Bab 5 Pengembangan Aspek Prediksi Iklim pada Atlas Kalender Tanam
Dasar Pertimbangan Informasi iklim memegang peranan yang sangat penting dalam menyusun informasi kalender tanam. Informasi yang dapat dibangkitkan berdasarkan prediksi iklim, misalnya awal tanam, potensi luas tanam, pemilihan komoditas, prediksi bencana, dan lain-lain. Informasi iklim dihasilkan oleh berbagai lembaga internasional maupun nasional. Di Indonesia, lembaga resmi yang bertanggungjawab dalam menghasilkan informasi iklim adalah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Bentuk informasi iklim yang diperlukan untuk menyusun kalender tanam antara lain jumlah curah hujan, sifat curah hujan, informasi awal musim, informasi hari tidak hujan, informasi hujan ekstrem, dan lain-lain. Pada bagian ini dipaparkan bagaimana perkembangan pemanfaatan informasi prediksi iklim, dimulai dari informasi yang sangat global dengan rentang waktu tahunan dan musiman, hingga bagaimana memanfaatkan informasi zona musim atau non zona musim dengan rentang waktu musiman bahkan pemanfaatan informasi keragaman iklim yang terjadi dalam satu musim tanam atau waktu yang lebih singkat.
161
Overview Prakiraan Iklim
Untuk kebutuhan perencanaan pertanian ke depan dibutuhkan prediksi iklim masa yang akan datang. Sebagai kajian awal, Tim Balitbangtan melakukan analisis yang menghasilkan informasi prediksi iklim global hingga dua tahun ke depan. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan mempelajari pola kejadian anomali iklim global berdasarkan kejadian historis anomali iklim selama 63 tahun. Langkah pendekatan yang dilakukan, adalah: (a) Melakukan kompilasi data bulanan anomali suhu permukaan laut pada zone selama periode 1950-2013. Nilai anomali suhu permukaan laut bulanan tersebut diakses dari NOAA 2013 melalui situs http://www.cpc.ncep.noaa.gov/ data/indices/ ersst3b.nino.mth.ascii. (b) Merubah data anomali suhu permukaan laut bulanan tersebut menjadi data musiman menggunakan kerangka waktu musim tanam pada sistem informasi kalender tanam. Nilai anomali suhu permukaan laut musiman merupakan rata-rata dari nilai anomali suhu permukaan laut bulan selama 4 bulan berturutturut. Dengan kriteria MT I menggunakan data OktoberJanuari, MT II menggunakan data Februari-Mei dan MT III menggunakan data Juni-September. (c) Nilai-nilai anomali suhu permukaan laut musiman kemudian dikelompokkan dalam kategori anomali iklim global (ENSO), dimana jika nilai anomali suhu permukaan laut <-0,5OC maka dikategorikan sebagai , jika nilai anomali suhu O permukaan laut >0,5 C maka dikategorikan sebagai , sedangkan jika nilai anomali suhu permukaan laut berkisar dari -0,5OC hingga 0,5OC maka dikategorikan sebagai normal. (d) Dilihat kejadian anomali iklim global selama 5-6 musim tanam terakhir. (e) Dipelajari kejadian pola urutan anomali iklim global yang sama atau hampir sama selama 5-6 musim tanam pada kurun waktu antara 1950 sampai data terakhir. (f) Pada periode-periode dimana terdapat pola urutan kejadian anomali iklim global yang sama atau hampir sama tersebut,
162
kemudian dipelajari pola urutan anomali iklim 5-6 musim tanam berurutan setelah periode-periode tersebut. (g) Pola 5-6 musim tanam berikutnya tersebut kemudian dianalisis menggunakan pendekatan komparatif dan analog, dan dipilih kejadian anomali iklim global yang paling dominan untuk musim berikutnya selama 5-6 musim tanam. (h) Dengan asumsi bahwa akan terjadi pengulangan terhadap urutan pola kejadian yang sama atau hampir sama dengan periode-periode sebelumnya, maka pola dominan tersebut ditetapkan sebagai pola urutan anomali iklim global yang akan terjadi pada 5-6 musim mendatang atau 1-2 tahun ke depan. Sebagai contoh kasus adalah melihat anomali iklim global pada MK II 2011 sampai dengan MH 2012/2013, kemudian membandingkannya dengan sejarah pola iklim global periode 19502013 untuk menetapkan prediksi pola iklim global 2013-2014. Hasil analisis menggambarkan bahwa pola urutan anomali iklim global yang terjadi adalah normal normal . Pola kejadian anomali iklim selama periode 2011-2012 tersebut memiliki kesamaan dengan pola tahun 1962-1963. Dengan asumsi bahwa pola urutan anomali iklim pada periode 1962-1965 akan berulang pada periode 2011-2014, maka diperkirakan anomali iklim yang terjadi pada MT II 2013 adalah normal, MT III 2013 adalah , MT I 2013/2014 adalah , MT II 2014 adalah normal, dan MT III 2014 adalah (Gambar 1), Badan Litbang Pertanian (2013).
Gambar 1. Analisis komparasi dan analogi serta proyeksi kondisi iklim global antar musim tanam pada periode 2011-2014. MK = musim kemarau, MH = musim hujan (Sumber: Badan Litbang Pertanian 2013).
163
Prediksi anomali iklim global 6-8 bulanan dimaksudkan untuk memperbaiki hasil prediksi 1-2 tahunan. Informasi ini diperoleh dari lembaga-lembaga internasional yang melakukan prediksi jangka panjang, diantaranya (POAMA) dan (IRI Clumbia). POAMA menginformasikan prediksi anomali suhu permukaan laut pada zona dan zona lainnya, serta menginformasikan prediksi nilai-nilai atau sering juga disebut IOD atau DMI. Nilai-nilai dari POAMA dan IRI Columbia tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran prediksi iklim global (ENSO) dan kondisi iklim di barat Sumatera dalam 8 bulan ke depan. Untuk kebutuhan analisis kalender tanam, nilai-nilai anomali suhu permukaan laut dan DMI tersebut membantu dalam memprediksi kondisi iklim global untuk 2 musim tanam ke depan. Sebagai contoh kasus gambaran prediksi anomali iklim global untuk periode November 2012 hingga Juli 2013. Hasil prediksi POAMA Australia dan rata-rata dinamik hasil prediksi model dari berbagai lembaga internasional menggambarkan bahwa rata-rata hasil prediksi anomali suhu permukaan laut (SST ) pada zona O akan bernilai positif antara 0,0–0,5 C. Hal ini menggambarkan bahwa selama periode November 2012 sampai Juli 2013 iklim global berada pada kondisi normal (Gambar 2a, c). Rata-rata hasil prediksi IOD dari POAMA untuk periode November 2012-Juli 2013 adalah positif dengan kisaran antara -0,4 hingga 0,8OC. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi temperatur di perairan Indonesia masih berada pada kisaran normal (Gambar 2b), POAMA (2012). Lebih jauh IRI menggambarkan bahwa peluang tertinggi kejadian iklim global selama periode November-Desember-Januari hingga Juli-Agustus-September adalah normal, dengan nilai peluang berkisar antara 50-80% dan di atas peluang rata-rata normal jangka panjang. Namun pada periode Maret-April-Mei hingga JuniJuli-Agustus terdapat peningkatan peluang kejadian iklim global dengan nilai peluang berkisar antara 25-32% dan berada di
164
atas rata-rata peluang Columbia (2012a).
jangka panjang (Gambar 2c, 2d), IRI
165
Gambar 2.
166
Gambaran prakiraan kondisi (a) anomali suhu permukaan laut dan (b) IOD periode November 2012 hingga Juli 2013 dan (c, d) prediksi peluang kejadian ENSO hingga Juli 2013 (Sumber: www.poama.bom.gov.au dan www.iri.columbia. edu)
Prediksi curah hujan triwulanan dipublikasikan oleh IRI Columbia melalui alamat situs http://iri.columbia.edu/our-expertise/ climate/forecasts/seasonal-climate-forecasts/. Informasi ini memaparkan prediksi curah hujan dalam bentuk proporsi peluang sifat hujan. Dengan demikian, melalui informasi ini dapat diperoleh gambaran umum tentang peluang tertinggi prediksi sifat hujan di Indonesia secara spasial. Sebagai studi kasus dikemukakan prediksi curah hujan di Indonesia pada periode Januari-Februari-Maret 2013 hingga April-Mei-Juni 2013. Digambarkan bahwa selama triwulan Januari-Februari-Maret 2013 peluang curah hujan tertinggi adalah normal menyebar Sulawesi dan Maluku. Pada triwulan Februari-Maret-April 2013 dan Maret-April-Mei 2013 peluang curah hujan tertinggi adalah atas normal menyebar di Sulawesi dan Maluku. Pada triwulan triwulan April-Mei-Juni 2013 peluang curah hujan tertinggi adalah normal menyebar di Sulawesi dan Maluku (Gambar 3), IRI Columbia (2012b).
167
Gambar 3.
Prediksi peluang sifat hujan sekitar wilayah Indonesia periode (a) Februari-April 2013, (b) Maret-Mei 2013, dan (c) April-Mei Juni 2013 (Sumber: http://iri.columbia.edu/ourxpertise/climate/forecasts/ seasonal-climate-forecasts/)
Prakiraan awal musim Indonesia diterbitkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dua kali dalam setahun, masingmasing merupakan prakiraan awal musim hujan dan prakiraan awal musim kemarau. Satuan wilayah terkecil dalam prakiraan awal musim menggunakan zona musim atau ZOM, yaitu suatu wilayah yang diwakili oleh stasiun pengamatan tertentu dan memiliki pola teratur yang memungkinkan untuk dilakukan prediksi curah hujan
168
pada stasiun pewakilnya. Secara keseluruhan di Indonesia terdapat 342 ZOM. Di luar wilayah zona musim terdapat wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan yang tidak berpola sehingga sulit untuk dilakukan prediksinya, wilayah seperti ini disebut wilayan non zona musim (non ZOM). Di Indonesia terdapat 65 non zona musim. Untuk wilayah-wilayah non ZOM, BMKG menginformasikan hanya prediksi curah hujan dan prediksi sifat hujan bulanan. Dalam prosesnya informasi prakiraan awal musim umumnya sudah merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan BMKG dengan lembaga-lembaga lainnya seperti Balitbangtan, LAPAN, Perguruan Tinggi (Institut Pertanian Bogor dan Institut Teknologi Bandung), Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, dan lembaga terkait lainnya. Sebagai contoh kasus dipaparkan prediksi awal musim hujan 2012/2013 yang secara resmi dipublikasikan oleh BMKG. Prakiraan musim hujan 2012/2013 di Indonesia secara umum sebagai berikut: (1) Prakiraan awal musim hujan 2012/2013 di Indonesia umumnya (85,7%) jatuh pada bulan Oktober, November, dan Desember 2012. Secara rinci dipaparkan bahwa awal musim pada Oktober 2012 diprediksi terjadi di 12 ZOM (35,7%), pada November 2012 diprediksi terjadi 116 ZOM (33,9%), pada Desember 2012 diprediksi terjadi di 55 ZOM (16,1%). awal musim hujan yang lebih cepat terjadi pada Juli 2012 di 3 ZOM (0,9%), pada Agustus 2012 di 10 ZOM (2,9%), pada September 2012 di 26 ZOM (7,6%). Awal musim hujan yang lebih lambat diprediksi pada Januari 2013 di 1 ZOM (0,3%), pada Maret 2013 di 6 ZOM (1,7%), pada April 2013 di 2 ZOM (0,6%), dan pada Mei 2013 di 1 ZOM (0,3%). (Gambar 4, Tabel 1). (2) Dibandingkan terhadap rata-rata awal musim hujan selama 30 tahun (1981-2010), awal musim hujan 2012/2013 di 189 ZOM (55,3%) sama dengan rata-rata, di 130 ZOM (38,0%) mundur terhadap rata-ratanya, dan di 23 ZOM (6,7%) maju terhadap rata-rata (Gambar 5, Tabel 2). (3) Sifat Hujan selama Musim Hujan 2012/2013 diprediksi normal pada 223 ZOM (65,2%), diprediksi di bawah normal pada 108
169
ZOM (31,6%), dan diprediksi di atas normal pada 11 ZOM (3,2%) (Gambar 6, Tabel 3), BMKG (2012).
Gambar 4.
Tabel 1.
Sebaran prakiraan awal musim hujan 2012/2013 menurut zona musim di Indonesia (Sumber: www.bmkg.go.id) Sebaran prakiraan awal musim hujan 2012/2013 menurut jumlah zona musim di Indonesia
Daerah Sumatera Jawa
Jul 3
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
9
12 7
17 64
13 61
18
54 150
Bali
7
Jan
Mar
Apr
Mei
Jml
5
3
15
10
11
21
1
13
9
23
3
17
1
4
12
10
8
Maluku
1
3
3
Papua
3
NTB NTT Kalimantan
1
Sulawesi
Total
22 1
5
2
1
42 1
9
1
342 100
3
6
3
10
26
122
116
55
1
6
2
Presentase
0,9
2,9
7,6
36
34
16
0,3
1,7
0,6
0,3
Kumulatif (%)
0,9
3,8
11
47
81
97
97
99
99
100
Sumber: www.bmkg.go.id. Keterangan: Jml = jumlah
Setiap bulan BMKG mempublikasikan prakiraan hujan bulanan untuk tiga bulan ke depan. Informasi yang dihasilkan adalah prakiraan jumlah curah hujan dan prakiraan sifat hujan. Informasi curah hujan ditampilkan dalam satuan mm/bulan, sedangkan sifat hujan diukur berdasarkan nilai persentase curah hujan terhadap 170
rata-rata normal. Penyajian informasi curah hujan dibagi menjadi 9 kelas dalam 4 kategori yaitu: (1) curah hujan rendah pada kelas 020 mm/bulan, 21-50 mm/bulan dan 51-100 mm/bulan, (2) curah hujan menengah pada kelas 101-150 mm/bulan, 151-200 mm/bulan, dan 201-300 mm/bulan, (3) curah hujan tinggi pada kelas 301-400 mm/bulan, dan (4) curah hujan sangat tinggi pada kelas 401-500 mm/bulan dan >500 mm/bulan.
Gambar 5.
Tabel 2.
Sebaran prakiraan pergeseran awal musim hujan 2012/2013 menurut zona musim di Indonesia (Sumber: www.bmkg. go.id) Sebaran prakiraan pergeseran awal musim hujan 2012/2013 menurut jumlah zona musim di Indonesia
Daerah
Maju
Sama
Mundur
Jumlah
Sumatera Jawa Bali NTB NTT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
7 6 1
1 6 1 1
29 77 7 8 14 15 29 7 3
18 67 7 13 9 6 7 1 2
54 150 15 21 23 22 42 9 6
Total Presentase
23 6,7
289 55,3
130 38,0
342 100,0
Sumber: www.bmkg.go.id.
171
Gambar 6.
Tabel 3.
Sebaran prakiraan sifat hujan 2012/2013 menurut zona musim di Indonesia (Sumber: www.bmkg.go.id) Sebaran prakiraan sifat hujan 2012/2013 menurut jumlah zona musim di Indonesia
Pulau Sumatera Jawa Bali NTB NTT Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total Persentase
BN
N
AN
Jumlah
18 53 4 12 8 4 8
35 95 11 9 15 15 34 6 3 223 65,2
1 2
54 150 15 21 23 22 42 9 6 342 100,0
1 108 316
3 3 2 11 3,2
Keterangan: BN = bawah normal, N = normal, dan AN = atas normal (Sumber: www.bmkg.go.id)
Penyajian informasi sifat hujan dibagi menjadi 7 kelas dalam 3 kategori yaitu: (1) bawah normal pada kelas 0-30%, 31-50% dan 51-84%, (2) normal pada kelas 85-115, dan (3) atas normal pada kelas 116-150%, 151-200% dan >200% (BMKG 2013a). Sebagai contoh kasus ditampilkan prediksi hujan bulanan untuk Februari, Maret dan April 2013. Pada Gambar 7 terlihat prediksi
172
Gambar 7.
Sebaran prakiraan curah hujan bulan (a) Februari, (b) Maret, dan (c) April 2013 (Sumber: www.bmkg.go.id)
curah hujan pada Februari, Maret, dan April 2013. Pada Februari 2013 curah hujan sebagian besar menyebar pada kategori menengah, antara lain di bagian timur Sumatera mulai dari Aceh hingga Lampung, sebagian kecil Jabar dan Jatim, NTB dan sebagian
173
NTT, Kalimantan bagian barat dan timur, sebagian besar Sulawesi, Maluku dan bagian utara Papua. Kategori curah hujan tinggi terjadi di bagian barat Sumatera, sebagian besar Jawa, Bali, sebagian NTT, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi Selatan, dan bagian selatan Papua. Terdapat juga beberapa wilayah yang mengalami kategori curah hujan rendah, yaitu sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku, Gambar 7a (BMKG 2013a). Pada Maret 2013 curah hujan umumnya menyebar pada kategori menengah, antara lain di bagian timur Sumatera mulai dari Aceh hingga Lampung, Jawa, Bali dan NTB dan sebagian NTT, Kalimantan bagian barat dan timur, sebagian besar Sulawesi, Maluku dan bagian utara Papua. Kategori curah hujan tinggi terjadi di sebagian kecil barat Sumatera, sebagian NTT, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi Selatan, dan bagian selatan Papua. Wilayah yang mengalami kategori hujan curah Rendah hanya di sebagian Sulawesi Tengah (Gambar 7b), BMKG (2013a). Pada April 2013 hampir seluruh wilayah Indonesia mengalami kategori curah hujan menengah. Kategori curah hujan tinggi terjadi di sebagian kecil barat Sumatera, sebagian kecil bagian tengah Kalimantan, dan bagian selatan Papua. Kategori curah hujan Rendah terjadi di Aceh, sebagian Jawa Timur, sebagian NTB, sebagian NTT, dan sebagian Sulawesi Tengah (Gambar 7c), BMKG (2013a). Pada Gambar 8 terlihat prediksi sifat hujan pada Februari, Maret, dan April 2013. Pada Februari 2013 sifat hujan umumnya normal dan atas normal. Sifat hujan normal menyebar di bagian timur Sumatera, sebagian besar Jawa, Bali, NTB dan sebagian NTT, bagian barat dan timur Kalimantan, bagian tengah Sulawesi, Maluku, dan bagian utara Papua. Sifat hujan atas normal umumnya menyebar di bagian barat Sumatera, sebagian NTT, bagian tengah Kalimantan, bagian selatan dan utara Sulawesi, serta bagian selatan Papua (Gambar 8a), BMKG (2013a). Pada Maret 2013 sifat hujan umumnya normal, sebagian kecil lainnya bersifat atas normal dan bawah normal. Sifat hujan normal menyebar di bagian pedalaman Sumatera, bagian utara Jawa, Bali, sebagian NTB, sebagian besar Kalimantan, bagian tengah Sulawesi, Maluku dan bagian pedalaman Papua. Sifat hujan atas normal 174
umumnya menyebar di sebagian kecil barat Sumatera, sebagian besar NTT, bagian tengah Kalimantan, bagian selatan dan utara Sulawesi, serta bagian selatan Papua. Sifat hujan bawah normal umumnya menyebar di pantai timur Sumatera, bagian selatan Jawa, bagian tengah Sulteng, dan bagian utara Papua (Gambar 8b), BMKG (2013a). Pada April 2013 sifat hujan umumnya normal, sebagian kecil lainnya atas normal dan bawah normal. Sifat hujan normal menyebar di bagian selatan dan timur Sumatera, sebagian besar Jawa, Bali, sebagian NTB, sebagian kecil NTT, sebagian besar Kalimantan, bagian selatan dan tenggara Sulawesi, Maluku dan bagian pedalaman Papua. Sifat hujan atas normal umumnya menyebar di sebagian kecil barat Sumatera, sebagian besar NTT, bagian tengah utara Kalimantan, bagian utara Sulawesi, serta bagian selatan Papua. Sifat hujan bawah normal umumnya menyebar di pantai timur Sumatera, bagian selatan dan timur Jawa, bagian tengah Sulawesi Tengah, dan bagian utara Papua (Gambar 8c).
Pada skala waktu lebih segera, BMKG mempublikasikan hasil prediksi hujan harian, 3 harian, dan mingguan, serta evaluasi deret hari tidak hujan kumulatif. Informasi prediksi hujan harian, 3 harian dan mingguan, menggambarkan tentang prakiraan kejadian hujan dan tingkat kekuatan hujan. Informasi tersebut menyajikan secara tabular beberapa kota di sekitar Jakarta atau provinsi di seluruh Indonesia apakah akan mengalami hujan atau tidak. Prediksi hujan dipresentasikan dalam bentuk kekuatan hujan. Kategori kekuatan hujan terdiri dari 5 kelas yaitu: (1) hujan sangat ringan dengan intensitas kurang dari 0,1 mm/jam atau kurang dari 5 mm/hari, (2) hujan ringan dengan intensitas antara 0,1-5,0 mm/jam atau 5-20 mm/hari, (3) hujan sedang dengan intensitas antara 5,0-10,0 mm/jam atau 20-50 mm/hari, (4) hujan lebat dengan intensitas antara 10,0-20,0 mm/jam atau 50-100 mm/hari, dan (5) hujan sangat lebat dengan intensitas lebih dari 20,0 mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari (BMKG 2013b).
175
Gambar 8.
176
Sebaran prakiraan sifat hujan bulan (a) Februari, (b) Maret, dan (c) April 2013 (Sumber: www.bmkg.go.id)
Informasi evaluasi deret hari tidak hujan menggambarkan tentang evaluasi kejadian hari tidak hujan pada selang waktu sepuluh harian. Kategori jumlah hari tidak hujan terdiri dari 6 kelas yaitu: (1) sangat pendek, jika deret hari tidak hujan mencapai 1-5 hari berturut-turut, (2) pendek, jika deret hari tidak hujan mencapai 610 hari berturut-turut, (3) menengah, jika deret hari tidak hujan mencapai 11-20 hari berturut-turut, (4) panjang, jika deret hari tidak hujan mencapai 21-30 hari berturut-turut, (5) sangat panjang, jika deret hari tidak hujan mencapai 31-60 hari berturutturut, dan (6) kekeringan ekstrem, jika deret hari tidak hujan mencapai lebih dari 61 hari berturut-turut. Informasi tersebut sangat berguna dalam analisis dan prediksi tentang kemungkinan akan munculnya kejadian ekstrem banjir dan kekeringan di lahan pertanian (BMKG 2013b).
Pada tahun 2012, BMKG mempercepat sosialisasi prakiraan awal musim, baik untuk prakiraan awal musim kemarau 2012, maupun prakiraan awal musim hujan 2012/2013. Untuk Prakiraan awal musim hujan 2012/2013 BMKG telah mesecara resmi pada 10 Agustus 2012, lebih cepat satu bulan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Informasi BMKG yang diakses untuk dimanfaatkan pada sistem informasi kalender tanam antara lain, informasi prediksi sifat hujan pada 342 zona musim, serta informasi prediksi curah hujan yang kemudian diolah menjadi informasi sifat hujan di 65 non zona musim.
Aspek Keragaan Anomali Iklim pada Kalender Tanam Pertama kali disusun, informasi kalender tanam disajikan dalam bentuk atlas dan tabel, disebut Atlas dan Tabel Kalender Tanam Indonesia. Atlas dan tabel tersebut mengekspresikan basis data kalender tanam padi di lahan sawah di seluruh kecamatan di Indonesia berdasarkan skenario iklim basah, kering dan normal, serta kondisi eksisting. Atlas kalender tanam tersebut dirancang dan dibangun secara bertahap selama periode tahun 2007-2010, dan dikenal dengan istilah Kalender Tanam Semi Dinamik. Dalam atlas kalender tanam dapat diperoleh informasi luas baku sawah, prediksi awal waktu tanam, potensi luas tanam dan pola tanam padi
177
di lahan sawah selama setahun dalam tiga skenario iklim global, yaitu kondisi basah, kondisi kering atau kondisi normal, serta kondisi eksisting rata-rata selama periode 1999-2009. Asumsi yang digunakan dalam Atlas Kalender Tanam adalah bahwa skenario iklim basah, kering, atau normal berlangsung selama setahun. Padahal sifat hujan antar musim tidak sama sepanjang tahun (Las 2010). Informasi iklim yang digunakan dalam atlas kalender tanam adalah informasi iklim global selama tiga musim tanam atau setahun. Pengguna dapat menggunakan informasi kalender tanam apabila mengetahui sifat hujan sepanjang tahun ke depan. Oleh karena itu, dalam penyajiannya, informasi kalender tanam dimunculkan tidak hanya dalam satu skenario iklim, melainkan selalu ditampilkan informasi kalender tanam dalam tiga skenario iklim dan kondisi eksistingnya. Tabel 4 dan 5 menyajikan rangkuman informasi luas baku sawah dan potensi luas tanam padi di lahan sawah berbasis pulau. Secara nasional terlihat bahwa potensi luas tanam padi sawah pada MT I, MT II dan selama setahun pada tahun basah lebih tinggi dibandingkan tahun normal maupun tahun kering, dan demikian pula kondisi pada tahun normal lebih tinggi dibandingkan tahun kering. Sementara itu, kondisi eksisting umumnya hampir sama dengan kondisi tahun normal. Fakta di lapang menggambarkan bahwa petani sangat membutuhkan informasi prediksi iklim, prediksi awal waktu tanam, dan kalender tanam menjelang musim tanam berlangsung. Informasi ini sangat mendasari petani dan pemangku kepentingan di daerah untuk memulai budidaya padi di lahan sawah. Kondisi ini lah yang kemudian menggugah peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk melengkapi atlas kalender tanam dengan prediksi sifat hujan musiman setiap awal musim tanam, agar tidak statis sepanjang tahun tetapi bervariasi antar musim tanam. Penggabungan atlas kalender tanam dengan prediksi iklim setiap musim ini yang disebut sebagai Kalender Tanam Dinamik.
178
Tabel 4.
Rangkuman luas baku sawah dan potensi luas tanam padi di lahan sawah kondisi eksisting dan skenario tahun basah
Koridor
Luas baku sawah (juta ha)
Sumatera
Luas potensial lahan sawah (ha) Eksisting MT I
MT II
Tahun basah
MT III
Tahunan
MT I
MT II
MT III
Tahunan
1,9
2.098.136
2.250.049
672.408
5.020.593
2.241.425
2.458.900
794.394
5.494.719
Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua
3,3 1,0 0,8 0,029 0,028
3.102.080 562.2005 745.379 4.552 3.062
2.061.442 308.873 526.822 4.052 7.788
535.643 15.496 -
5.699.165 871.078 1.272.201 24.100 10.850
3.300.887 471.453 643.202 19.024 23.383
2.437647 303.773 432.688 13.301 10.370
972.235 4.545 -
6.710.769 775.226 1.081.890 36.870 33.753
Bali dan NT Indonesia
0,407 7,6
400.819 6.916.233
194.355 5.353.381
1.223.547
595.174 13.493.161
364.092 7.063.466
176.438 5.839.117
1.771.174
540.530 14.673.7557
Tabel 5. Rangkuman luas baku sawah dan potensi luas tanam padi di lahan sawah skenario tahun normal dan tahun kering
Koridor
Luas baku sawah (ha)
Luas potensial lahan sawah (ha) Tahun normal MT I
MT II
1,9 3,3 1,0 0,8
2.242.284 3.015.914 454.002 688.043
2.436.321 2.060.254 328.245 423.457
Maluku Papua
0,029 0,028
7.135 13.609
1.458 5.319
Bali dan NT Indonesia
0,407 7,6
205.633 6.626.620
61.876 5.316.931
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi
Tahun kering
MT III
Tahunan
788.569 845.981
1.634.550
MT I
MT II
MT III
Tahunan
5.467.174 5.922.149 782.248 1.111.500
1.735.387 3.268.35 480.706 735.176
1.699.951 2.436.111 303.298 414.222
765.354 972.051
4.200.692 6.676.516 784.004 1.149.398
8.593 18.928
20.766 7.503
17.320 620
14.123
52.209 8.123
267.509 13.578.101
71.629 6.139.521
35.677 4.907.199
35.677 1.787.205
142.983 13.013.925
Penerapan Aspek Prediksi untuk Kalender Tanam Dinamik Ruang lingkup aspek prediksi pada kalender tanam mencakup bagaimana memanfaatkan data iklim dan informasi prediksi iklim yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian menterjemahkan dan mengimplementasikannya menjadi informasi kalender tanam dinamik. Data input utama yang digunakan, antara lain informasi prediksi iklim global 1-2 tahunan, prediksi awal musim hujan atau awal musim kemarau, prediksi sifat hujan musiman, prediksi curah hujan musiman, prediksi pergeseran awal musim hujan maupun musim kemarau, prediksi curah hujan bulanan, serta prediksi sifat hujan bulanan. Data pendukung yang dimanfaatkan, antara lain basis data kalender tanam pada tahun basah, tahun kering, tahun normal dan kondisi eksisting, data administrasi kecamatan, kabupaten dan provinsi, data ZOM, dan non ZOM, informasi perkembangan cuaca/iklim global, regional, dan nasional. Informasi yang dihasilkan antara lain prediksi sifat curah hujan, jumlah curah hujan, awal musim kemarau, prediksi awal musim hujan, prediksi awal tanam, prediksi potensi luas tanam, prediksi pola tanam. Alur pikir sederhana dalam pemanfaatan informasi prediksi dan perkembangan iklim untuk kalender tanam adalah bagaimana memanfaatkan informasi iklim yang berbasis ZOM dan non ZOM menjadi informasi kecamatan yang berbasis administrasi. Dalam hal ini digunakan teknik tumpang tepat ( ) untuk mengkonversi informasi prediksi iklim dari berbasis zona musim/non-musim menjadi berbasis administrasi kecamatan. Dengan demikian dihasilkan informasi prediksi iklim berbasis administrasi kecamatan. Informasi prediksi iklim berbasis kecamatan kemudian dipadukan dengan basis data kalender tanam berbasis kecamatan, sedemikian sehingga didapatkan informasi kalender tanam kecamatan yang disesuaikan dengan prediksi iklim pada musim tanam tertentu (Gambar 9), Tim Katam Terpadu (2011).
180
Gambar 9.
Algoritma integrasi informasi dan prediksi iklim dengan kalender tanam menjadi kalender tanam dinamik
Penyusunan informasi kalender tanam dinamik berbasis web mulai 2011/2012 merupakan upaya dalam menyajikan informasi kalender tanam yang lebih dinamik, terbaharui, , serta mudah dan cepat dapat diakses petani. Untuk mempersiapkan dan menyajikan informasi tersebut dilakukan beberapa studi singkat dan analisis pendukung, antara lain: (1) melakukan analisis dinamika potensi perubahan iklim untuk 3 musim tanam, (2) menyiapkan format untuk analisis konversi informasi spasial berbasis ZOM dan non ZOM BMKG menjadi berbasis administrasi kecamatan, (3) analisis pemanfaatan informasi iklim global dan informasi prediksi awal musim hujan untuk kalender tanam dinamik MT I, (4) analisis dan pemanfaatan Prediksi hujan bulanan untuk kalender tanam MT II, (5) analisis dan pemanfaatan Prediksi awal musim kemarau untuk kalender tanam MT III, (6) analisis dan prediksi pada kalender tanam dinamik.
Analisis Dinamika Potensi Perubahan Iklim untuk Tiga Musim Tanam Frekuensi dan karakteristik kejadian anomali iklim , dan normal menurut musim tanam baku selama periode 1950-2011 disajikan pada Gambar 10. Yang dimaksud dengan musim tanam baku adalah musim tanam MT I (MH) selama periode SeptemberJanuari, MT II (MK I) selama periode Januari-Mei, serta MT III (MK
181
II) selama periode Mei-September. Gambar 10 menggambarkan fluktuasi rata-rata anomali suhu permukaan laut pada zona menurut musim tanam baku selama periode 1950-2011. Sumbu X adalah urutan musim tanam baku, sumbu Y adalah nilai anomali suhu permukaan laut (OC). Diagram batang berwarna merah menggambarkan fluktuasi anomali suhu permukaan laut yang >0,5OC yang berkonotasi dengan kejadian anomali iklim sepanjang musim tanam, batang berwarna biru menggambarkan fluktuasi anomali suhu permukaan laut yang <-0,5OC yang berkonotasi dengan kejadian anomali iklim sepanjang musim tanam, dan batang berwarna kuning menggambarkan fluktuasi anomali suhu permukaan laut antara -0,5OC hingga 0,5OC yang berkonotasi dengan kejadian normal sepanjang musim tanam. Terlihat bahwa kejadian anomali iklim selama periode 1981-2011 lebih berfluktuasi dan lebih singkat dibandingkan periode 19501980. Sebaliknya, kejadian anomali iklim pada periode 1950-1980, terutama , umumnya terjadi lebih panjang dan lebih jarang dibandingkan periode 1981-2011 (Balitklimat 2013). Dinamika kejadian anomali iklim seperti disajikan dalam Gambar 10 menunjukkan bahwa sebelum tahun 1980 kejadian anomali iklim ekstrem khususnya mempunyai periode kejadian yang panjang sampai 9 musim berturut-turut. Kejadian sebelum tahun 1980 periode ulangnya relatif lebih panjang dibandingkan setelah tahun 1980. Setelah tahun 1980 periode ulang kejadian lebih sering terjadi. Kekuatan setelah tahun 1980 semakin kuat, hal ini digambarkan dengan frekuensi kejadian nilai anomali suhu permukaan laut yang umumnya lebih dari 1,5OC bahkan lebih dari 2,0OC (Balitklimat 2013). Tabel 6 menggambarkan frekuensi kejadian anomali iklim , , dan normal pada musim tanam baku menurut durasinya selama periode 1950-2011. Terlihat bahwa durasi dan kelas durasi kejadian anomali iklim lebih sedikit dibandingkan , dimana durasi terpanjang hanya selama 6 musim tanam berturut-turut atau 24 bulan berturut-turut, sedangkan durasi terpanjang adalah mencapai 9 musim berturut-turut atau 36 bulan berurut-turut. 182
Gambar 10. Fluktuasi kejadian anomali iklim global , , dan normal menurut musim tanam baku selama periode 19502011 (Sumber: Balitklimat 2013)
Tabel 7 menyajikan jumlah frekuansi kejadian anomali iklim , dan normal untuk MH, MK I, dan MK II. Dari 52 musim selama 62 tahun diketahui bahwa kejadian 37% terjadi pada musim hujan, yang artinya bahwa jeluk hujan pada musim tersebut lebih tinggi dari kondisi normalnya, dan hal ini berpeluang menyebabkan banjir di beberapa wilayah. Kejadian anomali iklim pada MK I dan MK II menggambarkan peningkatan intensitas curah hujan musim kemarau yang lebih tinggi dari normal. Kejadian dari 47 musim selama 62 tahun terjadi pada MH, artinya curah hujan pada musim penghujan lebih kecil dari normal, dan umumnya hal ini berimplikasi mundurnya MH. Kejadian pada MK dapat memperparah kondisi kekeringan yang normal (Balitklimat 2013). Tabel 8 menunjukkan dinamika kejadian anomali iklim musiman selama 62 tahun. Disini terlihat bahwa dalam satu tahun atau 3 musim bisa terjadi 27 kombinasi kejadian anomali iklim. Kejadian normal yang terjadi 3 musim berturut-turut (MH, MK I, dan MK II) hanya terjadi 11 tahun (18%) dan kejadian ini yang perlu dicatat adalah terjadi di bawah tahun 1990.
183
Tabel 6.
Rangkuman frekuensi kejadian anomali , , dan normal pada musim tanam baku menurut durasinya selama periode 1950-2011 Durasi (musim)
Frekuensi
1.
1
5
2.
2
6
3. 4. 5.
3 4 5
3 4 5
1.
1
7
2. 3. 4. 5.
2 3 4 5
2 3 1 1
MH 62, MH 67, MH 83, MH 95, MH 00, MH 05, MH 08 MH 84, MK II 10 MK I 50, MK I 64, MK II 07 MK I 88 MK II 70
6.
6
1
MK II 98
7. 8.
8 9
1 1
MK II 73 MK I 54
1.
1
13
2.
2
9
3. 4. 5. 6.
3 5 7 13
4 2 1 2
No
Awal waktu kejadian (musim tahun)
MK I 51, MH 76, MH 77, MK I 93, MK II 03 MK II 63, MK II 65, MK II 72, MK II 94, MK II 04, MK II 06 MK II 82, MK I 02, MK II 09 MK I 57, MH 68, MK I 91, MK I 97 MK II 86
Normal MK I 51, MK I 63, MK I 65, MK I 70, MK I 72, MK I 73, MK II 83, MK II 00, MK I 03, MK I 06, MK II 08, MK I 09, MK I 68, MK I 76, MK I 77, MK I 84, MK II 92, MK I 95, MH 03, MK I 05, MK I 11 MK II 85, MK II 93, MK I 96, MK I 01 MK I 66, MK II 89 MH 51 MK II 58, MK I 78
Sumber: Balitklimat (2013)
Kejadian ekstrem sepanjang tahun (MH, MK I, dan MK II) terjadi 6 tahun (10%) dan kejadian berturut-turut terjadi 2 tahun (3%). Dinamika kondisi anomali musiman ini juga menunjukkan bahwa sangat banyak peluang kejadian anomali iklim ekstrem pada setiap musim tanam, dan yang perlu diperhatikan adalah musim tanam kondisi atau makin sering terjadi terutama setelah tahun 1990 (Balitklimat 2013).
Tabel 7.
184
Jumlah frekuensi kejadian periode 1950-2011
,
, dan normal selama
Skenario anomali iklim Normal
Frekuensi kejadian (musim) MH
MK I
MK II
Total
20
36
29
85
(32,3%)
(58,1%)
(46,8%)
(45,7%)
23
14
15
52
(37,1%)
(22,6%)
(24,2%)
(28,0%)
18
12
17
47
(29,0%)
(19,4%)
(27,4%)
(25,3%)
Sumber: Balitklimat (2013)
Konversi Spasial Berbasis ZOM atau Non ZOM BMKG Menjadi Informasi Tabular Berbasis Kecamatan Informasi prediksi iklim yang dihasilkan oleh BMKG dapat berupa data tabular berbasis ZOM dan non ZOM, atau dapat berupa informasi spasial tanpa menampilkan garis batas antara ZOM dan non ZOM. Informasi yang disajikan dalam bentuk tabular misalnya prediksi awal musim hujan atau awal musim kemarau. Informasi yang disajikan dalam bentuk spasial misalnya prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan. Dalam analisis prediksi untuk kalender tanam, dibutuhkan informasi atau data dalam bentuk tabular. Dengan demikian dilakukan upaya interpretasi sehingga dihasilkan informasi tabular berdasarkan informasi spasial. Upaya interpretasi tersebut dilakukan melalui teknik tumpang tepat ( ) antara peta garis administrasi kecamatan dengan peta garis ZOM atau non ZOM, serta tumpang tepat antara peta garis ZOM dan non ZOM dengan informasi prediksi spasial. Sebagai contoh interpretasi data tabular ZOM dan non ZOM dengan data tabular kecamatan adalah hasil interpretasi di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Banten. Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 19 kabupaten dan 237 kecamatan. Berdasarkan ZOM BMKG provinsi ini terdiri dari 24 ZOM yaitu ZOM 286 sampai ZOM 317. Hasil konversi menunjukkan ada beberapa kecamatan masuk dalam beberapa ZOM sehingga dari 24 ZOM dan 237 kecamatan ini diperoleh 427 variasi ZOM dan kecamatan. Tabel 8.
Kombinasi dan frekuensi kejadian , , dan normal yang pernah terjadi selama tiga musim berturut-turut (MH-MK I-MK II) selama periode 1950-2011
185
No
Kombinasi skenario iklim
Frekuensi
MK I
MK II
Normal
Normal
Normal
11
17,7
2
Normal
Normal
6
9,7
3
Normal
6
9,7
1951, 1963, 1965, 1972, 2006, 2009
6
9,7
1955, 1956, 1971, 1974, 1975, 1999
5
8,1
1966, 1977, 1978, 1995, 2005
4
6,5
1982, 1986, 1994, 2004
4
6,5
1985, 1989, 2000,2008
3
4,8
3
4,8
1991, 1997, 2002 1970, 1973, 2007
3
4,8
2
3,2
1958, 1983, 1992 1950, 1954
12
2
3,2
1964, 1988
13
2
3,2
1998, 2010
2
3,2
1969, 1987
1
1,6
1993
1
1,6
1957
1
1,6
2003
1
4
5
6
Normal
Normal
Normal
7 8
Normal Normal
9
Normal
10 11
Normal
Normal Normal
14 15
Normal
Normal
16 17
Normal
Turus
%
Tahun kejadian
MH
1952, 1959, 1961, 1967, 1980, 1990 1968, 1984, 2001,
1953, 1960, 1962, 1979, 1981, 1976, 1996, 2011
Sumber: Balitklimat (2013)
Berdasarkan jumlah kecamatan dalam ZOM, 5 ZOM terbesar adalah ZOM 287 yang mencakup 48 kecamatan, ZOM 288 (48 kecamatan),
186
ZOM 310 (31 kecamatan), ZOM 301 (27 kecamatan), dan ZOM 309 (24 kecamatan). Jawa Timur secara administrasi terbagi dalam 37 kabupaten dan 604 kecamatan. Hasil konversi menunjukkan ada kecamatan masuk dalam beberapa ZOM sehingga menghasilkan 1173 variasi kecamatan berdasarkan ZOM. Berdasarkan jumlah kecamatan dalam ZOM, 5 ZOM terbesar adalah ZOM 162 (56 kecamatan), ZOM 151 (56 kecamatan), ZOM 153 (53 kecamatan), ZOM 163 (49 kecamatan), dan ZOM 152 (47 kecamatan). Banten terdiri dari 5 kabupaten/kota dan 132 kecamatan. Provinsi Banten secara umum berada pada ZOM 55 sampai ZOM 67 dan ZOM 196. Hasil konversi ZOM dan kecamatan di provinsi ini menghasilkan 131 variasi ZOM dan kecamatan. Contoh antara garis ZOM dan non ZOM dengan informasi spasial prediksi hujan bulanan disajikan pada Gambar 11 (Balitklimat 2012; BBSDLP 2013).
Pemanfaatan Informasi Prediksi Iklim Global dan Prediksi Awal Musim Hujan untuk Kalender Tanam MT I Kalender tanam MT I menyajikan informasi yang berlaku antara September dasarian ke-3 (Sep III) hingga Januari dasarian ke-2 (Jan II). Target informasi yang ingin dihasilkan pada kalender tanam dinamik MT I, antara lain:
Gambar 11. Proses tumpang tepat peta prediksi hujan dengan peta batas ZOM dan non ZOM untuk menghasilkan data tabular prediksi hujan berbasis zona musim
(1) informasi prediksi curah hujan dan sifat hujan MT I, (2) informasi prediksi sifat hujan global pada MT II dan MT III, (3)
187
prediksi waktu tanam dan potensi luas tanam padi, jagung, dan kedelai pada MT I, dan (4) prediksi waktu tanam dan potensi luas tanam padi dan palawija pada MT II dan MT III, (5) pola tanam tahunan MT I, MT II dan MT III. Untuk memenuhi target tersebut dibutuhkan informasi, antara lain: (1) prediksi iklim global yang menjangkau 3 musim tanam (MT I, MT II, dan MT III), (2) prediksi awal musim hujan di seluruh ZOM dan non ZOM, (3) prediksi curah hujan dan sifat hujan dasarian MT I di seluruh ZOM dan non ZOM. Tahapan analisis dan pengolahan data yang dilakukan, antara lain: (a) Informasi prediksi awal musim hujan dan nilai curah hujan dasarian hanya tersedia bagi wilayah yang termasuk dalam ZOM, sedangkan untuk wilayah non ZOM hanya tersedia informasi prediksi sifat hujan bulanan. Maka pada wilayah non ZOM dilakukan analisis bangkitan curah hujan bulanan berdasarkan informasi prediksi sifat hujan, kemudian nilai-nilai prediksi curah hujan bulanan tersebut diintrapolasi menjadi nilai-nilai curah hujan dasarian dan selanjutnya digunakan untuk memprediksi awal musim hujan pada wilayah non ZOM. Dengan demikian diperoleh informasi prediksi awal musim hujan, nilai curah hujan rata-rata musiman dan sifat hujan musiman untuk MT I pada seluruh ZOM dan non ZOM. (b) Informasi prediksi awal musim hujan, prediksi curah hujan rata-rata dan prediksi sifat hujan MT I berbasis ZOM dan non ZOM tersebut kemudian dikonversi menjadi informasi prediksi awal musim hujan, prediksi nilai curah hujan rata-rata, dan prediksi sifat hujan MT I berbasis kecamatan. Nilai-nilai tersebut kemudian diolah sedemikian sehingga menjadi informasi prediksi waktu tanam padi, potensi luas tanam padi, prediksi waktu tanam palawija, dan potensi luas tanam jagung dan kedelai MT I. (c) Informasi prediksi sifat hujan berbasis ZOM dan non ZOM pada MT II dan MT III diperoleh melalui pendekatan yang memanfaatkan informasi prediksi iklim global 6 bulan hingga 12 tahunan ke depan. Informasi prediksi sifat hujan berbasis ZOM dan non ZOM tersebut kemudian dikonversi menjadi informasi prediksi sifat hujan berbasis kecamatan. (d) Dengan menggunakan informasi prediksi sifat hujan MT II dan MT III berbasis kecamatan serta mempertimbangkan basis data
188
kalender tanam nasional dan hasil analisis prediksi MT I, maka kemudian ditentukan prediksi waktu tanam padi, potensi luas tanam padi, waktu tanam palawija dan potensi luas tanam palawija MT II dan MT III. Hasil analisis prediksi waktu tanam padi dan palawija MT I (Tabel 9-11), MT II dan MT III menghasilkan pula informasi pola tanam tahunan untuk 3 musim tanam yang akan dihadapi (Balitklimat 2012; BBSDLP 2013). Tabel 9.
Contoh hasil analisis sebaran luas sawah untuk MT I 2013/2014
Sifat hujan Atas normal
Cakupan luas sawah 2,46 juta ha
Normal
5,32 juta ha
Bawah normal
0,56 juta ha
Wilayah cakupan Sebagian besar Jawa, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua Sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Sebagian kecil Sumatera, Jawa, dan Bali-Nusa Tenggara
Tabel 10. Contoh rangkuman potensi luas tanam padi, jagung, dan kedelai untuk MT I 2013/2014 Pulau Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Bali dan NT Indonesia
Luas baku sawah (ha) 2.347.111 3.297.537 1.201.109 942.106 26.258 39.781 489.897
Awal tanam dominan
Estimasi potensi luas tanam (ha) Padi
Jagung/ kedelai
Kedelai
Okt II-III Okt II-III Jan I-II Jan I-II Nov I-II Nov III-Des I Nov III-Des I
2.052.584 3.294.606 1.026.942 909.965 16.426 39.656 493.947
89.346 2.162 147.120 6.186 25 0 3.016
0 602 0 0 0 0 0
Okt II-III, Nov I-II
7.797.127
247.855
602
189
Tabel 11. Contoh hasil analisis sebaran potensi luas tanam untuk MT I 2013/2014 untuk padi, jagung/ kedelai, dan kedelai Potensi waktu tanam Provinsi
Komoditas
Sumatera Padi Jagung/ Kedelai Kedelai Jawa Padi Jagung/Kedelai Kedelai Bali-Nusa Tenggara Padi Jagung/Kedelai Kedelai Kalimantan-Sulawesi Padi Jagung/Kedelai Kedelai Maluku-Papua Padi Jagung/ Kedelai Kedelai Indonesia Padi Jagung/ Kedelai Kedelai
Sep III– Okt I
Okt II-III
Nov I-II
Nov I- Des I
Total Des II- III
Jan I-II
ST
331.744 321.129 10.615
510.269 472.321 37.948
220.128 197.346 22.782
190.325 189.459 866
111.953 109.695 2.258
334.590 323.523 11.067
442.921 439.111 3.810
2.141.930 2.052.584 89.346
294.847 294.748 98
1.269.890 1.269.80
880.402 879.046 1.348 8
774.965 773.655 716 594
72.870 72.870
36 36
4.360 4.360
3.297.370 3.294.606 2.162 602
8.847 8.847
3.807 3.807
74.156 74.156
167.852 164.836 3.016
138.809 138.809
63.492 63.492
456.963 453.947 3.016
132.690 106.038
247.123 211.734
275.150 275.150
138.530 137.193
390.407 341.603
906.313 865.189
2.090.213 1.936.907
26.652
35.389
1.337
48.804
41.124
153.306
1.202 1.202
5.971 5.971
8.586 8.586
32.343 32.318 25
8.751 8.751
2.254 2.254
59.107 59.082 25
769.330
2.037.060
1.458.421
1.304.016
722.790
1.306.685
447.281
8.045.584
731.964 37.365
1.963.723 73.337
1.434.284 24.138 8
1.297.462 5.960 594
1.254.494 52.191
443.471 3.810
7.797.127 247.855 602
Keterangan: ST = sepanjang tahun
191
Pemanfaatan Prediksi Hujan Bulanan untuk Kalender Tanam MT II Kalender tanam dinamik MT II menyajikan informasi yang berlaku antara Januari dasarian ke-3 (Jan III) hingga Mei dasarian ke-2 (Mei II). Target informasi yang ingin dihasilkan pada kalender tanam dinamik MT II, antara lain: (1) informasi prediksi curah hujan dan sifat hujan MT II, (2) informasi prediksi sifat hujan global pada MT III, (3) prediksi waktu tanam dan potensi luas tanam padi, jagung, dan kedelai pada MT II, dan (4) prediksi waktu tanam dan potensi luas tanam padi dan palawija pada MT III. Untuk memenuhi target tersebut dibutuhkan informasi, antara lain: (1) prediksi iklim global yang menjangkau 2 musim tanam (MT II dan MT III), (2) prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan bulan Januari hingga April di seluruh ZOM dan non ZOM. Tahapan analisis dan pengolahan data yang dilakukan, antara lain: (a) Informasi spasial prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan tersedia untuk bulan Januari, Februari dan Maret. Melalui peta prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan tersebut dengan peta batas ZOM dan non ZOM, maka dapat diperoleh informasi prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan berbasis ZOM dan non ZOM untuk bulan Januari, Februari, dan Maret. (b) Prediksi curah hujan dan sifat hujan bulanan berbasis ZOM dan non ZOM untuk bulan April dianalisis berdasarkan kecenderungan ( ) curah hujan dan sifat hujan pada bulan Januari, Februari, dan Maret. (c) Informasi prediksi curah hujan dan prediksi sifat hujan bulanan untuk bulan Januari-April berbasis ZOM dan non ZOM tersebut kemudian dikonversi menjadi informasi prediksi curah hujan dan prediksi sifat hujan MT II berbasis kecamatan. Dengan mempertimbangkan hasil analisis kalender tanam dinamik MT I sebelumnya, informasi prediksi curah hujan dan prediksi sifat hujan MT II berbasis kecamatan kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi prediksi waktu tanam padi, potensi luas tanam padi, prediksi waktu tanam palawija dan potensi luas tanam jagung dan kedelai MT II.
192
Informasi prediksi waktu tanam padi, potensi luas tanam padi, waktu tanam palawija, dan potensi luas tanam palawija MT III masih menggunakan informasi yang dianalisis pada musim sebelumnya dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang diakibatkan hasil analisis MT II, seperti yang tercantum pada Tabel 12 dan Tabel 13 (Balitklimat 2012, BBSDLP 2013). Tabel 12. Contoh hasil analisis sebaran luas sawah kalender tanam dinamik untuk MT II 2013 Sifat hujan
Luas cakupan (juta ha)
Bawah normal
1,55
Atas normal
0,76
Normal
2,95
Wilayah cakupan Sumatera, wilayah timur Jawa, Bali-NTB, Sulteng, Maluku, wilayah utara Papua Wilayah barat Sumatera, Kalteng, wilayah selatan Papua Selain wilayah di atas
Pemanfaatan Prediksi Awal Musim Kemarau untuk Kalender Tanam MT III Kalender tanam dinamik MT III menyajikan informasi yang berlaku antara Mei dasarian ke-3 (Mei III) hingga September dasarian ke-2 (Sep II). Target informasi yang ingin dihasilkan pada kalender tanam dinamik MT III, antara lain (1) informasi prediksi curah hujan dan sifat hujan MT III, (2) prediksi waktu tanam dan potensi luas tanam padi, jagung, dan kedelai pada MT I, dan (3) prediksi tutup tanam padi, jagung dan kedelai MT III. Untuk memenuhi target tersebut dibutuhkan informasi, antara lain (1) prediksi awal musim kemarau di seluruh ZOM dan non ZOM, (2) prediksi curah hujan dan sifat hujan dasarian MT III di seluruh ZOM dan non ZOM. Tahapan analisis dan pengolahan data yang dilakukan, antara lain: (a) Informasi prediksi awal musim kemarau dan nilai curah hujan dasarian hanya tersedia bagi wilayah yang termasuk dalam ZOM, sedangkan untuk wilayah non ZOM hanya tersedia informasi prediksi sifat hujan bulanan. Maka pada wilayah non ZOM dilakukan analisis bangkitan curah hujan bulanan berdasarkan informasi prediksi sifat hujan, kemudian nilai-nilai prediksi curah hujan bulanan tersebut diintrapolasi menjadi nilai-nilai curah hujan dasarian dan selanjutnya digunakan 193
untuk memprediksi awal musim kemarau pada wilayah non ZOM. Dengan demikian diperoleh informasi prediksi awal musim kemarau, nilai curah hujan rata-rata musiman, dan sifat hujan musiman untuk MT III pada seluruh ZOM dan non ZOM. Tabel 13. Contoh hasil analisis prediksi untuk MT II 2013 Estimasi luas tanam (ha)
No
Pulau
Luas baku sawah (ha)
Awal tanam dominan
1. 2. 3. 4. 5.
Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku
2.295.974 3.253.590 1.001.764 932.060 20.930
1.693.415 2.475.849 381.185 508.398 7.989
564.268 777.662 620.591 408.817 12.664
38.329 104 0 9.075 278
6.
Papua
19.778
14.780
905
7.
Bali & NT
462.925
Mei I-II Mar I-II Mei I-II Mei I-II Mar IIIApr I Mar IIIApr I Mei I-II
178.448
284.488
0
8.002.707
Mei I-II
5.265.062
2.683.270
48.691
Indonesia
35.463
Padi
Jagung /kedelai
Kedelai
(b) Informasi prediksi awal musim kemarau, prediksi curah hujan rata-rata dan prediksi sifat hujan MT III berbasis ZOM dan non ZOM tersebut kemudian dikonversi menjadi informasi prediksi awal musim kemarau, prediksi nilai curah hujan rata-rata, dan prediksi sifat hujan MT III berbasis kecamatan (Tabel 14 dan Tabel 15). Dengan mempertimbangkan hasil analisis kalender tanam dinamik MT II sebelumnya, informasi prediksi awal musim kemarau, prediksi nilai curah hujan rata-rata, dan prediksi sifat hujan MT III berbasis kecamatan kemudian diolah sedemikian sehingga menjadi informasi prediksi waktu tanam padi, potensi luas tanam padi, prediksi waktu tanam palawija, dan potensi luas tanam jagung dan kedelai MT III, serta informasi tutup tanam MT III (Balitklimat 2012, BBSDLP 2013).
Tabel 14. Contoh hasil analisis sebaran luas sawah kalender tanam dinamik untuk MT III 2013 Sifat hujan Bawah normal
194
Luas cakupan (juta ha) 1,92
Wilayah cakupan Pesisir timur Aceh, wilayah timur Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian kecil Maluku
Atas normal
0,99
Normal
5,38
Analisis dan
Sebagian besar Sumatera, wilayah barat Jawa, sebagian Bali-NTB-NTT, pedalaman Kalteng dan Kaltim, serta sebagian besar Sulteng dan Gorontalo Selain wilayah di atas
Prediksi pada Kalender Tanam Dinamik
Adakalanya di tengah-tengah perjalanan musim tanam terdapat kondisi iklim yang mengharuskan adanya prediksi curah hujan dan kalender tanam. Hal ini mengharuskan adanya pemantauan perkembangan evaluasi dan prediksi iklim, khususnya iklim di sekitar Indonesia. Sebagai contoh kasus adalah pada MT III 2013, dimana terjadi kemarau basah yang mengharuskan selalu evaluasi dan prediksi curah hujan pada musim tersebut. Pada prediksi awal MT III pada Juni 2013 (Tabel 16), diprediksi sifat hujan dominan yang paling banyak menyebar di seluruh zona adalah normal, yaitu sebanyak 241 ZOM dan 42 non ZOM (70% dari seluruh ZOM/non ZOM). prediksi pada Juli 2013 menggambarkan adanya peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, sedemikian hingga sifat hujan atas normal paling banyak menyebar di seluruh zona, sebanyak 297 ZOM dan 42 non ZOM (dari 18% meningkat menjadi 83%). Hal ini berimplikasi adanya perubahan potensi luas tanam padi, jagung dan kedelai. Potensi luas tanam jagung/kedelai yang semula sekitar 1,94 juta ha dapat berkurang menjadi 1,77 juta ha, dan potensi luas tanam kedelai yang semula adalah 0,52 juta ha menjadi tidak direkomendasikan (BBSDLP 2013).
195
Tabel 15. Contoh hasil analisis prediksi kalender tanam dinamik untuk MT III 2013 No
Pulau
Luas baku sawah (ha)
Sifat hujan dominan
Awal tanam dominan
Potensi luas tanam (ha) Padi
Jagung/kedelai
Kedelai
1.
Sumatera
2.348.871
N, AN
Mei III-Jun I, ST
762.460
804.063
162.318
2. 3.
Jawa Kalimantan
3.255.317 1.197.760
N, AN N, BN
Mei III-Jun I, Jun II-III Ags II-III, Sep I-II
366.334 121.472
190.016 593.711
355.928 243.005
4. 5. 6.
Sulawesi Maluku Papua
941.219 23.200 35.604
N, AN N N
Mei III-Jun I, Jun II-III Jul I-II, Jul III-Ags I Mei III-Jun I, Jun II-III
192.720
264.280 11.564 12.763
90.487 10.798 2.5511
7.
Bali & NT
485.314
N, AN
Jul I-II
8.287.285
N, AN
Mei III-Jun I, Jun II-III
1.876.397
893.792
Indonesia
665 1.443.651
Keterangan: N = normal, BN = bawah normal, AN = atas normal, dan ST = sepanjang tahun
196
28.745
Tabel 16. Perubahan prediksi sebaran sifat hujan MT III akibat adanya kemarau basah pada Juli-Agustus 2013
Sifat hujan
Prediksi awal
ZOM AN Normal BN Total
Juli 2013
Parameter Non ZOM
ZOM
Non ZOM
September 2013 ZOM
Non ZOM
Jml % Jml % Jml %
65 19,0 241 70,5 36 10,5
9 13,8 42 64,6 14 21,5
297 86,8 26 7,6 19 5,6
42 64,6 14 21,5 9 13,8
102 29,8 152 44,4 88 25,7
16 24,6 47 72,3 2 31
Jml %
342 100,0
65 100,0
342 100,0
65 100,0
342 100,0
65 100,0
Keterangan: AN = atas normal, BN = bawah normal, Jml = jumlah zona
Verifikasi Hasil Prediksi Kalender Tanam (Studi kasus: Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah) Hasil prediksi kalender tanam perlu diverifikasi, dengan cara membandingkan hasil SI Katam Terpadu dengan kondisi sebenarnya di lapang. Tiga provinsi yang telah diverifikasi yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah dapat menjadi masukan untuk kegiatan verifikasi di tempat lain, maupun untuk meningkatkan akurasi hasil prediksi.
Verifikasi kalender tanam Provinsi Sulawesi Selatan dilaksanakan di 7 kabupaten yaitu: Makassar, Maros, Bone, Enrekang, Gowa, Takalar, dan Jeneponto. Pengamatan dilakukan dengan menyusuri kecamatan-kecamatan yang memiliki lahan sawah (Tabel 18 dan Tabel 19). Tiga kecamatan yang diamati di Kabupaten Maros adalah Turikale, Bantimurung, dan Camba. Berdasarkan kondisi lahan, di Turikale dan Bantimurung terlihat sudah mulai tanam, sementara di Camba belum terlihat penyemaian benih maupun pengolahan tanah. Kecamatan Turikale memiliki luas lahan sebesar 888 ha, merupakan jenis sawah irigasi dengan komoditas padi. Berdasarkan prediksi BMKG untuk musim hujan tahun 2011/2012 sifat hujan di Turikale di atas normal. Perkiraan awal tanam di lapang sekitar September I-II.
Tabel 17. Perubahan prediksi potensi luas tanam padi, jagung dan kedelai pada MT III 2013 akibat adanya kemarau basah pada Juli-Agustus 2013
No.
Provinsi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Aceh Bali Banten Bengkulu D.I Yogyakarta DKI Jakarta Gorontalo Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengan Kalimantan Timur Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau Lampung
Prediksi potensi tanam (Awal) Jagung/ Padi Kedelai Total kedelai 129.143 665 32.223 32.832 8.750 6.271 21.302 131.615 119.253 74.492 97.398 4.487 40 19.547 1.085 307 99.027
114.353 35.739 61.606 18.777 56.446 78.237 63.160 12.876 132.334 258.921 159.488 42.971 2.184 46 13.558
13.04 1.060 2.355 110 5 445 8.565 10.676 1.135 59.630 65.388 117.989 89 66.145
256.801 1.725 70.317 94.549 8.750 5 25.048 78.192 218.416 193.089 88.502 289.369 328.796 277.517 62.518 3.269 442 178.729
Padi
Prediksi potensi tanam Juli Jagung/ Kedelai kedelai
133.311 583 29.478 34.816 13.337 4.703 23.366 148.976 158.328 88.084 289.362 328.796 277.517 62.518 1.086 277 95.826
131.295 1.769 98.569 60.097 9.809 5 20.344 57.121 232.721 213.610 47.644 2.183 165 98.098
-
Total 264.605 2.352 128.047 94.913 23.146 5 25.048 80.487 381.697 371.938 135.728 289.362 328.796 277.517 62.518 3.269 442 193.923
Tabel 17 (lanjutan)
No. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Provinsi Maluku Maluku Utara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Papua Barat Riau Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara
Indonesia
Prediksi potensi tanam (Awal) Jagung/ Padi Kedelai Total kedelai 2.924 10.798 13.722 8.640 8.640 26.789 26.789 5.766 1.656 7.422 6.997 855 7.852 14.450 55.310 1.794 71.553 17.150 28.883 648 46.681 112.749 156.758 64.546 334.054 48.049 17.255 25.007 90.310 8.100 33.249 41.349 22.472 22.472 113.774 86.033 11.436 211.242 219.160 230.354 25.827 475.342 131.189 233.830 6.722 371.740 1.443.058
1.939.165
522.972
3.905.195
Prediksi potensi tanam Juli Jagung/ Padi Kedelai kedelai 13.722 8.640 26.789 7.422 7.852 16.257 55.296 15.055 31.627 128.982 205.072 41.303 49.154 9.688 31.843 22.472 127.022 92.576 479.430 129.134 242.606 2.637.234
1.768.501
-
Total 13.722 8.640 26.789 7.422 7.852 71.553 46.681 334.054 90.457 41.531 22.472 219.598 479.430 371.740
4.405.735
Sementara awal tanam maju beberapa minggu dari prediksi BMKG yaitu pada Oktober III. Kecamatan Bantimurung yang memiliki luas lahan mencapai 4.059 ha juga merupakan sawah irigasi. Umur padi pada saat pengamatan sekitar 3 bulan. Awal tanam diperkiraan sekitar Agustus II-III. Ini artinya awal tanam di kecamatan ini lebih awal dari prediksi awal musim hujan BMKG (Oktober III) maupun awal tanam berdasarkan informasi kalender tanam yaitu (September III-Oktober I) pada kondisi eksisting dan (Oktober IIIII) tahun normal. Kecamatan Camba memiliki luas sawah sebesar 1.081 ha. Penyemaian dan pengolahan tanah masih belum terlihat karena lahan sawah masih ditanami jagung yang sudah memasuki fase pematangan (menjelang panen). BMKG memprediksi awal musim hujan di daerah ini pada bulan Maret II, sementara informasi kalender tanam menyatakan awal tanam pada kondisi eksisting pada bulan November I-November II dan pada tahun normal pada bulan November III-Desember I. Validasi kalender tanam di Kabupaten Bone meliputi Kecamatan Lappa Riaja, Bengo, Ulaweng, Palakka, dan Tanete Riattang. Sifat hujan di Kecamatan Lappa Riaja diprediksikan di atas normal, 4 kecamatan lainnya bersifat normal. Semua kecamatan yang diamati memiliki jenis sawah tadah hujan dengan sistem budidaya ditebar langsung. Kecamatan Bengo, Ulaweng dan Palakka sudah melakukan pengolahan tanah dan penanaman, namun di Kecamatan Lappa Riaja dan Tanete Riattang belum terlihat adanya aktivitas penanaman padi, sebagian lahan masih ditanami dengan jagung dan kacang hijau. Akibatnya, awal tanam masih belum bisa ditentukan. Perkiraan awal tanam berdasarkan informasi kalender tanam di Kecamatan Lappa Riaja pada saat kondisi normal antara November IIIDesember I, sedangkan pada saat kondisi aktual antara September III-Oktober I. Untuk Kecamatan Tanete Riattang, perkiraan awal tanam berkisar antara Desember II-III pada saat kondisi normal dan kondisi eksisting.
Tabel 18. Verifikasi kalender tanam di Sulawesi Selatan (bagian 1) Prediksi MH 2011/2012 No
Kabupaten
Kecamatan
Awal tanam
Kalender tanam
Pergeseran
Sifat hujan
Luas baku sawah
AT eksisting Nov III-Des I Sep I-II
Nov I-II Sep I-II
AT Normal
1 2
Makassar Maros
Panakukkang Turikale
Okt III Okt III
0 0
Normal Atas Normal
181 888
3 4 5
Maros Maros Bone
Batimurung Camba Lappa Riaja
Okt III MarII Okt III
0 0 0
Atas Normal Normal Atas Normal
4059 1801 5104
Sep III- Nov I Nov I-II Nov III-Des I
Okt II-III Nov III-Des I Sep III-Okt I
6 7
Bone Bone
Bengo Ulaweng
Mar III Des I
0 0
Normal Normal
4481 1077
Des II-III Sep I-II
Nov I-II Sep I-II
8 9 10 11
Bone Bone Enrekang Gowa
Palakka Tanete Riattang Maiwa Palangga
Des I Des I Okt III Okt III
0 0 0 0
Normal Normal Normal Normal
2314 2000 2222 3951
Nov Des Sep Nov
III-DesI II-III I-II III-Des I
Nov III-Des I Des II-III Sep I-II Okt II-III
12 13 14 15 16
Gowa Takalar Takalar Takalar Jeneponto
Bajeng Polobangkeng Utara Pattalassang Mangara Bombang Banglala Barat
Okt III Okt III Nov III Okt III Okt III
0 0 0 0 0
Normal Normal Normal Normal Normal
4451 3442 408 2030 992
Nov Nov Nov Nov Sep
III-Des III-Des III-Des III-Des I-II
I I I I
Nov I-II Sep III-OktI Nov III-Des I Okt II-III Sep I-II
17 18
Jeneponto Jeneponto
Banglala Binamu
Okt III Des I
0 0
Normal Normal
921 2206
Sep I-II Nov III-Des I
Sep I-II Nov III-Des I
19 20
Jeneponto Jeneponto
Turatea Arungkeke
Des I Des I
0 0
Normal Normal
1478 418
Nov III-Des I Nov III-Des I
Nov III-Des I Nov III-Des I
Keterangan: AT = awal tanam
Tabel 19. Verifikasi kalender tanam di Sulawesi Selatan (bagian 2) No
Kabupaten
Pengamatan lapang
Kecamatan
Eksisting 1 2 3
Makassar Maros Maros
Panakukkang Turikale Batimurung
Sudah tanam Sudah tanam Sudah tanam
4 5
Maros Bone
Camba Lappa Riaja
Belum semai, belum olah tanah Belum semai
6 7
Bone Bone
Bengo Ulaweng
Sudah olah tanah, sudah semai Sudah olah tanah, sudah semai
8 9
Bone Bone
Palakka Tanete Riattang
10 11
Enrekang Gowa
12 13 14
Jenis sawah Perkiraan AT
Perkiraan umur tanam
Tadah hujan Irigasi Irigasi
Padi Padi
Tadah hujan Tadah hujan
Jagung Jagung, kacang
Nov III-DesI Nov III-DesI
Tadah hujan Tadah hujan
hijau Padi Padi, kacang hijau
Sudah olah tanah, sudah semai Belum semai
Nov III-DesI Des II-III
Tadah hujan Tadah hujan
Padi Jagung
3 minggu
Maiwa Palangga
Sudah olah tanah, sudah semai Sudah semai
Des II-III Des II-III
Irigasi Irigasi
Padi Padi, jagung
20 hari 2 minggu
Gowa Takalar Takalar
Bajeng Polobangkeng Utara Pattalassang
Sudah semai Sudah olah tanah, sudah semai Sudah semai
Des II-III Des II-III Des II-III
Irigasi Irigasi Irigasi
Padi 10 hari Padi, jagung
1 minggu
15 16 17 18 19
Takalar Jeneponto Jeneponto Jeneponto Jeneponto
Mangara Bombang Banglala Barat Banglala Binamu Turatea
Sudah Sudah Sudah Belum Belum
Des II-III Nov I-II Jan I-II
Irigasi Tadah hujan Tadah hujan Tadah hujan Tadah hujan
Padi Padi Padi Jagung Jagung
1 2 0 2 2
20
Jeneponto
Arungkeke
Tanah belum diolah
Tadah hujan
Padi
Keterangan: AT = awal tanam
semai tanam semai semai semai
Des I-II Sep I-II Ags II-III
Komoditas (padi/ palawija)
1 minggu 2 bulan 3 bulan 2 bulan
3 minggu 3 minggu
2 minggu minggu minggu hari bulan bulan
Perkiraan awal tanam berdasarkan informasi kalender tanam lebih lambat dibanding perkiraan berdasarkan informasi BMKG yang menyatakan awal tanam terjadi pada bulan Desember I. Kecamatan Bengo yang memiliki luas sawah sebesar 4.481 ha, sudah ditanami padi yang berumur 3 mingguan. Perkiraan awal tanam di lapang sama dengan informasi kalender tanam pada tahun normal yaitu antara November III-Desember I, sementara untuk kondisi eksisting perkiraan lebih maju dari normal sekitar November INovember II. Kecamatan Ulaweng memiliki lahan sawah seluas 1.077 ha dengan komoditas yang ditanam padi dan kacang hijau. Padi diperkirakan sudah ditanam pada November III-Desember I, sehingga telah mencapai umur 3 minggu. Perkiraan awal tanam berdasarkan kalender tanam, seharusnya pada bulan September I-II, baik pada kondisi normal maupun kondisi eksisting. Namun, kegiatan di lapang menyatakan aktivitas penanaman mundur beberapa bulan hingga November IIIDesember I. Kecamatan Palakka memiliki luas lahan sawah sebesar 2.314 ha, dengan komoditas padi yang berumur 3 mingguan. Perkiraan awal tanam sama dengan di kecamatan lainnya, yaitu antara November III-Desember I. Perkiraan tanam di lapang sesuai dengan informasi kalender tanam pada kondisi normal maupun kondisi eksisting. Namun, menurut BMKG, aktivitas penanaman di kecamatan ini lebih maju dari yang diprediksi yaitu pada bulan Desember I. Validasi kalender tanam di Kabupaten Gowa meliputi kecamatan Palangga dan Bajeng. Kecamatan Palangga memiliki luas lahan sebesar 3.951 ha, merupakan jenis sawah irigasi dengan sistem budidaya disemai. Komoditas utama yang terlihat adalah padi yang sudah disemai hampir 2 minggu dan sebagian lagi ditanami palawija jagung. Kemungkinan awal tanam pada bulan Desember II-III. Aktivitas penanaman di lapang lebih lambat dibanding informasi kalender tanam baik pada tahun normal (November III-Desember I) maupun pada kondisi eksisting (Oktober II-III), dan menurut prediksi BMKG (Oktober III). Kecamatan Bajeng memiliki lahan sawah seluas 4.451 ha. Jenis sawah irigasi juga ditemukan di kecamatan ini dengan sistem budidaya yang sama pula yaitu dengan cara disemai, dengan komoditas yang ditanam adalah padi. 204
Aktivitas di lahan dalam proses penyemaian yang telah dilakukan hampir satu minggu. Perkiraan awal tanam di lapang berkisar antara Desember II-III. Sementara, menurut kalender tanam penanaman dilakukan pada bulan November III-Desember I (tahun normal) dan bulan November I-November II (kondisi eksisting). Menurut prediksi BMKG, perkiraan awal tanam di kedua kecamatan dilakukan pada bulan Oktober III dengan sifat hujan normal. Polobangkeng Utara, Pattalasang, dan Mangara Bombang adalah tiga kecamatan yang divalidasi untuk wilayah Kabupaten Takalar. Berdasarkan pengamatan, aktivitas yang sedang berlangsung di lapang adalah pengolahan tanah dan penyemaian. Jenis sawah yang diamati merupakan sawah irigasi dengan sistem budidaya dengan cara disemai. Komoditas padi dan jagung ditemukan di Kecamatan Pattalasang, sementara di Polobangkeng Utara dan Mangara Bombang hanya ditemukan padi saja. Perkiraan awal tanam berdasarkan pengamatan di lapang berkisar bulan Desember II-III. Berdasarkan prediksi BMKG, perkiraan awal tanam sekitar Oktober III untuk Polobangkeng Utara dan Mangara Bombang, dan sekitar November III untuk Pattalasang. Sementara menurut informasi kalender tanam, perkiraan awal tanam sekitar November III-Desember I (normal) dan September III-Oktober I (aktual) untuk Polobangkeng Utara, November III-Desember I (normal dan kondisi eksisting) untuk Pattalassang, serta November III-Desember I (normal) dan Oktober II-III (kondisi eksisting) untuk Mangara Bombang (Balitklimat 2012), Gambar 12. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, semua kecamatan di Kabupaten Jeneponto, antara lain: Bangkala Barat, Bangkala, Binamu, Turatea, dan Arungkeke mempunyai lahan sawah tadah hujan dengan sifat hujan cenderung normal.
205
Gambar 12. Kondisi persawahan (a) kota Makassar dari udara (b) Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros (c) Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone (d) Kecamatan Camba, Kabupaten Maros (e) Kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto (f) Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone saat pelaksanaan verifikasi kalender tanam di lapang di Sulawesi Selatan (Sumber: Balitklimat 2012)
Bangkala Barat dan Bangkala memiliki sistem budidaya yang sama yaitu dengan cara penyemaian, namun tiga lainnya masih belum diketahui karena kondisi lahan saat pengamatan belum ada kegiatan penyemaian maupun pengolahan tanah. Binamu dan Turatea masih ditanami oleh jagung. Kecamatan Bangkala Barat sudah melakukan penanaman, padi yang diamati berumur hampir 206
2 mingguan menandakan perkiraan awal tanam berkisar antara November I-II lalu. Sementara di Kecamatan Bangkala, proses penyemaian baru dilakukan selama 10 hari, perkiraan awal tanam berkisar Januari I-II. Kecamatan Binamu, Turatea, dan Arungkeke, masing-masing memiliki prediksi awal tanam yang sama menurut BMKG (Desember I) dan informasi kalender tanam pada tahun normal dan kondisi eksisting (November III-Desember I). Kecamatan Panakukkang, Kota Makassar, hanya memiliki sawah tadah hujan seluas 181 ha dengan sistem budidaya disemai. Aktivitas dilapang sudah melakukan penanaman dengan umur padi 1 minggu. Perkiraan awal tanam berdasarkan pengamatan di lapang berkisar Desember I-II, lebih lambat jika dibandingkan dengan informasi kalender tanam pada tahun normal (November III-Desember I), kondisi eksisting (November I-II) dan informasi BMKG (Oktober III). Kecamatan Maiwa, terletak di Kabupaten Enrekang memiliki luas lahan sawah sebesar 2.222 ha. Sawah yang terdapat di kecamatan tersebut termasuk jenis sawah irigasi yang sudah ditanami padi sekitar 20 hari. Padi ditanam dengan cara disemai terlebih dahulu. Perkiraan awal tanam di lapang berkisar antara November IIIDesember I. Menurut prediksi BMKG, perkiraan awal tanam berkisar di bulan Oktober III, sementara menurut informasi kalender tanam perkiraan awal tanam jatuh pada bulan September I-II (normal dan kondisi eksisting), Balitklimat (2012).
Validasi kalender tanam Provinsi Jawa Timur meliputi 7 kabupaten, yaitu: Malang, Blitar, Kediri, Jombang, Mojokerto, Bojonegoro, dan Lamongan. Pengamatan dilakukan dengan menyusuri kecamatankecamatan yang memiliki lahan sawah. Kecamatan-kecamatan yang diamati di Kabupaten Malang antara lain Kepanjen, Kromengan, Karangploso, Singosari, Ngantang, dan Kasembon. Berdasarkan kondisi lahan, di Kecamatan Kepanjen terlihat sedang panen, di Kromengan, Ngantang dan Kasembon sedang dalam masa vegetatif, di Karangploso terlihat sedang dalam masa pra olah tanah, sementara di Singosari terlihat sudah mulai 207
tanam dengan umur padi sekitar 1 bulan. Sistem budidaya yang dilakukan di enam kecamatan ini sama-sama disemai terlebih dahulu. Kecamatan Kepanjen memiliki luas baku sawah sekitar 2.623 ha yang merupakan jenis sawah irigasi semi teknis. Berdasarkan prediksi BMKG untuk musim hujan tahun 2011/2012 sifat hujan di Kepanjen adalah di bawah normal. Perkiraan awal tanam di lapang sekitar Januari I-II, hal ini berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu November I-II (kondisi eksisting, normal, dan di atas normal), November III-Desember I (di bawah normal) dan BMKG yaitu Oktober III. Kecamatan Kromengan memiliki luas baku sawah mencapai 1.771 ha merupakan sawah irigasi teknis dengan komoditas padi. Umur padi pada saat pengamatan sekitar 1 bulan yang berarti bahwa perkiraan awal tanam sekitar November I-II. Hal ini berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu September III-Oktober I (kondisi eksisting, normal, di atas normal, dan di bawah normal) dan BMKG yaitu sekitar Oktober III. Kecamatan Karangploso memiliki luas baku sawah sekitar 1413 ha dan merupakan jenis sawah irigasi. Awal tanam diperkirakan sekitar Desember III-Januari I hal ini karena di kecamatan ini sedang dalam masa pra olah tanah. BMKG memprediksi awal tanam di kecamatan ini pada bulan November I, sementara informasi kalender tanam menyatakan awal tanam pada Oktober II-III (kondisi eksisting, normal, di atas normal) dan November III-Desember I (di bawah normal). Kecamatan Singosari memiliki luas baku sawah sekitar 1961 ha dengan sifat hujan di bawah normal dan jenis sawah irigasi dan mengalami pergeseran awal tanam satu dasarian. Di daerah ini sudah mulai ditanami padi yang berumur sekitar 1 bulan dengan perkiraan awal tanam Desember II-III. Hal ini sama dengan informasi kalender tanam pada tahun di bawah normal, namun berbeda pada kondisi eksisting, normal dan di atas normal yaitu Oktober II-III serta BMKG pada November I. Kecamatan Ngantang memiliki luas baku sawah 1220 ha dengan sifat hujan normal, jenis sawah irigasi dan sedang dalam masa vegetatif diperkirakan berumur 1 bulan dengan perkiraan awal tanam sekitar November II-III. 208
Berdasarkan informasi BMKG awal tanam di bulan November I, sementara berdasarkan informasi kalender tanam bulan Desember II-III (kondisi eksisting dan di bawah normal), November IIIDesember I (normal dan di atas normal). Kecamatan Kasembon memiliki luas baku sawah sekitar 684 ha dengan sifat hujan normal dan jenis sawah irigasi semi teknis serta dalam masa vegetatif diperkirakan berumur 1 bulan. Perkiraan awal tanam di lapang yaitu sekitar November II-III, hal ini berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu antara September III-Oktober I (kondisi eksisting, normal, dan di atas normal), November III-Desember I (di bawah normal), sementara berdasarkan prediksi BMKG awal tanam pada bulan November I. Validasi kalender tanam di Kabupaten Blitar meliputi Kecamatan Kesamben, Wlingi, Talun, Srengat, dan Wonodadi. Sifat hujan di Kesamben, Wlingi, dan Talun memiliki sifat hujan di bawah normal sedangkan di Srengat dan Wonodadi memiliki sifat hujan normal. Kecamatan Kesamben, Talun dan Srengat memiliki jenis sawah tadah hujan, Wlingi memiliki jenis sawah irigasi teknis dan Wonodadi memiliki jenis sawah irigasi. Semua kecamatan yang diamati melakukan sistem budidaya dengan cara semai. Di Kecamatan Wlingi, Talun, Srengat, dan Wonodadi selain ditanami padi juga ditanami palawija. Berdasarkan pengamatan, Kecamatan Kasembon memiliki dua jenis perkiraan awal tanam, yaitu pada Desember II-III dan Desember I-II dan memiliki luas baku sawah sekitar 1.758 ha. Berdasarkan pengamatan di lapang awal tanam untuk bulan November I-II sama dengan informasi kalender tanam pada kondisi eksisting, atas normal dan bawah normal. Perkiraan awal tanam berdasarkan informasi kalender tanam lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan berdasarkan informasi BMKG yang menyatakan awal tanam terjadi pada bulan Oktober III, sedangkan perkiraan awal tanam untuk bulan Desember II-III berbeda dengan informasi kalender tanam maupun prediksi BMKG. Berdasarkan pengamatan, Kecamatan Kasembon diperkirakan awal tanamnya pada bulan November I-II dan sedang dalam masa vegetatif berumur 1 bulan, sedangkan untuk bulan Desember II-III sudah melakukan pengolahan tanah dan semai. Kecamatan Wlingi yang memiliki luas baku sawah sekitar 1.540 ha sudah melakukan pengolahan tanah dan semai. Perkiraan awal tanam di lapang yaitu 209
sekitar Desember I-II berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu sekitar September III-Oktober I (kondisi eksisting, normal, dan di atas normal), November III-Desember I (di bawah normal), dan berbeda juga dengan prediksi BMKG yaitu sekitar Oktober III. Kecamatan Talun yang memiliki luas baku sawah sekitar 2.352 ha sudah melakukan pengolahan tanah dan semai sehingga dapat diperkirakan awal tanam sekitar Desember II-III. Hal ini berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu November III-Desember I (kondisi eksisting, di atas normal, dan di bawah normal) dan Oktober II-III (normal). Perkiraan berdasarkan pengamatan dan informasi kalender tanam lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan informasi BMKG yaitu Oktober III. Kabupaten Srengat yang memiliki luas baku sawah sekitar 1.623 ha sedang dalam masa panen palawija musim tanam ketiga sehingga dapat diperkirakan awal tanam komoditas padi sekitar Januari I-II, hal ini sama dengan informasi kalender tanam pada kondisi eksisting dan di bawah normal, akan tetapi berbeda dengan tahun normal (Oktober II-III), di atas normal (November III-Desember I), dan berbeda pula dengan perkiraan BMKG yaitu November I. Kecamatan Wonodadi yang memiliki luas baku sawah sekitar 2.210 ha sedang dalam masa panen palawija musim tanam ketiga sehingga dapat diperkirakan awal tanam komoditas padi sekitar Januari I-II. Perkiraan awal tanam di lapang berbeda dengan informasi kalender tanam maupun perkiraan BMKG yaitu sama dengan Kecamatan Srengat. Kecamatan Kandangan yang terletak di Kabupaten Kediri memiliki luas baku sawah sekitar 1.443 ha memiliki sifat hujan normal, jenis sawah irigasi semi teknis, sistem budidaya dengan cara disemai, dan mengalami pergeseran awal tanam satu dasarian. Di daerah ini berdasarkan pengamatan memiliki waktu tanam yang beragam, hal ini terlihat dari hamparan padi yang berbeda-beda dan diperkirakan waktu tanam antara Oktober I-Desember II. Perkiraan awal tanam di lapang hampir mendekati dengan informasi kalender tanam yaitu Oktober II-III (kondisi eksisting, normal, dan di atas normal), November III-Desember I (di bawah normal), serta berdasarkan perkiraan BMKG yaitu November III, akan tetapi karena beragam waktu tanamnya perkiraan awal tanam di lapang ada yang lebih awal tanam sekitar Oktober I. 210
Kecamatan Ngoro dan Mojoagung merupakan dua kecamatan yang divalidasi untuk wilayah Kabupaten Jombang. Berdasarkan pengamatan, aktivitas yang sedang berlangsung di lapang adalah baru ditanami padi, namun untuk Ngoro di sekitar lokasi terdapat keragaman waktu tanam hal ini terlihat di setiap hamparan padi yang berbeda-beda. Jenis sawah yang diamati merupakan sawah irigasi teknis, sistem budidaya dengan cara disemai dan mengalami pergeseran awal tanam satu dasarian. Berdasarkan prediksi BMKG untuk dua kecamatan yang diamati perkiraan awal tanam sekitar November III. Perkiraan awal tanam di Kecamatan Ngoro berdasarkan pengamatan di lapang sekitar Oktober I-Desember II, hal ini hampir sama dengan perkiraan informasi kalender tanam yaitu sekitar November III-Desember I (kondisi eksisting, normal, di atas normal, dan di bawah normal), namun karena beragam waktu tanamnya perkiraan awal tanam di lapang ada yang lebih awal tanam sekitar Oktober I. Perkiraan awal tanam di Kecamatan Mojoagung berdasarkan pengamatan di lapang berkisar bulan November III-Desember I, hal ini sama dengan menurut informasi kalender tanam perkiraan awal tanam sekitar November IIIDesember I (kondisi eksisting, normal, di atas normal, dan di bawah normal). Kecamatan Trowulan yang terletak di Kabupaten Mojokerto memiliki luas baku sawah sekitar 2.469 ha dengan sifat hujan normal, jenis sawah tadah hujan, sistem budidaya dengan cara disemai dan mengalami pergeseran awal tanam satu dasarian. Berdasarkan pengamatan di lapang kondisi sawah belum ditanami padi dan diperkirakan awal tanam sekitar Januari I-II, hal ini berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu sekitar November III-Desember I (kondisi eksisting, normal, di atas normal dan di bawah normal) serta berbeda pula dengan prediksi BMKG yaitu sekitar November III. Kapas, Balen dan Sumberrejo merupakan tiga kecamatan yang divalidasi untuk wilayah Kabupaten Bojonegoro. Jenis sawah yang diamati merupakan sawah irigasi teknis di Kapas dan tadah hujan di Kecamatan Balen dan Sumberrejo, sistem budidaya dengan cara 211
disemai. Berdasarkan prediksi BMKG, Kecamatan Kapas yang memiliki luas baku sawah sekitar 2.978 ha, memiliki dua jenis perkiraan awal tanam yaitu pada November I dan Desember I. Perkiraan awal tanam pada bulan November I berdasarkan prediksi BMKG mendekati perkiraan awal tanam di lapang yaitu pada bulan November I-II serta mendekati dengan informasi kalender tanam yaitu sekitar bulan November I-II (kondisi eksisting dan di atas normal), akan tetapi berbeda pada tahun normal (Oktober II-III) dan pada tahun di bawah normal (November III-Desember I). Perkiraan awal tanam pada bulan Desember I berdasarkan prediksi BMKG berbeda dengan informasi kalender tanam yaitu sekitar bulan November I-II (kondisi eksisting, atas normal), Oktober II-III (normal), November III-Desember I (bawah normal) serta berbeda pula dengan perkiraan awal tanam yaitu November I-II dan mengalami pergeseran awal tanam dua dasarian. Di daerah ini untuk perkiraan awal tanam bulan November I keadaan di lapang sedang dalam masa vegetatif berumur 1 bulan. Kecamatan Balen dengan luas baku sawah sekitar 3.693 ha mengalami pergeseran awal tanam dua dasarian, sifat hujan normal, dan kondisi di lapang baru ditanami padi. Perkiraan awal tanam di lapang berkisar antara November III-Desember I, hal ini sama dengan informasi kalender tanam pada tahun di bawah normal (November III-Desember I) akan tetapi berbeda dengan informasi kalender tanam pada kondisi eksisting, normal, dan di atas normal yaitu antara Oktober II-III, serta hampir mendekati dengan perkiraan BMKG yaitu pada Desember I. Kecamatan Sumberrejo dengan luas baku sawah sekitar 5.365 ha mengalami pergeseran awal tanam dua dasarian, sifat hujan normal, dan kondisi di lapang baru ditanami padi. Perkiraan awal tanam di lapang berkisar antara November III-Desember I, hal ini sama dengan informasi kalender tanam pada tahun di bawah normal (November III-Desember I) akan tetapi berbeda dengan informasi kalender tanam pada kondisi eksisting, normal, dan di atas normal yaitu antara September III-Oktober I, serta hampir mendekati perkiraan BMKG yaitu Desember I.
212
Modo dan Kedungpiring merupakan dua kecamatan yang divalidasi untuk wilayah Kabupaten Lamongan. Berdasarkan pengamatan di dua kecamatan ini aktivitas yang sedang berlangsung di lapang adalah baru ditanami padi, jenis sawahnya merupakan tadah hujan, sistem budidaya dengan cara semai dan mengalami pergeseran awal tanam dua dasarian. Di Modo dan Kedungpiring selain ditanami padi juga ditanami tembakau. Perkiraan awal tanam di dua kecamatan berdasarkan pengamatan di lapang berkisar bulan Desember II-III, hal ini berbeda dengan prediksi BMKG yaitu sekitar Desember I, sementara menurut informasi kalender tanam perkiraan awal tanam sekitar November I-II (kondisi eksisting, normal, dan di atas normal) dan sekitar November III-Desember I (di bawah normal), Balitklimat (2012).
Informasi realisasi waktu tanam Provinsi Jawa Tengah baru berhasil dikumpulkan 179 kecamatan dari total 579 kecamatan. Berdasarkan informasi tersebut selanjutnya dianalisis pergeseran waktu tanam dasarian antara realisasi dengan informasi waktu tanam kalender tanam. Pergeseran waktu tanam di bagi atas lima kelas yaitu: (a) (b) (c) (d) (e)
Bergeser lebih dari enam dasarian: >+ 6 Bergeser lima sampai enam dasarian: + 5-6 Bergeser tiga sampai empat dasarian: + 3-4 Bergeser satu sampai dua dasarian: + 1-2 Tidak ada pergeseran: 0
skor skor skor skor skor
5 4 3 2 1
Persentase tertinggi (45%) pergeseran realisasi waktu tanam di Provinsi Jawa Tengah adalah 1-2 dasarian terdapat pada 80 kecamatan dari 179 kecamatan dengan total luas baku sawah 182.454 ha. Informasi waktu tanam kalender tanam sama dengan realisasi waktu tanam terdapat pada 50 kecamatan atau 28% dari total kecamatan. Hanya sekitar 6% kecamatan saja dimana realisasi tanam pada MT I 2012/2013 bergeser lebih dari enam dasarian. Gambar 13 menyajikan hasil persentase dari jumlah kecamatan dan luas baku sawah pada setiap pergeseran waktu tanam (dasarian).
213
Jumlah kecamatan yang mengalami pergeseran waktu tanam (dasarian) di setiap kabupaten dapat dilihat pada Tabel 20. Realisasi waktu tanam di Kabupaten Sragen, Pati, dan Brebes hampir sama dengan informasi waktu tanam SI Katam Terpadu. 50%
200
182,454
40%
150
30% 63,361
45%
0%
6,797 2% >6
13,098 4% 5-6
100 28%
20% 10%
107,157
50
21%
0 3-4
Jumlah Kecamatan
1-2
0
Luas baku sawah (Ha)
Gambar 13. Informasi pergeseran waktu tanam di Provinsi Jawa Tengah
Dari 17 kecamatan di Kabupaten Sragen, 10 kecamatan realisasi waktu tanam sama dengan informasi Kalender Tanam dan 7 kecamatan realisasi waktu tanam bergeser 1–2 dasarian. Sepuluh kecamatan di Kabupaten Pati realisasi waktu tanam bergeser 1-2 dasarian dan 5 kecamatan tidak ada pergeseran. Kabupaten Brebes dengan luas baku sawah 60.644 ha pada MT I 2012/2013 sebagian besar kecamatan realisasi waktu tanam bergeser hanya 1-2 dasarian (BBSDLP 2013).
Kesimpulan Terdapat informasi prediksi iklim dari berbagai lembaga nasional maupun internasional dalam berbagai bentuk, misalnya prediksi iklim global 1-2 tahun ke depan, prediksi awal musim hujan dan musim kemarau, prediksi curah hujan bulanan untuk tiga bulan ke depan, serta prediksi curah hujan ke depan dalam kerangka waktu yang lebih pendek lagi. Tabel 20. Rekapitulasi verifikasi kalender tanam di Jawa Tengah
214
Pergeseran waktu tanam (dasarian) No
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten
0 (sama) 2 1 2 -
11 12 13 14
Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen
3 3 10
2 2 7
2 3 -
1 1 -
-
8 9 17
15 16
Grobogan Blora
1 -
6 -
2 -
-
-
9 -
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal
3 5 5 2 1 3 4 5 -
5 10 4 5 2 7 7 9 -
2 6 3 5 1 3 1 -
1
1
1 1 1 -
1 -
12 21 10 10 9 11 16 15 -
50
80
37
8
4
179
Jumlah
1-2
3-4
5-6
>6
Total
2 2 6 4 -
2 2 5 -
1 1 -
2 -
4 4 10 14 -
215
Pada sisi lain dibutuhkan beberapa jenis input data untuk digunakan dalam prediksi kalender tanam. Terdapat kesenjangan antara informasi yang dibutuhkan dengan informasi tersedia yang siap pakai untuk analisis. Adanya kesenjangan ini mengharuskan adanya upaya dalam pemanfaatan dan pengolahan informasi yang tersedia sehingga dapat langsung digunakan dalam analisis kalender tanam dinamik. Pada awalnya informasi kalender tanam Indonesia hanya memanfaatkan prediksi iklim global dan memadukannya dengan basis data kalender tanam nasional sehingga menghasilkan informasi kalender tanam yang menggunakan asumsi bahwa suatu musim secara nasional mengalami anomali iklim yang seragam. Informasi ini lebih bersifat statis menurut skala ruang dan waktu, karena tidak terlihat sifat-sifat yang spesifik lokasi dan spesifik waktu. Pada pengembangan analisis dan pemanfaatan informasi prediksi iklim untuk kalender tanam dinamik, secara bertahap selalu terdapat inovasi dalam analisis dan pengolahan informasi prediksi iklim sehingga menghasilkan informasi kalender tanam dinamik yang selalu terbarui dalam kualitas informasinya. Pada awalnya informasi kalender tanam dinamik hanya menghasilkan informasi untuk tanaman padi, saat ini sudah menghasilkan informasi kalender tanam untuk padi, jagung dan kedelai. Input data awalnya hanya menggunakan informasi sifat hujan global, saat ini sudah mempertimbangkan kondisi iklim global, prediksi curah hujan dasarian dan sifat hujan musiman. Perkembangan perubahan prediksi iklim dalam satu musim tanam, jika sampai mempengaruhi pola kalender tanam yang sudah dipublikasikan, maka akan dilakukan perubahan dan terhadap informasi kalender tanam pada musim yang sedang berlangsung.
Daftar Pustaka Badan Litbang Pertanian. 2013. Pemanfaatan Informasi dan Prakiraan Iklim untuk Menyusun Strategi Pola Tanam dan Kalender Tanam. Bahan Presentasi Kegiatan Peningkatan Kemampuan Pemandu Sekolah Lapang Iklim BMKG, Bogor, 1316 Februari 2013.
216
Balitklimat. 2012. Laporan Hasil Penelitian Advokasi Kalender Tanam Terpadu 2012. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. BBSDLP. 2013. Laporan Hasil Penelitian Advokasi Kalender Tanam Terpadu 2013. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. BMKG. 2012. Prakiraan Musim Hujan 2012-2013 di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. http://www. bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Klimatologi/Prakiraan_Musim.bmkg. Diakses tanggal 29 Agustus 2012. BMKG. 2013a. Prakiraan Hujan Bulan Fabruari, Maret dan April 2013. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Klimatologi/ Prakiraan_ Hujan_Bulanan.bmkg. Diakses tanggal 15 Januari 2013. BMKG. 2013b. Monitoring Hari Tanpa Hujan Berturut-turut. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. http://cews.bmkg.go. id/Peta/Hari_Tanpa_Hujan.bmkg. Diakses tanggal 15 Januari 2013. BMKG. 2013c. Prakiraan Hujan Bulan Fabruari, Maret, dan April 2013.Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Klimatologi/Prakiraan_ Hujan_Bulanan.bmkg. Diakses tanggal 15 Januari 2013. IRI Columbia. 2012a. Seasonal Climate Forecast. International Research Institute for Climate and Society. http://iri.columbia.edu/our-expertise/climate/forecasts/ seasonal-climate-forecasts/ (downloaded 15 December 2012). NOAA. 2013. Monthly Atmospheric and SST Indices. National Weather Service Climate Data Prediction NOAA. http:// www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/ersst3b.nino.mth.ascii. Diakses tanggal 15 Februari 2013. POAMA. 2012. POAMA Long-Range Outlook. Predictive Ocean Atmospheric Model for Australia Bureau of Meteorology Australia Government. http://www.bom.gov.au/climate/ poama2.4/ poama.shtml. Diakses tanggal 1 November 2012. Tim Prediksi Katam Terpadu. 2011. Sub-Kegiatan 3: Pengembangan Model Integrasi Kalender Tanam Dinamik Berdasarkan Hasil Prediksi Musim BMKG, Materi Presentasi FGD Katam Terpadu. Bandung, 29 November 2011.
217