USAHA PENCEGAHAN MELUASNYA PENYANDANG HIV/AIDS MELALUI PEMBERDAYAAN KELUARGA SECARA TERPADU: STUDI KASUS DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR Oleh M.M. Sri Dwiyantari*
Abstract Currently, there are 15 HIV/AIDS infected persons have been identified and 7 people died by HIV/AIDS in West Manggarai District. This district are in Red Zone of HIV/ AIDS dissemination. HIV/ AIDS widely disseminate by the incremental of veiled prostitution due to people poverity in West Manggarai. These phenomena also in line with Komodo Island tourism which increase recently. In other side, in West Manggarai there are many values which potential to be used to prevent HIV/ AIDS dissemination. The values include naturalty, consanguinity, togetherness and religious. Almost Manggarai Barat people also have wide cropland although it is in dried condition.In this study, we approach that family empowerment which conduct comprehensively can be used as a barrier for HIV/AIDS disseminate in West Manggarai District. Family empowerement may includes psychological, social, cultural , economic and family religiousness aspect. Keywords : poverty, prostitution, HIV/AIDS prevention, family empowerment Abstrak Hingga akhir tahun 2013 terdapat 15 kasus HIV/AIDS di Kabupaten Manggarai Barat, dan 7 jiwa di antaranya telah meninggal. Daerah ini kini termasuk zona merah penyebaran HIV/AIDS seiring dengan berkembangnya industri pariwisata di Pulau Komodo. Dikhawatirkan kasus HIV/AIDS tersebut akan meluas karena berkembangnya prostitusi terselubung di masyarakat karena faktor kemiskinan. Terkait hal itu, berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat dapat dimanfaatkan untuk pencegahannya. Potensipotensi masyarakat tersebut meliputi natural, kekerabatan yang kuat, penghargaan tinggi terhadap nilai-nilai kebersamaan, budaya yang kuat, kepatuhan yang kuat, religiusitas yang tinggi dan juga kepemilikan lahan pertanian yang cukup luas walau kondisinya tandus. Hasil kajian ini memandang bahwa program pemberdayaan keluarga secara terpadu dapat menjadi salah satu solusi untuk memperkuat keluarga guna menangkal meluasnya kasus HIV/AIDS tersebut. Pemberdayaan terpadu tersebut meliputi penguatan dari aspek psikologis, sosial, budaya, ekonomi dan religiusitas keluarga. Kata kunci: kemiskinan, prostitusi, pencegahan HIV/AIDS, pemberdayaan keluarga.
1. Pendahuluan Pembangunan industri di suatu daerah menjadi harapan bagi berbagai pihak, karena dengan berkembangnya industri diharapkan dapat mendorong pembangunan sosial ekononomi dan aspek-aspek kehidupan lainnya bagi masyarakat setempat. Namun demikian upaya pembangunan tersebut selalu menimbulkan dampak negatif. Kondisi seperti itu sejalan dengan pandangan Horton dan Hunt dalam Wibhawa (2010: 11) yang menyatakan bahwa “Suatu masyarakat yang mengalami perubahan pasti melahirkan masalah”. 12
Demikian pula pembangunan industri pariwisata yang sedang digalakkan di Pulau Komodo Manggarai Barat NTT. Pembangunan industri pariwisata di Pulau Komodo tersebut dikawatirkan berdampak pada meluasnya penyandang HIV/AIDS. Kekawatiran ini dikemukakan oleh Pimpinan Komisi Penanggulangan AIDS propinsi NTT Gusti Brewon yang dilansir dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa“ Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat NTT masuk Zona Merah penyebaran virus HIV/AIDS. Hal tersebut
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013|
seiring dengan tumbuhnya pariwisata di Pulau Komodo yang kemudian bermunculan pusat hiburan yang didalamnya terselip praktik prostitusi” (Kompas 7 Nopember 2013 hal. 18). Melihat kondisi tersebut maka diperlukan pemikiran bagaimana meminimalisir meluasnya penyandang HIV/AIDS tersebut. 2. Pembahasan 2.1. Kasus HIV/AIDS di Manggarai Barat- NTT Dari pernyataan Gusti Brewon tersebut dapat dipahami bahwa persoalan yang muncul di tingkat akar rumput adalah meluasnya penyandang HIV/AIDS yang disebabkan oleh munculnya prostitusi terselubung. Memang prostitusi yang memungkinkan seseorang berhubungan seks berganti-ganti pasangan bukan satu-satunya penyebab meluasnya penyandang HIV/AIDS, namun hal ini sangat potensial mempercepat meluasnya penyandang HIV/AIDS tersebut mengingat aktivitas ini sangat mudah dilakukan oleh seseorang dengan dalih mendapatkan pengahasilan keluarga. Terkait dengan permasalahan tersebut, tulisan ini ingin mengkaji jalan pencegahannya, melalui pendekatan peran keluarga dalam mengendalikan perilaku anggota keluarga dilingkungan sosialnya. Penulis berangkat dari konsep John Locke (1985) sebagaimana dikutip oleh Ihromi (2004: 67) yang mengatakan bahwa posisi pertama di dalam mendidik seorang individu terletak pada keluarga. Selain itu penulis juga mengacu pada konsep bahwa keluarga itu unsur dalam struktur sosial, dimana masyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga. Karya etika dan moral yang
tertua menerangkan bahwa masyarakat kehilangan kekuatannya jika anggotanya gagal dalam melaksanakan tanggung jawab keluarganya (Goode 1995: 2). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan keluarga sebagai unsur masyarakat. Melalui proses sosialisasi, seorang individu menghayati, mendarah dagingkan (internalize) nilai-nilai, norma dan aturan yang dianut kelompok dimana ia hidup, yang kemudian ia memiliki seperangkat sikap, nilai, kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan dan maksud, pola reaksi dan konsep yang mendalam dan kosistensi tentang dirinya sesuai dengan latar belakang budaya, status sosial keluarga maupun perannya dalam keluarga. Berangkat dari konsep tersebut maka bentuk intervensi pada keluarga seperti apa yang dapat dilakukan agar keluarga mampu mengendalikan anggota keluarganya untuk tidak terjerumus kedalam praktik-praktik prostitusi, sehingga dapat meminimalisir meluasnya penyandang HIV/AIDS di daerah khususnya di Manggarai Barat. Sebenarnya, jika dibandingkan dengan kasus di Kabupaten/Kota lain di wilayah NTT maka kasus HIV/AIDS yang terjadi di Manggarai Barat masih relatif kurang. Di Kabupaten Manggarai Barat kasusnya saat ini adalah 15 orang, meninggal 7 orang. Secara keseluruhan kasus HIV/AIDS di Propinsi NTT dapat dipahami melalui data yang dikemukakan oleh dr Husein Pancratius, Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) NTT adalah sebagai berikut:
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013
13
Tabel Jumlah Kasus HIV/AIDS di NTT, April 2013 * No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 19.
Kabupaten/Kota Belu Kota Kupang Sikka Ende Manggarai Lembata Flores Timur Sumba Timur Timor Tengah Selatan Sumba Barat Daya Ngada Kupang Timor Tengah Utara Alor Sumba Barat Nagekeo Manggarai Barat Sumba Tengah Rote nDao** Sabu Raijua ** Manggarai Timur** JUMLAH:
Jumlah kasus 481 357 339 103 82 69 69 64 63 53 47 46 44 33 20 20 15 13
Meninggal 119 45 40 57 11 27 12 14 15 19 19 7 16 14 11 8 7 2
2300
443
* Sumber: www.victorynews-media.com/humaniora, 18 April 2013 **Belum memiliki KPA sehingga belum diperoleh data laporan kasusnya
Dari tabel tersebut dapat dipahami bahwa kasus HIV/AIDS di Kabupaten Manggarai Barat tersebut relatif masih kecil jika dibandingkan kasus di kabupaten lain di NTT, namun jika tidak diantisipasi perluasannya, hal tersebut dapat mengancam masyarakat Manggarai Barat mengingat daerah ini berdekatan dengan Pulau Komodo yang sedang gencar dikembangkan industri pariwisata. Pengembangan pariwisata di wilayah ini secara langsung dan tidak langsung akan mendorong masyarakatnya untuk bersentuhan dengan industri tersebut, yang jika tidak hati-hati juga sangat dekat dengan prostitusi. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Pimpinan Komisi Pemberantasan HIV/AIDS Propinsi NTT yang mensinyalir terjadinya peningkatan kasus yang drastis selama periode Januari 2012 hingga Desember 2012. Dalam kurun waktu 1 tahun jumlah kasus meningkat dari 1.100 kasus menjadi 1.900 kasus (meningkat 90%) di NTT. Oleh karena itu yang menarik untuk segera diupayakan adalah bagaimana mencegah berkembangnya HIV/AIDS didaerah tersebut 14
seiring dengan berkembangnya industri pariwisata di daerah tersebut. 2.2. Sekilas tentang HIV/AIDS 2.2.1. Pengertian HIV (Human Immunodeficiency Virus), adalah virus yang memperlemah system kekebalan tubuh yang pada akhirnya menyebabkan AIDS. AIDS (Aqcuired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu kondisi medis yang menunjukkan lemahnya sistem kekebalan tubuh, yang kerap terwujud dalam bentuk infeksi yang bersifat ikutan (opportunistic) yang hingga saat ini belum bisa disembuhkan. Perjalanan HIV menuju AIDS (bila tanpa pengobatan) membutuhkan waktu 5 – 10 tahun dan tanpa gejala-gejala. Oleh karena itu untuk mengetahui status seseorang terinfeksi atau tidak hanya dapat dilakukan dengan tes status HIV. Virus HIV merusak atau menyerang sel CD4 (sel darah putih) sehingga jumlahnya berkurang terus. Tubuh seseorang dengan HIV mudah terserang berbagai penyakit bila CD4 rendah yaitu jika < 350/tetes darah. Dengan pengobatan,
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013|
seseorang yang terinfeksi HIV, CD4-nya ditingkatkan untuk mencapai lebih dari 350/tetes darah, sehingga tidak mudah terserang penyakit. Adapun 2 (dua) Prinsip penularan HIV: Prinsip 1: MEDIA penularan HIV melalui 4 (empat) jenis cairan tubuh: (1) darah, (2) cairan semen, (3) cairan vagina dan (4) air susuibu Prinsip 2: PINTU masuk HIV kedalam tubuh adalah (1) luka terbuka dan (2) Jaringan yang sangat halus (vagina, penis, anus, usus dll) 2.2.1. Penularan HIV/AIDS Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9 (sembilan) dari 10 (sepuluh) ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) tidak tahu bahwa dirinya positip HIV. Akibat dari kondisi ini adalah: (1) Penularan terus berlangsung, (2) Terlambat mengobati dan (3) Jatuh kedalam AIDS. Dan tidak seorangpun dapat menjamin dirinya/ pasangannya bebas HIV, oleh karena itu mengetahui status HIV lebih cepat lebih baik karena kita dapat menyelamatkan keluarga dan menata masa depan setia pada pasangannya. HIV/AIDS menular melalui: a. Berhubungan seks berganti-ganti pasangan b. Menggunakan jarum suntik secara bergantian, bekas pakai atau tidak steril c. Dari ibu kebayi melalui proses kehamilan, melahirkan dan menyusui d. Transfusi darah dari orang dengan HIV e. Walaupun belum ada data yang akurat, dapat juga terjadi penularan melalui penggunaan pisau cukur, interaksi antara pasien dan dokter. Adapun ABCDE-nya (lima cara pencegahan) HIV/AIDS ialah: A – Abstinence, Anda tidak melakukan seks sebelum menikah B – Be faithfull, Bersikap C – Condom, Cegah dengan memakai kondom D – Don’t share needles, Dihindari penggunaan narkoba suntik E – Education, Edukasi Menghindari penularannya dan tetap sayangi ODHA-nya Hal penting yang harus dpahami oleh masyarakat adalah bahwa kita tidak perlu takut tertular ketika berdekatan dengan pengidap HIV karena penularan HIV tidak akan terjadi melalui udara atau bersentuhan dengan pengidap HIV. Virus HIV tidak bisa hidup bila berada diluar tubuh manusia, pada suhu yang lebih tinggi dari suhu tubuh manusia, pada tingkat PH asam dan
jika terkena udara. Kita tidak perlu takut pada virus HIV yang terpenting adalah kita menghindari penularannya Adapun HIV/AIDS tidak menular melalui: a. Sentuhan, berjabat tangan, berpelukan, bererang, keringat, batuk, bersin dan berciuman b. Menggunakan alat kerja yang sama misalnya komputer, mesin fotocopy, alat tulis, kursi, meja dan lainnya c. Makan, minum, serta menggunakan alat makan bersama d. Pemakaian WC/toilet bersama e. Berbagi ruangan kantor/hidup serumah dengan orang HIV dan AIDS f. Melakukan kegiatan bersama misalnya mengangkut barang, bekerja kelompok, rapat dan lainnya g. Gigitan nyamuk atau seranggga lain Yang penting kita harus tetap care dan menyanyangi mereka yang telah terdekteksi terinfeksi HIV, tetap menyayangi ODHA-nya (Orang Dengan HIV/AIDS). Kita tidak boleh memberi penilaian, stigma dan diskriminasi padanya. 2.3. Kondisi Keluarga dan Masyarakat Manggarai Barat NTT 2.3.1. Kondisi fisik, sosial, budaya dan ekonomi Kabupaten Manggarai Barat NTT adalah sebuah kabupaten yang berada di Pulau Flores bagian Barat. Selain terdiri dari daerah bagian Barat P Flores tersebut Kabupaten juga meliputi pulau-pulau disekitarnya yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Gili Motang. Daerah ini berbatasan dengan Pulau Sumbawa dan dibatasi oleh Selat Sape. Kabupaten ini beribu kota di Labuan Bajo, sebuah kota yang juga menjadi pintu utama masuk ke Kabupaten ini dan ke Pulau Flores dari arah Barat, dari Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Luas wilayah Kabupaten ini adalah 2.397.03 km, terdiri dari 10 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 116 Desa. Jumlah penduduknya adalah 207.822 jiwa (www.kemendagri.go.id – tahun 2013). Jadi tingkat kepadatan penduduk adalah 87 jiwa per km2. Bandingkan dengan kepadatan penduduk didaerah lain seperti Kabupaten Tangerang adalah 2.365 jiwa per km2, Kabupaten Bogor 1502 jiwa per km2 dan Kabupaten Belu NTT 160 jiwa per km2 dan lain-lain (sumber: diolah dari www.kemendagri.go.id)
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013
15
2.3.2. Sekilas sejarah Berdasarkan penyelidikan para arkeolog dan etnograf di Manggarai termasuk Manggarai Barat telah ditemukan beberapa jejak kehidupan purba, antara lain dapat dilihat dari pola perkampungan masyarakat purba dan penemuan fosil purba dibeberapa tempat. Salah satu bukti prasejarah yang masih ada sampai sekarang di Manggarai Barat adalah satwa Komodo (Varanus komodoensis). Komodo merupakan kadal tertua yang masih hidup. Nenek moyang langsung dari Komodo (Famili Varanidae) hidup pada 50 juta tahun yang lalu. Pada saat ini Komodo dapat ditemui di Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Gili Motang dan sebagian kecil di utara dan barat Pulau Flores. 2.3.3. Masyarakat Manggarai Barat Masyarakat Manggarai Barat merupakan bagian dari Masyarakat Manggarai. Pada masa reformasi, Manggarai mengalami pemekaran wilayah menjadi Manggarai Barat dan Manggarai. Perubahan ini terjadi pada tahun 2003. Pemekaran wilayah ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Secara historis, masyarakat Manggarai dan Manggarai Barat tidak dapat dipisahkan. Seperti daerah lain di NTT, Manggarai Barat juga mendapat pengaruh pengembaraan dari orang-orang seberang seperti Cina, Jawa, Bugis, Makasar, Belanda dan sebagainya. Kerajaan yang pernah berkuasa di Manggarai adalah Kesultanan Goa dan Bima. Selain itu Belanda juga berpengaruh. Pengaruh Belanda ada
sejak adanya 3 kali ekspedisi ke Manggarai yaitu tahun 1850, 1890 dan 1905. Pengaruh Belanda di Manggarai terutama pada didirikannya sekolahsekolah dan agama Katholik. Kristianitas, khususnya Katholik sudah dikenal penduduk Pulau Flores sejak abad ke 16. Tahun 1556 Portugis tiba pertama kali di Solor. Tahun 1561 Uskup Malaka mengirim empat misionaris Dominikan untuk mendirikan misi permanennya. Tahun 1566 Pastur Antonio da Cruz membangun sebuah benteng di Solor dan sebuah seminari di dekat Kota Larantuka. Tahun 1577 di Flores sudah terdapat sekitar 50.000 orang Katholik. Kemudian pada tahun 1641 terjadi migrasi besar-besaran, penduduk Melayu Kristen ke Larantuka ketika Portugis ditaklukkan Belanda di Malaka. Sejak itulah kebanyakan penduduk Flores mulai mengenal kristianitas, dimulai dari Pulau Solor dan Larantuka di Flores Timur kemudian menyebar ke seluruh daratan Flores (termasuk Manggarai dan Manggarai Barat) dan Timor. Dengan demikian berbeda dari penduduk di daerah lain di Indonesia, mayoritas masyarakat Pulau Flores memeluk agama Katholik. Penyebaran ini dilakukan melalui peningkatan pendidikan masyarakat. Foto berikut memberikan gambaran bagaimana religiusitas - Kristiani masyarakat Manggarai Barat. Salah satu gambarannya tampak dalam sikap anak-anak ketika berdoa yang tunduk dan hormat.
Keterangan: Sikap anak-anak dalam berdoa, salah satu gambaran religiusitas masyarakat setempat Dok. KKN Mahasiswa UGM, Juli – Agustus 2013
16
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013|
2.3.4. Nilai budaya Dalam penyelesaian konflik, baik yang menyangkut tanah maupun konflik sosial yang melanggar norma adat, pertama kali dilakukan pada masing-masing kilo atau masing-masing suku (panga), tergantung pada muatan jenis dan pelanggarannya. Setiap persoalan biasanya diselesaikan secara damai dengan mekanisme hambor (perdamaian adat). Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada prinsip ipo ata poli wa tanan nganceng lait kole (apa yang telah diputuskan bersama tidak dapat diganggu gugat). Sanksi terhadaap pelanggaran tidak berupa uang melainkan berupa benda atau hewan seperti tuak, ayam, anjing, babi dan sebagainya. Kendati masyarakat tinggal di daerah yang dapat dikatakan kurang subur karena sedikitnya curah hujan di daerah tersebut dan jarak fisik antara komunitas satu dengan yang lain cukup berjauhan (kepadatan penduduk hanya 87 jiwa per km2), namun interaksi dan kerukunan masyarakat
Manggarai Barat baik. Mereka beriteraksi melalui berbagai kegiatan antara lain upacara adat yang disertai dengan tarian-tarian adat setempat. Kepatuhan masyarakat setempat akan nilai-nilai kaharmonisan dipegang kuat. Kondisi yang tandus ini juga yang menjadi salah satu faktor kemiskinan yang terjadi di daerah setempat, khususnya di daerah pedesaannya. Dalam kondisi semacam ini jika tidak hati-hati maka masyarakat akan mudah tertarik untuk melakukan pekerjaan apapun kendati hal itu tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang diyakininya. Salah satu contohnya adalah pekerjaan prostitusi yang dapat mendatangkan uang relatif mudah. Gambar berikut adalah salah satu bukti bagaimana keakraban masyarakat setempat dengan tarian daerah yang menjadi media interaksi masyarakat setempat
Keterangan: Keakraban di masyarakat dan tarian daerah sebagai media interaksi masyarakat Dok. KKN Mahasiswa UGM Juli-Agustus 2013 di Manggarai Barat
2.4. Pencegahan HIV/AIDS melalui Pemberdayaan Keluarga Secara Terpadu 2.4.1. Masalah dan penyebabnya Merebaknya penularan HIV/AIDS di masyarakat memang bukan semata-mata disebabkan oleh industri pariwisata yang mendorong berkembangnya prostitusi. Namun demikian, apabila pembangunan industri pariwisata di Pulau Komodo yang sedang gencar tersebut tidak dibarengi dengan upaya antisipatif pencegahan HIV/AIDS maka masyarakat Manggarai Barat yang memiliki karakteristik natural dan memiliki, religiusitas yang tinggi bisa terpengaruh oleh hadirnya industri tersebut
sehingga memungkinkan meluasnya penyandang HIV/AIDS. Alasan paling kuat mengapa seseorang terjun pada prostitusi ternyata didorong oleh motivasi untuk “memperoleh pendapatan”. Terjun ke prostitusi menjadi salah satu cara untu meniadakan kemiskinan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Koentjoro (2004) dalam repository.usu.ac.id/bitstream bahwa secara umum terdapat lima alasan yang paling mempengaruhi dalam menuntun seorang perempuan terjun ke prostitusi yaitu materialisme, modeling, dukungan orangtua, lingkungan yang permisif, dan faktor ekonomi. Mereka yang
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013
17
hidupnya berorientasi pada materi akan menjadikan banyaknya jumlah uang yang dikumpulkan dan kepemilikan sebagai tolok ukur keberhasilan hidup. Bagi seseorang yang hidup berkekurangan, kemiskinan menjadi faktor pendorongnya. Hal ini seperti dikemukakan oleh Tika (nama samara), remaja berusia 18 tahun sebagai berikut: “Awak jadi kek gini karena buat biaya hidup keluarga mbak, buat kebutuhan hidup, mau gak mau dengan cara gini bisa. Dulu sempat juga sih kerja di pabrik roti tapi nggak cukup buat hidup sekarang ini. Sekali kerja ginian lumayan yang didapat, kerjanya juga nggak capek dan cepet dapetin duitnya” (repository.usu.ac.id/bitstream)
Mengingat kondisi sosial ekonomi masyarakat Manggarai Barat dengan latar belakang daerah yang tandus, dapat dipahami jika faktor kemiskinan di daerah setempat dapat menjadi pendorong utama prostitusi terselubung, bukan masalah modeling dan sejenisnya. Oleh karena itu perlu ditangani kemiskinannya, selain masalah psikologis dan sosial. Jadi penangannya harus dilakukan secara terpadu , demikian seperti dikemukakan oleh Ife (2006: 495). Untuk itu peran koordinatif dari Pemda setempat penting dengan melibatkan unsur masyarakat, mis. LSM, CSR-dari berbagai bidang industri/bisnis. Tidaklah mungkin masalah kemiskinan hanya ditangani dengan interview, persuasi tanpa langkah yang konkrit, berupa aksi yang dapat diterapkan dalam mengatasi kemiskinan agar keluarga di masyarakat setempat tidak terjerumus ke dalam praktik-praktik prostitusi demi mendapatkan sejumlah uang. 2.4.2. Potensi Dari uraian diatas dapat dilihat berbagai macam potensi dalam upaya pencegahan meluasnya HIV/AIDS di masyarakat Manggarai Barat: a. Potensi kelembagaan Di Manggarai Barat telah terdapat lembaga KPA. Melalui lembaga ini dapat diupayakan pencegahan penyebaran HIV/AIDS di Manggarai Barat dengan melibatkan keluarga yang nota bene keluarga adalah unsur penting bagi pengendalian perilaku anggotanya yang adalah juga sebagai unsur masyarakat. b. Potensi keluarga dan masyarakat Berbagai potensi masyarakat Manggarai Barat yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Dari segi sosial budaya, warga masyarakat di Manggarai Barat adalah : a. Natural, masyarakatnya belum banyak terpengaruh oleh budaya modern jika 18
dibandingkan dengan masyarakat lain khususnya yang berada diperkotaan b. Kekerabatan yang kuat c. Penghargaan tinggi terhadap nilai-nilai kebersamaan d. Memiliki budaya yang kuat 2. Religiusitas yang tinggi 3. Secara fisik, lahan pertanian yang dimiliki oleh warga cukup luas, hanya saja memang kondisinya tandus. 2.4.3. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemda setempat Pemda setempat dan KPA dan KPAD telah melakukan berbagai upaya untuk menangani meluasnya HIV/AIDS di daerah setempat. Upaya tersebut adalah: a. Perawatan dan pengobatan orang yang sudah terinveksi HIV b. Mitigasi dampak sosial akibat HIV/AIDS c. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi upaya penanggulangan HIV/AIDS Pemda setempat dan KPA juga telah membangun kesadaran masyarakat untuk mendukung penanganan HIV/AIDS di daerah setempat dan mendorong aktifnya KPA di setiap kabupaten/kota. Hal ini seperti dikemukakan oleh dr Husein Pancratius/Sekretrais KPA NTT, (www.victorynews-media.com/humaniora, 18 April 2013), bahwa secara kelembagaan penting menghidupkan semua KPA di setiap kapupaten/kota. Selain itu KPA setempat juga telah mensosialisasikan pentingnya setiap individu memperhatikan hal-hal berikut dan berkomitmen: a. Bagi yang belum memiliki pasangan harus puasa seks, tidak melakukan seks sebelum menikah. b. Bagi yang sudah menikah tidak melakukan hubungan seks dengan orang lain (setia dengan pasangan), dan jika kedua cara tersebut tidak dapat dilakukan maka, c. Jika ingin melakukan hubungan seks harus memakai kondom. 2.4.4. Program pemberdayaan keluarga terpadu Berkaitan dengan pencegahan dan penanganan masalah tersebut, hasil kajian ini melihat pentingnya upaya menangkal berkembangnya prostitusi terselubung di masyarakat dengan pendekatan penguatan (pemberdayaan) keluarga, dengan memperhatikan potensi-potensi yang dimiliki individu dan masyarakat setempat.
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013|
Adapun pemberdayaan keluarga tersebut dapat dilakukan melalui: a. Pemberdayaan Keluarga dalam hal nilai-nilai Keberadaan KPA di Manggarai Barat tersebut merupakan kondisi yang strategis dalam pencegahan dan penanganan HIV/AIDS di daerah setempat. Dalam hal ini KPA setempat dapat bersinergi dengan berbagai institusi, khususnya lembaga-lembaga kerabatan, keagamaan, lembaga pelayanan dalam mendorong keluarga-keluarga untuk mengendalikan anggota-anggota keluarganya dalam memegang teguh norma sosial dan nilainilai kehidupan yang selama ini diyakini. Hal ini dapat menjadi media pengendali agar mereka tidak terjerumus kedalam prostitusi,
sehingga meluasnya penyandang HIV/AIDS dapat terkendali. b. Mengingat daerah setempat adalah daerah yang memiliki lahan yang luas, maka pemberdayaan keluarga dapat dilakukan melalui bidang pertanian. Dari praktik baik mahasiswa KKN ternyata pengolahan lahan yang baik dapat menghasilkan sayur mayur yang subur seperti gambar dibawah ini. Dengan model pemberdayaan keluarga seperti ini diharapkan keluarga dapat memanfaatkan waktu luang secara produktif yang pada gilirannya memiliki harapan untuk terpenuhinya kebutuhan ekonomi mereka sehingga tak beralasan lagi untuk terjun ke dunia prostitusi demi penghasilan.
Keterangan: Praktik baik penanaman sayuran dilahan penduduk- sarana pemberdayaan keluarga Dok. KKN mahasiswa UGM Juli – Agustus 2013 di Manggarai Barat
3. Kesimpulan dan Saran 3.1. Kesimpulan a. Pembangunan melalui industri selain memberi dampak positip bagi kesejahteraan masyarakat setempat juga memungkinkan munculnya dampak negatif. b. Pembangunan pariwisata di Pulau Komodo memungkinkan berkembangnya praktik-prkatik prostitusi di Manggarai Barat yang dapat berakibat pada meluasnya penyandang HIV/AIDS. Dan Hingga saat ini daerah Manggarai Barat masuk katergori zona merah untuk kasus HIV/AIDS, meskipun jika dibanding Kabupaten lain di NTT, kasus di Manggarai Barat terhitung masih relatif lebih kecil. Namun jika tidak diantisipasi dan diupayakan pencegahannya secara intensif hal tersebut bisa berakibat fatal bagi masyarakat. c. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Propinsi NTT telah melakukan berbagai upaya untuk mendata dan menangani meluasnya
penyandang HIV/AIDS di wilayahnya, termasuk di Kabupaten Manggarai Barat. Namun ternyata di NTT terjadi kenaikan penyandang HIV/AIDS 90% hingga 2013. Memang dengan angka ini dapat dipandang sebagai sisi positif yaitu karena berkembangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri. Namun di sisi lain angka tersebut juga kemungkinan karena proses penularan yang terjadi secara cepat di masyarakat tersebut. Upaya penanggulangan perlu terus menerus dilakukan dengan membangun kekuatan yang berasal dari dalam keluarga agar keluarga memiliki daya tangkal yang kuat dan bersifat preventif. d. Pemberdayaan keluarga secara terpadu dapat menjadi salah satu cara pencegahan meluasnya prostitusi yang dapat mendorong meluasnya penyandang HIV/AIDS. Jadi selain pendekatan secara sosial psikologis dan religi juga penting pemberdayaan melalui praktik-praktik
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 15/2/Desember/2013
19
peningkatan ekonomi keluarga agar masalah kemiskinan keluarga (faktor ekonomi) tertangani dan tidak menjadi alasan bagi keluarga untuk terjebak dalam praktik prostitusi. 3.2. Saran a. Keluarga-keluarga di Manggarai Barat agar dapat meningkatkan daya tangkalnya menghadapi situasi kehidupan sosial ekonomi budaya baru yang diwarnai oleh industri pariwisata. Dalam hal ini keluarga beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi yang sifatnya positif. b. Dalam kaitannya dengan point a diatas, Komisi Penaggulangan AIDS Manggarai Barat dapat melakukan upaya pemberdayaan keluarga sehingga ketahanan keluarga itu datang dari dalam keluarga. Dalam hal ini selain memberdayakan dalam menguatkan keluarga dari sisi sosial, psikologis, budaya juga lebihlebih dari sisi perkenomian keluarga, mengingat kemiskinan selalu menjadi alasan utama bagi mereka untuk terjun dalam dunia prostitusi yang menyebabkan meluasanya penyandang HIV/AIDS. c. Lembaga-lembaga di daerah setempat seperti sekolah-sekolah, gereja, pengurus masjid, lembaga adat, dan lembaga-lembaga lain diberdayakan untuk berperan dalam memberdayakan keluarga dan anggotanya guna pengendalian prostitusi.
REFERENSI
Alfitri. 2011. Community Developmenet, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
McKenry, Patrick (Ed). Families and Change, Coping Stressful Events. New Delhi: Sage Publications Mujiyadi, (Ed.). 2010. Pemberdayaan Keluarga, Studi Evaluasi AKSK di Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur. Jakarta: P3KS Press Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta Suharto, Edi. 2009. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat CSR/Corporate Social Responsibility. Bandung: Alfabeta Wibhawa, Budhi, dkk. 2010. Dasar-dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ife,
Jim.1995. Community Melbourne: Longman.
………,
Development.
2006. Community Development, Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Terjemahan oleh Satrawan Manullang dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
………, 2011. Pekerjaan Sosial Di Indonesia, Sejarah dan Dinamika Perkembangan. Yogyakarta: Samudra Biru Sumber lain: www. kemendagri.go.id www.manggaraibaratkab.go.id www.wisatamelayu.com (Hatib Abdul Kadir)
Goode, William J. 1995. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara. Hikmat, Harry (Ed). 2009. Masalah Sosial di Indonesia, Executive Summary Hasil Penelitian Tahun 2009 Puslitbang Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Puslitbang Badiklit Kementeria Sosial RI Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Obor 20
* M. M. Sri Dwiyantari Dosen PNS Kopertis III d.p.k STISIP Widuri, Lektor Kepala/Pembina. Menamatkan S1 Program Studi Ilmu Ekonomi Umum FKIPUniv Sanata Dharma dan S-2 Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia. Email:
[email protected]
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 13/2/Desember 2012