PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PETERNAKAN
Editor : Retno Sumekar (Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia)
Mataram, 11 Desember 2012 Syahruddin Said (Pusat Penelitian BioteknologiLIPI)
“Membangun Center of Excellence untuk Pengembangan Industri Peternakan Menuju Swasembada Daging Nasional”
Adawiyah Hasan (Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia) Ramlanto (Pusat Penelitian BioteknologiLIPI) Anteng Setya Ningsih (Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia)
ISBN : 978 - 602 - 98275 - 1 – 4
Harmoko (Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia) Lani Kasigit (Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia)
© Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong 16911, Bogor, Jawa Barat, Indonesia Phone. (021) 8754587 Fax. 021) 8754588 BEKERJASAMA DENGAN Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia ( www.ristek.go.id ) Alamat : Gedung II BPP Teknologi Lt. 5,6,7,8,23 dan 24 - Jl. MH Thamrin 8, Jakarta 10340, PO.Box 3110 JKP 10031 Tlp. (021)316-9119, 316-9127, Fax. (021) 3101835
Desain Cover: Muhamad Dzikri Anugerah
ISBN : 978-602-98275-1-4
i
PROCEEDING
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PETERNAKAN Mataram, 11 Desember 2012 “Membangun Center of Excellence untuk Pengembangan Industri Peternakan Menuju Swasembada Daging Nasional”
EDITOR
Retno Sumekar Syahruddin Said Anteng Setyaningsih Lani Kasigit Adawiyah Hasan
Desain Cover
: Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia : Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI : Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia : Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia : Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia : Muhamad Dzikri Anugerah
iii
LAPORAN SEMINAR NASIONAL
“Membangun Center of Excellent untuk Pengembangan Industri Peternakan Menuju Swasembada Daging Nasional” Mataram, 11Desember 2012 Bismillahirrahmaanirrahim, Yth, Bapak Gubernur NTB; Yth, Bapak Staf Ahli Pangan Kementerian Riset dan Teknologi; Yth, Deputi Bidang IPH – LIPI; Yth, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemenkes: Yth, Deputi Menteri Negara PPN/Kepala Bapenas Bidang Ekonomi; Yth, Para Pembahas, Moderator dan Pemakalah; Para Undangan dan Hadirin yang berbahagia. Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh, Selamat Pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur kehadirat Alloh SWT, karena ridho dan rahmatNya dipagi ini dilimpahkan kuasaNya sehingga kita semua dapat berkumpul dalam acara Seminar Nasional Peternakan. Sebagaimana perlu kami sampaikan bahwa acara Seminar Nasional Peternakan ini mengambil tema “Membangun Center of excellent untuk Pengembangan Industri Peternakan Menuju Swasembada Daging Nasional”. Tujuan seminar ini adalah menguatkan jejaring antara akademisi, pebisnis dan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Temainisengaja kami pilih dengan harapan agar kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi dapat diintegrasikan dan disinergikan untuk membangun dan mengembangan center of excellent dalam bidang peternakan sebagaimana diamanahkan dalam Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Bapak Gubernur dan Hadirin yang saya hormati, Kegiatan seminar ini didesain merupakan bagian dari Acara Panen Pedet 2012 Provinsi NTB yang akan dilaksanakan pada tanggal 12 Desember 2012, v
dimaksudkan bahwa kegiatan riset dan pengembangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mencapai swasembada daging nasional secara umum dan secara khusus untuk memacu pencapaian NTB Bumi Sejuta Sapi. Perlu kami laporkan bahwa Seminar Nasional Peternakan ini diikuti oleh para peneliti dari berbagai lembaga litbang (pusat dan daerah) dan perguruan tinggi, unsur pemerintah dan pemerintah daerah, industri dan masyarakat yang merefleksikan unsure Akademisi – Bisnis – Government – Masyarakat.
Bapak Gubernur dan Hadirin yang berbagia, Pelaksanaan seminar ini akan menghadirkan pembicara kunci dari LIPI; Kementerian Pertanian; dan Bappenas yang kemudian dilanjutkan dengan paparan dari para peneliti yang menggambarkan kesiapan teknologi nasional di bidang peternakan yang dibagi dalam tiga komisi yaitu Komisi I yang membahas tentang Reproduksi dan Kesehatan Hewan; Komisi II yang membahas tentang Pakan dan Komisi III yang membahas tentang Kelembagaan. Kami berharap terlaksananya Seminar Nasional Peternakan ini dapat memberikan kontribusi nyata dengan menghasilkan rekomendasi yang memberikan solusi nyata untuk mendukung pencapaian swasembada daging, dan khususnya mendukung program NTB Bumi Sejuta Sapi Untuk itu, dengan hormat kami mohon perkenan Bapak Gubernur untuk menyampaikan arahan dan sekaligus membuka acara Seminar Nasional Peternakan ini. Demikian laporan yang dapat kami sampaikan, mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan dalam penyelenggaraan seminar ini. Dan tak lupa kami sampaikan terimakasih kepada para pembicara kunci, moderator, pembahas, pemapar makalah dan panitia serta pemda provinsi NTB yang telah mendukung terselenggaranya acaraini
Wassalamualaikum Wr. Wb.
vi
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Sambutan Seminar Nasional
“Membangun Center of Excellent untuk Pengembangan Industri Peternakan Menuju Swasembada Daging Nasional” Mataram, 11 Desember 2012 Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarrakatuh Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita Semua, Yang terhormat Gubernur NTB; Yag terhormat, Deputi Bidang IPH LIPI, Yang terhormat, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Yang terhormat, Deputi Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bidang Ekonomi, Yang terhormat para peneliti; Para Hadirin yang berbahagia Syukur Alhamdullilah marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas kehendakNya pada pagi ini kita semua masih diberikan kekuatan dan kesehatan sehingga kita dapat berkumpul pada acara Seminar Nasional “ Membangun center of Exellent untuk Pengembangan Industri Peternakan menuju Swasembada Daging Nasional”. Menurut saya, Forum ilmiah kali ini menjadi sangat berarti dan strategis di tengah permasalahan daging nasional “khususnya harga daging yang tidak terkontrol atau melambung tinggi beberapa waktu lalu” di pasar. Masalah ini menjadi tantangan nyata kita sebagai Insan Peternakan, khususnya sebagai peneliti yang juga bertanggungjawab sepenuhnya terhadap perkembangan Industri peternakan Nasional. Namun, tugas tersebut tidak dapat diemban hanya oleh satu aktor, tetapi semua stakeholder Peternakan ABG dan C harus bersinergi secara serius bergandengan tangan dalam mewujudkan Swasembada daging Nasional. Hadirin yang berbahagia, Satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa forum seperti ini seharusnya bukan lagi hanya sebatas ajang untuk mempublikasikan karya ilmiah peneliti, tetapi menjadi ajang untuk mencari solusi bersama sebagai insan iptek bidang peternakan vii
dalam memecahkan permasalahan industri peternakan nasional. Untuk itu kita perlu membuka paradigma baru sebagai peneliti, yaitu keterbukaan, kepercayaan, dan berpikir besar/makro, tidak lagi hanya berpikir penelitian hanya untuk publikasi dan kenaikan fungsional. Dibutuhkan Paradigma baru, agar peneliti ikut serta menyelesaikan permasalahan nyata di masyarakat. Untuk itu, saya berharap pada seminar kali ini, bisa menghasilkan suatu rumusan rekomendasi untuk pengembangan industri peternakan dalam mendukung Program Swasembada Daging Sapi. Hadirin yang saya hormati, Seperti kita ketahui bersama bahwa pemerintah telah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi pada Tahun 2014. Artinya dua tahun lagi seharusnya program tersebut terealisasi. Dan sesungguhnya program ini sudah yang ketiga kalinya dicanangkan, kita berharap bahwa tahun 2014 program ini benar-benar dapat direalisasikan, sehingga tidak lagi menunggu pencanangan yang kesekian kalinya. Di sisi lain, beberapa waktu lalu harga daging melambung tinggi bahkan sempat daging di beberapa daerah di Indonesia hilang dari pasaran. Melihat kenyataan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa kendala dan tantangan yang dihadapi masih cukup besar, misalnya produktivitas masih rendah (calving interval sekitar 21 bulan), produksi karkas rendah, angka kelahiran rendah, dan angka kematian tinggi. Permasalahan ini timbul karena secara umum mayoritas ternak sapi nasional berada di peternak rakyat. Sengaja saya ungkapkan hal ini, agar menjadi perhatian kita semua. Para pakar dan peneliti serta stakeholder berkumpul di sini, saya berharap masalah ini menjadi perhatian yang serius. Hadirin yang saya hormati, Jika kita perhatikan blue print PSDS 2014, menempatkan peran iptek yang sinifikan, mengingat bahwa lebih dari 6 juta kondisi ternak rakyat masih jauh di bawah performance atau produktivitas yang optimal. Peternak rakyat dengan konsep beternak seadanya menjadi tantangan kita semua, bagaimana mendesiminasikan ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan sehingga mampu menjadi peternak yang modern. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan dan menjadikan peternakan sebagai usaha/bisnis untuk kesejahteraannya, bukan sebagai usaha sambilan yang selama ini banyak dilakukan oleh peternak. Untuk itu, dibutuhkan bisnis model yang memperhatikan 3 aspek yaitu teknologi, sosial ekonomi, dan capacity building. Penerapan teknologi di masyarakat hanya akan sustainable jika ketika aspek tersebut dilakukan secara terintegrasi. Hadirin yang saya hormati, Sesungguhnya jika kita mencermati, bahwa teknologi di bidang peternakan sudah sangat “mature”. Hal ini didukung oleh kelembagaan iptek yang juga sudah mapan di bidang ini. Kita perhatikan bahwa hampir seluruh Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia memiliki Fakultas atau jurusan Peternakan dan Lembaga viii
Litbang yang menggeluti bidang peternakan juga cukup banyak seperti LIPI, BPPT, BATAN, Balitnak, dan BPTP. Oleh karena itu, menurut saya, dari segi kesiapan teknologi tidak ada masalah. Teknologi Pakan, sejak dahulu sudah berkembang misalnya mulai pelleting, biofermentasi (silase dan amoniasi), suplement pakan; Teknologi reproduksi, Inseminasi buatan, embrio transfer. Di sektor hilir (pengolahan daging), teknologinya juga sudah cukup tersedia misalnya pembuatan sosis, bakso, abon dan berbagai teknologi pengolahan daging. Hadirin yang saya hormati, Permasalahan peternakan sejak dahulu hingga saat ini, yang belum mampu mengeluarkan bangsa kita dari ketergantungan impor daging dan susu sungguh sangat memprihatinkan, di saat sumberdaya peternakan cukup tersedia dengan baik, lahan masih sangat luas (terutama di luar jawa), sumberdaya pakan (limbah pertanian dan perkebunan melimpah), sumberdaya manusia (ahli bidang peternakan sangat memadai), serta ditunjang oleh kelembagaan peternakan yang telah tersedia. Sumberdaya peternakan yang berserakan ini harus mampu diberdayakan dan dioptimalkan untuk kemajuan Industri Peternakan Nasional. Hadirin yang saya hormati, Menurut saya, saat ini kita harus menyatukan sumberdaya yang berserakan ini ke dalam suatu sistem, membawa iptek dari lembaga litbang dan perguruan tinggi ke rana penggunanya (peternak, BUMN, dan industri peternakan). Di samping itu, sudah saatnya memanfaatkan dan mengoptimalkan berbagai teknologi dari hulu sampai hilir industri peternakan. Dalam sinergi litbang dan stakeholder peternakan (B, G dan C), satu hal yang juga perlu kita cermati bahwa, sinergi antar peneliti dengan produk teknologinya harus mulai dibangun. Hal ini dapat tercapai jika masing-masing peneliti mampu meredam ego keilmuan dan sektoralnya untuk bersama-sama membangun Industri ini. Jika internal peneliti sudah kuat, sinergi dengan aktor lain semakin mudah untuk dijalin. Membawa produk teknologi yang telah dikembangkan di litbang dalam skala kecil dapat di scale up sehingga memberikan manfaat kepada masyarakat luas (peternak, BUMN, dan industri). Hadirin yang saya hormati, Apa yang saya sampaikan di atas, akan lebih mudah terlihat wujud dan hasilnya, jika sinergi tersebut memiliki wahana untuk mengimplementasikannya. Wahana ini berupa kawasan sebagai model pengembangan industri, di mana semua aktor inovasi terlibat di dalamnya. Sebagai contoh, Kawasan Banyumulek sebagai Kawasan Pengembangan Industri Peternakan Terpadu. Berbagai teknologi yag dikembangkan oleh LIPI, BATAN, BIG, BPTP dan Perguruan Tinggi (Unram) telah dimobilisasi dan disinergikan pada Kawasan tersebut dan kelompok ternak sekitarnya. Teknologi IB Sexing yang dilakukan serentak pada 250 ekor sapi, telah memberikan hasil yang mencapai 90%; teknologi pengolahan pakan dan pembuatan pupuk organik yang berhasil diadopsi oleh kelompok ternak; teknologi pengolahan daging (pembuatan bakso) yang diaplikasikan oleh IKM, informasi jenis dan kondisi ix
penyakit sapi di NTB. Khusus terkait dengan teknologi IB Sexing, telah dilakukan proses transfer teknologi dari LIPI kepada Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD). Hadirin yang saya hormati, Untuk mendukung pengembangan peternakan di NTB lebih lanjut, juga telah dikembangkan aplikasi basis data peternakan berbasis geospasial. Aplikasi basis data peternakan ini meliputi pemetaan sebaran lokasi sumber pakan ternak, limbah untuk bahan baku pakan, sebaran data spasial ternak yang meliputi jumlah, usia, jenis penyakit, harga ternak sapi serta RPH berikut kapasitasnya. Dengan menggunakan aplikasi basis data ini, nantinya dapat dimonitor kondisi ternak sapi dan pergerakannya.
Hadirin yang saya hormati, Pembelajaran yang dapat kita petik dari Pilot Project Banyumulek untuk mendukung Swasembada Daging yang merupakan dua titik kritis, yaitu dibutuhkannya Pusat Pengolahan Pakan Ruminansia dan Pemuliaan Ternak (pemurnian sapi lokal dan pengembangan sapi pedaging). Saya berharap dengan adanya Kawasan Banyumulek sebagai model Kawasan Pengembangan Peternakan Terpadu, dapat diaplikasikan di wilayah-wilayah lain di Indonesia, sehingga menjadi jalan nyata menuju Swasembada Daging Nasional. Hadirin yang saya hormati, Akhir kata, selamat melaksanakan dan mengikuti Seminar Nasional “Membangun Center of Exellent untuk Pengembangan Industri Peternakan menuju Swasembada Daging Nasional’, semoga forum ini mampu memberikan terobosan baru dalam menyumbangkan pemikirannya dan teknologinya untuk pembangunan Peternakan Nasional. Wabillahi taufik walhidayah Wassalamu alaikum warahmatullahi wabaraktu Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Idwan Suhardi
x
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
v xi
KOMISI I Peningkatan Performans Kerbau Penghasil Susu Yang dipelihara di Sekitar Perkebunan Sawit Melalui Teknologi Inseminasi Buatan Polmer Situmorang, Lisa Praharani dan Ria Sari Gail Sianturi
3
Optimalisasi Produksi Sperma Khromosom X dan Y (Sexing) Sapi Bali Di Bib Banyumulek, Lombok, Nusa Tenggara Barat Baharuddin Tappa, Syahruddin Said, Muhammad Gunawan, Edy Sophian
14
Persepsi Peternak Rakyat Terhadap Sistem Reproduksi dan Kesehatan Sapi di Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar Provinsi Riau Sri Haryani Sitindaon dan Yayu Zurriyati
25
Pengendalian Fasciolosis Dengan Preparat Albendazole dan Ivermectin Pada Sapi Bali Di Pulau Lombok Luh Gde Sri Astiti, dan Khalid
38
Efektivitas Penggunaan Ivermectin untuk Pengendalian Parasit Cacing Pada Usaha Tani Penggemukan Sapi Bali I Putu Agus Kertawirawan, I Made Rai Yasa dan I Nyoman Adijaya
48
Peningkatan Populasi Ternak Sapi Melalui Pendampingan SMD Mendukung Agribisnis Peternakan di Nusa Tenggara Baratpolmer Yohanes Geli Bulu
56
xi
Dampak Introduksi Teknologi Steaming-Up Terhadap Estrus Post Partus Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) Budi Utomo dan Luh Gede Astiti
67
Keberhasilan Program Inseminasi Buatan Pada Kerbau Menggunakan Spermatozoa Epididimis Dan Ejakulat Kerbau Belang (Bubalus Bubalis) Edy Sophian, Dede Kardaya, Hera Maheshwari
75
KOMISI II Penggunaan Gamal (Gliricidia Sepium) untuk Pakan Sapi Penggemukan Sebagai Upaya Adaptasi Terhadap Iklim Eratik dan Perubahan Iklim di Pulau Lombok Prisdiminggo, Sahrul Gunadi dan Tanda Panjaitan
87
Potensi Penanaman Jagung Sistem 5 Biji Per Lubang Sebagai Sumber Pakan Dalam Mendukung Swasembada Daging Sapi di Nusa Tenggara Barat Baiq Tri Ratna Erawati dan Sudarto
95
Efisiensi Penyapihan Dini Dan Tanpa Sapih dengan Pakan Kualitas Baik Terhadap Ci ≤ 14 Bulan dan Pertambahan Bobot Badan Induk Sapi Bali Di Timor Yeni Widyaningrum dan Eni Fidiyawati
106
Usahatani Penggemukan Sapi Bali di Lahan Kering Marginal I Made Rai Yasa, I Nyoman Adijaya, dan I Putu Agus Kertawirawan
113
Perbaikan Kualitas Tanah Alami untuk Meningkatkan Hasil Hijauan Pakan Ternak di OBEL OBEL NTB I.G Putu Wigena, Sukristiyonubowo, Elsanthi, dan Dedi Irwandi
124
Peningkatan Nilai Nutrisi Limbah Jagung Sebagai Pakan Ternak Sapi Di Sulawesi Selatani Nasrullah dan Sunanto
131
xii
Uji Coba Pakan Fermentasi Pada Sapi Bali di Desa Banyumulek, Lombok Barat - NTB Rita Dwi Rahayu, Joko Sulistyo, Heddy Julistiono, Achmad Dinoto , Sri Purwaningsih, dan Sugiyono Saputra
143
Pemanfaatan Starter Enzimatik untuk Produksi Pakan Ternak Fermentasi Joko Sulistyo, Rita Dwi Rahayu, Heddy Julistiono, Achmad Dinoto, Sri Purwaningsih dan Sugiyono Saputra
154
Kondisi Cuaca/Iklim di Balai Inseminasi Buatan Daerah Banyumulek Terkait dengan Intensitas Serangan Hama Penyakit Tanaman Jagung dalam Mendukung Program “Pijar” Nurhayati, Nuryadi, dan Chairussyuhur Arman
166
Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong dilahan Kering Berbasis Kelapa Sawit Dedi Sugandi, Zul Efendi dan Wahyuni A. Wulandari
175
Pengaruh Pemberian Konsentrat (Bahan Pakan Lokal) terhadap Peningkatan Produksi Sapi Ongole Jantan yang Dipelihara Semi Intensif Di Pulau Sumba, Nusa Tengara Timur Hendrik H. Marawali
195
Strategi Perkembang Biakan Dengan Pemanfaatan Jerami Dan Penambahan Konsentrat Pada Sapi Bali Adji S Dradjat, Uhud Abdullah, dan Rina Andriati
205
KOMISI III Teknologi Dan Pemanfaatan Biomassa Berbasis Industri Kelapa Sawit Untuk Penguatan dan Pengembangan Ternak Sapi di Indonesia (Integrasi Sawit, Sapi, Dan Energi) Amir Purba, Frisda R. Panjaitan, dan M. Arif Yusuf
220
Pengkajian Pemanfaatan Hasil Samping Tanaman Sawit Sebagai Pakan Ternak di Provinsi Kepulauan Riau Deddy Hidayat, Dahono, dan Yayu Zurriyati
235
xiii
Pengembangan Sapi Potong Dalam Kawasan Industri Sawit: I-W. Mathius, U. Adiati, dan Frisda R. Panjaitan.
244
Kajian Percepatan Pengembangan Teknologi Pakan Sapi Potong Melalui Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit Mendukung Program Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP) di Sumatera Baratpolmer Abdullah Bamualim, Wirdahayati, Ratna A.D., Jefrey M. Muis, dan R. Wahyuni
263
Pengolahan Limbah Kotoran Ternak Menjadi Biogas sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkan Lingkungan Hijau di Kelurahan Cikundul, Kota Sukabumi Prasetiyadi, Rosita Shochib, dan Akhirwan S.
273
Sistem Perangkat Dinamis Pengolah Pakan Ternak Ruminansia Berbasis Limbah Pertanian Jagung Untuk Optimalisasi Usaha Pertanian Dan Peternakan Terpadu Di Kalimantan Selatan Agus Risdiyanto, Rahmat, dan Aep Saepudin
281
Optimalisasi Penggunaan Air Melalui Otomatisasi Irigasi Untuk Pengembangantanaman Pakan Ternak di Lahan Keringluh Popi Rejekiningrum, Budi Kartiwa, dan Nurwindah Pujilestari
291
Tataniaga Sapi Potong Dan Daging Sapi di NTB I Putu Cakra Putra A., dan Irianto Basuki
301
Analisis dan Kompilasi Data Spatial untuk isi Basis Data Peternakan Kabupaten Lombok Barat – NTB Kris Sunarto, dan Albertus Krisna Pratama Putra
313
Sistem Lahan untuk Pengembangan Agro Peternakan di Kabupaten Lombok Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat Sumartoyo, dan Kris Sunarto
329
xiv
Model e-Livestock Indonesia sebagai Sistem e-Government untuk Ketahanan dan Keamanan Sumberdaya Sapi Potong Nasional: Identifikasi Individu Sapi Secara Otomatis Berdasarkan Pola Moncong dan Pengenalan Ras Sapi A. Noviyanto, A.M. Arymurthy, D.I. Sensuse, A. Ramadhan, dan Muladno
354
Pemanfaatan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Sebagai Pengganti Pakan Hijauan Untuk Ternak Sapi Di Desa Sukamulya Provinsi Riau Putu Agus Kertawirawan, I Made Rai Yasa dan I Nyoman Adijaya
365
POSTER Kajian Organisme Pengganggu Tanaman pada Pennisetum Purpureum schum Cv Mott yang diintroduksikan di Lahan Perkebunan Kelapadi Sulawesi Utara Luice A. Taulu dan Paulus C. Paat
376
Introduksi Tanaman Pakan Unggul Pennisetum Purpureum Schum Cv. Mott Di Sentra Produksi Sapi Potong di SULUT Paulus C. Paat dan Luice A. Taulu
384
Pemenuhan Gizi Sapi Bali Betina Bunting Menggunakan Kombinasi Pakan Lokal Salfina Nurdin Ahmad, Twenty Liana, dan Luh Gede Arsiti
393
Pengaruh Sistem Pemeliharaan Terhadap Bobot Lahir Pedet, Produksi Kolostrum dan Produksi Susu Awal Laktasi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Budi Utomo, dan Salfina Nurdin
403
Minat Beberapa Kelompok Ternak Terhadap Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan di Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar Provinsi Riau Sri Haryani Sitindaon, dan Yayu Zurriyati
411
xv
Gambaran Total Leukosit pada Sapi Bali Penderita Fasciolosis IGA Sri Andayani, dan Luh Gde Sri Astiti
426
Kajian Pemanfaatan Sagu Rumbia Sebagai Pakan Penggemukan Sapi Potong untuk Mendukung Program PSDSK di Kabupaten Bengkulu Utara Wahyuni Amelia Wulandari dan Dedi Sugandi
433
Pengembangan Integrasi Ternak Sapi di Lahan Sawit Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur Wirdateti, Gono Semiadi, Hadi Dahrudin, Hellen Kurniati dan Yuli S. Fitriana
444
Masalah Kecacingan pada Pedet dengan Sistem Penggembalaan dan Dikandangkan Untuk Menekan Angka Mortalitas Dalam Upaya Mendukung Program Bumi Sejuta Sapi Nina Herlina, Baharuddin Tappa, dan Nova Dilla Yanthi
454
Aplikasi Metode Sinkronisasi Berahi dan Inseminasi Buatan pada Kerbau Lumpur Dengan Preparat Hormonal PGF 2α (Lutalyse TM ) di LAN Limur Sumbawa – NTB Edy Sophian,Baharuddin Tappa, dan Tulus Maulana
461
xvi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENINGKATAN PERFORMANS KERBAU PENGHASIL SUSU YANG DIPELIHARA DI SEKITAR PERKEBUNAN SAWIT MELALUI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN (IMPROVED PERFORMANCE OF DAIRY BUFFALOPRODUCTION RAISED IN OIL PALM PLANTATION THROUGH TECHNOLOGY OF ARTIFICIAL INSEMINATION)
Polmer Situmorang, Lisa Praharani dan Ria Sari Gail Sianturi Balai Penelitian Ternak ABSTRAK Kegiatan penelitian merupakan kegiatan kerja sama antara Balai Penelitian Ternak Ciawi dengan Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Sumatera Utara. Tujuan penelitian untuk meningkatkan kualitas semen beku dengan menggunakan beberapa media pengencer, penambahan antioksidan dan teknik pembekuan yang lebih optimal. Dua kegiatan penelitian dilakukan di Balitnak yaitu: pengaruh BIS pada konsentrat terhadap kualitas semen segar, pengaruh pengencer terhadap kualitas semen post thawing serta produksi semen beku dari BIBD Sumut dengan menggunakan teknologi yang terbaik dari hasil laboratorium Balitnak dari pejantan unggul milik BIBD Sumut melalui Inseminasi Buatan (IB) di Sumatera Utara. Data yang dicatat antara lain pertumbuhan berat badan dan kualitas pejantan yang diberi pakan BIS, kualitas semen segar, dan persentase kebuntingan. Hasil penelitian menujukkan bahwa adanya peningkatan berat badan (ADG) ternak pejantan kerbau sungai yang diberikan BIS sebesar 1,1 kg/ekor/hari, sedangkan ADG dengan perlakuan control sebesar 0.8 kg/ekor/hari. Kualitas semen pejantan kerbau sungai yang dipelihara di Balitnak dengan perlakuan BIS memperlihatkan rataan volume 2,75 ml, konsentrasi sperma 50%, %sperma hidup (L/D) 67%, dan Tudung acrosome utuh 68% lebih rendah dibandingkan yang diberi BIS yaitu berturut turut 2 ml, 50,5%, 57%, 63%. Sedangkan PTM semen beku produksi Balitnak yang dibuat di BIBD Sumataera Utara berkisar 30-50%. Penyebaran semen beku kerbau sungai melalui IB di Propinsi Sumatera Utara sebanyak 62 ekor induk dengan tingkat kebuntingan 32%. Kata kunci : kerbau, kualitas semen, IB, BIS, Sumatera Utara ABSTRACT This study was a collaboration between the Research Institute of Animal Production and RegionalArtificial InseminationCenter(BIBD), North Sumatra. The objectives of the study were toimprove the quality of dairy buffalo semen through feeding palm kernel cake (BIS) and to improve the quality of frozen semen using several media diluents with the addition of antioxidants and optimal freezing techniques. Tworesearch activitie sconducted in Balitnak which were: the effect of BIS in concentrates on the quality of fresh semen, dilution effect on the quality of post-thawing semen and frozen semen production of BIBD Sumatra with best technologies from the laboratory results from the bulls of BIBD Sumatra through Artificial Insemination(AI) in North Sumatra. The data recorded were weight gain and 3
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
quality males fed BIS, fresh semen quality and pregnancy percentage. The results showed that the weight gain(ADG) river buffalo bulls given BIS of 1.1kg/head / day, where as the treatment control ADG of 0.8kg/head/day. River buffalo bulls semen quality raised at Balitnak with BIS treatment showed the average volume of 2.75ml, sperm concentration of50%,% live sperm(L/D) 67%, and 68% canopy in tactacro some was lower than that fed BIS respectively, 2 ml, 50.5%, 57%, 63%. WhilePTM of frozen semen resulted from Balitnak made in North Sumatera BIBD varied 30-50%. Distribution of the river buffalo frozen semen through AI in North Sumatra were for 62 buffalo cows with pregnancy rate of 32% Key words: buffaloes, semen quality, AI, palm cernel cake, North Sumatera
(inbreeding) yang tinggi, kurangnya kapasitas
PENDAHULUAN Strategi pengembangan ternak kerbau
padang
pengembalaan,
serta
menurut Dirjen Peternakan (2007) adalah
perhatian
pemerintah
peningkatan populasi dan pendapatan peternak
produksi
ternak
kerbau sebagai substitusi daging sapi, bahan
memasukkan darah baru dari luar Indonesia
baku industri kulit dan ternak kerja; peningkatan
tidak
produktivitas dan reproduksi dengan introduksi
pencegahan penyakit. Eksplorasi karakter biologi
tepat guna; pengendalian pemotongan ternak
kerbau sungai di Sumatera masih sangat kurang
betina produktif; menekan angka kematian
atau dapat dikatakan tidak ada, terutama
ternak
pakan,
kapasitas produksi susu, sistem perkawinan dan
pemberdayaan peternakan rakyat (meningkatkan
reproduksinya, berat lahir, bobot badan pada
daya saing, promosi dan partisipasi masyarakat)
berbagai umur dan kemungkinan perkawinan
serta pengembangan wilayah-wilayah potensial.
dengan kerbau Lumpur sehingga diperoleh
melalui
perbaikan
mutu
Populasi ternak kerbau di Indonesia
kerbau
kerbau.
memungkinkan
dwiguna
meningkatkan Usaha
sehubungan
yang
mungkin
cocok
sekitar 3,1 juta dan mengalami penurunan
mendatang. Seperti diketahui bahwa kerbau hasil
menjadi hanya 2,0 juta pada tahun 2010
persilangan Swamp buffalo dan River buffalo
(Statistik Peternakan 2011). Sebagian besar
akan menghasilkan kerbau dengan jumlah
kerbau di Indonesia adalah kerbau lumpur
kromosom 49, namun dilaporkan tetap fertile,
(swamp buffalo). Dilaporkan hanya sekitar 1400
karena
ekor
kromosom nomor empat dan sembilan (Hafez,
dijumpai di Sumatera Utara yang dipelihara
tandem
pada
dengan
dikembangkan
kerbau sungai (riverine buffalo) yang
Indonesia
untuk
mencapai puncak tertinggi tahun 1997 yaitu
adanya
di
untuk
kurangnya
kromosom
masa
pada
2000).
dan
Performans kerbau perah di Sumatera
produktifitasnya
Utara masih sesuai ciri-ciri umum kerbau sungai,
cenderung menurun akibat perkawinan yang
namun tidak dapat dikatakan murni lagi karena
tidak terkontrol, intensitas perkawinan dalam
ciri-ciri
disekitar
perkebunan
diperkirakan
populasi
kelapa dan
sawit,
aslinya
tidak
sepenuhnya
sesuai. 4
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Diperkirakan telah terjadi perkawinan diantara
ton (LRPI,2006). Pada tahun 2009 perkebunan
berbagai bangsa kerbau sungai (Murrah, Nilli-
sawit menjadi 17,5 juta ha sehingga Indonesia
ravi, Surti atau Jaffarabadi) disamping itu terjadi
menjadi negara penghasil CPO yang tertinggi.
pula perkawinan dengan kerbau lokal (Lumpur).
Selain CPO hasil ikutan berupa tandan buah
Mengingat populasi kerbau sungai (perah) hanya
kosong, serat buah perasan, lumpur sawit,
terkonsentrasi di beberapa wilayah pemukiman
cangkang sawit dan BIS menjadi peluang
etnik India di Medan dan di daerah BPTU
besar
Siborong-borong
ruminansia.
dengan sistem perkawinan
menjadi
pakan
ternak
Diperkirakan
khususnya
produksi
BIS
yang tidak teratur maka masuknya darah baru
menjadi 2,1 juta ton pada tahun 2010 (Trobos,
diharapkan
untuk
2008) dengan kandungan protein yang cukup
memperbaiki performa kerbau sungai Sumatera
tinggi ( 14-16%) dan sebagian besar tidak
Utara. Masuknya darah baru, berupa purebreed
terdegradasi di rumen (Carvalo et al, 2006).
berupa ternak jantan maupun sperma beku dari
Namun penggunaan BIS pada ransum ternak
luar (India, Pakistan, Bangladest, Italia maupun
masih belum banyak dilakukan di Indonesia
dari Amerika Latin) kecil peluangnya karena
mengingat ketersediaannya yang saat ini masih
terkendala dengan sertifikasi Indonesia sebagai
diekspor, dan belum dimanfaatkan di dalam
negara bebas penyakit PMK. Oleh karena itu
negeri.
pemanfaatan
merupakan
pejantan
harapan
lokal yang unggul
Teknologi IB telah banyak digunakan
melalui aplikasi IB menjadi pilihan yang layak
untuk
dilakukan. Balai Inseminasi Buatan Daerah
ruminansia khususnya ternak sapi perah.
(BIBD) Sumatera Utara telah melakukan seleksi
Penggunaan IB pada ternak potong tidak
terhadap pejantan yang dianggap unggul untuk
seintensif seperti yang dilakukan pada ternak
digunakan sebagai pejantan.
sapi perah. Hal ini dipengaruhi oleh sistim
Pemeliharaan kerbau sungai umumnya
meningkatkan
produksi
ternak
manajemen yang berbeda dimana pada sapi
dilakukan disekitar perkebunan sawit dimana
perah
umumnya
pakan hijauan sangat tergantung dari kondisi
secara intensif sedang pada ternak potong
perkebunan. Akhir-akhir ini penggembalaan di
masih ekstensif. Hasil
perkebunan kelapa sawit mengalami hambatan
didapat masih sangat rendah dan bervariasi
perizinan sehingga penggunaan hasil ikutan
terutama pada kondisi lapangan. Hasil ini
kelapa sawit yaitu antara lain pelepah daun,
berhubungan dengan
lumpur dan bungkil inti sawit menjadikan
digunakan. Daya hidup spermatozoa post-
peluang yang sangat besar untuk ternak
ejakulat sangat terbatas. Kualitas semen dan
ruminansia. Pada tahun 2005 tercatat di
daya
Indonesia sekitar 5 juta ha perkebunan kelapa
ejakulasi dipengaruhi berbagai factor antara
sawit dengan produksi CPO sekitar 14,5 juta
lain pakan, bangsa, umur dan frekwensi
hidup
pemeliharaan
dilakukan
kebuntingan yang
kualitas semen yang
spermatozoa
kerbau
pasca
5
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
penampungan. Sementara kualitas semen post
ekor betina untuk
thawing sangat dipengaruhi kualiatas semen
dalam penelitian. Kerbau di kandangkan
segar dan teknologi preservasi. Kualitas semen
secara individu dan pakan hijauan berupa
beku kerbau post thawing jauh lebih rendah
rumput rajah dan minuman diberikan secara
dibandingkan pada sapi, terutama setelah
ad lib. Pakan konsentrat 14-15 % PK dengan
dilakukan dipreservasi atau dibekukan.
ME 12,1 KKal yang mengandung 0 dan 30 %
Metoda pengenceran dalam pebuatan
BIS
diberikan
5
pemancing digunakan
kg/ekor/hari.
Semen
semen beku atau cair kerbau memegang
ditampung 2 x seminggu selama 1 bulan dan
peranan penting. Berbagai penelitian telah
kualitas semen secara makroskopis yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas semen
meliputi warna, konsistensi, volume, bau dan
beku atau cair melalui berbagai metoda
mikroskopis
pengenceran antara lain seperti yang dilakukan
sperma hidup, persentase tudung akrosom utuh
oleh Triwulanningsih
dan konsentrasi.
et al. (2007) yang
melaporkan bahwa viabilitas semen dingin
meliputi motility, persentase
Pengencer
yang
digunakan
dala
(chilled) kerbau yang menggunakan pengencer
pembuatan semen beku menggunakan Tris-
laktosa
tidak
Citrat, Laktosa dan Andromed. Penggunaan
kualitas
Glutathione (GSH) dan kuning telur bebek
spermatozoa. Berbeda dengan semen beku sapi,
dilakukan untuk meningkatkan kualitas post
pembuatan semen beku kerbau tidak semudah
thawing semen beku. Parameter yang diamati
semen beku sapi. Oleh karena itu penelitian
antara
meningkatkan kualitas semen beku kerbau terus
persentase membran plasma utuh, persentase
dilakukan
tudung akrosom utuh pada tahap sebelum dan
maupun
air
mempengaruhi
kelapa
motilitas
dengan
yang
dan
modifikasi
berbagai
dari
penelitian ini
adalah
meningkatkan kualitas semen beku kerbau sungai dengan pemberian BIS dan penggunaan beberapa
media
motilitas,
persentase
hidup,
setelah equilibrasi pada suhu 50C, setelah
penggunaan pengencer. Tujuan
lain
pengencer
dan
dibekukan (thawing) dan pada suhu 350C selama 30 menit. Di Balai Inseminasi Buatan Daerah
teknik
(BIBD) Sumut dilakukan produksi 250 straw
pembekuan serta penyebaran semen beku
semen beku menggunakan ternak pejantan
kerbau melalui inseminasi buatan
milik BIBD. Untuk pelaksanaan IB, di lakukan sinkronisasi
MATERI DAN METODA
estrus
menggunakan
hormon
Prostaglandin. Adapun jumlah ternak yang di
Penelitian dilakukan di tiga lokasi
IB sebanyak 62 ekor induk kerbau sungai.
yaitu Balai Penelitian ternak dan BIBD
Parameter yang diamati adalah persentase
Sumatera Utara dan Peternak kerbau sungai di
kebuntingan dan pada tahun berikutnya bobot
Deli Serdang. Dua (2) ekor pejantan dan 1
lahir, bobot sapih dan pertumbuhan anak. 6
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Data pertambahan berat badan dan kualitas
semen
kerbau
pejantan
pengamatan pengaruh pengencer terhadap
dengan
kualitas semen dan produksi serta penyebaran
pemberian pakan BIS, kualitas semen beku
semen kerbau sungai dari BIBD Sumut di
dan jumlah kebuntingan di analisa secara
peternak kerbau sungai di Propinsi Sumut
descriptif.
telah dilakukan. Hasil pengataman yang diperleh seperti terlihat dalam Tabel 1, 2 dan 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan yang meliputi kegiatan utama yaitu evaluasi kualitas pejantan melalui
pemberian
BIS
di
Balitnak,
Tabel 1. Susunan bahan pakan konsentrat untuk pejantan kerbau sungai
Bahan
Kontrol
Perlakuan (BIS 30%)
DGDS (jagung)
30
30
Bungkil kedele
18
18
Dedak
30
10
Bungkil kelapa
20
10
Garam
1
1
Mineral mix
1
1
Bungkil inti sawit (BIS)
0
30
Total
100
100
Susunan bahan pakan konsentrat untuk
dibandingkan yang tidak diberi BIS (kontrol)
pejantan kerbau sungai yang dipelihara di
dimana terjadi perbedaan 41% peningkatan
kandang percobaan Balitnak seperti dalam
dibandingkan
Tabel 1. Perbedaan antara konsentrat control
ternyata dapat meningkatkan pertambahan
dan pelakuan adalah pemberian BIS sebanyak
berat badan kerbau pejantan. Akan tetapi perlu
30% pada ransum perlakuan, tetapi kedua
dilakukan
konsentrat tersebut adalah iso protein dan
sampel yang digunakan sangat sedikit.
konstrol.
pengujian
Penambahan
kembali
BIS
mengingat
isoenergi. Dalam
Tabel
2
terlihat
bahwa
pertambahan berat badan (ADG) kerbau sungai
yang
diberi
BIS
lebih
tinggi
7
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2.
Rataan Pertambahan bobot (ADG, kg/ekor/hari) kerbau sungai yang diberi BIS dan control selama 6 bulan pengamatan Minggu ke-
Kontrol
BIS
1
1.14
1,14
2
-0.14
-0.14
3
0.14
0.57
4
1.71
2.71
5
0
0.57
6
0.86
0.29
7
0.57
0.14
8
0.71
1.14
9
0.28
1.42
10
0.71
3.14
11
0.28
0
12
1.14
1.42
13
1.14
1.86
14
2.00
1.88
15
1.14
0.86
16
0.57
0.29
17
1.14
1.29
18
1.71
1.29
19
1.43
0.14
20
2.29
1.14
21
0.07
0.57
22
1.86
2.14
RATAAN
0.75
1.06
Pada Tabel 3 tertera kualitas semen
Penelitian ini mendukung Rahim et al. (2008)
segar kerbau perah yang dibuat di Balai
yang melaporkan adanya peningkatan 0.8
Peneltian Ternak di Ciawi-Bogor berdasarkan
kg/ekor/hari berat badan kerbau lumpur yang
perlakuan pemberian BIS (bungkil inti sawit)
diberi pakan 10% BIS. Sedangkan Santos et
dan control, tanpa diberikan BIS. Dari hasil
al. (2012) melaporkan bahwa kualitas semen
kualitas semen segar secara umum dengan
kerbau yang diberi pakan dengan penambahan
pemberian BIS kualitas semen segar lebih baik
BIS lebih baik dibandingkan control.
walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. 8
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3.
Kualitas semen segar pejantan kerbau sungai yang diberi perlakuan BIS dan kontrol PERLAKUAN
ULANGAN
Kontrol Vol
BIS Kons
%LD
%MPU
(jt/ml)
%TA
Vol
U
Kons
%LD
%MPU
%TAU
(jt/ml)
1
2.5
840
44
63
57
2
900
83
81
68
2
0.5
800
55
70
68
2.5
780
82
44
55
3
1.5
1240
50
66
63
1.5
1880
51
54
74
4
2.0
660
75
59
65
2.0
1200
62
68
71
5
2.5
1040
75
60
59
1.3
1180
82
68
79
6
2.0
1480
80
84
81
1
800
56
69
90
7
3.0
940
62
63
71
1
1400
75
48
81
8
2.0
1080
87
80
84
1
1180
63
82
81
9
3.0
1040
68
84
76
3
1200
71
68
81
10
0.5
800
65
70
85
2.5
1380
81
86
82
11
1.8
1100
46
66
62
1
1360
60
50
73
Rataan
1.9
1000
64.3
69.5
70.1
1.7
1200
69.6
68.2
75.0
Dari hasil evaluasi semen segar ternak yang
diberi
BIS
dan
kontrol,
Kualitas semen beku kerbau post
dimana
thawing jauh lebih rendah dibandingkan pada
peningkatan kualitas semen belum terlihat
sapi, terutama setelah dilakukan dipreservasi
berbeda. Kendala yang dihadapi antara lain
atau dibekukan. Hal ini disebabkan kandungan
kerbau perah jantan yang dapat dikolekting
protein plasma semen kerbau Murrah adalah
semennya hanya 1 ekor. Sementara ternak
485
kerbau pejantan 1 ekor lainnya tidak dapat
sedangkan pada plasma semen sapi 680
dikolekting semennya, karena tidak dapat
mg/100 ml (Toelihere, 1985). Asam askorbat
mounting yang kemungkinan disebabkan oleh
10.70 mg/100 ml pada kerbau, dibandingkan
masalah genetik. Kerbau tersebut tidak pernah
18.10 mg/100ml pada sapi. Total kandungan
menunjukan libido atau nafsu kawin selama
fruktosa plasma semen kerbau Murrah adalah
pengamatan. Oleh karena itu data yang
355mg/100 ml semen pada ejakulat pertama
dikumpulkan hanya berasal dari 1 ekor dengan
dan 782 mg/100 ml semen pada ejakulat
perlakuan pemberian BIS secara bergantian
kedua, sedangkan pada sapi adalah 611 mg
setiap bulan.
dan 952 mg/100 ml semen masing-masing
mg/100
ml
(Battacharya,
1974),
pada ejakulat pertama dan kedua (Battacharya, 9
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1974). Sementara itu Amin et al (1999)
50-60%.
mendapatkan
plasma
dilakukan pengujian proses pembuatan semen
semen kerbau lumpur 314 mg/100 ml dan pada
beku kerbau yang lebih optimal khususnya
sapi 694 mg/100 ml.
untuk di tingkat lapang atau pada kondisi
kandungan
Triwulanningsih
protein
et
al.
(2007)
Oleh
karena
itu
masih
perlu
seperti di BIBD SUMUT yang masih terbatas
melaporkan bahwa viabilitas semen dingin
peralatannya
(chilled) kerbau yang menggunakan pengencer
pendinginan (cooling machine) yang hanya
laktosa maupun air kelapa tidak berbeda nyata
menggunakan refrigerator.
0
Penerapan
(p>0.05) pada suhu 5 C pada hari pertama.
untuk
proses
IB
kerbau
tahapan
sungai
di
Motilitas sebesar 50.71 vs 51.43% untuk
Propinsi Sumatera Utara terkendala oleh
pengencer
kesadaran
air
kelapa,
sedangkan
untuk
peternak
kerbau
sungai
yang
alam
lebih
baik
pengencer laktosa 55.71 vs 56.43%,tanpa GSH
beranggapan
kawin
dan dengan GSH. Sedangkan setelah 24 jam
dibandingakan IB dan kurangnya preferensi
kemudian kualitas spermatozoa kerbau yang
peternak terhadap program IB disebabkan
disimpan pada suhu 50C (chilled) menurun yaitu,
kesibukan peternak. Selain itu juga, hasil
motilitas spermatozoa dalam air kelapa 12.86 vs
pengamtan
16.43% dan dalam pengencer laktosa 10.00 vs
bahwa kondisi tubuh kerbau betina calon
11.43% untuk penyimpanan tanpa dan dengan
reseptor banyak yang tidak memenuhi syarat
GSH. dan tidak layak untuk inseminasi buatan.
karena
di
kondisi
lapangan
tubuh
memperlihatkan
kurus,
sehingga
Poduksi semen beku kerbau sungai di
pemilihan akseptor IB dan sinkronisasi estrus
BIBD Sumut dengan menggunakan dua ekor
dengan menggunakan hormon PGF sebanyak
kerbau sungai pejantan milik BIBD Sumut
2x dan penambahan hCG hanya dilakukan
telah dilaksanakan dengan menghasilkan 400
pada ternak-ternak dengan kondisi tubuh
straw. Selanjutnya pembuatan semen beku
sedang. Dari 100 ekor kerbau rawa yang telah
secara rutin setiap minggu diteruskan oleh
dipilih untuk dilakukan IB, telah dilakukan
pihak BIBD Sumut sebagai stok semen beku
sinkronisasi dengan dua kali penyuntikan
kerbau sungai di BIBD. Namun hasil post
prostaglandin, namun hanya dapat dilakukan
thawing motility (PTM) semen beku yang
IB terhadap 62 ekor kerbau karena masalah
dihasilkan masih berkisar rataan 30-40%.
pembatalan oleh peternak atau mutasi ternak
Sementara PTM semen beku untuk Inseminasi
dll.
Buatan (IB) minimum adalah sekitar 30-40%. Sedangkan hasil produksi semen beku kerbau rawa di Balai Penelitian Ternak dapat berkisar
10
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 4.
Hasil persentese kebuntingan kerbau perah yang di IB dengan semen beku
Lokasi
Jumlah di IB (ekor)
Jumlah
di
Palpasi/ Bunting
Cek Bunting (ekor)
(ekor (%))
Samosir
6
6
3 (50)
Deli Serdang
10
10
6 (60)
Serdang Bedagai
33
20
18 (80)
Cariu-Jabar
13
11
5 (45,5)
TOTAL
62
47
32 (68,08)
Dari 62 ekor kerbau yang di IB,
Evaluasi kebuntingan dilakukan dengan
ternyata hanya 47 ekor yang dapt dilaporkan
melalui palpasi rektal (PKB) untuk ternak-
karena terjadinya mutasi ternak karena dijual
ternak di Sumatera Utara (tiga lokasi) sekitar
dan karena alasan lain-lain, kerbau-kerbau
dua bulas pasca IB. Sedangkan di Cariu,
yang telah di IB tidak dapat dijumpai lagi.
pemeriksaan kebuntingan dilakukan dengan
Dari hasil IB/kawin suntik pada empat lokasi
alat ultrasonografi (USG) karena kebuntingan
yaitu Samosir (Tapanuli), Deli Serdang dan
baru sekitar satu bulan (1 bulan pasca IB).
Serdang Bedagai (Medan) dan Cariu-Jabar
Secara umum hasil persentase kebuntingan
didapatkan persentase kebuntingan sebesar
pada seluruh kerbau cukup baik dan sesuai
68,08% (Tabel 5). Hasil ini bervariasi diantara
dengan hasil-hasil IB kerbau perah di luar
lokasi, umumnya bila kondisi ternak-ternak
negeri. Hasil IB kerbau perah di Indonesia
akseptor IB cukup baik, hasil IB nya cukup
sangat jarang karena, kerbau-kerbau perah di
memuaskan seperti di Serdang Bedagai, IB
Sumut
dilakukan di salah satu peternak rakyat yang
teknologi IB.
manajemennya
pernah
tersentuh
Inseminasi buatan (IB) pada kerbau
kebuntingan yang rendah di Cariu (45,5%)
sudah sejak lama diadopsi, namun tetap tidak
kemungkinan dikarenakan semen beku kerbau
popular karena rendahnya angka fertilitas
perah
kurang
dengan semen beku (Ahmad et al., 2003;
memadai, khususnya Post thawing motility
Kumaresan et al., 2005). Angka konsepsi IB
(PTM) nya hanya berkisar 20-30%, dibuat di
kerbau dengan semen beku pada kondisi
Balai Penelitian Ternak.
Dari dua ekor
lapang berkisar 30% (Anzar et al., 2003).
pejantan yang dipinjam dari peternak di Cariu
Angka kebuntingan kerbau mencapai di atas
untuk dikoleksi semennya, satu ekor tidak bisa
50%
dikolekting dan yang satu lagi kualitasnya
merupakan hasil yang baik (Vale, 1997),
sangat menurun setelah mengalami proses
sedangkan pada sapi angka kebuntingan
pembekuan.
sekitar 50% pada keadaan normal merupakan
dipakai
baik.
belum
Persentase
yang
sangat
hampir
kualitasnya
menggunakan
semen
beku
sudah
11
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
hasil yang jelek. Hal ini menunjukkan bahwa kriopreservasi
semen
mempengaruhi
viabilitas
kerbau
sangat
dan
potensi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Z, Anzar M, Shahab M, Ahmad N,
pembekuan semen kerbau.
Andrabi SMH, 2003: Sephadex and sephadex ion-exchange filtration
KESIMPULAN DAN SARAN
improves
Kualitas pejantan kerbau sungai
kualitas
ditingkatkan sebanyak
semen
melalui
30%.
segar
Penggunaan
BIS
metode
and
semen ejaculates. Theriogenology
dapat
pemberian
quality
freezability of low-grade buffalo
baik secara pertambahan berat badan maupun
the
59, 1189–1202. Amin
M.R.,
M.R.Toelihere,
T.L.Yusuf,
P.Situmorang.1999.Pengaruh
plasma
pembuatan semen beku Balitnak dengan
semen sapi terhadap kualitas semen
beberapa pengencer di BIBD Sumut dapat
beku
menghasilkan semen beku kerbau sungai
bubalis).JITV. Vol.4.No.3:143-147
yang berkualitas dan layak digunakan
kerbau
Lumpur
(Bubalus
Anzar M, Farooq U, Mirza MA, Shahab
dalam program IB. Angka kebuntingan
M,
ternak kerbau hasil IB di lapangan masih
affecting the efficiency of artificial
rendah yaitu 32%.
insemination in cattle and buffalo
Sosialisasi mengenai
hasil
pemanfaat
BIS
Ahmad
N,
2003:
Factors
penelitian
in Punjab, Pakistan. Pak Vet J
sebaiknya
23:106 – 113.
dan
Bhattacharya, P.1974. Reproduction of
penyediaan BIS dipasar disarankan dan
Buffalo. Food and Agricultural
perlu kerjasama dengan industry kelapa
Organization of United Nation.
sawit untuk penggunaannya di dalam
Roma.
dilanjutkan
ditingkat
peternak
negeri. Penyuluhan dan intensifikasi IB
Carvalo, Cabrita, Dewhurst, Vience, Lopez
kerbau sungai sebaiknya dilakukan melalui
and Forsesa. 2006. Evaluation of palm
pendekatan persuasive kepada peternak untuk keberhasilan program peningkatan mutu genetik melalui IB.
kernel meal and corn disstyillers grains in corn silage-basde diets of lactating Dairy cows. J Of Dairy Sci. 89. 2705-2715 Hafez.E.S.E.
2000.Reproduction
In
Farm
Animals.Lea & Febiger, Philadelphia.
Kumaresan A, Ansari MR, Abhishek G. 2005: Modulation of post-thaw 12
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sperm functions with oviductal
Triwulanningsih,E.,Subandriyo,P.Situmorang,
proteins in buffaloes. Anim Reprod
R.G.Sianturi,D.A.Kusumaningrum,I.G
Sci. 90, 73–84.
.Putu,
LPRI. 2006. Pemanfaatan oleolkimia berbasis
P.Sitepu,
T.Panggabean,
P.Mahyuddin, Zulbardi, S.B.Siregar,
minyak sawit. Media Komunikasi
U.Kusnadi,
Lingkup Unit Kerja LRPI. Vol 2 No 2
2005. DATABASE KERBAU DI
Bogor
INDONESIA.
Muhlall. 1991. Teori radikal bebas dalam gizi dan
kedokteran.
Cermin
Dunia
C.Talib,
A.R.Siregar.
Laporan
Penelitian
Akhir
T.A.2004-2005.
BALITNAK.
Triwulanningsih, E, P. Situmorang, R.G.
Kedokteran. No.73.
Rahim, F, A. Kamarudin, dan Edison.
Sianturi, D. A Kusumaningrum.
2008. Effect of palm kernel cake
2008.
utilization in the ration of swamp
antioksidan glutathione pada semen
buffalo on fat and crude fiber
cair
digestibility
and
(Bubalus
Proceding
Seminar
Nasional
Peternakan
dan
Veteriner.
body
weight.
Puslitbang Peternakan. P:192-196 Santos, A.X. A.R. Gracia, B.S Nahum, C.
fektifitas
(chilled)
penambahan
kerbau
bubalis).
lumpur Laporan
Penelitian BALITNAK. Trobos. 2008. Bungkil sawit: Limbah yang potensial. Majalah Trobos Media Agribisnis
Peternakan
dan
Faturi. 2012. Seminal features of
Perikanan. 01 Oktober 2008.
buffalos supplemented with rations
Vale WG. 1997. Sperm cryopreservation.
based on coconut meal or palm
Bubalus Bubalis 1, 129–140.
kernel cake. Anim. Reprod., v.9, n.4, p.1029 Sinha,M.P.,
A.K.Sinha,
R.L.Prusad.1996.
The
BK.Singh, effect
of
glutathione on the motility, enzyme leakage and fertility of frozen goat semen. Anim.Reprod. Sci.41:237-243. Statistik Peternakan .2010. Direktorat Jenderal Peternakan. Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung
13
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
OPTIMALISASI PRODUKSI SPERMA KHROMOSOM X DAN Y (SEXING) SAPI BALI DI BIB BANYUMULEK, LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT
Baharuddin Tappa, Syahruddin Said, Muhammad Gunawan, Edy Sophian Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI Jln. Raya Bogor KM.46. Cibinong, Bogor.
ABSTRAK Pemisahan sperma sapi pembawa khromosom X dan Y sebagai salah satu teknik yang digunakan dalam program inseminasi buatan (IB) untuk memperoleh jenis kelamin ternak yang sesuai dengan keinginan dan dapat terhindar dari kemungkinan lahirnya ternak betina yang bersifat freemartin. Berbagai metode pemisahan spermatozoa X dan Y yang telah dilakukan antara lain pemisahan dengan elektroforesis, kandungan DNA, perbedaan gerak dan motilitas, immunologik, massa dan volume. Metode yang digunakan untuk memisahkan spermatozoa pembawa khromosom X dan Y adalah metode kolom albumin dengan menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai kolom pemisah. Keberhasilan penggunaan BSA sebagai kolom pemisahan secara bertahap menghasilkan 75-85% sperma Y. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi teknik pemisahan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y dengan berbagai macam konsentrasi media buffer untuk mendukung program inseminasi buatan di BIB Banyumulek, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini menggunakan 2 ekor pejantan Sapi Bali (Bos sondaicus). Semen dikoleksi dari sapi Bali dengan metoda vagina buatan. Semen yang tertampung (5-6 ml) diperiksa dilaboratorium untuk mengetahui kualitas secara makroskopis (volume, warna, bau, pH, kekentalan) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, konsentrasi). Pemisahan semen pembawa kromosom X dan Y dengan menggunakan metoda kolom Bovine Serum Albumin (BSA) bertingkat 510%. Semen hasil pemisahan X dan Y selanjutnya akan dilakukan uji in vivo dengan melakukan inseminasi buatan (IB) pada sapi Bali betina. Hasil produksi sperma sexing sapi Bali di BIB Banyumulek sebanyak 3833 dosis dengan komposisi terdiri dari spermatozoa berkromosom X (betina) sebanyak 2617 dosis, kromosom Y (jantan) sebanyak 1216 dosis dengan rata-rata kualitas sperma segar memperlihatkan hasil sebagai berikut: volume= 5-6 ml/ejakulasi, warna= putih susu; pH=7, gerakan massa=++ s/d +++; motilitas 75%; konsentasi 1,741 x 106 sel sperma/ml. Sedangkan sperma pembawa khromosom X masingmasing motilitas 71,67%, konsentrasi 1112 x 106 sperma/ml. Sperma pembawa khromosom Y motilitas 72,78% dan konsentrasi 790,11 x 106 sperma/ml.
Pendahuluan
peternakan
Permintaan akan daging sapi dan
permintaan
di
Indonesia. tersebut
Peningkatan
mengakibatkan
susu yang terus meningkat setiap tahunnya
kenaikan akan permintaan bibit unggul
menjadi
untuk
tantangan
dalam
bidang
menghasilkan
sapi-sapi
pedet
(bakalan) baik untuk sapi potong maupun 14
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sapi perah. Pengadaan bibit atau bakalan
untuk memisahkan spermatozoa pembawa
secara tradisional memerlukan waktu yang
khromosom X (betina) dan
lebih lama dan tidak menjamin kualitas
Untuk mendapatkan anak sapi betina yang
pedet atau anak yang dihasilkan dan juga
lebih
menghasilkan
terbatas.
pembawa khromosom X, sedangkan untuk
membuka
jantan diperlukan khromosom Y sebelum
jumlah
Fenomena peluang
bagi
yang
tersebut bidang
bioteknologi
banyak,
Y (jantan).
diperlukan
sperma
digunakan pada inseminasi buatan (IB).
reproduksi untuk berperan lebih banyak
Penentuan jenis kelamin (sexing)
lagi. Penggunaan bioteknologi reproduksi
sangat penting untuk penetuan rasio jenis
sederhana seperti inseminasi buatan (IB)
kelamin
maupun yang sudah maju seperti transfer
mempunyai nilai komersial pada industri
embrio (TE), manipulasi embrio dan
peternakan. Hewan betina mempunyai
sperma
kromosom seks yang sama (X dan X),
termasuk
(memisahkan
sexing
kromosom
anak
sehingga
sedangkan hewan jantan mempunyai dua
membantu
kromosom seks berbeda (X dan Y). Maka
meningkatkan efisiensi reproduksi pada
sel kelamin (sel telur) yang dihasilkan oleh
ternak sapi (Tappa, 2006).
hewan
untuk
dan
pada
Y)
memungkinkan
X
sperma
(sex)
Pemisahan sperma sapi pembawa
betina
berupa
oosit/sel
telur
berkromosom X, sedangkan hewan jantan
khromosom X dan Y sebagai salah satu
menghasilkan
teknik yang digunakan dalam program
kromosom X atau kromosom Y ( Hafez,
inseminasi buatan (IB) untuk memperoleh
2000; Tappa, 2009).
jenis kelamin ternak yang sesuai dengan keinginan
dan
dapat
terhindar
dari
sel
sperma
dengan
Untuk mendapatkan anak dengan jenis kelamin yang diharapkan, misalnya
kemungkinan lahirnya ternak betina yang
anak
bersifat
pemisahan sperma pembawa kromosom Y
freemartin.
Berbagai
metode
jantan,
melakukan
sehingga
telah dilakukan antara lain pemisahan
berkembang menjadi embrio sampai lahir
dengan elektroforesis, kandungan DNA,
dengan jenis kelamin jantan. Pemisahan
perbedaan
motilitas,
sperma pembawa jenis kelamin jantan dan
immunologik, massa dan volume. Untuk
betina telah lama dilakukan (Johnson,
memperoleh bakalan sapi yang akan
2000; Seidel & Gardner, 2002; Seidel,
dikembangbiakan, diperlukan teknologi
2007).Salah satu teknik pemisahan sperma
dan
saat
dapat
pemisahan spermatozoa X dan Y yang
gerak
pada
kita
fertilisasi
dan
15
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
yang dilakukan seperti pemisahan sperma
Baeart dalam rangka mendukung program
hewan dan manusia yang layak dilakukan
Bumi Sejuta Sapi di Nusa Tenggara Barat
berulang
(NTB-BSS).
dan
secara
klinis
dengan
menggunakan kolom albumin. Dengan teknik ini memungkinkan melakukan pemisahan sperma X dan Y dengan menggunakan serum albumin (75-
Materi dan Metoda Penelitian Pemeliharaan Sapi Pejantan, Koleksi dan preparasi Spermatozoa
80% memisahkan sperma Y) dan Filtrasi Penelitian ini dilakukan di Balai
Sephadex (70-75% memisahkan sperma X). Usaha-usaha yang telah dilakukan dengan melakukan pemisahan sperma X dan Y dengan teknik serum albumin dan sexing embrio dengan karyotyping pada embrio utuh. Teknik lainnya yang banyak digunakan akhir-akhir ini adalah flow
Inseminasi Buatan Daerah Banyumulek, Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan pejantan sapi Bali (Bos sondaicus) sebanyak dipelihara
& Gardner, 2002;
di
dalam
Semen dikoleksi seminggu sekali setiap
hari
kamis
dan
dilakukan
penampungan sebanyak 9 kali ulangan
Seidel, 2007). Pemisahan sperma dengan kolom serum albumin
intensif
Sapi
kandang individu.
sorting kandungan DNA dengan alat flow cytometry (Seidel
secara
2 ekor.
ini berdasarkan; 1).
selama
bulan
Januari
sampai
bulan
Agustus dengan metoda pemancingan dan
Perbedaan berat, densitas atau ukuran
vagina buatan.
kromosom X dan Y sebagai perbedaan
kemudian dibawa ke laboratorium untuk
ukuran komponen sperma; 2). Perbedaan
diperiksa kualitas secara makroskopis
ekspresi haploid kromosom X dan Y
(volume, warna, bau, pH, kekentalan) dan
sebagai hasil perbedaan secara alamiah
mikroskopis (gerakan massa, persentase
komponen sperma.
motilitas, konsentrasi).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
optimalisasi produksi sperma yang sudah
Semen yang tertampung
Pemisahan spermatozoa
X dan Y
dengan kolom Albumin Pemisahan spermatozoa dilakukan
dipisahkan jenis kelaminnya (jantan dan betina) dengan menggunakan pejantan sapi
dengan
menggunakan
metoda
kolom
Bali (Bos sondaicus) yang dipelihara di
Bovine Serum Albumin (BSA) bertingkat
BIB Banyumulek Lombok, Nusa Tenggara
5-10%. Kolom BSA dibuat dalam tabung
16
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
reaksi
dan
ditempatkan
tabung.Semen
yang
dalam
telah
rak
pengenceran dalam proses pembekuan,
diperiksa
pengenceran sperma X dan Y hasil
kemudian dicuci dengan menambahkan
pemisahan
media
pada
menggunakan tris kuning telur, TKT
kecepatan 1800 rpm selama 10 menit.
(20%). Pembekuan straw berisi sperma X
Setelah
dan
BO
dan
disentrifugasi
supernatan
ditambah
dibuang,
dengan
hasil
pemisahan
dengan
menggunakan uap nitrogen cair, dilakukan
memperoleh konsentrasi 300x 106 sel/ml.
setelah dilakukan ekuilibrasi minimal 1
Setelah
jam pada temperatur 5° C. Straw beku
ditambah
BO
Y
dengan
untuk
itu,
media
endapan
dilakukan
masing-masing
dengan
1
ml
kolom
semen
dan
kemudian disimpan dalam tangki nitrogen
dibiarkan selama 1 jam. Masing-masing
cair.
kolom kemudian dipisahkan dan dicuci dengan media BO dan disentrifugasi
Hasil dan Pembahasan
selama 2 kali. Kolom BSA atas diprediksi
Karakteristisk Kualitas Semen Segar
mengandung sperma X dan kolom bawah
Hasil evaluasi secara makropskopis dan
mengandung sperma Y.
mikroskopis karakteristik semen segar dari
dihitung
kembali
konsentrasinya
Setelah itu,
motilitas untuk
dan
pejantan sapi Bali dapat di lihat pada Tabel
keperluan
1.
Tabel. 1. Hasil evaluasi secara makroskopis dan mikroskopis semen segar sapi Bali
Parameter
Ulangan Koleksi _______________________________________________ 1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-Rata 9
___________________________________________________________________________ _Volume (ml)
5,5
7,3
4,5
10
11
6,2
5,5
4,2
4,0
6,47 Warna
Putih susu
Bau Konsistensi
Khas
Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih susu
susu susu
khas khas khas
susu khas
susu susu susu khas
khas khas
Kental sedang kental sedang sedang sedang
susu khas kental
Khas kental
sedang-
17
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kental pH
7
7
7
7
7
+++
+++
+++
++
++
70
80
7
7
7
7
7
+++
+++
+++
++ +
70
75
1062 1703 1303
1741
Gerakan Massa
Motilitas (%)
80
+++
70
75
75
1818
1660
80
75
Konsentrasi (x 106 sperma/ml)
1630
2279 1792
2410
Membran Plasma
95
85
95
86
90
90
95
90
88
90,44
4
3
5
4
5
3
4
3
3
3,78
Utuh (MPU) (%)
Abnormalitas
__________________________________________________________________________ ejakulasi. Membran plasma utuh (MPU) Hasil
tersebut
di
atas
berkisar antara 85 - 95 % dengan rata-rata
memperlihatkan bahwa rata-rata volume
90,44%, sedangkan abnormalitas semen
semen sapi Bali per ejakulasi
berkisar 3 – 5 % per ejakulasi.
dari
sembilan kali koleksi sebanyak 6,47±2,52
Dari hasil tersebut di atas secara
dengan kisaran volume terendah 4,0 ml
umum terlihat bahwa dari 9 kali koleksi
dan tertinggi 10,0 ml dengan warna semen
semen pejantan sapi Bali terdapat variasi
bervariasi dari warna putih susu sampai
volume semen menurun (4,5 -7,3 ml ) pada
warna krem. Sedangkan bau semen sesuai
awal koleksi pertama, kedua dan ketiga
dengan bau standar semen yaitu berbau
dan volume naik dan paling tinggi pada
khas. Konsistensi semen dari 9 kali koleksi
koleksi keempat dan ke lima ( 10 – 11 ml
berkisar sedang sampai kental dengan pH
) setelah itu volume mulai menurun lagi
rata-rata 7. Gerakan massa semen rata-rata
pada koleksi ke 6 – 9 (4,0 – 6,2 ml)
bagus (++) sampai paling bagus (+++)
dengan rata-rata 6,47 ml semen per
dengan motilitas 70 - 80% atau rata-rata
ejakulasi. Hasil ini masih lebih tinggi dari
75%. Konsentrasi semen berkisar anatar
semen jenis sapi potong lainnya seperti
1062 x 106 – 2279 x 106 sperma/ml dengan
Simmental (4,5 ml) dan sapi perah jenis
rata-rata 1741 x 106 sperma/ml per
FH ( 8 ml ) (Kaiin, dkk, 2012). Selain 18
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
perbedaan jenis hal ini juga mungkin
sperma/ml per ejakulasi lebih tinggi
disebabkan
dibandingkan dengan semen
dari
sistem
pemeliharan
jenis sapi
termasuk pemberian pakan.
potong lainnya seperti jenis Simmental
Warna, bau, konsistensi dan pH dari
yang dipelihara di BIB Tua Sakato sebesar
semen pejantan sapi Bali pada umumnya
1520 x 106 sperma/ml dan sapi perah jenis
sama dengan jenis pejantan lainnya. Rata-
FH yang dipelihara di BIB Lembang
rata gerakan massa semen berkisar sangat
sebesar 1280 x 106 sperma/ml dan jenis
bagus (+++) kecuali pada koleksi ke 4 dan
sapi Bali yang dipelihara di BIB Puca
5 gerakan massa bagus (++). Hal ini
sebesar 1256 x 106 sperma/ml (Kaiin, et al
mungkin disebabkan karena volume semen
2012) dan hasil penelitian sebelumnya
yang tertampung cukup besar (10 – 11 ml)
(Kaiin, dkk. 2005, dan Kaiin, dkk, 2007).
selain konsistensi (kekentalan) sedang juga gerakan massa dan motilitasnya juga
Karakteristik
rendah (++ dan 70%). Hasil ini sesuai
pemisahan pembawa khromosom X dan
dengan (Hafez, 2000) bahwa semakin
Y Spermatozoa pembawa khromosom X
tinggi volume semen konsistensi semakin
(betina)
encer dan gerakan massa dan motilitas
Hasil pemisahan spermatozoa pembawa
juga semakin rendah. Hasil penelitian ini
khromosom X (betina) dapat di lihat pada
menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi
Tabel 2.
spermatozoa
hasil
semen sapi Bali sebesar 1741 x 106 Tabel. 2. Hasil evaluasi spermatozoa pembawa khromosom X (betina) Parameter
Ulangan Koleksi
_____________________________________________ 1
2
3
4
5
Rata-Rata
6
7
8
9
___________________________________________________________________________ Volume (ml)
4,0
5,0
4,0
5,0
10
5,5
4,5
2,2
Motilitas (%)
75
70
75
70
70
70
75
70
962 90
2,0
4,69
70
71,67
1068
1003
1112,56
85
85
86,11
Konsentrasi (x 106 sperma/ml) 1030 Membran Plasma
90
1200 85
979 90
1556 80
1165 1050 85
85
Utuh (MPU) (%)
19
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Abnormalitas(%)
4,3
3,4
4,8
4,6
5,0
3,8
4,2
3,6
3,3
4,11
___________________________________________________________________________
Tabel. 3. Hasil evaluasi spermatozoa pembawa khromosom Y (jantan) Parameter
Ulangan Koleksi _______________________________________________ Rata-Rata 1
Volume (ml)
2 2,5
Motilitas (%)
3 3,0
4
5
3,5
6
4,5
7
6,5
8
3,5
9
5,5
2,0
4,0
3,89
75
70
75
70
75
75
75
70
70
72,78
(x 106 sperma/ml)
978
890
887
618
790
995
566
903
664
790,11
Membran Plasma
88
80
86
80
80
80
90
80
80
86,11
Konsentrasi
Utuh (MPU) (%) Abnormalitas(%)
4,1
3,8
6,0
4,0
4,6
3,3
4,5
3,1
3,2
4,07
__________________________________________________________________________ Dari tabel 2 dan 3 hasil pemisahan
pemisahan khromosom X (111,56 x 106
semen kromosom X dan Y terlihat bahwa
sperma/ml) lebih tinggi dibanding dengan
terjadi
setelah
khromosom Y (790,11 x 106 sperma/ml)
dilakukan proses pemisahan baik pada
tetapi keduanya mengalami penurunan
semen khromosom X (4,69 ml) maupun
dibandingkan dengan konsentrasi semen
pada semen khromosom Y (3,89 ml)
segar (1741 x 106 sperma/ml). Ini artinya
dibandingkan dengan volume semen segar
selama proses pemisahan dengan adanya
(6,47 ml). Begitu juga terjadi penurunan
perlakuan
motilitas semen khromosom X (71,67%)
menurunkan konsentrasi sperma. Juga
dan
terjadi
penurunan
semen
khromosom
dibandingkan (75,0%).
volume
Y
(72,78%)
seperti
sentrifugasi
peningkatan
dapat
persentase
dengan
semen
segar
abnormalitas semen setelah dilakukan
Konsentrasi
semen
hasil
proses pemisahan.
20
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel. 4. Hasil evaluasi spermatozoa pembawa khromosom X (betina) setelah thawing Parameter
Ulangan Koleksi _______________________________________________ 1
Motilitas (%)
2
50
3
4
50
50
(x 106 sperma/ml) 978
890
Membran Plasma
70
5
6
7
8
Rata-Rata
9
45
50
45
50
45
45
47,78
887
618
790
995
566
903
664
790,11
80
70
65
65
70
65
65
68,89
4,6
4,7
Konsentrasi
70
Utuh (MPU) (%) Abnormalitas(%)
4,5
3,1
5,1
4,0
4,3
3,7
3,2
4,13
__________________________________________________________________________
Tabel. 5. Hasil evaluasi spermatozoa pembawa khromosom Y (jantan) setelah thawing Parameter
Ulangan Koleksi _______________________________________________ 1
Motilitas (%)
2
3
4
5
6
7
8
Rata-Rata
9
45
45
50
45
45
45
45
45
45
45,56
(x 106 sperma/ml)
978
890
887
618
790
995
566
903
664
790,11
Membran Plasma
69
75
65
70
60
70
60
60
60
65,56
4,6
4,7
4,2
3,4
3,5
3,2
4,19
Konsentrasi
Utuh (MPU) (%) Abnormalitas(%)
4,0
4,0
5,0
___________________________________________________________________________ Data
5
yang cukup tinggi masing-masing 47,78 %
memperlihatkan bahwa pemisahan semen
dan 45,56% untuk semen khromosom X
khromosom X (betina) dan Y (jantan)
dan Y. Angka ini masih layak digunakan
dengan
untuk inseminasi buatan
albumin
dari
Tabel
menggunakan (BSA)
4
dan
teknik
setelah
kolom
diencerkan
(IB). Namun
terjadi penurunan membrane plasma utuh
(thawing) masih menghasilkan motilitas 21
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dan meningkatnya abnormalitas semen setelah
menurun dari motilitas awal sebesar 70-
pengenceran (thawing) .
80%
Beberapa metoda telah dilakukan
menjadi
pemisahan/sexing
70-75%. ini
Hasil
sama
yang
untuk mendapatkan hasil yang optimal
dilaporkan sebelumnya pada sapi Bali di
dan layak digunakan untuk inseminasi
BIB Puca, sapi Simmental di BIB Tuah
buatan
Sakato dan sapi FH di BIB Lembang
(IB).
Penelitian
menggunakan
kolom
dilakukan
pemisahan
sebelumnya BSA,
telah sperma
(Kaiin,
et
konsentrasi
al,
2012).
BSA
yang
Perbedaan semakin
menggunakan kolom albumin putih telur
meningkat diharapkan dapat memisahkan
(Saili, dkk. 1999; Tappa dkk. 2000).
spermatozoa yang mempunyai motilitas
Tetapi karena kualitas sperma pasca
tinggi (spermatozoa Y) akan mampu
pemisahan sangat menurun dan kualitas
menembus
putih
sehingga
pemisahan yang lebih pekat, sedangkan
dilakukan upaya melakukan pemisahan
spermatozoa X akan tetap berada pada
sperma dengan menggunakan kolom
media yang mempunyai konsentrasi lebih
Bovine
rendah.
telur
tidak
Serum
stabil,
Albumin
(BSA).
Keberhasilan penggunaan BSA sebagai media pemisahan secara bertahap telah diteliti
dan
diaplikasikan
di
Puslit
Bioteknologi LIPI sejak tahun 1999 sampai sekarang, menghasilkan motilitas 70-90% sperma Y dan 70-80% sperma X (Saili, dkk. 1999; Tappa dkk. 2000; Kaiin, dkk. 2004; Kaiin et al, 2012). Hasil penelitian di BIB Banyumulek menggunakan konsentrasi 5% dan 10% merupakan
perbandingan
konsentrasi
kolom pemisah sperma yang optimum dapat memisahkan sperma X sebesar 7075% dan sperma Y sebesar 70-80%. Motilitas sperma sebelum dan sesudah pemisahan/sexing
juga
tidak
terlalu
konsentrasi
medium
Menurut Maxwell et al. 1984, efisiensi usaha dalam mengubah rasio spermatozoa X dan Y dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : konsentrasi BSA, waktu dan lama spermatozoa menembus larutan BSA dan konsentrasi spermatozoa yang akan dipisahkan dalam cairan
pengencer.
Penelitian
penyimpanan straw semen sexing cair di dalam larutan pengencer susu skim kuning telur (SKT) pada temperatur 5°C menunjukkan hasil bahwa sperma sexing dapat disimpan dengan mempertahankan motilitas layak IB (45%) sampai 10 hari penyimpanan, sedangkan penyimpanan pada media pengencer tris kuning telur 22
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
(TKT) pada temperatur yang sama tidak
ini. Kepada tim Kelompok Bioteknologi
sebaik penyimpanan pada SKT yaitu
Peternakan,
hanya tahan disimpan selama maksimum
terima kasih atas kerjasamanya selama ini.
Puslit
Bioteknologi
LIPI
5 hari saja (Kaiin, dkk. 2004). Daftar Pustaka Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction in Farm
Kesimpulan
7th
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat
Animals.
disimpulkan bahwa proses pemisahan
Philadelphia
ed.
Lea
and
Febiger,
spermatozoa pembawa khromosom X (betina) dan Y (jantan) pada sapi Bali (Bos sondaicus)
yang
Banyumulek
dipelihara
Mataram,
di
NTB
Johson, L.A. 2000. Sexing mammalian sperm for production of offspring:
BIB
the
dapat
state-of-
the-art.
Animal
dilakukan dengan teknik menggunakan
Reproduction Science 60-61: 93-
kolom BSA.
107.
Motilitas dan konsentrasi
semen segar yang dihasilkan sudah sesuai
Kaiin,
E.M.,
S.S.Ginting,
dengan standar yang ada selama ini.
M.Djuarsawidjaya,
Begitu juga semen yang sudah dipisahkan
andB.Tappa. 2005. The quality of
betina dan jantan masih sesuai dengan
sperm sexed after frozen in dynamic
standar termasuk semen yang sudah
and statics racks. Proceeding of
diencerkan
National Seminar Animal Science
(thawing)
masih
layak
digunakan untuk inseminasi buatan (IB).
S.Said
and Veterinary Technology, Bogor. Pp. 105-111. Kaiin, E.M., M.Gunawan and B.Tappa.
Ucapan terima kasih Kami
ucapkan
terima
kasih
kepada
2007. The application of artificial
Kementerian Riset dan Teknologi atas
insemination
pembiayaan penelitian ini melalui program
west
PKPP Koridor 5 tahun 2012. Kami juga
National Seminar Animal Science
mengucapkan
and Veterinary Technology. Bogor.
terima
kasih
dan
penghargaan kepada Kepala Balai BIB Banyumulek membantu
dan dan
staf
yang
memberikan
telah fasilitas
laboratorium dalam pelaksanaan penelitian
with sperm sexed at
Sumatera.
Proceeding
of
Pp. 247-251. Kaiin,E.M. S.Said dan B.Tappa. 2004. Pengaruh
penyimpanan
spermatozoa sapi hasil pemisahan 23
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dalam media tris kuning telur (TKT)
Seidel Jr. G.E. 2007. Overview of sexing
pada temperature 50C terhadap daya
sperm. Theriogenology 68: 443-
tahan hidup spermatozoa. Prosiding
446.
Seminar
Nasional
Industri
Peternakan Moderen. Makassar 21Seidel Jr.G.E. and Garner,D.L. 2002.
22 Juni 2004. Hal 90-98. Kaiin, E.M. Muh.Gunawan, Fifi Afiati, Syahruddin
Said,
Baharuddin
Tappa. 2012. Production of frozen sexing sperm separated with BSA column method with standardized on Artificial Inseminatin Center. International
Conference
Biotechnology
2012.
Center
for
on
Research
Biotechnology,
Indonesian Institute of
Sciences
(LIPI), Bogor, November 13-14,
Maxwell,W.M.C., G.Mendoza, I.G.White. Post-thawing
motil ram layering
status
of
sexing
mammalianspermatozoa. Reproduction, 124: 733-743. Tappa, B., I.P.Dugo., R.Razali, N.Solihati dan F.Afiati. 2000. Pemisahan dan pembekuan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y pada sapi. Prosiding Expose Hasil Penelitian Bioteknologi Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta.
Hal 455-461
Tappa. B. 2009. BIOTECHNOLOGY REPRODUCTION: Potential Tool
2012
1984.
Current
survival
of
sperm after isolation by on
protein
columns.
for Efficiency of Reproduction.
Animal Biosaintifika,
November 2009, pp 97-104. ISSN 1979- 6900.
Theriogenology 21 (4). Saili, T. 1999. Efektivitas penggunaan albumen sebagai medium separasi dalam upaya mengubah rasio alami spermatozoa pembawa kromosom X dan Y pada sapi.
Tesis. Program
Pasca Sarjana IPB Bogor.
24
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PERSEPSI PETERNAK RAKYAT TERHADAP SISTEM REPRODUKSI DAN KESEHATAN SAPI DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU Sri Haryani Sitindaon dan Yayu Zurriyati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jl. Kaharuddin Nasution No 341, Pekanbaru Kementerian Pertanian, Fokus: Kelapa Sawit Lokus: Riau Koridor: 1 ABSTRAK Penelitian persepsi peternak rakyat terhadap pentingnya manajemen sistem reproduksi dan kesehatan ternak dilakukan menggunakan metode wawancara berstruktur menggunakan kuisioner terhadap 5 kelompok tani. Data primer dikumpulkan meliputi; 1. Profil responden 2. Kepemilikan ternak, 3. Pengetahuan tentang sistem reproduksi 4. Pengetahuan tentang kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak yang dipelihara rata-rata 4,05 ekor, 80% peternak memiliki data recording dengan pemeliharaan secara intensif. Pengetahuan responden tentang reproduksi: 25% mengetahui umur sapi pubertas, 50% mengetahui umur sapi kawin pertama, 50% mengetahui lama sapi bunting, 40% mengetahui jarak beranak, 75% mengetahui ciri-ciri sapi estrus, 50% menerapkan sistem IB. Penyakit yang sering menyerang ternak 45% cacingan dan kutu caplak, 35% mengetahui penyakit menular berbahaya. Kata kunci: persepsi peternak, sistem reproduksi, kesehatan ternak ABSTRACT Research perception of farmers on the importance reproductive systems management and animal health conducted using structured interviews using questionnaires to 5 groups of farmers. Primary data collected included: 1. profile respondent 2. ownership of cattle, 3. Knowledge of the reproductive system 4. Knowledge of health. The results showed that number of livestock kept an average of 4.05 head, 80% of farmers have data recording with management husbandry intensive. Respondents' knowledge about reproduction: 25% know the age of puberty cows, 50% know the first age of cow mating, 50% know how long of pregnant, 40% know the calving interval, 75% know the characteristics of estrus cows, 50% apply the IB system. Diseases that often attack livestock 45% of worms and fleas , 35%know the dangerous infectious diseases. Key words: Farmer perception, Reproduction system, veterinery PENDAHULUAN Provinsi Riau merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk pengembangan usaha peternakan
khususnya ternak
ruminansia karena lahan yang masih luas dengan ketersediaan hijauan dan limbah perkebunan sawit melimpah. Kabupaten Kampar merupakan salah satu sentra ternak
untuk
penyediaan
bibit
dan
produksi daging di Provinsi Riau karena Kabupaten Kampar mempunyai potensi alam yang mendukung untuk tujuan peternakan.
Kabupaten
Kampar
mempunyai lokasi yang paling dekat dengan ibu kota Provinsi Riau sebagai tempat pemasaran. Peternakan
sapi
potong
adalah
peternakan yang paling banyak diminati 25
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
masyarakat
karena
memberi
dilaksanakan secara tepat baik perkawinan
kontribusi dalam peningkatan produksi
alami ataupun IB, memperpendek calving
protein
dapat
interval dan meningkatkan conception
peternak.
rate. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Namun dengan skala usaha peternakan
mendapatkan data dan informasi persepsi
rakyat yang kecil berkisar 2-3 ekor sangat
peternakan
sulit
Bangkinang
hewani
meningkatkan
untuk
dapat
sekaligus
kesejahteraan
mencapai
Permasalahan
hal
tersebut.
peternakan
rakyat
diantaranya adalah kurangnya pemahaman tentang
manajemen
kesehatan
ternak
reproduksi yang
rakyat
di
Kecamatan
Seberang
terhadap
manajemen reproduksi dan kesehatan ternak sapi.
dan
dipelihara.
Masyarakat pelaku peternakan sapi masih
BAHAN DAN METODE Pelaksanaan penelitian dimulai pada
banyak yang tidak mengetahui arti penting
bulan
kesehatan ternak baik secara ekonomi
2012, di 5 desa yaitu: Desa Suka Mulya,
ataupun kesehatan masyarakat. Edukasi
Labui Jaya, Bukit Sembilan, Bukit Payung
cara beternak yang baik belum banyak
dan Batu Gajah wilayah
diperoleh masyarakat sehingga gangguan
Kecamatan
kesehatan ternak masih sering terjadi
Kabupaten
tanpa kepedulian yang berarti baik dari
Wilayah
pemilik
pemerintah.
pengembangan sapi lokal melalui proram
Ternak sapi yang sehat akan menunjukkan
SMD (Sarjana Membangun Desa) dan
produktivitas dan reproduktivitas serta
program pemerintah lainnya. Penelitian ini
hasil ternak yang berkualitas sehingga
menggunakan
kegiatan pengembangan ternak sapi oleh
wawancara
masyarakat
meningkatkan
terhadap 5 kelompok tani yaitu: kelompok
kesejahteraan dan kesehatan masyarakat
Lembu Mulya, Sumber Rejeki, Jawi Maju,
itu sendiri (Murtidjo, 2000)
Swadaya dan Persada,
masing-masing
kelompok
orang
ternak
ataupun
mampu
Upaya untuk meningkatkan jumlah
Juli sampai dengan September
yang ada di
Bangkinang Kampar, ini
Seberang,
Provinsi
merupakan
metode
diambil
4
daerah
survey
menggunakan
Riau.
dan
kuisioner
sampel
populasi sapi dapat dilakukan dengan
sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 20
meningkatkan
responden. Data primer yang dikumpulkan
pengetahuan
peternak
rakyat tentang sistem reproduksi sapi
dari peternak meliputi;
sehingga waktu perkawinan ternak dapat 26
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1. Profil responden nama,
jenis
pendidikan,
yang terdiri dari:
jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki
kelamin,
umur,
354,836 jiwa dan wanita 333,368 jiwa.
pencaharian,
Jumlah petani 184.510 jiwa dan jumlah
mata
pengalama beternak.
kelompok tani (685 kelompok pemula,
2. Kepemilikan ternak jumlah
terdiri dari :
ternak, kepemilikan, data
rekording, sistem pemeliharaan.
480
kelompok
lanjut,
64
kelompok
madya). Jumlah ternak sapi 19.870 ekor, kerbau 24.785 ekor, kambing 20.825 ekor
3. Pengetahuan tentang sistem reproduksi
dan domba 3.466 ekor (BPS, 2010).
terdiri dari: umur sapi puberitas, umur
Bidang pertanian seperti kelapa sawit dan
kawin pertama, lama kebuntingan,
karet merupakan
jarak beranak, ciri-ciri sapi estrus,
yang cocok buat lahan yang ada di
sistem perkawinan yang diterapkan,
Kabupaten
pengetahuan IB, pengetahuan PKB,
Bangkinang
Seberang
memiliki petugas IB.
kecamatan
di
4. Pengetahuan tentang kesehatan ternak (penyakit
yang
sering
tanaman perkebunan
Kampar
sementara adalah
Kabupaten
sebuah Kampar,
Provinsi Riau dengan ibu kota kecamatan
menyerang
adalah Muara Uwai. Kecamatan ini terdiri
ternak, penanganan ternak yang sakit,
dari 6 desa yaitu Desa Pulau Lawas,
pengetahuan penyakit berbahaya dan
Muara Uwai, Laboy Jaya, Bukit Payung,
menular, penyakit menular yang sering
Suka Mulay, Bukit Sembilan dan 2
menyerang ternak.
kelurahan yaitu Kelurahan Pulau dan Pasir
Data yang didapat ditabulasikan kemudian
dianalisis
secara
Sialang.
deskriptif
dengan melihat persentase, rata-rata dan standart deviasi menurut Sudjana (1996)
Profil Responden Profil responden
berdasarkan
jenis kelamin, umur, pendidikan, mata HASIL DAN PEMBAHASAN
pencaharian, pengalama beternak dapat disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data Tabel 1 diketahui.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Luas
wilayah
Kampar1.092.820
ha
Kabupaten terletak.
Tahun
2010 jumlah penduduk sebesar 688,204
27
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 1. Profil Responden Penelitian berdasarkan Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Mata Pencaharian dan Pengalaman Beternak. No.
Pengelompokan Berdasarkan
Jumlah (orang)
(%)
1
Jenis Kelamin
Laki-laki
20
100
Perempuan
0
0
Jumlah
20
100
0-14
0
0
15-55
18
90
>55
2
10
Jumlah
20
100
Rata-rata
46.25
SD±10,28
Tamat SD
8
40
Tamat SLTP
5
25
Tamat SLTA
7
35
Tamat S1
0
0
Jumlah
20
100
Petani
18
90
Pedagang
1
5
PNS
0
0
Kepala Desa
1
5
Jumlah
20
100
Pengalaman
<1 tahun
2
10
Beternak
2 s.d 4 tahun
9
45
5 s.d 10 tahun
2
10
>10 tahun
7
35
Jumlah
20
100
Rata-rata
6.75
SD±5,42
2.
3.
4.
5.
Tingkat Umur
Pendidikan
Mata Pencaharian
Berdasarkan data pada Tabel 1. Diketahui
bahwa
100%
responden
perempuan. Umumnya pekerjaan bidang peternakan dilakukan oleh kaum laki-laki
berjenis kelamin laki-laki dan tidak ada
karena
responden
membutuhkan tenaga yang besar dan kuat
yang
berjenis
kelamin
pekerjaan
bidang
peternakan
28
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sedangkan
kaum perempuan bensifat
membantu.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
Responden penelitian yang berada
sedang
yang
ditempuh
(tamatan
SD
hampir
banyaknya
tahun sebesar
sehingga adopsi teknologi oleh peternak
dan yang berada
tamatan
sama
pada kisaran umur produktif yaitu 15 -55 90%
dengan
peternak
SLTA),
diatas umur 22 tahun sebesar 10%.
tidak maksimal. Menurut
Keadaan ini menunjukkan bahwa usaha
Cepriadi (2006), tingkat pendidikan yang
peternakan sapi banyak diminati penduduk
relatif tinggi memungkinkan peternak
usia produktif. Usia produktif merupakan
mampu mengadopsi inovasi penyuluhan
umur angkatan kerja atau tenaga kerja
serta
yang
untuk
usahanya. Oleh sebab itu semakin tinggi
Faktor
pendidikan peternak maka diharapkan
umur identik dengan produktifitas kerja.
kinerja usaha peternakan akan semakin
Dari
berkembang.
aktif
melakukan
usaha
menghasilkan barang dan jasa.
data
umur
yang
diperoleh
menggambarkan tingkat kematangan pada
bimbingan
untuk
Edwina dan
meningkatkan
Dilihat dari mata pencaharian 90%
setiap peternak dalam mengambil tindakan
responden
maupun
pedagang dan 5%
kepala desa. Pada merupakan
Chamidi
resiko (2003)
yang
akan
diterima.
adalah sebagai petani, 5%
menyatakan
bahwa
umumnya
semakin muda umur peternak
(umur
sambilan. Curahan waktu terhadap ternak
produktif) umumnya rasa keingintahuan
sekitar 30% hal ini berpengaruh terhadap
terhadap sesuatu nakin tingi dan minat
perkembangan usaha peternakan. Soejana
untuk mengadopsi teknologi juga semakin
(1993)
tinggi.
penduduk Tingkat
pendidikan
beternak
menyatakan
bahwa
pedesaan
usaha
umumnya
mencurahkan
formal
perhatiannya pada usaha pokoknya yaitu
responden bervariasi dari yang terendah
sebagai petani sehingga pemeliharaan
yaitu tamatan sekolah dasar (SD) sampai
ternaknya kurang diperhatikan. Penelitian
yang tertinggi sekolah lanjut tingkat atas
Munier
(SLTA). Tingkat pendidikan responden
umumnya usaha utama peternak adalah
didominasi oleh tamatan SD yaitu 40%,
sebagai petani tanaman pangan atau
sementara tamatan SLTA 35%, tamatan
perkebunan, akan tetapi hasil penjualan
sekolah lanjut tingkat pertama (SLTP)
ternak
25% dan tidak ada tamatan Strata 1 (S1).
terhadap pendapatan keluarganya dan
(2003)
cukup
menunjukkan
memberikan
bahwa
kontribusi
29
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pemeliharaan
ternak
juga
sebagai
Kepemilikan Ternak
tabungan dapat dijual pada saat-saat mendesak.
Pada Tabel 2. Menunjukkan data kepemilikan
ternak
di
Lama pengalaman beternak rata-
Bangkinang
Seberang,
6,75
Kampar.
Responden
mempunyai pengalaman kurang dari 1
menunjukkan
jumlah
tahun, 45%
dipelihara
rata
tahun
sebanyak
10%
pengalaman 2 sampai 4
rata-rata
Kecamatan Kabupaten penelitian
ternak
4,55
yang
ekor,
80%
tahun, 10% mempunyai pengalaman 5
memiliki sebanyak 1-5 ekor,
sampai 10 tahun dan 35%
mempunyai
memiliki sebanyak 6 – 10 ekor dan 10%
pengalama lebih dari 10 tahun. Hal ini
memiliki sebanyak > 10 ekor sapi.
menunjukkan
Banyaknya
bahwa
peternak
sudah
ternak
yang
10%
dimiliki
memiliki keterampilan dan pengelaman
responden berhubungan dengan suksesnya
yang baik dibidang peternakan, seperti
peternak, semakin besar skala usaha atau
pendapat
jumlah ternak sapi yang dipelihara berarti
Edwina
dan
Cepriadi
menyatakan
bahwa
semakin
lama
pengalaman
beternak, seseorang maka
semakin baik manajemen pemeliharaan yang
diterapkan.
Sedangkan
status
peternak akan lebih mudah mengatasi
kepemilikan ternak 35% milik sendiri dan
kesulitannya.
65%
Umumnya
beternak diperoleh secara
turun
pengalaman
dari orang tuanya
temurun
bahwa di daerah ini jumlah dan status
melalui
kepemilikan ternak sendiri masih rendah.
Pengalaman
Rendahnya status kepemilikan ternak di
beternak yang cukup lama memberikan
sebabkan minat petani untuk beternak
indikasi
sangat tinggi tetapi karena keterbatasan
penyuluhan atau pelatihan.
bahwa
dan
bagi hasil. Hal ini menunjukkan
pengetahuan
dan
keterampilan beternak dan manajemen
modal
sehingga
pemeliharaan ternak yang dimiliki petani
berusaha
cukup baik.
pengadaan sapi untuk dipelihara.
untuk
petani
secara
memperoleh
aktif
bantuan
Tabel 2. Kepemilikan Lahan dan Ternak di Beberapa Desa Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar. No.
Uraian
Jumlah (orang)
(%)
1.
Jumlah Ternak yang dipelihara a. 1-5
16
80
b. 6-10
2
10
30
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
c. >10
2.
3.
4.
2
10
Jumlah
20
100
Rata-rata
4,55
SD±4,05
a. Milik Sendiri
7
35
b. Bagi Hasil
13
65
a. Punya
20
100
b. Tidak Punya
0
0
a. Intensif
18
90
b. SemiIntensif
2
10
c. Ekstensif
0
0
Status Kepemilikan Ternak
Data Rekording
Sistem Pemeliharaan
Dari
20
responden
yang
Pengetahuan
tentang
diwawancarai semuanya memiliki data
Reproduksi Ternak
rekording ternak sapi yang dipeliharanya
Keberhasilan
Sistem
reproduksi
adalah
dengan sistem pemeliharaan 90% secara
cermin keberhasilan usaha peternakan. Hal
intensif dan hanya 10% dengan sistem
ini
pemeliharaan secara semi intensif. Rata-
reproduksi yang optimal. Produksi dan
rata ternak dipelihara didalam kandang
reproduksi berkaitan erat bagi berkembang
koloni (kandang bersama) dalam bentuk
dan tersedianya ternak sapi.Pengetahuan
gabungan beberapa kelompok tani. Hal ini
tentang reproduksi ternak sangat penting
menunjukkan bahwa kelompok tani aktif
diketahui oleh seorang peternak. Dengan
dalam
sapi,
manajemen reproduksi yang baik peternak
dalam
dapat meningkatkan efisiensi reproduksi
adopsi
termasuk perbaikan keturunannya. Tabel 3
kegiatan
sehingga manajemen
usaha
ternak
mempermudah pemeliharaan
teknologi beternak.
dan
didukung
dengan
manajemen
menunjukkan pengetahuan tentang system reproduksi responden selama penelitian.
31
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. Pengetahuan tentang Sistem Reproduksi Ternak. No.
Uraian
Jumlah (orang)
(%)
1.
Mengetahui Usia Sapi Puberitas a. Ya
5
25
b. Tidak
15
75
20
100
a. Ya
10
50
b. Tidak
10
50
20
100
a. Ya
10
50
b. Tidak
10
50
20
100
a. Ya
8
40
b. Tidak
12
60
a. Ya
15
75
b. Tidak
5
25
20
100
a. Kawin Alam
7
35
b. IB (Inseminasi Buatan)
3
15
c. Kawin Alam dan IB
10
50
20
100
a. Penyuluh
10
50
b. Baca Buku
1
5
c. Pelatihan/dari petani lainnya
9
45
20
100
a. Ya
10
50
b. Tidak
10
50
Jumlah
20
100
Jumlah 2.
Mengetahui Umur Sapi Kawin Pertama
Jumlah 3.
Mengetahui Lama Sapi Bunting
Jumlah 4.
Mengetahui Jarak Sapi Beranak
Jumlah 5.
Mengetahui ciri-ciri sapi birahi (estrus)
Jumlah 6.
Sistem Kawin Sapi yang diterapakan
Jumlah 7.
Sumber Pengetahuan tentang IB dan PKB
Jumlah 8.
Memiliki Petugas IB
32
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kegagalan
1. Usia Pubertas Pubertas adalah suatu fase atau
berahi
kebuntingan.
pada
sapi
Pengamatan
betina
sebaiknya
keadaan individu mulai berfungsi untuk
dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.
menghasilkan keturunan. Pubertas pada
Disamping itu berahi pada sapi dara juga
hewan betina ditandai dengan adanya
sulit diamati. Menurut Hosein and Gibson
birahi, tingkah laku kawin dan terjadi
(2006), deteksi estrus pada sapi dara
ovulasi.
biasanya
Sebelum
pubertas,
saluran
sedikit
lebih
sulit
karena
reproduksi betina dan ovarium perlahan-
pendeknya periode estrus. Karena itu
lahan
tidak
kemungkinan tanda-tanda estrus pada sapi
fungsional.
dara lebih sulit diamati dibandingkan
Responden penelitian menunjukkan 25%
dengan sapi yang pernah bunting. Maka
mengetahui umur sapi pubertas. Umur sapi
dari itu di sarankan pada para peternak
pada saat pubertas berkisar 12-15 bulan ,
untuk memeriksa tanda-tanda berahinya 3
puberitas ini dipengaruhi oleh berbagai
kali sehari pada sapi dara. Sapi dara dapat
faktor seperti genetik, pertumbuhan dan
dikawinkan pertama pada usia 18 - 24
berat
bulan. Responden penelitian menunjukkan
bertambah
menunjukkan
ukuran
aktivitas
badan.
Faktor
dan
lainnya
adalah
lingkungan seperti musim hujan, pakan,
50%
suhu lingkungan, lama pencahayaan dan
pertama,
kesehatan.
ini
adanya usaha peningkatan pengetahuan
memperlihatkan bahwa peternak kurang
peternak dalam manajemen reproduksi
mempunyai minat yang tinggi dalam
ternak yang dipelihara.
pengamatan
2.
Dari
masa
kondisi
pubertas
ternak
peliharaannya. 1.
mengetahui umur sapi kawin hal
ini
menunjukkan
perlu
Kebuntingan Kebuntingan
merupakan
suatu
peristiwa semenjak terjadinya pembuahan
Umur Sapi Kawin Pertama Berahi ialah suatu periode yang
sampai
masa
kelahiran
atau
selama
ditandai dengan kelakuan kelamin seekor
perkembangan janin sampai menjadi fetus
ternak betina dan penerimaan pejantan
di dalam uterus. Bunting merupakan salah
untuk
satu aspek yang mempengaruhi selang
kopulasi
(Partodihardjo,
1992).
Pengamatan berahi merupakan salah satu
interval
faktor
manajemen
responden terhadap lama sapi bunting
reproduksi ternak sapi. Kegagalan dalam
adalah baik yaitu 50% mengetahui lama
deteksi
sapi bunting. Peternak biasanya mencatat
penting
berahi
dalam
dapat
menyebabkan
kelahiran.
Pengetahuan
33
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tanggal sapi di kawinkan kemudian sudah
berahi sekali dalam 20 hari, dengan variasi 18-
dapat mendeteksi kebuntingan sapi sendiri
22 hari.
karena diatara kelompok mereka sudah
cirri-ciri estrus sangat bagus yaitu 75%, hal
ada
yang
mengikuti
pelatihan
PKB
(Periksa Kebuntingan) melalui palpasi rectal atau sebagian petani melakukan deteksi bunting dengan pengamatan visual
Pengetahuan responden terhadap
ini sangat erat kaitannya dengan system perkawinan ternak yang diterapkannya yaitu kawin alam atau IB.
5. Sistem kawin yang diterapkan
eksterior ternak peliharaannya.
Salah
satu
faktor
penyebab
rendahnya perkembangan populasi sapi 3. Jarak sapi Beranak. Kemampuan
adalah manajemen perkawinan yang tidak
peternak
dalam
melihat jarak beranak sapi adalah dengan melihat umur anak lahir sebelumnya . Dari hasil wawancara responden yang tahu tentang jarak beranak hanya 40%. Secara ekonomis jarak beranak yang pendek menguntungkan peternak karena dalan
setahun
ternak
akan
selalu
menghasilkan anak, apabila peternak tidak memperhatikan dapat menyebabkan biaya pemeliharaan yang besar.
tepat, diantaranya: (1) pola perkawinan yang kurang benar, (2) pengamatan berahi dan
waktu
kawin
tidak
tepat,
(3)
rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam kawin alam dan (4) kurang terampilnya petugas serta (5)
rendahnya
pengetahuan
peternak
tentang kawin suntik/IB (Affandhy et al, 2007). Responden penelitian menunjukkan yang menerapkan kawin alam dan IB sebanyak 50%, menerapkan IB 3 orang 15% dan kawin alam 35%. Tingginya
4. Ciri-ciri sapi birahi Berahi ialah suatu periode yang ditandai dengan kelakuan kelamin seekor ternak betina dan penerimaan pejantan untuk
minat peternak terhadap IB disebabkan petugas IB yang sudah tersedia dari dinas peternakan setempat.
kopulasi. Siklus berahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo,
6. Sumber Pengetahuan Tentang IB Responden
penelitian
1992). Pada keadaan normal, siklus berahi
menunjukkan 50% mengetahui tentang IB
pada sapi berkisar antara 18-24 hari atau rata-
dari penyuluh lapang setempat,
rata 21 hari, dengan lama berahi antara 12-28
karena mengikuti pelatihan/kelompok tani
jam atau rata-rata 18 jam. Sapi dara menjadi
lainnya dan hanya10% mengetahui IB dari
40%
34
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
membaca buku. Hal ini menunjukkan
Kesehatan ternak merupakan faktor
bahwa kelompok tani aktif dalam kegiatan
yang
usaha beternak, sehingga mempermudah
peternakan. Kerugian yang besar dapat
dalam
disebabkan
manajemen
pemeliharaan
dan
sangat
penting
dalam
timbulnya
penyakit
usaha
yang
adopsi teknologi beternak. Sedangkan
menyerang ternak. Tabel 4 menunjukkan
hasil wawancara dengan peternak, rata-rata
pengetahuan tentang
petugas IB ada dilokasi peternakan mereka
responden selama penelitian.
(10
responden
=
50%).
Hal
kesehatan ternak
ini
menunjukkan bahwa daerah mereka dapat dijangkau oleh petugas Inseminasi Buatan (IB).
Pengetahuan tentang Kesehatan Ternak Tabel 4. Pengetahuan tentang Kesehatan Ternak. No.
Uraian
Jumlah (orang)
(%)
1.
Penyakit yang sering menyerang ternak peliharaan a. Cacingan
9
45
b. Perut kembung
1
5
c. Kutu caplak
9
45
d. Penyakit lainnya
1
5
20
100
Jumlah 2.
Penanganan Ternak yang Sakit a.
Diobati sendiri
13
65
b.
Melaporkan kepada petugas setempat
6
30
c.
Dibiarkan
1
5
20
100
a. Tau
7
35
b. Tidak Tau
13
75
20
100
a. Ada
3
15
b. Tidak ada
17
85
20
100
Jumlah 3.
Pengetahuan Penyakit Menular Berbahaya
Jumlah 4.
Penyakit Menular yang Sering Menyerang Ternak Peliharaan
Jumlah
35
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Penyakit yang sering menyerang
persentase pengetahuan rata-rata 45-
ternak cacingan dan kutu caplak masingmasing sebesar 45%, perut kembung 5% dan
penyakit lainnya 5%. Dari hasil
pengamatan
ini
menunjukkan
bahwa
75% -
Pemeliharaan ternak sapi dengan cara
berkelompok
memberikan
pengaruh positif pada peningkatan
sampai saat ini penyakit yang menyerang
pengetahuan
peternak
ternak
manajemen
reproduksi
peliharaan
peternak
masih
tergolong penyakit tidak berbahaya, tetapi
tentang dan
kesehatan ternak.
walaupun demikian harus ditangan karena tetap
dapat
produktivitas
menggangu ternak.
pencapaian Dari
hasil
pengamatan juga menunjukkan bahwa
DAFTAR PUSTAKA Affandhy L, Dikman D,M, Aryogi. 2007.
peternak 65% dapat menangani penyakit
Petunjuk
yang menyerang ternak peliharaannya hal
Perkawinan Sapi Potong. Loka
ini disebabkan karena peternakan yang
Penelitian Sapi Potong Grati.
dikelola
dalam
sehingga
bentuk
pemeliharaan
Manajemen
kelompok,
BADAN PUSAT STATISTIK (BPS).
dalam
2011. Provinsi Riau dalam Angka
adopsi
Tahun 2010. Badan Pusat Statistik.
mempermudah
manajemen
Teknis
dan
teknologi beternak. Responden penelitian menunjukkan 35% mengetahui penyakit
Provinsi Riau. BADAN PUSAT STATISTIK (BPS).
menular berbahaya dan 85% tidak ada
2010.
Kampar
dalam
Angka
penyakit
Tahun
2010.
Badan
Pusat
menular
berbahaya
yang
menyerang ternak peliharaan mereka, dengan
demikian
berarti
lokasi
Statistik. Provinsi Riau. Chamidi, A.N. 2003. Kajian Profil Sosial
pengamatan termasuk daerah yang bebas
Ekonomi
Usaha
dari penyakit menur berbahaya.
Kecamatan Kradenan Kabupaten Gabongan.
Kambing
Prosiding
di
seminar
KESIMPULAN
nasional Teknologi Peternakan dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Veteriner. Bogor 29-30 September
-
Persepsi
responden
tentang
2003.
Bogor:
Puslirbangnak
reproduksi dan kesehatan ternak
Departemen Pertanian. Hlm 312-
rata-rata cukup baik ditandai dengan
317. 36
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Edwina, S dan Cepriadi, 2006. Analisa Pendapatan
Peternakan
Ayam
Soejana,
T.D.
1993.
Ekonomi
Pemeliharaan Ternak Ruminasia
Brioler Pola Kemitraan di Kota
Kecil.
Pekanbaru.
Domba di Indonesia. Surakarta:
Jurnal
Peternakan.
Fakultas Peternakan UIn SUSKA Riau, volume 3 No.1 Februari 2006.
Produksi Kambing dan
sebelas maret University Press. Sudjana. 1996. Metode Statistik. Edisi ke6. Tasito. Bandung.
Hosein, A. dan N. Gibson. 2006. Dairy Cattle Management. Heat detection for
improved
management
breeding
dalam:
Factsheet
Caribbean Agricultural Research and Development Institute. Murtidjo,
B.A.
2000.
Sapi
Potong.
Kanisius. Yogyakarta. Munier, F. F. 2003. Karakteristik Sistem Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil di Lembah Palu Sulawesi Tengah.
Prosiding
Seminar
nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003.
Bogor:
Puslitbangnak
Departemen Pertanian. Hlm 327332. Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu reproduksi hewan.
PT.
Mutiara
Sumber
Widya. Jakarta Lopez, H., L. D. Satter, and M. C. Wiltbank. 2004. Relationship between level of milk production and estrous behavior of lactating
dairy
cows.
Anim.
Reprod. Sci. 89:209–223. 37
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENGENDALIAN FASCIOLOSIS DENGAN PREPARAT ALBENDAZOLE DAN IVERMECTIN PADA SAPI BALI DI PULAU LOMBOK (Control of Fasciolosis with Albendazole and Ivermectin in Bali Catle in Lombok Island) Luh Gde Sri Astiti1, dan Khalid2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Jalan Raya Paninjauan Narmada Lombok Barat 2
Fakultas MIPA Universitas Mataram Jalan Majapahit Mataram Email :
[email protected] HP. 085239834020
ABSTRAK Preparat albendazole dan ivermectin merupakan anthelmintik yang umum digunakan sebagai terapi terhadap kejadian penyakit internal parasit. Fasciolosis merupakan salah satu jenis penyakit internal parasit. Pengkajian tentang efektifitas albendazole dan ivermectin sebagai salah satu preparat yang digunakan untuk pengendalian penyakit Fasciolosis telah dilakukan di pulau Lombok dari bulan Februari sampai September tahun 2012. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas preparat ivermectin dan albendazole terhadap jumlah telur cacing Fasciola sp. per gram feses (EPG). Sebanyak 54 ekor sapi Bali jantan dan betina yang didiagnosa menderita Fasciolosis melalui pemeriksaan feses dengan metode sedimentasi dibagi dalam 3 kelompok perlakuan. Perlakuan dengan anthelmintik ivermectin dengan injeksi sub kutan (I), albendazole pemberian oral (A) dan tanpa pemberian (TP). Dosis anthelmintik disesuaikan dengan berat badan dan rekomendasi dosis dari masing-masing produk. Perkiraan berat badan sapi dilakukan dengan pengukuran lingkar dada yang kemudian dikonversi menggunakan tabel berat badan sapi Bali. Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa perlakuan (A) dapat mengurangi jumlah telur cacing (EPG) sampai dengan 40%-67% pada bulan ke-3 setelah perlakuan sedangkan perlakuan (I) terjadi pada bulan ke-2 setelah perlakuan. Akan tetapi efektivitas obat (I) pada bulan ke4 setelah perlakuan menurun 25-60% sedangkan obat (A) masih tetap sama. Kata kunci : Sapi bali betina, efektivitas obat, ivermectin dan albendazole
ABSTRACT Albendazole and Ivermectin is an anthelmintic used for internal parasitic diseases control. The study was conducted in Lombok from February to September 2012. The objective was determination of effectiveness these drugs in controlling the Fasciolosis. 54 Bali cattle positively infected chosen as samples and. Group I was treated with Ivermectin, group A with Albendazole, and group TP without treatment. The dosage introduced was adjusted according to its body weight and manufacturer recommendation. The result shows that group A reduces number EPG up to 40%-67% in 3rd month. Mean while, EPG
38
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
reduction in group I has started from 2nd month however, its effectiveness declined from 4th month to 25-60%, whilst the group with A has remained the same. Key words: Bali Cattle, drug effectiveness, ivermectin and albendazole
menderita Fasciolosis. (Astiti
PENDAHULUAN Pengendalian
parasit
internal
b
2012 ).
et al,
Di pulau Lombok prevalensi
merupakan bagian yang sangat penting
penyakit Fasciolosis pada sapi Bali
dalam usaha peternakan.
Jenis parasit
52,78% (Astiti et al, 2012) sedangkan di
internal di dalam tubuh ternak bervariasi
beberapa daerah di Indonesia mencapai
tergantung pada lingkungan dan
90% (Mcmanus 2006).
cara
Kondisi ini
pemeliharaan. Dilaporkan bahwa 73,3%
merupakan ancaman besar bagi industri
sapi Bali di kabupaten Lombok Tengah
peternakan sapi Bali di pulau Lombok,
dan 81,1% sapi Bali di kabupaten Dompu
sehingga diperlukan adanya pengendalian
terinfestasi oleh parasit internal (Astiti et
khusus pada penyakit ini.
al, 2011a; Astiti et al 2011b). Spesies
Pengkajian ini bertujuan untuk
parasit internal yang ditemukan pada sapi
mengetahui
efektivitas
preparat
Bali bervariasi diantaranya adalah cacing
ivermectin dan
Fasciola sp. yang berasal dari golongan
jumlah telur cacing Fasciola sp. per gram
trematoda dan menyebabkan penyakit
feses (EPG).
albendazole terhadap
Fasciolosis (Astiti et al, 2011b; Astiti et al, 2012). Infestasi cacing Fasciola sp
METODOLOGI
pada sapi Bali ditemukan di 96.2%
Waktu dan lokasi pengkajian
kecamatan
di pulau Lombok dan
Pengkajian
distribusinya hampir diseluruh kecamatan
pulau
di pulau Lombok (Astiti et al, 2012).
Lombok
Kerugian
ekonomis
yang
diakibatkan penyakit Fasciolosis. sangat besar
Lombok
dilaksanakan meliputi
Barat,
di
kabupaten
Lombok
Tengah,
Lombok Timur dan Kota Mataram pada bulan Februari-September 2012.
karena cacing memakan dan
Materi pengkajian
merusak jaringan hati, serta bersifat
Pengkajian
menggunakan
54
zoonosis (Mc Kay, 2007 ;Walker et al,
ekor sapi Bali jantan dan betina yang
2008). Dilaporkan pula bahwa kejadian
didiagnosa menderita fasciolosis melalui
anemia terjadi pada 89,2% sapi yang
pemeriksaan
feses
dengan
metode 39
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sedimentasi. Umur rata-rata sapi Bali
dilakukan sebelum dan setelah pemberian
yang digunakan adalah 3 tahun dengan
preparat anthelmintik. Sampel feses segar
kisaran umur 2 –7 tahun. Sapi-sapi
ditetesi larutan formalin 2,5-5% untuk
tersebut
berdasarkan
mempertahankan kualitas telur cacing,
lokasi kandang dengan asumsi bahwa
kemudian dimasukan kedalam tempat
kondisi lingkungan kandang di masing-
penyimpanan
dan
masing kabupaten sama. Sapi perlakuan
Selanjutnya
sampel
dibagi dalam 3 kelompok perlakuan yaitu
Laboratorium Balai Rumah Sakit Hewan
kelompok perlakuan A sebanyak 18 ekor
dan Veteriner Provinsi Nusa Tenggara
diberikan Albendazole 1500 mg
Barat di Banyumulek untuk pemeriksaan
dikelompokkan
(2
bolus/200 kg BB), kelompok perlakuan I
jumlah
sebanyak 18
metode Sedimentasi.
ekor
diberikan injeksi
ivermectin 1% (1 ml/50 kg BB) melalui
telur
diberi
dengan
penomoran. dibawa
ke
menggunakan
Analisis data
injeksi secara sub kutan dan kelompok
Data yang diperoleh dianalisis
kontrol (TP) tanpa pemberian preparat
dengan analisis deskriptif, T-test dan
anthelmintik sebanyak 18 ekor.
analisis regresi pada tingkat kepercayaan
Pengukuran
lingkar
dada
95% untuk mengetahui hubungan antar
dilakukan untuk mengetahui gambaran
variabel
berat
regresinya.
badan
ternak
kemudian
hasil
dan
menentukan
persamaan
pengukuran dikonversi ke dalam satuan kilogram dengan menggunakan tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
berat badan (Julianto et al., 2010). Hasil
Hasil perhitungan jumlah telur
yang diperoleh digunakan sebagai acuan
cacing Fasciola sp. sebelum dan sesudah
dalam pemberian anthelmintik. Preparat
perlakuan ditampilkan pada gambar 1.
anhelmintik
diberikan
dengan
dosis
tunggal, berdasarkan rekomendasi dan dosis dari masing-masing produk. Sampling Monitoring jumlah telur cacing Fasciola
sp.
dilakukan
dengan
pemeriksaan feses 1 bulan sekali selama 6 bulan.
Pengambilan
sampel
feses 40
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 1. Rata-rata jumlah telur cacing Fasciola sp. sebelum dan sesudah perlakuan
Berdasarkan
diatas
mengurangi jumlah telur cacing dalam
didapatkan bahwa penurunan jumlah telur
feses sampai 95% pada hari ke 24 dan 71-
cacing
87%
(EPG)
gambar
untuk
1
perlakukan
A
pada
hari
64.
Perbedaan
(Albendazole) pada bulan ke-2 (hari ke-
efektivitas
60)
perbedaan mekanisme kerja anthelmintik.
setelah
perlakuan
sebesar
40%
ini
ke
disebabkan
sedangkan untuk perlakuan I (Ivermectin)
Dimana
sebesar 67%. Kemudian pada bulan ke-3
albendazol terjadi dengan menghambat
(hari ke-90) setelah perlakuan terjadi
pengambilan
penurunan jumlah telur cacing perlakuan
sehingga produksi ATP sebagai sumber
A
untuk
energi
perlakuan I meningkat 25%. Akan tetapi
cacing
efektivitas obat (I) pada bulan ke-4
mengakibatkan
setelah
(Anonimous.
sebesar
60%
perlakuan
sedangkan
menurun
25-60%
sedangkan obat (A) masih tetap sama.
dilaporkan
al..(2006);
oleh
Grimshaw
Reinhardt et
untuk
glukosa
golongan
oleh
cacing
mempertahankan hidup
berkurang
yang
kematian 2010a).
akan cacing
Sedangkan
anthelminthik ivermectin menyebabkan
Tingkat efektifitas yang sama juga
anthelmintik
karena
et al.,
rusaknya transmiter saraf cacing sehingga cacing mengalami paralisa dan kemudian mati (Anonimous. 2010b).
(1996);Meeus et al., (1997) ; Yazwinskiet
Disamping itu preparat untuk
al.,(1995); Da Cruz et al., (2010)dan
penyakit Fasciolosis memiliki efektifitas
Vercruysse
et
(1993)bahwa
yang berbeda-beda dalam membunuh
pemberian
ivermectin,
doramectin,
cacing hati, dimana preparat Albendazole
albendazole
dan
al.,
fenbendazole
dapat
mampu
membunuh
cacing
dewasa, 41
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sedangkan preparat Ivermectin mampu
sesuai dosis yang dianjurkan (Martindah
membunuh cacing muda hingga dewasa.
et al, 2005).
Dalam membunuh cacing hati, khusus
Hasil analisis statistik dengan
Albendazole memerlukan dosis dua kali
menggunakan T-test ditampilkan pada
lipat (15mg/kg bobot badan), sedangkan
tabel 1 berikut :
untuk flukisida lainnya dapat diberikan
Tabel 1. Hasil T-test pada kombinasi perlakuan dan kontrol Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Lower Pair Albendazole 1
Kontrol
- -
2
Albendazole
Upper
t
df tailed)
-
-
5
.016
5
.374
5
.275
(2-
4.1349204961 .6843060834 3.590 8
Pair Ivermectin
Sig.
- -
9 2.742845889 .975
1.2344716215 20 3
Pair Ivermectin - Kontrol 3
1.815862464 -
5.1267147768 85
1.226
5
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan T-test pada tabel 1. didapatkan bahwa perlakuan A dan perlakuan I memiliki korelasi negatif terhadap jumlah EPG. Hal ini berarti bahwa bila dilakukan pengobatan dengan menggunakan preparat A ataupun dengan preparat I akan menurunkan jumlah telur cacing Fasciola sp. Didapatkan pula bahwa pemberian preparat A dan preparat I berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap jumlah telur cacing Fasciola sp. Bila dibandingkan antara preparat A dan preparat I maka preparat A memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap jumlah telur cacing Fasciola sp.
42
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Hasil analisis statistik dengan menggunakan regresi ditampilkan pada tabel 2-4 dan gambar 2. berikut :
Tabel 2. Ringkasan Model Regresi Jumlah EPG terhadap pelakuan dan bulan Model Summaryb Adjusted
R
Model
R
R Square
Square
Std. Error of the Estimate
1
.200a
.040
.033
4.342953
a. Predictors: (Constant), Jenis Obat, Bulan b. Dependent Variable: Jumlah EPG
Tabel 3. Daftar Sidik Ragam Jumlah EPG terhadap pelakuan dan bulan ANOVAb Sum Model 1
Squares
of df
Mean Square F
Sig.
Regression 208.505
2
104.253
.004a
Residual
4979.367
264
18.861
Total
5187.873
266
5.527
a. Predictors: (Constant), Jenis Obat, Bulan b. Dependent Variable: Jumlah EPG
Tabel 4. Koefisen Regresi
43
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
8.219
.000
Gam
(Constant) 5.932
.722
Bulan
-.290
.158
-.111
-1.835
.068
bar 2.
Jenis Obat -.945
.352
-.162
-2.685
.008
Grafi
a. Dependent Variable: Jumlah EPG
k
Regresi Residual Jumlah EPG terhadap pelakuan
Berdasarkan hasil analisis regresi diatas didapatkan bahwa koefisien regresi sebesar
0. 20 dan secara uji sidik ragam
koefisien regresi ini menunjukkan bahwa
dimana Y = Jumlah telur cacing (EPG)
perlakuan jenis obat A dan I serta bulan
B = Bulan
setelah pemberian berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap jumlah telur cacing
JO = Jenis Obat. Persamaan
(EPG) Fasciola sp. (tabel 2 dan 3).
memperlihatkan
Sedangkan berdasarkan hasil analisis
cacing (EPG) Fasciola sp. dipengaruhi
koefisien
maka
oleh bulan pemberian dan jenis obat yang
yang
diberikan. Dimana baik bulan pemberian
menghubungkan antara variabel bebas
dan jenis obat memiliki korelasi yang
dan variabel terikat adalah sebagai berikut
negatif terhadap EPG Fasciola sp, hal ini
:
dapat diartikan bahwa pemberian preparat
regresi
didapatkan
(tabel
4),
persamaan
bahwa
diatas jumlah
telur
Y= 5,932-0.290B-0,945JO 44
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
A dan I dapat menurunkan jumlah telur cacing Fasciola sp.
berbahan
Pengobatan menggunakan
Efektivitas
dengan
preparat
aktif
Ivermectin
anthelmintik Albendazole
(perlakuan
A
dan
dan
I)
anthelminthik
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap
bukan merupakan salah satu cara dalam
jumlah telur cacing Fasciola sp. Akan
pengendalian dan pencegahan penyakit
tetapi preparat A memiliki pengaruh yang
Fasciolosis. Keberhasilan pencegahan dan
lebih besar bila dibandingkan dengan
pengendalian penyakit Fasciolosis secara
preparat I terhadap jumlah telur cacing
berkelanjutan ditentukan oleh komitmen
Fasciola sp.
dan kerjasama yang baik antara penyuluh, kelompok peternak, peneliti, pengambil
UCAPAN TERIMA KASIH
kebijakan, distributor obat serta LSM lain
Terima
dalam kelompok masyarakat (Martindah
program PKPP Kementerian Riset dan
et
Teknologi
al,
2005)
sehingga
peningkatan
kasih
disampaikan
tahun
2012
kepada
yang
telah
kesejahteraan peternak dan produktivitas
mendanai pengkajian, petugas lapang,
sapi Bali melalui gerakan bumi sejuta sapi
peternak kooperator serta semua pihak
dapat terwujud.
yang
telah
membantu
pelaksanaan
pengkajian HASIL INVENSI Hasil pengkajian menunjukan bahwa pemberian preparat anthelmintik Albendazole
dan
Ivermectin
dapat
menurunkan jumlah telur cacing Fasciola sp.
Akan
tetapi
pencegahan
dan
DAFTAR PUSTAKA Anonimous.
Piperazine-
citrate.http://www.drugs.com.
[29
April] 2010a. --------------.
Ivermectin.
pengendalian penyakit Fasciolosis harus
http://www.medic8.com. [29 April]
dilakukan secara berkelanjutan dengan
2010b.
melakukan ternak
manajemen secara
ketergantungan
baik, terhadap
pemeliharaan Sehingga anthelmintik
berangsur-angsur dapat dikurangi.
Astiti, L.G.S., T. Panjaitan dan L.W. Jaswadi.
Uji
Efektivitas
Preparat Anthelmintik pada Sapi Bali di
Lombok
Pengkajian KESIMPULAN
2011a.
Tengah. dan
Jurnal
Pengembangan
Teknologi Pertanian. Vol 14. No. 2. 45
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Astiti,
L.G.S,
T.
2011b.
Prisdiminggo. Parasit
Panjaitan
Internal
dan
Julianto, T. B., Panjaitan, T., Fordyce, G.
Identifikasi
and Poppi, D. 2010. Breeding Bos
Wilayah
indcus cattle in Eastern Indonesia.
pada
4.
Prosiding
Yogyakarta. Proceedings Part 2.
Seminar
Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Astiti, L.G.S. 2012. Fasciolosis pada Sapi
Cattle
Growth.
5th
Dampingan SMD Kabupaten Bima.
ISTAP.
Hal. 474-477 Martindah,
E,
S.
Widjajanti,
S.E.
Bali di Pulau Lombok. IPB Press
Estuningsih dan Suhardono. 2005.
Bogor.
Meningkatkan
Astiti, L.G.S, B.D. Hartaningrum, dan
Kesadaran
dan
Kepedulian Masyarakat
terhadap
Ichwan. 2012 . Karakteristik Anemia
Fasciolosis
Penyakit
pada Sapi Bali Penderita Fasciolosis.
Zoonosis. Wartazoa Vol. 15. No. 3.
Prosiding
Seminar
Nasional
143-154.
Peternakan
Universitas
Sumatera
b
Utara.
sebagai
Mc Kay S, 2007. Fluke: A Burgeoning Problem. Irish Veterinary Journal.
Da Cruz D.G, da Rocha L.O, Arruda S.S, Palieraqui J.G, Cordeiro R.C, Santos
Vol.60.(10): 622-625 Mcmanus.
D.P.,
J.P.
Vaccines
Santos
Trematodes Schistosom japonicum,
2010.
Anthelmintic
Efficacy and Management Practices
Fasciola
in Sheep Farms from the State of Rio
gigantica.
de Janeiro, Brazil.Vet Parasitology.
133(S2):543-562.
Epub. [23 April] 2010.
1996.
Zoonotic
and
Fasciola
Parasitology.
Vol.
Meeus, P. F. M., J. De Bont and J.
Grimshaw, W. T. R., C. Hong and K. R. Hunt.
hepatica
the
2006.
E Junior, Molento M.B. and de Paula C.
against
Dalton.
Potential
for
Vercruysse. 1997.Comparison of the Persistent Activity of Ivermectin,
Misinterpretation of the Faecal Egg
Abamectin,
Count
for
Moxidectin in Cattle in Zambia.
in
Veterinary Parasitology70 (4): 219-
of
224.
Reduction
Levamisole Gastrointestinal
Test
Resistance Nematodes
Sheep. Veterinary Parasitology62 (3-4): 267-273.
Doramectin
and
Reinhardt, C.D., J.P. Hutshenson and W.T.
Nichols.
Fenbendazole
Oral
2006.
A
Drench
in 46
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Addition to an Ivermectin Pour-on Reduces Improves
Parasite
Burden
Feedlot
and
and
Carcas
Performance of Finishing Heifers Compared With Endectoctocides. Jurnal of Animal Science 84: 22432250. Vercruysse, J., P. Dorny, C. Hong, T. J. Harris, N. C. Hammet, D. G. Smith, and
A.
J.
Weatherley.
1993.
Efficacy of doramectin in prevention nematode
of
the
gastrointestinal
infections
in
grazing
cattle. Veterinary Parasitology 49 (1): 51-59. Walker.
S.M.,
A.E.
Makundi,
F.V.
Namuba, A.A. Kassuku, et al. 2008. The
Distribution
of
Fasciola
hepatica and Fasciola gigantica within
Southern
Tanzania-
constraints Associated with the Intermediate
Host.
Parasitology.
Vol.135(4);495-504 Yazwinski TA, Featherston H and Tucker C.
1995.
Effectiveness
of
the
Ivermectin Sustained-release Bolus in
the
Control
of
Bovine
Nematodosis. Am J Vet Res. 56 (12):1599-602.
47
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN IVERMECTIN UNTUK PENGENDALIAN PARASIT CACING PADA USAHA TANI PENGGEMUKAN SAPI BALI (Studi Kasus di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng)
I Putu Agus Kertawirawan, I Made Rai Yasa dan I Nyoman Adijaya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. ABSTRAK Parasit cacing merupakan salah satu penyakit yang secara kronis mampu menurunkan tingkat produktivitas hingga menyebabkan kematian ternak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan Ivermectin sebagai obat anthelmetik dalam usaha pengendalian parasit gastrointestinal pada sapi bali. Sampel diambil dari 27 ekor bakalan sapi Bali jantan yang siap digemukkan di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Penentuan keberadaan parasit ini dilakukan dengan pemeriksaan sampel feses ternak di laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar, dengan metode Whitlock. Pemeriksaan dilakukan terhadap jumlah telur cacing per gram (EPG) feses dan jenis parasit cacing yang menginfeksi sapi sebelum dan sesudah injeksi ivermectin (2 minggu pasca injeksi). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, 19% sapi yang akan digemukkan positif terinfeksi parasit cacing, 81% lainnya negatif. Cacing-cacing yang menginfeksi adalah cacing dari kelas nematoda (gilig). Cacing dari kelas nematoda yang menginfeksi antara lain: Cooperia sp dengan jumlah telur per gram (egg per gram = epg) sebanyak 40 butir, Mecistocirrus sp (40 epg), Strongyloides sp (40 epg), Trichostrongylus sp (40 epg), dan Oesophagustomum sp (40 epg). Pasca aplikasi Ivermectin, semua sapi penggemukan bebas dari infeksi cacing. Kata kunci : parasit cacing, Sapi bali, Ivermectin ABSTRACT Parasitic worms is one of chronic disease that can reduce the productivity of livestock, and causing death. The study was conducted to determine the effectiveness of the drug Ivermectin anthelmetik gastrointestinal disease control efforts in Bali cattle. Samples were taken from 27 head of bull bali cattle to be fattened in the Village District Gerokgak Pejarakan Buleleng regency. Determination of the presence of parasites was done by examination of faecal samples of cattle in Central Veterinary Laboratory in Denpasar, the method of Whitlock. Examination conducted on the number of worm eggs per gram (EPG) of stool and types of parasitic worms that infect before and after injection of ivermectin (2 weeks post-injection). The data were analyzed descriptively. The results showed 19% to be fattened cattle infected with parasitic worm, 81% were negative. Worms that are infecting is nematode. Class of nematode that infect include: Cooperia spby the number of eggs per gram (epg) as many as 40 points, Mecistocirrus sp (40 epg), Strongyloides sp (40 epg), Trichostrongylus sp (40 epg), and Oesophagustomum sp (40 epg). After application of Ivermectin, all feedlot cattle free of worm infections. Keywords: parasitic worms, Bali Cattle, Ivermectin tenaga
PENDAHULUAN Bagi berperan
masyarakat
Bali,
sapi
bali
sebagai sumber produksi daging,
kerja,
dan
sumber
pendapatan
terutama masyarakat di pedesaan.
Pola
peternakan yang masih tradisional (kesehatan
48
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ternak
belum
mendapat
perhatian)
internal. Secara klinis sediaan ini dipakai
bagi berbagai jenis
pada hewan dan manusia. Pada hewan,
penyakit, seperti parasiter untuk berkembang
ivermectin banyak digunakan dalam sediaan
(Suweta
injeksi ataupun oral dan formula
memberikan peluang
1982).Penyakit
cacingyang
pour-on
merupakan salah satu jenis penyakit parasiter
(McKellar and Benchaoui 1996 diacu dalam
tidaksecara
Lifschitz et al, 2007). Sukpech et al, (1990)
kematian,
langsung akan
tetapi
menyebabkan mengakibatkan
diacu dalam
Padungtod
et al, (2001)
kerugian dari segi ekonomi yang sangat
melaporkan bahwa Ivermectin efektif untuk
besar, sehingga
memberantas
penyakit parasit cacing
cacing
di
daerah
tropis.
disebut sebagai penyakit ekonomi (Imbang,
Aplikasi obat cacing sangat penting untuk
2007).Parasit ini mengambil zat-zat makanan
menurunkan kontaminasi lingkungan oleh
yang diperlukan bagihospesnya (Tarmudji
parasit melalui penurunan jumlah cacing pada
dkk.,1989).Perhatian petani terhadap usaha
hospes yang selanjutnya berdampak terhadap
pencegahan
penurunan jumlah telur cacing per gram feses
parasiter
dan
masih
pengendalian rendah,
penyakit
karena
jarang
(EPG).
menunjukkan gejala klinis yang jelas di awal serangan.
Terkait dengan permasalahan diatas maka
penelitian
ini
bertujuan
untuk
Beberapa hasil penelitian terdahulu
mengetahui prevalensi cacing yang terjadi di
menyebutkan bahwa tingkat prevalensi cacing
lokasi penelitian dan untuk mengetahui
pada sapi Bali di Bali cukup tinggi; antara
efektifitas penggunaan preparat ivermectin
lain dilaporkan mencapai 61,36%(Suaryana
dalam usaha pengendalian kasus cacingan
dkk,1984 dalam Yasa dkk 2002), 88%
yang terjadi pada sapi di tingkat lapang.
(Neker,1997), dan bahkan 100% (Beriajaya dkk,1981).
melaporkan
METODOLOGI
bahwa jenis cacing yang paling banyak
Penelitian
menginfeksi
Yasa,dkk.(2002)
sapi
Bali
dalam
dilakukan
di
Desa
berbagai
Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten
tingkatan umur diantaranya adalah Ostertagia
Buleleng, Provinsi Bali Sampel diambil dari
sp.;Oesophagustomumsp.;
27 ekor bakalan sapi Bali jantan yang siap
Paramphistomumsp.; Cooperiasp.;dan cacing
hati
Fasciolasp.;
Toxocarasp.
meningkat
Prevalensi
sejalan
dengan
meningkatnya umur sapi. Ivermectin (IVM) adalah avermectin
digemukkan. Penentuan keberadaan parasit ini
dilakukandengan
mengambil
sampel
berupa feses/kotoran sapi sebanyak 50-100 gram yang ditaruh dalam kantong plastik dengan pengawet formalin10%,selanjutnya
semi sintetis yang bersifat broad spektrum,
diperiksa
di
mampu memberantas parasit eksternal dan
Denpasar,dengan
Balai
Besar
menggunakan
Veteriner metoda 49
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
whitlock. Pemeriksaan dilakukan terhadap
cacing tiap gram feses atau Egg PerGram
jumlah telur cacing per gram (EPG) feses dan
(EPG)yang
jenis parasit cacing yang menginfeksi sapi
dianalisis secara deskriptif.
diperiksa. Hasil yang diperoleh
sebelum dan sesudah injeksi ivermectin (2 minggu pasca injeksi). Aplikasi Ivermectin
HASIL DAN PEMBAHASAN
diberikan dengan injeksi subkutan (SC) di
Hasil penelitian menunjukkan, 19%
bawah kulit longgar di depan atau di belakang
sapi yang akan digemukkan positif terinfeksi
bahu sesuai dosis anjuran, yakni 200 mcg
parasit cacing, 81% lainnya negatif. Cacing-
Ivermectin/kg bobot badan (BB), dimana
cacing yang menginfeksi adalah cacing dari
setiap ml sediaan yang mengandung 10 mg
kelas nematoda (gilig). Cacing dari kelas
Ivermectin, cukup untuk 50 kg BB.
nematoda yang menginfeksi antara lain:
Analisis
dilakukan
terhadap
Cooperia sp sp dengan jumlah telur per gram
prevalensi, jenis parasit gastrointestinal yang
(egg per gram = epg) sebanyak 40 butir,
menginfeksi,
infeksinya
Mecistocirrus sp (40 epg), Strongyloides sp
sebelum dan sesudah pemberian Ivermectin.
(40 epg), Trichostrongylus sp (40 epg), dan
Untuk
dilakukan
Oesophagustomum sp (40 epg). Infeksi yang
dengan membagi sampel yang positif terdapat
terjadi pada sapi ada yang bersifat tunggal,
telur cacing dengan total jumlah sampel yang
ada pula infeksi kombinasi (lebih dari 1 jenis
diperiksa dikalikan 100%. Sedangkan tingkat
cacing).
serta
menghitung
tingkat
prevalensi
infeksi dihitung dengan melihat jumlah telur Tabel. 1. Data hasil Pemeriksaan Sampel Feses Post Aplikasi Preparat Ivermectin Hasil Jumlah
Pemeriksaan
Laboratorium
No Sampel (ekor)
Hasil
Pemeriksaan Jenis Parasit/cacing
Positif
Negatif
(ekor)
(ekor) - (22)
Cooperia
+ (1) 1
27
Jumlah
Laboratorium
telur
Post Aplikasi
(Epg)
Ivermectin
sp,
dan
Mecistocirrus sp
40/40
-
Strongyloides sp dan + (1)
Mecistocirrus sp
40/40
-
+ (1)
Trichostrongylus sp
40
-
+ (1)
Trichostrongylus sp
40
-
+ (1)
Oesophagustomum sp
40
-
50
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Prevalensi Infeksi Cooperia sp cukup
mengeluarkan larva infektif. Infeksi oleh
tinggi, namun menurut Bianchi dan Honer
parasit ini dapat melaui 3 cara, yaitu : 1)
(1987)
melalui
dalam
Tarmudji
(1989)
tidak
oral
(termakannya
pakan
yang
berdampak nyata terhadap produksi ternak,
tercemar telur cacing ini), melalui penetrasi
kecuali apabila cacing ini berkombinasi
kulit dan dapat melalui air susu. Penetrasi
dengan Haemonchus sp, Oesophagustomum
larva ini biasanya melalui kulit kaki, sehingga
radiatum,
akibat dari adanya infeksi sekunder oleh
atau
dengan
Bunostomum
phlebotomum.
bakteri dapat menyebabkan foot root (Anon,
Cooperia sp merupakan cacing gilig atau
nematoda.
dan
selanjutnya masuk ke peredaran darah sampai
dapat
ke jantung kemudian menuju paru-paru.
ditemukan di dalam usus kecil berbagai
Melalui proses batuk, cacing muda ini masuk
ruminansia, terutama sapi. Cacing ini juga
ke saluran pencernaan
digolongkan sebagai cacing rambut, karena
menuju usus halus. Larva cacing juga bisa
ukurannya yang kecil. Panjang cacing jantan
mencemari air susu melalui peredaran darah,
rata-rata sedikit lebih besar dari 5 mm, dan
sehingga dapat menginfeksi pedet yang
yang betina kira-kira 6 mm. Menurut Anon.
sedang menyusu (Anon, 2004).
warnanya
Bentuknya
kecil
2004). Larva yang berpenetrasi melalui kulit
kemerah-merahan,
(1990) daur hidupnya mirip dengan metode lainnya,
dimana
cacing
tersebut
untuk selanjutnya
Cacing Oesophagustomum sp (cacing bungkul) berparasit
di dalam usus besar.
mengeluarkan telurnya dari tubuh hospes
Dinamakan cacing bungkul karena
melalui feses dan di alam bebas berkembang
larva dari cacing ini membentuk bungkul.
di bawah pengaruh kelembaban, suhu dan
Larvanya
oksigen yang cukup. Gejala infeksi pada
sedangkan cacing dewasa berparasit pada
ternak sapi antara lain ; diare, lemah, anemia,
colon (usus besar) dan kadang-kadang pada
dan pengurusan ternak (Noble danNoble.
sekum (usus buntu) (Levine, 1990). Siklus
1989).
hidup cacing ini berawal dari keluarnya telur Cacing Strongyloides sp merupakan
cacing
ordo
Rhabditida
(Brander,et
al.,1991).Cacing ini sering disebut
tinggal
dalam
dinding
bentuk
usus
bersama tinja yang biasanya menetas dalam waktu 20 jam, dan larva menjadi larva
cacing
infektif dicapai dalam waktu 5-6 hari
menyerupai
kemudian. Infeksi terjadi melaui oral yaitu
benang. Cacing ini lebih sering ditemukan
pada saat makan, minum atau saat menjilati
pada ternak muda daripada dewasa (Soulsby,
bulunya yang tercemar larva infektif. Larva
1982). Cacing ini berparasit pada usus halus.
yang tertelan ini akan mengalami ekdisis di
Telur yang keluar bersama feses ternak yang
usus halus selanjutnya menjadi dewasa pada
terinfeksi dalam waktu singkat menetas
kolon (Soulsby, 1982).
benang
karena
bentuknya
51
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Cacing Trichostrongylus spp (cacing
Kerusakan mukosa usus ini mengakibatkan
rambut). Kebanyakan cacing dari genus
gangguan
Trichostrongylus berparasit pada usus halus,
(Anon, 2004).
kecuali
T.
abomasum
axei
yang
(lambung
berparasit
belakang).
pada Cacing
penyerapan dan
Hasil
pencernaan
penelitian
menunjukkan,
penggunaan Ivermectin pada sapi yang
kelompok ini masih satu famili dengan cacing
terindikasi
Haemonchus sp, yaitu sama-sama dalam
mampu memberantas cacing pada sapi yang
famili Trichostrongylidae hanya berlainan
terinfeksi. Hasil ini sejalan dengan laporan-
genus.
Genus yang sama dari cacing ini
laporan sebelumnya bahwa ivermectin sangat
adalah cacing Cooperia sp, Ostertagia sp dan
efektif digunakan untuk mengobati dan atau
Nematodirus
ini
mengendalikan penyakit cacing termasuk
ukurannya sangat kecil dan berparasit pada
cacing gelang pada pencernaan, cacing pada
usus halus. Dinamakan cacing rambut, karena
paru-paru,
ukurannya hampir sama dengan rambut
belatung, kutu penghisap, dan tungau kudis
dengan panjang sekitar 10 cm (Arifin dan
(scabies) pada ternak.
Soedarmono,1982). Cacing ini sering disebut
Pada
sp.
Cacing
kelompok
cacingan
bahkan
(Tabel.1)
dapat
cacing
memberantas
gelang,
Ivermectin
cacing perusak atau cacing diare hitam
mampu
(Levine, 1990). Siklus hidup cacing ini
maupun larva cacing seperti
dimulai dari tertelannya larva infektif yang
ostertagi
mencemari pakan. Setelah 2-5 hari pasca
ostertagi), O. Lyrata, Haemonchus placei,
infeksi
Trichostrongylus
larva
infektif
ini
telah
dapat
ditemukan pada abomasum dan usus kecil
Cooperia
(Soulsby, 1982).
pectinata,
Dari mulai terinfeksi
mengendalikan
terbukti
(termasuk
axei,
oncophora,
cacing
dewasa
Ostertagia
menghambat
O.
T.
colubriformis,
C.
punctata,
Oesophagostomum
radiatum,
sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu
Bunostomum
sekitar 18-21 hari . Telur cacing ini pada
helvetianus dan lainnya (Anon 2012). Sejalan
lingkungan kering mampu dorman sampai 15
dengan hasil penelitian Mendoza,et al.,1987,
bulan untuk menunggu lingkungan yang
menyebutkan bahwa penggunaan ivermectin
sesuai (lembab) untuk menetas. Demikian
dalam mengendalikan infeksi Mecistocirrus
juga larva cacing ini mampu bertahan cukup
digitatus pada sapi zebu memberikan hasil
lama
yang sempurna (100%).
pada
lingkungan
yang
kering.
Keberadaan parasit ini menyebabkan diare,
phlebotomum,
C.
Borgsteede ,et al.,2008.
Nematodirus
melaporkan
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
efektivitas penggunaan ivermectin dalam
badan.
Bagian usus halus dan lambung
mengendalikan fasciola hepatica 94,5% -
tempat
cacing
akan
99,5%, sedangkan C. oncophora antara
mengalami iritasi dan kebengkakan membran.
99,4%-100%. Untuk O. ostertagi, C. punctata,
menghisap
darah
52
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Trichuris
spp
dan
larva
nematoda
1. Sebanyak
19% sapi yang akan
memberikan hasil 100%, dan Nematodirus
digemukkan
helvetianus
60.8%.
terinfeksi oleh parasit cacing, 81%
pemeriksaan
sampel
sedangkan feses
setelah
hasil 14
lainnya
di
Desa
negatif;
Pejarakan
dengan
cacing-
pengobatan mampu memberikan hasil 100%
cacing yang menginfeksi adalah
dalam menekan jumlah epg (egg per gram)
cacing dari kelas nematoda (gilig)
O. ostertagi, C. punctata, Trichostrongylus
seperti Cooperia sp., Mecistocirrus
spp. and Trichuris spp dan menurunkan
sp.,Strongyloides
jumlah epg C. oncophora and N. helvetianus.
Trichostrongylus
Untuk jenis lungworms, ivermectin mampu digunakan untuk mengendalikan
sp., sp.,
dan
Oesophagustomum sp. 2. Penggunan ivermectin sangat efektif
siklus larva (4 tahapan/stadium larva) seperti
digunakan
jenis Dictyocaulus viviparous, begitu juga
pengendalian
tahapan parasit jenis Hypoderma bovis, H.
gastrontestinal tersebut diatas di
lineatum. Injeksi ivermektin telah terbukti
tingkat lapang sesuai dengan dosis
efektif mengendalikan infeksi dan melindungi
penggunaan.
ternak dari reinfeksi Dictyocaulus viviparous
dalam
usaha penyakit
3.
selama 28 hari setelah pengobatan. Oestargia
DAFTAR PUSTAKA
oestargi selama 21 setelah pengobatan,
Anonimous. 2004. The Internal Parasites of
Oesophagustomum radiatum, haemonchus
Goats.
placei,
http://www.imagecyte.com/parasites.html
Trichostrongylus
axei,
Cooperia
puncata dan Cooperia onchophora selama 14 hari setelah perawatan(Anon 2012).
Anonimous.1990. Beberapa Penyakit Penting Pada Ternak. Seri Peternakan. Proyek
Cara kerja obat ivermectin ini yaitu
Pengembangan Penyuluhan Pertanian
mengakibatkan paralisis nematoda dengan
Pusat/NAEP.Balai Informasi Pertanian
meningkatkan
Daerah Istimewa Aceh. Departemen
transmisi
sinyal
yang
diperantarai GABA pada syaraf perifer,
Pertanian.
sehingga cacing mati pada keadaan paralisis. Karena obat ini tidak melewati sawar darah
Anonimous.
2012.
Ivermectin.
otak, maka tidak menyebabkan paralisis pada
http://www.drugs.com/vet/ivermectin-
hospes (ternak itu sendiri) (Goldsmith,1998).
injection-for-cattle-and-swine.html. Diakses tanggal 12 Nopember 2012 Arifin, C dan Soedarmono. 1982. Parasit
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan
hasil
penelitian
ini
dapat
Ternak
dan
Cara-Cara
disimpulkan bahwa : 53
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Penanggulangannya. P.T. Penebar Swadaya. Jakarta
Diterjemahkan oleh Gatot Ashadi.
Beriajaya, R., Soetedjo, dan Adiwinata, G. 1981. Beberapa aspek Epidemiologi dan Biologi Paramphistomum sp. Di Indonesia.
Levine, N.D. 1990. Parasitologi Veteriner.
Prosiding
Seminar
Parasitologi Nasional II. 619-624.
Gadjah
Mada
University
Press.
Yogyakarta. Mendoza-de
Gives
P, Nájera
Fuentes
R, Herrera-Rodríguez D, Roncalli RA. 1987. Efficacy of ivermectin against the abomasal nematode mecistocirrus
Borgsteede
FH, Taylor
SM, Gaasenbeek
digitatus in naturally infected zebu
CP, Couper A, Cromie L. 2008. The
calves. American Journal Veterinary
efficacy of an ivermectin/closantel
Reasearch. 1987 Nov;48(11):1611-2.
injection
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3
against
experimentally
induced infections and field infections with gastrointestinal nematodes and
434907.Diakses tgl 8 Desember 2012 Noble,
E.R
dan
Noble,
liver fluke in cattle. Journal Veterinary
Parasitologi,
Parasitologi. Augst 17;155(3-4):235-
Hewan.
41.Epub.2008
University Press
May
10.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 8562120. Diakses 7 desember 2012. Brander, G.C., D.M. Pugh., R.J. Bywater., R.J,
dan
W.L.
Jenkins.
1991.
G.A.
Biologi
Edisi
5.
1989.
Penyakit
Gajah
Mada
Lifschitz, A., G. Virkel., M. Ballent., J. Sallovitz, F. Imperiale., A. Pis and C. Lanusse. 2007. Ivermectin (3.15%) long-acting formulations
in cattle:
Veterinary Applied Pharmacology
Absorption
and Therapeutics. 5th Ed. ELBS,
pharmacokinetic
Bailliere Tindall.
Veterinary Parasitology 147 (2007)
Goldsmith, RS, 1998. Clinical Pharmacology of the Antihelmintic Drugs. In: GK (Ed.),
Basic
and
Pharmacology. Bthran,
Clinical 7th
Edn.,
Appleton andLange, USA, pp: 867-869 Imbang, D.R. 2007. Penyakit Parasit Pada Ruminansia. Staf Pengajar Jurusan Peternakan
Fakultas
Pertanian-
pattern
and
considerations.
303–310. Neker, I.M.A. 1997. Pengaruh Perbedaan Sistem Pemeliharaan dan Umur Sapi Bali Terhadap
Prevalensi Infeksi
Cacing Paramphistomum sp. Skripsi Fak.
Kedokteran
Hewan,
Univ.
Udayana-Denpasar Padungtod, P., J. B. Kaneene., D. Jarman.,
Peternakan Universitas Muhammidiyah
K.
Jones,.
R.
Johnson.,
A.
Malang http://imbang.staff.umm.ac.id.
Drummond., Z.
Duprey and I.
Chaichanapunpol.
2001.
Enteric 54
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
parasitosis in northern Thailand dairy heifers and heifer calves. Preventive Veterinary Medicine 48 (2001) 25 -33 Suweta, I.G.P. 1982. Kerugian Ekonomi oleh Cacing
Hati
Pada
Sapi
Sebagai
Implikasi Interaksi Dalam Lingkungan Hidup Pada Ekosistem Pertanian di Pulau Bali. Disertasi. Program Pasca Sarjana.
Universitas
Padjajaran
Bandung. Soulsby, E.J.L. 1982. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. 7TH Ed. Bailliere Tindall- London. 6671. Tarmudji., D.D. Siswansyah, S.N Achmad dan Wasito 1989. Beberapa Jenis Endoparasit dan Dermatitis Pada Sapi di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Penyakit Hewan Vol.XXI No. 35. Balai Penelitian Veteriner Bogor. 23-26
55
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENINGKATAN POPULASI TERNAK SAPI MELALUI PENDAMPINGAN SMD MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN DI NUSA TENGGARA BARAT
Yohanes Geli Bulu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat
[email protected] Fokus: Ketahanan Pangan; Lokus: Nusa Tenggara Barat (Koridor 5)
ABSTRAK Wilayah Nusa Tenggara Barat termasuk kawasan pengembangan ekonomi koridor 5 berpotensi untuk pengembangan ternak sapi dengan daya dukung sekitar 2 juta ekor. Produktivitas ternak sapi bali masih rendah karena penerapan teknologi yang belum optimal. Dalam upaya meningkatkan populasi ternak sapi di Indonesia, Direktorat Jenderal Peternakan meluncurkan program Sarjana Membangun Desa (SMD) sebagai upaya pengembangan usaha peternakan sapi untuk percepatan pembangunan ekonomi wilayah. Penelitian bertujuan untuk: 1) Menganalisis model pendampingan terhadap peningkatan populasi ternak sapi di Nusa Tenggara Barat, 2) Mengetahui model pendampingan yang efektif dalam usaha agribisnis ternak sapi berbasis inovasi. Penelitian dilaksanakan di propinsi Nusa Tenggara Barat dari bulan Pebruari hingga September 2012. Pendekatan penelitian adalah memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian menggunakan metode survei. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknologi pemeliharaan sapi oleh petani belum optimal menyebabkan tingkat produktivitas sapi di NTB masih rendah. Proses dan pelaksanaan pendampingan oleh SMD pada kelompok ternak sapi belum maksimal. Kondisi ini menyebabkan tingkat pengetahuan dan pemahaman petani terhadap teknologi pemeliharaan sapi relatif rendah. Kurangnya penbinaan teknis dan bisnis bagi pendamping merupakan bagian permasalahan yang dihadapi dalam pemberdayaan kelompok. Kata kunci: Ternak sapi, pendampingan, agribisnis, inovasi ABSTRACT The research objectives are to: 1) analyze the model guidance to increase the cattle population in West Nusa Tenggara. 2) knowing that effective mentoring models in cattle agribusiness innovation based. The research was conducted in West Nusa Tenggara province from February to September 2012. The research methods to combine quantitative and qualitative approaches. Data were collected through in-depth interviews, observation and focus group discussions. The collected data were analyzed descriptively. The results showed that the application of technology by farmers raising cattle has not been optimal productivity levels are still lower cattle in NTB. Process and implementation of mentoring
56
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
by SMD on the cattle group is not maximized. This condition causes the level of farmers' knowledge and comprehension of the technology is relatively low maintenance cattle. Keywords: Cattle, mentoring, agribusiness, innovation Peraturan
PENDAHULUAN Penyediaan memenuhi
daging
permintaan
untuk
dalam
negeri
selama ini dipenuhi melalui produksi lokal dan impor. Impor daging dan sapi bakalan secara nasional menguras devisa yang tidak kecil, mencapai 5,1 triliun per tahun. Di samping itu dapat mengancam ekonomi rumah tangga peternak sapi potong yang berjumlah 2,6 juta rumah tangga
dan
pada
melemahkan
gilirannya
ketahanan
(Dirjennak, 2009). Dalam populasi
sapi
meningkatkan di
Indonesia,
Direktorat Jenderal Peternakan melalui program
Sarjana
(SMD)
Membangun
merupakan
Desa
program
pengembangan usaha peternakan untuk percepatan
pembangunan
ekonomi
wilayah. Permintaan daging nasional terus meningkat dan belum mampu dipenuhi
dari
dalam
negeri.
Untuk
mengatasi persoalan tersebut pemerintah merencanakan
langkah-langkah
untuk
dapat mencapai swasembada daging. Program swasembada daging menjadi salah satu program strategis Kementerian Pertanian
yang
melakukan
Pertanian
HK.060/8/2007 percepatan
nomor: untuk
swasembada
daging sapi pada tahun 2010 (Deptan, 2007). Swasembada daging dimaksud adalah kemampuan penyediaan daging dari produksi lokal sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging dalam negeri. Swasembada daging belum dapat dicapai pada tahun 2010. Dalam populasi
upaya
ternak
sapi
meningkatkan di
Indonesia,
Direktorat Jenderal Peternakan melalui
upaya
ternak
59/permentan/
akan pangan
Menteri
didukung
program
Sarjana
Membangun
Desa
(SMD) sebagai bagian dari komponen pengembangan usaha peternakan sapi untuk percepatan pembangunan ekonomi wilayah. Pelaksanaan program SMD di NTB dimulai sejak tahun 2008 hingga 2011
berjumlah
150
SMD
yang
mengelola ternak sapi bibit dan sapi potong
dengan total investasi Rp
46.370.400.000 (Dinas Peternakan, 2011). Rata-rata
jumlah
anggota
kelompok
peternak sapi untuk setiap SMD sebanyak 20 orang. Setiap anggota
akan
memperoleh bantuan 3 ekor ternak sapi, yaitu masing-masing 1 ekor jantan dan 2
dengan 57
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ekor betina. Ini berarti bahwa 1 kelompok
antara
ternak mengelola ternak sebanyak 20 ekor
spiritnya adalah Percepatan lnovasi dan
jantan dan 40 ekor betina. Dari 150
Nilai tambah (PlN) yang dikenal dengan
kelompok peternak yang didampingi oleh
program "Bumi Sejuta Sapi" (BSS).
150 SMD mengelola ternak sapi sebanyak
Kenyataan ini memberikan gambaran
6.640 ekor dalam bentuk usaha agribisnis
bahwa peternak adalah partisipan utama
penggemukan dan pembibitan.
dan berperan
Propinsi Nusa Tenggara Barat
lain
melalui
menentukan
sangat
kegiatan
yang
penting dalam
perkembangan
populasi
sebagai koridor 5 pembangunan ekonomi
ternak sapi di daerah ini. Walaupun
terutama
pengetahuan
dalam
peternakan dalam
melalui
program
pengembangan usaha
SMD
akan
dan
pengalaman
petani
agribisnis
dalam beternak dapat dikatakan sudah
mampu
cukup banyak, namun karena berbagai
meningkatkan produktivitas atau populasi
kendala,
ternak sapi di NTB. Dengan demikian
mewujudkan potensi (produksi) optimal
akan
ternak sapi yang dipeliharanya.
meningkatkan
pertumbuhan
populasi sapi potong sebesar 15 %
masih
Tulisan
belum
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
model
sehingga dapat memenuhi permintaan
mengetahui
sapi potong di NTB sebesar 6,41 % serta
pendampingan kelembagaan ternak sapi
mendukung kebutuhan daging nasional.
terhadap peningkatan populasi ternak sapi
Berkembangnya daerah pariwisata dari
dalam mendukung usaha agribisnis ternak
Bali ke wilayah Nusa Tenggara lainnya
sapi berbasis inovasi di Nusa Tenggara
(NTB dan NTT) perlu didukung oleh
Barat.
ketersediaan daging sapi dalam industri
METODOLOGI PENELITIAN
pariwisata. Model pendampingan usaha agribisnis dalam program SMD menjadi fokus penelitian. Populasi ternak sapi yang relatif banyak di propinsi Nusa Tenggara Barat, sekitar 780.000 ekor pada tahun 2012 merupakan hasil peternakan rakyat yang didukung berbagai program percepatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah,
dan
mampu
Penelitian dilakukan dari bulan Pebruari hingga September 2012 di kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Dompu Nusa Tenggara Barat. Pendekatan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah mengkombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dimana pendekatan kualitatif didukung
58
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kuantitatif (Tashakori dan Teddlie, 1998).
besar peternak di Nusa Tenggara Barat
Penelitian
dilaksanakan
dengan
relatif rendah (Tabel 1).
metode
survey
Tingkat
menggunakan
penerapan
teknologi
(Singarimbun dan Sofyan, 1995). Teknik
kawin, pemberian pakan, penyapihan dan
pengumpulan data melalui observasi,
kesehatan hewan belum optimal. Kawin
wawancara
alam merupakan merupakan salah satu
mendalam
dengan
pada
responden dan informan kunci dengan
komponen
teknologi
yang
dominan
menggunakan kuesioner, dan diskusi
diterapkan petani dibandingkan dengan
kelompok terfokus (FGD). Data yang
sistem IB. Penerpan teknologi kawin alam
telah dikumpulkan kemudian dianalisis
belum dilakukan secara terencana untuk
secara deskriptif.
disesuaikan dengan ketersediaan pakan pada saat anak sapi lahir. Jika penentuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
waktu kawin yang tepat yaitu bulan April Perkembangan Penerapan Teknologi Teknologi mempunyai peranan penting
terhadap
dan September maka anak sapi akan lahir pada bulan Januari dan bulan Juni. Anak
peningkatan
sapi yang lahir pada bulan tersebut akan
produktivitas ternak sapi. Produktivitas
memperoleh ketersediaan pakan yang
sapi
memadai.
sangat
ditentukan
oleh
tingkat
penerapan teknologi, terutama teknologi perkawinan dan teknologi pakan. Secara umum
tingkat
penerapan
teknologi
pemeliharaan ternak sapi oleh sebagian Tabel 1. Tingkat penerapan teknologi pemeliharaan ternak sapi oleh peternak di Nusa Tenggara Barat Tingkat penerapan teknologi (%) Lombok Lombok Dompu Tengah Barat 1. Manajemen kawin 75,54 2,72 21,74 2. Waktu induk sapi dikawinkan 45,11 12,72 15,76 (40 – 60) setelah melahirkan 3. Menggunakan pejantan 65,76 2,82 13,04 terseleksi 4. Manajemen pemberian pakan 75,26 2,7 22,04 5. Penyapihan (5 - 6 bulan) 39,67 2,17 49,45 Sumber: Analisis data primer, 2012 No. Komponen teknologi
59
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pemberian pakan pada ternak sapi
Sejumlah sarjana membangun desa yang
belum didasarkan atas perkembangan
direkrut
fisiologis
tempat
bukan peternakan, sehingga pengalaman
pemberian pakan untuk sapi betina, sapi
mereka mengenai teknologi juga relatif
muda, anak sapid an pedet relatif sama.
rendah.
ternak.
Jenis
dan
Jenis pakan hijauan yang diberikan masih
memiliki
besik
pengetahuan
Produktivitas Ternak sapi
lebih dominan rumput alam dan relatif sedikit petani yang memberikan pakan
kabupaten
hijauan dari legume pohon. Program sarjana membangun desa (SMD) sebagai upaya dalam peningkatan produktivitas ternak sapi seyogyanya dioptimalkan pendampingan teknologi. Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa tingkat produktivitas ternak sapi melalui pendampingan program SMD
Pemahaman peternak mengenai manajemen alam terkontrol masih rendah, SMD
Lombok
Tengah
dan
kabupaten Lombok Barat lebih dominan secara semi intensif dimana pada siang hari kadang-kadang di keluarkan dari kandang. Sebagian besar peternak sapi di pulau Lombok memelihara sapi dalam kandang kolektif. Berbeda di kabupaten Dompu bahwa sebagian besar bahwa ternak sapi
belum optimal.
sementara
Pola pemeliharaan ternak sapi di
yang
diharapkan
mempercepat transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada kelembagaan ternak sapi belum dilakukan secara optimal.
dipelihara secara ikat pindah atau bahkan di lepas. Hal tersebut menyebabkan tingkat produktivitas sapi kurang optimal karena penerapan manajemen kawin alam terkontrol belum dilakukan secara tepat oleh peternak.
Tabel 2. Rata-rata jumlah sapi di kelompok sebelum pelaksanaan program SMD di Nusa Tenggara Barat. Jumlah sapi sebelum program/ kabupaten (ekor) Lombok Tengah Dompu Lombok Barat Induk 14 3 7 Jantan 5 2 2 Dara 3 2 2 Jantan Muda 4 2 2 Anak sapi 7 2 3 Jumlah 29 11 16
No. Ternak sapi
Total
1. 2. 3. 4. 5.
24 9 7 8 12 56
60
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Sumber: Analisis data primer, 2012
Rata-rata jumlah ternak sapi di kandang
jumlah
kelompok sebelum pelaksanaan program
kandang kolektif. Akan tetapi tingkat
pendampingan
produktivitas
SMD
relatif
sedikit.
sapi
pada
setiap
ternak
kelompok
sapi
selama
Jumlah sapi yang dimiliki anggota yang
pendampingan SMD dari tahun 2008 -
relatif
2010 relatif rendah.
sedikit
sebelum
pelaksanaan
program karena sebagian besar anggota
Tingkat produktivitas ternak sapi
kelompok tidak memiliki modal untuk
atau peningkatan jumlah anak sapi lahir
membeli sapi yang akan dipelihara.
selama
Setelah
pelaksanaan
pendampingan
SMD
pada
program
kelompok ternak sapi belum optimal
pendampingan SMD baik yang dibiayai
(Tabel 3). Kondisi tersebut disebabkan
dari APBN maupun APBD propinsi
tingkat penerapan teknologi pemeliharaan
terjadi
ternak sapi yang masih tergolong rendah.
pertambahan
jumlah
anggota
kelompok yang memelihara sapi dan Tabel 3. Rata jumlah ternak sapi di kelompok selama pelaksanaan program pendampingan SMD (tahun 2008 – 2010) kondisi bulan Juni 2011 – Agustus 2012). Jumlah sapi selama program/ kabupaten (ekor) Total No. Ternak sapi NTB Lombok Dompu Lombok Barat Tengah 1. Induk 24 32 22 68 2. Jantan 13 11 15 39 3. Dara 6 4 7 17 4. Jantan Muda 5 1 4 10 5. Anak sapi 11 25 7 43 Jumlah 59 72 58 189 Sumber: Analisis data primer, 2012
Ternak sapi yang mati di NTB lebih
Kedua, keterbatasan pakan pada saat
dominan adalah anak sapi yang baru lahir.
induk bunting sehingga menyebabkan
Rata-rata sapi pedet yang mati di NTB
anak sapi lahir dengan berat badan di
mencapai 10 - 17 %. Kematian anak sapi
bawah 10 kg. Kondisi ini menyebabkan
setelah lahir disebabkan oleh beberapa
pedet
faktor. Pertama, kualitas genetik induk
untuk perumbuhan selanjutnya. Ketiga,
dan kualitas pejantan relatif rendah.
anak sapi lahir pada musim kemarau
mengalami
kekurangan
nutrisi
61
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
(antara bulan Agustus – Oktober) dimana
berkualitas. Perbaikan kualitas genetik
terjadi
sapi
keterbatasan
pakan
hijauan.
dapat
pula
dilakukan
dengan
Keempat, kematian ternak sapi juga
mengatur waktu perkawinan sapi induk
disebabkan oleh penyakit cacing yang
secara terkontrol dengan menggunakan
disebabkan oleh kandang yang kurang
pejantan terseleksi. Manajemen kawin
bersih.
alam terkotrol pada prinsipnya mengatur Strategi untuk menekan kematian
waktu perkawinan sapi induk agar saat
pedet setelah lahir adalah meningkatkan
melahirkan anak sapi tepat pada saat
kualitas genetik induk saat
tersedianya pakan hijauan.
dengan
pemberian
bunting
pakan
yang
Tabel 4. Rata-rata jumlah sapi yang mati di kelompok ternak sapi di Nusa Tenggara Barat. Jumlah sapi yang mati/ kabupaten (ekor) No. Ternak sapi Lombok Total NTB Lombok Dompu Tengah Barat 1. Induk 2 2 1 5 2. Jantan 1 1 1 3 3. Dara 1 1 2 4. Jantan 1 1 2 Muda 5. Anak sapi 5 8 5 18 Jumlah 10 13 9 32 Sumber: Analisis data primer, 2012 Penjualan sapi dara, jantan muda
Prospek Agribisnis Ternak Sapi Kriteria ternak sapi yang dominan dijual
peternak
selama
pemeliharaan
dan anak sapi oleh petani lebih dominan untuk
memenuhi
tangga.
dominan sapi jantan dan dipelihara
peternak karena induk yang dipelihara
melalui
tidak produktif selama 2 tahun.
penggemukan
penggemukan. oleh
setiap
Usaha
sapi
induk
rumah
antara 1 – 2 tahun. Sapi yang dijual lebih
usaha
Penjualan
kebutuhan
oleh
kelompok
ternak sapi hanya dilakukan oleh sebagian anggota kelompok dengan rata-rata siklus produksi penggemukan enam bulan.
62
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 5. Rata-rata jumlah sapi yang dijual kelompok selama pelaksanaan program SMD di Nusa Tenggara Barat. Rata-rata jumlah sapi yang dijual/ kabupaten (ekor) Total No. Ternak sapi NTB Lombok Dompu Lombok Barat Tengah 1. Induk 6 5 11 2. Jantan 14 16 18 48 3. Dara 5 1 4 10 4. Jantan Muda 7 1 6 14 5. Anak sapi 11 1 1 13 Jumlah 43 19 34 96 Sumber: Analisis data primer, 2012 Produk berupa model pendampingan
REKOMENDASI HASIL KAJIAN Hasil
pengkajian
disusun
model
pendampingan kelembagaan ternak sapi guna mendukng
program
pengembangan
peternakan di Nusa Tenggara Barat. Model pendampingan kelembagaan ternak sapi yang akan direkomendasikan ini membutuhkan dukungan semua pihak dalam meningkatkan kualitas sosialisasi dan koordinasi serta kerjasama sebagai langkah strategis dalam pembangunan ekonomi wilayah perdesaan melalui pengembangan peternakan.
dapat direkomendasikan dan disosialisasikan dalam
mengintensifkan
pendampingan
kelembagaan ternak sapi guna mendukung pengembangan ternak sapi dan pembangunan ekonomi pada wilayah Nusa Tenggara Barat dan regional. Usaha agribisnis pembibitan dan
penggemukan
menguntungkan
ternak bagi
sapi
relatif
peternak.
Pengembangan agribisnis peternakan berbasis inovasi melalui pendampingan yang intensif akan meningkatkan produktivitas ternak sapi.
63
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar: Model pendampingan kelembagaan ternak sapi
KESIMPULAN DAN SARAN
pendampingan kelembagaan ternak
Kesimpulan
oleh SMD. Hampir sebagain besar
1. Pengalaman
Sarjana
Membangun
pendamping
(SMD)
memiliki
Desa (SMD) dalam pendampingan
keterbatasan strategi, pendekatan dan
kelembagaan
pengalaman
rendah.
ternak
sapi
Kurangnya
relatif
penbinaan
dalam
melakukan
pemberdayaan kelompok ternak serta
(kegiatan teknis dan usaha agribisnis)
penguasaan
dari instansi terkait, sangat dirasakan
untuk
melengkapi kelemahan pendamping
relatif masih sangat kurang.
dalam manghadapi dan mengatasi masalah-masalah di kelompok ternak. 2. Pola pendampingan yang dilakukan penyuluh
bersifat
dikhususkan
umum,
untuk
tidak
membina
kelompok petemak sapi saja, tetapi semua kelompok tani dan ternak yang
teknologi
melakukan
4. Proses
pendampingan
dan
kelembagaan
dan materi
pendampingan
ternak
sapi
oleh
pendamping SMD yang kurang efektif menyebabkan
tingkat
penerapan
teknologi dan produktivitas ternak sapi relatif rendah. Saran-Saran
ada diwilayah kerjanya. Beberapa keterbatasan
yang
dialami
oleh
1. Rancangan model yang dihasilkan
penyuluh adalah kompetensi keilmuan
dari
yang tidak sesuai, prasarana kegiatan
ditindaklanjuti
yang
pemberdayaan kelembagaan ternak
kurang
mendukung
dan
penelitian
akanini melalui
kegiatan
pembinaan yang kurang maksimal
sapi
dari
satu
pembibitan dan penggemukan dengan
intensitas
mengintensifkan pendampingan dan
instansi
terkait,
penyebab
kurangnya
kunjungan
untuk
salah
pembinaan
ke
usaha
membangun
jaringan
agribisnis
kerjasama
agribisnis dengan pihak lain.
kelompok. 3. Komunikasi
dalam
perlu
antara
SMD
dengan
2. Untuk pengembangan program ke
Dinas Peternakan selaku Tim Teknis
depan
dalam program SMD relatif rendah
pemberdayaan kelembagaan ternak
sehingga
sapi
mempengaruhi
proses
sangat
dalam
perlu
dilakukan
pengembangan
usaha
64
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
agribisnis
dengan
pendamping
SMD
melibatkan
informasi pasar serta memperkuat
penyuluh
asosiasi SMD yang di NTB agar
dan
secara penuh dalam pendampingan
mendukung
serta
sapi melalui usaha agribisnis.
mengintegrasikan
program
pengembangan ternak sapi dengan
4. Dalam
pengembangan
menghadapi
ternak
kelompok
program-program lain yang terkait
peternak
dengan
ekonomi
kunjungan pembinaan yang lebih
pembangunan
intensif akan lebih efektif dalam
pengembangan
wilayah.
Strategi
wilayah ke depan adalah dengan
proses
membangun
kelompok
kerjasama
dengan
dipedesaan,
alih
intensitas
teknologi ternak
kepada
dan
akan
perusahaan atau kelembagaan lain
menghasilkan rasa tanggung jawab
yang
yang lebih besar dari kelompok
dapat
mendukung
pengembangan ternak sapi di NTB. 3. Diperlukan koordinasi secara intensif untuk mendukung pendamping SMD dan
penyuluh
dalam
peternak sapi yang dibina, sehingga dicapai
keberhasilan
yang
lebih
Penyuluh
yang
telah
tinggi.
upaya
peningkatan produksi, pengembangan jaringan komunikasi dan kerjasama dalam akses informasi teknologi dan UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan
Terima
teman-teman kasih
kami
sampaikan kepada Kementrian Riset dan Teknologi
penelitian.
yang mendanai kegiatan
penelitian ini dan seluruh staf Kerjasama Penelitian
membantuh dalam pelaksanaan kegiatan
PKPP
(Peningkatan
DAFTAR PUSTAKA Blue Print PSDS, 2009.
Kegiatan
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa)
Priorotas Pencapaian Swasembada
Badan Litbang Pertanian dan Balai Besar
Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014.
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Kementerian Pertanian. Direktorat
Pertanian yang mendorong kelancaran
Jenderal Peternakan.
pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga kami disampaikan kepada
65
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
BPS-NTB 2009. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. Kerjasama BPS
Thousand
Oaks
London-New
Delhi.
dengan BAPPEDA Provinsi NTB. Dahlanuddin, Muzani, Yusuf, Cam Mc Donald.
2009.
Strategi
Peningkatan Produktivitas Sapi Bali
pada
Kompleks,
Sistem
Kandang
Pengalaman
di
Lombok Tengah, NTB. Prosiding Seminar Pengembangan Sapi Bali Berkelanjutan
dalam
Sistem
Peternakan Rakyat. SADI, IFC. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pedoman Lapang
Pertanian.
Pelaksanaan Pengelolaan
2009. Sekolah
Tanaman
Terpadu Padi, Jagung, Kedelai. Direktorat
Jenderal
Peternakan,
Kementrian Pertanian Pertanian. 2010.
Blue
Print
Program
Swasembada Daging Sapi 2014. Pemda NTB. 2009. Blue Print NTB Bumi Sejuta Sapi. Pemerintah Provinsi NTB. Singarimbun M, Sofian E. 1995. Metode Penelitian Survai. Edisi kedua, LP3ES, Jakarta. Tashakkori, A. dan Ch. Teddlie. 1998. Mixed Methodology, Combining Qulaitative
and
Quantitative
Approaches. SAGE Publications.
66
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
DAMPAK INTRODUKSI TEKNOLOGI STEAMING-UP TERHADAP ESTRUS POST PARTUS SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN (PFH) Budi Utomo1) dan Luh Gede Astiti2) 1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kualitas pakan yang diberikan setelah partus terhadap estrus post partus, kualitas ferning dan pH serviks. Penelitian dilakukan di Desa Jlarem Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, melibatkan anggota Gapoktan “Lestari Bawono” secara partisipatif. Waktu pelaksanaan April-November 2010. Anggota Gapoktan yang dilibatkan sebanyak 18 orang dan materi ternak sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) laktasi sebanyak 21 ekor. Materi ternak diperlakukan dalam tiga sistem pemberian pakan dalam pemeliharaan, dan masingmasing sistem sebanyak 7 ekor. Sistem pemeliharaan I : konsentrat komersial dengan kandungan protein 10%, sistem pemeliharaan II : konsentrat komersial protein 12%, dan sistem pemeliharaan III : konsentrat komersial protein 13%. Pakan hijauan diberikan pada masing-masing sistem pemeliharaan adalah rumput gajah dan rumput lapang. Variabel yang diamati : konsumsi pakan, birahi pertama post partus, kualitas ferning dan pH lendir seviks. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan 3 perlakuan dan 7 ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam (ANOVA) dilanjutkan Uji Beda Wilayah Ganda Duncan. Hasil yang diperoleh bahwa konsumsi bahan kering untuk sistem pemeliharaan I, II dan III adalah 6,01 kg, 6,52 kg dan 6,87 kg (P>0,05). Estrus pertama post partus untuk pemeliharaan I, II, dan III adalah 130,40 + 18,04, 84,00 + 5,28, dan 73,45 + 7,40. Rata-rata nilai ferning adalah 139,32 + 32,51, 224,73 + 26,40 dan 229,26 + 19,61. Rata-rata pH lendir serviks adalah 7,12; 7,68 dan 8,24. Hasil uji Wilayah Ganda Duncan bahaw estrus post partus dan nilai ferning menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara pemelihraan I dengan pemeliharaan II dan III. Rata-rata pH lendir serviks berbeda nyata (P<0,05) antara pemeliharaan III dengan I dan II. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan introduksi teknologi steaming-up sapi perah pada saat post partus dengan sistem pemeliharaan III dapat memperpendek estrus post partus, meningkatkan kualitas birahi dan pH lendir serviks paling tinggi. Kata kunci : Sapi perah, pakan, birahi, ferning dan pH lendir serviks. masyarakat. Laju pertumbuhan penduduk
PENDAHULUAN Prospek
pengembangan
industri
yang pesat dan meningkatnya kesadaran
sapi perah di Indonesia cukup besar
gizi
masyarakat
menyebabkan
karena permintaan susu terus meningkat
meningkatnya konsumsi susu (Setiawati,
seiring dengan pertumbuhan ekonomi
2008). Usaha peternakan sapi perah 67
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
selama ini telah memberikan sumbangan
menyebabkan berbagai kerugian yaitu
cukup besar bagi peningkatan peternakan
menurunkan angka produksi susu harian,
dan
Namun
meningkatkan biaya Inseminasi Buatan
demikian usaha sapi perah masih perlu
(IB) atau kawin alam, meningkatkan laju
mendapat
dari pihak-pihak
betina afkir, memperlambat kemajuan
terkait karena produktivitasnya masih
genetik dari sifat bernilai ekonomis dan
rendah hal ini tercermin dari produksi
menyebabkan lambatnya perkembangan
susu segar yang dihasilkan peternak sapi
populasi.
perah di Indonesia selama ini baru bisa
pengelolaan
memenuhi
negeri
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha
kurang dari 30%, sedangkan sisanya
untuk meningkatkan produktivitas. Untuk
masih di import sebanyak 132.874.000
meningkatkan efisiensi reproduksi ternak
ton setara susu segar (Ditjen Peternakan
sapi
dan Kesehatan Hewan, 2012), dan sasaran
reproduksi yang berkaitan dengan aspek
strategi budidaya sapi perah adalah
genetik, fisiologis, nutrisi, manajemen
meningkatnya
dan lingkungan (Anggraeni, 2008).
masyarakat
pedesaan.
perhatian
kebutuhan
dalam
populasi
dengan
Efisiensi
dan
yang
baik
ternak
perah,
pertumbuhan rata-rata 9% per tahun,
reproduksi
perlu
diperhatikan
sifat
Faktor pakan merupakan salah
meningkatnya produksi susu dalam negeri
satu
dari 25% menjadi 50% pada tahun 2020,
reproduksi pada peternakan sapi perah.
melalui peningkatan produktivitas ternak
Pada
per ekor dari 10 lt/ekor/hr menjadi 15
memberikan
lt/ekor/hr dan peningkatan skala usaha
kualitasnya
budidaya
penelitian Siregar (2001), menunjukkan
sapi
perah
menjadi
7-10
ekor/KK.
penyebab
umumnya
gangguan
peternak
pakan
efisiensi
dipedesaan
kuantitas
masih
rendah.
dan Hasil
bahwa produksi susu sapi perah Friesian
Rendahnya
sapi
Holstein
(FH),
masih
rendah
perah antara lain disebabkan aktivitas
berkisar
antara
10-12
kg/hr
reproduksinya.
sangat
pemberian pakan belum sesuai dengan
akan
potensi genetiknya.Hal ini berdampak
menentukan diperoleh
produktivitas
Reproduksi keuntungan
dalam
usaha
yang sapi
perah.
terhadap reproduksi dan
karena
penurunan
Menurut Plaizier et al. (1997), ketidak
kondisi
efisienan
(gangguan
menyebabkan jarak beranak panjang,
reproduksi) pada sapi perah betina dapat
mengganggu kelancaran metabolisme dan
reproduksi
tubuh
yaitu
sehingga
dapat
68
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
siklus birahi tidak normal. Menjaga
diperlakukan dalam tiga sistem pemberian
interval antara satu kelahiran dengan
pakan dalam pemeliharaan, dan masing-
kelahiran secara teratur memungkinkan
masing sistem sebanyak 7 ekor. Sistem
proses kelahiran anak berlangsung hampir
pemeliharaan I dengan pemberian pakan
setiap tahun, sehingga diharapkan dapat
konsentrat komersial dengan kandungan
dicapai efisiensi reproduksi ternak secara
protein 10%,
optimal. Efisiensi reproduksi setiap ekor
dengan
induk dapat dihitung dengan berbagai
protein 12%, dan sistem pemeliharaan III
periode dari indeks reproduksi sebagai
dengan
komponen esensial penentu dari inetrval
protein 13%. Pemberian pakan konsentrat
antar kelahiran, yang meliputi periode
1,5% dari bobot badan. Pakan hijauan
kawin pertama post partus, kawin pertama
diberikan secara ad libitum pada masing-
sampai konsepsi terjadi, lama kosong dan
masing
sistem
interval
rumput
gajah
beranak
(Anggraeni
dan
sistem pemeliharaan II
pakan
konsentrat
pakan
konsentrat
komersial
komersial
pemeliharaan dan
berupa
rumput
lapang.
Diwyanto, 2008). Penelitian dilakukan
Perlakuan pakan diberikan setelah sapi
bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perah partus. Variabel yang diamati :
tingkat kualitas pakan yang diberikan
konsumsi pakan, birahi pertama post
setelah sapi perah partus terhadap estrus
partus, kualitas ferning dan pH lendir
post partus, kualitas ferning dan pH
seviks. Ferning dari lendir serviks yang
serviks.
terbentuk pada saat birahi diukur dengan nilai
memberikan
MATER DAN METODE Penelitian
skor
penilaian.
untuk
Penilaian
berdasarkan tiga unsur yaitu keberadaan,
Jlarem Kecamatan Ampel Kabupaten
bentuk dan kepadatan ferning(nilai 0-25,
Boyolali
melibatkan
26-50, 51-75, dan 76-100). Berdasarkan
anggota Gapoktan “Lestari Bawono”
ketiga unsur tersebut, maka diperoleh tiga
secara partisipatif. Waktu pelaksanaan
kriteria kualitas ferning yaitu kualitas
April-November
Anggota
rendah dengan nilai total 0 sampai 100,
Gapoktan yang dilibatkan sebanyak 18
kualitas sedang dengan nilai total 101
orang
sapi
sampai dengan 200 dan kualitas tinggi
perahPeranakan Friesian Holstein (PFH)
dengan nilai total 201 sampai dengan 300.
laktasi sebanyak 21 ekor. Materi ternak
Rancangan
dan
Tengah,
2010.
materi
di
dimodifikasi
Desa
Jawa
dilakukan
dan
ternak
percobaan
menggunakan 69
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Rancangan Acak Lengkap, dengan 3
perbedaan yang nyata (P>0.05). Hal ini
perlakuan dan 7 ulangan. Data dianalisis
mengindikasikan bahwa kemampuan sapi
dengan
Ragam
perah untuk mengkonsumsi pakan relatif
(ANOVA) dilanjutkan Uji Beda Wilayah
sama, meskipun ada sedikit peningkatan
Ganda Duncan (Steel dan Torrie. 1993).
pada perlakuan sistem pemeliharaan III.
menggunakan
Sidik
Kondisi ini berkaitan dengan kapasitas tampung rumen ternak yang terbatas,
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
menunjukkan
dengan rate of passage digesta rendah dan
bahwa rataan konsumsi bahan kering sapi
juga berdampak pada zat-zat pakan lain
perah setelah partus, masing-masing pada
menjadi rendah (Mc Donald et al., 1988).
perlakuan sistem pemeliharaan I, II dan
Sehingga dalam rangka meningkatkan
III adalah 6,01 kg/ekor/hr, 6,52 kg/ekor/hr
jumlah zat-zat pakan yang dikonsumsi,
dan
analisis
ternak perlu mendapat pakan konsentrat
antar
berkualitas baik (Ensminger dan Parker,
6,87
statistik
penelitian
kg/ekor/hr. menunjukkan
Hasil bahwa
perlakuan tidak menunjukkan adanya
1986).
Tabel 1. Rataan konsumsi bahan kering, estrus pertama post partus, nilai ferning dan pH lendir serviks. No
Uraian
Sistem Pemeliharaan Sapi Perah I
II
III
1
Rataan konsumsi bahan kering (kg).
6,01a
6,52a
6,87a
2
Estrus pertama post partus (hari).
130,40+18,04a
84,00+5,28b
73,45+7,40b
3
Rataan nilai ferning.
139,32+32,51a
224,73+26,40b
229,26+19,61b
4
Rataan pH lendir serviks.
7,12a
7,68a
8,24b
Keterangan : Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05).
Untuk mengetahui tanda-tanda
ternak
kelahiran yaitu mulai hari ke 0. Hasil
sapi perah telah birahi adalah dengan
penelitian menunjukkan bahwa rataan
melihat keluarnya lendir jernih yang
hari birahi pertama post partus untuk
transparan melalui vulva. Pengamatan
sistem pemeliharaan I, II dan III adalah
dan pencatatan birahi pertama post partus
130,40+18,04 hari, 84,00+5,28 hari dan
dilakukan berdasarkan kejadian setelah
73,45+7,40 hari. Hasil analisis terlihat
70
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bahwa terjadi perbedaan yang sangat
Hardjopranjoto
nyata
(P<0,01)
(1995)
kekurangan
antara
sistem
protein dalam ransum pada induk setelah
dengan
sistem
beranak dapat menyebabkan anestrus
pemeliharaan II dan III (Tabel 1). Berarti
yang lebih lama. Pakan dengan kualitas
sistem pemeliharaan III, memberikan
baik dapat meningkatkan metabolisme
hasil yang terbaik, karena estrus hari
tubuh dan berpengaruh terhadap fungsi
pertama post partus paling pendek yaitu
kelenjar
73,45 hari, kemudian diikuti sistem
mensekresikan FSH dan FSH merangsang
pemeliharaan II dan I. Namun hasil
pertumbuhan
penelitian yang diperoleh sedikit lebih
1987), Bersamaan dengan tumbuhnya
panjang apabila dibandingkan dengan
folikel tumbuh pula theca interna yang
hasil penelitian Wijono dan Umiyasih
merupakan
(1998), yaitu estrus postpartum pada sapi
Semakin tebal lapisan theca interna
perah diperoleh rata-rata lebih dari 60 hari
semakin
dengan kisaran antara 52-112 hari dan
disekresikan kedalam darah, karena theca
kondisi ini termasuk estrus pertama
interna
terlambat, karena ternak sapi perah
menghasilkan estrogen. Oleh karena itu
sebaiknya estrus kedua setelah beranak
saat produksi estrogen mencapai puncak
dikawinkan yaitu dengan perkiraan 60
maka akan ditandai adanya tingkah laku
hari
ternak betina birahi.
pemeliharaan
setelah
I
beranak.
Lebih
lanjut
dijelaskanoleh Wijono dan Umiyasih
adenohipophisa
folikel,
(Partodihardjo,
komponen
banyak
adalah
Hasil
dalam
dari
folikel.
estrogen
lapisan
yang
sel-sel
yang
penilaian
ferning
yang
keberadaan,
bentuk
dan
(1998), bahwa sapi perah yang memiliki
meliputi
skor kondisi tubuh yang baik, cenderung
kepadatan menunjukkan bahwa pada
memberikan respon estrus postpartum
perlakuan sistem pemeliharaan I, II dan
lebih
III
pendek.
Tolihere
(1985)
mempunyai
rataan
nilai
total
menyatakan bahwa interval antara partus
ferninglendir serviks berturut-turut adalah
dengan
partus
139,32+32,51;
berkisar antara 30-72 hari. Hal ini
229,26+19,61.
kemungkinan
menunjukkan bahwa rataan nilai total
pakan
estrus
dengan
pertama
disebabkan kualitas
post
pemberian baik
224,73+26,40 Hasil
dan analisis
dapat
ferning pada sistem pemeliharaan I
membantu perbaikan dan perkembangan
berbeda nyata (P<0.05) dengan sistem
sel-sel uterus ke kondisi normal. Menurut
pemeliharaan II dan III, namun sistem 71
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pemeliharaan II dan III tidak berbeda
adanya pengaruh kadar estrogen yang
nyata (P>0.05). Rataan nilai total ferning
tinggi.
pada sistem pemeliharaan I sebesar
Hasil penelitian pH lendir serviks
139,32+32,51 berarti mempunyai kriteria
yang diperoleh pada perlakuan sistem
kualitas
pemeliharaan I, II dan III adalah 7,12;
sedang.
Pada
sistem
pemeliharaan II dan III, mempunyai
7,68
rataan
sebesar
menunjukkan bahwa pH lendir serviks
229,26+19,61 yang
pada sistem pemeliharaan III berebda
nilai
total
224,73+26,40 dan
ferning
dan
8,24.
Hasil
berarti mempunyai nilai kualitas ferning
nyata
yang tinggi. Hal ini dapat dikatakan
pemeliharaan I dan II. Menurut Cole dan
bahwa ternak sapi perah pada perlakuan
Cupps (1959), bahwa pakan dengan
dengan sisitem pemeliharaan II dan III
kualitas
mempunyai
metabolisme
tingkat
kesuburan
yang
(P<0.05)
analisis
baik
dengan
dapat tubuh
sistem
meningkatkan dan
akan
tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
mempengaruhi
Hafez (1993), bahwa pada saat estrus
adenohipofisa dalam mensekresikan FSH
terdapat sekresi lendir yang berlebihan,
dan FSH tersebut berfungsi merangsang
dan lendir tersebut akan mengalami
perkembangan folikel didalam ovarium
kristalisasi yang disebut fen (gambaran
yang
daun
penampakan
dengan susunan kimia mengikat OH.
ferning dapat dijadikan indikator tingkat
Salisbury dan Van Demark (1985),
kesuburan ternak dan dapat digunakan
menyatakan bahwa pH lendir serviks in
untuk
vitro diatas 8.
pakis),
sehingga
menentukan
saat
birahi.Ketersediaan nutrisi yang cukup
akan
fungsi
kelenjar
mensekresikan
estrogen
KESIMPULAN
akan meningkatkan fungsi kelenjar tubuh
Hasil penelitian dapat disimpulkan
yang berkaitan dengan reproduksi dan
bahwa
semakin banyak pertumbuhan folikel-
steaming-up sapi perah pada saat post
folikel pada ovarium akan menyebabkan
partus
peningkatan kadar estrogen. Menurut
pemeliharaan
Salisbury
(1985),
konsentrat komersial protein 13% +
yang
pemberian pakan hijauan rumput gajah
terbentuk dari lendir serviks pada sapi
dan rumput lapang ad libitum) dapat
perah betina yang sedang birahi karena
memperpendek
menyatakan
dan
Vandemark
bahwa
ferning
dengan
introduksi
dengan III
teknologi
perlakuan
sistem
(pemberian
pakan
estrus
post
partus, 72
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
meningkatkan kualitas birahi dan pH
Puslitbang
lendir serviks paling tinggi.
Litbang Pertanian, Departemen
DAFTAR PUSTAKA
Pertanian. Bogor. hal. 88-98.
Anggraeni, A. 2008. Indeks reproduksi
Peternakan,
Badan
Cole, H.H. dan P.T. Cupps. 1959.
sebagai faktor penentu efisiensi
Reproduction
reproduksi sapi perah : Fokus
Animals. Vol 1. Acad Press, New
kajian pada sapi perah Bos Taurus.
York.
Prosiding ‘Prospek Industri Sapi
in
Domestic
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Perah Menuju Perdagangan Bebas
2012.
2020. Jakarta, 21 april 2008. Pusat
budidaya sapi perah di luar Pulau
penelitian
Pengembangan
Jawa. Semiloka “Pembangunan
Peternakan bekerjasama dengan
Gizi Bangsa Melalui Gerakan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Percepatan
keuangan
Nasional”. Jakarta, 27 Juni 2012.
dan
dan
Perbankan
Program
pengembangan
Produksi
Susu
Indonesia. Puslitbang Peternakan,
Puslitbang
Badan
Litbang Pertanian, Kementerian
Litbang
Pertanian,
Departemen Pertanian. Bogor. hal. 61-74.
Peternakan,
Badan
Pertanian. Ensminger, M.E. and R.O. Parker. 1986.
Anggraeni, A. dan K. Diwyanto. 2008.
Sheep and Goats Science. Fifth
Variasi periode kawin pertama
Ed. The Interstate. Printers &
post partus sapi Friesian Holstein
Publisher, Inc. Danvile, Illinois :
di Stasiun Bibit BPTU Baturraden
235-253.
dan peternakan rakyat binaan di Kabupaten Tengah. Industri
Banyumas, Prosiding Sapi
Perah
Jawa
dengan
Perbankan
:
Hafez,
Menuju
Animals. 6th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia. hal : 35-64. Hardjopranjoto,
H.S.
1995.
Ilmu
Peternakan
Kemajiran pada Ternak. Cetakan
Sekolah
I. Penerbit Airlangga University
Tinggi Ilmu Ekonomi keuangan dan
dalam
E.S.E. (Ed). Reproduction in Farm
21 april 2008. Pusat penelitian dan
bekerjasama
reproduction.
‘Prospek
Perdagangan Bebas 2020. Jakarta,
Pengembangan
Hafez, E.S.E. 1993. Anatomy of females
Press. Surabaya.
Indonesia. 73
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Mc Donald, P., R.A. Edward and J.F.D. Greenhalgh. Nutrition.
1988.
Animal
Ed.
Longman
4th
Scientific and Technical, New York : 284-321.
Penerbit
Fakultas
kedokteran
Veteriner
Reproduksi.
Institut
Pertanian,
Departemen Pertanian. Bogor. hal. 13-22. S.B.
2001.
Kemampuan Sapi
Perah
Peningkatan
Berproduksi Laktasi
Susu
Melalui
Perbaikan Pakan dan Frekuensi
Pertanian
Pemberiannya. Jurna Ilmu Ternak dan
Plaizier, J.C.B., J. King, J.M.C. Dekkers K.
Litbang
Urusan
Bogor. Bogor.
and
Badan
Siregar,
Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan.
Indonesia. Puslitbang Peternakan,
Lissemore.
Veteriner.
Puslitbang
Peternakan. Bogor. vol. 6 no. 2.
1997.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993.
Estimation of economic values of
Prinsip dan Prosedur Statistika
indices
Suatu
for
reproductive
performance in dairy herds using computer simulation. J. Dairy Sci. 80 : 2775-2783.
Pendekatan
Biometrik.
Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Tilihere, M.R. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau.
Salisbury, G.W. dan N.L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Inseminasi Buatan pada Sapi.
Wijono, D.B. dan U. Umiyasih. 1998.
Gadjah Mada University Press,
Tampilan status reproduksi sapi
Yogyakarta.
perah pada tingkat kondisi badan
Setiawati, T. 2008. Revitalisasi agribisnis
yang
berbeda
dan
sistem
sapi perah yang berdaya saing dan
pengelolaan di peternakan rakyat.
ramah
Prosiding
‘Prospek
lingkungan. Industri
Prosiding
Nasional
Perah
Peternakan dan Veteriner. Jilid II.
Menuju Perdagangan Bebas 2020.
Bogor, 18-19 November 1997.
Jakarta, 21 april 2008. Pusat
Puslitbang
penelitian
Libang
dan
Sapi
Seminar
Pengembangan
Peternakan bekerjasama dengan
Peternakan,
Pertanian,
Badan
Departemen
Pertanian. Bogor. hal. 297-304.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi keuangan
dan
Perbankan 74
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
KEBERHASILAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN PADA KERBAU MENGGUNAKAN SPERMATOZOA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT KERBAU BELANG (Bubalus Bubalis) Edy Sophian1,Dr.Ir. Dede Kardaya,M.Si 2, Dr.drh. Hera Maheshwari,M.Sc.3 Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Raya Bogor Km.46 Cibinong, 16911, Jurusan Peternakan, FATEN, Universitas Djuanda, Jl. Raya Kotak Pos No.1 Ciawi Bogor Program Studi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Jl.Agatis Kampus IPB Darmaga
ABSTRAK Penelitian mengenai Keberhasilan program inseminasi buatan pada kerbau menggunakan spermatozoa epididimis dan ejakulat kerbau belang (Bubalus Bubalis), dilakukan selama 4 bulan di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Gunung Halu Kabupatan Bandung Barat. Dari tanggal 02 September 2011 sampai 29 Januari 2012. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk membandingkan tingkat keberhasilan IB pada kerbau, yang berdasarkan asal spermatozoa yang digunakan untuk pelaksanaan IB pada kerbau secara optimal guna meningkatkan angka keberhasilan kebuntingan dan kelahiran. Dari total 24 ekor kerbau yang di bagi dalam dua lokasi, Masingmasing lokasi sebanyak 12 ekor, diberikan perlakuan sinkronisasi berahi dengan Preparat Hormonal PGF 2α. Pada hari ke tiga atau 72 jam kemudian dilakukan inseminasi. Hasil penelitian ini menujnjukan bahwa kerbau yang diinseminasi dengan semen ejakulat tingkat kebuntingan adalah 8 ekor dengan prosentase 66 %, sedangkan pada kerbau yang diinseminasi menggunakan semen epididimis tingkat kebuntingan adalah 3 ekor dengan prosentase 25 %. S/C (service per conception) untuk semen ejakulat hasil pengamatan kerbau di Kabupaten Bogor adalah 2.4, sedangkan S/C semen epididimis 12.0. S/C untuk semen ejakulat pengamatan di Kabupaten Bandung adalah 4.0, dan untuk sperma epididimis adalah 6.0. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kwalitas semen ejakulat masih lebih baik dibandingkan dengan semen epididimis. ABSTRACT The study on the succes of artificial insemination program in spotted buffaloes (Bubalus bubalis) using spermatozoa epydidimis and ejaculate was conducted in four months at Biotechnology Research Centre Indonesia Institute of Science, Bogor and Gunung Halu West Bandung. from 02 September 2011 until 29 January 2012. The purpose of this study was to compare the degree of succes of artificial insemination rate in buffaloes, which used spermatozoa to enhance the pregnancy rates and birth. The total of 24 buffaloes used in this research were maintained in two locations. In each location, 12 of buffaloes were synchronized with PGF 2α. On the third day or after 72 hours the insemination was done The results showed that the pregnancy rate of buffaloes inseminated with spermatozoa from ejaculate was 8 tails or 66 % of the total while buffaloes inseminated with spermatozoa from epydidimis had the pregnancy rate of 25% or 3 tails. The S/C (service per conception) of the buffaloes in Bogor district inseminated with spermatozoa from ejaculate was 2.4 and with
75
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
spermatozoa from epydidimis was 12.0. On the other hand, the S/C of the buffaloes in Bandung district inseminated with spermatozoa from ejaculate was 4.0 and with spermatozoa from epydidimis was 6.0. It can be conclud that the quality of spermatozoa from ejaculate was still better compared to spermatozoa from epydidimis. Key words: ejaculate cement, epydidimis cement, spotted buffalo, insemination, pregnancy
sperma
PENDAHULUAN Ternak
kerbau
merupakan
cauda
epididimis
dipertimbangkan
mengingat
perlu sering
komoditas ternak yang ikut andil dalam
dilakukan
pemotongan
mencukupi kebutuhan konsumsi daging
produktif
yang
nasional, Populasi kerbau saat ini sangat
genetik yang sangat bagus untuk tujuan
memprihatinkan, Selama sepuluh tahun
upacara adat maupun konsumsi rutin
terakhir populasi kerbau di Indonesia
masyarakat
mengalami penurunan yaitu 2.405.000
Indonesia.
ekor pada tahun 2000 menjadi 2.010.000 ekor pada tahun 2010.
di
Angka
kerbau
memiliki
jantan
kemampuan
beberapa
daerah
keberhasilan
IB
di
pada
kerbau selama ini masih sangat rendah
Selama ini sistim pemeliharaan
mengingat tidak tersedianya semen beku
ternak kerbau masih bersifat tradisional
kerbau dari pejantan unggul di balai
dan masih kurang sentuhan teknologi dari
inseminasi
aspek reproduksi.
mengatasi
maupun daerah. Rendahnya produktivitas
mencegah
kerbau secara umum juga terjadi karena
kepunahan ternak kerbau maka perlu
fenomena silent heat pada kerbau betina
diterapkan teknologi reproduksi seperti
serta menurunnya minat petani peternak
inseminasi buatan (IB). Melalui aplikasi
dalam memelihara kerbau. Oleh karena itu,
IB dapat mengurangi jumlah
perlu
memburuknya
Untuk
situasi
dan
pejantan
yang dipelihara.
buatan
adanya
meningkatkan
Sperma yang digunakan untuk IB
(BIB)
baik
upaya-upaya kemampuan
pusat
untuk
reproduksi
ternak kerbau.
dapat berasal dari ejakulat maupun dari jaringan Sperma
cauda yang
epididimis tersimpan
sperma. di
cauda
METODE PENELITIAN Metode Pembuatan Semen dari sperma
epididimis diketahui memiliki kualitas dan
Ejakulat
kemampuan yang setara dengan sperma
Semen di tampung (koleksi) dari pejantan
ejakulat (Hafez 2000).
kerbau
Pemanfaatan
belang
dengan
menggunakan
76
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
vagina buatan yang berisi air hangat 0
(Rizal et al. 2004) menggunakan larutan
dengan suhunya 40 – 45 C. Kerbau betina
Pengencer komersial Andromed® sebagai
yang
medium pengencer. Spermatozoa segar
menjadi
pemancing
dimasukan
kedalam kandang jepit, koleksi semen
(sebelum
dilaksanakan pada pagi atau sore hari dan
dievaluasi
sebelumnya kerbau jantan disiram atau
konsentrasi spermatozoa, persentase (%)
dimandikan terlebih dahulu, semen yang
motilitas, % hidup, % abnormalitas dan %
telah ditampung di bawah ke laboratorium
membrane plasma utuh (MPU) sama
untuk di evaluasi dan di proses, evaluasi
dengan proses semen yang di dapat pada
semen dari hasil ejakulat dengan semen
ejakulat.
epididimis prinsipnya sama dalam proses
Proses Semen Beku
pembuatan semen cair atau pun beku.
diencerkan)
hasil
kualitasnya,
koleksi meliputi
Proses selanjutkan semen yang
Metode Pembuatan Semen dari Sperma
telah dikemas dalam Straw diekuilibrasi
Cauda Epididimis
didalam lemari es pada suhu 50 C selama
Semen beku yang berasal dari cauda
empat jam (Gunawan 2006). Selanjutnya
epididimis yang di peroleh dari pejantan
Straw
unggul kerbau belang yang dipotong pada
(sekitar
saat upacara adat masyarakat Tana Toraja
dinamis selama 10 menit, kemudian Straw
Sulawesi Selatan, sesaat setelah di potong
dicelupkan
ditaruh di atas uap nitrogen cair -130OC)
menggunakan
kedalam
O
cair
kemudian testis di ambil kemudian di
196 C)kemudian
bawa ke laboratorium,testis segar yang
kontainer depo penyimpanan.
baru di ambil dari ternak kerbau yang di
Pemeriksaan Kebuntingan (PKB)
potong bisa di bertahan 1 – 2 jam di suhu
di
nitrogen simpan
Pemeriksaan
rak
(-
dalam
kebuntingan
ruangan sekitar 20 – 25oC sebelum
dilakukan dengan cara palpasi per rektal
diproses (Rizal et al. 2004),
uterus, 3 bulan setelah IB.
selanjutnya dibilas
bagian
disimpan
epididimis
Waktu ini
dipilih untuk mencegah terjadinya aborsi
dalam
larutan
akibat palpasi. Jika ternak positif bunting,
sebagai
media
maka akan terasa adanya uterus yang
transportasi. Selanjutnya spermatozoa dari
berkembang seperti balon berisi air sebesar
bagian cauda epididimis dikoleksi dengan
sarung
kombinasi teknik slicing/penyayatan dan
Pemeriksaan dengan palpasi dapat diulangi
fisiologis
dan
cauda
proses
(NaCl0,9%)
tinju
pada
saat
palpasi.
penekanan pada setiap jaringan cauda
77
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1-2 bulan berikutnya untuk memastikan
adalah
kebuntingan dan tidak terjadinya abortus.
perbedaan
Parameter
populasi.
Membandingkan
hasil
IB
atau
untuk
menguji
dua
apakah
perlakuan
ada
dari
dua
Analisa Data
tingkat kebuntingan dengan mengunakan
Analisa data yang di gunakan adalah Uji
sperma
ejakulat
dari
Eksak Fisher, untuk mengetahui jumlah
sperma
beku
dengan
kerbau bunting yang diinseminasi dengan
parameter yang dinilai adalah S/C (service
mengunakan semen beku Ejakulat dan
per conception)
semen beku Epididimis.
dan
epididimis
kerbau
belang
Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Uji Eksak Fisher. Fungsi uji eksak Fisher
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Penelitian Tabel : 1. Data jumlah ternak kerbau yang digunakan No. Asal Sperma
Bogor
Bandung
Total
1.
Ejakulat
6 ekor
6 ekor
12 ekor
2.
Epididimis
6 ekor
6 ekor
12 ekor
Hasil Penelitian Tabel : 2. Data hasil pengamatan kerbau di Bogor No.
Asal
JUMLA
Tdk Berahi
Berahi
Jml kerbau yg
Sperma
H SAPI
kembali stlh di
ulang
bunting sth di IB
IB 18 – 21 hari
Stlh di
(satu siklus)
IB
1
Ejakulat
6
2
Epididimis
6
5 1
1
5
4
1
S/C
2.4 12.0
Tabel : 3. Data hasil pengamatan kerbau di Bandung
78
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
No.
Asal
JUMLAH
Tdk Berahi kembali
Berahi ulang
Jml kerbau
Sperma
SAPI
stlh di IB 18 – 21 hari
Stlh di IB
yg bunting
(satu siklus)
S/C
sth di IB
1
Ejakulat
6
3
3
3
4.0
2
Epididimis
6
2
4
2
6.0
Jumlah kerbau yang tidak kembali berahi setelah diinseminasi antara 18 – Pembahasan
21 hari
Dari hasil penelitian di dua lokasi
Kerbau
betina
yang
memperlihatkan
yang berbeda dengan jumlah ternak kerbau
tanda-tanda
betina yang sama yaitu 12 ekor di bogor
gejala, Vulva bengkak, merah dan basah
dan 12 ekor di bandung barat, dengan
karena ada lendir bening
rincian masing –masing lokasi
keluar
6 ekor
dari
esterus/berahi
vulva,Diam
menunjukan
(transparan) bila
dinaiki
untuk diinseminasi dengan sperma ejakulat
temannya dan naik menaiki, kurang nafsu
dan
dengan
makan, sering menguak, kalau diraba
spermatozoa cauda epididimis. Kualitas
melalui rektum (palpasi rektal) maka
spermatozoa yang digunakan setelah di
serviks terbuka dan membesar serta ada
pencairan kembali (thawing)
ereksi / kontraksi. (Batosama, 2006).
6
ekor
diinseminasi
dengan
persentasi motilitas 43,33% (Gunawan,
Dari data tabel. 2 di atas 6 ekor kerbau
2006 ) untuk spermatozoa ejakulat 41,0%
yang diinseminasi dengan semen ejakulat,
untuk spermatozoa epididmis (Yulnawati
pada siklus pertama atau (18 – 21 hari)
et al, 2009).
ada 5 ekor kerbau yang tidak menunjukan
Setelah dilakukan singkronisasi esterus
berahi kembali setelah diinseminasi. Dari
dengan menggunakan Preparat Hormonal
data tabel. 3 di atas 6 ekor kerbau yang
PGF 2α (LutalyseTM), pada hari ke tiga
diinseminasi dengan semen Ejakulat, pada
atau
dilakukan
siklus pertama atau (18 – 21 hari) ada 3
inseminasi buatan, dengan kondisi berahi
ekor kerbau yang tidak menunjukan berahi
yang beragam dari setiap individu ternak
kembali setelah diinseminasi.
kerbau, baik yang di Bogor maupun di
Jumlah kerbau yang kembali berahi
Bandung hasil dari pengamatan dapat
setelah diinseminasi
dilihat pada daftar table 1 dan 2.
Berahi kembali setelah diinseminasi tidak
72
jam
kemudian
lepas dari peran sistim hormonal yang
79
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bekerja
didalam
siklus
hormonal,
epididimis ada 4 ekor yang menunjukan
Mekanisme neural (Neuroendokrinologi)
berahi kembali.
dalam
Jumlah
reproduksi
berperan
dan
kerbau
yang
bunting
berpengaruh terhadap ovulasi, Kelenjar
diinseminasi
hypophysa
ejakulat dan sperma cauda epididimis.
akan
melepas
Follikel
Stimulating
Hormon
(FSH)
dan
Luitenizing
Hormonal
(LH).
FSH
berfungsi
untuk
mengetahui
kebuntingan
pada
Penggunaan
pematangan sel telur menjadi Follicle de
Ultrasonographi
(USG),
Pemeriksaan
Graaf, Folikel yang telah matang ini akan
Konsentrasi
Hormon
Progesteron,
mengsekresikan hormone Oestrogen yang
Penggunaan
Radiografi,
Pemeriksaan
bertanggung
timbulnya
Antigen Embrio. Pemeriksaan kebuntingan
(esterus). LH berperan dalam
dengan palpasi rektal dapat dilakukan pada
pelepasan ovum pada saat ovulasi. Folikel
umur kebuntingan 35 hari tetapi diagnosis
yang
menjadi
semakin akurat setelah 45 – 60 hari
Corpuc luteum. Bila terjadi pembuhan,CL
kebuntingan. Palpasi rektal ini dapat
melepas
dilakukan pada sapi, kerbau dan kuda.
jawab
dalam
berovulasi
hormone
akan
Progesteron
dan
Deteksi Kebuntingan ada beberapa teknik
Rektal,
telah
pertumbuhan
sperma
ternak.Palpasi
berahi
untuk
mengunakan
yang
berfungsi untuk memelihara kebuntingan
Pada
(Tjiptosumirat et al, 2004).
diinseminasi
Data pada table. 2 dari 6 ekor kerbau
setelah pemeriksaan kebuntingan dengan
betina yang diinseminasi dengan sperma
palpasi perektal pada hari ke 65 ( kurang
ejakulat ada 1
yang
lebih 2 bulan) dari 6 ekor kerbau ada 5
setelah
ekor yang positif bunting ditandai dengan
sperma
kondisi uterus antara cornua kiri dan kanan
epididimis ada 4 ekor yang menunjukan
sudah mulai terasa, Assimetris, Salah satu
berahi kembali.
cornua yg berisi foetus terasa ada cairan
Data pada table. 3 dari 6 ekor kerbau
seperti balon berisi air sebesar sarung
betina yang diinseminasi dengan sperma
tinju.sedangkan
ejakulat ada 3
sperma epididimis ada 1 ekor.
menujukan
berahi
diinseminasi,
menujukan diinseminasi,
ekor kerbau kembali
kemudian
pada
ekor kerbau
berahi
kembali
kemudian
pada
yang
Tabel
2
kerbau
dengan
betina
sperma
yang
yang
ejakulat,
menggunakan
setelah
Tabel 3. kerbau betina yang diinseminasi
sperma
dengan
sperma
ejakulat,
setelah
pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi
80
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
perektal pada hari ke 65 ( kurang lebih 2
sedangkan pada
bulan) dari 6 ekor kerbau ada 3 ekor yang
yang baik adalah 1.0 (Toelihere, 1975 ),
positif bunting ditandai dengan kondisi
Hasil
uterus antara cornua kiri dan kanan sudah
pernah dilaporkan oleh (Batosama, 1985)
mulai terasa,
Assimetris, Salah satu
dengan C/S 2.0, sedangka pada Nilai S/C
cornua yg berisi foetus terasa ada cairan
kerbau yang diinseminasi dengan sperma
seperti balon berisi air sebesar sarung
epididimis dibandung sebesar
tinju.sedangkan
artinya ini menunjukan 6 kali IB baru
yang
menggunakan
nilai S/C pada kerbau
ini hampir sama dengan
yang
6.0 yang
sperma epididimis ada 2 ekor.
terjadi
kebuntingan,
sedangkan
pada
S/C (Service per Conception)
tingkat
kebuntingan
inseminasi
pada
Dari data tabel 2 Nilai S/C kerbau yang di
sperma epididimis
IB
dibogor
dilaporkan oleh (Yulnawati et al. 2010)
sebesar 2.4 yang artinya ini menunjukan
dari 6 ekor kerbau yang di inseminasi 3
2- 3 kali IB baru terjadi kebuntingan,
ekor diantaranya di nyatakan bunting.
dengan
sperma
sedangkan pada
Ejakulat
kerbau yang pernah
nilai S/C pada kerbau
Dari hasil penelitian ini yaitu
yang baik adalah 1.0 (Toelihere, 1975 ),
membandingkan hasil inseminasi sperma
Hasil
yang
kerbau belang dari sperma ejakulat dan
pernah dilaporkan oleh (Batosama, 1985)
sperma epididmis seperti pada Tabel 3.
dengan C/S 2.0, sedangka pada Nilai S/C
Dari total 24 ekor yang di bagi dua lokasi
kerbau yang diinseminasi dengan sperma
masing-masing 12 ekor untuk inseminasi
epididimis dibogor sebesar
12.0 yang
sperma ejakulat dan sperma epididimis,
artinya ini menunjukan 12 kali IB baru
dengan tingakat kebuntingan (66.7%) 8
terjadi
kebuntingan,
sedangkan
pada
ekor untuk sperma ejakulat dan (25%) 3
tingkat
kebuntingan
inseminasi
pada
ekor untuk sperma epididimis. Dengan
kerbau yang pernah
data yang dihasilkan dari penelitian ini
dilaporkan oleh (Yulnawati et al. 2010)
membuktikan kualitas sperma ejakulat
dari 6 ekor kerbau yang di inseminasi 3
masih lebih baik dibandingkan dengan
ekor diantaranya di nyatakan bunting.
sperma
Dari data tabel 3. Nilai S/C kerbau yang di
digunakan dalam penelitian ini
IB dengan sperma ejakulat dibandung
motilitas
sebesar 4.0 yang artinya ini menunjukan 4
(Gunawan,
kali
(65,00%), (Rizal et al, 2004). Hal ini
ini hampir sama dengan
sperma epididimis
IB
baru
terjadi
kebuntingan,
epididimis,
sperma 2006),
seperti
ejakulat sperma
yang dengan
(74,5%), epididimis
81
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sesuai dengan pendapat (Yulnawati et al,
antara
2008),
membrane spermatozoa, (ii) masuknya
menyatakan
abnormalitas
persentase
spermatozoa
segar
yang
membrane
spermatozoa
sel
kedalam
telur
sel
dengan
telur,
(iii)
terdapat pada bagian cauda epididimis
pencegahan polispermi oleh sel telur, (iv)
kerbau belang sebesar 15,00%. Dan
aktivasi
mempunyai motilitas 65%. Oleh karena itu
penyempurnaan miosis oleh sel telur, (vi)
dari hasil pengamatan dilapangan kondisi
pembentukan dan fusi pronuklei jantan dan
ternak kerbau yang tidak bunting dapat di
pronuklei betina.
pengaruhi oleh beberapa factor mulai dari
Masih rendanya tingkat kebuntingan hasil
individu ternak kerbau, kondisi berahi,
IB menggunakan semen cauda epididimis
kualitas spermatozoa setelah thowing,
disebabkan beberapa factor seperti, masih
waktu inseminasi seperti yang di laporkan
belum matang sebagian besar spermatozoa
oleh ( J. Berdugo et al. 2005). Inseminasi,
di epididimis secara sempurna, tidak
pada kerbau memilik batasan pada musim,
tepatnya birahi pada saat diinseminasi,
kesulitan
angka
kondisi ternak kerbau yang cenderung
kebuntingan rendah dibandingkan dengan
berahi tenang, hal ini disebabkan karena
sapi
kerbau betina
Pada dasarnya fertilisasi bukan merupakan
reproduksi yang berbeda, kemungkinan
proses
lain adalah kematian embrio dini.
deteksi
tunggal,
esterus,
melainkan
rangkaian
metabolism
telur,
mempunyai
(v)
kondisi
proses yang melibatkan ke dua gamet.
Tingkat kebuntingan menggunakan semen
Menurut (Carlson, 1988), fertilasi terdiri
Ejakulat VS Epididimis
atas tahap-tahap sebagai berikut (i) kontak No.
Asal
Jumlah
Tingkat
Sperma
Resipien/
Kebuntingan
Bogor dan
ekor
(%)
Bandung 1.
Ejakulat
12 ekor
8 ekor (66 %)
2.
Epididimis
12 ekor
3 ekor (25 %)
Analisa Data
dianalisis dengan uji non parametrik Exact
Pengaruh perlakuan inseminasi buatan
Fisher’s
terhadap
perlakuan yang diuji yakni inseminasi
kebuntingan
pada
kerbau
p.
Terdapat
dua
kelompok
82
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
buatan dengan sperma ejakulat dan sperma
percobaan.
cauda epididimis. Banyak respon dalam
disajikan sebagai berikut:
pengujian ada sebanyak dua kategori,
Tabel : 5. Data Percobaan Perlakuan
yakni bunting dan tidak bunting. Sebanyak
Inseminasi
24
Kebuntingan Kerbau
ekor
kerbau
digunakan
dalam
Jenis Sperma
Bunting
Skema
data
Buatan
Tidak
terhadap
percobaan
Respon
Total
Bunting Perlakuan Sperma Ejakulat
8
4
12
Perlakuan Sperma Cauda Epididimis
3
9
12
Total
11
13
24
Hasil analisis Exact Fisher’sχ2 diringkas dalam tabel berikut:
Ho :
Tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari perlakuan inseminasi buatan terhadap respon kebuntingan kerbau
H1 :
Perlakuan inseminasi buatan sperma ejakulat berpengaruh lebih baik dibandingkan sperma cauda epididimis terhadap respon kebuntingan kerbau
Statistik Uji Tabel : 6. Statistik analisis Exact Fisher’s (p)
Exact Fisher’s (p)
Taraf nyata α
0,044
0,05
Kriteria Uji : Dengan = 5 % tolak hipotesis H0 Jika statistik Exact Fisher’s (p) < taraf nyata α, terima hipotesis H0 jika statistik Exact Fisher’s (p) ≥ taraf nyata α. Dari tabel di atas statistik Exact Fisher’s (p) sebesar 0,044 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian disimpulkan bahwa perlakuan inseminasi buatan sperma ejakulat secara signifikan berpengaruh lebih baik dibandingkan sperma cauda epididimis terhadap respon kebuntingan kerbau.
KESIMPULAN
1. Inseminasi
Buatan semen
dengan
Dari hasil penelitian dan pembahasan
menggunakan
ejakulat
dapat di simpulkan sebagai berikut :
masih lebih baik dibandingkan dengan semen epididimis, dengan
83
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
presentase kebuntingan rata- rata
Pelestarian
70 % untuk ejakulat, 30 % untuk
Kerbau
epididimis.
Agricultural University).
Dengan
nilai
S/C
(service per conception ), ejakulat lebih baik dari epididimis.
dikoleksi
epididimis
dari
melalui
Belang.
cauda teknologi
Ternak
IPB
(Bogor
Batosamma, J.T. (2006). Potential and Application
2. Penggunaan semen epididimis beku yang
Sumberdaya
of
Reproduction
Technologies of watwr Buffaloes in Indonesia International Seminar on “The
Artifisial
Reproductive
Inseminasi Buatan dapat membuahi
Bioteknologies For Buffaloes” August
sel
28- 1 September,2006 at Bogor,
telur,
meskipun
tingkat
keberhasilan kebuntingan masih rendah. 3. Koleksi
Indonesia. Berdugo J. Posada I. Angel Need J. (
cauda
epididimis
dan
2007).
of
reevaluation
of
the
Produksi semen epididimis masih
parametersof semen straws to be
perlu
used
dilakukan
untuk
in
artificial
insemination
menyelamatkan keturunan kerbau
programs vol. 6, (Suppl. 2), 619-
belang “saleko” yang mempunyai
621.J.Anim.Sci. Italia.
nilai ekonomi dan sosial yang tinggi.
Carlos, (1988). Chemistry of Meat Tissue. Tenth ed. Dept. of Animal Science The
DAFTAR PUSTAKA
Ohio
State
University
and
The
Achjadi, K, S.Teguh, R. Puji dan Aulia.
Agricultur Research and Development
(2007). Sosialisasi dan implementasi
Center. United States Of America.
program Grading UP kerbau Lumpur
Gunawan, M, E.M.Kaiin,S. Said dan B.
(Swamp Buffalo) melalui Teknologi
Tappa.
Inseminasi
Kerbau Belang (Bubalus bubalis) di
Buatan
di
Kabupaten
(2006),
Evaluasi
Batanghari,Propinsi Jambi.Prosiding
Cibinong,
Lokakarya Kerbau Nasional, hal 25 –
LIPI.Bogor 12 – 14 2006.
48,
di Propinsi Jambi,Tanggal 23
Hafez,
E.S.E
Seminar
and
Reproduksi
Pegembangan Peternakan Bogor.
ed).USA Lippincot
Batosamma,
J.T.
(1985).
Penerapan
in
Bioteknologi
B.Hafez.
Juni 2007. Pusat Penelitian dan
farm
semen
(2000).
animal
(7th
Wiliams
&
Wikins.
Teknologi Inseminasi Buatan untuk
84
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Murti,T.W (2002). Ilmu Ternak Kerbau, Kanisius Yokyakarta.
of water buffalo Dalam : The Asiatic Water Buffaloe, ASPAC Foot and
Rizal, M., Herdis & A. Boediono. (2004). Daya hidup sperma epididimis domba setelah disimpan pada suhu rendah (5 °C). J. Anim. Prod. 6: 30-36.
Fertilizer
Technology
Center
Taipe,Taiwan. Tjiptosumirat, T,
B.J.Tuasikal. (2004),
Aplikasi Radioimmunoassay untuk
Said, S. and Tappa. (2008). Perkembangan
Reproduksi Ternak Sapi Perah, hal 5 -
Kerbau Belang (Tedong Bonga) di
6 Pusat Aplikasi teknologi Isotop dan
Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong,
Radiasi, BATAN.
Jawa
Teknologi
Yulnawati, M. Rizal, H. Maheshwari,
Reproduksi, Prosiding Seminar dan
Herdis, Andarias. T. S, & Isak
Lokakarya Nasional Usaha Ternak
Maraya, 2010. Kelahiran Anak Hasil
Kerbau,Hal 18 – 24, Tanah Toraja,24
Inseminasi
– 26 2008, Pusat Penelitian dan
Sperma Epididimis Kerbau Belang.
Pegembangan Peternakan Bogor.
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI,
Santoso,
Barat
I,
Dengan
(2009).
Peningkatan
Produktifitas Kerbau melalui Aplikasi
Buatan
Cibinong. Yulnawati, Rizal M, Herdis, Boediono A.,
Teknologi Reproduksi dalam Rangka
Aku AS,
Meningkatkan
Kualitas
Kesejahteraan
Menggunakan
2006. Peningkatan
Spermatozoa
Epididimis
Peternak. Prosiding dan Lokakarya
Kerbau Belang Yang Dikriopreservasi
Nasional,hal 201 – 205, Kerbau
Dengan
Brebes 11 -13 November 2007, Pusat
Sukrosa.
Penelitian
Veteriner 11:123-130.
dan
Pegembangan
Peternakan Bogor. Toelihere, M.R. (1975). Physiology of reproduksi and artificial insemination
Beberapa
Konsentrasi
J Ilmu Ternak
dan
Williamson dan Payne. (1993). Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University.
Yogyakarta.
85
86
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Penggunaan Gamal (Gliricidia Sepium) Untuk Pakan Sapi Penggemukan Sebagai Upaya Adaptasi Terhadap Iklim Eratik dan Perubahan iklim di Pulau Lombok
Prisdiminggo, Sahrul Gunadi dan Tanda Panjaitan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
ABSTRAK Penggunaan gamal (Gliricidia sepium) sebagai pakan untuk meningkatkan ketahanan pakan sehingga penggemukan sapi potong dapat berlangsung pada musim kering telah dilakukan bersama petani di Kabupaten Lombok Utara. Sebanyak 16 ekor sapi Bali jantan dibagi dalam empat perlakuan pakan sehingga terdapat empat ulangan pada setiap perlakuan pakan. Pakan yang diuji berupa rumput sebagai pakan tunggal, rumput diberi gamal masingmasing sebanyak 0,50%, 0,75% dan 0,75% ditambah dedak sebanyak 0,50% BB. Pemberian dilakukan atas dasar bahan kering. Rerata konsumsi (g/kg BB) sapi yang diberi pakan rumput saja 18,55±9,27, ditambah gamal sebanyak 0,5% BB sebesar 22,39±3,42, ditambah gamal sebesar 0,75% BB 22,81±4,19dan ditambah gamal sebanyak 0,75% serta dedak 0,5% BB sebesar 27,33±4,14. Pertambahan berat badan dari masing-masing pakan berturut-turut sebesar 216,07±37,50 g/h, 298,21±90,56 g/h, 289,29±32,67g/h dan 316,07±69,03 g/h. Pemberian gamal meningkatkan pertambahan berat badan, meningkatkan margin penjualan terhadap pembelian sampai 32% dan berpeluang menurunkan produksi gas metan dari rumen 24–30% dibandingkan dengan ternak yang hanya diberi pakan rumput saja. Gamal meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pakan terutama pada musim kering sehingga memberi peluang kegiatan penggemukan dapat dilakukan sepanjang tahun. Kata kunci: Gamal, Penggemukan, Sapi Bali, Adaptasi iklim eratik, PENDAHULUAN Pemerintah daerah Nusa Tenggara
simpul usaha lain yang berkaitan dengan
Barat (NTB) dalam banyak kesempatan
industri sapi potong di NTB namun jika
menyatakan program NTB Bumi Sejuta
tidak dikelola dengan baik penambahan
Sapi sudah mulai menampakkan hasil
jumlah sapi jantan dapat meningkatkan
dimana populasi sapi meningkat dari
beban wilayah karena terjadi peningkatan
546.114 ekor pada tahun 2008 menjadi
penggunaan sumber daya pakan, tenaga dan
784.019 ekor pada tahun 2011 (Disnak
lainnya. Peningkatan penggunaan sumber
NTB,
terjadi
daya dapat disebabkan oleh pertumbuhan
peningkatan populasi sebesar 10%/tahun.
yang lambat sehingga diperlukan waktu
Penambahan
akan
untuk mencapai berat jual yang lama
meningkatkan jumlah sapi jantan yang jika
sehingga jumlah pakan dan tenaga kerja
dikelola dengan baik merupakan sumber
yang digunakan secara akumulatif menjadi
pendapatan bagi peternak produsen dan
lebih tinggi. Panjaitan (2012) melaporkan
2008
dan
2011)
populasi
atau
juga
87
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pertumbuhan
sapi
Bali
jantan
yang
dari perubahan iklim. Tidak tersedianya
dipelihara secara tradisional dari lahir
pakan selama musim kering sampai awal
sampai dewasa di Lombok Utara sebesar y=
musim hujan merupakan penyebab utama
2
0.271x + 15.08 (R =0.86). Hal ini berarti
rendahnya produktivitas ternak di Lombok.
untuk mencapai berat jual sebesar 250 kg
Gamal
diperlukan waktu pemeliharaan berkisar 2,4
mempunyai perakaran yang dalam sehingga
tahun.
relatif lebih tahan terhadap musim kering
Perbaikan pakan merupakan salah satu
dibandingkan rumput. Dengan demikian
peluang yang dapat digunakan untuk
penggunaan
memperbaiki
berpeluang meningkatkan ketahanan pakan
pertumbuhan
sapi
jantan
merupakan
tanaman
gamal
pohon
sebagai
pakan
penggemukan . Gamal merupakan tanaman
berkualitas pada musim kering.
legume pohon yang banyak digunakan
Kualitas pakan yang buruk dan jumlah yang
sebagai pagar hidup di pedesaan Nusa
tidak memadai merupakan faktor utama
Tenggara Barat. Gamal mempunyai kualitas
penyebab tingginya produksi gas metan
yang tinggi sebagai pakan ternak karena
(CH4) dari dari ternak disebabkan oleh
mempunyai
kasar
proses fermentasi rumen yang tidak efektif
berkisar 21% dan kecernaan bahan kering
(Johnson dkk, 1993). Produksi gas CH4 dari
lebih dari 60% (Panjaitan, 2001). Sapi
sapi dipengaruhi oleh tingkat konsumsi,
Brahmancross (BX) yang diberi pakan
jenis dan kualitas pakan (Johnson dan
dasar rumput raja dan diberi suplementasi
Johnson, 1995; Shibata dan Terada, 2009).
daun gamal 0.3% berat badan atas dasar
Pembentukan
bahan kering memberikan peningkatan
disebabkan aktivitas mikroba metanogensis
berat badan dari 306 menjadi 478 g/h
yang merubah sebagian energi menjadi
(Abdulrazak dkk, 1997). Pemberian daun
CH4. Komponen sekunder tanaman seperti
gamal segar sebanyak 7 kg/h pada sapi
tannin dan saponin dapat menekan aktivitas
lepas sapih memberikan pertambahan berat
mikroba metanogenesis sehingga dapat
badan 310 g/h (Zamora dkk, 1994). Hal ini
menurunkan produksi CH4 dari rumen
menunjukkan kualitas dari gamal sebagai
(Pucahala dkk, 2005; Bhatta dkk, 2009;
pakan ternak.
Goel
Sifat
iklim
hambatan
kandungan
yang dan
protein
eratik
merupakan keterbatasan
dan
mempunyai
gas
CH4 dalam
Makkar,
rumen
2011).
kandungan
Gamal
tannin
dan
kemungkinan saponin yang dapat fungsi
mengembangkan usaha peternakan sapi
sebagai
penghambat
aktivitas
potong di NTB. Hambatan dan keterbatasan
metanogenesis dalam rumen.
mikroba
diperkirakan terus meningkat sebagai akibat
88
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pengunaan gamal dalam sistem pakan dapat
pertambahan berat badan, konsumsi pakan,
meningkatkan
pakan,
status internal parasit dan estimasi emisi
ketahanan pakan pada musim kering,
gas enterik metan. Penimbangan dilakukan
meningkatkan produksi dan pendapatan
setiap
peternak dan bersifat mitigasi terhadap
dimonitor selama 3 hari berturut-turut
iklim.
setelah
ketersediaan
15
hari
dan
konsumsi
penimbangan.
Sampel
pakan
pakan
dianalisa untuk mengetahui bahan kering, MATERI DAN METODE
bahan organik dan kandungan proteinnya.
Pengkajian menggunakan pakan legume
Hubungan antara pertambahan berat badan
pohon
penggemukan
dengan produksi gas methan dari rumen
peternak yang
diukur dengan menggunakan persamaan y
gamal
dilakukan merupakan
untuk
bersama anggota
10
kelompok
ternak
= 90,2 + 293,3/x (r= 0,96, P<0,001)
“Beriuk Tangi” dusun Telaga Maluku desa
(Kurihara dkk, 1999) dimana Y adalah
Rempek kecamatan Gangga Kabupaten
produksi CH4 (g/kg PBB) dan X adalah
Lombok Utara. Kegiatan dilakukan antara
pertambahan
bulan April- September 2012 menggunakan
ditabulasi dan dianalisa secara deskriptif.
berat
badan
(kg/h).Data
16 ekor sapi Bali jantan (139±0,8;SE)yang dibagi dalam empat perlakuan pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
sehingga terdapat empat ulangan pada
Komposisi
setiap perlakuan. Pakan yang diuji berupa
diberikan pada sapi Bali jantan disajikan
rumput sebagai pakan tunggal, rumput
pada Tabel 1. Jenis pakan dasar yang
diberi
sebanyak
diberikan sangat variatif. Pakan dasar yang
0,50%, 0,75% dan 0,75% dari berat badan
termasuk dalam rumput campuran meliputi
(BB) ditambahkan dedak sebanyak 0,50%
rumput budidaya, rumput alam, gulma
BB. Pemberian dilakukan atas dasar bahan
berdaun lebar dan hijauan lain yang biasa
kering. Adaptasi terhadap pemberian pakan
diberikan
Gamal dilakukan selama 3 minggu dan
komposisi dan kualitas rumput sangat
adaptasi terhadap pemberian dedak selama
fluktuatif.
gamal
masing-masing
nutrisi
sebagai
dari
pakan
pakan.
yang
Sehingga
2 minggu. Parameter yang diukur meliputi Tabel 1. Komposisi nutrisi dari jerami padi, rumput campuran, gamal dan dedak Pakan Bahan Kering (%) Bahan Organik (%) Protein Kasar (%) Jerami kacang 51,58 92,81 8,3 Rumput campuran 26,47 88,46 5,6 Gamal 26,45 93,08 22,15 Dedak 90,85 84,63 9,17
89
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Deviasi tingkat konsumsi pakan yang tinggi
pakan dasar tersebut (Abdulrazak dkk, 1997
pada ternak yang diberi rumput saja (Tabel
dan Alayon dkk, 1998). Tidak adanya
2) merupakan refleksi dari ketersediaan
perbedaan intake pakan dasar pada ternak
rumput di tingkat lapang yang terus
yang diberi tambahan gamal dan dedak
menurun pada musim kering. Konsumsi
pada pengkajian ini lebih disebabkan
pakan pada ternak yang diberi pakan
karena berkurangnya kemampuan peternak
rumput saja hanya 18,55±9,27 g/kg BB dan
menyediakan rumput untuk mencukupi
tingkat
semua
kebutuhan ternak dari pada kemampuan
berbeda.
ternak mengkonsumsi pakan dasar. Total
konsumsi
rumput
perlakuan
cenderung
Beberapa
hasil
dari
tidak
penelitian
terdahulu
konsumsi
pakan
meningkat
dengan
melaporkan bahwa pemberian gamal pada
meningkatnya jumlah pakan tambahan yang
ternak yang diberi pakan dasar berkualitas
diberikan.
rendah dapat meningkatkan konsumsi dari Tabel 2. Pertambahan berat badan, konsumsi rumput, gamal, dedak dan total konsumsi pakan serta estimasi produksi gas metan dari rumen (Angka yang disajikan merupakan nilai rata-rata dengan standard error dari rata-rata (SEM)) Rumput (adlib) + Gamal + Kategori
Rumput
0,5%BB
0,75%BB
0,75%BB Dedak (0,5%BB)
Berat badan - Pengukuran (h) - Awal (Kg) - Akhir (Kg) - PBBH (g/h) Intake Bahan kering (g/Kg BB) - Rumput - Gamal - Dedak - Total Est. emisi methan (g/kg PBB) Margin Penggemukan PBB (Kg/140 h) Pendapatan (Rp. 27,885/kg) Peningkatan margin (%)
140 147,25±15.76 195,25±18,21 216,07±37,50
140 144,00± 5.12 183,75± 8,80 298,21±90,56
140 141,75± 6.20 165,75± 9,45 289,29±32,67
140 133,25± 7,85 179,50±12,04 316,07±69,03
18,55±9,27
17,09±3,42 5,30±0,20
16,72±3,57 6,09±0,74
18,55±9,27 1448
22,39±3,42 1074
22,81±4,19 1105
17,29±3,77 6,67±0,63 3,37±0,04 27,33±4,14 1018
30 842,605
42 1,162,934 27,5
43 1,197,752 29,7%
44 1,232,570 31,6%
90
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pemberian gamal sebagai pakan tambahan
0,67%BB. Tingkat konsumsi gamal ini
pada sapi Bali jantan yang diberi pakan
masih dibawah harapan namun lebih tinggi
dasar
dari dua perlakuan lainnya.
rumput
campuran
meningkatkan
pertambahan berat badan dibandingkan
Kondisi
dengan yang hanya diberi pakan rumput
digemukkan
saja. Pertambahan berat badan pada sapi
menunjukkan tingkat prevalensi internal
Bali jantan yang diberi pakan gamal 0,5%
parasit untuk Trematoda khususnya dari
BB tidak berbeda dengan yang diberi gamal
golongan cacing hati (Fasciola gigantic)
0,75% BB, hal ini kemungkinan disebabkan
sebesar
pengaruh intake dari gamal tersebut. Pada
(Trichostrongylus,
perlakuan 0,5% BB intake gamal sesuai
Moniezia) sebesar 64%. Semua ternak
dengan
diberikan anthelmintic (abendazole) dan
harapan
dimana
ternak dapat
internal atau
25%
ternak
dan
sebelum
baru
untuk
Nematode
Ostertagia
dan
pada
sebaliknya untuk perlakuan 0,75% BB
trematoda cenderung meningkat (38%)
intake gamal berada dibawah harapan
sedangkan
dimana ternak hanya mengkonsumsi gamal
(40%).
sebanyak 0,61% BB. Tingkat konsumsi
rendah kemungkinan disebabkan jenis dan
gamal dan total konsumsi yang tidak
dosis anthelmintik yang digunakan belum
berbeda cenderung merupakan penyebab
tepat
dari tingkat pertambahan berat badan yang
pemberian pakan yang memungkinkan
tidak berbeda diantara kedua perlakuan.
terjadinya reinfeksi secara terus menerus
Pertambahan
tertinggi
karena sebagian rumput yang diberikan
diperoleh pada sapi Bali jantan yang diberi
pada ternak berasal dari aliran irigasi dan
pakan tambahan gamal 0,75%BB dan
saluran
dedak
g/h.
pembuangan sisa kandang dan kotoran
Pertambahan berat badan yang diperoleh
ternak. Kemungkinan terjadinya reinfeksi
lebih tinggi dari keragaan penggemukan
terlihat jelas pada prevalensi Nematoda
tradisional sapi Bali jantan di Lombok
dimana setelah pemberian anthelmintik
Utara (Panjaitan, 2012). Pertambahan berat
prevalensinya turun sampai 21% sebelum
badan yang lebih tinggi selain disebabkan
meningkat kembali sampai 40% pada akhir
adanya penambahan dedak sebagai sumber
penggemukan.
energi diduga juga disebabkan adanya
Emisi gas methan yang dihasilkan dari
intake gamal yang lebih tinggi dimana
fermentasi rumen merupakan salah satu
ternak mengkonsumsi gamal sebanyak
perhatian yang penting untuk manajemen
0,5%BB
badan
sebesar
316
penggemukan
dibeli
mengkonsumsi gamal sebanyak 0,52% BB
berat
akhir
parasit
Nematoda
Effektivitas
namun
air
juga
yang
prevalensi
sedikit
menurun
anthelmintik
disebabkan
berhubungan
yang
sistem
dengn
91
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
penggemukan
yang
berwawasan
lingkungan. Penambahan gamal 0,5% -
tinggi mengingat peternak dapat melakukan 2-3 periode penggemukan dalam setahun.
0,75% BB diestimasi menurunkan emisi gas metan rumen antara 24-30% (Kurihara
KESIMPULAN
dkk,1999). Walaupun penekanan produksi
Penambahan gamal kedalam sistim pakan
gas metan ini bersifat estimasi dan mungkin
pada penggemukan tradisional di Lombok
masih jauh ari angka sebenarnya terlebih
meningkatkan ketersediaan dan ketahanan
dengan adanya koreksi dari Hunter (2007)
pakan
dimana untuk rumput tropis korelasi untuk
sehingga kegiatan penggemukan dapat
intake bahan kering (g/h) dan produksi
dilakukan sepanjang tahun. Penambahan
metan (g/h) persamaannya berubah dari
gamal juga meningkatkan kualitas pakan
y=41,5X – 36,2 menjadi 34,9X – 30,8,
yang meningkatkan pertambahan berat
namun
badan,
hasil
menggambarkan
yang
diperoleh
peningkatan
kualitas
pakan menggunakan legume selain dapat
terutama
margin
pada
musim
penjualan
kering
terhadap
pembelian dan berfungsi mitigasi terhadap iklim.
meningkatkan pertambahan berat badan dan bersifat mitigasi terhadap iklim. Margin
penjualan
merupakan
terhadap
salah
satu
DAFTAR PUSTAKA pembelian
pertimbangan
Abdulrazak, S.A, Muinga, R.W., Thorpe W,
Orskov,
E.R.
terjadinya perubahan kebiasaan praktek
Supplementation
beternak di pedesaan. Pemberian gamal
sepium and Leucaena leucocephala
memberikan peningkatan margin penjualan
on
terhadap
digestibility,
pembelian
berkisar
28–32%.
with
1997.
voluntary
Gliricidia
food
rumen
intake,
fermentation
Peningkatan margin dengan memberikan
and live weight of crossbred steers
tambahan dedak relatif kecil dibandingkan
offered zeamays stover. Livestocak
dengan yang diberikan tambahan gamal
Production Science, 49:1,53-62.
saja.
Tambahan
meningkatkan
dedak
biaya
juga
produksi
akan karena
Alayon J.A, Ramirez A.L, Ku-Vera J, C. 1998.
Intake,
rumen
digestion,
sebagian besar peternak harus membeli
digestibility and microbial nitrogen
dedak sehingga margin akan semakin kecil.
supply
Pada kondisi penggemukan tradisional
nlemfuensis
pemberian
Gliricidia
gamal
dapat
meningkatkan
margin pendapatan per tahun yang cukup
in
sheep
fed
Cynodon
supplemented sepium.
with
Agroforestry
System. 42:2, 115-126
92
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Bhatta,
R.,
Uyeno,
Takenaka, Nonaka,
Y.,
A., I.,
Tajima,
T.,
in Global Change. NATO AD1
Yabumoto,
Y.,
Series Vol 113, Springer-Verlag,
dan
Germany.
Enishi,
O.
Kurihara, M., 2009. Difference in
Johnson, K.A. dan Johnson, D.E., 1995.
the nature of tannins on in vitro
Methane emissions from cattle.
ruminal methane and volatile fatty
J. Anim. Sci, 73:2483
acid
production
methanogenic protozoal Dairy
and
Kurihara, M., Magner, T., Hunter, R.A. dan
and
McCrabb, G.J. 1999. Methane
Journal
production and energy partition
archaea
populations.
Science.
on
J
Dairy
Sci
of cattle in the tropics. British
92:5512–5522.
Journal of Nutrition. 81, 227–
Disnak-NTB, 2009. Statistik Peternakan Nusa
Tenggara
Barat.
Dinas
234 Panjaitan,
2001.
Nutritive
value
of
Peternakan dan Kesehatan Hewan
preserved gliricidia (Gliricidia
Propinsi Nusa Tenggara Barat.
sepium)
Disnak-NTB, 2011. Statistik Peternakan Nusa
Tenggara
Barat.
Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Nusa Tenggara Barat. Goel, G. dan Makkar, H.,P., 2011. Methane
as
ruminant
Master Thesis. James Cook University, Australia Panjaitan, 2012. Performance of male Bali cattle in village system of Lombok. Proceeding The 15th
mitigation from ruminants using
AAAP
Animal
tannins and saponins. Trop. Anim.
Congress,
26-30
Health Prod. 44(4):729-39.
Thailand. Vol. II, 181
Hunter, R.A. 2007. Methane production by
feed.
Puchala, R.,
Science November,
Min, B. R., Goetsch A. L.,
cattle in the tropic. British Journal
dan Sahlu, T. 2005; The effect
of nutrition. 98:657.
of
a
condensed
tannin-
Johnson, D. E., T. M. Hill, G. M. Ward, K.
containing forage on methane
A. Johnson, M. E., Branine, B. R.
emission by goats. J Anim. Sci.
Carmean, dan D. W. Lodman.
83:182-186.
1993. Principle factors varying
Shibata, M dan Terada, F. 2009. Factors
methane emissions from ruminants
affecting methane production
and other animals. In: M.A.K.
and mitigation in ruminants.
Khalil
Animal Science Journal. 81 (1):
(Ed.).
Atmospheric
Methane: Sources, Sinks, and Role
2–10.
93
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Zamora R, Aparicio J, Gabaldon L, Escobar A,
and
Combellas
Supplementation of
J.1994. sorghum
silage with gliricidia sepium in weaned
cattle.
Archivos
Latinoamericanos de Production Animal. 2:2, 161-168.
94
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
POTENSI PENANAMAN JAGUNG SISTEM 5 BIJI PER LUBANG SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT
Baiq Tri Ratna Erawati dan Sudarto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP NTB) Jl. Raya Peninjauan Narmada Kotak Pos 1017 Mataram 83010 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Potensi pengembangan sapi di NTB cukup besar, kendalanya adalah ketersediaan pakan rendah di musim kemarau. pada musim tersebut, petani NTB umumnya menanam jagung, dimana jagung cukup baik sebagai sumber pakan ternak sapi. Untuk itu dilakukan inovasi teknologi budidaya jagung spesifik untuk menghasilkan pakan ternak sapi. Sehingga dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui potensi tanaman jagung sebagai sumber pakan ternak sapi untuk membantu suplay pakan di musim kemarau. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah milik petani di Desa Jembaran Kembar Kabupaten Lombok Barat pada bulan Mei–Agustus 2012, menggunakan disain Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan 4 varietas jagung hibrida yaitu Bima 2, 3, 4, dan 5, diulang 7 kali dengan petani sebagai ulangan. Menggunakan teknologi sistem tanam 5 biji per lubang yang dipotong secara bertahap umur 30, 45, 75, 90, dan 100 hari sebagai pakan ternak. Hasil penelitian menunjukkan, umur 30 hst bobot biomassa jagung tertinggi dihasilkan varietas Bima 4 sebesar 0,46 t/ha, umur 45 hst bobot biomassa tidak berbeda antar varietas, hasil dicapai sebesar 3,55 t/ha, umur 75 hst bobot biomasa tertinggi dihasilkan Bima 2 sebesar 10,92 t/ha, umur 90 hst bobot biomasa tidak berbeda, hasil sebesar 5,21 t/ha, umur 100 hst bobot biomassa tertinggi dihasilkan Bima 5 sebesar 8,67 t/ha sehingga total biomasa yang dihasikan sebesar 25,62 t/ha. Jika diasumsikan kebutuhan pakan sapi sebanyak 25 kg/ekor/hari dengan total biomasa sebesar 25,62 t maka memenuhi kebutuhan pakan sapi sebanyak 3 ekor selama 11,4 bulan. Hasil dicapai untuk biji kering jagung sebesar 8,65 t/ha (Varetas Bima 5) hasil lebih tinggi dibanding cara petani umumnya. Untuk kandungan bahan organik tanaman, umur 30 hst masih rendah kemudian meningkat umur 45 hst, hasil tertinggi dicapai umur 75 hst sebesar 96,15%, dan setelah itu kandungan bahan organik mulai menurun. Untuk kandungan protein tanaman, umur 30 hst menunjukkan hasil tertinggi kemudian mulai menurun umur 45 hst, protein terendah dihasilkan umur 75 hst, dan naik sedikit umur 90 hst. Hasil ini menunjukkan tanaman jagung dengan sistem tanam 5 biji per lubang sangat potensial dikembangkan sebagai sumber pakan ternak terutama dimusim kemarau. Kata kunci : Jagung, pakan, sapi
ABSTRACT Potential development of cattle in West Nusa Tenggara is very large, the problem is low food availability in the dry season. That season, farmers usually plant corn, where corn is quite good as a source of cattle feed. For that performed specific maize cultivation technology
95
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
innovation to produce cattle feed. So the research in order to know the potential of maize as a source of cattle feed to help suply feed in the dry season. The experiment was conducted in paddy fields owned by farmers in the village of West Lombok regency Jembaran Kembar in May to August 2012, using a design randomized block design with treatment 4 varieties of corn hybrids namely Bima 2, 3, 4, and 5, repeated 7 times with farmers as replications . Using cropping systems technology 5 seeds per hole cut gradually aged 30, 45, 75, 90, and 100 days for animal feed. The results showed, aged 30 days aafter harvest (dah) highest weight of corn biomass produced varieties Bima 4 of 0.46 t / ha, age 45 dah T weight biomass did not significant between varieties, the results achieved at 3.55 t / ha, age 75 dah produced the highest biomass weight Bima 2 for 10.92 t / ha, age 90 dah weight biomass did not differ, the yield at 5.21 t / ha, age 100 HST produced the highest biomass weight Bima 5 for 8.67 t / ha for a total of 25 biomass dihasikan , 62 t / ha. Assuming cattle feed requirements as much as 25 kg / head / day with a total biomass of 25.62 t, it meets the needs of as many as 3 heads of cattle feed during 11.4 months. Results achieved for dry seed corn of 8.65 t / ha (Variety Bima 5) higher yields than the way farmers generally. For the organic matter content of plant, age 30 dah is low then rising age of 45 dah, the highest yield reached age 75 dah at 96.15%, and organic matter content after it began to decline. For plant protein content, age 30 dah showed the highest yields start to decline then age 45 dah, the lowest protein produced age 75 dah, and slightly upthe age of 90HST. These results in dicatemaize cropping system with5 seeds per hole is very potential to be developed as a source of animal feed, especially in the dry season. Key words: corn, feed, cattle Awaludin 2005). Hal ini disebabkan oleh
PENDAHULUAN Nusa
Tenggara
(NTB)
sistem budidaya yang relatif lebih mudah
memiliki tiga komodiiti unggulan daerah
dan permintaan pasar dalam negeri semakin
yaitu sapi, jagung dan rumput laut, ketiga
meningkat
komoditi
dikembangkan
kebutuhan industri pakan ternak. Selain itu
dalam satu program yang disingkat dengan
tanaman jagung juga menghasilkan biomas
PIJAR.
yang baik untuk pakan ternak.
ini
kemudian
Barat
Khusus untuk tanaman jagung,
potensi lahan untuk pengembangannya di
terutama
untuk
memenuhi
Selain jagung sumberdaya alam NTB
NTB mencapai 269.000 hektar, dengan
yang
tingkat pemanfaatan baru berkisar 55.500
dikembangkan adalah
hektar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya
Artinya
potensi
pengembangan jagung
lahan
untuk
di NTB masih
cukup luas (NTB bersaing, 2009)
tampung
sangat
untuk
mendukung
untuk
peternakan sapi.
pengembangan
ternak
ruminansia mencapai 1.781.335 ekor. Saat
Komoditas jagung dapat ditanam
ini pemanfaatannya baru sekitar 883.001
pada berbagai tipe lahan. Pada beberapa
ekor atau sebesar 49,5 persen. Ini berarti
tahun terakhir jagung semakin berkembang
masih ada peluang pengembangan sebesar
dan
51,5 persen atau setara dengan 898.334
cenderung
menggeser
komoditi
tanaman pangan lainnya (Bahtiar dan
ekor (BPS, 2010).
96
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Salah
satu
kendala
dalam
pemeliharaan ternak sapi terutama
di
2010;
Tawaf
et
mendapatkan
al.
2010).
Untuk
brangkasan/biomassa
musim kemarau adalah terbatasnya hijauan
tanaman jagung yang berkualitas maka
pakan
telah
pengembangan sistem pertanaman dengan
dilakukan peternak untuk menyediakan
memodifikasi waktu panen brangkasan,
pakan ternak seperti mencari, membeli dan
disertai pengolahan brangkasan menjadi
menyabit rumput di daerah lahan irigasi
sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
atau menyediakan jerami padi (Kaharudin,
pakan tersebut.
ternak.
Berbagai
upaya
2010). Untuk menanam pakan ternak secara
Berangkat
dari
kondisi
khusus cukup sulit karena kalah bersaing
kemudian
dengan
mengoptimalkan lahan usahatani jagung,
komoditi
Pengeluaran pakan
ekonomis
lainnya.
peternak untuk memperoleh
cukup besar yaitu
berkisar Rp.
5.000 sampai Rp.15.000 per hari. Sementara
pada
untuk
menghasilkan biji, juga dapat
menghasilkan
biomassa
yang
dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Untuk musim
itu dilakukan inovasi teknologi budidaya
kemarau I dan II, petani di NTB umumnya
jagung dengan sistem tanam 5 biji per
menanam jagung, dimana jagung cukup
lubang, untuk dapat mengkasilkan biomas
baik
pakan.
untuk pakan, dan biji kering untuk pakan
(2010),
dan pangan.
dijadikan
itu,
selain
diupayakan
ini
sebagai
Menurut
bahan
Safrudin
brangkasan/biomassa
jagung
terutama
Dengan
sistem
inovasi
ini
digunakan untuk pakan ternak ruminansia
diharapkan pengembangan kedua komoditi
sebagai
namun
unggulan NTB yaitu jagung dan Sapi akan
kini
belum
saling
pakan
ternak
pengembangan
sumber
pemanfaatannya berkembang.
serat,
hingga
Kebutuhan
berintegrasi,
sehingga
dan
peningkatan
ruminansia terutama sumber serat, semakin
produktivitas jagung dan sapi akan dapat
meningkat penggembalaan
karena yang
luas
padang
berjalan sesuai dengan target yang telah
makin
terbatas.
ditentukan, sehingga swasembada jagung
Hansum dan Lagaligo(2003) melaporkan kapasitas tampung (carrying capacities)
dan sejuta sapi dapat terwujud. Tujuan
penelitian
adalah
besar
potensi
padang penggembalaan di lahan kering
mengetahui
hanya 0,057–0,075 ekor/ha/tahun. Untuk
biomassa, kualitas biomassa dan biji kering
itu, pengembangan brangkasan/biomassa
yang dihasilkan beberapa varietas jagung
jagung sebagai pakan sumber serat makin
hibrida
(hasil
seberapa
ini
badan
litbang)
dengan
diperlukan (Direktorat Jenderal Peternakan
97
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menggunakan sistem tanam 5 biji per
tanam. Pemupukan pertama dilakukan pada
lubang.
umur tanaman10 hst (hari setelah tanam), dengan dosis seluruh NPK Phonska (200 kg/ha), diberikan dengan cara tugal 5 cm
METODE PENELITIAN
disamping Pengkajian dilakukan
tanaman,
kemudian
ditutup
di lahan
dengan tanah. Pemupukan kedua dilakukan
sawah, Desa Jembatan Kembar Kecamatan
pada umur 32 hst dengan dosis 150 kg
Lembar, Kabupaten Lombok Barat pada
urea/ha, yang diberikan dengan cara tugal
bulan
Juni sampai
10 cm disamping batang tanaman dan
Lokasi
pengkajian
September 2012. merupakan
sentra
ditutup kembali dengan tanah. Pemupukan
produksi jagung dan ternak di Kabupaten
ketiga dilakukan pada umur 47 hst, dengan
Lombok Barat. Pengkajian dilaksanakan di
dosis 150 kg urea/ha, yang diberikan
lahan petani (on farm research) dengan
dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok.
air,kemudian disiramkan ke tanaman).
cara
cor
(pupuk
dicampur
Perlakuan adalah 4 varietas jagung hibrida
Penyiangan dilakukan 1 kali yaitu
yaitu Bima 2, Bima 3, Bima 4 dan Bima 5,
pada saat tanaman berumur 21 hst, dengan
yang diulang sebanyak 7 kali, dimana
menggunakan herbisida pasca tumbuh.
sebagai ulangan adalah petani. Penelitian
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
menggunakan jagung hibrida karena petani
dengan memberikan carbofuran pada saat
kooperator/binaan umumnya menggunakan
bersamaan tanam.
jagung hibrida dalam melakukan usaha tani
Dari
jagung.
5
tanaman
per
lubang,
pemotongan batang tanaman dilakukan
Bahan dan alat yang digunakan
pada 3 tanaman, masing-masing satu
dalam kajian ini antara lain : varietas
tanaman pada umur 30 hst, 45 hst, dan 75
jagung hibrida, pupuk urea, pupuk NPK
hst yang dijadikan sebagai pakan ternak,
phonska, calaris (herbisida pasca tumbuh),
sedangkan 2 tanaman tersisa diambil daun
Furadan. Sedangkan alat meliputi : tali
bagian bawah tongkol pada umur 90 hst,
tanam, alat tugal, hand sprayer, timbangan,
dan batang bagian atas tongkol diambil
jangka sorong, penggaris,dan meteran.
pada umur 100 hst, pada umur 105 hst
Penanaman dilakukan dengan dengan
dipanen
tongkol
untuk
diambil
biji
sistem 5 biji per lubang tanam yang
keringnya. Panen dilakukan pada saat
dilakukan pada 4 varietas jagung hibrida di
masak fisiologis yang ditandai dengan
7
kelobot
petani
binaan.
Jarak
tanam
yang
digunakan 70 cm x 40 cm, 5 biji per lubang
jagung
berwarna
kuning
kecoklatan.
98
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Variabel dan data yang dikumpulkan
memiliki batang yang besar dan daun yang
meliputi ; bobot biomas pada umur 30,
lebar, sehingga bobotnya menjadi tinggi,
45,75,90 dan 100 hst, hasil biji kering
walaupun tanaman yang dipanen/dipotong
jagung, kandungan protein dan c organik.
jumlahnya lebih sedikit.
Data
yang
terkumpul
dianalisis
dengan menggunakan analisis sidik ragam
Pada umur 75 hst, terlhat bahwa
(Anova), dan jika ada perbedaan antar
varietas berpengaruh terhadap
perlakuan, dilanjutkan dengan uji Duncan
biomas, dimana Bima 2 memiliki biomas
5%.
tertinggi (10,92 t/ha) dan berbeda nyata dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis pada Tabel 3,
Bima
5
(7,87
menunjukkan
bahwa
rendah
cendrung
akan
t/ha).
populasi
bobot
Ini yang
meningkatkan
diketahui bahwa bobot biomas umur 30
bobot segar biomas terutama pada fase
hst berbeda antara varietas, dimana
pertumbuhan cepat tanaman.
varietas
yang
berbeda
varietas
Bima 4
nyata
adalah
dengan Bima 2. Ini
Pada umur 90 hst, diketahui bahwa
ditunjukkan dari bobot biomassatertinggi
bobot biomas tidak berbeda nyata antar
sebesar
dihasilkan
varietas. Hal ini terjadi, diduga karena
varietas Bima 4. Hal ini dapat dipengaruhi
populasi antar varietas tidak berbeda, dan
oleh jumlah tanaman yang tumbuh dan
daun
dapat dipotong pada umur 30 hst.
dipangkas juga
0,461
t/ha
yang
Pada bobot biomassa umur 40 hst,
bagian
bawah
tongkol
yang
relatif sama antar
varietas.
diketahui bahwa varietas Bima 4 (3,54 t/ha) dan Bima 5(3,55 t/ha) tidak berbeda nyata,
Pada umur 100 hst, bobot biomas
tetapi berbeda nyata dengan Bima 2. Hasil
jagung antar varietas berbeda nyata.
ini hampir sama dengan Hipi dkk. (2006),
Dimana Varietas Bima 5 memiliki bobot
bahwa bobot biomassa jagung pada umur
biomas tertinggi yaitu 8,67 t/ha yang
40
berbeda nyata dengan varietas lainnya.
hst
sebesar
3,63
t/ha
dengan
menggunakan varietas srikandi kuning.
Hal ini diduga karena varietas Bima 5
Ini berarti bahwa bobot biomas tidak
memiliki penampilan agronomi yaitu
hanya dipengaruhi oleh persentase tanaman
batang yang besar dan daun yang lebar,
yang
sehingga bobot segar biomasnya menjadi
dipotong/dipanen,
tetapi
juga
dipengaruhi oleh penampilan agronomis
lebih tinggi.
tanaman. ini terjadi diduga karena Bima 5
99
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Untuk total biomas dari 5 kali
melakukan suatu usahatani khususnya
pemotongan dan pemangkasan, diperoleh
untuk menghasilkan biomas jagung hal
hasil bahwa ada perbedaan antar varietas.
yang perlu menjadi pertimbangan adalah
Dimana varietas Bima 2 dan Bima 5
diskripsi tanaman, diupayakan dipilih
memiliki bobot biomas yang lebih tinggi
tanaman yang memiliki batang besar,
dan berbeda nyata dengan Bima 3 dan
tinggi dengan daun yang panjang dan
Bima 4. Hal ini terjadi diduga karean
lebar,
faktor genetik yang dimiliki masing-
diperoleh dalam jumlah yang banyak.
agar
biomas
segar
tanaman
masing variietas. Dimana varietas Bima 2
Dengan total biomas segar sebanyak
memiliki batang tanaman yang tinggi dan
25.62 t/ha, jika diasumsikan kebutuhan
daun yang panjang, sedangkan Bima 5
pakan sapi sebanyak 25 kg/ekor/hari maka
memiliki batang tanaman yang besar
jumlah
dengan daun yang lebar, kedua hal
sebanyak 3 ekor dalam jangka waktu 11,4
tersebut
bulan.
diduga
menyebabkan
bobot
sapi
yang
Tentunya
dapat
hal
dipelihara
ini
sangat
biomas jagung Bima 2 dan bima 5 lebih
menggembirakan terutama dalam hal
tinggi dibandingkan dengan varietas Bima
pengembangan sapi di NTB, karena
3 dan Bima 4, karena populasi tanaman
suplay pakan dapat tersedia meskipun
relatif sama. Oleh sebab itu, dalam
pada musim kemarau.
Tabel 3. Keragaan bobot biomas jagung pada umur 30,45,75,90, 100 hst dan total biomas pada 4 varietas jagung hibrida.
Varietas
Bobot
Bobot
biomas
30 biomas 45
Bobot
Bobot
Bobot
biomas 75 biomas 90 biomas
Total 100 biomas
hst (t/ha)
hst (t/ha)
hst (t/ha)
hst (t/ha)
hst (t/ha)
(t/ha)
Bima 2
0.255 c
2.22 b
10.92 a
4.68 a
6.98 b
25.06 a
Bima 3
0.436 ab
2.77 ab
10.11 ab
4.75 a
6.90 b
24.97 b
Bima 4
0.461 a
3.54 a
8.39 ab
5.03 a
7.26 b
24.68 b
Bima 5
0.315 bc
3.55 a
7.87 b
5.21 a
8.67 a
25.62 a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%. Dari Tabel 2, diketahui bahwa
kering jagung, dimana varietas Bima 5
varietas berpengaruh terhadap hasil biji
tidak berbeda nyata dengan Bima 4, tetapi
100
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
berbeda nyata dengan Bima 3 dan bima 2.
tidak menurunkan hasil biji, bahkan dapat
Ini menunjukkan bahwa Bima 5 dan 4
meningkatkan
memiliki daya adaptasi yang
lebih baik
dengan cara konvensional karena adanya
dibandingkan dengan 2 vaietas lainnya
tambahan hasil dari penjualan brangkasan.
dengan sistem penanaman 5 biji per lubang.
Hal yang sama dilaporkan oleh Syafruddin
Jika
dibandingkan
antara
pendapatan
dibandingkan
sistem
dan Saidah (2006), bahwa peningkatan
penanaman 5 biji per lubang dengan 2 biji
populasi tanaman dengan cara mengatur
perlubang terhadap
hasil biji kering
jarak tanam diikuti dengan penjarangan
menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata,
pada umur tertentu tidak mempengaruhi
bahkan cendrung hasilnya lebih tinggi. Ini
hasil biji. Sistem modifikasi pertanaman
sesuai menurut Syafruddin (2010) dari hasil
dengan
penelitian
bahwa
penjarangan
tujuan
memberikan hasil biji tidak berbeda dengan
menghasilkan biji dan brangkasan tidak
penanaman dengan tujuan menghasilkan
menurunkan hasil jagung secara nyata,
biji atau brangkasan saja.
menunjukkan
pengembangan
jagung
dengan
mengatur
jarak
pada
tanam
umur
dan
tertentu
malahan memberikan produk lain yang
Ini berarti bahwa dengan penanaman
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
sistem 5 biji perlubang sangat potensial
ternak.
untuk dikembangkan dalam upaya untuk
Akil et al. (2003) melaporkan bahwa peningkatan populasi tanaman kemudian
meningkatkan ketersediaan pakan untuk ternak sapi, khususnya di NTB.
dilakukan penjarangan pada umur tertentu Tabel 2. Perbandingan Hasil biji kering jagung antara sistem tanam 5 biji per lubang dengan 2 biji per lubang di Desa Jembatan Kembar Kabupaten lombok Barat 2012
Varietas
Produktivitas biji kering jagung (t/ha) Sistem 5 biji/lubang
Sistem 2 biji/lubang
Bima 2
5,97 b
-
Bima 3
7,15 c
-
Bima 4
8,05 a
-
Bima 5
8,65 a
-
Bisi 816
-
7,25
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan pengaruh nyata pada taraf 5%
101
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Dari Gambar 1, diketahui bahwa
lainnya terutama untuk Varietas Bima 5 dan
kandungan protein pada tanaman jagung
Bima 3, masih menunjukkan peningkatan
berbeda antar varietas dan umur tanaman.
kandungan protein meskipun umur tanaman
Dari
diuji
meningkat. Hal ini tentunya merupakan hal
kandungan protein
yang baik, karena petani pada umumnya
tertinggi dihasilkan tanaman jagung pada
mengambil daun dan batang tanaman
umur 30 hst, kemudian akan turun tajam
jagung sebagai pakan pada umur tanaman
pada umur 75 hst, dan sedikit naik pada
tua. Hal ini terjadi diduga disebabkan
umur 90 hst, kecuali pada varietas bima 4
karena faktor genetik dari kedua varietas
kandungan protein menurun tajam pada
tersebut.
umur 90 hst, sehingga pada varietas Bima 4
perubahan kandungan protein tanaman
umur
terhadap
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
kandungan protein tanaman. Kondisi yang
Sesuai menurut Sarwono (1995), bahwa
terjadi pada varietas Bima 4 sesuai dengan
kualitas suatu hijauan pakan ternak tidak
Susetyo (1980) bahwa umur tanaman salah
konstan ada perubahan-perubahan yang
satu faktor yang mempengaruhi
nilai
terjadi disebabakan oleh beberapa faktor
nutrisi, pada umumnya kadar protein akan
antara lain umur tanaman,kesuburan tanah,
turun sesuai dengan meningkatnya umur
keadaan cuaca, dan pesediaan air.
empat
varietas
menunjukkan bahwa
sangat
yang
berpengaruh
Disamping
faktor
genetik,
tanaman. Sedangkan untuk tiga varietas
102
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Untuk kandungan bahan organik tanaman, seperti pada Gambar 2, diketahui bahwa, pada empat varietas jagung hibrida yang diuji menunjukkan pola yang relatif sama. Pada umumnya kandungan bahan organik tanaman akan meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman.
Pada umur 30 hst kandungan Bahan organik tanaman terendah yaitu berkisar 43
serat
kasar
menunjukkan
keadaan
sebaliknya.
-72%. Pada umur 30 hst ini, dari empat varietas yang diuji, Bima 3 memiliki bahan
KESIMPULAN
organik tertinggi yaitu 71,94%. Setelah itu
1. Bobot
kandungan
bahan
organik
tanaman
segar
biomas
banyak
dipengaruhi oleh sifat genetik dan
meningkat dan puncaknya pada umur 75
populasi
hst, dengan kandungan bahan organik
kualitas pakan banyak dipengaruhi
berkisar antara 94-96%. Pada umur 90 hst
oleh umur dan genetik tanaman.
kandungan bahan organik tanaman sedikit
2. Varietas
tanaman
sedangkan
Bima 5 memiliki daya
menurun berkisar antara 90-91%. Dari pola
adaptasi yang paling baik dengan
grafik pada gambar 2, sesuai menurut
sitem penanaman 5 biji per lubang
Susetyo (1980) bahwa pada umumnya
yang
kadar protein akan turun sesuai dengan
biomas sebesar 25,62 t/ha, jagung
meningkatnya umur tanaman, tetapi kadar
muda sebanyak 26.389 tongkol dan
ditunjukkan
dengan
total
biji kering sebesar 8,65 t/ha.
103
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Maros, 29−30 September 2003.
3. Penggunaan benih hibrida untuk sistem tanam 5 biji per lubang tanam,
tidak
menjadi
kendala
14 hlm. Bahtiar
dan
Awaludin
Hipi
2005.
karena dapat ditutupi dari hasil
Teknologi
penjualan jagung muda, bahkan
Mendukung Penyediaan Pakan
masih diperolh keuntungan yang
Ternak
cukup tinggi dari hasil penjualan
Timur.
jagung muda tersebut.
Seminar
4. Sistem penanaman 5 biji per lubang sangat
potensial
untuk
Budidaya
Kambing
di
Jagung
Lombok
Disampaikan
pada Nasional
Pemasyarakatan Teknologi
Inovasi
dalam
Upaya
dikembangkan dan diintegrasikan
Mempercepat
dengan
sehingga
Pertanian dan Peddesaan di Lahan
Program PIJAR di NTB akan dapat
Marginal. Belum dipublukasikan
mencapai target sesuai dengan yang
di Mataram 29 – 30 September
telah ditentukan.
2005.
ternak
sapi,
5. Varietas Bima 5 secara umum
Direktorat
Jenderal
Revitalisasi
Peternakan.
2010.
memiliki kandungan protein yang
Kebijakan pengembangan sistem
lebih
pakan
tinggi
dibandingkan
tiga
lokal.
Makalah
varietas lainnya, sedangkan varietas
disampaikan
pada
Konferensi
Bima 3 hanya tertinggi kandungan
Internasional
Suistanable
bahan organiknya pada umur 30 hst
Chain Development in Indonesia.
dibanding tiga varietas lainnya.
Universitas
Feed
Padjadjaran,
Bandung, 14 Juli 2010. 24 hlm. Hansum, M. and A. Lagaligo. 2003. An overview on rangland productions
DAFTAR PUSTAKA Akil,
M.,
E.Y.
Hosang,
A.
at two location of communal
Produksi
grazing for the low in coma
biomassa dan biji jagung pada
farmers in Palu valley Central
lahan kering di Naibonat melalui
Sulawesi.
pengaturan populasi dan jarak
203−207.
Nadjamuddin.
tanam.
dan
2003.
Makalah
disampaikan
J.
Agroland
8(2):
Hipi Awaludin dan Kaharudin, 2006. Gelar
pada Seminar dan Lokakarya
Teknologi
Budidaya
Jagung
Nasional Jagung di Makassar dan
untuk Penyediaan Pakan Ternak dalam Usaha Penggemukan Sapi
104
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Mendukung Program P4MI di Kabupaten
Lombok
Timur.
Laporan Akhir Kegiatan P4MI BPTP NTB, Mataram. NTB bersaing, 2009. Komoditas Unggulan NTB
sapi-jagung-rumput
(PIJAR).
Pemerintah
laut
Daerah
NTB, Mataram. Syafruddin dan Saidah. 2006. Produktivitas jagung dengan pengaturan jarak tanam dan penjarangan tanaman pada lahan kering di Lembah Palu. Jurnal Penelitian Pertanian 25(2): 129−134. Syafruddin,
2010.
Pertanaman
Modifikasi
Sistem
Jagung
dan
Pengolahan Brangkasan Untuk Meningkatkan Pendapatan Petai di Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011. Tawaf, R., U. Hidayat, I. Hernaman, dan A. Daud.
2010.
Tantangan
pengembangan rantai pasok pakan yang berkelanjutan di Indonesia. Makalah
disampaikan
Konferensi
Internasional
Suistanable
Feed
Development
in
Universitas
pada
Chain Indonesia.
Padjadjaran,
Bandung, 14 Juli 2010. 26 hlm.
105
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
EFISIENSI PENYAPIHAN DINI DAN TANPA SAPIH DENGAN PAKAN KUALITAS BAIK TERHADAP CI ≤ 14 BULAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN INDUK SAPI BALI DI TIMOR (EARLY LACTATING AND WITHOUT LACTATING EFFICIENCY WITH GOOD QUALITY OF FEEDOFCI≤ 14MONTH AND ADDED WEIGHT OF PARENTAL COW “BALI” IN TIMOR ) Yeni Widyaningrum1) dan Eni Fidiyawati2) 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT, 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Email :
[email protected] [email protected] ABSTRAK Pemeliharaan sapi bali di NTT umumnya masih tradisional, performa reproduksi induk sapi bali juga masih relatif rendah, jarak beranak ≥ 14 bulan, kualitas pakan yang diberikan pada induk rendah, umumnya peternak tidak melakukan penyapihan dini. Akibatnya terjadi penurunan produksi sapi bakalan baik untuk bibit maupun ternak potong yang diekspor keluar NTT. Solusi permasalahan tersebut adalah perbaikan kualitas dan kuantitas pakan dengan pemberian pakan konsentrat pada induk, upaya penyapihan dini, serta induk sapi disinkronisasi estrus untuk mempertinggi angka kebuntingan dan kelahiran. Kegiatan pengkajian dilaksanakan on station menggunakan 6 ekor induk sapi dan wawancara peternak pedesaan di Kab. TTS. Sapi induk diberi perlakuan hormon PGF2α dan dipisahkan dari anaknya umur 5 - 6 bulan, lalu diberi pakan konsentrat dari bahan lokal campuran dari dedak 25% , putak 45%, jagung 10%, gamal 15% dan tepung ikan 5% setiap pagi sebanyak 3% dari bobot badan. Hasil pengkajian menunjukkan jarak beranak adalah 11 – 12 bulan, dan bobot badan induk sapi bali yang lepas sapih bertambah 0,3 Kg/hari/ ekor. Sehingga dapat diperoleh kesimpulan untuk mewujudkan NTT sebagai gudang ternak dapat ditingkatkan melalui penyapihan dini yang disertai pemberian pakan konsentrat. Kata kunci : Penyapihan dini, sapi bali, konsentrat, PGF2α, dan interval melahirkan ABSTRACT Maintenance of “Bali” cow in the province are still largely traditional, it reproductive performance is still relatively low, multiply distance ≥ 14 months, the quality of feed given to the parent low, farmers generally do not do early weaning. The result is a decrease in the production of calves for seed and cattle are exported out of the province. Solution this problems is the improvement of the quality and quantity of feed with feeding concentrates on the parent, early weaning efforts, as well as synchronized estrus cow to increase pregnancy rate and calving. Assessment activities carried out on station using 6 breeding cows and interviews rural farmers in the district. TTS. Cows treated with hormones parent PGF2α and separated from their children aged 5-6 months, then fed concentrates from local ingredients mixture of bran 25%, putak 45%,
106
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
corn 10%, gamal 15% and 5% fish meal every morning as much as 3% of body weight. The results of the study indicate lambing range is 11-12 months, and weighs loose of cow weaning increased 0.3 kg / day / head. So it can be concluded to realize NTT as a cattle barn can be improved through early weaning feeding with concentrates. Key words: early weaning, cows bali, concentrates, PGF2α, and calving interval kurang
PENDAHULUAN Nusa
Tenggara
Timur
dan menurunnya persediaan
serta kualitas pakan
pada musim
merupakan salah satu produsen terbesar
kemarau. Pakan berkualitas baik hanya
penghasil ternak sapi potong, provinsi
tersedia sangat singkat
yang memiliki populasi sapi potong
penghujan
sebesar 778,2 ribu ekor (Kementan -
kualitas pakan akan menurun sampai
BPS , 2011). Dunia peternakan di NTT
akhir musim kemarau. Inilah periode
berkembang pesat didukung dengan
kritis dimana ternak dewasa dapat
ketersediaan lahan pengembalaan yang
kehilangan bobot badan sampai 25%,
sangat luas, lahan seluas 2,1 juta ha
induk yang bunting mengalami penyakit
berpotensi untuk pengembalaan ternak.
defisiensi pakan sehingga berat anak
NTT memiliki agroekosistem semi arid,
sapi lahir ≤10 kg , dan induk yang
daerah semi arid memiliki curah hujan
status menyusui produksi air susunya
yang rendah, eratik dengan curah hujan
sangat kurang hal ini akan berpengaruh
tahunan dan musiman yang bervariasi.
pada PBBH anak sapi dan angka
Musim penghujannya berlangsung lebih
kematian anak sapi di NTT cukup tinggi
cepat kurang lebih 3 – 4 bulan yaitu
sebesar ≥ 3%.
pada
bulan
februari
sampai
mei
kemudian
Serangkain
pada musim kuantitas
dan
permasalahan
sedangkan musim kemaraunya terjadi
tersebut diatas merupakan faktor yang
lebih panjang. Sehingga ini sangat
dapat menyebabkan tidak tercapainya
berpengaruh
target nasional swasembada daging sapi
terhadap
ketersediaan
pakan di NTT.
tahun
2014
dan
mengembalikan
Salah satu masalah utama dalam
provinsi NTT menjadi provinsi gudang
pengembangan peternakan sapi di NTT
ternak. Dan dalam kondisi tersebut
adalah pakan dimana optimalisasi pakan
peternak sangat dirugikan. Produksi dan
yang melimpah pada musim penghujan
produktivitas
sapi
timor
dapat
107
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ditingkatkan
melalui
pengembangan
peningkatan
produksi
teknologi dan strategi pemberian pakan
pengembangan sapi di NTT.
untuk
Tujuan Penelitian
meningkatkan
produksi
dan
dan
produktivitas sapi timor. Selain itu
1. Meningkatkan populasi sapi di NTT
penyapihan dini merupakan salah satu
dengan pola penyapihan dini untuk
strategi optimalisasi penggunaan pakan
memperpendek jarak beranak
yang
bulan.
terbatas
untuk
mendukung
produksi ternak. Keterbatasan jumlah pakan dan kualitas secara musiman menghambat sehingga
pertumbuhan perlu
penggunaan
2. Meningkatkan bobot badan harian pada induk sapid an anak sapi
ternak,
Metode Penelitian
memprioritaskan
Tempat dan Waktu
pakan
untuk
mengoptimalkan pakan yang terbatas. Penyapihan dini dimaksudkan
Penelitian dilakukan on stasion di kebun percobaan naibonat pada tahun 2011 – 2012, dan desa Oebelo kab
untuk menghemat kebutuhan pakan
Timor tengah selatan.
pada
Metodologi
musim
kemarau
serta
memperpendek jarak kelahiran. Dengan kondisi yang terjadi pemeliharaan exstensif
ternak
masih
secara
Penelitian
ini
melibatkan
responden berjumlah 30 peternak di Kab.
Timor
Tengah
Selatan
dan
mengakibatkan
menggunakan 6 ekor sapi induk beranak
jarak antar beranak pada sapi timor
kurang lebih umur 4 – 5 bulan. Anak
lebih dari 14 bln dan anak sapi berumur
sapi umur 5 – 6 bulan disapih dari
lebih
induknya,
dari
tradisional
di NTT dimana
≤ 14
6
bln
masih
bersama
induk
diberi
pakan
induknya, sehingga kenaikan bobot
berkualitas baik meliputi supplemen
badan induk sapi cenderung tidak
berupa konsentrat, hijauan dan jerami.
terjadi, Sapi mengalami kekurusan dan
Anak dikandangkan dalam kandang
pada akhirnya terjadi kematian pada
sapih diberi pakan tambahan berupa
anak dan induk sapi. Dengan demikian
dedak dan rumput. Parameter yang
pemberian pakan yang baik serta diikuti
diamati adalah jarak beranak, PBBH
dengan penyapihan dini merupakan
induk sapi dan PBBH anak sapi.
salah satu alternative teknologi dalam
108
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Data hasil pengamatan yang
dan induk yang CI kurang dari 14 bln
telah dikumpulkan dilakukan tabulasi
prosentasenya 20%. Reproduksi seperti
data dan dianalisis secara deskriptif
ini membuat peternak sangat dirugikan
sederhana.
dalam waktu satu tahun lebih baru mendapatkan pedet apalagi kelahiran
HASIL DAN PEMBAHASAN
anak terjadi pada bulan Oktober sampai
Profil Peternak di Desa Oebelo
Nopember dimana di Pulau Timor bulan
Sistem
ternak
tersebut merupakan musim kemarau.
yang dilakukan masih tradisional secara
Rumput hijauan sudah mulai kering,
ekstensif dimana sapi di lepas dipadang
daun leguminosa gliciridia sudah mulai
gembalaan dalam kurun waktu yang
gugur sehingga tidak ada lagi pakan
cukup lama dan baru dimasukkan
yang
kandang apabila ada kebutuhan tertentu,
menunjang pertambahan bobot badan
pakan
pada
dan kesehatan hewan. Dalam jangka
ketersediaan alam. Pada musim hujan
waktu satu bulan dalam satu kelompok
pakan melimpah namun ini berbanding
ternak sudah terdapat anak sapi yang
terbalik pada saat musim kemarau
mati
dimana
ketersediaan
pakan
sangat
produksi air susu induk sangat kurang.
kurang
dari
kualitas
dan
Peternak tidak terbiasa menyapih anak
kuantitasnya rendah. Sehingga sapi
sapi dari induknya sehingga banyak
kehilangan bobot badan, bobot lahir
sekali
anak sapi dimusim kemarau kurang dari
kekurusan, hypokalsemia dan yang
10 kg, sapi bunting mengalami penyakit
nyata adalah siklus estrus pada induk
defisiensi pakan, dan produksi air susu
sapi tidak normal sehingga CI lebih dari
pada sapi menyusui kurang dan hampir
14 bulan.
hanya
pemeliharaan
bergantung
segi
bisa
dioptimalkan
sebanyak
induk
tujuh
ekor
yang
untuk
karena
mengalami
tidak ada sehingga angka kematian pedet cukup tinggi > 30%. Hasil responden
wawancara diperoleh
bahwa
Efisiensi Penyapihan Dini dengan jarak
Teknologi dilakukan
on
penyapihan station
dini dengan
beranak induk sapi lebih dari 14 bulan
menggunakan 6 ekor anak sapi berumur
rata – rata 16 – 17 bulan sebanyak 80%
5 – 6 bulan, dengan jenis kelamin
109
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
betina. Ke-enam anak sapi yang disapih
September sebanyak 5 ekor
diberi perlakuan pakan dengan kualitas
(99%) telah bunting dengan kawin alam
baik pakan tambahan berupa dedak
sedangkan 1 ekor induk sapi (1%) tidak
halus 0,5 kg/hari/ekor, rumput king
bunting ini dikarenakan tidak terjadinya
gress dan air minum add libitum.
fertilisasi.
Sedangkan indukannya diberikan pakan
badan anak sapi penyapihan dini dapat
tambahan
3%
dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Dari 6
bb/hari/ekor, rumput 8 kg/hari/ekor dan
ekor anak sapi yang diberi perlakuan
jerami add libitum. Dimana indukan
pakan
tersebut dua bulan post partus diberikan
sebelum partus memberikan kenaikan
teknologi stimulasi hormon, hormon
0,3kg/bb/hari. Sedangkan pada induk
yang digunakan dalam pengkajian ini
sapi
adalah
penambahan pakan konsentrat sebanyak
berupa
PGF2α.
Berperan
konsentrat
Hormon
sebagai
PGF2α.
pertambahan
tambahan
bali
setelah
pada
tiga
diberi
bobot
bulan
perlakuan
atau
3% bb/ekor/hari, komposisi ransum
meregresi CL pada ternak dan memiliki
pakan konsentrat terdiri dari bahan lokal
fungsi alami untuk mengontrol siklus
campuran dari dedak 25% , putak 45%,
estrus, estrus, transport ovum, transport
jagung 10%, gamal 15% dan tepung
spermatozoa dan kelahiran. Diharapkan
ikan 5%. Pemberian pakan konsentrat
dengan pemberian hormon PGF2α ini
setiap pagi jam 08.00 Wita ditambah
dapat memperpendek CI yang disertai
rumput alam 8 kg/ekor/hari pada siang
dengan teknologi penyapihan dini pada
hari dan sorenya diberi jerami padi add
anak sapi dapat mengoptimalkan pakan
libitum,
dengan
yang
kualitas
baik
diberikan
luteolisis
Dan
sehingga
akan
pemberian ini
pakan
memberikan
berpengaruh terhadap PBBH induk sapi
pertambahan bobot badan 0,2 – 0,4
dan PBBH anak sapi.
kg/hari.
Informasi tentang jumlah sapi, waktu terakhir melahirkan, dan hasil pengkajian dapat dilihat pada tabel 1. Dari 6 ekor sapi induk yang diberi perlakuan hormon pada bulan
110
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel. 1 Perlakuan Jumlah Sapi Induk, Terakhir Melahirkan, CI, Waktu Kelahiran Sapi Induk Pengkajian Jumlah Sapi
Terakhir melahirkan
CI (Bulan)
Waktu Melahirkan
Induk
Tahun 2011
11
12
Tahun 2012
6
Juni – Agustus
1 ekor
4 ekor
Juni - Agustus
Tabel 2. Pertambahan Bobot Badan Harian Anak Sapi sebesar ± 0,3 kg/hari/ekor 70 60 50 40
Jan
30
Feb
20
Mar
10 0 10.1
28.1
27.1
2.1
8.1
12.1
Tabel. 3 Pertambahan Bobot Badan Induk Sapi Bali
111
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
250 200 Jan Feb
150
Maret 100
April Mei
50
juni
0 10
28
27
2
8
12
KESIMPULAN
pemberian pakan kualitas yang baik
1.
Efisiensi penyapihan dini pada anak
dapat digunakan sebagai teknologi
sapi bali pada umur 5 – 6 bulan
tepat guna dalam mensukseskan
dapat memperpendek CI selang
program PSDSK- 2014
jarak beranak atau calving interval
2.
berkisar 11 – 12 bulan
DAFTAR PUSTAKA
Optimalisasi pakan yang terbatas
Anonim.
dengan supplemen
Petunjuk
Teknis
pemberian
pakan
Manajemen
melalui
sistem
Pemeliharaan Sapi Bali.BPTP
penyapihan dini memberi pengaruh
3.
2003.
Terpadu
NTB. Mataram.
terhadap pertambahan bobot badan
Bamualim, A.M. 2010. Pengembangan
harian anak sapi rata – rata sebesar
Teknologi Pakan Sapi Potong Di
0,3 kg/ekor/hari dan pada induk
Daerah
sapi betina bunting rata – rata 0,2 –
Tenggara. Pusat Penelitian Dan
0,4 kg/ekor/hari.
Pengembangan
Sistem
reproduksi
perkawinan
untuk
meningkatkan
angka
Semi-
Arid
Nusa
Peternakan,
Bogor. Hendri, Hendri and Khasrad, Khasrad.
kebuntingan dan kelahiran dengan
2010.
PerbaikanTeknologi
menggunakan hormon PGF2α yang
Produksi
diikuti dengan penyapihan serta
Meningkatkan
Bibit
Sapi Kinerja
Untuk Dan
112
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kemandirian Peternak
Kelompok Luak
Lalang
2010.
Pengaruh
Sinkronisai
estrus terhadap S/C Dan Pada
Kecamatan Luhak Kabupaten 50
Usaha
Kota.
Rakyat Di Jawa Barat. Prosiding
Artikel
Pelaksanaan
Kegiatan Vucer . Sunandar, N., Gunawan, A., Budiman
Balai
Ternak
Besar
Sapi
Potong
Pengkajian
Teknologi Pertanian. Bogor.
Bekti, E. dan Rismayanti Y.
113
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
USAHATANI PENGGEMUKAN SAPI BALI DI LAHAN KERING MARGINAL (Studi Kasus Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali)
I Made Rai Yasa, I Nyoman Adijaya, dan I Putu Agus Kertawirawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
ABSTRAK Desa Pejarakan merupakan salah satu desa di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali yang memiliki wilayah dengan karakteristik lahan kering beriklim (lahan marginal). Pendapatan utama petani di desa ini berasal dari ternak sapi dan tanaman jagung. Masyarakat rata-rata memelihara 4 ekor sapi per KK, dari keempat tersebut, 2 ekor pembibitan dan 2 ekor dipelihara untuk bakalan atau pun penggemukan. Usahatani penggemukan sapi dilakukan dengan menggunakan pakan seadanya dan tanpa memperhitungkan untung rugi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh introduksi teknologi budidaya dengan pakan sebagai komponen utama untuk menganalisis tingkat untung ruginya. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Nopember 2011, menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan. Perlakuan 1 (P1) yaitu perlakuan teknologi budidaya versi petani berupa pakan hijauan segar dan kering secara ad libitum ditambah dedak padi 0,25 kg/ekor/hari, 2) Perlakuan 2 (P2) yaitu kelompok ternak yang diberikan pakan seperti P1 namun diberikan dedak 0,5 kg/ekor/hari ditambah probiotik Biocas 5 ml/ekor, diberikan obat anti cacing serta vitamin dan Perlakuan 3 (P3) yaitu perbaikan manajemen budidaya seperti P2, namun dedak yang diberikan sebanyak 1 kg per ekor per hari. Tiap-tiap perlakuan menggunakan 10 ekor sapi bali jantan dengan bobot 250-300 kg. Hasil penelitian menunjukkan, pertambahan bobot badan tertinggi dihasilkan dari P3 (0,55 kg/hari), diikuti P2 (0,53 kg/hari), dan terendah adalah P1 (0,47 kg/hari). Secara ekonomis, keuntungan yang diperoleh untuk P1, P2, dan P3 adalah Rp. 268.467-; Rp. 336.197,dan Rp. 230.549,- dengan R/C rasio berturut-turut 1,04; 1,05; dan 1,03. Kata kunci: penggemukan, sapi bali, lahan marginal ABSTRACT Pejarakan Village is one of villages in the Gerokgak district, Buleleng regency, Bali Province which has the characteristics of upland areas with temperate climates (marginal land). The main income of the farmers in the village is derived from cattle and corn. Society maintains an average four head of cattle per household, from the fourth, 2 heads for breeding and the others for fattening. Cattle farming is done using make shift feed and regardless of profit or loss. The study was conducted to analyze the effect of improvement technology with the introduction of the feed as a major component. The study was conducted from June to November 2011, using a randomized
113
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
block design with three treatments. Treatment 1 (P1) as control (existing technology) is the treatment of such peasant fattening technology with fresh and dry forage feed ad libitum plus rice bran 0.25 kg / head / day, 2) Treatment 2 (P2) is a group of cattle given feed as P1 but given bran 0.5 kg / head / day plus probiotics Biocas 5 ml / head/day, given anti-worm as well as vitamins; and Treatment 3 (P3) is improved management such as P2 but the rice bran is given by 1 kg per head per day. Each treatment used 10 bull of bali cattle weighing 250-300 kg as replication. The results showed that the highest body weight gain resulting from the P3 (0.55 kg / day), followed by P2 (0.53 kg / day), and P1 is the lowest (0.47 kg / day); but the highly provit obtain from P2. Benefits for P1, P2, and P3 is Rp. 268.467 -; Rp. 336.197,- and Rp. 230.549,- respectively with the R / C ratio 1.04; 1.05, and 1.03. Keywords: fattening, Bali cattle, marginal land
pendapatan petani. Namun peluang
PENDAHULUAN Provinsi Bali merupakan salah
tersebut belum dapat dimanfaatkan
satu daerah pemasok sapi potong untuk
secara
pasar Jakarta. Gubernur Bali Made
pertumbuhan populasi sapi Bali di Bali
Mangku Pastika menyatakan bahwa
hanya 2,05 persen per tahun atau rata-
permintaan sapi Bali dari pasar Jakarta
rata 12.130 ekor per tahun.
rata-rata
200.000
ekor
karena
rata-rata
tahun
Desa Pejarakan merupakan salah
namun Bali
satu desa di Kecamatan Gerokgak yang
sendiri belum mampu memenuhinya.
memiliki populasi sapi terbanyak, yakni
Dengan alasan untuk keseimbangan
4.501 ekor meskipun luasnya hanya
populasi, kuota pengeluaran sapi Bali
4.417
2010).
Hasil
ke
Participatory Rural Appraisal
(PRA)
(Kompas.com 2009),
Jakarta
justru
per
maksimal,
diturunkan.
ha
(Hanan,
Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali
di Desa Pejarakan oleh Yasa et al
No. 41 tahun 2006, jumlah sapi Bali
(2010)
yang dapat diantar pulaukan sebanyak
petani di wilayah tersebut tertinggi
75.000 ekor/tahun
berlaku sampai
berasal dari ternak sapi, diikuti tanaman
tahun 2008, direvisi menjadi 55.000
jagung dan juga dari tanaman cabai.
ekor untuk tahun 2009 (Bisnisbali.com
Masyarakat Desa Pejarakan rata-rata
2009).
sapi
memelihara 4 ekor sapi per KK, dari ke
potong oleh pasar Jakarta merupakan
empat tersebut, 2 ekor pembibitan
peluang
sedangkan
Tingginya
untuk
permintaan
meningkatkan
menunjukkan,
2
lainnya
pendapatan
sapi
yang
114
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dipelihara untuk bakalan atau pun
selama
penggemukan (Yasa, et al. 2010). Bagi
diberikan sebagai berikut :
masyarakat Gerokgak sapi digunakan
1)
sebagai
tabungan dan
6
bulan.
Perlakuan
yang
Perlakuan 1 (P1) yaitu perlakuan
sekaligus
teknologi budidaya versi petani
sebagai ternak kerja untuk mengolah
berupa pakan hijauan segar dan
lahan. Walaupun merupakan sumber
kering secara ad libitum ditambah
pendapatan
dedak padi 0,25 kg/ekor/hari
utama,
sapi
tersebut
dipelihara secara tradisional, kurang memperhatikan
Perlakuan 2 (P2) yaitu perlakuan
pakan,
teknologi budidaya versi petani
perkandangan maupun kesehatan. Sapi-
berupa pakan hijauan segar dan
sapi tersebut pada saat musim kemarau
kering secara ad libitum, ditambah
diberikan jerami jagung dalam bentuk
dedak padi 0,5 kg dan probiotik
kering (Hay). Berdasarkan peluang
Biocas
pasar, permasalahan kondisi wilayah,
tambahan
dan
masyarakat
multivitamin sebanyak 2 kali
dilakukan pengkajian
yaitu pada awal dan setelah 3
sosial
aspek
2)
ekonomi
setempat maka
penggemukan sapi Bali di daerah ini.
ml/ekor.
Perlakuan
adalah
injeksi
bulan pemeliharaan, 3)
Perlakuan 3 (P3) yaitu teknologi budidaya seperti P2, namun dedak
METODOLOGI Penelitian
5
dilaksanakan
Kelompok
Suka
Makmur
Pejarakan
Kecamatan
di
yang diberikan sebanyak 1 kg per
Desa
ekor per hari.
Gerokgak
Parameter yang diamati adalah :
Kabupaten Buleleng Bali dari bulan
1) bobot awal dan
Juni sampai Nopember 2011. Penelitian
Untuk mengetahui pertambahan bobot
dirancang
Rancangan
badan sapi, dilakukan penimbangan
Acak Kelompok dengan tiga perlakuan.
sebanyak dua kali, yaitu pada awal dan
Masing-masing
akhir
menggunakan
perlakuan
penggemukan.
2) bobot akhir.
Pada
awal
menggunakan 10 ekor sapi Bali jantan
penelitian, seluruh ternak diberikan obat
berumur 15-20 bulan atau dengan bobot
anti
awal 250-300 kg sebagai ulangan.
dianalisis secara 1) statistik dengan
Pemeliharaan pengemukan dilakukan
sidik ragam
cacing.
Data
yang
diperoleh
dilanjutkan dengan uji
115
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Duncan dengan software SPSS versi
I
=
Pendapatan (Rp/ha)
17,0.
Y
=
Output/hasil
usahatani,
Pxi =
Harga input
digunakan data primer seperti biaya
Py =
Harga output
sarana
Xi = Jumlah input (i = 1,2,3….n)
Untuk
analisis
produksi
seperti
probiotik
Biocas, dedak, upah tenaga kerja serta hasil penjualan ternak sapi. analisis
ekonomi
diharapkan
Melalui
Untuk
mengetahui
kelayakan
dapat
usahatani juga dilakukan analisis titik
memberikan gambaran seberapa besar
impas harga (TIH) dan produksi (TIP)
peningkatan produksi dan keuntungan
dengan rumus seperti berikut (Kadariah
yang diperoleh dari tiap-tiap perlakuan.
et al. 1978).
Untuk analisis pendapatan digunakan rumus (Suratiyah 1997). I
=
(y . Py ) - (Xi . Pxi )
Keterangan : Jumlah biaya produksi (Rp) Titik impas harga (Rp)
= Produksi (kg)
Jumlah biaya produksi (Rp) Titik impas produksi (kg) = Tingkat harga (Rp)
HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian
kelompok sapi
64,7 kg; sapi P3 (yang
diberikan
dedak
1
kg/ekor/hari)
bertambah 67 kg; sedangkan kelompok
Pertambahan bobot badan Hasil
rata-rata
menunjukkan,
sapi P1 (kontrol) hanya meningkat 57
P2 (yang diberikan
kg (Gambar 1). Dengan demikian,
pakan tambahan berupa
dedak padi
pertambahan bobot badan harian untuk
sebanyak 0,5 kg/ekor/hari ditambah 5
ternak kontrol (P1), P2, dan P3 berturut-
ml
turut adalah 0,47 kg, 0,53 kg, dan 0,55
probiotik Biocas/ekor/hari selama
enam bulan) bobot badannya meningkat
kg
(Gambar
2).
Secara
statistik,
116
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pertambahan bobot sapi P1 nyata lebih
biocas. Pada beberapa hasil penelitian
rendah (P<0,05) dibandingkan P2 dan
sebelumnya menunjukkan, penggunaan
P3; namun antara P2 dan P3, tidak
probiotik Bio Cas terbukti berdampak
berbeda nyata (P>0,05). Pertambahan
positif terhadap pertumbuhan ternak.
bobot badan sapi hasil penelitian ini
Kariada, dkk. (2002) dan Kariada, dkk.
lebih
laporan
(2003) melaporkan bahwa penggunaan
Suyasa, dkk (2004) yang mencapai 0,63
probiotik Bio Cas dengan dosis 5 ml per
kg/ekor/hari pada ternak sapi yang
ekor per hari untuk menggemukan sapi
digemukkan dengan pakan dasar rumput
Bali memberikan
dan hijauan dengan pakan
badan harian rata-rata 100 gram per hari
rendah
berupa
dibandingkan
completed
tambahan 2
lebih tinggi dibandingkan ternak tanpa
Demikian juga dengan
diberikan Bio cas. Laporan ini juga
laporan Widiyazid, dkk. (1999) yang
sejalan dengan laporan Yasa, dkk.
memperoleh peningkatan berat badan
(2001), bahwa penggunaan probiotik
harian mencapai 0,62 kg/ekor, pada
Bio Cas pada induk sapi sebagai feed
sapi kereman yang diberikan pakan
additif untuk flushing (pemberian pakan
utama berupa hijauan dengan pakan
tambahan untuk induk bunting 2 bulan
tambahannya
2 kg dedak. Lebih
sebelum dan sesudah melahirkan) dapat
rendahnya pertambahan bobot badan
meningkatkan berat lahir pedet jantan
ternak ini kemungkinan disebabkan oleh
rata-rata 2 kg di atas kontrol (18 kg vs
volume dedak yang digunakan dan jenis
16 kg) demikian juga untuk pedet betina
hijauan
karena
( 17 kg vs 15kg). Menurut Yasa, dkk
wilayah
(2004) pemberian probiotik Bio Cas 5
kg/ekor/hari.
yang
perbedaan
feed
pertambahan berat
digunakan
agroekosistem
tempat ternak dipelihara. Lebih
tingginya
ml /ekor/hari
dapat meningkatkan
pertambahan
kandungan eritrosit (sel darah merah),
bobot badan P2 dibandingkan P1,
Hemoglobin, leukosit (sel darah putih),
namun antara P2 dengan P3 tidak
protein total darah, dan nilai hematokrit
berbeda nyata; ini kemungkinan sebagai
induk sapi Bali sehingga berdampak
dampak daripada penggunaan probiotik
positif terhadap pertumbuhan ternak.
117
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 1. Pertambahan bobot badan sapi Bali masing-masing perlakuan selama 122 hari penggemukan (kg) di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng 2011
Gambar 2. Pertambahan bobot badan harian sapi Bali masing-masing perlakuan selama 180 hari penggemukan (kg/hari) di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng 2011
118
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 1. Pertambahan bobot badan sapi Bali di Desa Pejarakan Kabupaten Buleleng 2011 Perlakuan
Bobot awal
PBBH (kg/hari)
Pertambahan bobot Bobot akhir (180 hari) (kg)
P1
267,6a
0,43a
84,6a
352,2a
P2
262,0a
0,53b
95,4b
357,4b
P3
276,0a
0,55b
99,0b
375,0b
Keterangan: - Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) - P1: Sapi diberikan pakan sesuai cara petani, 60% rumput dan 40% legum (lamtoro dan gamal) + dedak 0,25 kg/ekor/hari - P2: pakan seperti P1 + dedak 0,5 kg + Bio Cas 5 ml/hari - P3: pakan seperti P1 (dedak 1 kg + Bio Cas 5 ml/hari)
Analisis usahatani penggemukan sapi
diperoleh oleh P3 disebabkan oleh biaya
bali
pakannya yang paling tinggi yakni Secara ekonomis, ketiga teknik
penggemukan
yang
dilakukan
mencapai 6,1%; berbeda dengan P2 yakni 3,5% dan P1 yang hanya 1,5%
menguntungkan. Keuntungan tertinggi
(Tabel
diperoleh dari teknik pemeliharaan P2,
disebabkan oleh perbedaan konsumsi
kemudian diikuti oleh P1 dan P3.
dedak yang merupakan komponen biaya
Meskipun
pertambahan
pakan terbesar. Pada saat penelitian
bobot badan P3 tertinggi, namun secara
dilakukan, harga dedak padi mencapai
ekonomis perlakuan P3 memberikan
Rp. 2.250/kg.
dari
aspek
3).
Perbedaan
tersebut
tingkat keuntungan terendah (Tabel 2). Paling rendahnya keuntungan yang
Tabel 2. Analisis usaha penggemukan sapi Bali di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng 2011
119
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
No
Uraian
A
Biaya
Perlakuan P2 (HMT P3 + dedak) (HMT + dedak + biocas) 6.766.000 6.812.000 7.266.500
1
Bobot Badan Awal (kg)
267,63
2
Nilai beli sapi awal @ Rp.18.000/kg
4.817.250 4.716.000
4.968.000
3
Lama Pemeliharaan (hari)
180
180
180
4
Pertambahan bobot badan per hari (kg)
0,47
0,53
0,55
5
Pakan 202.500
405.000
36.000
36.000
6
- dedak padi @2.250/kg diberikan P1 101.250 (kontrol): 0,25 kg/hari, P2: 0,5 kg/hari dan P3: 1 kg/hari - Bio Cas 5 ml Rp. 100/ekor/hari ; harga 0 per ml Rp. 40,Obat cacing, vitamin dan vaksinasi 10.000
20.000
20.000
P1 (kontrol)
262,00
276,00
1.800.000
B
Tenaga Kerja (Mencari pakan memberi 1.800.000 1.800.000 pakan, membersihkan kandang, memandikan dll selama 2 jam /hari atau 0,25 HOK @ Rp.40.000/HOK Penyusutan kandang (Modal Kandang 37.500 37.500 Rp. 3.000.000 untuk 4 ekor tahan 10 tahun (1 tahun 2 kali penggemukan); 4 ekor Pendapatan 7.034.467 7.148.197
1
Bobot Badan Akhir (kg)
375
2
Penjualan sapi Rp. 20.000,- per kg bobot 7.034.467 7.148.197 hidup Penjualan kotoran untuk pupuk organik 0 1,5 kg @ Rp.300/kg per hari Keuntungan 268.467 336.197
7.497.049
341
363
E
Titik Impas Produksi (Σbiaya/harga 338 produksi) Titik Impas Harga (Σbiaya /produksi) 19.237
19.059
19.385
F
R/C Rasio
1,05
1,03
7
8
3 C D
352
1,04
357
37.500
7.497.049
230.549
120
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. Kontribusi biaya pada usaha penggemukan sapi Bali di Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng 2011 No
Kontribusi biaya untuk:
Perlakuan P1 (kontrol) (%) 1 Pembelian bibit 71 2 Biaya pakan 1,5 3 Biaya obat cacing, vitamin dan 0,1 vaksinasi 4 Penyusutan kandang 0,6 5 Tenaga kerja 27 Jumlah (%) 100
P2 (HMT + P2 (HMT + dedak) (%) dedak + biocas) (%) 69 68 3,5 6,1 0,3 0,3 0,6 26 100
0,5 25 100
vitamin, meningkatkan keuntungan
KESIMPULAN DAN SARAN
peternak dari Rp. 268.467,- menjadi 1. Perbaikan
manajemen
budidaya
Rp. 336.197,-.
pada usaha penggemukan sapi bali di lahan kering berupa pemberian
DAFTAR PUSTAKA
dedak
kg/ekor/hari
Bisnisbali.com. 2009. Tetap Mengacu
dikombinasikan dengan penggunaan
pada Keseimbangan Populasi Soal
probiotik Biocas 5 ml/ekor/hari serta
Penentuan Kuota Sapi Antarpulau
dengan aplikasi anti cacing dan
Denpasar
vitamin, meningkatkan pertambahan
http://www.bisnisbali.com/2009/1
bobot
0,43
2/19/news/agrohobi/lo.html
0,53
[Minggu, 10 Januari 2010]
0,5
badan
kg/ekor/hari
harian
dari
menjadi
(BisnisBali).
kg/ekor/hari; dan bahkan menjadi
Hanan, M. 2010. Monografi Wilayah
0,55 kg/ekor/hari apabila diberikan
Binaan Desa Pejarakan Tahun
dedak 1 kg/ekor/hari.
2010. Balai Penyuluhan Pertanian
2. Secara dedak
ekonomis,
penggunaan
0,5
kg/ekor/hari
(BPP) Gerokgak. Singaraja. Kadariah.
1986.
Analisa
Ekonomi
dikombinasikan dengan penggunaan
Proyek-Proyek
Pertanian.
probiotik Biocas 5 ml/ekor/hari serta
Penerbit UI Press, Jakarta.
dengan aplikasi anti cacing dan
121
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kariada, I.K., I.M. Londra dan I.N. Darmesta. 2002. Laporan Akhir Pengkajian dengan
Integrasi
Sayuran
di
Pusat
Penelitian
dan Pengembangan Peternakan
Ternak
Bekerjasama
Daerah
Pengkajian
Dataran Tinggi Kering Beriklim Basah. BPTP Bali Denpasar.
dengan
Balai
Teknologi Pertanian
Bali. Widiyazid, IK., IAP. Parwati,. N.
Kariada, I.K., I.M. Londra dan I.N.
Suyasa,.
S. Guntoro,.
MD.
Darmesta. 2003. Laporan Akhir
Londra,. T. Agastia dan AAG.
Pengkajian
Ternak
Adnyana. 1999. Laporan Akhir
Daerah
Sistem
dengan
Integrasi
Sayuran
di
Usaha
Pertanian
Sapi
Dataran Tinggi Kering Beriklim
Potong Berbasis
Basah. BPTP Bali Denpasar.
Lahan Kering. IP2TP Denpasar.
Kompas.com. 2009. Warga Jakarta Doyan Sapi
Yasa, I M. R.
Integrasi Tanaman dan Ternak
2009.
pada Lahan Kering Kabupaten
http://regional.kompas.com/read/2
Buleleng.
009/12/12/17360312/warga.jakart
Nasional
a.doyan.sapi.bali.
Teknologi
[Minggu,
10
Januari, 2010].
Upaya
Suratiyah, K. 1997. Analisis Usahatani (un published). Fakultas Pertanian Gajah
Mada
Yogyakarta Suyasa N., IKW Soethama., Suprio Guntoro.
2001. Pengkajian
Bali. Sabtu, 12
Desember
Universitas
Ekoregional
2004.
Produktivitas
Subak
Optimalisasi
Potensi
Mendukung Otonomi
Adijaya.
2004.
pemberian
probiotik
Bali
disampaikan
.
Makalah
dalam
Seminar
Nasional
Seminar
Manado, 8-9 Juni 2004.
Integrasi
Tanaman
Sistem
biocas
di lahan kering Gerokgak
Rejasa Tabanan Bali. Prosiding Nasional
pengaruh
terhadap profil darah induk sapi
Buleleng
di
Dalam
Yasa, I.M.R., S. Guntoro dan I N.
Pendekatan
Tanaman-Ternak
Pertanian
Daerah. 365-367.
bali
Integrasi
Seminar
Pengembangan
Wilayah
Usahatani Lahan Sawah Dalam Sistem
Prosiding
Klinik
Pertanian,
Ternak.
122
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Yasa, I-M. R., Muladno., I W Rusastra., A.A. Amin dan I. N. Adijaya. 2010.
Laporan
Participatory
Rural Appraisal (PRA) di Desa Pejarakan,
Patas,
Sanggalangit
dan Musi. Belum dipublikasikan.
123
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PERBAIKAN KUALITAS TANAH ALAMI UNTUK MENINGKATKAN HASIL HIJAUAN PAKAN TERNAK DI OBEL OBEL NTB (IMPROVEMENT INHERENT SOIL QUALITY TO ENHANCE BIOMAS PRODUCT IN OBEL OBEL NTB) I.G Putu Wigena, Sukristiyonubowo, Elsanthi, dan Dedi Irwandi*) Balai Penelitian Tanah, Jalan Tentara Pelajar , Cimanggu, Bogor. E-mail:
[email protected]
*)
ABSTRAK Penelitian SIAGA dilaksanakan di Obel Obel, Lombok Timur mulai tahun anggaran 2012 yang memadukan komoditas tanaman hutan (leguminosa berpohon) dengan pangan serta pakan (semak atau rumput) di dalam satu hamparan lahan. Pada tahap awal dilakukan pengambilan contoh tanah untuk mengetahui kualitas tanah dan usaha perbaikannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum tanah mempunyai tingkat kesuburan (kimia dan biologi) rendah, yang ditunjukkan dengan pH agak masam, kandungan bahan organik ( Corganik dan N total) rendah, P dan K extrak HCL 25 % rendah dan P tersedia (P bray 1) rendah. Disamping itu, populasi mikroba (bakteri dan fungi), total bakteri pelarut P dan respirasi tergolong rendah. Untuk memperbaikan kualitas tanah tersebut penambahan pupuk mineral yang dikombinasikan dengan penambahan pupuk organik menjadi suatu keharusan. Dari segi tata botaninya diharapkan akan berpengaruh terhadap iklim mikro dan hasil hijauan dan pangan Kata kunci: Sistem SIAGA, Kualitas Tanah, Hijauan Pakan Ternak
Doran and Parkin (1994) kualitas tanah
PENDAHULUAN Secara umum istilah sistem limintu diartikan menjaga
sebagai keadaan
kemampuan tanpa
untuk merusak
didefinisikan
sebagai
kemampuan
dari
tanah untuk menjalankan fungsinya: untuk mempertahankan
produktivitas
lingkungan atau menyebabkan kerusakan
biologis,
secara ekologis (Anonimuos. 1992). Sistem
lingkungan
lumintu dalam ilmu tanah diartikan sebagai
tanaman
kemampuan
untuk
menurut Sharma et al. (2008) melaporkan
menjaga produktivitas yang baik, tanpa
bahwa kualitas tanah dimengerti sebagai
menyebabkan kerugian secara ekologis atau
kemampuan tanah secara alami untuk
menyebabkan
sumber
mensupli unsur esensial yang dibutuhkan
alaminya. Penilaian fungsi tanah mencakup
oleh tanaman. Dengan demikian, sistem
kimia, fisika dan biologi tanah, dewasa ini
pertanian yang lumintu dan menguntungkan
menjadi
ditetapkan
seyogyanya dicerminkan pada kemampuan
(Sukristiyonubowo et al. 2011). Menurut
tanah yang mencukupi untuk pertumbuhan
dari
fungsi
defisiensi
model
untuk
tanah
dari
menjaga
secara
dan
dan
produktivitas mendukung
binatang.
secara
kesehatan
Selanjutnya,
124
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tanaman yang optimum dan menjaga
phospholipids
pendapatkan
petani,
sementara di areal produksi sayur PLFA
lingkungan.
Untuk
dengan itu,
menjaga
input
yang
fatty
acids
(PLFA),
bukan merupakan parameter yang cocok.
dibutuhkan harus didasarkan pada status dan karakteristik kesuburan tanahnya. Pada
METODOLOGI
sistem pertanian conventional/non organik, hal
ini
dapat
dengan
Contoh tanah komposit diambil
mineral
sebelum percobaan pada kedalaman 0 - 20
dengan organik (Fenning et al. 2002;
cm dan 20-40 cm pada bulan Juli 2012.
Hasegawa et al. 2005; Khai et al. 2007;
Pengambilan dibedakan menjadi bagian
Yang et al. 2007; Sukristiyonubowo and
atas, tengah dan bawah. Tiap contoh tanah
Tuherkih. 2009). Menurut Yan et al. (2007)
komposit terdiri dari 10 titik pengambilan,
dan Haynes (2005) menyatakan bahwa
lalu dikumpulkan dan dicampur kemudian
bahan organik merupakan kunci
dari
diambil 1 kg contoh tanah komposit.
kualitas tanah karena peranannya dalam
Analisa dilakukan di Balai Penelitian Tanah
kimia, fisika dan biologi tanah. Dengan
untuk penetapan pH (H20 dan KCl), bahan
demikian secara mendasar kualitas tanah
organik (C-organik dan N total), P dan K
berarti
untuk
potensial dengan ekstrak 25 % HCl dan P
mejalankan fungsi yang dibutuhkan secara
tersedia dengan metoda Bray I. Bahan
baik dan benar. Dengan demikian indikator
organik ditetapkan dengan metoda Walkley
yang umum diamati mencakup pengelolaan
and Black, pH (H20 dan KCl) diukur
yang dinamis, secara kimia ( unsur hara dan
dengan perbandingan tanah dan air 1:5.
siklus karbon), secara fisik (stabilitas
Kapasitas Tukar Kation ditetapkan dengan
agregrat, kemampuan menyimpan air, BD,
pengekstrak amonium acetat 1pH 7.0 yang
infiltrasi, struktur tanah dan pori pori
dinyatakan dalam
makro), secara biologi (repirasi, enzim,
Kejenuhan
menggabungkan
dilakukan
antara
kemampuan
pupuk
dari
tanah
basa
dihitung
jumlah Ca , Mg , K , and Na+ ralatif
acids) (USDA. 2009; Herrick. 2000; Doran
terhadap KTK. Untuk pengamatan total
and Zeiss. 2000). Menurut Amalia (2011)
bakteri digunakan media nutrient agar
kualitas tanah di persawahan merupakan
(NA), total fungi digunakan media potato
kombinasi antara kandungan karbon tanah
dextros agar (PDA), dan media Pikovskaya
dan
untuk menetapka bakteri pelarut fosfat (P)
N dengan aktivitas
dehydrogenase, β-glucosaminidase microbial
biomass
C
enzim
++
berdasarkan
komunitas mikrobial dan pospholipidfatty
total
++
cmol+ kg-1 tanah. +
dan
(MBC)and
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
125
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kesuburan Tanah Alami dan Usaha
dibandingkan dengan tanah yang tidak
Perbaikan
mendapatkan perlakukan tersebut
Secara alami, tanah di daerah Obel
Total P berkisar antara 1670 – 1790
Obel mempunyai status kesuburan tanah
ppm P205 pada kedalaman 0-20 cm dan
yang rendah. Analisa kimia tanah dari
1640 – 1700 ppm P205 pada kedalaman 20-
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.
40 cm dengan P tersedia sebesar 73,85 –
Ditunjukkan bahwa tanah bersifat masam,
77,04 ppm P205 pada kedalaman0-20 cm
bervariasi dari 5,12 – 5,95 pada kedalaman
dan 47,35 – 52,32 ppm P205 pada
0-20 cm dan 5,28 – 6,08 pada kedalaman
kedalaman 20 - 40 cm. Ini menunjukkan
20-40 cm. Kandungan bahan organik yang
bahwa P tersedia bagi tanaman tergolong
ditunjukkan
C-
rendah. Untuk itu penambahan pupuk SP-
organik berkisar 1,32 – 1,68 % pada
36 sebesar 100 kg ha-1 menjadi suatu
kedalaman 0-20 cm dan 1,01-1,46 % pada
keharusan untuk memperbaiki pertumbuhan
kedalaman 20-40 cm.
dan
rendahnya
kandungan
Sementara untuk
hasil
hijauan
pakan
ternak.
kandungan N total tergolong rendah yang
Selannjutnya, K potensial yang diekstrak
bervariasi dari 0,05 – 0,07 % N pada
dengan 25% HCl menunjukkan bahwa K
kedalaman 0-20 cm dan 0,06 – 0,08 % N
potensial berkisar antara 1030 – 1180 ppm
pada
ini
K20 pada kedalaman 0-20 cm dan 660 –
mengindikasikan bahwa pengelolaan tanah
1160 ppm K20 pada kedalaman 20 – 40 cm.
tersebut tidak benar, sehingga terjadi
Ini menujukan bahwa kandungan potential
kemerosotan bahan organik . Data bahan
tergolong rendah. Untuk meningkatkan
organik ini juga mengindikasikan bahwa
perfoma status keseburan tanah kususnya
populasi mikroba dan aktivitas mikrobapun
kandungan K, maka penambahan 100 kg
menjadi rendah. Untuk itu perlu dilakukan
KCl ha-1 mutlak diperlukan. Clark et al.
pengelolaan
melalui
(1998), Rasmussen and Parton (1994) dan
pembutan kompos agar bahan organik tanah
Wander et al. (1994) melaporkan penemuan
meningkat dan fungsi lahan menjadi baik.
yang sama, perbandingan.
kedalaman
20-40
bahan
cm.
organik
Hal
Sommerfeldt et al. (1988) dan Clark et al. (1998) mengamati bahwa tanah dengan
Kejenuhan basa berkisar antara 88 -
kadar bahan organik yang tinggi diamati
>100
%,
ini
dimungkinkan
karena
pada tanah yang diperlakukan dengan
konsentrasi Cadd (4,89 – 6,08 cmol (+) kg-
pupuk kandang dan legum cover crop
1
) dan Kdd (0,44 - 0,52 cmol (+) kg-1) yang
tinggi, sementara konsentrasi Mgdd relatif
126
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
cukup tinggi. Melihat perbandingan
Ca,
miskin unsur N, P tersedia dan K tersedia.
Mg dan Kalium, jug amenunjukkan ratio
Untuk
yang tidak normal. Pada kondisi yang
tanah dan hasil pakan ternak sejogyanya
normal, ratio akan 60 to 65 % Calcium, 10
ditambah pupuk mineral, pupuk organik
to 15 % of Magnesium, and 5 to 7 % of
dan pengapuran (Sukristiyonubowo et al.
Kalim (Verlo dalam Sukristiyonubowo.
2011b; Sukristiyonubowo et al. 2010;
2007).
Dengan
disimpulkan
Sukristiyonubowo and Tuherkih. 2009; Yan
bahwa
tanah
mempunyai
et al. 2007; Fageria and Baligar. 2001;
demikian Obel
Obel
kesuburan tanah secara kimia yang rendah dengan
pH
bersifat
masam
meningkatkan
status
kesuburan
Sukristiyonubowo et al. 1993).
dengan
kandungan bahan organik rendah dan
Tabel 1. Analisa kimia tanah di Obel Obel sebelum percobaan dilaksanakan (Contoh komposit diambil pada Juli 2012) Parameter
Unit
pH Organic Matter C-organic % N Total % C/N ratio P Total ( HCl 25 % ) Ppm K Total ( HCl 25 % ) Ppm P Bray I Ppm KTK cmol (+) kg-1 Kejenuhan basa % K cmol (+) kg-1 Ca cmol (+) kg-1 Mg cmol (+) kg-1 Na cmol (+) kg-1 Texture 1: Sand % Silt % Clay % Selanjutnya, total bakteri tergolong rendah
0-20 cm
20 -40 cm
5,12 – 5,95
5,28 – 6,08
1,32 – 1,68 0,05 – 0,07
1,01-1,46 0,06 – 0,08
1670 – 1790 1030 – 1180 73,85 – 77,04 6,99 – 7,13 89 - 100 0,44 - 0,52 4,89 – 6,08 0,62 – 0,97 0,09 – 0,11
1640 – 1700 660 – 1160 47,35 – 52,32 6,15 – 6,34 88 - 100 0,41 – 0,54 5,62 – 6,21 0,64 – 0,86 0,07 – 0,16 Debu berpasir
34 50 16 tergolong rendah baik pada kedalaman
0-
baik pada kedalaman 0-20 cm , yaitu
20 cm (0 – 26 10 CFU ml ) dan 20-40 cm
sebesar 15 x 105 CFU ml-1 dan pada
(5 – 26 x102 CFU ml-1). Untuk bakteri
kedalaman 20-40 cm sebesar 14 x 105 CFU
pelarut P juga terrgolong rendah baik pada
-1
ml .
Sementara itu, total fungi pun
2
-1
kedalaman 0 – 20 cm, yaitu 3,5 – 5 x 103 CFU ml-1 dan untuk kedalaman 20 – 40 cm
127
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sebesar 16 x103 – 25 x 105 CFU ml-1 (Tabel 2).
Tabel 2. Totak bakteri, total fungi dan bakteri pelarut P tanah Obel Obel pada kedalam 0-20 cm dan 20 – 40 cm
Parameter Biologi
0-20 cm (CFU ml-1)
20 – 40 cm (CFU ml-1)
Total Bakteri
15 x 105
14 x 105
Total Fungi
0 – 26 102
5 – 26 x102
Bakteri Pelarut P
3,5 – 5 x 103
16 x103 – 25 x 105
Clark, M.S., W.R. Horwath, C. Shennan
KESIMPULAN Tanah Obel Obel mempunyai kesuburan
and K.M. Scow. 1998. Changes in
tanah secara kimia dan biologi yang rendah.
soil chemical properties resulting
Untuk meningkatkan qualitas tanah, status
from
kesuburan dan hasil hijauan pakan ternak
farming
harus ditambahkan pupuk mineral, pupuk
Journal. 90: 662-671
organik dan (sedikit) kapur.
organic
and
practices.
low-input Agronomy
Doran, J.W. and T.B. Parkin. 1994. Defining
and
assessing
soil
DAFTAR PUSTAKA
quality. In: Defining soil quality
Aulakh, M.S., T.S. Khera, J.W. Doran, and
for a sustainable environment.
K.F. Bronson. 2001. Managing
Eds. J.W Doran, D.C. Coleman,
crop residue with green, urea, and
D.F. Bezdicek, B.A. Stewart. Pp.
tillage in a rice-wheat rotation.
3 – 21
Soil Science Society of America Journal. 65: 820-827
Fageri, N.K. and C.V. Balligar. 2001. Improving nutrient use efficiency of annual crops in Brazilian acid
Amalia, O. 2011. Soil quality under organic
soils
for
sustainable
crop
and conventional farming systems
production. Communication Soil
in
Science Plan Analysis. 32 (7 and
West
Indonesia.
and
Central
Java, Master
dissertation.Ghent University. 60 p
8): 1301 - 1319 Fenning, J.O., T. Adjie, Gyapong, E. Yeboah, E.O. Ampontuah and G. Wuansah. 2005. Soil Fertility 128
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
status and potential organic inputs
Sukristiyonubowo, Mulyadi, P. Wigena and
for improving smallholder crop
A. Kasno. 1993. Effect of organic
production
interior
matter, lime and NPK fertilizer
savannah zone of Ghana, Journal
added on soil properties and yield
of sustainable Agriculture. 25 (4):
og peanut. Journal of Indonesian
69 – 92
Soil and Fertilizer. 11: 1 – 7 (in
in
the
Hasegawa, H., Y. Furukawa and S.D. Kimura.
2005.
farm
Sukristiyonubowo. 2007. Nutrient balances
organic
in terraced paddy fields under
amandments effect on nutrient
traditional irrigation in Indonesia.
status and nutrient use efficiency
PhD thesis. Faculty of Bioscience
of
Engineering, Ghent University,
assessment
On
Indonesia)
of
organic
rice
fields
in
Northeastern Japan. Agricilture ecosystem
and
Environtment
Journal. 108: 350 -362
Ghent, Belgium. 184 p. Sukristiyonubowo and Tuherkih, E. 2009. Rice production in terraced paddy
Haynes, R.J. 2005. Labile organic matter
field systems. Jurnal Penelitian
fractions as central component of
Pertanian
the quality of agricultural soil: an
28(3): 139-147
overview. Adv Agron 85: 221 268
Tanaman
Pangan.
Sukristiyonubowo, G. Du Laing and M. G. Verloo. 2010. Nutrient balances
Khai, Nguyen Manh, H. Pham Quang and
of wetland rice for the Semarang
Oborn Ingrid. 2007. Nutrient
District. Journal of Sustainable
flows in small scale peri urban
Agriculture. 34 (8): 850-861
vegetables farming system in
Sukristiyonubowo, I. A. Sipahutar, T.
Southeast Asia – a case study in
Vadari
Hanoi. Journal of Agriculture,
Management of soil inherent of
Ecosystems
newly opened wet land rice fields
and
Environment.
122: 192 – 202
effects
Agus
S.
2011.
for sustainable rice farming in
Rasmussen, P.E. and W.J.Parton. 1994. Long-term
and
of
residue
management in wheat-fallow: I.
Indonesia.
Journal
of
Plant
Breeding and Crop Science. 3 (8): 144 - 153
Inputs, yields, and soil organic
Wander, M.M., S.J.Traina, B.R.Stinner and
matter. Soil Science Society of
S.E.Peters. 1994. Organic and
America Journal. 58: 523-530
conventional management effects
129
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
on biologically active organic matter pools. Soil Science Society of America Journal. 58: 11301139 Yan, D., D. Wang and L. Yang. 2007. Long term effect chemical fertiliser, straw and manure
on labile
organic matter in a paddy soil. Biol. Fertil. Soil Journal. 44:93101 Yang, S.M., S.S. Malhi, J.R. Song, Y.C. Xiong, W.Y. Yue, L.L. Lu, J.G. Wang and T.W. Guo. 2006. Crop yield,
nitrogen
uptake,
and
nitrate-nitrogen accumulation in soil as affected by 23 annual applications
of
fertiliser
and
manure in the rainfed region of North-western
China.
Nutrient
Cycling Agroecosystem Journal. 76: 81 - 94
130
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENINGKATAN NILAI NUTRISI LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN Nasrullah1) dan Sunanto2) 1) Balai Penelitian Ternak Ciawi 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
ABSTRAK Limbah jagung merupakan hasil ikutan usaha pertanian pada komoditas jagung. Hasil ikutan tersebut sangat melimpah pada saat musim panen jagung di wilayah Sulawesi Selatan. Potensi limbah jagung di Sulawesi Selatan mencapai 1,37 juta ton/tahun, apabila dimanfaatkan sebagai pakan ternak mampu mendukung ketersediaan pakan pada 568.112 ekor sapi/tahun. Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan pada bulan Februari – September 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan pengujian di lapang. Survei dilakukan pada 6 kabupaten dan pengujian biomasa limbah jagung pada beberapa varietas, kandungan nutrisi pada komponen jagung, serta kandungan nutrisi pada beberapa perlakuan fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan tanaman jagung ditanam pada lahan sawah dan lahan kering mempunyai pola tanam yang berbeda. Varietas jagung berpengaruh nyata terhadap volume limbah jagung. Produksi limbah jagung tertinggi pada varietas Bima Super dan RK 789 masingmasing mencapai 9.985 ton/ha dan 9.009 ton/ha. Komponen limbah jagung berbeda nyata terhadap kandungan protein, lemah dan serat kasar. Komponen limbah jagung sebelum difermentasi kandungan protein tertinggi pada daun sebesar 6,87 %, setelah dilakukan fermentasi dengan Probion meningkat menjadi 11,26 %. Peningkatan kandungan protein tertinggi pada komponen limbah jagung dengan fermentasi probion adalah pada komponen klobot jagung meningkat dari 4,20 % menjadi 20,04 %. Demikian juga bahan fermentasi berpengaruh nyata terhadap kandungan protein pada limbah jagung dan mengalami peningkatan kandungan protein, lemah kasar dan menurunkan kandungan serat kasar. Kata Kunci : limbah jagung, fermentasi, kandungan nutrisi, sapi. ABSTRACT Waste cornis aby-product of cornfarming. The results of the sefollow-very abundantat harvest corn in South Sulawesi. Potential was tecornin South Sulawesi reached 1,37 million tons/year, when used as animal feed to supportthe availability of feedon 568.112 catle/year. This study was conducted in South Sulawesi in February to September2012.The method used is the method of survey and testing in the field.The survey was conducted in six districts and testing of waste biomass in some varieties of corn, corn nutrition on components, as well as nutritional treatment on some fermentation. The results showed the corn crop planted in wet land and dry land cropping pattern shave different. Corn varieties significantly affect the volume of waste corn. Waste production was highest in corn varieties and the Bima Super RK789 respectively reached 9.985tons/ha and 9.009 tons/ha. Waste components significantly different corn protein,weak and crude fiber. Fermented corn waste components before the highest protein content in the leaves at 6,87%, after fermentation with Probion increased to11,26%. The increase inprotein content was highest in the fermentation of corn waste component is the component corn rind Probion corn increased from 4,20% to 20,04%. Like
131
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
wise fermenting material significantly influenced the protein contentinthe corn waste and increased protein content, weak coarse and lower crude fiber content. Keywords: wastecorn,fermentation, nutrition, catle. organik, bahan industri, dan pakan ternak
PENDAHULUAN Limbah jagung merupakan hasil
secara langsung maupun secara olahan.
ikutan dalam kegiatan usahatani jagung.
Sunanto dkk (2007) melaporkan bahwa
Main product jagung terletak pada biji
hasil ikutan tanaman jagung mencapai 4-5
jagung.
product
ton/ha. Dalam satu hektar dan satu musim
jagung terdiri dari; daun, batang, bunga,
sudah dapat mendukung ketahanan pangan
tongkol, klobot, bunga, dan pikuteng.
2-3
Khusus pikuten ini merupakan hasil ikutan
penanaman jagung dilahan kering 2 kali,
yang langsung melekat pada biji, sehingga
maka daya dukung pemeliharaan ternak
apabila dilakukan pembersihan biji jagung
mencapai 4-6 ekor. Tongkol dan biji jagung
pada kondisi tingkat kadar air 8 – 12 %,
yang difermentasi mengandung gizi yang
maka pikuteng ini akan terlepas.
sangat baik untuk ternak sapi (Suharno,
Sedangkan
scundery
Sulawesi sebagai penghasil jagung
ekor
2010).
selama
Hasil
setahun.
ikutan
Apabila
tersebut
sangat
mempunyai produksi limbah jagung yang
berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan
sangat besar. Luas panen dan produksi
ternak sapi. Hijauan jerami jagung belum
jagung di Sulawesi Selatan mencapai
banyak dimanfaatkan oleh petani sebagai
303.375 ha dan 1.343.043 ton. Hasil ikutan
bahan pakan ternak. Namun sebagian besar
pertanian tanaman jagung ketersediaanya
petani jagung di Sulawesi Selatan masih
sekitar 1,37 juta ton/tahun dengan asumsi
membiarkan hasil ikutan jagung tersebut
4,5 ton/ha (BPS Prop. Sulsel, 2011).
menumpuk, mengering, lalu membakarnya.
Apabila semua dimanfaatkan sebagai pakan ternak
sapi,
maka
dapat
mendukung
Hasil
ikutan
pertanian
dapat
ditingkatkan
kualitasnya
melalui
568.112 ekor sapi/tahun. Hal ini sependapat
fermentasi.
Fermentasi
dengan
dengan Syamsu Alam (2008), bahwa
menggunakan mikroba seperti Aspergillus
potensi limbah tanaman jagung dapat
niger, Rhizopus sp., Trichoderma sp dan
dijadikan pakan ternak sapi.
lain-lain
Potensi limbah jagung tersebut belum banyak
dimanfaatkan
Seharusnya dimanfaatkan
potensi sebagai
oleh
petani.
tersebut
dapat
mulsa,
pupuk
sudah
banyak
dieksploitasi.
Dengan proses ini, kandungan protein pada limbah
pertanian
akan
meningkat
(Rokhmani SIW., 2005).
132
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tujuan penelitian ini adalah untuk
Bantaeng dan Luwu Utara (non zone),
menganalisis potensi hasil ikutan tanaman
Kabupaten Jeneponto dan Gowa (iklim
jagung dan kandungan nutrisi pada hasil
pantai barat) Kabupaten Bulukumba dan
ikutan tanaman jagung. Namun demikian
Bone (iklim pantai timur). Masing-masing
teknologi tersebut belum banyak diterapkan
lokasi kabupaten diambil responden petani
oleh pengguna. Oleh sebab itu perlu
jagung secara acak berjumlah 20 petani,
dilakukan kajian peningkatan nilai gizi
dengan demikian total responden 120 petani
limbah jagung melalui fermentasi untuk
jagung. Kegiatan ini dilakukan untuk
dijadikan pakan ternak ruminansia atau
mengetahui potensi limbah jagung dan pola
sapi.
tanam jagung yang dilakukan oleh patani.
METODOLOGI
2)
Pengujian Biomasa Limbah Jagung Pengujian biomasa ini menggunakan
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
di
rancangan acak kelompok (RAK) dengan
lokasi
10 perlakuan jenis varietas jagung dan
Kabupaten dengan metode porpusif. Bahan
diulang masing-masing perlakuan 3 kali.
pertimbangan penentuan lokasi adalah; 1)
Ukuran petak percobaan 4 x 6 meter.
lokasi yang mempunyai produksi jagung
Adapun kode perlakuannya adalah sebagai
dan populasi ternak sapi cukup besar dan 2)
berikut:
lokasi yang mewakili wilayah iklim pantai
A
Sulawesi
ini
Selatan.
dilaksanakan Penentuan
:
Varietas
barat, pantai timur dan non zone, dengan pertimbangan tersebut di atas, maka dipilih Kabupaten
Bantaeng,
Bima 2 B
:
Varietas
Jeneponto,
Bima
Bulukumba, Bone, Gowa, dan Luwu Utara
Super
sebagai lokasi penelitian survei. Adapun
F
C
:
Varietas
lokasi pengujian varietas dan fermentasi
Sukmaraga G
H
RK 789
Kegiatan
D
Srikandi
:
Varietas
ini
pertanyaan
yang dilakukan
Varietas Anoman 1
: Varietas Gumarang
J
: Varietas Arjuna
Adapun parameter yang akan diukur
Tahap Pertama Survei Survei
:
dibagi
menjadi 2 tahapan, yaitu; 1)
I
Lamuru E
penelitian
: Varietas
Kuning
bulan Februari – September 2012. Rancangan Penelitian
: Varietas Kresna
limbah jagung dilaksanakan di Kabupaten Bantaeng. Pelaksanaan penelitian pada
: Varietas
adalah bobot komponen limbah jagung
dilengkapi di
daftar
Kabupaten
meliputi; daun, batang, bunga, tongkol, dan klobot.
133
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
3)
Tahap kedua Pengujian Kandungan Nutri Limbah Jagung
menggunakan
yang
terkumpul
kemudian
ditabulasikan dan diinterpretasikan dengan
Pengujian kandungan nutrisi limbah jagung
Data
acak
penjelasan dan menjawab persoalan potensi
lengkap (RAL) dengan 6 ulangan dan
limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai
diulang masing-masing perlakuan diulang 3
pakan
kali. Adapun kode perlakuannya adalah;
menjawab
Perlakuan P : Fermentasi 1 ton limbah
beberapa varietas jagung dan kandungan
jagung
rancangan
diskriptif. Sehingga dapat memberikan
dengan
2,5
kg
Probion dan 2,5 kg Urea
dengan
2,5
sapi.
kandungan
Sedangkan
untuk
biomasa
pada
nutrisi limbah jagung dengan berbagai perlakuan fermentasi diuji dengan uji
Perlakuan Q : Fermentasi 1 ton limbah jagung
ternak
kg
Duncan’s taraf kepercayan 95 % yang difasilitas software SAS edisi 90 (Budi dan
Probion, 4 liter molases,
Aunuddin, 1992).
dan 5 kg dedak halus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan R : Fermentasi 1 ton limbah jagung
dengan
liter
molases dan 5 kg dedak halus.
Pola Tanam dan Dinamika Produksi Jagung Usaha tani tanaman jagung dilakukan berdasarkan ketersediaan air. Sumber air
Perlakuan S : Fermentasi 1 ton limbah
yang dijadikan penyediaan bagi tanaman
jagung dengan 2,5 liter ragi
jagung berasal dari air hujan, air irigasi, dan
fermentasi jerami.
air pompa. Ketersediaan air tanah tersebut
Perlakuan T : Fermentasi 1 ton limbah jagung dengan 2,5 kg Urea. Perlakuan U : Fermentasi 1 ton limbah jagung
secara
aerob
(kontrol)
mempengaruhi Sulawesi
pola
Selatan.
tanam jagung di Wilayah
Sulawesi
Selatan dipengaruhi oleh 3 tipe iklim yaitu; iklim pantai barat, iklim pantai timur, dan iklim non zone. Iklim non zone ini
Parameter yang akan diukur adalam
merupakan
daerah
transisi
yang
penambahan kandungan nutrisi antara lain;
dipengaruhi oleh kedua iklim pantai barat
kadar protein kasar (%), kadar lemak kasar
dan pantai timur. Sehingga bulan hujan
(%), kadar serat kasar (%), kadar air (%),
yang ada cukup panjang. Adapun pola
kadar abu (%), dan BetaN (%).
tanam jagung pada ketiga tipe iklim
Analisis Data
tersebut disajikan pada Gambar 1 dan 2.
=== jagung ==/
/==jagung==/
/ ====== bero ======/
/ ==
Iklim Pantai Barat
134
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
=== jagung ==/
/== PW===/ /=====bero ========/
/ ==
====/
/===jagung==/
/====jagung====/ / =====bero=====
====/
/===jagung==/
/====PW======/
Iklim Pantai Timur
/=====bero =====
===jagung==/ / ==jagung===/ /=PWUP===/ /==bero====/ / ==
Ilkim Transisi (non
===jagung==/ / ====PW===/ /=PWUP===/ /==bero====/ / ==
zone)
1
Bulan/wilayah
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Keterangan : PW = palawija, PWUP = palawija umur pendek. Gambar 1. Pola tanam jagung pada lahan kering wilayah Iklim Pantai Barat, Pantai Timur, dan transisi (non zone) di Sulawesi Selatan, 2012 Sedangkan pada lahan kering pantai timur Gambar
1,
bahwa
ditanam jagung bulan Maret s/d Juni dan
jagung pada lahan kering iklim pantai barat
bulan juni s/d September atau bulan Maret
yang ditanam bulan Desember s/d Maret
s/d Juni dan dilanjutkan dengan komoditas
dan April s/d Juni atau bulan Desember s/d
lainnya. Demikian juga bulan September
Maret
dengan
s/d Februari lahan diberokan. Khusus pada
penanaman dengan komoditas lainnya.
lahan kering iklim transisi (non zone)
Bulan Juli s/d Nopember dilakukan bero,
memiliki waktu tanam yang cukup panjang
sebab ketersediaan air tanah sudah terbatas
karena ketersediaan air tanah yang cukup
untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
kemudian
menunjukan
dilanjutkan
/==== padi=====/ /===jagung===/
/======= bero =======/
Iklim Pantai Barat
/=== padi =====/ /==== padi===/ /===jagung===/ /==bero===/ ==========/ /====padi=====/ /===jagung===/ / ====bero====
Iklim Pantai Timur
/==bero==/ /====padi====/ /===padi=====/ /===jagung ===/ /====padi=====/ / ====jagung====/ /=PWUP===/ /==bero===/
Ilkim Transisi (non
/====padi======/ /=====padi=====/
zone)
1
2
3
4
5
6
7
/====jagung ======/ 8
9
10
11
12
Bulan/Wilayah
Keterangan : PWUP = palawija umur pendek. Gambar 2. Pola tanam jagung pada lahan sawah wilayah Iklim Pantai Barat, Pantai Timur, dan transisi (non zone) di Sulawesi Selatan, 2012
Lahan sawah yang ditanami dengan
dilakukan setelah penanaman padi baik
tanaman jagung baik pada iklim pantai
musim penanaman kedua maupun ketiga.
barat, pantai timur, dan transisi (non zone)
Karena
pada
lahan
sawah
yang
135
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mengandalkan tadah hujan hanya ditanami
mempengaruhi berat daun yang dihasilkan.
2 kali selama setahun, sedangkan pada
Berat daun yang dihasilkan berkorelasi
lahan sawah irigasi penanaman dilakukan 3
positif terhadap panjang dan lebar daun,
kali setahun.
dimana daun sebagai tempat berjalannya
Biomasa Limbah Jagung
proses fotosintesis, sehingga peningkatan
Biomasa limbah jagung yang terdiri
berat daun dipengaruhi oleh peningkatan
dari daun, batang, bunga, tongkol, dan
pertumbuhan daun. Lin T-B, Schwartz, dan
klobot merupakan hasil ikutan jagung.
Saranga
Hasil uji statistis menunjukan bahwa
karakteristik daun, kadar khlorofil dan N
varietas jagung berbeda nyata kelima
daun
variabel
sehingga ketiga hal tersebut berhubungan
yaang
diamati.
Hal
tersebut
disajikan pada Tabel 1.
(1999)
merupakan
menyatakan
sistem
bahwa
fotosintesis
erat dengan laju fotosintesis). Sifat daun
Kemampuan varietas memanfaatkan
tersebut menentukan absorpsi cahaya oleh
energi matahari secara optimal dalam
daun
yang
dilakukan
oleh
khlorofil
proses fisiologisnya (fotosintesis) tercermin
sehingga adaptasi tanaman terhadap radiasi
pada data berat daun, di mana Bima Super
rendah juga tercermin pada kadar khlorofil
menghasilkan berat daun terbesar yang
daun (Pettigrew dkk., 1989).
berbeda nyata dengan varietas lainnya, kecuali terhadap Bima 2 dan RK 789. Nampak
bahwa
perlakuan
varietas
Tabel 1. Pengaruh Varietas terhadap Hasil Biomassa Jagung di Sulawesi Selatan, 2012. Parameter Pengamatan No .
Varietas
1.
Bima 2
2.
Berat Batang (g)
Bima Super
Berat Daun (g) 26,80 abc 30,10 a
21,42 cd
Berat Bunga (g) 3,90 a
Berat Tongkol (g) 33,45 bcd
Berat Klobot (g) 23,33 bcd
Berat Total (g) 108,90 b
Berat Total (t/ha) 7,775 b
28,87 a
3,87 a
42,18 a
34,83 a
139,85 a
9,985 a
3.
RK 789
28,79 ab
27,04 ab
3,23 abc
40,94 a
26,17 b
126,17 a
9,009 a
4.
Lamuru
22,40 c
22,38 bcd
3,47 ab
32,81 bcd
Anoman 1
16,47 de
21,23 cd
2,53 cd
30,19 cde
103,16 bc 89,55 cd
7,366 bc
5.
22,10 bcde 19,13 def
6.
Sukmaraga
22,70 c
24,39 abcd
3,10 bcd
35,31 b
105,37 b 7,523 b
7.
Kresna
12,08 e
19,80 d
2,47 d
26,99 e
19,87 cdef 15,93 f
77,26 d
136
6,394 cd
5,516 d
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
8.
24,51 bc
25,13 abc
2,77 bcd
9.
Srikandi Kuning Gumarang
16,33 f
99,36 bc
7,094 bc
2,80 bcd
30,61 bcde 28,91 de
12,59 e
19,65 d
18,30 ef
82,25 d
5,873 d
10.
Arjuna
17,31 d
25,61 Abc
2,90 bcd
34,14 bc
24,47 bc
7,457 bc
23,55
3,10
33,55
22,05
104,43 bc 103,63
Rataan
21,38
Keterangan: *) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 5 %. **) Analisis SAS programming versi 9,00.
Data berat batang tanaman jagung pada
berkorelasi nyata dengan berat tongkol,
Tabel 1, menunjukkan berat batang terbesar
panjang dan diameter tongkol, jumlah baris
pada Bima Super, tetapi tidak berbeda nyata
per tongkol, dan jumlah biji per baris.
dengan
Kuning,
Perbedaan ini karena pengaruh faktor
Sukmaraga, dan Arjuna. Perlakuan varietas
varietas. Perbedaan penampilan (fenotipe)
ternyata turut mempengaruhi berat batang
dari berbagai varietas (perbedaan pada
pada tanaman jagung, dan terdapat korelasi
beberapa
positif antara berat batang yang dihasilkan
diakibatkan oleh pengaruh genetik dan
dengan tinggi tanaman. Winten (2009)
lingkungan. Pertumbuhan dan hasil yang
menyatakan
hasil
beragam merupakan akibat dari pengaruh
fotosintesis dan fotosintat yang dihasilkan,
genetik dan faktor lingkungan, dimana
dapat
dan
pengaruh genetik merupakan pengaruh
meliputi
keturunan yang dimiliki oleh setiap galur
RK
789,
bahwa
mempercepat
perkembangan pertambahan
Srikandi
tingginya
pertumbuhan
tanaman panjang,
pengamatan)
daun,
sedangkan pengaruh lingkungan adalah
pembesaran batang, juga organ di bawah
pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan
tanah,
kondisi lingkungan (Riani dkk., 2001 dalam
sehingga
perluasan
komponen
akhirnya
dapat
meningkatkan total berat basah dan berat kering tanaman.
Ramla dan Riadi, 2011). Hasil analisis statistik menunjukkan
Berat bunga pada Bima 2 adalah
berat tongkol yang terbesar adalah pada
yang terbesar dan berbeda nyata dengan
Bima Super yang berbeda nyata dengan
varietas lainnya kecuali terhadap Bima
varietas lainnya kecuali dengan RK 789.
Super, RK 789, dan Lamuru. Pada fase
Hal ini berhubungan erat dengan hasil
generatif terbentuknya bunga dan tongkol,
fotosintesis yang tercermin dalam berat
berat
daun dan berat batang yang terbesar yang
bunga
yang
dihasilkan
juga
137
7,400
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dihasilkan oleh Bima Super. Herlina (2011) menyatakan
bahwa
berat
biomassa yang dihasilkan oleh tanaman
tongkol berhubungan erat dengan besar
jagung menunjukkan, bahwa Bima Super
fotosintat yang dialirkan ke bagian tongkol
memiliki biomassa terbesar pada semua
Apabila
kebagian
parameter pengamatan, kecuali pada berat
tongkol tinggi maka semakin besar tongkol
bunga dimana Bima 2 lebih berat tetapi
yang dihasilkan. Dalam hal ini yang
tidak berbeda nyata dengan Bima Super.
berperan menentukan hasil tanaman adalah
Total biomassa yang dihasilkan Bima Super
hasil fotosintat yang terdapat pada daun dan
adalah yang terbesar yaitu 139,85 g, namun
batang yang di transfer saat pengisian biji.
tidak berbeda nyata dengan RK 789.
transport
peningkatan
Hasil analisis sidik ragam terhadap
fotosintat
Berat klobot yang terbesar adalah
Perbedaan tumbuh tanaman erat
pada Bima Super yang berbeda nyata
dipengaruhi oleh perbedaan varietas. Di
dengan semua varietas lainnya. Hal ini
samping itu, di duga karena perbedaan
menunjukkan bahwa perlakuan varietas
kemampuan masing-masing varietas dalam
mempengaruhi berat klobot yang dihasilkan
menyerap unsur hara, penerimaan intensitas
oleh tanaman jagung. Sama halnya dengan
sinar
parameter produksi yang lain, maka berat
berkompetisi satu sama lain sehingga
klobot juga dipengaruhi oleh besarnya laju
menyebabkan perbedaan pengaruh terhadap
fotosintesis. Seperti yang telah dibahas
pertumbuhan tanaman. Dengan demikian,
sebelumnya
interaksi
bahwa
Bima
Super
matahari
genotipe
kemampuan
dengan
lingkungan
oleh
keragaman
menghasilkan berat daun, berat batang, dan
sangat
berat tongkol yang terbesar dibandingkan
lingkungan yaitu variasi lingkungan yang
dengan varietas lainnya. Purnomo (2005)
diramalkan seperti tipe tanah, sedangkan
menyatakan bahwa hasil fotosintesis oleh
variasi lingkungan tidak dapat diramalkan
tanaman
untuk
adalah aspek cuaca yaitu fluktuasi iklim
membentuk tubuh yang dinyatakan dalam
dan curah hujan (Allard, 1960 dalam Ramla
biomassa tanaman.
dan Riadi, 2011).
sebagian
dipergunakan
dipengaruhi
serta
Kandungan Nutrisi Komponen Limbah Jagung Limbah jagung yang terdiri dari komponen tongkol, batang, daun, klobot, dan campuran dari kempatnya sebelum difermentasi dilakukan analisis proksimat. Adapun hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 2.
138
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2. Hasil analisis proksimat komponen limbah jagung di Sulawesi Selatan, 2012. Kandungan Serat Lemak Kasar Kasar (%) (%) 1. Tongkol 1,61 0,45 37,24 2. Batang 4,36 0,73 39,53 3. Daun 6,87 2,10 31,07 4. Klobot 4,20 1,02 32,36 5. Campuran 6,49 1,10 32,91 Rataan 4,71 1,08 34,62 Sumber : Analisis Proksimat Lab. BPTP Sulsel, 2012. No
Komponen
Protein Kasar (%)
Berdasarkan
BetaN
1,57 9,27 16,49 7,89 13,21 9,69
10,39 10,48 9,83 9,66 9,80 10,03
48,74 35,63 33,64 44,87 36,49 39,87
menghasilkan energi. Lemak kasar pada
menunjukkan kandungan protein kasar
komponen limbah jagung tertinggi juga
tertinggi
daun
yaitu
pada daun mencapai 2,10 %. Sedangkan
diikuti
pada
kandungan lemak kasar terendah pada
campuran mencapai 6,49 %. Adapun
komponen tongkol yaitu 0,45 %. Serat
kandungan protein kasar terendah pada
kasar tertinggi pada komponen tongkol
komponen tongkol mencapai 1,61 %.
yaitu mencapai 37,24 %. Semakin tinggi
Protein ini merupakan kebutuhan isensial
kandungan serat kasar akan semakin sulit
bagi
dicernak oleh ternak sapi.
mencapai
komponen
2
Kadar Air (%)
tersebut
pada
Tabel
Abu (%)
6,87
ternak
%
dalam
dan
pertumbuhan
dan
Tabel 3. Hasil analisis proksimat komponen limbah jagung setelah dilakukan fermentasi di Sulawesi Selatan, 2012. Kandungan Serat Lemak Kasar Kasar (%) (%) 1. Tongkol 6,45 1,52 32,16 2. Batang 10,12 1,67 34,42 3. Daun 11,26 3,28 30,07 4. Klobot 20,04 1,40 30,62 5. Campuran 13,61 1,18 26,80 Rataan 10,25 1,51 25,68 Sumber : Analisis Proksimat Lab. BPTP Sulsel, 2012. No
Komponen
Protein Kasar (%)
Abu (%)
Kadar Air (%)
BetaN
2,68 14,43 12,78 7,12 14,98 8,67
6,68 6,24 6,16 4,85 10,69 5,77
50,61 33,12 36,45 35,97 32,74 37,78
Berdasarkan Tabel 3, menunjukan setelah hasil ikutan tanaman jagung difermentasi dengan Probion dan Urea mempengaruhi
yang paling tinggi pada komponen klobot,
peningkatan nilai protein kasar dan lemak
dan dikuti komponen campuran. Adapun
kasar.
kandungan
Tetapi
kandungan
serat
kasar
mengalami penurunan. Kandungan protein
protein
terendah
adalah
komponen tongkol. Sedangkan kandungan
139
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
lemak tertinggi adalah pada komponen
fermentasi dengan berbagai perlakuan dapat
klobot
komponen
memberikan
mengalami
nutrisi. Kandungan nutrisi limbah jagung
dan
campuran. penurunan
terendah Serat
pada kasar
sebelum difermentasi sebesar 6,49 %
berdampak pada daya cerna pada ternak.
protein kasar, 1,1 % lemak kasar, 32,91 %
Kandungan serat kasar yang terendah pada
serat kasar, 9,8 % kadar air, dan 13,21 %
komponen campuran dan tertinggi pada
kadar
komponen batang.
fermentasi
Nutrisi
sehingga
kandungan
akan
Kandungan
prosentase,
peningkatan
Limbah
Jagung
abu.
Namun dengan
setelah
dilakukan
berbagai
perlakuan
selama 21 hari mengalami perubahan kandungan nutrisi. Adapun kandungan
Berbagai Fermentasi Semua komponen limbah jagung dicampur jadi satu kemudian dilakukan
nutrisi yang dihasilkan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perubahan kandungan nutrisi perlakuan fermentasi pada limbah jagung di Sulawesi Selatan, 2012. Protein No Perlakuan Kasar (%) 1. Probion+Urea 11,62 b 2. Probion+Molases+Dedak 10,39 d 3. Molases+Dedak Halus 12,88 a 4. Ragi Fermantasi Jerami 11,82 b 5. Urea 11,33 c 6. Kontrol 9,53 e Rataan 11,26 Sumber : Analisis Proksimat Lab. BPTP Sulsel, 2012. Berdasarkan
Kandungan Lemak BetaN Serat Kadar Kasar Abu (%) Kasar (%) Air (%) (%) 1,66 a 21,99 c 20,46 11,40 b 32,87 1,33 b 23,60 d 20,45 11,51 b 32,72 1,82 a 20,26 b 23,21 12,44 a 29,39 1,47 b 19,57 a 30,65 11,35 b 25,14 1,15 c 21,75 c 18,94 11,58 b 35,25 1,66 a 19,53 a 21,98 10,70 c 36,60 1,51 21,12 22,62 11,50 32,00 1. Penanggungjawab Program Insentif Sistem
Tabel
4,
Inonasi
Nasional
(SINas)
perlakuan
Tahun Anggaran 2012, Kemenristek
fermentasi limbah jagung berbeda nyata
yang telah membiayai penelitian ini.
pada parameter protein kasar, lemak kasar,
2. Pemerintah Propinsi dan Kabupaten
serat kasar, dan kadar air. Nilai tertinggi
yang telah mendukung pelaksanaan
pada perlakuan komposisi 1 ton limbah
kegiatan ini.
jagung, 4 liter molases, dan 5 kg dedak halus.
3. Tim pelaksana yang telah membantu pelaksanaan kegiatan. 4. Para responden dan kelompok tani
UCAPAN TERIMA KASIH
yang telah membantu memberikan informasi.
140
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Budi
KESIMPULAN
Susetyo
dan
Aunuddin.
1992.
Potensi lahan untuk pengembangan
Petunjuk praktikum penggunaan
tanaman jagung di Sulawesi Selatan sangat
komputer mikro untuk biologi
luas. Ketersediaan lahan baik lahan sawah
lingkungan.
maupun lahan kering. Pola tanam pada
Dirjendikti,
lahan sawah dan lahan kering berbeda.
Universitas
Varietas jagung berpengaruh nyata terhadap
Bogor.
volume limbah jagung. Produksi limbah
Depdiknas, Pusat Ilmu
Antar
Hayat.
ITB.
Herlina, 2011. Kajian Variasi Jarak dan
jagung tertinggi pada varietas Bima Super
Waktu
Tanam
Jagung
dan RK 789 masing-masing mencapai
dalam
Sistem
Tumpang
Sari
9.985 ton/ha dan 9.009 ton/ha. Komponen
Jagung
(Zea
Mays
limbah jagung berbeda nyata terhadap
Saccharata Sturt) dan Kacang
kandungan protein, lemah dan serat kasar.
Tanah (Arachis Hypogaea L.)
Komponen
Artikel Ilmiah. Program Pasca
limbah
jagung
sebelum
Manis
difermentasi kandungan protein tertinggi
Sarjana
pada
Padang. 39 Halaman.
daun
dilakukan
sebesar
6,87
fermentasi
%,
dengan
setelah Probion
Universitas
1999.
kandungan
protein
Productivity
komponen
limbah
jagung
pada dengan
fermentasi probion adalah pada komponen
Andalas
Lin T-B., Schwartz, A. and Saranga Y.
meningkat menjadi 11,26 %. Peningkatan tertinggi
Manis
Photosynthesis of
Cotton
and under
Silverleaf Whitefly Stress. Crop Science 39:174-184.
klobot jagung meningkat dari 4,20 %
Pettigrew, W.T., Hesketh, J.D., Peters,
menjadi 20,04 %. Demikian juga bahan
D.B., and Woolley, J.T. 1989.
fermentasi berpengaruh nyata terhadap
Characterization
kandungan protein pada limbah jagung dan
Photosynthesis
mengalami peningkatan kandungan protein,
Deficient Soybean Isolines. Crop
lemah kasar dan menurunkan kandungan
Science 29: 1025-1029.
serat kasar.
of of
Canopy
Chlorophyll-
Purnomo, D., 2005. Tanggapan Varietas Tanaman
Jagung
Terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Irradiasi Rendah. Jurnal Agrosains
Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi
7(1): 86-93.
Selatan. Sulawesi Selatan dalam
Ramla dan Muh. Riadi, 2011. Karakterisasi
angka Tahun 2010. BPS Prop.
Dan
Korelasi
Antara
Sifat
Sulawesi Selatan.
Vegetatif Dan Generatif Pada
141
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tanaman
Labu.
Agronomika
1(1):
Jurnal 26
www.isjd.pdii.lipi.go.id.
–
35.
Diakses
tanggal 2 Juli 2012. Rokhmani SIW., 2005. Peningkatan Nilai Gizi Bahan Pakan Dari Limbah Pertanian
Melalui
Fermentasi.
Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang
Pengembangan
Usaha
Agribisnis Kelinci. Suharno. 2010. Analisis pendapatan system integrasi
–sapi.
padi
Prosiding
Seminar Nasional BPTP Papua. Hal. 753 – 762 Sunanto, M Azis Bilang, dan Sahardi. 2007. Potensi hasil ikutan tanaman jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak
ruminansia
di
Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian BPTP Sulawesi Selatan. Syamsu J.A. dan A. Abdullah. 2008. Kajian ketersediaan
limbah
pangansebagai
pakan
tanaman untuk
pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bulukumba. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan Vol XII (1) UNHAS. Winten, K.T.I., 2009. Zat Pengatur Tumbuh dan Peranannya dalam Budidaya Tanaman. Jurnal Majalah Ilmiah Untab 6(1): 49 – 59.
142
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
UJI COBA PAKAN FERMENTASI PADA SAPI BALI DI DESA BANYUMULEK, LOMBOK BARAT - NTB (TRIAL OF FERMENTATED FEED FOR BALI CATTLE FEEDING AT BANYUMULEK, WEST LOMBOK – NTB)
Rita Dwi Rahayu, Joko Sulistyo, Heddy Julistiono, Achmad Dinoto , Sri Purwaningsih dan Sugiyono Saputra Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jln. Raya Jakarta – Bogor Km. 46, Cibinong Sciense Center, Cibinong 16911, Indonesia Koridor : 5. Lokasi : NTB. Fokus : Peternakan. Kode : 1-17
ABSTRAK Pakan ternak berbasis bahan baku lokal yang diproduksi secara fermentasi menggunakan mikroba dan metabolitnya telah diuji cobakan pada sapi Bali di Desa Banyumulek, Lombok Barat – NTB. Bahan-bahan pakan ternak difermentasi dengan menambahkan 1% starter enzimatik mengandung larutan karotenoid sel tunggal dari biakan Phaffia rhodozyma, larutan probiotik dari biakan Lactobacillus plantarum dan larutan protein sel tunggal dari biakan Saccharomyces cerevisiae. Bioaktivator hasil fermentasi menggunakan starter enzimatik pada substrat media dedak, dipanen setelah inkubasi pada hari ke-4. Pengukuran TPC dari biakan mikroba yang diinokulasikan menunjukkan hasil yang bervariasi antara 2-7x108 CFU. Suhu dan pH fermentasi mengalami peningkatan antara 28-35C dan pH 6,5-7,5. Pakan fermentasi diberikan sebanyak 7 kg/hari untuk melengkapi pakan hiajuan sebanyak 10 kg/hari terhadap ternak sapi yang diujikan dengan rata-rata berat badan sekitar 200 kg. Telah dilakukan proses adaptasi terlebih dahulu selama 30 hari dan periode uji coba selama 90 hari. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bobot badan sapi mengalami peningkatan rata-rata 0.65 kg/hari dibandingkan bobot badan sapi yang tidak diberi pakan fermentasi (0.4 kg/hari). Kata kunci : pakan fermentasi, starter enzimatik, bioaktivator, metabolit mikroba, sapi bali.
ABSTRACT Local resource materials based fermented feed prepared by using microbial strains and their metabolites has been tested for feeding of Bali cattle in Banyumulek,West Lombok-NTB. The materials were fermented by addition with 1% bioactivator containing single cell carotenoid solution derived from Phaffiarhodozyma, probiotics solution from Lactobacillusplantarum and single cell proteins solution from Saccharomycescerevisiae. Bioactivator had been fermented using enzymatic starter on substrate of rice bran as medium was completed after incubationat day-4.TPC measurement of microbial cells were in oculated showed varied between 2-7x108CFU. Temperature and pH of fermentation were increased between 28 to 35C and pH 6.5 to 7.5, respectively. Fermented feed was fed as much as 7 kg/day to complete as much as 10 kg/day of green for age to ward tested cattles with weight approximately 200kg. Adaptation process had been carried out for 30 days in advance and the 143
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
trials period was conducted for90 days. The result showed that average daily gain of the tested cattles were increased to0.65kg/day compared with the tested cattles those had not been fed with fermented feed (0.4kg/day). Key words: fermented feed, enzymatic starter, bioactivator, microbial metabolite, bali cattle.
modal. Itu sebabnya, bisnis ternak sapi
PENDAHULUAN
yang
Kondisi perekonomian Indonesia
potong, menjadi salah satu lahan usaha
semakin
yang prospektif (Sudarjat, 2003).
membaik
mendorong
berkembangnya industripenggemukan sapi
Program aksi untuk mewujudkan
potong. Terbukanya peluang investasi di
swasembada daging sapi antara lain dapat
bidang peternakanini disebabkan belum
dilakukan
terpenuhinya kebutuhan akan daging dari
pegembangan agribisnis peternakan sapi
dalam negeri. Industri peternakan sapi
dengan pola integrasi melalui optimalisasi
potong sebagai suatu kegiatan agribisnis
pemanfaatan limbah sebagai sumber pakan
mempunyai cakupan yang sangat luas.
berbasis sumberdaya lokal. Melalui inovasi
Rantai kegiatan tidak terbatas pada kegiatan
teknologi limbah dan sisa hasil ikutan
produksi di hulu tetapi juga sampai
agroindustri pertanian dapat dimanfaatkan
kegiatan bisnis di hilir dan semua kegiatan
sebagai sumber pakan sapi yang potensial
bisnis pendukungnya (Boediyana, 2007;
untuk
Yusdja dan Ilham, 2007).
(feedlot)(Wina, 2005).
melalui
usaha
kebijakan
penggemukan
teknis
sapi
Usaha peternakan sapi potong di
Limbah pertanian dan agro industri
Indonesia pada saat ini masih tetap
memiliki potensi yang cukup besar sebagai
menguntungkan,
permintaan
sumber pakan ternak sapi. Kendala dalam
pasar terus meningkat. Indonesia dengan
memanfaatkan bahan pakan lokal antara
jumlah penduduk di atas 220 juta jiwa
lain tidak adanya jaminan keseragaman
membutuhkan pasokan daging yang besar.
mutu dan kontinuitas produksi. Disamping
Industri peternakan domestik belum mampu
itu, kemungkinan adanya faktor pembatas,
memenuhi permintaan daging. Industri sapi
misalnya zat racun atau anti nutrisi, dan
potong dimulai dengan adanya inovasi baru
keterbatasan kualitas karena kandungan
untuk melakukan penggemukan (feedlot)
protein, TDN, palatabilitas dan kecernaan
sapi dengan pola pemeliharaan yang sangat
yang rendah, sehingga memerlukanproses
intensif, berskala besar, dan dalam waktu
pengolahansecara fermentasi atau enzimatik
tertentu yang relatif singkat, serta padat
terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
mengingat
144
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pakan ternak, sehingga dapat menurunkan
menginokulasikan
biaya
produksi pada suhu 37oC dan digoyang 115
ransum
produktivitas
serta
meningkatkan
ternak(Kawamoto,
et
al,
2002; Diwyanto, 2008; Mayulu dkk, 2010). Tujuan dari penelitian ini adalah
isolat
pada
media
rpm selama 4 hari, kemudian dipanen hasilnya sebagai PST (Dinoto dkk, 2009; Rahayu and Sulistyo, 2009;Sulistyo, 2007).
untuk mengujiproduk hasil pengolahan pakan ternak berbasis bahan baku lokal
Produksi Bioaktivator
serta pemanfaatannya sebagai pakan ternak
Bioaktivator di produksi menggunakan
konsentrat yang berkadar protein tinggi
substrat dedak padi yang diberi perlakuan
secara
menggunakan
penambahan 2,5% dan 5,0 % starter
bioaktivator, sehingga dihasilkan produk
enzimatik dengan kadar air dedak sebesar
pakan
±50%.
enzimatik
konsentrat
fermentasi
yang
berkualitas secara ekonomis.
Pencampuran merata diperlukan
untuk mendapatkan sebaran sel-sel mikroba dan
kandungan
metabolit
yang
baik.
BAHAN DAN METODA
Inkubasi dilakukan selama 3-4 hari,dan
Produksi Starter Enzimatik
dikering-anginkan sebelum dikemas dalam
Metabolit karotenoid sel tunggal (KST)
kemasan tertutup untuk digunakan sebagai
diekstraksi dari biakan Phaffia rhodozyma
bioaktivator untuk fermentasi pakan ternak.
yang
telah
ditumbuhkan
pada
media o
mengandung air kelapa pada suhu 22 C dan
Produksi Pakan Ternak Fermentasi :
digoyang pada 115 rpm selama 4 hari,
Pakan konsentrat terfermentasi diproduksi
kemudian dipanen hasilnya sebagai larutan
menggunakan bahan baku yang terdiri dari
KST.
campuran onggok, bungkil sawit, kulit
Probiotik di produksi dari biakan
Lactobacillus
plantarum
yang
telah
kedelai, ampas bir, jerami kedelai, molase,
diprakulturkan pada media MRS Broth
biokatalis.Seluruh bahan baku dicampur
pada suhu 37oC dengan cara digoyang pada
rata
115 rpm selama
hingga
mencapai 50%, dibuat gundukan dan
mencapai OD ±1.0 pada λ 660. Biakan
ditambahkan bioaktivator sebanyak 1%.
selanjutnya diinokulasikan pada media
Inkubasi
produksi pada suhu 37oC dan digoyang
kemudian dikering anginkan dan diberikan
pada 115 rpm selama 4 hari dan dipanen
sebagai ransum pakan ternak fermentasi.
hasilnya sebagai probiotik. Protein sel
Parameter yang diamati adalah, pH, suhu
tunggal (PST) di produksi dari biakan
dan aroma pada saat pembuatan pakan
24-48 jam,
dengan
penambahan
dilakukan
selama
air
3-4
hingga
hari,
Saccharomyces cerevisiae dengan cara
145
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
fermentasi. Total Plate Count (TPC) dan
disimpan dalam kemasan botol dan kantong
analisis proksimat produk pakan fermentasi.
plastik (Gambar 1). Dedak padi sebagai bahan pembawa bioaktivator diinkubasi menggunakan starter enzimatik selama 3-4 hari pada suhu ruang dan udara terbuka,
HASIL DAN PEMBAHASAN Starter enzimatik dan bioaktivator
sehingga
menghasilkan
produk
starter
yang dipersiapkan pada skala lapangan
pakan pada yang berperan penting untuk
digunakan untuk mendekomposisi bahan
meningkatkan kualitas protein, ketersediaan
baku pakan secara fermentasi selanjutnya
nutrisi, kecernaan dan umur simpan pakan .
Gambar 1. Kemasan starter enzimatik (cair), bioaktivator dan produk pakan fermentasi.
Jumlah
biakan
meskipun TPC dari kedua biakan S.
dan
cerevisiae dan L. plantarum, mengalami
Lactobacillus plantarum yang ditumbuhkan
sedikit penurunan, masing-masing 2,73x108
sebagai bioaktivator pada media dedak padi
CFU dan 2,73x108 CFU. Bioaktivator yang
ditampilkan pada Tabel 1. Data pada Tabel
mengandung
Saccharomyces
sel-sel cerevisiae
spora
atu
7
8
sel-sel
hidup
1 menunjukkan bahwa pH dan suhu
mikroba antara 10 -10 CFU (spora/g)
fermentasi pada bioaktivator yang diproses
dapat dipergunakan untuk pembuatan pakan
secara fermentasi menggunakan dedak padi
fermentasi secara optimal, namun untuk
sebagai
mengalami
pembuatan pakan fermentasi dalam skala
peningkatan, masing-masing dari pH 6,5 -
yang diperbesar dibutuhkan bioaktivator
7,5 dan suhu dari 33-52oC. Fermentasi
dengan kandungan sel-sel mikroba diatas
dihentikan pada hari ke-4 ketika suhu
108 spora/g. Kemampuaan
fermentasi
bahan
pembawa,
mencapai
kisaran
o
50 C,
bioaktivator
dalam mengolah bahan baku pakan dari
146
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
berbagai
jenis
limbah
pertanian
dan
lapangan.
agroindustri memerlukan pengujian skala
Tabel 1. Pengamatan pH, Suhu, Aroma dan TPC selama proses pembuatan pakan fermentasi.
Parameter pH Suhu (oC) Aroma
Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4 6.5 7.0 7.5 7.5 33 37 45 52 Bahan baku Mulai tercium Aroma khas yang belum produk produk terfermentasi fermentasi fermentasi
TPC (CFU) Saccharomyces cerevisiae Lactobacillus plantarum
2.69 x 108
7.60 x 108
4.90 x 108
2.73 x 108
2.91 x 108
2.53 x 108
3.30 x 108
1.73 x 108
Limbah industri tanaman pangan
penggilingan biji kapas utuh. Peng-gilingan
atau perkebunan juga berpotensi sebagai
akan menurunkan kandungan gosipol pada
pakan suplemen, seperti onggok, dedak
biji kapas, sedangkan nilai nutrisinya
padi, dan bungkil kelapa sawit. Onggok
meningkat.
adalah pakan sumber energi yang sangat
mengandung lemak kasar cukup tinggi
murah. Onggok dapat diberikan pada sapi
sehingga pemberiannya kepada ternak perlu
potong dalam bentuk segar atau kering
dibatasi. Sebaiknya pem-berian pada sapi
dalam bentuk irisan, potongan, ataupun
tidak melebihi 1% dari bobot badan.
tepung. Onggok kering dapat diberikan
Namun karena kandungan lipidnya tinggi,
sampai 65% dari total ransum. Palatabilitas
bahan pakan tersebut sebaiknya diberikan
onggok
dengan
maksimal 0,50% dari bobot badan/hari
Nilai
(Mathius dan Sinurat 2001; Marsetyo
dapat
menambahkan
ditingkatkan molasses
(tetes).
nutrisi onggok dapat diperbaiki melalui fermentasi (Marsetyo 2008).
sedangkan
pembuatan bungkil
minyak kelapa
tersebut
2008). Salah satu kendala dalam usaha
Bungkil kelapa merupakan produk samping
Bahan-bahan
kelapa,
sawit
ternak sapi potong adalah produktivitas ternak rendah karena pakan yang diberikan
dan
berkualitas rendah. Di sisi lain, potensi
bungkil inti sawit merupakan sisa hasil
bahan baku pakan lokal seperti limbah
pembuatan minyak kelapa sawit. Tepung
pertanian
biji kapas merupakan produk samping
dimanfaatkan secara optimal, dan sebagian
dan
perkebunan
belum
147
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
besar digunakan sebagai bahan bakar,
meningkatkan kualitas nutrisinya melalui
pupuk organik atau bahan baku industri.
fermentasi, suplementasi, dan pembuatan
Upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan
pakan lengkap (Wahyono dan Hardianto
limbah pertanian dan perkebunan sebagai
2004).
pakan ternak dapat dilakukan dengan
Tabel 2. Formulasi Pakan Konsentrat Fermentasi Berdasarkan Ketersediaan Bahan Baku.
Bahan Baku
Ratio (%)
Protein
Bahan Baku
Ratio (%)
Protein
Dedak padi
20
1.74
Dedak padi
20
1.74
Jagung pipil
10
0.93
Ampas jagung
15
1.395
FML
3
2.07
FML
5
3.45
Kulit kacang
30
3.06
Kulit kacang
20
2.04
Kulit kopi
20
1.6
Kulit kopi
20
1.6
Ajiten
1
0.55
Ajiten
2
1.1
Kedelai
1
0.489
Ampas kelapa
5
2.445
Hijauan
11
0.198
Tongkol jagung
12
0.216
Bioaktivator
2
0
Bioaktivator
1
0
Biokatalis
2
0
Biokatalis
0.1
0
Total
100
Total
100.1
Teknologi
limbah
dengan panas matahari atau dengan alat
pertanian dan limbah agroindustri menjadi
pengering untuk menurunkan kadar air
pakan ternak fermentasi merupakan salah
bahan, dan penggilingan serta pengemasan.
satu upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi
Hasil pengolahan pakan secara fermentasi
limbah. Pengolahan limbah agroindustri
menggunakan bioaktivator, menunjukkan
sebagai pakan dapat dilakukan dengan
adanya
memberikan perlakuan terlebih dahulu,
protein dan lemak, dibandingkan pakan
antara
yang
lain
dilanjutkan menggunakan
pengolahan
melalui dengan
pencacahan proses
bioaktivator
yang
fermentasi mengandung
peningkatan
tidak
dekomposisi
diproses
dalam
kandungan
fermentasi
menggunakan
atau starter
enzimatik (Tabel 3).
starter enzimatik, kemudian pengeringan
148
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. Analisis pakan fermentasi menggunakan bioaktivator
Jenis Analisis
Air
Abu
Lemak
Protein
Karbohidrat
Satuan
dan Serat Hasil Pengujian Bioaktivator untuk Fermentasi Pakan di Bogor Tanpa Fermentasi
8,00
6,00
10,51
8,11
67,38
%
Pemberian Starter 2,5%
9,50
9,00
13,11
13,50
54,89
%
Pemberian Starter 5,0%
9.50
9,20
13,20
14,60
53.50
%
Hasil Pengujian Bioaktivator untuk Fermentasi Pakan di NTB Pakan Kontrol
9,84
14,45
0,88
8,79
66,04
%
Tanpa Fermentasi
9,84
14,04
2,44
13,63
60,05
%
Pakan Fermentasi (2,5%)
9.00
12,40
2,88
17,72
58.00
%
Dengan semakin mahalnya harga
diramu menjadi konsentrat, yaitu dedak,
baku
teknologi
gaplek, onggok, tepung jagung, pollar,
meningkatkan
ampas tahu, bungkil kopra, atau limbah
bahan
pakan,
menjadi
penting
efisiensi
pemberian
menaikkan
inovasi
guna
pakan
produktivitas.
persoalan
yang
dihadapi
rendahnya
tingkat
sekaligus
sawit.
Namun,
sekarang
gaplek
sulit
Salah
satu
diperoleh,sebab gaplek banyak diekspor
antara
lain
untuk
industri
bioetanol.
bobot
Demikian juga dengan onggok maupun
(ADG).
pollar, lebih banyak diekspor. Sedangkan
Padahal, aktivitas penting dalam usaha sapi
sumber energi yang lain, misalnya bungkil
potong
kedelai,
badan
sapi
itu
yang
adalah
pertambahan
kepentingan
diusahakan
penggemukan.
Di
samping faktor genetis, faktor lain yang berpengaruh
adalah
kualitas
maupun
selain
harganya
mahal
dan
barangnyapunharusdiimpor. Usaha penggemukan sapi saat ini
kuantitas pakan yang dapat memenuhi
memerlukan
terobosan
teknologi
baru
kebutuhan protein, karbohidrat, lemak,
untuk bisa meningkatkan produktivitas dan
vitamin, dan mineral.
kualitas daging, serta mengurangi dampak
Untuk mempercepat pertambahan
negatif terhadap lingkungan.Oleh sebab itu,
badan
pakan
perlu inovasi teknologi untuk menghasilkan
tambahan berupa konsentrat. Beberapa
bahan-bahan tambahan pakan yang mampu
sumber bahan pakan tambahan yang biasa
menaikkan
dimanfaatkan para peternak, dan kemudian
pertumbuhan. Inovasi teknologi itu pun
bobot
diperlukan
pula
ADG,
dan
mempercepat
149
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mesti mampu mengefisienkan penyerapan
ternak dalam percobaan ini menunjukkan
pakan
dapat
hal yang sama, yaitu mempunyai nafsu
mengurangi kebutuhan pakan serta harus
makan yang cukup baik, meskipun pada
mampu menambah ADG secara optimal.
awalnya menunjukkan gejala stress dan
oleh
ternak,
sehingga
Salah satu inovasi teknologi untuk meningkatkan
produktivitas
adalah
memerlukan waktu adaptasi yang cukup panjang.
penggunaan biakan mikroba hidup dan metabolitnya sebagai
dalam
biakan
penghasil
dalam
saluran
pencernaan efisiensi
serta
pencernaan
kondisi pakan,
berupa
pertambahan bobot harian (ADG) dalam
untuk
rata bobot badan awal seluruh hewan uji
mikroflora
adalah 242 kg, dengan rincian rata-rata
sehingga
bobot badan sapi lokal hasil yang diberi
untuk
perlakuan pakan fermentasi pada awal
meningkatkan
pemeliharaan sebesar 196 kg, yang relatif
sehingga
lebih besar dibandingkan dengan sapi
memudahkan penyerapan nutrisi pakan.
kontrol yang tidak diberi pakan fermentasi
Manfaat
meningkatkan
dengan rata-rata 222 kg, dengan rincian
mempercepat
rata-rata bobot badan sapi lokal hasil yang
pertumbuhan, memproteksi dari penyakit
diberi perlakuan pakan fermentasi pada
penyebab
danpada
awal pemeliharaan sebesar 188 kg. Pada
akhirnya dapat meningkatkan produksi
akhir pemeliharaan menunjukkan bahwa
daging.
rata-rata ADG sapi lokal hasil yang diberi
kesehatan
konversi
penelitian
penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Rata-
optimum dan
hasil
biakan
PST,
keseimbangan
menciptakan
pembawa
probiotik, dan
KST
menciptakan
media
Data
lain
pakan,
adalah ternak,
penyakit
tertentu,
Selama tiga bulan penelitian semua
pakan fermentasi adalah 0,65 kg per hari,
ternak dalam kondisi baik dan sehat,
lebih besar dibandingkan dengan sapi
sehingga semua sapi dapat dijual dan
control yang tidak diberi pakan fermentasi
dipotong sampai akhir penelitian. Nafsu
dengan rata-rata ADG sebesar 0,41 kg per
makan dan tingkah laku kedua kelompok
hari.
Tabel 4.
Pengukuran bobot badan sapi Bali hasil perlakuan pemberian ransum dengan pakan konsentrat terfermentasi.
150
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kelompok Perlakuan
Bobot Badan Hasil Penimbangan (Kg) 11 Juni
25 Juni
9 Juli
Perlakuan Pakan Fermentasi Sapi No. 1 199 201 199,5 Sapi No. 2 193 195 197,5 Kontrol Negatif (Tanpa Fermentasi) Sapi No. 1 176,5 179 185 Sapi No. 2 188 191 195 Kontrol Positif (Pakan Formula JICA) Sapi No. 1 178,5 181 182 Sapi No. 2 172 177 181
hasil
6 Agust
20 Agust
3 Sept
200 201,5
219 208
233 221
248 235
190 210,5
194 212
204 222
213 231
188,5 194,5 208,5 220,5 188,5 208 222 237 yang tidak diberi pakan fermentasi (0.41 kg/hari).
KESIMPULAN DAN SARAN Dari
23 Juli
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa pakan ternak berbasis
UCAPAN
bahan baku lokal yang diproduksi secara
Terimakasih disampaikan pada Proyek
fermentasi
PKPP Ristek
menggunakan
mikroba
dan
metabolitnya yang telah diuji cobakan pada
TERIMA
KASIH
:
yang telah membiayai
terselenggaranya percobaan ini.
sapi Bali di Desa Banyumulek, Lombok Barat – NTB. Bahan-bahan pakan lokal
DAFTAR PUSTAKA
tersebut difermentasi dengan menambahkan
Boediyana T. 2007. Kesiapan dan peran
1%
bioaktivator
larutan
asosiasi industri ternak menuju
karotenoid sel tunggal dari biakan Phaffia
swasembada daging sapi 2010,
rhodozyma, larutan probiotik dari biakan
Makalah
Lactobacillus plantarum
HariPangan Sedunia 2007, Bogor,
protein
sel
mengandung
tunggal
Saccharomyces
dan larutan dari
Nasional
21 November.
Pakan
Diwyanto, K. 2008. Pemanfaatan sumber
fermentasi diberikan untuk melengkapi
daya lokal dan inovasi teknologi
pakan hiajuan terhadap ternak sapi yang
dalam men-dukung pengembangan
diujikan
sapi
selama
cerevisiae.
biakan
Seminar
90
hari,
mampu
potong
di
Indonesia.
meningkatkan bobot badan sapi yang
Pengembangan Inovasi Pertanian
diusahakan (ADG) rata-rata sebesar 0.65
1(3): 173−188.
kg/hari dibandingkan ADG ternak sapi
Dinoto, A, R.D. Rahayu dan J. Sulistyo. 2009.
Kapasitas
plantarum
AP1
Lactobacillus dalam
menghidrolisis isoflavon glikosida
151
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kedelai (Glycine max). Prosiding
Rahayu, R.D. and J. Sulistyo. 2009.
Seminar XX dan Konas PBI XIV.
Extracting of single cell carotenoid
Malang, 24-25 Juli.
and assessment for its antioxidant
Kawamoto, H; M. Wan Azhari; N.I. Mohd.
property.
Proc.
International
Shukur; M.S. Ali; J. Ismail and S.
conference
Oshiho,
Science(ICBS). Faculty of Biology,
2002.
Palatability
digestibility and volumary intake of processed oil fronds in cattle. Dalam
Prosiding
Nasional.Bengkulu,
Lokakarya –
9
10
Mariyono, 2008. Teknologi pakan murah untuk pembibitan sapi potong di
UGM, Yogyakarta. Sulistyo, J. 2007.
-Karoten Sel Tunggal.
Rahasia di Balik Penerima 12 Piagam MURI. Wahana Karya
191-200. Sudarjat, S. 2003. Operasionalisasi Program
sentra padi. Sinar Tani, 25 Juni
Terobosan
2008.
Daging
Mayulu H, Sunarso, C. Imam Sutrisno dan 2010.
Kebijakan
Menuju Sapi
(AKP). Vol 1 No 1. p 23-45. Pusat
Potong
Pertanian. Bogor.
Jurnal
Litbang Pertanian. 29(1) : 34-41. Mathius, IW. dan A.P. Sinurat. 2001.
2005.
Jur:Analisis Kebijakan Pertanian
Penelitian
Indonesia.
Kecukupan
Tahun
PengembanganPeternakanSapi di
Biological
Grafika Publisher, Bandung. pp.
September 2003.
Sumarsono.
on
Sosial
Ekonomi
Umiyasih, U dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Praktis Ransum Seimbang
Peman-faatan
bahan
pakan
Strategi Pakan Pada Sapi Potong.
inkonvensional
untuk
ternak.
BPTP-NTB. BB-Pengkajian dan
Wartazoa 11(2): 20−31. Marsetyo. 2008. Strategi pemenuhan pakan untuk peningkatan produktivitas
Pengembangan Pertanian.
Teknologi Badan
Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian.
dan popu lasi sapi potong. 94−103.
Wahyono, D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pe-
Dalam A.L. Amar, dkk (Ed).
manfaatan sumber daya pakan lokal
Pengembangan Sapi Potong untuk
untuk pengembangan usaha sapi
Mendukung Percepatan Pencapaian
potong. Makalah disampaikan pada
Swasembada Daging Sapi 2008−
Lokakarya Nasional Sapi Potong
2010. Prosiding Seminar Nasional,
2004.
Palu, 24 November 2008.
Pengembangan Peternakan, Bogor.
Pusat
Penelitian
dan
66−76.
152
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikro-organisme
dalam
pakan
untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia: Sebuah review. Wartazoa l5(4): 173−186. Yusdja, Y. dan N. Ilham. 2007. Suatu Gagasan Tentang Peternakan Masa Depan
Dan
Strategi
Mewujudkannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi 25(1): 19−28.
153
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PEMANFAATAN STARTER ENZIMATIK UNTUK PRODUKSI PAKAN TERNAK FERMENTASI (THE USE OF ENZYMATIC STARTER FOR PRODUCING FERMENTED ANIMAL FEED)
Joko Sulistyo, Rita Dwi Rahayu, Heddy Julistiono, Achmad Dinoto , Sri Purwaningsih dan Sugiyono Saputra Pusat Penelitian Biologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jln. Raya Jakarta – Bogor Km. 46, Cibinong Sciense Center, Cibinong 16911, Indonesia
ABSTRAK Bioaktivator sebagai starter enzimatik mengandung karotenoid sel tunggal (KST), protein sel tunggal (PST) dan probiotik, hasil pengembangan di Laboratorium Bioprospeksi, Bidang Mikrobiologi, Puslit Biologi LIPI, masing-masing diproduksi dari biakan Phaffia rhodozyma, Lactobacillus plantarum dan Saccharomyces cerevisiae. Pembuatan stater enzimatik berbentuk padat, diproduksi menggunakan substrat dedak padi dengan penambahan ketiga macam starter cair sebanyak 2.5% (v/w) dan 5% (v/w). Produksi pakan ternak konsentrat yang difermentasi, dilakukan menambahkan stater padat sebanyak 1% (w/w) terhadap bahan baku pakan konsentrat yang berasal dari sumberdaya lokal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan protein pakan konsentrat yang difermentasi menggunakan starter yang mengandung bioaktivator 2.5% adalah 13.50%, sedangkan hasil fermentasi menggunakan starter mengandung bioaktivator 5% adalah 14.60%. Adapun hasil analisis kandungan protein pada pakan konsentrat yang tidak difermentasi adalah 8.11%. Hasil uji coba pemanfaatan pakan konsentrat yang telah difermentasi menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Rata-rata peningkatan bobot badan sapi (ADG) mencapai 1,102 kg per hari setelah diberi pakan selama 72 hari pengujian.
Kata kunci : stater enzimatik, bioaktivator, pakan konsentrat, Phaffia rhodozyma, Lactobacillus plantarum,Saccharomyces cerevisiae.
154
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ABSTRACT Bioactivator
as
an
enzymatic
startercontaining
singlecellcarotenoid(SCC),
singlecellprotein(SCP) and probiotics, those hve been developedat Microbial Bioprospecting Laboratory,Microbiology Division, Research Center for Biology,LIPI, produced from culture of Phaffiarhodozyma, Lactobacillusplantarum and Saccharomyces cerevisiae, respectively. To make solid enzymatic starters, substrates were prepared using rice bran with addition of three kinds of liquid starter as much as2.5%(v /w) and 5% (v /w). To produce fermented animal feed concentrates, the solid starteras much as 1% (w/w) was added to raw materials derived fromlocal resource. Production ofanimal feed fermentation was using 1% of solid starter. Analysis showed that protein content of the concentrate feed was fermented using starter which was prepared using 2.5% bioactivator addition was 13.50%, while feed was fermented using starter which was prepared using 5% bioactivator addition was14.60%. The analysis of the protein content of the concentrate feed which had been unfermented was 8.11%. A significant results were demonstrated on application of fermented concentrate feed toward 61 cattles were tested. The average daily gain was up to1.102kgperday after 72days feeding.
Key words : enzymatic starter, bioactivator, concentrate feed, Phaffia rhodozyma, Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cerevisiae.
dalam
PENDAHULUAN Pakan
merupakan
komponen
terbesar dari biaya produksi peternakan,
menunjang
industri
feedlot
(Agustini, 2010; Umiyasih dan Anggraeny, 2007; Darmono, 1999; Mariyono, 2008).
sehingga untuk menekan biaya pakan perlu
Pemanfaatan pakan konsentrat hasil
diupayakan bahan baku alternative untuk
fermentasi difokuskan untuk mendorong
memproduksi pakan yang murah dan
inovasi baru metode penggemukan (feedlot)
berkualitas. Program aksi pegembangan
sapi dalam waktu singkat dengan pola
agribisnis peternakan sapi potong secara
pemeliharaan
terintegrasi, berkelanjutan dan berbiaya
modifikasi
murah,
melalui
mikroba dan metabolitnya, menggunakan
optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian
bahan baku lokal. Starter yang terdiri dari
dan sisa hasil ikutan agroindustri berbasis
beberapa
sumberdaya
jasa
dioptimasi pertumbuhan dan aktivitasnya,
mikroba dan metabolitnya, sehingga dapat
berperan merombak bahan baku pakan
dihasilkan pakan konsentrat yang potensial
menjadi bentuk yang sederhana sehingga
dapat
lokal,
dilakukan
menggunakan
sangat pakan
jenis
intensif
melalui
konsentrat
berbasis
mikroba
yang
telah
155
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mudah dicerna oleh ternak, selain produksi
meningkatkan efisiensi konversi pakan,
metabolit yang berperan meningkatkan
memudahkan
produktivitas
peningkatan
ternak
(Siregar,
2001;
Parakkasi, 1999).
penyerapan daya
zat
nutrisi,
tahan
tubuh,
mempercepat pertumbuhan, menurunkan
Tahapan produksi pakan fementasi
tingkat
kematian,
dan
dimulai dari penyiapan starter enzimatik
resistensi
dan bioaktivator mengandung metabolit
sehingga produksi daging dapat meningkat.
karotenoid sel tunggal (KST), protein sel
Mikroba positif ini diberikan pada ternak
tunggal
dalam ransum pakan konsentrat yang telah
(PST)
dan
larutan
probiotik.
terhadap
meningkatkan
Penambahan metabolit KST dari biakan
difermentasi(Sulistyo,
Phaffia
pathogen
tertentu,
2007a;
Sulistyo,
rhodozyma,
memberikan
2007b; Dinoto dkk, 2009; Purwitasari, dkk,
terhadap
peningkatan
2004).
keuntungan
prosentase ketahanan hidup ternak terhadap
Produksi pakan ternak fermentasi
penyakit, bobot tubuh dan produktivitas
dilakukan di Desa Banyumulek, Lombok
ternak (Sulistyo, 2007a; Sulistyo, 2007b).
Barat, NTB, dalam rangka mendukung
PST dari biakan Saccharomyces cerevisiae
provinsi
adalah sumber pakan berkadar protein
pengembangan
tinggi, bermanfaat untuk mengoptimalkan
bertujuan untuk meningkatkan ekonomi,
konversi substrat menjadi massa mikroba
daya beli, kesehatan, kecerdasan dan
(Purwitasari, dkk, 2004). Larutan probiotik
kesejahteraan masyarakat melalui program
dari biakan Lactobacillus plantarumadalah
Bumi
pakan fungsional pengganti antibiotik,untuk
mewujudkan
meningkatkan
Swasembada
kesehatan
ternak
pertumbuhan serta efisiensi pakan ternak,
sebagai
peternakan
Sejuta
Sapi
wilayah sapi
(BSS),
Program Daging
Sapi
yang
dalam
Percepatan Nasional
(Anonim, 2009; Anonim, 2010).
tanpa mengakibatkan residu dan mutasi pada ternak (Dinoto dkk, 2009).
NTB
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkaji
proses
pembuatan
Starter enzimatik bermanfaat untuk
bioaktivator sebagai starter enzimatik dan
memproduksi bioaktivator yang bermanfaat
pemanfaatannya untuk pengolahan pakan
untuk
mengolah
ternak
secara
ternak, sehingga dihasilkan pakan ternak
mikroba
aktif,
fermentasi yang ekonomis dan berkualitas
bioaktivator berfungsi untuk menciptakan
berbasis bahan baku lokal, menggunakan
keseimbangan mikroflora dalam saluran
jasa mikroba dan metabolitnya, sehingga
pencernaan dan menciptakan kondisi yang
dihasilkan produk pakan yang aman, sehat
fermentasi.
pakan
Sebagai
optimum untuk pencernaan pakan, sehingga 156
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dan
berkualitas
protein
tinggi
untuk
mencapai bobot sapi ideal.
dan
kandungan
metabolit
yang
baik.
Inkubasi dilakukan selama 3-4 hari,dan dikering-anginkan sebelum dikemas dalam
BAHAN DAN METODA
kemasan tertutup untuk digunakan sebagai
Produksi Starter Enzimatik
bioaktivator untuk fermentasi pakan ternak.
Metabolit karotenoid sel tunggal (KST) diekstraksi dari biakan Phaffia rhodozyma
Produksi Pakan Ternak Fermentasi :
yang
Pakan konsentrat terfermentasi diproduksi
telah
ditumbuhkan
pada
media o
mengandung air kelapa pada suhu 22 C dan
menggunakan bahan baku yang terdiri dari
digoyang pada 115 rpm selama 4 hari,
campuran onggok, bungkil sawit, kulit
kemudian dipanen hasilnya sebagai larutan
kedelai, ampas bir, jerami kedelai, molase,
KST.
biokatalis. Seluruh bahan baku dicampur
Probiotik diproduksi dari biakan
Lactobacillus
plantarumyang
telah
rata
dengan
penambahan
air
hingga
diprakulturkan pada media MRS Broth
mencapai 50%, dibuat gundukan dan
pada suhu 37oC dengan cara digoyang pada
ditambahkan bioaktivator sebanyak 1%.
115 rpm selama
Inkubasi
24-48 jam,
hingga
dilakukan
selama
3-4
hari,
mencapai OD ±1.0 pada λ 660. Biakan
kemudian dikering anginkan dan diberikan
selanjutnya diinokulasikan pada media
sebagai
o
ransum
pakan
ternak
produksi pada suhu 37 C dan digoyang
fermentasi.Parameter yang diamati adalah,
pada 115 rpm selama 4 hari dan dipanen
pH, suhu dan aroma pada saat pembuatan
hasilnya sebagai probiotik. Protein sel
pakan fermentasi. Total Plate Count (TPC)
tunggal (PST) diproduksi dari biakan
dan
Saccharomyces cerevisiae dengan cara
fermentasi.
menginokulasikan
isolat
pada
analisis
proksimat
produk pakan
media
produksi pada suhu 37oC dan digoyang 115
HASIL DAN PEMBAHASAN
rpm selama 4 hari, kemudian dipanen
Penambahan pakan konsentrat pada
hasilnya sebagai PST.
sapi bertujuan untuk meningkatkan nilai
Produksi Bioaktivator
pakan dan menambah energi. Selain itu
Bioaktivator
diproduksi
menggunakan
penambahan
konsentrat
tertentu
dapat
substrat dedak padi yang diberi perlakuan
menghasilkan asam amino essensial yang
penambahan 2,5% dan 5,0 % starter
dibutuhkan
enzimatik dengan kadar air dedak sebesar
konsentrat tertentu dapat juga bertujuan
±50%.
agar zat makanan dapat langsung diserap di
Pencampuran merata diperlukan
untuk mendapatkan sebaran sel-sel mikroba
usus
tanpa
oleh
ternak.
terfermentasi
Penambahan
di
rumen,
157
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mengingat fermentasi rumen membutuhkan
disimpan dan diberikan ke ternak pada
energi lebih banyak.
musim kemarau mendatang.
Beda dengan musim kemarau, pada
Pengukuran aktivitas pertumbuhan
puncak musim penghujan sekarang ini
biakan mikroba dilakukan dengan melihat
hijauan pakan ternak sapi tersedia sangat
pertumbuhannya pada media pertumbuhan
melimpah. Hijauan pakan ternak dan
selama 1-5 hari. Adanya pertumbuhan sel-
limbah agroindustri biasanya demikian
sel biakan mikroba yang digunakan untuk
banyak dan terbuang percuma. Energi yang
memproduksi
masih terkandung dalam limbah pertanian
menyebabkan peningkatan kepekatan optis
dan
tidak
(OD), dapat dilihat secara visual dengan
termanfaatkan secara optimal. Padahal,
terjadinya perubahan kekeruhan pada media
limbah pertanian dan agroindustri tersebut
pembiakan sebagaimana ditunjukkan pada
bisa
Gambar 1.
agroindustri
dibuat
Gambar 1.
tersebut
pakan
fermentasi
untuk
starter
enzimatik
Starter enzimatik (starter cair) terdiri dari larutan PST, KST, Probiotik dan Biokatalis untuk memproduksi bioaktivator (starter padat).
Hasil pertumbuhan sel tertinggi dari
adanya zona bening terhadap medium
seluruh biakan mikroba terjadi pada hari
mengandung
ke-4, seluruh biakan mikroba menunjukan
karbohidrat, selulase dan hemiselulase,
peningkatan
mengindikasikan
nilai
absorbansi
rata-rata
lemak,
protein
adanya
dan
aktivitas
OD=0,15 (pada hari ke-1) menjadi rata-rata
enzimatik amilase, protease, lipase, selulase
OD=0,70 (pada hari ke-4). Hasil tersebut
dan
menunjukan
antara
tersebut sangat diperlukan keberadaannya
pertumbuhan sel dengan lamanya waktu
dalam bioaktivator yang digunakan untuk
inkubasi baiakan mikroba.
merombak bahan baku pakan yang berasal
yang
adanya
hubungan
hemiselulase.
Aktivitas
enzimatik
Aktivitas enzimatik biakan mikroba
dari berbagai material organik mengandung
telah
karbohidrat, protein, lemak, serat selulosa
diproduksi sebagai
starter
enzimatik, secara visual menunjukkan
dan hemiselulosa. 158
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Bioaktivator
2)
inkubasi menggunakan starter enzimatik
meningkatkan
selama 3-5 hari pada suhu ruang, sehingga
dekomposisi bahan-bahan organik pada
menghasilkan produk starter pada yang
bahan baku pakan yang akan difermentasi,
berperan
sehingga meningkatkan ketersediaan dan
kesehatan, pertumbuhan, dan produktivitas
kecernaan nutrisi bagi ternak. Dedak padi
ternak secara berkelanjutan (Gambar 3).
bermanfaat
untuk
(Gambar
penting
untuk
meningkatkan
sebagai bahan pembawa bioaktivator di
Gambar 2.
Bioaktivator hasil fermentasi menggunakan starter enzimatik.
Gambar 3. Diagram proses produksi bioaktivator untuk mengolah pakan fermentasi.
159
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Untuk
meningkatkan
kecernaan
mempercepat penguraian berbagai bahan-
bahan-bahan organik dalam bahan baku
bahanpakan (Gambar 4). Selain itu, bibit
pakan selama proses fermentasi pakan
hama
menggunakan
kemungkinan
bioaktivator,
maka
dan
penyakit
berbahaya
mengkontaminasi
yang bahan
digunakan biokatalis yang mengandung ion
pakan juga akan musnah pada suhu
mineral, asam mineral dan asam-asam
dekomposisi yang tinggi selama fermentasi
organik alami yang berperan penting dalam
(Gambar 5).
Gambar 4.
Bahan baku pakan konsentrat sebelum fermentasi dengan bioaktivator.
160
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 5.
Diagram proses fermentasi pakan menggunakan Bioaktivator.
Konsentrat yang baik apabila terdiri
Konsentrat pada sapi diberikan sesuai
dari bermacam macam bahan pakan supaya
dengan
mendapatkan asam amino yang lengkap.
menghasilkan karkas daging yang tinggi
Untuk
maka membutuhkan protein dan lemak
pembuatan
terfementasi
harus
pakan
konsentrat
diperhatikan
bahan
pakan yang digunakan sebagai penyusun ransum, maupun
baik
dalam
kandungan
cara
Perlu
Sapi
potong
untuk
yang tinggi, seperti jagung pipil, kedelai, bungkil sawit atau PST.
penyediaan
gizinya.
tipenya.
Hasil starter
penelitian
enzimatik
untuk
pemanfaatan memproduksi
diperhatikan pada pemberian bahan pakan
bioaktivator
yang
bermanfaat
yang berasal dari kedelai,karena kedelai
memproduksi
pakan
mengandung zat anti tripsin yang rusak bila
ditunjukkan pada Gambar 6. Nampak
kena panas yang timbul selama fermentasi.
perubahan secara visual yang ditunjukkan
ternak
untuk
fermentasi
161
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pada sampel pakan sebelum fermentasi dan
aerobik
hasilnya setelah difermentasi. Salah satu hal
mendukung kehidupan sedangkan mikroba
penting yang perlu dipahami selama proses
fakultatif anaerob memiliki kemampuan
dekomposisi bahan baku pakan adalah
hidup baik di tersedia maupun tidak
aktivasi
aerob
tersedianya oksigen. Tabel 1 dan Tabel 2,
mikroba
maupun
yang
bersifat
membutuhkan
oksigen
untuk
anaerobik
fakultatif
sebagai
menunjukkan hasil pengujian pemanfaatan
utama
biaktivator.
Bakteri
bioaktivator untuk fermentasi pakan ternak.
komponen
(A) Gambar 6.
(B)
Pakan konsentrat sebelum difermentasi (A) dan pakan konsentrat Setelah difermentasi menggunakan bioaktivator (B).
Tabel 1. Pengamatan pH, Suhu, Aroma dan TPC selama proses fermentasi.pakan.
Parameter pH Suhu (oC) Aroma
TPC S. cerevisiae L. plantarum
Hari Ke-1 6.5 32 Bahan baku yang belum terfermentasi
Hari Ke-2 7.0 37 Mulai tercium aroma fermentasi
Hari Ke-3 7.5 42 Aroma khas produk fermentasi
Hari Ke-4 7.5 50 Aroma khas produk fermentasi
4.5 x 10 6 1.9 x 107
2.13 x 108 4.15 x 108
8.95 x 107 4.85 x 107
5.1 x 106 9.15 x 107
162
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2. Hasil Analisa Proksimat Pakan Fermentasi. Jenis Perlakuan
Air (%) 8.00 9.50 9.50 9.84 9.00
Tanpa fermentasi (skala Lab) Penambahan Starter 2.5% Penambahan Starter 5,0% Tanpa fermentasi (scale up) Penambahan Starter 2.5%
Abu (%) 6.00 9.00 9.20 14.04 12.40
Lemak (%) 10.51 13.11 13.20 2.44 2.88
Protein (%) 8.11 13.50 14.60 13.63 17.72
Karbohidrat (%) 67.38 54.89 53.50 60.05 58.00
Peranan penting biakan mikroba
oligosakharidadengan
digunakan
penghasil
bervariasi dan membentuk rantai akhirbaru.
enzimatik pada bioaktivator adalah dalam
Eksoglukanase berperan pada unit glukosil
mengkatalisis reaksi pemutusan ikatan 1,4
pada kutub akhir reduksi atau non-reduksi
β-glikosida yang terkandung dalam bahan
dari
baku pakan ternak berkadar serat tinggi,
menghasilkan
antara lain selulosa dan hemiselulosa.
Enzim
Enzim selulase tersebut mampu memecah
sellobiosa menjadi glukosa(Lynd et al,
dan menguraikan komponen serat kasar
2002).
yang
menjadi
sebagai
karbohidrat
yang
selulo-oligosakharida selobiosa(disakharida).
β-glukosidase
menghidrolisis
yang
Hasil pengujian pemanfaatan pakan
sebagai
konsentrat yang difermentasi menggunakan
Selulase
bioaktivator, menghasilkan pertambahan
merupakan kompleks enzim yang terdiri
bobot badan sapi (ADG) secara cukup
dari tiga enzim yang bekerja sinergis untuk
signifikan, yaitu sebesar 1,04-1,39 Kg per
mendegradasi selulosa yaitu endogluconase
hari, selama 72 hari perlakuan pemberian
eksoglukanase
pakan
selanjutnya sumber
dapat
energi
terlarut
rantai
panjang
digunakan
bagi
ternak.
dan
selobiohidrolase,
serta
1-4-β-D-glukan β-glukosidase.
fermentasi.
menunjukkan
Hasil
bahwa
pakan
tersebut ternak
Enzim endoglukonase memotong secara
konsentrat yang difermentasi berdampak
acakinternal
positif terhadap perolehan hasil akhir
amorf
pada
rantai
1,4-β
polisakharida sellulosa menjadi sellulo-
industri feedlot sapi potong.
163
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. ADG Hewan Uji yang diberi Pakan Fermentasi selama 72 hari Pengujian.
Nomor Hewan Uji Sapi No-1 Sapi No-2 Sapi No-3 Sapi No-4 Sapi No-5 Sapi No-6 Sapi No-7 Sapi No-8 Sapi No-9 Sapi No-10 Sapi No-11 Sapi No-12 Sapi No-13 Sapi No-14 Sapi No-15
Bobot Awal* 240 279 319 277 340 335 352 356 324 376 326 439 250 323 235
Bobot Bulan Bobot Bulan ADG Akhir ke-1 ke-2 (Kg) 306 340 1,39 343 375 1,33 367 400 1,13 286 364 1,21 384 425 1,18 383 415 1,11 420 456 104 391 452 1,33 368 416 1,28 398 471 1,32 371 425 1,37 468 520 1,13 274 334 1,17 369 406 1,15 268 332 1,35
KESIMPULAN DAN SARAN Dari disimpulkan
hasil
percobaan
bahwa
UCAPAN TERIMAKASIH : dapat
bioaktivator
mengandung larutan KST, probiotik dan
Terimakasih disampaikan pada Proyek PKPP Ristek
yang telah membiayai
terselenggaranya percobaan ini.
PST, berperan penting untuk memproduksi pakan ternak konsentrat dari sumberdaya
DAFTAR PUSTAKA
lokal secara fermentasi. Hasil analisis
Agustini,
laboratorium
menunjukkan
bahwa
N.
2010.
Manajemen
Petunjuk
Pengelolaan
Praktis Limbah
kandungan protein pakan konsentrat yang
Pertanian untuk Pakan Ternak Sapi.
difermentasi
BPTP-NTB.
menggunakan
bioaktivator
BB-Pengkajian
dan
2.5% dan 5%, masing-masing adalah
Pengembangan Teknologi Pertanian.
sebesar 13.50% dan 14.60%,sedangkan
Badan
pakan konsentrat yang tidak difermentasi
Kementerian Pertanian.
Litbang
Pertanian.
sebesar 8.11%. Hasil uji coba pemanfaatan
Anonim, 2009. Blue Print NTB Bumi
pakan konsentrat yang telah difermentasi
Sejuta Sapi 2009 – 2013. Dinas
menunjukkan peningkatan bobot badan sapi
Peternakan Dan Kesehatan Hewan
(ADG) sapi mencapai 1,102 kg per hari
Provinsi NTB.
setelah diberi pakan selama 72 hari.
164
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Anonim, 2010. Usaha Industri PIJAR,
Saccharomyces
Keterkaitan
dalamPembuatan
Industri
Dengan
Program
Komoditas
Cerevisiae Protein
Sel
Tunggal. Bioteknologi 1 (2): 37-42.
Unggulan Nusa Tenggara Barat. Dinas
Perindustrian
Rahayu, R.D. and J. Sulistyo. 2009.
Dan
Extracting of single cell carotenoid
Perdagangan Provinsi Nusa tenggara
and assessment for its antioxidant
Barat.
property.
Dinoto, A, R.D. Rahayu dan J. Sulistyo. 2009.
Kapasitas
Lactobacillus
plantarum AP1 dalam menghidrolisis
Proc.
conference
International
on
Biological
Science(ICBS). Faculty of Biology, UGM, Yogyakarta.
isoflavon glikosida kedelai (Glycine
Sulistyo, J. 2007. BetaKaroten Lindungi
max). Prosiding Seminar XX dan
Kerusakan Sel dari Oksidan Bebas.
Konas PBI XIV. Malang, 24-25 Juli.
Rahasia
di
Piagam
MURI.
Lynd L.R., P.J. Weimer, W.H. Van Zyl WH
and
I.S.
Pretorius.
Microbil
2002.
Cellulose
Utilization:Fundamentals
Balik
Penerima Wahana
12
Karya
Grafika Publisher, Bandung. pp. 171190.
-Karoten Sel Tunggal.
and
Biotechnology.
Rahasia
di
Microbiol.Mol.Biol.Rev. 66 (3): 506-
Piagam
MURI.
577.
Grafika Publisher, Bandung. pp. 191-
Mariyono, 2008. Teknologi pakan murah untuk pembibitan sapi potong di sentra padi. Sinar Tani, 25 Juni 2008.
Balik
Penerima Wahana
12
Karya
200. Umiyasih, U dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Praktis Ransum Seimbang
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan
Strategi Pakan Pada Sapi Potong.
Makanan Ternak Ruminan. UI Press,
BPTP-NTB.
Jakarta.
Pengembangan Teknologi Pertanian.
Purwitasari,
E,
A.
Pangastuti,R.
Badan
BB-Pengkajian
Litbang
Setyaningsih. 2004. Pengaruh Media
Kementerian
Tumbuh
ISBN9789798308703.
Terhadap
KadarProtein
dan
Pertanian. Pertanian.
165
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
KONDISI CUACA/IKLIM DI BALAI INSEMINASI BUATAN DAERAH BANYUMULEK TERKAIT DENGAN INTENSITAS SERANGAN HAMA PENYAKIT TANAMAN JAGUNG DALAM MENDUKUNG PROGRAM “PIJAR” Nurhayati1, Nuryadi1, Chairussyuhur Arman2 1
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
2
Fakultas Peternakan Universitas Mataram (UNRAM)
Lokus : Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Banyumulek, Kec. Kediri, Kab. Lombok Barat, NTB (koridor V)
ABSTRAK Tingginya permintaan komoditas jagung yang belum dapat diimbangi dengan persediaan domestik menyebabkan pemerintah terus melakukan impor. Hal ini kemungkinan diakibatkan luas areal penanaman yang terbatas dan produktivitas yang rendah. Salah satu faktor penentu produktivitas tanaman jagung adalah serangan hama dan penyakit, yang penyebarannya terkait erat dengan faktor cuaca/iklim. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis hama dan penyakit tanaman yang dominan mengganggu dan menghambat tanaman jagung dalam kaitannya dengan kondisi cuaca/iklim di BIBD Banyumulek. Sebanyak 18 ubinan lahan (luas 5 x 5 m2 per petak) digunakan untuk penanaman 6 varietas jagung (perlakuan), setiap petak diulang 3 kali. Data produksi jagung dan serangan OPT setiap ubinan dianalisis menggunakan statistik deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan intensitas serangan lalat bibit (1.7%), belalang (4.3%), dan ulat daun (0.8%). Jenis penyakit yang ditemukan adalah bercak coklat (0.3%) dan hawar pelepah (5.3%). Hasil rata-rata pengamatan cuaca untuk tiga kali pencatatan (28 April, 9 dan 12 Mei 2012) untuk suhu, RH dan curah hujan masing-masing sebesar 26.9 ºC, 82.8%, dan 20.73 mm. Pengaruh cekaman abiotik lebih tinggi dibanding cekaman biotik terhadap produktivitas tanaman jagung. Produktivitas tertinggi didapati pada varietas NK 22 dan DekaLB 979, sedangkan terendah pada varietas NT10. Produktivitas varietas Bisi-16, Bisi-2 dan Bisi-818 didapati sangat bervariasi. Kata kunci: OPT, lalat bibit, hawar pelepah
ABSTRACT The objective of the study was to identify type of diseases and pests that attacked maize plantation in relation to weather/climate conditions. Eighteen plots were used to grow six corn varieties.Results indicated that invasion of the seed fly was 1.7%, grasshopper 4.3%, and leave worm 0.8%. Types of diseases found were brown spot (0.3%) and heath blight (hawar pelepah, stalk damage) (5.3%). Average weather condition of temperature, humidity and rainfall was 26.9ºC, 82.8%, and 20.73 mm, respectively. The highest productivity was found in NK-22 and DekaLB-979 varieties; the lowest was recorded in NT-10 variety. The productivity of Bisi-16, Bisi-2 and Bisi-818 varied significantly.
166
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pendahuluan.
tanaman jagung nasional, Jagung NTB
Jagung
merupakan
komoditas
memang
menyimpan
potensi
yang
tanaman pangan penting setelah padi.
menjanjikan. Pada tahun 2009 hasil
Jagung, dengan kandung karbohidrat,
produksi
protein dan nilai gizi yang tinggi, banyak
meningkat tajam dari produksi 2008 yang
dimanfaatkan untuk bahan pangan, bahan
186.000 ton.
baku
pakan,
pertama di Indonesia yang menjanjikan
terus
komoditas jagung melalui media internet
permintaan
atau pasar komoditas fisik (iPASAR).
komoditas jagung yang belum dapat
Jagung menjadi komoditas unggul daerah
diimbangi dengan persediaan domestik
yang menghidupi lebih dari 73.000 rumah
menyebabkan
tangga usaha tani jagung di NTB(BPS
industri
sehingga
dan
industri
kebutuhan
meningkat.
jagung
Tingginya
pemerintah
terus
melakukan impor. Hal ini kemungkinan
mencapai
305.000
ton,
NTB menjadi provinsi
2009).
diakibatkan luas areal penanaman yang
Tujuan penelitian ini adalah untuk
terbatas dan produktivitas yang rendah.
mengidentifikasi jenis hama dan penyakit
Ketergantungan terhadap impor dalam
tanaman yang dominan mengganggu dan
jumlah
menghambat
besar
dapat
mengganggu
tanaman
jagung
dalam
ketahanan dan stabilitas sosial, ekonomi
kaitannya dengan kondisi cuaca/iklim.
dan politik. Berkaitan dengan hal itu,
Penanaman dilakukan pada MT2 di lahan
langkah swasembada perlu dilakukan
yang ditetapkan sebagai lahan kajian
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan
Ristek koridor V untuk NTB yaitu di
mengurangi ketergantungan impor serta
kawasan
mendukung agroindustri dan menghemat
Daerah (BIBD) Banyumulek, Lombok
devisa.
Barat. Penelitian ini diharapkan dapat
Badan
Inseminasi
Buatan
Produktivitas jagung dipengaruhi
menghasilkan rekomendasi kondisi cuaca
oleh beberapa faktor antara lain jenis
optimal dalam mengatisipasi gangguan
tanah, kualitas benih, pemilihan varitas,
hama
teknologi pengelolaan,
(peringatan dini serangan berdasarkan
takaran pupuk,
penyakit
kondisi
hama dan penyakit. Penyebaran hama dan
produktivitas budidaya tanaman jagung
penyakit
tetap tinggi.
tanaman
terkait
erat
dengan faktor cuaca/iklim. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah yang menjadi sentra produksi
iklim),
jagung
waktu tanam dan panen, serta serangan
pada
cuaca/
tanaman
sehingga
Metodologi. Analisis hubungan antara cuaca (curah
hujan,
suhu
udara,
dan
167
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kelembaban) dengan kerusakan tanaman
Guna
mendapatkan
gambaran
mutlak pada tanaman jagung dilakukan
karakteristik iklim secara visual yaitu
berdasarkan
antara kelembaban dan suhu selama
data
selama
periode
pengamatan mulai Minggu ke_4 April
pengamatan
2012 sampai Minggu ke_2 Agustus 2012
digunakan
(selama
(Climatograph) merupakan sebuah grafik
14
minggu),
menggunakan
metode Statistik Deskriptif. Statistik
deskriptif
yang berkenaan
OPT
berlangsung
klimogram.
representative
maka
Klimatogram
dari
beberapa
parameter iklim. Sementara untuk melihat
dengan pengumpulan, pengolahan, dan
hubungan
antara
untur
cuaca/iklim
penyajian sebagian atau seluruh data
terhadap
OPT
maka
digunakan
(pengamatan) dan merupakan
bioklimatograf,
teknik
yaitu yang
klimatograf
penyajian dan peringkasan data sehingga
(klimatogram)
menggambarkan
menjadi informasi yang mudah dipahami.
hubungan antara unsur iklim dan mahluk
Penyajian data dapat dilakukan melalui
hidup
tabel, gambar (histogram, plot, stem-leaf,
Hasil dan Pembahasan.
box-plot, diagram lingkaran/pie chart.
Analisis unsur iklim selama periode
Sedangkan peringkasan data dinyatakan
penelitian menggunakan data iklim hasil
dalam dua ukuran yaitu “pemusatan”
pengamatan selama periode 14 minggu,
(median,
dan
mulai 23 April 2012 sampai 13 Agustus
“penyebaran” (range, interquartile range,
2012 di lokasi penelitian kawasan BIBD
ragam, standar deviasi)
Banyumulek. Unsur iklim yang dianalisis
modus,
mean,
dll)
Data hama dan penyakit tanaman berupa jumlah intensitas kerusakan pada
terdiri dari suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan
tanaman jagung akibat serangan hama
Suhu udara rata-rata bulanan pada
dan penyakit. Secara sekunder, data
bulan April sampai Agustus berkisar
kerusakan
untuk
antara 25.4 0C sampai 27.0 0C, terendah
Kabupaten Lombok Barat diperoleh dari
pada bulan Juni dan tertinggi bulan April.
tahun 2006 - 2011.dalam bentuk data
Suhu udara maksimum rata-rata bulanan
tahunan. Sementara itu, data kerusakan
berkisar antara 30.4 0C sampai 32.2 0C,
tanaman jagung hasil pengamatan di
terendah pada bulan Juli dan tertinggi
lokasi penelitian diperoleh sekitar 4 bulan
bulan April. Suhu udara minimum rata-
atau
rata bulanan berkisar antara 19.6
14
penelitian.
tanaman
minggu
jagung
selama
periode
0
C
sampai 22.9 0C, terendah pada bulan Juli dan
tertinggi
bulan
April.
Apabila
168
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dibandingkan
rata-rata
maksimum. Profil suhu udara rata-rata
periode 2000-2011 Stasiun Klimatologi
bulanan, maksimum dan minimum pada
Kediri,
lokasi
maka
dengan
data
suhu
udara
periode
penelitian
selama
penelitian (April, Mei, Juni, Juli, dan
penelitian
Agustus 2012) di BIBD Banyumulek
selama 11 tahun terakhir digambarkan
lebih
dalam gambar berikut.
tinggi,
terutama
suhu
udara
dibandingkan
periode
rata-ratanya
Gambar 1. Suhu udara bulanan periode 2000-2011 Stasiun Klimatologi Kediri dan April 2012 – Agustus 2012 BIBD Banyumulek
Kelembaban
udara
rata-rata
Intensitas
serangan
hama
bulanan berkisar antara 75% - 84%,
meningkat sigifikan pada minggu ke-7,
tertinggi pada bulan Mei dan terendah
yaitu pada kondisi suhu diatas rata-rata
pada
dan
bulan
Agustus.
Dibandingkan
kelembaban
dibawah
rata-rata,
dengan data rata-rata Stasiun Klimatologi
dimana pada minggu sebelumnya yaitu
Kediri,
periode
minggu ke-5 dan ke-6 kondisi suhu
penelitian pada April dan Mei 2012 lebih
dibawah rata-rata dan kelembaban diatas
tinggi. Sementara itu, pada Juni dan Juli
rata-rata.
2012
serangan hama meningkat apabila terjadi
maka
sama
kelembaban
dengan
rata-ratanya,
sedangkan Agustus 2012 lebih rendah.
kenaikan
Hal
suhu
ini
mengindikasikan
dan
penurunan 169
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kelembaban dari
waktu sebelumnya.
menunjukkan
kondisi
suhu
dan
Sedangkan serangan penyakit terjadi
kelembaban udara untuk setiap fase
setelah kelembaban tinggi (minggu ke-4)
pertumbuhan jagung (minggu I – minggu
dan suhu dibawah rata-rata (minggu ke-5
ke-14).
dan ke-6). Klimogram pada gambar 2
Gambar 2. Klimogram suhu dan kelembaban udara periode waktu penelitian di BIBD Banyumulek
pada periode penelitian umumnya lebih
Curah Hujan Dibandingkan dengan data ratarata
periode
2000-2011
Stasiun
Klimatologi Kediri, maka curah hujan
rendah (April, Juni, Juli, dan Agustus 2012), kecuali bulan Mei 2012 sama dengan rata-ratanya.
170
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 3. Curah hujan bulanan periode 2000-2011 Stasiun Klimatologi Kediri dan April
Tabel berikut menggambarkan jenis hama/ penyakit dan kondisi cuaca sepanjang tahap perkembangan tanaman jagung di lahan percobaan.
Tabel 1. Pengamatan iklim dan hama penyakit dalam tiap fase pertumbuhan tanaman
FASE
WAKTU
JENIS OPT
Fase I Periode mulai tanam sampai tanaman tumbuh.
1-6 Minggu
HAMA : Lalat bibit
Fase II Periode mulai tumbuh bunga hingga tanaman membentuk bunga jantan dan bunga betina
6-8 Minggu
Fase III Periode
8-9 Minggu
-
PENYAKIT :Penyakit kerdil HAMA : Belalang, ulat grayak, kutu daun dan penggerek batang PENYAKIT: Hawar daun, .penyakit bulai dan penyakit kerdil HAMA : Belalang, Ulat
-
-
KONDISI IKLIM (Celcius, % dan mm) Suhu (Maks = 31.9, min= 21.8, rata-rata=26.8 ) RH (Maks=96.4, min=65.3 dan rata-rata=84.0) Hujan (total curah hujan 140.8 mm, 3 hari hujan) Suhu (Maks = 32.4, min = 21.5, rata-rata=25.7 ) RH (Maks=94, min=63 , ratarata=81.4) Curah Hujan 0 (Tidak ada hujan)
Suhu (Maksimum = 31.4, minimum = 20.5 dan rata-
171
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
penyerbukan dan pertumbuhan
Fase IV Periode pengisian biji
Fase V
eriode emasakan dan engeringan biji&
9-11 Minggu
11-15 Minggu
grayak, kutu daun dan penggerek batang. PENYAKIT : Hawar daun, bercak coklat dan penyakit bulai. HAMA : Belalang dan penggerek batang PENYAKIT : Hawar daun, bercak coklat dan penyakit bulai HAMA : Penggerek batang
-
-
-
-
batang
PENYAKIT : Bercak coklat dan penyakit bulai
-
rata=25.3 ) RH (Maksimum=94, minimum=61 dan rata-rata=79.8) Hujan (Jumlah curah hujan berkisar 2 mm dan hari hujan adalah 1)
Suhu (Maksimum = 30.5, minimum = 19.4 dan ratarata=24.6 ) RH (Maksimum=93.3, minimum=60.4 dan rata-rata=78) Hujan (Tidak ada hujan)
Suhu (Maksimum = 30.6, minimum = 21.2 dan ratarata=25.4 ) RH (Maksimum=92.7, minimum=62.4 dan rata-rata=82) Hujan (Tidak ada hujan)
Analisis Cuaca terhadap Hama dan Penyakit Tanaman Jagung Salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi jagung di Indonesia adalah serangan hama. Di Indonesia telah diketahui beberapa spesies serangga yang menyerang tanaman jagung, namun dalam percobaan ini ditemukan hanya 5 spesies saja yang menyerang tanaman jagung. Beberapa hama utama yang selalu ditemukan pada lokasi percobaan menurut petugas pengamat dari BPTPH (Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura) antara lain adalah lalat bibit, belalang, ulat daun, kutu daun dan penggerek batang; sementara penyakit tanaman jagung yang ditemukan dalam percobaan ini antara lain hawar daun, bercak coklat, penyakit bulai dan penyakit kerdil. Pengaruh cekaman abiotik lebih tinggi dibanding cekaman biotik terhadap produktifitas tanaman jagung. Produktifitas yang tinggi dicapai oleh 2 varietas jagung, yaitu NK 22 dan DekaLB 979, sedangkan produktifitas terendah dihasilkan oleh NT10, dan produktifitas varietas Bisi 16, Bisi 2 dan Bisi 818 sangat bervariasi. Dengan mengetahui kondisi cuaca (suhu, kelembaban, curah hujan) pada setiap fase perkembangan tanaman selama periode penelitian dan kaitannya dengan pengembangan hama dan penyakit pada tanaman percobaan, kita dapat menyesuaikan awal periode tanam untuk
172
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mendapat hasil produksi jagung yang optimal. Daun dan tongkol jagung yang sudah dimanfaatkan (diambil pipilnya) dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak Ruminansia untuk sapi. Dengan terhindarnya tanaman dari hama dan penyakit yang utamanya menyerang daun dan pelepah jagung, angka produksi (bobot pipil) sekaligus ketersediaan pakan ternak dapat terpenuhi, sehingga aplikasi dari hasil rekomendasi penelitian ini dapat mendukung program PIJAR (siklus/ keterkaitan sapi, jagung dan rumput laut) yang dicanangkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan pada perkembangan dan hasil pelaksanaan penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa kemunculan hama penggerek batang kemungkinan muncul berbarengan dengan hama lalat bibit, belalang dengan uret/ lundi, tikus dengan penggerek tongkol, sementara dari hasil studi literatur dan hasil pengamatan diketahui bahwa rata-rata kenaikan luas kumulatif serangan pengganggu tumbuhan komoditi jagung pada tahun 2011 terjadi pada bulan Agustus hingga November. Intensitas serangan hama meningkat sigifikan pada kondisi suhu diatas rata-rata dan kelembaban dibawah rata-rata, dimana pada periode sebelumnya kondisi suhu dibawah rata-rata dan kelembaban diatas rata-rata. Hal ini mengindikasikan serangan hama meningkat apabila terjadi kenaikan suhu dan penurunan kelembaban dari waktu sebelumnya. Sedangkan serangan penyakit terjadi setelah kelembaban tinggi pada periode sebelumnya dan suhu dibawah rata-rata. Dengan mengetahui kondisi cuaca (suhu, kelembaban, curah hujan) pada setiap fase perkembangan tanaman selama periode penelitian dan kaitannya dengan pengembangan hama dan penyakit pada tanaman percobaan, kita dapat menyesuaikan awal periode tanam untuk mendapat hasil produksi jagung yang optimal. Daun dan tongkol jagung yang sudah dimanfaatkan (diambil pipilnya) dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak Ruminansia untuk sapi. Dengan terhindarnya tanaman dari hama dan penyakit yang utamanya menyerang daun dan pelepah jagung, angka produksi (bobot pipil) sekaligus ketersediaan pakan ternak dapat terpenuhi, sehingga aplikasi dari hasil rekomendasi penelitian ini dapat mendukung program PIJAR (siklus/ keterkaitan sapi, jagung dan rumput laut) yang dicanangkan di Provinsi NTB.
DAFTAR PUSTAKA Adnan, AM, 2009, Teknologi Penanjanan Hama Utama Tanaman Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serelia 2009, ISBN: 978-979-8940-27-9
173
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Baco, D. dan J Tandiabang. 1998. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Jagung.Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 185-204 BMKG, 2011. Prakiraan Musim Kemarau 2011.Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta. Chang, Jen-Hu. 1986. Climate and Agriculture, An Ecological Survey. Aldine Publishing Company. Chicago. 304 p. Deptan, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2005 Forrow, RA. 1990. Flight and Mitigation in Acridoids. In: Chapman R, Joern A, eds. Biology of Grasshopers. Chichester, UK: John Wiley & Sons, 227-314. Jabbar, A., N. Nonci, dan D. Baco. 1992. Skrining varietas/galur-galur jagung terhadap Ostrinia furnacalis Guenee di Makariki. Hasil Penelitian Jagung dan Ubi-Ubian No.2 Balittan Maros hal. 61-64 Nonci, N dan D. Baco. 1992. Kerusakan tanaman jagung oleh Ostrinia furna-calis. Hasil Penelitian Jagung dan Ubi-Ubian No.2 Balittan Maros hal. 65-67 Semangun H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press. Supriyono.2007. Analisis Perbandingan Logika Fuzzy Dengan Regresi Berganda Sebagai Alat Peramalan.Seminar Nasional III Sdm Teknologi Nuklir ISSN 1978-0176 :221-228 Tandiabang, Y. 2000. Pengelolaan hama utama tanaman jagung. Prosiding Aplikasi Paket Teknologi pertanian Sulawesi Tengah.Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta : 16 hal. Yasin,M. 2010.Penanganan dan Pengawalan Hama Penyakit Tanaman Jagung pada Penangkar Benih Binaan di Kabupaten Lombok Timur. Prosiding Pekan Serealia Nasional.ISBN : 978-979-8940-29-3 http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/optJagung.pdf http://penyakitutama.blogspot.com/2007/11/kerdil-jagung.html http://lombokbaratkab.go.id/fasilitas-daerah/pertanian/
174
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG DILAHAN KERING BERBASIS KELAPA SAWIT Dedi Sugandi, Zul Efendi dan Wahyuni A. Wulandari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp. 0736-23030, fax. 0736-345568 Email:
[email protected] Fokus: Teknologi Pangan, Lokus: Desa Lokasi Baru Kecamatan Air Periukan Kabupaten Seluma, Koridor: Sumatera
Abstract Beef demand tends to increase with population growth, economic development, lifestyle changes, nutritional awareness and improving education levels. On the other hand, the huge market potential has not been able to offset by the availability of supplies from domestic livestock. High feed prices for livestock enterprises be one less farm business development. These circumstances provide an opportunity for the utilization of oil palm waste (midrib and solid) as a cattle feed substitute for forage. The experiment was conducted in the village of New Location, District Air Periukan, Seluma District, Bengkulu Province in February to October 2012. The purpose of research is to generate technological innovations feed by utilizing palm oil and solid waste for Bali cattle. The design used was a split plot design with 4 combination treatment that treatment A1: 100% green feed and solid fermentation 2 kg / head / day, A2: 100% green feed and commercial feed 2 kg / head / day, B1: green feed 80 % and 20% palm midrib plus solid fermentation and B2: green feed 80% and 20% palm midrib plus a commercial feed. Results Analysis of variance showed that treatment A2 treatment significantly (P <0.05) with B2 and B1 treatments were significantly different (P <0.05) with B2, while the A2 treatment was not significantly different (P> 0.05) with B1 , B1 treatment not significant (P> 0.05) with A1 and A1 treatment not significant (P> 0.05) with B2. Body weight gain were found in mes higher A1 treatment (0.71 kg / head / day), and treatment B2 (0.70 kg / head / day), B1 treatment (0.51 kg / head / day and the lowest A2 treatment (0 ,42 kg / head / day). replacement of 20% of the feed grass by palm leaf midrib never an impact on body weight reduction, and the use of solid fermentation as much as 2 kg / head / day responded positively to body weight gain. Keywords: waste, feed, fattening, oil.
175
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Abstrak
Permintaan daging sapi cenderung meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup, kesadaran gizi dan perbaikan tingkat pendidikan. Dilain pihak, potensi pasar yang besar belum mampu diimbangi oleh ketersediaan pasokan ternak dari dalam negeri. Harga pakan yang tinggi untuk usaha peternakan menjadi salah satu kurang berkembangnya usaha peternakan. Keadaan tersebut memberi peluang untuk pemanfaatan limbah kelapa sawit (pelepah dan solid) sebagai pakan ternak sapi pengganti hijauan. Penelitian dilaksanakan di Desa Lokasi Baru, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu bulan Februari sampai dengan Oktober 2012. Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan inovasi teknologi pakan dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit dan solid untuk penggemukan sapi Bali. Rancangan yang digunakan adalah split plot design dengan 4 kombinasi perlakuan yaitu perlakuan A1: pakan hijauan 100% dan solid fermentasi 2 kg/ekor/hari, A2: pakan hijauan 100% dan pakan komersial 2 kg/ekor/hari, B1: pakan hijauan 80% dan pelepah sawit 20% ditambah solid fermentasi dan B2: pakan hijauan 80% dan pelepah sawit 20% ditambah pakan komersial. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perlakuan A2 berbeda nyata (P < 0,05) dengan B2 dan perlakuan B1 berbeda nyata (P <0,05) dengan B2, sedangkan perlakuan A2 tidak berbeda nyata dengan (P > 0,05) dengan B1, perlakuan B1 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan A1 dan perlakuan A1 tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan B2. Pertambahan bobot badan yang tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (0,71 kg/ekor/hari), kemudian perlakuan B2 (0,70 kg/ekor/hari), perlakuan B1 (0.51 kg/ekor/hari dan terendah perlakuan A2 (0,42 kg/ekor/hari). Penggantian 20 % pakan hjauan oleh pelepah daun sawit tidak berdampak terhadap penurunan bobot badan, serta penggunaan solid fermentasi sebanyak 2 kg/ekor/hari memberikan respon positif terhadap pertambahan bobot badan. Kata Kunci : limbah, pakan, penggemukan, sawit.
impor daging sapi setiap tahun yang terus meningkat sebesar 360 ribu ton pada tahun
PENDAHULUAN Sapi merupakan ternak penghasil daging utama di Indonesia. Konsumsi daging sapi mencapai 19% dari jumlah konsumsi
daging
nasional
2004 menjadi 650 ribu ton pada tahun 2008 (Luthan, 2009). Jumlah ternak sapi di Provinsi
(Dirjen
Bengkulu tahun 2009 sebanyak 97.500
Peternakan, 2009). Konsumsi daging sapi
ekor. Jenis sapi yang banyak dipelihara oleh
cenderung
4,1
peternak di wilayah Provinsi Bengkulu
kg/kapita/tahun pada tahun 2006 menjadi
adalah sapi Bali. Sapi Bali menjadi pilihan
5,1 kg/kapita/tahun pada tahun 2007.
peternak karena mempunyai keunggulan
Namun laju konsumsi ini tidak diimbangi
dalam hal daya daya adaptasi terhadap
dengan laju peningkatan populasi ternak
berbagai kondisi lingkungan. Bisa hidup
–
liar dengan mencari makanan sendiri, di
demand), sehingga diseimbangkan dengan
areal pembuangan sampah sekalipun. Sapi
meningkat
(ketidakseimbangan
antara
dari
supply
176
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Bali dikenal sangat responsif terhadap
berkualitas karena semakin terbatasnya
perlakuan baik serta memiliki tingkat
lahan untuk penggembalaan dan untuk
kesuburan reproduksi tinggi yaitu antara
penanaman hijauan makanan ternak. Oleh
80-82 persen. Sapi induk (betina) mampu
karena itu, perlu dikaji potensi pemanfaatan
melahirkan setahun sekali. Selain itu,
limbah asal tanaman sawit untuk pakan
kualitas dagingnya sangat baik dengan
ternak.. Strategi ini penting karena usaha
persentase karkas
pertanian non peternakan menghasilkan
mencapai 60 persen
(Suryana, 2007). Dilain perkebunan
limbah atau biomassa yang berpotensi pihak
kelapa
Limbah
sawit
yang
dari
sebagai sumber pakan bagi ternak, salah
dapat
satunya berasal dari perkebunan kelapa
dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah
sawit (Siahaan et al, 2009).
dalam bentuk pelepah daun sawit sebanyak
Masalah yang ingin dijawab adalah
. Hasil pengamatan pada PT. Agricinal
sampai sejauh mana peluang pemanfaatan
menunjukkan bahwa setiap pohon kelapa
biomassa/limbah
sawit TM dapat menghasilkan 22 pelepah
pengembangan ternak sapi potong.
tanaman
sawit
untuk
per tahun (Diwyanto et al., 2004) dengan rataan berat pelepah per buah mencapai 7
MATERI DAN METODA
kg. Jumlah ini setara dengan 20 ribu kg (22
Penelitian
peluang
x 130 pohon x 7 kg) pelepah segar yang
produktivitas
dihasilkan dalam satu tahun untuk setiap
pemberian pakan berbaisi limbah kelapa
satu hektar kebun kelapa sawit. Jumlah ini
sawit dilaksanakan pada bulan Februari
diperoleh dengan asumsi bahwa semua
sampai dengan November 2012 di Desa
bagian pelepah dapat dimanfaatkan dan
Lokasi Baru Kecamatan Air Periukan
total bahan kering yang dihasilkan dalam
Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu.
setahun 5.214 kg.
Sementara luas lahan
Sapi yang digunakan adalah sapi Bali
kelapa sawit di Provinsi Bengkulu pada
Jantan yang berumur 1,5 – 2 dua tahun.
tahun 2010 adalah 413.263 ha Komposisi
Rancangan yang digunakan adalah split plot
nutrisi pelepah daun sawit sebagai berilkut :
design dengan empat kombinasi perlakuan
PK 6,5%, TDN 56%, Serat Kasar 32,55%,
yaitu perlakuan A1: pakan hijauan 100%
Lemak Kasar 4,47%, Bahan Kering 93,4%
dan solid fermentasi 2 kg/ekor/hari, A2:
(Lab. Ilmu Makanan Ternak, Departemen
pakan hijauan 100% dan pakan komersial 2
Peternakan FP USU (2005).
kg/ekor/hari, B1: pakan hijauan 80% dan
Pengembangan
peternakan
sapi
terkendala oleh penyediaan pakan yang
pelepah
sawit
sapi
peningkatan
20%
potong
ditambah
melalui
solid
fermentasi 2 kg/ekor/hari dan B2: pakan
177
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
hijauan 80% dan pelepah sawit 20%
bobot badan harian dan sosial ekonomi.
ditambah pakan komersia 2 kg/ekor/haril.
Untuk mengukur pertambahan bobot badan
Pemberian pakan dilaksanakan selama tiga
harian dilakukan penimbangan setiap dua
bulan dengan masa prelim selama dua
minggu sekali menggunakan timbangan
minggu, pakan diberikan sebanyak 10%
ternak digital. Analisis dilakukan dengan
dari berat badan. Data yang diamati
analisis statistik dan analisis ekonomi
meliputi data konsumsi pakan, pertambahan
terhadap struktur biaya dan pendapatan.
dalam setahun ada 2 macam yaitu kemarau dan hujan. Desa Lokasi Baru merupakan desa
HASIL DAN PEMBAHASAN
baru hasil pemekaran dari Desa Talang
Karakteristik Wilayah Penelitian Luasan tanaman kelapa sawit di
Benuang di Kecamatan Air Periukan,
Kabupaten Seluma dari tahun 2006 – tahun
Kabupaten Seluma. Luas wilayah Desa
2010 terus mengalami peningkatan. Luasan
Lokasi Baru mencapai 580 ha dengan
tanaman kelapa sawit di Kabupaten Seluma
topografi daratan. Secara administratif desa
pada tahun 2006 adalah 15.312 ha, tahun
Lokasi Baru di sebelah utara berbatasan
2007 adalah 18.726 ha, tahun 2008 adalah
dengan Desa Talang Benuang, sebelah
21.851 ha, tahun 2009 adalah 29.002 ha dan
timur dengan Desa Suka Maju, sebelah
tahun
ha.
selatan dengan Desa Dermayu dan sebelah
Kecamatan Air Periukan sebagai lokasi
barat dengan Desa Suka Sari. Wilayah Desa
penelitian memiliki luas tanaman kelapa
Lokasi Baru terdiri dari 2 dusun yaitu
sawit terluas di Kabupaten Seluma pada
Dusun Sumber Rukun dan Dusun Sumber
tahun 2010 yaitu seluas 5.183 ha.
Rejo.
2010
adalah
31.173,99
Sebagai lokasi penelitian adalah di
Perkebunan sawit di Desa Lokasi
kelompok ternak Rukun II Desa Lokasi
Baru sudah dimulai sejak 7 tahun
Baru, Kecamatan Air Periukan Kabupaten
lalu. Pada umumnya penduduk mempunyai
Seluma. Desa Lokasi Baru memiliki luas
kebun kelapa sawit 1 – 3 hektar, bahkan ada
wilayah mencapai 503 ha, dari 503 ha
yang mencapai 8 hektar. Panen sawit
tersebut
seluas
232
ha
dimanfaatkan
dilakukan setiap 15 atau 20 hari sekali.
sebagai
lahan
pertanian
persawahan,
Setiap memanen 1 tandan sawit selalu
perkebunan karet dan sawit serta lahan
dihasilkan 1-2 pelepah sawit. Produksi
tidur,
sebagai
kelapa sawit mencapai 800 – 1000 kg / ha
pemukiman dan 166 ha lain-lain. Iklim
perpanen (20 hari sekali). Dari luas ini
155
ha
digunakan
yang
188
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dapat diperkirakan produksi limbah pelepah
hujan. Kelapa sawit di lahan perkebunan
sawit yang dapat dimanfaatkan sekitar 150
yang secara teknis dan ekonomis belum
pelepah. Pelepah sawit telah dimanfaatkan
optimal pemanfaatannya. Selain itu daerah
untuk pakan sapi pada saat panen dan pada
ini
saat tidak ada waktu mencari rumput.
pembibitan sapi potong Peranakan Ongole
Pelepah sawit diberikan pada sapi dalam
(PO)
kondisi segar, belum diolah terlebih dahulu.
Bengkulu. Pada tahun 2005 – 2007 desa ini
Sebanyak 32 sapi jantan Bali diinventarisir
merupakan desa Prima Tani yang masih
yang akan digunakan dalam penelitian.
menyatu dengan Desa Talang Benuang.
Umur sapi jantan Bali yang akan digunakan
Desa ini mudah dijangkau, jalan desa relatif
berumur 1,5 – 2 tahun dan dalam kondisi
cukup
sehat.
diaspal/pengerasan, listrik (PLN) dan air Mata pencaharian penduduk desa
merupakan
dan
sentra
Bali
pengembangan
dari Pemda
memadai,
umumnya
Provinsi
telah
minum (PDAM) telah ada.
antara lain petani, pedagang, buruh tani, PNS, honorer, guru, dan tenaga medis.
Konsumsi Pakan
Desa Lokasi Baru juga dikenal dengan
Konsumsi pakan adalah jumlah
ternaknya antara lain ayam/itik dengan
pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila
jumlah 201 ekor, kambing 98 ekor, sapi PO
pakan
105 ekor dan sapi Bali 50 ekor. Ternak sapi
Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh
menjadi andalan bagi masyarakat Desa
terhadap konsumsi pakan. Ternak yang
Lokasi
sakit walaupun gejala penyakitnya belum
Baru
untuk
meningkatkan
kesejahteraan.
secara
ad.
libitum.
jelas, nafsu makannya turun dan cenderung
Usahatani yang ada di Desa Lokasi
diberikan
Baru
cukup
bervariasi
yaitu
malas berjalan ke tempat pakan maupun tempat minum.
usahatani tanaman pangan (padi, jagung)
Konsumsi pakan sapi Bali jantan selama
perkebunan
penggemukan 90 hari
(kelapa)
(karet, dan
sawit)
pekarangan
peternakan
tertinggi dicapai
(sapi).
pada perlakuan B2 dengan formulasi pakan
Agroekosistem di Desa Lokasi Baru yaitu
hijauan 80% + pelepah sawit fermentasi
lahan kering dataran rendah iklim basah
20% + konsentrat komersial 2%, kemudian
yang berpeluang untuk pengembangan
diikuti perlakuan A2, B1 dan paling rendah
kelapa sawit dan ternak sapi. Komoditas
pada perlakuan A1. Data selengkapnya
yang diusahakan petani beraneka ragam
disajikan pada Tabel 1. Dari perhitungan
dari kelapa, sapi di lahan pekarangan, padi
jumlah
sawah dan jagung di lahan sawah tadah
pertumbuhan,
konsumsi
pakan
dapat
dan
tingkat
diketahui
bahwa
189
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tingkat konversi pakan perlakuan A1 27,75
sebesar 1 kg dibutuhkan pakan sebanyak
dengan formulasi pakan hijauan 100% dan
27,75 kg. Konversi pakan tersebut tidak
solid fermentasi 2 kg/ekor/hari adalah yang
jauh berbeda dengan penelitian Azmi dan
paling baik diikuti perlakuan B2 40,68, B1
Gunawan (2005) dengan formulasi pakan
41,94 dan A2 53,60. Berarti dengan
pelepah sawit 55%, rumput lapangan 30%
formulasi pakan hijauan 100% dan solid
dan solid 15% terhadap sapi bali jantan
fermentasi
menghasilkan
2
kg/ekor/hari
untuk
konversi
pakan
22,88.
memperoleh peningkatan bobot hidup sapi
Tabel 1. Konsumsi dan konversi pakan lama penggemukan 90 hari Peubah yang diamati
Perlakuan A1
Konsumsi
A2
B1
B2
pakan 19,70
22,51
21,39
28,07
27,75
53,60
41,94
40,68
(kg/ekor/hari) Konversi pakan
Jumlah pakan yang dikonsumsi dipengaruhi
faktor
tebal dinding sel dan akibatnya semakin
diantaranya adalah palatabilitas pakan,
rendah daya cerna dari bahan pakan.
jumlah pakan yang tersedia dan kualitas
Parakkasi (1995) juga menyatakan bahwa
pakan. Pada perlakuan A2 dan B2 lebih
salah satu yang menjadi penentu tingkat
tinggi konsumsi pakannya kemungkinan
konsumsi adalah keseimbangan zat pakan
karena
kasarnya.
dan makna palatabilitas. Selain itu juga
Sedangkan pada perlakuan A1 dan B1 lebih
dipengaruhi oleh faktor ternak seperti bobot
tinggi serat kasarnya. Hal ini sejalan dengan
badan dan umur
Anggorodi (1979) yang menyatakan bahwa
pakan.
lebih
oleh
rendah
beberapa
dalam suatu bahan pakan maka semakin
serat
dan tingkat kecernaan
semakin banyak serat kasar yang terdapat
Pertambahan Bobot Badan Grafik PBBH hasil penimbangan bobot badan awal sapi sampai dengan 90 hari penggemukan disajikan Grafik 1.
190
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Grafik 1. Rataan pertambahan bobot badan sampai umur 90 hari penggemukan.
Berdasarkan
grafik
1
terlihat
kg/ekor/hari.
Hasil
sidik
ragam
bahwa perkembangan ternak sapi Bali pada
menunjukkan bahwa perlakuan A2 berbeda
perlakuan
baik
nyata (P < 0,05) dengan B2 dan perlakuan
dibandingkan dengan perlakuan A2 dan B1.
B1 berbeda nyata (P <0,05) dengan B2,
Hal ini diduga karena palatabilitas ternak
sedangkan perlakuan A2 tidak berbeda
sapi Bali terhadap pakan yang terbuat dari
nyata dengan (P > 0,05) dengan B1,
limbah kelapa sawit cukup baik, sehingga
perlakuan B1 tidak berbeda nyata (P >
akan
0,05) dengan A1 dan perlakuan A1 tidak
A1
dan
B2
cukup
mempengaruhi
tingkat
pertumbuhannya.
berbeda nyata (P > 0,05) dengan B2. Pertambahan bobot badan yang tertinggi
PBBH
sampai
dengan
90
hari
penggemukan disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, PBBH tertinggi di capai pada perlakuan A1 yaitu sebesar 0,71 kg/ekor/hari, kemudian diikuti B2 sebesar 0,70
kg/ekor/hari,
B1
sebesar
terdapat
pada
perlakuan
A1
(0,65
kg/ekor/hari), kemudian perlakuan B2 (0,64 kg/ekor/hari),
perlakuan
B1
(0.46
kg/ekor/hari dan terendah perlakuan A2 (0,39 kg/ekor/hari).
0,51
kg/ekor/hari dan terendah A2 sebesar 0,42
191
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2. Rerata bobot badan awal, bobot badan akhir, dan PPBH sapi Bali selama 90 hari. Perlakuan
Bobot badan awal Bobot badan akhir PBBH (kg/ekor/hari) (kg/ekor) (kg/ekor) A1 147 211 0,71a A2 188 226 0,42b B1 174 220 0,51b B2 225 288 0,70a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Perlakuan
B2
Sebaliknya bobot potong ringan akan
menghasilkan PBBH lebih tinggi dari
menghasilkan bobot karkas yang ringan
perlakuan A2 diduga
sehingga
perlakuan
A1,
fermentasi
pelepah/daun
B1,
dan
karena adanya pada
Berdasarkan
hasil
pengamatan
efisien. karkas
ternak sapi yang diberi pakan limbah
meningkatkan nilai gizi pakan. Hal ini
berupa solid dan pelepah kelapa sawit
sesuai dengan pendapat Sinurat (2003) yang
memiliki karkas yang dapat diklasifikasikan
menyatakan fermentasi dapat meningkatkan
baik
nilai
Analisis ekonomi
lumpur
yang
dan
tidak
akan
gizi
sawit
solid
produksinya
sawit,
seperti
meningkatkan daya cerna bahan kering, energi metabolis, dan daya cerna protein.
Berdasarkan
hasil
analisis
kelayakan ekonomi penggemukan sapi Peningkatan
laju
pertambahan
perlakuan A1 menghasilkan keuntungan
bobot badan harian merupakan upaya utama
ekonomis yang paling tinggi yaitu Rp.
usaha penggemukan untuk mencapai bobot
1.330.000/periode, diikuti perlakuan B2
potong tinggi dalam waktu singkat. Namun
Rp.811.800/periode, selanjutnya perlakuan
demikian, bobot potong terlalu berat tidak
B1 Rp. 603.000/periode dan terendah
menjamin diperolehnya penampilan karkas
perlakuan A2 Rp. 196.000/periode. Hasil
yang diterima dipasaran apabila disertai
analisis ekonomi selengkapnya disajikan
dengan penimbunan lemak subkutan yang
pada Tabel 3.
tebal sebab perlemakan tersebut merupakan bagian yang harus dibuang dan salah satu faktor penentu klasifikasi kualitas daging.
192
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. Kelayakan ekonomi penggemukan sapi bali jantan selama 90 hari Perlakuan
Uraian
A1
A2
B1
B2
Solid fermentasi
180.000
-
180.000
-
Rumput lapangan
630.000
810.000
612.000
792.000
Kons. komersial
-
324.000
-
324.000
-
214.200
277.200
1.134.000
1.006.200
1.393.000
Input: Sapi bakalan (Rp)
Pelepah sawit fermentasi Total pengeluaran 810.000 Output: Penerimaan
2.240.000
1.330.000
1.610.000
2.205.000
Pendapatan/periode
1.330.000
196.000
603.800
811.800
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
[2].
Azmi dan Gunawan. Pemanfaatan Pelapah Kelapa sawit dan Solid untuk pakan sapi Potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.
[3].
Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Kebijakan Pengembangan Sapi Potong di Indonesia. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak – Tanaman: Padi, Sawit, Kakao. (In Press). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
[4].
Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I-W Mathius dan Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Departemen Pertanian bekerjasama dengan PemProp. Bengkulu dan PT. Agricinal.
Limbah kelapa sawit dalam bentuk pelepah dan solid fermentasi dapat digunakan untuk pakan ternak sapi potong.
2.
Produktivitas sapi yang dipelihara untuk penggemukan dapat diperoleh dengan pemberian pakan tambahan dalam bentuk solid fermentasi maupun pelepah dan sawit.
DAFTAR PUSTAKA [1].
Anggorodi, 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
193
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
[5].
Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2005. Departemen Peternakan, FP USU, Medan.
[6].
Luthan, F. 2009. Implementasi Program Integrasi Sapi dengan Tanaman Padi, Sawit dan Kakao di Indonesia. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak – Tanaman: Padi, Sawit, Kakao. (In Press). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
[7].
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI.Press. Jakarta.
[8].
Siahaan, D., Frisda R. Panjaitan, dan A. Purba. 2009. Dukungan Penelitian terhadap Pengembangan Integrasi Kelapa Sawit dengan Ternak Sapi. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak – Tanaman: Padi, Sawit, Kakao. (In Press). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
[9].
Suryana. 2007 . Pengembangan integrasi temak ruminasia pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (l) :35-40. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008.
194
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT (BAHAN PAKAN LOKAL) TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI SAPI ONGOLE JANTAN YANG DIPELIHARA SEMI INTENSIF DI PULAU SUMBA, NUSA TENGARA TIMUR Hendrik H. Marawali BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NUSA TENGGARA TUMUR Fokus : Ketahanan Pangan (Ternak Sapi Ongole) Lokus : Kandang Percobaan Waingapu, sumba Timur Koridor : 5 (Lima) Nusa Tenggara Timur
ABSTRAK Pulau Sumba merupakan satu-satunya wilayah yang diisolasi sejak tahun 1950 untuk pengembangan Sapi Ongole di Indonesia, namun produktivitas ternak di daerah ini masih sangat rendah. Masalah yang dihadapi adalah: (1). Musim kemarau yang panjang (7 – 9) bulan, diikuti defisiensi protein padang rumput pada bulan Juni-Desember setiap tahun, dan (2) Periode penggemukan sapi Ongole ( Pola Petani) membutuhkan waktu 2 – 3 tahun dengan pertambahan bobot badan harian 0,2 -0,4 kg/ekor/hari pada musim hujan dan menurun sekitar 20 % pada musim kemarau. Oleh karena itu, untuk mendukung Program Swasembada Daging Tahun 2014, perlu inovasi teknologi pemanfaatan pakan lokal yang yang disusun dalam bentuk ransum konsentrat yang bertujuan meningkatkan pertambahan bobot badan harian dan meningkatkan nilai jual ternak sapi Ongole. Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Pandawai, Kaupaten Sumba Timur, NTT dari bulan April – Agustus 2012 menggunakan 16 ekor sapi jantan milik petani dengan metoda percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan yaitu : A = Pola petani (tampa konsentrat) Perlakuan B = jerami padi fermentasi adlib + 50 % konsentrat, Perlakuan c = jerami padi fermentasi adlib + 60 % konsentrat dan Perlakuan D = jerami padi fermentasi adlib + 70 % konsentrat. Konsentrat merupakan campuran dari (45 % legum + 30 dedak halus + 12,5 % tongkol jagung + 12,5 % jagung giling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian berturut – turut dari yang tertinggi adalah perlakuan D (70% konsetrat) sebesar 1,11 kg/ekor/hari, diikuti perlakuan C (60 % konsentrat) sebesar 0,82 kg/ekor/hari dan perlakuan B (50% konsentrat) sebesar 0,66 kg/ekor/hari, sedangkan perlakuan A (pola petani) sebesar 0,05 kg/ekor/hari . Hasil analisis usaha menunjukkan bahwa selama 4 bulan penelitian petani mendapat keuntungan antara Rp. 3.000.000,- sampai dengan Rp. 4.000.000,- /ekor/ 4 bulan pemeliharaan. Inovasi teknologi pemberian pakan Jerami padi fermentasi secara adlibitum ditambah konsentrat dari bahan pakan lokal dapat mempersingkat periode penggemukan dan memberikan pertambahan bobot badan harian yang signifikan serta meningkatkan pendapatan petani peternak. Oleh karena itu diharapkan hasil penelitian ini akan mendukung dalam menyusun program peternakan. Kata kunci: produksi , pakan lokal, Sapi Ongole, Pulau Sumba
195
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ABSTRACT Sumba Island is the only region isolated in Indonesia since 1950 for Ongole cattle development. However, productivity of Ongole cattle in this Island is very low. Two main problems have been identified: 1) Long dry season (7 – 9 months) with implication of protein deficiency of pasture land during June – December, and 2) Fattening period for Ongole cattle under traditional management takes 2 – 3 years with daily weight gain for only 0.2 – 0.4 kg/head during rainy season and weight decreased around 20% during dry season. Therefore, to support meet self-sufficient in 2014, it needs innovations of using local forages that designed in the concentrate form to increase cattle daily weight gain and to increase cattle price. The research was conducted in Pandawai Sub-district, East Sumba District, East Nusa Tenggara on April – August 2012 using 16 bulls owned by of farmers’ . The research employs Randomized Block Design (RBD) with four treatments, such as: A = Control (without concentrate as traditional system), B = fermented rice straw adlib + 50 concentrate, C = fermented rice straw adlib + 60% Concentrate, and D = fermented rice straw adlib + 70% concentrate. Concentrate is made from mixed of 45% legume + 30% smooth bran + 12.5% corncob + 12.5% mill feed corn. The research showed that cattle daily weight gain is the highest for the treatment D (70% concentrate) of 1.11 kg/head, and followed with treatment C (60% concentrate) of 0.82 kg/head, and B (50% concentrate) of 0.66 kg/head; whilst A (without concentrate) cattle gain weight for only 0,05 kg/head.0Based on economic analysis, farmers received around IDR 3 million – 4 million for 4 month during research/fattening period. Fermented rice straw innovation as adlibitum plus concentrate from local forages has shortening fattening period, significantly increase cattle weight gain and increases income of cattle holders. It hoped that the research’ findings contributes to the government program of meet self-sufficient.
Key words: production , local forage, Ongole cattle, Sumba Island . atau populasi sapi Ongole di Sumba hanya sekitar 12% dari populasi sapi bali di
PENDAHULUAN
Timor.
PENDAHULUAN Pulau Sumba
merupakan
Sumba Timur sebagai salah satu di
salah satu pulau yang berada di wilayah
antara 4 (empat) Kabupten di pulau Sumba
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),
memiliki komoditas unggulan daerah antara
sejak tahun 1950 telah ditetapkan sebagai
lain Sapi Sumba Ongole dan jagung (Tim
satu-satunya
untuk
PRA, 2005). Masalah yang dihadapi dalam
pengembangan Sapi Ongole di Indonesia,
usaha penggemukan sapi Ongole adalah
namun
kekurangan pakan pada
wilayah
kenyataannya
khusus
perkembangan
musim kemarau
populasi ternak sapi di daerah ini masih
yang panjang (7 – 9) bulan/tahun dengan
sangat
curah hujan yang relatif rendah ≤ 1500 mm/
rendah
yaitu
51.353
ekor
dibandingkan dengan populasi sapi Bali di
tahun.
Timor sebanyak 441.453 ekor (BPS,2009)
(1994)
Hasil penelitian Bamualim, dkk. menunjukkan
bahwa
periode
196
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
defisiensi protein padang rumput alam yang
melimpah
pada
terjadi selama bulan Juni sampai dengan
dimanfaatkan.
musim
hujan
belum
Desember setiap tahunnya yang bertepatan
Tongkol jagung merupakan limbah
dengan musim kemarau di NTT, terutama
pertanian yang belum dimanfaatkan dan
di Sumba dan Timor. Masalah lain, dan
ketersediaannya
umumnya dilakukan petani adalah periode
berlimpah. Hasil penelitian Mariyono, dkk
penggemukan ternak sapi antara 3 – 4 tahun
(2004) menunjukkan bahwa kandungan
untuk siap dipasarkan
tumpi jagung fermentasi
Potensi pakan lokal sperti jerami padi sawah mencapai
6,5 ton/Ha
cukup
kontinyu
dan
lebih baik
dibandingkan dengan rumput gajah dan jerami padi. Pemberian tumpi jagung
(Marawali, 2006). Penggunaan jerami padi
fernentasi merupakan bahan pakan
yang
hanya mampu dikonsumsi oleh ternak 2%
disukai (palatabel) ternak sapi potong.
dari bobot badan. Untuk meningkatkan
Dedak merupakan limbah industri
pemanfaatan jerami padi dapat dilakukan
penggilingan padi yang tersedia di Pulau
dengan
suplemen
Sumba yang belum dimanfaatkan sebagai
maupun
pakan ternak ruminansia. Oleh karena itu
fermentasi
menggunakan
maupun
konsentrat
leguminosa
dalam penelitian ini kedua sumber pakan
Agar kandungan nutrisi ransum
tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan
meningkat dengan pakan basal jerami padi,
konsentrat
maka
peningkatan
perlu
Menurut
ditambahkan
Ngadiyono
konsentrat.
(2008)
dalam
mendukung
produktivitas
upaya
ternak
Sapi
banyak
Sumba Onggole melalui pemberian pakan
sedikitnya konsentrat yang ditambahkan
konsentrat pada pola pemeliharaan semi
akan mempengaruhi produktvitas ternak
intensif.
sapi. Konsekuensi penambahan konsentrat
Mendukung
dalam ransum sapi dengan pakan basal
Pangan
jerami padi adalah biaya pakan akan
swasemba daging sapi dan kerbau ( PSDK)
meningkat (Mulyadi, dkk. 2009), oleh
tahun 2014 perlu
karena itu prlu dipilih bahan pakan
pakan lokal yang tersedia (jerami padi,
konsentrat dari bahan lokal yang murah dan
tongkol jagung, legum) dan sumber pakan
tersedia seperti dedak, daun gamal, tongkol
lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan
jagung dan jagung. Harga dedak
padi
pertambahan bobot badan, meningkatkan
murah, daun gamal selain dari
nilai jual dan meningkatkan pendapatan
relatif
kandungan
protein
yang
tinggi
juga
Nasional
Program Ketahanan khususnya
Program
innovasi pemanfaatan
petani dari ternak sapi Ongole.
197
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kandang yang satu dengan ternak di
MATERI DAN METODA Penelitian
ini
dilakukan
pada
kandang percobaan Waingapu, BPTP Nusa
kandang sebelahnya. Jerami padi
dikumpul dari petani,
Tenggara Timur, Kabupaten Sumba Timur
kemudian difermentasi selama dua minggu
(untuk perlakuan C, D, dan D) dan
dan sebagai fermentornya menggunakan
kandang
(untuk
urea dan starbio, dimana setiap 1 ton jerami
kontrol/perlakuan A). Penelitian perlakuan
padi menggunakan 2,5 kg urea + 2,5 kg
dari bulan April – Agustus
starbio dicampur dalam air lalu dipercik
kelompok
berlangsung 2012,
dengan
tani
jumlah
ternak
yang
pada setiap 100 kg jerami dan seterusnya.
digunakan sebanyak 16 ekor sapi sumba
Daun gamal
dipotong dari
ongole jantan umur 2,5 – 3 tahun. Ternak
pohon, dikeringkan lalu digiling, sedang
sapi dikumpul dari beberapa petani atau
tongkol jagung dikumpul lalu difermentasi
kelompok tani, ditempatkan dalam kandang
seperti jerami padi. Bahan pakan konsentrat
individual yang dilengkapi dengan tempat
merupakan campuran dari bahan pakan
pakan masing – masing satu kotak untuk
lokal, dengan komposisi ( 45% daun gamal
jerami fermentasi dan satu kotak untuk
kering giling+ 30% dedak halus + 12,5%
pakan konsentrat sesuai perlakuan dan
tongkol jagung fermentasi + 12,5% jagung
setiap ekor dilengkapi dengan ember untuk
giling). Komposisi ini dihitung berdasarkan
air minum. Konstruksi kandang
kebutuhan
dibuat
Nutrisi
untuk
pertumbuhan
sedemikian rupa sehingga pakan dan air
ternak sapi Sumba ongole. Jumlah ransum
minum hanya untuk ternak di kandang
yang diberikan didasarkan atas kebutuhan
tersebut dan untuk menghindari adanya
bahan kering (BK) ransum yakni 2,5 % dari
pencampuran sisa pakan antara ternak di
bobot badan.
Penelitian ini menggunakan metoda percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan yaitu : Perlakuan A
=
Ikat pindah (Pola Petani)/kandang kelompok/tanpa konsentrat
Perlakuan B
= jerami padi fermentasi adlib + 50 % konsentrat
Perlakuan C
=
Perlakuan D
jerami padi fermentasi adlib + 60 % konsentrat jerami padi fermentasi adlib + 70 % konsentrat
198
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Rancangan yang digunakan adalah rancangan
acak
kelompok
(RAK),
4
nilai konsumsi . Rataan konsumsi jerami feremntasi
pada perlakuan
B. C, dan D
perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan
masing –masing adalah 5,37; 5,48 dan 5,60,
level pakan konsentrat dan ulangan adalah
sedangkan konsusi konsentrat masing –
ternak. .
masing adalah 3,16; 3,82 dan 3,95 tidak
Data yang terkumpul dianalisis
berbeda nyata antara perlakuan (2,5 kg dari
menggunakan analisis Diskriptif dan
Bobot Badan), sedangkan pada perlakuan A
analisis finansial berdasarkan penerimaan
(pola petani) tidak dilakukan pengukuran.
dan biaya riil yang dikeluarkan selama
Maynard dan Loosli, (1969) menyatakan
penelitian.
bahwa konsumsi protein dan energi yang lebih
tinggi
akan
menghasilkan
pertumbuhan yang lebih cepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi
merupakan
aspek
Perubahan bobot badan Rataan pertambahan
penting untuk mengevaluasi nilai nutrisi bahan pakan Ngadiyono (1995). Variasi produksi ternak dipengaruhi oleh pakan, sedangkan pengaruh pakan tergantung pada
bobot
badan harian (PBBH) sapi Sumba Ongole (SO) selama 4 (empat) bulan
perlakuan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Perubahan Bobot Badan Sapi Ongole Perlakuan A = Kontrol (Pola Petani) B =Jerami fermentasi adlit + 50% Konsentrat C =Jerami fermentasi adlit + 60% Konsentrat B =Jerami fermentasi adlit + 70% Konsentrat Sumber : Data Primer 2012
BB Awal (Kg/ekr/hr) 245,75 256,50
BB Akhir (Kg/ekr/hr) 248,75 321,25
PBB (Kg/ekr/hr) 0,05 0,66
257,50
337,50
0,82
260,00
368,50
1,11
sebesar 1,11 kg/ekor/hari
lebih tinggi
Hasil analisis statistik menunjukkan
dibandingkan dengan perlakuan lain, yaitu
bahawa adanya perbedaan yang nyata
pada perlakuan C, B, dan A, masing –
diantara (P < 0,5). Rataan pertambahan
masing sebesar
bobot badan harian pada perlakuan D
kg/ekor/hari. Hasil penelitian ini (perlakuan
(jerami fermentasi + 70 % konsentrat)
B, C, dan D) lebih tinggi dari hasil
0,82; 0,66; dan 0,05
199
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Perubahan bobot badan selama 4
penelitian Marawali dkk (2009) sebesar 0,6 kg/ekor/hari.
Perbedan
ini
mungkin
bulan
perlakuan
pada
masing-masing
disebabkan karena adanya kemampuan
perlakuan seperti terlihat pada grafik
konsumsi
perubahan
bahan
kering
pakan
dan
bobot
badan
setiap
kemampuan beradaptasi terhadap pakan
peninmbangan 2 (dua) minggu sekali
yang tersedia. Preston dan willis 1974
(Grafik 1).
dalam
Ngadiyono
(1995)
bahwa
pertumbuhan
menyatakan
tergantung
keadaan lingkungan, terutama faktor pakan dan interaksinya. Lebih lanjut dikatakan bahwa Sapi Sumba Ongole merupakan sapi yang masak lambat dibandingkan BX dan ACC, sehingga dengan pemberian pakan konsentrat tinggi selama penggemukan masih
menunjukkan
adanya
Adanya
pada
laju
pertumbuhan yang cenderung meningkat disamping memanfaatkan pakan secara baik
perbedaan
perubuhan
bobot badan yang nyata berbeda
karena
konsumsi jerami dan konsentrat karena adanya
kandungan protein yang lebih
cukup untuk pertumbuhan dengan perlakuan
dibandingkan
pola petani . Hal ini
disebabkan karena adanya peretumbuhan konpensasi yang menurut Tilman et al (1984) terjadi dalam waktu 2-3 bulan ketika adanya perbaikan makanan.
dan efisien.
200
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Analisis pendapatan dari penelitian Perubahan bobot badan neingkat
ini (Tabel 2)
menunjukkan adanya
dari penimbangan bobot badan awal sampai
pendapatan
dengan akhhir penelitian, kecuali pada
perlakuan
pada minggu kesepuluh
(penimbangan
berkisar anatara Rp. 3.000.000,- sampai Rp.
kelima) mengalami penurunan bobot badan
4.000.000,- untuk perlakuan B, C dan D,
pada perlakuan C dan perlakuan D. Hal ini
diabndingkan perlakuan A (pola petani).
terjadi karena pada minggu tersebut terjadi
Pendapatan ini merupakan nilai tambah
kekurangan air minum karena putusnya
bagi petani dan menjadi acuan bagi mitra
pipa air akibat dicuri oarang yang tidak
usaha yang ingin menanamkan modalnya
bertanggungjawab.
untuk pengembangan usaha penggemukan
yang
bervariasi
pada
4
yaitu rata –rata pendapatan
sapi Sumba Ongole karena secara finansial
Analisa finansial
layak dan menguntungkan.
Tabel 1.
Rata-rata pendapatan usaha Sapi Sumba Ongole yang mendapat konsentrat Pola Petani poscourum
Uraian
1. Biaya Produksi - Pembelian sapi
Pelakuan Jerami Jerami fermentasi + fermentasi 50% Konsent + 60% Konsent
Jerami fermentasi + 70% Konsent
3.500.000
3.500.000
3.500.000
3.500.000
150.000
480.000
530.000
580.000
- Kandang 45.000 - peralatan 65.000 - Obat & vaksin 40.000 - Tenaga kerja 50.000 Total Biaya (1) 3.865.000 2. Penerimaan Penjualan sapi 4.050.000 3. Pendapatan (2- 1) 185.000 1,05 4. R/C ratio Sumber: Data primer tahun 2012
45.000 65.000 65.000 40.000 4.195.000
45.000 65.000 65.000 40.000 4.245.000
45.000 65.000 65.000 40.000 4.295.000
7.500.000 3.350.000 1,79
7.800.000 3.600.000 1,84
8.350.000 4.100.000 1,94
-
Pakan
Tabel 2 menunjukkan
bahwa
pertanian
yang
difermentasi
dengan
semua perlakuan memberikan nilai B/C
fermentor yang tersedia dan menyediakan
ratio >1. Hal ini
legum pada musim hujan atau petani
apabila
membuktikan bahwa
petani memanfaatkan limbah
menanam
legum
yang
diintegrasikan
201
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dengan
tanaman menguntungkan bagi
petani. panjang dan bahkan multi years. Pola sinergi terutama dalam hal program dan
HASIL INVENSI Perlu ada kerjasama dan koordinasi dengan pengambil kebijakan , penyuluh dan kelompok
tani,
dalam
upaya
pola
pengembangan peternakan di NTT masih didominasi
oleh
sistem
pemeliharaan
kelembagaan melalui kegiatan ristek perlu dilanjutkan dan melibatkan stekeholders diluar lembaga Badan Litbang Pertanian . Bahkan pola ini juga dapat menjadi contoh bagi institusi lain di Nusa Tengara Timur Demonstrasi
ektensif tradisional menuju ke pola Semi Intensif,
maka
paakan
yang
cukup
melimpah pada musim hujan, termasuk leguminosa perlu dikelola untuk memenuhi defisitpada
musim
hujan
perlu
menyediakan pakan untuk pakan dimusim kemarau. Komposisi pakan yang berimbang dapat meningkatkan bobot badan ternak sapi Sumba Ongole serta meningkatkan nilai jual ternak sapi dengan masa paron yang lebih pendek (4 bulan) dan sangat prospektif bagi upaya penggemukan ternak. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh petani,
karena
kegiatan
ini
tidak
membutuhkan biaya tinggi dan sesuai dengan tantangan yang dialami petani, yaitu makin terbatasnya lahan
yang menjadi
sumber pakan yang berkualitas pada musim kemarau.
Petani
umumnya
kecenderungan mengimplementasikan inovasi
ada untuk
teknologi
pendampingan
teknologi
teknologi
dan
merupakan
metode diseminasi yang akan mempercepat adopsi teknologi. Oleh karena itu maka dari hasil penelitian ini
direkomendasikan
sebagai beriut: 1. Kepada petani dan kelompok tani agar dapat
memanfaatkan
limbah
pertanian
(jerami padi, tongkol jagung) dan limbah pertanian lainnya yang tersedia di lokasi petani untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak (sapi, kerbau dan kambing) dan sebelum diberikan pada ternak sebaiknya dilakukan fermentasi selama ± 2 minggu dengan fermetornya masing-masing 2,5 % urea + 2,5 starbio/stardek untuk fermentasi 1 ton limbah, sedangkan daun gamal dan legume
lainnya
dapat
disiapkan
atau
dikeringkan selama 4 – 5 hari lalu digiling dan disimpan untuk kebutuhan pakan pada musim kemarau yang panjang
yang dianjurkan setelah petani melihat hasil yang nyata dari perlakukan. Pendampingan Program dan kegiatan Ristek ini perlu dilanjutkan dengan waktu yang lebih
Kepada pemerintah Daerah maupun Daerah penelitian ini kiranya dijadikan acuan untuk menyusun Program 4 (empat ) tekat Program Gubernur Propinsi Nusa
202
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tenggara Timur dimana salah satunya
Kementerian
Pertanian
dengan
adalah kembalikan Nusa Tenggara Timur
Kementerian Riset dan Teknologi, melalui
sebagai Gudang Ternak, disamping itu
Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti
mendukung Program pemerintah Pusat
dan Perekayasa Tahun 2012. Oleh karena
(Kementerian Pertanian) yaitu Program
itu pada kesempatan ini patut kami
Swasembada Daging Sapi dan Kerbau
sampaikan ucapan terima
tahun 2012 untuk mengurangi pasokan
sebesar- besarnya kepada Kementerian
daging dari luar Negeri seperti Australia
Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
kasih yang
dan Negara lainnya. DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dismpulkan bahwa Jerami padi fermentasi yang diberikan secara ad libitum ditambah konsentrat (daun gamal,
tongkol jagung,
dedak dan jagung giling) adalah bahan pakan lokal potensial untuk mempercepat pertambahan bobot badan harian ternak sapi Sumba
Ongole
pendapatan
dan
petani
meningkatkan dengan
peride
penggemukan 4 – 5 bulan. Penggunaan
jerami
padi
yang
difermentasi ditambah konsentrat telah meningkatkan bobot badan ternak Sapi Ongole
dari
perlakuan)
0,05
kg/ekor/hari
menjadi
(tanpa
0,66-1,11
kg/ekor/hari(dengan perlakuan
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dilakukan atas kerja sama
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian Nusa Tenggara Timur, Balai Besar
Pengkajian
Pertanian,
Badan
dan
Pengembangan
Litbang
BPS. 2010. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka, Badan Statistik Provinsi NTT tahun 2010 . Bamualim. A., A. Saleh, P. Th. Fernandez dan C. Liem. 1994. Produksi dan Kualitas Hijauan Rumput Alam Sebagai Makanan Ternak Sapi di Nusa Tenggara. CHAPS Book A, Final Seminar of the Cattle Health and Productivity Survey (CHAPS) held at the Disease Investigation Centre, DenpasarBali, May 15 – 17, 1994 Gadiyono, N,. A. Agus dan U. Supriyana. 2008. Kinerja Produksi sapi peranakan ongole jantan dengan pemberian dua konsentrat yang berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 33(4):282289. Gadiyono, N, 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas sross, dan Autralian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Program Psca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Marawali, H. H., dan E. Y. hosing, 2006. Potensi limbah pertanian sebagai bahan pakan ternak dalam
Pertanian,
203
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
usahatani lahan kering di kabupaten Sumba Timur. Marawali.H.H., L.K. Gega dan J. Triastono. 2009. Perbaikan pakan untuk penggemukan sapi sumba Ongole untuk mendukung Primatani Sumba Timur. Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Inovasi di Perdesaan, Bogor 15-16 Oktober 2009 Mariyono, Uum Mariyasih, Y. N. Anggraeny dan Muhammad Zulbardi. Pengaruh subsitusi konsentrat komersial dengan tumpi jagung terhadap performans sapi Bunting Muda. Proseding Seminar Nasional. Telnologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 4 – 5 Agustus 2004. Maynard, L. A. dan J. K. Loosli. 1969. Animal Nutrition. 6 th ed. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd, New Delhi. 614 p. Muyadi, A.S Wulandari, E. Purbowati, E. Rianto, Soeparno dan A. Purnomoadi. 2009. Produktifitas dan Perubahan Komposisi tubuh sapi Peranakan Ongoloe yang diberi pakan jerami padi Terunisasi dan level konsentrat yang berbeda. PRA. 2005. Studi dan Identifikasi Kebutuhan Inovasi dalam Kegiatan Prima tani di Desa Kambata Tana. Tim Peneliti BPTP NTTT, Tim Pakar dan Tim Kabupaten Sumba Timur Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Rksohardiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kedua.
Gadjah
Mada
University
Press. Yogyakarta.
204
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
STRATEGI PERKEMBANG BIAKAN DENGAN PEMANFAATAN JERAMI DAN PENAMBAHAN KONSENTRAT PADA SAPI BALI** (BREEDING STRATEGY WITH THE USED OF PADDY STRAW AS A FORAGE AND FEED SUPPLEMENTATION OF BALI CATTLE**) Adji S Dradjat#, Uhud Abdullah*, Rina Andriati+. Lab. Reproduksi ternak#, Nutrisi dan makanan ternak* dan Ternak potong+ Fakultas Peternakan, Universitas Mataram. Jl Majapahit Mataram 83125
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi pakan berbasis jerami padi untuk memenuhi kebutuhan perkembang biakan pada sapi Bali setelah dikawini hingga melahirkan yang berlangsung sembilan bulan. Diharapkan dengan penggunaan jerami fermentasi sebagai pakan dasar, pemeliharaan murah dapat dicapai dan industry perkembang biakan sapi dapat berkembang. Penelitian ini terdiri dari empat perlakukan yaitu: Perlakuan I, menggunakan mikroba Ragi tape (Harum manis NKL, Solo), Ragi tape sebanyak 25 butir digerus halus dicampur dengan 50 liter air kelapa. Perlakuan II, menggunakan mikroba Tumbuh Microbiotic (Pt Essicipta Lestari Jakarta), Mikroorganisme Tumbuh sebanyak 0,5 liter dicampurkan pada 50 liter air kelapa ditambah 1 kg Urea. Perlakuan III, menggunakan mikroba EM4 (Pt Songgolangit Persada/ SLP), EM4 sebanyak 200 ml dicampurkan pada 50 liter air kelapa. Perlakuan IV, menggunakan kombinasi mikroba Ragi tape + EM4. 12 butir ragi tape digerus halus dan 200ml EM4 dimasukkan ke 50 liter air kelapa. Pembiakan mikroorganisme tersebut dikembangkan pada media air kelapa selama 2 hari, berikutnya disemprotkan pada jerami kering. Lima ekor sapi Bali betina dewasa diberi makan jerami fermentasi secara ad libitum menggunakan rancangan penelitian beralih. Sapi sapi tersebut disamping diberi makan jerami fermentasi, juga diberi supplemen pakansebanyak 200 gr per hari. Suplemen pakan (AMGKFml-Dedak) tersebut terdiri dari 1 kg Ajitein (limbah Ajinomoto), 2 kg mineral (Ultramineral, Eka farma Semarang), 3 kg garam dapur, 4 kg kalsium, 20 kg Fermented Mother Liquor (FML, limbah Ajinomoto) dan 50 kg dedak dicampur hingga rata sebelum diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan sapi (rata-rata ± SD) betina dewasa, yang diberi jerami fermentasi dengan ragi tape, berat badannya meningkat 4,17 kg/minggu atau 0,59 kg/hari, dengan microorganism Tumbuh berat badannya turun 0,83±1,18 kg/ minggu atau 0,12±0,17 kg/ hari, dengan microorganism EM4 berat badannya meningkat sebesar 2.50 ±1,18 kg per minggu atau 0.35±0,17 kg per hari, dan kombinasi ragi tape dan EM4 berat badan sapi turun 12.00 ± 15.02 kg per minggu atau turun 1.17 ± 2.15 kg per hari. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk kebutuhan perkembang biakan selama bunting ragi tape dan EM4 dapat digunakan untuk fermentasi jerami menggunakan media air kelapa dengan pakan tambahan berupa konsentrat 200 gr per hari. Penelitian lebih lanjut disarankan untuk meneliti pakan untuk kebutuhan setelah melahirkan, menyusui hingga bunting kembali dengan pakan dasar jerami padi dan pakan tambahan. Kata kuci: pakan, jerami, perkembang biakan, sapi Bali.
205
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ABSTRACT The aim of this study was to evaluate feeding strategy based on fermented paddy straw to meet nutrition need for breeding cows following estrus and mating throughout pregnancy which last for 9 months. It was speculated that by fedding fermented paddy straw as base feeding, it may reach cheap feeding and may developed cattle breeding industries. This study of paddy straw fermentation consists of four treatments such as: Treatment 1, the use of Ragi tape (Harum manis NKL, Solo), Ragi tape of 25 bolus were ground smoothly and mixed with 50 liter coconut water. Treatment 2, using Mikroorganisme Tumbuh (Pt Essicipta Lestari Jakarta), Microorganism Tumbuh of 0,5 liter mixed with 50 liter coconut water and mixed with 1 kg of Urea. Treatment 3, the use of Effektif mikroba EM4 (Pt Songgolangit Persada/ SLP), EM4 as much of 200ml mixed with 50 liter of coconut water. Treatment 4, the use of combination of ragi tape and EM4, 12 boluses of ragi tape were ground smoothly and 200 ml EM4 were added and mixed in 50 liter coconut water. The solutions were incubated for 2 days, then they were sprayed into dried straw. Five Bali cows were treated with fermented paddy straw ad libitum in four treatments by using cross over design. Beside given fermented paddy straw, the cows were supplemented with of 200 gram concentrate per day. The feed supplement consist of 1 kg Ajitein (Ajinomoto waste product), 2 kg mineral, 3 kg salt, 4 kg calcium, 20 kg Fermented Mother Liquor (FML, Ajinomoto waste product) and 50 kg rice bran (AMGKFml-Dedak) mixed them well before fed to the cows. The results of the research showed that (average ± SD) body weight of cows fed with fermented paddy straw increase 4,17 kg per week or 0,59 kg per day. The cows fed with fermented paddy straw using microorganism Tumbuh their body weight decrease 0,83±1,18 kg per week or 0,12±0,17 kg per day. The cows which fed with fermented paddy straw with microorganism EM4 their body weight increase 2.50 ±1,18 kg per week or 0.35± 0,17 kg per day and the cows fed paddy straw fermented with combination of Ragi tape and EM4 decrease their body weight of 12.00 ± 15.02 kg per weeks or 1.17 ± 2.15 kg per day. From the results, it can be concluded that Ragi tape and EM4 can be used for fermentation paddy straw for cows forage with concentrate supplementation of 200 gram per head per day during matting to calving. Future research need to be studied on the used of fermented paddy straw as basal feeding with supplementation following delivery calf, milking to oestrus and pregnancy. Key words: forage, paddy straw, breeding, Bali cattle.
dengan produksi jerami kering sebanyak 45 ton per hektar(6), sehingga diperkirakan
PENDAHULUAN Kebiasaan petani membakar jerami setelah panen(1), menghasilkan asap yang
NTB dapat menghasilkan 1.497.136 –
menyebabkan polusi dan juga berkontribusi
1.861.420 ton jerami padi kering dalam satu
sebagai penyebab pemanasan global(2,3,4),
kali panen. Sawah di NTB bisa panen 1
pembakaran jerami padi juga terjadi di
hingga 3 kali per tahun, tergantung
(5)
negara besar seperti di Amerika serikat .
ketersediaan air.
Propinsi NTB mempunyai sawah seluas
Propinsi NTB telah ditetapkan
374.284 ha (NTB dalam angka 2011),
sebagai bumi sejuta sapi (NTB-BSS) untuk
206
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menjadi sumber bibit sapi Bali Nasional,
fermentasi
akan tetapi pertumbuhan populasi sapi
selama bunting yaitu selama 9 bulan, untuk
relative lambat. Peningkatan populasi yang
mengisi unsur nutrisi yang kurang pada
lambat
ini
merupakan
alternatif
pakan
kemungkinan
karena
pola
jerami, maka diperlukan pakan tambahan.
tradisional
dengan
cara
Sedangkan setelah melahirkan, sapi betina
menyabit rumput peternak hanya mampu
memerlukan kualitas pakan yang lebih
ekor(7).
tinggi yaitu dengan pemberian jerami padi
Keterbatasan kapasitas pemeliharaan ini
ditambah dengan konsentrat dan pakan
disebabkan karena kemampuan memberi
tambahan minimal dua kali lebih besar
makan sapi sehingga pemeliharaan menjadi
dibanding pada masa bunting.
pemeliharaan
memelihara
satu
hingga
dua
tidak efisien, bahkan beberapa peternak
Jerami padi tersedia dalam jumlah
tidak mempunyai sapi jantan. Peternak
besar setiap panen padi, didapat dengan
yang
jantan
gratis, namun kelemahan jerami padi
menyebabkan interaksi jantan betina dalam
adalah, bahwa jerami padi mempunyai
menunjukkan tingkah laku birahi tidak
palatabilitas rendah, digestibilitas rendah
muncul, akibatnya sapi menunjukkan tanda
dan protein rendah(5,8). Sapi umumnya
anestrus dan atau silent estrus, birahi yang
menolak makan jerami tanpa diolah dan
tidak terdeteksi. Akhirnya sapi lama tidak
jerami padi juga mengandung bahan yang
kawin,
tidak
tidak
lama
mempunyai
tidak
sapi
bunting
yang
tercerna
(indigestible
menyebabkan peningkatan populasi yang
seperti lignin, cellulose
lambat.
Sementara menunjukkan
tahun maka peternak harus mempunyai sapi
meningkatkan
disamping
pemeliharaan
itu
kapasitas
ditingkatkan
dengan
bahwa
dan silica(5,8). penelitian
fermentasi
palatabilitas
digestibilitas jerami padi tersebut,
materials)
hasil-hasil
Agar sapi dapat beranak satu setiap
jantan,
(6,8)
dapat
dapat dan
(6,9,10)
. Dari uraian
disimpulkan
bahwa
penggunaan pakan alternatif yang murah
peningkatan palatabilitas dan kenaikan
dan tersedia dalam jumlah besar. Agar sapi
berat badan sapi betina perlu dipelajari(5,8).
betina dapat beranak satu per tahun, sapi
Dengan spekulasi bahwa fermentasi dapat
betina bunting 9 bulan dan kosong setelah
digunakan untuk meningkatkan palatabilitas
melahirkan selama 3 bulan. Sapi betina
jerami
untuk keperluan perkembang biakan tidak
tambanhan
memerlukan pakan yang berkualitas tinggi
kebutuhan yang melebihi kebutuhan untuk
kecuali setelah melahirkan dan menyusui
maintenance. Pemanfaatan jerami padi
hingga
untuk pakan sapi memenuhi persyaratan
bunting kembali.
Jerami
padi
padi
dan akan
bila dapat
diberi
pakan
memenuhi
207
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
yaitu murah atau gratis, tersedia dalam
dengan air minum yang tersedia setiap
jumlah besar, terbarukan dalam waktu 4
waktu. Untuk memudahkan aktifitas makan
bulan. Jika jerami padi dapat digunakan
dan minum pada malam hari digunakan
sebagai pakan dasar untuk sapi betina tidak
penerangan menggunakan listrik.
harus meningkatkan berat badan, maka
Tiga macam mikroorganisme yang
peternak akan mengumpulkan jerami padi
ada di pasaran digunakan dalam penelitian
dan jerami tidak akan dibakar lagi.
ini yaitu; yang pertama Ragi Tape (tape
Oleh karena itu tujuan penelitian ini
yeast) Harum Manis, Produksi Na Kok
adalah mengembangkan cara yang mudah
Liong (NKL) Solo. Kedua, Microbiotic
fermentasi
Tumbuh (Pt Essicipta Lestari Jakarta) dan
jerami
meningkatkan
padi
yang
palatabilitas
dapat dan
yang
terakhir
Microbe
of
EM4
(Pt
digestibilitas, sehinga jerami padi dapat
Songgolangit Persada/ SLP). Perlakuan
digunakan sebagai pakan dasar untuk
pertama yaitu 25 butir ragi tape (yeast)
kebutuhan
dengan
digerus
Tujuan
kedalam air kelapa 50 lt air kelapa, mikroba
penelitian ini tidak semata mata untuk
ragi tape dibiarkan tumbuh pada air kelapa
meningkatkan berat badan akan tetapi untuk
selama
memenuhi kebutuhan sapi betina dewasa
disemprotkan pada pada jerami padi yang
untuk keperluan perkembang biakan setelah
kering dengan perbandingan setiap satu liter
bunting hingga melahirkan.
digunakan untuk 10 kg jerami padi.
memberikan
maintenance pakan
tambahan.
halus,
2
hari
kemudian
(Table
dimasukkan
1),
kemudian
Perlakuan kedua yaitu microbiotik Tumbuh MATERI DAN METODA
yang berisi 8 strains Bacillus sp digunakan
Lima ekor sapi Bali betina dewasa
(Tabel 1), dengan mencampur 50 lt air
dan dalam keadaan sehat digunakan dalam
kelapa dengan 0,5 liter microbiotic tumbuh,
penelitian ini, dengan (rata2 ± SD) hasil
dan diberi tambahan 1 kg urea sesuai
pemeriksaan pulsus 57.2 ± 0.98/ menit,
rekomendasi
temperatur rektal 38.12 ± 0.20°C dan
selama 2 hari kemudian digunakan untuk
frekuensi napas 23.4 ± 4.08/ menit. Sapi
fermentasi jerami setiap 1 lt digunakan
sapi tersebut dengan rata-rata berat badan
untuk menyemprot 10 kg jerami kering.
195 ± 14.14 kg, dengan kisaran 175 sampai
Perlakuan
205 kg. Sapi-sapi tersebut dipelihara di
mecampurkan 200 ml Effektif microba
kandang ditempatkan secara berderet dan
(EM4) pada 50 liter air kelapa, dibiarkan
diberi makan jerami fermentasi pada pagi
dua
hari
distributor
ketiga
kemudian
dan
yaitu
setiap
dibiarkan
dengan,
liternya
dan sore secara berlebih (ad libitum)
208
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
digunakan untuk menyemprot 10 kg jerami
padi.
Tabel 1. Perlakuan, mikroba dan bahan yang digunakan untuk fermentasi jerami. No
1 2 3 4 5
Komponen
Perlakuan penggunaan mikroba untuk fermentasi 1. Ragi tape 2. Tumbuh 3. EM4 4. Ragi tape Microbiotic dan EM4 Ragi tape 25 butir 12 butir Mikrobiotik Tumbuh 0,5 lt Efektif Mikroba (EM4) 200 ml 100 ml Urea 1 kg* Air kelapa 50 lt 50 lt 50 lt 50 lt *Rekomendasi distributor Mikrobiotik Tumbuh
Jerami padi dikumpulkan setelah
berlebih dan pakan konsentrat tambahan
panen, disimpan dengan cara ditempatkan 8
sebanyak 200 gr per hari. Pakan tambahan
cm diatas lantai gudang, dijauhkan dari air
(AMGKFml-Dedak) terdiri dari 50 kg
dan kelembaban. Fermentasi dilakukan
dedak padi, 20 kg cairan Fermented Mother
dengan meletakkan jerami pada tumpukan
Liquor (FML, limbah Ajinomoto),
lapisan jerami kira-kira 15 cm kemudian
kalsium, 3 kg garam dapur, 2 kg mineral, 1
disemprot dengan mikroba yang telah
kg Ajitein (Limbah Ajinomoto) seperti pada
dikembangkan, pada air kelapa, satu liter
(Table 2), berikutnya dicampur hingga rata,
mikroba yang telah tumbuh pada air kelapa
siap diberikan pada sapi. Komposisi Ultra-
disemprotkan pada 10 kg jerami padi,
mineral, (Eka farma Semarang) terdiri dari
selanjutnya dibuat lapisan jerami dan
Calsium carbonat 50%, Phosphor 25%,
difermentasi, demikian seterusnya sehingga
Manganese 0.35%, Iodine 0.20%, Kalium
jerami yang telah di fermentasi jumlahnya
0.10%, Cuprum 0.15%, Sodium chloride
banyak. Jerami padi yang telah difermentasi
23.05%, Iron 0.80%, Zinc 0.20% and
siap diberikan untuk pakan sapi.
Magnesium
4 kg
0.15%
Penelitian ini dilakukan dengan menimbang berat badan sapi setiap minggu yang diberi pakan jerami fermentasi secara
209
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2. Komponen bahan penyusun pakan tambahan AMGKFml-Dedak. No 1 2 3 4 5 6
Material
Berat (kg) 50 20 4 3 2 1
Dedak (bahan lokal) FML (Fermented Mother Liquor, limbah Ajinomoto) Kalsium (bahan lokal) Garam dapur (bahan lokal) Mineral (Ultra-mineral, Eka farma Semarang) Ajitein (limbah Ajinomoto) Berat keseluruhan
Sapi
ditimbang
80
menggunakan
mempunyai kadar protein sebesar 12-
timbangan digital (Excellent scale, Bengkel
14%(10).
bubut Boma. Jakarta Timur) setiap minggu
digestibilitasnya rendah, jerami padi juga
selama perlakuan. Data berat badan sapi
mempunyai retention rate yang rendah, dan
diplotkan
menyebabkan
pada
kecenderungan penurunan
grafik
untuk
kenaikan,
berat
melihat
tetap
badan.
atau
Kemampuan
Sebagai
tambahan
rendahnya
disamping
fermentasi
propionate pada rumen(3,8,10,14). Penelitian sebelumnya
mikroba meningkatkan palatabilitas jerami
fermentasi
padi dilihat dari berat badannya.
bakteri
menunjukkan jerami
padi
mempunyai
bahwa
menggunakan
potensi
untuk
menjadikan jerami padi kering sebagai pakan sapi(8,10,13).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
menunjukkan
Karena kondisi jerami tersebut,
bahwa jerami padi mempunyai palatabilitas
maka pemberian jerami sabagai pakan sapi
dan digestibility yang rendah(5,8,12) oleh
perlu di ikuti dengan pemberian pakan
karena itu peternak tidak menggunakan
tambahan untuk meningkatkan kandungan
jerami sebagai pakan sapi. Rendahnya
mineral dan protein. Tujuan pemberian
palatabilitas dan digestibilitas jerami padi
pakan tambahan adalah untuk megisi
disebabkan oleh kandungan jerami banyak
kekurangan jerami padi. Penambahan urea
mengandun silicat yaitu 13%(10), sedikit
adalah untuk mengganti nitrogen nitrogen
lignin
penelitian
yaitu
kandungan
6-7%
mineral
(5,10)
,
rendahnya
dan
tingginya
yang terbuang dan menstimulasi bypass protein
di
rumen(3).
Urea
juga
bisa
kandungan oxalate(5). Telah dilaporkan pula
didapatkan dari pemberian ajitein dan
bahwa jerami padi mempunyai kandungan
FML(3). Fermented Mother Liquor (FML)
protein yang rendah yaitu sebesar 3-5%,
adalah limbah pabrik Ajinomoto dapat
sebagai
meningkatkan digestibilitas pakan, dapat
pembanding
King
grass
210
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
memperbaiki
nilai
nutrisi
pakan,
ajitein juga sebagai sumber protein yaitu
menghasilkan protein(20). Komposisi FML
single cell protein dengan asam amino acid
adalah kadar air 72.13%, Bahan Kering
yang tinggi(24), dan juga mengandung beta
28%, Protein Kasar 69%, Total Digestible
glukan yang dapat memperbaiki sistim
Nitrogen 65%, Total nitrogen 3.11% dan
kekebalam(24).
Amonium nitrogen 2.32%(22). FML adalah
Untuk
mensubstitusi
rendahnya
sebagai alternative sumber protein. Kadar
mineral pada jerami maka pada pakan
protein tinggi dan asam amino pada FML
ditambahan
dapat memperbaiki pertumbuhan microba
mineral lengkap (Ultra-mineral, Eka farma
rumen dan meningkatkan digestibilitas
Semarang) dan garam dapur (bahan lokal).
pakan sapi(21) Disamping FML, Ajitein
Telah dilaporkan bahwa mineral dan garam
(Ajinomoto waste product) juga menjadi
dapur sangat penting, tidak hanya membuat
bagian
nutrisi seimbang, tetapi juga mengkoreksi
dari
pakan
tambahan,
telah
dilaporkan bahwa pada sapi perah Ajitein dapat
meningkatkan
produksi
susu(23),
protein
minerals
dan
seperti
metabolism
kalsium,
energy
glikogenik(5).
Tabel 3. Biaya pakan dasar fermentasi jerami dan pakan tambahan AMGKFml-Dedak setiap hari. No Bahan Kebutuhan pakan (kg) Harga/ kg (Rp) Biaya total (Rp) I Bahan pakan dasar (jerami fermentasi) 1 Jerami 7 150 1.050 2 Mikroba 0,7 1000 700 Jumlah total 1.750 Biaya Pakan dasar (jerami fermentasi) 1.750 II Bahan pakan tambahan (suplemen) AMGKFml-Dedak 1 Ajitein 1 7000 7.000 2 Mineral 2 5000 10.000 3 Garam dapur 3 2000 6.000 4 Kalsium 4 2000 8.000 5 FML 20 1500 30.000 6 Dedak 50 2000 100.000 Jumlah total 80 181.000 Harga / kg 2.263 Biaya pakan tambahan (suplemen): 200gr / ekor/ hari 453 III Biaya Pakan Tiap Hari 2.203 sebagai
lengkap(19). Sebagai media yang lengkap,
media untuk menumbuhkan bakteri, karena
Pertama, air kelapa mengandung gula yang
air
dapat digunakan sebagai sumber energy
Air
kelapa
kelapa
digunakan
merupakan
media
yang
211
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
seperti glucose, sucrose, fructose, sorbitol
rumput (cut and carry system). Dengan
dan inositol. Kedua air kelapa merupakan
biaya yang murah, jerami tersedia dalam
sumber proteins seperti alanine, arginine,
jumlah besar, terbarukan setiap 4 bulan
aspartic acid, glutamic acid, hystidine,
sekali dan bahan pakan tambahan juga
phenylalanine dan tyrosine
(19)
. Ketiga, air
tersedia di Mataram, merupakan jalan untuk
kelapa kaya akan mineral seperti potasium,
pengembangan industri perkembang biakan
natrium,
sapi Bali.
kalsium,
magnesium,
cuprum, phosphor dan sulphur
ferum,
(19)
. Keempat,
Hasil
penelitian
penggunaan
air kelapa juga kaya vitamins seperti:
mikroba untuk fermentasi jerami untuk
ascorbic acid, nicotinic acid, phantotenic
pakan sapi Bali betina dengan pakan
acid, biotin, riboflavin, folic acid and
tambahan meliputi empat perlakukan yaitu:
pyridoxine. Sebagai media yang kaya
(19)
air
Perlakuan I, menggunakan mikroba Ragi
kelapa merupakan media yang baik untuk
tape, Perlakuan II, menggunakan mikroba
berkembangnya mikro organisme.
Mikrobiotik
Pemberian
Perlakuan
III,
fermentasi
menggunakan mikroba EM4, Perlakuan IV,
kurang lebih 7 kg per ekor dengan pakan
menggunakan kombinasi mikroba Ragi tape
tambahan AMGKFml-Dedak sebanyak 200
+ EM4. Hasil penelitian Perlakuan I,
gr per hari, maka perkiraan biaya pakan
menunjukkan (Grafik 1) bahwa pemberian
dasar dan pakan tambahan sebesar Rp.
pakan jerami padi yang di fermentasi
2.203,- per hari atau sebesar Rp 66.090,-
dengan
per bulan atau Rp 594.810,- per 9 bulan.
konsentrat menunjukkan kenaikan berat
Biaya pemberian pakan yang tidak melebihi
badan (rata-rata ± SD) sebesar 4.17 ±
Rp 600.000,- untuk kurun waktu 9 bulan
5.07kg per minggu atau sebesar 0.60 ± 0.72
per
per hari (Tabel 4).
ekor
adalah
jerami
Tumbuh,
relatif
murah
bila
ragi
tape
dengan
tambahan
dibandingkan dengan tenaga kerja menyabit Tabel 4. Kenaikan berat badan per minggu dan per hari (rata-rata ±SD) pada pemberian pakan sapi Bali betina dewasa dengan jerami fermentasi. No
Perlakuan fermentasi Kenaikan/ penurunan jerami per minggu (kg) 1 Ragi tape 4.17 ± 5.07* 2 Mikrobiotik tumbuh -0.83 ± 1.18# 3 Efektif Mikroba (EM4) 3.06 ± 1,18* 4 Ragi tape + EM4 -12.00 ± 15.02# Ket: *= Kenaikan berat badan, #=Penurunan berat badan
Kenaikan/ penurunan per hari (kg) 0.60 ± 0.72* -0.11 ± 0.17# 0.44 ± 0,17* -1.17 ± 2.15#
212
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Grafik 1. Berat badan sapi Bali betina dewasa yang diberi pakan jerami yang difermentasi dengan ragi tape dengan pakan tambahan (suplemen) AMGKFml-Dedak
Teknik
fermentasi
jerami
padi
menggunakan ragi tape telah dipelajari
Candida
utilis,
Saccharomycopsis
fibuligera, Pediococcus sp.(16)
secara luas(6,10), ragi tape disebut starchy
Hasil
penelitian
Penggunaan
Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok. Ragi tape
Microbiotic), untuk fermentasi jerami padi
adalah home made, berbentuk tablet dengan
dapat merubah kadungan nutrisi jerami
diameter 1,5 hingga 2,5 cm. Peragian
padi(5,14,17,18). Kualitas kandungan nutrisi
menggunakan
jerami
tape
menghasilkan (9)
padi
dapat
sp.
II,
starter telah digunakan secara luas pula di
ragi
Bacillus
Perlakuan
meningkat
dengan
makanan yang aman untuk di konsumsi .
memecah
Ragi
berbagai
Phanerochaete chrysosporium, Pleorotus
microorganisme, yang didominasi oleh
sp, Trimetes versicolor dan Bjerkandera(17).
bakteri asam laktat. Penelitian identifikasi
Degradasi dan perubahan stuktur lingo-
bakteri pada ragi tape menunjukkan bahwa
cellulose memudahkan penetration enzyme
ragi tape di dominasi oleh microorganism
microbes
Weissella spp, Enterococcus spp dan
pencernaan di rumen. Hasil penelitian ini
Pediococci
terdapat
menunjukkan (Grafik 2) bahwa pemberian
sejumlah veriasi sedikit seperti Bacillus sp,
pakan jerami padi yang di fermentasi
Clostridium sp dan Eubacterium sp(15).
dengan
Penelitian
lain
menunjukkan
bahwa
tambahan konsentrat tidak menunjukkan
terdapat
mikroorganismeyang
lain
kenaikan berat badan akan tetapi terjadi
yaituSaccharomyces cerevisiae, Rhizopus
penurunan berat badan (rata-rata ± SD)
oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp.,
sebesar -0.83 ± 1.18 kg per minggu atau
tape
mengandung
pentosaceus,
juga
ligno-cellulose
(Tumbuh
cellulolytic
Mikrobiotik
menggunakan
pada
tumbuh
proses
dengan
penurunan -0.11 ± 0.17 kg per minggu
213
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
(Tabel
4).
Dari
hasil
penelitian
ini
kemungkinan degradasi biologi dan bio
tidak terjadi, akan tetapi dapat merubah palatabilitas jerami padi.
transformasi kandungan nutrisi jerami padi
Grafik 2. Berat badan sapi Bali betina dewasa yang diberi pakan jerami yang difermentasi dengan Mikrobiotik Tumbuh dengan pakan tambahan (suplemen) AMGKFml-Dedak
Grafik 3. Berat badan sapi Bali betina dewasa yang diberi pakan jerami yang difermentasi dengan Efektif Mikroba (EM4) dengan pakan tambahan (suplemen) AMGKFmlDedak
Hasil
penelitian
Perlakuan
III,
dengan Efektif Mikroba (EM4) dengan
menunjukkan (Grafik 3) bahwa pemberian
tambahan
konsentrat
menunjukkan
pakan jerami padi yang di fermentasi
kenaikan berat badan (rata-rata ± SD)
214
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sebesar 3.06 ± 1,18 kg per minggu atau
selama
sebesar 0.44 ± 0,17 kg per hari (Tabel 4).
menyerupai garis lurus yang member
EM4
indikasi bahwa kenaikan berat badan pada
adalah
singkatan
dari
-4,
informasi
microorganisme
effective dari
perusahaan satu liter EM4 mengandung Lactobacillus
casei
1.5x
106cfu/
tiga
minggu pada
grafik ini
sapi betina dewasa relative stabil dibanding dengan perlakuan I.
ml,
Hasil
penelitian
Perlakuan
IV,
Saccharomyces cereviciae 1.5x 106 cfu/ ml
penggunaan campuran Ragi tape dan EM4
6
untuk fermentasi jerami pakan sapi (Grafik
mikroba
4), menunjukkan hasil penurunan berat
tersebut pada EM4, diharapkan EM4 dapat
badan per minggu sebesar (minus) -12.00 ±
meningkatkan
dan
15.02 kg, atau penurunan berat badan per
digestibilitas jerami padi. Dapat dilihat
hari sebesar (minus) -1.17 ± 2.15 kg (Tabel
pada Grafik 3 ,bahwa kenaikan berat badan
4).
dan Rhodopseudomonas palustris 1.0x 10 cfu/
ml.
Karena
kandungan
palatabilitas
Grafik 4. Berat badan sapi Bali betina dewasa yang diberi pakan jerami yang difermentasi dengan campuran Ragi tape dan Efektif Mikroba (EM4) dengan pakan tambahan (suplemen) AMGKFml-Dedak
Penggunaan Ragi tape dan EM4
menekan efek masing-masing baik Ragi
masing-masing untuk fermentasi jerami
tape maupun EM4. Ragi tape sendiri di
keduanya dapat meningkatkan berat badan
dominasi oleh microorganism Weissella
sapi induk,namun kombinasi keduannya
spp, Enterococcus spp dan Pediococci
menyebabkan
badan.
pentosaceus, juga terdapat sejumlah variasi
Penggunaan kombinasi Ragi tape dan EM4
sedikit seperti Bacillus sp, Clostridium sp,
kemungkinan terlalu banyak microba yang
Eubacterium sp(15) dan mikroorganisme
terlibat dalam proses fermentasi, sehingga
yang lain yaitu Saccharomyces cerevisiae,
penurunan
berat
215
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii,
penggunaan ragi tape dan EM4 ini dengan
Mucor
modifikasi
sp.,
Candidautilis,
Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain Lactobacillus cereviciae
(16)
, sementara EM4 berisi
casei, dan
pakan
tambahan
setelah
melahirkan hingga kembali birahi, kawin dan bunting kembali.
Saccharomyces Rhodopseudomonas
UCAPAN TERIMA KASIH
palustris. Pemberian kombinasi mikroba ini
Ucapan terima kasih disampaikan
pada induk sapi tidak meningkatkan berat
kepada
badan sapi betina dewasa.
Perluasan
Masterplan
Indonesia
Percepatan
Pembangunan 2011-2025
dan
Ekonomi
Nomor
SP2H:
222/SP2H/PL/ Dit.Litabmas/ V/2012, atas
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat
pembiayaan penelitian ini.
disimpulkan bahwa hasil fermentasi jerami padi menggunakan mikroba ragi tape dan
DAFTAR PUSTAKA
EM4 dapat meningkatkan berat badan induk sapi Bali. Sementara mikrobiotik Tumbuh dan kombinasi ragi tape dengan EM4 tidak meningkatkan berat badan induk, tetapi menurunkan berat badan. Kekurangan
kandungan
nutrisi
jerami
seperti kurang mineral, kurang protein dapat ditanggulangi dengan diberi pakan tambahan. Pemberian pakan murah, mudah didapat dan terbarukan untuk keperluan perkembang
biakan
sapi
bunting
bulan,
dapat
9
Bali
selama
mendukung
pemeliharaan sapi betina dalam jumlah besar dengan tenaga kerja minimal untuk memajukan industry perkembang biakan sapi Bali. Penelitian yang telah berhasil dalam
penggunaan
jerami
fermentasi
dengan pakan tambahan pada sapi induk
Soekardono, 2011. Mewujudkan NTB bumi sejuta
sapi
berbasis
peternakan
rakyat. Pidato pengukuhan jabatan guru
besar
ekonomi
dalam
ilmu
peternakan,
sosial Fakultas
Peternakan, Universitas Mataram Wilkipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Methane _capture http://www.koshland-sciencemuseum.org/exhibitgcc/causes02.jsp How much greenhouse gases in our plate ? http://www.manicore.com/anglais/do cumentation_a/greenhouse/plate.htm Drake DJ, Nader G, Forero L (2012) Feeding
rice
straw
to
cattle.
http://anrcatalog.ucdavis.edu
selama bunting, oleh karena itu disarankan untuk penelitian lebih lanjut dalam menguji
216
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
http://peternakantaurus.wordpress.com/201
perkebunan sebagai kendala pada
0/07/29/pembuatan-jerami-
ternak: kendala dan prospeknya.
fermentasi/
Prosiding
Talib C., Enwistle K., Siregar A., Budiarti
Lokakarya
Ketersediaan
Nasional
IPTEK
dalam
Tunner S and Lindsay D, 2002.
pengendalian penyakit strategis pada
Survey of population and production
ruminansia ternak besar: 99-115
dynamics of Bali cattle and existing
Ardana MM and Fleet GH. 1989. The
breeding programs in Indonesia. In
microbial ecology of tape ketan
Strategies to improve Bali Cattle in
fermentation. International Journal of
Eastern
Food Microbiology. 9: 157-165
Indonesia.
ACIAR
Proccedings No 110.p 3-9
http://bp4kkabsukabumi.net/index.php/Pert
Indraningsih, Widiastuti R dan Sani Y (2008)
Limbah
pertanian
dan
Widyayanti A, 2012. Jerami padi yang berhasil
naik
pangkat
menjadi
bioetanol.
anian-Tanaman-Pangan/ FermentasiJerami.html DGGE. International Food Research Journal. 17: 239-245. GANJAR, I. 2003. Tapai from cassava and
http://m.kompasiana.com/p.
cereals. Di dalam: First International
Rahadi S, 2008. teknik pembuatan amoniasi
Symposium and Workshop on Insight
urea jerami padi sebagai pakan
into
ternak. http://ilmuternak.wordpress.
Fermented Foods for Technology
http://id.shvoong.com/exact-
the
World
Development
and
of
Indigenous
Food
Safety;
sciences/agronomy-
Bangkok, 13 – 17 Apr 2003. hlm 1-
agriculture/1803950-petunjuk-teknis-
10.
pembuatan-silase-
Eun JS, KA Beauchemin, SH Hong and
jerami/#ixzz1pXKRgJ2Z
MW
Oryza
sativa.
Bauer.
2006.
Exogenous
enzymes added to untreated
or
http://www.fao.org/ag/aga/agap/frg/a
ammoniated rice straw: Effect on in
fris/Data/550.HTM
vitro fermentation characteristic and
Sujaya IN, Nocianitri KA. and Asano K (2010) Diversity of bacteria flora of Indonesian
tape
Prihatini I, Soebarinoto, Chuzaemi S dan
tape
Winugroho M. 2009. Karakteristik
fermentation as determined by PCR-
Nutrisi dan Degradasi Jerami Padi
during
and
Tech. 131:86-101
their
dynamics
ragi
degradability. J. Anim. Sci. and
the
Fermentasi oleh Inokulum Lignolitik
217
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
TLiD dan BOpR. Jurnal Produksi ternak (Animal Production) 11 (1): 17. http://www. Wartamedika.com Santani (ajitein) co product pt ajinomoto http://ww.itrademarket.com/ http://www.ajinomoto.co.id http://porotani.wordpress. (2008) http://ajitein.blogspot.com/2012/02/ajitein.h tml http://www.ajinomoto.co.id
218
1
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
TEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN BIOMASSA BERBASIS INDUSTRI KELAPA SAWIT UNTUK PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI INDONESIA (INTEGRASI SAWIT, SAPI, DAN ENERGI)
AMIR PURBA, FRISDA R. PANJAITAN, M. ARIF YUSUF INDONESIAN OIL PALM RESERACH INSTITUTE (IOPRI) Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl Brigjen Katamso No. 51 Medan, Indonesia 20000
ABSTRAK Kendala lain yang dihadapi petani-peternak dalam meningkatkan produktivitas ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba adalah terbatasnya persediaan pakan terutama pada musim kemarau. Pemilihan biomassa berbasis kelapa sawit terutama didasarkan pada pertimbangan ketersediaan bahan pakan sepanjang tahun dari kebun maupun pabrik kelapa sawit. Pasokan pakan akan terjamin baik secara kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Di dalam pola pakan lengkap berbasis biomassa kelapa sawit ini, pelepah kelapa sawit akan menjadi komponen pengganti hijauan rumput ataupun hijauan lainnya yang digunakan sebagai bahan pakan, sementara komponen pengganti bahan pakan konsentrat dapat mengandalkan produk samping sawit seperti bungkil sawit, lumpur sawit untuk menggantikan bungkil kedelai, rapeseed meal, dan corn gluten meal yang selama ini diimpor 100% dari luar negeri. Formulasi pakan lengkap berbasis biomassa sawit untuk ternak ruminansia, teknologi produksi serta teknologi pengawetannya dengan kandungan protein kasar ≥ 14% telah berhasil dikembangkan. Mesin pencacah G5–700–PPKS dengan kapasitas 700 kg cacahan pelepah/jam, pengembangan pupuk organik berbasis integrasi sawit sapi energi, dan konsep integrasinya di perkebunan kelapa sawit yang telah berhasil dikembangkan Pusat penelitian Kelapa Sawit sangat berpotensi besar memberikan peluang ekonomi melalui kerangka berbagai bentuk bisnis yang yang prospektif untuk pekebun, peternak sapi dan pemerintah. ABSTRACT Another obstacle faced by peasantfarmersin increasing productivity of ruminants such as cattle, goatsand sheepis thelimited availability offeed, especially in the dry season. The selection for using ofpalm-based biomassis mainly based on the consideration of the availability offeed ingredient sthroughout the year from the oil palm plantation and palm oil mill. Feed supply will be ensuredin terms of quantity, quality andcontinuity. In the pattern of complete feed based on the oil palm biomass, palm oil frond will be the replacement of green grass or other forage is used as feed material, while the replacement of concentrate feed ingredient scan rely on by-products such as palm oil expeller, oil sludge to replace soybean meal,rapeseed meal,and corn gluten meal that had100% imported from abroad. Formulation palm biomass-based complete feedf or ruminants, production technologies as well as technologies of preservation with the crude protein content of ≥ 14% have been successfully developed. Thrasher G5-700-PPKS with a capacity of 700 kg of chopped palm oil frond per hr,the development of organic-based fertilizer scowoil energy integration, and the concept of integration in oil palm plantations that have been successfully developed by Pusat penelitian Kelapa Sawit are potentially in provide economic opportunities through the framework ofthe various forms prospective business foroil palm plantation industry,cattle rancher sand the government.
220
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1.PETERNAKAN SAPI INDONESIA :
menjurus kepada kegiatan hilir saja yaitu
menuju swasembada daging sapi
impor dan perdagangan, dengan putaran
Peternakan sapi memegang peran
modal yang sangat cepat dan resiko yang
biologis (penyedia protein hewani), sosial
lebih
dan ekonomi (sumber pendapatan dan atau
pembibitan
tabungan bagi peternak) dalam farming
sebagian besar dilakukan peternak belum
system di Indonesia. Sekitar 19% kebutuhan
berjalan optimal. Kendala aspek teknis
daging nasional dipenuhi oleh daging sapi.
yang dihadapi di hulu adalah penyediaan
Konsumsi cenderung meningkat, dari 4,1
sapi bibitan, kematian pedetan yang masih
kg/kapita/tahun pada 2006 menjadi 5,1
tinggi, pemotongan sapi betina yang masih
kg/kapita/tahun daging sapi pada 2007.
tinggi, mutu genetik dan ketersediaan pakan
Namun laju konsumsi ini tidak diimbangi
dan tata niaga. Kendala lain yang dihadapi
dengan laju populasi ternak sapi sehingga
petani dalam meningkatkan produktivitas
ada
ketidak-seimbangansupply-demand.
sapi adalah terbatasnya persediaan pakan
Ketidak-seimbangan itu diisi dengan impor
secara terutama pada musim kemarau. Tata
sapi, sekitar 600 ribu ekor sapi pada 2011
laksana
pemeliharaan
dan 442 ribu ekor sapi pada 2012.
sangat
besar
Untuk mengurangi ketergantungan pada
impor
sapi
mengeksekusi
potong,
program
Pemerintah ”Percepatan
Pencapaian Swasembada Daging Sapi” (P2SDS)
dengan
target
pemenuhan
kebutuhan daging pada 2014 dipenuhi secara domestik sebesar 90-95% atau setara 14,2 juta ekor sapi. Provinsi Sumatera Utara sendiri ditargetkan pada tahun 2014 harus sudah mencapai 38 ribu ekor sapi. Tantangan
utama
dalam
mewujudkan
swasembada daging sapi di Indonesia
kecil.
Kegiatan dan
hulu
budidaya
seperti
sapi
terutama
pengaruhnya
yang
pakan terhadap
peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas menjadi hal penting untuk mendukung Ketersediaan
Program dan
P2SDS
kualitas
tersebut.
menentukan
tingkat produktivitas. Pertambahan bobot badan pada peternak kecil dilaporkan kurang dari 200 g/hari pada sapi Bali di berbagai daerah. Hal ini terjadi karena rendahnya kandungan protein rumput lokal yang tersedia (berkisar 4-6%).
adalah aktivitas agroindustri sapi potong yang saat ini belum terintegrasi dan bersinergi dengan kegiatan di sektor hulu. Kegiatan agroindustri sapi potong semakin
Semakin
terbatasnya
lahan
penggembalaan dan penanaman hijauan untuk peternakan juga menjadi kendala
221
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
yang harus diatasi. Lahan diperlukan untuk
oleh pihak swasta dan peternakan rakyat
penyediaan
bahan
yang diintegrasikan dengan perkebunan
berprotein tinggi pengganti biji-bijian. Pola
atau pertanian pangan/hortikultura. Strategi
peternakan dengan pakan yang bertumpu
yang disebut terakhir penting mengingat
pada biji-bijian sebagai sumber protein
usaha
terbukti tidak sustainable karena harga biji-
menghasilkan ’limbah’ atau biomassa yang
bijian yang meningkat tinggi mengingat
berpotensi sebagai sumber pakan bagi
bertumbuhnya kebutuhan sebagai bakan
ternak.
baku untuk biofuel. Karenanya, skenario
penting tersebut adalah perkebunan kelapa
Program P2SDS merupakan keseimbangan
sawit.
hijauan
bahkan
pertanian
nonpeternakan
Salah satu sumber pakan yang
antara industri peternakan yang ditangani
2.
INDUSTRI
INDONESIA:
KELAPA
lumbung
SAWIT
pakan
yang
‘tidur’
konsentrat dapat mengandalkan produk samping
sawit
seperti
bungkil
sawit,
lumpur sawit untuk menggantikan bungkil Peternakan
sapi
di
sekitar
perkebunan kelapa sawit sudah mulai umum dilakukan oleh masyarakat dalam
kedelai, rapeseed meal, dan corn gluten meal yang selama ini diimpor 100% dari luar negeri.
bentuk penggembalaan bebas sehingga
Penggunaan pelepah kelapa sawit
terkesan mengganggu pertanaman kelapa
tentunya
sawit
bahan organik di kebun. Rasio ternak per
seperti
pengerasan
tanah
mengganggu keamanan kebun. peternakan
luasan
kebun
ditentukan
dengan
mempertimbangkan produksi pelepah yang
ketersediaan hijauan berbentuk gulma di
digunakan hanya 50% dari pelepah tunasan
bagian bawah tanaman kelapa sawit.
saat panen sebagai sumber pengganti
Indonesia,
bertumpu
Modus
keseimbangan
pada
Bagi
tersebut
dan
memperhatikan
pengembangan
integrasi sawit dan sapi sangat potensial dilakukan.
Pelepah
kelapa
sawit
(penggunaan hanya pelepah tunasan panen) merupakan komponen pengganti hijauan rumput ataupun hijauan lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan pakan, sementara komponen
pengganti
bahan
pakan
hijauan ternak. Besaran berat pelepah utuh kelapa sawit umumnya semakin tinggi seiring dengan pertambahan umur tanaman kelapa sawit. Dengan asumsi kerapatan tanam 130 pohon/ha; ancak panen 6/7; densitas panen 20%; 50% pelepah tinggal di
kebun
sebagai
mulsa;
tidak
menggunakan pelepah tunasan reguler;
223
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bobot basah per pelepah 5,40 kg; maka
Gambar 1 ditampilkan produk dan hasil
sebuah kebun yang komposisi tanamannya
samping dari industri kelapa sawit. Bungkil
didominasi tanaman muda (4-8 tahun) akan
inti sawit dan lumpur sawit merupakan
mampu mensuplai produksi pelepah per
bahan baku pakan ternak yang potensial
hari sebesar 11,7 kg/ha (berat basah).
untuk digunakan sebagai sumber protein.
Dengan kata lain, secara teknis 1 Ha kebun
Produksi PKM per hektar mencapai 0,51
kelapa sawit dapat menyuplai pakan untuk
ton per tahun sedangkan produksi POS per
1 ekor sapi. Namun dalam pelaksanaannya,
hektar mencapai 1,13 ton per tahun.
Pusat
Penelitian
Kelapa
Sawit
Bungkil inti sawit mengandung
merekomendasikan 2 Ha kebun kelapa
protein sebesar 15,3% dan lumpur sawit
sawit untuk 1 ekor sapi.
sebesar
dibandingkan bahan baku pakan sumber
sawit juga menghasilkan beberapa jenis samping
yang
potensial
protein lain seperti tepung ikan, bungkil
untuk
kedelai, dan bungkil kelapa, tetapi kualitas
digunakan sebagai bahan pakan ternak,
protein pada bungkil inti sawit relatif tinggi.
antara lain bungkil inti sawit (palm kernel
Bungkil inti sawit sebagian besar di ekspor
meal /PKM), lumpur sawit (palm oil sludge
sebagai
/POS), serabut mesokarp (palm press fibre/PPF), dan tandan kosong.
Meskipun kandungan
protein bungkil inti sawit lebih rendah
Selain pelepah, industri kelapa
hasil
9,4%.
bahan
mentah untuk industri
peternakan negara maju.
Pada
Tandan Buah Sawit Segar (TBS)
Tandan kosongSerat Minyak Inti sawit (TKS) mesokarp sawit (4-7%) (23%) (13%) (18-25%)
Cangkang (7%)
Lumpur sawit (POS) (2%, bk)
Minyak inti sawit (PKO)
Bungkil inti sawit (PKM)
224
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
(2-4%)
(2-4%)
Gambar 1. Produk dan hasil samping dari industri kelapa sawit
Tabel 1. Nilai Nutrisi Bahan Pakan berbasis Kelapa Sawit (komposisi kimia%, basis kering) Bahan pakan
Protein
Serat Kasar
NDF Kasar
ADF
Abu
ME (MJ/kg)
Pelepah
4,7
37,6
79,8
52,4
1,1
5,95
Bungkil, PKM
17,2
17,1
74,3
52,9
4,3
11,13
Lumpur sawit
12,5
20,1
63,0
51,8
19,5
8,37
Serat mesokarp
5,4
41,2
84,5
69,3
5,3
4,21
Tankos
3,7
48,8
81,8
81,6
-
-
* diolah dari berbagai sumber: Alimon and Hair Bejo, 1995; Wong and Wang Zahari, 1992; Mat Rasol et al., 1993 Serat mesokarp sebagian dipakai
lumpur sawit setara dengan dedak padi
sebagai bahan bakar sedangkan lumpur
(13.3% vs 13%) sedangkan kandungan
sawit sebagian besar masih merupakan
MEnya lebih tinggi. Dari hasil penelitian
sumber pencemaran lingkungan. Dilihat
dilapangan bahwa rumput lapangan dapat
dari komposisinya sabut sawit lebih rendah
digantikan sebanyak 50% oleh sabut sawit
kandungan metabolisme energi/ MEnya
sedangkan dedak padi dapat digantikan
dari pada rumput gajah (7.6 vs 8.2
seluruhnya
Mj/kgBK) dan kandungan protein kasar/
(12%).Percobaan
PKnya juga lebih rendah (5.9 vs 8.7%),
kecernaan in vitro lumpur sawit dan laju
dengan sedikit suplementasi urea, sabut
degradasinya dalam rumen sapi lebih tinggi
sawit dapat dibuat isokalori dan isonitrogen
dibandingkan dedak padi.
dengan
rumput-rumputan.
dengan
lumpur
pada
sapi
sawit ternyata
Kandungan
3. PERKEMBANGAN LITBANG
perkebunan
kelapa
sawit
berpotensi
TENTANG INTEGRASI SAPI SAWIT
menurunkan biaya pengendalian gulma
ENERGI
(gulma berbentuk rumput menjadi pakan sapi). Pola ini telah diteliti di Malaysia
Pada awalnya, integrasi sawit-sapi dilakukan dengan konsep penggembalaan terbatas, khususnya pada skala besar di Malaysia. Penggembalaan terbatas sapi di
sejak tahun 1990an dan mengurangi biaya pemeliharan
gulma
30%.
Begitupun,
penggembalaan terbatas (apalagi bebas) sekarang kurang dianjurkan mengingat efek
225
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dari keberadaan sapi pada struktur tanah di
Penelitian Kelapa Sawit telah merancang
perkebunan, relatif rendahnya produktivitas
alat pencacah pelepah G5 – 700 – PPKS.
sapi karena kurang terkendalinya kualitas
Alat pencacah generasi kelima ini sanggup
dan
dan
mencacah 700 kg pelepah per jam dengan
kemungkinan dimakannya pelepah muda
ukuran cacahan tidak lebih dari 0,5 cm.
pada
belum
Feeding trial pada ternak sapi mengindikasi
menghasilkan. Pusat Penelitian Kelapa
bahwa produk cacahan yang dihasilkan
Sawit
kuantitas
pakan
perkebunan
secara
bagi
sapi
sawit
konservatif
tidak
dapat diterima oleh ternak bahkan hingga
penggembalaan,
namun
proporsi 70% cacahan pelepah dalam
pengkandangan pada integrasi usaha sapi-
ransum dengan pertambahan berat 1,2
sawit-energi.
kg/hari. Keunggulan mesin pencacah ini
menganjurkan
Dari berbagai alternatif pakan asal industri kelapa sawit tersebut, pelepah terbukti merupakan sumber pakan hijauan yang dapat menggantikan ketergantungan pada rumput. Hasil riset formulasi pakan lengkap yang dilakukan Pusat Penelitian Kelapa Sawit, pemberian 5570%cacahan pelepah segar dalam ransum berhasil memberikan pertambahan bobot 1 kg/hari pada sapi lokal dan 1,2 kg/hari pada sapi
mulai dari pangkal pelepah sampai ujung pelepah,
bahkan
berdiameter
20
cm.
Pelepah yang akan dicacah juga tidak memerlukan
perlakuan
awal
seperti
pengeringan atau membuang duri pelepah. Untuk
mendukung
pemanfaatan
pakan berbasis pelepah kelapa sawit, Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah merancang alat pencacah pelepah G5 – 700 – PPKS. Alat pencacah generasi kelima ini sanggup
Brahman Cross. Begitupun, tidak seperti pelepah yang tersedia melimpah sepanjang waktu; sediaan bungkil sangat tergantung pada keberadaan pabrik pengolahan inti yang relatif minim di Indonesia. Kesulitan pada pengadaan bungkil akan dialami oleh peternak kecil karena industrinya yang relatif minim dan tataniaganya yang relatif
mencacah 700 kg pelepah per jam dengan ukuran cacahan tidak lebih dari 0,5 cm. Feeding trial pada ternak sapi mengindikasi bahwa produk cacahan yang dihasilkan dapat diterima oleh ternak bahkan hingga proporsi 70% cacahan pelepah dalam ransum dengan pertambahan berat 1,2 kg/hari. Keunggulan mesin pencacah ini adalah mampu mencacah pelepah utuh
tertutup. Untuk
adalah mampu mencacah pelepah utuh
mendukung
pemanfaatan
pakan berbasis pelepah kelapa sawit, Pusat
mulai dari pangkal pelepah sampai ujung pelepah,
bahkan
berdiameter
20
cm.
Pelepah yang akan dicacah juga tidak
226
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
memerlukan
perlakuan
awal
seperti
pengeringan atau membuang duri pelepah.
Gambar 2. Disain alat pencacah G5-700-PPKS produksi PPKS
Gambar 3. Hasil cacahan mesin pencacah G5-700-PPKS
Sawit formula
Saat ini, Pusat Penelitian Kelapa
komposisi pelepah kelapa sawit yang
telah
digunakan adalah 55–65% dan komposisi
berhasil
pakan
mengembangkan dan
bungkil sawit sebesar 10– 15%. Bahan
penggemukan sapi. Pakan lengkap berbasis
pakan lain yang digunakan adalah molases,
kelapa sawit untuk penggemukan dan
dedak padi, garam, urea dan mineral. Hasil
pembiakan sapi hanya dibedakan komposisi
pengujian
penggunaan hijauan pelepah kelapa sawit
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian
dan
pola
dan Pengembangan Ternak Ciawi, nilai
penggemukan, penggunaan pelepah sawit
nutrisi pakan dengan komposisi diatas
mencapai 55 – 70%, sedangkan bungkil
adalah protein kasar 15,28%; lemak kasar
sawit mencapai 25 – 30%. Pola pembiakan,
4,44% dan bahan kering 89,72%.
bungkil
untuk pembiakan
sawit.
Untuk
kandungan
nutrisi
yang
227
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Nutrisi pakan: Protein kasar 15,28% Lemak kasar 4,44% Bahan kering 89,72% Gambar 4. Pakan lengkap segar berbasis kelapa sawit
Pengembangan pengawetan bahan
bergantian
pada
ketebalan
tertentu.
pakan juga telah dikembangkan untuk
Lamanya silase adalah 30 hari, dan dapat
memudahkan
pakan.
digunakan sebagai bahan pakan mulai hari
proses
ke-5. Tempat silase dapat menggunakan
fermentasi yaitu proses silase. Teknik silase
terpal, karung bekas wadah pupuk atau bak
ini sangat sederhana, hanya membuat
khusus untuk silase.
Pengawetan
penyiapan dilakukan
dengan
tumpukan cacahan pelepah dan silase terpal
Cacahan pelepah
300 kg
15 kg Cacahan pelepah
350 kg
molases Cacahan pelepah
350 kg
Gambar 5. Proses sederhana silase pelepah kelapa sawit
organik
mencapai 15 – 25 kg (berat basah) per hari
kotoran padat dan cair dari ternak sapi
untuk rerata bobot sapi 350 kg. Sedangkan
untuk pupuk organik dan energi adalah
kotoran cairnya dapat mencapai 10 – 11
konsep mutualisme dari integrasi sawit,
liter per hari. Hasil pengujian kandungan
sapi dan energi yang akan didiseminasi
unsur hara kotoran padat dan cair di
pada perkebunan – perkebunan kelapa
Laboratorium
sawit. Konsep ini diharapkan dapat lebih
Kelapa Sawit menunjukkan kandungan
mendekatkan perkebunan kelapa sawit
nitrogen yang cukup tinggi.
Pemanfaatan
dengan
ternak
kotoran
sapi
sapi. yang
limbah
Limbah dihasilkan
Pupuk,
Pusat
Penelitian
organik dapat
228
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2. Kandungan unsur hara makro pada kotoran padat sapi Kandungan nutrisi Nitrogen P2O5 larutan dalam asam mineral K2O MgO pH Zn Kadar air
Besaran 1,01 0,13 0,33 0,20 7,18 0,90 69,02
Satuan % % % % % %
Tabel 3. Kandungan unsur hara mikro kotoran padat dan kotoran cair ternak sapi Unsur hara mikro
Kotoran padat sapi Kotoran cair sapi Mn 2,08 mg/L LoD Zn O,90% O,20 mg/L Fe 3,13 mg/L LoD Cu 0,01 mg/L LoD B trace 1,11 mg/L LOD = limit of detection untuk Fe, Cu dan Mn berturut-turut adalah 0,003, 0,001 dan 0,001 mg/L
Tingginya kandungan unsur hara
yang nyata secara visual dibandingkan
yang terdapat dalam kotoran padat dan cair
tanaman yang tidak diaplikasikan limbah
ternak sapi ini, maka limbah organik
organik sapi. Warna daun pada aplikasi
kotoran
lebih hijau dan mengkilap dan pertumbuhan
ternak
sapi
ini
sangat
baik
digunakan menjadi pupuk organik di
tanaman lebih jagur.
perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian
Penggunaan limbah organik ternak
pengomposan kotoran sapi, baik cair dan
sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai
padat dengan fiber kelapa sawit minggu
sumber energi. Pemanfaatan kotoran sapi
selama 12 minggu menghasilkan rasio C/N
dari 40 ekor (rerata berat badan 350 – 400
sebesar
15,14
–
16,52.
Sedangkan
kg)
menggunakan
reaktor
pembangkit
kandungan hara mineral fosfor berkisar
biogas (digester) ukuran diameter 6,4 m dan
1,39 – 1,77%, hara mineral kalium berkisar
kedalaman 4,4 m dengan volume sekitar 60
1,22 – 1,36%, hara mineral kalsium
m3. Setiap ekor sapi mengeluarkan kotoran
berkisar 0,55 – 0,76% dan hara mineral
sebanyak 25 kg/hari dan 1 kg kotoran sapi
magnesium berkisar 0,41 – 0,60% (PPKS,
akan menghasilkan sekitar 0,04 m3 biogas,
2012).Penelitian
maka 40 ekor sapi yang mengeluarkan
pemanfaatan
limbah
organik ternak sapi di kebun percobaan
kotoran
sebanyak
1.000
kg
dapat 3
Bukit Sentang milik PPKS pada pembibitan
menghasilkan biogas sekitar 40 m biogas
utama dan tanaman menghasilkan berumur
atau setara dengan 24,6 liter minyak
5 tahun (TM 5) menunjukkan perbedaan
tanah/hari. 229
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 6. Diagram Proses Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Biogas di Bukit Sentang
Pemakaian minyak tanah rerata
Konsep dan teknologi integrasi
sekitar 1 liter/hari maka biogas sebanyak 40
sawit, sapi dan energi yang telah dihasilkan
3
m dapat mencukupi 24 Kepala Keluarga
Pusat Penelitian Kelapa Sawit diharapkan
(KK) di sekitar kebun Bukit Sentang.
dapat
Pemanfaatan biogas yang dihasilkan hanya
pekebun, peternak sapi, dan pemerintah.
dapat dimanfaatkan oleh sekitar 24 KK
Pekebun akan merasa aman dan beruntung
dengan pipanisasi sampai sepanjang + 1400
karena sapi tidak digembalakan secara
m dari digester biogas. Konversi dari
bebas
minyak tanah menjadi biogas oleh 24 KK
kotoran dan urin sapi sebagai pupuk
ini sudah dapat menghemat Rp 180.000/
organik di perkebunan kelapa sawit. Di sisi
hari atau Rp65.700.000,- per tahun (asumsi
lain, peternak sapi yang umumnya warga
harga eceran minyak tanah pada tingkat
sekitar perkebunan kelapa sawit masih
pedagang di kebun Bukit Sentang sekitar
memiliki kesempatan untuk melanjutkan
Rp. 9.000,-/lt).
usaha ternaknya dengan ketersediaan bahan
menjadi
sekaligus
prospektif
dapat
baru
untuk
memanfaatkan
pakan yang berlimpah sepanjang tahun di KESIMPULAN
perkebunan kelapa sawit.
230
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Konsep integrasi sawit, sapi dan
dan biogas diharapkan dapat memberikan
energi sangat berpotensi sebagai akselerator
peluang
ekonomi
pencapaian PSDS 2014, juga memberikan
berbagai bentuk bisnis yang prospektif
peluang pemanfaatan dan produksi biogas
untuk
sebagai pengganti bahan bakar fossil
pemerintah.
pekebun,
melalui
peternak
kerangka
sapi
dan
sebagai sumber energi baru. Pupuk organik
Quality Veterenary Services for
DAFTAR PUSTAKA Abu Hassan, O, and M. Ishida. 1991. Effect
the
21st
Century,
15-17
of water, molasses and urea
November 1994. Kuala Lumpur.
additon on oil palm frond silage
Malaysia p172-174.
–
quality
Fermentation
Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa
characteristics and palatability to
sawit, sumber pakan ternak di
Kedah – Kelantan bulls. Proc. Of
Indonesia Jurnal Penelitian dan
the 3rd Intl. Symposium on the
Pengembangan Pertanian. 4 : 93.
Nutrition of Herbivores, 25-30th August, 1991. Penang, Malaysia.
Dahlan, I., et al., 1988. Body components and carcass characteristics of
Abu Hasan, O and M. Ishida. 1992. Status
swamp buffaloes fed with oil
of utilization of selected fibrous
palm by-products or grass diet.
crop
MARDI Res. J. 16(2) : 125-132.
residues
on
animal
perfomance with emphasis on
Dahlan, I., et al., 1993. Oil palm frond leaf
processing of oil palm fronds
for preslaughter maintenance in
(OFP)
goats dalam Proc. 16th MSAP
for
ruminant
feed
in
Malaysia. Tropical Agriculture Research
Ann. Conf., p. 78-79.
Center
Dalzell, R. 1977. A case study on the
(TARC@JIRCAS), TARS no 25,
utilization of effluent and by-
Ministry of Agriculture, Forestry
products of oil palm by cattle and
and Fisheries, Tsukuba, Japan,
buffaloes on an oil palm estate
p134-143.
dalam Feedingstuffs for livestock
Slimon, A. R. And M. Hair Bejo. 1995. Feeding systems based on oil palm by products for equine
in South East Asia, p. 132-141. Devendra, C.
1977.
Utilization of
feedingstuffs from the oil palm
feeds. Proc. Int. Congress on
231
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dalam Feedingstuffs for livestock
from various location in oil palm
in South East Asia, p. 116-131.
fronds. In proceedings of 15
Direktorat Jenderal Bina Produksi, 2008. Statistik
Perkebunan
2008.Direktorat
Jenderal
Produksi
Bina
Perkebunan,
Departemen Pertanian, Jakarta.
th
Malaysian Society of Animal Production, May 26-27, 1992, Kuala Trengganu, Malaysia, 115118. Hutagalung, R.I. 1985. Nutrient availability
Edey, T. N. 1983. Lactation, Growth and
and utilization of unconventional
Body Composition In Tropical
feedstuffs used in tropical regions.
Sheep and Goat Production. T. N.
Proc. Of the Feeding Systems of
Edey (Ed.) The Dominion Press-
Animal in Temerate Areas. Seoul.
Hedges
Korea.
&
Bell
Pty.
Ltd.
Melbourne. Page : 81-108.
Makka, D. 2005. Kebijakan Subsektor
Hasnudi. 2005. Peranan limbah kelapa
Peternakan Dalam Mendukung
sawit dan hasil samping industri
Pengembangan Sistem Integrasi
kelapa
Sawit-Sapi.
sawit
terhadap
Lokakarya
pengembangan ternak ruminansia
Pengembangan Sistem Integrasi
di
Kelapa
Sumatera
Utara.
Pidato
Sawit.
pengukuhan jabatan guru besar
Peternakan,
tetap dalam bidang ilmu produksi
Pertanian, Bogor.
ternak
potong
pada
Fakultas
Badan
Puslitbang Litbang
Marsetyo, 2009. strategies to meed feed
Pertanian, USU. Medan.
requirement of smallholder beef
Hassan, A.O. and M.Ishida, 1991, Effect of
cattle toward the acceleration of
Water,
Molasses
urea
beef self sufficiency program. In
addition on oil palm frond silage
Pre-edited Proceedings of The 1st
quality-fermentation characteristic
International Seminar and the 7th
and
Kedah-
Bienniel Meeting of Indonesian
Kelantan bulls. In proceedings of
Nutrition and Feed Science Ass.
the third International Symposium
Purwokerto.
palatability
and
to
on the Nutrition of Herbivores. Penang. Malaysia.
M., Wan Badrin, W. H., Tajuddin,
Ishida, M.and A.O.Hassan. 1992. Chemical Composition
and
Mat Rasol, A., Hassan, H. M., Moh Sukri
in
vitro
O. Khomsaton, A.B., Ashmawati, K., Zal Uyun, W.M., Ishak, M.,
digestibility of leaf and petiole
232
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kume, T., and S. Hashimoto.
Penelitian Kelapa Sawit 5(3) :
1993. Rad. Phys. Chem. Vol 42
161-178
p611-616. Mathius,
I.W.,
Purba, A., et al., 1997. Pemanfaatan lahan A.P.
Sinurat,
B.P.
Manurung, D.M. Sitompul, dan
ternak
Azmi. 2005. Pemanfaatan Produk
Warta PPKS 3(3) : 101-112
Fermentasi Sebagai
LumpurBahan
Potong.
Bungkil
Pakan
Prosiding
domba
dan
kambing.
Sukri, I. M., et al., 1987. Nilai pemakanan
Sapi
bahan-bahan makanan ternakan di
Seminar
Malaysia 2 : Bahan sampingan
Nasional Teknologi Peternakan
perusahaan
dan Veteriner. Pusat Penelitian
Teknol. Ternakan, Jil. 3 (1187), p.
dan Pengembangan Peternakan,
47-58.
Bogor. Mudikjo,
perkebunan kelapa sawit untuk
K,
pertanian
dalam
Siahaan, D. 2006. Laporan Penelitian dan
Muladno.
1998.
Kerjasama: Kajian Pemanfaatan
industri
sapi
Limbah Kelapa Sawit (Pelepah
Pembangunan
potong pada era pasca krisis.
Sawit)
Prosiding
Seminar
Nasional
Produksi
Pakan
Peternakan
dan
Veteriner.
Kerjasama
Penelitian
antara
Balitbang
Sumatera
Utara,
Bogor,1-2 Desember. Hal.17-26
Sebagai
Bahan
Baku Ternak.
Ongah, H. 2005. Estate experince II – The
Yayasan Pembangunan Pertanian
husbandry of systematic beef
Indonesia dan Pusat Penelitian
cattle integration with oil palm. In
Kelapa
Proceedings of th 2nd National
dipublikasikan.
Sawit.
Tidak
Seminar on Livestock and Crop
Siahaan, D; F.R. Panjaitan; H.A. Hasibuan
Integration (LCI) with Oil Palm.
dan Meta Rivani. 2008. Laporan
Malaysia.
Akhir: Rekayasa Proses dan Alat
Osman Atiel, 1998. Palm based animal feed
Produksi
Pakan
Ternak
Besar
Berbasis
and MPOB’s energy and protein
Ruminansia
centre. Palm Oil Development 40.
Kelapa Sawit, Pusat Penelitian
MPOB. Malaysia.
Kelapa Sawit, Medan.
Purba, A., et al., 1995. Nilai nutrisi dan
PPKS.
2012.
Laporan
Akhir.
manfaat pelepah kelapa sawit
Pengembangan Pupuk Organik
sebagai
granule Berbasis Integrasi Sawit
pakan
ternak.
J.
Sapi: Kerjasama Penelitian Pusat
233
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Penelitian Kelapa Sawit dengan
products as feed for ruminents.
PT Perkebunan Nusantara VI
Proc. 15th MSAP Conf., 26-27
(Persero). Pusat Penelitian Kelapa
May, 1992. Kuala Trengganu.
Sawit, Medan
Malaysia.
Suryana, A. 2000. Harapan dan tantangan
Wong, C.C. dan F.Y. Chin. 1998. Meeting
bagi subsektor peternakan dalam
nutritional requirement of cattle
meningkatkan ketahanan pangan
from natural forages in oil palm
nasional.
plantation.
Prosiding
Seminar
Nasional
Peternakan
Veteriner,
Bogor,
dan
National Seminar on Livestock
18-19
and Crop Integration in Oil Palm :
September 2000.
Toward Sustainability.
Thony, F.K.P. 2007. Pengaruh Penggunaan Pelepah
Proceeding of the
Daun
Kelapa
Johor -
Malaysia, 12 – 14 Mei 1998
Sawit
Dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Terhadap Performans Sapi Peranakan Brahman Lepas Sapih, USU-Press. Medan. Trikesowo, N., Sumadi dan Suyadi, 1993. Kebijakan
Riset
Pengembangan
di
dan
Bidang Perbaikan
Mutu sapi Potong dengan teknik Ladang Forum
Ternak
dan
Feedlot.
Komunikasi
Hasil
Penelitian
bidang
Peternakan,
2001.
Pembinaan
Yogyakarta. Wiradarya,
T.R.
Sumberdaya Efisiensi
Manusia Usaha
Untuk Domba-
Kambing. Paper dipresentasikan pada Seminar Nasional Domba dan Kambing, Institut Pertanan Bogor, 22 September 2001. Wong, H. K., and W.M. Wan Zahari. 1992. Characterisation of oil palm by
234
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENGKAJIAN PEMANFAATAN HASIL SAMPING TANAMAN SAWIT SEBAGAI PAKAN TERNAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU Deddy Hidayat(1),Dahono(1) dan Yayu Zurriyati(2) (1)
Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kepulauan Riau (2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Riau
ABSTRAK Di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), terdapat potensi untuk pengembangan ternak sapi secara terintegrasi dengan tanaman. Keberadaan perkebunan kelapa sawit dengan luas saat ini kurang lebih 1.200 ha.Jika tiap ha perkebuanan kelapa sawit mempunyai kapasitas tampung ternak sebesar 1 satuan ternak (ST), maka kapasitas tampung ternak di areal perkebunan kelapa sawit di Propinsi Kepri adalah 1.200 ST atau setara dengan 1.700 ekor ternak sapi dewasa (bobot badan 250 kg/ekor). Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mendapatkan formulasi pakan sapi yang optimal dari pemanfaatan limbah tanaman kelapa sawit di Provinsi Kepulauan Riau. Pengkajian berlangsung mulai Februari hingga September 2012. Formulasi pakan yang dikaji berupa: 1) kontrol/ cara petani: rumput 100 %, 2) Introduksi 1:rumput 30% +daun dan pelepah sawit 30% + dedak 35% + kepala teri 5%, 3) Introduksi II: Rumput 30%+daun dan pelepah sawit 30% + dedak 25% +ampas tahu 10%+ kepala teri 5%, 4) Introduksi III:Pelepah dan daun sawit difermentasi 60%+ dedak 25%+ kepala teri 5%+ ampas tahu 5%+ lumpur sawit 5%. Ternak yang digunakan berjumlah 12 ekor sapi jantan, masing-masing perlakuan pakan terdiri dari 3 ekor sapi sebagai ulangan.Pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak dari tiap perlakuan pakan diamati dan dianalisis menggunakan t-test. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan PBBH ternak. Rataan PBBH dari masing-masing perlakuan pakan adalah: kontrol= 0.47 kg/ekor/hari, introduksi 1= 0.26 kg/ekor/hari, introduksi 2= 0.56 kg/ekor/hari dan introduksi 3= 0.55 kg/ekor/hari. Kata kunci : Hasil samping kelapa sawit, pakan ternak PENDAHULUAN
Inceptisol, maupun Andosol, topografi
A. Latar Belakang
datar sampai bergelombang dengan
Kelapa sawit (Elaeis guineansis,
kemiringan 0 sampai 8%. Tekstur tanah
Jack) merupakan tanaman perkebunan
yang disukai adalah; lempung berdebu,
yang cukup luas daya adaptasinya
lempung liat berdebu, lempung berliat
terhadap lingkungan yang kurang baik
dan lempung liat berpasir dengan pH
dengan jenis tanah Ultisol, Entisol,
optimum 5,0 sampai 6,0. Suhu udara 235
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
berkisar 200 sampai 350C, curah hujan
tersebut
1700 sampai 2500 mm/tahun (Mulyani
pendapatannya,
et al, 2003), lama penyinaran matahari 6
pembuangan untuk transportasi dan
jam/hari, kelembaban udara 50 sampai
tenaga kerja.
90%, ketinggian tempat kurang dari 400 dari permukaan laut (PPKS, 2000). Tanaman kelapa sawit mampu menyumbang
27%
dari
mampu
meningkatkan
mengurangi
Menurut
Dwiyanto et al
(2003), hasil ikutan dari kelapa
biaya
sawit
akan
produksi mengalami
kebutuhan
peningkatan sejalan dengan perluasan
minyak nabati dunia yang berasal dari
kebun kelapa sawit dan berpotensi
buah. Hasil ikutan kelapa sawit, seperti;
mengganggu lingkungan. Untuk itu
pelepah, tandan kosong (tankos), serat
perlu diupayakan penanganan hasil
perasan, lumpur sawit/solid dan bungkil
ikutan tersebut sehingga menjadi bahan
yang selama ini dianggap sebagai
yang bermanfaat.
limbah
ternyata
melalui
teknologi
bisa diolah menjadi bahan
yang bernilai ekonomis.
inovasi
Menurut
Daun
dan
pelepah
sawit
merupakan bagian tanaman yang dapat menggantikan hijauan makanan ternak.
Jalaluddin et al (1991) cit Mathius,
Kedua bahan tersebut
diperoleh dari
2003, setiap 1.000 kg tandan buah segar
pemangkasan
kelapa
(TBS), menghasilkan 250 kg minyak,
Jumlah pelepah yang dapat diperoleh
294 kg lumpur, 35 kg bungkil dan 180
setiap harinya sangat tergantung pada
kg serat perasan.
luas panen dan jumlah tandan buah
Peluang
pohon
sawit.
pengembangan
segar (TBS) yang dipanen. Dari setiap
agribisnis beberapa hasil ikutan/limbah
TBS yang dipanen diperoleh sejumlah
kelapa sawit terbuka lebar dan disinyalir
1-2 pelepah.
mampu meningkatkan nilai ekonomi
(1997), melaporkan bahwa pelepah
masyarakat dan memiliki peluang yang
kelapa
tinggi terhadap diversifikasi hasil ikutan
sepanjang tahun sebagai akibat kegiatan
menjadi produk lain, seperti kompos
rutin yang dilakukan pemanen untuk
dan pakan ternak yang dapat diproses
memanen buah segar.
melalui beberapa inovasi teknologi.
(2003), dalam laporannya menyebutkan
Pelaku
bahwa
agribisnis
produk-produk
sawit
Ishida dan Abu Hassan
tersedia
pemberian
setiap
hari
Zahari et al
pelepah
sebagai
236
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bahan baku ransum dalam jangka waktu
suatu upaya memacu pengembangan
yang panjang pada ternak sapi akan
sektor
menghasilkan kualitas karkas yang baik.
mengoptimalkan
Kandungan
sumberdaya suatu kawasan. Pada saat
nutrisi
dari
daun
dan
peternakan
pelepah sawit setara dengan pakan
ini,
hijauan berkualitas
peningkatan
yang terdapat
didaerah tropika.
dengan pemanfaatan
ditengah
kecenderungan
permintaan
daging
khususnya daging sapi, sejalan dengan
Lumpur
sawit
diketahui
pertambahan jumlah penduduk dan
merupakan hasil ikutan proses ekstraksi
kesadaran gizi dari masyarakat, sistem
minyak sawit yang mengandung air
ini merupakan salah satu alternatif
cukup tinggi.
pemecahan
Produk samping ini
diketahui
menimbulkan
lingkungan,
sehingga
upaya
problem untuk
masalah
rendahnya
penawaran dibandingkan permintaan akan
daging
sapi.Tujuan
mengatasinya telah dilakukan dengan
pengkajian
mengurangi kandungan air. Lumpur
mendapatkan formulasi pakan sapi yang
sawit
optimal
untuk
selanjutnya
dapat
ini
dari
dari
adalah
pemanfaatan
digunakan sebagai bahan pakan ternak,
tanaman kelapa sawit
khususnya ruminansia (Weeb, et al.,
Kepulauan Riau.
1976 dalam
untuk
di
limbah Provinsi
Sitompul dkk, 2004).
Produk hasil pemisahan lumpur sawit
METODOLOGI
dari sebagian besar kandungan airnya
Lokasi dan Waktu Pengkajian
dikenal dengan solid.
Lumpur sawit
Pengkajian pemanfaatan hasill
mengandung protein kasar antara 12-
samping tanaman sawit sebagai pakan
14%.
ternak di Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan
diatas,
dilaksanakan di Desa Malang Rapat,
menunjukkan bahwa hasil samping dari
Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten
perkebunan dan pabrik pengolahan
Bintan,
sawit
yang merupakan salah satu
sebagai
bahan
daerah
khususnya
ternak
Kegiatan dilaksanakan mulai dari bulan
ruminansia Sistem usahatani terintegrasi
Februari sampai dengan September
antara tanaman dan ternak merupakan
2011.
makanan
berpotensi
data
ternak,
pengembangan
ternak
sapi.
237
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dilengkapi dengan sekat pemisah antar
Metode Dalam kegiatan ini sapi yang digunakan berjumlah 12
ternak, dinding terbuka dan dilengkapi
ekor ternak
dengan bak pakan dan tempat air
sapi Bali yang berumur sekitar 1,5-2
minum. Pakan perlakuan yang diuji
tahun dengan berat badan awal 150
pada kegiatan ini ditampilkan pada
kg.
Pemeliharaan ternak dilakukan
Tabel1. Tiap pakan perlakuan diujikan
dengan cara kereman, dalam kandang
pada 3 ekor ternak sapi sebagai ulangan.
kelompok.
Kandang
kelompok
Tabel 1. Komposisi Pakan Perlakuan pada Kegiatan Pengkajian Perlakuan Pakan Kontrol
Introduksi 1
Introduksi 2
Introduksi 3
Rumput
-Rumput 30%
-Rumput 30%
100%
-Daun+Pelepah Kelapa sawit 30% -Dedak padi 35% -Kepala teri 5%
-Daun+Pelepah Kelapa sawit 30% -Dedak padi 25% -Kepala teri 5% -Ampas tahu 10
-Daun+Pelepah Kelapa sawit fermentasi 60% -Dedak padi 25% -Kepala teri 5% -Ampas tahu 5% -Lumpur sawit 5 %
Teknis pembuatan pakan ternak
ternak
serta
pertambahan
bobot
dari limbah sawit dilakukan dengan cara
ternak.Data hasil pengamatan dianalisis
mencampur semua bahan pakan berupa
secara statistik dengan t test.
pelepah dan daun kelapa sawit yang telah dicacah dengan menggunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
mesin copper, lumpur sawit, dedak,
Kondisi Umum
ampas tahu, dan kepala teri dengan
Kabupaten Bintan secara adiministrasi
komposisi dari beberapa perlakuan yang
terdiri dari 10 kecamatan yaitu : Teluk
diuji.
Bintan, Sri Kuala Lobam, Bintan Utara, Parameter yang diamati terdiri
dari : bobot awal dan bobot akhir
Teluk Sebong, Bintan Timur, Bintan Pesisir, Mantang, Gunung Kijang,
238
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Toapaya dan Tambelan. Kabupaten Bintan
o
terletak antara 1 15
Lintang
iklim di Kabupaten Bintan beriklim tropis
dengan
temperatur
rata-rata
Utara – 0 o48 Lintang Selatan dan antara
minimum 23,9oC, maksimum rata-rata
109 odan 103o 11 Bujur Timur. Luas
31,8oC,
wilayah Kabupaten Bintan mencapai
persen, kondisi yang demikian sangat
100.929,85 km2, yang terdiri dari luas
berpotensi sebagai daya dukung dalam
daratannya 4.063,85 km2 dan lautan
pengembangan
2
kelembaban udara sekitar 85
peternakan
di
seluas 96.866 km (Dinas Pertanian dan
Kabupaten Bintan (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bintan 2011).
Kehutanan Bintan, 2011). Bukti nyata
Kecamatan terluas adalah
yang dapat diambil adalah dengan
Gunung
Kijang dengan luas 503,12 km2dan
semakin
Kecamatan terkecil adalah Tambelan
populasi ternak peliharaan di Kabupaten
2
meningkatnya
minat
dan
yaitu 169,42 km . Kabupaten Bintan
Bintan dengan jumlah 472 tahun 2008
saat ini terdiri dari 539 buah yang terdiri
menjadi
dari pulau besar 3 dan pulau
kecil
meningkat sebesar 50,43 % (Dishutnak,
sebanyak 536 buah.
Hanya 49 pulau
Provinsi Kepri, 2009 dan Distanhut
diantaranya
yang
sudah
dihuni,
Kab. Bintan, 2011)
sedangkan
sisanya
belum,
namun
Existing teknologi| ternak sapi di
sudah
lokasi pengkajian adalah semi intensif,
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian,
dimana sistem pemeliharaannya disiang
khususnya
perkebunan.Luas
hari ternak dilepas diareal pekarangan
Perkebunan di Kabupaten Bintan adalah
atau perkebunan dan pada malam hari
21.338 ha dan komoditas perkebunan
dikandangkan. Pemberian pakan pada
yang dominan adalah karet, kelapa
ternak sapi hanya mengandalkan rumput
sawit, cengkeh, lada dan jambu mete
alam. Sementara potensi pakan seperti
(Distanhut kab. Bintan 2011). Kondisi
pelapah
tanah di Kabupaten Bintan umumnya
melimpah
terdiri dari Organosol dan Clay Humik,
Pemberian konsentrat seperti dedak,
Podsol. Padsolik Merah Kuning, serta
ampas tahu, sagu dan kepala teri
Litosol dan Latosol yang tanah dasarnya
hampir tidak pernah dilakukan padahal
mempunyai
bahan-bahan tersebut berpotensi sebagai
demikian
sebagian
usaha
bahan
pulau
granit.
Keadaan
710
dan dan
tahun
daun tidak
2010
sawit
atau
sangat
dimanfaatkan.
239
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pakan
dalam
meningkatkan
bobot
nutrisi
dari
masing-masing
pakan
ternak dalam pemeliharaan ternak untuk
perlakuan tersebut disajikan pada Tabel
penggemukan.
1. Kandungan nutrisi pakan kontrol yang
hanya
berupa
rumput
alam
Hasil Penghitungan analisis nutrisi
mengandung kadar bahan kering (BK)
pada beberapa perlakuan.
dan
lemak
terendah
dibandingkan
Komposisi pakan yang diberikan
perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan
sebagai pakan perlakuan pada ternak
karena rumput alam relatif lebih banyak
sapi,
mengandung
disusun
sesuai
dengan
air
dibandingkan
ketersediaannya di lokasi pengkajian.
perlakuan lainnya yang terdiri dari
Bahan pakan tersebut terdiri atas,
berbagai
rumput alam, daun dan pelepah kelapa
Sementara perlakuan lain memiliki BK
sawit, ampas tahu, dan kepala teri.
antara 70-84 %, PK 9-10 % dan lemak
Berdasarkan hasil perhitungan nutrisi
antara 4-6.
pakan
perlakuan,
didapatkan
campuran
bahan
pakan.
nilai
Tabel 2. Hasil Perhitungan analisis nutrisi bahan pakan beberapa perlakuan Perlakuan Kontrol Introduksi 1 Introduksi 2 Introduksi 3 Keterangan
Kandungan Nutrisi (%) BK PK Lemak SK TDN 24 9 1 33 51 70 9 4 31 47 82 9 5 26 39 84 10 6 35 43 : BK =Bahan kering, PK = Protein kasar, SK = Serat Kasar, TDN = total digestible nutrien.
Pertambahan bobot sapi selama pengkajian Rata-rata pertambahan bobot hidup sapi pada perlakuan introduksi 2 dan
3 adalah 0,56 dan
0,55
kg/ekor/hari lebih tinggi darikontrol sebesar 0,09 k g/ekor/har, walaupun
antar
perlakuan
perbedaan
yang
tidak
terdapat
nyata
(P>0.05).
Keragaan bobot awal, bobot akhir dan pertambahan perlakuan
bobot petani
hidup
serta
sapi
perlakuan
perbaikan setelah pengkajian selama 2
240
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bulan (8 minggu) disajikan pada Tabel
Oleh sebab itu untuk memperkenalkan
3.
Rendahnya pertambahan bobot
pakan baru (pelepah sawit, dedak,
hidup sapi disebabkan oleh singkatnya
lumpur sawit, kepala teri dan ampas
pemeliharaan ternak sapi yaitu selama
tahu) pemeliharaannya harus lebih dari
4 minggu ( 2 bulan) ternak yang
4 minggu. Menurut Zahari et al (2003)
dipelihara
dalam laporannya menyatakan bahwa,
tersebut
belum
begitu
beradaptasi dengan pakan perlakuan.
pemeliharaan
Menurut Snapp & Neuman dalam
panjang dengan memanfaatkan pelepah
Parakkasi
sawit
bahwa
(1999),
Irawan,
untuk penggemukan
jangka pendek rasio
(2011), dalam
hijauan harus
sapi
sebagai
dalam
pakan
jangka
memiliki
keuntungan yaitu menghasilkan kualitas karkas yang baik.
lebih banyak dibanding konsentrat. Tabel 3. Hasil penimbangan bobot badan sapi jantan selama pengkajian (Juli-September 2012) Perlakuan BB awal (Kg) BB 8 minggu PBB PBBH (Kg) - Kontrol -Introduksi 1 -Introduksi 2 -Introduksi 3
250,7 187,3 228,3 203,7
260,7 204,7 262,0 236,7
Pelepah dan daun kelapa sawit
28,33 15,33 33,67 33,00
0,47 0,26 0,56 0,55
KESIMPULAN
termasuk kedalam kelompok tanaman
Pengkajian
pemanfaatan hasil
yang memiliki serat yang tinggi dan
samping kelapa sawit sebagai pakan
dapat digunakan sebagai bahan pakan
ternak
ternak ruminansia. Akan tetapi pelepah
PBBH secara nyata
sawit memiliki kandungan protein yang
pakan perlakuan dengan jangka waktu
rendah
yang singkat ( 8 minggu) belum dapat
disamping itu juga memiliki
belum
dapat meningkatkan Respon terhadap
selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika
menggambarkan
yang tinggi yang secara fisik dapat
respon pakan introduksi. Komposisi
menghambat
dan
pakan introduksi 2 merupakan pakan
menyebabkan daya cerna bahan pakan
alternatif cukup baik untuk sapi potong
turun(Ginting, 2011).
penggemukan dengan
penguraian
secara
sempurna
Pertambahan
241
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bobot hidup harian rata-rata (average daily gain/ADG) 0,56 kg/ ekor.
Mathius.
I.W.,
D.
Sitompul,
B.P.
Manurung, dan Asmi, 2003. Produk samping tanaman dan
DAFTAR PUSTAKA
pengolahan buah kelapa sawit
Distanhut Kabupaten Bintan, 2011.
sebagai
Laporan
Tahunan
Dinas
bahan
dasar
pakan
komplit untuk sapi. Prosiding
Pertanian dan Kehutanan Prop.
Lokakarya
Kepulauan Riau.
Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.: p.
Distanhutnak Prov. Kepri, Rencana
2009.
Pembangunan
Pengembangan Peternakan Pemerintah Riau.
Prov. Prov.
Dinas
dan
120-128.
Nasional
Sistem
Benkulu
9-10
September 2003.
Potensi
Mathius, I. W., B. P. Manurung, D. M.
Kepri.
Sitompul dan Eko Priyatomo.
Kepulauan
Pertanian
2004.
Integrasi
Sapi-Sawit:
,
Imbangan Pemanfaatan Produk
Kehutanan dan Peternakan Prov.
Samping sebagai Bahan Dasar
Kepulauan Riau.
Pakan.
Diwiyanto. K., D. Sitompul, I. Manti,
Pros. Sem. Sistem
Integrasi
Tanaman-Ternak.
I.W. Mathius, Soentoro, 2003.
Denpasar 20-22 Juli 2004. Hal
Pengkajian
439-446.
pengembangan
usaha sitem integrasi kelapa sawit.
Prosiding
Nasional
Lokakarya
Sistem
Integrasi
Mulyani. A., F. Agus dan A. Rachman, 2003. Kesesuaian lahan untuk kelapa
sawit
di
Indonesia
Kelapa Sawit-Sapi.: p. 11-22.
Prosiding Lokakarya Nasional
Benkulu 9-10 September 2003.
Sistem Integrasi Kelapa Sawit-
Mathius, I. W., D. Sitompul, B. P. Manurung
da,Asmi.
2003.
Produk samping tanaman dan
Sapi.: p. 89-98. Benkulu 9-10 September 2003. PPKS, 2001.
Budidaya kelapa sawit.
pengolahan buah kelapa sawit..
Pusat Penelitian Kelapa Sawit
p.
Medan Sumatera Utara
67-74.
Bengkulu,
September 2003.
9-10
Sutardi. 1991. Aspek Nutrisi Sapi Bali. Pros. Sem. Sapi Bali. Fak.
242
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Peternakan Univ. Hasanuddin Ujung Pandang. Hal 85-109. Sitompul, D. M., B. P. Manurung, I. W. Mathius
dan
Azmi.
2004.
Integrasi
Sapi-Sawit.
Potensi
Produk
Samping
dalam
Pengembangan sapi. Pros. Sem. Sistem
Integrasi
Tanaman-
Ternak. Denpasar 20-22 Juli 2004. Hal 468-473.
243
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENGEMBANGAN SAPI POTONG DALAM KAWASAN INDUSTRI SAWIT: CERITA SUKSES (BEEF CATLLE DEVELOPMENT ON THE PALM OIL INDUSTRY: SUCSESS STORY)
I-W. Mathius*), U. Adiati*) dan Frisda R. Panjaitan**). *)Balai Penelitian Ternak. Jln. Veteran, Ciawi-Bogor. P.O. Box 221.Bogor 16002. e-mail:
[email protected];
[email protected] **)Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jln. Brigjen Katamso No. 51. Medan-20158. Sumatera Utara. e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Rendahnya tingkat produktivitas ternak sapi lokal menyebabkan ketidakberdayaan peternakan sapi lokal mengimbangi permintaan jumlah sapi untuk dipotong. Disisi lain, dampak negatif sebagai akibat pergeseran fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian yang terus meningkat menyebabkan, sumber dan ketersediaan hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan menjadi sangat terbatas. Konsekuensinya adalah tingkat produktivitas ternak yang bersangkutan menjadi rendah. Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan kehadiran dan meningkatkan produktivitas sapi perlu dilakukan upaya mencari sumber pakan nonkonvensional/alternative, seperti produk samping industri sawit. Hasil penelitian dan pengkajian, menunjukkan bahwa produk samping industri kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai bahan pakan sapi dan memberikan hasil yang menjanjikan. Oleh karena itu, kawasan industri sawit seharusnya dapat dipergunakan sebagai basis usaha pengembangan sapi, khususnya sapi potong. Dalam tulisan ini akan dipaparkan keberhasilan upaya integrasi yang telah dan sedang dilakukan, dalam upaya mengoptimalkan sumber daya alam/biomasa agar dapat memberi nilai tambah bagi industri kelapa sawit. Kata kunci: Pakan Non-konvensional, Produk Samping, Sapi Potong, Kelapa Sawit
ABSTRACT The increasing demand of beef causes the rate of cattle being slaughtered enhances. Beside, the shifting of land utilization from agriculture to non agriculture which keeps increasing causes a limited forage availability for farmers to feed their livestock. These two factors contribute to the low productivity of ruminant especially cattle in Indonesia. In order to improve the animal productivity or sustain its production, efforts to search for non-conventional feed resources or alternative feed, such as palm oil by-products, should be conducted. Results from previous experiments and assessmnets showed that by-products from oil palm plantation 244
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
and industry can be used as feedstuff ingredient for beef cattle. Therefore, the area of oil palm plantation and industry can be established as the basis for ruminant production development. This review describes the benefits of integrating palm-oil plantation and livestock have been carried out and the efforts to optimize the use of available feed resources that give an added value to the oil palm industry. Key words: Unconventional Feedstuffs, By-product, Beef Cattle, Palm Oil
pakan yang berkesinambungan baik dalam
PENDAHULUAN Pencanangan Program Swasembada
jumlah yang cukup dan kualitas yang baik.
Daging Sapi dan Kerbau, oleh pemerintah
Di lain sisi, alih fungsi pemanfaatan lahan
merupakan kebijakan subsektor peternakan
padang penggembalaan makin tersisih oleh
yang
meningkatkan
ekspansi pemukiman, jalan raya, industri
ketersediaan daging sapi, (ii) mengurangi
dan kawasan rekreasi (lapangan golf) serta
ketergantungan import daging dan produk
pertanian
ikutannya dan (iii) meningkatkan efisiensi
perkebunan. Oleh karena itu, untuk dapat
dan efektivitas budidaya ternak ruminansia.
memenuhi kebutuhan hidup dan produksi
Untuk mencapai hal tersebut maka upaya
ternak akan pakan, maka diupayakan
peningkatan populasi dan produktivitas
pendekatan untuk kembali menyatukan
ternak
dapat
bidang peternakan sebagai bagian yang
meningkatan populasi dan produktivitas
integral dengan sektor pertanian secara
ternak, maka program tersebut tidak dapat
keseluruhan.
berjalan
dilakukan
bertujuan
perlu
dilakukan.
secara
dukungan
(i)
Untuk
terpisah
lingkungan
dan
pangan,
Upaya
termasuk
tersebut
melalui
integrasi
dapat dan
optimal.
diversifikasi lahan pertanian, termasuk
pakan
perkebunan. Ketersediaan produk samping
merupakan sala satu faktor pembatas yang
industri pertanian dan perkebunan secara
penting.
mutu
berkelanjutan
genetik ternak lokal membutuhkan kondisi
pertimbangan
yang stabil dalam artian tatalaksana yang
bahan baku pakan dapat terjamin. Oleh
memadai, ketersediaan pakan yang cukup,
karena
berkualitas dan berkelanjutan sepanjang
alternatif/spesifik
tahun serta kesehatan ternak yang terjamin.
mengoptimalkan potensi sumber daya alam,
Dengan perkataan lain, problem utama
melalui pola pengembangan peternakan,
upaya
ternak
khususnya sapi potong, yang terintegrasi
ruminansia adalah sulitnya penyediaan
perlu dilakukan. Salah satu peluang yang
Penyediaan
dan
pemberian
Keberhasilan
peningkatan
yang
butuh
tanaman
perbaikan
produksi
itu,
perlu
menjadi
tersendiri,
upaya
agar
bahan pasokan
terobosan-terobosan
lokasi
untuk
dapat
245
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
harus dimanfaatkan secara optimal dengan
pengolahan kelapa sawit yang sedikit
kearifan spesifik lokasi adalah melakukan
banyak akan menimbulkan problem baru
pengembangan peternakan melalui pola
dan perlu diantisipasi. Salah satu cara
integrasi ternak dengan perkebunan.
pemecahannya
Salah perkebunan
satu yang
perkebunan/industri cukup
luas
memanfaatkan
adalah ternak
dengan
(Corley,
2003),
areal
khususnya ternak sapi potong. Sejalan
garapannya dengan laju pertumbuhan per
dengan hal tersebut, ternak ruminansia
tahunnya mencapai 12,6% (Liwang, 2003)
dapat dijadikan mesin hidup untuk dapat
adalah perkebunan kelapa sawit. Tingginya
menyediakan bahan utama pupuk organik.
laju perluasan lahan perkebunan kelapa
Dengan demikian maka pola integrasi
sawit tersebut mengharuskan kita untuk
ataupun diversifikasi tanaman dan ternak
dapat mengoptimalkan manfaat sumberdaya
(khususnya ternak sapi) dapat dikondisikan
yang ada sehingga dapat memberikan nilai
sebagai bagian integral dari usahatani
tambah tersendiri. Kemampuan mengelola
perkebunan,
sumberdaya alam yang ada dan disertai
Kehadiran sapi dengan pengelolaan yang
dengan penerapan teknologi/alih teknologi
benar diyakini memberikan nilai tambah,
yang tersedia diyakini akan membantu para
baik
pelaku produksi ternak ruminansia untuk
langsung dan memberikan dampak yang
keluar dari permasyalahan klasik yang
sangat
selalu dihadapi.
mempertahankan tekstur dan struktur tanah serta
BIOMASA SEBAGAI
INDUTRI BAHAN
KONVENSIONAL
PAKAN UNTUK
SAWIT
sebagai
secara
yang
langsung
besar
sekaligus
disarankan.
maupun
artinya
menjaga
tidak
dalam
kelestarian
lingkungan.
NON-
Biomasa yang dapat diperoleh dari
SAPI
industri sawit, baik yang berasal dari kebun
POTONG Saat ini diperkirakan luas tanam,
maupun pengolahan buah kelapa dan inti sawit
sangat
berpotensi sebagai
untuk bahan
dapat
tanaman kelapa sawit telah mecapai lebih
dipergunakan
pakan
dari 8,2 juta Ha, dan akan terus bertambah
ruminansia. Produk samping asal kebun
luas seiiring dengan makin meningkatnya
antara lain pelepah, daun dan batang,
permintaan akan produk ikutan minyak
sedangkan biomasa asal pengolahan kelapa
kelapa sawit (crude palm oil). Konsekuensi
dan inti sawit adalah lumpur sawit/solid,
logis makin meningkatnya luas tanam
bungkil inti sawit, serat perasan dan tandan
kelapa sawit, adalah makin meningkatnya
kosong. Mengacu pada hasil penelitian
produk samping kebun dan hasil ikutan
terdahulu (Diwyanto et al., 2004; Sitompul,
246
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
2004; Mathius et al., 2005) dan nilai
Pencacahan secara manual lebih disenangi
biomasa yang dapat diperoleh, maka nilai
daripada
dengan
menggunakan
mesin.
biomasa yang dihasilkan untuk setiap satu
Selama
proses
pencacahan
dengan
satuan luas (per Ha) dalam setahun adalah
menggunakan mesin, pelepah mengalami
13.585 kg bahan kering (tidak termasuk
tekanan, sehingga
cangkang yang mencapai 900 kg) (Tabel 1).
pelepah hilang. Sebagai konsekuensinya,
Jika diasumsikan hanya 60 % dari biomasa
produk cacahan cepat menjadi kering dan
yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh
kurang disukai. Selanjutnya, pengembangan
ternak ruminansia, maka jumlah ternak sapi
teknologi
yang dapat ditampung untuk setiap Ha
menunjukkan bahwa dengan perajangan
adalah 2 ST (1 Satuan Ternak/ST setara
menggunakan
dengan 250 kg dan konsumsi setiap 1 ST +
rajangan menjadi lebih lunak dan seragam
3,5% dari bobot hidup). Nilai tersebut dapat
dalam bentuk, sehingga lebih disenangi
disetarakan dengan sejumlah lebih dari 2,5
sapi, jika dibandingkan dengan produk
ekor sapi dewasa (1 ekor sapi dewasa setara
cacahan, baik secara manual maupun
dengan 0,7 ST). Namun demikian untuk
menggunakan
lebih meningkatkan dayaguna biomasa
pelepah-daun yang telah dirajang, sapi tidak
tersebut sebagai bahan pakan sapi potong,
lagi dapat melakukan pemisahan/pemilihan
diperlukan sentuhan teknologi.
antara daun dan pelepah. Keadaan yang
sebagian
perlakuan
mesin
kadar
secara
shreder,
mesin.
Dalam
air
fisik
produk
kondisi
demikian sangat membantu operasional TEKNOLOGI PRODUK
PENGOLAHAN
SAMPING
INDUSTRI
keseharian
petugas
kandang, sekaligus
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja kandang dan meningkatkan
SAWIT Sebagaimana
produk
samping
tanaman pertanian lainnya, produk samping
efisiensi peggunaan pakan. Solid/lumpur
sawit
diketahui
industri kelapa sawit mengandung serat
mengandung protein kasar sejumlah 12-14
kasar yang tinggi, kandungan protein kasar
% dari bahan kering. Solid dapat diberikan
yang rendah dan disertai dengan tingkat
secara langsung pada sapi, namun demikian
kesenangan ternak yang rendah, Untuk
pemberiannya sebaiknya dilakukan dalam
dapat meningkatkan tingkat konsumsi dan
kondisi segar dan jumlah pemberiannyapun
palatabilitas pelepah dan daun kelapa sawit
dilakukan
maka
mengandung air sejumlah 75 %, dan pada
perlakuan
fisik
cacah/chop/dipotong-potong dilakukan
(Mathius
et
seperti perlu
al.,
2004).
kondisi
secara
yang
bertahap.
demikian
Solid
mudah
tercemar/ditumbuhi cendawan. Solid yang
247
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sudah tercemar cendawan kurang disukai
Formulasi pakan sapi yang berbasis
ternak sapi. Pemberian dalam jumlah yang
produk
banyak akan menyebabkan sapi mengalami
dilakukan. Penggunaan ransum biomasa
gangguan pencernaan yang diindikasikan
industri sawit dengan komposisi 1 bgn
dengan diare yang berlebihan. Bungkil inti
cacahan pelepah, 1 bagian solid dan 1
kelapa sawit merupakan produk samping
bagian bungkil inti sawit, telah mampu
yang mengandung nutrien dan nilai biologis
memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
yang
bahkan
tinggi
dan
pemanfaatannya
oleh
itu,
industri
berproduksi
sawit
yang
telah
ditunjukkan
diragukan.
dengan pertambahan bobot hidup harian
Kandungan protein kasar bungkil inti sawit
seberat 310 g ekor-1 hari-1(Tabel 3b)
cukup bervariasi dengan kisaran 14 - 16 %.
Demikian pula, uji biologis pakan berbasis
Variasi kandungan protein kasar tersebut
produk
sangat tergantung pada tingkat cemaran
beberapa lokasi yang berbeda) memberikan
bungkil itu sendiri. Pada umumnya BIS
hasil
tercemar cangkang yang dapat mencapai 20
memuaskan, jika dibandingkan dengan
% (Mathius, et al., 2009). Selanjutnya
respon ternak sapi yang hanya mendapat
dengan teknologi penyaringan/ayakan dapat
pakan
mengurangi
dan
(Tabel 2, 3a, 6abc). Dari Tabel 3ab dan
sekaligus meningkatkan kandungan protein
6abc, terlihat bahwa sapi yang mendapat
kasar BIS. Upaya pengkayaan kandungan
ransum yang keseluruhannya tersusun dari
nutrisi campuran solid-bungkil inti sawit
produk samping industri sawit memberikan
sebagai substrat telah pula dilakukan
respons
melalui proses fermentasi dan enzimatis ,
pertambahan bobot hidup harian maupun
baik dalam skala laboratorium, maupun
ukuran tubuh sapi. Evaluasi terhadap
skala lapang yang terbatas. Fermentasi
kondisi tubuh sapi kajian menunjukan
dengan menggunakan kapang Aspergillus
bahwa dengan pakan berbasis biomasa
niger,
kandungan
produk samping industri sawit mampu
protein kasar dari 12,21 menjadi 24,5 %
memperbaiki kondisi tubuh calon induk,
(dasar bahan kering), sementara kandungan
jika
energi termetabolis meningkat dari 1,6
pemberian
Kkal/kg menjadi 1,7 Kkal/kg (Sinurat et al.,
condition) (Tabel 4). Oleh karena itu,
1998; Purwadaria et al., 1999; Sinurat et
diyakini
al., 2004; Suzana et al., 2009).
dikembangkan
dapat
tidak
karena
samping
cemaran
cangkang
meningkatkan
samping
yang
industri
sawit
konsistent
tradisional
yang
(existing
lebih
dibandingkan pakan
bahwa
dan
(pada
cukup
condition)
baik,
baik
dari
dengan
perlakuan
seadanya
(existing
ternak dengan
sapi
dapat
mengandalkan
biomasa industri sawit sebagai bahan dasar
248
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ransum sapi . Dengan perkataan lain,
untuk sapi Bali muda/pasca sapih seberat
pemberian
berbasis
230 g. Nilai yang dilaporkan tersebut, lebih
biomasa/produk samping industri sawit
rendah dari pada yang diperoleh pada
dapat diandalkan sebagai sumber utama
kegiatan yang dilakukan di kawasan sawit.
pakan sapi.
Dilaporkan pula bahwa tingkat effisiensi
pakan
yang
Selanjutnya, uji biologis penggunaan
penggunaan pakan/ransum yang terbaik
produk fermentasi sebagai pakan tambahan
terjadi pada ternak sapi yang mendapatkan
pada sapi pembesaran yang diberi pakan
ransum dengan solid 33 %, dengan nilai
basal cacahan pelepah sawit, memberikan
7,04, sementara yang terendah terjadi pada
respons yang cukup menjanjikan dengan
sapi yang mendapat ransum komersial,
kenaikan bobot hidup harian 80 % lebih
yakni 11,36. Oleh karena itu, diyakini
baik jika dibandingkan dengan kenaikan
bahwa ternak sapi dapat dikembangkan
bobot hidup harian sapi yang diberi pakan
dengan mengandalkan produk samping
tambahan yang tidak difermentasi. Ternak
industri sawit (Mathius et al., 2004).
percobaan
mengalami
Dengan perkataan lain, pemberian pakan
gangguan pencernaan. Ternak sapi yang
yang berbasis produk samping industri
mendapatkan ransum yang tersusun dari
sawit dapat diandalkan sebagai sumber
produk fermentasi mengkonsumsi lebih
utama pakan sapi.
(sapi)
tidak
banyak protein dan energi. Konsekuensi dari
tingkat
yang
produk samping industri sawit pada ternak
sekaligus mempengaruhi tingkat konsumsi
sapi BX dengan pola pemeliharaan intensif
nutrien lainnya, khususnya protein kasar
menunjukkan
dan energi adalah pertambahan bobot hidup
Sejumlah 120 ekor sapi BX (117 ekor
harian. Laju pertambahan bobot hidup
betina dan 3 ekor jantan) yang didatangkan
harian pada penelitian dan kajian terdahulu
dari
berkisar antara 0,23 kg/e/h (kondisi petani)
kawasan perkebunan sawit dalam kandang
– 0,72 kg/e/h (kondisi introduksi). Panjaitan
kelompok, dipergunakan sebagai materi
dkk
ujikaji
(2003),
konsumsi
ransum,
Uji terpisah penggunaan biomasa
melakukan
pengamatan
Australia,
hal
yang
dipelihara
penggunaan
menjanjikan.
pada
biomasa
suatu
produk
terhadap penampilan sapi Bali pada kondisi
samping industri sawit. Hasil pengamatan
lapang di daerah NTB selama tiga tahun
menunjukkan bahwa subsitusi penggunaan
dan
pertambahan
vegetasi alam yang diperoleh dari kawasan
bobot hidup anak sapi Bali yang belum
sawit dengan biomasa produk samping
disapih adalah 410 + 11 g/hari/ekor,
industri sawit, berlangsung selama lebih
sementara pertambahan bobot hidup harian
kurang sebulan dan selanjutnya sapi-sapi
mendapatkan
bahwa
249
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tersebut telah mampu mengkonsumsi pakan
dan daun. Kedua, pabrik kelapa sawit yang
berbasis biomasa produk samping industri
dapat menyediakan pakan tambahan berupa
sawit. Hasil kajian pada sapi BX yang
solid
diberi
sawit
bungkil inti sawit (PKO/pabrik kernel oil).
menunjukkan tingkat kebuntingan sebesar
Produk ikutan pengelolaan buah sawit ini
83,3 % (Adiati et al., 2011).
dapat disediakan dalam bentuk seadanya
pakan
Kondisi
berbasis
biomasa
sebagai
yang
(PKS/pabrik
kelapa
sawit)
dan
telah
(segar) maupun dalam bentuk olahan yang
diutarakan diatas, yakni pakan sapi dapat
telah diperkaya kandungan nutrien produk
disusun dari sebagian besar biomasa sawit,
(fermentasi).
memberi peluang untuk dapat menyusun ransum siap saji. Fabrikasi pakan sapi
POLA USAHA SAPI POTONG.-
berbasis biomasa sawit dalam skala terbatas
Didasarkan pada pertimbangan kesesuaian
telah pula dikembangkan, baik dalam
daya dukung wilayah (pakan), ketersediaan
bentuk pelet maupun balok (Mathius et al.,
tenaga kerja, sarana dan prasarana maka
2009),
skala
pendekatan dalam upaya pengembangan
lapang/komersial perlu pengkajian yang
sapi potong di kawasan industri kelapa
lebih dalam. Uji biologis bentuk pakan
sawit dapat dikelompokkan dalam tiga pola
(pelet vs balok vs crumble) telah pula
pemeliharaan. Pola dimaksud adalah: (i)
dilakukan dan menunjukkan bahwa bentuk
pola
pakan
pemeliharaan
meskipun
mempengaruhi
dalam
konsumsi
bahan
pemeliharaan
ekstensif
intensif
dan
(ii)
pola
(iii)
pola
kering pakan (Tabel 5). Dengan perkataan
pemeliharaan campuran dari kedua pola
lain pabrik pakan mini dapat didirikan
terdahulu.
sebagai yang telah dilakukan pada beberapa
ad (i). Pola ekstensif.-
tempat.
Pola
pemeliharaan
secara
ekstensif
dilakukan dengan cara membiarkan ternak ALTERNATIF POLA DAN MODEL
sapi dikawasan perkebunan kelapa sawit.
PENGEMBANGAN
Kelebihan cara ini adalah ternak dibebaskan
SAPI
DALAM
KAWASAN INDUSTRI SAWIT
untuk dapat memperoleh pakan yang
Sebagai yang telah diutarakan diatas
disenangi. Konsekuensi pola ini adalah
maka bahan pakan yang dapat disediakan
kemungkinan ternak akan merumput pada
oleh industri sawit bersumber pada dua
daerah yang disenangi sehingga dapat
lokasi. Pertama, kebun kelapa sawit yang
merusak tanaman inti dan lingkungan
dapat menyediakan bahan baku utama
dimana ternak berada. Dengan perkataan
pakan hijauan, yakni vegetasi alam, pelepah
lain,
defoliasi
yang
berlebihan
akan
250
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk
kesempatan untuk dapat memelihara ternak
menghindari
mungkin
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
dapat terjadi, maka dibutuhkan pengawasan
ataupun disesuaikan dengan daya dukung
yang
lahan
ketat.
kerusakan
Sebagai
yang
konsekuensinya,
garapan
yang
ketersediaan
itu, pola ini kurang disarankan, baik pada
dikerjakan baik pada kawasan yang belum
areal perkebunan yang belum produksi
maupun
maupun pada wilayah kebun yang telah
pekebun/petani-sawit pada kawasan kelapa
berproduksi. Dalam keadaan terpaksa, pola
sawit yang belum berproduksi, jumlah
ekstensif dapat dilakukan dengan sedikit
pengelolaan ternak sapi harus dibatasi,
penyesuaian agar tanaman pokok tidak
mengingat sumber daya dukung masih
terganggu. Penyesuaian dimaksud adalah
terbatas.
dengan mengikat ternak sapi dimaksud
ad (iii). Pola campuran.-
dalam radius tertentu, sehingga ruang gerak
Pola
merumputnya
terbatas.
menggabungkan pola dikandangkan pada
terbatas,
malam hari dan digembalakan secara
sebaiknya hanya dilakukan pada siang hari
terbatas (dibawah pengawasan/diikat) pada
dengan
lokasi
siang hari. Agar daya dukung pakan hijauan
merumput sebanyak tiga kali (pagi, siang
lokal tersedia sepanjang tahun maka sistem
dan sore hari). Dengan mekanisme yang
pengembalaan harus diatur. Defoliasi yang
diuraikan diatas, maka pola pemeliharaan
berlebihan dapat terjadi, oleh karena itu
yang demikian hanya dapat dilakukan oleh
keseimbangan vegetasi yang ada harus
petani sawit pemilik sapi dengan skala
dipertahankan dan bahkan harus dapat
kepemilikan yang relatif masih sedikit.
ditingkatkan. Hal terakhir perlu dilakukan
Pemeliharaan ekstensif dapat dilakukan
karena selain untuk menghindari kerusakan
dengan pengawalan yang ketat oleh seorang
kebun
penggembala.
tampung (over grazing), kehadiran sapi
ad (ii). Pola intensif.-
pada
Pola pemeliharaan ini dapat dilakukan
sumbangan tertentu. Kotoran ternak dapat
dengan cara menggandangkan ternak setiap
dipergunakan sebagai bahan pupuk organik
saat. Kebutuhan pakan harian disediakan
yang dapat memperbaiki struktur dan
setiap
pekebun/petani-sawit
meningkatkan kesuburan tanah. Dengan
pemilik sapi dalam suatu kawasan tertentu
sedikit sentuhan teknologi tepat guna, tidak
(satuan
mustahil daerah kritis yang pada mulanya
Pemeliharaan
pola
frekuensi
hari.
Para
ekstensif
pemindahan
pemukiman/afdeling)
diberi
telah
suatu
ini
berproduksi.
pemeliharaan
sebagai
Pola
dan
membutuhkan tenaga ekstra. Oleh karena
menjadi
waktu.
ditangani
dimaksud
akibat
area
melebihi
dapat
dapat
Untuk
adalah
daya
memberikan
251
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kurang dapat dikelola sebagai daerah
penyediaan bahan baku pakan hijauan dapat
tanaman pertanian akan dapat ditingkatkan
dilakukan oleh pekebun, petani sawit dan
dan akan memberikan nilai tambah kepada
keluarga
pekebun/petani-sawit. Introduksi tanaman
Sementara pakan tambahan dapat diperoleh
pangan
yang
dari pihak supplier sebagai penyedia produk
berkualitas, baik berupa tanaman pangan
ikutan pabrik olahan buah kelapa dan inti
semusim (jagung, singkong), rerumputan
sawit.
maupun
ataupun
tanaman
pakan
hijauan
legum
pohon
serta
karyawan
perusahaan.
pada
Terbatasnya luas lahan garapan para
kawasan perkebunan kelapa sawit yang
pekebun ataupun petani-sawit, maka model
belum berproduksi dapat dilakukan dengan
ini sebaiknya dilakukan dengan jumlah
pendekatan pola tanam tumpang sari/sela.
ternak yang terbatas, yakni 2 ST sapi potong untuk setiap Ha kebun kelapa sawit. Dengan perkataan lain petani-sawit dengan
MODEL USAHA SAPI POTONG Setelah
pola
pemeliharaan
lahan garapan seluas 2 - 4 Ha, dapat
ditetapkan, maka selanjutnya maka model
memelihara sejumlah 4 – 8 ST sapi potong,
usaha perlu pula disepakati. Ada dua model
sementara
usaha utama yang dapat dikembangkan di
perusahaan) dengan luas ancak/olahan yang
kawasan industri kelapa sawit. Model usaha
pada umumnya mencapai 10 – 15 Ha dapat
dimaksud adalah (1) perbanyakan dan
memelihara
penyediaan bakalan, (ii) model pembesaran
potong. Disadari bahwa pemberian pakan
dan penggemukan dan (3) kombinasi dari
yang bersumber hanya dari pelepah-daun
kedua model terdahulu.
kelapa sawit, vegetasi alam dan produk
ad 1. Model usaha perbanyakan dan
samping tanaman pangan belum mampu
penyediaan sapi potong bakalan.-
memenuhi kebutuhan sapi potong akan
Untuk dapat mengadakan sapi potong
nutrien. Hal tersebut akan mengganggu
secara
berkelanjutan,
perbanyakan/penyediaan
para
pemanen
sejumlah
10-15
(karyawan
ST
sapi
maka
usaha
siklus reproduksi dan produksi sapi potong.
bakalan
perlu
Oleh karena itu, pemberian pakan tambahan
dilakukan. Model ini dapat dilakukan
perlu
secara ekstesif-terbatas dan semi-intensif
dipenuhi dengan memberi tambahan bahan
dan dikembangkan serta diarahkan pada
pakan asal hasil ikutan pengolahan kelapa
kawasan inti perkebunan kelapa sawit
sawit dan inti (dari pabrik). Hasil ikutan
(Swasta/BUMN/Perorangan)
pada
pengolahan kelapa sawit tersebut dapat
wilayah binaan (plasma). Hal tersebut
dilakukan dalam bentuk bahan yang belum
didasarkan
diperkaya
pada
dan
pertimbangan
bahwa
dilakukan.
Keadaan
ataupun
telah
ini
dapat
diperkaya 252
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kandungan
nutriennya
melalui
proses
dibesarkan, digemukkan dan dipasarkan.
fermentasi. Cara subsidi ataupun bantuan
Sementara
ringan dari pengelola pabrik pengolahan
didistribusikan/dijual
buah kelapa dan inti sawit ataupun supplier.
pekebun/petani-sawit yang menginginkan
Dengan pola penyediaan pakan sebagai
untuk dapat dijadikan sebagai calon induk.
yang diutarakan diatas, maka diyakini
Pola
siklus
tidak
pekebun/petani-sawit tersebut dapat pula
untuk
dipakai/diarahkan
reproduksi
menjadi
dan
masalah.
produksi
Selanjutnya
sapi
yang
betina
anak
dapat
kembali
ke
diterapkan
ditingkat
sebagai
menghindari kegagalan reproduksi sebagai
pengadaan
akibat ketidak seimbangan seks ratio ternak
pendataan yang baik, diyakin program yang
yang ada maka imbangan jantan-betina
diarahkan untuk penyediaan sapi potong
disarankan
Untuk
bibit dapat dilakukan. Model ini telah
menghindari terjadinya perkawinan sedarah
berkembang pada beberapa kawasan sawit,
maka sistem rotasi pejantan dalam satu
meskipun masih membutuhkan perbaikan-
satuan waktu tertentu dari satu satuan
perbaikan tatalaksana (Bengkulu, Riau dan
pemukiman ke lain satuan pemukiman
Medan).
harus dilakukan secara teratur. Ketersediaan
ad 2. Model usaha pembesaran dan
pejantan yang langka dapat diatasi dengan
penggemukan.
sebesar
1
:
10.
teknik kawin suntik (IB). Diyakini dengan
bibit
sapi
sumber
Kontinyuitas
potong.
pengadaan
Sistem
sapi
pengaturan sistem perkawinan yang terarah,
bakalan dari model perbanyakkan dan
para
penyediaan
pekebun/petani-sawit/karyawan
bakalan
akan
perusahaan dapat menjual ternak bakalan
menentukan
berumur 1,0 - 1,5 tahun secara periodik dan
pembesaran dan penggemukan sapi potong.
berkelanjutan mulai pada akhir tahun
Tujuan akhir model ini adalah pasar dengan
kedua/awal tahun ketiga. Penjualan ternak
produk
secara periodik dan jumlah ternak yang
komperatif. Pada umumnya sapi bakalan
dijual akan sangat bergantung pada jumlah
memiliki kecepatan pertumbuhan yang
kepemilikan
tinggi,
ternak
yang
dimiliki.
keberadaan
yang
dan
model
sangat
memiliki
oleh
karena
usaha
keunggulan
itu
untuk
Pengeluaran sapi jantan anak diarahkan
mendapatkan tingkat pertumbuhan yang
sebagai bentuk sapi bakalan untuk tujuan
optimal diperlukan pasokan pakan yang
pembesaran dan penggemukan. Diharapkan
cukup dalam artian cukup jumlah dan baik
pihak perusahaan atau yang ditunjuk (dalam
kualitasnya.
bentuk anak perusahaan) dapat menampung
ketersediaan pakan yang berkelanjutan,
Untuk
itu
dibutuhkan
sapi bakalan tersebut untuk selanjutnya
253
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sumber daya manusia yang trampil dan
pembesaran dan penggemukan dalam suatu
ketersediaan sarana dan prasarana.
wilayah industri
dapat diperhitungkan.
Ketersediaan pakan dimaksud tidak
Hasil pengamatan yang telah dilakukan
saja dalam bentuk hijauan yang merupakan
menunjukkan bahwa pakan yang tersusun
pakan pokok, akan tetapi bahan pakan
dari pelepah kelapa sawit, solid yang
tambahan agar kebutuhan ternak akan
diperkaya dan bungkil kelapa sawit pada
nutrien dapat terpenuhi. Pakan tambahan
sapi memberikan respons pertambahan
dapat disusun dari hasil ikutan industri
bobot hidup harian dengan kisaran 0,580 –
sawit yang telah diperkaya kandungan
1,12 kg per hari (Mathius et al., 2005;
nutriennya dan dilengkapi dengan pakan
Purba et al., 2012). Sementara pemberian
imbuhan sebagai sumber mineral dan
cacahan pelepah yang ditambahkan solid
vitamin.
dalam
yang belum memdapat perlakuan dan
usaha
bungkil inti sawit hanya memberikan
pengembangan
pertambahan bobot hidup harian seberat +
Untuk
tatalaksana tersebut,
memudahkan
harian maka
pengelolaan
daerah
model pembesaran dan penggemukan sapi potong
sebaiknya
diarahkan
kedaerah
0,340 kg (Mathius et al., 2004). Pola
pemeliharaan
untuk
disekitar pabrik pengolahan kelapa sawit.
pembesaran dan penggemukan sebaiknya
Hasil ikutan solid dan bungkil inti sawit
dilakukan secara intensif. Hal ini dilakukan
merupakan komponen penting yang dapat
dengan
dipakai
sumber
penangannya/tatalaksana. Ruang gerak sapi
protein dan energi. Hasil ikutan yang telah
potong yang dibatasi menyebabkan pasokan
diperkaya kandungan nutriennya dapat
nutrien dari pakan yang dikonsumsi dapat
diformulasikan
sebagai
bahan pakan
agar
mudah
bahan
pakan
dimanfaatkan secara optimal dan efisien
pemberian
pakan
serta tersimpan dalam tubuh ternak dalam
lengkap dalam artian cukup jumlah dan
bentuk pertambahan bobot hidup. Untuk
baik kualitasnya, dapat dipenuhi dan bobot
efisiensi
hidup siap potong dapat tercapai dalam satu
penyediaan dan pemberian pakan harus
satuan waktu tertentu. Dengan asumsi
diperhitungkan sebaik mungkin agar dapat
bahan konsumsi bahan kering untuk sapi
memenuhi kebutuhan harian ternak yang
potong sebanyak 3 - 4 % dari bobot dan
bersangkutan.
dengan mengetahui kapasitas produksi
mencegah pemborosan pemberian pakan
produk samping dan hasil ikutan sebuah
harian, terutama apabila perbedaan bobot
industri pengolahan buah kelapa sawit
hidup individu sapi dalam suatu kelompok
maka jumlah/kapasitas tampung ternak
cukup besar. Perubahan yang terjadi setiap
tambahan,
sebagai
alasan
sehingga
pemanfaatan
Hal
ini
pakan
penting
maka,
untuk
254
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
hari dari masing-masing individu ternak
dapat disarankan dapat dikelompokkan
perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu,
dalam beberapa pola usaha.
ketrampilan sumber daya manusia perlu
Pola usaha dimaksud adalah, model
mendapat perhatian. Model dengan sistem
usaha ekstensif, (ii) model usaha intensif
pemeliharaan yang intensif menyebabkan
dan (iii) model usaha campuran/semi
pola usaha ini harus dilakukan secara
intensif. Sementara model yang dapat
professional. Untuk itu disarankan agar
dikembangkan adalah, (i) usaha penyediaan
model ini dikelola secara profesional oleh
bakalan, perbanyakan dan bibit sapi potong,
suatu badan usaha/anak perusahaan (seperti
dan (ii) pembesaran dan penggemukan.
koperasi), yang sekaligus dapat bertindak
Pola pertama dapat dilakukan oleh petani-
sebagai inti usaha sapi potong.
sawit/perorangan, petani-plasma dan para pemanen pada perusahaan perkebunan. Sistem pencatatan yang baik tidak menutupi
PENUTUP Ketersediaan biomasa industri sawit
kemungkinan model ini dapat juga dipakai
sebagai bahan pakan non-konvensional
sebagai usaha penyediaan bibit sapi potong.
belum dimanfaatkan secara optimal. Tanpa
Pola pengembangan ini dapat dilakukan
sentuhan teknologi, potensi industri kelapa
secara semi intensif dengan penambahan
sawit dapat menampung (2-3) ekor ST sapi
pakan tambahan pada malam hari. Pola
potong
dengan
kedua membutuhkan perhatian yang lebih,
pertambahan bobot hidup harian seberat
khususnya menyangkut penyediaan pakan
0,338
dan oleh karena itu pola ini harus dilakukan
untuk
kg.
setiap
Dengan
Ha,
inovasi
teknologi
sederhana, pertambahan bobot hidup harian
secara
tersebut dapat ditingkatkan sebesar 72 %
keseharian, sebaiknya pola ini dikelola
atau dapat mencapai 0,580 kg. Sementara
dalam
pemeliharaan yang sangat intensif memberi
dikelola
pertambahan bobot hidup harian hingga
perusahaan. Model ini akan lebih memberi
1,12 kg. Fabrikasi/penyediaan pakan siap
makna apabila diikuti dengan penyediaan
saji berbasis biomasa industri sawit sangat
dan pemberian pakan siap saji. Untuk
memungkinkan dengan mendirikan pabrik
mendapat
pakan
mini.
Dalam
tatalaksana
bentuk
kelompok
dan/ataupun
oleh
perusahaan
inti/koperasi
hasil
yang
memuaskan,
pada
pola
operasional kedua pola ini diharapkan
kelapa
sawit
seiring-sejalan secara simultan dalam suatu
(rakyat, swasta dan BUMN), potensi dan
wadah kemitraan. Jika kedua pola ini
peluang yang ada serta menjanjikan, maka
berjalan berdampingan, diyakini tingkat
pola dan model usaha pengembangan yang
produktivitas
kepemilikan
Mengacu
intensif.
perkebuan
sapi
potong
dapat
255
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ditingkatkan dan sekaligus dapat memberi
Domba dan Kambing di Indonesia.
nilai tambah, baik untuk pekebun/petani-
Puslitbangnak-Deptan.
sawit/perorangan, maupun untuk industri
Indonesia. pp 37-41.
kelapa
sawit.
Dengan
pendapatan
perkataan
persatuan
luas
Bogor,
lain
Mathius, I-W., D. Sitompul, B.P. Manurung
lahan
dan Azmi. 2004a. Produk samping
perkebunan kelapa sawit dapat meningkat.
tanaman
dan
pengolahan
kelapa
sawit sebagai bahan pakan ternak DATAR PUSTAKA
sapi potong: Suatu tinjauan. In Pros.
Adiati, U, I-W. Mathius, Hastono, Susana
Lokakarya Nasional Sistem Integrasi
IWR, A. Fanindi. 2011. Penggunaan
Kelapa Sawit-Sapi. Badan Litbang
pakan
Pertanian, Pemprov Bengkulu dan
berbasis
produk
samping
industri sawit pada sistem perbibitan
PT. Agricinal. pp. 120-128.
sapi model Grati dengan tingkat
Mathius, I-W., Azmi, B.P. Manurung, D.M.
kelahiran 65%. Lap. Kegiatan PIPP.
Sitompul dan E. Priyatomo. 2004b.
Kementerian RISTEK. 2011.
Integrasi
Corley R.H.U. 2003. Oil Palm: A major Tropical Crop. Burotrop 19: 5-7.
Pengkajian
dan
Pemanfaatan
Imbangan
Produk
Samping
sebagai Bahan Dasar Pakan. In Pros.
Diwyanto K., D. Sitompul, I. Manti, I-W. Mathius
Sapi-Sawit:
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak.
Soentoro.
2004.
Puslitbang Peternakan, BPTP Bali
pengembangan
usaha
dan CASREN. pp. 439-446.
sistem integrasi kelapa sawit-sapi.
Mathius,
I-W.,
A.P.
Sinurat,
B.P.
Pros. Sistem Integrasi Kelapa Sawit-
Manurung, D.M. Sitompul dan Azmi.
Sapi. Lokakarya Nasional Sistem
2005.
Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Setiadi
fermentasi lumpur-bungkil sebagai
dkk., (Eds). Badan Litbang Pertanian,
bahan pakan sapi potong. In Pros.
Pemprov
Seminar
Bengkulu
dan
PT.
Agricinal. pp. 11-22. Liwang T. 2003. Palm Oil mill effluent management. Burotrop. 19: 38. Mathius, I-W., J.E. van Eys, M. Rangkuti,
Pemanfaatan
produk
Nasional
Teknologi
Peternakan dan Veteriner. September 2005. Mathius,
I-W.,
Tresnawati
A.P.
Sinurat
dan
B.P.
,
D.P.
Manurung.
N. Thomas dan W.L. Johnson. 1984.
2007. Suatu kajian pakan siap saji
Karakteristik sistem pemeliharaan
berbasis produk samping industri
ternak ruminansia kecil di Jawa
kelapa sawit untuk sapi bunting.
Barat: Aspek makanan. In Pros.
256
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pros.
Semnas
Peternakan
dan
Veteriner. Bogor 2006. Mathius,I-W.,
Sinurat. A.P., T. Purwadaria, J. Rosida,
Sitompul, B. P. Manurung dan Azmi.
H.Surachman, H. Hamid dan I.P
2008 Pengaruh bentuk pakan dan
Kompiang.
lama penyimpanan terhadap kualitas
suhuruang fermentasi dan kadar aair
dan nilai biologis pakan komplit.
substrat terhadap nilai gizi produk
Pros. Seminar Nasional Peternakan
fermentasi Lumpur sawit. JITV 3(4):
dan Veteriner. 2007
225-229.
I-W.
P.
pemanasan. JITV. 4(4):257-263. D.M.
Mathius,
A.
setelah proses pengeringan dengan
Sinurat,
2010.
1998.
Pengaruh
Optimalisasi
Sinurat A., T. Purwadaria, I-W. Mathius,
Pemanfaatan BIS untuk sapi yang
D.M. Sitompul dan B.P. Manurung.
diberi pakan dasar rumput alam. Pros
2004. Integrasi Sapi-Sawit: Upaya
Seminar Nasional Peternakan dan
Pemenuhan Gizi Sapi dari Produk
Veteriner. 2010 Bogor,
Samping.
Panjaitan. T., G. Fardyce and D. Poppi.
Pros.
Seminar
Integrasi Tanaman-Ternak. Puslibang
2003. Bali cattle performance in dry
Peternakan,
tropics of Sumbawa. JITV. 8(3): 183-
CASREN. pp. 424-429.
188.
Sistem
BPTP
Bali
dan
Sitompul. D. 2004. Desain pengembangan
Purba A., I-W. Mathius, S.P. Ginting dan
kebun dengan sistem usaha terpadu
F.R. Panjaitan. 2012. Pakan lengkap
ternak sapi Bali. Pros. Lokakarya
berbasis
Nasional Sistem Integrasi Kelapa
biomasa
Penggemukan kambing
sapi
kacang.
sawit: local
Lap.
dan SINas.
Bandung 20-30 Novemer 2012 Purwadaria,T., A.P. Sinurat, Supriyati, H.
Sawit-Sapi.
Setiadi
dkk.,
(Eds).
Badan Litbang Pertanian, Pemprov Bengkulu dan PT. Agricinal. . pp. 1122.
Hamid dan I.A.K. Bintang. 1999. Evaluasi nilai gizi Lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger
257
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
258
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
259
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
260
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
261
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
262
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
KAJIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PAKAN SAPI POTONG MELALUI PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT MENDUKUNG PROGRAM GERAKAN PENSEJAHTERAAN PETANI (GPP) DI SUMATERA BARAT
Abdullah Bamualim, Wirdahayati, Ratna A.D., Jefrey M. Muis, dan R. Wahyuni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat
ABSTRAK Di Indonesia, terdapat potensi pakan lokal cukup besar yang berasal dari hasil ikutan tanaman sawit dengan luas sekitar 9 juta ha. Di Sumatera Barat, luas perkebunan sawit kini mencapai 350.000 ha termasuk seluas 170.000 ha telah menghailkan. Kajian ini meliputi kegiatan survai pendasaran tentang pemeliharaan ternak sapi pada lahan perkebunan tanaman sawit di lokasiGPP. Hasil survai memperlihatkan bahwa peternak memelihara sapi potong secara tradisional dan belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit. Kegiatan kajian teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit menunjukkan bahwa (i) Sapi yang diberi Solid dan BIS mengalami peningkatan berat badan yang signifikan, (ii) Sapi menyenangi Solid karena palatabel, dan (iii) Pemberian silase pelepah sawit pada sapi PO meningkatkan pertumbuhan dan fungsi reproduksi, serta menghemat waktu dan tenaga petani dalam mengumpulkan hijauan rumput. Hasil pengkajian ini mendorong berkembangnya teknologi penyediaan pakan bermutu berbasis tanaman sawit. Pengembangan teknologi pemanfaatan pakan sapi potong berbahan baku hasil ikutankelapa sawit, perlu terus disosialisasikan kepada para stakeholder dan endusers. Kata kunci: Teknologi pakan, Hasil ikutan sawit, Sapi potong, Diseminasi. ABSTRACT In Indonesia, there is a potential of local feedstuffs derived from by-product of palm oil plant which cover about 9 million ha. In West Sumatera, palm oil plantation is about 350,000 ha, including 170,000 ha productive plants. This research covered survey activity in GPP locations which showed that the farmers raise cattle in a traditional way and oil palm plantation by products are not utilized for animal feeds. The results indicated that cattle fed with oil palm by products, experienced higher growth rates and was able to save farmer’s time in collecting grasses and improving cattle productivity. In conclusion, the research results reccommended to be implemented at a larger scale. Key words: Feed technology, Palm oil by-products, Beef cattle, Dissemination.
produktivitasnya rendah. Masalah utama
1. PENDAHULUAN Sebagian besar sapi potong dalam
pengembangan peternakan sapi potong
negeri dipelihara oleh peternakan sapi
adalah rendahnya kualitas dan kuantitas
rakyat
pakan. Sapi potong membutuhkan hijauan
dengan
ekor/peternak,
skala sehingga
usaha
1-3 tingkat
dengan
kualitas
dan
kuantitas
yang
263
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
terjamin.
Pemanfaatan
sumberdaya
Dari luasan tamaman sawit yang
pertanian sebagai pakan alternatif menjadi
telah berproduksi, dihasilkan sebanyak 1,07
pilihan sebagai sumber pakan ternak sapi.
juta ton pelepah sawit, 36-55 ribu ton Solid
Pengembangan potong
perlu
peternakan
diupayakan
sapi dengan
dan
18,200
ton
Bungkil
inti
sawit
(Buharman, 2011) yang merupakan sumber
memanfaatkan dukungan sumberdaya alam
pakan
yang tersedia. Salah satu di antaranya
diperoleh. Kandungan gizi Solid cukup
adalah hasil ikutan perkebunan kelapa
tinggi
sawit. Dewasa ini, luas pertanaman kelapa
sekitar 13%. BIS merupakan sumber pakan
sawit nasional telah mencapai sekitar 9 juta
berkualitas bagi ternak ruminansia dengan
ha yang terkonsentrasi di Pulau Sumatera
kandungan protein sekitar 15-17% dan
dan Kalimantan dengan produksi crude
harganya cukup bersaing. Produksi hijauan
palm oil (CPO) lebih dari 20 juta ton/tahun.
sawit tersebut berpotensi sebagai sumber
Selain itu, terdapat hasil ikutan pabrik
pakan bagi 600 ribu ekor sapi, produk Solid
minyak inti sawit berupa bungkil intki sawit
berpotensi untuk diberikan pada 50-75 ribu
(BIS).
ekor sapi dan produk BIS untuk diberikan
Dalam
tahun
2007,
Indonesia
menghasilkan 2,2 juta ton BIS dimana sebanyak
diekspor
murah
dan
mudah
dengan kandungan protein kasar
pada 25 ribu ekor sapi dewasa per tahun.
(Anonymous,
Berdasarkan potensi tersebut maka
2008). Ternyata hanya 9% BIS yang
wilayah Sumbar memiliki potensi untuk
dimanfaatkan sebagai sumber pakan di
meningkatkan populasi dan produksi sapi
dalam negeri, itupun sebagai sumber pakan
potong. Tulisan ini dibuat dalam rangka
unggas. Diprediksi bahwa dalam tahun
memasyarakatkan hasil kajian percepatan
2020 luas perkebunan kelapa sawit akan
pengembangan teknologi pakan sapi potong
mencapai luas 20 juta ha.
melalui pemanfaatan hasil ikutan tanaman
Di
91%
sapiyang
Provinsi
Sumatera
Barat
sawit
mendukung
program
gerakan
(Sumbar), perkebunan kelapa sawit terdapat
pensejahteraan petani (GPP) di Sumatera
seluas 350.000 ha, termasuk di antaranya
Barat.
170.000 ha sawit telah menghasilkan. Pelepah sawit, besrta dedaunannya, adalah
2. METODOLOGI
hasil ikutan tanaman sawit yang terbesar
Pengkajian ini dilaksanakan pada
dan dapat berperan sebagai pengganti
tiga kabupaten di Provinsi Sumbar, yakni
hijauan
Solid
Kabupaten Pasaman Barat, Sijunjung dan
merupakan hasil ikutan pabrik kelapa sawit
Dharmasraya. Terdapat dua tahap kegiatan,
yang menghasilkan CPO.
yakni (i) Kegiatan survai, dan (ii) Kegiatan
rumput,
sedangkan
264
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kajian pemanfaatan hasil ikutan tanaman
merupakan pengembangan hasil penelitian
sawit pada sapi potong. Lokasi pengkajian
yang
yang terpilih berdasarkan hasil rekomendasi
setempat. Alokasi perlakuan pada ternak
Dinas/Instansi
menjadi tahap selanjutnya dimana ternak
terkait
dan
merupakan
wilayah pengembangan program GPP.
dirakit
sesuai
dengan
kondisi
sapi ditimbang dan diberikan pakan dengan hasil ikutan tanaman sawit yang merupakan
2.1 Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan
hasil kajian BPTP Sumbar pada tahun
Tanaman Sawit
sebelumnya (Wirdahayati et al., 2011).
Survai dilakukan pada petani yang
Beberapa perlakuan yang diberikan berupa:
memiliki sapi potong di lokasi sentra
(i) Ternak diberi hijauan sawit, (ii) Ternak
tanaman sawit wilayah GPP. Dalam survai
diberi
ini diamati pola budidaya sapi, skala usaha,
Solid/ekor/hari, atau (iii) Ternak diberi
sumber pakan, dan pemanfaatan hasil
hijauan sawit dan 1 kg BIS/ekor/hari.
ikutan sawit. Jumlah peternak yang disurvai
Pemberian hijauan sawit sebagai pakan
sebanyak 30 petani di tiap lokasi kegiatan.
ternak dilakukan di pagi hari 2-3 jam
Pemilihan kooperator berdasarkan hasil
setelah pemberian konsentrat (Solid atau
koordinasi
dan
BIS). Perlakuan pakan terhadap ternak sapi
Persyaratan
diaplikasikan selama 3 bulan di tiap lokasi.
kooperator antara lain: kooperatif, lokasi
Namun jenis perlakuan bervariasi
mudah dijangkau, mempunyai komitmen
antar lokasi pengkajian tergantung pada
dan bersedia mengikuti pengembangan
ketersediaan jenis pakan berbasis sawit,
teknologi.
kelompok sasaran, jenis usaha ternak dan
dengan
peninjauan
ke
Dinas
terkait
lapangan.
hijauan
sawit
dan
2
kg
lokasi pelaksanaan kajian, sebagaimana 2.2
Kajian
Pemanfaatan
Pengembangan
Teknologi
dan
diringkas dalam Tabel 1.
Pakan
Hasil Ikutan Tanaman Sawit Kajian
pengembangan
teknologi
pakan sapi berbasis hasil ikutan tanaman sawit terdiri dari pakan yang berasal dari pelepah sawit, Solid dan BIS. Perlakuan yang diaplikasikan pada kegiatan kedua
265
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 1. Ringkasan kajian terdiri dari jenis teknologi pakan, sasaran kelompok tani, jenis usaha peternakan sapi dan lokasi kajian. Sasaran Jenis Lokasi No Jenis teknologi kelompok tani usaha ternak (Kabupaten) 1. Pemberian 2 kg Dekat lokasi Perbibitan (20 ekor sapi Pasaman Solid vs 1 kg BIS pabrik CPO Bali induk) Barat 2.
Pemberian silase pelepah + 2 kg Solid
Dekat lokasi pabrik CPO
3.
Pemberian silase Jauh dari lokasi pelepah + 1 kg BIS pabrik CPO
Perbibitan dan penggemukan (20 ekor sapi campuran)
Sijunjung
Perbibitan (20 ekor induk dan anak sapi PO)
Dharmasraya
Pembuatan silase dimulai dengan
Data
yang
didapatkan
mencacah hijauan sawit (pelepah dan
pelaksanaan
daunnya) dicampur dengan dedak padi,
deskriptif agar memudahkan penarikan
gula saka dan urea. Untuk setiap ton
kesimpulan dari hasil pengamatan tersebut.
kegiatan
diolah
dari secara
hijauan sawit dibutuhkan 20 kg dedak padi, 5 kg gula saka dan 2,5 kg urea yang dimasukkan ke dalam wadah kantong plastik kedap udara selama minimal 14 hari
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit Responden yang menjadi objek
sebelum digunakan sebagai pakan sapi. Perkembangan ternak sapi diamati dengan
mengamati
pertumbuhan
konsumsi
ternak
dan
pakan, aspek
reproduksinya pada sapi induk selama 3 bulan. Pada akhir kegiatan dilaksanakan Temu Lapang dengan mengundang para petani
terkait
dan
stakehoder
untuk
survai ini adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit sebanyak 30 sampel per kabupaten. Survai dilaksanakan sebelum penetapan petani kooperator untuk kegiatan kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit. Informasi
terseleksi
dari
hasil
survai
disajikan dalam Tabel 2, 3 dan 4.
sosialisasi hasil pengkajian tersebut.
Tabel 2. Sistem pemeliharaan sapi (nilai dalam prosentase). No
Sistem pemeliharaan
1 2
Dikandangkan siang malam Dikandangkan malam hari, siang dilepas Tidak dikandangkan
3
Pasaman Barat 50,0 46,7 3,3
Sijunjung Dharmasraya
Rataan
60,0 40,0
70,0 30,0
60,0 38,9
-
-
1,1
266
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. Kepemilikan lahan perkebunan sawit (nilai dalam prosentase). No
Luas Kebun sawit
1. 2. 3. 4.
< 1 ha 1 - 3 ha > 3 ha Tidak memiliki kebun sawit
Pasaman Barat
Sijunjung
Dharmasraya
Rataan
10,0 90 ,0 -
30,0 20,0 50,0
35,0 60,0 15,0 -
25,0 77,3 5,0 16,7
Tabel 4. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak (nilai dalam prosentase). No Hasil ikutan tanaman Pasaman Sijunjung Dharmasraya Rataan sawit Barat 1 Pelepah/daun Sawit Segar 16,7 20,0 40,0 25,5 2 Bungkil Inti Sawit (BIS) 3,3 1,1 3 Solid (lumpur sawit) 20,0 6,7 4 Belum pernah memakai 80,0 60,0 60,0 66,7 Data pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (60%)
untuk perusahan perkebunan sawit yang berada di dekat tempat tinggalnya.
mengandangkan sapinya siang malam dan
Data pada Tabel 4 menunjukkan
menyabitkan rumput untuk pakan sapinya.
bahwa hampir 70% petani masih belum
Sebagian petani lainnya (39%) melepas
memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit
sapinya
dan
sebagai sumber pakan ternak sapi mereka.
mengandangkan pada malam hari. Hanya
Mayoritas peternak sapi ini cenderung
sedikit sekali peternak di Pasaman Barat
mencarikan rumput segar sebagai pakan
(3,3%)
utama sapi mereka. Sungguh ironis, petani
pada
yang
ternaknya.
siang
tidak
Dengan
hari
mengandangkan demikian,
petani
belum memanfaatkan sumber daya yang
menghabiskan waktu yang cukup banyak
tersedia
untuk memberi pakan pada ternaknya.
pemeliharaan sapi potong sekaligus sebagai
Tabel 3 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki lahan
di
sumber
sekelilingnya
pendapatan
masyarakat
untuk
di
pedesaan.
sawit sekitar 1-3 ha yang merupakan lahan
Sijunjung tidak memiliki lahan sawit akan
Kajian Pemanfaatan dan Pengembangan Teknologi Pakan Hasil Ikutan Tanaman Sawit
tetapi mereka bekerja sebagai buruh tani
Bagi Kelompok Tani Saiyo Sakato,
milik sendiri. Terdapat sebagian petani di
3.2
Kabupaten Pasaman Barat merupakan suatu
267
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kejutan tersendiri ketika petani mengetahui
Gambar 1 memperlihatkan bahwa
bahwa Solid disenangi ternak dan dijual
sapi
dengan harga murah (Rp 30-50/kg) oleh
tambahan berupa Solid dan BIS mengalami
perusahaan
peningkatan
kelapa
sawit
setempat.
Sebanyak 30 ekor sapi bali
yang diberikan
berat
perlakuan
badan yang
pakan
cukup
dalam
signifikan yakni rata-rata sebesar 0,36
kelompok ini dibagi dalam dua perlakuan
kg/ekor/hari. Terjadi penurunan berat badan
pakan yaitu: (i). Diberi hijauan rumput
yang pada penimbangan ke-5 dan ke-6 pada
ditambah
(ii).
perlakuan 1 akibat adanya ternak yang
Diberikan hijauan rumput ditambah 1 kg
melahirkan, namun pada umumnya sapi
BIS/ekor/hari.
dilakukan
yang telah mengkonsumsi Solid dan BIS
terhadap konsumsi dan perubahan berat
mengalami peningkatan berat badan yang
badan sapi setiap 14 hari sekali.
cukup baik.
2
kg
Solid/ekor/hari,
Pengamatan
Dari hasil penimbangan didapatkan data hasil penimbangan sesuai dengan grafik yang disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Grafik pertumbuhan berat badan (BB = kg/ekor) induk sapi Bali di Kab. Pasaman Barat yang ditimbang setiap 2 minggu sekali (Perlakuan 1 = Diberi hijauan rumput ditambah Solid 2 kg/ekor/hari; Perlakuan 2 = Diberi hijauan rumput ditambah BIS 1 kg/ekor/hari). Hasil pengamatan pada Kelompok
meningkatkan pertumbuhannya. Pemberian
Sinar Maju Jaya, Kabupaten Sijunjung,
pakan dilakukan dua kali sehari yang terdiri
memperlihatkan bahwa ternak sapi cukup
dari hijauan berupa campuran rumput dan
senang
silase pelepah yang telah dikupas. Solid
mengkonsumsi
Solid sekaligus
268
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
diberikan sebanyak 1-2 kg/ekor/hari, namun
kg/ekor/hari. Perkembangan berat badan
pemberian Solid tidak konsisten karena
sapi kelompok ini dapat diamati pada
dibatasi oleh pabriknya. Terjadi kenaikan
Gambar 2 berikut ini.
berat badan yang cukup signifikan pada Sapi
Simmental
jantan
setelah
Dari Gambar 2 memperlihatkan
sapi
bahwa pertumbuhan berat badan sapi
diberikan perlakuan pakan yang ditambah
setelah diberikan perlakuan pakan dari hasil
dengan Solid yakni mencapai 0,67 kg/hari.
ikutan tanaman sawit juga mengalami
Sementara itu, di Kelompok Tani Gelora,
Kabupaten
peningkatan bobot badan yang cukup baik
Dharmasraya,
dan memicu fungsi reproduksi berjalan
memelihara sapi jenis PO sebanyak 10 ekor
normal. Penurunan yang terjadi pada
sapi betina, 1 ekor jantan dan 7 ekor anak
penimbangan BB-5 dan BB-8 terjadi karena
sapi. Perlakuan pakan yang diberikan
ada induk sapi PO yang melahirkan.
berupa silase hijauan sawit ditambah BIS
Dampak lain adalah penghematan tenaga
sebanyak 1 kg/ekor/hari. Apabila tersedia,
petani
maka Solid diberikan sesekali sebanyak 1-2
rumput setiap hari.
dalam
mengumpulkan
hijauan
Gambar 2. Grafik pertumbuhan berat badan (BB = kg/ekor)) induk sapi PO di Kab. Dharmasraya yang ditimbang setiap 2 minggu sekali (Perlakuan diberi hijauan rumput ditambah BIS 1 kg/ekor/hari). dimana Bupati memberi apresiasi pada
Temu Lapang Kegiatan
temu
telah
kegiatan pengkajian tersebut. Temu lapang
dilaksanakan di Kelompok Tani Gelora,
dihadiri juga oleh beberapa kelompok tani
Kabupaten Dharmasraya, pada tanggal 20
di
September 2012 yang dihadiri oleh Bupati
Kelompok Tani Saiyo Sakato dari Kab.
Dharmasraya
Pasaman Barat dan Kelompok Tani Sinar
beserta
lapang
instansi
terkait
sekitar
lokasi
pengkajian.
Ketua
269
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Maju Jaya dari Kab. Sijunjung turut
Ke
depan,
sinergi
menghadiri dan menyampaikan hasil kajian
kelembagaan
pada Temu Lapang tersebut.
dilaksanakan dengan melibatkan Instansi pemerintah,
4. HASIL INVENSI
pelaksanaan
kegiatan
ini
adalah:“Adaptasi teknologi maju agar lebih berpeluang untuk diadopsi petani, peternak, nelayan, dan pembudidaya ikan skala kecil”.
Kunci
teknologi
utama
tersebut
pengembangan adalah
upaya
memperkenalkan berbagai hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan yang bermutu bagi pengembangan sapi potong di lokasi sentra perkebunan sawit di Sumbar. Apalagi dengan adanya program GPP oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbar yang mengusahakan menjalankan
agar sistem
program
masyarakat
perlu
petani,
pihak
pemberi modal (perbankan), perusahaan
Produk target yang ingin dicapai dari
dan
koordinasi
para
petani
usahatani
multi
perkebunan
dan
instansi
penghasil
teknologi (Ristek-Litbang). Masing-masing pihak terkait berperan sesuai tupoksinya, yaitu: Pemerintah berperan dalam fungsi koordinatif, masyarakat sebagai pengguna hasil ikutan tanaman perkebunan sekaligus sebagai penyuplai pupuk organik bagi perusahaan
perkebunan,
perbankan
memberi kemudahan penyediaan modal yang prospektif, perusahaan perkebunan memudahkan hasil ikutan tanaman sawit dimanfaatkan petani, dan terakhir peran lembaga
Ristek
perlu proaktif
dalam
mempromosikan teknologi yang mudah dan murah.
komoditas maka kegiatan integrasi tanaman - ternak, seperti yang dilaksanakan dalam
5. KESIMPULAN
pengkajian ini, mendapat dukungan penuh dari Pemda setempat. Kajian
ini
pengembangan teknologi pemanfaatan hasil masih
memerlukan
upaya sosialisasi yang cukup panjang agar dapat diterapkan secara luas di berbagai lokus. Dengan demikian, pengembangan teknologi pakan sapi potong berbasis hasil ikutan
tanaman
direkomendasikan
sawit, sebagai
perlu upaya
meningkatkan produksi sapi potong di Sumbar.
Kajian ini memperlihatkan bahwa
ikutan tanaman sawit sebagai pakan ternak sapi potong cukup menjanjikan untuk dikembangkan di wilayah sentra produksi sawit. Hasil pengembangan
kajian teknologi
percepatan pemanfaatan
pakan sapi potong berbahan baku hasil ikutankelapa
sawit,
dapat
direkomendasikan kepada para pengguna dalam rangka meningkatkan produksi sapi
270
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
potong dan pendapatan masyarakat petani
Bamualim, A., Wirdahayati, dan Marak Ali.
sesuai harapan program GPP di Sumbar. Di
2006. Profil Peternakan Sapi dan
sisi lain, efisiensi produksi tanaman sawit
Kerbau di Sumatera Barat. Balai
pun
Pengkajian
dapat
ditingkatkan
pemanfaatan
pupuk
melalui
organik
yang
dihasilkan ternak.
Teknologi
Pertanian
Sumatera Barat. Bamualim, A. dan B. Tiesnamurti. 2009.
Diperlukan
sinergisme
Konsepsi sistem integrasi antara
koordinasi antara kelembagaan dengan
tanaman padi, sawit dan kakao
program
Instansi
dengan ternak sapi di Indonesia.
pihak
Dalam “Sistem Integrasi Ternak
pemberi modal (perbankan), perusahaan
Tanaman: Padi-Sawit-Kakao”, hal
perkebunan
1-14. Puslitbang Peternakan, Badan
yang
pemerintah,
adanya
melibatkan
masyarakat
dan
petani,
instansi
penghasil
teknologi.
Litbang Pertanian. Buharman, B. 2011. Pemanfaatan teknologi
UCAPAN TERIMA KASIH
pakan
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah mendukung dana bagi kegiatan pengkajian
tersebut
melalui
program
insentif peningkatan kemampuan peneliti dan
perekayasa
(PKPP)
tahun
2012.
Disamping itu, kegiatan ini berjalan cukup lancar
karena
adanya
dukungan
dan
kerjasama yang baik dengan Dinas terkait di Kabupaten dan Provinsi Sumbar.
berbahan
baku
lokal
mendukung pengembangan potong
di
Sumatera
sapi Barat.
Wartazoa 21(3):133-144. Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2007. Laporan Tahunan Tahun 2007. Djajanegara,
A.,
I.G.
Ismail
dan
S.
Kartaatmaja. 2006. Teknologi dan manajemen ekosistem.
usaha
berbasis
Dalam
“Integrasi
di
Indonesia”
Tanaman-Ternak
(Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno DAFTAR PUSTAKA
dan A.M. Fagi). Halaman: 251-275.
Anonymous. 2008. Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Ternak. Bahan
Memorandum
kepada
Menteri Pertanian, Maret 2008. Badan
Penelitian
Pengembangan Pertanian.
dan
Badan
Penelitian
Pengembangan
dan Pertanian,
Departemen Pertanian. Edwardi, 2009. Program dan Kegiatan Dinas Sumatera
Peternakan Barat.
Provinsi Makalah
disampaikan pada Forum SKPD
271
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Provinsi Sumatera Barat. Padang , Sumatera Barat. Pasandaran,
E.,
A.
Djajanegara,
K.
Kariyasa dan F. Kasryno. 2006. Kerangka
konseptual
tanaman–ternak
di
integrasi Indonesia.
Dalam “Integrasi Tanaman–Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F.
Kasryno
dan
A.M.
Fagi).
Halaman: 11-31. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian,
Departemen Pertanian. Wirdahayati R.B., Y. Hendri, A. Bamualim, Ratna
A.D.,
J.M.
Muis,
R.
Wahyuni, Ermidias dan Asmak. 2011. Inovasi teknologi peternakan sapi dengan pakan suplemen byproduk agro industri sawit dan jagung mendukung program Pemda Sumatera Barat satu Petani Satu Sapi
(SPSS).
Laporan
hasil
pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.
272
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEWUJUDKAN LINGKUNGAN HIJAU DI KELURAHAN CIKUNDUL, KOTA SUKABUMI
Prasetiyadi; Rosita Shochib; Akhirwan S. Pusat Terknologi Lingkungan - BPPT BPPT gd II, lt 19, Jln MH Thamrin no 8 Jakarta 10340 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Unit Pelaksana Teknis (UPT) Agribisnis Peternakan di Cikundul, merupakan pusat penggemukan sapi di Sukabumi, Jawa Barat, yang mulai beroperasi pada tahun 1999. Kapasitas adalah 350 ekor sapi, namun ketika program berlangsung, jumlah ternak sekitar 289 ekor sapi. Kapasitas Kandang ini akan mencapai puncaknya saat menjelang bulan haji. Keberadaan peternakan ini, selain memiliki nilai ekonomis, namun memiliki andil dalam pencemaran lingkungan berupa limbah kotoran dan bau. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, telah dibangun digester skala kecil, kapasitas 7,5 m3 untuk mengolah kotoran ternak sekitar 6 - 10 sapi sebagai percontohan.Berdasarkan hasil pengamatan, plan biogas ini menghasilkan 5 m3 per hari. Biogas ini dimanfaatkan untuk bahan bakar kompor pengganti LPG dan digunakan untuk pembangkit tenaga listrik untuk penerangan. Selain itu juga dihasilkan kompos sekitar 120 liter per hari yang dapat digunakan sebagai pupuk organik.Dalam upaya menuju Kelurahan Cikundul yang memiliki lingkungan hijau, sebaiknya seluruh limbah kotoran ternak sapi diolah menjadi biogas dan memanfaatkan kompos sebagai pupuk organik. Kata kunci: peternakan sapi, pengelolaan limbah, digester, biogas, pupuk organik, sluri
ABSTRACT Agribussiness Breeder in Cikundul, is a center of cow fattening in Sukabumi West Jawa which is operated since 1999. The capacity are 350 cattle but when the programe is working the capacity 289 cattle. The capacity will reach the peak on the Haji month. The condition of this farm has a good economically, but give pollution to environmental and smell to surrounding area.Because of that, to reduce the negative impact to surrounding environment, it has been built a small size digester with capacity 7,5 m3 to treat animal dung about 6 – 10 cattle as a model.Based on the result, biogas plant gives 5 m3 per day. Biogas is used as stove as energy substitute LPG and it is also used as electricity for lighting. It is also used as compost which can be used as organic fertilizer and the production was about 120 liter per day day, On the way to Cikundul which has green environment, all of cow dung is better to treat it to biogas and use it as compost as organic fertilizer. Keywords : The cattle farm, waste management, digester, biogas, organic fertilizer, slurry
273
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
I.
PENDAHULUAN
rendah, semakin tinggi produksi metan.
1.1
Latar Belakang
(Macklin, 2008). Usaha peternakan sapi
UPT Agribisnis Peternakan Kota Sukabumi
dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan
berdiri sejak tahun 1999, UPT Agribisnis
relatif
ini bergerak dibidang penggemukan sapi
masalah terhadap lingkungan, maka UPT
potong. Usaha ini dipusatkan di kelurahan
Agribisnis
Peternakan
Cikundul, Kecamatan Lembursitu Kota
Sukabumi
harus
Sukabumi. UPT
mengolah limbah ternak tersebut, yaitu
ini sebagai salah satu
terlokalisasi
akan
Cikundul
Kota
mengupayakan
untuk
sentra hewan qurban di kota Sukabumi.
teknologi
Menurut
ternak menjadi biogas.
kepala bidang peternakan kota
menimbulkan
pengolahan
limbah
kotoran
Sukabumi, populasi hewan qurban yang ada di peternakan UPT Agribisnis kelurahan
1.2
Cikundul ini berjumlah sekitar 289 ekor
Dipilihnya pengolahan limbah kotoran
sapi,
warga
ternak menjadi biogas karena teknologi
masyarakat, dan 127 ekor milik pemerintah
pengolahan ini memberi manfaat ganda
daerah.
yaitu mengatasi masalah lingkungan dan
Berkembangnya peternakan sapi ini telah
menghasilkan biogas sebagai bahan bakar
mampu
pengganti LPG.
sekitar
162
ekor
meningkatkan
milik
perekonomian
Tujuan
masyarakat di sekitarnya, akan tetapi keberadaan ternak tersebut mengeluarkan limbah berupa kotoran padat dan cair yang akumulasinya dapat mencemari lingkungan. Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–
II.
500 kg dapat menghasilkan limbah padat
2.1
METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan
dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari (Boy,M,2012). Selain menghasilkan feses
Kotoran ternak dan urine sapi yang diambil
dan urine, dari proses pencernaan ternak
dari peternakan UPT Agribisnis Peternakan
ruminansia menghasilkan gas metan (CH4)
di kelurahan Cikundul , kota Sukabumi,
yang cukup tinggi. Di Indonesia, emisi
Jawa Barat. Antara Mei s/d September 2012
metan per unit pakan atau laju konversi
.
metan lebih besar karena kualitas hijauan
2.2
pakan yang diberikan rendah. Semakin
Bahan yang digunakan pada kegiatan ini
tinggi jumlah pemberian pakan kualitas
adalah :
Bahan dan Alat
274
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1. Kotoran sapi
1)
Potensi Limbah
2. air,
2)
Start Up
3. Pipa
3)
Produksi Biogas
4. Kran Gas
4)
pemanfaatan biogas
5. Bak pencampur (inlet) 6. Digester (fixed Dome)
III
Hasil dan Analisa
7. bak outlet
3.1
Survey Lokasi
8. Gas Holder (fibre dan kantong
Kelurahan
plastik)
Cikundul,
kota
Sukabumi
memiliki unit pelaksana teknis (UPT)
9. Selang
Agribisnis
Peternakan
10. Kompor
kelompok
peternak
yang
sapi
dikelola
bekerjasama
dengan pemerintah daerah yang bergerak 2.2
Prosedur Penelitian
dibidang agribisnis sapi potong. UPT ini
1)
Persiapan
sebagai salah satu sentra hewan qurban di
Peninjauan lapangan
Kota Sukabumi. Menurut Kepala Bidang
Menentukan jumlah sampel
Peternakan DPKP Kota Sukabumi, bahwa
Membuat gambar dan pembangunan
populasi sapi yang ada di UPT Agribisnis
2)
digester
Peternakan Kelurahan Cikundul saat ini
Pengisian Digester
berjumlah 289 ekor sapi, antara lain,
Seluruh kotoran dari sapi dan urine yang
sebanyak 162 ekor milik warga masyarakat,
dijadikan sampel
dicampur dengan air
dan sebanyak 127 ekor milik pemerintah.
dengan perbandingan 1 : 1. Bahan dicampur
Selain itu terdapat juga peternak yang
sampai homogen sampai seperti bubur di
memelihara ternak sapinya dekat dengan
kandang
untuk
rumah tinggal mereka, total ternak sapi
membersihan kandang. Untuk mengurangi
yang ada di desa Cikundul adalah 350 ekor
resiko
.
ternak,
penyumbatan,
sekaligus
maka
campuran
(slurry) ini selanjutnya dialirkan ke bak inlet untuk di aduk kembali sebelum di
3.2
masukkan
ini
Untuk menentukan besarnya atau volume
dilakukan terus menerus sampai digester
konstruksi reaktor bio-digester maka harus
penuh.
diketahui banyaknya kotoran ternak yang
ke
digester.
Pengisian
Potensi Kotoran Ternak
dihasilkan setiap harinya. Penimbangan 2.3
Pengamatan Parameter
Parameter yang diamati adalah :
dilakukan dengan cara memasukan kotoran ternak kedalam ember plastik yang sudah
275
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
diberi
skala
ukuran,
sehingga
dapat
untuk menentukan jumlah sapi yang akan
diketahui berat dan volumenya. Rata rata
dijadikan sampel.
satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500
Pengamatan dilakukan selama 6 (enam)
kg mengeluarkan limbah padat dan cair
hari berturut-turut yaitu dari tgl : 13 Juni
sebesar
Jumlah
sampai dengan 18 Juni 2012, jumlah
banyaknya kotoran sapi ini akan digunakan
kotoran sapi yang dihasilkan dapat dilihat
23,23
kg/ekor/hari.
pada gambar berikut
Sehingga pada saat penelitian potensi kotoran yang dapat diolah adalah 6,7 ton per hari.
3.3 Pemilihan Digester
jumlah sapi yang akan dijadikan sampel
Jenis digester yang dipilih adalah jenis
antara 6 s/d 10 ekor.
totallymixfixed
Spesifikasi Instalasi Biogas:
dome
dimana
seluruh
instalasi biodigester ditanam di dalam tanah
Spesifikasi Teknis:
dengan
1. Volume digester (fibre glass)
konstruksi
yang
permanen,
sehingga pengumpanan dilakukan dengan
7.500
liter
memanfaatkan grafitasi. Selain itu dengan
2. Volume penampung gas : 2000 liter
memasang digester didalam tanah membuat
(fibre glass), dan 2 gas holder plastik
suhu biodigester stabil dan mendukung
kapasitas 1800 liter = 3600 liter
perkembangan
bakteri
methanogenik.
Untuk percontohan ini volume digester ditentukan 7,5 m3. Dengan demikian,
3. kompor biogas : 4 buah 4. sekat
pemisah
kotoran
sapi
(di
kandang) 5. Bak pengaduk ( bak inlet)
276
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
6. selang saluran gas
9. biogas yang dihasil > 5 m3
7. kotoran ternak dari: 6 s/d 10 ekor sapi
Gambar rancangan dan hasilnya dapat
8. air
dilihat pada gambar dibawah :
rancangan
3.4
hasil
Pembangunan dan Pemasangan
pembuatan
lubang
digester
:
diameter 3 meter dan dalam 2 meter
Gas holder : tabung kapasitas 2000 liter; dan 2 buah gas holder plastik
Digester 1)
2)
kapasitas 1800 liter 3) Jalur pemisah untuk pencampuran kotoran ternak sapi sebagai sampel 4) Saluran menuju bak pengaduk
277
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
5) Tiga (3) buah bak outlet kapasitas
dibawah
1500 liter 3.5
6
berarti
proses
belum
sempurna atau jumlah pengisian terlalu banyak.
Sistem Pengisian
Biarkan
beberapa
hari
Setelah pemasangan digester selesai ,
kemudian diisi lagi dengan jumlah yang
dilanjutkan
dikurangi sampai pH normal, metan
dengan
pengisian
digester
sebagai proses pembuatan biogas 1) Pencampuran
kotoran
diatas 50% dan tidak ada gas yang
ternak
sapi
keluar dari bak uotlet.
dengan air sampai berbentuk lumpur dengan perbandingan 1 : 1 , kemudian
3.6
dialirkan ke digester melalui bak
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
pengaduk sampai bak digester penuh.
konsentrasi gas methane adalah 52,06 %,
Biarkan selama 14 hari, mulai hari ke 7
sedang konsentrasi gas CO2 mendekati 40
biasanya suhah keluar gas.
% (39,94 %).
2) Pada hari ke 14 setelah diisi penuh, biasanya gas yang terbentuk
Pengukuran Gas
Nilai methane tersebut berada diantara
sudah
kandungan metan secara teoritis yaitu (50-
dapat di gunakan untuk menyalakan api
60%), dan nilai karbon dioksida (CO2) juga
3) Selanjutnya diamati produksi gas yang
berada pada nilai terori yaitu
(30-40%)
keluar dari digester biasanya akan terus
walaupun mendekati angka maksimal.
naik sampai peroduksinya turun lagi.
Pengukuran volume biogas dilakukan untuk
4) Lakukan pengisian dengan kotoran sapi
mengetahui produksi biogas yang dihasilkan
yang
sudah
diencerkan
dengan
oleh reactor Digester selama 24 jam dan
perhitungan waktu tinggal sekitar 30 –
dilaksanakan pada pagi, siang dan sore
40 hari.
dalam 3 hari. Hal ini dilakukan agar
5) Perhatikan saat mengisi digester, akan
diperoleh gambaran variasi produksi gas.
ada cairan yang keluar melalui bak
Adapun hasil pengukuran adalah sebagai
outlet. Perhatikan cairan ini, jika masih
berikut :
mengeluarkan fermentasi
gas,
dalam
artinya
proses
digester
belum
maksimal atau periksa pH nya, jika
278
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
volume g as (m3 ) s aat s tart up 6 5 4 3 2 1
26
24
22
20
18
14
12
10
3
2 Ju 9 l-1 2
ra 2 8 ta -ra ta
14
1-
18
16
-J
un
-1
2
0
Pengukuran gas dimulai pada hari ke 13 setelah pengisian awal dimana telah terlihat adanya produksi gas yaitu 1.04 m3 dan
Hasil Invensi
diukur setiap hari dengan hasil tertinggi
Pengolahan limbah kotoran ternak sapi
dicapai pada hari ke 37 yang mencapai 5
biasanya hanya menghasilkan biogas dan
m3. Pada hari ke 38 sampai hari ke 42
efluen yang keluar biasanya dibuang.
produksi gas menurun hal ini menandakan
Dengan
digester sudah harus diisi dengan kotoran
pengendap, efluen ini dapat dipisahkan dari
sapi.
cairannya sehingga didapat pupuk kompos.
membuat
bak
atau
kolam
Pupuk kompos ini bisa langsung digunakan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
sebagai pupuk organik untuk berbagai
Dari hasil pengamatan, produksi biogas
macam tanaman. Pemanfaatan efluen ini
yang didapat sebanyak 5 m3 per hari, yang
mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi
ber asal dari pengolahan limbah kotoran
dibanding
ternak sapi 6 ekor atau sekitar 120 kg
dihasilkan.
kotoran
telah
dikonversikan kedalam rupiah pemakaian
dimanfaatkan untuk kebutuhan memasak
LPG, nilai biogas yang dihasilkan adalah Rp
sehari-hari oleh 4 rumah tangga dan untuk
288.000,- per bulan, sedangkan potensi nilai
kebutuhan memasak. Ternyata banyak gas
kompos per bulan Rp 1.440.000,-.
3.7
per
hari.
Biogas
ini
dengan Sebagai
nilai
biogas
perbandingan
yang jika
yang terbuang, sehingga akan diusahakan untuk pemanfaatan gas sebagai penerangan
Kesimpulan
kandang dan sekitarnya pada malam hari.
279
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pelaksanaan kegiatan pengolahan limbah
3.
UPT.
Agribisnis
yang
telah
kotoran ternak ini telah menghasilkan unit
menyiapkan tenaga kerja selama
percontohan pengolahan limbah peternakan
pembangunan.
menjadi biogas dengan kapasitas digester 7,5 m3. Dari hasil pengamatan lapangan didapat kesimpulan sebagai berikut :
1) Anis Fahri. . Teknologi Pembuatan
Rata-rata jumlah limbah kotoran
Biogas Dari Kotoran Ternak. Balai
ternak dengan berat sapi 400 – 500
Pengjian
kg adalah 23,23 kg per ekor per
(BPTP) Riau
Jumlah
Teknologi
Pertanian
2) Widodo, T.W.’ Ana,N. A. Asari.,
hari.
Referensi
kotoran
ternak
yang
dan Unadi, A.,
. Pemanfaatan
dimasukkan rata-rata 120 kg atau
Energi Biogas untuk mendukung
berasal dari 6 ekor sapi
Agribisnis di Pedesaan. Balai Besar
Jumlah gas yang dihasilkan sekitar
Pengembangan
5 m3 per hari.
Pertanian Serpong Buswell, A.M;
Jumlah potensi kompos 120 liter
Mueller, H.F
(120 kg) per hari
3) Mechanism
Mekanisasi
of
methane
Fermentation, Ind.Eng. Chem,44, Ucapan Terimakasih
550, 1958
Terlaksananya pembuatan percontohan unit pengolahan biogas di UPT. Agribisnis Kelurahan Cikundul ini atas kerjasama berbagai pihak, pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada: 1.
4) Taigenides, E.P: Biogas Energy Recovery from Animal Wastes. UNDP/FOA. Project. Sin 74/006, Project Code : 8. 24; Papers for publication, 1979
Kemen Ristek yang menyiapkan program dan dana
2.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Sukabumi yang telah menyiapkan mendampingi
lahan selama
dan
terus
kegiatan
berlangsung.
280
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Sistem Perangkat Dinamis Pengolah Pakan Ternak Ruminansia Berbasis Limbah Pertanian Jagung Untuk Optimalisasi Usaha Pertanian Dan Peternakan Terpadu Di Kalimantan Selatan (Dynamic Processing System of Ruminant Feed Based On Agriculture Waste For Agriculture And Livestock Optimization Integrated In South Kalimantan)
Agus Risdiyanto, Rahmat, Aep Saepudin Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Komplek LIPI, Jl. Cisitu No.21/154D, Bandung.
ABSTRAK Pengolahan pakan ternak ruminansia berbasis limbah pertanian merupakan penelitian yang didesain untuk meningkatkan kualitas sinergitas antara usaha pertanian/perkebunan dengan usaha peternakan ruminansia. Hal ini strategis untuk dilakukan mengingat besarnya potensi limbah usaha pertanian/perkebunan yang belum termanfaatkan dan adanya masalah kurangnya penyediaan pakan ternak ruminansia akibat meningkatnya kebutuhan pakan yang semakin mendesak untuk dipenuh. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk kaji tindak (action research), yaitu perancangan alat pengolah pakan berbasis limbah jagung yang bisa dimobilisasi dan kegiatan pengolahan pakan dilapangan dengan formula pengolahan pakan yang telah ada, yaitu fermentasi secara anaerob menggunakan probiotik isolate lokal. Hasilnya adalah suatu sistem alat pengolah pakan ternak ruminansia dari limbah jagung yang terintegrasi dan dapat dimobilisasi untuk menjangkau sentra-sentra perkebunan jagung dan kawasan peternakan sapi. Dengan sistem ini, kebutuhan pakan ternak sapi oleh peternak dapat terjamin dengan harga yang terjangkau, sehingga efisiensi usaha secara keseluruhan akan meningkat. Kata kunci : pengolahan pakan, ruminansia, limbah pertanian, sinergitas, efisiensi.
ABSTRACT Processing ruminant feed using the basic ingredients of agricultural wastes is the research that designed to increase quality of synergy between livestock /cattle farm and agricultural / corn farm. It is the strategic thing considering the amount of untapped agricultural waste and the problem of insufficient supply of ruminant feed due to the ever increasing needs. The research was conducted in the form of action research. First, design tools of corn wastes processing that could be mobilized, and then the processing of the fermented feed formula with pro biotic an aerobically using local isolates. The result is a processing system of corn waste to ruminant feed that are integrated and can be mobilized to reach corn farm areas and cattle farm areas. It will reduce cost for the need for ruminant feed, and the efficiency of the business as a whole will increase. Key words : processing ruminant feed, agricultural wastes, synergy, efficiency.
281
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
I. PENDAHULUAN
menguras devisa negara. Sisi kedua yang
Dalam perspektif pembangunan ketahanan
lebih optimistik adalah adanya potensi
pangan
pembangunan ekonomi nasional berbasis
secara
pertanian
dan
nasional, peternakan
komoditas sering
kali
sapi mengingat usaha ini tumbuh di
dibicarakan secara terpisah dan belum
masyarakat dan berbasis usaha kerakyatan.
dibangun suatu diskursus pola integrasi
Peternakan sapi di Indonesia sebagian besar
yang fungsional di lapangan secara mantap
merupakan usaha peternakan rakyat yang
dan melembaga. Pola pola integrasi yang
mampu memberikan kontribusi sekitar 80-
coba dibangun selama ini masih terkesan
90
secara parsial walaupun kemasan yang
nasional. Kontribusi daging sapi sekitar
diberikan adalah keterpaduan. Perlu suatu
23% dari total konsumsi daging terhadap
keberanian
fokus
produksi daging nasional. Rata-rata laju
masalah tertentu dan berpikir di luar sistem
peningkatan konsumsi daging sebesar 5,2%
dengan
sistem lain untuk
per tahun tidak mampu diimbangi dengan
mendukung fokus permasalahan ketahanan
laju peningkatan produksi yang tumbuh
pangan yang dihadapi.
sekitar 2% per tahun (Riyanto, 2009). Jika
Ternak sapi potong telah ditetapkan sebagai
tidak
komoditas unggulan prioritas penghasil
berikutnya akan semakin serius, karena
daging merupakan komoditas penting bagi
menurut
perekonomian di Indonesia. Salah satu
menyatakan angka konsumsi yang sekarang
parameter yang menunjukkan hal tersebut
mencapai kurang dari 2 kg/kapita/tahun
adalah
akan meningkat 2-3 kali lipat pada tahun
untuk
mulai
melibatkan
belum
bicara
pernah
terwujudnya
persen
terhadap
segera
diatasi,
Diwyanto
produksi
maka
et
al.
daging
ancaman
(2006)
swasembada daging nasional yang mulai
2020.
dicanangkan sejak tahun 2005, 2010, dan
Salah satu permasalahan penting dalam
2014. Dampak terhadap perekonomian
peningkatan populasi dan produktivitas
nasional bisa dilihat dari dua sisi. Sisi
ternak sapi potong ini adalah daya dukung
pertama
pakan yang masih kurang jika dibandingkan
adalah
adanya
ancaman
pengurasan devisa negara akibat laju impor
kebutuhan
yang
dalam bentuk sapi hidup maupun daging
Kekurangan pakan akan berdampak pada
sapi. Data impor sapi yang mencapai lebih
penurunan pertumbuhan, reproduktivitas
dari 380 ribu ekor dalam bentuk hidup dan
bahkan
lebih dari 50 ribu ton dalam bentuk daging
akibatnya ternak menjadi rentan terserang
per tahun (Boediyana, 2007 dan Quierke, et
penyakit (Wahdi, 2011).
peningkatan
harus
angka
dipenuhi.
kematian,
al. 2003) merupakan angka yang cukup 282
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Masih rendahnya daya dukung pakan ternak
ruminansia) dilakukan oleh subyek
sapi di Indonesia diakibatkan oleh beberapa
yang
faktor,
mempunyai kedekatan sosial.
antara
lain
:
luas
area
sama,
atau
paling
tidak
penggembalaan yang semakin berkurang
b. Dari sisi lokus usaha, kedua jenis usaha
akibat pemanfaatan lahan untuk keperluan
mempunyai lokus yang sama, sehingga
lain di luar usaha peternakan dan pertanian.
baik secara ekonomis maupun teknis
Dinamika musim hujan dan kemarau yang
sangat rasional untuk disinergikan.
berdampak
pada
perubahan
pola
c. Dari
sisi
kelembagaan,
mengingat
penyediaan pakan baik dari pakan hijauan
subyek dan lokus yang sama, biasanya
yang
dari
mempunyai kelembagaan ekonomi dan
pemanfaatan limbah pertanian. Adanya
sosial yang sama. Kelembagaan di
tuntutan penyediaan pakan yang semakin
lokasi berupa koperasi, kelompok tani
meningkat baik dari segi kualitas maupun
maupun Gabungan Kelompok Tani
kuantitas seiring dengan meningkatnya
(Gapoktan)
populasi (internal maupun eksternal/impor)
Daerah dibina oleh lembaga teknis
dan peningkatan mutu genetik ternak sapi.
yang sama atau yang terintegrasi.
dibudidayakan
maupun
sampai di Pemerintah
Untuk mengatasi masalah pakan tersebut,
Namun
terdapat potensi penyediaan pakan yang
tampaknya tidak serta merta mudah untuk
masih
untuk
dilakukan, karena dari kajian Wahdi et al.
pertanian
(2004), proses sinergi masih menghadapi
belum
secara
dimanfaatkan.
optimal
Limbah
merupakan potensi yang bisa diangkat
demikian,
proses
sinergitas
beberapa kendala teknis dan ekonomis.
untuk menciptakan lumbung pakan bagi ternak ruminansia terutama sapi, berbasis usaha pertanian dan perkebunan. Menurut Soetrisno
(1995),
merupakan
salah
potensial
dalam
limbah
pertanian
satu alternatif mengatasi
yang
masalah
kekurangan pakan pada produksi ternak
PETERNAKAN DI KALIMANTAN SELATAN II.1. Potensi Perkebunan Jagung Dan Peternakan Sapi Provinsi Kalimantan Selatan sampai saat ini masih mengandalkan sektor pertanian
ruminansia. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat
sebagai penopang perekonomian daerah, karena
beberapa hal : a. Dari sisi pelaku usaha, biasanya kedua komoditas
II. KOMODITAS PERTANIAN DAN
tersebut
(pertanian/perkebunan dan peternakan
kontribusi
sektor
pertanian
terhadap perekonomian regional masih yang
terbesar
dibandingkan
dengan
sektor lain. Kontribusi sektor pertanian
283
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
terhadap total PDRB Kalimantan Selatan
cukup
atas dasar harga yang berlaku pada tahun
kebutuhan konsumsi, setiap tahunnya
2006
mencapai lebih dari 1000 ekor. Hal ini
sebesar
sebesar 1,64%
22,77%,
diantaranya
berasal dari sub sektor
tinggi.
diperparah
Untuk
dengan
mencukupi
laju
pengurasan
peternakan (Dinas Peternakan Provinsi
ternak sapi di Kalimantan Selatan ke
Kalsel, 2009).
provinsi lain terutama Kalimantan Timur
Kabupaten Tanah Laut merupakan salah
dan Kalimantan Tengah yang cukup
satu kabupaten dengan motor penggerak
tinggi.
perekonomiannya
adalah
sektor
agribisnis. Hal tersebut ditunjukkan dengan
ditetapkannya
Tanah
Laut
sebagai sentra pengembangan komoditas jagung
dengan
luas
areal
tanam
mencapai lebih dari 13 ribu ha per tahun terbagi dalam dua kali musim tanam, dan hal ini merupakan yang terbesar di Kalimantan Selatan. Kabupaten tersebut pada saat yang sama juga merupakan sentra dimana
pengembangan 40%
sapi
(Dinas
potong
Peternakan
Kabupaten Tanah Laut, 2009) dari total populasi
sebanyak
260.319
ekor
populasi ternak sapi berada di kabupaten tersebut (Dinas Peternakan Provinsi Kalsel, 2009).
Pola budidaya komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut, yang dilakukan dalam
sentra-sentra
pengembangan
seperti Kecamatan Tajau Pecah dan Panyipatan, pemanenan
melakukan kering
di
sistem
pohon.
Hal
tersebut secara ekonomis dilakukan untuk menghemat biaya pengeringan jagung pipil pasca panen sebelum dijual ke industri pengolahan pakan unggas. Di sisi lain, pola pemanenan tersebut memberikan dampak negatif dengan rendahnya kualitas hasil jagung pipil (salah satunya dicerminkan masih tinggi investasi
jamur
aflatoksin
sehingga
sering kali ditolak oleh industri pakan ternak), serta rendahnya mutu tebon
II.2. Permasalahan Yang Dihadapi
jagung yang dihasilkan. Tebon jagung
Pola usaha ternak sapi di kabupaten
mempunyai karakteristik sangat kering,
Tanah
masih
sehingga sulit digunakan sebagai pakan
menghadapi masalah dalam penyediaan
ternak tanpa adanya teknik pengolahan
pakan, terutama pada musim kemarau.
tertentu.
Laut
umumnya
Hal tersebut yang menyebabkan sampai saat ini angka pemasukan ternak sapi dari luar pulau ke Kalimantan Selatan
Teknologi pengolahan limbah jagung baik tebon jagung kering maupun tongkol
jagung
(limbah
pemipilan
284
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
jagung kering) telah ditemukan. Namun
besi siku, besi plat, as baja, as nilon, pisau
demikian secara ekonomis belum bisa
potong, pilow block, bearing, puli, V-belt,
diaplikasikan sebagai akibat mahalnya
roda, mur/baut, dempul, meni, cat dan
biaya pakan dari hasil pengolahan
motor diesel sebagai penggerak.
limbah jagung tersebut. Biaya terbesar yang membuat tidak efisien adalah tingginya biaya angkut limbah jagung ke tempat
pengolahan
peternakan
sapi
pakan
karena
dan
mengingat
jaraknya yang terlampau jauh.
Hasil cacahan tongkol jagung nantinya diolah menjadi pakan dengan fermentasi secara anaerob menggunakan probiotik isolate local. Fermentasi ini diarahkan untuk meningkatkan nilai gizi terutama protein
sekaligus
untuk
meningkatkan
Untuk itu diperlukan suatu desain
kecernaan pakan tersebut oleh ternak yang
teknologi pengolah pakan yang bisa
akan dipelihara. Teknologi pengolahan
dimobilisasi agar dapat menjangkau
limbah jagung ini telah ditemukan dan
sentra-sentra perkebunan jagung dan
menurut hasil kajian Wahdi et al. (2004)
peternakan
demikian
mampu memberikan hasil pertumbuhan
kendala-kendala dalam dalam proses
ternak sapi yang cukup optimal secara
pemanfaatan
biologis, dan secara teknis pengolahan tidak
sapi.
Dengan
limbah
pertanian
komoditas jagung sebagai pakan ternak sapi dapat diatasi dan efisiensi dapat ditingkatkan.
terlalu sulit untuk dilakukan. Selanjutnya
integrasi
sistem
pencacah
(chopper) tongkol jagung dengan formula fermentasi pakan menjadi sistem pengolah
III. METODOLOGI Penelitian
dilakukan
pakan yang bisa dimobilisasi. Prinsip kerja dengan
tahapan-
tahapan diawali dengan perancangan alat pencacah (chopper) tongkol jagung kering dengan ukuran hasil cacahan adalah 1 – 2 cm. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (pellet atau potongan) dari pada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecernaan (daya serap) pakan yang akan dikonsumsi. Komponen-komponen untuk pembuatan konstruksi prototipe terdiri dari
alat ini adalah berupa satu kendaraan yang berukuran tertentu sehingga bisa masuk ke dalam jalan usaha tani jagung dengan lebar 4-6 meter, yang dilengkapi alat pengolah pakan secara terintegrasi. Alat ini berfungsi untuk mengolah pakan berupa pencacahan dan pengolahan secara fermentasi sekaligus pengemasan
dalam
karung-karung
penyimpanan langsung dilokasi budidaya jagung.
Kemasan
pakan
berbasis
tebon/tongkol jagung terbuat dari bahan
285
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tahan panas untuk fermentasi dalam bentuk
manajemen aliran energi antara usaha tani
kantung plastik kapasitas 30-50 kg. Dengan
dan ternak.
sistem ini diharapkan dapat menciptakan
Gambar 1. Manajemen aliran energi antara usaha tani dan ternak
Sedangkan yang terdapat dipasaran, mata
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin
pencacah
khususuntuk
(chopper)
dirancang
memproduksichipdarilimbah
tongkol jagung. Desaindiscchopper, pisau, dan
konstruksinya
menghasilkanpengaturanyang idealsehingga perputaranpisau pemasukan
saat
tongkol
terhadaplandasansisi chopper
melewatilubang
bisa
jagung potong
berjalan
relatif dinding
efektif
saat
pemotongan. Material pisau terbuat dari
pisau terbuat dari baja SKH dengan tebal hanya 3 mm sehingga mudah panas, berkarat bahkan sering patah. ketebalan
pisau
ini
dari
Ukuran
dasar
Disc
Hopperberkaitan dengankemampuanchopperuntuk memproduksi ketebalan chip.Panjangchip dipengaruhi oleh diameter tongkol jagung dan arah masuk ke piringan disc yang merupakan fungsiketebalanpisau.
bahan baja jenis K110 dengan tebal 1 cm.
286
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 2. Desain chamber pencacah (chopper) dan komponen-komponennya
Spesifikasi motor penggerak/diesel adalah : Merk
: Dong Feng
Tipe
:
Untuk menentukan kecepatan putaran alat
Mendatar,
4
Torsi max/rpm
: 17HP/2200
Torsi rata-rata
: 16HP/2200
Dimensi chamber/ruang pencacah : Tebal
: 110 mm
perbandingan putaran mesin
diesel dengan putaran piringan, yaitu : Dd x Nd = Dm x Nm dimana: Dd = diameter pulley pada mesin diesel (mm) Nd = kecepatan putar motor diesel (rpm) Dm = diameter pulley piringan pencacah Nm = kecepatan putar piringan pencacah.
Diameter pully : 5 inci (125 mm)
: 580 mm
pencacah adalah dengan menggunakan persamaan
Langkah, Pendingin Air
Diameter
dimensi input bahan yang akan dicacah.
Lubang input : 110 x 115 mm Dimensi piringan/disk : Diameter
: 530 mm
125 2200 200 N m
Tebal
: 23 mm
Nm
275000 200 N m 1375rpm
Diameter pully : 8 inci (200 mm) Pisau
: 200 x 40 x 10, 3
buah Perhitungan
Hasil pengujian alat pencacah tongkol ruang
jagung telah sesuai yang diinginkan yaitu
pencacah/chopper tergantung pada putaran
dapat mencetak besarnya ukuran rata-rata
piringan
pisau,
kapasitas
banyaknya
pisau
dan
287
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
cacahan 1 cm2 dan berat rata-rata 0,5 – 1
kg/jam untuk satu tongkol jangung. Karena
gram. Karena dalam piringan memiliki 3
lubang input memiliki dimensi p x l = 110 x
mata
putaran
115 mm sehingga bisa dimasuki oleh
menghasilkan 3 gram cacahan. Kecepatan
tongkol jagung antara 1 – 5 buah. Dengan
putaran piringan pencacah (Nm) adalah
demikian secara kontinu kapasitas alat
1375 rpm, maka akan menghasilkan 4125
pencacah (chopper) ini adalah 247,5 -
gram/menit
1237,5 kg/jam.
pisau
maka
=
dalam
4,125
1
kg/menit.
Jika
dikonversi ke dalam jam adalah 247,5
Gambar 3. Pengujian mesin pencacah dan ukuran hasil cacahan
Mesin pencacah ini selanjutnya dilengkapi
pengolahan pakan ini petani jagung atau
dengan
peternak sapi tidak perlu lagi mengeluarkan
tabung
penyimpanan
dan
penyemprotan konsentrat dari hasil formula
biaya
fermentasi, alat pengemas dan kantung-
transportasi angkutan yang mahal, karena
kantung plastik dengan kapasitas 30-50 kg.
sistem pengolah pakan inilah yang akan
Semua
kemudian
mendatangi ke sentra-sentra perkebunan
diintegrasikan ke dalam kendaraan roda 3
jagung dan peternakan sapi yang cukup luas
agar mudah dimobilisasi. Dengan sistem
dan dengan jarak yang jauh.
komponen
tersebut
pengolahan
ternak
dan
biaya
Gambar 4. Sistem pengolah pakan ternak ruminansia yang dapat dimobilisasi
288
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sehingga
V. KESIMPULAN
mendorong
peningkatan
ekonomi kawasan berbasis agribisnis.
1. Rancang bangun alat pengolah pakan yang bisa dimobilisasi ke sentra-sentra usaha
kebun
jagung
dirasakan
merupakan salah satu solusi yang sangat
rasional
dalam
mengatasi
mahalnya biaya pengolahan pakan dan biaya transportasi. Sistem produksi pakan akan dipangkas, sehingga biaya pakan akan lebih ekonomis.
akan
bisa
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah
mendanai
kegiatan
ini
melalui
Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti Dan Perekayasa (PKPP) tahun anggaran 2012, mitra kegiatan dalam hal ini
2. Optimalisasi penggunaan tenaga kerja perkebunan
UCAPAN TERIMA KASIH
dilakukan
adalah
Fakultas
Pertanian
Universitas
Lambung Mangkurat, dan
pihak-pihak
dengan mensinergikan usaha budidaya
terkait lainnya yang telah membantu baik
jagung dan produksi pakan ternak,
secara langsung maupun tidak langsung
kebutuhan pakan ternak sapi oleh
dalam kegiatan ini.
peternak akan terjamin dengan harga yang terjangkau, sehingga efisiensi usaha
secara
keseluruhan
dapat
DAFTAR PUSTAKA Boediyana, T. 2007. Kesiapan dan Peran
ditingkatkan.
Asosiasi 3. Dengan alat ini diharapkan dapat membangun sistem integrasi dalam suatu aliran energi antara usaha tani jagung dengan peternakan sapi dalam membangun berbasis
pertanian
kawasan
Kalimantan
usaha
Selatan
terpadu tani
dengan
di pilot
project di Kabupaten Tanah Laut.
integrasi terbangun secara mantap, diharapkan
akan
mampu
meningkatkan pendapatan usaha tani yang dijalankan baik oleh petani jagung
maupun
peternak
Ternak
menuju Swasembada Daging Sapi 2010. Makalah Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia 2007, Bogor 21 November 2007. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan. 2009. Potensi Bidang Peternakan
4. Dalam jangka panjang, setelah sistem
Industri
Selatan.
di Website
Kalimantan Provinsi
Kalimantan Selatan. Dinas Peternakan Kabupaten Tanah Laut, 2009.
Potensi
Bidang
Peternakan Kabupaten Tanah
sapi, 289
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Laut
Provinsi
Kalimantan
Peternak
Kelompok
Tani
Selatan. Website Kabupaten
Ternak “Sambi Mulyo” Desa
Tanah Laut.
Jagoan,
Diwyanto, K; Kusmaningsih; Katamso, 2006.
Integrated
Farming
Insentiv Ristek. LPPM UNS. Soetrisno, I.C., 1995. Peningkatan Kualitas
Syatem.
Jerami sebagai Pakan Ternak
Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan Deptan RI. Buku Panduan
Seminar
Pengembangan
II. LPPM UNDIP Semarang. Quierke, D. et al., 2003. Effect on
Nasional
Globalisation and Economic
Usaha
Develoment, on The Asean
Perbibitan Ternak Sapi Pola
Livestock
Integrasi
Canberra, Australia.
Tanaman
Sambi,
Kabupaten Boyolali. Program
Pengembangan
Pembibitan Sapi pada Pola
Kecamatan
Ternak
dalam Mendukung Kecukupan
Sector,
ACIAR,
Wahdi, A; Nursyam AS; Sumantri I., 2004.
Daging 2010.
Pendayagunaan Hasil Litbang
Riyanto, J. 2009. Usaha Penggemukan
Iptek Nuklir di Kalimantan
Sistem Feed/of Sapi Simental
Selatan. Program IPTEKDA
Berbasis Pakan Jerami Padi
BATAN. Kerjasama Pemprov
Fermentasi (Straw Fermented
Kalsel, UNLAM dan BATAN.
Block=SFB) dan Suplementasi
Banjarbaru
Konsentrat
Pemacu
Pertumbuhan
(Growth
Penggemukan dan Pembibitan
Promoting Concentrate=GPC)
Sapi Potong di Kalimantan
Pola Integrated Sustainabality
Selatan.
Farming System Berwawasan
Usaha Pembibitan Sapi Potong.
Zero
Banjarmasin.
External
Waste-LEISA Input
Agriculture) Meningkatkan
(Low
Wahdi,
A.,
2011.
Teknik
Makalah
Budidaya
Pelatihan
Sustainable Untuk Kesejahteraan
290
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR MELALUI OTOMATISASI IRIGASI UNTUK PENGEMBANGANTANAMAN PAKAN TERNAK DI LAHAN KERING
Popi Rejekiningrum, Budi Kartiwa, dan Nurwindah Pujilestari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian e-mail:
[email protected] ABSTRAK Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pakan ternak terkendala oleh keterbatasan ketersediaan air karena belum optimalnya pemanfaatan potensi ketersediaan air. Upaya optimalisasi penggunaan air memerlukan informasi potensi ketersediaan air dan kebutuhan air tanaman untuk penentuan pola tanamnya. Penelitian bertujuan untuk: (1).Mengidentifikasi karakteristik sumber daya air (ketersediaan dan kebutuhan), (2)Menyusun desain pengelolaan air, dan (3).Mengembangkan teknologi irigasi berdasarkan karakteristik sumber daya air. Berdasarkan informasi ketersediaan air, maka didesain teknologi irigasi sprinkler sebagai irigasi suplementer pada komoditas tanaman pakan yang dikembangkan. Kebutuhan air tanaman dianalisis berdasarkan kebutuhan air tanaman menurut model neraca air tanaman. Berdasarkan model neraca ketersediaankebutuhan air dihitung kebutuhan irigasi (volume dan interval) untuk tanaman yang dikembangkan.Hasil analisis volume dan interval irigasi menunjukkan bahwa total irigasi yang diberikan pada tanaman jagung yang ditanam pada awal Juli 2012 selama fase pertumbuhannya (105 hari) sebesar 524 mm. Interval irigasi diberikan setiap 10 hari dengan volume irigasi berkisar antara 34 menit sampai 1 jam 56 menit. Dengan irigasi suplementer menggunakan big gun sprinklerakan menghemat tenaga dan waktu untuk irigasi, sehungga efisiensi penggunaan air meningkat jika dibanding dengan irigasi konvensional dan pada akhirnya dapat menjamin kontinuitas produksi pakan sepanjang musim. ABSTRACT Increased production and productivity of forage crops is constrained by the limited availability of water due to non optimal utilization of water availability. Efforts to optimize the use of water requires information on potential water availability and crop water requirement for the determination of cropping patterns.Based on the water availabilityinformation, the sprinkler irrigation technology is designed as a supplementary irrigation of crops. Crop water requirements are analyzed based on crop water requirements by crop water balance models.For the continuity of the mayze planting season supplementary irrigation is required to use the big gun sprinkler.The results of the analysis of volume and irrigation intervals showed that given the total irrigation on mayze planted in early July 2012 during its growth phase (105 days) of 524 mm. Irrigation interval is given every 10 days with irrigation volume ranged from 34 minutes to 1 hour 56 minutes.With supplementary irrigation using a big gun sprinkler will save labor and time for irrigation, thus increasing water use efficiency compared with conventional
291
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
irrigation and ultimately to ensure the continuity of feed production throughout the season.
sebagai
PENDAHULUAN Ketahanan
pangan
secara
produsen
mendukung
sapi
sekaligus
percepatan
Program
nasional terutama ditujukan kepada lima
Swasembada Daging Sapi, Provinsi
komoditas utama yaknipadi, jagung,
NTB
kedelai, gula dan daging sapi. Setelah
Bumi Sejuta Sapi (BSS) sejak 17
mencapai
dan
Desember 2008 dan ditargetkan pada
menargetkan
tahun 2013 populasi sapi di NTB
swasembada daging sapi pada tahun
mencapai 1 juta ekor serta 1,18 juta ekor
2014.
pada tahun 2014.
jagung,
swasembada
beras
pemerintah
Nusa Tenggara Barat (NTB)
telah
melaksanakan Program
Dari segi sumberdaya iklim
merupakan salah satu produsen sapi di
Propinsi
Indonesia yang memiliki potensi lahan
mempunyai curah hujan per tahun
pengembangan
luas.
sebesar 1.500 - 2.500 mm, artinya
Berdasarkan perhitungan ketersediaan
wilayah ini memiliki peluang cukup
pakan, NTB memiliki potensi kapasitas
besar untuk pengembangan pertanian
tampung ternak 2 juta ekor pertahun, di
khususnya komoditas tanaman pakan
mana yang dimanfaatkan baru sekitar
ternak. Distribusi hujan terjadi pada
34,79 persen sehingga memiliki peluang
periode yang singkat, sehingga hujan
pengembangan peternakan sebesar 63,21
yang jatuh tidak dapat dimanfaatkan
persen. Luas lahan potensial untuk
secara optimal untuk pengembangan
pakan ternak terbagi di dua pulau besar
komoditas pertanian.
yakni Pulau Lombok sebesar 386.478
komoditas pertanian khususnya tanaman
hektar yang bisa memenuhi kebutuhan
pakan
pakan ternak sebanyak 800 ribu ekor,
kontinyuitas produksi dan kualitas hanya
sementara lahan di Pulau Sumbawa
dapat
yang potensial untuk sumber pakan
ketersediaan air yang memadai. Dengan
mencapai
yang
demikian untuk pengembanganpakan
memenuhi
ternak, maka ketersediaan sumberdaya
diperkirakan
sapi
1,3 bisa
juta
cukup
hektar
untuk
kebutuhan pakan 1,2 juta ekor. Selain
Nusa
ternak
dipenuhi
Tenggara
Barat
Pengembangan
yang
mensyaratkan
dengan
jaminan
air merupakan prasayarat yang mutlak.
memiliki potensi lahan pakan yang luas,
Berkaitan dengan hal tersebut,
kondisi lahan dan iklim NTB juga cocok
perlu
dilakukan
identifikasi
untuk pengembangan berbagai jenis
karakterisasisumberdaya
sapi.Dalam rangka mengokohkan NTB
mengetahui potensi sumberdaya air
air
dan untuk
292
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
untuk
irigasi
suplementertanaman
pemodelan
hidrologi.
Berdasarkan
jagung yang dikembangkan untuk pakan
informasi ketersediaan air, maka akan
ternak di Banyumulek.
didesain
teknologi
sebagai
irigasi
irigasi
sprinkler
suplementer
pada
METODOLOGI
komoditastanaman jagung. Kebutuhan
Waktu dan Lokasi Pelaksanaan
irigasi dihitung berdasarkan analisis
Penelitian dilakukan mulai April
kebutuhan air tanaman menurut model
2012 sampai dengan Oktober 2012 di
neraca air tanaman. Berdasarkan model
Desa Banyumulek, KecamatanKediri,
neraca ketersediaan-kebutuhan air akan
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi
dihitung kebutuhan irigasi (volume dan
Nusa Tenggara Barat.
interval)
untuk
tanaman
yang
dikembangkan. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan meliputi: (1) Data iklim harian, (2) Data debit sungai,
(3)
teknologiirigasibig
gun
sprinkler, (4) benih tanaman jagung. Adapun
peralatan
meliputi:
(1)
yang
digunakan
Perangkat
pengukur
kecepatan aliran sungai (Current Meter), (4) Seperangkat komputer, plotter, dan digitizer, (5) Software Arc-View ver. 3.3, software MS Excel 2007.
Potensi Sumber Daya Air Potensi sumber daya air di lokasi penelitian
terdiri
dari
potensi
air
permukaan berasal dari curah hujan dan sungai yang mengalir melewati daerah penelitian, Data
curah
hujan
harian
diumpulkan dari stasiun klimatologi Kediri milik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) dan stasiun iklim yang dipasang di Balai Inseminasi Buatan Banyumulek. Adapun potensi
Metode
aliran sungai diidentifikasi berdasarkan Metodologi
yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis
pengukuran kecepatan aliran sungai menggunakan current meter.
neraca ketersediaan dan kebutuhan air di lahan kering iklim kering. Identifikasi potensi
ketersediaan
air
Desain Sistem Irigasi
dilakukan
berdasarkan survei lapang dan analisis data sekunder dari instansi terkait serta Berdasarkan
hasil
survei
Akan disusun desain sistem irigasi yang
identifikasi tanah, topografi dan analisis
paling optimal. Sistem irigasi mencakup
data ketersediaan dan kebutuhan air
sistem
pendistribusian
dari
sumber
293
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menuju lahan serta dari lahan menuju tanaman
yang
dibudidayakan.
Berdasarkan
berbagai
pertimbangan,
teknik irigasi yang dipilih adalah irigasi curah bergerak (big gun sprinkler).
dimana : ETc : evapotranspirasi tanaman ETo : evapotranspirasi referensi Kc : koefisien tanaman Untuk menghitung evapotranspirasi tanaman, dilakukan beberapa tahapan : 1. Mengidentifikasi pertumbuhan
tahap tanaman,
menentukan lama setiap periode pertumbuhan dan memilih Kc yang
sesuai
dengan
periode
pertumbuhan. 2. Menghitung Kc pada pertengahan Irigasi curah bergerak (big gun
periode
pertumbumbuhan
sprinkler) merupakan irigasi tipe curah
berdasarkan kondisi iklim harian
yang tidak permanen sehingga dapat
dengan menggunakan persamaan
dipindahkan secara cepat.
sebagai berikut :
Irigasi tipe
ini dapat mendistribusikan air irigasi dengan debit irigasi cukup tinggi dan dengan jangkauan cukup jauh. Teknik irigasi ini cocok baik untuk tanaman palawija
seperti
Gambar sprinklertanaman
jagung
maupun
1.Big
gun
perkebunan
seperti
tebu atau tanaman pakan seperti rumput gajah (Gambar 1). Aplikasi Pemberian Air Irigasi Pemberian air irigasi pada petak percobaan dilakukan sesuai dengan rekomendasi FAO dengan menghitung kebutuhan air tanaman setiap fase pertumbuhan.Pemberian air irigasi dilakukan pada fase kritis tanaman.Pemberian air irigasi dilakukan sampai kondisi lahan jenuh air.Kebutuhan air tanaman dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
K cmid K cmid (Tab) 0.04U 2 2 0.004RH min 45 Dimana: Kcmid (Tab) : nilai Kc pada pertengahan periode pertumbuhan berdasarkan tabel U2 : rata-rata harian kecepatan angin selama pertengahan periodepertumbuhan tanaman (m/dt) RHmin : rata-rata harian kelembaban relatif minimum
294
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
h
: tinggi tanaman selama pertengahan periode pertumbuhan tanaman(m) 3. Menentukan
kurva
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumber Daya Air Hasil analisis potensi sumber
koefisen
daya air permukaan diperoleh dari
tanaman yang dapat menentukan
analisis neraca air hubungan antara
nilai Kc untuk setiap periode
curah
pertumbuhan.
hujan
dan
evapotranspirasi
(Gambar 1).
Gambar 1. Analisis neraca air (curah hujan dengan ETP) di RPH Banyumulek Berdasarkan hasil analisis neraca air, terlihat kondisi sumber daya air
Aplikasi Irigasi Suplementer
yang masih memungkinkan untuk tanam
Irigasi suplementer diberikan
tanpa irigasi adalah pada November I-
sesuai kondisi kelembaban tanah dan
Mei III.Di luar periode ini apabila
kebutuhan
menanam tanaman semusim dalam hal
disajikan
ini jagung, maka diperlukan irigasi
pertumbuhan tanaman jagung.
suplementer.Untuk
Tabel 1. Kebutuhan irigasi selama
menjamin
kesinambungan pakan ternak, maka
tanaman.Pada Kebutuhan
Tabel
irigasi
1
selama
pertumbuhan tanaman jagung
diperlukan penanaman sepanjang tahun sehingga irigasi suplementer mutlak diperlukan.
Kebutuhan Irigasi Selama Pertumbuhan Tanaman Kedalaman akar maksimum (m)
per m3 tanah
1.00
0.13
0.31
0.31
Air tersedia
Kebutuhan Irigasi
Kebutuhan Irigasi Neto
(l/m )
(m3/ha)
(m3/ha)
Kebutuhan Irigasi Neto (mm)
0.15
0.17
0.026
0.017
17
1.00
0.30
0.17
0.052
0.035
35
0.13
1.00
0.45
0.17
0.078
0.052
52
0.13
1.00
0.50
0.17
0.087
0.058
58
Kandungan Air pada pF 2.54
Kandungan Air pada pF 4.2
Kepadatan
Periode vegetatif pertama (1-3 minggu setelah tanam)
0.31
0.13
Periode vegetatif kedua (4-7 minggu setelah tanam)
0.31
Periode pembungaan (8-10 minggu setelah tanam) Pembentukan biji (11-15 minggu setelah tanam)
Fase Pertumbuhan
3
295
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pada Tabel 1 terlihat bahwa kebutuhan
irigasi
tanaman
jagung
tanaman.Pada Tabel 2 disajikan analisis volume
dan
interval
irigasi,
yang
cenderung meningkat seiring dengan
menggambarkan kapan waktu tanaman
meningkatnya
jagung diirigasi dan berapa volumenya.
fase
pertumbuhan
Tabel 2. Analisis volume dan interval pemberian irigasi di lahan tanaman jagung RPH Banyumulek Luas Per Blok Rata-rata presipitasi Big Gun Debit Pompa Tanggal 05 Juli Tanam 2012 Minggu Setelah Tanam
Periode Pertumbuhan Tanam Periode Vegetatif Pertama Periode Vegetatif Kedua
Minggu 1-3
Minggu 4-7
4-Jul-12 Rabu 14-Jul-12 Sabtu
17.0 23.0
1.4 1.9
Lama Irigasi Ja Meni m t 0 34 0 46
24-Jul-12 Selasa
29.0
2.3
0
58
3-Aug-12 Jumat
35.0
2.8
1
10
13-Aug-12 Senin
43.0
3.5
1
26
52.0 54.0 56.0 58.0 58.0 58.0 58.0 524.0
4.2 4.4 4.5 4.7 4.7 4.7 4.7
1 1 1 1 1 1 1
44 48 52 56 56 56 56
23-Aug-12 2-Sep-12 12-Sep-12 22-Sep-12 2-Okt-12 Minggu 1115 12-Okt-12 22-Okt-12 TOTAL IRIGASI (mm)
Kamis Minggu Rabu Sabtu Selasa Jumat Senin
dengan volume irigasi berkisar antara
interval irigasi, diperoleh hasil bahwa
1,4 s/d 4,7 m3dengan lama irigasi 34
total
menit s/d 1 jam 56 menit.
yang
volume
Hari
dan
irigasi
analisis
Perlakuan Irigasi
Volume Irigasi (m3)
Minggu 810
Pembentukan Biji
m2 mm/min lt/dt
Dosis Irigasi (mm)
Tanggal Irigasi (Interval 10 Hari)
Minggu 0
Periode Pembungaan
Berdasarkan
81.0 0.50 1.56
diberikan
pada
tanaman jagung yang ditanam pada tanggal
5
Juli
2012
selama
Pada
Tabel
3
disajikan
fase
pengamatan biomasa dan hasil panen
pertumbuhannya sejumlah 524 mm.
jagung untuk lima varietas (Srikandi
Interval irigasi diberikan selang 10 hari
Kuning, Sukmaraga, Bima-3, Bisma, dan Lamuru).
296
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 3. Pengamatan biomasa dan hasil panen jagung di RPH Banyumulek No
Varietas
45 hst 1,06 0,64 1,59 1,30 0,52
Biomasa (ton/ha) 75 hst 100 hst 6,44 2,56 7,11 2,28 8,11 2,66 8,02 1,67 7,72 1,61
Panen (ton/ha) 3,87 3,21 4,51 4,01 3,19
1 Srikandi Kuning 2 Sukmaraga 3 Bima-3 4 Bisma 5 Lamuru Ket: hst = hari setelah tanam jarak tanam 40x75 cm, pupuk urea 250 kg/ha (diberikan pada 30 & 45 hst), pupuk NPK ponska 250 kg/ha (diberikan 7 hst) Dari hasil pengamatan terlihat bahwa di
dilakukan dengan cara menaikkan air
lahan
varietas
dengan pompa dari Sungai Babak ke
hasil
lokasi yang lebih tinggi untuk kemudian
memproduksi
dialirkan ke lahan melalui pipa. Metode
biomasa lebih banyak dibandingkan
pemberian irigasi dilakukan dengan
varietas
lainnya,
menggunakan big gun sprinkler. Target
mendukung
irigasi adalah lahan yang ditanami
pengembangan ternak.Varietas Bima-3
jagung. Penampang melintang prototipe
mempunyai prospek yang baik apabila
sistem irigasi di lahan disajikan pada
ke depan dikembangkan untuk pakan
Gambar 2. Adapun penggunaan big gun
ternak.
sprinkler di lahan diajikan pada Gambar
kering
Bima-3 tertinggi
sehingga
Banyumulek
mempunyai dan
potensi
dapat
lainnyavarietas cocok
untuk
3-6. Prototipe Teknologi Irigasi Aplikasi suplementer
di
sistem RPH
irigasi
Banyumulek
Gambar 2.Penampang melintang prototype sistem irigasi di lahan
297
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Dalam upaya mendukung Program NTB
sprinkler ini air langsung sampai
BSS
pada tanaman;
sebagai
program
percepatan
(akselerasi) pengembangan peternakan
Efisiensi
penggunaan
air
sapi di NTB diperlukan ketersediaan air
meningkat, (± 85 %) karena dengan
yang
irigasi sprinkler tidak banyak air
cukup
khususnya
untuk
kesinambungan tanaman pakan ternak.
yang
Untuk
dengan irigasi konvensional;.
itu
penelitian
ini
sangat
terbuang
jika
dibanding
diperlukan untuk mendesain teknologi
Praktis dalam penggunaan karena
irigasi suplementer untuk pakan ternak
dapat dipindah-pindahkan sesuai
di lahan.
kebutuhan
Adapun
hasil
invensi
Cara
merupakan riset terapan.
pengoperasian
penyiraman
Keuntungan yang didapatkan
dapat dilakukan secara bergiliran,
dari penggunaan big gun sprinkler
sehingga big gun sprinkler yang
adalah:
digunakan jumlahnya tidak perlu
Dapat
digunakan
pada
lahan
dengan kondisi topografi yang tidak teratur
atau
bergelombang
dan
banyak. Apabila tidak ada masalah, biaya OP untuk jaringan pipa kecil. Dapat mengatur suhu lingkungan di
berbukit-bukit. Dapat diterapkan pada tekstur tanah
sekitarnya. Air dapat dicampur dengan pupuk
berpasir yang bersifat porous. Kehilangan air akibat penguapan
organik. Tidak perlu saluran pembuangan
dan kebocoran kecil. Waktu
operasi
menjadi
lebih
singkat
karena
dengan
irigasi
Gambar 3. Big gun sprinkler yang telah di implementasikan di lapangan untuk irigasi suplementer
karena air akan meresap ke dalam tanah.
Gambar 4. Pengaturan posisi, kecepatan dan intensitas semprot pada alat big gun sprinkler
298
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 5. Pertanaman jagung umur 3 minggu di lahan yang akan diirigasi
Gambar 6. Pertanaman jagung umur 12 minggu di lahan yang akan diirigasi
KESIMPULAN
lainnya,
sehingga
cocok
untuk
1. Hasil analisis volume dan interval
mendukung pengembangan ternak.
irigasi menunjukkan bahwa total irigasi yang diberikan pada tanaman jagung yang ditanam pada tanggal 5 Juli
2012
selama
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis
menyampaikan
fase
terimakasih kepada PT. GNE (Gerbang
pertumbuhannya sejumlah 524 mm.
NTB Emas) khususnya RPH (Rumah
Interval irigasi diberikan selang 10
Potong Hewan) Banyumulek yang telah
hari dengan volume irigasi berkisar
membantu dalam penyediaan lahan
antara 1,4 s/d 4,7 m3dengan lama
penelitian dan tenaga lapang.Ucapan
irigasi 34 menit s/d 1 jam 56 menit.
terimakasih
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi
irigasi
menggunakan
suplementer big
sprinklermenghemat waktu
untuk
tenaga
irigasi,
juga
ditujukan
kepada
Kemenristek melalui program Insentif PKPP yang telah memberikan biaya
gun
penelitiansehingga penelitian ini dapat
dan
terlaksana.
sehungga
efisiensi penggunaan air meningkat
DAFTAR PUSTAKA
jika
Allen. G Richard. Luis S. Pereira. Dirk
dibanding
dengan
irigasi
konvensional.
Raes and Martin Smith. 1998.
3. Tanaman jagung varietas Bima-3 yang
dikembangkan
keringsangat
di
potensial
Crop
Evapotranspiration
lahan
Guidelines for computing crop
untuk
water requirements.
dikembangkan karena mempunyai
and
potensi produksi yang relatif tinggi
56.FAO.Rome.301 p.
dan dapat memproduksi biomasa lebih banyak dibandingkan varietas
Balitklimat
Drainage
dan
PJT
Irigation Paper
II.
2004.
Penyusunan Decision Support
299
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
System
Untuk Produksi Air
Berkelanjutan di SWS Citarum. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dan Perum Jasa Tirta II. Bonati. G.. Fais. A.. Nino P. 2005. “SIGRIA (Information System on
Water
Management
for
Irrigation): a tool to support national and local decisionmaking
processes
for
irrigation”. OECD Workshop on Agricultural
and
Water:
Sustainability.
Markets
and
Policies. http://www/oecd.org/agr/env. Doorenbos.J. and A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper no 33. 193p Hidayat, A. 2005. Lahan Kering Untuk Pertanian.
Teknologi
Pengelolaam Lahan Kering. Menuju Pertanian Produktif Dan
Ramah
Lingkungan.
Puslitbangtanak. Litbang
Badan Departemen
Pertanian. Pervez. M.S.. Hoque. M.A. 2002. “Interactive System
Information for
Irrigation
Management”.
International
Water Management Institute. http://www.codata.org.
300
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
TATANIAGA SAPI POTONG DAN DAGING SAPI DI NTB
I Putu Cakra Putra A., SP. MMA., Irianto Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB Jl. Raya Peninjauan Narmada Kabupaten Lombok Barat Email :
[email protected], No Hp : 081915881663
ABSTRAK Menurut Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Ir Fauzi Luthan, saat ini Indonesia belum mencapai swasembada daging sapi karena 28 persen kebutuhan daging sapi masih diimpor terutama dari Australia. NTB diakui sebagai daerah penghasil ternak. Populasi sapi tahun 2010 sebanyak 592.875 ekor. Melihat fenomena tersebut bagaimana pengaruh impor sapi terhadap kondisi peternakan di NTB, perlu dikaji lebih lanjut. Tujuan penelitian yaitu 1) Untuk mendapatkan keragaan peternakan sapi di NTB, 2) Untuk mendapatkan perkembangan harga sapi dan daging sapi di NTB, 3)Untuk mendapatkan permintaan dan penawaran sapi dan daging sapi di NTB. Lokasi penelitian di pulau Lombok dan Sumbawa, pada bulan Februari sampai September 2012. Sampel responden peternak dan pemangku kebijakan dengan purposive sampling. Responden pedagang ternak menggunakan metode snowball sampling. Sehingga diperoleh responden sebesar 150 orang. Data yang dikumpulkan data primer dan sekunder. Hasil penelitian adalah 1) Usaha ternak di NTB masih dalam skala pemilikan yang kecil, usaha sambilan yang ditangani tenaga kerja keluarga, 2) Harga sapi di tingkat produsen selama 10 tahun terakhir (2001-2010) tidak stabil, namun pertambahan harga sapi rata-rata meningkat sebesar Rp. 446.970/ekor/tahun. Sedangkan harga daging sapi konsumen mengalami peningkatan harga sebesar Rp. 4.223/kg/tahun, 3) Jumlah produksi input daging sapi, impor daging sapi dan harga rata-rata sapi per ekor berpengaruh nyata pada penawaran daging sapi di NTB. Jumlah sapi potong yang keluar NTB berpengaruh nyata pada permintaan daging sapi di NTB. Harga daging sapi konsumen berpengaruh nyata pada tingkat permintaan daging sapi di NTB, namun pengaruhnya negative, 4) Variabel konsumsi daging sapi di Indonesia dan kuota sapi yang keluar NTB berpengaruh nyata pada jumlah sapi potong yang keluar NTB. Variabel persediaan daging sapi di Indonesia dan impor sapi nasional Indonesia berpengaruh nyata pada jumlah sapi potong yang keluar NTB, namun pengaruhnya negatif. Kata kunci : Tataniaga, Sapi Potong, Daging Sapi, NTB PENDAHULUAN
daging sapi masih 2 diimpor terutama
1. Latar Belakang
dari Australia. Secara umum populasi
Menurut
Budidaya
sapi potong di Indonesia juga relatif
Direktorat
terus meningkat. Peningkatan terjadi
Departemen
pada tahun 2007, yang meningkat dari
Pertanian RI Ir Fauzi Luthan, saat ini
10.875.000 ekor, menjadi 11.515.000
Indonesia belum mencapai swasembada
ekor, dan meningkat kembali menjadi
Ternak Jenderal
Direktur
Ruminansia
dari
Peternakaan
daging sapi karena 28 persen kebutuhan
301
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
12.257.000 ekor pada tahun 2008 (BPS,
c. Untuk mendapatkan permintaan dan
2010).
penawaran sapi dan dagingnya di NTB Saat ini terdapat 18 provinsi yang
difokuskan untuk pengembangan sapi
3. Manfaat
potong,
diantaranya
Sebagai kerangka acuan pemerintah atau
Sumbar,
Sumsel,
Aceh,
Sumut,
Lampung,
Jabar,
lembaga
lainnya
dalam
Jateng, Jatim, Bali, NTB, NTT, Sulsel,
kebijakan
Sultra, Sulteng, Kalsel dan Kalbar. Pada
swasembada daging khususnya daging
tingkat nasional NTB telah diakui
sapi.
sebagai
daerah
penghasil
untuk
mengambil mendukung
ternak.
Populasi sapi di NTB tahun 2010
METODOLOGI PENELITIAN
sebanyak 592.875 ekor (BPS, 2010).
1. Lokasi Penelitian dan Waktu
Populasi Sapi hingga tahun 2010 baru
Penelitian
mencapai 695.951 ekor. Berdasarkan
Penelitian
data dari Dinas Peternakan Provinsi
Lombok dan Sumbawa pada bulan
NTB, jumlah pemotongan ternak sapi
Februari sampai September 2012.
pada tahun 2010, tercatat sebanyak
2. Pemilihan Responden
47.927 ekor sapi. Semakin sulitnya sapi
Sampel responden peternak dengan
lokal memenuhi kebutuhan daging pada
purposive
hari-hari besar keagamaan.
pedagang ternak sapi menggunakan
Kondisi itu membuat Indonesia
metode
ini
dilakukan
sampling,
snowball
di
pulau
responden
sampling,
untuk
harus mampu mendorong pertumbuhan
responden pemangku kebijakan di 3
produksi sapi sekaligus daging sapi. Di
NTB
mana ketergantungan akan impor akan
sampling. Sehingga diperoleh responden
semakin besar dan pada akhirnya akan
sebesar 150 orang.
100%
3. Pengumpulan Data
tergantung
impor.
Melihat
ditentukan
secara
purposive
fenomena tersebut bagaimana pengaruh
Data yang dikumpulkan dalam
impor sapi terhadap kondisi peternakan
penelitian ini meliputi data primer dan
di NTB, perlu dikaji lebih lanjut.
data
sekunder.
primer dilapangan
2. Tujuan a.
Untuk
dengan
mendapatkan
keragaan
Pengumpulan metode
menggunakan
Data survey
kuisioner.
Data sekunder dari perpustakaan atau
peternakan sapi di NTB
dinas terkait (Nazir, 1988). Analisis
b. Untuk mendapatkan perkembangan
yang
harga sapi dan harga daging sapi di NTB
analisis ekonomi, analisis 2 SLS (12
digunakan
Analisis
diskriptif,
302
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tahun), analisis pemasaran, analisis
petani,
curahan waktu kerja.
wiraswasta, dll.
4. Variabel yang diukur
A.2. Kepemilikan Ternak Sapi oleh
a. Keragaan peternakan sapi di NTB
Peternak di NTB
(Nyak
Kepemilikan
Ilham,
1998)
seperti
Skala
staf
desa,
tenaga
rata-rata
ternak
kerja
sapi
pemilikan sapi, pengalaman peternak
dewasa sebesar 3 ekor sapi muda 1 dan
sapi, manajemen ternak sapi, tenaga
anak 1 ekor. Ternak yang dipelihara
kerja, motivasi peternak berusaha ternak
selain milik sendiri juga milik orang lain
sapi, saluran tataniaga ternak dan daging
yang dipelihara dengan sistem bagi hasil
sapi
(”ngadas/paron/gaduhan”).
b. Perkembangan harga sapi dan harga
peternak sapi potong yang memelihara
daging sapi di NTB seperti harga di
bangsa sapi bali sebesar 96,30 persen
produsen, harga di konsumen, harga di
sedangkan
pedagang
memelihara bangsa bukan sapi bali
c. Permintaan dan penawaran sapi dan
seperti simental dan brahman. Berat
daging sapi di NTB
rata-rata sapi potong di pulau Sumbawa
sisanya
3,70
Persentase
persen
4
adalah 231 kg/ekor sedangkan di pulau HASIL DAN PEMBAHASAN
Lombok adalah 318 kg/ekor.
A. Keragaan Peternak Sapi Potong di
A.3. Tingkat Penerapan Teknologi
NTB
Penggemukan sapi di NTB
A.1. Karakteristik Peternak sapi di
Tingkat penerapan teknologi pemilihan
NTB
sapi bakalan sebagai bibit sangat baik
Hasil penelitian diperoleh data bahwa
dengan kisaran 90-100 persen. Untuk
dari
peternak
manajemen pakan masih cara tradisional
sebanyak 81 orang dengan rata-rata
yaitu dengan ngarit/ngawis di alam
umur responden adalah 43 tahun dengan
dengan penerapan sekitar 90-100 persen.
kisaran 34-55 tahun. Untuk peternak di
Drainase dan kebersihan masih rendah,
pulau
sekitar
jumlah
responden
lombok
pengalamannya
lebih
dalam
banyak
50
persen,
sehingga
bisa
penggemukan
berdampak pada penurunan kesehatan
sapi dibandingkan di pulau sumbawa.
ternak sapi. Lama penggemukan sapi
Persentase
mata
relatif beragam mulai dari 4, 6 sampai 8
pencaharian utamanya sebagai peternak
bulan tergantung tingkat harga, tingkat
sapi
berat sapi yang diinginkan maupun
responden
sebesar
50%
yang
sisanya
mata
pencaharian utamanya adalah sebagai
tingkat
kebutuhan
peternak
sapi.
Peternak yang melakukan pengukuran
303
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
berat badan ternak sapi mengunakan
B.1. Populasi dan Pola Pengusahaan
timbangan ataupun pita ukur hanya
Pada periode 1981 – 1990 populasi sapi
sekitar 13- 30 persen.
di NTB mengalami perkembangan yang
A.4. Curahan Waktu Kerja (HOK)
paling tinggi
Peternak Sapi Potong di NTB
Sedangkan untuk periode 1991 -2000
Curahan waktu kerja dalam keluarga
perkembangan 5 populasi sapi melambat
(TKDK) untuk memelihara sapi potong
menjadi 0.33 persen pertahun dan
selama 6 bulan terbanyak dilakukan oleh
periode
tenaga kerja laki-laki yang mencapai
populasi
50,4
menjadi 6.56 persen pertahun. (Data
HOK/ST.
Pada
umumnya
2001 sapi
-2010
Base
melibatkan
Peternakan NTB 2010).
kerja
dari
luar
keluarga (TKLK). Jenis kegiatan yang membutuhkan
curahan
waktu
Pada
pekembangan
kembali
pemeliharaan ternak sapi potong tidak tenaga
2009
sebesar 5.78 persen.
dan
meningkat
Statistik
periode
Dinas
2001-2010
yang
kembali meningkatnya populasi ternak
cukup tinggi adalah mencari pakan
sapi karena adanya program BSS yang
sebesar 29.6 HOK/ST.
mengurangi pemotongan sapi betina
A.5. Usaha Penggemukan Sapi di
produktif, dan juga impor daging sapi
NTB
yang tinggi untuk skala nasional,
Usaha pengemukan sapi oleh peternak
sehingga permintaan sapi bakalan oleh
di NTB di masing-masing kabupaten yang ada di pulau lombok dan pulau sumbawa memiliki pendapatan yang berbeda mulai dari Rp 280.000 s/d Rp 2.400.000. Pendapatan yang diperoleh peternak yang ada di pulau Lombok lebih tinggi dibandingkan dengan di pulau
Sumbawa,
karena
penerapan
teknologi penggemukan oleh peternak di
provinsi lain kepada NTB menurun. Berdasarkan
hasil
PSPKP
2011
populasi sapi potong di NTB 685.810 ekor atau 4.63 persen dari total populasi sapi potong di Indonesia sebesar 14,8 juta ekor. Usaha ternak sapi di NTB masih didominasi oleh usaha peternakan rakyat yang dicirikan
pulau Lombok lebih baik dibandingkan
dengan skala pemilikan yang kecil,
di
dikelola
pulau
Sumbawa.
Ini
sekaligus
sebagai
usaha
sambilan.
usaha
Sebagai usaha sambilan, usaha ternak
penggemukan sapi di pulau Sumbawa
cukup ditangani oleh tenaga kerja
masih dapat ditingkatkan seperti di P.
dalam keluarga mulai dari kegiatan
Lombok
mencari pakan sampai penjualan hasil.
memberikan
peluang
bahwa
B. Profil Komoditas Daging Sapi
304
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
B.2. Poduksi dan Konsumsi Daging Secara agregat daging NTB
Dibandingkan
dua
periode
secara
agregat
selama 10 tahun terakhir mengalami
sebelumnya,
peningkatan sebesar 20.86 persen
perkembangan produksi daging di
setiap tahun. Untuk daging sapi,
NTB meningkat cukup tinggi dengan
kerbau,
masing-
selisih sekitar 15 persen per tahun
masing meningkat 5.45 persen, 6.63
(Data Base, 2009 dan Statistik Dinas
persen, 53,34 persen dan 75,64 persen.
Peternakan
kambing,
domba
Prov.
NTB,
2010).
305
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kebutuhan konsumsi daging sapi di
impor hanya 1.25 persen. Pangsa pasar
NTB sebagian besar dipenuhi dari
impor memang masih relative kecil,
produksi dalam provinsi NTB sendiri.
namun ada kecendrungan meningkat.
Selama 10 tahun terakhir (2001-2010)
Kondisi ini perlu mendapat perhatian
pasokan
pemerintah (Statistik Dinas Peternakan
produksi
dalam
negeri
mencapai 98.75 persen sedangkan
NTB, 2010).
306
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
B.3.
Pola
perdagangan
antar
persen per tahun. Pada tahun 2010
daerah komoditas sapi potong di
terjadi
NTB
indonesia
Pengeluaran ternak sapi dari wilayah
sehingga pada tahun 2010 terjadi
NTB selama kurun waktu sebelas
penurunan permintaan dari luar NTB
tahun terakhir (2001-2011) sangat
sebesar sebesar 32.1 % dibandingkan
berfluktuatif, dengan rata-rata 6,6
tahun 2009.
Berdasarkan peternakan 2011,
data
propinsi
menyebutkan
impor
tahun
setelah melalui proses pemotongan
bahwa
45,9
oleh penjagal yang juga merupakan
sebagian
ke
besar,
NTB
potong
didistribusikan
cukup
oleh
ternak dan daging sapi, terutama
distributor
dari
yang
sapi
statistik
persen atau 22.102 ekor ternak sapi hidup
daging
NTB
telah
propinsi
adalah
daging besar
sapi,
konsumen
konsumen
daging
maka akhir segar.
Kalimantan timur, 30,8 persen ke
Kelompok konsumen daging segar
propinsi Kalimantan Selatan, 4.9
terdiri
persen ke DKI dan sisanya 18.5
tangga, rumah maka/restoran, hotel,
persen ke wilayah lainnya. Jika
tukang
dari
:
bakso,
konsumen
dan
rumah
lain-lain.
dikaji dari para pelaku tataniaga .
307
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pada pola saluran tataniaga
mengirim ke luar provinsi NTB juga
ternak sapi dan daging sapi, ada 3
mengirim
saluran
digunakan
Kebutuhan daging di pulau Lombok
peternak menjual ternak sapi potong,
juga dipenuhi dari luar Provinsi NTB
yaitu melalui calo/belantik 31%,
untuk
pedagang sapi 59% , dan 10% ke
Supermarket
utama
yang
ke
pulau
memenuhi dan
Lombok.
permintaan Hotel.
penjagal. Pulau sumbawa juga selain
308
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Harga sapi di tingkat produsen
Sedangkan Harga daging sapi konsumen
selama 10 tahun terakhir (2001-2010)
mengalami peningkatan harga sebesar
tidak stabil, namun pertambahan harga
daging sapi Rp. 4,223.00 per kg per
sapi rata-rata meningkat sebesar Rp.
tahun
446,970.00
per
ekor
per
tahun.
Share Margin dan Distribusi Saluran Pemasaran Sapi dan daging sapi Saluran 1 Peternak-RPH/TPHPedagang daging eceranpengolah kulit/bakso 3,03 %
7,77 %
11,35%
77,85%
Saluran 2 PeternakPedagangRPH/TPHPedagang daging eceranPengolah kulit/bakso 3,91%
7,83%
4,81%
5,00%
78,45%
Saluran 3 (pedagang sapi pinjam bendera/ijin pedagang sapi antar pulau) PeternakPedagangPedagang Antar Pulau 90,79%
3,39%
5,82%
Saluran 4 PeternakPadagang antar pulau 8,88%
91,12%
Saluran 5 PeternakPedagangPedagang antar pulau 93,52%
4,44%
Kebutuhan
2,04% 9
daging
sapi
Hal
tersebut
terlihat
dengan
masyarakat di NTB, masih banyak di
meningkatnya jumlah wisatawan yang
suplay dari dalam provinsi NTB sendiri
datang. Jumlah Tamu Asing maupun
yaitu daging sapi bali, sedangkan untuk
Tamu Domestik yang menginap di Hotel
permintaan daging sapi yang bukan
berbintang pada tahun 2010 mencapai
berasal dari ras sapi bali jumlahnya
268.336 orang atau meningkat 26,36
masih
persen. Sejalan dengan meningkatnya
kecil
dan
terbatas
untuk
wisatawan luar negeri. Pembangunan
wisatawan
yang
berkunjung,
NTB
pariwisata di NTB selama ini telah
dituntut untuk memperbanyak suplay
memberikan hasil yang terus meningkat.
daging sapi. Data menunjukkan bahwa
309
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
jumlah hotel di NTB tahun 2010
daging sapi, permintaan daging sapi,
sebanyak 571 unit, terdiri dari 39 hotel
jumlah sapi yang keluar NTB.
berbintang dan 532 hotel melati. Adapun
C.1. Penawaran daging sapi
jumlah permintaan daging sapi di hotel
Berdasarkan hasil analisis penawaran
sebesar 5-10 kg per hari, permintaan
daging sapi di NTB didapatkan nilai
tertinggi pada bulan Juli, Agustus,
Statistik F yang cukup tinggi, yaitu
Sepetember dimana ada hari keagmaan.
973.784, berarti secara besama-sama
Sedangkan untuk harga daging sapi
peubah penjelas 10
tidak dipengaruhi oleh impor daging sapi
karena
daging
sapi
yang
dikonsumsi adalah daging sapi lokal.
memberikan
pengaruh
yang
nyata
terhadap tingkat penawaran daging sapi. Demikian pula nilai R2 yang tinggi, yaitu 0.998, berarti variasi peubah penjelas
cukup
tinggi
menjelaskan
variasi penawaran daging sapi. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah penjelas maka dilakukan uji tstatistik, didapatkan Parameter penduga dari permintaan daging sapi tahun sebelumnya tidak signifikan. Parameter penduga jumlah produksi input daging sapi, impor daging sapi dan harga ratarata sapi per ekor memberi pengaruh C.
Penawaran
dan
Permintaan
nyata kepada tingkat penawaran daging
Daging Sapi
sapi di NTB.
Pada analisa statistik ini dibuat beberapa
C.2. Permintaan Daging Sapi
model persamaan, dimana setiap model
Berdasarkan analisis permintaan daging
persamaan
secara
sapi di NTB didapatkan nilai Nilai
simultan atau tidak secara bersama-
Statistik F yang cukup tinggi, yaitu
sama, namun setiap peubah penjelas dan
4.571,
instrumen saling mendukung peubah
peubah penjelas memberikan pengaruh
endogen di setiap model persamaan.
yang nyata terhadap tingkat permintaan
Setiap model persamaan dilakukan uji
daging sapi. Demikian pula nilai R2
regresi 2 Stage Least Squares (2 SLS).
yang cukup tinggi, yaitu 0.632, berarti
Model persamaannya seperti penawaran
variasi peubah penjelas cukup tinggi
tidak
dihitung
berarti
secara
besama-sama
310
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menjelaskan variasi permintaan daging
penduga persediaan daging sapi di
sapi.
Indonesia dan impor sapi nasional
Untuk
mengetahui
pengaruh
masing-masing peubah penjelas maka
Indonesia
dilakukan
kepada tingkat jumlah sapi potong yang
uji
t-statistik,
didapatkan
memberi
Parameter penduga dari Sapi bakalan
keluar
NTB,
yang keluar NTB memberi pengaruh
negatif
dimana
nyata pada tingkat permintaan daging
persediaan daging 11
pengaruh
nyata
namun
pengaruhnya
setiap
penambahan
sapi di NTB. Parameter penduga harga daging
sapi
memberi
sapi dan impor daging di indonesia akan
tingkat
menurunkan tingkat jumlah sapi potong
permintaan daging sapi di NTB, namun
yang keluar NTB. Permintaan sapi
pengaruhnya
negatif
dimana
setiap
bakalan oleh NTB dari luar daerah tidak
penambahan
harga
daging
sapi
pengaruh
konsumen
nyata
kepada
ada.
konsumen akan menurunkan tingkat
E. Pengaruh Kebijakan Impor sapi
permintaan daging sapi.
terhadap Skala Usaha ternak sapi di
D. Jumlah Sapi yang keluar NTB
NTB
Berdasarkan analisis penawaran sapi potong bakalan (yang keluar NTB)
Pengaruh kebijakan impor sapi dapat
didapatkan hasil Nilai Statistik F yang
dilihat dari skala usaha dan minat/respon
cukup tinggi, yaitu 17.681, berarti secara
peternak sapi dengan kebijakan tersebut.
besama-sama
penjelas
Berdasarkan hasil penelitian skala usaha
nyata
peternak penggemukan sapi di NTB
terhadap Jumlah sapi potong yang
rata-rata 2 ekor pertahun. Tidak terlihat
keluar NTB. Demikian pula nilai R2
terjadi penurunan skala usaha peternak
yang cukup tinggi, yaitu 0.910, berarti
di NTB pada saat impor sapi yang cukup
variasi peubah penjelas cukup tinggi
besar pada tahun 2010, dimana harga
menjelaskan variasi jumlah sapi potong
sapi hidup mengalami penurunan serta
yang keluar NTB. Untuk mengetahui
rendahnya permintaan sapi hidup dari
pengaruh
provinsi diluar NTB. Hal ini disebabkan
memberikan
peubah pengaruh
yang
masing-masing
peubah
penjelas maka dilakukan uji t-statistik,
peternak :
didapatkan
1. Tidak mengetahui perkembangan
Parameter
penduga
dari
Konsumsi daging sapi di Indonesia dan
informasi pasar ternak sapi (100% resp)
Kuota sapi yang keluar NTB memberi
2. Peternak sapi menganggap naik
pengaruh nyata pada tingkat jumlah sapi
turunnya harga sapi suatu hal yang biasa
potong yang keluar NTB. Parameter
(70% resp)
311
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
3. Usaha penggemukan sapi bukan satu-
konsumen
berpengaruh
nyata
pada
satunya sumber penghasilan (100%
tingkat permintaan daging sapi di NTB,
resp)
namun pengaruhnya negative,
4. Usaha penggemukan sapi sudah
12
merupakan tradisi atau kebiasaan jadi
4. Variabel konsumsi daging sapi di
akan tetap, akan melakukan usaha
Indonesia dan kuota sapi yang keluar
penggemukan sapi (60% resp)
NTB berpengaruh nyata pada jumlah sapi potong yang keluar NTB. Variabel
Tindakan yang diambil peternak bila
persediaan daging sapi di Indonesia dan
terjadi penurunan harga sapi adalah
impor
1. Menunda penjualan sapi potong (30%
berpengaruh nyata pada jumlah sapi
resp)
potong
2.
Tetap
menjual
karena
desakan
sapi
yang
nasional
keluar
Indonesia
NTB,
namun
pengaruhnya negatif.
kebutuhan hidup (70% resp). DAFTAR PUSTAKA KESIMPULAN
BPS, 2010. BPS Indonesia. Jakarta.
1. Usaha ternak di NTB masih dalam
BPS, 2010. BPS NTB. Mataram.
skala pemilikan yang kecil, usaha
Data Base, 2009. Data Base Peternakan
sambilan yang ditangani tenaga kerja keluarga
Prov. NTB. Mataram Nazir, 1988. Metode Penelitian. Jakarta:
2. Harga sapi di tingkat produsen selama 10 tahun terakhir (2001-2010) tidak
Ghalia Indonesia. Nyak Ilham, 1998. Tesis Penawaran dan
stabil, namun pertambahan harga sapi
Permintaan
Daging
rata-rata
Indonesia:
Suatu
meningkat
sebesar
Rp.
446.970/ekor/tahun. Sedangkan harga daging
sapi
peningkatan
konsumen harga
mengalami
sebesar
Rp.
4.223/kg/tahun
Sapi
di
Analisa
Simulasi. IPB. Bogor. Statistik Dinas Peternakan NTB, 2010. Statistik Dinas Peternakan NTB. Mataram.
3. Jumlah produksi input daging sapi, impor daging sapi dan harga rata-rata sapi per ekor berpengaruh nyata pada penawaran daging sapi di NTB. Jumlah sapi
potong
yang
keluar
NTB
berpengaruh nyata pada permintaan daging sapi di NTB. Harga daging sapi
312
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ANALISIS DAN KOMPILASI DATA SPATIAL UNTUK ISI BASIS DATA PETERNAKAN KABUPATEN LOMBOK BARAT - NTB
Kris Sunarto 1) dan Albertus Krisna Pratama Putra 2) 1)
Peneliti Bidang Geografi Terapan BAKOSURTANAL / Badan Informasi Geospasial ( BIG) Jln. Raya Jakarta - Bogor Km 46, Cibinong 16911, Indonesia.
[email protected] 2)
Praktisi Sistem Informasi Geografik ( SIG ).
ABSTRAK Pembaruan data, peta dan informasi geografik perlu selalu diupayakan lebih baru, akurat dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan pembangunan wilayah. Penyiapan isi Basis Data survei dan pemetaan, sangatlah penting upaya ketersediaan data tingkat daerah. Permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas ini adalah ketersediaan data, usia data, kesulitan akses mendapatkan data maupun keterbatasan biaya, tenaga dan waktu untuk memperoleh data baru. Dengan melakukan koleksi berbagai macam peta mulai dari: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000 daerah kajian yaitu Wilayah Kabupaten Lombok Barat, Peta Geologi, Peta Penggunaan Lahan, Citra Penginderaan Jauh, dan data statistik tingkat daerah. Melaksanakan proses: interpretasi citra, digitasi peta, reformat peta, revisi peta, kompilasi peta, pengolahan data statistik dan analisis serta kompilasi peta kerja dan peta akhir sebagai masukan basis data spasial. Hasil berupa beberapa peta tematik sebagai bahan masukan utama bagi Basis Data Daerah tingkat kabupaten. Peta Sistem lahan atau satuan lahan skala 1 : 25.000, Peta Penutup lahan atau Penggunaan lahan, Peta Kelas ketinggian tempat, Peta Kelas lereng, dan dapat dibuat beberapa peta turunan dengan skala yang sama. Beberapa peta tematis dan data statistik daerah hasil kajian dapat dianalisis lebih lanjut oleh para pengguna data, antara lain untuk kajian kapasitas lahan peternakan, prediksi potensi pakan. Melalui ketersediaan data pada sistem basis data memudahkan pencarian dan pengolahan data untuk berbagai perencanaan pembangunan wilayah maupun penelitian lebih lanjut. Kata kunci: Basis Data spasial, peternakan sapi. PENDAHULUAN
spasial juga digunakan sebagai masukan
Basis data merupakan sumber data dan
bagi basis data geografik, baik nama
informasi yang dapat digunakan sebagai
maupun sifat kondisi baik alami maupun
data dasar bagi berbagai kepentingan.
budidaya dan bukan alami lainnya. Data
Dalam ilmu Geografi basis data meliputi
statistik dapat digunakan untuk mengisi
basis data yang berreferensi geografik
informasi
sifat presisi suatu titik atau lokasi
informasi spasial yang lebih akurat.
ataupun
kawasan.
Kabupaten Lombok Barat mengalami
Selain data bersifat spatial data non
pemekaran bagi Lombok Utara pada
bentangan
suatu
spasial
sehingga
menjadi
313
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tahun 2008, sehingga yang semula satu
Pemanfaatan lahan sub optimal untuk
wilayah
dua
produksi pangan, selain dapat dilakukan
kabupaten, yaitu Kabupaten Lombok
dengan memperbaiki kondisi lahan, juga
Barat dan Kabupaten Lombok utara.
dapat
Dinamika perubahan penggunaan lahan
mengembangkan
suatu wilayah pasti terjadi, dengan
pangan
intensitas
yang
mengembangkan jenis ternak lebih baik
tingginya
kebutuhan
kabupaten
menjadi
berbeda.
Semakin
dengan
varietas
maupun
tanaman
pakan
ternak,
akan
oleh karena tipe habitat yang lebih
cepatnya
toleran dan dapat beradaptasi baik pada
berubah dan semakin luasnya wilayah
kondisi spesifik masing-masing jenis
perubahan. Demikian juga jika data
lahan sub-optimal. Dengan demikian
lama
orientasinya bukan saja terarah pada
berdampak
pada
manusia
dilakukan
semakin
berjangka
belasan
tahun
dibandingkan dengan data baru, maka
peningkatan
akan terjadi selisih luasan perubahan
diversifikasi
tersebut.
perubahan
pembudidayaan ternak maupun jenis
penggunaan lahan merupakan cerminan
pakannya. Untuk kajian pengembangan
atas kebutuhan: sandang, papan dan
jenis ternak dan ketersediaan pakan
pangan berupa tempat tinggal, tempat
berbagai
usaha, tempat aktivitas dan bebagai
penggunaan lahan sangat penting, baik
fungsi
maupun
kondisi terkininya, tren perkembangan
kebutuhan
atau perubahan, serta prospeknya. Dari
sekunder dan tertier lainnya. Perubahan
data spasial, perubahan penggunaan
penggunaan lahan yang paling dominan
lahan dan prospek potensinya dapat
adalah perubahan dari sawah sebagai
dipetakan, dianalisis serta dianalisis
lumbung pangan dan pakan ternak
kesesuaian
menjadi pemukiman serta perubahan
penggunaannya.
dari tutupan hutan menjadi kawasan
Perubahan
pertania berupa ladang tetap maupun
berdampak
ladang berpindah
tergantung
Variasi
pelayanan
penyaluran
bentuk
bentuk
jasa
hoby
dan
maupun berbagai
degradasinya
seperti
halnya
hasil, jenis
data
namun maupun
fisik
juga varietas
lahan
dalam
dan
optimasi
penggunaan lahan dapat negatif
maupun
pengelola
positif ataupun
penggunanya. Berdampak positif jika
belukar, semak dan rumput.
mampu
Bentuk degradasi lahan subur seperti
keluarga maupun wilayah setempat atau
apapun
pada
bahkan peningkatan pendapatan daerah
penurunan produktivitas dan makin lama
atau bahkan pada tingkat nasional.
dapat
Berdampak
dapat
mejadi
berdampak
lahan
sub
optimal.
meningkatkan
negatif
pendapatan
jika
justru
314
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mengakibatkan
rusaknya
lingkungan
sekitar 3 tahun terakhir 2012. Perbedaan
dan merosotnya nilai potensi lahan
antara data lama yaitu peta RBI dengan
sebagai sumberdaya.
data baru dari
Perubahan
penggunaan lahan dapat
dalam bentuk Peta Penutupan lahan
diketahui
dengan
membandingkan
yang tidak sama tetapi setara dengan
antara data peta Rupa Bumi Indonesia
Penggunaan Lahan dan dapat dihitung
(RBI) dengan citra penginderaan jauh (
luasnya.
CPJ )beberapa tahun terkhir. Selisih
Lokasi kajian adalah wilayah Kabupaten
waktu antara 15 hingga 18 tahun sangat
lombok Barat. Peta lokasi dikutip dari
signifikan tampak perubahan tersebut
peta ketinggian tempat, terhadap Pulau
dan dapat dipetakan. Perbedaan waktu
Lombok. Lokasi kajian terletak di paling
tersebut adalah antara data dasar pada
barat
Peta RBI yang sumberdatanya dari foto
wilayah propinsi Nusa Tenggara Barat
udara tahun 1993 dan 1994, disurvei
( NTB ). Ketepatan posisi tersebut dapat
antara 1995-1997 dan di cetak menjadi
dilihat pada gambar no. 1 berikut ini.
peta tahun 1999.
dari
Citra dapat digambar
pulau
Lombok maupun
Sedangkan Citra
penginderaan jauh yang diunduh dari Google adalah citra hasil perekaman
315
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 1. Peta lokasi Kajian Tujuan
fisik lahan yang dikemas pada basis data
Tujuan kajian analisis dan kompilasi
spasial
data
rangka
digunakan sebagai dasar analisis serta
penyusunan Basis Data Spatial Daerah
penyajian datanya yang dikemas dalam
untuk
suatu sistem Basis data Geografik
spasial
adalah
mendukung
dalam
program
SIDA
maupun SINAS yang juga menopang
maupun
non
spatial
untuk
wilayah kabupaten setempat.
pembangunan kawasan MP3EI – NTB. Program Sejuta Sapi NTB memerlukan
Data dan Metode Kajian
dasar kajian ini guna salah satu sisi
Data yang digunakan sebagai acuan
solusi. Solusi yang diharapkan adalah
dasar dalam penyediaan data dasar atau
dukungan pengembangan varietas atau
sistem Basis data geografik adalah
spesies tanaman pangan maupun pakan
melakukan pengumpulan: data spasial
ternak, serta jenis ternak khususnya sapi,
berupa berbagai peta tersedia, citra
pada
penginderaan jauh yang tersedia, data
melalui
ekosistem aktivitas
lahan
sub-optimal
inventarisasi
dan
evaluasi penggunaan lahan dan kajian
statistik
tingkat
daerah,
melakukan
interpretasi citra, digitasi peta, reformat 316
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
peta, analisis peta, citra dan data statistik
6. Survei
atau kerja lapangan
yang ada dan kompilasi serta revisi peta,
kerjasama Kementerian Riset
maka
dan
dapat
dibuat
dan dihasilkan
Teknologi
dengan
beberapa macam peta, sesuai tema peta
BAKOSURTANAL
dalam
yang diharapkan sebagai bahan masukan
program Riset Insentif PKPP
atas sistem basis data yang dipersiapkan.
tahun 2012.
Data
Berbagai jenis data dan informasi dasar
Beberapa data dan peta yang dikoleksi
tersebut di atas ada yang dapat langsung
adalah sebagai berikut ini.
menjadi data masukan kedalam basis
1. Peta Rupa Bumi (RBI ) skala 1 : 25.000
terbitan
Bakosurtanal
Cibinong sebanyak 14 lembar. 2. Citra Penginderaan jauh yang digunakan
adalah
IKONOS
Sehubungan
dengan
pentingnya masukan data spasial berupa peta ke dalam sistem basis data, maka ada beberapa jenis peta yang harus
hasil
diolah dengan cara dibuat, direvisi,
3. Citra Shuttle Radar Topography (SRTM)
pengolahan.
Citra
perekamansekitar tahun 2010.
Mission
data, ada yang memerlukan proses
dilakukan
reformat,
atau
bahkan
dianalisis dan buat sebagai peta turunan
perekaman
melalui teknik overlay dan kompilasi
antara 11 s/d 22 Pebruari 2000,
menjadi beberapa peta tematik sebagai
yang
berikut:
menjadi
sumber
data
dalam pembuatan peta lereng dan ketinggian tempat.
lahan skala 1 : 25.000, melalui
4. Peta Geologi Bersistem skala 1 : 250.000
terbitan
Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi
Bandung.
1. Peta Sistem lahan atau satuan
Lembar
interpretasi dan kompilasi ulang dari Peta Sistem lahan yang ada dan citra penginderaan jauh. 2. Peta
Penutup
lahan
ataupun
Lombok (sheet 1807), Produksi
Penggunaan lahan, interpretasi
tahun 1994.
citra yang baru dan revisi
5. Data non spasial terkait masalah
beberapa
jenis
penggunaan
peternakan di wilayah Lombok
lahan pada peta RBI yang telah
barat, berupa buku laporan kerja
berubah.
Dinas Peternakan, Data dari
3. Peta Kelas ketinggian tempat,
Pusat Statistik Daerah, beberapa
dibuat dari citra SRTM dengan
Hasil kajian Lembaga Riset dan
klasifikasi
yang
umum
dan
Perguruan Tinggi;
317
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
banyak
pengguna
data
memanfaatkan.
pengelolaan data dasar dengan beberapa tema lainnya.
4. Peta Kelas lereng, yang dibuat
Semakin
lengkapnya
data
yang
dari citra SRTM maupun peta
dikoleksi dan dikompilasi secara
kontur dari RBI tersedia. Utuk
bertahap ditambah lagi beberapa
kajian ini menggunakan data
data statistik daerah, maka isi basis
dasar citra SRTM.
data akan semakin lengkap dan
5. Peta
Potensi
air
mencerminkan
yang
berguna.
kepekaan
terhadap kerentanan terhadap
METODE
kekeringan,
dikompilasi dari
Metode yang dilakukan dalam kajian ini
peta sistem lahan, peta geologi
untuk mendapatkan data spasial yang
dan penggunaan lahan.
menjadi bahan baku bagi basis data
6. Peta sebaran Potensi tanaman pangan
dan
pakan
ternak
diturunkan dari peta penggunaan lahan, peta sistem lahan
dan
peta potensi air.
daerah adalah meliputi beberapa langkah sebagai berikut ini. 1. Koleksi berbagai data spasial berupa peta, citra inderaja dan data terkait informasi spasial
Beberapa peta yang belum tersedia adalah:
wilayah. 2. Reformat
1. Peta Kualitas lahan atau Peta
format
data
peta
standar
kedalam
yang
akan
Kemampuan tanah dari Pusat
digunakan dalam basis data
Penelitian Tanah, yang sekarang
3. Analisis data spasial dari peta
menjadi BBSDLP. Jika tidak
maupun citra penginderaan jauh
ada,
yang tersedia.
maka
informasi
pendekatan
kemampuan
lahan
4. Kompilasi data dan peta menjadi
dapat dibuat data turunan dari
beberapa
peta
diperlukan dalam penyusunan
land
sistem
dan
peta
geologi.
komoditas,
merupakan
peta peta hasil analisis melalui Sistem
peta
yang
basis data.
2. Peta kesesuaian pembudidayaan suatu
tema
Informasi
Geografik
(SIG) dan beberapa langkah
5. Pembuatan beberapa peta pokok maupun peta turunan 6. Pendeskripsian
beberapa
peta
hasil analisis dan kompilasi. III. PENYEDIAAN DATA DASAR 3.1. Peta Rupa Bumi Indonesia
318
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Peta Rupa Bumi Indonesia khusus
wajah asli muka bumi saat perekaman.
wilayah kajian aslinya terdiri dari 15
Agar berpresisi tinggi, maka format dan
lembar peta skala 1 : 25.000 terbitan
skalanya disamakan dengan skala peta
Bakosurtanal Cibinong. Peta dibuat
RBI yang sudah dipersiapkan. Kegunaan
dengan menggunakan data dasar foto
Citra
udara hasil perekaman tahun 1994-1995,
interpretasi
kemudian disurvei pada tahun 1997
revisi beberpa bagian tertentu dari peta
serta dikompilasi atau digambar serta
RBI.
diterbitkan pada tahun 1999. Dari peta
3.3. Citra SRTM perekaman Pebruari
tersebut dalam bentuk data digital (shp
tahun 2000, yang menjadi sumber data
file), yang di cropping dan dikemas
dalam pembuatan peta lereng dan
dalam satu wilayah Kabupaten Lombok
ketinggian tempat, masih sangat akurat.
Barat. Untuk keperluan basis data, peta
Alasan keakuratan data tersebut karena
dasar ini disimpan dalam file khusus
perubahan muka bumi pada khususnya
Peta RBI. Penggunaan peta ini dapat
ketinggian dan kelerengan, relatif sangat
dipanggil per layer misalnya jalan,
lambat berubah, tidak secepat perubahan
sungai dan pantai, batas administrasi,
penggunaan lahan. Dengan demikian
nama tempat dan sebagainya. Total layer
citra SRTM menjadi data dasar yang
peta RBI setelah dilakukan revisi ada 8.
baik untuk peta ketinggian maupun
Khusus penggunaan lahan peta RBI
kelerengan,
telah banyak mengalami perubahan,
topografis.
khususnya kawasan pemukiman padat
3.4. Peta Ketinggian Tempat
maupun banyak tumbuhnya pemukiman
Peta Ketinggian Tempat yang disebut
baru serta beberapa penggunaan lahan
juga sebagai Peta Elevasi, merupakan
lainnya.
hasil analisis dan klasifikasi dari Citra
3.2.
SRTM,
Citra Penginderaan jauh yang
digunakan adalah Citra IKONOS, Quick
Inderaja
ini
adalah
untuk
penggunaan lahan serta
ataupun
kelas
yang
ketinggian
bersifat
dibedakan
kedalam tingkatan sebagai berikut:
bird dan citra Landsat lama yang diunduh aslinya dari Google maupun yang sudah direformat. Kegunaan citra penginderaan jauh adalah untuk melihat riil hasil rekaman yang menggambarkan
319
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Klasifikasi Ketinggian Tempat di Lombok Barat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
0 - 5 meter 5 – 10 meter 10-25 meter 25-50 meter 50-100 meter 100-250 meter 250-500 meter 500-1000 meter 1000-1500 meter
Gambar 2. Peta Elevasi atau Peta Ketinggian Tempat 3.5. Peta Kelas Lereng Peta Kelas Lereng juga dibuat dari sumber data yang sama yaitu Citra SRTM, dengan kelas keniringan sebagai berikut: Gambar 3. Peta Lereng Kelas Kelerengan/ Kemiringan Lahan di Kabupaten Lombok Barat 1. 0 – 2 % 2. 2 – 8 % 3. 8 -15 % 4. 15-25 % 5. 25-40 % 6. 40 –100 % 7. >100 %
320
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
IV. PENYEDIAAN PETA SISTEM
halnya kelas lereng, ketinggian, tanah,
LAHAN
geologi, hidrologi, vegetasi dan berbagai
DAN
PENGGUNAAN
LAHAN
peta sumberdaya alam, data statistik
4.1. Peta Sistem lahan atau Satuan
sosial ekonomi daerah juga diperlukan.
Lahan
Peta sistem lahan mengandung data dan
Dalam
berbagai
kepentingan,
data
informasi
spasial
berbagai
variasi
spasial utama peta RBI, peta Sistem
kondisi dan sifat dari: bentuk lahan,
Lahan dan peta Penggunaan Lahan
sistem dan proses pembentukan lahan,
menjadi sumber data utama bahkan
toposekuen lahan, kondisi fisik lahan
merupakan sebagai sumber inspirasi dan
serta
informasi
dalam legenda maupun
dasar
dalam
perencanaan
berbagai
informasi
deskriptif keterangan
wilayah. Data dan informasi berupa peta
lebih rincinya pada lembar khusus atau
penting dan pendukung lainnya seperti
buku pelengkap peta.
Gambar 4. Peta Sistem lahan
4.2. Peta Penggunaan lahan atau
Peta Penggunaan lahan atau penutup
penutup lahan
lahan merupakan peta pokok ketiga yang tingkat kepentingannya mampu
321
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menjawab
pertanyaan
dan
Klasifikasi Penggunaan Lahan ataupun
luasan penggunaan lahan secara umum
penutupan lahan yang digunakan dalam
dalam
kajian ini adalah menggunakan acuan
suatu
satuan
sebaran
wilayah
baik
wilayah administratif maupun secara
klasifikasi
yang
regional ataupun spesifik lokasi. Data
standar Nasional, yaitu SNI 7645: 2010.
dan informasi penggunaan lahan dengan
Berdasarkan SNI 7645: 2010 tersebut
penutup lahan hampir sama namun tidak
berlaku untuk skala kecil maupun skala
sama. Sebagai contoh peta penggunaan
sedang. Untuk skala besar 1 : 10.000
lahan hutan, secara jenis penutupnya
keatas belum tersedia. Peta penggunaan
bisa berupa hutan, semak belukar,
lahan/ penutup lahan wilayah Kabupaten
padang rumput maupun tanah terbuka
Lombok Barat hasil kompilasi dan revisi
dan bahkan tubuh air dan rawa. Dalam
lebih
kajian ini klasifikasi penggunaan lahan
penggunaan
dengan penutupan lahan dikombinasi
pengembangan kawasan pemukiman.
dominan lahan
resmi
berdasarkan
pada sawah
perubahan menjadi
Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Lombok Barat
322
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
V. PENYEDIAAN PETA TURUNAN
sawah kangkung, serta banyak
5.1. Peta Potensi Air
air
Peta Potensi Air menunjukkan sebaran
dangkalnya
dan luasan wilayah ketersediaan air
masyarakat. Posisi pada wilayah
tanah maupun air permukiman, sehingga
satuan lahan aluvial maupun
dapat menggambarkan tingkat mudah
aluvial
atau sulitnya memperoleh air sebagai
kawasan seepages.
bahan kebutuhan sehari hari, baik untuk kebutuhan
manusia,
ternak,
permukaan
maupun
air
koluvial
sumur
dan
sekitar
2. Potensi Sedang, ditandai dengan
ikan
kawasan persawahan panen satu
maupun tumbuh tumbuhan. Melalui peta
kali dan palawija satu hingga
potensi air dapat pula menggambarkan
dua kali, ada saluran irigasi non
ketahanan air dan tata hidrologi suatu
teknis, dan sawah tadah hujan.
wilayah. Peta ini merupakan hasil
Sumur
analisis,
berkedalaman 6 – 10 meter.
turunan dan kompilasi dari
masyarakat
peta Sistem lahan maupun penggunaan
Posisi
lahan serta jaringan irigasi wilayah
lahan aluvial yang mengalami
kajian. Sebaran wilayah ketersediaan air
sedikit pengangkatan
penting dalam perencanaan wilayah,
aluvial
baik untuk tempat tinggal manusia,
drainagenya sangat lancar dan
pengemangan
jauh
usaha,
pegambangan
budidaya pertaian, peternakan maupun berbagai kepentingan lainnya.
pada
wilayah
koluvial
dibawah
satuan
maupun yang
kawasan
seepages. 3. Potensi Kecil, ditandai dengan
Klasifikasi Potensi air dapat dinyatakan
bentuk
dalam 4 kelas, yaitu potensi besar,
tanaman
sedang, kecil dan langka.
campuran dan tegalan di lahan
Sebagai keterangan, bahawa:
miring.
1. Potensi
besar,
berarti
4. Potensi
lahan
perladangan,
campuran,
Langka
air,
kebun
ditandai
berkemampuan untuk kawasan
dengan kawasan semak belukar,
persawahan yang dapat panen 2
semak rumput, tanah terbuka,
kali dengan palawija satu kali
perbukitan batu kapur maupun
atau bahkan dapat panen padi 3
batu volkanik tua. Bentuk lahan
x dalam satu tahun. Wilayah
perbukitan dan kawasan ladang
ditandai dengan banyak kolam
musiman serata hutan.
ikan, Empang pesisir maupun
323
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 6 Peta Potensi Air
5.2. ketersediaan Pakan Ternak
diturunkan dari peta Penggunaan lahan
Peta Ketersediaan Pakan ternak di
dan peta sistem lahan serta potensi air.
Wilayah Kabupaten Lombok Barat,
Kriterian yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Kriterian Ketersediaan bahan pangan dan pakan ternak khususnya sapi No. 1
Tingkatan ketersediaan Tinggi
2
Sedang
3
Rendah
4
Langka
Penggunaan lahan
Sistem lahan
Potensi air
Sawah irigasi panen 2 – 3 x padi dan atau tambah palawia 1x Sawah irigasi panen 1-2 x padi dan atau tambah palawia 1- 2 x palawija Sawah tadah hujan,
Aluvial, aluvial koluvial
Tinggi
Aluvial koluvial dan lereng sedang bawah, dataran rendah-tinggi
Lereng tengah, wilayah rendah perbukitan Hutan, semak belukar, tubuh Lereng atas, bukit batu langka air,
Peta ketersediaan bahan pangan ternyta
pakan ternak. Melalui peta sebaran
abukan hanya untuk manuasia, namun
bahan pangan dapat digunakan untuk
juga untuk pakan ternak. Peta tersebut
estimasi
menggambarkan tingkat sebaran dan
ternak yang ingin dikembangkan, baik
ketersediaan
lokasi
bahan
pangan
untuk
mencukupi kebutuhan pangan dan bahan
kapasitas
maupn
pembudidayaan
kapasitas
jumlah
optimalnya.
324
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kelas potensinya dikategorikan dalam 4
tanaman
kelas, yaitu: Potensi tinggi, sedang,
tanaman hijauan untuk ternak,
rendah dan langka.
sepertihalnya turi.
1. Potensi tinggi, ditandai dengan kawasan
yang
menghasikan
padi,
campuran
serta
3. Potensi rendah, ditandai dengan
banyak
terbatasnya
jagung,
tanaman
areal pangan,
pertanian terkait
kacang-kacangan, buah-buahan,
ketersediaan air atau potensi air
kelimpahan atau potensi air
yang juga rendah atau kurang.
cukup hamparan
hingga tanaman
melimpah, palawija
maupun berbagai jenis sayuran. 2. Potensi sedang, ditandai beberapa
4. Potensi langka, ditandai dengan sangat
terbatasnya
tanaman
bahan pangan dan pakan pada ladang musiman, semak belukar,
sawah panen satu kali dan
semak
palawija
hutan primer maupun sekunder.
hingga
dua
kali,
dan
rumput
maupun
Gambar 7. Peta Ketersediaan Pakan Ternak Peta ini baru menunjukkan tingkat
ternak pada umumnya, maupun
potensi pakan ternak khususnya sapi,
khususnya sapi.
yang dapat dikembangkan lebih lanjut
5.3. Peta Potensi bidang peternakan
untuk kepentingan budidaya pakan
lainnya.
325
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Peta Potensi bidang peternakan lainnya
pesonanya antara lain wisata alam laut,
dapat diturunkan dari beberapa peta
pantai dan pulau, wisata pemandangan
utama di atas. Beberapa peta turunan
alam pegunungan dan air terjun, wisata
dapat dibuat untuk kepentingan sektoral
budaya dan budidaya, wisata rohani,
lainnya. Sebagai contoh peta sebaran
wisata kuliner, wisata kerajinan tangan
batuan dan potensi tanah yang dapat
dan wisata ilmu pengetahuan.
diturunkan dari peta sistem lahan, peta
Berbagai macam jenis maupun tingkat
geologi dan peta lereng dapat digunakan
peta tematik tersebut diatas, baik yang
untuk
sipil,
sudah tersedia maupun yang belum
pembudidayaan tanaman pangan dan
tersedia namun dapat dibuat, akan
pakan ternak serta berbagai keperluan
menjadi bahan masukan bagi suatu basis
teknis maupun ekologi dan lingkungan
data spasial yang dapat
fisik lahan. Wacana pembuatan Peta
bahan masukan bagi sistem basis data,
turuanini belum dimulai analisis maupun
yang open source
kompilasi
( Q-GIS) maupun yang bukan open
5.4. peta sarana dan prasarana
source namun biasa digunakan selama
Peta pola serta kelas jalan, Jaringan
ini. Dengan menggunakan Q-GIS tipe
listrik, Ketersediaan air bersih dari
software ini akan lebih aman dan
PDAM,
perencanaan
saluran
sebagainya.
(
bangunan
irigasi
belum
di gunakan
misalnya Quantum
dan
lain
semakin baik untuk dikembangkan.
tersedia
data
Mengenai penyiapan data sebagai bahan
lengkap )
isi
5.5. Peta dan Data statistik ternak
klasifikasi
sapi
mudah dan memudahkan para pengguna
Data statistik ternak sapi berdasarkan
data maupun mengoperasikan sistem
kelompok atau klasifikasi umur belum
aplikasinya.
diperoleh
dari
Kendala
setempat,
sehingga
ditampilkan
Dinas
peta
Peternakan
belum sebaran
basis
data yang
telah
menggunakan
standar,
sehingga
dapat
Kendala umum dalam aktivitas survei
dan
dan pemetaan adalah tentang penyediaan
potensinya.
dan pengemasan serta pengelolaan data
5.6. Peta Pariwisata
dan informasi, oleh berbagai alasan dan
Peta Pariwisata dapat dibuat dari data
kenyataan sebagai berikut:
dan informasi yang ada sebagai kawasan
1. Semakin rinci dan akurasinya data
wisata, maupun perencanaan kawasan
dan informasi yang diperlukan, akan
wisata. Wisata di wilayah kajian dapat
berpengaruh pada sistem kelola
dikategorikan dalam beberapa cirikhas
maupun
kapasitas
sarana
dan
326
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
prasarana pada sistem basis data,
software ini akan lebih aman dan
yang terkait
semakin baik untuk dikembangkan.
dengan penyiapan
biaya, tenaga dan waktu. 2.
Luasan
Mengenai penyiapan data sebagai bahan
wilayah
dan
isi
basis
data
telah
yang
menggunakan
heterogenitas kondisi wilayah di
klasifikasi
standar,
seluruh Negara Kesatuan Republik
mudah dan memudahkan para pengguna
Indonesia (NKRI) yang sangat luas
data maupun mengoperasikan sistem
juga sebagai bahan pekerjaan yang
aplikasinya.
makan biaya, tenaga dan waktu.
terbuka untuk berbagai jenis data spasial
Dinamika perubahan situasi dan
maupun non spasial, dapat diupdate
kondisi obyek kajian yang dipetakan
juga. Semakin banyak jenis data spasial
selalu lebih cepat dari ketersediaan:
yang dimasukkan kedalam sistem basis
biaya, tenaga dan waktu.
data, maka akan mempermudah dan
Data
masukan
sehingga
selalu
Kendala khusus daerah kajian adalah
semakin telitinya suatu kajian atau
sangat minimnya data dan informasi
analisis dan semakin berguna dalam
spasial yang baru, sehingga banyak
berbagai kepentingan.
kegiatan analisis citra, reformat peta dan
SARAN
kompilasi beberapa tema peta.
Sistem atau cara pendataan tentang budidaya pakan ternak khususnya sapi
KESIMPULAN
di wilayah kajian masih kurang rinci
Berbagai macam jenis data spasial, baik
pada tingkat desa maupun klasifikasi
data dasar, peta turunan dan peta hasil
umur, serta sulit didapat informasi
analisis dapat menjadi masukan bagi
akurat, sehingga menyulitkan pengisian
sistem basis data, khususnya basis data
pada basis data spasial maupun non
spasial. Basis data dapat dibangun dan
spasial. Saran agar sukses program
bahkan dikreasi serta dikembangkan
sejuta sapi, maupun pakan sapi, maka
dalam Sistem Informasi Geografik (SIG)
perlu pendataan yang akurat baik data
dan dalam bahasa Inggris terkenal
spasial maupun non spasial khususnya
dengan
yang terkait data populasi, budidaya
sebutan
Geographical
Information System (GIS). Semakin berkembangnya
teknologi
Informasi,
kini tersedia perangkat lunak yang open source misalnya Quantum ( Q-GIS) maupun
yang bukan
Dengan
menggunakan
maupun kebutuhan pakannya.
open
source.
Q-GIS
DAFTAR PUSTAKA 1. Bakosurtanal, 2008, Spesifikasi Teknis Pembuatan Peta Rupa
tipe
327
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000. 2. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi NTB, 2011, STATISTIK PETERNAKAN 3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi NTB, 2011, PLA/PSP 2010 s/d 2011. 4. NTB, 2011, SAPI, JAGUNG, RUMPUT Evaluasi
LAUT
(PIJAR),
Kegiatan
Program
2011 & Rencana Kinerja Tahun 2012. 5. Sukardono dkk., 2010, Analisis Ekonomi Integrasi Padi Sawah dan
Ternak Sapi
Lombok Untuk
di Pulau
mendudkung
Program Bumi Sejuta Sapi di NTB, Universitas Mataram di Lombok.
328
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
SISTEM LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN AGROPETERNAKAN DI KABUPATEN LOMBOK BARAT PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT Disusun oleh : Sumartoyo, Kris Sunarto Tim PKPP BAKOSURTANAL-Badan Informasi Geospasial ( B I G ) Telephone/fax: +62 21 – 87906041 email
[email protected] ,
[email protected]. ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki lahan pertanian yang mendukung sektor peternakan. Kegiatan agropeternakan diperlukan pendataan dan informasi guna membangun industri peternakan sapi. Pertanian dan peternakan saling sejalan interaksi dan ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk dan bahan pakan ternak. Langkah kegiatan digali melalui kajian pustaka dan pendataan di lapangan, analisis SIG data agropeternakan wilayah kajian. Inventarisasi data dan proses data, dikelola kemudian diberdayakan sebagai data dan informasi geospasial yang mudah diakses berbagai pihak pengguna data. Kajian agropeternakan menggunakan basis data bentuklahan sebagai satuan analisis fisik daerah terhadap kesediaan pakan ternak dan kehidupan ternak. Satuan bentuklahan sebagai satuan analisis fisik lahan dan wadahnya sistem lahan berinteraksi dengan penggunaan lahan potensi kesediaan pakan ternak. Penggunaan lahan sawah luas 28.651 ha tersedia pada Dataran Fluvial sekitar 1.199.744, 57 ha, dan pada Lembah Fluvial 262.985,13 ha. Pertanian lahan kering (ladang) luas 30.711 ha, dan untuk kebun/perkebunan luasnya 1.938 ha tersedia lahan potensi sekitar 1.338.561,96 ha umumnya pada Kaki Lereng Perbukitan. Macam penggunaan lahan tersebut berpotensi dapat tumbuh rumput dan limbah hasil pertanian untuk pakan ternak. Limbah pertanian Petani Lombok Barat dapat memproduksi sekitar 126.222 ton/ha/panen jerami segar tinggi potong 50 – 60 cm. Apabila dioptimalkan 90 cm maka dapat tambahan 34 kw/ha per panen. Potensi tambahan pakan ternak pada sawah dapat dikembangkan tanaman Turi (Sesbania) dan jenis rumput yang dapat ditanam pada pematang. Tanaman pagar yang menguntungkan yaitu Gamal (Cliricidia) yang memberi keuntungan pendapatan petani sampai RP. 14.593,- per ekor dengan budidaya ternak sapi yang menggunakan 25 % konsentrat dan 75 % gamal. Tanaman Gamal bermanfaat pula dalami program penghijauan perbukitan yang selalu gundul di musim kemarau. Hasil penelitian berupa data, peta dan deskripsi serta informasi tentang agropeternakan. Data dan informasi dapat diterima dan dimanfaatkan Pemda setempat, para pelaku agribisnis peternakan maupun masyarakat petani peternak. Kata kunci: sistem lahan, geospasial agropeternakan, potensi pakan ternak.
ABSTRACT West Nusa Tenggara province has the potential to support agricultural farm sector. It is necessary to collect data and information in order to build the development of cattle ranching industry. Agriculture and animal husbandry is interaction and dependence in meeting the food needs of the population and animal feed. The data base agropeternakan geospatial West Lombok to supporting the livestock industry development. Step activities explored through literature review and data collection in the field, GIS analysis of data agropeternakan study area. Inventory data and process data, maintained then empowered as geospatial data and information easily accessible to wide range of data users. The results in the form of data, maps and descriptions as well as
329
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
information about agropeternakan packed. Agropeternakan study using a database as the unit of analysis of physical landform regions of the willingness of the animal feed and livestock lives. Landform units as the unit of analysis of physical systems of land and container land use potential willingness to interact fodder. Using extensive 28,651 ha of paddy fields is available on Fluvial Plains around 1,199,744, 57 ha, and the Fluvial Valleys 262,985.13 ha. Dryland Agriculture area 30,711 ha, and for garden / farm land extent of 1938 ha available about the potential of 1,338,561.96 ha generally on Foot Slopes Hills. Kinds of land use have the potential to grow grasses and agricultural wastes for animal feed. West Lombok agricultural waste Farmers can produce around 126,222 tonnes / ha / harvest fresh straw with high cut 50-60 cm.When optimized 90 cm, it can be an additional 34 Kw / Ha per crop. Potential additional fodder in rice plants could be developed Turi (Sesbania) and the type of grass that can be planted on the embankment. Favorable hedge that Gamal (Cliricidia) that benefited farmers' income to 14 593.00 Rupiah per head to the cattle farming uses 25% concentrate and 75% gamal. Gamal useful plants also go into the hills greening program that always bare in the dry season. Data and information can be received and used by the local government, the agribusiness farms and ranchers farming communities. Key words : Land system, geospatial agricultural breeding, weft breeding potential
enam bidang focus kemudian ditambah
PENDAHULUAN Pelaksanaan
percepatan
3 lagi menjadi 9 bidang focus.
pertumbuhan perekonomian Nasional
Data agropeternakan dinyatakan
dan Daerah melalui koridor ekonomi
kedalam
perlu dikaji dan ditindaklanjuti. Sesuai
informasi data secara geospasial. Data
Masterplan Percepatan dan Perluasan
spasial di daerah memungkinkan sudah
Pembangunan
banyak
(MP3EI), Daerah
Ekonomi
Indonesia
suatu
model
terkumpul,
penerapan
namun
asumsi
program
Sistem
Inovasi
sementara ada kemungkinan masih ada
(SIDa)dan
Sistem
Inovasi
data yang belum atau tidak tersosialisasi
Nasional
(SINas)
dukungan
para
perlu
mendapat
publikasi.
Kajian
ini
dalam
menekankan pada pengelolaan data yang
hingga
ada dan data pendukung baru. Informasi
aktivitas dan penerapan kajian. Sistem
spasial data agropeternakan Kabupaten
inovasi dan divusi iptek khususnya
Lombok
kegiatan Agropeternakan dilaksanakan
Tenggara Barat, maupun data non
melalui
spasial / statistik, dan hasil berbagai
menyumbangkan
peneliti
ataupun
gagasan
Peningkatan
Kemampuan
Peneliti Dan Perekayasa (PKPP) dalam
pendataan
Program
dan
di
Propinsi
penelitian
Nusa
terdahulu
Riset
oleh
diangkat dalam kanjian ini. Data dan
Program
riset
informasi yang telah ada perlu dihimpun
insentif dicanangkan berkembang dari
/ inventarisasi, dikelola / diproses dan
Kementerian
Insentif
Barat
Ristek.
klasifikasi, menyimpan data. Kemudian
330
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
menyajikan data untuk dimanfaatkan
dengan pertanian seperti penggunaan /
atau diberdayakan sebagai informasi
fungsi lahan terkait dengan lokasi
geospasial yang mudah diakses oleh
peternakan, potensi budidaya pakan
pengguna data. Agar data menjadi lebih
ternak, serta penutupan lahan terkait
informatif diperlukan proses kajian,
dengan
kegiatan, dan cara serta alat terpadu
Agropeternakan dalam hal pengelolaan
dalam
dan
Sistem
Informasi
Geografik
analisis
kondisi
data
lingkungan.
pertanian
terkait
(SIG). Aktifitas bidang pertanian terkait
dengan peternakan Ruminansia ternak
dengan peternakan, diharapkan dapat
sapi sebagai unggulan daerah. Fokus
menunjang program Ketahanan Pangan
kajian tentang agropeternakan pada
Daerah dan Nasional dan Pariwisata.
kondisi penyediaan pakan ternak sapi
Maksud penelitian adalah menerapkan
dari bahan pertanian.
geospasial
pertanian-peternakan.
Sasaran terwujudnya data dan informasi geospasial Agropeternakan Kabupaten Lombok Barat
dalam suatu peta dan
informasi spasial. METODOLOGI
DAN
MEKANISME DIFUSI Pola
pikir
dalam
penelitian
agropeternakan seperti Diagram Alir (Gb 1), menunjukkan urutan aktivitas serta kelompok penyedia data dan informasi yang dipertemukan kebutuhan maupun
kemampuan
para
pihak.
Kegiatan pertama-tama persiapan datang ke lokasi untuk Forum Group Discusion yang pertama (FGD I). Langkah yang ditempuh melalui : Inventarisasi data melalui kajian pustaka, koleksi data, peta-peta dan informasi berupa hasil kajian sebelumnya. Beberapa jenis peta yang
diperlukan
DASAR
dalam
hubungan PROSES
HASIL
Kajian Pustaka, Data, Dan Hasil Penelitian AGROPETERNAKAN
331
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Forum Diskusi (FD I) Antar Pihak Kepentingan
Persiapan Umum
Penyesuaian Proposal Penelitian
Data Pra Survei
Informasi Dan Kebutuhan Daerah - Dinas Pertanian - Dinas Peternakan - Petani Peternak Masyarakat - Pelaku Agribisnis Ternak - Universitas / Perguruan Tinggi
Kondisi Fisik Lahan NTB
Penelitian Lapangan
Data Sekunder Kebutuhan Peternakan Utama Pakan Ternak Sapi
Kompilasi Data Peta, Informasi
Data Dan Informasi - PETA
Jalur Distribusi Informasi
Proses WEB Forum Diskusi ( FD II ) Informasi Populer, Ilmiah Penerapan di Daerah P
Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelitian Agropeternakan Analisis
untuk
atau hasil penelitian, kajian sampel
mendapatkan suatu model pengolahan,
lapangan, kompilasi data, proses data
penuangan, dan penginformasian data
kedalam informasi geospasial. Analisis
agropeternakan.
fisik lahan daerah dalam sistem lahan
Informasi
Penggunaan
Geografis
menghimpun mengolah
SIG
/
data,
Sistem
(SIG)
inventarisasi analisis
data,
untuk data, dan
daerah Lombok Barat. Analisis menggunakan
fisik satuan
lahan bentuklahan
menyajikan data terkait dengan topik
sebagai satuan peta dan analisis. Sebaran
masalah
ketinggian tempat, lereng, internal relief
integrasi
pertanian
dan
peternakan. Proses data menggunakan
(julat relief),
peta geologi sebagai
analisis data sekunder hasil inventarisasi
sumber bentukan asal dan umur geologi
332
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
serta
dalam
hubungannya
dengan
pembentukan tanah. Dalam hal ini
susunan litologi bentuklahan dengan
kondisi tanah mengikuti satuan-satuan
pendekatan geomorfologis. Klasifikasi
bentuklahan
lereng dengan analisis kontur peta
induk tanah dari bahan endapan fluvial,
rupabumi skala 1 : 25.000 untuk
volkanik, kapur, marin, dan bahan
klasifikasi
setiap
lainnya. Hasil akhir agropeternakan
bentuklahan masih bersifat semi detil
penyusunan data, informasi, dan peta.
sehingga
Rasionalisasi
lereng
bagi
menggunakan
klas
lereng
sebagai
sumber
tampilan
bahan
data
dan
ganda. Bentuklahan dalam hubungannya
informasi ke dalam Forum Group
dengan potensi air (airtanah, air hujan,
Discusion yang kedua (FGD II) atau
dan
merupakan
dalam seminar menjadi inti publikasi,
airtanah
dalam format Karya Tulis Ilmiah ( KTI )
air
permukaan)
wadah/tempat
kedudukan
sesuai dengan tipe akuifer berkaitan
diteruskan
ke
masyarakat
dengan resapan air hujan (infiltrasi)
maupun
masyarakat
berdasarkan jenis batuan sebagai litologi
khususnya bidang peternakan.
ilmiah pengguna
bentuklahan. Kondisi air hujan dan air permukaan menggunakan data sekunder
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari instansi bersangkutan dan terkait
Pengembangan pembudidayaan
kajian. Kajian airtanah setiap satuan
tanaman pangan dan pakan ternak
bentuklahan
sebagai
Sumartoyo untuk
seperti (2010),
dalam
kajian
diterapkan
masukan
atau
dapat
pula
dimanfaatkan oleh masyarakat. Bagi
wilayah Kabupaten Lombok
para pemodal dalam hal ini pengusaha
Barat Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam
hubungannya
dengan
agribisnis ternak tingkat lokal maupun nasional.
Atas dasar pada pemikiran
pertanian dan cadangan pakan ternak,
tersebut maka dilaksanakan tahapan
unsur tanah menjadi kebutuhan utama.
kajian tentang :
Data jenis dan kemampuan tanah yang terbatas
untuk
menggunakan
skala
detil,
pendekatan
maka
1. karakteristik fisik daerah terkait penyedia pakan ternak,
satuan
2.
bentukahan. Pendekatan ini didasarkan
setempat,
bahwa susunan lapisan tanah dan proses pembentukan tanah dan bahan induk
ternak
potensial
3. kearifan lokal agropeternakan daerah,
sebagai bagian integral dari bentuklahan bersama faktor iklim dan indikasi faktor
pakan
4.
agropeternakan
sapi
di
daerah.
vegetasi yang tumbuh sebagai faktor
333
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Karakteristik Fisik Daerah Untuk
Indonesia bagian selatan musim hujan
Agropeternakan
akan datang terlambat dengan sedikit
Propinsi Nusa Tenggara Barat
hujan turun. Akan terjadi masa transisi
memiliki dua pulau besar yaitu Pulau
dari bulan September ke Desember.
Lombok
terletak 8º10'00"– 9º00'00"
Antisipasi peternak dalam kondisi iklim
Lintang Selatan dan 115º45'00"–116º40'
demikian perlu mengatur laju ternak
00" Bujur Timur, dan Pulau Sumbawa
sesuai dengan tersedianya pakan ternak
terletak antara
8º05'00" – 9º10' 00"
tahun
mendatang,
dan
mengambil
Lintang Selatan dan antara 116º40'00"–
keputusan sejumlah ternak harus dijual
119º20'00"
atau
Bujur
Timur.
Posisi
tidak.
Data
statistik
BMKG
Kabupaten Lombok Barat di bagian
menunjukkan Iklim Tropis, termasuk
barat Pulau Lombok yang terletak antara
daerah kering yang memiliki bulan
8º15'00" – 8º55' 00" Lintang Selatan dan
basah dengan curah hujan > 200 mm
115º45'00" – 116º25' 00" Bujur Timur.
pada April dan Desember sekitar 265
Kabupaten Lombok Barat dibatasi oleh
mm – 365 mm dalam hari hujan 23 – 29
Selat Lombok dengan Pulau Bali di
hari. Curah hujan kurang dari 200 mm
wilayah barat, Samudera Hindia di
terdapat 4 bulan (Januari, Februari,
wilayah selatan, dibatasi Laut Flores di
Maret, Nopember) antara 100 mm – 161
wilayah selatan, dan berbatasan dengan
dalam 9 – 16 hari hujan. Mengalami 6
wilayah Kabupaten Lombok Tengah di
bulan kering (< 100 mm) yaitu Mei,
wilayah barat.
Juni, Juli, Agustus, September, Oktober
Bentang alam daratan wilayah
sekitar 0 – 94 mm dalam hari hujan 2 –
Kabupaten Lombok Barat tercermin
13 hari hujan, bahkan bulan Agustus –
dalam satuan bentuklahan. Integrasi
September sering tidak ada hujan. Rata-
bentuklahan dengan potensi tanah, dan
rata kelembaban yang relatif tinggi
airtanah seperti dalam Tabel
1 dan
antara 75-85 %. Temperatur maksimum
Kondisi iklim berlangsung
antara 31,3 ºC – 32,8ºC, dan temperatur
dua musim yaitu penghujan dan musim
minimum berkisar 22,1 ºC – 24,9ºC.
kemarau, berpengaruh pada tersedianya
Temperatur tertinggi terjadi pada Juli
air dan rumput sebagai pakan ternak
dan terendah pada bulan Mei. Kondisi
maupun tanaman lain. Perubahan iklim
air disamping dari sumber curah hujan,
ekstrem bagi peternak sangat penting
juga air permukaan (sungai, waduk), dan
untuk prakiraan iklim musiman EL Nino
kondisi airtanah yang tidak merata di
yang kering ataukah suatu tahun La
wilayah
Nina. Suatu tahun El Nino untuk
Wilayah Sungai (WS) khususnya di
Gambar 2.
kajian.
Khususnya
setiap
334
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pulau Lombok terdapat sungai / kokok
Irigasi ini mendukung tanaman padi,
yang meliputi K. Dodokan, K. Jangkok,
kangkung, dan jagung pada sawah
K. Babak, K. Renggung, K. Palung, K.
irigasi
Blimbing, K. Segare, K. Beburung, K.
peternakan.
Muntur, K. Sidutan. Potensi sungai dengan
potensi
kebutuhan
kegiatan
Bagian tengah Lombok Barat
permukaan
mengalir sungai-sungai dan alur anak
mendominasi di bagian utara Lombok
sungai Kokok Seganteng, Kokok Ancar,
Barat dengan pola aliran dendritik dan
Telabah Tengak, yang bermuara ke
paralel dari Lereng G. Buanmange, dan
wilayah Kota Mataram. Aliran-aliran
G. Meniting-Punikan-Argapura. Sungai
sungai menduduk lahan sawah yang
(Kokok) Meninting menelusuri lembah
relatif datar sampai berombak bagian
patahan
G.
selatan desa Dasantereng, Lembuak,
Meninting- Tampole, Perbukitan Volkan
Peresak, Sedau, dan desa Tanakbeak,
Tembalok-Selengek
Batukuta,
mengalir
air
dan
dari
puncak
sampai
Muara
Sembung,
Bengkel,
Luluan di Selat Lombok. Aktivitas
Bagikpolak. Kokok Babar dan alur-alur
sungai membentuk Dataran Fluvial yang
cabang sungainya mengaliri lahan sawah
digunakan
di
sebagai
sawah
dan
desa-desa
wilayah
Kecamatan
permukiman oleh penduduk wilayah
Labuapi dan Kecamatan Kediri seperti
Kecamatan Gunungsari. Bagian timur
desa
dan tengah adalah wilayah kecamatan
Telagawaru,
Narmada terdapat aktivitas sungai besar
Gapuk, Beleke, Jagaraga, Kediri.
Kokok Jangkok yang mengalir dari
Kuranji,
Prampuan, Kediri,
Kokok
Bajur,
Banyumulek,
Dodokan
dan
anak
Lereng Volkan Rinjani Tua. Sungai
sungainya menelusuri lembah-lembah
dengan alur-alur anak sungai memberi
patahan di bagian selatan wilayah
keseimbangan
Lombok
Lombok Barat. Aliran sungai Dodokan
Barat bagian utara dan tengah sampai
sampai Muara Bakong di Selat Lombok,
Kota
yang
air
Mataram.
wilayah
Kokok
Jangkok
hulu
alirannya
dari
wilayah
mengaliri sawah pada lembah-lembah
Lombok Tengah melewati lahan sawah
perbukitan
dan
terutama
dan wilayah
kakilereng desa
volkan
Sigerongan,
permukiman
Sumberdaya
air
penduduk.
sungai
Dodokan
Batukumbung, Sesaot, Sedau, Selat, dan
mengaliri sawah di wilayah Kecamatan
Lingsar,
Gerung meliputi desa Jembatankembar,
Optimalisasi
Tanakbeak, sungai
Peresak. ini
dibuat
Kebonayu,
Gerung,
bendungan irigasi ”Embung Keru” dari
Kuripan.
aliran Kokok Kumbi dan Kokok Sedau.
dataran pantai
Desa
Dasangeres,
Kebonayu berbatasan
memiliki Selat
335
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Lombok menghasilkan dataran bentukan
produktif kecil, karena aquifer aliran
Marin dan bentukan lembah pantai
melalui ruang, rekahan, saluran, bahkan
(swale) dari aktivitas sungai Babar dan
ada yang aquifer bercelah atau sarang
Dodokan. Potensi air utama disamping
(airtanah langka). Kondisi air dan lahan
dari sungai juga aliran permukaan dari
merupakan bagian utama kebutuhan
Perbukitan Struktural yang memiliki
untuk pertanian dan peternakanSebaran
puncak-puncak G.Kawangan-G. Egok-
unsur-unsur fisik lahan dalam ujud peta
G.Katejer.
skala
Desa
Kuripan
memiliki
1
:
25.000,
terdiri
atas
perbukitan volkanik terobosan magma
bentuklahan dan kemiringan lereng,
Tersier dengan puncak G.Sasak.
kondisi tanah, serta potensi airtanah
Potensi air di wilayah
(Tabel
1).
Lombok Barat bagian selatan cenderung
Tabel 1 . Bentuklahan, Lereng, Kondisi Tanah, dan Potensi Air Wilayah Lombok Barat Simbol
Bentuklahan
FA- Qas
Kondisi Tanah
Potensi Air
0–3% Dataran Fluvial Kwarter Alluvium fluvial, endapan material Era Kwarter hasil aktivitas sungai, alur-alur air permukaan. 0–3% Lembah Fluvial Kwarter Alluvium fluvial endapan material Era Kwarter pada lembah perbukitan
Gleisol Hidrik (Entisol Fluvaguent)
MA-Qam
0–3% Dataran Pantai Kwarter Alluvium marin, endapan pasir pantai Era Kwarter hasil aktivitas gelombang dan pasang surut air laut
Gleisol Tionik Oxisol, Quartzipsamen t
Airtanah produktif tinggi dan luas Airtanah produktif sedang, setempat produktif tinggi Airtanah langka, airtanah asin, setempat payau.
KB- Tmc
8 – 15 % Perbukitan Karstik Tersier Litologi batugamping kalkarenik, hasil pengangkatan karang Era Tersier, topografi berbukit julat relief sekitar 125 m.
Litosol,Mediter an Coklat, Grumusol Mollisol Udoll Ustol
FV- Qa
Lereng
Litosol, Gleisol Entisol Dystrudept
Airtanah langka, setempat produktif sedang
336
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
VBTomp
15 – 25 Litosol, Perbukitan Volkanik Tersier Endapan breksi, lava, tufa, lensa-lensa % Podsolik batugamping hasil pengangkatan Inceptisol litologi Entisol Era Tersier. Topografi bergunung, julat relief sekitar 125 m.
VPTomp
Pegunungan Volkanik Tersier Endapan breksi, lava, tufa, dan lensalensa batugamping hasil pengangkatan litologi Era Tersier. Topografi bergunung, julat relief sekitar 250 m. Perbukitan Struktural Rendah Tersier Litologi perselingan batupasir kwarsa, breksi Batulempung Era Tersier, topografi berombak sampai bergelombang, julat 25 – 50 m Perbukitan Volkanik Terobosan Topografi berbukit julat relef sekitar 125 m litologi andesit (a), dasit (d), reolit (r), basal (b) hasil terobosan magma Era Tersier
SBRTomk
VBTa,b,d, r
VB QTp
VBRQTp
VBRQTb
VB-QTb
25 – > 40 Litosol, % Podsolik Troporthents Inceptisol Entisol 8 – 15 %
Litosol, Regosol Coklat Kelabu Inceptisol Entisol
15 – 25 Litosol % Eutropepts
- Perbukitan Volkanik Kwarter 15 – 25 Litosol Litologi endapan lava, breksi % Inceptisol gampingan Era Kwarter topografi berombak - bergelombang, julat relief sekitar 125 m. Perbukitan Rendah Volkanik Kwarter Litologi endapan lava, breksi gampingan Era Kwarter topografi berombak bergelombang, julat relief 25 – 50 m. Perbukitan Rendah Volkanik Kwarter Litologi endapan breksi dan lava Era Kwarter, topografi berombak sampai bergelombang, julat relief 25 – 50 m. Perbukitan Volkanik Kwarter Litologi endapan breksi dan lava Era Kwarter, topografi berbukit, julat relief sekitar 125 m.
8 – 15 Regosol Coklat % Kekuningan Inceptisol Ustropepts
Potensi airtanah produktif sedang,sete mpat produktif besar Potensi airtanah produktif kecil, setempat produktif Potensi airtanah produktif sedang
Potensi airtanah produktif kecil sampai langka Potensi airtanah produktif kecil sampai langka Potensi airtanah produktif sedang
8 – 15 Regosol Coklat % Kemerahan
Potensi airtanah produktif sedang
15 – 25 Regosol Coklat % Kemerahan
Potensi airtanah produktif sedang
337
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
VU-Qvl
Volkanik Kwarter Lereng Atas G. 25 – > 40 Litosol % Entisol Punikan Litologi endapan batuapung, breksi Inceptisol dan lava Era Kwarter, topografi bergunung julat relef sekitar 250 m.
VM-Qvl
Volkanik Kwarter Lereng Tengah 15 – 25 % G.Punikan Litologi endapan batuapung, breksi dan lava Era Kawarter, topografi berbukit julat relef sekitar 125 m. Volkanik Kwarter Lereng Bawah 8 – 15 % G. Punikan Litologi endapan batuapung, breksi dan lava Era Kwarter, topografi berombak sampai bergelombang, julat relef sekitar 125 m.
VL-Qvl
VLFQaf
VL- Qhv
VM-Qhv
VA-Qhv
Kakilereng Perbukitan Kwarter Koluvium, endapan material permukaan Era Kwarter dari perbukitan volkanik diatasnya, topografi berombak, julat relief sekitar 25 m. Volkanik Kwarter Lereng Bawah G. Rinjani Endapan erupsi gunungapi tua Era Kwarter G. Rinjani lereng bawah, dengan topografi berombak sampai bergelombang, julat relief sekitar 50 m. Volkanik Kwarter Lereng Tengah G. Rinjani Endapan erupsi Era Kwarter gunungapi tua Rinjani pada lereng tengah, topografi berbukit dengan julat relief sekitar 125 m.
Regosol Coklat Kekuningan Entisol Andepts
Potensi airtanah produktif kecil sampai langka Potensi airtanah produktif sedang
Regosol Coklat Kekuningan Entisol Tropepts
Potensi airtanah produktif tinggi
3–8%
Kambisol Humik OxisolUdorthe nt, Hapludox
Airtanah Produktif sedang dan luas
8 – 15 %
Regosol Coklat Inseptisol Tropepts
Potensi airtanah produktif tinggi
15 – 25 Regosol Coklat % Kemerahan Entisol Andepts
Potensi airtanah produktif sedang dan setempat produktif tinggi Volkanik Kwarter Lereng Atas G. 25 - >40 Litosol Regosol Potensi % Entisol airtanah Rinjani Endapan erupsi Era Kwarter Andepts produktif gunungapi tua Rinjani pada lereng Kecil atas, topografi bergunung julat relief sampai sekitar 250 m. langka
Sumber : Analisis Geomorfologi Lombok Barat
dengan
modifikasi peta skala 1 :
untuk satuan bentuklahan.
25.000, pengamatan lapangan. Potensi
Untuk kajian tanah dengan penamaan
airtanah berdasarkan Klasifikasi Dit.
Kunci Taksonomi Tanah USDA (1999)
338
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Geologi
Tata
Lingkungan
(1994),
Sumartoyo (2010).
Sentro
(Centrosema
Perkebunan
pascuorum)
umumnya
tanaman
komoditi kelapa, tanaman keras yang Wilayah Kabupaten Lombok Barat
memiliki nilai ekonomi seluas 1.938 ha
memiliki lahan sawah dengan tanam
menduduki bentuklahan beting pantai,
padi seluas 28.651 ha. Sebaran sawah
kaki lereng perbukitan, dan tanaman
menduduki bentuklahan dataran fluvial
keras yang ditanam pada perbukitan,
dengan material aluvial pada topografi
lereng
datar sampai berombak terutama lahan
denudasional.
volkan
dan
pegunungan
kaki lereng volkan. Pengelolaan sawah
Padang rumput tumbuh pada lahan
berteras-teras dengan irigasi dan sawah
yang sangat miskin unsur hara, pada
tadah hujan. Lahan untuk pertanian
daerah sangat kering, lereng curam,
lahan kering (ladang) di Lombok Barat
umumnya tidak baik untuk pertanian.
menduduki lahan tanpa irigasi tersebar
Pentingnya
pada perbukitan dan lereng pegunungan
memberikan tutupan tanah yang baik,
mencapai luas 30.741 ha. Kedua kelas
tanaman yang efisien merubah sinar
lahan pertanian ini memiliki potensi
matahari
pakan ternak baik dari limbah jerami,
mengkonversi carbondioksida menjadi
dan
maupun
oksigen. Tutupan tanah yang baik dari
tumpangsari. Ciri khas pertanian lahan
padang rumput mengurangi erosi. Akar
sawah
rumput-rumput
tanaman
palawija
dan ladang pada
pematang
padang
menjadi
yang
rumput
alam
biomassa,
sangat
halus
ditanami Turi (Sesbania grandiflora),
membentuk bahan organik, membantu
dan sebagai pagar ditanami Gamal
resapan air kedalam tanah. Ternak
(Gliricidia sepium), Lamtoro (Leucaena
ruminansia mampu merubah biomassa
leucocephala),
jenis
yang umumnya tidak bisa dicerna oleh
rumput untuk kebutuhan ternak. Jenis
manusia, menjadi protein berkualitas
rumput
tinggi melalui aktivitas mikroorganisma
dipilih
dan
tanaman
seperti
campuran
tanaman rumput Molato, Panikum, dan
dalam rumen ternak ruminansia.
legume Stylo (Stylosanthes hamata),
339
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Gambar 2. Sebaran Kondisi Fisik Kawasan Lombok Barat
Pakan Ternak Potensial
Wilayah
merupakan salah satu unsur sangat penting untuk menunjang kebutuhan
Lombok Barat Pakan ternak utama alami untuk
hidup pokok, pertumbuhan, produksi,
Ternak Ruminansia Sapi Potong adalah
dan atau reproduksi ternak. Pakan ternak
rumput yang tumbuh secara ekologis
yang baik menjadikan proses dalam
sebagai padang rumput. Pengelolaan
tubuh ternak
ternak sapi menurut Dinas Peternakan
jaringan
dan
menghasilkan energi sehingga mampu
Kesehatan
Hewan
(2010),
dalam keseimbangan
tubuh
melakukan
penyediaan hijauan dengan jumlah yang
metabolisme. Kendala tentang pakan
cukup,
ternak di Nusa Tenggara Barat antara
berkesinambungan Pakan
ternak
tinggi
sepanjang
dari
sudut
dan tahun.
dalam
normal,
diperlukan pakan yang tergantung dari
berkualitas
peran
secara
proses
lain :
nutrisi
340
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
a. Kebutuhan bahan baku pakan dari
lokal
tidak
seluruhnya
keruangan suatu lahan dalam satuan
sehingga
bentuklahan dimana tanah bagian atas
terpenuhi mengandalkan import,
sebagai tempat tumbuhnya vegetasi
b. Bahan baku pakan lokal belum dimanfaatkan secara optimal, c. Ketersediaan pakan lokal tidak kontinue dan kurang berkualitas, d. Penggunaan
bentuklahan (landform). Bagian integral
legum
sebagai
berada. Termasuk didalamnya potensi air
permukaan, airtanah, disamping
kondisi iklim berada sebagai sumber air hujan. Secara
alami
rumput
dapat
tumbuh pula pada suatu lahan dalam
sumber pakan belum optimal,
status hutan lindung, hutan produksi,
e. Pemanfaatan lahan tidur dan
hutan konservasi, yang masuk hutan
lahan integrasi masih rendah,
negara di wilayah Lombok Barat seluas
Penerapan teknologi pada pakan
47.310 ha,
masih rendah,
lainnya.
f.
g. Produksi pakan nasional tidak
dan penggunaan lahan
Lahan potensi sumber pakan
pasti akibat akurasi data yang
ternak
kurang tepat,
Universitas Mataram (2010) sebagai
h. Penelitian dan aplikasinya tidak sejalan.
dari
rumput
dalam
kajian
sumber pakan ternak herbivora (sapi, kerbau, kuda, kambing/domba) yang jumlahnya 57.309 satuan Unit Ternak
Pakan ternak sapi di wilayah
(UT), dimana 1,4 UT setara dengan 2
Kabupaten Lombok Barat secara alami
ekor. Pakan ternak yang potensi terdapat
adalah rumput hidup tumbuh di alam,
pada hutan rakyat luas 12.616 ha, pada
yang
padang
hutan negara 47.310 ha, perkebunan
rumput. Kondisi sekarang di setiap
16.081 ha, padang pengembalaan 320
daerah kendala faktor penggunaan lahan
ha, ladang/huma, tegal/kebun campuran
dan
39.628 ha, sawah tadah hujan luas 3.837
sebarannya
status
sebagai
pemilikan
alam
sangat
berpengaruh pada kondisi alam. Aspek
ha,
tata ruang berpengaruh pada wilayah ini
tampung
menjadi suatu kawasan lindung atau
kabupaten
peruntukan budidaya. Rumput umumnya
diperhitungkan : Daya Dukung Lahan
akan tumbuh pada kondisi lahan yang
104.476 UT, populasi ternak saat ini
kurang intensif pengelolaannya. Macam
98.258 UT, dan potensi pengembangan
jenis rumput yang tumbuh berhubungan
6.218 UT. Perhitungan daya dukung
langsung
lahan
dengan
situsnya
yaitu
sawah irigasi 21.316 ha. Daya ternak
herbivora Lombok
belum
untuk Barat
memperhitungkan
341
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
teknologi
pakan
:
batang jagung. Pakan tambahan lain dari
Makanan
pucuk pohon tebu, dan pohon Gewang
Ternak (HMT), pembuatan hay, silase,
(Corypha spesies) atau sejenis pohon
amoniasi, dan teknologi lain yang terus
keluarga palem lainnya yang diambil
berkembang.
bagian
pengembangan
ternak Hijauan
seperti
dalam
batangnya.
Pakan
Potensial pakan ternak yang lain
tambahan tersebut kaya kadar gula
sebagai pakan tambahan, yang terdapat
tinggi untuk memperoleh tambahan
di wilayah Lombok Barat adalah jerami
energi pada musim kering. Tambahan
padi dan legum
tanaman kedelai,
pakan ternak secara budidaya dengan
kacang hijau yang biasanya ditanam
menanam rumput yang produktif dan
setelah tanaman padi sampai musim
legum unggul. Tanaman ini memiliki
kemarau.
kacang-kacangan
keunggulan sebagai tambahan pakan
cenderung menyimpan protein pada biji,
ternak kualitas tinggi, siap tersedia, dan
sedikit tertinggal pada daun. Tanaman
mudah diperoleh. Jenis pakan sapi dan
lain setelah padi adalah tanaman jagung,
kandungan
yang bermanfaat dari biji, daun dan
dikemukakan dalam tabel 3.
Tanaman
protein
secara
kasar
Tabel 3. Kandungan Protein Pakan Ternak
NAMA
PAKAN PROTEIN NAMA
TERNAK
KASAR
PAKAN PROTEIN
TERNAK
KASAR
1. Daun Turi
26 %
9. Daun Pisang
2 Daun Lamtoro.
22 %
10. Jerami Jagung
9%
3. Daun Gamal
20 %
11. Rumput Raja
9%
4. Daun Singkong
19 %
12. Rumput Lapangan
5–9%
Kacang 17 %
13. Rumput Benggala
8%
Kacang 15 %
14. Amoniasi Jerami
7–8%
5.
Limbah
10 %
Kedelai 6.
Limbah
Tanah 7. Dedak
15 %
15. Batang Pisang
5%
8. Daun Nangka
12 %
16. Jerami Padi Segar
2–3%
Sumber :
Jenis Pakan Sapi, Kandungan Protein Kasar Pada Pakan, Dinas
Peternakan dan Kesehatan ternak, PROSAPO, JICA, Propinsi NTB.
342
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Keuntungan dari tanaman produktif bagi
per tahun. Produksi jerami segar di
pengelolaan ternak yang diikat atau
Lombok Barat 2,13 ton/ha/panen, total
dikandangkan
kering.
produksi 126.222 ton jerami segar.
diterima
Produksi jerami segar musim panen
peternak apabila lahan tersedia dari pada
bulan Oktober atau pada musim tanam
tanaman legume,
ke-3 dengan tinggi potong 50 – 60 cm
Menanam
pada
rumput
ditanam
yaitu
(Pennisetum (Panikum
lebih
jenis rumput yang Rumput
purpureum), maximum)
(Brachiaria adaptasi
musim
mulato)
dengan
Gajah
adalah 20,7 kw/ha per panen jerami
Panikum
segar yang biasa digunakan untuk pakan
Mulato
sapi. Tinggi potong jerami padi dapat
disukai
lingkungan
dan
dioptimalkan menjadi 90 cm, sehingga
daerah
setiap panen produksi jerami segar dapat
kering.
mencapai sekitar 34 kw/ha per panen. Pakan sapi dari produksi jerami
padi
hasil
Universitas
yang produktif di wilayah Lombok
Mataram (2010,h.21), ditentukan oleh
perlu dikaji secara intensif potensi
luas panen padi, faktor musim tanam,
cadangan pakan ternak seperti kacang
kesuburan tanah, jenis pengairan, dan
tanah, kedelai, kacang hijau, jagung,
varietas padi. Untuk petani peternak di
yang menghasilkan limbah dan hasil sisa
P. Lombok rata-rata menguasai lahan
dapat digunakan untuk pakan ternak.
sawah seluas 0,38 ha, termasuk sawah
Tanaman
irigasi umumnya ditanami padi tiga kali
pada lahan sawah sesuai rotasi tanaman,
setahun. Apabila produksi jerami segar
dan pada lahan lain sesuai dengan
20 ton per ha, maka petani peternak
kondisi iklimnya. Potensi lahan di
menghasilkan jerami segar sekitar 22
wilayah
ton per tahun. Asumsi semua jerami
menghasilkan kacang tanah dengan
digunakan untuk pakan sapi, maka dapat
produktivitas sekitar 12,67 kw/ha dari
memenuhi kebutuhan sekitar 2 ekor
luas panen 14.569 ha, kacang kedelai
pakan
Dapat
luas panen 25.984 ha produktivitas
diperhitungkan apabila petani peternak
12,49 kw/ha, kacang hijau pada luas
di Lombok Barat rata-rata memiliki 0,36
panen produktivitas sekitar 9,93 kw/ha.
ha sawah, luas panen padi 59,259 ha
Produktivitas jagung 33 kw/ha dari luas
dengan asumsi 60 % lahan sawah irigasi
panen 28.873 ha. Tanaman pakan ternak
ditanami padi tiga kali per tahun, dan 40
tambahan yang banyak di budidaya
% lainnya ditanami dua kali per tahun,
masyarakat Lombok adalah pohon Turi
sawah tadah hujan ditanami padi sekali
(Sesbania), dan potensi Tanaman Gamal
sapi
penelitian
Potensi pakan ternak tambahan
dewasa.
tersebut
Pulau
dapat
diproduksi
Lombok
dapat
343
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
(Gliricidia).
Daun
Gamal
yang
Barat memiliki luas 30.741 ha, kebun
memiliki kandungan protein cukup besar
1.938 ha. Bahkan dapat dikembangkan
(20%), potensi
sebagai selingan pada lahan hutan
dikembangkan
pada
pagar-pagar ladang/tegalan di Lombok
sebagai tanaman reboisasi.
Gambar 3. Potensi Pakan Ternak Tambahan Tanaman Turi (Sesbania)
Gambar 4. Potensi Pakan Ternak Tambahan Tanaman Gamal (Cliricidia)
Kearifan
Lokal
Agropeternakan
berlaku bagi peternak yang memiliki lahan luas dimana ternak sapi dibiarkan
Daerah Mata pencaharian utama bagi
mencari makan sendiri dengan dilepas
kehidupan masyarakat Nusa Tenggara
bebas. Masyarakat yang memiliki lahan
Barat umumnya pada sektor pertanian
terbatas secara tradisional menggunakan
dan
ini
”sistem potong angkut” (cut andcarry
hasilnya untuk kebutuhan hidup dan
system). Sistem pemeliharaan ternak
tabungan andalan kebutuhan ke depan.
dengan menempatkan dalam kandang
Khususnya di Pulau Lombok kendala
sepanjang hari, membawa pakan ternak
pemilikan lahan yang terbatas dan
ke kandang (Gambar 5). Kadang-kadang
inovasi kemampuan berternak, sehingga
digembalakan
potensi agropeternakan tidak merata di
pekarangan rumah atau di lahan usaha
lapisan
pertanian. Penggembalaan
peternakan.
Kedua
masyarakat.
sektor
Kearifan
lokal
dengan
diikat
di
ada yang
tentang pertanian dan peternakan telah
dilepas bebas dengan pemantauan ketat
diwarisi turun temurun. Peternakan sapi
pemilik dibawa ke tempat padang
Bali menjadi pilihan masyarakat dan
rumput yang ada (Gambar 6). Kearifan
pemeliharaannya
lokal tradisional masyarakat peternak
penggembalaan
dengan bebas.
sistem
Sistem
ini
sapi menghadapi musim kering dan
344
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
musim penghujan telah menyesuaikan
peternak, tegal / kebun campuran 0,19
kondisi iklim setempat.
ha,
Keterbatasan
pekarangan
0,03
ha
biasanya
lahan di Lombok Barat yang rata-rata
diutamakan untuk menanam padi dan
hanya
palawija dan tanaman keras.
0,36
ha
sawah
per
petani
Gambar 5. Pemeliharaan Sapi Tradisional Penggembalaan sapi di wilayah P. Lombok telah berkembang pemeliharaan sapi intensif dengan sistem kandang kolektif. Hal ini disebabkan lahan petani diprioritaskan untuk aktivitas pertanian. Populasi sapi tercatat 262.430 ekor dengan kepadatan sapi mencapai 55 ekor /km² tahun 2008, dan mencapai jumlah 275.791 ekor pada tahun 2009.
Gambar 6.
Penggembalaan Sapi Tradisional Sekotong dan Penggembalaan
Intensif
Agropeternakan
Sapi
Daerah
pada sektor peternakan. Peternakan sapi terbentur pada kesediaan lahan potensi
Lombok Barat Agropeternakan
Sapi
Potong
peternakan
terkait
dengan
status
merupakan intergrasi pengelolaan ternak
peruntukan maupun pemilikan lahan dan
sapi dengan dukungan bahan baku
lingkungan
pakan ternak dari sektor pertanian.
Kabupaten Lombok Barat 1.863,40 km²,
Aktivitas
integral
jumlah penduduk 796.107 jiwa. Populasi
bisa
sapi dari tahun 2007 mencapai 118.225
dipisahkan, ujungnya bisnis ternak sapi
ekor, tahun 2009 jumlah 67.229 ekor
dan
pola
atau dalam satuan unit ternak (UT)
industrial. Daerah Nusa Tenggara Barat
dikonversikan 45.716 UT tersebar di
memiliki
pedesaan.
pertanian
agropeternakan
yang
bisnis pakan
penduduk
bagian
potensi sebagai
tidak
sapi, atau
areal
lahan
tenaga
dan
hidup.
Luas
wilayah
kerja.
Peluang fisik daerah dalam
Pemekaran daerah dan perkembangan
mendukung aktivitas agropeternakan di
penduduk di Lombok Barat berdampak
Nusa
Tenggara
Barat
dengan
345
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
tersedianya 47,15 %
wilayah Pulau
Kelompok tani peternak sapi
Lombok dan Pulau Sumbawa 52,85 %
secara intensif dan sistem kandang
luas lahan pertanian potensi pakan (tabel
kolektif untuk efisiensi sewa kandang
1).
dan mengarah agribisnis sapi yang maju.
Secara
persaling
regional
kedua
mendukung
pulau dengan
Peluang
Potensi
Lombok sapi mencapai 55 ekor /km²,
ternak sapi di wilayah Lombok Barat
pada tahun 2009 mencapai jumlah sapi
masih dalam pengembangan. Jumlah
275.791 ekor. Apabila dikonversikan
keberadaannya sangat dinamis (dijual,
dalam satuan unit ternak (UT) mencapai
dipotong), tidak merata di setiap desa
187.538 UT Sapi. Khususnya wilayah
sehingga
sapi
Lombok Barat memiliki tingkat daya
belum terpantau dengan baik. Populasi
tampung 45.716 UT Sapi. Sebagai
sapi
prototipe pedoman standar minimal
keunggulan
masing-masing.
inventarisasi
jumlah
kabupaten terpantau dari Dinas
budidaya
produksi
ternak
usaha
sapi
sapi
di
Peternakan tahun 2010 terpantau 72.861
biaya
setiap
ekor dari 67.229 ekor di tahun 2009.
peternak selama 3 tahun di Lombok
Pemotongan sapi di NTB 31.823 ekor
Barat seperti tabel 4 berikut :
tahun 2009, dan 47.747 ekor pada tahun 2010.
Kearifan
lokal
penduduk
berternak sapi mewarnai penghidupan penduduk, setempat-setempat intensif dan berternak kelompok dalam sistem kandang kolektif. Ternak sapi masih merupakan sebagai
aktivitas
tabungan,
sambilan karena
dan
aktivitas
utama penduduk di sektor pertanian untuk mencukupi
kebutuhan
hidup.
Motivasi dan pembinaan, modal, serta pemasaran hasil peternakan sapi sangat diperlukan untuk suksesnya program sapi nasional. Umumnya pola pikir petani meniru petani lain yang telah berhasil. Tabel 4. Biaya produksi Usaha Sapi Selama 3 Tahun di Lombok Barat No.
Komponen Biaya
Jumlah
Nilai (Rp)
Satuan
346
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
A
Biaya
1.
Kandang (sewa)
2.
Penyusutan Peralatan / Perlengkapan :
1,0
450.000
a. Cangkul
1,5
26.600
b. Sabit
2,7
35.897
c. Skop
1,0
25.833
Jumlah
538.330
B
Biaya variabel
1.
Konsentrat
2.
Kesehatan ternak
85.125
3.
Perkawinan ternak
53.625
4.
Suplemen
-
3.274
Jumlah
142.024
Total Biaya Produksi (A+B)
680.354
Sumber : Penelitian Universitas Mataram di P.Lombok Tahun 2010. Standar minimal biaya tersebut belum
pendapatan dapat dihitung pendapatan
memperhitungkan nilai pakan ternak dan
bersih usaha ternak sapi
tenaga
Barat sebagai berikut :
kerja
diperhitungkan.
keluarga
tidak
Sedangkan
sewa
1. Rata-rata
sapi
kandang per petak per tahun relatif
dipelihara
berbeda setiap daerah dan ini dipikul
: 3 – 4 ekor,
bersama kelompok kandang kolektif.
yang
2. Pendapatan Kotor selama 3
Usaha ternak sapi rakyat tidak banyak
tahun
memerlukan biaya karena komponen
14.429.842,-
biaya terbesar berupa pakan ternak yang
di Lombok
: Rp.
Biaya
Produksi
umumnya tanpa membeli. Pakan ternak
selama 3 tahun
: Rp.
cukup mengambil rumput / dedaunan /
680.354,-
jerami dengan tenaga kerja dalam
3. Total
4. Pendapatan Bersih selama 3
keluarga. Sebagian kecil peternak yang
tahun (2-3)
memberi pakan tambahan berupa dedak
13.749.480,-
dan konsentrat lainnya, pakan tambahan dan suplemen. Berdasarkan analisis biaya
:
Rp.
5. Pendapatan Bersih per tahun : Rp. 4.583.163,-
(tabel 4) dalam penelitian
UNRAM (2010) analisis biaya dan
347
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
6. Pendapatan Bersih per ekor per tahun
: Rp.
1. 298.346,-
pendapatan bersih usaha ternak sapi sebesar Rp.106.192,- per tahun per 3 – 4 ekor atau Rp. 890.544,- per ekor per
7. Net B/C ratio
tahun dengan net B/C ratio 15,75 di
: 20,20
Pulau Lombok. Kearifan lokal ternak sapi
Dalam
penelitian
tersebut
rata-rata
pedesaan
tetap
memberi
keuntungan pedesaan masyarakat Pulau
pendapatan bersih usaha ternak sapi di
Lombok,
wilayah Pulau Lombok diperhitungkan
dipeliharanya
sebesar Rp. 890.544,-per ekor per tahun
sebesar Rp. 15.750.000,- setara 3 – 4
dengan net B/C rasio 15,75. Sedangkan
ekor sapi, maka pendapatan bersih
di wilayah Lombok Barat sebesar Rp.
tersebut berarti Pulau Lombok memiliki
1.298.346,- per ekor per tahun dengan
return on invesment (ROI) sebesar 20
net B/C rasio 20,20. Pendapatan bersih
%. Jika ROI ini dibandingkan tingkat
usaha ternak sapi di kabupaten Lombok
bunga umum perbankan 16%, maka
Barat
secara ekonomi usaha ternak sapi rakyat
tinggi karena banyak terdapat
usaha sapi penggemukan, sebagai usaha
bahwa ternak sapi yang adalah
nilai
investasi
layak untuk dikembangkan.
sambilan nilai pakan ternak dan tenaga
Agropeternakan sapi di wilayah
kerja keluarga tidak diperhitungkan.
Lombok
Apabila diperhitungkan maka nilai net
penduduk yang tidak bisa dipisahkan
B/C ratio akan sangat kecil sampai
antara aktivitas pertanian dan peternakan
kurang
gambaran
sapi dari aspek ekonomi masyarakat
perkiraan tenaga kerja untuk memelihara
pedesaan. Aspek ekonomi berternak sapi
3 atau 4 ekor adalah 0,5 HKO setiap hari
sebagai gambaran telah dikemukakan di
dan upah kerja sebesar Rp. 30.000,- per
depan,
HKO, maka nilai tenaga kerja keluarga
pertanian
yang digunakan untuk memelihara sapi
dikemukakan dalam Tabel 5, dari hasil
tersebut Rp. 5.475.000,- per tahun atau
pendapatan bersih petani.
satu.
Sebagai
adalah
bagian
sedangkan
kehidupan
aspek
tanaman
padi
ekonomi dapat
sebesar Rp. 16.425.000,- per 3 tahun. Dengan demikian nilai net B/C ratio usaha ternak sapi di Pulau Lombok menjadi 0,60. Generalisasi rata-rata Tabel 5. Pendapatan Usaha Pertanian Padi Di Pulau Lombok No. Wilayah
Luas Lahan
Nilai
Biaya
Pendapatan
Pertanian
Produksi
Produksi
Bersih (Rp.)
348
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
(ha)
Padi (Rp.)
(Rp.)
1.
Lombok Barat
0,36
12.706.238
2.166.656
10.539.581
2.
Lombok
0,34
7.807.576
1.979.585
5.827.990
Lombok Timur
0,43
10.300.625
2.121.525
8.179.100
Rata - rata
0,38
10.271.479
2.089.256
8.182.224
Tengah 3.
Sumber :
Analisis Ekonomi Integrasi Padi Sawah dan Ternak Sapi Untuk
Mendukung BSS, UNRAM, 2010. Pendapatan bersih usaha tani di wilayah
satuan hektar lahan pertanian dapat
Lombok Barat Rp. 10.539.581,- per 0,36
menampung ternak sapi 2,05 UT setara
ha per tahun. Untuk wilayah Pulau
3 ekor sapi muda. Untuk lahan pertanian
Lombok rata-rata Rp.8.182.224,- per
di
0,38 ha per tahun atau Rp. 681.852,-per
diperkirakan dapat menampung ternak
bulan. Dengan jumlah anggota keluarga
sapi 237.288 UT atau setara 338.983
rata-rata 4 orang maka pendapatan per
ekor.
Pulau
Lombok
123.787
ha
orang dalam keluarga petani sekitar Rp.
Nasrullah et al. (1995) dalam
148.299,- per bulan. Dengan demikian
UNRAM (2010 hal.10) menunjukkan
tergolong penduduk miskin dengan
bahwa percobaan Sapi Bali jantan umur
pendapatan dibawah 320 kg beras per
2 – 3 tahun dengan tinggi 126 cm, dan
orang
berat badan ± 22 kg, pertambahan berat
per
agropeternakan
tahun. ini
menjadi
Program solusi
badan harian (PBBH)
0,71 kg/hari
peningkatan pendapatan petani peternak.
dengan makanan 100 % konsentrat,
Dalam hal ini dengan optimalisasi
0,56 kg/hari dengan makanan 75 %
limbah pertanian dan tanaman tambahan
konsentrat dan 25 % gamal,
untuk kebutuhan pakan ternak, dan
kg/hari
sebaliknya limbah kotoran sapi sebagai
konsentrat dan 50 % gamal, dan 0,40
pupuk
kg/hari
tanaman
untuk
upaya
dengan
makanan
dengan
makanan
0,44 50
25
%
%
peningkatan bahan organik tanah. Pakan
konsentrat dan 75 % gamal. Percobaan
ternak jerami segar 20 kg atau jerami
menunjukkan
kering 6 kg, tambahan dedak 1,6 kg,
berat badan, biaya pakan, penerimaan,
dan rumput hijau sekitar 10 kg dapat
dan
mengkomsusi sapi bali dapat tumbuh
penggemukan seperti dalam Tabel 6.
dengan baik. Sistem agropeternakan di
Percobaan dengan memanfaatkan daun
Pulau Lombok dengan konversi dalam
Gamal
rata-rata
pendapatan
untuk
pertambahan
selama
pakan
periode
ternak
sapi
349
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
memberikan
inovasi
besar
dalam
(Cliricidia) di Lombok Barat cukup luas
program peternakan Nusa Tenggara
karena tanaman ini kuat untuk kondisi
Barat sebagai ”Bumi Sejuta Sapi”.
kering.
Lahan yang potensi tanaman Gamal Tabel 6. Hasil Percobaan Penggemukan Sapi
Uraian
Kelompok A
B
C
D
60,30
59,20
47,20
47,50
Konsumsi ransum selama 89 hr 2.820
3.127
3.111
3.047
Pertambahan berat badan (kg/hr)
(kg/ekor) Biaya pakan (Rp. / ekor)
276.000
251.760
174.864
97.032
Penerimaan (Rp. / ekor)
141.775
156.774
117.900
111.625
Pendapatan (Rp. / ekor)
- 34.224
- 94.986
- 56.964
14.593
Keterangan : A = kelompok perlakuan dengan 100 % konsentrat B = kelompok perlakuan dengan 75 % konsentrat dan 25 % gamal C = kelompok perlakuan dengan 50 % konsentrat dan 50 % gamal D = kelompok perlakuan dengan 25 % konsentrat dan 75 % gamal
Potensi pakan sapi di Lombok Barat secara spasial luasannya tercermin dalam sistem lahan (Tabel 7) dan sebarannya seperti dalam gambar 2. Tabel 7. Luas Sistem Lahan Per Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB
Wilayah No. Kecamatan
1
2
Fisik FA-Qas Lahan FV-Qa MA-Qam SBRGERUNG VB-QTp VB-Ta Tomk VB-Tomp VLF-Qaf VP-Tomp FA-Qas FV-Qa SBRVB-QTb Tomk GUNUNGSARI VB-Ta VBR-QTb VL-Qvl VLF-Qaf VM-Qvl VU-Qvl
Sistem Lahan Penggunaan Lahan Sawah, permukiman, pekarangan / Sawah, kebun campuran kebun camp Pantai, kebun campuran, permukiman, Padang rumput, kebun campuran Kebun campuran, padang rumput, semak Padang rumput, semak, belukar belukar Belukar, semak, padang rumput Kebun campuran, permukiman, tegalan Hutan belukar, semak, padang rumput Sawah, permukiman, pekarangan / Sawah, kebun campuran kebun Padangcamp rumput, kebun campuran, Kebun campuran, hutan belukar, semak, padang rumput Padang rumput, semak, belukar rumput Kebun campuran, tegalan, belukar, Kebun campuran, belukar, semak, Kebun campuran, permukiman, tegalan padang belukar, rumput semak, padang rumput, Hutan Hutan belukar, padang rumput kebun
Areal Luas (m²) 32084307.00 (km(km²) 3321605.65 5148496.62 10398744.53 1093475.33 119414.28 6344985.23 19003440.38 2435208.81 11074949.63 2207615.87 673779.02 32399683.78 101288.39 21091796 11412819.40 18786624.79 19727325.23 7731543.00
350
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
3
KEDIRI
4
LABUAPI
5
NARMADA
FA-Qas FV-Qa VB-Ta VLF-Qaf FA-Qas FV-Qa MA-Qam SBRFA-Qas Tomk FV-Qa VBR-QTb VL-Qhv VL-Qvl VLF-Qaf VM-Qhv VM-Qvl VU-Qhv VU-Qvl
Sawah, kebun campuran, permukiman Sawah, kebun campuran Kebun campuran, belukar, semak Kebun campuran, ladang, permukiman Sawah, kebun campuran, permukiman Sawah, kebun campuran Pantai, Bakau, permukiman, kebun Padang rumput, semak, belukar campuran Sawah, permukiman, kebun campuran Sawah, kebun campuran Kebun campuran, ladang, semak, Kebun campuran, ladang, semak, Kebun belukar campuran, ladang, semak, Kebun belukarcampuran, tegalan, permukiman Hutan belukarbelukar, ladang, kebun campuran Hutan belukar, ladang, kebun campuran Hutan belukar, semak, padang rumput Hutan belukar, padang rumput
FA-Qas Sawah, kebun campuran, permukiman FV-Qa Sawah, kebun campuran KB-Tmc Belukar, semak, kebun campuran, MA-Qam Pantai, bakau, kebun campuran, SEKOTONG SBRHutan ladangbelukar, semak, padang rumput VB-QTp Hutan belukar, semak, padang rumput permukiman TENGAH VB-Ta Semak, hutan belukar, padang rumput Tomk VB-Tomp Hutan belukar, semak, padang rumput VBR-QTp Hutan belukar, semak, padang rumput VLF-Qaf Kebun campuran, permukiman, tegalan VP-Tomp Hutan belukar, ladang, padang rumput Sumber Analisis Basis data
6
V.
KESIMPULAN,
SARAN,
37583437.97 2248606.37 5108540.90 5241897.47 24309852.60 1362171.46 479084.67 189103.32 37325124.28 9632431.49 4718.14 31838519.46 19356896.25 23294367.91 61549845.26 45472981.58 16318056.53 10092988.89
1906637.28 8888253.64 17094457.84 7872255.81 120982170.93 2604118.74 15299015.28 88224918.24 9222085.63 67529864.72 52420311.44
1.338.561,96 ha umumnya pada Kaki
PENUTUP
Lereng Perbukitan. Macam penggunaan
Aplikasi basis data dengan penggunaan
lahan sawah dan pertanian lahan kering
Sistem
untuk
tersebut
dapat
rumput dan limbah hasil pertanian untuk
Informasi
penelitian
Geografis
agropeternakan
berpotensi
dapat
tumbuh
diperoleh informasi data :
pakan ternak. Potensi tambahan pakan
Penggunaan lahan sawah 28.651 ha
ternak pada sawah dapat dikembangkan
sebagai sumber potensi pakan ternak
tanaman Turi (Sesbania) dan jenis
tersedia di Kabupaten Lombok Barat,
rumput
masih berpeluang pada Dataran Fluvial
pematang. Tanaman Gamal bermanfaat
seluas 1.199.744, 57 ha, dan
pula
pada
yang
dalami
dapat
ditanam
program
pada
penghijauan
Lembah Fluvial 262.985,13 ha.
perbukitan yang selalu gundul di musim
Potensi pakan ternak pada pertanian
kemarau.
lahan kering (ladang) luas 30.711 ha,
Limbah pertanian Petani Lombok Barat
dan untuk kebun/perkebunan luasnya
dapat memproduksi sekitar 126.222
1.938 ha tersedia lahan potensi sekitar
ton/ha/panen jerami segar dengan tinggi
351
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
potong
–
50
dioptimalkan
60
90
cm
cm. maka
Apabila dapat
Bakosurtanal, 2007, Informasi Geografis Sumber
Daya
Alam
Untuk
Ketahanan
Pangan
tambahan 34 kw/ha per panen.
Mendukung
Tanaman pagar yang menguntungkan
Provinsi Nusa Tenggara Barat,
yaitu Gamal (Cliricidia) yang memberi
Pusat Survei Sumber Daya Alam
keuntungan pendapatan petani sampai
Darat – Bakosurtanal Cibinong.
RP. 14.593,- per ekor dengan budidaya
Dept. Pertanian, 2002, Membangun
ternak sapi
menggunakan 25 %
Agribisnis
Melalui
Inovasi
konsentrat dan 75 % gamal.
Teknologi, Lima Tahun Penelitian
Sebagai penutup dalam kesempatan ini
dan Pengembangan Pertanian 1997-
disampaikan ucapan terima kasih kepada
2001, Dep. Pertanian, Jakarta.
semua pihak yang ikut mendukung kegiatan ini,
Dinas
Peternakan
Dan
Kesehatan
khususnya Kementerian
Hewan, 2010, Laporan Tahunan
Riset dan Teknologi, Badan Informasi
Dinas Tahun 2010, Pemerintah
Geospasial, Pemerintah Daerah Nusa
Prop. NTB, Dinas Peternakan Dan
Tenggara Barat, Universitas Mataram,
Kesehatan Hewan, Mataram
dan Tim Kegiatan PKPP.
Femi Hadidjah Elly, Bonar M.Sinaga, Sri
Utami
Kuncoro,
DAFTAR PUSTAKA
Kusnadi,
Balai Pustaka, 1998, Kamus Besar
Usaha Ternak Sapi Rakyat Melalui
Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta. Bakosurtanal, 2004, NTB From Spase
2008,
Nunung
Integrasi
Pengembangan
Sapi-Tanaman
Di
Sulawesi Utara, Jurnal Penelitian
Indonesia Tourism, Bakosurtanal
Dan
Cibinong.
Volume 27 Nomor 2 Tahun 2008,
Bakosurtanal, 2005, Struktur Basis Data Spasial Bentuklahan Skala 1 : 50.000,
Skala 1 : 25.000, Pusat
ISSN
Bakosurtanal, Cibinong.
Upaya
Pengembangan
11/Akred-
Yuningsih,2007, Keracunan Nitrat-Nitrit Pada
2006,
0216-441,
Ternak
Ruminansia
pencegahannya,
Penelitian
Dan
Pertanian Volume 26
Dan Ai Beserta Potensinya, Pusat
Tahun
Survei Sumber Daya Alam Darat
Bogor.
2007
Dan Jurnal
Pengembangan
Basis Data Sumber Daya Lahan
Bakosurtanal, Cibinong.
Pertanian
LIPI/P2MB I/92006 Bogor.
Survei Sumber Daya Alam Darat
Bakosurtanal,
Pengembangan
ISSN
Nomor 2 0216-4418
Yusuf Akhyar Sutaryono, 2009, Strategi Penyediaan
Pakan
Pada
352
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pemeliharaan Sapi Bali Dengan
Pengembangan Pertanian Volume
Sistem Potong Angkut Di Provinsi
28
Nusa
0216-441,
Tenggara
Barat,
Pidato
pengukuhan gurubesar di Fakultas Peternakan Universitas Mataram 9 desember 2009.
11/Akred-LIPI/P2MB
I/92006 Bogor. Tjeppy D. Soedjana,2007,
Sistem
Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-
Nasrulah, R.Salam, Chalidjah, A.Ella, 1995,
Nomor 1 Tahun 2009, ISSN
Alnalisis
Penggembukan
Ekonomi
Sapi
Potong
Ternak Sebagai Respons Petani Terhadap Faktor Risiko, Jurnal Penelitian
Dan
Pengembangan
Dengan Daun Leguminosa Dalam
Pertanian Volume 26
Konsentrat. Industrialisasi Usaha
Tahun
Ternak Rakyat dalam Menghadapi
Bogor.
Prosiding
Simposium
Nasional
Kemitraan
Integrasi Padi Sawah Dan Ternak
usaha ternak, ISPI-BPT, Ciawi-
Sapi Di Pulau Lombok Untuk
Bogor 30-31 Agustus 1995.
Mendukung Program Bumi Sejuta
Alam
Di
Indonesia
Analisis
0216-4418
Global.
Rumput
2010,
ISSN
Tantangan
Queennsland, 2002, Mengelola Padang
UNRAM,
2007
Nomor 2
Sapi Di NTB, Laporan akhir Hibah Penelitian Strategis Nasional DIPA
Tengggara, Kerjasama Departemen
TA
of Primary Industries Queensland
064/023/04.2/XXI/2010,
dengan
2009.
Universitas
Mataram
Ekonomi
2010
No. 31
Des
Lombok, Q102033 ISBN 0-73450182-X ISSN 0727-6273 Mataram. Sumartoyo,
2010,
Airtanah Tipologi
Estimasi
Melalui
Potensi
Pendekatan
Bentuklahan
Wilayah
Bogor Provinsi Jawa Barat, Globe Vol.12 No.1 Juni 2010 Akreditasi
:
Nomor
253/akred-
LIPI/P2MBI/05/2010 Bakosurtanal Cibinong. Suryana, 2009, Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Berorientasi Agribisnis Dengan Pola Kemitraan, Jurnal
Penelitian
Dan
353
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Model e-Livestock Indonesia sebagai Sistem e-Government untuk Ketahanan dan Keamanan Sumberdaya Sapi Potong Nasional: Identifikasi Individu Sapi Secara Otomatis Berdasarkan Pola Moncong dan Pengenalan Ras Sapi A. Noviyanto1, A.M. Arymurthy1, D.I. Sensuse1, A. Ramadhan1, dan Muladno2 1
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia 2
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK Makalah ini melaporkan hasil penelitian yang melibatkan dua bidang studi, yaitu: bidang e-government yang bertujuan untuk membangun model e-livestock untuk Indonesia dan bidang pattern recognition dan image processing yang bertujuan untuk membangun sistem pengenalan individu sapi berdasarkan penanda biometrik, yaitu pola moncong sapi. Makalah ini fokus pada sistem pengenalan individu sapi dan pengenalan ras sapi. Data yang sudah dapat dikumpulkan baru mencakup ras sapi Bali dan ras Peranakan Ongole Pasuruan, dan data yang dikumpulkan merupakan data pola moncong dengan cetak tinta (stamp pad) dan data foto pola moncong. Dengan menggunakan data yang terbatas, pengenalan individu sapi berdasarkan data pola moncong sapi dengan cetak tinta menggunakan metode SIFT, dan berdasarkan data foto pola moncong sapi menggunakan metode SURF telah berhasil dikembangkan dengan ketelitian pengenalan yang sangat baik. ABSTRACT This paper reports the result of a research activity that involving two fields of study, i.e: e-government field which has an objective of constructing an e-livestock model for Indonesia; and pattern recognition and image processing field which has an objective of developing a system for recognizing an individual cow based on muzzle nose biometric data and identifying the race of the cow. This paper has a focus on developing the recognition system for identifying an individual cow and the race of the cow. Data has been collected for Bali cow from Bali and Ongole cow from Pasuruan, which consist of printed muzzle nose and photo of muzzle nose. Using the limited data, a recognition system has been developed based on SIFT method for printed muzzle nose data and based on SURF method for muzzle nose photo data, with a very good recognition accuracy. secara akurat. Selanjutnya, pemerintah
I. Pendahuluan Jumlah penduduk Indonesia terus
mencanangkan
kembaliPSDS
2014.
meningkat dan kebutuhan akan daging
Penelitian ini bertujuan untuk ikut
sapi
Program
mendukung pelaksanaan PSDS 2014,
Swasembada Daging Sapi (PSDS 2005
yaitupada bagian “Kegiatan Pokok dan
& PSDS 2010) tidak dapatmencapai
Operasional-nya:
sasaran
Pemotongan
juga
terusmeningkat.
dilihat
dari
kesiapannya
Sapi
Pencegahan BetinaProduktif”.
membangun sistem pencatatan populasi
Penelitian ini berjudul ‘Model dan
sapi yangdapat memberikan data sapi
Prototipe e-Livestock Indonesia sebagai
354
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Suatu
sistem
e-Goverment
untuk
berbagai sistem pengenalan individu
Ketahanan dan Keamanan Sumber Daya
sapi juga pengenalanras sapi yang
Sapi Potong Nasional’,yang didanai oleh
menjadi fokus bahasan dari makalah ini.
KeMenRisTek untuk tahun 2012 melalui
Bagian
I
dari
makalah
Hibah Insentif Riset SINas RT-2012-
membahas
1318, dan telah diusulkan kelanjutannya
belakang
untuk pendanaan tahun 2013.
menyajikan ringkasan pengembangan
Pada prinsipnya, penelitian ini
model
pendahuluan penelitian;
dan
ini latar
danBagian
e-livestock.
II
Bagian
III
melibatkan 2 bidang studi utama, yaitu
memuatpentingnya sistem identifikasi
bidang e-Government yang mempunyai
hewan ternak dalam hal ini: ternak sapi.
sasaran untuk membangun model e-
Bagian
livestock untuk Indonesia;dan bidang
pengumpulan
Pattern
membahas
Recognition
dan
Image
IV
menyajikanproses
data;
dan Bagian
proses
dan
V
metode
Processing yang mempunyai sasaran
identifikasi individusapi. Bagian VI
untukmembangun
sistem
membahas
proses
dan
pengenalan
ras
pengenalan
suatu
individu
sapi
dan
sapi.
metode
Selanjutnya,
pengenalan ras sapi dalammendukung
makalah inidiakhiri dengan penutup dan
proses identifikasi dan registrasi sapi
penelitian lanjut pada Bagian VII.
betina. Proses dan hasil pembuatan
II. Pengembangan Model e-Livestock
modele-livestock disajikan
dan
untuk dipublikasi
Indonesia
Langkah-langkah pengembangan
sebagai
model e-livestock secara ringkas adalah
makalah laporan penelitianpada Seminar
sebagai berikut:
Insentif Riset SINas (INSINAS) 2012
(i)
Penyusunan
definisi
pada tanggal 29-30 November 2012
untuk
diBandung Techno Park (BTP), ITT
definisi e-livestock untukIndonesia;
Telkom dan Institut Teknologi Bandung.
(iii)
Pada awal studiini, dirasakan perlu
Indonesia mencakup identifikasi,
untuk
registrasi,sertifikasi,
membuat
definisi
e-livestock
Indonesia;
e-livestock
Definisi
(ii)
Validasi
e-livestock
untuk
dan
untuk Indonesia. Proses dan hasilstudi
traceability; (iv) Identifikasi situasi
penyusunan definisi e-livestock untuk
masalah;
Indonesia ini telah di publikasi di
PictureDiagram; (vi) Penyusunan
[13,14]; yangpada dasarnya terdiri dari
model
proses
Validasi model konseptual.
identifikasi,
dokumentasi,
dan
registrasi,
(v)
Penyusunan
konseptual;
dan
Rich
(vii)
traceability.
Materi pengembangan model e-
Prosesidentifikasi antara lain membahas
livestock secara rinci disajikan
355
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sebagai makalah diSeminar Insentif
penanda buatanberupa ear tag dan atau
Riset SINas (INSINAS) 2012 pada
RFID tag seperti di negara Inggris dan
tanggal 29-30 November 2012
Australia
diBandung Techno Park (BTP),
Penggunaan ear tag dapat merusak
ITT Telkom dan Institut Teknologi
telinga
Bandung. Selanjutnyamakalah ini
identifikasibuatan, maka alat tersebut
fokus pada pengembangan metode
relatif akan mudah lepas dan dapat
pengenalan individu sapi dan ras
dipalsukan.
sapi.
alternatif identifikasi hewan dengan
III. Pentingnya Identifikasi Hewan
[15],
sapi
juga
[5,16].
diIndonesia.
Sebagai
Investigasiterhadap
menggunakan
penanda
alat
cara
permanen
(yangdisebut penanda biometrik) yang
Ternak Identifikasi
hewan
ternak
melekat secara alami pada hewan ternak
merupakan permasalahan serius dalam
telah dilakukan.Pola moncong sebagai
pengelolaan hewanternak. Perhimpunan
penanda biometrik telah terbukti dapat
pembibitan mutlak memerlukan cara
membedakan
identifikasi hewan ternak [12].Dengan
dalam hal ini sapi [1,8,12].
proses identifikasi yang baik maka jejak sejarah
hewan
ternak
individu
hewanternak
Berdasarkan pertimbangan aspek
dapat
ekonomi,
baik.
pertimbangan para pakar,maka metode
Pengelolaan data hewan ternak dengan
identifikasi menggunakan ear tag adalah
memanfaatkan
metode
terdokumentasidengan
akandapat
proses melaksanakan
identifikasi
sosial
yang
budaya
paling
dan
feasible
fungsi
untukidentifikasi sapi betina di seluruh
traceability (rekam jejak). Traceability
Indonesia saat ini. Meskipun demikian,
adalah
untukdapat
perludipertimbangkan metode alternatif
melakukan pelacakan terhadap segala
yang lebih baik dan tidak melukai sapi,
hal terkait dengan hewan ternak. Salah
misalnya
satunyaterkait dengan kualitas hewan
menggunakan sidik moncong sapi.
ternak yang nantinya digunakan sebagai
IV. Pengambilan data pola moncong
kemampuan
bahan utama atausubstansi makanan yang
diproduksi
untuk
manusia,
Pengambilan data moncong sapi dapat
dilakukan
dengan
dua
cara.
termasuk pemrosesan dan distribusi
Teknik yang pertamaadalah rekaman
[4].Hal ini penting untuk keamanan
pola moncong pada kertas (stamp pad)
makanan.
dan teknik yang kedua adalah fotopola
Cara identifikasi yang umum digunakan pada saat ini adalah dengan
moncong.
Pengambilan
data
pola
moncong pada kertas dilakukan dengan
356
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
alat dan ataubahan antara lain: kertas
Proses tahap 1 sampai dengan tahap
berukuran A5, tinta stample hitam,
4 dapat dilihat di Gambar 2. Untuk
kapas, tisu (seperti dapat dilihatdi
mendapatkan datayang dapat diproses
Gambar 1). Untuk pengambilan data
dengan komputer, maka kumpulan data
foto pola moncong digunakan kamera
pola
DSLR
discanmenggunakan
(DigitalSingle
Lens
Reflect)
moncong
pada
kertas
scanner
dengan
dengan resolusi 10,1 Megapixel CMOS
resolusi 300dpi. Contoh pola moncong
Sensor dan menggunakan lensastandard
dengan kertasdapat dilihat di Gambar 3
zoom
untuk sapi Bali dan sapi Peranakan
18-55mm
menghasilkan
yang
citra
dapat
dengan
ukuran
3888x2592 pixel. Prosedur
yang
Ongole perlu
digunakan
pada
(PO)
Pasuruan.Selanjutnya,
membersihkan
data
dengan
memisahkan antara data yang rusak dan
pengambilan data pola moncong pada
data yang cukup baik.
kertas adalahsebagai berikut:
Prosedur
1. Mengikat sapi sehingga kepala tidak
moncong tidak jauh berbeda, hanya
bergerak;
mediaperekamnya
2. Membersihkan hidung sapi dengan tisu sehingga mengurangi cairan yang
keluar
daripori-pori
pada
hidung sapi;
tinta dengan tipis pada permukaan hidung sapi;
ditempelkan
berukuran
mulai
kamera
digital. Tahapan pengambilan datanya adalah sebagai berikut: 1. Mengikat sapi sehingga kepala
2. Membersihkan hidung sapi dari pasir dan kotoran dengan tisu;
padahidung
dari
DSLR;
A5
4. Ulangi tahap 1 sampai dengan
dengan
tahap 3 sampai jumlah data yang
sedikit gerakan memutar (roll) ke atas:
adalah
foto
3. Foto moncong sapi dengan kamera
4. Segera setelah hidung dioles dengan kertas
data
tidak bergerak;
3. Segera setelah hidung kering, oleskan
tinta,
pengambilan
batas
mulut
diinginkan tercukupi. Contoh dari hasil foto moncong untuk
sampaidengan hidung bagian atas;
sapi Bali dan sapi PO Pasuruan dapat
5. Ulangi tahap 2 sampai dengan tahap 4
dilihat diGambar 4.Pola moncong sapi
sampai jumlah data yang diinginkan
secara garis besar memiliki dua fitur
tercukupi;jika
usap
penting, yaitu: bead dan ridge.Bead
hidung sapi sampai tidak ada lagi
adalah daerah berbentuk seperti pulau
bekas tinta.
yang tidak beraturan, sedangkan ridge
telah
selesai
adalahdaerah
seperti
sungai
yang
357
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
memisahkan bead yang satu dengan
mengadaptasi
bead yang lain. Gambar 5menunjukkan
algorithm
bagian bead dan ridge. Seluruh data
mengenali wajah manusia, berdasarkan
(termasuk data foto badan, wajah, dan
hasileksperimen diperoleh hasil yang
bokong sapi yang dibahas di Bagian V)
sangat memuaskan. Dua pendekatan ini
yang dapat dikumpulkan pada penelitian
sebenarnya tidak sepenuhnya otomatis
ini dapatdilihat di Tabel 1. Seperti
karena area dari pola moncong yang
pengalaman penelitian oleh Minagawa
dianalisis masih diambil secara manual.
et al. [7], pengambilan data pola moncong
sapi
tidak
mudah
untuk
teknik
yang
eigenface
digunakan
untuk
Noviyanto dan Arymurthy [10] telah
mengembangkan
metode
dilakukan. Jumlah data yang tidak layak
pengenalan individu sapi berdasarkan
di proses (rusak) dapat di lihat pada
ciri lokal yang terdapat pada citra
Tabel 2.
moncong sapi. Metode yang digunakan
V. Identifikasi ternak sapi otomatis
adalah
berdasarkan data pola moncong
Transform (SIFT) yang diusulkan oleh
[7]
Scale-Invariant
Feature
Pada tahun 2002 Minagawa et al.
Lowe [6]. Keunggulan metode ini dari
telah
yang lain adalah bahwa metode ini tidak
mengembangkan
cara
identifikasi ternak berdasarkan pola
memerlukan
moncong yang tercetak pada kertas.
sepertipenelitian yang terdahulu. Metode
Metode yang diusulkan menggunakan
ini
teknik morfologi, dimana Minagawa et
segmentasi,
al. menggunakan ciri joint pixel untuk
dilakukan dengan otomatis sepenuhnya
menjadi ciri pembeda. Hasil eksperimen
tanpa
memang masih menunjukkan hasil yang
segmentasi
kurang baikdikarenakan akuisisi data
penelitian terdahulu. Penggunaan SIFT
yang sulit.
dilakukan untukmenemukan titik-titik
juga
pre
tidak
perl
processing
u
melakukan
sehinggaproses
perlu
melakukan
secara
manual
dapat
proses seperti
Pada tahun 2007 Barry et al. [2]
kunci pada citra moncong dengan kertas
menggunakan ciri bead yang terdapat
(stamp pad) yang dapat dijadikan acuan
pada pola moncong pada kertas dan
untuk melakukan pencocokan individu
dengan serangkaian teknik pencocokan,
sapi.
berdasarkan
eksperimen,
dengan metode ini adalah 0.0167 dengan
dilaporkan hasil yang cukup baik.
menggunakan data sebanyak 160 citra
Penelitian oleh Barry et al. ini juga
pola moncong sapi yang diambil dari 20
menggunakan foto dari pola moncong
individu. Metode yang dikembangkan di
sapi.
[10]
Metode
hasil
yang
digunakan
Kesalahan
juga
proses
mengusulkan
identifikasi
metode
358
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
perbaikan teknik pencocokan sehingga
memisahkan bagian tubuh sapi dari latar
kesalahan identifikasi menurun menjadi
belakang
0.0028.
kesalahan
kompleks.Pengambilan data foto badan
dengan
sapi dilakukan di dua tempat seperti
Pengukuran
identifikasi
dilakukan
yang
biasanya
cukup
menggunakan ukuran Equal Error Rate
pengambilan data pola
(EER). Hasil pencocokan individu sapi
moncong , yaitu di Bali dan Pasuruan.
berdasarkan
dengan
Tahapan prosedur yang dilakukan untuk
Gambar
mengambil foto badan sapi adalah
kertas
dapat
pola
moncong
dilihat
di
7(a).Penelitian selanjutnya [10] telah
sebagai berikut:
menggunakan metode sejenis dengan
1. Pawang sapi menggiring sapi ke
SIFT yang disebut Speed-Up Robust
kandang yang cukup besar atau di
Feature (SURF) yang diusulkan oleh
tanah terbuka.
Bay et al. [3] dan dinyatakan lebih baik
Perlakuan ini berbeda antara sapi
dari SIFT. Metode ini diterapkan pada
Bali dan sapi PO. Sapi Bali yang
data
Hasil
memiliki karakteristik yang lebih liar
eksperimen dengan menggunakan data
maka pawang tidak memegangi sapi
yang relatif sedikit, teknik SURF ini
dengan tali. Sapi Bali dibiarkan di
dapat menghasilkan hasil yang lebih
sebuah kandang yang cukup besar
baik dibandingkan dengan penelitian
terpisah dari koloninya. Untuk sapi
sebelumnya
PO yang lebih jinak maka sapi di
citra
foto
moncong.
yang
eigenfacealgorithm
menggunakan [17].
Eigenface
arak ke tanah terbuka dan pawang
algorithm memang menghasilkan hasil
sapi
yang baik, tetapi kelemahan utama dari
mengikat
sapi
penggunaan metode ini adalah adanya
Diperlukan
dua orang dan
persyaratan data harus standar secara
talirotan untuk mengiring sapi PO.
orientasi dan skala. Penggunaan data
2. Pada posisi yang diinginkan (bagian
yang tidak standar dapat mengakibatkan
badan dari samping, bagian kepada
kegagalan [9].
dari depan dan bagian bokong dari
VI. Pengenalan Ras Sapi
belakang) tubuh sapi difoto dengan
Selain
identifikasi
ternak,
pengenalan
individu ras
hewan
memegangi
sapi
dengan
dengan
tali. dua
kamera digital.
merupakan
3. Selanjutnya, untuk foto badan perlu
penelitian yang menarik. Masalah utama
pengelompokan data per individu
dalam pengenalan ras sapi adalah proses
sapi, dan untuk setiap individu akan
segmentasi citra untuk
dipisahkan
antara
foto
kepala
(wajah), badan dan bokong (dapat
359
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dilihat di Gambar 6). Contoh data
segmentasi. Penambahan ini dilakukan
foto badan sapi dapat dilihat di
dengan membentuk vektor ciri yang
Gambar 6(a), sedangkan contoh data
terdiri dariintensitas kanal R,G,B dan
foto kepala(wajah) sapi dan contoh
deskriptor
data foto bokong sapi dapat dilihat
Selanjutnya, prediksi ras sapi secara
masing-masing di Gambar 6(b)dan
otomatis dilakukan untuk kelas (Bali
Gambar 6(c). Pada kasus sapi Bali
atau PO) dimana mempunyai jumlah
dan PO, dengan jelas dapat dilihat
pixel
bahwa ciri warna dapat digunakan
segmentasi dapat dilihat di Gambar 7(b).
tekstur
yang
yangmayoritas.
dipakai.
Contoh
hasil
untuk membedakan, mana sapi Bali dan mana sapi PO. Permasalahannya adalah
bagaimana
VII. Penutup dan Saran Studi Lanjut
melakukan
segmentasi badan sapi dengan latar
Makalah ini membahas salah satu
belakangnya. Dapat dilihat pada
aspek dari penelitian membangun e-
Gambar
livestock
6(a)bahwa
warna
tanah
model
terkait
aspek
mirip dengan warna tubuh sapi Bali
identifikasi, yaitu pengenalan individu
yang kecoklatan, sedangkan warna
sapi berdasarkan penanda biometrik,
langit mirip dengan sapi PO yang
yaitu
berwarna putih.
penelitian ini sudah dilakukan :
Pendekatan
yang
mungkin
dapat
dilakukan adalah dengan mengadaptasi
data
pola
moncong.
Pada
(a) Pengumpulan data pola moncong dengan metode
teknik yangdigunakan untuk melakukan
(b) Pengembangan sistem pengenalan
segmentasi kulit manusia dan latar
individu sapi berdasarkan data
belakang, yaitu dengan menggunakan
pola moncong dengan kertas dan
Gaussian Mixture Model (GMM). Pada
foto;
dasarnya GMM menggunakan ciri
(c) Pengembangan sistem sapi.
warna,
permasalahannya
Penelitian ini merupakan penelitian
adalah bahwa warna latar belakang ada
tahap awal. Sistem pengenalan yang
yang sama dengan warna tubuh sapi.
dibangun masih harus di validasi
Dari penelitian Noviyanto dan Murni,
dengan jumlah data yang lebih banyak
2012
sedangkan
[11]
telah
ditemui
bahwa
terutama dalam hal jumlah ras sapi
penambahan
ciri
tekstur
dapat
yang ada di Indonesia. Penelitian
meningkatkan kemampuan GMM untuk
lanjut yang masih ingin diupayakan
melakukan
adalah
pengembangan
sistem
360
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pengenalan individu sapi dan ras sapi dengan pendekatan multimodal data.
361
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
362
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Council.Official
DAFTAR PUSTAKA
Journal
of
the
European Communities. 5. Johnston, A. M., and D. S. Edwards.
1. Baranov, A. S., R. Graml, F. Pirchner, and D.
O.
Schmid.
differences
1993. and
1996.
Welfare
implications
of
Breed
identification of cattle by ear
intra-
tags.Vet. Record 138(25): 612-614.
breedvariability of dermatoglyphic
6. Lowe, D. G., 2004. Distinctive Image
pattern of cattle. J. Animal Breed.
Features
Genet. 110(5): 385-392.
Keypoints. International Journalof
2. Barry, B., Gonzales-Barron, U. A., McDonnell, K., Butler, F., Ward, S., 2007.
Using
Muzzle
PatternRecognition as a Biometric
from
Scale-Invariant
Computer Vision 60(2), 91-110. 7. Minagawa, H., Fujimura, T., Ichiyanagi, M., Tanaka, K., 2002. Identification of beef cattle by
Approach for Cattle Identification.
analyzing images of their muzzle patterns
American Society of Agricultural
lifted on paper. Publications of the
andBiological
Japanese
Engineers
50(3),
1073−1080.
Society
ofAgricultural
Informatics 8, 596-600.
3. H. Bay, A. Ess, T. Tuytelaars, L. Van Gool, Speeded-Up
Robust
8. Mishra, S., O. S. Tomer, and E. Kalm.
Features
1995a. Muzzle dermatoglyphics: A
(SURF), Computer Visionand Image
new method to identifybovines.
Understanding, Vol. 110, No 3,
Asian Livestock (August): 91-96.
2008, pp. 346-359.4. European
9. A. Noviyanto and A. Murni Arymurthy,
Union, 2002. Regulation (EC) No.
Automatic
178/2002
European
based
of
UsingSpeed-Up Robust Features
Parliament
of
the and
the
Cattle on
Identification
Muzzle
Photo
Approach, 3rd European Conference
363
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
of
Computer
Science
ECCS’12.Accepted.
15. Vlad M., R. A. Parvulet, M. S. Vlad, A Survey of Livestock Identification
10. A. Noviyanto and A. Murni Arymurthy,
Systems, 13th WSEASInternational
Beef Cattle Identification Based on
Conference
Muzzle
Information (ICAI ’12), 2012, pp.
Pattern using a Matching Refinement Technique
in
SIFT
Method,
Computers and Electronics in
on
Automation
and
165–170. 16. Wardrope, D. D, 1995, Problems with the use of ear tags in cattle. Vet.
Agriculture. Submitted.
Record 137(26): 675.
11. A. Noviyanto and A.M.Arymurthy,
17. M. Turk and A. Pentland. 1991,
2012, Cattle’s Fur Detection Based
Eigenfaces
on
Cognitive Neuroscience, Vol.3.
Gaussian
Mixture
inComplex
Model
for
recognition.
J.
Background:
Application
of Automatic
Classification
of
Beef
Race Cattle,
InternationalConference
on
Advanced Computer Science and Information
Systems
2012.
Accepted. 12. Petersen, The Identification of The Bovine by Means of Nose-prints, Journal of Dairy Science Vol 5.No 3, 1992. 13. Ramadhan A., Muladno, D. I. Sensuse, dan
A.
Murni
Livestock:
Arymurthy,
Its
e-
Definition
forIndonesia, European Journal of Scientific Research (EJSR), Volume 8, No 2, 2012, pp. 304-327. 14. Ramadhan A., Muladno, D.I. Sensuse, and A.M. Arymurthy, e-Livestock in Indonesia : DefinitionAdjustment, Expected Benefits, and Challenges, International Advanced
Conference
on
ComputerScience
and
Information System (ICACSIS 2012). Accepted.
364
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PEMANFAATAN PELEPAH DAN DAUN KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGGANTI PAKAN HIJAUAN UNTUK TERNAK SAPI DI DESA SUKAMULYA PROVINSI RIAU UTILIZATION OIL PALM FRONDS AS FEED CATTLE SUBSTITUTION FORAGE AT SUKAMULYA VILLAGE RIAU PROVINCE Yayu Zurriyati, Irwan Kasup, Sri Haryani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau Kementerian Pertanian, Fokus: Kelapa Sawit, Lokus: Riau, Koridor: 1 Abstrak Ketersediaan pakan yang mencukupi secara kualitas dan kuantitas merupakan komponen penentu dalam peningkatan produktivitas ternak sapi. Limbah perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak berkualitas. Tujuan pengkajian untuk mendapatkan formulasi pakan sapi yang optimal dari pemanfaatan limbah kelapa sawit terutama pelepah dan daun kelapa sawit menggantikan penggunaan hijauan alam. Pengkajian berlangsung mulai Juni - Agustus 2012 di Desa Sukamulya, Kabupaten Kampar- Riau. Digunakan 13 ekor sapi Bali jantan untuk penggemukan milik petani kooperator. Formulasi pakan yang diuji: T1= pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit, dalam bentuk segar, 25% bungkil kelapa sawit, 15% dedak padi, T2= Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan Probion, 25% bungkil kelapa sawit, 15% dedak padi, T3= Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan Starbio, 25% bungkil kelapa sawit, 15% dedak T4= Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan EM4, 25% bungkil sawit, 15% dedak padi. Pengaruh perlakuan pakan terhadap perubahan bobot badan ternak diuji menggunakan t-test. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pertambahan bobot badan harian (PBBH) diantara perlakuan akan tetapi pemberian pakan pelepah dan daun sawit secara segar memberikan pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak tertinggi yaitu 0,5 kg/ekor/hari. Kata kunci : pelepah dan daun kelapa sawit, pakan sapi. Abstract Objective of the assessment is to obtain feed formulation from oil palm waste, especially oil palm fronds as feed cattle to forage subtitution. Used 13 male Bali cattle to feedlot. Feed formulations were tested: T1 = 60% oil palm fronds in the form of fresh, 25% palm kernel meal, 15% rice bran, T2 = 60% oil palm fronds fermented with Probion, 25 % palm kernel meal, 15% rice bran, T3 = 60% oil palm fronds fermented with Starbio, 25% palm kernel meal, 15% rice bran, T4 = 60% oil palm fronds fermented with EM4, 25% palm kernel meal, 15% rice bran. The results showed that there was no difference among treatments but the highest daily body weight gain found at T1 that 0,5 kg/head/day. Key words : Oil palm fronds, cattle feed
365
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Jumlah ternak sapi di Provinsi Riau
PENDAHULUAN Daging
sapi
merupakan
pada tahun 2009 tercatat
172.394
komoditi yang memiliki elastisitas
ekor (BPS Prov. Riau 2010). Dari
tinggi terhadap permintaan. Saat ini
data 5 tahun terakhir di provinsi ini,
sejalan
rata-rata jumlah pemotongan ternak
dengan
pertambahan
penduduk disertai dengan tingkat
sapi pertahun adalah 28,4 %
pengetahuan
pendapatan
populasi yang ada, sementara rata-
masyarakat, menuntut ketersediaan
rata peningkatan populasi hanya 13%
daging sapi yang meningkat pula,
per tahun. Dapat diprediksi jika
tidak hanya dalam jumlah yang
peningkatan populasi tidak dapat
memadai tetapi juga kualitas yang
mengimbangi laju pemotongan, akan
baik. Menurut Dwyanto et al. (2006)
terjadi pengurasan populasi ternak
konsumsi daging sapi penduduk
sapi.
dan
Indonesia tahun 2020 diperkirakan
dari
Upaya yang harus segera
akan meningkat sekitar 2-3 kali lipat
dilakukan
dari rata-rata konsumsi saat ini
produktivitas ternak sapi. Salah satu
kurang
faktor
dari
Permintaan
2
kg/kapita/tahun.
tersebut
tidak
dapat
adalah
penting
peningkatan
yang
diperhatikan dalam
harus
peningkatan
dipenuhi jika hanya mengandalkan
produktivitas
pasokan dari dalam negeri. Kondisi
ketersediaan pakan yang mencukupi
populasi dan produktivitas sapi di
secara kualitas dan kuantitas. Saat ini
Indonesia masih rendah sehingga
sebagian besar petani ternak sapi
belum dapat memenuhi permintaan
hanya memberikan pakan hijauan
daging. Saat ini impor daging dan
alam pada ternak sapi mereka. Pada
sapi bakalan sekitar 30% dari total
saat
konsumsi nasional.
rumput alam mudah didapatkan,
Di
Provinsi
Riau,
musim
ternak
hujan
adalah
ketersediaan
tetapi pada saat musim kemarau,
kemampuan daerah untuk mencukupi
petani
kebutuhan daging sapi sekitar 40%,
rumput alam untuk ternak mereka.
sedangkan selebihnya didatangkan dari luar daerah dan luar negeri.
kesulitan
Pemanfaatan
dalam
mencari
limbah
pertanian dan industri sebagai pakan
366
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bagi ternak sapi berbasis potensi
sawit diperoleh dari pemangkasan
wilayah merupakan alternatif yang
pohon kelapa sawit. Jumlah pelepah
dapat dilakukan. Melalui cara ini
yang dapat diperoleh setiap harinya
akan diperoleh keuntungan yaitu
sangat tergantung pada luas panen
ketersediaan bahan baku berlimpah
dan jumlah tandan buah segar (TBS)
dan ekonomis, serta mengurangi
yang dipanen. Dari setiap TBS yang
pencemaran lingkungan.
dipanen
Kelapa
sawit
adalah
diperoleh
pelepah.
sejumlah
1-2
Ishida dan Abu Hassan
komoditas perkebunan yang paling
(1997), melaporkan bahwa pelepah
dominan
kelapa sawit tersedia setiap hari
di
Propinsi
Riau
dibandingkan komoditas perkebunan
sepanjang
lainnya. Saat ini luas perkebunan
kegiatan
kelapa sawit di Propinsi Riau tercatat
pemanen untuk memanen kelapa
sekitar 1,7 juta ha yang tersebar
sawit.
hampir disemua kabupaten. Dengan
(2003),
laju pertumbuhan pembukaan areal
menyebutkan
tertinggi, perkebunan sawit dapat
pelepah sebagai bahan baku ransum
diandalkan
mendukung
dalam jangka waktu yang panjang
ruminansia
pada ternak sapi akan menghasilkan
untuk
pengembangan dengan
cara
tanaman
ternak
terintegrasi
perkebunan.
dengan
tahun rutin
sebagai yang
akibat
dilakukan
Selanjutnya Zahari et al dalam
kualitas
laporannya
bahwa
karkas
pemberian
yang
baik.
Tanaman
Kandungan nutrisi dari daun dan
kelapa sawit selain menghasilkan
pelepah sawit setara dengan pakan
minyak sawit mentah (CPO) dan
hijauan berkualitas
minyak inti sawit
didaerah tropika.
penghasil
juga sebagai
limbah seperti
limbah
yang terdapat
Tujuan kegiatan ini adalah
daun, pelepah, bungkil inti sawit dan
mendapatkan
lumpur sawit (sludge) yang dapat
produktivitas
dimanfaatkan sebagai sumber pakan
penggemukan yang diberi pakan
ternak sapi berkualitas. Daun sawit
pelepah dan daun sawit sebagai
dan
pengganti
pelepah
menggantikan ternak.
sawit hijauan
dapat makanan
data ternak
tingkat sapi
hijauan alam
jantan
didalam
ransumnya.
Daun dan pelepah kelapa
367
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pakan, sekat pemisah antar ternak,
METODOLOGI Kegiatan Desa
Suka
dilaksanakan
Mulya,
di
Kecamatan
Bangkinang Seberang, Kabupaten
berlantai semen, terdapat saluran untuk
penampungan
urine
dan
dinding terbuka.
Kampar, Provinsi Riau mulai bulan
Jenis sapi yang dipelihara
juni sampai dengan Agustus 2012.
petani adalah sapi Bali. Jumlah
Sebagai kooperator dalam kegiatan
ternak
ini adalah kelompok tani ternak
penggemukan yang digunakan dalam
Lembu Mulya, yang beranggotakan
kegiatan ini 13 ekor , rata-rata umur
10 orang. Pemeliharaan ternak sapi
1,5 tahun dengan bobot badan awal
secara
rata-rata
intensif
dalam
kandang
sapi
jantan
untuk
200
kg.
komunal yang dilengkapi dengan bak Adapun perlakuan pakan yang diuji dalam kegiatan ini adalah: T1
=
T2
=
T3
=
T4
=
Sebelum
Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit segar + 25% bungkil kelapa sawit + 15 % dedak padi Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan probion + 25% bungkil kelapa sawit + 15% dedak padi Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan starbio +25% bungkil kelapa sawit + 15 % dedak padi Pemberian 60% daun dan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan EM4 + 25% bungkil kelapa sawit + 15 % dedak padi pemberian
pakan
dan pelepah kelapa sawit. Masa
perlakuan, seluruh ternak sapi jantan
fermentasi berlangsung selama 4
diberi obat cacing. Pemberian pakan
hari.
diberikan 2 kali sehari pada pagi dan
Parameter yang diukur dan
sore hari dengan jumlah pemberian
diamati meliputi : perubahan bobot
pakan 10 kg/ekor/hari. Fermentasi
badan ternak diukur tiap 2 minggu
daun dan pelelepah kelapa sawit
sekali, jumlah konsumsi ransum,
dilakukan dengan cara memodifikasi
dihitung
metode
dikurangi
yang
dikemukakan
oleh
dari
jumlah
dengan dan
pemberian
ransum
konversi
yang
Haryanto 2003, yaitu menambahkan
tersisa
ransum.
aktivator dan urea pada cacahan daun
Perubahan bobot badan ternak antar
dan pelepah kelapa sawit masing-
perlakuan pakan diuji menggunakan
masing sebanyak 2,5 kg per ton daun
uji T, dan jika terdapat perbedaan 368
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dilakukan dengan uji lanjut (Steel &
Pemberian pakan tambahan untuk
Torrie 1993).
ternak
sapi
diberikan
sesekali
padi disaat
Mulya,
murah. Pemberian pelepah dan daun
merupakan salah satu dari desa yang
sawit menggantikan hijauan alam
ada
Bangkinang
dirasakan petani sangat membantu,
Kampar,
karena dapat menghemat waktu dan
di
Suka
hanya
dedak
tersedia dedak padi dengan harga
HASIL DAN PEMBAHASAN Desa
seperti
Kecamatan
Seberang,
Kabupaten
provinsi Riau. Luas wilayah Desa
biaya
Suka
digunakan untuk mencari rumput
Mulya
adalah
1.175
ha.
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian
sebagai
mereka
yang
biasanya
alam.
petani
Pemberian daun dan pelepah
perkebunan. Tanaman perkebunan
sawit pada ternak melalui perlakuan
yang dominan di desa ini adalah
fisik
kelapa sawit dengan luas 620 ha.
perajangan
Pemeliharaan ternak, terutama ternak
chopper, sehingga didapatkan daun
sapi telah banyak dilakukan oleh
dan pelepah sawit berbentuk halus.
masyarakat, yang sebagian besar
Tujuannya adalah agar ternak dapat
adalah warga transmigrasi asal pulau
lebih mudah dalam mengkonsumsi
Jawa. Jumlah populasi ternak sapi
kedua
saat ini sekitar 597 ekor. Sistem
diharapkan tingkat konsumsi dan
pemeliharaan ternak sapi masih semi
kecernaannya meningkat. Kecernaan
intensif. Pemberian pakan untuk
bahan pakan dapat
ternak sapi berupa rumput alam yang
dengan semakin luasnya permukaan
disabitkan. Berdasarkan pengakuan
bahan yang dapat diakses oleh
petani, rumput alam sebagai pakan
mikroba rumen untuk membentuk
sapi mulai sulit mereka dapatkan.
koloni dan selanjutnya mendegradasi
Setiap
bahan pakan (Ginting, 2011).
harinya
petani
harus
terlebih
dahulu
berupa
menggunakan
bahan
tersebut
mesin
sehingga
meningkat
menempuh jarak yang cukup jauh untuk mencari rumput bagi ternak
Pada
pengkajian
ini,
mereka, sehingga diperlukan biaya
pemberian pakan berupa daun dan
dan
pelepah kelapa sawit menggantikan
waktu
yang
relatif
besar.
369
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
rumput alam untuk ternak sapi
ini
membutuhkan waktu
rendahnya palatabilitas ransum yang
yang lama
untuk masa adaptasinya
diduga
dipengaruhi
oleh
hingga
sebagian besar terdiri dari daun dan
ternak sapi menyukai pakan tersebut.
pelepah kelapa sawit. Bahan pakan
Pada
tingkat
dengan kandungan protein lebih
konsumsi ransum semua perlakuan
rendah dari 7% dilaporkan memiliki
yang mengandung daun dan pelepah
palatabilitas yang rendah pada ternak
kelapa sawit, cenderung rendah.
ruminansia
Setelah satu minggu, ternak mulai
Tabel 1. disajikan komposisi nutrisi
mengkonsumsi daun dan pelepah
dari daun dan pelepah kelapasawit.
sawit dalam jumlah yang sedikit.
Walaupun demikian, terlihat bahwa
Hingga akhir kegiatan, yaitu 3 bulan
pemberian daun dan pelepah sawit
pemberian pakan daun dan pelepah
tidak memberikan efek negatif pada
sawit, tingkat konsumsi ternak masih
metabolisme
awal
kegiatan,
(Trung, 1986).
ternak
Pada
sapi.
lebih kecil dari yang diharapkan. Hal
Tabel 1. Komposisi Kimiawi Daun dan Pelepah Kelapa Sawit. Bahan
PK
Daun Kelapa Sawit 14.8
LK
Selulosa
Hemiselulosa Lignin
Silika
3.2
16.6
27.6
27.6
3.8
0.5
31.7
33.9
17.4
0.6
(%) Pelepah
Kelapa 4.7
Sawit (%) Sumber : Oshio et al (1990), Aliman dan Bejo (1995), Abu Hasan (1995) PK= protein kasar LK= lemak kasar Secara kandungan
perhitungan
nutrisi
dari
ransum
perlakuan disajikan pada Tabel 2.
total digestible nutrient (TDN) atau total zat-zat nutrisi yang dapat dicerna ternak sekitar 50%.
Kandungan nutrisi pakan perlakuan
Pemberian daun dan pelepah
secara perhitungan sudah memenuhi
kelapa sawit dalam pengkajian ini
kebutuhan
sapi
dibedakan antara pemberian segar
kandungan
dan difermentasi. Tujuannya adalah
penggemukan
untuk
ternak
dengan
protein kasar (PK) sekitar 9% dan
untuk
mendapatkan
data
370
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
produktivitas ternak dari pemberian
Starbio
pakan daun dan pelepah dalam
tingkat konsumsi daun dan pelepah
bentuk pengolahan yang berbeda.
kelapa sawit dan keragaan tampilan
Fermentasi daun dan pelepah kelapa
ternak selama pengkajian diamati
sawit menggunakan 4 jenis starter
dan dianalis.
komersial
berbeda,
yaitu
dan
Probion.
Perbedaan
EM4,
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Sapi Pada Pengkajian 2012 Bahan pakan Daun dan pelepah kelapa sawit Bungkil Kelapa Sawit Dedak padi Jumlah
yang
Komposisi (%) 60 25 15 100
BK 51.7
Kandungan Nutrisi (%) PK LK SK 3.5 3.5 29.2
TDN 17.9
22.8 13.2 87.7
3.9 2.0 9.3
20.3 10.5 48.6
1.9 1.3 6.0
2.6 0.6 32.37
Hasil pelaksanaan pengkajian
pertambahan bobot badan harian
telah
ternak sapi ditampilkan pada Tabel
dilaksanakan
berupa
pengamatan keragaan ternak meliputi
3.
Tabel 3. Hasil Penimbangan Bobot Badan Sapi Jantan Selama Pengkajian (JuliSeptember 2011) Perlakuan daun pelepah kelapa sawit -Fermentasi EM4 -Fermentasi Starbio -Fermentasi Probion -Segar
dan BB awal BB (Kg) Akhir (Kg) (T1) (T2) (T3) (T4)
186 207 241 214
204 232 259 255
sawit Hasil menunjukkan perbedaan
analisis
statistik
tidak
terdapat
(P>0,05)
Pertambahan
bobot badan harian (PBBH) antara pemberian daun dan pelepah kelapa
PBB (Kg)
PBBH (Kg/ekor/hari)
18 26 18 41
0,2 0,3 0,2 0,5
segar
maupun
yang
difermentasi. Akan tetapi pemberian daun dan pelepah kelapa sawit dalam bentuk
segar
menghasilkan
pertambahan bobot badan tertinggi. Pemberian daun dan pelepah kelapa 371
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sawit yang telah difermentasi pada
adalah
ternak sapi menghadapi kendala
mikrobia
kurangnya palatabilitas dari pakan
mengubah
tersebut sehingga tingkat konsumsi
dihasilkan sesuatu yang bermanfaat.
ternak rendah. Hal ini diduga karena
Proses fermentasi oleh mikrobia
selama proses fermentasi terjadi
dapat memecah selulosa menjadi
perubahan warna (menjadi agak
komponen lebih sederhana sehingga
kekuningan) dan adanya aroma yang
dapat meningkatkan kecernaan bahan
khas pada daun dan pelepah kelapa
pakan
sawit fermentasi (berbau amonia)
digunakan dalam kegiatan ini adalah
yang
ternak.
Starbio, Probion dan EM4, yang
Diperlukan waktu dan kesabaran
antara lain terdiri dari bakteri-bakteri
petani untuk membiasakan ternaknya
selulolitik, lignolitik yang berfungsi
untuk menyukai pakan olahan hasil
untuk memecah serat yang terdapat
fermentasi, sehingga pengaruh dari
dalam daun dan pelepah sawit
pakan tersebut dapat lebih optimal
sehingga kecernaan limbah kelapa
terhadap produktivitas ternak.
sawit tersebut meningkat. Pada Tabel
satu
kurang
disukai
mengaktifkan tertentu sifat
berserat.
kegiatan
untuk
tujuan
bahan
agar
Starter
yang
Fermentasi merupakan salah
4 disajikan tingkat konsumsi ransum
cara
dan
untuk
melakukan
biokonversi yang banyak dilakukan
konversi
ransum
dari
tiap
perlakuan.
dewasa ini. Prinsip dasar fermentasi
Tabel 4. Rataan Tingkat Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum Pada Pengkajian 2012 Perlakuan Daun dan Pelepah Kelapa Sawit Fermentasi EM4 (T1) -Fermentasi Starbio (T2) -Fermentasi Probion (T3) -Segar (T4)
Pertambahan
bobot
Rataan Tingkat Konsumsi (kg/ekor/hari) 6.13 6.88 6.15 7.10
Konversi Ransum 30.65 22.90 30.75 14.20
badan
dari yang dilaporkan oleh Elizabeth
harian (PBBH) yang didapatkan pada
dan Ginting (2003), yaitu dengan
pengkajian ini sedikit lebih rendah
pemberian ransum 60% pelepah
372
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kelapa sawit, 18 % lumpur sawit,
diwujudkan
sesuai
dengan
18% bungkil inti sawit dan 4 %
diharapkan di provinsi ini.
yang
dedak padi menghasilkan PBBH sapi Bali sebesar 0.58 kg/ekor/hari dan
KESIMPULAN
konversi pakan 13.92. Sementara
Daun dan pelepah kelapa sawit
Zahari et al (2003) melaporkan
dapat digunakan sebagai pakan
PBBH sapi potong sebesar 0.6-0.8
ternak pengganti hijauan alam.
dengan kisaran pemberian pelepah
Pertambahan bobot badan harian
kelapa sawit 30-60 % dan bungkil
(PBBH)
inti kelapa sawit 40- 70%.
dihasilkan dengan pemberian
Pemanfaatan limbah sawit
ternak
sapi
yang
daun dan pelepah kelapa sawit
terutama daun dan pelepah sawit,
segar
pada
sebagai pakan ternak di Propinsi
mencapai 0,5 kg/ekor/hari.
Riau sangat sesuai diterapkan dengan
Provinsi Riau memiliki potensi
adanya perkebunan kelapa sawit
pengembangan
yang
disemua
dengan
kabupaten yang mencapai 1/3 dari
kelapa
total luas perkebunan kelapa sawit
ternak sapi
tersebar
hampir
pengkajian
ternak
pemanfaatan sawit
sebagai
ini
sapi limbah pakan
yang ada di Indonesia. Diharapkan dengan
ketersediaan
limbah
kelapa
pakan
asal
sawit
dapat
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis
meningkatkan jumlah populasi dan
terimakasih
produktivitas ternak sapi. Prediksi
Riset dan Teknologi atas pendanaan
sementara
pada kegiatan pengkajian ini, melalui
untuk
menunjukkan
swasembada
bahwa
daging
di
kegiatan
kepada
mengucapkan
Insentif
Kementerian
Peningkatan
Provinsi Riau diperlukan 39.275 ST
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa
per tahun (Dinas Peternakan dan
(PKPP) 2012.
Kesehatan
Hewan
Riau,
2009).
Provinsi Riau akan mampu mencapai sawasembada daging sapi bilamana program integrasi sapi-sawit dapat
373
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2010. Riau Dalam Angka. BPS Provinsi Riau. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau. 2009. Draft Rancangan Pendekatan Integrasi Sapi Potong dengan Kelapa Sawit.(Tidak dipublikasikan). Diwyanto, K; Kusmaningsih; Katamso 2006. Pengembangan Pembibitan Sapi Dalam Pola Integrated Farming System. Pusat Penelitian Pengembangan Peternakan Deptan RI. Buku Panduan Seminar Nasional Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Sapi Pola Integrasi Tanaman Ternak Dalam Rangka Mendukung Kecukupan Daging 2010, Senin 14 Agustus 2006. Elizabeth, J dan S.P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit Sapi. Bengkulu, 9-10 September 2003. pp: 110 –118. Ginting, S.P. 2011. Optimalisasi Pemanfataan Hasil Samping Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ruminansia. Bunga Rampai Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Haryanto, B. 2004. Sistem Integrasi Padi dan Ternak Sapi (SIPT) dalam Program P3T. Pros. Pekan Padi Nasional, Balai
Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi 15-19 Juli. Ishida, M and O. Abu Hasan. 1997. Utilization of Oil Palm Fronds as Cattle feed. JARQ 31. 4:47. Oshio, S., A. Takigawa. Abe, N. Nakanishi, A.H. Osman, M.J. Daud and D.Ismail. 1990. Processing and utilization of oil palm by-products for ruminants TARC and MARDI. pp. 110. Steel RGD, JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Trung, LE T. 1986. Improving Feeding Values of Crop residue for Ruminants: Principles and Practices. In: Rice Straw and Related Feed in Ruminant Rations. M.N.M. IBRAHIM and J.B. SCHIERE (Eds.). Proc. Intl. Workshop. Straw Utilization Project. Publication No.2. Departement of Tropical Animal Production, Agricultural University, Wageningen, The Netherlands. pp.138 – 154. Zahari, M.W., O.A. Hassan, H.K. Wong and J.B. Liang. 2003. Utilization of oil palm frondbased diets for beef and dairy production in Malaysia. AsianAust. J. Anim. Sci. 16: 625 – 634
374
375
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
KAJIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADA Pennisetum purpureum SCHUM CV MOTT YANG DIINTRODUKSIKAN DI LAHAN PERKEBUNAN KELAPADI SULAWESI UTARA (STUDY ON PLANT PEST OF PENNISETUM PURPUREUM SCHUM CV MOTT IN THE LAND OF PALMPLANTATIONIN NORTH SULAWESI)
Luice A. Taulu dan Paulus C. Paat BPTP Sulawesi Utara, Jl Kampus Pertanian Kalasey Kotak Pos 1345 Manado 95013
ABSTRAK Kajian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada Pennisetum purpureum Schum cv Mott (PpM) yang diintroduksikan di lahan perkebunan kelapa. Lokasi di areal perkebunan kelapa desa Radey kabupaten MinahasaSelatan, Sulawesi Utara. Lahan diolah sempurna kemudian ditanami PpM dengan jarak tanam 100x50 cm, populasi 20.000 tanaman per ha. Pupuk urea 200 kg, SP36 100 kg, dan KCl 50 kg per ha. Pengamatan OPT dengan menggunakan 10 kali ayunan net. Hasil kajian menunjukkan bahwa produktivitas PpM 4,69 kg segar per rumpun pada umur panen 71 hst atau setara 41 ST per ha per tahun. Tingkat serangan OPT menunjukkan bahwa serangan berada pada ambang aman yaitu 5,18%. Data menunjukkan bahwa populas dominan adalah kelompok predator atau musuh alami yang dapat berfungsi menekan hama pengganggu tanaman. Data pengamatan OPT juga menunjukkan bahwa dari sejumlah 8 jenis organisme nampak terdapat 4 predator, 3 hama dan hanya 1 parasit. Disimpulkan bahwa tanaman makanan ternak PpM dapat beradaptasi pada agroekosistem lahan perkebunan kelapa di Sulut. ABSTRACT This study was conducted to determine the level of pests attack for Pennisetum purpureum Schum cv Mott (PPM) which was introduced in the coconut plantations. Locations in the area of coconut village Radey in South Minahasa district of North Sulawesi. Cultivated land perfectly then planted 100x50 cm spacing population of 20,000 plants per ha. This studi used 200 kg urea, 100 kg SP36, and 50 kg KCl per ha. Observations of pests by using 10 times the net swing. The study results showed that the productivity of 4.69 kg of fresh forage harvest at 71 days after plant or equivalent with 41 AU per hectare per year. The level of pest attacks are on the verge of 5.18% safe. The data indicate that the dominant predator or a group of natural enemies that can serve suppress pests. Pest surveillance data also showed that of the 8 types of organisms predator appears there are 4, 3 and only 1 parasite pests. It was concluded that PpM can adapt in coconut plantation area in North Sulawesi.
376
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Berbagai
PENDAHULUAN Pada
akhir-akhir
ini
pengalaman
membuktikan
bahwa introduksi ternak sapi yang tidak
perkembangan sapi terpacu oleh adanya
disertai
stimulus
pakan sering mengalami kegagalan.
pemerintah
kementerian
melalui
pertanian
peningkatan
adopsi
inovasi
untuk
Dari aspek Iptek pertumbuhan
swasembada
peternakan sapi ditentukan oleh tiga
daging tahun 2014. Program ini juga
factor yang sering disebut segi tiga
berimbas di Sulawesi Utara dimana pada
peternakan
lima tahun terakhit terdapat banyak
factor makanan (feeding), factor bibit
paket
(breeding),
mensukseskan
program
bantuan
mendistribusikan
pemerintah
sapi
potong
di
(Banerjee,
dan
(manajement).
factor
1985),
yaitu
tatalaksana
Dari segi pembiayaan
berbagai wplayah dalam bentuk paket
factor
bantuan ternak sapi.
terbesar yaitu sekitar 70-80% dari total
Seiring dengan
tumbuh berkembangnya agribisnis sapi potong
karena
adanya
pakan
menghabiskan
porsi
biaya produksi.
“suntikan”
(treatment) pemerintah pada pelaku
METODOLOGI
usaha, sebenarnya masih ada suatu
Pengkajian
dilaksanakan
di
bidang yang cukup tertinggal yaitu
Desa Radey, Kecamatan Tenga, Kab.
penerapan ilmu pengetahuan dan inovasi
Minahasa Selatan pada bulan Maret
teknologi (iptek) di tingkat pelaku usaha
sampai
di tingkat pedesaan.
dilaksanakan di lahan petani. Pengkajian
Pada kondisi eksisting pedesaan
Nopember
menggunakan
2011
rancangan
dan
acak
di Sulut, hasil penelitian melaporkan
kelompok (RAK) dengan pemupukan
bahwa hanya sekitar 30% dari vegetasi
sebagai perlakuan diulang empat kali.
pastura
Perlakuan
alam yang dapat
dimakan
pemupukan
yaitu
T1=
(edible) untuk ternak sapi, selebihnya
menggunakan dosis pupuk Phonska 300
adalah
1999).
kg/ha + Urea 50 kg/ha, T2= Phonska
kapasitas
300 kg/ha + Urea 100 kg/ha, dan T3=
tampung (carrying capacity) pasture
Phonska 400 kg/ha + Urea 140 kg/ha +
alam termasuk di lahan perkebunan
SP36 10 kg/ha. Setengah dosis pupuk
kelapa hanya 1-2 satuan ternak per ha,
Phonska dan SP36 diberikan pada 10 hst
padahal
inovasi
sedang ½ dosis sisanya dan urea
tanaman pakan unggul dapat mencapai
diberikan pada umur 30 hst. Luas unit
lebih besar dari pada 20 satuan ternak (1
percobaan sekitar 0,5 ha. Rumput pakan
ST = setara 1 ekor sapi dewasa).
ditanam dengan jarak 100 cm antar
gulma
Dilaporkan
juga
dengan
(Kaligis, bahwa
introduksi
377
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
barisan dan 50 cm dalam barisan di
itu ditimbang juga hasil riil per petak
antara kelapa dengan jatak tanam kelapa
perlakuan.
9 x 9 m. Bibit yang digunakan dari
Data
hasil
pengamatan
tanaman yang sudah agak tua terdiri dari
ditabulasi dan dianalisis dengan sidik
dua buku satu ruas (waktu penanaman
ragam (Analysis of Variance) dan bila F
satu buku dalam tanah, satu buku di atas
hitung nyata, diteruskan ke uji BNT-5%
tanah).
(Beda Nyata Terkecil) (Gomez and Pengamatan
terhadap
Gomez, 1993).
komponen agronomi (tinggi tanaman dan
jumlah
anakan
per
rumpun),
dihitung dari rata-rata tinggi tanaman
HASIL DAN PEMBAHASAN a.
Komponen agronomi
pada 30 rumpun tanaman contoh secara
Rata-rata
diagonal (4 ulangan masing-masing 10
Pennisetum purpureum
rumpun) yang dilakukan secara acak
Mott saat devoliasi pertama (75 hst) di
pada setiap perlakuan dan dilakukan
antara perlakuan menunjukan perbedaan
menjelang
Pengamatan
yang nyata secara statistic. Tinggi
(berat batang per
tanaman paling tinggi ditunjukan olah
komponen
panen. hasil
tinggi
tanaman Schum CV
rumun, berat daun per rumpun dan berat
tanaman dengan pemberian
hijauan segar per rumpun) dilakukan
Phonska 300 kg/ha + Urea 100 kg/ha
saat panen dengan mengambil sampel
(T2) yaitu 196,69 cm dibanding dengan
secara acak pada sepuluh rumpun tiap
perlakuan pupuk T1 dan T3 (Tabel 1).
perlakuan. Jenis dan populasi OPT serta
Hal ini diduga pada saat devoliasi
musuh
dengan
pertama tersebut (75 hari) pupuk yang
menggunakan jaring serangga dengan
diberikan belum semua terserap oleh
lima kali ayunan tiap perlakuan diulang
tanaman.
alami
diamati
pupuk
empat kali dilakukan pada 30 dan 60 hst.
Rata-rata jumlah anakan/tunas
Serangga yang terperangkap kemudian
per rumpun pada saat devoliasi pertama
diidentifikasi.
Tingkat serangan hama
menunjukan dengan aplikasi pupuk
perusak daun diamati pada 30 dan 60 hst
Phonska 400 kg/ha + Urea 140 kg/ha +
sedang
SP36 10 kg/ha (T3) lebih tinggi
tingkat
serangan
penggerek
batang dilakukan saat tanaman dipanen. Produksi hasil dihitung dengan
dibanding dengan perlakuan T1 dan T2. Pada saat itu diduga suplai hara tanaman
mengambil ubinan 1 x 1 m dan ubinan
dimanfaatkan
2,5 x 2,5 m diulang tiga kali yang
(Tabel 1).
untuk
produksi
tunas
dilakukan pada setiap perlakuan. Selain
378
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman Pennisetum purpureum Schum CV Mott saat panen dan rata-rata jumlah anakan/tunas per rumpun Perlakuan
Rata-rata tinggi tanaman
Rata-rata jumlah anakan
(cm)
per rumpun
T1
187,81 a
12,19 a
T2
196,69 b
16,88 bc
T3
186,25 a
17,75 c
*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan yang diikuti huruf yang
b.
sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.
Tingkat serangan OPT Beberapa OPT yang ditemukan dominan menyerang tanaman adalah hama
perusak daun dan penggerek batang, sedang penyakit tidak ditemukan. Tabel 2. Jenis serangga hama dan serangga musuh alami serta rata-rata populasi serangga hama dan musuh alami yang ditemukan yang terkoleksi melalui jarring serangga. No
Jenis serangga
Rata-rata populasi serangga pada perlakuan T1
T2
T3
30 hst
60 hst
30 hst
60 hst
30 hst
60 hst
1,0
1,25
1,0
1,0
0,75
1,75
Serangga hama 1.
Penggerek batang (ngengat)
2.
Belalang
2,0
2,5
2,75
2,0
2,5
1,75
3.
Wereng daun
6,0
3,25
2,0
1,0
1,0
1,0
4.
Kumbang perusak daun
2
2,25
1,0
1,5
1,25
1,25
3,25
5,0
2,0
3,0
2,5
7,0
Musuh alami 1.
Laba-laba
2.
Semut rang-rang
0
2
0
1
0
3
3.
M.sexmacullatus
1
1
1
0,75
2
1
4.
P. fuscipes
0
0
1
0,75
1,75
1,0
5.
Belalang predator
0
1
0
1
0,5
2,0
6.
Tabuhan (Baconidae)
0
0
0
0
0,5
0,75
379
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kutu daun ditemukan juga di
teridentifikasi ada enam jenis (5 jenis
pertanaman tetapi populasinya sangat
predator dan 1 jenis parasitoid). Dari
rendah. Hasil identifikasi serangga yang
data tersebut menunjukan populasi hama
terperangkap dalam jaring serangga
tidak berkembang karena diimbangi
disajikan pada Tabel 2 (Anonim. 2000;
dengan jenis dan populasi musuh alami
2003)
serangga hama Tabel 2 menunjukan jumlah
serangga melalui
hama jaring
yang
tersebut
yang banyak.
berpengaruh
juga
Hal
terhadap
terperangkap
tingkat serangan hama perusak daun dan
jumlahnya
penggerek batang yang rata-rata kurang
serangga
sangat sedikit. Jenis musuh alami yang
dari 10% (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata tingkat serangan hama (%) perusak daun dan penggerek batang pada rumput pakan Pennisetum purpureum Schum CV Mott Perlakuan
Rata-rata tingkat serangan hama (%) Perusak daun
T1
Penggerek batang
5,69 a
7,99 c
T2
7,45 bc
5,19 bc
T3
9,36 c
2,36 a
*) Angka pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan yang diikuti huruf yang
sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.
Tabel 3 menunjukan tingkat
tinggi ditemukan pada perlakuan T1
serangan hama perusak daun paling
yaitu 7,99% diikuti oleh T2 dan T3 yaitu
tinggi ditemukan pada perlakuan T3
5,19% dan 2,36%.
yaitu 9,36% diikuti T2 dan T1 masing-
yang rendah pada perlakuan T3 (dengan
masing 7,45% dan 5,69%.
Hal ini
phonska 400 kg/ha + 140 kg urea +
pemberian
Sp36 10 kg) diduga menyebabkan
diduga
disebabkan
pupuk pada
oleh
perlakuan T3 dimana
jaringan
tanaman
Tingkat serangan
terutama
bagian
dengan pemberian Phonska 400 kg/ha
batang menjadi lebih kekar/keras. Pupuk
ditambah
kg/ha
phonska 400 kg/ha berarti mengandung
tanaman
60 kg K. Kalium sangat berpengaruh
terutama bagian daun yang menjadi
terhadap kekerasan jaringan tanaman.
lebih
Apabila jaringan tanaman yang lebih
dengan
merangsang
subur.
urea
140
pertumbuhan
Sebaliknya
tingkat
serangan hama penggerek batang paling
380
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
keras, tanaman akan menjadi kurang
bagian batang terutama protein dan
disenangi oleh serangga hama.
energi (Urribari et.al.
2005) Hasil
analisis statistik terhadap rata-rata berat daun per rumpun tidak menunjukan
c. Hasil dan produktivitas Bagian tanaman purpureum
Schum CV
Pennisetum Mott
perbedaan
yang
yang
nyata
perlakuan pemupukan.
di
antara
Tetapi ada
menjadi pakan adalah hijauan segarnya
kecenderungan rata-rata berat daun per
(daun dan batang muda). Pada devoliasi
rumpun paling tinggi ditunjukan oleh
75 hst, 10 cm hijauan
tanaman dengan perlakuan pemupukan
diatas tanah
seluruhnya diambil untuk pakan tenak
T2 yaitu 2,196 kg.
sapi. Rata-rata berat daun, batang dan
hijauan segar per rumpun paling tinggi
hijauan segar per rumpun disajikan pada
juga ditemukan pada perlakuan T2 yaitu
Tabel 4.
Hasil analisis nilai gizi
4,691 kg dan berbeda nyata secara
Pennisetum purpureum Schum CV Mott
statistic dengan perlakuan T1 yaitu
menunjukan bahwa
3,569 kg tetapi tidak berbeda nyata
kandungan gizi
bagian daun jauh lebih tinggi dibanding
Rata-rata berat
dengan perlakuan T3 yaitu 4,325 kg.
Tabel 4. Rata-rata berat (kg) batang, daun,dan hijauan segar serta produktivitas rumput pakanPennisetum purpureum Schum CV Mott
Perlakuan
Rata-rata berat (kg) per rumpun
Produktivitas
Batang
Hijauan segar
(t/ha)
daun
T1
2,000 ns
1,569 ns
3,569 a
2,356 a
T2
2,495
2,196
4,691 b
3,096 b
T3
2,355
1,970
4,325 ab
2,855 ab
*) Angka pada kolom yang sama masing-masing perlakuan yang diikuti huruf yang
sama tidak berbeda nyata 5% berdasarkan uji BNT.
Rata-rata berat hijauan segar per rumpun
berbeda nyata secara statistic dengan
berpengaruh
produktivitas
perlakuan T3 yaitu 2,855 t/ha tetapi
Produktivitas tanaman pada
berbeda nyata dengan perlakuan T1
tanaman.
terhadap
devoliasi 75 hst menunjukan perlakuan
yaitu 2,356 t/ha.
T2 mencapai 3,096 t/ha dan tidak
seperti
data
Dengan perhitungan
pada
Tabel
4
maka
381
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
kombinasi pupuk phonska 300 kg
Penelitian dan Pengembangan
dengan urea 100 kg dapat menghasilkan
Tanaman Pangan
carrying capacity 41,12 ST per ha. .
Anonim.
2000.
Hama dan Penyakit
Tanaman
Badan
Penelitian dan Pengembangan
KESIMPULAN - Introduksi
rumput
pakan
Pennisetum purpureum Schum CV
Jagung.
Mott di antara pohon
Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Padi. 2005. Masalah
Lapang
Hama,
kelapa menunjukan penampilan
Penyakit,
Hara
dan hasil produksi yang baik
Badan
Penelitian
sehingga sangat potensial untuk
Pengembangan Pertanian.
dikembangkan di Sulut dalam
Kaligis, D.A. and C. Sumolang. 1999.
upaya
pengembangan
ternak
Forage
species
pada
for
padi. dan
coconut
sapi potong menunjang swa
plantation in Nort Sulawesi.
sembada daging 2014.
Proceedings
- Tingkat
serangan
rumput
Forages for Plantation Crops,
Pennisetum
Editors : H.M. Shelton and
purpureum Schum CV
Mott
yang diintroduksi di atara pohon kelapa sangat rendah karena diimbangi musuh
dengan
alami
yang
adanya cukup
W.W.
purpureum Schum CV pada
berkembang.
diimbangi
dengan
lahan di
kering
Seminar
Sehari
Inovasi
Teknologi
Sulawesi
Pertanian.
serangan OPT.
Utara.
Balai Besar Pengkajian dan
jaringan
tanaman dapat terhindar dari
dataran Prosing
Pengembangan
sehingga
Mott
Sulut.
pemberian K untuk memperkuat tanaman
ACIAR
Polakitan, D. 2009. Kajian Pennisetum
rendah
- Dengan pemberian N yang cukup
Stur.
Proceedings, No. 32. P. 45-48.
sehingga populasi hama tidak
harus
Workshop
pada
OPT
pakan
of
Teknologi
Polakitan, D. 2009. Kajian produksi rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum Schum CV lahan
DAFTAR PUSTAKA
pada
Anonim. 2003. Masalah Lapang hama,
rendah iklim basah di Sulut. .
penyakit, hara pada padi. Pusat
Prosing Seminar Sehari Inovasi Teknologi
kering
Mott)
Sulawesi
dataran
Utara.
382
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi
Pertanian. Bogor. Steel, R.G.D. and J.H.Torrie.
1975.
Principles and Prosedures of Statistics.
McGraw-Hill Book
Company, Inc. New York. Urribari, L.,A. Ferrer, and A. Collina. 2005.
Leaf
ammonia elephant
protein
treasted grass
from dwarf
(Pennisetum
purpureum Schum CV Mott). Journal
of
Applied
Biochemistry
and
Biotechnology. Humana Press Inc. Vol.22, No.3, p. 72=730
383
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
INTRODUKSI TANAMAN PAKAN UNGGUL PENNISETUM PURPUREUM SCHUM Cv. MOTT DI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG DI SULUT (INTRODUCTION OF PENNISETUM PURPUREUM SCHUM Cv. MOOT IN SENTRA CATTLE PRODUCTION IN NORTH SULAWESI)
Paulus C. Paat dan Luice A. Taulu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulut Jl. Kampus Pertanian Kalasey, Kotak Pos 1345 Manado 95013 Email:
[email protected]
ABSTRAK Pengkajian bertujuan menyebarkan dan mengkaji adaptasi Pennisetum purpureum Schum cv. Mott (diringkas PpM) terhadap lingkungan pengembangan baru di sentra produksi sapi di Sulut. Penanaman dilaksanakan di tiga agroekosistem berbeda yakni lahan kering dataran rendah (LKDR), lahan kering dataran medium (LKDM), dan lahan kering dataran tinggi (LKDT) masing-masing luas 0,3 ha. Lahan diolah sempurna kemudian ditanami PpM dengan jarak tanam 100x50 cm sehingga populasi potensial adalah 20.000 tanaman per ha. Pupuk urea 200 kg, SP36 100, dan KCl 50 kg per ha sesuai analisis hara tanah teknik PUTK. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa produksi hijauan segar pada devoliasi I (75 hst) adalah 4,69; 1,58; dan 3,37 kg per rumpun secara berurutan untuk LKDR, LKDM (musim kering), dan LKDT. Hasil analisis menunjukkan bahwa carrying capacity berturut-turut 41,11; 13,84; dan 29,54 ST per ha per tahun berurutan untuk LKDR, LKDM dan KLDT. Dalam kegiatan Temu Lapang Dinas Peternakan mengadopsi 25 ha sebagai kebun rumput unggul. Disimpulkan bahwa adaptasi tanaman pakan Pennisetum purpureum Schum cv. Mott terhadap lingkungan pengembangan baru di Sulut cukup tinggi sehingga mampu meningkatkan carrying capasity lahan penggembalaan sampai melebihi 30 ST per ha. Kata Kunci: Pennisetum purpureum Schum cv. Mott, Agroekosistem, Adaptasi ABSTRACT The assessment aims to expand and examine the adaptation of Pennisetum purpureum Schum cv. Mott to the new development environment in cattle production center in North Sulawesi. Planting carried out in three different agroecosystem zone (low land area, medium area, and up land area) each spacious 0.3 ha. Perfectly cultivated land is then planted with spacing ppm 100x50 cm so that the potential population of 20,000 plants per ha. 200 kg urea, SP36 100, and KCl 50 kg per ha corresponding soil nutrient analysis. Observations showed that the production of fresh forage on devoliasi I (75 dap) was 4.69; 1.58, and 3.37 kg per plant in order to Low Land Area, Midel Land Area (dry season), and Up Land Area. The analysis showed that carrying capacity respectively 41.11; 13.84, and 29.54 AU per ha per year respectively for LLA, MLA and ULA. In this activity, Nort Sulawesi Animal Survice adopted the 25 ha as a garden pastures. It was concluded that the adaptation of Pennisetum purpureum Schum cv. Mott in North Sulawesi sufficiently high so as to increase pasture carrying capasity to exceed 30 ST per ha.
384
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Key words: Pennisetum purpureum Schum cv. Mott, LLA, MLA, ULA, Adaptation assessment
tropis yang tinggi nilai nutrisinya karena
PENDAHULUAN Pada kondisi eksisting pedesaan
kandungan serat kasar yang rendah.
di Sulut, hasil penelitian melaporkan
Polakitan (2009) melaporkan bahwa
bahwa hanya sekitar 30% dari vegetasi
perbandingan daun : batang adalah
pastura
50:50%, bandingkan dengan rumput
alam yang dapat
dimakan
(edible) untuk ternak sapi, selebihnya adalah
gulma
1990).
Flores dkk (2008) melaporkan
kapasitas
bahwa respon ternak domba terhadap
tampung (carrying capacity) pastura
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
alam termasuk di lahan perkebunan
cukup tinggi, baik konsumsi bahan
kelapa di Sulut hanya 1-2 ST per ha,
kering
padahal
inovasi
organic maupun serat kasar. Rumput ini
tanaman pakan unggul dapat mencapai
terdapat struktur serat yang kurang kuat
lebih besar dari pada 20 Satuan Ternak (
pada dinding sel sehingga banyak
1 ST = setara 1 ekor sapi dewasa).
terdapat karbohidrat mudah tercerna.
Dilaporkan
juga
dengan
(Kaligis,
Gajah 30:70%.
bahwa
introduksi
maupun
daya
cerna
bahan
Rumput Pennisetum purpureum
Dilaporkan juga bahwa pada musim
Schum cv. Mott memiliki keunggulan
kemarau maupun hujan tidak terjadi
yang dapat menjadi harapan baru bagi
perubahan fisik pada daunnya.Ibrahim
pengembangan peternakan sapi di Sulut.
(989) melaporkan bahwa dwarf elephant
Hasil pengujian pada lahan kering
grass memiliki daya cerna N dan bahan
dataran rendah iklim basah di Sulut
kering tertinggi dibandingkan rumput-
melaporkan
rumput tropis lainnya.
bahwa
produktivitas
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
Bibit rumput ini diintroduksi
adalah 222 ton BK/ha/tahun yang terdiri
dari Filipina ke Sulawesi Utara oleh
dari
8 kali panen per tahun dengan
seorang peneliti dari Universitas Sam
interval panen 40-45 hari (Polakitan,
Ratulangi Manado pada tahun 2003,
2009). Beberapa keunggulan rumput
akan tetapi justru berkembang di kebun
unggul baru ini sebagaimana dilaporkan
bibit BPTP Sulut mulai tahun 2005.
Urribarri dkk (2003) antara lain adalah :
Hasil pengujian pada lahan kering
kandungan protein 10-15% tergantung
dataran rendah iklim basah di Sulut
umur panen, tanaman tahunan yang
melaporkan produktivitas Pennisetum
tinggi produksi, dan tanaman rumput
purpureum Schum cv. Mott adalah 222
385
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
ton BK/ha/tahun. Saat ini benih Rumput
tanaman per ha. Pupuk urea 200 kg,
Gajah Dwarf cukup tersedia di kebun
SP36 100, dan KCl 50 kg per ha sesuai
benih BPTP Sulut yang sudah waktunya
analisis hara tanah teknik PUTK. Hasil
untuk disebar ke sentra produksi sapi
pengamatan
potong untuk mengatasi kekurangan
produksi hijauan segar pada devoliasi I
pakan bermutu.
(75 hst) adalah 4,69; 1,58; dan 3,37 kg
Pengkajian mengkaji
ini
adaptasi
bertujuan
tanaman
pakan
lingkungan
pengembangan
baru dan respon pelaku usaha.
LKDR, LKDM, dan LKDT. Temu
pihak-pihak
terkait
tentang
teknologi yang akan disebarkan untuk
Introduksi
Pennisetum
Schum
agroekosistem
dilaksanakan
dengan tujuan menggali umpan balik
dan
dilaksanakan
Lapang
dari petani penyuluh pertanian lapangan
METODOLOGI
purpureum
bahwa
per rumpun secara berurutan untuk
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott terhadap
menunjukkan
di
cv.
Mott
tiga
berbeda
wilayah
yakni
lahan
kering dataran rendah (LKDR), lahan
perencanaan
lebih
mengupayakan
lanjut
alih
dan
pengetahuan,
pengalaman serta kemampuan dalam penerapan
teknologi
dari
petani
kooperator kepada petani lainnya.
kering dataran medium (LKDM), dan Data
lahan kering dataran tinggi (LKDT) masing-masing luas 0,3 ha. LKDR berlokasi di desa Radey pada elevasi 50 m dpl, LKDM berlokasi di desa Kayuuwi pada elevasi 600 m dpl, dan LKDT di desa Guwaan pada elevasi 100 m dpl. Ke tiga agroekosistem tersebut merupakan representasi dari wilayahwilayah sentra produksi sapi potong di Sulawesi Utara. Kegiatan berlangsung Mei sampai dengan Oktober 2011. Lahan kemudian
diolah ditanami
sempurna
tanam
populasi
100x50
potensial
diamati
adalah
keragaan tanaman meliputi produktivitas hijauan segar, jumlah tunas, tinggi tanaman, bobot batang dan daun. Selain itu diamati juga kandungan nutrisi bagian
tanaman
melalaui
analisis
laboratorium. Untuk melihat ketahanan tanaman terhadap organism pengganggu tanaman
maka
dilakukan
pengamatan
tersebut
menggunakan
pukat
juga dengan
perangkap
serangga.
Pennisetum
purpureum Schum cv. Mott jarak
yang
cm adalah
dengan sehingga 20.000
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan
Pennisetum
purpureum
Schum cv. Mott
386
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Sebagaimana diuraikan
yang
terdahulu
penyelenggaraan
kegiatan
ini
telah
segar 4,69 kg per rumpun. Dengan
bahwa
asumsi jarak tanam 100 x 50 cm atau
amat
20.000
populasi
tanaman
per
ha
terpengaruh dengan cuaca yang tidak
dikurang 20% tidak efektif menjadi
menentu sehingga dari ke empat lokasi
hanya 16.000 populasi tanaman, maka
introduksi hanya Lokasi Radey yang
potensi hasil pada panen pertama adalah
dapat dikontrol dengan baik karena
75.040 kg per panen. Dengan jarak
mudah mendapatkan irigasi pada musim
devoliasi 45 hari maka dalam setahun
kemarau.
Lokasi
terdapat 8,3 kali panen sehingga hasil
Pinapalangkow, Kayuuwi dan Guwaan
pakan segar pertahun adalah 600.320 kg
mengalami kesulutan mengontrol. Di
per ha per tahun. Jika jumlah konsumsi
Radey devoliasi pertama dilaksanakan
per ekor sapi per hari adalah 40 kg segar
tepat sesuai jadual yaitu umur tanaman
maka carrying capasity Pennisetum
75 hst. Sementara itu di Kayuuwi dan
purpureum Schum cv. Mott per ha lahan
Guwaan dengan kemarau yang ekstrim
di bawah kelapa adalah 41,11 ST.
Sebaliknya
pada
terutama pada bulan Juli – September
Data hasil hitungan 41,11 ST
2011 tanamannya tertekan sehingga
per ha sesungguhnya masih merupakan
devoliasi pertama dilaksanakan pada
data awal. Data yang lebih mendekati
umur tanaman 100 hst.
untuk digunakan dalam perhitungan
Tabel 1 menampilkan keragaan
carrying capasity adalah data panen
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
kedua (45 hari setelah panen pertama),
yang sangat bervariasi antar lokasi pada
panen kedua, dan ketiga dan seterusnya
panen pertama umur. Pada kondisi
dengan interval panen 45 hari. Oleh
normal di lahan perkebunan kelapa
karena
sebagaimana keragaan di lokasi Radey
masih
nampak pada devolias pertama (umur
mendapatkan data produksi yang lebih
tanaman 75 hst) menghasilkan pakan
akurat.
itu
pengamatan
harus
selanjutnya
dilanjutkan
untuk
387
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 1. Keragaan Pennisetum purpureum Schum cv. Mott pada devoliasi 75 hari hst Lokasi
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah Prod. tunas/rumpun hijauan (batang) segar per rumpun (kg) 16,87 4,69
Prod. batang per rumpun (kg)
Prod. daun per rumpun (kg)
Tingkat serangan penggerek batang (%)
Radey
196,68
2,49
2,19
5,19
Pinapalangkow -
-
-
-
-
-
Kayuuwi
147,25
33,33
1,58
1,00
0,58
0
Guwaan
145,23
31,62
3,37
1,66
1,81
0
Rataan
163,05
27,21
3,21
1,72
1,50
1,73
Devoliasi
lokasi
yang optimal mendukung produktivitas
Pinapalangkow belum dapat dilakukan
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
karena penanamannya baru dilakkukan
di lahan perkebunan kelapa Radey
pada
Mimahasa.
tanggal
di
19
September
2011
Pupuk
yang
dugunakan
sehingga tanamannya akan berumur 75
adalah pupuk komersil yang banyak
hari pada tanggal 4 Desember 2011.
beredar di pasaran sampai ke tingkat
Pada kondisi ekstrim kemarau keragaan
desa.
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
menggunakan
di Kayuuwi hanya menghasilkan 1,58 kg
Ponska 300 kg/ha + Urea 50 kg/ha, T2=
segar per rumpun atau setara carrying
Ponska 300 kg/ha + Urea 100 kg/ha, dan
capasity 13,84 ST per ha, sedangkan di
T3= Ponska 400 kg/ha + Urea 140 kg/ha
Guwaan menghasilkan 3,37 kg segar per
+ SP 10 kg/ha.
rumpun atau setara 29,54 ST per ha. Untuk
melihat
respon
Perlakuan
pertama
komposisi
(T1) Ponska
Tabel 2 menyajikan keragaan Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
pada
pada
devoliasi 75 hari hst. Pada kondisi
pemupukan
keragaan
produksi
kimia hijauan
terhadap maka
normal
berbagai
level
(musim
pupuk
kemarau
pada
tetapi
dilakukan kegiatan penelitian super
menggunakan irigasi air sungai) terjadi
impose di Desa Radey yang lahannya
perbedaan hasil antar T1, T2 dan T3.
berbasis perkebunan kelapa berumur
Data
sekitar 50 tahun dan jarak tanam 9 x 9 m
optimal adalah T2 di mana kombinasi
pola segi empat. Pupuk diformulasikan
pupuk urea 300 kg/ha dengan 100 kg
dalam 3 level untuk menguji dosis mana
Urea.
menampakkan
bahwa
dosis
388
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 2. Keragaan Pennisetum purpureum Schum cv. Mott dengan perlakuan pupuk pada devoliasi 75 hari hst di Radey Minahasa. Tinggi Jumlah Prod. Prod. Prod. Tingkat Perlakuan tanaman tunas/rumpun hijauan batang daun per serangan (cm) (batang) segar per per rumpun penggerek rumpun rumpun (kg) batang (%) (kg) (kg) T1
187.8125
12.1875
3.5688
2
1.5687
7.995
196.6875
16.875
4.6913
2.495
2.1963
5.19
186.25
17.75
4.325
2.355
1.97
2.3625
190.25 15.60 4.19 2.28 1.91 Ket: T1= Ponska 300 kg/ha + Urea 50 kg/ha T2= Ponska 300 kg/ha + Urea 100 kg/ha T3= Ponska 400 kg/ha + Urea 140 kg/ha + SP 10 kg/ha
5.18
T2 T3 Rataan
Pada hasil yang optimal tersebut
menunjukkan bahwa kandungan gizi
produktivitas hijauan pakan adalah 4,69
bagian daun jauh lebih tinggi darp pada
kg
Dengan
bagian batang terutama protein dan
perhitungan seperti data pada Tabel 1
energi. Sebagai pembanding adalah hasil
maka kombinasi pupuk Ponska 300 kg
analisis proksimat bahan pakan dedak
dengan Urea 100 kg dapat menghasilkan
padi yang seruing digunakan sebagai
carrying capasity 41,12 ST per ha.
pakan suplemen sapi potong di pedesaan
Sejalan dengan itu hasil analisis nila gisi
Sulut.
segar
per
rumpun.
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
Tabel 3. Hasil analisis lab Pennisetum purpureum Schum cv. Mott Jenis Bahan
Protein
Lemak
Energi
SK
ABU
NDF
ADF
Lignin
Ca
g / 100 g
g / 100 g
kcal / kg
g / 100 g
g / 100 g
g/ 100 g
g / 100 g
g / 100 g
g/ 100 g
Bagian batang 3,52 1,19 2178 18,26 10,31 41,64 20,81 1,16 Bagian daun 8,38 3,36 3655 29,43 14,26 53,37 36,94 2,20 Dedak Padi 6,44 7,69 3910 26,18 15,59 * * * Sumber : Data primer analisis pada Laboratorium Uji Pengujian BalitnakBogor
Tabel 4. Hasil pengamatan hama (Dengan Net 10 x ayunan No. Jenis Serangga /Status Rata-rata jumlah populasi pada 389
P g/ 100 g
0,17
0,36
0,45
0,40
0,02
0,78
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1 2 3 4 5 6 7. 8
Balalang daun/H Wereng daun/H Kumbang perusak daun/H Laba-laba /Pred. Semut rang-rang /Pred. Kumbang Coccinelidae/Pred. Conocephalus longipennis /Pred. Tabuhan (Parasit)
Hasil
pengamatan
tentang
perlakuan 1 1 1 1 7 1 0 0 4 dan
2 2 6 4 5 0 0 0 6
3 0 4 1 2 2 1 2 4
pihak-pihak
terkait
tingkat serangan hama dan penyakit
teknologi
menunjukkan bahwa serangan hama
disebarkan untuk perencanaan lebih
berada pada ambang aman yaitu hanya
lanjut
5,18%. Data menunjukkan bahwa dari
pengetahuan,
sekian banyak serangga, bagian terbesar
kemampuan dalam penerapan teknologi
adalah kelompok predator atau musuh
dari petani kooperator kepada petani
alami yang dapat berfungsi menekan
lainnya. Temu lapang diikuti perutusan
hama pengganggu tanaman. Tabel 4
kelompok tani sasaran, stakeholder dan
menyajikan data pengamatan hama yang
pengambil kebijakan, penyuluh, peneliti,
menggunakan net dengan 10 ayunan.
dan pemangku kepentingan lainnya.
Dari sejumlah 8 jenis organisme nampak terdapat 4 predator, 3 hama dan hanya 1 parasit.
dan
yang
akan
mengupayakan
alih
pengalaman
serta
Dalam temu lapang didiskusikan tentang
keunggulan
Pennisetum
purpureum Schum cv. Mott (PpM) sistem budidaya, panen dan pengolahan
Temu Lapang Temu lapang merupakan forum pertemuan anatara peneliti dan penyuluh pertanian, petani, penyuluh pertanian di lapangan, pemerintah daerah dan pihakpihak
pertanian
tentang
yang
menyaksikan keunggulan
terkait
lainnya
dan
untuk
membahas
kesempatan
itu
nara
sumber dari BPTP melatihkan metode pembuatan silase sebagai salah satu pengaweta hijauan pakan yang relatif dapat mempertahankan kualitas hijauan pakan segar. Beberapa respon dan tanggapan
sudah
yang positif dalam temu lapang adalah
berlangsung tanggal 10 Oktober tahun
kebanyakan peserta yang berjumlah
2011 di lokasi desa Radey Minahasa
sekitar 60 orang membawa pulang benih
yang bertujuan menggali umpan balik
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
dari petani penyuluh pertanian lapangan
untuk diperbanyak di lokasi masing-
Temu
yang
Dalam
di
introduksi.
teknologi
hasil.
lapang
390
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
masing. Pada kesempatan yang sama
potong
di
tingkat
desa
pada
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten
kabupaten sentra produksi sapi.
Minahasa Selatan menetapkan bahwa
2. Introduksi Pennisetum purpureum
pembangunan kebun rumput unggul
Schum cv. Mott atau Dwafr Elephand
seluas 25 ha yang sudah diprohramkan
Grass (Rumput Gajah Genja) yang
terdahulu akan menggunakan benih
diikuti
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
Lapang yang dihadiri pengambil
yang nantinya akan berlokasi di desa
kebijakan, petani dan penyuluh selain
Ongkaw Satu dan Desa Popontolen.
mempercepat pertumbuhan inovasi
dengan
kegiatan
Temu
Introduksi benih unggul rumput
iptek tepat guna tentang penyediaan
Pennisetum purpureum Schum cv. Mott
hijauan pakan yang berproduksi dan
di
potong
bermutu tinggi, juga memperluas
mendorong
adopsi. Dalam tahun yang berjalan
sentra
produksi
disamping
sapi
sudah
penyebaran dan peningkatan adopsi
ini
akan
diadopdi
oleh
Dinas
inovasi juga mempelajari daya adaptasi
Peternakan setempat seluas 25 ha
terhadap berbagai lingkungan spesifik
sebagai kebun rumput unggul.
lokasi di Sulawesi Utara. Selanjutnya
3. Adaptasi tanaman pakan Pennisetum
setelah berkembang tanaman pakan ini
purpureum Schum cv. Mott terhadap
akan
menjadi
pengembangan
harapan sapi
baru
bagi
lingkungan pengembangan baru di
potongdi
Sulut
Sulut cukup tinggi sehingga mampu
yang selama ini masih kekurangan
meningkatkan
pakan bermutu dalam jumlah cukup.
lahan penggembalaan dari hanya 2
Selama kegiatan berlangsung sering
ST per ha menjadi sampai melebihi
terjadi kunjungan lapang bagi kelompok
30 ST per ha.
ternak atau indifidu petani.
carrying
capasity
4. Disarankan bahwa pengembangan Pennisetum purpureum Schum cv. Mott atau Dwafr Elephand Grass
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Introduksi Pennisetum purpureum Schum cv. Mott atau Dwafr Elephand Grass (Rumput Gajah Genja) dengan pendekatan agribisnis
agroekosistem telah
memperluas pengembangan.
mendorong
dan dan
penyebaran,
harus memperhatikan irigasi pada musim kemarau yang ekstrim. Untuk menjaga keberlanjutan produksi tetap tinggi
maka
kebun
rumput
dialokasikan berdekatan atau dapat dijangkau dengan air permukaan.
Pemanfaatannya
nanti akan mendorong agribisnis sapi
DAFTAR PUSTAKA
391
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Dinas Pertanian Peternakan Sulut, 2009. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Dinas Perkebunan Provinsi Sulut. Manado. Dinas Peternakan Sulut 994. Statistik
PROCEEDINGS, No. 32. P:4548. Polakitan. D. 2009. Kajian Pennisetum purpureum Schum cv Mott pada lahan kering dataran rendah di
Peternakan Sulut 993. Dinas
Sulut. Prosiding Seminar Sehari
Peternakan Sulut
Inovasi Teknologi Sulawesi
Dinas Peternakan Sulut 2009. Statistik Peternakan Sulut 2008. Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut Flores, J.A., J.E. Moore, and L.E.
Utara. Polakitan, D. 2000. Kajian produksi rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum Schum cv Mott) pada
Sollesberg. 2005. Determinants
lahan kering dataran rendah
of forage quality in Pensacola
iklim basah di Sulut. Prosiding
bahiagrass and Mott elephant
Seminar Sehari inovasi
grass. Journal of Animal
teknologi Pertanian Sulawesi
Science, Dep Of Animal
Utara, BPTP Sulut.
Science, Univ Of Florida, Vo. 7 Ibrahim,M.A. 1989. Respone of Dwarf
Soekartawi. 1988. Sistem Usahatani
Elephant Grass (Pennisetum
dan Metode Penelitian Petani
purpureum Schum cv Mott) to
Kecil. Cet. I. LP3ES, Jakarta.
different frequencies and intensities of grazing in the
Steel,R.G.D and J.H. Torrie.
1975.
hummid zone at Guaples Costa
Principles and Procedures of
Rica. Thesis Magister. Centro
Statistics. McGraw-Hill Book
Agronomo Tropical de
Company, INC. New York.
investigaciony Esenanza Tarialbu, Costa Rica. Kaligis, D.A. and C. Sumolang. 99.
Urribari, L., A. Ferrer, and A. Collina. 2005. Leaf protein from
Forage species for coconut
ammonia treasted dwarf
plantation in North Sulawesi.
elephant grass (Pennisetum
Proceedings of Workshop
purpureum Schum cv Mott).
Forages for Plantation Crops,
Journal of Applied
Editors : H.M. Shelton and
Biochemistry and
W.W. Stur. ACIAR
Biotechnology. Humana Press Inc. Vo. 22, No. -3, p: 72-730
392
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PEMENUHAN GIZI SAPI BALI BETINA BUNTING MENGGUNAKAN KOMBINASI PAKAN LOKAL (Heifer Nutrient Fulfillment Using Feed Local Combination) SALFINA NURDIN AHMAD1, TWENTY LIANA1, DAN LUH GEDE ARSITI2 1
Bali Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Jl. G. Obos, Km. 5, Palangka Raya, 73111 2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat E-mail Penulis:
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan biomass lokal yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan merupakan alternatif pilihan untuk dijadikan kombinasi pakan lokal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian silase pelepah sawit, dedak dan probiotik bio-cass sebagai pakan penguat terhadap reproduktivitas sapi betina bunting. Pengujian dilakukan menggunakan 15 ekor sapi bunting selama 4 bulan yang dibedakan menjadi lima macam perlakuan, yaitu : PI (rumput + probiotik Bio-cas + silase pelepah sawit + dedak); PII (dedak + Probiotik Bio-cass + rumput); PIII (silase pelepah sawit + probiotik Biocass + rumput); PIV (rumput + Bio-cass); dan PV (Kontrol = rumput yang biasa diberi petani). Parameter adalah rerata pedet yang dilahirkan (%), rerata bobot lahir pedet (kg), rerata kematian pedet (%) dan rerata birahi kembali setelah melahirkani (hari).Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL analisis data dengan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan rerata pedet yang dilahirkan adalah 66.66 -100.00%, dimana perlakuan PI, PII dan PIII berbeda nyata dengan perlakuan PIV dan PV. Reratabobot lahir (kg) antara 12 – 16 kg, tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Rerata kematian pedet (%) antara 0 - 33.33%, PI, PII dan PIII berbeda nyata dengan perlakuan PIV dan PV. Rerata birahi kembali setelah melahirkan antara 52 – 72 hari, perlakuan PI, PII dan PIII berbeda nyata dengan perlakuan PIV dan PV. Disimpulkan bahwa penggunaan silase pelepah sawit, dedak dan probiotik bio-cass sebagai kombinasi pakan local dapat meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas pada pedet dan indukan. Kata Kunci: Sapi betina bunting, pakan tambahan, produktivitas dan reproduktivitas ABSTRACT The use of local biomass which mainly agricultural by-product is an alternative choice for feed local combination. The aim of this research is to examine the effect of silage of palm midrib, husk, and bio-cass probiotics on pregnant heifer performance. The 15 heads of pregnant heifer for 4 month that which were divided into 5 treatments, PI (grass + Bio cass probiotic + silage of palm midrib + husk); PII (husk + Bio cass probiotic + grass); PIII (silage of plam midrib + Bio cass probiotic + grass); PIV (grass + Bio cass probiotic); dan PV (control = grass that used as animal feed). Completely randomized design (CRD) with Analysis of variance (ANOVA). Averages of calf born (%), average of calf birth weight (kg), average of calf mortality (%), and average of regenerates after giving birth (days). The result showed that the averages of calf born was about 66.66 – 100.00%, PI, PII, and PIII treatment is significantly different to PIV and PV. Average of calf birth weight was about 12 – 16 kg. Averages of calf mortality (%) was about 0 – 33.33%,
393
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PI, PII, and PIII treatment is significantly different to PIV and PV . Average of regenerates after giving birth was about 52 – 72 days, PI, PII, and PIII treatments is significantly different to PIV and PV. It is concluded that silage of palm midrib, husk, and bio-cass probiotics as feed local combination to increase the productivity of calf and reproductivity of pregnant heifer. Key Words: pregnant heifer, fed supplement, productivity and re-productivity
perkebunan kelapa sawit di Indonesia
PENDAHULUAN Pakan
merupakan
komponen
6.700.000 ha (BPS, 2008). Kalimantan
penting dalam menentukan produksi dan
Tengah dengan areal perkebunan kelapa
reproduksi ternak. HARDIANTO et al.
sawit seluas 709.200 ha berpotensi
(2002) mengemukakan bahwa biaya
untuk pengembangan ternak sapi secara
produksi yang terbesar dalam usaha
terintegrasi.
peternakan adalah biaya pakan, dan
ternak sapi di Kalimantan Tengah
dapat mencapai 60 –
80% dari
adalah 63.300 ekor, atau ratio antara
keseluruhan biaya produksi. Oleh karena
populasi sapi dan luas areal sawit
itu perlu penerapan teknologi pakan
sebesar 0,09, yang berarti peluang
yang
biaya
pengembangan ternak sapi di kawasan
dan
perkebunan kelapa sawit sampai dengan
2006;
tingkat kepadatan maksimum 1 ekor/ha
SIMANIHURUK dkk., 2008)), sebagai
masih terbuka lebar (BPS, 2010). Pada
sumber pakan yang berkualitas bagi
setiap perkebunan kelapa sawit di
ternak (ANGGRAENY dkk., 2007), dan
Indonesia, limbah kebun kelapa sawit
cukup tersedia berkesinambungan dan
tersedia dalam jumlah yang cukup
tidak bersaing dengan
kebutuhan
banyak dan mudah diperoleh. Salah satu
manusia (SIMANIHURUK dkk., 2008).
produk limbah padat perkebunan kelapa
Salah satu strategi pemenuhan pakan
sawit yang belum banyak dimanfaatkan
bagi
dengan
sebagai pakan ternak adalah pelepah
memanfaatkan sumberdaya lokal, salah
kelapa sawit. Produksi kelapa sawit ini
satunya
terkonsentrasi pada satu kawasan dalam
mampu
produksi
meminimalkan (UMIYASIH
ANGGRAENY,
ternak
berupa
adalah
limbah
perkebunan
kelapa sawit.
Pada saat ini populasi
jumlah yang berlimpah dan tersedia
Perkebunan kelapa sawit sampai
sepanjang tahun (SUTARDI, 1996),
saat ini terus berkembang hampir di
sehingga memiliki peluang yang besar
semua propinsi di Indonesia sehingga
sebagai pemasok bahan baku pakan.
luasannya
Pada saat panen tandan buah segar, 1 – 2
terus
meningkat.
Luas
394
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
helai pelepah kelapa sawit dipotong
wadah lain yangprinsipnya harus pada
dengan
kondisi anaerob (hampa udara), agar
tujuan
memperlancar
penyerbukan dan mempermudah panen
berikutnya.
Jumlah
mikroba pelepah
kelapa sawit yang telah berproduksi dapat
mencapai
40
pelepah/pohon/tahun
dengan
–
reaksi
anaerob
dapat
fermenfasi
melakukan
(SAPIENZA
BOLSEN, 1993).
dan
Mengingat pelepah
50
kelapa sawit mempunyai potensi yang
bobot
tinggi sebagai bahan pakan untuk ternak
pelepah sebesar 4,5 kg berat kering per
ruminansia,
pelepah. Dalam satu hektar kelapa sawit
pemanfaatannya dalam bentuk silase,
diperkirakan dapat menghasilkan 6400 –
sehingga optimalisasi pemanfaatannya
7500
akan lebih jelas.
pelepah
per
tahun
(SIMANIHURUK dkk., 2008).
maka
perlu
dicoba
Dengan demikian tata laksana
Pelepah kelapa sawit termasuk
pemberian pakan harus dapat memenuhi
kategori limbah basah (wet by-products)
kebutuhan
karena masih mengandung kadar air
memperhatikan
sekitar 75%, sehingga dapat rusak
mineral dalam jumlah yang seimbang
dengan cepat apabila tidak segera
(ZULBARDI et al., 2000). Pakan selain
diproses (SIMANIHURUK dkk., 2008).
berkualitas juga harus a) efisien secara
Untuk meningkatkan tingkat konsumsi
teknis, b) ekonomis, c) mudah diperoleh
dan palabilitas pelepah sawit dilakukan
pada saat dibutuhkan dan d) tahan lama.
perlakuan
Tinjauan dari percobaan adalah melihat
fisik
potong),
(dicacah/dipotong-
kemudian
nutrien
ternak
protein,
dengan
energi
dan
untuk
pengaruh penggunaan silase, dedak dan
mempertahankan/meningkatkan kualitas
probiotik bio-cass sebagai sumber pakan
nutrien
lokal.
pelepah
dilakukan
melalui
pembuatan silase. Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah
MATERI DAN METODE
pakan menjadi meningkat kandungan
Penelitian dilakukan secara on
nutrisinya (protein dan energi) dan
farm reseach di
disukai ternak karena rasanya relatif
Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten
manis.
Kapuas
Silase
merupakan
proses
Desa Lamunti A2,
dan pelepah sawit diperoleh
mempertahankan kesegaran bahan pakan
dari PT. Gelobal Agung Lestari dengan
dengan kandungan bahan kering 30 –
agroekosistem
lahan
pasang
surut.
35% dan proses ensilase ini biasanya
Dilaksanakan
selama
empat
bulan
dalam silo atau dalam lobang tanah, atau
dimulai
bulai Mei
sampai
dengan
395
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
September
2012,
Rancangan
BPTP Bali.Ternak diberi pakan 2 kali
Perlakuan
sehari yaitu pagi hari dan siang hari.
diaplikasikan pada sapi bali betina
Parameter pengamatan berupa rerata
bunting,
ulangan.
pedet yang dilahirkan (%), rerata bobot
Perlakuan berupa introduksi kombinasi
lahir pedet (kg), rerata kematian pedet
pakan yang diberikan dengan imbangan
(%) dan rerata birahi kembali setelah
sebagai berikut (kg/ekor/hari) sebagai
melahirkani (hari).
tiga
Lengkap
protein, merupakan produk olahan dari
(RAL),
dengan
Acak
menggunakan
ulangan.
satu
ekor
satu
perlakuan: 1. PI (rumput + probiotik Bio-cas + silase pelepah sawit + dedak) :
HASIL DAN PEMBAHASAN Nutrien bahan pakan
2. PII (dedak + Probiotik Bio-cass + rumput)
Pola
pemberian
pakan
bertumpu pada ketersediaan limbah
3. PIII (silase pelepah sawit + probiotik Biocass + rumput)
perkebunan
kelapa
sawit
yang
tersedia dilokasi terutama pelepah
4. PIV (rumput + Bio-cass) dan 5. PV (Kontrol = rumput yang biasa
sawit
dan
dedak.
Distribusi
penggunaan pelepah sawit tersebut
diberi petani). Dosis rumput adalah 25 kg/ekor/hari,
tergantung
probiotik 5 cc/ekor/hari, silase 2,5
musim panen, namun pengolahan
kg/ekor/hari dan dedak 2 kg/ekor/hari.
silase
Probiotik Bio-Cas berasal dari isi rumen
membuat
yang
pelepah sawit hanya pada saat awal
mengandung
mikrobial
dapat
menghancurkan serat kasar menjadi
dari
dalam
perkebunan
jumlah
peternak
dan
banyak
menggunakan
pembuatan silase.
Tabe 1. Komposisi nutrient rumput pakan, silase dan dedak
Komposisi Uraian
Rumput Pakan
Silase
Dedak
Kadar air 60 °C
65,300
34.210
16.2
Protein kasar (% BK)
10.064
8.376
9.5
Lemak kasar (% BK)
0.969
-
3.3
Serat kasar (% BK)
96.869
-
16.4
396
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kadar abu (% BK)
5.838
11.733
10.8
Bahan Ektra Tanpa N
41.136
50.902
43,8
TDN
56,687
19.17
-
3767.044
3031.044
53
Energi total (Kcal/Kg)
Hasil analisa Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Balitnak (2012)
Kandungan zat nutrien bahan pakan
yang
digunakan
meningkatkan kualitas pedet yang
selama
dilahirkan. Kebutuhan nutrien yang
penelitian dicantumkan pada Tabel 1.
berbeda pada setiap status fisiologis
Bahan
ternak harus dipaham oleh peternak.
penyusun
ransum
yang
dipakai dalam penelitian ini adalah
Diharapkan
kombinasi
ini
dapa
rumput pakan, silase dan dedak.
tmenghasilkan
produktifitas
yang
Berdasarkan hasil analisa proksimat
optimal (ANGGRAENY dkk., 2007).
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, memiliki
Balitnak, protein
rumput
pakan
Produktivitas dan Reproduktivitas
kasar
tinggi
Sapi bunting
dibanding silase dan dedak, dengan Hasil pengamatan terhadap
energi tertinggi yaitu 3767.044,3 Kkal/kg. Berdasarkan hasil tersebut
produktivitas
di atas maka penggunaan rumput
berupa rerata pedet yang dilahirkan,
pakan sebagai pakan ternak perlu
rerata bobot lahir pedet, rerata
dikombinasikan dengan pakan lain
kematian pedet, dan rerata birahi
misalnya silase dan dedak, yang
kembali
mengandung protein, lemak dan
ditampilkan pada Tabel 2. Hasil
bahan lainnya agar semua keutuhan
pengamatan terhadap produktivitas
dapat terpenuhi.
sapi betina bunting menunjukkan
Pakan yang digunakan pada
rerata
dan
reproduktivitas
setelah
pedet
yang
melahirkani
dilahirkan
perlakuan ini merupakan bahan lokal
dipengaruhi oleh kombinasi pakan.
yang mudah diperoleh oleh petani.
Perlakuan PI, PII dan PIII berbeda
Perlakuan kombinasi pakan pada
nyata dengan perlakuan PIV dan PV,
sapi betina bunting diarahkan untuk
nilai rerata pedet yang dilahirkan
397
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
antara 66.66 – 100%. Hal ini
dan
menunjukkan
perlakuan PI, PII dan PIII, tetapi
bahwa
pemberian
PV
berbeda
dilihat
dan penambahan probiotik bio-cass
pengamatan
mampu meningkatkan produktivitas
perlakuan PI, PII dan PIII lebih baik
ternak. Target rerata pedet yang
dari perlakuan PIV dan PV. nilai rerata
dilahirkan
kematian
semua
pada
parameter
menunjukkan
pedet –
yang
bahwa
dilahirkan
perlakuan kombinasi pakan (PI, PII
antara
dan PIII) dapat dicapai, sedangkan
menunjukkan
pada perlakuan PIV dan PV tidak
pakan penguat berupa silase, dedak
tercapai. Banyaknya jumlah pedet
dan penambahan probiotik bio-cass
pada induk dapat dicapai bila umur
mampu meningkatkan produktivitas
pertama kali estrus dan pertama kali
ternak. Target tidak ada kematian
melahirkan
pada pedet yang dilahirkan untuk
terjadi
lebih
awal
(ANGGRAENY dkk., 2007)..
0
maksud
dengan
pakan penguat berupa silase, dedak
hidup
dari
nyata
33.33%. bahwa
Hal
ini
pemberian
perlakuan kombinasi pakan (PI, PII
Rerata bobot lahir pedet yang
dan PIII) dapat dicapai, sedangkan
dilahirkan tidak dipengaruhi oleh
pada perlakuan PIV dan PV tidak
kombinasi pakan. Bobot lahir pedet
tercapai. Produktivitas sapi induk
pada semua perlakuan antara 12 – 16
yang baik antara lain ditunjukkan
kg.
oleh jumlah pedet yang dihasilkan
Bobot
terendah
ada
pada
perlakuan PV dan terendah PI. Hal ini menunjukkan
bahwa
selama hidupnya (HAFEZ, 2000).
pemberian
Hasil pengamatan terhadap
pakan penguat berupa silase, dedak
reproduktivitas berupa rerata birahi
dan penambahan probiotik bio-cass
kembali
tidak
produktivitas
ditampilkan pada dipengaruhi oleh
ternak untuk bobot lahir pedat.
kombinasi pakan. Perlakuan PI, PII
Target rerata pedet yang dilahirkan
dan
16 kg pada perlakuan kombinasi
perlakuan PIV dan PV, nilai rerata
pakan PI dapat dicapai.
birahi kembali setelah melahirkan
meningkatkan
PIII
setelah
berbeda
melahirkani
nyata
dengan
Hasil pengamatan terhadap
dilahirkan antara 52 – 72 hari. Hal
rerata kematian pedet dipengaruhi
ini menunjukkan bahwa pemberian
oleh kombinasi pakan. Perlakuan PIV
pakan penguat berupa silase, dedak
398
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dan penambahan probiotik bio-cass
konsumsi pakan sapi betina harus
mampu meningkatkan birahi sapi
berkorelasi
betina sehingga kemungkinan dalah
protein kasar yang ada pada tiap
satu tahun lebih dari sau klai birahi.
komposisi perlakuan.
Target
birahi
kembali
dengan
persentase
setelah
Perbedaan konsumsi pakan
perlakuan
ini disebabkan oleh tingkat kesukaan
kombinasi pakan (PI, PII dan PIII)
(palatabilitas) ternak terhadap pakan
dapat
yang diberikan. Pakan hijauan yang
melahirkan
pada
dicapai,
sedangkan
pada
perlakuan PIV dan PV tidak tercapai. Konsumsi dipengaruhi
protein
secara
kasar
nyata
oleh
diberikan pola petani dengan pakan campuran pelepah sawit
dengan
jumlah yang relatif banyak akan
perlakuan pakan. Jika dilihat dari
mempengaruhi
kombinasi pakan yang ada (25
palatabilitas, sementara pakan yang
kg/ekor/hari
2,5
jumlah campuran pelapah sawit lebih
kg/ekor/hari silase dan 2 kg/ekor/hari
baik tingkat kesukaannya, sehingga
dedak) dan persentase protein kasar
jika dihubungkan dengan tingkat
pada anlisis proksimate (Tabel 1),
konversi pakan mempunyai korelasi
maka
positif. Pendapat ini senada dengan
rumput
konsumsi
terendah
adalah
pakan;
protein pada
kasar
perlakuan
penelitian
terhadap
yang
dilaporkan
PIVdanPV yaitu 2,516 kg/ekor/hari,
HAMDAN dkk., (2011),
sedangkan yang tertinggi adalah
tingkat
palatabilitas
perlakuan
berbeda
akan
PI
sebesar
2,915
kg/ekor/hari.
tingkat
pakan
bahwa yang
mempengaruhi
Menurut
konversi pakan yang dihasilkan.
(2007)
Menurut (TILLMAN et al., 1984)
kebutuhan protein kasar pada ternak
Sapi yang bunting membutuhkan
adalah
nutrisi
ANGGRAENY
dkk.,
adalah
antara
0,70
kritis,
kg/ekor/hari. Pada semua perlakuan
pertumbuhan.
yang
dinyatakan
ada
terjadi
kelebihan
karena
adanya
Selanjutnya pula
bahwa
variasi
pemenuhan kebutuhan protein kasar,
tersebut disebabkan oleh lingkungan
berturut-turut sebesar 2,2154; 2,006;
pengelolaan yang bervariasi sehingga
2,0254;
peningkatan
1,816
kg/ekor/hari.
dan
1,816
Sebaliknya
tingkat
melalui
potensi
perbaikan
reproduksi pengelolaan
399
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
seperti
perbaikan
pakan
sangat
2007).
dimungkinkan (ANGGRAENY dkk.,
Tabel 2. Nilai produktivitas dan reproduktivitas sapi bunting
Perlakuan
Uraian
PI
PII
PIII
PIV
PV
100a
100a
100a
66.66b
66.66b
Rerata bobot lahir (kg)
16
15.2
15
13.8
12
Rerata kematian pedet (%)
0b
0b
0b
33.33a
33.33a
Rerata birahi kembali (hari)
52b
58b
58b
64a
72a
Rerata anak yang dilahirkan (%)
Notasi yang berbeda pada baris yang sama nmenunjukkan beda nyata (P< 0.05) local meningkatkan protein kasar
KESIMPULAN Penggunaan silase pelepah
yang diperlukan betina bunting.
sawit, dedak dan probiotik bio-cass sebagai kombinasi pakan local dapat
DAFTAR PUSTAKA
meningkatkan
AGGRAENY,
produktivitas
reproduktivitas,
dan seperti
Y.
N.,
U.
UMIYASIH,
D.
meningkatkan rerata anak yang lahir
PAMUNGKAS
antara 66.66 – 100%, rerata kematian
MARIYONO. 2007. Strategi
pedet antara 0 – 33.33, dan rerata
pemenuhan
gizi
untuk
birahi kembali (hari) antara 52 – 72
pembesaran
sapi
potong
hari, karena itu merupakan pakan
calon
alternatif
pemanfaatan
untuk
menggantikan
induk:
dan
optimalisasi limbah
rumput terutama pada saat musim
pertanian
menggunakan
kemarau (ketersediaan hijauan pakan
suplemen
mineral-mix.
ternak terbatas). Penggunaan silase
Seminar Naisonal Teknologi
pelepah sawit, dedak dan probiotik
Peternakan dan Veteriner
bio-cass sebagai kombinasi pakan
400
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
BADAN PUSAT STATISTIK. 2008.
Spesific
Statistik Indonesia. BPS Jakarta –
Litbangtan – Jakarta.
Indonesia 2008. BADAN 2010.
SAPIENZA,
PUSAT
STATISTIK.
Kalimantan Tengah Dalam
lokasi.
D.A.
and
Badan
K.K.
BOLSEN. 1993. Teknologi Silase
(Penanaman,
Angka 2010. Palangkaraya 2011.
Pembuatan
HAFEZ, E.S.E. 2000. Reproduction
Pemberiannya pada Ternak).
in Farm Animals. 7th Edition.
Penerjemah: ARTOYONDO
Reproduction Health Center.
RINI B.S.
IVF Andrology Laboratory. South Carolina. USA. pp 50.
dan
SIMANIHURUK, K., JUNJUNGAN dan S,P. GINTING. 2008.
HAMDAN, A., A. SUBHAN, E.S.
Pemanfaatan silase pelepah
ROHAENI, R. QOMARIAH dan
sawit sebagai basal kambing
D.
kacang
PAMUNGKAS.
2011.
Permanfaatan jerami padi melalui teknologi
pakan
untuk
penggemukan sapi dengan PBBH > 0,5-0,8 kg di Kabupaten Tanah Laut. Laporan Akhir Pengkajian. BPTP Kalimantan Selatan. Badan Penelitian
dan
Pengembangan
C.
Peternakan dan Veteriner SUTARDI, T., ERIKA B. LAKONI, IDAT G. PERMANA dan DESPAL A.B. TANJUNG. 1996.
Potensi
Limbah
Baku Pakan Ternak. Paper
ANAM,
disampaikan pada Pertemuan
G.
Tingkat Nasional: Penggalian
SURYANTO, KARTONO
Seminar Nasional Teknologi
D.E.
R.,
WAHYONO,
pertumbuhan.
Perkebunan sebagai Bahan
Pertanian. Banjarbaru. 37 hal.
HARDIANTO,
fase
dan
S.R.
Sumberdaya
Perkebunan Peternakan,
SOEMARSONO.
2002.
untuk
Kajian
pakan
Medan, 11 – 13 Nopember
teknologi
lengkap
(complete
feed)
sebagai peluang agribisnis bernilai
komersial
di
Usaha
1996. TILLMAN, HARTADI. H, REKSO HADIPROJO.
S.,
pedesaan. Makalah seminar
PRAWIROKUSUMO
dan
dan
LEBDOSOEKODJO.
1984.
Ekspose
Teknologi
401
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
Mada
University
Press. Fakultas Peternakan UGM. UMIYASIH,
U.
dan
Y.
N.
ANGGRAENY.
2006.
Respon
pakan
perbaikan
terhadap reproduktivitas sapi potong induk periode post partum
di
Kabupaten
Probolinggo. Nasional
Seminar Teknologi
Peternakan dan Veteriner. ZULBARDI, M., KUSWANDI, M. MARTAWIDJAYA,
C.
THALIB dan D.B. WIJONO. 2000. Daun gliricidia sebagai sumber protein pada sapi potong.
Pros.
Seminar
Nasional
Peternakan
dan
Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 233 – 241.
402
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
PENGARUH SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP BOBOT LAHIR PEDET, PRODUKSI KOLOSTRUM DAN PRODUKSI SUSU AWAL LAKTASI SAPI PERAH PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN BUDI UTOMO1) DAN SALFINA NURDIN2)) 1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Adress E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian dilakukan dengan melibatkan anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Lestari Bawono” secara partisipatif. Lokasi penelitian di Desa Jlarem Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan April sampai dengan November 2010, yaitu selama periode akhir kebuntingan (pre partus) dan post partus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat perbaikan kualitas pakan terhadap bobot lahir pedet, produksi kolostrum dan produksi susu. Anggota Gapoktan yang dilibatkan sebanyak 18 orang. Materi ternak sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) periode kering kandang dan laktasi yang digunakan sebanyak 21 ekor. Ternak dialokasikan kedalam 3 kelompok perlakuan sistem pemeliharaan dan masing-masing pemelihraan 7 ulangan. Sistem pemeliharaan dengan pemberian pakan konsentrat komersial tercatat kandungan protein 10%, sistem pemeliharaan dengan pemberian pakan konsentrat komersial protein 12%, dan sistem pemeliharaan dengan pemberian pakan konsentrat komersial protein 13%. Pemberian konsentrat sebanyak 1,5-2% bobot badan. Pakan hijauan diberikan pada masing-masing sistem pemeliharaan adalah rumput gajah dan rumput lapang. Hijauan diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati : bobot lahir pedet, produksi kolostrum dan produksi susu. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan 3 perlakuan dan 7 ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan Sidik Ragam dan dilanjutkan Uji Beda. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa bobot lahir pedet, produksi kolostrum dan produksi susu pada perlakuan sistem pemeliharaan I, menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan perlakuan sistem pemeliharaan II dan III. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan sistem pemeliharaan dengan pemberian perbaikan kualitas pakan pada sapi perah pada akhir kebuntingan dan post partus dapat meningkatkan bobot lahir pedet, produksi kolostrum dan produksi susu sapi perah Peranakan Friesian Holstein. Kata kunci : Kualitas pakan, sapi perah, kolostrum dan produksi susu.
pedesaan,
PENDAHULUAN Usaha
budidaya
sapi
perah
merupakan salah satu industri berbasis
membangkitkan
sehingga
dapat
perekonomian
masyarakat di pedesaan. Mengingat sapi
403
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
perah adalah ternak yang sangat tepat
kering kandang maka produksi susu
untuk
pada laktasi berikutnya akan menurun.
dikembangkan
karena
ternak
tersebut dapat menghasilkan produk
Sudono (1999), menyatakan
utama yaitu susu dan daging, selain itu
apabila induk sapi perah mengalami
diperoleh pula hasil samping yaitu pedet
kekurangan protein dalam ransumnya
dan
dapat
maka laju pertumbuhan foetus terhambat
digunakan sebagai pupuk organik. Susu
sehingga pedet yang dilahirkan kecil.
sebagai
usaha
Tingkat nutrisi yang baik diharapkan
peternakan sapi perah, merupakan salah
untuk menunjang perkembangan foetus,
satu
sebab kekurangan pakan pada waktu
kotoran
ternak
produk
komoditas
utama
yang
yang
dari
mempunyai
peluang besar untuk dipasarkan di pasar
bahwa
kering kandang akan
menyebabkan
bebas atau pasar global (Siregar, 1996 ).
pedet
lemah
Namun demikian usaha sapi perah pada
kematiannya tinggi (Ensminger, 1993).
umumnya (90%) merupakan peternakan
Oleh karena itu perlu diupayakan untuk
rakyat yang belum mampu memberikan
meningkatkan produktivitas ternak sapi
hasil yang optimal, hal ini disebabkan
perah
pemeliharaan sapi perah masih bersifat
pemenuhan
tradisional, sebab petani belum banyak
terhadap
menguasai
meningkatkan pendapatan petani ternak.
b
teknologi,
disamping
lahir
kecil,
dalam
rangka
kebutuhan susu
usaha
mengejar masyarakat
dan
sapi
dan
sekaligus
keterbatasan modal yang dimilikinya.
Maka
perah sebaiknya
Akibatnya produksi susu rata-rata masih
dikelola dengan cara yang baik dan
rendah dan kematian pedet umur pra
benar, diantaranya dengan penanganan
sapih cukup tinggi yaitu berkisar antara
induk sapi perah pre partus dan post
25 – 33% dan pada umumnya kematian
partus.
disebabkan penanganan perawatan yang kurang baik (Siregar, 1992a). Tingginya angka
kematian
dipengaruhi
oleh
pedet
diantaranya
bobot
lahir
dan
tatalaksana pemeliharaan pasca lahir.
MATERI DAN METODE Penelitian melibatkan
dilakukan
anggota
dengan
Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan) “Lestari
Pemberian pakan yang baik saat
Bawono” secara partisipatif. Lokasi
kering kandang (pre partus) dan post
penelitian di Desa Jlarem Kecamatan
partus dapat memperbaiki kondisi tubuh
Ampel
ternak, sehingga ternak sapi perah yang
Tengah, Waktu pelaksanaan penelitian
tidak mendapatkan pakan yang sesuai
pada
dengan kebutuhannya ketika periode
November 2010, yaitu selama periode
Kabupaten
bulan
April
Boyolali
sampai
Jawa
dengan
404
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pre partus dan post partus. Penelitian
dilanjutkan Uji Beda (Steel dan Torrie.
bertujuan untuk mengetahui pengaruh
1993).
tingkat
perbaikan
kualitas
pakan
terhadap bobot lahir pedet, produksi
HASIL DAN PEMBAHASAN
kolostrum dan produksi susu. Anggota
Hasil penelitian yang diperoleh
Gapoktan yang dilibatkan sebanyak 18
bahwa
orang.
Materi
bobot
lahir
pedet
sapi
perah
perlakuan I yaitu sistem pemeliharaan
Holstein
(PFH)
dengan pemberian pakan konsentrat
periode kering kandang dan laktasi yang
komersial tercatat kandungan protein
digunakan sebanyak 21 ekor, dengan
10%, perlakuan II sistem pemeliharaan
rataan bobot badan 350 kg. Ternak
dengan pemberian pakan konsentrat
dialokasikan
komersial protein 12%, dan perlakuan
Peranakan
perlakuan
ternak
rataan
Friesian
kedalam
sistem
3
kelompok
pemeliharaan
dan
III
sistem
pemeliharaan
dengan
masing-masing pemelihraan 7 ulangan.
pemberian pakan konsentrat komersial
Perlakuan I yaitu sistem pemeliharaan
protein 13%, masing-masing adalah
dengan pemberian pakan konsentrat
29,07 kg, 33,43 kg dan 34,62 kg (Tabel
komersial tercatat kandungan protein
1). Terdapat peningkatan bobot lahir
10%, perlakuan II sistem pemeliharaan
pada perlakuan III yaitu sebesar 19,09%,
dengan pemberian pakan konsentrat
apabila dibanding dengan perlakuan I.
komersial protein 12%, dan perlakuan
Namun demikian bobot lahir hasil
III
dengan
penelitian yang diperoleh masih lebih
pemberian pakan konsentrat komersial
rendah apabila dibandingkan dengan
protein
konsentrat
hasil penelitian Kume dan Tanabe
sebanyak 1,5-2% bobot badan. Pakan
(1993), bahwa rata-rata bobot lahir pedet
hijauan diberikan pada masing-masing
sapi perah Friesian Holstein (FH) betina
sistem pemeliharaan adalah rumput
sebesar 41,4 kg dan pedet jantan 43,36
gajah dan rumput lapang. Hijauan
kg. Bobot lahir normal pedet tidak
diberikan secara ad libitum. Variabel
melebihi dari 10% bobot induknya, dan
yang diamati : bobot lahir pedet,
rata-rata bobot lahir pedet sapi FH
produksi kolostrum dan produksi susu.
adalah 40 kg dengan pertambahan bobot
Rancangan
menggunakan
badan sekitar 1 kg/ekor/hr (Tolihere,
Rancangan Acak Lengkap, dengan 3
1981). Penelitian Nggobe et al. (1994),
perlakuan dan 7 ulangan. Data dianalisis
bahwa pemebrian pakan berkualitas
dengan menggunakan Sidik Ragam dan
selama
sistem
pemeliharaan
13%.
Pemberian
percobaan
akhir
kebuntingan
dapat
meningkatkan bobot lahir 5-8% dari
405
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
bobot induk. Hasil analisis statistik
meningkatnya asupan protein yang dapat
menunjukkan bahwa bobot lahir pedet
dicerna. Pemberian pakan tambahan dan
untuk perlakuan I dengan perlakuan II,
berkualitas
dan perlakuan I dengan III berbeda
kebuntingan berpengaruh besar terhadap
nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan II
ukuran dan bobot foetus, meningkatkan
dan III tidak berbeda nyata (P>0,05).
bobot lahir
Hal
kondisi
ini
kemungkinan
disebabkan
baik
selama
akhir
pedet, mempertahankan
tubuh
induk,
mempercepat
pertumbuhan foetus selama prenatal
waktu birahi kembali dan meningkatkan
lebih baik, karena mendapatkan asupan
pertambahan bobot badan pedet tertinggi
nutrisi dari induk terutama protein kasar
(Panjaitan
yang lebih baik. Menurut Broderick
Bradford
(2003), bahwa pada ransum dengan
dipengaruhi oleh bangsa, tingkat nutrisi
kadar
induk, jumlah anak yang dikandung,
protein
yang
ditingkatkan
biasanya mempunyai kecernaan protein
et
al.,
1997).
(1972),
Menurut
bobot
lahir
umur induk dan jenis kelamin.
kasar yang lebih tinggi, sebagai akibat Tabel 1. Rataan bobot lahir pedet, produksi kolostrum dan produksi susu sapi perah Peranakan Friesian Holstein. No
Uraian
Sistem Pemeliharaan Sapi Perah Perlakuan I
Perlakuan II
Perlakuan III
1.
Rataan bobot lahir pedet (kg).
29,07a
33,43b
34,62b
2
Rataan produksi kolostrum (liter/ekor/hr).
6,04a
9,53b
9,82b
3
Rataan produksi susu (liter/ekor/hr).
8,95a
11,92b
12,34b
Keterangan : Superskrip huruf kecil berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Rataan
produksi
padaperlakuan
I
kolostrum yaitu
sistem
komersial protein 13%, masing-masing adalah
6,04
liter/ekor/hr,
pemeliharaan dengan pemberian pakan
liter/ekor/hr
konsentrat komersial tercatat kandungan
seperti terlihat pada Tabel 1. Terjadi
protein 10%,
perlakuan II sistem
peningkatan produksi kolostrum sebesar
pemeliharaan dengan pemberian pakan
62,58%. Pengamatan rataan produksi
konsentrat komersial protein 12%, dan
kolostrum sampai dengan hari ke-5,
perlakuan
karena pada hari ke-6 setelah kolostrum
III
sistem
pemeliharaan
dengan pemberian pakan konsentrat
dan
dipanaskan/dimasak
9,82
9,53
liter/ekor/hr,
tidak
terjadi
406
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
penggumpalan, hal ini menunjukkan
trimester
ketiga
bahwa kolostrum telah menjadi susu.
saluran
kelenjar
Kolostrum akan menggumpal apabila
berkembang dengan cepat, sehingga
dipanaskan,
sebab
akan meningkatkan kuantitas kolostrum
mengandung
laktoglobulin
yang
euglobulin
dan
Hasil penelitian yang diperoleh
mudah
bahwa rataan produksi susu perlakuan I
merupakan immunoglobulin dikoagulasi
kolostrum
yang
oleh
panas
(Wikantadi,
dari
kebuntingan,
ambing
akan
yang dihasilkan.
yaitu
sistem
pemeliharaan
dengan
1978). Kolostrum sangat penting bagi
pemberian pakan konsentrat komersial
pedet yang baru lahir, sebab banyak
tercatat
mengandung limfosit dan monosit yang
perlakuan
dapat mencegah serangan infeksi (Bath
dengan pemberian pakan konsentrat
et
komersial protein 12%, dan perlakuan
al.,
1985).
Frandson
(1992),
kandungan II
sistem
10%,
pemeliharaan
menyatakan bahwa zat besi kolostrum
III
10-17 kali lebih besar dari pada susu
pemberian pakan konsentrat komersial
normal, sehingga sangat dibutuhkan
protein 13%, masing-masing adalah 8,95
sekali untuk peningkatan hemoglobin
liter/ekor/hr, 11,92 liter/ekor/hr dan
dalam sel-sel darah merah pada pedet
12,34 liter/ekor/hr (Tabel 1). Pada Tabel
yang baru lahir. Hasil analisis statistik
1, terlihat bahwa produksi susu pada
rataan produksi kolostrum menunjukkan
perlakuan III terdapat kenaikan sebesar
bahwa
43,46%
antara
perlakuan
I
dengan
sistem
protein
pemeliharaan
apabila
dengan
dibanding
dengan
perlakuan II dan III berbeda nyata
perlakuan I.. Hasil penelitian yang
(P<0,05). Perbedaan produksi kolostrum
diperoleh
kemungkinan disebabkan akibat adanya
penelitian Suharyono et al., (2008) yang
pengaruh peningkatan protein kasar
dilakukan di Pakem Sleman Yogyakarta,
dalam pemberian pakan. Pemberian
yaitu rataan produksi susu sapi perah
pakan dengan protein berkisar antara 12-
Friesian Holstein (FH) sebanyak 10,95
13% kemungkinan dapat menyebabkan
liter/ekor/hr, 13,67 liter/ekor/hr dan
rangsangan
14,06
ambing
terhadap
menjadi
pertumbuhan
pertumbuhan
lebih
pesat
tersebut
dan dapat
lebih
liter/ekor/hr,
peternak),
kolostrum
multinutrien
dalam
hasil
masing-masing
kelompok
konsentrat+350
dihasilkan
dari
untuk perlakuan kelompok I (kebiasaan
menyebabkan meningkatnya produksi yang
rendah
gr blok
III
II
(pakan
urea
molases
(UMMB)
(konsentrat+350
dan
ambing. Hasil penelitian Hasrati (2001),
kelompok
gr
bahwa proses pertumbuhan ambing pada
suplemen pakan multinutrien (SPM).
407
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
menurun seiring meningkatnya taraf
bangsa ternak dan kandungan pakan
protein dalam ransum, atau bahkan tidak
yang
memberi respon sama sekali.
digunakan
sebagai
materi
penelitian. Produksi susu dipengaruhi oleh pakan, bangsa ternak, umur, lama laktasi, masa kering kandang, frekuensi pemerahan,
kebuntingan,
KESIMPULAN
besarnya
Hasil
penelitian
dapat
tubuh, birahi, kondisi waktu beranak dan
disimpulkan bahwa perlakuan sistem
stres
pemeliharaan
suhu
lingkungan
(Anggorodi,
analisis
menunjukkan
1984).
Hasil
bahwa
perlakuan
I
pemberian
perbaikan kualitas pakan pada sapi
nyata
perah Peranakan Friesian Holstein pada
(P<0,05) dengan perlakuan II dan III.
akhir kebuntingan dan post partus dapat
Adanya
meningkatkan
perbedaan
berbeda
dengan
produksi
susu
bobot
lahir
pedet
kemungkinan disebabkan meningkatnya
(19,09%), produksi kolostrum (62,58%)
kadar protein kasar dalam ransum.
dan produksi susu sapi perah (43,46%).
Peningkatan kadar protein diharapkan dapat juga meningkatkan kecernaan nutrien,
sehingga
memberi
DAFTAR PUSTAKA
peluang
adanya tambahan asupan nutrien yang
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan
akan digunakan untuk sintesis susu.
Ternak Umum. Edisi ke-dua
Menurut Henson et al., (1997), bahwa
Cetakan ke-tiga. Penerbit PT
sapi perah dengan produksi tinggi
Gramedia, Jakarta.
memerlukan sejumlah protein pakan
Bath,
D.C.,
F.N. Dickinson,
H.A.
berkualitas
baik
yang
mampu
Tucker dan R.D. Appleman.
menyediakan
asam
amino
esensial
1985. 2nd Ed. Dairy Cattle
sampai saluran pasca rumen untuk
Prinsiple, Practices, Problems,
memenuhi kebutuhan laktasi dan fungsi
Profits.
metabolisme. Menurut Wu dan Satter
Philadelphia.
(2000),
bahwa
tidak
Lea
and
Febiger,
selamanya
Bradford, G.E. 1972. The role of
peningkatan produksi susu bersifat linier
maternal effect in sheep. J.
terhadap peningkatan
Animal. Sci. 35 : 1234-1333.
kadar
protein
kasar dalam ransum, tetapi ada kalanya
Broderick,
G.A.
2003.
varying
diikuti
energy levels on the production
produksi
susu
protein
of
peningkatan kadar protein ransum juga peningkatan
dietary
Effects
and
sampai taraf tertentu dan kemudian
408
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
of lactating dairy cows. J. Dairy
kematian anak sapi bali
Sci. 86 : 1370-1381.
musim
Ensminger, M.E. 1993. Dairy Cattle
kemarau.
Seminar
Prosiding
Pengolahan
Science. 6 th Edition. The
Komunikasi
Interstate Printer and Publisher
Penelitian
Peternakan.
Inc. Danville, Illinois.
Aplikasi
Paket
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi
Ternak.
Edisi
ke-
empat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
pada
dan
Hasil-Hasil
Pertanian.
Temu
Teknologi
SBPTP
Uli-BIB
Noelbaki, Kupang. hal : 139144. Panjaitan, T.S., W. Arif, A. Sauki, A.
Hasrati, E. 2001. Performance Pedet
Muzani, I. Basuki dan A.S.
Sapi Perah yang dilahirkan oleh
Wahid.
Sapi Dara dan Laktasi Akibat
pemberian tambahan pakan pada
Penyuntikan
induk
PMSG.
Tesis
1997.
bunting
Magister Ilmu Ternak. Program
melahirkan
Pasca
pertumbuhan
Sarjana
Universitas
Diponegoro. Semarang.
1997.
dan
setelah terhadap
anak,
birahi
kembali dan keberhasilan IB
Henson, J.E., D.J. Schingoethe and H.A. Maiga.
Pengaruh
usaha
Prosiding
Seminar
Nasional
supplements of varying ruminal
Peternakan
dan
Veteriner.
degradabilitas. J. Dairy Sci. 80 :
Puslitbang Peternakan, Badan
385-392.
Libang Pertanian, Departemen
protein
Kume, S. dan S. Tanabe. 1993. Effect of parity
on
colostral
mineral
di
sapi
Lombok.
of
potong
peternakan Pulau
evaluation
Lactational
pada
Pertanian. Bogor. hal : 272-278. Siregar, S.B. 1996a. Sapi Perah : Jenis,
concentrations of holstein cow
Teknik
Pemeliharaan,
and value of coloctrum as
Analisa
Usaha.
mineral source for newborn
Penebar Swadaya, Jakarta.
calves. J. Dairy Sci. 76 : 16541660. Nggobe,
M.,
Siregar, S.B. 1996b.
dan
Penerbit
Efisiensi Usaha
Peternakan Sapi Perah dalam B.
Tiro
dan
R.B.
Menghadapi Era Perdagangan
Wirdahayati. 1994. Pemberian
Bebas.
suplement
masa
Semi Ilmiah Peternakan. Vol 5,
bobot
Nomor 1, Tahun 1996.
kebuntingan
pada
akhir
terhadap
lahir, produksi susu induk dan
Wartazoa.
Majalah
Pusat
Penelitian dan Pengembangan
409
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Peternakan. Badan Penelitian
Gadjah
dan Pengembangan Pertanian.
Unpublish.
Departemen Pertanian.
Mada,
Yogyakarta.
Wu, Z. And L.D. Satter. 2000. Milk
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993.
production during the complete
Prinsip dan Prosedur Statistika
lactation of dairy cows feed
Suatu Pendekatan Biometrik.
diets
Gramedia
amount of protein. J. Dairy Sci.
Pustaka
Utama
Jakarta.
containing
different
83 : 1042-1051.
Sudono, A. 1999. Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak.
Fakultas
Institut
Peternakan,
Pertanian
Bogor.
Unpublish. Suharyono, L. Farida, A. Kurniawati dan
Adiarto.
suplemen
2008.
pakan
Efek
terhadap
puncak produksi susu sapi perah pada laktasi pertama. Prosiding ‘Prospek Industri Sapi Perah Menuju
Perdagangan
Bebas
2020. Jakarta, 21 april 2008. Pusat
penelitian
Pengembangan
dan
Peternakan
bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi keuangan dan
Perbankan
Indonesia.
Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. hal. 52-56. Tolihere,
M.R.
Reproduksi
1981. pada
Fisiologi Ternak.
Penerbit PT Angkasa, Bandung. Wikantadi.
1978.
Biologi
Laktasi.
Fakultas peternakan Universitas
410
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
MINAT BEBERAPA KELOMPOK TERNAK TERHADAPPEMANFAATAN PELEPAH KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU
Sri Haryani Sitindaon; Yayu Zurriyati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Jl. Kaharuddin Nasution No 341, Pekanbaru Kementerian Pertanian, Fokus :Kelapa Sawit, Lokus :Riau, Koridor:1
ABSTRAK
Penelitian respon petani rakyat terhadap pemanfaatan pelepah sawit sebagai pakan ternak dilakukan menggunakan metode wawancara berstruktur menggunakan kuisioner terhadap 5 kelompok taniLembu Mulya, Sumber Rejeki, Jawi Maju, Swadaya dan Persada. Data primer dikumpulkan dari peternak meliputi; 1. profil reponden, 2. kepemilikan lahan, ternak sapi dan sistem pemeliharaannya, 3. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit sebagai pakan, 4. pengetahuan petani terhadap pengolahan pelepah sawit menjadi pakan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 90% mata pencaharian responden adalah sebagai petani , pengalaman beternak sapi sekitar 3- 20 tahun. 100% responden memiliki kebun sawit sendiri dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki 2,15 ha, jumlah ternak yang dipelihara rata-rata 4,05 ekor dan sistem pemeliharaan secara intensif. Minat peternak terhadap penggunaan pelepah sawit sangat tinggi (95%) tetapi yang telah menggunakan pelepah sawit sebagai pakan ternak masih rendah (20%) dan yang memberikan limbah pertanian lainnya sebagai pakan hanya 20%. Pengetahuan peternak tentang teknologi pegolahan pakan juga masih tergolong rendah yaitu 30% dan hanya 20% yang telah menerapkannya. Kata kunci: minat peternak, pakan, pelepah kelapa sawit ABSTRACT Research smallholders interest to the use of oil palm fronds as feed conducted using structured interviews using questionnaires to five farmer groups. Primary data was collected from farmers include: 1. profile of respondents, 2. ownership of land, cattle and husbandry management, 3. Utilization of oil palm fronds as feed, 4. knowledge of farmers to processing feed. The results of the interview showed that 90% of respondents livelihood is farming, experience raising cattle around 3-20 years. 100% of respondents have their own oil palm plantations with average size of 2.15 ha, number of livestock kept an average of 4.05 head and system management husbandry intensive. farmers interest to use of oil palm fronds as feed is very high (95%) but that has been use oil palm fronds as feed remains low (20%) and use agricultural wastes as feed only 20%. Knowledge about feed processing technology is still relatively low at 30% and only 20% have implemented it.
411
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Key words: farmer interest, feed, oil palm fronds Kabupaten Kampar dengan
PENDAHULUAN Luas
perkebunan
kelapa
luas wilayah 1.092.820 ha
terdiri
sawit Provinsi Riau Tahun 2010
dari kawasan hutan 196.505 ha,
adalah 2.103.175 ha (BPS, 2011).
(17,41%),
Luasnya areal perkebunan kelapa
luar kawasan hutan seluas 932.423
sawit ini menyebabkan banyaknya
ha (82,50%). Luas Lahan Budi Daya
limbah yang dihasilkan baik yang
tersebut ada yang digunakan untuk
berasal
Perkebunan
seluas
seperti pelepah kelapa sawit maupun
(31,31%)
sedangkan
limbah
perkebunan
kelapa
dari
hasil
limbah
dilapangan
pengolahan
pabrik
dan lahan budidaya di
353.505
ha
khusus
sawit
seluas
kelapa sawit. Produk samping indutri
25.759 ha tanaman menghasilkan
kelapa
belum
milik Perkebunan Besar Swasta dan
dimanfaatkan secara optimal adalah
167.257 ha tanaman menghasilkan
pelepah, daun, tandan kosong, serat
milik Perkebunan Swasta besar serta
perasan, lumpur sawit dan bungkil
133.465 ha tanaman menghasilkan
kelapa sawit. Produk samping ini
milik Perkebunan
dapat dimanfaatkan untuk pakan
2010)
sawit
yang
ternak. Sapi dapat memanfaatkan
Rakyat
(BPS,
Bangkinang Seberang adalah
produk samping tersebut sabagai
sebuah
pakan
dapat
Kampar, Provinsi Riau dengan ibu
menghasilkan pupuk organik untuk
kota kecamatan adalah Muara Uwai.
tanaman.
Pola integrasi ataupun
Kecamatan ini terdiri dari 6 desa
diversifikasi tanaman dan ternak
yaitu Desa Pulau Lawas, Muara
diharapkan dapat menjadi bagian
Uwai, Laboy Jaya, Bukit Payung,
integral dalam usaha perkebunan.
Suka Mulay, Bukit Sembilan dan 2
Dengan
kelurahan yaitu Kelurahan Pulau dan
dan
kata
sekaligus
lain
pemanfaatan
kecamatan di Kabupaten
produk samping industri kelapa sawit
Pasir
dapat
Bangkinang
digunakan menjadi bahan
Sialang.
Kecamatan
Seberang
memiliki
pakan untuk pengembangan sapi
jumlah petani 1.563 jiwa dan jumlah
potong (Matius, W.I, 2008).
kelompok
tani
(69
kelompok
412
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pemula, 9 kelompok lanjut). Luas
penelitian
areal perkebunan
yaitu : tanama
survey terhadap beberapa kelompok
belum menghasilkan; 60 ha, tanaman
tani ternak skala perkebunan rakyat
menghasilkan 4.202 ha (BPS, 2010).
di Kecamatan Bangkinang Seberang,
Pola SISKA (Sistem Integrasi
menggunakan
metode
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Sapi dengan Kelapa Sawit) pertama dicanangkan Menteri Pertanian di
BAHAN DAN METODE
PT. Agricinal Provinsi Bengkulu dan
Pelaksanaan penelitian dimulai
telah ditetapkan sebagai “Program
pada bulan
Nasional” tanggal 10 September
September 2012, di 5 desa yaitu:
2003 di Bengkulu (Manurung. B.P.
Desa Suka Mulya, Labui Jaya, Bukit
2004).
Sembilan, Bukit Payung dan Batu
Kemudian
diterapkan
di
program
beberapa
ini
daerah
Gajah
Juli sampai dengan
wilayah
yang
ada
di
Provinsi Riau karena Provinsi Riau
Kecamatan Bangkinang Seberang,
merupakan
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
daerah
perkebunan
kelapa sawit terbesar di Indonesia.
Wilayah
Pengembangan
dapat
transmigrasi dari Pulau Jawa sejak
SISKA
ini
merupakan
daerah
memberikan
peluang
untuk
tahun 1986 dengan program usaha
terciptanya
lapangan
kerja,
tani
dan
ternak.
Penelitian
ini
meningkatkan pendapatan asli daerah
menggunakan metode survey dan
(PAD) serta menjaga pelestarian
wawancara menggunakan kuisioner
lingkungan dengan cara pemanfaatan
terhadap 5 kelompok tani yaitu:
limbah pabrik secara optimal. Sejauh
kelompk Lembu Mulya, Sumber
ini penerapan usaha integrasi masih
Rejeki, Jawi Maju, Swadaya dan
terbatas di perusahaan besar swasta,
Persada, masing-masing kelompok
pada hal SISKA juga memiliki
diambil
prospek untuk dikembangkan pada
jumlah keseluruhan 20 responden.
lahan perkebunan rakyat. Untuk
Data primer yang dikumpulkan dari
mendapatkan data dan informasi
peternak meliputi;
respon
1. Profil responden
petani rakyat
terhadap
pemanfaatan pelepah sawit sebagai pakan
ternak
maka
4
responden
sehingga
yang terdiri
dari: nama, jenis kelamin, umur,
dilakukan
413
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pendidikan, mata pencaharian,
jenis kotoran yang dimanfaatkan,
pengalaman beternak.
jenis
2. Kepemilikan ternak dan kebun sawit terdiri dari : jumlah ternak yang
dimiliki,
kotoran
pengolahan
sapi,
pemanfaatan
kotoran sapi.
status
kepemilikan,
teknologi
Data
yang
didapat
sistem
ditabulasikan kemudian dianalisis
pemeliharaan ternak, luas kebun
secara deskriptif dengan melihat
sawit
persentase, rata-rata dan standart
yang
dimiliki,
status
kepemilikan, jenis pakan yang diberikan,
deviasi menurut Sudjana (1996).
limbah
pertanian/perkebunan
yang
digunakan sebagai pakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian
3. Pengetahuan
tentang
pemanfaatan
pelepah
sawit
Kabupaten luas
Kampar
wilayah
1.128.928
sebagai pakan ternak terdiri dari:
merupakan daerah
sudah
memanfaatkan
antara
sawit
sebagai
bentuk
pelepah
pakan
pelepah
sawit
dengan
1°00’40”
ha
yang terletak Lintang
Utara
ternak,
sampai 0°27’00” Lintang Selatan dan
yang
100°28’30” – 101°14’30” Bujur
diberikan, jumlah pelepah sawit
Timur.
yang diberikan, cara pengolahan
umumnya
beriklim
pelepah sawit.
minimum
terjadi
November
dan
4. Pengetahuan tentang teknologi
Kabupaten Kampar pada
pada
bulan
Desember
yaitu
sebesar
mengetahui
teknologi
terjadi pada Juli dengan temperatur
sumber
35 °C. Jumlah hari hujan pada tahun
jenis
2009, yang terbanyak adalah di
teknologi yang diketahui, jenis
sekitar Bangkinang Seberang dan
teknologi yang diterapkan
Kampar Kiri. Tahun 2010 jumlah
pakan,
pengetahuan
diperoleh,
5. Pengetahuan kotoran
tentang
sapi:
manfaat
pengetahuan
Suhu
suhu
pengolahan pakan terdiri dari:
pengolahan
21 °C.
tropis,
maksimum
penduduk sebesar 688,204 jiwa yang terdiri
dari
penduduk
laki-laki
tentang manfaat kotoran ternak,
354,836 jiwa dan wanita 333,368
sumber pengetahuan diperoleh,
jiwa. Jumlah petani 184.510 jiwa dan
414
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
jumlah
kelompok
tani
(685
sebesar 10%. Tingkat pendidikan
kelompok pemula, 480 kelompok
formal responden bervariasi dari
lanjut, 64 kelompok madya). Jumlah
yang terendah yaitu tamatan sekolah
ternak sapi 19.870 ekor, kerbau
dasar (SD) sampai yang tertinggi
24.785 ekor, kambing 20.825 ekor
sekolah lanjut tingkat atas (SLTA).
dan domba 3.466 ekor (BPS, 2010).
Tingkat
Bidang pertanian seperti kelapa sawit
didominasi oleh tamatan SD yaitu
dan karet merupakan
40%, sementara tamatan SLTA 35%,
tanaman
pendidikan
perkebunan yang cocok buat lahan
tamatan
yang ada di Kabupaten Kampar
pertama (SLTP) 25% dan tidak ada
(BPS, 2010)
tamatan
Profil Responden
pencaharian 90%
Profil responden berdasarkan jenis
petani, 5% pedagang dan 5% kepala
kelamin, umur, pendidikan, mata
desa. Lama pengalaman beternak
pencaharian,
rata-rata 6,75 tahun sebanyak 10%
dapat
pengalama
disajikan
pada
beternak Tabel
sekolah
responden
Strata
lanjut
1
(S1).
tingkat
Mata
adalah sebagai
1.
mempunyai pengalaman kurang dari
Berdasarkan data Tabel 1 diketahui
1 tahun, 45% pengalaman 2 sampai
1005 responden berjenis kelamin
4
laki-laki. Kisaran umur produktif
pengalaman 5 sampai 10 tahun dan
yaitu 15 -55 tahun sebesar 90% dan
35%
yang berada diatas umur 22 tahun
dari 10 tahun.
tahun,
10%
mempunyai
mempunyai pengalama lebih
Tabel 1. Profil Responden Penelitian berdasarkan Jenis kelamin, Umur, Pendidikan, Mata Pencaharian dan Pengalaman Beternak. No.
Pengelompokan Berdasarkan
Jumlah (orang)
(%)
1
Jenis Kelamin
Laki-laki
20
100
Perempuan
0
0
Jumlah
20
100
0-14
0
0
15-55
18
90
>55
2
10
Jumlah
20
100
2.
Tingkat Umur
415
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
3.
4.
5.
Rata-rata
46.25
SD±10,28
Tamat SD
8
40
Tamat SLTP
5
25
Tamat SLTA
7
35
Tamat S1
0
0
Jumlah
20
100
Petani
18
90
Pedagang
1
5
PNS
0
0
Kepala Desa
1
5
Jumlah
20
100
Pengalaman
<1 tahun
2
10
Beternak
2 s.d 4 tahun
9
45
5 s.d 10 tahun
2
10
>10 tahun
7
35
Jumlah
20
100
Rata-rata
6.75
SD±5,42
Pendidikan
Mata Pencaharian
Data hasil penelitian terhadap
ekor, 80% memiliki sebanyak 1-5
memberikan
ekor, 10% memiliki sebanyak 6 –
gambaran bahwa penerapan pola
10 ekor dan 10% memiliki sebanyak
SISKA
> 10 ekor sapi. Banyaknya ternak
profil
responden
dapat
diterapkan
oleh
responden dengan baik.
yang
dimiliki
berhubungan
responden
dengan
suksesnya
Kepemilikan Ternak dan Kebun
peternak, semakin besar skala usaha
Sawit
atau
jumlah
ternak
yang
semakin
baik
Pada Tabel 2. Menunjukkan
dipelihara
kepemilikan
di
manajemen
pemeliharaan
yang
Kecamatan Bangkinang Seberang,
diterapkan.
Sedangkan
status
Kabupaten Kampar.
kepemilikan
ternak
milik
data
penelitian
ternak
Responden
menunjukkan
berarti
sapi
35%
jumlah
sendiri dan 65% bagi hasil. Hal ini
ternak yang dipelihara rata-rata 4,04
menunjukkan bahwa di daerah ini
416
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
jumlah
dan
status
ternak
sendiri
kepemilikan rendah.
untuk ternak paling tinggi adala
kepemilikan
dengan rumput alam sebesar 75%
ternak di sebabkan minat petani
dan pemberian pakan rumput alam
untuk beternak sangat tinggi tetapi
dicampur konsentrat hanya 25%
karena keterbatasan modal sehingga
sedangkan pemberian pakan dengan
petani secara aktif berusaha untuk
rumput budidaya tidak ada. Hal ini
memperoleh bantuan pengadaan sapi
menunjukkan bahwa pengetahuan
untuk dipelihara.
peternak tentang diversifikasi pakan
Rendahnya
masih
beternak. Jenis pakan yang diberikan
status
Dari
20
responden
yang
masih rendah. Untuk meningkatkan
diwawancarai semuanya memiliki
pengetahuan
data rekording ternak sapi yang
diversifika
pakan
ternak
dapat
dipeliharanya
dilakukan
dengan
sistem
usaha
dengan
sistem
peternak
tentang
pemeliharaan 90% secara intensif
ternak berkelompok atau pembinaan
dan hanya 10% dengan sistem
lebih fokus.
pemeliharaan secara semi intensif.
Limbah
pertanian
yang
Rata-rata ternak dipelihara didalam
digunakan sebagai pakan/konsentrat
kandang koloni (kandang bersama)
sapi adalah 15% berasal dar limbah
dalam bentuk gabungan beberapa
pertanian,
kelompok tani. Hal ini menunjukkan
campuran limbah tanaman pangan
bahwa kelompok tani aktif dalam
dengan pelepah sawit dan 55% tidak
kegiatan usaha ternak sapi, sehingga
memanfaatan limbah sama sekali.
mempermudah dalam
30%
menggunakan
manajemen
pemeliharaan dan adopsi teknologi
Tabel 2. Kepemilikan Ternak dan Lahan Kebun Sawit di Beberapa Desa Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar. No.
Uraian
Jumlah (orang)
(%)
1.
Jumlah Ternak yang dipelihara a. 1-5
16
80
b. 6-10
2
10
c. >10
2
10
417
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
2.
3.
4.
5.
6.
Jumlah
20
100
Rata-rata
4,55
SD±4,05
a. Milik Sendiri
7
35
b. Bagi Hasil
13
65
a. Punya
20
100
b. Tidak Punya
0
0
a. Intensif
18
90
b. SemiIntensif
2
10
c. Ekstensif
0
0
a. Rumput alam
15
75
b. Rumput budidaya
0
0
c. Rumput + konsentrat
5
25
d. Hanya konsentrat
0
0
a. Limbah Tanaman Pangan
3
15
b. Limbah Perkebunan
0
0
c. Limbah Tanaman Pangan dan
6
30
11
55
a. 0,5 – 9 ha
19
95
b. 10-20 ha
1
5
c. > 20 ha
0
0
1,85
SD±2,50
Status Kepemilikan Ternak
Data Rekording
Sistem Pemeliharaan
Jenis Pakan yang diberikan
Limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan/konsentrat
Perkebunan d. Tidak Memanfaatkan Limbah Sama Sekali 7.
Luas kebun sawit yang dimiliki
Rata-rata 8.
Status Kepemilikan Kebun Sawit
418
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Hal
a. Milik Sendiri
20
100
b. Bagi Hasil
0
0
ini
menunjukkan
pemanfaatan
pelepah
bahwa
sawit
dan
pendukung untuk menerapkan sistem tersebut.
limbah pertanian lainnya sebagai pakan
ternak
masih
rendah.
Pengetahuan
Sementara jika dilihat dari luas
Pemanfaatan
kebun sawit yang dimiliki rata-rata
sebagai Sakan Ternak
1,85 ha dengan status 100% milik sendiri.
Dwiyanto
et
al.
2004
tentang Pelepah
Sawit
Berdasarkan data pada Tabel 3 diketahui respon peternak terhadap
melaporkan setiap pohon kelapa
pemanfaatan pelepah sawit
sawit
22
rendah. Dari 20 responden 50%
bobot
memanfaatkan pelepah sawit sebagai
dapat
menghasilkan
pelepah/tahun
dengan
perbatang rata-rata 7 kg. Jumlah ini
pakan
setara dengan 20.000 kg pelepah
memanfaatkan pelepah sawit sebagai
segar /ha/tahun. Setiap pelepah dapat
pakan sapi. Hal ini disebabkan usaha
menyediakan 0,5 kg daun, dimana
perkebunan sawit yang diterapkan
pelepah dan daun sawit ini dapat
masih skala usaha perkebunan rakyat
dijadikan
kebutuhan
(dengan kepemilikan kebun sawit
selama
rata-rata 1,85 ha), sedangkan hasil
pemeliharaan dalam bentuk serbuk
penelitian Febrina D Tahun 2008 di
yang telah dicacah menggunakan
Desa Bukit Harapan , Kerinci Kanan
mesin chooper. Hal ini menunjukkan
menunjukkan
bahwa dari segi luas kebun peternak
terhadap penggunaan pelepah sawit
di Kecamatan Bangkinang Seberang
sebagai pakan ternak sangat tinggi
layak
pola
(95,25%) hal ini disebabkan wilayah
memanfaatkan
Desa Bukit Harapan merupakan
hijauan
pengganti pada
untuk
sapi
menerapkan
sapi
dan
masih
50%
respon
tidak
peternak
SISKA
dengan
pelepah
sawit
sebagai
pakan.
wilayah PIR (Pola Inti Rakyat)
Kendala
yang
dihadapi
adalah
perkebunan swasta PT. Asianagri
alat
dengan kepemilikan kebun sawit
kurangnya
informasi
dan
yang tinggi juga (rata-rata 4,95 ha)
419
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
hal ini sangat perpengaruh terhadap
pakan sapi harus memiliki mesin
adopsi teknologi SISKA.
chopper. Kendala yang dihadapi
Dari 50% responden yang telah
peternak untuk adopsi teknologi
memanfaatkan pelepah sawit sebagai
pemanfaatan pelepah sawit menjadi
pakan sapi 70 % memberikan dalam
pakan ternak adalah sulit serta
bentuk serbuk dalam jumlah 5-10
mahalnya
kg/ekor/hari.
pelepah
tersebut. Untuk meningkatkan adopsi
menjadi serbuk 70% menggunakan
teknologi pemanfaatan pelepah sawit
mesin
jadi pakan sapi khususnya skala
Pengolahan
chopper
sedangkan
30%
alat
pengolah
peternakan
bahan
pengolahan pelepah dan daun sawit
usaha
rakyat
dan
dicacah menggunakan parang/pisau.
perkebunan sawit rakyat harus dalam
Hal ini menunjukkan bahwa dalam
bentuk kelompok dan perlu ada
pemanfaatan pelepah sawit menjadi
bantuan pengadaan mesin chopper.
Tabel 3. Pengetahuan tentang Pemanfaatan Pelepah Sawit sebagai Pakan Ternak di Beberapa Desa Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar. No.
Uraian
1.
Memanfaatkan pelepah sawit sebagai pakan
2.
3.
4.
Jumlah (orang)
(%)
a. Ya
10
50
b. Tidak
10
50
Jumlah
20
100
a. Utuh
3
30
b. Serbuk/potongan halus
7
70
c. Potongan-potongan kecil
0
0
Jumlah
10
100
a. 5-10 kg/ekor/hari
7
70
b. 11-14 kg/ekor/hari
3
30
c. >15 kg/ekor/hari
0
0
Jumlah
10
100
Bentuk pelepah sawit yang diberikan
Jumlah pelepah yang diberikan
Cara pengolahan pelepah sawit
420
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
a. Dicacah menggunakan mensin chopper
7
70
b. Dicacah menggunakan pisau/parang
3
30
Jumlah
10
100
Pengetahuan tentang Teknologi
mengetahui teknologi pengolahan
Pengolahan Pakan
pelepah
sawit
tersebut
70%
Penggunaan limbah pertanian
mengetahuinya dari penyuluh dan
dan perkebunan sebagai bahan pakan
70% jenis teknologi pengolahan
dari segi jumlah sangat potensial,
pelepah sawit
tetapi kelemahan bahan ini adalah
adalah melalui proses fermentasi.
tingginya bahan serat kasar dan
Petani terlebih dahulu mencacah
rendahnya nilai protein sehingga
pelepah
kecernaan menjadi rendah. Untuk
kemudian
meningkatkan nilai nutrisi limbah
mikroorganisme selama 3-4 hari lalu
menjadi
dapat
diberikan pada sapi peliharaannya.
dilakukan pengolahan secara fisik,
Selain teknologi fermentasi, 30%
kimia dan biologis. Hasil penelitian
responden
Hasan et al (1996) disitasi Simon P.
silase dan tidak ada yang mengetahui
Ginting,
pelepah
teknologi amoniasi. Tidak taunya
sawit menjadi produk silase tidak
responden tetang teknologi amoniasi
meningkatkan kecernaan, namun jika
kerena saat ini belum ada informasi
menambahkan urea sebanyak 3 - 6%
dari pihak penyuluh ataupun swasta
akan
kandungan
tentang teknologi tersebut, sehingga
protein bahan dari 5,6 menjadi 12,5
masih perlu dilakukan penyuluhan
atau 20%.
berbagai bidang untuk meningkatkan
pakan
ternak
menunjukkaan
meningkatkan
Berdasarkan data pada Tabel 4
diketahui
50%
sawit,
yang dilakukan
hasil
cacahan
difermentasi
dengan
mengetahui
teknologi
pengetahuan peternak.
reponden
mengetahui teknologi pengolahan pelepah sawit. Dari 50% yang
421
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 4. Pengetahuan tentang Teknologi Pengolahan Pelepah Sawit menjadi Pakan Sapi di Beberapa Desa Kecamatan Bangkinang
Seberang,
Kabupaten Kampar. No
Uraian
Jumlah
. 1.
(%)
(orang) Mengetahui teknologi pengolahan pelepah sawit menjadi pakan sapi c. Ya
10
50
d. Tidak
10
50
20
100
a. Bacaan
3
30
b. Penyuluhan
7
70
c. Pelatihan
0
0
10
100
a. Amoniasi
0
0
b. Silase
3
30
c. Fermentasi
7
70
10
100
a. Ya
7
70
b. Tidak
3
30
10
100
Jumlah 2.
Pengetahuan
teknologi
pengolahan
pakan
diperoleh melalui
Jumlah 3.
Jenis Teknologi Pengolahan Pelepah menjadi Pakan Sapi yang Diketahui
Jumlah 4.
Menerapkan Teknologi Pengolahan Pelepah Sawit
Jumlah
Pengetahuan
tentang
Manfaat
sebagai bahan untuk pupuk organik.
Kotoran Sapi Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui
mengetahui manfaat kotoran sapi
100%
responden
Pengetahuan ini 65% diperoleh dari penyuluh setempat 25 % dari bacaan
422
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dan 10% telah pernah mengikuti
tanaman kelapa sawit, 35% untuk
pelatihan.
pengolahan
tanaman pangan dan 15% untuk
kotoran ternak menjadi kompos 65%
tanaman lainnya seperti tanaman
diketahui melalui proses fermentasi
hias.
dan
manfaat
dihasilkan
kompos
kebutuhan
Teknologi
35%
kotoran
mengetahui
ternak
menjadi
tanpa diolah. 50% dari responden menggunakan
kompos
Rata-rata
kompos
dugunakan sendiri
yang untuk
dan
masih
sebagian kecil telah memasarkannya.
untuk
Tabel 5. Pengetahuan tentang Kompos dari Kotoran Sapi di Beberapa Desa Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar. No.
Uraian
Jumlah
(%)
(orang) 1.
2.
Mengetahui manfaat kotoran sapi a. Ya
20
100
b. Tidak
0
0
Jumlah
20
100
a. Bacaan
5
25
b. Penyuluhan
13
65
c. Pelatihan
2
10
Jumlah
20
100
a. Amoniasi
0
0
b. Fermentasi
13
65
c. Tanpa olahan
7
35
Jumlah
20
100
7
35
Pengetahuan manfaat kotoran sapi diperoleh melalui
3.
Jenis teknologi pengolahan kotoran sapi yang diketahui
4.
Pemanfaatan kotoran sapi yang diterapkan a. Tanaman Pangan
423
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
b. Perkebunan
10
50
c. Lain-lain
3
15
Jumlah
20
100
Tingginya pengetahuan dan minat
responden
terhadap
-
Upaya peningkatan lokal
berupa
potensi
pemanfaatan
pemanfaatan kotoran sapi menjadi
pelepah kelapa sawit dapat
kompos
dilakukan
disebabkan
sistem
dengan
adanya
pemeliharaan yang diterapkan secara
bantuan pengadaan alat mesin
intensif dengan kandang koloni,
chopper dari berbagai pihak
usaha peternakan yang dilakukan
(pemerintah/swasta)
juga dengan cara berkelompok. Hal ini mempermudah peternak dalam
DAFTAR PUSTAKA
pengolahan pupuk kompos. BADAN
PUSAT
STATISTIK
(BPS). 2011. Provinsi Riau KESIMPULAN DAN SARAN
dalam Angka Tahun 2010.
Hasil
Badan
penelitian
menunjukkan
bahwa: -
Statistik.
Provinsi Riau.
Respon
peternak
pemanfaatan
tentang
BADAN
PUSAT
STATISTIK
kelapa
(BPS). 2010. Kampar dalam
sawit sebagai pakan ternak
Angka Tahun 2010. Badan
adalah
ditandai
Pusat
dengan persentase pengetahuan
Riau.
baik
limbah
yang
rata-rata 50%.. -
Pusat
Pemeliharaan dengan
cara
Statistik.
Provinsi
Dwiyanto, K. Sitompul, D. Mathius, ternak
sapi
berkelompok
W.
Soentoro.
Pengkajian
2004.
Pengembangan
memberikan pengaruh positif
Usaha
Sistem
Integrasi
pada peningkatan pengetahuan
Kelapa
Sawit-Sapi.
peternak tentang pemanfaatan
Pengkajian
pelepah kelapa sawit sebagai
Pertanian. Bengkulu.
Balai
Teknologi
pakan sapi.
424
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Febrina. D., Adelina T, Jamal J.
Soejana,
T.D.
1993.
Ekonomi
2008. Respon Pertenak Sapi
Pemeliharaan
Potong
Ruminasia Kecil.
Terhadap
dan
Ternak Produksi
Pemanfaatan Pelepah Kelapa
Kambing
Domba
Sawit Sebagai Pakan di Desa
Indonesia. Surakarta: sebelas
Bukit Harapan Kecamatan
maret
University
di
Press.
Kerinci Kanan Kabupaten Siak.
Prosiding Seminar
Nasional. Universitas Islam Negeri Syarif Kasim. Riau. Hasan et al .1996, Digitasi simon p. Ginting dan Jenny Elisabeth. Teknologi Pakan Berbahan Dasar
Hasil
Samping
Perkebunan Kelapa Sawit. Lokakarya Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit. Jurnal Peternakan Litbang. Deptan. Jakarta. Maitus W. I. 2008. Pengembangan Sapi
Potong
Industri
Berbasis
Kelapa
Pengembangan
Sawit. Inovasi
Pertanian, Volume 1 Nomor 3, 2008. dan Pertanian,
Badan Penelitian Pengembangan Departemen
Pertanian, Bogor. Manurung. B.P. 2004. Sistem Intergrasi Kelapa Sawit Model Agricinal (SISKA).
Litbang.
Deptan.
Jakarta.
425
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
GAMBARAN TOTAL LEUKOSIT PADA SAPI BALI PENDERITA FASCIOLOSIS IGA Sri Andayani1 dan Luh Gde Sri Astiti2 1
Laboratorium Imunologi FMIPA Universitas Mataram Jalan Majapahit Mataram
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Jalan Raya Paninjauan Narmada Lombok Barat email :
[email protected], HP. 085239834020
ABSTRAK Fasciolosis merupakan penyakit cacingan yang menyebabkan kerusakan pada hati yang dan merugikan peternak. Indikator adanya infeksi ini, salah satunya adalah peningkatan jumlah total sel darah putih (leukosit). Leukosit berperan dalam sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi. Pengkajian untuk mendapatkan informasi tentang total leukosit pada darah sapi Bali penderita Fasciolosis, telah dilakukan dari bulan Maret-April 2012. Pada pengkajian digunakan 41 ekor sapi Bali jantan dan betina yang didiagnosis menderita Fasciolosis. Rata-rata usia sampel adalah 3 tahun. Dari hasil data hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 68,3 % dari sampel mengalami peningkatan jumlah total leukosit dalam serum darah. Peningkatan tersebut mencapai rata-rata 11,14ribu/mm3 Kata kunci :Total Leukosit, Sapi Bali dan Fasciolosis ABSTRACT The Fasciolosis is a worm disease that damages the liver tissues and impact on farmer’s loses. The infection indicator was increasing of total leukocyte within blood serum. The leukocyte has played role in body immune against infections. The study has conducted to obtain information related to the total number of leukocytes of Bali cattle that infected by Fasciolosis from March to April 2012. 41 males and females Bali cattle that diagnosed Fasciolosis have chosen as samples. The average of samples’ age was 3 years old. Furthermore, the result shows that it were approximately 68.3% of the samples suffered from Fasciolosis was experienced an increasing total number of leukocyte. The average of increment was 11,14ribu/mm3. Key words: Fasciolosis, Bali Cattle, Leukocyte
PENDAHULUAN
426
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Fasciola gigantica merupakan satu-satunya
cacing
total
leukosit
menunjukan
di
adanya respon leukosit secara humoral
Indonesia yang menyebabkan infeksi
dan seluler dalam mengatasi adanya zat
Fasciolosis pada hewan Ruminansia
asing maupunan adanya infeksi parasit,
(Edney & Muchlis. 1962). Dari hasil
terutama cacing. Sel leukosit sebagian
tinjauan yang dilakukan pada tahun
dibentuk di sumsum tulang (granulosit,
1999
kerugian
monosit dan sedikit limfosit) sebagian
ekonomi akibat penyakit ini di Indonesia
lagi di limfe (limfosit dan sel plasma) .
diperkirakan mencapai $ 107 US setiap
Setelah di bentuk sel- sel ini diangkut
tahun (Spithill et al, 1999). Kerugian
didalam darah menuju daerah yang
ekonomi akibat fasciolosis bobot badan,
terinfeksi dan mengalami peradangan
antara lain terjadinya penurunan bobot
serius (Guyton 1983) . Penyimpangan
badan, kerusakan hati akibat migrasi
jumlah total leukosit dari keadaan
cacing di dalam hati, penurunan fungsi
normal mempunyai arti penting untuk
reproduksi bahkan kematian. Meskipun
evaluasi
organ hati sudah terinfeksi 80 % tetapi
2009).
menunjukan
trematoda
jumlah
bahwa
ternak sapi masih terlihat sehat (Payne et al, 1973). kronis
Fasciolosis yang bersifat
yang
secara
klinis
dapat
menimbulkan perubahan pada gambaran klinis
darah
seperti
hipoalbuminemia,
leukositosis,
(Anonim,
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran
jumlah
total
leukosit pada ternak sapi penderita Fasciolosis di Pulau Lombok.
METODOLOGI Waktu dan lokasi pengkajian
Leukosit memiliki bentuk khas, sitoplasma
penyakit
anemia,
hipereosinophilia .
nukleus,
proses
dan
Pengkajian
dilaksanakan
pada
organel-
bulan Maret dan April 2012 di pulau
organelnya bersifat mampu bergerak
Lombok meliputi kabupaten Lombok
pada keadaan tertentu. Merupakan sel-
Tengah, Lombok Timur dan Kota
sel darah yang tampak berwarna putih
Mataram.
dibawah mikroskop (perbesaran 40 X)
Materi pengkajian
dengan reagen Turk (Tambur et al.
Pengkajian
menggunakan
41
2006). Fluktuasi jumlah leukosit cukup
ekor sapi Bali jantan dan betina yang
besar pada kondisi tertentu misalnya
didiagnosa menderita fasciolosis melalui
stres,
pemeriksaan
aktivitas
fisiologi,
gizi,
feses
dengan
metode
kebuntingan, penyakit, umur dan lain-
sedimentasi yang berasal dari seluruh
lain 9Schalm et al. 1975). Peningkatan
kabupaten dan kota di pulau Lombok.
427
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Umur rata-rata sapi Bali yang digunakan
kamar hitung. Jumlah leukosit tiap
adalah 3 tahun dengan kisaran umur 2-7
milimeter kubik adalah jumlah sel
tahun.
terhitung
Sampel
darah
sapi
diambil
melalui vena jungularis sebanyak 5 cc, ditampung
kedalam
tabung
dikalikan
50
(Benyamin,
1978).
dengan
antikoagulan EDTA (ethylene diamine
Analisa data
tetra acid). Analisa penghitungan jumlah
Data yang diperoleh dianalisa dengan
total leukosit dilakukan menggunakan
analisa deskriptif.
pipet
mikropipet.
Darah
diambil
sebanyak 20 µl, ujung tips dibersihkan menggunakan
tissue.
Kemudian
dimasukan kedalam tabung yang telah
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
perhitungan
terhadap
berisi 380 µl larutan Turk. Campur dan
jumlah total leukosit
diamkan selama kurang lebih 3 menit
masing sampel darah sapi pada bulan
untuk melisiskan eritrosit. Teteskan
Maret dan April dapat dilihat pada tabel
pada bagian tepi kamar hitung yang
1 dan tabel 2 berikut:
telah
ditutup
Penghitungan
dengan jumlah
cover total
pada masing
glass. leukosit
dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 40 x pada 4 bidang kotak
428
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Tabel 1. Jumlah total leukosit (ribu/mm3) No Sampel 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Bulan Maret 9,1 10,8 12,1 9,7 11,8 17,4 9,9 6,6 7,1 11,5 5,9 11,2 18,0 5,0 8,2 5,4 9,8 5,8 7,5 9,0 17,5
April 13,3 10,3 12,9 13,4 12,5 8,3 7,6 7,6 12,0 12,6 13,7 6,0 8,3 6,2 8,0 6,5 17,1 10,2 12,0 13,5 13,4
No Sampel 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. Rata-rata
Bulan Maret 7,9 7,2 10,8 13,2 14,1 10,3 12,2 5,4 4,9 11,6 8,7 13,2 17,0 9,0 10,5 9,5 5,7 5,0 4,0 6,1 9,64
Tabel 2. Hasil analisa statistik gambaran total leukosit Fasciolosis Statistics Leukosit Bulan maret N Valid 41 Missing 0 Mean 9.6488 Median 9.5000a Mode 5.00b Std. Deviation 3.69352 Variance 13.642 Range 14.00 Minimum 4.00 Maximum 18.00 a. Calculated from grouped data. b. Multiple modes exist. The smallest value is shown
April 11,2 9,0 12,3 12,4 14,8 11,2 14,3 7,2 12,3 13,2 11,9 7,8 15,3 9,0 13,2 9,7 11,4 10,9 18,2 6,3 11,14
darah sapi Bali penderita
Leukosit Bulan April 41 0 11.1463 11.9000a 7.60b 3.00592 9.036 12.20 6.00 18.20
429
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
diatas
12,0 ribu/mm3 dan menurut Jain (1993)
diperoleh bahwa jumlah total leukosit
jumlah total leukosit berkisar antara 4-
pada sapi Bali penderita Fasciolosis
12 ribu/mm3 maka diperoleh persentase
berada
4,0-
peningkatan jumlah total leukosit diatas
18,2ribu/mm3. Pada bulan Maret 2012
nilai normal dari bulan Maret 2012
diperoleh rata-rata jumlah total leukosit
sampai
Berdasarkan
pada
tabel
1.
kisaran
nilai
3
dengan
bulan
mencapai
peningkatan pada bulan April 2012
dilaporkan pula oleh Predescu, et al
dengan rata-rata 11,14 ribu/mm3. Bila
(2009) bahwa sapi penderita Fasciolosis
dibandingkan
jumlah total leukositnya 5,3 ribu/ mm3.
nilai
normal
jumlah total leukosit pada sapi Bali 3
Hasil
2012
pada sapi Bali 9,64 ribu/mm dan terjadi
dengan
68,3%.
April
senada
Sedangkan frekuensi masing-
jantan 6,87 ribu/mm dan jumlah total
masing nilai total leukosit pada bulan
leukosit sapi Bali betina 6,53 ribu/mm3
Maret dan April seperti terlihat pada
Hartaningsih et al, (1983), menurut
gambar 1 berikut.
Schalm et al (1975) berkisar antara 5,5-
Gambar 1. Diagram histogram total leukosit daah sapi Bali penderita Fasciolosis bulan Maret dan April Peningkatan
total
diakibatkan oleh cacing yang terjadi di
penderita
dalam tubuh sapi Bali (Coles, 1986).
Fasciolosis pada bulan April mengalami
Dimana leukosit merupakan sel darah
peningkatan karena perjalanan penyakit
putih yang bertanggung jawab atas
yang menjadi lebih lama dan semakin
pertahanan terhadap masuknya zat asing
kronis. Disamping itu peningkatan ini
termasuk pertahanan tubuh terhadap
menunjukan adanya respon dari sel
infeksi parasit (Macer, 2003).
leukosit
pada
sapi
jumlah Bali
leukosit dalam mengatasi infeksi yang
430
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
yang
HASIL INVENSI Berdasarkan
hasil
pengkajian
telah
membantu
pelaksanaan
pengkajian.
terhadap jumlah total leukosit sapi Bali penderita
Fasciolosis,
bahwa
terjadi
peningkatan jumlah total leukosit pada
DAFTAR PUSTAKA Anonim.
2009.
Sistem
Imun
dan
sapi tersebut. Hal ini merupakan indikasi
Psikoneuroimunologi.
bahwa telah terjadi reaksi tubuh terhadap
http://www.tauhidinstitute.o
masuknya parasit cacing Fasciola ke
rg/articles.
dalam tubuh sapi Bali. Hasil pengkajian
tanggal 10 Nopember 2012
ini dapat dijadikan acuan dan bahan
Benyamin, M.M. 1978. Outline of
Diakses
pada
rujukan untuk memperkaya informasi
Veterinary
tentang efek yang ditimbulkan oleh
Pathology,
penyakit Fasciolosis pada sapi Bali dari
University Press. Pp 25-28.
aspek hematologi.
Clinicaly Lowa
State
Dimana informasi
Edney. J.M & A. Muchlis. 1962.
tentang aspek hematologi pada sapi Bali
Fasciolosis in Indonesian
penderita
Liverstock. Comm Vet. 2:
Fasciolosis
belum
tersedia
sehingga hasil pengkajian yang dihasilkan
49-62
ini merupakan penelitian awal dan sebagai
Frandson, R.D. 1982. Anatomi dan
dasar untuk penelitian-penelitian serupa
fisiologi Ternak, Edisi ke-4.
selanjutnya.
Diterjemahkan oleh Ir. B. Srigandono, Msc dan Drs.
KESIMPULAN
Koen Praseno S.U Gadjah
Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan
Mada
bahwa terjadi peningkatan jumlah leukosit
Yogyakarta Hal 649-650.
sapi yang menderita Fasciolosis mencapai
Universcity
Coles, E.H, 1986. Veterinary Clinical
68,3% dalam kurun waktu dua bulan,
Pathology,
dengan peningkatan mencapai rata-rata
Sounders
3
11,14 ribu/mm
Press,
2rded.
W.B
Company,
Philadelphia London. Pp. 64-65. Guyton, A. C. 1983. Fisiologi Manusia
UCAPAN TERIMAKASIH Terima
kasih
disampaikan
kepada
program PKKP Kementerian Riset dan Teknologi
tahun
2012,
Dinas
peternakan di pulau Lombok, Petugas
dan mekanismenya terhadap Penyakit EGC: Jakarta. Hartaningsih, I. G. Sudana
dan M.
Malole. 1983. Gambaran Darah
lapang, kelompok ternak dan laboran
431
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Sapi Bali di Bali. Hemera Zoa. 71 (2). 155-160. Macer, V.J. 2003. Veterinary Clinical Laboratory
Tehnicques.
VET 204. Nemi C. J. 1993. Essential of Veterinary Hematology. O.W.
Schalm.
1975.
Veterinary
Haematologi. Payne W.J.A and D.H.L Rollingson. 1973. Bali Catle. World Animal Review No. 7 page. 13-21 Predescu, G.and Cozma, V. 2009. Revista
Scientia
Parasitologica.Vol. 10 No. 1/2 pp. 59-62. Schalm O.W. et al., 1975. Veterinary Hematology.
Lea
and
Febiger, Philadelhia 3 rd edition. Spithill, F.W., P.M. Smooker and D.B. Copeman. 1999. Fasciola gigantic:
Epidemiology,
control, immunology and molecular
biology.
In
Fasciolosis. Tambur Z., et al. 2006. White Blood Cell Differential Count in Rabbits Infected
Artificially with
Intestinal
Coccidia. J. Protozool. Res 16. 42-50
432
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
KAJIAN PEMANFAATAN SAGU RUMBIA SEBAGAI PAKAN PENGGEMUKAN SAPI POTONG UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PSDSK DI KABUPATEN BENGKULU UTARA1
Wahyuni Amelia Wulandari dan Dedi Sugandi BPTP Bengkulu, Jl Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 Email :
[email protected] Fokus: Teknologi Pangan, Lokus: Desa Air Baus II Kecamatan Hulu Palik Kabupaten Bengkulu Utara, Koridor: Sumatera
ABSTRAK Pengkajian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan sagu rumbia sebagai pakan penggemukan sapi potong untuk mendukung program PSDSK di Kabupaten Bengkulu Utara. Materi yang digunakan adalah 18 ekor sapi Bali jantan dan 18 ekor sapi Simental milik peternak yang dipelihara dalam kandang secara kolektif dengan rataan bobot badan sapi Bali 184.28 kg dan rataan bobot badan sapi Simental 174.27 kg berumur 1,5 – 3 tahun dengan lama penggemukan 90 hari. Adapun pemberian pakan yang diberikan dengan memanfaatkan bahan pakan lokal sagu rumbia. Formula pakan penggemukan adalah: Perlakuan A = kontrol (kebiasaan petani) hijauan saja sebanyak 10% dari bobot badan, Perlakuan B = hijauan 10% dari bobot badan, ditambah pakan tambahan 1% dari bobot badan terdiri: dedak padi 50%, sagu rumbia 45% dan mineral 5%, Perlakuan C = hijauan 10% dari bobot badan, di tambah pakan tambahan 1% dari bobot badan terdiri: dedak padi 35%, sagu rumbia 60% dan mineral 5%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk sapi Bali perlakuan B memberikan pertambahan bobot badan yang paling tinggi sebesar 0,40 kg/ekor/hari, kemudian perlakuan C sebesar 0,39 kg/ekor/hari, dan terendah perlakuan A sebesar 0,27 kg/ekor/hari. Untuk sapi Simental perlakuan B memberikan pertambahan bobot badan yang paling tinggi sebesar 0,81 kg/ekor/hari, kemudian perlakuan C sebesar 0,79 kg/ekor/hari, dan terendah perlakuan A sebesar 0,52 kg/ekor/hari. Berdasarkan uji statistik ketiga perlakuan kedua jenis sapi tidak menunjukkan perbedaan nyata. Berdasarkan hasil analisa finansial untuk jenis sapi Bali perlakuan B memperoleh keuntungan paling besar yaitu Rp. 643.750/ekor, kemudian perlakuan C Rp. 629.000/ekor, dan terendah perlakuan A yaitu Rp. 407.500/ekor. Untuk jenis sapi Simental perlakuan B memperoleh keuntungan paling besar yaitu Rp. 1.718.750/ekor kemudian perlakuan C yaitu Rp. 1.714.750/ekor dan terendah perlakuan A yaitu Rp. 1.293.500/ekor. Berdasarkan hasil kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa sagu rumbia dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi penggemukan dan jenis sapi yang paling menguntungkan untuk digemukkan yaitu sapi Simental. 1
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “Membangun Center of Excellent untuk Pengembangan Industri Peternakan Menuju Swasembada Daging Nasional tanggal 11 Desember 2012 di Hotel Grand Legi, Jl. Sriwijaya 81 Mataram, Nusa Tenggara Barat.
433
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Kata kunci: penggemukan, sapi potong, sagu rumbia ABSTRACT This study aimed to examine the utilization of sago palm as feed for beef cattle fattening to support PSDSK program in North Bengkulu. The material used were 18 male cattle Bali and 18 male cattle Simmental that owned by farmer maintained in collective cages with average body weight of 184.28 kg male cattle Bali and 174.27 kg male cattle Bali aged 1.5 - 3 years old with 90 days of fattening. The feed given to use of local feed ingredients ie. sago palm and rice bran. The treatment are : treatment A = control (customs farmers) forage alone as much as 10% of body weight, treatment B = forage 10% of body weight, 50% rice bran, 45% sago thatch and 5% minerals, Treatment C = forage 10% of body weight, 35% rice bran, 60% sago thatch and mineral 5%. The results show that for bali cattle treatment B gives the body weight gain of 0.40 kg of high / head / day, then treatment C by 0.39 kg / head / day, and the lowest treatment A at 0.27 kg / head / day. For Simmental cattle treatment B gives the body weight gain of 0.81 kg of high / head / day, then treatment C at 0.79 kg / head / day, and lowest for treatment A 0.52 kg / head / day. Based on the statistical test of the three treatment both types of cattle showed no real difference. Based on the analysis financialBali cattle farming to kind treatment B gain most benefit, Rp. 643.750/head, then treatment C Rp. 629.000/head, and the lowest is a treatment A that is Rp. 407.500/head. For the Simmental cattle treatment B obtain the most benefit, Rp. 718.750/head then treatment CRp. 1.714.750 /head and lowest treatment A Rp. 1.293.500/head. Based on the results of the study it can be concluded that the sago thatch can be used as cattle feed for fattening and most benefit type for the fattening is Simmental cattle. Key words : fattening, beef cattle, sago palm
Seiring
PENDAHULUAN Pada tahun 2010 permintaan
penduduk
dengan
pertambahan
dan
meningkatnya
daging sapi nasional mencapai 402,9
pendapatan, maka kebutuhan daging
ribu ton, dimana pemerintah baru
sapi pada tahun 2014 diprediksi akan
dapat menyediakan dari produksi
meningkat menjadi 467 ribu ton
lokal sebesar 282,9 ribu ton. Guna
setara dengan peningkatan sebesar
memenuhi
10%
nasional,
permintaan pemerintah
daging
dari
tahun
2010.
Untuk
melakukan
memenuhi kebutuhan tersebut sekitar
impor sebesar 35% yang terdiri dari
420,3 ribu ton diharapkan dapat
sapi bakalan sebesar 46,3 ribu ton
diperoleh dari produksi lokal dan
dan daging sebesar 73,7 ribu ton.
sisanya
46,7 ribu ton (10%)
434
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dipenuhi
dari
impor
(Ditjennak,
2010).
angka
kematian
anak
hingga
mencapai lebih dari 20% dan angka memenuhi
kematian induk lebih dari 10%, (c)
target produksi daging sapi lokal
tingginya angka pemotongan sapi
sebesar 420,3 ribu ton, Kementerian
betina
Pertanian
mencanangkanProgram
pejantan berkualitas di beberapa
Swasembada Daging Sapi (PSDS)
wilayah sumber bibit pada pola
Tahun 2014, yang terdiri dari 5
pemeliharaan ekstensif, (e) masih
Program
sangat
Dalam
rangka
Pokok
produktif,
(d)
beragamnya
kurangnya
produktivitas
yaitu:
(1)
bakalan/daging
sapi
sapi, dan (f) banyaknya pemotongan
lokal; (2) Peningkatan produktivitas
sapi muda sebelum mencapai bobot
Penyediaan
dan reproduktivitas ternak sapi lokal,
optimal (Bahri et al., 2011). Perkembangan populasi sapi
(3) Pencegahan pemotongan sapi betina produktif, (4) Penyediaan bibit
di
sapi, dan (5) Pengaturan stock daging
lambat, ini terlihat dari peningkatan
sapi dalam negeri.
populasi pada tahun 2003 sebanyak
Pada bulan November 2010 dalam rangka launching Gerakan
Provinsi
Bengkulu
berjalan
78.362 ekor,kemudian pada tahun 2006 sebanyak 85.429 ekor dan pada
Aksi Membangun Pertanian Rakyat
tahun
Terpadu di Provinsi Banten, Menteri
103.262 ekor atau hanya mengalami
Pertanian menyatakan bahwa PSDS
peningkatan sebanyak 24.900 ekor
juga berasal dari daging kerbau,
yang masih rendah bila dibandingkan
sehingga
dan
angka pemotongan setiap tahunnya
Kesehatan Hewan telah melakukan
berkisar antara 7.277 ekor sampai
revisi
Program
dengan 14.000 ekor setiap tahunnya
Swasembada Daging Sapi menjadi
pada periode 2003-2010 (Badan
Program Swasembada Daging Sapi
Pusat Statistik, 2010).
dan
Ditjen
Blue
Kerbau
Peternakan
Print
(PSDSK)
2010
Salah
2014.
menjadi
satu
oleh
sebanyak
kendala
Permasalahan yang dihadapi dalam
dihadapi
mendukung PSDSK antara lain: (a)
adalah belumtercukupinya kebutuhan
panjangnya selang beranak yang
nutrisi
masih di atas 15 bulan, (b) tingginya
sehingga ternak belumdapat tumbuh
terutama
usaha
yang
peternakan
protein
pakan,
435
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dan
berkembang
baik.
Bahan bakuyang mempunyai
Rumput di daerah tropiskebanyakan
karakter tersebut umumnya terkait
bermutu rendah dengan serat kasar
dengan industri, yangmenghasilkan
yang
Sementara
berbagai produk baik yang bersifat
itupenanaman rumput unggul seperti
sampingan maupun limbah.Bahan
rumput gajah dan sebagainya juga
baku lokal untuk tiap daerah berbeda
mendapatkendala karena terbatasnya
tergantung
lahan,
sudah
tersebut. Sagu merupakansalah satu
dan
sumber daya nabati di Indonesia
tinggi.
yang
digunakan lahan
dengan
kebanyakan
untukpemukiman
pertanian.
Keadaan
ini
yang
pada
mulai
akhir
kondisidaerah
tahun
tujuh
merupakan tantangan bagi sektor
puluhanmakin
peternakan, karena perlu mencari
pemanfaatannya, sebagai akibat dari
pakan alternatif untuk meningkatkan
program
produksiternak (Sangadji, 2009).
pangan nasional dan permintaan
Pemanfaatan lokal
secara
sumber
optimal
daya
merupakan
meningkat
pemantapanswasembada
akan bahan baku industri dan energy (Louhenapessy 1998).
upaya
Jika di daerah Maluku banyak
mencapai efisiensi usaha produksi
industri pengolahan tepung sagu, tetapi
ternak ruminansia diIndonesia. Hal
di Bengkulu Utara belum ada industri
ini akan semakin nyata, apabila
pengolahan tepung sagu sehingga
sumberdaya
tersebut
batang sagu tanpa diambil tepung
kebutuhan
sagunyalah yang digunakan sebagai
langkahstrategis
dalam
bukanmerupakan
langsung bagi kompetitor, seperti manusia atau jenis ternaklain. Oleh karena pakan sangat erat kaitannya dengan
produktivitas
dan
biayaproduksi, maka pemanfaatan bahan baku lokal secara efisien akan berpengaruhnyata perkembangan (Sangadji, 2009).
terhadap usah
ternak
pakan ternak. Ampas sagu merupakan limbah yang didapatkan pada proses pengolahan
tepung
sagu,
dimana
dalam proses tersebut diperoleh tepung dan ampas sagu dalam perbandingan 1 : 6 dan ini biasanya digunakan sebagai pakan ternak (Rumalatu 1981).
Potensi sagu di Bengkulu Utara cukup besar, walaupun pada beberapa
wilayahtelah
terjadi
pengalihan status pemanfaatan lahan
436
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sagu untuk pemanfaatan lain. Sagu di
Kecamatan Hulu Palik Kabupaten
tanam di sekitar areal perkebunan
Bengkulu Utara Bengkulu, yang
dan persawahan. Tanaman sagu di
dipelihara dalam kandang secara
Kabupaten Bengkulu Utara banyak
kolektif dengan rataan bobot badan
terdapat di Kecamatan Hulu Palik,
sapi Bali jantan 184.28 kg dan rataan
Kerkap, Ketahun dan Padang Jaya.
bobot badan sapi Simental jantan
Sagu
di
Bengkulu
Utara
174.27 kg. Sapi yang digemukkan
umumnya dipanen pada umur antara 5 -
berumur 1 -2 tahun dengan lama
7 tahun pada waktu tinggi tanaman
penggemukan 90 hari.
sudah mencapai 4 - 8 meter. Batang sagu
banyak
mengandung
pati.
Pamanenan pati sagu hendaknya pada saat inisiasi pembentukan bunga. Saat pembentukan bunga, meskipun masih terjadi akumulasi pati tetapi laju pati
Adapun yang
pemberian
diberikan
pakan dengan
memanfaatkan bahan pakan lokal sagu rumbia dan dedak padi. Untuk jenis
sapi
Bali
dan
SImental:
yang digunakan untuk pembuatan buah
Perlakuan A = kontrol (kebiasaan
lebih cepat daripada laju akumulasi pati.
petani)
Pati yang terdapat pada batang bagian
sebanyak 10% dari bobot badan,
bawah akan lebih dahulu digunakan
Perlakuan B = hijauan 10% dari
untuk pertumbuhan bunga dan buah
bobot
padahal sebenarnya pati lebih banyak
tambahan 1% dari bobot badan
terdapat pada batang bagian bawah
terdiri: dedak padi 50%, sagu rumbia
(Bintoro 2008).
mengetahui pemanfaatan sagu rumbia sebagai pakan ternak penggemukan di Bengkulu
badan,
saja
diberikan
ditambah
pakan
45% dan mineral 5%, Perlakuan C =
Pengkajian ini bertujuan untuk
Kabupaten
hijauan
Utara
untuk
hijauan 10% dari bobot badan, di tambah pakan tambahan 1% dari bobot badan terdiri: dedak padi 35%,
mendukung program PSDSK di Provinsi
sagu rumbia 60% dan mineral 5%.
Bengkulu.
Air minum diberikan secara ad. libitum. Pakan tambahan diberikan
METODOLOGI Pengkajian ini menggunakan 18 ekor sapi bakalan Bali dan 18 ekor sapi bakalan Simental milik
pada pagi hari sebelum diberikan pakan hijauan. Cara pembuatan sagu rumbia sebagai pakan ternak adalah sebagai
peternak di Desa Air Baus II 437
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
berikut : batang sagu rumbia yang
sekitar hutan. Dari luas wilayah 220
sudah berbunga ditebang kemudian
ha terdiri dari tanah sawah seluas 99
kulit batangnya dikupas dan diambil
ha, tanah kering seluas 46 ha dan
isi dalamnya. Batang sagu rumbia
tanah perkebunan seluas 75 ha.
tanpa kulit tersebut di hancurkan
Jumlah penduduk desa pada tahun
dengan
2010 mencapai 420 jiwa dengan 107
selanjutnya
mesin
penggiling,
hasil
penggilingan
KK.
batang sagu tersebut dijemur hingga kering.
Setelah
kering
siap
Mata
pencaharian
pokok
penduduk desa Air Baus II adalah
digunakan sebagai campuran pakan
sebagai
ternak beserta dedak dan mineral.
214 orang dan sisanya sebanyak 15
Pengkajian pemanfaatan sagu
petani/peternak
orang sebagai pedagang. Kegaiatan
rumbia sebagai pakan penggemukan
pertanian,
sapi
jantan
pendekatan
sebanyak
perkebunaan
dan
dirancang
melalui
peternakan adalah yang utama di
Rancangan
Acak
desa ini. Jumlah total rumah tangga
Kelompok (RAK) dengan 3 jenis
yang
perlakuan dan 6 ulangan untuk tiap
sebayak 107 rumah tangga petani.
jenis sapi. Peubah yang diamati
Luas areal perkebunan terluas adalah
adalah
pakan,
karet seluas 50 ha, selanjutnya
dan
adalah kelapa sawit seluas 5 ha dan
analisis finansial usahatani. Analisis
kopi seluas 4 ha. Jumah ternak di
data
desa ini sebanyak 230 ekor sapi
:
pertambahan
untuk
konsumsi bobot
badan
perlakuan
dilakukan
dengan uji statistik beda nyata,
tanah
pertanian
potong dan 8 ekor kambing.
menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf 5%.
memiliki
Ternak sapi potong terutama jenis sapi Bali dan Simental menjadi usaha andalan bagi masyarakat di
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Pengkajian Desa Air Baus II merupakan desa di Kecamatan Hulu Palik Kabupaten Bengkulu Utara. Luas wilayah desa Air Baus II mencapai 220 ha dengan tipologi desa di
Desa
Air
Baus
meningkatkan
II
untuk
kesejahteraannya.
Pemeliharaan sapi ditujukan untuk pengembangan dan penggemukan. Kandang dengan
sudah rumah
dibuat
terpisah
penduduk.
Sapi
438
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dipelihara dikandang pada malam
penggemukan pada sapi Bali dan
hari dan pada siang hari dikeluarkan
sapi Simental yang memperoleh
dari kandang. Pakan yang diberikan
perlakuan berbeda disajikan pada
berupa rumput unggul (king grass)
Tabel 1 dan 2.
dan rumput lapangan. Sedangkan pakan
tambahan
yang
Berdasarkan Tabel 1, pada
diberikan
sapi Bali pertambahan bobot badan
berupa sagu rumbia, ampas tahu,
tertinggi adalah perlakuan B dengan
dedak padi dan mineral. Intensitas
taraf pemberian sagu rumbia 45%
pemberian pakan tambahan tidak
memberikan
kontinyu karena keterbatasan bahan
badan sebesar 0,40 kg/ekor/hari,
pakan tersebut dilokasi. Pada saat
kemudian perlakuan C dengan taraf
panen padi tiba maka dedak padi
pemberian sagu rumbia 60% sebesar
melimpah tetapi pada saat tidak ada
0,39
panen maka sulit mencari dedak
perlakuan
padi. Ampas tahu juga terbatas
kg/ekor/hari. Hasil tersebut sesuai
jumlahnya
dengan
karena
pabrik
tahu
pertambahan
kg/ekor/hari, A
hasil
dan
bobot
terendah
sebesar
analisis
0,27
proksimat
kapasitasnya kecil sehingga peternak
pakan tambahan yang dilakukan di
yang
Balitnak Ciawi bahwa perlakuan B
membutuhkan
ampas
tahu
harus bergiliran dengan peternak
sapi
lainnya.
sagu
protein sebesar 5,69%, sedangkan
cukup banyak di desa ini dan belum
perlakuan C kandungan protein lebih
banyak dimanfaatkan sebagai pakan
rendah yaitu sebesar 4,10% (Tabel
ternak.
3). Namun dari hasil uji varian (uji
Pemanfaatan Sagu Rumbia sebagai Pakan Penggemukan Rata-rata pertambahan bobot
F) menunjukkan tidak berbeda nyata
badan
Sementara
harian
pohon
selama
3
bulan
Bali
memiliki
kandungan
antar perlakuan pada taraf 5% pada peubah pertambahan bobot badan sapi.
Tabel 1. Performan sapi yang digemukkan pada ternak sapi Bali No. Uraian 1. 2. 3.
Perlakuan A (kontrol) Bobot awal (kg) 207,6 Bobot akhir (kg) 232,1 Pertambahan bobot badan 0,27
B 173,0 209,2 0,40
C 171,8 207,0 0,39
439
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
harian (kg/ekor/hari) Konsumsi pakan (kg/ekor/hari) - Hijauan 20 17 17 - Sagu rumbia 1 0,7 - Dedak padi 0,9 1,2 - Mineral 0,1 0,1 Keterangan: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%. 4.
Pada sapi Simental perlakuan
(kebiasaan petani) hanya diberikan
B memberikan pertambahan bobot
pakan hijauan saja tanpa pemberian
badan yang paling tinggi sebesar
pakan tambahan. Dari hasil uji varian
0,81
(uji F) menunjukkan perlakuan A, B
kg/ekor/hari,
perlakuan
C
kemudian
sebesar
0,79
dan C tidak menunjukkan nyata pada
kg/ekor/hari, dan terendah perlakuan
peubah pertambahan bobot badan
A sebesar 0,52 kg/ekor/hari (Tabel
sapi.
2).Hal ini sejalan dengan hasil
Hasil
pengkajian
analisis proksimat pakan tambahan
menunjukkan
di Balitnak Ciawi bahwa perlakuan B
pemberian pakan tambahan berupa
sapi peranakan eks impor kandungan
sagu
protein sebesar 5,87% lebih tinggi
secara nyata terhadap pertambahan
dibandingkan perlakuan C sebesar
bobot
3,51%.
Simental.
Sedangkan
perlakuan
A
rumbia
badan
bahwa
ini
tidak
pada
perlakuan
berpengaruh
jenis
sapi
Tabel 2. Performan sapi yang digemukkan pada ternak sapi Simental No. Uraian 1. 2. 3. 4.
Perlakuan A (kontrol) Bobot awal (kg) 157,6 Bobot akhir (kg) 204,2 Pertambahan bobot badan 0,52 harian (kg/ekor/hari) Konsumsi pakan (kg/ekor/hari) - Hijauan 15 - Sagu rumbia - Dedak padi - Mineral -
B 166,5 239,2 0,81
C 183,5 254,8 0,79
16 2 1,9 0,1
18 1 2,9 0,1
440
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Hasil analisis proksimat pakan tambahan yang diberikan pada perlakuan B dan C untuk jenis sapi Bali dan Simental disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis proksimat pakan tambahan Jenis Air Protei Lemak Energi SK sapi/Perlakua g/100g n g/100g kcal/kg g/100g n g/100g Sapi Bali 13,73 5,69 3,80 3200 6,46 Perlakuan B Sapi Bali 13,02 4,10 3,78 3201 5,38 Perlakuan C Sapi 14,31 5,87 3,70 3291 6,49 Simental Perlakuan B Sapi 14,00 3,51 3,79 3293 5,51 Simental Perlakuan C Sumber : Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Harga sapi bakalan di lokasi
Abu Ca P g/100g g/100g g/100g 10,32
1,58
0,30
10,11
1,26
0,22
7,98
0,80
0,25
6,72
0,71
0,15
629.000/ekor,
dan
terendah
pengkajian adalah Rp. 35.000/kg
perlakuan A yaitu Rp. 407.500/ekor
sama halnya dengan harga sapi
(Tabel 4). Hal ini menunjukkan
finishing karena sapi dijual pada saat
bahwa dengan penambahan pakan
menjelang idul fitri sehingga harga
tambahan sagu rumbia memberikan
jualnya cukup tinggi. Harga rumput
keuntungan
adalah Rp. 250/kg, harga sagu
dibandingkan
rumbia adalah Rp.750/kg, harga
diberikan
dedak padi adalah Rp. 1.500/kg, dan
(perlakuan A).
yang
lebih
dengan
pakan
hijauan
besar hanya saja
harga mineral adalah Rp. 5.000/kg. Hasil
analisis
finansial
penggemukan sapi Bali selama 90 hari menunjukkan bahwa perlakuan B memperoleh keuntungan paling besar
yaitu
kemudian
Rp.
643.750/ekor,
perlakuan
C
Rp.
Tabel 4. Analisis finansial penggemukan sapi Bali selama 90 hari Uraian Total (Rp/periode) A B C A. Biaya produksi : Hijauan 450.000 382.500 382.500
441
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Dedak padi Sagu rumbia Mineral Total biaya pakan B. Penerimaan C. Pendapatan Hasil
450.000 857.500 407.500
94.500 81.000 45.000 603.000 1.232.000 629.000
finansial
terendah perlakuan A yaitu Rp.
penggemukan sapi Simental selama
1.293.500/ekor (Tabel 5). Hal ini
90
menunjukkan
hari
analisis
135.000 60.750 45.000 623.250 1.267.000 643.750
menunjukkan
bahwa
bahwa
perlakuan B memperoleh keuntungan
pakan
paling
memberikan keuntungan yang lebih
besar
yaitu
Rp.
tambahan
pemberian
sagu
1.718.750/ekor kemudian perlakuan
tinggi
dibandingkan
C yaitu Rp. 1.714.750/ekor dan
diberikan pakan hijauan saja.
rumbia
dengan
Tabel 5. Analisis finansial penggemukan sapi Simental selama 90 hari Uraian Total (Rp/periode) A B C D. Biaya produksi : Hijauan 337.500 382.500 405.000 Dedak padi 270.000 135.000 Sagu rumbia 128.250 195.750 Mineral 45.000 55.000 Total biaya pakan 337.500 825.750 780.750 E. Penerimaan 1.631.000 2.544.500 2.495.500 F. Pendapatan 1.293.500 1.718.750 1.714.750 tinggi dibandingkan hanya diberikan KESIMPULAN Pemberian pakan tambahan berupa
sagu
rumbia
dapat
dimanfaatkan
sebagai
pakan
penggemukan
karena
dapat
meningkatkan kg/ekor/hari
PBBH
dari
menjadi
0,27 0,40
kg/ekor/hari pada sapi Bali dan 0,52 kg/ekor/hari
menjadi
10,81
pakan hijauan saja (kontrol). Pada jenis
sapi
Bali
meningkat sebesar dan
sapi
keuntungan Rp. 236.250
Simental
keuntungan
meningkat sebesar. Rp. 425.500 Jenis
sapi
yang
paling
menguntungkan untuk digemukkan adalah sapi Simental.
kg/ekor/hari pada sapi Simental . Berdasarkan
analisis
finansial
DAFTAR PUSTAKA
menghasilkan keuntungan yang lebih
442
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Bahri, S. 2011. Petunjuk Pelaksanaan Laboratorium
Lapang
dan
Rumalatu FJ. 1981. Distribusi dan Potensi
Pati
Beberapa
Sgu
Dalam
(Metroxylon , sp) di Daerah
Pembibitan dan Penggemukan
Seram barat .Karya Ilmiah .
Sapi Potong (LL dan SL-
Fakultas
PPSP)/Syamsul Bahri, dkk. –
yang Berafiliasi dengan Fateta
Bogor: Pusat Penelitian dan
IPB. Bogor.
Sekolah
Lapang
Pengembangan
Peternakan,
Pertanian/Kehutanan
Sangadji, I. 2009. Mengoptimalkan Pemanfaatan
Bogor. Bintoro, Hariyanto MHB, Honigone T, Marangkey MP, Sakaguchi E and Takamura Y. 1990. Feeding value of pith and pith residue from sago palm. Proceeding Takahashi-Shi
Nutrition
sebagai
Ampas
Pakan
Sagu
Ruminansia
Melalui Biofermentasi dengan Jamur ostreatus)
Tiram dan
(Pleurotus Amoniasi.
Disertasi. Program Studi Ilmu Ternak, IPB. Bogor.
Conference, Okayama.Pp. 1 12.
Biro Pusat Statistik. 2011. Bengkulu Dalam Angka. Direktorat
Jenderal
2010.
Statistik
Peternakan. Peternakan.
Dierektorat
Jenderal
Peternakan, Jakarta. Louhenapessy JE. 1998. Sagu di Maluku (harapan dan tantangan dalam
pembangunan)
Disampaikan dalam Seminar Berkala
pada
Pusat
Studi
Maluku, Unpatti, Ambon.
443
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Pengembangan Integrasi Ternak Sapi di Lahan Sawit Kabupaten Panajam Paser Utara, Kaltim.
Wirdateti, Gono Semiadi, Hadi Dahrudin, Hellen Kurniati dan Yuli S. Fitriana Puslit. Biologi-LIPI Jl. Raya Jakarta-Bogor KM 46. Cibinong Email:
[email protected] Fokus: Perkebunan Sawit Lokus: Kalimantan Timur Koridor: 3 (Kalimantan)
ABSTRAK Integrasi sapi dengan kelapa sawit merupakan suatu sistem usaha ternak yang potensial dikembangkan di Indonesia karena didukung oleh luasnya pertanaman kelapa sawit saat ini. Dengan demikian, diversifikasi wilayah pemeliharaan ternak yang untuk suatu daerah merupakan alternatif inovatif yang perlu dipertimbangkan dalam rangka peningkatan populasi sapi dan konsumsi gizi masyarakat setempat, disamping beberapa program pemerintah yang telah baku berjalan seperti impor sapi bakalan, kawin suntik ataupun transfer embrio. Usaha pemeliharaan ini sangat berpotensi karena ketersediaan jumlah tanaman hijauan sebagai pakan yang efektif dalam pengendalian gulma sawit dan mampu menekan biaya operasional penggunaan herbisida dan tenaga kerja. Implementasi kegiatan melalui plot percontohan di dua lokasi perkebunan sawit yang tergabung di dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Penajam. Sistim pengembangan dengan menempatkan sapi di lokasi sawit dan memanfaatkan gulma sebagai hijauan pakan ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan gulma sebagai pakan ternak memberikan rata-rata pertambahan bobot badan 0.65kg/hari/ekor dan dengan penambahan pakan konsentrat rata-rata 0.81kg/ekor/hari. Jenis tumbuhan diantara tegakan sawit (gulma) di dominasi oleh jenis rumput2an (Poaceae) dan tumbuhan herba dari famili Solanaceae. Persentase gulma yang berpotensi sebagai hijauan ternak adalah sekitar 78%. Sistim ini memberikan nilai tambah bagi petani dalam produksi sumber daging guna mendukung ketahanan pangan daerah. Kata kunci: perkebuna sawit, gulma, pakan ternak, sapi.
dari suatu perkebunan kelapa sawit
PENDAHULUAN Integrasi sapi dengan kelapa sawit
merupakan
usahaternak
oleh
di
kawasan
per
kepemilikan, lokasi yang mengarah ke
potensial
suatu kawasan yang secara ekonomis
karena
kurang produktif dalam penyediaan
pertanaman
sumber pakan ternak serta banyaknya
Indonesia
luasnya
luasnya
sistem
yang
dikembangkan didukung
suatu
adalah
kelapa sawit saat ini. Satu karakteristik
ketersediaan
sumber
pakan
sebagai
444
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
akibat
dari
pembukaan
lahan.
Ini
agroekologi
yang
sangat
cocok
memberikan gambaran bahwa sumber
untukpemeliharaan ternak sapi karena
hijauan yang dapat berperan sebagai
perkebunan
sumber pakan ketersediaannya semakin
sebagaipenghasil utama minyak sawit
luas dan variasi kualitas nutrisinya
mentah (CPO) dan minyak inti sawit
cukup beragam.Dilain sisi, umumnya
(PKO)juga sebagai penghasil limbah
kepemilikan
daerah
dan produk samping terbesar. Potensi
perkebunan kelapa sawit adalah bentuk
komoditas kelapa sawit dalam beberapa
peternakan skala kecil yang dimiliki
tahun terakhir sudah menjadi tanaman
oleh petani peternak. Dalam pada itu,
primadona. Dengan luasan area yang
pemerintah selalu berupaya mengenai
ada pada perusahaan milik negara,
kepemenuhan kebutuhan daging merah
swasta ataupun perseorangan (rakyat),
asal sapi untuk selalu ditingkatkan
dinilai potensial jika dimanfaatkan untuk
bahkan hingga pada tingkat program
usaha pengembangan hewan ruminansia
pemenuhan
secara
seperti sapi. Usaha pemeliharaan ini
nasional. Menurut Ditjen Peternakan
sangat berpotensi karena ketersediaan
tingkat konsumsi daging secara nasional
jumlah tanaman hijauan sebagai pakan
masihsangat
1,72
yang efektif dalam pengendalian gulma
Peternakan,
dan mampu menekan biaya penggunaan
2003).Menurut Dwiyanto et al. (2006)
herbisida dan efesien pada penggunaan
konsumsi
tenaga
peternakan
di
kemandirian
kecil
kg/kapita/tahun
sekitar
(Ditjen
daging
sapi
penduduk
kelapa
kerja.
sawit
Ini
selain
memberikan
Indonesiatahun 2020 diperkirakan akan
konsekuensi perlu adanya pemanfaatan
meningkat sekitar 2-3 kali lipat dari rata-
secara optimum atas segala potensi
ratakonsumsi saat ini.Kondisi populasi
sumber hijauan yang tersedia, selain dari
dan produktivitas sapi di Indonesia
upaya
teknologi
masih rendah belumdapat memenuhi
tinggi
dalam
kebutuhan permintaan daging dan saat
produksi sumber pakan ternak maupun
ini masih harusdiimpor daging dan sapi
produksi ternak itu sendiri.
bakalan sekitar 30% dari total konsumsi nasional(Diwyanto,2006).
sederhana upaya
maupun
peningkatan
Dalam batas tertentu, integrasi antara perkebunan sawit atau karet
Budidaya sapi pada hakekatnya
dengan pemeliharaan sapi dan beberapa
dapat dilakukan pada semua lahan
jenis ternak lainnya telah dikembangkan
yangtermasuk dalam zona agroekologi
di Malaysia sejak 2000an (Dahlan,
(Jumin,
komunikasi pribadi). Mengaitkan bentuk
2002)
dan
perkebunan
kelapasawit merupakan salah satu zona
integrasi
pemeliharaan
ternak
sapi
445
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
dengan kelapa sawit selain untuk tujuan
kegiatan integrasi sapi di perkebunan
peternakan
sawit.
juga
dapat
mendukung
Kedua
lokasi
penelitian
program pemenuhan kebutuhan sumber
merupakan anggota Asosiasi Petani
daging merah.Untuk itu suatu kawasan
Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO)
perkebunan kelapa sawit maupun limbah
Kabupaten Panajam. Penelitian berupa
kelapa sawit dapat dimanfaatkan lebih
pengamatan lapang, dan implementasi
tinggi lagi melalui program integrasi
ternak di perkebunan sawit. Bentuk
peternakan-perkebunan
kegiatan
sebagaimana
adalah
pemanfaatan
telah menjadi program nasional. Nilai
limbah/sampah berupa gulma
manfaat yang diperoleh untuksektor
sawit untuk pakan ternak sapi.
perkebunan diantaranya menyediakan
Luas
lahan
sawit
hasil kelapa
yang
pupuk organik yang berasaldari kotoran
digunakan untuk pengamatan masing-
sapi, mengurangi biaya tenaga kerja
masingnya 6 ha di desa Api-api dan 3 ha
untuk pembersihangulma, mengurangi
di desa Labangka. Untuk masing-masing
penggunaan
akan
lahan ditempatkan tiga ekor sapi dara (2
lingkungan
jantan dan 1 betina) jenis sapi bali
herbisida
berarti
mendukungkeselamatan (Survey,
2005).Tujuan
ingin
dengan kisaran bobot badan per ekor
model
adalah 100kg sampai 200kg. Model
kawasan
penelitian dengan sistim pemeliharaan
yang
semi intensif menggunakan kandang
disesuaikan dengan kondisi hijauan
yang ditempatkan di area lahan sawit,
setempat
optimalisasi
siang hari sapi dilepas dilahan dan
produktivitas kawasan kelapa sawit
malam hari dikandangkan. Produksi
melalui pendekatan peternakan
hijauan gulma per ha dihitung dengan
dicapai
adalah
pemeliharaan perkebunan
yang
suatu
sapi
di
kelapa
sawit
dengan
cuplikan biomassa potensil 1 x 1m2 sebanyak 15 petak. Jenis hijauan sebagai
METODOLOGI PENELITIAN Kegiatan penelitian dilakukan melalui
koordinasi
dengan
Pemda
pakan dilakukan dengan
identifikasi
dari masing-masing jenis yang dipakan
Panajam yang terkait, APKASINDO
sapi.
kemudian dilakukan survei lokasi dan
dengan metode pengukuran panjang
penentuan lokasi. Penelitian berlokasi di
badan, dan lingkar dada berdasarkan
Desa Api-Api, Kecamatan Waru
dan
rumus pendugaan bobot badan oleh
Kecamatan
Lambourne dengan mengonversi ke
desa
Labangka
Babuluh
Barat
Kabupaten
Panajam
Paser
Utara, Kalimantan Timur dengan fokus
dalam
Data
satuan
pertumbuhan
yang
dilakukan
cocok
dengan
kehidupan masyarakat kita, yakni Bobot
446
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Badan (kg) = {lingkar dada (cm)
perkebunan sawit yang dikelola oleh
kuadrat x panjang badan (cm)} dibagi
masyarakat yang merupakan anggota
10840.yaitu:
APKASINDO 2
BB = Lingkar dada x panjang badan .
10840
Pemberian
pakan
diberikan
secara
Kabupaten
Panajam,
Kaltim.
Di dalam pengelolaan aset
tersebut
melibatkan
APKASINDO,
petani
Dinas
sawit,
Ketahanan
adlibitum. Penimbangan bobot badan
Pangan, dan Dinas Peternakan setempat
dilakukan
untuk
setiap
bulan
untuk
pengawasan
saat
penelitian
mengetahui kualitas dan kuantitas pakan
dilakukan maupun setelah berakhirnya
terhadap pertumbuhan sapi. Disamping
kegiatan. Aset ternak tetap berjalan
itu dilakukan pembuatan kompos dari
sebagaimana mestinya oleh petani sawit
kotoran sapi dan limbah lain untuk
sampai
kembali ke perkebunan sawit.
dikembangkan ke petani sawit lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Sistem Pemeliharaan sapi
.A. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan
penelitian
berproduksi
untuk
Pemeliharaan sapi di kebun adalah
sawit adalah dengan sistim semi intensif
dengan menempatkan ternak sapi di
yaitu, pada siang hari sapi dilepas
perkebunan sawit pada dua lokasi sawit
(umbar) di kebun sawit dan pada malam
di wilayah Kab. Penajam sebagai plot
hari
percontohan.
pertama
pemeliharaan tersebut untuk mengetahui
pelaksanaan pada lokasi sawit di desa
daya tampung sapi per ha kebun sawit
Api, Kec. Waru dan pada tahap kedua
dengan menghitung biomasa hijauan
telah dikembangkan di Desa Labangka
dari
Barat, Kec. Babuluh. Pada kedua lokasi
mensuplai
masing-masingnya ditempatkan 3 ekor
digunakan dalam masa pertumbuhan
sapi pada luasan 3-6 ha. Kendala dan
guna melihat efesiensi hijauan gulma
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan
terhadap
tidak merubah substansi penelitian yaitu
umbar ternak di kebun bertujuan untuk
tingginya harga pasar atas biaya hidup
menghitung
fluktuasi mencapai 50% dari harga
dihabiskan per luasan petak per hari per
acuan dasar .
ekor sapi, selain itu juga di hitung
Pada
tahap
Aset pada penelitian ini adalah
sapi
gulma
dikandangkan.
yang
tersedia
Pola
dalam
pakan ternak. Sapi yang
pertumbuhan
sapi.
hijauan
jumlah hijauan pakan
pakan
Sistim
yang
yang diberikan
dalam bentuk dihibahkan berupa enam
pada malam hari. Untuk mengetahui
ekor sapi, ditempatkan di dua lokasi
kebutuhan
pakan
per
hari
yang
447
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
mencukupi untuk pertumbuhan sapi,
Sisa pakan ditimbang rata-rata per
maka dilakukan penghitungan konsumsi
minggu dan penimbangan berat badan
pakan dan penimbangan berat badan.
dilakukan satu bulan sekali.
Tabel 1. Pendugaan pertambahan BB berdasarkan pengukuran ternak sapi di perkebunan sawit (Lambourne). No.
Jantan kecil (cm)
Jantan besar (cm)
Betina (cm)
PB
PB
PB
LD
BB(kg
LD
)
BB(kg
LD
)
BB(kg )
A. Lokasi Desa Api-Api 1.
12/4/12
123
100
113,47
130
120
172,69
130
125
187,38
2.
5/5/12
125
120
166,05
140
140
253,13
136
136
232,05
3.
6/6/12
125
121
168,83
140
142
260,42
143
143
269,76
4.
6/7/12
126
121
170,18
141
142
262,28
146
147
291,04
5.
7/8/12
128
124
181,56
145
145
281,24
147
149
301,06
6.
7/9/12
128
125
184,50
145
146
285,13
149
150
309,27
7.
7/10/12
130
128
196,48
148
148
299,06
152
153
328,24
RPBB/bln
13,83
RPBB/bln
21,06
RPBB/bln
23,47
RPBB/hr
0.46
RPBB/hr
0,70
RPBB/hr
0,78
B. Lokasi Desa Labangka Barat 1.
2/7/12
117
121
158,02
144
144
275,46
142
140
256,75
2.
2/8/12
121
123
168,87
149
148
301,08
143
142
266,00
3.
2/9/12
128
129
196,50
153
152
326,09
147
147
293,03
4.
2/10/12
140
130
218,26
158
159
368,48
152
152
323,96
RPBB/bln
20,08
RPBB/bln
31,01
RPBB/bln
22,40
RPBB/hr
0,67
RPBB/hr
1,03
RPBB/hr
0,75
Keterangan : PB = Panjang badan; LD = Lebar dada RPBB = Rata-rata Pertambahan Berat Badan Dari hasil pendugaan rumus Lambourne
menunjukkan
bahwa
di desa Labangka Barat. Tingginya pertambahan berat badan per hari pada
pertambahan berat badan sapi di area
lokasi
kedua
perkebunan sawit memberikan nilai
pengaruh pemberian tambahan pakan
yang cukup tinggi yaitu rata-rata 0.65
konsentrat
kg/hari/ekor pada lokasi pertama di
1kg/ekor/hari. Meskipun demikian dari
lahan sawit desa Api-Api dan 0.81
data
kg/ekor/hari di lahan sawit kedua yaitu
pemanfaatan
yang
dimungkinkan
(dedak)
diperoleh hijauan
sebanyak
adanya
0.5-
menunjukkan gulma
sawit
448
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sebagai pakan ternak memberikan hasil
bahwa bobot badan sapi dapat diduga
yang
perkembangbiakan
dari panjang badan, dalam dada, tinggi
ternak sapi. Pertambahan berat badan
gumba, tinggi pinggul dan lingkar dada,
harian sapi Bali hasil penelitian yang
Darmayanti (2003) menyatakan bahwa
dilakukan oleh Harimurti et al. (1977)
bobot badan pada umumnya mempunyai
yang dikutip oleh Harmadji (1990) pada
hubungan positif terhadap semua ukuran
sapi Bali jantan berkisar antara 0,32 –
linear tubuh, Rahayu (2003) menyatakan
0,37 kg/ekor/hari
yang diberi pakan
bahwa pendugaan bobot badan pada sapi
hijauan cara petani. Untuk ternak sapi
dapat dilakukan dengan menggunakan
yang diberi perlakuan pakan tambahan
ukuran lingkar dada dan Mulliadi (1996)
menunjukkan hasil lebih tinggi yaitu
menyatakan tinggi pundak, panjang
0,62 kg/ekor/hari pada sapi yang diberi
badan, lebar dada, tinggi pinggul, tinggi
pakan
pundak,
baik
bagi
berupa hijauan + dedak dan
dalam
dada,
bioplus, dan 0,60 kg/ekor/hari pada sapi
kelangkang,
yang mendapat pakan berupa hijauan +
kelangkang
dan
dedak
berpengaruh
terhadap
dan
koenzim
(Widiyazid,
dkk.1999).
tinggi
dimungkinkan pendugaan
dada, lingkar bobot
lebar cannon badan
domba Garut serta Muhibbah (2007)
Pertambahan berat badan yang cukup
lebar
panjang
pada
penelitian
terjadinya
BB
ini
kesalahan
berdasarkan
ukuran
menyatakan
bahwa
pertumbuhan
ukuran-ukuran linier tubuh ternak satu sama lain berhubungan secara linier. C. Produksi Hijauan Gulma
tubuh dimana penghitungan berdasarkan
Untuk
mengetahui
biomasa
formula Lambourne dari lebar dada dan
gulma per ha kebun sawit, maka
panjang
tingkat
dilakuka cuplikan produksi hijauan per
10%
1x1 m2 (Tabel 1.) dan dilakukan
kesalahan
badan
memiliki
pendugaan
sampai
(http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/pu/ps
identifikasi
ds/Pengukuran.pdf). Pendugaan bobot
berpotensi sebagai pakan dari gulma di
badan berdasarkan ukuran tubuh juga
perkebunan sawit.
dinyatakan
oleh
Apriliyani
jenis
hijauan
yang
(2007)
Tabel 2. Data rata-rata biomassa (kg/ha) atau produksi gulma sawit per 1 m2 petakan pada umur sawit 3 tahun dan umur 6 tahun .
No.
Petak cuplikan
Biomassa
gulma Jenis
Biomassa
gulma Jenis
Umur 3 Tahun HMT
Umur
tahun HMT
(gram/petak)
(gram/petak)
(%)
6
(%)
449
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
1.
2.
3.
4.
5.
1.1
750
75
0
0
1.2
1200
100
600
80
1.3
600
75
200
100
2.1
800
80
450
100
2.2
1000
45
400
100
2.3
1100
80
200
100
3.1
900
80
400
100
3.2
700
80
300
80
3.3
800
80
550
100
4.1
700
75
400
75
4.2
800
80
250
100
4.3
700
80
1000
80
5.1
800
80
0
0
5.2
1100
100
0
0
5.3
1300
60
0
0
Rata-rata
883.33
78.00
316.66
99.66
Catatan: HMT: Hijauan Pakan Ternak
Hasil pengukuran biomassa hijauan
tutupan kanopi yaitu pada sawit lebih
gulma di lahan sawit menunjukkan
tua
produksi gulma tinggi pada umur lebih
dibandingkan dengan sawit muda. Dari
muda (3 tahun) yaitu rata-rata per m2
cuplikan
883.33 gr dibandingkan dengan umur 6
produksi gulma sawit dalam tiga bulan
tahun yaitu per m2 sebesar 316.66 gr/.
pada umur muda (dibawah 3 tahun)
Namun dari komposisi jenis pakan
diperkirakan mencapai 3533.33 kg/ha
ternak pada sawit umur lebih tua
hijauan dengan asumsi luasan terbuka
teridentifikasi lebih tinggi yaitu 99.66%
sekitar 40% dan dari produksi tersebut
dan pada umur muda sekitar 78.00%.
hijauan makanan ternak (HMT) sekitar
Hal
2755.99 kg atau 78.00% dari total
ini
disebabkan
pengaruh
dari
tutupan
data
kanopi
biomassa
lebih
luas
tersebut,
450
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
gulma. tiga
Penghitungan produksi dalam bulan
dilakukan
berdasarkan
semak
(tanaman
rerumputan
pengganggu),
yang
tumbuh
kebiasaan petani melakukan herbisida
seperti:Digitaria
atau menghilangkan gulma setiap tiga
Stylosanthes
bulan sekali. Pengamatan per petak
notatum,
luasan diantara tegakan pohon sawit
menghasilkan produktivitas tertinggi.
menunjukkan rata – rata produksi gulma
Spesies
sawit sekitar 12,5 kg/petak.
Hasil
Stylosanthes guianensis menunjukkan
pengamatan juga menunjukkan dengan
toleransi yang baikpada umur tanaman
melepaskan sapi dilahan secara rotasi
kelapa sawit 4 tahun. Sementara spesies
setiap hari, ternak sapi menghabiskan 2
Paspalumnotatum
petak sawit/ekor/hari atau per hari
glabarata menunjukkan toleransi yang
sekitar 25 kg hijauan gulma sawit.
baik
Berdasarkan
ini
umur tanaman kelapa sawit (8 dan 12
menunjukkan bahwa luas lahan sawit
tahun) daninvasi gulma semakin tinggi
per ha mampu mensuplai pakan sapi
dengan meningkatnya umur tanaman
setidaknya satu ekor sapi dewasa dan
kelapasawit (Hanafi, 2007). Cuplikan
dua sapi dara.
gulma sawit di enam lokasi perkebunan
hasil
pengamatan
Identifikasi jenis gulma sawit
sawit
milanjiana,
guianensis, danArachis
Paspalum glabarata
Digitariamilanjiana
dan
dengansemakin
dan
Arachis
meningkatnya
Kecamatan Waru dan Babuluh
yang berpotensi sebagai sumber pakan
menunjukkan 80% gulma adalah dari
ternak di dominasi oleh jenis rumput2an
jenis
(Poaceae) dan tumbuhan herba dari
Sisanya berupa tumbuhan keras, herbal
famili
adalah
berdaun tebal, dan jenis paku-pakuan.
yang
Jenis pakan tersebut dapat memberikan
dominantumbuh di areal perkebunan
pertambahan berat badan pada sapi Bali
kelapa
yang dipelihara di kebun sawit.
Solanaceae.
tanaman
Gulma
pengganggu
sawit
seperti
compresus,Ottochloa
Axonopus
dan
herba.
dan
Integrasi sapi sawit memberikan
dapat
suatu mutualisme bagi petani pengelola
digunakan sebagaihijauan pakan ternak,
sawit ataupun masyarakat di sekitar
rumput basah lapangan mengandung
perkebunan di dalam mengembangkan
23,7% bahankering (Reksohadiprodjo,
usaha lain seperti peternakan sapi. Pola
1988). Produk hijauan antar tanaman
peternakan sapi-kelapa sawit skala kecil.
adalah
membantu petani dalam membasmi
Paspalum
nodosa
rumput-rumputan
conyugatumyang
vegetasi
yang
tumbuh
liar
dilahan perkebunan kelapa sawit, baik
gulma
sawit
tanpa
herbisida
dan
yang tumbuh sebagai tanaman liaratau
membantu dalam penyediaan sumber
451
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
pangan asal ternak Menurut Handaka et
dilakukan duplikasi di daerah kelapa
al (2009), sistem integrasi tanaman
sawit skala kecil di beberapa daerah
ternak adalah suatu sistem pertanian
serupa
yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman dan ternak
KESIMPULAN
dalam suatu kegiatan usahatani atau
Dari hasil pengamatan menunjukkan
dalam
potensi
suatu
wilayah.
Keterkaitan
hijauan diantara tegakkan
tersebut merupakan suatu faktor pemicu
kelapa sawit sebagai pakan
dalam
dapat mendukung pengembangan usaha
mendorong
pertumbuhan
ternak
pendapatan petani dan pertumbuhan
peternakan sapi.
ekonomi wilayah secara berkelanjutan.
Pemanfaatan
Penerapan sistem ini, dalam satu ha
pakan ternak
luasan sawit dapat menekan biaya
pertambahan bobot badan (PBB) rata-
operasional dan tenaga kerja sebesar
rata
satu juta rupiah per tahun dengan
0.65kg/ekor/hari
menghilangan
apabila
penggunaan herbisida.
Disamping itu ternak yang dipelihara
per
gulma sawit sebagai
ekor
diberi
dapat meningkatkan
per
hari
sekitar
dan 0.81kg/ekor/hari pakan
tambahan
konsentrat.
juga memberikan keuntungan langsung kepada
petani
baik
dalam
bentuk
Integrasi sapi-sawit dengan kepemilikan
tabungan sapi maupun pupuk organik
skala kecil terbukti dapat memberikan
serta mendukung
nilai tambah bagi petani kecil melalui
sumber
ketahanan
pangan daerah.
Pemanfaatan
penelitian
dapat
dengan
ini
program
hasil
disinkronkan Pemda
yang
berhubungan dengan Ketahanan pangan maupun
peningkatan
(keuangan)
dari
ataupun
petani
penurunan biaya pengendalian gulma menjadi
sumber
pakan
sapi
serta
meningkatkan pendapatan petani dan produksi sawit.
produksi
aspek
peternakan
sawit
c/q
UCAPAN TERIMAKASIH
dinas
peternakan dan dinas pertanian. Hasil
Ucapan terimakasih penulis sampaikan
penelitian ini dapat diimplementasikan
kepada
oleh Pemda dalam rangka peningkatan
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa
Ketahanan Pangan pada tingkat petani
Ristek Tahun 2012 yang telah mendanai
kelapa sawit serta menunjang program
penelitian
nasional Sapi Potong-kelapa sawit di
disampaikan kepada Puslit. Biologi-LIPI
tingkat
dan Pemda Kabupaten Panajam yang
plasma
nutfah
dan
dapat
Program Insentif Peningkatan
ini.
Terimakasih
juga
452
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
telah
membantu
dan
memfasilitasi
terlaksananya penelitian.
Pembibitan Ternak Sapi Pola IntegrasiTanaman Dalam
Rangka
Ternak Mendukung
Kecukupan Daging 2010,Senin
DAFTAR PUSTAKA
14 Agustus 2006. Apriliyani, I. N. 2007. Penampilan
Jumin, H.B. 2002 Agroekologi Suatu
produksi dan pendugaan bobot
Pendekatan
badan
RajaGrafindo Persada Jakarta
berdasarkan
ukuran-
Fisiologis.
PT.
ukuran linier tubuh sapi Lokal dan sapi persilangan. Skripsi. Fakultas
Peternakan.
Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Darmayanti, D. 2003. Kualitas karkas serta sifat fisik dan sensori daging
domba
Lokal
pada
kecepatan pertumbuhan yang berbeda.
Skripsi.
Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ditjennak.
2003.
Kriteria
Teknis
Kawasan Agribisnis Peternakan SapiPotong
kerjasama
Direktorat
Pengembangan
Peternakan
denganFakultas
Peternakan
Institut
Pertanian
Bogor. Jakarta
Diwyanto, K; Kusmaningsih; Katamso 2006.
Pengembangan
PembibitanSapi Integrated
Dalam
Farming
Pola
System.
Pusat PenelitianPengembangan Peternakan Deptan RI. Buku Panduan Pengembangan
SeminarNasional Usaha
453
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Masalah Kecacingan pada Pedet dengan Sistem Penggembalaan dan Dikandangkan Untuk Menekan Angka Mortalitas Dalam Upaya Mendukung Program Bumi Sejuta Sapi (Calf Gastrointestinal Parasites in Breeding System to Press the Mortality Rates as an Efforts to Promotes “Bumi Sejuta Sapi” Programme) Nina Herlina, Baharuddin Tappa, Nova Dilla Yanthi Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI, Jl. Raya Bogor – Jakarta Km 46, Cibinong – Bogor 16911
ABSTRAK Penyakit parasitik saluran pencernaan yang sering dihadapi oleh anak sapi (pedet) adalah kecacingan. Kejadian kecacingan akan menimbulkan gejala diare yang dapat menimbulkan kematian dengan angka mortalitas mencapai 75%. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat kecacingan, jenis cacing yang menginfeksi dan pengaruh musim antara pedet yang digembalakan dan dikandangkan. Pemeriksaan feses dilakukan setiap bulan dengan menggunakan metode langsung dan kuantitatif. Berdasarkan hasil pengamatan dari 10 sampel feses, didapatkan jumlah telur cacing yang lebih banyak pada pedet yang digembalakan dengan jumlah telur cacing terbanyak dari kelas nematoda dan trematoda. Sedangkan tingkat kepadatan telur cacing tergolong ringan yaitu < 500 telur/gram feses. Kata kunci : cacing saluran cerna, feses, sistem pemeliharaan, pedet
ABSTRACT Gastrointestinal parasitic disease often faced by the calf and occuring diarrhea with mortality rates reaches 75%. This study were done to compare status and types of gastrointestinal egg parasites and seasons influence between traditional and intensive system. The laboratory identification was done with native and quantitative methods. Based on the result of 10 samples, there are more gastrointestinal egg parasites in traditional system than intensive system which identified as parasites from Nematoda and Trematoda class. The egg density level was classified as low infection with < 500 egg per gram. Keywords : intestinal parasite, faecal, traditional and intensive system, calf
cukup dengan kualitas yang memadai
PENDAHULUAN Menurut Biro Pusat Statistik,
bagi
seluruh
jumlah penduduk Indonesia pada tahun
Salah
satu
2010
jiwa
diantaranya protein hewani yang berasal
dengan laju pertumbuhan sekitar 1.5%
dari produk peternakan seperti daging,
per tahun (BPS, 2010). Hal tersebut
susu ataupun telur.
mencapai
237.641.326
masyarakat bahan
Indonesia.
pangan
bergizi
menuntut ketersediaan pangan yang
454
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Ditjen Peternakan tahun 2009
disebabkan oleh internal parasit seperti
menunjukkan bahwa tingkat konsumsi
cacing
protein hewani bangsa Indonesia pada
cestoda. Selain dapat menimbulkan
tahun
kematian
2007
hanya
sebesar
14,04
nematoda,
pada
trematoda
ternak-ternak
dan
muda,
kg/kapita/tahun yang terdiri atas 5,13
infeksi cacing juga dapat menimbulkan
kg/kapita/tahun
6,78
kerugian
3,13
pertumbuhan
daging,
kg/kapita/tahun
telur
dan
kg/kapita/tahun susu. Jumlah tersebut masih
belum
produksi
dapat
dalam
pemerintah
perlu
dipenuhi
negeri
mengimpor
berupa
terhambatnya
(bobot
badan)
dan
mengurangi produktivitas ternak.
oleh
sehingga
lain
Frekuensi kejadian kecacingan dan
penyebarannya
bervariasi
32%
tergantung keadaan lingkungan dan
kebutuhan daging berupa sapi potong
iklim. Di daerah kering dimana curah
ataupun daging beku. Sedangkan untuk
hujan lebih sedikit tentu lebih rendah
susu, 70% kebutuhan nasional masih
derajat infeksi cacingnya di banding
harus diperoleh dari impor.
daerah basah dimana curah hujannya
Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah
mencanangkan
Program
cukup tinggi Penelitian
(Darminto et al. 2003). ini
bertujuan tingkat
untuk
Swasembada Daging Sapi dan Kerbau
membandingkan
kecacingan,
Tahun 2014 (PSDS/K-2014). Sasaran
jenis cacing yang menginfeksi dan
akhir antara lain peningkatan populasi,
pengaruh musim antara pedet yang
perbaikan produktivitas dan peningkatan
digembalakan dan dikandangkan.
produksi daging sapi, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak.
METODOLOGI Sampel tinja diperoleh secara
Peningkatan populasi diharapkan dapat dicapai dengan jumlah kelahiran satu ekor pedet per tahun untuk satu ekor betina. Selain itu diharapkan angka kematian pedet yang cukup tinggi dapat ditekan
dengan
cara
melakukan
vaksinasi dan pengendalian penyakit
rektal
digembalakan
Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada pedet yang berumur lebih dari dua bulan yaitu penyakit
gastointestinal
yang
pedet-pedet dan
yang
dikandangkan
kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dibawa ke laboratorium untuk identifikasi
dan
pemeriksaan
lebih
lanjut. Pemeriksaan dilakukan secara natif
ternak.
dari
dan
langsung
kuantitatif. dilakukan
Pemeriksaan dengan
cara
mengambil beberapa miligram sample menggunakan lidi ke atas kaca objek kemudian tambahkan satu tetes air dan aduk rata lalu tutup dengan kaca cover
455
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
agar ulasan feses tersebar merata dan
EPG Jumlah telur total Berat sampel feses (gram)
lihat dibawah mikroskop. Identifikasi telur cacing mengacu pada Noble et al. 1989 dan The RVC/FAO Guide to Veterinary Diagnostic Parasitology. Pemeriksaan
dengan
metode
kuantitatif dilakukan untuk menghitung jumlah telur per gram tinja (EPG) dengan metode Whitlock. Prinsip dasar dari
metode
ini
pengapungan
yang
yaitu
metode
dengan
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April – September 2011 yang
dikoleksi
dari
pedet
penggembalaan dan kandang daerah Cibinong masing-masing sebanyak 5 ekor dan diperiksa di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
dikuantifikasi.
Jumlah telur dalam tiap gram tinja dihitung
=
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengenceran
menggunakan alat bantu kamar hitung Whitlock.
Pada pemeriksaan sample feses dari
5
pedet
yang
digembalakan
sebanyak 4 ekor atau 80% terinfeksi
Feses ditimbang sebanyak 3 gram kemudian ditambahkan 17 ml air keran dan diamkan semalaman lalu kocok hingga homogen. Beri larutan garam jenuh (BJ 1.2), aduk dengan pipet sampai homogen dan diamkan 5 menit. Larutan tersebut diteteskan pada kamar
parasit usus sedangkan pada pedet yang dikandangkan sebanyak 3 ekor atau 60%. Berdasarkan hasil identifikasi jenis telur cacing parasit gastrointestinal, spesies cacing terbanyak berasal dari kelas nematoda seperti tercantum pada tabel 1.
hitung Withlock dan hitung dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x. Hasil penghitungan dikali 20.
Tabel 1. Infeksi telur cacing dari pedet penggembalaan dan dikandangkan No. Pedet Telur Cacing Pedet penggembalaan 1
Nematodirus,
Pedet dikandangkan
Strongyloides, Nematodirus
Paramphistomum 2
Nematodirus, Paramphistomum
-
3
Nematodirus, Strongyloides
Nematodirus,
Trichostrongylus,
Paramphistomum 4
-
Nematodirus
456
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
5
Nematodirus, Toxocara Dari tabel 1 terlihat bahwa jenis
lainnya
seperti
toxocara
dan
cacing yang paling banyak menginfeksi
trichostrongylus. Telur Toxocara yang
kedua sistem pemeliharaan tersebut
infektif tidak akan menetas sampai telur
adalah kelas Nematoda. Hal tersebut
tersebut termakan oleh induk semang.
dikarenakan jenis cacing dari kelas ini
Larva
memiliki siklus hidup langsung yang
menyelesaikan siklus hidupnya apabila
tidak
reservoir
termakan oleh hewan/induk betina dan
untuk
akan menginfeksi anak/keturunannya
melakukan siklus hidupnya sedangkan
(Roberts, 1983). Menurut Hansen dan
jenis
Trematoda
Perry (1984), penularan Toxocara pada
membutuhkan inang antara sebelum
sapi dapat terjadi melalui kolostrum
mencapai hospes definitif (Nofyan et al.
induk (intra mammary) maupun trans
2010). Jenis telur cacing yang banyak
plasenta. Pada anak sapi yang terinfeksi,
ditemukan yaitu Nematodirus. Telur
larva Toxocara tidak akan bermigrasi
jenis ini mudah dibedakan dari jenis
lagi tetapi akan tetap tinggal di usus
Strongyloides karena bentuknya yang
halus
besar. Jenis ini memiliki perbedaan
cacing dewasa dan telur Toxocara akan
dengan
larva
dapat ditemukan dalam feses anak sapi
berkembang di dalam telur dan telur
pada hari ke-18-21 setelah infeksi.
tersebut tidak akan menetas sampai
Trichostrongylus disamping menyerang
larva infektif (L3) terbentuk. Telur ini
sapi juga dapat menyerang domba dan
dapat bertahan hidup di tanah sampai 2
herbivora
tahun sehingga dapat ditemukan dengan
infestasi
mudah
Haemonchus,
memerlukan
sehingga
hospes
memudahkannya
dari
kelas
yang
pada
lain
hewan
karena
ternak
yang
digembalakan (Soulsby. 1982).
T.
vitulorum
sampai
hanya
berkembang
lainnya,
menjadi
biasanya
gabungan
akan
terjadi
nematoda
Trichostrongylus
dan
Oesophagostomum dengan jumlah epg
Telur Strongyloides berbentuk
rata-rata di lokasi perkebunan sebesar
kecil
telur
2.621 ± 433 dan bukan perkebunan
berembrio, banyak ditemukan di daerah
sebesar 2.840 ± 506 (Beriajaya dan
tropis
Nurhadi, 1995).
oval
dengan
beriklim
sebagian
hangat
yang
memungkinkan tahapan perkembangan
Telur
cacing
dari
kelas
parasit bertahan hidup di tanah (Levine.
Trematoda yang ditemukan pada pedet
1980).
penggembalaan
Selain
telur
tersebut,
juga
ditemukan telur dari kelas Nematoda
dan
pedet
yang
dikandangkan yaitu paramphistomum.
457
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Cacing ini banyak menempati rumen
Selain cara penularan, hal tersebut juga
pada
akan
dapat menjadi acuan untuk prevalensi
mensekresikan telur pada feses yang
jenis cacing yang dapat menginfeksi
akan berkembang dan menetas pada
ternak-ternak muda.
ruminansia
dan
suhu dan kelembaban yang sesuai (Burgu, 1981 dalam Waal. 2010)).
Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat jumlah telur per gram feses
Menurut Gillespie dan Hawkey
(EPG) yang dihitung setiap bulan sejak –
(1999), jumlah telur dan lamanya waktu
April
menghasilkan
telur
sangat
pengambilan tersebut diharapkan dapat
mempengaruhi
kemampuan
cacing
menunjukkan pengaruh musim terhadap
parasit usus untuk bertahan hidup.
September
2011.
Periode
densitas telur.
Gambar 1. Rataan jumlah telur per gram feses (EPG) pada pedet penggembalaan dan pedet yang dikandangkan
Menurut Thienpont et al. (1995),
sistem
pemeliharaan
penggembalaan
infeksi kecacingan dapat dibedakan
maupun perkandangan dari bulan April
menjadi 3 yaitu infeksi ringan jika
– September 2011 masih tergolong
jumlah telur 1-499 butir per gram;
infeksi ringan dimana jumlah telur < 499
infeksi sedang ditunjukkan jika jumlah
butir per gram. Namun hal tersebut tidak
telur 500 - 5000 butir per gram dan
dapat dijadikan sebagai acuan derajat
infeksi berat ditunjukkan jika telur yang
infeksi
yang sebenarnya
dihasilkan > 5000 butir per gram feses
hanya
cacing
ternak.
menghasilkan telur dan larva cacing
Data
yang
diperoleh
menunjukkan bahwa baik pedet dari
dewasa
mengingat yang
dapat
belum dapat menghasilkan telur.
458
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Indonesia sebagai negara tropis
berasal dari kelas nematoda dengan
memungkinkan perkembangan parasit
infeksi terbanyak pada bulan September.
dengan baik karena beberapa faktor
Densitas jumlah telur per gram tinja
pendukung
(EPG) ditemukan <500 digolongkan
seperti
membutuhkan
parasit
yang
kehangatan
dan
sebagai infeksi kecacingan ringan.
kelembaban iklim tropis, malnutrisi pada ternak yang hanya mendapat pakan
DAFTAR PUSTAKA
dari
Beriajaya dan A. Nurhadi. 1995. Infeksi cacing nematoda gastrointestinalis pada domba di perkebunan karet. Maj. Parasitol. Ind. 8 (6):7–13.
padang
penggembalaan
dapat
memudahkan terjadinya infeksi dan faktor manajemen seperti pemeliharaan yang kurang memperhatikan sanitasi dan higienitas. Iklim dapat berpengaruh terhadap kenaikan jumlah telur cacing pada feses dan mempengaruhi fluktuasi cacing. Berdasarkan
grafik,
terlihat
bahwa
terjadi kenaikan jumlah telur di bulan
BPS. 2010. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi, Kabupaten/Kota. Jakarta. Darminto, Suhardono, Beriajaya, A. Wiyono. 2003. Teknologi Bidang Veteriner Untuk Mendukung Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
September namun tidak berbeda secara signifikan terhadap jumlah telur yang dihasilkan di bulan lainnya. Iklim yang buruk
mempengaruhi
dilapangan
sehingga
kondisi tidak
larva mampu
berkembang baik dalam tubuh induk semang. Adapun suhu yang baik untuk perkembangan larva berkisar 6-350C dengan suhu optimum 250C sedangkan untuk menjadi larva infektif dibutuhkan 7-9 hari ditempat yang cukup basah (Djannatun, 1987).
KESIMPULAN Jenis
parasit
gastrointestinal
yang teridentifikasi pada pedet yang digembalakan
dan
Djannatun, T. 1987. Nematodiasis pada Sapi Perah di Wilayah Kerja Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Skripsi. FKH IPB.
dikandangkan
menunjukkan bahwa jumlah terbanyak
Hansen, J. and B. Perry. 1994 . A Handbook. The epidemiology, diagnosis and control of helmith parasites of ruminants . Published by the International Laboratory for Research on Animal Diseases,Nairobi, Kenya . Levine, N.D. 1980. Nematode Parasites of Domestic Animals and of Man, Second Edition. Minneapolis: Burgess Publishing Company. Noble, E.R & G.A. Noble. 1989. Parasitology : The Biology of Animal Parasites. Lea & Febinger. English. Pp 584. Nofyan, E., M. Kamal, I. Rosdiana. 2010. Identitas Jenis Telur Cacing
459
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Parasit Pada Ternak Sapi (Bos sp.) dan Kerbau (Bubalus sp.) di Rumah Potong Hewan Palembang. Jurnal Penelitian Sains. 10:06-11. Roberts, J .A . 1993 . Toxocara vitulorum in Ruminants . Vet. Bull . 63 : 545-568 . Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals, Seventh Edition. Philadelphia: Lea & Febiger. Waal, T. D. 2010. Paramphistomum-a brief Review. Irish Veterinary Journal. Vol 63:5.
460
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
APLIKASI METODE SINKRONISASI BERAHI DAN INSEMINASI BUATAN PADA KERBAU LUMPUR DENGAN PREPARAT HORMONAL PGF 2α (Lutalyse TM ) DI LAN LIMUR SUMBAWA - NTB
Edy Sophian,Baharuddin Tappa, Tulus Maulana Puslit Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Raya Bogor Km.46 Cibinong, 16911, ABSTRAK Ternak kerbau merupakan komoditas ternak yang ikut andil dalam mencukupi kebutuhan konsumsi daging nasional, Populasi kerbau saat ini sangat memprihatinkan, Selama sepuluh tahun terakhir populasi kerbau di Indonesia mengalami penurunan yaitu 2.405.000 ekor pada tahun 2000 menjadi 2.010.000 ekor pada tahun 2011, (Deptan 2012). Penurunan populasi ternak kerbau juga dialami di Kabupaten Sumbawa Propinsi NTB, dari tahun 2007 sebanyak 64.346 ekor menjadi 54.535 ekor pada tahun 2010 atau sekitar 17% dari populasi. Salah satu usaha meningkatkan populasi dan memperbaiki produktivitas ternak kerbau adalah dengan penerapan metode single sinkronisasi berahi dan teknologi inseminasi buatan (IB). Materi perlakuan digunakan sebanyak 16 ekor kerbau betina di Lan Limur Kecamatan Moyo Kabupaten Sumbawa NTB dan semen beku kerbau belang yang berasal dari Puslit Bioteknologi LIPI. Perlakuan sinkronisasi estrus dengan metode single sinkronisasi (PG-IB), dengan metode ini efektif menimbulkan estrus 100% pada seluruh kerbau betina dengan hasil persentase kebuntingan berdasarkan palpasi rektal 3 bulan setelah di inseminasi buatan sebanyak 14 ekor yang bunting ( 87,5%) dari 16 ekor yang di inseminasi buatan. Kesimpulan penggunaan preparat hormonal sangat membantu dalam proses deteksi berahi dan inseminasi buatan.Tingkat kebuntingan dengan singkronisasi berahi cukup baik dengan para meter Nilai S/C (service per conception) 2.0. Kata kunci : Sinkronisasi berahi, Inseminasi buatan, kerbau Kabupten
PENDAHULUAN Ternak
kerbau
yang
memiliki
potensi
merupakan
pengembangan peternakan yang lebih
komoditas ternak yang ikut andil dalam
baik dibanding kabupaten/kotamadyan
mencukupi kebutuhan konsumsi daging
di
nasional, Populasi kerbau saat ini sangat
Terbukti dari permintaan akan ternak
memprihatinkan, Selama sepuluh tahun
kerbau
terakhir populasi kerbau di Indonesia
Indonesia terutama di Sulawesi dan
mengalami penurunan yaitu 2.405.000
Kalimantan.
Propinsi
dari
Nusa
Tenggara
beberapa
Barat.
propinsi
di
ekor pada tahun 2000 menjadi 2.010.000
Pengembangan ternak kerbau di
ekor pada tahun 2011, (Deptan 2012).
pulau Sumbawa khususnya dan NTB
Kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa
pada
Tenggara Barat merupakan salah satu
program NTB BSSK adalah program
umumnya
ikut
mendukung
461
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
percepatan (akselerasi) pengembangan
sulit. Lendir estrus, oedema, perubahan
peternakan sapi dan kerbau dengan lebih
mukosa
mengutamakan
pemberdayaan
lazimnya menjadi penanda klinis estrus,
sumberdaya lokal dengan tujuan agar
menjadi sulit diamati pada kerbau
sesegera
(Toelihere, 1981).
mungkin
dapat
tercapai
populasi optimal sesuai dengan daya
menjadikemerahan
yang
Organ reproduksi kerbau hampir
dukung wilayah sehingga peternakan
sama dengan sapi.
kerbau di NTB dapat memberikan
reproduksi kerbau biasanya lebih pendek
kontribusi
dengan ovarium yang lebih kecil dari
yang
pendapatan
besar
terhadap
masyarakat
pedesaan,
sapi.
Namun, saluran
Umur pubertas kerbau betina
memenuhi kebutuhan daging nasional,
berkisar antara 16-22 bulan di berbagai
memenuhi permintaan bibit kerbau bagi
negara
daerah-daerah
lingkungan, musim, iklim dan pakan
kebutuhan
lain,
dan
konsumsi
memenuhi
daging
beragam
tergantung
kondisi
dalam
(Batosama, 1985). Siklus birahi pada
daerah. Dengan demikian, secara tidak
kerbau rata - rata 19 – 22 hari, dengan
langsung peternakan kerbau diharapkan
lama birahi rata-rata 12 – 28 jam
dapat menjadi lokomotif penggerak atau
(Batosama, 2006).
pengungkit
sektor
lainnya
jam setelah akhir birahi (Batosama,
dalam
rangka
meningkatkan
2006). Umumnya kerbau sangat jarang
perekonomian, kesehatan, kecerdasan
memperlihatkan tanda-tanda berahi yang
dan kesejahteraan masyarakat.
nyata seperti sapi, sehingga sangat sulit
ekonomi
Teknologi
IB
merupakan
untuk di deteksi.
Ovulasi terjadi 10
Hal ini pula yang
serangkaian proses yang melibatkan
menyebabkan sering terlewatnya waktu
koleksi semen, preservasi (dalam bentuk
yang
cair atau beku), danpemindahannya ke
inseminasi buatan.
tepat
dalam
pelaksanaan
dalam saluran kelamin betina. Untuk
Lama bunting pada kerbau lebih
suksesnya program IB, perludiketahui
lama dari pada sapi yakni sekitar 310 –
bahwa
sejumlah
330 hari. Jarak kelahiran (calving
kelemahan fundamental, baik kerbau
interval) pada kerbau bervariasi antara
jantan maupun betina. Karena memiliki
400 hingga 600 hari (Batosama, 2006).
libido dan tingkah laku seksual yang,
Calving interval sangat dipengaruhi oleh
cenderung
kerbau
memiliki
atau
sulit
kondisi lingkungan, musim dan pakan.
estrus
yang
Waktu munculnya berahi setelah partus
memprediksi
pada kondisi normal adalah sekitar 130
waktuterbaik untuk IB menjadi relatif
hari, tergantung dari nilai gizi pakan
dikenali. diperlukan
tidaknampak Pengamatan dalam
462
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
yang
dikonsumsi
dan
sistim
pemeliharaan ternak tersebut.
yang rata-rata sudah 2 – 3 kali partus, dengan kondisi reproduksi yang baik dengan
di
tandai
dengan
aktifitas
MATERI DAN METODE
ovarium yang normal seperti corpus
Produksi semen kerbau
luteal,folikel dapat di rasakan dengan
Semen beku yang digunakan
cara di palpasi prektal.
berasal dari kerbau pejantan belang
Sinkronisasi Berahi
(tedong bonga) yang dipelihara di Puslit
Penyuntikaan
preparat
Bioteknologi LIPI, Cibinong Bogor.
Hormonal pada betina induk yang telah
Kerbau
di seleksi dan memenuhi syarat, pada
belang
tersebut
merupakan
kerbau hasil pengembang biakan di
waktu
Puslit bioteknologi lipi yang diperlihara
resipien
dan
berahi,dalam perlakuan ini pemberian
dan
dilatih
untuk
dikoleksi
yang
bersamaan
akan
diharapkan
menunjukan
gejala
semennya. Metode pembuatan semen
hormonal PGF 2α
beku merupakan metode yang telah
dilakukan secara Intra Muscular (IM)
baku di Laboratoriun Reproduksi dan
dengan dosis pemberian 5 ml, dengan
Kultur Sel Hewan Puslit Bioteknologi
harapan 2-3 hari atau 72 jam betina
LIPI,
menggunakan
resipien
menunjukan
pengencer dasar Tris Kuning Telur,
Kerbau
resipien
semen beku dikemas dalam mini straw
penyuntikan hormon PGF 2α sebanyak 1
0,25 ml. Semen beku yang pakai untuk
kali (Batosama, 1985). Sinkronisasi
inseminasi dengan konsentrasi sebesar
estrus dan IB telah dilakukan terhadap
dan
6
30x10
dengan
spermatozoa/ml
(Gunawan,
(Lutalyse
gejala
tersebut
TM
)
berahi,
mendapat
16 ekor kerbau betina calon akseptor
2006).
perlakuan sinkronisasi estrus tersebut
Seleksi Resipien
adalah sinkronisasi estrus dengan satu
Telah dipilih sebanyak 16 ekor kerbau
betina
tidak
bunting
kali penyuntikan PGF2α (5 ml Lutalyse,
milik
berisi 25 mg Dinoprost Tromethamin -
peternak-peternak dilokasi tersebut di
Pharmacia) yaitu 5 ml Lutalyse dengan
atas dangan kriteria memilki body
interval 3 hari, kemudian di inseminasi
condition score (BSC) > 3. Terlebih
bila sudah terdeteksi estrus. Deteksi
dahulu dilakukuan pemeriksaan palpasi
berahi dilakukan pada hari ke 3 setelah
rektal untuk mengtahui status reproduksi
penyuntikan Preparat Hormonal PGF
dan memastikan bahwa kerbau tidak
2α. Tanda-tanda birahi yang diamati
dalam keadaan bunting. Kerbau betina
adalah pembengkakan dan peningkatan
yang di gunakan adalah betina induk
suhu vulva/vagina serta adanya lendir
463
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
berahi. Deteksi berahi juga dilakukan
semen beku dengan konsentrasi sebesar
dengan
30x106
palpasi
par
rektal
untuk
spermatozoa/ml
(Gunawan,
merasakan adanya indikasi pembukaan
2006). Interval waktu IB pertama dan
serta ereksi cervix.
kedua adalah sekitar 7-8 jam. Pencairan
Interval
waktu
antara
kembali (thawing) semen beku dalam
penyuntikan Preparat Hormonal PGF 2α
straw
dengan pelaksanaan IB adalah 72 jam.
mencelupkan straw dalam air bersuhu
Inseminasi dilakukan sebanyak dua kali
37°C selama 30 detik.
dilakukan
dengan
cara
menggunakan masing-masing 1 straw
Hari 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Singkronisasi PGF 2α IB Pengamatan Berahi Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
IB
Pengamatan berahi
Gambar 1.Prosedur pelaksanaan singkronisasi berahi PGF2α
memastikan
Pemeriksaan Kebuntingan Pemeriksaan
kebuntingan
dilakukan dengan cara palpasi per rektal
kebuntingan
dan
tidak
terjadinya abortus. Parameter
uterus, 3 bulan setelah diinseminasi.
Melihat
kebuntingan
Waktu ini dipilih untuk mencegah
dengan
terjadinya abortus / keguguran akibat
mengunakan preprat hormonal PGF 2α
palpasi.
(lutalyse
Jika ternak positif bunting,
metode
tingkat
TM
sinkronisasi
berahi
) dengan parameter yang
maka akan terasa adanya uterus yang
dinilai
berkembang seperti balon berisi air
conception) adalah jumlah Inseminasi
sebesar sarung tinju pada saat palpasi.
perkebuntingan.
Pemeriksaan
dengan
palpasi
adalah
S/C
(service
per
dapat
diulangi 1-2 bulan berikutnya untuk
HASIL dan PEMBAHASAN
464
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Hasil perlakuan dari 16 ekor
singkronisasi berahi adalah rata-rata
kerbau yang di Inseminasi Buatan (IB)
betina induk yang sudah beranak 2 – 3
ada 2 ekor yang berahi alam dan 14 ekor
kali, dari 14 ekor betina induk yang di
lain di singkronisasi berahi, salah satu
singkron mempunyai kondisi badan
indicator
yang
yang cukup sehat dan reproduksi yang
baik,layak untuk di gertak berahi adalah
relative normal. Berikut data jumlah
aktivitas ovarium dalam tahap (CL)
ternak kerbau yang di inseminasi yang
corpus letium,folikel. Kerbau betina
berhasil bunting.
yang
kondisi
di
reproduksi
pakai
untuk
program
Tabel 1. Jumlah ternak kerbau yang di sinkronisasi dan inseminasi Jumlah kerbau
Jumlah sinkron
Jumlah Berahi Alam
Jumlah di IB
Jumlah Bunting (%)
16 Ekor
14 Ekor
2 ekor
16 ekor
14 ekor (87,5%)
Jumlah tidak Bunting (%) 2 ekor (12,5%)
Berdasarkan data diatas dari 16
Kerbau
ekor kerbau yang dipalpasi sebanyak 14
memperlihatkan
ekor
sinkronisasi
esterus/berahi menunjukan gejala, Vulva
menggunkan preparat hormonal PGF2 α
bengkak, merah dan basah karena ada
dengan metode single sinkronisasi, pada
lendir bening (transparan) keluar dari
hari ke tiga atau 72 jam kemudian
vulva,Diam bila dinaiki ternak lain dan
dilakukan inseminasi buatan, dengan
naik menaiki, kurang nafsu makan,
kondisi berahi yang beragam dari setiap
sering menguak, kalau diraba melalui
individu ternak kerbau, Pada perlakuan
rektum (palpasi rektal) membesar serta
dilakukan
pada
ada ereksi / kontraksi maka serviks
waktu pada pagi hari dan sore hari.
terbuka. (Batosama, 2006). Kerbau-
(Sianturi
kerbau yang telah di singkron segera
dilakukan
pengamatan
et
al.
berahi
2010)
melaporkan
betina
yang tanda-tanda
efektifitas metode sinkronisasi esterus
dilakukan
inseminasi
setelah
dapat
menunjukan
gejala-gejala
berahi,
dilakukan
dengan
beberapa
metode diantaranya metode ovysnch dan
inseminasi dilakukan dua kali dengan
metode
sinkronisasi
posisi dan waktu yang berbeda sesuai
kebuntingan
kondisi berahi.
menghasilkan 72,7%.
double rata-rata
Berahi
kembali
setelah
diinseminasi tidak lepas dari peran
465
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
sistim hormonal yang bekerja didalam
rectal rata-rata pada hari 90 – 115 hari
siklus hormonal, Mekanisme neural
atau pada umur kebuntingan sudah
(Neuroendokrinologi) dalam reproduksi
mencapai 3.5 bulan, dari 16 ekor yang di
berperan
dan
inseminasi ada 14 ekor yang positif
ovulasi,
Kelenjar
berpengaruh
terhadap
hypophysa
akan
bunting dan 2 ekor yang tidak bunting,
melepas Follikel Stimulating Hormon
ditandai dengan kondisi uterus antara
(FSH) dan Luitenizing Hormonal (LH).
cornua kiri dan kanan sudah mulai
FSH berfungsi untuk pertumbuhan dan
terasa, Assimetris, Salah satu cornua yg
pematangan sel telur menjadi Follicle de
berisi foetus terasa ada cairan seperti
Graaf,
balon berisi air.
Folikel yang telah matang ini
akan
mengsekresikan
hormone
Nilai
S/C
(Service
per
Oestrogen yang bertanggung jawab
Conception) kerbau yang di IB sebesar
dalam timbulnya berahi (esterus). LH
2.0 yang artinya ini menunjukan 2 kali
berperan dalam pelepasan ovum pada
inseminasi baru terjadi kebuntingan,
saat
telah
sedangkan pada nilai S/C pada kerbau
berovulasi akan menjadi Corpuc luteum.
yang baik adalah 1.0 (Toelihere, 1975 ),
Bila
Hasil ini hampir sama dengan
ovulasi.
terjadi
Folikel
yang
pembuhan,CL
melepas
hormone Progesteron yang berfungsi
pernah
untuk
1985) dengan C/S 2.0,
memelihara
kebuntingan
dilaporkan
oleh
yang
(Batosama,
(Tjiptosumirat et al, 2004). Deteksi beberapa
Kebuntingan
teknik
untuk
ada
KESIMPULAN
mengetahui
1. Dengan kondisi resipien / betina
kebuntingan pada ternak.Palpasi Rektal,
induk yang memenuhi syarat,
Penggunaan
Ultrasonographi
(USG),
kondisi fisik, reproduksi yang
Pemeriksaan
Konsentrasi
Hormon
baik,
penggunaan
Progesteron, Penggunaan Radiografi,
hormonal
Pemeriksaan
Antigen
Embrio.
dalam proses deteksi berahi dan
Pemeriksaan
kebuntingan
dengan
palpasi rektal dapat dilakukan pada umur
kebuntingan
35
hari
sangat
preparat membantu
inseminasi buatan. 2. Tingkat
kebuntingan
dengan
tetapi
singkronisasi berahi cukup baik
diagnosis semakin akurat setelah 45 – 60
dengan para meter Nilai S/C
hari kebuntingan. Palpasi rektal ini dapat
(Service per Conception) 2.0
dilakukan pada sapi, kerbau dan kuda. Pada
perlakuan
ini
pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA
kebuntingan dilakukan dengan palpasi
466
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
Batosamma, J.T. (1985). Penerapan
Bioteknologi LIPI.Bogor 12 – 14 2006.
Teknologi Inseminasi Buatan untuk
Pelestarian
Sianturi R.G. , D.A. Kusumaningrum,
Sumberdaya Ternak Kerbau
U.
Belang.
Triwulanningsih
IPB
(Bogor
Agricultural University).
Adiati,
Efektifitas beberapa metode sinkronisasi
Technologies
inseminasi
in
International
water Indonesia
Seminar
kerbau
on
For
estrus
dan
buatan
rawa
Seminar
“The Artifisial Reproductive Bioteknologies
P.
(2010).
Application of Reproduction
Buffaloes
dan
Situmorang
Batosamma, J.T. (2006). Potential and
of
E.
di
dan
pada Banten,
Lokakarya
Nasional Kerbau 2010. Toelihere, M.R. (1975). Physiology of
Buffaloes” August 28- 1
reproduksi
September,2006 at Bogor,
insemination of water buffalo
Indonesia.
Dalam : The Asiatic Water
Ditjennak.deptan.go.id./index. Statistik
and
artificial
Buffaloe, ASPAC Foot and
Perternakan, Populasi
Fertilizer Technology Center
Kerbau Nasional. Tanggal
Taipe,Taiwan.
30/04/2012.
Tjiptosumirat, T, B.J.Tuasikal. (2004),
Gunawan, M, E.M.Kaiin,S. Said dan B.
Aplikasi Radioimmunoassay
Tappa.
(2006),
Evaluasi
semen
Kerbau
Belang
Sapi Perah, hal 5 - 6 Pusat
di
Aplikasi teknologi Isotop dan
(Bubalus Cibinong,
bubalis)
untuk
Seminar
Reproduksi
Ternak
Radiasi, BATAN.
Data program singkronisasi pada ternak sapi san kerbau di lar limung Sampai 01/07/10 No 1.
2. 3.
Jenis ternak Nomor 0004 kerbau 0005 kerbau 0006 kerbau
Status Reproduksi
Perlakuan
Tgl IB
6 x beranak anak terakhir 2 bln CL kanan 4 x beranak 2 bln
PGF dan Vitamin
03/07/10 2x
PGF dan Vitamin PGF dan Vitamin
03/07/10 2x 03/07/10 2x
2 x beranak dgn anak terakhit
Kondisi esterus +++ Awal
PKB tgl 09/10/10
++
Bunting 3,5 bln
Bunting 3,5 bln
Lepas + Bting
Awal
467
Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Mataram, 11 Desember 2012
4. 5. 6.
7.
8. 9.
10. 11.
12.
13.
14. 15.
16.
0023 kerbau 0024 Kerbau 0025 kerbau 0026 kerbau 0027 kerbau 0029 kerbau 0030 kerbau 0031 kerbau 0036 kerbau 0037 kerbau 0038 Kerbau 0039 kerbau 0040 Kerbau
5 x beranak anak terakhir 3 bln 4 x beranak anak terakhir 1 bln esterus 3 x beranak dgn umur < 2 bln ,ada CL kiri 3 x beranak dgn umur < 2 bln ,ada CL kiri 6x beranak dgn umur 1,5 bln ,ada CL kiri 1 x beranak dgn umur < 3 bln ,ada CL kiri/kanan 2 bln keguguran CL kiri 2 x beranak dgn umur 2 bln ,ada CL kiri/kanan 2 x beranak dgn umur < 3 bln ,ada CL kiri 7 x beranak dgn umur < 3 bln ,ada CL kiri 5x beranak dgn umur < 3 bln ,ada CL kiri 5 x beranak dgn umur < 3 bln ,ada CL kiri 2 x beranak dgn umur < 3 bln ,ada CL kiri
PGF dan Vitamin Vitamin
03/07/10 2x 30/06/10 2x 04/07/10 2x
+++
01/07/10 2x
++
PGF dan Vitamin PGF dan Vitamin
04/07/10 1x 04/07/10 2x
Awal
PGF dan Vitamin PGF dan Vitamin
04/07/10 2x 04/07/10 2x
++
PGF dan Vitamin
01/07/10 2x
+++
PGF dan Vitamin
04/07/10 2x
awal
PGF dan Vitamin PGF dan Vitamin
04/07/10 2x 04/07/10 2x
++
PGF dan Vitamin
04/07/10 2x
awal
PGF dan Vitamin IB
Kosong
+++ Kosong
+++ Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln
+++ Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln
++ Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln
++ Bunting 3,5 bln Bunting 3,5 bln
468