sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XX, Nomor 1, 1995 : 1 – 9
ISSN 0216 – 1877
BUDIDAYA KEPITING DI NEGARA-NEGARA ASIA Oleh Sri Juwana l) ABSTRACT Development of crab culture is differed country by country in Asia. It is probably depended on species of crab availability and development of technology in that country concerned. Scylla serrata is one of the edible crabs that usually cultured in ponds. In Indonesia, crab culture has been done traditionally for many years. Growing out of the juvenile crabs are usually being done in ponds or net pens. While fattening of the female crabs can be done in ponds or cages located in lagoons. In the Philippines, crabs caught from the wild are cultured in intertidal ponds as small harvesting with prawn and milkfish. Also monoculture of the crab has been studies economically vesible for the country. In Thailand, due to depletion of the crab population in the wild, pond farmers have been encouraged to do fattening of the crab. Vietnam has two culture systems, that is fattening and production of soft shell crabs. In Taiwan, crab farming industries are categorized into production of crab seed in hatchery or collection from the wild, nursery of the crab seed, growing out and fattening of the crab to market size. Unlike those countries mentioned above, Japan has maintained mass production of crab seed for restocking programme. The species used for the program is commonly Portunus trituberculatus. It is hoped that, the information given here might be useful to develop crab culture of various species.
PENDAHULUAN
kepiting bakau juga terkenal sebagai kepiting lumpur atau mangrove/mud crab di Australia, samoan di Hawaii, alimango di Pilipina, tsai jin di Taiwan dan nokogiri gazami di Jepang (COWAN 1984).
Untuk berabad-abad, kepiting portunid merupakan panenan yang penting di tambak tradisionil di area intertidal Asia. Scylla serrata atau kepiting bakau merupakan jenis yang paling umum dibudidayakan. Jenis kepiting ini tersebar keseluruh perairan Indo-Pasifik bagian barat dari sebelah timur laut Afrika ke Hawai dan dari Australia bagian utara ke Jepang bagian selatan. Selain disebut sebagai
BUDIDAYA KEPITING DI TAIWAN Menurut COWAN (1984), di Taiwan, industri pertanian kepiting dibedakan menjadi aktivitas penyediaan benih kepiting,
1
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
pendederan (nursery), pembesaran dan penggemukan. Hatchery secara komersial baru mulai dikembangkan. Pada mulanya, penebaran benih kepiting dan species lain di tambak seluruhnya pasif. Pintu tambak dibuka untuk membiarkan kepiting muda masuk pada waktu air pasang tinggi. Kontrol terhadap macam dan jumlah stok benih dilakukan oleh nelayan yang khusus mengumpulkan benih, memilih dan menyalurkannya. Disamping nilai pasar yang tinggi, kepiting lumpur dianggap sebagai komponen yang tidak memenuhi syarat untuk tipe sistem budidaya secara polikultur. Hal ini disebabkan kepiting mempunyai kebiasaan yang merusak dan menggali tambak, lepas, kanibalisme dan merusak jenis-jenis lain selama panen. Kepiting belum mencapai kepentingan yang sama dalam budidaya seperti jenis lain udang dan bandeng, hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai biologi dan tingkah laku kepiting.
(b) (c)
(d)
(e)
Petani kepiting di Taiwan juga mengenali tiga varietas Scylla, yaitu : "sand crab" yang berukuran besar, agresif dan oseanik; "white crab" berukuran medium, kurang agresif dan estuari; "red legged crab" berukuran kecil, agresif dan berkulit keras. CHEN (1976) berpendapat mereka adalah dari jenis yang sama. Tidak seperti di Jepang, dimana udang dan jenis lain dipelihara sampai ke ukuran pasar secara monokultur, industri pertanian kepiting di Taiwan didasarkan polikultur. Scylla mungkin dipelihara dengan satu atau beberapa jenis berikut ini : udang penaeid (Penaeus monodon, P. japonicus, Metapenaeus monoceros); ikan bandeng (Chanos chanos) dan alga merah (Gracilaria). Diantara ketiga varietas tersebut di atas, "white crab" lebih disukai karena berukuran lebih besar, kurang agresif dan lebih toleran terhadap salinitas daripada kedua varietas yang lain.
TAKSONOMI Perdebatan tetap ada apakah kepiting marga Scylla mempunyai satu atau lebih jenis (species). Perbedaan dalam warna, morfologi dan habitat digunakan oleh ESTAMPADOR (dalam COWAN 1984) untuk membedakan marga ke dalam 3 jenis (serrata, oceanica dan tranquebarica) dan satu varietas baru (serrata var. paramosain). Tetapi hal ini ditolak oleh STEPHENSON & CAMBELL (dalam COWAN 1984) karena tidak adanya kejadian yang cukup. Meskipun demikian, peneliti Jepang mengatakan bahwa S. oceanica dapat dibedakan dari S. serrata terutama dengan : (a) S. oceanica mempunyai duri tumpul tanpa enamel, lunak sedangkan S. serrata duri runcing dan berenamel,
PENYEDIAAN BENIH KEPITING Pembenihan di hatchery Percobaan pemeliharaan burayak telah dilakukan oleh National Taiwan University, Taipei (NTU), pada kisaran salinitas dan suhu optimum. Untuk tingkat Zoea adalah 25 – 30‰ dan 26 – 30° C (CHEN & JENG 1980).
2
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
juga ada beberapa perbedaan duri pada kaki. Bagian red-pink pada capit S. oceanica nyata, meskipun pada waktu kecil. Mempunyai pola geometric pada semua kaki dan karapas; sedang pada S. serrata hanya pada kaki saja. S. oceanica mempunyai lebar karapas lebih dari 18 cm; sedang S. serrata maksimum 18 cm. S. oceanica menyukai salinitas tinggi.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
hari. Pakan untuk Zoea awal menggunakan rotifera yang dibudidayakan dengan Chlorella, untuk Zoea lanjut digunakan nauplii Artemia. Suhu yang sesuai adalah 27 – 30° C pada salinitas 35 ppt (MARICHAMY and RAJAPACKIAM 1991).
Sebagai pakan hidup, rotifera sesuai untuk tingkat Zoea I; untuk tingkat Zoea berikutnya digunakan nauplii Artemia; pada tingkat Megalopa diberi copepod Trigriopus. Induk pemijah dapat diberi pakan siput darat yang masih hidup. Substrat pelindung untuk Megalopa dan Juvenil dapat digunakan daundaun plastik pohon Natal. Dengan metode NTU ini rata-rata dapat memproduksi 100.000 Crab I setiap bulan, pada kepadatan 6000/ton dengan kelulus-hidupan maksimum 60%. Berbeda dengan NTU, penelitian di TFCS (Tainan Fish Culture Station, Taiwan Fishery Research Institute) menggunakan nauplii Artemia yang diblender beberapa menit untuk pakan Zoea I. Kemudian nauplii Artemia hidup diberikan untuk tingkat Zoea berikutnya; cacahan daging diberikan pada tingkat Megalopa dan juvenil. Kelulushidupan seiama tingkat Zoea dilaporkan 90100%, tetapi pada tingkat Megalopa dan Crab I menurun sampai 20% karena kanibalisme. Zoea I kadang-kadang mati karena bakteri yang merusak zat chitin dan menyerang duri-duri karapas. Infeksi ini dapat dicegah dengan 20 ppm sodium sulphamonomethoxine di air pemeliharaan (TING dalam COWAN 1984). Metode ablasi satu mata pada induk telah dilakukan, di Taiwan, untuk mempercepat pemijahan. Induk dipelihara di kolam dengan dasar pasir dan air mengalir. Sebagai pakan diberikan oyster hidup. Pemijahan terjadi dalam waktu 2 minggu setelah ablasi. Kira-kira 1 – 2 juta Zoea I dihasilkan oleh 10 – 12 cm induk pemijah (COWAN 1984). Penelitian produksi benih kepiting, S. serrata, yang baru-baru ini dilakukan di India telah berhasil mencapai kelulushidupan 15% Crab I dimulai dari pemeliharaan Zoea yang baru menetas, dalam waktu 24 – 30
Pengumpulan benih dari alam Cara pengumpulan benih kepiting dibedakan berdasarkan lokasi dan ukuran kepiting yang ditangkap. Misal di Hai Ou (Taiwan), benih kepiting (kepiting kecil) ditangkap di mulut sungai atau dekat pantai searah dengan arus sepanjang pantai. Apabila sangat melimpah, mereka dapat dikumpulkan dalam seser segitiga yang biasa digunakan untuk menangkap benih bandeng, atau dapat juga digunakan jaring pantai. Kira-kira ada 100 orang melaksanakan pengumpulan benih, masing-masing mempunyai 10 jaring yang dioperasikan. Pada puncak musim benih hanya 2 atau 3 jaring dioperasikan dan ini dapat menangkap 60.000 – 70.000 benih kepiting/ hari. Benih dikumpulkan dari jaring tiap pagi dengan perahu, dipisahkan dari benih bandeng atau yang lainnya, dan diangkut ke tambak pendederan terdekat. Benih kepiting dapat ditangkap sepanjang tahun dengan puncaknya dalam musim bunga dan musim panas. Hanya tingkat perkembangan Megalopa dan crab awal (sampai Crab III/IV dapat ditangkap dengan menggunakan metode ini. Sedangkan pengumpulan benih kepiting di Penghu (Taiwan menggunakan 3 jaring yang dilepas laut sejauh 30 – 40 m pada suatu mulut teluk dengan panjang 10 km dan lebar 5 km. Jaring di set setiap hari pada saat pasang tinggi dan diambil pada saat surut rendah. Tetapi musim menangkap benih di area ini tergantung pada arus musiman, hanya dapat dilakukan pada bulan Mei sampai Oktober.
3
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
tanpa air. Pengangkutan jarak jauh menggunakan kantong plastik diberi oksigen dapat menempuh 2,5 jam dengan kelulushidupan 100%. Benih ditebarkan di kolam asuhan pada kepadatan 2000 – 3000 per cm2. Tergantung pada kebutuhan, mereka mungkin dipelihara sampai dua minggu. Kelulushidupan 50 – 70%. Benih tersebut diberi makan cacahan ikan rucah sebanyak kira-kira 1 (satu) kg per 30.000 benih setiap hari, tergantung pada jumlah makanan yang tertinggal. Kegiatan pendederan sering dilakukan bersama-sama dengan dengan kegiatan lainnya seperti polikultur, penyaluran maupun penjualan benih dan pakan. Satu pertanian udang - kepiting di Hai-Ou yang memiliki tambak pendederan 80 cm2 dan tambak pembesaran udang-kepiting, mempunyai pendapatan 15% dari pendederan, 25% dari penjualan kepiting ukuran pasar dan 60% dari penjualan udang. Peternak lain dengan kolam pendederan 80 m : mendapat keuntungan 50% dari usaha ini, sebagai perantara yang menyalurkan benih kepiting dari selatan ke petani tambak di utara. Selanjutnya tulisan di bawah ini mengemukakan pengelolaan tambak kepiting secara polikultur di Taiwan berdasarkan tulisan COWAN (1984).
Pengangkutan benih Semua benih yang ditangkap di Penghu dijual ke penampung di pulau utama. Juvenil yang kecil diangkut dalam kantung plastik, diberi oksigen dan jaring sebagai tempat perlindungan. Kantung tersebut kemudian di pak dengan kardus dan diterbangkan ke Taiwan. Penerbangan hanya 20 menit. Benih yang lebih besar diikat dulu capitnya dengan karet dan kemudian diangkut dalam kotak besar dengan rumput yang telah direndam di air laut. Harga terbagus diperoleh dari area yang sangat memerlukan. Misal di Chiayi dimana terdapat banyak tambak. Juga di Ilan, yang merupakan area "hot spring", dimana suhu air yang tinggi memacu pertumbuhan sehingga penebaran benih ke kolam dan panenan lebih sering dilakukan dibanding area lain. Pendederan benih Pendederan di Hai-Ou pada umumnya terdiri dari 4 atau 5 kolam-kolam kecil (15 20 m2) dengan dinding semen, dasar lumpur yang ditutup dengan 5 – 10 cm pasir, dan 20 – 50 cm air laut. Tidak ada aerasi diberikan, tetapi air rembesan alami melalui dasar kolam diganti tiap hari. Untuk mengkontrol suhu air dimusim panas, pertukaran air melalui pompa dan siphon dilakukan bervariasi dari 30 menit per hari sampai pergantian seluruh volume air setiap hari. Kolam itu juga diteduhi. Dasar kolam yang tidak disemen memberikan kondisi dasar dan kualitas air yang lebih baik daripada disemen. Salinitas air kolam diturunkan secara bertahap dengan menggunakan air sungai, sampai mencapai 10 ppt dalam waktu dua minggu. Benih berukuran lebar karapas 1 cm dapat dikumpulkan dari alam dengan seser tangan dan segera dibawa ke kolam tersebut
POLIKULTUR Jenis (species) Udang, kepiting, bandeng dan Gracilaria pada umumnya dibudidayakan bersama dengan kombinasi 2, 3 atau 4 species. Secara tradisionil, bandeng adalah jenis utama dalam polikultur. Akhir-akhir ini dibanding dengan nilai jual dan perkembangan tehnik pembenihan dan budidaya udang telah
4
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
kecil mempunyai satu atau dua pintu. dua pintu. Dasar kolam terdiri dari pasir atau campur lumpur. Dasar 100% lumpur lebih bersifat kedap ("impermeable") terhadap air. Tambahan pasir yang cukup adalah untuk menuruti kebiasaan kepiting menggali dasar atau dinding tambak untuk membuat tempat berlindung. Pagar bambu, batu bata atau dinding semen dapat mencegah kepiting membuat lubang pada dinding tambak, tetapi tidak selalu sukses. Pagar bambu atau tambak batu bata yang mempunyai garis vertikal dapat mencegah kepiting melarikan diri. Lantai kolam sedikit miring ke pintu pengurasan, meskipun beberapa pertanian dapat menemukan elevasi antara MHT dan MLT yang menggunakan pasang surut untuk mengisi dan mengeringkan kolam.
menyebabkan tersingkirnya bandeng oleh udang sebagai panenan utama. Dibeberapa tambak, bandeng diusahakan hanya untuk konsumsi sendiri, untuk umpan kail, atau sebagai pengkontrol algae (Enteromorpha dan Chaetomorpha sp.) yang dapat menutupi pertumbuhan Gracilaria dimusim dingin. Jatuhnya harga Gracilaria menyebabkan produksi menurun dibeberapa tempat. Karena algae ini telah ada di kolam dan tetap tumbuh, maka budidaya ini tetap memberikan keuntungan. Tumbuhan itu juga berfungsi sebagai tempat berlindung untuk udang dan benih kepiting; dan membantu penambahan oksigen di dalam air. Kontruksi tambak Tambak polikultur berkisar dari 1 (satu) ha sampai 200 ha. Ukuran individu tambak bervariasi, meskipun bentuknya selalu segi empat, tambak yang agak besar berkisar dari 0,5 ha sampai 2 (dua) ha, mempunyai tanggul lumpur atau pasir setinggi 2 (dua) meter. Karena mudah tererosi dan kena angin tanggul ini diperkuat dengan karung pasir, pagar bambu, semak-semak, semen papan, bata. Pada umumnya tambak berukuran 1 (satu) ha dan tiap petani memiliki 1 (satu) sampai 4 (empat) tambak. Tanggul juga dapat dibangun dari batu bata ditutup semen. Tipe kolam ini lebih kecil, pada umumnya berukuran 0,5 ha atau berkisar 0,2 – 1 ha. Peternakan sering mempunyai dua tipe kolam, yang agak besar digunakan untuk polikultur, sedang yang kecil untuk monokultur kepiting atau udang. Pintu tambak dibuat dari semen dengan papan kayu atau stainless yang dapat diangkat. Tambak berukuran 2 (dua) ha atau lebih membutuhkan tiga atau empat pintu supaya lebih efisien diisi atau dikuras oleh air pasang-surut. Sedangkan kolam yang lebih
Penyediaan air Pada beberapa area, pertambakan yang terletak beberapa kilometer ke arah daratan, sepanjang masih sejajar dengan pasang surut estuarin. PVC berdiameter 15 cm digunakan untuk mengangkut air yang dipompa dari sumber sampai ratusan kilometer ke tambak. Air tambak pada umumnya mempunyai kedalaman 1–1,5 m. Bahkan pertambakan yang sangat besar, berukuran 4–5 ha, dapat menggunakan pergantian air pasang surut. Satu pompa 1 Hp sudah cukup dan mungkin bahkan tidak digunakan kecuali dalam keadaan darurat. Pertanian pada elevasi yang terlalu tinggi atau rendah butuh tiga sampai lima pompa. Misalnya pada tambak yang juga digunakan untuk budidaya Gracilaria, pada umumnya membutuhkan air jernih untuk fotosintesa maksimum. Ada pertanian yang mempunyai delapan pompa karena mengandalkan air bawah tanah secara menyeluruh karena polusi dari industri didekat estuarin. Tetapi terlalu banyak memompa air tanah
5
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
menyebabkan penurunan tambak semen, hal ini telah menjadi serius problem di Hai-Ou. Air bawah tanah dibeberapa area bersifat payau dan dapat dipompa langsung ke kolam. sumber ini digunakan terutama pada saat konda ("neap tide"), ketika pertukaran pasang surut tidak mencukupi atau salinitas air estuarin tidak memenuhi syarat karena polusi atau salinitas rendah setelah hujan lebat. Untuk alasan yang sama, air estuarin selalu dipompa pada pasang tinggi, ketika salinitas tinggi dan konsentrasi polusi rendah. Air bawah tanah digunakan untuk mengencerkan air laut ke salinitas yang dibutuhkan untuk pemeliharaan, terutama pada waktu musim kemarau panjang. Pertambakan tanpa mempunyai sumber air tawar selalu mengalami kematian kepiting dan udang pada kondisi kemarau panjang karena suhu tinggi dan angin kencang yang panas menyebabkan sering kekurangan oksigen. Untuk menambah oksigen, air tawar yang mula-mula diareasi dipompa melalui teras yang bertingkat-tingkat. Sedangkan air tanah yang mempunyai kadar besi tinggi tidak mungkin digunakan, maka air sungai merupakan sumber utama. Tipe aerator kincir air ("paddlewell") yang digerakkan oleh listrik, digunakan pada saat tak ada angin pada saat udara panas atau dingin. Alat tersebut dioperasikan sepanjang malam, terutama pada pertengahan musim panas ketika suhu air mencapai 30° C. Kualitas air akan menurun cepat pada suhu tersebut. Pada keadaan tersebut pertukaran air melalui pompa juga perlu ditingkatkan. Pada musim dingin suhu air kolam kadangkadang turun sampai dibawah 10° C. Kepiting menjadi tidak aktif dan pertumbuhan terhenti. Untuk mencegah penurunan suhu mendadak, kedalaman air ditingkatkan, kecepatan nor-
mal pertukaran air bervariasi dari pergantian beberapa cm setiap beberapa hari sampai 2/3 volume kolam setiap dua mingu atau pergantian seluruh volume air tiap bulan. Kualitas air adalah faktor yang menentukan. Pengamatan ketat dilakukan untuk tandatanda "fouling organisms" dan tingkah laku ("behaviour") yang abnormal pada hewan yang dibudidayakan. Praktek yang umum diantara petani kepiting di Taiwan adalah membersihkan kolam dan membiarkannya kering beberapa minggu setelah panen, hal ini untuk mencegah pembentukan lapisan-lapisan yang mengandung hydrogen sulphide dan amonia pada lumpur didasar kolam. Pengeringan tambak ini secara langsung menghilangkan kompetitor dan predator seperti udang kecil Palaemon orientsis, ikan gobi dan tilapia dari tambak. Juga menebarkan kapur untuk membunuh telur-telur dari jenis pest yang merugikan pertambakan. Dalam hal polikultur dengan bandeng digunakan pupuk untuk merangsang pertumbuhan jenis blue-green algae dan diatom. Tetapi, beberapa tambak yang sukar dikeringkan, tidak dikeringkan untuk kurun waktu beberapa tahun. Peningkatan populasi bakteri pada kondisi ini diketahui menyebabkan sekurang-kurangnya satu penyakit pada kepiting. Organisme yang bertanggungjawab adalah bakteri yang merusak zat khitin, yang membentuk aluralur ("ulcer") pada karapas. Kepiting yang molting akan terluka, pada umumnya mati setelah terinfeksi satu bulan oleh bakteri tersebut. Pakan Pakan yang paling cocok dan paling mudah disediakan untuk udang adalah pellet buatan dan ikan rucah atau udang kecil;
6
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
untuk kepiting adalah siput hidup dan ikan rucah; dan untuk bandeng adalah algae dan pakan buatan atau dedak padi. Makanan yang paling disukai kepiting, terutama untuk penggemukan adalah siput air tawar dan air payau (Cerithidae spp.). Kepiting lebih suka memakan ikan, nampak tidak meyentuh pellet yang tersedia kecuali kelaparan. Meskipun udang juga merupakan diet alami dari kepiting lumpur, tetapi pemangsaan kepiting terhadap udang hanya terjadi pada saat udang yang sangat kecil molting. Oleh karena itu, udang ditebar dari ukuran 2 – 3 cm (panjang total), yaitu ketika kecepatan renang mereka terlalu cepat untuk ditangkap oleh kepiting, meskipun pada saat molting. Jumlah dari berbagai pakan yang diberikan tiap hari tidak dihitung secara persis. Sejumlah cukup pakan disediakan di kolam, rasio bervariasi tergantung pada kecepatan konsumsi, yang diperkirakan secara kasar dengan mata, pola ini yang paling banyak dipakai. Ikan rucah atau udang renik, yang disukai oleh udang dan kepiting diberikan 4– 5 g/m2/hari. Beberapa petani memberi sampai 5 x jumlah ini. Bila udang adalah species pokok pada lahan polikultur, pellet buatan (kandungan protein 38–45 %) juga diberikan. Yang paling umum untuk perbandingan pellet adalah maksimum 2% dari berat total saat itu, yaitu ± 400 g pellet/1000 udang atau 4 – 10 g/m2. Siput hidup diberikan sebanyak 10– 15 g/m2/hari untuk kepiting. Species yang bercangkang lunak juga dapat dikonsumsi oleh udang. Bandeng mula-mula diberi makan algae yang tumbuh di kolam, kemudian diberi pellet (kandungan protein 24 – 29 %) kira-kira sebanyak 4 % berat tubuh/hari. Pakan lain adalah 14 g dedak
padi/m2/hari. Apabila bandeng dianggap tak penting, maka tak ada pakan tambahan diberikan. Sebagai sumber yang kecil di polikultur, persediaan bandeng rendah, yaitu 0,1 – 0,4 ikan/m2. Pellet udang diberikan 2 – 4 x/hari, sepanjang tepi kolam. Siput dan potongan ikan diberikan 1 atau 2 x per hari disamping kolam atau ditebar diseluruh kolam. Pellet bandeng diberikan pada satu tempat di tambak, biasanya 1 x sehari. Telah ada satu pertanian yang memberikan pellet selama 12 jam per hari dengan menggunakan automatic feeder. TINJAUAN BUDIDAYA KEPITING DI NEGARA-NEGARA ASIA Kalau pembenihan kepiting (Scylla serrata) secara komersial sedang dikembangkan di Taiwan, di negara-negara Asia lainnya belum atau masih dalam taraf penelitian. India, pada tahun 1991 dapat memperoleh hasil 15 % Crab I dari penelitian pemeliharaan burayak kepiting bakau dalam waktu 24 – 30 hari setelah penetasan. Pakan yang digunakan untuk Zoea awal adalah rotifera yang dibudidayakan dengan Chlorella, untuk Zoea lanjut diberi nauplii Artemia. Suhu 27 – 30 ‰ dan salinitas 35 ppt. Budidaya kepiting bakau di Indonesia masih dalam taraf pengumpulan kepiting muda dari alam untuk dibesarkan, atau usaha penggemukan kepiting sebelum dipasarkan (CHOLIK et al. 1990). Pembesaran kepiting berukuran 20 – 50 g dilakukan di tambak bandeng. Produksi kepiting bertelur dapat dilakukan di tambak, atau kurungan di gobagoba. Yang dimaksud kepiting bertelur disini adalah kepiting matang gonada (mature gonade), dimana telurnya masih didalam tubuh kepiting tersebut. Usaha ini apabila
7
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
molting digunakan kepiting hasil tangkapan yang mempunyai berat tubuh kurang dari 100 gram, mempunyai harga rendah. Petani tambak mempercepat molting dengan cara menghilangkan empat pasang kaki jalan dari setiap kepiting. Kepiting tersebut dipelihara di tambak kecil backyard atau disawah. Masing-masing tambak berukuran 300–500 m2, mempunyai dua pintu "outlet" dan "inlet" untuk pertukaran air pada waktu pasangsurut. Kedalaman air di kolam berkisar 0,7– 1,0 m; sedangkan di sawah alur tepi mempunyai kedalaman 0,3–0,5 m. Padat penebaran awal 100 kg per tambak 300–500 m2. Kepiting diberi makan ikan rucah atau jenis kepiting lain yang tak berharga (pada umumya Uca sp.) sebanyak 3–5 % berat tubuh total setiap hari. Salinitas yang cocok berkisar 8–25 ppt. Salinitas lebih rendah dari 8 ppt akan meningkatkan mortalitas. Kepiting akan molting setelah 13 sampai 25 hari setelah kaki-kaki jalannya dihilangkan, sebagian besar terjadi setelah hari ke-14 sampai ke-20. Petani mengeringkan tambak pada saat surut untuk mengumpulkan kepiting yang akan molting. Kepiting tersebut dipindahkan ke jaring hapa (1,0 x 2,0 x 0,8 m) untuk memudahkan pemeriksaan peristiwa molting dan dapat segera mengambil kepiting lunak tersebut dari air. Apabila tidak segera diambil kulit kepiting itu akan mengeras dalam waktu beberapa jam. Kepiting molting diletakkan pada substrat lembab (misalnya kertas atau algae basah) dan dikirim ke bagian freezing dengan segera untuk komoditas ekspor. Di Jepang telah digunakan teknologi tinggi untuk produksi massal benih kepiting Portunidae yang disebut "gazami". Ini adalah kepiting Portunidae dari jenis Portunus trituberculatus (JUWANA 1992). Tetapi produksi massal benih kepiting jenis ini dimaksud untuk program penebaran benih
dilakukan di tambak, penebaran awal untuk kepiting dengan berat 150 g adalah 2 individu/ m 2 . Lama pemeliharaan sampai dijual di goba menggunakan kurungan berukuran 3 m3 yang diisi 70–110 kepiting betina, masingmasing mempunyai berat lebih dari 150 g. Setelah satu bulan diberi pakan ikan rucah 70–85 % dari mereka akan menjadi kepiting yang matang gonada (CHOLIK & HANAFI 1992). Demikian pula di Thailand, sedang dirintis suatu usaha pengemukan kepiting di tambak. Meskipun berat biomass hasil panen selalu lebih rendah dari berat biomass awal, harga kepiting betina yang mengandung telur dapat berlipat ganda dibanding kepiting yang kurus (MACINTOSH et al. 1993). Di Pilipina, kepiting tangkapan dipelihara pada kepadatan rendah di tambak intertidal sebagai panenan kecil dengan udang dan bandeng (COWAN 1984), ada juga yang telah mencoba dengan sistim monokultur. Menurut AGBAYANI et al. (1990) budidaya kepiting monokultur mempunyai nilai ekonomis yang baik di Pilipina dengan padat penebaran awal 5000 sampai 10000 individu per ha. Juvenil kepiting yang mempunyai berat sekitar 25,3 gram, memberikan keuntungan terbanyak. Peternak bandeng dapat mengalokasikan bagian dari kolam mereka untuk budidaya kepiting, supaya mendapatkan keuntungan lebih tinggi dan dapat meragamkan panen mereka. Sedangkan di Vietnam, petani mengumpulkan juvenil kepiting dari rataan pasang-surut (tidal flats) dan membudidayakannya di "backyard" (tambak kecil yang terletak dibelakang rumah mereka) atau disawah (LE 1992). Ada dua sistim budidaya kepiting di Vietnam yaitu penggemukan kepiting betina dan produksi kepiting molting (berkulit lunak). Untuk produksi kepiting
8
Oseana, Volume XX No. 1, 1995
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
kembaii kelaut (JUWANA 1994). Sedangkan untuk pembenihan dan penebaran kepiting Portunidae dari jenis Scylla serrata masih dalam taraf penelitian, meskipun produksi benih kepiting ini telah mencapai satu juta Crab I per tahun (TAMANO HATCHERY personal komunikasi.) Sedangkan Indonesia mempunyai beberapa jenis kepiting Portunidae, yang umum ditemukan adalah Scylla serrata dan Portunus pelagicus. Jenis-jenis lainnya yang berukuran cukup besar dan biasa dimakan tetapi jarang sekali dijumpai di pasar-pasar adalah : Charybdis (charibdis) callianassa, Charybdis (charybdis) truncata, Thalamita crenata, Thalamita danae, Thalamita prymna, dan Thalamita spinimana (MOOSA 1980). Oleh karena itu, diharapkan informasi tersebut di atas dapat berguna untuk mengembangkan budidaya kepiting dari berbagai species, baik untuk usaha komersial maupun pelestariannya.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, balai Penelitian Budidaya Pantai : 95 – 103. CHOLIK, F. and A. HANAFI 1992. A review of the status of the mud crab (Scylla sp.) fishery and culture in Indonesia. Dalam : ASFA 1 (23) 6 : 11739 – 1Q23. COWAN, L. 1984. Crab Farming In Japan, Taiwan And The Philippines. Queensland Departement Of Primary Industries QI 84009 : 87 pp. JUWANA, S. 1992. Produksi benih kepiting (Portunus trituberculatus pada beberapa hatchery di Jepang. Oseana XVII (1) : 31 – 44. JUWANA, S. 1994. Program restocking benih kepiting (Portunus trituberculatus) di Jepang. Oseana XIX (2) : 1 – 8. LE THANH HUNG 1992. Naga, The ICLRAM Quartely 15 (2) : 28 – 29. MACINTOSH, D. J.; C. THONGKUM; K. SWAMY; C. CHEEWA-SEDTHAM and N. PAPAHAVISIT 1993. Broodstock management and the potential to improve the exploitation of mangrove crabs, Scylla serrata (Forskal), through pond fattening in Ranong, Thailand 24 : 261 – 269. MARICHAMY, R. and S. RAJA-PACKIAM 1992. Experiments on larval rearing and seed production of the mud crab Scylla serrata (FORSKAL). Dalam : ASFA 1 (23) 6 : 11681 – 1Q23. MOOSA, M. K. 1980. Beberapa catatan mengenai rajungan dari Teluk Jakarta dan Pulau-pulau Seribu. Dalam : Sumber Daya Hayati bahari (BURHANUDDIN, M. K. MOOSA, H. RAZAK eds.). Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI, Jakarta : 57 – 79.
DAFTAR PUSTAKA AGBAYANI, R. R; D. D. BALIAO; G. P. B. SAMONTE; R. E. TUMALIUAN and R. D. CATURAO 1990. Economic feasibility analysis of the monoculture of mudcrab (Scylla serrata) Forskal. Aquaculture 91 : 223 – 231. CHEN, T.P. 1976. Aquaculture Practices in Taiwan. Page Bros (Norwich) Ltd : 12 – 128. CHEN, H. C. and K. H. JENG 1980. Study on the larval rearing of mud crab Scylla serrata. China Fish. 329 : 3 – 8. CHOLIK, R; H. PRAMANA; H. MANSUR dan ROSMIATI 1990. Prosiding Temu Karya Ilmiah Potensi Sumberdaya Perikanan Pantai Sulawesi Tengah. Departemen Pertanian, Badan
9
Oseana, Volume XX No. 1, 1995