PROSIDING Seminar Nasional ke-2 Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai
Editor
Diselenggarakan oleh
Ikatan Geograf Indonesia
MPPDAS Fakultas Geografi UGM
Badan Informasi Geospasial
Djati Mardiatno Dyah R. Hizbaron Estuning T.W. Mei Fiyya K. Shafarani Faizal Rachman Yanuar Sulistiyaningrum Widiyana Riasasi
ISBN 978-979-8786-61-7 BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI Universitas Gadjah Mada
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KE-2
Editor: Djati Mardiatno Dyah R. Hizbaron Estuning T. W. Mei Fiyya K. Shafarani Faizal Rachman Yanuar Sulistiyaningrum Widiyana Riasasi
BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA, YOGYAKARTA
i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAERAH ALIRAN SUNGAI KE-2
PENGELOLAAN
PESISIR
DAN
ISBN: 978-979-8786-61-7 © 2016 Badan Penerbit Fakultas Geografi Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis tanpa izin tertulis dari editor. Permohonan perbanyakan dan pencetakan ulang dapat menghubungi Dyah R. Hizbaron, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 atau melalui email ke
[email protected] Hak kekayaan intelektual tiap makalah dalam prosiding ini merupakan milik para penulis yang tercantum pada tiap makalahnya.
Tanggal terbit: 20 Juli 2016
Dipublikasikan oleh: Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Jalan Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp:+62 274 649 2340, +62 274 589 595 Email:
[email protected] Website: www.geo.ugm.ac.id Desain sampul: Widiyana Riasasi
ii
KATA PENGANTAR Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai ke-2 dilaksanakan di Auditorium Merapi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tanggal 12 Mei 2016. Seminar ini diselenggarakan oleh Program Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) yang merupakan minat dari Program Studi S2 Geografi. Salah satu tujuan utama seminar ini adalah untuk mendiskusikan perkembangan dan tren penelitian pengelolaan di wilayah pesisir dan daerah aliran sungai. Sebanyak 70 makalah yang telah direview dari tim editor ditampilkan dalam prosiding ini. Tema dari prosiding ini dibagi menjadi tiga, antara lain 1. Ekosistem, tata ruang, dan manajemen bencana di kawasan pesisir dan daerah aliran sungai 2. Teknologi geospasial dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai 3. Sosial, politik, ekonomi, budaya, kependudukan, pendidikan dan kebijakan dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai Hasil dari seminar ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai kepadupadanan pengelolaan pesisir dan DAS yang meliputi aspek fisik, lingkungan, regulasi, tata ruang, pemanfaatan ruang dan sumber daya. Semoga prosiding ini dapat bermanfaat untuk acuan peneliti maupun praktisi pada bidang yang terkait.
Terima Kasih
Ketua Panitia Kegiatan
Prof. Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iv Pembicara Utama PERAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL DALAM PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ................................................................................................................. 1 PERAN DAN FUNGSI EKOSISTEM BENTANGLAHAN KEPESISIRAN DALAM PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ........................................................ 11 TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ................................................................................................................................. 18 HOLOCENE SEA-LEVEL VARIABILITY IN INDONESIA .............................................................. 51 Tema 1: Ekosistem, tata ruang, dan manajemen bencana di kawasan pesisir dan daerah aliran sungai PEMANFAATAN METODE GALDIT DALAM PENENTUAN KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP INTRUSI AIR LAUT DI PESISIR KOTA CILACAP .................................................... 58 IDENTIFIKASI KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN PURWARUPA ARDUINO UNTUK MONITORING SAMPEL AIR OTOMATIS ........................................................................................ 68 PENDUGAAN KEBERADAAN AIRTANAH ASIN DI SEBAGIAN KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH .................................................................................................. 79 ANALISIS PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DENGAN AIRTANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAYANGAN KABUPATEN KULONPROGO .................................................... 86 UJI AKURASI APLIKASI ELECTROMAGNETIC VERY LOW FREQUENCY (EM VLF) UNTUK ANALISIS POTENSI AIRTANAH DI PULAU SANGAT KECIL ...................................................... 96 KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI BEBERAPA SUB DAS DENGAN FORMASI GEOLOGI PEGUNUNGAN SELATAN(Studi di Sub DAS Keduang, Temon, Wuryantoro, dan Alang) ............ 106 RESPON HIDROLOGI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI KAWASAN DANAU KASKADE MAHAKAM..................................................................................................................... 117 EMBUNG SEBAGAI SARANA PENYEDIAAN AIR BAKU DI PESISIR TARAKAN TIMUR .... 129 ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL B-VALUE SEBAGAI IDENTIFIKASI POTENSI GEMPABUMI TSUNAMI DI PULAU JAWA ................................................................................... 140 ANCAMAN BAHAYA PENGUATAN REFRAKSI GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN STRUKTUR GEOMETRI TELUK SUNGAI SERUT UNTUK MITIGASI PENDUDUK DESA RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU ............................................................................................ 148 BAHAYA PENGUATAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT CEKUNGAN TELUK SUNGAI SERUT UNTUK MITIGASI PENDUDUK KELURAHAN PASAR BENGKULU DAN PONDOK BESI, KOTA BENGKULU ................................................................................................................. 159 FENOMENA BANJIR BANDANG DAN PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH ............. 167 KONSEP TATA RUANG UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN PARIWISATA TERPADU DI WILAYAH PESISIR PULAU BANGGAI, PROVINSI SULAWESI TENGAH ............................... 177 ANALISIS MULTI KRITERIA UNTUK ARAHAN FUNGSI KAWASAN DI KABUPATEN MALANG BAGIAN SELATAN ......................................................................................................... 187 ZONASI EKOSISTEM ZONA NERITIK UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL STUDI KASUS PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU 199
iv
EFEKTIVITAS CEMARA LAUT DALAM RANGKA PENCEGAHAN EROSI ANGIN DI PANTAI KEBUMEN .......................................................................................................................................... 204 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI DI RESERVAT BATU BUMBUN DAS MAHAKAM ................................................................................................. 212 INDIKATOR KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN (Studi Kasus Daya Dukung Lingkungan Pemanfaatan Alur Sungai Kedang Kepala untuk Transportasi Tongkang Batubara) .................................................................................. 223 ANALISIS KETERKAITAN EKOSISTEM DI SUNGAI CODE PENGGAL JETISHARJO, YOGYAKARTA .................................................................................................................................. 233 PERAMALAN LUAS HUTAN PENUTUP LAHAN PADA KAWASAN HUTAN KONSERVASI DI INDONESIA TAHUN 2015 ................................................................................................................ 242 INVESTASI DAERAH DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA TSUNAMI UNTUK KETANGGUHAN (Tingkat Kesiapan Pembangunan Sosial di Wilayah Pesisir Kulonprogo) ........... 251 PEMETAAN GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BLUKAR, JAWA TENGAH .............................................................................................................................................................. 263 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BERBASIS UPAYA PENCEGAHAN BENCANA KEKERINGAN DI KAWASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BINANGA LUMBUA KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN ................................................... 270 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KEPULAUAN TANAH KEKE KECAMATAN MAPAKASUNGGU KABUPATEN TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN .................... 280 PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR UNTUK PENENTUAN LOKASI PERMUKIMAN DI KECAMATAN PANDAWAN KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN ................................................................................................................ 290 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN LIMPASAN DI SUB DAS NGALE .................................... 299 ANALISIS POLA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN NILAI KOEFISIEN LIMPASAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PEMULIHAN DAS MENTAYA, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ................... 309 MONITORING PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO TAHUN 2012-2014 DENGAN PEMANFAATAN DATA LiDAR DAN UAV .................................................................. 323 KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH TANGGA PINGGIR SUNGAI/PARIT DI KECAMATAN TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ............................................... 330 Tema 2: Teknologi geospasial dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai VARIASI BULANAN DAERAH PREDIKSI PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN RI 711 ............................................................................................. 338 STRATEGI PEMETAAN DAERAH PASANG SURUT DENGAN CITRA SATELIT YANG DIREKAM PADA PASUT EKSTRIM ................................................................................................ 347 ANALISIS LINGKUNGAN GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN SPASIAL .................................................................................................................. 355 KAJIAN ANALISA PENGARUH PERUBAHAN LAHAN TERHADAP LUAS DAN KEDALAMAN GENANGAN DI SUB DAS BANG MALANG DENGAN PEMODELAN HEC GEORAS .............................................................................................................................................. 367 PEMANFAATAN TEKNOLOGI SINGLEBEAM ECHOSOUNDER (SBES) DAN SIDE SCAN SONAR (SSS) UNTUK PEMETAAN KEDALAMAN PERAIRAN ................................................. 380 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH KAWASAN SAGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP BERDASARKAN PENDEKATAN ANALISIS LANDSKAP .............................................................................................................................................................. 386
v
PENGELOLAAN KAWASAN KARST MELALUI PENDEKATAN KARAKTER BIOFISIK (Studi di Sub DAS Alang Kabupaten Wonogiri) ............................................................................................ 397 ANALISIS KEMAMPUANLAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENTUNG, KECAMATANPATUK, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ................... 408 MITIGASI BENCANA GERAKAN TANAH PADA DAS SERAYU HULU, BANJARNEGARA . 421 PENYUSUNAN BASIS DATA PETA DESA UNTUK OPTIMALISASI PERKEMBANGAN WILAYAH KEPESISIRAN: STUDI KASUS DESA PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK KABUPATEN BANTUL ..................................................................................................................... 433 ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA .................................................................................................................. 444 DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP LINGKUNGAN ATMOSFER DAN PANTAI DI WILAYAH PESISIR PAMEUNGPEUK GARUT .............................................................................. 454 Tema 3: Sosial, politik, ekonomi, budaya, kependudukan, pendidikan dan kebijakan dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA YOGYAKARTA TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (Kasus di Bantaran Sungai Code) 464 URGENSI KONSERVASI PASIR VULKAN DI PESISIR SELATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .................................................................................................................................. 476 LUBUK LARANGAN UJUNG TANJUNG DESA GUGUK: UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA PERIKANAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI TIPE TRANSPORTING SYSTEM .................................................................................................................. 487 KONDISI KUALITAS AIR SUNGAI, AKTIVITAS PENANGKAPAN, DAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS) PADA PERIKANAN SIDAT DI DAS CIMANDIRI, JAWA BARAT ................................................................................................................................................ 497 PENDEKATAN SOSIO-KULTURAL DALAM PEMASANGAN TETENGER ZONA INTI SEBAGAI UPAYA RESTORASI GUMUK PASIR BARKHAN ....................................................... 507 KLASIFIKASI LIMBAH HASIL BUDIDAYA PEMANFAATAN LAHAN PESISIR DI DESA PATUTREJO PURWOREJO ............................................................................................................... 519 KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR BESI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI SUMBER DAYA ALAM TERBARUKAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN PESISIR KABUPATEN PURWOREJO ................................................................ 528 WTP UNTUK KONSERVASI AIR DI KAWASAN RESAPAN SLEMAN, YOGYAKARTA ........ 534 PEMANFAATAN DELTA BARITO SEBAGAI LAHAN PERTANIAN RAWA POTENSIAL DENGAN SISTEM BANJAR .............................................................................................................. 547 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR PULAU GILI KETAPANG DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SWOT ............................................................................................... 557 PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, MALUKU ....................................... 564 OPTIMALISASI PELESTARIAN EKOWISATA MANGROVE BERBASIS LOCAL WISDOM DI BEDUL BANYUWANGI .................................................................................................................... 582 PROSPEK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PANTAI DITINJAU DARI PENDEKATAN KELINGKUNGAN DI KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR ...................................................... 592 STRATEGI PENGHIDUPAN NELAYAN DALAM PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DI PANTAI DEPOK ............................................................................................................................ 603 PERAN PARIWISATA UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT WILAYAH KEPESISIRAN TANJUNGSARI DAN TEPUS, KABUPATEN GUNUNGKIDUL ................................................... 610
vi
DAS SEBAGAI BASIS PENILAIAN MANFAAT LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG SUMBERDAYA HUTAN ................................................................................................................... 618 ASPEK MORFOMETRI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI STUDI KASUS DAS CITANDUY .................................................................................................................. 629 PELUANG DAN TANTANGAN REVITALISASI DAS LIMBOTO, SEBUAH PENDEKATAN HASIL PROSES ................................................................................................................................... 638 KONFLIK SPASIAL PEMANFAATAN LAHAN DALAM MANAGEMENT DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU PROVINSI BANTEN ....... 652 KONDISI PEMBANGUNAN DESA-DESA PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .... 661 KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN PESISIR CANGGU, BALI .................................................................................................................................. 672 PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UTARA JAWA (Studi Kasus: Kota Semarang dan Kota Tegal) ......................................................... 689 EFEKTIFITAS TRANSPORTASI AIR ANTAR PULAU DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI ............................................................................................................................................ 703 KEHARMONISAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR BERDASARKAN SUDUT PANDANG LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI DESA PUTUTREJO, KECAMATAN GRABAG, KABUPATEN PURWOREJO .......................................................................................... 716 PENGELOLAAN PESISIR SELATAN SEBAGIAN KULON PROGO DAN PURWOREJO BERDASARKAN KONDISI BANGUNAN FISIK ............................................................................ 725 STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERBASIS ANALISIS SWOT PASKA KEGIATAN TAMBANG PASIR BESI KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH.............................................................................................................................................. 735 PELAJARAN BERHARGA DARI KEGIATAN TAMBANG PASIR PANTAI DI DESA SELOK AWAR-AWAR KECAMATAN PASIRIAN - LUMAJANG.............................................................. 746 KAJIAN KOMPARATIF FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN ANAK DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI KABUPATEN GROBOGAN (Analisis Survei Pernikahan Dini Tahun 2011) ...... 756 KECENDERUNGAN AKSEPTOR MEMAKAI NON METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN .............................................................................................................................................................. 765
vii
ANALISIS MULTI KRITERIA UNTUK ARAHAN FUNGSI KAWASAN DI KABUPATEN MALANG BAGIAN SELATAN Aries Dwi Wahyu Rahmadanaa, Puspita Indra Wardhanib, Listyo Yudha Irawanc, Edwin Maulanad, Junun Sartohadie a
Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Universitas Gadjah Mada b Program Doktoral Fakultas Geografi, Universitas Gadjah c Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk anagement, Universitas Gadjah Mada d Mada Magister Manajemen Bencana, Universitas Gadjah Mada e Staf Pengajar Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK Kabupaten Malang bagian Selatan, memiliki relief permukaan yang bervariasi. Kabupaten Malang bagian selatan didominasi oleh relief bergelombang. Kondisi relief yang bergelombang menjadikan perencanaan wilayah Kabupaten Malang bagian selatan harus memperhatikan kondisi morfologi wilayahnya. Tujuan dari kegiatan penelitian adalah untuk menganalisis arahan fungsi kawasan di Kabupaten Malang Bagian Selatan berbasis pada pendekatan geospasial. Unit pemetaan yang digunakan adalah bentuklahan skala 1:25.000. Arahan fungsi kawasan dianalisis berdasarkan hasil perhitungan multi kriteria terhadap kemampuan lahan. Matching antara arahan penggunaan lahan aktual dengan arahan fungsi kawasan dilakukan untuk mengetahui seberapa ideal kondisi eksisting penggunaan lahan saat sekarang. Hasil penelitian menunjukkan pada skala 25.000, Kabupaten Malang bagian selatan memiliki 743 satuan bentuklahan. Genesis utama didominasi oleh genesis karst, struktural, fluvial dan marin. Penggunaan lahan didominasi oleh hutan. Kegiatan pertanian dan pemukiman banyak dijumpai pada lereng-lereng perbukitan dan sempadan sungai. Kemampuan lahan didominasi oleh Kelas Kemampuan Lahan VI. Daerah tersebut tersebar luas di Kecamatan Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing Wetan dan Pagak. Fungsi kawasan Kabupaten Malang bagian selatan didominasi untuk penyangga. Beberapa spot pada kawasan penyangga dapat digunakan untuk kegiatan budidaya oleh masyarakat setempat, yang disertai dengan upaya konservasi vegetatif dan mekanik. Kata kunci: Kemampuan lahan, fungsi kawasan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kertersediaan lahan menjadi salah satu masalah yang akan segera dihadapi hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Lahan menjadi masalah krusial karena tidak semua wilayah terdiri atas lahan-lahan potensial yang siap dimanfaatkan. Masalah lahan semakin krusial dipicu oleh adanya peningkatan jumlah penduduk dimana kebutuhan untuk tempat tinggal, penyedia makanan, dan tempat bekerja bergantung pada lahan. Pengelolaan lahan yang tepat guna dan sasaran menjadi kunci agar suatu wilayah dapat berkembang secara sustainable dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Kabupaten Malang di Jawa Timur merupakan salah satu kabupaten yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk sebesar 3.092.714 (BPS, 2014) dan luas wilayah 3.530, 65 km2. Kabupaten Malang memiliki kondisi wilayah yang kompleks dimana Kabupaten Malang dikelilingi oleh deretan gunungapi aktif di bagian utara, barat dan timur serta 187
perbukitan kapur di bagian selatan. Bagian tengah Kabupaten Malang merupakan bagian paling datar yang menjadi pusat aktivitas kegiatan dan ekonomi masyarakat. Dilihat dari RTRW Kabupaten Malang, rencana kedepan pemerintah Kabupaten Malang akan mulai mengembangkan wilayah Malang selatan. Wilayah Sendang Biru akan dikembangkan menjadi kawasan perkotaan dan pelabuhan, sedangkan wilayah bagian selatan lainnya akan dikembangkan untuk kawasan perkebunan. Apabila melihat kondisi wilayah Malang bagian selatan, Kabupaten Malang bagian selatan memiliki relief permukaan yang bergelombang. Kondisi relief yang bergelombang membuat perencanaan wilayah di Kabupaten Malang bagian selatan harus dilakukan secara hati-hati. Kabupaten Malang bagian selatan dilihat dari kondisi geologinya merupakan bagian dari old andesit formation (endapan gunungapi tua). Susunan formasi geologi terdiri atas formasi Wonosari yang terdiri dari batu gamping, formasi Mandalika yang merupakan endapan tuf andesit dan breksi tuf, formasi Nampol, formasi Buring, dan formasi Wuni (Suyanto, dkk, 1992). Sedangkan bila dilihat dari kondisi geomorfologinya bagian selatan Kabupaten Malang adalah bentukan plato sebagai hasil pengangkatan pada zaman Miosen. Hasil pengangkatan menghasilkan endapan batu gamping diselingi oleh batuan vulkanik yang terangkat menjadi pegunungan di selatan Malang. Berdasarkan atas kondisi geologi dan geomorfologi yang cukup kompleks dari wilayah Kabupaten Malang bagian selatan maka diperlukan analisis yang mendalam terkait kondisi wilayah sebelum dilakukan kegiatan pembangunan. Pembagunan di kawasan karst dengan morfologi pegunungan membutuhkan perencanaan yang matang agar lingkungan suistanable. Analisis yang digunakan adalah analisis multi kriteria untuk memberikan masukan terhadap fungsi kawasan di Kabupaten Malang bagian selatan. Hasil penelitian diharapkan memberi masukan bagi pemerintah Kabupaten dalam melakukan perencanaan pembangunan kedepan. METODE Deskripsi Wilayah Lokasi penelitian di lakukan di Kabupaten Malang bagian Selatan. Kabupaten Malang bagian selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Blitar di sebelah barat, Kabupaten Lumajang di bagian timur, dan Samudra Hindia di bagian selatan. Lokasi penelitian di Kabupaten Malang bagian Selatan terdiri atas 9 kecamatan antara lain kecamatan Donomulyo, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing, Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading, Kalipare dan Pagak. Kabupaten Malang bagian selatan belum banyak dikembangkan karena kondisi topografi yang berbukit-bukit (Gambar 1). Lahan Kabupaten Malang bagian selatan dimanfaatkan secara terbatas untuk kegiatan pertanian, ladang dan hutan konservasi. Pekerjaan utama manyasarakat adalah bertani, sedangkan masyarakat yang tinggal dekat dengan laut, bekerja sebagai nelayan. Kabupaten Malang bagian selatan memiliki relief kasar karena terbentuk dari proses pelipatan dan pengangkatan. Kawasan Kabupaten Malang bagian selatan memiliki bentanglahan pegunungan dengan batuan penyusunnya adalah batuan kapur diselingi batuan vulkanik. Bentanglahan Kabupaten Malang bagian selatan masih satu rangkaian dengan bentanglahan pegunungan selatan Jawa yaitu bentukan plato karena proses pengangkatan pada zaman Miosen.
188
Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Data Data yang digunakan dalam pemetaan multi kriteria sisi Selatan Kabupaten Malang menggunakan data-data digital. Informasi geospasial diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diakses secara bebas dengan menggunakan identitas pengguna. Data yang digunakan dalam analisis multi kriteria untuk arahan fungsi kawasan di Kabupaten Malang bagian Selatan dijabarkan pada Tabel 1. Tabel 1. Data yang digunakan analisis multi kriteria No Data Sumber Keterangan 1 Citra SRTM USGS Resolusi 30 m 2 Peta Rupa Bumi Indonesia BIG Digital skala 1:25.000 3 Peta Sistem Lahan Pulau Jawa BIG Digital skala 1:250.000 4 Peta Geologi Lembar Turen ESDM Skala 1:100.000 5 Landsat 8 USGS Resolusi 30 m yang dipertajam dengan pansharpened menghasilkan resolusi 15 m
Metode Pendekatan yang digunakan dalam analisis multi kriteria yaitu landscape analysis. Pendekatan bentanglahan yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuklahan untuk menjadi satuan pemetaan (Sartohadi, dkk, 2014). Pendekatan bentanglahan menjadi dasar untuk melakukan analisis parameter kemampuan lahan berdasarkan karakteristik bentuklahan untuk pemetaan skala 1:25.000. Analisis satuan pemetaan lahan merupakan dasar dalam penentuan kelas kemampuan lahan. Metode yang digunakan dalam menganalisis kemampuan lahan yaitu dengan Weight Factor Matching atau perbandingan berdasarkan faktor pembatas pada masing-masing parameter satuan pemetaan lahan. Analisis kemampuan lahan dibagi berdasarkan kelas dan sub kelas kemampuan lahan. Klasifikasi parameter penyusun kelas kemampuan lahan menurut Arsyad (1989) disajikan dalam uraian berikut. 1) Kelerengan A = 0 sampai 3% (datar) B = 3 sampai 8% (landau atau berombak) C = 8 sampai 15% (agak miring atau bergelombang) 189
2)
3)
4)
5)
6)
7)
D = 15 sampai 30% (miring atau berbukit) E = 30 sampai 45% (agak curam) F = lebih dari 45% (curam) Kepekaan erosi Kepekaan erosi tanah adalah sifat tanah yang menunjukkan mudah/tidaknya tanah tererosi. Kepekaan erosi tanah (nilai K) dikelompokkan sebagai berikut: KE1 = 0.00 sampai 0.10 (sangat rendah) KE2 = 0.11 sampai 0.20 (rendah) KE3 = 0.21 sampai 0.32 (sedang) KE4 = 0.33 sampai 0.43 (agak tinggi) KE5 = 0.44 sampai 0.55 (tinggi) KE6 = 0.56 sampai 0.64 (sangat tinggi) Kenampakan erosi Kenampakan erosi berupa erosi lembar, erosi alur, dan erosi parit akan menentukan tingkat bahaya erosi. e0 = tidak ada erosi e1 = ringan (kurang dari 25% lapisan tanah atas hilang) e2 = sedang (25 sampai 75% lapisan tanah atas hilang) e3 = agak berat (lebih dari 75% lapisan tanah atas sampai kurang dari 25% tanah bawah hilang) e4 = berat (lebih dari 25% lapisan tanah bawah hilang) e5 = sangat berat (erosi parit) Kedalaman tanah Kedalaman tanah efektif merupakan kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, waktu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. K0 = lebih dari 90 cm (dalam) K1 = 90 sampai 50 cm (sedang) K2 = 50 sampai 25 cm (dangkal) K3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal) Permeabilitas Permeabilitas tanah menyatakan cepat atau lambat tanah meloloskan air dalam keadaan jenuh yang dapat diukur dengan peresapan air melalui massa tanah per waktu tertentu. P1 = lambat (<0,5 cm/jam) P2 = agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam) P3 = sedang (2,0 – 6,25 cm/jam) P4 = agak cepat (6,25 – 12,5 cm/jam) P5 = cepat (>12,5 cm/jam) Tekstur tanah lapisan atas dan bawah Tekstur tanah merupakan salah satu faktor penting mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagi sifat fisik dan kimia tanah lainnya. Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tekstur lapisan tanah atas (0-30 cm) dan lapisan tanah bawah (30-60 cm) dikelompokkan sebagai berikut: t1 = tanah bertekstur halus (lempung berpasir, lempung berdebu, lempung) t2 = tanah bertekstur agak halus (geluh lempung, berpasir, geluh berdebu) t3 = tanah bertekstur sedang (geluh, geluh berdebu, debu) t4 = tanah bertekstur agak kasar (geluh berpasir halus dan sangat halus) t5 = tanah bertekstur kasar (pasir bergeluh dan pasir) Salinitas Salinitas tanah dinyatakan dalam kandungan garam terlarut atau hambatan listrik ekstrak tanah sebagai berikut: g0 = sangat rendah (0 – 1500 ppm) g1 = rendah (1500 – 3500 ppm) 190
g2 = sedang (3500 – 6500 ppm ) g3 = tinggi (>6500 ppm) 8) Drainase Drainase permukaan adalah kecepatan berpindahnya air dari sebidang tanah, baik berupa limpasan permukaan ataupun berupa peresapan air ke dalam tanah. d0 = berlebihan d1 = sangat baik d2 = baik d3 = sedang d4 = jelek d5 = sangat jelek 9) Ancaman banjir Ancaman banjir dapat diidentifikasi dari penggunaan lahan yang ada, satuan bentuklahan dan wawancara dengan penduduk sekitar pada saat lapangan. O1 = Sangat sering banjir O2 = Sering banjir O3 = Kadang-kadang banjir O4 = Jarang banjir O5 = Tidak pernah banjir 10) Kerikil dan batuan permukaan Kerikil adalah bahan kasar yang berdiameter lebih besar dari 12 mm sampai 7,5 cm jika berbentuk bulat atau sampai 15 cm sumbu panjang jika berbentuk gepeng. Kerikil didalam lapisan 20 cm permukaaan tanah dikelompokkan sebagai berikut: b0 = tidak ada atau sedikit; 0 sampai 15% volume tanah b1 = sedang: 15% sampai 50% volume tanah b2 = banyak: 50% sampai 90% volume tanah b3 = sangat banyak: lebih dari 90% volume tanah Batuan kecil adalah bahan kasar atau batuan berdiameter 7,5 cm sampai 25 cm jika berbentuk bulat, atau sumbu panjangnya berukuran 15 cm sampai 40 cm jika berbentuk gepeng. b0 = tidak ada atau sedikit; 0 sampai 15% volume tanah b1 = sedang: 15% sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu. b2 = banyak: 50% sampai 90% volume tanah: pengolahan tanah sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu. b3 = sangat banyak: lebih dari 90% volume tanah: pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan tanaman terganggu. Batu besar adalah batu yang terbesar di atau permukaan tanah dan berdiameter lebih dari 25 cm jika bulat dan 40 cm jika pipih. b0 = tidak ada atau sedikit; kurang dari 0,01% luas areal b1 = sedikit: 0,01% sampai 3% permukaan tanah tertutup; pengolahan tanah dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman b2 = sedang: 3% sampai 15% permukaan tanah tertutup: pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif berkurang b3 = banyak: 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup: pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit b4 = sangat banyak; lebih dari 90% permukaan tanah tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian. Kelas kemampuan lahan pada setiap satuan lahan dari kelas I hingga kelas VIII. Semakin berat faktor pembatas maka semakin tinggi kelas kemampuan lahannya sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Kelas kemampuan lahan yang tinggi menunjukkan bahwa faktor pembatas pada satuan pemetaan lahan semakin berat. Sedangkan apabila kelas 191
kemampuan lahan semakin rendah maka lahan akan semakin bagus untuk dimanfaatkan. Klasifikasi kelas kemampuan lahan berdasarkan metode Arsyad disajikan dalam Tabel 2. Hasil dari kelas kemampuan lahan selanjutnya diturunkan ke dalam sub kelas kemampuan lahan. Sub kelas dalam kemampuan lahan adalah pengelompokkan unit kemampuan lahan yang mempunyai jenis hambatan atau ancaman dominan yang sama jika dipergunakan untuk pertanian sebagai sifat-sifat tanah, relief, hidrologi, dan iklim. Beberapa ancaman dan hambatan dalam kemampuan lahan dibagi menjadi sub kelas kemampuan lahan. Faktor pembatas yang dinilai dalam sub kelas kemampuan lahan yaitu ancaman erosi (e), keadaan drainase atau kelebihan air atau ancaman banjir (w), hambatan daerah perakaran (s), dan hambatan iklim (c). Kelas dan sub kelas kemampuan lahan menjadi indikasi dalam pemanfaatan fungsi lahan. Terdapat 3 fungsi lahan yang dapat digunakan sebagai arahan dalam pemanfaatan penggunaan lahan. Fungsi lahan diklasifikasikan menjadi budidaya, penyangga dan lindung. Setiap fungsi lahan bersinergi dengan klasifikasi kelas kemampuan lahan, sehingga dalam fungsi lahan dapat menjadi arahan dalam penggunaan lahan yang dapat direkomendasikan. Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan (Arsyad, 2000) No.
Faktor Penghambat/ Pembatas
Kelas Kemampuan Lahan I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
A (10)
B (11)
C (12)
D (13)
A (10)
E (14)
F (15)
G (16)
KE1, KE2
KE3
KE4,KE5
KE6
(*)
(*)
(*)
(*)
1
Lereng Permukaan
2
Kepekaan Erosi
3
Tingkat Erosi
e0
e1
e2
e3
(**)
e4
e5
(*)
4
Kedalaman Tanah
k0
k1
k2
k2
(*)
k3
(*)
(*)
5
Tekstur Lapisan Atas
t1,t2,t3
t1,t2,t3
t1,t2,t3,t4
t1,t2,t3,t4
(*)
t1,t2,t3,t4
t1,t2,t3,t4
t5
6
Tekstur Lapisan Bawah
sda
sda
Sda
sda
(*)
sda
Sda
t5
7
Permeabilitas
P2,P3
P2,P3
P2,P3
P2,P3
P1
(*)
(*)
P5
8
Drainase
d1
d2
d3
d4
d5
(**)
(**)
d0
9
Kerikil/Batuan
b0
b0
b1
b2
b3
(*)
*)
b4
Ancaman Banjir O0 O1 O2 O3 O4 Keterangan : (*) = dapat mempunyai sembarang sifat, (**) = tidak berlaku
(**)
(**)
(*)
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Malang bagian selatan merupakan kawasan pegunungan kapur yang kompleks. Kawasan pegunungan kapur yang kompleks menjadikan lahan di Kabupaten Malang bagian selatan unik. Keunikan terletak dari adanya mineral kapur dalam susunan batuan utama yang menjadi faktor penentu dalam menentukan fungsi kawasan. Kawasan pegunungan kapur umumnya daerah dengan ketersediaan air permukaan sedikit, karena aliran hujan langsung masuk dalam sistem air bawah tanah. Kawasan pegunungan kapur di Indonesia merupakan kawasan yang dilindungi berdasarkan UU No. 24 tahun 1992. Oleh karena itu penggunaan lahan juga sangat terbatas pada kegiatan-kegiatan tertentu. Kabupaten Malang berdasarkan RTRW yang sudah disusun berencana untuk mengembangkan kawasan Malang bagian selatan. Kabupaten Malang bagian selatan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dilihat dari faktor ketersediaan lahan yang masih sangat luas. Penggunaan lahan di Kabupaten Malang bagian selatan saat ini didominasi oleh kegiatan pertanian dengan penggunaan lahan utama untuk kebun dan ladang, kawasan hutan dan kawasan pemukiman yang biasanya mengelompok pada lahan yang datar. Peta penggunaan lahan Kabupaten Malang bagian selatan disajikan pada Gambar 2. 192
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Untuk menentukan arahan fungsi lahan Kabupaten Malang bagian selatan, kegiatan pertama yang dilakukan adalah menentukan kelas kemampuan lahan terlebih dahulu. Kelas kemampuan lahan dibagi menjadi 8 kriteria dari kriteria I hingga VIII yang mempunyai perbedaan dalam fungsi penggunaan. Fungsi penggunaan lahan dibagi menjadi 3 yang dapat digunakan sebagai arahan dalam pemanfaatan penggunaan lahan. Fungsi lahan diklasifikasikan menjadi budidaya, penyangga dan lindung. Kelas kemampuan lahan ditentukan oleh berbagai parameter antara lain kelerengan, kepekaan erosi, kedalaman tanah, permeabilitas, tekstur tanah, salinitas, drainase, kerikil/batuan dan ancaman banjir. Salah satu parameter yang paling berpengaruh dalam menentukan kelas kemampuan lahan adalah parameter kelerengan. Kabupaten Malang bagian selatan berdasarkan identifikasi kelerengannya terdiri atas 4 kelas kelerengan yaitu kelas A (datar), B (berombak), E (agak curam), dan F (curam) (Gambar 3). Kelas E dan F paling mendominasi kelerengan Kabupaten Malang bagian selatan, hal ini menjadi faktor penghambat utama dalam proses penentuan kriteria kemampuan lahan.
Gambar 3. Peta Kelas Lereng Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Parameter selanjutnya yang digunakan untuk menentukan kelas kemampuan lahan yaitu kedalaman tanah. Kedalaman tanah sangat berpengaruh untuk kegiatan pertanian karena berkaitan erat dengan tempat hidup tanaman. Semakin tebal kedalaman tanah suatu kawasan semakin baik untuk kegiatan pertanian. Berdasarkan hasil analisis, Kabupaten Malang bagian selatan mempunyai kedalaman tanah K0 (sangat tebal) namun luasannya sangat sempit sekali yaitu di sebagian Kecamatan Dampit dan Tirtoyudo. Kedalaman tanah di Kabupaten Malang 193
bagian selatan didominasi oleh kelas kedalaman K1 90 – 50 cm (sedang) dan K2 50 – 25 cm (dangkal) (Gambar 4).
Gambar 4. Peta Kedalaman Tanah Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016 Parameter yang ketiga adalah sebaran kerikil dalam tanah. Kandungan kerikil dalam tanah berpengaruh dalam proses pengolahan lahan. Semakin banyak kandungan kerikil maka lahan akan semakin sulit untuk diolah. Kandungan kerikil pada lahan di Kabupaten Malang bagian selatan yaitu b0 kandungan kerikil tidak ada dan b1 kandungan kerikil sedang (Gambar 5). Kandungan kerikil b0 terletak di sebagian kecamatan Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading dan Pagak. Kandungan kerikil b1, mendominasi lahan di bagian selatan Kabupaten Malang.
Gambar 5. Peta Sebaraan Kerikil Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Parameter keempat adalah kondisi drainase yaitu kecepatan perpindahan air baik melalui limpasan permukan maupun resapan air dalam tanah. Kabupaten Malang bagian selatan didominasi oleh batuan kapur yang berpengaruh pada kondisi drainase. Ciri khas dari kawasan yang didominasi oleh batuan kapur adalah adanya sistem air bawah yang terletak di bawah batuan kapur yang sebagian besar berasal dari air hujan yang mengalir melalui ponor (celah di batu kapur). Sistem drainase di Kabupaten Malang bagian selatan diidentifikasi kedalam 3 kelas, yaitu kelas d2 (baik), d3 (sedang), dan d4 (jelek) (Gambar 6). Sebagian besar lahan di bagian selatan dapat memindahkan air yang terdapat dipermukaan dengan baik. 194
Gambar 6. Peta Tingkat Drainase Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Parameter kelima adalah kepekaan erosi tanah yang melihat sifat tanah dalam menunjukkan mudah/tidaknya tanah mengalami erosi. Kepekaan erosi sangat dipengaruhi oleh jenis material. Kepekaan erosi di Kabupaten Malang bagian selatan dibagi menjadi 5 kelas yaitu KE2 (rendah), KE3 (sedang), KE4 (agak tinggi), KE5 (tinggi), KE6 (sangat tinggi) (Gambar 7). Kepekaan erosi di Kabupaten Malang bagian dipengaruhi oleh jenis material yang berasal dari batu ganping dan material vulkan. Pada lahan dibagian barat pengaruh material gamping lebih tinggi dan biasanya ketebalan tanah dangkal sehingga proses erosi sangat minim terjadi. Berbeda dengan lahan di sisi timur yang didominasi oleh material vulkan dan memiliki ketebalan tanah yang tebal. Kepekaan erosi pada tanah dengan dominasi material vulkan lebih tinggi karena massa tanah yang berpotensi mengalami erosi lebih banyak.
Gambar 7. Peta Kepekaan Erosi Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Tingkat kepekaan erosi berkaitan langsung dengan tingkat bahaya erosi di suatu kawasan. Tingkat kepekaan erosi digabungkan dengan kelas kelerengan suatu kawasan menghasilkan tingkat bahaya erosi suatu kawasan. Kabupaten Malang bagian selatan dibagi menjadi 4 tingkat bahaya erosi yaitu e1 (ringan), e2 (sedang), e3 (agak berat), e4 (berat) (Gambar 8). Tingkat bahaya erosi di Kabupaten Malang bagian selatan dipengaruhi oleh 195
kepekaan erosi dan kelerengan. Semakin peka tanah mengalami erosi dan kelas kelerang besar makan tingkat bahaya erosinya semakin tinggi. Pada sisi timur Kabupaten Malang bagian selatan mempunyai tingkat bahaya erosi lebih tinggi dibandingkan dengan sisi bagian barat.
Gambar 8. Peta Tingkat Bahaya Erosi Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Karakteristik lahan setiap satuan pemetaan lahan berdasarkan bentuklahan diperoleh dengan memperhatikan parameter-parameter kemampuan lahan. Terdapat 743 satuan bentuklahan yang menjadi satuan analisis setiap kemampuan lahan yang ada di Malang Selatan. Parameter yang digunakan untuk membuat Peta Satuan Pemetaan Kabupaten Malang Bagian Selatan adalah umur batuan, batuan permukaan, genesa, tanah, lereng, medan (terrain), dan penggunaan lahan (Gambar 9). Satuan bentuklahan Kabupaten Malang selatan memiliki dominasi lereng agak curam dan terbentuk asal proses solusional.
Gambar 9. Peta Satuan Pemetaan Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Kemampuan lahan Kabupaten Malang bagian selatan didominasi oleh kelas kemampuan VI. Persebaran kelas kemampuan lahan IV berada di Kecamatan Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing Wetan dan Pagak. Kelas kemampuan VI banyak dipengaruhi oleh faktor kelerengan dengan dominasi lereng agak curam. Terdapat kelas kemampuan II yang berada pada aliran-alirn sungai dan daerah cekungan. Kemampuan lahan didominasi oleh faktor pembatas ancaman erosi (e), sehingga dapat diindikasikan perlu 196
adanya kegiatan konservasi. Adapun faktor penghambat pada setiap kelas kemempuan lahan dijabarkan pada sub kelas kemampuan lahan pada Tabel 2. Persebaran kelas kemampuan lahan yang ada di Kabupaten Malang disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Arahan fungsi kawasan dianalisis dari kemampuan lahan Kabupaten Malang bagian Selatan. Dominasi arahan fungsi berupa penyangga pada Kabupaten Malang Bagian Selatan sehingga diperlukan upaya konservasi (Gambar 11). Kondisi eksisting pada penggunaan lahan sekarang sudah banyak dimanfaatkan menjadi kawasan budidaya. Penerapan kawasan budidaya akan memberikan pengaruh terhadap tata cara pengolahan lahan yang memerlukan teknik dapat berupa vegetatif ataupun mekanik bergantung pada dana, waktu dan kemampuan.
Gambar 11. Peta Arahan Fungsi Kawasan Kabupaten Malang Bagian Selatan Sumber: Rahmadana, 2016
Arahan fungsi kawasan berpengaruh terhadap rekomendasi atau arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan pada setiap satuan bentuklahan. Kondisi eksisting menunjukkan kawasan penyanggga yang telah dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya pada beberapa spot. Arahan penggunaan lahan sesuai dikembangkan oleh Arsyad (2000) perlu perlindungan dan 197
konservasi berat terhadap kegiatan pemanfaatan lahan. Arahan penggunaan lahan dapat menjadi masukan guna memberikan manfaat dalam pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Penjabaran setiap kelas kemampuan lahan hingga arahan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Arahan Penggunaan Lahan berdasarkan Multi Kriteria Lahan Kelas Kemampuan Lahan
Sub Kelas Kemampuan Lahan
II
IIes
Budidaya
IV
IVew
Budidaya
V
Vew
Penyangga
VI
VIe
Penyangga
VII VIIe Sumber: Analisis, 2016
Arahan Fungsi Lahan
Lindung
Arahan Penggunaan Lahan Tanaman semusim, padang penggembalaan, hutan produksi, atau cagar alam Tanaman semusim, pertanian, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung atau cagar alam Tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam Tanaman semusim atau hutan produksi dengan tindakan konservasi berat Hutan produksi dengan tindakan konservasi berat
Konservasi pada kemampuan lahan Kabupaten Malang bagian Selatan diperlukan guna menghasilkan pengelolahan berkelanjutan sekarang hingga masa yang akan dating. Tindakan konservasi dengan arahan penggunaan lahan memerlukan kajian yang mendalam agar menghasilkan arahan yang tepat dengan teknik konservasi. Kajian analisis lahan dengan basis landscape analysis menginformasikan kondisi fisik lingkungan wilayah permukaan yang detail sehingga mampu untuk menjadi basis guna analisis lebih lanjut. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis multi kriteria untuk arahan fungsi kawasan di Kabupaten Malang bagian Selatan yaitu 1. Dominasi kelas kemampuan lahan VI yang tersebar di Kecamatan Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing Wetan dan Pagak. 2. Fungsi kawasan Kabupaten Malang bagian selatan didominasi untuk fungsi penyangga. 3. Beberapa spot pada kawasan penyangga dapat digunakan untuk kegiatan budidaya oleh masyarakat setempat, yang disertai dengan upaya konservasi vegetatif dan mekanik. UCAPAN TERIMAKASIH (acknowledgement) Ucapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Syamsul Bachri, P.hD. dan Therisia Retno Wulan, S.Hut., M.Agr. yang memberi arahan dan bimbingan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Informasi Geospasial yang membantu dalam penyediaan data spasial. REFERENSI Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Sartohadi, J., Sianturi, R. S., Rahmadana, A. D., Maritimo, F., Wacano, D., Munawaroh, Suryani, T., Pratiwi, E. S., 2014. Bentang Sumberdaya Lahan Kawasan Gunungapi Ijen dan sekitarnya. Laboratorium Geografi Tanah, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Suyanto, Hadisantono, R., Chaniago, R., dan Baharuddin, R., 1992, Peta Geologi Lembar Turen, Jawa, skala 1: 100.000, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Kabupaten Malang dalam Angka Tahun 2014 (http://malangkab.bps.go.id) diakses pada tanggal 7 April 2016.
198