
2. Penyaluran Kredit Penyaluran kredit perbankan Jakarta tumbuh meningkat pada triwulan II 2013 dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit berdasarkan lokasi bank mencapai 22,1% (yoy), meningkat 1% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara penyaluran kredit ke proyek-proyek yang berlokasi di Jakarta juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 20,5% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 18,8% (yoy). Tabel III.2 Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Usaha Uraian
Satuan
Kredit Modal Kerja Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Investasi Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Konsumsi Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa
22
2010 IV
2011 IV
I
II
2012
III
IV
I
2013
II
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
454,032.9 27.6 8.0 52.5
556,952.6 22.7 5.0 51.5
574,258.3 31.1 3.1 51.6
621,156.4 34.6 12.4 52.7
645,458.9 21.7 3.0 51.9
683,532.3 22.7 5.9 52.2
716,822.5 24.8 4.9 53.2
749,043.8 19.5 4.5 52.0
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
219,272.0 13.8 4.8 25.4
286,403.4 30.6 7.2 26.5
300,168.6 27.0 4.8 27.0
310,890.9 26.5 6.3 26.4
340,327.6 27.4 6.0 27.4
357,343.2 24.8 5.0 27.3
366,453.0 22.1 2.5 27.2
416,858.1 29.9 13.8 28.9
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
190,824.7 18.2 4.8 22.1
237,070.0 24.2 5.8 21.9
239,198.3 19.7 0.9 21.5
247,075.8 19.6 7.1 21.0
256,992.7 14.7 1.6 20.7
269,646.0 13.7 4.9 20.6
264,804.2 10.7 (1.8) 19.6
274,371.8 8.5 3.6 19.0
4.
Kredit UMKM (Lokasi Proyek)
Perkembangan kredit UMKM hingga triwulan II 2013 relatif stabil. Kredit UMKM Jakarta pada triwulan laporan tercatat tumbuh 16,2% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 16,7% (yoy). Namun, penyaluran kredit UMKM secara nominal masih mencatatkan peningkatan. Angka pertumbuhan kredit UMKM di Jakarta lebih rendah dibandingkan angka pertumbuhan kredit UMKM di Kawasan lainnya, walaupun secara pangsa penyaluran kredit UMKM merupakan yang terbesar dengan pangsa mencapai kurang lebih 17%. Grafik III.3 Perkembangan Kredit UMKM % yoy 30
Kredit UMKM (skala kanan)
Grafik III.4 Perkembangan Kredit Modal Kerja Miliar Rp 120,000
g.Kredit UMKM
20
100,000
10
80,000
0
60,000
-10
40,000
-20
20,000
-30
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011
2012
2013
Triliun Rp 900 800 700 600 500 400 300 200 100 -
% , yoy
Penyaluran Kredit Modal Kerja g.Kredit Modal Kerja (skala kanan)
40 35 30 25 20 15 10 5 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011
2012
2013
Dilihat secara sektoral, kredit sektor dengan pangsa tertinggi, yaitu Kredit Industri, Kredit Perdagangan, dan, Kredit Jasa Dunia Usaha tumbuh stabil dengan kecenderungan meningkat, masing-masing sebesar 25,6%, 20,3%, dan 20,9% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit di ketiga sektor utama dengan pangsa kredit terbesar tersebut sangat dipengaruhi oleh dinamika perekonomian Jakarta. Stabilnya penyaluran kredit di ketiga sektor tersebut di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan ekspektasi dan secara tidak langsung memberikan indikasi belum adanya potensi risiko yang cukup besar maupun adanya peralihan pangsa kredit sektoral yang bersifat struktural.
23
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan kredit terjadi pada kredit investasi, sedangkan kredit modal kerja maupun konsumsi melambat di triwulan II 2013. Kredit investasi tumbuh sedikit meningkat sebesar 29,9% (yoy) di tengah terbatasnya pertumbuhan investasi terutama yang bersumber dari PMDN. Hal ini tak lepas dari masih kuatnya permintaan domestik. Di sisi lain, kredit modal kerja yang memiliki pangsa terbesar di Jakarta tumbuh melambat sebesar 19,5% (yoy). Dibandingkan dengan periode yang sama di 2012, pertumbuhan kredit modal kerja melambat signifikan. Pertumbuhan kredit konsumsi juga mengalami perlambatan sebesar 8,5% (yoy). Adapun pangsa kredit konsumsi konsisten melambat selama beberapa tahun terakhir sejalan di tengah semakin variatif dan kompetitifnya produk kredit konsumsi.
Kajian Ekonomi
Risiko Kredit Perbankan
TRIWULAN II 2013
3.
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Tabel III.3 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektoral Uraian Kredit Industri Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Lain-lain Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Jasa DU Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Perdagangan Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Pengangkutan Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Konstruksi Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Pertanian Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Pertambangan Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Kredit Listrik, Air, Gas Level Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa
Satuan
2010 IV
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
148,076.9 6.1 4.0 17.1
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
2011 IV
2012
2013
I
II
III
IV
I
II
190,414.4 28.6 4.5 17.6
203,558.0 36.6 6.9 18.3
217,813.3 34.1 7.0 18.2
240,290.1 31.9 10.3 19.3
250,179.6 258,707.6 277,364.8 31.4 27.1 27.3 4.1 3.4 7.2 19.1 19.4 19.5
211,481.9 31.0 6.4 24.5
270,907.9 28.1 12.5 25.1
253,074.0 16.6 (6.6) 22.7
269,773.7 15.9 6.6 22.5
268,711.9 11.6 (0.4) 21.6
289,799.9 278,859.6 278,124.4 7.0 10.2 3.1 7.8 (3.8) (0.3) 22.1 20.9 19.5
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
136,664.8 24.6 10.7 15.8
168,179.6 23.1 2.4 15.6
181,928.0 28.5 8.2 16.3
192,270.7 26.2 5.7 16.0
198,499.0 20.8 3.2 16.0
206,541.6 211,798.1 233,752.3 22.8 16.4 21.6 4.1 2.5 10.4 15.8 15.8 16.4
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
125,553.0 21.5 11.1 14.5
144,796.1 15.3 5.7 13.4
146,772.0 27.3 1.4 13.2
176,701.7 39.7 20.4 14.7
177,108.4 29.3 0.2 14.3
200,606.3 215,800.5 236,364.6 38.5 47.0 33.8 13.3 7.6 9.5 15.3 16.1 16.6
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
53,125.5 (5.6) (1.6) 6.1
65,219.8 22.8 8.6 6.0
68,064.0 22.2 4.4 6.1
75,614.1 26.0 11.1 6.3
77,195.2 28.6 2.1 6.2
81,049.3 24.3 5.0 6.2
84,605.4 24.3 4.4 6.3
92,468.3 22.3 9.3 6.5
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
34,762.9 (5.1) (3.4) 4.0
39,052.8 12.3 0.4 3.6
43,483.0 19.9 11.3 3.9
48,542.8 33.4 11.6 4.0
51,422.8 32.2 5.9 4.1
47.780.6 22.3 (7.1) 3.6
47,032.5 8.2 (1.6) 3.5
54,539.6 12.4 16.0 3.8
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
46,716.9 37.3 5.7 5.4
52,509.4 12.4 5.6 4.9
54,829.0 20.2 4.4 409
59,893.7 24.6 9.2 5.0
58,640.5 17.9 (2.1) 4.7
61,453.3 17.0 4.8 4.7
61,508.9 12.2 01 4.6
64,874.4 8.3 5.5 4.6
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
54,992.9 44.4 12.1 6.4
76,849.0 39.7 11.8 7.1
77.179.0 31.9 04 6.9
79,470.6 28.2 3.0 6.6
79,746.2 16.0 0.3 6.4
90,598.1 17.9 13.6 6.9
91,158.6 18.1 0.6 6.8
95,661.6 20.4 4.9 6.7
Rp Miliar (%, y-o-y) (%, q-t-q) (%)
31,274.2 40.4 17.4 3.6
42,217.7 35.0 (17.0) 3.9
56,417.0 81.4 33.6 5.1
52,142.9 38.7 (7.6) 4.3
63,141.5 24.1 21.1 5.1
53,760.3 27.3 (14.9) 4.1
57,575.2 2.1 7.1 4.3
63,738.0 22.2 10.7 4.5
Risiko kredit perbankan hingga triwulan II 2013 masih terjaga pada level aman. Meskipun perekonomian domestik mulai dibayangi oleh kondisi ketidakpastian perekonomian global, namun fundamental perekonomian masih cukup kuat. Hal ini berdampak pada terjaganya risiko kredit pada level yang rendah. Secara umum rasio NPL kredit perbankan Jakarta pada triwulan II 2013 (hingga Mei 2013) stabil pada level 1,6%. Berdasarkan jenis penggunaannya, rasio NPL kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing sebesar 1,6%, 1,5%, dan 1,8%. Sementara secara sektoral, rasio NPL beberapa sektor yang memiliki profil risiko yang cukup tinggi juga mengalami penurunan dan masih berada di bawah level 5%.
24
Grafik III.6 NPL Sektor Ekonomi Utama 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Investasi Batas NPL
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5
2009
B.
2010
2011
2012
%
Konstruksi Peng., Pergd., dan Kom. Industri Pengolahan Perdg, Rest, dan Hotel
batas
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5
2013
2009
2010
2011
2012
2013
Sistem Pembayaran
Sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian masyarakat, rata-rata volume maupun nilai transaksi secara umum mengalami peningkatan pada triwulan II 2013. Nilai transaksi RTGS pada triwulan II 2013 tercatat sebesar Rp101,5 triliun per hari atau sebanyak 25.244 transaksi per hari, meningkat dibandingkan volume dan nilai triwulan sebelumnya yang masing-masing mencapai Rp82,0 triliun dengan 23.928 transaksi per hari. Rata-rata transaksi harian melalui kliring pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar Rp5,0 triliun dengan volume rata-rata 251.595 warkat. Sementara itu, meningkatnya kebutuhan uang masyarakat memasuki masa libur sekolah, bulan puasa, dan persiapan menjelang Lebaran menyebabkan terjadinya peningkatan outflow uang tunai. Dengan peningkatan outflow, rata-rata arus uang tunai di Jakarta menyebabkan terjadinya netflow negatif sebesar Rp14,9 triliun. Tabel III.5 Transaksi RTGS Harian 2011
2012
2013
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
RTGS (Rp Miliar)
87,926
84,200
92,211
84,435
64,369
90,311
89,864
95,589
82,003
101,507
Dari Jakarta
52,455
49,879
53,513
47,978
37,882
51,407
53,107
55,280
49,866
61,284
Ke Jakarta (f-t)
16,412
16,158
16,759
14,567
11,097
15,412
15,405
16,768
13,840
16,924
Ke Luar Jakarta (f)
36,043
33,718
36,753
33,411
26,785
35,995
37,702
38,512
36,025
44,360
35,507
34,324
38,698
36,457
26,487
38,904
36,757
40,309
32,137
40,222
35,507
34,324
38,698
36,457
26,487
38,904
36,757
40,309
32,137
40,222
RTGS (Volume)
23,801
22,113
24,770
22,448
19,754
23,312
23,634
25,932
23,928
25,244
Dari Jakarta)
14,764
13,721
15,488
13,780
12,196
14,815
15,258
16,799
15,516
16,505
Ke Jakarta Dari Luar Jakarta (t)
Ke Jakarta (f-t) Ke Luar Jakarta (f) Ke Jakarta Dari Luar Jakarta (t)
DKI Jakarta
Modal Kerja
Regional Provinsi
Konsumsi
6.00
3,279
3,059
3,452
3,249
2,763
3,274
3,336
3,779
3,319
3,597
11,485
10,662
12,037
10,531
9,433
11,541
11,921
13,020
12,197
12,908
9,037
8,393
9,281
8,668
7,558
8,497
8,377
9,134
8,412
8,740
9,037
8,393
9,281
8,668
7,558
8,497
8,377
9,134
8,412
8,740
25
TRIWULAN II 2013
7.00 %
Kajian Ekonomi
Grafik III.5 NPL Jenis Penggunaan
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Triwulan
2010
2011
TRIWULAN II 2013
Grafik III.7 NPLs Jenis Penggunaan
Tabel III.6 Rata-rata Harian Transaksi Kliring
2012
2013
26
Volume
Nominal (Miliar Rupiah)
I
213,993
3,415
II
229,304
3,604
III
241,849
3,743
IV
256,895
3,954
I
249,729
3,866
II
258,233
4,098
III
283,837
4,436
IV
280,411
4,282
I
251,732
4,180
II
292,086
4,611
III
295,417
4,697
IV
317,670
5,087
I
258,027
4,692
II
251,595
4,971
24000 22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 -2000
Miliar Rp
Miliar Rp
15000 10000 5000 0 -5000 -10000 -15000 -20000 -25000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2011 Inflow
2012 Outflow
2013 Net Flow (skala kanan)
Realisasi belanja Pemprov DKI Jakarta tercatat sebesar Rp10,5 triliun atau 23% dari anggaran yang ditetapkan. Penyerapan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penyerapan belanja modal yang rendah pada triwulan laporan berkontribusi terhadap rendahnya realisasi belanja. Hal tersebut disebabkan oleh permasalahan teknis dan proses pengadaan. Di samping itu, mundurnya pencairan gaji ke-13 PNS diperkirakan turut memengaruhi penyerapan belanja. Sementara itu, realisasi penerimaan pada triwulan II 2013 sebesar Rp16,2 triliun atau 39,1% dari target yang ditetapkan.
A. Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan APBD DKI Jakarta hingga triwulan II 2013 mencapai 39,1% atau sebesar 16,2 triliun. Terlambatnya pengesahan APBD Pemprov DKI diperkirakan turut berperan dalam menyebabkan realisasi pendapatan hingga triwulan II 2013 yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama di 2012 sebesar Rp14,7 triliun atau 48% dari total anggaran. Dari keseluruhan pendapatan APBD DKI Jakarta, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berhasil terserap sebesar 42,2% dari total anggaran PAD atau senilai Rp11,3 triliun. Realisasi PAD terbesar bersumber dari Pajak daerah senilai Rp10,1 triliun (46%). Di sisi lain, penerimaan dari retribusi daerah masih relatif rendah yakni Rp159,1 miliar atau baru 10,6%, sangat jauh di bawah realisasi penerimaan dari retribusi pada triwulan II tahun lalu. Khusus terkait dengan kinerja penerimaan pajak dan restribusi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengajukan tarif baru untuk parkir jalan kepada DPRD. Kenaikan tarif diusulkan 4 kali lipat dari tarif parkir jalan saat ini (dari Rp2,000 menjadi Rp8,000 per jam) yang diperkirakan dapat meningkatkan peningkatan PAD dari retribusi secara signifikan. Pendapatan restribusi daerah dari parkir tahun 2012 lalu mencapai Rp24,3 miliar, sedangkan untuk tahun ini ditargetkan mencapai Rp26,2 miliar. Jika diberlakukan tarif baru, diperkirakan PAD dari retribusi parkir dapat melonjak hingga dua kali lipat. Selain untuk meningkatkan pendapatan, kenaikan tarif parkir juga untuk membatasi penggunaan kendaran bermotor pribadi dan mendorong penggunaan parkir gedung. Rendahnya realisasi PAD juga terkait dengan masih minimalnya pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah (yang dipisahkan) yang baru mencapai 25,6%. Sementara itu, pendapatan transfer terserap sekitar Rp5 triliun atau 45%, relatif sama dengan pola serapan di tahun 2012. Pendapatan transfer terutama dari dana perimbangan mengalami kenaikan baik yang bersumber dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak. Sedangkan, serapan dari pendapatan transfer dari dana alokasi umum dan dana penyesuaian mengalami penurunan hingga triwulan berjalan.
27
TRIWULAN II 2013
KEUANGAN PEMERINTAH
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
BAB IV
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Tabel IV.1 Perkembangan Pendapatan APBD DKI Jakarta, 2011-2013 APBD 2012
APBD 2013
Anggaran (miliar Rp)
Kumulatif Realisasi Tw II (miliar Rp)
PENDAPATAN
30,642.7
14,710.6
PAD
18,685.0 15,625.0
Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
URAIAN
Pajak Daerah
Lain-lain PAD PENDAPATAN TRANSFER Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak
Anggaran (miliar Rp)
Kumulatif Realisasi Tw II* (miliar Rp)
48.01
41,525.3
16,239.5
39.1
10,072.0
53.9
26,670.4
11,264.7
42.2
8,240.8
52.7
21,918.0
10,081.0
46.0
500.0
755.2
151.0
1,500.0
159.1
10.6
360.0
226.0
62.8
415.2
106.4
25.6
Serap (%)
Serap (%)
2,200.0
850.0
38.6
2,837.2
918.3
32.4
10,424.6
4,638.6
44.5
11,065.5
4,974.3
45.0
9,111.5
3,588.4
39.4
9,249.0
4,282.6
46.3
8,750.0
3,541.5
40.5
8,692.2
3.998.6
46.0
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
151.6
46.9
30.9
255.6
134.4
52.6
Dana Alokasi Umum
209.9
160.6
76.5
301.2
150.0
49.8
Dana Alokasi Khusus
-
-
-
-
-
-
1,313.1
889.6
67.7
1,816.6
691.7
38.1
-
-
-
-
67.7
1,816.6
691.7
38.1
-
-
-
-
-
-
-
Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan Bagi Hasil Pajak Pendapatan Bagi Hasil Lainnya LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah
1,313.1
889.6
-
-
-
-
1,533.1
-
-
3.789.4
-
-
1,533.1
-
-
3.789.4
-
-
Pendapatan Dana Darurat
-
-
-
-
-
-
Pendapatan Lainnya
-
-
-
-
-
-
Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta *) Angka sementara
B. Belanja Daerah Belanja APDB DKI Jakarta hingga triwulan II 2013 tercatat sebesar Rp10,5 triliun atau 23% dari total anggaran belanja. Realisasi belanja tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2012 yang mencapai 29,5% dari total anggaran belanja. Salah satu faktor realisasi belanja yang rendah tersebut adalah mundurnya pencairan gaji ke-13 PNS yang pada tahun 2012 dilakukan pada triwulan II 2013. Realisasi belanja pada triwulan laporan didukung oleh belanja operasi sebesar Rp10 triliun atau 33,6% dari total anggarannya. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2012, serapan belanja bantuan sosial jauh lebih tinggi di tahun 2013. Sementara itu, belanja modal baik untuk pembelian tanah, peralatan dan mesin, gedung, jalan, dan aset tetap lainnya masih sangat kecil, yakni sebesar 3% atau senilai Rp465,4 miliar. Penyerapan belanja modal tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan serapan pada periode yang sama di 2012. Di tengah berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk mengakselerasi realisasi belanja, masih ditemui berbagai masalah terkait dengan proses administrasi pengadaan terutama untuk pengadaan jasa dimana proses kualifikasi vendor merupakan hal yang krusial. Selain itu juga ditemui berbagai masalah teknis pada implementasi program. Sejumlah SKPD
28
Anggaran (miliar Rp)
BELANJA
33,827.0
9,960.7
BELANJA OPERASI
URAIAN
Anggaran (miliar Rp)
Kumulatif Realisasi Tw II* (miliar Rp)
29.4
45,576.3
10,482.1
23.0
Serap (%)
Serap (%)
22,823.3
9,062.0
39.7
29,735.3
9,997.8
33.6
Belanja Pegawai
11,405.9
4,826.8
42.3
12,808.9
4,800.2
37.5
Belanja Barang
10,013.2
3,360.5
33.6
13,300.7
4,227.8
31.8
Belanja Bunga
4.4
1.7
39.4
4.4
1.2
28.2
Belanja Hibah
1,367.2
870.8
63.7
2,023.3
786.6
38.9
31.2
2.2
7.2
1,551.7
182.0
11.7
1.4
-
-
46.4
0.0
Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan Belanja MODAL
10,944.4
895.9
8.2
15,732.6
465.4
3.0
Belanja Tanah
-
-
-
4,016.2
-
-
Belanja Peralatan dan Mesin
-
-
-
5,114.8
-
-
Belanja Gedung dan Bangunan
-
-
-
3,322.5
-
-
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan
-
-
-
2,425.7
-
-
Belanja Aset Tetap Lainnya
DKI Jakarta
APBD 2013
Kumulatif Realisasi Tw II (miliar Rp)
-
-
-
853.3
-
-
BELANJA TIDAK TERDUGA
59.4
2.8
4.7
108.4
18.9
17.4
Belanja Tidak Terduga
59.4
-
-
108.4
18.9
17.4
TRANSFER
-
-
-
-
-
-
Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota/Desa
-
-
-
-
-
-
Bagi Hasil Retribusi ke Kab/Kota/Desa
-
-
-
-
-
-
Bagi Hasil Lainnya ke Kab/Kota/Desa
-
-
-
-
-
-
Transfer Lainnya ke Kab/Kota/Desa
-
-
-
-
-
-
Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta *) Angka sementara
Pada awal triwulan laporan, Pemprov DKI Jakarta telah mengajukan APBD Perubahan 2013 menjadi Rp50,1 triliun yang sedang dalam tahap pembahasan. Perubahan APBD tersebut tidak terlalu besar mengingat perubahan lebih disebabkan oleh peralihan atau penggantian kegiatan serta adanya beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengembalikan anggaran belanja yang tidak terserap. Anggaran yang dikembalikan tersebut akan digunakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) kepada 3 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni Bank DKI, PT. Jakarta Propertindo, dan PD. Sarana Jaya.
29
TRIWULAN II 2013
APBD 2012
Regional Provinsi
Tabel IV.2 Perkembangan Belanja APBD DKI Jakarta, 2011-2013
Kajian Ekonomi
juga mengembalikan dana anggaran yang tidak dapat diserap ke kas Pemerintah Daerah untuk digunakan keperluan lain di semester II 2013. Diantara SKPD tersebut adalah Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan dan Gedung Pemda dan Dinas Pendidikan. Adapun SKPD yang masih rendah tingkat penyerapan belanjanya hingga pertengahan Juni 2013 (di bawah 5%) adalah Dinas Perumahan dan Gedung Pemda, dan Dinas Perhubungan. Dinas Pendidikan sendiri termasuk yang penyerapannya tertinggi di triwulan II 2013 sebesar lebih dari 20%.
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
C. Pembiayaan Daerah Realisasi pembiayaan APBD Pemprov DKI Jakarta pada triwulan II 2013 sebesar Rp7,9 triliun. Realisasi tersebut sudah melebihi anggaran pembiayaan sebesar Rp5,2 triliun atau telah terealisasi 152,1%. Tingginya pembiayaan APBD pada triwulan II 2013 disebabkan oleh penggunaan SiLPA sebesar Rp8,3 triliun atau 99,6% dari anggaran penggunaan SiLPA. Tabel IV.3 Perkembangan Pembiayaan APBD DKI Jakarta, 2011-2013
TRIWULAN II 2013
APBD-P 2012
APBD-P 2013
Anggaran (miliar Rp)
Kumulatif Realisasi Tw II (miliar Rp)
Anggaran (miliar Rp)
Kumulatif Realisasi Tw II* (miliar Rp)
PEMBIAYAAN
3,184.3
6,292.4
197.6
5,170.1
7,890.5
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
5,380.6 3,680.6
6,415.3
119.2
8,454.6
8,344.6
98.7
6,415.3
174.3
8.344.6
8,344.6
100.0
Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,700.0
-
-
110.0
-
-
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
-
-
-
-
-
-
Pengeluaran Pembiayaan
2,196.3
122.9
5.6
4,403.6
454.1
10.3
-
-
-
-
-
-
2,131.7
118.8
5.6
4,345.4
450.0
10.4
11.2
4.1
36.4
58.2
4.1
7.0
53
-
-
-
-
-
URAIAN
Penggunaan SiLP A
Penerimaan Pinjaman Daerah & Obligasi Daerah
Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah
Serap (%)
Serap (%) 152.6
Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta *) angka sementara
Realisasi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta pada triwulan II 2013 mencapai Rp5,6 triliun atau sebesar 25,6% dari target yang ditetapkan. Pertumbuhan pajak tertinggi secara triwulanan (qtq) terdapat pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (BPHTB). Namun, realisasi penyerapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih sangat kecil dibandingkan dengan target yang ditetapkan, terkait dengan waktu jatuh tempo pembayaran PBB hingga akhir Agustus 2013. Disamping itu, juga terlihat adanya peningkatan pajak parkir dan Pajak Bahan Bakar-Kendaraan Bermotor (PBB-KB) yang cukup signifikan. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi bahan bakar dan jumlah pergerakan kendaraan bermotor di jakarta. Apabila dibandingkan dengan triwulan II tahun 2012, maka Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mencatatkan pertumbuhan yang tertinggi yang disebabkan oleh adanya kenaikan tarif di awal triwulan laporan. Hingga semester I 2013, penerimaan pajak dari wajib pajak di Jakarta mencapai Rp10,1 triliun atau naik 25% dibandingkan periode yang sama di 2012. Meskipun demikian, realisasi penerimaan pajak hingga semester I 2013 baru mencapai 46% dari target, sedangkan pada periode yang sama di tahun lalu tercapai lebih dari 50%. Ke depan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki komitmen untuk meningkatkan serapan pendapatan pajak sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kapasitas fiskal APBD yang dapat digunakan untuk mendukung berbagai program kegiatan seperti pembangunan rumah susun dan pembebasan lahan untuk Ruang terbuka Hijau (RTH).
30
Persentase Kenaikan Realisasi Tw II 2013 (qtq)
Persentase Kenaikan Realisasi Tw II 2013 (yoy)
PKB
1,093,068,857,265
1,180,720,913,250
108.02%
113.13%
BBN-KB
1,516,293,491,900
1,602,172,297,500
105.66%
107.87%
PBB-KB
210,294,173,788
246,529,641,850
117.23%
110.47%
P. HOTEL
245,952,029,763
285,902,555,399
116.24%
117.35%
P. RESTORAN
362,528,354,355
374,188,775,984
103.22%
126.76%
P. HIBURAN
89,375,343,366
100,042,561,125
111.94%
109.30%
P. REKLAME
140,931,583,166
163,533,693,979
116.04%
142.13%
PPJ
145,715,883,257
157,557,012,765
108.13%
115.70%
PAT
25,246,594,298
24,989,248,318
98.98%
96.92%
P. PARKIR
65,638,643,502
76,921,370,311
117.19%
161.90%
BPHTB
446,012,707,967
915,243,526,861
205.21%
112.72%
PBB
118,619,192,282
492,440,557,081
415.14%
0.00%
4,341,057,662,645
5,620,242,154,423
129.47%
124.37%
JUMLAH
Sumber: Dispenda Provinsi DKI Jakarta
31
DKI Jakarta
REALISASI Triwulan II 2013
Regional Provinsi
REALISASI Triwulan I 2013
Kajian Ekonomi
JENIS PAJAK
TRIWULAN II 2013
Tabel IV.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Pajak di DKI Jakarta, 2013
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan
32
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan perkembangan membaik. Hal tersebut tercermin dari penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan peningkatan kualitas tenaga kerja. Perbaikan tersebut turut mendorong penurunan jumlah penduduk miskin. Namun, ratarata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauh dari Garis Kemiskinan.
A. Ketenagakerjaan Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jakarta pada semester I 2013 menurun dibanding kan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan TPT tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah penganggur yaitu dari 566,5 ribu orang pada semester I 2012 menjadi 513,2 ribu orang pada semester I 2013. Sementara itu, jumlah angkatan kerja juga mengalami penurunan namun dengan persentase yang lebih rendah. Tabel V.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama 2012 - 2013 (Ribu Orang) Kegiatan Utama
2011 Sem I
2012 Sem II
Sem I
2013 Sem II
Sem I
Angkatan Kerja
5,009.8
5,143.8
5,283.2
5,368.8
5,283.2
a. Bekerja
4,467.1
4,588.4
4,716.7
4,838.6
4,650.8
542.7
555.4
566.5
530.0
513.2
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK, %)
67.9
69.4
70.8
71.6
68.4
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT, %)
10.8
10.8
10.7
9.9
9.9
b. Pengangguran
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Kualitas angkatan kerja Jakarta mengalami peningkatan. Perbaikan kualitas angkatan kerja terlihat dari meningkatnya jumlah pekerja di sektor formal dan peningkatan kualitas pendidikan (pendidikan tertinggi yang ditamatkan). Jumlah pekerja di sektor formal khususnya buruh/ karyawan mengalami peningkatan sebesar 6,7% pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebaliknya, jumlah pekerja di sektor informal mengalami tendensi penurunan. Pekerja dengan tingkat pendidikan SMA juga mengalami peningkatan, sebaliknya, pekerja dengan kualitas pendidikan rendah (SD ke bawah dan SLTP) menurun. Berdasarkan struktur lapangan atau sektor utama, angkatan kerja Jakarta masih lebih banyak terserap untuk sektor tersier. Jumlah angkatan kerja Jakarta yang bekerja di sektor tersier tercatat sebesar 3.770 ribu orang atau 81% dari total jumlah orang yang bekerja.
33
TRIWULAN II 2013
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
BAB V
Tabel V.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama 2012 - 2013 (Ribu Orang)
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Perkembangan ketenagakerjaan selama 3 tahun terakhir juga menunjukkan semakin menurunnya pangsa tenaga kerja di sektor primer serta sektor sekunder (industri). Dengan struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor tersier, terlihat peningkatan jumlah pekerja di sektor formal yang umumnya memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, memperoleh pendapatan yang lebih baik serta kesempatan untuk meningkatkan kapasitas keahlian. Tenaga kerja di sektor tersier terutama di sektor jasa juga relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan tenaga kerja di sektor lain. Fleksibilitas ini akan berdampak pada pasar tenaga kerja dan tingkat pengangguran di Jakarta.
Status Pekerjaan Utama
2012
2013
1. Berusaha Sendiri
804,05
690,13
2. Berusaha dibantu Buruh tidak tetap
286,10
207,86
3. Berusaha dibantu buruh tetap
210,46
167,05
3.050,77
3.255,21
75,18
128,66
290,16
200,97
4.716,72
4.650,78
4. Buruh / Karyawan 5. Pekerja Lepas 6. Pekerja tidak dibayar Jumlah
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
Tabel V.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (Ribu Orang) Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2012
2013
SD Ke Bawah
938,65
835,48
SLTP
745,13
714,18
1.087,04
1.271,87
818,99
759,23
1.126,90
1.070,02
4.716,72
4.650,78
SMA Umum SMA Kejuruan Diploma dan Universitas Jumlah
Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta
TPT dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas masih cukup tinggi. Kendati terjadi perbaikan kondisi ketenagakerjaan yang juga didukung dengan peningkatan kualitas, namun masih terdapat hal yang perlu dicermati, yakni cukup tingginya TPT dengan tingkat pendidikan diploma dan universitas. Hal tersebut, mengindikasikan masih sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai sekalipun calon telah memiliki tingkat pendidikan memadai. Oleh karena itu, kesesuaian kurikulum pendidikan dengan kualitas angkatan kerja yang dibutuhkan menjadi hal yang penting. Pertambahan angkatan kerja dalam beberapa tahun terakhir merupakan dampak dari urbanisasi ke wilayah Jakarta yang semakin kuat. Urbanisasi ke Jakarta di sisi yang lain berpotensi menimbulkan permasalahan terkait dengan peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Hal tersebut terutama disebabkan oleh ketidaksiapan pekerja migran dalam mencari pekerjaan dengan keahlian yang dimiliki. Selain itu, masalah urbanisasi yang tidak segera ditangani juga berpotensi meningkatkan
34
Tabel V.4 Indikator Kemiskinan Provinsi DKI Jakarta Indikator Garis Kemiskinan
Semester I 2012 379,052
Semester II 2012
Semester I 2013
392,571
407,437
a. Makanan
244,832
253,839
268,419
b. Bukan Makanan
134,220
138,732
139,018 354.19
363.20
366.77
Persentase Penduduk Miskin
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
3.69
3.70
3.55
Indek Kedalaman Kemiskinan
0.499
0.557
0.629
Indeks Keparahan Kemiskinan
0.129
0.151
0.169
Sumber: Susenas, BPS Provinsi DKI Jakarta
Rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan Provinsi DKI Jakarta dari 0,499 pada semester I 2012 menjadi 0,629 pada semester I 2013. Senada dengan hal tersebut, ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar yang berarti pengeluaran penduduk miskin memiliki tingkat variasi yang tinggi. Kondisi demikian ditunjukkan oleh indeks keparahan kemiskinan yang juga mengalami kenaikan dari 0,129 (semester I 2012) menjadi 0,169 (semester I 2013).
2
3
Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK. Peran pengeluaran untuk komoditas makanan dalam GK yaitu sebesar 65,88%, selebihnya komoditas nonmakanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
35
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi DKI Jakarta ditengarai turut memengaruhi penurunan penduduk miskin2 pada semester I 2013. Pada semester I 2013 jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta mencapai 354,19 ribu orang. Jumlah tersebut berkurang 9,01 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, besarnya pengeluaran yang digunakan sebagai rujukan penentuan Garis Kemiskinan (GK) tercatat sebesar Rp407.437 per kapita per bulan3, meningkat dibandingkan dengan semester I tahun lalu sebesar Rp379.052 per kapita per bulan.
Kajian Ekonomi
B. Kesejahteraan
TRIWULAN II 2013
ketimpangan pendapatan di wilayah Jakarta. Ketimpangan pendapatan lebih dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan yang signifikan pada golongan masyarakat berpendapatan tinggi, sedangkan kenaikan pendapatan pada golongan masyarakat berpendapatan rendah relatif terbatas.
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan
36
TRIWULAN II 2013
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Perekonomian Jakarta pada triwulan III 2013 diprakirakan tumbuh sekitar 6,2% - 6,6% (yoy). Prediksi pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh masih kuatnya konsumsi dan membaiknya investasi. KuatÂnya konsumsi diperkirakan terkait dengan faktor Lebaran dan pencairan gaji ke-13 PNS yang mendukung terjaganya daya beli. Sementara itu, perbaikan investasi didukung oleh pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Keseluruhan tahun 2013, perekonomian Jakarta diprakirakan tumbuh sebesar 6,2% - 6,6%. Inflasi pada triwulan III 2013 diprakirakan sebesar 8,3% - 8,7%. Tekanan inflasi diperkirakan berasal dari dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi terutama terhadap biaya transportasi. Di samping itu, risiko kenaikan harga pangan masih cukup besar.
A. Pertumbuhan Ekonomi Prospek ekonomi Jakarta tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global. Pemulihan ekonomi dunia masih berada di level terbatas pada semester I 2013. Rilis prospek pertumbuhan ekonomi oleh lembaga Consensus Forecast pada Juni 2013 mengindikasikan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam di negara berkembang dan emerging market. Kondisi ini membuat dilakukannya koreksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2013. Sementara itu, prospek terhadap pertumbuhan ekonomi di negara maju tidak berubah sejalan dengan adanya indikasi stabilnya perekonomian Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Tahun 2013, pertumbuhan ekonomi negara berkembang dan emerging market diprakirakan lebih rendah dari proyeksi awal tahun. Perekonomian China, India dan beberapa negara ASEAN diprediksi mengalami perlambatan. Perlambatan negara mitra dagang utama seperti China selain disebabkan oleh melemahnya permintaan global, juga terkait dengan overheating economy akibat pertumbuhan yang begitu tinggi selama beberapa tahun terakhir. Beberapa negara mitra dagang Indonesia juga lebih mendorong konsumsi dalam negeri dalam rangka menjaga aliran devisa ke luar. Adapun perekonomian Jepang berpotensi membaik terkait dengan kebijakan stimulus fiskal yang masih berlanjut. Tabel VI.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Realisasi (%, yoy) 2011
2012
Output Dunia
3.9
Negara Maju
1.6
Negara Berkembang
6.2
Proyeksi (%,yoy) 2013 (Juni)
(Juli)
3.2
3.2
3.1
1.3
1.2
1.2
5.1
5.6
5.4
Sumber: Consensus Forecast, Juni dan Juli 2013
37
TRIWULAN II 2013
PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
BAB VI
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2013 diperkirakan tumbuh lebih lambat daripada perkiraan awal. Hal itu terkait dengan kondisi perekonomian global yang belum menunjukkan perbaikan. Perlambatan ekspor berpotensi terus berlanjut, terkait dengan lemahnya permintaan global baik untuk komoditas manufaktur maupun sumber daya alam. Sementara itu, investasi diprediksi stagnan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, utamanya persepsi terhadap kondisi perekonomian yang melambat dan perlemahan konsumsi domestik. Demikian pula halnya dengan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2013 diperkirakan tidak mengalami perubahan. Perekonomian Jakarta pada triwulan III 2013 diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,2% 6,6% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh konsumsi domestik dan membaiknya investasi. Masih kuatnya konsumsi domestik terkait dengan masih terjaganya daya beli yang antara lain didukung oleh adanya pembayaran gaji ke-13 PNS dan TNI-POLRI. Selain itu, masih berlangsung penyelenggaraan berbagai kegiatan berskala besar seperti Jakarta Great Sale dan Jakarta Fair turut mendorong konsumsi rumah tangga. Meskipun demikian, perlu dicermati beberapa risiko yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hasil Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia pada Juli 2013 menunjukkan masih berlanjutnya penurunan indeks keyakinan konsumen. Pesimisme dan kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian secara umum juga searah dengan tren penurunan konsumsi barang kebutuhan tahan lama serta ekspektasi dalam melakukan kegiatan usaha (Grafik VI.1). Adanya kenaikan harga BBM bersubsidi turut memengaruhi sentimen negatif konsumen tersebut. Realisasi investasi di Jakarta pada triwulan III 2013 diprakirakan tumbuh meningkat. Peningkatan terjadi baik pada investasi bangunan maupun nonbangunan. Peningkatan investasi bangunan didukung oleh pembangunan properti komersial terutama apartemen dan ruang kantor. Rencana kenaikan suku bunga KPR terkait dengan kenaikan BI rate sebagai suku bunga acuan ditengarai tidak memberikan dampak yang cukup besar pada permintaan properti komersial. Sementara itu, investasi di properti komersial khususnya ruang ritel diperkirakan stagnan sejalan dengan terbatasnya aktivitas bisnis dan perdagangan. Tabel VI.2 Prospek Properti Komersial Jakarta Q1 - 2013 KANTOR SEWA
Okupansi
g (qtq) 0.01%
g (yoy)
Prospek (12 bulan)
-1.60%
Sewa Ruang Kantor Kelas A
15.90%
41.20%
h
Penyerapan (Meter Persegi)
-58.60%
-52.50%
h
Ritel Sewa
Q1 - 2013 (Sewa) g (qtq)
g (yoy)
Jakarta
0.47
0.86
Lokasi Zona Primer
1.17
4.32
Lokasi Zona Sekunder
0.00
1.17
Prospek (12 Bulan)
Sumber : Cushmann Wakefield Indonesia
Realisasi proyek pemerintah terkait infrastruktur diperkirakan juga meningkat. Beberapa proyek besar seperti pembangunan MRT Tahap 1 dan monorel, yang telah selesai proses kontraknya, diperkirakan dimulai pada triwulan mendatang. Selain itu, beberapa proyek pembangunan
38
Tabel VI.3 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta - Sisi Permintaan (%, yoy) PDRB Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga
2011
2012
2013
2013p
II
III
IV
Total
I
II
III
IV
Total
I
II
III-p
Total-p
6.3
6.1
5.9
6.2
6.1
6.4
6.6
6.1
6.3
5.7
5.9
6.1 - 6.5
5.9 - 6.3
Konsumsi Pemerintah
2.1
1.4
6.9
3.7
5.1
7.1
-0.4
-4.8
1.1
0.4
2.8
5.6 - 6.0
4.3 - 4.7
Investasi
10.1
11.2
9.3
10.0
8.0
11.0
7.1
8.2
9.0
5.9
5.0
5.2 - 5.6
6.1 - 6.5
Ekspor
11.0
12.2
12.4
12.2
8.7
6.5
4.3
5.8
6.3
5.7
4.7
4.5 - 4.9
5.3 - 5.7
Impor
12.0
13.4
12.6
12.8
9.5
8.6
4.3
5.3
7.0
4.3
3.2
3.6 - 4.0
4.4 - 4.8
PDRB
6.7
6.7
6.6
6.7
6.4
6.7
6.4
6.5
6.5
6.5
6.3
6.2 - 6.6
6.2 - 6.6
Sumber: BPS DKI Jakarta P Perkiraan Bank Indonesia * Angka sementara
Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan III 2013 didukung oleh sektor PHR; sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan. Peningkatan kinerja sektor PHR terutama bersumber dari subsektor perdagangan. Hal ini dipengaruhi oleh pola musiman kenaikan konsumsi rumah tangga pada masa puasa dan Lebaran serta tahun ajaran baru. Perdagangan Jakarta ditengarai meningkat pada triwulan III 2013 khususnya untuk produk makanan jadi dan pakaian jadi (garmen). Peningkatan kinerja di sektor pengangkutan dan komunikasi juga terkait dengan faktor Lebaran. Selama masa Lebaran terdapat lonjakan jumlah penumpang dan barang. Hal itu mendorong penambahan armada angkutan darat, laut, dan udara wilayah Jakarta. Peningkatan kunjungan pada masa libur sekolah juga diperkirakan turut mendukung pertumbuhan subsektor pengangkutan pada triwulan III 2013. Tren peningkatan arus bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok terkait dengan kenaikan impor yang cukup signifikan pada awal triwulan III 2013 diperkirakan turut memberikan dampak positif pada kinerja subsektor pengangkutan. Demikian pula dengan subsektor komunikasi mengalami peningkatan kinerja terkait penggunaan jasa telekomunikasi yang lebih tinggi pada masa Lebaran. Sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan III 2013, walaupun diperkirakan tumbuh sedikit melambat. Penyaluran kredit yang menurun sebagai akibat dari perlambatan ekonomi dan kenaikan suku bunga akan berpengaruh pada pendapatan perbankan. Namun pendapatan dari fee based diperkirakan akan tetap terjaga dengan semakin tingginya penggunaan jasa consumer banking. Di sisi lain, pendapatan lembaga keuangan nonperbankan berpotensi meningkat dengan adanya peningkatan penjualan kendaraan bermotor dengan sistem kredit dan suku bunga yang kompetitif.
39
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Investasi nonbangunan terutama terfokus pada revitalisasi mesin produksi di sektor industri. Kenaikan upah buruh dan TTL mendorong pelaku usaha, terutama di sektor industri, untuk meningkatkan proses otomasi melalui investasi mesin-mesin yang lebih efisien. Disamping itu, rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan transportasi publik, antara lain melalui peremajaan moda transportasi, diperkirakan juga berdampak positif pada kinerja investasi nonbangunan.
TRIWULAN II 2013
infrastruktur yang tengah berjalan saat ini (tol akses Tanjung Priok, jalur kereta Bandara SoekarnoHatta dan Pelabuhan Kalibaru) masih akan terus berlanjut.
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
Sementara itu, sektor industri pengolahan Jakarta diprakirakan tumbuh terbatas pada triwulan III 2013. Pertumbuhan yang terjadi dipengaruhi oleh adanya indikasi perbaikan ekspor manufaktur. Pertumbuhan sektor industri juga terkait dengan peningkatan produksi untuk mengantisipasi peningkatan permintaan pada masa puasa dan lebaran, khususnya pada industri makanan dan minuman, pakaian jadi dan kendaraan bermotor. Permintaan akan kendaraan bermotor baru pada masa menjelang Lebaran memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri kendaraan bermotor serta suku cadang di Jakarta. Sementara itu, industri percetakan dan media rekaman juga berpotensi tumbuh meningkat pada triwulan III 2013 sejalan dengan maraknya iklan (promosi) produk konsumsi pada masa menjelang Lebaran melalui media cetak maupun elektronik. Selain itu, peningkatan belanja kampanye Pemilu 2014 juga turut mendukung kinerja industri percetakan dan media rekaman di Jakarta. Tabel VI.4 Realisasi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta - Sisi Penawaran (%, yoy) 2011
PDRB Sisi Sektoral
2012
2013
2013p
II
III
IV
Total
I
II
III
IV
Total
I
II
III-p
Total-p
1. Pertanian
1,5
1,3
-5,1
0,8
0,5
0,9
0.1
1.4
0.8
1.5
0.7
0.5 - 0.9
0.3 - 0.7
2. Pertambangan dan Penggalian
12,6
5,7
-3,0
8,6
-1,1
-1,1
-0.3
-0.4
-0.9
-0.4
-0.7
(0.1) - 0.3
(0.6) - (0.2)
3. Industri Pengolahan
1,7
1,9
1,5
2,4
1,5
4,0
3.3
1.9
2.4
1.9
1.5
1.4 - 1.8
2.1 - 2.5
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
4,7
3,5
3,5
4,0
3,8
3,8
4.2
4.5
4.5
3.8
2.6
3.8 - 4.2
4.1 - 4.5
5. Konstruksi
9,0
8,5
7,3
7,9
6,2
6,2
6.6
7.8
6.9
6.5
6.3
6.5 - 6.9
6.7 - 7.1
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7,2
7,9
7,3
7,4
7,0
7,2
6.7
7.6
7.2
7.2
7.2
7.4 - 7.8
7.1 - 7.5
7. Pengangkutan dan Komunikasi
14,4
13,4
13,6
13,9
13,7
12,5
10.8
10.6
11.8
11.4
11.4
11.8 - 12.2
11.6 - 12.0
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
5,1
4,8
5,4
5,0
5,1
5,3
5.4
5.4
5.4
5.7
5.4
4.8 - 5.2
5.1 - 5.5
9. Jasa-jasa
6,5
7,3
7,4
6,9
7,8
7,8
7.1
7.2
7.6
7.5
7.4
6.6 - 7.0
7.0 - 7.4
PDRB
6,7
6,7
6,6
6,7
6,4
6, 7
6.4
6.5
6.5
6.5
6.3
6.2 - 6.6
6.2 - 6.6
Sumber: BPS DKI Jakarta P Perkiraan Bank Indonesia * Angka sementara
Mencermati perkembangan di atas perekonomian Jakarta keseluruhan tahun 2013 diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Sumber pertumbuhan utama masih berasal dari konsumsi domestik. Secara sektoral, sektor PHR; sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan diyakini tetap memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta di 2013. Grafik VI.1 Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha dan Ketepatan Pembelian Barang Tahan Lama 160
Indeks
140
Ekspektasi Kegiatan Usaha 6 bln yad Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
120 100 80 60 40 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7
2009
40
2010
2011
2012
2013
Grafik VI.2 Ekspektasi Inflasi 220
Indeks
200 180 160 140 Perubahan harga umum 3 bulan yad Perubahan harga umum 6 bulan yad
120 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010
2011
2012
2013
41
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
Inflasi Jakarta pada akhir triwulan III 2013 diperkirakan berada pada kisaran 8,3% - 8,7% (yoy). Dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi, naiknya TTL tahap ketiga, dan biaya pendidikan terkait tahun ajaran baru diperkirakan turut memberikan andil terhadap inflasi pada triwulan mendatang. Puncak peningkatan inflasi diprediksi terjadi pada awal triwulan III 2013. Hal tersebut juga tercermin dari meningkatnya ekspektasi inflasi pada triwulan III 2013 (Grafik VI.2). Risiko yang perlu dicermati yaitu masih tingginya harga beberapa komoditas bahan makanan. Hal itu terkait dengan keterbatasan pasokan akibat penurunan produksi pangan domestik, seiring dengan berakhirnya masa panen. Meskipun demikian, masih terdapat optimisme masuknya sejumlah bahan pangan impor menjelang Lebaran yang akan menstabilkan harga. Mencermati perkembangan di atas, maka secara keseluruhan tahun 2013, inflasi Jakarta diprakirakan sebesar 8,4%-8,8% (yoy).
TRIWULAN II 2013
B. Inflasi
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Kajian Ekonomi
TRIWULAN II 2013
BOKS 3 Daya Dukung Pelabuhan Barang Jakarta
Semenjak pertengahan Juni 2013, kapasitas utilisasi di pelabuhan Tanjung Priok diperkirakan telah melampaui batas maksimum. Seiring dengan pola musiman peningkatan impor menjelang masuknya masa puasa dan Lebaran tahun 2013, terjadi penumpukan barang dan peningkatan waktu tunggu kapal di pelabuhan Jakarta. Hal tersebut khususnya terjadi di pelabuhan peti kemas Tanjung Priok yang menunjukkan yard occupancy ratio (yor) telah mencapai 110% dan dwelling time (waktu sandar kapal) mencapai 7,8 hari, naik dari sebelumnya rata-rata 6 hari di 2011 dan 2012. Idealnya, yor sekitar 65% dan dwelling time sekitar 4 hari untuk menyamai produktivitas dari pelabuhan lain di kawasan (Tabel B3.1). Diperkirakan lebih dari 3.000 kontainer tertahan akibat dari panjangnya proses administrasi pengeluaran barang (clearance) yang ditengarai turut memberikan dampak pada kestabilan pasokan dan harga beberapa komoditas impor (kecuali makanan). Akumulasi peti kemas yang awalnya dari impor bahkan telah berimbas pada terganggunya aktivitas pengangkutan peti kemas ekspor maupun distribusi domestik. Pengapalan mobil domestik telah dialihkan ke tempat penampungan sementara di luar area pelabuhan. Kondisi tersebut mendorong kenaikan biaya yang cukup tinggi bagi importir dan eksportir mengingat adanya denda progresif dari penggunaan lahan penyimpanan peti kemas di area pelabuhan. Tabel B3.1 Waktu Tunggu Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok Tanjung Priok
6
Thailand
5
Malaysia (Port Klang)
4
Inggris dan AS
4
Australia dan Selandia Baru
3
Perancis
3
Hong Kong
2
Singapura
1.1 0
2
4
6
8
Hari
Sumber : Studi Bank Dunia Jakarta, 2011
Selain masalah daya dukung pelabuhan, kondisi infrastruktur jalan pelabuhan juga sudah tidak memadai lagi. Pergerakan kendaraan di jalan pelabuhan yang telah melebihi kapasitasnya maupun kondisi fisik jalan pelabuhan yang mengalami kerusakan turut memperlambat proses pengeluaran peti kemas. Kontak liaison dari industri logistik yang beroperasi di wilayah Jakarta mengindikasikan adanya potensi risiko yang cukup besar dari bottleneck di Pelabuhan Tanjung priok apabila tidak ditangani secara tuntas. Pola musiman kenaikan impor barang untuk persiapan Lebaran dan terlampauinya kapasitas terpasang di Pelabuhan Tanjung Priok perlu diantisipasi
42
DKI Jakarta
Regional Provinsi
Gambar B3.2 Kepadatan dan Kondisi Jalan
TRIWULAN II 2013
Gambar B3.1 Penumpukan Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok
Kajian Ekonomi
secara dini untuk menghindari gangguan distribusi barang yang berpotensi menyumbang inflasi. Biaya logistik di wilayah Jabodetabek sendiri termasuk salah satu yang cukup tinggi di Indonesia mengingat kepadatan angkutan barang (survei LPEM UI 2005). Studi Bank Dunia pada tahun 2011 juga menunjukkan tingginya biaya transport barang di wilayah Jabodetabek dibandingkan dengan negara di kawasan (Gambar B3.3).
Gambar B3.3 Perbandingan Biaya Transportasi Barang Kawasan Industri Cikarang ke Tanjung Priok, Indonesia
Jarak Tempuh : 55.4 Km Biaya Transfort Barang : US$750
Kawasan Industri ke Tanjung Pelepas, Malaysia
Jarak Tempuh : 56.4 Km Biaya Transfort Barang : US$450
Sumber : Studi Bank Dunia Jakarta, 2011
Untuk mengatasi kondisi daya dukung pelabuhan barang Jakarta yang sudah tidak memadai lagi, perlu adanya langkah strategis ke depan. Selain pembangunan jalan akses khusus pelabuhan dan perluasan pelabuhan ke Kali Baru, perlu dilakukan integrasi yang lebih baik dengan sistem dryport yang telah dibangun di Kawasan Industri Cikarang. Pertumbuhan volume barang melalui Cikarang Dryport sendiri sangat signifikan, yakni diatas 90% sepanjang 3 tahun terakhir. Terkait dengan hal tersebut, dukungan dan koordinasi antar instansi memegang peranan penting.
43
TRIWULAN II 2013
Kajian Ekonomi Regional Provinsi
DKI Jakarta
Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10350 - Indonesia www.bi.go.id