Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
POTENSI CO-COMPOSTING UNTUK BIOREMEDIASI TANAH TERKONTAMINASI POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBON (PAH) PADA AREA PELABUHAN KHUSUS BATUBARA DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Gina Lova Sari*, Andy Mizwar, Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 *email:
[email protected] Abstrak Tanah yang terkontaminasi oleh polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) dari pertambangan batubara belum diperhatikan secara serius. Kontaminasi tersebut dapat ditangani menggunakan salah satu teknologi bioremediasi yaitu co-composting. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi cocomposting dalam bioremediasi tanah terkontaminasi PAH dengan penambahan sampah organik pada area pelabuhan khusus batubara. Pada penelitian ini, co-composting dilakukan secara aerobik selama 98 hari dalam skala laboratorium. Variasi penelitian meliputi rasio tanah terkontaminasi PAH dengan sampah organik (100/0, 75/25, 50/50, 25/75, dan 0/100) dan pH tanah (asam dan netral). Kadar total 16 EPA-PAH pada tanah di area pelabuhan batubara mencapai 59,11 mg/kg yang dianalisis menggunakan metode Gas Chromatographic Mass Spectrometric (GC-MS). Sedangkan total populasi bakteri dianalisis menggunakan Total Plate Counter (TPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses co-composting berjalan dengan baik, hal ini ditandai dengan populasi bakteri yang terus mengalami peningkatan. Optimalnya proses co-composting dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain suhu mesofilik (30-31°C), peningkatan pH (6,5-7), dan kadar air optimum (50-60%). Dari hasil penelitian, terbukti co-composting berpotensi diaplikasikan sebagai teknologi bioremediasi untuk tanah terkontaminasi PAH. Kata Kunci: Batubara, bioremediasi, co-composting, PAH. Abstract The soil contaminated by polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) from the activities of coal mining have not been taken seriously. The contamination can be handled by using one of bioremediation technologies that is co-composting. The aim of this study to investigate the potential of co-composting technology in bioremediation of contaminated soil PAH-coal with organic waste addition in a special area of the coal port. In this research, co-composting is done by aerobic process during 98 days in a laboratory scale. The variations of research include the ratio of contaminated soil PAH-coal with organic waste (100/0, 75/25, 50/50, 25/75, and 0/100) and soil pH (acid and neutral). Levels of total 16 EPA-PAH in the soil of coal port area reached 59,11 mg/kg were analyzed using Gas Chromatographic Mass Spectrometric Method (GC-MS). While the total population of bacteria were analyzed using Total Plate Counter (TPC). The result shows that the cocomposting process is running well, it is characterized by a population of bacteria that constantly increase. The optimal of co-composting process influenced by environmental condition, such as mesophilic temperatures (30-310C), increasing of pH (6,5-7), and the optimum of moisture content (50-60). From the research, proven that the co-composting potential to be applied as bioremediation technology for PAH contaminated soil. Keyword: bioremediation, coal, co-composting, PAH 1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
PENDAHULUAN Polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki dua atau lebih struktur cincin aromatik, terdiri dari atom karbon dan hidrogen (Azizi dkk., 2012; Banger dkk., 2010; Bamforth dan Singleton, 2005; Antizar-Ladislao dkk., 2004a, 2004b). US EPA telah mengklasifikasikan 16 jenis PAH (EPA-PAH) yang berbahaya dari 500 jenis PAH yang diketahui (Tabel 1). PAH bersifat hidrofobik yaitu memiliki tingkat kelarutan yang sangat rendah terhadap air (Rivas, 2006; Bamforth dan Singleton, 2005). Sifat hidrofobik tersebut mengakibatkan PAH yang berkontak dengan tanah mampu mengikat bahan-bahan organik dan membentuk mikropolutan sehingga sulit untuk didegradasi secara alami. Terbentuknya ikatan tersebut menyebabkan PAH terakumulasi di dalam tanah dan menjadi persisten sehingga berefek toksik, mutagenik, dan karsinogenik bagi lingkungan dan makhluk hidup. Sifat hidrofobik PAH akan semakin tinggi seiring dengan semakin kompleksnya struktur cincin aromatik PAH yang mengakibatkan keberadaannya di alam semakin rekalsitran dan semakin sulit didegradasi (Bamforth dan Singleton, 2005). PAH dapat terbentuk secara alami dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan dan pirolisis yaitu pembakaran bahan-bahan organik seperti kayu dan batubara. Antizar-Ladislao dkk. (2004b) melaporkan bahwa kadar PAH dari lokasi produksi creosote sebesar 5,86 mg/kg, lokasi produksi kayu 23.600 mg/kg, lokasi petrokimia 821 mg/kg, dan 451 mg/kg pada lokasi pabrik gas. Selain itu, PAH juga bersumber dari pembentukan bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi (Azizi dkk., 2013; Antizar-Ladislao dkk., 2004b). Khususnya batubara, secara alami mengandung 50% lebih bahan organik yang terdiri dari asam humat dan PAH (Ribeiro dkk., 2012). Laumann dkk. (2011); Achten dan Hofmaan (2009); dan Richter dan Howard (2000) juga menegaskan bahwa batubara mengandung 16 jenis PAH dari US-EPA bahkan dengan kadar yang tinggi hingga 100 kali lebih besar daripada minyak bumi. Jika dibandingkan dengan hasil olahannya seperti tar dan kokas, batubara memiliki kadar PAH yang lebih tinggi dengan pola penyebaran yang lebih cepat (Ribeiro dkk., 2012). Tabel 1. 16 Jenis EPA-PAH Berat Kelarutan Dalam Molekul Air (mg/L) 1 Naphtalene 128 31,0000 2 Acenaphthylene 152 16,1000 3 Acenaphthene 154 3,8000 4 Fluorene 166 1,9000 5 Antracene 178 0,0450 6 Phenanthrene 178 1,1000 7 Fluoranthene 202 0,2600 8 Pyrene 202 0,1320 9 Benzo(a)antracene 228 0,0110 10 Chrysene 228 0,0015 11 Benzo(b)fluoranthene 252 0,0015 12 Benzo(k)fluoranthene 252 0,0008 13 Benzo(a)pyrene 252 0,0038 14 Indeno[1,2,3-cd]pyrene 276 0,0620 15 Benzo[g,h,i]perylene 276 0,0003 16 Dibenzo[a,h]Anthracene 278 0,0005 (Sumber: Bojes dan Pope 2007; Antizar-Ladislao dkk., 2004b) No.
Jenis PAH
2
Struktur Kimia C10H8 C12H8 C12H10 C13H10 C16H10 C14H10 C16H10 C16H10 C18H20 C18H20 C20H12 C20H12 C20H12 C22H12 C22H12 C22H14
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
Karakteristik PAH yang terkandung dalam batubara menyebabkan lokasi-lokasi pertambangan batubara di Indonesia berpotensi mengalami kontaminasi khususnya di Kalimantan Selatan. Kalimantan Selatan menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2013) merupakan penghasil batubara terbesar di Indonesia pada tahun 2012 yang produksinya mencapai 149 juta ton. Penelitian terdahulu yang dilakukan Mizwar dan Trihadiningrum (2014), menyebutkan bahwa pada lokasi stockpile, hauling road, dan pelabuhan khusus batubara pada salah satu fasilitas pengangkutan batubara di Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan kadar PAH yang terkandung berturut-turut adalah sebesar 11,79 mg/kg; 32,33 mg/kg; dan 55,30 mg/kg. Jika dibandingkan dengan peraturan yang berlaku di Belanda dan Amerika Serikat yang menetapkan 1 mg/kg sebagai kadar maksimal PAH dalam tanah (Antizar-Ladislao dkk., 2004a), maka perlu dilakukan upaya remediasi pada lokasi-lokasi yang telah disebutkan. Salah satu teknik bioremediasi yang dianggap efektif, efisien, dan juga ekonomis adalah co-composting (Zhang dkk., Loick dkk., 2009; Antizar-Ladislao dkk., 2004a, 2004b; Crawford dkk., 1993). Antizar Ladislao dkk. (2004a) melaporkan bahwa co-composting dengan mencampurkan sampah organik dan tanah terkontaminasi PAH sebagai starter dengan rasio 0,8/1, suhu 38°C, kadar air 60% dalam waktu 98 hari dapat menurunkan kadar PAH-tar batubara dari industri gas sebesar 75,2%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk. (2011) yang menggunakan tanah terkontaminasi PAH dari lokasi industri batubara dengan perlakuan sama selama 60 hari dapat mereduksi kadar PAH rata-rata sebesar 50,5%. Namun, upaya remediasi tanah terkontaminasi PAH dari batubara secara alami hingga saat ini belum mendapat perhatian yang serius. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi teknologi co-composting sebagai teknik bioremediasi tanah terkontaminasi PAH-batubara. METODE Tanah Terkontaminasi PAH-Batubara Tanah terkontaminasi PAH diambil dari area pelabuhan khusus batubara pada salah satu fasilitas transportasi batubara di Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Tanah diambil dari 6 titik lokasi sampling yang kemudian dicampur dengan metode komposit dan dianalisis. Hasil analisis menyatakan bahwa tanah tersebut termasuk dalam kelas tekstur tanah lempung berpasir (sandy loam) dengan kandungan pasir 62%, debu 19%, dan liat 19%. Rasio C/N tanah adalah 12,59 dengan kadar air 59% dan derajat keasaman (pH) yang netral yaitu 7. Analisis kadar total 16 EPA-PAH dilakukan pada tanah yang telah diayak menggunakan saringan 10 mesh (2 mm) dengan hasil sebesar 59,15 mg/kg yang terdiri dari 9,00% LMW-PAH, 2,82% MMW-PAH, dan 88,18% HMW-PAH. Sampah Organik Sampah organik yang digunakan berasal dari Rumah Kompos Kebun Bibit dan Pasar Keputran, Surabaya. Sampah organik terdiri dari daun, ranting, dan kol yang dicampur dengan perbandingan 5:3:2 dalam berat basah. Sebelum dianalisis, ketiga jenis sampah campur dan diayak menggunakan saringan 10 mesh (2 mm). Hasil analisis menunjukkan rasio C/N dari sampah organik adalah 23,92 dengan kadar air 58% dan pH 6,5. Kadar total 16 EPA-PAH sebesar 3,43 mg/kg, yang terdiri dari 14,00% LMW-PAH, 7,85% MMW-PAH, dan 78,15% HMW-PAH. Campuran Tanah Terkontaminasi PAH-Batubara dengan Sampah Organik Rasio campuran tanah terkontaminasi PAH dengan sampah organik (rasio T/S) terdiri dari 5 komposisi yaitu 100/0, 75/25, 50/50, 25/75, dan 0/100. Rasio C/N dari kelima rasio T/S ini 3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
secara berurutan adalah 12,59; 13,32; 16,31; 18,64; dan 23,92. Sedangkan kadar total 16 EPAPAH masing-masing secara berurutan adalah 59,15 mg/kg, 59,65 mg/kg, 60,50 mg/kg, 60,73 mg/kg, dan 3,43 mg/kg berat basah. Kadar total PAH lebih tinggi pada campuran tanah terkontaminasi dengan sampah organik karena PAH juga terdeteksi pada sampah organik. Desain Penelitian Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan 20 reaktor dengan kapasitas 3500 ml selama 98 hari. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran tanah terkontaminasi PAH dengan sampah organik sebanyak 1 kg berat basah dengan 2 variasi yang meliputi rasio T/S dan pH tanah. Rasio T/S divariasikan menjadi 5 yaitu 100/0, 75/25, 50/50, 25/75, dan 0/100 sedangkan pH tanah dikondisikan asam (5-5,3) dan netral (6-7) yang merupakan pH alami dari sampel tanah. Proses co-composting dalam penelitian ini dilakukan secara aerobik dengan kapasitas moisture aeration yang diberikan 0,5 L/menit. Moisture aeration dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen mikroorganisme dan menjaga kadar air berada dalam rentang optimum yaitu 50-60%. Analisis Sampel Penelitian a. Analisis Kadar PAH Ekstraksi sampel penelitian dilakukan dengan metode ultrasonic dengan beberapa modifikasi (Schwarzbauer dkk., 2000). Ekstraksi dilakukan dengan 2 kali pengulangan menggunakan pelarut (solvent) yang berbeda. 5 g sampel penelitian ditambahkan 30 ml dichloromethane (DCM) kemudian diekstraksi menggunakan ultrasonic cleaner SIBATA SU3THE selama 10 menit. Sampel dipisahkan dengan hasil ekstraksi menggunakan saringan yang telah ditambahkan Na2SO4 kemudian dipekatkan hingga 1 ml menggunakan rotary evaporator. Langkah ekstraksi dilakukan kembali pada sampel yang telah dipisahkan menggunakan npentane sebanyak 30 ml. Kedua hasil ekstraksi di campur dan ditambahkan sedikit cooper sulfat untuk menghilangkan sulfur. Kolom kromatografi disiapkan untuk proses fraksinasi dengan memasukkan glass wool dan bubuk silika MERCK 7754 sebanyak 2 g. Sebelum itu, kolom kromatografi dibersihkan menggunakan DCM. Pada kolom kromatografi silika yang telah siap dialirkan 10 ml DCM sehingga membentuk matriks silika yang kompak. Sebanyak 1 ml hasil ekstraksi diambil dan dialirkan ke dalam kolom silika. Ditambahkan DCM/n-pentane (60/40) hingga didapatkan 7 ml fraksi 2 (F2). Senyawa PAH diukur dengan menganalisis F2 menggunakan GC-MS Thermo Scientific Trace 1310 ISQ single quadrupole dengan metode Grasshoff dkk. (1983) dan MacLeod dkk. (1993). b. Analisis Total Populasi Mikroorganisme Total populasi mikroorganisme dianalisis menggunakan metode TPC. 1 g sampel diencerkan dengan 50 ml larutan NaCl 0,8%. Kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan lagi secara seri dengan kelipatan 1:10 menggunakan akuades. Hasil pengenceran kemudian ditanam dengan metode tuang pada cawan petri yang berisi media agar dan biarkan selama 18-24 jam dalam inkubator. Selanjutnya hitung koloni yang tumbuh menggunakan colony counter. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses co-composting tanah terkontaminasi PAH dengan sampah organik ini bertujuan untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri indigenous sehingga dapat beradaptasi dan diharapkan mampu mendegradasi PAH. Proses stimulasi pertumbuhan bakteri tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu, kadar air, pH, dan ketersediaan oksigen. 4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
Suhu pada awal proses co-composting di rasio T/S 0/100 mengalami sedikit peningkatan dari 32°C menjadi 32,2-33°C di H-15 dan kemudian turun dan stabil pada kisaran suhu 30-31°C hingga akhir proses co-composting. Sedangkan pada rasio T/S yang lain suhu turun dari yang awalnya 31,5-32°C menjadi 30-31°C dan juga stabil pada kisaran tersebut hingga akhir proses co-composting (Gambar 1). Suhu yang cukup tinggi tersebut merupakan pengaruh aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik yang menghasilkan CO2, air, biomassa, dan energi berupa panas. Suhu kemudian turun karena penambahan tanah yang memiliki struktur berpori sehingga panas dapat lebih mudah terlepas karena terdorong oleh udara dari aerasi yang dilakukan. Kisaran suhu yang dicapai tersebut menandakan bahwa proses co-composting berlangsung pada fase mesofilik yaitu 20-40°C (Trihadiningrum, 2012). Gambar 1 menunjukkan pola perubahan suhu yang hampir sama dengan suhu ruang. Hal ini menandakan bahwa suhu lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap perubahan suhu yang terjadi dalam reaktor. Namun, tidak terlihat perbedaan suhu yang besar pada variasi pH yang dilakukan sehingga pH tanah tidak mempengaruhi perubahan suhu yang terjadi.
(a) Variasi pH Tanah Asam (b) Variasi pH Tanah Netral Gambar 1. Perubahan Suhu Selama Proses Co-Composting Salah satu faktor yang juga memiliki pengaruh penting dalam proses co-composting adalah pH. Variasi pH tanah yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan bahwa variasi pH asam yang awalnya berkisar antara 5-5,3 meningkat hingga H-30 menjadi netral yaitu 6,5-7 dan terus berada pada kisaran tersebut sampai dengan H98. Pada variasi pH netral (6-7) juga mengalami sedikit peningkatan yang berkisar antara 6,5-7,4 hingga H-98.
(a) Variasi pH Tanah Asam (b) Variasi pH Tanah Netral Gambar 2. Perubahan pH Selama Proses Co-Composting Peningkatan pH yang terjadi disebabkan oleh terbentuknya buffer capacity dari reaksi H2O dan CO2 yang merupakan hasil dari metabolisme bahan organik oleh bakteri. Selain itu, peningkatan pH juga disebabkan oleh proses nitrifikasi yang melepaskan H+ sehingga 5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
tergantikan oleh kation-kation basa yang terdapat pada sampah organik (Hassibuan dkk., 2012; Gao dkk., 2010). Peningkatan pH tersebut menyebabkan proses co-composting lebih lama berlangsung pada kondisi pH netral yang merupakan pH optimum untuk pertumbuhan bakteri. Sehingga proses co-composting ini lebih optimal berlangsung pada pH tanah yang netral. Kadar air merupakan faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri karena bakteri hanya dapat menggunakan nutrien yang terlarut dalam air sebagai sumber energinya. Kadar air optimum yang diperlukan oleh bakteri adalah 50-60%. Kadar air pada proses cocomposting ini terjaga pada kisaran optimum tersebut (Gambar 3) dengan adanya moisture aeration yang dilakukan. Moisture aeration menyebabkan uap air yang terlepas dapat digantikan oleh uap air yang masuk bersamaan dengan udara yang alirkan. Seperti Antizar-Ladislao dan Russel (2007) yang melakukan moisture aeration dalam penelitiannya untuk menjaga kadar air dalam proses co-composting.
(a) Variasi pH Tanah Asam (b) Variasi pH Tanah Netral Gambar 3. Perubahan Kadar Air Selama Proses Co-Composting Selama proses co-composting berlangsung, jumlah populasi bakteri terus mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada Gambar 4. Hal ini dipengaruhi oleh suhu, pH, dan kadar air yang berada pada kondisi optimum sehingga menciptakan kondisi yang baik untuk keberlangsungan proses co-composting yang juga menunjang pertumbuhan bakteri. Selain itu, rasio C/N yang berkisar antara 12,59-23,92 menunjukkan bahwa nutrien tersedia untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri meskipun tidak semua rasio T/S memenuhi kriteria rasio C/N yang disarankan oleh Antizar-Ladislao dan Russel (2007) yaitu 15-30.
(a) Variasi pH Tanah Asam (b) Variasi pH Tanah Netral Gambar 4. Perubahan Kadar Air Selama Proses Co-Composting Gambar 4 menunjukkan pada variasi pH tanah yang asam pertumbuhan bakteri lebih tajam dibandingkan dengan variasi pH tanah netral selama 30 hari pertama proses cocomposting. Hal ini disebabkan oleh pH asam merupakan salah satu stimulan bagi pertumbuhan bakteri karena unsur hara dan mineral-mineral yang dibutuhkan oleh bakteri tersedia. 6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
Pertumbuhan bakteri pada H-30 hingga H-98 antara kedua variasi pH tidak memiliki perbedaan yang besar karena berada pada kondisi pH yang sama yaitu netral. Peningkatan jumlah populasi bakteri yang terjadi menunjukkan bahwa PAH tidak berefek toksik sehingga bakteri mampu beradaptasi terhadap keberadaan PAH. Antizar-Ladislao dkk. (2005) mengemukakan bahwa pada suhu mesofilik aktivitas bakteri ditemukan lebih tinggi dan beragam dibandingkan suhu termofilik sehingga potensi degradasi 16 EPA-PAH yang terjadi juga akan semakin besar. Suhu mesofilik tersebut menandakan bahwa bakteri yang tumbuh dan berkembang biak adalah bakteri mesofilik. KESIMPULAN Pertumbuhan bakteri yang terus mengalami peningkatan hingga H-98 menunjukkan bahwa penambahan sampah organik dengan kondisi co-composting yang baik (suhu, pH, dan kadar air) mampu menstimulasi pertumbuhan bakteri. Jumlah populasi bakteri yang terus bertambah menunjukkan bahwa PAH tidak berefek toksik sehingga bakteri mampu beradaptasi terhadap keberadaannya. Kemampuan adaptasi bakteri tersebut menunjukkan bahwa bakteri berpotensi dapat mendegradasi PAH yang terkandung dalam bahan baku co-composting. Oleh karena itu, proses co-composting terbukti dapat diaplikasikan sebagai teknik bioremediasi tanah terkontaminasi PAH-batubara. Ucapan Terimakasih Penulis berterimakasih kepada Bapak Dede Falahuddin, S.Si dan Bapak Deny Yogaswara selaku peneliti di Laboratorium Kimia Organik Puslit Oseanografi LIPI serta ibu Dr. Ir. B. Wisnu Widjajani, MP selaku Kepala Laboratorium Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian UPN, Surabaya yang telah membantu dan mengarahkan dalam proses analisis sampel penelitian. DAFTAR PUSTAKA Achten, C., dan Hofmann, T. (2009). Native Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) in Coals – A Hardly Recognized Source of Environmental Contamination. Science of The Total Environment, Vol. 407 (8): 2461-2473. Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J., Beck, A. J. (2004a). In-Vessel Composting–Bioremediation of Aged Coal Tar Soil: Effect of Temperature and Soil/Green Waste Amendment Ratio. Environment International, 31: 173– 178. Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J., Beck, A. J. (2004b). Bioremediation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) Contaminated Waste Using Composting Approaches. Environmental Science and Technology, 34: 249–289. Antizar-Ladislao, B., Lopez-Real, J., Beck, A. J. (2005). Laboratory Studies of the Remediation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon Contaminated Soil by in-Vessel Composting. Waste Management, 25: 281-289. Antizar-Ladislao, B., dan Russell, N. J. (2007). In-Vessel Composting as a Sustainable Bioremediation Technology of Contaminated Soils and Waste. Nova Science Publishers, Inc. Azizi, A. B., Liew, K. Y., Noor, Z. M., Abdullah, N. (2013). Vermiremediation and Mycoremediation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Soil and Sewage Sludge Mixture: A Comparative Study. International Journal of Environmental Science and Development, Vol. 4 No. 5. 7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2014
Badan Pusat Statistik (2013). Kalimantan Selatan Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. Bamforth, S. M., dan Singleton, I. (2005). Bioremediation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons: Current Knowledge and Future Directions. Journal of Chemical Technology and Biotechnology, 80: 723–736. Banger, K., Toor, G. S., Chirenje, T., Ma, L. (2010). Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Urban Soils of Different Land Uses in Miami, Florida. Soil and Sediment Contamination, 19: 231–243. Bojes, H. K., dan Pope, P. G. (2007). Characterization of EPA’s 16 Priority Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) in Tank Bottom Solids and Associated Contaminated Soils at Oil Exploration and Production Sites in Texas. Reg. Toxicology and Pharmacology. 47: 288295. Crawford, S. I., Johnson, G. E., dan Goetz, F. E. (1993). The Potential For Bioremediation of Soils Containing PAH By Composting. Compost Science and Utilization. Gan, S., Lau, E. V., Ng, H. K. (2009). Remediation of Soils Contaminated with Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH). Journal of Hazardous Materials, 172: 532-549. Grasshoff, K., Enrhardt, M., Kremling, K. (1983). Method of Seawater Analysis. Second, Revised and Extended Edition. Verlag Chemie. Germany. Laumann, S., Micic, V., Kruge, M. A., Achten, C., Sachsenhofer, R. F., Schwarzbauer, J., Hofmann, T. (2011).Variations in Concentrations and Compositions of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) in Coals Related to the Coal Rank and Origin.Environmental pollution, 159(10): 2690-2697. Loick, N., Phil J. H., Mike, D. C. H., David, L. J. (2009). Bioremediation of Poly-Aromatic Hydrocarbon (PAH)-Contaminated Soil by Composting. Environmental Science and Technology, 39: 271–332. MacLeod, W. D. Jr., Brown, D. W., Friedman, A. J., Burrows, D. G., Maynes, O., Pearch, R. W., Wigren, C. A., Bogar, R. G. (1993). Standard Analytical Procedures of the NOAA National Analytical Facility. 1985-1986. Mizwar, A., dan Trihadiningrum, Y. (2014). Potensi Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Polycyclic Aromatic Hydrocarbons dari Batubara dengan Composting. Seminar Nasional Waste Management II. ISBN: 976-002-95595-7-6. Ribeiro, J., Silva, T., Mendonca-Filho, J. G., Flores, D. (2012). Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) in Burning and Non-Burning Coal Waste Piles. Journal of Hazardous Material, Vol. 199-200; 105-110. Richter, H., dan Howard, J. B. (2000). Formation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons and Their Growth to Soot—A Review of Chemical Reaction Pathways. Progress in Energy and Combustion Science, Vol. 26 (4–6); 565-608. Rivas, F. J. (2006). Polycyclic Aromatic Hydrocarbons Sorbed on Soils: A Short Review of Chemical Oxidation Based Treatments. Journal of Hazardous Materials, B138; 234-251. Schwarzbauer, J., Littke, R., Weigelt, V. (2000). Identification of Specific Organic Contaminants for Estimating the Contribution of the Elbe River to the Pollution of the German Bight. Organic Geochemistry, 31: 1713-1731. Zhang, Y., Zhu, Y., Houot, S., Qiao, M., Nunan, N., Garnier, P. (2011). Remediation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) Contaminated Soil Through Composting with Fresh Organik Wastes. Environmental Science Pollutan Research, 18: 1574–1584. 8