PROSES PEMBERANGKATAN TENAGA KERJA INDONESIA WANITA KE SAUDI ARABIA (STUDI KASUS DI PT SS JAKARTA)
Oleh : AGUS WIDODO A.14202326
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROSES PEMBERANGKATAN TENAGA KERJA INDONESIA WANITA KE SAUDI ARABIA (STUDI KASUS DI PT SS JAKARTA)
Oleh : AGUS WIDODO A.14202326
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AGUS WIDODO. PROSES PEMBERANGKATAN TENAGA KERJA INDONESIA WANITA KE SAUDI ARABIA. STUDI KASUS DI PT SS JAKARTA. (Di bawah bimbingan MELANI ABDULKADIR-SUNITO) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang TKI yang akan berangkat ke Saudi Arabia dan proses pemberangkatannya. Penelitian dilakukan di PT SS Jakarta terhadap 20 orang responden calon TKW yang pertama kali dan berulang ke Saudi Arabia. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner, wawancara, dan data-data administratif perusahaan. Secara umum, para calon TKI Wanita ke Saudi Arabia berada pada usia produktif kerja (20-30 tahun), sudah kawin, dengan latar belakang pendidikan rendah yaitu SD atau tidak tamat sekolah. Mereka yang berasal dari Pulau Jawa lebih dominan dibandingkan dengan luar Jawa. Motivasi ekonomi menjadi pendorong utama untuk bekerja di luar negeri. Mereka ingin mengangkat ekonomi keluarga dari kemiskinan. Latar belakang suami/orang tua mereka sebagian besar buruh tani, bahkan banyak yang pengangguran. Mereka mendapatkan informasi menjadi TKI sebagian besar dari calo/sponsor. Sedangkan yang menggali informasi sendiri sangat sedikit. Proses pemberangkatan TKI Wanita ke Saudi Arabia harus melewati berbagai tahap, mulai dari job order, syarat administratif, program pelatihan dan ujian,
sampai
dengan
Pembekalan
Akhir
Pemberangkatan
(PAP)
dan
keberangkatan ke Saudi Arabia. Selama proses tersebut ditemukan beberapa kelemahan, di antaranya: (1) Dominasi peranan sponsor/calo; (2) Terbatasnya kemampuan Bahasa Arab; dan (3) Minimnya pengetahuan TKI tentang isi Surat Perjanjian Kerja (SPK).
Kelemahan-kelemahan terjadi disebabkan oleh: (1) sulitnya birokrasi yang harus dilalui untuk mengurus perizinan; (2) biaya perizinan belum tersosialisasi dengan baik; (3) pengetahuan masyarakat secara umum masih sangat lemah; (4) budaya instan di sebagian masyarakat; (5) pendalaman dan pelatihan bahasa Arab yang kurang maksimal dan kurang intensif; dan (6) sosialisasi isi SPK yang kurang maksimal. Mereka sebagian besar hanya mengetahui isi SPK, yaitu: gaji bulanan, lokasi penempatan, dan jangka waktu kontrak kerja. Sedangkan hak dan kewajibannya, kesehatan, jaminan sosial, peranan KBRI, ibadah haji dan umrah, perselisihan, dan sebagainya kurang dipahami oleh calon TKI. Pemerintah sebagai regulator kebijakan TKI harus bekerjasama dengan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (P2TKIS) dalam menertibkan dan memperbaiki proses-proses yang selama ini berjalan dalam memberangkatkan TKI ke Saudi Arabia. Proses penyempurnaan kebijakan, penegakan hukum dan undang-undang, dan pelaksanaan di lapangan yang baik dan sesuai akan berimbas bagi kebaikan pemerintah dan TKI Wanita itu sendiri.
ii
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama
: Agus Widodo
NRP
: A14202326
Program Studi
: Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
: Proses Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Wanita Ke Saudi Arabia (Studi Kasus di PT SS Jakarta)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut, Pertanian Bogor. Menyetujui : Dosen Pembimbing,
Ir. Melani Abdulkadir Sunito, M.Sc NIP : 131 846 879
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir.Didy Sopandie, M.Agr NIP : 131 124 019
Tanggal Lulus : ___________________
iii
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PROSES PEMBERANGKATAN TENAGA KERJA INDONESIA WANITA KE SAUDI ARABIA (STUDI KASUS DI PT SS JAKARTA)” BELUM PERNAH
DIAJUKAN
PADA
PERGURUAN
TINGGI
LAIN
ATAU
LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN
OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor,
Agustus 2008.
Agus Widodo A.14202326
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 19 Agustus 1963 dari pasangan Almarhum M.Soewarno (ayah) dan Ny. Soetinah (ibu). Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara, menikah pada tahun 1994 dengan Anis Haerunisa dan memiliki 4 anak. Pendidikan penulis dimulai pada tahun 1970 di SDN 6 Cilacap dan lulus pada tahun 1976. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi ke SMP Negeri I Cilacap dan lulus pada tahun 1979/1980. Penulis melanjutkan ke SMU Negeri I Cilacap dan lulus pada tahun 1983. Pada tahun tersebut, penulis diterima masuk ke Akademi Administrasi Pembangunan ‘APMD’ Yogyakarta dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1986 penulis ikut seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil di Departemen Transmigrasi Republik Indonesia – Jakarta Pusat, pada tahun 1987 diangkat sebagai Pengawai Negeri Sipil. Kemudian Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan RI pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibubarkan/setingkat Esselon I, maka pada tahun 2000 dilimpahkan ke Badan Administrasi Kependudukan dan Mobilitas Penduduk. Dan pada tahun 2001 Badan tersebut dibubarkan dan dilimpahkan ke Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan - Departemen Dalam Negeri, sampai dengan sekarang. Sejak tahun 2003, penulis menempuh pendidikan S1 di Program Studi Komunikasi Pengembangan Masyrakat Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta seluruh makhluk, atas segala rahmat karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, shahabat, dan seluruh ummatnya yang tetap istiqomah dengan ajaran-ajarannya hingga akhir zaman. Tema yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah Proses Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Wanita Ke Saudi Arabia (Studi Kasus Di PT SS Jakarta). Penulis tergugah meneliti permasalahan TKI Wanita mengingat banyaknya kasus yang terjadi dengan mereka di luar negeri, khususnya Saudi Arabia. Terima kasih penulis sampaikan kepada segenap pihak yang turut berperan serta dalam terlaksananya penelitian sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Ir. Melani Abdulkadir-Sunito, M.Sc atas bimbingan, dorongan, nasihat dan motivasinya selama penulis aktif di kampus. 2. Bapak DR.Pudji Muljono, M.Si dan Bapak Martua Sihaloho,SP.M.Si sebagai dosen penguji luar jurusan. Semoga mampu menambah bobot penelitian ini. 3. Yang sangat saya hormati dan sayangi, Ibunda Soetinah dan Alm. Ayahanda M. Soewarno atas curahan kasih sayang, bantuan, nasihat-nasihat yang Insya Allah tidak akan terlupakan selama hidup. Semoga Allah merahmati kedua orang tua kami. Amiin ya Robbal Alamiin. 4. Istriku Anis Haerunisa dan anak-anakku (Zaki, Izzan, Azka dan Azmi) yang telah memberikan dorongan dan motivasi yang sangat luar biasa.
5. Teman-teman kantor di Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri. 6. Seluruh pihak yang turut membantu hingga saya berhasil menyelesaikan studi di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008
Agus Widodo A.14202326
v
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar Daftar Isi................................................................................................................ i Daftar Tabel .......................................................................................................... ii Daftar Gambar....................................................................................................... iii Daftar Lampiran ................................................................................................... iv I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8 2.1 Migrasi dan Tenaga Kerja Indonesia......................................................... 8 2.2 Kesejahteraan Keluarga dan Dorongan Untuk Bekerja di Luar Negeri .... 9 2.3 Program Pemerintah tentang Pengiriman TKI Keluar Negeri ................. 17 2.4 Proses Pemberangkatan dan Syarat-syarat Administratif TKI.................. 18 2.5 Kerangka Pemikiran dan Definisi ............................................................. 24 III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 28 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................... 28 3.2 Metode Penelitian...................................................................................... 28 3.3 Pengolahan Data........................................................................................ 29 IV. PROFIL PERUSAHAAN DAN PROFIL TKI WANITA.............................. 30 4.1 Profil Perusahaan....................................................................................... 30 4.2 Profil TKI Wanita...................................................................................... 33 v
4.2.1 Aspek Individu.................................................................................. 33 4.2.2 Aspek Rumah Tangga....................................................................... 37 4.2.3 Aspek Informasi Kerja dari Lingkungan .......................................... 40 V. PROSES PEMBERANGKATAN DAN PERAN MASING-MASING PIHAK ............................................................................................................ 42 VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 63 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 63 6.2 Saran .................................................................................................. 65 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67 LAMPIRAN .......................................................................................................... 70
vi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Penempatan TKI Menurut Kawasan Tahun 2007...................................... 2 2. Penempatan Tenaga Kerja PT SS .............................................................. 5 3. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang telah diberangkatkan oleh PT SS selama tahun 2003 – 2007 ......................................................................... 30 4. Data diri, Sumber Daya Keluarga dan Lingkungan Sosial Responden penelitian.................................................................................................... 33 5. Hubungan antara Umur dan Motivasi Keberangkatan TKI ke Saudi Arabia......................................................................................................... 36 6. Data perizinan hasil wawancara dengan responden .................................. 37 7. Pengetahuan TKI tentang isi Perjanjian Kerja Antara Pengguna Jasa Tenaga Kerja Dengan Tenaga Kerja Sektor Rumah Tangga..................... 39 8. Perbandingan Peraturan dan Fakta Proses Pemberangkatan, 2008 ........... 45
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Pemberangkatan dan Syarat-syarat Administratif TKI .................. 18 2. Kerangka pemikiran Analisis Proses Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Wanita Ke Saudi Arabia............................................................ 27
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuisioner 2. Contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK) antara Pengguna Jasa Tenaga Kerja dengan Tenaga Kerja sektor rumah tangga
ix
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
BFLN
: Bebas Fiskal Luar Negeri.
BLK
: Balai Latihan Kerja.
BNP2TKI
: Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
BP2TKI
: Balai Pelayanan dan Penempatan TKI
BP3TKI
: Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI
Depnakertrans
: Departemen Tenaga Kerja dan Traansmigrasi.
KTKLN
: Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri.
P2TKIS
: Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta.
PAP
: Pembekalan Akhir Pemberangkatan.
SDM
: Sumberdaya Manusia.
SPK
: Surat Perjanjian Kerja.
TKI
: Tenaga Kerja Indonesia.
TKW
: Tenaga Kerja Wanita.
x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang bergulir terjadi diberbagai dimensi kehidupan manusia, tidak terkecuali di sektor tenaga kerja. Hal ini mengakibatkan persaingan yang tidak hanya terjadi pada tingkat lokal, wilayah, maupun nasional, tetapi sudah di tingkat internasional. Hakekatnya globalisasi tidak lain adalah mobilitas pasar modal, pasar barang dan pasar kerja akan menjadi semakin tinggi dan intensif antar negaranegara di dunia, sebab pasar modal dan barang adalah persaingan sumber daya manusia. Pasar barang dan jasa yang kita miliki akan mampu bersaing pada pasar global bila mempunyai mutu yang baik dan harga yang bersaing. Peningkatan mutu barang dan jasa tersebut hanya dapat terjadi bila didukung oleh sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Teristimewanya globalisasi yang bermuara pada sumberdaya manusia yang dikenal dengan Migrasi Tenaga Kerja Internasional dan di Indonesia terkenal dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Fenomena global migrasi terjadi hampir di sebagian besar negara di dunia, termasuk
Indonesia.
Persaingan
tenaga
kerja
Indonesia
tidak
hanya
memperebutkan peluang pasar luar negeri, namun juga tenaga kerja di dalam negeri diisi oleh tenaga asing yang lebih memiliki kualitas dan kompeten. Melihat kondisi pasar global, bangsa Indonesia memanfaatkannya, mengingat jumlah penduduk tahun 2002 sebanyak 206,23 juta dengan angkatan kerja 10.8 juta, pengangguran 9.1 juta dan 38 juta bekerja tidak penuh (Depnakertrans, 2004). Dengan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri diharapkan lapangan kerja di dalam negeri akan semakin banyak, mengurangi pengangguran,
meningkatkan kesejahteraan sosial tenaga kerja serta meningkatkan devisa bagi negara. Menghadapi permasalahan ketenagakerjaan yang semakin meningkat akibat krisis perekonomian nasional sejak pertengahan 1997, pemerintah telah menetapkan empat prioritas yaitu penanggulangan masalah pengangguran, pemanfaatan tenaga terampil, penempatan tenaga kerja ke luar negeri dan dalam negeri serta penyelesaian masalah hubungan industrial (Depnaker, 2002). Data Depnakertrans menunjukkan selama tiga tahun terakhir sebanyak 1,35 juta atau sebanyak 450 ribu per tahun TKI bekerja di luar negeri. Pada Tahun 2006 pemerintah menargetkan 700 ribu TKI sehingga pada tahun 2009 menjadi 3.9 juta TKI yang dikirim ke luar negeri. Devisa yang diharapkan dari TKI pada tahun 2009 mencapai sebesar 20.75 miliar dollar atau sekitar 186 trilyun (Depnakertrans, 2004). Tabel 1. Penempatan TKI menurut Kawasan Tahun 2007 No. Negara Kawasan Laki-laki Perempuan Total I. Asia 1. - Malaysia 22.655 31.254 33.923 2. - Singapura 8 9.404 9.412 3. - Hongkong 0 1.784 1.784 4. - Korea Selatan 1.664 194 1.858 5. - Taiwan 662 104 766 6. - Jepang 57 0 57 II. Timur Tengah 1. -Saudi Arabia 11.248 134.674 145.922 2. - Kuwait 1.221 12.389 13.610 3. - Uni Emirat Arab 25 7.144 7.165 4. - Yordan 9.708 268 9.976 III. Amerika 1. -Amerika Serikat 6 0 6 IV. Eropa 1. -Belanda 0 3 3 Sumber : Ditjen PPTKLN Depnakertrans (data Januari – September 2007) 2
Berdasarkan Tabel di atas negara yang menjadi tujuan paling banyak adalah wilayah Asia dan Timur Tengah. Tenaga Kerja Pria (TKP) paling banyak bekerja di Malaysia dan Saudi Arabia, biasanya sebagai buruh bangunan dan buruh perkebunan. Tenaga Kerja Wanita (TKW) paling banyak di negara Saudi Arabia dan Malaysia dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Tenaga kerja wanita lebih dominan dibandingkan dengan tenaga kerja pria. Tenaga kerja wanita Indonesia sangat dibutuhkan di luar negeri. Pekerjaan rumah tangga merupakan kegiatan sehari-hari terutama di daerah pedesaan. Pada umumnya mereka berpendidikan rendah sehingga pekerjaan ke luar negeri merupakan peluang bagi mereka yang tidak terserap ke dalam jenis pekerjaan di dalam negeri yang menuntut tingkat pendidikan dan keahlian tinggi. Pertumbuhan angkatan kerja pedesaan yang tinggi dan terjadinya modernisasi pertanian berimplikasi terhadap efisiensi penggunaan tenaga kerja. Kesempatan kerja pada sektor pertanian semakin berkurang. Di sisi lain tingkat pendidikan dan ketrampilan masyarakat pedesaan masih rendah sehingga menyebabkan sektor non pertanian kurang berkembang. Penduduk pedesaan mengalihkan pekerjaan ke sektor jasa seperti buruh, pembantu rumah tangga dan pekerjaan lain yang kurang memerlukan pendidikan dan ketrampilan khusus. Tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga merupakan faktor utama yang mendorong wanita untuk bekerja di luar rumah. Hal ini semakin dirasakan oleh kalangan keluarga yang tidak mampu atau keluarga dengan suami yang tidak bekerja atau dengan penghasilan kurang mencukupi.
3
Sampai saat ini pemerintah Indonesia tidak memiliki data yang resmi dan sistematis mendokumentasikan tentang nasib buruh migran Indonesia. Keadaan tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa TKI khususnya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga belum diakui sebagai pekerja formal, baik secara hukum maupun sosial. Depnakertrans memasukkan mereka dalam kategori struktur informal, berbaur dengan jenis pekerjaan pelayanan lainnya seperti pelayan toko, petugas kebersihan, dan lain-lain (Depnakertrans, 2003). Negara-negara penerima, para TKI termasuk dalam kategori pekerja rendahan yang ditinggalkan oleh warga negara setempat, yaitu jenis pekerjaan dengan ciri-ciri 3-D’s yaitu: dirty (kotor), difficult (sulit), dan dangerous (berbahaya) seperti buruh perkebunan, buruh manufaktur, petugas kebersihan, dan sebagainya. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga cenderung tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan, sehingga pekerjaan pembantu rumah tangga tidak diinduksi oleh hukum dan peraturan (Krisnawati, 1995). Fenomena yang terjadi sekarang ini dalam pengaturan bisnis perdagangan jasa tenaga kerja ke luar negeri tidak diiringi dengan upaya memenuhi hak TKI untuk mendapatkan lapangan pekerjaan termasuk penghasilan yang banyak. Melihat peningkatan permintaan TKI ke luar negeri dan dukungan dari pemerintah yang dibahas dalam Rakornas Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI berbasis Undang Undang RI No. 39 Tahun 2004 di Hotel Santika Jakarta Desember 2006, mengatakan agar praktik pengelolaan ketenagakerjaan menjadi lebih baik dan segala urusan mengenai tenaga kerja diatur dengan mudah karena mereka adalah pahlawan negara yang memberikan kontribusi bagi negara rata-rata 24 trilyun setiap tahun.
4
Pada saat ini telah banyak perusahaan swasta sebagai Pelaksana Penempatan Tenga Kerja Indonesia Swasta (P2TKIS) ke luar negeri, salah satunya adalah PT SS yang berlokasi di Jakarta. Perusahaan ini bergerak sebagai penyedia dan penempatan tenaga kerja baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai perusahaan yang telah lama berdiri sejak tahun 1999, perusahaan ini telah mengirimkan ribuan tenaga kerja ke berbagai negara. Tabel 2. Penempatan Tenaga Kerja PT SS, 2003-2007 Tahun Tujuan
2003
2004
2005
2006
2007
wanita
pria
wanita
pria
wanita
pria
wanita
pria
wanita
pria
Malaysia
28
27
34
34
33
57
45
61
74
62
Singapura
2
0
3
1
0
1
6
0
11
9
Brunei Darusalam
5
0
8
0
12
0
10
0
23
0
11
4
23
5
24
12
35
10
46
14
1132
58
1298
35
1591
41
2312
53
2405
57
1178
89
1366
75
1660
111
2408
124
2559
142
Hongkong Saudi Arabia
Jumlah
Sumber: Company Profile PT SS
Berdasarkan Tabel di atas pada kenyataannya sebagian besar TKI yang dikirim ke luar negeri adalah wanita dengan Negara tujuan utama Saudi Arabia. Kondisi permintaan tenaga kerja yang besar dan kemauan para tenaga kerja Indonesia itu sendiri untuk bekerja ke luar negeri, perlu diketahui faktor apa yang menentukan keputusan bagi para wanita untuk bekerja jauh dari keluarga, suami dan anak terutama bekerja ke negara Arab Saudi. Negara penerima TKI pada tahun 2006 dari 16 negara penerima, Indonesia baru menandatangani MOU dengan lima negara, yakni Malaysia, Korea, Kuwait, Taiwan, dan Jordania. Sementara dengan negara lain, termasuk Saudi Arabia yang menjadi negara tujuan terbesar TKI, belum ada. Sebagai perbandingan, Filipina
5
pada tahun 2004 saja sudah memiliki perjanjian dengan sedikitnya 12 negara tujuan pekerja migrannya, termasuk dengan negara-negara Timur Tengah dan negara maju, seperti Swiss, Inggris, dan Norwegia.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ingin dilihat adalah bahwa sebagian TKI Wanita berasal dari pedesaan, umumnya mereka dari keluarga miskin, sudah menikah dan berpendidikan rendah. Keluarga mereka banyak kehilangan pekerjaan sebagai buruh tani, sehingga menganggur. Mereka juga kalah bersaing dengan tenaga kerja lain yang lebih terdidik. Oleh karena itu, mereka berusaha membantu penghasilan keluarga dengan menjadi TKI di luar negeri. Mereka mendapatkan informasi kerja dari calo/sponsor sekaligus memproses
perijinan,
kemudian
dilatih
di
P2TKIS.
Namun
dalam
pelaksanaannya, mereka harus melalui tahapan proses mulai dari perekrutan, penampungan, pelatihan, pemberangkatan sampai tempat tujuan dan kembali lagi ke
Indonesia.
Selama
tahapan
proses
tersebut,
terkadang
ditemukan
penyimpangan antara fakta di lapangan dan peraturan perundang-undangan. Penyimpangan tersebut perlu diketahui dalam rangka mencari titik lemahnya sehingga dapat diketahui solusi perbaikannya.
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari: 1. Latar belakang TKI yang akan berangkat ke Saudi Arabia, baik dari aspek individu (umur, status perkawinan, pendidikan, asal daerah, motivasi);
6
aspek rumah tangga (pekerjaan orang tua/suami/anggota keluarga lain, perijinan), dan aspek inforrmasi dari lingkungan (diri sendiri, tetangga, sponsor/calo). 2. Proses keberangkatan TKI, dengan memperbandingkan antara peraturan perundang-undangan dengan fakta yang terjadi di lapangan, serta apakah masing-masing pihak sudah menjalankan peranannya dalam proses pemberangkatan TKI Wanita ke Saudi Arabia.
1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya sekaligus bahan rujukan bagi semua pihak yang akan melakukan penelitian terkait TKI Wanita ke Saudi Arabia. 2. Memberikan masukan bagi para pembuat kebijakan dan pelaksana kegiatan terkait pengiriman TKI Wanita ke Saudi Arabia.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Migrasi dan Tenaga Kerja Indonesia Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial
antar unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal, yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan (Rusli, 1989). Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila ia melakukan perpindahan tempat tinggal baik secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu), dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari suatu unit administratif pemerintahan baik berupa Negara (migrasi internasional) maupun bagian-bagian dari Negara (migrasi internal). Istilah Tenaga Kerja Indonesia Wanita (TKIW), menurut Ambaretnani dan Rianawati (1999) sebagaimana dikutip oleh Kustini 2002, adalah sebutan bagi kelompok perempuan Indonesia yang pergi ke luar negeri sebagai buruh tamu. Istilah lain TKIW adalah Tenaga Kerja Wanita (disingkat Nakerwan atau TKW). Meski istilah ini merujuk pada semua tenaga kerja perempuan, banyak orang mengspesifikan bahwa istilah TKI Wanita atau TKW adalah buruh perempuan yang melakukan migrasi ke Luar Negeri untuk bekerja (Kustini 2002). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.19/MEN/V/2006 dijelaskan bahwa “Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.” Tujuan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri menurut Departemen Tenaga Kerja (1999) sebagaimana dikutip Fariani 2001 adalah: (a) mengurangi 8
pengangguran di dalam negeri, (b) meningkatkan kesejahteraan, (c) meningkatkan perlindungan tenaga kerja, (d) meningkatkan ketrampilan sumberdaya manusia Indonesia, (e) meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja Indonesia dan keluarganya, (f) penerimaan devisa negara. Djuariah (2000) menyebutkan tujuan program tenaga kerja Indonesia adalah: (a) Untuk pemberdayaan tenaga kerja dalam mengisi kesempatan kerja tersedia guna mencapai peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan peningkatan penerimaan Negara melalui pemasukan devisa ; dan (b) Untuk meningkatkan keberhasilan usaha jasa penempatan tenaga kerja, dalam pembinaan SDM dengan memperhatikan harkat dan martabat bangsa dan negara melalui pendayagunaan permintaan pasar kerja ke luar negeri, sekaligus memperluas wawasan kerja tenaga kerja wanita. Mayoritas TKI wanita yang berangkat ke Saudi Arabia berpendidikan rendah dan merupakan tenaga kerja tidak trampil, kecuali ketrampilan rumah tangga seperti memasak, menjahit, atau menyulam (Sofyan, et al, 1986). Sumber informasi pertama tentang kesempatan kerja di Timur Tengah sebagian besar diperoleh dari sponsor/calo. Sisanya memperoleh informasi pertama dari keluarga, kerabat dan aparat pemerintah. Sebagian besar migran berpenghasilan di bawah Rp. 1 juta dan tidak memiliki tanah pertanian di daerah asalnya.
2.2
Kesejahteraan Keluarga dan Dorongan Untuk Bekerja di Luar Negeri Pendekatan kesejahteraan memandang keluarga sebagai unit ekonomi yang
terdiri dari individu dengan sekumpulan hak dan tanggung jawab ekonomi bersama. Dalam kaitannya dengan kesejahteraan, Sumarti (1999) mengartikan keluarga sebagai 9
kesatuan sosial budaya dimana proses interaksi sosial (jaringan sosial) diantara anggota keluarga inti (ayah, ibu dan anak yang belum menikah) merupakan hal terpenting, karena merupakan saluran sosialisasi nilai-nilai kesejahteraan yang dilakukan melalui pertukaran (komunikasi) serta pengalaman hidup. Menurut Yosef (1996), mengemukakan kesejahteraan (welfare) sebagai konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada suatu kurun waktu tertentu. Oleh karena itu penerapan konsep tingkat kesejahteraan dapat dilakukan pada satuan sosial besar misalnya negara atau propinsi dan dapat juga pada satuan sosial yang kecil misalnya keluarga atau individu. Lamale (1963) dan Carrol (1962) dikutip Rice (1967) menambahkan bahwa kekayaan juga berkaitan dengan standar kehidupan keluarga. Brady (1958) dikutip Rice (1967) menganggap bahwa status keluarga tergantung pada pendapatan individu dan jumlah tanggungan keluarga. Pada hakekatnya penyelenggaraan program ekspor jasa TKW berkaitan dengan UUD 1945 pasal 27 yang berbunyi: “Setiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Program tersebut dianggap telah mencapai tujuannya, dilihat dari semakin meningkatnya kesejahteraan (secara ekonomi) para TKW dan keluarganya sehingga penghidupan yang lebih layak dapat terpenuhi. Menurut Soeroto (1983), manusia dikatakan sejahtera apabila tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dari sisi ekonomi saja. Kebutuhan lainnya yang bersifat non-ekonomi juga harus dipenuhinya. Kebutuhan yang 10
dimaksud itu menurut Maslow (1996) dalam James F.Stooner dan Fredman (1996) terdiri dari: kebutuhan rasa aman, rasa memiliki, penghargaan sampai kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, menurut Keith Davies dalam Soeroto (1983) dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kebutuhan dasar fisiologis (primer) dan kebutuhan sosial psikologis. Selanjutnya Soeroto (1983) juga menambahkan satu kebutuhan yang harus dipenuhi manusia yakni kebutuhan religi (agama). Kebutuhan dasar fisiologis merupakan kebutuhan awal yang diutamakan oleh manusia untuk dipenuhinya. Kebutuhan tersebut menurut Sritua Arif (1990) antara lain: kebutuhan akan makanan yang cukup, perumahan yang layak bagi kesehatan serta pelayanan kesehatan dasar yang cukup. Senada dengan Sritua Arif, Soeroto (1983) juga menambahkan kebutuhan dasar tersebut yaitu berupa kebutuhan akan seks dan kenikmatan serta kebutuhan untuk tidur. Sedangkan menurut BKKBN dalam Rohadi Haryanto, et all (1998), menyatakan bahwa selain papan, pangan dan kesehatan dalam kebutuhan dasar juga diperlukan sandang. Kebutuhan sosial-psikologis merupakan kebutuhan tingkat kedua yang harus dipenuhi oleh manusia supaya sejahtera. Kebutuhan ini, menurut Soeroto (1983) terdiri dari: kebutuhan rasa harga diri, rasa aman, pengakuan serta mencinta dan dicintai. Khusus tentang harga diri, Maya Kartika (1990) menyatakan bahwa kebutuhan harga diri yaitu berupa aspek penilaian tentang nilai atau penghargaan yang diberikan pada diri sendiri. Penilaian atau penghargaan yang diberikan pada diri sendiri, menurut Bidlle dan Thomas (1984) yang dikutip oleh Sarlito MS (1984) ditentukan oleh orang lain dan diri sendiri. Penilaian yang berasal dari diri sendiri 11
menyangkut persepsi diri, yaitu menunjuk cara seseorang melihat dirinya, menilai dirinya, kemampuannya dan bagaimana ia berfikir tentang dirinya Widyastuti (1998). Individu dengan harga diri yang tinggi, berarti menghargai dirinya sendiri. Sehingga merasa
dirinya
berharga
sebagai
orang
yang
sempurna
dan
menyadari
keterbatasannya. Mereka juga berusaha mengembangkan dirinya. Individu dengan harga diri yang rendah, biasanya merasa dirinya ditolak, merasa tidak puas dan tidak berharga. Keberangkatan para TKW ke Saudi Arabia erat kaitannya dengan teori migrasi. Teori migrasi ini terus berkembang seiring dengan perkembangan dan perubahan-perubahan pada fenomena migrasi tersebut. Teori yang paling sederhana adalah push-pull theory. Teori ini melihat fenomena migrasi terjadi karena dorongan keluar dari daerah asal (push) serta daya tarik dari Negara tujuan (pull) Rusli (1996). Dalam penelitian ini yang menjadi daerah asal adalah Negara Indonesia sebagai penyalur tenaga kerja dan negara-negara penampung seperti Saudi Arabia merupakan Negara tujuan.
2.2.1. Faktor Pendorong Faktor Ekonomi Berkaitan dengan banyaknya kaum wanita yang memasuki dunia pasar kerja terutama di luar negeri ternyata telah ditemukan fakta bahwa penyebab keberangkatan TKW tersebut adalah alasan ekonomi rumah tangga. Hal ini terjadi karena secara realitas banyak laki-laki (suami) yang penghasilannya kurang biasa memenuhi tuntutan kebutuhan pokok yang menjadi standar hidup layak di tengah12
tengah masyarakat dan arena kurangnya lapangan pekerjaan. Kondisi ini dikemukakan Daulay (2001) bahwa pada dasarnya banyak TKW yang berangkat keluar negeri karena kondisi keuangan yang ada di dalam rumah tangga sangatlah kurang. Selain itu disebabkan kurangnya lapangan kerja dan kalaupun ada sdecara ekonomi tidak dapat memberikan jaminan untuk memenuhi kebutuhannnya. Sehingga dengan berangkat keluar negeri diharapkan dapat hidup sejahtera secara materi. Hal ini juga diungkapkan oleh Fariani (2001) : “Pada umumnya mereka yang berangkat keluar negeri menjadi tumpuan keluarga untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, sehingga pihak keluarga dalam hal ini orang tua mereka mengijinkan untuk bekerja ke luar negeri“ Menurut Daulay (2001) banyaknya hutang juga seringkali menjadi alasan keberangkatan para TKW untuk mancari uang. Padahal penggunaan uang tersebut adalah untuk kegiatan yang relatif tidak berguna dan hanya untuk sekedar prestise sosial saja. Menurut Djuariah (2000) keberangkatan wanita ke luar negeri tidaklah hanya pada lapisan bawah yang ekonominya kurang mendukung dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tapi juga pada wanita kelas-kelas yang secara ekonomi sudah mencukupi kebutuhan. Hal ini dijelaskan wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang lebih tinggi dan lebih banyak melakukan keberangkatan ke luar negeri. “TKW dengan keadaan ekonomi sosial yang mendukung lebih tinggi melakukan proses keberangkatan TKW ke luar negeri dibandingkan dengan TKW dengan keadaan sosial ekonomi kurang mendukung. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberangkatan TKW tidak sepenuhnya karena faktor keadaan ekonomi yang rendah, bahkan TKW dengan keadaan ekonomi yang kurang mendukung, tidak mendukung atau merespon program TKW ke luar negeri“
13
Begitu juga menurut Daulay (2001) bahwa fenomena pada keberangkatan TKW ke luar negeri tidak hanya pada lapisan kelas bawah tetapi juga terjadi pada kelas menengah. Sehingga faktor yang mendorong keberangkatan TKW ke luar negeri tidak hanya karena faktor ekonomi tapi juga karena ada faktor non ekonomi. Persepsi yang menyatakan bahwa kemiskinan merupakan faktor utama yang mendorong rumah tangga untuk mengikuti pemberangkatan TKW ke luar negeri tidak semua benar. Walaupun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa secara umum keberangkatan TKW keluar negeri untuk bekerja adalah wanita lapisan ekonomi bawah yang benart-benar ingin memperbaiki ekonomi, yaitu mencapai kesejahteraan secara materi.
Faktor non-Ekonomi Faktor-faktor lain yang mendorong wanita untuk berangkat keluar negeri adalah faktor non ekonomi misalnya karena adanya rasa sakit hati yaitu perasaan iri terhadap tetangganya yang mengalami peningkatan secara ekonomi karena mengikuti program pengiriman TKW. Dimana hal ini seperti yang telah diungkapkan Djuariah (2000) dalam penelitiannya: “Bahkan ada juga di antara mereka yang mengungkapkan bahwa motif utama yang memotivasi mereka untuk mengikuti program TKW keluar negeri karena perasaan tidak senang melihat peningkatan ekonomi TKW lainnya dibandingkan sebelum kepergiannya keluar negeri. Perasaan tersebut pada akhirnya mendorong dirinya untuk mengikuti program tersebut” Selain alasan rasa sakit hati karena iri terhadap TKW lain yang mengalami peningkatan ekonomi, alasan lain mengikuti program pengiriman TKW tersebut 14
menurut Djuariah (2000) adalah berusaha menghindari mantan suami yang menceraikan dan menjadikan dirinya berstatus janda. Status tersebut ditakuti sebagian besar wanita, terutama di daerah pedesaan karena umumnya masyarakat tidak mengakui keberadaan wanita yang berstatus janda, terlebih lagi apabila kejadian tersebut dialami wanita yang kekurangan secara ekonomi, maka beban mental menjadi berat. Berdasarkan penelitian Fariani (2001) dikatakan bahwa tingkat pendidikan TKW relative masih rendah. Rendahnya pendidikan formal tersebut tidak menjadi masalah bagi wanita untuk bekerja di luar negeri. Wanita yang bekerja di luar negeri rata-rata bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi. Tetapi yang dibutuhkan hanyalah kesabaran, keuletan, dan lain-lain.
2.2.2 Faktor Penarik Tingkat Upah Lingkaran kemiskinan yang terjadi pada calon-calon TKW membuat mereka nekat pergi keluar negeri. Kenekatan ini disebabkan mereka melihat bahwa gaji yang akan mereka dapatkan lebih tinggi daripada mereka kerja di sawah. Menurut Djuariah (2000) gaji yang diterima para TKW yang bekerja tidak sama, tergantung pada jenis pekerjaan dan kebijakan Negara pengguna tenaga kerja tersebut. Di Negara Saudi Arabia, gaji rata-rata untuk pekerjaan pembantu rumah tangga atau baby sitter saat ini adalah sebesar 800 real (setara dengan Rp 1.960.000 per-bulan).
15
Tingkat Persaingan Pekerjaan menjadi pembantu rumah tangga di Saudi Arabia akan selalu tersedia. Para calon TKW tidak khawatir akan kehabisan lapangan pekerjaan. Dengan mendaftarkan diri sebagai calon TKW, maka mereka meyakini bahwa mereka akan bisa berangkat, tanpa harus bersaing dengan tenaga kerja lainnya. Hal ini berbeda sekali dengan kondisi di tanah air yang sangat ketat dalam persaingan memperebutkan sejumlah lapangan kerja.
Tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi Sebagian besar pembantu rumah tangga yang bekerja di Saudi Arabia pendidikannya relatif rendah, berkisar antara SD-SMP. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak bersekolah. Dengan modal pendidikan seadanya mereka harus bersaing di dalam negeri sangat tidak memungkinkan. Solusinya adalah mereka mencari pekerjaan yang kurang memperhatikan level pendidikan. Dan pekerjaan menjadi TKW ke Saudi Arabia adalah alternative yang paling memungkinkan, disamping jaminan pekerjaan yang akan selalu ada di Saudi Arabia. Terkait dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para TKW, Ambaretnani dan Riawanti (1999) menyatakan bahwa secara umum masalah yang dihadapi para TKW dalam proses pekerjaan yang mereka jalani dapat didentifikasi dalam beberapa titik pada alur perjalanan TKW dari tempat asalnya sampai dengan kembali.
16
2.3
Program Pemerintah tentang Pengiriman TKI Keluar Negeri Menurut Undang-Undang RI NO. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, pada bab I pasal 1, yang dimaksud dengan penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan tenaga kerja Indonesia sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan sampai ke Negara tujuan dan pemulangan dari Negara tujuan. Depnaker memperkenalkan program tersebut kepada masyarakat secara bertahap sejak Pelita I. Pada Pelita IV pemerintah menetapkan target pengiriman 225.000 tenaga kerja dengan rasio 48 laki-laki per 100 wanita. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mengirimkan 292.262 tenaga kerja. Pelampauan target itu menggambarkan bahwa masyarakat memandang program pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan peningkatan devisa bagi pemerintah. Guna memperlancar pelaksanaan program pemerintah melibatkan pihak swasta sebagai penyelenggara langsung program tersebut berdasarkan Bab IV Undang-Undang RI NO.39 tahun 2004 yang menyatakan bahwa pelaksana penempatan TKI di luar negeri meliputi pemerintah dan P2TKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta). Ditetapkan pula prosedur penyelenggaraan program pengiriman tenaga kerja ke Luar Negeri terdiri dari tiga tahap yakni tahap pengadaan calon, tahap peningkatan kualitas calon, dan tahap pemberangkatan calon ke luar negeri. 17
2.4
Proses Pemberangkatan dan Syarat-syarat Administratif TKI - Recruitmen Agreement - Job Order/Visa Wakalah/Demand Letter - Draft Perjanjian Kerja DISETUJUI OLEH KBRI/KJRI - Surat Ijin Pengerahan (SIP) - Informasi/pengantar rekrut ke Prov/Kab/Kota DEPNAKERTRANS
- Sosialisasi/penyuluhan - Pendaftaran CTKI di Dinas Tk.Pemda Prov/Kab/Kota - Seleksi CTKI - Perjanjian Penempatan PEMDA/DISNAKER - PPTKIS Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi PPTKIS – DEP KES
-
Pelatihan Uji Kompetensi Asuransi Penampungan DEPNAKERTRANS - PPTKIS Penerbitan Paspor DEP HUKUM & HAM
Dana Pembinaan, Penempatan & Perlindungan TKI (PP 92/2000) : 15 USD (PNBP) DEP KEU - PPTKIS VISA KERJA Dari Perwakilan Negara Penempatan PPTKIS
- Pembekalan Akhir Pemberangkatan - Perjanjian Kerja - Kartu TKI DEPNAKERTRANS
KEBERANGKATAN TKI PPTKIS-DEPNAKERTRANS-DEPHUB-DEP HUKUM&HAM-DEPKEU-POLRI Depnakertrans (ONE ROOF SERVICE)
Sumber: Depnakertrans,2006 Gambar 1. Proses Pemberangkatan dan Syarat-syarat Administratif TKI 18
Gambar tersebut diatas adalah sebagai tindak lanjut hasil kesepakatan Rakornis (Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi) di Hotel Santika (Desember 2006) dan INPRES Nomor 6 Tahun 2006 tanggal 2 Agustus 2006 huruf ‘A’ point 1 huruf ‘c’ tentang penyuluhan, seleksi dan penandatanganan perjanjian penempatan.
Menghasilkan
“Petunjuk Pelaksanaan Rekrut Calon TKI ke Luar Negeri” sebagai pedoman pelaksanaan rekrut calon TKI (Penata Laksana Rumah Tangga). Proses penempatan TKI oleh P2TKIS dilakukan setelah ada permintaan nyata. Dalam pasal 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 tahun 2006 tanggal 12 Mei 2006, dikenal berbagai bentuk permintaan nyata (Job Order) yaitu: (1) Employment Order, (2) Demand Letter, (3) Visa untuk kerja (Wakalah), (4) Bentuk lain sesuai dengan peraturan negara tujuan. Employment Order maupun Demand Letter tercantum hal-hal sebagi berikut : (1) Nama dan alamat peminta TKI di luar negeri, (2) Jenis serta jumlah TKI yang diminta, (3) Persyaratan personal, (4) Persyaratan kerja. Visa untuk kerja (Wakalah) merupakan bentuk Job Order dari negara kawasan Timur Tengah. Setelah secara resmi P2TKIS sebagai pelaksana penempatan TKI memperoleh “Permintaan Nyata” dari mitra kerjanya di luar negeri, selanjutnya P2TKIS harus mengajukan izin/rekomendasi dan Depnaker untuk melakukan kegiatan rekruitmen yang diawali dengan kegiatan penyuluhan, pendaftaran dan seleksi. Dalam penyuluhan, mengawali proses pelaksanaan penampatan TKI harus menjelaskan sebagai berikut: (1) Adanya lowongan pekerjaan dan jabatan yang tersedia di luar negeri, (2) Persyaratan administrasi calon TKI termasuk pemilikan paspor, (3) Syarat 19
kerja yaitu upah, jaminan sosial, waktu kerja dan kondisi kerja dan lain-lain, (4) Situasi dan kondisi negara tempat kerja, (5) Hak dan kewajiban TKI. Menurut pasal 9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.19/MEN/V/2006 setiap calon TKI yang akan dipekerjakan ke luar negeri harus memenuhi syarat: (1) Usia minimal 18 tahun, kecuali peraturan negara tujuan menentukan lain; (2) Memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan akte kelahiran/surat kenal lahir dari instansi yang berwenang; (3) Sehat mental dan fisik dibuktikan dengan surat keterangan dokter atau lulus tes kesehatan sesuai dengan ketentuan negara penempatan; (4) Surat Ijin dari suami/isteri/orang tua/wali yang diketahui oleh Kepala Desa atau Lurah; (5) kartu Tanda Pendaftaran sebagai pencari kerja dari instansi Kabupaten/Kota; (6) Berpendidikan tertentu, memiliki keterampilan atau pengalaman sesuai dengan persyaratan jabatan atau pekerjaan yang diperlukan dan buktikan dengan sertifikat keterampilan; (7) Bersedia mematuhi pelaksanaan isi perjanjian kerja yang telah disepakati dan ditanda tangani sebelum berangkat ke negara tempat bekerja; (8) Memiliki paspor dari kantor imigrasi terdekat dengan daerah asal TKI sesuai dengan peraturan Undang Undang yang berlaku; (9) Bersedia memikul biaya yang diperlukan dalam proses penempatan yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (10) Mengikuti program Pengiriman uang (remittance), tabungan serta program kesejahteraan tenaga kerja. Setelah mengadakan penyuluhan, maka calon TKI dapat melakukan pendaftaran dan seleksi. Pendaftaran dilaksanakan di kantor Depnaker setempat atau melalui P2TKIS langsung. pada tahap ini, calon TKI dikenai biaya untuk proses
20
keberangkatannya ke luar negeri. Pemungutan biaya oleh P2TKIS terhadap calon TKI bertujuan untuk menambah biaya akomodasi dan administrasi. Kegiatan penyeleksian terhadap calon TKI dilakukan Depnaker atau P2TKIS secara langsung, dengan tujuan memperoleh TKI sesuai dengan keperluan dan memenuhi ketentuan yang digariskan dalam perencanaan pengerahan. Setelah kedua kegiatan itu berlangsung selanjutnya P2TKIS sebagai pelaksana penempatan tenaga kerja
membuat
daftar
nominasi
calon
TKI
yang
dinyatakan
lulus
dan
menyerahkannya kepada Depnaker setempat. Berdasarkan daftar nominasi calon TKI, Depnaker setempat memberikan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) kepada setiap calon TKI guna dokumen administratif rencana pengerahan TKI dari daerah Kandepnaker setempat. Selain itu KTKLN juga merupakan persyaratan bagi calon tenaga kerja keluar negeri dalam mengurus paspor. Setiap calon TKI yang akan ditempatkan di luar negeri memerlukan pemenuhan persyaratan kualifikasi kerja tertentu sebagaimana permintaan pihak pengerah jasa TKI. Salah satu persyaratan tersebut adalah terpenuhinya kualifikasi keterampilan kerja yang sesuai dengan permintaan pengguna jasa TKI. Untuk memastikan kesesuaian persyaratan ini maka perusahaan jasa menyelenggarakan latihan keterampilan dan bahasa Arab pada setiap calon yang dipersiapkan. Bagi calon TKI ke luar negeri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.19/MEN/V/2006 pasal 16 bahwa calon TKI yang telah lulus seleksi dan telah menandatangani perjanjian penempatan TKI dengan P2TKIS dan diketahui oleh Instansi Kabupaten/Kota, P2TKIS dapat melakukan penampungan 21
terhadap calon TKI untuk keperluan pelatihan kerja, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, dan pengurusan dokumen. Selesai mengikuti program latihan yang diselenggarakan P2TKIS, calon TKI tersebut diajukan oleh P2TKIS untuk mengikuti uji keterampilan pada Departemen Tenaga Kerja. Calon TKI yang berhasil dalam uji keterampilan, dalam rangka meningkatkan dan penetapan kualifikasi keterampilan profesi atau alih profesi dapat memilih bukti lulus dalam mengikuti uji keterampilan. Dengan demikian calon TKI mendapat pengukuhan keterampilan dengan pemberian sertifikat keterampilan TKI. Persyaratan pokok lainnya yaitu perjanjian kerja, paspor serta visa. Berkenaan dengan perjanjian seperti penandatanganan perjanjian kerja oleh TKI. Hal itu dilakukan setelah ditandatangani pihak pengguna jasa di luar negeri. Penandatanganan perjanjian kerja diketahui oleh atas nama Kepala Perwakilan Republik Indonesia (dimana TKW ditempatkan) dan atas nama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Selain perjanjian setiap calon TKI juga harus memiliki paspor dan visa sesuai dengan negara tujuan. Pengurusan paspor dilakukan oleh setiap calon TKI bersama pembina pengelola P2TKIS, sedangkan pengurusan visa dapat dilakukan P2TKIS. Setelah kelengkapan persyaratan teknis dan administrasi pengerahan tenaga kerja dipenuhi, calon TKI diantar oleh petugas P2TKIS menuju pelabuhan pemberangkatan dengan membawa kelengkapan pribadi dan dokumen perjalanan antara lain berupa identitas TKI melalui paspor dan visa, tiket perjalanan, perjanjian kerja yang telah disyaratkan dan direkomendasikan bebas fiskal luar negeri.
22
P2TKIS wajib mengikutsertakan calon TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri untuk mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), dengan melampirkan paspor dan visa kerja calon TKI kepada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI). Dan calon TKI diberikan surat keterangan tlah mengikuti PAP yang diterbitkan oleh BP3TKI. Bagi TKI yang pernah mengiktui PAP, apabila akan bekerja kembali ke negara yang sama, tidak diwajibkan mengikuti PAP dengan ketentuan tidak lebih dari dua tahun sejak kepulangan TKI yang bersangkutan ke Indonesia. Dalam hal ini BP3TKI yang membuat jadwal PAP, pelaksanaan PAP dikelompokan menurut negara tujuan penempatan dan dilaksanakan sekurangkurangnya 20 jam pelajaran. Bagi tenaga kerja Indonesia setelah sampai pada negara tujuan wajib melaporkan diri ke kantor perwakilan negara Indonesia yang berada di negara tersebut, baik Kedutaan Besar (Kedubes), Konsulat Jendral (Konjen), atau lembaga lain yang setara dengan itu. Hal ini bertujuan agar keberadaan tenaga kerja diketahui sehingga memudahkan selama pemrosesan bila terjadi sesuatu hal-hal yang tidak diinginkan. Tenaga kerja yang akan kembali dari negara tersebut menuju negara asalnya dapat dilakukan dengan berbagai pertimbangan seperti : berakhirnya masa perjanjian kerja; pemutusan hubungan kerja sebelum masa kerja berakhir; terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit; mengalami kecelakaan kerja; meninggal dunia di negara tujuan; atau dideportasi oleh pemerintah setempat. Kepulangan tenaga kerja pada waktu habis masa kontrak menjadi tanggung jawab P2TKIS dalam hal kemudahan atau fasilitas kepulangan TKI, perlindungan 23
terhadap TKI kemungkinan adanya tindakan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan kepulangan TKI karena faktor bencana, perang, deportasi adalah tanggung jawab bersama baik Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
2.5
Kerangka Pemikiran dan Definisi Fenomena TKI Wanita sangat beragam, melibatkan berbagai aspek, yaitu
pada tingkat individu, rumah tangga, lingkungan sosial di desa seperti sponsor/calo, kepala desa dan masyarakat, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (P2TKIS), Balai Latihan Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Nilai-nilai dan norma-norma budaya tentang pembagian peran antar pria dan wanita mempunyai dampak besar pada kedudukan wanita dan merupakan variabel penting yang mendukung dan memperkuat perbedaan mendasar dalam kedudukan ekonomi wanita yang lebih rendah dari pada pria. Krisis ekonomi yang melanda dunia telah mengakibatkan pengaruh yang lebih mempersulit dan merendahkan kedudukan wanita, terutama wanita miskin di daerah pedesaan, yang pendapatan riilnya menjadi semakin berkurang dengan beban kerja yang semakin meningkat. Calon TKI Wanita tersebut direkrut secara formal (lewat P2TKIS) dan secara informal (desa, sponsor/calo). Adapun dalam seleksi calon TKI, ikut terlibat pemerintah, dalam hal ini Disnaker (sosialisasi/penyuluhan, pendaftaran, seleksi dan perjanjian penempatan), Departemen Kesehatan (pemeriksaan kesehatan dan psikologi calon), Departemen Hukum dan HAM (paspor), Departemen Keuangan (dana perlindungan, penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri). 24
Fokus dalam penelitian ini adalah proses yang dilakukan oleh TKI Wanita sebelum berangkat ke Saudi Arabia, yaitu: 1. Latar belakang pada tingkat individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial dimana TKI tinggal. 2. Proses dan kondisi keberangkatan TKI, antara lain: a. Persiapan keberangkatan yang mencakup perizinan dari keluarga dan desa. b. Seleksi administratif di P2TKIS, medical check-up, pendidikan dan pelatihan, dan uji kompetensi. c. Penerbitan paspor dan visa, pengurusan KBSA, persiapan tiket penerbangan, persiapan PAP, penandatangan perjanjian kerja Dalam penelitian ini beberapa istilah dasar didefinisikan sebagai berikut: 1. Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk geografi dan teritorial antara wilayah yang melibatkan perubahan tempat asal yaitu darai tempat tinggal sampai tempat tujuan. 2. Motivasi TKI wanita adalah motif yang mendorong TKI untuk melakukan sesuatu dengan cara bekerja di luar negeri yang digolongkan ke dalam (1) Memperbaiki kondisi ekonomi keluarga (2) Memperbaiki kondisi keluarga dengan ijin keluarga (3) Memperbaiki kondisi keluarga, mencari pengalaman. 3. Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik, biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur.
25
4. Izin suami/orang tua adalah kesediaan suami/orang tua untuk memberikan dukungan moral bagi satu atau lebih anggota keluarganya untuk bekerja sabagai TKI Wanita di Suadi Arabia. 5. Peranan sponsor/calo adalah kegiatan sponsor/calo dalam mengurus dan menfasilitasi keberangkatan TKI ke Arab Saudi yang mencakup pemberian pinjaman modal dan membantu mengurus berbagai perlengkapan administrasi TKI Wanita. 6. Izin kepala desa adalah ketersediaan peluang untuk bekerja bagi tenaga kerja yang memungkinkan warga masyarakat usia kerja dalam hal ini TKI Wanita melakukan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Saudi Arabia.
26
PRA KEBERANGKATAN
INDIVIDU - Umur - Status perkawinan - Pendidikan - Asal Daerah - Motivasi
SUMBER DAYA RUMAH TANGGA - Pekerjaan suami/ortu /anggota keluarga yang lain - Perijinan
LINGKUNGAN SOSIAL - Diri Sendiri - Tetangga - Sponsor/Calo
.PROSES KEBERANGKATAN. .
1.Recruitment Agreement, Job Order/Visa Wakalah/Demand Letter (KBRI/KJRI) 2. Surat Ijin Pengerahan (SIP), Informasi/ pengantar rekrut ke Prov/Kab/Kota (DEPNAKERTRANS) 3. Sosialisasi/penyuluhan, Pendaftaran CTKI di Dinas Tk.Pemda Prov/Kab/Kota (PEMDADISNAKER-P2TKIS) 4. Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi (P2TKISDEPKES) 5. Pelatihan, Uji Kompetensi, Asuransi, Penampungan (DEPNAKERTRANS-P2TKIS) 6. Penerbitan Paspor (DEPKUMHAM) 7. Dana Pembinaan, Penempatan dan Perlindungan TKI (PP 92/2000) : 15 USD (PNBP) (DEPKEUP2TKIS) 8. Visa Kerja (dari perwakilan Negara Penempatan) (P2TKIS) 9. Pembekalan akhir pemeberangkatan, Perjanjian Kerja, Kartu TKI (DEPNAKERTRANS) 10. Keberangkatan TKI
PELAKSANAAN KERJA DI SAUDI ARABIA
HASIL, DAMPAK DAN PENGARUH
1. Tiba di Negara tujuan (P2TKIS-KBRI/KJRIMAJIKAN) 2. Masa penempatan (P2TKIS-KBRI/KJRIMAJIKAN)
1. Pelayanan kepulangan TKI ke daerah asal (P2TKISDEPNAKERTRANSDEPHUB-POLRIBIN-DEPKESDEPDAGRI) 2. Pembinaan pemberdayaan TKI Purna (DEPNAKERTRANSMENEGKOP-UKMJAMSOSTEKDEPERINDPERBANKANPEMDA)
Gambar 2. Kerangka pemikiran Analisis Proses Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Wanita Ke Saudi Arabia 27
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT SS Jakarta. Perusahaan tersebut dipilih karena sudah berpengalaman dalam bidang penyediaan jasa tenaga kerja ke Saudi Arabia sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang serta jarang bermasalah, sebagaimana dijelaskan oleh staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di samping itu, PT SS juga mempunyai spesialisasi khusus dalam memberangkatkan TKI ke Saudi Arabia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2008.
3.2 Metode Penelitian Data penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa terdiri dari: (1) data diri; (2) data keluarga; (3) motivasi menjadi TKI; (4) proses perijinan; (5) pelatihan di P2TKIS ; dan (6) pengurusan dokumen. Data primer tersebut diperoleh melalui pengamatan di lapangan, dengan menggunakan kuesioner pada calon TKI Wanita yang akan berangkat ke Saudi Arabia. Jumlah responden penelitian ini adalah 20 orang, terdiri dari 10 orang TKI yang akan berangkat ke Saudi Arabia untuk pertama kalinya, dan 10 orang TKI yang sudah pernah berangkat ke Saudi Arabia dan bersiap berangkat lagi (TKI berulang). Data tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan dua kategori, yaitu: 1. Data diri, sumber daya rumah tangga dan lingkungan sosial responden penelitian, meliputi antara lain : (1) Data Diri; Umur, Status Perkawinan,
28
Pendidikan, Asal Daerah dan Motivasi; (2) Sumber daya rumah tangga; Pekerjaan suami/orang tua/anggota keluarga yang lain dan perijinan; (3) Sumber informasi; Diri Sendiri, Tetangga dan Sponsor/calo. 2. Data Perizinan, meliputi antara lain: (1) Izin suami/orang tua/wali, Akta Kelahiran/Surat Kenal Lahir/Ijazah, Surat Nikah; (2) Mengurus perizinan sendiri; (3) Mengetahui isi surat perjanjian kerja (SPK/Kontak Kerja) Pemilihan sampel dilakukan secara sengaja (purposif), yaitu di PT SS yang mengirimkan TKI wanita sebagai penata laksana rumah tangga ke Saudi Arabia. Data sekunder diperoleh dari data administrasi, dokumendokumen, literatur, catatan instansi dan sebagainya.
3.3 Pengolahan Data Data yang diperoleh, baik primer maupun sekunder, dianalisis dan disajikan dalam bentuk data kuantitatif dan kualitatif, sesuai dengan kuesioner yang disebar dan wawancara yang didapatkan. Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel untuk mempermudah pemahaman dan dijelaskan secara deskriptif
dengan menginterpretasikan
hasil wawancara tersebut.
29
IV. PROFIL PERUSAHAAN DAN PROFIL TKI WANITA 4.1. Profil Perusahaan PT SS mendapatkan SIUP (Surat Izin Usaha Penempatan) dari Depnakertrans Izin No.KEP 095/MEN/DN-LN/BP/2000 tahun 2000, memfokuskan diri untuk bergerak di bidang penyediaan dan penempatan tenaga kerja di dalam dan luar negeri. Pada saat ini karyawan PT SS mencapai 15 orang. Bidang yang ditangani perusahaan ini adalah pengadaan tenaga kerja di bidang: industri, perawat, pembantu rumah tangga, perkebunan, transportasi, operator, konstruksi, babysitter, dan lainnya bagian terbesar adalah pengiriman tenaga kerja untuk pembantu rumah tangga (Penata Laksana Rumah Tangga). Negara tujuan Saudi Arabia, Malayisa, Singapura, Brunei Darusalam, dan Hongkong.
Tabel 3. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang telah diberangkatkan oleh PT SS selama tahun 2003 - 2007. Tahun Tujuan
2003
2004
2005
2006
2007
wanita
pria
wanita
pria
wanita
pria
wanita
pria
wanita
pria
Malaysia
28
27
34
34
33
57
45
61
74
62
Singapure
2
0
3
1
0
1
6
0
11
9
Brunei Darusalam
5
0
8
0
12
0
10
0
23
0
Hongkong
11
4
23
5
24
12
35
10
46
14
Saudi Arabia
1132
58
1298
35
1591
41
2312
53
2405
57
Jumlah
1178
89
1366
75
1660
111
2408
124
2559
142
Persentase
93,0
7,0
94,8 5,2 13,73
Kenaikan per tahun
-
93,7 6,3 22,90
95,1 4,9 42,97
94,7 5,3 6,67
Sumber: PT SS, Tahun 2007
30
Meski bidang yang ditangani perusahaan mencakup pengadaan tenaga kerja di berbagai bidang, sampai sekarang PT SS berfokus pada pengiriman TKI Wanita di Saudi Arabia sebagai pembantu rumah tangga. Hal ini selain gampang merekrut calon TKI, juga karena banyak peminat. Dari Tabel 3 tersebut, TKI yang diberangkatkan oleh PT SS yang dimulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 sebagian besar (92,5 persen) diberangkatkan ke Saudi Arabia, kemudian Malaysia (4,7 persen), Hongkong (1,9 persen), Brunei Darussalam (0,6 persen) dan Singapura (0,3 persen). Setiap tahun TKI yang diberangkatkan juga terus meningkat dengan persentase kenaikan yang bervariasi. Antara 2005-2006 naik signifikan (43 persen) karena ditunjang oleh prosedur yang mudah bagi calon TKI ke Saudi Arabia. Antara 2006-2007 turun signifikan (6,7 persen) karena persaingan usaha yang sangat ketat dengan perusahaan lain. Ternyata dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, TKI Wanita dan TKI Pria selalu TKI Wanita lebih besar dari pada TKI Pria, ini menunjukkan bahwa TKI wanita lebih besar peluangnya mencari kerja di luar negeri dari pada pria karena wanita sebagai pembantu rumah tangga yang tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Dan ini terjadi pada TKI wanita yang bekerja di Saudi Arabia lebih besar prosentasenya dibandingkan dengan negara-negara lain. Wilayah rekruitmen calon TKI yang dijaring oleh PT SS Jakarta meliputi tiga zona yaitu: 1. Jawa Barat, meliputi Bandung, Indramayu, Majalengka, Bogor, Cirebon, Tangerang, Serang, Sukabumi, Cianjur, dan Tasikmalaya,
31
2. Jawa Tengah, meliputi Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Pekalongan, Pati, Semarang, Brebes, dan Kebumen. 3. Jawa Timur, meliputi Banyuwangi, Lumajang, Blitar, Bojonegoro, Tuban, Madiun, Ponorogo, Malang, Ngawi, Kediri, Nganjuk, Tulungagung, dan Trenggalek. Berdasarkan informasi manajer/pemilik PT SS (Smt, 42 th) bahwa rekruitmen yang dilaksanakan pada PT SS ini dimulai sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang, Jawa Barat paling tinggi sebagai pengirim tenaga kerja Indonesia khususnya ke Saudi Arabia dan sebagai pembantu rumah tangga. Ini juga didukung oleh letak PT SS yang dekat dengan provinsi Jawa Barat, sehingga memudahkan proses lewat PT SS tersebut. Selain faktor letak geografis, pelayanan yang diberikan oleh PT SS kepada setiap calon TKI atau TKI yang sudah berangkat cukup baik, mulai dari proses penampungan, program pelatihan, pelayanan harian seperti makan, minum dan sebagainya. Pelayanan yang baik ini membuat para pelanggan, yaitu calon TKI tersebut semakin lama semakin bertambah dan menjadi pelanggan loyal. Hal ini ditunjang oleh adanya mitra kerja di dalam negeri (BLKLN Laksana Terampil, PT Asuransi Jasindo, dan PT Jamsostek) serta 8 mitra usaha luar negeri khususnya di Saudi Arabia. Hal lain yang mendukung adalah reputasi PT SS yang baik. Ketika ada satu atau beberapa orang yang merasa cocok dengan sebuah perusahaan, maka mereka akan menyampaikan hal itu pada orang-orang di sekitar mereka. Pembicaraan dari
32
mulut ke mulut inilah yang membuat PT SS menjadi perusahaan tujuan pemberangkatan. 4.2. Profil TKI Wanita 4.2.1 Aspek Individu Tabel 4. Data Diri, Sumberdaya Keluarga dan Sumber Informasi menjadi TKI, 2008. Kategori Umur - < 20 th. - 20-30 th - > 30 th Status perkawinan - Kawin - Belum kawin Pendidikan - Tidak sekolah/tidak tamat SD - SD - SMP/SMA/DIPLOMA Asal daerah - Jawa Barat - Jawa Tengah - Jawa Timur - Luar Jawa Motivasi - ekonomi - non-ekonomi - ekonomi dan non-ekonomi Pekerjaan suami/orang tua - Pengangguran - Buruh tani - Pedagang - Usaha sendiri Sumber Informasi menjadi TKI - Diri Sendiri - Tetangga - Sponsor/Calo
TKI Pertama kali (n=10)
TKI berulang (n=10)
1 5 4
0 3 7
7 3
8 2
3 7 0
3 7 0
5 3 1 1
4 2 3 1
7 2 1
6 2 2
2 5 1 2
3 5 1 1
2 3 5
1 3 6
33
Total responden 55 persen umurnya di atas 30 tahun. 40 persen berumur 2030 tahun dan hanya 1 responden (5 persen) yang berumur di bawah 20 tahun. Antara TKI yang pertama kali berangkat ke Saudi Arabia dengan TKI yang berulang, terlihat bahwa TKI yang berulang usianya cenderung lebih tua dari pada TKI yang pertama kali berangkat. Status perkawinan, 75 persen sudah menikah 25 persen belum beda TKI pertama kali dengan TKI berulang. Maka antara TKI yang pertama dengan TKI yang berulang berkerja di Saudi Arabia adalah relatif sama dalam status pernikahan. “Kita sudah lama nikah, tetapi hidup begini-begini aja, karena suami saya nganggur dan pada saat ini kondisinya stress, nggak tahu karena apa yang pasti suami saya tidak bisa cari uang guna menghidupi kedua anak saya (yang satu sekolah di STM dan SD). Pokoknya saya ingin merubah kehidupan saya. Kata sponsor (calo), menjadi TKI mudah dan gajinya besar.” (SM,36 Th, TKI berulang)
Hal ini terkait dengan kebutuhan hidup setelah berkeluarga yang membutuhkan pemenuhan uang. “Anak harus sekolah, suami tidak/belum kerja (kerja musiman), sedangkan kebutuhan tidak bisa ditunda, sehingga perlu ada penyelesaian yang nyata, yaitu menjadi TKI”. (Rk, 37 th, TKI berulang) Kerja musiman biasanya terjadi di kalangan buruh petani, di mana ketika musim tanam atau musim panen, mereka bekerja di sawah/ladang. Sedangkan kalau musim kering atau kemarau, maka mereka menganggur. Status pendidikan responden sebagian besar lulus SD, dengan prosentase 70 persen. Ada 30 persen diantara mereka yang tidak lulus SD. Mereka sulit mencari kerja di dalam negeri.
34
“Yang lulusan sarjana saja masih banyak yang menganggur, apalagi mereka yang SD saja tidak tamat, yach... menjadi pembantu rumah tangga jalan keluarnya.“ (Ay, 29 th, sponsor/calo) Pekerjaan sebagai TKI Wanita di Saudi Arabia tidak memerlukan keahlian dan pendidikan khusus. Daerah asal calon TKI dari Jawa Barat , Jawa Tengah, Jawa Timur dan luar Jawa. Wilayah Jawa Barat 45 persen, Jawa Tengah 25 persen, Jawa Timur 20 persen dan luar Jawa 10 persen. Hal ini terkait dengan kedekatan wilayah antara PT SS dan Jawa Barat. Wilayah Jawa Barat yang banyak menyumbangkan TKI ke Saudi Arabia adalah Indramayu, Ciamis, Sukabumi dan Tasikmalaya. “Saya tinggal di Sukabumi. Masa mau nyari penyalur (TKI) harus jauhjauh. Saya milih tempat yang dekat saja. Apalagi sponsor saya menyarankan ke Jakarta”. (Sp, 23 th, TKI pertama kali) Yang berasala dari luar Jawa hanya sebagian kecil, karena menyangkut pertimbangan jarak, dimana untuk proses administrasi, proses keberangkatan dan sebagainya akan terasa sulit dan butuh waktu lebih lama apabila harus ke Jakarta. “Dari pada saya cari P2TKIS yang baru dan belum tahu akan kinerjanya, mendingan saya pakai jasa P2TKIS yang memberangkatkan saya dulu” (Hb, 29 th, TKI berulang) Secara umum TKI pertama kali dan TKI berulang daerah asal mereka hampir sama hal ini ditunjukkan dengan data, bahwa TKI dari Jawa Barat hanya turun 5 persen, Jawa Tengah turun 5 persen, Jawa Timur naik 10 persen, sedangkan luar Jawa sama.
35
Motivasi ekonomi menjadi alasan utama (TKI pertama kali 70 persen dan TKI berulang 60 persen) responden untuk menjadi TKI. Mereka menganggap bahwa kerja sebagai TKI sangat menjanjikan dari segi gaji, dan lapangan kerja jelas ada/terjamin. Mereka (calon TKI) melihat (tetangga/saudara) yang sudah pernah ke luar negeri punya ekonomi yang lebih baik. Hal ini menjadi daya dorong bagi mereka untuk memperbaiki ekonomi mereka dan mencontoh tetangga mereka menjadi TKI di luar negeri.
Tabel 5. Responden menurut Umur dan Motivasi Keberangkatan TKI ke Saudi Arabia, 2008 Motivasi Umur - < 20 th.
Ekonomi
Non-ekonomi
-
-
Ekonomi dan NonEkonomi 1
- 20-30 th
5
2
1
- > 30 th
8
1
2
Jumlah
13
3
4
Hubungan motivasi dan umur TKI,
maka motivasi ekonomi menjadi
pendorong utama (ekonomi 65 persen, Non Ekonomi 20 persen dan Ekonomi dan non ekonomi 15 persen) untuk menjadi TKI. Sebagian besar responden pada kategori ini berumur lebih dari 30 tahun, dan rata-rata responden sudah menikah. Motivasi non-ekonomi yang ditemukan pada responden meliputi: mencari pengalaman dan gengsi dengan tetangga. Gabungan antara motivasi ekonomi dan non-ekonomi berupa sengketa keluarga (ditinggal oleh suami, broken home).
36
“Saya punya masalah dengan adik majikan. Terus saya pulang ke kampung (Indonesia) sebelum masa kerja berakhir. Ternyata setelah sampai di kampung suami saya sudah serumah dengan wanita lain. Saya ingin cerai, tapi suami tidak mau. Lebih baik saya kembali kerja di Saudi Arabia walaupun di kampung hanya dua bulan” (Kw,32 th,TKI berulang)
4.2.2 Aspek Rumah Tangga Tabel 4, sebagian besar calon TKI berasal dari keluarga golongan bawah, terutama buruh tani ( 50 persen)
Bahkan ada keluarga yang suaminya masih
menganggur (25 persen). “Suami saya kadang kerja kadang nggak. Tergantung musim di sawah. Kalau lagi tanam/panen, ya kerja. Tapi kalau kemarau, ya menganggur“. (Hb,29 th,TKI berulang) Pekerjaan suami/orang tua, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara TKI pertama kali dan TKI berulang. Hal ini ditunjukkan dengan data bahwa suami/orang tua yang menganggur hanya selisih 5 persen antara TKI pertama kali dan TKI berulang. Sedangkan profesi sebagai buruh tani dan pedagang tidak ada perbedaan. Sedangkan usaha sendiri juga hanya selisih 5 persen. Tabel 6. Perolehan Data Perizinan, TKI Pertama Kali dan TKI Berulang, 2008 Kategori Izin suami/orang tua, Akta Kelahiran/Surat Lahir/Ijazah, Surat Nikah - Ada - Tidak ada Mengurus perizinan sendiri - Ya - Tidak Mengetahui isi surat perjanjian kerja - Mengetahui - Mengetahui sebagian - Tidak mengetahui
TKI Pertama kali
TKI berulang
10 0
10 0
1 9
0 10
0 10 0
0 10 0
37
Tabel 6 menunjukkan semua responden memiliki izin dari orang tua/suami/wali. Mereka tahu bahwa izin adalah wajib dan tanpa surat izin tersebut mereka tidak diproses lebih lanjut. Mengurus perizinan, hampir semua TKI mengandalkan bantuan sponsor/calo. Hal ini terungkap dari data yang menunjukkan 95 persen responden tidak memproses perizinan sendiri melainkan menggunakan jasa calo/sponsor. Hanya 1 orang TKI pertama kali yang memproses/mengurus sendiri, mulai dari surat keterangan dari RT, RW, Desa, Disnaker, dan sebagainya. „Saya ngurus sendiri jauh lebih lama dan biaya yang mahal dibanding menggunakan jasa sponsor/calo. Baru mengurus surat tingkat RT saja sudah dikenakan biaya Rp.50.000,- belum yang lain-lain, padahal cukup Rp.250.000,- saja sudah dapat surat ijin sampai dengan selesai, boleh ngutang lagi.....“ (Hr,33 th, TKI pertama kali)
Berdasarkan keterangan dari responden, bila memproses dokumen administrasi calon TKI secara sendiri, mereka memerlukan waktu minimal 3 hari kerja. Tetapi kalau menggunakan jasa calo/sponsor, maka cukup 1 hari kerja. Sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh calon TKI apabila memproses sendiri ternyata lebih mahal dibandingkan menggunakan jasa calo/sponsor. Untuk menggunakan jasa sponsor/calo alasan utamanya adalah terlalu berbelitnya birokrasi di berbagai instansi, ketidaktahuan prosedur pengurusan, faktor kedekatan antara calon TKI dan calo. Dalam hal pengetahuan tentang isi surat perjanjian kerja, semua responden menyatakan hanya mengetahui sebagian saja. Adapun hal-hal yang mereka ketahui dan tidak ketahui, dipaparkan pada Tabel 7.
38
Tabel 7 Pengetahuan TKI tentang isi Perjanjian Kerja antara Pengguna Jasa Tenaga Kerja dengan Tenaga Kerja Sektor Rumah Tangga, 2008 No
Ketentuan-Ketentuan di Perjanjian Kerja
TKI pertama kali (%) n = 10
TKI berulang (%) n = 10
1
Biodata calon majikan
100
100
2
Pembayaran gaji, perintah kerja, waktu istirahat (pasal 1)
100
100
3
Penjemputan dan tanggungan biaya (pasal 2)
0
0
4
Tempat tinggal (pasal 3)
0
0
5
Ibadah haji dan umrah (pasal 4)
0
0
6
Hubungan komunikasi dan surat menyurat (pasal 5)
0
0
7
Keamanan TKI (pasal 6)
0
0
8
Penggantian pengguna jasa (pasal 7)
0
0
9
Mengikuti majikan ke luar negeri (pasal 8)
0
0
10
Kesehatan (pasal 9)
0
0
11
Kematian dan pemakaman (pasal 10)
0
0
12
Pembatalan perjanjian kerja sebelum berakhir masa berlakunya (pasal 11)
0
0
Kewajiban dan tanggung jawab pihak kedua (TKI) (pasal 12)
0
0
100
100
13
14
Jangka waktu dan berakhirnya perjanjian kerja (pasal 13)
15
Penyelesaian perselisihan (pasal 14)
0
0
16
Kewajiban lainnya (pasal 15)
0
0
17
Kedudukan dan kekuatan hukum perjanjian kerja (pasal 16)
0
0
39
Semua responden (100 persen ) menyatakan bahwa ketika penandatanganan Surat Perjanjian Kerja (SPK), mereka hanya mengetahui isi SPK sebagian. Mereka hanya membaca tiga hal dari isi SPK tersebut, yaitu: besaran gaji yang diterima pada setiap bulannya, penempatan kerja, dan jangka waktu kontrak kerja. Ketidaktahuan hak dan kewajibannya menyebabkan TKI tidak memiliki posisi tawar di hadapan pihak-pihak yang memproses keberangkatan dan pemulangan,
juga dihadapan
majikan. Terlebih lagi, TKI juga tidak mengetahui mekanisme penanganan konflik antar TKI dan majikan dan jaminan keamanan serta perlindungan bekerja. „Pokoknya saya hanya melihat gaji saya setiap bulannya/800 real, alamat dan nama majikan saya serta kontrak kerja saya selama dua tahun. Langsung saja saya teken di atas meterai.....“ (semua responden,TKI pertama kali & berulang) 4.2.3. Aspek Informasi Kerja dari Lingkungan Berdasarkan Tabel 4, peranan sponsor/calo dominan dalam hal memberikan informasi seputar pekerjaan menjadi TKI dan prosedur keberangkatan. Dari membantu mengurus berbagai kelengkapan administrasi TKI sampai dengan meminjamkan modal dalam rangka mengurus dan memfasilitasi keberangkatan TKI ke Saudi Arabia. “Menggunakan jasa calo/sponsor lebih cepat dan lebih murah daripada mengurus sendiri. Malah-malah saya dipinjami modal terlebih dahulu. Nanti diganti setelah kerja di Saudi Arabia“. (AS,20 th,TKI pertama kali) Berdasarkan informasi dari responden bahwa lama waktu mengurus sendiri hingga 5 hari sampai dengan 7 hari, dibanding diurus calo/sponsor 1 sampai dengan 2
40
hari. Sedangkan biaya mengurus sendiri hingga Rp. 500.000,-, dibanding diurus calo/sponsor Rp. 250.000,-. Informasi dari tetangga juga berpengaruh dikarenakan lingkungan dimana TKI tinggal. Responden yang mencari informasi sendiri hanya sebagian kecil. Mencari informasi ini umumnya pada keluarga mereka yang pernah berangkat ke Saudi Arabia menjadi TKI baik ibu, kakak/adik perempuan, atau saudara yang lain.
41
V. PROSES PEMBERANGKATAN DAN PERAN MASING-MASING PIHAK
Proses perekrutan TKI Wanita sampai dengan pemberangkatan ke Saudi Arabia, melibatkan banyak pihak yang terlibat/memainkan peran, mulai dari kepala desa, petugas penyuluh lapangan, Disnaker/BP2TKI, Dinas Kesehatan, Deplu dan sebagainya. Inpres Nomor 6 Tahun 2006 tanggal 2 Agustus 2006, maka proses perekrutan sampai dengan pemberangkatan, termasuk peranan masing-masing pihak yang terlibat terhadap TKI Wanita, beserta perbandingan antara peraturan dan fakta di lapangan dapat dianalisa sebagai berikut :
Tabel 8. Perbandingan Peraturan dan Fakta Proses Pemberangkatan, 2008 No
PROSES PEMBERANGKATAN TKI (PERATURAN)
PROSES PEMBERANGKATAN TKI (LAPANGAN)
IMPLEMENTASI PERATURAN
1
Recruitment Agreement, Job Order/Visa Wakalah/ Demand Letter (KBRI/KJRI)
Job Order/ Visa Wakalah/Demand Letter datangnya dari kantor perwakilan yang ada di Saudi Arabia
Dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan
2
Surat Ijin Pengerahan (SIP), Informasi/ pengantar rekrut ke Prov/Kab/Kota (DEPNAKERTRANS)
Surat Ijin Pengerahan (SIP) ada pada P2TKIS
Dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan
3
Sosialisasi/penyuluhan, Pendaftaran CTKI di Dinas Tk.Pemda Prov/Kab/Kota (PEMDA-DISNAKERP2TKIS)
Penyululuhan dan seleksi dilaksanakan langsung oleh Kantor Cabang P2TKIS (sponsor/calo) di daerah asal calon TKI, tidak bersama-sama dengan Pemda.
Tidak dilaksanakan
4
Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi (P2TKIS-DEPKES)
Pemeriksaan kesehatan dan psikologi dilaksanakan oleh Depkes – P2TKIS
Dilaksanakan sesuai ketentuan
42
5
Pelatihan, Uji Kompetensi, Asuransi, Penampungan (DEPNAKERTRANSP2TKIS)
Setelah pemeriksaan kesehatan/medical chek memenuhi syarat maka calon TKI baik pertama kali maupun TKI berulang, mengikuti pelatihan,uji kompetensi di Balai Latihan Kerja/ P2TKIS selama 3 – 4 minggu
Dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
6
Penerbitan (DEPKUMHAM)
Paspor
Penerbitan Paspor setelah dinyatakan lulus oleh Depnakertrans – P2TKIS
Dilaksanakan sesuai ketentuan
7
Dana Pembinaan, Penempatan dan Perlindungan TKI (PP 92/2000) : 15 USD (PNBP) (DEPKEU-P2TKIS)
Dana Pembinaan, Penempatan dan Perlindungan TKI dilaksanakan oleh P2TKIS dan DepKeu
Dilaksanakan sesuai ketentuan
8
Visa Kerja (dari perwakilan Negara Penempatan) (P2TKIS)
Visa kerja datangnya dari Saudi Arabia langsung oleh Perwakilan P2TKIS
Dilaksanakan sesuai ketentuan
9
Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), Perjanjian Kerja, Kartu TKI (DEPNAKERTRANS)
- PAP dilaksanakan oleh BP3TKI, TKI diwajibkan mengikuti setelah terbit paspor dan visa kerja, bagi TKI berulang dengan negera yang sama diperbolehkan tidak mengikuti asal tidak lebih dari 2 tahun sejak kepulangan TKI. - PAP dilaksanakan sekurangkurangnya 20 jam pelajaran/3 hari efektif. - TKI pertama dan berulang hanya tahu sebagian saja isi dari perjanjian kerja (majikan, gaji dan lama bekerja) - Terbitlah Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN)
Dilaksanakan sesuai ketentuan
TKI berangkat ke Saudi Arabia
Dilaksanakan sesuai ketentuan
10
Keberangkatan TKI
Dilaksanakan tidak sesuai ketentuan
Dilaksanakan sesuai ketentuan
1. Proses Rekrutmen Perbandingan antara proses pemberangkatan TKI sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan keadaan di lapangan, sangat berbeda khususnya pada saat proses rekrutmen. Ini terlihat adanya campur tangan pihak pemerintah daerah
43
Kabupaten/Kota tidak melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dibuktikan adanya calo/sponsor dalam rangka merekrut calon TKI yang diangkat langsung oleh kantor pusat P2TKIS. Jadi pihak yang berperan langsung dalam proses rekrutmen adalah P2TKIS, sedangkan Disnakertrans, Pemda, dan BP2TKI tidak berperan. Padahal seharusnya yang berperan besar dalam merekrut calon TKI adalah Disnakertrans, Pemda, dan BP2TKI. Mereka harus melaksanakan penyuluhan dan menginformasikan adanya lowongan kerja di luar negeri. Pihak Pemda/Disnaker/ BP2TKI dalam perekrutan calon TKI, mereka tidak turun langsung ke lapangan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena minimnya dana untuk proses rekrutmen atau kesibukan lain yang dijalani mereka (Sumber: Smt, 42 th, PT SS) P2TKIS atau kantor cabang/petugas lapangan/sponsor calo yang mendapat kuasa untuk melakukan seleksi calon TKI secara langsung, maka P2TKIS bersama-sama dengan instansi kabupaten/kota melakukan seleksi. Seleksi tersebut meliputi : (1) administrasi dan (2) minat dan ketrampilan calon TKI. (Peraturan Menakertrans No.PER.19/MEN/V/2006, pasal 10). Tetapi yang terjadi dilapangan hanya P2TKIS saja yang menyeleksi calon TKI tersebut, sampai dengan pengurusan administrasi sebagai syarat menjadi TKI dan mengabaikan minat serta ketrampilan calon TKI.
Pengguna
atau
Mitra
Usaha yang akan melakukan seleksi ketrampilan calon TKI wajib datang ke Indonesia untuk melakukan seleksi yang dilaksanakan bersama-sama P2TKIS dengan instansi Kabupaten/Kota yang berpedoman pada jenis dan persyaratan jabatan berdasarkan surat permintaan TKI/job order/employment order/demand 44
letter/wakalah. (Peraturan Menakertrans No.PER.19/MEN/V/2006, pasal 13). Tetapi fakta yang ada di lapangan pihak Pengguna/Mitra Usaha hanyalah dengan menelpon
saja
ke
P2TKIS
Pusat/Jakarta.
Pihak
pengguna
hanya
menginformasikan jumlah TKI pembantu rumah tangga yang diminta dan kapan waktu pengiriman TKI ke Saudi Arabia. Pihak Pengguna/Mitra Usaha di Saudi Arabia mengirimkan uang sebesar 700 US $ (setara dengan Rp.6.300.000,00, dengan kurs US$1 = Rp. 9.000,00) untuk setiap orang calon TKI dari daerah asal sampai dengan berangkat menuju daerah tujuan yaitu Saudi Arabia. Uang ini digunakan untuk pelatihan, uji kompetensi, asuransi, penampungan, paspor, dana pembinaan dan perlindungan, visa kerja, PAP, tiket penerbangan sampai dengan Saudi Arabia serta kompensasi untuk P2TKIS. Gambaran lapangan menunjukkan bahwa calon TKI yang direkrut harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menjadi TKI ke Saudi Arabia. (Uc,31 th,sponsor/calo). Pengurusan administrasi calon TKI sampai dengan berangkat memerlukan dana yang tidak sedikit (bisa mencapai 3-4 juta, bervariasi) dan TKI mengembalikannya dengan uang gaji (sekitar Rp 2 juta/bulan) yang bervariasi satu sampai dengan tiga bulan atau total sekitar Rp.5.880.000,00 diserahkan kepada sponsor/calo melalui P2TKIS di bawah tangan, tanpa ada perjanjian tertulis. Menurut ketentuan yang berlaku seorang calon TKI hanya dipungut biaya Rp.350.000,00 itupun untuk pengurusan Medical Chek calon TKI tersebut.
45
2. Surat Ijin Pengerahan (SIP) Surat Ijin Pengerahan (SIP) adalah izin yang diberikan Pemerintah kepada pelaksana penempatan TKI swasta untuk merekrut calon TKI dari daerah tertentu. SIP ini diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan tembusan kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI), dan Instansi Kabupaten/Kota daerah asal calon TKI. SIP tersebut jangka waktu berlakunya paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama selama 2 (dua) bulan apabila dalam merekrut calon TKI yang akan direkrut tidak terpenuhi. Di lapangan P2TKIS merekrut calon TKI sebanyak mungkin dan tidak berdasar jumlah TKI yang dibutuhkan, sehingga P2TKIS mempunyai banyak calon TKI. Menurut staf PT SS, hal ini dilaksanakan untuk menghemat biaya dan waktu dalam merekrut calon TKI.
3. Sosialisasi/penyuluhan, Pendaftaran calon TKI Petugas P2TKIS bersama-sama dengan petugas dari instansi Kabupaten/Kota melakukan penyuluhan dalam bentuk leaflet, iklan di media, dan penyuluhan keliling kepada calon TKI yang terdaftar di Instansi Kabupaten/Kota. Apabila jumlah calon TKI yang dapat direkrut tidak mencukupi sesuai kebutuhan maka petugas P2TKIS dapat melakukan pengumuman atau penyebarluasan informasi melalui media massa baik cetak maupun elektronik, brosur atau media lainnya dengan diketahui oleh instansi Kabupaten/Kota setempat. P2TKIS atau 46
kantor cabang, mendapat kuasa dari Pengguna untuk melakukan seleksi calon TKI secara langsung. P2TKIS bersama-sama dengan instansi Kabupaten/Kota melakukan seleksi baik administrasi, minat dan ketrampilan calon TKI. Fakta di lapangan menunjuk perbedaan dengan ketentuan yang berlaku. Pada saat rekrut calon TKI, P2TKIS hanya melakukan sendiri tanpa didampingi oleh instansi Pemda. Ini dilakukan oleh kepanjangan tangan P2TKIS di daerah yaitu sponsor/calo. Para Sponsor/calolah yang paling dominan dalam merekrut calon TKI, dengan, ”janji-janji yang selangit dan kerja tidak berat serta gaji yang gede dibanding di tanah air” (Ay,29 th,sponsor/calo). P2TKIS tidak mendapat kesempatan untuk menseleksi minat dan keterampilan calon TKI. P2TKIS hanya membuat daftar riwayat hidup saja berdasarkan dokumen yang telah diperiksa oleh instansi Kabupaten/Kota. Daftar tersebut disampaikan kepada pengguna. Pengguna wajib datang ke Indonesia tentang seleksi calon TKI yang berpedoman pada surat permintaan TKI (job order/employment order/demand letter/wakalah). Namun di lapangan berkata lain yaitu bahwa dalam menyeleksi tentang minat dan ketrampilan diabaikan oleh petugas lapangan dalam hal ini sponsor/calo. Yang ada hanya promosi yang berlebihan tentang kerja di luar negeri dengan gaji yang menjanjikan. Pihak pengguna disini hanya lewat telpon saja dengan pihak P2TKIS tidak datang ke Indonesia tentang permintaan calon TKI yang dibutuhkan.
47
4. Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Bagi calon TKI yang telah lulus seleksi dan telah menandatangani perjanjian penempatan, P2TKIS dapat melakukan penampungan terhadap calon TKI untuk keperluan pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja serta pengurusan dokumen.
Pemeriksaan kesehatan dan psikologi calon TKI
diselenggarakan oleh sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi yang telah mendapatkan akreditasi dari Departemen Kesehatan. Pemeriksaan ini adalah
Medical Check-up dan apabila tidak lulus
dikembalikan ke daerah asal calon TKI. Untuk di lapangan dalam hal ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dikarenakan ini adalah syarat utama agar dapat melanjutkan pada proses selanjutnya.
5. Pelatihan, Uji Kompetensi, Asuransi, Penampungan Calon TKI wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan. Dalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja, P2TKIS wajib melakukan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Pendidikan dan Pelatihan kerja tersebut bagi calon TKI dimaksudkan untuk : (1) membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja; (2) memberikan pengetahuan tentang pemahaman situasi, kondisi, adat istiadat, budaya, agama dan resiko bekerja di luar negeri; (3) membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahasa negara tujuan dan; (4) memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban TKI.
48
Uji ketrampilan yang harus dilaksanakan oleh setiap calon TKI antara lain ketrampilan menata meja, membersihkan rumah, mempersiapkan makanan, menggunakan peralatan elektronik, dan ketrampilan rumah tangga lainnya. Dinyatakan lulus uji kompetensi apabila calon TKI memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh P2TKIS bekerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. P2TKIS
wajib
mengikut
sertakan
calon
TKI
yang
telah
menandatangani perjanjian penempatan TKI dalam program asuransi. Dalam hal P2TKIS melakukan penampungan terhadap calon TKI harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal pelatihan bagi TKI berulang wajib mengikuti namun dapat juga sebagai instruktur atau nara sumber bagi TKI pertama kali berangkat ke Saudi Arabia. Untuk pendidikan dan pelatihan di BLK dilaksanakan oleh calon TKI adalah 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) minggu lamanya. Namun itupun tidak menjadi harga mati, bisa lebih atapun kurang. Uji kompetensi, asuransi dan penampungan bagi para calon TKI sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini peneliti lihat langsung di BLK dimana calon TKI di tampung serta adanya alat peraga yang ada di BLK milik PT SS tersebut.
49
6. Penerbitan Paspor Calon TKI untuk dapat ditempatkan di luar negeri harus memliki dokumen yaitu paspor (ijin perjalanan internasional) yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat dimana asal calon TKI berasal. Untuk calon TKI yang pertama kali maupun TKI berulang tidak mengalami kesulitan untuk mengurus paspor meskipun ini diurusi oleh sponsor/calo.
7. Dana Pembinaan, Penempatan dan Perlindungan TKI Pelaksanaan P2TKIS hanya dapat membebankan biaya penempatan kepada calon TKI untuk komponen biaya: (1) pengurusan dokumen jati diri; (2) pemeriksaan kesehatan dan psikologi dan; (3) pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja. Setiap
calon
TKI/TKI
mempunyai
hak
untuk
memperoleh
perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai lembaga yang berada langsung di bawah Presiden, dengan wewenang dan tanggung jawab begitu besar, belum menunjukkan efektivitas dan giginya. BNP2TKI mempunyai tanggung jawab terhadap kelancaran pemberangkatan TKI dari tanah air sampai dengan negara tujuan, bahkan sampai TKI tersebut pulang lagi ke Indonesia. BNP2TKI juga bertanggung jawab terhadap segala permasalahan yang berkaitan dengan TKI di luar negeri, baik TKI dengan majikannya maupun TKI dengan peraturan perundangan yang berlaku di Negara
50
tersebut. Tetapi sampai dengan saat ini, BNP2TKI belum berfungsi secara maksimal. Salah satu contoh kegagalan BNP2TKI adalah lemahnya respons, antisipasi, dan advokasi dalam kasus razia terhadap sekitar 40.000 TKI ilegal di Saudi Arabia baru-baru ini. TKI yang bekerja di Saudi Arabia dan dianggap tidak berdokumen lengkap akan menjadi incaran aparat keamanan Saudi Arabia. Tetapi BNP2TKI tidak berada di garda depan dalam menyelamatkan TKI tersebut. Juga tidak jelas peran penempatan staf Depnakertrans di setiap KBRI di negara tujuan TKI. Apa pun inisiatif yang pernah ditempuh pemerintah, baik pada masa lalu maupun masa kini, belum cukup mampu mengubah keadaan. Faktanya, TKI (terutama TKW) terus menjadi obyek eksploitasi, pelecehan, penyiksaan, kesewenang-wenangan, dan perlakuan tak manusiawi lainnya, mulai dari sebelum keberangkatan, waktu penempatan, hingga pada saat kepulangan. Pelakunya bukan hanya majikan, tetapi juga calo, agen, pihak sponsor, perusahaan jasa pengerah tenaga kerja, bahkan oknum aparat dan pemerintah, baik di negara tujuan maupun di Tanah Air. Industri pengiriman TKI merupakan bisnis yang sangat gemuk, melibatkan ribuan orang dan beromzet triliunan rupiah. Namun, yang makmur dan berkelimpahan hanya calo, agen, perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia, dan oknum aparat. Negara juga diuntungkan dalam bentuk pemasukan devisa dan menurunnya beban pengangguran dan pengentasan kemiskinan.
51
Semua ini tak otomatis meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Yang terjadi, menurut penelitian Bank Dunia, migrasi TKI memunculkan problem ekonomi dan sosial baru bagi para TKI, keluarganya, dan komunitas mereka. Indikasi lain, tak berjalannya reformasi perekrutan, penempatan, dan perlindungan TKI, adalah terus merajalelanya mafia pengiriman TKI secara ilegal. TKI ilegal terus mengalir ke berbagai negara. Sebagian di antaranya bermodus perdagangan manusia (human trafficking) yang melibatkan oknum aparat. Jumlah TKI ilegal yang bekerja di luar negeri sekarang ini jauh melampaui TKI legal. Argumen yang sering dijadikan alasan pembenar adalah begitu luasnya wilayah Indonesia dan begitu banyaknya pintu keluar-masuk bagi TKI ilegal sehingga tak semuanya bisa dipantau oleh aparat. Faktor utama penyebab maraknya penempatan TKI secara ilegal sebenarnya adalah mahal dan ribetnya birokrasi pengurusan penempatan TKI di luar negeri. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno menyebut sudah berhasil menyederhanakan birokrasi dari yang semula 40 pos menjadi 11 pos. Tetapi, jika dicermati, dari skema alur penempatan TKI, ada 41 birokrasi yang harus dilewati oleh seorang calon TKI. Diasumsikan bahwa untuk masing-masing birokrasi ada tiga meja saja, berarti ada 123 meja yang harus dilalui oleh calon TKI. Belum lagi waktu dan biaya yang harus dikeluarkan.
52
8. Visa Kerja Visa (ijin kerja) adalah ijin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada perwakilan suatu negara yang memuat persetujuan untuk masuk dan melakukan pekerjaan di negara yang bersangkutn (Saudi Arabia). Visa kerja juga dokumen yang harus dimiliki oleh setiap calon TKI yang kana berangkat ke lauar negeri. Untuk di lapangan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak adanya penyimpangan karena visa kerja tersebut dibuat oleh pengguna atau mitra usaha bekerjasama dengan perwakilan P2TKIS di Saudi Arabia.
9. Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), Perjanjian Kerja, Kartu TKI P2TKIS wajib mengikutsertakan calon TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri untuk mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), dengan melampirkan paspor dan visa kerja calon TKI kepada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI). Dan calon TKI diberikan surat keterangan tlah mengikuti PAP yang diterbitkan oleh BP3TKI. Bagi TKI yang pernah mengikuti PAP, apabila akan bekerja kembali ke negara yang sama, tidak diwajibkan mengikuti PAP dengan ketentuan tidak lebih dari dua tahun sejak kepulangan TKI yang bersangkutan ke Indonesia. BP3TKI yang membuat jadwal PAP, pelaksanaan PAP dikelompokan menurut negara tujuan penempatan dan dilaksanakan sekurang-kurangnya 20 jam pelajaran atau 3 hari efektif. Namun pelaksanaan PAP di lapangan hanya satu hari (maksimal 8 jam pelajaran), sehingga terdapat materi-materi yang dihapus atau dihilangkan. Hal ini berimbas pada minimnya pengetahuan TKI Wanita 53
terhadap teknis pekerjaan ketika mereka nanti di negara tujuan. Mereka juga tidak menguasai materi tentang permasalahan sengketa dengan majikan dan penyelesaiannya.
10. Keberangkatan TKI Berbagai penelitian, rata-rata seorang calon TKI baru bisa diberangkatkan setelah enam bulan. Bahkan, ada yang harus menunggu hingga sembilan bulan atau setahun. Selama menunggu, ia dikurung dan tidak boleh keluar. Ini baru bicara urusan keberangkatan. Sekembalinya ke Tanah Air, labirin panjang berliku penuh pintu jebakan juga sudah menunggu, mulai sejak mereka menginjakkan kaki kembali di bandara. Dari hasil pengamatan, setidaknya ada belasan jenis pungutan yang harus dibayar seorang TKI yang pulang. Tidak berlebihan, pembenahan lembaga dan sistem pelayanan birokrasi adalah prasyarat mutlak untuk memperbaiki kondisi per-TKI-an kita, termasuk memberangus permainan manipulasi dan pemalsuan dokumen TKI yang marak di Imigrasi dan bandara. Penderitaan TKI sebenarnya sudah dimulai jauh sejak mereka meninggalkan kampung halaman. Persoalan TKI di luar negeri, sebenarnya hanya limbah dari persoalan dan penanganan yang kurang baik di dalam negeri. Berbagai peran dan berbagai pihak tersebut dapat dianalisa bahwa ada tiga hal pokok yang menjadi masalah yaitu: (1) dominasi peran sponsor/calo; (2)
54
terbatasnya kemampuan berbahasa Arab dan: (3) minimnya pengetahuan tentang isi Surat Perjanjian Kerja (SPK). Perekrutan masih didominasi oleh calo, tidak jarang dengan cara menyalahi prosedur, seperti manipulasi atau memalsu dokumen. Advokasi pemerintah terhadap TKI –terutama mereka yang menghadapi masalah di luar negeri– bisa dikatakan juga sangat minim. Ini antara lain karena belum adanya perwakilan tetap di semua negara tujuan TKI dan tidak adanya anggaran khusus untuk pelayanan dan perlindungan TKI. Keberangkatan para TKW sebagian besar tidak terlepas dari peran calo atau warga setempat yang memanggilnya sebagai ”sponsor”. Kegiatan mereka semakin intensif saat musim kemarau panjang. Dalam kondisi ini, para calo yang jumlahnya sangat banyak dengan mudah merayu keluarga petani agar mereka dipekerjakan di luar negeri menjadi TKW. Sebagian besar TKI Wanita yang akan berangkat ke Saudi Arabia masih mengandalkan sponsor/calo untuk memproses seluruh mekanisme perizinan yang dibutuhkan. Mulai dari perizinan dari desa (kartu keluarga, KTP, surat nikah, dan sebagainya), perizinan dari dokter (surat keterangan sehat), perizinan dari Disnaker setempat, dan sebagainya. Ketergantungan mereka kepada sponsor/calo terbukti dari penelitian ini. 95 persen dari responden mengaku menggunakan jasa sponsor/calo untuk pengurusan perizinan. Hanya satu orang (5 persen) yang memproses perizinannya sendiri. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor:
55
a. Sulitnya birokrasi yang harus dilalui untuk mengurus perizinan-perizinan tersebut. Sebagai contoh, untuk mengurus Kartu Keluarga, seseorang harus melewati 4 pos, yaitu: Ketua RT, Ketua RW, kepala desa, dan camat setempat. Mekanisme satu pintu untuk pengurusan berbagai surat atau perizinan perlu dipikirkan. b. Biaya yang dibutuhkan untuk mempermudah menerbitkan izin-izin tersebut terkadang lebih besar bila diproses sendiri, dibandingkan apabila diproses oleh sponsor/calo yang lebih tahu dan lebih berpengalaman. Hal ini karena belum ada standarisasi biaya untuk pengurusan KTP, KK, dan sebagainya. Kalaupun ada standarisasi biaya, sosialisasi kepada masyarakat lemah. Kalaupun ada sosialisasi, terkadang ada penyelewengan di tingkat petugas/staf pembuat surat izin tersebut. c. Pengetahuan TKI terhadap proses perizinan surat-surat tersebut masih sangat lemah. Hal ini terkait dengan pendidikan mereka yang minim. Ditambah akses informasi yang kurang. Sebagai contoh, masih banyak di antara calon TKI yang tidak tahu instansi yang berwenang untuk membuat paspor/visa. d. Budaya masyarakat yang serba instant. Inginnya semua bisa selesai dalam waktu cepat, biaya murah, tenaga kecil, dan pengorbanan ringan. Bahaya dari peranan sponsor/calo yang terlalu dominan dalam pengurusan perizinan adalah: a. Ketergantungan seorang TKI kepada sponsor/calo, yang dapat menimbulkan ekses negatif berupa pemerasan.
56
b. Masyarakat akan terus berada dalam ketidaktahuan dan tidak mau mencari tahu, hal mana dapat menimbulkan masyarakat yang buta informasi dan buta pengetahuan
oleh
karena
itu
kebijakan-kebijakan
pemerintah
yang
mengharuskan proses perizinan dilakukan sendiri harus ditegakkan.
Calon TKI juga hendaknya mengetahui cara pengurusan berbagai perizinan yang dibutuhkan. Instansi dan dinas setempat dapat menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sosialisasi dapat dijalankan melalui berbagai media informasi, misalnya koran, radio, TV, pengumuman tempel, dan sebagainya. Dengan adanya kebijakan pemerintah tentang pemberantasan Calo/Sponsor TKI, dengan program pemberantasan praktek percaloan/sponsor TKI di daerah dan pemberantasan
tindakan
premanisme
serta
percaloan
terhadap
TKI
di
embarkasi/debarkasi. Kemampuan berbahasa asing, bahasa Arab dan bahasa Inggris
telah
merupakan faktor penting saat TKW akan bekerja di Saudi Arabia. Sering kali dijumpai bahwa TKW yang datang ke Timur Tengah tidak memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Jangankan bahasa Inggris, berbahasa Arab saja banyak yang belum fasih atau tidak tau sama sekali. Beberapa TKW yang diwawancara mengakui bahwa mereka belajar bahasa Arab dengan waktu yang terbatas, dan dipelajari secara menghafal, bukan bentuk percakapan. Sebagai pembanding, kemampuan berbahasa Inggris yang dimiliki oleh TKW dari Filipina merupakan hal penting dalam mereka mendapatkan pekerjaan. Untuk lingkup pekerjaan domestik, para TKW dari Filipina ini akan lebih dipilih oleh 57
majikan-majikan yang tidak berbahasa Arab atau expatriat Barat, India dan yang lainnya. Ketidakmampuan berbahasa para TKW Indonesia menyebabkan mereka tidak mempunyai pilihan tempat kerja selain bekerja pada majikan yang berbahasa Arab, baik itu Arab lokal maupun pendatang. Ketidakmampuan berbahasa ini jugalah yang secara umum menjadi faktor utama permasalahan yang sering dihadapi para TKIW, mulai dari dimarahi majikan sampai mendapat perlakuan kekerasan. Bahasa Arab sangat dibutuhkan oleh seorang TKI Wanita dalam berinteraksi dengan majikannya. Kalau bahasa Arabnya kurang memadai, hampir bisa dipastikan proses perjalanan pekerjaannya kurang maksimal. Hal ini berbahaya bagi TKI itu sendiri, karena bisa menyebabkan kesalahpahaman dan TKI tersebut akan kesulitan berprestasi di kerjanya. Pihak P2TKIS harus memperhatikan bahasa Arab calon TKI yang akan berangkat ke Saudi Arabia. Program pelatihan yang selama ini dijalankan hendaknya ditunjau kembali dan disempurnakan. Kurikulum yang ada seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan komunikasi masa kini, dan intensifikasi pelatihan harus difokuskan pada pendalaman bahasa sehari-hari. Pemerintah, dalam hal ini Depnakertrans, juga harus peka terhadap masalah ini. Program pelatihan bahasa Arab harus diawasi dan diperhatikan. Program sertifikasi bahasa Arab dapat dilakukan untuk mengurangi ekses negatif dari kurangnya pendalaman terhadap bahasa Arab. Surat Perjanjian Kerja (SPK) adalah bukti otentik perjanjian antara pihak pengguna jasa TKW dan calon TKW itu sendiri. Surat perjanjian kerja berisi antara 58
lain: (1) Data diri calon majikan dan calon TKW; (2) Detail jenis pekerjaan dan masa kerja; (3) Gaji yang diterima; (4) Hak dan kewajiiban majikan dan TKW; (5) Keamanan dan kesehatan TKW; (6) Ibadah haji dan umrah; (7) Peranan KBRI ; (8) Penyelesaian perselisihan. Sudah seharusnya seorang calon TKI memahami pasal-pasal dari Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang dia tanda tangani. Dalam faktanya, calon TKI banyak yang hanya memahami 3 poin saja dari SPK tersebut, yaitu: (1) Gaji bulanannya (rata-rata gaji: 800 real setara dengan Rp 1.960.000 per-bulan dengan kurs real Rp 2.450 per real Saudi Arabia); (2) masa waktu kontrak kerjanya (rata-rata 2 tahun); dan (3) lokasi penempatan kerjanya (rata-rata di Riyadh). Sedangkan pasal-pasal tentang hak dan kewajibannya, kesehatan, jaminan sosial, perselisihan, dan sebagainya tidak mereka baca dan tidak dipahami. Hal ini berbahaya ketika muncul perselisihan antara mereka dan majikannya. Atau terjadi perlakuan yang kurang baik dari majikannya terhadap para TKI tersebut. Mereka tidak berbuat apa pun, dan mereka berada dalam golongan tertindas. Padahal dalam hal ini, mereka adalah utusan negara RI. Pemerintah dan P2TKIS harus melakukan sosialisasi pasal demi pasal yang ada dalam SPK yang diterima oleh setiap TKI. Mereka harus diberikan pemahaman tentang keamanan, kesehatan, perselisihan dengan majikan, hak dan kewajiban, peranan KBRI, ibadah haji dan umrah, dan seluruh pasal yang ada di SPK tersebut. Pemerintah sebagai regulator kebijakan TKI harus bekerjasama dengan P2TKIS dalam menertibkan dan memperbaiki proses-proses yang selama ini berjalan dalam memberangkatkan TKI ke Saudi Arabia. Proses penyempurnaan kebijakan, 59
penegakan hukum dan undang-undang, dan pelaksanaan di lapangan yang baik dan sesuai akan berimbas bagi kebaikan pemerintah dan TKI Wanita itu sendiri. Keputusan TKW bermigrasi sementara secara legal ataupun ilegal ke luar negeri berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap Kesejahteraan Keluarga di desa asal. Dampak pengambilan keputusan bermigrasi secara legal ataupun illegal adalah meningkatnya kesejahteraan keluarga TKW di daerah asal, melalui peningkatan pendapatan. Dan perpindahan tenaga kerja ke luar negeri secara resmi, masih di dominasi oleh pengiriman langsung ke Saudi Arabia terutama melibatkan tenaga kerja wanita yang sepenuhnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Serta migrasi internasional tenaga kerja Indonesia sangat dominan melibatkan tenaga kerja tidak terampil. Prosedur pelayanan program dirasakan masih terlalu birokratis, tidak efisien, berbiaya tinggi dengan waktu tunggu pemberangkatan yang sangat lama, bahkan cenderung tidak pasti, serta menyulitkan calon TKI sebagai pengguna program. TKI yang menggunakan jalur resmi, dalam kenyataannya selama proses perekrutan, tidak bisa lepas dari jeratan eksploitasi mekanisme calo terselubung yang dikemas melalui sistem perekrutan sponsor secara resmi yakni P2TKIS.
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan PT SS bergerak di bidang pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Wanita, mayoritas (92,5 %) ke Saudi Arabia sejak tahun 1999. Hingga saat ini telah dikirim TKI sejumlah 9.171 Orang. Secara umum latar belakang, para calon TKI Wanita ke Saudi Arabia adalah berada pada usia produktif kerja (20-30 tahun), sudah kawin, pendidikan rendah yaitu SD atau tidak tamat sekolah. Mereka yang berasal dari Pulau Jawa lebih dominan dibandingkan dengan luar Jawa. Hal ini terjadi pada TKI pertama kali dan TKI berulang. Motivasi ekonomi menjadi pendorong utama untuk bekerja di luar negeri, baik pada TKI pertama kali maupun TKI berulang. Mereka ingin mengangkat ekonomi keluarga dari kemiskinan. Latar belakang suami/orang tua mereka sebagian besar buruh tani, bahkan banyak yang pengangguran. Mereka mendapatkan informasi menjadi TKI sebagian besar dari calo/sponsor, terutama pada TKI pertama kali. Sedangkan yang menggali informasi sendiri sangat sedikit. Profesi menjadi TKI Wanita ke Saudi Arabia merupakan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan upaya untuk mempunyai tingkat ekonomi keluarga yang lebih baik. Mereka adalah tenaga kerja dengan pendidikan minim, keahlian yang pas-pasan, hanya terbatas pada keahlian rumah tangga, dan kondisi ekonomi keluarga yang perlu segera diperbaiki.
61
Proses pemberangkatan TKI Wanita ke Saudi Arabia harus melewati berbagai tahap, mulai dari job order, syarat administratif, program pelatihan dan ujian, sampai dengan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP). Selama proses tersebut ditemukan beberapa kelemahan, diantaranya : 1. Dominannya peranan sponsor/calo dalam pengurusan perizinan. Calo merupakan perantara antara perusahaan dan TKI. Calo diuntungkan karena mendapatkan sejumlah uang dari perusahaan, sedangkan perusahaan juga diuntungkan oleh banyaknya TKI. Calo juga mampu menjelaskan tentang detail pekerjaan yang akan dihadapi calon TKI. TKI pun diuntungkan karena membantu mengurus perijinan. Praktik percaloan terjadi karena sulitnya birokrasi yang ada, kurangnya sosialisasi, budaya masyarakat yang serba instan. Praktek percaloan ini menimbulkan efek biaya tinggi, ketergantungan pada calo, dan tidak ada proses pembelajaran bagi para TKI. Hal-hal ini yang harus diberantas. 2. Kurangnya program pelatihan yang dilaksanakan P2TKIS. Program pelatihan yang mencakup ketrampilan kerja (memasak, mencuci, menggunakan alat elektronik, dan lain-lain), dan ketrampilan komunikasi (Bahasa Inggris dan Arab) dilaksanakan kurang intensif. 3. Minimnya pengetahuan TKI tentang isi Surat Perjanjian Kerja (SPK). SPK berisi: (1) Data diri calon majikan dan calon TKW; (2) Detail jenis pekerjaan dan masa kerja; (3) Gaji yang diterima; (4) Hak dan kewajiiban majikan dan TKW; (5) Keamanan dan kesehatan TKW; (6) Ibadah haji dan umrah; (7) Peranan KBRI ; (8) Penyelesaian perselisihan. Dalam faktanya, calon TKI banyak yang hanya memahami: (1) Gaji bulanannya (rata-rata 800 real=Rp
62
1.960.000 per-bulan); (2) masa waktu kontrak kerjanya (rata-rata 2 tahun); dan (3) lokasi penempatan kerjanya (rata-rata di Riyadh). Sedangkan pasalpasal tentang hak dan kewajibannya, kesehatan, jaminan sosial, perselisihan, dan sebagainya tidak mereka baca dan tidak dipahami. P2TKIS yang seharusnya menyampaikan isi SPK secara menyeluruh, klausul per klausul kepada TKI yang akan berangkat ke Saudi Arabia, tidak melakukan hal tersebut.
Saran 1. Pemerintah harus tegas dengan keberadaan sponsor/calo yang memproses seluruh perizinan TKI. Penegakan hukum terhadap perizinan KK, KTP, paspor, dan visa harus dijalankan. Hal ini juga harus diimbangi dengan sosialisasi kebijakan yang memadai kepada TKI tersebut. 2. P2TKIS hendaknya melaksanakan (menjadi 1 hari atau beberapa jam) program pelatihan sesuai dengan peraturan, tidak dipadatkan sehingga ketrampilan dan komunikasi calon TKI akan lebih baik. Pemerintah dan pihak-pihak pemerhati TKI (LSM) dapat membuat panduan ketrampilan kerja, percakapan bahasa asing, dan sebagainya. Secara khusus, pengetahuan bahasa Arab sangat penting karena bahasa untuk komunikasi dan hal itu, pemerintah, perusahaan dan pihak-pihak pemerhati TKI dapat membuat buku panduan percakapan kerja bahasa Arab. 3. Program sosialisasi hak dan kewajiban TKI, kesehatan, jaminan sosial, peranan KBRI, ibadah haji dan umrah, dan perselisihan TKI dan majikan harus dijalankan sehingga mengurangi ekses negatif dari ketidaktahuan
63
mereka di Saudi Arabia. Dan hal itu, P2TKIS berkewajiban menyampaikan dan menjelaskan isi SPK secara menyeluruh kepada TKI. 4. Perlu pemberdayaan TKI yang lengkap mengenai segi-segi hukum dan kedudukan mereka sebagai pekerja migran dan pekerja domestik sampai ke petunjuk praktis mengenai cara-cara verbal dan non verbal untuk menghadapi pelecehan seksual dan tindak kekerasan. Materi Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) agar tidak dipadatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
64
DAFTAR PUSTAKA
Ambaretnani, N.P. dan Riawanti 1993. Aspek-Aspek Sosial Budaya dalam Masalah Tenaga Kerja Wanita: Studi Kasus pada Tenaga Kerja Indonesia Wanita asal Jawa Barat Yang Bekerja di Saudi Arabia. Pusat Penelitian Peranan Wanita Universitas Pajajaran. Makalah Forum Komunikasi Hasil Penelitian. Daulay, H. 2001. Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran: Studi Kasus TKIW di Kecamatan Rawamarta Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat. Galang Printika. Yogyakarta. Depnakertrans. 1992. Penempatan TKI ke Luar Negeri. Propinsi Jawa Barat. ____________. 2003. Mengenal Program Penempatan TKI ke Luar Negeri. Depnaker RI. Jakarta ____________. 2004. Panduan Program Penempatan TKI ke Saudi Arabia. Depnaker RI. Jakarta ____________. 2005. Panduan Program Penempatan TKI ke Saudi Arabia. Depnaker RI. Jakarta Djuariah. 2000. Analisis Keberhasilan Program Pengiriman TKW Indonesia keluar Negeri: Kasus TKW ke Arab Saudi di Desa Sawah Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Skripsi Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Fakih, Mansyur. 1997. Analisis Gender dan Transormasi Sosial. Pustaka Hijau. Jakarta. Fariani, G. 2001. Analisis Gender dalam Fenomena Migrasi Internasional TKIW ke Arab Saudi: Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Bojong picung Kabupaten Cianjur. Skripsi Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Kelana, H. Yatim. 1993. Kisah Sukses TKI di Arab Saudi. Yayasan Pena Bangsa. Jakarta.
65
Krisnawati, Tati. 1995. Pekerja Migran Perempuan Indonesia. DPP-SPSI. Jakarta Majalah Nakertrans.2004. TKI dan Tuntutan Globalisasi. Bulan Juni ed.3 tahun XXIV. Jakarta Peraturan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2006. Bandung. Rakornas Presiden. 2004. Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI Berbasis UU no.39/2004. Jakarta. Rice, Ann Smith. 1967. An Economic Framework for Viewing The Family in Emerging Conceptual Framework in Family Analysis. The McMillan Company. New York. Rusli, Said. 1989. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta. Yosep, S.Musa. 1996. Pengaruh Program Transmigrasi dan Perkebunan Inti Rakyat terhadap Struktur Keluarga dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat: Kasus Suku Arfak di Kabupaten Manokwari. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor
Internet http://www.nakertrans.go.id http://www.sinarharapan.co.id/berita/0308/29/sh03.html http://diblog.wordpress.com/2007/02/11/sekali-lagi-tentang-tkitkw/ http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/14/0048.html http://osdir.com/ml/culture.region.indonesia.ppi-india/2005-02/msg01417.html http://www.tempointeraktif.com/ang/min/02/36/kolom2.htm http://khamamizada.multiply.com/journal/item/29/Agamawan_dan_Problem_ TKW
66
http://pembacapeduli.blogspot.com/2008/01/pinky-saptandari-staf-ahlikementerian.html http://www.stoptrafiking.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=24 6&Itemid=23 http://www.angelfire.com/id/dialogis/nasib.html http://cidesonline.org/content/view/161/28/ http://josephms.wordpress.com/2007/06/14/tenaga-kerja-wanita/ http://indotkw.blogspot.com/2007_12_01_archive.html http://www.indomedia.com/bpost/032000/10/opini/opini2.htm http://kafeperempuan.com/showthread.php?t=27 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/09/Fokus/3587858.htm
67
LAMPIRAN
68