sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ISSN 0216-1877
Oseana, Volume XVII, Nomor 1 : 31 — 44
PRODUKSI BENIH KEPITING (PORTUNUS TRITUBERCULATUS) PADA BEBERAPA HATCHERY DI JEPANG oleh
Sri Juwana *)
ABSTRACT CRAB SEED PRODUCTION (PORTUNUS TRITUBERCULATUS) IN JAPAN. Modern technology is utilized to mass produce millions of juvenile crabs for fisheries restocking. This programme is called "saibai gyogyo " and began in the Seto Inland Sea in the mid-1960s with restocking of juvenile prawns. Tamano is the leading crab hatchery in Japan, with Fukui prefecture a close second. Technology of production of crab seed was described based on the operation system of Tamano hatchery. Comparison on the culture operations, facilities, and annual productions, was made between Tamano hatchery and others which are located in Southern Japan. PENDAHULUAN Di Jepang, beberapa hatchery memproduksi benih kepiting dalam skala besar. Tujuan dan usaha ini adalah untuk "restocking", yaitu benih kepiting ditebar ke iaut dengan dengan harapan dapat memulihkan atau meningkatkan hasil perikananlaut. Program di Jepang ini disebut "Saibai gyogyo" yang dimulai di Iaut Seto Inland (Seto Insland Sea) pada pertengahan 1960 dengan penebaran benih udang. Jaringan kerjasama hatchery yang sekarang dibentuk dioperasikan oleh Japan Sea-Farming Association (JASFA), prefecture dan hatchery milik semi-pemerintah
maupun swasta yang secara keseluruhan juga memproduksi 15 jenis ikan, 5 jenis udang dan 10 jenis moluska. Pada umumnya produksi benih kepiting di Jepang menggunakan species Portunus irituberculatus atau dalam bahasa Jepang disebut Gazami. Portunus trituberculatus termasuk dalam famili Portunidae, jadi merupakan satu famili dengan kepiting yang di Indonesia biasa dikenal dengan nama kepiting (ScyUa serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus). Nampaknya Gazami merupakan jenis kepiting yang paling mudah dibudayakan di Jepang. Tulisan ini merupakan terjemahan bebas dari COWAN (1984) yang mempunyai kesempatan tinggal
*) Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta.
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
di Jepang 3 tahun (1978 - 1981). Pengamatan teknologi dibuat dalam waktu beberapa bulan di "JASFA Tamano hatchery"; “Okayama Prefecture”; "Prefecture Fisheries Farming Centre, Katsuumi" dan "Fukui Prefecture". Peninjauan fasilitas dan interview dengan teknisi dilaksanakan dalam kunjungan singkat (1 atau 2 hari) di pusatnisat penelitian lainnya yang tersebar di Jepang bagian Selatan (Gambar 1). Kelengkapan dari laporan ini terutama diperoleh dari "hatchery TAMANO".
PENYEDIAAN AIR LAUT "Hatchery TAMANO" terletak di bagian tengah pantai utara Laut Seto Inland. Perairan Laut Seto Inland agak tertutup oleh pulau Shikoku sehingga pergantian air
sangat terbatas. Jadi tidak ada masalah kekeruhan yang disebabkan oleh gelombang laut atau arus pasang-surut. Meskipun demikian reklamasi pantai; polusi rumah tangga dan industri; dan pengikisan tanah pertanian telah menyebabkan pelumpuran serta pengendapan bahan mineral dan organik secara terus menerus. Tetapi proses pengendapan tersebut tidak merugikan, malah menguntungkan perikanan. Pengambilan air laut untuk hatchery TAMANO melalui pipa PVC berdiameter 20 cm yang memanjang ke laut sejauh 16 m. Untuk pemeliharaan burayak (larva) kepiting, air disaring melalui pasir untuk mengurangi konsentrasi benda padat terlarut berukuran 10 mikron sampai 2 - 5 ppm. Setiap 5 hari saringan pasir ini dibersihkan dengan pencucian balik (back washing) selama 2 jam.
Gambar 1. Prefecture di Jepang Selatan : Fi = Fukui T = Tamano Sh = Shizuoka H = Hiroshima Hy = Hyogo Y = Yamaguchi Ok = Okayama F = Fukuoka
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
S = O= E = K = L =
Saga Oita Ehime Katsuumi Lake Hamana
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PENGELOLAAN INDUK KEPITING
Pengelolaan induk kepiting (broodstock management) meliputi penangkapan induk kepiting, pengangkutannya ke hatchery dan pemeliharaan induk pemijah sampai telur-telurnya siap memijah. Penangkapan induk kepiting dari jenis Portunus trituberculatus dilakukan sepanjang bulan Maret sampai Mei; dan Juni sampai Agustus, Mulai awal Maret atau Juni, kebanyakan hatchery memproduksi kepiting untuk periode berkisar dari 3 minggu sampai 3 bulan. Kegiatan lain juga dilakukan terutama untuk ikan dan udang. Pengangkutan induk kepiting dilakukan dengan menggunakan kantong-kantong plastik atau kotak polistiren yang memuat 5 1 0 liter air laut per satu ekor kepiting. Untuk perjalanan kurang dari 30 menit. Pada suhu 30°C atau lebih, es mungkin diperlukan sebagai pendingin. Untuk perjalanan yang lebih jauh (1 — 5 jam) diperlukan tangki berkapasitas 1 ton disertai aerasi. Apabila capitnya diikat untuk mencegah perkelahian, kepiting dapat diangkut dengan kepadatan 1 kepiting per 20 liter air, tanpa kematian. Induk bertelur mudah terluka dalam penangkapan dan pengangkutan. Kepiting dengan masa telur yang rusak biasanya tidak digunakan sebagai induk pemijah, tetapi kehilangan satu atau dua capit tidak mengganggu kemampuan memijah. Setelah sampai di hatchery, kepiting diberi label. Ketelitian hams dilaksanakan untuk menjaga keselamatan kepiting dan pengelolaannya. Cara yang mudah dilaksanakan adalah dengan mengikat karapas kepiting dengan kawat yang diberi jerat di atas punggungnya. Label diikatkan pada jerat. Jerat ini akan muncul di atas pasir
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
(yang disediakan di dasar bak) bila kepiting membenamkan diri. Dengan mudah pengelola mengait kepiting pada waktu pemeriksaan telur. Kemudian kepi ting-kepi ting terse but dipelihara di bak-bak pemeliharaan induk pemijah sampai telur-telur siap memijah. Hatchery TAMANO memelihara induk kepiting secara kelompok di bak-bak di dalam hatchery (indoor tanks). Pada dasar bak diberi pasir dengan ketebalan 10 cm dan air mengalir dengan kedalaman 50 cm. Karena induk kepiting dan telurnya ada kontak dengan substrat maka harus dipelihara dalam kondisi optimum, yaitu dengan mengatur arus air dan detritus ke dasar bak. Kecepatan penggantian air adalah 500% per hari. Bak dengan luas dasar 25 m2 di bagi menjadi 3 bagian, kecepatan arus melalui setiap bagian kira-kira 20 ton per hari. Karena produksi benih kepiting dijadwalkan lebih awal pada hatchery TAMANO, suhu air pada bak-bak pemeliharaan induk ditingkatkan. Pada bulan Maret — April suhu air ditingkatkan dari 10 — 20°C dalam periode 8 - 1 2 hari. Pada bulan Mei sampai Juni suhu 23°C. Peningkatan suhu akan mempercepat perkembangan telur. Pada prefecture FUKUI (produksi benih kepiting berlanjut sampai akhir Agustus), fasilitas pendingin diperlukan untuk mendinginkan air di bak-bak pemeliharaan induk kepiting. Kepiting biasanya dipelihara dengan kepadatan 1 — 3 ekor per m2. Hatchery FUKUI mampu mengelola kepadatan sampai 10 ekor per rrr tanpa masalah. Hal ini dimungkinkan dengan menghilangkan hanya bagian yang bergerak dari semua capit kepiting. Aktivitas. makan tidak terhambat karena kepiting diberi potongan-potongan daging ikan yang mudah ditangkap. Hatchery TAMANO memberikan kerang jenis Tapes philippinarum sebanyak 3 — 5 kg kerang hidup untuk 10 — 25 kepiting per
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
bak. Kelulus-hidupan induk pemijah di hatchery TAMANO mencapai 80%. Di pusatpusat penelitian lain sering menggunakan pakan yang murah dan tersedia di lokasi masing-masing.
PEMANTAUAN PERKEMBANGAN DAN PENETASAN TELUR Hatchery TAMANO pada awal musim semi, menerima induk kepiting sebelum mengeluarkan telurnya. Pemijahan terjadi setelah 10 — 20 hari, dipelihara pada suhu air 20 - 22°C, untuk kepiting yang ditangkap pada bulan Maret; dan setelah 5 — 10 hari untuk induk kepiting yang ditangkap dalam bulan April. Pada akhir April, semua induk kepiting telah memijahkan telurnya yang dibawa atau d it e rim a di bawah abdomen (perut). Perkembangan embryo dari mulai dipijahkan sampai ditetaskan biasanya 20 25 hari. Telur akan berubah warna dari oranye ke coklat sampai hitam. Bila pada pengamatan mikroskopik telah nampak bercak hitam mata, denyut jantung dan titik me rah keunguan (kemungkinan adalah warna dari antenna) maka telur akan menetas dalam waktu 3 hari. Apabia penetasan akan terjadi, yang ditunjukkan oleh perkembangan embryonik telur seperti yang diterangkan di atas, induk pemijah dipindahkan ke bak FRP yang berwarna gelap dan bertutup (kapasitas 0,5 1 ton), diberikan aerasi yang cukup. Pusat p enelitian Perikanan Hiroshima (Hiroshima Fisheries Experimental Station) juga memberikan pergantian air secaraperlahan-lahan. Di TAMANO, sebagai makanan burayak ang bam menetas rotifera (Brachionus plicatilis) diberikan dengan kadar 30 per ml.
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
Penetasan normal biasanya terjadi antara pukul 20.00 sampai tengah malam dan selalu sebeium matahari terbit. Keesokan harinya, induk yang telah memijah dikembalikan ke bak induk. Kemudian burayak dihitung dan dipindahkan ke bak pemeliharaan. Nilai penetasan biasanya tnendekati 100%. Apabia nampak ada ketidak-normalan, seperti burayak tidak photo taxis atau berukuran lebih kecil, maka burayak yang dalam satu tetasan dibuang. Jumlah burayak zoea I yang diproduksi tergantung pada ukuran kepiting betina, seperti tersebut dibawah ini : BERAT INDUK 400 gram 700 gram 1000 gram
PRODUKSI ZOEA 1 juta Zoea I 2 juta Zoea I 3 juta Zoea I
Kepiting akan memijah 3 atau 4 kali dalam satu musim, tetapi karena kuantitas dan kualitas dari telur dan burayak menurun setiap memijah di bak penetasan, kebanyakan induk pemijah hanya dipakai satu kali. Hatchery FUKUI dapat menggunakan pemijahan kedua bagi beberapa induk pemijah. Waktu antara penetasan dan pemijahan (pengeluaran telur) berikutnya adalah 1 sampai 3 minggu. PEMELIHARAAN BURAYAK (LARVA) Pada suhu 20 - 25°C, Portunus trituberculatus berkembang melalui 4 tingkaan zoea (Zoea I — IV) masing-masing 3 - 4 hari dan megalopa 5 - 7 hari sebelum metamorphosa ke tingkat kepiting niuda (Crab I).
Fasilitas : Bak pemeliharaan yang digunakan untuk memelihara burayak kepiting mempu-
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
nyai kapasitas berkisar dari 75 ton (EHIME) dan 300 ton (HIROSHIMA). Hatchery TAMANO memiliki 4 x 200 ton bak dan FUKUI 12 x 75 ton bak. Mereka khususnya beroperasi sebagai hatchery yaitu produksi benih merupakan kegiatan utama. Bak berkapasitas 75 — 100 ton nampaknya merupakan ukuran yang sesuai karena hanya membutuhkan satu induk pemijah untuk menghasilkan cukup burayak. Pada umumnya, burayak dari induk yang berbeda tidak dipelihara bersama, sebab dikuatirkan akan muncul masalah yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan tumbuh dan saat molting (pergantian kulit) dari burayak yang secara genetik berbeda. Tetapi untuk bak yang besar (misalnya 200 ton di TAMANO), 2 atau 3 induk diperlukan untuk memberikan jumlah burayak yang cukup dalam satu bak. Pengelolaan kualitas air :
Pada umumnya kualitas air diketola dengan pemberian sirkulasi air dan fitoplankton (Chlorella sp) dengan kepadatan yang cukup. Fitoplankton secara pbtensial menghilangkan hasil metabolit yang bersifat toksik (racun) seperti misalnya amonia. nitrit dan karbon dioksida; juga menyediakan oksigen dan kemungkinan antibiotik. Chlorella dibudidayakan terus menerus secara massal dan dipompa ke bak pemeliharaan burayak bila diperlukan untuk menjaga air pemeliharaan yang sehat (± 104sel/ ml). Apabila kepadatan Chlorella menurun dan tidak ditambahkan lagi maka pertumbuhan diatom (Skletonema, Chaetoceros) biasanya terjadi. Selain terus-menerus menambahkan Chlorella, beberapa pusat penelitian menjaga kepadatan Chlorella dalam bakbak pemeliharaan burayak dengan penambahan pupuk.
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
Sebaliknya hachery TAMANO sama sekali tidak menggunakan fitoplankton untuk menjaga kualitas air dalam bak pemeliharaan burayak. Pakan mikrobia (microbial flock) ditambahkan ke bak pemeliharaan sejak awal, dan pergantian air dilakukan sejak tingkat Zoea II. Dengan dekomposisi bahan-bahan organik dan penggunaan karbon organik yang terlarut; dan kemungkinan hasil metabolit burayak itu sendiri, maka pakan mikrobia membantu menjaga kualitas air dan memperbarui nutrisinya yang juga berguna sebagai sumber makanan. Sebanyak 20 — 25 1 pakan mikrobia ditambahkan ke 200 ton bak pemeliharaan, berisi air yang telah ditingkatkan suhunya sebelum pemeliharaan dimulai. Kemudian 25 1 pakan mikrobia ditambahkan tiap hari selama pemeliharaan burayak. Baik sistim mikrobia maupun fitoplankton merupakan organisme penjaga kualitas air yang dimakan oleh zooplankton, yang diberikan sebagai pakan hidup kepada burayak kepiting. Mikrobia mendaur ulang nutrisi dalam bak pemeliharaan dan berfungsi sebagai pakan tambahan bagi zoea. Protozoea juga berperan sebagai sumber makanan intermediair. Jadi makanan dalam bak pemeliharaan burayak dapat dipenuhi dengan pemberikan pakan mikrobia secara teratur. Cara membudidayakan Chlorella dan pakan mikrobia ini akan diterangkan kemudian. Topik pembicaraan masih berkisar pada pengelolaan kualitas air dengan melihat parameter-parameter fisis dan kimiawinya seperti diterangkan dibawah ini. a. S u h u : Dua metode digunakan untuk memanaskan air laut saring bagi pemeliharaan burayak kepiting di TAMANO. Dua hari sebelum penambahan burayak Zoea I, bak-bak pemeliharaan diisi tiga perempat
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
bagian kemudian air dipanaskan sampai 23°C dengan pipa uap yang direndam melalui bak-bak pemeliharaan tersebut. Pemanasan air pada tandon (kapasitas 250 ton) juga dilakukan dengan pipa uap yang sama (128000 KCal/jam). Air bersih dari tandon diperlukan untuk mengganti air pemeliharaan bila diperlukan (setelah pemeliharaan burayak beberapa hari). Atap kaca membantu mengatur suhu air, sementara itu pemanasan langsung juga digunakan untuk periode yang singkat selama pemeliharaan sebagai usaha untuk mengontrol suhu. Pada beberapa hatchery atau prefecture yang terletak dilain lokasi tidak perlu melakukan pemanasan air sebab aktivitas ini baru dimulai pada akhir musim semi. Bahkan suhu air pada bak-bak yang terletak di luar (outdoor tanks) dapat meningkat sampai 33°C pada musim panas tanpa menyebabkan penyakit yang berbahaya terhadap burayak. b. Salinitas : Tidak ada usaha untuk mengontrol salinitas pada hatchery dimanapun juga, dan air pemeliharaan pada,umumnya dalam kisaran 30 - 33 ppt. Pada musim hujan salinitas pada bak-bak yang terletak di luar dan tidak ditutup dapat turun sampai 27 ppt, tetapi hal ini nampaknya masih da lam batas toleransi burayak. c. pH : pH air pemeliharaan pada umumnya 8,1 yang dapat dimulai dari pH 8,6 dan me nurun sampai 7,7 karena penurunan kualitas air akibat dekomposisi dari detritus. Pada hatchery yang menumbuhkan juga fito plankton pada air pemeliharaan pH dapat meningkat sampai 9,3 selama periode foto sintesis dan reproduksi sel. Kisaran pH op timum adalah 8-8,5.
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
d. Cahaya : Cahaya penting untuk perkembangan burayak secara normal dan juga di perlukan bagi pemeliharaan burayak yang ditambah fitoplankton. Stasiun penelitian HIROSHIMA mendapatkan bahwa pemeli haraan burayak dengan penyinaran lampu fluoresen berintensitas cahaya 3000 lux atau kurang menyebabkan kematian pada tingkat zoea. Pada mulanya hatchery TAMANO menggunakan atap FRP yang hanya memungkinkan 30% cahaya alami menerangi hatchery. Kemudian atap ini diganti dengan kaca bening yang memberi lewat cahaya matahari sampai 80%. Musim dingin yang panjang dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton yang menyebabkan kegagalan untuk membudidayakan burayak kepiting. Sebaliknya intensitas cahaya yang mencapai 250000 lux pada pertengahan musim panas menyebabkan peningkatan pH dan DO. Untuk menanggulangi hal ini bak-bak pemeliharaan dapat ditutup dengan layar hitam. e. Sirkulasi air : Sirkulasi air dibentuk melalui penggantian air, aerasi dan pengadukan secara mekanis. Hal ini untuk memberikan oksigen yang cukup, menyebar-ratakan bu rayak beserta pakannya dan mempercepat dekomposisi detritus dan kelebihan pakan. Penggantian air di hatchery TAMANO dimulai pada tingkat Zoea II yaitu kira-kira 10% air pemeliharaan diganti tiap hari. Pusat-pusat penelitian lain berusaha mengelola populasi fitoplankton dan zooplankton dalam air dan mempraktekkan budidaya air tetap (standing water culture) selama tingkat-tingkat zoea. Mulai dari tingkat megalopa, ketika semua hatchery memberi pakan beku sebagai pengganti pakan hidup. maka 20 — 50% volume air dalam bak harus diganti tiap hari.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Aerasi atau pengudaraan pada umumnya dengan menggunakan kompresor, meskipun sekarang cenderung menggunakan blower. Hatchery TAMANO menggunakan "rootes blower" (15 KW, kapasitas 10 m3 udara/menit) untuk menggerakkan udara melalui pipa-pipa PVC berdiameter 25 mm dengan lobang-lobang pengudaraan berdiameter 1,5 mm; melingkar pada dasar bakbak pemeliharaan berkapasitas 200 ton. Kecepatan aerasi optimum tergantung pada tipe bak, kepadatan burayak, kondisi populasi fitoplankton, tipe makanan (pakan hidup atau pakan beku) dan penggunaan bahan organik sebagai makanan atau pupuk. Kebanyakan hatchery tidak mengukur kecepatan hembusan udara tetapi memberi aerasi cukup untuk menciptakan pergerakan air yang baik. Hatchery kepiting TAMANO adalah yang pertama menggunakan pengadukan mekanik atau "agitator" untuk membantu sirkulasi. Peralatan ini mempunyai lempengan (0,2 x 8 m) dipasang dekat dasar pemutaran. Selama tingkat Zoea I — III, kecepatan rotasi adalah 1 putaran per menit. Kemudian ditingkatkan 1,5 putaran/menit untuk Zoea IV dan 2 putaran/menit untuk tingkat Megalopa dan Crab. Pakan bagi burayak :
Tabel 1 menunjukkan ransum makanan bagi pemeliharaan burayak kepiting yang dikelola oleh beberapa hatchery. Penyediaan rotifera (Brachionus plicatilis) pada konsentrasi 3 - 10/ml selama tingkat zoea, adalah prosedur standar. Modifikasi dalam hal ini dapat dilihat di FUKUI yaitu rotifera dibudidayakan di bak pemeliharan 2 — 3 hari sebelum Zoea I menetas. Sesudah inokulasi pertama, rotifera berkembang cepat dengan adanya Chlorella di air. Penambahan Chlo-
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
rella dilakukan bila jumlahnya tiba-tiba menurun. Di waktu lampau, rotifera telah disimpan dalam keadaan beku untuk digunakan dalam waktu singkat. Di TAMANO, rotifera ukuran kecil (150 —180 mikron) dibudiayakan untuk tingkat zoea awal; dan rotifera ukuran medium (160 — 200 mikron) untuk tingkat Zoea III dan IV. Sebagai tambahan terhadap diet rotifera, naupilius Anemia salina yang baru menetas diberikan dari Zoea II atau Zoea III. Ketidak-tentuan harga dan daya tetas yang bervariasi telah menyebabkan pengurangan secara umum dalam penggunaan Anemia sebagai pakan burayak. Hatchery FUKUI memberikannya hanya apabila persediaan rotifera tidak mencukupi dan angka kelulus-hidupan telah tidak menurun. IWAMOTO et al (1973) mengamati bahwa diet rotifera saja mencukupi untuk semua tingkat burayak kecuali Zoea IV. Beberapa hatchery juga memberi makan Zoea dengan bahan organik yang berbentuk cairan, daging ikan dan kerangkerangan yang dilumatkan, "soy-cake" atau "marine-G." Soy-cake adalah endapan dari hasil sampingan pembuatan kecap kedelai. Marine-G adalah pupuk yang terdiri dari "extract fish liver" ditambah sedikit fosfat dan nitrat. Marine-G berfungsi sebagai pupuk untuk fitoplankton yang ada di air pemeliharaan. Dari Zoea III atau Zoea IV cacahan daging udang dan kerang (Tapes philippinarum) diberikan di TAMANO, daging kerang beku diimpor dari Korea dan udang kecil (euphausid) didatangkan dari Iwate (Jepang Utara). Daging beku diiris dan dicacah dengan mesin, kemudian dicuci dan disaring melalui saringan berukuran 860 dan 140 mikron yang dipasang pada shaker (penggoyang). Partikel daging yang lebih
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
besar di blender dengan kecepatan tinggi dengan air sebelum disaring lagi. Hasil akhir daging dengan ukuran ini adalah 35 - 40% dari ukuran semula. Rotifera dan Artemia diberikan sekali atau dua kali per had, sedangkan ransum daging ditebarkan 3 - 6 kali per hari untuk mengurangi pengotoran. Budidaya Chlorella sp. : Sebagian besar Chlorella yang dihasilkan oleh hatchery digunakan untuk budidaya rotifera. Sebab rotifera juga diberikan sebagai pakan hidup untuk species lain yang sedang dipelihara, termasuk "red sea bream" (Pagrus major) dan udang (Penaeus japonicus). TAMANO mempunyai 50 ton bakbak untuk produksi Chlorella. Sedangkan HIROSHIMA dan FUKUI berturut-turut mempunyai 4 x 100 ton dan 5 x 100 ton bak-bak. Air untuk memelihara Chlorella diperkaya dengan pupuk, biasanya superfosfat, urea, ammonium sulfat dan EDTA dalam berbagai perbandingan tergantung pada pengelolaan hatchery masing-masing. Di TAMANO jumlah berikut ini ditambahkan per ton air laut saring yang diencerkan sampai 3/4 salinitas (± 22 ppt).
Untuk budidaya yang lebih cepat KNO3 dan KH2PO2, ditambahkan dengan komposisi yang bervariasi. Meskipun Chlorella adalah alga utama yang ada, kontaminasi dengan jenis flage-lata yang lain termasuk Chlamydomonas,
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
diatom terutama Chaetoceros dan protozoa kadang-kadang terjadi, strain Chlorella yang berbeda nampak pada suhu dan lokasi yang berbeda, ukuran normal adalah 2 — 3 mikron. Isolasi Chlorella dari budidaya massal, untuk membentuk budidaya yang monospesifik, dilakukan 4 kali dalam setahun di TAMANO. Mulai dengan biakan di atas media agar (agar plating), plankton yang terisolasi dibudidayakan di dalam ruang yang berlampu selama 2 — 3 bulan sebelum dipindahkan ke bak-bak di luar (kapasitas 6 ton). Untuk mengelola inokulasi yang terus-menerus bagi kultur massal digunakan 3 bak secara rotasi. Konsentrasi mula-mula di bak starter adalah 1 juta sel per ml. Setelah 7 - 1 0 hari Chlorella mencapai kepadatan 10 juta sel/nil, kemudian dipompa ke sebuah bak (50 ton). Setelah 3 hari, Chlorella mencapai konsentrasi 20 juta sel per ml. Kemudian kultur dipompa ke bak tandon, dari mana dapat di panen dengan bebas untuk rotifera dan pemeliharaan burayak. Kultur massal tidak diteruskan lebih dari 3 hari sebab peningkatan pH air. Ketika pH mendekati 10 sel-sel Chlorella melemah dan fotosintesa tidak dapat terjadi. Pada saat darurat, gas CO2 diberikan ke dalam air untuk meningkatkan fotosintesa. Karena bak-bak budidaya Chlorella terletak di luar maka tidak ada kontrol suhu. Puncak produksi terjadi pada bulan Mei dan Juni, sebelum musim hujan, suhu udara pada saat tersebut adalah 15 - 20°C. Budidaya rotifera (Brachionus plicatilis) : Chlorella adalah makanan utama dalam membudidayakan rotifera secara massal. Juga ditambah dengan ragi roti (baker's yeast). Meskipun Chlorella secara nutrisi
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
lebih baik d3ripada yeast saja, sangat sukar untuk mengembangkan populasi rotifera dalam jumlah yang mencukupi. Meskipun demikian, rotifera yang diberi makan yeast mengalanii kekurangan asam lemak esensial (o)3 HUP A) dan harus diberi nutrisi Chlorella sebelum dipakai sebagai pakan burayak (HIRATA 1980; JUWANA 1985). Di FUKUI ada 24 x 16 ton bak terutama untuk kultur rotifera. Kepadatan awal untuk rotifera adalah 100 — 150 individu per ml dengan kepadatan awal Chlorella 10 — 20 juta/ml, volume mula-mula 5 ton. Pada hari ke-2, ditambah 5 ton kultur Chlorella. Kemudian ditambah 2 kg yeast pada hari ke-3 dan 1 kg yeast pada hari ke-4. Pada hari ke-5 dan hari terakhir budidaya. 5 ton Chlorella ditambahkan lagi sebagai nutrisi ekstra. Konsentrasi rata-rata rotifera pada saat panen adalah 300 - 700 individu/ml. Produksi rotifera dipercepat di TAMANO, 3 x 1 2 ton bak digunakan dengan rotasi terus menerus selama 3 hari. Pada hari ke-1, bak diisi Chlorella dengan kepadatan 10 — 20 juta sel/ml dan ditambah rotifera sehingga membentuk konsentrasi 200 rotifera per ml. yeast ditambahkan sebanyak 1,5 gram per satu juta rotifera. Hari ke-2 ditambah 1,2 gram yeast/1 juta rotifera. Pada hari ke-3 rotifera dipanen seluruhnya, konsentrasi rata-rata 600 individu/ml. Sebelum diberikan ke burayak kepiting, rotifera dipelihara dalam 1,5 ton bak dengan 15 - 20 juta sel/ml Chlorella untuk 4 - 1 0 jam. Setiap sehabis panen rotifera dilakukan. bak dicuci bersih untuk kultur berikutnya. Strain yang berbeda diproduksi pada suhu yang berbeda dan suhu dalam bak dikontrol menurut ukuran dari rotifera yang dibutuhkan sebagai berikut :
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
S U H U UKURAN ROTIFERA 3 2
- 34°C - 28°C 26°C
150 - 1 8 0 mikro 160 - 2 0 0 mikro 200 - 3 0 0 mikro
Salinitas air untuk memelihara rotifera sama dengan air pemeliharaan Chlorella (26 ppt). Aerasi yang besar diberikan. Pada akhir musim produksi (September — Oktober) di hatchery, telur-telur rotifera yang telah difertilisasi dikunipulkan dan disimpan dalam refrigerator sampai awal Maret yang akan datang. Budidaya Artemia: Telur Artemia ditetaskan dalam bak kerucut dengan aerasi yang kuat. Hatchery TAMANO menggunakan telur dari Brasillia dengan angka penetasan 60%. Sebanyak 400 gram telur ditetaskan dalam 250 1 air lam. dalam 24 jam menghasilkan 7000 10000 nauplius per 100 ml. Ketika aerasi dihentikan, kulit telur mengapung sedangkan nauplii berada dekat dasar bak. maka dengan mudah nauplii dapat dipanen terpisah dari kulit telurnya. Nauplii Artemia juga dibesarkan sampai ukuran rata-rata panjang tubuh 1 mm dengan menggunakan Chlorella sebagai makan-an. Nauplii yang telah dibesarkan diberikan ke megalopa sebagai makanan tambahan. Budidaya pakan mikrobia (mickrobial flock) : Pada kultur yeast dan bakteri yang disediakan dalam 2 ton air laut (salinitas normal) ditambah 3 kg glukosa. 320 g urea dan 130 g kalium superfosfat, pada suhu 32°C. Kultur ini mempunyai pH yang sangat cepat menurun. yaitu pH 4. Setelah
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
hari ke-4 dapat digunakan. Komposisi dari pakan mikrobia ini tidak diketahui seluruhnya. Biasanya konsentrasi yeast mencapai 10 juta sampai 100 juta sel/ml; dan koloni bakteri yang berbentuk jarum ada dalam konsentrasi 100 sampai 10000 juta sel/ml (YASUDA dan TAGA 1980). Kadangkadang bakteri pathogen seperti Vibrio sp., ada dalam kultur ini. Disarankan untuk menggunakan kuitur Chlorella daripada hanya menggunakan air laut saja. Karena Vibrio jarang terdapat pada kultur Chlorella mungkin karena pH tinggi.
PEMANTAUAN PEMELIHARAAN BURAYAK
Seperti nampak pada Tabel 1, permulaan kepadatan burayak dibawah 50/1 adalah umum. Hatchery TAMANO selalu mulai dengan kepadatan 10 — 20/1 dan memperoleh angka kelulus-hidupan yang tinggi. Setelah menetas di bak berkapasitas 1 ton, jumlah Zoea I dihitung dengan memperkirakan sampel yang diambil (100 — 200 ml). Burayak Zoea I kemudian dipindahkan ke bak pemeliharaan terdekat. Tetapi perkiraan jumlah burayak dan kelulus-hidupan mungkin tidak tepat, sebab metodenya tidak akurat, terutama bila penyebarannya tidak merata. Meskipun TAMANO berusaha menanggulangi hal ini dengan pengaduk (agitator), tetapi ada fluktuasi yang tinggi dalam memperkirakan jumlah burayak. Meskipun demikian, metode ini cukup memadai untuk menentukan pengelolaan pemeliharaan burayak.
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
Di TAMANO setiap tingkatan burayak disampel 2 x, pertama di siang hari, kedua di malam hari. Menggunakan pipa PVC panjang dengan diameter 50 mm, sampel diambil di pinggir dan ditengah bak. Pada kebanyakan pusat penelitian, hanya jumlah awal burayak dan jumlah akhir produksi Crab yang dihitung. Setelah metamorphosis dari Zoea ke Megalopa, dalam waktu 2 atau 3 hari Megalopa akan bersifat bentik dan tinggal di dinding atau di dasar bak. Megalopa adalah tingkat burayak yang pertama kali menggunakan capit sehingga mortalitas yang disebabkan kanibalisme meningkat. Keadaan ini selama molting terjadi karena burayak sangat lunak dan lemah. Untuk menanggulangi hal ini, kebanyakan pusat penelitian memperiuas area bagi hewan dengan menggantungkan net dalam bak. Sarana ini diatur sedemikian fupa, jaring ikan direntangkan melintang bak (HIROSHIMA) berupa satu seri net yang diberi bingkai 50 x 100 cm yang diatur posisinya dengan sistem tali temali (FUKUI), sampai ke sistem yang lebih kompleks yaitu 8 jaring ukuran 9 m x 90 cm dipasang ke pusat rotasi dari agitator (TAMANO). Tetapi, sarana ini yang dimaksud untuk perlindungan atau tempat persembunyian megalopa, menyebabkan tambahan tenaga kerja untuk mengatur dan menyebabkan gangguan pada sirkulasi air dan penebaran makanan. Untuk alasan ini hatchery FUKUI menggantikan jaring berbingkai dengan jaring-jaring digantung paralel searah arus air. TAMANO merendam sarana ini seluruhnya. Untuk menanggulangi kanibalisme, pergerakan air ditingkatkan dan tambahan makanan diberikan dalam jumlah besar selama periode molting.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 1. Tipe ransum makanan untuk Portunus trituberculatus (COWAN 1984).
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 2. Produksi tahunan dan kelulus-hidupan (COWAN 1984)
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
KELULUS-HIDUPAN DAN PRODUKSI Tabel 2 menunjukkan produksi tahunan da# kelulus-hidupan selama pemeliharaan pada beberapa hatchery. Untuk kedua hal ini, TAMANO merupakan hatchery kepiting yang paling berhasil di Jepang, kemudian disusul oleh FUKUI. Pada TAMANO mortalitas rata-rata 30% terutama terjadi antara tingkat Zoea IV dan Megalopa. Hal ini disebabkan oleh kanibalisme pada megalopa yang baru. Metamorphose Zoea IV ke Megalopa biasanya terjadi 2 - 3 malam. Apabila metamorphose ini terjadi dalam jumlah besar pada hari peftama, maka mortalitasnya akan lebih rendah. Pada hari ke-3, semua burayak telah menjadi megalopa (COWAN 1980). Percobaan telah menunjukkan bahwa mortalitas mendekati 40 % ketika hanya 30 % burayak Zoea IV molting secara serentak;. dan menurun sampai 25 % ketika 80 % Zoea IV molting secara serentak (COWAN 1980). Mortalitas karena kanibalisme terbesar terjadi waktu metamorphose dari Megalopa ke Crab I dan periode molting berikutnya. Ketidak-serentakan molting menyulitkan usaha untuk memelihara kepiting muda untuk periode yang lebih panjang, sering tiga tingkatan Crab (Crab I, II dan III) nampak pada bak pemeliharaan. Ketidakserentakan dalam molting, adalah hasil perbedaan genetik, variasi dalam lingkungan pemeliharaan dan pengaruh hambatan dari pertumbuhan diatom, ciliata dan fungsi pada karapas. Hal ini menyebabkan mortalitas karena kanibalisme, bahkan ketika makanan dan kepadatan burayak ada dalam tingkat optimum dan sarana untuk persembunyian dise.diakan. Meskipun kanibalisme tidak dapat dihindari pada tingkat perkembangan tertentu, dapat dikurangi dengan
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
memelihara burayak dari induk berbeda secara terpisah dan dengan sedapat mungkin menjaga kondisi pemeliharaan secara optimal dan uniform. PANEN DAN TRANSPORT Pada hari panen, pembuangan air pemeUharaan dimulai pukul 6.00 pagi. Jaring ukuran 520 mikron dipasang pada pipa pembuangan sesudah volume air berkurang, pipa pengeluaran di dasar bak dibuka dan air mengalir ke jaring panen. Benih kepiting kemudian dipindahkan ke bak berkapasitas 1 ton untuk dihitung. Untuk menghitung benih kepiting diambil sampel airsebanyak 3 kali. Benih kepiting ditransportasikan ke tempat pemeliharaan sementara atau area pelepasan dalam bak PVC berkapasitas 1 ton, pada suhu air 15°C - 19°C. Aerasi diberikan melalui kompressor bertekanan rendah dan tabung oksigen. Serabut kinran, yaitu serabut sejenis tumbuh-tumbuhan atau tiruannya, diberikan sebagai substrat. Bak memuat benih kepiting dengan kepadatan rata-rata 150/1 ditransportasikan melalui darat atau laut sejauh 15 jam. Mortalitas selama transportasi dinyatakan tak ada. DAFTAR PUSTAKA COWAN, L. 1980. An investigation of factors influencing mortality at moulting during cultivation of the Japanese Blue Swimming Crab, Portunus trituberculatus. Tokyo Univ. Fish. Masters Thesis: 70 pp. COWAN, L. 1984. Crab Farming in Japan, Taiwan and the Philippines. Queensland Department of Primary Industries QI 84009 : 87 pp.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
HIRATA, H. 1980. Culture methods of marine Rotifer, Brachionus plicatilis. Mini Rev. Data File Fish. Res. 1 : 27 - 46. IWAMOTO, T.; T. UTSUNOMIYA; M. JINNOUCHI; M. NAKAMURA and K. TATEISHI. 1973. Report on Portunus trituberculatus seed production. Yamaguchi pref. Inland Sea Fish. Exp. Sth. Rev. : 17 pp.
Oseana, Volume XVII No. 1, 1992
JUWANA, S. 1985. Peranan pakan hidup di dalam produksi benih ikan. Oseana X (1) : 1 - 20. YASUDA, K. and N. TAGA. 1980. Microbial flock produced by the Immamura and Sugita method. La mer 1 8 : 1 7 - 22.