1
Analisis Pelaksanaan Program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) di Kota Depok Oleh Diyan Mailita Sari (Mahasiswa) Dra. Afiati Indri Wardani, M.Si (Pembimbing)
Program Studi Ekstensi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Abstrak Sebagai peran dan tanggung jawabnya, pemerintah sebagai aktor pembangunan mengeluarkan kebijakan atau program-program pembangunan untuk mencapai tujuan pembangunan. Implementasi kebijakan merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Pelaksanaan program PPSP dilaksanakan di berbagai kota, Kota Depok menjadi salah satunya karena mengingat Kota Depok merupakan kota yang berkembang pesat yang sedang giat melakukan pembangunan kota dan tidak lepas dari dampak negatif yaitu sanitasi. Sanitasi kurang mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskripsi. Informasi yang diperoleh yaitu melakukan wawancara mendalam dengan narasumber yang memiliki pengetahuan pelaksanaan program PPSP. Program PPSP ini dilakukan oleh Tim Pokja Sanitasi / AMPL Kota Depok beserta OPD-OPD terkait dengan koordinasi lintas dinas untuk mencapai percepatan pembangunan sanitasi dengan target pelaksanaan per 5 tahunan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas pelaksanaan program PPSP di Kota Depok. Dari hasil penelitian, pelaksanaan program PPSP di Kota Depok baru sampai tahap perencanaan dan belum berjalan maksimal karena masih ada berbagai kendala. Kata kunci : Kebijakan Publik, PPSP, Sanitasi
1 Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
2
Pendahuluan Peningkatan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang dialami oleh seluruh kota besar di Indonesia, dimana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi 65% jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di kota atau sekitar 195 juta orang pada 2025. Hal ini merupakan masalah besar bagi kota yang sedang giat membangun, karena persoalan jumlah penduduk ini akan mempengaruhi tata kehidupan perkotaan lainnya. Tidak hanya itu, kepadatan penduduk juga menjadi masalah yang sangat serius, khususnya di perkotaan yang menyebabkan munculnya perumahan kumuh di pinggiran kota maupun di pinggiran sungai. Untuk itu diperlukan pengaturan agar tidak mengganggu keseimbangan lingkungan. Bagi yang merasakan dampaknya secara langsung akan sangat memerlukan penanganan dengan segera, salah satunya yaitu menyangkut sanitasi. Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa kondisi sanitasi di Indonesia masih relatif buruk dan jauh tertinggal dari sektor-sektor pembangunan lainnya. Buruknya kondisi sanitasi ini berdampak negatif di berbagai aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita, turunnya daya saing maupun citra kabupaten/kota, hingga menurunnya perekonomian kabupaten/kota. Berdasarkan studi yang dilakukan Bank Dunia, buruknya kondisi sanitasi di Indonesia telah menyebabkan kerugian sedikitnya Rp56 triliun terbuang sia-sia per tahun. Padahal, semakin layak akses sanitasi di suatu kota terbukti dapat meningkatkan pendapatan Pemda. Dari jumlah penduduk Indonesia saat ini, diperkirakan sekitar 20-40 juta diantaranya belum memiliki akses sanitasi yang layak. Perlu adanya percepatan pembangunan dalam sektor sanitasi karena : (1) Akses sanitasi penduduk Indonesia masih sangat rendah: 70 juta penduduk Indonesia masih melakukan praktik BABS, (2) Kualitas lingkungan yang amat buruk: 14.000 ton tinja dan 176.000 m3 urine terbuang setiap harinya ke badan
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
3
air, tanah, danau, atau pantai, 75% sungai tercemar berat dan 80% air tanah tercemar limbah limbah manusia dan masyarakat harus membayar rata-rata 25% lebih mahal untuk air minum perpipaan, (3) Dampak kesehatan masyarakat sudah sangat parah : Setiap 1000 bayi yang lahir, hamper 50 diantaranya meninggal akibat diare sebelum 5 tahun dan menurunkan IPM (Indeks Pembangunan Manusia atau HDI). Indonesia hanya menempati urutan 41 dari 102 negara berkembang di dunia, (4) Potensi kerugian ekonomi yang sangat tinggi : Kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai Rp 58 triliun per tahun (2,3% GDP) atau sama saja dengan kebocoran pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia (Bank Dunia, 2007), (5) Investasi sanitasi yang masih belum memadai : 5 tahun terakhir, investasi sudah meningkat pesat yaitu Rp 5.000kap/tahun. Pada 1994-2004 hanya mencapai Rp 200kap/tahun. Namun peningkatan tersebut masih jauh dari ideal (baru 10% dari kebutuhan pelayanan sanitasi dasar, yakni Rp 47.000kap/tahun. Pemerintah tidak tinggal diam untuk memperbaiki kondisi sanitasi yang dalam realita di Indonesia sangat buruk. Pada tahun 2009 Pemerintah meluncurkan Program Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Program PPSP mempunyai target antara lain Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS), penerapan praktik reduce, reuse, dan recycle (3R) secara nasional dan peningkatan sistem tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah menjadi sanitary landfil (menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan lapis demi lapis), serta pengurangan genangan air di kawasan strategi perkotaan. Target tersebut sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014 di bidang sanitasi dan sejalan dengan target Millennium Development Goals 2015. Pemkot Depok secara serius mengatasi masalah sanitasi dengan membentuk Pokja Sanitasi Kota Depok yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Walikota 26 April 2011 lalu. Berikut merupakan peta sebaran wilayah paling rawan masalah sanitasi di Indonesia, Kota Depok juga menjadi salah satu daftar kota paling rawan masalah sanitasi di Indonesia.
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
4
Peta Sebaran Wilayah Paling Rawan Masalah Sanitasi di Indonesia
Sumber : MPP-‐PPSP 2012
Hasil survei EHRA di Kota Depok terdapat 52,32 persen KK yang buang air besar sembarangan. Oleh karena itu harus diminimalisasi. Kota Depok pada tahun 2010, dari sampling yang diperiksa sejumlah 328.183 KK dapat digambarkan bahwa sebagian besar keluarga di Depok telah menggunakan jamban (79,57%), meskipun baru 89,55 persennya yang memenuhi kriteria sehat. Dari sampling yang sama, baru 203.134 KK (69,29%) yang telah memiliki septictank dan dari jumlah tersebut hanya 75,89% yang memenuhi persyaratan sanitasi. Berdasarkan data profil kesehatan Kota Depok tahun 2009, diungkapkan bahwa hanya 74,43% kepala keluarga yang memiliki jamban. Dengan kata lain, sebanyak 25,57% warga Depok belum memiliki jamban. Ini juga terkait budaya dan pola hidup yang sehat. Salah satu fasilitas yang kurang mendapatkan perhatian khusus dan sangat dibutuhkan yaitu fasilitasi akan sarana dan prasarana sanitasi. Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sanitasi di Kota Depok.
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
5
Pokok Permasalahan Berdasarkan permasalahan pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka menjadi hal menarik yang dapat diteliti dalam penulisan ini adalah “Bagaimana pelaksanaan Program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) di Kota Depok dan hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat pelaksanaan Program PPSP” Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan pelaksanaan program PPSP (Percepatan
Pembangunan Sanitasi Permukiman) di Kota Depok serta hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat pelaksanaan Program PPSP. Tinjauan Teoritis Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya adalah Kebijakan Publik, Tahapan Kebijakan dan Implementasi Kebijakan. Menurut Anderson dalam Budi Winarno (2012:19), istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Sedangkan menurut Robert Eyestone dalam Budi Winarno (2012:20) mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. Tidak semua kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh Pemerintah, ada yang berhasil namun banyak juga yang mengalami kegagalan. Agar dapat meminimalisir kegagalan dalam pembuatan sebuah kebijakan, maka diperlukan perencanaan pembangunan yang matang karena sebuah perencanaan yang buruk, dapat mengakibatkan kegagalan dalam pelaksanaannya. Proses perencanaan sebenarnya mempunyai tahapan yang panjang, namun tahapan tersebut dapat diringkas menjadi: (1) Tahapan penyusunan rencana, (2) Tahap pelaksanaan,
(3)
dikoordinasikan
Tahap dengan
evaluasi. baik,
Tahap-tahap
dapat
tersebut
mengakibatkan
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
apabila
kegagalan
tidak dalam
6
pelaksanaannya karena tahapan tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tahap-tahap kebijakan publik dalam Budi Winarno (2012:36) : Tahap-Tahap Kebijakan
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Perubahan Kebijakan
Implementasi kebijakan dapat dikatakan merupakan akhir dari tahapantahapan kebijakan sebelumnya yang telah melalui beberapa tahapan yang sangat kompleks. Mulai dari alternatif pemilihan pemecahan masalah sampai pada perencanaan dan penyusunan suatu program yang diharapkan mampu memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut Lester dan Stewart dalam Budi Winarno (2012:147), implementasi kebijakan dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau programprogram. Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
7
Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Jenis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaat penelitian ini adalah penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu penelitian ini jenis cross-sectional research karena dilakukan dalam satu waktu tertentu dan tidak melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dijadikan sebagai perbandingan dengan penelitian sekarang. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1. Studi Lapangan (Field Research) Hal ini dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Peneliti
akan
mengetahui
hal-hal
yang
lebih
mendalam
dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. 2. Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan melakukan studi terhadap bahan-bahan kepustakaan seperti buku, jurnal, internet, serta dokumen-dokumen instansi yang terkait dengan penelitian ini. Melalui studi literatur ini akan diperoleh data sekunder yang dapat dijadikan landasan untuk menganalisa pelaksanaan program PPSP di Kota Depok dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Program PPSP di Kota Depok.
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
8
Informan Untuk mendapatkan sebuah data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, peneliti meminta keterangan kepada pihak terkait yang dipilih dalam penetlitian ini yaitu : 1. Dra. Kania Parwanti, M.Si, Ketua Pokja AMPL Kota Depok, Kabid. Perencanaan Fisik dan Prasarana. 2. Herni, Anggota Pokja AMPL Kota Depok, Kasubdit Perencanaan Fisik dan Prasarana Bappeda. 3. Soni, Kabid Konservasi BLH Kota Depok. 4. Enco Kuryasa, Kepala Dinas BMSDA (Bina Marga dan Sumber Daya Air) Kota Depok. 5. Heri, Kabid Sumber Daya Air Kota Depok. 6. Ibnu, Staff Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Pembatasan Penelitian Pembatasan penelitian dilakukan untuk mempersempit ruang kajian penelitian, sehingga penelitian akan lebih fokus dan menghindari pembahasan yang terlalu luas. Pembatasan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dalam hal pelaksanaan program PPSP di Kota Depok dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Program PPSP di Kota Depok. Analisis Pelaksanaan Program PPSP Dalam melakukan pembangunan, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan yang diharapkan mampu mendukung rencana pembangunan karena kebijakan tersebut merupakan suatu alat bagi pemerintah untuk mencapai tujuan tujuan dari pembangunan. Dalam penerapannya, tahapan pelaksanaan kebijakan
merupakan
tahapan
yang
sangat
kompleks.
Tahapan-tahapan
pelaksanaan dari Pogram PPSP ini diantaranya yaitu : 1. Kampanye, Edukasi, Advokasi, dan Pendampingan Program PPSP Kampanye merupakan upaya komunikasi yang terorganisir untuk menyampaikan program kepada masyarakat dan pemangku kepentingan yang
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
9
bertujuan untuk membangun serta memperkuat kemitraan terutama untuk keberlanjutan program. Edukasi merupakan upaya peningkatan pengetahuan untuk perubahan perilaku yang bertujuan untuk menumbuhkan dan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat, terutama optimalisasi akses sanitasi yang lebih. Advokasi merupakan upaya komunikasi strategis, sistematis, dan terorganisir untuk memengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan kebijakan bertujuan untuk mendorong dan menciptakan komitmen politik dan sosial sebagai landasan kebijakan dan ketetapan anggaran. Pendampingan merupakan dukungan sumberdaya yang disediakan bagi pokjakab/kota yang berupa fasilitator yang mendampingi pokja dalam penyusunan MPSS. Fasilitator yang dimaksud adalah Tenaga Ahli Fasilitator kab/kota yang disebut CF-AT MPSS (CityFacilitator Ahli Teknis yang selanjutnya disebut CF) yang ditugaskan di masing-masing kab/kota yang sedang menyusun MPSS. Kegiatan kampanye yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok diantaranya yaitu dengan mengadakan lomba-lomba bertema sanitasi yang melibatkan kalangan pelajar dan lomba kebersihan untuk kalangan warga di tiap RW. Gerakan jumsih (jumat bersih) juga merupakan contoh kampanye yang diberikan oleh aparatur Pemerintah Kota Depok. Edukasi juga diberikan melalui penggalakan Bank Sampah, penamaman 1000 pohon, dan pemilahan sampah dan merubah menjadi kompos. Untuk advokasi dilakukan oleh Pokja Provinsi kepada daerah melalui presentasi Program PPSP guna memengaruhi keputusan Pemerintah Kota untuk turut serta dalam Program PPSP. 2. Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan Lembaga atau instansi pengelola sanitasi merupakan motor penggerak seluruh kegiatan pembangunan sanitasi. Kapasitas dan kewenangan instansi pengelola sub sektor sanitasi (limbah cair, persampahan, dan drainase) menjadi sangat penting karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cenderung cukup rumit sejalan dengan makin besarnya kota. Keberadaan organisasi kelompok kerja (Pokja) program pengembangan sektor sanitasi Kota Depok dapat dijadikan sebagai motor penggerak untuk Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
10
membantu dinas dan lembaga teknis struktural pemerintah kota dalam mendorong kinerja pengelolaan sanitasi, dan pengembangan PHBS yang optimal. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kelembagaan pada setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah) meiliki kinerja yang kurang maksimal dikarenakan kurangnya Sumber Daya Manuai yang ahli dalam bidangnya dan terdiri dari latar belakang pendidikan yang tidak sesuai. Ini merupakan salah satu hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program PPSP. Sistem penegakan aturan yang terkait dengan pengelolaan sanitasi dan pengembangan PHBS yang berjalan selama ini juga masih kurang optimal. Kondisi ini kurang mendukung, sehingga upaya yang sedang dijalankan yaitu dengan meningkatkan kinerja pembangunan sanitasi dan menggalakkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Kota Depok. 3. Penyusunan Rencana Strategis (SKK) Penyusunan rencana strategis (SSK) ini agar dapat ditetapkan strategi pengambangan layanan sanitasi permukiman (air limbah domestik, persampahan, drainase lingkungan). Untuk dapat menetapkan strategi pengembangan layanan sanitasi permukiman, terlebih dahulu harus mengetahui kondisi lingkungan yang sebenarnya ada di Kota Depok agar rencana strategis yang disusun tepat sasaran. Sebelum penyusunan SSK, maka perlu dilakukan penyusunan Buku Putih Sanitasi. Buku Putih Sanitasi ini merupakan buku yang berisi mengenai gambaran keadaan sanitasi Kota Depok yang sebenarnya. Tergambar juga daerah-daerah yang mempunyai resiko terhadap sanitasi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kota Depok di dalam Buku Putih Sanitasi Kota Depok telah melakukan penyusunan yang memaparkan secara jujur dan terperinci mengenai kondisi sanitasi Kota Depok, sehingga pemerintah kota dapat menemukan kendala dan hambatan serta merumuskan akar masalah sanitasi Kota Depok. Setelah itu hasil analisis tersebut akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Strategi Sanitasi Kota Depok untuk merumuskan pemilihan sistem sanitasi yang terbaik untuk diaplikasikan di Kota Depok yang sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Depok membutuhkan waktu penyelesaian 6 bulan dengan periode April–September
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
11
2011. Penyusunan Buku Putih Sanitasi dilakukan dengan baik dan valid seperti yang terunggah dalam website PPSP Nasional. Setelah Buku Putih Sanitasi selesai disusun, maka dapat diketahui keaadan sanitasi yang sebenarnya di Kota Depok, kemudian baru dapat menyusun rencana strategis (SSK). Strategi Sanitasi Kota (SSK) adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kota yang dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi Kota Depok dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan. Penyusunan SSK diperlukan waktu 3 bulan dengan periode Oktober – Desember 2013. Penyusunan Buku Putih Sanitasi lebih lama dibanding penyusunan SSK karena untuk memaparkan kondisi sanitasi yang ada di Kota Depok, diperlukan waktu untuk turun ke lapangan melihat kondisi yang terjadi sebenarnya di lapangan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyusunnya dibanding penyusunan SSK. 4. Penyiapan Memorandum Program Memorandum Program ini sering disebut dengan MPSS (Memorandum Program Sektor Sanitasi), penyusunan Memorandum Program Sektor Sanitasi merupakan tahap ke-4 (empat) dari enam tahapan pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi permukiman (PPSP). Tahapan ini pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari tahap ke-3, yaitu Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK), yang telah dilaksanakan oleh masingmasing Pemerintah Kota peserta program PPSP. Memorandum Program ini berisi mengenai pemilihan dan penetapan program dan kegiatan sanitasi prioritas untuk lima tahun mendatang, penyusunan program dan penganggaran untuk kegiatan jangka menengah dan tahunan, kegiatan konsultasi dan penyepakatan program baik di tingkat kota, provinsi, maupun nasional. Memorandum Program merupakan justifikasi dan komitmen pendanaan dari Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat, atau dari lembaga lainnya untuk program/kegiatan yang telah teridentifikasi. Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
12
Dalam Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS) di Kota Depok, tercantum kegiatan sanitasi apa saja yang akan dilakukan pada tahun berikutnya, jadi perencanaan kegiatan sanitasi yang akan dilakukan kedepannya ada dalam Memorandum Program. Dan rinciannya pun masuk ke dalam rincian APBD tahun berikutnya. Penyusunan Memorandum Program ini disusun Ibu Kania beserta kasubditnya selaku Tim Pokja AMPL Kota Depok pada tahun 2012. Memorandum Program ini sudah ditandatangani oleh Bapak Walikota Depok, tinggal menunggu tandatangan dari provinsi saja. Berdasarkan pernyataan dari Narasumber, bahwa belum ditandatanganinya Memorandum Program Sektor Sanitasi (MPSS) disebabkan karena memang dokumen tersebut baru selesai pada pertengahan
tahun
ini.
Tidak
ada
kendala
yang
mengganggu
belum
ditandatanganinya dokumen MPSS tersebut. 5. Pelaksanaan / Implementasi Program PPSP Pelaksanaan merupakan suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi dilakukan setelah perencanaaan sudah dianggap fix artinya sudah tidak ada lagi perubahan dalam perencanaan tersebut. Dari hasil penelitian yang disampaikan oleh Narasumber dapat diketahui bahwa Kota Depok memang belum sampai pada tahap implementasi dari Program PPSP, namun sebelum adanya Program PPSP, Kota Depok sudah melakukan pembangunan dalam bidang sanitasi. Salah satu contoh bentuk kepedulian Pemerintah Kota dalam bidang sanitasi yaitu terdapat tempat sampah dengan 3 warna yang merupakan salah satu kepedulian Pemerintah Depok terhadap sanitasi dalam sektor persampahan. Tempat sampah dipisah sehingga sampah organik dan anorganik pun terpisah. Tempat sampah ini sudah banyak kita jumpai di sekitar jalan Margonda Raya, mulai dari kawasan terminal, hingga kawasan pusat perbelanjaan. 6. Pemantauan, Pembimbingan, Evaluasi dan Pembinaan Pemantauan adalah rangkaian kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin, dengan durasi kegiatan rutin lebih pendek atau cepat dari Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
13
evaluasi, misalnya mingguan, bulanan, atau triwulanan. Pemantauan merupakan istilah lain dari monitoring. Pembimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan secara berkelanjutan dan sistematis, dapat dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus, dimaksudkan agar dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pembinaan adalah suatu proses pembaharuan, usaha dan tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan dan pengorganisasian serta pengendalian segala sesuatu dan berhasil dengan baik secara teratur dan terarah. Untuk program PPSP di Kota Depok memang belum sampai pada monitoring pembangunan program sanitasi, monitoring program PPSP di Kota Depok ini baru sampai pada tahap monitoring perencanaan dikarenakan belum sampai tahap implementasi program. Namun apabila sudah sampai pada tahap pelaksanaan, maka akan ada monitoring yang masuk ke dalam sistem evaluasi pembangunan, seperti yang dipaparkan oleh salah satu Narasumber selaku Ketua Pokja AMPL Kota Depok. Monitoring dalam tahap perencanaan dapat langsung dilihat dari peng-upload-an data melalui website sanitasi nasional dimana dapat diakses oleh seluruh pengguna internet. Pendanaan dalam Pelaksanaan program PPSP Keberhasilan suatu program tidak hanya disebabkan oleh kualitas SDM dan kualitas sistem yang dimiliki, namun keberhasilan tersebut juga ditentukan oleh dana yang disediakan untuk program tersebut. Besaran dana juga menentukan
kualitas
suatu
program.
Dana
yang
diperoleh
utnuk
menyelenggarakan program PPSP di Kota Depok ini berasal dari : - APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Besaran
APBD
yang
disediakan
oleh
Kota
Depok
dalam
menyelenggarakan program PPSP tidak terlalu besar, hanya berkisar beberapa persen dari APBD.
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
14
Namun
peneliti
kesulitan
untuk
mendapatkan
data
sekundernya
dikarenakan tertutupnya informasi mengenai besaran dana yang disediakan dari APBD untuk pelaksanaan program PPSP di Kota Depok. - Bantuan dari luar (Hibah) Pelaksanaan program PPSP tidak hanya berasal dari APBD, karena kalau hanya mengandalkan dari APBD saja sangat kecil dana yang disediakan khusus untuk pembangunan sarana sanitasi. Sementara itu kebutuhan masyarakat atas sarana tersebut sudah semakin mendesak. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus penyakit yang terjadi akibat tidak sehatnya lingkungan permukiman, akibat dari buruknya sistem pengelolaan air limbah dan persampahan. Salah satu upaya pemerintah pusat dalam mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan sarana bidang penyehatan lingkungan permukiman adalah melalui Program Hibah Australia-Indonesia untuk Pembangunan Sanitasi/Program Australia-Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation (sAIIG). Melalui program ini Pemerintah memberikan dana hibah untuk kabupaten/kota yang telah melaksanakan kegiatan sektor tersebut dengan menggunakan dana APBD pada tahun anggaran berjalan. Untuk hibah dari luar belum diperoleh Kota Depok karena persyaratan dan proses yang diperlukan tidak mudah, sehingga Kota Depok harus memenuhi kriteria tertentu dalam bidang sanitasi. Hasil Penelitian Dari seluruh tahapan pelaksanaan program PPSP yang ada di Kota Depok dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Pokja AMPL Kota Depok beserta OPD-OPD terkait sesuai dengan bidangnya. Tim Pokja yang anggotanya berasal dari berbagai dinas tersebut seharusnya mampu melakukan kegiatan teknis dari pelaksanaan program PPSP, sehingga dimaksudkan mampu mencapai percepatan pembangunan bidang sanitasi dengan target waktu 5 tahunan sesuai dengan target program PPSP. Saat ini Depok belum sampai pada tahapan implementasi program PPSP dan masih dalam tahapan perencanaan, namun berdasarkan keterangan yang dipaparkan dari berbagai narasumber dapat diketahui bahwa Depok sebelum ada Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
15
program PPSP pun sudah melakukan pembangunan dalam bidang sanitasi. Dari pernyataan narasumber yang dipaparkan sebelumnya juga dapat diketahui bahwa masing-masing OPD terkait telah melakukan pembangunan bidang sanitasi, namun masih ada tumpang tindih kewenangan dengan dinas lain sehingga dengan program PPSP dilakukan koordinasi dengan OPD-OPD terkait untuk mencapai percepatan pembangunan sanitasi tersebut dan adanya waktu 5 tahunan untuk target program PPSP tersebut untuk mencapai pembangunan sanitasi yang berkelanjutan. Hambatan-Hambatan Dalam melaksanakan suatu kebijakan, tidak akan terlepas dari suatu risiko kegagalan yang diakibatkan karena adanya hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat pelaksanaan Program PPSP, diantaranya yaitu : a. Kesadaran Masyarakat yang Masih Kurang Kesadaran masyarakat merupakan salah satu hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program PPSP di Kota Depok. Kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam bidang sanitasi ini terlihat dari pembangunan sanitasi melalui program sanimas di Kota Depok pada tahun sebelumnya, tidak terpakainya hasil pembangunan sanimas tersebut dikarenakan masyarakat memiliki kesadaran yang kurang akan pentingnya sanitasi, sehingga menjadi tidak bermanfaat bagi masyarakat. b. Keterbatasan Anggaran Dana Semua kegiatan tidak luput dari dukungan dana, dukungan dana sangat mempengaruhi kelancaran sebuah program pemerintah. Disamping dana yang dialokasikan APBD untuk sanitasi tidak terlalu besar, ada hal-hal yang memang memiliki kepentingan yang menjadi prioritas pemerintah yang harus didahulukan dan kepentingan tersebut juga memiliki dampak langsung terhadap kebutuhan maasyarakat, seperti masalah jalan yang bolong akan lebih didahulukan karena dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat. c. Kemampuan Aparatur Pemerintah yang Masih Kurang Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
16
Kemampuan Aparatur Pemerintah seringkali menjadi kendala dalam melaksanakan
kegiatan
pemerintahan,
sehingga
kemampuan
aparatur
pemerintahnya perlu ditingkatkan. Kelemahan pemerintah dalam SDM yaitu menerima semua latar belakang pendidikan dengan penempatan bidang kerja yang tidak sesuai. Hal tersebut membuat aparatur kita menjadi kurang profesional dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dikarenakan tidak ahli dalam bidangnya. Hal tersebut juga dipaparkan oleh salah satu Kepala Bagian BLH Kota Depok. Simpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya yang membahas mengenai pelaksanaan program PPSP di Kota Depok, dapat ditarik simpulan yaitu : tahapan pelaksanaan program PPSP di Kota Depok berlangsung mulai tahun 2011 setelah terseleksi sebagai peserta program PPSP kemudian membentuk Pokja Sanitasi / Pokja AMPL pada tanggal 26 April 2011. Setelah pembentukan Pokja AMPL kemudian dilakukan survei EHRA yang dilaksanakan oleh pihak Dinkes, kemudian menyusun Buku Putih Sanitasi terlebih dahulu. Dalam Buku Putih tersebut menggambarkan kondisi sanitasi yang ada di Kota Depok, selanjutnya penyusunan Rencana Strategi (SSK) yang merupakan langkah untuk menentukan langkah strategi yang akan dilakukan. Setelah itu penyusunan Memorandum Program yang kegiatannya tercantum dalam APBD tahun berikutnya. Tahapan selanjutnya yaitu Implementasi, Pemantauan, dan Monitoring. Ada beberapa hambatan-hambatan yang dihadapi pada saat pelaksanaan program PPSP yaitu kesadaran masyarakat yang masih kurang, keterbatasan anggaran dana, dan kemampuan aparatur pemerintah yang masih kurang. Saran Dari simpulan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pelaksanaan program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) di Kota Depok, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
17
1. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan lagi. Tidak hanya dengan sosialisasi, tapi masyarakat juga perlu diberikan pendekatan keagamaan. 2. Anggaran dana tidak bisa mengandalkan mendapatkan dari anggaran APBD, namun juga perlu pengajuan dana hibah dari luar yang sudah bekerjasama dengan Indonesia dalam bidang sanitasi, dan meminta bantuan dari CSR swasta yang ada di sekitar Depok. 3. Perlu adanya reformasi birokrasi dalam SDM yang ada di pemerintahan, agar mendapatkan aparatur yang berkualitas dalam menjalankan kebutuhan pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menempatkan aparatur sesuai dengan latarbelakang pendidikannya agar pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat terlayani secara maksimal. Daftar Pustaka Buku : Abidin, Said Zainal. (2002). Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah. Agustino, Leo. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Anggoro Suryokusumo, R. Ferry. (2008). Cetakan pertama. Pelayanan Publik dan Pengelolaan Infrastruktur Perkotaan. Yogyakarta: Sinergi Publishing. Budihardjo Eko. (2009). Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Bandung: Alumni. Dunn, William. (1995). Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Dwidjowijoto, Riant Nugroho. (2003). Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Dwiyanto, Agus. (2005). Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Unversity Press.
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.
18
Gondokusumo. (2005). Keberlanjutan Kawasan Kota: Perspektif Kemiskinan Lingkungan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD) Kunarjo. (2002). cetakan pertama. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Winarno, Budi. (2007). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. ____________. (2012). Cetakan kedua. Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus). Jakarta: PT Buku Seru. Peraturan Perundang-undangan : Lembaran Negara Republik Indonesia. 1992. Nomor 4 Tentang Perumahan dan Permukiman. __________________________________. 2007. Nomor. 26 Tentang Penataan Ruang. __________________________________. 2009. Nomor 25 Tentang Manajemen Pelayanan Publik.
Analisis pelaksanaan..., Diyan Mailita Sari, FISIP UI, 2013.