sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XVIII, Nomor 3 : 109 - 116
ISSN 0216-1877
STUDI UNTUK MEMBUAT DIET OPTIMAL BAGI KEPITING PORTUNID CARCINUS MAENAS 1. DIET ALAMI, DIET SEMI - ARTIFICIAL DAN DIET ARTIFICIAL oleh Sri Juwana l) ABSTRACT STUDIES TO ESTABLISH AN OPTIMAL DIET FOR THE PORTUNID CRAB CARCINUS MAENAS. 1. NATURAL DIET, SEMI ARTIFICIAL DIET AND ARTIFICIAL DIET. The objective of this paper was to apply the principle method described here for other decapod crabs. The maintenance of a uniform diet for Carcinus maenas (L.), precludes the use of fresh food, e.g. mussels, for many reasons; not the least of these is the seasonal variatrion in the nutritive value of such food. Different types of fresh food are variably accepted by C. maenas, dependent on such factors as taste and the consistency of the food. The crabs will eat freeze-dried food set in agar-agar. A diet of this food is, however, inferior to one of fresh food as its preparation destroys essential substances and storage causes aging. In order to eliminate these disadvantages, a better quality artificial diet was developed, one which nevertheless does not attain the quality of fresh food. This diet can be further improved by varying proportions of the individual constituents. That is to be the purpose of the next study.
PENDAHULUAN
tumbuhan. Pemangsaan terhadap materi nabati kadang-kadang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan karotenoid karena Kepiting tidak dapat mensintesisnya dalam tubuh. Variasi terhadap pakan yang dimakan oleh Kepiting ini tergantung lokasi. Juga ada variasi ukuran mangsa, tetapi lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif. Karena Kepiting yang lebih kecil tidak dapat menangkap mangsa yang dapat ditangkap oleh Kepiting yang lebih besar. Bahkan ketika hewan yang sama digunakan sebagai pakan, variasi dalam
Carcinus maenas adalah jenis Kepiting yang termasuk dalam ordo decapoda dan famili portunidae, yang terdapat diperairan Atlantik. Karena mudah ditemukan di pantai yang berbatu-batu maka disebut juga Kepiting Pantai. Pengamatan terhadap pakan yang dipilih oleh banyak penulis (CROTHERS 1968; ROPES 1968; ELNER 1981). Diet alami C. maenas terdiri dari baik hewan hidup maupun hewan mati dan tumbuh-
1) Balai Penelilian dan Pengembangan Lingkungan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LJPI, Jakarta.
109
Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
dihubungkan ke satu sistim sirkulasi tertutup dengan air laut yang disaring melalui kerikil dan arang. Salinitas, suhu, pH, alkalinitas dan kandungan NO2 dipantau secara teratur. Dari waktu penangkapan sampai molting I (periode intermolt I) di laboratorium semua Kepiting secara seragam diberi makan Pakan Standar I (Standard feed I). Pakan standar I merupakan campuran tepung Mytilus edulis dan tepung Fucus. Percobaan pemberian pakan dimulai setelah Kepiting molting, sehingga diketahui saat molting awal. Mereka diberi makan secara berlebih tiap hari, yang diketahui dengan adanya sisa pakan. Percobaan diakhiri setelah Kepiting molting dua kali selama percobaan pemberian pakan, karena telah nampak pengaruh dari kualitas pakan yang diujikan (lihat Gambar 1, akan diterangkan pada hasil percobaan). Percobaan ini memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan, untuk alasan ini pemeliharaan lebih lama tidak dilakukan karena telah menunjukkan ada perbedaan kualitas pakan yang diujikan. Data dianalisis dengan student's t test. Dalam Gambar 1 nilai rata-rata diperoleh dari masing-masing seri dihubungkan dengan nilai rata-rata kontrol.
komposisi pakan yang tergantung pada waktu /musim dan tempat koleksi harus dipertimbangkan. Karena banyak proses metabolik, termasuk pertumbuhan dan ketahanan terhadap faktor lingkungan, tergantung pada kondisi nutrisi hewan. Hal ini penting tidak hanya untuk pengelolaan suatu percobaan individual, tetapi juga untuk akuakultur dimana Kepi ting menerima diet optimal, Karena pakan alami mengandung nilai nutrisi yang bervariasi dan juga masalah pengadaannya tergantung musim maka penggunaannya dalam diet terbatas. Oleh karena itu, material yang disimpan dalam keadaan kering beku (freeze-dried food) digunakan sebagai diet pengganti. Tetapi apabila material itu telah disimpan atau digunakan untuk suatu periode yang lama, kualitasnya pasti berubah. Oleh karena itu, untuk membuat diet artificial yang memberikan laju pertumbuhan optimal bagi Kepiting dalam kondisi akuakultur, pakan itu sendiri harus homogen dan terdiri dari bahan-bahan atau komponen yang diketahui untuk meyakinkan keseragaman diet. BAHAN DAN METODE Cara kerja yang diterangkan disini adalah metode ADELUNG & PONAT (1977) yang telah melakukan penelitian tentang diet Carcinus maenas di laboratorium. C. maenas dengan panjang karapas 8 - 14 mm dikumpulkan dari alam. Beda ukuran antara Kepiting yang terbesar dan yang terkecil tidak lebih dari 2 mm, dalam satu seri percobaan. Jumlah Kepiting tersebut dipelihara terpisah oleh kotak plastik dalam akuarium berisi 150 sampai 250 1 air laut yang diaerasi, dengan suhu 25° C dan salinitas 32 + 1°/00. Untuk menciptakan kondisi yang sama bagi semua hewan uji, semua akuarium
PENYEDIAAN PAKAN Pakan Standar I, yang terdiri dari campuran tepung Mytilus edulis dan Fucus sp. disiapkan dengan cara sebagai berikut. Kerang segar dikumpulkan dalam jumlah cukup, segera dibunuh dalam air panas, kupas cangkangnya dan dagingnya di kering-bekukan dalam "dried freezer" dengan suhu -40° C. Daging Kerang kering dan Fucus kering kemudian dibuat tepung yang dapat disimpan bebcrapa bulan dalam suhu rendah.
110 Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Campuran vitamin yang digunakan dalam diet (h) dan (i) terdiri dari: 0,5 mg aminobenzoic acid; 0,2 mg biotin; 200 mg inositol; 20,0 mg nicotinic acid; 30,0 mg calcium pantothenate; 6,0 mg pyridoxinehydrochloride; 4,0 mg riboflavin; 2,0 mg thiamine-hydrochloride; 0,04 mg cyanocoblamine; 0,4 mg folic acid; 300,0 mg choline chloride; 2000,0 mg ascorbic acid; 2,0 mg menadione; 4,8 mg carotene; 1,2 mg calciferol; dan 10,0 mg alpha tocopherol. Campuran garam yang digunakan dalam Diet (i) terdiri dari: 30,0 % potassium hydrogen phosphate; 9,4 % potassium chloride; 14,8 % magnesium sulphate; 1,4 % iron sulphate; 27,4 % calcium posphate; 0,2 % manganous sulphate; dan 16,8 calcium carbonate.
Pakan disiapkan dengan cara menambahkan 75 gram tepung Kerang dan 9,375 gram tepung Fucus ke 500 ml larutan agar-agar 0,8 %. Campuran diaduk pada suhu 35° C sampai menjadi pasta yang homogen. Kemudian pasta dituang ke petridish supaya cepat membeku. Setelah beku dapat dipotong-potong dalam bentuk kubus dengan berbagai ukuran. Tergantung pada ukuran Kepiting, setiap Kepiting menerima satu atau lebih pakan berbentuk kubus tersebut. Diet semi-artificial dan diet artificial tersebut di bawah ini juga digunakan dalam percobaan pemberian pakan Kepiting dan disiapkan dengan cara sama yaitu: (a) Daging Kerang (M., edulis) segar. (b) Daging Kerang (M., edulis) kering-beku. (c) Pakan Standar II terdiri dari 50 g tepung daging Kerang; 4 g tepung agar-agar; 6,25 g tepung Fucus dan 500 ml air. (d) Pakan Standar III terdiri dari 25 g tepung daging Kerang; 4 g tepung agar-agar; 3,125 g tepung Fucus dan 500 ml air. (e) Ikan Cod (Gadus morhua) terdiri dari 75 g tepung Ikan Cod; 4 g tepung agaragar dan 500 ml air. (0 Ikan Cod dan Fucus terdiri dari 75 g tepung Ikan Cod; 4 g tepung agar-agar; 9,375 g tepung Fucus dan 500 ml air. (g) Pellet untuk Ikan Trout (EWOX-fish pellet), pellet tersebut ditumbuk dan dimasak dengan larutan agar-agar (1 %). (h) Pakan Standar I ditambah 2,6 g campuran vitamin. (i) Pakan sintetis terdiri dari 5,6 g glucosa; 10,0 g saccharose; 4,0 g starch; 4,0 g chitin; 50,0 g casein; 1,0 g methionine; 0,2 g tryptophan; 0,2 g glutamic acid; 0,3 g succinic acid; 0,1 g glycine; 0,3 g citric acid; 1,0 g cholesterol; 1,5 g glu-cosamine; 8,0 g maize oil; 7,7 g campuran agar; 2,6 g campuran vitamin; 5,0 g tepung agar-agar dan 500 ml air.
HASIL Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa satu dari pakan utama Cardnus maenas di alam adalah Mytilus edulis. Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai nutrisi yang seragam bagi Kepiting, suatu pakan semiartificial dibuat. Pertama-tama timbul pertanyaan apakah daging Kerang yang dikering-bekukan mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan daging Kerang segar. Untuk menjawab pertanyaan tersebut Kepiting diberi pakan daging Kerang segar (Diet a) dan daging Kerang yang dikering-bekukan (Diet b). Gambar 1 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam jarak antara dua molting I (periode intermolt I) antara Kepiting yang diberi pakan daging Kerang segar dengan Kepiting yang diberi pakan daging Kerang yang dikering-bekukan. Tetapi jarak antara dua molting II ( periode intermolt II) menjadi lebih panjang pada Kepiting yang diberi pakan daging Kerang yang dikering-bekukan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa untuk
111
Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
makan Pakan Standar I. Tetapi tidak ada beda nyata dalam laju pertumbuhan kepiting diantara tiga kelompok tersebut. Tetapi Pakan Standar I kurang bermutu bila dibanding dengan daging Kerang segar, dilihat dari jarak periode intermoult dan laju pertumbuhan Kepiting beda ini sangat nyata. Pakan Standar I mempunyai konsistensi kira-kira sama dengan daging Kerang segar. Pakan Standar I tidak pecah dalam air laut, tetapi beberapa komponen mungkin larut dalam air laut karena terjadi perubahan warna dalam waktu perendaman 24 jam. Peningkatan kandungan nutrien Pakan Standar I lebih lanjut tidak mungkin dilakukan karena pakan akan menjadi sangat keras dan mudah pecah dalam air laut. Karena perpanjangan periode intermolt I terjadi pada pemberian Pakan Standar maka dapat disimpulkan bahwa ada substansi yang hilang atau rusak pada proses penyediaan pakan. Vitamin khususnya bersifat tidak stabil sehingga mungkin mempakan substansi yang rusak selama penyediaan. Dengan alasan ini campuran vitamin sebagai diterangkan di atas ditambahkan ke Pakan Standar I. Gambar I menunjukkan bahwa secara kualitas, Pakan Standar I ditambah campuran vitamin setaraf dengan daging Kerang yang dikering-bekukan; dan menyebabkan jarak periode intermolt II lebih pendek tetapi tidak sangat nyata (weakly significant). Oleh karena itu, untuk suatu periode pemeliharaan yang panjang, bahkan Pakan Standar I yang telah diperkaya dengan campuran vitamin tidak mempunyai kualitas yang sama dengan daging Kerang segar. Dalam percobaan pendahuluan penggunaan daging Kerang dan daging Ikan
jangka waktu panjang, daging Kerang beku secara kualitatif mempakan pakan yang kurang sesuai sebagai pengganti daging Kerang Segar. Percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa penambahan tepung Fucus kepada tepung daging Kerang yang dikeringbekukan menghasilkan peningkatan yang nyata dalam kualitas. Seperti ditunjukkan bahwa Kepiting yang diberi Pakan standar I tanpa penambahan Fucus sampai beberapa periode molting akan memucat. Pigmentasi terjadi pada Kepiting yang diberi pakan dengan tambahan Fucus. Sehingga dapat diperkirakan bahwa Kepiting mengambil substansi dari Fucus yang diperlukan untuk pigmentasi, karena Kepiting tidak dapat mensintesis, yaitu sterol dan carotenoid. Untuk menetapkan pengaruh kandungan nutrient pada pakan terhadap pertumbuhan dan periode intermolt, percobaan lebih lanjut dilakukan terhadap tiga kelompok Kepiting dengan menggunakan Pakan Standar I. Sebagai pembanding (kontrol) untuk percobaan ini, campuran dua pakan digunakan yaitu Diet c dan Diet d (lihat atas). Pakan ini berbeda dari Pakan Standar I hanya dalam kuantitas dari bahan-bahan penyusunnya. Campuran pakan tersebut dinyatakan sebagai Pakan Standar II dan Pakan Standar III. Berturut-turut Pakan Standar I mempunyai kandungan nutrien tertinggi kemudian Pakan Standar III terendah. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa baik periode intermolt I dan pertumbuhan diantara tiga kelompok Kepiting yang diberi tiga macam diet tersebut tidak berbeda nyata. Tetapi pengamatan pada sisa pakan menunjukkan bahwa kelompok Kepiting yang diberi makan Pakan Standar II dan Pakan Standar III memakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya daripada kelompok Kepiting yang diberi
112 Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
sebagai pakan, nampak Kepiting kurang memakan daging ikan, diantara semua Ikan yang dicobakan, Ikan Cod (Gadus morhua) yang nyata diterima oleh Kepiting. Sehingga timbul pertanyaan apakah konsistensi pakan mempengaruhi penerimaan diet oleh Kepiting. Untuk alasan ini, daging Ikan Cod dikering-bekukan, dibuat tepung dan disimpan dengan cara yang sama untuk membuat Pakan StandarI, tetapi mula-mula tanpa penambahan Fucus. Seperti dapat dilihat pada Gambar 1, tidak ada perbedaan dalam kualitas Dean Cod (Diet c) yang disiapkan dengan cara tersebut dan Pakan Standar I. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa untuk C. maenas konsistensi memegang peranan dalam pilihan pakan. Dalam percobaan berikutnya, Fucus ditambahkan ke Ikan Cod menjadi diet (f). Hasil percobaan ini menunjukkan perbedaan dengan percobaan terdahulu dalam hal jarak periode intermolt I dan II, laju pertumbuhan dan pigmentasi pada Kepiting. Hal yang sama terjadi pada penggunaan 'pellet untuk Ikan Trout' yang komposisinya telah diketahui. Pemberian pakan (Diet g) untuk C.maenas dalam jangka waktu periode intermolt I dan II nampak mempunyai kualitas sama dengan Pakan Standar I, tetapi secara kualitatif lebih rendah dari daging Kerang segar. Objektif dari riset ini adalah untuk menyediakan pakan yang homogen, dengan komposisi yang diketahui, dapat diproduksi dalam jumlah banyak secara ekonomis dan dapat digunakan untuk memberi makan sejumlah besar Kepiting. Sehingga langkah berikutnya adalah usaha untuk membuat pakan sintetik, terutama berkaitan dengan homogenitas dan komposisi pakan yang
diketahui. Titik awalnya dalam hal ini sama dengan percobaan KANAZAWAet al (1970) yang memelihara udang dengan pakan sintetik berdasarkan kacang kedelai. Kemudian untuk meningkatkan komposisi diet, kacang kedelai diganti dengan casein sebagai sumber protein. Hasil percobaan dengan pakan sintetik ini (Diet i) menunjukkan lebih baik terhadap Pakan Standar I, karena Kepiting yang diberi Diet (i) nampak mempunyai periode intermolt I dan II lebih pendek meskipun tidak nyata dibanding Kepiting yang menerima Pakan Standar I. DISKUSI Periode intermolt terpendek dan laju pertumbuhan optimum Kepiting diperoleh dengan menggunakan daging Kerang segar sebagai pakan. Dalam hal ini kandungan protein daging Kerang adalah 60 % berat kering. CASTEL & BUDSON (1974) memelihara Lobster Homarus americanus dengan pakan sintetik yang mempunyai kandungan protein 0; 20; 40 dan 60 % berat kering, dan mendapatkan bahwa laju pertumbuhan meningkat dengan peningkatan kandungan protein dari pakan dan terbesar pada kandungan protein 60 %. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan C. maenas tidak bercermin pada kandungan nutrisi pakan yang diberikan, karena pada kondisi lingkungan yang sama C. maenas selalu mempunyai persentase peningkatan pertumbuhan yang sama. Percobaan terbaru dalam pemeliharaan C. maenas dengan daging Kerang segar untuk waktu yang sangat lama tidak menunjukkan kekurangan. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa daging Kerang segar mengandung semua unsur yang
113 Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
terhadap pakan nampak. Yaitu berkisar dari penolakan terhadap Sea star sampai ke penerimaan terhadap Mussel. Penolakan atau penerimaan pakan dapat disebabkan berbagai faktor, selain konsistensi pakan, mungkin ada substansi kimia yang berperan sebagai faktor dalam rasa pakan. Tetapi analisis kimia mengenai hal ini sangat sukar, karena sering tercampur dengan berbagai substansi yang berperan sebagai unsur runut (trace element). Untuk menghilangkan kelemahan dalam penyediaan dan penyimpanan pakan bahan dasar suatu Pakan Standar maka diusahakan menyediakan pakan sintetik yang komponen individu penyusunnya diketahui. Misalnya diet (i) mempunyai kualitas yang sama dengan Pakan Standar I dan diterima oleh C. maenas. Pemberian pakan dalam waktu yang lama tidak menunjukkan suatu gejala 'defisiensi' (kekurangan gizi). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan C. maenas ada di dalam Diet (i). Karena kualitas Diet (i) sebagai pakan masih di bawah daging kerang segar maka masih banyak hal yang harus diteliti untuk peningkatan kualitas pakan tersebut. Dalam hal ini, variasi dalam jumlah bahan-bahan penyusun diet mungkin dilakukan sampai konversi pakan optimum diperoleh. Seperti ditunjukkan bahwa percobaan dengan peningkatan kualitas Pakan Standar diperoleh dengan peningkatan kandungan proteinnya. Percobaan ini menunjukkan bahwa persentase masing-masing bahan nutrien adalah terpenting bagi pembentukan kualitas pakan dan merupakan tujuan bagi penelitian selanjutnya.
dibutuhkan untuk pertumbuhan normal C. maenas, termasuk substansi esensiel seperti sterol dan carotenoid. Hal ini dapat dimengerti karena Kerang (Mytilus edulis) merupakan satu dari sumber utama pakan C. maenas di alam. Komposisi nutrisi daging Kerang baik kualitatif maupun kuantitatif tergantung pada alam maka tidak merupakan pakan yang sesuai untuk percobaan pemeliharaan Kepiting di laboratorium karena hal ini dapat mempengaruhi aktifitas-aktifitas metabolik. Untuk menanggulangi hal ini dan memperoleh homogenitas pakan yang lebih baik maka pakan semi artificial disiapkan dengan sejumlah cukup daging Kerang seperti telah diterangkan dalam cara penyediaan pakan. Pakan yang homogen ini jelas diterima oleh C. maenas tetapi kualitasnya tidak sebaik daging Kerang segar. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa penyimpanan daging Kerang secara dikeringbekukan merusak protein dan asam amino. Juga perubahan komponen yang lain tidak dapat ditiadakan. Dalam percobaan ini ditunjukkan bahwa penambahan vitamin dapat meningkatkan kualitas Pakan Standar. Konsistensi juga merupakan faktor yang menentukan dalam penyediaan pakan. Daging Ikan Cod yang disiapkan sebagai Pakan Standar lebih diterima oleh C. maenas daripada Ikan Cod segar. Dalam percobaan ini konsistensi Pakan Standar jelas diterima, oleh karena itu dapat merupakan dasar yang cocok bagi peningkatan tipe pakan. Dalam percobaan pendahuluan dengan menggunakan pakan segar termasuk Cod, Herring, Flat fish, Mussel dan Sea star untuk memelihara C. maenas, berbagai tipe kesukaan
114
Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 1. Pengaruh berbagai macam pakan terhadap jarak antara dua molung pada Carcinus maenas, periode intermolt menggunakan Pakan Standar I dinyatakan dengan 100 %.
115 Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
DAFTAR PUSTAKA ADELUNG, D. and A. PONAT 1977. Studies to establish an optimal diet for the decapod crab Carcinus maenas (L) under culture conditions. Mar. Biol. 44: 287 -292. CASTELL. J.D. and S.D. BUDSON 1974. Lobster nutrition the effect on Homarus americanus of dietary protein levels. J. Fish. Res. Bd Can. 31: 1363 - 1370. CROTHERS, J.H. 1968. The biology of the shore crab Carcinus maenas. II. The life of the adult crab. Fid Stud. 2: 407 - 434.
ELNER, R.W. 1981. Diet of green crab Carcinus maenas (L) from Port Hebert, southwestern Nova Scotia. J. Shellfish Res. I (1): 89 - 94. KANAZAWA., A., M. SHIMAYA, M. KAWASAKI and K. KASHlWADA 1970. Nutritional requirements of prawn I. Feeding on artifficial diet. Bull. Jap. Soc. scient. Fish. 36: 949 - 954. ROPES, J. W. 1968. The feeding habits of the green crab Carcinus maenas (L.). Fish. Bull. Fish Wildl.Serv. US. 67 (2): 183 - 204.
116
Oseana, Volume XVIII No. 3, 1993