PRODUKSI PROTOTYPEUAV SSU 04 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar sarjana strata satu
Oleh:
Ghea Satya Pamuda 09050140
JURUSAN TEKNIK PENERBANGAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO YOGYAKARTA 2014
lll.
LEMBAR PENGESAHAN PRODUKSI PROTOTYPE UAV SSU 04 Yang dipersiapkan dan disusun oleh
:
Ghea Satya Pamuda 09050140
' Telah dipertahankan di dewan penguji skripsi pada tanggal 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Dosen pembimbing
:M. Ardi Cahyono, ST,MT
Pembimbing I Pembimbing
II
Karseno KS,INZ, SE, MM
Susunan Tim penguji
Ketua penguji
Gunawan, ST, MT
Penguji I
Bangga Dirgantara, ST, MT
Penguji
II
M. Haikal Hasan, ST, M.Eng
Yogyakarta
JluJi
2014
Jurusan Teknik Penerbangan
STTA
Jurusan
I
u Santoso, MT
NIK 030127
060650
[tv
PERNYATAA}I
Yang bertanda tangan di bawah ini saya
:
Jurusan
: Ghea Satya Pamuda : 09050140 : Tehrik Penerbangan
Judul Slaips
: Produksi Prototype
Nama NomorMatrasiswa
Menyatakan bahwa skripsi
I-IAV SSU-04
ini adalah hasil pekerjaan
saya sendiri dan sepanjang
pe,ngetahuan saya tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau
ditulis oleh
orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan penyelesaian
studi pada universitas atau instansi lain, kecuali pada bagian-bagran tertentu yang telah dinyatakan dalam teks.
Yogyakarta, Juli 2014 l.
r:.
'*': .'i:'
thea
Satya Pamuda
09050140
iv
Moto dan Persembahan ’Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS: 94,5-6)
” Berpikir positif dapat menghancurkan semua tembak pemisah antara tidak bisa dan bisa” (Mahatma Ghandi) ”Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian besar untuk mengejar impian itu” (Walt Disney)
Kupersembahkan Skripsi ini untuk :
Papa dan Mamaku Tercinta
Adikku Nendra Satya Ramdhan
Kekasih hati Nur Hidayah
Keluarga Besarku
Orang-orang yang memotivasiku
Sahabat-sahabatku
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik walaupun dengan sedikit halangan, namun tidak menyurutkan asa penulis untuk menyusun skripsi. Serta shalawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul: Produksi Prototype UAV SSU-04, ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyakbanyaknya kepada: 1. Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatan, berkah dan jalan dalam kehidupan. 2. Kedua orang tua tercinta, Papa Mama yang tidak henti memberikan kasih sayang, nasihat dan juga fasilitas selama ini. 3. Bapak Marsma (Purn) Ir. Sutjianto, MT, selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta. 4. Bapak Ir Djarot WS.,MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Penerbangan Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta. 5. Bapak M Ardi Cahyono, ST. MT, selaku Pembimbing Utama, dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini yang telah banyak memberi masukan dan bantuan sehingga skripsi dapat selesai. 6. Bapak Karseno K.S.,INZ,SE,MM selaku Pembimbing pendamping yang juga telah banyak memberi masukan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi hingga selesai.
vi
7. Pak Anton dan keluarga yang banyak membantu dan banyak memberi petuah untuk bekal masa depan kelak. 8. Bapak Dosen penguji yang memberi pelajaran baik teori dan juga mental penulis untuk lebih baik lagi. 9. Nur Hidayah tercinta yang selalu ada dalam suka maupun duka saat proses pembuatan skripsi, yang selalu memberikan support dan kasih sayang. 10. Adik tersayang Nendra Satya Ramadhan, Nida Amelia, Siti yulaikhah. 11. Bapak Ibu di Klaten, yang selalu sabar dan memberikan nasehat-nasehat dan dorongan untuk kemajuan masa depan penulis. 12. Teman-teman kelompok seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi Teguh Prayoga, Rizal, Reimond, Fahmi junior, Topan, Delvia, dan Bayu. 13. Teman-teman lab Aero Abduh Nasution, Aan setiawan, Galih wicaksono, Fahmi senior, Dhimas bonti, Adibah, Novi, Bahrun. Terimakasih kalian telah banyak membantu dan juga sebagai teman seperjuangan saat suka dan duka. 14. Teman-teman angkatan 2008 dan 2009 Rifki, Eksa, Doli, Diki, Firman dan teman-teman semua yang selalu mengisi hari-hari dengan penuh canda tawa saat di kampus STTA tercinta 15. Rekan-rekan citivitas akademika STTA Yogyakarta. 16. seluruh pihak yang telah membantu hingga penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini, yang mana tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi teknik penerbangan.
Yogyakarta, Juli 2014
Penulis
vii
ABSTRAK
UAV banyak di butuhkan oleh berbagai kalangan baik sipil dan militer, namun dengan jumlah UAV yang terbatas mendorong keinginan manusia untuk memproduksi UAV secara sederhana dan cepat namun dapat sesuai dengan misi UAV yang diberikan . Komposit merupakan bahan alternatif yang efisien dan baik dalam pembuatan platform UAV. Lalu bagaimana melakukan pemilihan alat dan bahan komposit yang dilanjutkan tahap-tahap proses produksi yang kemudian di analisis dari segi produksi UAV. Setelah memproduksi secara manual dan menganalisa tugas akhir dari hasil produksi prototype UAV SSU-04 dengan dimensi dan konfigurasi UAV 2 (dua) tailboom yang menyerupai UAV LSU-02 dengan skala dimensi 3:4. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan platform UAV SSU-04 adalah campuran komposit fiberglass dengan resin epoxy sebagai bahan utama. Proses produksi Platform UAV SSU-04 terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu, pengerjaan master moulding, pengerjaan cetakan, pengerjaan hasil platform dari cetakan, yang dilanjutkan dengan perakitan dan pemasangan komponen pesawat. Pesawat UAV SSU-04 memiliki berat total 6.62 kg, length 130.5 cm, wingspan 193 cm, menggunakan engine piston DLE-20. Beberapa ukuran dimensi yang tidak sesuai dengan pengukuran disebabkan oleh proses produksi yang serba manual, yang berakibat pada pesawat yang kurang stabil saat terbang di udara.
Kata kunci : UAV (Unmanned Aerial Vehicle), prototype, platform, produksi
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................
iv
PERSEMBAHAN DAN MOTTO .................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xvi
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................... xvii DAFTAR NOTASI .......................................................................................... xvii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................
3
1.4. Batasan Masalah.......................................................................
3
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................
4
1.6. Metode Penelitian.....................................................................
4
1.7. Sistematika Penulisan...............................................................
5
Dasar Teori dan Kajian Pustaka……….. .........................................
6
2.1. Klasifikasi UAV .....................................................................
6
2.1.1. Klasifikasi Berdasarkan Berat ........................................
6
2.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Endurance dan Range .............
7
2.1.3. Klasifikasi Berdasarkan Maksimal Ketinggian Terbaang
9
2.1.4. Klasifikasi UAV Berdasarkan Wing Loading................
9
2.1.5. Klasifikasi Berdasarkan Engine Type ............................
10
ix
2.2. Teori Dasar Struktur Pesawat Udara ........................................
12
2.2.1. Fuselage..........................................................................
12
2.2.2 .Wing ...............................................................................
13
2.2.3 . Empenage ......................................................................
14
2.2.4 . Ruder .............................................................................
15
2.2.5 . Landing Gear .................................................................
16
2.2.6 . Power Plant ...................................................................
16
2.2.7 . Elevator .........................................................................
17
2.2.8. Aileron............................................................................
17
2.3. Konfigurasi Bagian Pesawat ...................................................
18
2.3.1. Konfigurasi Wing ...........................................................
18
2.3.2. Konfigurasi Fuselage .....................................................
20
2.3.3. Konfigurasi Empenage ...................................................
21
2.4. Gaya Pada Pesawat ................................................................
22
2.5. Bidang Kendali Pesawat ..........................................................
25
2.6. Teori Aerodinamika Dasar .......................................................
26
2.6.1. Pengertian Airfoil ...........................................................
26
2.6.2. Lift and Drag ..................................................................
27
2.7. Material Komposit ...................................................................
28
2.7.1. Pengertian Komposit ......................................................
28
2.7.2. Jenis –Jenis Komposit ....................................................
29
2.7.3. Tujuan Dibentuknya Komposit ......................................
32
2.7.4. Komposit Sandwich .......................................................
32
2.7.5. Unsur – Unsur Penyusunan Komposit ...........................
33
2.8. Penggunaan Material Komposit Pada Pesawat Udara ..............
46
BAB III METODELOGI PENELITIAN ......................................................
47
3.1. Metode Penelitian.....................................................................
47
3.2. Teknik Pengumpulan Data .......................................................
47
3.3. Diagram Alur Penelitian ..........................................................
48
3.4. Proses Alur Produksi Pesawat UAV SSU 04 ...........................
49
3.5. Penentuan Sizing pesawat SSU-04 ..........................................
50
x
3.6. Konfigurasi Pesawat UAV SSU-04 .........................................
52
3.7. Model Pesawat 3D dengan Aplikasi Software CATIA V20 ....
52
3.7.1. Model 3D Sayap .............................................................
53
3.7.2. Model 3D Fuselage ........................................................
54
3.7.3. Model 3D Tailboom .......................................................
54
3.7.4. Model 3D Landing Gear ................................................
55
3.7.5. Model 3D Empenage......................................................
55
3.7.6. Assembly Design 3D SSU 04 .........................................
56
3.8. Bahan – Bahan Komposit Yang Digunakan ........................... .
56
3.8.1. Resin...............................................................................
56
3.8.2. Katalis. ...........................................................................
57
3.8.3. Mat atau Serat ................................................................
58
3.8.4. WR (Waving Roving) .....................................................
58
3.8.5. Aerosil ............................................................................
59
3.8.6. PVA ................................................................................
59
3.8.7. Wax atau Mirror .............................................................
59
3.8.8. Talc.................................................................................
60
3.8.9. Kayu Balsa .....................................................................
60
3.9. Sistem Utama Pesawat SSU-04 .............................................
61
3.10.1. Transmitter ...................................................................
61
3.10.2. Receiver ........................................................................
62
3.10.3. Servo ............................................................................
62
3.10.4. Batterai.........................................................................
63
3.10.5. Fuel Tank .....................................................................
64
3.10.6. Fuel Line ......................................................................
64
3.10.7. CDI ...............................................................................
64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................
66
4.1. Penelitian dan Pembahasan .....................................................
66
4.2. Pengukuran Berat Pesawat .......................................................
66
4.2.1. Penentuan Berat Total Pesawat ......................................
67
4.2.2. Pengukuran Berat Pesawat UAV SSU 04 ......................
67
xi
4.3. Geometry Sizing .......................................................................
69
4.4. Design System ..........................................................................
70
4.4.1. Electrical dan Radio Control System .............................
71
4.4.2. Engine System ................................................................
72
4.5. Konstruksi Pesawat SSU-04 .....................................................
72
4.5.1. Bentuk dan Konstruksi Fuselage ....................................
72
4.5.2. Bentuk dan Konstruksi Sayap (Wing) ............................
73
4.5.3. Bentuk dan Konstruksi Tailboom ..................................
73
4.5.4. Konstruksi Propulsi ........................................................
74
4.5.5. Bentuk dan Konstruksi Sistem Pendarat ........................
75
4.6. Tahapan Produksi Pesawat SSU-04 .........................................
76
4.7. Produksi Pesawat SSU-04 ........................................................
77
4.7.1. Pengerjaan Mater Moulding ...........................................
77
4.7.2. Pengerjaan Cetakan ........................................................
79
4.7.3. Pengerjaan Hasil Pesawat ..............................................
81
4.7.4. Pembuatan Empennage dan perakitan pesawat SSU-04
83
4.8. Kajian analisa UAV SSU-04 Yang Telah di Produksi .............
86
PENUTUP .......................................................................................
88
5.1. Kesimpulan ..............................................................................
88
5.2. Saran.........................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
xix
LAMPIRAN .....................................................................................................
xx
BAB V
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. The Dragon Eye Micro UAV .......................................................... 7 Gambar 2.2. UAV LSU 02 yang akan melakukan pemantauan ......................... 8 Gambar 2.3. Pesawat model dan bagian bagiannya ............................................ 12 Gambar 2.4. Komponen sayap ............................................................................ 13 Gambar 2.5. Komponen Empenage .................................................................... 14 Gambar 2.6. Komponen Stabilator...................................................................... 15 Gambar 2.7. Power Plan ..................................................................................... 17 Gambar 2.8. Platform dari sayap pesawat ......................................................... 18 Gambar 2.9. Pemasangan hedral sayap pesawat ................................................. 19 Gambar 2.10. Sudut incident sayap pesawat....................................................... 20 Gambar 2.11. Konstruksi dari monoqoque fuselage ........................................... 20 Gambar 2.12. Konstruksi dari semi monoqoque ................................................. 21 Gambar 2.13. Bentuk desain dari tail pesawat.................................................... 22 Gambar 2.14. Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat......................................... 23 Gambar 2.15. Defleksi control surface beserta gerakan akibat defleksinya ....... 25 Gambar 2.16. Airfoil pada pesawat terbang ........................................................ 26 Gambar 2.17. Komposit Serat ............................................................................. 29 Gambar 2.18. Komposit serpih ........................................................................... 30 Gambar 2.19. Komposit partikel ......................................................................... 30 Gambar 2.20. Filled (skeletal) composites .......................................................... 31 Gambar 2.21. laminar composites ...................................................................... 31 Gambar 2.22. bentuk komposit sandwich ........................................................... 32 Gambar 2.23. Serat gelas roving ......................................................................... 37 Gambar 2.24. Serat gelas yarn ............................................................................ 37 Gambar 2.25. Serat gelas chopped strand........................................................... 38
xiii
Gambar 2.26. Serat gelas reinforcing mat .......................................................... 38 Gambar 2.27. Serat gelas woven roving .............................................................. 38 Gambar 2.28. Serat gelas woven fabric............................................................... 39 Gambar 2.29. Countinous fiber composite.......................................................... 39 Gambar 2.30. Woven Fiber Composite (bi-directional) ..................................... 40 Gambar 2.31. Aligned discountinous fiber.......................................................... 40 Gambar 2.32. Off-axis aligned discountinous fiber ............................................ 41 Gambar 2.33. Randomly oriented discountinous fiber........................................ 41 Gambar 2.34. Discountinous faber composite .................................................... 42 Gambar 2.35. Hybrid fiber composite ................................................................. 42 Gambar 3.1. Diagram Alur proses produksi teori ............................................... 48 Gambar 3.2. Pesawat LSU-02 ............................................................................. 49 Gambar 3.3. Dimensi UAV SSU 04 tampak atas................................................51 Gambar 3.4. Dimensi UAV SSU 04 tampak depan.............................................51 Gambar 3.5. Dimensi UAV SSU 04 tampak samping.........................................51 Gambar 3.6. Airfoil sayap SSU 04...................................................................... 53 Gambar 3.7. 3D sayap SSU 04............................................................................ 53 Gambar 3.8. 3D Fuselage UAV SSU 04 ............................................................ 54 Gambar 3.9. 3D Tailboom SSU 04 ..................................................................... 54 Gambar 3.10. 3D Landing Gear UAV SSU 04 ................................................... 55 Gambar 3.11. 3D Empenage SSU 04 .................................................................. 55 Gambar 3.12. 3D UAV SSU 04 tampak atas ...................................................... 56 Gambar 3.13. 3D UAV SSU 04 tampak belakang .............................................. 56 Gambar 3.14.Resin yang dipakai saat pembuatan pesawat................................. 57 Gambar 3.15. Katalis........................................................................................... 57 Gambar 3.16. Mat atau serat .............................................................................. 58 Gambar 3.17. Waving Roving ............................................................................. 58 Gambar 3.18. Aerosil .......................................................................................... 59 Gambar 3.19. PVA .............................................................................................. 59 Gambar 3.20. Wax atau Miror ............................................................................ 59 Gambar 3.21. Talc ............................................................................................... 60
xiv
Gambar 3.22.Kayu balsa ..................................................................................... 61 Gambar 3.23. Transmitter pesawat model .......................................................... 62 Gambar 3.24. Receiver ........................................................................................ 62 Gambar 3.25. Servo ............................................................................................. 63 Gambar 3.26. Baterrai ......................................................................................... 63 Gambar 3.27. Fuel tank pesawat model .............................................................. 64 Gambar 3.28. Fuel line........................................................................................ 64 Gambar 3.29. CDI ............................................................................................... 65 Gambar 4.1. Gambar 4.1. Berat pesawat SSU-04……………………………... 69 Gambar 4.2. Fuselage UAV SSU-04 .................................................................. 72 Gambar 4.3. Wing SSU-04 .................................................................................. 73 Gambar 4.4. Tailboom SSU-04 .......................................................................... 74 Gambar 4.5. Engine DLE-20............................................................................... 75 Gambar 4.6. Propeller pada pesawat SSU-04 ..................................................... 75 Gambar 4.7. Landing gear pesawat UAV SSU-04 ............................................. 76 Gambar 4.8. Contoh master moulding pesawat UAV SSU-04 ........................... 78 Gambar 4.9. Bahan- bahan pembuatan cetakan .................................................. 79 Gambar 4.10. Proses pembuatan cetakan............................................................ 80 Gambar 4.11. fusalage, tailboom, wing, dan landing gear SSU-04 .................... 81 Gambar 4.12. platform pesawat UAV SSU-04 (wing, fuselage, tailboom) ....... 82 Gambar 4.13. Pemasangan Engine dan landing gear pada fuselage ................... 83 Gambar 4.14. Empenage pesawat SSU-04 tampak samping .............................. 84 Gambar 4.15. Empenage pesawat SSU-04 tampak atas ..................................... 85 Gambar 4.16. Pesawat UAV SSU-04 ................................................................. 86
xv
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Klasifikasi UAV berdasarkan berat…………………………………...7 Tabel 2.2. Klasifikasi UAV berdasarkan Endurance and Range…………………8 Tabel 2.2. Klasifikasi UAV berdasarkan maximal altitude……………………….9 Tabel 2.4. Klasifikasi UAV berdasarkan wing loading………………………….10 Tabel 2.5. Klasifikasi UAV berdasarkan engine type……………………………11 Tabel 2.6. Komposisi senyawa kimia serat gelas ……………………………….35 Tabel 2.7. Sifat-sifat serat gelas (Nugroho, 2007)……………………………….35 Tabel 2.8. Karakteristik mekanik komposit……………………………………...35 Tabel 2.9. Spesifikasi dari serat E-Glass………………………………………...36 Tabel 3.1. Perbandingan Geometry Pesawat UAV SSU-04 dan LSU-02 dengan skala 3:4…...........................................................................................50 Tabel 3.2. Konfigurasi Pesawat UAV SSU-04…………………………………..52 Tabel 4.1. Pengukuran berat sistem pesawat UAV SSU 04…….…………. …...68 Tabel 4.2. Pengukuran berat pesawat UAV SSU 04………..…………………...68 Tabel 4.3. Geometry pesawat UAV SSU-04………………………… …..…….70 Tabel 4.4. Jenis dan fungsi masing-masing chanel pada receiver ……….…..…72
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Persentase penggunaan material pada pesawat………………………46
xvii
DAFTAR NOTASI
T
= Thrust
D
= Gaya hambat (Newton) = koefisien gaya hambat = kerapatan udara (kg/
)
V
= kecepatan (m/det)
S
= luas penampang wing (m²)
W
= berat (Newton)
m
= masaa pesawat (kg)
g
= gravitasi (m/det²)
L
= gaya angkat (Newton) = koefisien lift
S
= Luas sayap (m2)
Tc
= Perubahan gaya thrust (Newton)
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam kaitanya dengan kesuksesan sekarang ini Pesawat terbang takberawak (UAV), dapat menjadi suatu alat untuk standar mengumpulkan informasi. Dengan UAV diharapkan manusia bisa terbantu dalam tugas pengambilan informasi yang tidak dimungkinkan dilakukan oleh manusia secara langsung.
Salah satu hasil perkembangan kedirgantaraan yang muncul dalam dekade ini adalah perkembangan pesawatUnmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang dikenal dengan pesawat tanpa awak yang bersifat pengintaian atau hanya observasi biasa yang tentunya dikendalikan dari jarak yang cukup jauh, Di negara lain telah dikembangkan UAV dengan kemampuan terbang ribuan mil dan ribuan feet untuk ketinggian ditambah dengan kemampuan tempur menyerupai pesawat fighter yang diawaki manusia. Contohnya seperti UAV yang dimiliki oleh Israel dan Amerika Serikat yang dapat digunakan untuk misi penyerangan dan pengeboman yang sudah terbukti keakuratan terhadap targetnya. Sebenarnya cikal bakal pesawat UAV sendiri berawal dari pesawat model Aeromodeling yang dikembangkan sedemikian rupa yang juga memiliki misi yang kompleks dan daya jelajah yang lebih jauh dari pesawat model biasa. Pesawat UAV adalah pesawat yang sejenis dengan pesawat model namun pesawat UAV ditambakan fungsinya lebih dari peawat model biasa. Secara umum, yang dimaksud dengan pesawat model adalah hasil karya manusia yang dapat bereaksi dengan udara dalam pengertian pesawat dapat terbang di udara dan ada juga yang tidak dapat terbang di udara melainkan untuk penelitian atau hanya sekedar hiasan. Pesawat dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pesawat yang lebih ringan dari udara (lighter than air) contohnya balon udara dan pesawat yang lebih berat dari
1
2
udara (heavier than air) contohnya rotary wing atau helicopter dan fixed wing atau pesawat sayap tetap. (ref : Aero Modellers’Hand book). Dilihat dari aerodinamika pesawat model dengan pesawat terbang yang sebenarnya memiliki syarat yang sama yaitu pesawat model agar dapat terbang harus memiliki thrust dan lift.Hal yang membedakan antara lain adalah kalau pesawat yang sesungguhnya dapat dinaiki manusia sedangkan pesawat model tidak. Di samping itu pesawat yang sebenarnya dibuat dengan konstruksi yang terbuat dari baja dan allumunium tetapi pada pesawat model dibuat dengan konstruksi yang berasal dari kayu balsa, plastic dan fiber atau karbon atau bisa juga disebut dengan komposit. Hal yang membedakan antara lain adalah jika pesawat yang sesungguhnya dapat dinaiki manusia sedangkan pesawat model tidak. Dari perancangannya pesawat model juga pada umumnya meniru dari pesawat aslinya seperti bentuk dan ukurannya. Namun banyak juga pesawat model yang pembuatannya tidak mengacu pada teori perancangannya. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengkaji satu objek pesawat model yaitu Platform UAV dari pengukuran (sizing), pembuatan atau produksi ,apakah sesuai atau tidak dengan teori dalam ilmu penerbangan yang biasa diterapkan hingga platform UAV dapat terbang dengan semestinya. Teknologi UAV juga sudah mulai banyak di pergunakan di Indonesia walaupun misinya tidak seperti pesawat UAV negara-negara Eropa, salah satunya adalah LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ) sebagai sebagai suatu lembaga yang meneliti penerbangan dan antariksa di Indonesia. Salah satu jenis pesawat UAV yang pernah di buat oleh LAPAN adalah pesawat UAV LSU-02 yang mempunyai misi sebagai pesawat pengintai dan pemantau gunung merapi, pesawat tersebut pernah terbang secara otomatis selama tujuh menit mengelilingi wilayah pustekbang. Material yang digunakan oleh pesawat UAV SSU-04 adalah komposit dengan serat penguat berbahan karbon Kevlar. Dan penulis tertarik untuk membuat pesawat platform UAV SSU-04 dengan bahan yang dipakai aeromodeling pada umumnya yaitu Fiber glass
3
Dilihat dari latar belakang di atas maka penulis menyusun tugas akhir ini dengan judul “PRODUKSI PROTOTYPE UAV SSU 04”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana cara pengukuran pesawat UAV SSU-04 dengan ukuran skala 3:4 dan bentuk yang sama dengan pesawat UAV LSU-02 2. Bagaimana cara proses produksi platform UAV SSU – 04 3. Bagaimana kajian analisa pesawat yang sudah di produksi dari segi manufakturnya
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dari skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengukuran pesawat UAV SSU – 04 dengan ukuran skala dimensi 3:4 dengan pesawat UAV LSU-02. 2. Untuk mengetahui proses produksi platform UAV SSU-04 hingga pesawat siap terbang. 3. Untuk menganalisa kajian pesawat yang telah di produksi dari segi manufakturnya.
1.4. Batasan Masalah Pembahasan masalah dalam skripsi yang dibahas hanya sebatas proses produksi
pesawat UAV SSU-04 , alat dan bahan untuk produksi serta
analisis dari segi produksi pesawatnya. 1. Membuat ukuran dimensi pesawat SSU 04 dengan melakukan perbandingan skala 3:4 dengan dimensi pesawat LSU 02. 2. Perencanaan Produksi pesawat UAV SSU 04. 3. Melakukan proses produksi pesawat UAV SSU 04 yang meliputi manufaktur badan, sayap, empenage pesawat yang terbuat dari komposit. Serta pemasangan sistem-sistem dan perakitan pesawat.
4
4. Melakukan kajian analisa kekurangan dari produksi pesawat SSU-04 dari segi manufakturnya.
1.5
Manfaat penelitian Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Peneliti : Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan informasi tentang UAV dari segi pembuatan hingga pengaplikasiannya. 2. Civitas Akademika : Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pengembangan ilmu dan informasi di bidang penerbangan khususnya pada pengembangan UAV lebih lanjut.
1.6
Metode Penelitian 1.
Subjek penelitian : Subjek di dalam penelitian ini adalah platform UAV SSU-04 yang mirip dengan LSU-02 buatan LAPAN sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah proses produksi pesawatnya yang berbahan dasar komposit.
2. Cara Pengumpulan Data : Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Metode Observasi Observasi adalah suatu metode sistematis yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara melihat atau mengamati kegiatan di lapangan. b. Metode Wawancara
5
Penelitian dengan metode ini dilakukan dengan bertanya dan berdiskusi langsung dengan instruktur yang paham mengenai data yang dibutuhkan sesuai kebutuhan penelitian. c. Website di internet Dokumentasi didapat dari literatur - literatur tertulis serta media internet. 3.
Proses Analisa Yaitu dengan melakukan pembuatan pesawat dengan copy design yang di skalakan kemudian dianalisa dari segi kekurangan produksinya.
1.7
Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang pemasalahan yang akan dibahas, rumusan masalah dengan tujuan untuk membatasi topik permasalahan, batasan masalah dan tujuan penelitian serta metode pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II: DASAR TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA Pembahasan mengenai teori-teori dasar pesawat model yang terdiri dari pengertian pesawat UAV, serta klasifikasi pesawat model. BAB III:METODELOGI PENELITIAN Pembahasan tentang
konsep awal dalam sizing (pengukuran)
pesawat model dari berbagai sistemnya, mulai dari struktur, dan proses peneliian. BAB IV:HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembahasan tentang perbandingan hasil perancangan secara teori dengan pesawat sebenarnya. BAB V:PENUTUP Memberikan kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan.
BAB II DASAR TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
LAPAN yang bekerjasama dengan PT D.I telah mampu membuat beberapa UAV untuk jenis pengintaian, salah satunya LSU yang memiliki 2 varian yaitu LSU 01 dan LSU02 yang telah melakukan simulasi misi, pemotretan kawah merapi, pemantauan wilayah ambalat oktober 2012, dan pengintaian pada saat latihan militer lainnya UAV atau Unmanned Aerial Vehicle tentunya memiliki banyak klasifikasi seperti yang diutarakan oleh Arjomardi (2006) dalam “Classification Of Unmanned Aerial Vehicle”, UAV memiliki lima klasifikasi diantaranya berdasarkan berat, endurance and range, maximum altitude, wing loading, dan engine type yang digunakan. Setiap klasifikasi mempengaruhi klasifikasi lainnya. Seperti dari berat UAV akan mempengaruhi endurance and range, wing loading , dan engine type yang digunakan, begitu pun maximum altitude akan mempengaruhi endurance and range, dan juga engine type yang digunakan.
2.1
Klasifikasi UAV Pesawat tanpa awak atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle) memiliki
beberapa klasifikasi sesuai dengan fungsinya. Klasifikasi tersebut dibagi menjadi lima[2], diantaranya : 2.1.1. Klasifikasi Berdasarkan Berat Jangkauan berat untuk UAV sangat luas, dimulai dari micro UAV yang beratnya hanya beberapa kilogram saja, sampai pesawat Global Hawk yang beratnya lebih dari 11 ton yang serta memiliki misi terbang yang bermacam-macam. Setelah melakukan perincian untuk klasifikasi UAV berikut ini Tabel 2.1 yang menunjukan klasifikasi UAV berdasarkan berat.
6
7
Tabel 2.1. Klasifikasi UAV berdasarkan berat Klasifikasi UAV berdasarkan berat Bentuk desain
Rentang berat
Contoh
Super Heavy
>2000 kg
Global Hawk
Heavy
200 - 2000 kg
A-160
Medium
50 - 200 kg
Raven
Light
5 - 50 kg
RPO Midget
Micro
<5 kg
Dragon Eye
(Sumber : Olah data penulis)
Berikut ini adalah contoh micro UAV yang ditunjukan oleh Gambar 2.1 beserta perlengkapan untuk misi misi terbang.
Gambar 2.1. The Dragon Eye Micro UAV (Sumber : www.oocities.org) 2.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Endurance dan Range Klasifikasi UAV lainnya adalah endurance dan range. Dua parameter tersebut berkaitan erat, jadi semakin lama UAV bisa tetap terbang
8
(endurance) maka radius terbangnya juga semakin luas (range). Sangat penting untuk menentukan range dan endurance suatu UAV karena seorang desainer atau pembuat harus membuat tipe UAV sesuai dengan seberapa jauh mission objective yang dapat dilakukan oleh UAV dari tempat penerbangan seperti yang ditunjukan oleh Tabel 2.2 di halaman berikut ini. Tabel 2.2. Klasifikasi UAV berdasarkan Endurance and Range
Range dan Endurance Kategori Endurance
Range
Contoh
High
>24 jam
>1500 km
Predator B
Medium
5 - 24 jam
100 - 400 km
Silver Fox
Low
<5 jam
< 100 km
Pointer
(Sumber : Olah data penulis) Berikut ini adalah gambar pesawat UAV LSU 02 yang tengah dipersiapkan untuk digunakan operasi pemantauan kawah gunung Merapi seperti yang ditunjukan pada gambar 2.2.
Gambar 2.1 UAV LSU 02 yang akan melakukan pemantauan (Sumber : www.indodefense.files.wordpress.com)
9
2.1.3. Klasifikasi Berdasarkan Maksimal Ketinggian Terbang Operasional terbang suatu UAV memiliki ketinggian maksimum atau flight ceiling. Jadi setiap UAV digunakan untuk misi tertentu pada ketinggian operasi tertentu, misalnya UAV yang digunakan militer yang diharuskan memiliki kemampuan terbang rendah agar tidak terdeteksi musuh. Dan untuk contoh lainnya adalah pengambilan gambar secara mata-mata pada flight altitude yang sangat tinggi seperti UAV Raven. Berikut ini adalah tabel klasifikasi UAV berdasarkan ketinggian maksimal terbang yang ditunjukan oleh Tabel 2.3. Tabel 2.2 Klasifikasi UAV berdasarkan maximal altitude
Klasifikasi berdasarkan ketinggian maksimal terbang Kategori
Ketinggian terbang
Contoh
Low
< 1000 m
Global Hawk
Medium
1000 - 10000 m
A-160
High
>10000 m
Raven
(Sumber : Olah data penulis) 2.1.4. Klasifikasi UAV Berdasarkan Wing Loading Cara lain untuk mengklasifikasikan UAV adalah dengan wing loading. Untuk perhitungan wing loading UAV yaitu total berat UAV dibagi dengan luas area sayap (kg/m2). Berikut ini Tabel 2.4. yang menunjukan klasifikasi UAV berdasarkan wing loading.
10
Tabel 2.4. Klasifikasi UAV berdasarkan wing loading
Klasifikasi UAV berdasarkan Wing Loading Kategori
Rentang berat
Contoh
Low
<50
Seeker
Medium
50 – 100
X-45
High
>100
Global Hawk
(Sumber : Olah data penulis)
Seperti yang terlihat pada Tabel 2.4 wing loading UAV dikatakan low wing loading apabila di bawah 50 kg/m2, dan bisa dikatakan high wing loading apabila di atas 100 kg/m2.
2.1.5. Klasifikasi Berdasarkan Engine Type Pada dasarnya UAV digunakan pada misi terbang itu bermacammacam,
jadi
membutuhkan
macam-macam
engine
juga
untuk
menyelesaikannya. Mayoritas pada aplikasi aeronautical sebagaimana berat pesawat bertambah maka ukuran dan berat dari engine juga bertambah, dan ini juga sama terjadi pada UAV. Berikut ini Tabel 2.5 yang menunjukan klasifikasi UAV berdasarkan engine type.
11
Tabel 2.5. Klasifikasi UAV berdasarkan engine type Engine Type UEL Rotary
Turbofan
Twostroke
Piston
Turbopro p
Electric
Outride r
Global Hawk
Pioneer
Predator
Predator
Dragon Eye
Shado w
Darkstar
RPO Midget
Neptune
FPASS
Shado w 600
Phoenix
Dragon Drone
Dragon Warrior
Cypher
X-45
Finder
Pointer
X-50
A-160
Raven
Fire Scout
GNAT
Luna
Crecerelle
Javelin
Seeker Brevel Snow Goose Silver Fox
(Sumber : Olah data penulis) Seperti yang terlihat pada Tabel 2.5 di atas, umumnya pesawat UAV menggunakan tipe engine piston. Dikarenakan engine piston efisien untuk digunakan saat terbang rendah.
12
2.2
Teori Dasar Struktur Pesawat Terbang Sama halnya dengan pesawat berpenumpang, struktur UAV tidak terlalu jauh berbeda. UAV memiliki struktur yang hampir sama dengan pesawat terbang berpenumpang, dan
memiliki bagian-bagian utama
pesawat terdiri dari fuselage (badan pesawat), wing (sayap), empennage (bagian belakang pesawat), roda pendarat, dan mesin. Adapun bagianbagian pesawat model seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.3. Pesawat model dan bagian-bagiannya (sumber : Satriaputradirgantara.blogspoot.com)
2.2.1. Fuselage Badan pesawat atau fuselage merupakan bagian yang sangat penting pada semua pesawat, biasanya disebut dengan main structural unit. Bagian utama lainnya ada yang langsung dan tidak langsung terpasang pada badan pesawat. Untuk pesawat berpenumpang badan pesawat ini berfungsi sebagai cargo (tempat muatan barang) dan passenger (penumpang).
13
2.2.2. Wing Sayap adalah airfoil yang disambungkan di masing-masing fuselage dan merupakan permukaan yang mengangkat pesawat di udara. Terdapat berbagai macam rancangan sayap, ukuran dan bentuk yang digunakan oleh pabrik pesawat. Setiap rancangan sayap memenuhi dari kebutuhan kinerja yang diharapkan untuk rancangan pesawat tertentu. Sayap dapat dipasang posisi atas, tengah atau bawah fuselage. Rancangan ini disebut high-wing, mid-wing, dan low-wing jumlah sayap juga berbeda-beda. Pesawat terbang dengan satu set sayap disebut monoplane, sedangkan pesawat terbang dengan dua set sayap disebut biplane. Banyak pesawat dengan sayap diatas mempunyai tiang penahan diluar atau disebut dengan wing strut yang menyerap beban penerbangan dan pendaratan dari strut ke struktur fuselage karena biasanya wing-strut ini tersambung ditengah sayap, tipe struktur sayap ini disebut semicantilever. Beberapa high wing disebagian besar low wing mempunyai rancangan full-cantilever yang dirancang untuk menahan beban tanpa tambahan strut di luarnya. Struktur utama dari bagian sayap adalah spar, rib dan stringer. Semua itu kemudian diperkuat oleh truss, l-beam, tabung atau perangkat lain termasuk kulit pesawat. Rib menentukan bentuk dan ketebalan dari sayap (airfoil). Pada sebagian pesawat modern tangki bahan bakar biasanya adalah dari sruktur sayap atau tangki yang fleksibel yang dipasang didalam sayap.
Gambar 2.4. Komponen Sayap (sumber : ilmu terbang.com)
14
Di sisi belakang atau trailing edge dari sayap, ada dua tipe permukaan pengendali (control surface) yang disebut aileron dan flap. Aileron biasanya dimulai dari tengah-tengah sayap ke ujung luar sayap (wingtip) dan bekerja dengan gerakan yang berlawanan untuk membuat gaya aerodinamis yang membuaat pesawat berguling ke kiri atau ke kanan. Sedangkan flap biasanya terletak dekat fuselage kearah luar sampai tengah-tengah sayap. Flap biasanya sama rata dengan permukaan sayap pada waktu pesawat sedang menjelajah. Pada waktu diturunkan flap bergerak dengan arah yang sama ke bawah untuk menambah gaya angkat pesawat pada waktu lepas landas dan mendarat. Pemasangan posisi wing dapat menentukan gaya-gaya pada pesawat, jadi dalam menentukan posisi wing harus ditentukan dulu misi terbang pesawat yang akan dibuat.
2.2.3. Empenage Nama yang benar untuk bagian ekor dari pesawat adalah empenage. Empenage terdiri dari seluruh ekor pesawat, termasuk permukaan yang tetap atau diam seperti vertical stabilizer dan horizontal stabilizer, dan ada pula tailboom yang termasuk bagian dari empennage. Sedangkan permukaan yang bergerak termasuk radar, elevator, dan satu atau lebih trip tab.
Gambar 2.5. Komponen Empenage (sumber : ilmuterbang.com)
15
Tipe kedua dari rancangan empenage tidak membutuhkan elevator. Tapi merupakan satu kesatuan dari horizontal stabilizer yang dapat berputar di pusat engselnya. Tipe ini disebut stabilizer dan digerakkan dengan batang kemudi, seperti halnya jika kita menggerakkan elevator. Sebagai contoh jika kita menarik batang kemudi, maka stabilator akan berputar hingga bagian belakang (trailing edge) akan terangkat. Hal ini menyebabkan beban aerodinamis di ekor dan meyebabkan hidung pesawat bergerak naik. Stabilator mempunyai anti-servo tab yang terpasang di trailing edge. Anti-servo tab bergerak dengan gerakan yang sama dengan trailing edge dari stabilator. Anti-servo tab juga berfungsi sebagai trim untuk mengurangi beban tekanan pada kemudi dan membantu stabilator untuk tetap pada posisi yang diinginkan.
Gambar 2.6. Komponen Stabilator (sumber : ilmuterbang.com)
2.2.4. Rudder Rudder tersambung dibagian belakang dari vertical stabilizer. Selama penerbangan rudder digunakan untuk menggerakkan hidung pesawat ke kanan dan ke kiri. Rudder digunakan bersama aileron untuk belok selama penerbangan. Sedangkan elevator yang terpasang di bagian
16
belakang horizontal stabilizer digunakan untuk menggerakkan hidung pesawat naik dan turun selama penerbangan. Trim tab berukuran kecil dan dapat digerakkan dari trailing edgenya kemudi. Trim tab yang dapat digerakkan dari kokpit mengurangi tekanan pada kemudi. Trim tab dapat terpasang pada aileron, rudder dan/atau elevator.
2.2.5. Landing Gear Landing gear atau roda pesawat adalah penopang utama pada waktu parkir, taxi (penggerak di darat), lepas landas atau pada waktu mendarat. Tipe paling umum dari landing gear terdiri dari roda, tapi pesawat terbang dapat dipasang float (pelampung) untuk beroperasi di atas air atau ski, untuk mendarat di salju. Landing gear terdiri dari 3 roda, dua roda utama dan roda ketiga yang biasa berada di depan atau di belakang pesawat. Landing gear
yang memakai roda di belakang disebut
conventional wheel. Pesawat terbang dengan conventional wheel juga kadang-kandang disebut dengan pesawat tail wheel. Jika roda ketiga bertempat di hidung pesawat, ini disebut nose wheel, dan rancangannya disebut tricycle gear. Nose wheel atau tail wheel yang dapat dikemudikan membuat pesawat dapat dikendalikan pada waktu beroperasi di darat.
2.2.6. Power Plant Power plant biasanya termasuk mesin dan baling-baling. Fungsi utama dari mesin adalah menyediakan tenaga untuk memutar balingbaling. Mesin juga menghasilkan tenaga listrik, sumber vakum untuk beberapa instrumen pesawat, dan di sebagian besar pesawat bermesin tunggal, menyediakan pemanas untuk penerbang dan penumpangnya. Mesin ditutup oleh cowling atau di beberapa pesawat di kelilingi oleh nacelle. Maksut dari cowling atau
nacelle adalah untuk membuat
streamline aliran udara yang mengalir di sekitar mesin dan membantu mendinginkan mesin dan mengalirkan udara di sekitar silinder. Baling-
17
baling yang terpasang di depan mesin, mengubah putaran mesin menjadi gaya yang bergerak ke depan yang disebut thrust yang membantu menggerakkan pesawat melewati udara.
Gambar 2.7. Power Plant (sumber : ilmuterbang.com)
2.2.7. Elevator Elevator berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan hidung pesawat. Elevator bergerak naik maka tail pesawat akan terhempas turun sehingga hidung pesawat akan bergerak naik begitu juga sebaliknya jika elevator bergerak turun maka tail pesawat akan terangkat naik sehingga hidung pesawat akan bergerk turun. Gerakan yang disebabkan oleh elevator
disebut pitch-up dan pitch-down. Secara konstruksi elevator
terpasangan pada horizontal stabilizer.
2.2.8. Aileron Aileron berfungsi untuk membuat gerakan memutar atau sering disebut juga sebagai bidang kemudi guling. Aileron ini terletak pada kedua ujung sayap pesawat terbang, pergerakannya tidak sama antara kanan dan kiri atau gerakan aileron selalu berlawanan bila kanan bergerak naik maka kiri bergerak turun, begitu juga sebaliknya. Gerakan pesawat yang disebabkan oleh aileron disebut rolling.
18
2.3.
Konfigurasi Bagian Pesawat Untuk proses manufaktur atau pembuatan suatu pesawat tentunya harus
menentukan bentuk desainnya terlebih dahulu, beberapa bentuk desain bagian pesawat bisa dilihat dari bagian sayap, badan pesawat, dan ekor pesawat seperti berikut ini. 2.3.1. Konfigurasi Wing Ada beberapa desain sayap, yang pertama dari planform atau dari bentuknya. Pesawat memiliki bentuk sayap yang bervariasi dimulai dari straight, taper, swept dan lain-lain seperti yang ditunjukan pada gambar 2.8 berikut :
Gambar 2.8. Platform dari sayap pesawat (Sumber : www.studyflight.com)
19
Untuk pesawat komersil yang terbang dengan kecepatan transonik atau diantara kecepatan suara, biasanya menggunakan sayap dengan bentuk tapered dengan swept back. Sedangkan untuk pesawat tempur yang terbang dengan kecepatan hipersonik atau di atas kecepatan udara menggunakan bentuk sayap delta. Pada pemasangan sayap pada badan pesawat memiliki sudut anhedral dan dihedral. Anhedral adalah kebalikan dari dihedral jadi pemasangan sudutnya itu adalah negatif atau mengarah kebawah. Pemasangan sayap tersebut ditunjukan pada gambar 2.9 berikut ini.
Gambar 2.9. Pemasangan hedral sayap pesawat (Sumber : www.studyflight.com) Pemasangan sayap pesawat terhadap sumbu longitudinal badan pesawat atau incident angle bermaksud agar pesawat mendapatkan gaya angkat ketika sudut serang pesawat atau angle of attack (AOA) pada posisi nol derajat. Jadi incident angle ini adalah sudut antara garis chord (garis tengah dari penampang sayap) dengan sumbu longitudinal badan pesawat. Seperti yang ditunjukan oleh gambar 2.10 berikut ini.
20
Gambar 2.10. Sudut incident sayap pesawat (Sumber : : www.oocities.org) 2.3.2. Konfigurasi Fuselage Terdapat dua tipe badan pesawat yang umumnya dipakai, yaitu tipe monoqoque dan semi-monoqoque. Pada awalnya konstruksi struktur badan pesawat udara menggunakan konstruksi monoqoque, yaitu konstruksi badan pesawat yang memfokuskan kekuatannya strukturnya pada skin tanpa ada struktur pendukung di dalamnya kecuali bulkhead dan former. Untuk tipe monoqoque strukturnya mengandalkan bagian skin untuk menahan beban pesawat, seperti pada gambar 2.11 berikut ini.
Gambar 2.11. Konstruksi dari monoqoque fuselage Seperti yang ditunjukan Gambar 2.11 sebelumnya, struktur dari badan pesawat tipe monoqoque terdiri dari bulkhead sebagai bagian penyekat dengan badan pesawat lainnya. Lalu ada bagian former sebagai bagian yang menahan bentuk dari badan pesawat itu sendiri.
21
Tipe badan pesawat yang kedua adalah semi monoqoque, tipe ini memiliki bagian lebih banyak dari tipe monoqoque. Karena struktur dalam dari badan pesawat tipe semi monoqoque mengandalkan struktur dalam yang menyusunnya. Struktur tersebut diantaranya adalah bulkhead, lalu stringer sebagai tempat melekatnya skin, seperti yang ditunjukan oleh gambar 2.12 berikut ini.
Gambar 2.12. Konstruksi dari semi monoqoque (Sumber : www.ilmuterbang.com) 2.3.3. Konfigurasi Empenage Ada beberapa konfigurasi bentuk dari empennage atau ekor pesawat, diantaranya bentuk konvensional yang digunakan pada pesawat komersil. Lalu ada bentuk dari ekor pesawatnya dengan konfigurasi T-tail, V-tail dan lainnya. Setiap bentuk dari ekor pesawat memiliki kelebihannya masing-masing. Misalnya ekor pesawat yang konvensional memiliki kelebihan bidang kendali yang responsive, lalu untuk konfigurasi T-tail memiliki kelebihan yaitu mendapat aliran udara yang tidak terganggu dari bentuk badan pesawat itu sendiri. Konfigurasi ekor pesawat tersebut ditunjukan oleh gambar berikut ini.
22
Gambar 2.13. Bentuk desain dari tail pesawat (sumber : Satriaputradirgantara.blogspoot.com)
2.4. Gaya Pada Pesawat Gaya yang bekerja pada UAV sama halnya dengan gaya-gaya yang bekerja pada model pesawat udara yaitu selama pesawat terbang di udara maka akan bekerja gaya-gaya pada pesawat dan teori pesawat dapat terbang dapat dijelaskan melalui penjelasan yang akan disampaikan berikut; Thrust merupakan gaya dorong yang berfungsi untuk menghasilkan gerak maju pesawat. Drag adalah gaya hambat pada pesawat yang dihasilkan dari bentuk pesawatnya, arah drag berlawanan dengan thrust sehingga agar menghasilkan gerak maju pada pesawat maka thrust harus lebih besar daripada drag. Setelah thrust lebih besar daripada drag maka akan timbul lift yang dihasilkan oleh aliran udara yang bekerja pada wing akibat dari permukaan atas pada wing lebih panjang atau berbentuk airfoil, permukaan yang lebih panjang menyebabkan kecepatan udara yang mengalir lebih cepat. Dengan mengacu pada hukum Bernoulli yang menyatakan bahwa suatu fluida dengan kecepatan tinggi maka memiliki tekanan yang rendah begitu juga sebaliknya, pada aliran udara sehingga gaya angkat akan timbul dari fenomena tersebut. Arah lift berlawanan dengan arah weight.
23
Weight merupakan berat pesawat yang berasal dari pesawatnya itu sendiri. Jika lift lebih besar dari weight maka pesawat akan terangkat naik.
Gambar 2.14. gaya-gaya yang bekerja pada pesawat (Sumber : www.semuadineodick.blogspot.com)
Berikut ini hal-hal yang mendefinisikan gaya-gaya tersebut dalam sebuah penerbangan yang lurus dan datar, tidak berakselerasi (satright dan level, unaccelerated).
Thrust, terjadi karena kombinasi mesin dengan propeller yang menyebabkan pesawat bergerak maju. Jadi dapat dikatakan pada saat pesawat terbang level atau steady level flight maka thrust dapat dinyatakan bahwa : T=D
Drag, adalah gaya ke belakang, menarik mundur, dan disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh sayap, fuselage, dan obyek-obyek lain. Drag kebalikan dari thrust dan beraksi ke belakang paralel dengan arah angin relatif (relative wind) atau lebih mudahnya merupakan gaya hambatan yang terjadi pada waktu pesawat bergerak maju. Besar gaya hambat ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan : D = 1/2 Keterangan :
24
D
= gaya hambat (Newton) = koefisien gaya hambat = kerapatan udara (kg/
)
V
= kecepatan (m/det)
S
= luas penampang wing (m²)
Weight, merupakan gaya berat yang terjadi karena pengaruh grafitasi untuk menjaga agar kecepatan tetap konstan, maka antar gaya thrust dan drag harus sama, untuk menjaga ketinggian pesawat gaya lift dan
weight
harus
sama.
Lift
bertambah
tergantung
oleh
bertambahnya kepadatan udara yang melintas dibawah sayap, atau karena pertambahan angel of attack selama aliran udara yang melewati sayap tetap mulus. Gaya berat (W) dapat ditentukan besarnya yaitu : W=mxg Keterangan : W = berat (Newton)
m
= masaa pesawat (kg)
g
= gravitasi (m/det²)
Lift, atau gaya angkat melawan gaya dari weight dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui centre of lift dari sayap. Besar gaya angkat dapat dinyatakan dengan persamaan : L=½ Keterangan : L
= gaya angkat (Newton) = koefisien lift
Selain gaya-gaya yang terjadi di atas, terdapat pula 3 gaya tambahan yang terjadi akibat dari perubahan pergerakan system kendali pesawat the yaw atau vertical axis terjadi karena rudder, the pitch atau lateral axis terjadikarena elevator, dan the roll atau longitudinal
25
axis terjadi karena aileron gaya yang terbentuk baik secara individual ataupun gabungan, akan menyebabkan perpindahan atau perubahan arah pesawat.
Gambar 2.15. Defleksi control surface beserta gerakan akibat defleksinya (sumber : www.Silverrarowhobby.com)
2.5
Bidang Kendali Pesawat Seperti yang telah kita ketahui bahwa seorang penerbang akan menggerakkan bidang kendali untuk menghasilkan gerakan pesawat yang
26
sesuai dengan kehendak. Pada pesawat terbang ada beberapa gerakan yang bisa dihasilkan oleh bidang kendali ini yaitu rudder untuk gerakan yawing, elevator untuk gerakan pitching dan aileron untuk gerakan rolling. Berikut ini merupakan gambar dari sebuah kendali beserta gerakan akibat defleksi dari control surface. 2.6
Teori Aerodinamika Dasar Wing atau yang dikenal dengan sebutan sayap pesawat merupakan salah satu bagian dari pesawat yang sangat penting yang kaitannya mengenai gaya angkat yang dihasilkan. Untuk menghasilkan gaya angkat (lift) yang baik, maka aliran udara yang melewati permukaan atas dan bawah pada wing dalam bentuk aliran udara yang laminar. Aliran udara laminar adalah aliran udara yang sejajar dengan permukaan benda yang dilaluinya 2.6.1.
Pengertian Airfoil Airfoil adalah suatu bentuk permukaan yang didesain sedemikian rupa sehingga airfoil akan bereaksi dengan aliran udara disekitarnya saat bergerak di udara. Hasil reaksi airfoil terhadap aliran udara adalah gaya angkat atau lift.
Gambar 2.16. Airfoil pada pesawat terbang (sumber : www.panggih15.wordpress.com)
27
Leading edge merupakan bagian dari airfoil yang pertama kali akan bersentuhan dengan aliran udara. Diameter atau jari dari leading edge tergantung dari jenis penggunaan airfoil. Untuk kecepatan tinggi biasanya digunakan leading edge dengan diameter yang sangat kecil, namun untuk kecepatan sedang sampai rendah maka digunakan airfoil dengan diameter yang cukup tebal. Trailing edge merupakan pusat bertemunya aliran udara bagian atas dan bawah dari airfoil. Trailing edge didesain dengan tujuan mengurangi tingkat terjadinya turbulence. Chord atau yang biasa disebut dengan chord line merupakan garis hayal yang menghubungkan antara leading edge dan trailing edge. Upper chamber menunjukkan kurva bagian atas pada sebuah airfoil sementara lower chamber merupakan kurva bagian bawah dari sebuah airfoil. Mean chamber merupakan garis yang dibentuk antara upper chamber dan lower chamber.
2.6.2.
Lift and Drag Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa lift merupakan gaya angkat yang dihasilkan dari perbedaan kecepatan aliran udara yang melewati upper chamber dan lower chamber, perbedaan ini disebabkan oleh tidak samanya permukaan antara bagian atas dan bawah airfoil. Untuk menghasilkan gaya angkat, permukaan atas harus lebih panjang dari permukaan bawah airfoil. Sedangkan drag atau gaya hambat adalah komponen gaya fluida pada benda yang searah dengan arah aliran fluida atau gerakan benda. Pada sudut serang yang tetap dibawah ini merupakan hal yang mempengaruhi besarnya lift dan drag. 1) Bentuk Airfoil 2) Luas permukaan wing 3) Kecepatan udara dipangkat dua 4) Kerapatan udara
28
2.7. Material Komposit
2.7.1. Pengertian Komposit Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen,
dimana
sifat
mekanik
dari
masing-masing
material
pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan materisl komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa merencakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan cara mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat dengan gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat (Matthews dkk,1993). Kroschwitz dan rekan (1987), menyatakan bahwa komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabungkan. Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Komposit yang berasal dari kata kerja “(to compose)” yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi, secara sederhana material komposit dapat diartikan sebagai material gabungan dari dua atau lebih material yang berlawanan. Penggabungan dua material atau lebih tersebut ada dua macam yaitu (Arumaarifu, 2010): a.
Penggabungan Makro Ciri-ciri penggabungan makro adalah : 1. Dapat dibedakan secara langsung dengan cara melihat. 2. Penggabungannya lebih secara fisis dan mekanis. 3. Penggabungannya dapat dipisahkan secara fisis maupun secara mekanis.
b.
Penggabungan Mikro Ciri-ciri penggabungan mikro adalah :
29
1. Tidak dapat dibedakan dengan cara melihat secara langsung. 2. Penggabungannya lebih secara kimiawi. 3. Penggabungannya tidak dapat dipisahkan secara fisis dan mekanis, tetapi dapat dilakukan secara kimiawi.
2.7.2. Jenis - Jenis Komposit Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa material komposit dibuat dengan penggabungan mikro. Material komposit merupakan material gabungan secara makro, maka material komposit dapat diidentifikasikan sebagai sistem material yang tersusun dari campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utama yang secara makro berbeda dalam bentuk dan atau komposisi material dan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1988). Komposit dibedakan menjadi 5 kelompok menurut bentuk struktur dari penyusunannya (Schwartz, 1984), yaitu : 1.
Komposit Serat (Fiber) Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan pembuatan
serat komposit,
sebagai
bahan
serat
dapat
penguatnya. diatur
Dalam
memanjang
(unidirectional composites) atau dapat dipotong kemudian disusun secara acak (random fibers) atau juga dapat dianyam (cross-ply laminate). Komposit serat sering digunakan dalam industry otomotif dan pesawat terbang (Schwartz, 1984).
a. unidirectional composites
b. random fibers composites
Gambar 2.17. Komposit Serat (sumber : emeraldinsight.com)
30
2.
Komposit Serpih (Flake Composites) Flake
composites
adalah
komposit
dengan
penambahan material berupa matriks kedalam matriksnya. Flake dapat berupa serpihan mika, glass dan metal (Schwartz, 1984)
Gambar 2.18. Komposit serpih (sumber : onkian.com)
3. Komposit Partikel (Particulate Composites) Particular composites adalah salah satu jenis komposit dimana dalam matriks ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Perbedaan dengan flake dan fiber composites terletak pada distribusi dari material penambahnya. Dalam particulate composites, material penambah terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol daripada flake composites. Sebagai contoh adalah beton (Schwartz, 1984).
Gambar 2.19. Komposit partikel (http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebarspesimen-pada_6420.html)
31
4. Filled (Skeletal) Composites Filled
composites
adalah
komposit
dengan
penambahan material ke dalam matriks dengan struktur tiga dimensi dan biasanya filler dalam bentuk tiga dimensi (Schwartz, 1984).
Gambar 20. Filled (skeletal) composites (sumber : www.onkian.com)
5. Laminar Composites Laminar composites adalah komposit dengan susunan dua atau lebih layer, dimana masing-masing layer dapat berbedabeda dalam hal material, bentuk, dan orientasi penguatnya (Schwartz, 1984).
Gambar 2.21. laminar composites (sumber: www.teyenxblogspot.com)
32
2.7.3. Tujuan dibentuknya Komposit Tujuan dibentuknya komposit adalah (Windarianti, 2010) : a. Memperbaiki sifat mekanik dan sifat spesifik tertentu. b. Mempermudah desain yang sulit pada manufaktur. c. Menghemat biaya. d. Bahn lebih ringan.
2.7.4. Komposit Sandwich Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari 3 lapisan yang terdiri dari flat composites dan atau metal sheet sebagai skin serta core dibagian tengahnya. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi. Sehingga untuk mendapatkan karakteristik tersebut, pada bagian tengan diantara kedua skin dipasang core. Komposit sandwich merupakan jenis komposit yang sangat cocok untuk menahan beban lentur, impak, meredam getaran dan suara. Komposit sandwich
dibuat untuk mendapatkan struktur yang ringan
tetapi mempunyai kekuatan dan kekakuan yang tinggi. Biasanya pemilihan bahan untuk komposit sandwich syaratnya adalah ringan, tahan panas dan korosi, serta harga juga dipertimbangkan.
Gambar 2.22. bentuk komposit sandwich (Sumber : www.alfarisy89.wordpress.com)
33
2.7.5. Unsur-Unsur Penyusunan Komposit Unsur utama penyusunan komposit
adalah matrik dan serat.
Bahan-bahan pendukung pembuatan komposit merupakan katalis, akselerator, gel coat, dan pewarna. Bahan tambahan tersebut memiliki fungsi yang sangat penting untuk menentukan kualitas suatu produk komposit. Karena material komposit terdiri dari penggabungan unsureunsur utama yang berbeda maka muncullah daerah perbatasan antara serat dan matrik (Santoso, 2002). 1. Bahan Serat Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matrik akan diteruskan kepada serat,sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulan elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Kriskiantoro, 2009). Sistem penguat dalam material komposit serat bekerja dengan mekanisme sebagai berikut : material berserat itu akan memanfaatkan aliran plastis dari bahan matriks (yang bermodulus rendah) yang dikenai tegangan, untuk menstranferkan beban yang ada itu kepada serat-seratnya (yang kekuatannya jauh lebih besar). Hasilnya adalah bahan komposit yang memiliki kekuatan dan modulus yang tinggi. Tujuan menggabungkan keduanya adalah untuk menghasilkan material dan fase dimana fase primernya (serat) disebar secara merata dan diikat oleh fase sekundernya (matrik). Dengan demikian, konstituen utama yang mempengaruhi kemampuan komposit adalah serat sebagai penguat matriks dan interface antara serat dengan matrik (Santoso, 2002). Diameter serat juga memegang peranan yang sangat penting dalam memaksimalkan tegangan. Semakin diameternya
34
akan memberikan luas permukaan per satuan berat yang lebih besar, sehingga akan membantu transfer tegangan tersebut. Semakin kecil diameter serat (mendekati ukuran kristal) semakin tinggi kekuatan bahan serat. Hal ini dikarenakan cacat yang timbul semakin sedikit. Serat yang sering dipakai untuk membuat komposit antara lain : serat gelas, serat karbon, serat logam (whisker), serat alami dan lain sebagainya (Santoso, 2002). Serat gelas tersusun dari butiran silica (SiO2), batu kapur dan paduan lain yaitu Al, Ca, Mg, Na, dll. Molekul silicon dioksida ini mempunyai konfigurasi tetrahedral, dimana satu ion silicon memegang empat ion oksigen. Jaringan dari silica tetrahedral ini adalah dasar dari terbentuknya serat gelas (Santoso, 2002). Berdasarkan jenisnya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu (Nugroho, 2007) : 1.
Serat E-Glass Serat E-Glass adalah jenis serat yang dikembangkan sebagai penyekat atau bahan isolasi. Bahan ini mempunyai kemampuan bentuk yang baik.
2.
Serat C-Glass Serat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadapbahan kimia yang korosif.
3.
Serat S-Glass Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi.
35
Tabel 2.6. Komposisi senyawa kimia serat gelas (Nugroho,2007) Komposisi Senyawa Kimia (%) Tipe
SiO2
Al2O2
Fe2O3
CaO
MgO
Na2O
B2O3
K2O
BaO
52,4
14,4
0,2
17,2
4,6
O,8
10,6
-
-
64,4
5,1
0,1
13,4
3,3
9,6
4,7
0,4
0,9
64,4
25,0
-
-
10,3
0,3
-
-
-
Serat E-Glass C-Glass S-Glass
Sumber : Mathews F.I dan Rawling R.D,1999
Tabel 2.7. Sifat-sifat serat gelas (Nugroho, 2007) Jenis Serat No.
E-Glass
C-Glass
Isolator listrik yang 1.
S-Glass
Tahan terhadap korosi.
baik.
Modulus lebih tinggi.
Kekuatan tinggi. 2. Kekuatan tinggi. 3.
Kekuatan lebih rendah
Lebih tahan terhadap
daripada E-Glass.
temperatur tinggi.
Harga lebih mahal
Harga lebih mahal
daripada E-Glass.
daripada E-Glass.
Sumber : Mathews F.I dan Rawling R.D,1999
Tabel 2.8. Karakteristik mekanik komposit Serat Komposit E-Glass Aramid
Young’s
Tensile
Failure
Modulus
Streght
Streght (%)
2,54
70
2200
3,1
1,45
130
2900
2,5
2,60
250
2200
0,9
Density (Mg/
)
(Kevlar49) SiC (Nicalon)
36
Serat
Density
Komposit
(Mg/
)
Young’s
Tensile
Failure
Modulus
Streght
Streght (%)
Alamina (FP)
3,90
380
1400
0,4
Boron
2,65
420
3500
0,8
Polyetilene ($
0,97
172
2964
1,7
Carbon
1,86
380
2700
0,7
Asbestos
2,56
160
3100
1,9
1000)
Sumber : Mathews F.I dan Rawling R.D,1999
Tabel 2.9. Spesifikasi dari serat E-Glass Karakteristik Density Þ (kg/
Serat E-Glass )
2600
Diameter (µm)
10-20
Panjang serat (mm)
50
Berat tiap bagian (g/m²)
300, 450, 600, 900, 1200
Modulus elastisitas EF (Gpa)
73
Modulus spesifik EF/Þ (MN m/kg)
28
Kekuatan regangan α fu (MPa)
3400
Kekuatan spesifik α fu/Þ (kN m/kg)
1300
Sumber : J.M. Barthelot, 1999
37
Berdasarkan bentuknya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain : a. Roving, berupa sekumpulan serat benang yang searah.
Gambar 2.23. Serat gelas roving (Sumnber : potret penulis)
b. Yarn, berupa single serat yang dibentuk menjadi sekumpulan serat berbentuk benang.
Gambar 2.24. Serat gelas yarn (sumber : www.ahmadrifiq10.wordpress.com) c. Chopped Strand, berupa strand yang dipotong dengan ukuran tertentu. Strand adalah filamen (serat) yang bergabung menjadi satu ikatan.
38
Gambar 2.25. Serat gelas chopped strand (sumber : www.keterampilankimiaindustri.blogspot.com)
d. Reinforcing Mat, berupa lembaran chopped strand dan countinous strand yang tersusun secara acak.
Gambar 2.26. Serat gelas reinforcing mat (sumber : www.hasil potret penulis) e. Woven Roving, berupa benang panjang yang dianyam dan digulung silinder.
Gambar 2.27. Serat gelas woven roving (sumber : www.fiberglass/name/uploadfiles290891898.jpg)
39
f. Woven Fabric, berupa serat yang dianyam seperti kain tenun.
Gambar 2.28. Serat gelas woven fabric (sumber : hasil potret penulis)
Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit yaitu (Gibson, 1994) : a. Countinous Fiber Composite Countinous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriksnya. Jenis komposit ini paling banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah lemahnya kekuatan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriksnya.
Gambar 2.29. Countinous fiber composite (sumber : Gibson, 1994)
b. Woven Fiber Composite (bi-directional)
40
Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik tipe countinous fiber.
Gambar 2.30. Woven Fiber Composite (bi-directional) (sumber : freepatentsolent.com)
c. Discountinous
Fiber
Composite
(Chopped
Fiber
Composite) Composite dengan serat pendek masih dibedakan lagi menjadi (Gibson, 1994) :
Aligned discountinous fiber
Gambar 2.31. Aligned discountinous fiber (about-steel.blogspot.com)
41
Off-axis aligned discountinous fiber
Gambar 2.32. Off-axis aligned discountinous fiber (about-steel.blogspot.com)
Randomly oriented discountinous fiber
Gambar 2.33. Randomly oriented discountinous fiber (about-steel.blogspot.com)
Randomly oriented discountinous fiber merupakan komposit dengan serat pendek yang tersebar secara acak diantara matriksnya. Serat tipe acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufaktur yang murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.
42
Gambar 2.34.Discountinous faber composite (chopped fiber composite) (sumber : Chemwiki.ucdavis.edu)
d. Hybrid Fiber Composite Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara
tipe
serat
lurus
dengan
serat
acak.
Pertimbangannya supaya dapat mengeliminir kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.
Gambar 2.35. Hybrid fiber composite (sumber : mitracomposite.com)
43
2. Bahan Matriks Menurut
Gibson
(1994),
matriks
dalam
struktur
komposit dapat berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan). Syarat yang harus dimiliki oleh bahan matriks adalah bahan matriks tersebut harus bisa meneruskan beban, sehingga serat harus bisa melekat pada matrik dan kompatibel antara serat dan matriks. Umumnya matrik yang dipilih adalah matrik yang memiliki ketahanan panas yang tinggi. Sebagai bahan utama penyusun dari komposit, matrik harus mengikat penguat (serat) secara optimal agar beban yang diterima dapat diteruskan oleh serat secara maksimal sihingga diperoleh kekuatan yang tinggi. Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut : 1.
Memegang dan mempertahankan serat tetap pada posisinya.
2.
Menstranfer tegangan ke serat padasaat komposit dikenai beban.
3.
Memberikan sifat
tertentu bagi
komposit, misalnya,
keuletan, ketangguhan, dan ketahanan panas. 4.
Melindungi serat dari gesekan mekanik.
5.
Melindungi serat dari pengaruh lingkungan yang merugikan.
6.
Tetap stabil setelah proses manufaktur. Dalam proses pembuatan material komposit, matriks
harus mempunyai kemampuan meregang yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat. Apabila tidak demikian, maka material komposit tersebut akan mengalami patah pada bagian matriksnya terlebih dahulu. Apabila hal itu terpenuhi, maka material komposit tersebut akan patah secara alami bersamaan antara serat dan matriks.
44
Berdasarkan bahan penyusunnya matriks terbagi atas matriks organik dan inorganik. Matriks organik adalah matriks yang terbuat dari bahan-bahan organik. Matrik ini banyak digunakan karena proses penggunaannya menjadi komposit cepat dan dengan biaya yang rendah. Salah satu contoh dari matriks organik adalah mesin polyestar. Matriks inorganik adalah matriks yang terbentuk dari bahan logam yang pada umumnya memiliki berat dan kekuatan tinggi. Berdasarkan bentuk dari matriksnya komposit dapat dibedakan menjadi sebagai berikut (Gibson, 1994) :
Komposit Matriks Polimer (Polymer Matrix CompositesPMC) Komposit jenis ini terdiri dari polimer sebagai matriks baik itu thermoplastic maupun jenis thermosetting. Thermoplastic adalah plastik yang dapat dilunakkan berulang kali (recycle) dengan menggunakan panas. Thermoplastic merupkan polimer yang akan menjadi keras didinginkan. Thermoplastic akan meleleh pada suhu tetrtentu, serta melekat mengikuti perubahan suhu dan mempunyai sifat dapt kembali (reversible) kepada sifat aslinya,
yaitu
kembali
mengeras
saat
didinginkan.
Thermoplastic yang lazim dipergunakan sebagai matriks misalnya
polylefin (polyetilene, polypropylene),vinylie
(polyvinylchloride,
polyutrafluorethylene),
nylon,
polyacetol, polycarbonate, polyfenylene. Thermosets tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasa telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan thermoset melainkan akan membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang
45
demikian sering digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin.
Komposit Matrik Logam (Metal Matrix Composites-MMC) Metal matrix composites adalah salah satu jenis komposit yang memeiliki matrik logam. Komposit ini menggunakan logam seperti alumunium sebagai matriks dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida. Material MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Komposit MMC berkembang pada industri otomotif dan khususnya
penerbangan
seperti
dalam
pembuatan
komponen silinder mesin, poros, gardan, dan lain-lain.
Komposit Matrik Keramik (Ceramix Matrix CompositeCMC) CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks. Dimana matriksnya terbuat dari keramik.
3. Core (Inti) Core merupakan penyusun komposit sandwich yang terletak pada bagian dalam spacement. Secara mekanis core pada komposit sandwich berfungsi untuk mendistribusikan beban aksial menjadi beban geser. Terdapat beberapa jenis core pada struktur sandwich, seperti kayu, syterofoam, polyfoam, dan bahan-bahan ringan lainnya yang mampu memperkuat atau mengisi core dari komposit tersebut. Berdasarkan persyaratan permorfanya, banyak material yang bisa digunakan sebagai core. Material core
yang dapat
digunakan dalam komposit dapat dibagi menjadi : a.
berat jenis rendah, material padat : foam susunan struktur sel terbuka atau tertutup, balsa dan jenis kayu lainnya.
46
b.
berat jenis medium dikembangkan dalam format selular : sarang lebah.
c.
berat jenis tinggi, material dikembangkan dengan format berkerut.
2.8. Penggunaan Material Komposit Pada Pesawat Udara Seperti yang telah diketahui dari pembahasan komposit sebelumnya material komposit merupakan material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material pembentuknya melalui pencampuran mikroskopik yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing - masing material pembentuknya berbeda[9]. Penggunaan komposit pada pesawat awal mulanya hanya digunakan pada pesawat militer saja, tetapi sekarang ini penggunaannya ada di pesawat sipil juga. Penggunaan dan pengembangan komposit terus berkembang pada waktu ke waktu tak terkecuali di bidang penerbangan. Di bawah ini Tabel II.7 yang menunjukan persentase penggunaan material dari tahun 1960 sampai dengan 1995. Grafik 2.1. Persentase penggunaan material pada pesawat
(Sumber : www.usairframe.com)
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Penyelesaian Tugas Akhir ini digunakan dengan menggunakan metode untuk mengumpulkan data-data
yang dibutuhkan untuk
penyusunan dan pembahasan. Pengamatan awal dilakukan berdasarkan judul, dalam hal ini penulis melakukan penelitian mengenai cara produksi pesawat platform UAV SSU-04 menggungakan bahan komposit yang dilaksanakan
di
kampus
Sekolah
Tinggi
Teknologi
Adisucipto
Yogyakarta 3.2
Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini menggunakan beberapa metode yaitu : 1.
Observasi Observasi adalah suatu metode sistematis yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara melihat atau mengamati kegiatan dilapangan serta pengalaman yang telah penulis dapat dalam dunia aeromodelling dan informasi tentang UAV.
2.
Metode Wawancara Metode wawancara yaitu dengan cara bertanya langsung pada dosen pembimbing dan pakar yang mengetahui tentang skripsi ini. Metode ini bersifat tidak terstruktur dengan cara bertanya dan bertatap muka langsung dengan instruktur di lapangan mengenai data yang dibutuhkan sesuai kebutuhan penelitian.
3.
Studi Pustaka dan literatur Yaitu dengan cara membaca buku-buku perpustakaan yang berkaitan dengan tema skripsi yang diangkat penulis. Selain itu dokumentasi didapat dari literatur-literatur tertulis di media internet.
47
48
3.3
Diagram Alur Penelitian
Pengumpulan data Mulai
(Requirement)
Melakukan perbandingan skala 3:4 dengan pesawat UAV LSU 02 Menentukan engine yang dipakai sesuai berat perbandingan pesawat pembanding sebagai acuan
Membuat platform pesawat dan perangkaian pesawat
Melakukan pemasangan sistem beserta engine pesawat
Menimbang dan mencari titik keseimbangan pesawat
selesai
Gambar 3.1 Diagram Alur proses produksi teori
49
3.4. Proses Alur Produksi Pesawat UAV SSU 04 Pesawat UAV SSU 04 adalah pesawat prototype berbahan dasar komposit yang bentuk konfigurasi serta ukuran dimensinya berbanding dengan skala 3:4 dengan dimensi pesawat LSU 02. Ada beberapa tahapan yang diperhatikan, berikut alur produksi UAV SSU 04 : 1. Mengumpulkan data ukuran dimensi beserta konfigurasi pesawat UAV LSU 02 sebagai acuan copy design pesawat UAV SSU 04. 2. Menghitung ukuran dimensi dan berat pesawat UAV LSU 02 yang di perkecil 3:4 dari skala asli dimensi beserta berat pesawatnya, yang kemudian
membuat
blue
print
pesawat
hasil
pengukuran
perbandingannya 3. Merencanakan perencanaan berat pesawat yang juga hasil dari perbandingan skala 3:4 dengan pesawat UAV LSU 02. 4. Memilih spesifikasi engine yang sesuai dengan berat acuan pesawat 5. Melakukan pembuatan platform pesawat melalui tahapan proses antara lain pembuatan master moulding, pembuatan cetakan, pembuatan platform dari cetakan, dan perangkaian platform pesawat. 6. Melakukan pemasangan sistem dan engine pada pesawat. 7. Menimbang dan menentukan titik keseimbangan pesawat dengan cara memberi beban tambahan pada bagian pesawat yang tidak seimbang, agar posisi CG pesawat kembali. 8. Proses produksi selesai, pesawat siap di terbangkan.
Gambar 3.2 Pesawat LSU-02 (Sumber : hhtp:lapan.go.id)
50
3.5. Penentuan Sizing pesawat SSU-04 Dalam penentuan sizing pesawat UAV SSU-04 tidak melakukan perhitungan perancangan Pesawat karena mengambil desain yang sama dengan LSU -02 namun memiliki perbandingan sizing 3:4 dengan ukuran dimensi UAV LSU-02. Berikut perbandingan size pesawat terukur UAV SSU-04 dengan LSU-02 pada tabel 3.1 : Tabel 3.1 Perbandingan Geometry UAV SSU-04 dan LSU-02 dengan skala 3:4 SSU 04 (cm)
LSU 02 (cm)
138
184
Main wing Span
194.1
258.8
Main Wing Chord
25,05
33.4
Tailboom Span
80.25
107
Tailboom chord
4.5
6
Vertical Stab Span
19.875
26.5
Tail boom &
Vertical Stab Chord
10.5
14
Empenage
Horizontal Stab 52.875
70.5
9.562
12.75
Aileron Span
40.5
54
Aileron Chord
6
8
Rudder Span
11.89
15.75
Rudder Chord
5.0025
6.67
Elevator Span
50.0025
66.67
Elevator Chord
5.0025
6.67
Komponen Fuselage Wing
Length
Span Horizontal Stab Chord
Control Surface
(Sumber : Petunjuk / Panduan Operasi dan Perawatan PTTA – DARE (LSU-02) dan hasil olah data penulis)
51
Gambar 3.3. Dimensi UAV SSU 04 tampak atas (Sumber : Olah data penulis)
Gambar 3.4. Dimensi UAV SSU 04 tampak depan (Sumber : Olah data penulis)
Gambar 3.5. Dimensi UAV SSU 04 tampak samping (Sumber : Olah data penulis)
52
3.6. Konfigurasi UAV SSU-04 Konfigurasi Umum Pesawat ini dirancang semirip mungkin bentuk dan ukurannya (copy design) dengan pesawat UAV LSU-02 untuk keperluan surveillance. Pesawat UAV SSU-04 memiliki beberapa bagian antara lain fuselage, wing, serta menggunakan tailboom yang berfungsi untuk menopang vertical tailplane. Pesawat SSU-04 menggunakan bahan komposit sebesar 85% pada airframe pesawat. Bahan komposit yang digunakan. Jadi dari segi ukuran pesawat hanya mengaplikasikan ukuran dan bentuk pesawat UAV LSU-02 ke pesawat UAV SSU-04. Engine yang dipakai pada Pesawat UAV SSU-04 adalah jenis piston bersilinder 20 cc yang mampu menopang beban pesawat hingga 8 kg. Tabel 3.2. Konfigurasi Pesawat UAV SSU-04 KOMPONEN
KONFIGURASI
Main wing
High wing, Straight
Main wing airfoil
NACA 4409
Tail wing
Double tailboom (Boom mounted)
Fuselage
Monoqoque
Landing gear
Three cycle nose gear
Propulsi
Piston 2T DLE 20 CC
(Sumber : Olah data penulis) 3.7. Model Pesawat 3D dengan Aplikasi Software CATIA V20 Pertama kali sebelum membuat prototype yaitu melakukan pembuatan model 3D platform SSU 04 dengan aplikasi CATIA V20. Sebagai langkah awal membuat model 3D per bagian pesawat, seperti badan pesawat, sayap, boom mounted dan ekor pesawat. Mengingat ukuran yang dipakai adalah dimensi LSU 02 yang sudah di skalakan 3:4
53
dengan LSU 02 maka model dalam bentuk 3D sudah di sesuaikan dengan pesawat UAV SSU 04. Penggunaan software CATIA hanya untuk melihat bentuk gambar 3D dari sebelumnya blue print LSU 02 yang ada pada penulis (terlampir). Berikut ini adalah gambar model 3D dari UAV SSU 04 yang ditunjukan oleh gambar dibawah berikut ini : 3.7.1. Model 3D Sayap Model 3D sayap yang dibuat menggunakan airfoil NACA 4409. Panjang chord yang digunakan adalah 252 mm.
Gambar 3.6. Airfoil sayap SSU 04 (sumber : Olah data penulis)
Sayap dengan ukuran span 194 cm dan wing chord 25,2 cm dan berseri NACA 4409.
Gambar 3.7. 3D sayap SSU 04 (Sumber : Olah data penulis)
54
3.7.2. Model 3D Fuselage Fuselage SSU 04 memiliki ukuran 663 mm, chord atau lebar sebesar 150 mm pada sumbu y, dan tinggi 126 mm pada sumbu z.
Gambar 3.8. 3D Fuselage UAV SSU 04 (Sumber : Olah data penulis)
3.7.3. Model 3D Tailboom Berikut model tailboom 3D dari model pesawat SSU 04 yang memiliki panjang 80 cm
Gambar 3.9. 3D Tailboom SSU 04 (Sumber : Olah data penulis)
55
3.7.4.
Model 3D Landing Gear Landing gear SSU 04 adalah jenis landing gear 3 cycle nose gear dengan bentuk landing gear pada umumnya, berikut hasil dari 3D landing gear UAV SSU 04.
a. main landing gear
b. Nose landing gear
Gambar 3.10. 3D Landing Gear UAV SSU 04 (Sumber : Olah data penulis)
3.7.5.
Model 3D Empenage Model 3D dari empennage airfoil ,emggunakan seri NACA 2415. Vertical stabilizer pada sumbu x, dan horizontal stabilizer pada sumbu y. Berikut bambar 3D empenage SSU 04 :
Gambar 3.11. 3D Empenage SSU 04 (Sumber : Olah data penulis)
56
3.7.6.
Assembly Design 3D SSU 04 Berikut hasil 3D SSU 04 pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.12. 3D UAV SSU 04 tampak atas (Sumber : Olah data penulis)
Gambar 3.13. 3D UAV SSU 04 tampak belakang (Sumber : Olah data penulis)
3.8. Bahan-Bahan Komposit yang Digunakan 3.8.1. Resin Resin yang digunakan dalam pembuatan pesawat menggunakan resin bening atau resyn polyester sebagai bahan utama dalam pembuatan cetakan dan resin epoxy sebagai bahan pelapis pembuatan master moulding dan hasil dari cetakan. Resin epoxy adalah suatu kopolimer,
57
terbentuk
dari
dua
bahan
yang
berbeda
hardner/pengeras. Namun pada resin polyster
yaitu
perekat
dan
perbedaannya adalah
pengerasnya menggunakan katalisator.
a. resin polyster
b. resin epoxy
Gambar 3.14. Resin yang dipakai saat pembuatan pesawat SSU-04 (Sumber : hasil potret penulis)
3.8.2. Katalis Katalis berupa cairan bening seperti cuka dengan bau yang menyengat. Berfungsi sebagai pengeras/ katalisator. Penambahan katalis harus cukup sedikit saja dengan perbandingan 1:10 dengan resin polyster dan juga tergantung dengan jenis resin lainnya. Artinya resin yang sudah lama dan mengental akan membutuhkan katalis lebih sedikit bila dibandingkan dengan resin yang masih baru yang masih encer.
Gambar 3.15. Katalis (sumber : hasil potret penulis)
58
3.8.3. Mat atau Serat Bahan ini merupakan anyaman mirip kain dan terdiri dari beberapa model, dari model anyaman halus sampai dengan anyaman yang kasar atau besar dan jarring-jaring. Berfungsi sebagai isi atau kerangka pelapis yang dicampurkan adonan dasar komposit yaitu digunakan untuk penguat, sehingga sewaktu unsur kimia tersebut brsenyawa dan mengeras, matberfungsi sebagai pengikatnya yang mengakibatkan menjadi kuat dan tidak getas pada bahan komposit yang dibuat.
Gambar 3.16. Mat (sumber : hasil potret penulis)
3.8.4. WR (Waving Roving) WR atau Waving Roving adalah serat yang berfungsi sebagai lapisan penguat yang terdiri dari roving yang di anyam. Bentuknya seperti karung goni untuk beras .
Gambar 3.17. Waving Roving (Sumber : Hasil poret penulis)
59
3.8.5. Aerosil Bahan ini berbentuk bubuk yang sangat halus berwarna putih berfungsi sebagai perekat mat agar fiberglass menjadi lebih kuat dan tidak mudah pecah.
Gambar 3.18. Aerosil (sumber : hasil potret penulis) 3.8.6. PVA Bahan ini berupa cairan berwarna biru menyerupai spirtus, berfungsi untuk melapis antara cetakan dengan bahan fiberglass. Tujuannya agar kedua bahan tersebut tidak saling menempel, sehingga fiberglass hasil cetakan dapat dilepas dengan mudah dari cetakannya.
Gambar 3.19. PVA (sumber : http: www.amcsupplies.com)
3.8.7. Wax atau Mirror Wax atau mirror fungsinya hampir sama dengan PVA, namun wax juga berfungsi untuk melapisi master cetakan agar hasil dari profit yang dicetak lebih halus.
Gambar 3.20. Wax atau mirror (sumber : hasil potret penulis)
60
3.8.8. Talc Sesuai dengan namanya bahan ini berbentuk bubuk berwarna putih yang sangat halus. Berfungsi sebagai campuran adonan fiberglass agar keras dan tidak lentur.
Gambar 3.21. Talc (sumber : hasil potret penulis)
3.8.9. Kayu balsa Kayu balsa merupakan kayu yang sangat baik dalam pembuatan pesawat model Karenakayu balsa memiliki struktur yang ringan dan kuat. Dalam pembuatan SSU-04 kayu balsa berfungsi sebagai rangka dalam fuselage dan bahan utama untuk pembuatan empennage karena merupakan kayu yang mudah untuk di olah. Kayu balsa terbagi menjadi tiga jenis yaitu : 1.
AAA Grade ( Super Light balsa ), mempunyai densitas kurang dari 120 Kg/m3 yang yang dipakai untuk penambal kedudukan servo yang terpasang di wing dan empenage.
2.
AA Grade ( Medium light balsa), mempunya densitas antara 130 180 Kg/m3 yang dipakai untuk membuat tahanan untuk sistemsistem yang bekerja pada fuselage.
3.
A Grade ( Hard Balsa ) , mempunyai densitas >200 Kg/m3. Hard balsa digunakan sebagai bahan dalam pembuatan empennage yang meliputi stabilizer, rudder dan elevator.
61
Gambar 3.22. Kayu balsa (sumber : inahobby.com)
3.9. Sistem Utama Pesawat SSU-04 Sistem pesawat adalah bagian penting dari pesawat yang menjadi salah satu pusat pengkajian yang harus dilakukan dengan sangat cermat. Karena sistem-sistem tersebut yang akan menunjang performa pesawat dalam menjalankan setiap misi yang dibebankan pada setiap pesawat sesuai dengan kapasitas dan tujuan dari perancangan penggunaan pesawat masing – masing, tidak terkecuali pesawat model UAV SSU-04 yang menjadi objek pada penelitian tugas akhir.
3.9.1. Transmitter Merupakan sebuah sistem yang kita pegang saat menerbangkan pesawat model. Terdapat dua tongkat kendali dan pada ujung boxnya terdapat antena yang panjang. Kita biasanya melakukan pengontrolan melalui tongkat kendali ini, suatu sinya-sinyal digital dari proses yang dihasilkan sistem dari gerakan tongkat kendali dikirimkan melalui antena dan diterima oleh sebuah alat yang ada didalam pesawat model sehingga timbullah gerakan-gerakan model sesuai yang kita inginkan. Bahkan pada transmitter model terbaru, memungkinkan kita melakukan pengontrolan gerakan model sesuai besar kecilnya gerakan tongkat kendali secara lebih presisi, sehingga pesawat model melakukan gerakan-gerakan yang halus di udara.
62
Gambar 3.23. Transmitter pesawat model (sumber : usgroup.eu) 3.9.2. Receiver Tugas dari alat ini adalah menerima sinyal-sinyal digital yang dikirimkan oleh transmitter lalu mengolahnya menjadi suatu kode-kode tertentu kemudian dikirimkan ke servo, servo menggerakan bidang kemudi pada pesawat model, sehingga pesawat model bisa kita gerakan kekiri atau kekanan dan sebagainya.
Gambar 3.24. Receiver (sumber : hasil potret penulis) 3.9.3. Servo Servo adalah alat yang bekerja secara mekanis yang yang bergerak secara presisi sesuai sinyal-sinyal dari receiver. Pada umumnya pada sebuah pesawat model terdapat lebih dari satu servo, hal ini disebabkan oleh kebutuhan dari model kita. Jika kita membuat pesawat model standar pesawat maka umumnya kita menggunakan lima buah servo yaitu untuk menggerakan rudder, aeleron dan elevator, lain halnya jika kita membuat pesawat model Trainer RC, umumnya model ini menggunakan tiga buah servo, yaitu untuk mengontrol kecepatan mesin, menggerakan rudder dan menggerakan fin. Selain itu pada servo juga dikenakan istilah torque atau kekuatan gerakan motor servo ditandingkan dengan beban pikul yang dikenakan padanya. Jika kita hanya membuat pesawat model berukuran kecil
63
maka lebih tepat kita akan menggunakan servo dengan torsi rendah dan sebaliknya. Hal ini sangat penting agar saat kita mengendalikan model tidak terjadi gerakan-gerakan model yang tidak diinginkan saat penerbangan karena kurangnya daya kerja servo dalam menggerakan bidang kemudi. Untuk SSU-04 sendiri mengunakan 6 (enam) servo sebagai penggerak, servo-servo tersebut terletak pada : a. Elevator = 1 (dua) servo b. Ruderr = 2 (satu) servo c. Aeleron = 2 (dua) servo d. Main landing gear = 1 (satu servo)
Gambar 3.25. Servo (sumber : usgroup.eu) 3.9.4. Batterai Fungsi dasarnya adalah menyuplai arus dan tegangan pada transmitter dan receiver. Dalam dunia aeromodeling dikenal suatu batterai yang tahan lama dan bisa diisi ulang yang biasa disebut NICAD.Baterai jenis ini jelas lebih baik penggunaanya dibanding jika kita menggunakan baterai karbon biasa. Pesawat SSU-04 menggunakan baterai jenis Turnigy 2.4 Ghz 9X8C v2 8 CH Full Range Receiver
Gambar 3.26. Baterai pesawat model (sumber : usgroup.eu)
64
3.9.5. Fuel tank Fuel tank dalam dunia aeromodeling dan UAV, biasanya terletak dalam perut fuselage yang menampung sejumlah bahan bakar yang akan dipakai engine untuk pembakaran. Di pesawat SSU-04 sendiri fuel tank terletak pada titik CG dari pesawat SSU-04 yang bertujuan agar keseimbangan pesawat tetap terjaga.
Gambar 3.27. Fuel tank pesawat model (sumber : mirp.net) 3.9.6. Fuel Line Fuel line adalah selang penghubung bahan bakar dari fuel tank menuju tempat pembakaran di engine. Selang fuel line terbuat dari selang yang tahan akan pengikisan dari minyak atau bahan bakar.
Gambar 3.28. Fuel line (sumber : mirp.net)
3.9.7. CDI CDI adalah sisterm pengapian pada mesin pembakaran dalam dengan memanfaatkan energi yang disimpan dalam kapasitor yang digunakan untuk menghasilkan tegangan tinggi ke koli pengapian, sehingga dalam output tegangan tinggi koil akan menghasilkan spark di busi. Besarnya energi yang tersimpan dalam kapasitor maka semakin
65
kuat spark dari busi untuk memantik campuran gas didalam ruang bakar. Dengan catatan diukur dengan penggunaan koil yang sama. Energi yang besar juga akan memudahkan spark menembus kompresi yang tinggi ataupun campuran gas bakar yang banyak akibat dari pembukaan throttle yang lebih besar.
Gambar 3.29. CDI engine DLE (sumber : hasil potret penulis)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Penelitian dan Pembahasan Pada bab ini akan dibahas tentang proses produksi pada pesawat SSU04. Data-data yang diolah dimulai dari design consept yang didalamnya meliputi pengukuran berat pesawat, geometry sizing, dan design system pesawat UAV SSU-04, proses selanjutnya adalah pembuatan hingga persiapan terbang. Perencanaan dimensi pesawat dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan proses produksi, dari pengukuran dimensi kita dapat mengetahui dan menentukan gambaran kerangka dalam bentuk ukuran perbagian pesawat UAV yang akan dibuat. Dari hasil Produksi secara terukur berdasarkan dimensi, pesawat SSU-04 ini serupa dengan dimensi pesawat UAV LSU-02 maka dalam perancangannya pesawat UAV SSU-04 tidak ada perbedaan bentuk hanya dimensi UAV SSU 04 lebih kecil dbandingkan UAV LSU 02. Maka dari itu penulis menyantumkan pengukuran dimensi yang sudah ada pada pesawat UAV LSU-02 ( copy design).
4.2
Pengukuran Berat Pesawat Perencanaan pengukuran berat merupakan langkah pertama dalam proses pembuatan sebuah pesawat baik pesawat sebenarnya maupun pesawat model. Pengukuran berat berisikan tentang penentuan berat kosong pesawat, berat maximum yang diijinkan untuk pesawat terbang pada saat takeoff (MTOW) dan data-data mengenai beban yang akan dibawa oleh pesawat serta beberapa sistem yang akan digunakan.
66
67
4.2.1 Penentuan Berat Total Pesawat Berat kosong pesawat juga dihitung dari perbandingan berat take off weight perencanaan pesawat UAV SSU 04 dan berat take off weight pesawat UAV LSU 02 dengan perbandingan berat 3: 4. LSU 02 mempunyai berat total sekitar 10 kg dan mampu membawa muatan sebesar 3 kg maka diperoleh : Jika : LSU 02 = A SSU 04 = B B = W0 A . ¾
(4.1)
Dimana : W0 A = 10kg ¾ = Perbanndingan berat SSU 04 dengan LSU 02 Makan diperoleh : B = 10 . ¾= 7.5 kg
(4.2)
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan Design takeoff weight maksimal pesawat SSU 04 adalah 7.5 kg ditentukan berdasarkan power yang dihasilkan oleh engine pada engine manual. 4.2.2. Pengukuran Berat Pesawat UAV SSU 04 Setelah diukur berat pesawat mulai dari berat kosong, berat sistem, dan berat total pesawat. Pesawat UAV SSU 04 memiliki berat total sebesar 6.620 kg belum termasuk kapasitas fuel pesawat, berat tersebut dari hasil pengukuran berat sistem pesawat dan berat kosong pesawat (structural weight). Maka berat tersebut tidak melebihi berat maksimal dari yang ditentukan sebesar 7.5 kg. penulis mencantumkan hasil pengukuran berat yang telah diukur dapat di lihat pada tabel berikut :
68
Tabel 4.1 Pengukuran berat sistem pesawat UAV SSU 04 System Nominal Weight (gr) Total (gr) Piston engine 2T DLE-20
1
900
900
CDI
1
187
187
Regulator
1
55
55
Battery Turnigy 25-35C 2200
1
227
227
1
20
20
2
55
110
5
20
100
1
30
30
1
400
400
mAh
Receiver 2,4 ghz Turnigy 9x8cv2 8 ch Full Range Standard Servo Tower Pro MG 995 R Servo Mikro Push pull (Push rod) Kapasitas Fuell penuh Total (gram)
1989
(Sumber : olah data penulis)
Tabel 4.2. Pengukuran Berat Pesawat UAV SSU-04 No 1
Komponen Pesawat
Berat (gr)
Fuselage core
889
Sistem pesawat
1989
Tailboom (2 buah)
558
Fuselage
2
Empenage
342
3
Wing
1310
4
Landing gear
932
Balancer
600
5
Total Weight
(Sumber : Olah data penulis)
6620
69
Wsystem =
=
= 1,989 Kg
(4.3)
Jadi dapat berat kosong pesawat dapat dihitung dengan persamaan : Wempty = W0 – Wpayload
(4.4)
Wempty = 6.620 – 1.989 = 4.631 kg Sehingga diketahui berat kosong pesawat sebesar 4.631 kg, dimana berat kosong UAV ini hanya sebatas pada konstruksi.
Gambar 4.1. Berat pesawat SSU-04 (sumber : Hasil potret penulis)
4.3. Geometry sizing Setelah gross takeoff weight ditentukan, langkah selanjutnya adalah menetukan ukuran fuselage, wing, tail wing dan control surface. Namun karena pesawat SSU-04 adalah pesawat dengan geometry yang sama (copy design) dengan pesawat LSU-02 maka ukuran yang dipakai adalah ukuran dari pesawat LSU-02. Berikut hasil ukuran pesawat SSU-04 .
70
Tabel 4.3 Geometry pesawat UAV SSU-04 Teori
Hasil
138 cm
135.5cm
Main wing Span
194.1 cm
193 cm
Main Wing Chord
25.05 cm
24 cm
Tailboom Span
80.25 cm
77.2 cm
Tailboom chord
4.5 cm
4.8 cm
Vertical Stab Span
19.87 cm
19.7 cm
Vertical Stab Chord
10.5 cm
10.2 cm
Horizontal Stab Span
52.875 cm
52.6 cm
9.562 cm
9.6cm
Aileron Span
40.5 cm
39 cm
Aileron Chord
6 cm
6 cm
Rudder Span
11.89 cm
11 cm
Rudder Chord
5.0025 cm
4.8 cm
Elevator Span
50.0025 cm
48 cm
Elevator Chord
5.0025 cm
4.8 cm
Komponen Fuselage Wing
Tail boom & Empenage
Length
Horizontal Stab Chord
Control Surface
(Sumber : hasil olah data penulis)
4.4. Design System Sistem pesawat terbang merupakan salah satu bagian dari pesawat yang tidak bisa dipisahkan. Ada beberapa sistem di pesawat yang semuanya itu berhubungan dengan gerakan pesawat. Dalam perancangan ini, dari sekian banyak sistem yang digunakan, ada beberapa sistem yang akan dijelaskan diantaranya adalah landing gear system, electrical system, fuel system dan radio control system yang semuanya berkaitan. Semua sistem tidak akan bekerja tanpa adanya receiver radio control. Receiver dihubungkan dan mendapat daya dari regulator sehingga receiver
71
dapat bekerja sebagaimana mestinya. Fungsi utama receiver adalah untuk menerima perintah yang dikirimkan oleh radio transmitter untuk kemudian diolah menjadi pulsa-pulsa listrik sebagai pengatur gerakan servo dan besar kecilnya arus yang dikeluarkan oleh regulator. Adapun jenis dan fungsi dari masing-masing Chanel pada receiver: Tabel 4.4 Jenis dan fungsi masing-masing chanel pada receiver. Jenis
Frequency
Turnigy 2.4 Ghz 9X8C v2 8 CH Full Range Receiver
2.4 Ghz
Weight
19 gr
Chanel
Fungsi
Ch 1
Aileron
Ch2
Elevator
Ch3
Throttle
Ch4
Rudder
Ch5
Main landing gear
Ch6 Ch7 Ch8
Opsional Opsional Opsional
(sumber : olah data penulis) Receiver jenis ini memiliki 8 chanel dengan frequency 2.4Ghz. Dari ke-8 chanel yang tersedia hanya 3 chanel saja yang dihubungkan ke servo untuk menggerakkan flight control. 3 chanel tersebut adalah chanel 1,2 dan 4. Chanel 1 untuk menggerakkan Aileron, chanel 2 untuk menggerakkan Elevator, chanel 4 menggerakkan rudder dan chanel 5 untuk menggerakan main landing gear. 4.4.1. Electrical dan Radio Control System Electrical system pada pesawat berhubungan dengan receiver radio control yang berguna menerima respon gerakan yang diberikan oleh transmitter radio control. Yang termasuk electrical system yang
72
dipasang pada pesawat adalah receiver, servo dan battery sebagai sumber tegangan. 4.4.2. Engine system Pesawat SSU-04 ini menggunakan engine DLE 20 cc piston 2 tak sebagai sistem propulsinya dengan fuel sebagai bahan bakar engine. Pemilihan engine piston DLE-20cc berdasar rekomendasi dari rencana acuan berat pesawat sebelum di buat.
4.5. Konstruksi Pesawat UAV SSU-04 Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) SSU-04 ini mempunyai bentuk dan konstruksi yang akan dijelaskan sebagai berikut. 4.5.1
Bentuk dan Konstruksi fuselage Fuselage UAV dirancang untuk memiliki ruangan seluas mungkin
untuk
penginderaan
memuat
seluruh
yang dibutuhkan.
sistim
Fuselage
pengendalian mempunyai
dan profil
mendekati kotak dengan tinggi 12.6 cm, lebar 15 cm dan panjang keseluruhan 66.30 cm.
Gambar 4.2 Fuselage UAV SSU-04 Sumber : potret penulis
73
4.5.2
Bentuk dan konstruksi sayap (wing) Selain dari pada kedudukan sayap terhadap badan pesawat, maka pesawat terbang dapat juga ditinjau dari bentuk sayap. Bentuk sayap sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat aerodinamis dari pesawat
termasuk
kemampuan (performance) pesawat
terbang
tersebut. bentuk wing yang dipakai pada pesawat UAV SSU-04 adalah bentuk straight wing atau sayap lurus yang sesuai dengan misi pesawat untuk terbang taktis yang dibantu dengan 2 aileron pada kedua sisi sayap.
Gambar 4.3 Wing SSU-04 (Sumber : potret penulis) 4.5.3. Bentuk dan konstruksi Empenage Empenage
pada
psawat
UAV
SSU-04
menggunakan
konfigurasi dari boom-mounted atau yang dikenal double tailboom yang menopang pada vertical tailplane. Fungsi tailboom pada UAV SSU-04 agar horizontal tailplane yang berada dalam aliran udara turbulen berenergi tinggi dari propeller dapat keuntungan karena
74
kemungkinan terjadinya separasi aliran sangat kecil. Elevator dapat difungsikan tanpa khawatir terjadi deep stall. Stabilizer pada empenage menggunakan NACA 2415 yang sesuai dengan NACA LSU 02
Gambar 4.4 Tailboom SSU-04 Sumber : potret penulis 4.5.4
Konstruksi Propulsi Penggerak pesawat menggunakan piston engine agar pesawat mendapat thrust yang besar dan disesuaikan dengan ukuran dan berat pesawat dengan konfigurasi pusher yang peletakkannya dibelakang fuselage, diapit kedua tailboom. Dengan konfigurasi ini propwash menjadi bagian penting dalam perhitungan gaya angkat horizontal tailplane. Pemilihan engine dilakukan berdasarkan kebutuhan daya pada beberapa kondisi terbang, yang merupakan kombinasi berbagai tingkat kecepatan dan ketinggian terbang. Asumsi dasar yang dipakai untuk penentuan engine ini adalah: 1. Harga rencana acuan berat pesawat yang dipakai adalah perbandingan berat dengan LSU 02 sebesar 7.5 kg. 2. Efisiensi propeller diambil pada harga 75% Sehingga ditentukan engine dengan rating 2.5 hp memenuhi kebutuhan pesawat. Berikut spesifikasi engine yang dipakai :
75
Gambar 4.5. Engine DLE-20 (sumber : potret penulis)
1.
Spesifikasi Engine DLE-20 20cc : - Power : 2.5 HP 9,000 rpm - Idle speed : 1700 rpm / min - Thrust 6.3 kg pada ketinggian 100 m sea level - Propeller 16 x 8, 14 x 10 - Plug type : NGK CM6 - Diameter stroke : 32 x 25mm - Compresion : 10.5:1 - Oil mix 30:1 - Weight 650 gr - Pay load max 8 kg
2.
Propeler yang digunakan adalah propeller 2 blade jenis pusher dengan ukuran pitch 14x10, pemilihan pitch propeller disesuaikan dengan jenis engine 20 cc yang dipakai dan misi terbang pesawat.
Gambar 4.6. Propeller pada pesawat SSU-04 (sumber : hasil potret penulis)
76
4.5.5. Bentuk dan konstruksi sistem pendarat (landing gear) Landing gear yang diproduksi terbuat dari bahan komposit yang
bertujuan
untuk
mengurangi
berat
pesawat.
Sebagai
konsekuensi konfigurasi pusher maka harus digunakan sistim pendarat tricycle. Ketiga roda pendarat bertumpu pada fuselage dengan menggunakan strut dari bahan komposit. Roda pendarat depan dapat dikemudikan dengan digerakan oleh servo yang menempel pada main landing gear pesawat.
Gambar 4.7. Landing gear pesawat UAV SSU-04 (sumber : Olah data penulis) 4.6. Fase Pengerjaan Platform Pesawat UAV SSU-04 Dalam tahapan produksi pesawat penulis membagi pengerjaan yang terdiri dari 4 fase seperti fase di atas, antara lain: 1) Fase pengerjaan Master Molding Pada fase ini adalah fase yang paling menentukan bentuk dan dimensi dari pesawat yang akan dibuat karena harus sesuai dengan rancangan pesawat yang direncanakan. 2) Fase pengerjaan cetakan Pengerjaan cetakan dilakukan dengan beberapa part sesuai dengan master molding yang telah dibuat. Fungsi cetakan itu sendiri agar bisa mencetak berulang kali 3) Fase pengerjaan hasil platform dari cetakan Pada fase ini adalah hasil bentuk jadi per part pesawat
77
4) Fase perakitan dan pemasangan komponen pesawat Pada fase ini pesawat sudah siap dirakit dan diisi sistem-sistem antara seperti servo untuk penggerak Elevator, Aileron, Rudder. Disamping itu juga dipasang perangkat engine beserta elektriknya.
4.7. Pembuatan Platform Pesawat UAV SSU-04 Setelah diketahui tahapan - tahapan dalam suatu produksi atau pembuatan serta pemilihan alat dan bahan, penulis menyajikan cara proses produksi platform pesawat UAV SSU-04 berdasarkan pengalaman produksi yang dilalui. 4.7.1. Pengerjaan Master Moulding Saat pengerjaan awal atau tahapan awal adalah membuat suatu master moulding. Master moulding atau mammo adalah suatu contoh bentuk benda yang akan diproduksi atau dibuat sebagai mould atau coppy untuk suatu cetakan. Master moulding harus dibuat dengan ketelitian yang baik serta ukuran atau size yang harus sesuai dengan dimensi benda yang akan di produksi. Dalam pengerjaan awal yang dilakukan adalah membuat tiga master moulding pesawat UAV SSU04 perbagian yaitu mammo fuselage, mammo tailboom, mammo wing dan mammo landing gear. Bahan yang digunakan dalam pembuatan mammo ini adalah Styrofoam yang dibalut Resin epoxy, pemilihan bahan styrofoam sebagai master moulding dikarenakan bahan styrofoam lebih mudah dibentuk sesuai dengan rancangan platform pesawat, namun dalam pembuatan master moulding landing gear menggunakan bahan jenis besi karena ukurannya yang tipis. Langkah langkah pengerjaan Master moulding platform pesawat UAV SSU-04 adalah: 1. Menyediakan alat dan bahan-bahan pembuatan master moulding seperti Styrofoam, mika, resin epoxy, triplek, dan alat pemotong gabus.
78
2. Mengaplikasikan ukuran dan dimensi pesawat dengan cara membuat mal dari triplek sebagai bentuk awalan dua dimensi yang memudahkan saat proses pemotongan dalam pembentukan master moulding dari fuselage, wing, dan tailboom. 3. Membentuk styrofoam per bagian sesuai dengan dimensi fuselage, wing, dan tailboom dengan menggunakan mal yang sudah dibuat dengan alat pemotong gabus. 4. Setelah styrofoam berbentuk fuselage, wing dan tailboom sesuai dimensi yang dirancang, kemudian dilakukan pelapisan dengan menggunakan resin epoxy yang ditekan dengan mika sebagai perata bentuk finishing master moulding pada kulit styrofoam yang sudah terbentuk tadi yang bertujuan untuk menguatkan dan melindungi kulit master moulding saat akan membuat cetakan. 5. Kemudian dalam tahap akhir (finishing) pembuatan master moulding adalah melakukan penghalusan dan penyempurnaan bentuk master moulding fuselage, wing, dan tailboom dengan menggunakan amplas dan dempul.
Gambar 4.8. contoh master moulding pesawat UAV SSU-04 (Sumber : hasil potret penulis) 4.7.2. Pengerjaan Cetakan Setelah master moulding per bagian pesawat jadi, kemudian dilakukan pengerjaan pembuatan cetakan. Pembuatan cetakan ini
79
meliputi bagian-bagian yang sebelumnya dibuat master moulding seperti fuselage, wing, dan tailboom. Pengerjaan cetakan lebih banyak bahan-bahannya dibandingkan bahan-bahan saat pembuatan master moulding, berikut bahan-bahan yang digunakan beserta fungsinya : 1. Resin bening Sebagai bahan utama dalam pembuatan cetakan, diumpakan sebagai semen dari suatu cetakan atau mold 2. katalis Sebagai bahan campuran resin yang berfungsi memperkeras resin 3. mat dan wr (roving) Terbuat
dari
bahan
polyester/epoxy,
digunakan
sebagi
media lapisan tengah dari plat fiberglass. 4
Talc / bedak Membuat hasil campuran resin menjadi lebih keras
5. Pigmen Sebagai pewarna resin yang menentukan warna hasil cetakan, walaupun pigem sebagai pewarna tetapi memiliki sedikit andil dalam mempercepat proses pengeringan pada cetakan.
Gambar 4.9. Bahan- bahan pembuatan cetakan (sumber : hasil potret penulis) Setelah bahan-bahan yang diperlukan disiapkan kemudian dilakukan proses pembuatan cetakan pesawat SSU-04 dengan menggunakan master moulding yang sudah dibuat. Sama halnya
80
dengan master moulding, pengerjaan cetakan ada 4 bagian pengerjaan yaitu pengerjaan pada fuselage, wing, tailboom dan landing gear. Adapun cara pengerjaannya sebagai berikut : 1. Master moulding disekat menjadi 2 bagian. Ini bertujuan agar memudahkan membuka cetakan saat sudah kering nanti. 2. Mengoleskan Wax pada permukaan master moulding yang akan dicetak. Lakukan selama 7 kali Ini bertujuan agar cetakan tidak lengket pada master mouding pada saat membukanya.
Gambar 4.10. proses pembuatan cetakan (sumber : hasil potret penulis) 3. Setelah wax oleskan PVA dan tunggu hingga kering. Lama keringnya PVA tergantung banyak atau tidaknya PVA yang di oleskan, ini bertujuan agar melapisi master molding dari cetakan yang akan dibuat. 4. Setelah PVA kering membuat
adonan
yang terdiri
dari
Resin+Katalis+talek dicampur dengan perbandingan yang sudah ditentukan. ( Resin : Katalis = 1 liter : 10cc (0,01 L) ) 5. Setelah adonan siap, oleskan adonan pada permukaan master moulding hingga merata dan lapisi dengan Mat. 6. Ulangi cara pada no. 5 hingga empat kali. 7. Setelah master molding terlapisi hingga empat kali, kemudian tutup dengan WR (ropping) dan tunggu sampai kering. 8. Jika sudah kering lakukan langkah no 1-7 yang sama pada sisi belahan master modling yang lain dan tunggu sampai kering juga.
81
9. Jika kedua belah cetakan telah kering maka cetakan sudah bisa dibuka dan hasil cetakan mengikuti sesuai bentuk dari master moulding, namun untuk hasil yang didapat agar sempurna tahap akhir dilakukan proses pendempulan untuk menutupi lubang yang rusak pada cetakan.
Gambar 4.11. Cetakan fusalage, tailboom, wing, dan landing gear SSU-04 (sumber : hasil potret penulis) 4.7.3. Pengerjaan Hasil Pesawat Langkah ini adalah langkah terakhir dalam proses pengerjaan platform pesawat yang smeliputi fuselage, wing, tailboom dan landing gear, selanjutnya akan diteruskan dengan perakitan dan pemasangan instrumen pesawat. Alat dan bahan yang dibutuhkan masi berkutat pada resin epoxy sebagai bahan utama dan wr (ropping) sebagai serat kompositnya. Berikut langkah pengerjaan pesawat dari cetakan :
82
Gambar 4.12. Platform pesawat UAV SSU-04 (wing, fuselage, tailboom) (sumber: hasil potret penulis)
1. Oleskan cetakan dengan wax (7 kali), yang meliputi cetakan fuselage, wing, tailboom dan landing gear. 2. Oleskan PVA setelah olesan wax pada cetakan selesai dan kemudian tunggu sampai kering, waktu kering bekisar antara 3-4 jam. 3. Siapkan plastik besar seukuran cetakan dan hubungkan selang vacum ke plastik. 4. Jika PVA sudah kering oleskan Epoxy Resin pada cetakan. 5. Lapisi WR di atas Resin. 6. Lapisi kain di atas WR. Ini bertujuan agar kain menyerap resin yang tidak terpakai pada lapisan WR, sehingga berat pesawat dapat dikurangi. 7. Masukkan cetakan yang telah terlapisi ke dalam plastik dan vacum. 8. Jika sudah kering keluarkan cetakan dari plastik, dan cabut kain. 9. Hasil dalam cetakan yang mengering itu yang menjadi komposit dan dijadikan pesawat. Khusus untuk bagian wing dimasukan sandwich yang berbahan styrofoam sebagai isi pada bagian dalam komposit wing. 10. Lakukan langkah 1-9 pada setiap cetakan. 11. Setelah semua cetakan selesai kemudian disatukan dan menjadi pesawat dengan bahan komposit.
83
Gambar 4.13. Pemasangan Engine dan landing gear pada fuselage (sumber : hasil potret penulis)
4.7.4. Pembuatan Empennage dan perakitan pesawat SSU-04 Langkah ini adalah langkah terakhir dari proses produksi pesawat sebelum pesawat melakukan uji terbang. Setelah airframe pesawat sudah jadi dicetak lalu dilakukan perakitan pesawat yang terlebih dahulu menyelesaikan pembuatan empenage pesawat menggunakan kayu balsa yang di bungkus dengan laminating berbahan resin epoxy. Alat dan bahan yang diperlukan adalah: 1. Kayu balsa (tebal 0.8 mm) 2. Pisau cutter 3. Perekat (lem g) 5. Penggaris. 1.
Pembuatan Empennage Bagian empennage pesawat SSU-04 adalah 1 horizontal stabilizer, 2 vertical stabilizer, 1 elevator dan 2 rudder. Setelah mengetahui bagian-bagian tail pesawat kemudian masuk ke langkah pengerjaan empennage pesawat UAV SSU-04 : 1. Mengukur ukuran empennage pada 2 vertical stabilizer dan 1 horizontal stabilizer. 2. Memahat atau memotong kayu balsa sesuai dengan presisi yang tepat pada vertical stabilizer dan horizontal stabilizer
84
Gambar 4.14. Empenage pesawat SSU-04 tampak samping (Sumber : hasil potret penulis) 3. Setelah vertical stabilizer dan horizontal stabilizer jadi kemudian dilaminating menggunakan resin epoxy yang bertujuan agar kayu tetap kuat dan agar tahan dari goresan-goresan yang dapat merusak spesimen 4. Membuat elevator dengan memotong dari bagian horizontal stabilizer dengan ukuran 1:5 dari bagian belakang horizontal stabilizer. 5. Membuat rudder dengan memotong dari bagian vertical stabilizer dengan ukuran 1:5 dari bagian belakang vertical stabilizer. 6. Setelah rudder dan elevator selesai dipotong kemudian kembali disambungkan
pada
stabilizernya
masing-masing
dengan
mengunakan lakban dan plastik potongan air mineral gelas yang dipotong dengan menanamkan potongan plastik diantara dua bagian (rudder dengan vertical stabilizer dan elevator dengan horizontal stabilizer) kemudian disambung lagi dengan lakban pada kedua tepian bagian yang disambung tersebut. Pemilihan plastik dan lakban agar rudder dan elevator dapat berfungsi semestinya
pada
masing-masing
stabilizer
diperlukan
penyambung yang kuat namun sangat elastis atau lentur. 7. Setelah horizontal dan vertical stabilizer dengan elevator dan rudder sudah jadi kemudian dilakukan proses penyambungan agar
85
membentuk empennage yang di inginkan dengan menggunakan sekrup yang kuat namun ringan
Gambar 4.15. Empenage pesawat SSU-04 tampak atas (sumber : hasil potret penulis)
2. Perakitan Pesawat SSU-04 Proses perakitan ini adalah tahapan terakhir dari produki pesawat SSU-04 setelah bagian-bagian seperti fuselage, tailboom, empenage dan landing gear telah selesai dibuat. Adapun dalam merakit pesawat agar lebih mudah dalam proses penyambungan dan pelepasan dengan menggunakan baud dan mur pada bagian yang sering dibongkar pasang (tailboom dengan fuselage, dan fuselage dengan wing). Namun untuk menyambung tailboom dengan empennage menggunakan lem permanen (aralldine) yang dicampur dengan roving sebagi serat penguat sambungan. Pada proses perakitan ini juga meliputi bagian pemasangan instrument pada pesawat yang letaknya sebagian besar di dalam fuselage seperti kabel-kabel penghubung servo dari wing, empenage ,dan landing gear, seta fuel line dan fuel tank. Sedangkan untuk engine pemasangannya tailboom.
pada belakang fuselage dan diantara 2
86
Gambar 4.16. Pesawat UAV SSU-04 (sumber : hasil potret penulis)
4.8. Kajian analisa pesawat UAV SSU-04 yang telah di produksi Ditinjau dari beberapa kelemahan yang dapat penulis ketahui dari pesawat objek, maka dalam hal ini penulis melakukan eksperimen seperti pada bahan yang digunakan dan pemilihan engine yang digunakan. Secara keseluruhan pesawat yang di produksi terhitung baik dan dapat terbang sesuai misi, namun ada beberapa kekurangan yang ada dalam pesawat SSU04. Berikut hasil analisis dari produksi pesawat SSU-04 : 1.
Berat pesawat Pesawat SSU-04 ini memiliki berat kosong sebesar 4,631 kg dan berat total sebesar 6,62 kg, berat tersebut lebih ringan dibandingkan berat perhitungan perbandingan sebesar 7.5 kg. Berat yang jauh ringan dari berat perbandingan pesawat LSU 02 menyebabkan mudahnya pesawat terangkat naik saat take off, hal tersebut sedikit berpengaruh pada performa pesawat saat terbang. Karena objek atau beban yang lebih berat kebelakang daripada di depan maka untuk mengimbanginya pada nose pesawat juga harus ditaruh beban juga agar posisi CG kembali.
2.
Proses produksi yang relatif lama. Pengerjaan pesawat yang serba manual, serta beberapa komponen yang sulit didapatkan menyebabkan proses pengerjaan relative lama dan
87
tidak sempurna. Karena produksi (pembuatan) pesawat SSU-04 yang sifatnya adalah eksperimen maka terdapat hambatan-hambatan dalam proses pembuatan master moulding yang biasanya menggunakan kayu sebagai master tetapi penulis menggunakan styrofoam sebagai bahan utamanya yang tujuan awal agar bentuk struktur dari pesawat mudah dibentuk dan presisi lebih tepat. 3.
Dimensi Pesawat yang tidak tepat dengan ukuran teori Karena proses produksi dilakukan secara manual dalam hal pembuatan master, cetakan dan hasil platform cetakan maka terdapat sedikit ketidaktepatan dalam dimensi dan bentuk hasil pesawat SSU-04 yang dibuat dengan pesawat LSU-02. Sebagai contoh yang paling signifikan length yang kurang dari ukuran teori sebesar 2.5 cm, yang menyebabkan pesawat tidak stabil saat melakukan take off dan landing. Bentuk wing yang tidak ada hidral juga menyebabkan pesawat sulit dalam menjaga kestabilan saat terbang. Pada proses pembuatan empenage tidak tepat dengan NACA yang direncanakan sehingga aliran udara pada pesawat saat terbang tidak maksimal dimanfaatkan empennage yang mengakibatkan drag pada pesawat cukup tinggi.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan 1. pengukuran pesawat UAV SSU – 04 dengan ukuran skala dimensi 3:4 dengan pesawat UAV LSU-02: Tabel 5.1 Perbandingan Geometry UAV SSU-04 dan LSU-02 skala 3:4 SSU 04 (cm)
LSU 02 (cm)
138
184
Main wing Span
194.1
258.8
Main Wing Chord
25,05
33.4
Tailboom Span
80.25
107
Tailboom chord
4.5
6
Vertical Stab Span
19.875
26.5
Tail boom &
Vertical Stab Chord
10.5
14
Empenage
Horizontal Stab 52.875
70.5
9.562
12.75
Aileron Span
40.5
54
Aileron Chord
6
8
Rudder Span
11.89
15.75
Rudder Chord
5.0025
6.67
Elevator Span
50.0025
66.67
Elevator Chord
5.0025
6.67
Komponen Fuselage Wing
Length
Span Horizontal Stab Chord
Control Surface
(Sumber : hasil olah data penulis)
88
89
2. Dalam proses produksi pesawat komposit UAV SSU-04 terdiri dari 4 fase pengerjaan yaitu : 1)
Fase pembuatan master molding
2)
Fase pembuatan cetakan
3)
Fase pembuatan platform komposit dari cetakan
4)
Fase perakitan pesawat.
3. Kajian analisia pesawat SSU-04 Beberapa hal yang diperhatikan dalam produksi pesawat SSU-4 antara lain : 1)
Berat pesawat lebih ringan dari berat perbandingan dengan pesawat LSU 02
2)
Proses produksi yang relatif lama karena terkendala oleh bahanbahan yang terbatas terutama pada sistem pesawat.
3)
Dimensi Pesawat yang tidak tepat dengan ukuran teori hasil perbandingan skala 3:4. Dimensi yang tidak tepat teori dikarenakan pada fase produksi pembuatan master moulding saat proses pendempulan dan pengamplasan yang manual sehingga ukuran dimensi saat pengaplikasiaannya tidak presisi sesuai ukuran teori
5.2. Saran 1. Bagi para penyusun tugas akhir yang akan datang, terutama yang mengambil tugas akhir perancangan pesawat diharapkan dalam melakukan perancangan berikutnya mempunyai data-data yang lengkap tentang pesawat yang akan dibuat sehingga dalam prosesnya dapat memperoleh hasil yang memuaskan. 2. Dalam tahap pembuatan diharapkan benar-benar mengikuti sesuai dengan hasil teori perancangan sebelumnya agar mendapat hasil pesawat yang handal baik dalam strukturnya, maupun terbangnya.
90
3. Untuk kedepannya diharapkan mahasiswa STTA dapat mengembangkan dan menyempurnakan pesawat UAV yang telah ada hingga mampu terbang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arjomardi, M., Classification Of Unmanned Aerial Vehicles. 2011. 2. Available from:http://aerospaceengineeringblog.com/aircraft-structures/ 3. Available from:http://aeronusantara.blogspot.com/2013/06/lsu-02pesawat-uav-canggih-karya.html/ 4. Wirawan, Pramono, 2009, Bahan Ajar Komposit Teknik, Fakultas Teknik Mesin UNS, Semarang. 5. Available from: http://blog.unm.ac.id/diancahyadi/tulisan-saya/pengetahuanproses-casting-dan-moulding/
6. Available from:http://teyenx.blogspot.com/2009/10/skripsi-pengaruhlebar-spesimen-pada_6240.html 7. Available from http://panggih15.wordpress.com/page/10/ 8. Available http://www.aeroflyhobbies.com/product.php?id_product=97 9. Available from :http://id.wikipedia.org/wiki/Molding
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
FOTO-FOTO SAAT PRODUKSI PESAWAT