Press Release Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tentang Prediksi Iklim, Kalender Tanam Terpadu dan Monitoring Standing Crop MK 2015 Bandung, 14 April 2015 (1)
Prediksi iklim global yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian Internasional seperti IRI, POAMA, JAMSTEC, dll menyatakan bahwa kondisi iklim global berada pada kisaran Normal. Hal ditunjukan dengan anomali Suhu Muka Laut di wilayah Nino 3.4 sekitar +0.3oC. Anomali Suhu Muka Laut pada lautan Hindia juga sekitar 0,0oC, sehingga IOD berada pada kisaran Normal.
(2)
Walaupun prediksi global pada Musim Kemarau 2015 tidak menggambarkan fenomena El-Nino, namun untuk mengantisipasi kehadiran El-Nino atau kondisi ekstrim lainnya diperlukan pemantauan terus-menerus hingga periode AgustusSeptember-Oktober 2015.
(3)
Sistem Informasi Katam Terpadu versi 2.1. merupakan versi mutakhir untuk MK 2015 yang mengalami beberapa penyesuaian dalam upaya adaptive maintenance. Sistem Informasi Kalender Tanam terpadu dilaunching 2 kali setahun, masing-masing adalah Musim Hujan untuk periode Oktober-Maret, dan Musim Kemarau untuk periode AprilSeptember. Namun kedua launching tersebut tetap menginformasikan secara utuh 3 musim tanam (MT-1/MH, MT-2/MK-1 dan MT3/MK-2).
(4)
SI Katam Terpadu versi 2.1 dilengkapi dengan (A) informasi Standing Crop mutakhir sesuai dengan fase pertumbuhan padi sawah, di Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi; (B) informasi waktu tanam dengan memperhitungkan karakteristik pola curah hujan masing-masing wilayah, yang meliputi beberapa lokasi atau ZOM. Pola curah hujan tersebut adalah monsunal, equatorial, moderate dan lokal; (C) informasi waktu tanam padi, jagung dan kedelai di lahan rawa, lebak dan pasang surut, beserta rekomendasi varietas dan pupuknya; dan (D) Informasi cara bertanam jajar legowo pada info BPP
(5)
Awal MK 2015 Indonesia dominan terjadi pada April II-III mencakup 1.234 kecamatan, dan Mei III-Jun I mencakup 2.033 kecamatan, terutama di Pulau Sumatera dan Jawa.
(6)
Di Provinsi Jawa Barat, awal MK 2015 terjadi pada April I – Juni III. Sebagian besar awal musim kemarau pada Mei III menyebar di Priangan hingga ke pantai selatan.
(7)
Prakiraan curah hujan pada MK 2015 berkisar: (A) >200 mm/bulan terjadi di 1.644 kecamatan dan menghasilkan luas tanam potensial 365.937 Ha untuk padi sawah dan 179.483 Ha untuk jagung/kedelai Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua; (B) 100-200 mm/bulan, yang menyebar di 2.496 kecamatan dan mencakup luas tanam potensial 1.542.632 Ha untuk padi sawah (irigasi dan rawa) dan 633.943 Ha untuk jagung/kedelai, menyebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi; (C) 60-75 mm/bulan menyebar di 1.011 kecamatan atau mencakup luas tanam potensial 985.952 Ha untuk padi sawah irigasi dan 496.546 Ha untuk kedelai, menyebar di Jawa, Bali-Nusa Tenggara dan Sulawesi, serta kisaran 75-100 mm/bulan menyebar di 1.051 kecamatan atau mencakup luas tanam potensial 11.149.652 Ha untuk padi
sawah (irigasi dan rawa) dan 292.677 Ha untuk jagung/kedelai, menyebar di Jawa, Bali-Nusa Tenggara dan Sulawesi; dan (E) <60 mm/bulan menyebar di 780 kecamatan dan menghasilkan luas tanam potensial 452.493 Ha untuk padi sawah irigasi di Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. (8)
Rata-rata curah hujan MK 2015 di Jawa Barat diprediksi antara 60-100 mm/bulan mencakup 654.102 ha luas potensial padi sawah, 114.882 ha jagung/kedelai, dan 66.425 ha kedelai.
(9)
Sifat hujan pada MK 2015 umumnya NORMAL. Sifat Hujan: (A) NORMAL menyebar di 3.762 kecamatan atau mencakup luas tanam potensial 3.048.297 Ha untuk padi sawah (irigasi dan rawa), 697.980 Ha untuk jagung/kedelai dan 344.796 Ha untuk kedelai terutama di Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi; (B) BAWAH NORMAL pada MK 2015 terjadi di 1.766 kecamatan atau mencakup luas tanam potensial 908.859 Ha untuk padi sawah (irigasi dan rawa), 254.316 Ha untuk jagung/kedelai dan 87.975 Ha untuk kedelai terutama di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua; dan (C) ATAS NORMAL pada MK 2015 menyebar di 1.454 kecamatan atau mencakup luas tanam potensial 639.511 Ha untuk padi sawah (irigasi dan rawa), 153.807 Ha untuk jagung/kedelai dan 63.776 Ha untuk kedelai terutama di Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua.
(10) Sifat hujan di Jawa Barat selama MK 2015 umumnya NORMAL mencakup 509.459 ha luas potensial padi, 104.583 ha luas potensial jagung/kedelai, dan 34.888 ha luas potensial kedelai di lahan sawah. (11) Awal MK: (A) sama dengan NORMALnya di 1.899 kecamatan menyebar merata di seluruh Indonesia; (B) Maju 3-5 dasarian diprediksi terjadi di 212 kecamatan di Jawa, Kalimantan dan Sulawesi; (C) Maju 1-2 dasarian terjadi di 1.445 kecamatan di Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Papua; (D) Mundur 1-2 dasarian dibandingkan Normalnya, diprediksi terjadi di 1.569 kecamatan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku; dan (E) Mundur 35 dasarian diprediksi terjadi di 223 kecamatan di Sumatera, Bali-Nusa Tenggara dan Kalimantan. (12) Diprediksi rekomendasi dan April II-III, Mei nasional pada MK 2015 seluas 509.561 Ha, 496.546 Ha.
awal waktu tanam dominan terjadi pada Maret III - April I, I-II dan Mei III- Juni I. Rekomendasi potensi luas tanam mencakup padi sawah irigasi seluas 3.987.105 Ha, padi rawa jagung/kedelai seluas 1.197.767 Ha, dan kedelai seluas
(13) Di Provinsi Jawa Barat rekomendasi awal tanam dominan terjadi pada (A) Maret III – April I mencakup 125.208 ha luas potensial padi, 24.842 ha luas potensial jagung/kedelai, dan 20.881 ha luas potensial kedelai di lahan sawah, serta pada (B) Mei III – Juni I mencakup 317.236 ha luas potensial padi, 65.013 ha luas potensial jagung/kedelai, dan 10.811 ha luas potensial kedelai. (14) Lahan sawah berpotensi sangat rawan terkena kekeringan adalah Pantai Timur Aceh, Kab Langkat, Padang Lawas dan Deli Serdang di Sumatera Utara, OKU dan Muba di Sumatera Selatan, sebagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, kalimantan Selatan serta di Kabupaten Bima, dan Lombok Tengah. (15) Lahan sawah berpotensi sangat rawan terkena serangan penggerek batang terjadi di sebagian Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan lahan sawah yang sangat rawan terkena serangan wereng batang coklat dan kresek terdapat di sebagian Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogjakarta.
(16) Rekomendasi varietas padi berdasarkan toleransi terhadapat kerawanan bencana, sebagai berikut: a.
Varietas rekomendasi padi untuk wilayah rawan-sangat rawan banjir: INPARA 4, INPARA 5, INPARI 29, INPARI 30, KAPUAS, BATANGHARI, BANYUASIN, SIAK RAYA, LAMBUR, DENDANG.
b.
Varietas rekomendasi untuk wilayah rawan-sangat rawan kekeringan: INPARI 10, INPARI 18, INPARI 19, SITU PATENGGANG, LIMBOTO, BATUTEGI, SITUBAGENDIT, INPAGO 6, INPAGO 7, INPAGO 8.
c.
Varietas rekomendasi untuk wilayah rawan-sangat rawan terserang Tungro: TUKAD PETANU, TUKAD UNDA, INPARI 7, INPARI 21.
d.
Varietas rekomendasi untuk wilayah rawan-sangat rawan terserang WBC, adalah: INPARI 6, INPARI 13, INPARI 18, INPARI 19, MEKONGGA, INPARI 31, INPARI 32, INPARI 33.
e.
Varietas rekomendasi untuk wilayah rawan-sangat rawan terserang Blast: INPARI 11, INPARI 17, BATANG PIAMAN, SITU PATENGGANG, LIMBOTO, DANAU GAUNG, BATUTUGI, INPARI 32 HDB.
f.
Varietas rekomendasi untuk wilayah rawan-sangat rawan terserang Kresek (HDB): INPARI 1, INPARI 4, INPARI 6, INPARI 11, INPARI 17, CONDE, ANGKE, INPARI 32 HDB.
(17) Rekomendasi pupuk a.
Rekomendasi pemupukan pada SI Katam Terpadu ditetapkan berdasarkan pada status hara tanah tahun 2014 dan prinsip-prinsip pupuk berimbang, di mana di setiap rekomendasi pupuk dianjurkan untuk menambahkan pupuk organik. Pupuk organik diperlukan selain untuk memperbaiki kesuburan tanah, juga dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Selain itu, penambahan pupuk organik mampu meningkatkan daya jerap air tanah dapat meningkat signifikan.
b.
Untuk lahan rawa, juga menggunakan prinsip seperti di atas, namun pada tipe lahan rawa pasang surut perlu ditambahkan pupuk dolomit sesuai anjuran untuk menurunkan tingkat kemasaman tanah.
(18) Tingkat kecukupan traktor dan thresher a.
b.
c.
Pemutakhiran dan pengembangan basis data alat mesin pertanian secara berkala terus dilakukan. Di mana pada MK 2015, selain data tingkat kecamatan juga dilengkapi dengan data tingkat kabupaten. Untuk data kabupaten sudah mencakup seluruh Indonesia, sedangkan pada tingkat kecamatan masih terbatas atau kurang dari 50%. Dari data yang berhasil dikumpulkan menunjukkan, kinerja pemanfaatan alsintan di tingkat UPJA (Usaha pelayanan jasa Alsintan) yang ada masih belum optimal (rata-rata tingkat utilisasi <40%), melalui upaya optimalisasi pemanfaatan traktor dan thresher yang dilakukan dengan cara mobilisasi dari kecamatan lain yang berbeda musim tanam, kinerja mobilisasi mekanisasi dapat meningkat 13-14%. Di Provinsi Jawa Barat, sebagian besar status kecukupan traktor roda 2 masih kurang dari 40%, demikian pula dengan status kecukupan thresher
(19) Standing Crop Padi Sawah Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi. a.
Sejak enam bulan terakhir pada tahun 2014, Balitbangtan memasivkan penggunaan data citra satelit MODIS untuk memantau luas tanam dan luas panen
padi sawah irigasi, khususnya di Sumatera, Jawa+Bali, dan Sulawesi. Program ini merupakan tindak lanjut operasional dari Nota Kesepahaman Kerjasama antara Badan Litbang Pertanian dan LAPAN. b.
Oleh LAPAN diakui bahwa penggunaan model standing crop dari Citra MODIS oleh Kementerian Pertanian, adalah merupakan sukses terbesar LAPAN selama ini.
c.
Satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan satelit milik NASA, yang memiliki resolusi 0.25 x 0.25 km per pixel. Setiap luasan 6.25 ha merupakan satu titik penampilan citra.
d.
Hasil analisis komposit data penginderaan jauh, akan menghasilkan data Citra untuk setiap 8 hari pengamatan. Pada hari ke delapan data citra MODIS direlease oleh NASA, dalam bentuk citra yang paling minimal tingkat ke-awan-an nya. Selanjutnya, Balitbangtan secara otomatis menganalisis Citra Modis yang direlease oleh NASA selama 2 hari untuk sampai pada proses posting di Web www.katam.litbang.pertanian.go.id. Selain itu informasi SC juga dapat diakses melalui SMS Center Katam Terpadu, 082-123-456-500, dengan cara ketik: info_spasi_SC_spasi_nama kecamatan. Contoh: info SC Slawi.
e.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan untuk perencanaan pembanguan pertanian, Citra MODIS dapat digunakan melihat kondisi pertumbuhan tanaman padi: fase penggenangan, saat tanaman berumur 0-21 HST (Vegetatif 1), 22-42 HST (vegetative 2), 43-70 HST (generative 1), 71-110 HST (generative 2), dan Panen.
f.
Hingga saat ini, data citra MODIS, sudah digunakan untuk memantau standing crop tanaman padi sawah irigasi di Pulau Jawa dan Bali, Sulawesi, dan Sumatera, dengan tingkat akurasi lebih dari 90% untuk berbagai fase padi di lapangan; dan sekitar 70-90% untuk luas. Dengan kata lain tingkat akurasi tersebut sudah sangat baik.
g.
Hasil analisis Citra MODIS per fase tumbuh padi yang di-overlay-kan dengan prediksi curah hujan per Zona Musim pada musim tertentu, data historikal tingkat rawan kekeringan, areal lahan sawah, dan adminstrasi wilayah hingga tingkat Kecamatan. Aplikasi GIS memungkinkan untuk menetapkan luas masing-masing fase tumbuh per Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
h.
Penggabungan keunggulan satelit MODIS berada pada resolusi waktu yang sangat tinggi, yaitu memotret satu lokasi dua kali dalam sehari. Sehingga data yang diperoleh bersifat Near Real Time, dengan aplikasi GIS memberi keuntungan tersendiri dalam pemanfaatannya untuk memonitoring dan melaporkan, realisasi luas tanam, realisasi luas panen, serta dalam memperbaiki hitungan produksi tanaman pangan, khususnya padi, secara berjenjang dari level Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
i.
Hasil tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai alternative menentukan langkah operasional pendistribusian sarana produksi yang harus disiapkan berdasarkan tingkat kerawanan terhadap kekeringan pada suatu waktu dan tempat. Dengan demikian kebutuhan pupuk, air, pestisida dan alsin per Fase tumbuh dapat diketahui untuk setiap Kecamatan.
j.
Informasi standing crop tersebut dapat digunakan untuk membantu perencanaan pertanian khususnya padi pada level kecamatan dengan cepat dan akurat. Selain itu, efisiensi saranan produksi dan keamanan produksi dalam situasi perubahan iklim seperti akhir akhir ini dapat ditingkatkan dan diantisipasi dengan baik.
k.
Untuk periode 30 Maret – 6 April 2015 hasil analisis Standing Crop untuk Pulau Sumatera, Jawa+Bali, dan Sulawesi menunjukkan, bahwa Luas total tanaman padi sawah terluas terdapat pada fase Vegetatif 2 dan Generatif 1 sekitar 1.749.095 dan 1.412.544 ha.
l.
Di Provinsi Jawa Barat, fase Vegetatif 2 157.675 ha dan Generatif 1 sekitar 196.607 ha. Total luas pertanaman padi sawah sekitar 619.250 ha.
m. Ke depan akan dipercepat untuk standing crop padi Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, dan Papua. Selain itu juga akan dilakukan percepatan untuk standing crop tanaman pangan lainnya: Jagung dan Kedelai.
(20) Implikasi Kebijakan: a. Memasuki Musim Kemarau 2015 kewaspadaan terhadap kekeringan harus menjadi bagian dari pola dan budaya pertanian Indonesia. Oleh karena itu, beberapa langkah kebijakan yang perlu disiapkan antara lain: (1) percepatan penyediaan alat mesin pertanian pengolah tanah, untuk mengejar musim tanam, (2) percepatan distribusi pompa air sesuai dengan wilayah rawan kekeringan, dan (3) percepatan distribusi varietas tahan kekeringan. b. Upaya teknis yang harus dilakukan adalah: (1) pembentukan satgas kekeringan yang bertugas memonitoring kejadian gejala kekeringan dan melaporkannya secara berjenjang ke Provinsi dan Pusat, (2) pada wilayah-wilayah endemik kekeringan tidak disarankan menanam padi, terutama pada MK II (Juni-September), (3) gunakan varietas tanaman pangan Pajale tahan kekeringan, (4) manfaatkan air permukaan secara bijaksana dan efisien, dan (5) ikuti rekomendasi yang ada pada Katam Terpadu, dan segera menginstalnya bagi yang memiliki HP aplikasi Android dan memanfaatkan SMS Center di 082-123-456-500. c. Dalam upaya optimalisasi potensi luas tanam selama MK 2015 perlu pemantauan khusus terhadap kondisi standing crop dan potensi waduk utama saat ini yang diperkirakan agak beragam terkait dengan dinamika curah hujan selama MT II 2015. Informasi dibutuhkan untuk penyiapan benih, pupuk, alat mesin pertanian yang tepat waktu, tepat lokasi dan tepat jumlah. d. Untuk lebih mengefektifkan SI Katam Terpadu dalam mendukung pengamanan sistem produksi pangan nasional, maka informasi analisis citra standing crop yang saat ini mencakup wilayah Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi perlu dikembangkan untuk semua wilayah sentra produksi tanaman pangan, terutama padi di Seluruh Indonesia. e. Penguatan Kelembagaan: Implementasi Permentan No.45/2011, melalui SK Kepala Badan Litbang Pertanian No. 178.1/Kpts/OT.160/I/7/2012 tentang pembentukan Gugus Tugas Katam dan Perubahan Iklim di Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) perlu diberdayakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam pemantauan lapang, baik terkait dengan iklim dan ancaman banjir/kekeringan maupun terhadap kondisi pertanaman di lapang. f. Dimasa yang akan datang dalam mengembangkan precision farming sangat dibutuhkan integrasi teknologi prediksi iklim, kalender tanam terpadu, monitoring standing crop dan kearifan lokal. Kepala Badan Litbang Pertanian,
Dr. Haryono M.Sc