WIHARDJAKA: POLA P ERUBAHAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH SAWAH TADAH HUJAN
Pola Perubahan Ketersediaan Kalium dalam Tanah Selama Pertumbuhan Padi di Lahan Sawah Tadah Hujan A. Wihardjaka Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan
ABSTRACT. Pattern Changes of Potassium Availability in Soil During Rainfed Lowland Rice Growth. Potassium status in the forms of exchangeable and non-exchangeable and K release from non-exchangeable form to exchangeable form determine the K availability for crops. The change of soil conditions from anaerobic to aerobic would affect potassium availability in soil. A field experiment was conducted in farmers’ field of rainfed lowland area in 2002 dry season in Sidamukti, Jakenan, Central Java. Its purpose was to understand the change of K availability in rainfed lowland rice soil and K uptake during walik jerami rice growth. Walik jerami rice is rainfed lowland rice which is transplanted after minimum soil tilled in the dry season. The factorial experiment was arranged in a randomized complete block design involving three levels of organic matter application, three levels of KCl fertilizer application, and three replicates. The rainfed lowland rice soil contained exchangeable K less than 0.1 cmol/kg. Exchangeable K tended to decrease during vegetative to early reproductive growth phase (20-60 days after transplanting/DAT), and then increased until maturity phase (100 DAT). Nonexchangeable K content was relatively stable during rainfed lowland rice crop growth and increased at harvesting time. Combination of K fertilization and organic matter application generally increased exchangeable K content during growing rainfed lowland rice. Organic matter significantly increased nonexchangeable K, where straw effect in increasing nonexchangeable K was higher than compost. The increase occurred at reproductive to maturity growth phase (80-100 DAT). Potassium uptake at maturity correlated significantly with soil potassium availability (exchangeable and nonexchangeable K) on crop vegetative growth phase (20-60 day after germination). Key words: Potassium, exchangeable, nonexchangeable, uptake, rainfed lowland. ABSTRAK. Status K dalam bentuk dapat ditukar (K-dd)dan tidak dapat ditukar (K-tdd) serta pelepasan K dari bentuk tidak dapat ditukar menjadi dapat ditukar menentukan ketersediaan K bagi tanaman. Perubahan kondisi tanah dari anaerobik menjadi aerobik akan mempengaruhi ketersediaan hara K dalam tanah. Percobaan lapang dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan di Sidomukti, Jakenan, Jawa Tengah pada MK 2002 untuk mengetahui perubahan ketersediaan K dalam tanah dan serapan K padi walik jerami. Padi walik jerami ditanam pindah dengan olah tanah minimum setelah padi gogorancah. Percobaan disusun secara faktorial dalam rancangan acak kelompok, tiga ulangan perlakuan dengan tiga takaran bahan organik dan tiga takaran pupuk KCl. Tanah sawah tadah hujan mempunyai kandungan K-dd rendah, kurang dari 0,1 me/100 g. Kalium dapat ditukar menurun selama fase pertumbuhan vegetatif hingga awal fase reproduktif (20-60 hari setelah tanam) dan meningkat lagi hingga tanaman masak (100 HST). Kandungan K-tdd relatif stabil selama pertumbuhan tanaman dan meningkat menjelang dipanen. Pemupukan K dan bahan organik umumnya meningkatkan kandungan K-dd selama pertumbuhan padi walik jerami. Bahan organik nyata meningkatkan K-tdd, dimana pengaruh jerami dalam meningkatkan K-tdd lebih tinggi daripada kompos. Peningkatan tajam terjadi saat tanaman memasuki fase reproduktif atau pemasakan (80-100 HST). Serapan K saat tanaman masak berkorelasi nyata dengan ketersediaan K
dalam tanah, baik K-dd maupun K-tdd pada fase pertumbuhan vegetatif (20-60 HST). Kata kunci: Kalium, dapat ditukar, tidak dapat ditukar, serapan, padi sawah tadah hujan.
P
roduksi tanaman ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Pada tanah kahat K, terutama di lahan sawah tadah hujan, masukan hara K merupakan salah satu faktor penting bagi tanaman dalam mencapai produksi yang tinggi. Kekahatan K di lahan sawah tadah hujan umumnya disebabkan oleh tidak adanya pasokan K dari air irigasi, kapasitas pasokan K tanah rendah, pengangkutan residu tanaman ke luar lahan, dan tanah bertekstur ringan (Dobermann and Fairhurst 2000). Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan hara K diperlukan masukan K dari pupuk anorganik dan organik. + Hara K diserap tanaman dalam bentuk K , yang besarnya bergantung pada ketersediaan K di tanah, baik dalam bentuk K dapat ditukar dan terlarut maupun K tidak dapat ditukar atau K terfiksasi (Cox et al. 1996). Bentuk K dalam tanah dibedakan atas bentuk larutan, dapat ditukar, dan tidak dapat ditukar (fiksasi dan K dalam mineral). Kalium dapat ditukar terdapat pada muatan negatif liat tanah dan tapak pertukaran bahan organik. Besarnya K larutan dan K dapat ditukar merupakan bagian kecil dari total K (Barber 1984). Ketersediaan K untuk tanaman merupakan fungsi besarnya bentuk K dalam tanah, laju pertukaran, dan tingkat pencucian (Sekhon 1995). Pemberian unsur K tidak selalu menaikkan ketersediaan K dalam tanah, bergantung pada daya sangga K (Sulaeman et al. 1992). Kalium tidak dapat ditukar terdapat pada kisi-kisi lembar liat yang tidak segera digantikan oleh kation-kation dalam larutan tanah. Kalium tersemat menempati posisi internal dari kisi liat dalam mineral illit dan vermikulit (Sekhon 1995). Bentuk K dapat ditukar (exchangeable) terekstrak NH 4OAc banyak digunakan sebagai indeks ketersediaan K dalam tanah. Penggunaan ekstraktan NH4OAc atau HNO3 yang dididihkan dapat digunakan untuk mengevaluasi daya memasok K tanah, sehingga dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya. Ekstraktan NH 4OAc digunakan untuk mengungkapkan K dapat 15
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 3 2002
ditukar, sedangkan HNO3 yang dididihkan digunakan untuk K tidak dapat ditukar (K terfiksasi). Metode ekstraksi NH 4OAc dan HNO3 umumnya digunakan untuk + memperkirakan K tersedia bagi tanaman (K dapat ditukar dan tidak dapat ditukar) (Cox et al. 1996). Kalium dapat ditukar merupakan bentuk K dalam tanah yang cepat tersedia bagi tanaman. Bentuk ini terikat secara elektrostatis pada permukaan koloid tanah, dan selalu berada dalam keseimbangan dengan K-larutan tanah dan bentuk K tidak dapat ditukar (nonexchangeable). Kalium tidak dapat ditukar dipandang sebagai cadangan K dalam tanah yang lambat tersedia bagi tanaman. Pelepasan K dari bentuk tidak dapat ditukar menjadi dapat ditukar bergantung pada beberapa faktor, seperti kelengasan tanah, jumlah dan tipe liat, dan bahan organik (Odjak 1992). Pelepasan K+ tidak dapat ditukar pada tanah tergenang terjadi bilamana kadar K di sekitar perakaran tanaman rendah, karena K + dalam larutan tanah dapat menghambat pelepasan kation dari tapak kisi mineral tanah (Cox et al. 1996). Tanah dengan kandungan mineral liat yang tinggi lebih kuat selektivitasnya terhadap K, seperti illit mengfiksasi K, daripada tanah berpasir atau tanah dengan dominasi mineral liat kaolinit. Kapasitas fiksasi K oleh mineral liat kaolinit adalah < mika < illit < vermikulit (Cao and Hu 1995). Keseimbangan bentuk-bentuk K dalam tanah menyebabkan ion K yang diserap tanaman selama periode pertumbuhan dapat berasal dari K-larutan, K dapat ditukar, dan K tidak dapat ditukar (fiksasi atau mineral). Hara K diserap tanaman melalui proses difusi dan aliran massa (Barber 1984). Proses fiksasi dan pelepasan K dari dan ke dalam larutan tanah menentukan kemampuan tanah menyediakan K bagi tanaman (Goulding and Herts 1987). Tanggap tanaman terhadap pemupukan K tidak hanya tergantung pada kandungan K-dd dalam tanah, tetapi juga pada pelepasan K-tdd selama musim tanam, curah hujan dan besarnya K yang terperkolasikan ke bawah profil tanah (Johnston 1995). Perubahan ketersediaan K dalam tanah sebagian disebabkan oleh + pelepasan proton (H ) dari perakaran padi untuk mengimbangi kelebihan intake kation atas anion dan + K diserap tanaman dalam bentuk K (Begg et al. 1994). Di ekosistem sawah tadah hujan, kondisi hidrologi dapat berfluktuasi dari tergenang hingga kekeringan selama musim tanam. Tanah sawah tidak selalu tergenang secara terus menerus dalam periode lama karena sangat bergantung pada agihan curah hujan, tipe tanah, dan sistem pengelolaan. Oleh karena itu, status ketersediaan hara dapat beragam selama pertumbuhan tanaman. Tanah sawah tadah hujan selalu mengalami pembasahan dan pengeringan yang menyebabkan keragaman dinamika hara selama per16
tumbuhan tanaman. Fluktuasi kandungan air tanah pada sawah tadah hujan dari kondisi anaerobik menjadi aerobik secara silih berganti berpengaruh ter hadap dinamika dan perilaku hara dalam tanah. Fluktuasi kondisi tanah dari anaerobik ke aerobik juga mempunyai konsekuensi terbesar bagi ketersediaan hara (Wade et al. 1998). Perilaku atau pola perubahan bentuk-bentuk K tersedia bagi tanaman dalam tanah sawah tadah hujan masih perlu dipahami sebagai strategi dalam pengelolaan pupuk berimbang. Oleh karena itu, penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk memahami pola perubahan ketersediaan K dalam tanah sawah tadah hujan dan hubungannya dengan serapan K selama pertumbuhan tanaman padi.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Percobaan Penelitian lapang dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Sidomukti, Jakenan, Pati, Jawa Tengah pada MK 2002. Jenis tanah di lokasi penelitian yaitu Typic Endoaquepts dengan sifat fisik dan kimia disajikan pada Tabel 1. Status K tanah termasuk sangat rendah dengan kadar K terekstrak NH4OAc 1 N kurang dari 0,10 cmol/ kg, sedangkan batas kritis K dapat ditukar untuk tanaman padi sawah adalah 0,2 cmol/kg (Jones et al. 1982). Tanah Typic Endoaquepts Jakenan mempunyai kandungan K total 725 mg/kg pada kedalaman 0-15 cm Tabel 1. Sifat kimia dan fisik tanah Typic Endoaquept, Sidomukti, Jakenan, Pati, Jawa Tengah. Kedalaman Sifat tanah pH-H20 (1:1) Daya hantar listrik (1:1), dS/m C-organik (mg/g) N-total (mg/g) P tersedia (ppm P): Olsen Bray 1 KTK (cmol/kg) Ca-dd (cmol/kg) Mg-dd (cmol/kg) Na-dd (cmol/kg) K-dd (cmol/kg) K total (cmol/kg) Fe aktif (ppm) 3 Bobot isi (g/cm ) Tekstur: pasir (%) debu (%) liat (%)
0-15 cm
15-30 cm
5,2 0,16 3,75 0,36 2,00 10,00 6,38 4,41 0,41 0,07 0,05 18,54 0,29 1,50 36 54 10
6,5 0,08 1,06 0,22 0,53 1,70 11,67 9,97 1,17 0,40 0,08 21,25 0,20 1,67 23 40 37
WIHARDJAKA: POLA P ERUBAHAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH SAWAH TADAH HUJAN
dan 831 mg/kg pada kedalaman 15-30 cm. Kandungan C organik, N, P, kapasitas tukar kation, dan kation dapat ditukar termasuk rendah. Tanah bersifat mampat 3 dengan bobot isi lebih dari 1,50 g/cm dan mempunyai tekstur lempung berdebu. Percobaan disusun menggunakan rancangan faktorial acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pemberian bahan organik, yang terdiri atas (O1) tanpa bahan organik, (O2) jerami segar, dan (O3) kompos. Faktor kedua adalah takaran pupuk KCl, yang terdiri atas (K 1) 0 kg K, (K 2) 50 kg K, dan (K 3) 100 kg K/ha. Data dianalisis secara sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan, dan dilanjutkan dengan uji kisaran berganda Duncan (DMRT) pada tingkat 0,05 untuk mengetahui pengaruh antarperlakuan. Budi Daya Lahan yang digunakan dalam percobaan sebelumnya tidak digunakan untuk padi gogorancah tetapi diberakan. Pengolahan tanah dilakukan sekali dalam sebulan, sebelum tanam, dan dibuat petak-petak berukuran 6 x 5 m. Lahan diratakan dan dibiarkan 1-2 minggu sebelum tanam. Bahan organik (jerami dan kompos) dengan takaran 5 t/ha bobot kering mutlak diberikan sebelum tanam dan dibenamkan pada saat pengolahan tanah, dibiarkan selama lebih kurang 1 bulan. Jerami segar yang digunakan mengandung 41,68% C; 0,49% N; 1,40% P; dan 1,70% K, sedangkan kompos mengandung 19,89% C; 0,51% N; 1,24% P; dan 1,42% K. Pupuk K diberikan secara bertahap: 1/2 bagian sehari sebelum tanam dan 1/2 bagian saat 45 hari setelah tanam (HST). Pupuk N, P, dan S diberikan sesuai anjuran setempat, yaitu 120 kg N, 20 kg P, dan 20 kg S/ha. Pupuk N diberikan tiga tahap, 1/3 bagian sebelum tanam (basal), 1/3 bagian saat 20 HST, dan 1/3 bagian saat 45 HST. Pupuk P dan S diberikan sekaligus se- belum tanam, bersamaan dengan pemberian 1/3 ba- gian N pertama. Pemberian 1/3 pupuk urea (N), SP36 (P), dan ZA (S) sebelum tanam adalah sebagai pupuk dasar, dimana 40 kg N diberikan dalam bentuk urea setelah dikurangi dengan kandungan N yang berasal dari ZA yaitu 22,5 kg N dari urea (setara 49 kg urea/ha) dan 17,5 kg N dari ZA (setara 83 kg ZA/ha). Bibit padi varietas IR64 ditanam secara pindah dari persemaian setelah berumur 20 hari, dua bibit per lubang dengan jarak tanam 20 x 20 cm, menggunakan sistem minimum tillage. Pengendalian hama dilakukan sesuai anjuran dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan. Karbofuran dengan takaran 15 kg/ha diberikan sebelum tanam sebagai upaya preventif terhadap serangan hama
saat tanaman dalam pertumbuhan anakan aktif. Herbisida Saturn-D dengan takaran 15 kg/ha diberikan sebelum tanam. Penyiangan dilakukan sedikitnya dua kali secara manual (matun). Analisis Tanah dan Jaringan Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0-15 dan 15-30 cm untuk analisis sifat kimia dan fisik yang meliputi pH tanah (metode elektroda 1:1), N-total (metode Kjeldahl), C-organik (metode Walkley-Black), P tersedia (metode Bray 1 dan Olsen), kation-kation dapat ditukar dan KTK (metode ektraksi NH4OAc 1 N pH 7), K total (metode ekstraksi HF/HClO4), Fe aktif (metode ektraksi sitrat dithionit), dan tekstur tanah (metode pipet). Selama pertumbuhan tanaman padi sawah, contoh tanah diambil pada lapisan olah dengan interval 20 HST sebanyak ±1 kg secara komposit dari tujuh titik pengambilan per petak. Tempat pengambilan contoh tanah diberi tanda atau label untuk pengambilan berikutnya. Terhadap contoh tanah dilakukan analisis K terekstrak 1 N NH4OAc pH 7 (K dapat ditukar) dan K terekstrak 1M HNO3 dididihkan (K tidak dapat ditukar terutama K terfiksasi). Contoh bagian atas tanaman dan gabah diambil setiap 20 hari sekali sebanyak dua rumpun/petak, di sekitar pengambilan contoh tanah. Contoh gabah diambil saat tanaman berumur 80 dan 100 HST. Terhadap bagian atas tanaman dianalisis kandungan K total untuk menghitung serapan K tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Kalium dalam Tanah K Dapat Ditukar Kandungan K dapat ditukar ebelum tanam padi sawah tadah hujan adalah 0,05 cmol/kg pada kedalaman tanah 0-15 cm. Hal ini menunjukkan bahwa tanah Typic Endoaquepts Jakenan mengalami kekahatan K, terutama yang bertekstur ringan atau didominasi oleh fraksi pasir dan debu (Wihardjaka et al. 1999), sehingga diperlukan masukan berupa pupuk K anorganik maupun pupuk organik. Pola perubahan K dapat ditukar (K-dd) selama pertumbuhan tanaman padi disajikan pada Gambar 1. Perubahan K-dd umumnya menyerupai kurva parabola terbuka ke atas, dimana K-dd mengalami penurunan hingga tanaman berumur 60 HST dan terjadi kenaikan hingga menjelang tanaman dipanen (100 HST). Penurunan K-dd saat 60 HST diduga disebabkan 17
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 3 2002
oleh terjadinya fiksasi K atau perubahan K-dd menjadi bentuk K tidak dapat ditukar. Pemberian bahan organik umumnya meningkatkan K-dd dalam tanah, di mana kandungan K-dd pada kompos dan jerami lebih tinggi daripada tanpa bahan organik. Peningkatan takaran K nyata meningkatkan K-dd dalam tanah (Tabel 2).
K terekstrak NH4 OAc 1 N
0.6 K dapat ditukar (cmol/kg)
Pemberian pupuk K nyata meningkatkan K-dd tanah. Pemberian bahan organik juga nyata meningkatkan ketersediaan K dalam tanah, terutama pada awal pertumbuhan vegetatif (20 HST), fase anakan maksimum (40 HST), dan fase pemasakan (100 HST), namun tidak nyata mempengaruhi kandungan K-dd
Jerami
Tanpa BO
0.5
Kompos
0.4 0.3 0.2 0.1 0 20
40
60
80
100
20
40
60
80
100
20
40
60
80
100
Hari setelah tanam (HST) 0 kg K
50 kg K
100 kg K
Gambar 1. Pola perubahan kalium dapat ditukar selama pertumbuhan tanaman padi di lahan sawah tadah hujan, Jakenan Pati, MK 2002.
Tabel 2. Pengaruh interaksi bahan organik dan pupuk K terhadap K dalam tanah pada tanaman padi di lahan sawah tadah hujan, Jakenan, Pati, MK 2002. K-terekstrak NH4 OAc (me/100 g)
K-terekstrak HNO3 mendidih (me/100 g)
Takaran K (kg K/ha) Tanpa BO
Jerami
Kompos
0 50 100
0,102 c 0,194 b 0,222 a
0,277 b 0,518 a 0,186 c
0 50 100
0,092 b 0,111 a 0,117 a
0 50 100
Jerami
Kompos
20 hari setelah tanam 0,215 c 0,259 b 0,326 b 0,479 a 0,363 a 0,467 a
0,444 c 0,502 b 0,595 a
0,332 b 0,434 a 0,354 b
0,332 a 0,272 b 0,341 a
40 hari setelah tanam 0,104 c 0,256 c 0,146 b 0,515 a 0,171 a 0,381 b
0,536 a 0,395 c 0,407 b
0,541 a 0,332 c 0,411 b
0,106 c 0,135 b 0,182 a
0,115 b 0,109 b 0,172 a
60 hari setelah tanam 0,143 a 0,266 c 0,131 b 0,450 a 0,120 c 0,377 b
0,313 c 0,495 a 0,360 b
0,662 a 0,471 c 0,521 b
0 50 100
0,088 c 0,164 b 0,202 a
0,283 a 0,129 c 0,188 b
80 hari setelah tanam 0,177 b 0,196 c 0,238 a 0,531 a 0,181 b 0,245 b
0,825 a 0,449 b 0,449 b
0,287 c 0,445 b 0,648 a
0 50 100
0,100 c 0,226 a 0,112 b
0.391 a 0,321 b 0,194 c
100 hari setelah tanam 0,328 b 0,349 c 0,230 c 0,838 a 0,384 a 0,587 b
0,842 b 0,925 a 0,414 c
0,439 c 0,471 b 0,630 a
BO = bahan organik Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
18
Tanpa BO
WIHARDJAKA: POLA P ERUBAHAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH SAWAH TADAH HUJAN
saat fase awal reproduktif atau keluar malai (60 HST) dan pengisian bulir (80 HST). Bahan organik dalam bentuk jerami nyata meningkatkan K-dd pada awal fase pertumbuhan-anakan maksimum dan menjelang panen. Meskipun kemampuan kompos lebih rendah memasok K daripada jerami, namun dapat meningkatkan hara K lebih tinggi dibanding tanpa bahan organik. Status K-dd pada saat 20 HST relatif lebih tinggi daripada 40 atau 60 HST. Kondisi tanah sawah tergenang pada fase pertumbuhan vegetatif berpengaruh terhadap peningkatan K-dd. Yoshida (1981) menjelaskan bahwa penggenangan tanah sawah meningkatkan kadar K larutan tanah. Peningkatan kadar K lebih tinggi pada permukaan akar sehingga menyebabkan laju serapan menjadi lebih cepat. Peningkatan menjadi lebih besar dengan adanya bahan organik, yang berperan mengurangi kelarutan besi fero dan mangan. Namun kondisi tergenang tersebut juga dapat menyebabkan kehilangan K melalui pencucian oleh air perkolasi. Kondisi tergenang pada awal pertumbuhan tanaman padi di lahan sawah tadah hujan tanah mengakibatkan K-dd diserap oleh akar tanaman secara aktif. Penurunan kadar K-dd sejak 20 HST hingga 60 HST disebabkan oleh makin giatnya akar tanaman padi menyerap K. Kondisi tanah tergenang juga menyebabkan beberapa perubahan fisikokimia tanah sawah, antara lain penurunan oksigen, reduksi NO3-, reduksi 2+ 2+ SO42-, peningkatan kelarutan Mn , Fe , peningkatan ketersediaan P, K, Si, dan Mo, dan menurunkan ketersediaan Zn, S, dan Cu (Dobermann and Fairhurst 2000). Tanpa dikombinasikan dengan pemberian K, penambahan bahan organik 5 t/ha nyata meningkatkan ketersediaan K, berkisar antara 0,047-0,180 cmol/kg
dari jerami dan 0,014-0,130 cmol/kg dari kompos, yang merupakan selisih antara K-dd (dengan bahan organik) dengan K-dd (tanpa bahan organik). K dapat ditukar pada saat 60 HST atau keluar malai umumnya berstatus paling rendah. Perlakuan bahan organik + 100 kg K meningkatkan K-dd lebih tinggi daripada perlakuan bahan organik + 50 kg K, terutama bahan organik berupa jerami (Tabel 2). Menurut Mitra et al. 2+ 2+ (1990), pembentukan kompleks Fe dan Mn oleh bahan organik menyebabkan berkurangnya pelepasan K-dd ke larutan tanah. Selain itu, penurunan K dalam tanah akibat pemberian jerami segar diduga terjadi immobilisasi menjadi bentuk tidak dapat ditukar. Peningkatan K dapat ditukar pada petakan yang hanya diberi pupuk K relatif lebih tinggi daripada yang dikombinasikan dengan jerami. Pupuk K yang diberikan bersamaan dengan jerami dapat menyebabkan terjadi- nya ikatan K oleh permukaan bahan organik, sehingga ketersediaan K dalam bentuk K-dd berkurang untuk sementara waktu dan akan lepas segera akibat lemah- nya ikatan tersebut. Hal ini mencerminkan bahwa pemberian jerami dapat mengurangi K-dd yang ber- ubah menjadi tidak dapat ditukar akibat proses immobilisasi. Peningkatan K-larutan umumnya terjadi menjelang fase pemasakan atau 100 HST. Hal ini diduga berkaitan dengan kondisi tanah yang tidak tergenang lagi (Gambar 2) dan aerasi tanah menjadi lebih baik. Ke2+ adaan ini menyebabkan terjadinya oksidasi Fe dan 2+ + + Mn dengan melepaskan H . Akibatnya ion H dapat melepaskan K yang terfiksasi menjadi K-dd atau Klarutan (Dobermann dan Fairhurst 2000).
40 20
10 0
94
88
82
76
70
64
58
52
46
40
34
28
22
-20
16
10
Tinggi air (cm)
0
-40 -60 -80 -100 -120
Hari setelah tanam (HST) Tinggi genangan
Muka air tanah
Gambar 2. Tinggi genangan dan muka air tanah selama pertumbuhan tanaman padi di lahan sawah tadah hujan, Jakenan, MK 2002.
19
K tidak dapat ditukar (cmol/kg)
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 3 2002
K terekstrak HNO3 1M 1
Tanpa BO
Jerami
Kompos
0.8 0.6 0.4 0.2 0 20
40
60
80
100
20
40
60
80
100
20
40
60
80
100
Hari setelah tanam (HST) 0 kg K
50 kg K
100 kg K
Gambar 3. Pola perubahan kalium tidak dapat ditukar (K-tersemat) selama pertumbuhan tanaman padi di lahan sawah tadah hujan. Jakenan, Pati, MK 2002.
Kalium Tidak Dapat Ditukar Ekstraktan HNO3 yang dididihkan digunakan untuk mengungkapkan kandungan kalium tidak dapat ditukar (K-tdd), terutama dalam bentuk K yang tersemat (fiksasi) dalam kisi-kisi mineral liat. Fiksasi K didefinisikan sebagai perubahan K larutan tanah atau dapat ditukar menjadi bentuk tidak dapat ditukar dan merupakan sifat negatif tanah yang menyebabkan penurunan secara tajam K tersedia bagi tanaman. Namun fiksasi K juga menguntungkan karena akan mengurangi kehilangan K oleh pencucian dan serapan K yang berlebihan oleh tanaman atau luxury consumption dan berpotensi sebagai K tersedia (Prasad and Power 1995). Kombinasi pupuk K dan bahan organik menyebabkan perubahan K-tdd dengan pola beragam (Gambar 3). Tanpa penambahan bahan organik, status K-tdd pada pemupukan 50 kg K lebih tinggi daripada 100 kg K/ha dan kontrol, dimana pola perubahan K-tdd relatif hampir sama. Kalium tidak dapat ditukar relatif stabil atau cenderung mlandai hingga 60-80 HST dan meningkat tajam menjelang tanaman dipanen (100 HST). Keragaman K-tdd juga ditemukan pada tanah Aeric Endoaquepts Jakenan, dimana terjadi peningkatan tajam pada saat tanaman padi berumur 80-100 HST (Wihardjaka et al. 2002). Penambahan bahan organik menghasilkan pola K-tdd beragam. Pemberian jerami hingga 50 kg K/ha memiliki pola seperti pada tanpa bahan organik, yaitu meningkat nyata pada fase pemasakan bulir (80-100 HST), sedangkan pada takaran 100 kg K/ha relatif stabil dan cenderung turun pada saat tanaman menjelang panen. 20
Kalium tidak dapat ditukar selama pertumbuhan tanaman selalu meningkat dengan pemberian kompos pada pemupukan 100 kg K/ha, sedangkan pada pemupukan 50 kg tidak nyata meningkat. Tanpa K, K-tdd meningkat tajam hingga fase keluar malai (60 HST) dan menurun saat fase ripening (80 HST) meskipun menjelang dipanen terjadi lagi peningkatan K-tdd. Tanpa pupuk K (kontrol), K-tdd nyata meningkat dengan pemberian bahan organik. Namun bila dikombinasikan dengan pemupukan K, jerami memberikan K-tdd lebih tinggi daripada kompos dan tanpa bahan organik pada 20, 80 dan 100 HST, sedangkan pada 40 dan 60 HST relatif tidak berbeda nyata. Tanpa bahan organik, pemberian K umumnya meningkatkan K-tdd. Peningkatan K-tdd berkisar antara 0,184-0,489 cmol/kg pada perlakuan 50 kg K/ha dan 0,049-0,238 cmol/kg pada perlakuan 100 kg K/ha, yang merupakan selisih antara K-tdd (dengan pupuk K) dengan K-tdd (tanpa K). Peningkatan K-tdd tertinggi terjadi saat tanaman masak (100 HST), lebih dari 0,24 cmol/kg. Sebaliknya, pemberian bahan organik tanpa pupuk K meningkatkan K-tdd, namun setelah dikombinasikan dengan pemupukan K terjadi perubahan K-tdd. Pada 20 HST terjadi peningkatan K-tdd tetapi pada 40-100 HST cenderung turun (Tabel 2). Pemberian pupuk K dan bahan organik nyata berpengaruh terhadap K-tdd. Kombinasi 50 kg K/ha dan jerami memberikan K-tdd lebih tinggi daripada perlakuan lainnya pada semua waktu pengamatan, kecuali 60 HST (Tabel 2). Pemberian jerami meningkatkan K-tdd lebih tinggi daripada kompos. Pada saat keluar malai (60 HST), kandungan K-tdd tanah yang diberi kompos lebih tinggi daripada yang diberi jerami.
WIHARDJAKA: POLA P ERUBAHAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH SAWAH TADAH HUJAN
Tanpa BO
Serapan K Tanaman (g/rumpun)
1
Jerami
Kompos
0.8 0.6 0.4 0.2 0 20
40
60
80
100
20
40
60
80
100
20
40
60
80
100
Hari setelah tanam (HST) 0 kg K
50 kg K
100 kg K
Gambar 4. Serapan K tanaman interval 20 hari selama pertumbuhan tanaman padi di lahan sawah tadah hujan. Jakenan, MK 2002.
Jerami nyata (p < 0,01) meningkatkan K-tdd saat 20, 40, 80, 100 HST, sedangkan kompos nyata (p < 0,01) saat 40, 60, 80 HST. Pemberian K nyata pula meningkatkan K-tdd (p < 0,01) saat 20, 60, 80, 100 HST, terutama pada perlakuan 50 kg K/ha dibanding tanpa pupuk K. Hubungan K Tanah dengan Serapan K Tanaman Gambar 4 memperlihatkan perubahan serapan K tanaman yang diberi perlakuan kombinasi pupuk K dan jerami. Serapan K umumnya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan menurun saat tanaman menjelang masak. Serapan K tertinggi terjadi saat tanaman berumur 80 HST atau fase pengisian gabah, yaitu pada petak tanpa jerami. Ini berarti bahwa saat tanaman berumur 80 HST, padi sawah tadah hujan aktif menyerap K. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh pengenceran konsentrasi K dalam tanah, terutama di sekitar zona perakaran. Jerami padi sebagai bahan organik dapat meng2+ + kelat ion Fe larut, sehingga K berpeluang tinggi diserap oleh akar tanaman dengan berkurangnya ke2+ larutan Fe (Mitra et al. 1990). Pemberian pupuk K merangsang tanaman lebih aktif menyerap K terutama pada petak tanpa jerami dan petak dengan kompos. Pupuk K dapat meningkatkan serapan K tanaman sebesar 44-65 kg K/ha (Wihardjaka et al. 2002). Besarnya kandungan K dalam tanah mempengaruhi kemampuan akar tanaman menyerap K. Tabel 3 memperlihatkan persamaan regresi ganda dan koefisien korelasi dari hubungan K dalam tanah dengan serapan K tanaman saat masak. Kandungan K tanah saat fase
anakan aktif berkorelasi nyata (p < 0,01) dengan serapan K saat tanaman masak. Korelasi nyata (p < 0,05) juga ditunjukkan pada saat tanaman berumur 40 dan 60 HST, namun pada fase reproduktif (80-100 HST) tidak terjadi korelasi secara nyata. Selama fase pertumbuhan vegetatif, serapan K nyata dipengaruhi oleh ketersediaan K dalam tanah, baik K-dd maupun K-tdd. Pada saat tanaman berumur 20 HST, serapan K nyata dipengaruhi oleh ketersediaan K-dd maupun K-tdd. Namun setelah berumur 40 dan 60 HST, serapan K tanaman hanya nyata ditentukan oleh kandungan K-dd. Pada saat tanaman masak (100 HST), serapan K hanya nyata ditentukan oleh kandungan K-tdd. Tanaman padi menyerap K dari dalam tanah umumnya meningkat dengan makin bertambahnya umur tanaman (Tabel 3). Serapan K oleh varietas IR64 berkorelasi dengan kandungan K tanah yang terekstrak oleh NH 4OAc maupun HNO3 mendidih pada fase pertumbuhan anakan aktif (20 HST). Sebagian besar serapan K berasal dari bentuk tidak dapat ditukar, karena dominasi fraksi debu dan mineral liat smektit (Dobermann et al. 1995). Ketersediaan K dalam tanah saat anakan aktif sangat menentukan besarnya K yang diserap tanaman, dimana mobilitas K bergantung pada konsentrasi K dalam larutan tanah dan kapasitas menyangga K. Serapan K cenderung menurunkan K-dd lebih cepat, terutama pada lapisan olah tanah (Wihardjaka et al. 1999). Serapan K saat 100 HST menurunkan kadar K dalam tanah dekat permukaan akar. Hal ini menyebabkan pelepasan K yang tertambat pada permukaan eksternal partikel tanah yang mampu melakukan pertukar21
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 3 2002 Tabel 3. Persamaan regresi ganda antara K dalam tanah dan serapan K tanaman padi pada fase masak. Hari setelah tanam (HST)
Persamaan regresi ganda tn
20 40 60 80 100
**
**
Y = 0,045 + 0,448 X1 + 0,948 X2 Y = 0,346** + 0,621 X1* + 0,255 X2tn Y = 0,146tn + 2,310 X1* + 0,259 X2tn Y = 0,424** + 0,601 X1tn + 0,080 X2tn Y = 0,382** - 0,026 X1tn + 0,319 X2*
R2 (%)
Peluang (p)*
69,5 23,5 22,7 9,7 19,8
0,000 0,040 0,045 0,295 0,071
X1 = K dapat ditukar, X2 = K tidak dapat ditukar, * nyata jika p < 0,05 dan tidak nyata jika p > 0,05
an dengan kation lain dalam larutan, dan pelepasan K secara lambat dari K yang tertambat dalam kisi-kisi liat. Laju pelepasan K-tdd bergantung pada besarnya konsentrasi K dalam larutan eksternal dan sifat pertukaran + ion lawan (Barber 1984), misalnya H3O yang mempunyai mobilitas tinggi dalam ruang kisi efektif sebagai ion lawan (Kirk et al. 1993). Kalium dilepaskan oleh + suatu reaksi pertukaran dengan H3O dan dimungkinkan juga terjadi penghancuran dari beberapa K-feldspar (Cox et al. 1996). Selama pertumbuhan vegetatif, tanaman padi di lahan sawah tadah hujan selalu tergenang air pada MK 2002 (Gambar 2), sehingga dapat memperluas zone penipisan atau deplesi K tidak dapat ditukar. Akar tanaman padi akan memasamkan tanah dekat perakaran sehingga menurunkan pH yang dapat melarutkan K. Kondisi masam di sekitar perakaran disebabkan oleh pelepasan H+ dari akar untuk mengimbangi (1) kelebihan pengambilan kation atas anion pada nutrisi NH4+, dan (2) terbentuk H+ pada oksidasi Fe2+ oleh O2 yang dilepaskan oleh akar pada reaksi: 4Fe 2+ + O2 + + 10 H2O → 4Fe(OH)3 + 8H (Kirk et al. 1993). Pemasaman tiap satuan volume tanah akan meningkat sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman, sedangkan pemasaman per unit massa akar akan meningkat dengan meningkatnya kelebihan serapan + kation seperti K dan NH 4+. Jadi, pemasaman dan kelarutan lebih besar terjadi pada petak yang diberi pupuk karena pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, dan pelepasan O2 maupun serapan K + dan NH4+ menjadi lebih besar (Kirk et al. 1993).
KESIMPULAN 1. Di lahan sawah tadah hujan kahat K. Ketersediaan K tanah dalam bentuk dapat ditukar menurun selama fase pertumbuhan vegetatif hingga awal fase reproduktif (20-60 HST) dan meningkat selama fase pertumbuhan reproduktif (80-100 HST). 2. Kandungan K-tdd selama fase pertumbuhan vegetatif relatif tetap dan meningkat nyata selama fase reproduktif hingga menjelang panen. 3. 22
Penurunan K-dd selama fase vegetatif berkaitan erat dengan makin giatnya tanaman menyerap K dan peningkatan K-dd selama fase reproduktif dipengaruhi oleh pelepasan K-tdd (terfiksasi) menjadi K-dd akibat terjadinya proses pemasaman di sekitar perakaran tanaman. 4. P e n i n g k a t a n t a k a r a n p u p u k K y a n g dikombinasikan dengan pemberian bahan organik, baik jerami maupun kompos, nyata meningkatkan kandungan K-dd dalam tanah, namun pengaruhnya terhadap kandungan K-tdd beragam. 5. Bahan organik berupa jerami nyata meningkatkan K-tdd lebih tinggi daripada kompos. 6. Selama fase vegetatif (20-40 HST) dan awal fase reproduktif (60 HST), besarnya serapan K tanaman saat masak berkorelasi nyata dengan kandungan K-dd maupun K-tdd, namun menjelang tanaman dipanen hanya nyata dipengaruhi oleh kandungan K-tdd dalam tanah.
SARAN Dengan mempertimbangkan kandungan K dalam tanah (K-dd, K-tdd, K total), pemupukan K sebaiknya diberikan secara bertahap yaitu 1/2 bagian saat anakan aktif dan 1/2 bagian saat primordia bunga.
UCAPAN TERIMA KASIH Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. G.J.D. Kirk, IRRI Scientist, atas bantuannya dalam analisis K-dd maupun K-tdd.
DAFTAR PUSTAKA Barber, S.A. 1984. Soil nutrient bioavailability: A mechanism approach. A Wiley-Intercience Publ. John Wiley & Sons. New York. Begg, C.B.M., G.J.D. Kirk., A.F. MacKenzie, and H.U. Neue. 1994. Root-induced iron oxidation and pH changes in the lowland rice rhizosphere. New Phytol. 128: 469-477.
WIHARDJAKA: POLA P ERUBAHAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH SAWAH TADAH HUJAN Cao, Z. and G. Hu. 1995. Potassium dynamics and availability in soils of subtropical (humid) regions of China. p. 95-113. Porceedings of the 24 th Colloquium of the IPI Held at Chiang May, Thailand. Basel, Switzerland. Cox, A.E., B.C. Joern, and C.B. Roth. 1996. Nonexchangeable ammonium and potassium determination in soils with a modified sodium tetraphenylboron method. Soil Sci. Soc. Am. J. 60: 114-120. Dobermann, A., P.C. sta Cruz, and K.G. Cassman. 1995. Potassium balance and soil potassium supplying power in intensive, irrigated rice ecosystem. p. 199-234. Proceedings of the 24 th Colloquium of the IPI Held at Chiang May, Thailand. Basel, Switzerland. Dobermann, A., and T. Fairhurst. 2000. Rice: Nutrient disorders and nutrient management. IRRI-PPI-PPIC. Canada. Goulding, K.W.T., and R.E.S. Herts. 1987. Potassium fixation and release. p. 137-154. In Methodology in soil-K research. Proceedings of the 20th Colloquium of the IPI Held in Austria. IPI-Bern, Switzerland. Johnston, A.E. 1995. The sustainability and increase of agricultural productivity, the current dilemma. p. 495-517. Proceedings of the 24 th Colloquium of the IPI Held at Chiang May, Thailand. Basel, Switzerland. Jones, U.S., J.C. Cattail, C.P. Mamaril, and C.S. Park. 1982. Woodland rice-nutrient deficiencies other than nitrogen. p. 327-378. In Rice research strategies for the future. Inter. Rice Res. Inst. Los Banos, Philippines. Kirk, G.J.D., C.B.M. Begg, and J.L. Solivas. 1993. The chemistry of the lowland rice rhizosphere. Plant Soil 155: 83-86.
Mitra, G.N., S.K. Sahu, and G. Dev. 1990. Potassium chloride increases rice yield and reduces symptons of iron toxicity. Better Crops Inter. 6(2): 14-15. Odjak, M. 1992. Effect of potassium fertilizer in increasing quality and quantity of crop yield. p. 94-104. Dalam Peranan kalium dalam pemupukan berimbang untuk mempercepat swasembada pangan. Prosiding Seminar Nasional Kalium. Jakarta, 4 Agustus 1992. Prasad, R., and J.F. Power. 1995. Soil fertility management for sustainable agriculture. Lewis Publisher. New York. Sekhon, G.S. 1995. Characterization of K availability in paddy soilspresent status and future requirements. p. 115-134. Proceedings of the 24th Colloquium of the IPI Held at Chiang May, Thailand. Basel, Switzerland. Sulaeman, I.P.G. Widjaja-Adhi, I.M. Widjik S., dan N. Sri Mulyani. 1992. Pengaruh pemupukan kalium dan pencucian serta interaksinya terhadap ketersediaan kalium dalam tanah. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk No. 10: 34-46. Wade, L.J., T. George, J.K. Ladha, U. Singh. S.I. Bhuiyan, and S. Pandey. 1998. Opportunities to manipulate nutrient-by water interaction in rainfed lowland rice systems. Field Crops Res. 56: 93-112. Wihardjaka, A., G.J.D. Kirk, S. Abdulrachman, and C.P. Mamaril. 1999. Potassium balances in rainfed lowland rice on a light-textured soil. Field Crops Res. 64: 237-247. Wihardjaka, A., K. Idris, A. Rachim, dan S. Partohardjono. 2002. Pengaruh pupuk KCl dan jerami padi terhadap perilaku kalium dan hasil padi sawah tadah hujan pada tanah Aeric Endoaquept Jakenan. Tesis Magister Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crop science. Inter. Rice Res. Inst. Los Banos, Laguna, Philippines.
23