1 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
ETIKA BIROKRASI DALAM SISTEM PELAYANAN PUBLIK PADA LEMBAGA ORGANISASI PEMERINTAH DI INDONESIA Masse Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Satria Makassar Abstrak Untuk mengetahui Etika birokrasi sebagai wujud nyata terhadap system pelayanan publik kepada bangsa dan negara karena menyangkut kehidupan masyarakat, kesejahteraan rakyat, dan kemajuan bangsa yang demikian penting harus berlandaskan suatu ide pokok yang luhur. Dengan demikian, etika itu dapat melahirkan asas, standar, pedoman, dan kebajikan moral yang luhur pula. Sebuah dalam peradaban manusia sejak dahulu sampai sekarang yang sangat tepat untuk menjadi landasan ideal bagi etika birokrasi dalam administrasi Negara adalah Keadilan, dan memang inilah yang menjadi pangkal pengkajian Etika birokrasi terhadap system pelayanan, untuk mewujudkan keadilan. Prinsip Pelayanan kepada Masyarakat prinsip utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, dari sini dapat dipahami bahwa pemerintah ada memang untuk memberi pelayanan kepada masyarakat. Prinsip keadilan sosial dan pemerataan prinsip ini berhubungan dengan distribusi pelayanan yang harus sesuai, tidak pilih kasih dan relatif merata diSeluruh wilayah sebuah negara/ pemerintahan mengusahakan kesejahteraan umum maksudnya adalah setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayaroleh negara melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada umumnya. Kata kunci : Etika birokrasi dalam pelayanan pada lembaga organisasi publik Pendahuluan Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum, tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati. Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh
pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. Istilah birokrasi sering disebut di masyarakat, namun demikian istilah itu sering disalah artikan. Hal ini yang tergambar di benaknya tentang birokrasi ialah urusan yang berbelit-belit, pengisian formulir, pengurusan ijin, pengurusan yang lainnya yang melalui banyak kantor, banyak meja, aturan yang berbelit-belit. Kalau dilihat dari etimologi istilah birokrasi berasal dari kata Yunani Bureau yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi sebagai sarana bagi
2 Masse “Etika Birokrasi Dalam Sistem Pelayanan Publikpada Lembaga Organisasi Pemerintah Di Indonesia”
pemerintah yang berkuasa untuk melaksanan pelayanan publik, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi adalah suatu tipe dari organisasi yang dimaksud untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkordinasikan secara sistimatis (teratur) pekerjaan-pekerjaan banyak orang.(Peter M Blau & Marsal W Mayer (1956) Birokrasi mula-mula dibentuk warga supaya keputusan-keputusan pemerintah dapat dilaksanajan dengan sistematis melalui aparat Negara. Keputusan-keputusan politis akan bermanfaat begi setiap Negara jika pemerintah mempunyai birokrasi yang tanggap, sistematis dan efesien. Adapun permasalahannnya tentang etika birokrasi dalam sistem pelayanan publik : 1) Bagaimana etika birokrasi dalam sistem pelayanan publik; 2) Bagaimana sistem birokrasi terhadap lembaga organisasi pemerintah. Tinjauan Pustaka Etika Administrasi Negara (Birokrasi Publik) Etika Administrasi negara (birokrasi publik) sebagai perangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi (Muhajir Darwin,1999). Dengan demikian etika Administrasi negara (birokrasi publik) memiliki dua fungsi : a) Sebagai pedoman, referensi bagi Administrasi negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakan dalam organisasi dapat dinilai baik, terpuji dan tidak tercela; b) Etika Administrasi negara (birokrasi publik) sebagai standar penilaian sifat, perilaku dan tindakan administrasi negara (birokrasi publik) di nilai baik, terpuji dan tidak tercela. Seperti telah dikemukakan pada pertemuanpertemuan sebelumnya. Bahwa etika merupakan cabang dari ilmu filsafat, nilai, dan moral. Etika bersifat abstrak dan mempersoalkan baik dan buruk, bukan mempersoalkan benar dan salah. Sedangkan birokrasi publik (administrasi negara) bersifat kongkrit dan harus mewujudkan apa yang harus di inginkan. (get the job done). Berdasarkan hal tersebut diatas maka
dengan memberikan suatu gambaran bagaimana menghubungkan antar birokrasi publik seperti ketertiban, efesiensi, kebijakan publik,kemanfaatan,produktivitas yang dapat menjelaskan etika dalam praktek. Peter M Blau mengatakan bahwa birokrasi adalah organisasi yang memaksimumkan efesiensi dalam adminitratif, sekaligus menyarankan agar istilah ini digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrative dari organisasi, dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai dengan stabil. Peter Leonard secara singkat mengatakanbahwa birokrasi adalah organisasi yang rational yangmelaksanakan tugas-tugas berdasarkan manajemen ilmiah.Oleh karana itu birokrasi dilaksanakan dimana saja baik di Lingkungan pemerintah maupun swasta. Biro (bureau) merupakan bentuk organisasi, Menurut Downs (1967) diartikan sebagai bentuk organisasi yang memiliki empat karakteristik utama sbb :a) Organisasi berskala besar, memiliki jumlah anggota yang besar; b) Mayoritas diantara anggota organisasi bekerja secara full time yang menggantungkan pekerjaan pada organisasi untuk mendapatkan panghasilan, diantara mereka memiliki kompetisi yang tinggi dalam memberikan layanan;c) Promosi dalam biro didasarkan atas penilaian kinerja merekasesuai dengan peran yang dimainkan dalam organisasi, bukan didasarkan atas faktor agama, suku, ras.Golongan sosial dan hubungan keluarga yang secara periodik, memilih pegawai yang berasal dari luar birokrasi; d) Hasil utama bukan dinilai secara langsung dalam pasar dimana tempat terjadinya transaksi secara sukarela.Birokrat sering digunakan dengan berbagai konotasi. Secara individual birokrat dapat di cirikan efesien, jujur, bekerja keras, teliti, publik spirit dan nilai- nilai yang pada umumnya berbeda dengan non birokrat. Downs akhirnya menyimpulkan bahwa birokrasi itu memiliki tiga pengertian’:1) Birokrasi menunjukkan suatu lembaga atau tingkat lembaga khusus. Dengan kata lain bahwa birokarsi dinyatakan sebagai konsep yang sama dengan biro (walau tidak semua orang
3 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
sepandapat); 2). Birokrasi diartikan suatu metode tertentu untuk mengalokasikan sumberdaya dalam organisasi yang berskala besar, (pengertian ini sama dengan pembuatan keputusan birokrasi (bureaucratic decision making); 3) Birokrasi sering digunakan dari berbagai kesempatan dan jelas setelah dilihat dari konteknya. Birokrasi menurut Weber diartikan sebagai birokrasi yang ideal (ideal type of organization). Yang menpunyai ciriciri sbb: 1) Adanya pembagian pekerjaan, hubungan kewenangan dan tanggungjawab yang didifinisikan dengan jelas; 2) Diorganisasikan secara hierarki atau adanya No 1 2 3 4 5
Ciri BirokrasI Pembagian kerja Orientasi Impersonal Hirarki wewenan Peraturan dan pengaturan Orientasi karir
komando; 3) Pejabat manajerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan oleh pendidikan dan ujian; 4) Peraturan dan pengaturan dibuat mengarah kepada pelaksanaan pekerjaan; 5) Hubungan antara menejer dengan bawahan atau antar pegawai bersifat impersonal; 6) pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat. Pembagian pekerjaan dibagi kepada orang-orang yang berada dalam organisasi deangan prisip The right man on the right place Job. Pekerjaan dikerjakan oleh orang-orang yang tepat sesuai dengan kecakapan, pendidikan, dan pengalaman yang dimiliki.
Fungsi Keahlian Rasionalitas Disiplin, Patuh Koordinasi Uniformitas dan Kontinyu Insentif, prestasi
Walaupun birokrasi ala Weber banyak mendapat kritik disana-sini namun birokrasi Weber ini dapat dijadikan sebuah norma untuk menilai kinerja dari birokrasi tersebut Sebuah nilai yang ingin dicapai oleh Weber ini adalah suatu birokrasi yang ideal, birokrasi yang efisien organisasi. Dari Uraian di atas apabila dikaitkan dengan fungsi pemerintahan dan pembangunan maka birokrasi berkenaan dengan kelembagaan, aparat dan sistem serta prosedur dalam kegiatan yang dilaksanakan demi kepentingan umum atau kepentingan masyarakat dalam makna birokrasi yang demikian itu Yahya Muhaimin (1991) mengemukakan birokrasi sebagai keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer yang tugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. etika birokrasi publik muncul Menurut Nicholas Henry (1995) ada tiga faktor yang menyebabkan konsep etika administrasi negara menjadi berkembang. Hilangnya dikotomi politik dan administrasi Negara Tampilnya teori-teori pengambilan keputusan, ketika masalah perilaku manusia menjadi tema sentral dibandingkan dengan pendekatan sebelumnya, yaitu rationalitas, efesiensi. Berkembangnya pemikiranpemikiran pembaruan yang disebutkan
Disfungsi Rasa bosan Mengurangi moralitas Menghalangi Komunikasi Kekakuan dan pergeseran tujuan Konflik senioritasdan prestasi
sebagai counter cultur critiqu dalam kelompok Administrasi Negara Baru. Pentingnya Etika Administrasi Negara (Birokrasi Publik) Etika yang menganalisis tentang moralitas, yang mempersoalkan tentang baik dan buruk bukan benar dan salah, tentang sikap tindakan dan perilaku manusia dalam hubangan dengan sesamanya dalam masyarakat, organisasi publik atau bisnis, maka etika memiliki peran yang penting dalam praktek administrasi negara. Dalam paradigmadekotomi politik dan administrasi seperti yang dijelaskan oleh Wilson di jelaskan bahwa pemerintah memiliki dua fungsi yang berbeda (two distinct functions of government) yaitu fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan publik sedang fungsi administrasi bekenaan dengan pelaksanaan kebijakan publik. Jadi kekuasaan membuat kebijakan publik ada dalam kekuasaan politik dan melaksanakan kebijakan ada dalam administrasi negara. Namun karena administrasi negara (birokrasi publik) dalam melaksanakan kebijakan publik, yakni keleluasaan untuk menafsirkan kebijakan politik dalam bentuk program, proyek maka timbul pertanyaan apakah dalam melaksanakan itu dapat dijamin bahwa itu dilaksanakan dengan
4 Masse “Etika Birokrasi Dalam Sistem Pelayanan Publikpada Lembaga Organisasi Pemerintah Di Indonesia”
baik dan benar. Atas dasar inilah etika diperlukan dalam administrasi negara (birokrasi publik). Etika dapat dijadikan pedoman, referensi dan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik. Disamping itu dapat dipakai ukuran nilai atau standar penilaian perilaku, apakah kebijakan itu dijalankan dengan baik. Administrasi negara (birokrasi publik) dipandang telah melenceng dari yang seharusnya (Applebei 1952). Administrasi negara (birokrasi publik) selalu dilihat sebagai masalah teknis, bukan dilihat masalah moral sehingga timbul dari berbagai persoalan dalam bekerjanya Administrasi negara (birokrasi publik) (Golembiewski, 1965). Administrasi negara (birokrasi publik) sebagai organisai yang ideal, telah merusak dirinya dan masyarakat dengan ketiadaan nilai-nilai moral dan etika yang berpusat pada manusia (Hammel, 1987). Pendekatan Teori Etika dalam Administrasi Negara (Birokrasi Publik) Deontologi suatu tidakan dikatakan baik bukan karena tujuan atau akibatnya baik, tetapi karena kewajiban yang memang tidakan itu harus dilakukan, terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu baik atau buruk. Lalu bagaimana administrasi publik (birokrasi publik) dalam melaksanakan tugasnya dilakukan berdasarkan kewajiban yang di embannya. Dengan demikian tugas-tugas dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab, tidaksekedar main-main. Fox (1994), antara lain mengetengahkan tiga pandangan yang menggambarkan pendekatan deontologi dalam etika administrasi Pertama, pandangan mengenai keadilan sosial, yang muncul bersama berkembangnya Administrasi Negara Baru (Frederickson dan Hart, 1985). Menurut pandangan ini administrasi negara haruslah secara proaktif mendorong terciptanya pemerataan atau keadilan sosial (social equity). Mereka melihat bahwa masalah yang dihadapi oleh administrasi negara modern adalah adanya ketidakseimbangan dalam kesempatan
sehingga mereka yang kaya, memiliki pengetahuan, dan terorganisasi dengan baik, memperoleh posisi yang senantiasa menguntungkan dalam negara. Dengan lain perkataan, administrasi haruslah membantu yang miskin, yang kurang memiliki pengetahuan dan tidak terorganisasi. Pandangan ini, cukup berkembang, meskipun di dunia akademik banyak juga pengeritiknya. Kedua, apa yang disebut regime values atau regime norms. Pandangan ini terutama bersumber dari Rohr (1989), yang berpendapat bahwa etika administrasi negara harus mengacu kepada nilai-nilai yang melandasi keberadaan negara yang bersangkutan. Dalam hal ini ia merujuk kepada konstitusi, yang harus menjadi landasan etika para administrasi di negara itu.Ketiga, tatanan moral universal atau universal moral order antara lain Denhardt, 1988,1991. Pandangan ini berpendapat bahwa ada nilai-nilai moral yang bersifat universal yang harus menjadi pegangan bagi administrator publik. Masalahnya di sini adalah nilai-nilai moral itu sendiri banyak yang dipertanyakan karena beragamnya sumbernya dan juga kebudayaan serta peradaban.(Ginanjar Kartasasmita) Teleologi : suatu tindakan dikatakan baik apabila memiliki tujuan dan akibatnya baik.Didalam administrasi publik birokrasi publik harus dapat menghasilkan dampak yang baik terhadap seluruh masyarakat. Dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warga masyarakat. Seluruh tindakan yang dilakukan memiliki dampak yang baik. Dengan pendekatan yang pertama adalah apa yang disebut ethical egoism, yang berupaya mengembangkan kebaikan bagi dirinya. Yang amat dikenal di sini adalah Niccolo Macheavelli, seorang birokrat Itali (Florensia) pada abad ke-15, yang menganjurkan bahwa kekuasaan dan survival pribadi adalah tujuan yang benar bagi seorang administrator pemerintah. Namun demikia menurut Khan kedalam melakukan tindakan harus dibarengi dengan niat baik.
5 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
Prisip Nilai Etika Administrasi Negara (Birokrsi Publik) Disamping prinsip-prinsip dasar etika terdapat seperangkat nilai yang digunakan dalam pengukuran administrasi negara (birokrasi Publik), apakah perilaku atau perbuatan administrasi negara (birokrasi Publik) dapat dikatakan baik atau buruk, terpuji atau tercela adalah :1). Efesiensi yang artinya tidak boros.sikap perilaku dan perbuatannya administrasi negara (birokrasi Publik) dikatakan baik apabila efesiien atau tdak boras, artinya dalam penggunaan danadana publik atau penggunaan ressources secara efesien dengan hasil yang optimal. Ressources yang dimiliki atau yang disediakan tidak boleh digunakan untuk kepentingan yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat luas, apalagi untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian nilai efesiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber dana dan sumberdaya yang tepat, tidak boros, dan dapat dipertanggung jawabkan; 2).Nilai yang membedakan milik pribadi dengan milik dinas. administrasi negara (birokrasi Publik) yang baik adalah administrasi negara (birokrasi Publik) yang dapat membedakan mana milik pribadi dan mana milik negara /dinas. Artinya mereka tidak akan menggunakan barang milik negara/dinas untuk kepentingan pribadi. Mereka hanya akan menggunakan barangbarang milik negara untuk kepantingan publik/Negara 3).Nilai Responsibel berkaitan dengan tanggungjawab administrasi negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. administrasi negara yang baik adalah administrasi negara yang responsibel. Menurut Carl J. Friedrich merupakan konsep yang berkenaan dengan standar profesional dan kompetensi tehnik yang dimiliki administrator dalam menjalankan tugasnya. administrasi negara (birokrasi Publik) dikatakan responsibel jika pelakunya memiliki standar profesionalisme atau kompetensi tehnik yang tinggi. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku administrasi negara harus memiliki standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis dan bukan politis.
Administrasi negara harus memiliki rasa tanggungjawab, dengan rasa tanggungjawab mereka akan melaksanakan tugas yang diembanya dengan sepenuh hati. Mereka tidak melakukan korup kendati mereka ada pada lingkungan yang korup. Bahkan mereka ingin merubah lingkungannya dan sistemnya untuk menjadi lebih baik, walaupun ada resiko terhadap dirinya 4). Nilai akuntabilitas ; Administrasi negara yang baik adalah yang akuntabel. Menurut Harry Hatry akuntabel adalah merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur apakah dana publik atau ressources yang ada sudah digunakan dengan tepat guna untuk tujuan yang telah ditetapkan, tidak digunakan untuk yang lain. Sedangkan menurut Herman Finner, akuntabilitas suatu konsep berkenaan dengan dengan standar eksternal yang menentukan suatu tindakan administrasi negara. Akuntabilitas dimulai dari orang atau institusi yang berasal dari luar dirinya, yang sering disebut tanggungjawab yang bersifat obyektif. Administrasi negara (birokrasi Publik) dikatakan akuntabel jika mereka di nilai obyektif oleh orang atau masyarakat atau yang mewakili dapat mempertanggung jawabkan perbuatanya, sikap dan sepak terjangnya darimana wewenang dan kekuasaannya itu diperoleh. Politisi harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada kelompok pemilihnya, Eksekutif harus dapat mempertanggungjawabkan implementasi kebijakan yang dilakukan kepada legislatif. Yang akhirnya baik eksekutif maupun legislatif harus dapat mempertanggungjawabkan selalu kepada rakyatnya; 5). Nilai responsivitas yang berkaitan dengan daya tanggap untuk menanggapi yang menjadi keluahan, masalah dan aspirasi publik. Administrasi negara (birokrasi Publik) dikatakan baik apabila administrasi negara (birokrasi Publik) responsif yaitu memiliki daya tanggap yang tinggi dan cepat terhadap apa yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi publikdalam membarikan pelayanan publik. Mereka cepat memahami apa yang menjadi tuntutan publik, dan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya. Ia dapat
6 Masse “Etika Birokrasi Dalam Sistem Pelayanan Publikpada Lembaga Organisasi Pemerintah Di Indonesia”
menangkap aspirasi masyarakat atau masalah yang dihadapi dan berusaha untuk mencari solusinya. Mereka tidak suka menunda-nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan atau mengutamakan prosedure tetapi mengabaikan subtansinya; 6). Nilai impersonal Administrasi negara (birokrasi Publik) dakatakan baik apabila dalam melaksakan hubungan dengan sesama atau antar bagian dalam birokrasi bersifat impersonal artinya dalam melakukan komunikasi bersifat formal, tidak ada hubungan yang bersifat pribadi. Hubungan pribadi hanya dapat dilakukan dilur dinas. Hubungan pribadi harus dihidari agar dalam memberikan pelayanan tidak terjadi penonjolan unsur pribadi dari pada unsur ratio yang menyebabkan ketidak adilan, 7). Nilai merit system Administrasi negara dikatakan baik apabila dalam penerimaan atau promosi pegawai tidak dilaksanakan berdasarkan kekerabatan, patrimonial, akan tetapi didasarkan atas pengetahuan, ketrampilan kemampuan dan pengalaman yang oleh orang yang bersangkutan. Dengan dianutnya nilai ini maka akan menjadikan orang-orang yang melaksanakan kebijakan akan menjadi profesional, yang diharapkan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat menjadi lebih baik. Pada kepemerintahan yang bersih (clean good governance) terkait dengan Law enforcement dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang yang diberikan kepadanya, mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari etika Administrasi publik (mal administration) yang akan mengabaikan Law Enforcement pada penataan ulang pemerintahan di Indonesia. Sehingga pada tujuan Law Enforcement terdapat :1).Birokrat–birokrat pemerintah dari pemerintahan, yang ditentukan oleh kualitas sumber daya aparaturnya; 2). Perimbangan kekuasaan yang mencerminkan sistem pemerintahan yang harus diberlakukan; 3). Kelembagaan yang dipergunakan oleh birokrat-birokrat pemerintahan untuk mengaktualisasikan kinerjanya; 4). Kepemimpinan dalam
birokrasi publik yang berahlak, berwawasan (visionary), demokratis dan responsif terhadap revitalisasi penataan ulang pemerintahan Indonesia (Reinventing government).Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugastugas administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri. Mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu kode khusus. Kedudukan etika administrasi negara berada diantara etika profesi dan etika politik sehingga tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat publik. Hal yang pertama-tama perlu diingat ialah bahwa kode etik tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanksi atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya. Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan dalam kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis. Kode etik juga merupakan hasil kesepakatan atau konvensi suatu kelompok sosial. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri anggotaitu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilainilai ideal yang diharapkan. Dengan demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang personilnya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas padakaum profesi karena sesungguhnya setiap jenis pekerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung konsekuensi moral.Dari sini dapat diketahui bahwa lingkup Etika Administrasi Negara adalah pada penentuan nilai dalam proses administrasi. Etika administrasi negara sangat erat berkaitan dengan etika kehidupan berbangsa. Administrasi negara/ publik tidak hanya terbatas pada kumpulan sketsa yang digunakan untuk membenarkan kebijakan pemerintah atau hanya terbatas pada suatu disiplin ilmu saja putting the
7 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
ideas (Peter Senge, 1990) tetapi lebih jauh dari itu, administrasi negara dijelaskan Wilson (1978) sebagai suatu upaya untuk menaruh perhatian concern terhadap pelaksanaan suatu konstitusi ketimbang upaya membuatnya. Jadi sangat jelas bahwa dalam administrasi negara dikenal etika administrasi negara yang tujuannya adalah untuk menyelengarakan kegiatan administrasi negara dengan baik, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat. Itu berarti, saat etika administrasi negara digunakan dengan baik oleh para penyelenggara negara (administrator) maka etika kehidupan berbangsa pun dapat berlangsung dengan baik, sebaliknya, apabila etika administrasi negara tidak secara benar melandasi setiap pergerakan dalam administrasi negara maka dapat diindikasikan begitu banyaknya masalah yang berdampak pada kehidupan berbangsa. Etika sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan berbangsa. Khususnya Etika Politik dan Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat; menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan telah mengamanatkan agar para pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.Sebaliknya, saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka tercipta suatu ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-masalah kompleks yang sulit diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya Indonesia yang menganut sistem demokrasi dapat lebih baik dengan perspektif dari rakyat, oleh
rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk karena pada kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan pemerintah hanya memikirkan kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Adanya ‘budaya’ korupsi yang telah sejak lama menodai penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia menunjukkan bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para penyelenggara negara. Ketika etika untuk mengambil tindakan yang berhubungan langsung dengan kegiatan negara dilanggar inilah maka dapat dipastikan etika politik dan pemerintah sama sekali tidak diperhatikan. Dengan melihat semua fakta itulah, perlu adanya kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya etika administrasi negara yang mendasari baik buruknya suatu penyelenggaraan negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat menentukan bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan pemerintah. Kesimpulan : 1) Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama 2) Paradigma penyelenggaraan pemerintahan telah terjadi pergeseran dari paradigma rule government menjadi good governance; 3) Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik menurut paradigma rule government senantiasa lebih menyandarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saran : Dengan good governance, dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik tidak semata-mata didasarkan pada pemerintah (government) atau negara (state) saja, tetapi harus melibatkan seluruh elemen, baik di dalam intern birokrasi maupun di luar birokrasi publik. Bahwa etika diperlukan dalam administrasi negara (birokrasi publik), bukan saja berfungsi sebagai pedoman, referensi dan penuntun apa yang
8 Masse “Etika Birokrasi Dalam Sistem Pelayanan Publikpada Lembaga Organisasi Pemerintah Di Indonesia”
harus dilakukan dalam menjalankan tugas, tetapi juga berfungsi sebagi standar dalam menilai apakah sifat dan perilaku serta tindakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Daftar Pustaka Ati, Ayuning Mustika. 2010. Etika Birokrasi dalam Administrasi Publik. (online), http:// www. scribd. com/ feeds /rss. diakses 23 Maret 2012. Dwiyanto, A. 2007. "Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: dari Government ke Governance‟, dalam Majelis Guru Besar dan Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (Eds.), Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: GadjahMada University Press. Dunn, W.N. 1981. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall. Haryanto. 2002.Kuliah Birokrasi Indonesia. Politik Lokal Otonomi Daerah. Jogjakarta : Program Pascasarjana UGM. Henry, N. 1990. Public Administration and Public Affairs. New Jersey: PrenticeHall International Inc. Indrawanto. 2004. Teori Administrasi Piublik dan Birokrasi. Malang : Taroda Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Etika Birokrasi dalam Administrasi Pembangunan Tantangan Menghadapi Era Globalisasi. Yogyakarta. www. ginandjar.com Sondang P. Siagian, M. P. A, Prof.Dr. 2008. Filsafat Administrasi Willougby, W. 1918. "The Movement for Budgetary Reform in the States‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers. Wilson, W. 1887. "The Study of Administration‟, dalam Shafritz, J.M. & Hyde, A.C. (Eds.). 1997. Classic of Public Administration. Fort Worth etc.: Harcourt Brace College Publishers.