ANALISIS IMPLEMENTASI FASILITAS PEMBEBASAN PAJAK ATAS PENGHASILAN GURU ASING SESUAI DENGAN TAX TREATY INDONESIA – AMERIKA SERIKAT (STUDI KASUS INSTITUSI PENDIDIKAN XYZ)
PUTI NAMIRA MAIRANI DAN NING RAHAYU Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
[email protected] Abstrak. Skripsi ini membahas mengenai implementasi fasilitas pembebasan dalam Tax Treaty terhadap pajak atas penghasilan guru asing pada Institusi Pendidikan XYZ. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana implementasi pembebasan atas penghasilan guru asing serta permasalahan – permasalahan yang dihadapi. Pendekatan penilitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah dalam implementasinya relatif belum berjalan sesuai, baik dilihat dari faktor sumber daya, komunikasi, birokrasi maupun disposisi (sikap). Permasalahan pada sisi Pemerintah adalah kurangnya sumber daya manusia dan pengetahuan aparatur pajak tentang perpajakan internasional. Sementara itu dari sisi Wajib Pajak adalah ketidaktahuan Wajib Pajak atas ketentuan Tax Treaty. Kata kunci : Tax Treaty, Guru Asing, Implementasi, Penghasilan
Implementation Analysis of Tax Exemption Facilities on the Income of the Foreign Teacher in Accordance with the Tax Treaty between Indonesia and United States of America (Case Study Educational Institutions XYZ) Abstract.This thesis contains the implementation of the Tax Treaty exemption facilities on income tax on foreign teachers at educational institutions of XYZ. Subject of this matter is to see how the implementation of foreign teacher’s income exemption with the problems that is facing. This research qualitative method by gathering data through literature and field study. The result showed that the implementation is not being done accordingly, whether from the view of the resource, communication, bureaucracy, or disposition. The obstacle on the Government side is the lack of human resources and fiscus knowledge about international ax. Meanwhile, from the Taxpayers side is the abstain of knowledge about Tax Treaty. Keyword: Tax Treaty, Foreign Teacher, Implementation, Income
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
1.
Pendahuluan Pada era modern saat ini, globalisasi telah merambah ke seluruh aspek-aspek penting
dalam hubungan antar negara. Dengan meluasnya globalisasi, kegiatan-kegiatan yang melibatkan Negara-negara di seluruh dunia semakin beragam dan semakin bebas. Sejak disahkannya WTO (World Trade Organization), negara – negara pun semakin memiliki ketergantungan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, serta pendidikan antara satu sama lain. Keadaan tersebut memicu timbulnya interaksi internasional yang akibatnya memungkinkan adanya kegiatan Penanaman Modal Asing (PMA) oleh investor – investor asing terkait dengan terbukanya peluang usaha akibat perdagangan bebas tersebut. Pada tahun 2011 – 2012, LKY School of Public Policy dan NUS Singapore mengadakan survey mengenai daya saing bahwa diantara Negara- negara di ASEAN, Indonesia adalah Negara yang paling diminati oleh para investor dalam segi tujuan investasi. Dari skala daya tarik investasi 0 - 10, Indonesia mendapatkan nilai 6,89 yang merupakan nilai tertinggi diantara Negara-negara ASEAN, disusul oleh Vietnam, Singapura, Thailand, dan Malaysia. Bagi investor global, Indonesia merupakan salah satu dari emerging market yang perekonomiannya memiliki daya tarik kuat. Investor dan kalangan internasional menilai Indonesia memilki pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tinggi, dan pertumbuhan tersebut dinilai akan dapat bertahan dalam jangka panjang. Para pakar dan pengamat memprediksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh minimal 6,5% untuk tahun ini dan tahun depan. (GNFI, 2012). Terdapat tabel perkembangan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia selama tahu 2012.
Tabel 1.1 Tabel Perkembangan Kumulatif PMDN - PMA di Indonesia Realisasi
Peningkatan
Realisasi
Peningkatan
Realisasi
Peningkatan
Realisasi
Peningkatan
Realisasi
Tahun
Tahun 2007
Tahun
Tahun 2008
Tahun
Tahun 2009
Tahun
Tahun 2010
Tahun
2007
– 2008
2008
– 2009
2009
– 2010
2010
– 2011
2011
105,32
9,3%
116,57
8,62%
135,2
54,2%
208,5
20,5%
triliun
triliun
triliun
triliun
251,3 triliun
Sumber : www.bkpm.go.id
Dengan meningkatnya jumlah investor asing yang melakukan kegiatan atau penanaman modal di Indonesia berdampak pada meningkatnya jumlah ekspatriat yang datang ke Indonesia yang disebabkan oleh multinasional company yang mempekerjakan tenaga kerja asing (ekspatriat). Para ekspatriat tersebut biasanya dikontrak untuk jangka waktu yang cukup lama di Indonesia untuk dipekerjakan sebagai tenaga ahli. Sehubungan dengan hal tersebut,
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
beberapa ekspatriat itu bahkan turut mengajak keluarganya untuk tinggal di Indonesia. Dengan lamanya keluarga para ekspatriat tersebut berdomisili di Indonesia, maka eskpartiat tentunya membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung seperti pendidikan untuk anak-anak mereka. Namun, dikarenakan beberapa hal seperti perbedaaan kurlikulum, bahasa, pergaulan serta kemudahan sosialisasi, para ekspatriat memilih menyekolahkan anak- anak mereka pada sekolah – sekolah internasional. Saat ini Indonesia telah memilki lebih dari 100 (seratus) sekolah internasional yang tersebar di beberapa kota besar. Sekolah – sekolah tersebut berasal dari Negara-negara asing, baik yang memiliki treaty dengan Indonesia, maupun yang tidak memiliki treaty. (Streetdirectory.com) Meningkatnya tren sekolah internasional di Indonesia memungkinkan bagi sekolah internasional untuk mengundang guru asing. Sekolah-sekolah internasional tersebut hanya menggunakan beberapa guru lokal, dimana mereka biasanya hanya mengajarkan pelajaranpelajaran yang sifatnya mendasar seperti Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan dan Agama. Di samping itu, untuk mata pelajaran lainnya, mereka lebih mudah mengunakan guru dan pendidik asing. Hal ini bukanlah suatu bentuk diskriminasi, namun perbedaan dari sisi budaya serta bahasa dinilai dapat lebih memudahkan bagi sekolah-sekolah internasional tersebut apabila menggunakan guru asing. Timpangnya jumlah guru lokal tersebut dinilai bukanlah permasalahan karena sebuah sekolah internasional murni dapat dikatakan sebagai sebuah sekolah yang tidak melakukan penekanan pada budaya dan sistem pendidikan dari sebuah negara tertentu. Penggunaan guru asing tidak hanya digunakan oleh institusi pendidikan formal saja. Berbagai institusi pendidikan non-formal, salah satunya yakni tempat kursus bahasa asing pun juga memanfaatkan tenaga guru asing. Bahkan sudah banyak tempat-tempat kursus yang memang mengandalkan guru asing sebagai tenaga guru atau lecturer karena dinilai dapat lebih sesuai dengan metode atau kurikulum Institusi Pendidikan tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, salah satu artikel dalam UU menyebutkan bahwa Institusi Pendidikan asing yang diakreditasi di negara mereka sendiri dapat menawarkan pendidikan di Indonesia sesuai dengan sistem pendidikan yang dijalankan di negara asal mereka, melalui sejumlah persyaratan, yang diantaranya adalah bekerja sama dengan Institusi Pendidikan di Indonesia. Sehubungan dengan keberadaan guru asing di Indonesia, perlakuan pemajakan antara tenaga kerja asing yang satu dengan yang lainyna tidak dapat disamakan, harus dilihat darimana asal negaranya. Hal ini karena Indonesia memiliki peraturan berupa Tax Treaty antara Indonesia dengan Negara lain yang memiliki hubungan bilateral khusus untuk
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
menghindari pengenaan pajak berganda atas warga negara dari Negara tersebut. Terkait dengan profesi tenaga kerja asing sebagai seorang teachers atau pengajar, Indonesia dan beberapa Negara tertentu memiliki ketentuan khusus yang mengatur bagaimana pemajakan atas profesi teachers tersebut. Salah satunya adalah Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat Artikel 20 yang membahas mengenai perlakuan pemajakan dan fasilitas pembebasan terhadap guru asing yang bekerja di Indonesia. Melhat fenomena ini, peneliti tertarik untuk mengkasi implementasi fasilitas pembebasan pajak atas penghasilan guru asing yang sesuai dengan Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat serta permasalahan – permasalahannya.
2.
Tinjauan Teoritis
2.1 Teori Implementasi Konsep implementasi kebijakan adalah bagaimana memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan
yang timbul setelah
disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara. Kebijakan yang dimaksud mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. 2.2
Definisi Penghasilan Definisi penghasilan yang dapat diterima secara umum pada mulanya dikemukakan
oleh Schanz dan Davidson, yang mengemukakan teori yang dikenal sebagai The Accretion Theory of Income yang menyatakan bahwa penghasilan adalah suatu tambahan kemampuan ekonomis yang dapat digunakan untuk menguasai barang dan jasa (Mansury, 2000: 34). Ahli perpajakan lainnya seperti Halg dan Simons juga mengembangkan definisi penghasilan untuk perpajakan. Definisi yang dikembangkan adalah bahwa penghasilan merupakan kenaikan atau pertambahan kemampuan memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dalam jangka waktu tertentu, di mana kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat berupa uang atau segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. 2.3.
Pengertian Tax Treaty Tax Treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) merupakan perjanjian
antara negara berdaulat dan mempunyai status legal sebagai perjanjian internasional dan berfungsi sebagai perjanjian pembuat undang – undang (law making treaties) berdasar hukum publik internasional karena disepakati (pemerintah) negara – negara (contracting state) dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum publik internasional (Knechtle; 1979 dalam Gunadi, 2007: 183)
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
2.4
Tujuan Tax Treaty Tax Treaty muncul karena dua sebab yang mendasar yaitu, keinginan untuk
menghindari pemajakan berganda yang bisa berakibat buruk bagi dunia investasi, dan keinginan untuk mencegah usaha-usaha penghindaran pajak yang dapat berpengaruh terhadap penerimaan pajak suatu negara. Tujuan Tax Treaty adalah mencegah seminimal mungkin terjadinya pemajakan berganda. 2.5
Asas Pengenaan Pajak Penghasilan Keberadaan Tax Treaty tidak terlepasnya dari 3 (tiga) asas yang menjadi landasan
utama untuk mengenakan pajak. Asas – asas ini diperlukan agar tidak terjadinya double taxation, asas - asas tersebut adalah : (Zakaria, 2001: 21) a. Asas domisili atau Asas kependudukan (domicile/residence principle) b. Asas sumber (source principle) c. Asas nasionalitas atau Asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle) 2.6
Self Assessmet System Self Assessment terdiri dari 2 (dua) kata bahasa inggris yakni self yang artinya sendiri,
dan to assess yang artinya menilai, menghitung, menaksir. Dengan demikian maka pengertian Self Assessment adalah menghitung atau menilai sendiri. Maka, self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang member kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. (Nurmantu, 2003: 26)
3.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif karena peneliti ingin menganalisis implementasi fasilitas pembebasan pajak atas penghasilan guru asing serta permasalahan - permasalahan yang dihadapi. Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: •
Berdasarkan Tujuan: Deskriptif
•
Berdasarkan Manfaat: Penelitian Murni
•
Berdasarkan Waktu: Cross Sectional
•
Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data: Studi kepustakaan dan studi lapangan
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
4.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1
Analisis Implementasi Fasilitas Pembebasan Pajak Atas Penghasilan Guru Asing Sesuai Dengan Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat Menurut Edward II, ada 4 (empat) indicator untuk melihat suatu keberhasilan
implementasi, antara lain aspek sumber daya, aspek komunikasi antara pembuat kebijakan dengan implentator yang berada pada cakupan Institusi Pendidikan XY, birokrasi serta sikap dari Pemerintah dan tentunya Wajib Pajak itu sendiri. Untuk lebih jelasnya mengenai implementasi dan permasalahan tersbut akan diuraikan sebagai berikut : 4.1.1
Sumber Daya Untuk melihat suatu implementasi dari fasilitas pembebasan pajak atas penghasilan
guru asing dapat dilihat dari masing – masing peranan. Peran pertama yaitu dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) khususnya Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (Badora) sebagai otoritas pajak yang memiliki otoritas dalam melakukan peran pembinaan dalam pengawasan dalam pelaksanaan kewajiban dan hak – hak perpajakan Wajib Pajak Asing dan peran yang kedua adalah WP yang mengundang guru asing untuk mengajar dan yang terakhir adalah konsultan pajak sebagai orang –orang yang mempunyai keahlian khusus di bidang Tax Treaty. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan tidak berasal hanya dari satu peranan saja melainkan diperlukannya kerja sama yang baik sehingga dapat dilihat hasil implentasi peraturan tersebut. Dalam hal ini DJP dan Badora memilki peran yang sangat besar karena hasil dari keputusan yang diambil oleh DJP. Salah satu pendapat dari Gunung sebagai Account Representative terkait sumber daya pada DJP : “Mungkin saja mereka melapor ke KPP Pratama dan pihak KPP Pratama tidak mengetahui mengenai treaty tersebut jadi tidak menggunakan Tax Treaty” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Berdasarkan wawancara pendapat Gunung tersebut diketahui bahwa tidak semua pegawai pajak mengerti akan Tax Treaty. Padahal seperti yang telah diketahui bahwa pengetahuan tentang Tax Treaty sangat mempengaruhi suatu implementasi. Pengetahuan yang masih sedikit dan jumlah pegawai pajak yang hanya beberapa yang mengerti mengani Tax Treaty menjadi salah satu masalah dalam memaksimalkan pengimplementasian peraturan ini. Tax Treaty bukan hal yang mudah dan harus benar – benar pelajari sehingga mudah dimengerti oleh pegawai pajak dan WP. Diharapkan dari pihak DJP untuk mempelajari lebih lanjut mengenai Tax Treaty agar ketika terjadi masalah ada solusinya dan tidak merugikan pihak WP.
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
Pada kasus ini, peranan kedua adalah dari sisi Institusi Pendidikan YXZ yaitu sebagai WP. Institusi Pendidikan XYZ dapat dikatakan merugi karena mereka tidak mengetahui adanya perjanjian penghindaran pajak berganda antara Indonesia dengan Amerika Serikat tersebut seperti terlihat dalam cuplikan wawancara dengan Mr. X dari Bagian Keuangan Institusi Pendidikan XYZ: “Ya saya tidak tahu apa itu Tax Treaty dan tidak pernah mendengarnya. Saya hanya pernah tahu bahwa setiap bulan saya mengurus pajak guru disini dan itu dipotong berbeda – beda, ada yang 5% dan adapula yang 20%”(Wawancara tanggal 15 Oktober 2012 melalui email) Dari pendapat Mr. X di atas, terlihat bahwa Institusi Pendidikan XYZ memang tidak mengetahui keberdaan Tax Treaty di Indonesia. Padahal apabila WP mengetahui adanya Tax Treaty, maka para guru asing yang diundang mengajar, terutama yang berasal dari Amerika Serikat, mendapatkan fasilitas pembebasan pajak atas penghasilan yang mereka peroleh dari hasil mengajar pada Institusi Pendidikan XYZ. Sehingga guru asing tersebut penghasilannya tidak dipotong setiap bulannya. Setiap masalah mempunyai tantangan dan permasalahan yang berbeda – beda. Ada kasus dimana implementasi ada yang tidak sejalana karena WP tidak mengetahui adanya Tax Treaty. Dalam PER-61/PJ/2009 memang sudah mejelaskan aturan mengenai tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, tetapi apakah DJP sudah memahami betul tentang komponen tersebut sehingga ketika penerapkan kasus teachers and researchers tersebut tidak merugikan 2 (dua) pihak baik WP maupun pihak Pemerintah. 4.1.2
Birokrasi Adanya SOP atau petunjuk pelaksaan suatu peraturan harus dibuat sesederhana dan
mudah dimengerti oleh implementator. SOP berguna untuk menyeragamkan tindakan – tindakan dari pada pihak implementator dalam suatu organisasi yang kompleks. Secara resmi DJP dalam implementasi mengacu pada Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat. Dalam pelaksanaannya WP. Konsultan Pajak serta DJP bekerja sama dalam memaksimalkan berjalannya kebijakan ini. Namun kurangnya smber daya menandakan bahwa penggunaan SOP harus dijelaskan secara berulang – ulang. Para implementator masih kurang kemampuan dalam mengimplementasikan Tax Treaty hal ini disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan mengenai Tax Treaty. Kebijakan yang dibuat otoritas pajak seharusnya tidak terkait hanya tata cara penerapan namun prosedur mengenai pengawasan dan upaya – upaya pun harus jelas dan lebih terarah, seperti contohnya pembagian kerja terhadap pengawasan guru asing yang datang pergi dari dan ke Indonesia.
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
Menurut wawancara yang dilakukan peneliti dengan Andi sebagai Staf Seksi Perjanjian Amerika Serikat dan Afrika DJP yang menyebutkan bahwa pengawasan di lapangan diserahkan ke Badora seperti cuplikan dibawah ini : “Kalau untuk itu, disini belum pernah, karena disana masalahnya kan dilapangan, karena kita disini di tingkat collecting tidak terkait dengan masalah seperti itu, hanya kita disini hanya memberikan gambaran umum saja, untuk implementasi, dilepas ke badora saja” (Wawancara tanggal 23 Oktober 2012 di DJP) Pendapat di atas menunjukan bahwa pihak DJP hanya sebagai pembuat peraturan dan tidak ikut ambil bagian dalam pengawasan lapangan mengenai guru aisng yang datang dan pergi dari dan ke Indonesia. Bagi DJP, urusan pengawasan diserahkan semua kepada KPP Badora. KPP Badora memang termasuk dalam KPP bagian khusus yang memang secara khusus dan satu - satunya KPP yang menangani Orang serta Badan Asing yang berkedudukan di DKI Jakarta. Per 1 April 2012, semua Orang dan Badan Asing yang berkedudukan di DKI Jakarta wajib untuk melaporkan ke KPP Badora, Namun pendapat Pak Andi tidak sesuai dengan apa yang penulis telah teliti dari wawancara dengan salah satu AR pada KPP Badora. AR tersebut menejelasakan bahwa mereka memiliki kelemehan dalam pengawasan. Berikut hasil wawancara dengan Gunung : “Bilapun ada masalah, kelemahan disini adalah pengawasan. Excuse nya banyak, kalau mereka melapor di KPP Pratama jelas akan terabaikan” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Dari pendapat di atas terlihat bahwa koordinasi antara DJP dengan Badora dapat dikatakan belum berjalan efektif. DJP beranggapan bahwa mereka hanya sebagai pembuat peraturan dan Badora ditunjuk sebagai pengawas dilapangan, sedangkan Badora pun memilki kesulitan sendiri dalam pengawasan karena ada WP Orang Pribadi Asing dan Badan Asing yang masih melapor ke KPP Pratama. Selain itu, Badora pun tidak mengetahui secara dertail pengawasan guru asing yang datang dan pergi karena semua diurus oleh pihak imigrasi. Badora akan mengetahui kedatangan dan kepergian Orang atau Badan Asing apabila mereka seudah melapor pada KPP Badora, sehingga Orang dan Badan Asing yang melapor di KPP Pratama tidak mendapatkan pengawasan langsung baik dari DJP maupun Badora. Salah satu hal ini pula yang membuat perbedaaan perlakuan pajak yang diterima guru asing dan tidak berjalannya implementasi pada Institusi Pendidikan XYZ sebagaimana telah diatur dalam Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat.
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
4.1.3
Komunikasi Komunikasi yang dilakukan secara dua arah antara pihak otoritas pajak sebagai
pembuat kebijakan dengan pelaksana suatu kebijakan mengurangi kemungkianan terjadinya perbedaan makna. Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. DJP harus bisa menerjemahkan isi dari peraturan yang sudah dibuat untuk mendapatkan tujuan yang maksimal dari kebijakan, begitu pula dengan WP juga harus bisa menyampaikan keluhan atau harapan yang diinginkan supaya kebijakan yang sudah dibuat oleh DJP bisa dilakukan sebaik mungkin dan tidak ada masalah muncul ketikan penerapan di lapangan sudah dilaksanakan. Pada permasalahan terkait Tax Treaty mengenai teachers tersebut, komunikasi antara DJP dengan WP hanya sebatas sosialisasi. Sosialisasi yang dilakukan oleh DJP masih terbentur sumber daya sendiri. Berikut hasil kutipan wawancara dengan Gunung : “Biasanya orang-orang yang bernegosiasi itu adalah orang hukum. Jadi kadang – kadang ini susah di terapkan pada prakteknya. Karena bahasa hukum dengan bahasa teknis berbeda. Nah selama ini treaty tidak ada peraturan pelaksananya, jadi murni treaty saja” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Berdasarkan kutipan di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan memang dibuat dan dirundingkan oleh orang – orang yang memang mengerti secara tata bahasa Undang – undang dan hukum. Namun bahasa pada Undang – undang atau suatu peraturan bukan bahasa biasa yang dapat dengan mudah dimengerti, sehingga mengacu pada pernyataan Gunung tersebut hal itu menjadi permasalahan tersendiri dalam proses pengimplementasian. Pihak DJP dan Badora pun bukan pihak – pihak yang terlibat langsung dalam perundingan Tax Treaty Indonesia – Amerika. Namun pendapat Pak Gunung sebagai AR di Badora tidak sesuai dengan pendapat Ivan, Staf Seksi Perjanjian Eropa DJP yang berkata: “Intinya aplikasi Tax Treaty sudah kita terapkan di PER 61 dan PER 62. PER 61 mengatur tentang sayarat formal Surat Keterangan Domisili, sedangkan PER 62 membahas bahwa tidak boleh ada motif pengindaran pajak”(Wawancara tanggal 23 Oktober 2012 di DJP) Mengacu pada pernyataan di atas, pihak DJP berpendapat bahwa sebenarnya sudah terdapat peraturan turunan yang mengatur mengenai implementasi Tax Treaty Indonesia – Amerika
Serikat
tersebut.
Perbedaan
pendapat
kedua
sisi
Pemerintah
tersebut
mengindikasikan bahwa komunikasi juga masih kurang antar pegawai pajak. Pihak Badora menganggap peraturan hanya murni Tax Treaty tanpa ada peraturan turunan yang menjelaskan lebih detail. Hal ini dinilai dapat menjadi sumber permasalahan atau kendala
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
dalam penerapan karena tidak tersampaikannya informasi mengenai adanya kebijakan terbaru, yang dapat berimplikasi pada ketidaksesuaian dalam penerapan kebijakan antara peraturan perundangan yang berlaku dengan praktek di lapangan. Sedangkan pihak DJP berpendapat bahwa telah ada PER 61 dan PER 62 yang cukup jelas untuk mengimplementasi Tax Treaty. Hal ini disebabkan kurangnya sosialiasai internal pada kantor pajak yang secara tidak langsung dapat berakibat pada kesalahan penerapan Tax Treaty atau peraturan pemajakan itu sendiri. Selanjutnya, menurut Ivan, sosialisasi juga sudah dilakukan pada WP dan pihak KPP. Sosialisasi kebijakan tersebut diharapkan mampu mengedukasi WP dan pihak KPP sebagai instansi yang berkaitan langsung dengan WP. Pihak DJP mengharapkan KPP sebagai pihak internal dapat turut membantu jika ada kekurangan pemahaman atau pertanyaan terkait pengimplementasian kebijakan. Namun hal itu tidak sesuai dengan pernyataan Mr. X sebagai Bagian Keuangan dari Institusi Pendidikan XYZ di bawah ini : “Yah, sosialisasi memang sepertinya dibutuhkan dan itu akan menjadi perubahan baik mengingat guru kami bisa mendapat fasilitas seperti itu” (Wawancara tanggal 15 Oktober 2012 melalui email) Dari pendapat Mr. X tersebut dapat dilihat, ada kemugkinan DJP memang melakukan sosialisasi. Namun hasil dari sosialiasi tersebut tidak terlihat mengingat Institusi Pendidikan XYZ menilai mereka masih membutuhkan sosialisasi setelah mengetahui bahwa Tax Treaty artikel 20 tentang teachers and researchers mempunyai manfaat bagi para guru di Institusi Pendidikan XYZ. Hal ini mengindikasikan bahwa pada prakteknya di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pihak DJP di atas dimana mereka berpendapat bahwa WP dan KPP sudah mendapatkan sosialisasi yang cukup. 4.1.4
Disposisi (Sikap) Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimilki oleh implementator, seperti
komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki posisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Keberhasilan implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh bagaimana karakteristik implementator dan penerima dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Untuk mencapai keberhasilan implementasi factor sumber daya juga ikut berperan penting. Pihak DJP mengaharapkan adanya keaktifan dari sisi WP. Salah satu contoh kutipan dari Gunung : “Karena kita menganut self assessment system dimana WP harus proaktif sehingga kesadaran timbul dari WP bukan petugas pajaknya. Kalau bagi petugas pajak, kita
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
istilahnya bukan preventive ya, tapi kita hanya memberikan dapat memberi saran” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Menurut yang diungkapkan Gunung, sesuai dengan sistem perpajakan di Indonesia, WP diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu menghitung, menyetor dan melapor secara sendiri. Selain itu, WP harus aktif dan aware terhadap peraturan – peraturan yang ada, bukannya tidak peduli seperti kutipan wawancara guru asing Ms. A pada Institusi Pendidikan XYZ : “There was another regular tax. As far as I know, the tax rate is around 20%, or approximately 200 dollars a month. The thing is I’m alright with Indonesia Govenrment policy charged to my income with the kind of tax that I’m not really concern about. Well, to be honest, it’s only 200 bucks”(Wawancara tanggal 10 Oktober 2012 di La Piazza Kelapa Gading) Pernyataan Ms. A memberikan gambaran bahwa guru asing tersebut tidak tahu jenis pajak apa yang yang dipotong setiap bulan dari penghasilan mereka dan Ms. A tidak peduli mengenai hal itu. Sikap guru asing tersebut mencerminkan ketidakpedulian dimana tidak sejalan dengan implementasi yang dilihat dari faktor disposisi. Terlihat bahwa Ms. A tidak aktif dan dapat dikatakan tidak aware padahal self assessment system menuntut Wajib Pajak untuk aktif. Namun, dalam self assessment system pihak DJP juga harus memberikan binaan dan pemeriksaan. Jadi bukan dari satu pihak yaitu WP saja, melainkan pihak DJP juiga harus turut serta pula.
4.2
Analisis Permasalahan – permasalahan yang Dihadapi Dalam Implementasi Fasilitas Pembebasan Pajak Atas Penghasilan Guru Asing Sesuai Dengan Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat
4.2.1
Permasalahan dari Sisi Wajib Pajak Tax treaty merupakan suatu perjanjian bilateral antara dua Negara dalam hal ini
Amerika Serikat dan juga Indonesia. Kedudukan dari tax treaty sendiri sebenarnya mempunyai kekuatan hukum yang lebih besar dibandingkan dengan peraturan domestik yang sudah diketahui secara umum oleh perusahaan yang berada di Indonesia. Wajar bila dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, seringkali perusahaan tersebut masih mengacu kepada peraturan domestic yakni dalam hal ini Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008. Adapun permasalahan – permasalahan dilihat dari sisi Wajib Pajak (Institusi Pendidikan XYZ) antara lain, adalah sebagai berikut :
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
4.2.1.1 Wajib Pajak Tidak Mengetahui Adanya Tax Treaty Dalam prakteknya banyak permasalahan yang timbul terkait proses pemajakan dan atau pemanfaatan fasilitas pajak sebagaimana yang tertuang dalam tax treaty Indonesia – Amerika Serikat article 20 tentang teachers and research. Permasalahan pertama dari sisi Wajib Pajak muncul karena Institusi Pendidikan XYZ ataupun guru – guru tersebut tidak mengetahui adanya treaty tersebut. Hal ini mengacu pada pendapat dari Pak Gunung yang dikutip dari wawancara : “Ketidaktahuan dari sisi wajib pajak dan dari si pemberi kerja. Mereka tidak merajuk pada P3B melainkan pada undang – undang domestik yang dimana WP asing lebih dari 183, sudah berubah status menjadi Subjek Pajak Luar Negeri. Ini dikarenakan tidak mengertinya dari kedua pihak bahwa Tax Treaty adalah lex specialis dari Undang – undang PPh” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Menurut pendapat Gunung, WP (Institusi Pendidikan XYZ) tidak mengetahui bahwa untuk guru asing diberikan pembebasan pajak atas penghasilannya sehingga guru tersebut tidak perlu membayar pajak dan pemberi kerja tidak memotong penghasilan guru asing tersebut. Dalam artikel 20 tax treaty Indonesia – Amerika Serikat disebutkan bahwa pembebasan itu ada apabila syarat – syaratnya terpenuhi yaitu, kontrak untuk pertama kali atau kedatangan pertama, semata – mata mengajar atas undangan dan tidak mempunyai pekerjaan lain selain mengajar di Institusi yang mengundang. Ketidaksesuaian ini mengakibatkan pihak WP yakni para guru asing tetap dikenakan pajak sebagaimana diatur dalam undang-undang tanpa mengacu terlebih dahulu kepada peraturan tax treaty yang sifatnya lex specialis, yakni kewenangan tax treaty yang berposisi di atas atau lebih superior dibandingkan undang-undang pajak terkait (UU PPh). Bila dikaji lebih lanjut, guru – guru asing yang bekerja di Institusi Pendidikan XYZ telah memenuhi syarat dalam artikel 20 tersebut seperti yang dikutip dari wawancara dengan guru asing Mr. B: “This is my first time I teach English language in Indonesia. Before this, I was an English teacher in South Korea.”(Wawancara tanggal 10 Oktober 2012 di La Piazza Kelapa Gading) Sesuai pendapat Mr. B di atas, dapat dilihat bahwa Mr. B memang memenuhi syarat sebagai guru asing seperti yang tertera pada artikel 20 tax treaty Indonesia – Amerika Serikat. Jika dilihat dari sudut pandang tax treaty tersebut, seharusnya mereka tergolong dalam kategori sebagaimana diatur dalam tax treaty, sehingga Mr. B berhak mendapat perlakuan yang sesuai yaitu mendapat fasilitas pembebasan pajak atas penghasilannya. Namun demikian, Institusi Pendidikan XYZ yang bertindak sebagai pemberi kerja tidak mengetahui
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
mengenai adanya fasilitas pembebasan penghasilan atas guru asing mengakibatkan ketidaksesuaian peraturan yang berlaku dengan praktek dilapangan. Karena ketidaktahuan Institusi Pendidikan XYZ inilah yang membuat guru asing tersebut harus membayar pajak setiap bulannya yang dipotong dari gaji guru – guru asing tersebut. Hal ini seperti yang diungkap Mr. B berikut ini: “Yes, ever since I started to become a teacher, I pay tax with 5% rate every month, but I did not know what kind of tax that the government charged into my income.” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2012 di La Piazza Kelapa Gading) Mengacu pada pernyataan Mr. B di atas, Mr. B selalu membayar pajak dengan tariff 5% setiap bulannya semenjak menjadi guru di Indonesia. Tetapi Mr. B tidak mengetahui dasar pemajakan atau jenis pajak apa yang melandasi dikenakannya tariff tersebut. Hal tersebut dapat disebabkan karena ketidaktahuan pihak WP yakni Mr. B mengenai ketentuan perpajakan di Indonesia, baik yang diatur dalam undang-undang perpajakan atau yang diatur dalam tax treaty antar negara terkait. Imbasnya adalah terjadi kesalahan dalam pemungutan pajak yang seharusnya pajak tersebut dibebaskan. DJP sebagai otoritas pajak mempunyai peranan dalam sosialisasi. WP memang dituntut untuk melakukan penyetoran, penghitungan, dan pelaporan pajaknya sendiri sesuai dengan asas self assessment. Namun peranan DJP sebagai otoritas perpajakan negara seharusnya juga memiliki kewajiban untuk mengedukasi dan memberikan penyuluhan secara real kepada WP. Seharusnya jika proses tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya WP dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sekaligus memahami peraturan yang mengatur. 4.2.1.2 Wajib Pajak Kurang Pro Aktif Permasalahan lainnya selain ketidaktahuan mereka akan hal treaty adalah bahwa mereka tidak proaktif mengenai hal – hal perpajakan. Mengacu pada perpajakan Indonesia, dalam self assessment system, WP seharusnya aktif dan membuka mata pada peraturan – peraturan pajak yang ada, seperti dilansir dari pernyataan Gunung dari Badora: “Kita kan menganut self assessment. Harusnya dari pihak guru asing dan pemberi kerja pro-aktif kalau mereka menggunakan treaty dimana tax treaty lex specialis dengan UU PPh” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Menurut pendapat tersebut pihak Badora menganggap WP seharusnya pro-aktif terhadap perlakuan pajak di dalam Indonesia terhadap guru asing berdasarkan peraturan yang telah diatur di dalam tax treaty Indonesia-Amerika Serikat. Dalam permasalahan ini, dapat dikatakan WP memang kurang pro aktif tetapi pemerintah pun juga belum melakukan sosialisasi yang efektif. Bilapun WP pro aktif, namun pegawai pajak tidak mengerti secara
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
dalam mengenai perpajakan internasional terutama Tax Treaty malah akan menimbulkan masalah lainnya. Mengacu pada self assessment system, sebagai WP mempunyai kewajiban untuk melakukan kewajiban pajaknya sendiri yang antara lain; menghitung, menyetor dan melapor. Namun, dalam self assessment system, kewajiban bukan hanya pada pihak WP saja. Sesuai yang diungkap Pounder (1987) dan Asorey (1987) menyebutkan bahwa dalam self assessment system, bila ingin mencapai suatu administrasi pajak yang baik maka Wajib Pajak dan Pemerintah harus saling kerjasama. Kerjasama dalam hal ini Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya dan Pemerintah berperan dalam pembinaan serta pemeriksaan. Agar terjadi implementasi yang diharapkan, Pemerintah harus memberikan pembinaan berupa informasi dan edukasi terhadap Wajib Pajak. Namun, pembinaan yang dilakukan Pemerintah belum dapat dikatakan efektif karena pemerintah belum mengedukasi atau memberikan penyuluhan – penyuluhan mengenai hal – hal yang harusnya diketahui WP. Menurut pihak DJP, website pajak dan call center yang dibuat oleh DJP sudah cukup untuk menjadi bahan sosialisasi. Padahal tidak semua Wajib Pajak mengetahui dan membuka website yang disediakan DJP tersebut. DJP, sebagai otoritas pajak seharusnya lebih giat membina Wajib Pajak dengan edukasi peraturan – peraturan pajak melalui cara-cara yang lebih nyata seperti dengan mengadakan penyuluhan atau memberikan edaran. Sosialisasi yang dilakukan juga terbukti tidak cukup dengan hanya menyiapkan website pajak dan call center mengingat Institusi Pendidikan XYZ tidak mengetahui dan memahami hal-hal apa yang diatur dalam Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan tidak semua pihak mengetahui di mana harus mencari mengenai informasi dan perkembangan terkait peraturan perpajakan. Kurangnya sosialisasi itu mengakibatkan ketidaktahuan pihak yang berkepentingan, sehingga guru asing yang diundang tidak dapat menikmati fasilitas pembebasan yang ada artikel Tax Treaty tersebut. 4.2.1.3 Wajib Pajak Tidak Terdaftar di KPP Badora Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing merupakan satu – satunya kantor pajak di DKI Jakarta yang menangani sekaligus tempat untuk Badan dan Orang Asing untuk melakukan kewajiban perpajakannya seperti yang telah penulis bahas di subbab sebelumnya. Permasalahan yang di hadapi lainnya kemungkinan Institusi Pendidikan XYZ tersebut tidak terdaftar atau belum mendaftarkan diri di KPP Badora. Seperti yang dikemukakan oleh Gunung : “Dan ada kemungkinan Institusi Pendidikan XYZ melaporkan pajaknya ke KPP Pratama bukan ke Badora sehingga seperti yang saya bilang tadi bahwa KPP Pratama
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
awam dengan adanya tax treaty. Berbeda dengan Badora dimana tax treaty seperti sarapan sehari-hari” (Wawancara tanggal 17 Oktober 2012 di KPP Badora) Dari pernyataan di atas, pihak Badora menganggap adanya kemungkinan Institusi pendidikan XYZ mendaftarkan diri ke KPP Pratama tempat Institusi Pendidikan XYZ berdomisili, bukan ke KPP Badora. Institusi pendidikan asing dan perusahaan asing seharusnya mendaftarkan diri ke KPP Badora dimana petugas pajak di KPP Badora sudah mengerti Tax Treaty yang seperti disebutkan Pak Gunung bahwa Tax Treaty adalah sarapan sehari – hari pegawai khususnya AR pada KPP Badora. Pendapat Pak Gunung sejalan dengan pendapat Akademisi, Gunadi yang peneliti wawancara mengemukakan sebagai berikut: “Ya iya harus lapor dan menunjukan SKD. Orang pajak bukan paranormal jadi mana tahu kalau tidak lapor. Dan itu sebaiknya memang lapor di KPP Badora, bukan di KPP Pratama” (Wawancara tanggal 18 Oktober 2012 di MUC Consultant) Dari pendapat Gunadi tersebut, peneliti beranggapan bahwa tidak adanya koordinasi antara DJP/Badora dengan Wajib Pajak terkait dengan penggolongan untuk pelaporan dan penyetoran pajak. Kurangnya koordinasi tersebut berakibat WP tidak tahu bahwa seharusnya orang pribadi dan badan asing mendaftarkan diri pada KPP Badora, bukan di KPP Pratama yang khusus mengatur mengenai perpajakan WP dalam negeri. Terlebih lagi, saat ini semua perusahaan asing sudah di pusat kan untuk ditangani di KPP Badora, dimana sudah tersedia AR yang sudah memiliki pengetahuan lebih mengenai Tax Treaty yang memang difungsikan untuk melayani keperluan dan menjawab pertanyaan seputar perpajakan orang pribadi atau badan asing.
4.2.2 Permasalahan dari Sisi Pemerintah (DJP Kantor Pusat dan Badora) 4.2.2.1 Kurangnya Sumber Daya Permasalahan sumber daya dapat dikatakan sebagai permasalahan paling utama dari sisi pemerintah, seperti yang telah diuraikan dalam subbab sebelumnya bahwa ini bisa menjadi faktor pendukung atau faktor penghambat tergantung dari kondisinya. Dalam hal ini, sumber daya menjadi suatu permasalahan karena kurangnya sumber daya manusia dan kurangnya pengetahuan yang dimilki otoritas pajak. Peningkatan PMA yang imbasnya meningkat pula Orang Asing dan Badan Asing yang datang ke Indonesia, sehingga meningkat pula Wajib Pajak yang ada. Namun hal ini tidak diimbangin dengan ketersediaan Account Representative di KPP Badora yang mengakibatkan pengawasan dan implementasi kurang maksimal dan kurang efektif.
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
Ketimpangan jumlah Wajib Pajak asing dengan AR dapat menjadi salah satu contoh kurangnya sumber daya manusia. Wajib Pajak asing yang terdaftar di Badora berjumlah kurang lebih 12.000 orang sedangkan Badora hanya memiliki 30 orang AR dimana setiap 1 (satu) AR melayani kurang lebih sekitar 400 Wajib Pajak asing. Tingginya jumlah WP yang ada, dinilai bahwa dengan jumlah AR yang hanya sebanyak 30 orang tidak dapat mencukupi kebutuhan akan pelayanan terhadap kebutuhan Wajib Pajak asing yang jumlahnya tidak sedikit. Selain itu, tidak semua pegawai pajak, khususnya AR, mengerti mengenai Tax Treaty atau mengenai marteri perpajakan internasional secara umum. Setiap AR seharusnya memilki pengetahuan pajak yang tidak hanya sekedar pengetahuan pajak dasar. AR bertugas berhubungan langsung dengan Wajib Pajak yang bersangkutan, sehingga akan lebih baik bila setiap AR pada KPP mengerti akan materi Pajak bukan hanya secara umum namun sampai detail seperti materi teachers and researchers. Selain itu pajak internasional adalah pembelajaran materi pajak lanjutan yang seharusnya pegawai pajak sebagai otoritas pajak dibina untuk memahami peraturan – peraturan serta mengerti secara mendalam. Pengetahuan pegawai pajak yang masih minimal mengenai perpajakan internasional terutama Tax Treaty menjadi salah satu masalah dari segi sumber daya untuk menghasilkan suatu implementasi yang maksimal. 4.2.2.2 Permasalahan Kurangnya Sosialisasi dan Pendidikan Perpajakan Internasional Sosialisasi merupakan elemen penting dalam proses implementasi kebijakan karena proses implementasi yang benar tentunya menuntut peranan dari berbagai pihak terkait, yang dalam hal ini adalah pihak WP dan pihak pembuat kebijakan. Sosialisasi dapat dikatakan salah satu bagian dari komunikasi. Sesuai dengan teori Edward III, komunikasi merupakan salah satu faktor untuk melihat apakah suatu implementasi berhasil atau tidak. Dengan diterapkannya komunikasi yang jelas, konsisten, dan menyeluruh, maka akan dapat membantu proses implementasi untuk berjalan lebih baik dan efektif. Sosialisasi menjadi salah satu alat komunikasi seperti yang disebutkan Konsultan, Pak Ruston sebagai pada kutipan wawancara sebagai berikut: “Pemerintah ketika membuat peraturan seharusnya juga membuat sosialisasi, biar peraturan itu sampai ke masyarakat walaupun secara legal sudah dibilang diumumkan di lembaran negara. Jadi seperti Tax Treaty itu, ya masyarakat dianggap sudah tau. Itu masalahnya kurang sosialisasi. Harusnya kalau ada peraturan baru ya disosialisasikan”(Wawancara tanggal 19 Oktober 2012 di Citasco) Sesuai pendapat Ruston diatas, terlihat jelas salah satu permasalahan dalam pengimplementasian pembebasan fasilitas pajak atas penghasilan guru asing ini adalah
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
kurangnya sosialisasi dari DJP ke masyarakat atau dapat dikatakan sosialisasi ke WP. DJP mungkin
sudah
melakukan
sosialisasi,
namun
bentuk
sosialisasinya
yang
harus
dipertanyakan. Sesuai dengan wawancara yang dilakukan dengan Andy selaku pihak perwakilan DJP yang menyatakan bahwa sosialisasi sudah ada dalam bentuk website pajak dan tidak ada sosialisasi ke lapangan misal datang ke Institusi – institusi karena DJP akan melakukan sosialisasi hanya atas permintaan WP. Ruston menilai bahwa bentuk sosialisasi seharusnya lebih nyata dan lebih berbentuk real, agar masyarakat, dalam hal ini WP, bisa mengetahui dan memahami keberadaan atau perkembangan peraturan tersebut, bukan hanya dicantumkan dalam lembar negara dalam hal ini peraturan atau perundangan. Jika sosialisasi hanya dilakukan di tahapan institusi atau atas permintaan WP-WP tertentu maka pemerataan pengetahuan peraturan perpajakan tidak dapat tercapai. Sosialisasi yang dilakukan pihak pemerintah hendaknya tidak hanya dilakukan kepada WP namun sosilisasi internal pun juga perlu dilakukan. Proses sosialisasi yang jelas dan menyeluruh serta konsisten tersebut belum dapat dilaksanakan atau belum diterapkan dengan baik oleh pihak DJP selaku pembuat kebijakan. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Ivan dalam wawancara sebagai berikut: “Sosialisasi ada kalau dikantor pusat sendiri, tapi tidak tahu sering atau tidak. Kalau tidak salah sih pernah sekali. Lagipula sosialisasi hanya secara umum mengenai tax treaty, tidak scara khusus membahas teachers and researches karena itu bukan prioritas bagi kami”(Wawancara tanggal 23 Oktober 2012 di DJP) Menurut pendapat Ivan di atas, dapat terlihat dengan jelas bahwa pegawai pajak banyak yang tidak mengerti mengenai ketentuan yang tertuang dalam Tax Treaty. Menurut penuturan Ivan dalam wawancaranya, sosialisasi hanya pernah ada sekali yang bahkan mereka pun tidak ingat kapan tepatnya sosialisasi tersebut berlangsung. Sedangkan sosialisasi pada KPP Badora juga hanya pernah dilakukan sekali. Kemudian, materi yang disampaikan dalam sosialisasi pun hanya materi perpajakan umum. Materi mengenai perpajakan yang lanjut seperti Tax Treaty hanya sekilas disinggung serta tidak dibahas secara khusus dan mendalam. Menurut penunturan AR di Badora, sosialisasi di Badora tidak menjadi agenda wajib pagi pegawai pajak. Selain itu, sosialisasi internal pada mengenai perpajakan intenasional menggunakan Bahasa Inggris dimana tidak semua pegawai pajak di Badora mengerti. Sosialisasi adalah suatu bentuk dari komunikasi. Apabila komunikasi ingin berjalan lancar dan tujuan dari komunikasi ingin tercapai maka sasaran serta caranya pun harus tepat. Namun bila sosialisasi yang dilakukan tidak menggunakan bahasa yang lugas dan jelas, dalam hal ini
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
Bahasa Indonesia, akan sulit penyampaiannya mengingat tidak semua pegawai pajak yang menguasai Bahasa Inggris. Tax Treaty bukanlah peraturan yang sering berubah – ubah seperti peraturan turunan lainnya misal Peraturan Menteri Keuangan atau Surat Edaran, namun pembelajaran mengenai Tax Treaty tidaklah mudah dimengerti sehingga pegawai pajak perlu mendapat binaan, sosialisasi serta pembelajaran yang mendalam sekiranya minimal 1 kali setahun. Hal tersebut dinilai perlu dilakukan guna mendukung dan mengedukasi pegawai serta Wajib Pajak perihal peraturan mengenai ketentuan perpajakan yang berlaku. Diharapkan pegawai pajak dapat mengerti mengenai Tax Treaty agar implementasi kebijakan perpajakan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
5.
Kesimpulan
1.
Implementasi fasilitas pembebesan pajak atas penghasilan guru asing sesuai dengan Tax Treaty Indonesia – Amerika Serikat dilihat dari teori George Edward III ada 4 (empat) faktor, yaitu antara lain dari sisi sumber daya diketahui bahwa sumber daya manusia masih minim dari segi jumlah dan pengetahuan. Dilihat dari sisi birokrasi bahwa pendelegasian tugas dan wewenang masih belum jelas. Selanjutnya, dari sisi komunikasi terlihat bahwa terjadi ketidaksingkronan pendapat antar aparat pajak dan antar Pemerintah denga Wajib Pajak serta dari sisi disposisi (sikap) diketahui sikap dari otoritas pajak yang belum sepenuhnya melaksnakan sosialisasi dan pihak Wajib Pajak yang belum bersikap aktif terhadap ketentuan – ketentuan Tax Treaty.
2.
Permasalahan – permasalahan dalam implementasi fasilitas pembebasan pajak atas penghasilan guru asing khususnya pada Institusi Pendidikan XYZ antara lain adalah: a.
Dari sisi Wajib Pajak adalah Wajib Pajak tidak mengetahui Tax Treaty, Wajib Pajak kurang pro aktif, dan Wajib Pajak tidak terdaftar di KPP Badora.
b.
Dari sisi Permerintah (Direktorat Jenderal Pajak dan KPP Badora) adalah kurangnya sumber daya, kurangnya sosialisasi dan pendidikan perpajakan internasional.
6.
Saran
1.
Untuk Pihak Wajib Pajak Wajib Pajak seharusnya lebih mencari tahu dan proaktif mengenai peraturan – peraturan pajak terbaru yang sudah disediakan DJP di website pajak. DJP sudah menyiapkan kring pajak yang menyediakan fasilitas Tanya – Jawab untuk segala hal yang berhubungan serta jenis – jenis pajak apabila Wajib Pajak tidak mengerti. Jika
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
Wajib Pajak sudah mengetahui dan lebih proaktif, maka Institusi Pendidikan XYZ pun dapat mengetahui seharusnya Institusi Pendidikan XYZ terdaftar di KPP Badora mengingat relatif lebih mudah dalam melaksanakan perlakuan pajaknya sehingga implementasi berjalan sesuai yang diharapkan.
2.
Untuk Pihak Pemerintah (DJP dan Badora) Peningkatan kualitas internal bagi Pemerintah (DJP Kantor Pusat dan Badora) dapat berupa sosialisasi yang berkesinambungan dan pembelajaran tentang perpajakan internasional khususnya mengenai implementasi Tax Treaty. Selanjutnya, untuk peningkatan pengetahuan Wajib Pajak terhadap pemahaman Tax Treaty, sebaiknya Pemerintah meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi dengan cara mendatangi intsitusi – institusi pendidikan asing serta mengefektifkan peran Account Reprenstative masing – masing untuk membina Wajib Pajak yang berada dalam pengawasannya.
Kepustakaan Bird, Richard. M & Milka Casanegrade Jantscher. (1993). Improving Tax Administration in Developing Countries. International Monetary Fund. Darussalam, John Hutagaol, Danny Septriadi. (2010). Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional. Jakarta: PT Dimensi Internasional Tax. Gunadi. (2001).Taxation On Personal Service Income: Based on Income Tax Law and Tax Treaty. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Indonesia. ______. (1997). Pajak Internasional. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. ______.(2007). Pajak Internasional: Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Haig, Robert. M. The Concept of Income-Economic and Legal Aspect, reading in the economics of taxation. George Allen & Unwin ltd. Hutagaol, John. (2000). Pemahaman Praktis : Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Negara – Negara di Kawasan Asia Pasifik, Amerika dan Arika. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Isenbergh, Joseph. (2000). International Taxation. New Cork : Foundation Press. Mansury, R. (2000). Pembahasan Mendalam Pajak Atas Penghasilan. YP4. __________.(1998). Perpajakan Internasional Berdasarkan Undang-Undang Domestik Indonesia. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan. Mardiasmo. (2008). Perpajakan edisi Revisi 2008. Yogyakarta: CV Andi Offset. Marsyahrul, Tony. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT Grasindo Noelldo, Jose N & Mercedita Santiago – Noelldo. (1971). Handbook on Taxation. Philippines: National Book Store. Nurmantu, Safri. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit. Simons, Henry C. (1938). Personal Income Tax, The Definition of Income as a Problem of Fiscal Policy. Unversity of Chicago Press. Soemitro, Rachmat. (1998). Asas dan Dasar Perpajakan, Buku 1. Jakarta: Penerbit Refika Aditama.
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013
Surahmat, Rachmanto. (2001). Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda : Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yudkin, Leon. (1971). A Legal Structure for Effective Income Tax Administration. International Tax Program Harvard School, Cambridge. Zakaria, Jaja. (2001). P3B Serta Penerapanya di Indonesia. PT. Fisca Sarana. www.bkpm.go.id diunduh Jumat 8 Juni 2012 pukul 11:40 WIB United Nations. (1970). United States Income Taxation of Private Investments in Developing Countries. New York: United Nations Publication. Republik Indonesia,Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ________________,Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda _______________,Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Amerika Untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berkenaan dengan Pajak Atas Penghasilan
Analisis Implementasi ..., Puti Namira Mairani, FISIP UI, 2013