PROSIDING SEMINAR NASIONAL PETERNAKAN BERKELANJUTAN III Jatinangor, 2 November 2011
" ROAD TO GREEN FARMING " Editor : Unang Yunasaf Jasmal A. Syamsu Osfar Sofyan Agus Setiana Aman Yamam Agung Purnomoadi Tuti Widjastuti Elvia Hernawan Lilis Nurlina Ellin Harlia Andi Mushawwir Wendry Setiyadi Putranto Cecep Firmansyah Endang Sujana Romi Zamhir Islami
Univers'itas Padjadjaran Universitas Hassanudin Universitas Brawijaya Institut Pertanian Bogor Universitas Syiah Kuala Universitas Diponegoro Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran
Fakultas Peternakan Padjadjaran MENGESAH q versa a SAIJNAN/FOTO COPY SESUMNA.NOEMNYA Tg l _____________________ A n DEKAN W Dekan 1 Pa 'eternakan Un er djadjaran
02 — 95808 —2-2 "`WINGOR " "1". -;;;;NGETAHUI 64 EPALA LAB ATDRIUNI V AKULTAS &TERN KAN "/-rvlt.' '4NCTS
Dr. Deno, Rusmana, S.Pt., M.Si. NIP. 19671025 100403 1 004
Pro,114,k
vt
ADJARAk,
erik _yr 0111,11.44)(1. ar riIP. 100 °Ca L5'71C1100 ___
ISBN : 978 —602 —95808 —2 —2
Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan Ke-3 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran " Road To Green Farming"
Pemanfatan Tepung Aren (Arenga Pinnata) Sebagai Bahan Pengisi Terhadap Sifat Kimia dan Fisik Naget Entog Lilis Suryaningsih dan Nani Djuarnani Fakultas Peternakan UNPAD, JI. Raya Bandung — Sumedang km 21, Jatinangor 45363, email
[email protected]
Abstract This study aims to determine the utilization of palm flour (Arenga Pinnata) as a filler material to the chemical quality (protein content and moisture content) and physical ( value tenderness and cooking loss) duck nugget . The research was carried out experimentally using a complete randomized block design with four treatments (10% tapioca starch as a control and palm flour 10%, 15%, 20%) and each treatment was repeated 5 times. To determine the effect of the treatment carried out analysis of variance and to know the differences between the treatments used Tukey test. Results showed that the average protein content duck nugget with the addition of palm flour 10%, 15% and 20% respectively were 24.9%, 23.4%, and 20.6% means that the levels of protein produced duck nugget higher than National Standards Indonesia 2002 of a minimum protein content of 12.0%. Average water content duck nugget with the addition of palm flour 10%, 15% and 20% respectively were 53.0%, 49.8%, and 47.7% means that the water content resulting duck nugget still meet the Indonesia. National Standard 2002 of the maximum water content 60.0%. The use of palm flour to 15% on making duck nugget no effect on protein content, water content, and cooking loss effect the value of tenderness
Key Words : duck nugget, palm starch, protein content, water content, the value of tenderness, cooking loss
Pendahuluan
Tepung aren merupakan tanaman lokal dimana kandungan gizinya hampir sama dengan terigu, tapioka, dan garut. Tepung aren banyak dijual dipasar, terutama pasar tradisional, harganya lebih murah sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat dan biasa dijadikan altematif sebagai pengganti tepung. Komposisi kimia tepung aren tidak berbeda jauh dengan tepung tapioka . Tepung area protein 0.51%, karbohidrat 89.31%, lemak 0.07%, air 10.00%, amilosa 24.08% dan amilopektin 75.92%( Lab. Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2010). Tepung tapioka protein 0.51%, karbohidrat 88.88%, lemak 0.31%, air 10.00%, amilosa 17.00% dan amilopektin 83.00% (Sarifah Hudaya dan Mohamad Djali,2000). Dilihat dari karbohidrat, lemak, protein dan air yang terkandung dalam tepung aren hampir sama dengan yang terkandung dalam tepung tapioka. Hal tersebut menunjukkan bahwa tepung aren memiki keunggulan yang sama dengan tepung tapioka dari segi komposisi kimia. Daging entog mempunyai daging dada yang tebal dan dagingnya mempunyai rasa dan bau yang berbedadari unggas-unggas lain (Graham, 1961). Daging entog tidak seperti daging itik pada umumnya, yang mengandung banyak lemak. Lemak daging
347
ISBN : 978 — 602 — 95808 — 2 — 2
Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan Ke-3 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran " Road To Green Farming"
entog hanya berada pada lapisan kulitnya saja. Hal ini disebabkan karena entog berasal dari daerah yang beriklim panas, sehingga tidak membutuhkan lemak untuk menjaga suhu tubuhnya tetap hangat. Entog mempunyai tekstur daging yang sangat baik, dan mempunyai citarasa yang tinggi, sehingga dapat disebut sebagai rasa daging terbaik dari semua itik. (Dani Garnida dan Widyastuti, 2006). Produk olahan yang dikenal di masyarakat antara lain bakso, sosis, dan naget. Naget adalah produk olahan yang terbuat dari daging giling yang di campur dengan bumbu-bumbu. Daging yang biasa digunakan untuk membuat naget umumnya berasal dari daging ayam atau ikan. Namun tidak menutup kemungkinan berasal dari daging entog. Kenyataanya pemanfaatan daging entog sebagai sumber protein hewani hanya terbatas disajikan sebagai gule, opor, atau digoreng. Salah satu alternatif supaya penganekaragaman produk olahan yaitu dengan mengolah menjadi naget. Bahan tambahan dalam pembuatan naget salah satunya adalah bahan pengisi (filler) berupa tepung yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Filler yang biasa digunakan umumnya adalah tepung tapioka namun tidak menutup kemungkinan penggunaan tepung aren sebagai bahan pengisi. Metode Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging entog dan bahan tambahan yang digunakan terdiri dari tepung aren, tepung tapioka, es batu, garam, bawang putih, penyedap, merica, telur, tepung panir dan minyak. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan 4 perlakuan yaitu Po penggunaan tepung tapioka 10 % sebagai kontrol, tingkat penggunaan tepung aren ( P1= 10%, P2= 15%, dan P3= 20 % ) dengan menggunakan daging entog sebanyak 1 Kg untuk setiap perlakuan, dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan sidik ragam dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Tukey (Honestly Significant Difference/HSD) (Gaspersz, 1991). Peubah yang diukur adalah sifat kimia : kadar air dan kadar protein (modifikasi Muctadi,T.R. dan Sugiyono,1992) dan sifat fisik : susut masak (modifikasi Soeparno,2005 ) dan keempukan (modifikasi Muctadi,T.R. dan Sugiyono,1992). Prosedur pembuatan naget entog sebagai berikut : 1. Daging dan es batu digiling menggunakan food processor selama 30 detik. 2. Tambahkan garam 2.5%, bawang putih 2%, penyedap 2%, dan merica 2%, tepung tapioka 10% (Po), untuk selanjutnya tepung tapioka diganti dengan tepung aren 10% (P1), 15% (P2), 20% (P3), lalu digiling kembali selama 3 menit sampai tercampur rata hingga menjadi adonan yang homogen. 3. Timbang naget sebelum dikukus. 4. Memasukkan adonan kedalam cetakan. 5. Memasukkan cetakan kedalam kukusan selama 30 menit. 6. Dinginkan naget. 7. Timbang naget setelah di kukus. 8. Pisahkan naget untuk uji kadar protein dan kadar air. 9. Lumuri naget dengan putih telur keniudian lumuri dengan tepung panir.
348
ISBN : 978 — 602 — 95808 — 2 — 2
Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan Ke-3 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran "
Road To Green Farming"
10. Goreng naget dengan suhu sekitar berubah menjadi cokl at. 100°C selama 15 menit sampai warnanya untuk uji 11. Pisahkan naget entog keempukan. 12. Naget ditiriskan Hasil dan Pembahasan Nilai rata-rata kadar protein naget entog dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Protein Naget Entog dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan Rata-rata Signifikansi (0.05) ................% ... P0(Tepung Tapioka 10%) 25.6 a P I (Tepung Aren 10%) 24.9 a P2(Tepung Aren 15%) 23.4 a P3(Tepung Aren 20%) 20.6 b Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama kearah baris tidak berbeda nyata Tabel 1 menunjukkan kadar protein naget entog dengan penggunaan tepung tapioka sebesar 10% yang digunakan sebagai kontrol tidak berbeda nyata dengan penggunaan tepung aren sebesar 10% sampai 15 %, hal ini disebabkan proporsi antara kandungan protein daging dan tepungnya dalam jumlah yang hampir sama. Meningkatnya penggunaan tepung aren menyebabkan kandungan protein dalam adonan menurun sehingga terjadi penurunan stabilitas emulsi sehingga naget yang terbentuk mempunyai struktur yang keras. Soeparno (2005) menyatakan bahwa untuk membentuk emulsi yang stabil, konversi partikel lemak membutuhkan protein terlarut yang lebih besar. Penurunan ukuran partikel lemak akan meningkatkan total area permukaan partikel lemak sampai lipat, sehingga protein yang terlarut harus lebih banyak untuk menyelubungi permukaan-permukaan partikel lemak yang lebih kecil. Banyaknya protein yang terlarut untuk mengikat lemak dan air merupakan faktor penting yang menentukan stabilitas emulsi. Rata-rata kadar protein naget entog dengan penambahan tepung aren 10% , 15% dan 20% masing-masing adalah 24.9%, 23.4%, dan 20.6% berarti bahwa kadar protein naget entog yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia 2001 yaitu kadar proteinnya minimal 12.0%. Nilai rata-rata kadar air dengan tingkat penggunaan tepung aren dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Kadar Air Naget Entog dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan
Rata-rata
Signifikansi (0.05)
.................%........
PO (Tepung Tapioka 10%) P1 (Tepung Aren 10%) P2 (Tepung Aren 15%)
53.9 53.0 49.8
P3 (Tepung Aren 20%)
47.7
a a ab b
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama kearah baris tidak berbeda nyata
349
ISBN : 978 — 602 — 95808 — 2 — 2
Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan Ke-3 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran " Road To Green Farming"
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan karena berhubungan erat dengan daya awet. Bahan pangan yang memiliki kadar air lebih rendah memiliki daya awet dan daya simpan-yang lebih lama dibandingkan dengan bahan yang memiliki kadar air tinggi (Winarno; 1992). Bila dikaitkan dengan Standar Nasional Indonesia (20(1@ . ) yaitu maksimal 60% maka kadar air naget hasil penelitian masih memenuhi standar. Rata-rata nilai keempukan naget entog dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Nilai Keempukan Naget Entog dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan Rata-rata Signifikansi (0.05) ..........mtn/g/10 dtk ................. PO (Tepung Tapioka 10%) 75.1 a P 1 (Tepung Aren 10%) 67.3 P2(Tepung Aren 15%) 61.6 be P3(Tepung Aren 20%) 54.0 Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama kearah baris tidak berbeda nyata Keempukan naget semakin keras dengan meningkatnya penggunaan tingkat tepung aren. Penurunan kandungan protein dalam adonan naget akan menyebabkan kehilangan air lebih banyak, hal tersebut akan menurunkan keempukan produk naget. Kramlich,dkk.(1971) menyatakan bahwa keempukkan dipengaruhi oleh kadar air, lemak dan protein, sedangkan Lukman (1995) menyatakan semakin banyak tepung yang ditambahkan kedalam adonan maka kadar protein akan semakin sedikit sehingga keempukan menurun. Nilai Susut Masak Naget Entog dengan Berbagai Perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Rata-rata Susut Masak Naget Entog dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan Rata-rata Signifikansi (0.05) PO (Tepung Tapioka 10%) 4.9 a P1 (Tepung Aren 10%) 5.2 a P2 Tepung Aren 15%) 6.1 a P3 Tepung Aren 20%) 7.8 Keterangan : Nilai yang diikuti huruf keeil yang sama kearah baris tidak berbeda nyata Semakin banyak tepung aren yang digunakan, maka susut masaknya semakin besar. Sebaliknya apabila tepung aren yang digunakan dalam pembuatan naget entog semakin sedikit, maka susut masaknya semakin rendah dan kualitas naget entog semakin baik Hal ini disebabkan semakin banyak tepung yang ditambahkan akan menurunkan kandungan protein dalam adonan sehingga kapasitas menahan air oleh protein akan berkurang, sehingga menyebabkan daya ikat air akan menurun, dengan menurunnya daya ikat air maka akan menyebabkan susut masak meningkat sehingga mutu fisik naget menurun (Soepamo, 2005 ; Arbele, dkk. 2001). ).
ISBN : 978 — 602 — 95808 — 2 — 2
Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan Ke-3 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
"Road To Green Farming"
Kesimpulan Hasil penelitian menunjuk an bahwa penggunaan tepung aren sampai 15 % pada pembuatan naget entog pad idak berpengaruh terhadap kadar protein, kadar air, dan susut masak sedangkan nilai keempukkan berpengaruh Daftar Pustaka Arbele, E.D., J.C. forrest, D.E. Gerrard and E.W. Millis. 2001. Principles of Meat Science 4th ed. Kendall / Hunt Publishing company. Lowa.hal. 132-140. Gamida, D dan Widjastuti, T. 2006. Ilmu Produksi Aneka Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang. Gasperz.Vincent. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan .Jilid 1. Penerbit Tarsito. Bandung. Hal 62 — 68, 89 — 92, 119 — 123. Graham, C.D. 1961. Duck and Goose Raising. Ontarto department of Agriculture, Parliament Building, Toronto. Hal 102. Kramlich, W. E., A. M. Pearson and F.W. Tauber. 1971. Processed Meat. The AVI Publishing. Co. Inc. Westport, Conecticut. Hal 230-286. Lukman, H. 1995. Perbedaan Karateristik Daging, Karkas dan Sifat Olahannya antara itik Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Laboratorium Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak.2010. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Bohan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Hal 3;37:6174 Sarifah Hudaya dan Mohamad Djali. 2000. Daftar komposisi bahan Makanan dan Kebutuhan Energi. Program Studi Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian.Fakultas Pertanian.Universitas Padjadjaran. SNI.200
aget Ayam (Chicken nugget). Badan Standarisasi Indonesia.Jakarta. Hal:3
Soepamo. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.Hal. 1-2 ; 289-291.
351