ANALISIS IMPLEMENTASI PMK NOMOR 142 TAHUN 2011 DAN PERPRES NOMOR 79 TAHUN 2011 YANG MENGATUR KUNJUNGAN YACHT WISATAWAN ASING KE INDONESIA DALAM RANGKA PARIWISATA (STUDI PADA PELABUHAN BENOA, BALI) LUCAS FILBERTO SARDJONO DAN INAYATI Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
[email protected] Abstrak. Penelitian ini membahas kebijakan yang mengatur kunjungan yacht wisatawan asing ke Indonesia dalam rangka pariwisata. Kebijakan tersebut menetapkan bahwa yacht yang digunakan sebagai alat transportasi dikategorikan sebagai barang Impor Sementara yang kemudian pemilik selaku pengimpor harus menyerahkan Jaminan. Penelitian ini mengangkat dua permasalahan, yaitu: implementasi kebijakan pada pelabuhan Benoa, Bali dan kendala-kendala yang muncul dalam penerapan kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa implementasi sudah dilakukan sesuai dengan peraturan namun masih ditemukan banyak kendala-kendala seperti peraturan yang belum aplikatif, kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah terkait, kurangnya pemahaman agen pada peraturan khususnya agen yang pemiliknya berkewarganegaraan asing, wisatawan yang tidak patuh pada peraturan, dan Indonesia belum meratifikasi Karnet Ata.
Kata Kunci: Kebijakan Publik, Impor Sementara dan Jaminan, Kunjungan yacht ke Indonesia
Implementation Analysis of PMK Number 142/PMK.04/2011 and PERPRES Number 79 of 2011 Concerning Yacht Visits of Foreign Tourist to Indonesia for a Tour (Studies on Benoa Harbor, Bali) Abstract. This thesis discusses the policy that regulate foreign tourists yachts whose visiting to Indonesia in context of tourism. That policy specifies that yachts used to transport classified as Temporary Import then the owner as an importer must submit the warranty. This study raised two issues, policy implementation at Benoa harbor, Bali and constraints that arise in the implementation of these policies. This thesis used a qualitative approach. The results of this thesis showed that implementation has been carried out in accordance with the regulations but many of the constraints that arise in the process of implementation such as regulations not applicable, lack of coordination among government agencies, lack of understanding of the regulatory by the agency especially agency that belongs to foreigner, tourist who do not obey the rules, and Karnet Ata that have not ratified by Indonesian government. Keyword: Custom, Temporary Import, Arrival yacht
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
1.
Pendahuluan Pesona Indonesia merupakan surga bagi petualang bahari yang gemar berkeliling dunia.
Negeri ini mempunyai pesona yang luar biasa; panorama dalam laut, pesisir pantai, gulungan ombak, tradisi budaya dan etnik, tarian, makanan, hutan, dan lainnya. Didukung oleh iklim tropis Indonesia, banyak wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia untuk menikmati indahnya panorama Indonesia dan berkunjung ke objek wisata seperti wisata candi, flora-fauna, dan bahari. Oleh karena itu, negeri ini sering dikunjungi oleh wisatawan asing karena pesonanya yang sudah mendunia. Sebagian wisatawan asing datang menggunakan yacht pribadi. Berwisata menggunakan yacht memiliki keuntungan tersendiri yaitu wisatawan asing dapat langsung berpindah-pindah pulau sesuai dengan objek wisata yang menjadi tujuan mereka mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Wisatawan asing yang akan berwisata ke Indonesia dengan menggunakan yacht, harus menempuh prosedur birokrasi administrasi untuk memperoleh Clearance od Approval for Indonesian Teritory (selanjutnya disebut CAIT) yang merupakan izin untuk memasuki wilayah Indonesia. Prosedur CAIT meliputi: a. Political Clearance (dari Departemen Luar Negeri RI) b. Security Clearance (dari Mabes TNI) c. Sailing Permit (dari Departemen Perhubungan RI) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.04/2007 tentang Impor Sementara untuk selanjutnya disebut (PMK NO. 140 TAHUN 2007) Pasal 1 ayat (1) impor sementara adalah pemasukan barang impor ke dalam daerah pabean yang benar-benar dimaksudkan untuk diekspor kembali dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Yacht yang digunakan wisatawan asing sebagai alat transportasi untuk berkunjung ke Indonesia merupakan kendaraan pribadi wisatawan namun pemerintah menetapkan bahwa yacht tersebut disamakan dengan barang impor sedangkan yacht wisatawan asing bukan barang yang akan diekspor kembali. Hal ini tercantum pada PMK NO. 140 TAHUN 2007 Pasal 3 ayat (2) (i) bahwa yacht (kapal pesiar perorangan) masuk dalam kategori barang impor sementara yang diberikan pembebasan bea masuk namun diharuskan membayar jaminan impor sementara. Penerbitan PMK NO. 140 TAHUN 2007 tentang impor sementara menimbulkan perbedaan pendapat di berbagai kalangan. Sebagian kalangan berpendapat bahwa PMK NO. 140
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
TAHUN 2007 merupakan upaya penertiban kunjungan yacht ke Indonesia sedangkan beberapa kalangan lain berpendapat bahwa prosedur di dalam peraturan tersebut mempersulit kunjungan yacht ke Indonesia dan mengakibatkan penurunan jumlah kedatangannya. Ada suatu rapat koorinasi yang membahas perihal peraturan yang mengatur kunjungan yacht wisatawan asing pada tanggal 4 Juni tahun 2009. Rapat koordinasi tersebut dilakukan Kemenparekraf dengan jajaran instansi Mabes TNI, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) dan Dewan Kelautan Indonesia. Dari rapat koordinasi itu dihasilkan sebuah rangkuman yaitu Telaah Pengaturan Kunjungan Yacht / Kapal Layar ke Indonesia. Di dalam telaah tersebut terdapat data penurunan kedatangan yacht wisatawan ke Indonesia yang dimulai
pada tahun 2007 sejak PMK NO. 140 TAHUN 2007 diterbitkan
(disajikan pada Tabel 1.2). Yacht / kapal layar dikategorikan sebagai barang impor sementara sehingga dikenakan kewajiban menyerahkan jaminan impor sementara. Oleh karenanya dikenakan peraturan impor/ekspor sementara yang memberikan konsekuensi administrasi dan pembiayaan, membuat enggan para calon yachter untuk masuk ke Indonesia. (Telaah Depbudpar, 2009 h. 8-9). Tabel 1.2 Jumlah Penerbitan Cait untuk Pelayar yang Menggunakan Yacht
Jumlah Penerbitan Clearance of Approval for Indonesian Tahun
Teritory (CAIT)
2007
± 470 kapal
2008
± 225 kapal ± 122 kapal dengan perincian Bulan Januari : 26 kapal
2009
Bulan Februari : 23 kapal
Posisi s/d 25 Mei
Bulan Maret : 19 kapal Bulan April : 25 kapal Bulan Mei : 29 kapal
Sumber : Telaah Depbudpar
Data pada Tabel 1.2 menunjukkan adanya penurunan yang signifikan terhadap jumlah wisatawan asing yang datang menggunakan yacht. Penurunan jumlah yacht yang datang ke Indonesia dapat
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
dilihat dari berkurangnya jumlah penerbitan CAIT setiap tahunnya. CAIT merupakan surat ijin masuk bagi yacht yang akan masuk ke teritori Indonesia. Pada tahun 2011 diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.04/2011 tentang Impor Sementara untuk selanjutnya disebut (PMK NO. 142 TAHUN 2011), sebagai pengganti dari PMK NO. 140 TAHUN 2007. Pasal 3 ayat (2) (i) kapal pesiar perorangan (yacht) yang digunakan sendiri oleh wisatawan mancanegara. Peraturan ini semakin mempertegas bahwa yacht termasuk dalam kategori barang impor sementara yang kemudian pemiliknya harus menyerahkan jaminan impor sementara. Pada tahun yang sama, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2011 (untuk selanjutnya disebut Perpres 79 Tahun 2011) yang keseluruhan isinya berisi segala macam hal yang berkaitan dengan kedatangan wisatawan menggunakan yacht. Peraturan dikeluarkan untuk mempermudah kedatangan yacht dengan memberikan beberapa fasilitas bagi pemilik yacht tersebut yang diantaranya diberikan di bidang kepabeanan yaitu penjaminan. Jaminan Impor sementara yang harus diserahkan oleh pemilik yacht dapat dilakukan dengan menggunakan jaminan tertulis yang dapat dialihkan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, agen, dan pemilik yacht itu sendiri. Perpres No 79 Tahun 2011 dikeluarkan untuk untuk mempermudah penerapan PMK NO. 142 TAHUN 2011 di lapangan. Namun kemudahan tersebut hanya diberikan jika wisatawan datang melalui delapan belas (18) pintu masuk yang ditentukan. Delapan belas pelabuhan tersebut yaitu (nasional.kontan.co.id, 2012) : 1. Pelabuhan Sabang, Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam 2. Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara 3. Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat 4. Nongsa Point Marina, Batam, Kepulauan Riau 5. Bandar Bintan Telani, Bintan, Kepulauan Riau 6. Pelabuhan Tanjung Pandan, Belitung, Bangka Belitung. 7. Pelabuhan Sunda Kelapa dan Marina Ancol, DKI Jakarta 8. Pelabuhan Benoa, Badung, Bali 9. Pelabuhan Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur 10. Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah 11. Pelabuhan Tarakan, Tarakan, Kalimantan Timur 12. Pelabuhan Nunukan, Bulungan, Kalimantan Timur
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
13. Pelabuhan Bitung, Bitung, Sulawesi Utara 14. Pelabuhan Ambon, Ambon, Maluku 15. Pelabuhan Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, Maluku 16. Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara, Maluku 17. Pelabuhan Sorong, Sorong, Papua Barat 18. Pelabuhan Biak, Biak, Papua. Danang selaku Kasubdit Pengembangan Wisata Alam dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengatakan bahwa sampai dengan bulan September 2012, baru dua pelabuhan yang diberikan sosialisasi, yaitu pelabuhan Benoa – Bali dan pelabuhan Sorong – Papua Barat dari 18 pelabuhan yang disebutkan dalam Perpres. Adapun sosialisasi untuk 16 pelabuhan lainnya dilakukan pada bulan Oktober 2012. Raymon mengatakan, dari dua pelabuhan yang telah mendapat sosialisasi Perpres No 79 Tahun 2011 tersebut, pelabuhan Benoa Bali merupakan kawasan wisata yang paling sering dan banyak dikunjungi wisatawan asing.Wisatawan asing yang berwisata ke Bali menggunakan yacht pribadi akan melabuhkan kapalnya di pelabuhan Benoa yang terletak di bagian tenggara pulau Bali. Banyaknya wisatawan yang datang ke Bali dapat terlihat dari banyaknya wisatawan asing di pulau tersebut. Data kedatangan penumpang kapal cruise dan yacht di lima kota teratas empat tahun terakhir pada tabel 1.3. Tabel 1.3 Jumlah Penumpang Cruise dan Yacht Tahun 2009-2012
Tujuan
2009
2010
2011
2012
19.448
35.147
50.121
51.934
Lombok
2.806
6.198
10.546
26.040
Komodo
15.254
16.510
13.496
17.629
Semarang
10.724
10.035
14.149
15.168
5.542
6.080
4.152
1.428
Bali
Jakarta
Sumber : Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (www.bumn.go.id)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa dalam presentase kunjungan wisata mancanegara menuju tempat wisata di kepulauan Indonesia pada tahun 2011, Bali selalu menempati posisi teratas. Presentase kedatangan wisatawan asing ke Indonesia tahun 2011 pada tabel 1.4.
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
Tabel 1.4 Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Indonesia Tahun 2011
Pulau
Presentase
Bali
50.230 (44%)
Jawa
23.027 (20%)
Nusa Tenggara
28.338 (25%)
Sulawesi
5.622 (5%)
Sumatra
3.682 (3%)
Papua
1.350 (1%)
Kalimantan
Maluku
800 (1%)
646 (1%)
Sumber : Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (www.bumn.go.id)
Melihat banyaknya kedatangan penumpang tujuan pulau Bali, tidak dapat dipungkiri kalau pesona Bali memang sudah mendunia. Keanekaraman budaya, aneka hidangan khas Bali, dan keindahan pantainya merupakan daya tarik bagi wisatawan mancanegara. Pelabuhan Benoa juga telah masuk dalam daftar MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang diperkirakan akan mulai dilakukan pada pertengahan Desember 2011. Percepatan dan perluasan pembangunan di pelabuhan Benoa dilakukan untuk menampung kunjungan kapal-kapal yacht yang dapat mencapai 200 kapal setiap hari yang sandar/homestay di pelabuhan Benoa. Melihat fenomena ini, peneliti tertarik untuk mengkaji implementasi kebijakan yang mengatur munjungan yacht wisatawan asing ke Indonesia dalam rangka pariwisata di pelabuhan Benoa.
2.
Tinjauan Teoritis
2.1
Kebijakan Publik Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah membutuhkan instrumen berupa kebijakan
untuk dapat mengimplementasikan fungsinya tesebut. Laswell menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu program yang diproyeksikan dari tujuan-tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah (Laswell, 1965, h.71) 2.2
Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal dalam arti luas merupakan kebijakan untuk mempengaruhi produksi
masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi, dengan mempergunakan instrumen pemungutan pajak
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
dan pengeluaran belanja negara. Kebijakan Fiskal dalam pengertian luas bertujuan untuk mempengaruhi jumlah total pengeluaran masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan jumlah seluruh produksi masyarakat, banyaknya kesempatan kerja dan pengangguran, tingkat harga umum dan inflasi.(Mansury, 1999, p.1) 2.3
Implementasi Kebijakan Edwards III mengatakan bahwa implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan
keputusan di antara pembentukan sebuah kebijakan – seperti halnya pasal-pasal sebuah undangundang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluanya standar peraturan – dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyrakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya. Jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Namun bahkan sebuah kebijakan yang briliant sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapau tujuan para pearancangnya (Edwards III, 2003, h.1-2). 2.4
Analisis Implementasi Kebijakan Definisi lainnya mengenai analisis kebijakan dikemukakan oleh Dunn yakni sebuah
disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan berbagai informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn, 2003, h.97). 2.5
Impor Santoso (1994, h.57) mendefinisikan impor sebagai proses memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam wilayah pabean dalam negeri dengan memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2.6
Bea Masuk Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap
barang yang memasuki daerah pabean. Bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang yang akan diimpor (Sugianto, 2008, h.8). 2.7
Pengawasan Pabean Prakoso mendefinisikan pengawasan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar suatu
tindakan sesuai dengan yang seharusnya (Prakoso, 1990). Efektivitas pengawasan tidak hanya
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
dilakukan terhadap barang-barang yang masuk atau keluar daerah pabean saja, tetapi juga terhadap lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia (Purwito, 2006, h.35).
3.
Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar alamiah (Creswell, 1994, h.1). Peneliti berpendapat bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling tepat, karena peneliti ingin mengemukakan penjelasan yang lebih mendalam mengenai suatu proses yang terjadi. Penelitian kualitatif lebih banyak mengutamakan bagian “proses” dibanding dengan “hasil”. Hal ini dikarenakan hubungan bagian-bagian yang akan diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses (Moleong & Lexy, 2005, h.11). Dalam penelitian ini, peneliti juga menganalisis apa yang menjadi latar belakang penetapan Peraturan Menteri Keuangan No. 142/PMK.04/2011 (Yacht), kendala yang mungkin muncul dalam penerapan peraturan tersebu dan dampak yang mungkin timbul dalam penerapan peraturan tersebut.
4.
Pembahasan dan Hasil Penelitian Kebijakan yang mengatur kunjungan yacht wisatawan asing ke Indonesia mengharuskan
wisatawan asing pemilik yacht melaporkan kapal yachtnya sebagai barang impor sementara. Yacht yang digunakan wisatawan asing sebagai alat transportasi untuk memasuki wilayah Indonesia dikategorikan barang impor sementara. Wisatawan asing pemilik kapal tersebut dianggap sebagai pengimpor, sehingga setelah membawa masuk kapalnya ke Indonesia wisatawan asing tersebut harus melaporkan kapalnya sebagai barang impor sementara dan menyerahkan jaminan impor sementara sebagai jaminan bahwa kapal tersebut tidak akan digunakan untuk tujuan komersil dan akan dibawa lagi ke luar Indonesia setelah masa wisata di Indonesia habis. Pasca penerapan kebijakan tersebut di lapangan, ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa kebijakan tersebut terlihat menghambar pariwisata Indonesia di bidang wisata bahari. Peraturan yang merupakan kebijakan fiskal yang seharusnya bertujuan
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
untuk meningkatkan produksi masyarakat dan kesempatan kerja justru dirasakan berbagai kalangan berkebalikan dengan fungsi kebijakan itu sendiri. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk menjelaskan latar belakang peraturan tersebut ditetapkan sampai pada proses penerapannya di lapangan yang mengakibatkan berbagai kalangan berpendapat bahwa kebijakan tersebut belum sesuai dengan kondisi terjadi di masyarakat.
4.1
Analisis Implementasi Kebijakan Impor Sementara Disertai Jaminan untuk Yacht Wisatawan Asing Ditinjau dari Aspek Komunikasi, Struktur Birokrasi, Disposisi, Sumberdaya, dan Pengawasan Dalam menganalisis implementasi kebijakan yang mengatur kunjungan yacht wisatawan
asing ke Indonesia dalam rangka pariwisata, peneliti mengacu pada variable-variabel implementasi Edward III yaitu komunikasi, struktur birokrasi, disposisi, dan sumber daya. Peneliti juga menganalisis prosedur kepabeanan untuk yacht wisatawan asing. Analisis implementasi peraturan ini dijelaskan lebih lanjut pada poin-poin berikut ini. 4.1.1
Komunikasi Agar implementasi menjadi efektif, pembuat kebijakan bertanggung jawab untuk
menstransmisikan kebijakan kepada implementor dengan jelas. Transmisi ini dilakukan untuk menghindari
kesalahan
yang
mungkin
dilakukan
oleh
implementor
saat
kebijakan
diimplementasikan di lapangan. Komunikasi harus dilakukan sebaik mungkin anatara pembuat kebijakan dan implementor agar implementasi kebijakan di lapangan menjadi efektif. Sosialisasi harus segera dilakukan setelah PMK NO. 142 TAHUN 2011 dan Perpres 79 Tahun 2011 ditetapkan. Sosialisasi ditujukan agar para implementor, yaitu KPPBC Benoa khususnya Sub-Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan, dapat mengerti latar belakang, tujuan, teknis pelaksanaan di lapangan, dan cara mengatasi permasalahan yang mungkin muncul. Terkait dengan hal ini, informan menyatakan bahwa sosialisasi PMK NO. 142 TAHUN 2011 dilakukan oleh Kantor Wilayah DJBC untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur satu bulan setelah peraturan tersebut ditetapkan sebagaimana diungkapkan sebagai berikut: “Kalau tidak salah bulan Desember tahun 2011 di Kantor Wilayah. Saya datang bersama dengan Kepala Bagian Urusan Umum.” (wawancara dengan I Nyoman Rini
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, 21 Desember 2012). Sosialisasi peraturan baru ini juga dilakukan kepada agen-agen yang menjadi biro perjalanan wisatawan asing. Namun sosialisasi yang diberikan kepada agen dilakukan oleh Kantor Wilayah. Hal ini diungkapkan oleh informan sebagai berikut: “Kalau sosialisasi dari KPPBC Benoa untuk agen tidak ada. Sosialisasi dilakukan langsung dari Kanwil. Kalau tidak salah waktu itu disosialisasikan di hotel tapi saya tidak tahu hotel apa.” (wawancara dengan I Nyoman Rini selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, 21 Desember 2012). Adanya sosialisasi yang ditujukan kepada agen-agen biro wisata perjalanan wisatawan dibenarkan oleh Cok Istri Dewi selaku Humas Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa Antar Nusa. Sosialisasi Perpres No. 79 pun diberikan kepada agen-agen langsung dari Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) dan instansi terkait lainnya. “Ada. Kalau Perpres No. 79 disosialisasiin dari Menko Ekuin. Mereka yang sosialisasi itu ada dari Hubungan Laut (Hub-La), Bea dan Cukai, dan semua yang terkait. “ (wawancara dengan Cok Istri Dewi selaku Humas Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa Antar Nusa, 21 Desember 2012) Sudah ada proses komunikasi yang dilakukan baik oleh pembuat kebijakan yaitu Kantor Pusat DJBC kepada implementor yaitu KPPBC Benoa dan masyarakat; dan implementor kepada masyarakat.
Komunikasi sudah dilakukan pihak Bea dan Cukai untuk mensosialisasikan
peraturan baru, baik dari Kantor Pusat ke Kantor Wilayah, KPPBC, dan agen; maupun dari Kanwil dan KPPBC kepada agen-agen biro wisata wisatawan asing di Bali. Sosialisasi Perpres No. 79 dilakukan langsung oleh Menko Ekuin bersama dengan instansi-instasi terkait lainnya. 4.1.2
Struktur Birokrasi Sumber daya yang cukup tidak menjamin implementasi kebijakan berjalan efektif.
Fragmentasi organisasional dapat menghambat keefektifan implementasi suatu kebijakan. Perlu dilakukan koordinasi antar agar pembagian tugas antar divisi menjadi jelas. Sebagaimana unitunit organisasional selenggarakan kebijakan, mereka mengembangkan prosedur pengoperasian standar (standar operating procedure) untuk menangani situasi rutin alam pola hubungan yang
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
beraturan. SOP ini disusun sebagai pedoman bagi setiap seksi dalam menjalankan tugas sebagaimana dinyatakan oleh informan sebagai berikut: “Ada, tentu saja kami melakukan tugas sesuai dengan pembagian tugas yang tertulis di SOP. Setiap Seksi ada SOP-nya masing. Kami berpedoman dengan itu.” (wawancara dengan I Nyoman Rini
selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan
Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, 12 Desember 2012) Dalam menjalankan tugasnya, I Nyoman Rini selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Benoa berpedoman pada SOP yang diberikan. Pelayanan dan administrasi di KPPBC Benoa menjadi tanggung jawab I Nyoman Rini. “Saya bertugas sebagai Kepala Sub Seksi (Kepala Subseksi) Perbendaharaan dan Pelayanan. Kalau pelayanan itu tugasnya memproses dokumen-dokumen, mengecek kembali (kroscek) Surat Keputusan, dokumen PIB. Setelah semuanya lengkap, kita akan membantu membuat dokumen perjalanan.” (wawancara dengan I Nyoman Rini selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, Bali, 16 Juli 2012) I Nyoman Rini melayani wisatawan asing yang datang menggunakan yacht untuk mengurus dokumen-dokumen impor sementara atas yacht digunakan. Pelayanan yang diberikan mengacu pada petunjuk pelaksanaan yang telah ada sebelumnya. Dalam melakukan tugasnya, implementor sudah melakukan prosedur yang tertera di dalam peraturan. Telah ada pembagian tugas yang jelas pada setiap subseksi di KPPBC Benoa. Setiap subsesksi menjalankan tugas yang tertulis pada SOP. Agen biro wisata perjalanan wisata yang seringkali mengurus izin impor sementara di KPPBC Benoa mengakui bahwa tidak pernah menemukan masalah saat mengurus izin impor sementara di KPPBC. Saat wisatawan asing tiba di pelabuhan, pengajuan izin impor sementara dapat langsung dilakukan. Hanya saja untuk mendapatkan S-KEP Impor Sementara masih membutuhkan waktu yang lama. 4.1.3
Disposisi Disposisi atau sikap dari implementor adalah fokus kritis ketiga di dalam pendekatan
terhadap studi implementasi kebijakan publik. Agar implementasi menjadi efektif, para implementor tidak cukup jika hanya sekedar mengetahui apa yang harus dikerjakan namun juga
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
harus memiliki kapasitas untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementor tidak selalu siap untuk mengimplementasikan kebijakan sebagaimana para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para implementor sering dihadapkan dengan situasi untuk memanipulasi atau mengerjakan semua disposisi implementor atau untuk mengurangi opsi-opsinya. KPPBC Benoa mengutamakan pelayanan dalam mengimplementasi peraturan dan hanya memikirkan bagaimana cara memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan yang berwisata ke Indonesia menggunakan yacht. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan informan di bawah ini: “Pelayanan yang kami berikan disini gratis, tidak dipungut apa-apa, sedangkan kalau di agen kan ada biayanya. Setelah mendapatkan pelayanan wisatawan mengucapkan terimakasih ...Dia ya hanya tengkyu-tengkyu saja... Kita disini mengutamakan pelayanan, karena itu yang paling penting.” (wawancara dengan I Nyoman Rini selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, Bali. 16 Juli 2012). Prinsip pelayanan yang diutamakan KPPBC Benoa dirasakan oleh Cok Istri Dewi. Cok Istri Dewi mengakui bahwa sering mengurus impor sementara untuk yacht wisatawan asing. Cok Istri Dewi juga mengakui bahwa ia tidak mengalami kesulitan saat mengurus dokumen impor sementara di KPPBC Benoa. Berikut jawaban Cok Istri Dewi saat ditanya mengenai proses mengurus impor sementara di KPPBC Benoa. “Kalau di KPPBC Benoa selama saya mengurus tidak ada masalah. Karena mereka sudah terbiasa dengan kedatangan kapal-kapal layar ini. Kalau di Custom tidak bermasalah. Yang agak bermasalah itu biasanya di Karantina. Kalau di KPPBC Benoa selama ini aman-aman saja, mereka sesuai dengan peraturan.” (wawancara dengan Cok Istri Dewi selaku Humas Yayasan Cinta Bahari Antar Nusa Antar Nusa, 21 Desember 2012)
Dalam mengimplementasi peraturan, KPPBC Benoa selalu mengacu pada ketentuan yang tertulis pada peraturan. Unsur pelayanan diutamakan KPPBC Benoa sesuai dengan fungsi pelayanan yang yang diamanahkan. Fungsi pengawasan pun tetap dilaksanakan oleh petugas-
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
petugas yang bertugas melakukan pengawasan. Jika ada wisatawan yang tidak patuh karena kelalaian maupun ketidaktahuannya, pihak KPPBC Benoa tidak mengenakan sanksi, hanya saja diberi teguran dan diarahkan untuk mengurus kelengkapan yang harus diselesaikan. Dalam mengurus kelengkapan yang harus diselesaikan pun pihak KPPBC Benoa membantu sampai dokumen-dokumen tersebut selesai. Unsur pelayanan yang menjadi prinsip utama KPPBC Benoa diakui oleh agen yang sering mengurus kunjungan yacht wisatawan asing di KPPBC Benoa. Lamanya proses koordinasi ini kemungkinan besar disebabkan antara KPPBC satu dengan lainnya memang belum terhubung secara online. Jika sudah terhubung secara online, koordinasi dan pengiriman S-KEP tembusan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 hari. Implementor dalam penerapan PMK No. 142 Tahun 2011 dan Perpres No. 79 Tahun 2011 telah memenuhi kategori disposisi sebagaimana implementor harus lakukan. 4.1.4 Sumber Daya Tidak menjadi soal betapa jelas dan konsisten komando implementasi ini dan tidak menjadi soal betapa akuratnya komando ini ditransmisikan, jika implementor yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumber daya untuk melakukan sebuah pekerjaan efektif, implementasi tidak akan berjalan efektif pula. Sumber daya yang penting meliputi staf dengan keahlian yang diperlukan; informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat di dalam implementasi; kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan; dan berbagai fasilitas yang menunjang kinerja implementor. Sumber daya yang tidak cukup dapat berarti bahwa undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan, dan peraturan-peraturan yang layak tidak akan dikembangkan. Jumlah implementor menjadi perhatian berikutnya setelah sosialisasi dilakukan. Ada tiga Implementor yang melayani kedatangan yacht wisatawan asing di KPPBC Benoa. I Nyoman Rini Selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan dibantu oleh satu staf dan satu tenaga honorer. “Saya di Perbendaharaan dan Pelayanan dibantu satu staf dan satu honorer. Saya beri pembagian tugas dan bisa merangkap. Saya merasa terbantu dengan adanya mereka. Tetapi kalau ada penambahan SDM, saya setuju dan senang. Karena di kantor ini SDM memang terbatas, tidak banyak.” (wawancara dengan I Nyoman Rini selaku
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, 12 Desember 2012) I Nyoman Rini merasa terbantu dengan adanya satu staf dan satu tenaga honorer. Jika ada opsi untuk menambah SDM, I Nyoman Rini setuju karena akan semakin terbantu mengingat sedikitnya SDM di KPPBC Benoa yang hanya berjumlah 19 orang. “Kalau tidak salah jumlah seluruh pegawai 19 orang termasuk Kepala Kantor.” (wawancara dengan I Nyoman Rini
selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan
Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, 12 Desember 2012) Jumlah staf yang membantu dan siapa yang menentukan banyaknya staf di setiap Kepala Sub Seksi ditentukan oleh Kepala Kantor dan Kepala Bagian Umum. Sumber daya pada KPPBC Benoa sudah selaras dalam pengimplementasian kebijakan. Walaupun pihak KPPBC Benoa setuju jika ada penambahan SDM, namun sumber daya manusia atau staf yang mendukung di dalam pelaksanaan kebijakan sudah terpenuhi. Peneliti melihat bahwa fasilitas yang diberikan kepada pihak pelaksana di KPPBC Benoa cukup memadai. Disamping lokasi kantor yang berdekatan dengan pelabuhan tempat bersandarnya kapal, tempat bekerja dari pihak pelaksana itu sendiri sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti ruang tunggu tamu, meja kerja, dan komputer di setiap ruangan. Penambahan komputer untuk setiap ruangan dilakukan untuk meningkatkan kinerja KPPBC agar bisa berkoordinas dengan KPPBC lainnya secara online. 4.1.5
Impor Sementara, Bea Masuk, dan Fasilitas untuk Yacht Wisatawan Asing Impor merupakan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean baik yang
dilakukan oleh orang pribadi maupun badan hukum. Impor di dalam Undang-Undang Kepabeanan yaitu barang yang dibawa oleh sarana pengangkut telah melintasi batas negara dan kepadanya diwajibkan memenuhi kewajiban pabean dan pembayaran bea masuk. Pengertian ini selaras dengan pengertian impor dan bea masuk yang dikemukakan oleh Permana. “Semua barang yang di impor untuk dipakai itu harus bayar bea masuk. Impor adalah pemasukan barang ke dalam daerah pabean, yaitu Indonesia, melewati batasbatas negara dan untuk dipakai di dalam negara. Barang itu wajib bea masuk setelah
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
masuk ke dalam daerah pabean. Jadi kalau anda impor suatu barang hanya untuk dipamerkan setelah itu dikeluarkan kembali ke luar negeri, itu tidak termasuk definisi „dipakai‟ sehingga tidak wajib bayar, sama seperti yacht. Yacht itu masuk, lalu kemudian dipakai/digunakan sementara keluar lagi, termasuk di dalamnya rute perjalanan yang entah kemana. Tetapi ada dimensi pernah dipakai di Indonesia, oleh karena itu undangundang menyediakan satu pasal yang bernama impor, impor yang dimasudkan untuk dipakai. Lahirnya pasal impor sementara untuk mengakomodir hal itu. Dia tidak perlu bayar bea masuk karena tidak secara terus menerus dipakai di Indonesia, itulah impor sementara. Tetapi untuk lebih lanjutnya karena ada dimensi dipakai di dalam negeri, untuk meyakinkan bahwa barang ini nanti keluar ke luar negeri dan tidak tiba-tiba menghilang di dalam negeri dan dipakai dimanapun yang kita tidak pernah tau, atas barang tersebut diharuskan bayar jaminan.” (wawancara dengan Bapak Permana Agung selaku Staf Ahli Penerimaan Negara, Kementerian Keuangan, 28 November 2012) Barang impor merupakan barang yang masuk ke dalam daerah pabean melalui batas-batas negara yang tujuannya untuk dipakai di dalam negara. Sedangkan barang Barang impor tersebut wajib bayar bea masuk setelah masuk ke dalam daerah pabean. Barang yang diimpor hanya untuk dipamerkan dan kemudian dikeluarkan kembali ke luar negeri, tidak termasuk definisi dipakai sehingga tidak wajib bayar bea masuk. Yacht sendiri termasuk di dalam dua kategori tersebut, yaitu dimasukan ke dalam daerah pabean dan kemudian dikeluarkan kembali, dan juga digunakan di dalam daerah pabean. Singkatnya, yacht wisatawan asing yang masuk ke Indonesia akan kembali lagi ke luar negeri tetapi sebelum kembali ke luar negeri, akan digunakan sementara di wilayah Indonesia sebagai alat transportasi. Pemerintah mengeluarkan pasal yang bernama impor sementara dengan tujuan mengakomodir barang tersebut dan untuk memastikan barang tersebut dikeluarkan kembali ke luar negeri dan tidak tiba-tiba menghilang (diperjualbelikan), pengimpor barang tersebut diharuskan membayar jaminan, yaitu jaminan impor sementara. 4.1.6 Pengawasan Pabean untuk Yacht Wisatawan Asing Perkembangan yang pesat dalam perdagangan, perniagaan, dan transportasi serta teknologi informasi mengharuskan administrasi kepabeanan yang dapat/mampu mengikuti kondisi tersebut dengan segera, diperlukan upaya untuk memodernisasi legislasi di bidang kepabeanan. Selain sistem yang baik dengan administrasi yang memadai, berhasil tidaknya suatu
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
kebijakan juga tergantung pada pengawasan yang teratur dan ketat. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan tersbut dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya, sehingga dapat dicapai suatu hasil yang maksimal. Djoko Prakoso mendefinisikan pengawasan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar suatu tindakan sesuai dengan yang seharusnya.
Efektivitas
pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap barang-barang yang masuk atau keluar daerah pabean saja, tetapi juga terhadap lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia. Setelah peraturan ditetapkan dan kemudian dilaksanakan, pengawasan tentu saja harus dilakukan untuk memastikan aturan ditaati oleh masyarakat (policy target). Pengawasan Pabean dilakukan oleh Petugas Pengawasan dan Penyidikan, yang selanjutnya disebut P2. Pengawasan yang dijalankan oleh Petugas P2 KPPBC Benoa dilakukan dengan cara berpatroli di wilayah yang masuk dalam radius pelabuhan Benoa. “Petugas KPPBC Benoa yang melakukan pengawasan yaitu P2 (Penyidikan dan Pengawasan). Pengawasan di lakukan di sekitar pelabuhan Benoa dan di sekitar Serang (bagian selatan pantai Sanur). Petugas P2 yang melakukan patroli akan konfirmasi kesini, memastikan kapal yacht yang ditemui sudah mengurus impor sementara atau belum? Kalau ternyata sudah mengurus impor sementara, maka akan diizinkan untuk kembali melakukan perjalanan wisatanya.“ (wawancara dengan Ibu I Nyoman Rini selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, Bali, 16 Juli 2012) Pengawasan dilakukan untuk memastikan pemilik yacht telah mengajukan impor sementara atas yacht yang ia kendarai. Fungsi Penyidikan dilakukan bersamaan dengan pengawasan. P2 juga dilakukan untuk memeriksa dan memastikan nomor kapal sesuai dengan yang tertera pada dokumen PIB, jika wisatawan datang kembali ke KPPBC Benoa untuk melakukan perpanjangan izin. Penyidikan juga dilakukan untuk mencari yacht yang izin impor sementaranya sudah habis namun belum melakukan perpanjangan seperti yang dikatakan I Nyoman Rini. “Jika ingin melakukan perpanjangan izin, kami akan melakukan pemeriksaan kembali. Apakah benar kapalnya masih ada disini. Akan ada petugas yang melakukan peninjauan ke lapangan. Mereka akan memeriksa apakah benar nomor mesin sesuai dengan yang tertera pada dokumen PIB. Jika sesuai, izin akan diterbitkan lagi untuk jangka waktu tiga disesuaikan dengan CAIT yang telah diperpanjang.” (wawancara
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
dengan Ibu I Nyoman Rini selaku Kepala Sub Seksi Perbendaharaan dan Pelayanan KPPBC Tipe B Benoa, Bali, 16 Juli 2012) Penyidikan dan Pengawasan dijalankan untuk memastikan peraturan dipatuhi oleh para pemilik yacht. Penyidikan dan Pengawasan dijalankan untuk memastikan peraturan dipatuhi oleh para pemilik yacht. Namun melihat hasil wawancara peneliti dengan salah satu agen biro perjalan wisata wisatawan asing pada kendala kurangnya koordinasi antarinstansi yang mengatakan bahwa pengawasan justru dilakukan oleh pihak agen yang memfasilitas kedatangan yacht wisatawan, peneliti berpendapat bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pihak Bea dan Cukai belum dilaksanakan sepenuhnya.
4.2
Analisis Kendala Kebijakan Impor Sementara disertai Jaminan untuk Yacht Wisatawan Asing yang Datang di Pelabuhan Benoa, Bali
4.2.1
Kendala pada Peraturan dan Prosedur terkait Kunjungan Yacht Wisatawan Asing Banyak pihak yang berpendapat bahwa peraturan yang mengatur kunjungan wisatawan
asing ke Indonesia dalam rangka pariwisata tertalu panjang dan berbelit. Dengan digolongkannya yacht wisatawan sebagai barang impor, otomatis pemilik yacht dianggap sebagai pengimpor, yang atas kedatangan/masuknya yacht tersebut ke dalam wilayah Indonesia, pemilik diharuskan mengurus izin impor sementara dengan jaminan sebagai syarat bahwa yacht-nya akan dikeluarkan lagi dari wilayah Indonesia (diekspor). 4.2.2 Kendala pada Koordinasi Antarinstansi Kurangnya koordinasi antar lembaga menjadi kendala utama dari permasalahan yang muncul pada tahun 2007 sejak ditetapkannya PMK NO. 140 TAHUN 2007, dianggap mengakibatkan penurunan kedatangan yacht ke Indonesia. Setelah munculnya beberapa pendapat yang mengeluhkan akan terlalu rumitnya peraturan yang mengatur prosedur kunjungan yacht wisatawan asing pada tahun 2007, bahwa yacht wisatawan asing dikategorikan sebagai barang impor sementara sehingga saat kedatangannya pemilik yacht harus melaporkan Pemberitahuan Impor Barang, dikeluarkanlah PMK NO. 142 TAHUN 2011. PMK NO. 142 TAHUN 2011 dikeluarkan dengan tujuan memberikan perbedaan perlakuan yacht dengan barang impor lainnya dalam rangka impor sementara. Namun dalam perumusan PMK NO. 142 TAHUN 2011, koordinasi antarinstansi masih kurang. Koordinasi antarinstansi CIQ terutama Custom (KPPBC)
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
sendiri masih kurang. Hal ini dapat disebabkan karena belum adanya sistem komunikasi online yang dapat digunakan untuk melakukan koordinasi dan belum adanya sistem radar yang dapat memantau perjalanan/lalu lintas kapal yacht di Indonesia. 4.2.3 Kendala pada Agen Tidak jarang para wisatawan yang akan berwisata ke Indonesia menggunakan jasa agen untuk mengurus kedatangannya. Sayangnya, masih banyak agen yang belum memahami peraturan sepenuhnya, yang membuat informasi yang disampaikan kepada wisatawan tidak lengkap, sehingga apa yang dipahami wisatawan menjadi salah. Perlu dilakukan penertiban agen-agen biro wisata perjalanan oleh Kementerian Perhubungan. Penertiban dilakukan pada semua agen biro wisata perjalanan terutama agen yang pemiliknya adalah warga negara asing. Pemahaman warga negara asing mengenai peraturan tidak sebaik agen yang pemiliknya warga negara Indonesia karena peraturan dibuat dalam bahasa Indonesia. 4.2.4
Kendala pada Cuaca dan Wisatawan Wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki dua angin, yaitu muson timur dan
muson barat. Kedua angin mengakibatkan sulitnya para wisatawan memprediksi cuaca selama mereka berlayar di perairan Indonesia. Saat sedang berlayar dan menemukan cuaca buruk, beberapa wisatawan memilih untuk langsung keluar wilayah Indonesia untuk menghindari cuaca buruk tersebut. Walaupun tidak menjamin jika cuaca bagus wisatawan pasti melaporkan kepergiannya, tetapi kondisi cuaca
mempengaruhi pelayaran wisatawan. Masih banyaknya
wisatawan yang keluar tanpa melaporkan kepergiannya cukup menyulitkan KPPBC Benoa karena KPPBC Benoa tidak dapat menutup dokumen PEB wisatawan pemilik yacht. Dari wawancara dengan I Nyoman Rini peneliti melihat pernah ada suatu masalah, yaitu jaminan dan dokumen PIB tidak dapat ditutup
karena pemilik yacht yang menjaminkan yacht yang
digunakan tanpa perantara meninggalkan wilayah Indonesia tanpa melapor terlebih dahulu, dan belum ditemukan solusi atas permasalah tersebut. Oleh karena itu pihak Bea dan Cukai menginginkan jaminan impor sementara dijaminkan oleh agen agar tanggung jawab akhir dari jaminan tersebut berada di pihak agen. Pernyataan ini dibenarkan oleh Cok Istri Dewi melalui pendapatnya pada hasil wawancara sebelumnya. 4.2.5
Kendala Bea & Cukai Indonesia Belum Meratifikasi Karnet Ata Terlalu berbeli-belitnya peraturan yang mengatur kunjungan yacht wisatawan asing ke
Indonesia dapat juga disebabkan karena Indonesia belum meratifikasi Karnet Ata. Karnet Ata
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
merupakan peraturan kepabeanan internasional yang mengatur prosedur impor sementara atar negara yang telah menjadi contracting party dalam Konvensi Instanbul. Pemerintah Indonesia khususnya pihak Kantor Pusat DJBC dapat membuat peraturan kunjungan yacht yang lebih mudah dengan prosedur yang lebih sederhana. Meratifikasi dapat berarti pemerintah menyetujui semua kententuan yang telah ada pada Konferensi Instanbul. Namun pemerintah harus kritis melihat celah dari peraturan yang ada di Konfersi Instanbul mengingat Indonesia merupakan negara kepulaun yang berbeda dengan kebanyakan negara lain di dunia.
5.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian yang dilakukan
peneliti adalah sebagai berikut: 1. Implementasi kebijakan sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Pengawasan untuk memastikan peraturan dijalankan sebagaimana mestinya untuk menertibkan kunjungan yacht wisatawan dan memastikan pemilik yacht selaku pengimpor melakukan prosedur impor sementara atas barang impor sementara (yacht) yang dibawa ke Indonesia. Pengawasan yang dilakukan belum maksimal karena pengawasan yang seharusnya dilakukan Bea dan Cukai dilakukan juga oleh pihak agen untuk memastikan wistawan melaporkan kepergiannya dan menutup sejumlah dokumen di KPPBC saat akan meninggalkan wilayah Indonesia. 2. Masih banyak kendala-kendala yang muncul di dalam proses implementasi PMK No. 142 Tahun 2011 dan Perpres No. 79 Tahun 2011, seperti kendala pada peraturan yang kurang mengakomodir, koordinasi antarinstansi yang belum terjalin dengan baik, banyaknya agenagen yang harus ditertibkan dan diberi pemahaman lebih dalam, belum adanya solusi untuk permasalahan yang muncul pada proses implementasi peraturan di lapangan, terutama permasalahan pada jaminan yang tidak dapat ditutup karena kelalaian dari pihak wisatawan yang disebabkan oleh faktor cuaca dan ketidaktaatan wisatawan terhadap peraturan, dan belum dilakukannya ratifikasi Karnet Ata oleh pemerintah Indonesia.
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
6.
Saran Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti mengajukan
saran sebagai berikut : 1. DJBC perlu segera melakukan ratifikasi Karnet Ata yang merupakan peraturan impor sementara internasional, membuat suatu sistem on-line yang dapat digunakan untuk memantau lalu lintas kapal layar di wilayah Indonesia dengan berkoordinasi dengan pihakpihak yang mengerti permasalahan dan sering berinteraksi dengan wisatawan asing yang datang ke Indonesia menggunakan yacht pribadi, dan setelah itu melakukan evaluasi kebijakan untuk membuat peraturan yang lebih mudah dan aplikatif demi mendukung perkembangan pariwisata Indonesia khususnya wisata bahari. 2. Koordinasi antarinstansi yang berkaitan dengan kunjungan yacht harus dilakukan untuk menentukan pembagian tupoksi agar tidak ada tumpang tindih kepentingan. Penertiban agen harus segera dilakukan untuk mengurangi kemungkinan munculnya agen-agen liar yang dapat memberikan citra buruk pada pariwisata Indonesia.
Kepustakaan Creswell, J. W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. Nebraska: Sage Publications inc. Depbudpar Dunn , William. (1994). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. ( Drs. Somodra Wibawa, MA, dkk, Penterjemah). Jogyakarta: Gajah Mada University Press Edward, George. (2003).Teori dan Konsep Kebijakan Publik dalam Kebijakan Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus (H.N.S. Tangkilisan,Penerjemah).Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Laswell, Harold , & Kaplan, A. (1965). Power and Society a Framework for Political Inquiry. New Haven and London: Yale University Press. Mansury, R. (1999). Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan. Moleong, Lexy J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pasal 42 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.04/2007 tentang Impor Sementara Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.04/2011 tentang Impor Sementara Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2011 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 259/PMK.04/2010 Tentang Jaminan Dalam Rangka Kepabeanan Prakoso, Djoko. (1990). Peranan pengawasan dalam penangkalan tindak pidana korupsi. Jakarta: Aksara persada Indonesia. Purwito, Ali. (2006). Kepabeanan Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Samudra Ilmu. Santoso, Ruddy Tri. (1994). Pembiyaan Transaksi Luar Negeri. Yogyakarta: Andi Offset. Sugianto. (2008). Pengantar Kepabeanan dan Cukai. Jakarta: Cikal Sakti. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan www.bps.go.id, diunduh pada tanggal 29 Mei, 2012 pukul 14.00 WIB www.bumn.go.id, diunduh pada tanggal 29 Mei, 2012 pukul 14.35 WIB www.nasional.kontan.co.id, diunduh pada tanggal 29 Mei, 2012 pukul 12.14
Analisis implementasi..., Lucas filberto, FISIP-UI, 2013