Bab 6 Pengembangan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu
Dasar Pemikiran Kementerian Pertanian menyusun atlas kalender tanam tanaman padi sebagai panduan waktu tanam padi bagi penyuluh dan petani setiap kecamatan seluruh Indonesia (Runtunuwu 2011). Estimasi awal waktu tanam ditentukan berdasarkan kondisi curah hujan tahunan, yaitu pada kondisi basah, normal, dan kering (Runtunuwu dan Syahbuddin 2011). Apabila sifat iklim tahunan suatu kecamatan adalah basah, maka diasumsikan lahan sawah kecamatan tersebut mengalami kondisi basah sepanjang tahun. Padahal sifat iklim bersifat tidak statis sepanjang tahun. Prakiraan sifat iklim BMKG untuk setiap zona musim menunjukkan hasil yang berbeda antar musim. Untuk mengatasi masalah tersebut, informasi kalender tanam dipadukan dengan hasil prediksi iklim sehingga mengubah kalender tanam yang dulunya statis menjadi dinamis (Pramudia 2013). Informasi sifat iklim yang dulunya diasumsikan sama sepanjang tahun, telah dipecah menjadi tiga musim berbeda berdasarkan prediksi sifat iklim. Perubahan ini menjamin pengguna mendapatkan informasi terbaru. Pada proses selanjutnya, kalender tanam dinamik dilengkapi menjadi kalender tanam terpadu (Runtunuwu 2012). Karena selain membutuhkan informasi awal waktu tanam pada setiap level kecamatan, pengguna juga membutuhkan informasi mengenai 219
wilayah rawan terkena bencana seperti kekeringan, banjir dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Termasuk juga informasi rekomendasi teknologi berupa varietas, benih, pupuk, dan mekanisasi pertanian yang perlu disiapkan sebelum masuk periode musim tanam berikutnya. Agar penyebaran informasi lebih cepat dan efisien ke seluruh Indonesia, maka informasi ini dikemas dalam bentuk sistem informasi berbasis . Pengembangan Sistem Kalender Tanam Terpadu (selanjutnya disebut SI Katam Terpadu) bersifat interaktif diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat pengguna mengakses informasi kalender tanam (Ramadhani 2013). Kementerian Pertanian memperbaharui informasi ini minimal tiga kali setahun pada setiap awal musim tanam untuk seluruh kecamatan di Indonesia. Walaupun sangat beragam sesuai dengan pola curah hujan, secara umum musim tanam (MT) dikelompokkan sebagai berikut: Periode MT I, September III/Oktober I-Januari III/Februari I, periode MT II, Februari II/III-Mei III/Juni I, dan periode MT III, Juni II/III-September I/II (Runtunuwu 2013a). Peluncuran SI Katam Terpadu MT I dilakukan setiap bulan Agustus, MT II pada bulan Februari dan MT III paling lambat bulan Mei (Gambar 1). Penyusunan SI Katam Terpadu MT I merupakan basis, karena pada peluncuran bulan Agustus itu sekaligus berisi pola tanam sepanjang setahun. Pada peluncuran MT II dan MT III dilakukan pemutakhiran ( ) berdasarkan data prediksi iklim terbaru (Syahbuddin dan Runtunuwu 2013). Agar pengguna tetap memiliki informasi yang mendekati kondisi lapang, SI Katam Terpadu terus dievaluasi, diperbaiki, diperbaharui, dan dikembangkan melalui - testing (Pressman 2001) untuk meningkatkan akurasi informasi. Peranan petani, penyuluh, dan pengguna sangat penting di dalam memberikan umpan balik ( ) bagi perbaikan SI Katam Terpadu ke depan sebagai salah satu upaya adaptasi sektor pertanian dalam menyikapi perubahan iklim (Runtunuwu 2013b).
220
MT III (Mei)
MT I (Agustus)
Gambar 1.
Siklus musim tanam dalam setahun
Alur dan proses membangun dan mengembangkan kalender tanam dari tahap awal sampai dengan peluncuran ( ) cukup kompleks karena melibatkan banyak institusi terutama dalam proses persiapan data dan penyebaran informasi. Gambar 2 menunjukkan proses yang perlu dialami setiap melakukan pemutakhiran ( ) informasi.
Gambar 2.
Siklus penyusunan dan pemutakhiran SI Katam Terpadu setiap awal musim tanam
221
Untuk menyinergikan operasional teknis penyusunan dan pendistribusian SI Katam Terpadu, diperlukan mekanisme kerja serta sistem koordinasi dan komunikasi yang sangat intensif, melalui jaringan komunikasi dan pertemuan reguler. Secara eksternal di luar Kementerian Pertanian, dibutuhkan komunikasi dan koordinasi yang intensif, terutama dengan BMKG, BPS serta Dinas Pertanian (Diperta) tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Balai Koordinasi Penyuluh (Bakorluh), Badan Penyuluh (Bappeluh), Penyuluh Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Mantri Tani, dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), seperti yang disajikan pada Gambar 3. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 45/2011 tentang Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) menjelaskan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) bertanggung jawab antara lain dalam pengembangan dan penerapan kalender tanam, baik dalam penyusunan, sosialisasi, validasi lapang, maupun upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Gambar 3.
Kelembagaan yang terlibat di dalam proses teknis dan deliveri SI Katam Terpadu
Untuk mengimplementasikan Permentan No.45/2011 Kepala Balitbangtan menerbitkan Surat Keputusan (SK) No 77.1/Kpts/OT.160/I/3/2012 tentang Tim Penyusunan Kalender Tanam Terpadu dan SK No. 178.1/Kpts/OT.160/I/7/2012 tentang 222
Pembentukan Gugus Tugas Katam dan Perubahan Iklim di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (selanjutnya disebut Gugus Tugas BPTP).
Proses Membangun SI Katam Terpadu Sebagaimana proses membangun sistem informasi pada umumnya, pengembangan SI Katam Terpadu didasarkan pada tiga subsistem utama (Gambar 4), yaitu basis data, model, dan pencarian ( ) Subsistem basis data memuat semua jenis data yang dibutuhkan, baik dalam bentuk tabular maupun spasial. Sumber data bisa merupakan data hasil pengamatan lapang, data sekunder, ataupun citra satelit seperti yang digunakan Asadov dan Ismaylov (2011) dan Peng (2011). Proses input data ini sangat penting untuk menjamin adanya keterkaitan antar data. Yang (2011) mencontohkan pengembangan sistem pengelolaan data tanah dan tanaman agar secara otomatis dapat diintegrasikan dengan aplikasi model tanaman yang lebih luas. Teknologi sistem informasi geografis (Matouq 2013, Ferrer 2012) dan (Stanislawska 2012, Makkeasorn 2008) sangat memudahkan proses integrasi data tabular, tekstual dengan spasial. Subsistem model penting untuk menganalisis data di dalam data ( ) agar dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi pengguna atau objek lain di luar sistem ( ) Informasi tersebut berguna terutama untuk pengambilan keputusan operasional, teknis, maupun penyusunan strategi. Subsistem model ini memuat algoritma analisis yang menghubungkan data di dalam . Clavel (2011) memberikan contoh informasi pertanaman dengan faktor lingkungan spesifik lokasi dengan algoritma deterministik berdasarkan pengetahuan kepakaran ( ). Subsistem sangat penting dalam pengembangan sistem informasi, karena pengguna diharapkan mampu melakukan pencarian data ke subsistem data dan informasi ke subsistem model tanpa menggunakan bantuan operator. Harapan ini dapat terpenuhi apabila sistem dibangun secara sederhana sehingga pengguna mudah menggunakannya. Selain itu, pengguna diberi kebebasan 223
untuk memilih informasi sesuai kebutuhan, serta dilengkapi dengan beberapa pilihan bentuk penyajian, baik berupa ataupun hanya sekedar tampilan ( ) di monitor komputer bahkan yang dapat dicetak ( ). Menurut Sutabri (2012) data yang diperoleh pengguna harus memenuhi tiga ketentuan, yaitu tepat ( ), komparabilitas ( ), dan validitas data ( )
Gambar 4.
Tiga subsistem pengembangan SI Katam Terpadu
Teknologi informasi yang berkembang pesat dewasa ini, dapat memperpendek jarak antara pengguna dengan sistem, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Frolking (2006) mencontohkan pengembangan sistem informasi tanaman padi dan pengelolaan air secara nasional di India. Melalui sistem ini pengguna dengan cepat dapat mempelajari produktivitas tanaman, penggunaan sumberdaya air dan dampak lingkungan terhadap pertanaman padi dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Di sisi lain, kecepatan pengambilan data sangat tergantung pada perangkat lunak ( ) dan perangkat keras ( ) serta kemudahan sistem yang dibangun. SI Katam Terpadu dilengkapi dengan fasilitas mendeteksi kecepatan internet. Jika sistem mendeteksi kecepatan akses internet pengguna lebih kecil dari 256 Kbps, maka otomatis diarahkan ke aplikasi versi ringan. 224
Berdasarkan Ramadhani (2013), perangkat lunak yang digunakan di dalam pengembangan SI Katam Terpadu adalah: (a) (b) (c)
(d)
(e) (f)
untuk penyiapan data vektor seperti peta rupa bumi, dan peta sawah digital. untuk aplikasi perangkat lunak berbasis ASP.NET. , merupakan komponen server pendukung untuk keperluan publikasi peta digital melalui media internet atau berbasis web. digunakan sebagai sistem operasi tingkat server sekaligus Web Server aplikasi sistem berbasis web. digunakan sebagai server penyimpan data. yang digunakan sebagai komponen pendukung untuk menampilkan data tabular secara dinamis dan ramah pengguna.
Penyiapan Basis Data Secara umum, basis data SI Katam Terpadu dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok, yaitu: (1) umum, (2) kalender tanam dan estimasi luas tanam yang didukung sumberdaya air, (3) prediksi sifat musim, (4) luas wilayah terkena banjir, kekeringan, dan serangan OPT, (5) sebaran kondisi eksisting dan rekomendasi varietas, (6) rekomendasi pupuk serta (7) mekanisasi pertanian. Basis data SI Katam Terpadu meliputi dua bentuk data, yaitu spasial dan tabular, yang diintegrasikan berdasarkan kesamaan nama administrasi. Level terendah yang disiapkan adalah kecamatan, tetapi beberapa peubah yang hanya tersedia pada level kabupaten. Ketujuh kelompok data terebut dipersiapkan secara terpisah dan kemudian digabungkan dalam suatu sistem basis data yang tertata secara sistematis.
Data spasial batas administrasi yang digunakan adalah peta digital administrasi skala 1:250.000 (Bakosurtanal 2000). Kementerian Pertanian memutakhirkan peta spasial administrasi seluruh 225
Indonesia dengan mengikuti indeks desa yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS). Data terbaru yang digunakan adalah 34 provinsi, 505 kabupaten, dan 6911 kecamatan lengkap dengan indeksnya masing-masing (BPS 2013). Sebaran lahan sawah skala 1:250.000 yang digunakan merupakan peta digital yang dibuat BBSDLP (BBSDLP 2000) yang direvisi. Data luas baku sawah dari Kabupaten Dalam Angka seluruh Indonesia yang diterbitkan oleh BPS kabupaten/kota menjadi bahan rujukan.
Data estimasi kalender tanam dan luas tanam diperoleh dari atlas kalender tanam (Las . 2007, 2008, 2009a, 2009b, 2010). Setiap kecamatan memiliki informasi estimasi waktu tanam dan estimasi luas tanam setiap musim tanam (MT) selama setahun (MT I, II, dan III). Pilihan yang disiapkan juga tersedia dalam empat skenario yaitu pada kondisi aktual yang dilakukan petani, serta pada kondisi curah hujan berlebih (basah), normal, dan kering.
Data dasar prediksi iklim yang tersedia dalam sistem basis data kalender tanam terpadu yaitu sifat musim dan jumlah curah hujan bulanan setiap kecamatan untuk musim tanam ke depan. Sifat musim yang dimaksud adalah Atas Normal (AN), Normal (N) dan Bawah Normal (BN), BMKG (2013). Data ini diperoleh dari BMKG dalam bentuk peta yang kemudian ditumpangsusunkan dengan peta administrasi dengan teknologi GIS, untuk memperoleh data sifat musim yang dominan di setiap kecamatan. Setiap tahun, BMKG menerbitkan dua jenis prakiraan musim, yaitu prakiraan musim hujan yang diterbitkan setiap bulan Agustus untuk kebutuhan MT I dan prakiraan musim kemarau diterbitkan setiap bulan Maret untuk kebutuhan MT III. Untuk kebutuhan MT II, Balitbangtan menggunakan prediksi sifat hujan bulanan periode Januari, Februari, dan Maret. Apabila BMKG melakukan pembaruan ( ) sifat musim, SI Katam Terpadu langsung melakukan penyesuaian (Pramudia . 2013).
226
Data runut waktu luas wilayah lahan sawah Indonesia yang terkena bencana (banjir, kekeringan, dan serangan OPT) diperoleh dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Data tersedia dalam bentuk bulanan tingkat kabupaten yang diperbarui setiap tahun. Setiap kabupaten memiliki data luas tambah puso dan terkena untuk banjir, kekeringan, dan serangan OPT untuk tanaman padi, jagung, dan kedelai. Dalam SI Katam Terpadu, enam jenis OPT tanaman padi yang tersedia datanya adalah wereng batang coklat, tikus sawah, penggerek batang padi, tungro, , dan kresek atau hawar daun bakteri (HDB). Data runut waktu OPT jagung meliputi ulat gerayak, penggerek tongkol, lalat bibit, tikus, penggerek batang, dan bulai jagung. Data OPT kedelai yang tersimpan dalam SI Katam Terpadu adalah data ulat jengkal, tikus, penggerek polong, ulat gerayak, penggulung daun, dan lalat kacang kedelai.
Data varietas padi sawah tersedia pada tingkat kecamatan, tetapi ada yang hanya sampai tingkat kabupaten. Jenis data terdiri atas jenis dan luas sebaran varietas aktual, serta rekomendasi varietas padi. Rekomendasi varietas padi disesuaikan dengan tingkat kerentanan (ringan, sedang, rawan, dan sangat rawan), baik bencana banjir, kekeringan, maupun OPT. Pada tanaman padi, tersedia rekomendasi varietas untuk jenis OPT tungro, WBC, , dan kresek/HDB. Tersedia juga rekomendasi varietas jagung yang tahan terhadap OPT bulai, penggerek batang, ulat gerayak, busuk tongkol, karat daun, bercak daun, hawar daun, dan busuk pelepah daun. Rekomendasi varietas kedelai yang tahan terhadap OPT lalat kacang, penggulung daun, ulat gerayak, dan ulat jengkal. Data sebaran dan rekomendasi varietas padi sawah, jagung, dan kedelai diperoleh dari berbagai sumber, seperti Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi), Balai Penelitian Serealia (Balit Sereal), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB), dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Diperta).
227
Dalam basis data SI Katam Terpadu tersedia dosis dan kebutuhan pupuk, baik tanaman padi, jagung, maupun kedelai. Rekomendasi pemupukan padi sawah dalam SI Katam Terpadu merupakan penyempurnaan dari rekomendasi pemupukan NPK padi sawah spesifik lokasi dalam Permentan No.40/Permentan/2007. Dalam Permentan tersebut, masih menggunakan pupuk tunggal (urea, SP36, KCl) dan pupuk organik berbahan baku jerami dan pupuk kandang. Dalam SI Katam Terpadu, dosis anjuran pupuk tunggal telah diperbaiki menjadi dosis pupuk majemuk NPK dengan empat formula, yaitu NPK 15-15-15 (Phonska), NPK 20-10-10 (Pelangi), NPK 30-6-8 (Kujang) dan NPK 15-10-10. Dosis anjuran pupuk untuk tanaman jagung dan kedelai disusun berdasarkan status hara P dan K tanah sawah, dan pupuk yang direkomendasikan adalah pupuk tunggal. Kebutuhan pupuk padi, jagung, dan kedelai dihitung berdasarkan data potensi luas tanam di setiap kecamatan dikalikan dengan dosis pupuk masing-masing jenis pupuk.
SI Katam Terpadu memuat data ketersediaan dan kecukupan traktor dan pada tingkat kecamatan dan secara bertahap dilengkapi untuk seluruh Indonesia (BBP Mektan 2013).
Penyusunan Model Algoritma SI Kalender Tanam Terpadu Secara keseluruhan data yang disimpan dalam subsistem data SI Katam Terpadu perlu dimanfaatkan untuk menghasilkan informasi. Model algoritma disusun untuk mengakomodasi kemungkinan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Sistem dapat menampilkan salah satu peubah saja, tetapi dapat juga hasil analisis dari beberapa jenis data.
Estimasi waktu tanam MT kedepan merupakan hasil keterkaitan antara data prediksi yang diperoleh dari BMKG dengan data atlas kalender tanam (Pramudia 2013). Sebagai contoh, apabila hasil prediksi sifat musim MT III Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu adalah normal, maka estimasi waktu tanam diambil dari 228
basis data kalender tanam pada musim tanam III dengan skenario kondisi normal. Pertimbangan lain penentuan estimasi waku tanam adalah realisasi waktu tanam musim tanam sebelumnya. Pertimbangan ini diperlukan untuk menghindari rekomendasi waktu tanam yang terlalu dini. Selain informasi estimasi waktu tanam, informasi potensi luas tanam dapat diperoleh dari basis data kalender tanam. Hasil analisis sumberdaya air semakin meningkatkan akurasi penentuan waktu dan luas tanam (Kartiwa 2013).
Status tingkat kerawanan banjir dan kekeringan ditentukan dengan menggunakan indeks banjir (IDB), dan indeks kekeringan (IDK) per kabupaten (Susanti 2011). Apabila akumulatif IDB dan IDK selama setahun nilainya >75% dikelompokkan sangat berat, 5075% dikelompokkan berat, 25-50% dikelompokkan sedang, dan <25% dikelompokkan ringan (Susanti 2013).
Status wilayah setiap kabupaten yang terkena OPT dianalisis secara terpisah untuk 6 jenis OPT, yaitu wereng batang cokelat, tikus sawah, penggerek batang padi, tungro, , dan kresek atau HDB. Untuk analisis penentuan daerah endemis OPT parameter yang digunakan adalah klasifikasi dari rata-rata terkena, rata-rata puso, ratio puso/terkena, dan frekuensi serangan. Daerah endemis ditentukan dengan menggunakan metode klasifikasi kisaran sama ( ), dan diperoleh empat batasan kisaran kelompok data yaitu kelas yang tidak terkena (aman), rendah, menengah, dan tinggi (Susanti 2013).
Rekomendasi sebaran varietas dan kebutuhan benih disusun berdasarkan kondisi agroekologi setempat dengan faktor pembatas tingkat serangan hama dan penyakit dominan serta tingkat kekeringan dan banjir pada suatu wilayah (Heryani 2013). Kebutuhan benih merupakan hasil pengalian kebutuhan per hektar dengan estimasi luas tanam musim ke depan.
229
Data rekomendasi pupuk yang tersedia pada SI Katam Terpadu telah tersedia sampai pada level kecamatan dan bervariasi antar musim tanam. Oleh karena itu, selalu dilakukan perbaikan dosis kebutuhan pupuk setiap MT baik padi, jagung, maupun kedelai. Kebutuhan pupuk merupakan hasil pengalian dosis per hektar dengan estimasi luas tanam musim ke depan (Setyorini . 2013).
Berdasarkan data ketersediaan dan kecukupan traktor dan dilakukan perhitungan optimalisasi dengan menghitung jumlah kebutuhan, kekurangan, dan peluang pemindahan atau peminjaman alsintan dari kecamatan tetangga (BBP Mektan 2013).
Konsep Pengembangan SI Katam Terpadu Sampai pada tahap pengembangan subsistem data dan model, diperoleh 88 kelompok data dengan 2083 kolom (Tabel 1). Tahap selanjutnya adalah pengemasan subsistem pencarian dalam bentuk sistem informasi berbasis media internet atau . Tabel 1.
Jumlah kelompok data dalam SI Katam Terpadu
No 1
Subsistem data Umum
2
Prediksi
18
3
Bencana
41
4
Varietas
10
5
Pupuk
6
Mekanisasi Pertanian Jumlah
Jumlah kelompok data 14
3 2 81
Tujuan utamanya adalah agar pengguna dapat memperoleh informasi kalender tanam secara cepat dan mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Kementerian Pertanian menggunakan model sebagai salah satu pendekatan sistematis di dalam pengembangan Pressman (2001) memecah model ini menjadi enam tahap (Gambar 5).
230
Pemodelan ini diawali dengan wawancara, diskusi dan survey untuk mendeskripsikan sistem informasi yang akan di bangun. Hal ini sangat penting karena kelancaran proses pembuatan secara keseluruhan dan kelengkapan fitur yang dihasilkan sangat tergantung pada hasil analisa kebutuhan ini.
Gambar 5.
Enam tahap pembuatan perangkat lunak dalam (modifikasi dari http:\\http://www.c3ns.com/ c3nsservices_3.html)
Proses pencarian kebutuhan dan difokuskan pada perangkat lunak ( ). Untuk mengetahui sifat dari program yang dibuat, maka para harus mengerti tentang domain informasi dari , misalnya menu yang dibutuhkan, , dan .
Desain sistem dapat didefinisikan sebagai penggambaran dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi (http://www.zainalhakim.web.id/pengertian-dan-langkah-langkahdesain-sistem.html#sthash). Proses desain difokuskan pada empat atribut utama, yaitu: struktur data, , , dan model algoritma secara rinci. Sebelum dimulai, proses ini biasanya dilakukan secara berulang agar mampu memenuhi kebutuhan yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya.
231
Data yang dikumpulkan disimpan dalam bentuk tabel relasional. Dalam tahap ini, tabel dibuat sesuai dengan tingkat data administrasi dan data pendukungnya. Sebagai contoh, untuk data benih, terdiri dari tabel benih_aktual yang berisi data varietas, luas, dan kebutuhan benih per ha yang umumnya dilakukan petani pada setiap kecamatan. Tabel benih_rekomendasi berisi data varietas yang mempunyai sifat tahan wereng coklat, rendaman, dan kekeringan (Gambar 6). Hal yang sama dilakukan untuk data seperti data administrasi, kalender tanam, prediksi musim, luas wilayah terserang OPT, dan pupuk.
Gambar 6.
Tampilan tabel benih
Selain itu, terdapat enam yang diperlukan untuk mempermudah pengambilan data, yang meliputi view administrasi, waktu tanam, benih, provinsi, pulau, dan nasional. Sebagai contoh View_Administrasi (Gambar 7). ini terdiri dari empat tabel yaitu kode_kecamatan, kode_kabupaten, kode_provinsi, dan kode_pulau. Setiap tabel saling berhubungan menggunakan id sesuai dengan tingkatnya masing-masing.
Aplikasi berbasis desktop bertujuan untuk mendukung kemampuan data secara otomatis, yang menggunakan visual studio 2010 dan komponen . Aplikasi desktop berfungsi mengelola , mulai dari memasukkan data, menyalin dari dan ke tabel, menghapus, dan melakukan pengelompokan untuk masing-masing kolom, sekaligus juga dapat mengekspor isi data ke dalam format excel, html, dan pdf. Selain itu, digunakan untuk menghasilkan peta otomatis tingkat kabupaten yang berasal dari master per pulau.
232
Gambar 7.
Tampilan view_administrasi
Oleh karena itu, pengguna dapat memilih level administrasi mulai dari level nasional, pulau, dan provinsi. Fungsi terpenting aplikasi ini adalah untuk dinamisasi informasi, karena bagian ini menghasilkan yang dibutuhkan dalam SI Katam Terpadu berbasis web, baik dalam bentuk dokumen ataupun hanya tampilan di layar monitor.
Desain web disusun secara sederhana dan mudah dengan menggunakan tampilan Setiap menu ditampilkan pada satu halaman web tanpa perlu memperbaharui halaman web apabila berganti tampilan data. Aplikasi web ini terdiri dari beberapa bagian berupa tekstual, seperti pengantar, metodologi, atau juga bersifat peta, seperti peta kerentanan, peta rekomendasi pupuk, dan peta kalender tanam terpadu. Data tersebut dapat ditampilkan dalam berbagai macam bentuk, yaitu: (1) Peta interaktif. Peta interaktif ini mempunyai fasilitas seperti peta rekomendasi pupuk. Pengguna cukup menggeser pointer di daerah kecamatan saja. (2) Data interaktif. Data kalender tanam ditampilkan dalam bentuk data tabular dengan pengelompokan tahun, musim, komoditas, pulau, provinsi, dan kabupaten. Pengguna dapat mengubah pengelompokan dan menggeser kolom ke kanan atau ke kiri, dan juga dapat mengurutkan data setiap kolom dari kecil ke besar atau sebaliknya.
233
(3) Grafik. Data kalender tanam yang berupa data numerik ditampilkan dalam diagram batang. Jika memilih ‘nasional’ akan ditampilkan data pulau, dan seterusnya sampai memilih kabupaten akan muncul data per kecamatan. Urutan nama batang ( ) sesuai dengan urutan alfabet. (4) Dokumen dalam bentuk PDF. File pdf yang telah dihasilkan dengan aplikasi desktop ditampilkan secara otomatis jika pengguna memilih nama administrasi di pohon administrasi.
Untuk dapat dimengerti oleh komputer, desain harus diubah menjadi bentuk yang dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman. Tahap ini dikenal sebagai proses yang secara teknis dikerjakan oleh .
Semua fungsi yang telah dibuat harus diujicobakan agar bebas dari , dan hasilnya sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
Pemeliharaan dan pengembangan tetap perlu diperlukan. Mungkin masih ada yang belum ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan yang belum ada pada tersebut. Pengembangan diperlukan untuk mengakomodasi penambahan/perubahan data/informasi serta penggantian sistem operasi atau perangkat keras ( ). Pressman (2001) menyatakan ada empat jenis pemeliharaan sistem, yaitu (1) pemeliharaan korektif, yaitu kegiatan yang mengkoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemukan pada saat sistem berjalan, (2) pemeliharaan adaptif adalah kegiatan yang merespon perubahan kebutuhan pengguna ataupun kemajuan teknologi sistem informasi, (3) pemeliharaan perfektif adalah kegiatan penyempurnaan untuk mempertinggi cara kerja yang bisa saja membuat perubahan substansial, dan (4) pemeliharaan preventif adalah pemeriksaan secara berkala untuk mengungkap dan mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul. 234
Pembuatan Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu
Untuk mendapatkan peta yang siap cetak, dilakukan peta digital menggunakan ArcGIS Desktop 2010 (Gambar 8). Jumlah yang dibuat sebanyak 548 peta dengan rincian: satu nasional, lima master pulau, 34 provinsi, tiga kerawanan, dan 505 kabupaten. Informasi dalam peta ini secara dinamis mengikuti perubahan hasil analisis kalender tanam.
Aplikasi desktop terdiri atas menu atas, menu samping, dan bagian utama (Gambar 9). Menu atas terdiri dari perintah pergantian warna aplikasi, , dan tidak , , ke XLSX, XLS, HTM, RTF, HTML, PDF, dan juga perintah untuk menghasilkan status tingkat kerawanan. Pada bagian tabel, terdiri dari tiga subbagian, yaitu: bagian pencarian, pengelompokan, dan data tabular (Gambar 10). Pada bagian edit peta, terdiri dari tiga sub bagian, yaitu pilihan pulau, provinsi, level dan isian , perintah yang ingin dijalankan, dan tempat untuk menyimpan proses perintah tersebut (Gambar 11). Di bagian dinamisasi terdiri dari tiga subbagian, yaitu: mengisi pilihan untuk tahun musim, level, alamat , data kalender tanam, sawah; tombol untuk menjalankan perintah; dan tempat untuk menampilkan proses yang berjalan (Gambar 12).
235
Gambar 8.
Tampilan
peta kalender tanam
Gambar 9.
Tampilan aplikasi desktop
Gambar 10. Tampilan informasi data tabular
Gambar 11. Tampilan edit peta
Gambar 12. Tampilan dinamisasi
Aplikasi ini berbasis ASPX, terdiri dari dua aspx, yaitu default.aspx dan main.aspx. Aplikasi ini dapat diakses dari www.litbang.deptan.go.id dengan mengklik kalender tanam di bagian sebelah kiri situs (Gambar 13). Secara otomatis, halaman default.apsx yang menampilkan halaman depan (Gambar 14). Pengguna harus mengklik halaman ini untuk mengakses bagian utama dari aplikasi web ini. Menu utama aplikasi web SI Katam Terpadu adalah menu Kalender Tanam Terpadu. Halaman menu utama ini berisi informasi nasional berupa rekapitulasi luas baku sawah, dan potensi luas tanam MT untuk padi, jagung, dan kedelai (Gambar 15). Dalam halaman ini, pengguna dapat langsung menggunakan kolom pencarian untuk mengetik nama kecamatan yang dibutuhkan. Selain itu, tersedia submenu untuk mencetak informasi pada kantor BPP (Gambar 16) ataupun dokumen lengkap untuk tingkat kabupaten, provinsi, pulau dan nasional (Gambar 17). Submenu Peta Interaktif adalah informasi kalender tanam secara spasial (Gambar 18). Pengguna dapat dengan mudah mendapatkan informasi kecamatan lain dengan memindahkan kursor ke kecamatan yang dikehendaki ataupun informasi lain seperti kebutuhan benih dan rekomendasi pupuk. Submenu Data Interaktif menggunakan data kalender tanam dalam bentuk tabular (Gambar 19). Cara pencarian sama dengan submenu Peta Interaktif, yaitu cukup menulis nama wilayah yang dibutuhkan, ataupun dengan menggunakan pohon administrasi. Submenu Grafik disiapkan untuk mempermudah perbandingan antar tempat dengan cepat dan mudah (Gambar 20). Data yang dapat dibandingkan, difokuskan untuk luas baku sawah, potensi luas tanam baik untuk padi, jagung, maupun kedelai.
242
Gambar 13. Tampilan depan halaman homepage litbang.deptan.go.id
Gambar 14. Tampilan halaman depan
Gambar 15. Tampilan halaman menu utama
Gambar 16. Tampilan halaman submenu cetak info-BPP
Gambar 17. Tampilan halaman dokumen (pdf)
Gambar 18. Tampilan halaman peta interaktif
Gambar 19. Tampilan halaman data interaktif
Gambar 20. Tampilan halaman grafik
Menu utama kedua adalah menu Peta dan Data Tematik. Menu ini terdiri atas enam bagian utama, yaitu bentuk peta (endemik utama, endemik, dan rekomendasi pupuk) dan tabular (endemik, rekomendasi pupuk, dan data alsintan), Gambar 21. Menu utama ketiga adalah pendekatan yang digunakan di dalam subsistem model. Menu ini meliputi pendekatan kalender tanam, prediksi BMKG, kalender tanam dinamik, ancaman bencana, rekomendasi varietas, dan rekomendasi pupuk. Menu utama keempat adalah Tim Penyusun (Gambar 22). Dalam halaman tim penyusun menampilkan pengarah, penanggung jawab program, wakil penanggung jawab program, penanggung jawab kegiatan, inventor, peneliti, programmer, serta basis data, litkayasa, dan narasumber yang terkait dalam proses penyusunan SI Katam Terpadu. Menu utama kelima adalah Kontak ( Gambar 23). Halaman kontak terdiri dari informasi alamat, telpon, fax, email, dan untuk institusi terkait di dalam penyusunan SI Katam Terpadu yaitu Balitbangtan, BBSDLP, BBP2TP, Puslitbangtan, BB Padi, BBP Mektan, Direktorat Perlindungan Tanaman, Balitklimat, Balitra, Balittanah, Balitsereal, Balitkabi, serta BPTP seluruh Indonesia. Menu utama kelima adalah Bantuan (Gambar 24) yang membantu pengguna memahami SI Katam Terpadu, yang disajikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Informasi tersebut, antara lain: (1) , halaman ini berisi hak dan kewajiban pengguna ketika menggunakan aplikasi web kalender tanam terpadu. (2) Petunjuk penggunaan, berisi petunjuk penggunaan aplikasi web dalam format pdf. Informasi ini sangat dibutuhkan pengguna, terutama yang baru pertama kali mengakses web SI Katam Terpadu. (3) Poster, berisi pdf poster kalender tanam terpadu. (4) Monograf, berisi pdf monograf kalender tanam terpadu. (5) , berisi pdf kalender tanam terpadu. (6) Video, berisi pdf video kalender tanam terpadu.Video ini dapat diunduh dan digunakan sebagai bahan sosialisasi kepada pengguna ataupun 255
Gambar 21. Tampilan halaman peta endemik
Gambar 22. Tampilan halaman tim penyusunan
Gambar 23. Tampilan halaman kontak institusi terkait
Gambar 24. Tampilan halaman bantuan
Menu utama keenam adalah Situs Terkait (Gambar 25). Menu ini diperuntukkan bagi pengguna yang ingin mendapatkan informasi lebih mendalam seperti prediksi iklim dan bencana. Menu utama ketujuh sebagai menu terakhir adalah Forum Diskusi (Gambar 26). Forum ini merupakan media interaksi antar tim penyusun SI Katam Terpadu dengan pengguna. Proses terakhir dari proses penyusunan SI Katam Terpadu adalah instalasi di tempat atau tempat penyimpanan yang terhubung dengan jaringan internet dan (IIE) sehingga dapat diakses secara cepat oleh pihak di daerah dan pusat. Server ini dikendalikan jarak jauh dengan menggunakan untuk melakukan dan untuk operasi pengiriman file jarak jauh menggunakan FTP. Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penelitian kalender tanam yang dikaitkan dengan pengelolaan risiko bencana iklim. Penelitian ini berbasis analisis ENSO (anomali iklim) yang mencoba sedapat mungkin melihat dampak kejadian La-Nina ataupun terhadap waktu tanam tanaman pangan. Analisis tersebut dikaitkan dengan sistem produksi dan ekonomi. ITB (Institut Teknologi Bandung) melakukan penelitian Sistem Kalender Tanam Spesifik Lokasi. Penelitian ini berbasis prediksi curah hujan (dasarian) yang kemudian dikaitkan dengan prediksi hasil melalui simulasi. Secara akademik, kedua pendekatan tersebut sangat detil sehingga membutuhkan data yang lebih banyak dan lengkap. Peluang untuk mengadopsi metodologi penentuan awal waktu tanam dari penelitian semacam ini ke dalam pengembangan SI Katam Terpadu sangat terbuka pada masa yang akan datang.
264
Gambar 25. Tampilan halaman situs terkait
Gambar 26. Tampilan halaman forum komunikasi
Kesimpulan SI Katam Terpadu merupakan salah satu bentuk aksi adaptasi sektor pertanian terhadap keragaman dan perubahan iklim. Sistem ini bersifat dinamis, sehingga perlu diperbaiki, diperbaharui, dan dikembangkan melalui proses pemeliharaan ( ). Untuk meminimalisasi kekeliruan informasi, masukan ( ) dari pengguna terutama penyuluh dan petani yang tersebar di 6911 kecamatan dan Gugus Tugas BPTP seluruh Indonesia sangat dibutuhkan. Pemberian kewenangan kepada Gugus Tugas BPTP untuk melakukan perbaikan sendiri ( ) diharapkan mempercepat perbaikan. Keterlibatan berbagai institusi dalam proses penyusunan dan pemutakhiran SI Katam Terpadu menunjukkan kompleksitas proses perbaikan. SI Katam Terpadu akan selalu mengalami perkembangan dan inovasi, baik dalam aspek substansi dan informasi maupun dalam aspek teknologi. Proses informasi tetap perlu dikembangkan agar tujuan awal pengembangan SI Katam Terpadu untuk meningkatkan kemampuan antisipasi masyarakat pertanian terhadap perubahan iklim dapat ditingkatkan.
Daftar Pustaka Asadov, H. H., K. Kh. Ismaylov. 2011. Information method for synthesis of optimal data subsystems designated for positioning, location and remote sensing systems. Positioning 2:61-64. Bakosurtanal. 2000. Peta digital batas administrasi Indonesia Skala 1:250.000. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Bogor. BBSDLP. 2000. Peta digital sebaran sawah Indonesia. Skala 1:250.000. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. BPS. 2013. Peta indeks desa Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Tidak dipublikasikan. BMKG. 2013. Prakiraan musim hujan 2013/2014 di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta. BBP Mektan. 2012. Pengembangan Model Pemetaan Mekanisasi Produksi Padi di Lahan Sawah. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Laporan Akhir Penelitian. Banten. Clavel, L., J. Soudais, D. Baudet, D. Leenhardt. 2011. Integrating expert knowledge and quantitative information for mapping cropping systems. Land Use Policy 28(1):57-65. 269
Ferrer, J., M.A. Pérez-Martín, S. Jiménez, T. Estrela, J. Andreu. 2012. GIS-based models for water quantity and quality assessment in the Júcar River Basin, Spain, including climate change effects. Science of The Total Environment 440:42-59. Frolking, S., J.B. Yeluripati, E. Douglas. 2006. New district-level maps of rice cropping in India: A foundation for scientific input into policy assessment. Field Crops Research 98(2–3):164-177. Kartiwa, B., H. Sosiawan, N. Heryani. 2013. Rekomendasi Pengelolaan Sumberdaya Air secara Spasial dan Temporal untuk Mendukung Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Heryani, N., Y. Apriyana, I. Las, W. Estiningtyas, Haryono. 2013. Model Rekomendasi Varietas dan Kebutuhan Benih untuk Mendukung Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. http://www.zainalhakim.web.id/pengertian-dan-langkah-langkahdesain-sistem.html#sthash. Diakses tanggal 16 Desember 2013. Las, I., A. Unadi, K. Subagyono, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu. 2007. Atlas Kalender Tanam Pulau Jawa. Skala 1:1.000.000 dan 1:250.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Las, I., A. Unadi, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu. 2008. Atlas Kalender Tanam Pulau Sumatera. Skala 1:1.000.000 dan 1:250.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Las, I., A. Unadi, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu. 2009a. Atlas Kalender Tanam Pulau Kalimantan. Skala 1:1.000.000 dan 1:250.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Las, I., A. Unadi, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu. 2009b. Atlas Kalender Tanam Pulau Sulawesi. Skala 1:1.000.000 dan 1:250.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Las, I., A. Unadi, H. Syahbuddin, E. Runtunuwu. 2010. Atlas Kalender Tanam Wilayah Indonesia Bagian Timur Skala 1:1.000.000 dan 1:250.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Makkeasorn, A., N.B. Chang, X. Zhou. 2008. Short-term streamflow forecasting with global climate change implications – A comparative study between genetic programming and neural network models. Journal of Hydrology 352(3–4):336-354. Matouq, M., T. El-Hasan, H. Al-Bilbisi, M. Abdelhadi, M. Hindiyeh, S. Eslamian, S. Duheisat. 2013. The climate change implication on Jordan: A case study using GIS and Artificial Neural Network. Journal of Taibah University for Science 7(2):44-55. Peng, D.A.R., Huete, J. Huang, F. Wang, H. Sun. 2011. Detection and estimation of mixed paddy rice cropping patterns with 270
MODIS data. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation 13(1):13-23. Pramudia, A., I. Las, H. Syahbuddin, E. Susanti, K.S. Hariyanti, Haryono. 2013. Model Integrasi Prediksi Iklim dan Awal Tanam untuk Mendukung Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Pressman, R.S. 2001. Software Engineering: a practioner’s approach. Fifth Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Ramadhani, F., E. Runtunuwu, H. Syahbuddin. 2013. Pengembangan Sistem Teknologi Informasi Kalender Tanam Terpadu Berbasis Web. Jurnal Informatika Pertanian. Runtunuwu, E., H. Syahbuddin, I. Amien, I. Las. 2011. New cropping calendar map development for paddy rice field in Java Island. Ecolab 5(1):1-14. Runtunuwu, E., H. Syahbuddin. 2011. Atlas kalender tanam tanaman pangan nasional untuk mengurangi risiko variabilitas dan perubahan iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan 5(1):1-10. Runtunuwu, E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani, A. Pramudia, D. Setyorini, K. Sari, Y. Apriyana, E. Susanti, Haryono, P. Setyanto, I. Las, M. Sarwani. 2012. Sistem informasi kalender tanam terpadu: Status terkini dan tantangan kedepan. Jurnal Sumberdaya Lahan 6(2):67-78. Runtunuwu, E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani, A. Pramudia, D. Setyorini, K. Sari, Y. Apriyana, E. Susanti, Haryono. 2013a. Inovasi kelembagaan sistem informasi kalender tanam terpadu mendukung adaptasi perubahan iklim untuk ketahanan pangan nasional. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 6(1):44-52. Runtunuwu, E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani. 2013b. Kalender tanam sebagai instrumen adaptasi perubahan iklim. Kajian strategi kebijakan sektor pertanian menghadapi perubahan iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Setyorini, D., A. Kasno. 2013. Model Rekomendasi dan Kebutuhan Pupuk untuk Mendukung Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Stanislawska, K., K. Krawiec, Z.W. Kundzewicz. 2012. Modeling global temperature changes with genetic programming. Computers & Mathematics with Applications 64(12):3717-3728. Susanti, E., I. Las, H. Syahbuddin, Y. Apriyana, B. Kartiwa, Suciantini. 2013. Model Peringatan Dini Bencana Banjir, Kekeringan dan OPT untuk Mendukung Sistem Informasi Kalender Tanam Terpadu. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. 271
Sutabri, T. 2012. Konsep Sistem Informasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Syahbuddin, H., E. Runtunuwu. 2013. Cropping calendar for adaptation in copping with climate change. Proceeding Seminar International 2012. Technology Innovation for Rice Production and Concerving Environment under Global Climate Change. IRRI. Yang, Y., L.T. Wilson, J. Wang, X. Li. 2011. Development of an integrated cropland and soil data management system for cropping system applications. Computers and Electronics in Agriculture 76(1):105-118.
272