Draft tanggal 8 September 2016
PT. SARANA MULTI INFRASTRUKTUR
PROYEK PENGEMBANGAN HULU ENERGI PANAS BUMI
KERANGKA KERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL TERMASUK: KERANGKA KEBIJAKAN PEMUKIMAN KEMBALI KERANGKA KERJA PERENCANAAN MASYARAKAT ADAT
Draft V2 untuk Proses Konsultasi Juli 2016
1
Draft tanggal 8 September 2016
DAFTAR ISI 1
PENDAHULUAN.............................................. 10 1.1
Latar Belakang
Error! Bookmark not defined.0
1.2
Tujuan Proyek
1.3
Deskripsi Proyek
13
1.4
Detail Deskripsi Sub Proyek
20
132
2
KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN PPHEPB....................... 32
3
KEBIJAKAN, PERATURAN DAN HUKUM PERLINDUNGAN.............. 34 3.1
Peraturan dan Perundang-undangan Indonesia terkait
Analisis Dampak Lingkungan
4
34
3.2
Kebijakan Perlindungan Bank Dunia
3.3
Kesenjangan Analisis
431 47
LANGKAH-LANGKAH MITIGASI DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN DAN
SOSIAL YANG DIANTISIPASI.......... Error! Bookmark not defined.51 4.1
Kegiatan Pengeboran dan Eksplorasi Panas Bumi dan
Infrastruktur dan Kegiatan Terkait 4.2
52
Proyek-proyek Terkait: Pembangkitan Energi -
Eksploitasi Panas Bumi dan Infrastruktur dan Kegiatan Terkait 5
723
PROSEDUR OPERASIONAL PERLINDUNGAN SUB-PROYEK............ 102 5.1
Gambaran Iktisar
102
5.2
Langkah 1: Penyaringan Dasar
1013
5.3
Langkah 2: Penyaringan Secara Rinci
1024
2
Draft tanggal 8 September 2016
5.4
6
Langkah 3: Persiapan, Konsultasi dan Pengungkapan
Instrumen-Instrumen Perlindungan
116
5.5
Langkah 4: Izin dan Persetujuan
117
5.6
Langkah 5: Pelaksanaan dan Pemantauan
118
5.7
Langkah 6: Rekomendasi Pasca Eksplorasi
119
5.8
Prosedur Operasional Penasihat Teknis
120
KERANGKA KEBIJAKAN PEMUKIMAN KEMBALI.................... 121 6.1
Prinsip-Prinsip Pokok
121
6.2
Hukum dan Kebijakan Indonesia Berkaitan dengan
Pengadaan Tanah 6.3
125
Kebijakan Perlindungan Bank Dunia OP4.12 Tentang
Pemukiman Kembali dengan Paksaan
130
6.4
Kesenjangan Analisis
131
6.5
Proses Persiapan dan Persetujuan Rencana Aksi
Pemukiman Kembali 6.6
133
Tanggal Akhir dan Kriteria yang Memenuhi Syarat untuk
Pihak-Pihak yang Terdampak
139
6.7
Bukti Kelayakan
140
6.8
Kebijakan Penunjukkan
141
6.9
Biaya Penggantian Secara Penuh dan Perbaikan Mata
Pencaharian
142
6.10 Negosiasi Pengambilalihan Lahan/Transaksi Secara Sukarela 7
143
KERANGKA PERENCANAAN MASYARAKAT ADAT.................... 147 3
Draft tanggal 8 September 2016
7.1
Tujuan dan Prinsip
147
7.2
Peraturan Perundang-undangan Indonesia berkaitan
dengan Perlindungan Masyarakat Adat
8
7.3
Kebijakan Bank Dunia OP4. 10 tentang Masyarakat Adat
7.4
Persyaratan Umum
153
7.5
Persyaratan Khusus
156
KONSULTASI DAN PENGUNGKAPAN............................. 160 8.1
Konsultasi Kerangka Perlindungan
8.2
Pedoman Praktik yang Baik tentang Konsultasi Penasihat
Teknik 8.3
9
148
160
161
Keterlibatan dan Konsultasi Pemangku Kepentingan atas
Sub Proyek Panas Bumi
161
8.4
165
Perangkat Konsultasi Publik
PENGATURAN KELEMBAGAAN DAN PEMBANGUNAN KAPASITAS........ 175 9.1
Peran dan Tanggung Jawab Kelembagaan
175
9.2
Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Sosial PT SMI
183
9.3
Pembangunan Kapasitas
185
9.4
Anggaran
191
10
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN................................ 193
11
MEKANISME PEMULIHAN PENGADUAN........................... 197 11.1 Pendahuluan
197
11.2 Pendekatan atas Pemulihan Pengaduan
197
11.3 Mekanisme Pemulihan Pengaduan PPHEPB
199
11.4 Penilaian GRM atas Sub proyek
206
4
Draft tanggal 8 September 2016
Lampiran A.CHECKLIST PEMERIKSAAN DASAR....................... 209 Lampiran B. CHECKLIST PEMERIKSAAN SECARA RINCI............... 222 Lampiran C.GARIS BESAR LAPORAN ESIA UNTUK KATEGORI SUB PROYEK 245 Lampiran D.TEMPLATE RENCANA PENGELOLAAN LINGUNGAN DAN SOSIAL
249
Lampiran E.FORMAT UKL/UPL ................................... 255 Lampiran F.PERNYATAAN JAMINAN UNTUK UKL/UPL.................. 262 Lampiran G. PROSEDUR PENEMUAN KESEMPATAN PCR................. 264 Lampiran H.SAMPEL FORMULIR PENGADUAN ........................ 268 Lampiran I.SAMPEL FORMULIR PENUTUPAN PENGADUAN .............. 269 Lampiran J.ISI UMUM RENCANA PEMBANGUNAN MASYARAKAT ADAT ..... 272 Lampiran K.ISI PENGAMBILALIHAN LAHAN DAN RENCANA AKSI PEMUKIMAN KEMBALI (LARAP).............................................. 275 Lampiran L.ISI SINGKATAN PENGAMBILALIHAN LAHAN DAN RENCANA AKSI PEMUKIMAN KEMBALI............................................ 286
5
Draft tanggal 8 September 2016
DAFTAR SINGKATAN AOI
Daerah Pengaruh (Area of Influence) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental
AMDAL Impact Assessment) BG
Badan Geologi (Geological Agency)
BPN
Badan Pertanahan National (National Land Bureau)
BPS
Badan Pusat Statistik (National Statistical Bureau)
Bupati
Kepala Bupati (Head of Regency)
CTF
Dana Teknologi Cuaca (Climate Technology Fund)
DED
Desain Teknis Secara Rinci (Detailed Engeneering Design)
DG
Direktorat Jenderal (Directorate General) Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
DG EBTKE
Konservasi Energi [Renewable Energy and Energy Conservation]
EA
Analisis Lingkungan (Environmental Assessment) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental and
ESIA Social Impact Assessment) Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (Environment ESMF and Social Management Framework) Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (Environment ESMP and Social Management Plan) Fasilitas Lingkungan Global (Global Environment GEF Facility)
6
Draft tanggal 8 September 2016
GFF
Fasilitas Dana Global (Global Fund Facility) Proyek Pengembangan Hulu Energi Panas Bumi (Geothermal
PPHEPB Energy Upstream Development Project) Sistem Informasi Geografis (Geographical Information GIS System) GNZ
Pemerintah Selandia Baru (Government of New Zealand)
GOI
Pemerintah Indonesia (Government of Indonesia) Mekanisme Pemulihan Pengaduan (Grievance Redress
GRM Mechanism) Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) IGF
Dana Jaminan Investasi (Investment Guarantee Fund) Fasilitas Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (Indonesia
IIFF Infrastructure IPs
Finance Facility)
Masyarakat Adat (Indigenous Peoples) Rencana Pembangunan Masyarakat Adat (Indigenous Peoples’
IPDP Development Plan) Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (Indigenous IPPF Peoples’ Planning Framework) Masyarakat Penilai Indonesia (Indonesian Society of ISA Appraisers) KAT
Kelompok Adat Terasing (Isolated Indigenous Community)
Kecamatan Kecamatan (Sub-District)
7
Draft tanggal 8 September 2016
Keppres
Keputusan Presiden (Presidential Decree) Pengadaan Tanah dan Rencana Aksi Pemukiman Kembali (Land
LARAP Acquisition and Resettlement Action Plan) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ministry of MEMR Energy and Mineral Resources) MHA
Masyarakat Hukum Adat (Customary Law Community)
MoF
Kementerian Keuangan (Ministry of Finance)
MW
Megawatt
NGO
Organisasi non Pemerintah (Non-government Organization)
PAP
Masyarakat Terdampak Proyek (Project Affected People)
PCR
Sumber Daya Budaya Fisik (Physical Cultural Resources) Rencana Pengelolaan Sumber Daya Budaya Fisik (Physical
PCRMP Cultural Resources Management Plan) PPP
Kemitraan Publik Privat (Pubic Private Partnership)
PT SMI
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Electricity
RUPTL Supply Business Plan) SOE
Badan Usaha Milik Negara (State Owned Enterprise)
SPPL
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (Letter of Environmental Management and Monitoring)
TA
Bantuan Teknis (Technical Assistance)
tCO2
Ton Karbon Dioksida (Tons of Carbon Dioxide)
8
Draft tanggal 8 September 2016
TOR
Kerangka Acuan (Terms of Reference)
UKL/UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan Lingkungan (Environmental Management and Monitoring Plan)
UUD
Undang-undang Dasar (Constitution)
9
Draft tanggal 8 September 2016
1
PENDAHULUAN
1.
Dokumen
ini
menjabarkan
kebijakan,
prinsip,
prosedur,
pengaturan kelembagaan, dan alur kerja untuk pengelolaan lingkungan dan sosial dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
(PT
meminimalkan,
SMI) atau
sebagai
panduan
melakukan
mitigasi
untuk
menghindari,
dampak
lingkungan
atau sosial yang merugikan dari proyek-proyek infrastruktur yang didukung oleh Proyek Pengembangan Hulu Energi Panas Bumi (PPHEPB) 1.1
Latar Belakang
2.
Selama ekonomi
dekade yang
terakhir, kuat
Indonesia
dan
mengalami
penciptaan
pertumbuhan
lapangan
kerja.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat telah dipicu oleh sektor listrik yang terus berkembang. Meskipun demikian, menjaga
terpenuhinya
permintaan
listrik
yang
tinggi
merupakan tantangan utama pembangunan. Dalam upaya untuk mendukung elektrifikasi nasional dan rencana pembangunan ekonomi, Pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), 2015-2024. Pengembangan panas bumi merupakan pilar dari Strategi Pertumbuhan Rendah Karbon
negara
dan
prioritas
10
utama
pembangunan
bagi
Draft tanggal 8 September 2016
Pemerintah
Indonesia1.
Hal
ini
juga
salah
satu
pilihan
terbaik untuk menyediakan energi baseload untuk memenuhi permintaan
energi
yang
tumbuh
cepat
dan
juga
untuk
diversifikasi bauran energi di Indonesia. Tenaga listrik panas bumi diharapkan dapat berkontribusi terhadap upaya pengurangan
emisi
gas
rumah
kaca,
di
mana
Indonesia
menargetkan penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030 dibandingkan
dengan
proyeksi
emisi
Bisnis
Seperti
Biasa
yang dimulai pada tahun 20102. Meskipun potensi panas bumi tinggi dan Pemerintah Indonesia
3.
serta mitra pembangunan telah fokus, hanya sekitar 5% dari total
sumber
dikembangkan
daya
asli
untuk
Indonesia
menghasilkan
ini
listrik.
yang Dari
telah potensi
sekitar 27 GW, hanya sekitar 1,3 GW kapasitas panas bumi telah dikembangkan.
1
Kebijakan nasional terkait meliputi: (i) Komunikasi Perubahan Cuaca Nasional
Kedua Indonesia (2009); (ii) Paper Hijau Indonesia (2009); (iii) Kebijakan Energi Nasional Pemerintah Indonesia (2005); (iv) Cetak Biru Energi 20052025; (v) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia 2005-2025, dan
Program
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
untuk
tahun
2010-2014
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah, atau RPJM); (vii) Rencana Aksi Nasional Perubahan
Iklim
Perubahan Pembangunan
Iklim
(2007); (2008);
Jangka
(viii)
Tanggapan
(ix)
Menengah
Roadmap
Nasional
Perencanaan Perubahan
2010-2014
Pembangunan Iklim
(2009);
untuk (x)
terhadap Program Penilaian
Kebutuhan Teknologi Indonesia mengenai Mitigasi Perubahan Iklim (2009). 2
Kontribusi Penetapan yang Dimaksud Secara Nasional Indonesia, 2015.
11
Draft tanggal 8 September 2016 4.
Pengembangan
panas
diharapkan
salah
bumi
yang
satunya
lebih
akibat
lambat
dari
rendahnya
yang
tingkat
partisipasi sektor swasta, yang secara umum masih melihat adanya risiko sumber daya panas bumi, Hal ini menjadi salah satu penghalang utama untuk pengembangan panas bumi yang masih belum terselesaikan di Indonesia. Menyadari hal ini, Pemerintah
Indonesia
memberikan
dukungan
lebih
bagi
pengembangan panas bumi melalui sejumlah kebijakan khusus yang
dirancang
untuk
mengatasi
risiko
sumber
daya
dan
memobilisasi modal swasta. 5.
PT
SMI,
bekerja
mempersiapkan investasi
sama
PPHEPB
dengan
dengan
kelistrikan
tujuan
berbasis
pengeboran
eksplorasi
pemerintah,
dengan
Bank untuk panas
pra-tender
menyediakan
Dunia,
memfasilitasi bumi
yang
bantuan
sedang
melalui disponsori
teknis
dan
peningkatan kapasitas SDM. Fokus dari proyek ini adalah pengembangan listrik panas bumi di Indonesia Timur, di mana rasio elektrifikasi masih rendah, tingkat kemiskinan yang cukup tinggi dan pembangkit listrik sangat bergantung pada diesel. 6.
PT. SMI akan bertindak sebagai institusi pelaksana dari PPHEPB, dan bertanggung jawab untuk mempersiapkan dokumen pengelolaan lingkungan dan sosial serta melakukan manajemen pengelolaan di seluruh Proyek. 12
Draft tanggal 8 September 2016
1.2
Tujuan Proyek
7.
Tujuan
pengembangan
investasi
dalam
Proyek
bidang
adalah
energi
untuk
panas
bumi.
memfasilitasi Proyek
akan
berfokus pada pengembangan panas bumi di Indonesia Timur dalam rangka meningkatkan akses listrik di daerah dengan tingkat
kemiskinan
yang
tinggi
yang
masih
menggunakan
pembangkit listrik diesel yang berbahan bakar mahal. 1.3
Deskripsi Proyek
8.
Proyek ini memiliki tiga komponen, yaitu:
Komponen 1:
Mitigasi
panas
Risiko
untuk
pengeboran
eksplorasi
bumi;
Komponen 2: Bantuan Teknis dan Peningkatan Kapasitas SDM3; dan kemungkinan Komponen 3: Dukungan Investasi pada Tahap Eksploitasi Panas Bumi sebagai tindak lanjut dukungan dari CTF/GEF. 1.3.1 Komponen 1: Mitigasi Resiko untuk Pengeboran Eksplorasi Panas Bumi 9.
Latar Belakang:
Komponen 1 berfokus pada dukungan untuk
pengeboran eksplorasi yang disponsori pemerintah (sebagai bagian paling berisiko dari proses pengembangan panas bumi seperti yang ditunjukkan di daerah yang diarsir dalam skema di
3
bawah).
Pendekatan
ini
telah
digunakan
di
beberapa
Mengacu pada Bagian 1.3.3 yang menggambarkan kapan dan bagaimana Komponen ini
diberikan pendanaan di kemudian hari.
13
Draft tanggal 8 September 2016
negara.
Yang
pemerintah tertentu
terbaru
mendanai dan
tender
adalah
Turki,
eksplorasi dari
dan
area
di
mana
pengeboran panas
bumi
lembaga di
area
tersebut
membuktikan kelayakan pengembangan listrik oleh pengembang swasta. Hasilnya menjanjikan: Turki memiliki sektor panas bumi yang tingkat pertumbuhannya tertinggi di dunia; dan sebagian
besar
pengembangan melakukan daya
area
pertumbuhan di
pengeboran
dapat
mana
lembaga
eksplorasi,
diturunkan.
tersebut
berasal
geologi
sehingga
Negara-negara
(MTA)
risiko
lain
yang
dari telah sumber telah
mengambil pendekatan ini dengan hasil yang sukses adalah Amerika Serikat, Selandia Baru dan Jepang.
10.
Model Bisnis: Jika eksplorasi – yang akan dilakukan oleh perusahaan jasa atas nama Pemerintah Indonesia - berhasil, Ijin Panas Bumi dan pengoperasian akan dilelang kepada para pengembang. Pada saat proses pembiayaan proyek, pengembang akan diminta untuk membayar total biaya eksplorasi ditambah premi risiko ke dana khusus yang dikelola PT SMI. Pengisian kembali
dari
PT
SMI
dan 14
dukungan
CTF
akan
memastikan
Draft tanggal 8 September 2016
keberlanjutan
skema
mitigasi
risiko
ini.
Berdasarkan
estimasi skala pembangkit listrik, diperkirakan sebesar 65 MW
bisa
dikembangkan
sebagai
hasil
dari
pengeboran
eksplorasi yang dibiayai Proyek ini. 11.
Fokus Geografis dan Lingkup Kegiatan Pengeboran: Pemilihan lokasi akan didasarkan pada pemanfaatan sumber panas bumi untuk menggantikan alternatif biaya bahan bakar fosil yang tinggi
di
luar
pusat-pusat
beban
utama,
di
mana
rasio
elektrifikasi masih rendah dan pembangkit listrik sangat bergantung
pada
kajian
teknis
dapat
bergulir
diesel.
dan
Pemilihan
kondisi
lokasi
(berdasarkan
sosial/lingkungan)
berdasarkan
saran
yang
diharapkan
dibuat
oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) / Badan Geologi (BG) serta diharapkan sebanyak empat lokasi akan dikembangkan sebagai bagian dari Proyek ini. Untuk setiap lokasi, laporan akan disusun atas dasar informasi berikut: (i) rincian umum, termasuk lokasi, survei sebelumnya dan rencana survei ke depan, peta lokasi; (ii) status lahan (misalnya
hutan
konservasi,
hutan
lindung,
dll);
(iii)
konsep lapangan dan ringkasan estimasi sumber daya; (iv) ringkasan
survei
geologi,
geofisika,
geokimia;
(v)
ringkasan penyelidikan sumur landaian suhu; (vi) isu-isu sosial
dan
lingkungan;
(vii)
infrastruktur
listrik
di
daerah, termasuk proyeksi kebutuhan dan penyediaan, jalur 15
Draft tanggal 8 September 2016
transmisi
dan
pembangunan
distribusi; (misalnya
dan
(viii)
kilat,
tipe
kemungkinan
berpasangan).
Kegiatan
eksplorasi tahap awal yang akan dilakukan oleh perusahaan jasa atas nama Pemerintah Indonesia (atau berapa banyak sumur eksplorasi atau reinjeksi yang akan dibor sebelum lapangan
dilelang)
tergantung
hasil
kajian
dari
laporan
ini. Laporan kelayakan akan diperbarui dengan hasil dari pengeboran
eksplorasi.
Jika
area
kerja
pasti
dianggap
layak, laporan ini akan menjadi bagian dari dokumen tender untuk wilayah kerja eksploitasi. 12.
Hasil yang diharapkan: Komponen 1 akan menghasilkan sumur eksplorasi, keputusan proyek
yang
memberikan
investasi.
kecil
di
Dengan
Indonesia
data
sebagai
asumsi
Timur,
input
portofolio
Proyek
ini
untuk
beberapa diharapkan
dapat menghasilkan 65 MW kapasitas tenaga panas bumi baru. Berdasarkan
perkiraan
ESMAP
dengan
biaya
pengembangan
sekitar
US$6 juta per MW, akan muncul investasi komersial
sekitar
US$
390
juta.
Konsep
yang
diusulkan
adalah
fasilitas dana bergulir di mana dana yang digunakan untuk pengeboran eksplorasi akan mengalir kembali ke fasilitas melalui pembayaran dari pengembang yang sukses dalam tender dan
mendapatkan
konfirmasi
pembiayaan
proyek.
Mengingat
sifat bergulir dari fasilitas tersebut, diharapkan bahwa dana akan mengalir kembali dalam siklus tiga tahunan selama 16
Draft tanggal 8 September 2016
15 tahun dan bahwa penggunaannya dapat memungkinkan 260 MW dan sekitar US$ 1.56 milyar kapasitas baru dan investasi. 1.3.2 Komponen 2: Bantuan Teknis dan Peningkatan Kapasitas SDM 13.
Komponen ini akan dibiayai oleh Global Environment Facility (GEF).
Mengacu
pada
keterlibatan
GEF
sebelumnya
dengan
sektor panas bumi Indonesia4, dukungan GEF terutama akan difokuskan
pada
penguatan
kemampuan
untuk
pengembangan
panas bumi dengan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan
kegiatan
eksplorasi
yang
dan
Program
tender yang efisien dan efektif. Secara khusus, dukungan untuk
program
pengeboran
yang
disponsori
pemerintah
sebagian besar akan disediakan untuk melaksanakan survei geologi, geokimia dan geofisika (survei 3G) dan pemetaan topografi untuk calon lokasi. 14.
Dukungan
juga
akan
tersedia
untuk
persiapan
pengeboran,
laporan penyelesaian dan pengujian sumur, serta penilaian sumber
daya
tender
pemilihan
bahwa 4
(berdasarkan
dukungan
survei
perusahaan tersebut
3G),
jasa
akan
dan
untuk
eksplorasi.
dilakukan
proses
Diharapkan
oleh
penyedia
Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi: melalui pemberian
dari
Global
Environment
Facility
(GEF)
sejumlah
US$4
juta,
proyek
yang
dibantu dengan komitmen MEMR sejumlah US$5 juta untuk mengembangkan kebijakan harga dan kompensasi memitigasi risiko sumber daya panas bumi, dan memperkuat kemampuan
dalam
negeri
dalam
sektor
tersebut,
khususnya
tender secara kompetitif atas transaksi-transaksi baru.
17
untuk
mengadakan
Draft tanggal 8 September 2016
layanan spesialis dikoordinasikan oleh Konsultan Manajemen Eksplorasi (EMC). Selain itu, bantuan teknis akan mencakup jasa
konsultan
Panas
Bumi
untuk
mendukung
peningkatan
kapasitas SDM pada Kementrian ESDM Direktorat Panas Bumi (EBTKE). Diharapkan bahwa EMC akan dibiayai oleh hibah GEF dan konsultan panas bumi akan dibiayai oleh hibah dari Pemerintah Selandia Baru (GNZ). Hibah dari GNZ dirancang sebagai pendukung kegiatan CTF dan GEF. Hibah dari GNZ akan mendukung database
Pemerintah berbasis
Indonesia
GIS
yang
pada:
efektif
(i)
dengan
pembentukan menyusun
dan
menganalisis data sumber daya yang ada dan baru, berpotensi untuk ditempatkan di dalam BG; (ii) pengembangan metodologi yang
kuat
untuk
penyusunan
estimasi
sumber
daya
dan
cadangan, serta protokol penyusunan laporan untuk memenuhi standar internasional yang dapat diterima; (iii) metodologi untuk
penyusunan
prioritas
lokasi
potensial
untuk
pengembangan panas bumi; dan (iv) peningkatan kapasitas SDM pada Kementerian ESDM dan PT SMI untuk melaksanakan tender dan program eksplorasi. 15.
Selain itu, Bantuan Teknis juga akan menghasilkan panduan 'praktik yang baik' untuk mempersiapkan Rencana Masyarakat Adat
(IPP),
Kembali (ESIA)
Rencana
(LARAP), dan
Pengambilalihan
Penilaian
Rencana
Dampak
Pengelolaan 18
Lahan
dan
Lingkungan Lingkungan
Pemukiman dan
Sosial
(EMP)
untuk
Draft tanggal 8 September 2016
eksplorasi tersebut
dan
akan
bimbingan
yang
berdasarkan lain.
eksploitasi berupa
dokumen
akan
mencakup
peraturan
Tujuannya
pengembangan pendekatan
energi
panas
untuk
kerangka IPP,
Indonesia,
adalah bumi
panas
bumi.
kerja
LARAP,
Bank
Dokumen
atau
ESIA
Dunia
bahan
dan
serta
EMP
donor
untuk
mengurangi
dengan
menyediakan
standar
memberikan
gambaran
pengelolaan,
serta
hambatan
hasil yang akan diharapkan dari sisi teknis dan kualitas kerja
yang
dibutuhkan.
Bidang
yang
difokuskan
berupa
panduan praktik yang baik untuk pengembangan panas bumi secara
tidak
Pemerintah
langsung
Indonesia
di
kawasan
konservasi
mengusulkan
peraturan
memungkinkan
pengembangan
Taman
Raya
Hutan
dan
panas
Taman
bumi
di
Wisata
dan baru
Taman
Alam
hutan. yang
Nasional,
melalui
Izin
Pemakaian untuk Daerah Pelayanan Lingkungan Panas Bumi. 16.
Akhirnya, dana GEF juga akan digunakan untuk memastikan koordinasi yang lancar dengan pihak kunci lainnya dalam lanskap
pengembangan
panas
bumi
di
Indonesia
serta
keberadaan fungsi administrasi yang memadai dapat tersedia.
1.3.3 Komponen 3: Dukungan Investasi untuk Pengembangan Panas Bumi Tahap Eksploitasi 17.
Hal
ini
Ketiga
sedang sebagai
dipertimbangkan tindak
lanjut 19
untuk
dukungan
membiayai
Komponen
CTF/GEF.
Bergerak
Draft tanggal 8 September 2016
lebih ke hulu dalam proses pengembangan panas bumi untuk mengambil keuntungan penuh dari keberadaan potensi sumber daya panas bumi Indonesia juga akan memerlukan dukungan mitigasi risiko pasca-eksplorasi. Selama tahap eksploitasi pengembangan panas bumi, dukungan tersebut dapat diberikan melalui
instrumen
pinjaman
keuangan
dengan
perangkat
tambahan seperti skema asuransi. Untuk mendukung investasi baru, Bank Dunia sedang mempertimbangkan pinjaman senilai US$ 300 juta dari IBRD untuk pengembangan mid-stream (dalam hal ini pengeboran sumur produksi uap). Urutan investasi dalam
proses
Komponen
3
pengembangan akan
dipicu
panas setelah
bumi
menyiratkan
berhasil
bahwa
menyelesaikan
pengeboran eksplorasi standar - maka komitmen penggunaan sumber daya IBRD hanya akan diperlukan ketika tiba saatnya. 1.4
Detail Deskripsi Sub-Proyek
1.4.1 Pengembangan Panas Bumi–Gambaran 18.
Pengembangan
panas
Tahapan-tahapan penyebutan
oleh
bumi
dilakukan
tersebut industri.
dalam
digambarkan ESMAP5
Bank
beberapa dalam
Dunia
tahap. beragam
menggunakan
tahapan sebagai berikut:
5
ESMAP.
2012.
Buku Panduan Panas Bumi: Perencanaan dan Pembiayaan Pembangkit
Listrik. Laporan Teknis.
20
Draft tanggal 8 September 2016
Tahap 1: Survei Pendahulan
Tahap 2: Eksplorasi
Tahap 3: Pengeboran Uji
Tahap 4: Review Proyek dan Perencanaan
Tahap 5: Pengembangan Lapangan
Tahap 6: Konstruksi
Tahap 7: Rintisan dan Penciptaan
Tahap 8: Operasi dan Pemeliharaan
Dengan
beberapa
secara
umum
tumpang
tahapan
tindih
yang
samar
untuk
detailnya,
eksplorasi
panas
bumi
menurut
peraturan
Pemerintah Indonesia adalah Tahap 1 hingga Tahap 4, dan tahapan eksploitasi adalah Tahap 5 hingga Tahap 8. 1.4.2 Eksplorasi Panas Bumi 19.
Sub-Proyek eksplorasi panas bumi akan didanai oleh Komponen 1 dari PPHEPB. Sub-proyek akan: 1) memberikan kontribusi untuk selanjutnya menentukan sifat dan skala sumber daya panas bumi dalam prospek panas bumi yang diidentifikasi oleh Pemerintah Indonesia, dan 2) mendukung investasi oleh pengembang
untuk
eksploitasi.
Mengacu
mengembangkan pada
paragraf
proyek 18,
dari
eksplorasi
tahap panas
bumi yang didanai oleh PPHEPB akan meliputi tahapan atau kegiatan berikut
Tahap 1: Survei Pendahuluan
21
Draft tanggal 8 September 2016
Pengambilan
data,
ESIA,
perizinan,
dan
perencanaan
eksplorasi
Tahap 2: Eksplorasi Pengujian
permukaan
dan
bawah
permukaan,
data
seismic, pra– Studi Kelayakan
Tahap 3: Uji Pengeboran
Pembebasan lahan dan perijinan Pengeboran sumur, pengujian sumur, simulasi reservoir
Tahap 4: Review Proyek dan Perencanaan
Evaluasi dan pengambilan keputusan
20.
Lokasi investasi eksplorasi saat ini belum diketahui, dan akan diidentifikasi melalui proses seleksi prioritas yang dilakukan oleh EBTKE dan BG serta akan diinformasikan oleh dokumen kerangka kerja perlindungan PPHEPB). Sensitivitas dari lokasi pengembangan panas bumi tidak diketahui pada saat
penilaian
proyek,
tetapi
ada
potensi
sumber
daya
budaya fisik (Physical Cultural Resource (PCR)), habitat alam, hutan, kawasan yang dilindungi, lanskap luar biasa atau unik dan fitur panas bumi/geologi, masyarakat adat, masyarakat rentan, mata pencaharian (bergantung pada sumber daya pribadi, hutan atau komunal), dan kegiatan ekonomi sensitif
seperti
pariwisata
untuk
dipertimbangkan
area yang terkena pengaruh (Area of Influence (AOI)). 22
dalam
Draft tanggal 8 September 2016 21.
Area
yang
terkena
pengaruh
Proyek
akan
mencakup
dampak
langsung dan tidak langsung dari infrastruktur proyek dan fasilitas
pendukung.
material
pasir/batu,
Ini
termasuk
kamp
jalan
pekerja,
akses,
tempat
sumber
pembuangan,
sumber air bersih, lokasi pembuangan air limbah, daerah pemukiman, dan perkembangan yang tidak direncanakan seperti pemukiman
spontan,
penebangan
dan
pembukaan
lahan
di
sepanjang jalan dan jalur pipa. AOI juga termasuk proyek yang terkait, terlepas dari sumber pendanaan yang secara langsung atau secara signifikan terkait dengan eksplorasi panas bumi. Hal ini mencakup eksploitasi panas bumi di masa depan. 22.
Pengujian
dan
pengeboran
sumur
akan
meliputi
kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
Infrastruktur transportasi baru dan sudah ditingkatkan: Terkait
keterpencilan
beberapa
daerah
prospek
panas
bumi, dan sifat infrastruktur transportasi yang menjauh dari pusat kota, besar kemungkinan bahwa sub-proyek akan mencakup
peningkatan
kapasitas
pelabuhan,
dermaga,
jembatan dan jalan. Infrastruktur baru dan jalan akses baru mungkin diperlukan, tergantung pada jarak dari area pengeboran dan infrastruktur proyek lainnya dari daerah yang dilayani. Infrastruktur baru dan jalan cenderung memerlukan pembebasan lahan dan ini bisa secara sukarela 23
Draft tanggal 8 September 2016
atau tidak bergantung pada lokasi. Penambangan mungkin diperlukan
untuk
menyediakan
pasir
dan
agregat
untuk
konstruksi.
Mobilisasi/demobilisasi: Pemindahan rig pengeboran yang besar dan lalu rintas padat dapat menyebabkan gangguan akses dan masalah keselamatan bagi pengguna jalan yang lain.
Penyiapan tapak sumur (well pad): Lahan untuk pengujian well pad hanya diperlukan dalam jangka pendek kecuali sumur
diidentifikasi
depan.
Lokasi
reseptor
sebagai
biasanya
sensitif
dan
secara
pembeli,
pengaturan
persiapan
well
pad
produksi
fleksibel
dinegosiasikan atau
sumur
lahan
sukarela
akan
untuk
sewa.
di
menghindari
biasanya
antara
dapat
penjual
Pembukaan
diperlukan
masa
hingga
lahan 4
dan dan
atau
5
lokasi per kegiatan eksplorasi. Kebutuhan lahan sekitar 1,5 -2 hektar per well pad, yang juga meliputi area penyimpanan dan kolam pengolahan limbah.
Pengeboran: Kedalaman sumur dapat bervariasi tergantung pada sumber daya, tetapi biasanya cukup dalam (1000m hingga
lebih
waktu
sekitar
dari 45
2500m). sampai
Setiap 50
hari
sumur
akan
pengeboran
memakan hingga
selesai. Pengeboran menimbulkan kebisingan, serta rig dan well pad akan diterangi lampu untuk operasi malam 24
Draft tanggal 8 September 2016
hari. Air tawar diperlukan untuk memberikan pendinginan dan pelumasan selama pengeboran, dan membawa potongan batuan ke permukaan. Polimer sintetis (xanthan gum dan pati
atau
turunan
selulosa)
dan
barium
sulfat
padat
ditambahkan dalam proses ini.
Pengelolaan lumpur pengeboran/cairan dan batuan: Lumpur pengeboran akan
(bentonite
disimpan
di
clay),
kolam
bahan
aditif
penyimpanan
dekat
dan
cairan
well
pad.
Material padat akan mengendap di bagian bawah dan cairan akan dialirkan ke sumur reinjeksi atau aliran permukaan. Dekomisioning mungkin akan melakukan perubahan fungsi kolam
untuk
masyarakat
atau
penggunaan
pribadi,
atau
lokasi akan dikembalikan ke kondisi pra-konstruksi. Pipa akan
diperlukan
untuk
mengalirkan
fluida
ke
sumur
reinjeksi. Batu akan digunakan sebagai material pengisi di
lokasi
apabila
yang
material
terdekat dianggap
yang
memungkinkan,
berbahaya
dan
kecuali
mengandung
kontaminan, dalam hal seperti batuan akan dibuang ke tempat pembuangan khusus. Tempat pembuangan khusus yang ditunjuk
mungkin
infrastruktur
diperlukan
proyek,
karena
sebagai tidak
bagian
mungkin
akan
dari ada
tempat pembuangan sampah khusus yang dapat beroperasi di wilayah setempat.
25
Draft tanggal 8 September 2016
Pengujian
sumur
dan
pengelolaan
fluida
panas
bumi
(brine): Sejumlah besar Fluida panas bumi akan diambil selama pengujian. Fluida ini biasanya mengandung logam berat
dan
dapat
arsen
dan
menyimpan diolah
mengandung
fluorida. air
dan
Kolam
garam
dibuang
konsentrasi fluida
sampai ke
tinggi
panas
diinjeksikan
aliran
boron,
bumi
akan
kembali
atau
Kolam
akan
permukaan.
terletak di atau dekat well pad. Dekomisioning mungkin melibatkan
perubahan
penggunaan
pribadi,
kondisi
kolam atau
pra-pembangunan.
mengangkut
cairan
ke
untuk
kembali Pipa
sumur
masyarakat ke
akan
lokasi
atau dengan
diperlukan
reinjeksi.
Bulu
uap
untuk akan
dipancarkan selama pengujian, dan ini dapat menimbulkan kebisingan tetesan hidrogen yang
dan
ke
membuat
area
sulfida)
dapat
pembuangan
sekitar. akan
Gas
aerosol
(karbon
dipancarkan
menghasilkan
hujan
atau
dioksida
selama
'asam'
debit dan
pengujian, lokal
pada
konsentrasi tinggi
Fasilitas
pendukung:
Terkait
keterpencilan
beberapa
daerah prospek, kemungkinan sub-proyek akan memerlukan kamp pekerja dan fasilitas pemeliharaan di lokasi. Ini akan
membutuhkan
pengelolaan
limbah,
pengolahan
air
limbah dan pembuangan, pasokan air bersih, kesehatan dan
26
Draft tanggal 8 September 2016
keselamatan
pekerja
dan
masyarakat,
dan
penyediaan
layanan. 1.4.3 Proyek-Proyek Terkait–Eksploitasi Panas Bumi 23.
Pada saat penilaian proyek, kegiatan pada Tahap Eksploitasi Panas Bumi tidak akan didanai oleh PPHEPB. Hal ini dapat berubah
selama
dialokasikan stream'
pelaksanaan
untuk
proyek
Komponen
(pengembangan
3
apabila
untuk
lapangan
dana
kemudian
pengembangan
/pengeboran
sumur
'midlebih
lanjut). 24.
Setiap kegiatan eksploitasi panas bumi, dalam hal apapun, dianggap proyek terkait dan di dalam Daerah Pengaruh Proyek dari setiap eksplorasi panas bumi sub-proyek yang didanai oleh
PPHEPB
dan
oleh
karena
itu
relevan
berdasarkan
kebijakan perlindungan Bank Dunia untuk menyaring risiko lingkungan dan sosial yang potensial sebagai bagian dari persiapan dan implementasi sub-proyek Komponen 1. Namun, karena proyek ini akan fokus pada tahap eksplorasi, proses penyaringan
dan
pengembangan
lokasi
harus
dikaji
pembuat
evaluasi
dengan
keputusan
dan
potensi
operasi
tujuan
pada
utama
tentang
dampak
utama
tahap
untuk
dari
eksploitasi
menginformasikan
'kemampuan
pengembangan
(developability)' dari suatu lokasi sebelum keputusan untuk mengeksplorasi
atau
tidak.
Hal
ini
bukan
untuk
meminta
untuk mempersiapkan studi tambahan atau analisis yang tidak 27
Draft tanggal 8 September 2016
perlu.
Selain
itu,
beberapa
praktik
yang
baik
mungkin
selama tahap eksploitasi seperti pemantauan H2S, mitigasi dampak yang mungkin untuk pariwisata (dari panas bumi atas abstraksi) tanah,
dan
emisi
dampak
udara,
terhadap
kualitas
masyarakat
udara
ambien)
sekitar dan
(air
praktek
terbaik dalam kesiapsiagaan darurat untuk peristiwa di luar kontrol dan insiden H2S dan pemeliharaan preventif atas korosi pipa cairan panas bumi dll akan disarankan dalam rekomendasi ESIA.
Tahap Eksploitasi Panas Bumi6 dan kegiatan serta dampak
25.
perlindungan yang relevan adalah:
Tahap 4: Perencanaan dan Review Proyek
Studi kelayakan, ESIA dan izin, rencana pengeboran
Tahap 5: Pengembangan Lapangan
Pengambilalihan lahan dan izin
Pengeboran
sumur
(produksi,
reinjeksi,
air
pendingin), pengujian sumur, simulasi reservoir
Tahap 6: Konstruksi
Pipa saluran, pembangkit tenaga listrik, gardu dan transmisi
Tahap 7: Rintisan dan Penciptaan
Tahap 8: Operasi dan Pemeliharaan
28
Draft tanggal 8 September 2016
Mengelola operasi sumur dan reinjeksi fluida panas bumi
Mengelola
sumber
daya
panas
bumi,
pemantauan
dan
simulasi reservoir
Pembangkit listrik
Mengelola emisi, kebisingan dan limbah
Dekomisioning sumur
Melakukan pengeboran sumur, pengujian sumur, simulasi reservoir
26.
Kegiatan disebutkan
Eksploitasi dalam
ayat
juga 19
akan
untuk
mencakup tahap
semua
yang
eksplorasi.
Skala
pembangunan lapangan/pengeboran sumur akan lebih besar dari tahap
eksplorasi,
diperlukan
untuk
dengan
10
produksi
- 20 dan
lokasi
well pad
reinjeksi
yang
sumur-sumur
(tergantung pada ukuran dan lokasi dari sumber daya) dan pipa
yang
menghubungkan
sumur
(-sumur)
dan
pembangkit
listrik. Pembebasan lahan permanen akan diperlukan untuk bantalan,
jalan,
jaringan
pipa,
kolam,
distribusi
infrastruktur dll. Selain itu, eksploitasi terkait dengan PPHEPB akan melibatkan kegiatan-kegiatan berikut:
29
Draft tanggal 8 September 2016
Pembangunan
pembangkit
listrik
bumi6,
panas
pelataran
langsir, gardu dan distribusi infrastruktur: pembebasan lahan
(baik
secara
sukarela
maupun
tidak),
bahaya
terkait konstruksi, limbah, kebisingan dan tenaga kerja. Penggunaan
lahan
sementara
udara
dari
seperti
kamp
pekerja
dan
bengkel.
Emisi
ke
menara
pendingin:
konsentrasi
kontaminan seperti merkuri, karbon dioksida, metana dan hidrogen lokasi.
sulfida, Pelepasan
tergantung lebih
pada
hangat
geohidrologi
daripada
dari
suhu
udara
ambien
Emisi kebisingan: dari operasi pembangkit panas bumi, terutama
kipas
menara
pendingin,
ejektor
uap
dan
‘deruman’ turbin.
Limbah
padat
dan
berbahaya:
limbah
domestik,
limbah
berbahaya dari bengkel/pemeliharaan dan endapan mineral lumpur dari menara pendingin, sikat, pemisah uap dll.
6
Tiga jenis pembangkit listrik yang beroperasi hari ini: • Pembangkit listrik uap kering, yang secara langsung menggunakan uap panas bumi untuk memutar turbin; • Pembangkit uap kilat, yang menarik air panas bertekanan dalam dan tinggi ke tangki yang bertekanan lebih rendah dan menggunakan uap kilat yang dihasilkan untuk menggerakkan turbin; dan Pembangkit siklus biner, yang melewatkan air panas bumi cukup panas dengan cairan sekunder dengan titik didih yang jauh lebih rendah daripada air. Hal ini menyebabkan cairan sekunder pada kilat ke uap, yang kemudian menggerakkan turbin.
30
Draft tanggal 8 September 2016
Pembuangan
air
limbah:
reinjeksi
pada
akuifer
cairan
panas bumi yang mendalam. Perawatan dan pembuangan air pendingin dan air limbah lainnya untuk reinjeksi sumur atau air permukaan
Operasi sumur: produksi sumur berkurang dari waktu ke waktu dan sumur pada akhirnya ditinggalkan dan ‘sumur yang dibuat’ akan dimulai. Kegiatan akan mirip dengan kegiatan yang diuraikan dalam Ayat 22.
Pasokan
energi
setempat:
terbarukan
Pembangunan
dan
untuk
jaringan
pengoperasian
listrik
distribusi
infrastruktur. Pengurangan perbandingan emisi gas rumah kaca
dibandingkan
listrik
untuk
dengan
generasi
pelanggan
baru
dan
diesel.
Pengiriman
pengiriman
listrik
dengan karbon rendah ke dalam jaringan yang ada. 1.4.4 Penasihat Teknis 1.4.4.1 27.
Pedoman Praktik yang Baik
Pedoman panas
ini bumi
akan di
menginformasikan
masa
yang
akan
kegiatan
datang
dan
pengembangan karena
itu
dampaknya akan berlangsung terus pada industri panas bumi. Untuk
alasan
kapasitas
yang
ini,
pendekatan,
disediakan
output
melalui
dan
penasihat
peningkatan teknis
akan
sesuai dengan sistem dalam negeri, kebijakan perlindungan Bank dan ESMF ini. Konsultasi dan pengungkapan pemangku
31
Draft tanggal 8 September 2016
kepentingan
akan
menjadi
bagian
penting
dari
pendekatan
tersebut. 1.4.4.2 28.
Konsultan Pengelolaan Eksplorasi
Kerangka Acuan (TOR) untuk Konsultan Pengelolaan Eksplorasi (KPE) akan mencakup, khususnya, persyaratan untuk mematuhi OP 4.37 dari Keamanan Bendungan dalam desain dan komponen pengawasan lingkup pekerjaan. Dokumen penawaran dan kontrak Kontraktor karenanya akan mencakup persyaratan OP 4.37 dari Keamanan Bendungan. Kontraktor harus merancang, membangun, mengoperasikan
dan
menutup
kolam
penyelesaian
dan
penyimpanan sesuai dengan kebijakan dan KPE harus mengawasi Kontraktor.
32
Draft tanggal 8 September 2016
2
KERANGKA KERJA PERLINDUNGAN PPHEPB
29.
Tujuan
dari
Kerangka
Pengelolaan
Lingkungan
dan
Sosial
(ESMF) adalah untuk memberikan referensi dan pedoman bagi staf manajemen proyek, konsultan, dan pihak terkait lainnya yang
berpartisipasi
dalam
PPHEPB
mengenai
seperangkat
prinsip, aturan, prosedur dan pengaturan kelembagaan untuk menyaring, menilai, mengelola dan memantau langkah-langkah mitigasi dampak lingkungan dan sosial terhadap investasi, lokasi
dan
dimensi
yang
tepat,
termasuk
juga
daerah
pengaruh, yang tidak diketahui pada Tahap Penilaian. ESMF merupakan
instrumen
perlindungan
yang
disusun
untuk
melakukan penilaian sesuai dengan kebijakan perlindungan Bank Dunia OP4.01 tentang Penilaian Lingkungan 30.
Tujuan
dari
penerbitan
PPHEPB
ESMF
ini
adalah
untuk
memastikan bahwa semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proyek memenuhi persyaratan, prosedur dan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia dan ketentuan tambahan yang berlaku
sesuai
dengan
Kebijakan
Perlindungan
Bank
Dunia
yang relevan. 31.
Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (RPF) termuat dalam Pasal
6
dan
instrumen
perlindungan
disusun
berdasarkan
kebijakan perlindungan Bank Dunia OP4.12 mengenai Pemukiman Kembali secara paksa untuk memastikan kepatuhan terhadap 33
Draft tanggal 8 September 2016
kebijakan dan hukum Pemerintah Indonesia berkaitan dengan pengambilalihan lahan dan pemukiman kembali secara paksa. 32.
Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF) termuat dalam Pasal 7 dan merupakan instrumen perlindungan yang disusun sesuai
dengan
kebijakan
perlindungan
Bank
Dunia
4.10
tentang Masyarakat Adat untuk mematuhi kebijakan dan hukum Pemerintah Indonesia berkaitan dengan pengelolaan dampak dan
manfaat
proyek
untuk
Masyarakat
disebut sebagai etnis minoritas).
34
Adat
(kadangkala-
Draft tanggal 8 September 2016
3
KEBIJAKAN, PERATURAN DAN HUKUM PERLINDUNGAN
33.
Di bawah ini adalah ringkasan dari peraturan, hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan dan sosial yang relevan untuk ESMF. Ringkasan hukum, kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan
pengambilalihan lahan
dan pemukiman kembali secara paksa disediakan dalam RPF (Bagian 6) dan hal-hal yang berkaitan dengan Masyarakat Adat diatur dalam IPPF (Bagian 7.2). 3.1
Peraturan dan Perundang-undangan Indonesia terkait Analisis Dampak Lingkungan
34.
Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup dan sosial, subproyek eksplorasi panas bumi yang didanai oleh PPHEPB harus mengacu
pada
UU
Perlindungan
Nomor
Lingkungan
32/2009 Hidup,
tentang dan
Pengelolaan
Peraturan
dan
Pemerintah
(PP) No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16/2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen lingkungan (AMDAL dan UKL / UPL), Undang-Undang Nomor
26/2007
Kementerian Kegiatan
tentang
Lingkungan
yang
Penataan Hidup
membutuhkan
Ruang,
Nomor
AMDAL,
dan
5/2012
UU
No.
Peraturan
tentang 21
tahun
Jenis 2014
tentang Panas Bumi. 35.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara 35
Draft tanggal 8 September 2016
Nomor
5059)
dengan
prinsip
utama
untuk
menjamin
kelangsungan semua makhluk hidup dan konservasi ekosistem, menjaga pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan mencapai keselarasan lingkungan, harmoni dan keseimbangan. Berkenaan dengan kegiatan panas bumi, hukum mengatur instrumen untuk mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, seperti UKL/UPL dan/atau AMDAL. 36.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi telah mengubah
kegiatan
panas
bumi
dari
pertambangan
ke
penggunaan tidak langsung, yang memungkinkan kegiatan yang akan berlokasi di kawasan hutan lindung, dan ketika ada kasus, undang-undang tentang perlindungan lingkungan hidup mengatur bahwa kegiatan tersebut harus menyiapkan EIA penuh atau
AMDAL
untuk
keduanya,
baik
eksplorasi
maupun
eksploitasi. 37.
Undang-Undang berdasarkan untuk
Nomor
41
Tahun
keberlanjutan
kedua
tujuan
1999
ekosistem
ekonomi
tentang hutan
dan
Kehutanan
dan
fungsinya
ekologi.
Kegiatan
pembangunan selain kehutanan diperbolehkan secara selektif untuk
menghindari
mengurangi
fungsi
kerusakan hutan.
yang
Kegiatan
signifikan
yang
pembangunan
dapat
strategis
yang dapat dihindari dapat diizinkan dengan pendekatan yang hati-hati, seperti untuk pertambangan, listrik, komunikasi, dan instalasi air. Hal ini berlaku juga untuk pengembangan 36
Draft tanggal 8 September 2016
panas bumi yang dapat diimplementasikan di kawasan hutan, bahkan di hutan lindung. 38.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419) yang mengatur ekosistem dan habitat untuk mendukung mata pencaharian, serta keanekaragaman hayati untuk dipelajari, dilestarikan, izin
panas
dan
bumi
dimanfaatkan harus
secara
melaksanakan
lestari.
peraturan
Pemegang tersebut,
khususnya di mana lokasi berada di dalam dan berdekatan dengan kawasan lindung dan konservasi. Pengembangan panas bumi di kawasan hutan, serta di kawasan hutan lindung dan konservasi diperbolehkan dan dianggap sebagai pemanfaatan jasa lingkungan. Hal ini harus dilakukan secara hati-hati dengan pelaksanaan prinsip-prinsip kelestarian hutan dan keanekaragaman hayati. Kegiatan tersebut harus mendapatkan izin
relevan
dari
Kementerian
Lingkungan
Hidup
dan
Rencana
Tata
Kehutanan. 39.
Undang-Undang Ruang
Nomor
mengatur
26
Tahun
perencanaan
2007
tentang
pemanfaatan
tanah,
laut,
dan
udara, termasuk apa yang ada di dalam bumi, sebagai salah satu
kedaulatan
untuk
manusia
dan
satwa
liar
dan
mata
pencaharian mereka. Prinsip dasar dari rencana tata ruang adalah
pemanfaatan
berkelanjutan 37
sumber
daya
untuk
Draft tanggal 8 September 2016
kesejahteraan rakyat. Panas bumi dalam hukum ini dianggap sebagai kegiatan strategis nasional bersama dengan minyak, gas,
mineral,
dan
air
tanah.
Peraturan
daerah
tentang
rencana tata ruang harus mengacu pada undang-undang ini, terutama
pada
sumber
daya
panas
bumi
di
mana
mereka
memiliki potensi; maka perkembangannya tidak akan terhalang karenanya. 40.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
2012
tentang
Izin
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
48,
Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor
5285)
mengamanatkan bahwa pembangunan pembangkit listrik panas bumi
dianggap
sebagai
nasional
yang
harus
kegiatan
terkait
salah
satu
memperoleh
yang
wajib
kegiatan
izin
memiliki
strategis
lingkungan, UKL/UPL
dan
dan/atau
AMDAL. Eksplorasi panas bumi adalah UKL/UPL yang diwajibkan jika
terletak
di
dalam
atau
di
luar
area
konservasi.
Kegiatan eksploitasi juga mewajibkan AMDAL jika terletak di dalam atau di luar area konservasi. 41.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
24
Tahun
2010
tentang
Pemanfaatan Kawasan Hutan, telah memungkinkan pengembangan energi panas bumi di dalam kawasan hutan lindung sebagai kegiatan
strategis
mendapatkan Kehutanan
izin dan
nasional.
dari
membayar
Pembangunan
Kementerian retribusi 38
tersebut
Lingkungan yang
harus
Hidup
memadai
dan
sebagai
Draft tanggal 8 September 2016
kontribusi pendapatan negara. Pemrakarsa proyek diwajibkan menyerahkan proposal ke Kementerian bersama dengan dokumen pendukung yang digariskan dalam peraturan. 42.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata sumber
Ruang
Wilayah
daya
yang
Nasional
juga
berkelanjutan
mengatur
untuk
pemanfaatan
memberikan
manfaat
bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dan mengakui panas bumi sebagai kegiatan strategis nasional bersama dengan minyak, gas, mineral, dan air tanah. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memberikan panduan untuk menyiapkan rencana jangka panjang, rencana jangka menengah, rencana penggunaan lahan, keseimbangan
antara
daerah,
lokasi
investasi,
kawasan
strategis nasional, dan rencana tata ruang provinsi dan kabupaten. 43.
Peraturan
Pemerintah
Pengelolaan
Wilayah
Nomor
Tahun
Alam
dan
Cadangan
28
2011
tentang
Konservasi
Alam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan
Lembaran
kegiatan
pengembangan
selama
kegiatan
Negara
Nomor
panas
tersebut
5217)
bumi
tidak
di
memungkinkan kawasan
untuk
konservasi
diklasifikasikan
sebagai
proses penambangan (Pasal 35, ayat 1c). Kegiatan panas bumi diatur sebagai jenis layanan pemanfaatan ekosistem hutan. 44.
Peraturan
Menteri
Lingkungan
Hidup
Nomor
5
Tahun
2012
tentang Kegiatan yang Wajib AMDAL mengkategorikan kegiatan 39
Draft tanggal 8 September 2016
pembangunan menjadi beberapa kelompok berdasarkan potensi dampak lingkungan dan besar pengaruhnya terhadap manusia dan lingkungan. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap kegiatan pembangunan di kawasan yang terdekat atau di dalam kawasan alam yang dilindungi diwajibkan memiliki 'AMDAL'; namun, kegiatan eksplorasi panas bumi dikecualikan sehingga UKL/UPL sudah cukup. 45.
Peraturan tentang
Menteri UKL/UPL
Lingkungan dan
SPPL
Hidup
Nomor
mengatur
13
bahwa
Tahun
2010
proyek
atau
kegiatan pembangunan yang tidak wajib memiliki 'AMDAL' maka wajib memiliki UKL/UPL dimana dampak lingkungannya kurang signifikan. Proyek-proyek ditetapkan sebagai wajib UKL/UPL oleh
gubernur
dan/atau
bupati
berdasarkan
penyaringan
sebelumnya. Peraturan tersebut juga mengatur pedoman dan format
penyusunan
prosesnya setempat proyek
UKL/UPL,
diselesaikan dalam
waktu
mengajukan
lingkungan
dan
oleh
14
setempat,
lembaga
hari
proposal
memberikan
kerja.
lingkungan Setelah
UKL/UPL
lembaga
mandat
kepada
tersebut
bahwa hidup
pemrakarsa otoritas
mengeluarkan
rekomendasi untuk UKL/UPL setidak-tidaknya 7 hari setelah pengajuan
proposal
final
yang
akan
digunakan
oleh
pemrakarsa sebagai dasar untuk memperoleh izin lingkungan dan
untuk
menerapkan
pengelolaan
lingkungan. 40
dan
pemantauan
dampak
Draft tanggal 8 September 2016 46.
Peraturan
Menteri
Lingkungan
Hidup
Nomor
16
Tahun
2012
tentang Pedoman tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup menetapkan
bagaimana
menyiapkan
dokumen
lingkungan,
termasuk AMDAL, UKL/UPL dan SPPL, di mana dua yang pertama merupakan
persyaratan
utama
untuk
mendapatkan
izin
lingkungan. Peraturan tersebut memberikan penjelasan secara rinci tentang dokumen lingkungan yang harus disiapkan oleh para
pemrakarsa
proyek,
termasuk
untuk
proyek-proyek
eksplorasi panas bumi yang tunduk pada persyaratan UKL/UPL. 47.
Peraturan tentang
Menteri Pedoman
Lingkungan
dan
didasarkan
pada
Lingkungan
Hidup
Keterlibatan Proses
Nomor
Publik
Perizinan
prinsip-prinsip
17 pada
Lingkungan. sebagai
Tahun
2012
Penilaian Peraturan
berikut:
a)
penyediaan informasi secara penuh dan transparan; 2) posisi yang setara dari semua pemangku kepentingan; 3) keputusan secara adil dan bijaksana; dan, 4) koordinasi, komunikasi dan kerjasama antara para pihak yang terlibat. Hal ini mengatur keterlibatan masyarakat dalam pembentukan AMDAL dan
penerbitan
penyediaan dalam
izin
input,
tinjauan
lingkungan
masukan
komisi
dan
AMDAL.
melalui
pengumuman,
konsultasi
publik,
serta
Masyarakat
mendefinisikan
sebagai: 1) pihak terdampak proyek; 2) pengawas lingkungan; dan, 3) proses AMDAL dan pihak yang tekena dampak putusan.
41
Draft tanggal 8 September 2016
Peraturan ini mengatur prinsip-prinsip FPIC dan persyaratan untuk pengungkapan. 48.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Peraturan Kehutanan Nomor P.46/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016
tentang
Pemanfaatan
Jasa
Lingkungan Panas Bumi di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Peraturan tersebut merupakan dasar untuk
memungkinkan
tertentu
dari
pengembangan
kawasan
panas
konservasi,
bumi
termasuk
di
bagian
pembangunan
infrastruktur, eksplorasi dan/atau pengeboran eksploitasi, dan konstruksi pembangkit listrik 49.
Ketika eksplorasi panas bumi berdampak pada benda cagar budaya, maka UU No. 5/1992, "Mengenai Benda Cagar Budaya" akan diterapkan. Hal ini mendefinisikan benda cagar budaya sebagai "nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan budaya", sebagai "suatu obyek atau sekelompok obyek buatan manusia "; bergerak atau tidak bergerak; berusia setidaktidaknya lima puluh tahun atau benda alami dengan nilai sejarah tinggi7.
50.
Undang-Undang
Nomor
11
Tahun
2010
(Undang-Undang
Cagar
Budaya Nomor 11/2010) tentang Warisan Nasional, terutama mengatur
pedoman
observasi
7
dan
pengumpulan
data
pada
UNESCO. Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang hal-hal mengenai Cagar Budaya", hal. 3f. Diambil 6 Mei 2012.
42
Draft tanggal 8 September 2016
warisan budaya yang mungkin akan terpengaruh oleh kegiatan proyek 3.2
Kebijakan Perlindungan Bank Dunia
51.
Berdasarkan
tinjauan
atas
proyek-proyek
serupa
dan
penyaringan awal untuk lingkungan dan sosial, diantisipasi bahwa
Kebijakan
Perlindungan
Bank
Dunia
adalah
relevan
dan/atau bisa dipicu oleh sub-proyek PPHEPB8: Kebijakan Perlindungan yang Dipicu
Ya
Tidak
oleh Proyek Penilaian Lingkungan OP/BP 4.01
X
Habitat Alam OP/BP 4.04
X
Hutan OP/BP 4.36
X
Pengelolaan Seranggga OP 4.09
X
Sumber Daya Budaya Fisik OP/BP 4.11
X
Masyarakat Adat OP/BP 4.10
X
Pemukiman Baru Secara
X
Tidak Sukarela
OP/BP 4.12 Keamanan Bendungan OP/BP 4.37
X
Proyek-proyek atas Jalan Air
8
OP4.10 tentang Kebijakan ‘Masyarakat Adat’ dinilai dalam Bagian 7.2.
Kebijakan Pemukiman Kembali Secara Paksa dinilai di Bagian 6.2.
43
X
OP 4.12
Draft tanggal 8 September 2016
Internasional OP/BP 7.50 Proyek-proyek di Area Sengketa OP/BP
X
7.60
52.
OP 4.01 tentang Penilaian Lingkungan. Di bawah Komponen proyek 1, proyek ini akan membiayai eksplorasi sumber daya panas bumi di beberapa lokasi; namun, beberapa lokasi tidak diketahui pada saat penilaian proyek. Sub-proyek akan jatuh ke dalam baik Klasifikasi Kategori B atau Kategori A. Subproyek Kategori B adalah di mana dampaknya bersifat lokal, dapat dibatalkan dan siap dikelola dengan langkah-langkah mitigasi standar dan sudah terbukti. Sub-proyek Kategori A adalah sosial
sub
proyek
yang
kompleks,
dengan
merugikan
potensi
dampak
lingkungan
secara
signifikan,
dan
sensitif,
tidak dapat dibatalkan dan belum pernah terjadi
sebelumnya yang dapat mempengaruhi kawasan yang lebih luas dari lokasi fasilitas yang merupakan bagian dari pekerjaan fisik. Semua sub-proyek mungkin akan memerlukan Analisis Dampak Rencana
Lingkungan Pengelolaan
dan
Sosial
Lingkungan
(ESIA) dan
secara
Sosial
penuh
(RPLS)
dan untuk
mengelola dan mengurangi dampak tersebut sesuai dengan OP 4.01.
44
Draft tanggal 8 September 2016 53.
OP 4.04 tentang Habitat Alam menjabarkan kebijakan Bank Dunia
tentang
konservasi
keanekaragaman
hayati
dengan
mempertimbangkan layanan-layanan ekosistem dan pengelolaan sumber daya alam dan yang digunakan oleh pihak terdampak proyek
(PAP).
terhadap membatasi dapat
Proyek
harus
keanekaragaman keadaan
terjadi,
mengakibatkan
di
dan
menilai
hayati.
mana
kerugian
Kebijakan
kerusakan
melarang yang
dampak
pada
secara
ketat
habitat
alami
proyek-proyek signifikan
potensial
yang
mungkin
terhadap
habitat
alami. Jika lokasi prospek panas bumi terletak di daerah yang
ditunjuk
sebagai
hutan
lindung
(HL)
atau
'kawasan
hutan lindung, untuk tetap berada di hutan untuk kawasan perlindungan atau kawasan DAS', atau yang serupa, kebijakan ini akan berlaku. Dampak akan dinilai dalam proses ESIA. 54.
OP 4.11 tentang Sumber Daya Budaya Fisik (PCR) menetapkan persyaratan Bank Dunia untuk menghindari atau mengurangi dampak
negatif
yang
dihasilkan
dari
pengembangan
proyek
pada sumber daya budaya. Sangat mungkin bahwa PCR akan ditemukan
di
dekat
proyek
eksplorasi
panas
bumi.
Dalam
beberapa kasus di Indonesia, masyarakat setempat menganggap manifestasi dari energi panas bumi sebagai hal yang sakral. ESMF
mencakup
Pengelolaan
PCR
persyaratan (PCRMP),
untuk
yang
akan
mempersiapkan dikembangkan
Rencana sebagai
bagian dari proses ESIA dan RPLS, serta persyaratan untuk 45
Draft tanggal 8 September 2016
prosedur penemuan kesempatan yang harus dilampirkan pada setiap ESMP. 55.
OP
4.36
tentang
mengurangi
Hutan.
deforestasi
Kebijakan dan
ini
mengakui
mempromosikan
perlunya
konservasi
dan
pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Daerah prospek panas bumi
bisa
berada
didefinisikan peraturan
oleh
status
Pemerintah
berdasarkan hutan,
dalam
dampak
Dampak
pada
hutan
perlindungan
Indonesia
Kebijakan.
dan
kawasan
pihak
definisi
kesehatan
yang
yang
berdasarkan
serta
pada
seperti
dan
pada hutan
fungsi
terpengaruh
yang
mengandalkan sumber daya hutan, akan dinilai sebagai bagian dari ESIA dan proses Rencana Aksi Pemukiman Kembali serta langkah-langkah mitigasi yang akan dimasukkan ke dalam RPLS dan LARAP. 56.
OP 4.37 tentang Keamanan Bendungan. Ketika Bank membiayai suatu
proyek
Kebijakan
yang
ini
meliputi
pembangunan
mengharuskan
bendungan
bendungan
baru,
dirancang
dan
konstruksinya diawasi oleh profesional yang berpengalaman dan
kompeten.
mengadopsi bendungan konstruksi, pekerjaan
Hal
dan
ini
mensyaratkan
menerapkan
tertentu
dan
bahwa
langkah-langkah
untuk
operasi, terkait.
juga
desain,
tender
pemeliharaan
Kebijakan
ini
dipicu
Peminjam keamanan
penawaran,
bendungan karena
dan
proses
pengeboran membutuhkan kolam penyimpanan dan pengendapan 46
Draft tanggal 8 September 2016
untuk air garam dan cairan pengeboran lainnya. Persyaratan Kebijakan akan dimasukkan dalam kontrak EMC dan kontrak pengeboran,
dan
kegiatan
serta
output
akan
dipantau
di
bawah ESMF. 57.
OP 4.10 tentang Masyarakat Adat. Kebijakan ini mengharuskan pemerintah bebas,
untuk
terlibat
didahulukan
dan
dalam
proses
diinformasikan
konsultasi
dengan
yang
masyarakat
adat, seperti yang dijelaskan oleh kebijakan dalam situasi di
mana
masyarakat
keterikatan
bersama
adat
hadir
pada,
dalam,
wilayah
atau
proyek
memiliki
dan
untuk
penyusunan Rencana Masyarakat Adat (IPP) dan/atau Kerangka Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF). 58.
OP 4.12 tentang Pemukiman Kembali secara Paksa. Kebijakan ini membahas dampak ekonomi dan sosial secara langsung dari kegiatan proyek yang akan menyebabkan (a) pengambilan paksa tanah
yang
mengakibatkan
(i)
relokasi
atau
kehilangan
tempat tinggal, (ii) kehilangan aset atau akses terhadap aset
atau
(iii)
pencaharian
kehilangan
dan
(b)
pembatasan ditetapkan
terhadap
taman
yang
lindung
yang
mengakibatkan
pencaharian
para
sumber
pengungsi.
pendapatan
secara
paksa
secara
dampak Kebijakan
sah buruk
atau atas
dan
mata akses
kawasan
pada
mata
membutuhkan
tapak
infrastruktur proyek yang akan dipilih untuk menghindari dampak
tersebut
seluruhnya 47
atau
untuk
meminimalkannya
Draft tanggal 8 September 2016
sejauh
mungkin.
Jika
hal
ini
tidak
dapat
dihindari,
kebijakan ini membutuhkan persiapan salah satu atau kedua instrumen
ini
(i)
Kerangka
kebijakan
pemukiman
kembali,
(ii) Rencana Aksi Pemukiman Kembali, dan untuk konsultasi yang bermakna dengan orang-orang yang berpotensi terkena dampak. Kebijakan melarang sumbangan lahan Komunitas untuk infrastruktur di lokasi tertentu.
3.3
Kesenjangan Analisis
59.
Perbedaan
signifikan
antara
peraturan
perundang-undangan
ESIA / AMDAL Indonesia yang berkaitan dengan eksplorasi panas
bumi
dan
Kebijakan
Bank
adalah
terkait
instrumen
perlindungan yang berlaku. Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa
hanya
Rencana
Pengelolaan
Lingkungan
dan
Rencana
Pemantauan (UPL/UKL) diperlukan untuk eksplorasi panas bumi terlepas
dari
mensyaratkan tergantung (Kategori sendiri
dampak penilaian
pada A,
B, atau akan
diselaraskan
jika
dari
instrumen
klasifikasi
dan
terpisah
potensial,
C).
dan
mungkin;
48
isi
meskipun
akan
persetujuan terpisah.
perlindungan berdasarkan
Kedua sistem
diikuti,
instrumen
kegiatan
sedangkan
Bank
dari
dan
dokumen
demikian,
disiapkan
untuk
OP4.01 yang risiko negara akan bagian proses
Draft tanggal 8 September 2016 60.
OP4.01 tentang Penilaian Lingkungan mensyaratkan penilaian atas 'proyek terkait' di mana mereka dianggap bagian dari Kawasan
Proyek
yang
terpengaruh
(baik
secara
geografis,
atau dari waktu ke waktu), sedangkan peraturan dan undangundang Pemerintah Indonesia menganggap kegiatan proyek ini terpisah..
Dalam
Proyek
ini,
tahap
eksploitasi
dianggap
merupakan proyek terkait berdasarkan OP4.01 karena tahap eksploitasi dapat diduga akan terjadi di masa yang akan datang sebagai akibat dari kegiatan eksplorasi. Sementara itu,
peraturan
mengangggap yang
dan
setiap
terpisah,
undang-undang
tahap
sebagai
sehingga
Pemerintah proses
membutuhkan
izin
Indonesia lingkungan
permohonan
dan
perolehan persetujuan secara terpisah. 61.
Peraturan dan undang-undang Pemerintah Indonesia baru-baru ini
telah
diubah
untuk
menghilangkan
hambatan
dalam
melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di
kawasan
hutan
dan
kawasan
yang
dilindungi,
dan
membebaskan persyaratan seluruhnya untuk ESIA/AMDAL dalam banyak
kasus.
penggunaan bumi
Revisi
layanan
diterima
dan
peraturan
ekosistem semakin
ini
memperhitungkan
berdampak
rendah
dianggap
sebagai
dan
panas
kegiatan
strategis nasional. Sebaliknya, Penilaian Lingkungan Bank No. OP4.01, OP4.04 tentang Habitat Alam dan OP4.36 tentang Hutan telah mempertahankan persyaratan dan standar terlepas 49
Draft tanggal 8 September 2016
dari
kegiatan-kegiatan
tersebut.
Bank
mensyaratkan
penilaian dampak secara penuh sebelum penilaian sub-proyek; dan memerlukan mitigasi yang signifikan, atau tidak akan mendanai
kegiatan
eksplorasi
tertentu
-yang
dapat
mengakibatkan degradasi atau penghapusan habitat kritis- di kawasan hutan dan kawasan yang dilindungi. 62.
Jika
ada
Kebijakan berarti
konflik Bank,
bahwa
antara
sistem
standar
pencegahan
tertinggi yang
di
suatu yang
paling
negara
berlaku,
banyak,
atau
dan yang yang
paling ketat dalam hal menghindari atau meminimalkan dampak sosial dan lingkungan, akan diikuti dalam rangka memenuhi kedua sistem.
50
4
Di mana ada konflik antara sistem negara sendiri dan Kebijakan Bank, standar tertinggi yang berlaku, yang berarti bahwa paling pencegahan, atau yang paling ketat dalam hal menghindari atau meminimalkan dampak sosial dan lingkungan, akan diikuti dalam rangka untuk memenuhi kedua sistem
51
5
LANGKAH-LANGKAH MITIGASI DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN DAN SOSIAL YANG DIANTISIPASI
5.1
Kegiatan Pengeboran dan Ekplorasi Panas Bumi dan Infrastruktur serta Kegiatan Terkait
63.
Dampak yang diantisipasi dan langkah-langkah mitigasi berikut relevan untuk subproyek eksplorasi di bawah PPHEPB Komponen 1. Dampak dan langkah tersebut juga relevan untuk kegiatan yang mungkin didanai di bawah Komponen 3 (meskipun tidak ada dana yang telah dialokasikan untuk komponen ini pada saat penilaian proyek).
Tabel 1 Aspek Lingkungan dan Sosial, Potensi Dampak dan Langkah-Langkah Mitigasi untuk Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Habitat alami,
Pembukaan lahan untuk
Hindari, atau minimalkan, pembangunan di
termasuk habitat
bantalan sumur, jalan, kawasan sensitif (habitat hutan, lanskap,
kritis
jaringan pipa dan
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
daerah pemandangan dll) 52
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Habitat dan
infrastruktur
Hapus dan menonaktifkan infrastruktur setelah
spesies air dan
pendukung akan
eksplorasi dan rehabilitasi kawasan dengan
darat
menyebabkan kerusakan
cepat, melakukan kontur kembali di mana
Pengguna sumber
langsung atau
diperlukan untuk kondisi tanah alam dan tanam
daya hutan
perusakan pada habitat kembali dengan spesies asli atau spesies
Pengguna air
alami.
komersial (tergantung pada penggunaan lahan).
Estetika dan
Jalan, jaringan pipa
Siapkan rencana mitigasi untuk penggunaan lahan
lanskap
dan bantalan
dengan mengikuti kegiatan eksplorasi, bersama-
pengeboran dapat
sama dengan masyarakat dan pemerintah setempat
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
membuat gangguan dalam untuk menghindari perkembangan sembarangan dan lanskap alam dan
potensi konflik.
pemandangan. Dampak tidak langsung 53
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial dari pembangunan yang terinduksi (pertanian, perburuan, izin lahan, sengketa tanah) ke kawasan hutan dan kawasan alam yang dilindungi. Abstraksi air dan
Aliran limbah yang berbeda terpisah dan rawat
pembuangan air dari
dengan metode kolam, dosis, pendinginan dan
cairan limbah /
metode lain sebelum dibuang ke tanah atau tubuh
pengeboran yang
air.
dirawat dan limbah
Hindari eksploitasi berlebihan terhadap sumber
lainnya menyebabkan
daya air tawar – temuan beberapa sumber, ambil
54
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial dampak dampak langsung dari sungai dengan tingkat aliran tinggi, waktu atau tidak langsung
pengeboran untuk musim hujan, gunakan bendungan
pada habitat dan
atau kolam penyimpanan, tidak lebih dari 1/3
spesies.
dari aliran rendah musiman dari fitur air
Pencemaran air atau
permukaan. Identifikasi penggunaan air lainnya
abstraksi air
seperti irigasi pertanian dan pastikan tingkat
mempengaruhi pengguna
abstraksi yang berkelanjutan yang tidak
air lainnya.
mengganggu penggunaan airnya, memancing dll
Kemungkinan meluap
Buang ke sumur reinjeksi sedapat mungkin.
atau kegagalan kolam.
Gunakan kembali cairan pengeboran. Gunakan tangki septik untuk mengolah air limbah domestik sebelum dibuang ke tanah. Kosongkan tangki septik secara berkala dan buang lumpur
55
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial ke TPA. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya, dalam hubungannya dengan pejabat yang berwenang dan masyarakat untuk menemukan kolam penyimpanan yang jauh dari kawasan sensitif. Desain kolam secara cermat sesuai dengan OP4.36 tentang Keamanan Bendungan dan pemantauan struktur kolam untuk tanda-tanda kegagalan. Pembuangan limbah
Pertahankan sistem yang aman atas pengelolaan
berbahaya dan padat
limbah bahan berbahaya dan padat sebagai bagian
sembarangan ke zona
dari prosedur operasi standar tentang
riparian dan cara air. Konstruksi dan Pengeboran serta EMP. Pisahkan aliran limbah dan daur ulang, kompos
56
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial dan gunakan kembali limbah di mana mungkin. Jauhkan limbah secara rapi/tertutup/aman. Buanglah limbah yang tidak dapat didaur ulang ke tempat pembuangan limbah yang ditetapkan yang memiliki izin dari pemerintah setempat. Bersihkan dan hilangkan tumpahan dan pulihkan tanah dengan cepat. Latihlah staf untuk menggunakan peralatan tumpahan dan menanggapi adanya insiden-insiden. Larang pembuangan limbah. Penangkapan dan
Larang penangkapan dan perburuan, dan gunakan
perburuan hewan oleh
sumber daya hutan, sebagai bagian dari
pekerja.
manajemen gugus tugas.
57
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Persaingan dengan penduduk setempat untuk sumber daya hutan. Penggunaan lahan,
Buanglah lumpur dan
Hindari pembuangan cairan ke tanah.
dan tanah (dan
cairan yang
Uji lumpur untuk kontaminan sebelum dibuang.
kontaminasi
terkontaminasi ke
Lumpur yang terkontaminasi akan diperlakukan
permukaan dan air
tanah.
sebagai limbah berbahaya dan dibuang ke TPA
tanah berikutnya)
berjajar. Tumpahan bahan
Pertahankan sistem yang aman atas pengelolaan
berbahaya.
limbah bahan berbahaya dan padat sebagai bagian
membuang limbah padat
dari prosedur operasi standar tentang
dan berbahaya secara
Konstruksi dan Pengeboran serta EMP. 58
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
sembarangan.
Pisahkan aliran limbah dan daur ulang, kompos
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
dan gunakan kembali limbah di mana mungkin. Jauhkan limbah dengan rapi/tertutup/aman. Buanglah limbah yang tidak dapat didaur ulang ke tempat pembuangan limbah yang ditetapkan yang memiliki izin dari pemerintah setempat. Bersihkan dan hilangkan tumpahan dan pulihkan tanah dengan cepat. Latihlah staf untuk menggunakan peralatan tumpahan dan tanggapi insiden-insiden. Laranglah pembuangan limbah. Kerugian atas humus,
Hindari daerah berisiko tinggi seperti medan
tanah longsor dan
terjal.
59
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
erosi berat lainnya
Minimalkan pembukaan lahan, terutama di lereng.
dari lokasi
Desain kestabilan pinggiran, perlindungan
pembangunan jalan,
lereng dan sistem drainase ke dalam desain
jaringan pipa,
jalan, lubang kotak pasir dll
konstruksi bantalan,
Kembalikan segera daerah yang terganggu dan
lubang kotak pasir,
rusak/
galian, isi.
Gunakan langkah-langkah pengendalian sedimen
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
dan erosi selama konstruksi (pagar, perangkap, kolam pengolahan dll). Ambil/buang material ke lokasi yang disetujui. Fitur Panas Bumi
Gangguan dari
Mengidentifikasi dan menghindari fitur
pemompaan atau
signifikan (nilai-nilai seperti budaya,
reinjeksi air panas
sejarah, spiritual, ilmiah, biologi, lanskap,
60
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
bumi, atau dari
ekowisata dll)
abstraksi dari air
Hindari fitur panas bumi yang merusak atau
tawar.
mengganggu dimana mungkin.
Kerusakan dari
Memonitor aktivitas untuk mengidentifikasi
pembangunan jalan,
gangguan dari pemompaan atau reinjeksi.
saluran pipa atau
Sesuaikan dengan pengujian dan reinjeksi sumur
kegiatan pendukung
dimana diperlukan untuk memitigasi dampak yang
lainnya.
signifikan.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
Siapkan penghalang dan hindari gangguan fitur dari operasi konstruksi di mana diperlukan. Air tanah
Kontaminasi air tanah
Siapkan sumur dengan penutup yang sesuai dan
dari gangguan dengan
perlindungan kepala sumur untuk mencegah
air panas bumi dari
kontaminasi.
61
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
sumur abstraksi atau
Memonitor kedalaman sumur dan tekanan untuk
sumur reinjeksi.
mengidentifikasi kebocoran awal dan memperbaiki
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
tutup sumur atau menonaktifkan sumur untuk menghindari kontaminasi lebih lanjut. Dampak pada tingkat
Hasil model untuk memastikan penggunaan air
akuifer dari kelebihan tanah yang berkelanjutan. abstraksi untuk
Gunakan berbagai sumber. Gunakan tangki
pasokan air bersih.
penyimpanan, kolam dan bendungan untuk menyimpan air.
Suasana bising
Operasi rig
Rencanakan kerja untuk menghindari gangguan
pengeboran, lalu
pada waktu yang sensitif (malam, hari libur)
lintas yang meningkat, Carilah lokasi jauh dari reseptor kebisingan pengujian pembuangan
sensitif seperti sekolah dan desa-desa. 62
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
yang tepat, mesin
Membatasi lalu lintas melalui desa dan dekat
berat, dan peledakan
reseptor sensitif.
untuk jalan atau
Gunakan penghalang kebisingan seperti gili-gili
penggalian – seluruh
(bunds) atau topografi alam.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
suara yang dikeluarkan Memperingatkan orang-orang sebelum pekerjaan bukan yang sebaliknya
bising dimulai dan memberikan pilihan mitigasi
dialami di area
khusus untuk orang rentan (seperti relokasi
proyek.
sementara).
Gangguan terhadap
Gunakan metode konstruksi dan peralatan yang
hewan, kehidupan rumah tepat (dan terus dipertahankan). tangga, kehidupan
Gunakan Pedoman tingkat suasana kebisingan
kerja, sekolah.
(oleh reseptor):
63
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Reseptor
Tingkatan Suara Maksimal yang Diperkenankan (per jam), dalam dB(A)
Perumahan;
Siang Hari
Malam Hari
07.00-22.00
22.00-07.00
55
45
70
0
kelembagaan; pendidikan Industrial; perdagangan Kondisi mutu
Buang ke udara
Cari lokasi jauh dari reseptor sensitif seperti
udara
kontaminan dari
sekolah dan desa-desa.
pengujian dan
Memperingatkan orang-orang sebelum pekerjaan 64
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
pengeboran sumur
dimulai dan memberikan pilihan mitigasi khusus
(hidrogen sulfida,
kepada orang rentan (seperti relokasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
merkuri, arsenik dll), sementara). tergantung pada sifat
Perencanaan dan langkah-langkah keselamatan
dari sumber daya.
untuk pelepasan gas yang tidak terkendali. Remediasi/penggantian setiap vegetasi atau panen yang rusak, dll.
Emisi debu dari
Cari lokasi yang jauh dari reseptor sensitif
pembangunan jalan,
seperti sekolah dan desa-desa.
pembukaan lahan,
Mengontrol debu dengan air selama kondisi
kegiatan lokasi.
berangin dan kering. Tahap kegiatan pembukaan lahan dan
65
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial merehabilitasi daerah terbuka dengan cepat. Infrastruktur
Kerusakan atau
Meningkatkan infrastruktur sebelum digunakan.
kritis
kehancuran pada
Menyediakan infrastruktur yang baru dibangun.
infrastruktur kritis
Memperbaiki kerusakan infrastruktur setidaknya
(jalan, pelabuhan,
pada kondisi pra-proyek.
jembatan) Kesehatan dan
Risiko yang berkaitan
Sistem pemantauan gas.
keselamatan kerja
dengan bekerja
Peralatan pelindung pribadi yang sesuai (PPE).
menggunakan mesin,
Pelatihan yang tepat.
kecelakaan lalu
Menerapkan sistem dan prosedur keselamatan.
lintas, jatuh ke
Melindungi permukaan di mana bekerja dengan
kolam, melepuh dari
cairan panas dan uap.
cairan panas dan uap,
Kolam pagar dan lubang lumpur. 66
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
emisi gas beracun.
Kendaraan dan mesin yang dipeliharadengan baik.
Resiko yang tidak
Perencanaan dan pengelolaan insiden dan kondisi
rutin seperti ledakan
darurat.
sumur.
Pelatihan pertolongan pertama, dan rencana
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
untuk evakuasi ke rumah sakit. Kepemilikan
Pemukiman kembali
Prioritaskan negosiasi penjual yang bersedia-
tanah, mata
secara paksa untuk
pembeli yang bersedia untuk perjanjian sewa
pencaharian dan
pertambangan, jalan,
tanah atau pembelian tanah.
pemukiman kembali
bantalan sumur, pipa
Berkonsultasi secara luas dan mengidentifikasi
dan lokasi lainnya di
semua orang yang terkena dampak, termasuk
mana lahan diperlukan, penghuni liar. menyebabkan hilangnya
Kompensasi sebesar nilai penggantian.
mata pencaharian dan
Gunakan panduan RPF untuk pembebasan lahan dan
67
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
pemutusan hubungan
pemukiman kembali.
sosial.
Berkonsultasi secara luas dan libatkan
Kehilangan hasil
masyarakat dalam setiap perubahan akses dan
panen, struktur, dan
pengelolaan hutan.
aset lainnya.
Mengintegrasikan masalah pemukiman kembali dan
Membatasi akses ke
mata pencaharian dalam rencana manajemen
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
hutan atau sumber daya terpadu. lainnya.
Kesejahteraan
Permasalahan dan
Konsultasi atas risiko dan dampak yang
Sosial
keluhan dari
merugikan dari proyek dan ciptakan kesempatan
masyarakat yang
untuk menerima pandangan masyarakat yang
terkena dampak.
terkena dampak atas proyek. 68
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Pembentukan mekanisme pengaduan untuk mengumpulkan dan memfasilitasi penyelesaian permasalahan dan keluhan masyarakat yang terkena dampak mengenai kinerja lingkungan dan sosial dari sponsor. Pengungkapan publik yang transparan untuk menginformasikan setiap tahapan dari proyek melalui situs web, papan pengumuman, alat telekomunikasi dan pertemuan-pertemuan publik. Menyiapkan kuesioner publik yang dirancang dengan baik dan terstruktur untuk menerima umpan balik dari masyarakat yang terkena dampak Kesehatan dan
Risiko untuk pengamat
Lokasi situs jauh dari reseptor sensitif.
69
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
keselamatan
dan masyarakat yang
Sistem pemantauan gas.
masyarakat
berkaitan dengan
Sistem peringatan lalu lintas (kendaraan
kecelakaan lalu
percontohan, rambu-rambu lalu lintas)
lintas, emisi gas
Pelatihan pengemudi yang tepat.
beracun,
Konsultasi masyarakat yang teratur.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
Tanda-tanda peringatan. Perencanaan kondisi darurat yang melibatkan masyarakat. Akses tidak sah ke rig Beri pagar sekitar lokasi sumur, kolam dan pengeboran dan kolam
lubang.
penyimpanan/perawatan
Tanda-tanda peringatan. Konsultasi masyarakat secara teratur. Kartu identitas diperlukan untuk menggunakan
70
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial akses jalan dan/atau bekerja di lokasi. Sumber daya
Gangguan, degradasi,
Cari lokasi jauh dari PCR.
budaya fisik.
penodaan lokasi atau
Gunakan Rencana Pengelolaan PCR untuk
Sejarah,
artefak sebagai akibat memulihkan dampak (mitigasi, minimalisasi,
spiritual,
dari gangguan tanah,
relokasi dll).
arkeologi, agama,
pembebasan lahan,
Gunakan prosedur penemuan kesempatan untuk
kematian, dll.
dampak pada fitur
berhenti bekerja segera saat menemukan PCR.
panas bumi atau lanskap. Masyarakat adat
Dampak yang potensial
Konsultasikan sejak awal dan secara luas
pada akses ke sumber
(Konsultasi Bebas, Sebelumnya dan Terinformasi)
daya dan hubungan
sesuai dengan IPPF, dalam bahasa dan
terhadap tanah.
menggunakan metode yang tepat untuk kelompok 71
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Kurangnya akses untuk
IP.
memberi manfaat
Masukkan IP dalam desain proyek, dan memastikan
proyek.
yang memberikan tambahan manfaat kepada IP.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
Menghindari dan meminimalkan kerusakan pada IP, dan libatkan mereka untuk mengidentifikasi mitigasi yang tepat.
5.2
Proyek-proyek Terkait: Pembangkitan Energi-Eksploitasi Panas Bumi dan Infrastruktur dan Kegiatan Terkait
Tahap
eksploitasi
PPHEPB.
Selain
akan
dianggap
kegiatan
yang
sebagai
proyek
tercantum
dalam
terkait Tabel
dengan 1,
sub-proyek
kegiatan
eksplorasi
berikut
akan
dipertimbangkan dalam proses penyaringan risiko yang berhubungan dengan proyek-proyek terkait. Tujuan utama dari analisis awal ini hanyalah untuk menginformasikan pembuat 72
keputusan dengan informasi yang berguna dan relevan tentang 'developability " dari sebuah lokasi sebelum adanya
’kemampuan pengembangan’
keputusan untuk mengeksplorasi dan
bukan untuk menyiapkan kajian atau analisis tambahan yang tidak perlu. Potensi dampak utama
dari
pengembangan
lokasi
dan
operasi
pada
tahap
eksploitasi
bersamaan
dengan
persyaratan mitigasi dan perkiraan biaya akan dinilai melalui pemeriksaan lebih lanjut karena
informasi
ini
akan
relevan
dengan
keputusan
apakah
ya
atau
tidak
untuk
mengeksplorasi. Penilaian parsial ini merupakan bagian dari proses ESIA tetapi tidak akan sepenuhnya dinilai sebagai untuk tahap eksplorasi. Tiga sampai lima halaman penilaian cepat akan memenuhi persyaratan ini.
73
Tabel 2 Aspek Lingkungan dan Sosial, Potensi Dampak dan Langkah-Langkah Mitigasi untuk Kegiatan
Eksploitasi
Panas
Bumi
(akan
dinilai
sebagian
untuk
menginformasikan
para
pembuat keputusan apakah ya atau tidak untuk mengeksplorasi dan beberapa kemungkinan praktik yang baik yang akan disarankan dalam rekomendasi ESIA untuk tahap eksploitasi) Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Habitat alami,
Pembukaan lahan untuk
Hindari, atau minimalkan, pembangunan di daerah
termasuk habitat
pembangkit listrik,
sensitif (kawasan habitat, lanskap, pemandangan
kritis
gardu, dan jalur
dll)
Habitat dan
transmisi menyebabkan
Kembangkan rencana pengelolaan sumber daya
spesies air dan
kerusakan langsung
terpadu, termasuk peluang pembangunan berbasis
darat
atau perusakan habitat masyarakat, untuk mengelola dampak jangka
Pengguna sumber
alami.
panjang dari pembangunan yang teriinduksi.
daya hutan
Pembangkit listrik,
Kembangkan ini dengan berkoordinasi dengan
Pengguna air
gardu, jaringan
pemilik tanah terkait, masyarakat, Kementerian
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
74
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Estetika dan
transmisi dapat
dan pemerintah daerah untuk menghindari
lanskap
membuat gangguan dalam pengembangan sembarangan dan potensi konflik.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
lanskap alam dan
Merahabilitasi daerah secara cepat, melakukan
pemandangan.
kontur kembali di mana diperlukan untuk kondisi
Dampak tidak langsung
tanah alam dan menanam kembali dengan spesies
dari pembangunan yang
asli atau spesies komersial (tergantung pada
terinduksi (pertanian, penggunaan lahan). perburuan, izin tanah, sengketa tanah) ke kawasan hutan dan kawasan alam yang dilindungi. Abstraksi air untuk
Pisahkan aliran limbah yang berbeda dan 75
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
menara pendingin atau
rawatlah melalui kolam, injeksi kimia (dosing),
keperluan rumah
pendinginan dan metode lain sebelum dibuang ke
tangga/kantor dan
tanah atau badan air. Prioritaskan pembuangan
pembuangan air dari
ke sumur reinjeksi di atas badan air permukaan
pendingin air dan
dan tanah.
limbah lainnya
Hindari eksploitasi berlebihan terhadap sumber
menyebabkan dampak
daya air tawar-menemukan beberapa sumber,
langsung atau tidak
mengambil dari sungai dengan tingkat tingkat
langsung pada habitat
aliran tinggi, waktu pengeboran untuk musim
dan spesies.
hujan, menggunakan bendungan atau kolam
Pencemaran air atau
penyimpanan, mengambil tidak lebih dari 1/3
abstraksi air
dari aliran rendah musiman dari fitur air
mempengaruhi pengguna
permukaan. Mengidentifikasi penggunaan air
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
76
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
air lainnya.
lainnya seperti irigasi pertanian dan
Kemungkinan meluap
memastikan tingkat abstraksi yang berkelanjutan
atau kegagalan pada
yang tidak mengganggu penggunaan airnya,
kolam.
memancing, dll.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
Penggunaan kembali air yang didinginkan untuk penggunaan tanaman lain, atau gunakan sistem putaran tertutup. Gunakan tangki septik untuk mengolah air limbah domestik sebelum dibuang ke tanah. Kosongkan tangki septik secara teratur dan buanglah lumpur ke tempat pembuangan akhhir. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya, dalam hubungannya dengan pejabat yang berwenang dan
77
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial masyarakat untuk menemukan kolam penyimpanan yang jauh dari daerah sensitif. Desain kolam dengan cermat sesuai dengan OP4.36 tentang Keamanan Bendungan dan pemantauan struktur kolam untuk tanda-tanda kegagalan. Sumur meledak
Desain tanggap darurat untuk ledakan sumur dan
melepaskan kontaminan. rangsangan jaringan pipa termasuk langkahlangkah untuk penahanan tumpahan cairan panas bumi. Pemeliharaan kepala sumur dan jaringan pipa cairan panas bumi secara berkala: - Pengendalian dan inspeksi korosi - Pemantauan tekanan
78
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial - Penggunaan peralatan pencegahan ledakan (misal katup penutup) Membuang belerang,
Memelihara sistem yang aman dari bahan
silika, dan karbonat
berbahaya dan pengelolaan limbah padat sebagai
endapan yang terkumpul bagian dari prosedur operasi standar untuk dari menara pendingin, Pembangkit Listrik dan Sistem Pengelolaan sistem sikat udara,
Lingkungan.
turbin, dan pemisah
Pisahkan aliran limbah dan daur ulang, kompos
uap, dan limbah
dan menggunakan kembali limbah di mana mungkin.
berbahaya lainnya
Jauhkan limbah dengan rapi/tertutup/aman.
secara sembarangan.
Membuang limbah yang tidak dapat didaur ulang ke tempat pembuangan limbah yang ditunjuk yang memiliki izin dari pemerintah setempat.
79
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Membersihkan dan menghilangkan tumpahan dan memulihkan tanah dengan cepat. Melatih staf untuk menggunakan peralatan tumpahan dan menanggapi insiden-insiden. Melarang pembuangan limbah. Penangkapan dan
Melarang penangkapan dan perburuan, dan
perburuan hewan oleh
penggunaan sumber daya hutan, sebagai bagian
pekerja.
dari pengelolaan gugus tugas. .
Persaingan dengan penduduk setempat untuk sumber daya hutan. Pnggunaan lahan,
Pembuangan belerang,
Lumpur/endapan akan disimpan di daerah gili80
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
dan tanah (dan
silika, dan endapan
gili.
kontaminasi
karbonat yang
Uji lumpur untuk pelindian kontaminan sebelum
permukaan
terkumpul dari menara
dibuang.
berikutnya dan
pendingin, sistem
Lumpur yang terkontaminasi akan dikeringkan,
air tanah)
sikat udara, turbin,
dirawat sebagai limbah berbahaya dan dibuang ke
dan pemisah uap ke
tempat pembuangan limbah yang berjajar.
tanah.
Limbah yang tidak berbahaya akan ditimbun jauh
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
dari sumber air. Tumpahan bahan
Memelihara sistem yang aman dari bahan
berbahaya.
berbahaya dan pengelolaan limbah padat sebagai
Membuang limbah padat
bagian dari prosedur operasi standar untuk
dan berbahaya lainnya
Pembangkit Listrik dan Sistem Pengelolaan
secara sembarangan.
Lingkungan.
81
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Aliran limbah yang terpisah dan daur ulang, kompos dan menggunakan kembali limbah di mana mungkin. Jauhkan limbah dengan rapi / tertutup / aman. Membuang limbah yang tidak dapat didaur ulang ke tempat pembuangan limbah yang ditunjuk yang memiliki izin dari pemerintah setempat. Membersihkan dan menghilangkan tumpahan dan memulihkan tanah secara cepat. Melatih staf untuk menggunakan peralatan tumpahan dan menanggapi insiden-insiden. Melarang pembuangan limbah. Kehilangan humus,
Hindari daerah berisiko tinggi seperti medan
82
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
tanah longsor dan
terjal.
erosi berat lainnya
Meminimalkan pembukaan lahan, terutama di
dari lokasi
lereng.
pembangunan
Gunakan jalan pengangkutan sementara dan
infrastruktur
mengembalikan segera.
distribusi dan
Mendesain kestabilan pinggiran, perlindungan
konstruksi lainnya.
lereng dan sistem drainase ke dalam desain
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
lokasi. Mengembalikan daerah yang terganggu dan rusak dengan segera. Menggunakan langkah-langkah pengendalian sedimen dan erosi selama konstruksi (pagar, perangkap, kolam pengolahan dll).
83
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Mengambil/membuang bahan ke lokasi yang disetujui. Fitur panas bumi
Gangguan dari
Mengidentifikasi dan menghindari fitur
pemompaan atau
signifikan (nilai-nilai seperti budaya,
reinjeksi air panas
sejarah, spiritual, ilmiah, biologi, lanskap,
bumi, atau dari
ekowisata dll)
abstraksi dari air
Hindari fitur panas bumi yang merusak atau
permukaan.
mengganggu dimana mungkin. Membuat model waduk panas bumi dan fitur panas bumi. Memonitor aktivitas untuk mengidentifikasi gangguan dari pemompaan atau reinjeksi. Menyesuaikan produksi dan reinjeksi dimana diperlukan untuk memitigasi dampak yang
84
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial signifikan. Menyiapkan penghalang dan menghindari gangguan dari konstruksi dan operasi yang diperlukan. Air tanah dan
Kontaminasi air tanah
Siapkan sumur dengan penutup yang sesuai dan
waduk panas bumi
dari gangguan dengan
perlindungan kepala sumur untuk mencegah
air panas bumi dari
kontaminasi.
sumur abstraksi atau
Memonitor kedalaman dan tekanan sumur untuk
sumur reinjeksi.
mengidentifikasi kebocoran awal dan memperbaiki penutup sumur atau menonaktifkan sumur untuk menghindari kontaminasi lebih lanjut. Analisis secara rinci terhadap struktur akuifer dan penggunaan air tanah yang ada di daerah pengembangan
85
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Penentuan pengguna air tanah yang ada di sekitar sumur operasional (misalnya 1 km) harus diidentifikasi. Selain itu, beberapa informasi teknis tentang sumur air tanah yang ada (misalnya kedalaman, aliran, dll) harus dikumpulkan. Dampak pada tingkat
Hasil model untuk memastikan penggunaan air
akuifer dari abstraksi tanah yang berkelanjutan. yang berlebihan untuk
Gunakan beberapa sumber air tawar. Gunakan
pasokan air bersih.
tangki penyimpanan, kolam dan bendungan untuk menyimpan air.
Abstraksi yang
Pemodelan abstraksi panas bumi dan reinjeksi.
berlebihan pada sumber Menemukan susunan dan reinjeksi sumur untuk 86
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
daya panas bumi, yang
memaksimalkan efisiensi penggunaan sumber daya
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
mengarah ke penurunan, panas bumi dan menghindari penurunan tanah.
Suasana bising
intrusi garam, dampak
Memantau penurunan tanah, tingkat air tanah dan
pada tingkat akuifer,
kualitas air.
hasil panas bumi yang
Membangun dan memelihara sumur untuk
berkurang
menghindari gangguan dengan air tanah.
Pekerjaan konstruksi,
Rencanakan kerja untuk menghindari gangguan
kipas menara
konstruksi pada saat yang sensitif (malam, hari
pendingin, ejector
libur)
uap, dan ‘dengungan’
Temukan lokasi yang jauh dari reseptor
turbin.
kebisingan sensitif seperti sekolah dan desa-
Gangguan terhadap
desa.
hewan, kehidupan rumah Gunakan hambatan kebisingan seperti gili-gili,
87
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
tangga, kehidupan
atau topografi alam.
kerja, sekolah.
Gunakan Pedoman untuk tingkat kebisingan
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
suasana (oleh reseptor): Receptor
Maksimal tingkat suara yang diperkenankan (per jam), dalam dB(A)
Perumahan;
Siang Hari
Malam Hari
07.00-22.00
22.00-07.00
55
45
70
0
kelembagaan; pendidikan Industri; perdagangan 88
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Kondisi mutu
Emisi gas beracun dari Tempatkan pabrik jauh dari reseptor sensitif
udara
menara pendingin,
(emisi udara model untuk membantu identifikasi
sistem menara
lokasi pabrik yang sesuai).
pendingin kontak
Pertimbangan total atau sebagian re-injeksi gas
kondensor terbuka.
dengan cairan panas bumi. Menggunakan alternatif pendinginan non-kontak yang tertutup. Tergantung pada karakteristik sumber, ventilasi bahan kimia beracun (misalnya hidrogen sulfida dan merkuri menguap non-terkondensasi) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tergantung pada karakteristik sumber, penghapusan kemungkinan bahan kimia beracun
89
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial dari gas non-terkondensasi. Infrastruktur
Kerusakan atau
Meningkatkan infrastruktur sebelum digunakan.
kritis
kehancuran pada
Menyediakan infrastruktur yang baru dibangun.
infrastruktur kritis
Memperbaiki kerusakan infrastruktur pada
(jalan, pelabuhan,
setidaknya ke kondisi pra-proyek.
jembatan) selama konstruksi. Kesehatan dan
Risiko yang berkaitan
Pemasangan system pemantauan dan peringatan
keselamatan Kerja
dengan bekerja
hidrogen sulfida.
menggunakan mesin,
Pengembangan rencana kontingensi untuk
kecelakaan lalu
peristiwa pelepasan hidrogen sulfida, termasuk
lintas, jatuh ke
semua aspek yang diperlukan dari evakuasi
kolam, melepuh dari
hingga saat dimulainya kembali operasi secara 90
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
cairan dan uap panas,
normal.
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
bekerja di ketinggian, Penyediaan sebuah tim tanggap darurat, dengan bekerja di lingkungan
monitor hidrogen sulfida pribadi, alat bantu
yang bising, risiko
pernapasan mandiri dan persediaan oksigen
terkait lokasi
darurat, dan pelatihan dalam penggunaan yang
konstruksi.
aman dan efektif.
Emisi gas beracun
Pemberian ventilasi yang memadai terhadap
selama operasi
bangunan yang ditempati untuk menghindari
pembangkit listrik
akumulasi gas hidrogen sulfida.
Eksposur yang tidak
PPE yang sesuai.
rutin mencakup potensi Pelatihan yang tepat. kecelakaan ledakan
Menerapkan sistem dan prosedur keselamatan
selama operasi.
lokasi tertentu (konstruksi dan operasi).
91
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial Permukaan perisai di mana bekerja dengan cairan dan uap panas. Membuat pagar kolam dan lubang. Kendaraan dan mesin yang dirawat dengan baik. Perencanaan dan pengelolaan kondisi darurat dan insiden. Pelatihan pertolongan pertama, dan rencana untuk evakuasi ke rumah sakit. Desain tanggap darurat untuk ledakan sumur dan rangsangan jaringan pipa termasuk langkahlangkah untuk penahanan tumpahan cairan panas bumi. Pemeliharaan secara rutin terhadap kepala sumur dan pipa fluida panas bumi:
92
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial - Pengendalian dan inspeksi korosi - Pemantauan tekanan - Penggunaan peralatan pencegahan ledakan (misalnya katup penutup). Kepemilikan
Pemukiman kembali
Prioritaskan negosiasi penjual yang bersedia -
tanah, Mata
secara paksa untuk
pembeli yang bersedia untuk sewa tanah atau
Pencaharian dan
pembangkit listrik,
pembelian tanah.
pemukiman kembali
infrastruktur
Berkonsultasi secara luas dan mengidentifikasi
distribusi, fasilitas
semua orang yang terkena dampak, termasuk
terkait (serta sumur
penghuni liar.
seperti yang
Kompensasi sebesar nilai penggantian.
disebutkan dalam Tabel Gunakan pedoman RPF untuk pembebasan lahan 1) yang menyebabkan
secara paksa dan pemukiman kembali.
93
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial hilangnya mata pencaharian dan pemutusan hubungan sosial. Kehilangan hasil panen, struktur, dan aset lainnya. Membatasi akses ke
Berkonsultasi secara luas dan melibatkan
hutang atau sumber
masyarakat dalam setiap perubahan akses dan
daya lain.
pengelolaan hutan. Mengintegrasikan masalah pemukiman kembali dan mata pencaharian dalam rencana manajemen terpadu.
94
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Dampak pada kegiatan
Konsultasikan dengan perwakilan dari industri
ekonomi lainnya
yang terkena dampak pengembangan panas bumi.
seperti pariwisata,
Bekerja pada kesempatan untuk meningkatkan
perikanan, pertanian.
manfaat pada sektor ini (seperti perbaikan
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
jalan atau listrik yang lebih dapat diandalkan) atau meminimalkan dampak pada sektor ini, sebagai bagian dari EMP dan rencana pengelolaan terpadu. Kesejahteraan
Permasalahan dan
Konsultasi mengenai risiko dan dampak yang
Sosial
keluhan dari
merugikan dari proyek dan penciptaan kesempatan
masyarakat yang
untuk menerima pandangan masyarakat yang
terkena dampak.
terkena dampak proyek. Pembentukan mekanisme pengaduan untuk
95
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial mengumpulkan dan memfasilitasi penyelesaian kekhawatiran dan keluhan dari masyarakat yang terkena dampak mengenai kinerja lingkungan dan sosial dari sponsor. Pengungkapan kepada masyarakat secara transparan untuk menginformasikan setiap fase dari proyek melalui situs web, papan pengumuman, alat telekomunikasi dan pertemuanpertemuan masyarakat. Menyiapkan kuesioner untuk masyarakat yang dirancang dengan baik dan terstruktur untuk menerima umpan balik dari masyarakat yang terkena dampak.
96
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Kesehatan dan
Risiko untuk pengamat
Lokasi situs jauh dari reseptor sensitif.
keamanan
dan masyarakat yang
Operasi terus-menerus dari sistem pemantauan
masyarakat
berkaitan dengan
gas hidrogen sulfida untuk memudahkan deteksi
kecelakaan lalu
dan peringatan dini.
lintas, emisi gas
Sistem peringatan lalu lintas konstruksi
beracun.
(kendaraan percontohan, rambu-rambu lalu
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
lintas) Pelatihan pengemudi yang tepat. Konsultasi masyarakat secara rutin. Tanda-tanda peringatan. Perencanaan darurat mencakup masyarakat. Akses yang tidak
Berikan pagar di sekitar semua lokasi
berwenang ke lokasi
konstruksi, pembangkit listrik dll
97
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
konstruksi atau
Tanda-tanda peringatan dan pintu gerbang
pembangkit listrik,
keamanan.
gardu dan pelataran
Konsultasi masyarakat secara rutin..
langsir.
Kartu Identitas (ID) diperlukan untuk
Permasalahan Lingkungan dan Sosial
menggunakan akses jalan dan/atau bekerja di lokasi Sumber daya
Gangguan, degradasi,
Cari lokasi yang jauh dari PCR.
budaya fisik.
penodaan lokasi atau
Gunakan Rencana Pengelolaan PCR untuk
Sejarah,
artefak sebagai akibat memulihkan dampak (mitigasi, minimalisasi,
spiritual,
dari pembangunan
relokasi dll).
arkeologi, agama,
infrastruktur
Gunakan prosedur menemukan kesempatan untuk
kematian, dll.
pembangkit listrik
berhenti bekerja segera saat penemuan PCR.
atau keselarasan dari
98
Aspek dan
Potensi Dampak
Langkah-Langkah Mitigasi
Permasalahan Lingkungan dan Sosial jalur transmisi. Masyarakat Adat
Dampak yang potensial
Konsultasikan sejak awal dan secara luas
pada akses ke sumber
(Konsultasi dengan Bebas, Sebelumnya dan
daya dan hubungan
Terinformasi) sesuai dengan IPPF, dalam bahasa
dengan tanah.
dan menggunakan metode yang tepat untuk
Kurangnya akses
kelompok IP.
terhadap
Termasuk IP dalam desain proyek, dan memastikan
proyek.
manfaat
bahwa manfaat bertambah kepada IP. Menghindari dan meminimalkan kerusakan pada IP, dan libatkan mereka untuk mengidentifikasi mitigasi yang tepat.
99
6
PROSEDUR OPERASIONAL PERLINDUNGAN SUB-PROYEK
6.1
Gambaran Iktisar
64.
Setiap
pembangunan
sub-proyek
panas
bumi
yang
akan
dikembangkan untuk pendanaan di bawah PPHEPB akan melalui penyaringan perlindungan dan proses pelaksanaan yang sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, dan dijelaskan di bagian
di
bawah.
Proses
implementasi
perlindungan
yang
diuraikan dalam ESMF ini dapat dibagi menjadi dua pihak. Pertama, PT SMI (atau konsultannya) bertanggung jawab untuk penyaringan
secara
perlindungan
yang
instrumen
rinci memadai.
perlindungan
dan
dan Di
penentuan sisi
instrumen
lain,
pelaksanaan
persiapan pengelolaan
perlindungan lingkungan dan sosial seperti pengambilalihan lahan dan teknis bisa menjadi tanggung jawab entitas khusus yang
dikontrak
memiliki
oleh
pengalaman
PT luas
SMI dan
melalui kemampuan
afiliasinya dalam
panas bumi dan kegiatan eksploitasi.
Gambar 1 Penyaringan Sub-Proyek dan Proses Pelaksanaan Perlindungan
100
yang
eksplorasi
Tahap 1 Penyaringan Dasar Meja ulasan dan masukan ke dalam pilihan sub-proyek, Keputusan untuk bergerak maju ke penyaringan secara rinci
Tahap 2 Penyaringan secara Rinci dan Pemilihan Instrumen Perlindungan Penyaringan berbasis lapangan, Penentuan kategori risiko (A, B, C) dan instrumen terkait (ESIA, ESMP, UKL/UP, LARAP, IPP).
Tahap 3 Penyusunan Instrumen Perlindungan (dilakukan oleh badan/afiliasi yang dikontrak) Pengadaan konsultan, penyelidik, dokumentasi, konsultasi dan pengungkapan
Tahap 4 Izin dan Persetujuan ... dari pejabat berwenang Indonesia dan Bank Dunia
Tahap 5 Implementasi dan Pemantauan (dilakukan oleh badan/afiliasi yang dikontrak) ESMP Kontraktor, Pengawasan Kontraktor, Pengambilalihan lahan dan pemukiman kembali, Pemantauan
Tahap 6 Rekomendasi Pasca Eksplorasi Rekomendasi untuk investasi hulu dan pengembangan sumber daya
6.2
Langkah 1: Penyaringan Dasar
65.
Sebagai bagian dari proses identifikasi sub-proyek, PT SMI (atau
konsultan
menggunakan
atas
namanya)
informasi
desktop
akan dan
menyaring daftar
sub-proyek
periksa
dalam
Lampiran A. Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi pada pemilihan lokasi terbaik untuk pembangunan di bawah PPHEPB.
Pemeriksaan
mengidentifikasi
potensi
dasar risiko 101
pada
awalnya
lingkungan
dan
dapat sosial
menggunakan
informasi
dari
BG,
peta,
data
yang
dipublikasikan dan google earth. Output dari pemeriksaan dasar akan memberikan kontribusi prioritas dan seleksi subproyek dan memberikan informasi latar belakang pada laporan kelayakan sub-proyek. 6.3
Langkah 2: Penyaringan Secara Rinci
66.
PT
SMI
(atau
kunjungan lanjut
konsultan
lokasi
untuk
dan
atas
namanya)
mengumpulkan
menyaring
risiko
akan
data
melakukan
sekunder
lingkungan
dan
lebih sosial,
menggunakan daftar periksa skrining pada Lampiran B sebagai panduan. Proses ini akan mengidentifikasi kemungkinan area pengaruh, reseptor sensitif, dampak yang signifikan yang diantisipasi yang akan membutuhkan perhatian khusus, Risiko Bank Dunia Kategori (A, B), dan instrumen perlindungan yang diperlukan.
Proses
eksplorasi,
dan
penyaringan juga
akan
berfokus
mempertimbangkan
pada
tahap
dampak
yang
signifikan dari tahap eksploitasi terkait. Permasalahanpermasalahan tahap eksplorasi akan dinilai sebagai bagian dari proses ESIA, sedangkan permasalahan-permasalahan tahap eksploitasi akan melalui pemeriksaan lebih lanjut sebagai bagian dari proses ESIA namun tidak sepenuhnya dinilai. 67.
Output
dari
terhadap
penyaringan
laporan
secara
kelayakan
rinci
akan
sub-proyek.
berkontribusi
Sub-proyek
tidak
akan melanjutkan pembangunan di bawah PPHEPB jika 'halangan 102
pada proses lebih lanjut' diidentifikasi dan gagal pada tahap penyaringan secara rinci. Contohnya adalah saat subproyek berpotensi memiliki dampak yang tidak dapat diubah pada habitat kritis. Dampak potensial yang signifikan untuk proyek-proyek terkait juga dapat dianggap sebagai 'halangan pada proses lebih lanjut'. 6.3.1 Penyaringan terhadap Reseptor Sensitif dan Potensi Dampak 68.
Penyaringan
akan
menghasilkan
gambaran
awal
mengenai
wilayah pengaruh proyek dan akan mengidentifikasi reseptor sensitif.
Pertanyaan
mengidentifikasi signifikan,
penyaringan
dampak
seperti
sosial
potensi
akan dan
membantu
untuk
lingkungan
yang
konversi
atau
degradasi
terhadap habitat alami. Proyek-proyek terkait (seperti fase eksploitasi) di dalam wilayah pengaruh proyek akan disaring pada saat yang bersamaan tetapi potensi risiko dan dampak akan dilaporkan secara terpisah.. 6.3.2 Penyaringan terhadap Kebijakan Perlindungan Bank Dunia 69.
Berdasarkan
reseptor
sensitif
signifikan,
pertanyaan
dan
penyaringan
dampak akan
potensial membantu
yang untuk
mengidentifikasi Kebijakan Perlindungan Bank Dunia untuk setiap sub-proyek.
103
6.3.3 Penyaringan terhadap Kategori Risiko dari Bank Dunia No. OP4.01 70.
Bank Dunia mengklasifikasikan proyek ke dalam salah satu dari tiga kategori (A, B dan C), tergantung pada jenis, lokasi,
sensitivitas,
dan
skala
proyek
dan
sifat
dan
besarnya potensi dampak lingkungan. 71.
Kategori
A:
Ketika
sub-proyek
cenderung
memiliki
dampak
lingkungan yang merugikan secara signifikan yang sensitif, beragam
atau
tersebut lokasi
belum
dapat
atau
pernah
terjadi
mempengaruhi
fasilitas
area
untuk
sebelumnya.
yang
pekerjaan
lebih
Dampak
luas
fisik.
dari
Contohnya
adalah: kegiatan eksplorasi dalam kawasan konservasi yang dapat mengakibatkan dampak yang signifikan pada populasi spesies kegiatan
yang
terancam
eksplorasi
pengembangan
induksi
punah
yang
atau
dapat
yang
pada
habitat
meningkatkan
akan
kritis;
akses
membahayakan
untuk
masyarakat
adat. Sub-proyek juga akan dianggap Kategori A jika fase (hulu)
terkait
mungkin
bertanggung
jawab
atas
dampak
lingkungan yang merugikan secara signifikan yang sensitif, beragam atau belum pernah terjadi sebelumnya. Semua proyek Kategori A diwajibkan untuk memiliki ESIA dan EMP. 72.
Kategori B: Ketika dampak lingkungan yang merugikan subproyek pada populasi manusia atau area yang penting dalam lingkungan
hidup
(termasuk 104
lahan
basah,
hutan,
padang
rumput, dan habitat alam lainnya) lebih tidak merugikan dibanding sub-proyek Kategori A. Dampak akan merujuk pada lokasi-spesifik; Sebagai contoh, jika beberapa dampak, jika ada, tidak dapat diubah
dan langkah-langkah mitigasi dapat
dirancang lebih siap dibandingkan sub-proyek Kategori A. Lingkup penilaian lingkungan untuk sub-proyek Kategori B akan bervariasi berdasarkan hasil dari proses penyaringan. Semua sub-proyek Kategori B juga akan mensyaratkan ESIA dan EMP.
Ruang
risiko,
lingkup
mengatasi
ESIA
akan
dampak
didasarkan
lingkungan
pada
potensi
dan
positif
negatif
yang potensial terhadap sub-proyek, dan merekomendasikan langkah-langkah untuk mencegah, meminimalkan, mengurangi, atau
memberikan
kompensasi
atas
dampak
buruk
dan
memperbaiki kinerja lingkungan. 73.
Kategori
C:
Jika
sub-proyek
cenderung
memiliki
dampak
lingkungan yang minimal atau tidak ada yang merugikan. Di luar penyaringan, tidak ada tindakan pengkajian lingkungan lebih
lanjut
diperlukan
untuk
sub-proyek
Kategori
C.
Diharapkan tidak akan ada sub-proyek Kategori C di bawah PPHEPB tersebut. 6.3.4 Pemilihan Instrumen Perlindungan 74.
Penyaringan
risiko
mengidentifikasi
dan
potensi
proses
signifikansi
kategorisasi dampak
sosial
akan dan
lingkungan. Daftar periksa dalam Lampiran A dan Lampiran B 105
menguraikan
proses
pengambilan
keputusan
untuk
memilih
instrumen perlindungan yang tepat untuk setiap sub-proyek. 6.3.4.1 75.
UKL/UPL
Sesuai
dengan
peraturan
di
Indonesia,
setiap
proyek
eksplorasi panas bumi disyaratkan memiliki UKL/UPL. Format dan isi dokumen yang disyaratkan disediakan dalam Lampiran E. Untuk PPHEPB isi rencana mitigasi dan pemantauan UKL/UPL akan
sama
dengan
ESMP
memenuhi
OP4.01,
ESMP
mengenai
penilaian
(lihat akan
kapasitas
Bagian
berisi dan
5.3.4.3).
informasi rencana
Untuk
tambahan
pengembangan
kapasitas, pengaturan pelaksanaan dan anggaran pelaksanaan. 6.3.4.2 76.
Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial
Setiap sub-proyek eksplorasi panas bumi di bawah PPHEPB akan
mensyaratkan
ESIA.
Luasnya,
kedalaman
dan
jenis
analisis akan tergantung pada sifat, skala, dan potensi dampak dari sub-proyek yang diusulkan. Proses penyaringan akan mengidentifikasi lingkup ESIA. 77.
Penilaian Lingkungan (EA) mengevaluasi risiko lingkungan yang
potensial
dari
proyek
dan
dampak
di
daerah
yang
terkena pengaruh; dan mengidentifikasi cara meningkatkan perencanaan
proyek,
desain
mencegah,
meminimalkan,
kompensasi
atas
dampak
dan
implementasi
mengurangi, lingkungan
atau
yang
dengan
memberikan
merugikan
dan
meningkatkan dampak positif, termasuk implementasi proyek 106
secara keseluruhan. Tindakan pencegahan akan lebih disukai dibanding mitigasi atau langkah-langkah kompensasi setiap kali dimungkinkan. EA memperhitungkan lingkungan alam (udara, air dan tanah),
78.
kesehatan dan keselamatan manusia, dan proyek terkait halhal sosial (pemindahan paksa, Masyarakat Adat, dan kekayaan budaya),
lintas
batas,
dan
aspek
lingkungan
global.
EA
mempertimbangkan aspek alam dan sosial secara terpadu. EA memperhitungkan aspek-aspek berikut:
variasi dalam sub-proyek dan kondisi negara;
temuan kajian lingkungan suatu negara;
kerangka kebijakan nasional secara keseluruhan, rencana aksi
lingkungan,
peraturan
perundang-undangan
dan
perizinan dan persyaratan perizinan;
kemampuan PT SMI terkait aspek sosial dan lingkungan, dan latar
belakang
kepatuhan
terhadap
hukum
setempat
dan
hukum nasional, termasuk hal-hal terkait lingkungan dan konsultasi publik serta pemberitahuan; dan
kewajiban
nasional
berdasarkan
perjanjian
lingkungan
hidup internasional dan perjanjian yang relevan dengan sub-proyek.
107
Sub-proyek yang bertentangan sebagaimana
diidentifikasi
dengan selama
kewajiban negara
tersebut
EA
didukung
tidak
akan
berdasarkan GEUDP. 79.
Penilaian dampak sosial dan strategi mitigasi akan mencakup kegiatan-kegiatan berikut: a. Survei penilaian sosial dari kelompok masyarakat yang terkena
dampak
eksplorasi
panas
bumi:
mengumpulkan
data yang relevan atas penghasilan, mata pencaharian, akses ke layanan, adat istiadat dan norma-norma, dan mengidentifikasi
anggota
masyarakat
yang
rentan
dan
isu-isu gender; b. Identifikasi persyaratan pembebasan lahan untuk tapak proyek: penilaian mengenai status kepemilikan tanah, pemahaman untuk
kesediaan
berpartisipasi
sukarela
atau
(secara
potensi
masyarakat dalam
terpaksa,
yang
terkena
pembebasan
dan
disarankan
pilihan oleh
lahan dan
dampak secara
preferensi
orang-orang
yang
terkena dampak) untuk skenario pembebasan lahan baik secara sukarela maupun dengan paksaan; c. Pengembangan pendekatan dan mekanisme untuk sewa lahan bagi kepemilikan lahan bersama atau aset yang dimiliki secara komunal; d. Melakukan daerah,
survei melalui
sumber
daya
konsultasi 108
budaya dengan
fisik
(PCR)
masyarakat
di
yang
terkena
dampak
dan
para
pemangku
kepentingan,
dan
identifikasi dan pemetaan aset warisan budaya seperti situs
budaya,
agama,
sejarah
dan
situs
arkeologi,
termasuk situs sakral, kuburan dan tempat pemakaman; dan e. Melakukan penyaringan untuk kehadiran Masyarakat Adat di
wilayah
Penilaian
pengaruh
Sosial
proyek
yang
akan
meninjau
dimasukkan
aspek-aspek
dalam penting
seperti yang tercantum dalam Lampiran J. 80.
Metodologi rinci
ESIA
untuk
akan
mencakup
mengidentifikasi
proses potensi
penyaringan risiko
dan
secara masalah
dengan proyek-proyek terkait seperti fase eksploitasi dan pendekatan
mengenai
eksploitasi
panas
didiskusikan
selama
penilaian terkait
risiko lainnya
bagaimana bumi
tahapan
akan
konsultasi.
untuk akan
tahap
eksplorasi
dan
dipresentasikan Sebuah
penyaringan
eksploitasi
dimasukkan
dalam
dan
dan
dan
kegiatan
dokumen
ESIA,
menyoroti risiko signifikan yang dapat mempengaruhi rencana eksplorasi
panas
eksploitasi,
bumi,
dan
keputusan
pada
untuk
akhirnya
merekomendasikan
bagaimana
rencana
eksploitasi panas bumi dapat dikembangkan. Sebagai contoh, jika ada risiko potensial yang tidak dapat diubah berkaitan dengan
perkembangan
dalam
kawasan
konservasi,
harus jelas didokumentasikan dalam ESIA. 109
maka
ini
81.
Kriteria khusus diwajibkan untuk sub-proyek ESIA Kategori A. ESIA akan mencakup pemeriksaan potensi dampak lingkungan yang
negatif
dan
membandingkannya (termasuk
positif dengan
situasi
terhadap
sub-proyek,
alternatif-alternatif
'tanpa
sub-proyek').
dan
yang
akan layak
Rekomendasi
akan
dibuat dari langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah, meminimalkan, mengurangi atau mengkompensasi dampak negatif dan memperbaiki kinerja lingkungan. 6.3.4.3 82.
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
Setiap sub-proyek eksplorasi panas bumi di bawah PPHEPB akan
mensyaratkan
sifat,
skala,
ESMP.
dan
Lingkupnya
potensi
dampak
akan
tergantung
pada
dari
sub-proyek
yang
diusulkan. Isi dari ESMP disediakan dalam Lampiran D sesuai dengan
Kebijakan
Lingkungan.
Bank
Untuk
Dunia
PPHEPB,
OP4.01
tentang
dari
mitigasi
isi
Penilaian ESMP
dan
rencana pemantauan akan sama dengan UKL/UPL. Untuk memenuhi OP 4.01, ESMP akan berisi informasi tambahan pada penilaian kapasitas dan rencana pengembangan kapasitas, pengaturan pelaksanaan dan anggaran pelaksanaan. 83.
ESMP
dapat
Pengelolaan
mencakup Sumber
sub-rencana Daya
Budaya
khusus Fisik
seperti atau
Rencana Rencana
Pengelolaan Keanekaragaman Hayati, untuk mengelola dampak spesifik dan signifikan.
110
6.3.4.4 84.
Instrumen Pengambilalihan Lahan dan Pemukiman Kembali
Matriks
untuk
mengidentifikasi
instrument
yang
berlaku
untuk pengambilalihan lahan dan pemukiman kembali: Tabel 2 Matriks Instrumen Pengambilalihan Lahan dan Pemukiman Kembali Pemicu
Instrumen
Pengambilalihan lahan secara sukarela
Tidak ada instrumen
melalui penjual yang bersedia–pembeli yang
yang disyaratkan
bersedia, atau pengaturan sewa.
Perjanjian penjualan dan faktur didokumentasikan
Aset dipengaruhi oleh sub-proyek, namun
ESMP
tidak terkait dengan pengambilalihan lahan
(Lampiran D)
atau pemukiman kembali. Ketika pembebasan lahan secara paksa untuk
Disingkat LARAP
sub-proyek mempengaruhi
(Lampiran L)
kurang dari 200
orang, kurang dari 10% dari aset produktif rumah tangga dan/atau melibatkan relokasi fisik. Ketika pembebasan lahan secara paksa untuk
LARAP yang
sub-proyek mempengaruhi lebih dari 200
komprehensif
orang, mempengaruhi lebih dari 10% dari
(Lampiran K)
111
aset produktif rumah tangga dan/atau melibatkan relokasi fisik. Ketika sub-proyek mengarah pada pembatasan
Rencana Aksi
paksa terhadap akses taman yang ditetapkan
sebagai akibat dari
secara sah dan kawasan lindung yang
Kerangka Proses
mengakibatkan dampak buruk pada mata
(Merujuk pada
pencaharian pengungsi.
OP4.12)
6.3.4.5 85.
Instrumen Masyarakat Adat
Matriks untuk mengidentifikasi instrument Masyarakat Adat yang berlaku:
Tabel 3 Matriks Instrumen Masyarakat Adat Pemicu
Instrumen
Masyarakat Adat dapat membentuk sebagian
Rencana Masyarakat
dari penerima manfaat/orang yang terkena
Adat berdasarkan
dampak
Penilaian Sosial dalam ESIA (Lampiran J)
Masyarakat adat ada di daerah pengaruh
Tidak ada
proyek tetapi Penilaian Sosial
instrument yang
menyimpulkan bahwa sub-proyek tidak akan
disyaratkan
berdampak buruk terhadap orang/penduduk.
112
6.3.5 86.
Laporan pemeriksaan Laporan pemeriksaan akan disusun oleh PT SMI (atau KPE atas namanya) dan mencakup: a.
Formulir pemeriksaan secara lengkap (Lampiran A)
b.
Deskripsi konteks lingkungan dan sosial, termasuk peta dan foto.
c.
Identifikasi
daerah
pengaruh
proyek
dan
reseptor
sensitif. d.
Secara jelas menyatakan output pemeriksaan yang terkait dengan proyek eksplorasi yang didanai, dan untuk setiap kegiatan terkait seperti eksploitasi.
e.
Kebijakan perlindungan Bank Dunia yang dipicu.
f.
Kategorisasi Risiko Bank Dunia
g.
Risiko lingkungan dan sosial yang signifikan, dengan penilaian awal atas sifat dan skala penilaian dampak dan/atau
langkah-langkah
(seperti
Rencana
mitigasi
Pengelolaan
mungkin
diperlukan
Keanekaragaman,
program
konsultasi yang komprehensif, penilaian dampak ekonomi atau kesehatan). h.
Daftar instrumen perlindungan yang diperlukan (ESIA, ESMP, UKL/UPL, LARAP, LARAP yang Disingkat, dan IPP) dan program untuk menyusunnya, yang memperkirakan waktu yang
dibutuhkan,
anggaran.
Catat
keahlian
permasalahan 113
yang
dibutuhkan,
seperti
kerangka
dan waktu
atau anggaran yang dapat mempengaruhi kelayakan proyek panas bumi atau rencana pembangunan. i.
Rekomendasi
untuk
desain
rencana
pengembangan
panas
bumi, seperti lokasi situs pengeboran, lokasi pasokan air bersih, penghindaran atas reseptor sensitif, dll. Laporan
pemeriksaan
secara
rinci
dapat
menyimpulkan
bahwa sub-proyek tidak layak berdasarkan permasalahan potensi perlindungan yang signifikan.
6.4
Langkah
3:
Persiapan,
Instrumen-Instrumen
Konsultasi
Perlindungan
dan
(dapat
Pengungkapan
dilakukan
oleh
perlindungan
akan
afiliasi PT SMI) 6.5 87.
Kerangka
Acuan
(TOR)
untuk
instrumen
disusun oleh PT SMI melalui afiliasinya dan dikaji oleh Bank Dunia sebelum pekerjaan ditenderkan kepada konsultan lingkungan dan sosial yang kompeten dan berkualitas. Bank Dunia
harus
menjelaskan
Kerangka
Acuan
(TOR)
untuk
Sub
proyek ESIA Kategori A sebelum dikeluarkan dalam permohonan proposal. Konsultan dengan pengalaman dalam proses regulasi Indonesia
dan
kebijakan
perlindungan
Bank
Dunia
akan
dilibatkan. Instrumen perlindungan akan diselesaikan secara paralel
dengan
menjelaskan
studi
proyek
kelayakan,
untuk
dan
pendanaan
114
sebelum dan
Bank
dokumen
Dunia
kontrak
tender pengeboran diselesaikan. Pekerjaan perlindungan akan memberi porsi ke dalam desain akhir dari rencana eksplorasi panas bumi, dokumen tender, dll. 88.
Ruang lingkup ESIA, ESMP, UKL/UPL dan IPP akan sepadan dengan sifat dan skala potensi dampak. Ruang lingkup LARAP atau
disingkat
LARAP
akan
ditentukan
berdasarkan
jumlah
PAP, dan sifat dan skala kompensasi dan pemulihan mata pencaharian. 89.
Konsultasi dan pengungkapan akan dilaksanakan berdasarkan Bagian 8.
PT SMI atau afiliasinya akan memimpin konsultasi
dengan dukungan dari konsultan. 90.
PT SMI dan Bank Dunia akan mengkaji rancangan dokumen dan memberikan umpan balik sebelum finalisasi.
6.6
Langkah 4: Izin dan Persetujuan
91.
UKL/UPL akan diajukan untuk disetujui oleh Provinsi yang relevan atau Badan Lingkungan Hidup Kabupaten. ESIA, RPLS, LARAP dan IPP akan ditinjau dan disetujui oleh Bank Dunia. Pekerjaan tidak akan dimulai di lokasi sampai dokumen telah diperoleh
dan
persetujuan
peraturan
yang
relevan
telah
diberikan. Di Indonesia "Dokumen Persiapan Dan Pengadaan Tanah" Gubernur
(berdasarkan dan/atau
UU
No.2/2012
Kepala
akan
Kota/Kabupaten
disetujui di
mana
oleh proyek
berlokasi. Berdasarkan persetujuan ini, izin lokasi akan
115
dikeluarkan. LARAP dapat disusun berdasarkan dokumentasi ini. 6.7
Langkah 5: Pelaksanaan dan Pemantauan
92.
PT SMI akan menyusun proses implementasi yang rinci dalam Manual
Operasi
Proyek.
Singkatnya,
implementasi
akan
terjadi sebagai berikut: a.
PT
SMI,
atau
KPE
atas
nama
mereka,
akan
mengintegrasikan aspek perlindungan ke dalam rencana eksplorasi
panas
konstruksi,
bumi
(lokasi
langkah-langkah
infrastruktur,
mitigasi
yang
metode
berkaitan
dengan desain dll). b.
PT SMI, atau KPE atas nama mereka, akan mencakup ESMP di dokumen tender Kontraktor dan kontrak Kontraktor. Proses
pemilihan
kontraktor
akan
mencakup
kapasitas
untuk melaksanakan RPLS, dan UKL/UPL. c.
Kontraktor
akan
diminta
untuk
menyiapkan
ESMP
Kontraktor sebelum pekerjaan dimulai. ESMP Kontraktor akan
mendokumentasikan,
Kontraktor
akan
secara
memenuhi
peran
rinci, dan
bagaimana
tanggung
jawab
sebagaimana didokumentasikan dalam ESMP Proyek. d.
Pekerjaan
tidak
akan
pekerjaan-pekerjaan sampai
dimulai
tambahan
pengambilalihan
116
lahan
pada
lokasi
seperti dan
(termasuk
akses
jalan)
pemukiman
kembali
telah selesai dan ESMP Kontraktor telah diizinkan oleh PT SMI (dengan persetujuan dari Bank Dunia). e.
KPE
akan
memantau
Kontraktor
dan
dan
mengawasi
pelaksanaan
bertanggung
jawab
ESMP untuk
mengimplementasikan aspek-aspek lain dari Proyek ESMP tidak di bawah kendali Kontraktor. f.
PT SMI atau afiliasinya akan melaksanakan IPP dan LARAP dan mengkoordinasikan kegiatan dengan orang-orang dari KPE dan (para) Kontraktor.
g.
Pelatihan ketiga,
akan di
dilaksanakan
mana
oleh
diperlukan,
KPE
sesuai
dan/atau dengan
pihak
rencana
pembangunan kapasitas di ESMP. h.
Supervisi,
pemantauan
dan
pelaporan
akan
dilakukan
sesuai Pasal 9.4 dan persyaratan rinci ESMP. 6.8
Langkah 6: Rekomendasi Pasca Eksplorasi
93.
Pemeriksaan
perlindungan
dan
penilaian
risiko
dari
ESIA
mengenai proyek-proyek terkait (dan setiap pelajaran dari pelaksanaan
proyek
eksplorasi)
akan
RPLS,
LARAP
dan
menginformasikan
IPP
dan
penilaian
kegiatan kelayakan
sumber daya yang diproduksi mengikuti tahap eksploitasi, serta
rekomendasi
komersialisasi
dan
sumber
pengambilan
daya
masa
yang
keputusan akan
tentang
datang
untuk
pembangkit listrik. Ini dapat mencakup daftar kesimpulan dan rekomendasi jika ada kemungkinan prospek panas bumi 117
yang
rendah
yang
dikembangkan,
atau
dapat
mencakup
rancangan atau Kerangka Acuan (TOR) akhir untuk ESIA dan instrumen perlindungan lainnya jika prospek akan dikirim ke pasar untuk pembangunan dalam jangka pendek. 6.9
Prosedur Operasional Penasihat Teknis
94.
Kerangka
Acuan
untuk
komponen
Penasehat
Teknis
akan
membutuhkan: a.
Spesialis perlindungan untuk menjadi bagian dari tim, di mana diperlukan (seperti Pedoman Praktik yang Baik, dan KPE);
b.
Saran dan output untuk mematuhi ESMF, RPF dan IPPF;
c.
Saran
dan
output
untuk
sesuai
dengan
Kebijakan
Perlindungan Bank Dunia dan kebijakan mengenai Gender dan Pengungkapan; d.
Konsultasi
luas
dengan
para
pemangku
kepentingan
terkait, dan masyarakat di mana diperlukan; dan e. 95.
Pengungkapan dokumen teknis.
Divisi
Pengelolaan
yang
Berkelanjutan
atas
Bisnis
dan
Perlindungan Sosial Lingkungan Hidup PT SMI (ESS & BCM) (yang didukung oleh konsultan jika perlu), akan meninjau output penasehat teknis dan memberikan komentar dan masukan untuk
memastikan
konsistensi
dengan
dokumen
kerangka
PPHEPB. Spesialis perlindungan Bank Dunia akan meninjau dan memberikan komentar mengenai output penasehat teknis untuk 118
memastikan
konsistensi
dengan
kerangka PPHEPB.
119
kebijakan
dan
dokumen
7
KERANGKA KEBIJAKAN PEMUKIMAN KEMBALI
7.1
Prinsip-Prinsip Pokok
96.
Di bawah PPHEPB, ini Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (RPF) memberikan pedoman penyaringan pemukiman, penilaian, pengaturan Kembali
kelembagaan, secara
Paksa
dan
proses
yang
harus
mengenai dipatuhi
Pemukiman oleh
staf
manajemen proyek, konsultan, dan pihak-pihak terkait. RPF akan memandu persiapan Pembebasan lahan dan Rencana Aksi Pemukiman Kembali (LARAP) untuk masing-masing sub-proyek. OP 4.12 dari Bank Dunia tentang Pemukiman Kembali secara Paksa
menetapkan
risiko
akibat
standar
pemukiman
dalam
mengatasi
dan
secara
paksa,
kembali
mengurangi termasuk
kasus pengambilan tanah secara paksa. 97.
Bank
Dunia
pembatasan
mengakui penggunaan
bahwa lahan
pengambilalihan yang
disebabkan
lahan oleh
dan
proyek
dapat memiliki dampak yang merugikan pada pengguna lahan dan masyarakat. Di sini "pemukiman kembali secara paksa" mengacu
baik
kehilangan
untuk
tempat
pemindahan tinggal)
dan
fisik
(relokasi
perpindahan
atau
ekonomi
(kehilangan aset atau akses terhadap aset yang menyebabkan hilangnya sumber pendapatan atau mata pencaharian lainnya) sebagai
akibat
dari
kegiatan
proyek.
Pemukiman
kembali
dianggap secara paksa ketika orang atau masyarakat yang terkena
dampak
tidak
memiliki 120
hak
untuk
menolak
pengambilalihan lahan atau pembatasan penggunaan lahan yang mengakibatkan
pemindahan
fisik
atau
ekonomi.
Hal
ini
terjadi dalam hal: (i) pengambilalihan secara sah, atau pembatasan sementara atau permanen pada penggunaan lahan, dan (ii) penyelesaian yang dinegosiasikan di mana pembeli dapat
mempergunakan
untuk
pengambilalihan
atau
memberlakukan pembatasan hukum atas penggunaan lahan jika negosiasi dengan penjual gagal. 98.
Sejak
pengambilalihan
kemungkinan tanah
akan
RPF
pengambilalihan
untuk
dilakukan
sukarela
penjual9,
lahan
melalui
seperti ini
mekanisme
kesediaan
menerangkan
lahan
kegiatan
yang
pengeboran transaksi
pembeli–kesediaan
prinsip
dan
dinegosiasikan.
prosedur
Namun,
dalam
kasus apapun dampak ekonomi, sosial, atau lingkungan dari kegiatan selain
proyek
(eksplorasi
pengambilalihan
terhadap lahan),
pengeboran)
lahan
yang
(misalnya,
merugikan
hilangnya
akses
aset atau sumber daya atau pembatasan penggunaan dampak
dikurangi
atau
penilaian
sosial
tersebut
akan
diberikan sebagai
dihindari,
kompensasi bagian
dari
diminimalisir, melalui
proses
penilaian
dampak
lingkungan dan sosial. Namun, jika ada dampak sosial yang 9
Yaitu,
transaksi-transaksi
pasar
dimana
penjual
tidak
diwajibkan
untuk
menjual dan pembeli tidak dapat menggunakan prosedur pengambilalihan atau prosedur yang diwajibkan jika negosiasi gagal.
121
signifikan dari pengambilalihan lahan secara sukarela, PT SMI akan mempertimbangkan menerapkan persyaratan Bank Dunia OP
4.12
tentang
Pemukiman
Kembali
secara
Paksa
untuk
menghindari, memulihkan atau mengurangi dampak. 99.
Tujuan umum dari kebijakan Bank Dunia tentang pemukiman kembali dengan Paksaan adalah sebagai berikut: a.
Pemukiman kembali dengan Paksaan harus dihindari jika memungkinkan, atau diminimalkan, dengan mencari desain proyek alternatif yang lain;
b.
Jika
tidak
memungkinkan
untuk
menghindari
pemukiman
kembali, kegiatan pemukiman kembali harus dirancang dan dilaksanakan sebagai bagian dari program pembangunan berkelanjutan, misalnya, menyediakan sumber daya yang cukup untuk memungkinkan orang-orang yang dipindahkan oleh proyek untuk berbagi manfaat proyek. Orang-orang yang dipindahkan oleh proyek harus berkonsultasi dengan serius dan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
perencanaan
dan
pelaksanaan
program
pemukiman
kembali; dan c.
Para
pengungsi
harus
menerima
bantuan
dalam
upaya
mereka untuk meningkatkan mata pencaharian dan standar hidup mereka, atau setidaknya untuk memulihkan mereka, secara riil, sampai tingkat sebelum perpindahan, atau
122
ke tingkat yang berlaku sebelum dimulainya proyek, mana yang lebih tinggi. 100. Sebelum
pelaksanaan
kegiatan
pengambilalihan
lahan
dan
pemukiman kembali, PT SMI akan mengadopsi pendekatan dan metodologi
penilaian
sosial
seperti
yang
minta
oleh
persyaratan OP4.12 sebagai berikut: a.
Menghindari pemukiman kembali dengan Paksaan dan, jika tidak dapat dihindari, meminimalkan potensi dampak;
b.
Menilai dampak ekonomi dan sosial yang potensial dari pengambilalihan
lahan
dengan
Paksaan
dan
pemukiman
kembali pada PAP dan mata pencaharian mereka; c.
Mengidentifikasi
kategori
atas
pihak
yang
terkena
dampak dan hak masing-masing; d.
Menetapkan proses konsultasi yang jelas dan partisipasi terhadap
PAP
pengambilalihan
dalam lahan
persiapan dan
dan
pemukiman
perencanaan
kembali
dengan
Paksaan, jika ada, serta penyebaran informasi kepada PAP; e.
Mengkompensasi aset yang hilang atas biaya penggantian penuh;
f.
Memberikan
kompensasi
kepada
pengguna
lahan
informal/ilegal atas aset yang hilang dan memberikan bantuan dalam relokasi, jika diperlukan;
123
g.
Memberikan kompensasi dan mendapatkan akses hukum atas tanah yang diambil alih sebelum memulai konstruksi;
h.
Memberikan informasi dan mempersiapkan program-program bantuan
khusus
bagi
kelompok
rentan
termasuk
orang-
orang yang tidak memiliki harta tak bergerak; dan i.
Menyediakan
dan
menyiapkan
rencana
untuk
penanganan
keluhan dan pemantauan sesuai dengan RPF. 7.2
Hukum
dan
Kebijakan
Indonesia
Berkaitan
dengan
Pengambilalihan Lahan 101.
Eksplorasi
panas
infrastruktur
bumi
energi,
penting
dan
di
bawah
bagi
pembangunan
sistem
negara
ini
dikategorikan sebagai pengembangan kepentingan umum. Dalam kasus pengambilalihan lahan untuk pembangunan infrastruktur bagi kepentingan umum, setiap sub-proyek harus mengacu pada UU
2
Tahun
2012
tentang
P
pengambilalihan
lahan
untuk
Kegiatan Proyek Bagi Kepentingan Umum. Berikut ini adalah peraturan pelaksanaannya: Keputusan Presiden Nomor 71 tahun 2012, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun
2012,
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
13/PMK.02
2013, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 tahun 2012. Keputusan Presiden Nomor 71 tahun 2012 telah diubah empat kali. Perubahan utama adalah: Nomor 40 tahun 2014 (...pengambilalihan lahan hingga 45 hektar dapat langsung dilakukan
oleh
lembaga
yang 124
membutuhkan
tanah
dengan
pemegang hak atas tanah melalui transaksi bisnis atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak ...); Nomor 99 tahun 2014 (... Kepala Pelaksanaan Pengambilalihan lahan mengeluarkan nilai kompensasi yang timbul dari penilai atau penilai publik); Nomor 30 tahun 2015 (... Keuangan untuk pengambilalihan
lahan
dapat
bersumber
dari
perusahaan
(Badan Usaha) sebagai Badan yang membebaskan lahan telah diberikan hak untuk bertindak atas nama negara, menteri, lembaga
pemerintah
non
kementerian,
atau
provinsi
atau
pemerintah kabupaten, dan yang paling terbaru, No. 148 dari 2015 (...pengambilalihan lahan
untuk tujuan pembangunan
kepentingan umum hingga 5 hektar tidak memerlukan surat penetapan
lokasi.
Badan
yang
memerlukan
lahan
akan
menggunakan penilai untuk penilaian tanah ....). 102.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02 tahun 2013 juga telah diubah dengan Nomor 10/PMK 02 2016, yang menunjukkan alokasi anggaran ambang batas untuk pengambilalihan lahan untuk
proyek
pembangunan
kepentingan
umum.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 72 tahun 2012 menunjukkan dana operasional dan dukungan atas pelaksanaan pengambilalihan lahan untuk pengembangan kepentingan masyarakat bersumber dari APBD. 103.
Peraturan Kepala Biro Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 5 tahun
2012
telah
diubah
dengan 125
No
6
tahun
2015,
yang
menyoroti skema dana talangan ( bailout) untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur.
Pemerintah
merevisi
Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nomor 6 tahun 2015 untuk Peraturan Perubahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor
5
Tahun
Pengadaan
2012
Tanah.
tentang
Revisi
Petunjuk
ini
Teknis
membuka
Pelaksanaan
kesempatan
bagi
pengusaha swasta untuk melakukan bailout10 (dana talangan) dana
pengambilalihan
infrastruktur talangan
untuk
diganti
lahan
untuk
kepentingan
dengan
proyek-proyek
umum.
menggunakan
Kemudian
dana
APBN
dana
melalui
kementerian atau instansi terkait. 104. Pengambilalihan lahan
untuk pembangunan kepentingan umum
harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; Rencana Pembangunan Nasional /Daerah; Rencana Strategis; dan
Rencana
Kerja
Badan
yang
membutuhkan
tanah.
Namun,
seperti yang ditunjukkan dalam Penjelasan Pasal 7 (2) UU 2 tahun 2012, kegiatan energi panas bumi adalah untuk tingkat yang fleksibel, tidak pasti dan berubah-ubah. Karena itu, perencanaan
yang
fleksibel
10
diperlukan
untuk
memastikan
Dana talangan awal swasta untuk pengambilalihan lahan. Pendekatan ini akan menguntungkan pembangunan jalan tol dan membantu Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dapat dengan cepat membangun jalan tol. Namun, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) juga mensyaratkan untuk menyusun peraturan teknis tentang penggunaan pribadi dari dana talangan.
126
efektivitas dan efisiensi pengembangan sumber daya energi panas bumi. 105.
Undang-Undang No. 2 tahun 2012 telah meningkatkan secara signifikan
sistem
negara
untuk
pemukiman
kembali
dengan
perlindungan yang lebih besar atas hak-hak pemilik properti melalui konsultasi dan kompensasi yang adil. Hal ini juga berkaitan
dengan
mempunyai
bukti
diperlukan.
kompensasi kepemilikan
Jika
lahan
untuk
properti
jika
tersebut
yang
tidak
pengambilalihan
lahan
secara
publik
dimiliki,
undang-undang tidak berlaku dan tanah yang diperlukan akan dibebaskan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, di mana Pasal 18 menyatakan bahwa hak atas tanah dapat diambil
alih
oleh
pemerintah
untuk
kegiatan
kepentingan
umum dengan memberikan kompensasi yang wajar sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU tersebut. UU juga mengatur bahwa
entitas
publik,
termasuk
perusahaan
milik
negara,
berhak untuk memperoleh tanah berdasarkan mekanisme ini11. Demikian
pula,
perusahaan
swasta
juga
dapat
memperoleh
tanah dengan membangun kemitraan swasta publik dengan BUMN dan instansi pemerintah yang memenuhi syarat.
11
Selain UU 2 tahun 2012 dan peraturan pelaksanaannya, terdapat peraturan lain yang berkaitan dengan pembebasan lahan dan pemukiman kembali untuk kepentingan umum, seperti Keputusan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Listrik yang memiliki aspek penting dalam mengurangi waktu proses pembebasan lahan dan menentukan lokasi. Ini dibahas lebih lanjut pada bagian 8.3. Sektor energi dalam dokumen ini.
127
106.
Undang-undang
2
tahun
2012
dan
peraturan
pendukungnya
menetapkan bahwa penilaian kompensasi harus dilakukan oleh "...
Penilai
Independen
dan
Profesional,
yang
memiliki
lisensi dari Kementerian Keuangan sebagai Penilai Publik dan
terdaftar
di
Badan
Pertanahan
Nasional
(BPN)".
Masyarakat Penilai Indonesia (MAPPI) menerbitkan Standar Penilaian
306,
Penilaian
dalam
Konteks
Pengadaan
Tanah
untuk Pembangunan untuk Kepentingan Umum, untuk memberikan pedoman dan mendukung pelaksanaan UU No. 2 tahun 2012. Standar tersebut mengikuti prinsip yang sama seperti UU, di mana penentuan jumlah kompensasi berdasarkan pada "prinsipprinsip
kemanusiaan,
transparansi,
keadilan,
perjanjian,
kemanfaatan,
partisipasi,
kepastian,
kesejahteraan,
keharmonisan dan keberlanjutan." Nilai Penggantian Wajar adalah
berdasarkan
memperhatikan hilangnya
pada
unsur-unsur
kepemilikan
pengambilalihan
nilai
lahan
pasar
non-fisik
properti, Definisi
properti,
yang
yang
Nilai
terkait disebabkan
Penggantian
dengan dengan oleh Wajar
mengikuti prinsip-prinsip yang sama sebagaimana definisi untuk kompensasi seperti dikutip sebelumnya. 107.
Penilaian
terdiri
dari
komponen
fisik
dan
non-fisik.
Komponen fisik yang akan dikompensasi mencakup: a) tanah; b) ruang di atas dan di bawah tanah; dan c) bangunan; dan
128
d)
fasilitas
dan
fasilitas
pendukung
bangunan.
Komponen
non-fisik yang akan dikompensasi meliputi:
Hak
pelepasan
sebagai
tanah,
dalam
istilah
premi
peraturan dapat
pemilik
perundang-undangan
mencakup
kehilangan perubahan
hal-hal
pekerjaan profesi
yang
atau
moneter
yang
yang
akan
berdasarkan
ada.
Penggantian
berkaitan
kerugian
(sehubungan
diberikan
dengan:
bisnis,
dengan
a)
termasuk
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 33 huruf f Penjelasan); b) kerugian emosional yang terkait dengan hilangnya tempat tinggal
akibat
pengambilalihan
lahan
(dengan
memperhatikan UU No 2 tahun 2012 Pasal 1 Ayat 10, Pasal 2 penjelasan dan Pasal 9, ayat 2).
Biaya
transaksi,
seperti
biaya
pemindahan
dan
pajak
terkait.
Kompensasi untuk masa tunggu, yaitu, pembayaran untuk memperhitungkan
perbedaan
waktu
antara
tanggal
penilaian dan tanggal pembayaran yang diperkirakan.
Hilangnya nilai sisa tanah, yang dapat dihitung atas seluruh
nilai
tanah
jika
sebagaimana dimaksud.
129
tidak
bisa
lagi
digunakan
Biaya kerusakan dan perbaikan fisik atas bangunan dan struktur di atas tanah, jika ada, sebagai akibat dari pengambilalihan lahan.
7.3
Kebijakan Perlindungan Bank Dunia OP4.12 Tentang Pemukiman Kembali dengan Paksaan
108.
Kebijakan ini bertujuan untuk menghindari pemukiman kembali dengan Paksaan apabila memungkinkan. Namun, kebijakan ini menetapkan
jika
diperlukan-
persyaratan
untuk
berpartisipasi dalam perencanaan pemukiman kembali, serta penyediaan kompensasi yang meningkatkan, atau setidaknya mengembalikan,
pendapatan
dan
standar
hidup.
Pengalaman
Bank dengan proyek-proyek panas bumi di Indonesia
terkait
pemukiman kembali dengan Paksaan menunjukkan bahwa tanah diperoleh
melalui
transaksi
komersial
bukan
pengambilalihan, dan pemukiman kembali dengan Paksaan tidak terjadi.
Namun,
RPF
ini
menetapkan
prinsip-prinsip
dan
prosedur untuk pengambilalihan lahan dan pemukiman kembali dalam hal terdapat kondisi ketika PT SMI harus meminta pengambilalihan atau pemukiman kembali dengan Paksaan. 109.
Bank Dunia OP 4.12 tidak berlaku untuk pemukiman kembali yang timbul dari transaksi tanah secara sukarela (yaitu, transaksi pasar di mana penjual tidak berkewajiban untuk menjual atau
dan
pembeli
prosedur
wajib
tidak lainnya 130
dapat yang
melakukan
ekspropriasi
dikenakan
sanksi
oleh
sistem hukum dari negara tuan rumah jika negosiasi gagal). Ini juga tidak berlaku atas dampak pada mata pencaharian di mana
proyek
ini
tidak
mengubah
penggunaan
lahan
dari
kelompok atau masyarakat yang terkena dampak. 7.4
Kesenjangan Analisis
110.
Ada
potensi
perlindungan tanggal
perbedaan WB
akhir
dan
antara
sistem
pada
awal
persyaratan
negara sensus
dalam dan
kebijakan
hal
penegakan
survei
lainnya.
Tujuannya adalah untuk mencegah tuntutan palsu dan masuknya penduduk ke daerah proyek. Catatan akhir pada OP 4.12 Bank Dunia
21
berbunyi:
"Biasanya,
tanggal
akhir
ini
adalah
tanggal sensus dimulai. Tanggal akhir juga bisa menjadi tanggal
wilayah
dengan
ketentuan
proyek bahwa
itu
digambarkan,
telah
ada
sebelum
penyebaran
sensus,
informasi
publik yang efektif tentang daerah yang digambarkan, dan penyebaran sistematis dan terus-menerus setelah delineasi untuk mencegah arus penduduk lebih lanjut. Merujuk pada Bagian
6.6
PPHEPB.
mengenai
Potensi
bagaimana
perbedaan
ini
akan
lainnya
dikelola
berkaitan
untuk dengan
pemulihan mata pencaharian dan pemberian kompensasi nontunai. yang
Sistem hilang
negara ditutupi
menunjukkan dengan
bahwa
mata
kompensasi
pencaharian uang
tunai,
sedangkan prosedur Bank berisi serangkaian tindakan yang 131
menjamin pemulihan mata pencaharian. Perkembangan terbaru dari
sistem
mengembangkan
negara
telah
pedoman
teknis
menyoroti untuk
kebutuhan
mengatasi
untuk
relokasi
termasuk pemulihan mata pencaharian. Namun kecuali pedoman telah dikeluarkan, proyek-proyek yang didanai Bank Dunia harus
terus
menambahkan
klausul
yang
berhubungan
dengan
pemulihan mata pencaharian dan pemberian kompensasi nontunai.
7.5
Proses
Persiapan
dan
Persetujuan
Rencana
Aksi
Pemukiman
Kembali 111.
Tergantung pada hasil ESIA, LARAP akan disusun ketika akan ada
pengambilalihan lahan secara paksa dan/atau pemukiman
kembali dan/atau pembatasan akses pada sumber daya. PT SMI melalui
afiliasinya
akan
menyusun
LARAP
sesuai
dengan
persetujuan OP 4.12 Bank dan sistem negara.12 Pelaksanaan LARAP mensyaratkan persetujuan Bank. Sub-bab berikut ini merinci unsur-unsur yang diperlukan untuk menyusun LARAP.
12
Sesuai dengan sistem perlindungan negara, dalam tahap ini, PT SMI akan
membuat Rencana pengambilalihan lahan untuk Kepentingan Umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rencana ini mengacu pada Perencanaan Daerah, Perencanaan Tata Ruang dan prioritas pembangunan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, dan Rencana Kerja dari Instansi terkait.
132
7.5.1 Informasi
yang
diperlukan
untuk
pengambilalihan
lahan
Pribadi atau Tanah Desa Secara Paksa 112.
PT
SMI
melalui
afilliasinya
akan
memberikan
dokumentasi
mengenai kebutuhan pengambilalihan lahan (termasuk tanah yang
akan
dibutuhkan
untuk
proyek
di
masa
yang
akan
datang). Para ahli pembangunan sosial Bank akan mengkaji dokumen dan menentukan pemulihan jika ada keadaan yang akan membahayakan informasi
sesuai
tambahan
dengan dan
OP
4.12.
tindakan
yang
Jika
demikian,
tepat
mungkin
diperlukan oleh PT SMI. 113.
PT SMI kemudian akan menggunakan format pelaporan tertutup (Disingkat LARAP dalam Lampiran L atau LARAP penuh dalam Lampiran K) untuk menyelesaikan isu-isu berikut: a.
Penilaian
dampak
pengambilalihan kategori-kategori
sementara lahan
atau
orang/rumah
dan
permanen
terhadap
pengambilalihan, tangga
yang
dan
terkena
dampak, jumlah tanah/bidang tanah yang terkena dampak, persentase tanah/bidang tanah yang terkena dampak dalam pemilikan tanah apapun, penggunaan tanah sebelum dan sesudah pembebasan, penggunaan lahan sebelum dan jumlah pemilik. b.
Dokumentasi
atas
situasi
sosial
ekonomi
dari
rumah
tangga yang terkena dampak, seperti aliran pendapatan dan persentase penghasilan yang berasal dari tanah yang 133
diperoleh
sesuai
dengan
persyaratan
kebijakan
upaya
perlindungan WB. Tujuannya adalah untuk memahami dampak buruk pada mata pencaharian pengungsi dan memberikan langkah-langkah pemulihan untuk memberikan kompensasi atas kerugian pendapatan mereka. c.
Standar kompensasi yang diterapkan untuk kerugian tanah sementara
dan
permanen,
hilangnya
hasil
panen,
hilangnya pohon produktif, kehilangan tempat tinggal dan usaha (mendokumentasikan nilai setara dengan biaya penggantian penuh), d.
Hasil keputusan pengadilan, jika ada,
e.
Penyediaan lahan pengganti, jika relevan, dan
f.
Penyediaan
dokumentasi
untuk
kelompok
rentan,
penanganan keluhan dan pemantauan. 114.
Berdasarkan hukum Indonesia, Rencana Pengambilalihan Lahan dalam Dokumen Kepentingan Umum yang disusun dalam bentuk dokumen
perencanaan
mensyaratkan:
(a)
pengambilalihan
tujuan
rencana
lahan
harus
pembangunan;
(b)
konsistensi dengan Rencana Tata Ruang Daerah dan Rencana Pembangunan Nasional/Daerah; (c) lokasi tanah; (d) ukuran tanah yang dibutuhkan; (e) deskripsi status tanah (hukum dan
fisik);
(f)
estimasi
masa
pengambilalihan
lahan;
(g)
estimasi masa pelaksanaan konstruksi; (h) estimasi nilai tanah; (i) rencana anggaran; dan (j) bahwa Rencana tersebut 134
harus
dibuat
sesuai
dengan
terakhir dalam
berdasarkan peraturan
adalah
Dokumen
studi
kelayakan
yang
disusun
perundang-undangan.
penyampaian Kepentingan
Rencana Umum
Langkah
Pengambilalihan Lahan
kepada
Gubernur
dengan
dokumen pendukung yang lengkap. 7.5.2 Informasi yang Diperlukan untuk Pengambilalihan Lahan Umum 115.
OP4.12
juga
Pemerintah
berlaku
di
Indonesia
dipindahkan,
atau
oleh
kenikmatan-kenikmatan.
ketiga
oleh
yang
informal,
PT
daerah)
SMI.
Ini
tanah
liar
(tanah
digunakan
(penyewa,
dll)
yang
secara mencakup
tanah
mungkin
milik
dibeli,
juga
transaksi
pemerintah,
menggunakan
publik
atau
Sementara
lembaga
penghuni
tanah
pemerintah
disewakan
informal/sementara
'sukarela'
mana
mungkin
ada
pihak
pengguna
lahan
akan
tunduk
pada
pemukiman kembali secara Paksa. 116.
Dalam
hal
Pemeriksaan
ini, Dampak
PT
SMI
akan
Sosial
menyerahkan
kepada
Bank
Ringkasan
Dunia,
dengan
menggunakan informasi dari Proses Pemeriksaan Secara Rinci (Merujuk pada Bagian 5.3). PT SMI akan mendokumentasikan mekanisme pemindahan, jumlah tanah, apakah itu digunakan dan untuk tujuan apa, dan jumlah, nama, jenis kelamin dan status
pengguna
tanah
(misalnya,
informal).
135
penyewa,
pengguna
117.
Untuk setiap sub-proyek yang memerlukan pemukiman kembali secara paksa dari pihak ketiga dari tanah publik, PT SMI akan
menyusun
LARAP,
dan
menyerahkan
kepada
Bank
untuk
disetujui sebelum pelaksanaan pengambilalihan lahan. LARAP akan
mencakup
penjelasan
rinci
tentang
perencanaan
dan
pelaksanaan pemukiman kembali sesuai dengan OP 4.12. Bank Dunia.
Ruang
bervariasi
lingkup dengan
dan
tingkat
besarnya
rincian
dan
LARAP
akan
kompleksitas
atas
permasalahan pengambilalihan lahan dan kompensasi. Rencana tersebut yang
akan
akan
menunjukkan
diambilalih
kenikmatan,
jumlah
jumlah atau
persil
dan
kepemilikan
tunduk
tanah
pada
yang
persil
sewa
terkena
atau
dampak,
perkiraan biaya tanah dan aset lainnya yang akan dibebaskan atau tunduk pada akuisisi, tanggung jawab untuk pelaksanaan dan jadwal untuk pengambilalihan. Bank Dunia akan meninjau dan memastikan kesesuaian pengambilalihan lahan
dan proses
pemukiman kembali pada OP4.12. 118.
Setelah
LARAP
diberikan
izin
oleh
Bank,
LARAP
akan
diungkapkan secara lokal di lokasi proyek dan di situs web Infoshop
Bank.
PT
SMI
akan
mereview
afilisiasinya
dan
memastikan bahwa pelaksanaan proyek ini sepenuhnya sesuai dengan LARAP dan memberikan pemantauan yang memadai dan pelaporan bagian
kegiatan
dari
yang
pelaksanaan
ditetapkan LARAP, 136
PT
dalam SMI
LARAP. akan
Sebagai
memberikan
laporan triwulanan mengenai kegiatan pengambilalihan lahan kepada Bank Dunia, sebagai bagian dari laporan kemajuan proyek
secara
jumlah
dan
keseluruhan.
kepemilikan
Laporan
tanah
ini
yang
akan
menunjukkan
terkena
dampak
dan
statusnya saat ini, kemajuan negosiasi dan banding, dan harga yang ditawarkan dan pada akhirnya dibayar (dilaporkan sebagai jumlah meter persegi atas seluruh bidang tanah dan ukuran area spesifik yang diambilalih, dan jumlah per meter persegi). Pada akhir proyek dan sebagai bagian dari laporan penyelesaian proyek, PT SMI akan memberikan Bank dengan audit penyelesaian. 119.
Bank
Dunia
mengawasi
pelaksanaan
LARAP
untuk
memastikan
kepatuhan dengan OP 4.12. Jika perlu, Bank Dunia dapat menghubungi pihak yang terkena dampak untuk mengkonfirmasi keabsahan
dan
menentukan
apakah
proses
dan
hasil
telah
memenuhi OP/BP 4.12 atau tidak. Namun, setelah penentuan lokasi selama tahap persiapan, setiap transaksi tanah hanya dapat dilakukan ke BPN. Pembekuan tanah telah diterapkan ketika penentuan lokasi efektif. 120.
Berdasarkan sistem negara, entitas yang bertanggung jawab atas
kegiatan
dalam
tahap
persiapan
-
termasuk
proses
persetujuan LARAP – adalah PT SMI dan Pemerintah Daerah. Setelah dokumen tersebut diajukan oleh PT SMI, Gubernur akan
membentuk
Tim
Persiapan 137
untuk
pengambilalihan
lahan
proyek. Berdasarkan instruksi Gubernur, Tim akan menyiapkan 'Penetapan Lokasi' mengikuti langkah-langkah di bawah ini: a.
Pemberitahuan rencana pembangunan;
b.
Identifikasi rencana pembangunan;
c.
Melakukan
konsultasi
publik
mengenai
'penentuan
lokasi'
rencana
pembangunan; d.
Pengumuman
(Penetapan
Lokasi
Pembangunan); e.
Pengungkapan Penentuan Lokasi (yang akan dicetak dan ditempatkan di Kantor Kelurahan), dan mengumumkan di koran/media elektronik lokal.
7.6
Tanggal
Akhir
dan
Kriteria
yang
Memenuhi
Syarat
untuk
Pihak-Pihak yang Terdampak 121.
Setiap orang yang menderita kerugian atau kerusakan tanah, aset, bisnis atau akses ke sumber daya produktif, sebagai akibat dari pengambilalihan
lahan
secara
Paksa
atau
pemukiman
kembali,
berhak untuk mendapatkan kompensasi dan/atau bantuan pemukiman kembali.
Tanggal
bantuan
pemukiman
akhir
kelayakan
kembali
untuk
adalah
kompensasi
hari
terakhir
dan/atau selama
sensus/inventarisasi aset. Masyarakat yang terkena dampak akan diinformasikan
mengenai
tanggal
akhir
melalui
instansi
yang
bertanggung jawab, orang tua dan tokoh masyarakat. Individu atau kelompok
yang
tidak
hadir
pada
saat
pendaftaran
tetapi
yang
memiliki klaim yang sah atas keanggotaan dalam masyarakat yang terkena dampak dapat diakomodasi. 138
122.
Berdasarkan sistem negara, tanggal akhir ditentukan selama tahap
implementasi
dilakukan
(Lihat
setelah
Bagian
verifikasi
6.7).
Kantor
kelayakan
telah
Pertanahan
(BPN)
tingkat provinsi akan bertanggung jawab atas kegiatan tahap pelaksanaan, yang memiliki kewenangan untuk mendelegasikan ke
tingkat
kabupaten13.
Sebelum
tanggal
akhir,
Kantor
Pertanahan akan melakukan langkah-langkah ini: a.
Mengembangkan
tim
implementasi,
termasuk
di
tingkat
lokal;
7.7
b.
Persediaan, identifikasi dan pengungkapan hasil;
c.
Pengajuan keberatan dan verifikasi.
Bukti Kelayakan
123. PT SIM melalui afiliasinya yang akan bertanggung jawab atas pengambilalihan
lahan
akan
mempertimbangkan
berbagai
formulir bukti sebagai bukti kelayakan untuk orang-orang yang terkena dampak yang tercantum dalam RPF, misalnya, hak hukum
formal,
seperti
sertifikat
pendaftaran
hak
atas
tanah, surat perjanjian penyewaan rangkap dua, perjanjian sewa-menyewa, kuitansi sewa, izin bangunan dan perencanaan, izin operasi bisnis, dan tagihan utilitas; atau sebagai pengganti dari dokumentasi formal, surat pernyataan yang
13
Keputusan
Kepala
Kantor
Pertanahan
2
tahun
2.013
Wewenang Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.
139
tentang
Pendelegasian
ditandatangani
oleh
pemilik
tanah
dan
penyewa
yang
disaksikan oleh pejabat berwenang administratif. Kriteria untuk menetapkan klaim untuk kelayakan tanpa dokumentasi apapun akan ditentukan berdasarkan kasus per kasus. 124.
Hanya
orang-orang
selama
yang
terkena
sensus/inventarisasi
proyek
aset
harus
yang
disebutkan
memenuhi
syarat
untuk mendapatkan kompensasi atau bantuan tambahan. Setiap struktur baru atau penambahan pada struktur yang sudah ada yang dilakukan setelah tanggal akhir tidak akan dianggap terpengaruh, dan pemilik atau penghuni mereka tidak akan dapat mengklaim kompensasi atau bantuan tambahan untuk ini, kecuali mereka dapat menunjukkan bahwa sensus/inventarisasi aset
telah
gagal
untuk
mengidentifikasi
mereka
sebagai
terkena dampak. 7.8 125.
Kebijakan Penunjukkan PAP
berikut
akan
berhak
untuk
menilai
kompensasi,
rehabilitasi, dan dukungan pemukiman kembali:
PAP
kehilangan
lahan,
struktur,
dan
akses
ke
aset
tersebut, dan/atau harus pindah karena kehilangan mata pencaharian, atau akses ke sumber pendapatan atau mata pencaharian: Mereka dengan hak hukum penggunaan tanah dan kepemilikan akan diberikan kompensasi atas tanah, struktur
dan
aset
ekonomi
atas
tanah
dengan
nilai
penggantian penuh. Mereka juga akan diberikan bantuan 140
pemukiman kembali sejalan dengan persyaratan kebijakan Bank Dunia.
PAP kehilangan hasil panen atau pohon yang memberikan mata pencaharian atau pendapatan: PAP ini akan segera dibayarkan secara penuh dengan nilai penggantian pohon, berdasarkan
nilai
kumulatif
untuk
seluruh
kehidupan
produktif serta nilai tanah yang kosong. Jika lahan harus dibebaskan sebelum tanaman dipanen, pemilik juga akan dikompensasi untuk estimasi nilai tanaman.
PAP sebagai penyewa tanah: Penyewa akan dibantu untuk menemukan
tanah
alternatif
untuk
menyewa.
Bantuan
transisi mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa mata pencaharian penyewa 'tidak terpengaruh.
PAP yang merupakan pengguna tanah ilegal atau informal: PAP tanpa hak hukum yang diakui atau klaim atas tanah yang
mereka
tempati
tidak
akan
atas
tanah,
tetapi
hanya
untuk
diberikan struktur
kompensasi dan
aset
lainnya (pohon) di tanah berdasarkan nilai penggantian. Mereka yang menggunakan tanah secara tidak resmi untuk tujuan pertanian atau penggembalaan akan dibantu untuk menemukan daerah alternatif.
PAP
kehilangan
mata
pencaharian
mereka
karena
pengambilalihan lahan secara Paksa: PAP ini juga berhak atas bantuan pemukiman kembali. 141
7.9
Biaya
Penggantian
Secara
Penuh
dan
Perbaikan
Mata
pencaharian 126.
Kebijakan
perlindungan
Bank
Dunia
mensyaratkan
bahwa
kompensasi harus dibayar dengan nilai penggantian selain bantuan transisi. Tanah diganti dengan tanah dengan nilai dan
fasilitas
dengan
aset
dijamin
yang
dari
melalui
sama.
nilai
Aset
yang
mekanisme
mata
sama.
pencaharian Pembagian
dukungan
diganti
keuntungan
tambahan
bilamana
mungkin. 7.10
Negosiasi Pengambilalihan Tanah/Transaksi Secara Sukarela
127.
Negosiasi
pengambilalihan
sukarela,
akan
membebaskan
menjadi
tanah.
infrastruktur
tanah,
metode Lokasi
pendukung
atau
yang situs
seperti
transaksi
lebih
secara
disukai
untuk
pengeboran,
dan
akses
jalan,
adalah
fleksibel pada suatu titik, oleh karena itu, ada beberapa negosiasi
dimana
lokasi
dipilih
berdasarkan
'kesediaan
pemilik tanah untuk menjual atau menyewa tanah. 128.
PT
SMI
berikut
atau untuk
afiliasinya negosiasi
akan
menerapkan
prinsip-prinsip
pengambilalihan
tanah/transaksi
secara sukarela untuk tahap pengeboran eksplorasi:
Konsultasi
Bermakna
dengan
PAP,
termasuk
konsultasi
tanpa hak kepemilikan yang sah atas tanah dan aset;
Penawaran harga yang wajar atas tanah dan aset lainnya sebesar biaya pengganti. Pengurangan pajak penghasilan 142
atas
transaksi
tanah
akan
dikomunikasikan
secara
terbuka dengan dan disetujui oleh PAP;
Transparansi
dalam
negosiasi
dengan
PAP
untuk
mengurangi risiko asimetri informasi dan kekuatan tawar menawar
para
pihak.
Pihak
eksternal
yang
independen
akan terlibat untuk mendokumentasikan dan memvalidasi proses negosiasi dan penyelesaian. 129.
Berdasarkan sistem negara, pengambilalihan lahan hingga 5 ha dapat
dilakukan
kesediaan
melalui
penjual.
mekanisme
Kitab
kesediaan
Undang-undang
pembeli
Hukum
–
Perdata
Indonesia Pasal 1458 tentang Jual dan Beli merinci prinsipprinsip
dan
pembeli
garis
dan
besar
penjual.
kewajiban
dan
Berdasarkan
tanggung
jawab
Undang-undang
ini,
mekanisme memiliki karakter wajib, di mana hak-hak yang melekat
pada
tanah
atau
aset
yang
dijual
tidak
secara
otomatis dialihkan kepada pembeli. Tidak seperti transaksi tanah
yang
tersebut tanah.
dilakukan
masih
mensyaratkan
Pendaftaran
mengalihkan
berdasarkan
tanah
tanah
hukum
pengalihan
hak
merupakan
berdasarkan
adat,
transaksi
kepemilikan
prasyarat
negosiasi
untuk
pengambilalihan
lahan atau mekanisme kesediaan penjual dan pembeli 130.
Peraturan Pertanahan
Nasional Nasional
Menteri No
Pertanian 5/2012
dan
Kepala
menetapkan
Badan
prosedur
pendaftaran tanah. Peraturan ini menjelaskan persyaratan 143
proses pendaftaran tanah dan pengambilihan, dan menetapkan: (i)
langkah-langkah
untuk
melakukan
skala
dan
pemetaan
koordinat tanah dan prosedur survei yang disetujui, (ii) peraturan yang berkaitan dengan valuasi di pasar tanah, (iii)
dokumentasi
yang
diperlukan,
(iv)
publikasi
resmi
atas klaim dan hak kepemilikan, (v) mekanisme keberatan, (vi)
prosedur
verifikasi
hak
kepemilikan,
dan
(vii)
penerbitan sertifikat tanah. 131.
”Namun, lingkup
penilaian PPHEPB
aset
akan
yang
terkena
mengikuti
dampak
prosedur
berdasarkan
seperti
yang
ditentukan oleh UU 2 tahun 2012 dan peraturan pendukung, di mana penilaian kompensasi harus dilakukan oleh "... Penilai Independen
dan
Profesional
yang
memiliki
lisensi
dari
Departemen Keuangan sebagai Penilai publik dan terdaftar di Badan
Pertanahan
Nasional
(BPN)".
Masyarakat
Penilai
Indonesia (MAPPI) menerbitkan Standar Penilaian (SPI) 306, Penilaian dalam Konteks Pengadaan Tanah untuk Pembangunan untuk Kepentingan Umum, untuk mendukung pelaksanaan UU 2 tahun 2012. Standar Penilaian 306 berbagi prinsip-prinsip yang sama seperti Hukum, yang mendasarkan pada penentuan jumlah kompensasi pada prinsip-prinsip "manusia, keadilan, kemanfaatan, partisipasi,
kepastian,
transparansi,
kesejahteraan,
keberlanjutan." 144
perjanjian,
keharmonisan
dan
132. Nilai Penggantian Wajar adalah nilai kepemilikan, yang sama dengan nilai pasar properti, dengan memperhatikan unsurunsur seperti kerugian kepemilikan non-fisik yang timbul dari
pengambilalihan
lahan.
Definisi
Penggantian
Nilai
Wajar adalah sama dengan definisi kompensasi dalam UU 2 tahun 2012. 133.
Ruang Lingkup Penilaian terdiri dari komponen fisik dan non-fisik. Komponen fisik yang akan dikompensasi meliputi: a) tanah; b) ruang di atas dan di bawah tanah; c) bangunan; dan d) fasilitas dan fasilitas pendukung bangunan. Komponen non-fisik yang akan dikompensasi meliputi: •
Hak
Pelepasan
premi
pemilik
dalam
istilah
tanah,
akan
moneter
diberikan
berdasarkan
sebagai
peraturan
perundang-undangan yang ada. Penggantian dapat mencakup hal-hal yang berkaitan dengan: a) kehilangan pekerjaan atau
kerugian
(sehubungan
bisnis,
dengan
termasuk
Undang-Undang
perubahan Nomor
2
profesi
Tahun
2012
Pasal 33 huruf f Penjelasan); b) kerugian emosional yang
terkait
dengan
pengambilalihan
hilangnya
tanah
(dengan
tempat
tinggal
memperhatikan
UU
akibat No
2
tahun 2012 Pasal 1 Ayat 10, Pasal 2 penjelasan dan Pasal 9, ayat 2). •
Biaya
transaksi,
seperti
yang terkait. 145
biaya
pemindahan
dan
pajak
•
Kompensasi untuk masa tunggu, yaitu, pembayaran untuk memperhitungkan
perbedaan
waktu
antara
tanggal
penilaian dan estimasi tanggal pembayaran. •
Hilangnya nilai sisa tanah, yang dapat dihitung atas seluruh
nilai
tanah
jika
tidak
bisa
lagi
digunakan
sebagaimana dimaksud. •
Biaya kerusakan dan perbaikan fisik atas bangunan dan struktur di atas tanah, jika ada, sebagai akibat dari pengambilalihan
tanah.
146
8
KERANGKA PERENCANAAN MASYARAKAT ADAT
8.1
Tujuan dan Prinsip
134.
IPPF ini akan diterapkan ketika Masyarakat Adat (IP) hadir di daerah pengaruh sub-proyek seperti yang diidentifikasi selama
proses
pemeriksaan
sosial
dan
lingkungan
atau
kemudian selama ESIA. Afiliasi PT SMI bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan yang digariskan oleh kerangka ini. 135.
Tidak ada definisi Masyarakat Adat yang diterima secara universal. negara
Masyarakat
dengan
Adat
dapat
istilah-istilah
disebut seperti:
di
berbagai
adat
etnis
minoritas, penduduk asli, suku bukit, bangsa minoritas, suku
terasing,
negara
pertama,
atau
kelompok
suku
(dikenal di Indonesia sebagai Suku Terasing (Masyarakat Adat Terisolasi) atau Kelompok Adat Terpencil (Masyarakat Hukum Adat)). 136. Istilah "Masyarakat Adat" digunakan dalam arti umum untuk merujuk
kepada
suatu
kelompok
sosial
dan
budaya
yang
berbeda yang memiliki karakteristik berikut dalam tingkatan yang berbeda: •
Identifikasi diri sebagai anggota kelompok budaya asli yang berbeda dan pengakuan identitas ini oleh orang lain;
147
•
Keterikatan kolektif terhahadap habitat yang berbeda secara geografis atau wilayah leluhur di wilayah proyek dan/atau sumber daya alam di dalam habitat dan wilayah;
•
Budaya adat, ekonomi, sosial, atau lembaga politik adat yang terpisah dari mereka yang mendominasi masyarakat atau budaya;
•
Bahasa asli, sering berbeda dari bahasa resmi negara atau wilayah.
Memastikan
apakah
Masyarakat
Adat
kelompok untuk
tertentu
tujuan
yang
menganggap mungkin
sebagai
memerlukan
penilaian teknis. 8.2
Peraturan
perundang-undangan
Indonesia
berkaitan
dengan
Perlindungan Masyarakat Adat 137.
Ketika IP hadir dan terkena proyek, proyek harus memberikan manfaat kepada dan perlu untuk mengelola dampak buruk pada IP14. Kebijakan nasional Indonesia tentang Masyarakat Adat meliputi: (1) Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111/1999 tentang Pengembangan Masyarakat Adat Terisolasi (KAT), yang memberikan
definisi
yang
luas
dari
Masyarakat
Adat
dan
perlunya bantuan pemerintah; dan (2) Undang-Undang Nomor
14
Identifikasi IP berikut kriteria Bank (ayat 137). Identifikasi IP juga akan
memenuhi
kriteria
"Masyarakat
Hukum
Adat"
-MHA-
dirangkum
dari
Peraturan
Indonesia dan nilai-nilai setempat, serta informasi tambahan yang dikumpulkan dari masing-masing kota.
148
41/1999
tentang
UU
Kehutanan
yang
mendefinisikan
hutan
adat.15 138.
Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan IP adalah: UUD 1945 (Amandemen) Bab 18 Ayat #2 dan Bab 281 Ayat #3. Keberadaan masyarakat adat diakui dalam Konstitusi Pasal 18 dan Nota Penjelasan nya. Ini menyatakan bahwa dalam mengatur wilayah pemerintahan
sendiri
dan
masyarakat
adat,
pemerintah
perlu
menghormati hak-hak leluhur wilayah mereka. Setelah amandemen, pengakuan atas keberadaan masyarakat adat diberikan dalam Pasal 18 B Ayat 2 (tentang "masyarakat hukum adat" dan pemerintah daerah) dan Pasal 28 I Ayat 3 ("masyarakat tradisional" dan Hak Asasi Manusia).
139.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (atau UU Dasar Agraria/UUPA). Pasal 2 Ayat 4, Pasal 3, dan Pasal 5 mengatur prinsip-prinsip umum yang
mengakomodasi
ulayat, UUPA
dan
hukum
mengenai
pengakuan adat.
masyarakat
Dalam
pengakuan
adat,
perkembangan
hukum
adat
hak
tanah
selanjutnya,
terkait
dengan
"kepentingan nasional".
15
Salah
satu
penerbitan
perubahan
Putusan
mendasar
Mahkamah
terkait
Konstitusi
dengan
Nomor
Masyarakat
35/PUU-X/2012
Adat yang
adalah mengubah
Pasal 1 angka 6 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, yang kini telah menjadi "hutan adat adalah hutan yang terletak di dalam wilayah masyarakat adat". Sebelumnya, ada kata-kata "negara" dalam pasal tersebut. Dengan penghapusan kata "negara" dari definisi tersebut, sekarang dipahami bahwa hutan adat kini tidak lagi hutan Negara.
149
140.
UU Kehutanan (UU No. 5 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999). UU ini membagi kawasan hutan menjadi dua kategori: hutan negara dan hutan milik. Hutan negara adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak tercakup oleh hak kepemilikan. Kategori hutan negara juga mencakup hutan ulayat, atau hutan adat. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh di tanah yang tercakup oleh hak kepemilikan. Dengan memasukkan
hutan
ulayat
sebagai
hutan
negara,
UU
mengabaikan hak ulayat masyarakat adat atas wilayah hutan mereka. 141.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 memutuskan bahwa
ambiguitas
utama
dalam
Pasal
1
Undang-Undang
Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 dan secara resmi diakui bahwa hutan adat adalah hutan negara yang terletak di wilayah masyarakat adat. Pasal 5 dari UU yang sama direvisi untuk memberikan mencakup
mandat hutan
permohonan National
yang di
bahwa
adat.
kategori
Putusan
diajukan
Indonesia,
oleh atau
itu
hutan
negara
dibuat
Aliansi Aliansi
demi
tidak sebuah
Masyarakat
Adat
Masyarakat
Adat
Nusantara (AMAN) pada bulan Maret 2012.16
16
Pada
tahun
1999,
kongres
masyarakat
adat
Indonesia
berlangsung,
yang
dihadiri oleh lebih dari 200 perwakilan masyarakat adat dari 121 masyarakat adat. Kongres menyepakati untuk membentuk aliansi nasional masyarakat adat, AMAN. Pada tahun 2001, AMAN memiliki 24 organisasi afiliasinya di pulau-pulau
150
142.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Depdagri) Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat, dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah mengenai masyarakat adat. Bupati/Walikota dapat membentuk komite Masyarakat Adat di kabupaten/kota, yang berfungsi untuk
mengidentifikasi,
memverifikasi
dan
memvalidasi
Masyarakat Adat. Hasil verifikasi dan validasi, kemudian diserahkan
kepada
kepala
daerah.
Bupati/Walikota
dapat
menerbitkan keputusan tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat berdasarkan rekomendasi komite. 143.
Peraturan
Menteri
Kehutanan
(Dephut)
No.
P.62/Menhut-
II/2013 (penyesuaian atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/2012)
tentang
Pembentukan
Kawasan
Hutan.
Peraturan
Menteri Keuangan ini dikritik oleh AMAN karena menyamakan kawasan hutan dengan hutan negara, yang mereka dianggap bertentangan
dengan
Keputusan
Mahkamah
Konstitusi
Nomor
35/PUU-X/2012. 144.
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri (Depdagri), Menteri Kehutanan, Nasional
Menteri Nomor
17/PRT/m/2014:
Pekerjaan
79/2014; No:
Umum
No:
8/SKB/X/2014
dan
Badan
Pertanahan
PB.3/Menhut-11/2014; tentang
Tata
Cara
No: untuk
dan provinsi. AMAN memiliki beberapa tujuan, termasuk pemulihan kedaulatan kepada masyarakat adat atas hukum sosial ekonomi dan kehidupan budaya, dan kontrol atas tanah dan sumber daya alam dan mata pencaharian lainnya.
151
Menyelesaikan
Konflik
Pemilikan
Tanah
di
Kawasan
Hutan.
Peraturan ini mengakui bahwa ada hak-hak lain seperti hak adat atas tanah hutan. 145.
Peraturan
Menteri
Badan
Pertanahan
dan
Pembangunan
Tata
Ruang Nomor 9/2015 tentang Tata Cara Membangun Hak Tanah Komunal di Tanah MHA dan Hidup Masyarakat di Daerah Khusus. Peraturan ini mengatur hak komunal tidak hanya Masyarakat Hukum Adat, tetapi juga kelompok orang yang berada dan menggantungkan hidup di lahan yang sama. Masyarakat Hukum Adat adalah sebuah komunitas terikat oleh hukum adat, baik genealogis
(nenek
moyang)
dan
teritorial
(kediaman
yang
sama). Komunitas ini memiliki ikatan sosial-budaya dengan tanah dan sumber daya untuk waktu yang lama. Sedangkan "orang
di
daerah
tertentu"
adalah
orang-orang
yang
menguasai tanah selama setidaknya 10 tahun, yang bergantung pada hasil hutan dan sumber daya alam, dan yang kegiatan sosial-ekonomi yang ada terkait erat dengan daerah. Hak komunal
dibahas
kontroversial, legitimasi
hak
dalam
Peraturan
karena
mereka
tidak
tanah
komunal
antara
No.
9/2015
membedakan yang
yang sumber
berdasarkan
keanggotaan untuk Masyarakat Hukum Adat versus penggunaan lahan dan kepemilikan daerah dengan orang lain yang bukan milik dari Komunitas selama jangka waktu yang diperpanjang. Sebagai
akibatnya,
Peraturan 152
ini
telah
mengangkat
permasalahan
hukum,
yaitu
persaingan
klaim
antara
kedua
kelompok ini. 146.
Undang-Undang Nomor 6/2014 mengakui keberadaan Desa Adat. Pemerintah
daerah
diberdayakan
untuk
mengevaluasi
batas
wilayah suatu Masyarakat Hukum Adat dan menunjuk Desa Adat melalui
peraturan
dipenuhi:
1)
daerah.
adat
dan
Tiga
hak-hak
kriteria
yang
Masyarakat
Hukum
harus Adat
tradisional terus dilakukan dan dipertahankan oleh anggota kelompok, 2) pelestarian atas Desa Adat dengan semua adat dan hak-hak sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan 3) tujuannya
adalah
sejalan
dengan
prinsip-prinsip
Negara
Kesatuan Republik Indonesia. 8.3
Kebijakan Bank Dunia OP4. 10 tentang Masyarakat Adat
147.
Kebijakan
OP
4.10
Bank
Dunia
tentang
Masyarakat
Adat
mengakui bahwa Masyarakat Adat mungkin terkena berbagai jenis risiko dan dampak dari proyek-proyek pembangunan. Kebijakan ini mengharuskan proyek mengidentifikasi apakah Masyarakat Adat terkena dampak proyek, dan secara tepat, untuk
melakukan
kegiatan
konsultasi
khusus,
dan
menghindari atau mengurangi dampak dari kelompok-kelompok yang
rentan.
Lokasi
kunjungan
untuk
mengkonfirmasi
kehadiran IP akan dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam IPPF ini.
153
8.4
Persyaratan Umum
8.4.1 Penghindaran atas Dampak yang Merugikan 148.
Afiliasi PT SMI akan mengidentifikasi, melalui pemeriksaan sosial dan lingkungan dan ESIA, komunitas Masyarakat Adat yang
mungkin
ada
di
daerah
pengaruh
sub-proyek,
serta
sifat dan tingkat kekayaan budaya sosial dan fisik yang diharapkan, dampak lingkungan serta potensi manfaat kepada mereka. PT SMI akan menghindari dampak merugikan apabila dimungkinkan. 149.
Ketika penghindaran tidak dimungkinkan, afiliasi PT SMI akan meminimalkan, mengurangi atau mengkompensasi dampak ini dengan cara yang sesuai dengan budaya. Tindakan yang diusulkan akan dikembangkan dengan partisipasi informasi dari
Masyarakat
dalam
Rencana
Adat
yang
Pembangunan
terkena
dampak
Masyarakat
Adat
dan
termasuk
(IPP)
yang
terikat waktu, atau rencana pengembangan masyarakat yang lebih luas, tergantung pada sifat dan skala dampak. 8.4.2 Pengungkapan
Informasi,
Konsultasi
dan
Partisipasi
yang
Terinformasi 150.
Afiliasi PT SMI akan membentuk hubungan yang berkelanjutan dengan masyarakat adat yang terkena dampak sedini mungkin dalam
perencanaan
sub-proyek.
Dalam
sub-proyek sub-proyek
dan
sepanjang
dengan
akibat
jangka buruk
waktu pada
masyarakat adat yang terkena dampak, proses konsultasi akan 154
memastikan
konsultasi
diinformasikan
mereka
sebelumnya,
bebas,
(FPIC)
dilakukan
dan
dan
memfasilitasi
partisipasi informasi mereka pada hal-hal yang mempengaruhi mereka secara langsung, seperti langkah-langkah mitigasi dampak
yang
diusulkan,
berbagi
manfaat
dan
peluang
pembangunan, dan isu-isu implementasi. Proses keterlibatan masyarakat harus sesuai secara budaya dan sejalan dengan potensi risiko dan dampak terhadap masyarakat adat. Secara khusus, proses akan mencakup langkah-langkah berikut: a.
Libatkan badan perwakilan Masyarakat Adat (misalnya, antara lain dewan tetua atau dewan desa);
b.
Bersifat
inklusif
terhadap
keduanya
baik
perempuan
maupun laki-laki dan dari berbagai kelompok umur yang berbeda dengan cara yang sesuai budaya; c.
Menyediakan waktu yang cukup untuk proses pengambilan keputusan kolektif IP ';
d.
Memfasilitasi
ekspresi
IP
atas
pandangan
mereka,
kepedulian, dan proposal dalam bahasa pilihan mereka, tanpa manipulasi eksternal, gangguan, atau paksaan, dan tanpa intimidasi; e.
Pastikan
bahwa
mekanisme
pengaduan
yang
ditetapkan
untuk proyek ini adalah budaya yang tepat dan dapat diakses untuk masyarakat adat; dan
155
f.
Pastikan bahwa IPP tersedia untuk masyarakat adat yang terkena
dampak
dalam
bentuk,
cara
dan
bahasa
yang
tepat. 8.4.3 151.
Manfaat Pembangunan Melalui
proses
FPIC
dan
partisipasi
informasi
dari
masyarakat adat yang terkena dampak, afiliasi PT SMI akan mengidentifikasi peluang untuk manfaat pembangunan budaya yang
sesuai.
Kesempatan
tersebut
harus
sepadan
dengan
tingkat dampak proyek, yang bertujuan untuk meningkatkan standar hidup mereka dan mata pencaharian dengan cara yang sesuai dengan budaya, dan untuk mendorong keberlanjutan jangka
panjang
bergantung.
dari
PT
SMI
sumber akan
daya
alam
dimana
mendokumentasikan
mereka manfaat
pembangunan dan menyediakannya secara cepat dan tepat. 8.5
Persyaratan Khusus
152.
Karena Masyarakat Adat mungkin sangat rentan dengan keadaan proyek, persyaratan yang tepat akan diperlukan seperti yang dijelaskan di bawah ini. Ketika salah satu dari kasus-kasus khusus berlaku, afiliasi PT SMI akan mempekerjakan dengan melibatkan ahli eksternal yang berkualitas untuk membantu dalam yang
melakukan memadai
Penilaian
mereka
di
Sosial IPP
Masyarakat.
156
dan
atau
memastikan
Rencana
inklusi
Pengembangan
8.5.1 Dampak atas Tanah Tradisional atau Tanah Adat Berdasarkan Penggunaan 153.
Masyarakat Adat sering dikaitkan dengan tanah adat mereka, serta sumber daya alam dan budaya atas tanah. Sementara tanah mungkin tidak berada di bawah kepemilikan 'hukum' sesuai dengan hukum nasional, penggunaan lahan, termasuk penggunaan musiman atau siklus, oleh masyarakat adat untuk mata pencaharian mereka, atau tujuan budaya, upacara, atau spiritual yang menentukan identitas dan komunitas mereka, dapat dibuktikan dan harus sepatutnya didokumentasikan.
154.
Jika lokasi sub-proyek diputuskan untuk berada di tanah tradisional atau adat, dan dampak yang merugikan diharapkan pada
mata
pencaharian,
atau
spiritual
Masyarakat
yang
Adat,
atau
penggunaan
menentukan
afiliasi
PT
budaya,
identitas SMI
dan
akan
upacara, komunitas
menghormati
penggunaannya dengan mengambil langkah-langkah berikut: a.
afiliasi
PT
SMI
mendokumentasikan
upaya
untuk
menghindari atau setidaknya meminimalkan jejak proyek yang diusulkan; b.
Para
ahli
harus
dilibatkan
untuk
penggunaan
lahan
bekerjasama
dengan
yang
terkena
dampak
tanpa
mereka;
157
mendokumentasikan masyarakat
mengurangi
klaim
adat tanah
c.
Komunitas
masyarakat
adat
yang
terkena
dampak
diberitahukan tentang hak-hak mereka sehubungan dengan tanah
mereka
berdasarkan
hukum
nasional,
khususnya
mengakui hak-hak adat atau penggunaan; d.
afiliasi PT SMI menawarkan kompensasi yang adil untuk komunitas
Masyarakat
Adat
yang
terkena
dampak
dan
proses yang tepat yang sama dengan orang-orang dengan kepemilikan
tanah
pengembangan mekanisme lahan
secara
yang
sesuai
pembagian
dan/atau
legal
penuh,
dengan
bentuk
peluang
budaya
(seperti
dan/atau
berbasis
kompensasi
sebagai
keuntungan);
dalam
serta
pengganti kompensasi tunai jika memungkinkan; e.
afiliasi PT SMI mengadakan negosiasi dengan itikad baik dengan komunitas masyarakat adat yang terkena dampak, dan mendokumentasikan informasi partisipasi dan hasil dari negosiasi.
8.5.2
Relokasi Masyarakat Adat dari Tanah Tradisional atau
Tanah Adat 155.
Afiliasi
PT
SMI
akan
mempertimbangkan
rancangan
proyek
alternatif untuk menghindari relokasi Masyarakat Adat dari tanah tradisional atau adat yang dimiliki mereka secara komunal.
Jika
relokasi
tersebut
tidak
dapat
dihindari,
proyek tidak akan dilanjutkan, kecuali afiiasi mengadakan negosiasi dengan itikad baik dengan komunitas masyarakat 158
adat yang terkena dampak, dan mendokumentasikan partisipasi informasi Setiap
mereka
relokasi
dan
hasil
yang
sukses
Masyarakat
Adat
harus
kebijakan
perlindungan
Pemukiman
Kembali
Masyarakat tanah
Adat
secara
yang
tradisional
Bank
Dunia
Paksa.
direlokasi
atau
adat
dari
konsisten
OP.
Apabila harus
mereka,
negosiasi.
4.12
Tentang
memungkinkan,
dapat jika
dengan
kembali
alasan
ke
untuk
relokasi mereka tidak ada lagi. 8.5.3 Sumber daya Budaya 156.
Jika
proyek
budaya,
mengusulkan
pengetahuan,
untuk
atau
menggunakan
praktik
Masyarakat
sumber
daya
Adat
untuk
tujuan komersial, PT SMI akan memberitahu mereka tentang: (i) hak-hak mereka berdasarkan hukum nasional; (Ii) ruang lingkup dan sifat pembangunan komersial yang diajukan; dan (iii) konsekuensi potensial dari pembangunan tersebut. PT SMI tidak akan melanjutkan komersialisasi tersebut kecuali: (i)
mengadakan
komunitas
negosiasi
masyarakat
dengan
adat
yang
itikad terkena
baik dampak;
dengan (Ii)
mendokumentasikan partisipasi informasi mereka dan hasil yang sukses dari negosiasi; dan (iii) menyediakan untuk pembagian
yang
adil
dan
merata
atas
keuntungan
dari
komersialisasi pengetahuan atau praktik yang sesuai dengan kebiasaan dan tradisi mereka. Namun, hasil PPHEPB seperti ini kecil kemungkinan terjadi. 159
160
9
KONSULTASI DAN PENGUNGKAPAN
9.1
Konsultasi Kerangka Perlindungan
157.
ESMF
tunduk
Lembaga
pada
pemangku
konsultasi
publik
sebelum
finalisasi.
kepentingan
pokok,
seperti
Kementerian
Keuangan,
Kementerian
pemerintah
daerah,
Energi LSM,
dan sektor
Sumber
Daya
swasta,
Mineral,
akademisi,
media/pers, dll. akan diundang untuk mengadakan lokakarya konsultasi yang diselenggarakan di Jakarta. Konsultasi akan dibagi menjadi dua hari; hari pertama adalah untuk badanbadan pemerintah, sektor swasta dan media; dan hari kedua untuk LSM dan universitas. 158.
Dokumen
kerangka
akan
dibagi
terlebih
dahulu
dengan
perwakilan dari lembaga-lembaga untuk memungkinkan masukan konstruktif yang akan diberikan di lokakarya. Diskusi akan berfokus pada kemudahan penggunaan dan pelaksanaan ESMF, kecukupan mekanisme mitigasi perlindungan, dan kebutuhan pelatihan
bagi
para
pemangku
kepentingan.
Setelah
konsultasi, masukan pemangku kepentingan akan dicatat dan dipertimbangkan
sepatutnya
untuk
finalisasi
ESMF.
ESMF
final akan diungkapkan kepada publik di situs web PT SMI dan Infoshop Bank Dunia.
161
9.2
Pedoman
Praktik
yang
Baik
tentang
Konsultasi
Penasihat
Teknik 159.
Konsultan akan dilibatkan untuk menyusun pedoman praktik yang
baik,
yang
kepentingan.
Para
akan
memerlukan
konsultan
akan
analisis
terlibat
pemangku
dengan
para
pemangku kepentingan utama sepanjang roses pengumpulan dan berbagi
informasi.
termasuk
Lembaga
Kementerian
pemangku
Keuangan,
kepentingan
Kementerian
kunci
Energi
dan
Sumber Daya Mineral (EBTKE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Geologi, LSM, sektor swasta, lembaga donor
dan
dibagi
universitas.
dengan
Rancangan
perwakilan
dokumen
dari
pedoman
akan
lembaga-lembaga,
dan
diungkapkan di situs web PT SMI untuk diberikan komentar dari publik yang lebih luas. Lokakarya akan diselenggarakan untuk
membahas
isu-isu
penting
dan
membantu
finalisasi
dokumen. 9.3
Keterlibatan dan Konsultasi Pemangku Kepentingan atas Sub Proyek Panas Bumi
160.
Divisi
Perlindungan
Direktorat Lingkungan
Manajemen dan
Lingkungan Risiko
Sosial
PT
dan SMI
serta
Sosial
di
bawah
(ESSBCM-Perlindungan Pengelolaan
Bisnis
Berkelanjutan) akan memimpin penyusunan ESIA, RPLS, LARAP atau IPP. Dalam penyusunan TOR untuk pekerjaan ini, akan memberikan
kegiatan
konsultasi 162
kepada
para
pemangku
kepentingan secara rinci yang akan dilakukan oleh (para) konsultan. PT SMI akan memimpin konsultasi publik dengan dukungan dari konsultan dan pemerintah daerah. PT SMI akan memastikan bahwa PT SMI memiliki dukungan yang diperlukan untuk melaksanakan konsultasi, serta pembeli setempat dan dukungan
untuk
rencana,
yang
disusun
untuk
mengurangi
dampak proyek. 9.3.1 Identifikasi Para pemangku kepentingan 161.
PT SMI akan mengidentifikasi dan menyusun daftar pemangku kepentingan tahap
lebih
awal
pemeriksaan
dalam
dasar,
kelayakan
yang
akan
proyek
dan
dikembangkan
pada lebih
lanjut melalui tahap pemeriksaan secara rinci. Konsultan pelindung
akan
diminta
untuk
melakukan
analisis
para
pemangku kepentingan sebelum proses konsultasi. Pemangku kepentingan
akan
bervariasi
tergantung
pada
lokasi
sub-
proyek, namun diharapkan untuk menyertakan: masyarakat tuan rumah,
pemilik
tanah
dan
pengguna,
LSM
lingkungan
dan
sosial, lembaga pemerintah daerah, pemegang/pemilik konsesi kehutanan,
departemen
universitas bisnis.
dan
organisasi
Analisis
mengidentifikasi kepentingan
kehutanan,
dalam
peneliti
pemangku
individu
departemen
kepentingan
dan
proyek
lainnya
kelompok
tersebut
dan
konservasi, dan
pemilik
harus: yang
a)
memiliki
mereka
yang
diharapkan akan terkena dampak proyek, b) mengidentifikasi 163
ahli dan informan kunci, c) menentukan perangkat komunikasi yang sesuai. 9.3.2 Prinsip-prinsip Konsultasi 162.
Prinsip-prinsip konsultasi adalah: a.
Memberikan
informasi
yang
jelas,
faktual
dan
akurat
secara transparan secara terus-menerus kepada pemangku kepentingan masyarakat melalui konsultasi bebas yang, diinformasikan terlebih dahulu; b.
Mendengarkan dan belajar tentang budaya dan kearifan lokal dan sosial;
c.
Memberikan kesempatan bagi para pemangku kepentingan masyarakat untuk mengangkat isu-isu, memberikan saran dan menyuarakan kepedulian dan harapan terkait Proyek tersebut;
d.
Terlibat
dengan
perempuan,
laki-laki,
tua,
muda
dan
anggota masyarakat yang rentan, serta orang-orang yang mempunyai wewenang dan kekuasaan; e.
Menyediakan masukan kepada para pemangku kepentingan tentang
bagaimana
dipertimbangkan
kontribusi
dalam
pengembangan
mereka penilaian
telah dan
perencanaan yang relevan; f.
Membangun kapasitas antara para pemangku kepentingan masyarakat untuk menafsirkan informasi yang diberikan kepada mereka; 164
g.
Memperlakukan semua pemangku kepentingan dengan hormat, dan
memastikan
kontraktor
bahwa
dalam
semua
personil
berkomunikasi
dengan
proyek para
dan
pemangku
kepentingan masyarakat melakukan hal serupa; h.
Menanggapi isu dan permintaan perizinan; dan
i.
Membangun
hubungan
yang
konstruktif
dengan
pemangku
kepentingan masyarakat yang diketahui memiliki pengaruh melalui komunikasi yang sesuai. 9.3.3 Rencana Konsultasi 163.
Konsultasi akan terjadi setidaknya dua kali: pertama selama persiapan
ESIA
dan
pengumpulan
data
dasar,
dan
lainnya
selama presentasi draft ESIA dan EMP. Konsultasi yang lebih mungkin diperlukan jika terdapat masyarakat adat di wilayah proyek, reseptor
orang
rentan
lingkungan
di
antara
sensitif
dan
komunitas dampak
tuan
rumah,
signifikan
yang
membutuhkan komunikasi awal dan berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan. Konsultasi khusus dengan orang yang terkena dampak pengambilalihan lahan dan pemukiman kembali secara paksa, dan dengan komunitas Masyarakat Adat, harus direncanakan sebagai tambahan terhadap konsultasi proyek secara umum. 164.
Konsultan
pelindung
akan
menyusun
rencana
konsultasi
tertentu untuk setiap sub-proyek. Ini akan mencakup metode dan prosedur sebagai berikut: 165
Analisis
pemangku
kepentingan
–
siapa
yang
akan
dikonsultasikan, bagaimana, kapan, oleh siapa, seberapa sering;
Bagaimana perempuan dan anggota masyarakat yang rentan akan dikonsultasikan;
Peran
dan
tanggung
jawab
melakukan
dan
Konsultan
Pengelolaan
untuk
menindaklanjuti
mengkoordinasikan,
konsultasi
Eksplorasi
(KPE),
(PT
SMI,
konsultan
pelindung, dan pemerintah daerah);
komunikasi publik (lihat di bawah) termasuk bagaimana masyarakat dapat berhubungan dengan PT SMI;
Rencana
Pengungkapan
-
apa
yang
akan
diungkapkan,
kapan, dan bagaimana;
Bagaimana umpan balik akan dikelola;
Daftar bahan dan alat yang akan digunakan.
9.4
Perangkat Konsultasi Publik
165.
Komunikasi selama pengembangan sub-proyek akan melibatkan mencari
dan
kesepakatan beberapa
menyampaikan melalui
teknik
yang
dialog. paling
informasi, Tabel umum
dan
mencapai
berikut
merangkum
yang
digunakan
untuk
menyampaikan informasi kepada masyarakat dan masing-masing keunggulan
dan
kerugian.
166
Konsultan
pelindung
dapat
menggunakan
teknik
ini
dalam
mengembangkan
Rencana
Konsultasi. Tabel 5 Teknik untuk menyampaikan informasi kepada publik Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
Buletin informasi, brosur, laporan:
Langsung
Teks harus sederhana
Dapat
dan non-teknis dan
menyampaikan
relevan untuk
informasi
Menuntut keterampilan dan sumber daya Materi
khusus pembaca
secara rinci
yang
Tidak efektif Memberikan petunjuk
Biaya-efektif
yang jelas tentang
Menghasilkan
cara untuk
catatan
mendapatkan
komunikasi
dicetak
untuk para pemangku kepentingan yang buta huruf informasi lebih
permanen
lanjut Dapat melayani baik
Dapat mencapai
untuk
pihak yang
Biaya persiapan
menginformasikan dan
sebelumnya
dan staf
untuk mengumpulkan
tidak diketahui
Tidak Cukup
komentar
tuntutan
tanpa teknik
Harus ditempatkan di
minimal
pendukung
mana kelompok
masyarakat
Tampilan dan lampiranlampiran
167
Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
sasaran berkumpul atau berlalu secara berkala Koran, siaran pers,
Menawarkan
dan konferensi pers
cakupan Kehilangan
semua dapat
nasional dan
menyebarkan sejumlah
lokal
besar dan berbagai
Dapat mencapai
informasi
banyak orang
kontrol kehadiran Hubungan dengan Media
media yang cetak
Mengidentifikasi
dewasa yang banyak tuntutan
koran yang mungkin
terpelajar
akan tertarik dalam
Dapat
proyek dan untuk
memberikan
mencapai target
informasi
audiens
secara rinci
Radio, internet,
Dapat dianggap
Tidak termasuk buta huruf dan miskin
Merugikan media sosial, dan
otoritatif
video: Menentukan
Banyak orang
cakupan (media
memiliki akses
sosial, internet,
ke radio dan
mereka yang Media
tidak memiliki
elektronik
ponsel /akses internet atau radio), jenis
ponsel
viewer; objektivitas
Media sosial
168
Technique
Key points
Advantages
yang dirasakan, dan
murah
Disadvantages
jenis siaran yang ditawarkan. Menentukan bagaimana menyebarkan alamat tagar / web media sosial dll. kepada audiens. Berguna untuk mengumumkan pertemuan publik
Iklan
atau kegiatan
Mendapatkan
Dapat
lainnya
kembali kontrol
menimbulkan
Efektivitas
kehadiran
kecurigaan
tergantung pada persiapan yang baik dan penargetan Target pengarahan:
Berguna untuk
Sesi
Bisa diatur oleh
kelompok dengan
informasi
sponsor proyek atau
masalah
Dapat meningkatkan harapan yang formal
sesuai permintaan,
tertentu tidak realistis
untuk kelompok
169
Technique
Key points
Advantages
masyarakat tertentu,
Memungkinkan
LSM dll.
diskusi rinci
Disadvantages
tentang isu-isu tertentu Memberikan
Kehadiran sulit
informasi
untuk
secara rinci
diprediksi,
Berguna untuk
menimbulkan
membandingkan
nilai
alternatif
pembangunan
Segera dan
konsensus yang
langsung
terbatas
Berguna ketika
Dapat menuntut
proyek kompleks
perencanaan
keprihatinan
yang cukup
lokal
kantor proyek
dikomunikasikan
mungkin mahal
kepada staf
untuk
Dapat membantu
dioperasikan
mencapai para
dapat mahal
pemangku
untuk
kepentingans
beroperasi
Open House, Kunjungan Lokasi, dan Kantor Proyek: Audiens yang dipilih dapat memperoleh informasi dari Sesi
tangan pertama atau
informasi
berinteraksi dengan
informal
staf proyek. Kunjungan harus didukung dengan materi tertulis yang lebih rinci atau briefing atau konsultasi tambahan.
170
Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
bukan penduduk
Hanya mencapai sekelompok kecil orang
Sumber:
buku
Sumber
Penilaian
Lingkungan
Hidup
Bank
Dunia,
Nomor 26 Tabel 6 Teknik untuk mendengar publik Technique
Teknik survei
Key points
Advantages
Disadvantages
Wawancara, survei
Menunjukkan
Wawancara
formal, jajak
bagaimana
yang lemah
pendapat dan
kelompok ingin
akan kontra
kuesioner dengan
terlibat
produktif
cepat dapat
Memungkinkan
Biaya tinggi
menunjukkan siapa
komunikasi
Membutuhkan
yang tertarik dan
langsung dengan
spesialis
mengapa
masyarakat
untuk
Mungkin
Membantu
menyampaikan
terstruktur
mengakses
dan
(menggunakan
pandangan
menganalisis
kuesioner tetap)
mayoritas
Pertukaran
atau non-
Kurang rentan
antara
terstruktur
terhadap
keterbukaan
pewawancara
pengaruh
dan validitas
171
Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
berpengalaman atau
kelompok vokal
statistik
surveyor yang
Mengidentifikasi
terbiasa dengan
kepedulian
proyek yang harus
terkait dengan
digunakan
kelompok sosial
Pra pengujian
Hasil perwakilan
pertanyaan
statistik
pertanyaan-
Dapat menjangkau
pertanyaan
orang-orang yang
pembuka-penutup
tidak dalam
merupakan yang
kelompok
terbaik
terorganisir
seminar umum, atau
Memungkinkan
Kompleks
kelompok fokus
diskusi rinci
untuk diatur
menciptakan
dan terfokus
dan
pertukaran
Dapat bertukar
dijalankan
Pertemuan
informasi formal
informasi dan
kecil
antara sponsor dan
argumen
Dapat
masyarakat; dapat
Cepat, pemantau
dialihkan
terdiri dari
berbiaya rendah
oleh
individu-individu
untuk mengetahui kelompok-
yang dipilih
keinginan
172
kelompok
Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
secara acak atau
masyarakat Suatu minat khusus
anggota kelompok
cara untuk
sasaran; ahli
menjangkau
Tidak
dapat diundang
kelompok
objektif atau
untuk bertindak
marjinal
valid secara
sebagai nara
statistik
sumber.
Mungkin terlalu dipengaruhi oleh moderator
Pertemuan-
Berguna untuk
Tidak cocok
pertemuan publik
audiens tingkat
untuk diskusi
memungkinkan
menengah
rinci
masyarakat untuk
Memungkinkan
Tidak pas
merespon langsung
tanggapan
untuk
pada presentasi
langsung dan
membangun
formal oleh
umpan balik
konsensus
sponsor proyek.
Memperkenalkan
Dapat
Pertemuan yang
kelompok
dialihkan
efektif
kepentingan yang oleh
membutuhkan ketua
berbeda
Pertemuan besar
173
kelompok-
Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
yang kuat, agenda
kelompok
yang jelas, dan
minat khusus
presenter atau
Kehadiran
narasumber yang
sulit untuk
baik.
diprediksi
Pekerjaan ini erat
Potensi
dengan kelompok
konflik
yang dipilih untuk
antara
memfasilitasi
pengusaha dan
Masyarakat
Memobilisasi kontak informal,
penyelenggara/
klien kelompok yang
mengunjungi rumahpendukung
Sumber:
Waktu yang sulit dijangkau.
buku
rumah atau tempat
dibutuhkan
kerja, atau hanya
untuk
tersedia untuk
mendapatkan
umum.
umpan balik
Sumber
Penilaian
Nomor 26
174
Lingkungan
Hidup
Bank
Dunia,
10
PENGATURAN KELEMBAGAAN DAN PEMBANGUNAN KAPASITAS
166.
Keberhasilan pelaksanaan ESMF, RPF dan IPPF tergantung pada para
pemangku
kepentingan
proyek.
Bab
ini
memberikan
gambaran tentang pengaturan kelembagaan dari PPHEPB ini, dan tanggung jawab masing-masing para pemangku kepentingan untuk
mengoperasikan
instrumen
perlindungan.
Ini
juga
mengatur analisis kapasitas PT SMI sebagai Badan Pelaksana dengan
tanggung
jawab
perlindungan
pembangunan kapasitas. 10.1
Peran dan Tanggung Jawab Kelembagaan
Gambar 2 Kerangka Kelembagaan PPHEPB
175
utama
dan
rencana
Tabel 4 Peran dan Tanggung Jawab Perlindungan Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab
Manajemen
Menyediakan sumber daya yang cukup (staf dan
PT SMI
anggaran) untuk staf dan konsultan PT SMI dalam menjalankan
peran dan tanggung jawab mereka
PT SMI –
Keterlibatan staf dengan keahlian pengawasan
Unit
perlindungan untuk memastikan pengawasan yang
Pengelolaan
memadai dan kepatuhan penuh pada semua dokumen
Proyek
perlindungan.
dengan KPE
Integrasi laporan pemeriksaan perlindungan dan temuan-temuan ke dalam desain proyek dan spesifikasi. Memastikan bahwa desain teknisi yang berkualitas merancang dan memberikan spesifikasi untuk kolam penyimpanan, dan konstruksi kolam, manajemen dan dekomisioning diawasi dan dipantau. Integrasi RPLS, UKL/UPL, LARAP dan IPP ke dalam desain proyek, spesifikasi, dokumen tender, dokumen kontrak untuk kontraktor. Menyediakan anggaran yang memadai dan kerangka waktu untuk pengawasan perlindungan dan pelaksanaan selama pengeboran. Pengawasan ESMP kontraktor, manajemen kepatuhan,
176
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab manajemen ketidaksesuaian, dan penerbitan hukuman sehari-hari, dengan laporan kepada PT SMI Divisi ESS&BCM. Membantu PT SMI Divisi ESS&BCM untuk menyelidiki insiden dan keluhan, dan menyelesaikan masalah. Memberikan pelatihan kepada kontraktor yang diperlukan mengenai hal-hal teknis untuk mitigasi dampak lingkungan dan sosial (misalnya kontrol sedimen dan erosi). Mengintegrasikan penilaian perlindungan dan output ke dalam penilaian kelayakan untuk tender pembangunan prospek panas bumi.
PT SMI
Mengelola perlindungan melalui rencana pengelolaan,
Divisi
melacak sumber, tugas, jangka waktu dll untuk
ESS&BCM
setiap sub-proyek. Checklist pemeriksaan dasar untuk setiap sub-proyek eksplorasi panas bumi. Checklist pemeriksaan secara rinci, termasuk pengelolaan output konsultan ', untuk masing-masing sub-proyek eksplorasi panas bumi. Mengawasi dan memberikan laporan pemeriksaan untuk BG, PT SMI dan KPE.
177
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab Menyusun TOR untuk instrumen perlindungan subproyek, anggaran estimasi dan mengelola pengadaan perlindungan konsultan. Mengelola penyusunan instrumen oleh konsultan, meninjau rancangan instrumen perlindungan dan memberikan komentar. Instrumen perlindungan yang jelas untuk proses pengungkapan dan persetujuan. Memimpin konsultasi sub-proyek, dalam kemitraan dengan konsultan perlindungan dan pemerintah daerah. Mereview TOR untuk TA untuk dimasukkan pada aspek perlindungan. Mereview laporan TA, khususnya Materi Pedoman Praktik yang Baik, untuk perlakuan yang tepat dari perlindungan. Mereview rancangan laporan kelayakan dan Laporan Kapasitas Sumber Daya yang Tersirat dan memberikan komentar. Mereview rancangan spesifikasi teknis, dokumen penawaran, kontrak kontraktor yang disusun oleh PT SMI dan Manajer Proyek KPE dan memberikan komentar.
178
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab
Afiliasi PT
Melaksanakan ESMP sub-proyek dan UPL/UKL, termasuk
SMI
mengelola pemantauan yang bukan merupakan tanggung jawab Kontraktor. Menerapkan LARAP, termasuk pengawasan terhadap konsultan. Melaksanakan IPP, termasuk pengawasan terhadap konsultan. Kontraktor Audit ESMP secara berkala, termasuk kunjungan lapangan dan audit laporan. Mengelola mekanisme penanganan keluhan (GRM), termasuk koordinasi dengan GRM kontraktor. Menindaklanjuti dan menyelesaikan insiden, keluhan dan ketidaksesuaian. Memberikan masukan dan rekomendasi perlindungan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk tender prospek panas bumi. Tim harus bersedia untuk menyajikan informasi kepada tim yang lebih luas yang mungkin bertentangan dengan penilaian teknis dan ekonomi kelayakan, untuk mencegah dampak yang signifikan yang berpotensi dari pengembangan panas bumi. Memberikan pelatihan kepada PT SMI dan Manajemen
179
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab Proyek KPE dan Tim Pengawasan terhadap pelaksanaan instrumen perlindungan dan sistem manajemen perlindungan
PT SMI.
Memberikan pelatihan teknis kepada kontraktor pada GRM, pengelolaan pengaduan, keterlibatan masyarakat dan aspek lain dari mitigasi dampak lingkungan dan sosial jika diperlukan, atau merekrut konsultan untuk melakukan pelatihan. Pelaporan perlindungan secara triwulanan kepada Bank Dunia dan pemangku kepentingan lainnya. Menjaga dan memperbarui dokumen kerangka kerja yang diperlukan.
Konsultan
Menyusun pemeriksaan perlindungan secara rinci.
Pelindung
Menyusun instrumen perlindungan. Menyusun Rencana Konsultasi dan membantu PT SMI dengan konsultasi. Menerapkan LARAP atas nama PT SMI. Menyediakan layanan pemantauan lingkungan dan sosial sebagai bagian dari implementasi RPLS, UPL/UKL, LARAP. Memberikan TA untuk proyek-proyek seperti
180
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab pelaksanaan IPP atau pengelolaan keanekaragaman hayati dan perjanjian kemitraan hutan di bawah RPLS. Menyediakan jasa manajemen GRM. Memberikan pelatihan khusus kepada ESMP Kontraktor, mitigasi dan pengelolaan dampak selama pengeboran, konstruksi jalan dll, sistem manajemen pengamanan, konsultasi dan topik lain yang dibutuhkan.
Kontraktor
Kepatuhan penuh dengan RPLS dan UPL/UKL terhadap seluruh kontrak. Penyediaan Manajer Perlindungan di lokasi di seluruh Kontrak. Menyusun ESMP Kontraktor komprehensif sebelum pekerjaan dimulai. Melaksanakan ESMP Kontraktor terhadap seluruh Kontrak, termasuk keterlibatan masyarakat, menghindari dan mengelola dampak, pemantauan, GRM, pengelolaan insiden, pelatihan dan tugas-tugas lainnya. Membangun, memelihara dan menonaktifkan kolam sesuai dengan desain dan spesifikasi yang disediakan oleh teknisi yang berkualitas dan
181
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab berpengalaman. Mematuhi hukum Indonesia dan memperoleh izin apapun yang diperlukan (limbah berbahaya, peledakan dan bahan peledak, dll). Memberikan laporan kepada KPE dan PT SMI. Menjalani pelatihan yang diperlukan. Memastikan semua staf sudah dilatih secara tepat, dan memiliki peralatan pelindung yang sesuai setiap saat.
Ahli
Mengawasi pelaksanaan kerangka perlindungan PPHEPB
Spesialis
dan instrumen sub-proyek melalui kunjungan lapangan
Perlindungan dan komunikasi dengan PT SMI Divisi ESS&BCM, Bank Dunia
manajer proyek PT SMI dan KPE. Memberikan pelatihan mengenai instrumen perlindungan, pemeriksaan lingkungan dan sosial, penilaian dan manajemen dampak, pengobatan kegiatan terkait dan aspek lain dari kebijakan perlindungans Bank Dunia. Menyediakan pelatihan teknis yang relevan (atau melibatkan konsultan spesialis). Menerima laporan perlindungan triwulan dan memberikan komentar. Menindaklanjuti insiden signifikan yang berkaitan
182
Kelembagaan
Peran dan Tanggung Jawab dengan pembuangan, kesehatan dan keselamatan (pekerja atau masyarakat), kerusuhan masyarakat, pengambilalihan tanah dan pemulihan mata pencaharian, dll.
10.2
Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Sosial PT SMI
167.
PT
SMI
memiliki
kebijakan
pengalaman
perlindungan
yang
Bank
luas
dalam
Dunia
dan
mengelola
donor
lain
berdasarkan Dana Jaminan Investasi (IGF), Dana Fasilitas Infrastruktur
Indonesia
Infrastruktur pembiayaan sebagai
Wilayah
(IIFF)
(RIDF).
infrastruktur
perusahaan
dimiliki
oleh
Keuangan
(Depkeu).
yang
milik
SMI
Dana
SMI
(BUMN)
Indonesia memainkan
Pembangunan
adalah
didirikan
negara
Pemerintah PT
PT
dan
pada
perusahaan tahun
2009
yang
sepenuhnya
melalui
Departemen
peran
aktif
dalam
memfasilitasi pembiayaan infrastruktur, serta mempersiapkan proyek dan melayani dalam peran penasehat untuk proyekproyek infrastruktur di Indonesia. PT SMI mendukung agenda pembangunan
infrastruktur
publik-swasta multilateral. katalis
dalam
dengan Dengan
pemerintah
lembaga demikian,
percepatan
Indonesia. 183
melalui
keuangan PT
SMI
pembangunan
kemitraan
swasta
berfungsi
dan
sebagai
infrastruktur
di
168.
PT
SMI
telah
Pengelolaan
mengembangkan
Lingkungan
dan
system
Pedoman
Sosial
(ESMS)
Operasi khusus
dan
untuk
digunakan pada program yang mendukung investasi pemerintah daerah
melalui
Pengelolaan
berbagai
Lingkungan
dana dan
infrastruktur.
Sosial
(ESMS)
Sistem
PT.
SMI
berdasarkan pada sistem suatu negara (misalnya peraturan di Indonesia), dan menitikberatkan pada pengelolaan lingkungan (dengan
kesenjangan
pengambilalihan
dalam
tanah,
hal
dan
manajemen
kesehatan
dampak
dan
sosial,
keselamatan).
Namun, saat ini sedang diperbarui untuk mematuhi Standar Kinerja
IFC,
Kebijakan
Perlindungans
Bank
Dunia
dan
kebijakan perlindungan donor lainnya. 169.
ESMS memiliki proses untuk menyaring proyek yang diusulkan, menentukan
tingkat
risiko
lingkungan
dan
sosial,
dan
melakukan penilaian uji tuntas, semuanya akan menentukan kesenjangan
dalam
memenuhi
persyaratan
yang
ditentukan
dalam ESMS. Pemrakarsa proyek pihak ketiga yang mencari pembiayaan melalui dana yang dikelola PT SMI diperlukan untuk
menyiapkan
rencana
tindakan
korektif
(CAP)
untuk
mengatasi kesenjangan yang diidentifikasi dalam penilaian uji tuntas dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam ESMS. 170.
ESMS diawasi oleh Divisi Perlindungan Sosial Lingkungan dan Pengelolaan
Bisnis
Berkelanjutan(ESS 184
&
BCM)
di
bawah
Direktorat dipimpin
Manajemen
oleh
Risiko.
pemimpin
tim
Divisi yang
E&S
UESS&BCM
berpengalaman.
ini
Bersama
dengan tim kecil spesialis lingkungan dan sosial, PT SMI telah berkomitmen untuk memperluas Divisi ESS & BCM dan mempekerjakan
lebih
banyak
tenaga
spesialis
upaya
perlindungan lingkungan dan/atau sosial di masa yang akan datang
secepatnya,
Selain
itu,
PT
untuk
SMI
memperkuat
memiliki
akses
Divisi
ESS
yang
siap
&
BCM.
kepada
konsultan lingkungan dan sosial melalui Divisi Penasehat Proyek. 171.
Divisi ESS & BCM harus menjamin ESMF, RPF dan konsistensi IPPF
dan
kesesuaian
dengan
ESMS
dalam
mengembangkan
prosedur manajemen perlindungan secara rinci dalam Manual Operasi Proyek PPHEPB ini. 10.3
Pembangunan Kapasitas
172.
Desain proyek PPHEPB meliputi peningkatan kapasitas untuk perlindungan
di
industri
panas
bumi
di
Indonesia
(TA
Komponen 2). KPE juga akan menyediakan kapasitas yang saat ini tidak dalam PT SMI, termasuk bantuan dengan pengawasan perlindungan selama pengeboran. Hal ini juga akan membantu memperkuat pengawasan dan keterampilan manajemen proyek PT SMI,
termasuk
pelatihan
konsultan
185
tentang
output
pengelolaan
173.
PT SMI akan membutuhkan untuk meningkatkan sumber daya staf untuk manajemen ESMS oleh satu orang penuh waktu untuk sepatutnya mengkoordinasikan semua persyaratan perlindungan untuk
setiap
sub-proyek
PPHEPB
selama
proyek.
Atau,
perbedaan kapasitas bisa diisi oleh konsultan, yang bisa melakukan tugas, seperti penyusunan TOR dan review output dan audit pengawasan. Tugas perlindungan yang signifikan, seperti pemeriksaan secara rinci dan penyusunan instrumen perlidungan, akan dilakukan oleh konsultan yang memenuhi syarat
dan
berpengalaman,
akibat
kurangnya
staf
atau
konsultan perlindungan lingkungan dan sosial dari PT SMI. Namun, dalam waktu dekat PT SMI akan menyewa lebih banyak ahli perlindungan untuk mengisi kesenjangan ini. 174.
Staf dan konsultan yang bekerja pada PPHEPB, termasuk KPE, akan mengambil bagian dalam acara pelatihan ESMF, RPF dan IPPF pada awal pelaksanaan proyek, untuk memastikan bahwa semua
pihak
memahami
peran
mereka
dan
memperoleh
keterampilan yang diperlukan. Ini akan mencakup siklus subproyek
dan
tonggak
untuk
tugas-tugas
perlindungan,
pengawasan, harapan komunikasi dan pelaporan, tugas yang jelas
tentang
peran
dan
tanggung
jawab,
dan
di
mana
kesenjangan mungkin memerlukan pengisian melalui pekerjaan staf atau konsultan tambahan. Peserta akan mencakup manajer
186
proyek dan staf perlindungan PT SMI, KPE, BG, EBKTE dan staf Depkeu. 175.
Topik-topik akan mencakup
Permasalahan-permasalahan lingkungan dan sosial terkait dengan pengembangan panas bumi di Indonesia;
Kerangka tata kelola Indonesia dan persyaratan hukum yang berlaku untuk proyek PPHEPB;
Sistem
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
dan
sosial;
Struktur dan tujuan ESMF;
Operasionalisasi
ESMF
yang
terdiri
dari
proses
penilaian yang terintegrasi dalam siklus bisnis melalui studi kasus (pemeriksaan, mengidentifikasi persyaratan hukum,
penilaian
dampak,
mengidentifikasi
langkah-
langkah mitigasi, kategorisasi);
Pemantauan proyek - Apa yang dipantau /ukuran, mengapa dan seberapa sering;
penilaian dampak proyek (lingkungan dan sosial);
audit
internal
dan
eksternal
(tujuan,
protokol,
pelaporan, tindakan korektif);
Pengelolaan Dokumen (perbarui kebijakan dan prosedur ESMF
berdasarkan
perubahan
eksternal
dan
revisi dalam format untuk mencatat informasi). 187
internal,
176.
Sesi
pelatihan
kerangka
akan
diadakan
setidaknya
setiap
tahun untuk anggota tim baru, untuk memperbarui pemangku kepentingan pada perubahan eksternal (persyaratan hukum, perlindungan, dll), untuk berbagi pengalaman operasional, dan untuk mengkomunikasikan revisi-revisi yang dilakukan di ESMF. Ini akan disediakan oleh ahli spesialis perlindungan Bank Dunia dan/atau konsultan eksternal pada tahap pertama, dengan
PT
SMI
dalam
menjalankan
lokakarya
untuk
sesi
pelatihan kedua dan selanjutnya. 177. Pelatihan perlindungan juga direncanakan sebagai berikut: Pembangunan
Audiens/Pesert
Pemberi
Program
Kapasitas
a
Pelatihan
Pengawasan
PT SMI
Ahli
Sepanjang
terhadap
spesialis
proyek.
konsultan ESIA
perlindunga
dan LARAP
n KPE atau
magang dan
Bank Dunia
melakukan mentor Pengawasan
KPE, PT SMI
Konsultan
Sebelum
Perlindungan
atau Pusat
persiapan
Konstruksi,
Pembelajara
dokumen tender
termasuk
n
sub -proyek
188
Pembangunan
Audiens/Pesert
Pemberi
Kapasitas
a
Pelatihan
Kontraktor
Perlindunga
ESMP dan
n Bank
pengelolaan
Dunia
Program
pertama kali.
ketidaksesuaia n dan insiden. Lokakarya / lingkungan belajar interaktif. Menyusun dan
Kontraktor
Konsultan
Setelah
melaksanakan
atau Pusat
negosiasi
Kontraktor
Pembelajara
kontrak dan
ESMP.
n
sebelum
Perlindunga
penyusunan
n Bank
ESMP
Dunia
Kontraktor dan mulai pekerjaan pengeboran. Setidaknya sekali per
189
Pembangunan
Audiens/Pesert
Pemberi
Kapasitas
a
Pelatihan
Program
sub-proyek Pelatihan
Kontraktor
Konsultan,
Sebagaimana
teknis tentang
organisasi
disyaratkan
aspek-aspek
pelatihan
sepanjang
pengelolaan
industri
proyek, untuk
perlindungan
aspek-aspek tertentu yang diidentifikasi melalui ESMP, program ketidaksesuaia n atau kejadian.
178.
PT SMI akan menjaga catatan-catatan dari program pelatihan, termasuk rincian seperti agenda, durasi, pemberi pelatihan dan
kualifikasi
pelatihan,
dan
pemberi daftar
pelatihan
hadir
untuk
peserta.
PT
mempertahankan rencana tahunan untuk pelatihan. 10.4
Anggaran
Tabel 5 Estimasi Anggaran untuk Pembangunan Kapasitas
190
melakukan SMI
akan
Tugas
Estimasi
Catatan
Biaya US$ Rekruitmen staf di unit E&S
Tidak Biaya PT SMI tersedia
Keterlibatan konsultan untuk
Ini sepenuhnya
melakukan
dibiayai dari hibah
pemeriksaan
dan Tidak
menyusun
dokumen
GEF. tersedia
perlindungan
untuk
empat
lokasi sub-proyek. Lokakarya ESMF, RPF dan IPPF
Ini sepenuhnya
internal untuk staf PPHEPB
$5,000 dibiayai dari hibah
(x4)
GEF.
Mentoring staf Divisi
Akan terjadi sebagai
ESS&BCM dan magang oleh tim
Tidak bagian dari
perlindungan Bank Dunia
tersedia pengawasan proyek oleh staf Bank.
Lokakarya pengawasan
Ini sepenuhnya
perlindungan konstruksi (x4)
$60,000 dibiayai dari hibah GEF.
Bantuan menyusun ESMP
Ini sepenuhnya
Kontraktor
$40,000 dibiayai dari hibah GEF.
Pelatihan teknis/tematik
$50,000 Ini sepenuhnya
191
Tugas
Estimasi
Catatan
Biaya US$ untuk Para Kontraktor dan
dibiayai dari hibah
Pengawas
GEF.
Total Estimasi
$155,000
192
11
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
179.
PT SMI akan bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan dan pelaporan atas pelaksanaan perlindungan lingkungan dan sosial,
yang
akan
dilakukan
oleh
afiliasinya.
Ini
akan
menjadi bagian dari system pemantauan dan pelaporan proyek secara
keseluruhan
yang
digariskan
dalam
Manual
Operasi
Proyek PPHEPB. Pemantauan perlindungan akan mencakup: a.
PT SMI Divisi ESS&BCM akan melakukan pemantauan secara berkala terhadap pelaksanaan dokumen kerangka sebagai bagian
dari
mengumpulkan
dan
menganalisis
data
dan
informasi untuk pelaporan proyek triwulan. Ini termasuk menganalisis efektivitas pemeriksaan dan perangkat lain dalam
kerangka
pelatihan
dan
kerja,
jenis
orang-orang
dan
yang
jumlah dilatih,
kegiatan GRM
dan
manajemen keluhan, manajemen mutu dan ketepatan waktu pengiriman (staf, jawab,
dari
konsultan,
anggaran)
untuk
ketersediaan
melakukan
kepatuhan/ketidakkepatuhan
sumber
daya
kerangka
tanggung
dengan
kerangka
kerja, kebijakan perlindungan Bank Dunia dan hukum dan peraturan Indonesia. b.
PT
SMI
independen
akan
melibatkan
untuk
sebuah
mengkaji
dan
lembaga mengaudit
pemantau proses
pengambilalihan lahan secara paksa, pemukiman kembali dan pemulihan mata pencaharian. 193
c.
Tim
perlindungan
pengawasan terhadap
Bank
Dunia
akan
melakukan
untuk
memantau
kepatuhan
dan
kerangka
kerja
perlindungan
misi
kemanjuran
dan
kepatuhan
dengan Kebijakan Perlindungan Bank secara lebih luas. Rekomendasi untuk perbaikan akan didokumentasikan dalam suatu memorandum (mission aide memoire). d.
PT
SMI
akan
independen
melibatkan
untuk
sebuah
melaksanakan
perusahaan/organisasi audit
lingkungan
dan
sosial atas proyek. Ini akan dilakukan sebelum review tengah
semester.
Ruang
lingkup
audit
akan
mencakup
tinjauan desain dan efektifitas implementasi kerangka kerja yang akan diadopsi dalam Proyek. Hal ini akan meninjau struktur kerangka, isi dan cakupan kegiatan potensial,
dampak
dan
langkah-langkah
mitigasi,
interpretasi dari kerangka kerja pada Manual Operasi Proyek
dan
perangkat
pengelolaan
proyek
lainnya.
Wawancara dan observasi tentang keefektifan struktur organisasi, anggota
tim
pelatihan, untuk
dan
kapasitas
melakukan
tanggung
dan
kemampuan
jawab
mereka.
Kunjungan lapangan juga akan dilakukan untuk mengkaji efektivitas
langkah-langkah
mitigasi
lingkungan
dan
sosial yang digariskan dalam dokumen perlindungan. 180.
Setiap
sub-proyek
ESMP
akan
berisi
program
pemantauan
khusus yang akan mendokumentasikan pemantauan dampak sosial 194
dan
lingkungan
dan
Kontraktor
dan
memberikan
kontribusi
pemantauan
tugas
keefektifan
pengawasan. untuk
ESMP,
ESMP
ini
akan
Informasi
pemantauan
dan
pelaporan
kerangka. LARAP dan IPP juga akan berisi program pemantauan khusus
untuk
kompensasi,
memantau
dampak
pemulihan
mata
dan
audit
prosedur
pencaharian
dan
untuk
program
pengembangan masyarakat lainnya 181.
Matriks pelaporan diatur di abawah ini:
Tabel 9 Matriks Pelaporan Perlindungan Jenis dan Isi Laporan
Pelaksanaan ESMF, RPF dan
Program
Tanggung
Pelaporan
Jawab:
kepada:
Triwulanan Divisi
IPPF: Laporan pemeriksaan,
ESS&BCM
kegiatan sub proyek dan
PT SMI
kemajuannya (penyusunan instrumen, pelaksanaan, penutupan) Pemantauan dan output pemeriksaan Keluhan / Ringkasan GRM Laporan insiden Kegiatan peningkatan pelatihan dan kapasitas.
195
Bank Dunia
11.1.1.1 Pelaporan Pengawasan
Bulanan
Perlindungan Pengeboran
KPE/PT
Divisi
SMI
ESS&BCM
Kemajuan proyek
PT SMI
Pemantauan dan output pemeriksaan Pelatihan Keluhan / Ringkasan GRM insiden Pembaruan kerangka Laporan Pemantauan Lingkungan
Triwulanan Konsultan
PT SMI
Bulanan
PT SMI
dan Sosial Sub-proyek ESMP UKL /UPL Laporan Pemantauan Independen Sub-proyek LARAP
196
Konsultan
12
MEKANISME PEMULIHAN PENGADUAN
12.1
Pendahuluan
182.
Sebagai
bagian
pembangunan
dari
mandatnya
infrastruktur
untuk
nasional
di
menjadi masa
bank
yang
akan
datang, PT SMI mempromosikan transparansi dan akuntabilitas untuk
pembangunan
negara
ini,
lingkungan teknis,
infrastruktur
tidak
dan
hanya
sosial,
keuangan,
dari
tetapi
ekonomi
yang
perlindungan juga
dan
berkelanjutan
dari
politik.
perspektif
sudut
Dalam
di
pandang
penjelasan
ini, PT SMI terbuka untuk masukan yang konstruktif dan aspirasi
dari
masyarakat
dan
pemangku
kepentingan
atas
proyek PPHEPB. Sebagai bagian dari upaya untuk mencapai tujuan Keluhan
tersebut, (GRM)
PT
untuk
SMI
memiliki
memberikan
Mekanisme
pelayanan
Penanganan
sebagai
suatu
perangkat yang efektif untuk identifikasi awal, penilaian, dan penyelesaian keluhan pada sub-proyek PPHEPB.. 12.2
Pendekatan atas Pemulihan Pengaduan
183.
PT SMI akan menggunakan sistem GRM Perusahaan mereka untuk mendokumentasikan
dan mengelola keluhan sub-proyek PPHEPB.
Divisi Audit Internal (IA) PT SMI merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk GRM tersebut. Divisi ini ada di bawah
dan
bertanggung
jawab
langsung
kepada
Presiden
Direktur PT SMI. Divisi IA akan menerima semua masukan, keluhan, aspirasi, ide-ide yang ditujukan kepada PT SMI. 197
Divisi IA akan meneruskannya ke Divisi yang bertanggung jawab
untuk
disesuaikan
dengan
subyek/masalah.
dengan
subyek/ hal. Sudah ada pedoman untuk Whistle Blowing System (WBS)
dari
PT
SMI,
yaitu
"Pedoman
Sistem
Pelaporan
Pelanggaran". Ada tautan di situs web SMI terkait dengan orang-orang
http://192.168.29.251:81/wbssmi/.
Divisi
IA
akan meneruskan masalah terkait perlindungan pada Divisi Perlindungan
Lingkungan
Sosial
dan
Pengelolaan
Bisnis
Berkelanjutan (Business Continuity Managemen)t (ESS & BCM).
184.
Para
anggota
yang
terkena
dampak
dari
masyarakat,
para
pemangku kepentingan, masyarakat adat atau individu, dan PAP akan dapat mengajukan keluhan dan mendapatkan respon yang
memuaskan
merekam lanjutnya.
dan
pada
waktu
yang
mengkonsolidasikan
Sistem
ini
akan
tepat.
Sistem
keluhan
dirancang
tidak
ini
dan hanya
akan
tindak untuk
keluhan mengenai persiapan dan pelaksanaan LARAP dan IPP, tetapi juga untuk menangani keluhan dari berbagai jenis masalah (termasuk isu-isu perlindungan sosial lingkungan dan lainnya) yang terkait dengan proyek yang dibiayai oleh PT SMI dan Bank Dunis di bawah Proyek ini. 185.
Tujuan dari GMR adalah untuk:
198
Responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang terkena dampak sub-proyek dan untuk menangani dan menyelesaikan keluhan mereka;
Sajikan
sebagai
mengundang
saluran
saran,
untuk
dan
meminta
meningkatkan
pertanyaan, partisipasi
masyarakat;
Kumpulkan
informasi
yang
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan kinerja operasional;
Meningkatkan
legitimasi
proyek
antara
para
pemangku
kepentingan;
Mempromosikan transparansi dan akuntabilitas; dan
Mencegah
penipuan
dan
korupsi
dan
mengurangi
risiko
proyek.
12.3
Mekanisme Pemulihan Pengaduan PPHEPB
186.
PPHEPB GRM akan sebagai berikut:
Langkah 1: Titik akses/ serapan komplain: a.
Titik
fokus
yang
mudah
diakses
dan
dipublikasikan
dengan baik atau pengguna yang menghadapi 'help desk' akan dibentuk dalam PT SMI dan dengan masing-masing Kontraktor pengeboran. b.
Saluran serapan akan mencakup surel, SMS, halaman web, dan tatap muka. Saluran penyerapan akan dipublikasikan 199
dan
diiklankan
melalui
media
setempat
dan
melalui
Kontraktor. c.
Anggota staf yang menerima pengaduan secara lisan akan dibuatkan
dalam
pertimbangan
bentuk
Menyadari
tertulis
bahwa
sebagai
banyak
bahan
keluhan
dapat
diselesaikan 'di tempat' dan secara informal oleh staf proyek,
ada
peluang
untuk
mendorong
penyelesaian
informal ini untuk melakukan login di sini untuk (i) mendorong yang
respon;
berulang
dan
atau
(ii)
yang
memastikan
minor
sedang
bahwa
keluhan
dicatat
dalam
sistem. d.
Sistem GRM Kontraktor akan dikoordinasikan dengan GRM proyek PT SMI PPHEPB sehingga semua keluhan tercatat dalam sistem PT SMI GRM.
e.
GRM
akan
memiliki
kemampuan
untuk
menangani
keluhan
anonim. f. Pengguna akan diberikan tanda terima dan peta jalan 'roadmap' yang mengatakan kepadanya bagaimana proses keluhan bekerja dan kapan harus mengharapkan informasi lebih lanjut.
Tahap 2: Buku Pencatatan Pengaduang. g. Semua keluhan akan dicatat secara tertulis dan dipelihara dalam database sederhana. 200
h. Keluhan membantu
yang
diterima
pelacakan
akan
diberi
kemajuan
nomor
keluhan
yang
pelapor
akan
melalui
database. i. Pengadu akan diberikan tanda terima dan selebaran yang menggambarkan prosedur dan batas waktu GRM (staf harus dilatih untuk membaca ini secara lisan untuk pengadu buta huruf). j. Bila memungkinkan, buku pencatatan keluhan akan mendata keluhan
yang
dibuat
melalui
sistem
informal
atau
tradisional, seperti dewan desa atau tetua. k. Hal
ini
seringkali
membutuhkan
pelatihan
masyarakat
setempat dan menempatkan hubungan formal antara sistem tradisional
dan
PPHEPB
GRM
(bisa
mengambil
bentuk
perjanjian lisan atau Nota Kesepahaman tertulis). l. Minimal,
database
akan
melacak
dan
melaporkan
kepada
publik keluhan yang diterima, keluhan yang diselesaikan dan keluhan yang telah mencapai tahap mediasi. Database juga akan menunjukkan masalah yang diangkat dan lokasi di sekitar lingkaran keluhan.
Langkah 3: Penilaian, pengakuan dan respon m.
Kelayakan
akan
memastikan
bahwa
menjadi isu
dengan proyek. 201
langkah
yang
prosedural
diangkat
adalah
untuk relevan
n.
Keluhan yang tidak dapat diselesaikan di tempat akan diarahkan ke titik fokus pengaduan yang akan memiliki 5 hari
kerja
memberikan
untuk
menilai
tanggapan
mengakui
permasalahan
tertulis
penerimaan
dan
kepada
merinci
ini
dan
pengadu,
yang
langkah-langkah
berikutnya yang akan diambil. o.
Keluhan akan dikategorikan sesuai dengan jenis masalah yang diajukan dan dampak pada lingkungan/penggugat jika dampak
yang
Berdasarkan
diangkat
dalam
kategorisasi
komplain
ini,
terjadi.
keluhan
akan
diprioritaskan berdasarkan risiko dan ditugaskan untuk tindak lanjut yang tepat. p.
Penilaian terhadap permasalahan akan mempertimbangkan berikut ini:
Siapa yang bertanggung jawab untuk merespon keluhan ini? Apakah Kontraktor, KPE, PT SMI, atau pihak lain? Hal ini diantisipasi bahwa mayoritas isu yang diangkat selama persiapan sub-proyek akan bersifat informatif atau umpan balik yang memerlukan koreksi yang
bersifat
minor;
ditangani
oleh
mayoritas
keluhan
Kontraktor.
PT
ini
SMI. akan
Pengaduan
pada
umumnya
Selama menjadi 'puncak
akan
konstruksi,
tanggung
jawab
gunung
es'
kemungkinan akan menjadi tanggung jawab orang-orang 202
yang mencerminkan perlawanan langsung ke sub-proyek atau
konflik
terbuka
antara
para
pemangku
kepentingan. Isu-isu ini tidak mungkin diselesaikan melalui
GRM
dan
harus
ditangani
di
tingkat
tertinggi yang sesuai baik di dalam negara atau Bank
Dunia.
membutuhkan
Isu-isu
risiko
kemandirian
yang
lebih
tinggi
akan
lebih
besar
untuk
menangani, sedangkan umpan balik-tingkat yang lebih rendah dapat dan harus ditangani sendiri," yaitu oleh Kontraktor atau PT SMI.
Apa itu tingkat risiko keluhan? Apakah itu risiko rendah,
risiko
menengah,
atau
risiko
tinggi?
Beberapa pelatihan akan diperlukan untuk memastikan staf yang melaksanakan GRM menyadari apa yang akan merupakan proyek
masalah
dan
berisiko
entitas
mana
lebih
harus
tinggi
menangani
untuk keluhan
seperti itu.
Apakah keluhan diatasi sudah disampaikan di tempat lain? Jika masalah sudah ditangani, misalnya oleh pengadilan setempat atau badan mediasi, atau dalam Bank
Dunia,
proses
maka
masalah
pemulihan
akan
pengaduan
dikeluarkan
untuk
menghindari
duplikasi dan kebingungan di pihak pelapor.
203
dari
q. Penyelesaian:
Setelah
dipertimbangkan, penyelesaikan
permasalahan
pengadu
masalah
akan
di
atas
ditawarkan
mereka.
Opsi
telah
opsi
yang
untuk
ditawarkan
kemungkinan akan berupa salah satu dari tiga kategori berikut:
Keluhan yang masuk mandat PT SMI atau Kontraktor dan penyelesaian
dapat
ditawarkan
segera
sesuai
dengan
permintaan yang dibuat oleh pengadu. Tanggapan akan menjelaskan diberikan
bagaimana
oleh
klien
dan
kapan
dan
nama
penyelesaian
dan
kontak
akan
informasi
dari anggota staf yang bertanggung jawab untuk itu.
Keluhan
yang
masuk
mandat
PT
SMI
atau
Kontraktor
tetapi ada berbagai pilihan untuk penyelesaian yang dapat
dipertimbangkan
diperlukan.
Tanggapan
dan/atau
akan
sumber
mengundang
khusus
pengadu
untuk
mengadakan pertemuan dalam membahas pilihan ini.
Keluhan mandat
tidak PT
pengaduan
masuk
SMI. telah
atau
Tanggapan dirujuk
sebagian akan
pada
berada
di
bawah
menunjukkan
bahwa
institusi
yang
sesuai
(misalnya Pengaduan terkait dengan pemukiman kembali akan
diteruskan
ke
Komite
Pemukiman
Kembali),
akan melanjutkan komunikasi dengan pengadu. Langkah 4: Pengajuan Banding
204
yang
r. Ketika
kesepakatan
belum
tercapai,
pengadu
akan
ditawarkan proses banding. Ini akan melalui pengadilan nasional,
kecuali
pengadu
meminta
fasilitas
atau
mediasi melalui pihak ketiga.
Jika
pengadu
menerima
pilihan,
dan
kesepakatan
tercapai, implementasi akan dipantau oleh layanan mediasi
dan
suatu
ditandatangani
berita
menunjukkan
acara
akan
pengaduan
telah
diselesaikan.
Jika pengadu tidak menerima pilihan ini atau jika ia/dia
menerima
tetapi
kesepakatan
tidak
tercapai, kasus ini akan ditutup. Pengadu dapat meminta
pemulihan
melalui
pengadilan
atau
mekanisme lain yang tersedia di tingkat negara. Langkah 5: Mengatasi dan menindaklanjuti
s. Ketika ada kesepakatan antara pengadu dan PT SMI atau kontraktor
tentang
bagaimana
diselesaikan,
berita
ditandatangani
oleh
implementasi
keluhan
acara kedua
selesai,
akan belah
berita
tersebut
akan
disusun
dan
pihak.
acara
baru
Setelah akan
ditandatangani yang menyatakan bahwa pengaduan telah diselesaikan.
205
t. Semua dokumen pendukung dari pertemuan yang diperlukan untuk
mencapai
arsip
yang
mencakup
keputusan
berhubungan
pertemuan
yang
akan
menjadi
dengan telah
bagian
keluhan. meningkat
Ini ke
dari akan
tingkat
banding atau ditangani oleh pihak ketiga. u. PT SMI akan menyiapkan laporan-laporan rutin (bulanan atau
triwulanan)
kepada
publik
yang
dapat
melacak
pengaduan yang diterima, teratasi, tidak teratasi, dan yang
dirujuk
kepada
pihak
ketiga.
Tim
proyek
Bank
Dunia akan menerima baik data pengaduan mentah atau laporan bulanan, dalam rangka mendukung PT SMI dalam identifikasi dini dari risiko yang berkembang. v. Data GRM akan tersedia untuk memberi umpan ke dalam laporan-laporan
Bank
Dunia
dalam
menunjukkan
respon
dan keputusan permasalahan lebih dini (dan membantu tim
Bank
mengidentifikasi
keluhan
yang
belum
diselesaikan dan membutuhkan perhatian). 12.4
Penilaian GRM atas Sub-proyek
187.
Pendekatan
untuk
pengaduan
pemulihan
pada
tingkat
sub-
proyek akan melibatkan hal-hal berikut: 1.
Penilaian terhadap risiko dan potensi keluhan dan sengketa untuk setiap sub proyek:
188.
Divisi ESS&BCM harus memahami isu-isu yang - atau cenderung - di jantung sengketa yang berkaitan dengan masing-masing 206
sub-proyek, seperti kejelasan atas hak tanah atau isu-isu perburuhan. review
Untuk
isu-isu
kapasitas
ini,
secara
kelembagaan
konsultan
ESIA
cepat,
pemangku
untuk
setiap
harus
melakukan
kepentingan, sub-proyek
dan
selama
penyusunan ESIA, sangat bergantung pada informasi yang ada dari Ulasan
masyarakat harus
sipil
dan
memetakan
lembaga
siapa
para
non-negara pemangku
lainnya.
kepentingan
utama untuk masalah ini dan apa sifat perdebatan tersebut (informasi, terpolarisasi, dll). Perhatian harus ditujukan pada budaya penyelesaian sengketa setempat dan khususnya untuk
kapasitas
dan
rekam
jejak
dari
para
pemangku
kepentingan untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi atau negosiasi yang konstruktif. 2.
Penilaian kapasitas
189.
Tinjauan ini juga harus mencakup ketersediaan, kredibilitas dan kemampuan institusi lokal untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan kegiatan pengeboran dan eksplorasi panas bumi.
Untuk
menangani
masing-masing
masalah
ini,
lembaga
yang
penilaian
diharapkan
kredibilitas
untuk harus
dilakukan, berdasarkan kriteria berikut:
Legitimasi: apakah struktur pemerintahan yang diterima secara luas dianggap cukup independen dari pihak-pihak terhadap keluhan tertentu?
207
Aksesibilitas: apakah itu memberikan bantuan yang cukup untuk mereka yang menghadapi hambatan seperti bahasa, melek
huruf,
kesadaran,
biaya,
atau
takut
akan
pembalasan?
Prediktabilitas: apakah itu menawarkan prosedur yang jelas
dengan
kerangka
waktu
untuk
setiap
tahap
dan
kejelasan tentang jenis hasil yang dapat (dan tidak bisa) diberikan?
Keadilan: apakah prosedur secara luas dianggap adil, terutama dalam hal akses informasi dan peluang untuk partisipasi yang berarti dalam keputusan akhir?
Kompatibilitas
Hak:
apakah
hasil
konsisten
dengan
standar nasional dan internasional yang berlaku? Apakah itu membatasi akses ke mekanisme penanganan lainnya?
Transparansi: transparan
apakah
untuk
prosedur
memenuhi
dan
kepentingan
hasil publik
cukup yang
dipertaruhkan?
Kemampuan: apakah memiliki sumber daya teknis, manusia dan keuangan yang diperlukan untuk menangani isu-isu yang dipertaruhkan?
3.
Rencana Aksi
208
190.
Rencana aksi harus merupakan sub-proyek tertentu, tetapi harus
berfokus
pada
langkah-langkah
nyata
yang
dapat
diambil selama penyusunan dan pelaksanaan untuk memperkuat kapasitas penanganan keluhan.
209
Lampiran A. CHECKLIST PEMERIKSAAN DASAR
Instruksi: Langkah 1 Proses Pemeriksaan Perlindungan adalah untuk memberikan kontribusi pada identifikasi awal dari lokasi yang cocok untuk studi kelayakan panas bumi dan pengembangan eksplorasi. Lengkapi checklist pemeriksaan dasar dengan menggunakan google earth, peta, laporan teknis dan data yang diterbitkan lainnya. Mendokumentasikan data yang dikumpulkan hingga saat ini, dan menggambarkan sub-proyek dalam hal dasar (jenis infrastruktur yang mungkin diperlukan, sifat kegiatan). Pemeriksaan dasar juga akan mengidentifikasi potensi risiko dari fase eksploitasi terkait. Siapkan laporan singkat untuk menyertakan checklist yang diisi, merinci temuan yang signifikan dan memberikan rekomendasi untuk studi kelayakan dan proses pemeriksaan secara rinci. Melampirkan peta dan data pendukung yang relevan. Memberikan analisis terpisah mengenai potensi risiko dari tahap eksploitasi terkait, mencatat setiap risiko baru atau risiko yang mungkin memiliki dampak yang lebih signifikan. Nama subproyek:________________________________________________________ Lokasi:_________________________________________________________ Provinsi:_______________________________________________________ 210
Uraian kegiatan yang diusulkan (pengeboran sumur pengujian, akses jalan, kamp pekerja, dll.):___________ ________________________________________________________________ ________________________________________________________________ __________________ ________________________________________________________________ __________________
Uraian kegiatan Proyek terkait seperti pengeboran sumur ekploitasi dan pembangkitan energi:_________________________________________________________ __________________ ________________________________________________________________ ____________________ ________________________________________________________________ ____________________ ________________________________________________________________ ____________________
Data yang terkumpul (tandai seluruhnya yang berlaku, dan jelaskan jika perlu): Peta Topografi
211
Data yang terkumpul (tandai seluruhnya yang berlaku, dan jelaskan jika perlu): Prospek Panas bumi dan data sumber daya (dari tim teknis) Gambar di Google earth Peta/data kepemilikan tanah (peta hutan, peta kepemilikan tanah, peta penggunaan tanah, dll.) Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Provinsi Anggaran rumah tangga, kebijakan Kabupaten dan Provinsi, dll:
Data demografi/data sensus Data meteorology Dokumen-dokumen atau data yang dipublikasikan (daftar):
212
213
Checklist Pemeriksaan Dasar Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan
214
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah terdapat
OP 4.01 tentang
lanskap unik atau luar
Penilaian
biasa atau fitur panas
Lingkungan
bumi atau geologi di daerah tersebut?
215
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah terdapat mata
OP 4.01 tentang
pencaharian ekonomi
Penilaian
atau subsisten yang
Lingkungan
sangat bergantung pada
OP4.36 tentang
sumber daya alam di daerah tersebut (ekowisata, pertanian
216
Hutan
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah terdapat hutan,
OP4.04 tentang
danau, rawa, lahan
Habitat Alam
gambut, daerah
OP4.36 tentang
pesisir, sungai di
Hutan
daerah tersebut?
217
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah terdapat
OP4.04 tentang
spesies yang punah
Habitat Alam
atau terancam punah yang mungkin ada di daerah tersebut?
218
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah terdapat
OP4.04 tentang
kawasan lindung
Habitat Alam
(seperti taman
OP4.36 tentang
nasional, kawasan
Hutan
konservasi dll) di daerah tersebut?
219
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah terdapat situs
OP4.09 tentang
budaya nasional atau
Sumber Daya Budaya
internasional yang
Fisik
signifikan, situs arkeologi, situs spiritual, atau PCR lain di daerah
220
Apakah ada kemungkinan
OP4.10 tentang
bahwa Masyarakat Adat17
Masyarakat Adat
akan hadir di daerah tersebut sehingga konsultasi khusus dan Penilaian Sosial diperlukan? Apakah ada tanah atau
OP4.12 tentang
sumber daya yang
Pemukiman Kembali
dimiliki secara
Secara Paksa
komunal di daerah tersebut sehingga pengambilalihan tanah mungkin rumit?
221
17
Masyarakat etnis, minoritas, masyarakat adat, sesuai karakteristik yang didefinisikan yang tercantum dalam ayat 137, Bagian 7.1.
222
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah ada lahan
OP4.12 tentang
pribadi atau lahan
Pemukiman Kembali
kehutanan di mana
Secara Paksa
pengambilalihan tanah dapat dinegosiasikan? (Perhatikan bahwa 'ya' adalah aspek positif
223
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Apakah mungkin bahwa
OP4.12 tentang
orang akan dibatasi
Pemukiman Kembali
untuk mengakses
Secara Paksa
kawasan lindung untuk tujuan mata pencaharian?
224
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan Risiko atau manfaat lainnya yang teridentifikasi namun tidak ada dalam daftar:
secara rinci untuk
225
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan
226
Pertanyaan Pemeriksaan
Jawaban
Kebijakan Terkait
untuk Daerah pengaruh Eksplorasi Panas Bumi
Ya?
Tidak?
*
Tidak diketahui, tetapi
* Catatan di checklist
Tidak diketahui, tetapi
mungkin?
atau dalam laporan
Ya, terkait dengan
terlampir di mana
proyek terkait
permasalahan-
mungkin?
(misalnya eksploitasi)? Resiko rendah. Lanjutkan
permasalahan mungkin
Peringkat signifikan,
hanya berhubungan
Risiko sedang atau
dengan proyek-proyek
kecil atas potensi
terkait seperti
dampak
eksploitasi hilir
Memberikan rincian
ke pertanyaan pemeriksaan berikutnya.
Membuat rekomendasi
tentang peta atau dalam untuk tahap Pemeriksaan checklist dan membuat rekomendasi untuk 1) tahap Pemeriksaan
secara rinci untuk setiap risiko yang tidak diketahui.
secara rinci dan 2) laporan kelayakan
227
Lampiran B. CHECKLIST PEMERIKSAAN SECARA RINCI Instruksi: Ahli
spesialis
lingkungan
dan
sosial
yang
kompeten
akan
dilibatkan untuk menyelesaikan pemeriksaan secara rinci.
Dengan menggunakan studi kelayakan dan informasi teknis lainnya pada sumber daya panas bumi dan potensi eksplorasi, dan hasil dari
proses
perlindungan sosial,
pemeriksaan untuk
kebijakan
dasar,
melakukan
mengidentifikasi Bank
Dunia
yang
proses
risiko dipicu,
pemeriksaan
lingkungan dan
dan
perlindungan
instrumen yang diperlukan. Gunakan checklist dengan tepat dan untuk mendokumentasikan hasil.
Kegiatan-kegiatan Pemeriksaan: a.
Mengkaji data yang dipublikasikan, melakukan kunjungan lapangan, mengumpulkan data primer, dan berkonsultasi dengan lembaga lingkungan hidup dan perencanaan daerah untuk
membahas
rencana
tata
ruang
dan
peraturan,
menilai kapasitas kelembagaan dan berkonsultasi dengan informan penting/para pemangku kepentingan. b.
Memetakan wilayah potensi pengaruh kegiatan eksplorasi panas bumi, berdasarkan data teknis pada lokasi situs dengan baik dan infrastruktur utama (jalan, kamp-kamp, peningkatan dermaga dll). 228
c.
Memetakan wilayah potensi pengaruh yang akan mencakup kegiatan
terkait
pembangkit
(kegiatan
listrik,
eksploitasi
sumur-sumur
produksi,
misalnya: dan
jalur
transmisi atau distribusi). d.
Mengidentifikasi reseptor sensitif di daerah pengaruh proyek seperti: hutan, habitat alami (darat dan air), kawasan lindung (taman nasional, kawasan konservasi), lokasi yang memiliki kepentingan ekologi, masyarakat, aset
masyarakat,
pemilik
tanah,
masyarakat
adat
dan/atau tanah/domain mereka, tanah komunal/sumber daya mereka, sumber daya budaya fisik, fitur panas bumi, lanskap dan bentuk geologi. e.
Mengidentifikasi Mengidentifikasi Mengidentifikasi
usia
lahan
pengguna hukum
dan
penggunaan
lahan.
dan
kegunaan
air.
setempat
yang
berlaku
dan
kerangka perencanaan. f.
Mengidentifikasi
pemangku
kepentingan
dan
sentimen
mereka tentang pengembangan panas bumi. g.
Menggunakan
pendapat
profesional
dan
akses
berpengalaman untuk menilai potensi dampak signifikan pada
reseptor
sensitif
dari
kegiatan
eksplorasi
dan
kegiatan terkait. Sampaikan dan jawab setiap pertanyaan di checklist.
229
h.
Pemicu
kebijakan:
kebijakan
yang
Dari
dipicu
checklist, oleh
mengidentifikasi
sub-proyek
(termasuk
kegiatan terkait). i.
Kategori pemeriksaan: Klasifikasikan sub-proyek sebagai kategori A jika ada salah satu jawaban di checklist memicu A, jika tidak klasifikasikan sub-proyek sebagai kategori B. Jika salah satu aspek dari kegiatan terkait memicu sub-proyek A maka akan diklasifikasikan sebagai Kategori A.
j.
Instrumen
perlindungan:
Daftar
semua
instrumen
yang
relevan sesuai dengan checklist pemeriksaan. Catat di mana
tugas-tugas
tertentu
untuk
ESIA
diperlukan,
seperti Penilaian Sosial bagi Masyarakat Adat.
Pelaporan: Memberikan laporan lengkap dengan rincian seperti yang tercantum di atas, data pendukung dan peta, dan checklist lengkap seperti yang dijelaskan dalam Bagian 5.3.5. Detail sub-proyek Nama subproyek:_________________________________________________________ Lokasi:_________________________________________________________ ___________
230
Provinsi:_______________________________________________________ ______________ Uraian Kegiatan yang Diusulkan:____________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________ ________________________________________________________________ _______________ ________________________________________________________________ __________________ Reseptor sensitif yang signifikan ___________________________________________________________ ________________________________________________________________ _________________ ________________________________________________________________ _________________ ________________________________________________________________ _________________ Uraian Kegiatan Terkait:____________________________________________________ ________________________________________________________________ ________________ ________________________________________________________________ _______________ 231
________________________________________________________________ __________________ Reseptor Sensitif yang Signifikan terhadap Kegiatan Terkait _______________________________________ ________________________________________________________________ _________________ ________________________________________________________________ _________________ ________________________________________________________________ _________________
232
Perlindungan Pemeriksaan, Pemicu Kebijakan dan Cheklist Instrumen Perlindungan
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir
233
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah dampak sub-
OP 4.01
Jika “Tidak”:
proyek cenderung
tentang
Kategori B
memiliki dampak
Penilaian
Jika “Ya”: Kategori A
lingkungan yang
Lingkunga
ESIA, ESMP, UKL/UPL
merugikan secara
n
signifikan yang sensitif,18 beragam atau belum pernah terjadi sebelumnya?19 Berikan penjelasan singkat:
234
18
Sensitif (yaitu, dampak potensial dianggap sensitif jika dampak tersebut mungkin tidak dapat diubah, misalnya, secara permanen mempengaruhi fitur lanskap yang signifikan. 19 Skala besar yang disebabkan pembangunan pertanian dengan tebang dan bakar ke daerah-daerah berhutan.
235
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah dampak proyek
OP 4.01
Jika “Tidak”:
cenderung memiliki
tentang
Kategori
dampak sosial yang
Penilaian
Jika “Ya”: Kategori
merugikan secara
Lingkunga
A
signifikan yang
n
ESIA, ESMP, UKL/UPL
sensitif, beragam atau belum pernah terjadi sebelumnya?20 Berikan penjelasan singkat.
20
236
B
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah dampak tersebut
OP 4.01
Jika “Tidak”:
mempengaruhi area yang
tentang
Kategori B.
lebih luas dari lokasi
Penilaian
Jika “Ya”: Kategori
atau fasilitas yang
Lingkunga
A
tunduk pada pekerjaan
n
ESIA, ESMP, UKL/UPL
fisik dan apakah dampak lingkungan yang merugikan secara signifikan dapat diubah? Berikan penjelasan singkat:
237
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP 4.01
Jika “Tidak”:
memiliki manfaat
tentang
Kategori B.
positif terhadap
Penilaian
Jika
lingkungan atau
Lingkunga
B
sosial? Berikan
n
ESIA, ESMP, UKL/UPL
penjelasan singkat:
238
“Ya”: Kategori
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP 4.11
Jika "Ya/Signifikan":
berdampak negatif
tentang
Kategori A.
terhadap sumber daya
Sumber
Susun Rencana
budaya fisik?21 Harap
Daya
Pengelolaan PCR
berikan justifikasi
Budaya
sebagai bagian dari
singkat.
Fisik
ESMP. Jika Ya/Sedang atau Ya/Kecil: Kategori B. Jika 'Tidak': Gunakan kesempatan temukan prosedur.
239
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP 4.04
Jika “Tidak”: Merujuk
melibatkan konversi
tentang
pada pertanyaan
atau degradasi habitat
Habitat
pemeriksaan
alami yan tidak
Alam
berikutnya.
kritis? Harap berikan
Jika “Ya/Signifikan”:
justifikasi singkat.
Kategori A. Jika“Ya/Sedang atau Ya/Kecil’: Kategori B
21
Contoh sumber daya budaya fisik adalah situs arkeologi atau sejarah, situs agama atau spiritual, terutama situs-situs yang diakui oleh pemerintah.
240
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP 4.04
Jika “Tidak”: Merujuk
melibatkan konversi
tentang
pada pertanyaan
atau degradasi habitat
Habitat
pemeriksaan
alami yang kritis?22
Alam
berikutnya. Jika “Ya/Signifikan”: tidak memenuhi syarat untuk pembiayaan proyek karena tidak sesuai dengan Kebijakan. Jika “Ya/Sedang atau Ya Kecil”: Kategori A
241
22
Sub-proyek yang secara signifikan mengubah atau menurunkan habitat alami kritis seperti dilindungi secara hukum, secara resmi diusulkan untuk mendapat perlindungan, diidentifikasi oleh sumber otoritatif untuk nilai konservasi tinggi, atau diakui sebagai dilindungi oleh masyarakat lokal tradisional, tidak memenuhi syarat untuk pembiayaan Bank.
242
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah sub-proyek
OP 4.12
Jika “Tidak”: Merujuk
melibatkan
tentang
pada pertanyaan
pengambilaihan lahan
Pemukiman
pemeriksaan
secara paksa?
Kembali
berikutnya.
Signifikan> 200 orang
Secara
Jika “Ya/Significan”:
pengungsi atau 10%
Paksa
Kategori
A, LARAP
dari aset rumah tangga
Jika “Ya/Sedang”:
yang terkena dampak.
Kategori
Sedang <200 orang atau
Disingkat LARAP
10% dari aset rumah tangga yang terkena dampak. 243
B,
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah sub-proyek
OP 4.12
Jika “Tidak”: Merujuk
melibatkan kehilangan
tentang
pada pertanyaan
aset atau akses ke
Pemukiman
pemeriksaan
aset, atau kehilangan
Kembali
berikutnya.
sumber pendapatan atau
Secara
Jika “Ya/Significan”:
mata pencaharian
Paksa
Kategori A, LARAP
sebagai akibat dari
Jika “Ya/Sedang atau
pengambilalihan tanah
Kecil”: Kategori B,
secara paksa? Harap
Disingkat LARAP
berikan justifikasi singkat
244
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah sub-proyek
OP4.01
Jika “Tidak”: Merujuk
melibatkan hilangnya
Tentang
pada pertanyaan
aset tetapi bukan
Penilaian
pemeriksaan
sebagai akibat dari
Lingkunga
berikutnya.
pengambilalihan tanah
n
Jika “Ya”:
secara paksa?
Kategori
B. Mengelola kompensasi sebesar nilai penggantian berdasarkan ESMP.
245
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Apakah terdapat
OP4.10
Jika “Tidak”: Merujuk
Masyarakat Adat di
tentang
pada pertanyaan
wilayah proyek ?:
Masyaraka
pemeriksaan
Mengidentifikasi
t Adat
berikutnya.
sendiri sebagai bagian
Jika “Ya”: Kategori A
dari kelompok sosial
Merujuk IPF untuk
dan budaya yang
persyaratan Penilaian
berbeda, dan
Sosial dalam ESIA dan
Mempertahankan intuisi
IPP.
budaya, ekonomi, sosial dan politik yang berbeda dari masyarakat dan budaya yang dominan ?, dan Berbicara dengan bahasa atau dialek
246
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP4.10
Jika tidak terdapat
langsung atau tidak
tentang
IP dalam daerah
langsung memberikan
Masyaraka
proyek, atau
keuntungan atau
t Adat
pertanyaan ini tidak
menargetkan Masyarakat
terkait, masukkan
Adat?
Tidak Tersedia dalam setiap kolom. Jika “Tidak ada manfaat atau target” atau “Ya Manfaat atau target”: Kategori A. Sampaikan di Penilaian Sosial dan 247
penyusunan IPP.
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP4.10
Jika “Tidak”: Merujuk
langsung atau tidak
tentang
pada pertanyaan
langsung mempengaruhi
Masyaraka
pemeriksaan
praktik sosial-budaya
t Adat
berikutnya.
tradisional dan
Jika “Ya”: Kategori
kepercayaan Masyarakat
A
Adat? (Misalnya dalam
Merujuk IPF untuk
membesarkan anak,
persyaratan Penilaian
kesehatan, pendidikan,
Sosial dalam ESIA dan
seni, dan tata
IPP.
kelola)?
248
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek
OP4.10
Jika “Tidak”: Merujuk
mempengaruhi sistem
tentang
pada pertanyaan
mata pencaharian
Masyaraka
pemeriksaan
Masyarakat Adat?
t Adat
berikutnya.
(Misalnya, sistem
Jika “Ya”: Kategori
produksi pangan,
A
pengelolaan sumber
Merujuk IPF untuk
daya alam, kerajinan
persyaratan Penilaian
dan perdagangan,
Sosial dalam ESIA dan
status pekerjaan)?
IPP.
249
Pertanyaan
Jawaban
Jika Ya
Kategori dan
Kebijakan
Instrumen Perlindungan
*Catatan pada
Ya
checklist atau dalam
Signifikan,
yang
laporan terlampir di
Sedang, Kecil
dipicu
Tidak
mana permasalahan mungkin hanya berhubungan dengan proyek-proyek terkait seperti eksploitasi hilir Akankah proyek berada
OP4.10
Jika “Tidak”: Merujuk
di daerah (tanah atau
tentang
pada pertanyaan
wilayah) yang
Masyaraka
pemeriksaan
diduduki, dimiliki,
t Adat
berikutnya.
atau digunakan oleh
Jika “Ya”: Kategori
Masyarakat Adat, dan /
A
atau diklaim sebagai
Merujuk IPF untuk
tanah leluhur?
persyaratan Penilaian Sosial dalam ESIA dan IPP.
250
Lampiran C. GARIS BESAR LAPORAN ESIA UNTUK KATEGORI SUB PROYEK Dengan mengacu pada Lampiran B pada OP 4.01 - Isi Laporan Penilaian Lingkungan untuk Proyek Kategori A. Laporan
ESIA
lingkungan
untuk
yang
proyek
signifikan
Kategori atas
A
suatu
berfokus
pada
isu-isu
proyek.
Ruang
lingkup
laporan dan tingkat detail harus sepadan dengan potensi dampak proyek.
Laporan
yang
disampaikan
kepada
Bank
disusun
dalam
bahasa Inggris dan ringkasan eksekutif dalam bahasa Inggris. Laporan ESIA harus mencakup hal-hal berikut (tidak harus dalam urutan yang ditampilkan): (a) Ringkasan
Eksekutif.
Secara
ringkas
membahas
temuan
yang signifikan dan tindakan yang direkomendasikan. (b) Kebijakan, hukum, dan kerangka administrasi. Membahas kebijakan, hukum, dan kerangka administratif di mana EA dilakukan. Menjelaskan persyaratan lingkungan atas setiap
pemodal.
lingkungan
Mengidentifikasi
internasional
yang
relevan
kesepakatan dimana
negara
ini merupakan pihak. (c) Deskripsi Proyek. Secara ringkas menggambarkan proyek yang
diusulkan
konteks
dan
sementara,
geografis, termasuk
ekologi,
investasi
sosial, offsite
dan yang
mungkin diperlukan (misalnya, pipa yang didedikasikan, akses
jalan,
pembangkit 251
listrik,
penyediaan
air,
perumahan, dan bahan baku dan fasilitas penyimpanan produk). Menunjukkan kebutuhan untuk rencana pemukiman kembali
atau
(lihat
rencana
juga
pembangunan
paragraph
(h)(v)
di
Masyarakat bawah).
Adat
Biasanya
mencakup sebuah peta yang menunjukkan lokasi proyek dan daerah pengaruh proyek. (d) Data
dasar.
menjelaskan ekonomi
Menilai kondisi
yang
diantisipasi
dimensi fisik,
wilayah
biologis,
studi dan
dan
sosial
relevan,
termasuk
perubahan
yang
sebelum
proyek
dimulai.
Juga
memperhitungkan kegiatan pembangunan saat ini dan yang diusulkan langsung dengan
dalam
wilayah
terhubung keputusan
operasi,
atau
ke
proyek
tetapi
proyek.
tentang
Data
lokasi
langkah-langkah
tidak
secara
harus
relevan
proyek,
desain,
mitigasi.
Bagian
ini
menunjukkan keakuratan, keandalan, dan sumber data. (e) Dampak
lingkungan.
positif
dan
Memperkirakan
negatif
dan
kemungkinan
menilai
dampak
proyek,
secara
kuantitatif sejauh mungkin. Mengidentifikasi langkahlangkah tidak
mitigasi
dapat
peningkatan
dan
dampak
dikurangi.
negatif
Mengeksplorasi
lingkungan.
residual
yang
peluang
untuk
Mengidentifikasi
dan
memperkirakan tingkat dan kualitas data yang tersedia, kesenjangan
data
kunci, 252
dan
ketidakpastian
terkait
dengan
prediksi,
dan
menentukan
topik
yang
tidak
memerlukan perhatian lebih lanjut. (f) Analisis
alternatif.
alternatif
layak
Secara
untuk
sistematis
lokasi
membandingkan
proyek,
teknologi,
desain, dan operasi yang diusulkan termasuk situasi "tanpa proyek"
dalam hal potensi dampak lingkungan
mereka; kemungkinan memitigasi dampak tersebut; modal dan biaya berulang mereka; kesesuaian dengan kondisi setempat; dan kelembagaan, pelatihan, dan persyaratan pemantauan. Untuk setiap alternatif, mengkuantifikasi dampak nilai
lingkungan ekonomi
jika
sejauh
mungkin,
memungkinkan.
dan
melampirkan
Menyatakan
dasar
untuk memilih desain proyek tertentu yang diusulkan dan
membenarkan
dan
melakukan
tingkat
emisi
pendekatan
yang
untuk
direkomendasikan pencegahan
dan
pengurangan polusi. (g) Rencana Meliputi
pengelolaan
lingkungan
langkah-langkah
dan
mitigasi,
sosial
(ESMP).
pemantauan,
dan
penguatan kelembagaan; lihat garis di Lampiran D. (h) Lampiran-lampiran
Daftar
pihak
penyusun
organisasi.
253
laporan
EA
-
individu
dan
Rujukan--materi dan
tidak
tertulis
baik
dipublikasikan,
yang
yang
dipublikasikan
digunakan
dalam
penyusunan studi.
Catatan atas pertemuan antar agen dan konsultasi, termasuk
konsultasi
untuk
memperoleh
pandangan
informasi dari orang-orang yang terkena dampak dan organisasi
non-pemerintah
setempat
(LSM).
Catatan
tersebut menentukan cara apa pun selain konsultasi (misalnya, survei) yang digunakan untuk mendapatkan pandangan dari kelompok yang terkena dampak dan LSM setempat.
Tabel-tabel
menyajikan
data
yang
relevan
yang
disebut atau diringkas dalam teks utama.
Daftar laporan terkait (misalnya, rencana pemukiman kembali atau rencana pembangunan masyarakat adat).
254
Lampiran D. TEMPLATE RENCANA PENGELOLAAN LINGUNGAN DAN SOSIAL Dengan merujuk pada Lampiran C pada Kebijakan Perlindungan Bank Dunia OP 4.01 – Rencana Pengelolaan Lingkungan (a)
Rencana pengelolaan lingkungan dan sosial sub-proyek (ESMP) terdiri dari himpunan mitigasi, pemantauan, dan langkahlangkah institusional yang akan diambil selama pelaksanaan dan
operasi
sosial
untuk
yang
menguranginya tersebut
menghilangkan
merugikan, ke
juga
tingkat
mencakup
dampak
mengimbangi yang
tindakan
dapat
lingkungan mereka,
diterima.
yang
dan atau
Rencana
diperlukan
untuk
menerapkan langkah-langkah ini. Untuk mempersiapkan sebuah ESMP,
PT
SMI
akan
(a)
mengidentifikasi
serangkaian
tanggapan terhadap potensi dampak yang merugikan; (b)
menentukan
persyaratan
untuk
memastikan
bahwa
tanggapan
tersebut dibuat secara efektif dan pada waktu yang tepat; dan (c)
menjelaskan cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Lebih khusus, ESMP akan mencakup komponen-komponen berikut.
Mitigasi ESMP mengidentifikasi langkah yang tepat dan hemat biaya yang dapat mengurangi potensi dampak lingkungan yang merugikan secara signifikan untuk tingkat yang dapat diterima. Rencana tersebut meliputi
langkah-langkah
kompensasi 255
jika
langkah-langkah
mitigasi
tidak
layak,
tidak
hemat
biaya,
atau
tidak
cukup.
Secara khusus, ESMP: a.
mengidentifikasi dan merangkum semua dampak lingkungan yang dapat
diantisipasi
yang
merugikan
secara
signifikan
(termasuk yang melibatkan masyarakat adat atau pemukiman kembali secara paksa); b.
menjelaskan - dengan rincian teknis - masing-masing langkah mitigasi, termasuk jenis dampak yang berkaitan dan kondisi di mana diperlukan (misalnya, terus menerus atau dalam hal darurat), bersama-sama dengan desain, deskripsi peralatan, dan prosedur operasi, yang sesuai;
c.
memperkirakan setiap dampak lingkungan yang potensial dari langkah-langkah ini; dan
d.
memberikan
tautan
dengan
rencana
mitigasi
lainnya
(misalnya, untuk pemukiman kembali secara paksa, Masyarakat Adat, atau kekayaan budaya) yang diperlukan untuk proyek tersebut. Pemantauan Pemantauan
lingkungan
selama
pelaksanaan
proyek
memberikan
informasi tentang aspek-aspek lingkungan utama dari proyek ini, terutama dampak lingkungan dari proyek dan efektivitas langkahlangkah mitigasi. Informasi tersebut memungkinkan peminjam dan Bank
untuk
menilai
keberhasilan
mitigasi
sebagai
bagian
dari
pengawasan proyek, dan memungkinkan tindakan korektif yang harus 256
diambil bila diperlukan. Oleh karena itu, RPLS mengidentifikasi tujuan
monitoring
dan
menentukan
jenis
monitoring,
dengan
keterkaitan terhadap dampak yang dinilai dalam laporan ESIA dan langkah-langkah
mitigasi
yang
dijelaskan
dalam
RPLS.
Secara
khusus, bagian pemantauan RPLS mengatur: a.
deskripsi
spesifik,
pemantauan,
dan
termasuk
rincian
parameter
teknis,
yang
akan
langkah-langkah diukur,
metode
yang akan digunakan, lokasi pengambilan sampel, frekuensi pengukuran,
batas
deteksi
(jika
sesuai),
dan
definisi
ambang batas yang akan memberikan sinyal perlunya tindakan korektif; dan b.
prosedur
pemantauan
dan
pelaporan
untuk
(i)
memastikan
deteksi dini dari kondisi yang memerlukan tindakan mitigasi tertentu, dan (ii) memberikan informasi tentang kemajuan dan hasil mitigasi. Pengembangan Kapasitas dan Pelatihan Untuk mendukung pelaksanaan tepat waktu dan efektif komponen proyek lingkungan dan tindakan mitigasi, RPLS mengacu pada penilaian ESIA tentang keberadaan, peran, dan kemampuan unit lingkungan di lokasi atau di tingkat agen dan kementerian. Jika perlu, RPLS merekomendasikan pendirian atau perluasan unit tersebut, dan pelatihan staf, untuk memungkinkan pelaksanaan rekomendasi ESIA. Secara khusus, RPLS memberikan gambaran spesifik pengaturan kelembagaan - yang bertanggung jawab untuk 257
melaksanakan mitigasi dan pemantauan tindakan (misalnya, untuk operasi, pengawasan, penegakan, pemantauan pelaksanaan, tindakan perbaikan, pembiayaan, pelaporan, dan pelatihan staf). Untuk memperkuat kemampuan pengelolaan lingkungan di lembaga yang bertanggung jawab untuk implementasi, banyak ESMP mencakup satu atau lebih topik tambahan berikut: (a) program bantuan teknis, (b) pengadaan peralatan dan perlengkapan, dan (c) perubahan organisasi. Jadwal pelaksanaan dan Estimasi Biaya Untuk semua tiga aspek (mitigasi, pemantauan, dan pembangunan kapasitas), RPLS mengatur (a) jadwal pelaksanaan untuk langkahlangkah yang harus dilakukan sebagai bagian dari proyek, menunjukkan pentahapan dan koordinasi dengan rencana pelaksanaan proyek secara keseluruhan; dan (b) modal dan perkiraan biaya berulang dan sumber dana untuk melaksanakan ESMP. Angka-angka ini juga terintegrasi ke dalam total tabel biaya proyek. Integrasi ESMP dengan Proyek Keputusan peminjam untuk melanjutkan dengan proyek, dan keputusan Bank untuk mendukungnya, yang didasarkan pada harapan bahwa EMP akan dijalankan secara efektif. Akibatnya, Bank mengharapkan rencana lebih spesifik dalam deskripsi terhadap tindakan mitigasi dan pemantauan individu dan tugas tanggung jawab institusional, dan itu harus diintegrasikan ke dalam keseluruhan perencanaan, desain, anggaran, dan pelaksanaan 258
proyek. Integrasi tersebut dicapai dengan mendirikan ESMP dalam proyek sehingga rencana tersebut akan menerima dana dan pengawasan bersama dengan komponen lainnya. Tabel
berikut
ini
adalah
template
yang
disarankan
untuk
ringkasan mengenai rencana mitigasi dan pemantauan untuk tahap eksplorasi dan pengembangan kegiatan panas bumi.
A. TEMPLATE RENCANA MITIGASI UNTUK EKSPLORASI
Fase
Biaya
Tanggung
Komentar
kepada:
Jawab
(misalnya
Kelembagaan
dampak
kepada
sekunder
:
atau
Damp
Tindak
Mema Mengo
Memas
Mengo
kumulatif
ak
an
sang peras
ang
peras
)
Mitiga
ikan
si Fase eksplorasi Fase dekomisioni ng
259
ikan
B. RENCANA PEMANTAUAN UNTUK EKSPLORASI Biaya
Tanggung
kepada:
Jawab Kelembagaa n kepada :
Fase
Apa
Dima Bag
Kapa
Men
Mema Meng
Mema Meng
(par
na
aim
n
gap
sang oper
sang oper
amet
ana
(fre
a
asik
asik
er)
(pe
kuen
an
an
ral
si)
ata n) Fase eksplorasi Fase dekomisioni ng
260
Lampiran E. FORMAT UKL/UPL Format
berikut
adalah
Format
untuk
Rencana
Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (UPL). Format ini menggambarkan dampak dari kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
dan
bagaimana
hal
itu
ditangani.
Sebagai
bagian
integral dari UKL/UPL, Pernyataan Jaminan Pelaksanaan UKL/UPL juga
termasuk.
Format
ini
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 16/2012 yang dapat dirujuk untuk panduan lebih lanjut.
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab Surat Pernyataan dari Manajemen Proyek a.
Surat pernyataan dari manajemen proyek akan menyatakan
akuntabilitas
memastikan
bahwa
Lingkungan
(UKL)
Lingkungan
(UPL)
mereka
Rencana dan
Rencana
akan
untuk
Pengelolaan Pemantauan
dilakukan.
Surat
pernyataan ini harus ditandatangani di atas materai yang diakui oleh Kepala BLHD (badan lingkungan
setempat)
dan
Kepala
Pemerintah
Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). b.
Manajemen
proyek 261
terdiri
dari
pihak-pihak
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab yang
menyiapkan
proyek,
dan
pihak-pihak
melaksanakan yang
Kegiatan
bertanggung
jawab
untuk operasi dan pemeliharaan atas Kegiatan Proyek, dan pihak lain yang bertanggung jawab untuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan I.
uraian manajemen proyek
1.1 Nama
……………………………….
perusahaan 1.2 Nama Badan
Nama entitas manajemen proyek dan deskripsi
Manajemen
pekerjaan mereka pada setiap tahap Kegiatan
Proyek
Proyek, yang harus mencakup: a. Badan atau kantor yang bertanggung jawab atas penyusunan dan pelaksanaan Kegiatan Proyek. b. Badan atau kantor yang bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan Kegiatan Proyek setelah pekerjaan selesai. c. Badan atau kantor yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
1.3
Alamat,
Nomor Telepon
Alamat jelas lembaga atau kantor yang disebut yang terkait dengan Kegiatan Proyek sesuai
262
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab dan Faks,
dengan titik 1,1 di atas.
Website dan Email II.
Uraian kegiatan Proyek dan dampaknya
2.1 Nama
Nama Kegiatan Proyek secara jelas dan lengkap.
Kegiatan Proyek 2.2 Lokasi
a.
Kegiatan Proyek
Lokasi
Kegiatan
Proyek
secara
jelas
dan
lengkap: Kelurahan/Desa, Kabupaten/kota, dan Provinsi
dimana
Kegiatan
Proyek
dan
ditarik
dalam
komponennya berlangsung. b.
Lokasi
Kegiatan
Proyek
peta
menggunakan
harus
skala
yang
memadai
(misalnya, 1: 50.000, disertai dengan lintang dan bujur lokasi). 2.3 Skala dan
Estimasi skala dan jenis Kegiatan Proyek
Kegiatan Proyek
(menggunakan unit pengukuran yang dapat diterima). Sebagai contoh: pembangunan pasar kapasitas tertentu mungkin perlu disertai dengan fasilitas pendukung sejalan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan yang harus menyebutkan
263
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab jenis komponen serta skala. 2.4 Komponen
Penjelasan singkat dan jelas pada setiap
Kegiatan Proyek
komponen dari Kegiatan Proyek yang memiliki
dalam uraian
dampak lingkungan yang potensial. Komponen
singkat
pekerjaan harus dibagi berdasarkan tahapan sebagai berikut: a. Pra-konstruksi, misalnya: mobilisasi tenaga kerja dan material, transportasi, dll b. Konstruksi, misalnya penggunaan air tanah, meletakkan pipa utilitas, dll c. Operasi dan Pemeliharaan: Pasca konstruksi, misalnya: pembersihan bahan limbah yang digali, dll Juga, melampirkan bagan alur/diagram untuk menjelaskan aliran pekerjaan yang harus dilakukan, jika dapat diterapkan.
III POTENSI
Jelaskan secara singkat dan jelas tentang
DAMPAK
Aktivitas Proyek dengan dampak lingkungan yang
LINGKUNGAN
potensial, jenis dampak yang mungkin terjadi, besarnya dampak, dan hal-hal lain yang
264
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab dibutuhkan untuk menggambarkan setiap potensi dampak lingkungan pada lingkungan alam dan sosial. Deskripsi tersebut dapat disajikan dalam tabulasi, dengan masing-masing kolom mewakili masing-masing aspek. Penjelasan mengenai ukuran atau besarnya dampak harus disertai dengan unit pengukuran berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku atau analisis ilmiah tertentu. . IV.
Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan
4.1 Rencana
a.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (UKL) terdiri
Pengelolaan
dari rencana itu sendiri, serta pihak yang
Lingkungan
bertanggung jadwal
jawab,
frekuensi
pelaksanaan,
dan
intervensi,
jenis
mekanisme
(misalnya: prosedur manajemen, metode, dll) untuk
mengurangi
dampak
lingkungan
yang
teridentifikasi pada Bagian III di atas. b.
Rencana tersebut dapat disajikan dalam format tabel,
yang
minimal
berisi
kolom
berikut:
jenis dampak, sumber, besarnya, ambang batas,
265
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab rencana
pengelolaan,
dan
frekuensi
intervensi, pihak yang bertanggung jawab, dan keterangan lainnya. 4.2 Rencana
a.
Rencana Pemantauan Lingkungan (UPL) terdiri
Pemantauan
dari
rencana
Lingkungan
bertanggung jadwal
itu
sendiri,
jawab,
pihak
frekuensi
pelaksanaan,
dan
yang
intervensi,
jenis
mekanisme
(misalnya: prosedur untuk pemantauan, metode, dll)
untuk
memantau
rencana
pengelolaan
lingkungan yang dijelaskan dalam bagian 4.1 di atas. b.
Rencana tersebut dapat disajikan dalam format tabel,
yang
minimal
berisi
kolom
berikut:
jenis dampak, sumber, besarnya, ambang batas, rencana
pengelolaan,
dan
frekuensi
intervensi, pihak yang bertanggung jawab, dan keterangan lainnya. Dalam rencana pemantauan ini,
ambang
batas
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan dampak
lingkungan
sebagaimana
diidentifikasi dalam Bagian III di atas. 266
telah
Judul Bab/Sub
Isi/Keterangan
Bab V.
TANDA
Setelah dokumen UKL / UPL disiapkan dan lengkap,
TANGAN DAN
Manajer Proyek harus menandatangani dan
STEMPEL KANTOR
membubuhkan stempel resmi pada dokumen.
VI. RUJUKAN
Masukkan berbagai rujukan yang digunakan dalam penyusunan UKL/UPL.
VII. LAMPIRAN-
Lampirkan dokumen atau informasi yang relevan
LAMPIRAN
dengan UKL/UPL, yaitu tabel yang menampilkan hasil pemantauan, dan lain-lain.
267
Lampiran F. PERNYATAAN JAMINAN UNTUK UKL/UPL No:……………………. Dalam
upaya
untuk
potensi
mencegah,
dampak
mengurangi
dan
lingkungan
Kontruksi..............................
/
atau
dari ,
di
mengatasi Pekerjaan
Kabupaten
/
Provinsi .............. serta sesuai dengan tugas dan wewenang Dinas ................ , Kabupaten / Provinsi akan melaksanakan Rencana
Pengelolaan
Lingkungan
(UKL)
dan
Rencana
Pemantauan
Lingkungan (UPL) dan termasuk rekomendasi dari UKL / UPL ke dalam Desain Secara Rinci.
Untuk
tahap
berikutnya,
yang
merupakan
pekerjaan
fisik,
pelaksanaan rekomendasi dari UKL / UPL dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk pekerjaan fisik, yang merupakan "Satker .............. ....... Kabupaten / Provinsi .................. "
Pernyataan ini dibuat sebagaimana mestinya, sebagai konfirmasi untuk mendukung Rencana Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan
(UPL)
pada
Pekerjaan
Konstruksi
untuk
Pembangunan .................. ....., di Kabupaten / Provinsi .............
Lokasi,.........................., Tanggal…..……….. DINAS…………….………………............ 268
KABUPATEN/PROVINSI....................... Satker
NAMA .................................
269
Lampiran G. PROSEDUR PENEMUAN KESEMPATAN PCR
Definisi.
Kesempatan
disengaja
atas
selama
menemukan
arkeologi,
konstruksi
atau
adalah
sejarah,
operasi
penemuan
budaya,
proyek.
dan
yang
tidak
materi
tetap
Prosedur
kesempatan
menemukan adalah prosedur spesifik proyek yang akan diikuti jika warisan budaya yang kegiatan
proyek.
tidak diketahui sebelumnya ditemui selama
Prosedur
tersebut
pada
umumnya
mencakup
persyaratan untuk memberitahu otoritas yang relevan atas benda atau lokasi yang ditemukan oleh para ahli warisan budaya; untuk memagari area atau lokasi penemuan untuk menghindari gangguan lebih lanjut; untuk melakukan penilaian atas benda atau lokasi yang
ditemukan
mengidentifikasi persyaratan melatih
dari
personil
oleh dan
para
ahli
menerapkan
Bank
Dunia
proyek
dan
warisan
tindakan
dan
untuk
sesuai
dengan
yang
hukum
pekerja
budaya;
Indonesia; proyek
dan
pada
untuk
prosedur
menemukan kesempatan. Tujuan.
Untuk melindungi sumber daya budaya fisik dari dampak
merugikan
atas
kegiatan
proyek
dan
keuntungan
yang
mendukung pelestariannya.
Untuk
mempromosikan
pembagian
merata dari penggunaan PCR. Prosedur. 270
a. Jika PT SMI, konsultan atau kontraktor mereka menemukan situs
arkeologi,
situs
sejarah,
sisa-sisa
dan
benda-
benda, termasuk kuburan dan/atau kuburan individu selama penggalian atau konstruksi, mereka harus: b. Menghentikan
kegiatan
konstruksi
di
daerah
menemukan
kesempatan; c. Menggambarkan dan memberi pagar pada situs atau daerah yang ditemukan; d. Mengamankan
situs
untuk
mencegah
kerusakan
atau
kehilangan benda bergerak. Dalam kasus barang bergerak antik atau sensitif, penjaga malam harus disiapkan sampai pemerintah daerah yang bertanggung jawab atau Departemen Kebudayaan
Kabupaten/Provinsi,
atau
Lembaga
Arkeologi
setempat sudah siap ntuk mengambil alih; e. Melarang pekerja atau pihak lain untuk mengambil objek; f. Memberitahu semua personil sub-proyek atas penemuan dan mengambil tindakan pencegahan perlindungan awal; r. Mencatat kesempatan menemukan objek dan tindakan awal; s. Memberitahu dengan segera kepada pemerintah setempat yang bertanggung jawab dan Lembaga Arkeologi terkait; t. Pemerintah daerah yang bertanggung jawab akan bertugas melindungi prosedur
dan
yang
melestarikan tepat
situs
berikutnya.
sebelum
Ini
akan
memutuskan membutuhkan
evaluasi awal mengenai temuan yang akan dilakukan oleh 271
Lembaga Arkeologi setempat. Arti dan pentingnya temuan harus
dinilai
relevan
sesuai
dengan
estetika,
dengan
warisan
sejarah,
berbagai
budaya;
ilmiah
atau
kriteria
termasuk penelitian,
yang
nilai-nilai sosial
dan
ekonomi; u. Keputusan
tentang
bagaimana
menangani
temuan
harus
diambil oleh otoritas yang bertanggung jawab. Hal ini dapat mencakup perubahan tata letak sub-proyek (seperti ketika menemukan benda budaya yg tdk dpt dipindahkan atau arkeologi penting) konservasi, pelestarian, pemulihan dan penyelamatan; v. Pelaksanaan
keputusan
otoritas
mengenai
pengelolaan
temuan harus disampaikan secara tertulis oleh otoritas setempat yang relevan; w. Langkah-langkah mitigasi dapat mencakup perubahan desain sub-proyek/tata
letak,
perlindungan,
konservasi,
restorasi, dan/atau pelestarian situs dan/atau benda; x. Pekerjaan setelah
konstruksi
izin
di
diberikan
lokasi dari
bisa
dilanjutkan
pemerintah
setempat
hanya yang
bertanggung jawab mengenai perlindungan warisan tersebut; dan y. PT SMI, konsultan dan kontraktor mereka, akan bekerja sama
dengan
pemerintah
daerah
terkait
untuk
memantau
semua kegiatan konstruksi dan memastikan bahwa tindakan 272
pelestarian
yang
memadai
warisan dilindungi.
273
diambil
dan
karenanya
situs
Lampiran H SAMPEL FORMULIR PENGADUAN No. Rujukan Nama Lengkap Mohon beri tanda
Mohon beri tanda bagaimana anda ingin
bagaimana anda ingin
dihubungi
dihubungi (surat, telepon, surel). Provinsi/Kabupaten Tanggal Kategori pengaduan 1. Atas pengabaian (rumah sakit, rumah umum) 2. Atas aset/properti yang terkena dampak proyek 3. Atas infrastruktur 4. Atas penurunan atau kerugian total atas sumber pendapat 5. Atas permasalahan lingkungan hidup (misalnya polusi) 6. Atas pekerjaan 7. Atas lalu lintas, transportasi dan risiko lainnya 8-Lain-lain (Mohon jelaskan):
274
Uraian Pengaduan Apa yang terjadi? Kapan itu terjadi? Dimana itu terjadi? Apa hasil dari masalah itu?
Apa yang Anda inginkan untuk terjadi
dalam
menyelesaikan
masalah tersebut?
Tanda tangan:
Tanggal:
275
Lampiran I. SAMPEL FORMULIR PENUTUPAN PENGADUAN Nomor tutup pengaduan: Menetapkan tindakan segera yang diperlukan: Menetapkan tindakan jangka panjang yang diperlukan (jika perlu): Kompensasi yang dibutuhkan?
[ ] YA
[
] TIDAK KENDALI ATAS TINDAKAN PEMULIHAN DAN KEPUTUSAN Tahap-tahap Tindakan Pemulihan
Batas waktu dan Lembaga yang Bertanggung jawab
1. 2. 3. 4. 5.
KOMPENSASI DAN TAHAP AKHIR Bagian ini akan diisi dan ditandatangani oleh pengadu setelah dia menerima biaya kompensasi dan pengaduannya telah dipulihkan. Catatan: Nama-Nama Keluarga dan Tanda Tangan Tanggal…./…../….. 276
Dari Pengadu:
Wakil Lembaga/Perusahaan yang Bertanggung Jawab
Jabatan-Nama-Nama Keluarga dan Tanda Tangan
277
Lampiran J. ISI UMUM RENCANA PEMBANGUNAN MASYARAKAT ADAT
Latar Belakang dan Konteks i.
Proyek dan komponen proyek
ii.
Uraian singkat tentang Masyarakat Adat / etnis minoritas (IP / EM) di negara proyek yang relevan
iii. Kerangka hukum yang relevan iv.
Ringkasan temuan mengenai Penilaian Sosial (bagian dari ESIA), termasuk antara lain: a. data dasar dari IP/ EM b. Peta daerah pengaruh proyek dan daerah yang dihuni oleh IP / EM c. Analisis struktur sosial IP/ EM dan sumber-sumber pendapatan d. Persediaan sumber daya yang digunakan oleh IP / EM, dan data teknis pada sistem produksi mereka e. Informasi tentang praktik dan pola budaya f. Hubungan IP / EM pada kelompok lokal / nasional lainnya
v.
Dampak utama yang positif pada proyek pada IP / EM
vi.
Dampak utama yang negatif pada proyek pada IP / EM
Tujuan IPP i.
Menerangkan tujuan IPP
278
Kegiatan Pengembangan dan/atau Mitigasi i.
Menguraikan detail kegiatan pengembangan
ii.
Menguraikan detail kegiatan mitigasi
Strategi untuk Partisipasi IP/EM i.
Menguraikan mekanisme untuk partisipasi IP / EM dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi ii.
Menguraikan prosedur untuk menyampaikan keluhan oleh IP / EM
Pengaturan Kelembagaan i.
Mengidentifikasi tugas dan tanggung jawab utama dalam
perencanaan, pengelolaan, dan pemantauan pembangunan, dan / atau kegiatan mitigasi ii.
Mengidentifikasi peran LSM atau organisasi IP / EM dalam
melaksanakan pembangunan dan / atau kegiatan mitigasi.
Anggaran dan Pembiayaan i.
Mengidentifikasi biaya pengembangan dan / atau biaya
kegiatan mitigasi dan sumber pendanaan
Pengawasan, Pemantauan dan Evaluasi i.
Menetapkan pengaturan untuk pengawasan, pemantauan, dan
evaluasi ii.
Strategi dan jadwal implementasi 279
iii.
Menyusun rencana pemantauan internal mengenai sasaran
pembangunan utama dan /atau kegiatan mitigasi
280
Lampiran K. ISI PENGAMBILALIHAN LAHAN DAN RENCANA AKSI PEMUKIMAN KEMBALI (LARAP) Ruang lingkup dan tingkat detail dari rencana pemukiman kembali bervariasi dengan besarnya dan kompleksitas pemukiman kembali secara paksa. Rencana ini didasarkan pada informasi terkini dan informasi yang
yang
diusulkan
dapat dan
dipercaya
dampaknya
tentang
terhadap
(a)
pemukiman
pengungsi
dan
kembali kelompok
lain yang terkena dampak yang merugikan, dan (b) masalah hukum yang terlibat dalam pemukiman kembali. Rencana pemukiman kembali mencakup unsur-unsur di bawah ini, sebagaimana relevan. 1.
Deskripsi
proyek.
Gambaran
umum
proyek
dan
identifikasi
wilayah proyek. 2.
Potensi dampak. Identifikasi komponen atau kegiatan proyek yang
menimbulkan
komponen
atau
dipertimbangkan pemukiman
pemukiman kegiatan untuk
kembali;
meminimalkan
zona
tersebut;
menghindari
dan
pemukiman
kembali;
mekanisme kembali,
dampak
dari
alternatif atau
yang
meminimalkan
yang
ditetapkan
sejauh
mungkin,
untuk selama
pelaksanaan proyek. 3.
Tujuan. Tujuan utama dari program pemukiman kembali.
4.
Studi Sosioekonomi. Temuan studi sosial ekonomi yang akan dilakukan
pada
keterlibatan
tahap
pengungsi
awal yang
survei sensus yang mencakup: 281
persiapan
proyek
berpotensi,
dan
termasuk
dengan hasil
a.
penghuni
daerah
membangun
yang
pondasi
terkena
untuk
dalam
desain
saat
program
ini
untuk
pemukiman
kembali dan untuk mengecualikan arus masuk berikutnya dari orang-orang untuk kelayakan atas kompensasi dan bantuan pemukiman kembali; b.
karakteristik standar rumah tangga pengungsi, sistem produksi, tenaga kerja, dan organisasi rumah tangga; dan informasi dasar tentang mata pencaharian (termasuk, sebagaimana relevan, tingkat produksi dan penghasilan yang
diperoleh
dari
kegiatan
ekonomi
formal
dan
informal) dan standar hidup (termasuk status kesehatan) dari populasi pengungsi; c.
besarnya kerugian yang diperkirakan – seluruhnya atau sebagian
aset,
dan
tingkat
perpindahan,
fisik
atau
rentan
orang-orang
ekonomi; d.
Informasi
tentang
kelompok
atau
sebagaimana diatur dalam OP 4.12, ayat 8, untuk siapa ketentuan khusus mungkin harus dilakukan; dan
e.
Ketentuan pencaharian
untuk dan
memperbarui standar
informasi
hidup
secara
pada berkala
mata para
pengungsi sehingga informasi terbaru tersedia pada saat perpindahan mereka. 5.
Studi lainnnya menguraikan berikut ini
282
a.
kepemilikan
tanah
inventarisasi
dan
sumber
sistem
daya
pengalihan,
alam
yang
termasuk
merupakan
milik
umum, dari mana orang memperoleh mata mata pencaharian dan
rezeki
mereka,
kepemilikan
system
(termasuk
hak
perikanan,
pakai
hasil
non
penggembalaan,
atau
penggunaan kawasan hutan) diatur oleh mekanisme alokasi tanah yang diakui setempat; b.
pola
interaksi
sosial
di
masyarakat
yang
terkena
dampak, termasuk jaringan sosial dan sistem dukungan sosial,
dan
bagaimana
mereka
akan
terkena
dampak
proyek; c.
infrastruktur
publik
dan
pelayanan
sosial
yang
akan
terkena dampak; dan
d.
karakteristik pengungsi, informal
sosial
dan
budaya
termasuk
deskripsi
(misalnya,
organisasi
dari
lembaga
komunitas formal
masyarakat,
dan
kelompok
ritual, lembaga swadaya masyarakat (LSM)) yang mungkin relevan dengan strategi konsultasi dan untuk merancang dan melaksanakan kegiatan pemukiman kembali.
Kerangka hukum. Temuan-temuan analisis mengenai kerangka hukum, yang meliputi a.
lingkup yang
kekuasaan
terkait
domain
dengan
itu,
utama
dan
sifat
kompensasi
baik
dari
segi
metodologi
penilaian dan waktu pembayaran; 283
b.
prosedur hukum dan administrasi yang berlaku, termasuk deskripsi
dari
solusi
yang
tersedia
untuk
pengungsi
dalam proses peradilan dan jangka waktu normal untuk prosedur
tersebut,
penyelesaian
dan
sengketa
setiap yang
alternatif
tersedia
mekanisme
yang
mungkin
relevan dengan pemukiman kembali dalam proyek; c.
hukum
yang
relevan
(termasuk
hukum
adat
dan
tradisional) yang mengatur kepemilikan lahan, penilaian aset sumber
dan
kerugian,
daya
alam;
kompensasi, hukum
dan
pribadi
hak
adat
penggunaan
yang
terkait
dengan perpindahan; dan hukum lingkungan dan peraturan kesejahteraan sosial; d.
peraturan instansi
perundang-undangan yang
bertanggung
yang
jawab
berkaitan untuk
dengan
melaksanakan
kegiatan pemukiman kembali; e.
kesenjangan, meliputi
jika
domain
ada, utama
antara dan
hukum
pemukiman
setempat kembali
yang dan
kebijakan pemukiman kembali dari Bank, dan mekanisme untuk menjembatani kesenjangan tersebut; dan f.
Langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan
yang
efektif
dari
kegiatan
pemukiman
kembali di bawah proyek, termasuk, yang sesuai, proses untuk mengakui klaim atas hak-hak hukum atas tanah -
284
termasuk
klaim
yang
berasal
dari
hukum
adat
dan
penggunaan tradisional (lihat OP 4.12, ayat 15 b). g.
kesenjangan, meliputi
jika
domain
ada, utama
antara dan
hukum
setempat
pemukiman
kembali
yang dan
kebijakan pemukiman kembali dari Bank, dan mekanisme untuk menjembatani kesenjangan tersebut; dan h.
Langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan
yang
efektif
dari
kegiatan
pemukiman
kembali di bawah proyek, termasuk, yang sesuai, proses untuk mengakui klaim atas hak-hak hukum atas tanah termasuk
klaim
yang
berasal
dari
hukum
adat
dan
penggunaan tradisional (lihat OP 4.12, ayat 15 b).
Kerangka
kelembagaan.
Temuan-temuan
dari
analisis
kerangka
kelembagaan yang meliputi a.
identifikasi kegiatan
instansi
pemukiman
yang
kembali
bertanggung dan
LSM
jawab yang
untuk mungkin
memiliki peran dalam pelaksanaan proyek; b.
penilaian terhadap kapasitas kelembagaan lembaga dan LSM tersebut; dan
c.
Langkah-langkah
yang
diusulkan
untuk
meningkatkan
kapasitas kelembagaan lembaga dan LSM yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan pemukiman kembali.
285
Kelayakan.
Definisi
pengungsi
dan
kriteria
untuk
menentukan
kelayakan atas kompensasi mereka dan bantuan pemukiman kembali lainnya, termasuk tanggal akhir terkait. Penilaian
dan
kompensasi
digunakan
dalam
pengganti
mereka;
atas
menilai dan
kerugian.
kerugian deskripsi
Metodologi
untuk dari
yang
menentukan jenis
dan
akan biaya
tingkat
kompensasi yang diusulkan menurut hukum setempat dan langkahlangkah tambahan tersebut sebagaimana diperlukan untuk mencapai biaya penggantian atas aset yang hilang. Langkah-langkah
pemukiman
kembali.
Keterangan
tentang
paket
kompensasi dan langkah-langkah pemukiman kembali lainnya yang akan
membantu
setiap
kategori
pengungsi
yang
memenuhi
syarat
untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut (lihat OP 4.12, ayat
6).
pemukiman
Selain
layak
secara
teknis
kembali
harus
kompatibel
dan
dengan
ekonomis, preferensi
paket budaya
pengungsi, dan siap berkonsultasi dengan mereka. Pemilihan lokasi, persiapan lokasi, dan relokasi. Tempat relokasi alternatif dipertimbangkan dan penjelasan dari mereka yang dipilih, meliputi a.
pengaturan
kelembagaan
dan
teknis
untuk
mengidentifikasi dan menyiapkan lokasi relokasi, apakah pedesaan
atau
perkotaan,
produktif,
keuntungan
setidaknya
sebanding
dimana
lokasi, dengan
286
kombinasi
dan
faktor
keuntungan
dari
potensi lainnya lokasi
lama,
dengan
membebaskan
perkiraan dan
waktu
memindahkan
yang tanah
dibutuhkan dan
sumber
untuk daya
tambahan; b.
langkah-langkah
yang
diperlukan
untuk
mencegah
spekulasi tanah atau masuknya orang yang tidak memenuhi syarat pada lokasi yang dipilih; c.
prosedur untuk relokasi fisik di bawah proyek, termasuk jadwal untuk persiapan dan pemindahan lokasi; dan
d.
pengaturan
hukum
memindahkan
hak
untuk
mengatur
kepemilikan
kepemilikan
kepada
para
dan
pemukim
kembali. Pelayanan perumahan, infrastruktur, dan sosial. Rencana untuk menyediakan kembali
(atau
atas)
untuk
pelayanan
membiayai
penyediaan
para
perumahan,
infrastruktur
pemukim
(misalnya,
pasokan air, jalan pengumpan), dan sosial (misalnya, sekolah, pelayanan kesehatan); rencana untuk memastikan layanan sebanding dengan
penduduk
tuan
rumah;
setiap
pembangunan
lokasi
yang
diperlukan, rekayasa, dan desain arsitektur untuk fasilitas ini. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Uraian tentang batasbatas wilayah relokasi; dan penilaian terhadap dampak lingkungan dari pemukiman kembali dan langkah-langkah yang diusulkan untuk mengurangi dan mengelola dampak tersebut (dikoordinasikan sesuai dengan kajian lingkungan dari investasi utama yang membutuhkan pemukiman kembali). 287
Partisipasi masyarakat. Keterlibatan para
pemukim kembali dan
masyarakat tuan rumah, a.
deskripsi
strategi
untuk
konsultasi
dengan
dan
partisipasi pada para pemukim kembali dan tuan rumah dalam
desain
dan
pelaksanaan
kegiatan
pemukiman
kembali; b.
ringkasan
pandangan
yang
diungkapkan
pandangan
tersebut
diperhitungkan
dan
dalam
bagaimana penyusunan
rencana pemukiman kembali; c.
tinjauan
atas
disajikan
dan
alternatif pilihan
pemukiman
yang
dibuat
kembali oleh
yang
pengungsi
mengenai pilihan yang tersedia bagi mereka, termasuk pilihan yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kompensasi dan bantuan pemukiman kembali, untuk relokasi individu sebagai keluarga atau sebagai bagian dari masyarakat yang
sudah
ada
atau
kelompok
kekerabatan,
untuk
mempertahankan pola organisasi kelompok yang ada, dan untuk
mempertahankan
akses
ke
benda
cagar
budaya
(misalnya tempat ibadah, pusat-pusat ziarah, kuburan); dan d.
Pengaturan dapat pejabat
yang
dilembagakan
mengkomunikasikan berwenang
proyek
dengan
mana
keprihatinan selama
pengungsi
mereka
perencanaan
pada dan
pelaksanaan, dan langkah-langkah untuk memastikan bahwa 288
kelompok-kelompok rentan seperti masyarakat adat, etnis minoritas, tidak memiliki tanah, dan perempuan secara memadai terwakili. Integrasi
dengan
populasi
setempat.
Langkah-langkah
untuk
memitigasi dampak pemukiman kembali pada pemukim setempat 1.
konsultasi
dengan
masyarakat
setempat
dan
pemerintah
daerah; 2.
pengaturan untuk tender yang cepat atas pembayaran yang jatuh tempo dimana sejumlah atas tanah atau aset lain yang disediakan untuk para pemukim kembali;
3.
pengaturan
untuk
menangani
konflik
yang
mungkin
timbul
antara pemukim kembali dan masyarakat setempat; dan 4.
Setiap langkah yang diperlukan untuk meningkatkan layanan (misalnya, produksi) setidaknya
layanan di
pendidikan,
masyarakat
sebanding
air,
setempat
dengan
kesehatan,
untuk
layanan
yang
membuat tersedia
dan
mereka untuk
para pemukim kembali.
Prosedur pengaduan. Prosedur yang terjangkau dan dapat diakses untuk
penyelesaian
pemukiman;
mekanisme
ketersediaan
jalan
sengketa
pihak
pengaduan peradilan
ketiga
tersebut dan
yang
harus
masyarakat
timbul
dari
memperhitungkan dan
mekanisme
penyelesaian sengketa tradisional. Tanggung jawab organisasi. Kerangka organisasi untuk pelaksanaan pemukiman
kembali,
termasuk 289
identifikasi
instansi
yang
bertanggung
jawab
untuk
pengiriman
tindakan
pemukiman
dan
penyediaan layanan; pengaturan untuk memastikan koordinasi yang tepat
antara
lembaga
dan
yurisdiksi
yang
terlibat
dalam
pelaksanaan; dan langkah-langkah (termasuk bantuan teknis) yang diperlukan untuk memperkuat kapasitas lembaga pelaksana untuk merancang dan melaksanakan kegiatan pemukiman kembali; ketentuan untuk memindahkan ke otoritas setempat atau transmigran sendiri dalam bertanggung jawab untuk mengelola fasilitas dan layanan yang disediakan di bawah proyek dan untuk memindahkan tanggung jawab
lain
dari
badan
pelaksanaan
pemukiman
kembali,
saat
dibutuhkan. Jadwal
pelaksanaan.
kegiatan
pemukiman
Jadwal
pelaksanaan
kembali
mulai
yang
dari
mencakup
persiapan
semua sampai
pelaksanaan, termasuk tanggal target untuk pencapaian manfaat yang diharapkan bagi pemukim kembali dan pemukim setempat dan mengakhiri
berbagai
bentuk
bantuan.
Jadwal
harus
menunjukkan
bagaimana kegiatan pemukiman kembali terkait dengan pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Biaya dan anggaran. Tabel menunjukkan perkiraan biaya per item untuk semua kegiatan pemukiman kembali, termasuk tunjangan untuk inflasi, pertumbuhan penduduk, dan kontinjensi lainnya; Jadwal untuk pengeluaran; sumber dana; dan pengaturan untuk kelancaran dana, dan dana untuk pemukiman kembali, jika ada, di daerahdaerah di luar yurisdiksi lembaga pelaksana. 290
Pemantauan dan evaluasi. Pengaturan untuk pemantauan kegiatan pemukiman
kembali
pemantau
independen
memastikan
oleh
badan
yang
informasi
pelaksana,
dianggap
yang
tepat
lengkap
dan
dilengkapi oleh
Bank,
obyektif;
dengan untuk
indikator
pemantauan kinerja untuk mengukur input, output, dan hasil untuk kegiatan pemukiman kembali; keterlibatan para pengungsi dalam proses
pemantauan;
evaluasi
jangka
waktu
wajar
pemukiman pemantauan
yang
dan
terkait
pemukiman
dampak
setelah telah
kembali
berikutnya.
291
pemukiman
semua selesai; untuk
kembali
kegiatan
pembangunan
menggunakan memandu
untuk
hasil
pelaksanaan
Lampiran L. ISI SINGKATAN PENGAMBILALIHAN LAHAN DAN RENCANA AKSI PEMUKIMAN KEMBALI
1.
Deskripsi
proyek:
Gambaran
umum
proyek
dan
identifikasi
wilayah proyek 2.
Potensi dampak: Identifikasi (i) komponen sub-proyek atau kegiatan yang memerlukan pengambilalihan lahan, (ii) zona dampak dari komponen/kegiatan tersebut
3.
Sensus atas Pihak yang Terkena Dampak Proyek (PAP): Hasil sensus dan inventarisasi aset, termasuk (i) daftar WTP, membedakan antara mereka dengan hak atas tanah dan mereka yang tidak, dan (ii) inventarisasi bidang dan struktur yang terkena dampak.
4.
Analisis
Hukum:
Deskripsi
menjamin
pelaksanaan
yang
langkah-langkah efektif
dari
hukum
untuk
pengambilalihan
tanah di bawah sub-proyek, termasuk, yang sesuai, proses untuk mengenali klaim untuk hak hukum untuk tanah termasuk klaim
yang
berasal
dari
hukum
adat
dan
penggunaan
tradisional. 5.
Kelayakan: Identifikasi PAP yang akan memenuhi syarat untuk kompensasi dan penjelasan tentang kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan
292
6.
Penilaian aset dan perhitungan kompensasi kerugian: Uraian tentang prosedur yang akan diikuti untuk menentukan bentuk dan jumlah kompensasi yang akan ditawarkan kepada PAP.
7.
Konsultasi dengan orang-orang yang akan kehilangan tanah dan aset lainnya: Deskripsi kegiatan yang dilakukan untuk (1) menginformasikan PAP tentang dampak proyek dan prosedur dan pilihan kompensasi, dan (2) memberikan kesempatan PAP untuk menyatakan pendapat mereka
8.
Tanggung
jawab
Organisasi:
Deskripsi
singkat
mengenai
kerangka organisasi untuk melaksanakan pengambilalihan. 9.
Jadwal
Pelaksanaan:
pengambilalihan
Jadwal
lahan,
pelaksanaan
termasuk
tanggal
yang
mencakup
target
untuk
penyerahan kompensasi. Jadwal harus menunjukkan bagaimana kegiatan pengambilalihan lahan terkait dengan pelaksanaan proyek secara keseluruhan. 10.
Biaya dan anggaran: Perkiraan biaya untuk pengambilalihan lahan untuk sub-proyek.
11.
Prosedur
Pengaduan:
Prosedur
yang
terjangkau
dan
dapat
diakses untuk penyelesaian pihak ketiga terhadap sengketa yang timbul dari pengambilalihan lahan; mekanisme pengaduan tersebut harus memperhitungkan ketersediaan jalan peradilan dan
masyarakat
dan
mekanisme
tradisional.
293
penyelesaian
sengketa
12.
Pemantauan:
Pengaturan
untuk
memantau
kegiatan
pengambilalihan tanah dan penyerahan kompensasi kepada PAP.
294
295
PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR
GEOTHERMAL ENERGY UPSTREAM DEVELOPMENT PROJECT
ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK INCORPORATING: RESETTLMENT POLICY FRAMEWORK INDIGENOUS PEOPLES’ PLANNING FRAMEWORK
Draft V2 for Consultation Purposes July 2016
1
TABLE OF CONTENTS 1
2 3
4
5
6
7
8
INTRODUCTION ................................................................................................................................ 6 1.1 Background 6 1.2 Project Objectives 7 1.3 Project Description 7 1.4 Detailed Sub-Project Descriptions 10 THE GEUDP SAFEGUARD FRAMEWORKS ....................................................................................... 16 SAFEGUARDS LAWS, REGULATIONS AND POLICIES ....................................................................... 17 3.1 Indonesian Laws and Regulations relating to Environmental Management and Impact Assessment 17 3.2 World Bank Policies 20 3.3 Gap Analysis 22 ANTICIPATED ENVIRONMENTAL AND SOCIAL IMPACTS AND MITIGATION MEASURES ............... 24 4.1 Geothermal Exploration – Drilling Activities and Associated Infrastructure and Activities24 4.2 Linked Projects: Geothermal Exploitation – Energy Generation and Associated Infrastructure and Activities 32 SUB-PROJECT SAFEGUARDS OPERATIONAL PROCEDURES ............................................................ 42 5.1 Overview 42 5.2 Step 1: Basic Screening 43 5.3 Step 2: Detailed Screening 43 Step 3: Preparation, Consultation and Disclosure of Safeguards Instruments 48 5.4 5.5 Step 4: Clearances and Approvals 48 5.6 Step 5: Implementation and Monitoring 49 5.7 Step 6: Post Exploration Recommendations 49 5.8 Technical Advisory Operational Procedures 49 RESETTLEMENT POLICY FRAMEWORK ........................................................................................... 51 6.1 Key Principles 51 6.2 Indonesian Laws and Policies Relating to Land Acquisition 52 6.3 World Bank Safeguard Policy OP4.12 Involuntary Resettlement 54 6.4 Gap Analysis 55 6.5 Process for Preparing and Approving Resettlement Action Plan 55 6.6 Cut-off Date & Eligibility Criteria for Affected Persons 58 6.7 Proof of Eligibility 58 6.8 Entitlement Policy 59 6.9 Full Replacement Cost and Livelihoods Restoration 59 6.10 Negotiated Land Acquisition / Voluntary Transaction 59 INDIGENOUS PEOPLES’ PLANNING FRAMEWORK ......................................................................... 62 7.1 Objectives and Principles 62 7.2 Indonesian Laws and Regulations relating to Indigenous Peoples Safeguards 62 7.3 World Bank Policy OP4.10 Indigenous Peoples 64 7.4 General Requirements 65 7.5 Special Requirements 66 CONSULTATION AND DISCLOSURE ................................................................................................ 68 8.1 Safeguard Framework Consultation 68 8.2 Good Practice Guidance on Technical Advisory Consultation 68 8.3 Stakeholder Engagement and Consultation on Geothermal Sub-Project 68 2
8.4 Public Consultation Tools 70 INSTITUTIONAL ARRANGEMENTS AND CAPACITY BUILDING ........................................................ 73 9.1 Institutional Roles and Responsibilities 73 9.2 PT SMI Environmental and Social Management System 76 9.3 Capacity Building 77 9.4 Budget 79 10 MONITORING AND REPORTING ..................................................................................................... 81 11 GRIEVANCE REDRESS MECHANISM ............................................................................................... 83 11.1 Introduction 83 11.2 Approach to Grievance Redress 83 11.3 The GEUDP Grievance Redress Mechanism 84 11.4 GRM Assessments for Sub-projects 86 Appendix A. BASIC SCREENING CHECKLIST ......................................................................................... 88 Appendix B. DETAILED SCREENING CHECKLISTS ................................................................................. 95 Appendix C. ESIA REPORT OUTLINE FOR CATEGORY A SUB-PROJECTS ............................................ 105 Appendix D. ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT PLAN TEMPLATE ............................... 107 Appendix E. FORMAT OF UKL/UPL .................................................................................................... 110 Appendix F. STATEMENT OF ASSURANCE FOR UKL/UPL .................................................................. 114 Appendix G. PCR CHANCE FIND PROCEDURE .................................................................................... 115 Appendix H. SAMPLE OF GRIEVANCE FORM ..................................................................................... 117 Appendix I. SAMPLE GRIEVANCE CLOSE OUT FORM ........................................................................... 118 Appendix J. GENERIC CONTENTS OF INDIGENOUS PEOPLES’ DEVELOPMENT PLAN ........................... 119 Appendix K. CONTENT OF LAND ACQUISITION AND RESETTLEMENT ACTION PLAN (LARAP) .......... 121 Appendix L. CONTENTS OF AN ABBREVIATED LAND ACQUISITION AND RESETTLEMENT ACTION PLAN 126 9
3
LIST OF ABBREVIATIONS AOI
Area of Influence
AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)
BG
Badan Geologi (Geological Agency)
BPN
Badan Pertanahan National (National Land Bureau)
BPS
Badan Pusat Statistik (National Statistical Bureau)
Bupati
Head of Regency
CTF
Climate Technology Fund
DED
Detailed Engineering Design
DG
Directorate General
DG EBTKE
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi [Renewable Energy and Energy Conservation]
EA
Environmental Assessment
ESIA
Environmental and Social Impact Assessment
ESMF
Environment and Social Management Framework
ESMP
Environment and Social Management Plan
GEF
Global Environment Facility
GFF
Global Fund Facility
GEUDP
Geothermal Energy Upstream Development Project
GIS
Geographical Information System
GNZ
Government of New Zealand
GOI
Government of Indonesia
GRM
Grievance Redress Mechanism
IBRD
International Bank for Reconstruction and Development
IGF
Investment Guarantee Fund
IIFF
Indonesia Infrastructure Finance Facility
IPs
Indigenous Peoples
IPDP
Indigenous Peoples’ Development Plan
IPPF
Indigenous Peoples’ Planning Framework
ISA
Indonesian Society of Appraisers
4
KAT
Kelompok Adat Terasing (Isolated Indigenous Community)
Kecamatan
Sub-District
Keppres
Keputusan Presiden (Presidential Decree)
LARAP
Land Acquisition and Resettlement Action Plan
MEMR
Ministry of Energy and Mineral Resources
MHA
Masyarakat Hukum Adat (Customary Law Community)
MoF
Ministry of Finance
MW
Megawatt
NGO
Non-government Organization
PAP
Project Affected Person
PCR
Physical Cultural Resources
PCRMP
Physical Cultural Resources Management Plan
PPP
Pubic Private Partnership
PT SMI
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
RUPTL
Electricity Supply Business Plan or Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
SOE
State Owned Enterprise
SPPL
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (Letter of Environmental Management and Monitoring)
TA
Technical Assistance
tCO2
Tons of Carbon Dioxide
TOR
Terms of Reference
UKL/UPL
Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan Lingkungan (Environmental Management and Monitoring Plan)
UUD
Undang-undang Dasar (Constitution)
5
1
INTRODUCTION 1. This document details the environmental and social safeguard policies, principles, procedures, institutional arrangements, and workflows of PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) to guide the avoidance, minimization, or mitigation of any adverse environmental or social impacts of infrastructure projects supported by the Geothermal Energy Upstream Development Project (GEUDP).
1.1 Background 2. Over the past decade, Indonesia has seen strong economic growth and job creation. Indonesia’s rapid economic growth has been fuelled by an ever-expanding power sector. Nonetheless, keeping up with high electricity demand is a key development challenge. In an effort to reconcile the national electrification and economic development plans, the Government of Indonesia (GOI) has put forward the Electricity Supply Business Plan or Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), 2015-2024. Geothermal development is a pillar of the country’s Low Carbon Growth Strategy and a key development priority for the GOI1. It is also one of the best options to provide a base load response to fast-growing energy demand and diversify the energy mix in Indonesia. Geothermal power is expected to contribute to the country’s greenhouse gas emission reduction efforts, which targets a 29% cut by 2030 compared with a Business-As-Usual emissions projection that starts in 20102. 3. Despite the geothermal potential and the focus of GoI and development partners, only about 5% of the total resources indigenous to Indonesia are currently developed to produce power. Against a potential of approximately 27 GW, only about 1.3 GW of geothermal capacity has been developed. 4. Slower-than-desired geothermal development is imputable to low levels of private sector participation, which in turn are in large part due to resource risk - a key barrier to geothermal development which remains unaddressed in Indonesia. Realizing this, GOI’s renewed emphasis on geothermal development includes a number of policy interventions specifically designed to address resource risk and mobilize private capital. 5. PT SMI, in collaboration with the World Bank, is preparing the GEUDP with the objective to facilitate investments in geothermal-based electricity through government-sponsored, pre-license
1
The relevant national policies include: (i) Indonesia’s Second National Climate Change Communication (2009); (ii) the Indonesia Green Paper (2009); (iii) the GOI National Energy Policy (2005); (iv) the Energy Blueprint 2005 – 2025; (v) Indonesia's National Long-Term Development Plan 2005-2025, and National Medium-Term Development Program for 2010 – 2014 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah, or RPJM); (vii) the National Action Plan for Climate Change (2007); (viii) the Development Planning Response to Climate Change (2008); (ix) the Climate Change Roadmap for the National Medium-Term Development Program for 2010 – 2014 (2009); (x) Indonesia’s Technology Needs Assessment on Climate Change Mitigation (2009). 2 Indonesia’s Intended Nationally Determined Contribution, 2015
6
drilling and by providing technical assistance and capacity building. The focus of this Project will be on the geothermal power development market in Eastern Indonesia, where electrification rates are lowest, poverty rates are highest and electricity generation is heavily reliant on diesel. 6. PT. SMI will be implementing agency of GEUDP, and is responsible for preparing the environmental and social safeguard documents and for safeguards management throughout the Project. 1.2 Project Objectives 7. The Project Development Objective is to facilitate investments in geothermal energy. The focus of the Project will be on the geothermal power market in Eastern Indonesia in order to increase access to electricity in areas with high poverty rates and expensive diesel-fired power generation. 1.3 Project Description 8. The Project has three components, namely: (i) Component 1: Risk Mitigation for Geothermal Exploratory Drilling; (ii) Component 2: Technical Assistance and Capacity Building; and possibly3 (iii) Component 3: Investment Support for Geothermal Exploitation as a follow-up to the CTF/GEF support. 1.3.1 Component 1: Risk Mitigation for Geothermal Exploratory Drilling 9. Design Background: Component 1 focuses on supporting government-sponsored exploration drilling (the riskiest part of the geothermal development process as shown in the shaded area in the schematic below). This approach has been used in several countries. The most recent is Turkey, where a government agency funds exploration and drilling in selected areas and auctions off the sites shown to be feasible for power production to private developers. Results are promising: Turkey has the fastest growing geothermal sector in the world; and most of that growth is based on development of fields where its geological agency (MTA) has carried out exploration drilling, thus greatly reducing resource risk. Other countries that have taken this approach with successful results are the US, New Zealand and Japan.
3
Refer Section 1.3.3 which outlines when and how this Component may be funded in future.
7
10. Business Model: If the exploration – to be executed by a service company on behalf of GoI – is successful, a development and operation license will be issued to a developer. At the time of securing project financing, the developer will be required to repay the total cost of exploration plus a risk premium to a dedicated fund within PT SMI. The replenishment of the PT SMI and CTF support would ensure sustainability in the risk mitigation scheme. Based on the typical size of plants observed, it is estimated that 65 MW could come on-line as a result of the exploration drilling financed under this Project. 11. Geographic Focus and Scope of Drilling Activities: Site selection will be based on the utilization of geothermal resources to displace high-cost fossil alternatives outside the main load centers, where electrification rates are lowest and electricity generation is heavily reliant on diesel. Site screenings (including technical and safeguards) are expected to be conducted on a rolling-basis based on suggestions made by the Ministry of Energy and Mineral Resources (MEMR) / Badan Geologi (BG) and it is expected that four sites will be developed as a result of the Project. For each site, a report will be prepared on the basis of the following information: (i) general details, including location, prior surveys and plans, map of location; (ii) land denomination (e.g. conservation forest, protection forest, etc.) ; (iii) field concept and summary of resource estimation; (iv) summaries of geology, geophysics, geochemistry surveys; (v) summary of temperature gradient wells; (vi) social and environmental issues; (vii) existing electricity infrastructure in the area, including projected demand and power supply, transmission and distribution lines; and (viii) probable type of development (e.g. flash, binary). The share of earlystage exploration to be executed by a service company on behalf of GoI (or how many exploration or reinjection wells will be drilled before a field is auctioned off) depends on findings from these reports. Feasibility reports will be updated with the results from exploration drilling. If the defined work area is considered feasible, these reports will form part of the tendering package for the exploitation work area.
12. Expected Outcomes: Component 1 will deliver drilled wells, which provide data that serve as inputs to investment decisions. Assuming a portfolio of several smaller projects in Eastern Indonesia, the Project is expected to directly enable 65 MW of new geothermal power capacity, which, based on ESMAP estimates of development costs of about $6 million per MW, would imply commercial investments of about US$390 million. The proposed concept involves setting up a revolving Facility through which the funds used for exploration drilling will flow back to the facility through repayment from developers who are successful in securing project financing. Given the revolving nature of the Facility, it is expected that funds will flow back over three-year cycles for 15 years and that their use may enable 260 MW and about US$1.56 billion of new capacity and investment.
8
1.3.2 Component 2: Technical Assistance and Capacity Building 13. This component will be financed by the Global Environment Facility (GEF). Building on the previous GEF engagement with the Indonesian geothermal sector4, GEF support will mainly be focused on strengthening the indigenous capabilities for geothermal development by providing the resources needed in order to establish an efficient and effective exploration and tendering program5. Specifically, support to the government-sponsored drilling program will largely be provided for carrying out geology, geochemistry and geophysics surveys (3G surveys) and topographic mapping for candidate sites. 14. Support will be also made available for the preparation of drilling, well completion and resource assessment reports (based on 3G surveys), as well as for the bidding process for exploration service companies. It is envisioned that such support will be carried out by specialist service providers coordinated by an Exploration Management Consultant (EMC). In addition, technical assistance will include the services of a Geothermal Consultant to support capacity building for MEMR’s Geothermal Directorate (EBTKE). It is expected that the EMC will be financed by the GEF grant and the Geothermal Consultant will be financed by a grant from the Government of New Zealand (GNZ). The GNZ grant is designed complement CTF and GEF-supported activities. The GNZ grant will support GoI on: (i) establishment of an effective GIS-enabled database by collating and analyzing existing and new resource data, potentially to be housed within BG; (ii) building methodology for robust resource and reserve estimation and reporting protocol to an internationally acceptable standard; (iii) methodology for prioritization of potential sites for geothermal development; and (iv) capacity building for MEMR and PT SMI for tendering and executing an exploration program. 15. Moreover, the TA will also produce a ‘good practice’ guide for preparing Indigenous Peoples Plan (IPP), Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP), Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) and Environmental Management Plan (EMP) for exploration and exploitation of geothermal energy. This will be in the form of framework documents or guidance materials that will cover IPDP, LARAP, ESIA and EMP under Indonesian regulations and World Bank’s and other donors’ safeguards. The purpose is to further reduce barriers to geothermal development by providing standardized approaches to safeguards, as well as guiding expectations about the technical rigor and quality of the work required. An area of focus will be good practice guidance for the development of geothermal indirect use in conservation areas and forests. The Indonesian government is proposing new regulations to enable geothermal development in Wildlife Reserves, 4
The Geothermal Power Generation Development Project: through a US$4 million Global Environment Facility (GEF) grant, the project assisted MEMR’s US$5 million commitment to develop a pricing and compensation policy mitigate geothermal resource risks, and strengthen domestic capabilities in the sector, in particular to competitively tender new transactions. 5 The geothermal development process comprises a number of sequential tasks. A possible breakdown includes: (i) Preliminary Survey; (ii) Exploration; (iii) Test Drillings; (iv) Project Review and Planning; (v) Field Development; (vi) Construction; (vii) StartUp and Commissioning; and (viii) Operation and Maintenance. For further details, please refer to the ESMAP “Geothermal Handbook: Planning and Financing Power Generation”.
9
National Parks, Botanical Forest Parks and Natural Tourist Parks under a Utilization Permit for Geothermal Environmental Services Region. 16. Finally, GEF funding will also be employed to ensure seamless coordination with the other key players in the geothermal development landscape in Indonesia and that adequate administrative functions are in place. 1.3.3 Component 3: Investment Support for Geothermal Exploitation 17. It is being considered to finance a third Component as a follow-up to the CTF/GEF support. Moving upstream in the geothermal development process to take full advantage of Indonesia’s vast resource potential would also require post-exploration risk mitigation support. During the exploitation phase of geothermal development, such a support could be provided through debt finance instruments with enhancements such as insurance schemes. To support new investment, WB is considering a US$300 million IBRD loan for mid-stream development (i.e. steam-field drilling). The sequencing of investments in the geothermal development process implies that Component 3 will be triggered upon successful completion of standard exploration drillings – hence the need to commit IBRD resources in due course only.
1.4
Detailed Sub-Project Descriptions
1.4.1 Geothermal Development – Overview 18. Geothermal development happens in a series of phases. These phases are defined in a number of ways across the industry; the World Bank’s ESMAP6 uses the following:
Phase 1: Preliminary Survey Phase 2: Exploration Phase 3: Test Drillings Phase 4: Project Review and Planning Phase 5: Field Development Phase 6: Construction Phase 7: Start Up and Commissioning Phase 8: Operations and Maintenance
With some subtle overlaps in the details, in broad terms the GOI’s regulatory definition of ‘Geothermal Exploration’ is Phase 1 to Phase 4 and ‘Geothermal Exploitation’ is Phase 5 to Phase 8. 1.4.2 Geothermal Exploration 19. Geothermal Exploration sub-projects will be funded under Component 1 of the GEUDP. The subprojects will: 1) contribute to further define the nature and scale of the geothermal resource
6
ESMAP. 2012. Geothermal Handbook: Planning and Financing Power Generation. Technical Report.
10
within geothermal prospects identified by the GOI, and 2) support an investment package for a developer to take the project through to exploitation. Referring to Paragraph 18, the Geothermal Exploration funded by GEUDP covers the following phases or activities:
Phase 1: Preliminary Survey Data collection, ESIA and permits, planning for exploration
Phase 2: Exploration Surface and subsurface testing, seismic data, prefeasibility study
Phase 3: Test Drillings
Land acquisition and permits
Well drilling, well testing, reservoir simulations
Phase 4: Project Review and Planning Evaluation and decision making
20. The location of exploration investments is currently unknown, and will be identified through a prioritization process undertaken by EBTKE and BG and will be informed by the GEUDP safeguard
framework documents. The sensitivity of the geothermal development locations is unknown at the time of project appraisal, but there is potential for physical cultural resources (PCR), natural habitats, forests, protected areas, outstanding or unique landscapes and geological/geothermal features, Indigenous Peoples, vulnerable or non-resilient communities, subsistence livelihoods (relying on private, forest or communal resources), and sensitive economic activities such as tourism to be present in the project’s Area of Influence (AOI). 21. The Project’s AOI will include the direct and indirect impacts of the project infrastructure and supporting facilities. It includes access routes, quarries, workers’ camps, disposal areas, fresh water resources, wastewater discharge locations, resettlement areas, and unplanned developments such as spontaneous settlements, logging and land clearance along roads and pipeline routes. The AOI also includes that of linked projects, regardless of funding sources that are directly or significantly related to geothermal exploration. This includes future geothermal exploitation. 22. Well drilling and testing will include the following activities:
New and upgraded transport infrastructure: Due to the remoteness of some geothermal prospect areas, and the nature of transport infrastructure out of the main centers, it is probable that the sub-projects will include upgrades to ports, wharves, bridges and roads. New infrastructure and new access roads may be required, depending on the distance of drilling pads and other project infrastructure from serviced areas. New infrastructure and roads are likely to require land acquisition and this may be involuntary or voluntary depending on the location. Quarrying may be required to provide sand and aggregates for construction. 11
Mobilization / demobilization: Moving large drilling rigs and heavy traffic can cause access disruptions and safety issues to other road users. Well pad preparation: Land for test well pads is only required on a short-term basis unless the well is identified as a future production well. Locations are usually flexible to avoid sensitive receptors and land can typically be negotiated on a willing buyer-willing seller, or lease arrangement. Land clearance and pad preparation will be required for up to 4 or 5 well sites per exploration activity. The land requirements are approximately 1.5 -2 hectares per pad, which includes the storage and treatment ponds. Drilling: Well depth can vary depending on the resource, but are usually deep (1000m to over 2500m). Each well will take approximately 45 to 50 days of around-the-clock drilling to complete. Drilling is noisy, and the rig and well pad will be lit for night-time operations. Fresh water is required to provide cooling and lubrication during drilling, and carry rock cutting to the surface. Synthetic polymers (xanthan gum and starch or cellulose derivatives) and solid barium sulphate are added in this process. Management of drilling muds / fluids and rock: Drilling muds (bentonite clay), additives and fluids will be stored in settlement ponds adjacent to the well pad. Solids will accumulate at the bottom and the treated liquids will be discharged to reinjection wells or to surface water. Decommissioning may involve converting the ponds for community or private use, or returning the site to the pre-development condition. Pipelines will be required to transport fluids to reinjection wells. Rock will be used as fill in suitable sites nearby, unless they are considered hazardous and likely to leach contaminants, in which case they will be disposed to a lined landfill. Designated landfills may be required as part of project infrastructure, as it is unlikely that there will be suitable landfills operating in the locality. Well testing and management of geothermal fluids (brine): A significant amount of brine will be extracted during testing. This liquid typically contains heavy metals and can contain high concentrations of boron, arsenic and fluoride. Brine ponds will store brine until it is reinjected or treated and discharged to surface water. Ponds will be located on or near the well pad. Decommissioning may involve converting the ponds for community or private use, or returning the site to the pre-development condition. Pipelines will be required to transport fluids to the reinjection wells. Steam plumes will be emitted during testing, and this can be noisy and create an aerosol or droplet discharge to neighbouring land. Gases (carbon dioxide and hydrogen sulphide) will be emitted during testing, which can produce localized ‘acid’ rain at high concentrations. Support facilities: Due to the remoteness of some prospect areas it is probable that subprojects will require on-site workers camps and maintenance facilities. These will require waste management, wastewater treatment and disposal, fresh water supplies, health and safety of workers and community, and provision of services.
1.4.3 Linked Projects - Geothermal Exploitation 23. At the time of project appraisal, any activities in the Geothermal Exploitation Phase will not be funded by GEUDP. This may change during project implementation if funds are subsequently allocated to Component 3 for ‘mid-stream’ development (further field development / well drilling).
12
24. Any geothermal exploitation activities are, in any case, considered linked projects and within the Project Area of Influence of any geothermal exploration sub-project funded by GEUDP and therefore it is relevant under World Bank safeguard policies to screen the potential environmental and social risks as part of Component 1’s sub-project preparation and implementation. However, as this project shall focus on the exploration stage, the screening process and evaluation of key potential impacts of site development and operation at exploitation stage shall be assessed with the ultimate purpose to inform decision makers about the ‘developability’ of a site prior to the decision to explore or not. It is not for requesting to prepare unnecessary additional studies or analyses. In addition, some possible good practices during exploitation stage such as H2S monitoring, mitigation of possible impact to tourism (from geothermal over abstraction) and impact to surrounding community (ground water, air emission, ambient air quality) and best practice in emergency preparedness for blow out and H2S incidents and preventive maintenance for geothermal liquid pipe corrosion etc are to be suggested in the ESIA recommendation.
25. The Geothermal Exploitation Phases6 and relevant safeguards impacts and activities are:
Phase 4: Project Review and Planning
Feasibility study, ESIA and permits, drilling plan Phase 5: Field Development
Land acquisition and permits
Well drilling (production, reinjection, cooling water), well testing, reservoir simulations Phase 6: Construction
Pipelines, power plant, substation and transmission Phase 7: Start Up and Commissioning Phase 8: Operations and Maintenance
Managing well operations and brine reinjection
Managing the geothermal resource, reservoir monitoring and simulations
Generating electricity
Managing emissions, noise and waste
Well decommissioning
Make up well drilling, well testing, reservoir simulations
26. Exploitation activities will also include all of those mentioned in paragraph 19 for the exploration phase. The scale of field development / well drilling will be larger than the exploration phase, with 10 - 20 well pad sites required for production and reinjection wells (depending on the size and location of the resource) and pipelines connecting the well(s) and the power plant. Permanent
13
land acquisition will be required for pads, roads, pipelines, ponds, distribution infrastructure etc. In addition, exploitation linked to GEUDP will involve the following activities:
Construction of geothermal power plants,7 switch yard, substation and distribution infrastructure: land acquisition (involuntary or voluntary), construction related hazards, wastes, noise and workforce. Temporary land uses such as workers’ camps and workshops. Emissions to air from cooling towers: concentrations of contaminants such as mercury, carbon dioxide, methane and hydrogen sulfide, depending on geohydrology of location. Discharges are warmer than ambient air temperature. Emission of noise: from geothermal plant operation, mainly the cooling tower fans, steam ejectors and turbine ‘hum’. Solid and hazardous waste: domestic waste, hazardous waste from workshops/maintenance and mineral precipitate sludge from cooling towers, scrubbers, steam separators etc. Discharge of wastewater: reinjection to the deep geothermal aquifer of geothermal fluids. Treatment and discharge of cooling water and other wastewater to reinjection wells or surface water. Well operations: well production reduces over time and wells are eventually abandoned and ‘make-up wells’ commissioned. The activities will be similar to those described in Paragraph 22. Renewable energy supply to local grids: construction and operation of distribution infrastructure. Comparative reduction in greenhouse gas emissions compared with diesel generation. Delivery of electricity to new customers and delivery of low-carbon electricity into the existing grid.
1.4.4 Technical Advisory 1.4.4.1 Good Practice Guidelines 27. The guidelines will inform future geothermal development activities and therefore will have an enduring impact on the geothermal industry. For this reason, the approach, outputs and capacity building provided through technical advisory will be consistent with in-country systems, Bank safeguard policies and this ESMF. Stakeholder consultation and disclosure will be a key part of the approach.
7
Three types of power plants are operating today: Dry steam plants, which directly use geothermal steam to turn turbines; Flash steam plants, which pull deep, high-pressure hot water into lower-pressure tanks and use the resulting flashed steam to drive turbines; and Binary-cycle plants, which pass moderately hot geothermal water by a secondary fluid with a much lower boiling point than water. This causes the secondary fluid to flash to vapor, which then drives the turbines.
14
1.4.4.2
Exploration Management Consultant
28. The TOR for the Exploration Management Consultant will include, in particular, requirements to comply with OP 4.37 Safety of Dams in the design and supervision components of the scope of work. The bidding documents and Contractors’ contracts will accordingly include requirements of OP 4.37 Safety of Dams. The Contractors must design, construct, operate and decommission the settlement and storage ponds in accordance with the policy and the EMC must supervise the Contractor.
15
2
THE GEUDP SAFEGUARD FRAMEWORKS 29. The objective of the Environmental and Social Management Framework (ESMF) is to provide reference and guidance for the project management staff, consultants, and other related parties participating in the GEUDP on a set of principles, rules, procedures and institutional arrangements to screen, assess, manage and monitor the mitigation measures of environmental and social impacts of the investments, the exact location and dimension, hence area of influence, of which are not known at Appraisal Stage. The ESMF is the safeguard instrument prepared for appraisal as per World Bank safeguard policy OP4.01 Environmental Assessment. 30. The purpose of issuance of this GEUDP ESMF is to ensure that all stakeholders involved in the project comply with the requirements, procedures and regulations related to environmental management in accordance to prevailing GOI regulations and supplemental provisions in compliance with relevant World Bank Safeguard Policies. 31. The Resettlement Policy Framework (RPF) is contained in Section 6 and is the safeguard instrument prepared under World Bank safeguard policy OP4.12 Involuntary Resettlement to ensure compliance with the policy and the laws of GOI relating to involuntary land acquisition and resettlement. 32. The Indigenous Peoples Planning Framework (IPPF) is contained in Section 7 and is the safeguard instrument prepared in accordance with World Bank safeguard policy 4.10 Indigenous Peoples to comply with the policy and the laws of GOI relating to the management of impacts and benefits of projects to Indigenous Peoples (sometimes referred to as ethnic minorities).
16
3
SAFEGUARDS LAWS, REGULATIONS AND POLICIES 33. Below is a summary of regulations, laws and policies relating to environmental and social safeguards that are relevant for the ESMF. A summary of laws, policies and regulations relating to involuntary land acquisition and resettlement are provided in the RPF (Section 6) and those relating to Indigenous Peoples are provided in the IPPF (Section 7.2). Indonesian Laws and Regulations relating to Environmental Management and Impact Assessment 34. In the case of environmental and social management, the geothermal exploration sub-projects funded by GEUDP must refer to Law (UU) No. 32/2009 on Environmental Management and Protection, and Government Regulation (PP) No. 27/2012 on Environmental Permit, Regulation of the Minister of Environment No. 16/2012 on Guidelines for Preparing Environmental Documents (AMDAL and UKL/UPL), Law No. 26/2007 on Spatial Planning, and Ministry of Environment Regulation No. 5/2012 on the Types of Activities requiring AMDAL, Act No. 21 of 2014 on Geothermal.
3.1
35. Act No. 32 of 2009 on the Protection and Management of the Environment (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2009 Number 140, Supplement to Statute Book No. 5059) with the main principles on guaranteeing the continued existence of all living things and conservation of the ecosystem, maintaining the conservation of environmental functions, and achieving the environmental congruence, harmony and balance. With regard to the geothermal activities, the law regulates the instruments for preventing pollution and/or damage to the environment, such as UKL/UPL and/or AMDAL. 36. Act No. 21 of 2014 on Geothermal has changed the geothermal activities from mining to indirect use, which allows the activities to be sited in the protected forest area, and where it is the case, the law on environmental protection prescribes that such activities should prepare full EIA or AMDAL for both exploration and exploitation. 37. Act No. 41 of 1999 on Forestry based on the sustainability of forest ecosystem and its functions for both economic purposes and ecology. The development activities other than forestry are permissible in a selective manner in order to avoid significant damage that can reduce forest functions. The strategic development activities that are avoidable can be permitted with prudent approach, such as for mining, electricity, communication, and water installation. Hence, this applies also to geothermal development that can be implemented in forest areas, even in protection forest.
38. Act No. 5 of 1990 on Conservation of Natural Resources and Ecosystems (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 1990 Number 49, Supplement to State Gazette No. 3419) that regulates the ecosystem and habitats to support the livelihood, as well as its biodiversity to be studied, conserved, and utilized sustainably. The geothermal permit holders have to implement these 17
regulations, in particular where the locations are within and in the proximity of the protected and conservation areas. The geothermal development in the forest areas, as well as in the protected and conservation forest areas are permissible and considered as the utilization of its environmental services. This should be done in a prudent manner with the implementation of the forest and biodiversity sustainability principles. Such activity should obtain relevant permits from the Ministry of Environment and Forestry. 39. Act No. 26 of 2007 on Spatial Plan regulates the utilization planning of the land, marine, and air, including what is within the earth, as one sovereignty for human and wildlife and their livelihood. The basic principle of the spatial plans is the sustainable utilization of the resources for people’s welfare. Geothermal in this law is considered as a nationally strategic activity along with oil, gas, mineral, and groundwater. The local bylaws on spatial plans have to refer to this law, especially on geothermal resource where they have potency; hence its development will not be hindered accordingly. 40. Government Regulation No. 27 of 2012 on Environmental Permit (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2012 Number 48, Supplement to State Gazette No. 5285) mandates that geothermal power plant development is considered as one of the nationally strategic activities that need to obtain environmental permit, and related activities for which are mandatory to have UKL/UPL and/or AMDAL. Geothermal exploration is UKL/UPL-mandatory if located inside or outside any conservation area. Exploitation activities are also AMDAL-mandatory if located inside or outside any conservation area. 41. Government Regulation No. 24 of 2010 on Forest Area Utilization, has allowed geothermal energy development within the protected forest areas as a nationally strategic activity. Such development should obtain the permit from the Ministry of Environment and Forestry and pay adequate levy as contribution to state revenues. The project proponent is required to submit the proposal to the Ministry along with the supporting documents outlined in the regulation. 42. Government Regulation No. 26 of 2008 on National Spatial Plan also provides for sustainable utilization of the resources to benefit the Indonesian people’s welfare and recognizes geothermal as a nationally strategic activity along with oil, gas, mineral, and groundwater. The National Spatial Plan provides guidance for preparing the long-term plans, mid-term plans, land use plan, balance between the regions, investment locations, national strategic areas, and provincial and district spatial plans. 43. Government Regulation No. 28 of 2011 on the Management of Natural Reserve Area and Nature Conservation (State Gazette of the Republic of Indonesia Year 2011 Number 56, Supplement to Statute Book No. 5217) allows for geothermal development activities in conservation areas so long as they are not classified as a mining process (Article 35, verse 1c). Geothermal activities are regulated as a type of service utilization of forest ecosystem. 18
44. Ministry of Environment Regulation No. 5 of 2012 on Activities that are AMDAL Mandatory categorizes development activities into several groups based on its potential environmental impacts and their magnitude to affect humans and the environment. The regulation states that any development activities in proximate or inside protected natural areas are ‘AMDAL-mandatory’; however, geothermal exploration activities are exempt so UKL/UPL is sufficient. 45. Ministry of Environment Regulation No. 13 of 2010 on UKL/UPL and SPPL prescribes that projects or development activities that are not ‘AMDAL-mandatory’ are UKL/UPL-mandatory where the environmental impacts are less significant. The projects are designated as UKL/UPL-mandatory by the governors and/or head of districts based on prior screenings. The regulation also provides guidance and format of the preparation of the UKL/UPL, and mandates that its processing be completed by the local environmental agencies within 14 working days. After the project proponent submits the UKL/UPL proposal to the local environmental authority, the agency issues the recommendation of UKL/UPL at the least 7 days after the submission of the final proposal that will be used by the proponent as the basis for obtaining environmental permit and for implementing environmental impacts management and monitoring. 46. Ministry of Environment Regulation No. 16 of 2012 on Guidance on Environmental Documents Preparation prescribes how to prepare environmental documents, including AMDAL, UKL/UPL and SPPL, where the first two are key requirements to obtain the environmental permit. The regulation provides a detailed description of environmental documents to be prepared by the project proponents, including for geothermal exploration projects subject to UKL/UPL requirement. 47. Ministry of Environment Regulation No. 17 of 2012 on Guidelines for Public Involvement in Environmental Assessment and Environmental Permitting Process. The regulation based on the principles that: a) information provision in full and transparent; 2) equal position of all stakeholders; 3) resolution in fair and wise manner; and, 4) coordination, communication and cooperation among the involve parties. It regulates the public involvement in the AMDAL establishment and environmental permit issuance through announcement, inputs provision, feedbacks and public consultation, as well as in the AMDAL review commission. The public defines as: 1) project affected people; 2) environmental watchdog; and, 3) AMDAL process and decision affected people. The regulation prescribes the FPIC principles and requirements for disclosure. 48. Ministry of Environment and Forestry Regulation No. P.46/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016 on The utilization of Geothermal Environmental Services at National Parks, Grand Forest Parks, and Nature Recreation Parks. The regulation is the basis for allowing geothermal development in specified parts of conservation area, including infrastructure development, exploration and/or exploitation drilling, and power plant construction. 49. When the geothermal exploration impacts cultural property, Law No. 5/1992, “Regarding Cultural Property” (Benda Cagar Budaya) will be applied. It defines a cultural property “of important value 19
for history, science, and culture", as being “a man-made object or group of objects”; movable (bergerak) or immovable (tidak bergerak); aged at least fifty years or natural objects with high historical value8. 50. Law No. 11 of 2010 (Undang-Undang Cagar Budaya No. 11/2010) on National Heritage, especially prescribes guidance on observation and data collection on cultural heritage that may be affected by project activities. 3.2 World Bank Safeguard Policies 51. Based on desk review of similar projects and preliminary environmental and social screenings, it is anticipated that the following World Bank Safeguard Policies are relevant and/or could be triggered by the GEUDP sub-projects9: Safeguard Policies Triggered by the Project
Yes
Environmental Assessment OP/BP 4.01
X
Natural Habitats OP/BP 4.04
X
Forests OP/BP 4.36
X
Pest Management OP 4.09
No
X
Physical Cultural Resources OP/BP 4.11
X
Indigenous Peoples OP/BP 4.10
X
Involuntary Resettlement OP/BP 4.12
X
Safety of Dams OP/BP 4.37
X
Projects on International Waterways OP/BP 7.50
X
Projects in Disputed Areas OP/BP 7.60
X
52. OP 4.01 Environmental Assessment. Under project Component 1, the project will fund exploration of geothermal resources at several sites; however, the locations are not known at the time of project appraisal. The sub-projects will fall into either Category B or Category A Classification. Category B sub-projects would be where the impacts would be local, reversible and
8
UNESCO. Compilation of Law and Regulation of the Republic of Indonesia Concerning Items of Cultural Property", pp. 3f. Retrieved 6 May 2012. 9 OP4.10 Indigenous Peoples’ Policy is assessed in Section 7.2. OP 4.12 Involuntary Resettlement Policy is assessed in Section 6.2.
20
readily managed with proven or standardized mitigation measures. Category A sub-projects are those with significant, sensitive, complex, irreversible and unprecedented potential adverse environmental and social impacts that may affect an area broader than the sites of facilities subject to physical work. All sub-projects will likely require a full Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) and Environmental and Social Management Plan (ESMP) to manage and mitigate such impacts in accordance with OP 4.01. 53. OP 4.04 Natural Habitats outlines the World Bank policy on biodiversity conservation taking into account ecosystem services and natural resource management and those used by project affected people (PAP). Projects must assess potential impacts on biodiversity. The policy strictly limits circumstances under which damage to natural habitats can occur, and prohibits projects that likely result in significant loss of critical natural habitats. Where a prospective geothermal site is located in an area that is designated as hutan lindung (HL) or ‘protected forest area, to remain in forest cover for watershed protection’ or conservation area, or similar, this policy will apply. Impacts will be assessed in the ESIA process. 54. OP 4.11 Physical Cultural Resources (PCR) sets out World Bank requirements to avoid or mitigate adverse impacts resulting from project development on cultural resources. It is likely that PCR will be found near geothermal exploration projects. In some cases in Indonesia, local communities consider the manifestations of geothermal energy as sacred. The ESMF includes the requirements for preparing PCR Management Plans (PCRMP), which will be developed as part of the ESIA and ESMP processes, as well as requirement for a chance find procedure to be attached to every ESMP. 55. OP 4.36 Forests. This policy recognizes the need to reduce deforestation and promote sustainable forest conservation and management. The prospect geothermal areas could be within a forest area as defined by its protection status based on the GoI regulations as well as definition of forests under the Policy. The impacts on forest health and functions, and the impacts on affected persons that rely on forest resources, will be assessed as part of the ESIA and Resettlement Action Plan processes and mitigation measures will be incorporated into the ESMP and LARAP. 56. OP 4.37 Safety of Dams. When the Bank finances a project that includes the construction of a new dam, this Policy requires that the dam be designed and its construction supervised by experienced and competent professionals. It also requires that the Borrower adopt and implement certain dam safety measures for the design, bid tendering, construction, operation, and maintenance of the dam and associated works. The Policy is triggered because the drilling process requires storage and settling ponds for brine and other drilling fluids. The requirements of the Policy will be included in the EMC contracts and drilling contracts, and the activities and outputs will be monitored under the ESMF. 57. OP 4.10 Indigenous Peoples. This policy requires the Government to engage in a process of free, prior and informed consultations with indigenous peoples, as described by the policy in situations 21
where indigenous peoples are present in, or have collective attachment to, the project area and for the preparation of an Indigenous Peoples Plan (IPP) and/or Indigenous Peoples Planning Framework (IPPF). 58. OP 4.12 Involuntary Resettlement. This policy addresses direct economic and social impacts from the projects activities that will cause (a) involuntary taking of land resulting in (i) relocation or loss of shelter, (ii) loss of assets or access to assets or (iii) loss of income sources or livelihoods and (b) involuntary restriction of access to legally designated parks and protected areas resulting in adverse impacts on the livelihoods of the displaced persons. The policy requires siting of project infrastructure to be so chosen so as to avoid these impacts altogether or to minimize them to the extent possible. Where these cannot be avoided, the policy requires the preparation of either or both of these instruments (i) resettlement policy Framework, (ii) Resettlement Action Plan, and for meaningful consultations with potentially affected people. The policy prohibits Community donations of lands for location-specific infrastructure.
3.3 Gap Analysis 59. The significant difference between the Indonesian ESIA/AMDAL laws and regulations relating to geothermal exploration and Bank Policies relates to the applicable safeguard instrument. The GOI prescribes that only an Environmental Management Plan and Monitoring Plan (UPL / UKL) is required for geothermal exploration regardless of potential impacts, whereas OP4.01 requires an assessment of safeguard instrument depending on the classification of activity based on risk (Category A, B, or C). Both the Bank and country’s own systems will be followed, and the content of documents will be harmonized where possible; however, separate sets of instruments will be prepared for separate approval processes. 60. OP4.01 Environmental Assessment requires an assessment of ‘linked projects’ where they are considered part of the Project Area of Influence (either geographically, or over time), whereas the GOI laws and regulations consider project activities discretely. In this Project, the exploitation phase is considered a linked project under OP4.01 because it foreseeably will occur in the future as a result of exploration activities. Meanwhile, the GoI laws and regulations consider each phase as a separate environmental permit process, and thus require separate application and obtainment of approvals accordingly. 61. GoI laws and regulations have recently been amended to remove barriers to carrying out geothermal exploration and exploitation activities in forests and protected areas, and exempting requirements for full ESIA/AMDAL in many cases. These regulatory revisions take into account the low-impact use of ecosystem services and that geothermal is accepted and increasingly considered as a nationally strategic activity. In contrast, the Bank’s OP4.01 Environmental Assessment, OP4.04 Natural Habitats and OP4.36 Forests have maintained its requirements and standards regardless of the activities. The Bank requires full impact assessment before sub-project appraisal; 22
and would either require significant mitigations, or not fund certain exploration activities – that may result in degradation or removal of critical habitats – in forests and protected areas. 62. Where there is conflict between the country’s own systems and the Bank Policies, the highest standard prevails, meaning that the most precautionary, or the most restrictive in terms of avoiding or minimizing social and environmental impacts, will be followed in order to comply with both systems.
23
4
ANTICIPATED ENVIRONMENTAL AND SOCIAL IMPACTS AND MITIGATION MEASURES
4.1 Geothermal Exploration – Drilling Activities and Associated Infrastructure and Activities 63. The following anticipated impacts and mitigation measures are relevant for exploration sub-projects under GEUDP Component 1. They are also relevant for activities that may be funded under Component 3 (although no funds have been allocated to this component at the time of project appraisal). Table 1 Environmental and Social Aspects, Potential Impacts and Mitigation Measures for Geothermal Exploration Activities Environmental and Social Potential Impacts Mitigation Measures Aspects and Issues Natural habitats, including critical habitats Aquatic and terrestrial habitats and species Forest resource users Water users Aesthetics and landscapes
Land clearance for well pads, roads, pipelines and supporting infrastructure will cause direct damage or destruction to natural habitats.
Avoid, or otherwise minimize, development in sensitive areas (forest habitats, landscapes, scenic areas etc.)
Roads, pipelines and drilling pads can create intrusions into natural and scenic landscapes.
Prepare a mitigation plan for land use following the exploration activities, together with communities and local authorities to avoid indiscriminate development and potential conflict.
Remove and decommission infrastructure after exploration and rehabilitate areas quickly, re-contour where necessary to natural ground conditions and replant with native species or commercial species (depending on land use).
Indirect impacts from induced development (agriculture, poaching, land clearances, land disputes) into forested areas and protected natural areas. Water abstractions and discharges to water of treated wastewater / drilling fluids and other wastes cause direct or indirect impacts on habitats and species.
Separate different waste streams and treat via ponds, dosing, cooling and other methods before discharge to land or water bodies. Avoid overexploitation of freshwater resources – find multiple sources, take from streams with high flow rate, time drilling for the rainy season, use storage dams or ponds, take no more than 1/3 of the seasonal low flow 24
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
Pollution of water or water abstractions affects other water users.
from surface water features. Identify other water uses such as farm irrigation and ensure sustainable abstraction rates that do not interfere with their water use, fishing etc.
Possible overflow or failure of ponds.
Discharge to reinjection wells wherever possible. Reuse of drilling fluids. Use septic tanks to treat domestic waste water before discharge to land. Empty septic tanks regularly and dispose sludge to landfill. Resource planning and management, in conjunction with authorities & communities to locate storage ponds away from sensitive areas. Careful design of ponds in accordance with OP4.36 Safety of Dams and monitoring of pond structures for signs of failure.
Indiscriminate dumping of hazardous and solid waste to riparian zones and water ways.
Maintain safe systems of hazardous materials and solid waste management as part of Construction and Drilling standard operating procedures and EMP. Separate waste streams and recycle, compost and reuse waste where possible. Keep waste tidy / covered / secure. Dispose of unrecyclable waste to designated landfills that have permits from local authorities. Clean and remove spills and remediate land quickly. Train staff to use spill equipment and respond to incidents. Prohibit dumping of waste.
25
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
Poaching and hunting of animals by workers.
Prohibit poaching and hunting, and use of forest resources, as part of workforce management.
Competition with locals for forest resources. Land use, and soils (and subsequent surface and groundwater contamination)
Discharge of contaminated muds and fluids to ground.
Avoid discharging fluids to ground. Test muds for contaminants prior to disposal. Contaminated muds will be treated as hazardous waste and disposed to lined landfill.
Spills of hazardous materials. Indiscriminate dumping of solid and hazardous waste.
Maintain safe systems of hazardous materials and solid waste management as part of Construction and Drilling standard operating procedures and EMP. Separate waste streams and recycle, compost and reuse waste where possible. Keep waste tidy / covered / secure. Dispose of unrecyclable waste to designated landfills that have permits from local authorities. Clean and remove spills and remediate land quickly. Train staff to use spill equipment and respond to incidents. Prohibit dumping of waste.
Loss of topsoil, landslides and other severe erosion from road construction, pipelines, pad construction, borrow pits, quarries,
Avoid high risk areas such as steep terrain. Minimize land clearance, especially on slopes. Design bank stability, slope protection and drainage systems into road 26
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
fill sites.
design, borrow pit design etc. Restore disturbed and damaged areas immediately. Employ sediment and erosion control measures during construction (fences, traps, treatment ponds etc.). Take / dispose material to approved sites.
Geothermal features
Interference from pumping or reinjection of geothermal water, or from abstraction of freshwater. Damage from road construction, pipelines or other ancillary activities.
Identify and avoid significant features (values such as cultural, historical, spiritual, scientific, biological, landscape, ecotourism etc.) Avoid damaging or disturbing geothermal features where possible. Monitor activity to identify interference from pumping or reinjection. Adjust well testing and reinjection where necessary to mitigate significant impacts. Provide barriers and avoid disturbances to features from construction operations where necessary.
Groundwater
Ambient noise
Contamination of groundwater from interference with geothermal water from abstraction wells or reinjection wells.
Prepare wells with appropriate casing and well head protection to prevent contamination.
Impacts on aquifer levels from over-abstraction for fresh water supplies.
Model yield to ensure sustainable groundwater use.
Drilling rig operations, increased traffic, well discharge testing, heavy machinery, and blasting for roads or quarrying – all emit noise
Plan work to avoid disturbances at sensitive times (night, holidays)
Monitor well levels and pressure to identify leaks early and repair casing or decommission wells to avoid further contamination.
Use multiple sources. Use storage tanks, ponds and dams to store water.
Locate sites away from noise-sensitive receptors such as schools and villages.
27
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
not otherwise experienced in the project area.
Restrict traffic through villages and near sensitive receptors.
Disturbances to animals, domestic life, working life, schooling.
Use noise barriers such as bunds, or the natural topography. Warn people before noisy work begins and provide specific mitigation options to vulnerable people (such as temporary relocation). Use appropriate construction methods and equipment (and keep maintained). Use Guidelines for ambient noise levels (by receptor): Receptor
Ambient air quality
Discharge to air of contaminants from well testing and drilling (hydrogen sulfide, mercury, arsenic etc.), depending on the nature of the resource.
Maximum allowable Leq (hourly), in dB(A) Daytime
Nighttime
07.00-22.00
22.00-07.00
Residential; institutional; educational
55
45
Industrial; commercial
70
0
Locate sites away from sensitive receptors such as schools and villages. Warn people before work begins and provide specific mitigation options to vulnerable people (such as temporary relocation). Safety planning and measures for uncontrolled gas releases. Remediation / replacement of any damaged vegetation, crops etc.
Dust emissions from road construction, land clearance, site activities.
Locate sites away from sensitive receptors such as schools and villages. Control dust with water during windy and dry conditions.
28
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures Stage land clearance activities and rehabilitate open areas quickly.
Critical infrastructure
Damage or destruction to critical infrastructure (roads, ports, bridges)
Upgrade infrastructure prior to use. Provide new, purpose-built infrastructure. Repair damaged infrastructure to at least the pre-project condition.
Occupational health and safety
Risks relating to working with machinery, traffic accidents, falling into ponds, scalding from hot fluids and steam, toxic gas emissions.
Gas monitoring systems.
Non-routine risks such as well blow outs.
Implement safety systems and procedures.
Appropriate personal protective equipment (PPE). Appropriate training.
Shielding surfaces where working with hot fluids and steam. Fencing ponds and mud pits. Well maintained vehicles and machinery. Emergency and incident planning and management. First aid training, and plans for evacuation to hospital.
Land ownership, livelihood and resettlement
Involuntary resettlement for quarries, roads, well pads, pipelines and other sites where land is required, leading to loss of livelihood and social disconnection.
Prioritize willing buyer-willing seller negotiations for land lease or land purchase.
Loss of crops, structures, and other assets
Use the RPF guidance for involuntary land acquisition and resettlement.
Restricting access to forests or
Consult widely and engage communities in any changes to forest access and
Consult widely and identify all affected persons, including squatters. Compensate at replacement value.
29
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
other resources.
management. Integrate resettlement and livelihood issues into the integrated management plans.
Social Wellbeing
Concerns and complaints of affected communities.
Consultation on risks and adverse impacts of the project and creation of opportunities to receive affected communities’ views on project. Establishment of grievance mechanism to collect and facilitate resolution of affected communities’ concerns and grievances regarding the sponsor’s environmental and social performance. Transparent public disclosure to inform each phase of the project through web site, notice boards, telecommunication tools and public meetings. Establishing well designed and structured public questionnaire to receive feedback from affected communities
Community health and safety
Risks to bystanders and community relating to traffic accidents, toxic gas emissions,
Location of sites away from sensitive receptors. Gas monitoring systems. Traffic warning systems (pilot vehicles, roadside signs) Appropriate training of drivers. Regular community consultation. Warning signs. Emergency planning includes community.
Unauthorized access to drilling rigs and storage / treatment ponds
Fencing around well site, ponds and pits. Warning signs.
30
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures Regular community consultation. ID required to use access road and/or work on site.
Physical cultural resources. Historic, spiritual, archaeological, religious, graves, etc.
Indigenous Peoples
Disturbance, degradation, desecration of sites or artefacts as a result of land disturbances, land acquisition, impacts on geothermal features or landscapes.
Locate sites away from PCR.
Potential impacts on access to resources and connection to the land.
Consult early and extensively (Free, Prior and Informed Consultation) in accordance with the IPPF, in language and using methods appropriate to the IP group.
Lack of access to benefits of the project.
Include IP in the project design, and ensure that benefits accrue to IP.
Use the PCR Management Plan to remedy impacts (mitigation, minimization, relocation etc.). Use the chance find procedure to stop work immediately on the discovery of a PCR.
Avoid and minimize harm to IP, and engage with them to identify appropriate mitigation.
31
4.2 Linked Projects: Geothermal Exploitation – Energy Generation and Associated Infrastructure and Activities The exploitation phase will be considered as a linked project to the GEUDP exploration sub-projects. In addition to those activities that are listed in Table 1, the following activities will be considered in the process of screening of risks associated with linked projects. The ultimate purpose of this initial analysis is merely to inform decision makers with useful and relevant information about the ‘developability” of a site prior to the decision to explore and is not to prepare unnecessary additional studies or analyses. Key potential impacts of site development and operation at exploitation stage along with mitigation requirements and approximate costs shall be assessed through further screening as this information will be relevant to the decision whether or not to explore. This partial assessment is as part of the ESIA process but will not be fully assessed as for the exploration phase. Three to five pages quick assessment would satisfy this requirement. Table 2 Environmental and Social Aspects, Potential Impacts and Mitigation Measures for Geothermal Exploitation Activities (to be partially assessed to inform decision makers whether or not to explore and some possible good practices are to be suggested in the ESIA recommendation for exploitation stage) Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
Natural habitats, including critical habitats
Land clearance for power station, substation, and transmission lines cause direct damage or destruction to natural habitats.
Avoid, or otherwise minimize, development in sensitive areas (habitats, landscapes, scenic areas etc.)
Aquatic and terrestrial habitats and species Forest resource users Water users Aesthetics and landscapes
Power station, substation, transmission lines can create intrusions into natural and scenic landscapes. Indirect impacts from induced development (agriculture, poaching, land clearances, land disputes) into forested areas and protected natural areas. Water abstractions for cooling
Develop integrated resource management plans, inclusive of communitydriven development opportunities, to manage long term impacts from induced development. Develop this in coordination with relevant land owners, communities, Ministries and local authorities to avoid indiscriminate development and potential conflict. Rehabilitate areas quickly, re-contour where necessary to natural ground conditions and replant with native species or commercial species (depending on land use).
Separate different waste streams and treat via ponds, dosing, cooling and 32
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
towers or domestic / office use and discharges to water of cooling water and other wastes cause direct or indirect impacts on habitats and species.
other methods before discharge to land or water bodies. Prioritize discharges to reinjection wells over surface water bodies and land.
Pollution of water or water abstractions affects other water users. Possible overflow or failure of ponds.
Avoid overexploitation of freshwater resources – find multiple sources, take from streams with high flow rate, time drilling for the rainy season, use storage dams or ponds, take no more than 1/3 of the seasonal low flow from surface water features. Identify other water uses such as farm irrigation and ensure sustainable abstraction rates that do not interfere with their water use, fishing etc. Reuse of cooled water for other plant uses, or use closed loop systems. Use septic tanks to treat domestic waste water before discharge to land. Empty septic tanks regularly and dispose sludge to landfill. Resource planning and management, in conjunction with authorities & communities to locate storage ponds away from sensitive areas. Careful design of ponds in accordance with OP4.36 Safety of Dams and monitoring of pond structures for signs of failure.
Well blow-outs discharging contaminants.
Design of emergency response for well blowout and pipeline raptures including measures for containment of geothermal fluid spills. Regular maintenance of wellheads and geothermal fluid pipelines: - corrosion control and inspection - pressure monitoring - use of blowout prevention equipment (e.g. shutoff valves)
Indiscriminate dumping of sulfur, silica, and carbonate precipitates
Maintain safe systems of hazardous materials and solid waste management as part of Power Station standard operating procedures and Environmental 33
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
collected from cooling towers, air scrubber systems, turbines, and steam separators, and other hazardous wastes to riparian zones and water ways.
Management System. Separate waste streams and recycle, compost and reuse waste where possible. Keep waste tidy / covered / secure. Dispose of unrecyclable waste to designated landfills that have permits from local authorities. Clean and remove spills and remediate land quickly. Train staff to use spill equipment and respond to incidents. Prohibit dumping of waste.
Poaching and hunting of animals by workers.
Prohibit poaching and hunting, and use of forest resources, as part of workforce management.
Competition with locals for forest resources. Land use, and soils (and subsequent surface and groundwater contamination)
Discharge of sulfur, silica, and carbonate precipitates collected from cooling towers, air scrubber systems, turbines, and steam separators to land.
Sludge / precipitates to be stored in bunded areas. Test sludge for leachability of contaminants prior to disposal. Contaminated sludge will be dewatered, treated as hazardous waste and disposed to lined landfill. Non-hazardous wastes will be buried away from water sources.
Spills of hazardous materials. Indiscriminate dumping of other solid and hazardous waste.
Maintain safe systems of hazardous materials and solid waste management as part of Power Station standard operating procedures and Environmental Management System. Separate waste streams and recycle, compost and reuse waste where 34
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures possible. Keep waste tidy / covered / secure. Dispose of unrecyclable waste to designated landfills that have permits from local authorities. Clean and remove spills and remediate land quickly. Train staff to use spill equipment and respond to incidents. Prohibit dumping of waste.
Loss of topsoil, landslides and other severe erosion from distribution infrastructure construction and other construction sites.
Avoid high risk areas such as steep terrain. Minimize land clearance, especially on slopes. Use temporary haulage roads and restore promptly. Design bank stability, slope protection and drainage systems into site design. Restore disturbed and damaged areas immediately. Employ sediment and erosion control measures during construction (fences, traps, treatment ponds etc.). Take / dispose material to approved sites.
Geothermal features
Interference from pumping or reinjection of geothermal water, or from abstraction of surface water.
Identify and avoid significant features (values such as cultural, historical, spiritual, scientific, biological, landscape, ecotourism etc.) Avoid damaging or disturbing geothermal features where possible. Model the geothermal reservoir and geothermal features. Monitor activity to identify interference from pumping or reinjection. Adjust production and
35
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures reinjection where necessary to mitigate significant impacts. Provide barriers and avoid disturbances from construction and operations where necessary.
Groundwater and geothermal reservoir
Contamination of groundwater from interference with geothermal water from abstraction wells or reinjection wells.
Prepare wells with appropriate casing and well head protection to prevent contamination. Monitor well levels and pressure to identify leaks early and repair casing or decommission wells to avoid further contamination. Detailed analysis of aquifer structure and existing groundwater use at development area Determination of existing groundwater users in the vicinity of the operational wells (e.g. 1 km) should be identified. In addition, some of technical information about existing groundwater wells (e.g. depth, flow, etc.) should be collected.
Impacts on aquifer levels from over-abstraction for fresh water supplies.
Model yield to ensure sustainable groundwater use.
Over-abstraction of geothermal resource, leading to subsidence, saline intrusion, impacts on aquifer levels, reduced geothermal yield
Modelling of geothermal abstractions and reinjections.
Use multiple sources of fresh water. Use storage tanks, ponds and dams to store water.
Locate make up and reinjection wells to maximise the efficient use of the geothermal resource and avoid land subsidence. Monitor ground subsidence, groundwater levels and water quality. Construct and maintain wells to avoid interference with groundwater.
Ambient noise
Construction works, cooling tower fans, the steam ejector, and the
Plan work to avoid construction disturbances at sensitive times (night,
36
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
turbine ’hum’.
holidays)
Disturbances to animals, domestic life, working life, schooling.
Locate sites away from noise-sensitive receptors such as schools and villages. Use noise barriers such as bunds, or the natural topography. Use Guidelines for ambient noise levels (by receptor): Receptor
Ambient air quality
Toxic gas emissions from cooling tower, open contact condenser cooling tower systems.
Maximum allowable Leq (hourly), in dB(A) Daytime
Nighttime
07.00-22.00
22.00-07.00
Residential; institutional; educational
55
45
Industrial; commercial
70
0
Locate plant away from sensitive receptors (model air emissions to assist with identification of suitable location of plant). Consideration of total or partial re-injection of gases with geothermal fluids. Using closed non-contact cooling alternatives. Depending on the characteristics of source, venting of toxic chemicals (i.e. hydrogen sulfide and non-condensable volatile mercury) in line with current regulations. Depending on the characteristics of source, removal of possible toxic chemicals from non-condensable gases.
Critical infrastructure
Damage or destruction to critical infrastructure (roads, ports,
Upgrade infrastructure prior to use.
37
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
bridges) during construction.
Provide new, purpose-built infrastructure. Repair damaged infrastructure to at least the pre-project condition.
Occupational health and safety
Risks relating to working with machinery, traffic accidents, falling into ponds, scalding from hot fluids and steam, working at height, working in a noisy environment, construction site-related risks. Toxic gas emissions during operation of power plant Non-routine exposures include potential blowout accidents during operation.
Installation of hydrogen sulfide monitoring and warning systems. Development of a contingency plan for hydrogen sulfide release events, including all necessary aspects from evacuation to resumption of normal operations. Provision of an emergency response teams, with personal hydrogen sulfide monitors, self-contained breathing apparatus and emergency oxygen supplies, and training in their safe and effective use. Provision of adequate ventilation of occupied buildings to avoid accumulation of hydrogen sulfide gas. Appropriate PPE. Appropriate training. Implement site specific safety systems and procedures (construction and operation). Shielding surfaces where working with hot fluids and steam. Fencing ponds and pits. Well maintained vehicles and machinery. Emergency and incident planning and management. First aid training, and plans for evacuation to hospital. Design of emergency response for well blowout and pipeline raptures including measures for containment of geothermal fluid spills. Regular 38
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures maintenance of wellheads and geothermal fluid pipelines: - corrosion control and inspection - pressure monitoring - use of blowout prevention equipment (e.g. shutoff valves).
Land ownership, livelihood and resettlement
Involuntary resettlement for power plant, distribution infrastructure, associated facilities (as well as wells as mentioned in Table 1) leading to loss of livelihood and social disconnection.
Prioritize willing buyer-willing seller negotiations for land lease or land purchase. Consult widely and identify all affected persons, including squatters. Compensate at replacement value. Use the RPF guidance for involuntary land acquisition and resettlement.
Loss of crops, structures, and other assets. Restricting access to forests or other resources.
Consult widely and engage communities in any changes to forest access and management. Integrate resettlement and livelihood issues into the integrated management plans.
Social Wellbeing
Impacts on other economic activities such as tourism, fishing, agriculture.
Consult with the representatives of industries that could be affected by geothermal development. Work on opportunities to enhance the benefits to the sector (such as improved roads or more reliable electricity) or minimize impacts on the sector, as part of the EMP and integrated management plans.
Concerns and complaints of affected communities.
Consultation on risks and adverse impacts of the project and creation of opportunities to receive affected communities’ views on project.
39
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures Establishment of grievance mechanism to collect and facilitate resolution of affected communities’ concerns and grievances regarding the sponsor’s environmental and social performance. Transparent public disclosure to inform each phase of the project through web site, notice boards, telecommunication tools and public meetings. Establishing well designed and structured public questionnaire to receive feedback from affected communities
Community health and safety
Risks to bystanders and community relating to traffic accidents, toxic gas emissions.
Location of sites away from sensitive receptors. Continuous operation of the hydrogen sulfide gas monitoring systems to facilitate early detection and warning. Construction traffic warning systems (pilot vehicles, roadside signs) Appropriate training of drivers. Regular community consultation. Warning signs. Emergency planning includes community.
Unauthorized access to construction sites or power plant, substation and switch yard.
Fencing around all construction sites, power plant etc. Warning signs and security gates. Regular community consultation. ID required to use access road and/or work on site.
Physical cultural resources. Historic, spiritual,
Disturbance, degradation, desecration of sites or artefacts as a result of construction of power
Locate sites away from PCR. Use the PCR Management Plan to remedy impacts (mitigation,
40
Environmental and Social Aspects and Issues
Potential Impacts
Mitigation Measures
archaeological, religious, graves, etc.
station infrastructure or alignment of transmission lines.
minimization, relocation etc.).
Indigenous Peoples
Potential impacts on access to resources and connection to the land.
Consult early and extensively (Free, Prior and Informed Consultation) in accordance with the IPPF, in language and using methods appropriate to the IP group.
Lack of access to benefits of the project.
Include IP in the project design, and ensure that benefits accrue to IP.
Use the chance find procedure to stop work immediately on the discovery of a PCR.
Avoid and minimize harm to IP, and engage with them to identify appropriate mitigation.
41
5
SUB-PROJECT SAFEGUARDS OPERATIONAL PROCEDURES
5.1 Overview 64. Each geothermal development sub-project to be developed for funding under GEUDP will go through the same safeguards screening and implementation process, as shown in Figure 1, and described in the sections below. Safeguard implementation process outlined in this ESMF can be divided into two parties. First, PT SMI’s (or its consultant) is responsible for the detailed screenings and the determination of appropriate safeguards instruments. On the other hand, the preparation of safeguards instruments and the implementation of environmental and social safeguards management such as land acquisition and technical could become a responsibility of a dedicated entity contracted by PT SMI through its affiliate that has extensive experience and capability in geothermal exploration and exploitation activities.
Figure 1 Sub-project Screening and Safeguard Implementation Process Step 1 Basic Screening Desk review and input into sub-project selection, Decision to move forward to detailed screening
Step 2 Detailed Screening and Selection of Safeguard Instrument Field-based Screening, Determination of risk categority (A, B, C) and appropriate instruments (ESIA, ESMP, UKL/UP, LARAP, IPP).
Step 3 Preparation of Safeguard Instrument (conducted by the contracted agency/ affiliate)
Procurement of consultants, investigations, documentation, consultation, and disclosure
Step 4 Clearances and Approvals ... from Indonesian authorities and World Bank
Step 5 Implementation and Monitoring (conducted by the contracted agency/ affiliate) Contractors' ESMP, Contractor Supervision, Land aquisition and resettlement, Monitoring
Step 6 Post Exploration Recommendations Recommendations for downstream investment and resource development
42
5.2 Step 1: Basic Screening 65. As part of the sub-project identification process, PT SMI (or consultant on its behalf) will screen the sub-projects using desktop information and the checklist in Appendix A. The purpose is to contribute to the selection of best sites for development under GEUDP. The basic screening can preliminarily identify potential environmental and social risks using information from BG, maps, published data and google earth. The outputs of the basic screening will contribute to sub-project prioritization and selection process and provide background information to the sub-project feasibility report. 5.3 Step 2: Detailed Screening 66. PT SMI (or a consultant on its behalf) will the conduct a site visit and collect further secondary data to screen for environmental and social risks, using the screening checklists in Appendix B as a guide. This process will identify a probable area of influence, sensitive receptors, anticipated significant impacts that will require particular attention, the World Bank Risk Category (A, B), and the safeguard instruments required. The screening process will focus on the exploration phase, and also consider significant impacts from the linked exploitation phase. Exploration phase issues will be assessed as part of the ESIA process, whereas exploitation phase issues will be go through further screening as part of the ESIA process but will not be fully assessed. 67. The outputs of the detailed screening shall contribute to the sub-project feasibility report. A subproject will not proceed to development under GEUDP if a ‘show stopper’ is identified and fails the detailed screening step. An example would be where a sub-project would potentially have irreversible impacts on critical habitats. Significant potential impacts for linked projects may also be considered a ‘show stopper’. 5.3.1 Screening of Sensitive Receptors and Potential Impacts 68. The screening will produce a preliminary description of the project area of influence and will identify sensitive receptors. The screening questions will assist to identify potentially significant social and environmental impacts, such as the potential conversion or degradation of natural habitats. Linked projects (such as the exploitation phase) within the project area of influence will be screened at the same time but the potential risk and impacts will be separately reported. 5.3.2 Screening of World Bank Safeguard Policies 69. Based on the sensitive receptors and potentially significant impacts, the screening questions will assist to identify the relevant World Bank Safeguard Policies for each sub-project. 5.3.3 Screening of World Bank OP4.01 Risk Category 70. The World Bank classifies projects into one of three categories (A, B and C), depending on the type, location, sensitivity, and scale of the project and the nature and magnitude of its potential environmental impacts.
43
71. Category A: When the sub-project is likely to have significant adverse environmental impacts that are sensitive, diverse or unprecedented. These impacts may affect an area broader than the sites or facilities subject to physical works. Examples are: exploration activities within conservation areas which may result in significant impacts on a population of endangered species or on a critical habitat; exploration activities that may improve access for induced development that will cause harm to Indigenous Peoples. A sub-project will also be considered Category A if the linked (downstream) phase may be responsible for significant adverse environmental impacts that are sensitive, diverse or unprecedented. All Category A projects are required to have an ESIA and EMP. 72. Category B: When the sub-project’s adverse environmental impacts on human populations or environmentally important areas (including wetlands, forests, grasslands, and other natural habitats) are less adverse than those of Category A sub-projects. Impacts would be site – specific; For example, if few of the impacts, if any, would be irreversible and mitigation measures can be designed more readily than for Category A sub-projects. The scope of environmental assessment for a Category B sub-project will vary based on the outcomes of the screening process. All Category B sub-projects will also require an ESIA and EMP. The scope of the ESIA will be based on the potential risks, address the sub-project’s potential negative and positive environmental impacts, and recommend measures to prevent, minimize, mitigate, or compensate for adverse impacts and improve environmental performance. 73. Category C: If the sub-project is likely to have minimal or no adverse environmental impacts. Beyond screening, no further environmental assessment action is required for a Category C subproject. It is expected that there will be no Category C sub-projects under the GEUDP. 5.3.4 Selection of Safeguards Instruments 74. The risk screening and categorization process will identify the potential significance of social and environmental impacts. The checklists in Appendix A and Appendix B outline a decision-making process for selecting appropriate safeguards instruments for each sub-project. 5.3.4.1
UKL/UPL
75. In accordance with Indonesian regulations, every geothermal exploration project is required to have a UKL/UPL. The required format and contents of the document is provided in Appendix E. For the GEUDP the content of the UKL/UPL mitigation and monitoring plans will be the same as the ESMP (see Section 5.3.4.3). To comply with OP4.01, the ESMP will contain additional information on capacity assessment and capacity building plans, implementation arrangements and implementation budget.
44
5.3.4.2
Environmental and Social Impact Assessment
76. Every geothermal exploration sub-project under GEUDP will require an ESIA. The breadth, depth and type of analysis will depend on the nature, scale, and potential impacts of the proposed subproject. The screening process will identify the scope of the ESIA. 77. The Environmental Assessment (EA) evaluates a project’s potential environmental risks and impacts in its area of influence; and identifies ways of improving project planning, design and implementation by preventing, minimizing, mitigating, or compensating for adverse environmental impacts and enhancing positive impacts, including throughout the project implementation. Preventive measures will be favored over mitigation or compensatory measures whenever feasible. 78. An EA takes into account the natural environment (air, water and land), human health and safety, and project-related social (involuntary resettlement, Indigenous Peoples, and cultural property), trans-boundary, and global environmental aspects. The EA considers natural and social aspects in any integrated way. It takes into account the following aspects:
variations in sub-project and country conditions; findings of country environmental studies; overall national policy framework, environmental actions plans, legislations and licensing and permitting requirements; PT SMI’s capabilities related to the environment and social aspects, and its history of compliance with national and local laws, including those on environment and public consultation and notification; and national obligations under international environmental treaties and agreements relevant to the sub-project.
Sub-projects that would contravene such country obligations as identified during the EA will not be supported under the GEUDP. 79. The social impact assessment and mitigation strategy will encompass the following activities: a. Social assessment survey of the community groups impacted by the geothermal exploration: collecting relevant data on income, livelihoods, access to services, customs and norms, and identifying vulnerable community members and gender issues; b. Identification of land acquisition requirements for the project footprint: assessments of the land ownership status, understanding of affected peoples’ willingness to participate in voluntary or involuntary land acquisition, and accordingly apposite options and preferences (potentially suggested by affected people) for both voluntary and involuntary land acquisition scenarios; c. Development of approach and mechanism for land lease for collective land ownership or communally owned assets; 45
d. Undertaking of a survey of physical cultural resources (PCR) in the area, through consultation with the affected communities and stakeholders, and identification and mapping of cultural heritage assets such as cultural, religious, historical and archaeological sites, including sacred sites, graveyards and burial places; and e. Screening for presence of Indigenous Peoples in the project area of influence will be included in the Social Assessment reviewing key aspects as listed in Appendix J. 80. The ESIA methodology will include a detailed screening process to identify the potential risks and issues with linked projects such as the exploitation phase and the approach to how the phases of geothermal exploration and exploitation will be presented and discussed during consultation. A screening and risk assessment for the exploitation phase and any other linked activities will be included in the ESIA document, highlighting significant risks that may affect the geothermal exploration plan, the decision to recommend exploitation, and how the geothermal exploitation plan may be developed as a result. As an example, if there are potential irreversible risks relating to developments within conservation areas, then this should be clearly documented in the ESIA. 81. Specific criteria will be mandatory for Category A sub-project ESIA. The ESIA will include an examination of the sub-project’s potential negative and positive environmental impacts, and will compare them with those of feasible alternatives (including the ‘without sub-project’ situation). Recommendations will be made of any measures needed to prevent, minimize, mitigate or compensate for adverse impacts and improve environmental performance. 5.3.4.3
Environmental and Social Management Plan
82. Every geothermal exploration sub-project under GEUDP will require an ESMP. The scope will depend on the nature, scale, and potential impacts of the proposed sub-project. The contents of an ESMP are provided in Appendix D consistent with World Bank Policy OP4.01 Environmental Assessment. For the GEUDP, the content of the ESMP mitigation and monitoring plans will be the same as the UKL/UPL. To comply with OP 4.01, the ESMP will contain additional information on capacity assessment and capacity building plans, implementation arrangements and implementation budget. 83. An ESMP may include specific sub-plans such as a Physical Cultural Resources Management Plan, or Biodiversity Management Plan, to manage specific and significant impacts. 5.3.4.4
Land Acquisition and Resettlement Instruments
84. Matrix for identifying the applicable instrument for land acquisition and resettlement: Table 3 Land Acquisition and Resettlement Instrument Matrix Trigger
Instrument
Voluntary land acquisition through a willing buyer-willing seller, or
No instrument required
46
lease arrangement.
Sales agreements and invoices are documented.
Assets are affected by a sub-project, but not related to land acquisition or resettlement.
ESMP (Appendix D)
When involuntary land acquisition for a sub-project affects less than 200 people, less than 10% of households’ productive assets are affected and/or does not involve physical relocation. When involuntary land acquisition for a sub-project affects more than 200 people, affects more than 10% of households’ productive assets and/or involves physical relocation. When a sub-project leads to involuntary restriction of access to legally designated parks and protected areas resulting in adverse impacts on the livelihoods of displaced persons.
An abbreviated LARAP (Appendix L)
5.3.4.5
A comprehensive LARAP (Appendix K) A Plan for Action as a result of a Process Framework (Refer to OP4.12)
Indigenous Peoples’ Instruments
85. Matrix for identifying the applicable instrument for Indigenous Peoples: Table 4 Indigenous Peoples’ Instrument Matrix Trigger
Instrument
Indigenous Peoples may form a portion of the beneficiaries / persons affected
An Indigenous Peoples’ Plan based on a Social Assessment in the ESIA (Appendix J)
Indigenous Peoples are in the project area of influence but the Social Assessment concludes that the sub-project will not adversely impact the people / population.
No instrument required
5.3.5 Screening Report 86. The screening report will be prepared by PT SMI (or EMC on its behalf) and include: a. b. c. d.
Completed Screening Forms (Appendix A) Description of the environmental and social context, including maps and photos. Identification of the project area of influence and sensitive receptors. Clearly state the screening outputs related to the funded exploration project, and to any linked activities such as exploitation. e. World Bank safeguard policies triggered. f. World Bank Risk Categorization g. Significant environmental and social risks, with a preliminary assessment of the nature and scale of impact assessment and/or mitigation measures likely to be required (such as 47
Biodiversity Management Plans, a comprehensive consultation program, economic or health impact assessments). h. List of required safeguards instruments (ESIA, ESMP, UKL/UPL, LARAP, Abbreviated LARAP, and IPP) and a program to prepare them, estimating the time required, expertise required, and budget. Note any issues such as timeframes or budgets that may affect geothermal project feasibility or the development plan. i. Recommendations for the design of the geothermal development plan, such as the location of drilling sites, location of fresh water supplies, the avoidance of sensitive receptors, etc. The detailed screening report may conclude that the sub-project is not feasible based on significant potential safeguards issues. 5.4
Step 3: Preparation, Consultation and Disclosure of Safeguards Instruments (can be conducted by PT SMI’s affiliate)
5.5 87. Terms of Reference (TOR) for safeguards instruments will be prepared by PT SMI through its affiliate and reviewed by the World Bank before the work is tendered to competent and qualified environmental and social consultants. The World Bank must clear the TOR for Category A subproject ESIA before it is issued in a request for proposal. Consultants with experience in Indonesian regulatory processes and World Bank safeguard policies will be engaged. The safeguards instruments will be completed in parallel with the feasibility studies, and before the World Bank clears the project for funding and the drilling contract bid documents are finalized. The safeguards work will feed into the final design of the geothermal exploration plan, bid documents, etc. 88. The scope of the ESIA, ESMP, UKL/UPL and IPP will be commensurate to the nature and scale of potential impacts. The scope of the LARAP or abbreviated LARAP will be determined based on the number of PAPs, and the nature and scale of compensation and livelihood restoration.
89. Consultation and disclosure will be carried out as per Section 8. PT SMI through its affiliate will lead consultation with support from the consultants. 90. PT SMIand the World Bank will review draft documents and provide feedback prior to finalization. 5.6 Step 4: Clearances and Approvals 91. The UKL/UPL will be submitted for approval by the relevant Provincial or District Environment Agency. The final ESIA, ESMP, LARAP and IPDP will be subject to review and approval by the World Bank. No work is to begin on site until the documents have been cleared and the relevant regulatory approvals have been awarded. In Indonesia “Dokumen Persiapan dan Pengadaan Tanah” (based on UU No.2/2012 will be approved by the Governor and/or Head of the City/District where the project locates. Base on this approval, the location permit will be issued. LARAP can be prepared based on this documentation.
48
5.7 Step 5: Implementation and Monitoring 92. PT SMI will prepare detailed implementation processes in the Project Operations Manual. In brief, implementation will occur as follows: a. PT SMI, or the EMC on their behalf, will integrate safeguards aspects into geothermal exploration plans (location of infrastructure, construction methods, mitigation measures relating to design etc.). b. PT SMI, or the EMC on their behalf, will include the ESMP in the Contractor’s bid documents and the Contractor’s contract. Contractor’s selection process will include the capacity to implement ESMP, and UKL/UPL. c. The Contractor will be required to prepare a Contractor’s ESMP before work begins. The Contractor’s ESMP will document, in detail, how the Contractor will fulfill its roles and responsibilities as documented in the Project ESMP. d. No work will begin on site (including ancillary works such as access roads) until land acquisition and resettlement has been completed and the Contractor’s ESMP has been cleared by PT SMI (to the satisfaction of the World Bank). e. The EMC will monitor and supervise the Contractor’s ESMP implementation and be responsible for implementing other aspects of the project ESMP not under the Contractor’s control. f. PT SMI through its affiliate will implement the IPP and LARAP and coordinate the activities with those of the EMC and the Contractor(s). g. Training will be carried out by EMC and/or a third party, where necessary, in accordance with the capacity building plans in the ESMP. h. Supervision, monitoring and reporting will be carried out as per Section 9.4 and the detailed requirements of the ESMP. 5.8 Step 6: Post Exploration Recommendations 93. Safeguards screening and risk assessments from the ESIA regarding linked projects (and any learnings from the implementation of the project ESMP, LARAP and IPP and exploration activities) will inform the resource feasibility assessments that are produced following the exploitation phase, as well as the recommendations and decision making regarding future commercialization of the resource for electricity generation. This may include a list of conclusions and recommendations if there is a low possibility of the geothermal prospects being developed, or may include draft or final TOR for ESIA and other safeguards instruments if the prospect will be delivered to market for development in the short term. 5.9 Technical Advisory Operational Procedures 94. Terms of Reference for Technical Advisory components will require: a. Safeguards specialists to be part of the team, where necessary (such as the Good Practice Guidance, and the EMC); b. Advice and outputs to comply with the ESMF, RPF and IPPF; 49
c. Advice and outputs to be consistent with World Bank Safeguards Policies and policies on Gender and Disclosure; d. Broad consultation with relevant stakeholders, and the public where necessary; and e. Disclosure of technical documents. 95. PT SMI Environmental Social Safeguard and Business Continuity Management (ESS&BCM)
Division (supported by consultants if necessary), will review technical advisory outputs and provide comment and input to ensure consistency with GEUDP framework documents. The World Bank safeguards specialists will review and comment on technical advisory outputs to ensure consistency with policies and GEUDP framework documents.
50
6
RESETTLEMENT POLICY FRAMEWORK
6.1 Key Principles 96. Under the GEUDP, this Resettlement Policy Framework (RPF) provides guidance on resettlement screening, assessment, institutional arrangements, and processes regarding Involuntary Resettlement to be complied with by project management staff, consultants, and related parties. The RPF will guide the preparation of Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) for each sub-project. The World Bank OP 4.12 on Involuntary Resettlement sets the standards on addressing and mitigating risks resulting from involuntary resettlement, including any case of involuntary land taking. 97. The World Bank recognizes that land acquisition and land use restrictions induced by the project can have adverse impacts on land users and communities. Here “involuntary resettlement” refers both to physical displacement (relocation or loss of shelter) and economic displacement (loss of assets or access to assets that leads to loss of income sources or other means of livelihood) as a result of the project activities. Resettlement is considered involuntary when affected persons or communities do not have the right to refuse land acquisition or restrictions on land use that result in physical or economic displacement. This occurs in cases of: (i) lawful expropriation, or temporary or permanent restrictions on land use, and (ii) negotiated settlements in which the buyer can resort to expropriation or impose legal restrictions on land use if negotiations with the seller failed. 98. Since acquisition of the land for drilling activities is likely to be conducted through voluntary land transaction mechanisms such as willing seller-willing buyer10, this RPF outlines negotiated land acquisition principles and procedures. However, in cases of any adverse economic, social, or environmental impacts from project activities (exploration drilling) other than land acquisition (e.g., loss of access to assets or resources or restrictions on land use), such impacts will be avoided, minimized, mitigated or compensated for through the process of social assessment as part of the environmental and social impact assessment. However, if there are significant social impacts from voluntary land acquisition, PT SMI will consider applying the requirements of the World Bank OP 4.12 on Involuntary Resettlement to avoid, remedy or mitigate the impacts. 99. The overall objectives of the Bank's policy on involuntary resettlement are the following: a. Involuntary resettlement should be avoided where feasible, or minimized, exploring all viable alternative project designs; b. Where it is not feasible to avoid resettlement, resettlement activities should be designed and executed as part of a sustainable development program, e.g., providing sufficient
10
That is, market transactions in which the seller is not obliged to sell and the buyer cannot resort to expropriation or other compulsory procedures if negotiations fail
51
resources to enable the persons displaced by the project to share in project benefits. Persons displaced by the project should be meaningfully consulted and be given the opportunity to participate in the planning and implementation of resettlement programs; and c. Displaced persons should receive assistance in their efforts to improve their livelihoods and living standards, or at least to restore them, in real terms, to pre-displacement levels, or to levels prevailing prior to the project commencement, whichever is higher. 100. Prior to implementation of land acquisition and resettlement activities, PT SMI will adopt the following approaches and methodology of social assessment as required by OP4.12 requirements: a. Avoid involuntary resettlement and, if unavoidable, minimize its potential impacts; b. Assess the potential economic and social impacts of involuntary land acquisition and resettlement on PAP and their livelihoods; c. Identify categories of affected persons and their respective entitlements; d. Set out clear process of consultation with and participation of PAPs in the preparation and planning of involuntary land acquisition and resettlement, if any, as well as information dissemination to the PAPs; e. Compensate for lost assets at full replacement cost; f. Compensate informal/illegal land users for lost assets and provide assistance in relocating, if needed; g. Compensate and obtain legal access to expropriated land before starting construction; h. Provide information and prepare special assistance programs for vulnerable groups including the persons without any immovable property; and i. Provide and prepare plans for grievance redress and monitoring in line with the RPF. 6.2 Indonesian Laws and Policies Relating to Land Acquisition 101. Geothermal exploration is important for energy infrastructure development, and under the country system it is categorized as public interest development. In case of land acquisition for infrastructure development for public purposes, any sub-project should refer to Law 2 of 2012 on Land Acquisition for Project Activity for Public Interest. The following are its implementing regulations: Presidential Decree No. 71 of 2012, Head of National Land Bureau Regulation No. 5 of 2012, Minister of Finance Regulation No. 13 / PMK.02 of 2013, and Ministerial of Home Affairs Regulation No. 72 of 2012. 102. The Presidential Decree No. 71 of 2012 has been amended four times. The key changes are: No. 40 of 2014 (…Land acquisition up to 45 hectare can be directly conducted by the agency needing land with holders of land right through a business transaction or other way agreed by both parties…); No. 99 of 2014 (…Head of Land Acquisition Implementation issues compensation value resulted from appraiser or public appraiser); No. 30 of 2015 (…Finance for land acquisition can be sourced from a company (Badan Usaha) as Agency acquiring the land has been given the right to act on behalf of the state, ministerial, non-ministerial government agency, or provincial or district government; and the most updated one, No. 148 of 2015 (…Land acquisition for public interest 52
development purpose up to 5 hectares does not need location determination letter. Agency needing land to use appraiser for land valuation…). 103. Minister of Finance Regulation No. 13/PMK.02 of 2013 has been also amended by No. 10 / PMK 02 of 2016, which indicates a threshold budget allocation for land acquisition for public-interest development projects. Minister of Home Affairs Regulation No. 72 of 2012 indicated operational and supporting land acquisition implementation for public interest development source from a regional budget. 104. Head of National Land Bureau (BPN) Regulation No. 5 of 2012 has been amended by No. 6 of 2015, which highlights a bailout scheme to accelerate infrastructure development. The government revised the Ministerial of Agrarian and Spatial Planning (ATR) Regulation No. 6 of 2015 for the Amendment Regulation of the National Land Bureau (BPN) No. 5 of 2012 on Technical Guidelines for the Implementation of Land Acquisition. This revision open up the opportunity for private entrepreneurs to bailout11 (dana talangan) land acquisition fund for public-interest infrastructure projects. Then bailout is replaced using state budget funds through the relevant ministries or agencies.
105. Land acquisition for public interest development shall be performed in accordance with the Regional Spatial Plan; the National/Regional Development Plan; the Strategic Plan; and the Working Plan of the Agency needing land. However, as indicated in Elucidation of Article 7 (2) of Law 2 of 2012, geothermal energy activities are to a degree flexible, uncertain and changeable. Because of this, flexible planning is required in order to ensure the effectiveness and efficiency of the development of geothermal energy resources. 106. Law 2 of 2012 has significantly improved the country system for resettlement with greater protection for the rights of property owners through consultation and fair compensation. It also deals with compensation for non-titled property if land acquisition is required. If the land is publically owned, the law do not apply and the required land would be cleared according to Law No. 5 of 1960, in which its Article 18 states that the rights on land may be expropriated by the government for public-interest activities by providing reasonable compensation in accordance to procedures stipulated in the Law. The Law also stipulates that public entities, including stateowned companies, are eligible to acquire land under this mechanism12. Similarly, private
11
Private bails advance funds for land acquisition. This approach will benefit toll roads development and helps Toll Road Regulatory Agency (BPJT) can quickly build toll road. However, Minister Public Works and Housing (PUPR) also requires to prepare technical regulations of the private use of the bailout fund. 12 Beside the Law 2 of 2012 and its implementing regulations, there are other regulations related to the land acquisition and resettlement for public interest, such as the Presidential Degree No. 40 of 2016 concerning the Acceleration of the Development of Electricity Infrastructure that has significant aspects in reducing the time of land acquisition process and determining the location. This is discussed more in the section 8.3. Energy Sector in this document
53
companies can also acquire land by establishing public private partnerships with state-owned enterprises and eligible government agencies. 107. Law 2 of 2012 and its supporting regulations stipulate that valuation of compensation should be done by “…Independent and Professionals Appraisers, who have a license from the Ministry of Finance as Public Appraiser and registered in National Land Bureau (BPN)”. The Indonesian Society of Appraisers (MAPPI) issued the Valuation Standard 306, Valuation in the Context of Land Acquisition for Development for Public Interest, to guide and support the implementation of Law 2 of 2012. The Standard follows the same principles as the Law, where determination of the compensation amount is based on the “principles of humanity, fairness, usefulness, certainty, transparency, agreement, participation, welfare, harmony and sustainability.” Fair Replacement Value is the based on the market value of the property, with attention to non-physical elements associated with loss of property ownership, caused by the land acquisition. The definition of Fair Replacement Value follows the same principles as that for compensation as cited earlier. 108. Valuation consists of physical and non-physical components. Physical components that will be compensated include: a) land; b) space above- and under-ground; and c) buildings; and d) amenities and facilities supporting the building. Non-physical components to be compensated for includes:
Disposal rights of landowners, to be given as a premium in monetary terms under existing legislations. The substitutions may include matters relating to: a) loss of employment or loss of business, including change of the profession (with respect to Law No. 2 of 2012 Article 33 letter f of the Elucidation); b) emotional loss associated with loss of shelter as a result of land acquisition (with due regard to the Act No. 2 in 2012 Article 1 Paragraph 10, Article 2 the elucidation and Article 9, paragraph 2). Cost of transaction, such as moving expenses and corresponding taxes. Compensation for waiting period, that is, payment to account for the time difference between the valuation date and the estimated payment date. Loss of value of the remaining land, which can be calculated over the entire land value if it can no longer be used as intended. Physical damage and repair costs to building and structure atop the land, if any, as a result of land acquisition.
6.3 World Bank Safeguard Policy OP4.12 Involuntary Resettlement 109. This policy aims to avoid involuntary resettlement where possible. However, it sets out – where necessary – requirements for participation in resettlement planning, as well as compensation provision that improves, or at least restores, incomes and living standards. The Bank's experience with geothermal projects in Indonesia with regard to involuntary resettlement indicates that land is acquired through commercial transactions rather than expropriation, and involuntary resettlement does not occur. However, this RPF establishes the principles and procedures for land 54
acquisition and resettlement in case there are instances when PT SMI must invoke involuntary acquisition or resettlement. 110. The World Bank OP 4.12 does not apply to resettlement resulting from voluntary land transactions (i.e., market transactions in which the seller is not obliged to sell and the buyer cannot resort to expropriation or other compulsory procedures sanctioned by the legal system of the host country if negotiations fail). It also does not apply to impacts on livelihoods where the project is not changing the land use of the affected groups or communities. 6.4
Gap Analysis
111. There is potential gap between WB safeguard policy requirements and the country system in terms of enforcement of cut-off date at the beginning of census and other surveys. The aim is to prevent fraudulent claims and population influx to project area. The World Bank’s OP 4.12 endnote 21 reads: “Normally, this cut-off date is the date the census begins. The cut-off date could also be the date the project area was delineated, prior to the census, provided that there has been an effective public dissemination of information on the area delineated, and systematic and continuous dissemination subsequent to the delineation to prevent further population influx. Refer to Section 6.6 for how this will be managed for the GEUDP. Another potential gap relates to the restoration of livelihoods and provision of non-cash compensation. The country system indicates that lost livelihoods are covered by cash compensation, whereas Bank procedures contain a series of actions that guarantee the restoration of livelihoods. The latest development of the country system has highlighted the need to develop a technical guidance to cope with relocation including restoration of livelihoods. However unless the guidance has been issued, World Bank-financed projects should continue adding clauses that relate to the restoration of livelihoods and provision of non-cash compensation.
6.5 Process for Preparing and Approving Resettlement Action Plan 112. Depending on the ESIA results, LARAP will be prepared when there will be involuntary acquisition of land and/or resettlement and/or restriction of access to resources. PT SMI through its affiliate will prepare a LARAP in compliance with the Bank OP 4.12 and the country system13. Implementation of the LARAP requires the Bank’s prior approval. The following sub-chapters detail the required elements to prepare a LARAP.
13
In accordance to the country safeguard system, in this stage, PT SMI shall make a Plan of Land Acquisition in the Public Interest in accordance with the laws and regulations. The Plan shall refer to the Regional Planning, Spatial Planning and the development priority as stated in the Medium – Term Development Plan, Strategic Plan, and the Working Plan of the relevant Agencies.
55
6.5.1 Required Information for the Involuntary Acquisition of Private or Village Land 113. PT SMI through its affiliate will first provide documentation regarding land acquisition needs (including the lands that will be needed for the project in future). The Bank’s social development specialist will review the documents and determine remedies if there are any circumstances that would jeopardize compliance with OP 4.12. If so, additional information and an appropriate course of action may be required by PT SMI. 114. PT SMI will then use the enclosed reporting formats (Abbreviated LARAP in Appendix L or the full LARAP in Appendix K) to cover the following issues: a. Assessment of the temporary and permanent impacts of land acquisition or expropriation, and categories of persons/households affected, number of lands/plots affected, percentage of land/plots affected in any landholding, land use before and after acquisition, prior land use and number of owners. b. Documentation of the socioeconomic situations of affected households, such as income stream and percentage of income derived from the acquired land in line with the WB safeguard policy requirements. The aim is to understand the adverse impacts on livelihoods of displaced persons and provide restoration measures to compensate for their income losses. c. Compensation standards applied for temporary and permanent loss of land, loss of crops, loss of productive trees, loss of residence and businesses (documenting the value equivalent to full replacement cost), d. Result of court decisions, if any, e. Provision for replacement land, if relevant, and f. Provision of documentation for vulnerable groups, grievance redress and monitoring. 115. Under Indonesian Law, Land Acquisition Plan in the Public Interest Document prepared in the form of a land acquisition planning document must entail: (a) objectives of the development plan; (b) consistency with the Regional Spatial Planning and the National/Regional Development Plan; (c) land location; (d) land size needed; (e) description of the land (legal and physical) status; (f) estimated period of land acquisition; (g) estimated period of construction implementation; (h) estimated land value; (i) budget plan; and (j) that the Plan shall be made under a feasibility study prepared in accordance with the laws and regulations. The last step is submission of the Land Acquisition Plan in the Public Interest Document to the Governor with complete supporting documents. 6.5.2
Required Information for the Acquisition of Public Land
116. OP4.12 also applies where public land (land owned by GOI or local government) is
purchased, transferred, leased or used informally/temporarily by PT SMI. This also includes easements. While the land transaction may be ‘voluntary’ by the Government agency, there may be third parties who use the land (tenants, informal land users, squatters etc.) that will be subject to involuntary resettlement. 56
117. In this case, PT SMI will submit a Social Impact Screening Summary to the World Bank, using information from the Detailed Screening Process (Refer Section 5.3). PT SMI will document the transfer mechanism, the amount of land, whether it is in use and for what purpose(s), and the number, name, gender and status of land-users (e.g., tenants, informal users). 118. For each sub-project that requires involuntary resettlement of third parties from public land, PT SMI will prepare a LARAP, and submit to the Bank for approval before implementation of land acquisition. LARAPs will include a detailed description of resettlement planning and implementation in compliance with the World Bank OP 4.12. The scope and level of details of the LARAP will vary with the magnitude and complexity of the land acquisition and compensation issues. The Plan will indicate the number and ownerships of parcels to be acquired or subject to lease or easement, the number of parcels affected, estimated cost of the land and other assets to be acquired or subject to the acquisition, responsibility for execution and schedule for acquisition. The World Bank will review and ensure conformance of the land acquisition and resettlement process to OP4.12. 119. Once the LARAP is cleared by the Bank, it will be disclosed locally at the project site and on the Bank’s Infoshop website. PT SMI will review its afiliate and ensure that project implementation is fully consistent with the LARAP and provide adequate monitoring and reporting of the activities set out in the LARAP. As part of LARAP implementation, PT SMI will provide a quarterly report of land acquisition activities to the World Bank, as part of the overall project progress report. The report will indicate the number and ownership of parcels affected and their current status, progress of negotiations and appeals, and the price offered and finally paid (reported as number of square meters of the original whole plot and the size of the specific area acquired, and amount per square meter). At the end of the project and as part of project completion report, PT SMI will provide the Bank with a completion audit.
120. The World Bank supervises LARAP implementation to ensure compliance with OP 4.12. If necessary, it may contact affected parties to confirm the validity and determine whether or not the process and outcomes have complied with OP/BP 4.12. However, following the location determination during the preparation stage, any land transaction can only be done to the BPN. The land freeze has been applied when location determination is effective. 121. Under the country system, the responsible entities for activities in the preparation stage – including the LARAP approval process – are PT SMI and Local Government. After the document is submitted by PT SMI, the Governor will establish a Preparation Team for the project land acquisition. Under the Governor’s instruction, the Team will prepare the ‘Penetapan Lokasi’ following the below steps: a. Notice of the development plan; b. Identification of the development plan; 57
c. Undertaking public consultation concerning the development plan; d. Announcement of the ‘location determination’ (Penetapan Lokasi Pembangunan); e. Disclosure of the Determination of Location (to be printed and placed at the Kelurahan Office), and announcing it in local paper/electronic media. 6.6 Cut-off Date & Eligibility Criteria for Affected Persons 122. Any person who suffers a loss or damage to land, assets, business or access to productive resources, as a result of involuntary land acquisition or resettlement, will be eligible for compensation and/or resettlement assistance. The cut-off date for eligibility for compensation and/or resettlement assistance is the last day during the census/inventory of assets. The affected communities will be informed of the cut-off date through the responsible agencies, community elders and leaders. Individuals or groups that are not present at the time of registration but who have a legitimate claim to membership in the affected community can be accommodated. 123. Under the country system, the cut-off date is determined during the implementation stage after verification of eligibility has been conducted (See Section 6.7). The provincial-level Land Office (BPN) will be responsible for the implementation stage activities, which it has the authority to delegate to the district level14. Prior to the cut-off date, the Land Office will conduct these steps: a. Developing the implementation team, including at the local level; b. Inventory, identification and disclosure of result; c. Filing the objection and verification. 6.7 Proof of Eligibility 124. PT SIM through its affiliate who will be in charge for land acquisition will consider various forms of evidence as proof of eligibility for affect people as stated in the RPF, for example, formal legal rights, such as land title registration certificates, leasehold indentures, tenancy agreements, rent receipts, building and planning permits, business operating licenses, and utility bills; or in lieu of formal documentation, an affidavit signed by land owners and tenants witnessed by the administrative authority. Criteria for establishing claims to eligibility without any documentation will be determined on a case-by-case basis. 125. Only project affected persons enumerated during the census/inventory of assets shall be eligible for compensation or supplemental assistance. Any new structures or additions to existing structures carried out after the cut-off date will not be considered affected, and their owners or occupants will not be able to claim compensation or supplemental assistance for these, unless they can demonstrate that the census/inventory of assets has failed to identify them as affected.
14
Head of Land Office Decree 2 of 2013 concerned about the Delegation of Authority for Land Rights and Land Registration Activities
58
6.8 Entitlement Policy 126. The following PAP will be entitled to value compensation, rehabilitation, and resettlement support:
PAPs losing land, structures, and access to those assets, and/or having to relocate due to loss of livelihood, or access to income sources or means of livelihood: Those with legal right of land use and ownership will be compensated for land, structures and economic assets on land at full replacement value. They will also be provided with resettlement assistance in line with the World Bank policy requirements. PAPs losing crops or trees providing livelihood or income: These PAPs will be fully compensated at replacement value of the trees, based on the cumulative value for its entire productive life as well as bare land value. If land must be acquired before the crops are harvested, owners will also be compensated for the estimated crop value. PAPs as land renter: Renters will be assisted to find an alternative land to rent. Transitional assistance may be necessary to ensure that renters’ livelihoods are not affected. PAP who are illegal or informal users of land: PAPs without recognized legal rights or claim to the land they are occupying will not be compensated for land, but only for the structures and other assets (trees) on land based on replacement value. Those using land unofficially for agricultural or grazing purposes will be assisted to find alternative areas. PAPs losing their livelihoods due to involuntary land acquisition: These PAPs are also entitled to resettlement assistance.
6.9 Full Replacement Cost and Livelihoods Restoration 127. The World Bank safeguard policy requires that compensation be paid at replacement value in addition to transitional assistance. Land is replaced with that of equal value and amenities. Livelihood assets are replaced with those of equal value. Benefit sharing is assured through additional support mechanisms where possible. 6.10 Negotiated Land Acquisition / Voluntary Transaction 128. Negotiated land acquisition, or voluntary transaction, will be the preferred method for acquiring land. The location of the drilling sites, and supporting infrastructure such as access roads, are flexible to a point, therefore, there can be some negotiations as to which site is selected based on land-owners’ willingness to sell or lease land. 129. PT SMI through its affiliate will apply the following principles for negotiated land acquisition / voluntary transaction for exploration drilling stage:
Meaningful consultations with PAPs, including those without legal title to land and assets; Offer of fair price for land and other assets at replacement cost. Deduction of income tax for land transaction will be openly communicated with and agreed by the PAPs; Transparency in negotiation with PAPs to reduce risks of asymmetry of information and bargaining power of the parties. An independent external party will be engaged to document and validate the negotiation and settlement process. 59
130. Under the country system, acquisition for land of up to 5 ha can be done through the willing seller-willing buyer mechanism. Indonesian Civil Laws (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Chapter 1458 on Selling and Buying spells out the principles and outlines buyer and seller obligations and responsibilities. Under this Law, the mechanism has an obligatory character, where the rights attached to the land or assets sold are not automatically transferred to the buyer. Unlike land transaction conducted under a customary law (hukum adat), such transactions still require transfer of the land ownership right. Land registration is a precondition for land transfer under a negotiated land acquisition or willing buyer-willing seller mechanism. 131. The Minister for Agriculture and the Head of the National Land Bureau’s National Regulation No. 5/2012 specifies procedures for land registration. It outlines requirements for the land registration and acquisition process, and prescribes: (i) steps for scaling and mapping the land coordinates and accepted survey procedures, (ii) regulations pertaining to valuation in the land markets, (iii) necessary documentation, (iv) official publication of claim and title, (v) objection mechanism, (vi) title verification procedures, and (vii) issuance of land certificates. 132. However, valuation of the affected assets under the scope of GEUDP would follow the procedures as prescribed by Law 2 of 2012 and supporting regulations, under which valuation of compensation should be done by “…Independent and Professionals Appraisers who have license from Ministry of Finance as Public Appraiser and registered in National Land Bureau (BPN)”. The Indonesian Society of Appraisers (MAPPI) issued the Valuation Standard (SPI) 306, Valuation in the Context of Land Acquisition for Development for Public Interest, to support the implementation of Law 2 of 2012. Valuation Standard 306 shares the same principles as the Law, which bases the determination of compensation amount on the principles of “humanity, fairness, usefulness, certainty, transparency, agreement, participation, welfare, harmony and sustainability.” 133. The Fair Replacement Value is the value of the ownership, which equals the market value of a property, with attention to elements such as non-physical losses of ownership resulting from land acquisition. The Fair Replacement Value definition is same as definition for compensation in the Law 2 of 2012. 134. The Scope of Valuation consists of physical and non-physical components. Physical components that will be compensated for include: a) land; b) space above- and under-ground; c) buildings; and d) amenities and facilities supporting the building. Non-physical components to be compensated for include:
Disposal rights of land-owners, to be given as a premium in monetary terms under existing legislations. The substitutions may include matters relating to: a) loss of employment or loss of business, including change of the profession (with respect to Law No. 2 of 2012 Article 33 letter f of the Elucidation); b) emotional loss associated with loss of shelter as a result of land acquisition (with due regard to the Act No. 2 in 2012 Article 1 Paragraph 10, Article 2 the elucidation and Article 9, paragraph 2). 60
Cost of transaction, such as moving expenses and corresponding taxes. Compensation for waiting period, that is, payment to account for the time difference between the valuation date and the estimated payment date. Loss of value of the remaining land, which can be calculated over the entire land value if it can no longer be used as intended. Physical damage and repair costs to building and structure atop the land, if any, as a result of land acquisition.
61
7
INDIGENOUS PEOPLES’ PLANNING FRAMEWORK
7.1 Objectives and Principles 135. This IPPF will be applied when Indigenous Peoples (IPs) are present in a sub-project’s area of influence as identified during the social and environmental screening process or subsequently during the ESIA. PT SMI ‘s affiliate is responsible for implementing the necessary actions to meet the requirements outlined by this framework. 136. There is no universally accepted definition of Indigenous Peoples. Indigenous Peoples may be referred to in different countries by such terms as: indigenous ethnic minorities, aboriginals, hill tribes, minority nationalities, scheduled tribes, first nations, or tribal groups (known in Indonesia as Suku Terasing (Isolated Indigenous Community) or Kelompok Adat Terpencil (Customary Law Community)). 137. The term “Indigenous Peoples” is used in a generic sense to refer to a distinct social and cultural group possessing the following characteristics in varying degrees:
Self-identification as members of a distinct indigenous cultural group and recognition of this identity by others; Collective attachment to geographically distinct habitats or ancestral territories in the project area and/or to the natural resources in these habitats and territories; Customary cultural, economic, social, or political institutions that are separate from those of the dominant society or culture; An indigenous language, often different from the official language of the country or region.
Ascertaining whether a particular group consider as Indigenous Peoples for purpose may require technical judgment. 7.2 Indonesian Laws and Regulations relating to Indigenous Peoples Safeguards 138. When IPs are present and affected by the project, the project should provide benefit to and need to manage adverse impacts on the IPs15. Indonesia’s national policies on Indigenous Peoples includes: (1) Presidential Decree (Keppres) No. 111/1999 concerning Development of Isolated Indigenous Community (KAT), which provides a broad definition of Indigenous Peoples and the need for government assistance; and (2) Law No. 41/1999 concerning Forestry Law which defines customary forest16.
Identification of IPs follows the Bank’s criteria (paragraph 137). Identification of IPs will also meet the criteria of “Masyarakat Hukum Adat”-MHA- summarized from Indonesian Regulations and local values, as well as additional information gathered from respective cities. 16 One fundamental change is related to Indigenous Peoples is the issuance of Constitutional Court Decision No. 35/PUU-X/2012 which changed Article 1 point 6 of Law No. 41/1999 on Forestry, which has now become “customary forest is a forest located within the area of an indigenous community”. Before, there was a word of “state” in the article. With elimination of the word “state” from the definition, now it is understood that customary forests is now no longer a state forest.
62
139. Other laws and regulations related to IPs are: UUD 1945 (Amendment) Chapter 18 Clause #2 and Chapter 281 Clause #3. The existence of adat communities is recognized in the Constitution Article 18 and its Explanatory Memorandum. It states that in regulating a self-governing region and adat communities, the government needs to respect the ancestral rights of those territories. After amendments, recognition of the existence of adat communities was provided in Article 18 B Para. 2 (concerning “adat law community” and regional government) and Article 28 I Para. 3 (“traditional community” and Human Rights). 140. Act No. 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles (or Basic Agrarian Law / BAL). Article 2 Para. 4, Article 3, and Article 5 provide general principles that accommodate recognition of adat communities, ulayat land rights, and adat laws. In later developments, BAL recognition of adat law is tied to “national interest”. 141. Forestry Acts (Act No. 5 of 1967 and Act No. 41 of 1999). The Act divides forest area into two categories: state forest and proprietary forest. State forest is forest growing on land not covered by proprietary rights. The state forest category also covers ulayat, or adat forest. Proprietary forest is forest growing on land covered by proprietary rights. By including ulayat forest as state forest, the Act ignores ulayat rights of adat communities over their forest area. 142. The Constitutional Court Decision No. 35/PUU-X/2012 resolved a major ambiguity in Article 1 of the Forestry Act No. 41 of 1999 and formally recognized that customary forests are state forests located in the areas of customary communities. Article 5 of the same Law was revised to mandate that state forest category does not cover customary forest. The ruling was made in favor of a petition filed by Indonesia’s National Indigenous Peoples Alliance, or Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) in March 2012. 17 143. Ministerial of Home Affairs (MOHA) Regulation No. 52 of 2014 on Guidelines for the Recognition and Protection of Indigenous Peoples, can be used as a reference for local governments regarding customary communities. The Regent/Mayor may form a committee on Indigenous Peoples in the regencies/cities, which serves to identify, verify and validate Indigenous Peoples. Results of the verification and validation, then submitted to the head region. The Regent/Mayor can issue decision on the recognition and protection of Indigenous Peoples based on the committee’s recommendations. 144. Ministerial of Forestry Regulation (MoF) No. P.62/Menhut-II/2013 (adjustment of Ministerial of Forestry Regulation No. P.44/2012) on the Establishment of Forest Area. This MoF regulation was 17
In 1999, a national congress of Indonesian indigenous peoples took place, attended by over 200 adat community representatives from 121 indigenous peoples. The Congress agreed to establish a national alliance of indigenous peoples, AMAN. By 2001, AMAN had 24 affiliated organizations in islands and provinces. It has several objectives, including the restoration of sovereignty to adat communities over their socioeconomic laws and cultural life, and control over their lands and natural resources and other livelihoods.
63
criticized by AMAN for equating forest area with state forest, which they perceived to be against of the Constitutional Court Decision No. 35/PUU-X/2012. 145. Joint Regulation of Ministerial of Home Affairs (MOHA), Ministerial of Forest, Ministerial of Public Works and National Land Bureau No. 79/2014; No: PB.3/Menhut-11/2014; No: 17/PRT/m/2014: No: 8/SKB/X/2014 on Procedures to Settle Land Ownership Conflict in Forest Area. This regulation recognized that there are other rights such as customary rights over forest land. 146. Ministerial Regulation of the Land Agency and Spatial Development No. 9/2015 on the Procedures to Establish the Land Communal Rights on the MHA Land and Community Living in the Special Area. This regulates communal rights of not only the Customary Law Community, but also other groups of people residing and depending in the same land area. Customary Law Community is a community bound by customary law, both genealogically (common ancestor) and territorially (similar residence). These Communities have a socio-cultural bond with the land and its resources for a long time. Whereas “people in certain areas” are people who control the land for at least 10 years, who depend on forestry products and natural resources, and whose existing socio-economic activities are closely linked to the area. Communal rights addressed in Regulation No. 9/2015 are controversial, because they not distinguish the source of legitimacy for communal land rights between that based on membership to the Customary Law Community versus the land use and ownership of the area by other people not belonging to the Community for an extended period of time. Consequently, the Regulation has raised legal issues, namely competing claims between these two groups. 147. Law No. 6/2014 recognizing the existence of the Customary Village (Desa Adat). The local government is empowered to evaluate the boundary of a Customary Law Community’s area and designate a Customary Village through local regulation. Three criteria must be met: 1) the traditional customs and rights of the Customary Law Community are being practiced and maintained by members of the group, 2) the preservation of a Customary Village with all their traditional customs and rights is in accordance with the development of society, and 3) the purpose is in line with the principles of the Unitary Republic of Indonesia. 7.3 World Bank Policy OP4.10 Indigenous Peoples 148. The World Bank’s OP 4.10 Indigenous Peoples recognizes that Indigenous Peoples may be exposed to different types of risks and impacts from development projects. The policy requires that projects identify whether Indigenous Peoples are affected by the project, and accordingly, to undertake specific consultation activities, and avoid or mitigate impacts on these potentially vulnerable groups. Site visits to confirm IPs presence will be done in accordance with the requirements specified in this IPPF.
64
7.4
General Requirements
7.4.1 Avoidance of Adverse Impacts 149. PT SMI’s affiliate will identify, through the social and environmental screening and ESIA, communities of Indigenous Peoples that may be present in the sub-project’s area of influence, as well as the nature and degree of the expected social and physical cultural properties, environmental impacts as well as potential benefits to them. PT SMI shall avoid adverse impacts whenever feasible.
150. When avoidance is not feasible, PT SMI’s affiliate will minimize, mitigate or compensate for these impacts in a culturally appropriate manner. The proposed actions will be developed with the informed participation of affected Indigenous Peoples and included in a time-bound Indigenous Peoples Development Plan (IPDP), or a broader community development plan, depending on the nature and scale of impacts. 7.4.2 Information Disclosure, Consultation and Informed Participation 151. PT SMI’s affiliate shall establish an ongoing relationship with the affected IPs communities as early as possible in the sub-project planning and throughout the life of the sub-project. In subprojects with adverse impacts on affected IPs communities, the consultation process will ensure their free, prior, and informed consultation (FPIC) and facilitate their informed participation on matters that affect them directly, such as proposed impact mitigation measures, sharing of development benefits and opportunities, and implementation issues. The process of community engagement will need to be culturally appropriate and correspond with the potential risks and impacts to the Indigenous Peoples. In particular, the process will include the following steps: a. Involve Indigenous Peoples’ representative bodies (for example, councils of elders or village councils, among others); b. Be inclusive of both women and men and of various age groups in a culturally appropriate manner; c. Provide sufficient time for IPs’ collective decision-making process; d. Facilitate the IPs’ expression of their views, concerns, and proposals in the language of their choice, without external manipulation, interference, or coercion, and without intimidation; e. Ensure that the grievance mechanism established for the project is culturally appropriate and accessible for IPs communities; and f. Ensure that the IPDP is available to the affected IPs communities in an appropriate form, manner and language. 7.4.3 Development Benefits 152. Through the FPIC process and informed participation of the affected IPs communities, PT SMI’s affiliate shall identify opportunities for culturally appropriate development benefits. Such opportunities should be commensurate with the degree of project impacts, aimed at improving their living standards and livelihoods in a culturally appropriate manner, and to fostering the 65
long-term sustainability of the natural resources on which they depend. PT SMI will document development benefits and provide them in a timely and equitable manner. 7.5 Special Requirements 153. Because Indigenous Peoples may be particularly vulnerable to the project circumstances, appropriate requirements will be required as described below. When any of these special cases apply, PT SMI’s affiliate will engage qualified external experts to assist in conducting the Social Assessment and ensuring their adequate inclusion in the IPDP or Community Development Plan. 7.5.1 Impacts on Traditional or Customary Land under Use 154. Indigenous Peoples are often tied to their customary land, as well as the natural and cultural resources on the land. While the land may not be under ‘legal’ ownership pursuant to national laws, the use of the land, including seasonal or cyclical uses, by the IPs communities for their livelihoods, or cultural, ceremonial, or spiritual purposes that define their identity and community, can be substantiated and need to be duly documented. 155. If the sub-project location is decided to be on traditional or customary land, and adverse impacts are expected on the livelihoods, or cultural, ceremonial, or spiritual uses that define the identity and community of the Indigenous Peoples, PT SMI’s affiliate will respect their use by taking the following steps: a. PT SMI’s affiliate documents its efforts to avoid or at least minimize the proposed project footprint; b. Experts is to be engaged to document land uses in collaboration with the affected Indigenous Peoples communities without prejudicing their land claim; c. The affected Indigenous Peoples communities are informed of their rights with respect to their land under national laws, particularly those recognizing customary rights or use; d. PT SMI’s affiliate offers the affected Indigenous Peoples communities fair compensation and due process similar to those with full legal land title, as well as culturally appropriate development opportunities (such as benefit-sharing mechanisms); and/or land-based and/or in-kind compensation in lieu of cash compensation where feasible; e. PT SMI’s affiliate enters into good faith negotiation with the affected Indigenous Peoples communities, and documents their informed participation and outcomes of the negotiation. 7.5.2 Relocation of Indigenous Peoples from Traditional or Customary Lands 156. PT SMI’s affiliate shall consider alternative project designs to avoid relocation of Indigenous Peoples from their communally held traditional or customary land. If such relocation is unavoidable, it will not proceed with the project, unless it enters into a good faith negotiation with the affected Indigenous Peoples communities, and documents their informed participation and a successful outcome from the negotiation. Any relocation of Indigenous Peoples will need to be consistent with the World Bank safeguard policy OP. 4.12 Involuntary Resettlement. Where
66
feasible, the relocated Indigenous Peoples should be able to return to their traditional or customary land, should the reason for their relocation cease to exist. 7.5.3 Cultural Resources 157. Where a project proposes to use the cultural resources, knowledge, or practices of Indigenous Peoples for commercial purposes, PT SMI shall inform them of: (i) their rights under national laws; (ii) the scope and nature of the proposed commercial development; and (iii) the potential consequences of such development. PT SMI shall not proceed with such commercialization unless it: (i) enters into a good faith negotiation with the affected Indigenous People communities; (ii) documents their informed participation and a successful outcome from the negotiation; and (iii) provides for fair and equitable sharing of benefits from commercialization of such knowledge or practice consistent with their customs and traditions. However, this is an unlikely outcome of the GEUDP.
67
8
CONSULTATION AND DISCLOSURE
8.1 Safeguard Framework Consultation 158. The ESMF is subjected to public consultation prior to its finalization. Key stakeholder institutions, such as Ministry of Finance, Ministry of Energy and Mineral Resources, local governments, NGOs, private sector, the academia, the media/press, etc. will be invited to a consultative workshop held in Jakarta. The consultation will be divided into two days; first day will be for the government entities, private sectors and the media; and the second day for NGOs and universities. 159. The framework document will be shared in advance with representatives from the institutions to allow for constructive inputs to be provided at the workshop. Discussions will focus on the ease of use and implementation of the ESMF, adequacy of safeguard mitigation mechanisms, and training needs for stakeholders. Following the consultations, stakeholders’ inputs would be duly recorded and considered for the finalization of the ESMF. The final ESMF will be publicly disclosed on PT SMI website and the World Bank Infoshop. 8.2 Good Practice Guidance on Technical Advisory Consultation 160. Consultants will be engaged to prepare good practice guidance, which shall entail a stakeholder analysis. The consultants will engage with key stakeholders throughout the process to gather and share information. Key stakeholder institutions include Ministry of Finance, Ministry of Energy and Mineral Resources (/EBTKE), Ministry of Environment and Forestry, Badan Geologi, NGOs, private sector, donor agencies and universities. The draft guidance document will be shared with representatives of the institutions, and disclosed on PT SMI’s website for comments from the broader public. Workshops will be held to discuss key issues and assist with finalization of the document. 8.3 Stakeholder Engagement and Consultation on Geothermal Sub-Project 161. The Environmental Social Safeguard Division t under PT SMI’s Risk Management Directorate (ESSBCM-Environment and Social Safeguards and Business Continuity Management) shall lead the preparation of ESIA, ESMP, LARAP or IPP. In drafting the TOR for these works, it will provide detailed stakeholder consultation activities to be carried out by the consultant(s). PT SMI will lead public consultation(s) with support from the consultant and local government. This will ensure that PT SMI has the necessary support to carry out consultations, as well as local buy-in and support for the plans, which are prepared to mitigate project impacts. 8.3.1 Stakeholder Identification 162. PT SMI shall identify and prepare stakeholder list early in project feasibility and at the basic screening step, which will be further developed through the detailed screening step. The safeguards consultants will be required to undertake a stakeholder analysis before the consultation process. Stakeholders will vary depending on the sub-project location, but are expected to include: host communities, land owners and users, environmental and social NGOs, 68
local government agencies, forestry concession holders/owners, forest departments, conservation departments, universities and other research organizations and business owners. A stakeholder analysis shall: a) identify the individuals and groups with interest in the project and those expected to be affected by the project, b) identify experts and key informants, c) determine the nature and scope of consultation with each type of stakeholder, and d) determine the appropriate communication tools. 8.3.2 Consultation Principles 163. The principles for consultation are: a. Providing clear, factual and accurate information in a transparent manner on an on-going basis to community stakeholders through free, prior and informed consultation; b. Listening and learning about local and social culture and wisdom; c. Providing opportunities for community stakeholders to raise issues, make suggestions and voice their concerns and expectations with regard to the Project; d. Engaging with women, men, elderly, youth and vulnerable community members, as well as those in positions of authority and power; e. Providing stakeholders with feedback on how their contributions have been considered in the development of relevant assessments and plans; f. Building capacity among community stakeholders to interpret the information provided to them; g. Treating all community stakeholders with respect, and ensuring that all project personnel and contractors in contact with community stakeholders do the same; h. Responding to issues and requests for permission; and i. Building constructive relationships with identified influential community stakeholders through appropriate levels of contact. 8.3.3
Consultation Plan
164. Consultation will occur at least twice: once during ESIA preparation and baseline data collection, and another during presentation of the draft ESIA and EMP. More consultation may be required if there are Indigenous Peoples in the project area, vulnerable people among the host community, sensitive environmental receptors and significant impacts that require early and ongoing communications with stakeholders. Specific consultation with people affected by involuntary land acquisition and resettlement, and with Indigenous Peoples communities, shall be planned in addition to general project consultations. 165. The safeguards consultant will prepare a consultation plan specific to each sub-project. It will include methods and procedures for the following:
Stakeholder analysis – who will be consulted, how, when, by whom, how often; How women and vulnerable community members will be consulted;
69
8.4
Roles and responsibilities for coordinating, undertaking and following up on consultations (by PT SMI, Exploration Management Consultant (EMC), safeguards consultants, and local government); public communications (see below) including how the public can get in touch with PT SMI; Disclosure plan – what will be disclosed, when, and how; How feedback will be managed; List of materials and tools that will be used.
Public Consultation Tools
166. Communication during sub-project development will involve seeking and imparting information, and reaching agreements through dialogue. The following table summarizes some of the most commonly used techniques for conveying information to the public and their respective advantages and disadvantages. The safeguards consultant may use any of these techniques in developing the Consultation Plan. Table 5 Techniques for conveying information to the public Technique
Key points
Printed materials
Information bulletins, brochures, reports: Text should be simple and non-technical and relevant to the reader Provide clear instructions on how to obtain more information
Displays and exhibits
Print media
Can serve both to inform and to collect comments Should be located where the target audience gathers or passes regularly Newspapers, press releases, and press conferences can all disseminate a large amount and wide variety of information Identify newspapers likely to be interested in the project and to reach the target audience
Electronic Media
Radio, internet, social media, and video: Determine the coverage (social media, internet, or radio), the types of viewer; the perceived objectivity, and the type of broadcast
Advantages
Disadvantages
Direct Can impart detailed information
Demands specialized skills and resources
Cost-effective
Not effective for illiterate stakeholders
Yields a permanent record of communication May reach previously unknown parties
Costs of preparation and staffing
Minimal demands the public
Insufficient without supporting techniques
Offers both national and local coverage
Loss of control of presentation
Can reach most literate adults
Media relationships are demanding
Can provide detailed information
Excludes illiterates and the poor
May be considered authoritative Many people have access to radio and cell phones Social media is cheap
70
Disadvantages those without cell phones / internet access
Technique
Key points
Advantages
Disadvantages
Retain control of presentation
May engender suspicion
offered. Determine how to disseminate the social media hashtag / web address etc. to the audience. Useful for announcing public meetings or other activities Advertising Effectiveness depends on good preparation and targeting Formal information sessions
Targeted briefing: Can be arranged by project sponsor or by request, for a particular community group, NGO etc.
Useful for groups with specific concerns Allow detailed discussion of specific issues Provide detailed information
Informal information sessions
Open House, Site Visits, and Field Offices: A selected audience can obtain first-hand information or interact with project staff. Visits should be supported with more detailed written material or additional briefings or consultations.
Useful for comparing alternatives Immediate and direct Useful when the project is complex Local concerns are communicated to staff May help reach nonresident stakeholders
May raise unrealistic expectations
Attendance is difficult to predict, resulting in limited consensus-building value May demand considerable planning Field offices can be costly to operate Only reach a small group of people
Source: World Bank Environmental Assessment Sourcebook, Number 26 Table 6 Techniques for listening to the public Technique
Survey techniques
Key points
Advantages
Interviews, formal surveys, polls and questionnaires can rapidly show who is interested and why
Shows how groups want to be involved
May be structured (using a fixed questionnaire) or non-structured Experienced interviewers or surveyors familiar with the project should be used Pre-test the questions
Allows direct communication with the public Helps access the views of the majority Less vulnerable to the influence of vocal groups Identifies concerns linked to
71
Disadvantages Poor interviewing is counter-productive High cost Requires specialists to deliver and analyse Trade-off between openness and statistical validity
Technique
Key points
Advantages
Open-ended questions are best
social grouping
Disadvantages
Statistically representative results Can reach people who are not in organized groups
Small Meetings
Large Meetings
Community organizers/ advocates
Public seminars, or focus groups create formal information exchanges between the sponsor and the public; may consist of randomly selected individuals or target group members; experts may be invited to serve as a resource.
Public meetings allow the public to respond directly to formal presentations by project sponsors. Effective meetings need a strong chairman, a clear agenda, and good presenters or resource people.
These work closely with a selected group to facilitate informal contacts, visit homes or work places, or simply be available to the public.
Allows detailed and focused discussion
Complex to organize and run
Can exchange information and debate
Can be diverted by special interest groups
Rapid, low-cost monitor of public mood
Not objective or statistically valid
A way to reach marginal groups
May be unduly influenced by moderators
Useful for medium-sized audiences Allow immediate response and feedback Acquaint different interest groups
Mobilize difficult-to-reach groups.
Source: World Bank Environmental Assessment Sourcebook, Number 26
72
Not suitable for detailed discussions Not good for building consensus Can be diverted by special interest groups Attendance is difficult to predict Potential conflicts between employers and clients Time needed to get feedback
9
INSTITUTIONAL ARRANGEMENTS AND CAPACITY BUILDING 167. The successful implementation of the ESMF, RPF and IPPF depends on project stakeholders. This chapter provides an overview of the GEUDP’s institutional arrangements, and the responsibilities of each stakeholder for operationalizing the safeguards instruments. It also provides an analysis of the PT SMI’s capacity as the Implementing Agency with key safeguard responsibilities and a plan for capacity building.
9.1 Institutional Roles and Responsibilities Figure 2 GEUDP Institutional Framework
Table 7 Safeguards Roles and Responsibilities Institution Roles and Responsibilities PT SMI management
Provide sufficient resources (staff and budget) for PT SMI staff and consultants to undertake their roles and responsibilities.
PT SMI – Project Management Unit with EMC
Engagement of staff with safeguards supervision expertise to ensure adequate supervision and full compliance with all safeguards documents. Integration of safeguards screening reports and findings into project design and specifications. Ensure that qualified engineers design and provide specifications for storage ponds, and that pond construction, management and decommissioning is supervised and 73
Institution
Roles and Responsibilities monitored. Integration of ESMP, UKL/UPL, LARAP and IPP into project design, specifications, tender documents, contract documents for contractors. Provide sufficient budget and timeframes for safeguards supervision and implementation during drilling. Supervision of Contractors’ ESMP, compliance management, non-conformance management, and issuance of penalties on a day-to-day basis, with reports to the PT SMI ESS&BCM Division. Assist PT SMI ESS&BCM Division to investigate incidents and complaints, and resolve issues. Provide training to Contractors as required on technical matters of environmental and social impact mitigation (e.g. sediment and erosion control). Integrate safeguards assessments and outputs into the feasibility assessment for tendering the geothermal prospect development.
PT SMI ESS&BCM Division
Manage safeguards via a management plan, keeping track of resources, tasks, timeframes etc. for each sub-project. Basic screening checklists for each geothermal exploration sub-project. Detailed screening checklists, including the management of consultants’ outputs, for each geothermal exploration sub-project. Oversee and provide screening reports to BG, PT SMI and EMC. Prepare TOR for sub-project safeguard instruments, estimate budgets and manage the procurement of safeguards consultants. Manage the preparation of instruments by the consultants, review draft safeguard instruments and provide comments. Clear safeguards instruments for disclosure and approval processes. Lead sub-project consultation, in partnership with safeguards consultants and local government. Review TOR for TA for inclusion of safeguards aspects. Review TA reports, in particular the Good Practice Guidance Materials, for appropriate treatment of safeguards. Review draft feasibility reports and Inferred Resource Capacity Reports and provide comment. Review draft technical specifications, bid documents, Contractors contracts 74
Institution
Roles and Responsibilities prepared by PT SMI and EMC Project Managers and provide comment.
PT SMI’s Affiliate Implement the sub-project ESMP and UPL / UKL, including managing monitoring that is not the responsibility of the Contractor. Implement the LARAP, including the supervision of consultants. Implement the IPDP, including the supervision of consultants. Audit Contractors ESMP on a regular basis, including site visits and audits of reports. Manage the grievance redress mechanism (GRM), including coordination with Contractors’ GRM. Follow up and close out incidents, complaints and non-conformances. Provide safeguards input and recommendations to Ministry of Energy and Mineral Resources for tendering geothermal prospects. The team must be willing to present information to the wider team that may conflict with the technical and economic assessment of feasibility, in order to prevent potentially significant impacts from geothermal development. Provide training to PT SMI and EMC Project Management and Supervision Team on the implementation of safeguards instruments and the PT SMI safeguards management system. Provide technical training to Contractors on GRM, complaints management, community engagement and other aspects of environmental and social impact mitigation where necessary, or recruit consultants to perform training. Quarterly safeguards reporting to World Bank and other stakeholders. Maintain and update framework documents as required.
Safeguards Consultants
Prepare detailed safeguard screening. Prepare safeguards instruments. Prepare Consultation Plans and assist PT SMI with consultation. Implement LARAP on behalf of PT SMI. Provide environmental and social monitoring services as part of ESMP, UPL / UKL, LARAP implementation. Provide TA for projects such as IPDP implementation or biodiversity management and forest partnership agreements under ESMP. 75
Institution
Roles and Responsibilities Provide GRM management services. Provide specialist training on Contractors ESMP, mitigation and management of impacts during drilling, road construction etc., safeguards management systems, consultation and other topics as required.
Contractors
Full compliance with the ESMP and UPL / UKL throughout the contract. Provision of Safeguards Managers on site throughout the Contract. Prepare a comprehensive Contractors ESMP before works begin. Implement the Contractors ESMP throughout the Contract, including community engagement, avoidance and management of impacts, monitoring, GRM, incident management, training and other tasks. Construct, maintain and decommission ponds in accordance with designs and specifications provided by qualified and experienced engineers. Comply with the laws of Indonesia and obtain any permits as necessary (hazardous waste, blasting and explosives, etc.). Provide reports to EMC and PT SMI. Undergo training as required. Ensure all staff are suitably trained, and have suitable protective equipment at all times.
World Bank Safeguards Specialists
Supervise the implementation of GEUDP safeguards frameworks and sub-project instruments through site visits and communications with the PT SMI ESS&BCM Division, PT SMI project managers and the EMC. Provide training on safeguards instruments, environmental and social screening, impact assessment and management, treatment of linked activities and other aspects of World Bank safeguards policies. Provide technical training where relevant (or engage specialist consultants). Receive quarterly safeguards reports and comment. Follow up on significant incidents relating to discharges, health and safety (workers or community), community unrest, land acquisition and livelihood restoration, etc.
9.2 PT SMI Environmental and Social Management System 168. PT SMI has extensive experience in managing World Bank’s and other donors’ safeguards policies under the Investment Guarantee Fund (IGF), Indonesia Infrastructure Facility Fund (IIFF) and the Regional Infrastructure Development Fund (RIDF). PT SMI is an infrastructure financing company established in 2009 as a state-owned enterprise (SOE) wholly owned by the GoI through the Ministry of Finance (MOF). PT SMI plays active role in facilitating infrastructure financing, as 76
well as preparing projects and serving in an advisory role for infrastructure projects in Indonesia. PT SMI supports the government’s infrastructure development agenda through public-private partnerships with private and multilateral financial institutions. As such, PT SMI serves as a catalyst in accelerating infrastructure development in Indonesia. 169. PT SMI has developed a specific Operations Manual and Environmental and Social Management System (ESMS) for use on its programs supporting local government investments through various infrastructure funds. PT. SMI’s Environmental and Social Management System (ESMS) is based on the country system (i.e. Indonesian regulations), and heavily weighted to environmental management (with gaps in terms of social impact management, land acquisition, and health and safety). However, it is currently being updated to comply with IFC Performance Standards, World Bank Safeguards Policies and other donors’ safeguards policies. 170. The ESMS has processes to screen proposed projects, determine environmental and social risk level, and carry out due diligence assessment, all of which will determine the gaps of meeting the requirements specified in the ESMS. A third party project proponent seeking financing via a PT SMI-administered fund is required to prepare a corrective action plan (CAP) to address the gaps identified in the due diligence assessment and meet the requirements specified in the ESMS. 171. The ESMS is overseen by the Environmental Social Safeguard and Business Continuity Management (ESS&BCM) Division under the Risk Management Directorate. This E&S UESS&BCM Division it is headed by an experienced team leader. Along with a small team of environmental and social specialists, PT SMI has commited to expand the ESS&BCM Division and recruit more environmental and/or social safeguard specialists in the very near future, to strengthen the ESS&BCM Division. Besides, PT SMI has ready access to environmental and social consultants through the Project Advisory Division. 172. The ESS&BCM Division shall ensure the ESMF, RPF and IPPF’s consistency and conformance to the ESMS in developing detailed safeguards management procedures in the GEUDP’s Project Operations Manual. 9.3 Capacity Building 173. The GEUDP project design includes capacity building for safeguards in the geothermal industry in Indonesia (TA Component 2). The EMC will also provide capacity that is not currently within PT SMI, including assistance with safeguards supervision during drilling. It shall also assist with strengthening PT SMI‘s supervisory and project management skills, including trainings on managing consultants’ outputs. 174. PT SMI will need to bolster the staffing resources for ESMS management by one full time person to duly coordinate all safeguards requirements for each GEUDP sub-project for the duration of the Project. Alternatively, the capacity gap could be filled by a consultant, who could undertake tasks, 77
such as preparation of TOR and review of outputs and supervision audits. Significant safeguards tasks, such as detailed screening and preparation of safeguards instruments, will be done by qualified and experienced consultants, as the lack of environmental and social safeguard staff of PT SMI. However, in the very near future PT SMI will recruit more safeguard experts to fill this gap. 175. Staff and consultants working on the GEUDP, including the EMC, will take part in ESMF, RPF and IPPF training events at the beginning of project implementation, to ensure that all parties understand their roles and obtain the required skills. It will cover the sub-project cycle and the milestones for safeguards tasks, supervision, communication and reporting expectations, clear assignment of roles and responsibilities, and where gaps may require filling through employment of additional staff or consultants. Attendees will include PT SMI project managers and safeguard staff, EMC, BG, EBKTE and MoF staff. 176. Topics will include:
Environment and social issues linked to geothermal development in Indonesia; Indonesian governance framework and legal requirements applicable to GEUDP projects; Environment and social safeguards and management systems; ESMF structure and objectives; Operationalization of ESMF comprising assessment processes integrated in business cycle through case studies (screening, identifying legal requirements, impact assessment, identifying mitigation measures, categorization); Monitoring of projects – What to monitor / measure, why and how often; Impact assessment of projects (environmental and social); Internal and external audit (objectives, protocol, reporting, corrective actions); Document management (update to ESMF policy and procedures based on external and internal changes, revisions in formats for recording information).
177. Framework training sessions will be held at least annually for new team members, to update stakeholders on external changes (legal requirements, safeguards, etc.), for operational experience-sharing, and to communicate revisions carried out in the ESMF. It will be provided by the World Bank safeguards specialists and/or an external consultant in the first instance, with PT SMI running the workshops for second and subsequent training sessions. 178. Safeguards training is also planned as follows: Capacity Building
Audience / Participants
Trainer
Program
Supervision of ESIA and LARAP consultants On the job training and mentoring Supervision of
PT SMI
EMC or World Bank Safeguard Specialists
Throughout the project.
EMC, PT SMI
Consultant or the
Once prior to
78
Capacity Building Construction Safeguards, including Contractors ESMP and management of nonconformances and incidents. Workshop / interactive learning environment. Preparing and implementing a Contractors’ ESMP.
Technical training on aspects of safeguards management
Audience / Participants
Trainer
Program
World Bank Safeguard preparation of first Learning Centre sub-project bid documents.
Contractor
Consultant or the After contract World Bank Safeguard negotiation and Learning Centre prior to preparation of Contractor’s ESMP and start of drilling works. At least once per sub-project
Contractor
Consultant, Industry training organization
As required through the project, for specific aspects identified through the ESMP, non-conformance or incident.
179. PT SMI will maintain records of the training programs, including details such as agenda, duration, trainers and trainers’ qualifications for conducting training, and participants’ attendance sheet. PT SMI will maintain an annual plan for training. 9.4 Budget Table 8 Budget Estimate for Capacity Building Task
Cost Estimate $US
Notes
Recruitment of staff in E&S Unit
NA PT SMI cost
Engagement of consultants to undertake screening and prepare safeguards documents for four sub-project sites.
This will be fully financed from NA GEF grant.
Internal ESMF, RPF and IPPF workshops for
$5,000 This will be fully financed from 79
Task
Cost Estimate $US
GEUDP staff (x4)
Notes GEF grant.
Mentoring of ESS&BCM Division staff and on the job training by World Bank safeguards team
Will occur as part of project NA supervision by Bank staff.
Construction safeguards supervision workshops (x4) Assistance preparing Contractors ESMP Technical / thematic training for Contractors and Supervisors Total Estimate
$60,000
This will be fully financed from GEF grant.
$40,000
This will be fully financed from GEF grant.
$50,000
This will be fully financed from GEF grant.
$155,000
80
10 MONITORING AND REPORTING 180. PT SMI shall be responsible for the monitoring and reporting on the efficacy of the environmental and social safeguards implementation that is being done by its affiliate. It will be part of an overall project monitoring and reporting system outlined in the GEUDP Project Operations Manual. Safeguards monitoring will include: a. PT SMI ESS&BCM Division will undertake periodic monitoring of the implementation of the framework documents as part of collecting and analyzing data and information for quarterly project reporting. This includes analyzing the effectiveness of screening and other tools in the frameworks, type and number of training events and people trained, GRM and complaints management, management of quality and timeliness of deliverables from consultants, availability of resources (staff, budget) to undertake framework responsibilities, compliance/non-compliance with frameworks, World Bank safeguard policies and Indonesian laws and regulations. b. PT SMI will engage an independent monitoring agency to review and audit the involuntary land acquisition, resettlement and livelihood restoration processes. c. The World Bank safeguards team will undertake supervision missions to monitor compliance and efficacy of safeguard frameworks and compliance with the Bank Safeguard Policies more broadly. Recommendations for improvements will be documented in mission aide memoire. d. PT SMI will engage an independent company / organization to carry out an environmental and social audits of the project. This will be done once prior to the mid-term review. The scope of the audit will include a review of the design and implementation effectiveness of the frameworks to be adopted under the Project. This would review the structure of the frameworks, content and coverage of potential activities, impacts and mitigation measures, interpretation of the frameworks into the Project Operations Manual and other project management tools. Interviews and observations on the efficacy of organizational structures, training, and the capacity and ability of team members to undertake their responsibilities. Site visits will also be carried out to review the effectiveness of environmental and social mitigation measures outlined in safeguards documents. 181. Each sub-project ESMP will contain a specific monitoring program that will document social and environmental impact monitoring and the monitoring of the efficacy of the ESMP, Contractor’s ESMP and supervision tasks. This information will contribute to the framework monitoring and reporting. LARAP and IPDP will also contain specific monitoring programs for impact monitoring and auditing of procedures for compensation, livelihood restoration and any other community development programs.
182. A matrix of reporting is provided below: Table 9 Matrix of Safeguards Reporting Report Type and Content
Program 81
Responsibility:
Reporting
to: ESMF, RPF and IPPF implementation:Screening reports, Sub project activities and progress (instrument preparation, implementation, closure)
Quarterly
PT SMI ESS&BCM Division
World Bank
Monthly
EMC / PT SMI
PT SMI ESS&BCM Division
Sub-project ESMP UKL/UPL Environmental and Social Monitoring Report
Quarterly
Consultant
PT SMI
Sub-project LARAP Independent Monitoring Report
Monthly
Consultant
PT SMI
Monitoring and audit outputs Complaints/GRM summary Incident reports Training and capacity building activities. 10.1.1.1 Drilling Safeguards Supervision Reporting Project progress Monitoring and audit outputs Training Complaints / GRM Summary Incidents Framework updates
82
11 GRIEVANCE REDRESS MECHANISM 11.1 Introduction 183. As part of its mandate to become a future national infrastructure development bank, PT SMI promotes transparency and accountability for sustainable infrastructure development in the country, not only from the environmental and social safeguards perspectives but also from the technical, financial, economic and political viewpoints. In this light, PT SMI is open to constructive inputs and aspirations from the public and stakeholders of the GEUDP project. As part of the efforts to achieve these objectives, PT SMI has a Grievance Redress Mechanism (GRM) to serve as an effective tool for early identification, assessment, and resolution of complaints on GEUDP subprojects. 11.2 Approach to Grievance Redress 184. PT SMI will use their Corporate GRM system to capture and manage GEUDP sub-project
grievances. The Internal Audit (IA) Division of PT SMI is the one that responsible for the GRM. It is under and reporting directly to the President Director of PT SMI. The IA Division will receive all the inputs, complaints, aspirations, ideas that is addressed to PT SMI. The IA Division will pass them on to the responsible Divsiion with adjust to the subjects/matters. There is already a guidance for a Whistle Blowing System (WBS) of PT SMI, namely “Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran”. There is a link in SMI’s website related to the people
http://192.168.29.251:81/wbssmi/. The IA Division will pass the issues related to the safeguards on to the Environmental Social Safeguard and Business Continuity Management (ESS&BCM) Division.
185. Affected members of the public, stakeholders, IPs communities or individuals, and PAPs will be able to file complaints and to receive satisfying responses in a timely manner. The system will record and consolidate complaints and their follow-ups. This system will be designed not only for complaints regarding the preparation and implementation of LARAP and IPDP, but also for handling complaints of any types of issues (including environmental and other social safeguards issues) related to the projects financed by the PT SMI and the Word Bank under this Project. 186. The purpose of the GRM is to: Be responsive to the needs of people impacted by the sub-project and to address and resolve their grievances; Serve as a conduit for soliciting inquiries, inviting suggestions, and increasing community participation; Collect information that can be used to improve operational performance; Enhance the project’s legitimacy among stakeholders; Promote transparency and accountability; and 83
Deter fraud and corruption and mitigate project risks.
11.3 The GEUDP Grievance Redress Mechanism 187. The GEUDP GRM will be the following: Step 1: Access point / complaint uptake: a. An easily accessible and well publicized focal point or user-facing ‘help desk’ will be set up within PT SMI and with each drilling Contractor. b. Uptake channels will include email, SMS, webpage, and face-to-face. The uptake channels will be publicized and advertised via local media and via the Contractor. c. Staff members who receive complaints verbally will put in writing for them to be considered. Recognizing that many complaints may be resolved ‘on the spot’ and informally by project staff, there are opportunities to encourage these informal resolutions to be logged here to (i) encourage responsiveness; and (ii) ensure that repeated or low-level grievances are being noted in the system. d. The Contractor’s GRM system will be coordinated with the PT SMI GEUDP project GRM so that all complaints are captured within the PT SMI GRM system. e. The GRM will have the ability to handle anonymous complaints. f. The user will be provided with a receipt and ‘roadmap’ telling him/her how the complaint process works and when to expect further information. Step 2: Grievance log g. All complaints will be logged in writing and maintained in a simple database. h. Complaints received will be assigned a number that will help the complainant track progress via the database. i. Complainants will be handed a receipt and a flyer that describes the GRM procedures and timeline (staff should be trained to read this orally for illiterate complainants). j. Where possible, the grievance log will capture complaints being made via informal or traditional systems, such as village councils or elders. k. This will often require training local people and putting in place a formal link between the traditional systems and the GEUDP GRM (this could take the form of a verbal agreement or a written MoU). l. At a minimum, the database will track and report publicly the complaints received, complaints resolved and the complaints that have gone to mediation. The database will also show the issues raised and location of complaints circle around. Step 3: Assessment, acknowledgment, and response m. Eligibility will be a procedural step to ensure that the issue being raised is relevant to the project. n. Complaints that cannot be resolved on the spot will be directed to the grievance focal point who will have 5 working days to assess the issue and provide a written response to the complainant, acknowledging receipt and detailing the next steps it will take. 84
o. Grievances will be categorized according to the type of issue raised and the effect on the environment/claimant if the impacts raised in the complaint were to occur. Based on this categorization, the complaint will be prioritized based on risk and assigned for appropriate follow up. p. Assessment of the issue will consider the following: Who is responsible for responding to this grievance? Is it the Contractor, EMC, PT SMI, or someone else? It is anticipated that the majority of issues raised will be during the sub-project preparation will be informational in nature or feedback that requires small course corrections; these should generally be handled by PT SMI. During construction, the majority of complaints will be the responsibility of the Contractor. The ‘tip of the iceberg’ complaints will likely be those reflecting outright opposition to a sub-project or open conflict between stakeholders. These issues are unlikely to be resolved via a GRM and should be handled at the highest appropriate level within either the country or the World Bank. Higher risk issues will require greater independence to handle, whereas lower-level feedback can and should be handled “in-house,” i.e. by the Contractor or PT SMI. What is the risk-level of this complaint? Is it low risk, medium risk, or high risk? Some training will be required to ensure staff implementing the GRM are aware of what would constitute a higher-risk issue for the project and which entity should handle such a complaint. Is the complaint already being addressed elsewhere? If an issue is already being handled, for example by a local court or mediation body, or within the World Bank, then the issue will be excluded from the grievance redress process in order to avoid duplication and confusion on the part of the complainant. q. Resolution: Once the above issues have been considered, the complainant will be offered option(s) for resolution of their issue. The option offered is likely to fall into one of the following three categories: The complaint falls under the mandate of PT SMI or the Contractor and resolution can be offered immediately according to the request made by the complainant. The response will describe how and when resolution will be provided by the client and the name and contact information of the staff member responsible for it. The complaint falls under the mandate of PT SMI or the Contractor but various options for resolution can be considered and/or extraordinary resources are required. The response will invite the complainant to a meeting to discuss these options. The complaint does not fall or partially falls under the mandate of PT SMI. The response will indicate that the complaint has been referred to the appropriate body (e.g. Complaints related to resettlement will be forwarded to the Resettlement Committee), which will continue communications with the complainant. Step 4: Appeals r.
Where an agreement has not been reached, the complainant will be offered an appeals process. This will be through the national courts, unless the complainant requests facilitation or mediation via a third party. 85
If the complainant accepts the options, and an agreement is reached, implementation will be monitored by the mediation service and a minute will be signed signaling the complaint has been resolved. If the complainant does not accept these options or if he/she does but an agreement is not reached, the case will be closed. The complainant may seek redress through courts or other mechanisms available at the country level.
Step 5: Resolve and follow-up s. Where there is an agreement between the complainant and PT SMI or contractor on how the complaint will be resolved, a minute will be drafted and signed by both parties. After due implementation of it, a new minute will be signed stating that the complaint has been resolved. t. All supporting documents of meetings needed to achieve resolution will be part of the file related to the complaint. This will include meetings that have been escalated to an appeals level or are handled by a third party. u. PT SMI will provide regular (monthly or quarterly) reports to the public that track the complaints received, resolved, not resolved, and referred to a third party. The World Bank project team will receive either the raw grievance data or the monthly reports, in order to support the PT SMI in early identification of developing risks. v. The GRM data will be available to feed into World Bank reports to demonstrate responsiveness and early resolution of issues (and help Bank teams identify outstanding complaints in need of attention). 11.4 GRM Assessments for Sub-projects 188. The approach to redress grievance at the sub-project level will involve the following: 1. Assessment of risks and potential grievances and disputes for each sub-project: 189. The ESS&BCM Division must understand the issues that are – or are likely to be – at the heart of disputes related to each sub-project, such as clarity over land rights or labor issues. For this, the ESIA consultant must conduct a rapid review of contentious issues, stakeholders, and institutional capacity for each sub-project during the ESIA preparation, strongly relying on existing information from civil society and other non-state institutions. The review must map who the key stakeholders to these issues are and what the nature of the debate is (informed, polarized, etc.). Attention must be paid to the local dispute resolution culture and particularly to the capacity and trackrecord of stakeholders to settle disputes through mediation or constructive negotiation. 2. Capacity assessment 190. The review must also cover the availability, credibility and capabilities of local institutions to address the issues related to geothermal drilling and exploration activities. For each of the institutions that are expected to deal with these issues, a credibility assessment must be undertaken, based on the following criteria:
86
Legitimacy: is its governance structure widely perceived as sufficiently independent from the parties to a particular grievance?
Accessibility: does it provide sufficient assistance to those who face barriers such as language, literacy, awareness, cost, or fear of reprisal?
Predictability: does it offer a clear procedure with a time frame for each stage and clarity on the types of results it can (and cannot) deliver?
Fairness: are its procedures widely perceived as fair, especially in terms of access to information and opportunities for meaningful participation in the final decision?
Rights compatibility: are its outcomes consistent with applicable national and international standards? Does it restrict access to other redress mechanisms?
Transparency: are its procedures and outcomes transparent enough to meet the public interest concerns at stake?
Capability: does it have the necessary technical, human and financial resources to deal with the issues at stake?
3. Action plan 191. Action plans must be sub-project-specific, but should focus on tangible steps that can be taken during preparation and implementation to strengthen grievance redress capacity.
87
Appendix A.
BASIC SCREENING CHECKLIST
Instructions: Step 1 of the Safeguards Screening Process is to contribute to the early identification of suitable sites for geothermal feasibility studies and exploration development. Complete the basic screening checklist using google earth, maps, technical reports and other published data. Document the data collected to date, and describe the sub-project in basic terms (type of infrastructure that may be required, nature of activities). The basic screening will also identify potential risks from the linked exploitation phase. Provide a short report to accompany the filled in checklist, detailing significant findings and providing recommendations for the feasibility study and the detailed screening process. Attach relevant maps and supporting data. Provide a separate analysis of potential risks from the linked exploitation phase, noting any new risks or risks that may have more significant impacts. Sub-project Name:_____________________________________________________________ Location:____________________________________________________________________ Province:_____________________________________________________________________ Description of Proposed Activities (test well drilling, access roads, workers camps etc.):___________ __________________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________________
Description of linked Project activities such as exploitation well drilling and energy generation:___________________________________________________________________________ ____________________________________________________________________________________ ____________________________________________________________________________________ ____________________________________________________________________________________
Data collected (tick all that apply, and explain where necessary): Topographic maps Geothermal prospect and resource data (from technical team) Google earth images
88
Data collected (tick all that apply, and explain where necessary): Land tenure maps / data (forest maps, land ownership maps, land use maps etc.) District and Provincial Spatial Plans District and Provincial bylaws, policies etc:
Demographic data / census data Meteorological data Published documents or data (list):
89
Basic Screening Checklist Screening Question for Geothermal Exploration Area of Influence* *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
Relevant Policy
Yes?
No?
Unknown but possible?
Unknown but unlikely?
Yes, associated with linked project (e.g. exploitation)? Rank Significant, Moderate or Minor Risk of potential impacts Provide details on map or in checklist and make recommendations for 1) the detailed screening phase and 2) feasibility report
Low risk. Proceed to next screening question. Make recommendations for the detailed screening phase for any unknown risks.
Are there unique or remarkable landscapes or geothermal or geological features in the area?
OP 4.01 Environmental Assessment
Are there economic or subsistence livelihoods that rely heavily on natural resources in the area (ecotourism, subsistence agriculture or fisheries, logging, irrigation)?
OP 4.01 Environmental Assessment
Are there forests, lakes, wetlands, peatlands, coastal areas, rivers in the area?
OP4.04 Natural habitat
OP4.36 Forests
OP4.36 Forests
90
Screening Question for Geothermal Exploration Area of Influence* *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
Relevant Policy
Yes?
No?
Unknown but possible?
Unknown but unlikely?
Yes, associated with linked project (e.g. exploitation)? Rank Significant, Moderate or Minor Risk of potential impacts Provide details on map or in checklist and make recommendations for 1) the detailed screening phase and 2) feasibility report
Low risk. Proceed to next screening question. Make recommendations for the detailed screening phase for any unknown risks.
Are there any endangered or critically endangered species likely to be in the area?
OP4.04 Natural habitats
Are there any protected areas (such as national parks, conservation areas etc.) in the area?
OP4.04 Natural habitats
Are there any nationally or internationally significant cultural sites, archaeological sites, spiritual sites, or other PCR in the area?
OP4.09 Physical Cultural Resources
OP4.36 Forests
91
Screening Question for Geothermal Exploration Area of Influence* *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
Relevant Policy
Yes?
No?
Unknown but possible?
Unknown but unlikely?
Yes, associated with linked project (e.g. exploitation)? Rank Significant, Moderate or Minor Risk of potential impacts Provide details on map or in checklist and make recommendations for 1) the detailed screening phase and 2) feasibility report
Low risk. Proceed to next screening question. Make recommendations for the detailed screening phase for any unknown risks.
Is there a possibility that Indigenous People18 will be present in the area so that specific consultation and a Social Assessment is required?
OP4.10 Indigenous Peoples
Is there communally owned land or resources in the area so that land acquisition may be complicated?
OP4.12 Involuntary Resettlement
18
Ethnic communities, minorities, indigenous communities, as per the defining characteristics listed in Paragraph 137, Section 7.1.
92
Screening Question for Geothermal Exploration Area of Influence* *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
Relevant Policy
Yes?
No?
Unknown but possible?
Unknown but unlikely?
Yes, associated with linked project (e.g. exploitation)? Rank Significant, Moderate or Minor Risk of potential impacts Provide details on map or in checklist and make recommendations for 1) the detailed screening phase and 2) feasibility report
Low risk. Proceed to next screening question. Make recommendations for the detailed screening phase for any unknown risks.
Is there private land or forestry land where land acquisition can be negotiated? (Note that ‘yes’ is a positive aspect of the project).
OP4.12 Involuntary Resettlement
Is it likely that people will be restricted from accessing protected areas for livelihood purposes?
OP4.12 Involuntary Resettlement
Other risks or benefits identified not on the list:
93
Screening Question for Geothermal Exploration Area of Influence* *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
Relevant Policy
Yes?
No?
Unknown but possible?
Unknown but unlikely?
Yes, associated with linked project (e.g. exploitation)? Rank Significant, Moderate or Minor Risk of potential impacts Provide details on map or in checklist and make recommendations for 1) the detailed screening phase and 2) feasibility report
94
Low risk. Proceed to next screening question. Make recommendations for the detailed screening phase for any unknown risks.
Appendix B.
DETAILED SCREENING CHECKLISTS
Instructions: Competent environmental and social specialists will be engaged to complete the detailed screening. Using the feasibility study and other technical information on the geothermal resource and exploration potential, and the results of the basic screening process, undertake a safeguard screening process to identify environmental and social risks, World Bank policies triggered, and safeguards instruments required. Use the checklist as a prompt and for documenting results. Screening Activities: a. Review published data, carry out field visits, gather primary data, and consult with the local environmental and planning agencies to discuss their spatial plans and bylaws, assess institutional capacity and consult with key informants / stakeholders. b. Map the potential area of influence of geothermal exploration activities, based on technical data on the location of well sites and key infrastructure (roads, camps, wharf upgrades etc.). c. Map the potential area of influence that would include linked activities (e.g. exploitation activities: power plant, production wells, and transmission or distribution lines). d. Identify sensitive receptors in the project area of influence such as: forests, natural habitats (terrestrial and aquatic), protected areas (national parks, conservation areas), sites of ecological importance, communities, community assets, land owners, indigenous people and/or their lands / domain, communal land / resources, physical cultural resources, geothermal features, landscapes and geological forms. e. Identify land tenure and land uses. Identify water users and uses. Identify applicable local laws and planning frameworks. f. Identify stakeholders and their sentiment about geothermal development. g. Using professional opinion and experience assess potentially significant impacts on sensitive receptors from the exploration activities and linked activities. Address and answer each question in the checklist. h. Policy trigger: From the checklist, identify the policies triggered by the sub-project (including linked activities). i. Category Screening: Classify the sub-project as Category A if any one of the answers in the checklist triggers an A, otherwise classify the sub-project as Category B. If any of the aspects of the linked activities triggers an A the sub-project will be classified as Category A. j. Safeguard instruments: List all of the relevant instruments as per the screening checklist. Note where specific tasks for the ESIA are required, such as Social Assessment for Indigenous Peoples.
Reporting: k. Provide a full report with the details as listed above, supporting data and maps, and the completed checklist as described in Section 5.3.5. 95
Sub-project Details Sub-project Name:_____________________________________________________________ Location:____________________________________________________________________ Province:_____________________________________________________________________ Description of Proposed Activities:____________________________________________________ ________________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________________ Significant Sensitive Receptors___________________________________________________________ _________________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________________ Description of Linked Activities:____________________________________________________ ________________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________________ __________________________________________________________________________________ Significant Sensitive Receptors of Linked Activities_______________________________________ _________________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________________ _________________________________________________________________________________
96
Safeguard Screening, Policy Triggering and Safeguard Instrument Checklist Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
19 20
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Policy triggered
Are the sub-project impacts likely to have significant adverse environmental impacts that are sensitive,19 diverse or unprecedented?20 Provide brief description:
OP 4.01 Environmental Assessment
Are the project impacts likely to have significant adverse social impacts that are sensitive, diverse or unprecedented?21 Provide brief description.
OP 4.01 Environmental Assessment
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Cat B If “Yes”: Cat A ESIA, ESMP, UKL/UPL
If “No”: Cat B If “Yes”: Cat A ESIA, ESMP, UKL/UPL
Sensitive (i.e., a potential impact is considered sensitive if it may be irreversible, e.g., permanently affect significant landscape features. Large scale induced slash and burn agricultural development into forested areas.
97
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Do the impacts affect an area broader than the sites or facilities subject to physical works and are the significant adverse environmental impacts irreversible? Provide brief description:
Policy triggered
OP 4.01 Environmental Assessment
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Cat B. If “Yes”: Cat A ESIA, ESMP, UKL/UPL
98
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Will the project have positive environmental or social benefits? Provide brief description:
Policy triggered
OP 4.01 Environmental Assessment
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Cat B. If “Yes”: Cat B ESIA, ESMP, UKL/UPL
Will the project adversely impact physical cultural resources?22 Please provide brief justification.
OP 4.11 Physical Cultural Resources
If “Yes / Significant”: Cat A. Prepare PCR Management Plan as part of ESMP. If Yes / Moderate or Yes / Minor: Cat B. If ‘No’: Use chance find procedures.
Will the project involve the conversion or degradation of noncritical natural habitats? Please provide brief justification.
OP 4.04 Natural Habitats
If ‘No’: Refer to next screening question. If “Yes / Significant”: Cat A. If “Yes / Moderate or Yes / Minor’: Cat B
22
Examples of physical cultural resources are archaeological or historical sites, religious or spiritual sites, particularly sites recognized by the government.
99
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Will the project involve the conversion or degradation of critical natural habitats?23
Policy triggered
OP 4.04 Natural Habitats
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes/Significant”: not eligible for project financing as would be inconsistent with the Policy. If “Yes / Moderate or Yes Minor”: Cat A
Does the sub-project involve involuntary land acquisition? Significant >200 people displaced or 10% households’ assets affected.
OP 4.12 Involuntary Resettlement
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes / Significant”: Cat A, LARAP If “Yes / Moderate”: Cat B, Abbreviated LARAP
Moderate <200 people or 10% of households’ assets affected.
23
Sub-projects that significantly convert or degrade critical natural habitats such as legally protected, officially proposed for protection, identified by authoritative sources for their high conservation value, or recognized as protected by traditional local communities, are ineligible for Bank financing.
100
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Policy triggered
Does the sub-project involve loss of assets or access to assets, or loss of income sources or means of livelihood as a result of involuntary land acquisition? Please provide brief justification
OP 4.12 Involuntary Resettlement
Does the sub-project involve loss of assets but not as a result of involuntary land acquisition?
OP4.01 Environmental Assessment
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes / Significant”: Cat A, LARAP If “Yes / Moderate or Minor”: Cat B, Abbreviated LARAP
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes”: Cat B. Manage compensation at replacement value under ESMP.
101
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Are there Indigenous People present in the project area?:
Policy triggered
OP4.10 Indigenous Peoples
Self-identify as part of a distinct social and cultural group, and
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes”: Cat A Refer IPF for requirements for Social Assessment in the ESIA and IPDP.
Maintain cultural, economic, social and political intuitions distinct from the dominant society and culture?, and Speak a distinct language or dialect?, and Been historically, socially and/or economically marginalized, disempowered, excluded and/or discriminated against?
102
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Will the project directly or indirectly benefit or target Indigenous Peoples?
Policy triggered
OP4.10 Indigenous Peoples
Category and Safeguard Instrument
If there are no IP in the project area, or this question is otherwise not relevant, put NA in each column. If “No benefit or target” or “Yes benefit or target”: Cat A. Address in Social Assessment and IPDP preparation.
Will the project directly or indirectly affect Indigenous Peoples' traditional socio-cultural and belief practices? (E.g. child-rearing, health, education, arts, and governance)?
OP4.10 Indigenous Peoples
Will the project affect the livelihood systems of Indigenous Peoples? (e.g., food production system, natural resource management, crafts and trade, employment status)?
OP4.10 Indigenous Peoples
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes”: Cat A Refer IPF for requirements for Social Assessment in the ESIA and IPDP. If “No”: Refer to next screening question. If “Yes”: Cat A Refer IPF for requirements for Social Assessment in the ESIA and IPDP.
103
Question *Note on the checklist or in an attached report where issues may relate only to linked projects such as downstream exploitation
Answer
If Yes
Yes
No
Significant, Moderate, Minor
Will the project be in an area (land or territory) occupied, owned, or used by Indigenous Peoples, and/or claimed as ancestral domain?
Policy triggered
OP4.10 Indigenous Peoples
Category and Safeguard Instrument
If “No”: Refer to next screening question. If “Yes”: Cat A Refer IPF for requirements for Social Assessment in the ESIA and IPDP.
104
Appendix C.
ESIA REPORT OUTLINE FOR CATEGORY A SUB-PROJECTS
With reference to Annex B to OP 4.01 - Content of an Environmental Assessment Report for a Category A Project. An ESIA report for a Category A project focuses on the significant environmental issues of a project. The report’s scope and level of detail should be commensurate with the project’s potential impacts. The report submitted to the Bank is prepared in English and the executive summary in English. The ESIA report should include the following items (not necessarily in the order shown): (a) Executive summary. Concisely discusses significant findings and recommended actions. (b) Policy, legal, and administrative framework. Discusses the policy, legal, and administrative framework within which the EA is carried out. Explains the environmental requirements of any co-financiers. Identifies relevant international environmental agreements to which the country is a party. (c) Project description. Concisely describes the proposed project and its geographic, ecological, social, and temporal context, including any offsite investments that may be required (e.g., dedicated pipelines, access roads, power plants, water supply, housing, and raw material and product storage facilities). Indicates the need for any resettlement plan or Indigenous Peoples development plan (see also sub-para. (h)(v) below). Normally includes a map showing the project site and the project’s area of influence. (d) Baseline data. Assesses the dimensions of the study area and describes relevant physical, biological, and socioeconomic conditions, including any changes anticipated before the project commences. Also takes into account current and proposed development activities within the project area but not directly connected to the project. Data should be relevant to decisions about project location, design, operation, or mitigation measures. The section indicates the accuracy, reliability, and sources of the data. (e) Environmental impacts. Predicts and assesses the project’s likely positive and negative impacts, in quantitative terms to the extent possible. Identifies mitigation measures and any residual negative impacts that cannot be mitigated. Explores opportunities for environmental enhancement. Identifies and estimates the extent and quality of available data, key data gaps, and uncertainties associated with predictions, and specifies topics that do not require further attention. (f) Analysis of alternatives. Systematically compares feasible alternatives to the proposed project site, technology, design, and operation—including the "without project" situation--in terms of their potential environmental impacts; the feasibility of mitigating 105
these impacts; their capital and recurrent costs; their suitability under local conditions; and their institutional, training, and monitoring requirements. For each of the alternatives, quantifies the environmental impacts to the extent possible, and attaches economic values where feasible. States the basis for selecting the particular project design proposed and justifies recommended emission levels and approaches to pollution prevention and abatement. (g) Environmental and social management plan (ESMP). Covers mitigation measures, monitoring, and institutional strengthening; see outline in Appendix D. (h) Appendixes
List of EA report preparers--individuals and organizations.
References--written materials both published and unpublished, used in study preparation.
Record of interagency and consultation meetings, including consultations for obtaining the informed views of the affected people and local non-governmental organizations (NGOs). The record specifies any means other than consultations (e.g., surveys) that were used to obtain the views of affected groups and local NGOs.
Tables presenting the relevant data referred to or summarized in the main text.
List of associated reports (e.g., resettlement plan or indigenous people development plan).
106
Appendix D.
ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT PLAN TEMPLATE
With reference to Annex C to World Bank Safeguard Policy OP 4.01 - Environmental Management Plan A sub-project’s environmental and social management plan (ESMP) consists of the set of mitigation, monitoring, and institutional measures to be taken during implementation and operation to eliminate adverse environmental and social impacts, offset them, or reduce them to acceptable levels. The plan also includes the actions needed to implement these measures. To prepare an ESMP, PT SMI will (a) identify the set of responses to potentially adverse impacts; (b) determine requirements for ensuring that those responses are made effectively and in a timely manner; and (c) describe the means for meeting those requirements. More specifically, the ESMP will include the following components. Mitigation The ESMP identifies feasible and cost-effective measures that may reduce potentially significant adverse environmental impacts to acceptable levels. The plan includes compensatory measures if mitigation measures are not feasible, cost-effective, or sufficient. Specifically, the ESMP: a. identifies and summarizes all anticipated significant adverse environmental impacts (including those involving indigenous people or involuntary resettlement); b. describes--with technical details--each mitigation measure, including the type of impact to which it relates and the conditions under which it is required (e.g., continuously or in the event of contingencies), together with designs, equipment descriptions, and operating procedures, as appropriate; c. estimates any potential environmental impacts of these measures; and d. provides linkage with any other mitigation plans (e.g., for involuntary resettlement, Indigenous Peoples, or cultural property) required for the project. Monitoring Environmental monitoring during project implementation provides information about key environmental aspects of the project, particularly the environmental impacts of the project and the effectiveness of mitigation measures. Such information enables the borrower and the Bank to evaluate the success of mitigation as part of project supervision, and allows corrective action to be taken when needed. Therefore, the ESMP identifies monitoring objectives and specifies the type of monitoring, with linkages to the impacts assessed in the ESIA report and the mitigation measures described in the ESMP. Specifically, the monitoring section of the ESMP provides: a. a specific description, and technical details, of monitoring measures, including the parameters to be measured, methods to be used, sampling locations, frequency of measurements, detection limits (where appropriate), and definition of thresholds that will signal the need for corrective actions; and b. monitoring and reporting procedures to (i) ensure early detection of conditions that necessitate particular mitigation measures, and (ii) furnish information on the progress and results of mitigation. Capacity Development and Training 107
To support timely and effective implementation of environmental project components and mitigation measures, the ESMP draws on the ESIA’s assessment of the existence, role, and capability of environmental units on site or at the agency and ministry level. If necessary, the ESMP recommends the establishment or expansion of such units, and the training of staff, to allow implementation of ESIA recommendations. Specifically, the ESMP provides a specific description of institutional arrangements-who is responsible for carrying out the mitigation and monitoring measures (e.g., for operation, supervision, enforcement, monitoring of implementation, remedial action, financing, reporting, and staff training). To strengthen environmental management capability in the agencies responsible for implementation, most ESMPs cover one or more of the following additional topics: (a) technical assistance programs, (b) procurement of equipment and supplies, and (c) organizational changes. Implementation Schedule and Cost Estimates For all three aspects (mitigation, monitoring, and capacity development), the ESMP provides (a) an implementation schedule for measures that must be carried out as part of the project, showing phasing and coordination with overall project implementation plans; and (b) the capital and recurrent cost estimates and sources of funds for implementing the ESMP. These figures are also integrated into the total project cost tables. Integration of ESMP with Project The borrower’s decision to proceed with a project, and the Bank’s decision to support it, are predicated in part on the expectation that the EMP will be executed effectively. Consequently, the Bank expects the plan to be specific in its description of the individual mitigation and monitoring measures and its assignment of institutional responsibilities, and it must be integrated into the project’s overall planning, design, budget, and implementation. Such integration is achieved by establishing the ESMP within the project so that the plan will receive funding and supervision along with the other components. The following tables are the suggested template for summary of the mitigation and monitoring plans for the exploration and development phase of geothermal activities.
A. TEMPLATE MITIGATION PLAN FOR EXPLORATION Cost to:
Phase
Impact
Mitigating
Install
Operate
Measure Exploration phase Decommissioning Phase
108
Institutional
Comments
Responsibility to:
(e.g. secondary or cumulative impacts)
Install
Operate
B. MONITORING PLAN FOR EXPLORATION Cost to:
Institutional Responsibility to:
Phase
What (param eter)
Wher e
How
When
(equi pme nt)
(freque ncy)
Exploration phase Decommissioning Phase
109
Why
Install
Operat e
Install
Operat e
Appendix E.
FORMAT OF UKL/UPL
The following form is the Format for the Environmental Management Plan (UKL) and Environmental Monitoring Plan (UPL). It describes the impact of the planned activities on the environment and how it will be managed. As an integral part of the UKL/UPL, the Statement of Assurance for Implementation of UKL/UPL also included. This format complies with the Regulation of the Minister of Environment No. 16/2012 which can be referred to for further guidance.
Title of Chapter/SubChapter
Content/Remarks
Statement Letter from Project Management
I.
a.
The statement letter from project management will state their accountability to ensure that the Environmental Management Plan (UKL) and Environmental Monitoring Plan (UPL) will be done. This statement Letter should be signed on a stamp duty acknowledged by the Head of BLHD (local environmental agency) and the Head of Local Government (Governor/Bupati/Mayor).
b.
Project management consists of those parties who prepare and implement the Project Activities, those parties who are responsible for the operations and maintenance of the Project Activities, and other parties responsible for environmental management and monitoring.
description OF project management
1.1 Company Name
……………………………….
1.2 Name of Project Management Entity
Name of project management entity and their job description at each stage of the Project Activities, which should include:
1.3 Address, Number
a.
Agency or office responsible for the preparation and implementation of Project Activities.
b.
Agency or office responsible for the operations and maintenance of the Project Activities after the work is completed.
c.
Agency or office responsible for environmental management and monitoring.
Clear address of the named agencies or offices related to the Project 110
Title of Chapter/SubChapter
Content/Remarks
Phone and Fax, Website and Email
Activities in accordance to the point 1.1 above.
II.
Description of Project Activities and its impact
2.1 Project Activities Name
Name of Project Activities in a clear and complete manner.
2.2 Project Activities Location
a.
Location of the Project Activities in a clear and complete manner: Kelurahan/Village, District/city, and Province where the Project Activities and its components take place.
b.
Location of the Project Activities should be drawn in a map using an adequate scale (for example, 1:50.000, accompanied with latitude and longitude of the location).
2.3 Scale of the Project Activities
An estimation of the scale and type of Project Activities (using accepted units of measurement). For example: the construction of a market of certain capacity may need to be accompanied by supporting facilities in line with the Environmental Management Plan that must mention the type of component as well as the scale.
2.4 Component of Project Activities in brief outline
A brief and clear explanation on any component of the Project Activities which have potential environmental impacts. Work components should be divided based on stages as follows: a.
Pre-construction, for example: mobilization of workforce and materials, transportation, etc.
b.
Construction, for example the use of ground water, laying out of utility pipes, etc.
c.
Operations and Maintenance: Post-construction, for example: clearing of excavated waste material, etc.
Also, attach the flowchart/diagram to explain the flow of work to be done, if applicable. III POTENTIAL ENVIRONMENTAL
Explain in a brief and clear manner about any Project Activities with potential environmental impacts, type of impacts which might occur, magnitude of 111
Title of Chapter/SubChapter
Content/Remarks
IMPACT
impacts, and other matters needed to describe any potential environmental impacts on the natural and social environment. Such descriptions can be presented in tabulation, with each column representing each of the aspects. A description of the size or magnitude of the impacts should be accompanied with measurement units based on applicable laws and regulations or specific scientific analysis.
IV. environmental management and monitoring program 4.1 Environmental Management Plan
4.2 Environmental Monitoring Plan
a.
The Environmental Management Plan (UKL) consists of the plan itself, as well as the party in charge, frequency of interventions, implementation schedule, and types of mechanisms (e.g.: procedures for management, methods, etc.) in order to mitigate the environmental impacts identified Section III above.
b.
The plan can be presented in a table format, which at minimum contains the following columns: type of impact, source, magnitude, threshold, management plan, and frequency of interventions, party in charge, and other remarks.
a.
The Environmental Monitoring Plan (UPL) consists of the plan itself, party in charge, frequency of interventions, implementation schedule, and types of mechanisms (e.g.: procedures for monitoring, methods, etc.) in order to monitor the environmental management plan described in section 4.1 above.
b.
The plan can be presented in a table format, which at minimum contains the following columns: type of impact, source, magnitude, threshold, management plan, and frequency of interventions, party in charge, and other remarks. In this monitoring plan, the thresholds should comply with the prevailing laws and regulations which are applicable according to the environmental impacts as already identified in Section III above.
V. SIGNATURE AND OFFICE SEAL
After the UKL/UPL document is prepared and complete, the Project Manager should sign and put an official seal on the document.
VI. REFERENCE
Insert various references used in the preparation of UKL/UPL.
112
Title of Chapter/SubChapter
Content/Remarks
VII. ATTACHMENTS
Attach any relevant documents or information to the UKL/UPL, e.g. tables displaying the monitoring results, and others.
113
Appendix F.
STATEMENT OF ASSURANCE FOR UKL/UPL
No:……………………. In an effort to prevent, minimize and/or address the potential environmental impacts from the Construction Work of.............................., in the District/Province of.............. as well as in accordance to the duty and authority of the Dinas................, of the District/Province of shall carry out an Environmental Management Plan (UKL) and Environmental Monitoring Plan (UPL) and include the recommendations from UKL/UPL into the Detailed Design.
For the next stage, which is the physical work, implementation of the recommendations from UKL/UPL shall be done by the party in charge for the physical work, which is “Satker..................... of the District/Province..................”
This statement is duly made, as confirmation to support the Environmental Management Plan (UKL) and Environmental Monitoring Plan (UPL) on the Construction Work for the Construction of ......................., in the District/Province of..............
Location,.........................., Date…..……….. DINAS…………….………………............ DISTRICT/PROVINCE OF ....................... Satker
NAME .................................
114
Appendix G.
PCR CHANCE FIND PROCEDURE
Definition. A chance find is archaeological, historical, cultural, and remain material encountered unexpectedly during project construction or operation. A chance find procedure is a project-specific procedure which will be followed if previously unknown cultural heritage is encountered during project activities. Such procedure generally includes a requirement to notify relevant authorities of found objects or sites by cultural heritage experts; to fence off the area of finds or sites to avoid further disturbance; to conduct an assessment of found objects or sites by cultural heritage experts; to identify and implement actions consistent with the requirements of the World Bank and Indonesian law; and to train project personnel and project workers on chance find procedures. Objectives.
To protect physical cultural resources from the adverse impacts of project activities and support its preservation. To promote the equitable sharing of benefits from the use of PCR.
Procedure. a. If PT SMI, their consultants or their Contractors discover archeological sites, historical sites, remains and objects, including graveyards and/or individual graves during excavation or construction, they shall: b. Halt the construction activities in the area of the chance find; c. Delineate and fence the discovered site or area; d. Secure the site to prevent any damage or loss of removable objects. In cases of removable antiquities or sensitive remains, a night guard shall be arranged until the responsible local authorities or the District/Provincial Department of Culture, or the local Institute of Archaeology if available to take over; e. Forbid any take of the objects by the workers or other parties; f. Notify all sub-project personnel of the finding and take the preliminary precaution of protection; g. Record the chance find objects and the preliminary actions; h. Notify the responsible local authorities and the relevant Institute of Archaeology immediately (within 24 hours or less); i. Responsible local authorities would be in charge of protecting and preserving the site before deciding on subsequent appropriate procedures. This would require a preliminary evaluation of the findings to be performed by the local Institute of Archaeology. The significance and importance of the findings should be assessed according to the various criteria relevant to cultural heritage; those include the aesthetic, historic, scientific or research, social and economic values; j. Decisions on how to handle the finding shall be taken by the responsible authorities. This could include changes in the sub-project layout (such as when finding an irremovable remain of cultural or archeological importance) conservation, preservation, restoration and salvage;
115
k. Implementation for the authority decision concerning the management of the finding shall be communicated in writing by relevant local authorities; l. The mitigation measures could include the change of sub-project design/layout, protection, conservation, restoration, and/or preservation of the sites and/or objects; m. Construction work at the site could resume only after permission is given from the responsible local authorities concerning safeguard of the heritage; and n. PT SMI, their consultants and their contractors, shall cooperate with the relevant local authorities to monitor all construction activities and ensure that the adequate preservation actions are taken and hence the heritage sites protected.
116
Appendix H.
SAMPLE OF GRIEVANCE FORM
Reference No Full Name Please mark how you wish to be contacted (mail, telephone, email).
Please mark how you wish to be contacted
Province/District Date Category of the Grievance 1. On abandonment (hospital, public housing) 2. On assets/properties impacted by the project 3. On infrastructure 4. On decrease or complete loss of sources of income 5. On environmental issues (ex. pollution) 6. On employment 7. On traffic, transportation and other risks 8-Other (Please specify): Description of the Grievance What did happen? When did it happen? Where did it happen? What is the result of the problem?
What would you like to see happen to resolve the problem?
Signature:
Date:
117
Appendix I.
SAMPLE GRIEVANCE CLOSE OUT FORM
Grievance closeout number: Define immediate action required: Define long term action required (if necessary): Compensation Required?
[ ] YES
[ ] NO
CONTROL OF THE REMEDIATE ACTION AND THE DECISION Stages of the Remediate Action
Deadline and Responsible Institutions
1. 2. 3. 4. 5.
COMPENSATION AND FINAL STAGES This part will be filled and signed by the complainant after s/he receives the compensation fees and his/her complaint has been remediated. Notes: Name-Surname and Signature Date…./…../….. Of the Complainant:
Representative of the Responsible Institution/Company
Title-Name-Surname and Signature
118
Appendix J.
GENERIC CONTENTS OF INDIGENOUS PEOPLES’ DEVELOPMENT PLAN
Background and Context i.
The project and project components
ii.
Brief description of Indigenous Peoples/ethnic minorities (IP/EM) in the relevant project country
iii.
Relevant legal framework
iv.
Summary of the findings of the Social Assessment (part of ESIA), including among others: a. Baseline data of IP/EM b. Maps of the area of project influence and the areas inhabited by IP/EM c. Analysis of the IP/EM social structure and income sources d. Inventories of the resources used by IP/EM, and technical data on their production systems e. Information on cultural practices and patterns f. Relationships of IP/EM to other local/national groups
v.
Key positive project impacts on IP/EM
vi.
Key negative project impacts on IP/EM
Objectives of the IPDP i.
Explain the purpose of the IPDP
Development and/or Mitigation Activities i.
Describe detail of development activities
ii.
Describe detail of mitigation activities
Strategy for IP/EM Participation i.
Describe mechanism for participation by IP/EM in planning, implementation, and evaluation
ii.
Describe procedures for redress of grievances by IP/EM
Institutional Arrangements i. Identify main tasks and responsibilities in planning, managing, and monitoring development, and/or mitigation activities 119
ii. Identify role of NGOs or IP/EM organizations in implementing the development and/or mitigation activities.
Budget and Financing i.
Identify development and/or mitigation activity costs and funding resources
Supervision, Monitoring, and Evaluation i.
Specify arrangements for supervision, monitoring, and evaluation
ii.
Implementation strategy and schedule
iii. Prepare a plan for internal monitoring of the targets of the major development and/or mitigation activities
120
Appendix K.
CONTENT OF LAND ACQUISITION AND RESETTLEMENT ACTION PLAN (LARAP)
The scope and level of detail of the resettlement plan vary with the magnitude and complexity of involuntary resettlement. The plan is based on up-to-date and reliable information about (a) the proposed resettlement and its impacts on the displaced persons and other adversely affected groups, and (b) the legal issues involved in resettlement. The resettlement plan covers the elements below, as relevant. 1. Description of the project. General description of the project and identification of the project area. 2. Potential impacts. Identification of the project component or activities that give rise to resettlement;
the zone of impact of such component or activities;
the alternatives considered to avoid or minimize resettlement; and
the mechanisms established to minimize resettlement, to the extent possible, during project implementation.
3. Objectives. The main objectives of the resettlement program.
4. Socioeconomic studies. The findings of socioeconomic studies to be conducted in the early stages
of project preparation and with the involvement of potentially displaced people, including a. the results of a census survey covering a. current occupants of the affected area to establish a basis for the design of the resettlement program and to exclude subsequent inflows of people from eligibility for compensation and resettlement assistance;
b. standard characteristics of displaced households, production systems, labour, and household organization; and baseline information on livelihoods (including, as relevant, production levels and income derived from both formal and informal economic activities) and standards of living (including health status) of the displaced population; c. the magnitude of the expected loss--total or partial--of assets, and the extent of displacement, physical or economic;
d. Information on vulnerable groups or persons as provided for in OP 4.12, para. 8, for whom special provisions may have to be made; and
e. Provisions to update information on the displaced people's livelihoods and standards of living at regular intervals so that the latest information is available at the time of their displacement. 5. Other studies describing the following 121
a. land tenure and transfer systems, including an inventory of natural resources which are a common property, from which people derive their livelihoods and sustenance, non-titlebased usufruct systems (including fishing, grazing, or use of forest areas) governed by local recognized land allocation mechanisms;
b. the patterns of social interaction in the affected communities, including social networks and social support systems, and how they will be affected by the project; c. public infrastructure and social services that will be affected; and
d. Social and cultural characteristics of displaced communities, including a description of formal and informal institutions (e.g., community organizations, ritual groups, nongovernmental organizations (NGOs)) that may be relevant to the consultation strategy and to designing and implementing the resettlement activities.
Legal framework. The findings of an analysis of the legal framework, covering a. the scope of the power of eminent domain and the nature of compensation associated with it,
in terms of both the valuation methodology and the timing of payment;
b. the applicable legal and administrative procedures, including a description of the remedies available to displaced persons in the judicial process and the normal timeframe for such procedures, and any available alternative dispute resolution mechanisms that may be relevant to resettlement under the project;
c. relevant law (including customary and traditional law) governing land tenure, valuation of assets and losses, compensation, and natural resource usage rights; customary personal law related to displacement; and environmental laws and social welfare legislation;
d. laws and regulations relating to the agencies responsible for implementing resettlement activities;
e. gaps, if any, between local laws covering eminent domain and resettlement and the Bank's resettlement policy, and the mechanisms to bridge such gaps; and
f.
Any legal steps necessary to ensure the effective implementation of resettlement activities under the project, including, as appropriate, a process for recognizing claims to legal rights to land--including claims that derive from customary law and traditional usage (see OP 4.12, para.15 b).
g. gaps, if any, between local laws covering eminent domain and resettlement and the Bank's resettlement policy, and the mechanisms to bridge such gaps; and
122
h. Any legal steps necessary to ensure the effective implementation of resettlement activities under the project, including, as appropriate, a process for recognizing claims to legal rights to land--including claims that derive from customary law and traditional usage (see OP 4.12, para.15 b). Institutional Framework. The findings of an analysis of the institutional framework covering a. the identification of agencies responsible for resettlement activities and NGOs that may have
a role in project implementation;
b. an assessment of the institutional capacity of such agencies and NGOs; and
c. Any steps that are proposed to enhance the institutional capacity of agencies and NGOs responsible for resettlement implementation.
Eligibility. Definition of displaced persons and criteria for determining their eligibility for compensation and other resettlement assistance, including relevant cut-off dates. Valuation of and compensation for losses. The methodology to be used in valuing losses to determine their replacement cost; and a description of the proposed types and levels of compensation under local law and such supplementary measures as are necessary to achieve replacement cost for lost assets. Resettlement measures. A description of the packages of compensation and other resettlement measures that will assist each category of eligible displaced persons to achieve the objectives of the policy (see OP 4.12, para. 6). In addition to being technically and economically feasible, the resettlement packages should be compatible with the cultural preferences of the displaced persons, and prepared in consultation with them. Site selection, site preparation, and relocation. Alternative relocation sites considered and explanation of those selected, covering a. institutional and technical arrangements for identifying and preparing relocation sites, whether rural or urban, for which a combination of productive potential, locational advantages, and other factors is at least comparable to the advantages of the old sites, with an estimate of the time needed to acquire and transfer land and ancillary resources; b. any measures necessary to prevent land speculation or influx of ineligible persons at the selected sites; c. procedures for physical relocation under the project, including timetables for site preparation and transfer; and d. Legal arrangements for regularizing tenure and transferring titles to resettlers.
123
Housing, infrastructure, and social services. Plans to provide (or to finance resettlers' provision of) housing, infrastructure (e.g., water supply, feeder roads), and social services (e.g., schools, health services); plans to ensure comparable services to host populations; any necessary site development, engineering, and architectural designs for these facilities. Environmental protection and management. A description of the boundaries of the relocation area; and an assessment of the environmental impacts of the proposed resettlement and measures to mitigate and manage these impacts (coordinated as appropriate with the environmental assessment of the main investment requiring the resettlement). Community participation. Involvement of re-settlers and host communities, a. a description of the strategy for consultation with and participation of re-settlers and hosts in
the design and implementation of the resettlement activities;
b. a summary of the views expressed and how these views were taken into account in preparing the resettlement plan;
c. a review of the resettlement alternatives presented and the choices made by displaced persons regarding options available to them, including choices related to forms of compensation and resettlement assistance, to relocation of individuals as families or as parts of pre-existing communities or kinship groups, to sustaining existing patterns of group organization, and to retaining access to cultural property (e.g. places of worship, pilgrimage centers, cemeteries);5 and d. Institutionalized arrangements by which displaced people can communicate their concerns to project authorities throughout planning and implementation, and measures to ensure that such vulnerable groups as indigenous people, ethnic minorities, the landless, and women are adequately represented. Integration with host populations. Measures to mitigate the impact of resettlement on any host 1. consultations with host communities and local governments;
2. arrangements for prompt tendering of any payment due the hosts for land or other assets provided to resettlers;
3. arrangements for addressing any conflict that may arise between resettlers and host communities; and
4. Any measures necessary to augment services (e.g., education, water, health, and production services) in host communities to make them at least comparable to services available to resettlers.
124
Grievance procedures. Affordable and accessible procedures for third-party settlement of disputes arising from resettlement; such grievance mechanisms should take into account the availability of judicial recourse and community and traditional dispute settlement mechanisms. Organizational responsibilities. The organizational framework for implementing resettlement, including identification of agencies responsible for delivery of resettlement measures and provision of services; arrangements to ensure appropriate coordination between agencies and jurisdictions involved in implementation; and any measures (including technical assistance) needed to strengthen the implementing agencies' capacity to design and carry out resettlement activities; provisions for the transfer to local authorities or resettlers themselves of responsibility for managing facilities and services provided under the project and for transferring other such responsibilities from the resettlement implementing agencies, when appropriate. Implementation schedule. An implementation schedule covering all resettlement activities from preparation through implementation, including target dates for the achievement of expected benefits to resettlers and hosts and terminating the various forms of assistance. The schedule should indicate how the resettlement activities are linked to the implementation of the overall project. Costs and budget. Tables showing itemized cost estimates for all resettlement activities, including allowances for inflation, population growth, and other contingencies; timetables for expenditures; sources of funds; and arrangements for timely flow of funds, and funding for resettlement, if any, in areas outside the jurisdiction of the implementing agencies. Monitoring and evaluation. Arrangements for monitoring of resettlement activities by the implementing agency, supplemented by independent monitors as considered appropriate by the Bank, to ensure complete and objective information; performance monitoring indicators to measure inputs, outputs, and outcomes for resettlement activities; involvement of the displaced persons in the monitoring process; evaluation of the impact of resettlement for a reasonable period after all resettlement and related development activities have been completed; using the results of resettlement monitoring to guide subsequent implementation.
125
Appendix L.
CONTENTS OF AN ABBREVIATED LAND ACQUISITION AND RESETTLEMENT ACTION
PLAN
1. Description of the project: General description of the project and identification of the project area 2. Potential impacts: Identification of (i) the sub-project component or activities requiring land acquisition, (ii) zone of impact of such components/activities 3. Census of the Project Affected Persons (PAPs): Results of the census and inventory of assets, including (i) a list of PAPs, distinguishing between those with land rights and those without, and (ii) an inventory of plots and structures affected. 4. Legal Analysis: Descriptions of legal steps to ensure the effective implementation of land acquisition under the sub-project, including, as appropriate, a process for recognizing claims to legal rights to land- including claims that derive from customary law and traditional usage 5. Eligibility: Identification of the PAPs who will be eligible for compensation and explanation of the criteria used to determine eligibility. 6. Valuation of assets and calculation of compensation for losses: A description of the procedures that will be followed to determine the form and amount of compensation to be offered to PAPs. 7. Consultations with people who shall lose land and other assets: A description of the activities carried out to (1) inform PAPs about the impacts of the project and the compensation procedures and options, and (2) give the PAPs opportunities to express their opinions 8. Organizational responsibilities: A brief description of the organizational framework for implementing land acquisition. 9. Implementation schedule: An implementation schedule covering land acquisition, including target dates for the delivery of compensation. The schedule should indicate how the land acquisition activities are linked to the implementation of the overall project. 10. Costs and budget: Cost estimates for land acquisition for the sub-project. 11. Grievance procedure: Affordable and accessible procedures for third-party settlement of disputes arising from land acquisition; such grievance mechanisms should take into account the availability of judicial recourse and community and traditional dispute settlement mechanisms.
126
12. Monitoring: Arrangements for monitoring land acquisition activities and the delivery of compensation to PAPs.
127