PROSIDING Seminar Nasional ke-2 Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KE-2 Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai
Editor
Diselenggarakan oleh
Ikatan Geograf Indonesia
MPPDAS Fakultas Geografi UGM
Badan Informasi Geospasial
Djati Mardiatno Dyah R. Hizbaron Estuning T.W. Mei Fiyya K. Shafarani Faizal Rachman Yanuar Sulistiyaningrum Widiyana Riasasi
ISBN 978-979-8786-61-7 BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI Universitas Gadjah Mada
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI KE-2
Editor: Djati Mardiatno Dyah R. Hizbaron Estuning T. W. Mei Fiyya K. Shafarani Faizal Rachman Yanuar Sulistiyaningrum Widiyana Riasasi
BADAN PENERBIT FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA, YOGYAKARTA
i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAERAH ALIRAN SUNGAI KE-2
PENGELOLAAN
PESISIR
DAN
ISBN: 978-979-8786-61-7 © 2016 Badan Penerbit Fakultas Geografi Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis tanpa izin tertulis dari editor. Permohonan perbanyakan dan pencetakan ulang dapat menghubungi Dyah R. Hizbaron, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 atau melalui email ke
[email protected] Hak kekayaan intelektual tiap makalah dalam prosiding ini merupakan milik para penulis yang tercantum pada tiap makalahnya.
Tanggal terbit: 20 Juli 2016
Dipublikasikan oleh: Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Jalan Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp:+62 274 649 2340, +62 274 589 595 Email:
[email protected] Website: www.geo.ugm.ac.id Desain sampul: Widiyana Riasasi
ii
KATA PENGANTAR Seminar Nasional Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai ke-2 dilaksanakan di Auditorium Merapi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tanggal 12 Mei 2016. Seminar ini diselenggarakan oleh Program Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) yang merupakan minat dari Program Studi S2 Geografi. Salah satu tujuan utama seminar ini adalah untuk mendiskusikan perkembangan dan tren penelitian pengelolaan di wilayah pesisir dan daerah aliran sungai. Sebanyak 70 makalah yang telah direview dari tim editor ditampilkan dalam prosiding ini. Tema dari prosiding ini dibagi menjadi tiga, antara lain 1. Ekosistem, tata ruang, dan manajemen bencana di kawasan pesisir dan daerah aliran sungai 2. Teknologi geospasial dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai 3. Sosial, politik, ekonomi, budaya, kependudukan, pendidikan dan kebijakan dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai Hasil dari seminar ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai kepadupadanan pengelolaan pesisir dan DAS yang meliputi aspek fisik, lingkungan, regulasi, tata ruang, pemanfaatan ruang dan sumber daya. Semoga prosiding ini dapat bermanfaat untuk acuan peneliti maupun praktisi pada bidang yang terkait.
Terima Kasih
Ketua Panitia Kegiatan
Prof. Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... iv Pembicara Utama PERAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL DALAM PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ................................................................................................................. 1 PERAN DAN FUNGSI EKOSISTEM BENTANGLAHAN KEPESISIRAN DALAM PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ........................................................ 11 TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN PESISIR DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI ................................................................................................................................. 18 HOLOCENE SEA-LEVEL VARIABILITY IN INDONESIA .............................................................. 51 Tema 1: Ekosistem, tata ruang, dan manajemen bencana di kawasan pesisir dan daerah aliran sungai PEMANFAATAN METODE GALDIT DALAM PENENTUAN KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP INTRUSI AIR LAUT DI PESISIR KOTA CILACAP .................................................... 58 IDENTIFIKASI KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN PURWARUPA ARDUINO UNTUK MONITORING SAMPEL AIR OTOMATIS ........................................................................................ 68 PENDUGAAN KEBERADAAN AIRTANAH ASIN DI SEBAGIAN KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH .................................................................................................. 79 ANALISIS PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DENGAN AIRTANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAYANGAN KABUPATEN KULONPROGO .................................................... 86 UJI AKURASI APLIKASI ELECTROMAGNETIC VERY LOW FREQUENCY (EM VLF) UNTUK ANALISIS POTENSI AIRTANAH DI PULAU SANGAT KECIL ...................................................... 96 KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI BEBERAPA SUB DAS DENGAN FORMASI GEOLOGI PEGUNUNGAN SELATAN(Studi di Sub DAS Keduang, Temon, Wuryantoro, dan Alang) ............ 106 RESPON HIDROLOGI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI KAWASAN DANAU KASKADE MAHAKAM..................................................................................................................... 117 EMBUNG SEBAGAI SARANA PENYEDIAAN AIR BAKU DI PESISIR TARAKAN TIMUR .... 129 ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL B-VALUE SEBAGAI IDENTIFIKASI POTENSI GEMPABUMI TSUNAMI DI PULAU JAWA ................................................................................... 140 ANCAMAN BAHAYA PENGUATAN REFRAKSI GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT JEBAKAN STRUKTUR GEOMETRI TELUK SUNGAI SERUT UNTUK MITIGASI PENDUDUK DESA RAWA MAKMUR KOTA BENGKULU ............................................................................................ 148 BAHAYA PENGUATAN GELOMBANG TSUNAMI AKIBAT CEKUNGAN TELUK SUNGAI SERUT UNTUK MITIGASI PENDUDUK KELURAHAN PASAR BENGKULU DAN PONDOK BESI, KOTA BENGKULU ................................................................................................................. 159 FENOMENA BANJIR BANDANG DAN PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH ............. 167 KONSEP TATA RUANG UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN PARIWISATA TERPADU DI WILAYAH PESISIR PULAU BANGGAI, PROVINSI SULAWESI TENGAH ............................... 177 ANALISIS MULTI KRITERIA UNTUK ARAHAN FUNGSI KAWASAN DI KABUPATEN MALANG BAGIAN SELATAN ......................................................................................................... 187 ZONASI EKOSISTEM ZONA NERITIK UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN BERKELANJUTAN DI PULAU KECIL STUDI KASUS PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU 199
iv
EFEKTIVITAS CEMARA LAUT DALAM RANGKA PENCEGAHAN EROSI ANGIN DI PANTAI KEBUMEN .......................................................................................................................................... 204 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI DI RESERVAT BATU BUMBUN DAS MAHAKAM ................................................................................................. 212 INDIKATOR KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN (Studi Kasus Daya Dukung Lingkungan Pemanfaatan Alur Sungai Kedang Kepala untuk Transportasi Tongkang Batubara) .................................................................................. 223 ANALISIS KETERKAITAN EKOSISTEM DI SUNGAI CODE PENGGAL JETISHARJO, YOGYAKARTA .................................................................................................................................. 233 PERAMALAN LUAS HUTAN PENUTUP LAHAN PADA KAWASAN HUTAN KONSERVASI DI INDONESIA TAHUN 2015 ................................................................................................................ 242 INVESTASI DAERAH DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA TSUNAMI UNTUK KETANGGUHAN (Tingkat Kesiapan Pembangunan Sosial di Wilayah Pesisir Kulonprogo) ........... 251 PEMETAAN GEOMORFOLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BLUKAR, JAWA TENGAH .............................................................................................................................................................. 263 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BERBASIS UPAYA PENCEGAHAN BENCANA KEKERINGAN DI KAWASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BINANGA LUMBUA KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN ................................................... 270 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KEPULAUAN TANAH KEKE KECAMATAN MAPAKASUNGGU KABUPATEN TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN .................... 280 PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR UNTUK PENENTUAN LOKASI PERMUKIMAN DI KECAMATAN PANDAWAN KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN ................................................................................................................ 290 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN LIMPASAN DI SUB DAS NGALE .................................... 299 ANALISIS POLA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN NILAI KOEFISIEN LIMPASAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PEMULIHAN DAS MENTAYA, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ................... 309 MONITORING PERUBAHAN MORFOLOGI HULU SUNGAI SENOWO TAHUN 2012-2014 DENGAN PEMANFAATAN DATA LiDAR DAN UAV .................................................................. 323 KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH TANGGA PINGGIR SUNGAI/PARIT DI KECAMATAN TEMBILAHAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ............................................... 330 Tema 2: Teknologi geospasial dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai VARIASI BULANAN DAERAH PREDIKSI PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN RI 711 ............................................................................................. 338 STRATEGI PEMETAAN DAERAH PASANG SURUT DENGAN CITRA SATELIT YANG DIREKAM PADA PASUT EKSTRIM ................................................................................................ 347 ANALISIS LINGKUNGAN GIANT SEA WALL DI TELUK JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN SPASIAL .................................................................................................................. 355 KAJIAN ANALISA PENGARUH PERUBAHAN LAHAN TERHADAP LUAS DAN KEDALAMAN GENANGAN DI SUB DAS BANG MALANG DENGAN PEMODELAN HEC GEORAS .............................................................................................................................................. 367 PEMANFAATAN TEKNOLOGI SINGLEBEAM ECHOSOUNDER (SBES) DAN SIDE SCAN SONAR (SSS) UNTUK PEMETAAN KEDALAMAN PERAIRAN ................................................. 380 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH KAWASAN SAGARA ANAKAN, KABUPATEN CILACAP BERDASARKAN PENDEKATAN ANALISIS LANDSKAP .............................................................................................................................................................. 386
v
PENGELOLAAN KAWASAN KARST MELALUI PENDEKATAN KARAKTER BIOFISIK (Studi di Sub DAS Alang Kabupaten Wonogiri) ............................................................................................ 397 ANALISIS KEMAMPUANLAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENTUNG, KECAMATANPATUK, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ................... 408 MITIGASI BENCANA GERAKAN TANAH PADA DAS SERAYU HULU, BANJARNEGARA . 421 PENYUSUNAN BASIS DATA PETA DESA UNTUK OPTIMALISASI PERKEMBANGAN WILAYAH KEPESISIRAN: STUDI KASUS DESA PARANGTRITIS KECAMATAN KRETEK KABUPATEN BANTUL ..................................................................................................................... 433 ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA .................................................................................................................. 444 DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP LINGKUNGAN ATMOSFER DAN PANTAI DI WILAYAH PESISIR PAMEUNGPEUK GARUT .............................................................................. 454 Tema 3: Sosial, politik, ekonomi, budaya, kependudukan, pendidikan dan kebijakan dalam pengelolaan pesisir dan daerah aliran sungai KAJIAN KESESUAIAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA YOGYAKARTA TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (Kasus di Bantaran Sungai Code) 464 URGENSI KONSERVASI PASIR VULKAN DI PESISIR SELATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .................................................................................................................................. 476 LUBUK LARANGAN UJUNG TANJUNG DESA GUGUK: UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA PERIKANAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI TIPE TRANSPORTING SYSTEM .................................................................................................................. 487 KONDISI KUALITAS AIR SUNGAI, AKTIVITAS PENANGKAPAN, DAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS) PADA PERIKANAN SIDAT DI DAS CIMANDIRI, JAWA BARAT ................................................................................................................................................ 497 PENDEKATAN SOSIO-KULTURAL DALAM PEMASANGAN TETENGER ZONA INTI SEBAGAI UPAYA RESTORASI GUMUK PASIR BARKHAN ....................................................... 507 KLASIFIKASI LIMBAH HASIL BUDIDAYA PEMANFAATAN LAHAN PESISIR DI DESA PATUTREJO PURWOREJO ............................................................................................................... 519 KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN BEKAS TAMBANG PASIR BESI SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI SUMBER DAYA ALAM TERBARUKAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN PESISIR KABUPATEN PURWOREJO ................................................................ 528 WTP UNTUK KONSERVASI AIR DI KAWASAN RESAPAN SLEMAN, YOGYAKARTA ........ 534 PEMANFAATAN DELTA BARITO SEBAGAI LAHAN PERTANIAN RAWA POTENSIAL DENGAN SISTEM BANJAR .............................................................................................................. 547 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR PULAU GILI KETAPANG DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA SWOT ............................................................................................... 557 PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, MALUKU ....................................... 564 OPTIMALISASI PELESTARIAN EKOWISATA MANGROVE BERBASIS LOCAL WISDOM DI BEDUL BANYUWANGI .................................................................................................................... 582 PROSPEK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PANTAI DITINJAU DARI PENDEKATAN KELINGKUNGAN DI KABUPATEN BLITAR, JAWA TIMUR ...................................................... 592 STRATEGI PENGHIDUPAN NELAYAN DALAM PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT DI PANTAI DEPOK ............................................................................................................................ 603 PERAN PARIWISATA UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT WILAYAH KEPESISIRAN TANJUNGSARI DAN TEPUS, KABUPATEN GUNUNGKIDUL ................................................... 610
vi
DAS SEBAGAI BASIS PENILAIAN MANFAAT LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG SUMBERDAYA HUTAN ................................................................................................................... 618 ASPEK MORFOMETRI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI STUDI KASUS DAS CITANDUY .................................................................................................................. 629 PELUANG DAN TANTANGAN REVITALISASI DAS LIMBOTO, SEBUAH PENDEKATAN HASIL PROSES ................................................................................................................................... 638 KONFLIK SPASIAL PEMANFAATAN LAHAN DALAM MANAGEMENT DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU PROVINSI BANTEN ....... 652 KONDISI PEMBANGUNAN DESA-DESA PESISIR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .... 661 KONFLIK KEPENTINGAN DALAM PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN PESISIR CANGGU, BALI .................................................................................................................................. 672 PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UTARA JAWA (Studi Kasus: Kota Semarang dan Kota Tegal) ......................................................... 689 EFEKTIFITAS TRANSPORTASI AIR ANTAR PULAU DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI ............................................................................................................................................ 703 KEHARMONISAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR BERDASARKAN SUDUT PANDANG LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DI DESA PUTUTREJO, KECAMATAN GRABAG, KABUPATEN PURWOREJO .......................................................................................... 716 PENGELOLAAN PESISIR SELATAN SEBAGIAN KULON PROGO DAN PURWOREJO BERDASARKAN KONDISI BANGUNAN FISIK ............................................................................ 725 STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERKELANJUTAN BERBASIS ANALISIS SWOT PASKA KEGIATAN TAMBANG PASIR BESI KABUPATEN PURWOREJO, JAWA TENGAH.............................................................................................................................................. 735 PELAJARAN BERHARGA DARI KEGIATAN TAMBANG PASIR PANTAI DI DESA SELOK AWAR-AWAR KECAMATAN PASIRIAN - LUMAJANG.............................................................. 746 KAJIAN KOMPARATIF FAKTOR PENYEBAB PERKAWINAN ANAK DI PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI KABUPATEN GROBOGAN (Analisis Survei Pernikahan Dini Tahun 2011) ...... 756 KECENDERUNGAN AKSEPTOR MEMAKAI NON METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN .............................................................................................................................................................. 765
vii
URGENSI KONSERVASI PASIR VULKAN DI PESISIR SELATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Edwin Maulanaa,d, Priyadi Kardonob, Theresia Retno Wulanb,c,d a
Magister Manajemen Bencana, Universitas Gadjah Mada,
[email protected] b Badan Informasi Geospasial,
[email protected] c Program Doktoral Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada d Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial
ABSTRAK Kawasan pesisir Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki potensi pasir vulkan yang sangat melimpah. Pasir vulkan memiliki sangat banyak manfaat, diantaranya adalah manfaat ekologi, ekonomi, histori dan kultural. Eksploitasi pasir vulkanik terjadi sangat intensif, sehingga mengancam eksistensi pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukenali urgensi penyelamatan pasir vulkan di pesisir Selatan DIY. Analisis data spasial, survei lapangan dan kajian literatur digunakan untuk menganalisis permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekosistem pasir vulkan di pesisir Selatan DIY sudah mulai terancam. Gangguan terhadap ekosistem pasir vulkan di pesisir Selatan DIY disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan, pertambangan dan faktor antropogenik lain. Upaya penyelamatan terhadap ekosistem pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY dapat dilakukan secara bottom up maupun top down. Strategi paling efektif dalam upaya penyelamatan pasir vulkan di pesisir DIY adalah dengan pendekatan kultural. Kata kunci: Konservasi Pasir Vulkan;Pesisir Selatan Jawa
PENDAHULUAN Pasir vulkanik sangat melimpah di Kawasan pesisir Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)dan merupakan salah satu potensi sumberdaya alam bagi kawasan pesisir Selatan. Pasir vulkanik di DIY sebagian besar berasal dari material Gunungapi Merapi. Gunungapi Merapi memiliki siklus erupsi lima tahunan. Erupsi Gunungapi Merapi terakhir,tahun 2010, mengeluarkan kurang lebih 130 juta m³ material piroklastik. Material piroklastik yang keluar dari tubuh Gunungapi terbagi dalam dua jenis, yaitu abu vulkanis dan banjir lahar. Banjir lahar atau yang dikenal lahar dingin, terjadi karena material vulkanis di hulu terguyur air hujan dengan intensitas yang cukup tinggi. Banjir lahar merupakan salah satu bencana sekunder dari erupsi gunungapi. Material piroklastis terdistribusi oleh banjir lahar melalui aliran-aliran sungai yang berhulu dari Merapi. Ada sembilansungai utama yang berhulu dari Merapi di DIY, yaitu Kali Opak, Kali Kuning, Kali Gendol, Kali Code, Kali Putih, Kali Woro, Kali Boyong, Kali Bedog, dan Kali Bebeng. Kesembilan sungai tersebut bermuara di Samudera Hindia yang terletak di Selatan Provinsi DIY. Sungai-sungai dari Gunungapi Merapi membawa sedimen yang terangkut oleh banjir lahar. Prosestransportasi sedimen pada aliran sungai dari hulu ke hilir terbagi menjadi dua proses, yaitu transport sedimen dasar (bed load) dan transport sedimen suspensi (suspended
476
load). Transport sedimen dasar adalah gerak butir sedimen yang selalu berada dekat dengan dasar sungai. Butir sedimen bergerak dengan cara meluncur (saltation), lompatan pendek (bouncing), dan menggelinding (rolling). Transport sedimen dasar umumnya terjadi pada butir sedimen yang berukuran relatif besar. Transport sedimen suspensi adalah gerak butir sedimen yang sesekali bersinggungan dengan dasar sungai. Butir sedimen bergerak dan terlarut (suspension) dalam arus aliran karena ukurannya relatif kecil dan ringan. Proses transport sedimen pada aliran sungai secara lebih jelas disajikan pada Gambar 1. Karakteristik ukuran butir, jumlah, dan luasan pesisir pasir vulkanik di Pesisir Selatan DIY menunjukkan pasir telah terendapkan pada jangka waktu yang sangat lama. Pasir vulkan di Pesisir Selatan DIY mulai terendapkan beribu tahun silam. Proses pengendapan telah terjadi sebelum erupsi Merapi tahun 1930. Gunungapi Merapi bukan sumber pasokan utama keberadaan pasir vulkanik di Selatan DIY, tetapi juga Gunung Sumbing dan Gunung Merbabu masa lampau yang memiliki arah aliran sungai ke Pantai Selatan.
Gambar 1. Proses transportasi sedimen yang terjadi di aliran sungai Sumber: Graf, W. H. and Altinakar, 1998
Pasir vulkanik memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah manfaat ekologi, ekonomi, histori dan kultural. Manfaat ekologi pasir vulkanik antara lain sebagai habitat makhluk hidup, flora dan fauna alami. Keberadaan pasir vulkanik di kawasan pesisir Selatan juga mendukung eksistensi ekosistem pesisir. Pasir vulkanik dibantu oleh tenaga angin dan tenaga air membentuk beberapa bentukan bentuklahan yang ada di pesisir yang mendukung ekosistem pesisir keseluruhan.Masyarakat umumnya memanfaatkan pasir vulkanik secara ekonomi dengan cara ditambang. Penambangan pasir vulkanik sudah dilakukan masyarakat sejak jaman dahulu hingga sekarang. Lokasi penambangan biasanya dilakukan di bagian hulu Merapi. Pasir vulkanik yang berada di bagian hulu dan dekat dengan sumber materialnya diyakini memiliki kualitas baik karena memiliki kandungan silica yang masih tinggi. Ukuran butir pasir vulkanik di hulu juga masih bervariasi, mulai dari boulder, kerikil, hingga halus. Variasi ukuran butir pasir vulkanik di hulu Merapi membuat sebagian besar ditambang untuk kebutuhan bahan material bangunan. Kawasan pesisir Selatan DIY terutama di sekitar kawasan Parangtritis diyakini mempunyai nilai histori dan kultural. Laut Selatan merupakan satu bagian dari sumbu imajiner DIY. Mitos-mitos tentang Nyai Roro Kidul dan Raja Mataram sangat kental dengan warisan budaya di kawasan Pesisir Selatan. Selain histori-kultural tentang Nyai Roro Kidul, di kawasan pesisir Selatan juga terdapat beberapa tempat Petilasan dan Ziarah, Makam Syech Belabelu dan Syekh Maulana Magribi, serta Monumen Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman. Monumen ini menceritakan sejarah perjalanan gerilya Jenderal Sudirman saat membangun konsolidasi nasional mempertahankan NKRI saat Agresi Militer Belanda II. Penambangan dan eksploitasi pasir vulkanik mulai semakin intensif dilakukan oleh masyarakat, tidak hanyadi bagian hulu, tetapi juga di bagian pesisir. Eksploitasi pasir vulkanik di kawasan pesisir terjadi sangat intensif, sehingga mengancam eksistensi pasir
477
vulkanik di pesisir Selatan DIY. Beberapa bulan yang lalu, media cetak dan beberapa media nasional mengangkat isu ini menjadi isu lingkungan utamadikarenakan penambangan dilakukan pada Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis. Gumuk Pasir Parangtritis termasuk dalam kawasan Geoheritage yang dilindungi. Penetapan itu tertulis dalam Surat Keputusan Kepala Badan Geologi Nomor 1157.K/73/BGL/2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang Penentuan Kawasan Cagar Alam Geologi DIY dan dikuatkan dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 115 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kawasan Warisan Geologi. Beberapa berita di media cetak tentang maraknya eksploitasi dan penambangan di Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis disajikan pada Gambar 2. Eksploitasi dan penambangan di kawasan yang termasuk Cagar Alam Geologi Gumuk Pasir Parangtritis dapat merusak eksistensi keberadaan Gumuk Pasir Parangtritis. Selain aktivitas penambangan, kondisi ekosistem di sekitar kawasan Pesisir Selatan mulai mengalami perubahan. Kajian tentang tindakan konservasi dan penyelamatan pasir vulkanik harus segera dilakukan. Selain termasuk dalam kawasan geoheritage, pesisir Selatan merupakan salah satu penyangga (barrier) Provinsi DIY terhadap ancaman abrasi maupun tsunami.
Gambar 2. Beberapa headline berita aktivitas penambangan di media cetak lokal maupun nasional Sumber: Maulana, 2016
METODE Deskripsi Wilayah Provinsi DIY memiliki luas 3.185,80 km² terdiri atas satu kotamadya dan empat kabupaten. Provinsi DIY berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di bagian Selatan. Kawasan pesisir di Selatan DIY memiliki garis pantai sepanjang 113 km. Wilayah yang memiliki kawasan pesisir pasir vulkanisadalah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulonprogo. Kabupaten Bantul dan Kulonprogo memiliki kawasan pesisir pasir vulkanis kurang lebih sepanjang 17 km dan 25 km. Lokasi kawasan pesisir DIY berjarak lebih kurang 25-30 km dari Ibukota Provinsi. Kawasan pesisir pantai vulkanis di Selatan DIY terletak antara 7º88’60’’ - 8º02’40’’ LS dan 110º0’43” - 110º3’24’’ BT.Kondisi relief sepanjang lokasi penelitian termasuk datar hingga landai. Kemiringan lereng dominan berada antara 0-3%. Proses geomorfologi yang bekerja pada lokasi penelitian adalah marine, eolin, dan fluvial. Beberapa bentukan bentuklahan yang dapat teramati di lokasi penelitian yaitu beting gisik, gumuk pasir, gosong sungai, dataran banjir, dataran pasang surut/estuari, swale dan laguna. Penggunaan lahan di dominasi oleh hutan dan pertanian lahan kering, gumuk pasir, lahan terbuka, dan bangunan/permukiman. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
478
Gambar 3. Lokasi Penelitian
Data dan Metode Lokasi di suatu area dapat dijelaskan menggunakan data geospasial. Geospasial data merupakan referensi untuk menentukan suatu lokasi dan menghubungkan dengan informasi lain yang terkait. Geospasial data umumnya digambarkan dalam bentuk peta dan grafik. Di kawasan pesisir, peta dan grafik sangat penting untuk keselamatan navigasi, mengetahui proses pembentukan pesisir, mitigasi bencana, mengamati perubahan lahan, inventarisasi habitat dan ekosistem, serta membuat program kebijakan (Committee on National Needs for Coastal Mapping and Charting, 2004). Berdasarkan teori tersebut, data geospasial merupakan data utama yang digunakan. Hasil analisis data spasial diperkuat dengan survei lapangan dan kajian literatur. Penelitian tentang urgensi konservasi pasir vulkan di pesisir Selatan menggunakan tiga metode, yaitu analisis data spasial, survei lapangan, dan kajian literatur. Data spasial yang digunakan bersumber dari foto udara. Interpretasi foto udara dapat membedakan pesisir material vulkanik atau karst dengan mudah. Perbedaan jenis material kedua tipe pesisir diamati dari warna pasir. Pesisir pasir vulkanik memiliki ciri khas berwarna gelap, sedangkan pesisir karst memiliki pasir berwarna lebih terang. Kegiatan survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi nyata di lokasi penelitian melalui ground check hasil interpretasi yang dilakukan pada foto udara. Pengamatan yang dilakukan pada saat survei lapangan antara lain, identifikasi lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penambangan pasir vulkanik, perubahan penggunaan lahan, dan faktor antropogenik yang mempengaruhi kondisi pasir vulkanik. Hasil pengamatan survei lapangan ditunjang oleh studi literature. Studi literature digunakan untuk mengeksplorasi hubungan berbagai faktor yang dijumpai saat interpretasi foto udara dan survei lapangan. Analisis berbagai faktor yang mendukung urgensi konservasi pasir vulkanik pesisir Selatan akan diuraikan dengan analisis deskriptif eksploratif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ancaman ekosistem pasir vulkanik di Pesisir Selatan DIY Berdasarkan hasil pengamatan foto udara dan studi literature, ekosistem pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY sudah mulai terancam. Gangguan utama terhadap ekosistem pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan. Kawasan pesisir Selatan DIY utamanya terletak di dua Kabupaten, Kabupaten Bantul dan Kulonprogo. Wilayah administrasi Kabupaten Bantul yang termasuk kawasan pesisir pasir vulkanik antara lain Kecamatan Kretek, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Srandakan. Kecamatan Temon,
479
Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galur yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Kulonprogo (Gambar 4).
Gambar 4. Lokasi Penambangan Pasir Vulkanik
Hasil studi literatur berdasarkan data foto udara tahun 1972, 1992, 2002, 2006, dan 2015 menunjukkan bahwa luasan lahan berpasir dan atau bergumuk pasir di pesisir Parangtritis mengalami penurunan yang signifikan. Tahun 1972 luasan lahan berpasir dan atau bergumuk pasir di pesisir Parangtritis masih mendominasi sebesar 98,92% dari luas total 398,041 ha. Konversi penggunaan lahan berpasir dan atau bergumuk pasir terbesar terjadi pada medio tahun 1972 sampai 1992. Luas penggunaan lahan berpasir dan atau bergumuk pasir berkurang hingga 41,96%. Hasil interpretasi foto udara tahun 1992 menunjukkan beberapa penggunaan lahan baru, yang paling dominan adalah area pertanian lahan berpasir yang areanya mencapai 29,92% dari luas total sebesar 421 ha. Jenis penggunaan lahan baru di pesisir Parangtritis semakin banyak bermunculan. Mulai dari tahun 1992 hingga 2015, area pertanian lahan pasir, area peternakan, permukiman, dan hutan belukar memiliki perkembangan yang cukup signifikan.Perubahan luas lahan berpasir dan atau bergumuk pasir di Parangtritis sejak tahun 1972 hingga 2015 disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik penurunan luas lahan berpasir dan atau bergumuk pasir di kawasan Parangtritis. (Sumber: Fakhruddin, M., dkk, 2010 dan Maulana, 2015)
Kondisi pesisir pasir vulkanis di Kabupaten Kulonprogo kurang lebih sebanding dengan pesisir Parangtritis. Perubahan penggunaan lahan di pesisir Kulonprogo terjadicukup signifikan. Keberhasilan masyarakat merintis pertanian pesisir membuat konversi penggunaan
480
lahan menjadi lahan pertanian cukup tinggi. Hasil penelitian penyelidikan kandungan pasir besi dan airtanah oleh Tim Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1964 memberi andil perubahan penggunaan lahan di pesisir Kulonprogo. Publikasi hasil penelitian tersebut menyebabkan investor dan pengusaha mendirikan perusahaan penambangan pasir besi di kawasan ini. Masyarakat yang semula bermatapencaharian sebagai petani pesisir lambat laun mulai berubah menjadi penambang pasir besi, baik legal maupun illegal. Kegiatan penambangan pasir vulkanik yang saat ini marak dilakukan di Kabupaten Kulonprogo dan Bantul meninggalkan dampak kurang baik terhadap lingkungan. Kegiatan penambangan berdampak terhadap kondisi aspek ekologi, ekonomi, histori, dan kultural, Beberapa contoh lokasi penambangan yang dijumpai di Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul memberikan cerminan dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan, seperti kejadian tanah longsor dan pohon tumbang. Kegiatan penambangan yang dilakukan di sekitar Kecamatan Srandakan beberapa termasuk jenis penambangan pasir illegal.Kegiatan penambangan pasir vulkanik tidak hanya dilakukan di Kecamatan Srandakan saja. Salah satu lokasi penambangan pasir vulkanik illegal di Kecamatan Srandakan disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Lokasi Penambangan Pasir yang Masih Aktif di Kecamatan Srandakan Sumber: Maulana, 2016
Berdasarkan informasi dari beberapa media cetak, penambangan pasir vulkanik mulai marak di Kecamatan Kretek.Kegiatan penambangan semakin parah karena lokasi penambangan berdekatan dengan zona inti gumuk pasir. Semenjak pertengahan tahun 2015, tim dari Parangtritis Geomaritime Science Park, Pemerintah Kabupaten Bantul dan Fakultas Geografi UGM mulai merencanakan kegiatan restorasi Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis. Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis dibagi menjadi tiga zona konservasi, yaitu zona inti gumuk pasir, zona penunjang gumuk pasir, dan zona terbatas gumuk pasir. Zona inti gumuk pasir merupakan zona yang seharusnya benar-benar steril dari penggunaan lahan selain gumuk pasir. Kegiatan penambangan dekat dengan zona inti ditakutkan akan merusak dan mengganggu keberadaan berbagai perkembangan dan bentukan gumuk pasir, terutama gumuk pasir barkhan. Kegiatan penambangan pasir vulkanik tidak hanya mengganggu keberadaan gumuk pasir, tetapi juga ekosistem yang berada di dalamnya. Hasil pengamatan saat survei lapangan menunjukkan kegiatan penambangan merusak kondisi vegetasi di sekitar lokasi penambangan. Bekas cekungan dan dinding-dinding buatan hasil pengerukan pasir vulkanik oleh alat berat maupun sederhana merusak vegetasi di atasnya. Dinding-dinding terjal yang terbentuk dapat menyebabkan longsorlahan. Longsorlahan di lokasi penambangan disebabkan material pasir vulkanik tidak termasuk dalam material yang kompak dan beragregat kuat. Pasir vulkanik yang mendominasi lahan tidak cukup kuat untuk menahan beban yang diberikan oleh vegetasi di atasnya. Kenampakan longsorlahan akibat penambangan pasir vulkanik disajikan pada Gambar 7.
481
Gambar 7.Lokasi Penambangan Menyebabkan Longsorlahan dan Kerusakan Vegetasi. Sumber: Maulana, 2016
Perubahan penggunaan lahan dan kegiatan penambangan termasuk contoh faktor antropogenik yang mengganggu eksistensi pasir vulkanik di sepanjang pesisir Selatan DIY. Faktor antropogenik tersebut secara tidak sadar mengganggu eksistensi pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY. Tekanan penggunaan lahan di pesisir Selatan DIY terutama penggunaan lahan permukiman, pertanian, perdagangan dan jasa, serta penambangan pasir vulkanik mempengaruhi konsumsi air bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat umumnya bersumber dari airtanah. Hal tersebut mengindikasikan peningkatan penggunaan airtanah di kawasan pesisir. Pengambilan airtanah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat mengganggu tinggi muka airtanah. Pesisir Selatan DIY masih termasuk dalam satu kesatuan sistem akuifer airtanah, yaitu Sistem Akuifer Merapi. Ilustrasi sistem akuifer merapi disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Sistem Akuifer Merapi Sumber: Dinas PU Pengairan Kabupaten Bantul dalam Gunawan, 2007
Keterkaitan antara Gunungapi Merapi dan Pesisir Selatan DIY Hubungan antara Gunungapi Merapi dan Pesisir Selatan DIY tidak dapat dipisahkan. Keberadaan pasir vulkanik yang melimpah di pesisir Selatan DIY tidak lepas dari peran serta Gunungapi Merapi. Ketika Gunungapi Merapi erupsi, material piroklastik yang berjumlah jutaan meter kubik keluar memenuhi setiap aliran sungai yang berhulu di Merapi.Setalah erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010, penambangan pasir vulkanik di hulu sungai-sungai Merapi semakin marak (Gambar 9). Kegiatan penambangan di hulu sungai Merapi secara tidak langsung didukung oleh pemerintah setempat. Dukungan kegiatan penambangan memiliki tujuan untuk mengurangi volume pasir vulkanik di hulu sungai dan meminimalisir dampak banjir lahar. Kondisi ini lambat laun berhasil meminimalisir ancaman banjir lahar di area permukiman yang berada sepanjang bantaran dan sempadan sungai.
482
Gambar 9. Kegiatan Penambangan di Hulu Kali Gendol Sumber: Surat Kabar Harian Jogja, 2015
Kegiatan penambangan pasir vulkanik di bagian hulu sungai secara tidak langsung juga berdampak pada pasokan pasir vulkanik di bagian pesisir Selatan DIY.Bangunan DAM di sepanjang aliran sungai dari hulu ke hilir menyebabkan material pasir terendapkan di sekitar bangunan DAM. Hal ini membuat lokasi eksploitasi penambangan pasir vulkanik di bagian hulu semakin meluas. Eksploitasi penambangan pasir vulkanik secara besar-besaran di bagian hulu mengindikasikan semakin sedikitnya suplai pasir vulkanik ke bagian hilir.Keberadaan pasir vulkanik di bagian hilir atau pesisir Selatan DIY sebenarnya memiliki fungsi khusus. Fungsi pasir vulkanik di bagian pesisir selain material pembentuk gumuk pasir, juga mencegah ancaman abrasi dan meminimalisir dampak bencana tsunami. Potensi abrasi dan bencana Tsunami di pesisir Selatan DIY Ancaman abrasi dan tsunami di pesisir Selatan dipengaruhi berbagai macam faktor yang saling berkaitan.Kondisi pesisir Selatan DIY yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menyebabkan tekanan angin dan kuat gelombang mempengaruhi karakteristik bentukan pantai. Kondisi pesisir Selatan Kabupaten Bantul dan Kulonprogo yang lebih landai menyebabkan tingkat ancaman abrasi dan tsunami lebih tinggi dibanding pesisir Kabupaten Gunungkidul. Menurut studi literature dari berbagai sumber, berkurangnya pasokan pasir vulkanik ke bagian pesisir ialah salah satu penyebab abrasi. Kondisi topografi pesisir Selatan DIY tergolong landai. Kondisi topografi dan berkurangnya pasir di pesisir Selatan DIY akibat kegiatan penambangan meningkatkan kerentanan lokasi ini terkena ancaman abrasi. Laut maupun Samudera memiliki karakteristik berupa angin muson barat dan angin muson timur. Kedua jenis angin laut tersebut memiliki dampak berbeda terhadap pembentukan dan proses yang terjadi di pesisir pantai. Keberadaan angin muson barat dan angin muson timur mempengaruhi persebaran dan transportasi material pasir vulkanik. Bentukan gumuk pasir identik dengan hasil proses geomorfologi eolin. Bentukan hasil proses eolin dipengaruhi oleh tenaga angin. Tenaga angin membawa material dari satu lokasi dan mengendapkan di lokasi lain. Persebaran material pasir vulkanik di pesisir Selatan Kulonprogo terlihat lebih merata karena tidak adanya penghalang ataupun pemantul angin seperti di Parangtritis. Perbukitan Baturagung yang terletak di sebelah Timur Parangtritis berfungsi sebagai pemantul angin, sehingga material pasir yang terbawa terakumulasi di sekitar pesisir Parangtritis. Akumulasi
483
material pasir dalam jangka waktu tertentu akan menghasilkan berbagai jenis bentukan gumuk pasir. Kenampakan Perbukitan Baturagung dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Perbukitan Baturagung di Sebelah Timur Parangtritis Berperan Sebagai Tembok Pemantul Angin. (Sumber: Maulana, 2016)
Ancaman tsunami di pesisir selatan cukup tinggi karena berasosiasi dengan pertemuan lempeng Indo-Australia di Samudera Hindia. Berdasarkan hasil survei lapangan, jarak antara bibir pantai dengan permukiman terdekat kurang lebih hanya 1,5 km. Keberadaan pasir vulkanik dan gumuk pasir dapat dijadikan penghalang alami saat terjadi tsunami di lokasi ini. Karakteristik material pasir adalah mudah menyerap air, sehingga jika material pasir di pesisir Selatan DIY berkondisi baik, maka dampak dari tsunami tidak terlalu merusak. Ukuran tinggi dari bentukan gumuk pasir yang berhasil diidentifkasi di lapangan antara 0,6 32 meter, dan memiliki lebar antara 7 - 53 meter. Salah satu bentukan gumuk pasir yang berada di pesisir Parangtritis disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Kondisi Topografi Gumuk Pasir yang Sedikit Berbukit Dapat Menjadi Penghalang Awal Tsunami. (Sumber: Maulana, 2016)
Upaya penyelamatan ekosistem pasir vulkanik di Pesisir Selatan DIY Fungsi keberadaan pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY sangat penting, sehingga perlu dijaga eksistensinya. Upaya penyelamatan terhadap ekosistem pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY dapat dilakukan secara bottom up maupun top down. Upaya secara bottom up berarti masyarakat memiliki peran lebih aktif memberikan masukkan terhadap kebijakan instansi pemerintahan. Sebaliknya, upaya top down dilakukan oleh pemerintah melalui
484
beberapa upaya jalur birokrasi dalam penanganan konservasi ekosistem pasir vulkanik di Pesisir Selatan DIY. Pengelolaan dan konservasi eksosistem pasir vulkanik harus dilakukan secara terpadu danberbasis komunitas atau masyarakat. Integrasi pengelolaan pesisir secara bottom up melibatkan masyarakat setempat agar ikut berkontribusi. Masyarakat diberikan kepercayaan oleh pemerintah untuk mengelola sumberdaya pesisir, kaitannya terhadap eksistensi pasir vulkanik. Pemerintah bersama masyarakat sekitar membuat kebijakan tentang tata cara menjaga ekosistem pasir vulkanik agar dapat terus lestari dan berkelanjutan. Kebijakan tersebut dirumuskan dengan cara musyawarah langsung dengan masyarakat. Tujuan pendekatan ini adalahagar pendapat masyarakat langsung didengar oleh pemerintah. Pendekatan pengelolaan dan konservasi ekosistem pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY dapat ditetapkan langsung oleh pemerintah. Upaya pendekatan ini sering disebut pendekatan top down.Pendekatan top down lebih mudah dilakukan karena pemerintah dapat mengambil suatu kebijakan hanya berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan. Hasil dari pendekatan ini identik dengan diterbitkannya keputusan dari pemerintah, antara lain peraturan pemerintah, peraturan daerah, undang-undang, keputusan menteri, ataupun surat keputusan dari instansi terkait tentang pengelolaan sumberdaya dan ekosistem pesisir.Pendekatan topdown dianggap lebih mudah mengintegrasikan antara aktivitas pembangunan, aktivitas manusia, proses biofisik dan sectoral dengan lingkungan atau ekosistem pesisir. Upaya pendekatan pengelolaan top down terkadang terasa kurang maksimal. Peraturan-peraturan yang telah diterbitkan dan ditetapkan pemerintah masih kurang disosialisasikan kepada masyarakat sekitar. Contoh riil di lapangan adalah pemasangan papan petunjuk larangan melakukan penambangan pasir di sepanjang pantai. Papan larangan tersebut terlihat sudah tidak memiliki tulisan yang jelas, sehingga masyarakat pun kurang tertarik untuk membaca papan larangan tersebut. Papan larangan menambang pasir yang berada di Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Papan larangan menambang pasir yang dipasang oleh pemerintah (Sumber: Maulana, 2016)
Pendekatan antara bottom up dan top down dapat dikombinasikan satu sama lain. Gabungan antara kedua pendekatan akan membuat upaya pengelolaan konservasi lebih maksimal dan realistis. Pemerintah daerah dilibatkan untuk berbagi tanggung jawab terhadap upaya pengelolaan konservasi. Kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat didasarkan pada partisipasi aktif kedua belah pihak. Pemerintah tetap bertanggung jawab terhadap kebijakan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan. Masyarakat dan komunitas cenderung lebih bertindak sebagai pengawas harian dalam upaya pengelolaan konservasi. Kolaborasi antara pemerintah dan komunitas masyarakat lebih efektif dalam menjaga serta mengelola upaya konservasi pesisir, terutama pasir vulkanik di Selatan DIY. Strategi paling efektif dalam upaya penyelamatan pasir vulkanik di pesisir DIY adalah dengan pendekatan kultural. Pendekatan kultural yang dilakukan dapat berupa
485
kegiatan sosialisasi pembagian zona gumuk pasir parangtritis, ketentuan dan perundangundangan yang melarang adanya kegiatan penambangan dan eksplorasi lain di bagian zona inti gumuk pasir parangtritis. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan gumuk pasir parangtritis sebagai salah satu Geoheritage yang dilindungi dan dijaga keberadaannya oleh pemerintah bersama masyarakat sekitar. Kesadaran masyarakat harus ditingkatkan, agar tindakan eksplorasi alam bukan hanya dengan kegiatan penambangan saja. Kegiatan eksplorasi alam dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan potensi wisata alam dan edukasi tanpa harus mengurangi nilai kelestarian alam serta lingkungan. KESIMPULAN Lokasi penelitian bertempat di pesisir Selatan Provinsi DIY yang meliputi dua Kabupaten, Kabupaten Bantul dan Kulonprogo. Ancaman ekosistem pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY utamanya dipengaruhi oleh faktor antropogenik antara lain perubahan penggunaan lahan, aktivitas dan kegiatan penambangan pasir illegal. Eksistensi pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan pasir vulkanik yang berasal dari material piroklasitik gunungapi, khususnya Gunungapi Merapi. Berkurangnya jumlah material pasir vulkanik akibat eksploitasi yang intensif dapat menyebabkan ancaman abrasi dan bencana tsunami semakin tinggi. Upaya pengelolaan konservasi pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY dapat ditempuh dengan pendekatantop down dan bottom up, serta kolaborasi antara pendekatantop down – bottom up. Strategi paling efektif dalam upaya penyelamatan pasir vulkanik di pesisir Selatan DIY adalah dengan pendekatan kultural. Pendekatan kultural berupa berbagai macam kegiatan sosialisasi kebijakan pemerintahan dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan sekitar.
UCAPAN TERIMAKASIH (acknowledgement) Ucapan terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Badan Informasi Geospasial, Parangtritis Geomaritime Science Park, Pemkab Bantul dan Pemda DIY. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Prof. Dr.rer.nat. Junun Sartohadi dan Syamsul Bachri PhD. yang selalu membimbing penulis .
REFERENSI Committee on National Needs for Coastal Mapping and Charting. 2004. A Geospatial Framework for the Coastal Zone. The National Academies Press: Washington, D. C. Fakhruddin M, Aris Poniman, Malikusworo, H. 2010. Dinamika Pemanfaatan Lahan Bentang Alam Gumuk Pasir Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 2. Hal. 43-60. Gunawan, T. 2007. Pendekatan Ekosistem Bentuklahan sebagai Dasar Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Makalah Seminar Nasional. Fakultas Geografi UGM: Yogyakarta. Graf, W. H., dan Altinakar, M. S. 1998. Fluvial Hydraulics. John Wiley and Sons Ltd. Sussex: England. 355-356 dan 384-393 p. Sumber Foto: Sunartono, Harian Jogja. 20 Januari 2014. Penambang pasir manual masih beroperasi di Gendol, Dusun Jambong, Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.http://www.harianjogja.com/baca/2015/04/09/tambang-pasir-merapi-ada-oknumpolisi-yang-terlibat-592765 diakses tanggal 9 April 2016 jam 19.02
486