sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ISSN 0216-1877
Oseana, Volume XVIII, Nomor4 :131 - 143
STUDI UNTUK MEMBUAT DIET OPTIMAL BAGI KEPITING PORTUNID CARCINUS MAENAS II. KEBUTUHAN LIPID DAN PROTEIN oleh Sri Juwana 1) ABSTRACT STUDIES TO ESTABLISH AN OPTIMAL DIET FOR PORTUNID CRAB CARCINUS MAENAS. II. PROTEIN AND LIPID REQUIREMENTS. The objective of the present study was to described the method of developing an artificial diet which provided an optimal growth rate of the crab under culture condition. The method might be used as a model of experiment for other crustaceans. Carcinus maenas was maintained on synthetic foods containing various proteins and lipids. Food quality was evaluated in terms of the crustacean's growth, duration of intermoult periods, and time or survival. Casein was found to be an adequate source of protein. Substituting amino acids or hydrolsates for casein results in reduced growth and delayed moults or absence of moultings. Animal proteins like casein are better suited than vegetable proteins. Correspondingly cod liver oil is more adequate than the vegetable lipid maize oil. The amount of salts and the pH-value also influence the quality of food-stuff for C. maenas. Further experiment is required to determine the quantitative lipid requirement for the best growth of C. maenas. dalam hasil penelitian ADELUNG & PONAT (1977) yang menggunakan diet alami, diet semi-artificial dan diet artificial untuk memelihara Carcinus maenas di laboratorium. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa casein yang merupakan sumber protein utama dalam pakan sintetis (diet artificial) nampak sesuai untuk pakan C. maenas meskipun kualitasnya tidak sama dengan daging Kerang segar (Mytilus edulis).
PENDAHULUAN Laju pertumbuhan dan periode intermolt merupakan kriteria yang baik untuk mengevaluasi pakan yang diberikan untuk pemeliharaan krustasea. Penambahan ukuran yang lebih besar dan waktu yang diperlukan antara dua molting yang lebih pendek menunjukkan kualitas pakari yang lebih baik. Hal ini telah ditunjukkan
1) Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta
131
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 1. Komposisi diet (gram/500 1 aquadest).
a Campuran garam
Campuran vitamin
: K2HP04 30 %; KCL 9,4 %; MgSO4. 7H20 14,8%; FeSO4 7H20 1,4%; Ca5 (PO4) 3 OH 27,4%; MnSO4 0,2%; CaCO3 16,8%. b : p-Aminobenzoic acid 5 mg; Cyanocobalamin 0,04 mg; Inositol 200 mg; Nicotinic acid 20 mg; Calcium panthothenate 30 mg; Riboflavin 4 mg; Pyridoxine - hydrochloride 6 mg; Biotin 0,2 mg; Thiamine - hydrochloride 2 mg; Folic acid 0,4 mg; Choline chloride 300 mg; Ascorbic acid 2000 mg; Menadione 2 mg; betha - Carotene 4,6 mg; alpha - Tocopherol 10 mg; Calciferol 0,6 mg.
133 Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
HASIL
Individu yang diberi makan Diet A (Diet Referensi), yang hanya mengandung 50 % casein, mencapai rata-rata waktu kehidupan 129 hari, 87 % dari mereka molting pertama kali dan 70 % molting kedua kali selama percobaan. Hal ini tidak berbeda nyata dengan C. maenas yang diberi protein lebih 10 % dalam pakan mereka.
Perubahan bahan-bahan penyusun dan variasi kuantitasnya untuk meningkatkan kualitas pakan sinteiis, yang disiapkan oleh ADELUNG & PONAT (1977), dilakukan sebagai berikut : SUMBER PROTEIN
b) Hidrolisat casein dan protein a) Asam amino Dalam satu set percobaan berikutnya, uji hidrolisat casein; dan pepton dari casein dan daging digunakan sebagai pengganti protein (Tabel 2). Hasil percobaan ini diringkas di Tabel 5. Nampak bahwa apabila Diet F (casein dihidrolisat dengan asam) digunakan, C. maenas hanya mencapai ratarata kehidupan dan tidak molting. Sedangkan dengan Diet A (pepton dari casein) atau Diet I (pepton dari daging), rata-rata kehidupan C. maenas mencapai 70 sampai 80 hari. Hanya 20 sampai 25 % dari mereka molting pertama kali selama percobaan evaluasi pakan dengan waktu interval molting dua kali kontrol (C. maenas yang diberi makan Diet A). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa untuk memperoleh kualitas pakan yang baik bagi pemeliharaan C. maenas, diet protein, tidak dapat diganti oleh unsur-unsur penyusun protein.
Kandungan protein Mytilus edulis (diet utama C. maenas di alam), sekitar 60% berat kering (DANIEL 1921, 1922). Oleh karena itu, persentase yang sama dipilih untuk Diet B, C dan D. Sumber protein dalam Diet B adalah casein dan dalam Diet C adalah asam amino. Persentase dari individu asam amino dalam Diet C sama dengan yang ditemukan pada casein (ELLINGER & BOYNE 1965). Sedangkan Diet D menggunakan komposisi asam amino
dari kepiting Neptunus trituberculatus (KONOSU et al 1958). Selain dari variasi sumber protein tersebut, semua bahan-bahan penyusun Diet B, C dan D adalah sama (lihat Tabel 1). Hasil percobaan ini diringkas di Tabel 4. Nampak bahwa untuk C. maenas asam amino tidak sesuai sebagai pengganti protein. Meskipun selera C. maenas terhadap Diet C dan Diet D sama dengan terhadap Diet Referensi (Diet A). Tidak ada diantara mereka yang molting; dan rata-rata waktu kehidupan mereka tidak lebih dari 73 hari dengan Diet C atau 86 hari dengan Diet D. Sebaliknya pemberian pakan terhadap C. maenas dengan Diet D telah memberikan 93 % molting pertama kali dan 79 % molting yang kedua kali selama percobaan dengan rata-rata waktu kehidupan 130 hari.
c) Tepung kacang kedelai (soybean meal) Dalam Diet R (Tabel 3) sebagai sumber protein digunakan tepung kacang kedelai untuk pengganti casein. Karena tepung kacang kedelai mengandung 6,5 % pati, 10 % gula dan 50 % protein, maka tidak ada penambahan pati dan gula dalam penyediaan diet ini. Kandungan protein dari
134
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Diet S dan Diet T ditambah DANPRO-A dengan kuantitas berbeda. DANPRO-A adalah konsentrat protein kacang kedelai yang dimurnikan (disarikan) dari substansi penghambat pertumbuhan kacang kedelai. Kuantitas protein dalam DANPRO-A lebih tinggi dibanding dengan protein dalam tepung kacang kedelai yang digunakan untuk penyediaan Diet R. Tidak ada pati dan gula ditambahkan ke Diet S. Hanya gula ditambahkan ke Diet T. Hasil percobaan ini ditunjukkan dalam Tabel 6, tepung kacang kedelai tidak merupakan sumber protein yang sesuai bagi C. maenas. Kurang dari 20 % dari mereka molting pertama kali dan tak ada yang molting untuk kedua kalinya. Hasil pemberian pakan dengan Diet S dan Diet T adalah lebih baik. Kira-kira 50 % dari kepiting molting pertama dan hampir 25 % molting yang kedua kalinya. Juga waktu interval molting seluruh individu lebih lama dan pertumbuhan mereka lebih rendah daripada kepiting yang diberi makan Diet P, yang merupakan Diet Referensi pada satu seri percobaan ini. Rata-rata waktu kehidupan mereka sama dengan Diet P, Diet S dan Diet T telapi lebih pendek dengan Diet R.
maenas, pakan campuran dengan variasi pH dan garam-garam mineral diujikan (lihat Tabel 3). Diet K, Diet L dan Diet M berbeda hanya dalam jumlah garam yang ditambahkan. Nilai pH diatur ke pH 6 dengan penambahan NaOH. Dalam Diet N mengandung jumlah garam seperti Diet M, pH tidak ditingkatkan, tetap pada pH 4,5. Seperti dapat dilihat pada Tabel 7, variasi dalam komposisi dan kuantitas dari campuran garam tersebut, pada umumnya menurunkan kualitas pakan dibanding dengan kontrol (Diet E sebagai diet referensi dalam satu seri percobaan ini), tetapi tampil dalam derajat yang berbeda. Peningkatan kuantitas garam dalam pakan menghasilkan waktu interval molting yang lebih lama dan laju pertumbuhan yang lebih rendah dibanding dengan individu yang dipelihara dengan Diet E. Tetapi rata-rata kehidupan C. maenas terlama diperoleh dengan diet yang mengandung konsentrasi garam tertinggi. Dengan Diet N, yang mempunyai kadar garam sama dengan Diet M, tetapi mempunyai pH lebih rendah, C. maenas hidup hanya kira-kira separo waktu daripada kepiting yang dipelihara dengan Diet M, Meskipun demikian periode intermolt I dan II lebih pendek dan laju pertumbuhan lebih tinggi. Untuk alasan ini 'casein bebas vitamin' digunakan sebagai sumber protein dalam percobaan ini. Untuk menjelaskan apakah kehilangan vitamin dapat mengubah hasil, Diet O mengandung casein yang biasa diberikan, tetapi sama dengan Diet N, diujikan dalam satu seri percobaan ini. Tabel 7 menunjukkan tidak ada perbedaan dalam kualitas antara dua macam casein
GARAM-GARAM MINERAL DAN pH DESHIMARU & KUROKI (1974 a) menemukan bahwa jumlah garam organik dalam pakan menentukan pertumbuhan Penaeus japonicus. Menurut NOSE et al. (1974) pertumbuhan Kepiting dipengaruhi oleh nilai pH dan diet. Untuk menjelaskan apakah parameter tersebut juga mempengaruhi pertumbuhan Carcinus
135 Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
berdasarkan periode intermolt, laju pertumbuhan dan waktu kehidupan C.
Hidrolisat casein sebagai sumber protein mempengaruhi C. maenass dalam cara yang sama seperti asam amino. Sebab pada waktu dihidrolisat sebagian besar prdtein casein pecah menjadi asam amino. Pada hidrolisa casein dengan asam beberapa asam amino mejadi rusak atau menghilang. Tidak ada Kepiting yang molting apabila diet mengandung hidrolisat demikian. Mortalitas lebih tinggi terjadi dalam percobaan penggunaan hidrolisat casein dengan asam. Apabila digunakan casein yang dihidrolisa dengan asam pancreas, hanya sedikit hewan yang molting, pertumbuhan berkurang. Hasil dari diet dengan hidrolisat ini terhadap Penaeus japonicus dilaporkan oleh DESHIMARU & KUROKI (1975 b), untuk udang penaeid oleh SICK et al. (1972). Sampai saat ini tidak ada jawaban terhadap pertanyaan mengapa individu berhenti tumbuh, apabila asam amino diberikan sebagai pengganti protein. Apabila mereka diberi makan diet protein, setidaktidaknya sebagian protein akan dipecah menjadi asam amino di usus mereka. Sedangkan percobaan pendahuluan dengan asam amino yang dilabel dengan radio aktif menunjukkan bahwa asam amino diserap oleh hepatopancreas. Protein kacang kedelai, yang digunakan oleh KANAZAWA et al. (1970) sebagai bahan diet sintetis untuk P. japonicus, nampak tidak sesuai untuk pemeliharaan C. maenas. Juga DANPRO-A meskipun merupakan pemurnian substansi penghambat pertumbuhan pada kacang kedelai, menyebabkan pertumbuhan yang lambat pada C. maenas. Hasil yang kurang
maenas. LIPID HEWANI DAN NABATI Menurut GUARY et al. (1976) pakan campuran dengan lipid hewani memberikan pertumbuhan yang lebih baik dari pada lipid nabati untuk Penaeus japonicus. Oleh karena itu, dalam Diet O digunakan minyak jagung sebagai pengganti fCod Liver Oil'. Produk baru yaitu Diet P diujikan dan penemuan GUARY dapat digunakan bagi C. maenas (lihat Tabel 8). Molting pertama kali dalam kondisi percobaan lebih pendek dan laju pertumbuhan lebih tinggi untuk individu yang diberi Diet P daripada yang diberi pakan Diet O (Tabel 8) meskipun kedua beda ini hanya sedikit nyata (weakly significant). Rata-rata waktu kehidupan sangat berbeda nyata, yaitu dua kali lebih lama untuk Kepiting yang diberi Diet P (163 : 83 had). DISKUSI Percobaan ini menunjukkan bahwa asam amino sebagai pengganti protein menurunkan kualitas pakan untuk Carcinus maenas dari tingkat menghambat pertumbuhan sampai molting tidak terjadi dan mortalitas meningkat. DESHIMARU & KUROKI (1975a) melaporkan kejadian yang sama pada percobaan pemeliharaan Penaeus japonicus dengan pakan campuran dimana asam amino merupakan sumber protein. Individu udang hanya tumbuh sedikit dan bahkan kehilangan berat tubuh.
136 Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
baik ini mungkin dapat dijelaskan karena perbedaan kuantitas asam amino dalam kacang kedelai dan dalam casein. HYSMITH et al. (1972) menguji daya tank pakan sintetis untuk Penaeus aztecus dan menemukan bahwa pada pakan dimana kacang kedelai diganti dengan tepung ikan akan menyebabkan pertumbuhan lebih baik. DESHIMARU & KUROKI (1974 a) menemukan bahwa pertumbuhan terbaik P. japonicus adalah dengan 19,5 % garam dalam berat kering pakan; dan dengan 6,5 dan 13 % garam pertumbuhan menurun. Untuk C. maenas diet dengan 6 % garam menyebabkan waktu kehidupan yang lebih pendek daripada pakan yang mengandung 12 atau 18 % garam. Tetapi peningkatan kuantitas garam dalam pakan dari 6 % sampai 19 % menyebabkan perpanjangan periode intermolt dan laju pertumbuhan yang lebih rendah. Perbedaan yang terjadi pada kedua species ini mungkin disebabkan perbedaan kapabilitas mereka untuk osmoregulasi. 'Cod Liver Oil1 nampak merupakan lipid yang lebih baik untuk C. maenas dibanding dengan minyak jagung. Sesuai dengan ini GUARY et al. (1976) mendapatkan bahwa berat P. japonicus lebih meningkat dengan lipid hewani (minyak daging Kerang) daripada dengan minyak nabati. Hasil yang sama dilaporkan oleh
KANAZAWA et al. (1977) untuk P. japonicus bahwa laju pertumbuhan lebih lambat dengan minyak nabati (Soybean Oil) dibanding dengan minyak hewani (Fish Pollack Residual Oil). Peningkatan lebih lanjut pada laju pertumbuhan P. japonicus ketika tepung residu minyak ikan Pollack digunakan. Pertumbuhan maksimum diperoleh dengan lipid kerang (Short Neck Clam). Jumlah lipid dalam diet juga mempengaruhi pertumbuhan, ketika tiga kuantitas diuji (8, 12 dan 16 %) peningkatan tertinggi dalam berat diperoleh dengan 12 % tepung residu minyak ikan Pollack. Menurut SAKAMOTO et al (1982) penggunaan minyak ikan Pollack untuk memperkaya nilai gizi naupili Artemia yang baru menetas menghasilkan kelulus-hidupan yang lebih tinggi pada pemeliharaan pascaburayak ikan Goby (Pomatoschistus minutus) bila dibanding dengan penggunaan minyak ikan COD. Analisis terhadap asam lemak dari ekstrak minyak ikan Cod dan minyak ikan Pollack menunjukkan meskipun kedua jenis minyak mengandung 20 : 5 w 3 dan 22 : 6 w 3, khususnya minyak ikan Pollack mengandung 22 : 6 w 3. Studi ini menunjukkan bahwa pakan sintetis yang paling sesuai untuk C. maenas harus mengandung casein sebagai sumber protein vitamin, lipid hewani dan 6 - 12 % garam mineral.
137
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 2. k o m p o s i s i
138
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
diet
(gram).
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 3. komposisi diet (gram).
139
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 4. Carcinus maenas. Hasil-hasil percobaan pemberian pakan dengan diet mengandung jumlah casein dan asam amino yang berbeda. Komposisi diet lihat Tabel 1. Salinitas 25%,; Suhu 25°C.
140
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 6. Carcinus maenas. Hasil-hasil percobaan pemberian pakan dengan soy bean meal dan Danpro A. Komposisi diet lihat Tabel 3. Salinitas 25 %»; Suhu 25° C.
Tabel 7. Carcinus maenas. Hasil-hasil percobaan pemberian pakan dengan diet yang mem puny ai nilai pH dan jumlah campuran garam berbeda. Komposisi diet lihat Tabel 3. Salinitas 25 %c; Suhu 25° C.
141 Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 8. Carcinus maenas. Hasil-hasil percobaan pemberian pakan dengan diet mengandung minyak jagung dan minyak hewani (Cod liver oil). Komposisi diet lihat Tabel 3. Salinitas 25 %c; Suhu 25° C.
142
Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
DAFTAR PUSTAKA
GUARY, J. C. ; M. KAYAMA; Y. MURAKAMI and H. J. CECCALDI 1976. The effects of a fat-free diet and compounded diets supplemented with various oils on moult, growth and fatty acid composition of prawn, Penaeus japonicus Bate. Aquaculture 7: 245254. HYSMITH, J.R.; J.R. BOOTH, H.L. COOK and M.L. MIES 1972. A study of the effects of feeding synthetic diets to brown shrimp (Penaeus aztecus). Proc. World Maricult. Soc. 3: 365-388. KANAZAWA, A.; M. SHIMAYA; M. KAWASAKI and K. KAHSHIWADA 1970. Nutritional requirement of prawn-I. Feeding on artificial diet. Bull Jap. Soc. scient Fish. 36: 949954. KANAZAWA, A.; S. TESHIMA and S. TOKIWA 1977. Nutritional requirements of prawn-VII. Effects of dietary lipids on growth. Bull. Jap. Soc. scient. Fish. 43: 849 - 856. PONAT, A. and D. ADELUNG 1980. Studies to establish an optimal diet for Carcinus maenas. II. Protein and lipid requirements. Mar. Biol 60: 115122. SAKAMOTO, M.; D.L. OLLAND and D.A. JONES 1982. Modification of the nutritional composition of Anemia by incorporation of polyunsaturated fatty acids using microencapsulated diets Aquaculture 28: 311 - 320. SICK, L. V.; J. W. ANDREWS and D. B. WHITE 1972. Preliminary studies of selected environmental and nutritional requirements for the culture of penaeid shrimp. Fish. Bull. 70: 101109.
ADELUNG, D. and A. PONAT. 1977. Studies to establish an optimal diet for the decapod crab Carcinus maenas (L.) under culture conditions. Mar. Biol. 44: 287 - 292. DANIEL, J.R. 1921. Seasonal changes in the chemical composition of the mussel (Mytilus edulis). Proc. Trans. Lpool biol. Soc. 35: 146 - 156. DANIEL, J.R. 1922. Seasonal changes in the chemical composition of the mussel (Mytilus edulis). Proc. Trans. Lpool biol. Soc. 36 : 269 - 285. DESHIMARU, O. and K. KUROKI 1974a. Studies on a purified diet for prawnI. Basal composition of diet. Bull. Jap. Sco. scient. Fish. 40: 413 - 419. DESHIMARU, O. and K. KUROKI 1974b. Studies on a purified diet for prawnIII. A feeding experiment with amino acid test diets. Bull. Jap. Sco. scient. Fish. 40: 1127-1131. DESHIMARU, O. and K. KUROKI 1975a. Studies on a purified diet for prawnIV. Evaluation of protein, free amino acids and their mixture as nitrogen source. Bull. Jap. Sco. scient. Fish 41: 101 - 103. DESHIMARU, O. and K. KUROKI 1975b. Studies on a purified diet for prawnV. Evaluation of casein hydrolyzates as a nitrogen source. Bull. Jap. Sco. scient. Fish. 41: 301 - 304. ELLINGER, G. M. and E. B. BOYNE 1965. Amino acid composition of some fish products and casein. Br. J. Nutr. 19: 587 - 591.
143 Oseana, Volume XVIII No. 4, 1993