IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBERIAN IMBALAN ATAS BUNGA DALAM PEMENUHAN HAK WAJIB PAJAK (STUDI PADA KPP X) Laga Abdar, Gunadi Program Studi Ekstensi Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang Implementasi Kebijakan Pemberian Imbalan Atas Bunga Dalam Pemenuhan Hak Wajib Pajak (Studi Pada KPP X). Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pemberian imbalan bunga khususnya di KPP X menggunakan pendekatan C. III Edward George yang bertujuan untuk menentukan kebijakan yang telah dilaksanakan dan sejauh mana keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan. George C. Edward III menggunakan empat variabel dalam kebijakan publik sebagai berikut Komunikasi, Sumber daya, Sikap dan struktur birokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dari hasil studi penelitian, diketahui bahwa pelaksanaan kebijakan pemberian imbalan bunga dalam pemenuhan hak-hak wajib pajak di KPP X telah berjalan dengan baik berdasarkan model implementasi Edward George C III. Kata kunci: Implementasi ,imbalan bunga, hak wajib pajak, Model Implementasi George C Edward III.
ABSTRACT This researcher deals on the Implementation of Policy on Interest Rewarding the Taxpayer Rights Fulfillment (Case studies in KPP X). In this study to evaluate the implementation of the remuneration policy of interest especially in KPP X using George C. Edward III approach which aims to determine the policies that have been implemented and the extent of success in achieving policy objectives. by George C. Edward III there are four variables in the public policy as follows Communication, Resourses , Dispositions and bureaucratic structure. The research method used is a qualitative approach. From the results of research studies, it is known that the implementation of the remuneration policy of the interest in the fulfillment of the rights of taxpayers in the KPP X has been running well by the model implementation Edward George C III. Keywords: Implementation , interest rewarding, taxpayer rights, Goerge C Edward III.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah
Pembiayaan
pengeluaran
pembangunan
dan
penyelenggaraan
pemerintahan memerlukan biaya yang besar. Besarnya jumlah pengeluaran pemerintah tersebut harus dapat diimbangi oleh peningkatan penerimaan negara. Sejalan dengan perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang semakin meningkat, sehingga sumber-sumber penerimaan negara harus terus dapat dioptimalkan. Optimalisasi penerimaan negara menjadi tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu, pemerintah menempuh berbagai langkah optimalisasi, baik kebijakan (policy measures) maupun administratif (administrative measures) terkait dengan penerimaan negara. (rakhmatullah, 2012,p.2). Pajak memegang peranan penting sebagai sumber penerimaan negara sebagaimana terlihat dalam APBN. Berikut Realisasi Penerimaan Negara (dalam Miliar Rupiah) :
Sumber Penerimaan Negara Tahun 2011-2013
Sumber Penerimaan Penerimaan Perpajakan Pajak Dalam Negeri Pajak Perdagangan Internasional Penerimaan Bukan Pajak
2011
2012
2013
873,874
1,016,237
1,192,994
819,752 54,122
968,293 47,944
1,134,289 58,705
331,472
341,143
332,196
Jumlah / Total 1,205,346 1,357,380 Sumber: Departemen Keuangan ( LKPP, APBN-P, dan APBN)
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
1,525,190
Universitas Indonesia
Terlihat dari tabel di atas bahwa jumlah penerimaan dari pajak cukup besar jika dibandingkan dengan sumber penerimaan negara lainnya, yaitu 72%. Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak. Target penerimaan pajak dalam APBN juga terus dinaikkan setiap tahunnya agar penerimaan pajak dapat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun . Pada kenyataan, peningkatan jumlah penerimaan pajak yang telah terealisasi tetap saja belum memadai sehingga pemerintah perlu melakukan upaya untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak. Pada umumnya, pajak memiliki beberapa unsur pokok yang harus dipenuhi diantaranya : merupakan pungutan wajib, harus berdasarkan undangundang, dapat dipaksakan, tidak menerima kontraprestasi dan untuk membiayai pengeluaran umum. (Nurmantu, 2005, p. 14 - 21). Selain itu pajak juga harus memenuhi setidaknya empat prinsip/ azas yaitu Equality (pajak harus adil dan merata), Certainty (pajak harus memnuhi kepastian hukum), Convenience (tidak menyulitkan), dan Economy (Mansury, 1999, p. 4 - 6). Dalam rangka lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu keseimbangan hak negara dan hak Wajib Pajak maka Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak. Salah satu hak Wajib Pajak yang diatur dalam UU KUP adalah pemberian imbalan bunga. Kondisi yang menyebabkan timbulnya kewajiban pemberian imbalan bunga oleh pemerintah sesuai dengan kesetaraan hukum apabila Wajib Pajak terlambat membayar pajak kepadanya dikenakan sangsi administrasi karena itu sebagaimana diatur dalam pasal 13 UU KUP. Secara umum pemberian imbalan bunga berdasarkan tipe Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, Wajib Pajak terlambat menerima hak pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Kedua, Wajib Pajak telah membayar utang pajak, namun, setelah melalui proses hukum administrasi dengan benar, diputuskan bahwa utang pajak yang telah dibayar lebih besar dari utang pajak sebagaimana dimaksud dalam keputusan hukum administrasi tersebut. Menurut Raden suparman dalam blognya menyatakan apabila Wajib Pajak yang diperiksa memilki uang untuk membayar hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak yakin bahwa di tingkat banding bisa menang, maka lebih baik bayar 100% hasil pemeriksaan. Kemudian keberatan, dan banding ke Pengadilan Pajak. Dapat dianggap bahwa pembayaran tersebut investasi karena setelah banding akan keluar restitusi sejumlah uang yang kita investasikan ditambah imbalan bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Artinya, setahun dapat imbalan bunga 24%. Jauh lebih besar daripada bunga yang didapat apabila dibandingkan dengan berinvestasi di bank.(Suparman, 2012,p.1)
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Lalu timbul suatu isu perpajakan atas pemberian imbalan bunga. Berkisar pada apakah imbalan bunga tersebut merupakan kerugian negara atau keadilan. Hal timbul karena imbalan bunga merupakan pengeluaran pemerintah kepada Wajib Pajak tanpa mendapatkan timbal balik berupa barang dan jasa. Perdebatan juga makin meluas karena imbalan bunga merupakan pengeluaran yang tidak dianggarkan dalam APBN dan bukan merupakan pengeluaran dalam rangka fungsi pemerintah memberikan pelayanan kepada publik. Pada dasarnya imbalan bunga merupakan hak Wajib Pajak yang harus diberikan namun di samping itu menimbulkan kerugian bagi negara. Pajak yang menjadi andalan utama sumber penerimaan patut didukung dengan sistem peradilan pajak yang baik dan cepat. Realisasi Pembayaran Imbalan Bunga Tahun 2009- 2011 (Dalam Miliaran Rupiah) Realisasi Belanja Pembayaran Imbalan Bunga Pajak
% Kenaikan (Turun)
Tahun
Anggaran
2009
0
1.057
-
S
2010
0
1.321.
25,01 %
2011
0
1.247
(5,61%)
sumber: Laporan Keuangan DJP 2011 Audited
Realisasi Pembayaran imbalan bunga di atas merupakan imbalan bunga atas keterlambatan pembayaran pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keputusan keberatan, banding dan peninjauan kembali yang mengabulkan permohonan Wajib Pajak. Terlihat pada tabel di atas bahwa setiap tahunnya tidak terdapat anggaran untuk pembayaran imbalan bunga pajak. Ketentuan Pasal 27A ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2009 berikut berbunyi : “Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.” Menurut Henderi bahawa pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak merupakan salah satu perwujudan azas keadilan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak. Ketika Wajib Pajak salah atau lalai dalam menjalankan kewajiban perpajakannya maka dikenakan sanksi adminstrasi baik berupa bunga, denda, ataupun kenaikan dari jumlah kewajiban pajak yang seharusnya dibayar atau terhutang oleh nya. Akan tetapi, ketika Wajib Pajak sudah menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar, pada saat yang bersamaan terjadi kelebihan pembayaran pajak atas kewajiban yang seharusnya dibayar atau terutang oleh Wajib Pajak maka akan memperoleh imbalan bunga atas kelebihan tersebut. (Henderi, 2012, p.1) Pelaksanaan imbalan bunga masih menghadapi masalah administrasi pemerintah. Salah satu penyebab timbulnya imbalan bunga yaitu keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. Keterlambatan
pembayaran
mengakibatkan aliran uang tunai yang bisa memperkuat likuiditas Wajib Pajak menjadi terganggu. Atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak menimbulkan imbalan bunga. Sehingga timbul pemberian imbalan bunga yang menjadi kerugian negara yang merupakan pengeluaran yang seharusnya tidak perlu dikeluarkan apabila Wajib Pajak mendapatkan kelebihan pembayaran. Contoh terjadi pada pembayaran restitusi yang terlambat dibayarkan adalah kepada PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, PT Naga Mas Palmoil Lestari dan PT Alfa Kurna. Keterlambatan ini merugikan keuangan negara berupa imbalan bunga sebesar 2 persen per bulan untuk paling lama 24 bulan dari jumlah restitusi yang harus dibayar oleh negara. Akibat penyalahgunaan wewenang
dan
pembiaran
terhadap
pelanggaran
perundang-undangan
berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK, negara berpotensi dirugikan atas imbalan bunga sebesar Rp 66,41 miliar untuk kasus PT PHS dan Rp115,784 juta untuk kasus PT Alfa Kurnia. BPK juga menyimpulkan permohonan restitusi PT Permata Hijau Sawit tahun 2007 senilai Rp138,357 miliar telah melewati jangka 12 bulan dan belum dicairkan Ditjen Pajak sehingga dianggap dikabulkan dan
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
terdapat potensi pengeluaran negara atas imbalan bunga sebesar dua persen sebulan maksimal 24 bulan. ( Tarigan, 2011, p.4). Imbalan Bunga yang diatur di dalam Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 27A dan diatur lebih jelas di dalam Peraturan Menteri Keuangan merupakan salah satu hak Wajib Pajak dan kewajiban dari fiskus. Namun hak mendapatkan Imbalan bunga tersebut tidak serta merta di dapatkan langsung oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak harus melakukan permohonan kepada Kantor Pelayanan Pajak terkait. Selain itu Pemberian imbalan bunga sejogyanya bertentangan dengan fungsi pajak bugeter karena merupakan pengeluaran negara serta
tidak
dianggarkan
dalam
APBN.
Sehingga
bagimanakah
fiskus
mengimplementasikan aturan pemberian imbalan bunga itu menjadi suatu hal yang penting. Analisis pelaksanaan kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam sebuah struktur kebijakan. Dalam praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks dan bahkan tidak jarang bermuatan politis karena adanya intervensi dari berbagai kepentingan (Perdanawati, 2008:32). Sejalan dengan hal tersebut pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi suatu kebijakan, dalam hal ini pemberian imbalan bunga adalah dengan menggunakan teori Edward III. Implementasi dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil, menurut Edward III ada empat variable dalam kebijakan publik yaitu Komunikasi (Communication), Sumber Daya (Resourses), sikap (Dispositions atau Attitude) dan suatu birokrasi (bureaucratic structure ). Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi implementasi kebijakan pemberian imbalan bunga khususnya pada KPP X menggunakan pendekatan George C Edward III yang bertujuan untuk mengetahui kebijakan yang telah dilaksanakan dan sejauh mana keberhasilan kebijakan dalam mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan pendapat George C Edward III bahwa studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan Kebijakan antara pembetukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimpelemntasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. (Nurani, 2009) 1.2. Pokok Permasalahan Terkait dengan hal itu, pertanyaan penelitian yang berusaha dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana implementasi pemberian imbalan bunga yang merupakan hak Wajib Pajak ? 2. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian imbalan bunga ? 1.3. Tujuan Penelitian Terkait dengan pokok permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan tujuan penelitiannya sebagai berikut: 1.
Menggambarkan dan menganalisis implementasi pemberian imbalan bunga yang merupakan hak Wajib Pajak
2.
Menggambarkan dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian imbalan bunga
2. Tinjauan Teoritis Pemberian imbalan Bunga adalah suatu Kebijakan. Kebijakan dapat diartikan sebagai tindakan politik atau serangkaian prinsip, tindakan yang dilakukan sesorang, kelompok atau pemerintah atau aktor terhadap suatu masalah. (Wahab, 2010, p.13). Kajian kebijakan, dalam lingkup kebijakan publik, merupakan rangkaian pilihan yang saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah. (William, 2003, p.109). Kebijakan publik tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah melainkan juga termasuk apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Pilihan tersebut berada di tangan badan dan pejabat pemerintah. Public Policy dalam arti luas mempunyai dua aspek pokok:
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
1.
Policy merupakan praktika sosial, ia bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan Pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan dipergunakan pula oleh kepentingan masyarakat
2.
Policy adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh baik untuk mendamaikan “claim” dari pihak – pihak yang konflik, atau untuk menciptakan “incentive” bagi tindakan bersama bagi pihak – pihak yang ikut menetapkan tujuan akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha tersebut. ”Public policies are those policy developed by governmental bodies
and officials.” didefinisikan oleh Anderson yang merupakan pengertian dari kebijakan publik sebagai berikut : 1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah 2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah 4. Kebijakan publik dapat berupa kebijakan yang positif dan negatif. Kebijakan positif menurut pemerintah melakukan sesuatu. Sedangkan kebijakan negatif merupakan kebijakan untuk tidak melakukan sesuatu. Kebijakan pemerintah dalam arti positif didasarkan atau dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa. (Irfan Islamy, 1992, p.19) Dalam
memahami
bagaimana
implementasi
kebijakan
bekerja
dalam
mewujudkan tujuan kebijakan, akan dibahas model implementasi menurut Edward III. Menurut Edward III (1980, 1) menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya, without effective implementation the decission of policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan beureucratic structures. 1. Komunikasi Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada
organisasi
dan/atau
publik,
ketersediaan
sumber
daya
untuk
melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency) (Widodo, 2007). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait. 2. Resources atau sumber daya Resources atau sumber daya berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. Sumber daya memiliki komponen yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
3. Disposition Diposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untukmenjalankan
kebijakan
publik
tersebut,
kecakapaan
saja
tidak
mencukupi, tanpakesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. 4. Struktur birokrasi Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri (Widodo, 2007). Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan sudah dibuat Standart Operation Procedur (SOP). Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan
terfragmentasi
akan
cenderung
melemahkan
pengawasan
dan
menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel. Sanksi secara konvensional dibagi dalam dua bagian besar yaitu imbalan (reward) dan hukuman (punishment). Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Imbalan dan hukuman merupakan konsep sanksi yang selalu banyak didiskusikan oleh semua orang dalam kaitan dengan sebuah pertanyaan mana yang lebih efektif antara reward dan punishment. Hukuman kelihatannya tidak sebaik apabila dikenakan suatu imbalan. Kecepatan dalam memberikan hukuman atau imbalan akan mendatangkan kepastian yang amat penting dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sangat pelik. Penghukuman atau imbalan secara lebih awal akan memberikan pengaruh, dibanding dengan menunda-nunda permasalahannya. Contoh dari imbalan dalam kenegaraan adalah mendapatkan kembali pajak yang telah lebih dibayar beserta imbalan bunganya.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Dengan keteladanan
imbalan
yang
konkrit
seperti
contoh
diatas,
maka
akan meluas dan pada gilirannya akan mendorong meningkatnya
kepatuhan terhadap norma hukum positif, tanpa melulu harus dipaksanakan kepatuhannya melalui punishment. Kecepatan dalam memberikan hukuman atau imbalan akan mendatangkan kepastian yang amat penting dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sangat pelik. Penghukuman atau imbalan secara lebih awal akan memberikan pengaruh, dibanding dengan menunda-nunda permasalahannya. Kontrol keperilakuan dalam kerangka konsep dan teori sudah dipaparkan memberikan pengaruh yang kuat dalam niat
perilaku individu,
sementara teori tax compliance yang menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan dipengaruhi
oleh kontrol keperilakuan, niat, kondisi dan perilaku organisasi
seperti struktur, rewards, punishment, teknologi informasi, perpustakaan. Menurut Prof. R. Djokosoetono, SH bahwa Negara adalah organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada dibawah pemerintahan yang sama. Dalam sebuah organisasi terdapat tiga bentuk reward yang dapat diberikan kepada individu yang disebut sebagai The Reward Triangle yaitu (Basu Swastha, Manajemen Penjualan, BPFE Yogjakarta) : a.
Direct financial Reward, seperti peningkatan gaji, bonus, komisi, contest, insentif dan lainnya.
b.
Career Advancement, seperti teritory yang luas, pelanggan ukuran besar, promosi jabatan dan lainnya.
Recognition, sertifikat penghargaan perncapaian prestasi, recognition dinners, bingkisan, tropi, berita di media organisasi dan keanggotaan pada kelompok khusus. 3.
Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu upaya untuk menangkap gejala-gejala berdasarkan disiplin metodologi ilmiah dengan tujuan menemukan prinsipprinsip baru. Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis dan rasional yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data untuk menarik kesimpulan
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
(Hamidi, 2007, p. 22). Adanya metode penelitian menjadikan suatu penelitian dapat dikerjakan secara sistematis dan teratur. Suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi. Dalam melakukan penelitian implementasi pemberian imbalan bunga pada KPP X peneliti juga menyusun suatu metode penelitian agar penelitian ini dapat dikerjakan secara sistematis dan teratur sehingga dapat memperoleh hasil yang objektif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam bagaimana pelaksanaan dari pemberian imbalan bunga oleh fiskus kepada wajib pajak. Berdasarkan tujuannya, penilitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana peneliti akan membahas gambaran kebijakan fasilitas pajak penghasilan. Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini merupakan penilitian terapan. Berdasarkan dimensi waktu yang digunakan, penelitian ini menggunakan dimensi cross –sectional. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti hanya sekali yaitu pada tahun 2013, selama periode Januari 2013 hingga Juni 2013 dengan kata lain selama enam bulan dalam satu tahun. Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah antara lain studi kepustakaan dan studi lapangan. Pada penelitian ini digunakan, teknik analisis data inductive data analysis atau analisa data induktif. 4.
Hasil Penelitian dan Analisis
4.1 Implementasi Kebijakan Pemberian Imbalan Bunga pada KPP X Pada bab ini menjelaskan mengenai analisis implementasi kebijakan pemberian imbalan bunga pada KPP X. Analisis disusun berdasarkan hasil pengumpulan data yang diperoleh dari wawancara kepada informan serta sumber literatur atau berbagai tulisan yang terkait dengan kebijakan pemberian bunga tersebut. Analisis implementasi pemberian imbalan bunga dilakukan dengan model implementasi kebijakan yang dikemukakan George C Edward III. Peneliti akan menganalisis implementasi pemberian imbalan bunga pada KPP X. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisa ini adalah mengetahui apakah implementasi kebijjakan pemberian imbalan bunga memiliki kesesuaian konsep implementasi yang di kemukakan George C Edward III. Sebelum menganalisis hasil penelitian terlebih dahulu diuraikan tahapan penelitian kualitatifnya pada tahap pertama
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
peneliti telah mengumpulkan data mentah melalui wawancara dan sumber literatur yang ada. 4.1.1 Komunikasi Sisi komunikasi dalam implementasi kebijakan pemberian imbalan bunga telah dilaksanakan dengan baik. Kebijakan pemberian imbalan bunga dibuat oleh pemerintah, yaitu Direktorat Jenderal Pajak di bawah Departemen Keuangan. Pelaksana kebijakan adalah petugas pajak/fiskus pada KPP X. Sedangkan objek yang diatur adalah pelaksanakan pemberian imbalan bunga pada KPP X. Dalam penelitian ini ditemukan alur komunikasi antara beberapa pihak yang terlibat dalam implementasi pelaksanaan pemberian imbalan bunga adalah sebagai berikut :
Alur komunikasi pemberian imbalan bunga Direktorat Jenderal Pajak Kanwil KPP X 2 Direktur Jenderal Pajak KPP X
4
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
3 Wajib Pajak 1
5
Sumber : Wawancara dengan Fiskus KPP X
Bagan diatas menunjukan adanya empat pihak yang terkait dengan pemberian imbalan bunga pajak pada KPP X. Terdapat lima arus komunikasi yang terjadi saat pelaksanaan pemberian imbalan bunga. Komunikasi pertama terjadi antara Wajib Pajak dengan pelaksana kebijakan pemberian imbalan bunga yaitu Direktorat Jenderal Pajak khususnya KPP X ( KPP tempat Wajib Pajak terdaftar). Komunikasi kedua terjadi antara pelaksana kebijakan dengan Direktorat Jenderal Pajak Kanwil KPP X. Komunikasi Ketiga terjadi antara KPP X dengan Wajib Pajak lalu bersamaan dengan terjadinya komunikasi ke empat yaitu dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Terakhir terjadi
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
komunikasi tahap kelima antara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dengan Wajib Pajak. Komunikasi yang terjadi pada tingkat pertama merupakan proses pertama yang dilakukan yaitu Wajib Pajak KPP X melakukan permohonan secara tertulis melalui Surat Permohonan Penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga kepada KPP X. Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga terhadap Wajib Pajak namun pada kenyataannya ketidakadaan dasar peraturan mengenai batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, maka Wajib Pajak pada KPP X membuat permohonan tertulis kepada KPP X. Mekanisme pemberian imbalan bunga antara lain: •
Wajib Pajak mengajukan surat permohonan imbalan bunga ke KPP, dengan melampirkan surat keputusan keberatan/banding/peninjauan kembali, beserta dengan jumlah imbalan bunga yang akan diterima oleh Wajib Pajak
•
KPP akan melakukan verifikasi atas permohonan Wajib Pajak tersebut, dan menerbitkan surat perintah untuk mentransfer imbalan bunga tersebut. Berikut hasil wawancara dengan fiskus KPP X yang menangani
pemberian imbalan bunga : “ Kami memverifikasi dahulu jumlah imbalan bunga kepada pihak terkait, misalkan Kanwil DJP Bagian Keberatan (dalam hal keberatan), atau Pengadilan Pajak (dalam hal banding), atau Mahkamah Konstitusi (dalam hal peninjauan kembali). Untuk pengawasan internal kami sendiri, untuk imbalan bunga yang belum ditransfer ke Wajib Pajak maka masih menjadi tunggakan pekerjaan di bagian pelayanan yang dapat dimonitor langsung oleh Kepala Kantor. Tunggakan imbalan bunga juga harus cepat disikapi oleh karyawan KPP X terutama bagian pelayanan, karena merupakan salah satu poin dalam penilaian KPP X yang dilakukan oleh Kantor Pusat. “
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
“ Secara formal melalui surat menyurat. Kami juga melakukan komunikasi langsung dengan Wajib Pajak misalkan melalui telpon.” Dari gambaran umum, cukup jelas bahwa imbalan bunga diberikan karena kelebihan pembayaran pajak. Awalnya dari surat ketetapan pajak. Kemudian Wajib Pajak keberatan atas surat ketetapan pajak dan keluar SK Keberatan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Atau Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan dan mengajukan banding, kemudian keluar Putusan Banding yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Atau tidak puas dengan hasil banding sehingga mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, kemudian terbit Putusan PK yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Restitusi tersebut ditambah dengan imbalan bunga maksimal 48%. Menurut Pasal 27A ayat (1) UU KUP, imbalan bunga tersebut dihitung: a.
sejak tanggal SSP atas pembayaran pajak dalam hal surat ketetapan pajak berupa SKPKB, dan SKPKBT, sampai keputusan yang menyatakan restitusi.
b.
sejak tanggal surat ketetapan pajak dalam hal SKPN dan SKPLB sampai dengan keputusan yang menyatakan restitusi.
Sejak amandemen 2007, ada tambahan aturan yaitu Pasal 27A ayat (1a) UU KUP yang menambah pemberi putusan. Jika di ayat (1) pemberi putusan lembaga peradilan, yaitu proses keberatan, proses banding, dan proses PK maka di ayat (1a) pemberi putusan adalah administratif DJP yang berupa: a.
Surat Keputusan Pembetulan,
b.
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
c.
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak. Selain yang berasal dari surat ketetapan pajak, Pasal 27A ayat (2) UU
KUP juga mengatur bahwa yang berasal dari Surat Tagihan Pajak (STP) juga bisa mendapatkan imbalan bunga. STP yang dimaksud adalah STP karena tidak membuat faktur pajak atau membuat tapi terlambat yang diatur di Pasal 14 ayat
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
(4) UU KUP. Dan STP yang diterbitkan karena bunga penagihan yang diatur di Pasal 19 ayat (1) UU KUP. Berikut bagian penjelasan Pasal 27A (2) UU KUP: Imbalan bunga juga diberikan terhadap pembayaran lebih Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan berdasarkan Pasal 14 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (1) sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan
Pajak
Kurang
Bayar
Tambahan,
yang
memperoleh
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. Pengurangan atau penghapusan yang dimaksud merupakan akibat dari adanya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tersebut, yang mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak. Tetapi, ternyata tidak semua SKPKB atau SKPKBT dapat menghasilkan imbalan bunga. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 mengatur bahwa imbalan bunga tidak diberikan dalam hal: a.
Wajib Pajak setuju hasil pemeriksaan tetapi bayar sebelum proses keberatan.
b.
Wajib Pajak tidak setuju hasil pemeriksaan tetapi bayar sebelum proses keberatan. Maksud setuju adalah Wajib Pajak setuju pada saat proses Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi (istilah baru sejak PP 74). Apabila setuju maka tidak akan mengajukan keberatan karena tidak ada sengketa. Tetapi UU KUP tidak menutup hak tersebut. Artinya, proses keberatan boleh dilakukan baik Wajib Pajak setuju atau tidak. Konsekuensi dari setuju atas hasil pemeriksaan memang SKPKB atau SKPKBT menjadi terutang dan DJP dapat melaksanakan tindakan penagihan. Sebenarnya atas ketetapan tersebut sudah pasti. Tetapi menjadi tidak pasti. Ketidakpastian tersebut dikarenakan Wajib Pajak mengajukan proses banding.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Kondisi kedua, Wajib Pajak tidak setuju tetapi bayar. Jika Wajib Pajak menyatakan tidak setuju pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, sebenarnya utang pajak tertangguh sampai ada keputusan keberatan, atau banding, atau peninjauan kembali. Lagi-lagi Wajib Pajak ternyata bayar. Dua kondisi tersebut diatas menjadikan bahwa Wajib Pajak dapat "berinvestasi" dengan mengharapkan imbalan bunga. Kemudian dengan Pasal 43 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 kemungkinan tersebut ditutup. Jadi seharusnya jika Wajib Pajak setuju, maka tidak boleh keberatan. Kalaupun keberatan dan dikabulkan maka yang kembali sebatas pokok saja (restitusi). Tidak ada imbalan bunga. Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak setuju, maka tidak boleh bayar dulu. Nanti dibayar jika Wajib Pajak setuju atas SK Keberatan atau Putusan Banding. Dengan demikian, sekarang imbalan bunga yang berasal dari surat ketetapan pajak hanya diberikan jika Wajib Pajak mengklaim kelebihan pajak dengan menyampaikan SPT Lebih Bayar. Bukan yang berasal dari setoran pajak sebelum proses keberatan. Imbalan bunga diberikan atas selisih surat ketetapan pajak dengan putusan peradilan yang menyebabkan kelebihan pajak. Sehingga sekarang tidak bisa lagi "investasi" dengan mengharapkan imbalan bunga setelah proses pemeriksaan atau verifikasi. 4.1.2 Sumber Daya Sumber daya yang dimaksud George C Edward III adalah hal-hal yang meliputi staff, information, authority, dan facilities. Diantara hal-hal lain berkenaan dengan resources, keempat hal diatas dianggap memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kebijakan publik. Menurut George C Edward III sumber daya memiliki posisi sangat penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Tanpa kecukupan sumber daya, apa yang direncanakan tidak akan sama dengan apa yang akhirnya diterapkan.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
4.1.2.1 Staf Pembahasan tentang staf diarahkan pada pembahasan kualitas pegawai-pegawai yang akan terlibat dalam pembuatan maupun pelaksanaan kebijakan. George C Edward III mengatakan bahwa pembahasan mengenai staf
tidak
hanya
membicarakan
besaran
saja.
Karena
keberhasilan
implementasi kebijakan juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan (kualitas) staf pelaksana. Berdasarkan hal tersebut, George C Edward III menyarankan dua besaran pokok dalam menganalisa sumber daya yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan publik, yaitu menganalisa size dan skills. Salah satu kendala yang dihadapi KPP X dalam melaksanakan kebijakan pemberian imbalan bunga adalah terbatasnya sumber daya manusia (staf) dalam hal ini adalah Account Representative (AR). Setiap AR memiliki tugas mengawasi dan konsultasi kepada sejumlah Wajib Pajak yang menjadi tanggung jawabnya. Jumlah AR pada KPP X adalah 20 orang. Jumlah ini tentu saja lebih kecil daripada total Wajib Pajak terdaftar yang harus ditangani. Jumlah AR yang sedikit ini tidak memungkinkan AR membuat prioritas pengawasan kepada Wajib Pajak tertentu. 4.1.2.2 Informasi/Data Berkaitan dengan informasi sebagai salah satu pengaruh terhadap sumber daya terdapat hal penting yaitu informasi yang berkaitan dengan bagaimana kebijakan itu harus dilakukan. Informasi selanjutnya berkaitan dengan aturan atau ketentuan yang harus diketahui berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan. Beberapa Wajib Pajak pada KPP X berdasarkan hasil wawancara mengetahui adanya pemberian imbalan bunga bagi Wajib Pajak, namun begitu ada beberapa Wajib Pajak yang kurang mengetahui informasi mengenai pemberian imbalan bunga tersebut. Hal ini tentu saja juga merupakan hambatan yang harus ditangani baik oleh Wajib Pajak maupun Fiskus.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
4.1.2.3 Fasilitas (Sarana dan Prasarana) Pada
dasarnya
ketersediaan
fasilitas
dalam
implementasi
pelaksanaaan imbalan bunga sangat berkaitan dengan anggaran keuangan yang ada di KPP X dalam melaksanakan implementasi kebijakan pemberian imbalan bunga ” Kurang mencukupi apabila dibandingkan dengan target penerimaan.” Dari Sisi Wajib Pajak KPP X bahwa ada yang mendapatkan penundaan pemberian imbalan bunga dikarenakan target KPP X yang belum tercapai sehingga imbalan bunga tersebut di dapatkan setelah tutup tahun buku KPP X. “ Penundaan berkisar 2-3 bulan, tapi tidak banyak yang dapat kami perbuat kecuali menunggu “ Walaupun demikian pada KPP X kebanyakan koresponden Wajib Pajak menyatakan bahwa mereka mendapatkan imbalan bunga dengan proses yang tidak lama. 4.1.3 Disposisi/Sikap Variable lain yang dipandang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan adalah sikap dan persepsi implementor terhadap tugas dan tanggung jawab yang diembannya. George C Edward III menyebut gejala ini sebagai ”the disposisitions of implementations” yang sering kali ditandai dengan sikap dan perilaku negatif seperti parokhialisme, keengganan, selektif terhadap aspek kebijakan yang menguntungkan dan melalaikan terhadap aspek kebijakan yang tidak ”congruent” dengan kepentingan organisasi asalnya. Keberhasilan
implementasi
kebijakan
juga
dipengaruhi
oleh
bagaimana karakterisktik implementor dan resipient dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya diantaranya : “ Birokrasi yang panjang antar bagian atau entitas, sehingga kadang menyulitkan untuk Kami meneruskan permohonan Wajib Pajak karena kadang banyak deadline lain yang harus di dahulukan seperti pemeriksaan, dan lain-
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
lain. Namun sebisa mungkin Kami memenuhi target yang seharusnya. Kalaupun terlambat jangan sampai sangat lama.” Terlihat bahwa pelaksanaan pemberian imbalan bunga memang bukan merupakan prioritas. Sehingga ada masa dimana permohonan tersebut dapat tertunda beberapa waktu. 4.1.4
Struktur birokrasi Menurut George C Edward III, hal terpenting yang harus dibahas ketika membahas struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan publik adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan Fragmentation. Meskipun demikian, sebenarnya terdapat beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan. Pelaksanaan pemberian imbalan bunga pada KPP X pada dasarnya sudah dilaksanakan dengan cukup efektif, ditandai dengan pendapat informan yaitu Wajib Pajak pada KPP X. “ Pelayanan yang diberikan oleh fiskus dalam proses pelaksanaan pemberian imbalan bunga di KPP X sudah cukup baik dan cukup membantu sampai selesai”.
4.2
Hambatan pelaksanaan pemberian imbalan bunga pada KPP X Dari analisis implementasi pelaksanaan pemberian imbalan bunga pada KPP X pada sub bab sebelumnya, dapat diidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka pengimplementasian pemberian imbalan bunga tersebut. Sumber hambatan pada garis besarnya berasal dari dua hal yaitu : 1.
Sumber daya Faktor yang menjadi hambatan bagi pemberian imbalan bunga pada KPP X adalah sumber daya berupa pendanaan/anggaran yang merupakan salah satu hambatan yang cukup banyak ditemui, Wajib Pajak yang berhak menerima imbalan bunga pun harus menunggu lebih lama lagi untuk menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak beserta imbalan bunga.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
2.
Disposisi Sebagian besar pemberian imbalan bunga dilaksanakan atas dasar pemberitahuan berupa permohonan tertulis dari Wajib Pajak yang disampaikan melalui KPP X. Menurut salah satu informan Wajib Pajak bahwa, ”Kalau ingin cepat mendapatkan imbalan bunga, kita juga harus proaktif memfollow-up proses pengembaliannya kalau tidak ya bisa berbulan bulan.” Memang dapat dikatakan wajar, bahwa proses pengembalian tersebut
banyak menyita waktu apalagi imbalan bunga tersebut diperoleh dari putusan pengadilan pajak. Sehingga dalam hal ini Wajib Pajak pun harus pro aktif meminta hak nya kepada fiskus apabila menginginkan pengembalian yang tidak terlalu lama. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor dalam hal ini merupakan Fiskus. Wajib Pajak yang tidak memiliki cukup pengetahuan tentang ketentuan pemberian imbalan bunga dan tidak di informasikan oleh Fiskus maka pemberian imbalan bunga tidak dapat di laksanakan atau tertunda pelaksanaannya dikarenakan proses mekanisme pemberian imbalan bunga pada umumnya lebih lama daripada seharusnya. 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada Bab IV, telah dipaparkan kondisi pelaksanaan pemberian imbalan bunga pada KPP X dari empat faktor/elemen yang dianggap Edward III memiliki pengaruh signifikan terhadap implementasi kebijakan. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Implementasi pemberian imbalan bunga pada KPP X cukup efektif, dalam kaitannya dengan empat faktor/elemen, secara umum implementasi tersebut berada dijalannya. Telah terpenuhi nya empat elemen Edward III oleh KPP X ternyata tidak menjamin
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
implementasi pemberian imbalan bunga berhasil diterapkan dengan baik. 2.
Berdasarkan empat elemen Edward III, hasil temuan peneliti di lapangan terdapat beberapa hambatan dalam implementasi pemberian imbalan bunga, antara lain :
3.
Sumber daya Sumber daya berupa pendanaan/anggaran pemberian imbalan bunga merupakan salah satu hambatan yang cukup banyak ditemui, Wajib Pajak yang berhak menerima imbalan bunga pun harus menunggu lebih lama lagi untuk menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak beserta imbalan bunga.
4.
Disposisi Pada umumnya pemberian imbalan bunga dilaksanakan atas dasar pemberitahuan berupa permohonan tertulis dari Wajib Pajak yang disampaikan melalui KPP X. Wajib Pajak yang tidak memiliki cukup pengetahuan tentang ketentuan pemberian imbalan bunga dan tidak di informasikan oleh Fiskus maka pemberian imbalan bunga dapat tidak di laksanakan atau tertunda pelaksanaannya dikarenakan proses mekanisme pemberian imbalan bunga pada umumnya lebih lama daripada seharusnya.
6.
Saran Dengan mencermati simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan beberapa rekomendasi yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan, yaitu : 1.
Perlunya alokasi biaya berupa pendanaan bagi pemberian imbalan bunga yang merupakan hak Wajib Pajak. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa setiap tahunnya negara harus membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak yang berhak.
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
2.
Perlunya setiap Wajib Pajak mengetahui adanya mengenai imbalan bunga, karena merupakan hak yang seharusnya diterima karena kelebihan pembayaran pajak yang disetornya begitupun dengan Fiskus yang harus juga menginformasikan setiap Wajib Pajak akan Hak nya tersebut menginggat tidak semua Wajib Pajak mengetahui adanya ketentuan tersebut.
7.
Kepustakaan
Agus, Dyah, Metode Penelitian Kuantitatif, Yogyakarta:Penerbit Gaya Media,2007 Anshari, Tunggul ,Pengantar Hukum Pajak, Malang :Bayu Media , 2005 Atmosudirjo, S. Prajudi Dasar-dasar Ilmu Administrasi, Jakarta : Ghalia Indonesia, Cet 8, 1985 Basah , Sjachran, Perlindungan Hukum atas Sikap Tindak Administrasi Negara , Bandung, Alumni, 1992 Brotodihardjo, Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : PT Eresco, 1995 Creswell, John W, Research Design Qualitative&Quantitative Approaches, Jakarta : KIK Press,2002 Devano, Sony dan Kurnia, Siti, Perpajakan :Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta :Putra Grafika, 2006 Dunn, William N (2000), Public analysis, An Introduction. Second edition (terjermahan). Yogjakarta : Gajah Mada University Publishing. Djafar, Muhammad, Pembaharuan Hukum Pajak, Jakarta:Rajawali Press, 2007 Erliana, Anna, Hukum Administrasi Negara,2007,FHUI,Depok HR, Ridwan, “ Hukum Administrasi Negara “,Jakarta :PT RajaGrafindoPersada,2010 J Moleong, Lexy, “ Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007 Janet and Denhardt, Robert, The New Public Service serving not steering Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama, 1994 Kountur, Ronny Metode Penelitian,Jakarta: Sekolah Tinggi Managemen PPM, 2009 Lumbuun,
Gayus,
Azas-Azas
Umum
Pemerintahan
yang
Baik
dalam
PrespektifHukum Administrasi Negara,2006,Jakarta
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Mangkuprawira, TB Eddy dan Bustamar Ayza, Modul Peradilan Administrasi Pajak, Depok, Fisip UI, 2005 Mansury ,R.,Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000 ,Jakarta:Yayasan Pengermbangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4),2002 ,hal 3. Marbun, S.F, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997 Muslimin, Amrah, Beberapa Azas-azas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi,Bandung,Penerbit Alumni,1982 Neuman, L.W, Social Research Method:Quantitative and Qualitative Approach, Boston; Allyn and Bacon, 1997 Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, Jakarta : Kelompok Yayasan Obor Indonesia, 1995 Pandiangan, Liberti, Modernisasi & Reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan UU Terbaru, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007 Purbopranoto, Kuntjoro , Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Bndung, Alumni, 1982 Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi,Jakarta :PT RajaGrafindo Persada, 2005 Subarsono, AG. (2006). Analisis Kebijakan Publik:Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. S.M, Gatot, How to be a smarter tax payer, Jakarta : PT Grasindo,2009 Saidi ,M.Djafar,Pembaharuan Hukum Pajak,Jakarta,RajaGrafindo Persada,2007 ___________ ,Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Menyelesaikan Sengketa Pajak ,Jakarta, RajaGrafindo Persada,2007 Soemitro, Rochmat, Pajak ditinjau dari segi hukum, Bandung :PT Eresco,1988 Supranto, Y,Metode Ramalan Kuantitatif Jakarta;Rineka Cipta,1993 Tjager, I Nyoman, Penerapan GCG Kebijakan fiscal pemikiran, konsep, dan implementasi , Jakarta 2004 Wignyosoebroto, Soetandyo, Menggagas terwujudnya peradilan yang Independen dengan Hakin Profesional yang Tidak Memihak,Jakarta: Buletin Komisi Yudiisal Vol I No.3
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia
Winarno, Budi. Teori dan proses kebijakan publik . Yogjakarta. Media Pressiindo Publishing. 2002 Internet : http://www.indonesiafinancetoday.com http://www.pajak.go.id http://pajaktaxes.blogspot.com http://kabarhenderi.blogspot.com http://economy.okezone.com Lain – lain : Nuraini, Dwi, Analisis Implementasi Program bantuan operasional sekolah pada SDN di Kota Jakarta Selatan, Depok: FISIP UI (Skripsi),2009 Perdanawati, Illiyyina, Analisis Implementasi Sunset Policy 2008 (Studi Kasus di KPP Pratama Jakarta Tebet), Depok: FISIP UI(Skripsi),2008
Implementasi Kebijakan..., Laga Abd, FISIP UI, 2013
Universitas Indonesia