DAFTAR ISI Dampak Pencetakan Sawah Baru Terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Ekonomi Petani di Desa Bunutin, Kintamani, Bangli I Ketut Arnawa 124-129 Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost and Benefit Ratio M endukung Bali Bersih dan Hijau Dewa Putu Meles Arta, SE, M.Si 130-139 Partisipasi M asyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia Nengah Landra 140-152 Kuantitas dan Kualitas Air Irigasi Subak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan I Ketut Setia Sapta dan I Ketut Arnawa 153-156 Kewirausahaan Sebagai Pola Kepemimpinan M asa Depan Drs. I Nengah Sudja, MM 157-166 Upaya Pemerintah dalam Penerapan Corporate Social Responsibility untuk M eningkatkan Kesejahteraan Rakyat Ni Nyoman Suryani dan I Wayan Sujana 167-172 Pertanian dan Perdagangan Internasional: Potret saing beberapa Komoditas Pertanian I Made Tamba dan Dian Tariningsih 173-179 Pengawasan Bahan Baku untuk M eningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan pada CV. Atap Puri Tabanan I Wayan Widnyana 180-189
M odel Pelestarian Subak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan I Ketut Setia Sapta 190-189 INDEX 190-200 PEDOMAN PENULIS AN 201-201
i
Dampak Pencetakan S awah Baru Terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Ekonomi Petani di Desa Bunutin, Kintamani, Bangli DAMPAK PENCETAKAN S AWAH BARU TERHADAP PENINGKATKAN PRODUKS I PADI DAN EKONOMI PETANI DI DES A BUNUTIN, KINTAMANI BANGLI Oleh : I Ketut Arnawa Abstract The main objective of this study was to determine the impact of the printing of new fields to increase rice production and economy of farmers in the village of Bunutin. The factors that influence the production of rice farming. This study uses "purposive sampling" by the consideration that in rural areas has made the printing of new fields. Used t-test to measure the impact of the printing of new fields and analysis of multiple linear Cobb-Douglas models to determine the factors that affect rice production. The study found that: an increase in rice production and peasant economy. Factors affecting rice production is the use of urea fertilizer and labor Key words: farmers, paddy, income PENDAHULUAN Padi adalah salah satu tanaman pangan terpenting, selain jagung dan kedelai, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk (Wikipedia Indonesia, 2011). Produksi padi/beras tahun 2010/2011 diestimasikan 401,8 juta ton atau meningkat 10,8%, namun demikian konsumsi yang terus meningkat menyebabkan pemerintah akan masih melakukan impor untuk memenuhi konsumsi dalam negeri (Departemen Pertanian, 2011). Indonesia
merupakan
produsen
diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan (produksi) dan penurunan tingkat permintaan (konsumsi) Untuk memenuhi kebutuhan nasional pada tahun 2004 diperlukan produksi sekitar 33,07 juta ton beras yang setara dengan 53,3 juta ton gabah. Dengan produksi tahun 2002 sebesar 50,1 juta ton, maka diperlukan peningkatan produksi sebesar 3,2 juta ton atau 6,5 persen (Departemen Pertanian, 2011). Untuk meningkatkan kemampuan produksi beras nasional, beberapa
padi ketiga setelah Republik Rakyat Tiongkok dan India, tetapi merupakan pengimpor beras terbesar di dunia. Selama periode empat tahun 2004-2008 dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan menunjukkan defisit dengan volume nominal yang cukup besar, walaupun cenderung sedikit menurun, dari 2,49 juta ton pada tahun 2004 menjadi 2,47 juta ton pada tahun 2008. Kondisi defisit ini membuat pasar beras domestik juga peka terhadap perubahan iklim dan kondisi alam lainnya (Departemen Pertanian, 2011). Situasi defisit tersebut, apabila berkelanjutan akan berdampak pada meningkatnya ketergantungan pada pangan impor, yang pada gilirannya melemahkan tingkat kepastian pangan dan ketahanan pangan nasional. Untuk menekan tingkat defisit tersebut, perlu upaya-upaya yang
upaya dapat dilakukan seperti pemeliharaan kapasitas sumber daya lahan dan perairan, perluasan lahan baku untuk produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktivitas tanaman serta penekanan kehilangan hasil. Beberapa upaya yang dibutuhkan untuk memelihara kapasitas sumberdaya produksi pangan adalah : (Departemen Pertanian, 2011). (a)Pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi, serta perbaikan pengolahan sumber daya air dalam rangka menyediakan air cukup untuk pertanian. Untuk itu perlu dilakukan : (i) perbaikan dalam pengaturan, kelembagaan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air, seperti penatagunaan ruang/wilayah dam penerapan peraturan secara disiplin,oleh Pemda dan Depdagri ; (ii) fasilitas pengelolaan sumber daya air dan pengairan oleh M eneg Kimprawil; (iii)
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 fasilitas pemanfaatan lahan pertanian secara produktif, efisien dan ramah lingkungan oleh Deptan; dan (iv) pemanfaatan dan pengawasan sumberdaya lahan dan perairan oleh masyarakat. (b) M enekan berlanjutnya alih fungsi lahan beririgasi kepada usaha non pertanian. Hal ini menyangkut pengaturan/pembatasan dengan sistem insentif yang dilaksanakan
jangankan untuk kegiatan usahatani padi sawah yang banyak memerlukan air, untuk M CK saja masyarakat merasakan sangat sulit, namun demikian berkat kegigihan dari salah satu tokoh masyarakatnya telah berhasil mengalirkan air ke desanya hanya dengan menggunakan peralatan tradisional. Sejak saat itu banyak petani beralih dari yang dominan
secara lintas institusi antara lain : (i) penetapan peraturan dan penerapannya secara disiplin oleh Pemda dan BPN;(ii) fasilitas bagi pengembangan berbagai usaha masyarakat berbasis pertanian oleh Departemen teknis; dan (iii) pengawasan oleh masyarakat sebagai pelaku usaha. (c) M embuka lahan pertanian baru pada lokasilokasi yang memungkinkan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah dan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan; yang difasilitasi oleh Pemda. Upaya untuk memacu peningkatan produktivitas usaha pangan mencakup (i) penciptaan varietas unggul baru, dan teknologi berproduksi yang lebih efisien; (ii), teknologi pasca panen untuk menekan kehilangan hasil; dan (iii) teknologi yang menunjang peningkatan intensitas tanam. Upaya ini dilaksanakan secara sinergis oleh institusi penelitian, pengembangan dan penyuluhan lingkup Departemen Pertanian, Ristek/BPPT, Perguruan Tinggi, dan Lembaga/Dinas Teknis setempat yang melaksanakan alih pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat. Di Kabupaten Bangli luas panen baik padi sawah maupun padi gogo pada tahun 2011 mencapai luasan 6.215 ha dengan total produksi 30.953,042 ton dan setelah dikurangi penyusutan, untuk makanan ternak dan benih nilai bersih produksi berasnya hanya 17.893,583 ton. Padahal kebutuhan efektifitasnya mencapai
hanya mengusahakan jagung, ubi jalar, ubi kayu dan sayur-sayuran ke usahatani padi sawah. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka sangat menarik untuk diteliti mengenai dampak pencetakan sawah baru terhadap peningkatkan produksi padi dan ekonomi petani di Desa Bunutin, Kintamani Bangli. Sehingga yang ingin dijawab dalam penelitian adalah dampak pencetakan sawah baru terhadap peningkatan produksi padi dan ekonomi petani, yaitu pendapatan petani dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi padi sawah di Desa Bunutin Kintamani Bangli METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bunutin Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli dengan metode " Purposive Sampling " dengan dasar pertimbangan bahwa di wilayah Desa Bunutin telah terjadi pencetakan sawah baru, yaitu alih fungsi lahan dari tanah tegalan ke usahatani padi sawah. Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi sawah dan petani palawija yaitu usahatani jagung (usaha yang paling dominan dilakukan petani di lahan tegalan) yang melaksanakan usahanya pada musim tanam tahun 2011. Responden diambil secara simple random sampling 25 orang petani yang melaksanakan usahatani padi sawah dan 25 orang usahatani jagung. Metode Analisis Untuk
mengetahui
dampak
27.300.856 ton yaitu untuk konsumsi penduduk,cadangan konsumsi dan kebutuhan restoran, sehingga terjadi defisit mencapai 9.552,209 ton (Dinas Pertanian Bangli, 2011). Fenomena yang menarik terjadi di Desa Bunutin Kecamatan Kintamani, dalam upaya mendukung produksi beras khususnya untuk Kabupaten Bangli, telah terjadi pencetakan sawah baru atau alih fungsi lahan dari tanah tegalan menjadi lahan sawah hingga mencapai 55,00 hektar. Desa Bunutin merupakan daerah dataran tinggi yang sebelumnya air merupakan suatu kendala,
pencetakan sawah baru terhadap peningkatan produksi padi dan ekonomi petani dilakukan dengan membandingkan tingkat pendapatan usahatani padi dengan usahatani jagung, digunakan analisis uji t (Supranto, 1984) dengan rumus sebagai berikut : t = …………………………..(1)
Dampak Pencetakan S awah Baru Terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Ekonomi Petani di Desa Bunutin, Kintamani, Bangli dimana X 1 rata rata tingkat pendapatan usahatani padi, X2 rata rata tingkat
logaritma natural; e = 2,718, b1………bn elastisitas produksi (y) akibat perubahan (faktor produksi)
pendapatan
usahatani
2
jagung, S 1 standar deviasi dari tingkat pendapatan usahatani padi, S22standar deviasi dari tingkat pendapatan usahatani jagung, n1 jumlah petani padi diambil sebagai sampel, n2 jumlah petani jagung yang diambil sebagai sampel. Untuk mencari standar deviasi rumus tersebut diatas dipergunakan rumus sebagai berikut: S = .......................................(2) Dimana, S standar deviasi,fi frekuensi, X i titik tengah tiap kelas, X nilai rata-rata hitung, Ho : M 1 = M 2, berarti rata-rata pendapatan usahatani padi sama dengan pendapatan usahatani jagung, H 1 : M 1 > M berarti rata-rata pendapatan usahatani padi berbeda nyata dengan pendapatan usahatani jagung Untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani padi digunakan fungsi produksi model "Cobb Douglaas " (Domodar Gujararti, 1993), dengan formulasi : Y = b0 x1b1 x2 b2 x3 b3 x4 b4 x5 b5 x6 b6 e u ……(3)
HAS IL DAN PEMBAHAS AN Dampak Pencetakan S awah Baru Terhadap Produksi Padi Dan Ekonomi Petani. Dampak pencetakan sawah baru terhadap produksi padi dan ekonomi petani diperoleh dengan membandingkan pendapatan antara usahatani padi dengan usahatani jagung. Pendapatan usahatani dihitung berdasarkan total penerimaan dikurangi total biaya. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan rata-rata produksi usahatani padi 4,60 ton/ha dan jagung 4,15 ton/ha. Rata-rata harga padi (gabah kering giling) Rp.1.800/kg dan harga jagung pipilan kering Rp. 800/kg. Penerimaan usahatani padi Rp. 8.280.000,00/ha lebih tingi dari penerimaan usahatani jagung Rp. 3.320.000,00/ha. Perbedaan penerimaan ini terutama disebabkan oleh produksi padi lebih tinggi dari produksi jagung juga karena harga produksi padi lebih tinggi dari harga produksi jagung. Hal inilah yang menjadi daya tarik bagi petani untuk beralih ke usahatani padi sawah. Tabel 1. Rata-Rata Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi dan Jagung Luas Garapan Per musim Tanam di Desa Bunutin Tahun 2011 Pendapatan usahatani padi diperoleh dari penerimaan usahatani padi dukurangi biaya usahatani padi, demikian pula
Untuk memudahkan dalam perhitungan fungsi persamaan (3) dapat di formasikan sebagai persamaan (4) berikut : Log Y = Log b0 + b1 Log x 1 + b2 Log x 2 + b3 Log X3 + b4 Log X4 + b5 Log X 5 + eu ………………………….(4)
pendapatan usahatani jagung diperoleh dari penerimaan usahatani jagung dikurangi biaya usahatani jagung. Rata-rata pendapatan usahatani padi dan jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat rata-rata pendapatan usahatani padi lebih tinggi dari rata-
Dimana,Y produksi (ton), X1 luas lahan (ha), X 2 jumlah bibt (kg),X 3 jumlah pupuk organik (kg),X 4 jumlah pupuk anorganik (Urea,TSP dan KCl) (kg), X5 tenaga kerja (Hok), b0 intersep (konstanta), u kesalahan (disturbance term
), e rata pendapatan usahatani jagung. Walaupun rata-rata total biaya padi lebih tinggi dari total biaya usahatani jagung tetapi diikuti dengan penerimaan yang lebih tinggi karena produksi dan harga produksi padi lebih No Jenis usahatani Produksi(kg) Harga(Rp/Kg) Penerimaan(Rp) 1 Usahatani Padi 2714,00 2000 5.428.000,00 (4600,00) (8.280.000,00) 2 Usahatani Jagung 2697,50 800 2.158.000,00 (4150,00) (3.320.000,00) Sumber: Analisis data primer Keterangan : Angka dalam kurung per hektar
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 tinggi maka pendapatan usahatani padi lebih tinggi daripada usahatani jagung. Hasil uji t-test menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf nyata á 1 % (á = 0,01) t-hit = 6,566 ini berarti
pencetakan sawah baru berdampak positif dapat meningkatkan produksi padi 4,60 ton/ha, karena sebelumnya petani tidak pernah memproduksi padi, dan pendapatan petani sebesar Rp.
Tabel 2 Rata-Rata Pendapatan Usahatani Padi Per hektar Per musim di Desa Bunutin Tahun 2011 No Jenis usahatani Penerimaan Biaya Pendapatan Usahatani(Rp) Usahatani(Rp) (Rp) 1 Padi 5.428.000,00 1.868.628 3.559.372,00 (8.280.000,00) (3.167.166) (5.112.834,00) 2 Jagung 2.158.000,00 1.043.064 1.114.936,00 (3.320.000,00) (1.604.713) (1.715.287,00) Suimber : analisis data primer Keterangan : Angka dalam kurung adalah rata-rata per hektar
3.397.547,00 /ha atau 198,07 %, sehingga usahatani padi sawah terus dapat dikembangkan, untuk memperoleh hasil yang optimal perlu juga memperhatikan rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat baik dalam menerapkan teknologi maupun dosis pemupukan yang dianjurkan. Faktor-Faktor Berpengaruh Produksi Padi
Yang Terhadap
Analisis faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi, data yang digunakan adalah produksi padi
peroleh hasil estimasi fungsi produksi usahatani padi di Desa Bunutin sebagai berikut. Y = 0,940 + 0,210 X1 + 0,243 X2 0,004 X3 + 0,323 X4 + 0,459 X5 Hasi analisis diperoleh R square (R2) 0,94 artinya 94 % produksi usahatani padi secara bersama-sama ditentukan oleh variabel bebas dalam model regresi. Sedangkan sisanya 6 % di pengaruhi oleh faktor lain di luar model. Dengan demikian model yang digunakan cukup baik. Nilai F hitung 63,183 berbeda nyata pada
selama satu musim tanam sebagai variabel tergantung (dependent). Sedangkan variabel tak tergantung/ bebas (indenpendnt) meliputi luas lahan, bibit, pupuk organik (kandang), pupuk anorganik (urea) dan tenaga kerja, penggunaan obat-obatan tidak digunakan karena tidak semua responden melakukan pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan obat-obatan, masing-masing diregresikan dengan jumlah produksi di
taraf nyata 5 % artinya variabel tak tergantung (independent) secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi padi. Luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi padi. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi yang positif 0,210 walaupun tidak signifikan. Ada kecendrungan apabila luas lahan ditambah maka produksi akan bertambah. Penggunaan bibit berpengaruh positif terhadap produksi padi, hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi yang positif
Tabel 3 Faktor-faktor yang M empengaruhi Produksi Usahatani Padi di Desa Bunutin Tahun 2011 No Variabel Koefisien regresi 1 Konstanta 1,940 (3,242)** 2 Luas lahan (log x1 ) 0,210 (0,730) 3 Benih (log x2 ) 0,243 (1,442) 4 Pupuk organik/kandang (log x3) -0,004 (-0,032)
Dampak Pencetakan S awah Baru Terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Ekonomi Petani di Desa Bunutin, Kintamani, Bangli
5 Pupuk anorganik/Urea (log x4) 0,323 (1,801)* 6 Tenaga kerja (log x5 ) 0,459 (3,108)** 7 F hitung 63,183** 8 Jumlah sampel 25 9 R 2 0,943 Sumber : Analsis data primer Ket : angka dalam kurung adalah t hitung *. : Signifikan pada tingkat 10 % ** : Signifikan pada tingkat 5 % 0,243 walaupun tidak signifikan, artinya apabila bibit ditambah ada kecendrungan produksi bertambah, penambahan jumlah bibit akan menyebabkan populasi tanaman bertambah dan selanjutnya produksi juga akan bertambah. Penggunaan pupuk organik (kandang) perlu diperhatikan karena hasil estimasi menunjukkan kecendrungan penggunaan kurang tepat karena semakin banyak pupuk organik yang digunakan justru produksi akan semakin menurun. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien regresi yang negatif 0,004 walaupun tidak signifikan. Penggunaan pupuk anorganik/urea berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Koefisien regresi 0,323 artinya apabila urea ditambah 1 % maka produksi akan bertambah 0,323 % atau apabila urea ditambah 100 % maka
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Pencetakan sawah baru mempunyai dampak terhadap peningkatan produksi padi sebesar 4600 kg/ha. Dan peningkatan ekonomi petani di Desa Bunutin sebesar Rp. 3.397.547,00 /ha atau 198,07 % 3) Faktor yang mempengaruhi produksi padi di Desa Bunutin adalah pupuk urea dan tenaga kerja. S aran. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dapat disarankan, pencetakan sawah baru dan penaman padi terus dapat dilakukan dengan tetap mempertimbangkan rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat tentang kesesuain musim tanam,
produksi akan bertambah 32,3 %. Hal ini disebabkan urea sumber hara bagi tanaman dan digunakan masih jauh dari dosis anjuran. Sehingga untuk meningkatkan produksi yang maksimum urea perlu ditambahkan sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian setempat. Pemanfaatan faktor produksi tenaga kerja menunjukkan pengaruh positif dan sangat nyata terhadap produksi padi di Desa Bunutin. Koefisien regresi 0,459 artinya apabila tenaga kerja ditambah 1 % maka produksi akan bertambah 0,459 % atau apabila tenaga kerja ditambah 100 % maka produksi akan bertambah 45,9 % berarti penambahan penggunaan tenaga kerja atau pengelolaan usahatani yang semakin intensif akan meningkatkan produksi padi.
penerapan teknologi dan dosis anjuran pemupukan. Daftar Pustaka Adiwilaga, A. 1982. Ilmu Usahatani. Universitas Pajajaran Bandung Damodar Gujarati, Ekonometrika Dasar. Airlangga, Surabaya.
1993. Penerbit
Dinas Pertanian Tanam Pangan Provinsi Bali. 2011, Teknologi Budidaya Padi Hibrida. Proyek Peningkatan Produktivitas Padi, PAT Dan Pengembangan Sentra Tanam Pangan Provinsi Bali, Denpasar.
PENUTUP Kesimpulan
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Dinas Pertanian Bangli, 2004. Buku Laporan Tahunan Stastistik Pertanian, Perkebunan Dan Perhutanan Kabupaten Bangli Tahun 2004. Dinas Pertanian Perkebunan Dan Perhutanan Kabupaten Bangli.
Soekartawi, 1989. Prinsip dasar Ekonomi Pertanian,Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers, Jakarta.
Draper, N.R, Smith, H., 1981. Applied Regression Analysis, Second Edition. John Wiley and
Soeharto dan patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani, Fakultas Pertanian IPB.
Soekartawi, 1994. Pembangunan Pertanian. PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta.
Sons, Inc.
Bogor.
Debertin, David L., 1986. Production Economic, Theory With Applications. Grid Inc, Columbus, Ohio
Wikipedia Indonesia 2011. Padi. Dounlud. http.//Indonesia.wikipedia.org/ wiki/Padi tanggal 25/07/2011.
Departemen Pertanian, 2011. Analisis Permintaan Dan Produksi Beras Di Indonesia. Info Ketersediaan Pangan. Downlod. http.//www. Deptan.go.id./homepageBBKP /PSP/analisis_ permintaan_ dan_produksi. Htm Tanggal 10/08/2011. M ubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta Soekartawi, A.Soekarjo, John I. Dillon, J.Brian Handahcr, 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost end Benefit Ratio Mendukung Bali Bersih dan Hijau Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost end Benefit Ratio Mendukung Bali Bersih dan Hijau Oleh: Dewa Putu Meles Arta ABS TRACT This research analyzed the feasibility of an organic waste treatment investment in PT Indonesia Power UBP Bali with cost and benefit ratio approaches. M any people assume that all waste is dirty and should be discarded or burned. Pattern of view like this should be clarified because it is actually garbage still has added value if managed properly. Currently, the government itself had begun to trouble to find the end of waste disposal sites because many people who do not want that garbage ketempatan territory. To ease the burden of government, there needs active participation from the community and industry to participate In managing the waste. PT Indonesia Power UBP Bali is one of the State Owned Enterprise that moves in the field of electricity. Operations of PT. Indonesia Power have a positive impact on society in the form of light, but behind these results can also negatively impact just as industrial waste and sewage organik. Investment required to support the organic waste processing business of Rp. 24,930,675, with an estimated economic life for 3 years, from the treatment process will produce Rp.sebesar amounting to Rp. 46.2 million per year at a cost of Rp. 32.01 million. In terms of feasibility of investments by using the payback period, net present value, internal rate of return and profitability index showed decent results, it can be proved with the payback period = 1.75 years or 1 year 7.5 months this figure is more smaller than the payback period is 3 years disayaratkan while the net present value = 5,358,595 or it can be said to indicate the number of positive NPV means that the investment is accepted, while the internal rate of return of 19.6% is greater than the minimum rate of return requered standard or rate of return to or greater than the cost or the weighted cost of capital investment proposals amounting to 12% and the profitability index showed a 1.21 greater than 1 which means that investment is also
acceptable and operationalited. When viewed from the monthly income of Rp. 1.1825 million this will provide sufficient benefit to support activities to increase the welfare of employees, reduce the cost particularly the cost of waste disposal to TPA Suwung and can reduce the cost of park maintenance from the purchase of material in the form of fertilizer. Non-financial benefits that can be felt from waste management activities of PT. Indonesia Power of imaging institutions, and indirectly this program also supports the government program in terms of handling the problem of urban waste and it can supporting to Bali Clear and Green. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Problematika sampah ditengah kepadatan aktivitas manusia menjadi permasalahan serius yang belum bisa tertangani dengan tuntas. Berdasarkan hasil publikasi dan data dari dinas kebersihan kabupaten/kota se Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata setiap orang perhari dapat menghasilkan sampah 1-2 kg dan hal ini akan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat. Pertumbuhan sampah terjadi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus bertambah secara alami. Pertumbuhan
penduduk yang demikian besar sudah barang tentu akan menjadi masalah bagi kota-kota besar, terutama jika dilihat dari jumlah timbunan sampah yang besar, serta pencemaran yang akan diakibatkan oleh tumpukan sampah yang tidak terangkut. Oleh karena itu pemerintah kota dituntut untuk dapat mengatasi masalah ini sebaikbaiknya, agar tidak sampai pada tahaf mencemari lingkungan Dari beberapa masalah pelayanan perkotaan tersebut akhir-akhir ini masalah penanganan sampah di perkotaan menjadi masalah yang cukup serius dirasakan mengingat volumenya yang kian hari kian
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 membengkak atau bertambah sementara kemampuan aparat
merupakan salah satu Badan Usaha M ilik Negara yang bergerak di bidang perlistrikan. Kegiatan operasional PT. Indonesia Power
pemerintah dalam melayani sangat terbatas. meningkatnya sampah bukan hanya dalam jumlah sampah tetapi juga dari variasi komposisi sampah, disamping itu diperkuat juga dengan kecenderungan masyarakat modern untuk menghasilkan berbagai macam sampah, untuk itu pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus memperhatikan masalah pengelolaan sampah ini dengan baik, dengan manajemen pengelolaan sampah sesuai standar yang telah ditetapkan. Dan mulai memperhatikan pengelolaan sampah ini dengan memperhatikan kelembagaan khusus yang bertanggung jawab akan pengelolaan sampah, dengan anggaran (biaya)
memberikan dampak positif berupa penerangan terhadap masyarakat, namun dibalik hasil tersebut juga dapat memberikan dampak negatif sperti limbah industri dalam bentuk limbah B3 dan plastik serta limbah organik, khusus untuk limbah organik yang dimaksud adalah limbah yang dihasilkan dari proses pemeliharan taman dan pohon pelindung yang ada diarea PLTD/PLTG Pesanggaran, dengan luas area untuk taman ± 6386,03 M 2, dari luas tersebut rata-rata limbah organik yang dihasilkan ± 6.000 Kg/bulan atau 200 Kg/hari. M elihat kondisi tersebut sudah sepantasnya mendapat perhatian khusus baik dijajaran manajemen PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Bali maupun dikalangan masyarakat sekitar. karena pengelolaan sampah sangat memiliki keterkaitan erat dengan bidang-bidang lain, seperti kesehatan lingkungan, karena jika sampah dibiarkan menumpuk tanpa pernah terangkut, dibiarkan terbang berhamburan, tentu saja akibatnya fatal, mengakibatkan polusi bagi lingkungan sekitar. Implikasi lain dari pemberian pelayanan ini tentu saja beban keuangan yang harus keluarkan untuk proses pengelolaan sampah tersebut. biaya-biaya yang diperlukan untuk proses tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Dari table 1.1. dapat dilihat bahwa biaya investasi awal sebelum kegiatan operasional pengelolaan sampah di mulai berupa bangunan instalasi pengelolaan limbah
yang khusus pula dan yang juga penting untuk diperhatikan adalah masalah tehnis operasional dalam pengelolaan sampah, termasuk diantaranya dalam peletakan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Pemerintah harus membuat program kebersihan kota dan penanggulangan sampah secara berkesinambungan. Banyak orang yang menganggap bahwa sampah itu kotor, menjijikkan dan tidak berguna sehingga harus dibuang, atau membakarnya. Pola pandang seperti ini harus diluruskan karena sampah masih memiliki nilai tambah apabila dikelola dengan baik, aman dan benar. Pemerintah sendiri sudah mulai kesulitan mencari tempat pembuangan akhir dari sampah karena banyak masyarakat yang
sebesar Rp. 24.908.675, untuk mempercepat proses pembusukan pada kegiatan pengolahan limbah organik diperlukan beberapa bahan seperti : molase, EM 4, kotoran hewan, arang sekam dan serbuk gergaji, untuk lebih jelasnya biaya operasional yang diperlukan dalam proses pengolahan ini dapat dilihat pada tabel 1.2
tidak mau kalau wilayahnya ketempatan sampah, hal ini dapat dipahami karena tumpukkan sampah sangat mengganggu kenyamanan dan kesehatan terutama dari bau dan keberadaan lalat. Untuk meringankan beban pemerintah dalam mengelola sampah, maka sangat diperlukan peran serta masyarakat untuk ikut mengelola sampah secara profesional dan ditangani secara komersial sebagai suatu usaha yang dapat menghasilkan keuntungan. PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Bali PLTD/G Pesanggaran Tabel 1.1. B iaya Pembuatan Instalasi Pengolahan Limbah No Uraian Vol. Harga satuan Jumlah Harga 1 Instalasi Pengolahan Limbah 1 Ls 22.644.250 22.644.250 Jumlah 22.644.250 PPN 10 % 2.264.425
Total 24.908.675 Sumber : PT. Indonesia Power UBP Bali
Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost end Benefit Ratio Mendukung Bali Bersih dan Hijau Dari table 1.2 dapat dilihat bahwa biaya operasional kegiatan pengolahan limbah organic adalah sebesar Rp. 2.767.500 per bulan. M elihat rincian biaya yang dikeluarkan seperti terlihat pada tabel diatas membawa implikasi bahwa biaya pengelolaan sampah yang dibutuhkan cukup besar.
RUMUS AN MAS ALAH Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Investasi pengolahan limbah organik PT. Indonesia Power UBP Bali layak untuk dijalankan berdasarkan
Tabel 1.2. Biaya Operasional Pengolahan Limbah No Uraian Vol. Harga satuan Jumlah Harga 1 M olase 10 4000 400.000 2 Starter EM 4 10 20.000 200.000 3 Tenaga Kerja 2 900.000 1.800.000 4 Arang Sekam 10 2500 25.000 6 Serbuk Gergaji 10 5000 50.000 7 Kantong Plastik/pengepakan 770 250 192.500 Total 2.667.500 Sumber : PT. Indonesia Power UBP Bali
kajian secara ekonomis dan dari hasil kajian ini akan dapat memberikan motivasi kepada masyarakat khususnya karyawan PT Indonesia Power UBP Bali agar mau dan mampu mengelola sampah atau limbah organik yang dapat memberikan nilai tambah atau sebagai suatu usaha yang mampu menghasilkan keuntungan serta dapat meningkatkan kebersihan lingkungan. AS UMS I Penelitian ini dilakukan di sekitar wilayah PT Indonesia Power UBP Bali, komponen yang diteliti terbatas pada pengelolaan sampah organik yang terdiri dari dedaunan, potongan rumput dan bekas tebangan pohon yang ada di lingkungan PT. Indonesia Power UBP Bali, bunga bank diperhitungkan sebesar 12 % per tahun, semua peralatan memiliki umur ekonomis selama 3 tahun dan selama kurun waktu tiga tahun tidak ada penambahan alat dan tenaga kerja serta seluruh hasil produksi pupuk di asumsikan laku terjual TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui kelayakan investasi pengolahan limbah organik PT Indonesia Power UBP Bali b. M emberikan motivasi kepada seluruh warga khususnya
MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam bentuk : 1. M anfaat akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan teknik pengelolaan sampah dan analisis kelayakan sebuah investasi. 2. M anfaat Praktis, melalui penelitian ini diharapkan memberikan masukan atau informasi bagi manajemen PT Indonesia Power UBP Bali dan sekaligus dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masa yang akan datang khususnya dalam hal pengelolaan limbah yang ada di lingkungan PT Indonesia Power. KERANGKA TEORITIK
DAS AR
Sampah merupakan zat sisa yang dibuang dari hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar, sampah sebagai sisa-sisa pembuangan, berasal dari rumah tangga, pasar, pabrik-pabrik industri dan limbah perkantoran. Sampah menurut pengertian yang diberikan oleh Departemen Pekerjaan Umum adalah dapat dibedakan dalam 2 jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah anorganik, atau dapat pula dibedakan kedalam jenis sampah
karyawan PT IndonesiaPower UBP Bali untuk mau berwirausaha mengenai pengelolaan sampah organik yang ada disekitar lingkungan yang ada.
basah (garbage), sampah kering (rubbish) atau sampah lembut/debu (ashes). LOKAS I DAN PENELITIAN
OBYEK
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Penelitian ini dilakukan di lingkungan PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Bali tentang studi kelayakan investasi pengolahan limbah organik, dengan menggunakan data pada tahun 2010, dipilihnya PT Indonesia Power UBP Bali sebagai lokasi penelitian karena melihat PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Bali PLTD/G Pesanggaran merupakan salah satu Badan Usaha M ilik Negara yang bergerak di bidang perlistrikan. Kegiatan operasional PT. Indonesia Power memberikan dampak positif berupa penerangan terhadap masyarakat, namun dibalik hasil tersebut juga dapat memberikan dampak negatif sperti limbah industri dalam bentuk limbah B3 dan plastik serta limbah organik, khusus untuk limbah organik yang dimaksud adalah limbah yang dihasilkan dari proses pemeliharan taman dan pohon pelindung yang ada diarea PLTD/PLTG Pesanggaran
dipergunakan adalah teknik analisa biaya dan manfaat. Analisa biaya dan manfaat banyak digunakan untuk mengadakan evaluasi mengenai sumber-sumber ekonomis yang langka agar penggunaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Analisa ini merupakan metode sistem yang mengukur manfaat dan biaya ekonomi suatu proyek. Dalam analisa ini keputusan akan diambil berdasarkan atas besarnya angka pembanding antara seluruh biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diberikan atas proyek tersebut (Gitosudarmo, 1988), M engukur biaya dari suatu proyek biasanya lebih mudah dilakukan dari pada mengukur manfaatnya terlebih mengukur manfaat proyek yang berhubungan dengan lingkungan (sampah), karena manfaat ini dapat dikelumpokkan menjadi tiga, yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat yang sifatnya tidak berwujud (intangible benefit) (Reksohadiprojo, 1982)
TEKNIK DATA
Dalam pelaksanaan analisa biaya dan manfaat dapat menggunakan beberapa metode yaitu
Pengumpulan
PENGUMPULAN
data
dilakukan
dengan cara melihat secara langsung data-data yang ada hubungannya dengan analisa data serta perhitungan biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan proses pengelolaan limbah organik, maupun manfaat-manfaat yang diterima atas proses pengelolaan limbah organik tersebut, termasuk disini melakukan wawancara langsung dengan salah seorang staf yang mengangani masalah lingkungan yakni manajer humas mengenai luas wilayah perusahaan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari maupun jumlah karyawan yang ada di lingkungan PT Indonesia Power UBP Bali. TEKNIK ANALIS IS DATA Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian yang bersifat deskriftif yaitu dengan mengadakan perhitungan dan analisa berdasarkan data yang ada, sedangkan data yang dipergunakan adalah data yang bersifat kualitatif seperti proses pembauangan sampah sebelum penelitian ini muncul dan data kuantitatif berupa angka-angka seperti jumlah sampah yang ada di lingkungan Pt. Indonesia Power UBP Bali. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan untuk menganalisa adalah observasi dan studi perpustakaan yang bersumber dari data primer dan sekunder berupa buku literatur dan hasil pengamatan langsung dilapangan. Sedangkan teknik analisa data yang
menggunakan metode evaluasi proyek dan keuangan korporasi seperti Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR) dan Profitability Indek (PI) dan lain-lain. 1. M etode Payback Period (PP) adalah sebuah metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (innitial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara innitial cash investment dengan cash flownya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Suatu usulan investasi akan disetujui apabilan payback periodnya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period yang disyaratkan oleh perusahaan. Payback period dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut : Innitial Investment Payback Period ———----——— x 1 tahun
=
Cash Flow 2. M etode Net Present Value (NPV) adalah merupakan suatu metode penilaian suatu investasi atau proyek yang memperhatikan nilai waktu dari uang ( time value of money), maka manfaat yang digunakan untuk perhitungan NPV adalah manfaat yang didiscontokan atas dasar biaya modal (cost of Capital) atau rate of return yang diinginkan. Dalam metode ini pertama-tama yang dihitung adalah
nilai sekarang (Present Value) dari
Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost end Benefit Ratio Mendukung Bali Bersih dan Hijau
manfaat yang diharapkan atas dasar tingkat bunga tertentu, kemudian keseluruhan dari manfaat bersih selama umur ekonomis dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk proyek tersebut dan hasilnya merupakan Net Present Value. Apabila Net Present Value hasilnya positif maka usulan proyek tersebut dapat diterima, dan kalau hasilnya nagatif proyek tersebut sebaikknya ditolak (Suharto, 1990). Urutan perhitungan dalam metode ini adalah : 1. M enghitung Cash Flow yang diharapkan dari investasi yang akan dilaksanakan 2. M encari nilai sekarang (present value) dari cash flow dengan mengalikan tingkat disconto ( discount rate) tertentu yang ditetapkan. 3. Kemudian jumlah nilai sekarang (present value) dari cash flow selama umur investasi dikurangi dengan nilai investasi awal ( innitial outlays) akan menghasilkan net present value (NPV). Net present Value (NPV) dari Investasi dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :
mendekati nol. Dengan metode trial and error dirasa cukup melelahkan maka untuk metode internal rate of return dapat dirumuskan sebagai berikut : P2 P1 IRR = P1 - —————- x C 1 C2 C 1 dimana : r = internal rate of return P1 = tingkat bunga yang ke 1 P2 = tingkat bunga yang ke2 C1 = net present value pada tingkat bunga ke-1 C2 = net present value pada tingkat bunga ke-2 Suatu proyek akan diterima apabila internal rate of return hasilnya lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan untuk analisa. dan suatu proyek akan ditolak apabila internal rate of return hasilnya lebih kacil dari tingkat bunga yang digunakan.
( 1 + r)
4. Profitability Index (PI) adalah merupakan metode perhitungan kelayakan investasi yang membagi antara prsent value dari proceds dengan present value dari outlays. Suatu proyek akan diterima apabila profittability index hasilnya lebih besar dari satu dan ditolak apabila hasilnya lebih kecil dari satu
Dimana :
PV Proceeds
NPV = Nilai Sekarang Bersih
Profitability
n At NPV = S ———— - I t=1t
Index
=
n = Umur Investasi At = M anfaat pada periode ke t i = Tingkat bunga yang digunakan t = Peride waktu
———————— PV innitial Outlays Dimana : PV = Present Value
I = Nilai Investasi Awal
Outlay = Jumlah uang yang dikeluarkan atau investasi
3. M etode Internal Rate Of Return (IRR)
Proced = diterima
M etode Internal Rate Of Return (IRR) adalah metode untuk mencari tingkat bunga tertentu yang akan menjadikan jumlah net present value sama dengan nol atau mendekati nol, sehingga perlu adanya metode coba-coba (trial and error). Pertama-tama kita dapat menghitung net present value dengan tingkat bunga sekehendak kita, apabila dengan tingkat bunga tersebut hasilnya positif maka tingkat bunga dinaikkan dan hasilnya negatif tingkat bunga diturunkan, begitu seterusnya sehingga pada tingkat bunga tertentu net present value hasilnya sama dengan nol atau
PENGKAJIAN MODEL
Jumlah
uang yang
Pada tahap ini akan akan mengkaji model pengelolaan limbah organik dengan sistem pembusukan atau dengan cara composter dan metode analisa data yang diusulkan yaitu Cost & Bennefit Ratio, dengan payback period, net present value, internal rate of return dan profittability index. Hasil dari metode yang digunakan akan dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan apakah proyek pengelolaan limbah organik PT Indonesia power layak untuk dijalankan. GAMBARAN PERUS AHAAN
UMUM
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Bali PLTD/G Pesanggaran merupakan salah satu Badan Usaha M ilik Negara yang
maka setiap bulannya akan diperoleh hasil penjualan sebesar Rp. 3.850.000 per bulan atau sama dengan Rp. 46.200.000, sedangkan
bergerak di bidang perlistrikan yang menyediakan tenaga listrik khusus untuk pulau Bali dengan total kapasitas terpasang 578,38 M W. Pada tahun 1973 unit bisnis pembangkitan Bali bernama sektor Pesanggaran di bawah PLN wilayah XI, dan pada tahun 1987 bernama sektor Bali di bawah PLN Pembangkit dan penyaluran Jawa bagian timur dan Bali. Sejak Tahun 1995 menjadi bagian PT Indonesia Power unit bisnis pembangkitan Bali. PT. Indonesia Power unit bisnis pembangkitan Bali mempunyai 11 unit PLTD dan 4 unit PLTG yang semuanya terletak di pesanggaran. PT Indonesia Power selain telah menerapkan Aset M anajemen dan prinsip 5S, juga mengimplementasikan sistem manajemen berupa ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu, ISO 14000 tentang sistem manajemen lingkungan, SM K3 tentang sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja dan SM P tentang sistem manajemen pengamanan. Dalam aktivitas perusahaan PT Indonesia Power UBP Bali selalu memperhatikan aspek lingkungan untuk dapat memenuhi kaidah hukum dan peraturan lingkungan. Prosews produksi listrik PLTD dan PLTG dengan meminimalkan dampak lingkungan dengan penanganan limbah yang tepat termasuk pengelolaan lingkungan lain, bukti keseriusan tersebut terwujud melalui keikutsertaan PT Indonesia Power dalam sertifikasi PROPER dan selalu melakukan inovasi. Salah satu bentuk inovasi dalam penanganan lingkungan
biaya yang dikeluarkan setiap tahun adalah sebesar Rp. 32.010.000 untuk lebih jelasnya biaya yang dikeluarkan perbulan dari proses pengolahan sampah ini dapat dilihat pada tabel berikut : ANALIS IS DATA a. Paybac Period (PP) Paybac Period : adalah sebuah metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (innitial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara innitial cash investment dengan cash flownya. Innitial Investment Payback Period ——————— x 1 tahun
=
Cash Flow 24.908.675 Payback Period ——————— x 1 tahun
=
( 46.200.000 32.010.000) 24,908.675 Payback Period = ————-—— x 1 tahun 14.190.000 Payback Period = 1,75 tahun b. Net Present Value (NPV) Dalam metode net present value
adalah pengolahan limbah organik menjadi kompos melaui proses pembusukan. Proses pengolahan limbah tersebut dilakukan dengan membuat media dalam bentuk bak dengan ukuran 1,5 m x 1 m x 1 m sebanyak 10 buah. Dari proses tersebut kompos atau Pupuk organik yang dihasilkan sebanyak 3850 Kg per bulan yang di kemas dalam bentuk kemasan yang isinya 5 Kg sehingga didapat pupuk organik sebanyak 770 kantong. Harga pupuk organik dipasaran dalam kemasan 5 Kg diperkirakan Rp. 5000, dengan harga jual tersebut
kita akan menggunakan faktor diskonto, jadi semua penerimaan dan pengeluaran harus dibandingkan dengan nilai sekarang atau nilai yang sebanding dalam arti waktu, adapun tingkat bunga yang digunakan adalah 12 % pertahun n At NPV = S ———— - I t=1t ( 1 + r)
Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost end Benefit Ratio Mendukung Bali Bersih dan Hijau Tabel 4.1 Biaya Operasional Tahun Pertama NO BULAN BIAYA JUM LAH Tenaga Kerja Bahan 1 Januari 1.800.000 867.500 2.667.500 2 Pebruari 1.800.000 867.500 2.667.500 3 M aret 1.800.000 867.500 2.667.500 4 April 1.800.000 867.500 2.667.500 5 M ei 1.800.000 867.500 2.667.500
6 Juni 1.800.000 867.500 2.667.500 7 Juli 1.800.000 867.500 2.667.500 8 Agustus 1.800.000 867.500 2.667.500 9 September 1.800.000 867.500 2.667.500 10 Oktober 1.800.000 867.500 2.667.500 11 Nopember 1.800.000 867.500 2.667.500 12 Desember 1.800.000 867.500 2.667.500 Jumlah 21.600.000 10.410.000 32.010.000
Penerimaan bersih setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 14.190.000 dikalikan diskon faktor (DF 12 %) yaitu sebesar 0,711 = Rp. 10.089.090 . NPV = Rp. 10.089.090 x 3 = Rp. 30.267.270 NPV = Rp. 30.267.270 24.908.675 NPV = Rp. 5.358.595 c. M etode Internal Rate Of Return (IRR) adalah metode untuk mencari tingkat bunga tertentu yang akan menjadikan jumlah net present value sama dengan nol atau mendekati nol. P2 P1
NPV = Rp. 24.605.460 24.908.675 NPV = Rp. 303.215 Pada tingkat bunga 20 % NPV sebesar negatif 303.215 P2 P1 IRR = P1 - —————- x C1 C2 C 1 20 % - 12 % IRR = 12 % - ———————— x 5.358.595 -303.215 5.358.595 8%
r = P1 —————- x C1
IRR = 12 % - —————-——— x 5.358.595
C2 C 1
-5.661.810
dimana :
IRR = 12 % - (-0,076)
r = internal rate of return
IRR = 12 % + 0,076
P1 = tingkat bunga yang ke 1
IRR = 19, 6 %
P2 = tingkat bunga yang ke2
d. Profitability Index (PI) adalah merupakan metode perhitungan kelayakan investasi yang membagi antara prsent value dari proceds dengan present value dari outlays.
C1 = net present value pada tingkat bunga ke-1 C2 = net present value pada tingkat bunga ke-2 Tingkat bunga yang ke-1 = 12 %, NPV pada tingkat bunga 12 % sebesar Rp. 10.089.090 karena NPV masih positif, maka tingkat bunga dinaikkan menjadi 20 %. Penerimaan bersih setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 14.190.000 dikalikan diskon faktor (DF 20%) yaitu sebesar 0,578 = Rp. 8.201.820 NPV = Rp. 8.201.820 x 3 = Rp. 24.605.460
PV Proceeds Profitability Index ————————
=
PV innitial Outlays Dimana : PV = Present Value Outlay = Jumlah uang yang dikeluarkan atau investasi Proced = diterima
Jumlah
uang yang
Volume 2 No. 2 S eptember 2012
=
hasil yang layak. Apabila dilihat dari pendapatan perbulan sebesar Rp. 1.182.500 hal ini akan memberikan manfaat secara finasial seperti :
Profitability Indek = 1,21 nilai ini lebih besar dari 1 artinya investasi diterima
1. Program tersebut akan dapat membantu program peningkatan kesejahteraan karyawan PT. Indonesia Power UBP Bali.
30.267.270 Profitability Index ———————— 24.930.675
PEMBAHAS AN a. Berdasarkan analisa data dengan
2. Dengan adanya investasi pengolahan limbah organik akan dapat menekan biaya khususnya
menggunakan model Payback Period diperoleh hasil sebesar 1,75 tahun atau 1 tahun 7,5 bulan, angka ini lebih kecil dari umur ekonomis investasi tersebut atau dengan kata lain angka tersebut lebih kecil dari periode pengembalian modal yang diharapkan yakni selama 3 tahun artinya investasi tersebut dapat diterima b. Berdasarkan analisa data dengan menggunakan model Net Present Value, dengan menggunakan tingkat bunga 12 % per tahun ternyata hasilnya positif yaitu sebesar Rp. 5.358.595, mengingat NPV hasilnya positif maka investasi pengolahan limbah organik PT Indonesia Power dapat diterima c. Berdasarkan nalisa data dengan menguunakan model Internal Rate of Return (IRR), dengan menggunakan tingkat bunga pertama 12 % per tahun, NPV hasilnya positif Rp. 5.358.595, sedangkan pada tingkat bunga ke dua sebesar 20 % hasilnya negatif Rp. -303.215, maka IRR hasilnya adalah 19.6 %, mengingat IRR hasilnya lebih besar dari minimum rate of return standar atau requered rate of return atau lebih besar dari biaya kapital atau weighted cost usulan investasi, maka investai pengolahan limbah organik PT Indonesia Power UBP Bali dapat diterima. d. Berdasarkan analisa data dengan menggunakan Profitability Index, yang mana present value net cash flow sebesar Rp. 30. 267.270 dan present value initial outlays
biaya pembuangan sampah ke TPA Suwung 3. Dengan adanya investasi ini akan dapat menekan biaya pemeliharaan taman dari pembelian material berupa pupuk. MANFAAT NON FINANS IAL M anfaat non finansial yang dapat dirasakan dari kegiatan pengelolaan limbah organik PT. Indonesia Power dilihat dari tingkat efisiensi dan efektifitasnya kegiatan ini cukup efektif dan efisien. Efektif : Kegiatan pengolahan sampah organik PT. Indonesia Power dapat berjalan sesuai dengan rencana, sampah yang ada di lingkungan PT. Indonesia Power UBP Bali secara keseluruhan dapat tertangani atau dapat diolah menjadi kompos, tanpa ada sedikitpun sampah organik yang dibuang ke TPA Suwung, yang mana sebelumnya sampah ini dibuang dengan memakan biaya yang cukup besar per bulan, akan tetapi dengan kegiatan pengolahan ini justru memberikan hasil walaupun kontribusinya tidak begitu besar. Efisien : Kegiatan ini dapat menekan biaya pembuangan sampah ke TPA suwung, dilihat dari proses dan keuntungan yang diterima per bulan, biaya yang dikeluarkan per bulan untuk kegiatan pengolahan sampah ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan / keuntungan yang diterima dengan kata lain kegiatan ini masih mampu
sebesar 24. 930.675, maka hasil dari profitability index sebesar 1,21 atau lebih besar dari 1, maka investasi pengolahan limbah organik PT Indonesia Power UBP Bali dapat diterima. MANFAAT FINANS IAL Dengan melihat perhitungan diatas, maka dapat dikatakan bahwa investasi pengolahan limbah organik PT. Indonesia Power UBP Bali ditinjau dari segi kelayakan investasinya dengan menggunakan metode payback period, net present value, internal rate of return dan profitability indek menunjukkan
memberikan kontribusi. M anfaat lain yang dapat diberikan dari kegiatan pengolah sampah PT. Indonesia Power UBP Bali, kegiatan ini juga dapat memberikan manfaat sosial terhadap lingkungan yang ada di Indonesia Power UBP Bali. M anfaat sosial ini dapat berupa : 1. Pencitraan lembaga : satu-satunya lembaga pemerintah yang peduli terhadap lingkungan 2. Kesuburan tanah yang ada di lingkungan PT. Indonesia Power UBP Bali yang berdampak
Analisis Kelayakan Investasi Pengolahan Limbah Organik PT. Power UBP Bali dengan Pendekatan Cost end Benefit Ratio Mendukung Bali Bersih dan Hijau
langsung terhadap kelangsungan hidup terhadap tanaman yang ada disekitar taman dan tanaman yang dipergunakan sebagai pohon pelindung di area PT. Indonesia Power UBP Bali. 3. Kesehatan sebagai akibat konsumsi makanan yang tidak mengandung zat kimia dan beberapa manfaat sosial yang lainnya yang bisa dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh manusia. Kita sadari bersama bahwa kegiatan pengolahan sampah ini sangat jarang dilakukan dikalangan masyarakat maupun lembaga yang ada, hal ini disebabkan disamping karena perbandingan biaya dengan hasil yang didapat terlalu kecil juga disebabkan oleh beberapa hal seperti : 1. Kemampuan dan kedisiplinan SDM yang terkait langsung : Keterlambatan sampah yang datang ke lokasi pengolahan akan dapat menghambat proses pengomposan dan akan berdampak langsung pada volume dan jumlah produksi per bulan 2. Sikap ketergantungan petani terhadap produksi pupuk kimia, akan menghambat proses pemasaran pupuk. Umumnya petani kita selalu menginginkan proses yang bersifat instan, sedangkan pupuk organik cara kerjanya sangat lamban akan tetapi mampu memberikan dampak positif terhadap kesuburan tanah dimasa yang akan datang, hal ini akan berdampak langsung terhadap
menunjukkan angka 1,21 lebih besar dari pada 1 yang artinya investasi tersebut juga diterima. Apabila dilihat dari pendapatan perbulan sebesar Rp. 1.182.500 hal ini akan memberikan manfaat yang cukup untuk mendukung kegiatan peningkatan kesejahteraan karyawan PT. Indonesia Power UBP Bali. Dilihat dari pendapatan perbulan sebesar Rp. 1.182.500 hal ini akan memberikan manfaat secara finasial seperti : 1. Program tersebut akan dapat membantu program peningkatan kesejahteraan karyawan PT. Indonesia Power UBP Bali. 2. Dengan adanya investasi pengolahan limbah organik ini akan dapat menekan biaya khususnya biaya pembuangan sampah ke TPA Suwung 3. Dengan adanya investasi pengolahan limbah organik ini akan dapat menekan biaya pemeliharaan taman dari pembelian material berupa pupuk. M anfaat non finansial yang dapat dirasakan dari kegiatan pengelolaan sampah PT. Indonesia Power adalah pencitraan lembaga dan secara tidak langsung program ini juga mendukung program pemerintah dalam hal penanganan masalah sampah perkotaan. S ARAN 1. Proses pengolahan sampah PT. Indonesia Power hendaknya dilakukan lebih serius tanpa memikirkan keuntungan secara
rendahnya nilai jual pupuk organik di pasaran. 3. Budaya penerapan sistem pertanian organik di negara kita belum tersosialisasi KES IMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan dilihat dari sisi kelayakan investasinya dengan menggunakan metode payback period, net present value, internal rate of return dan profitability indek menunjukkan hasil yang layak, hal ini bisa dibuktikan dengan hasil payback period = 1,75 tahun atau 1 tahun 7,5 bulan angka ini lebih kecil dari periode pengembalian modal yang disayaratkan yakni 3 tahun sedangkan net present value = 5.358.595 atau dapat dikatakan NPV menunjukkan angka positif yang artinya investasi tersebut diterima, sedangkan internal rate of return sebesar 19,6 % hasil ini lebih besar dari minimum rate of return standar atau requered rate of return atau lebih besar dari biaya kapital atau weighted cost usulan investasi yaitu sebesar 12 % dan profitability indek
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 petani, yang mana pupuk tersebut diambil dan dibeli dari masyarakat yang melakukan pengolah sampah menjadi pupuk, hal ini juga akan dapat memotivasi pada masyarakat
finansial dan perhatian serta dukungan dari semua pihak yang ada di lingkungan PT.Indonesia Power sangat diharapkan untuk kelangsungan proses yang nantinya akan dapat memberikan dampak sosial langsung terhadap lingkungan. 2. Proses pengolahan sampah ini hendaknya dianggarkan secara khusus untuk pengelolaan lingkungan, hal ini merupakan salah satu bentuk kerjasama antara dunia industri dengan lingkungan sekitar yang selama ini disinyalir bahwa penyebab polusi dan kebisingan bersumber dari munculnya industri yang ada. 3. M engingat pola pikir petani yang selalu menggap bahwa pemakaian pupuk kimia memberikan hasil yang lebih cepat / instan. Diharapkan peran serta pemerintah untuk melakukan sosialisasi kepada petani agar menerapkan teknologi pertanian organik yang berdampak pada kesuburan tanah dimasa yang akan datang dengan memberikan bantuan subsidi pupuk organik kepada para
untuk melakukan kegiatan pengolahan limbah organik pada masing-masing keluarga. DAFTAR PUS TAKA Benny Alexandri, M oh 2008, Manajemen Keuangan Bisnis Teori Dan Sosial, Alfabeta, CV, Bandung Bagod Sudjadi, M .Ed, Drs,2004, Biologi Sain dan Kehidupan, Yudistira, Surabaya Dipo Yuwono, 2007, Kompos, Penebar Swadaya, Cetakan keempat, Jakarta. Hadisuwito, Sukamto, 2007, Membuat Kompos Cair, Cetakan Pertama, Agro M edia Pustaka, Jakarta. H.A Shofianis, M .Ed, Dr, Panduan Belajar Biologi, Balai Aksara, Jakarta Lubu Simbolon, 1993, M ateri dan Pokok Uji Biologi, Depdiknas, Jakarta M ahmud M . Hanafi, M .B.A, Dr, 2004, M anajemen Keuangan, BPFE, Yogyakarta
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia PARTIS IPAS I MAS YARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWAS AN EKOWIS ATA DI INDONES IA Oleh : Nengah Landra Abstract Community-based ecotourism is tourism development patterns that support and enable full participation by local communities in the planning, implementation, and management of ecotourism enterprises and all profits earned. Ecotourism is a community-based ecotourism business community emphasized the active role. It is based on the fact that people have knowledge about the natural and cultural potential and sale value as a tourist attraction, so the involvement of the community was paramount. Patterns of community-based ecotourism recognize the right of local communities to manage tourism activities in the area they have traditionally or as a manager. Keywords : Ecotourism, Participation, Community based LATAR BELAKANG Salah satu konsep pembangunan yang berorientasi pada konservasi lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah konsep Ekowisata. Ekowisata merupakan salah satu bagian dari konsep pariwisata yang menitik beratkan pada lingkungan dan keberlanjutannya. Konsep pengembangan pariwisata berbasis ekowisata diyakini memiliki kemampuan untuk membangun kawasan secara lebih berwawasan lingkungan. Prinsipprinsip pengembangan ekowisata berkelanjutan berbasis masyarakat,
pariwisata yang melimpah (Weaver, 2001). Perbedaan antara ekowisata dan pariwisata konvensional terletak pada karateristik ekowisata, yaitu : 1) kegiatan perjalanan yang berbasis budaya, 2) meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat, 3) konservasi sumber daya lingkungan setempat, 4) meminimalkan dampak negatif dari pariwisata, 5) pemberdayaan masyarakat lokal dan manfaat keuangan kepada masyarakat lokal (Honey, 2008). M eskipun arti dari ekowisata mungkin sedikit berbeda bagi kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda, secara umum
meliputi : Aspek Ekonomi, S osial-Budaya dan Lingkungan (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia Januari 2009) M enurut Hadi (2007), prinsipprinsip ekowisata (ecotourism) adalah meminimalisir dampak negatif, menumbuhkan kesadaran lingkungan dan budaya, memberikan pengalaman positif pada turis (visitors) maupun penerima (hosts), memberikan manfaat dan pemberdayaan masyarakat lokal. Ekowisata dalam era pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu misi pengembangan wisata alternatif yang tidak menimbulkan banyak dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kondisi sosial budaya. Ekowisata memberikan kontribusi baik untuk pelestarian lingkungan dan ekonomi (Ross & Wall, 1999b). Oleh karena itu menjadi topik yang penting dalam industri pariwisata (Weaver & Lawton, 2007) dan diakui sebagai cara berkelanjutan untuk mengembangkan daerah dengan sumber daya
dipahami sebagai suatu cara yang bertanggung jawab untuk menghargai dan memberikan perhatian untuk meminimalkan dampak negatif dari pengunjung terutama di daerah yang relatif terganggu karena kedatangan wisatawan (Ceballos-Lascuráin, 1996). Tujuan pengembangan ekowisata adalah untuk menyatukan dan menyeimbangkan beberapa konflik secara obyektif dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata, melindungi sumber daya alam dan budaya serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal. Konsep ekowisata sukses dikembangkan di beberapa negara banyak negara berkembang seperti Korea, Singapura, Canada, Uni Emirat Arab dan Brasil. M aksimalisasi konsep ekowisata menjadi andalan utama sebagai pemasok devisa. Indonesia sendiri mengalami perkembangan yang pesat dalam hal pariwisata. Hal ini dapat tercermin dari statistik kunjungan wisata dan pemasukan yang dihasilkan
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 dari sektor ini dari tahun 2006-2010, seperti Tabel 1.
Dari Tabel 1.1 menunjukkan kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia dari tahun 2006-2010 rata-rata
5.987.562 orang
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Wisatawan M ancanegara ke Indonesia Tahun 2006 2010 Tahun Jumlah (orang) Penerimaan Tingkat Pertumbuhan Devisa (Juta US D) Wisatawan (%) 2006 4,871,351 4.447,98 2007 5,505,759 5.345,98 13.02 2008 6,234,497 7.347,60 13.24 2009 6,323,730 6.297.99 -1.43 2010 7,002,944 7.603,45 10.74 Sumber : BPS Tahun 2011 pertahun, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,11 % pertahun. Sedangkan penerimaan devisa rata-rata sebesar US$ 6.208,60 juta per tahun. M elihat trend positif dari pertumbuhan pariwisata global, optimisasi pembangunan pariwisata sebagai sebuah alternatif pembangunan untuk pengganti sektor agraris dan industri yang cenderung merusak sumber daya alamiah semakin mendapat sambutan yang lebih meyakinkan. Fenomena yang terjadi saat ini adalah bahwa ekowisata tidak hanya menjadi isu nasional tetapi juga mendunia, ekowisata dipandang sebagai suatu bentuk industri yang sangat penting baik
Alur berpikir yang paling mudah mengapa dalam manajemen pengelolaan ekowisata perlu melibatkan masyarakat lokal adalah bahwa kecil kemungkinan berbagai kegiatan yang merusak sumberdaya alam dapat diminimalisir tanpa meningkatkan kualitas kondisi sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Oleh karena itu, agar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang tepat yaitu terciptanya sumberdaya alam yang lestari dan meningkatnya kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat maka dalam pengelolaan ekowisata sudah seharusnya melibatkan masyarakat lokal. Dari kegiatan ekowisata diharapkan terjadi perubahan yang signifikan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat lokal. Pelibatan
dalam kaitannya dengan pengentasan kemiskinan maupun pelestarian alam, seperti yang dibahas dalam WES (World Ecotourism Summit) di Quebec Kanada, 19 hingga 22 M ei 2002, ekowisata diyakini sebagai pendekatan yang paling tepat dalam menggabungkan langkahlangkah pembangunan lingkungan berkelanjutan dengan industri wisata yang diharapkan dapat mengangkat kualitas hidup masyarakat setempat. Penekanan kuat pada masyarakat setempat, seperti melestarikan sumber daya setempat dan manfaat lokal meningkat, menyoroti hubungan erat antara ekowisata dan penduduk setempat. M asyarakat, adalah salah satu kelompok stakeholder yang penting (Byrd, Cardenas, & Dregalla, 2009), dengan demikian memainkan peran kunci dalam ekowisata. Partisipasi mereka memberikan kualitas yang membedakan manajemen pariwisata (Drumm, 1998). Keberhasilan ekowisata tergantung pada hubungan yang harmonis antara penduduk, sumber daya perlindungan dan pariwisata (Ross & Wall, 1999a).
masyarakat ini tentu saja tidak bisa lepas dari pihak-pihak lain yang terkait atau stakeholder yang menjadi satu kesatuan organisasi. RUMUS AN MAS ALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : apakah pengetahuan lingkungan, dampak ekonomi dan sosial-budaya (tiga aspek pengembangan ekowisata berkelanjutan) berpengaruh terhadap sikap dan niat partisipasi warga dalam pengelolaan ekowisata ? TUJUAN Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas , maka tujuan penelitian adalah : untuk mengkaji pengaruh pengetahuan lingkungan, dampak ekonomi dan sosialbudaya (tiga aspek pengembangan ekowisata berkelanjutan) terhadap sikap dan niat partisipasi warga dalam pengelolaan ekowisata?
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia TELAAH PUS TAKA Pengertian Ekowisata Ekowisata
merupakan
suatu
ekowisata dengan istilah wisata ekologis dan ada pula yang menterjemahkan sebagai ekowisata walaupun ekowisata sebagai istilah yang paling enak didengar dan
konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler. Beberapa istilah yang muncul dan berkaitan dengan usaha pembaharuan bidang usaha pariwisata, seperti alternative tourism, nature tourism, responsible tourism, spesial interest, dll. Ecotourism merupakan istilah yang dianggap tepat, karena arti dan komitmen yang sangat jelas terhadap kelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat (Gatot, 1999). Istilah ecotourism, berasal dari kata : (1) Ecological; (2) Economical; (3) Evaluating community opinion: bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, ekowisata berasal dari
ringkas, istilah ini sebenarnya tidak memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang benar yaitu wisata ekologi. Kesepakatan yang disepakati dalam simposium dan semiloka ecotourism pada April 1995 yang diselenggarakan PACT/WALHI dan Januari serta Juli 1996 yang diselenggarakan kembali oleh INDECON, dihasilkan rumusan yang merupakan hasil pengembangan dari defenisi yang dikeluarkan oleh The Ecotourism Society, yaitu : "Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar Daerah Tujuan Ekowisata" Perkembangan Indonesia
Ekowisata
Di
Ekowisata mulai menjadi isu nasional di Indonesia semenjak Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Nasional yang diselenggarakan oleh Pact-Indonesia dan WALHI, bulan April 1995. Acara tersebut menghasilkan suatu rumusan dalam kegiatan ekowisata, masyarakat setempat harus dilibatkan dalam pengelolaan ekowisata secara proporsional. Sejak saat itu, ekowisata mulai menjadi perhatian beberapa kalangan seperti LSM , Instansi Pemerintah, Lembaga
kata : · Ekologi, artinya ekologi sebagai sumberdaya dan daya tarik ekowisata, dan ekowisata memberikan kontribusi positif terhadap upaya pelestarian alam dan lingkungan. · Ekonomi artinya bahwa ekowisata merupakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. · Evaluasi Kepentingan dan Opini masyarakat, artinya ekowisata mempunyai kepedulian terhadap peningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan tersebut, serta ekowisata merupakan suatu upaya peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang diharapkan masyarakat yang diberdayakan ekonominya tersebut dapat memberikan kontribusinya pula terhadap pelestarian alam dan lingkungan.
Usaha Pariwisata, Lembaga Penelitian, dan Perguruan Tinggi. Perkembangan ekowisata semenjak mulai dikenal pada awal tahun 1990-an, hingga akhir tahun 1999 masih sangat lambat. Padahal bila melihat dari potensinya seharusnya jumlah produk ekowisata sudah cukup banyak. Banyak hal yang menyebabkan lambatnya perkembangan ekowisata di Indonesia, antara lain: 1) belum adanya pedoman yang dapat mendorong ekowisata menjadi kegiatan pelestarian alam dan ekonomi berkelanjutan; 2) masih rendahnya pemahaman ekowisata oleh berbagai stakeholder terutama dari kaum birokrat yang dapat dianggap sebagai pendorong maupun pelaksana kegiatan ekowisata; 3) masih adanya keraguan terhadap kebenaran konsep ekowisata yang dapat dijadikan sebagai kegiatan ekonomi
M enurut Gatot (1999), belum ada istilah yang tepat dalam menerjemahkan istilah ecotourism ke dalam bahasa Indonesia, ada yang menerjemahkan
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 berkelanjutan yang sekaligus mampu memberdayakan masyarakat setempat.
- Tahun 1974 hingga 1982, IUCN atau World Coservation Union, intensif mengembangan jaringan kawasan konservasi dunia (ekosistem, habitat, dan
Untuk mempercepat perkembangan ekowisata harus dilakukan suatu kajian yang mendalam, karena metode dan pendekatan ekowisata di setiap daerah akan berbeda-beda; proses sosialisasi ekowisata kepada kalangan pemerintah daerah, pengusaha swasta bidang perjalanan wisata, lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan persepsi dan pemahaman yang benar terhadap bidang ekowisata ini; serta penyebarluasan kisah keberhasilan (succes stories) berbagai lembaga yang berada di dalam dan di luar negeri dalam mengembangkan ekowisata yang berdampak langsung terhadap pelestarian alam serta meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar daerah tujuan ekowisata. Ada 3(tiga) tahap perkembangan ekowisata di Indonesia, yaitu : · Tahapan pertama, imperialisme dunia :
periode
- Periode 1900 hingga 1910, di Eropa berkembang gerakan penyelamatan lingkungan hutan dan nilai-nilai tradisi hutan, beserta bangunan dan lansekapnya. - Di Indonesia,Hindia Belanda mendokumentasikan 110 situs alam (nature monument ordonance), kebanyakan berlokasi di pulau Jawa - Periode 1920an. Timbul gerakan konservasi. London Convention on
spesies). - Inter-Parliamentary Conference on Global Environment di New York, M aret 1990 (IPCGE, 1990). Konperensi Rio (United Nation Conference on Environment and Development, UNCED), 3 - 14 Juni 1992, salah satu hasilnya adalah Convention on Biological Diversity (CBD). - Di Indonesia, disusun Biodiversity Action Plan for Indonesian (BAPI) pada tahun 1993, sebagai ratifikasi dari Convention on Biological Diversity (CBD), yang disahkan melalui UU No 5 tahun 1994. - Pada tahun 2003, disusun The Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Tahapan kedua memberikan kerangka berpikir kelembagaan beroperasinya ekowisata. · Tahapan ketiga, stakeholder ekowisata :
partisipasi
- Lahir komunitas ekowisata di Indonesia, diilhami oleh The Ecotourism Society (TES) tahun 1991 di Amerika Serikat. TES berhasil membangun expertise perihal prinsip konservasi dan teknik implementasi ekowisata, beserta pengembangan jaringan organisasi. - M asyarakat Ekowisata Indonesia atau M EI (Indonesian Ecotourism Society) lahir di Bali 1 hingga 5 Juli 1996. Ruang lingkup aktifitas M EI , (i) mengembangkan kesadaran konservasi dan keberlanjutan jasa ekowisata, (ii) mengembangkan unsur pendidikan di dalam jasa ekowisata, dan (iii) meningkatkan manfaat ekonomi dan kesejahteraan penduduk lokal di sekitar wilayah tujuan ekowisata.
African Wildlife (1932) perihal pembentukan taman nasional, perlindungan flora fauna dan cagar alam. Hindia Belanda mendisain 17 area konservasi flora dan fauna di Sumatera dan Kalimantan. - Terbangun prinsip akademik tentang flora fauna, lansekap, bangunan alam atau lingkungan, hingga kelembagaan pengelolaan dan pembiayaan konservasi
- Komunitas ekowisata melalui internet. kowisataindonesia@yahoogroups. Com /
[email protected] /
[email protected]. M edia ekowisataindonesia@ yahoogroups.com dimoderatori oleh Indecon, LSM ekowisata di Jakarta Unsur-unsur Ekowisata
Pengembangan
- Hingga Indonesia merdeka, warisan yang masih terpelihara, misalnya TN Gede Pangrango dan Kebun Raya Bogor, khususnya untuk konservasi flora dan media ilmu pengetahuan botani. · Tahapan kedua, perhatian dunia :
pengaruh
- Konperensi Stockholm (United Nation Conference on Human Environment, UNCHE) 16 Juni 1972
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia Pengembangan ekowisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu:
kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
· Sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya.
Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya M asyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih
Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi
· Kelembagaan
pangsa pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal. · M asyarakat. Pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan, pada dasarnya dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. · Pendidikan Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. · Pasar Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk
banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan social cost dan ecological-cost dalam pengembangannya. M asalah yang mendasar adalah bagaimana membangun pengusaha yang berjiwa pengabdi masyarakat dan lingkungan atau lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pilihan kedua, yaitu mengembangkan lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha berwawasan lingkungan dilihat lebih memungkinkan, dengan cara memberikan pelatihan manajemen dan profesionalisme usaha. Untuk hal ini diperlukan bentuk kerja sama dan kemitraan yang nyata yang bersifat lintas sektor, baik ditingkat lokal, nasional, bahkan jika memungkinkan tingkat internasional, secara sinergis saling menguntungkan, tidak bersifat eksploitatif, adil dan transparan dengan pembagian tugas yang jelas. Aktualisasi dari kerja sama ini, juga
ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. · Ekonomi Ekowisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-
dimungkinkan bagi daerah yang akan mengembangkan Daerah Tujuan Ekowisata dengan memanfaatkan potensi Taman Wisata Alam dan Taman Nasional yang ada di wilayahnya. Pemerintah daerah setempat dapat memprakarsai pembentukan suata "Badan" ("board") yang akan mengelola ekowisata secara profesional. Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekowisata Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekowisata adalah sebag berikut: · Konservasi
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 - Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri.
- M emahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan.
- Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan. - Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan konservasi. - Dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari. - M eningkatkan daya dorong yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam program konservasi. M endukung upaya pengawetan jenis. · Pendidikan M eningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. · Ekonomi - Dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pengelola kawasan, penyelenggara ekowisata dan masyarakat setempat. - Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lokal, regional mapun nasional. - Dapat menjamin kesinambungan usaha. - Dampak ekonomi secara luas juga harus dirasakan oleh kabupaten/kota, propinsi bahkan nasional. · Peran Aktif M asyarakat
- M emberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung. Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati. Dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, antara lain: · Aspek Pencegahan - M enguragi dampak negatif dari kegiatan ekowisata. - M erubah sikap dan perilaku stakeholder, mulai dari pengelola kawasan, penyelenggara ekoturisme (tour operator) serta wisatawan itu sendiri. - M emilih segmen pasar yang sesuai. · Aspek Penanggulangan - M enyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (control of visitor). - M enentukan waktu kunjungan - M engembangkan pengelolaan kawasan (rancangan, peruntukan, penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya manusia, peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada fasilitas. · Aspek Pemulihan M enjamin pengembalian
mekanisme keuntungan
- M embangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat.
ekowisata untuk pemeliharaan fasilitas dan rehabilitasi kerusakan lingkungan.
- Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.
Peningkatan kesadaran pengunjung, pengelola dan penyedia jasa ekowisata
- M enggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata. M emperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya setempat. - M enyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin bagi masyarakat sekitar kawasan. · Wisata - M enyediakan informasi yang akurat tentang potensi kawasan bagi pengunjung. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lokasi yang mempunyai fungsi konservasi.
Ekowisata memberikan kontribusi baik untuk pelestarian lingkungan dan ekonomi (Ross & Wall, 1999b). Oleh karena itu menjadi topik yang sangat penting dalam industri pariwisata (Weaver & Lawton, 2007) dan diakui sebagai cara yang berkelanjutan untuk mengembangkan daerah dengan sumber daya pariwisata yang melimpah (Weaver, 2001). Perbedaan antara ekowisata dan pariwisata konvensional terletak pada karakteristik sangat ekowisata, yaitu kegiatan perjalanan yang berbasis alam dan budaya, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, konservasi sumber daya lingkungan setempat, diminimalkan dampak
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia pariwisata, pemberdayaan masyarakat lokal dan manfaat keuangan kepada masyarakat lokal
masyarakat pembangunan pelaksanaan,
dalam proses dari perencanaan, monitoring dan
(Honey, 2008). M eskipun arti dari ekowisata mungkin sedikit berbeda bagi kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda, secara umum dipahami sebagai suatu perjalanan yang bertanggung jawab yang menghargai fitur lokal dan perhatian khusus untuk meminimalkan dampak negatif dari pengunjung terutama di daerah yang relatif terganggu oleh manusia (Ceballos-Lascuráin, 1996). Penekanan kuat pada masyarakat setempat, seperti melestarikan sumber daya setempat dan manfaat lokal meningkat, menyoroti hubungan erat antara ekowisata dan penduduk setempat. M asyarakat, merupakan salah satu kelompok stakeholder yang penting (Byrd, Cardenas, & Dregalla, 2009), dengan demikian memainkan peran kunci dalam ekowisata. Partisipasi mereka memberikan perbedaan kualitas dalam manajemen pariwisata (Drumm, 1998). Keberhasilan ekowisata tergantung pada hubungan yang harmonis antara penduduk, perlindungan sumber daya dan pariwisata (Ross & Wall, 1999a). Namun, tetap ada hambatan dalam hal membangun hubungan positif dan sinergis positif. Pertama, proses top-down dalam pengambilan keputusan umum digunakan oleh otoritas pariwisata lokal sering mengabaikan pentingnya pendapat masyarakat (Byrd, 2007). Selanjutnya pengetahuan, yang tidak cukup tentang pemanfaatan sumber daya berkelanjutan pada bagian dari masyarakat mengarah ke interpretasi curiga mereka
evaluasi. M asyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi masyarakat. UU No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Peran serta masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan budaya yang dimiliki merupakan andil yang besar dan berpotensi menjadi daya tarik wisata. Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh (Direktorat Produk Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia, 2009) Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga
terhadap upaya untuk membatasi penggunaan sumber daya lokal dan tradisional dalam kegiatan ekowisata ( Ross & Wall, 1999a). M elibatkan masyarakat dalam manajemen ekowisata tidak hanya memfasilitasi pemahaman mereka tentang pariwisata lokal (Byrd, 2007) namun juga meningkatkan kualitas perencanaan dan keputusan dengan memasukkan pandangan masyarakat setempat (Carmin et al, 2003). M erangsang partisipasi lokal dalam proses manajemen merupakan dasar penting untuk keberhasilan ekowisata. Partisipasi Masyarakat Dalam Ekowisata Era otonomi daerah sebagai implikasi dari berlakunya UU No. 32 tahun 2004, memberikan peluang bagi setiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya sendiri, serta tuntutan bagi partisipasi aktif
pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun
· membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dan berperan aktif dalam kegiatan ekowisata; · membangun hubungan kemitraan
suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata berbasis masyarakat (Direktorat Produk Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia, 2009) adalah: · M asyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan ekowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi) · Prinsip local ownership (=pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana ekowisata, kawasan ekowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat) · Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi) · Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat) · Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi tanggungjawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (=fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata). Ife (2005) mengemukakan beberapa keadaan atau kondisi seseorang
dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan; · meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan wisata; · mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya; · meningkatkan masyarakat.
pendapatan
Jain (2000) ada tujuh macam tipe partisipasi yang ada pada masyarakat, antara lain · partisipasi pasif, tipe partisipasi yang tidak memperhitungkan tanggapan partisipan dalam pertimbangan dan hasilnya telah terlebih dahulu ditetapkan. Informasi hanya dibagikan pada external institusi; · partisipasi dalam pemberian informasi, orang memberikan jawaban atas pertanyaan dimana mereka tidak punya kesempatan untuk mempengaruhi dalam konteks wawancara dan seringkali hal baru tidak dibagikan; · partisipasi dalam bentuk konsultasi, orang dikonsultankan dan pendapat mereka termasuk ke dalam hitungan tetapi mereka tidak termasuk dalam pembuatan keputusan; · partisipasi aktif, meliputi orang yang memberikan dorongan dalam
akan berpartisipasi yaitu · jika kegiatan tersebut penting bagi mereka; · mereka merasa bahwa tindakan mereka akan membuat suatu perubahan; · diakui dan dihargai adanya perbedaan-perbedaan partisipasi; dan · kemungkinan berpartisipasi
mereka
untuk
Anonim (2003) dalam Abikusno (2005) menyatakan bahwa prinsip partisipasi masyarakat adalah dilibatkannya masyarakat setempat secara optimal melalui musyawarah dan mufakat dalam kegiatan perencanaan dan pengembangan. Adapun kriteria yang dimaksudkan dalam kegiatan pelibatan masyarakat tersebut antara lain adalah :
materi dan dorongan langsung untuk pelayanan yang disediakan. Dalam beberapa contoh kasus, tidak adanya peraturan yang dimasukkan sekalipun dorongan tersebut telah berakhir; · partisipasi fungsional, partisipasi terjadi dengan pembentukan dalam grup dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti partisipasi pada umumnya terjadi hanya setelah keputusan utama telah diambil; · partisipasi interaktif, orang berperan aktif dalam menghasilkan informasi dan analisis berikutnya yang mengarah kepada rencana aksi dan implementasinya. Hal itu melibatkan metodologi yang berbeda dalam mencari bermacam-macam perspektif lokal. Dengan demikian melibatkan orang dalam pembuatan keputusan mengenai penggunaan dan kualitas informasi; dan
· melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses perencanaan dan pengembangan ekowisata;
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia · pergerakan pribadi, tipe partisipasi yang bebas dari campur tangan pihak luar. Orang berpartisipasi dan mengambil inisiatif untuk mengganti sistem. M ereka mengembangkan kontak
dengan memperlihatkan potensi yang ada pada kawasan ekowisata yang dapat meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya, serta memberikan nilai
untuk masukan dari luar tetapi tetap menguasai kontrol atas sumberdaya.
tambah kepada pengunjung dan masyarakat setempat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman.
Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan "keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain". Jadi partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. M asyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan penggunaannya.
Dalam prakteknya, ekowisata telah sering gagal untuk memberikan manfaat yang diharapkan untuk masyarakat adat karena kombinasi faktor, termasuk kekurangan dalam dana abadi dari manusia, modal keuangan dan sosial dalam masyarakat, kurangnya mekanisme distribusi yang adil dari manfaat ekonomi dari ekowisata, dan ketidakamanan tanah (Coria, J. and Calfucura, E., 2012).
Dalam pengembangan ekowisata itu sendiri terdapat peluang dan tantangan, baik berkaitan dengan masalah ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Secara ekonomi, pengembangan ekowisata memberi keuntungan bagi masyarakat lokal di sekitar lokasi tujuan ekowisata, seperti menyediakan kesempatan kerja dan mendorong perkembangan usaha-usaha baru. Dengan pengelolaan yang terpadu, ekowisata juga berpotensi menggerakkan ekonomi nasional dan mensejahterakan masyarakat di sekitar kawasan ekowisata. Potensi daerah, pengetahuan operator ekowisata tentang pelestarian lingkungan, partisipasi penduduk lokal, kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan serta regulasi pengelolaan kawasan ekowisata baik di tingkat daerah, nasional dan internasional adalah faktor yang menentukan keberhasilan
Dampak Lingkungan dan S ikap Terhadap Ekowisata Sebagai masyarakat menjadi semakin sadar dalam perlindungan lingkungan, penelitian yang telah difokuskan pada bagaimana mempromosikan sikap positif terhadap berbagai isu-isu lingkungan dan telah menemukan dampak lingkungan menjadi konsekuensi penting. M isalnya, Perdue et al, 1990, ada hubungan yang positif antara dampak lingkungan dan sikap warga dalam pengembangan ekowisata. Sedangkan hasil penelitian Ko & Stewart (2002); Nunkoo, Gorsoy (2012), menunjukkan ada hubungan yang negatif antara dampak lingkungan terhadap sikap warga dalam pengembangan ekowisata. Singkatnya, dampak lingkungan dari pengembangan ekowisata ada yang berpengaruh positif dan ada juga yang berpengaruh negatif terhadap sikap warga.
ekowisata. Satu hal yang tidak boleh diabaikan berkaitan dengan ekowisata adalah pelestarian lingkungan dan penghargaan atas budaya setempat. Guna mewujudkan kesadaran masyarakat sekitar dalam pengembangan ekowisata, diperlukan adanya suatu upaya yang dilakukan agar kesadaran masyarakat akan pengembangan ekowisata meningkat. Upaya tersebut dimulai dari pelibatan masyarakat setempat. Pelibatan masyarakat setempat yang memiliki pengetahuan tentang alam dan budaya serta kawasan daya tarik lingkungan sekitar menjadi suatu yang harus dilakukan, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. Selanjutnya mengarahkan masyarakat sekitar mengenai dampak positif yang akan diperoleh dari suatu pengembangan ekowisata pantai ini, yaitu
Dampak Ekonomi dan S ikap Terhadap Ekowisata Sebagian besar masyarakat lokal melihat pariwisata sebagai alat untuk pembangunan ekonomi. Dampak ekonomi dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap pengembangan obyek wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak langsung. Dampak positif adalah : membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang lainnya yang sesuai dengan kemampuan, skill dari
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 masyarakat, sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran akan pengembangan
Berbeda dengan hasil penelitian Yoon, Gursoy, Chen (2001); Andereck, Valetine, Knopf, Vogt (2005); Kuvan, Akan (2005), menemukan bahwa dampak sosialbudaya berpengaruh negatif terhadap sikap warga dalam pengemangan pariwisata. S ikap Terhadap Ekowisata dan Niat Partisipasi Dalam
suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak komunitas lokal daerah setempat. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ko & Stewart (2002); Sa'nchez, Bueno, M eji'a (2011); menunjukkan dampak ekonomi berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap sikap warga dalam pengembangan pariwisata. Berbeda dengan hasil penelitian Hemandez, Cohen, Garcia (1996), menemukan bahwa dampak ekonomi berpengaruh negatif terhadap sikap warga dalam pengembangan sebuah resor. Karena masyarakat sangat prihatin akan masa depan terhadap distribusi manfaat ekonomi dikalangan orang asing, penduduk luar, dan penduduk lokal dari kepemilikan mega resor oleh orang asing. Dampak S osial - Budaya dan S ikap Terhadap Ekowisata Dalam teori evolusionisme multilinier mengemukan bahwa proses perkembangan berbagai kebudayaan itu memperlihatkan adanya beberapa proses
Ekowisata Partisipasi ialah keikut-sertaan masyarakat secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasan, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil (Umar, 2011). Partisipasi dapat dibagi menjadi dua macam: (1) Autonomous participation (partisipasi suka-rela); (2) Mobilized participation (partisipasi yang dimobilisasi). Partisipasi masyarakat yang cocok untuk ikut mewujudkan keserasian sosial, ialah partisipasi yang bersifat suka rela (autonomous participation). Partisipasi semacam ini lahir dari kesadaran setiap anggota masyarakat bahwa ketenangan dan kedamaian merupakan unsur yang amat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehubungan itu, dipandang penting adanya partisipasi masyarakat untuk turut mewujudkan keserasian sosial sebagai upaya nyata untuk merealisasikan kehidupan yang damai, aman, toleran dan sejahtera. Theory Reasoned Action menyebutkan, sikap yang menguntungkan sebagai determinan niat perpartisipasi, yang selanjutnya memprediksi perilaku individu (Ajzen & Fishbein, 1980). Terdapat korelasi yang kuat antara sikap dan niat pertisipasi, (Sheppard, Hartwick, & Warshaw, 1988). Dengan demikian,
perkembangan yang sejajar. Kesejajaran itu terutama nampak pada unsur yang primer sedangkan unsur kebudayaan yang sekunder tidak nampak perkembangan yang sejajar dan hanya nampak perkembangan yang khas. Proses perkembanan yang tampak sejajar mengenai beberapa unsur kebudayaan primer disebabkan oleh karena lingkungan tertentu memaksa terjadinya perkembangan ke arah tertentu. Dari hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara dampak sosial budaya dan sikap dukungan warga terhadap pengembangan pariwisata (Dyer, Gursoy, Sharma dan Carter, 2007 ; Sa'nchez, Bueno, M eji'a 2011 ).
mengidentifikasi mekanisme di balik niat partisipasi adalah instruktif terhadap meningkatkan perilaku partisipatif masyarakat lokal dalam manajemen ekowisata. M emahami sikap warga terhadap prinsip-prinsip manajemen ekowisata dapat membantu perencana merancang lebih efisien dan strategi manajemen yang tepat untuk menangani konflik yang mungkin terjadi antara konservasi sumber daya lokal dan pembangunan ekonomi daerah, yang pada akhirnya mengarah untuk menjalankan lebih halus ekowisata (Lai & Nepal, 2006). Kajian tentang pengaruh sikap warga terhadap niat partisipasi mereka dalam ekowsiata
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia yang dilakukan oleh Zhang dan Lei (2011) mengungkapkan sikap warga berpengaruh positif terhadap
terhadap pemeliharaan lingkungan dan pelestarian alam serta budaya.
niat partisipasi dalam ekowisata. Dengan demikian, sikap positif warga terhadap ekowisata, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik dan manajemen prinsip-prinsip ekowisata, dapat kemudian mendorong keterlibatan aktif mereka dalam pariwisata lokal. PENUTUP S impulan Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan : · Dampak lingkungan dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap sikap warga dalam pengembangan ekowisata. · Dampak ekonomi lebih banyak berpengaruh positif terhadap sikap warga dalam pengembangan ekowisata dari pada pengaruh negatifnya, itu ditunjukkan oleh sebagian besar hasil penelitian menemukan dampak ekonomi berpengaruh positif terhadap sikap warga dalam pengembangan ekowisata · Dampak sosial-budaya dapat berpengaruh positif dan negatif terhadap sikap warga dalam pengembangan ekowista. · Sikap warga berpengaruh positif terhadap niat partisipasi warga dalam pengembangan ekowisata S aran Agar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang tepat yaitu terciptanya sumberdaya alam yang lestari dan
DAFTAR PUS TAKA Abikusno, Rhinomuraena M urtoaji. 2005. Studi Pengembangan Potensi Kawasan Wisata Pemandian Air Panas Sari Ater Hot Spring Resort (Ciater), Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Insititut Pertanian Bogor. Ajzen, I., & Fishbein, M . 1980. Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. New Jersey: Prentice-Hall. Andereck, K. L., Valentine, K. M ., Knopf, R. C., & Vogt, C. A. 2005. Residents Perceptions of Community Tourism Impacts. Annals of Tourism Research, 32(4), 1056-1076. Byrd, E. T. 2007. Stakeholders in Sustainable Tourism Development and Their Roles: Applying Stakeholder Theory to Sustainable Tourism Development. Tourism Review, 62(2), 6-13. Byrd, E. T., Cardenas, D. A., & Dregalla, S. E. 2009. Differences in Stakeholder Attitudes of Tourism Development and The Natural Environment. E-Review of Tourism Research, 7(2), 39-51. Carmin, J., Darnall, N., & M il-Homens, J. 2003. Stakeholder Involvement in The Design of U.S. Voluntary Environmental Programs: Does Sponsorship M atter?. Policy Studies Journal,
meningkatnya kondisi ekonomi, social-budaya dan lingkungan masyarakat maka dalam penerapan ekowisata sudah seharusnya melibatkan masyarakat lokal. Dari kegiatan ekowisata diharapkan terjadi perubahan yang signifikan dalam bidang ekonomi, socialbudaya masyarakat lokal Pelibatan msyarakat ini tentu saja tidak bisa lepas dari pihak-pihak lain yang terkait atau stakeholder yang menjadi satu kesatuan organisasi.
31(4), 527-543. Ceballos-Lascuráin, H. 1996. Tourism, Ecotourism, and Protected Areas: The State of Nature-Based Tourism Around The World and Guidelines for Its Development. Switzerland: IUCN. Coria, J. and Calfucura, E. 2012. Ecotourism and The Development of Indigenous Communities: The good, The Bad, Andthe Ugly. Journal Ecological Economics
Ketika masyarakat sudah dilibatkan secara aktif maka dengan sendirinya akan muncul rasa memiliki di dalam upaya konservasi sumberdaya alam melalui kegiatan wisata alam. Partisipasi masyarakat lokal ini bisa menjadi key point dalam pengembangan ekowisata sekaligus dapat memotivasi mereka untuk lebih bertanggungjawab
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Drumm, A. 1998. New Approaches to Community-Based Ecotourism Management. Learning from Ecuador. In K. Lindberg, M . E.
Ross, S., & Wall, G. 1999a. Evaluating Ecotourism: The Case of North Sulawesi, Indonesia. Tourism Management, 20(6),
Wood, & D. E. Hawkins (Eds.),
673-682.
Dyer, P., Gursoy, D., Sharma, B., & Carter, J. 2007. Structural M odeling of Resident
Ross, S., & Wall, G. 1999b. Ecotourism: Towards Congruence Between Theory and Practice. Tourism Management, 20(1), 123-132.
Perceptions of Tourism and Associated Development on The Sunshine Coast, Australia. Tourism Management, 28(2), 409-422. Hemandez, S.H. Cohen, J. Garcia, H.L. 1996, Residents' Attitudes Towards An Instant Resort Enclave. Annals of Tourism Research, Vol. 23, No. 4, pp. 755-779, Honey, M . 2008. Ecotourism and Sustainable Development: Who Own Paradise? (2nd ed.). Washington, DC: Island Press. Ife, J. 2005. Community Development. Longman London. Jain, Nandita.Wendy Lama. Renzino Lepcha. 2000. Communitybased Torism for Conservation and Development: A Resource Kit. The M ountain Institute. Washington, USA. Ko, D. W., & Stewart, W. P. 2002. A structural equation model of residents' attitudes for tourism development. Tourism Management, 23(5), 521e530. Kuvan, Y. Akan, P. 2005. Residents' Attitudes Toward General and Forest-Related Impacts of Tourism: The Case of Belek, Antalya. Tourism Management, 26 (2005) 691706 Nunkoo, R. Gorsoy, G. 2012.
Sa'nchez, A.P. Bueno, M .P. M eji'a, M .A.P. 2011, Explaining Residents' Attitudes To Tourism : Is A Universal M odel Possible ? Annals of Tourism Research, Vol. 38, No. 2, pp. 460480 Umar, M . 2011. Partisipasi M asyarakat dalam M ewujudkan Keserasian Sosial di Johar Baru. Makalah yang disampaikan dalam Pendidikan dan Latihan bagi Pengurus dan Anggota Forum Keserasian Sosial se Kecamatan Johar Baru,"dilaksanakan Dinas Sosial DKI Jakarta, 27 Oktober 2011, Cisarua Bogor, Jawa Barat. Weaver, D. B. 2001. Ecotourism. M ilton, Qld: John Wiley & Sons Australia. Weaver, D. B., & Lawton, L. J. 2007. Twenty Years On: The State of Contemporary Ecotourism Research. Tourism Management, 28(5), 1168-1179. Yoon, Y., Gursoy, D., & Chen, J. S. 2001. Validating A Tourism Development Theory with Structural Equation M odeling. Tourism Management, 22(4), 363-372. Zhang, H.,Lei, S.L. 2011. A Structural M odel of Residents' Intention to Participate in
Residents' Support For Tourism : An Identity Persepective. Annals of Tourism Research, Vol. 39, No. 1, pp. 243268
Ecotourism: The case of A Wetland Community. Tourism Management, xxx , 1-10
Perdue, R. R. Long, P. T., & Allen, L. 1990. Resident Support for Tourism Development. Annals of Tourism Research, 17(4), 586-599.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Ekowisata di Indonesia
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 KUANTITAS DAN KUALITAS AIR IRIGAS I S UBAK DI BALI KAJIAN DARI AS PEK EKONOMI LINGKUNGAN Oleh : I Ketut S etia sapta dan I Ketut Arnawa Abstract The main objective of this study was to determine the quality and quantity of irrigation water subak in Bali. The research was conducted in three Subak, Subak Sangeh, Padang Tegal, and Bungan Kapal. M easuring the quantity of irrigation water using a float, and the quality of irrigation analyzed in the laboratory to the total salt content (EC), Na +, Cl-/SO4 and Boron, the nutrients needed for plant growth. The results found that the quantity of irrigation water required subak is still less than the water needs to be available for rice production and quality of irrigation water as measured by the content of Na + (sodium), Cl (chloride) and B (Boron) can be categorized in grade 4, is dangerous phase for plants to sustain farming activities on subak. Keywords: subak, irrigation water, rice, pollution PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan pertanian di Bali tidak terlepas dari besarnya peranan subak sebagai organisasi pengelola air irigasi. Pada perkembangan dewasa ini subak mengalami beberapa permasalahan karena munculnya berbagai isu seperti adanya alih fungsi lahan produktif, yaitu dari lahan sawah yang tadinya dimanfaatkan untuk produksi pertanian telah berubah menjadi perumahan, perkantoran, pertokoan, dan bangunan atau pemanfaatan lainnya. Hal ini disamping dapat mengancam program ketahanan pangan juga
yang sudah tidak dapat ditolelir lagi. Tidak sedikit ditemui perusahaan-perusahaan yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa melakukan treatment tertentu terhadap limbah tersebut. Rendahnya kualitas air ini dapat memberikan pengaruh negatif baik bagi produksi tanaman maupun bagi kesehatan masyarakat. Penggunaan pupuk dan pestisida sintetis telah mengancam kelestarian sistem irigasi (Lansing, 1995). Pada saat ini, konsentrasi fosfat yang sangat tinggi memasuki perairan Pantai Bali (Lansing et al.,
akan mengancam keberadaan subak itu sendiri. Hasil Penelitian Sedana (1997) menemukan bahwa kuantitas dan kualitas air irigasi semakin menurun. Pada awalnya petani anggota subak tidak pernah mempermasalahkan keadaan air irigasi karena jumlahnya masih berlimpah dan penggunaannya belum begitu kompleks. Namun, seiring dengan perkembangan pembangunan baik di pedesaan maupun di perkotaan, kebutuhan akan air semakin meningkat dan selanjutnya air yang pada mulanya hampir dimanfaatkan hanya untuk kepentingan pertanian, kini dimanfaatkan pula untuk keperluan di luar sektor pertanian. Kondisi tersebut mengakibatkan petani merasakan jumlah air irigasi yang mereka peroleh dari sungai menjadi semakin sedikit untuk keperluan usahataninya, dan rendahnya kualitas air irigasi yang dirasakan oleh petani disebabkan adanya pembuangan limbah industri
2001). Semua kawasan Sungai Yeh Sungi termasuk mata air telah mengalami pencemaran hara fosfat antara 24,71-56,23% (Wiguna, 2002), di atas baku mutu air sebesar 1,00 mg L-1 (Peraturan Pemerintah, 2001). Walaupun belum ada penelitian terhadap kesehatan terumbu karang di Bali, tetapi kantor World Wide Fund di Bali melaporkan beberapa kali telah mengamati fenomena red tide (Jessup, pers comm.) pada perairan pantai sekitar Sanur dan Kuta. Diduga sebagian besar dari pencemaran fosfat dan nitrogen berasal dari limbah pertanian (World Bank, 1992). Padahal beberapa hasil penelitian menunjukkan penurunan sampai separuh dari jumlah pupuk yang biasanya digunakan oleh petani, tidak berpengaruh terhadap produksi gabah (Surata, dkk., 2004; Wiguna, pers.comm.). Dengan begitu, seharusnya petani bisa menghemat ongkos produksi dengan mengurangi penggunaan pupuk dan pencemaran perairan umum juga bisa
Kuantitas dan Kualitas Air Irigasi S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan dikurangi. Berbagai faktor lainnya juga mengancam keunikan subak, seperti perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pariwisata, alih fungsi lahan pertanian dan penurunan
subak harus menunggu datangnya tenaga kerja dari luar wilayah subak, dan generasi mudanya tidak tertarik lagi menjadikan aktivitas usatani di subak sebagai sumber mata pencahariannya
ketersediaan sumber air akibat peningkatan konsumsi untuk rumah tangga dan berbagai jenis akomodasi wisata lainnya dan penurunan ketertarikan generasi muda untuk menjadi petani, terutama petani padi. Hal itu terbukti dalam survei yang dilakukan di seluruh Bali, rataan usia petani lebih tua dari 60 tahun sehingga dengan usia setua itu tidak dapat lagi mengolah lahan secara produktif (Surata & Wiguna, 2003). Berdasarkan permasalahan tersebut di atas penelitian ini ingin menjawab seberapa besar kuantitas dan kualitas air irigasi subak di Bali. METODELOGI PENELITIAN Penelitian difokuskan di Subak yang masih aktif dan mengalami degradasi (penyempitan lahan, penurunan kuantitas dan kualitas air irigasi, perpindahan tenaga kerja ke sektor lain, dilanda arus modernnisasi yang hebat dan tekanan-tekanan yang lain). Dengan dasar tersebut lokasi penelitian ditetapkan secara purposive sampling, yaitu : (1) Subak Sangeh, Badung, Subak Bungan Kapal, Tabanan dan (3) Subak Padang Tegal, Gianyar. Kuantitas air irigasi diukur dengan metode pelampung, selanjutnya kualitas irigasi dianalisis di laboratorium terhadap kandungan garam total (DHL), Na+ , Cl-/SO4 dan Boron hara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. HAS IL DAN PEMBAHAS AN Pengelolaan
air
irigasi,
seperti
Secara umum pengelolaan air irigasi masih dapat dilakukan dengan baik . Hal ini menunjukkan bahwa petani/karma telah menyadari bahwa untuk meningkatkan produksi pertanian perlu didukung dan ditunjang oleh kesinambungan kegiatan tata guna air dan jaringan irigasi di tingkat usahatani secara baik dan efisien. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi, pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pembelajaran irigasi di tingkat usahatani yaitu dalam petak tersier, daerah irigasi pedesaan irigasi pompa dan irigasi tambak, menjadi tugas dan tanggung jawab para petani pemanfaatan air dan jaringan irigasi yang bersangkutan. Kuantitas Air Irigasi Kuantitas air irigasi diukur dari debit air irigasi masing-masing subak lokasi penelitian. Perhitungan debit air diperlukan untuk memperoleh data tentang jumlah air irigasi yang tersedia dihitung dalam satuan m3/dt atau l/dt. Terkait dengan pelestarian subak, sudah pasti ketersediaan air irigasi sangat mutlak diperlukan. Hasil penelitian dengan metode pengukuran pelampung ditampilkan pada Tabel 1. Pada Tabel tersebut nampak bahwa debit air irigasi untuk masing-masing subak adalah berbeda, hal ini terkait dengan luas wilayah subak yang berbeda, seperti Subak Sangeh mempunyai debit air irigasi paling besar, namun jika dihubungkan dengan kebutuhan air untuk
pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan pengairan masih dapat dilaksanakan dengan cara bergilir dan sesuai dengan pedoman pengaturan air, pergiliran masih tetap dilaksanakan oleh kelian tempek/banjaran, kecuali di Subak Padang Tegal. Sistem pemberian air ada tejadwal dan ada perhitungan sesuai dengan pedoman, dan pengelolaan air irigasi dalam mengatasi menurunnya kuantitas air irigasi ini sudah tidak diketemukan di Subak Padang Tegal, hal ini dapat dipahami karena sebagaian wilayah subak sudah mengalami alih fungsi lahan menjadi fasilitas pariwisata seperi hotel dan restoran dan dikhawatirkan kalau alih fungsi lahan ini terus dibiarkan Subak Padang Tegal akan habis, diperburuk lagi oleh kesulitan mencarai tenaga kerja untuk kegiatan di subak, setiap memulai aktivitas di
kebutuhan usahatani padi, berdasarkan hasil perhitungan untuk 200 ha usahatani padi debit air irigasi yang dibutuhkan 1,2345 m3/dt. Dengan demikian berarti ketersediaan air irigasi masih kurang sebesar 0,4958 m3/dt., begitu juga halnya untuk Subak Sangeh dan Bungan Kapal, hal tersebut diperkuat hasil wawancara di lapangan juga menunjukkan hal yang sama, akhir-akhir ini anggota subak mengatakan ketersediaan air sudah menurun, dan anggota subak sangat kesulitan terutama dalam mengolah tanah untuk persiapan melakukan penanaman padi. Oleh karena itu pengaturan air irigasi oleh subak masih perlu dibina seperti pengaturan air irigasi dengan sistem maongin, ngulu, ngasep dan saling sorog, melakukan pola tanam, disamping juga perlu
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 melakukan pembinaan pada daerahdaerah aliran sungai (DAS), seperti pelarangan penebangan pohon disepanjang DAS, pelarangan alih fungsi DAS menjadi hotel restoran dan sejenisnya, atau seharusnya digerakkan masyarakat atau petani di daerah sepanjang DAS untuk melakukan penghijauan sehingga debit air irigasi masih tetap dapat dipertahankan.
pengaruh positif terhadap tanaman, maksudnya garam-garam yang terlarut didalamnya merupakan hara yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi adakalanya memberikan pengaruh negatif (meracuni) tanaman kalau garam-garam tersebut berada dalam jumlah berlebihan. Kualitas air irigasi sangat ditentukan oleh kandungan garam-garam tersebut dan menurut Scofield dalam
Kualitas Air Irigasi Pada umumnya memberikan
air
irigasi
Arsyad dkk, (1980) kualitas air irigasi dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan kandungan garam total
Tabel 1. Debit Air Irigasi Subak di Bali Tahun 2010 No Nama Subak Debit Air Luas wilayah (m3/dt) subak(Ha) 1 Bungan Kapal, Tabanan 0,1916 75,00 2 Sangeh, Badung 0,7387 200,00 3 Padang Tegal Gianyar 0,1326 50,00 Sumber : Analisis data primer hara dari dalam tanah. Jika dilihat (DHL), Na+, Cl-/SO4 dan boron. dari kandungan Na+ ketiga subak Hasil penelitian menemukan tersebut dapat dikategorikan pada kualitas air irigasi di Bali kelas 2, dan jika dilihat kandungan ditampilkan pada Tabel berikut. Cl, SO4 dan B (boron) ketiga subak Berdasarkan Tabel 3 jika dilihat tersebut dapat ditegorikan kelas 4 dari kandungan garam totalnya hal ini adalah sudah pada tahap (DHL) ketiga subak tersebut dapat membahayakan bagi tanaman kalau dikategorikan pada kelas 2, DHL tidak ada usaha-usaha untuk dalam jumlah berlebihan dapat menekannya, oleh karena itu perlu mengurangi aktivitas osmosis dilakukan pembinaan seperti tanaman, mencegah penyerapan pelarangan untuk air/unsur Tabel 3. Kualitas Air Irigasi di Bali Tahun 2010 No Nama Subak Garam total Na + Cl SO4 Boron (DHL) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) 1 Bungan Kapal, Tabanan 297,00 5,01 15,07 31,08 2,66 2 Sangeh, Badung 193,10 7,19 11,16 26,46 2,22 3 Padang Tegal, Gianyar 264,00 5,85 13,58 28,00 1,33 Sumber : Analisis data primer
pembuangan limbah domestik, limbah pabrik ke sungai-sungai dan pemerintah diharapkan memberikan sangsi yang tegas bagi yang melanggarnya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan 1) Kuantitas air irigasi yang diukur berdasarkan debit air irigasi pada subak masih kurang dari kebutuhan air yang harus tersedia untuk
usahatani padi di wilayah subak di Bali 2) Kualitas air irigasi yang diukur berdasarkan kandungan Na+(natrium), Cl (Chlorida) dan B (Boron) dapat dikategorikan pada kelas 4. S aran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1) Pengaturan air irigasi oleh subak masih perlu dibina seperti pengaturan air irigasi denga sistem maongin, ngulu, ngasep dan saling sorog, disamping juga perlu melakukan pembinaan
Kuantitas dan Kualitas Air Irigasi S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan pada daerah-daerah aliran sungai (DAS) sehingga debit air irigasi masih tetap dapat dipertahankan.
1997, Ekonomi. Lingkungan, Suatu Pengantar, Edisi Pertama, Cetakan kelima, BPFE, Yogyakarta
2) Perlu dilakukan pembinaan seperti pelarangan untuk pembuangan limbah domestik, limbah pabrik ke sungai-sungai dan pemerintah diharapkan memberikan sangsi yang tegas bagi yang melanggarnya
Sedana, Gede, 1999. Pengembangan Fungsi Subak Dalam Menghadapi Tantangan di Masa Depan. M akalah disampaikan pada Diskusi Terbatas (SITAS) II Kerjasama FP. Undwi dengan Jaringan Komunikasi Irigasi (JKI) di Unmas Denpasar
Daftar Pustaka Arnawa I Ketut dan I Ketut Setiasapta., 2009. Model Pelestarian Subak di Bali, Kajian Dari Aspek Ekonomi Lingkungan.
Surata, S.P.K., & I.W.A.A. Wiguna. 2003. Persepsi wisatawan terhadap fungsi ganda subak. Prosiding Seminar Nasional tentang
Penelitian Hibah Bersaing DP2M Dikti, Jakarta Biro Pusat Statistika, 2007. Bali Dalam Angka Bali in Figure. BPS Propinsi Bali, Denpasar Grumbine, R.E. 1994. What is ecosystem manajemen? Conservation Biology, 8:27-38. M izutani, M asakazu, 2002. M ultifunctional roles of paddy field irrigation in the Asia monsoon region,World Water Council 3rd World Water Forum , Otsu ,Shiga, Japan. Lansing, J.S. 1995. The Balinese. Harcourt Brace College Publisher, Tokyo. Lansing, J.S., J.N. Kremer, V. Gerhart, P. Kremer, A. Arthawiguna, S.P.K. Surata, Suprapto, I.B. Suryawan, I.G. Arsana, V.L. Scarborough, J. Schoenfelder & K. M ika. 2001. Analysis volcanic fertilization of Balinese rice paddies. Ecological Economic, 38:383-900. Lansing, J.S. The Goddess. Prentice Hall, New Jersey (in press). Pearce David, W. and Turner R. Kerry, 1990, Economic of Natural Resources and Environment, Harvester Weatsheaf New York London, Toronto Sydney Tokyo. Reksohadiprodjo Sukanto Andreas Budi P.B.,
dan
Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Teknologi Pertanian. Denpasar, 7 Oktober 2003 Wiguna, I.W.A.A. 2002.. NPK flow pada air persawahan dan Tukad Sungi Tabanan. Disertasi (S3) pada PPs-IPB, Bogor. World Bank, 1992. World Development Report 1992: Development and the Environment. Oxford University Press, New York.
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 KEWIRAUS AHAAN S EBAGAI POLA KEPEMIMPINAN MAS A DEPAN OLEH : I Nengah S udja Abstract Entrepreneurship is the act of being entrepreneur or creative action undertaken to transform good or service to have an economic value. The number of qualified entrepreneur is expected to increase to maintain the economic development to stay sustain. Therefore, there are some influantial factors should be taken into consideration for being entrepreneur, for instance, politic, business ambience and business ethic. In addition, to be an entrepreneur the one has to learn about leadership since being an entrepreneur is being a leader. The basic characteristics of being a leader are risk taken, confident, vibrant, striving for achievement and having analytical skill to problem solving. Entrepreneurship can be development by having apprentice, training or nurturing entrepreneur character. Thus, it is a joint obligation between the government, as the policy maker to support their people to be an entrepreneur and the community to develop their entrepreneur skill. Pendahuluan Kontribusi wirausaha sudah terbukti sangat besar terutama dalam pengembangan ekonomi dan sosial dalam suatu negara, baik negara yang sudah maju maupun yang baru berkembang. Kontribusi mereka antara lain dalam hal membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi , menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan produktivitas, menghasilkan teknologi baru, produk ataupun jasa baru, dan agen perubahan khususnya dalam ekonom yang berorentasi pasar.
hal kualitas yang tidak kalah dengan para wirausaha di negaranegara lain. PBB merekomendasikan bila suatu negara ingin sukses dalam membangun ekonominya, paling tidak di negara itu mesti bercokol para wirausaha yang kuat dan berkualitas 2% dari total penduduk yang ada. Keberhasilan suatu negara membangun ekonomi karena peranan para wirausahanya antara lain telah dibuktikan oleh Jepang,
M engingat perannya yang begitu strategis, sebagaimana yang disampakan oleh pemerntah Indonesia pada tanggal 20 juni 1995 mengeluarkan Intruksi Presiden RI Nomor 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional M emasyaraktkan dann M embudayakan Kewirausahaan. Tujuan dterbitkannya Keppres tersebut sudah sangat jelas diantaranya adalah meningkatkan kuantitas para wirausaha dibumi Nusantara menumbuhkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang kuat kepada masyarakat Indonesia, serta membudayakan semangat, sikap, prilaku, dan kemampuan kewirausahaan dikalangan komunitas berbagai etnis yang menhuni bumi yang konon sangat kaya dengan sumber alam, tetapi miskin dalam hal sumber daya kewirausahaan. Keberhasilan suatu pembangunan khususnya di bidang ekonomi sangat bergantung kepada seberapa besar kemampuan negara yang bersangkutan untuk menciptakan atau mendorong hadirnya para wirausahawan yang tidak saja dalam arti jumlah yang semakin besar, tetapi juga dalam
Jerman, Amerika Serikat, dan di Asia dimotori oleh Korea Selatan, Hongkong, Singapura, dan Taiwan. Sehingga dikenal sebagai macan-macan baru Asia. Wirausaha boleh dikatakan adalah mereka yang mempunyai sifat perwira atau pahlawan yang pantas diteladani, jujur, dan berani, yang bergerak dalam bidang bisnis. M ereka berani dan penuh perhitungan dalam mengambil resiko, selalu berfikir kreatif-inovatif, suka bekerja keras, dan dalam menjalankan roda usahanya dilandasi oleh kejujuran. Laba yang diraih adalah dalam jumlah yang wajar dan sekaligus mampu memberi kepuasan kepada para pelanggannya. Proses kewirausahaan adalah segala fungsi, aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan prolehan peluang dan penciptaan organisasi (perusahaan) yang mandiri serta berdaya saing tinggi. Negara Indonesia hingga hari ini harus diakui adalah negara yang minim memiliki wirausaha terutama yang berkualitas. Banyak pengusaha yang sempat besar terutama pada era orda baru, ternyata sangat keropos kewirausahaannya. Terbukti ketika terjadi pergolakan dan krisis, banyak diantara
Kewirausahaan S ebagai Pola Kepemimpinan Masa Depan
mereka ketika itu sempat menyandang kelas konglemerat kini sudah memudar kiprah bisnisnya. Dan ada kecendrungan jumlah para wirausaha yang bermutu di negara ini semakin berkurang. Tetapi sepanjang yang dapat diamati, tidak sedikit berbagai kalangan yang terus mendorong tumbuhnya wirausaha-wirausaha baru. M ereka optimis hal tersebut akan dapat diwujudkan, karena kewirausahaan adalah merupakan ketrampilanketrampilan yang pada dasarnya dapat dipelajari dan dikuasi, terutama oleh mereka yang benar-benar ingin menjadi wirausaha. Tulisan ini dimaksudkan memberi wawasan betapa pentingnya pengembangan jiwa wirausaha (termasuk kepemimpinan) di kalangan masyarakat, karena di dalamnya tersimpan nilai-nilai yang dapat mengantarkan orang untuk dapat hidup lebih baik. Tinjauan Pustaka Landasan Teori Pengertian Kewirausahaan Kata wirausaha dalam bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Prancis, dari kata entrepreneur yang diturunkan dari kata entreprendre yang berarti (menjalankan, melakukan, berusaha). Konsep tentang entrepreneur dikemukakan oleh Schumpeter (dalam Yudana, 2004), adalah orang yang melaksanakan kombinasi-kombinasi baru dalam bidang usaha untuk mencapai
dan inovatif. Sedangkan Tunggal (2004) merumuskan bahwa wirausaha adalah: 1) suatu aktivitas kreatif untuk membangun suatu nilai, 2) pencarian peluang dengan sumber daya yang terbatas, 3) memerlukan pengorbanan dan komitmen untuk memimpin pihak lain, 4) pengambil resiko yang diperhitungkan (calculated risk). Beberapa sifat unggul wirausaha yang sangat terkait dengan keberhasilan usaha sebagaimana dikemukakan oleh Ber & CO dalam Zimmere & Scarborough, 1998; Sukardi, 1991) sebagaimana dikutif Riyanti (2003) adalah: 1) sifat instrumental, yakni tanggap terhadap peluang dan kesempatan berusaha maupun yang berkaitan dengan perbaikan kerja, 2) sifat pretatif, selalu berusaha memperbaiki prestasi, mempergunakan umpan balik, menyenangi tantangandan berupaya agar hasil kerjanya selalu lebih baik dari sebelumnya, 3) sifat keluwesan bergaul, responsif terhadap saran dan kritik, selalu aktif bergaul dengan siapa saja, membina kenalan-kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri dalam berbagai situasi, 4) sifat kerja keras, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan, ingin berprestasi, berorientasi keuntungan, memiliki semangat yang tinggi untuk kerja, berusaha selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai, tidak suka berpangku tangan, mencurahkan perhatian sepenuhnya pada kekerjaan, dan memiliki tenaga
produktivitas yang lebih tinggi. Dalam kajian ini kata wirausaha digunakan sebagai padanan kata entrepreneur. M eredith (1989:9) mengemukakan bahwa wirausaha merupakan aktivitas mengambil keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dengan menggunakan kemampuan imajinatif, ketajaman visi, fleksibilitas, dan kemampuan mengambil resiko. Wirausaha sebagai sebuah prilaku dikemukakan oleh Susanto (2000:10), yang menyatakan bahwa wirausaha adalah prilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya, menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal terhadap jasa, barang maupun pelayanan yang dihasilkan. Pandangan lainnya, Kirton (dalam Riyanti, 2003) menyatakan wirausaha adalah kemampuan mengubah sesuatu menjadi lebih baik atau menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, yang dalam litratur psikologi dikenal dengan istilah kreatif
untuk terlibat secara terus menerus dalam kerja, 5) Sifat keyakinan diri, dalam segala kegiatan penuh optimis, bahwa usahanya akan berhasil, percaya diri, tidak ragu-ragu, mandiri, 6) berani mengambil resiko yang diperhitungkan, tidak khawatir menghadapi situasi ketidakpastian, berani menanggung resiko kegagalan dan selalu antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan kegagalan, segala tindakannya diperhitungkan dengan cermat, suka dengan kegiatan yang menantang, 7) sifat swakendali, bertanggung jawab pada dirinya sendiridan tahu apa yang seharusnya dilakukan, 8) sifat originalitas, sifat inovatif, kreatif, mampu mengerjakan banyak hal dengan baik (serba bisa), memiliki inisiatif, selalu bekerja keras mencari cara-cara baru untuk memperbaiki kinerjanya, terbuka untuk gagasan dan pandangannya, penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan kinerja, tidak terpaku masa lampau atau gagasangagasan lama tetapi berpandangan kedepan untuk mencari ide baru, dan memiliki ketajaman persepsi terhadap masa depan, dan 9)
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 sifat mandiri, apa yang dilakukan merupakan tanggung jawab pribadi, lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan dan tidak bergantung pada orang lain.
dan akan berkembang tidak pada semua kelompok sosial, tetapi hanya pada kelompok sosial tertentu.
Osborne dan Gaebber (1992) dalam buku terjemahannya yang berjudul "M ewirausahakan Birokrasi", antara lain berisi tentang perubahan paradigma yang berorientasi kewirausahaan terhadap bentuk layanan publik yaitu: lebih mengarahkan ketimbang mengayuh, menyuntikkan persaingan kedalam pemberian layanan, berorientasi pelanggan bukan birokrasi, harus menghasilkan ketimbang membelanjakan, lebih baik mencegah daripada mengobati, berorientasi pasar dan mendongkrak perubahan, memberi kepuasan disegala sektor pelayanan, dan sebaliknya akan menerima imbalan untuk kepentingan organisasi. Di samping berbagai definisi tersebut diatas yang telah dikemukakan, juga dipandang perlu disajikan beberapa pengertian kewirausahaan dari berbagai perspektif teori. Teori Ekonomi. M enurut teori yang dipelopori oleh Schumpeter ini, wirausaha akan muncul dan berkembang bila ada peluang ekonomi. Hal ini pernah dialami oleh Indonesia ketika di negara ini terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, khususnya dalam Pelita I hingga Pelita III. Di saat itu banyak muncul peluang-peluang ekonomi yang juga menghadirkan barisan wiraswasta baru. Bahkan ada diantaranya yang sempat menyandang pengusaha level konglemerat. Kelemahan teori ini
Teori ini mengidentifikasikan bahwa ada korelasi antara kewirausahaan dengan kelompokkelompok sosial dan kelompok minoritas yang dipandang rendah. Hanya menerangkan perbedaan diantara kelompok, namun tidak dapat menjelaskan kenapa dalam suatu kelompok sosial ada yang memilih menjadi wirausaha dan ada yang tidak menjadi wirausaha adalah karena dari teori ini. b. Teori Psikologi M enurut teori ini, wirausaha mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dibandingkan dengan yang bukan wirausaha. Teori ini dipelopori oleh Prof. David Clarence M c.Cleland dari Harvard University. Cara pengembangan menurut teori ini adalah dengan memilih orang yang mempunyai karakteristik wirausaha dengan bantuan tes psikologi. Ternyata dari penelitian ini terungkap bahwa ada korelasi yang positif antara kebutuhan berprestasi dengan prilaku prilaku wirausaha yang berhasil dalam bisnisnya. Nanum ada kelemahan dari teori ini yaitu : bahwa karakteristik tersebut disimpulkan dari orang yang telah menjadi wirausaha. Tidak jelas apakah sifat sudah ada sebelumnya atau tumbuh dan berkembang setelah orang menjadi wirausaha. Teori Manajemen Teori ini dipelopori oleh Peter Drucker, seorang pakar manajemen yang cukup melegenda. Pada dasarnya menekankan bahwa ada
adalah hanya mengenali beberapa variabel peluang yang mempengaruhi kewirausahaan, tetapi tidak mampu menunjukkan siapa yang cendrung menjadi wirausaha, dan bagaimana menjadi wirausaha. Sepertinya diasumsikan bahwa semua orang memiliki potensi memanfaatkan peluang ekonomi. M enurut Schumpeter, seluruh proses perubahan ekonomi tergantung pada orang-orang yang melakukannya, yaitu para wirausaha. Teori S osiologi Para sosiolog yang dipelopori M ax Weber mencoba mendeskripsikan mengapa berbagai kelompok sosial (ras, suku, agam) menunjukkan respon yang berbeda terhadap peluang bisnis. M enurut teori ini, dikatakan wirausaha akan muncul
hubungan antara kewirausahaan dengan persepsi peluang pasar dan kemampuan oprasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada, dalam hal ini manajemen yang dapat menangkap peluang (opportunities) diperlukan untuk menjalankan suatu bisnis. Wirausaha adalah orang yang selalu mencari perubahan, merespon dan mengeksplotisir suatu peluang demi pembaharuan. M enurut pandangan para pakar manajemen ini, prilaku wirausaha adalah sebagai kerja. Kesuksesan seorang wirausaha sangat tergantung dari pilihan tempat kerja sebelum menjadi wirausaha, pilihan bidang usahanya, kerjasama dengan orang lain, dan keahliannya mengamalkan manajeman yang tepat. Lebih jauh, Peter Drucker mengatakan, bahwa para wirausaha itu selalu mencari perubahan, memberi tanggapan dan kemudian mengeksploitasinya sebagai sebuah peluang untuk reformasi (perubahan). Disamping
Kewirausahaan S ebagai Pola Kepemimpinan Masa Depan teori-teori yang telah disebutkan diatas juga terdapat beberapa rumusan/definisi mengenai kewirausahaan, seperti misalnya:
Pertumbuhan/Perkembangan Kewirausahaan. Ada beberapa faktor yang memiliki
M enurut Peter F.Drucker, Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different). Sedang menurut Thomas W. Zimmerer, kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluangpeluang yang dihadapi orang setiap hari. Andrew J Dubrin., menjelaskan bahwa kewirausahaan adalah dimiliki seseorang yang mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif (entrepreneurship is a person who founds and operates an innovative business). Sementara itu, Robbin and Coulter, menyatakan bahwa : "Entrepreneurship is the process whereby an individual or a group of individuals uses organized efforts and means to pursue opportunities to create value and grow by fulfilling wants and need through innovation and uniqueness, no matter what resources are currently controlled". S ikap Mental Wiraswata (atau Kewirausahaan) Banyak pakar telah mengadakan penelitian tentang sikap mental yang dimiliki oleh para wirausaha. T.Vekanteswara, antropolog dari Sri Lanka, mencatat tidak kurang dari 57 sikap mental. Dr. Soeparman Sumahamidjaya menemukan 20 sikap mental/karakteristik. Sementara Departemen Tenaga Kerja mencatat ada 10 karakteristik/sikap mental,
kontribusi terhadap pertumbuhan atau perkembangan kewirausahaan tersebut dan telah banyak ditulis oleh berbagai kalangan baik dari kalangan akademisi maupun dari komunitas praktisi, paling tidak ada beberapa yang dapat dikemukakan, antara lain adalah: S istem Politik Bahwa stabilitas politik adalah variabel yang cukup signifikan berpengaruh terhadap keinginan orang membangun usaha, terutama dari kalangan yang punya uang. Para pemilik uang lebih senang menyimpan uangnya dibank atau ditanam pada kegiatan yang tidak produktif bila ia berhadapan dengan situasi politik yang tidak menentu. Dimana-mana di dunia ini, kewirausahaan yang berkembang adalah berbasiskan pada stabilitas politik. Iklim Usaha Iklim usaha yang kondusif seperti kemudahan dan kemurahan dalam hal perizinan usaha, akan sangat mendorong animo masyarakat untuk membangun suatu bisnis tertentu. Perizinan yang berbelitbelit, ditambah buruknya infrastruktur adalah faktor negatif buat orang untuk menekuni suatu bisnis. Jiwa Golongan Minoritas Jiwa golongan minoritas adalah salah satu variabel yang diakui dapat mendorong tumbuhnya kewirausahaan. Karena pada komunitas yang berhadapan dengan
dan banyak lagi yang lainnya. Dari semua temuan itu, bila ditelusuri, dikombinasikan, dipilih, maka paling tidak sikap mental wirausaha tersebut adalah: (1) Kreatif; (2) M emiliki kemauan dan semangat yang tinggi; (3) Efektif dalam pengelolaan; (4) Jujur; (5) M enanggung resiko dengan penuh perhitungan; (6) Komunikatif; (7) Percaya diri; (8) Pribadi yang menyenangkan; (9) Berorientasi ke masa depan; (10) Realistis; (11) Suka tantangan; (12) Penuh intuisi; (13) Bersikap pemimpin; (14) Ulet; (15) Tekun; (16) Hemat; (17) Gembira; (18) Dedikatif; (19) Suka mengumpulkan uang; (20) Percaya kepada Tuhan. Faktor-faktor Berpengaruh terhadap
situasi seperti ini, cendrung memilih berbisnis ketimbang bidang lain yang tidak memungkinkan buat mereka raih. Nilai Etis dari Wirausaha Penekanannya di sini adalah sistim nilai etos wirausaha merupakan sumber pokok bagi tumbuhnya wirausaha. M ax Weber mengatakan, orang Protestan cepat maju dalam membawa kapitalisme karena sistem etikanya memberikan sikap ekonomi yang rasional. M otivasi keberhasilan seperti yang telah dikatakan oleh M c.Clelland adalah salah satu faktor pendorong atau sumber pokok
yang
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 tumbuhnya jiwa wirausaha. M otivasi sukses itu dapat ditularkan dan diajarkan kepada pihak lain.
disuatu kawasan tertentu dan lain-lain. Sosialisasi dapat dilakukan melalui seminar, apresiasi, dan media massa, baik
S trategi Pengembangan Kewirausahaan Ada beberapa cara yang dapat dipilih untuk mengembangkan jiwa wirausaha atau kewirausahaan. Berbagai pihak telah menawarkan cara-cara tersebut, dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Magang Pengembangan kewirausahaan dengan cara ini sering disebut dengan cara yang tradisional dan nyaris tidak disadari sebagai salah satu model untuk pengembangan kewirausahaan. Pengambangan dengan cara magang ini di Indonesia ada beberapa tipe, di antaranya adalah: (1) M agang cara M inang Dalam proses magang ala M inang ini, calon wirausaha tersebut bekerja penuh waktu pada mereka yang telah lebih dahulu maju atau sukses. Selama masa magang itu, calon akan banyak memproleh pengetahuan dan pengalaman berusaha. Setelah dipandang cukup maka si calon itu akan membuka usaha secara mandiri. (2) M agang Ala Cina Salah satu anggota famili pengusaha Cina diperlakukan sebagai pekerja dengan mendapatkan upah atau gaji sebesar tertentu. Dan setelah dipandang siap, dia akan dilepas untuk berbisnis sendiri dengan diberikan suntikan modal sebesar
media cetak elektronik
maupun
media
Pelatihan Pengembangan wirausaha bisa dilakukan dengan melatih para calon melalui seleksi yang memadai. Kepada yang mereka berhasil lulus diberikan pengetahuan teknis bisnis, seperti menyusun rencana usaha, pemasaran, pembukuan, dan lain-lain. Setelah selesai pelatihan dengan bantuan sejumlah modal diarahkan untuk berusaha sendiri dengan selama kurun waktu tertentu lalu diberikan konseling. Latihan Motivasi Berprestasi atau Achievement Motivation Training (AMT) Cara ini diperkenalkan oleh Prof. David Clarence M c. Clelland. M enurutnya pada dasarnya manusia itu memiliki tiga motif, yaitu: 1) motif persahabatan, 2) motif kekuasaan, dan 3) motif berprestasi. Hasil penelitian yang dilakukannya mengungkapkan, bahwa ada hubungan yang erat antara kebutuhan berprestasi dengan penampilan tingkah laku seseorang. Suatu temuan yang sangat penting adalah bahwa kebutuhan berprestasi yang tinggi banyak dijumpai pada kalangan wirausaha dan ekskutif yang sukses. Juga dikatakannya, bahwa seseorang dapat mempelajari cara-cara untuk mengembangkan kebutuhan berprestasi yang tinggi dan menampilkannya dalam prilaku melalui latihan-latihan tertentu.
tertentu. Toleransi bantuan modal dapat lebih dari satu kali. (3) M agang dengan Pola "Pengecer Keliling" Umumnya banyak ditemui pada mereka yang bergerak pada usaha makanan jadi atau kebutuhan sehari-hari. Gerobak/peralatan dan jenis makanan disediakan oleh si pengusaha, sedangkan yang menjual hanya sebagai karyawan. Setelah dipandang cukup lalu dilepas untuk berdiri sendiri. Pengembangan Berwirausaha
Kesadaran
Cara ini dilakukan dengan menjelaskan peran dan kontribusi para pengusaha dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan status sosial yang lebih baik. Peran tersebut seperti dalam hal menyiapkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, menampung tenaga kerja (mengurangi pengangguran), pembayar pajak bagi negara yang cukup besar, sebagai lokomotif perekonomian
Pada dasarnya ada empat kegiatan pokok dalam pengembangan motivasi berprestasi yaitu: 1) penilaian diri melalui latihan imajinasi telaah diri, uji prestasi, 2) pengenalan motivasi berprestasi, 3) penetapan tujuan, dan 4) dukungan dari kelompok. Pengembangan manajemen.
ketrampilan
Ketrampilan manajemen yang dimaksud adalah ketrampilan dalam mengelola sumber daya yang ada pada usaha yang digeluti dengan efektif dan efesien. Ketrampilan tersebut diantaranya adalah dalam hal pemasaran, keuangan, pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan sumber daya alam dan lain-lain. Karakteristik Wirausahawan
Kewirausahaan S ebagai Pola Kepemimpinan Masa Depan Seorang wirausahawan adalah pribadi yang mandiri dalam mengejar prestasi, ia berani mengambil resiko untuk memulai
Profil Wirausahawan Dari
berbagai
temuan
dan
mengelola bisnis demi mendapatkan laba. Karena itu, ia lebih memilih menjadi pemimpin daripada menjadi pengikut, untuk itu seorang wirausahawan memiliki rasa percaya diri yang kuat dan mempertahankan diri ketika menghadapi tantangan pada saat merintis usaha bisnis. Dalam menghadapi berbagai permasalahan, seorang wirausahawan senantiasa dituntut untuk kreatif. Dalam upaya mengetahui cara mencapai tujuan yang direncanakan, dan mampu berkonsentarsi serta berinisiatif memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman untuk mengatur langkah sesuai rencana yang telah dibuat menuju target. Seorang wirausahawan perlu mempunyai disain produk, strategi pemasaran, dan solusi dalam mengatasi problema manajerial yang kreatif untuk bersaing dengan perusahaan yang lebih besar. Seorang wirausahawan adalah orang pembaharu yang mengorganisir, mengelola dan mengasumsikan segala resiko pada saat ia memulai usahanya untuk mendapatkan keuntungan. M as'ud M achfoedz, (2008). Selain sifat-sifat kewirausahaan seperti tersebut di atas, diperlukan kemampuan manajerial untuk mengorganisir sebuah perusahaan, mengembangkan strategi operasi, mendapatkan dana untuk modal usaha, dan mengelola aktivitas bisnis. Pengetahuan teknis juga diperlukan untuk mewujudkan ide.
pemikiran logis, dapat disarikan profil seorang wirausaha dalam gmbar berikut : Beberapa Faktor Kegagalan
Penyebab
Selanjutnya M as'ud M achfoedz, (2008) menyebutkan ada beberapa alasan penyebab kegagalan yang perlu diperhatikan adalah: 1) kurang pengalaman manajemen, 2) kurang mampu membuat perencanaan keuangan, 3) kurang mampu menganalisis lokasi, 4) bersifat boros, 5) kurang bersedia untuk berkorban. Mapping Theoritical Teori kewirausahaan merupakan pengembangan dari teori kepemimpinan. Ini merupakan pengembangan teori yang agak aneh. Selayaknya teori kewirausahaan lebih dahulu dikembangkan, sebab salahsatu karaktertistik kewirausahaan adalah kepemimpinan. Namun ternyata pengembangan teori yang terjadi seperti yang disebutkan di atas disebabkan karena hal-hal praktis di lapangan saja (M eredith, 1989). Kepemimpinan merupakan derivasi dari kewirausahaan, walapun teori kepemimpinan lebih banyak dibahas dalam buku-buku referensi M SDM . Kewirausahaan sebenarnya merupakan bagian dari teori small business management. Namun bagaimanapun, sebenarnya keduanya adalah sesuatu karakteristik yang saling melekat, seperti pisau bermata dua. Kewirausahaan menjelaskan kepemimpinan, dan sebaliknya
M isalnya, seorang wirausahawan mempunyai ide yang baik tentang program komputer tetapi ia tidak memiliki pengetahuan yang rinci tentang hal itu, maka idenya tidak mungkin akan terwujud.
kepemimpinan merupakan karakter wirausaha. Pernyataan Schumpeter (1985) yang menyatakan bahwa jiwa wirausaha muncul pada seseorang jika orang tersebut dapat melihat peluang bisnis, sebenarnya
Gambar 2.1 Profil Wirausaha Ideal. Profil Wirausahawan Sifat Kewirausahaan M engejar prestasi Lebih memilih dengan pakar untuk mencapai tujuan prestasi Berani mengambil resiko Tidak takut mengambil resiko dengan sedapat mungkin menghindari resiko besar. M ampu memecahkan M ampu mengidentifikasikan dan memecahkan permasalahan yang permasalahan dapat menjadi kendala bagi kemampuan mereka untuk mencapai tujuan. Rendah hati Lebih mengutamakan misi bisnis daripada mengejar status.
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Profil Wirausahawan Sifat Kewirausahaan Bersemangat Bersedia bekerja keras untuk membangun usaha Percaya diri M engandalkan kepercayaan diri untuk mencapai keberhasilan M enghindari sifat cengeng M enghindari hubungan emosional yang dapat mengganggu
keberhasilan bisnis Kepuasan diri M emandang struktur organisasi sebagai kendala dalam memenuhi keinginan.
Sumber: M as'ud M achfoedz, (2008:12). pernyataan yang lebih menyerupai pernyataan para ekonom, bukan sosiolog. Sayangnya, dalam banyak penelitian di USA, kepemimpinan diposisikan sebagai sebuah indikator dari kewirausahaan, padahal selayaknya ia dapat diposisikan sebagai variabel tunggal yang berbeda dengan variabel kewirausahaan. M enariknya, jika hal itu bisa dilakukan oleh peneliti dalam model konseptualnya, maka dengan pendekatan análisis jalur (path analysis) akan dapat ditemukan : apa mepengaruhi apa. KAJIAN TEORITIS Kajian Teoritis 1. Schumpeter (dalam Yudana, 2004), wirausaha adalah orang yang melaksanakan kombinasikombinasi baru dalam bidang usaha untuk mencapai produktivitas yang lebih tinggi. Dalam kajian ini kata wirausaha digunakan sebagai padanan kata entrepreneur. 2. M eredith (1989:9) mengemukakan bahwa wirausaha merupakan aktivitas mengambil keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
sesuatu yang benar-benar baru, yang dalam litratur psikologi dikenal dengan istilah kreatif dan inovatif. 5. Tunggal (2004) merumuskan bahwa wirausaha adalah: 1) suatu aktivitas kreatif untuk membangun suatu nilai, 2) pencarian peluang dengan sumber daya yang terbatas, 3) memerlukan pengorbanan dan komitmen untuk memimpin pihak lain, 4) pengambil resiko yang diperhitungkan (calculated risk). 6. Ber & CO dalam Zimmere & Scarborough, 1998; Sukardi, 1991) sebagaimana dikutif Riyanti (2003) adalah: 1) sifat instrumental, 2) sifat pretatif, 3) sifat keluesan bergaul, 4) sifat kerja keras, 5) Sifat keyakinan diri, 6) berani mengambil resiko yang diperhitungkan, 7) sifat swakendali, 8) sifat originalitas, sifat inovatif, kreatif, 9) sifat mandiri. 7. Schumpeter (1985) menyatakan bahwa wirausaha akan muncul dan berkembang bila ada peluang ekonomi. 8. M ax Weber mencoba mendeskripsikan mengapa berbagai kelompok sosial (ras, suku, agam) menunjukkan respon yang berbeda
dengan menggunakan kemampuan imajinatif, ketajaman visi, fleksibilitas, dan kemampuan mengambil resiko. 3. Susanto (2000:10), yang menyatakan bahwa wirausaha adalah perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya, menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal terhadap jasa, barang maupun pelayanan yang dihasilkan. 4. Kirton (dalam Riyanti, 2003) menyatakan wirausaha adalah kemampuan mengubah sesuatu menjadi lebih baik atau menciptakan
terhadap peluang bisnis. 9. Peter Drucker menyhatakan bahwa wirausaha adalah orang yang selalu mencari perubahan, para wirausaha itu selalu mencari perubahan, memberi tanggapan dan kemudian mengeksploitasinya sebagai sebuah peluang untuk reformasi (perubahan). 10. Earl Nightingale dan Whitt Schult dalam Kartono (1979), menghasilkan temuan bahwa seorang kepala sekolah harus memiliki kelebihan atau keunggulan jiwa wirausaha. 11. Haswel et al, dalam Riyanti (2003) menyatakan bahwa alasan utama kegagalan usaha adalah kurangnya kemampuan manajerial dan pengalaman sebagai manajer.
Kewirausahaan S ebagai Pola Kepemimpinan Masa Depan 12. Hunneryager dan Heckman, 1992:7; seorang manajer yang memiliki kemampuan dalam mengembangkan kepiawaian manajerial merupakan faktor determinan untuk mencapai keberhasilan organisasi. 13. Kotter dkk, 2004:11; Kepemimpinan yang kuat namun dengan manajemen yang lemah tidak akan menjadi lebih baik bahkan sebaliknya menjadi lebih buruk, keduanya diperlukan demi keberhasilan bisnis.
pengalaman, kurangnya modal, ketidak mampuan menanggapi perubahan. 4.M unadi dkk (1994), menyimpulkan bahwa kegiatan unit produksi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penigkatan pengetahuandan ketrampilan orang-orang yang terlibat didalamnya, dan unit produksi sudah dapat membantu mengatasi keadaan bahan praktek siswa SM K meskipun jumlahnya masih terbatas.
14. Sumanto (1999:85) menyatakan, bangsa yang telah maju memiliki jiwa wirausaha, baik yang pada para pengusaha, para pemimpinnya, maupun setiap anggota masyarakat usia kerjanya. 15. Thomas dalam Ahmadi, 2002:162; Kesadaran akan tujuan pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang penting diketahui, karena kesadaran ini akan berpengaruh terhadap tingkah laku yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan yang akan terjadi. 16. Cunningham dalam M eng & Liang yang dikutip Riyanti, 2003:7; Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan wirausaha adalah adanya sifat-sifat, seperti keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, keinginan untuk berhasil, motivasi diri, percaya diri, berfikir positip, komitmen dan sabar. Kajian Empiris 1. Dr. Soeparman Sumahamidjaya menemukan 20 sikap mental/karakteristik. Sementara Departemen Tenaga Kerja mencatat ada 10 karakteristik/sikap mental, dan banyak lagi yang lainnya. 2. Usman (1996), dalam penelitiannya yang berjudul "Persepsi Kepala SM K terhadap Topik M ateri pelatihan intrepreneur", menemukan bahwa profil kepemimpinan entrepreneur kepala sekolah pada salah satu SM K di Jawa Barat, belum seperti
5. Rahmiyati (1997) dari hasil penelitiannya menyimpulkan, bahwa upaya memperbaiki mutu SM K adalah dengan menyelenggarakan unit produksi. Kegiatan unit produksi merupakan salah satu yang tepat untuk meningkatkan ketrampilan baik siswa maupun guru, dan dapat memasukkan dana tambahan bagi sekolah. 6. Hasil studi eksplorasi terhadap pelaksanaan unit produksi di beberapa SM K di Jawa Timur (Surabaya, Sidoarjo, dan Jombang)oleh Puslit Balitbang Depdiknas (dalam Subijanto, 1997/1998) menunjukkan bahwa penanaman kewirausahaandi SM K dilakukan melalui pendekatan unit produksi. 7. Yudana (2004), dalam simpulan disertasinya menyebutkan bahwa secara umum kepemimpinan wirausaha kepala sekolah pada SM K di Provinsi Bali memiliki korelasi signifikan terhadap mutu pengelolaan sekolah, yakni sebesar 63,1% mutu pengelolaan sekolah dijelaskan oleh kepemimpinan wirausaha kepala sekolah. Aspek lainnya yang berhubungan dengan sarana dan prasarana, Yudana menemukan bahwa ada upaya kalangan SM K untuk memberdayakan unit usaha tersebut lebih diperuntukkan sebagai media simulasi ketrampilan atau sarana praktek, pada era M PM BS ada kemauan untuk memperluas fungsi unit produksi menjadi sarana usaha yang tidak
yang diharapkan. Penelitian tersebut merekomendasikan agar konsep kepemimpinan entrepreneur dapat dijadikan alternatif bagi calon kepala SM K di Indonesia. 3. Haswell etal, 1986; Flahvin, dalam Riyanti, 2003, menyebutkan sejumlah hasil penelitian menemukan bahwa, penyebab kegagalan usaha terutama usaha sekala kecil di antaranya: kurangnya kemampuan manajerial, kurangnya
hanya memberi manfaat yang lebih bagi siswa, tetapi dapat mendatangkan income bagi sekolah. Sedangkan untuk aspek hubungan kerjasama antara SM K dengan dunia usaha/dunia industri, Yudana menemukan bahwa ada komitmen untuk meningkatkan kemitraan yang lebih erat dengan para digma sama untung. Dalam kontek kekinian hubungan yang terjadi tidak hanya penyalur penerima calon magang tetapi telah mencapai aspek yang bertalian dengan kebutuhan pasar sebagai komsumen produk unit produksi.
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 8. Ronald Lippit dan Ralp K.White dalam Toha (1998:24) menyatakan bahwa kepemimpinan mempengaruhi sikap anak-anak
2. Kepada para wiraswastawan yang telah berhasil sangat diharapkan dengan rela hati membantu/memberikan rangsangan
yang diberikan perlakuan kepemimpinan (otokratis, demokratis dan laissez faire). Pembahasan Kepemimpinan dan kewirausahaan merupakan dua hal berbeda namun keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, ada suatu benang merah yang mengikat keduanya, yaitu : keduanya sama-sama dibutuhkan seorang pimpinan yang baik. Artinya pimpinan yang berhasil adalah jika orang tersebut memiliki leadership yang baik biasanya memiliki jiwa entrepreneur yang baik pula. Sebaliknya, pimpinan yang berhasil adalah jika orang tersebut memiliki semangat entrepreneur yang baik dan biasanya juga memiliki leadership yang baik pula. Kesimpulan & S aran Kesimpulan Kewirausahan merupakan hal yang sangat penting dan strategis, karena mampu mendorong/meningkatkan pembangunan ekonomi dan sosial suatu masyarakat, dan ia adalah keterampilan yang dapat dipelajari dan dikuasai. M anusia wirausaha adalah mereka yang secara gagah dan berani untuk hidup mandiri dan tidak bergantung kepada pihak/orang lain. Ada beberapa sikap mental/karakteristik wirausaha/kewirausahaan yaitu sekitar 20 sikap mental/karakteristik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
bagi calon wirausahan terutama kiat-kiat keberhasilan suatu usaha. 3. Kepada masyarakat luas sangat diharapkan kesadarannya untuk dapat hidup secara mandiri dengan berwiraswasta.berdasarkan jiwa kreatif yang tinggi. 4. Kepada para peneliti, disarankan untuk membuat penelitian agar memperoleh kejelasan hubungan kausal efek kedua variabel tersebut, apa mempengaruhi apa, dengan pendekatan analisis jalur atau analisis regresi yang diperbandingan (satu model regresi dengan variabel dependen kepemimpinan, dan satu model lainnya dengan variabel dependen kewirausahaan). Daftar Pustaka Alma, Buchari. Kewirausahaan. Alfabeta.
2000. Bandung:
Drucker, Peter, F. 1986. Innovation and entrepreneurship. London: Heinemann. Edisi Indonesia. Jakarta Gramedia. Hisrich, Robert D and Peter, M iskale. Entrepreneurship Starting Development and Managing a New Enterprcse. 1992. M eredith, G.Geoffery at al. 1989. Kewirausahaan Teori dan Praktek. Jakarta PPM . Riyanti, Benedicta Prihatin. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Gramedia Widiarsana Indonesia.
pengembangan kewirausahaan, seperti: sistim politik; iklim usaha; jiwa dan semangat usaha golongan minoritas; nilai etis dari wirausaha; dan motivasi keberhasilan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam rangka pengembangan kewirausahaan, seperti: M agang, baik model cara M inang, Cina, maupun model pengecer; Pengembangan kesadaran berwirausaha; Pelatihan; Latihan achievement motifasi berprestasi; Pengembangan ketrampilan manajemen.
Robbin, Stephen. 1996. Organization Behavior Concepts Controversies, Applications. New Jersey: A Simon & Schuster Company. Sumahamidjaya, Soeparman. Pengembangan Kewirausahaan. Depnaker RI. Jakarta, 1993. Wirasasmita, Yuyun. Kerja Sama Perguruan Tinggi dengan Lembaga Perbankan dan Keuangan Lainnya dalam menciptakan Wirausahawirausaha Baru. Bandung 1993.
S aran 1. Kepada Pemerintah sebagai pemegang kebijakan diharapkan ada niat/komitmen yang besar untuk membantu para calon wirausaha, baik dari segi material maupun non material.
Kewirausahaan S ebagai Pola Kepemimpinan Masa Depan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan. —————— Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat 17-8-1945. Puslatkop dan PK Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Bekerja Sama dengan PT Kloang Klode Jaya Putra Timur. Jakarta, 1995.
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 UPAYA PEMERINTAH DALAM PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY UNTUK MENINGKATKAN KES EJAHTERAAN RAKYAT Oleh : Ni Nyoman S uryani I Wayan S ujana Abstract Government efforts to reduce poverty one strategy is to require companies to realize the concept of Corporate Social Resposibility (CSR). In connection with this Act came forth. Limited Liability Company (PT) No. 40 of 2007. Where in the Act set forth the obligation to carry out CSR companies .. In addition to companies seeking to obtain ISO 26000 CSR is a necessary condition that must be met. So that ISO 26000 is also referred to as ISO social responsibility. To realize the PT Act is some attempt has been made by the Government, such as by giving the award to the company. Synergistic cooperation among governments, businesses and communities are key to the success of development in Indonesia, especially in the field of community empowerment. In the framework of a successful partnership. As a concrete manifestation of the Government's efforts, some companies have been doing CSR in addition to government efforts alone. The concrete forms taken by the Government as such help poor rice. Bali Local Government home with surgical program. Etc.. While part of the company including; PT Telkom in the form of assistance such as: i-CHAT is a new teaching medium for students with special needs (hearing impaired) in SLB-B. PT Telkom also provide assistance to enrichment media teaching students of SMK-1 Cirebon i-Pad a number of early stages of one million i-Pad program for secondary school students in Indonesia . PT Sari Usada awarded the Platinum award in the category of the environment (Nature Program in Plant Sari Husada Klaten) consumer program (Literacy Come Gizikita Nutrition), Gold award in the category of Human Rights (DanCare program) and social categories (Heroine Award Program), as well as grace Best CEOs. Keywords: Poverty, CSR, Government efforts, realization of CSR.
PENDAHULUAN Target Pemerintah terhadap angka kemiskinan di Indonesia pada 2012 mengalami penurunan di kisaran 10,5-11,5 persen. Selain itu pemerintah juga menargetkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita dapat mencapai USD3.729. Sementara untuk tahun 2014, pemerintah juga menargetkan kemiskinan akan berkurang di level delapan persen hingga 10 persen serta untuk 2025 kemiskinan akan berkurang pada level empat persen hingga lima persen dengan PDB per kapita sebesar USD14.900. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang (12,36 persen). Pemerintah sendiri sudah menerapkan strategi-strategi mengurangi kemiskinan dalam program M aster Plan percepatan dan Perluasan Pengentasan kemiskininan (M P3KI), diantaranya
ada beberapa klaster yaitu klaster I tentang jaminan dan bantuan jaminan sosial, lalu klaster pemberdayaan masyarakat. Dilain pihak sebelumnya Pemerintah telah memantapkan pelaksanaan CSR dalam rangka ikut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya dengan terbitnya UU. Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007. Dimana pada Undang-undang tersebut termaktub mengenai kewajiban perusahaan untuk melaksanakan CSR. Disamping itu untuk memperoleh ISO 26000 CSR adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh perusahaan sehingga ISO 26000 ini disebut pula sebagai ISO social responsibility. Terhadap Undang-undang ini, perlu dikaitkan dengan amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33. Khsusnya yang berkaitan dengan tujuan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam kenyataannya dikhawatirkan tidak jarang perusahaan terjebak
Upaya Pemerintah dalam Penerapan Corporate Social Responsibility untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat pada bias-bias CSR pada seperti pada tindakan-tindakan berikut ini. · Kamuflase (tanpa komitmen, sekedar menutupi praktik bisnis yan memunculkan ethical questions)
Terhadap penterapan konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan oleh para ahli, masih mengalami perbedaan pandangan. Adanya perbedaan pandangan yang cukup prinsip mengenai konsep CSR atau
· Generik (sekedarnya karena perusahaan lain melakukannya) · Directive (bersifat top down, tidak partisipatif) · Lip service (tanpa assessment, berdasarkan kasihan)
need belas
· Kiss and run (tidak sustain, jangka pendek) Dengan mengacu kepada perkembangan konsep CSR diatas, maka disini akan dibahas mengenai: Bagaimana upaya-upaya Pemerintah dalam penerapan konsep CSR untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pembahasan ini akan dilihat peran Pemerintah untuk menggalakkan dunia usaha agar berperan aktif untuk memperhatikan pemangku kepentingan (stake holder), juga menjaga kelestarian lingkungan dan bentuk-bentuk lain yang pada prinsipnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan melihat kegiatan beberapa perusahaan dalam penterapan CSR. KONS EP CS R Teori mengenai CSR mulai diperkenalkan tahun 1953 oleh Bowen, melalui seminar karyanya mengenai tanggung jawab social perusahaan. M enurut Bowen tanggung jawab perusahaan adalah: it refers to the obligation of businessmen to pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desirable in terms of the
Tanggung Jawab Sosial perusahaan (TJSP) antara penganut ekonomi klasik (Adam Smith) dengan pengenut ekonomi modern (John Elkington). Hal inilah yang menyebabkan konsep CSR ini masih hangat menjadi pembicaraan baik dikalangan akademik maupun di dunia bisnis. Adam Smith yang juga djuluki Bapak Ekonomi berpandangan bahwa perusahaan semata-mata hanya bertugas untuk mencari keuntungan semata. Pandangan Adam Smith ini, diperkuat oleh M ilton Friedman, yang dijuluki sebagai bapak dari neo-libralisme pada tahun 1962 ia menyusun buku yang berjudul Capitalism and Freedom. M ilton F. Ia juga membuat artikel pada The New York Times (September 1970), yang pada intinya ia berpendapat bahwa perusahaan memaksimalkan pendapatan dan kekayaan perusahaan bagi para pemegang sahamnya. Berawal dari pendapat Friedman inilah akhirnya banyak perusahaan yang bersikap anti social dan dalam banyak hal melakukan praktik yang eksploitatif terhadap tenaga kerja dan lingkungan hidup dengan tujuan semata-mata untuk mengakumulasikan keuntungan dan menyebabkan terjadinya praktek pelanggaran kaum buruh, pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan. Bertolak dari konsep ini munculah respon dari penganut ekonomi modern John Elkington dengan sebuah bukunya "Triple Bottom
objectives and values of our society" (Bowen dalam Caroll, 199;270). Dalam perkembangan selanjutnya mengenai konsep CSR Garriga dan M ele (2004) menjelaskan bahwa CSR mempunyai focus pada empat aspek utama yakni: 1. M encapai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan 2. M enggunakan kekuatan bisnis secara bertanggung jawab 3. M engintegrasikan kebutuhankebutuhan social 4. Berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang beretika. Dari empat focus yang dikemukakan diatas, maka secara praktis teori-teori CSR dapat digolongkan ke dalam empat kelompok teori yang berdimensi profit, politis, social dan nilai-nilai etis.
Line Theory". Pada prinsipnya menurut ajaran ekonomi modern bahwa perusahaan di dalam menjalankan kegiatan usahanya selain bertujuan untuk mencari keuntungan, juga harus memperhatikan dua aspek lainnya, yaitu masyarakat dan lingkungan sekitarnya, yang dikenal dengan "3P" yaitu: Profit, People and Planet. Pembahasan mengenai Theory CSR terus berkembang, karena dunia mulai tertarik dengan theory CSR ini. M unculah konfrensi-konfrensi internasional yang mencoba untuk menyempurnakan teori SCR tersebut. Dimulai dari decade 1980-1990 dengan KTT Bumi (Earth Summit) di Reo de Janeiro, kemudian berlanjut tahun 20002 dengan pertemuan internasional di Johannesburg yang memunculkan konsep social responsibility untuk melengkapi dua konsep sebelumnya mengenai
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 economic growth dan environmental sustainability. Kemudian tahun 2007 sebuah pertemuan internasional yang diadakan di di Jenewa dengan tema "UN Global Compact" berusaha untuk menyempurnakan konsep sebelumnya menjadi sebuah konsep yang dikenal dengan nama
Thendri Supriatno, M BA berharap penganugerahan Indonesian CSR Awards 2011 (ICA 2011) menjadi ajang belajar, berdiskusi, dan sharing pelaku industri agar melaksanakan program CSR semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan standar terbaik pelaksanaan
Corporate Social Responsibility.
CSR.
Sedangkan pedoman umum Good Corporate Governance di Indonesia menyatakan bahwa salah satu tujuan pelaksanaan corporate governance adalah mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab social perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan. Sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang.
M enurut Iskandar Sembiring yang juga sekjend CFCD, anugrah ICA 2011, merupakan program tiga tahunan CFCD. Bagi 250 anggotanya dan mitra kerjanya sebagai upaya organisasi ini untuk memberikan apresiasi bagi anggotanya dan edukasi bagi kalangan dunia usaha pada umumnya, agar terus menerus menjadikan kegiatan CSR sebagai komitmen moral setiap perusahaan. Keseriusn upaya Pemerintah khususnya Kemetrian social, untuk meningkatkan aktifitas CSR dengan melibatkan Presiden SBY. Pada proses penjurian Presiden SBY mulia dilibatkan, yang mana bila ICA 2008 hadiahnya diberikan oleh M enkokersa, dan KSN Award diberikan oleh Wapres RI, sedangka pada penganugrahan ICA Award pada bulan Desember 2012 diberikan oleh Presiden SBY.
Upaya Pemerintah dalam Penerapan CS R Beberapa usaha yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan penerapan CSR dari perusahaan di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan kerjasama, dalam hal ini Kementerian Sosial RI bekerjasama dengan Corporate Forum For Community Development (CFCD) meluncurkan secara resmi program Indonesian CSR Award (ICA) 2011, M enurut M enteri Sosial Salim Segaf Al Jufrie bahwa kerjasama sinergis antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat merupakan kunci sukses pembangunan di Indonesia khususnya dibidang pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka suksesnya kemitraan tersebut, Kemensos bekerjasama dengan korporasi yang bergabung di CFCD menyelenggarakan anugrah Indonesian CSR award tahun 2011. Dengan kegiatan Indonesian CSR Award ini diharapkan dapat lebih
Demikian juga dalam cara penjuriannya, menurut Prof. Dr. Hardinsyah ketua komite Ahli ICA 2011, kriteria penilaian pada ajang Indonesian CSR award 2011i secara kualitatif jauh berbeda dengan kriteria penilaian pada ajang CSR Award tahun 2008 dan 2005. Perbedaan itu terletak pada keharusan perusahaan yang akan menjadi peserta lomba untuk memenuhi 3 kriteria minimal kelulusan bagi peserta ( passing grade) dalam bidang ketenaga kerjaan, tata kelola perusahaan dan operasional perusahaan yang baik. DAMPAK UPAYA PEMERINTAH
meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan sebagai tanggung jawab bersama dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan mengurangi kemiskinan dalam menjawab M DG's" tegas M ensos RI . Dihadapan ratusan peserta temu forum dan lauching ICA tersebut, M ensos RI juga mengukuhkan 11 Orang pakar dari berbagai Perguruan Tinggi ternama di Indonesia, Instansi pemerintah dan Lembaga CSR yang menjadi komite ahli dan juri Indonesian CSR Awards 2011. M ensos RI mengukuhkan Komite Penilai ICA 2011 Saat bersamaan, Ketua Umum Corporate Forum for Community Development (CFCD)
Beberapa usaha nyata yang muncul dari upaya Pemerintah menggiatkan CSR yang telah dilakukan CSR antara lain: Usaha Bantuan Beras Miskin Seiring masuknya Indonesia ke dalam jajaran negara berpenghasilan menengah, pemerintah berupaya meningkatkan bantuan sosial sebagai bagian dari rencana menekan kemiskinan menjadi 8-10 persen pada 2014. Saat ini terdapat sejumlah program bantuan sosial rumah tangga di Indonesia, termasuk beras subsidi, pembebasan biaya kesehatan, transfer tunai bagi siswa miskin, transfer tunai bersyarat, dan transfer tunai tanpa syarat untuk jangka waktu sementara. Namun, World Bank mencatatkan, meskipun beberapa program sudah
Upaya Pemerintah dalam Penerapan Corporate Social Responsibility untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat efektif, hasil temuan dalam laporan menunjukkan bahwa secara keseluruhan, bantuan sosial belum
Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Bali mengaku kesulitan
memadai untuk melindungi golongan miskin dan rentan. Program melindungi Rumah Tangga M iskin dan Rentan di Indonesia belum mencakup jumlah orang yang sesuai. M anfaat belum memadai atau tidak diberikan pada waktu yang tepat, dan sejumlah risiko sama sekali belum tercakup, ungkap World Bank dalam laporannya seperti dilansir dari situs resminya, Jumat (2/3/2012). Terlalu banyak golongan miskin yang belum tersentuh program dan kesadaran mengenai adanya program masih rendah, tambah laporan tersebut. M enurut World Bank, untuk menciptakan sistem yang baik, maka perlu menjangkau penduduk dalam jumlah yang lebih banyak serta menambah program untuk meminimalisir risiko yang dihadapai keluarga miskin. "Ini juga berarti pengeluaran yang lebih banyak. Indonesia menghabiskan dana lebih sedikit untuk bantuan sosial dibandingkan negara lain di Asia Timur atau dengan negara berkembang lainnya. Namun, Indonesia memiliki kapasitas dan sumber daya untuk menciptakan sistem jaring pengaman yang lengkap, jelasnya. Agar dapat berfungsi paling baik, bantuan sosial perlu diterima oleh rumah tangga yang paling memerlukannya. Upaya menjangkau rumah tangga yang tepat disebut penargetan, dan ini menjadi fokus dari laporan Penargetan Rumah Tangga M iskin dan Rentan di Indonesia. M emiliki satu sistem berarti program dapat bekerja sama dengan lebih baik, menargetkan dengan lebih tepat, dan mengurangi biaya, Diharapkan
mengajak perusahaan swasta untuk ikut andil program bedah rumah. Padahal harga satu unit yang ditawarkan sebagai CSR-nya sekitar Rp 26 juta. Susah memang mengajak peduli buat rumah orang miskin. M akanya, kami tidak menarget. Tak berani. Bisa tiga perusahaan atau lima perusahaan tahun ini sudah bersyukur, kata Wakil BK3S Bali I Nyoman Wenten. Sejak 2009 hingga 2011, sembilan perusahaan berpartisipasi ikut program bedah rumah. Perusahaan itu pabrik teh sosro, telkom Bali, PLN Bali, Indonesia Power, Aneka Tailor, BPD Bali, Universitas M ahasaraswati, Bank mandiri. Rumah yang dibangun 493 unit. Tahun ini pemerintah Bali sudah membangun 2.954 unit. Dukungan PT. Adaro Indonesia dengan CS R Katarak Katarak dapat terjadi pada semua usia namun pada umumnya terjadi pada usia tua karena terjadi proses degeneratif. Banyak penderita tidak dapat melakukan operasi katarak karena berbagai permasalahan, selain masalah ekonomi juga belulm adanya dokter spesialis mata disetiap kabupaten sehingga terjadi penumpukan penderita dari tahun ketahun. Hal ini menyadarkan PT Adaro Indonesia dengan didukung beberapa pemerintah daerah disekitar wilayah kerja Tambang Batubara untuk melakukan hal mulia yaitu membentuk suatu kegiatan sebagai suatu usaha kompensasi yang nyata yaitu kegiatan CSR Katarak Kegiatan CSR kataraka PT Adaro Indonesia
langkah ini akan menghasilkan penargetan yang lebih baik dan program yang lebih efektif. Dengan memperluas dan meningkatkan bantuan sosial, dan memastikan bantuan tersebut diperoleh mereka yang paling membutuhkannya, maka Indonesia bisa keluar dari kemiskinan tidak kembali miskin. Usaha Bedah Rumah Termasuk Peran Unmas Denpasar Terkait dengan usaha Pemerintah untuk kegiatan Bedah Rumah bagian dari CSR perusahaan, beberapa target Pemerintah seperti: · Pemprov Bali Targetkan 1.550 Rumah Rakyat M iskin · Program Bedah Rumah untuk M asyarakat · M asih Ada 10.000 Rumah Tidak Layak Huni di Bali
di mulai pada bulan M ei 2003 Sampai Desember 2011 kegiatan CSR Katarak telah berjalan hampir 7 tahun dengan jumlah penderita katarak yang berhasil di operasi ± 4000 penderita. Dukungan Telkom Pengembangan IT untuk Melenium Development Goals Binaan Telkom satu diantaranya adalah Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Bandung yaitu dengan menunjuk beberapa SLB untuk dijadikan mitra Telkom, i-CHAT ini merupakan media ajar baru bagi para siswa berkebutuhan khusus (tuna rungu) di SLB-B, dengan i-CHAT yang teknis pengoperasiannya deserhana dan simple, para siswa berkebutuhan khusus akan lebih nyaman mempelajarinya sekaligus bersosialisasi dengan komunitas lainnya, dengan 9 modul setidaknya dapat
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 turut mendukung pengembangan kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan karena Telkom menyadari banwa anak-anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan komunitas dan masyarakat lainnya. PT Telkom juga memberikan bantuan menyerahkan bantuan Telkom untuk pengkayaan media ajar para siswa SM KN-1 Cirebon berupa
26000 diharuskan melaksanakan CSR sebagai persyaratan utama, merupakan strategi yang tepat dari upaya Pemerintah untuk mendorong perusahaan melaksanakan CSR. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dari usaha Pemerintah untuk menodorong CSR adalah adanya kerjasama dengan beberapa perusahaan, hal ini merupakan sinergi yang member
sejumlah i-Pad tahap awal dari program 1.000.000 i-Pad bagi para siswa pendidikan menengah di Indonesia. Dukungan PT. S ari Usadha PT Sari Husada perusahaan produk gizi ibu dan anak, mendapatkan penghragaan Indonesian CSR Award 2011 (ICA 2011) untuk lima kategori berbeda. Kelima penghargaan yang diraih tersebut adalah, penghargaan Platinum untuk kategori lingkungan (Program Nature di Pabrik Sari Husada Klaten) program konsumen (Gizikita Ayo M elek Gizi), penghargaan Gold untuk kategori HAM (program DanCare) dan kategori sosial (Program Srikandi Award), serta anugerah Best CEO kepada Boris Bourdin, Presiden Direktur PT Sari Husada yang langsung di berikan oleh M enteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (M enpan RB), Azwar Abubakar. Indonesian CSR Award (ICA) sendiri merupakan rangkaian kegiatan yang digelar setiap tiga tahun sekali oleh Kementerian Sosial bekerjasama dengan Corporate Forum for Community Development (CFCD), bertujuan untuk mengapresiasi para pelaku dunia usaha atas program-program pemberdayaan masyarakat yang telah di jalankan oleh perusahaan. M enpan RB Azwar Abubakar mengatakan, CSR perusahaan adalah komitmen dan upaya perusahaan yang beroperasi secara legal dan etis untuk berkontribusi terhadap pembangunan sosial,
harapan kedepan untuk pelaksanaan CSR semakin meningkat. Sehingga tujuan untuk menekan angka kemiskinan dapat terwujud. Namun terlepas dari keberhasilan usaha tersebut, hendaknya selalu diupayakan cara-cara baru yang dapat lebih diterima CSR tersebut baik oleh perusahaan maupun oleh stakeholder. Terutama hindari hal-hal dari tindakan dunia usaha yang mencerminkan: Kamuflase (tanpa komitmen, sekedar menutupi praktik bisnis yan memunculkan ethical questions), Generik (sekedarnya karena perusahaan lain melakukannya), Directive (bersifat top down, tidak partisipatif), Lip service (tanpa need assessment, berdasarkan belas kasihan), Kiss and run (tidak sustain, jangka pendek) DAFTAR PUS TAKA Ayu Sulistyowati, 2012, Bedah Rumah Tak Mudah Ajak CSR Perusahaan Buat Rumah Miskin, Kamis, 12 Januari 2012 | 20:48 WIB , Kompas.com, download, 29 M ei 2012 Chrysanti Hasibuan-Sedyono, Etika Bisnis, Corporate Social Responsibility (CSR), dan PPM, http://www.lppm.ac.id /artcle.php?p=ms8id=182.tgl download 28 April 2012. Isa Wahyudi & Busyra Azheri. Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasi. M alang : In-Trans Publishing, 2008
ekonomi dan lingkungan serta pembangunan berkelanjutan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Penutup (S impulan dan S aran) Dari upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menekan angka kemiskinan khususnya dengan meningkatkan peran perusahaan untuk melaksanakan CSR ternyata tanggapan perusahaan cukup positip. Usaha pemerintah setelah keluarnya UU. PT No. 40 tahun 2007 yang mengharuskan perusahaan untuk melaksanakan CSR., disamping itu perusahaan yang ingin memperoleh setipikat ISO
Kotler, Phillip (2005), Corporate Social Responsibility, Hokoben, New Jersey, John Willey & Sons, Inc M ajalah ECONOM Y » Saham dan Valas 2012, Pemerintah Targetkan Kemiskinan Turun ke 10%, Jum'at, 24 Februari 2012 12:26 wib, www. Wartaekonomi.co.id/home, tgl down, 4 M ei 2012
Upaya Pemerintah dalam Penerapan Corporate Social Responsibility untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Ni Wayan Rustiarini, Efek Moderasi Corporate Goverbabce Pada Hubungan Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan. JUARA ISSN 2088-3382 Vol 01 Prodi Akuntansi Unmas Denpasar, 2011. Selamat, CSR Katarak PT Adaro Indonesia M wndapat Platinum Award, Jumat, 23 Desember 2011, www.andaro.com/csr, download, 5M ei 2012. Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. www.
Legalitas.org/incphpbuka.php.
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 PERTANIAN DAN PERDAGANGAN INTERNAS IONAL: POTRET DAYA S AING BEBERAPA KOMODITAS PERTANIAN Oleh: I Made Tamba dan Dian Tariningsih Abstract As a foreign exchange earner, agriculture sector is still faced with several challenges, mainly related to the ability of some commodities to penetrate international markets. Ability to penetrate the export market of a commodity is determined by the competitiveness of the commodity. Size of competitiveness is based on the concept of comparative and competitive advantages derived from policy analysis matrix approach. The purpose of this paper is to analyze the competitiveness of some agricultural commodities in international markets. Some agricultural commodities Indonesia turned out to competitive international market. M ore profitable rice produced in the country compared to the imported. Soybeans, tobacco, cashew nuts, cucumbers, green beans, cauliflower, onions and peanuts is a commodity that has a competitive edge to trade in international markets. M eanwhile, corn and red peppers do not have to trade competitiveness in the global market. Key words: comparative, international trade.
competitive,
advantage,
agriculture,
PENDAHULUAN Latar Belakang Ketika program repelita digulirkan sejak tahun 1969, Indonesia telah mencanangkan pembangunan dengan urutan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Rostow. Tahap-tahap pembangunan ekonomi tersebut dibagi menjadi lima bagian, yaitu tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat untuk lepas landas,
meningkatnya pangsa sektor industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dapat menjadi bukti. Pangsa relatif sektor pertanian dalam PDB sebesar 49,3% pada 1969 menjadi 18,5% pada 1993, sedangkan sektor industry meningkat dari 9,2% menjadi 22,4% untuk periode yang sama. Pada 2010 sumbangan sektor pertanian sebesar 13,61% sedangkan sektor industri 28,9 %.
tahap lepas landas, tahap menuju kedewasaan, dan tahap konsumsi tinggi. Urutan pembangunan tersebut pada hakekatnya adalah mempersiapkan Negara yang lebih maju dengan proses industrialisasi. Dalam teori perubahan struktural, sebagai hasil studi empiris yang dilakukan terhadap beberapa Negara pada tahun 1950 1970, dikemukakan bahwa, semakin maju suatu Negara semakin dominan sumbangan sektor industry terhadap pendapatan nasional dibandingkan dengan sumbangan sektor pertanian (Todaro, 1997). Lebih lanjut dijelaskan bahwa titik yang membagi Negara miskin dan Negara maju adalah titik dimana sumbangan sektor industry dan sektor pertanian berimpit. Pembangunan ekonomi nasional telah menunjukkan adanya transformasi struktural perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri. Indikator ekonomi yang menunjukkan menurunnya pangsa sektor pertanian serta
Fakta ini kemudian disebut sebagai keberhasilan transformasi. Harianto (2011) menyatakan bahwa dengan semakin lanjutnya transformasi ekonomi, peranan pertanian dalam pangsa PDB akan semakin berkurang dengan cepat, yang berarti juga peranannya dalam pertumbuhan ekonomi juga berkurang. Sebaliknya peranan sektor non pertanian dalam pertumbuhan ekonomi semakin penting. Berbagai faktor penyebab turunnya pangsa pertanian dalam PDB, antara lain adalah: (a) Engel's Law; (b) elastisitas permintaan terhadap off farm marketing services lebih elastis daripada permintaan terhadap produk di tingkat petani; dan (c) perubahan dan deferensiasi teknologi antara sektor pertanian dan sektor non pertanian, dimana pertumbuhan teknologi di sektor non pertanian relatif lebih cepat. Walaupun peran sektor pertanian dalam pangsa PDB semakin menurun, namun peranannya dalam perdagangan internasional tetap penting.
Pertanian dan Perdagangan Internasional: Potret saing beberapa Komoditas Pertanian Sektor pertanian dapat berkontribusi terhadap perdagangan internasional melalui ekspor output dan impor input. Dilihat dari besaran kontribusi
ekonomi Negara sedang berkembang. Kedua, beberapa Negara sedang berkembang memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi barang-barang
ekspor pertanian terhadap pendapatan nasional, maka dalam kurun waktu 1981 sampai dengan 2003, ternyata ekspor pertanian berpengaruh nyata terhadap pendapatan nasional (Amir, 2004). Hasil penelitian Lopez dan Dawson (2010) juga menemukan bahwa ada hubungan jangka panjang antara ekspor hasil pertanian dengan gross domestic product. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian berperan penting dalam menghasilkan devisa bagi negara. Sebagai penghasil devisa, sektor pertanian masih dihadapkan dengan sejumlah tantangan, terutama terkait dengan kemampuan beberapa komoditas untuk menembus pasar internasional. Kemampuan suatu komoditas menembus pasar ekspor sangat ditentukan oleh daya saing komoditas yang bersangkutan. Ukuran daya saing didasarkan pada konsep keunggulan komparatif dan kompetitif yang basis informasinya diturunkan dari pendekatan policy analysis matrix. Penelusuran daya saing memiliki urgensi tinggi, karena ukuran daya saing baik potensial maupun aktual dari beberapa komoditas pertanian dapat dijadikan referensi untuk menguatkan eksistensi sektor pertanian. Rumusan Masalah Permasalahan yang dicarikan jawabannya dalam penulisan paper ini adalah bagaimana daya saing beberapa komoditas pertanian
pertanian. Keunngulan komparatif tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan standar hidupnya. Ketiga, bahkan ketika Negara sedang berkembang berhasil meningkatkan standar hidupnya, perdagangan barang-barang pertanian, masih tetap menjadi prioritas utama bagi sejumlah industry kunci. Dalam kasus Negara-negara kaya seperti Kanada, New Zealand, Ireland, Denmark, bahkan Amerika, pertanian masih memainkan peranan sangat penting sebagai industry ekspor terbesar untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Keempat, pertumbuhan perdagangan pertanian dimana LDC dapat memainkan peranan yang semakin meningkat dapat juga dianggap keuntungan bagi Negara maju. Ciri Utama Perdagangan Barang-Barang Pertanian Ghatak dan Ingersent (1984) menyatakan bahwa kebanyakan perdagangan di LDC dari sebagain besar barang-barang pertanian memiliki karakteristik penting berikut. (1) Konsentrasi komoditas dalam perdagangan. Cirri ini menunjukkan bahwa sebagian besar LDC cenderung mengekspor sejumlah terbatas dari barang-barang pertanian, contohnya Brazil cenderung hanya mengekspor kopi, Ghana hanya mengekspor Cocoa, sedangkan Zambia hanya mengekspor copper. Banglades dan India mengekspor jute serta Sri
Langka dan Kenya mengekspor teh, dan M alaysia mengekspor rubber.
Indonesia di pasar internasional. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menganalisis daya saing beberapa komoditas pertanian di pasar internasional. TINJAUAN TEORETIS KAJIAN PUS TAKA
DAN
Peranan Pertanian Dalam Perdagangan Internasional Ghatak dan Ingersent (1984) menyatakan bahwa perdagangan produk-produk pertanian dapat memainkan peranan penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di Negara sedang berkembang. Pertama, ekspor barang-barang pertanian dapat membayar impor barang modal, teknologi, produk manufaktur dan komoditas penting lainnya untuk keberlanjutan pertumbuhan
(2) Konsentrasi pasar dan geografi dalam perdagangan. Konsentrasi ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari sebagian besar yang dapat diekspor biasanya dijual dalam beberapa pasar Negara industry. Contoh penjualan teh, kopi, jute, cocoa, rubber di pasar Eropa, Amerika Utara, Australia dan Jepang. Konsentrasi geografi mempunyai implikasi bahwa peruntungan ekonomi dari Negara LDC sangat dipengaruhi oleh aktivitas domestic dan ekonomi dari beberapa Negara industri. (3) Fluktuasi dalam harga komoditas primer. Fluktuasi dalam perdagangan produk pertanian dan komoditas primer sangat tinggi atau
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 setidaknya lebih tinggi fluktuasi barang manufaktur. Kebijakan
Perdagangan
dari
di
negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen.
Negara Maju dan Dampaknya terhadap Perdagangan Pertanian Secara umum diketahui bahwa beberapa kebijakan perdagangan berikut di Negara maju tidak secara nyata kondusif terhadap pertumbuhan ekspor barang-barang pertanian dari Negara LDC. Ghatak mendemontrasikan dampak dua instrument utama kebijakan perdagangan yang telah berhasil digunakan oleh Negara maju untuk memelihara impor barang-barang pertanian dari LDC. Instrument pertama yang secara umum digunakan di Negara maju adalah import levy. Instrument ini mempunyai efek pajak terhadap impor. Pengenaan pajak terhadap impor berdampak kepada meningkatnya harga komoditas yang diimpor. Hal ini akan menurunkan daya saing komoditas pertanian yang diimpor sehingga komoditas pertanian lokal memperoleh perlindungan (Ghatak dan Ingersent, 1984). Kebijakan perdagangan lainnya di Negara maju adalah subsidi ekspor. Negara maju memberikan subsidi terhadap komoditas atau produk yang diekspor. Subsidi tersebut dapat berupa keringanan pajak ekspor atau subsidi input untuk produk ekspor. Kebijakan ini berdampak pada lebih rendahnya harga komoditas yang diekspor sehingga daya saing komoditas tersebut akan meningkat di pasar internasional (Ghatak dan Ingersent, 1984).
Konsep Daya S aing Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan model Ricardian, yang kemudian popular dengan hukum keunggulan komparatif dari Ricardo. Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh Haberler yang menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakan untuk barang antara, sehingga menurut Haberler teori biaya imbangan dipandang lebih relevan (Hadi, 2001). Selanjutnya, teori Ohlin tentang pola perdagangan menyatakan bahwa perbedaan opportunity cost suatu komoditas antara satu Negara dengan Negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi yang relative banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya masing-masing Negara akan mengimpor barang tertentu jika Negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya (Hadi, 2001) Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami
Hadi (2001) menyatakan bahwa ada sejumlah kebijakan perdagangan yang bersifat non tariff yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Secara garis besar kebijakan non tariff meliputi (1) larangan impor secara mutlak, (2) pembatasan impor, (3) peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, (4) peraturan kesehatan atau karantina, (5) peraturan pertahanan dan keamanan negara, (6) peraturan kebudayaan, (7) perijinan impor, (8) embargo, dan (9) hambatan pemasaran, seperti pembatasan pemasaran produk tertentu atas permintaan negara importir. Lebih lanjut (Hadi, 2001) menjelaskan bahwa system kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari dan ke suatu
distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan pula memiliki efisiensi secara ekonomi. Keunggulan komparatif bersifat dinamis, karena sejumlah faktor dapat berubah-ubah seperti ekonomi dunia, lingkungan domestik, dan teknologi. Dengan demikian, keunggulan komparatif adalah suatu ukuran relatif yang menunjukkan potensi keunggulan komoditas dalam perdagangan di pasar bebas (bersaing sempurna). Konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau sering disebut revealed competitive advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Indikator yang digunakan untuk menilai keunggulan kompetitif adalah koefisien privat cost ratio (PCR).
Pertanian dan Perdagangan Internasional: Potret saing beberapa Komoditas Pertanian METODOLOGI M etode yang digunakan dalam
kata lain, untuk menghemat satu satuan devisa pada harga privat hanya diperlukan korbanan kurang
penyusunan paper ini adalah metode penelusuran sejumlah literatur. Daya saing beberapa komoditas pertanian, basis informasinya diturunkan dari analisis keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Indikator yang digunakan untuk menilai keunggulan komparatif adalah koefisien domestic resources cost (DRC) yang diperoleh melalui pendekatan policy analysis matrix (PAM ). Jika koefisien DRC < 1 maka komoditas yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif (M onke dan Pearson, 1995). Keunggulan kompetitif merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Indikator yang digunakan untuk menilai keunggulan kompetitif adalah koefisien privat cost ratio (PCR) yang diperoleh melalui pendekatan policy analysis matrix (PAM ). Jika koefisien PCR < 1 maka suatu komoditas dikatakan memiliki keunggulan kompetitif (M onke dan Pearson, 1995). PEMBAHAS AN Daya S aing Beberapa Komoditas Pertanian Hasil penelitian Saptana dkk., (2008) menemukan bahwa komoditas tembakau mempunyai keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh besaran nilai domestic resource cost (DRC) < 1.
dari satu satuan biaya sumberdaya domestik. Fakta ini menunjukkan bahwa komoditas tembakau memiliki daya saing untuk diperdagangkan di kancah pasar global. Lebih lanjut Saptana dkk., (2008) menjelaskan bahwa keuntungan privat usahatani tembakau lebih rendah dari keuntungan ekonominya. Fenomena ini mengindikasikan bahwa harga input yang dibayar petani lebih tinggi atau harga output yang diterima petani lebih rendah dari harga sosialnya. Harga jual output dan tujuan pasar sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh baik keuntungan privat maupun ekonomi. Hasil penelitian Susilowati dkk. (2010) menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas padi baik di Jawa maupun luar Jawa menguntungkan diusahakan baik secara privat maupun sosial. Koefisien DRC komoditas padi lebih kecil dari 1, yang memberi makna bahwa untuk menghasilkan satu satuan output padi pada harga sosial diperlukan korbanan sumberdaya domestik pada harga sosial yang lebih kecil dari satu. Atau dengan kata lain untuk menghasilkan satu satuan devisa harus mengorbankan biaya imbangan sumberdaya domestik yang lebih kecil dari 1. Jadi bagi Indonesia, secara ekonomi akan lebih menguntungkan meningkatkan produksi padi dalam negeri dibandingkan mengimpor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diinterpretasikan bahwa untuk menghasilkan satu satuan output tembakau pada harga sosial diperlukan korbanan biaya sumberdaya domestik pada harga sosial yang lebih kecil dari satu. Atau dengan kata lain untuk menghasilkan satu satuan devisa harus mengorbankan biaya imbangan sumberdaya domestik yang lebih kecil dari 1. Jadi bagi Indonesia, secara ekonomi akan lebih menguntungkan meningkatkan produksi tembakau dalam negeri dibandingkan mengimpor dari luar negeri. Komoditas tembakau ternyata juga memiliki keunggulan kompetitif, karena memiliki nilai koefisien PCR < 1 (Saptana dkk., 2008). Nilai koefisien PCR < 1 memberi makna bahwa untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah output tembakau pada harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu satuan biaya sumberdaya domestik. Atau dengan
Komoditas padi ternyata juga memiliki keunggulan kompetitif, karena memiliki nilai koefisien PCR < 1 (Susilowati dkk., 2010). Nilai koefisien PCR < 1 memberi makna bahwa untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah output padi pada harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu satuan biaya sumberdaya domestik. Atau dengan kata lain, untuk menghemat satu satuan devisa pada harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu satuan biaya sumberdaya domestik. Fakta ini menunjukkan bahwa komoditas padi memiliki daya saing untuk diperdagangkan di kancah pasar global jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Lebih lanjut Susilowati dkk. (2010) menemukan bahwa usahatani cabe merah tidak menguntungkan atau belum efisien dalam penggunaan sumberdaya domestik. Besaran koefisien DRC yang lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah output cabe
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 merah pada harga privat diperlukan korbanan sumberdaya domestik yang lebih besar dari satu. Atau dengan kata lain, untuk menghemat satu satuan devisa pada harga privat diperlukan korbanan sumberdaya domestik yang lebih
dibandingkan dengan harga privat. Walaupun demikian, untuk memenuhi kebutuhan jagung di dalam negeri perlu diupayakan peningkatan produksi jagung nasional melalui berbagai terobosan teknologi. Hal ini penting dilakukan
besar dari satu. Ditinjau dari besaran koefisien PCR, maka usahatani cabe merah memiliki koefisien PCR > 1. Jadi untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah output cabe merah pada harga sosial diperlukan korbanan biaya sumberdaya domestik yang lebih besar dari satu. Atau dengan kata lain, untuk menghemat satu satuan devisa pada harga sosial diperlukan korbanan biaya sumberdaya domestik yang lebih besar dari satu. Walaupun cabe merah dari hasil penelitian Susilowati dkk. (2010) tidak memiliki daya saing namun komoditas tersebut dikembangkan secara berkelanjutan oleh petani karena daya saing memiliki makna dinamis. Petani yang mengusahakan cabe merah memiliki pengetahuan yang memadai tentang dinamika harga cabe merah. Cabe merah merupakan komoditas yang fluktuasi harganya sangat tinggi. Tingkat harga privat cabe merah yang rendah pada saat penelitian menjadi penyebab rendahnya keuntungan privat dan mempengaruhi kelayakan ekonominya. Ketika harga privat cabe merah tinggi, maka petani menikmati keuntungan privat yang besar. Komoditas cabe merah pernah diusulkan oleh BPS untuk dikeluarkan dari daftar komoditas dalam perhitungan laju inflasi karena memiliki fluktuasi harga yang sangat tinggi. Usahatani kedele memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif karena besaran koefisien
karena potensi yang tersedia masih sangat besar, disamping untuk menghemat penggunaan devisa Negara. Berbagai upaya yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi juga sangat mendesak perlu diimplementasikan. Usahatani ketimun, kacang panjang, kembang kol, bawang merah dan kacang tanah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang ditunjukkan oleh besaran koefisien DRC dan PCR yang lebih kecil dari satu. Komoditas-komoditas tersebut berarti sangat efisien menggunakan sumberdaya domestik, dalam artian untuk menghasilkan satu satuan nilai tambah pada harga privat maupun social diperlukan korbanan sumberdaya domestik yang lebih kecil dari satu pada masing-masing tingkat harga baik privat maupun sosial. Keuntungan sosial dari usahatani ketimun, kacang panjang, kembang kol, bawang merah dan kacang tanah lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan privat. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas-komoditas tersebut sangat potensial dijadikan sebagai komoditas andalan ekspor (Susilowati dkk. (2010). Jadi, berdasarkan temuan hasil-hasil penelitian, Indonesia sesungguhnya memiliki kemampuan besar untuk melakukan diversifikasi ekpor, tidak terbatas pada komoditas tertentu, seperti CPO dan rubber sheet. Pengembangan komoditas yang dinilai memiliki potensi ekspor sangat urgen dilakukan guna memperkaya sumber-sumber
DRC dan PCRnya yang lebih kecil dari satu (Susilowati dkk., 2010). Jadi kedele sangat efisien dalam menggunakan sumberdaya domestic. Atau dengan kata lain untuk menghemat sastu satuan devisa pada harga privat hanya diperlukan korbanan sumberdaya domestic yang lebih kecil dari satu. Kedele juga sangat menguntungkan diusahakan secara sosial, sehingga sangat layak dikembangkan sebagai komoditas ekspor. Namun kondisi factual menunjukkan bahwa Indonesia adalah Negara net impor kedele, karena produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia. Sementara itu usahatani jagung memberikan keuntungan sosial yang bernilai negatif (Susilowati dkk., 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas jagung tidak layak dikembangkan sebagai komoditas ekspor. Harga dunia jagung lebih rendah
penghasil devisa. Komoditas jambu mete juga memiliki daya saing untuk diekspor. Hal ini terbukti dari terealisaikannya ekspor jambu mete hasil perkebunan di Kabupaten Karangasem, yang volumenya setiap tahun meningkat rata-rata 15 persen. Jambu mete Karangasem mulai menembus pasaran Eropa pada 2007 sebanyak 60 ton, meningkat menjadi 100 ton pada 2008 dan bertambah lagi menjadi 140 ton pada 2009 (Antara Bali, 2010). Fakta ini menunjukkan bahwa masih ada sejumlah komoditas perkebunan Indonesia yang memiliki potensi ekspor, dan perlu segera diaktualisasikan dalam kancah perdagangan internasional. Pemerintah, pengusaha hotel dan restoran, maskapai penerbangan, pihak swasta dan
Pertanian dan Perdagangan Internasional: Potret saing beberapa Komoditas Pertanian petani perlu merapatkan barisan dan membulatkan tekad untuk menguatkan dan memajukan peranan sektor pertanian dalam perdagangan internasional. Upaya Meningkatkan Daya S aing Komoditas Pertanian Di Pasar Global
Hasil penelitian Vipriyanti dkk., (2008) menemukan bahwa seluruh hotel dan restoran di Bali yang merupakan jaringan internasional belum optimal memanfaatkan komoditas pertanian lokal untuk melayani kebutuhan konsumsi para wisatawan. Oleh karena itu, maka pemerintah harus berani mengeluarkan kebijakan yang
Untuk meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia dapat dilakukan melalui terobosan teknologi dalam bentuk penemuanpenemuan varietas unggul baru dengan tingkat produktivitas lebih tinggi. Pengembangan varietas unggul baru dengan produktivitas tinggi sangat mendesak untuk dilakukan, karena produktivitas merupakan kunci dari terbentuknya daya saing. Tanpa kehadiran komoditas yang memiliki produktivitas tinggi, maka daya saing akan sulit dicapai. Efisiensi penggunaan sumberdaya domestik juga menjadi faktor penting dalam penciptaan dan pengembangan daya saing. Penggunaan faktor produksi harus dikelola secara efisien dengan merujuk konsep optimalisasi penggunaan faktor produksi. Penggunaan faktor produksi yang optimal akan melahirkan keuntungan maksimal. Pada kondisi ini maka komoditas yang diusahakan akan memiliki keunggulan bersaing, paling tidak di pasar domestik. Penerapan manajemen terbaik pada berbagai usahatani sangat mendesak untuk diimplementasikan. M elalui best practice management, maka diharapkan akan tercipta nilai tambah yang lebih besar dari korbanan sumber daya domestik. Kondisi demikian akan memberikan kontribusi positif terhadap meningkatkan daya saing komoditas yang diusahakan yang nantinya bermuara pada
mewajibkan pihak hotel dan restoran tidak terkecuali hotal dan restoran jaringan internasional untuk mau memanfaatkan komoditas pertanian local secara proporsional dan berkelanjutan. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka pemberdayaan dan penguatan eksistensi petani. M eningkatnya permintaan dalam negeri akan meningkatkan gairah petani berproduksi dan sekaligus memacu mereka meningkatkan ketrampilannya terhadap teknologi tepat guna yang diharapkan bermuara pada penguatan daya saing komoditas yang dihasilkan. PENUTUP Beberapa komoditas pertanian Indonesia ternyata memiliki daya saing untuk diperdagangkan di pasar internasional. Padi lebih menguntungkan jika diproduksi di dalam negeri dibandingkan dengan diimpor. Kedele, tembakau, jambu mete, ketimun, kacang panjang, kembang kol, bawang merah dan kacang tanah merupakan komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif untuk diperdagangkan di pasar internasional. DAFTAR PUS TAKA Amir, H. 2004. Pengaruh Ekspor Pertanian dan Non Pertanian Terhadap Pendapatan Nasional: Studi Kasus Indonesia Tahun 1981 2003. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Departemen Keuangan Edisi Desember 2004. Antara Bali. 2010. Jambu M ete
keberlangsungan pengusahaan komoditas tersebut di masa mendatang. Pemerintah melalui kewenangan yang dimiliki harus mampu mensinergikan aktivitas berbagai pihak untuk meningkatkan daya saing komoditas sektor pertanian. Pengusaha hotel dan restoran di dalam negeri harus didorong untuk menggunakan komoditas pertanian lokal. Untuk hotel dan restoran jaringan internasional (hotel dan restoran chain) tidak perlu ada dalih demi memberikan pelayanan yang sama di seluruh dunia maka tidak mau menggunakan komoditas pertanian lokal. Dalih tersebut adalah dalih yang mengada ada, karena hotel dan restoran jaringan internasional yang ada di Thailand dan Vietnam sangat responsif terhadap komoditas pertanian lokalnya.
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Harianto. 2010. Peranan Pertanian Dalam Ekonomi Pedesaan. http://repository.ipb.ac.id. Diakses 15 M aret 2012 Lopes, S.A. dan Dawson, P.J. 2010. Agricultural Export and Economic Growth in Developing Countries: A Panel Cointegration Approach. Journal of Agricultural Economics. Volume 61, Issue 3, page 565 583.
Karangasem Tembus Pasar Eropa. Edisi M inggu, 3 Oktober 2010. Ghatak, S dan Ingersent, K. 1984. Agriculture and Economic Development. Baltimore M aryland: The John Hopkins University Press. Hadi, H. 2001. Ekonomi Internasional. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.
M onke, E.A. dan Pearson, S.R. 1995. The Policy Analysis M atrix for Agricultural Development. Ithaca and London: Cornel University Press. Saptana, Supena, dan Purwantini, T B. 2008. Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Tebu dan Tembakau Di Jawa Timur Dan Jawa Tengah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Susilowati, S.H., Hutabarat, B., Rahmat, M ., dan Purwanto, A. 2010. Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Karakteristik Sosial, Ekonomi Petani dan Usahatani Padi. Jakarta: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementrian Pertanian. Todaro, M .P. 1997. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Alih Bahasa Aminuddin dan M ursid. Jakarta: Ghalia Indonesia. Vipriyanti N U., Tamba M ., dan Arnawa K. 2008. Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Bali Di Sektor Pertanian. Hasil Penelitian Kerja sama Dinas Pariwisata Provinsi Bali dengan Universitas M ahasaraswati Denpasar.
Pengawasan Bahan Baku untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan pada CV. Atap Puri Tabanan PENGAWAS AN BAHAN BAKU UNTUK MENINGKATKAN EFIS IENS I BIAYA PERS EDIAAN PADA CV. ATAP PURI TABANAN Oleh : I Wayan Widnyana Abstract One of the elements that need to be considered, especially companies that perform continuous production and the supply of raw materials to ensure smooth production process effectively, it is necessary to control the supply of raw materials inventory and procurement planning, so that the amount of raw materials needed efficient, if excess will loss the company because it can increase the costs incurred by the inventory itself, and also if the stock is too small would impede the course of the production process in which the company will not be able to work with the existing capacity. The purpose of study to find out the supervision of raw materials to improve the efficiency of the cost of inventory at the tile company CV. Atap Puri Tabanan The technique used to analyze the data that are available are: 1) Quantitative analysis consisting of (a) Determine the amount of the purchase economical / EOQ (Economic Order Quantity) (b) Safety stock (minimum stock) (c) M aximum inventory, adding EOQ + Safety Stock (d) Reorder Point (d) method that compares capital improvement costs of raw materials inventory before and after. 2) Qualitative analysis as a support and complement the quantitative analysis. The results of study obtained that 1) the number of purchases economical for raw materials (EOQ) is as much as 1665 seeds with a frequency of 76 times within a year of purchase. 2) The minimum inventory (safety stock) of raw materials that must exist in the company in 2011 was as much as 808 seeds. 3) Total inventories maximum (maximum inventory) is as much as 2473 seeds. 4) The Company shall hold reordering (re-order point) at the time of supply of raw materials reached 1616 seeds. 5) With the control system right raw material, obtained raw material inventory cost savings amounting Rp.108.548, 11 PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Tujuan utama mendirikan suatu perusahaan adalah memperoleh laba dari dana yang diinvestasikan dalam persediaan untuk dapat mempertahankan/ meningkatkan kelangsungan hidup perusahaan dimasa mendatang. Dalam merealisir tujuan tersebut, maka perusahaan akan selalu dihadapkan pada berbagai masalah kegiatan produksi, pemasaran dan personalia. Dimana kegiatan ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, kesemuanya ini menuntut perhatian dan kemampuan perusahaan yang dalam hal ini adalah Pimpinan perusahaan untuk mengatasi permasalahan yang timbul secara tepat. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan, khususnya perusahaan yang melaksanakan produksi yang kontinyu serta adanya persediaan bahan baku guna menjamin kelancaran proses produksi secara efektif, adalah perlu adanya pengawasan teerhadap persediaan bahan baku serta perencanaan
pengadaannya, agar jumlah bahan baku yang dibutuhkan efisien, jika berlebihan akan merugikan perusahaan karena dapat memperbesar biaya-biaya yang ditimbulkan dengan persediaan itu sendiri, demikian juga sebaliknya jika persediaan terlalu kecil akan menghambat jalannya proses produksi dimana perusahaan tidak akan dapat bekerja dengan kapasitas yang ada. Dengan adanya kelebihan dan kekurangan persediaan maka diperlukan perhatian yang besar terhadap jumlah persediaan bahan baku yang harus dipertahankan, dengan kata lain diperlukan pengawasan atas persediaan bahan baku karena kegiatan ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan dana/ biaya yang minimum dalam persediaan. Sehingga perusahaan mampu melayani permintaan konsumen secara tepat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada CV. Atap Puri Tabanan yang bergerak dalam bidang produksi dan pedagang genteng didalam melaksanakan produksinya, perusahaan mengalami
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 hambatan di bidang pengadaan bahan
Dari tabel di atas maka terlihat realisasi produksi hanya mampu dicapai perusahaan sebanyak 499.300 biji, sedangkan yang
ditargetkan sebanyak 504.000 biji. Jumlah target yang tidak bisa tercapai sebanyak 4.700 biji/ tahun, ini disebabkan realisasi
baku yang tidak tepat. Adapun target dan realisasi produksi genteng pada CV. Atap Puri Tabanan tahun 2011, sebagai berikut:
Tabel 1 Target dan Realisasi Produksi Genteng Pada CV Atap Puri Tabanan Tahun 2011
Bulan Target Produksi (Biji) Realisasi Produksi (Biji) Penyimpangan Januari 42.000 41.000 - 1.000 Pebruari 42.000 39.150 - 2.850 M aret 42.000 40.000 - 2.000 April 42.000 41.500 - 500 M ei 42.000 40.750 - 1.200 Juni 42.000 40.500 - 1.500 Juli 42.000 42.200 + 200 Agustus 42.000 43.000 + 1.000 September 42.000 42.500 + 500 Oktober 42.000 42.300 + 300 Nopember 42.000 43.150 + 1.150 Desember 42.000 43.250 + 1.250
Jumlah 504.000 499.300 -4.700 Sumber: CV Atap Puri Tabanan Dari tabel di atas terlihat jumlah rencana pemakaian bahan baku lebih besar daripada realisasi pembelian bahan baku sehingga pada bulan tertentu terjadi kekurangan bahan baku, keadaan ini
pembelian bahan baku berada dibawah rencana pemakaian bahan baku. Adapun data mengenai rencana pemakaian bahan baku tanah dan realisasi pembelian bahan baku tanah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Rencana Pemakaian & Realisasi Pembelian Bahan Baku Tanah Yang Berbentuk Petakan Pada CV. Atap Puri Tabanan Tahun 2011
Bulan Rencana Penyimpangan
Pemakaian
Januari 10.500 10.400 - 100
(Biji)
RealisasiPembelian(Biji)
Pebruari 10.500 10.000 - 500 M aret 10.500 9.800 - 700 April 10.500 10.450 - 50 M ei 10.500 9.950 - 550 Juni 10.500 10.100 - 400 Juli 10.500 10.550 + 150 Agustus 10.500 10.700 + 200 September 10.500 10.600 + 100 Oktober 10.500 10.575 + 75 Nopember 10.500 10.650 + 150 Desember 10.500 10.750 + 250 Jumlah 126.000 124.525 - 1.375 Sumber : CV. Atap Puri Tabanan
Pengawasan Bahan Baku untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan pada CV. Atap Puri Tabanan mengindikasikan bahwa pengawasan atas bahan bakunya belum optimal. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik pokok permasalahan yaitu: Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan bahan baku dalam meningkatkan efisiensi biaya persediaan pada perusahaan genteng CV Atap Puri Tabanan? Tujuan Penelitian
5.
M engadakan
penyusunan
administrasi persediaan. Oleh karena itu untuk menentukan jumlah pesanan yang ekonomis perlu di ketahui terlebih dahulu komponen biaya persediaan yang dalam hal ini adalah: a. Biaya pemesanan (order cost) Biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesan barang-
Tujuan penelitian untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan bahan baku dalam meningkatkan efisiensi biaya persediaan pada perusahaan genteng CV. Atap Puri Tabanan LANDAS AN TEORITIS Pengertian Pengawasan Persediaan Bahan Baku M enurut Sofjan Asauri (2004 : 229) berpendapat pengawasan persediaan bahan baku merupakan salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kualitas maupun biayanya. Tujuan Pengawasan Persediaan Bahan Baku M enurut Suryanto (2007 : 17) dalam bukunya Production control mengatakan: Inventory control adalah merupakan usaha agar keutuhan material untuk proses produksi dapat selalu tersedia dengan biaya sekecil mungkin. Inventory control meliputi: Control bahan baku, spare parts (bahan pembantu) barang-barang dalam pengolahan dan barang jadi. Langkah-langkah Pengawasan Persediaan Bahan Baku Langkah-langkah dalam melaksanakan pengawasan persediaan bahan baku menurut
barang atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pemesanan (order) dibuat dan dikirim serta diinpeksi di gudang atau daerah pengolahan (process areas). Yang termasuk dalam biaya pemesanan ini ialah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan bahan, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan. b. Biaya yang terjadi dari adanya persediaan (inventory cost). Inventory corrying cost adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan diadakannya persediaan yang meliputi seluruh pengeluaranpengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat adanya sejumlah persediaan. Yang termasuk biaya ini adalah semua biaya yang timbul karena barang disimpan yaitu biaya pergudangan (Storage cost), yang terdiri dari biaya sewa gudang, upah gaji tenaga pengawas atas modal yang diinvestasikan dalam investori corrying cost ditentukan sebagai uang dari persediaan tersebut per unitnya dalam setahun. 2. M enentukan jumlah persediaan minimum (Safety Stock) M enurut Sofjan Assauri (2004: 180) persediaan minimum adalah : M erupakan batas jumlah persediaan yang paling rendah atau kecil yang khusus ada suatu bahan atau barang. M aksudnya menghindari
adalah untuk kemungkinan
Sofjan Assauri (2004 : 239) sebagai berikut: 1. M enentukan jumlah pembelian yang ekonomis (economic order quantity/ EOQ). 2. M enentukan jumlah persediaan minimum (Safety stock) 3. M enentukan titik pemesanan kembali (Re order point) 4. M enentukan jumlah persediaan yang maximum (Maximum inventory).
kekurangan bahan atau persediaan cadangan untuk menjamin keselamatan dan kelancaran produksi perusahaan, yang sering disebut dengan persediaan penyelamat (Safety Stock). Safety stock dimaksudkan juga dengan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya kekurangan bahan ini dapat disbabkan oleh
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Safety stock dapat dihitung dengan mengalihkan antara rata keterlambatan datangnya bahan dengan jumlah kebutuhan sehari-hari. 3. M enentukan titik pemesanan kembali (Re-order Point) Bambang Riyanto (2006: 74), mengemukakan Re-order Point adalah: Saat atau titik dimana harus diadakan pemesanan sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan material yang dipesan ini adalah tepat pada waktu dimana persediaan diatas Safety Stock sama dengan Nol.
EOQ = Ö 2xAxP R xC Dimana: A = jumlah kebutuhan bahan baku 1 tahun P = biaya pesan setiap pemesanan
kali
R = harga bahan baku per unit/biji C = biaya penyimpangan/carrying cost yang di tampilkan dalam prosentase persediaan rata-rata. b. Safety minimum)
stok
(persediaan
Untuk menentukan besarnya persediaan minimum yaitu dengan cara mengalikan rata-rata keterlambatan datangnya bahan
4. M enentukan jumlah Persediaan yang M aksimum M enurut Sofjan Assauri (2004: 221), perediaan maksimum adalah: Batas jumlah persediaan yang paling besar (tertinggi) yang sebaiknya dapat diadakan oleh perusahaan. METODE PENELITIAN Tempat dan Obyek Penelitian. Tempat penelitian dilakukan pada perusahaan Genteng CV. Atap Puri Tabanan yang berlokasi di Desa Pejaten, Tabanan, Bali dan yang menjadi obyek penelitian yaitu pelaksanaan pengawasan persediaan bahan baku dan jumlah produksi pada perusahaan.
(dalam hari) dengan kebutuhan bahan setiap hari. c. M aksimum inventory, dengan menambah EOQ + Safety Stock d. Re-Order Point, ditentukan dengan menambah kebutuhan selama lead time dengan safety stock. e. M etode Comparatif yaitu membandingkan peningkatan modal biaya persediaan bahan baku sebelum dan sesudah diterapkan sistem pengawasan persediaan yang tepat dengan rumus TIC : (Sofjan Assauri, 2004 : 240) AxP RxCxN TIC = + N2
Metode Pengumpulan Data. Dimana : 1. Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan secara lisan dengan pihak-pihak yang dapat memberikan data yang relevan di dalam perusahaan. 2. Observasi yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung ke perusahaan yang menjadi obyek penelitian agar data lebih obyektif. 3. Studi dokumentasi yaitu dengan melihat dokumen-dokumen yang ada dalam perusahaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Teknik Analisis Data. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang tersedia
TIC = Total Inventory Cost A = jumlah kebutuhan bahan baku selama satu periode P = biaya pesan setiap 1x N = jumlah ekonomis
pesanan
yang
R = harga bahan per unit/biji C = biaya penyimpangan yang dinyatakan sebagai prosentase dari persediaan rata-rata. 2. Analisis Kualitatif sebagai penunjang serta melengkapi analisis kuantitatif. PEMBAHAS AN
adalah sebagai berikut :
Analisis Data
1. Analisis Kuantitatif. a. M enentukan jumlah pembelian ekonomis di pakai rumus EOQ (Economic Order Quantity) yaitu : (Sofjan Assauri, 2004 : 239)
Pada tabel 3 dikemukakan data target produksi genteng pada pemakaian bahan baku tanah yang berbentuk petakan pada tahun 2011 sebagai berikut: Dari tabel 3 terlihat target produksi genteng tahun 2011 sebanyak 504.000 biji, sedangkan pemakaian bahan baku tanah sebanyak 126.000
Pengawasan Bahan Baku untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan pada CV. Atap Puri Tabanan biji. M engenai perhitungan dari target produksi genteng dengan pemakaian bahan baku adalah untuk memproduksi 4 biji genteng dibutuhkan 1 biji bahan baku tanah.
1. M enghitung jumlah pembelian yang ekonomis dengan rumus:
Tabel 4 terlihat rencana pembelian dan realisasi pembelian bahan baku tanah yang berbentuk petakan.
EOQ = Jumlah pesanan yang ekonomis
Langkah-langkah di dalam melakukan pengawasan persediaan bahan baku yang tepat, yaitu dengan jalan sebagai berikut.
EOQ =
A = Jumlah kebutuhan bahan baku selama satu tahun P = Biaya setiap kali pengadaan pemesanan
R = Harga bahan baku per unit/ biji Tabel 3 Target Produksi Genteng dan Pemakaian Bahan Baku Yang Berbentuk Petakan Pada CV. Atap Puri Tahun 2011
Bulan Target Produksi (Biji) Pemakaian Bahan Baku (Biji) Januari 42.000 10.500 Februari 42.000 10.500 M aret 42.000 10.500 April 42.000 10.500 M ei 42.000 10.500 Juni 42.000 10.500 Juli 42.000 10.500 Agustus 42.000 10.500 September 42.000 10.500 Oktober 42.000 10.500 Nopember 42.000 10.500 Desember 42.000 10.500 Jumlah 504.000 126.000 Sumber : CV. Atap Puri Tabanan. C = Biaya penyimpanan yang dinyatakan dalam prosentase dari persediaan rata-rata.
Untuk menentukan jumlah pembelian yang ekonomis, maka diperlukan data sebagai berikut: a. Jumlah kebutuhan bahan baku selama tahun 2011 adalah sebanyak 126.000 biji b. Biaya pemesanan setiap kali pesan adalah :
Tabel 4 Rencana Pembelian dan Realisasi Pembelian Bahan Baku Tanah Berbentuk Petakan Pada CV. Atap Puri Tabanan Tahun 2011
Bulan Rencana Pembelian Penyimpanan (Biji)
(Biji)
Realisasi Pembelian
(Biji)
Januari 10.500 10.400 - 100 Februari 10.500 10.000 - 500 M aret 10.500 9.800 - 700 April 10.500 10.450 - 50 M ei 10.500 9.950 - 550 Juni 10.500 10.100 - 400 Juli 10.500 10.550 + 150
Volume 2 No. 2 S eptember 2012
Bulan Rencana Pembelian (Biji) Pembelian (Biji) Penyimpanan (Biji)
Realisasi
Juli 10.500 10.550 + 150 Agustus 10.500 10.700 + 200 September 10.500 10.600 + 100 Oktober 10.500 10.575 + 75 Nopember 10.500 10.650 + 150 Desember 10.500 10.750 + 250 Jumlah 126.000 124.525 -1.375 Sumber: CV. Atap Puri Tabanan. 1) Biaya administrasi pembelian : Rp 500
F = = kali (dibulatkan)
= 75,67 = 76
2) Ongkos jalan bagi pekerja yang mengirim daftar Pesanan ke pengerajin tanah : Rp 1.000 Jumlah : Rp 1.500 c. Harga bahan baku tanah per biji : Rp 700 d. Biaya penyimpanan terdiri dari: 1) Biaya bunga atas modal selama 1 tahun : 15,48 % 2) Biaya perawatan gudang : 2,06 % 3) Biaya pemeliharaan bahan baku : 1,23 % 4) Biaya kerusakan bahan baku : 0,72 % Total Biaya Penyimpanan : 19,49 % Berdasarkan data di atas, dapat dihitung pembelian yang ekonomis (EOQ) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: EOQ = Ö 2xAxP RxC =
Jadi berdasarkan perhitungan diatas menunjukkan bahwa jumlah pembelian yang ekonomis untuk bahan baku tanah yang berbentuk petakan pada tingkat harga Rp. 700 per biji. Dengan rencana kebutuhan sebanyak 1.665 biji untuk setiap kali pembelian dengan frekuensi pembeliannya sebanyak 76 kali dalam setahun. 2. M enentukan jumlah persediaan minimum (Safety stock) Persediaan minimum adalah persediaan yang dapat melindungi kemungkinan terjadinya kekurangan bahan, karena bahan baku yang dipesan terlambat datang. Di dalam menentukan persediaan minimum diperlukan data-data sebagai berikut: a. Rata-rata datangnya bahan selama 2 hari
keterlambatan baku adalah
b. Kebutuhan bahan baku tanah pada tahun 2011 adalah sebanyak 126.000 biji. c. Jumlah hari kerja dalam setahun 312 hari (sebulan 26 hari x 12 bulan = 312 hari). d. Besarnya kebutuhan bahan baku tanah yang berbentuk petakan per harinya adalah: = 404 biji Dengan demikian besarnya persediaan minimum yang harus dipelihara oleh perusahaan dapat ditentukan dengan cara mengalikan
rata-rata keterlambatan datangnya bahan baku dengan jumlah kebutuhan bahan baku per hari. M aka jumlah persediaan minimumnya adalah:
= = = 1.664,52 (dibulatkan)
=
Sedangkan frekuensi yang optimal adalah:
1.665
biji
2 x 404 = 808 biji tanah (berbentuk petakan).
pembelian
Pengawasan Bahan Baku untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan pada CV. Atap Puri Tabanan Jadi jumlah persediaan minimum yang harus dipelihara perusahaan sebanyak 808 biji. 3. M enentukan titik pemesanan kembali (Re-order point) Titik pemesanan kembali (Re-order point) dapat ditentukan berdasarkan pengalaman bahan baku selama waktu tunggu dan
modal perusahaan yang terlalu besar dalam persediaan bahan baku. Jumlah persediaan maximum yang sebaiknya ada dalam perusahaan adalah sebesar jumlah pembelian ekonomis ditambah persediaan minimum (safety stock). Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya, maka jumlah persediaan maximum untuk bahan baku tanah (cetakan) adalah:
jumlahnya dengan besarnya safety stock yang telah ditetapkan. Waktu tunggu (lead time) yang dialami perusahaan genteng wena produksi dari pengadaan pemesanan bahan baku sampai bahan tersebut diterima di tempat gudang perusahaan adalah selama 2 hari. 4. M enentukan jumlah persediaan maksimum (M aximum inventory) Persediaan maximum merupakan jumlah persediaan yang paling besar sebaiknya dipelihara oleh perusahaan untuk menghindari tertanamnya
- Jumlah persediaan minimum = 808 biji - Jumlah persediaan ekonomis = 1.665 biji - Jumlah persediaan makimum = 2.473 biji Untuk lebih jelasnya pelaksanaan pengawasan persediaan bahan baku secara tepat, yaitu menghitung jumlah persediaan minimum, menghitung jumlah pembelian yang ekonomis (EOQ), menghitung titik pemesanan kembali dan
Tabel 5 : Penggunaan Bahan Baku Selama lead Time Jenis Bahan Pemakaian Hasil kerja Pemakaian Lead Time Penggunaan Bahan/ per tahun Bahan/ (hari) Bahan selama tahun (biji) (hari) hari (biji) Lead Time (hari) 123456 Tanah 126.000 312 404 2 808 Sumber : Data diolah.
Tabel 6 : Re-Order Point Untuk Bahan Baku Tanah Bahan Baku Penggunaan Bahan Baku Safety Stock(biji) Re-Order Point(biji) Selama Lead Time(biji) 1234 Tanah 808 808 1.616 Sumber : Data diolah.
menghitung jumlah persediaan maximum bahan baku tanah, maka dibawah dapat disajikan dalam tabel: 2 M enentukan biaya persediaan bahan baku (TIC) Dalam menentukan biaya persediaan untuk pembelian bahan baku dan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara safety stock, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
baku (A) …………. = 126.000 biji 2) Biaya pemesanan tiap kali pesan (P) = Rp 1.500 3) Biaya penyimpanan (C) = 19,49 % 4) Pembelian rata-rata
TIC =
( N ) (lamp.2) = 2.767 biji
a. Perhitungan persediaan bahan baku yang sesungguhnya dikeluarkan perusahaan:
5) Persediaan rata-rata (lamp.3) = 1.384 biji
1) Kebutuhan bahan
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Tabel 7: Jumlah Pembelian Ekonomis, Persediaan M inimum Re-Order Point dan persediaan M aximum CV. Atap Puri Tabanan Tahun 2011 No Keterangan Jumlah (biji dalam bentuk petakan) 1 Jumlah pembelian ekonomis 1.665 2 Persediaan minimum 808 3 Re Order Point 1.616 4 Persediaan M aksimum 2.473 Sumber : Data diolah.
6) Harga per unit
tiap kali pesan
( R ) = Rp 700
(P) = Rp 1.500
Atas dasar data tersebut maka dapat dihitung jumlah biaya persediaan bahan baku tanah yang sesungguhnya dikeluarkan oleh perusahaan untuk pembelian bahan baku adalah:
3) Biaya penyimpanan
TIC =
5) Harga bahan baku
(C) = 19,49 % 4) Pembelian yang ekonomis (N) = 1.665 biji
per unit (R) = Rp 700 = = = Rp. 68.305 + 188.750 = Rp. 257.055,9 Biaya persediaan untuk memelihara rata-rata persediaan = 1384 x Rp 700 x 19,49% = Rp. 188.819,12 Jadi jumlah biaya persediaan sesungguhnya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku dan pemeliharaan adalah: = Rp. 257.055,9 + 188.819,12 = Rp. 445.875,02 b. Perhitungan jumlah biaya persediaan bahan baku dengan sistem pelaksanaan pengawasan yang tepat terhadap bahan baku. Adapun data untuk menghitung adalah: 1) Kebutuhan bahan baku
Berdasarkan data tersebut, maka jumlah biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan dengan melaksanakan pengawasan persediaan yang optimal terhadap bahan baku adalah: TIC = = = = Rp. 113.513,5 + 113.577,97 = Rp. 227.097,47 Biaya persediaan untuk memelihara persediaan pengamanan: = 808 x Rp 700 x 19,49% = Rp. 110.235,44 Dengan melaksanakan sistem pengawasan persediaan bahan baku yang tepat, maka jumlah biaya persediaan yang dikeluarkan oleh
(A) = 126.000 biji 2) Biaya pemesanan
perusahaan adalah: = Rp.227.091,47 + 110.235,44 = Rp.337.326,91 Berdasarkan perhitungan diatas, jika perusahaan melaksanakan pengawasan terhadap
Pengawasan Bahan Baku untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Persediaan pada CV. Atap Puri Tabanan bahan baku yang tepat, maka diperoleh penghematan biaya sebesar: = Rp. 445.875,03 337.326,91 = Rp. 108.548,11 Penghematan biaya persediaan sebesar Rp. 108.548,11 ini terdiri dari penghematan biaya persaediaan untuk pembelian bahan baku sebesar Rp. 29.964,43 dan
2. Untuk persediaan minimum (safety stock) bahan baku yang harus ada di perusahaan tahun 2011 adalah sebanyak 808 biji. 3. Jumlah persediaan maksimum (maximum inventory) merupakan persediaan yang paling besar yang sebaiknya dipelihara oleh perusahaan untuk menjaga kelancaran proses produksi dan
penghematan biaya persediaan untuk memelihara persediaan pengaman sebesar Rp. 78.583,68 untuk lebih jelasnya penerimaan biaya persediaan ini disajikan dalam tabel berikut: PENUTUP S impulan Berdasarkan hasil analisis pengawasan persediaan bahan baku yang tepat pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut: 1. Jumlah pembelian yang ekonomis untuk bahan baku adalah sebanyak 1665 biji dengan frekuensi pembelian 76 kali dalam setahun.
untuk menghindari tertanamnya modal perusahaan dalam persediaan bahan baku adalah sebanyak 2473 biji. 4. Perusahaan harus mengadakan pemesanan kembali (re-order point) pada saat persediaan bahan baku mencapai 1616 biji. 5. Biaya persediaan sesungguhnya yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah Rp. 445.875.02 yang terdiri dari biaya persediaan untuk pembelian bahan baku sebesar Rp. 257.055,9 dan biaya persediaan untuk memelihara persediaan
Tabel 8: Penghematan TIC dengan M elaksanakan Sistem Pengawasan Persediaan Bahan Baku Yang Tepat Tahun 2011 Keterangan TIC Sesungguhnya (Rp) TIC Sistem Pengawasan Penurunan (Rp) yang Tepat (Rp) - Untuk pembelian 257.055,9 227.091,47 29.964,43 bahan baku -Untuk memelihara 188.819,12 110.235,47 78.583,68 persediaan pengamanan Jumlah 445.875,02 337.326,91 108.548,11 Sumber : Data diolah.
pengaman sebesar Rp. 188.819,12. Sedangkan setelah dilaksanakan pengawasan persediaan bahan baku yang tepat, maka besarnya persediaan yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 337.326,91 yang terdiri dari persediaan untuk pembelian bahan baku Rp. 227.091,47 dan biaya persediaan untuk memelihara persediaan pengaman sebesar Rp. 110.235,44. Jadi dengan dilaksanakan sistem pengawasan bahan baku yang tepat, diperoleh penghematan biaya persediaan bahan baku sebesar Rp.108.548,11 S aran
Dengan memperhatikan simpulan diatas maka kepada pihak perusahaan CV. Atap Puri Tabanan dapat disarankan untuk mengubah cara penyediaan kebutuhan bahan bakunya, melalui cara sebagai berikut: 1. Perusahaan sebaiknya melaksanakan pengawasan persediaan bahan baku yang tepat agar biaya. 2. Perusahaan hendaknya menjaga persediaan minimum dan memelihara jumlah persediaan maksimum agar proses produksi selanjutnya dapat berjalan lancar, dan dapat meningkatkan efisien persediaan bahan baku. DAFTAR PUS TAKA
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Sofjan Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi Empat, Tahun 2004. M ulyadi, Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya, Penerbit: Fakultas Ekonomi Universitas Gajah M ada Yogyakarta, Tahun 2000. T. Hani Handoko, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi,
Penerbit: B.P.F.E, Tahun 2006.
Yogyakarta,
Harsono, Manajemen Pabrik, Penerbit Balai Aksara, Jakarta, Tahun 2007. Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yayasan, Penerbit: Universitas Gajah M ada, Yogyakarta, Tahun 2006. Agus Ahyari, Manajemen Produksi Pengendalian Produksi, Edisi Empat, Penerbit: Fakultas Ekonomi Universitas Gajah M ada, Yogyakarta, Tahun 2007. Freddy Rangkuti, Manajemen Persediaan, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2000. Gazali, Manajemen Produksi, Penerbit : Fakultas Ekonomi Universitas Gajah M ada, Yogyakarta, Tahun 2000. M . M anullang, Dasar-Dasar Manajemen, Penerbit Ghalia Indonesia, Tahun 2006. Sukanto Reksohadiprodjo, Manajemen Produksi, Penerbit: B.P.F.E., Universitas Gajah M ada, Yogyakarta, Tahun 2006. Suryanto, Production Control, Penerbit : Senat M ahasaraswati Akademi Katolik, M alang, Tahun 2007. Syafaruddin Alwi, Alat-alat Analisa Pembelanjaan, Penerbit: Fakultas Ekonomi, U.I. Jakarta, Tahun 2009.
Model Pelestarian S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan MODEL PELES TARIAN S UBAK DI BALI KAJIAN DARI AS PEK EKONOMI LINGKUNGAN Oleh : I Ketut S etia S apta ABS TRACT Subak constitute a system and gathering of wet rise field farmers that purpose arrange water system based on pure ` gotong royong' , without different come from, position, and group of members. The throut the analysis of economic for environment, that is Net Present Value, B-C ratio i give social benefit Rp. 58.093.646 per hectare per year. Net Present Value Rp. 551.886.456 per hectare per year, B-C Ratio = 20,00. total value of the economic Rp 53.677.567 and 51.670.848 er hectare per year. Subak categorized enough make everlasting, Quantity irrigate the irrigation still less than amount of water required which must available to usahatani paddy. Quality irrigate the irrigation categorized at class 4, have phase endanger for crop. According to those conclusion in can suggested that the function of subak in Bali can be managed accordingly so that the environmental function can run well. Besides, economic value can be used as the reference for coastal management to sustanability. Keyword : Preservation, conservation, social benefit, subak, total economic value, sustainability PENDAHULUAN Permasalahan yang dihadapi subak saat ini tidak terlepas dari fenomena menurunnya kualitas (degradasi) sumberdaya alam dan lingkungan di berbagai belahan dunia. Dalam hubungan dengan berbagai isu degradasi lingkungan, ekonomi sebagai ilmu atau lebih spesifik sebagai ilmu ekonomi lingkungan diharapkan mampu menganalisis kondisi penggunaan
yang memiliki otoritas sebagai referensi di dalam membuat kebijakan-kebijakan dan pengambilan keputusan (decision making) dalam rangka pengelolaan budaya bangsa. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan (1) berapakah nilai manfaat sosial (social benefit) yang terkandung pada Subak di Bali? (2) berapakah nilai ekonomi total (total economic
sumberdaya alam dan lingkungan yang ada (positif) dan kemudian memberikan informasi tentang implikasi yang akan timbul dari adanya berbagai alternatif kebijakan atau keputusan mengenai penggunaan sumberdaya alam, dan selanjutnya dihubungkan dengan penggunaan sumberdaya alam yang semestinya (normatif). Terkait dengan itu diperlukan suatu model yang memberikan informasi dan dapat dipergunakan sebagai alternatif kebijakan atau keputusan mengenai penggunaan sumberdaya alam, ke arah penggunaan sumberdaya alam yang semestinya (normatif) tersebut. Subak sebagai aset keunikan budaya Bali yang telah dikenal di manca negara perlu dijaga keberadaannya (existence) guna mencapai harapan-harapan sebagaimana tersebut di atas. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis yang hasilnya dapat memberikan rekomendasi bagi pihak-pihak
value) yang terkandung pada Subak di Bali ? TINJAUAN PUS TAKA Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan pertanian di Bali tidak terlepas dari besarnya peranan subak sebagai organisasi pengelola air irigasi. Pada perkembangan dewasa ini subak mengalami beberapa permasalahan karena munculnya berbagai isu seperti adanya alih fungsi lahan produktif, yaitu dari lahan sawah yang tadinya dimanfaatkan untuk produksi pertanian telah berubah menjadi perumahan, perkantoran, pertokoan, dan bangunan atau pemanfaatan lainnya. Hal ini disamping dapat mengancam program ketahanan pangan juga akan mengancam keberadaan subak itu sendiri. Hasil Penelitian Sedana (1997) menemukan bahwa kuantitas dan kualitas air irigasi semakin menurun. Pada awalnya petani anggota subak tidak pernah mempermasalahkan keadaan air irigasi
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 karena jumlahnya masih berlimpah dan penggunaannya belum begitu kompleks. Namun, seiring dengan perkembangan pembangunan baik di pedesaan maupun di perkotaan, kebutuhan akan air semakin meningkat dan selanjutnya air yang
penurunan ketertarikan generasi muda untuk menjadi petani, terutama petani padi. Hal itu terbukti dalam survei yang dilakukan di seluruh Bali, rataan usia petani lebih tua dari 60 tahun sehingga dengan usia setua itu tidak
pada mulanya hampir dimanfaatkan hanya untuk kepentingan pertanian, kini dimanfaatkan pula untuk keperluan di luar sektor pertanian. Kondisi tersebut mengakibatkan petani merasakan jumlah air irigasi yang mereka peroleh dari sungai menjadi semakin sedikit untuk keperluan usahataninya, dan rendahnya kualitas air irigasi yang dirasakan oleh petani disebabkan adanya pembuangan limbah industri yang sudah tidak dapat ditolelir lagi. Tidak sedikit ditemui perusahaanperusahaan yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa melakukan treatment tertentu terhadap limbah tersebut. Rendahnya kualitas air ini dapat memberikan pengaruh negatif baik bagi produksi tanaman maupun bagi kesehatan masyarakat. Penggunaan pupuk dan pestisida sintetis telah mengancam kelestarian sistem irigasi (Lansing, 1995). Pada saat ini, konsentrasi fosfat yang sangat tinggi memasuki perairan Pantai Bali (Lansing et al., 2001). Semua kawasan Sungai Yeh Sungi termasuk mata air telah mengalami pengkayaan hara fosfat antara 24,71-56,23% (Wiguna, 2002), di atas baku mutu air sebesar 1,00 mg L-1 (Peraturan Pemerintah, 2001). Walaupun belum ada penelitian terhadap kesehatan terumbu karang di Bali, tetapi kantor World Wide Fund di Bali melaporkan beberapa kali telah mengamati fenomena red tide (Jessup, pers comm.) pada perairan pantai sekitar Sanur dan Kuta. Diduga sebagian besar dari
dapat lagi mengolah lahan secara produktif (Surata & Wiguna, 2003). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sebagai penelitian deskriptif analitik artinya akan dilakukan deskripsi fakta, mengenai penilaian secara moneter manfaat sosial (social benefit) dan nilai ekonomis (economic value) terhadap keberadaan subak di Bali. Dalam hal ini untuk menentukan nilai ekonomis (economic value) Subak di Bali, terdapat dua variabel pokok yang diidentifikasi, yaitu: (1) variabel manfaat sosial (social benefit) dan (2) variabel biaya sosial (social cost). Dalam variabel manfaat sosial (social benefit) terkandung di dalamnya enam komponen variabel yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga nilai penggunaan, yang disebutkan sebagai nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), dan nilai penggunaan alternatif (option use value). Di samping itu masih terdapat satu nilai yang juga perlu diperhitungkan, yang disebut sebagai nilai keberadaan (existence value). PEMBAHAS AN Manfaat S osial pada S awah S ubak di Bali.
Lahan
Subak merupakan tempat aktivitas usahatani petani di Bali. Aktivitas usahatani utama adalah usahatani padi. Sejak ditemukannya padi varietas unggul petani dapat
pencemaran fosfat dan nitrogen berasal dari limbah pertanian (World Bank, 1992). Padahal beberapa hasil penelitian menunjukkan penurunan sampai separuh dari jumlah pupuk yang biasanya digunakan oleh petani, tidak berpengaruh terhadap produksi gabah (Surata, dkk., 2004; Wiguna, pers.comm.). Dengan begitu, seharusnya petani bisa menghemat ongkos produksi dengan mengurangi penggunaan pupuk dan pencemaran perairan umum juga bisa dikurangi. Berbagai faktor lainnya juga mengancam keunikan subak, seperti perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor pariwisata, alih fungsi lahan pertanian dan penurunan ketersediaan sumberdaya air akibat peningkatan konsumsi untuk rumah tangga dan berbagai jenis akomodasi wisata lainnya dan
melakukan usahatani padi dua kali dan satu kali usahatani palawija dalam setahun. Petani biasanya melakukan pergiliran tanaman (pola tanam) untuk mengatur pendistribusian air irigasi antar subak yang memperoleh sumber air irigasi dari saluran irigasi yang sama. Pola tanam yang umum dilakukan petani adalah padi-padipalawija atau padi-palawija-padi. M anfaat dari aktivitas usahatani padi dan palawija dinilai berdasarkan jumlah produksi padi, yaitu gabah kering panen dikalikan denga harga pasar rata-rata. Sedangkan untuk usahatani palawija, ditentukan berdasarkan usahatani palawija yang dominan diusahakan petani di lahan sawah subak pada musim tanam 2008/2009 yaitu usahatani jagung dinilai berdasarkan produksi
Model Pelestarian S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan jagung pipilan kering dikalikan dengan harga pasar rata-rata. M anfaat dari aktivitas usahatani di lahan sawah subak di Bali Rp 35.712.300. Manfaat berupa Tegakan Vegetasi/Pepohonan di Lahan S awah S ubak Nilai dari tegakan vegetasi pada
Selanjutnya rata-rata siput yang berhasil ditangkap petani mencapai 163,5 kg per hektar per tahun dikalikan harga rata-rata pasar Rp. 5.000/kg adalah Rp. 817.500. Sedangkan untuk capung, cuweng, jubel, klipes, tekokak jumlahnya relatif kecil sehingga untuk memudahkan dalam perhitungan produksi semua satwa tersebut dijumlahkan yaitu hanya mencapai
lahan sawah subak di Bali dalam skala per hektar lahan didasarkan pada tegagan vegetasi per hektar lahan yang terdapat pada lahan sawah subak di Bali. Tegakan vegetasi/pepohonan yang ditemukan di lahan sawah subak di Bali, terutama pada perbatasan diantara wilayah subak yang satu dengan yang lainnya, yaitu berupa sungai, bukit, munduk atau lembah, biasanya dijumpai vegetasi seperti pohon kelapa dan beberapa pepohonan tinggi dan rendah. M anfaat dari tegakan vegetasi pohon kelapa dihitung berdasarkan jumlah produksi buah kelapa per hektar per tahun dikalikan dengan harga pasar rata-rata/butir. Sedangkan tegakan pepohonan dihitung berdasarkan volume tegakan dikalikan dengan harga pasar rata-rata kayu bakar di beberapa pasar di Bali. Adapun rata-rata produksi buah kelapa per hektar per tahun ditemukan 2.577 butir dikalikan dengan rata-rata harga pasar Rp. 450 adalah Rp. 1.159.650. Kemudian rata-rata volume tegakan baik dari tegakan vegetasi pepohonan tinggi dan rendah rata-rata diperoleh 15,7 m3 per hektar per tahun dikalikan degan harga rata-rata kayu bakar di beberapa pasar di Bali Rp. 5.452,5 per m3 adalah Rp. 8.560.425. Sehingga total manfaat tegakan vegetasi dari lahan sawah subak di Bali mencapai Rp. 9.720.075. Manfaat dari S atwa Air/Perikanan di S ekitar Lahan S awah S ubak
8,12 kg per hektar per tahun dikalikan rata-rata harga pasar Rp. 50.000 adalah Rp. 406.000. Harga satwa ini relatif tinggi, hal ini mungkin disebabkan karena produksinya rendah dan permintaan pasar relatif tinggi. Satwa air seperti kodok di tiga lokasi penelitian (subak Padang Tegal, Bungan Kapal dan Sangeh) sudah jarang ditemukan, sehingga tidak ada petani yang melakukan aktivitas penangkapan terhadap satwa tersebut. Sehingga total manfaat satwa air pada lahan sawah subak di Bali adalah Rp. 3.647.500/ha/tahun Manfaat dari S atwa Liar pada lahan sawah subak di Bali Penilaian terhadap manfaat dari Satwa Liar didasarkan pada jumlah spesies yang dapat diidentifikasikan. Untuk satwa liar yang berada di kanopi atas lahan sawah direpresentasikan oleh burung (aves), sedangkan satwa liar di kanopi bawah lahan sawah direpresentasikan oleh reptil. Diperkirakan terdapat 56 spesies burung, 13 spesies diantaranya dilindungi dan 29 spesies reptil, 2 spesies diantaranya dilindungi. Dalam memberikan nilai moneter terhadap Satwa Liar tersebut didasarkan pada pendapat Ruitenbeek (1991) bahwa nilai manfaat burung per spesies adalah US$ 0,12 dan US$. 0,73 untuk reptil. Dengan demikian nilai manfaat dari burung adalah US$. 6,72 atau Rp. 60.480 dan nilai manfaat reptil adalah US$. 21,17 atau Rp. 190.530 Jadi nilai manfaat
Perhitungan nilai manfaat dari satwa air/perikanan di sekitar lahan sawah subak di Bali didasarkan pada beberapa produksi satwa air yang ditemukan di lahan sawah, diantaranya; belut, siput, capung, cuweng, jubel, klipes, tekokak, dan kodok dikalikan dengan harga masing-masing satwa tersebut. Hasil penelitian menemukan rata-rata belut yang berhasil ditangkap petani per hektar per tahun mencapai 121,2 kg dikalikan rata-rata harga pasar Rp. 20.000/kg adalah Rp. 2.424.000. Penangkapan belut biasanya dilakukan secara langsung, mulai awal pengolahan tanah sampai tanaman padi berumur dua minggu, penangkapan dengan menggunakan alat perangkap (bubu) sangat jarang dilakukan petani.
burung dan reptil adalah Rp.251.000 per hektar per tahun. Manfaat dari penggunaan alternatif (option value) M anfaat dari penggunaan alternatif (option value) dari lahan sawah subak di Bali, dipergunakan pendekatan dengan menggunakan teknik survai, yaitu melalui wawancara kepada sekelompok orang untuk menggali kesedian orang untuk membayar (willingness to pay) terhadap penawaran barang lingkungan pada tingkat kualitas dan kuantitas tertentu, yang dalam hal ini penawaran barang
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 lingkungan untuk skala luas 10 hektar luas lahan sawah Untuk itu diawali dengan menggali
dengan Contingent Value method, yang termasuk dalam teknik survai dengan menggali kesediaan membayar (willingness to pay) dari
pandangan-pandangan masyarakat terhadap kualitas-kualitas tertentu dari lahan sawah subak di Bali sebagai sesuatu yang memiliki nilai penggunaan alternatif (Option Value). Kualitas barang lingkungan dimaksud terdiri atas : lahan sawah subak dalam kondisi lestari sebagai sesuatu yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang, sebagai tempat perlindungan fauna/ satwa liar, tempat rekreasi/ taman dan dapat menjaga kualitas udara. Dengan gambaran tentang pandangan masyarakat terhadap lahan sawah subak di Bali, dapat diprediksikan nilai penggunaan altematif (option value) dari pemyataan-pemyataan responden menyangkut pentingnya pelestarian lahan sawah subak agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang, sebagai tempat perlindungan fauna/ satwa liar (wildlife preservation), sebagai tempat rekreasi dan sebagai barang lingkungan yang dapat menjaga kualitas udara. Manfaat fisik subak sebagai tanah
lahan sawah penahan air
Penilaian terhadap manfaat lahan sawah subak sebagai penahan air tanah dinilai dengan teknik pendekatan pasar pengganti (surrogate market), artinya jika lahan sawah subak karena perbuatan manusia menjadi hilang, maka sumur-sumur masyarakat disekitarnya akan menjadi kering untuk mempertahankan fungsi lahan sawah subak sebagai penahan
sekelompok orang terhadap barang lingkungan (dalam hal ini lahan sawah subak di Bali), sebagai sesuatu yang mempunyai nilai keberadaan (existence value). Keberadaan/ eksistensi subak di Bali mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan di sekitamya. Kemudian bagaimana pandangan masyarakat terhadap hal ini, terutama terhadap keberadaan subak sebagai tempat yang berpotensi dalam menyediakan barang-barang lingkungan, terhadap eksistensinya sebagai tempat pelestarian sumber daya hayati (spesies) dan sebagai tempat habitat biodiversitas, serta sebagai salah satu ekosistem buatan manusia yang perlu dilindungi Biaya S osial S ubak di Bali. Biaya sosial terdiri atas biaya investasi, biaya aktivitas usahatani, biaya pemeliharaan vegetasi, biaya pemanfaatan satwa air, dan biaya perlindungan satwa liar. Biaya investasi terdiri dari biaya pencetakan sawah (subak) dan social oppoortunity of cost sebagai biaya korbanan karena kehilangan manfaat sebagai akibat pembuatan/pencetakan sawah (subak) (yang dikeluarkan pada awal tahun proyek, yaitu pada tahun ke-0 ). Untuk menghitung biaya investasi dikonversi dengan besarnya biaya pencetakan sawah baru. Berdasarkan hasil survei pada subak Dwi Eka Bhuana Desa Landih Kintamani Bangli, diperoleh biaya untuk pencetakan sawah baru dari lahan tegalan Rp.
air tanah, dinilai dengan nilai air bersih yang dibutuhkan masyarakat disekitarnya. Jika jumlah penduduk di sekitar sawah 210 KK, kebutuhan air bersih rata-rata satu galon/KK/hari dan harga air bersih rata-rata Rp. 150/galon. M aka total pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan air bersih KK/tahun adalah 210 x 365 x Rp. 150 = Rp. 11.497.500. Dengan demikian dapat dinilai manfaat fisik subak sebagai penahan air tanah dengan mengkonversi kebutuhan air bersih oleh masyarakat. Nilai manfaat dari keberadaan (existence value) lahan sawah subak Dalam penilaian manfaat dari keberadaan (existence value) lahan sawah subak di Bali, menggunakan teknik yang sama dengan penilaian pada penggunaan altematif (option value), yaitu
5.000.000/ha, biaya pembuatan saluran irigasi Rp. 16.000.000/ha dan biaya korbanan, sebesar 8.050.000/ha Biaya Aktivitas Usahatani Biaya aktivitas usahatani di subak terdiri dari biaya bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, pajak, pengaci dan penyusutan alat. Biaya tenaga kerja adalah biaya terbesar yang dikeluarkan di subak, kemudian disusul oleh biaya tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Pada Tabel 13 akan disajikan secara rinci biaya tiga kali aktivitas usahatani, yaitu usahatani padi I, padi II dan usahatani jagung dalam setahun per hektar yang dilakukan di subak Biaya Pemeliharaan dan Pemanfaatan Vegetasi S ubak
Model Pelestarian S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan Biaya pemeliharaan dan pemanfaatan terdiri atas biaya penjarangan untuk menjaga tegakan
0,13/ ha per tahun, (Kusumastatnto, 2000) maka biaya perlindungan terhadap spesies
Vegetasi subak dan biaya pemanfaatan tegakan, yaitu pemetikan buah kelapa yang dinilai dengan pendekatan ganti rugi upah tenaga kerja. Dari survai secara snowball terhadap beberapa tukang tebang diketahui bahwa biaya penebangan kayu adalah sebesar Rp. 15.000 /m3, sehingga diperoleh biaya pemeliharaan untuk satu hektar subak per tahun dengan manfaat kayu bakar sebesar 15,7 adalah Rp. 235.500 hektar/tahun. Sedangkan biaya untuk pemetikan buah kelapa, hasil survei dengan tukang panjat pemetik buah kelapa diketahui ongkos panjat Rp. 50.000/200 butir buah kelapa, sehingga jumlah biaya ongkos petik buah kelapa untuk satu hektar/tahun dengan jumlah buah kelapa sebanyak 2.577 butir diperoleh Rp. 644.250. Sehingga total biaya pemeliharaan dan pemanfaatan vegetasi pepohonan di subak diperoleh Rp. 879.750. Biaya pemanfaatan Air/perikanan
S atwa
Biaya pemanfaatan satwa air di lingkungan ekosistem subak adalah dihitung berdasarkan lamanya penangkapan terhadap satwa dalam ekosistem air yang dikonversi dengan upah tenaga kerja di lokasi penelitian. Hasil survei menemukan upah tenaga kerja Rp. 50.000/hari setara dengan (8 jam) . Rata-rata masyarakat melakukan penangkapan satwa air di lingkungan subak per musim tanam adalah 48 jam. Ini berarti untuk satu tahun dengan tiga kali musim
burung dan reptil diperhitungkan sebagai berikut (a). Burung : 56/13 x US$ 0.24 = US$ 1.03 dan (b). Reptil : 29/2 x US$ 0.13 = US$ 1.89, dan bila kurs dollar pada saat survei adalah 1 dollar = Rp. 10.000. Sehingga diperkirakan perlindungan satwa liar pada subak adalah (US $ 1.03 + 1,89) x Rp. 10.000 = Rp. 29.200. Hasil Analisis Kriteria Investasi NPV Rp. 551.886.456 > 0 yang berarti manfaat sosial yang diperoleh dari usaha pelestarian hutan subak di Bali lebih besar dari pada biaya sosial yang dikeluarkan, selama umur proyek. Hal ini berarti pelestarian Subak di Bali layak untuk dilaksanakan. B-C Ratio = 20 > 1 berarti bahwa manfaat sosial yang diperoleh adalah 20 kali terhadap biaya sosial yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek selama umur proyek tersebut. Ini menunjukkan pelestarian subak melalui skenario larangan untuk melakukan alih fungsi lahan subak layak untuk dilaksanakan. M anfaat bersih (Net Benefit) yang merupakan selisih antara Nilai manfaal sosial dengan biaya sosial per hektar/ tahun setelah didiskontokan dengan tingkal diskonto (discount rate) 12 %, menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan sawah (subak) untuk pembangunan dengan melakukan konversi terhadap lahan sawah (subak) di Bali, memberikan eksternalitas sebesar Rp. 100.981.547 untuk setiap hektar
tanam, diperkirakan biaya penangkapan satwa airnya adalah ( 3 x 48 jam)/8 x Rp. 50.000 adalah Rp. 900.000/ hektar per tahunnya. Dan untuk penangkapan belut yang dilakukan pada malam hari sehingga dibutuhkan bahan bakar minyak tanah satu liter/jam. Rata-rata harga minyak tanah Rp. 1.200/liter, maka biaya minyak tanah yang dibutuhkan dalam setahun adalah 3 x 48 jam x Rp. 1200 = Rp. 172.800. Sehingga total biaya pemanfaatan satwa air di lahan subak diperoleh Rp. 1.072.800. Biaya perlindungan S atwa Liar Sebagaimana dikemukakan pada komponen manfaat bahwa pada lahan subak di Bali terdapat 56 spesies burung, 13 spesies diantaranya dilindungi dan 29 spesies reptil 2 spesies diantaranya dilindungi, sedangkan biaya perlindungan per spesies untuk burung adalah US$. 0,24 dan reptil sebesar US$.
alih fungsi lahan sawah per tahun, yaitu nilai manfaat bersih pada tahun pertama. Dengan demikian apabila terjadi alih fungsi lahan sawah (subak) tersebut sebagai akibat aktivitas manusia, maka pelaku alih fungsi lahan sawah (subak) dapat dibebani biaya minimal sebesar itu per tahunnya. Nilai Ekonomi Total S ubak di Bali Use Value terdiri atas aktivitas kegiatan usahatani, tegakan dari Vegetasi, hasil perikanan dan hasil pemanfaatan satwa liar. Sedangkan non use value terdiri atas nilai fangsi fisik, option value dan existence value. Atau direct use value terdiri atas, aktivitas uasahatani, tegakan dari Vegetasi, hasil perikanan dan hasil pemanfaatan satwa liar, sedangkan indirect use value adalah nilai manfaat fisik. Sesuai dengan rumusan tersebut diatas bila use value dan non-use value/ atau direct use value
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 dan indirect use value dijumlahkan bersama dengan option value dan existence value, kemudian dikurangkan dengan biaya sosial
BCR = 17,8 dan BCR = 18,8. Hal ini menunjukan bahwa pada kondisi normal dan terjadinya kenaikan nilai pada komponen
pada skala satuan hektar lahan, akan menunjukkan nilai manfaat sosial bersih per hektar. Jadi Nilai Ekonomi Total (Economic Total Value) diperoleh dari hasil perkalian antara Net Benefit ( S Bt S Ct ) / hektar per tahun (setelah didiskonto dengan discount/actor pada tingkat bunga 12 % = Rp. 58.093.646 Kelestarian S ubak Kelestarian subak jika ditinjau dari aktivitasnya yang berdasarkan konsep Tri Hita Karana adalah cukup lestari, subak yang tidak mengalami alih fungsi lahan lebih lestari jika dibandingkan dengan subak yang mengalami alih fungsi lahan. Kuantitas air irigasi yang diukur berdasarkan debit air irigasi pada subak masih kurang dari kebutuhan air yang harus tersedia untuk usahatani padi di wilayah masing-masing. Kualitas air irigasi yang diukur berdasarkan kandungan Na+(natrium), Cl (Chlorida) dan B (Boron) dapat dikategorikan pada kelas 4, sudah pada tahap membayakan bagi tanaman, kalau tidak ada usaha-usaha untuk menekannya, oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan seperti pelarangan untuk pembuangan limbah domestik, limbah pabrik ke sungaisungai dan pemerintah diharapkan memberikan sangsi yang tegas bagi yang melanggarnya. . PENUTUP Kesimpulan
biaya (cost overrun) maupun terjadinya penurunan harga komonen manfaat, pelestarian subak di Bali dengan tidak melakukan alih fungsi sawah (subak) layak untuk dilaksanakan. 2) Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value/TEV) sekaligus menunjukan nilai asset sumber daya dalam bentuk kawasan ekosistem subak di Bali adalah Rp. 58.093.646 per hektar per tahun. Dengan analisis sensitivitas nilai tersebut akan berubah jika terjadi perubahan kondisi pada komponen manfaat dan biaya social, dimana kenaikan biaya (cost overrun) 10 % memberikan TEV = Rp 53.677.567 per hektar per tahun dan terjdinya penurunan komponen manfaat 5 % memberikan TEV = Rp. 51.670.848 per hektar per tahun 3) Subak masih cukup lestari 4) Kuntitan air irigasi masih kurang 5) Kualitas air irigasi dikategrorikan pada kelas 4, sudah pada tahap membahayakan bagi tanaman S aran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1) Lahan sawah (subak) harus dijaga kelestariannya agar keseimbangannya secara alamiah (ekologis) tidak terganggu, sehingga fungsi lingkungan hidup (daya dukung dan daya tampung) lahan sawah (subak) sebagai salah satu
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) M anfaat sosial (social benefit) yang terkandung pada Subak di Bali, adalah Rp. 58.093.646/hektar per tahun. Terjadinya kenaikan biaya 10 % nilai manfaat social adalah Rp. 56.873.068 hektar/ per tahun, dan penurunan harga komponen manfaat 5 % memberikan manfaat sosial Rp. 54.575.849. Analisis manfaatsosial menyangkut pelestarian subak dengan skenario tidak melakukan alih fungsi lahan sawah (subak) memberikan Net Present Value (NPV) Rp. 551.886.456 dan perubahan-perubahan seperti kondisi di atas memberikan NPV Rp. 536.775.575 dan Rp 516.708.489. Sedangkan Benefit Cost Ratio (BCR) dalam ketiga kondisi tersebut adalah BCR = 20,00,
ekosistem dapat berfungsi dengan baik. 2) Penilain ekonomi sumber daya perlu dipergunakan sebagai acuan dalam pengelolaan dan pembangunan wilayah sehingga pembangunan dapat berkelanjutan (sustainability) 3) Subak akan tetap lestari apabila mampu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan Nilai Total Ekonomi (TEV) yang terkandung didalamnya, sehingga tidak dilakukan alih fungsi lahan (subak) untuk tujuan pembangunan lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan manfaat social yang terkandung pada subak di Bali. 4) Pengaturan air irigasi oleh subak masih perlu dibina seperti pengaturan air irigasi dengan sistem maongin, ngulu, ngasep dan saling
Model Pelestarian S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan sorog, disamping juga perlu melakukan pembinaan pada daerahdaerah aliran sungai (DAS), yaitu tidak melakukan penebangan liar, sehingga debit air irigasi masih tetap dapat dipertahankan. 5) Perlu dilakukan pembinaan seperti pelarangan untuk pembuangan limbah domestik,
Development: An Economic Valuation Guide, The John Hopkins University Press, Copyright by The East-West Centre, East-West Environment and Policy Institute, All Rights Reserved. Diterjemahkan oleh Sukanto Reksohadiprodjo, Editor Sugeng M artopo, Cetakan Kedua, Gadjah M ada University Press.
limbah pabrik ke sungai-sungai dan pemerintah diharapkan memberikan sangsi yang tegas bagi yang melanggarnya DAFTAR PUS TAKA Biro Pusat Statistika, 2007. Bali Dalam Angka Bali in Figure. BPS Propinsi Bali, Denpasar Dixon, J.A., and Hufschmidt, M ., 1986, Economic Valuation Techniques For The Environmental: A case Study Workbook, The John Hopkins University Press, Copyright by The East-West Centre, East-West Environment and Policy Institute, All Rights Reserved. Diterjemahkan oleh Sukanto Reksohadiprodjo, Gadjah M ada University Press. Cater, E. 1997. Ecotourism: dimensions of sustainability, paper yang dipresentasikan dalam International Seminar of Ecouturism for Forest Conservation and Community Development, 28-31 January 1997, Chiang M ai, Thailand. Gittinger, J.P., 1982, Economic Analysis of Agricultureal Projects, Baltimore, Johns Hopkins University Press Goodland, R. 1996. Environmental sustainability: universal and negotiable. Ecological application, 64:1002-1017. Groendfeldt, David, 2003. M ultifunctional roles of irrigation with special reference to paddy cultivation, World Water Council
Husein, Harun M ., 1993, Lingkungan Hidup, Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Kwun, Soon-kuk, 2002. M ultifunctional roles in paddy fields and on farm irrigation, World WaterCouncil 3rd World Water Forum, Otsu, Shiga, Japan. M unasinghe, M ., and E. Lutz, 1993, Environmental Economics and Valuation in Development Decision Making. Environmental Economics and Natural Resources Management in Developing Countries, Edited by Mohan Munasinghe, Compiled by Adelaide Schwab, Committee of International Development Institution on The Environment (CIDIE), Distributed for CIDIE by The World Bank Washington, DC. M izutani, M asakazu, 2002. M ultifunctional roles of paddy field irrigation in the Asia monsoon region,World Water Council 3rd World Water Forum , Otsu ,Shiga, Japan. Lansing, J.S. 1995. The Balinese. Harcourt Brace College Publisher, Tokyo. Lansing, J.S., J.N. Kremer, V. Gerhart, P. Kremer, A. Arthawiguna, S.P.K. Surata, Suprapto, I.B. Suryawan, I.G. Arsana, V.L. Scarborough, J. Schoenfelder & K. M ika. 2001. Analysis volcanic fertilization of Balinese rice paddies. Ecological
3rd World Water Forum, Kyoto, Japan. Grumbine, R.E. 1994. What is ecosystem manajemen? Conservation Biology, 8:27-38. Hufschmidt, M aynard M . and David, 1992, Environmental, Natural System, and
Economic, 38:383-900. Lansing, J.S. The Goddess. Prentice Hall, New Jersey (in press). M initab, Inc. 1996. M initab Release 11.12. www.minitab.com
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 Odum, W.E., and E.J.Heald, 1975, The Response of Mangrove to man-in-duced environmental stress, pp: 52-62, In Ferguson
Pemanfaatan Sumberdaya Lokal untuk Mendukung Pembangunan Pertanian" yang diselenggarakan atas kerjasama Puslitbang Sosial
Wood, E.J., and R.E. Johannes (eds.) Tropical marine pollution, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. Pearce David, W. and Turner R. Kerry, 1990, Economic of Natural Resources and Environment, Harvester Weatsheaf New York London, Toronto Sydney Tokyo. Reksohadiprodjo Sukanto dan Andreas Budi P.B., 1997, Ekonomi. Lingkungan, Suatu Pengantar, Edisi Pertama, Cetakan kelima, BPFE, Yogyakarta Sedana, Gede, 1999. Pengembangan Fungsi Subak Dalam Menghadapi Tantangan di Masa Depan. M akalah disampaikan pada Diskusi Terbatas (SITAS) II Kerjasama FP. Undwi dengan Jaringan Komunikasi Irigasi (JKI) di Unmas Denpasar Sudita, M ade dan M ade Antara, 2006, Nilai Sosial-Ekonomi Air di Kawasan Pura Tirta Empul Desa Manukaya, Kabupaten Gianyar, Bali: Suatu Pendekatan Ekonomi Lingkungan. (dalam Jurnal SosialEkonomi Pertanian dan Agribisnis "SOCA", Vol 6 No.2:109-216, Juli 2006), diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Supardi, I., 1985, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Penerbit Alumni, (Cetakan Kedua), Bandung. Sutjipta, N dan W. Windia, 1996. Pengaruh Program Pemerintah Terhadap Ketradisionalan Dinamika Kelompok dab Mutu
Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian RI dan BPTP Bali, di Kuta Bali, 6 Oktober 2004. Surata, S.P.K. 2003. Budaya padi dalam subak sebagai model pendidikan lingkungan. Hal. 81-97. Di dalam Kasryno, F., E. Pasandaran & A.M . Fagi (Penyunting). Subak dan Kerta Masa. Kearifan Lokal Pendukung Pertanian Berkelanjutan. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta. Surata, S.P.K., & I.W.A.A. Wiguna. 2003. Persepsi wisatawan terhadap fungsi ganda subak. Prosiding Seminar Nasional tentang Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Teknologi Pertanian. Denpasar, 7 Oktober 2003 Wiradharma, I Gusti Bagus M ade dan M ade Antara, 2006, Pelestarian Hutan Mangrove di Teluk Benoa Bali: Tinjauan Dari Aspek Ekonomi Lingkungan, (dalam Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis "SOCA", Vol 6 No.2:109-216, Juli 2006), diterbitkan oleh Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Wiguna, I.W.A.A. 2002.. NPK flow pada air persawahan dan Tukad Sungi Tabanan. Disertasi (S3) pada PPs-IPB, Bogor. World Bank, 1992. Development Report
World 1992:
Hidup Anggota Subak. M akalah Peranan Berbagai Program Pembangunan Dalam M elestarikan Subak di Bali, UNUD, Denpasar
Development and the Environment. Oxford University Press, New York.
Surata, S.P.K, I.W.A.A. Wiguna , I.G.M .O. Suprapta & J.S. Lansing. 2004. Respon Biologi Tanaman Padi di Bali terhadap Pengurangan Penggunaan Pupuk Fosfat dan Nitrogen Anorganik. Makalah pada seminar nasional tentang"Optimalisasi
Model Pelestarian S ubak di Bali Kajian dari Aspek Ekonomi Lingkungan
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 JURNAL ILMU MANAJEMEN (JUIMA) Volume 2 Nomor 2 September 2012 DAFTAR INDEKS PENGARANG I Ketut Arnawa 124 Dewa Putu M eles Arta, SE, M .Si 130 Nengah Landra 140 I Ketut Setia Sapta dan I Ketut Arnawa 153 I Nengah Sudja 157 Ni Nyoman Suryani dan I Wayan Sujana 167 I M ade Tamba dan Dian Tariningsih 173 I Wayan Widnyana 180 I Ketut Setia Sapta 190
Volume 2 No. 2 S eptember 2012 JURNAL ILMU MANAJEMEN (JUIMA) Volume 2 Nomor 2 September 2012 DAFTAR INDEKS subyek Farmers, paddy, income 124 Ecotourism, Participation, Community based 140 subak, irrigation water, rice, pollution 153 Poverty, CSR, Government efforts, realization of CSR. 167 Comparative, competitive, advantage, agriculture, 173 international trade. Preservation, conservation, social benefit, subak, 190 total economic value, sustainability
Volume 2 No. 2 S eptember 2012
PEDOMAN PENULIS AN JURNAL ILMU MANAJEMEN 1. JUIM A yang diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas M ahasaraswati Denpasar adalah media untuk menerbitkan hasil penelitian yang orisinil, gagasan atau kajian konseptual termasuk aplikasinya di bidang manajemen. 2. Judul harus ditulis secara ringkas, tetapi cukup informatif untuk menggambarkan isi tulisan. Jika memungkinkan hindari penggunaan singkatan. Huruf setiap kata judul berupa huruf kapital. 3. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dan ditulis rapi pada kertas berukuran A4 (satu sisi) dan setiap lembar ditulisan harus diberi nomor halaman dengan maksimal 12 halaman. Format penulisan dua kolom, model huruf Times New Roman. Ukuran huruf 12 point dan margin bawah 2 cm. 4. Nama-nama penulis harus tertulis jelas. Jika seorang penulis mempunyai institusi yang berbeda dengan yang lainnya, setiap nama penulis harus diikuti dengan nomor urut superscriptusinya dengan nomor superscript yang sama serta dilengkapi biodata penulis. 5. Artikel yang ditulis harus mencantumkan abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata Kunci harus dipilih untuk menggambarkan isi makalah yang terdiri paling sedikit 3 kata kunci. Kata-kata ini dapat diambil dari judul dan isi abstrak. 6. M encantumkan Referensi yang lengkap (sesuai pedoman APA) diurutkan secara alpabetis pengarang tidak diberi nomor dengan urutan, nama pengarang, tahun penerbitan, judul buku, kota penerbitan dan nama penerbit. 7. Alamat Redaksi "JUIM A" dengan alamt FE Universitas M ahasaraswati Denpasar Jalan Kamboja No. 11A Telp. (0361) 262725 Denpasar 8. Setiap penulis mengirim artikel lengkap dengan alamat korespondensi. 9. Naskah akan dinilai oleh 5 tim yang meliput kebenaran isi, derajat orisinilitas, relevansi isi serta kesesuaian dengan misi jurnal.